Upload
david-morris
View
12
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
1
ANALISA FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KECENDERUNGAN
KECURANGAN (FRAUD) : PERSEPSI PEGAWAI PEMERINTAHAN DAERAH KOTA
BOGOR
DIDI
Program Studi Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Djuanda Bogor
Jl.Tol Ciawi No.1, Kotak Pos 35, Kode Pos 16720, Telp./Fax:0251.8245155
E-Mail: [email protected]
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh keadilan distributif, keadilan prosedural,
pengendalian internal, penegakan peraturan, komitmen organisasi dan budaya organisasi terhadap
kecenderungan kecurangan. Variabel-variabel dikembangkan berdasarkan teori fraud triangle Donald
Cressey (1953). Populasi dalam penelitian ini adalah OPD di Kota Bogor. Penentuan sampel penelitian
ini menggunakan metode quota sampling dengan kriteria pegawai yang bertanggung jawab terhadap
pengelolaan keuangan di instansi masing-masing. Data dalam penelitian ini diperoleh dengan cara
menyebarkan kuesioner kepada 143 responden di 34 OPD di Kota Bogor. Sedangkan untuk pengujian
hipotesis dan instrumen penelitian menggunakan alat analisis regresi berganda SPSS 21.0. Hasil
penelitian ini membuktikan bahwa: pengendalian internal dan penegakan peraturan berpengaruh
terhadap kecenderungkan kecurangan. Sedangkan keadilan distributif, keadilan prosedural, komitmen
organisasi dan budaya organisasi tidak berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan.
Kata Kunci: Teori Segitiga Kecurangan dan Organisasi Pemerintahan Daerah
ABSTRACT
The purpose of this study was to examine the effect of the distributif justice, procedural justice,
internal control, rule enforcement, organizational commitment and organizational culture for the tense
of fraud. Development variabels based from Donald Cresseys fraud triangle theory (1953). The population in this study is the government agencies in Bogor city. Determination of sample, using a
quota sampling method with the criteria that employees have responsibility to managing finance in the
either government agencies. The datas in this research is obtained by distributing questionnaires to 143
respondents on 34 government agencies in the Bogor city. For the testing research hypotheses and
instrumen using multiple regression with SPSS 21.0 tools. These results prove that the internal control
and rule enforcement had effect on tense of fraud. While distributif justice, procedural justice,
organizational commitment and organizational culture had not effect on tense of fraud.
Key Words: Fraud Triangle Theory and Government Agencies
PENDAHULUAN
Fraud merupakan konsep kejahatan yang
memiliki cakupan luas. Fraud dalam literasi
akuntansi dan fraud auditing diartikan sebagai
penipuan atau kecurangan di bidang keuangan.
IAI (2001) menjelaskan kecurangan sebagai
salah saji yang timbul dari kecurangan dalam
pelaporan keuangan dan salah saji yang timbul
dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva
(Wilopo, 2006:23). Sedangkan, Standar the
Institute of Internal Auditors mendefenisikan
fraud sebagai segala perbuatan yang dicirikan
dengan pengelabuan atau pelanggaran
kepercayaan untuk mendapatkan uang, aset, jasa
atau mencegah pembayaran atas kerugian atau
untuk menjamin keuntungan/manfaat pribadi dan
bisnis (Priantara, 2013:4).
Sebagai konsep kejahatan yang bersifat
askriptis, fraud dapat terjadi di berbagai sektor
baik sektor publik, sosial maupun korporasi.
Fraud yang terjadi pada sektor publik membawa
dampak yang luas. Hal ini dikarenakan fraud
yang terjadi pada sektor tersebut mengakibatkan
kerugian yang harus diderita masyarakat umum
dan bukan hanya diderita oleh sekelompok orang
seperti pemegang saham atau donatur. Dalam
kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI)
ke-12 di Surabaya pada tahun 1993, Prof. Dr.
Soemitro Djoyohadikusumo mengemukakan
dampak buruk fraud pada sektor publik, seperti:
public service dan public facility yang rendah,
meningkatnya beban rakyat yang secara linier
akan meningkatkan kemiskinan dan kejahatan,
hingga ketidakmerataan distribusi ekonomi yang
2
Didi C.1110067 Analisa Faktor-Faktor yang Berpengaruh ...
CPI; 3,4
00,5
11,5
22,5
33,5
4
20
01
20
02
20
03
20
04
20
05
20
06
20
07
20
08
20
09
20
10
20
11
20
12
20
13
20
14
berpotensi terhadap disintegrasi bangsa
(Priantara, 2013:11).
Krisis ekonomi tahun 1998 dituding sebagai
dampak maraknya praktek-praktek fraud dalam
pemerintahan. Itu pula yang mendorong muncul
desakan masyarakat luas untuk penye-
lenggaraan pemerintahan yang transparansi,
akuntabel dan bebas dari korupsi. Di Indonesia,
korupsi merupakan istilah asosiasi untuk meng-
gambarkan praktek-praktek fraud yang
dilakukan oleh pejabat dan aparatur
pemerintahan. Meskipun dalam literasi fraud
auditing korupsi bukan bersifat umum
melainkan hanya salah satu dari bentuk fraud,
namun istilah ini sudah terbakukan secara legal
dalam UU No.31 tahun 1999 jo UU No.20
tahun 2011 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi. Fraud dalam sektor pemerin-
tahan tidak hanya terbatas pada korupsi,
melainkan harus dipahami sebagai tindakan
pejabat publik, baik politisi maupun pegawai
negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam
tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak
legal menyalahgunakan kepercayaan publik
yang dikuasakan kepada mereka untuk
mendapatkan keuntungan sepihak
(Fitrawansyah, 2013:69).
Usaha pemberantasan korupsi yang telah
dilakukan pemerintah selama 16 tahun terakhir
belum menunjukan hasil yang berarti. Semakin
banyaknya kasus korupsi yang terungkap,
menunjukan bahwa praktek korupsi berbanding
lurus dengan usaha pemberantasannya. Menu-
rut Davia et al., (2006) seperti yang dikutip
Soepardi (1999:19) mengemukakan bahwa
diperkirakan 40 persen dari keseluruhan kasus
fraud tidak pernah terungkap. Fenomena ini
dikenal dengan fenomena gunung es. Penting
untuk dipahami pada tingkat tertentu korupsi
selalu ada dalam negara dan masyarakat.
Secara garis besar, korupsi di sektor
pemerintahan dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu korupsi horisontal dan vertikal. Korupsi
horisontal merupakan korupsi yang dilakukan
oleh penyelenggara negara dalam lembaga
tinggi, baik eksekutif, legislatif maupun
yudikatif. Sedangkan, korupsi vertikal
merupakan korupsi yang terjadi dari struktur
pemerintahan pusat hingga pemerintahan
daerah (provinsi dan kabupaten/kota). Indikator
praktek fraud di Indonesia dapat dilihat dari
hasil berbagai survei, baik yang dilakukan oleh
institusi internasional maupun nasional.
Data yang dipublikasikan oleh Trans-
parency International (TI) menunjukan bahwa
Indonesia masih digolongkan sebagai negara
korupsi dengan tingkat cukup tinggi di dunia.
TI mengukur peringkat negara-negara di dunia
berdasarkan CPI (Corruption Perseption
Index). Rentang CPI terdiri dari 0 sampai 10,
indek 0 dipersepsikan negara terkorup dan
indek 10 dipersepsikan negara terbersih. CPI
Indonesia seperti terlihat pada Gambar 01.
menunjukan bahwa upaya pemberantasan
korupsi dari tahun ke tahun belum berhasil
maksimal. Hal ini terlihat dari CPI yang belum
menembus indek 5 sebagai indek netral.
Sumber: TI (2014)
Gambar 01
CPI Indonesia (2001-2014)
Sementara itu, merujuk pada data yang
dipublikasikan oleh Dirjen Otonomi Daerah
Kementerian Dalam Negeri, sejak
diberlakukannya UU No.32 tahun 2004 jo UU
No.23 tahun 2014 tentang Otonomi Daerah,
291 dari 524 kepala daerah terlibat masalah
korupsi (Indo Pos, 2014). Hal ini menunjukan
bahwa korupsi tersebar secara vertikal dari
pusat ke daerah. Sejalan dengan hal itu,
berdasarkan data yang dipublikasikan oleh KPK
yang mengelompokan korupsi menurut
demografi wilayah, selama 10 tahun yaitu dari
tahun 2004-2014, terdapat tiga daerah yang
dikategorikan sering terjadi kasus korupsi.
