269

Click here to load reader

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

  • Upload
    lyxuyen

  • View
    313

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ANALISIS STILISTIKA NASKAH DRAMA BERBAHASA JAWA

DALAM GAPIT KARYA BAMBANG WIDOYO SP

DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN BAHASA JAWA

TESIS

Untuk memenuhi Sebagian Persyaratan mencapai Derajat Magister

Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia

Minat Utama Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa

KURNIASIH FAJARWATI

NIM S441102004

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

Page 2: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 3: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 4: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Kurniasih Fajarwati

NIM : S 441102004

Progaram Studi : Pendidikan Bahasa Indonesia Minat Utama Pendidikan

Bahasa dan Sastra Jawa

Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis yang berjudul Analisis Stilistika

Naskah Drama Berbahasa Jawa dalam Gapit karya Bambang Widoyo, SP dan

Relevansinya dengan Pembelajaran Bahasa Jawa dengan Pembimbing I: Prof.

Dr. H. Sumarlam, M.S. dan Pembimbing II: Dr. Nugraheni Eko Wardani,

M.Hum., adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya

dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, saya bersedia

menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh

dari tesis tersebut.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa paksaan dari

siapapun

Surakarta, Juli 2012

Yang membuat pernyataan,

Kurniasih Fajarwati

iv

Page 5: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ABSTRAK

Kurniasih Fajarwati. S441102004. Analisis Stilistika Naskah Drama

Berbahasa Jawa Dalam Gapit Karya Bambang Widoyo SP dan Relevansinya

dengan Pembelajaran Bahasa Jawa. Tesis. Program Pascasarjana Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

Kajian stilistika terhadap naskah drama berbahasa Jawa dalam Gapit karya

Bambang Widoyo SP ini merupakan pengkajian gejala-gejala bahasa yang khas

yang digunakan pengarang. Adapun permasalahan yang dibahas adalah: 1)

bagaimanakah pemanfaatan aspek bunyi bahasa dan aspek diksi, 2) apa sajakah

gaya bahasa yang digunakan; 3) bagaimana pencitraan yang digunakan

pengarang, 4) bagaimana relevansinya antara naskah-naskah drama tersebut

dengan pembelajaran Bahasa Jawa di sekolah. Landasan teori dalam penelitian ini

meliputi teori-teori: 1) drama, 2) stilistika, 3) pembelajaran drama berbahasa Jawa

di sekolah, dan 4) penelitian yang relevan dengan pelitian ini.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data yang

digunakan dalam penelitian ini dari buku Gapit terbitan Yayasan Bentang Budaya

kerjasama dengan Taman Budaya Jawa Tengah (1998) karya Bambang Widoyo,

S.P. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data tulis sebagai data

utama.. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik simak dan teknik catat.

Metode dan teknik analisis data yang digunakan adalah metode padan. Adapun

teknik yang digunakan dalam metode padan adalah teknik dasar pilah unsur

penentu dengan daya pilah referensial digunakan untuk menganalisis aspek bunyi,

diksi atau pilihan kata, gaya bahasa, dan pencitraan. Untuk memvaliditas data

yang sudah ada peneliti menggunakan trianggulasi data.

Dari hasil analisis data, ditemukan adanya (1) Pemanfaatan aspek bunyi

purwakanthi (swara, sastra, dan basa/lumaksita). Karakteristik diksi atau

pemakaian kosakata tembung saroja, kata seru, sinonim, idiom atau ungkapan,

dan tembung kasar. (2) Pemakaian gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat dan

langsung tidaknya makna. Berdasarkan struktur kalimat gaya bahasa klimaks,

antiklimaks, paralelisme, dan antitesis. Berdasarkan langsung tidaknya makna

gaya bahasa litotes, hiperbola, koreksio, paradoks, simile, metafora, personifikasi,

eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan

berupa citra visusal, citra pendengaran, citra peraban, dan citra gerak, sedangkan

citra penciumn tidak ditemui dalam naskah ini. Mayoritas citra yang ditemukan

adalah citra visual dan citra gerak. (4) Naskah drama yang dimuat dalam

kumpulan naskah drama berbahasa Jawa dalam Gapit karya Bambang Widoyo SP

dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran bagi siswa di SMA berdasarkan

kompetensi dasar dalam kurikulum muatan lokal Bahasa Jawa provinsi Jawa

Tengah yang terbaru 2011 yaitu: mendengarkan rekaman drama/sandiwara;

mendiskusikan isi drama/sandiwara; dan membaca naskah drama/sandiwara

sesuai dengan karakter tokoh.

Kata Kunci: Analisis stilistika, naskah drama berbahasa Jawa, Pengajaran

drama berbahasa Jawa.

v

Page 6: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ABSTRACT

Kurniasih Fajarwati. S441102004. Stylistics Analysis on Javanese Play,

Gapit, by Bambang Widoyo SP and Its Relevance with Javanese Language

Teaching-Learning. Thesis. Post-Graduate Program of Sebelas Maret University

Surakarta.

This Stylistics study on Javanese play, Gapit, is a study on particularity of

language used by the writer in delivering his message through his play. The main

topics of the study are: 1) How the use of the sound of language (phonetics), and

the aspects of dictions in the javanese antology of plays, Gapit, is. 2) what figure

of speech and imageries used by writer in the plays are. 3) how the relevance of

plays in the antology with the javanese language teching-learning at school is. The

theoretical basis of the study are the theories of: 1) drama, 2) stylistics, 3) the

teaching of javanese play at school, and 4) studies relevant to this study.

This study is a descriptive-qualitative research. The sources of data used in

the study as written data are taken from the book, Gapit, published by Yayasan

Bentang Budaya with Taman Budaya Jawa Tengah (1998), writtwen by bambang

Widoyo SP. The type of data used in the study is written data as the main data.

The data collecting is done by listening and taking notes. The method and

technique of data analysis is the method of equality. The technique used in this

method is the basic technique of separating the determining aspects with

referential separation used to analyse the aspects of sound, diction, figure of

speech, and imagery. For data validity the researcher uses data triangulation.

From the data analysis, it is found that 1) there are the uses of sound aspects

of language such as ―purwakanthi‖( ―swara‖, ―sastra‖, and ―basa/lumaksita‖) and

the characteristics of diction or the use of ―tembung saroja‖, exclamation,

synonym, idiom or saying, and ―tembung kasar‖(provanity). 2) the use of figure of

speech based on the sentence structure such as: climax, anti-climax, paralelism

and antithesis, and based on the meaning such as: litotes, hyperbole, correctio,

paradox, simile, metafore, personification, eponym, allusion, metonym, and

hypalase. The aspects of imagery found in the plays of the antology are visual

imagery, auditory imagery, feel imagery, movement imagery. Most of the imagery

found in the plays are visual and movement imagery. 3) the plays in the antology

of javanese plays, Gapit, by Bambang Widoyo SP can be used as teaching-

learning material for high school student to achieve the basic competence in the

local curriculum of javanese language in Central Java 2011, namely: listening to

record of play, discussing the content of play, and reading play according to the

character.

Key Word: Stylistics, Javanese play, Javanese Language theaching

vi

Page 7: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

SARI PATHI

Kurniasih Fajarwati S441102004. Analisis Stilistika Naskah Drama

Berbahasa Jawa Gapit Karya Bambang Widoyo SP dan Relevansinya dengan

Pembelajaran Bahasa Jawa. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Sebelas

Maret Surakarta.

Andharan stilistika wonten ing pakem sandiwara mawi basa Jawa Gapit

menika mujudaken andharan ngengingi bab ingkang dipunginakaken dening

panganggit kang gelantaran ngaturaken pamanggih kanthi lampahan sandiwara.

Wondene bab ingkang dipunonceki inggih menika: 1) Kados pundi anggenipun

ngginakaken aspek swanten lan aspek diksi. 2) Cengkok lan pencitraan menapa

kemawon ingkang dipunginakaken dening panganggit. 3) Kados pundi

gegayutanipun antawis pakem-pakem drama menika kaliyan pasinaon basa Jawi

ing Sekolahan.

Andharan menika mujudaken oncek-oncekan ingkang diskriptif kualitatif.

Sumber data ingkang wujud seratan asalipun saking buku ―Gapit‖ cithakan

Yayasan Bentang Budaya makarya sesarengan kaliyan Taman Budaya Jawa

Tengah (1998), anggitanipun Bambang Widoyo S.P. Warni data ingkang

dipunginakaken ing andharan inggih menika data seratan minangka data baken.

Panglempakaning data kaimpun kanthi nyemak lan nyerat. Paugeran saha teknik

analisis data ingkang dipunginakaken inggih menika metode padan. Wondene

teknik ingkang dipunginakaken ing salebetipun metode padan inggih menika

teknik dasar pilah unsur penentu kanthi daya pilah referensial dipunginakaken

nganalisa aspek swanten, diksi, cengkok lan pencitraan. Kangge validitasi data

ingkang sampun wonten panaliti ngginakaken trianggulasi data.

Saking asil analisa data kapanggih wontenipun: (1) Ngecakaken aspek-

aspek swanten purwakanthi (swara, sastra lan basa/lumaksita). Karakteristik diksi

utawi kempalan basa tembung saroja, tembung sesumbar, dasanama, idiom utawi

tembung camboran lan tembung kasar. (2). Ngecakaken cengkok adhedasar

garbanipun ukara langsung lan botenipun makna. Adedasar wujud ukara kanthi

cakrik klimaks, anti klimaks, paralelisme lan antithesis. Adhedasar langsung lan

botenipun makna litotes, hiperbola, koreksio, paradoks, simile, metafora,

personifikasi, eponim, alusi, metonimia, lan hipalase. Unsur pencitraan menika

arupi: citra visual, citra pamireng, citra panggrayang, citra patrap, wondene citra

pangambu mboten kapanggih. Kathah-kathahipun citra ingkang pinanggih inggih

menika citra visual (panyawang) lan citra patrap. (3). Pakem drama ingkang

kaemot ing kempalan pakem drama kanthi basa Jawi ―Gapit‖ anggitanipun

Bambang Widoyo S.P. menika saged dipunginakaken minangka bahan pasinaon

tumrap siswa ing SMA adhedasar kompetensi dasar wonten ing kurikulum muatan

lokal Bahasa Jawa Provinsi Jawa Tengah 2011 inggih menika: midhangetaken

rekaman drama/sandiwara; saresehan bab isinipun drama/ sandiwara; maos pakem

drama/sandiwara jumbuh kaliyan watakipun paraga.

Tembung wos: Stilistika, Drama Basa Jawi, Pasinaon Basa Jawi

vii

Page 8: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

MOTO

Bismillah dan melangkah

Bismillah lalu bekerja

Bismillah di dalam hati lalu ku tenang

Bismillah ya Rahman ya Rakhim.....

(Opick)

Menjadi sempurna bukan hak kita

Tapi menjadi berguna harus kita lakukan

(Penulis)

Lebih mudah memakai sandal Untuk melindungi kakimu

Daripada membuang semua kerikil Yang merintangi jalanmu

(Penulis)

"Bersyukur itu seperti berterimakasih ketika memberi; Selayak cermin yang

melukis wajah ketika dipandangi.."

[dari Maz Ophets Petrus Cannisius]

viii

Page 9: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

PERSEMBAHAN

Karya sederhana ini penulis persembahkan kepada:

Ibu, bapak, kedua kakaku, keluarga “whagu”, mbak Nita Rohmayani, mbak

Ageng Nugraheni, mbak Wi‟ Ajib dan semua yang pernah hadir dalam hidupku.

Mereka adalah warna hidupku ada yang tegas menggores ada yang berupa

arsiran samar-samar semua termaktub dalam lanskap kehidupan indah menyusun

tiap bait pagi menghadirkan perenungan kala malam menjelang

“thanks for coloring my life”

xi

Page 10: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., atas rahmat dan

hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ―Analisis

Stilistika Naskah Drama Berbahasa Jawa Gapit Karya Bambang Widoyo SP dan

Relevansinya dengan Pembelajaran Bahasa Jawa ‖ ini dapat berjalan dengan

lancar sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Penyusunan tesis ini disusun

untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajad Magister Pendidikan di

Program Pascasarjana Pendidikan Bahasa Indonesia Minat Utama Pendidikan

Bahasa dan Sastra Jawa Universitas Sebelas Maret.

Penyusunan tesis ini dapat diselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak.

Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti menyampaikan terima kasih yang

tulus dan penghargaan yang tinggi kepada semua pihak yang telah turut

membantu, terutama kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus. M.S., selaku Direktur Program Pascasarjana

Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kesempatan dan

kemudahan dalam penyusunan tesis ini;

2. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Bahasa Indonesia yang telah memberikan arahan dan persetujuan serta

pengesahan penyusunan tesis ini,

3. Prof. Dr. H. Sumarlam, M.S., selaku Pembimbing I yang penuh kearifan

memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi sehingga penyusunan tesis ini

dapat diselesaikan dengan lancar.

4. Dr. Nugraheni Eko Wardani, M.Hum. selaku Pembimbing II yang penuh

kesabaran dan kasih telah memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi

sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan dengan lancar.

5. Kelompok Teater Lungid merupakan metamorfosis Gladi Teater Gapit yang

telah memberikan begitu banyak masukan dan pelajaran hidup kepada penulis.

6. Saudara-saudara Keluarga ‖Whagu‖ apapun yang kalian lakukan, aku ucapkan

terimakasih.

x

Page 11: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Akhirnya, penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi dunia

kebahasaan, kesastraan, dan budaya, khususnya pengembangan analisis stilistika

pada naskah drama.

.

.

Surakarta, Agustus 2012

Penulis

xi

Page 12: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL……………………………….…………….……………………… i

PERSETUJUAN……………………………………….………………… ii

PENGESAHAN.…………………………………....................................... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ……………………………………. iv

ABSTRAK …………………………………………………………...…… v

MOTTO …………………………………………………………………... viii

PERSEMBAHAN ………………………………………………………... ix

KATA PENGANTAR…………………………………………………...... x

DAFTAR ISI ………………………………………...……………........... xii

DAFTAR SINGKATAN DAN TANDA ………………………………… xv

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL ……………………………………... xvi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ………………………………………...... 1

B. Rumusan Masalah ……………………………………………........ 6

C. Tujuan Penelitian ………………………………………................. 7

Page 13: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

D. Manfaat Penelitian ………………………………………………... 7

BAB II KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN, DAN

KERANGKA BERPIKIR

A. Kajian Teori

1. Hakikat Naskah Drama ………………………………................. 9

2. Kajian Stilistika ………………………………………................. 31

Halaman

3. Pembelajaran Drama Berbahasa Jawa Di Sekolah …………........ 59

B. Penelitian yang Relevan ………………………………………….. 60

C. Kerangka Berpikir ………………………………………………... 61

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ………………………………………………........ 64

B. Jensi Penelitian…………………………………………................. 64

C. Data dan Sumber Data……………………………………….……. 65

D. Teknik Sampel ………………………………………………….… 66

E. Teknik Pengumpulan Data …………………………….…………. 66

F. Uji Validitas Data ……………………….…….………….............. 68

xii

Page 14: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

G. Teknik Analisis Data ……………………………..………………. 69

BAB IV HASIL PENELITIAN DATA DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Pemanfaatan Bunyi Bahasa dalam Naskah Drama Leng, Tuk,

dan Dom dalam Buku Gapit Karya Bambang Widoyo SP……

71

a. Purwakanthi Swara …………………………………….…. 73

b. Purwakanthi Guru Sastra ………………………................ 91

2. Pemanfaatan Diksi atau Pilihan Kata ………………….………. 107

a. Tembung Saroja …………………………………….…….. 108

b. Kata Seru …………………………………………….……. 111

c. Penggunaan Dasanama …………………………….……... 121

d. Paribasan………………………………………..………… 126

Halaman

e. Tembung Kasar ………………………………………….... 132

3. Pemanfaatan Gaya Bahasa ……………………………….……. 142

a. Pemanfaatan Gaya Bahasa Berdasarkan Nada ………........ 143

b. Pemanfaatan Gaya Bahasa Berdasarkan Struktur Kalimat... 148

xiii

Page 15: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

c. Pemanfaatan Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung

Tidaknya Makna...................................................................

162

4. Pencitraan Dalam Naskah Drama dalam Buku Gapit ………….. 181

a. Citraan Visual ………………………………………….…. 182

b. Citraan Audio ………………………………………….…. 194

c. Citraan Gerak …………………………………….……….. 202

d. Citraan Taktil ………………………………….………….. 216

e. Citraan Penciuman ………………………………….…….. 217

5. Relevansinya dengan Pembelajaran Bahasa Jawa ………….…. 219

B. Pembahasan ………………………………………………............. 230

BAB V PENUTUP

A. Simpulan ………………………………………………………….. 247

B. Implikasi…………………………………………………………... 248

C. Saran …………………………………………………………........ 250

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….. 253

LAMPIRAN 257

xiv

Page 16: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

DAFTAR SINGKATAN DAN TANDA

Daftar Singkatan

LTD : Leng, Tuk, Dom

KTSP : Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

SK : Standar Kompetensi

KD : Kompetensi Dasar

SKL : Standar Kompetensi Lulusan

MGMP : Musyawarah Guru Mata Pelajaran

Daftar Tanda

… : tuturan sebelumnya atau selanjutnya

( ) : opsional/pemerlengkap

/…/ : menunjukkan ejaan fonemis

‗…‘ : mengapit makna unsur leksikal (terjemahan) dan arti suatu kata

―…‖ : istilah khusus atau kata yang memuat makna khusus

xv

Page 17: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL

Dafar Gambar

Gambar 1 : bagan kerangka berpikir

Gambar 2 : bagan komponen analisis model mengalir (flow model of analysis)

Daftar Tabel

Tabel 1 : contoh kartu data

Tabel 2 : tabel perhitungan dominasi pemanfaatan aspek bunyi

Tabel 3 : Standar Isi mata pelajaran Bahasa Jawa

Tabel 4 : contoh kegiatan pembelajaran aspek mendengarkan

Tabel 5 : contoh kegiatan pembelajaran aspek berbicara

Tabel 6 : contoh kegiatan pembelajaran aspek membaca

xvi

Page 18: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Karya sastra pada umumnya tidak pernah melepaskan diri dalam

hubungannya dengan kehidupan masyarakat. Karya sastra menampilkan

permasalahan-permasalahan yang terdapat dalam kehidupan manusia yang

berkaitan dengan makna (tata nilai) dari situasi sosial dan historis yang terdapat

dalam kehidupan manusia.

Karya sastra merupakan media dokumentasi yang merangkum gejala-gejala

yang terjadi dalam kehidupan masyarakat atau latar belakang sosial budaya

dengan analisis dalam kehidupan masyarakat, cara hidup, komunikasi dalam

kelompok-kelompok, perbedaan status personal, sopan santun, adat istiadat,

konvensi lokal, hubungan kekerabatan dalam masyarakat dan sampai pada item

terkecil (Waluyo, 1997:62). Lebih lanjut Waluyo (1992:58) berpendapat bahwa

karya sastra adalah dokumen sosial, yang di dalamnya dikisahkan manusia dengan

berbagai problem. Dokumentasi merupakan rekaman suatu kejadian, dalam suatu

kondisi sosial tertentu. Kondisi sosial yang pernah dialami pengarang baik secara

langsung maupun tidak langsung akan turut terangkum dalam karya. Membaca

karya sastra dapat mengkaji hal-hal seperti: sosiologi, psikologi, adat istiadat,

moral, budi pekerti, agama, tuntunan masyarakat, dan tingkah laku manusia di

suatu masa. Banyak pengetahuan yang dapat diperoleh melalui karya sastra.

1 1

Page 19: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Bahasa dalam suatu karya sastra merupakan medium imajinasi dan

kreativitas pengarang, makna sebuah karya sastra dapat digali dan ditelusuri

melalui bahasa yang digunakannya. Mempelajari sastra pada dasarnya sama

dengan mempelajari bahasa, Wellek dan Warren (1993: 221) yang diteliti adalah

perbedaan sistem bahasa karya sastra dengn sistem bahasa pada zamannya.

Sebaliknya bahasa seharusnya juga memanfaatkan sastra dalam rangka

mengembangkan imu bahasa itu sendiri. Bahasa dalam karya sastralah yang

memungkinkan untuk mendapat perlakuan lebih dengan segala kemungkinan

yang menyertai, sehingga berbeda dengan bahasa sehari-hari. Sama halnya dengan

yang diungkapkan Lotman, sastra dianggap sebagai sistem model kedua sesudah

bahasa, di dalamnya bahasa dimanfaatkan, dieksploitasi secara maksimal (Kutha

Ratna, 2009:381). Dengan demikian, pemakaian gaya bertutur, juga pemilihan

kata sangat menentukan penyampaian makna suatu karya sastra.

Karya sastra bukan aspek kebudayaan yang sederhana. Ia merupakan

lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium, sedangkan bahasa itu

sendiri adalah ciptaan sosial. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sastra

menampilkan gambaran kehidupan yang merupakan kenyataan sosial. Naskah

drama sebagai bagian dari karya sastra dan sebagai produk budaya menampilkan

khasanah budaya yang ada dalam masyarakat. Pengarang atau sastrawan tidak

hanya menyampaikan peristiwa-peristiwa yang terjadi di masyarakat, melainkan

juga kearifan-kearifan yang dihadirkan dari hasil perenungan yang mendalam.

Realitas dalam karya fiksi merupakan ilusi kenyataan dan kesan yang meyakinkan

yang ditampilkan, namun tidak selalu kenyataan sehari-hari.

Page 20: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Naskah drama sebagai salah satu wacana sastra memiliki kekhasan dalam

muara penyajiannya dibanding karya sastra lainnya. Penyajian naskah drama

melalui laku panggung membutuhkan pemahaman yang detail dalam

menginterpretasikan makna yang terkandung di dalam setiap kata. Kekhasan

lainnya yang menjadikan naskah drama berbeda dengan karya sastra lainnya

adalah naskah drama ditulis dalam bentuk transkrip tuturan atau dialog antar

pemain.

Drama sebagai salah satu genre sastra, akhir-akhir ini kurang diminati

telaahnya oleh para kritikus maupun pengkaji sastra. Hal ini terlihat dalam

beberapa media publikasi sebagian besar memuat kajian sastra, terutama sastra

genre novel dan cerpen. Memang tidak dapat disangkal bahwa kebanyakan

pengkajian drama berbentuk penyajian pementasan, hal tersebut memang wajar

apabila mengingat bahwa muara akhir dari penciptaan drama adalah sebuah

pementasan. Namun perlu diperhatikan bahwa permulaan dari penyajian drama

adalah telaah naskah drama sebagai sesuatu yang bersifat tekstual walaupun

dalam bentuk dialog atau percakapan tertulis.

Telaah naskah drama sebagai teks sangat diperlukan sebelum mengolah

lebih jauh lagi menjadi sebuah pementasan. Seorang pencipta khususnya naskah

drama telah memasukkan semua yang ingin disampaikan kepada pembaca melalui

naskah drama, seperti amanat, tema yang diangkat, masalah yang ingin

disampaikan, dan sebagainya. Tidak dapat dielakkan bahwa suatu karya sastra

yang telah terjun ke masyarakat pembaca adalah sesuatu yang bebas, dalam arti

semua pemaknaan maupun penafsiran diserahkan sepenuhnya kepada pembaca.

Page 21: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Di satu pihak, sastra sebagai sesuatu yang otonom, tetapi di pihak yang lain perlu

untuk mencoba menelaah sastra melalui pengarang karya sastra tersebut selaku

pencipta karya itu. Oleh karena itu, penafsiran pembaca karya tersebut tidak akan

terlalu jauh dari apa yang diharapkan oleh pengarang.

Naskah drama atau naskah lakon belum mencapai kesempurnaannya apabila

belum berada di atas panggung sebagai tontonan. Untuk itu penggunaan pemilihan

bahasa dalam naskah drama merupakan sesuatu hal yang unik dan telah

diperhitungkan dengan matang oleh pengarang dan semua unsur yang terlibat

dalam pementasan drama tersebut. Bahasa yang digunakan dalam naskah lakon

selain sebagai pembangun atmosfir suasana penonton dan pemain, juga sebagai

media untuk menyampaikan pesan, ide, maupun gagasan dasar pengarang

sehingga drama hadir tidak dalam kondisi yang kosong.

Naskah drama sebagai salah satu bentuk wacana dapat dikaji dari segi

bahasa. Karena muara akhir dari naskah drama adalah pemanggungan maka, perlu

adanya penguraian dan pengamatan terhadap gejala bahasa yang terdapat dalam

naskah drama untuk mengetahui efek yang ditimbulkan. Kajian stilistika yang

fokus pada pengudaran gaya bertutur penulis memunginkan terjadinya pemahan

yang mendalam akan sebuah naskah drama sebelum akhirnya bermuara. Gaya

(style) adalah cara, bagaimana segala sesuatu diungkapkan, sedangkan stilistika

(stylistic) adalah ilmu gaya (Kutha Ratna, 2009:232). Dengan sederhana gaya

(bahasa) merupakan keseluruhan cara pemakaian (bahasa) oleh pengarang.

Sedangkan stilistika adalah ilmu atau teori yang berkaitan dengan pembicaraan

mengenai gaya. Pemakaian gaya (bahasa) itu meliputi bunyi, rangkaian bunyi,

Page 22: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

kata, rangkaian kata, frase hingga kalimat yang dipilih dan digunakan dengan

seksama. Hal-hal semacam itu dapat menimbulkan efek dalam diri pembaca,

misalnya untuk menggugah simpati atau empati pembaca (Sukesti, 2003:141).

Selain itu pemakaian gaya juga dimaksudkan agar karya sastra terasa indah

(estetis) atau sebagai variasi untuk menghindari kemonotonan.

Bambang Widoyo SP adalah salah satu penulis naskah drama berbahasa

Jawa yang cukup piawai dalam menggunakan bahasa untuk mengungkapkan

kenyataan-keyantaan sosial di masyarakat. Pilihan kata, gaya bahasa (majas)

dengan bentuk-bentuk sindiran yang khas menjadi warna dalam naskah-

naskahnya. Hal inilah yang menjadi salah satu keunikan kumpulan naskah drama

berbahasa Jawa Gapit. Dengan diksi, gaya bahasa yang vulgar khas masyarakat

kelas bawah, dan pemanfaat efek bunyi dijadikan pengarang sebagai jembatan

untuk menyampaikan kritik sosial dan menggambarkan berbagai permasalahan

sebagian masyarakat yang sebenarnya dekat namun sering ditutup-tutupi dan

dihindari. Hal inilah yang menjadi pijakan peneliti tertarik untuk menganalisis

naskah drama Gapit karya Bambang Widoyo SP ini dengan pendakatan slitistika.

Penelitian ini juga didasari oleh minimnya penelitian stilistika yang mengambil

objek naskah drama, terlebih naskah drama berbahasa Jawa.

Buku kumpulan naskah drama berbahasa Jawa Gapit karya Bambang

Widoyo SP merupakan salah satu naskah berbahasa Jawa yang dianggap langka

karena minimnya pengarang yang tertarik untuk menulis naskah drama dalam

bahasa Jawa. Selain itu empat naskah yang termuat di dalamnya (TUK, LENG,

ROL, dan DOM) merupakan naskah-naskah yang fenomenal dalam jajaran drama

Page 23: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

modern berbahasa Jawa. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Umar Kayam

dalam pengantar buku ini (1997: xiii), semua karya Bambang Widoyo SP

merupakan karya yang fenomenal dan menarik untuk dibicarakan. Bukan karena

semua lakon ditulis dengan bahasa Jawa ngoko, tingkat bahasa Jawa yang paling

rendah, tetapi dalam posisinya di masa perubahan sosial dan ekonomi masyarakat

Indonesia. Pilihan pengarang secara sadar dan konsekuensi menggunakan bahasa

Jawa ngoko merupakan suatu yang fenomenal. Bahkan seorang peneliti dari

Leiden pernah menulis dan menganalisis naskah-naskah drama karya Bambang

Widoyo SP ini dengan judul A Case Study of Teater Gapit.

Sebagai media yang mampu mengantarkan pesan, naskah drama berbahasa

Jawa Gapit dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran baik dikaji dari unsur

intrinsik maupun unsur di luar naskah tersebut. Melalui pembelajaran drama,

siswa diharapkan mampu mengambil pesan dan merefleksikan dalam kehidupan

nyata. Berbadasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk mengangkat

naskah drama berbahasa Jawa Gapit karya Bambang widoyo SP dengan analisis

stilistika.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah pemanfaatan bunyi bahasa dan aspek diksi dalam kumpulan

naskah berbahasa Jawa Gapit karya Bambang Widoyo SP?

2. Apa sajakah gaya bahasa yang digunakan dalam kumpulan naskah

berbahasa Jawa karya Bambang Widoyo SP?

Page 24: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3. Apa sajakah pencintraan yang digunakan dalam kumpulan naskah

berbahasa Jawa karya Bambang Widoyo SP?

4. Bagaimana relevansi antara naskah drama berbahasa Jawa dalam Gapit

karya Bambang Wdoyo SP dengan pembelajaran Bahasa Jawa di sekolah?

C. Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan dan menjelasksan pemanfaatan aspek bunyi bahasa dan

diksi dalam naskah drama berbahasa Jawa Gapit karya Bambang Widoyo

SP.

2. Mendeskripsikan dan menjelasksan penggunaan gaya bahasa dalam naskah

drama berbahasa Jawa Gapit karya Bambang Widoyo SP.

3. Mendeskripsikan dan menjelasksan penggunaan pencitraan dalam naskah

drama berbahasa Jawa Gapit karya Bambang Widoyo SP.

4. Mendeskripsikan dan menjelaskan relevansi antara naskah drama berbahasa

Jawa Gapit karya Bambang Widoyo SP dengan pembelajaran bahasa Jawa

di sekolah.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

a. Memberi sumbangan bagi penelitian sastra khususnya dalam pengkajian

naskah drama berbahasa Jawa sebagai bagian dari salah satu genre sastra.

Page 25: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

b. Menambah wawasan dari sisi stilistika suatu karya sastra yang menjadi

pilihan pengarang khususnya dalam kumpulan naskah drama dalam Gapit

karya Bambang Widoyo, S.P.

c. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dan penerapan

ranah ilmu sastra serta studi tentang karya sastra khususnya naskah drama

berbahasa Jawa.

2. Manfaat Praktis

a. Untuk Siswa

Penelitian ini diharapkan bermafaat sebagai acuan siswa dalam menelaah isi

naskah drama berbahasa Jawa dalam Gapit karya bambang Widoyo SP yang

selanjutnya dapat mengambil nilai-nilai yang bermanfaat yang terkandung

di dalamnya.

b. Untuk Guru

Penelitian ini diharapkan dapat sebagai salah satu bahan acuan dalam

melaksanakan pembelajaran kaitannya dengan isi yang terkandung dalam

drama/sandiwara berbahasa Jawa dalam Gapit.

c. Untuk sekolah

Menambah perbendaharaan tentang kajian terhadap naskah drama yang

merupakan salah satu materi ajar pada pelajaran Bahasa Jawa. Menambah

perbendaharaan naskah drama, sebagai materi pembelajaran drama di

sekolah.

d. Untuk masyarakat

Page 26: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Membantu pembaca atau penikmat sastra dalam menginterpretasikan

kumpulan naskah drama berbahasa Jawa dalam Gapit karya Bambang

Widoyo S.P. sehingga pemaknaan terhadap karya sastra akan lebih terarah.

Page 27: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB II

KAJIAN TEORI, PENELITIAN YANG RELEVAN, DAN

KERANGKA BERPIKIR

A. Kajian Teori

1. Hakikat Naskah Drama

a. Pengertian Drama

Kata drama berasal dari bahasa Greek, dari kata dran yang berarti berbuat,

to act atau to do (Tarigan, 1993 : 69). Ada juga yang mengatakan bahwa kata

drama berasal dari bahasa Yunani atau Greek ―draomai‖ yang berarti : berbuat,

berlaku, bertindak, atau bereaksi. Namun, dari dua kata itu mengacu pada

referensi makna yang sama. Kedua pengertian drama di atas, mengutamakan

perbuatan , gerak, yang merupakan inti hakikat setiap karangan yang bersifat

drama.

Dalam Dictionary of World Literature kata ―drama‖ dapat ditafsirkan dalam

berbagai pengertian (Tarigan, 1993 : 71). Dalam arti yang amat luas, drama

mencakup setiap jenis pertunjukan tiruan perbuatan, mulai dari produksi

―Hamlet‖, komedi, pantomime ataupun upacara keagamaan orang primitif. Lebih

khusus lagi, mengarah pada suatu lakon yang ditulis agar dapat diinterpretasikan

oleh para aktor; lebih menjurus lagi, drama menunjuk pada lakon realis yang sama

sekali tidak bermaksud sebagai keagungan yang tragis, tetapi tak dapat dimasukan

ke dalam kategori komedi. Atar Semi dalam bukunya juga berpendapat bahwa

drama adalah perasaan manusia yang beraksi di depan mata kita, yang berarti aksi

10

Page 28: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dari suatu perasaan yang mendasari keseluruhan drama (1993 :156). Lebih lanjut

lagi ia juga mengatakan bahwa drama adalah cerita atau tiruan perilaku manusia

yang dipentaskan.

Dengan demikian, dalam kehidupan sekarang drama mengandung arti yang

lebih luas ditinjau apakah drama sebagai salah satu genre sastra, ataukah drama itu

sebagai cabang kesenian yang mandiri. Drama naskah merupakan salah satu genre

sastra yang disejajarkan dengan puisi dan prosa. Drama pentas adalah jenis

kesenian mandiri, yang merupakan integrasi antara berbagai jenis kesenian

seperti musik, tata lampu, seni lukis (dekor, panggung), seni kostum, seni rias, dan

sebagainya. Jika kita membicarakan drama pentas sebagai kesenian mandiri, maka

ingatan kita dapat kita layangkan pada wayang, ketoprak, ludruk, lenong dan film.

Dalam kesenian tersebut, naskah drama diramu dengan berbagai unsur untuk

membentuk kelengkapan.

Pengertian drama menurut Christopher Russell Reaske (1961:5):

”A drama is a work of literature or a composition which delineates life and

human activity by mean of presenting various actions of – and dialogues

between – a group of characters. Drama is furthermore designed for

theatrical presentation; that is, although we speak of a drama as a literary

work or a composition, we must never forget that drama is designed to be

acted on the stage. Even when we read aplay we have to real grasp of what

the play is like unless we at least attempt to imagine how actors on a stage

would present the material”.

Demikian juga pendapat Martin Esslin (1976:9) tentang definisi drama:

“Many thousands of volumes have been written about drama and yet there

does not seem to exist one generally acceptable definition of the term. A

composition in prose or verse, says my edition of the Oxford dictionary,

adapted to be acted on the stage, in which a strory is related by means of

dialogue and action, and is represented, with accompaying gesture, costume

and scenary, as in real life; a play. Not only is this long - winded and

clumsily put ; it is also downright incorrect”.

Page 29: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Drama merupakan tiruan kehidupan manusia yang diproyeksikan di atas

pentas. Melihat drama, penonton seolah melihat kejadian dalam masyarakat.

Kadang-kadang konflik yang disajikan dalam drama sama dengan konflik batin

mereka sendiri. Drama adalah potret kehidupan manusia, potret suka duka, pahit

manis, hitam putih kehidupan manusia. Perkataan drama sering dihubungkan

dengan teater. Sebernarnya perkataan ―teater‖ mempunyai makna yang lebih luas

karena dapat berarti drama, gedung pertunjukkan, panggung, grup peain drama,

dan dapat juga berarti segala bentuk tontonan yang di pentaskan di depan orang

banyak.

Marjourie Boulton (1959: 3) menyatakan bahwa drama (disebut play)

adalah A true play is three dimensional; it is literari that wakls and talks before

our eyes. It is not intended that eyes shall perceive marks on paper and the

imagination turn them into sights, sounds, and actions.

Sementara itu Adhy Asmara (1983: 5) mengatakan bahwa drama adalah

suatu bentuk cerita konflik sikap dan sifat manusia dalam bentuk dialog yang

diproyeksikan pada pentas dengan menggunakan percakapan dan gerak (action) di

hadapan pendengar atau penonton. Dalam definisi yang sedikit berbeda, Panuti

Sudjiman menjelaskan bahwa drama adalah karya sastra yang bertujuan

menggambarkan kehidupan dengan mengemukakan tikaian dan emosi lewat

lakuan dialog, dan lazimnya dirancang untuk pementasan di panggung.

Mengenai prinsip penting dalam suatu drama Harymawan berpendapat

bahwa terdapat tiga unsur prinsip dalam drama yang terdiri dari unsur kesatuan,

unsur penghematan, dan unsur keharusan psikis (1988 : 22). Suatu drama memang

Page 30: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

hendaknya tidak menggunakan teknik bercerita yang berputar-putar karena

orientasi suatu drama adalah pementasan.

Di dalam drama terdapat bagian-bagian perkenalan, kerumitan atau intrik,

dan penyelesaian atau penguraian. Di dalam drama terdapat laku luar dan laku

dalam (Jassin, 1977: 89). Segala kejadian yang kita lihat di atas panggung kita

sebut laku luar. Segala laku luar harus berakar pada laku dalam, sebagaimana

suasana dan perubahan-perubahan dalam jiwa, yang demikian itu harus kelihatan

dalam laku perbuatan dalam drama.

Henry Guntur Tarigan (1984: 75) memberikan beberapa batasan mengenai

drama, (1) drama adalah salah satu cabang seni sastra; (2) drama dapat berbentuk

prosa atau puisi, (3) drama mementingkan dialog, gerak, perbuatan; (4) drama

adalah suatu lakon yang dipentaskan di atas panggung; (5) drama adalah seni yang

menggarap lakon-lakon mulai sejak penulisannya hingga pementasannya; (6)

drama membutuhkan ruang, waktu, dan audiens; (7) drama adalah hidup yang

disajiakan dalam gerak; (8) drama adalah sejumlah kejadian yang memikat dan

menarik hati. Atar Semi (1993: 158) juga mengemukakan pendapatnya mengenai

karakteristik drama yaitu: (1) drama mempunyai tiga dimensi, yakni dimensi

sastra, gerakan, dan ujaran; (2) drama memberikan pengaruh emosiolnal yang

lebih kuat dibanding karya sastra yang lain; (3) pengalaman yang dapat diingat

dengan menonton drama lebih lama diingat dibanding sastra yang lain; (4) drama

mempunyai banyak keterbatasan disbanding karya sastra lain, seperti keterbatasan

untuk memunculkan suatu objek sesuai dengan imajinasi yang diinginkan, dan

sebagainya yang berhubungan dengan pementasan khususnya.

Page 31: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Istilah drama juga dapat mengandung dua pengertian. Pertama yaitu drama

sebagi text play atau repertoire (naskah), yang kedua, drama sebagai theatre atau

performance. Atar Semi juga berpendapat bahwa drama pada umumnya

mempunyai dua aspek yakni aspek cerita sebagai bagian dari sastra, yang kedua

adalah aspek pementasan yang berhubungan dengan seni lakon atau seni teater

(1993: 157). Apabila menyebut istilah drama, maka kita berhadapan dengan dua

kemungkinan, yaitu drama naskah dan drama pentas. Keduanya bersumber pada

drama naskah. Oleh sebab itu pembicaraan tentang drama naskah merupakan

dasar dari telaah drama.

Berbagai uraian mengenai definisi dan konsep tentang drama di atas,

dapatlah diambil kesimpulan bahwa drama meliputi aspek naskah dan aspek

pementasan. Teks drama ditulis dengan diproyeksikan untuk dipentaskan.

Pementasan drama melibatkan pemain yang memerankan tokoh-tokoh di

dalamnya. Mengapresiasi drama dapat dilakukan secara aktif maupun pasif.

Apresiasi pasif bisa dilakukan dengan cara menonton pertunjukan atau

pementasan drama. Apresiasi drama secara aktif dapat dilakukan dengan cara

memainkan drama tersebut, atau memerankan tokoh-tokoh yang ada di dalam

naskah tersebut.

b. Pengertian Naskah Drama

Perkembangan seni lakon ini khususnya di Indonesia istilah drama

mengalami pengaruh dalm pengertiannya. Pertama yaitu drama sebagai text play

atau repertoire (naskah), dan kedua, drama sebagai theatre atau performance.

Atar Semi (1993: 157) juga berpendapat bahwa drama pada umumnya

Page 32: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

mempunyai dua aspek yakni aspek cerita sebagai bagian dari sastra, yang kedua

adalah aspek pementasan yang berhubungan dengan seni lakon atau seni teater

Pembuatan sebuah naskah drama memang akan selalu berorientasi pada

pementasan, jadi dalam pembuatannya akan selalu memperhatikan aspek-aspek

pementasan. Penelitian ini akan lebih mengulas drama sebagai text play (naskah

drama) atau drama ditinjau dari aspek ceritanya sebagai bagian dari sastra yang

mengangkat fenomena-fenomena di masyarakat.

Adapun mengenai batasan mengenai naskah drama menurut Henry Guntur

Tarigan yaitu (1) drama sebagai repertoire atau naskah adalah hasih sastra milik

pribadi, yaitu milik penulis drama tersebut; (2) text play masih memerlukan

pembaca soilter; (3) text play masih memerlukan penggarapan yang baik dan

teliti; dan (4) text play adalah bacaan. Dasar teks drama adalah konflik manusia

yang digali dari kehidupan (Waluyo, 2002: 7). Jadi orientasi dari teks drama juga

berawal dari konflik manusia yang dituangkan dalam tulisan dengan manifestasi

imajinasi pengarangnya sehingga dengan sedemikian rupa dapat diwujudkan

menjadi suatu pementasan.

Pengkajian terhadap drama ataupun naskah drama khususnya terhadap

struktur yang membangun akan bermuara pada hal yang sama, dengan pengertian

pada pengkajian naskah drama atau drama yang sama. Pada naskah yang sama,

antara struktur yang terkandung dalam naskah dengan yang berbentuk pementasan

sebagian besar cenderung sama bahkan sama. Adapun perbedaan itu lebih

disebabkan pada hal-hal yang cenderung teknis atau aplikasi di lapangan.

Page 33: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

sehingga selanjutnya istilah naskah drama dalam pengkajian ini akan disebut

dengan ―drama‖ saja, tanpa kata naskah drama di depannya.

c. Unsur-unsur Drama

Unsur-unsur dalam drama terdapat dua jenis yaitu unsur intrinsik dan unsur

ekstrinsik. Pembahasan unsur drama ini lebih menekankan pada unsur intrinsik,

sedangkan unsur ekstrinsik lebih pada pengkajian strukturalisme genetik yang

telah dipaparkan sebelumnya. Secara garis besar srtuktur naskah drama ada enam

bagian penting yaitu plot atau kerangka cerita, penokohan atau perwatakan, dialog

atau percakapan, setting atau landasan, tema atau nada dasar cerita, dan amanat

atau pesan pengarang (Waluyo, 2002: 6-28). Lebih lanjut lagi akan dipaparkan

satu persatu struktur tersebut.

1) Plot

Plot sering juga disebut alur. Plot merupakan jalinan cerita atau

kerangka awal hingga akhir yang merupakan jalinan konflik antara dua

tokoh yang berlawanan (Waluyo, 2002: 8). ). Kenney (1996 : 14) : ―plot

reveals events to us, not only in their temporal, but also in their causal

relationships. Plot makes us aware of events not merely as elements in a

temporal series but also as an intricate pattern of cause and effects.‖

Atar Semi (1993 : 161) juga berpendapat bahwa alur dalam sebuah

pertunjukan (drama) sama dengan alur novel atau cerita pendek, yaitu

rentetan peristiwa dari awal sampai akhir Boulton juga mengatakan bahwa

plot juga berarti seleksi peristiwa yang disusun dalam urutan waktu yang

Page 34: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

menjadi penyebab mengapa seseorang tertarik untuk membaca dan

mengetahui kejadian yang akan datang (Waluyo, 2002: 145)

Alur drama mempunyai kekhususan dibandingkan dengan alur fiksi;

kekhususan itu ditimbulkan oleh karakteristik drama itu sendiri, yaitu: (1)

alur drama mestilah merupakan alur yang dapat dilakukan oleh manusia

biasa di muka publik penonton, (2) alur drama mesti jelas, bila tidak, akan

sukar sekali diikuti penonton, (3) alur drama mestilah sederhana dan

singkat, dalam arti ia tidak boleh berputar-putar ke mana-mana, tetapi

terpusat pada suatu peristiwa tertentu (Semi, 1993:161-162).

Robert Stanton menyatakan bahwa:

Secara umum, alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam

sebuah cerita. Istilah alur biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa

yang terhubung secara kausal saja. Peristawa kausal merupakan

peristiwa yang menyebabkan atau menjadi dampak dari berbagai

peristiwa lain dan tidak dapat diabaikan karena akan berpengaruh pada

keseluruhan karya (2007 : 26).

Lebih lanjut Robert Stanton menyatakan bahwa sama halnya dengan

elemen-elemen lain, alur memiliki hukum-hukum sendiri; alur hendaknya

memiliki bagian awal, tengah, dan akhir yang nyata, meyakinkan dan logis,

dapat menciptakan bermacam kejutan, dan memunculkan sekaligus

mengakhiri ketegangan-ketegangan. Unsur kelogisan, kejutan dan

ketegangan memang merupakan suatu hal yang sangat perlu ada dalam

sebuah cerita agar menghasilkan sebuah cerita yang berkualitas tinggi.

Robert Stanton juga mengatakan bahwa dua elemen dasar yang

membangun alur adalah ‗konflik‘ dan ‗klimaks‘ (2007 : 27). ketegangan,

Page 35: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

kejutan, dan kelogisan haruslah dirajut dalam suatu cerita yang memiliki

konflik dan mempunyai titik klimaks yang akan membawa pembaca atau

penenton pada kedinamisan cerita bukan kemonotonan cerita. Dasar lakon

drama adalah konflik manusia. Konflik itu lebih bersifat batin dari pada

fisik. Konflik itu harus berupa konflik antara dua tokoh, tetapi dapat berupa

konflik batin manusia itu sendiri. Konflik batin itu sering dihubungkan

dengan kegelisahan manusia dalam meraba-raba rahasia Tuhan dan alam

gaib.

Konflik manusia itu sering juga dilukiskan secara fisik. Dalam

wayang, wayang orang, ketoprak, dan juga ludruk akan kita saksikan bahwa

klimaks dari konflik batin itu adalah bentrokan fisik yang diwujudkan dalam

perang. Konflik yang dipaparkan dalam lakon harus mempunyai motis.

Motif dari konflik yang dibangun itu akan mewujudkan kejadian-kejadian.

Motif dan kejadian haruslah wajar dan realistis, artinya benar-benar diambil

dari kehidupan manusia. Konflik yang muncul dari kehidupan manusia. Jika

dalam wayang persoalan yang dijadikan konflik adalah perebutan negara

atau wanita, maka motif konflik dalam drama modern janganlah negara atau

wanita. Tokoh-tokoh manusia masa kini tidak akan berebutan negara dan

jarang berebutan wanita.