Daerah tersebut antara lain: Jawa Barat 44
kasus, DKI Jakarta 28 kasus, dan Riau dan
Kepri 26 kasus (ACCH KPK, 2015). Provinsi
Jawa Barat yang terdiri atas 18 kabupaten dan 9
kota berpotensi besar terjadinya korupsi. Salah
satunya adalah kasus-kasus korupsi yang terjadi
pada Pemkab dan Pemkot Bogor. Contoh-
contoh kasus korupsi tersebut antara lain: kasus
mark up dana seragam Linmas di Kantor
Kesbang Kota Bogor (Info Korupsi, 2004),
korupsi dana penunjang kegiatan anggota
DPRD Kota Bogor (Info Korupsi, 2013), kasus
suap yang melibatkan Bupati Bogor periode
2013-2018 (Kompas.Com, 2014) dan kasus
korupsi yang melibatkan 3 OPD , yaitu Bapeda,
BPLH dan Kesbangpol berupa penyalahgunaan
perijinan (Antara Bogor, 2014).
3
Didi C.1110067 Analisa Faktor-Faktor yang Berpengaruh ...
Beberapa kasus yang telah dipaparkan akan
menimbulkan berbagai persepsi pegawai
instansi pemerintahan untuk menjelaskan
berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya
fraud. Menurut Kulsum dan Jauhar (2014:99),
persepsi merupakan proses pencarian informasi
untuk dipahami. Lebih lanjut Hiam dan Schewe
(1994) dalam Pristiyanti (2012:2)
mendefenisikan persepsi sebagai pemberian arti
oleh seseorang atas berbagai rangsangan atau
stimulus yang diterimanya dan dari proses
tersebut seseorang mempunyai opini tertentu
mengenai apa yang diamatinya. Melalui teori
persepsi dan atribusi tersebut diharapkan dapat
memberikan gambaran faktor-faktor terjadi
fraud di instansi tempat responden bekerja.
KAJIAN PUSTAKA
Kecurangan (Fraud)
ACFE (Association of Certified Fraud
Examination) mengklasifikasikan fraud ke
dalam tiga jenis, yaitu penyimpangan atas aset
(asset misappropriation), asersi yang menipu
(fraudulent statement) dan korupsi (corruption)
(Priantara, 2013:68). Konsep ini dikenal dengan
fraud taxonomy atau fraud tree.
Motivasi seseorang melakukan fraud relatif
bermacam-macam. Salah satu teori yang
menjelaskan tentang motivasi seseorang
melakukan fraud adalah fraud triangle theory
yang dikemukakan psikolog Donald Cressey
(1953). Menurutnya terdapat tiga dimensi untuk
menjelaskan mengapa seseorang melakukan
fraud, dimensi tersebut terdiri atas: tekanan
(pressure), peluang (opportunity), dan
pembenaran/justifikasi (rationalization). Ketiga
dimensi tersebut saling berkaitan antara satu
dengan yang lain sehingga membentuk konsep
yang agregat untuk menjelaskan faktor-faktor
fraud secara komprehensif.
Tekanan (Pressure)
Tekanan (pressure) adalah motivasi individu
untuk bertindak fraud yang disebabkan adanya
tekanan finansial dan non finansial. Dimensi ini
tidak dapat sepenuhnya dikendalikan oleh
instansi, hal itu dikarenakan tekanan
dipengaruhi oleh kebijakan organisasi dan
tanggapan pegawai atas kebijakan tersebut.
Pressure berkaitan dengan keadialan distributif
dan keadilan prosedural.
Keadilan distributif adalah persepsi orang-
orang terhadap keadilan mengenai bagaimana
penghargaan dan hasil yang bernilai lainnya
didistribusikan dalam organisasi (Moorhead
dan Grifin, 2013: 387). Dalam prakteknya,
keadilan distributif berkaitan dengan persepsi
kesesuaian kompensasi. Semakin tinggi per-
sepsi pegawai terhadap keadilan organisasi
maka dapat menekan terjadinya fraud. Teori ini
didukung oleh hasil penelitian Herman (2013),
Pramudita (2013), Najahningrum (2013) dan
Zulkarnain (2013). Namun teori dan hasil
tersebut tidak sesuai dengan hasil peneltian
Wilopo (2006), Pristiyanti (2012) dan Faisal
(2012). Umumnya mereka mengemukakan
kesesuaian kompensasi tidak dapat menekan
fraud dikarenakan adanya faktor keserakahan
(greedy) yang dimiliki oleh setiap individu.
Keadilan prosedural adalah persepsi
individu mengenai keadilan untuk menentukan
berbagai hasil (Moorhead dan Grifin,
2013:387). Dalam prakteknya keadilan
prosedural berkaitan dengan persepsi sistem
penilaian sebagai dasar penentuan kompensasi.
Semakin tinggi persepsi pegawai terhadap
keadilan prosedural maka dapat menekan
terjadinya fraud. Teori ini didukung dengan
hasil penelitian Herman (2012) dan Najahning-
rum (2013). Namun teori dan hasil tersebut
tidak sesuai dengan hasil penelitian Wilopo
(2006) dan Pristiyanti (2012). Umumnya
mereka mengemukakan keadilan prosedural
tidak dapat menekan fraud dikarenakan di
Indonesia belum ada sistem kompensasi yang
mendeskripsikan secara jelas hak dan
kewajiban, ukuran prestasi dan kegagalan yang
dapat menghindarkan organisasi dari
kecenderungan kecurangan.
Peluang (Opportunity)
Peluang (opportunity) adalah peluang yang
memungkinkan terjadinya fraud. Dimensi ini
sepenuhnya dapat dikendalikan oleh instansi,
hal ini dikarenakan instansi mempunyai
otorisasi mengeluarkan kebijakan untuk
menekan peluang terjadinya fraud. Opportunity
berkaitan dengan pengendalian internal
(internal control) dan penegakan peraturan
(rule enforcement)
Pengendalian internal adalah proses yang
integral pada tindakan dan kegiatan yang
dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan
dan seluruh pegawai untuk memberikan
keyakinan memadai atas tercapainya tujuan
organisasi melalui kegiatan yang efektif dan
efisien, kehandalan pelaporan keuangan,
pengamanan aset negara dan ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan (pasal 1 ayat 1
PP No. 60 tahun 2008 tentang SPIP). Dalam
4
Didi C.1110067 Analisa Faktor-Faktor yang Berpengaruh ...
sektor pemerintahan pengendalian internal
sebagai upaya pencegahan penyimpangan telah
diatur oleh PP No.60 tahun 2008 tentang SPIP
yang wajib dimplementasikan oleh instansi
pemerintahan dari pusat sampai daerah.
Semakin tinggi persepsi pegawai terhadap
pengendalian internal maka dapat menekan
terjadinya fraud. Teori ini didukung hasil
penelitian Wilopo (2006), Pristiyanti (2012),
Herman (2013), Pramudita (2013), Faisal
(2013), Najahningrum (2013) dan Zulkarnain
(2013). Sebagai konsep yang paling mungkin
dikendalikan, tidak ada hasil penelitian yang
tidak sesuai dengan teori ini.
Penegakan peraturan adalah kegiatan menserasikan hubungan nilai-nilai yang
terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang
mantap dan pengejawantahan dan sikap tindak
sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir,
untuk memelihara, dan mempertahankan
pergaulan hidup (Sutiyoso, 2004:57-67). Semakin tinggi persepsi pegawai terhadap
penegakan peraturan maka dapat menekan
terjadinya fraud. Teori ini didukung hasil
penelitian Najahningrum (2013) dan Faisal
(2013). Namun teori ini tidak sesuai dengan
hasil penelitian Tjackrawala dan Saputera
(2011), Pramudita (2013) dan Zulkarnain
(2013). Umumnya mereka mengemukakan
penegakan peraturan tidak dapat menekan fraud
dikarenakan banyak elemen instansi yang
mengetahui peraturan tetapi tidak
mematuhinya.
Pembenaran (Rationalization)
Pembenaran (rationalization) adalah sikap
seseorang sebelum atau setelah melakukan
fraud. Dimensi ini sepenuhnya tidak dapat
dikendalikan instansi, hal ini dikarenakan
rationalization sangat berkaitan dengan sikap
etis dari seseorang atau sekelompok orang.
Rationalization berkaitan dengan komitmen
organisasi dan budaya organisasi
Komitmen organisasi adalah keputusan dari
sebagian anggota untuk tetap menjadi anggota
organisasi (Colquitt et al., 2009:67). Semakin
tinggi persepsi pegawai terhadap komitmen
organisasi maka dapat menekan terjadinya
fraud. Teori ini sesuai dengan hasil penelitian
Tjackrawala dan Saputera (2011), Pristiyanti
(2012), Najahningrum (2013), Faisal (2013)
dan Zulkarnain (2013). Namun teori ini tidak
sesuai dengan hasil penelitian Pramudita
(2012). Menurutnya komitmen organisasi tidak
dapat menekan fraud dikarenakan kurangnya
kesetiaan pegawai terhadap instansi
menyebabkan pegawai tidak perduli keadaan
instansi termasuk ancaman kecurangan.