Alur drama mempunyai kekhususan dibandingkan dengan alur fiksi

yang lain. Kekhususan itu ditimbulkan oleh karakteristik dram itu sendiri,

yaitu: (1) alur drama mestilah merupakan alur yang dapat dilakukan oleh

manusia biasa di muka publik penonton, (2) alur drama mesti jelas, bila

Page 36: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

tidak, akan sukar sekali diikuti penonton, (3) alur drama mestilah sederhana

dan singkat, dalam arti ia tidak boleh berputar kemana-mana, tetapi terpusat

pada suatu peristiwa tertentu (Semi, 1993 : 161-162).

Atar Semi juga mengatakan secara garis besar, alur drama yaitu: (1)

klasifikasi atau introduksi, yakni pengenalan terhadap tokoh-tokoh dan

permulaan konflik; (2) konflik, yakni munculnya suatu problem; (3)

komplikasi, yakni munculnya persoalan-persoalan baru yang membuat

permasalahan menjadi semakin rumit; (4) penyelesaian (denoument), yakni

persoalan atau permasalahan sudah mulai ada pemecahan atau

penyelesaiannya. Senada dengan Atar Semi, Gustaf Freytag memberikan

unsur-unsur plot lebih lengkap meliputi hal-hal berikut ini: (1) exposition

atau pelukisan awal, yakni pengenalan tokoh; (2) komplikasi atau pertikaian

awal; (3) klimaks atau titik puncak cerita; (4) resolusi atau penyelesaian atau

falling action; (5) catastrophe atau denoument atau keputusan (Waluyo,

2002: 8). Lebih sederhana dari dua pendapat di atas, Henry Guntur Tarigan

berpendapat bahwa alur dalam drama terdiri dari eksposisi (permulaan),

komplikasi (pertengahan), dan resolusi atau denoument (akhir atau ending).

Berangkat dari pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa

alur atau plot dalam drama terdiri dari: (1) klasifikasi atau eksposisi; (2)

konflik atau pertikaian awal; (3) komplikasi; (4) klimaks atau titik puncak

cerita; dan (5) penyelesaian atau denoument. Namun, secara urutan tidak

menutup kemungkinan untuk berubah yang akan berimbas pada jenis

pengaluran.

Page 37: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2) Penokohan

Penokohan dan perwatakan mempunyai hubungan yang sangat erat

karena kedua unsur tersebut berada pada objek yang sama yaitu tokoh atau

suatu peran. Tokoh sering disebut dengan karakter. Kennedy mengatakan

bahwa a character, then, is presumably an imagined person who inhabits a

story (1983 : 45). Dalam cerita, karakter diciptakan bukan tanpa maksud dan

tanpa dibarengi sesuatu yang mengelilingi atau melingkupinya. Suatu

karakter lahir dalam suatu cerita pasti membawa suatu ―bentuk‖ atau

―peran‖ tertentu.

Berhubungan dengan karakter, Georg Simmel mengatakan the stage

character, as it is in the text, is not really, so to speak, a complete man : not

a human being in the ordinary sense, but a complex assortment of verbal

clues for a man ( Elizabeth and Tom Burns, 1973 : 304). Tokoh dalam suatu

fiksi memang suatu tokoh yang seringkali tidak seperti ―kebiasaan‖ orang

pada umumnya, dna memang di dalam dunia panggung hal tersebut sangat

dapat diterima karena suatu maksud tertentu dari seorang pengarang.

Henry Guntur Tarigan (1993: 76) mengatakan bahwa sang dramawan

haruslah dapat memotret para pelakunya dengan tepat dan jelas untuk

menghidupkan impresi Watak tokoh itu akan menjadi nyata terbaca dalam

dialog dan catatan samping, jenis dan warna dialog akan menggambarkan

watak tokoh itu (Waluyo, 2002: 14). Mengkaji sebuah cerita tentu tidak

terlepas dari tokoh, karena tokoh merupakan unsur yang penting dalam

sebuah cerita. Tokoh cerita menurut Abrams adalah orang-orang yang

Page 38: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama, yang oleh pembaca

ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang

diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan

(Nurgiyantoro, 2002:165).

Berdasar kutipan tersebut dapat diketahui antara seorang tokoh dan

kualitas pribadinya memiliki kaitan yang erat dalam penerimaan pembaca.

Berawal dari perbedaan-perbedaan karakter dan kepentingan tokoh inilah,

selanjutnya menjadi penyebab konflik dalam sebuah cerita. Menurut Jones,

Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang

ditampilkan dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 1998:165).

Pengenalan tokoh dalam suatu cerita, menurut Jakob Sumardjo dan

Saini KM (1994:65), ada beberapa cara yang dapat ditempuh untuk

memahami karakter tokoh-tokoh dalam cerita, yaitu (1) melalui apa yang

diperbuatnya; (2) melalui ucapan-ucapannya; (3) melalui gambaran fisik

tokoh; (4) melalui pikiran-pikirannya; (5) melalui penerangan langsung dari

pengarang.

Penokohan yang baik adalah yang dapat menggambarkan tokoh-tokoh

dan mengembangkan watak dari tokoh-tokoh tersebut yang mewakili tipe-

tipe manusia yang dikehendaki tema dan amanat. Perkembangannya

haruslah wajar dan dapat diterima berdasarkan hubungan kausalitas.

Penggambaran perwatakan dari tokoh-tokoh cerita disebut sebagai

penokohan.

Page 39: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Ada beberapa jenis tokoh yang terdapat dalam drama. Henry Guntur

Tarigan mengatakan ada empat jenis tokoh dalam drama yaitu the foil atau

tokoh pembantu; the type character atau tokoh serba bisa; the static

character atau tokoh statis; dan the character who developes in the course

of the play atau tokoh berkembang. Lebih lengkap lagi Waluyo membagi

beberapa jenis tokoh dengan kriteria tertentu. Pertama, berdasarkan

perannya terhadap jalan cerita, ada beberapa jenis tokoh yaitu tokoh

protagonis (tokoh pendukung cerita), tokoh antagonis (tokoh penentang

cerita), dan tokoh tritagonis (tokoh pembantu). Pembagian yang kedua

berdasarkan perannya dalam lakon serta fungsinya, terdapat jenis tokoh

sebagai berikut: (1) tokoh sentral yakni tokoh yang paling menentukan

gerak lakon; (2) tokoh utama yaitu tokoh pendukung atau penentang tokoh

sentral, dapat juga sebagai medium atau perantara tokoh sentral, dapat juga

disebut tokoh tritagonis; (3) tokoh pembantu, yaitu tokoh-tokoh yang

memegang peran pelengkap tau tambahan dalam mata rantai cerita.

Masih dalam hubungannya dengan klasifikasi tokoh dalam cerita,

Orson Scott Card (2005 : 105-106) membagi tokoh menjadi tiga macam

berdasarkan derajat kepentingan tokoh dalam cerita.

1) Tokoh Figuran

Tokoh-tokoh ini tidak dikembangkan sama sekali, mereka hanya

merupakan orang di latar belakang, dimaksudkan untuk memberi

kesan realisme atau melakukan fungsi sederhana, lalu hilang dan

dilupakan.

Page 40: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2) Tokoh Sampingan

Tokoh-tokoh ini mungkin memengaruhi plot, tetapi pembaca tidak

dimaksudkan terlibat secara emosional dengan mereka, baik secara

negatif maupun positif. Pada umumnya tokoh sampingan melakukan

satu atau dua hal dalam cerita lalu hilang.

3) Tokoh Penting

Kelompok ini mencakup orang –orang yang kita pedulikan, kita cintai

atau membenci mereka, takut mereka atau berharap mereka berhasil.

Mereka terus-menerus muncul dalam cerita.

Seluruh perjalanan drama di jiwai oleh konflik pelakuknya. Konflik

itu terjadi oleh pelaku yang mendukung cerita (sering disebut pelaku utama)

yang bertentangan dengan pelaku pelawan arus cerita (pelaku penentang).

Dua tokoh tersebut disebut dengan tokoh protagonis dan antagonis. Konflik

antara tokoh antagonis dengan tokoh protagonis itu hendaknya sedemikian

keras, tetapi wajar, realistis, dan logis. Jika dalam wayang kita jumpai

konflik antara Arjuna dengan Buto Cakil, maka dalam drama modern

konflik semacam itu dianggap tidak realistis dan tidak logis. Dalam benak

pembaca (penonton) sudah timbul apriori yang menyatakan, Buto Cakil

pasti kalah. Konflik yang logis adalah dalam suasana yang kurang lebih

seimbang., dalam permasalahan yang rumit dan memang bisa terjadi

sungguh-sungguh dalam kehidupan kita ini.

Perwatakan adalah keseluruhan ciri-ciri jiwa seorang tokoh dalam

lakon drama (Wiyanto, 2004: 27). Watak para tokoh digambarkan dalam

Page 41: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

tiga dimensi (watak dimensional), dan penggambaran itu berdasarkan

keadaan fisik, psikis, dan sosial (fisiologis, psikologis, dan sosiologis)

(Waluyo, 2002: 17). Yang termasuk dalam keadaan fisik tokoh adalah:

umur, jenis kelamin, ciri-ciri tubuh, cacat jasmaniah, ciri khas yang

menonjol, suku, bangsa, raut muka, kesukaan, tinggi/pendek, kurus/gemuk,

suka senyum/cemberut, dan sebagainya. Keadaan psikis meliputi watak,

kegemaran, mentalitas, standar moral, tempramen, ambisi, kompleks

psikologi yang dialami, keadaan emosinya dan sebagainya. Keadaan

sosiologis meliputi jabatan, pekerjaan, kelas sosial, ras, agama, ideologi, dan

sebagainya.

3) Setting

Setting sering juga disebut latar cerita. Asul Wiyanto berpendapat

bahwa setting adalah tempat, waktu, dan suasana terjadinya suatu adegan

(2004: 28). Hampir senada dengan Asul Wiyanto, Waluyo berpendapat

bahwa setting biasanya meliputi tiga dimensi, yaitu : tempat, ruang, dan

waktu (2002: 23). W.H. Hudson menyatakan bahwa setting adalah

kesekuruhan lingkungan cerita yang meliputi adapt istiadat, kebiasaan, dan

pandangan hidup (Waluyo, 2002: 198). Adapun mengenai fungsi setting,

Montaque dan Henshaw menyatakan tiga fungsi setting, yakni mempertegas

watak pelaku; memberikan tekanan pada tema cerita; dan memperjelas tema

yang disampaikan. Mengkaji sebuah karya fiksi, latar pada hakikatnya

memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Abrams (Nurgiyantoro,

2002: 216 ) mengatakan bahwa latar merupakan tumpuan yang menyaran

Page 42: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pada pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat

terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.

Pendapat di atas sejalan dengan Burhan Nurgiyantoro (2002: 227),

unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu (1) latar

tempat, yaitu mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan

dalam sebuah karya fiksi. Latar tempat disebut pula sebagai latar fisik

(physical setting); (2) latar waktu, yaitu berhubungan dengan masalah kapan

terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi; (3) latar

sosial, mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan

sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Hal

itu dapat berupa kebiasaan hidup, tradisi, cara berpikir dan bersikap,

pandangan hidup, keyakinan, dan status sosial.

Penggambaran setting seringkali juga berkaitan dengan alam pikiran

penulis (Waluyo, 2002: 200). Jadi imajinasi penulis atau pengarang karya

sastra sangat menentukan bagaimana atau apa yang akan menjadi latar atu

setting dari imajinasi yang dihasilkannya. Dalam drama khususnya

pengimajinasian setting yang mungkin dalam arti dapat diwujudkan dalam

pentas haruslah diperhatikan oleh penulis naskah drama. Penggambaran

setting paling tidak menggambarkan tinga dimensi yaitu tempat ruang dan

waktu. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa latar

adalah suatu keadaan atau suasana yang memberi gambaran peristiwa dalam

cerita, termasuk di dalamnya waktu, ruang atau tempat, dan suasana.

Page 43: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa latar

adalah suatu keadaan atau suasana yang memberi gambaran peristiwa dalam

cerita, termasuk di dalamnya waktu, ruang atau tempat, dan suasana. Unsur-

unsur dalam latar, seperti waktu, ruang dan suasana, saling mendukung

dalam membentuk satu kondisi yang mendukung cerita secara keseluruhan.

4) Tema

Tema merupakan gagasan pokok yang terkandung dalam drama. Tema

berhubungan dengan premis dari drama tersebut yang berhubungan pula

dengan nada dasar dari sebuah drama dan sudut pandangan yang

dikemukakan oleh pengarangnya (Waluyo, 2002: 24). Mengenai premis, ia

juga mengemukakan bahwa premis dapat juga disebut sebagi landasan

pokok yang menentukan arah tujuan lakon yang merupakan landasan bagi

pola konstruksi lakon. Pada buku yang lain Herman J. Waluyo (2002: 142)

juga mengatakan bahwa tema adalah masalah hakiki manusia. Tema

berhubungan dengan faktor yang ada dalam diri pengarang, sehingga aliran

dan filsafat yang dimiliki pengarang akan mendasari pemikiran pengarang

dalam membuat suatu naskah drama. . Kennedy mengatakan bahwa the

theme of story is whatever general idea or insight the entire story reveals

(1983 : 103). Lebih lanjut dikatakan in literary fiction, a theme is seldom so

obvious. tema-tema dalam sebuah cerita memang seringkali tidak

dimunculkan secara eksplisit melainkan secara implisit.

Tema berhubungan dengan faktor yang ada dalam diri pengarang,

sehingga aliran dan filsafat yang dimiliki pengarang akan mendasari

Page 44: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pemikiran pengarang dalam membuat suatu naskah drama. Robert Stanton

(2007 : 37) tema bisa mengambil bentuk yang paling umum dari kehidupan,

bentuk yang mungkin dapat atau tidak dapat mengandaikan adanya

penilaian moral. Tema bisa berwujud satu fakta dari pengalaman

kemanusiaan yang digambarkan atau dieksplorasi oleh cerita seperti

keberanian, ilusi, dan masa tua. Bahkan, tema juga dapat berupa gambaran

kepribadian salah satu tokoh. Satu-satunya generalisasi yang paling

memungkinkan darinya adalah bahwa tema membentuk kebersatuan pada

cerita dan memberi makna pada setiap peristiwa.

Pendapat di atas memberikan gambaran yang cukup jelas bahwa tema

bukanlah sesuatu yang eksplisit namun lebih cenderung merupakan sesuatu

yang implisit. Selain itu tema juga merupakan sesuatu yang abstrak.

Pembaca atau penenton harus mampu menemukan tema yang seringkali

tersembunyi di balik unsur-unsur cerita yang ada. Namun yang jelas tema

itu akan mendasari semua bagian dari cerita tersebut. Senada dengan

pendapat-pendapat di atas, Panuti Sudjiman menjelaskan tema dengan lebih

ringkas, tema adalah gagasan, ide, ataupun pikiran utama dalam karya sastra

yang terungkap atau tidak (1990 :8)

Asul Wiyanto (2004: 23) berpendapat bahwa tema adalah pikiran

pokok yang mendasari lakon drama. Dibandingkan dengan pendapat

Herman J. Waluyo yang menggunakan premis untuk mewakili sebuah nada

dasar cerita sedangkan Wiyanto lebih memilih menggunakan pikiran pokok.

Namun, pada dasarnya mereka menuju pada suatu definisi yang sama yaitu

Page 45: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

suatu garis besar cerita yang menjiwai setiap unsur yang ada dalam karya

sastra. Lebih lanjut lagi Asul Wiyanto mengemukakan bahwa tema ini

biasanya lebih dikhususkan lagi menjadi topik. Topik sendiri berbeda

dengan tema, topik adalah sesuatu yang lebih khusus daripada tema

(Wiyanto, 2004: 23).

Beragam aliran yang biasanya mendasari pengarang dalam membuat

naskah drama, seperti aliran klasik (dialog panjang dan sajak berirama),

aliran romantik (isi drama cenderung fantastis dan seringkali tidak logis),

aliran realisme (cenderung melukiskan apa adanya), aliran ekspresionisme,

dan aliran eksistensialisme. Seorang pengarang yang baik adalah ynag

mampu menemukan tema hakiki manusia. Kejelian seorang pengarang

dalam menangkap apa-apa yang ada atau sedang bermasalah dalam

masyarakat akan terlihat dalam karyanya.

5) Dialog

Kekhasan dari genre sastra ini adalah media dialog atau percakapan

yang digunakan dalam penyampaiannya. Ciri khas suau drama adalah

naskah itu berbentuk cakapan atau dialog (Waluyo, 2002: 20). Lebih lanjut

lagi Herman J. Waluyo juga berpendapat bahwa ragam bahasa dalam dialog

tokoh-tokoh drama adalah bahasa yang komunikatif dan bukan ragam

bahasa tulis. Senada dengan Herman J. Waluyo, Atar Semi (1993 : 164)

juga berpendapat bahwa dalam drama, ujaran mestilah lebih menarik dan

ekonomis dibandingkan dengan kenyataan sehari-hari.

Page 46: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Boulton mengatakan bahwa dialog dalam drama haruslah dikuasai

dengan baik oleh para aktor dengan kompetensicakapan yang memadai agar

dia dapat memainkan perannya tanpa melakukan kesalahan intonasi.

“the dialogue of a play must be such the normally competent actor can

speak his lines without stumbling, stopping for breath in the wrong place or

speaking with so little animation or such a false intonation that it is obvious

he does not understand what he is saying,... (Boulton, 1959 : 97)

Atar Semi juga mengemukakan beberapa fungsi dialog yaitu:

merupakan wadah penyampaian informasi kepada penonton; menjelaskan

ide-ide pokok, menjelaskan watak dan perasaan pemain, dialog memberi

tuntunan alur kepada penonton, dialog menggambarkan tema dan gagasan

pengarang, dialog mengatur suasana dan tempo permainan. Penjelasan di

atas, menjelaskan bahwa kedudukan dialog dalam drama sangat penting

mengingat segala sesuatu yang terjadi dalam drama didominasi oleh dialog.

Seorang pengarang drama yang sudah berpengalaman akan mampu

memadukan unsur estetis dan unsur komunikatif itu, selain itu naskah drama

juga harus dibayangkan irama dan dialog juga harus hidup, artinya mewakili

tokoh yang dibawakan (Waluyo, 2002: 22).

Drama naskah disebut juga sastra lakon. Sebagai salah satu genre

sastra, drama naskah dibangun oleh struktur fisik (kebahasaan) dan struktur

batin (sematik, makna). Wujud fisik sebuah naskah adalah dialog atau

ragam tutur. Ragam tutur itu adalah ragam sastra. Oleh sebab itu, bahasa

dan maknanya tunduk pada konvensi sastra, yang menurut Teeuw (1983: 3-

5) meliputi hal-hal berikut ini.

Page 47: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1. Teks sastra memiliki unsur atau struktur batin atau intern structure

relation, yang terkait oleh bahasa pengarangnya.

2. Naskah sastra juga memilki struktur luar atau extern structur relation,

yang terikat oleh bahasa pengarangnya.

3. Sistem sastra juga merupakan model dunia sekunder, yang sangat

kompleks dan bersusun-susun. Selanjutnya Teeuw juga menyebutkan

tiga ciri khas karya sastra, yaitu sebagai berikut:

- teks sastra merupakan keseluruhan yang tertutup, yang batasannya

di tentukan dengan kebulatan makna.

- dalam teks sastra ungkapan itu sendiri penting, diberi makna,

disemantiskan segala aspeknya; barang atau persoalan yang dalam

kehidupan sehari-hari tidak bermakna, diberi makna.

- dalam memberi makna itu di satu pihak karya sastra terikat oleh

konvensi, tetapi di lain pihak menyimpang dari konvensi. Karya

sastra menunjukkan ketegangan antara konvensi dengan

pembaharuan, antara mitos dengan kontra mitos

Pendapat di atas menjelaskan bahwa kedudukan sebuah naskah sangat

penting dalam genre sastra ini. Baik buruk sebuah naskah akan sangat

berpengaruh terhadap hasil sebuah pentas dari naskah tersebut. Kualitas dari

penulisan naskah akan sangat terlihat dengan melihat bagaimana dan apa-

apa yang terkandung di dalamnya, apakah sudah mencakup keseluruhan

unsur yang harus dimiliki sebuah naskah atau belum.

Page 48: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2. Kajian Stilistika

a. Pengertian

Kata stilistika selalu berhubungan dengan masalah style (gaya). Kata

style diturunkan dari bahasa Latin stilus, yaitu semacam alat untu menulis

pada lempengan lilin. Kata stilistika berhubungan dengan masalah style

(gaya), dari kata stilistcs. Menururt Keraf (2004: 112) style mengalami

perubahan makna menjadi kemampuan dan keahlian untuk menulis atau

menggunakan kata-kata secara indah. Soediro Satoto (1995: 36) menganggap

pengertian style sangat luas, bisa meliputi style sekelompok pengarang, style

suatu bangsa, style perorangan, dan dapt jug merupakan style pada periode

tertentu. Style dapat diartikan sebagai cara yang khas yang digunakan oleh

seseorang untuk mengutarakan diri atau gaya pribadi.

Kridalaksana (2001: 202) menyetakan bahwa stilistika adalah ilmu yang

menyelidiki bahasa yang igunakan dalam karya sastra; ilmu interdisipliner

antara linguistik dan kesusaasstraan; pernarapan linguistik pada

penerepannya. Lebih lanjut dikatakan bahwa style atau gaya bahasa dapat

diartikan sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas

yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakain bahaasa).

Stilistika adalah ilmu yang berhubungan dengan gaya bahasa. Gaya daam

hal ini memang dihubungkan dengan pemakaian atau penggunaan bahasa

dalam karya sastra (Junus: 1989: xvii). Slametmuljana mengemukakan bahwa

stilistika itu pengetahuan tentang kata berjiwa. kata berjiwa adalah kata yang

dipergunakan dalam cipta sastra yang mengandung perasaan pengarangnya.

Page 49: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Stilistik berguna untuk membeberkan kesan pemakaian susun kata dalam

kalimat yang menyebabkan gaya kalimat, di samping ketepatan pemilihan

kata, memegang peranan penting dalam ciptaan sastra (Pradopo, 1993: 2).

Berdasarkan hal tersebut stilistika tidak semata merupakan studi gaya bahasa

dalam kesusastraan saja, akan tetapi lebih pada studi gaya dalam bahasa pada

umumnya walaupun ada kekhususan pada bahasa kesusastraan yang paling

dasar dan paling kompleks.

b. Ranah Kajian Stilistika

Pusat kajian stilistika adalah gaya. Stilistika merupakan sebuah studi

yang mempelajari gaya seseorang dalam menyatakan maksud dengan media

bahasa. Aminudin (1995: 44) menjelasksan lapangan kajian stilistika dapat

meliputi kata-kata, tanda baca, gambar, serta bentuk tanda lain yang

dianalogikan sebagai kata-kata. Lapangan kajian stilistika tersebut terujud

sebagai print-out ataupun tulisan dalam karya sastra. Secara potensial print

out itu dapat membuahkan (1) gambar objek atau peristiwa, (2) gagasan, (3)

satuan isi, dan (4) ideologi yang terkandung dalam karya sastra. Print out

tersebut merupakan wujud pelambangan sekaligus artefak kbudayaan yang

mengandung sesuatu yang lain di luar wuju konketnya sendiri. Dalam

semiotika atau studi tentang sistem lambang dan proses pemaknaannya,

wujud pelambangan tersebut disebut signal atau tanda. Wujud konkret

pelambangan itu lazimnya hanya dibatasi tataran kata, kalimat, dan wacana.

Wellek (1971:13) membagi dua bidang dalam stilistika the study of style

in all language pronouncements, and the study of imaginative literature.

Page 50: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Studi stilistika dalam satu sisi mempelajari pronounsasi bahasa dan sisi lain

mempelajari karya sastra imajinatif. Pendapat Wellek ini mencoba

menempatkan antara bahasa dan sastra pada kondisi ketidakperpihakan.

Sementara itu, Turner dalam Sayuti (2001:172-173) mengatakan bahwa

stilistika merupakan bagian dari linguistic yang memusatkan perhatiannya

pada variasi penggunaan bahasa, terutama pemakaian bahasa dalam sastra.

Sudjiman (1993: 12) mengartikan bahwa style dapat diterjemakan

sebagai gaya bahasa dan gaya bahasa itu sendiri mencakup diksi, strukur

kalimat, majas, citraan, pola rima, serta matra yang digunakan pengarang atau

yang terdapat dalam sebuah karya sastra. Stilistika sebagai bidang kajian yang

memperhatikan gaya integritas seluruh tingkat-tingkat dalam hierarki

linguistic suatu teks atau wacana (discourse) dan dalam aplikasinya dapat

diterapkan terhadap prosa, puisi, dan drama (Satoto, 1995: 83-84). Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa lapangan kajian stilistika mencakup

penggunaan bahasa dalam semua genre karya sastra.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa stilistika

merupakan suatu penelitian linguistik dengan objek kajian karya sastra.

Dengan kata lain, stilistika merupakan disiplin ilmu yang mengkaji bahasa

dalam karya sastra.

1) Bunyi

Bunyi merupakan unsur yang penting dalam sebuah karya sastra.

Begitu pentingnya, bunyi ini menempati strata yang utama atau pertama

(Wellek, 1993: 151) yang dimaksud bunyi dalam kaitannya dengan bahasa

Page 51: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

adalah bunyi-bunyi yang diproduksi secara fonemis. Jadi, fonem inilah

yang merupakan unsur terkecil dalam bahasa karya sastra. Unsur-unsur

fonik ini biasanya tergambar dalam bentuk asonansi, aliterasi, rima,

onomatope, rentak, dan sebagainya (Spencer dan Gregory dalam Awang

Sariyan, 1982:68). Tak hanya dalam puisi, bunyi banyak digunakan dalam

semua genre karya sastra termasuk didalamnya drama.

Aspek bunyi yang dalam bahasa Jawa dikenal dengan istilah

Purwakanthi secara etimologis berasal dari kata purwa artinya wiwitan

‖permulaan dari kata‖, kanthi yang berarti gandheng ‘bergandeng‘,

nganggo ‘menggunakan‘, migunakake, ‘menggunakan‘. Purwakanthi

berarti mengulang yang telah disebutkan bagian depan. Maksudnya

perangan wiwitan utawa purwa, utawa perangan ngarep. Wondene sing

digandheng iku swara utawa aksarane ‘terkadang tembung bagian

belakang mengulang atau menggunakan atau menggunakan lagi yang telah

disebutkan pada permulaan atau depan. Adapun yang diulang itu suara

atau hurufnya, kadang kala kata‘ (Padmosoekatja, 1960 dalam Sutarjo,

2002: 60).

(1) Orkestrasi Bunyi

Bunyi merupakan unsur yang penting untuk mendapatkan keindahan

dan tenaga ekspresi (Pradopo, 2000:22). Aspek bunyi yang dalam bahasa

Jawa dikenal dengan istilah Purwakanthi secara etimologis berasal dari

kata purwa artinya wiwitan ‖permulaan dari kata‖, kanthi yang berarti

gandheng ‘bergandeng‘, nganggo ‘menggunakan‘, migunakake,

Page 52: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

‘menggunakan‘. Purwakanthi berarti mengulang yang telah disebutkan

bagian depan. Maksudnya perangan wiwitan utawa purwa, utawa

perangan ngarep. Wondene sing digandheng iku swara utawa aksarane‟

terkadang tembung bagian belakang mengulang atau menggunakan atau

menggunakan lagi yang telah disebutkan pada permulaan atau depan.

Adapun yang diulang itu suara atau hurufnya, kadang kala kata‘

(Padmosoekatja, 1960 dalam Sutarjo, 2002: 60).

Purwakanthi ‘persajakan‘ ada tiga jenis yaitu asonansi atau

purwakanthi swara ‗persamaan bunyi vokal‘ aleterasi atau purwakanthi

sastra ‗persamaan bunyi konsonan dalam pembentukan kata, kalimat, atau

frasa‘, dan purwakanthi lumaksita atau basa ‗pengulangan suku kata atau

kata yang telah digunakan pada bagian sebelumnya‘ (Padmosoekatja, 1960

dalam Sutarjo, 2002: 60).

(a) Purwakanthi swara ‘asonansi‘ adalah semacam gaya bahasa retoris

yang berdasarkan langsung tidaknya makna yang berwujud perulangan

bunyi vokal yang sama, atau asonansi merupakan perulangan bunyi

yang terdapat pada kata-kata tanpa selingan persamaan bunyi

konsonan. Pernyataan yang sama juga diberikan oleh Subalidinata

(1968: 57) dikatakan purwakanthi guru swara karena di dalamnya

ditemukan keserasian suara (vocal) satu dengan yang lainnya.

(b) Purwakanthi sastra ‘aliterasi‘ adalah ulangan bunyi konsonan,

lazimnya pada awal kata yang berurutan untuk mencapai efek

kesedapan bunyi, dengan istilah purwakanthi atau runtut konsonan

Page 53: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(Sudjiman, 1993: 23). Keraf (2004: 130) mengatakan bahwa aleterasi

adalah gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama.

Biasanya dipergunakan dalam puisi atau prosa.

(c) Purwakanthi basa (lumaksita) sama dengan gaya bahasa repetisi

adalah pengulangan satuan lingual (bunyi, suku kata, kata, atau bagian

kalimat) yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah

konteks yang sesuai (Sumarlam, 2003: 32).

(2) Rima/Persajakan

Rima dalam bahasa Inggris rhyme diterjemahkan sebagai ―the last

stressed vowel and of all the speech sounds following that vowel‖ (tekanan

pada vocal akhir dan semua bunyi yang mengikuti vokal) (Abrams,

1981:163). Berdasarkan pengeretian tersebut, rima tidak hanya

ditimbulkan oleh bunyi vocal pada akhir kata tetapi juga bunyi-bunyi yang

lain yang mengikutinya. Bunyi-bunyi yang mengikutinya tersebut dapat

berupa konsonan. Samuel R. Levin mengatakan bahwa,

―rhyme is an acoustic fact. From the linguistic point of view it is a

trivial phonetic fact. In a pair like roam/foam, the rhyme is made by

repetition of the phonetic element roam and has no grammatical or

semantic value. Rhyme like make/take in which the rhyming element

happens to coincide phonetically with a morpheme have no bearing

on the question, since “ache” is obviously not involved in the analysis

og either the rhyme or the morphemes “make” and “take‖ (Chatman

ed., 1971:185)

Kutipan tersebut mengandung pengertian bahwa rima merupakan

kenyataan bunyi, yang dapat disusun berasarkan perulangan-perulangan

fonem atau morfem, dan tanpa memperhitungkan aturan-aturan gramatik

Page 54: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

maupun semantik. Rhyme oleh Abrams (1981:163) dibedakan menjadi end

rhyme, yaitu occur at the end of a verse line (paduan bunyi yang terdapat

pada akhir baris) dan internal rhyme, yaitu occur within a verse line

(paduan bunyi yang terdapat pada tengah baris).

2) Diksi

Secara umum diksi adalah pilihan kata. Nurgiantoro (2000: 290)

menggolongkan diksi sebagai unsur leksikal yang mengacu pada

pengertian pengunaan kata-kata tertentu yang sengaj dipilih oleh

pengarang. Abrams (1981: 140) the terms diction signifies the choice of

word, phrases, and figures in work of literature (diksi merupakan pilihan

kata, frase, atau lambing-lambang dalam karya sastra). Oleh karena itu,

diksi seorang pengarang dapat dianalisis dari segi kosa kat dan frase

sebagai kata abstrak atau konkret.

Pilihan kata bukan saja digunakan untuk menyatakan kata-kata mana

yang dipakai untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan tetapi juga

meliputi persoalan fraseologi, gaya bahasa, dan ungkapan fraseologi

mencakup persolan kata-kata dalam pengelompokan atau susunan yang

menyangkut cara-cara yang khusus berbentuk ungkapan-ungkapan yang

individual atau karakteristik atau memiliki nilai artistik yang tinggi (Gorys

Keraf, 2004: 22-23).

Harimurti Kridalaksana (2001: 44) mengatakan bahwa diksi adalah

pilihan kata dan kejelasan lafal untuk memperoleh efek tertentu dalam

berbicara di depan umum atau dalam karang mengarang. Gorys Keraf

Page 55: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(2004: 24) dalam bukunya yang berjudul Diksi dan Gaya Bahasa

memberikan batasan mengenai diksi sebagai berikut :

a) Pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang

dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk

pengelompokan kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-ungkapan

yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalan suatu

situasi.

b) Pilihan kata atau diksi adalah kemampuan untuk membedakan secara

tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan dan

kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan

nilai rasa yang dimiliki masyarakat pendengar.

c) Pilihan kata atau diksi yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh

penguasaan sejumlah besar kosakata atau perbendaharaan kata dalam

bahasa itu.

Sementara itu, Mustakim (1994: 41) berpendapat bahwa istilah diksi

berkaitan dengan semua, yaitu pemilihan kata dan pilihan kata. Pemilihan

kata adalah proses atau tindakan memilih kata yang dapat mengungkapkan

secara tepat, sedangkan pilihan kata adalah hasil dari proses atau tindakan

tersebut.

Jadi jelaslah bahwa pengertian diksi adalah pilihan kata yang tepat,

baik dalam kata, frasa maupun dalam kalimat untuk menyampaikan

gagasan dan kemampuan menemukan bentuk-bentuk yang sesuai dengan

situasi sehingga memperoleh efek tertentu. Karakteristik diksi atau pilihan

Page 56: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

kata dalam naskah drama berbahasa Jawa Gapit karya Bambang Widoyo

SP meliputi (a) tembung saroja, (b) kata seru, (c) sinonim, (d) idiom atau

ungkapan, (e) tembung kasar ‗kata makian‘.

a) Tembung Saroja

Tembung saroja adalah dua buah kata yang mempunyai makna

sama atau hampir sama (makna mirip) dan dipakai secara bersama-

sama (Subroto, 1999: 72). Penggunakan dua kata atau yang mirip

artinya dimaksudkan untuk memberikan penyangatan arti sehingga

menimbulkan efek emosi yang kuat. Tembung saroja tegese

tembung rangkep, maksude tembung loro kang padha utawa meh

padha tegese dianggo bebarengan. Kata saroja adalah kata

rangkap, maksudnya dua kata yang sama atau hampir sama artinya

digunakan bersama (Padmosoekotjo, 1960 dalam Sutarjo, 2003:

62). Misal: rahayu slamet dan bagya mulya. Kata rahayu berarti

selamat kata slamet juga berarti selamat; dan bagya berarti bahagia

kata mulya juga berarti mulia/bahagia.

b) Kata Seru

Kata seru adalah kata atau frasa yang dipakai untuk mengawali

seruan, bentuk yang tak dapat diberi afiks dan yang tidak

mempunyai dukungan sintaksis dengan bentuk lain, dan dipakai

untuk mengungkapkan perasaan (Kridalaksana, 2001: 84 dan 100).

Misal: heit, elhadhalah contoh untuk kata pengungkap rasa terkejut

Page 57: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dan uedan, wah untuk kata pengungkap rasa kagum. Contoh-contoh

kata seru tersebut sangat dominan dalam naskah drama yang dikaji.

c) Sinonim

Sinonim adalah suatu istilah yang dapat dibatasi sebagai telaah

mengenai bermacam–macam kata yang memiliki makna yang

sama, atau keadaan di mana dua kata atau lebih memiliki makna

yang sama. Hal ini sedana dengan Keraf (2004: 34) sinonim adalah

kata-kata yang memiliki makna yang sama. Sementara itu

Kridalaksana (2001: 198) sinonim adalah bentuk bahasa yang

maknanya mirip atau sama dengan bentuk lain; kesamaan itu

berlaku bagi kata, kelompok kata, atau kalimat, walaupun

umumnya yang dianggap sinonim hanyalah kata-kata saja.

Misalnya: jeneng ‗nama‘ dan aran ‗nama‘, langka ‗jarang sekali‘

dan arang ‗jarang‘.

d) Idiom atau Ungkapan

Idiom atau ungkapan adalah (a) konstruksi dari unsur-unsur yang

saling memilih, masing-masing anggota mempunyai makna yang

ada karena bersama yang lain; (b) konstruksi yang maknanya tidak

sama dengan gabungan makna anggota-anggotanya; (c) bahasa dan

dialek yang khas menandai suatu bangsa, suku atau kelompok

(Kridalaksana, 2001: 80). Kata ungkapan memiliki tiga pengertian,

yaitu: (1) apa yang diungkapkan; (2) kelompok kata atau gabungan

kata yang menyatakan makna khusus (makna unsur-unsurnya

Page 58: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

sering kali menjadi kabur); dan (3) gerak mata (tangan dan

sebagainya), perubahan air muka yang menyatakan perasaan hati

(KBBI, 2002: 1247).

e) Tembung Kasar ‘Kata Makian‘

Kata makian yang diturunkan dari verbal memaki berarti

‘mengeluarkan kata-kata keji, kotor, kasar sebagai pelampiasan

kemarahan atau rasa jengkel‘ (KBBI, 2002: 702). Makian

mempunyai arti yang tidak jauh berbeda dengan umpatan, yaitu

‘perkataan yang keji-keji atau kotor yang diucapkan karena marah,

jengkel atau kecewa‘ (KBBI, 2002: 1244). Kata-kata kasar berarti

tidak sopan, keji berarti sangat rendah, tidak sopan, dan kata-kata

kotor berarti jorok, menjijikan, melanggar kesusilaan (KBBI, 2002:

511, 527, 599). Oleh karena itu, seseorang yang memaki atau

mengumpat berarti mengucapkan kata-kata tidak sopan, menjijikan,

atau melanggar kesusilaan karena kata-kata tersebut tidak biasa

digunakan dalam percakapan secara wajar dan hanya digunakan

sebagai pelampiasan perasaan marah, jengkel atau kecewa. Misal:

asu ‘anjing‘, bajingan ‘penjahat‘

3) Gaya bahasa

Gaya atau khususnya gaya bahasa dikenal dalam retorika dengan

istilah style menjadi masalah atau bagian dari diksi atau pilihan kata yang

mempersoalkan cocok tidaknya pemakaian kata frasa atau klausa tertentu

untuk menghadapi hirarki kebahasaan: pilihan kata secara individual,

Page 59: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

frasa, klausa, dan kalimat bahkan mencakup pula sebuah wacana secara

keseluruhan. Gaya bahasa merupakan cara mengungkapkan pikiran

melalui bahasa khas yang memperlihatkan jiwa dan memperhatikan

penulis atau pemakai bahasa (Keraf, 2004: 113). Dalam Kamus Linguistik,

Kridalaksana (2001: 63) menyebutkan gaya bahasa yaitu pemakaian ragam

tertentu dan keseluruhan ciri-ciri bahasa sekelompok sastra. Sementara itu,

Sudjiman (1993: 33) menyatakan bahwa yang disebut gaya bahasa adalah

cara menyampaikan pikiran dan perasaan dengan kata-kata dalam bentuk

tulisan maupun lisan.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa

adalah cara mengungkapkan pikiran dan perasaan batin yang hidup melalui

bahasa yang khas dalam bertutur atau menulis untuk memperoleh efek-

efek tertentu sehingga apa yang dinyatakan menjadi jelas.

Keraf (2004: 16) membagi gaya bahasa berdasarkan empat macam,

yaitu: (1) gaya bahasa berdasarkan pilihan kata; (2) gaya bahasa

berdasarkan nada yang terkandung dalam wacana; (3) gaya bahasa

berdasarkan struktur kalimat; (4) gaya bahasa berdasarkan langsung

tidaknya makna.

a) Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata

Gaya bahasa ini mempersoalkan ketepatan dan kesesuaian dalam

menghadapi situasi-situasi tertentu. Kata yang paling tepat dan sesuai

untuk posisi-posisi tertentu dalam kalimat, juga tepat tidaknya pemakaian

kata tersebut dari lapisan pemakaian bahasa dalam masyarakat. Gaya

Page 60: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

bahasa ini sendiri dari gaya bahasa resmi, gaya bahasa tak resmi dan gaya

bahasa percakapan.

(1) Gaya bahasa resmi adalah gaya dalam bentuknya yang lengkap, gaya

yang dipergunakan oleh mereka yang diharapkan mempergunakan

dengan baik dan terpelihara. Gaya bahasa resmi ini digunakan dalam

pidato umum yang bersifat seremonial dan tulisan tingkat tinggi.

(2) Gaya bahasa tak resmi merupakan gaya bahasa yang dipergunakan

dalam bahasa standar, khususnya dalam kesempatan-kesempatan yang

tidak formal atau kurang formal. Gaya bahasa ini digunakan dalam

karya tulis, artikel, editorial, dan sebagainya.

(3) Gaya bahasa berdasarkan percakapan adalah gaya bahasa dengan

pilihan kata-kata populer dan kata-kata percakapan. Sintaksis dan

kalimat-kalimat singkat.

b) Gaya bahasa berdasarkan nada yang terkandung dalam wacana

Gaya bahasa ini berdasarkan sugesti yang dipancarkan dari

rangkaian kata-kata yang terdapat dalam sebuah wacana. Sering kali

sugesti akan lebih nyata kalau dikuti dengan sugesti suara dari pembicara

apabila sajian yang dihadapi lisan. Gaya bahasa ini terjadi: gaya bahasa

sederhana, gaya mulia dan bertenaga, serta gaya menengah.

(1) Gaya sederhana biasa digunakan untuk memberi instruksi, perintah,

pelajaran, perkulihan, dan sejenisnya. Gaya bahasa ini tepat untuk

menyampaikan fakta dan pembuktian.

Page 61: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(2) Gaya mulia dan bertenaga penuh vitalitas dan energi. Nada yang

agung dan mulia dapat mengerakkan emosi setiap pendengar.

(3) Gaya menengah bertujuan untuk menciptakan suasana senang dan

damai dan biasanya diselingi dengan humor. Gaya ini bersifat lemah

lembut dan sopan santun sehingga sering mempergunakan metafora

dalam pemilihan katanya yang membuat gaya ini semakin menarik.

c) Gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat

Struktur kalimat ada yang bersifat periodik, kendur dan berimbang.

Apabila bagian yang terpenting mendapat penekanan di akhir kalimat,

disebut periodik. Apabila kalimat mendapat penekanan di awal kalimat

dan bagian-bagian yang kurang penting dideretkan sesudah bagian

penting, disebut kendur. Selanjutnya kalimat yang mengandung dua bagian

kalimat atau lebih yang kedudukannya terlalu tinggi atau sederajat, disebut

berimbang. Dari ketiga struktur macam kalimat tersebut diperoleh gaya

bahasa klimaks, anti klimaks, paralelisme, antitesis, dan repetisi.

(a) Klimaks merupakan gaya bahasa yang mengandung urutan-

urutan pikira yang setiap kali semakin meningkat kepentingannya

dari gagasan-gagasan sebelumnya. Contoh:

(1) BONGKREK:

Daktohi nyawa, Mbok arepa wong pabrik nggunake punggawa

kelurahan nganti tekan kabupaten pisan ta, aja maneh

sakpekarangan, sakpucuke eri bae ora arep daksorohke. (Leng,

hal 80).

‗Saya akan mempertaruhkan nyawaku, walaupun orang pabrik

menggunakan kepala pasukan kelurahan, sampai dengan

kabupaten sekalian, apalagi hanya pekarangan, sepucuk duri saja

tidak akan saya berikan‘

Page 62: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Pada contoh data di atas berisi penolakan-penolakan yang

semakin meningkat yaitu Bongkrek yang menolak tanahnya dijual

walaupun orang pabrik memaksa dengan menyuruh pasukan

kepala kelurahan sampai dengan kabupaten.

(b) Antiklimaks merupakan gaya bahasa yang gagasan-gagasannya

diurutkan dari yang terpenting, berturut-turut ke gagasan yang

kurang penting. Contoh:

(2) KECIK

Mas, yen saking Jakarta ajeng rawuh, wiwit camat nganti tekan

lurah sakbayane kabeh padha iwud nyiyapke,… (Leng, hlm 102)

‗Mas, kalau dari Jakarta akan datang, mulai dari camat sampai

dengan lurah dan bayannya semua ikut sibuk mempersiapkan‗…

Penggunaan kata-kata camat, lurah, dan bayan pada data di atas

menunjukan adanya pemanfaatan gaya bahasa antiklimaks, yaitu

adanya urutan yang bersifat menurun dari camat ke lurah, dan

bayan.

(c) Paralelisme adalah gaya bahasa yang berusaha mencapai

kesejajaran dalam pemakaian kata-kata atau frasa-frasa yang

menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama.

Contoh:

(3) PAK REBO

Gusti Allah niku maha asih, maha welas, maha wicaksana,

prasasat entuk tanpa njaluk, mboten sah nembung mesthi genah

paring tetulung, liwat tangane sinten mawon. (Leng, hal 66)

Page 63: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

‗Tuhan itu maha sayang, maha belas kasih, maha bijakasana, ibarat

dapat tanpa harus meminta, tidak usah meminta pasti ada

pertolongan, melalui tangannya siapa saja.‘

Pada contoh di atas menggunakan kata-kata yang sejajar yang

memiliki kedudukan yang sama. Kata-kata itu adalah maha asih

‘maha sayang‘, maha welas ‘maha belas kasih‘, maha wicaksana

‘maha bijaksana‘.

(d) Antitesis adalah sebuah gaya bahasa yang mengandung gagasan-

gagasan yang bertentangan, dengan mempergunakan kata-kata

atau kelompok kata yang berlawanan. Contoh:

(4) LIK BISMA

Bisa wae. Urip mulya apa sengsara kuwi ora bakal kentekan

jalaran. Bener kaya Soleman kae, gaweyan kalal apa gaweyan

karam kabeh ditandangi, (Tuk, hal 144)

‗Bisa aja. Hidup senang apa susah tidak akan habis sebabnya.

Benar seperti Soleman itu, pekerjaan halal apa pekerjaan

haram semua dikerjakan.‘

Pada contoh tersebut kata (mulya ‗bahagia‘ dan sengsara ‗susah‘)

dan (kalal „halal‘ dan karam ‗haram‘), yang merupakan sebuah

pertentangan makna yakni antara (bahagia dan susah) dan (kata

halal dan haram).

(e) Repetisi merupakan perulangan bunyi, suku kata, kata, atau

bagian kalimat yang dianggap penting memberikan tekanan dalam

sebuah kontek yang disesuaikan. Gorys Keraf (2001: 127)

membagi gaya bahasa repetisi menjadi delapan macam, yaitu.

Page 64: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

epizeuksis, tautotes, anaphora, epistrofa, simploke, mesodiplosis,

epanalepsis, dan anadiplosis. Contoh:

(5) BONGKREK

Uwuh sing apik bisa dinggo rabuk. Yen uwuhing uwuh? Nanging

Lik, kula boten purun yen mung diajeni kaya uwuh. Bongkrek

dudu uwuh. (Leng, hal 69)

‗Sampah yang baik bisa buat pupuk. kalau sampahnya sampah?

Tetapi Lik, saya tidak mau kalau dianggap seperti sampah.

Bongkrek bukan sampah‘.

Pada contoh tersebut adanya repetisi epizeuksis pengulangan kata

uwuh ‗sampah‘ diulang beberapa kali berturut-turut. Maksud

pengulangan di atas adalah untuk menegaskan Bongkrek yang

tidak mau dianggap seperti uwuh ‗sampah‘ sehingga diperjelas

dengan mengulang-ulang kata uwuh ‗sampah‘

d) Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna

Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna diukur dari

apakah acuan yang masih dipakai masih mempertahankan makna

denotatifnya atau sudah ada penyimpangan. Gaya bahasa ini dibagi atas

dua kelompok, yaitu gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan.