Budaya organisasi pemerintahan (goverment
organizational culture) adalah sistem tata nilai
bersama yang mewujudkan integrasi internal
serta adaptasi eksternal dalam mendorong
terwujudnya motivasi dan perilaku serta kinerja
organisasi pemerintah terutama dalam bidang
pelayanan, pengaturan, dan pemberdayaan
masyarakat (Sembiring, 2012:54). Semakin
tinggi persepsi pegawai terhadap budaya
organisasi maka dapat menekanan terjadinya
fraud. Teori ini sesuai dengan hasil penelitian
Wilopo (2006), Pristiyanti (2012) dan
Pramudita (2013). Namun teori ini tidak sesuai
dengan hasil penelitian Faisal (2013),
Najahningrum (2013) dan Zulkarnain (2013).
Umumnya mereka mengemukakan budaya
organisasi tidak dapat menekan fraud
dikarenakan tidak adanya sense of belonging
dan sense of indentity sehingga tidak ada
kepedulian terhadap kelangsungan hidup
instansi.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut maka
diajukan hipotesis sebagai berikut: H1 Diduga Keadilan Distributif berpengaruh
negatif terhadap Kecenderungan Kecurangan
(Fraud). H2 Diduga Keadilan Prosedural berpengaruh
negatif terhadap Kecenderungan Kecurangan
(Fraud). H3 Diduga Sistem Pengendalian Internal
Pemerintah berpengaruh negatif terhadap
Kecenderungan Kecurangan (Fraud). H4 Diduga Penegakan Hukum berpengaruh negatif
terhadap Kecenderungan Kecurangan (Fraud). H5 Diduga Komitmen Organisasi berpengaruh
negatif terhadap Kecenderungan Kecurangan
(Fraud). H6 Diduga Budaya Organisasi berpengaruh negatif
terhadap Kecenderungan Kecurangan (Fraud).
Dari hipotesis yang telah diajukan, dapat
dikontruksi model penelitian sebagai berikut:
Sumber: Peneliti (2015)
Gambar 02
Model Penelitian
5
Didi C.1110067 Analisa Faktor-Faktor yang Berpengaruh ...
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Ditinjau dari sifatnya, penelitian ini
digolongkan sebagai penelitian kuantitatif
(conclusive research design). Data yang
digunakan adalah data primer yang dikumpulkan
melalui kuesioner. Data diolah dengan bantuan
software Statistical Product and Service
Solution (SPSS) 21.0 for windows, yang
digunakan untuk menguji data dan hipotesis.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
pegawai yang bertanggung jawab dalam
pengelolaan laporan keuangan OPD Kota Bogor.
Jumlah OPD sebanyak 34 merujuk pada Perda
No.03 Tahun 2010 tentang Organisasi
Pemerintahan Daerah. Ke 34 OPD tersebut
terdiri atas: 12 dinas, 6 badan, 6 kantor, 6
kecamatan dan 4 lembaga lain (Sekretariat
Daerah, sekretariat DPRD, Inspektorat dan
Satuan Polisi Pamong Praja). Pengambilan
sampel menggunakan teknik quota sampling,
sehingga mendapatkan 143 responden.
Metode Pengumpulan Data
Data dikumpulkan melalui pendistribusian
kuesioner yang berisi pernyataan-pernyataan
tentang variabel-variabel yang diteliti.
Kuesioner disusun berdasarkan skala likert
berdimensi lima yang terdiri atas: skala
1=Sangat Tidak Setuju (STS), skala 2= Tidak
Setuju (TS), skala 3= Netral (N), skala 4=
Setuju (S), dan skala 5=Sangat Setuju (SS).
Variabel Dependen (Y)
Dalam penelitian ini fraud merupakan
variabel dependen. Pengukuran variabel
menggunakan 9 item pernyataan yang
dikembangkan oleh ACFE dalam Tuanakotta
(2007:96). Variabel diukur dengan
menggunakan indikator tipologi fraud menurut
ACFE, yang terdiri dari: (1) penyimpangan atas
aset, (2) pernyataan/ pelaporan yang menipu
atau dibuat salah, dan (3) korupsi.
Variabel Independen (X)
Variabel independen pertama dalam
penelitian ini adalah keadilan distributif
(distributif justice). Pengukuran variabel
menggunakan 4 item pernyataan yang
dikembangkan dari penelitian Colquitt (2001).
Variabel diukur dengan menggunakan 4
indikator berdasarkan teori keadilan distributif
menurut Colquitt (2001: 389), yang terdiri atas:
(1) outcome yang diterima sesuai dengan usaha,
(2) outcome yang diterima sesuai dengan jenis
pekerjaan, (3) outcome yang diterima sesuai
dengan kontribusi atau pengabdian dan (4)
outcome yang diterima sesuai dengan kinerja.
Variabel independen kedua dalam
penelitian ini adalah keadilan prosedural
(procedural justice). Pengukuran variabel
menggunakan 7 item pernyataan yang
dikembangkan oleh peneliti dari prinsip-prinsip
penilain prestasi kerja menurut UU No.46
Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja
Pegawai Negeri Sipil. Variabel diukur dengan
menggunakan 5 indikator yang terdiri atas: (1)
objektif, (2) terukur, (3) akuntabel, (4)
partisipatif dan (5) transparan.
Variabel independen ketiga dalam
penelitian ini adalah pengendalian internal
(internal control). Pengukuran variabel
menggunakan 5 item pernyataan yang
dikembangkan peneliti dari unsur-unsur
pengendalian internal menurut PP No.60 tahun
2008 tentang Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah. Variabel diukur dengan
menggunakan 5 indikator sebagai berikut: (1)
lingkungan pengendalian (control
environment), (2) penilaian risiko (risk
assessment), (3) kegiatan pengendalian (control
activity), (5) informasi dan komunikasi
(information and communication) dan (5)
Pengawasan (monitoring).
Variabel independen keempat dalam
penelitian ini adalah penegakan peraturan (rule
enforcement). Pengukuran variabel
menggunakan 5 item pernyataan yang
dikembangkan peneliti dari teori Soekanto
(2006) dalam Sudrajat (2010: 292) tentang 5
pilar hukum/peraturan berjalan dengan baik.
Variabel diukur dengan menggunakan 5
indikator: (1) instrumen peraturan yang baik, (2)
aparat penegak peraturan yang tangguh, (3)
peralatan/sarana yang memadai, (4) anggota
organisasi yang sadar akan peraturan, dan (5)
birokrasi yang mendukung.
Variabel independen kelima dalam
penelitian ini adalah komitmen organisasi
(organizational commitment). Variabel diukur
dengan 9 item pernyataan yang dikembangkan
dari penelitian Luthans (1992) dalam Pristiyanti
(2012). Variabel diukur dengan menggunakan 3
indikator klasifikasi komitmen organisasi
menutut Luthans (1992) yang dikembangkan
Meyer dan Allen (2005) dalam Sutrisno
(2013:292) yang membagi komitmen organisasi
ke dalam 3 komponen, yaitu: (1) keinginan yang
6
Didi C.1110067 Analisa Faktor-Faktor yang Berpengaruh ...
Sumber: Data Primer Diolah (2015)
Karakteristik Responden
Jumlah (%)
Unit
Organisasi
Badan 22 16 %
Dinas 59 41 %
Kantor 17 12 %
Kecamatan 26 18 %
Lembaga Lain 19 13 %
Total 143 100% Umur 21 s/d 30 tahun 14 10 %
31 s/d 40 tahun 56 39 %
41 s/d 50 tahun 41 29 %
Lebih 50 tahun 32 22 %
Total 143 100%
Jenis
Kelamin
Laki-Laki 62 43 %
Perempuan 81 57 %
Total 143 100% Jabatan Kepala 8 6%
Sekretaris 5 3%
Kabag/Kasubag 32 22%
Staff Keuangan 98 69%
Total 143 100%
Golongan
& Ruang
IA - ID 0 0%
IIA - IID 44 31%
IIIA - IIID 74 52% IVA - IVD 25 17%
Total 143 100%
Masa Kerja 01 s/d 10 tahun 46 32%
11 s/d 20 tahun 48 34% 21 s/d 30 tahun 34 24%
Lebih 30 tahun 15 10%
Total 143 100%
Pendidikan Terakhir
SMU/Sederajat 35 25%
D3 20 14%
S1 59 41%
S2 29 20%
Total 143 100%
kuat menjadi anggota, (2) kemauan atau usaha
yang tinggi, dan (3) penerimaan terhadap nilai-
nilai dan tujuan organisasi.