(1) Gaya bahasa retoris

Gaya bahasa retoris merupakan penyimpangan dari konstruksi

biasa untuk mencapai efek tertentu (Keraf, 2004: 129). Bermacam-

macam gaya bahasa retoris terdiri atas:

(a) Aliterasi, yaitu gaya bahasa yang berwujud perulangan

konsonan yang sama. Biasanya dipergunakan dalam puisi,

Page 65: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

kadang-kadang dalam prosa, untuk penghiasan atau untuk

penekanan.

(b) Asonansi, yaitu gaya bahasa yang berwujud perulangan bunyi

vokal yang sama.

(c) Anastrof, yaitu gaya bahasa retoris yang diperoleh dengan

pembalikan susunan kata yang biasa dalam kalimat.

(d) Apofasis, yaitu sebuah gaya di mana penulis atau pengarang

menegaskan sesuatu, tetapi tampaknya menyangkal.

(e) Apostrof, yaitu semacam gaya bahasa berbentuk pengalihan

amanat dari para hadirin kepada sesuatu yang tidak hadir.

(f) Asidenton, yaitu gaya bahasa berupa acuan, bersifat padat dan

mampat dimana beberapa kata, frasa, atau klausa, yang

sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung, hanya

dipisahkan dengan koma.

(g) Polisindenton, yaitu sebuah gaya yang merupakan kebalikan

dari asindeton. Beberapa kata, frasa, klausa yang berurutan

dihubungkan dengan kata-kata sambung.

(h) Kiasmus, yaitu suatu gaya yang terdiri dari dua bagian, baik

frasa atau klausa, yang sifatnya berimbang dan

dipertentangkan satu sama lain, tetapi susunan frasa atau

klausanya itu terbalik bila dibandingkan dengan frasa atau

klausa lainnya.

Page 66: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(i) Elipsis, yaitu suatu gaya yang berwujud menghilangkan suatu

unsur kalimat yang dengan mudah dapat diisi atau ditafsirkan

sendiri oleh pembaca atau pendengar, sehingga struktur

kalimatnya memenuhi pola yang berlaku.

(j) Eufemismus, yaitu semacam acuan berupa ungkapan-

ungkapan yang tidak menyinggung perasaan orang, atau

ungkapan-ungkapan yang halus untuk menggantikan acuan-

acuan yang mungkin dirasakan menghina, menyinggung,

perasaan, atau mensugestikan sesuatu yang tidak

menyenangkan.

(k) Litotes, yaitu gaya bahasa yang mengecilkan sesuatu hal. Jadi

juga mengandung pertentangan antara kenyataan dan

perkataan. Dipakai untuk merendahkan diri.

(l) Histeron, yaitu gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari

sesuatu yang logis atau kebalikan dari urutan yang wajar,

misalnya menempatkan sesuatu yang terakhir pada awal

peristiwa.

(m) Pleonasme dan tautologi, yaitu suatu acuan disebut pleonasme

bila kata yang berlebihan itu dihilangkan, artinya tetapi utuh.

Sebaliknya, acuan itu disebut tautologi kalau kata yang

berlebihan itu sebenarnya mengandung perulangan dari sebuah

kata yang lain.

Page 67: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(n) Perifrasis, yaitu mempergunakan kata lebih banyak dari yang

diperlukan. Gaya ini mirip dengan dengan pleonasme.

Perbedaanya terletak dalam hal kata-kata yang berlebihan itu

sebenarnya dapat diganti dengan satu kata saja.

(o) Prolepsis, yaitu gaya bahasa yang mempergunakan lebih

dahulu kata-kata atau sebuah kata sebelum peristiwa atau

gagasan yang sebenarnya terjadi.

(p) Erotesis, yaitu pertanyaan retoris yang merupakan semacam

pertanyaan yang dipergunakan dalam tulisan atau pembicaraan

dengan tujuan untuk mencapai efek yang lebih mendalam dan

penekanan yang wajar dan sama sekali tidak menghendaki

adanya suatu jawaban. Dalam erotesis terdapat asumsi bahwa

hanya ada satu jawaban yang mungkin.

(q) Silepsis dan zeugma silepsis adalah gaya bahasa yang

mempergunakan dua konstruksi rapatan dengan

menghubungkan sebuah kata dengan dua kata lain yang

sebenarnya hanya salah satunya mempunyai hubungan dengan

kata pertama. Konstruksi secara gramatikal benar, tetapi secara

semantik tidak benar. Zeugma kata yang dipakai untuk

membawahi kedua kata berikutnya.

(r) Koreksio atau epanortosis adalah suatu gaya yang berwujud

mula-mula menegaskan sesuatu, tetapi kemudian

memperbaikinya.

Page 68: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(s) Hiperbola, yaitu semacam gaya bahasa yang mengandung

suatu pernyataan berlebihan dengan membesarkan-besarkan

sesuatu hal.

(t) Paradoks, yaitu semacam gaya bahasa yang mengandung

pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada.

Paradoks juga berarti semua hal yang menarik perhatian karena

kebenarannya.

(u) Oksimoron, yaitu acuan yang berusaha untuk menghubungkan

kata-kata untuk mencapai efek yang bertentangan.

(2) Gaya Bahasa Kiasan

Gaya bahasa kiasan adalah gaya bahasa berdasarkan langsung

tidaknya makna yang dibentuk berdasarkan perbandingan atau

persamaan (Keraf, 2004: 136). Berikut ini adalah penjelasan dan

contoh-contoh mengenai bermacam-macam gaya bahasa kiasan.

(a) Persamaan atau simile, ialah perbandingan yang bersifat

eksplisit yaitu langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal

yang lain. Kata-kata yang sering digunakan antara lain: seperti,

sama, bagaikan, laksana, dan sebagainya.

(b) Metafora, ialah semacam analogi yang membandingkan dua hal

secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat. Metafora

tidak mempergunakan kata: seperti, bak, bagaikan, bagai, dan

sebagainya.

Page 69: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(c) Alegori, adalah suatu cerita singkat yang mengandung kiasan.

Dalam alegori, nama-nama pelakunya adalah sifat-sifat yang

abstrak, serta tujuannya selalu jelas tersurat.

(d) Parabel, adalah suatu kisah singkat dengan tokoh-tokoh

biasanya manusia yang selalu mengandung tema moral.

(e) Fabel, adalah suatu metafora berbentuk cerita mengenai dunia

binatang, di mana binatang-binatang dan makhluk-makhluk yang

tidak bernyawa bertindak seolah-olah sebagai manusia.

(f) Personifikasi, merupakan gaya bahasa kiasan yang

menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang

tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan.

(g) Alusi, ialah acuan yang berusaha mensugestikan kesamaan

antara orang, tempat, atau peristiwa.

(h) Eponim, ialah suatu gaya di mana seseorang yang namanya

begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu, sehingga nama

itu dipakai untuk menyatakan sifat.

(i) Epitet, ialah suatu yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang

khusus dari seseorang atau sesuatu hal.

(j) Sinekdoke, ialah semacam bahasa figuratif yang

mempergunakan sebagian dari sesuatu hal untuk menyatakan

keseluruhan atau mempergunakan

Page 70: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(k) Metonimia, ialah gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata

untuk menyatakan suatu hal lain karena mempunyai pertalian

yang sangat dekat.

(l) Antonomasia, ialah bentuk khusus dari sinekdoke yang berwujud

penggunaan sebuah epitet untuk menggantikan nama diri atau

gelar atau jabatan.

(m) Hipalase, ialah semacam gaya bahasa yang mempergunakan

sebuah kata tertentu untuk menerangkan sebuah kata, yang

seharusnya dikenakan pada sebuah kata yang lain.

(n) Ironi, adalah suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan

makna atau maksud berlainan dari apa yang terkandung dalam

rangkaian kata-ckatanya.

(o) Sinisme, adalah suatu sindiran yang berbentuk kesangsian yang

mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati.

(p) Sarkasme, adalah acuan yang lebih kasar dari ironi dan sinisme.

Gaya ini selalu menyakitkan dan kurang enak didengar.

(q) Satire, yaitu ungkapan yang menertawakan atau menolak sesuatu.

Satire mengandung kritik terhadap kelemahan manusia agar

diadakan perbaikan secara etis maupun estetis

(r) Inuendo, yaitu semacam sindiran dengan mengecilkan kenyataan

yang sebenarnya. Ia menyatakan kritik dan sugesti yang tidak

langsung dan tidak menyakitkan hati kalau dilihat sambil lalu.

Page 71: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(s) Antifrasis, yaitu semacam ironi yang berwujud penggunaan

sebuah kata dengan makna kebalikannya, yang bisa saja

dianggap sebagai ironi sendiri. Antifrasis dapat diketahui dengan

jelas apabila pembaca atau pendengar dihadapkan pada

kenyataan sebenarnya.

(t) Pun atau Paronomasia adalah kiasan dengan mempergunakan

kemiripan bunyi, tetapi terdapat perbedaan besar dalam

maknanya.

Semua penjelasan tentang ragam gaya bahasa di atas, tidak

semuanya terdapat dalam naskah drama berbahasa Jawa dalam Gapit

karya Bambang Widoyo SP. Maka penelitian ini hanya mengacu dan

menitikberatkan pada karakteristik pemakaian gaya bahasa yang

dominan dalam nakah drama berbahasa Jawa Gapit tersebut.

4) Pencitraan

Salah satu sifat sastra adalah ―framing‖ (penciptaan kerangka seni), di

samping ―disinterested contemplation‖ (kontemplasi objektif) dan ―aesthetic

istance‖ (jarak estetis) (Aminudin, 1995: 35). Dalam hal ini masing-masing

pengarang membawa ciri yang berbeda yang dapat digunakan untuk

membedakan pengarang satu dengan yang lainnya.

Ketika berbicara masalah sastra sebagai karya imajinatif, maka seseorng

akan sampai pada kesadaran bahwa bahasa merupakan kunci mediumnya.

Bahasa sastra karena itu bersifat ambigu dan homonimitas (Sutejo, 2010: 18).

Bahasa yang digunakan pengarang dalam karya sastra khususnya naskah

Page 72: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

drama memang dipenuhi dengan pencitraan. Drama sebagai karya sastra

pemanggungan membutuhkan penulusuran yang detail dalam hal pencintraan.

Pencitraan itu sendiri sebgaimana dijelaskan oeh Wellek dan Warren

(1993:20) dapat ditelusuri dari yang paling sederhana sampai pada system

mitologi. Lebih lanjut dikatakan bahwa perbincangan pencintraan ini menjadi

tumpang tindih dengan penggunaan istilah citra, metafora, symbol, dan mitos.

Citra kemudian diformulasikan lebih jauh sebagai reproduksi mental, suatu

ingatan masa lalu yang bersifat inderawi an berdasarkan persepsi dan tidak

selalu bersifat visual (Wellek dan Warren, 1993: 236). Pandangan lain

tentang citra, dikemukakan Burhan Nurgiantoro (1998: 304) yang

mengelompokkan citra berdasrkan kelima indera manusia. Kelima citra

tersebut adalah (1) citra penglihatan (visual), (2) citra pendengaran

(auditoris), (3) citra gerak (kinestik), (4) citra rabaan (taktil termal), dan (5)

citra penciuman (olfaktori).

a) Citra penglihatan (visual imagery)

Mengikuti pemahaman citra sebagaimana diformulasikan Wellek

dan Warren sebagai reproduksi mental, suatu ingatan masa lalu yang

bersifat inderawi dan berasarkan persepsi dan tidak selalu bersifat visual,

maka ekspresi pengalaman masa llau akan terekpresikan sedemikian rup

oleh pengarang dengan instrument bahasa (Sutejo, 2010: 20).

Nurigantoro (1998: 305) memberikan contoh pencitraan harfiah sebagai

berikut.

―Dan dengan enaknya tanpa tahu malu perempuan-perempuan itu

turun, membalik, mengangkat kain hingga pantat mereka menonjol

Page 73: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

serba pekik kemerdekaan. Tanpa tergesa-gesa kedua bola mereka

itu celupkan di dalam air, sambil omong-omong dengan rekannya.

Biasanya pantat-pantat itu putih dan mulus halus. ―

Kutipan itu menunjukkan, bagaimana pelukisan keadaan yang

merupakan perwujudan dari pengalaman penglihatan. Karena itulah,

contoh di atas dapat digolongkan sebagai salah satu contoh citra

penglihatan. Citra penglihatan biasanya dapat memberikan rangsangan

kepada indera penglihatan sehingga hal-hal yang semula terlihat akan

tampak atau hair di epan penikmat (Sutejo: 2010: 21).

b) Citra pendengaran (audio imagery)

Sedangkan citra pendengaran merupakan bagaimana pelukisan

bahasa yang merupakan perujudan dari pengalaman pendengaran (audio).

Citra pendengaran juga memberi rangsangan kepada indera pendengaran

sehingga mengusik imajinasi pebaca untuk memahami teks sastraa secara

lebih utuh (Sutejo, 2010: 22). Untuk memperjelas pernyataannya Sutejo

memberikan contoh citra pendengaran yang dikutip dari novel Djenar

Maesa Ayu ―Mereka Bilang, Aku Monyet‖ seperti berikut.

―Saya mengisyaratkan pemain keyboard untuk memainkan La

bamba. Dengan perkasa pemain keyboard mengikuti permintaan

saya. Saya mulai bermain jingkrak-jingkrak engikuti irama music

dan suara saya yang terdengar merdu. Saya berputra ke kiri,

berputra ke kanan, bergerak maju, bergerak ke belakang, bertepuk

tangan, berteriak kencang, duduk di atas pangkuan pemain

keyboard dan semua orng yang ada di kafe itu ikut brsorak-sorai

dan tepuk tangan.‖

Begitulah, gambaran bagaimana pencitraan pendengaran

dipergunakan pengarang untuk merangsang intensitas pembacaan

Page 74: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pembaca dalam memperoleh lukisan yag intensif. Citra pendengaran

biasanya dapat memberikan rangsangan kepada indera pendengaran

sehingga hal-hal yang semula tak terlihat akan tampak atau hadir di

depan penikmat dengan rangsangan pendengaran.

c) Citraan penciuman

Citraan ini jarang digunakan oleh pengarang dan penyair. Karena

pencitraan penciuman ialah penggambaran yang diperoleh melalui

pengalaman indera penciuman. Selanjutnya pencitraan jenis ini dapat

membangkitkan emosi penciuman pembaca untuk memperoleh gambaran

yang lebih utuh atas pegalaman indera yang lain (Sutejo, 2010: 23).

Untuk memperjelas, Sutejo mencontohkan lewat cuplikan Jazz,

Parfum, dan Insiden karya Seno Gumira Adjidarma berikut ini.

―…Maka. Barangkali maunya, aromanya Eternity berhubungan

dnegan cinta yang agung, cinta yang setia, abadi, dan selamanya.

Itulah yang kupikirkan ketika wanita dengan parfum Eternity ini

muncul bagaikan peri, dari balik kegelapan dengan busana serba

merah yang dirancang Donna Karan. Ia melangkah bagaikan

peragawati, begitu yakin dan begitu terjaga –sebuah pemanpilan

yang nyaris sempurna. Semakin sempurna jika disadari bahwa

semua ini menyangkut cinta yang kekal.‖

Dari kutipan di atas dapat dipahami bahawa citra penciuman meski

hanya dengan menyebut nama (merk) parfum, memiliki simbolisasi dan

pembayangan akan imajnasi pembaca yang memberi rangsangan kepada

indera penciuman, sehingga pembaca tergiring akan symbol atau nuansa

tertentu yang diasosiasikannya.

d) Citra perabaannya (tactil imagery)

Page 75: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Citraan yang juga jarang dipergunakan oeh pengarang dan penyair

adalah citran perabaan. Citraan perabaan ialah penggambaran atau

pembayangan dalam cerita yang diperoleh melalui pengalaman indera

perabaan. Citra perabaan seringkali menggambarkan bagaimana sesuatu

secara ―erotic‖ dan ―sensual‖ dapat memancing imajinasi pembaca

(Sutejo, 2010: 24) Untuk memperjelasnya bagaimana citraan perabaan ini

dapat diilustrasikan dengan contoh berikut:

―Lembut wajahnya menyudutkan akau dalam kelap sepi. Sesekali

jerawatny, semakin menyentakkan imajinasiku untuk

menyentuhnya. Aku terkejut, ketika ujung mimpi kurasakan dingin

bibirnya yang merah. (Paing, 2001: 53)

e) Citra gerak (movement imgery)

Citraan ini barangkali ebih banyak digunakan pengarang

dibandingan dengan pencitraan penciuman dan pencitraan perabaan.

Citraan ini menggambarkan sesuatu yang sesungguhnya tidak bergerak,

tetapi dilukiskan sebagai dapat bergerak, ataupun gambaran gerak pada

umumnya. Citraan demikian seringkali dapat menggambarkan sesuatu

lebih dinamis dalam karya fiksi. (Sutejo, 2010: 25). Lebih lanjut Sutejo

mengemukakan bberapa kutipan untuk memperjelas pengertian citra

gerak ini.

―Tubuhnya tambah menggigil digerogoti demam. Tidurnya terus-

menerus disodok mimpi buruk. Semua berkelabat, menunpuk dan

membikinnya terpuruk. Peang selalu disergap bunyi rentetan

tembakan dan ledakan-ledakan….‖

‗Katiyem memandang kabut putih yang merambahi lembah dan

lereng gunung Srandil, melayah rendah kemudian meninggi,

mengambang ringan tersiram sinar matahari pagi‖

Page 76: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Dari kutipan di atas, dapat dipahami bahwa citraan gerak memiliki

simbolisasi dan pembayangan akan imajinasi pembaca yang memberi

rangsangan kepada keseluruhan indera untuk memperoleh penggambaran

imajinasi yang lebih intensif.

Dengan demikian pengertian dan ranah kajian stilistika terletak pada

penggunaan bahasa dan gaya kebahasaan seorang pengarang sehingga dapat

dilihat bagaimana cara pengarang mengolah dan memanfaatkan unsur-unsur

dan potensi bahasa dalam proses kreatifnya dalam usaha untuk memaparkan

ide, menceritakan peristiwa, dan kondisi tertentu yang akhirnya akan

memunculkan gaya (style) yang khas dari pengarang. Dalam hal ini style

seringkali ditandai dengan ciri-ciri formal kebahasaan seperti dalam

pemilihan diksi, bahasa figurative, metafora, dan sebagainya.

5) Pembelajaran Drama Berbahasa Jawa di Sekolah

Sesuai dengan Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor: 423.5/27/2011

yang tertuang dalam Kurikulum Mata Pelajaran Muatan Lokal (Bahasa Jawa)

untuk SMA/SMALB, SMK/MA Negeri dan Swasta Provinsi Jawa Tengah.

Dalam Kurikulum tersebut dijelaskan bahwa pembelajaran Bahasa Jawa di

sekolah diperlukan sebagai upaya penanaman nilai-nilai budi pekerti dan

penguasaan Bahasa Jawa, hal ini sesuai dengan Kompetensi Dasar pada

jenjang pendidikan SMU/K kelas XII semester 2, yaitu:

1.b mendengarkan rekaman drama/sandiwara,

2.b mendiskusikan isi drama/sandiwara,

3.b membaca naskah drama/sandiwara sesuai karakter tokoh.

Page 77: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Naskah drama berbahasa Jawa Gapit ini memuat banyak pesan moral

yang dapat digunakan sebagai bahan perenungan, disamping kajian secara

strukturnya. Oleh karenanya naskah drama ini dapat dijadikan bahan atau

materi pengajaran yang sesuai bagi siswa di sekolah. Dengan mempelajari

muatan moral dan menganalisis dengan dasar teori keilmuan diharapkan

siswa dapat memetik pesan yang terangkum dalam naskah drama berbahasa

Jawa Gapit ini.

B. Penelitian yang relevan

Penelitian lain yang senada dengan judul yang peneliti angkat antara lain

dilakukan oleh Eko Marini dalam tesisnya untuk memperoleh gelar Magister di

UNS yang berjudul ―Analisis Stilistika dalam Novel Laskar Pelangi Karya

Andrea Hirata‖ penelitian ini memfokuskan pada aspek morfologis dan sintaksis

dari novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata.

Adapun penelitian lain yang telah diterbitkan dalam jurnal internasional

yang dapat diakses peneliti melalui internet antara lain dari Ebi Yebo yang

berjudul Bahasa Figuratif dan Fungsi Stilistika dalam Puisi-Puisi Clark-

Bekeredemo berkonsentrasi pada hubungan tema dan bahasa figurasi dalam karya

sastra. Penelitan ini mengkhususkan pada pemakaian bahasa kiasan untuk

mendeskripsikan dan menginterpretasikan diolek penyair J.P Clark-

Bekederemo‘s.

Interpretasi Novel Hemingway Dengan Gaya Literal oleh Zhiqin Zhang

Hasil penelitian ini menyatakan bahwa gaya bahasa dalam sastra merupakan

jembatan yang menghubungkan antara linguistic dan kritik sastra. Penelitian ini

Page 78: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

menyebutkan bahwa tema dan nilai estetik yang dihasilkan oleh bentuk-bentuk

linguistik yang dihasilkan pengarang, nada dan sikap yang meningkatkan

kekuatan afektif atau emotif dari pesan berkontribusi untuk karakterisasi dan

membuat fungsi realitas fiksi menjadi lebih efektif. Penelitian ini bertujuan untuk

menginterpreatasikan novel Cat In The Rain karya Hemingway yang terfokus

pada penyimpangan kata benda dan kata kerja, struktur dan repetisi yang digunaka

untuk menunjukkan tema pokok dalam novel.

Penelitian lain yang berkaitan dengan stilistika dilakukan oleh Shenli Song

yang berjudul Sebuah Analisa Gaya Dari Cerpen Miss Brill Karya Katherin

Mansfield. Penelitian ini terfokus pada analisa teks: tingkat leksikal, gramatikal,

penelitian ini mengambil objek kajian berupa cerita pendek yang ditulis oleh

penuis perempuan.

Berkaitan dengan drama terdapat penelitian dengan judul Eksplorasi Nilai-

Nilai Moral Pada Remaja Melalui Drama, Marie Gervais. Penelitian ini meneliti

peran dari proses drama pada siswa SMP. Dalam penelitian ini siswa SMP

mengekplorasi nilai-nilai moral melalui dramatisasi yang dilanjutkan dengan

diskusi dan refleksi. Melelui penelitian ini dapat menunjukkan bahawa

keterlibatan dramatis yang berfokus pda kisah pribadi dapat menjadi alat

pendidikan moral bagi siswa SMP dengan signifikan.

C. Kerangka Berpikir

Karya sastra pada hakikatnya adalah suatu proses kreatif dan imajinatif.

Karya sastra merupakan suatu hasil kreatif dari pengarang, namun perlu diingat

bahwa pengarang mendapatkan dasar kreatif dan imajinatif adalah dari

Page 79: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pengalaman-pengalaman hidup yang dia alami. Semua yang dialami oleh

pengarang selama hidupnya, dapat dipastikan turut memanifestasi lahirnya suatu

karya yang dihasilkan oleh pengarang tersebut. Naskah drama merupakan salah

satu ungkapan daya kreatif pengarang. Naskah drama diciptakan dengan muara

pada sebuah pementasan panggung. Sebelum berada di atas panggung, naskah

drama yang bermediakan bahasa perlu dipahami atau ditelaah dengan cermat guna

mengetahui makna secara mendalam.

Gapit merupakan buku kumpulan naskah karya Bambang Widoyo SP yang

memuat 4 naskah lakon yaitu Leng, Dom,Tuk, dan Rol. Naskah-naskah drama

berbahas Jawa yang termuat dalam Gapit merupakan salah satu bentuk karya

sastra yang mempunyai nilai lebih. Dari segi pemilihan kata, pencitraan dan gaya

bahasa yang digunakan Kentut (sapaan akrab Bambang Widoyo SP) memiliki

keunikan dan kekhasan tersendiri yang membuat Gapit terasa hidup. Untuk

mengetahui lebih dalam mengenai keunikan dan kekhasan bahasa dalam naskah-

naskah drama ini maka, dapat dikaji dari sudut pandang kebahasaan yaitu

stilistika.

Kajian stilistika pada naskah drama berbahasa Jawa Gapit akan menitik

beratkan pada telaah penggunaan diksi, gaya bahasa, pencitraan, dan aspek bunyi

mengingat teks ini merupakan naskah drama dengan muara akhir adalah

pemanggungan. Sehingga telaah dalam bentuk kebahasaan seperti itu perlu

dilakukan agar pemahan dan pemaknaan pesan tidak menjadi kabur.

Page 80: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Naskah drama sebagai sarana penyampai pesan, naskah drama berbahasa

Jawa Gapit memuat banyak fakta sosial dan pesan moral yang sesuai sebagai

bahan ajar di sekolah yang di dasarkan pada kurikulum yang berlaku.

Berikut disampaikan bagan kerangka berpikir dalam penelitian ini.

Gambar 1. Bagan kerangka berpikir

Naskah Drama Berbahasa Jawa Gapit

Karya Bambang Widoyo SP

Pencitraan Gaya Bahasa Diksi

Relevansi dengan Pembelajaran

bahasa Jawa di sekolah

Bunyi Bahasa

Analisis Stilistika

Page 81: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini bersifat kualitatif dengan objek kajiannya adalah karya sastra

berupa naskah drama. Objek penelitian ini adalah kumpulan naskah drama

berbahasa Jawa dalam Gapit karya Bambang Widoyo SP. Penelitian ini tidak

terikat oleh tempat dan waktu yang khusus. Penelitian ini dapat dilakukan kapan

saja tanpa harus terpancang pada satu tempat dan waktu tertentu. Penelitian ini

dilakukan selama 15 bulan, yakni bulan Juni 2011 sampai Agustus 2012.

B. Jenis Penelitian

Berdasarkan jenisnya, penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif.

Penelitian kualitatif deskriptif bertujuan untuk mengungkapkan berbagai

informasi kualitatif dengan pendeskripsian yang teliti dan penuh nuansa untuk

menggambarkan secara cermat sifat-sifat suatu hal (individu atau kelompok),

keadaan, gejala, atau fenomena yang lebih berharga daripada hanya pernyataan

dalam bentuk angka-angka dan tidak terbatas pada pengumpulan data melainkan

meliputi analisis dan interpretasi data (Sutopo, 2002: 8-10).

Pemilihan jenis penelitian kualitatif deskriptif ini disesuaikan dengan

permasalahan yang dibahas dan tujuan penelitian. Untuk membahas permasalahan

dan mencapai tujuan penelitian, penelitian kualitatif deskriptif menggunakan

strategi berpikir fenomenologis yang bersifat lentur dan terbuka serta menekankan

analisisnya secara induktif dengan meletakkan data penelitian bukan sebagai alat

64

Page 82: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pembuktian, tetapi sebagai modal dasar untuk memahami fakta-fakta yang ada

(Sutopo, 2002: 47). Fakta yang dideskripsikan adalah 1) keunikan pemilihan dan

pemakaian bunyi bahasa dan diksi dalam naskah drama berbahasa Jawa Gapit

karya Bambang Widoyo SP; 2) penggunaan aspek gaya bahasa dan pencitraan

dalam naskah drama berbahasa Jawa Gapit karya Bambang Widoyo SP; dan 3)

mendeskripsikan dan menjelaskan relevansi naskah berbahasa Jawa Gapit karya

Bambang Widoyo SP dengan pembelajaran Bahasa Jawa di sekolah. Hal ini

menunjukkan bahwa penelitian ini diarahkan untuk memperoleh deskripsi yang

objektif dan akurat dari naskah rama berbahasa Jawa Gapit karya Bambang

Widoyo SP.

C. Data dan Sumber Data

Data adalah semua informasi atau bahan yang disediakan oleh alam (dalam

arti luas) yang harus dicari atau dikumpulkan dan dipilih oleh peneliti (Subroto,

1992: 34). Data-data yang dimaksudkan di atas akan tersedia pada sumber-sumber

data yang juga disediakan alam.

Sumber data dalam penelitian ini adalah naskah drama berbahasa Jawa Gapit

karya Bambang Widoyo SP yang diterbitkan oleh Yayasan Bentang Budaya dan

Taman Budaya Jawa Tengah di Surakarta, cetakan pertama Februari 1998 setebal

xiv + 302 halaman. Buku kumpulan naskah ini dipilih sebagai seumber data

karena berbagai keunggulan yang melekat padanya. Keunggulan paling menonjol

adalah menggunakan bahasa ngoko sebagai pengejawantahan kondisi sosial pada

masanya.

Page 83: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Selanjutnya, sumber data itu diambil cuplikan bahasa sebagai data primernya.

Data primer adalah data yang secara langsug berkaitan atau berkenaan dengan

masalah yang diteliti dan secara langsung diperoleh dari sumber, yaitu naskah

drama berbahasa Jawa dalam Gapit.

Data dalam penelitian ini adalah kata-kata, konsep-konsep dan norma yang

berkaitan dengan satuan lingual, fonem, morfem, leksikal, sintaksis, dan wacana.

Objek kajian ini adalah dialog dalam naskah drama, maka data yang diperoleh

adalah data berkaitan dengan data berupa (1) unsur bunyi, yang berkaitan dengan

aspek pemanfaatan bunyi-bunyi bahasa, seperti rima, aliterasi, asonansi, unsur

kata yang berkaitan dengan diksi atau pilihan kata seperti tembung garba,

wangsalan, repetisi, dan lain-lain, (2) berkaitan dengan aspek semantik, antara

lain penggunaan bahasa figurative dan pencitraan.

D. Teknik Sampel

Cara pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

purposive sampling yang bertalian dengan purpose atau tujuan tertentu. Menurut

H.B. Sutopo (2002: 56) teknik purposive sampling merupakan pengambilan

cuplikan atau sampel didasarkan atas pertimbangan tertentu dengan

kecenderungan peneliti untuk memilih informan yang dianggap mengetahui

informasi dan masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi

sumber data yang mantap.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini

adalah teknik pustaka, teknik simak dan catat. Teknik pustaka yaitu pencarian data

Page 84: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dengan menggunakan sumber-sumber tertulis yang mencerminkan pemakian

bahasa sinkronis (Subroto, 1992: 42). Teknik pustaka merupakan pengambilan

data dari sumber tertulis oleh peneliti dalam rangka memperoleh data beserta

konteks lingual yang mendukung untuk dinalisis. Pengumpulan data melalui

teknik pustaka ini dilakukan dengan mambaca, mencatat, dan mengumpulkan

data-data dari sumber data tertulis. Selanjutnya sumber tertulis itu dilakukan

pembacaan dengan seksama lalu ipilih tuturan yang relevan sebagai data yang

dianalisis. Setelah itu, data dicatat dalam kartu data. Data-data yang telah

dikumpulkan lalu diperiksa sesuai dengan rumusan masalah untuk dianalisis.

Pengambilan data dilakukan dengan teknik simak dan catat yaitu peneliti

sebagai instrument kunci melakukan penyimakkan terhadap data secara cermat.

Hal ini dimaksudkan agar peneliti mengetahui wujud data penelitian yang benar-

benar diperlukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Jadi terdapat

aspek penyeleksian dalam pengambilan data dari sumber data. Penyimakan secara

cermat dan teliti itu kemudian dilakukan pencatatan data. Penyimakan itu

sebenarnya dapat dilakukan baik terhadap aturan-aturan yang dilisankan maupun

yang dituliska atau tertulis (Subroto, 1992: 41-42). Pencatatan data dalam

penelitian ini dengan menerapkan kartu data. Data dicatat pada kartu data yang

telah disipakan dengan diberi nomor urut data dan keterangan sesuai dengan

masalah yang diteliti sehingga akan mudah mengklasifikasikan data dan

menganalisisnya. Contoh kartu data.

Page 85: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

No Hal Data Ket

1 69 BONGKREK

Uwuh sing apik bisa dinggo rabuk. Yen

uwuhing uwuh? Nanging Lik,

kula boten purun yen mung diajeni kaya

uwuh. Bongkrek dudu uwuh.

Repetisi

2 102 KECIK

Mas, yen saking Jakarta ajeng rawuh, wiwit

camat nganti tekan lurah

sakbayane kabeh padha iwud nyiyapke,…

GB =

antiklimaks

3 80 BONGKREK:

Daktohi nyawa, Mbok arepa wong pabrik

nggunake punggawa

kelurahan nganti tekan kabupaten pisan ta,

aja maneh sakpekarangan,

sakpucuke eri bae ora arep daksorohke.

GB =

Klimaks

Table 1. Kartu Data

F. Uji Validitas Data

Keabsahan data dapat dijamin dengan teknik trianggulasi. Menurut Lexy J.

Moleong, triangulasi merupakan suatu teknik pemeriksaan keabsahan data yang

berfungsi sebagai pembanding atau pengecek terhadap data dengan memanfaatkan

sesuatu yang lain di luar data (1995: 178)

Penelitian ini digunakan triangulasi data dan triaggulasi teori. Trianggulasi

data berupa data-data tertulis yang termuat dalam naskah drama berbahasa Jawa

Gapit karya Bambang Widoyo SP dan data berupa CD pementasan Teater Gapit

yang mementaskan lakon yang ada dalam buku kumpulan naskah tersebut.

Adapun trianggulasi teori digunakan untuk pengecekan data dengan teori lain

yang relevan, dalam hal ini teori-teori yang berhubungan dengan bahasa, stilistika,

dan pembelajaran bahasa.

Page 86: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

G. Teknik Analisis Data

Kegiatan proses analisis dalam penelitian kualitatif pada dasarnya dilakukan

secara bersamaan dengan proses pelakasanaan pengumpulan data. Teknik analisis

yang digunakan adalah analisis mengalir. Analisis mengalir ini terdiri dari tiga

alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data,

dan penarikan kesimpulan. Tiga kegiatan ini terjadi secara bersamaan dan saling

menjalin. Baik sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan data secara pararel

(Milles, 1992: 13). Bilamana hal itu tidak dilakukan maka akibatnya peneliti akan

banyak menghadapi kesulitan karena banyaknya data yang berupa deskripsi

kalimat. Proses menganalisis data dalam penelitian ini dapat dijelaskan seperti

berikut ini.

1. Pengumpulan Data

Merupakan proses awal penelitian dengan mengumpulkan data seakurat dan

sedetail mungkin. Setelah data dikumpulkan langkah selanjutnya adalah

kegiatan pengklasifikasian data. Langkah mengklasifiasikan data ini dilakukan

dengan teknik pustaka, simak, dan catat. Klasifikasi itu dilakukan dengan

tujuan untuk kepentingan analisis. Klasifikasi data ini mencakup pemanfaatan

aspek bunyi, pemilihan diksi, penggunaan gaya bahasa dan pencitraan. Semua

data yang berkaitan dengan masing-masing aspek itu dikumpulkan menjadi

satu kemudian diamati secara kritis dan mendalam.

2. Reduksi Data

Langkah selanjutnya adalah reduksi data, yaitu proses seleksi data,

pemfokusan, penyederhanaan dan abstraksi data kasar dalam rangka penarikan

Page 87: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

kesimpulan. Pada saat reduksi data ini, data yang telah diklasifikasikan

diseleksi untuk memilih data yang berlimpah kemudian dipilah dalam rangka

menemukan fokus penelitian. Artinya data berupa bagian deskripsi dan

refleksinya disusun dalam rumusan yang singkat berupa pokok-pokok

penemuan yang penting yang disebut reduksi data.

Sejak pengumpulan data, peneliti sebagai instrument kunci sudah mulai

memahami adanya data, karakteristik data dan hal-hal yang dianggap bernilai

dalam penatikan kesimpulan. Jadi data itu pada satu segi harus ditujukan

sebagai data pembuktian (data display), namun pada segi yang data semakin

dapat ireduksi (data reduction). Reduksi data dilakukan untuk menangkap

makna dan fungsi yang menonjol dan utama daris egi tertentu yang dianalisis

(Subroto, 1997: 60).

3. Penyajian Data

Setelah itu, membuat penyajian data. Menurut Sutopo (2002: 61) penyajian

data merupakan proses merakit atau mengorganisasikan informasi yang

ditemukan yang memungkinkan penarikan kesimpulan. Mengorganisaikan

informasi penelitian yang ditemukan ini merupakan proses intelektual yang

penting dalam penelitian kualitatif. Adapun komponen unsur-unsur drama

dalam kerangka kajian stilistika itu disajikan dalam bentuk uraian, pemanfaatan

aspek bunyi dan kekhasan pemilihan diksi, penggunaan gaya bahasa serta

pencitraan.

Page 88: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4. Verifikasi Data

Langkah berikutnya membuat verivikasi atau penarikan kesimpulan sebagai

langkah yang esensial dalam proses penelitian. Penarikan kesimpulan ini

diasarkan atas pengorganisasian informasi yang diperolah dalam analsisi data.

Kemudaian dilakukan penafsiran intelektual terhadap simpulan-simpulan yang

diperoleh. Peneliti menarik kesimpulan dan verifikasi berdasrkan reduksi

maupun sajian data, maka peneliti wajib kembali melakukan kegiatan

pengumpulan data yang sudah terfokus untk mencari penukung kesimpulan

yang ada dan juga pendalaman untuk menjamin mentapnya hasil penelitian

(Sutopo, 2002: 38) Komponen analisis di atas sifatnya mengalir yang dapat

ditunjukan dengan gambarsebagai berikut:

Pengumpulan data

Reduksi Data

Pra Pasca

Sajian Data Analisis

Pasca

Penarikan Kesimpulan

Pasca

Gambar 2. Flow Model of Analysis (Mattew B. Miles dan A. Michael Huberman,

1995: 18)

Page 89: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Pemanfaatan Bunyi-bunyi Bahasa Naskah Drama Dom, Leng dan Tuk

(DLT) dalam Gapit karya Bambang Widoyo SP.

Pembahasan mengenai pemanfaatan bunyi-bunyi bahasa dalam naskah

drama DLT karya Bambang Widoyo SP., memuat bunyi-bunyi bahasa yang

digunakan pengarang untuk memperindah tuturan pelaku dalam naskah. Adapun

bunyi-bunyi bahasa yang digunakan pengarang yang dapat ditemui antara lain:

purwakanthi ‗persajakan‘, yaitu asonansi atau purwakanthi swara ‗persamaan

bunyi vokal‘, aleterasi atau purwakanthi sastra ‗persamaan bunyi konsonan dalam

pembentukan kata, kalimat, atau frasa‘, dan purwakanthi lumaksita atau basa

‗pengulangan suku kata atau kata yang telah digunakan pada bagian sebelumnya‘.

Keindahan aspek bunyi dalam sebuah naskah sastra sepertinya menjadi

sebuah daya tarik tersendiri. Tidak hanya pemanfaatan dari sisi makna atau pesan

yang dimuat agar sebuah karya sastra menjadi menarik, keindahan bunyi dalam

setiap kata-kata yang digunakan dapat mejadi daya tarik tersendiri. Karya sastra

diciptakan pengarang untuk menyampaikan pesan, sama halnya dengan naskah

drama ini. Naskah ini menjadi semakin menarik karena ditulis dengan

menggunakan bahasa Jawa ngoko yang cenderung kasar. Namun apabila

dicermati lebih dalam, dialog-dialog tokohnya terdengar estetis dengan permainan

bunyi ditiap katanya. Hal ini menjadikan naskah ini menarik untuk dibicarakan

72

Page 90: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

disamping makna yang dikandungnya. Untuk mengetahui keindahan aspek bunyi

berikut hasil analisis data purwakanthi ‗persajakan‘ dalam naskah drama DLT.

a. Purwakanti Swara (Asonansi)

Purwakanti Swara merupakan perulangan bunyi yang didasarkan pada

persamaan bunyi vokal. Purwakanti swara dalam bahasa Indonesia disebut

dengan asonansi, yaitu gaya bahasa yang berwujud perulangan bunyi vokal yang

sama (Gorys Keraf, 2004: 130). Bunyi bahasa dalam bahasa Jawa dapat

dikelompokkan mejadi 3 kelompok, yaitu: vokal, konsonan, dan semivokal.

Fonem vokal dalam bahasa Jawa berjumlah enam buah, yaitu: /i, e, ǝ, a, u, o/.

(Wedhawati, 2006: 65).

Pemanfaatan bunyi-bunyi bahasa direalisasikan dalam beberapa fungsi,

antara lain: (1) efek keindahan yang timbul akibat adanya paduan bunyi yang

memberikan unsur musikalitas, (2) gambaran arti tertentu sejalan dengan

gambaran makna yag dinuansakan oleh kata-kata pembentuk paduan bunyinya,

(3) gambaran suasana tertentu sebagaimana tertampilkan oleh ciri artikulasi,

bentuk, dan cara penulisan, (4) gambaran hubungan kata atau unsur pembentuk

teks, mampu mendekatkan kata-kata/makna dalam teks secara asosiatif

(Aminuddin, 1995: 155). Berikut dijelaskan pemanfaatan perulangan bunyi

bahasa yang membentuk puswakanti swara dalam DLT.

1) Purwakanthi swara (Asonansi) /a/

Pola purwankati swara /a/ dalam naskah drama ini ditemui hampir di tiap

dialog tokoh-tokohnya.

Page 91: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(1) BONGKREK

Bengung tanpa irama…kaya ana neng neraka…! (Leng, hal 70)

‗Mendengung tanpa irama…seperti tengah di neraka…‘

(2) BIBIT

Apik-apik, apik iki wis ana sing balila. Lha terus? (Tuk, hal 160)

‗Baik-baik, baik ini sudah ada yang membangkang. Lha terus?‘

(3) KRESNA GAMBAR

....Mbok gedhongana, mbok kuncenana, wong mati mangsa

wurunga....(DOM, 235)

Meskipun di dalam gedung, dikunci (dikunci/disembunyikan dalam gedung)

orang meninggal pasti tetap terjadi.

(4) MBAH JAGA

...... katrem olehe padha pinter-pinteran, bagus-bagusan, sugih-sugihan,

rosa-rosanan, menang-menangan ..... (DOM, 251)

Betah dengan saling adu kepandaian, adu kecakapan, adu kekayaan, adu

kekuatan, adu kemenangan.

(5) MBAH JAGA

..... dhasar dhudha keplengkang, sukur bojonmu mblandhang. (DOM, 235)

Dasar duda terpleset, salahmu sendiri istrimu pergi.

(6) LANDA BAJANG ...Bocah sing kudu diruwat ben ora marakake kiamat. (DOM, 268)

Anak yang harus diruwat supaya tidak membuat kiamat.

Data (1), (2) dan (3) asonansi bunyi /a/ digunakan pengarang dalam naskah

drama Leng,Tuk, Dom dan pemanfaatan purwakanthi swara ‗asonansi‘ /a/ pada

data (1) di atas memanfaatkan realiasi bunyi paenultima (suku kata kedua dari

belakang), ultima (suku kata terakhir), dan awal suku kata. Persamaan bunyi /a/

tidak menampakkan disalah satu posisi, namun ketiga posisi yang ditempati bunyi

/a/ dalam tuturn Bongkrek mempunyai persamaan dalam posisi terbuka, sehingga

asonansi /a/ dalam data (1) dapat dikatakan sebagai asonani /a/. Purwakanti swara

yang digunakan dalam dialog Bongkrek digunakan untuk menggambarkan

kemarahan Bongkrek dengan adanya pabrik yang selalu berisik.

Page 92: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Asonansi bunyi /a/ pada data (2) terdapat pada suku kata pertama dan ultima

(suku kata terakhir). Bunyi /a/ yang digunakan dalam dialog Bibit muncul dalam

bentuk yang linier memberikan efek keindahan pengucapan dan tekanan yang

tegas dalam menggambarkan kekesalan Bibit. Untuk asonansi bunyi /a/ pada data

(3) menggunakan asonansi bunyi ultima pada kata gedhongana, kuncenana, mati,

mangsa, dan wurunga. Suku kata terakhir yang digunakan dalam kata-kata di atas

berada dalam posisi terbuka. Dalam data (3) juga ditemukan penggunaan asonansi

bunyi /a/ antepaenultima yang terdapat dalam kata mangsa. Asonansi bunyi /a/

pada data (3) dipilih pengarang dalam dialog yang digunakan Kresna Gambar

ketika mencertakaan kondisi Bajang yang tidak berani menghadapi kematian.

Penggunaan asonansi /a/ dalam dialog-dialog tokoh memunculkan tekanan

ritmik yang kuat dan indah. Dalam bahasa Jawa ada satuan-satuan lingual yang

bentuk foniknya dimanfaatkan pengarang untuk memunculkan efek tertentu.

Seperti bunyi /a/ pada data (2), (3), (4), (5), dan (6) digunakan pengarang untuk

mengambarkan kemaran atau kekesalan tokoh atas suatu peristiwa.

2) Purwakanthi swara ‘Asonansi’ /i/

Naskah drama berbahasa Jawa Gapit tidak hanya sarat makna sosial, namun

juga memuat keindahan bahasa. Hal ini nampak dalam penggunaan asonansi /i/

yang imanfaatkan pengarang dalam dialog yang ringan, tidak disarati dengan

emosi (kemarahan), santai, ringan, dan sebagainya.

Pola asonansi /i/ dalam naskah LTD ini muncul secara sama, hal ini dapat

dilihat dalam data berikut.

Page 93: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(7) BONGKREK

Sing diadepi niku empun kaya barang mati, empun padha boten duwe ati.

(Leng, hal 69)

‗Yang dihadapi itu sudah seperti barang mati, sudah tidak mempunyai

hati.‘

(8) SOLEMAN

Esuk mau kok ya nganggo lali niliki, lali makani! (Tuk, hal 149)

‗Pagi tadi pakai lupa melihat, lupa memberi makan.‘

(9) LIK BISMA

Mbok ya wingi-wingi diwenehake, kakehan golek bathi…! (Tuk, hal 149)

‗Kok ya kemarin tidak diberikan, kebanyakan mencari untung…!‘

(10) MBAH KAWIT

Welinge wong mati kuwi malati. (Tuk, hal 193)

‗Amanat orang meninggal itu bertuah.‘

(11) MBAH JAGA

..... krasa yen dak gemateni, ngerti yen dak openi, mula ya ajeg olehe

ngancani. (Dom, 252)

Mengerti jika saya sayang, mengerti jika saya pelihara, maka dari itu dia

selalu menemani.

(12) DEN SETRA

Ora idep isin…! Wong cilik sing mbok enggo ancik-ancik!…. (Dom, 258)

Tidak tahu malu..! orang kecil yang kau jadikan alas!

(13) DEN SETRA

….siji mbaka siji diprithili….Nimas-nimas, mung kari sliramu sing bisa dak

enggo gondhelan, duduhna dalanku, penerna lakuku, nimas dak tunggu

wisik wangsitmu. (Dom, 264)

satu demi satu diambil…Dinda-dinda, hanya kau yang bisa aku jadikan

pegangan, tunjukkan jalanku, benahi langkahku, dinda aku tunggu ilham

darimu.