Variabel independen keenam dalam
penelitian ini adalah budaya organisasi
(organizational culture). Variabel diukur
dengan 5 item pernyataan yang dikembangkan
oleh peneliti dari pendapat Sembiring (2012:73-
74) tentang dimensi budaya organisasi
pemerintahan. Variabel diukur dengan
menggunakan 5 indikator yang terdiri atas: (1)
iman dan taqwa, (2) profesionalisme, (3)
orientasi masyarakat, (4) orientasi kinerja, dan
(5) orientasi kesejahteraan anggota.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Karakteristik demografis merupakan ciri-ciri
yang dapat diamati dari responden. Tujuh
karakteristik responden dapat dilihat pada Tabel
01 berikut:
Tabel 01
Karakteristik Responden
Sumber: Data Primer Diolah (2015)
Pengujian Instrumen
Uji Validitas
Uji validitas dilakukan dengan menghitung
korelasi antar masing-masing butir pernyataan
dengan skor total pada masing-masing variabel.
Nilai ini kemudian dibandingkan dengan nilai
rtabel. Kriteria Pengambilan keputusan berda-
sarkan pada nilai rhitung (Corrected Item-Total
Correlation) > rtabel sebesar 0,1642, untuk df =
1432 = 141; = 0,05 (uji 2 sisi) tersebut valid dan sebaliknya.Uji validitas menggunakan
rumus korelasi Product Momentum Pearson
dan diolah dengan software SPSS 21.0 for
windows. Hasil pengujian validitas ditunjukan
dengan Tabel 02 berikut:
Tabel 02
Hasil Uji Validitas Instrumen
Var.
Item
Pernyataan
Ke
Nilai
Pearson
Coleration
2 tailed Status
Keadilan
Distributif KD01 0,888 0,1642 Valid
KD02 0,894 0,1642 Valid
KD03 0,891 0,1642 Valid KD04 0,891 0,1642 Valid
Keadilan
Prosedural
KP05 0,747 0,1642 Valid
KP06 0,828 0,1642 Valid
KP07 0,838 0,1642 Valid KP08 0,713 0,1642 Valid
KP09 0,815 0,1642 Valid
KP10 0,715 0,1642 Valid
KP11 0,609 0,1642 Valid SPIP IC12 0,760 0,1642 Valid
IC13 0,859 0,1642 Valid
IC14 0,822 0,1642 Valid
IC15 0,772 0,1642 Valid IC16 0,738 0,1642 Valid
Penegakan
Peraturan
PP17 0,673 0,1642 Valid
PP18 0,803 0,1642 Valid
PP19 0,781 0,1642 Valid PP20 0,797 0,1642 Valid
PP21 0,826 0,1642 Valid
Komitmen
Organisasi
KO22 0,703 0,1642 Valid
KO23 0,785 0,1642 Valid KO24 0,641 0,1642 Valid
KO25 0,628 0,1642 Valid
KO26 0,793 0,1642 Valid
KO27 0,727 0,1642 Valid KO28 0,710 0,1642 Valid
KO29 0,789 0,1642 Valid
Budaya
Organisasi
BO30 0,723 0,1642 Valid
BO31 0,765 0,1642 Valid BO32 0,698 0,1642 Valid
BO33 0,699 0,1642 Valid
BO34 0,715 0,1642 Valid
Kecenderung-an
Kecurangan
KK35 0,668 0,1642 Valid KK36 0,699 0,1642 Valid
KK37 0,817 0,1642 Valid
KK38 0,831 0,1642 Valid
KK49 0,846 0,1642 Valid KK40 0,807 0,1642 Valid
KK41 0,775 0,1642 Valid
KK42 0,770 0,1642 Valid
KK43 0,783 0,1642 Valid
7
Didi C.1110067 Analisa Faktor-Faktor yang Berpengaruh ...
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstd.
Residual
N 143
Normal Parametersa,b Mean ,0000000
Std. Deviation 3,75336310
Most Extreme Differences
Absolute ,059 Positive ,055
Negative -,059
Kolmogorov-Smirnov Z ,700
Asymp. Sig. (2-tailed) ,712
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Berdasarkan Tabel 02, disimpulkan bahwa ke-
43 item pernyataan memiliki validitas di atas
0,1642 dan taraf signifikansi semua item
pernyataan tersebut mencapai 0,000. Dengan
demikian semua item pernyataan valid.
Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dilihat dengan melihat nilai
Cronbachs Alpha dari masing-masing item setiap variabel dan dikonfirmasi menurut
judgment ahli. Pengambilan keputusan
berdasarkan pada nilai kategori nilai
Cronbachs Alpha dengan batas penerimaan yang disyaratkan George dan Maller nilai alpha
minimal 0,7 (>0,7). Hasil pengujian reliabilitas ditunjukan dengan Tabel 03 berikut:
Tabel 03
Hasil Uji Reliabilitas Instrumen
Variabel
Nilai
Cronbachs Alpha
Status Menurut
George dan Maller
Keadilan Distributif 0,913 Sempurna(Excellent) Keadilan Prosedural 0,868 Baik(Good)
SPIP 0,849 Baik(Good)
Penegakan Peraturan 0,827 Baik(Good)
Komitmen Organisasi 0,866 Baik(Good) Budaya Organisasi 0,759 Diterima(Acceptable)
Kecurangan 0,915 Sempurna(Execllent)
Sumber: Data Primer Diolah (2015)
Berdasarkan Tabel 03, dengan menggunakan
pedoman interprestasi (judgment) menurut
George dan Maller (2003) dalam Lianasari
(2009:43) dapat disimpulkan bahwa instrumen
yang digunakan relibel. Hal ini dibuktikan
dengan dua variabel yang memiliki predikat
sempurna (excellent) yaitu variabel keadilan
distributif dan kecenderungan kecurangan,
empat variabel yang memiliki predikat baik
(good) yaitu variabel keadilan prosedural, SPIP,
Penegakan peraturan dan budaya organisasi.
Sedangkan hanya satu variabel yang memiliki
nilai cukup atau dapat diterima (acceptable)
yaitu variabel budaya organisasi.
Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik merupakan pengujian
kuantifikasi yang menggunakan regresi
berganda (multiple regression) sebagai alat
analisanya. Model regresi berganda disebut
sebagai model yang baik, jika model tersebut
memenuhi kriteria BLUE (Best Linear
Unbiased Estimator). Kriteria tersebut tercapai
apabila model regresi lolos uji asumsi klasik
yang terdiri dari uji normalitas, uji
multikolineritas, uji heteroskesdastistas, uji
autokolerasi, dan uji linieritas.
Uji Normalitas
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui
apakah data residual terdistribusi normal atau
tidak. Pengujian ini menggunakan metode One
Sample Kolmogorov Smirnov. Kriteria
pengambilan keputusan sebagai berkut:
1) jika asymp.sig. > 0,05 berarti data sampel diambil terdistribusi normal;
2) jika asymp.sig.< 0,05 berarti data sampel diambil tidak terdistribusi normal.
Hasil uji normalitas dengan metode One
Sample Kormogorov Smirnov ditujukan dengan
Tabel 04 berikut:
Tabel 04
Hasil Uji Normalitas One Sample Kormogorov
Smirnov
Sumber: Data Primer Diolah (2015)
Berdasarkan Tabel 04, nilai sifinikansi atau
asymp.sig. untuk uji 2 arah adalah 0,712 atau
lebih besar dari 0,05 (0,712> 0,05). Dengan
demikian dapat dikatakan data residual pada
model regresi berdistribusi normal.
Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk
mendeteksi ada tidaknya gejala korelasi yang
signifikan antara variabel bebas. Model regresi
yang baik mensyaratkan tidak terjadinya
korelasi antara variabel bebas (non
multikolinearitas). Pengujian ini menggunakan
metode VIP (Varian Inflation Factors). Kriteria
pengambilan keputusan
1) jika VIF5 berarti terjadi multikolinearitas. Hasil uji multikolinearitas dengan metode VIF
ditunjukan dengan Tabel 05 berikut:
8
Didi C.1110067 Analisa Faktor-Faktor yang Berpengaruh ...
Coefficientsa
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1
Keadilan Distributif ,752 1,330
Keadilan Prosedural ,584 1,711
SPIP ,596 1,678
Penegakan Peraturan ,533 1,878
Komitmen Organisasi ,499 2,004
Budaya Organisasi ,381 2,623
a. Dependent Variable: Kecenderungan Kecurangan
Coefficientsa
Model
Unstd.
Coefficients
Std.
Coefficients t Sig.
B Std.
Error Beta
1
(Cons.) ,681 1,978 ,344 ,731
KD -,025 ,072 -,033 -,341 ,734
KP -,094 ,066 -,153 -1,410 ,161
SPIP ,033 ,101 ,035 ,322 ,748
PP ,134 ,098 ,155 1,364 ,175
KO -,106 ,076 -,165 -1,397 ,165
BO ,258 ,131 ,265 1,966 ,051
a. Dependent Variable: ABS_RES
Model Summaryb
Model R R
Square
Adjusted
R Square
Std. Error
of the
Estimate
Durbin-
Watson
1
,635a ,404 ,377 3,835 2,103
a. Predictors: (Constant), KD, KP, SPIP, PP, KO, BO
b. Dependent Variable: KK
Tabel 05
Hasil Uji Multikolinearitas VIF
Sumber: Data Primer Diolah (2015)
Berdasarkan Tabel 05, nilai VIF keenam
variabel independen memiliki nilai VIF lebih
kecil dari 5 (VIF0,05).
Dengan demikian dapat dikatakan tidak terjadi
heteroskesdastistas pada model regresi.
Uji Autokolerasi
Uji autokolerasi bertujuan untuk mendeteksi
ada tidaknya kolerasi dari pengamatan dengan
obyek yang sama berdasarkan runtun waktu.
Pengujian ini menggunakan uji Durbin Watson.
Kriteria pengambilan keputusan sebagai
berikut:
1) jika d lebih kecil dari dL atau lebih besar dari (4-dL) maka hipotesis nol ditolak, yang
berarti terdapat autokorelasi;
2) jika d terletak antara dU dan (4-dU), maka hipotesis nol diterima, yang berarti tidak
ada autokorelasi;
3) jika d terletak antara dL dan dU atau di antara (4-dU) dan (4-dL), maka tidak
menghasilkan kesimpulan yang pasti.
Hasil uji autokolerasi dengan metode Durbin-
Watson ditunjukan dengan Tabel 07 berikut ini:
Tabel 07
Hasil Uji Autokolerasi Durbin Watson
Sumber: Data Primer Diolah (2015)
Dari hasil uji Durbin Watson pada Tabel 07,
nilai DW yang dihasilkan dari regresi adalah
2,103. Sedangkan dari tabel DW dengan
signifikansi 0,05 dan jumlah data (n) sebanyak
143, serta jumlah variabel independen (k)
sebanyak 6 diperoleh nilai dL 1,642 dan dU
1,815. Karena DW berada di antara nilai dL
1,642 dan 4-dU sebesar 2,185 (4-1,815=2,185)
dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
tidak terjadi gejala autokolerasi pada model
regresi. Dengan hipotesis nol dan hipotesis
alternatif berupa: H0=Tidak terjadi autokolerasi
dan Ha=Terjadi autokolerasi serta taraf
signifikansi 0,05 maka dapat disimpulkan tidak
terjadi autokolerasi karena daerah penerimaan
H0 pada dL
9
Didi C.1110067 Analisa Faktor-Faktor yang Berpengaruh ...
Descriptive Statistics
N Min Max Mean
Std.
Deviation
KD 143 7 20 13,90 3,185
KP 143 11 35 25,86 3,923 SPIP 143 13 25 20,27 2,551
PP 143 11 25 19,31 2,774
KO 143 22 40 30,82 3,707
BO 143 14 25 19,34 2,455 KK 143 9 27 18,68 4,861
Valid N
(listwise)
143
ANOVAa
Model Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
1
Regression 1354,744 6 225,791 15,350 ,000b
Residual 2000,458 136 14,709
Total 3355,203 142
a. Dependent Variable: KK
b. Predictors: (Constant), KD, KP, IC, PP, KO, BO.
Uji Linearitas
Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui
apakah dua variabel mempunyai hubungan
yang linear. Pengujian ini menggunakan test of
liniearity, dengan kriteria keputusan jika sig.of
linearity lebih kecil dari 0,05 maka dua variabel
mempunyai hubungan linear; jika sig.of
linearity lebih besar dari 0,05 maka dua
variabel tidak mempunyai hubungan linear.
Hasil uji linearitas dengan metode sig.of
linearity ditunjukan dengan Tabel 07 berikut
ini:
Tabel 07
Hasil Uji Linearitas
Variabel Independen Nilai Sig. of
linearity
Keadilan Distributif 0,000
Keadilan Prosedural 0,000
SPIP 0,000
Penegakan Peraturan 0,000 Komitmen Organisasi 0,000
Budaya Organisasi 0,000
Sumber: Data Primer Diolah (2015)
Berdasarkan Tabel 07, keenam variabel
memiliki nilai sig.of linearity lebih kecil dari
0,000 (sig.of linearity < 0,05), maka dapat
dikatakan keenam variabel independen
berhubungan liniear dengan variabel
dependennya.
Statistik Deskriptif
Tabel 08
Statistik Deskriptif
Sumber: Data Primer Diolah (2015)
Berdasarkan Tabel 08, diketahui ketujuh
variabel memiliki mean yang lebih besar dari
standar deviasi. Hal ini menunjukan bahwa nilai
sampel dominan berkumpul di sekitar rata-rata
hitungnya, sehingga mean yang ada dapat
dideskripsikan berdasarkan kategorinya.
Berikut deskripsi masing-masing variabel
beradasarkan kategori:
Dari statistik deskriptif pada Tabel 4.11
diketahui nilai mean untuk variabel KD sebesar
13,90 yang berarti masuk dalam kategori
sesuai. Nilai mean untuk variabel KP sebesar 25,86 yang berarti masuk dalam kategori adil. Nilai mean untuk variabel SPIP sebesar 20,27
yang berarti masuk salam kategori efektif. Nilai mean untuk variabel PP sebesar 19,31
yang berarti masuk dalam kategori tegak. Nilai mean untuk variabel KO sebesar 30,82
yang berarti masuk dalam kategori
berkomitmen. Nilai mean untuk variabel BO sebesar 19,34 yang berarti masuk dalam
kategori etis. Dan nilai mean KK sebesar 18,68 yang berarti dalam kategori jarang terjadi.
Pengujian Hipotesis
Uji F
Uji F digunakan untuk mengetahui
seberapa besar pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen secara simultan.
Kriteria pengambilan keputusan sebagai
berikut:
1) jika Fhitung lebih besar dari Ftabel (Fhitung>Ftabel) dan probilitas 0,05) maka H0
diterima dan Ha ditolak.
Hasil uji F yang menguji pengaruh simultan
dari keenam variabel terhadap kecenderungan
kecurangan ditunjukan dengan Tabel 09 berikut
ini:
Tabel 09
Hasil Uji F
Sumber: Data Primer Diolah (2015)
Dengan menggunakan tingkat keyakinan
95%, a = 5%, df 1 (jumlah variabel1) = 6, dan df 2 (nk1) atau 14361 = 136 (n adalah jumlah responden dan k adalah jumlah variabel
independen), hasil diperoleh untuk Ftabel sebesar
2,17.
Berdasarkan analisa statistik pada Tabel 09,
diketemukan bahwa keadilan distributif,
keadilan prosedural, penegakan peraturan,
10
Didi C.1110067 Analisa Faktor-Faktor yang Berpengaruh ...
Coefficientsa
Model
Unstd.
Coefficients
Std.
Coefficients t Sig.
B Std.
Error Beta
1
(Cons.) 46,280 3,200 14,462 ,000
KD -,164 ,117 -,107 -1,403 ,163
KP ,031 ,107 ,025 ,293 ,770 IC -,827 ,163 -,434 -5,060 ,000
PP -,422 ,159 -,241 -2,651 ,009
KO -,132 ,123 -,100 -1,071 ,286
BO ,146 ,212 ,074 ,686 ,494
a. Dependent Variable: KK
SPIP, komitmen organisasi dan budaya
organisasi mempunyai pengaruh signifikan
terhadap kecenderungan kecurangan. Hal ini
ditunjukan dengan nilai Fhitung sebesar 15,35
lebih besar dari Ftabel sebesar 2,17 dengan taraf
probilitas 0,000 lebih kecil dari taraf
signifikansi 0,05, maka dapat disimpulkan
model regresi dapat digunakan untuk
mengetahui pengaruh terhadap kecenderungan
kecurangan.
Sumber: Data Primer Diolah (2015)
Gambar 04
Daerah Penerimaan Uji F
Uji t
Uji t digunakan untuk mengetahui seberapa
besar pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependen secara parsial. Kriteria
pengambilan keputusan sebagai berikut:
1) jika thitung > ttabel dan probility < 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima, yang berarti
hipotesis yang diajukan diterima;
2) jika thitung < ttabel dan probility > 0,05 maka H0 diterima dan Ha ditolak yang berarti
hipotesis yang diajukan ditolak;
3) jika thitung > ttabel dan probility > 0,05 maka H0 diterima dan Ha ditolak yang berarti
hipotesis yang diajukan ditolak;
4) jika thitung < ttabel dan probility < 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima yang berarti
hipotesis yang diajukan diterima.