Data (7-13) menggunakan purwakanthi swara (asonansi) bunyi /i/, yaitu

pada kata diadepi (dihadapi), mati (mati), ati (hati). ,lali niliki (lupa menengok),

lali makani (lupa memberi makan), wingi (kemarin), bathi (untung), mati (mati),

kuwi (itu), dan malati (bertuah), gemateni (disayang), ngerti (tahu), openi

Page 94: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(pelihara), ngancani (menemani). Data-data berpola asonansi bunyi /i/ dengan

posisi ultima (suku kata terakhir).

Pengucapkan bunyi /i/ membuat pita suara menyempit, sehingga bunyi yang

dihasilkan akan terdengar nyaring dan ringan. Unsur fonetik tersebut dapat

mencerminkan/mengasosiasikan sesuatu yang terdengar indah, merdu, disamping

juga dari segi artikulatoris yang menyempit menyarankan sesuatu hal yang kecil

seperti dalam kata wong cilik yang berarti rakyat jelata.

3) Purwakanthi swara (Asonansi) /e/

(14) BEDOR

(BENGOK SERU ANA NJABA LAWANG) Hoi, aja gawe ribut ana kene!

Aja bengok-bengok ana kene, gawe rame, yen rame wae neng kene sing

adoh… (Leng, hal 74)

‗(TERIAK KERAS DI LUAR PINTU) Hoi, jangan membuat kekacauan di

sini! Jangan berteriak-teriak di sini, jangan gaduh, kalau bikin gaduh yang

jauh…‘

(15) SOLEMAN

Tebus, tebus nggedebus apa? (Leng, hal 138)

‗Tebus, tebus paling berbohong?‘

(16) MBOKDE JEMPRIT

Magersaren kene dadi jejel riyel. (Tuk, hal 183)

‗Margesaren sini jadi penuh berdesak-desakan.‘

(17) MBOKDE JEMPRIT

… ngregeti papan apik, mula mung diular-ulur dhuwite ben saya

kandel, regane saya ndedel,… (Tuk, hal 187)

….mengotori tempat yang bagus, maka hanya ditunda-tunda, uangnya

supaya tebal, harganya lebih melejit.

(18) DEN SETRA

Ora idep isin…! Wong cilik sing mbok enggo ancik-ancik! Wis kakehan

tumbale, ora kepetung pitukone, wis luwih saka ganep bebantene, mlaku

durung bener wis keladuk keblinger… Rungokna, aja ndhendheng, kae

gilo, akeh sing dha sambat, akeh sing isih kesrakat, padha nangis merga

sekarat, aja malah mbok idak-idak, mbok tetangis, mbok bungkem, mbok

singkirke, mbok rampas pengarep-arepe, mbok rampas donyane. Bumi

Page 95: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lemahmu iki arep mbok dadekke apa? Elinga kadangmu sing miwiti

mbabat alas kene, dheweke kudune isih bisa bebadra…. (Dom, 258)

Tidak tahu malu..! orang kecil yang kau jadikan alas! Sudah terlalu banyak

korbannya, tidak terhitung kerugiannya, sudah lebih dari cukup korbannya,

jalan saja belum benar sudah bertingkah…. Dengarlah, jangan bandel, itu

banyak yang mengeluh, banyak yang masih susah, banyak yang menangis

karena sekarat, jangan justru kau injak-injak, kau buat menangis, kau

bungkam, kau singkirkan, kau rampas cita-citanya, kau rampas

kehidupannya. Bumi tanahmu ini mau kau jadikan apa? Ingat kata-katamu

ketika awal mula, dia harus masih bisa merintis…..

Bunyi asonansi /e/ dapat muncul pada suku kata terakhir (ultima) dalam data

(14) bengok-bengok ‗berteriak‘, gawe ‗buat‘, wae ‗saja‘. Bunyi /e/ tidak pernah

ditemui pada awal suku kata sehingga tidak pernah berada pada posisi tertutup.

Dengan demikian posisi asonansi /e/ pada data (14) menunjukka pola asonansi

ultima dengan posisi tertutup. Data (14) apabila diucapkan indah dan terdengar

berirama, sebab adanya bunyi vokal /e/ yang muncul secara berturut-turut. Hal

serupa juga ditemui dalam data (15).

Pada data (16) asonansi /e/ terdapat pada paenultima terdapat dalam kata

riyel ‗penuh sesak‘. Asonansi paenultima, dalam data (17) ditemui dalam kata ,

kandel ‗tebal‘ dan ben ‗supaya‘, disamping asonansi paenultima juga terdapat

asonansi ultima yaitu pada kata ngregeti ‗mengotori‘, regane ‗harganya‘, dan

ndedel ‗melejit‘ (18). Asonansi /e/ dalam data (13-17) digunakan pengarang

secara berselingan dengan asonansi /ǝ/ sehingga pengucapannya terdengar indah.

Asonansi /e/ dalam dialog antar tokoh di atas menggambarkan situasi yang sangat

dari suatu peristiwa. Hal ini juga mempertegas suatu keadaan atau menunjukkan

sikap emosi kesal.

4) Purwakanti swara (Asonansi) /ǝ/

Page 96: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(19) BEDOR

Boten enten sinten-sinten. (Leng,hal 74)

‗Tidak ada siapa-siapa‘

(20) PAK REBO

Dingge gawe gedung serbaguna, dingge gawe gapura pitulasan, dingge

nyuguh yen nampa tamu, dingge keperluan lomba desa lan liya-liyane.

(Leng, hal 106)

‗Digunakan untuk gedung serbaguna, digunakan untuk gapura tujuh

belasan, digunakan mempersiapkan menerima tamu, digunakan

keperluan lomba desa dan lain-lain.‘

(21) MBOKDE JEMPRIT

Salahe ora gelem melu Jupri, genah kopen, genah kajen. (Tuk, hal 165)

‗Salahnya tidak ikut Jupri, pasti dirawat, pasti dihargai.‘

(22) SUARA WADON

Mburi kene sumpek, cedhak ilen-ilen kalen, ambune badheg. (Tuk, hal

176)

‗Dibelakang sini sempit, dekat aliran selokan, baunya tidak sedap.‘

(23) DEN SETRA

Dak leren, wong nyatane aku yawis ora kajen….!(Dom, 260)

Aku kan istirahat, kenyataannya aku sudah tidak dihormati…

Penggunaan asonansi bunyi /ǝ/ dimanfaatkan pengrang secara variatif dalam

dialog-dialog tokohnya. Asonansi /ǝ/ ini juga digunakan pengarang secara

berselingan dengan asonansi /e/ pada data (19-23). Penggunaan asonansi pada

data (19) terdapat pada pola suku kata pertama dan pola suku kata kedua dari

belakang (paenultima).

Keserasian asonansi /ǝ/ pada data (10) dalam kata dingge ‗dibuat‘, gawe

‗membuat‘, gedhung ‗gedung‘, keperluan ‗keperluan‘, desa ‗desa‘, dan liyane

‗lainnya‘. muncul pada suku kata pertama dari belakang (ultima). Penggunaan

asonansi /ǝ/ dalam suku kata kedua dari belakang (paenultima) dijumpai dalam

kata serbaguna ‗serbaguna‘, keperluan ‗keperluan‘ yen ‗jika‘. Penggunaan

asonansi /ǝ/ pada data (19) menggambarkan suasana dialog yang santai.

Page 97: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Kombinasi penggunaan asonansi /ǝ/ baik pada suku kata terakhir (ultima)

maupun pada suku kata kedua dari belakang (paenultima) juga ditemui dalam data

(21-23). Penggunaan asonansi /ǝ/ data (19-23) pada suku kata pertama dari

belakang (ultima) menempati posisi terbuka, sedangkan asonansi /ǝ/ pada suku

kedua dari belakang (paenultima) berada pada posisi tertutup.

Peggunaan kombinasi asonansi /e/ dan /ǝ/ dapat mengasosiasikan sesuatu

yang terpendam, sesuatu yang tersimpan dalam hati, seperti ada keluh/sesal yang

tak bisa diungkapkan seperti dalam dialog Mbok Jemprit dan Den Setra.

5) Purwakanthi swara (Asonansi) /u/

(24) PAK REBO

Iki isih sore Pak, bocah-bocah durung dha turu. Saru! (Leng, hal 82)

‗Ini masih sore Pak, anak-anak belum tidur. Saru!‘

(25) MBAH KAWIT

Ning kuwi rak dudu uyuhmu, dudu uyuh dhalang. Ya beda! (Tuk, hal 141)

‗Tetapi itu bukan air kencingmu, bukan air kencing dalang. Berbeda!‘

(26) BONGKREK

Swara kok ora ana penake,…grung-grung-grung…bengung tanpa

irama…kaya ana neng neraka…! (Leng, hal 70)

‗Suara kok tidak ada enaknya,… grung-grung-grung… mendengung tanpa

irama…seperti berada di neraka…‘

(27) JANAKA

(AREP NENGAHI) nggih, boten susah tutuh-tutuhan, uncal-uncalan

kaluputan, tuding-tudingan kesalahan. (Leng, hal 121)

‗(MAU MENENGAHI) Iya, jangan saling menuduh, jangan saling

melempar kesalahan, jangan saling menyalahkan.‘

(28) KRESNA GAMBAR

Kekasut rejekimu, kekasut nasibmu, kekasut kekarepanmu! .... (Dom, 288)

Terkocok rejekimu, terkocok nasibmu, terkocok keinginanmu!....

Pada data (24) menggunakan asonansi bunyi /u/, yaitu pada kata durung

‗belum‘, turu ‗tidur‘, dan saru „saru‘. Penggunaan asonansi /u/ ini menempati

Page 98: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

posisi di suku kata pertama dari belakang (ultima) dan suku kata ketiga dari

belakang (antepaenultima). Pada data (24) ditemukan penggunaan asonansi /u/

dengan posisi suku tertutup pada kata durung ‗belum‘.

Pada data (24-28) pada kata kuwi ‗itu‘, dudu ‗bukan‘, uyuhmu ‗air

kencingmu‘, rejekimu ‗rejekimu‘, naasibmu ‗nasibmu‘ dan kekarepanmu

‗keinginanmu‘ menggunakan atau menempati suku terbuka. Data (24-28) asonansi

bunyi /u/ dengan suku tertutup /ng/ pada suara durung ‗belum‘, grung-grung-

grung dan kata mbengung ‗mendengung‘. Dalam data (27) di atas menggunakan

asonansi bunyi /u/ dan asonansi suku tertutup bunyi /n/ dengan dikombinasi bunyi

/a/, juga menggunakan aleterasi /t/, /h/, dan /l/. Pada data (28) suku tertutup /t/

terdapat dalam kata kekasut ‗terkocok‘.

Penggunaan asonansi /u/ dalam dialog tokoh-tokoh mampu menujukkan

suatu kondisi emosional tokoh yang menggebu-gebu dan cenderung hiperbolis

seperti yang diungkapkan oleh Bongkrek yang menggerutu karena bising oleh

suara pabrik yang menganalogikan bagai berada di neraka.

6) Purwakanti swara (Asonansi) /o/

(29) KRESNA GAMBAR

Sampeyan ampun kesusu nglokro! Ampun kendho! ... (DOM, 259)

Anda, jangan terburu-buru patah semangat! Jangan tidak bersemangat!....

(30) DEN SETRA

…..dicencang kareben ora bisa obah dimen ora bisa polah, .... (DOM, 260)

Ditali biar tidak bisa bergerak.

(31) DEN SETRA

(KAMI TENGGENGEN, KEDUDUT ATINE WERUH KANCANE SING

UGA WIS KALAH) Kelong meneh…Dhuh Gusti, paringana kekiyatan…!!

Sida gothang tenan, iki wis entek-entekan, kelangan botoh, kesatan jago.

Apa ya kelakon bakal kepaten obor…(Dom, 260)

(TERESIMA,TERHARU MELIHAT TEMANNYA JUGA KALAH)

Page 99: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Berkurang lagi…Duh Gusti, berilah kekuatan…!! Benar-benar pincang,

ini sudah titik penghabisan, kehilangan botoh, kehabisan jago. Apa harus

sampai kehilangan penerang jiwa…satu demi satu diambil…Dinda-dinda,

hanya kau yang bisa aku jadikan pegangan, tunjukkan jalanku, benahi

langkahku, dinda aku tunggu ilham darimu.

Perulangan asonansi bunyi vokal /o/ mayoritas muncul di awal suku kata.

Seperti data (30) pada kata ora ‗tidak‘, obah ‗bergerak‘, dan data (31) pada kata

obor ‗obor‘ dan gothang ‗pincang‘. Penggunaan asonansi bunyi vokal /o/ pada

suku kata kedua dari belakang (paenultima) hanya ditemukan pada kata botoh

dalam data (31).

Penggunaan asonansi /o/ dalam dialog tokohnya dipilih pengarang untuk

megungkapkan suatu kondisi yang serba putus asa, tak bersemangat dengan nilai

rasa yang nelangsa.

Selain penggunaan asonansi suku terbuka sepereti data yang diuraikan di

atas, dalam naskah drama ini juga dijumpai penggunaan asonansi suku kata

tertutup seperti dalam data berikut.

7) Asonansi suku tertutup /g/

Bunyi konsonan /g/ dalam naskah drama berbahasa Jawa Gapit ini sangat

minim digunakan pengarang. Meskipun demikian, pemanfaatan bunyi konsonan

/g/ masih dapat dijumpai dalam naskah drama ini seperti yang terdapat dalam data

berikut ini.

(32) DEN SETRA

… Ora…, ora, aku durung kalah, aku kudu bisa bali, bisa ngadeg jejeg.

…(Dom, 228)

… Tidak… tidak, aku belum kalah, aku harus bisa kembali, bisa berdiri

tegak. …

Page 100: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(33) DEN SETRA

…. Aku kaya kelangan garan, ora duwe gondhelan, lemes miyar-miyur

nganti ora bisa ngadeg jejeg… (Dom, 280)

… Aku seperti kehilangan tongkat, tidak punya pegangan, lemas, sampai

tidak bisa berdiri tegak…

Data (32) dan (33) bunyi konsonan /g/ muncul pada suku kata terakhir

seperti pada kata ngadeg jejeg ‗berdiri tegak‘ dan muncul pada suku kata pertama

seperti dalam kata garan ‗tongkat‘ dan gondhelan ‗pegangan‘.

Penggunaan bunyi konsona /g/ yang digunakan pengarang sepertinya ingin

menunjukkan bahwa tokoh sudah tidak mempunyai semangat hidup. Hadirnya

konsonan /g/ memberikan penegasan pada kondisi yang mandeg, tidak

bersemangat dan putus asa seperti yang ditampilkan oleh tokoh Den Setra.

8) Asonansi suku tertutup /h/

Aliteasi bunyi /h/ dalam naskah drama berbahasa Jawa ini juga jarang

digunakan oleh pengarang, meski demikian aliterasi bunyi /h/ dapat ditemui dalam

data berikut.

(34) PAK REBO

Wenangku ki apa? Pokoke angger ora njarah rayah wewengkonku wae

ora dadi apa. (Leng, hal 80)

‗Kuasaku apa? Pokoknya kalau tidak merebut hakku tidak jadi masalah.‘

(35) BIBIT

Mbuh, mbuh, dhadhamu abuh! (NYAWANG DHADHANE MBOKDE

JEMPRIT) (Tuk, hal 158)

‗Tidak, tidak, dadamu bengkak! (MELIHAT DADANYA MBOKDE

JEMPRIT)

(36) LIK BISMA

…bumiku pulih…bumiku mulih…kaya wingi-wingi…(Tuk, hal 207)

‗…bumiku normal… bumiku pulang…seperti kemarin-kemarin.‘

Data (34-36), purwakanthi swara suku tertutup /h/ muncul secara linier di

setiap akhir kata dengan kombinasi bunyi /a/, /u/, /i/. Data (34) potensi bunyi /h/

Page 101: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dengan kombinasi bunyi /a/ terdapat dalam kata njarah rayah ‗merebut‘ yang

menyatakan sebuah kejadian atau peristiwa. Pada data (35) potensi bunyi /h/

berkolaborasi bunyi /u/ pada kata mbuh ‗tidak‘ dan abuh ‗bengkak‘ hal ini

menyatakan suatu keadaan yang disandang manusia, dan pada data (35) potensi

bunyi /h/ dikombinasi bunyi /u/ pada kata pulih ‗normal‘ dan mulih ‗pulang‘.

Bunyi /h/ dalam data (34-36) dapat mengasosiasikan sesuatu yang mampu

mengarahkan imajinasi pendengar pada kondisi yang dirujuk oleh tokoh dalam

dialognya.

9) Asonansi suku tertutup /k/

Asonansi suku tertutup bunyi konsonan /k/ seperti bunyi-bunyi suku tertutup

yang lainnya juga mampu menghadirkan keindahan jika didengar yang

dilantunkan melalui alat ucap yang terdapat dalam dialog tokoh-tokoh drama.

Perulangan bunyi /k/ yang secara linier hadir pada suku kata akhir menjadikan

musikalitas yang mengesaankan sesuatu yang kecil. Hal berikut dapat diketahui

dalam data berikut.

(37) SOLEMAN

… wis wancine wong cilik ora mung dinggo ancik-ancik! (Tuk, hal 214)

‗... sudah waktunya orang kecil tidak hanya untuk tumpuan!‘

(38) MBAH JAGA

Wis kabeh iki…? Kak-jabar-kak dibukak mak….Mas Lakon, saiki sing

dadi rol, sing dadi lakon aku, aku sing pantes kedhapuk… (Dom, 226)

Sudah semua ini? Kak-jabar-kak dibukak mak…Mas Lakon, sekarang

yang jadi rol, yang jadi pemenang saya, saya yang pantas mendapat

peran…

(39) PAK LAKON

Oaaaalah Jang, kowe ki goblog tenan, ngerti yen nyawane diincer malah

njrunthul metu, kutuk marani sundhuk… (Dom, 289)

Oaaaalah Jang, kamu ini bodoh sekali, tahu jika nyawamu diincar, malah

lari keluar, kutuk marani sundhuk…

Page 102: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Pada data (37) di atas purwakanthi swara suku tertutup /k/ muncul dalam

kata cilik ‘kecil‘ dan ancik-ancik ‗tumpuan‘ dengan dikombinasi bunyi /i/ pada

kata cilik ‘kecil‘ dan ancik-ancik ‘tumpuan‘. Bunyi konsonan /k/ pada data (37)

digunakan pengarang untuk merefleksikan kehidupan orang kecil dengan segala

kekurangnnya, mengetahui kondisi yang demikian orang berkuasa justru malah

menginjak-injaknya sehingga kondisi mereka semakin mengenaskan. Hal serupa

juga dijumpai pada data (38), dan (39) yang merefleksikan kondisi yang kurang

baik.

10) Asonansi suku tertutup /l/

Perulangan bunyi konsonan /l/ dalam dialog tokoh-tokohnya mampu

menimbulkan kesan ritmis yang indah. Perulangan bunyi konsonan /l/ yang

muncul diakhir suku kata terdapat dalam data berikut.

(40) MBOKDE JEMPRIT

Margesaren kene dadi jejel riyel. (Tuk, hal 183)

‗Margesaren sini jadi penuh berdesak-desakan.‘

(41) MBOKDE JEMPRIT

…ngregeti papan apik, mula mung diular-ulur dhuwite ben saya kandel,

regane saya ndedel,… (Tuk, hal 187)

‗…mengotori tempat bagus, makanya diperlama biar uangnya akan

semakin tebal, harganya lebih tinggi,…‘

(42) MBAH KAWIT

Cikal bakal Margesaren kene ki sapa coba? (Tuk, hal 193)

‗Pelopor Margesaren sini itu siapa?‘

Pada data (40) potensi bunyi /l/ dikombinasi dengan bunyi vokal /e/ pada

frasa jejel riyel ‗berdesak-desakan‘ dimanfaatkan untuk menggambarkan keadaan

Margesaren dengan jumlah penghuni yang banyak dan berdesak-desakan. Data

(41) pada kata kandel ‗tebal‘ dan ndedel ‗tinggi‘ menggambarkan kondisi yang

Page 103: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

semakin bertambah banyak serupa kondisi yang terdapat pada data (41). Untuk

data (42) bunyi konsonan /l/ berkolaborasi dengan bunyi vocal /a/ pada kata cikal

bakal ‗pelopor‘ mempunyai penggambaran pengharapan.

Pemanfaatan asonansi suku tertutup bunyi konsonan /l/ berdasarkan data

(40) dan (41) di atas memberi gambaran kepada pembaca bahwa pengarang ingin

megungkapkan suatu kondisi yang selalu bertambah dan menggambarkan

bagaimana suasana yang dibawa perubahan tersebut menjadi semakin ramai,

padat, dan ramai. Sedangka untuk data (42) menggambarkan kekecewaan Mbah

Kawit terhadap penerusnya atau masa depannya.

11) Asonansi suku tertutup /n/

Penggunaan asonansi suku tertutup bunyi konsonan /n/ digunakan pengarang

dengan intensitas yang lebih banyak dibadingkan dengan yang lain. Aliterasi /n/

ini juga mampu memberikan efek keindahan yang musikalis dari dialog tokoh-

tokonya. Pola aliterasi bunyi /n/ dalam nakah drama yang dianalisis dapat dilihat

pada data berikut ini.

(43) BEDOR

Boten enten sinten-sinten. (Leng,hal 74)

‗Tidak ada siapa-siapa‘

(44) BEDOR

Kembang setaman, menyan, maejan, terbelo, mori putih…(Leng,hal 90)

‗Bunga setaman, kemenyan, nisan, peti, kain putih…‘

(45) JANAKA

Bengi-bengi kok ora empan-papan barang neng cedhak kuburan. (Leng,

hal 96)

‗Malam-malam tidak sesuai pada tempatnya bergitar di dekat kuburan.‘

(46) LIK BISMA

Genah aman, ora kakehan tanggungan. (Tuk, hal 141)

‗Pasti aman, tidak banyak tanggungan‘

Page 104: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(47) MBOKDE JEMPRIT

Salahe ora gelem melu Jupri, genah kopen, genah kajen. (Tuk, hal 165)

‗Salahnya tidak ikut Jupri, pasti di rawat, pasti dihargai.‘

(48) SUARA WADON

Mburi kene sumpek, cedhak ilen-ilen kalen, ambune badheg. (Tuk, hal

176)

‗Di belakang sini sempit, dekat aliran selokan, baunya tuak.‘

(49) BIBIT

Mung waton takon ta? (Tuk, hal 178)

‗Hanya asal bicara?‘

(50) (MBOKDE JEMPRIT

Huu… apa kuwi… sambate kakehan saingan, paitan cupet, durung oleh

papan, durung oleh dalan. (Tuk, hal 185)

‗Huu… apa itu… mengeluh banyak saingan, modal sedikit, belum

dapattempat, belum dapat jalan.‘

(51) KRESNA GAMBAR

Ha-a. Aku ndhisik ya krungu. (NIROKAKE BAJANG) Aja pisan-pisan

dadi wong lanang yen durung tau nginep neng kunjaran. (Dom, 230)

Iya. Aku dulu juga mendengar. (MENIRUKAN BAJANG) Jangan sekali-

kali mengaku laki-laki jika belum pernah menginap di penjara.

(52) MBAH JAGA

...... katrem olehe padha pinter-pinteran, bagus-bagusan, sugih-sugihan,

rasa-rosanan, menang-menangan ..... (Dom, 251)

Betah dengan saling adu kepandaian, adu kecakapan, adu kekayaan, adu

kekuatan, adu kemenangan.