Tabel distribusi t dicari pada a = 5% : 2 =
2,5% (uji 2 sisi) dengan derajat kebebasan (df)
nk1 atau 14361 = 136 (n adalah jumlah responden dan k adalah jumlah variabel
independen). Dengan pengujian 2 sisi
(signifikansi = 0,025) hasil diperoleh untuk
ttabel sebesar 1,977.
Hasil uji t yang menguji pengaruh parsial
keenam variabel terhadap kecenderungan
kecurangan (fraud) ditunjukan dengan Tabel 10
berikut ini:
Tabel 10
Hasil Uji t
Sumber: Data Primer Diolah (2015)
H1 Diduga Keadilan Distributif berpengaruh
negatif terhadap Kecenderungan Kecu-
rangan (Fraud) Berdasarkan hasil analisa statistik pada
Tabel 10, ditemukan bahwa hipotesis pertama
(H1) keadilan distributif walaupun bersifat
negatif tapi tidak mempunyai pengaruh
signifikan terhadap kecenderungan kecurangan.
Hal ini ditunjukan dengan nilai thitung sebesar 1,403 lebih besar dari ttabel sebesar 1,977 dan probilitas 0,163 lebih besar dari taraf
signifikansi 0,05 sehingga H0 diterima dan Ha
(hipotesis alternatif) ditolak.
Temuan ini tidak sesuai dengan teori,
namun konsisten dengan hasil penelitian
Wilopo (2006), Pristiyanti (2012), dan Faisal
(2013). Alasan temuannya adalah adanya
persepsi bahwa manusia tidak pernah merasa
puas, memberikan asumsi bahwa adil atau tidak
adilnya suatu keadilan distributif, pegawai akan
tetap melakukan fraud. Temuan ini diperkuat
dengan pendapat Bologna (1993) dalam
Priantara (2013:48) yang menyatakan tindakan
fraud tetap saja dapat terjadi karena adanya
faktor keserakahan (greedy) yang dimiliki
setiap individu.
Sumber: Data Primer Diolah (2015)
Gambar 05
Daerah Penolakan Hipotesis Keadilan
Distributif
Daerah PenolakanH
Daerah Penolakan
H00 0
Daerah Penerimaan
H00
-1,977 1,977-1,403
Daerah Penerimaan H
0
Daerah Penolakan H00
2,17 15,35
11
Didi C.1110067 Analisa Faktor-Faktor yang Berpengaruh ...
H2 Diduga Keadilan Prosedural berpenga-
ruh negatif terhadap Kecenderungan
Kecurangan (Fraud). Berdasarkan hasil analisa statitik pada Tabel
10, ditemukan bahwa hipotesis kedua (H2)
keadilan prosedural tidak mempunyai pengaruh
signifikan negatif terhadap kecenderungan
kecurangan. Hal ini ditunjukan dengan nilai
thitung sebesar 0,293 lebih kecil dari ttabel sebesar
1,977 dan probilitas 0,770 lebih besar dari taraf
signifikansi 0,05 sehingga H0 diterima dan Ha
(hipotesis alternatif) ditolak.
Temuan ini tidak sesuai dengan teori, namun
konsisten dengan hasil penelitian Wilopo
(2006) dan Pristiyanti (2013). Alasan
temuannya adalah adanya persepsi bahwa
sistem penilian pegawai hanya bersifat
formalitas karena tidak memiliki standar dan
ukuran yang jelas, memberikan asumsi bahwa
adil atau tidak adilnya keadilan prosedural
pegawai tetap saja akan melakukan fraud.
Temuan ini diperkuat dengan pendapat Wilopo
(2006:33) yang mengemukakan bahwa belum
ada sistem kompensasi yang mendeskripsikan
secara jelas hak dan kewajiban, ukuran prestasi
dan kegagalan dalam mengelola organisasi,
serta ganjaran dan pinalti yang dapat
menghindarkan organisasi dari perilaku tidak
etis yang dilakukan pengelolanya.
Sumber: Data Primer Diolah (2015)
Gambar 06
Daerah Penolakan Hipotesis Keadilan
Prosedural
H3 Diduga Sistem Pengendalian Internal
Pemerintah berpengaruh negatif terha-
dap Kecenderungan Kecurangan
(Fraud). Berdasarkan hasil analisa statistik pada
Tabel 10, ditemukan bahwa hipotesis ketiga
(H3) SPIP mempunyai pengaruh signifikan
negatif terhadap kecenderungan kecurangan.
Hal ini ditunjukan dengan nilai thitung sebesar 5,060 lebih kecil dari ttabel sebesar 1,977 dan probilitas 0,000 lebih kecil dari taraf
signifikansi 0,05 sehingga H0 ditolak dan Ha
(hipotesis alternatif) diterima. Dengan demikian
hasil pengujian menerima hipotesis ketiga (H3)
yang diajukan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori dan
konsisten dengan hasil penelitian Wilopo
(2006), Pristiyanti (2012), Herman (2013),
Pramudita (2013), Najahningrum (2013) dan
Zulkarnain (2013). Pada sektor pemerintahan
internal control diatur dengan PP No.60 tahun
2008 tentang SPIP, sehingga internal control
tersebut memilki standar, ukuran dan struktur
yang jelas. Temuan ini diperkuat dengan
pendapat Mulyadi (2002:163) yang menyatakan
bahwa struktur organisasi, metode dan ukuran-
ukuran pengendalian internal diperlukan untuk
mencapai tujuan tertentu yang diharapkan.
Standar, ukuran dan struktur ini pulalah yang
pada akhirnya akan menentukan keefektifan
pengendalian internal (Mulyadi, 2008:198).
Jadi, jika sistem pengendalian internal dalam
instansi sudah berjalan efektif, maka
kecenderungan fraud yang terjadi akan semakin
kecil.
Sumber: Data Primer Diolah (2015)
Gambar 07
Daerah Penerimaan Hipotesis SPIP
H4 Diduga Penegakan Hukum berpengaruh
negatif terhadap Kecenderungan Kecu-
rangan (Fraud). Berdasarkan hasil analisa statistik pada
Tabel 10, ditemukan bahwa hipotesis keempat
(H4) penegakan peraturan mempunyai pengaruh
signifikan negatif terhadap kecenderungan
kecurangan. Hal ini ditunjukan dengan nilai
thitung sebesar 2,651 lebih kecil dari ttabel sebesar 1,977 dan probilitas 0,009 lebih kecil dari taraf signifikansi 0,05 sehingga H0 ditolak dan Ha
(hipotesis alternatif) diterima. Dengan demikian
hasil pengujian menerima hipotesis keempat
(H4) yang diajukan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori dan
konsisten dengan hasil penelitian Najahningrum
(2013) dan Faisal (2013). Keefektifan
penegakan peraturan ditentukan dari komitmen
dan keseriusan pejabat yang berwenang untuk
menegakan peraturan. Hal itu ditunjukan oleh
Daerah PenolakanH
Daerah Penolakan
H00 0
Daerah Penerimaan
H00
-1,977 1,977-5,060
Daerah PenolakanH
Daerah Penolakan
H00 0
Daerah Penerimaan
H00
-1,977 1,9770,293
12
Didi C.1110067 Analisa Faktor-Faktor yang Berpengaruh ...
Pemda Kota Bogor melalui berbagai upaya,
misalnya bekerja sama dengan KPK dalam hal
LHKPN (Laporan Harta Kekayaan
Penyelenggara Negara) pimpinan instansi dan
didorongnya proses hukum bagi pejabat yang
terlibat kasus korupsi. Temuan ini diperkuat
pendapat Juwono (2006) dalam Sudrajat
(2010:286) yang menyatakan bahwa lemahnya
penegakan peraturan disebabkan dari lemahnya
sumber daya yang dimiliki aparatur penegak
peraturan. Sumber daya aparatur yang kuat
dicerminkan melalui keseriusan dan komitmen
yang tinggi untuk menegakan peraturan. Jadi,
semakin tinggi penegakan peraturan yang
diimplentasikan instansi, maka kecenderungan
fraud yang terjadi akan semakin kecil.
Sumber: Data Primer Diolah (2015)
Gambar 08
Daerah Penerimaan Hipotesis Penegakan
Peraturan
H5 Diduga Komitmen Organisasi berpeng-
aruh negatif terhadap Kecenderungan
Kecurangan (Fraud).
Berdasarkan hasil analisa statistik pada
Tabel 10, ditemukan bahwa hipotesis kelima
(H5) komitmen organsiasi walaupun bersifat
negatif tapi tidak mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap kecenderungan kecurangan.
Hal ini ditunjukan dengan nilai thitung sebesar 1,071 lebih besar dari ttabel sebesar 1,977 dan probilitas 0,286 lebih besar dari taraf
signifikansi 0,05 sehingga H0 diterima dan Ha
(hipotesis alternatif) ditolak. Dengan demikian
hasil pengujian menolak hipotesis kelima (H5)
yang diajukan.
Temuan ini tidak sesuai dengan teori, namun
konsisten dengan hasil penelitian Pramudita
(2013). Alasan temuannya adalah hampir tidak
adanya turnover baik karena pengunduran diri,
pemecatan, maupun perampingan instansi
pemerintahan, memberikan asumsi rendah atau
tingginya komitmen organisasi yang dimiliki,
pegawai tetap saja akan berada dalam instansi.
Kondisi demikian menyebabkan rendahnya
tanggung jawab sehingga pegawai cenderung
tetap berperilaku tidak etis dengan
menyalahgunkan kekuasaan, kedudukan serta
sumber daya instansi tanpa takut diberhentikan.
Sumber: Data Primer Diolah (2015)
Gambar 09
Daerah Penolakan Hipotesis Komitmen
Organisasi
H6 Diduga Budaya Organisasi berpengaruh
negatif terhadap Kecenderungan Kecu-
rangan (Fraud).
Berdasarkan analisa statistik pada Tabel 10,
diketemukan bahwa hipotesis keenam (H6)
budaya organisasi tidak mempunyai pengaruh
signifikan negatif terhadap kecenderungan
kecurangan. Hal ini ditunjukan dengan nilai
thitung sebesar 0,686 lebih kecil dari ttabel sebesar
1,977 dan probilitas 0,494 lebih besar dari taraf
signifikansi 0,05 sehingga H0 diterima dan Ha
(hipotesis alternatif) ditolak. Dengan demikian
hasil pengujian menolak hipotesis keenam (H6)
yang diajukan.
Temuan ini tidak sesuai dengan teori, namun
konsisten dengan hasil penelitian Faisal (2013),
Najahningrum (2013) dan Zulkarnain (2013).
Alasan temuannya adalah belum adanya standar
dan ukuran jelas yang mengatur sistem tata nilai
bersama yang menjadi acuan dari instansi
pemerintahan dalam penjabaran visi dan
pencapaian misi instansi. Hal ini berakibat pada
rendahnya standar etika yang dimiki individu
dan kelompok. Temuan ini diperkuat dengan
pendapat Wilopo (2006:35) yang menjelaskan
bahwa instansi dengan standar etika yang
rendah akan cenderung memiliki resiko
kecurangan akuntansi yang tinggi.
Sumber: Data Primer Diolah (2015)
Gambar 10
Daerah Penolakan Hipotesis Budaya Organisasi
Daerah PenolakanH
Daerah Penolakan
H00 0
Daerah Penerimaan
H00
-1,977 1,977-1,071
Daerah PenolakanH
Daerah Penolakan
H00 0
Daerah Penerimaan
H00
-1,977 1,9770,686
Daerah PenolakanH
Daerah Penolakan
H00 0
Daerah Penerimaan
H00
-1,977 1,977-2,651
13
Didi C.1110067 Analisa Faktor-Faktor yang Berpengaruh ...
SIMPULAN
Simpulan yang dapat diambil dari
penelitian ini adalah tidak terdapat pengaruh
antara keadilan distributif terhadap fraud; tidak
terdapat pengaruh antara keadilan prosedural
terhadap fraud; terdapat pengaruh antara
internal control terhadap fraud; terdapat
pengaruh antara penegakan peraturan terhadap
fraud; tidak terdapat pengaruh antara komitmen
organisasi terhadap fraud; dan tidak terdapat
pengaruh antara budaya organisasi terhadap
fraud.
Dari keempat variabel yang tidak
berpengaruh merupakan variabel yang sebagian
dapat dikendalikan dan variabel yang
sepenuhnya tidak dapat dikendalikan oleh
organisasi. Hal ini dikarenakan variabel-
variabel tersebut berkaitan langsung dengan
moralitas dan integritas sumber daya manusia
yang ada di instansi. Dengan demikian, bagi
Pemerintahan Daerah Kota Bogor dalam rangka
pencegahan dan pemberantasan fraud
disarankan untuk memperhatikan aspek-aspek
sumber daya manusia pada saat rekrutmen
pegawai, pembinaan pegawai melalui seminar-
seminar, dan penegakan kode etik. Sedangkan
bagi penelitian berikutnya disarankan untuk
menggunakan teori fraud triangle yang telah
dikembangkan serta memperbesar jumlah
responden.
DAFTAR PUSTAKA
Anti Coruption Clearing House KPK, 2014,
Rekapituasi Penindakan Pidana
Korupsi, http://acch.kpk.go.id/statistik-
penanganan-tindak-pidana-korupsi-berda
sakan-tahun, diakses tanggal 04
September 2014.
Aranta, Petra J., 2013, Pengaruh Moralitas
Aparat dan Asimetri Informasi
terhadap Kecenderungan Kecurangan
Akuntansi : Studi Empiris Pemerin-
tahan Kota Sawahlunto, Jurnal Uni-
versitas Negeri Padang, Halaman 1-28.
BPKP, 2008, Fraud Auditing, Edisi Kelima,
Cetakan Kelima, Pusat Pendidikan dan
Pelatihan Pengawasan Badan Penga-
wasan Keuangan dan Pembangunan,
Bogor.
Colquitt, Jason A, et al.,2001, On the Dimen-
sionality of Organizational Justice: A
Construct Validation of a Measure,
Journal of Applied Psychology 2001,
Vol. 86, No. 3 Halaman 386-400.
-----------------------------.,2009, Organizational
Behavior Improving Performance and
Commitment in the Workplace, MC
Graw-Hill, New York.
Darmadi, Hamid, 2014, Metode Penelitian
Pendidikan dan Sosial, Cetakan Kesatu,
Alfabeta, Bandung.
Faisal, Muhamad, 2013, Analisis Fraud di
Sektor Pemerintahan Kabupaten
Kudus, Accounting Analysis Journal,
AAJ 2 (1) (2013), ISSN 2252-6765,
Halaman 67-73.
Fitrawansyah, 2014, Fraud & Auditing, Edisi
Pertama, Mitra Wacana Media, Jakarta.
Fraenkel, J.R. dan Wellen, N.E., 2008, How to
Design and Evaluate Research in
Education, McGraw-Hill, New York.
Indo Pos, 2014, 318 Kepala Daerah Terlibat
Kasus Korupsi, http://www.jpnn.com/
read/2014/02/15/216728/318-Kepala-Dae
rah-Terjerat-Korupsi-#, diakses tanggal:
17 September 2014.
Info Korupsi,2004, Kepala Kantor Kesbang
Kota Bogor Ditahan, http://infoko
rupsi.com/id/korupsi.php?ac=982&l=kep
ala-kantor-kes-kota-bogor-ditahan, diak-
ses tanggal 17 September 2014.
-----------------,2005, Korupsi Rp 6 M, Wakil
Walikota Bogor Dituntut 4 Tahun
http://infokorupsi.com/id/korupsi.php?ac
=980&l=korupsi-rp-6-m-wakil-walikota-
bogor-dituntut-4-tahun, diakses tanggal
17 September 2014.
----------------,2010, Korupsi APBD, 32 Eks
Anggota DPRD Kota Bogor Divonis
Satu Tahun, http://infokorupsi.com/id/
korupsi. php?ac= 6822&l=korupsi-dana-
apbd-32-eks anggota-dprd-kota-bogor-
divonis-setahun, diakses tanggal 17
September 2014.
----------------,2011, Kasus Korupsi Dana
APBD: Wakil Walikota Bogor Ahmad
Ruyat Ditahan,http://infokorupsi.com/ id/korupsi.php?ac=8694&l=kasus-korups
i-dana-apbd-wakil-walikota-bogorahmad
-ruyat-ditahan , diakses tanggal 17 Sep-
tember 2014.
KompasCom,2014, Bupati Bogor Minta
KPKTetapkan Petinggi PT. BJA Jadi
Tersangka,http://nasional.kompas.com/r
ead/2014/08/08/21034631/Bupati.Bogor.
Minta.KPK.Tetapkan.Petinggi.PT.BJA.Ja
di.Tersangka, diakses tanggal 17
September 2014.
14
Didi C.1110067 Analisa Faktor-Faktor yang Berpengaruh ...
Kulsum, Umi dan Mohamad J.,2014,
Pengantar Psikologi Sosial, Cetakan
Pertama, Prestasi Pustaka Publisher,
Jakarta.
Kumaat, Valery G.,2011, Internal Audit,
Erlangga, Jakarta.
Lianasari, Dwi, 2009, Sumber Stress pada
Karyawan Lini Depan Perbankan:
Studi Kasus PT.Bank Rakyat
Indonesia (Persero) tbk Kantor
Cabang Jakarta Pasar Minggu dan
Depok, Skripsi Sarjana, Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia Depok.
Mahmudi, 2011, Akuntansi Sektor Publik,
Cetakan Kesatu, UII Press, Yogyakarta.
Moorhead, Gregory dan Ricky W.Griffin, 2013,
Organizational Behavior Managing
Human Resources and Organizations,
9th
edition, ditejemahkan oleh Diana
Angelica, Perilaku Organisasi
Manajemen Sumber Daya Manusia
dan Organisasi, Salemba Empat,
Jakarta.
Mulyadi, 2008, Sistem Akuntansi, Edisi
Ketiga, Salemba Empat, Jakarta.
Najahningrum, Anik F., 2013, Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Fraud: Persepsi
Pegawai Dinas Provinsi DIY,
Accounting Analyisis Journal, AAJ 2 (3)
(2013), ISSN 2252-6765, Halaman 259-
267.
Nordiawan, Deddi, dan Ayuningtyas H.,2010,
Akuntansi Sektor Publik, Edisi Kedua,
Salemba Empat, Jakarta.
Oke Zone, 2014, Usut Korupsi Rachmat
Yasin, KPK Periksa Pak Camat, http://news.okezone.com/read/2014/06/2
5/339/1003878/usut-korupsi-rachmat-yas
in-kpk-periksa-pak-camat, diakses tang-
gal 14 Nopember 2014.
Peraturan Daerah Kota Bogor No. 03 Tahun
2010 tentang Organisasi Perangkat
Daerah.
Pramudita, Aditya, 2013, Analisis Fraud di
Sektor Pemerintahan Kota Salatiga,
Accounting Analysis Journal, AAJ 2 (1)
(2013), ISSN 2252-6765, Halaman 37-
43.
Priantara, Diaz, 2013, Fraud Auditing &
Investigation, Mitra Wacana Media,
Jakarta.
Pristiyanti, Ika R., 2012, Persepsi Pegawai
Instansi Pemerintahan Mengenai
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Fraud di Sektor Pemerintahan, AAJ 1
(1) 2012, ISSN 2252-6765, Halaman 1-
13.
Priyatno, Duwi, 2013, Analisis Korelasi,
Regresi, dan Multivariate dengan
SPSS, Gava Media, Cetakan Pertama,
Yogyakarta.
Republik Indonesia, 1979, Penilaian Prestasi
Kerja Pegawai Negeri Sipil, Peraturan
Pemerintah No.10 tahun 1979,
Departemen Dalam Negeri
-----------------------, 2008, Intern Pemerinta-
han, Peraturan Pemerintah No.60 tahun
2008, Departemen Keuangan.
Rohman, Abdul, 2009, Pengaruh Komitmen
Organisasional Terhadap Kepuasan
Kerja dan Keinginan Berpindah (Studi
pada Karyawan Kantor Akuntan
Publik Jawa Tengah), Jurnal Akuntansi
FE Unsil, Vol.4 No.1, 2009, ISSN:1907-
9958, Halaman 504552. Soepardi, Eddy Mulyadi,1999, Pendekatan
Komprehensif dalam Upaya Pence-
gahan dan Pemberantasan Korupsi di
Indonesia, Universitas Pakuan Bogor.
---------------------------------,2010, Peran BPKP
dalam Penanganan Kasus Berindikasi
Korupsi Pengadaan Jasa Konsultasi
Intansi Pemerintah, Deputi Bidang
Investigasi BPK, Jakarta.
Sembiring, Masana, 2011, Budaya & Kinerja:
Perspektif Organisasi Pemerintah,
Cetakan Pertama, Fokus Media,
Bandung.
Sindo News, 2014, Kemendagri Ungkap
1.221 PNS Terjerat Kasus Korupsi,
http://nasional.sindonews.com/read/8905
86/13/kemendagri-ungkap-1-221-pns-ter
jerat-kasus-korupsi, diakes tanggal 17
September 2014.
Sudrajat, Tedi, 2010, Aspirasi Reformasi
Hukum dan Penegakan Hukum
Progresif Melalui Media Hakim
Perdamaian Desa, Jurnal Dinamika
Hukum, Vol.10 No.3 September 2010,
Halaman 291-300.
Sugiyono,2009a, Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif dan R&D,
Alfabeta, Bandung.
-----------,2009b, Metode Penelitian Adminis-
trasi Dilengkapi dengan Metode R &
D, Cetakan Ketujuh Belas, Alfabeta,
Bandung.
------------,2010, Statistika untuk Penelitian,
Cetakan Ke 17, Alfabeta, Bandung.
15
Didi C.1110067 Analisa Faktor-Faktor yang Berpengaruh ...
------------,2014a, Metode Penelitian
Manajemen, Edisi Revisi, Alfabeta,
Bandung.
------------,2014b, Metode Penelitian Kuan-
titatif, Kualitas, dan Kombinasi (Mixed
Methods), Cetakan Pertama, Alfabeta,
Bandung.
Sutiyoso, Bambang, 2004, Aktualita Hukum
dalam Era Reformasi, Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Sutrisno, Edy, 2013, Budaya Organisasi, Edisi
Pertama, Cetakan Ketiga, Kencana
Primadamedia Group, Jakarta.
Transparency International,2009,Coruption
Perseption Index 2014 Indonesia
Harus Lebih Serius Memberantas
Korupsi ,http://www.ti.or.id/index.php/
pressrelease/2014/12/03/corruption-perce
ptions-index-2014-perhatian-indonesia-
harus-lebih-serius-mem berantas-korupsi,
diakses tanggal: 14 Desember 2014.
-----------------------------------,2013, Coruption
Perseption Index 2013, http://
www.ti.or.id/index.php/publication/2013/
12/03/corruption-perception index-2013,
diakses tanggal: 04 September 2014.
Taufik Rinaldi, et al., 2007, Memerangi
Korupsi di Indonesia yang Terde-
senteralisasi: Studi Kasus Penanganan
Korupsi Pemerintahan Daerah, Lapor-
an Penelitian yang dibiayai Bank Dunia.
Tim Penyusun KBBI, 2014, Kamus Besar
Bahasa Indonesia Edisi Baru, Cetakan
Keenam, PT. Media Pustaka Phionex,
Jakarta.
Tjackrawala, F.X.Kurniawan dan A.Dwi
Saputra, 2011, Model Kausalitas dari
Faktor-Faktor yang Berkontribusi
terhadap Fraud: Studi Statistikal
Sebagai Suatu Alternatif Guna Meng-
eksistensi Elemen Fraud Triangle,
Jurnal Akuntansi, Jakarta: Volume XV,
No.03, September 2011, halaman 276-
290.
Tuanakotta, Theodorus, 2007, Akuntansi
Forensik & Audit Investigatif,
Lembaga Penerbit FEUI, Jakarta.
Umar, Husein, 2002, Metode Riset Bisnis,
PT.Gramedia, Jakarta.
Undang-undang Republik Indonesia, No.20
tahun 2011, tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.
------------------------------------------------, No.23
tahun 2014 tentang Otonomi Daerah.
------------------------------------------------, No.31
tahun 1999, tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.
------------------------------------------------, No.32
tahun 2004 tentang Otonomi Daerah.
------------------------------------------------, No.46
tahun 2011, tentang Penilaian Prestasi
Kerja Pegawai Negeri Sipil.
VivaNews, 2014, Korupsi Bupati Bogor:
KPK Periksa Empat Kepala Dinas,
http://nasional.news.viva.co.id/news/read
/519676-korupsi-bupati-bogor-kpk-perik
sa-empat-kepala-dinas, diakses tanggal
18 September 2014.
Wilopo, 2006, Analisis Faktor-Faktor yang
Berpengaruh Terhadap Kecenderung-
an Kecurangan Akuntansi: Studi Pada
Perusahaan Publik dan Badan Usaha
Milik Negara di Indonesia, Simposium
Nasional Akuntansi 9 Padang,
Surabaya:K-AKPM 19 STIE Perbanas,
Agustus 2006, Halaman 21-69.
Zulkarnain, Rifqi M.,2013, Analisis Faktor
yang Mempengaruhi Terjadinya
Fraud pada Dinas Kota Surakarta,
Accounting Analysis Journal, AAJ 2 (2)
(2013), ISSN 2252-6765, Halaman 125-
131.
***