Penggunnaan asonansi suku tertutup bunyi /n/ secara konsisten digunakan

pengarang disetiap akhir suku kata dalam dialog berbagai tokohnya. Pada data

(43), (47), dan (48) bunyi /n/ hadir bersama dengan bunyi vokal /e/ yaitu pada

kata mboten enten sinten-sinten ‗tidak ada siapa-siapa‘, kopen ‗terawat‘, kajen

‗dihormati‘, dan ilen-ilen kalen ‗aliran selokan‘. Sedangkan untuk data (44-46)

dan (52) bunyi konsonan /n/ bertemu dengan bunyi /a/ yang juga menempati akhir

suku kata (ultima). Dalam data (52) aliterasi /n/ dikombinasikan dengan vokal /a/

pada kata pisan-pisan ‗sekali-kali‘, lanang ‗lelaki‘, dan kunjaran ‗penjara‘ dan

Page 105: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

juga vokal /e/ pada kata yen ‗jika‘, nginep ‗menginap‘, dan neng ‗di‘. Hal ini

menempatkan bunyi konsonan /n/ dalam asonansi suku kata terbuka. Data (54)

asonansi suku tertutup bunyi /n/ dengan variasi bunyi /o/ pada kata waton ‗asal‘

dan takon ‗bicara‘.

Pemanfaatan bunyi /n/ dalam data (41-49) menggambarkan segala sesuatu

yang dapat dinikmati melalui pandangan mata atau indera penglihatan dengan

demikian pemanfaatan asonansi suku tertutup bunyi konsonan /n/ dapat

dikategorikan dalam pencitraaan visual.

12) Asonansi Suku tertutup /r/

Pola asonansi suku tertutup /r/ oleh pengarang digunakan untuk

menggambarkan kondisi yang carut marut atau tidak beraturan. Hal ini dapat

dilihat dala data berikut.

(53) JURAGAN

Tembok sing daksendheni kedher, angine banter kaya lesus mobat-mabit.

(Leng,hal 86)

‗Tembok yang saya sandari bergetar, anginnya kencang seperti angin ribut

bertiup kekiri-kanan‘

(54) JURAGAN

Ora ana sing ngukup, sing larang kabeh ilang…sisane ajur mumur. Entek

gusis… (Leng, hal 86)

‗Tidak ada yang mengambil, yang mahal hilang semua… sisanya hancur

luluh. Habis musnah…‘

(55) BIBIT

Genah mbongkar langgar! (Tuk, hal 178)

‗Jelas membongkar mushola!‘

Pola asonansi suku tertutup /r/ muncul dengan posisi yang linier atau sama

yaitu pada suku kata terakhir (ultima). Data (53) di atas asonansi suku tertutup

bunyi /r/ dikombinasi dengan bunyi /e/ dimanfaatkan untuk menggambarkan

Page 106: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

keadaan yang kacau, berantakan yaitu pada kata kedher ‗bergetar‘ dan banter

‗kencang‘. Data (54) potensi bunyi /r/ dikombinasi dengan bunyi /u/ pada ajur

mumur ‗hancur luluh‘ yang juga menyatakan kondisi yang tidak baik. Pada data

(55) potensi bunyi /r/ dikombinasi dengan bunyi /a/ pada kata mbongkar

‗membongkar‘ dan langgar ‗mushola‘.

Pemanfaatan bunyi konsonan /r/ dalam data-data di atas menggambrakan

kondisi yang tidak stabil, serba tidak teratur, dan tidak menyenangkan dirasa.

13) Asonansi suku terutup /s/

Bunyi konsonan /s/ memiliki tekanan ritmik yang kuat dalam

pengucapannya sehingga mampu memberikan efek keindahan dalam dialog.

Bunyi /s/ termasuk dalam aspira berdesis sehingga dapat memberikan nuansa

yang berbeda dalam penguacapannya. Pemanfaatan asonansi suku tertutup bunyi

/s/ dapat dilihat dalam data berikut.

(56) BATINE BONGKREK SING ISIH NESU KARO BOJONE

Ora susah nangis! Tangis mung lamis. Kowe ki prihatina…(Leng, hal

123)

„Tidak usah menangis! Tangisanmu hanya bohong. Kamu harus

prihatin…‘

(57) SOLEMAN

Tebus, tebus nggedebus apa? (Leng, hal 138)

‗Tebus, tebus paling berbohong?‘

(58) MBAH JAGA

Nyatane ya mung saka kerdhus diorek-orek nganggo angus. (Dom, 232)

Nyatanya cuma dari kardus dicorat-coret pakai jelaga.

Pola asonansi /s/ muncu dalam posisi yang bisa dikatakan linier pada suku

kata trakir yaitu pada kata nangis dan tangis ‗menangis‘, lamis ‗bohong‘, tebus ‗,

tebus nggedebus ‗tebus, tebus berbohong‘, kerdhus ‗kardus‘, serta angus ‗jelaga‘

Page 107: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

sedangkan asonansi suku tertutup /s/ yang menempati awal suku kata terdapat

pada kata saka ‗dari‘ dan susah ‗tidak‘. Pada data (56-58) di atas purwakanthi

swara suku tertutup /s/ dengan dikombinasi bunyi /i/, /u/ dan /a/.

Pemanfaatan bunyi /s/ dalam dialog di atas dipilih pengarang untuk

menyampaikan suasana hati penutur yang tidak percaya pada lawan tutur.

Pemilihan bunyi konsonan /s/ juga mampu memanipulasi bunyi untuk membentuk

musikalitas bunyi yang mampu mempertegas keadaan.

14) Asonansi suku tertutup /t/

Pemanfaatan bunyi sebagai pembawa unsur keindahan dalam pengucapan

juga dimunculkan pengarang melalui aliterasi bunyi konsonan /t/ seperti yang

terlihat dalam data berikut ini.

(59) BEDOR

Den, Den… Ndoro! Juragane! Emut Den! Nyebut Den, nyebut! Sampeyan

niku enten napa? Eling! Eling Den! (Leng, hal 86)

‗Den, Den… Ndoro! Juragan! Ingat Den! Berdoa Den, berdoa! Anda

kenapa? Ingat! Ingat Den!

(60) PAK REBO

O, mangga, pinarak rada mepet caket mriki Mas. (Leng, hal 103)

‗O, silahkan, silahkan duduk agak dekat sini Mas.‘

(61) BEDOR

Urip ana kempitan kelek yen kurang bejane mambu kecut isih gampang

dijabut. (Leng, hal 110)

„Hidup berada dihimpitan ketiak jika kurang beruntung bau kecut dan

mudah dicabut‘

(62) ROMLI

Wong sengit ki sakuni-unine ya nylekit. (Tuk, hal183)

‗Orang benci setiap berbicara menyakitkan.‘

(63) DEN SETRA

Oh, nimas…saiki rambutku wis putih, rupaku yawis malih, pakulitanku

kisut, praenanku saya njengkerut..! (SAKING NELANGSANE NGANTI

RADA KELALEN) (Dom, 280)

Page 108: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Oh, adinda…sekarang rambutku sudah putih, wajahku juga sudah berubah,

kulitku berkerut, wajahku semakin kusut…! (KARENA TERLALU

SEDIH SAMPAI HAMPIR LUPA)

Pola asonansi suku tertutup yang dihadirkan pegarang pada data (59), (61) ,

dan (63) di atas potensi bunyi /t/ dikombinasi dengan bunyi /u/ yang dimunculkan

pada kata emut ‗ingat‘ nyebut ‗berdoa‘ kecut ‗kecut‘ dan dijabut ‗dijabut‘, kisut

‗kisut‘ serta njengkerut ‗berkerut‘. Dalam data (66) potensi bunyi /t/ dikombinasi

dengan bunyi /e/ pada kata mepet ‗mendesak‘ caket ‗dekat‘ sedangkan pada data

(62) potensi bunyi /t/ dikombinasi dengan bunyi /i/ yaitu pada kata sengit ‗benci‘

dan nylekit ‗menyakitkan‘.

Efek keindahan yang dimunculkan akibat adanya alitrasi bunyi konsonan /t/

dalam dialog tokohnya mampu memberikan unsuk musikalitas yang bernuansa

liris sekaligus menggambarkan kondisi yang berkenaan dengan indera manusia

seperti pada kata kecut yang berkenaan dengan indera pengecap dan kisut yang

berhubungan dengan indera peraba.kulit.

b. Purwakathi Guru Sastra (Aliterasi)

Aleterasi adalah gaya bahasa yang berupa perulangan konsonan yang sama.

Biasanya dipergunakan dalam puisi, kadang-kadang dalam prosa, untuk

penghiasan atau untuk penekanan (Gorys Keraf, 2004: 130). Dengan kata lain,

aleterasi adalah ulangan bunyi konsonan, lazimnya pada awal kata yang berurutan

untuk mencapai efek kesepadanan bunyi, dengan istilah lain purwakanthi atau

runtut konsonan (Sutarjo, 2003: 23).

Di dalam sebuah puisi realisasi perulangan bunyi aliterasi dimanfaatkan

dalam larik-larik puisinya, dengan tujuan memberikan: (1) efek keindahan yang

Page 109: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

timbul akibat adanya paduan bunyi yang memberikan unsuk musikalitas, (2)

gambaran arti tertentu sejalan dengan gambaran makna yang dinuansakan oleh

kata-kata pembentuk paduan bunyinya, (3) gambaran suasana tertentu

sebagaimana tertampilkan oleh ciri artikulasi, bentuk dan cara penulisan, (4)

gambaran hubungan kata atau unsur pembentuk teks, mampu mendekatkan kata-

kata/makna kata dalam teks secara asosiatif (Aminuddin, 1995: 155).

Konsonan dalam bahasa Jawa berjumlah 23 terdiri dari /b/. /c, /d/, /D/, /g/,

/h/, /j/, /k/, /?/, /l/, /m/, /n/, /ŋ/, /ñ/, /p/, /r/, /s/,/t/, /T/, /w/, /y/, dan untuk konsonan

/f/, dan /z/, dalam bahasa Jawa hanya ditemukan dalam kata-kata pungutan dari

bahasa asing. (Wedhawati, 2006: 73-74)

Naskah drama disusun tidak berupa larik-larik seperti dalam puisi, namun

keindahan yang terealisasi melalui perulangan bunyi aliterasi dapat dijumpai

dalam naskah drama berbahasa Jawa Gapit ini. Pengarang begitu memperhatikan

setiap keindahan kata-kata yang terangkai menjadi dialog tokoh-tokohnya. Hal ini

akan dijelaskan dalam uraian berikut.

Aleterasi adalah gaya bahasa yang berupa perulangan konsonan yang.

Biasanya dipergunakan dalam puisi, kadang-kadang dalam prosa, untuk

penghiasan atau untuk penekanan (Gorys Keraf, 2004: 130). Dengan kata lain,

aleterasi adalah ulangan bunyi konsonan, lazimnya pada awal kata yang berurutan

untuk mencapai efek kesepadanan bunyi, dengan istilah lain purwakanthi atau

runtut konsonan (Panuti Sudjiman, 1990: 4).

Page 110: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1) Aliterasi /b/

Di dalam naskah drama LTD pola aliterasi bunyi konsonan /b/ tidak banyak

dijumpai atau digunakan pengarang dalam dialog-dialog tokohnya. Namun

demikian tekanan ritmik dari bunyi /b/ yang berulang mampu memberikan

penekanan dan unsur musikalitas pada pengucapan dialog tokoh. Realisasi bunyi

/b/ dapat dilihat pada data berikut.

(64) JURAGAN

Bumine gonjing Dor, tembok sing dak sedheni kedher, angine banter

banget kaya lesus mobat-mabit. Bedoooor…ana lindhu, kae temboke

gempal, bumine hoyag!....Dor aku wedi…Doooor! (Leng, 86)

Buminya bergoyang Dor, dinding yang aku sandari bergetar, anginnya

kencang sekali seperti angin kencang. Bedoooor…ada gempa, itu

dindingnya runtuh, buminya goncang!....Dor aku takut….Doooor!

(65) BEDOR

Mboten enten sing ngeret-eret Den. Mboten enten sing mblejeti

juragane, mboten enten menungsa sing wani mlebu mriki. Kula mboten

turu, wiwit wau kula ngegrogok enten pojokan mriki nunggoni sampeyan,

nunggoni juragan. …. (Leng, 87)

Tidak ada yang menyeret Den. Tidak da yang menelanjangi juragan,

tidak ada manusia yang berani masuk sini. Saya tidak tidur, dari tadi say

duduk di pojok sini, menunggui anda, menunggui juragan….

(66) MAS MANTRI

Beh-kabeh, bur-buran manuk. Sisan kalah bacut klebus. ….(Dom, 226)

Semua, burung terbang. Sekalian kalah sudah terlajur kuyup. ….

Pada data (65) dan (66) bunyi /b/ dapat muncul di awal kata seperti pada

kata bumine ‗buminya‘ dan banter ‗kencang‘, beh-kebeh ‗semua‘ bur-buran

‗terbang‘, bacut ‗terlanjur‘ dan klebus ‗basah‘ khusus pada kata beh-kabeh dan

bur-buran musikalitas terasa sangat indah karena adanya pengulangan suku kata

kedua yang ditampilkan diawal kata. Asonansi suku tertutup /b/ juga

memperindah musikalitas pengucapan dialog melalui nama salah satu tokohnya

yaitu ―Bedor‖ yang turut hadir dalam dialog Juragan.

Page 111: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Untuk data (65) bunyi /b/ hadir setelah bunyi /m/ dikategorikan dalam

aliterasi bunyi /b/ karena asal katanya adalah boten ‗tidak‘ yang apabila diujarkan

sperti terdapat bunyi /m/ di depan kata /b/ sehingga oleh pengarang ditulis mboten.

Bunyi /b/ sebagai bunyi hambat bilabial bersura dapat mengasosiasikan

nada berat yang penuh tekanan atau penegasan. Bunyi /b/ yang tedapat dalam

dialog Juragan menggambarkan situasi yang mencekam yang dialami Juragan,

situasi yang tidak menyenangkan dan mengkhawatirkan seperti dalam kata lesus

mobat-mabit ‗angin kencang‘, sedangkan bunyi /b/ yang hadir dalam dialog Bedor

menggambarkan atau memberika penegasan tentang sesuatu kejadian yang

ditunjukkan dengan diulangnya kata mboten ‗tidak.

2) Aliterasi /c/

Pola literasi /c/ merupakan salah satu pembentuk variasi keindahan yang

digunakan pengarang untuk membangun nuansa estetis dalam dialog tokohnya.

Bunyi /c/ seperti halnya aliterasi /b/ mampu memberikan efek keindahan yang

ritmik dalam sebuah tuturan. Hal ini seperti yang disajikan dalam data berikut.

(67) KRESNA GAMBAR

… Malah duk ing uni nalika miwiti ngadege negara iki malah ya melu

cawe-cawe nggawe pondhasi. … (Dom, 233)

… Malah menurut cerita ketika memulai berdirinya negara ini malah ya

ikut campur membangu pondasi.

(68) DEN SETRA

Ora idhep isin…! Wong cilik sing mbok enggo ancik-ancik!... (Dom, 258)

Tidak tahu malu…! Orng kecil yang kau gunakan tumpuan! …

Pada data (67) cawe-cawe nggawe ‗ikut campur membuat‘ bunyi /c/ yang

berulang sebanyak dua kali yang juga merupaka sebuah perulangan kata yang

dipadu dengan perulangan bunyi konsonan /w/ dan vokal /e/ dimanfaatkan

Page 112: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pengarang dalam membangun nuansa heroik untuk menggambarkan perjuangan

Den Setra dalam usahanya turut serta membangun negara.

Pemanfaatan bunyi konsonan /c/ juga ditunjukkan data (68) yang merangkai

konsonan /c/ dengan vokal /i/. Hal ini digunakan pengarang untuk

menggambarkan sesuatu yang kecil. Dalam hal ini penggambarn yang

dimaksudkan pengarang adalah kondisi atau keadaan rakyat kecil yang selalu

tiperlakukan tidak adil oleh penguasa. Pemilihan vokal /i/ untuk penggambar ini

sesuai dengan nilai rasa yang dihadirkan vokal /i/ sebagai sesuatu yang kecil.

3) Aliterasi /dh/

Di dalam naskah drama yang menjadi objek kajian penulis ini, terdapat

aliterasi bunyi /D/ atau /dh/ namun intensitas kemunculannya sangat minim.

Aliterasi /dh/ merupakan variasi bunyi yang dipotensikan pengarang dalam

menyajikan keindahan dialog tokohnya. Realisasi aliterasi bunyi konsonan /dh/

dapat disimak dalam data berikut.

(69) MBAH JAGA

... Hayo, sapa wani maju neng palagan, prang tandhing ngetog

kasudibyan, nya dhadha, endi dhadha, saiki rasakna, krodha mangada-

ada, sirna tanpa gatra wong kang pindha drubiksa … (Dom, 226)

… Hayo, siapa beran maju ke medan perang, perang mengeluarkan

kelebihan, ini dada, nama dada, sekarang rasakan, napsu mengada-ada

sirna tanpa badan yang seperti barbar.

Pada data (69) di atas, aliterasi /dh/ muncul pada suku kata pertama dan

kedua dari belakang menimbulkan musikalitas bunyi yang estetis. Penggunaan

bahasa Jawa Kawi dalam dialog yang dibawakan Mbah Jaga menghadirkan nilai

rasa yang berbeda dengan dialog-dialog sebelumnya.

Page 113: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Dengan demikian unsur keindahan bunyi melalui memanfaatan aliterasi

bunyi /dh/ melalui bahasa Jawa Kawi dalam naskah drama mampu memberi

nuansa lain dalam sebuah dialog tokohnya sehingga menghindarkan menotonan.

4) Aliterasi /g/

Aliterasi dengan pemanfaatan bunyi konsonan /g/ nampak dalam dialoh

tokoh dapat dilihat pada data berikut ini.

(70) SOLEMAN

… gawe gara-gara terus! (Tuk, hal 151)

‗… membuat gara-gara terus!‘

(71) LANDA BAJANG

Mulane aku ora sudi mrana. Ambune badheg, neng ambegan seseg, kulit

dadi gatel, neng mata rembes… (Dom, 255)

Makanya aku tidak mau ke sana. Baunya tidak sedap, membuat sesak

napas, kulit jadi gatal, mata jadi berair…

(72) KRESNA GAMBAR

… Dak tunggu dak antu-antu jantraning jagad lir gumantine gelaran

bumi. … (Dom, 264)

… Aku tunggu, aku nanti peristiwa akan terus berputar seriring perputaran

bumi.

Aliterasi konsonan /g/ pada data (70) sampai dengan (72) muncul pada suku

kata pertama yaitu pada kata gawe gara-gara ‗membuat gara-gara‘, gatel ‗gatal,

gumantine gelaran ‗bergantinya peristiwa‘. Untuk kemunculan yang lain bunyi

konsonan /g/ ditemukan menempati posisi suku kata terakhir (ultima) yaitu pada

kata badheg ‗tidak sedap‘, seseg ‗sesak napas‘, untuk posisi suku kata kedua dari

belakang terdapat dalam kata tunggu ‗tunggu‘, kemudian untuk posisi suku kata

ketiga dari belakang terdapat dalam kata jagad ‗dunia‘ dan ambegan ‗napas‘.

Bunyi /g/ yang muncul secara berulang-ulang oleh pengarang dimanfaatkan

untuk menyampaikan sesuatu kondisi secara tegas melalui dialog yang diutarakan

Page 114: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

tokoh. Hal ini didasarkan pada pembentukan suara yang dihasilkan oleh bunyi /g/

adalah berat dan kaku sehingga menimbulkan kesan yang demikian pula.

5) Aliterasi /j/

Aliterasi /j/ yang terdapat dalam naskah drama ini muncul dalam posisi yang

bervariasi. Variasi yang dimunculkan ini digunakan pengarang untukmenyatakan

sesuatu kondisi atau keadaan. Hal ini dpat dilihat dalm data berikut.

(73) KRESNA GAMBAR

… Bejane Bajang. (Dom, 236)

… Beruntung Bajang.

(74) MBAH JAGA

Aja ewa, wis dadi jodhone Bajang. (Dom, 236)

Jangan iri, sudah jadi jodohnya Bajang.

(75) KRESNA GAMBAR

Wis jodho apa mung bojo…? (Dom, 236)

Sudah jodo apa hanya istri…?

(76) PAK LAKON

… Jang, wiwit ndhisik jagal njegal jagal ki ya ana, akeh….

………………….

Ampun wedi kudu saget melu sikut-sikutan, sing bingung lena dhupak

mawon yen perlu jing-binajing. (Dom, 253)

… Jang, dari dulu tukang sembelih saling jegal itu ada, banyak. …

…………………………

Jangan takut, harus bisa ikut sikut-sikutan, yang bingung tending saja jika

perlu saling memfitnah.

Viariasi yang ditampilkan konsonan /j/ terdapat pada posisi suku kata

pertama seperti kata jodho ‗jodoh‘, jagal ‗tukang menyembelih hewan‘, dan

sapaan utuk tokong Bajang yaitu ‗Jang‘. Posisi konsonan /j/ juga ditemukan pada

perulangan suku kata kedua yang diulang di awal yaitu pada kata ‗jing-binajing

‗memfitnah‘. Posisi aliterasi konsonan /j/ ditemukan pula pada posisi suku kata

kedua dari belakang yaitu pada kata bejane ‗beruntungnya dan bojo

Page 115: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

‗istri/pasangan‘, dalam data (73) dan (74) terdapat posisi konsonan /j/ pada suku

kata keempat dari belakang. Dialog-dialog yang memanfaatkan aliterasi /j/ ini

mengasosiasikan bahwa ada sesuatu yang telah baku dan kaku.

6) Aliterasi /k/

Bunyi konsonan /k/ sama halnya dengan aliterasi yang lainnya mampu

membawa nilai estetis ke dalam dialog yang diucapkan pemain dalam

melakonkan naskah drama ini. Dalam naskah drama ini pemanfaatan aliterasi

bunyi konsonan /k/ banyak digunakan pengarang untuk memperoleh efek tegas.

Hal ini dapat dilihat dalam data berikut ini.

(77) MBOK SENIK

Krek, saiki kowe ki mung kari ijen. Kanca-kancamu wis padha katut, ora

susah diselaki. (Leng, hal 68)

‘Krek, sekarang kamu tinggal sendirian. Teman-temanmu sudah tidak ada,

tidak usah kau ingkari.‘

(78) BEDOR

Mung kucing kuwuk mawon kok. Sesuk kulo goleke kucing pasar, akeh

tunggale. (Leng, hal 110)

‗Hanya kucing hitam saja. Besuk saya carikan kucing pasar, banyak

jenisnya‘

(79) JURAGAN

Swarane! Klesik-klesik kaya ana neng kuping, cedhak banget. (Leng, hal

77)

‗Suaranya! Pelan-pelan seperti berada di kuping, dekat sekali‘

(80) BOJONE ROMLI

Isin kowe? Uwong ki yen wis kebacut ala kelakuawane… (Tuk, hal 139)

‗Kamu malu? Orang itu kalau sudah terlanjur jelek kelakuannya…‘

(81) BIBIT

Kawit mau kandhange wis bukakan! (Tuk, hal 149)

‗Dari tadi kandangnya sudah terbuka!

(82) MBOKDE JEMPRIT

Kober-kobere kerah! (Tuk, hal 160)

‗Sempat-sempatnya berkelahi.‘

Page 116: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(83) MBAH KAWIT

...wekasane rak ya mung dadi bakul klontongan, ider karet kolor karo

sumbu kompor turut kampung,… (Tuk, hal 166)

‗...akhirnya hanya jadi pedagang klontongan, menjual karet tali seluler

sama sumbu kompor keliling kampung…‘

(84) SOLEMAN

Aku kowe, kabeh sing neng kene, neng kutha iki, mung ndesel... (Tuk, hal

212)

‗Saya kamu, semua yang di sini, di kota ini, hanya mendesak…‘

(85) JANAKA

Wong kabeh manungsa niku tan luput kadunugan lali lan luput. (Leng, hal

121)

‗Semua manusia tidak lepas dari kesalahan lupa dan salah.‘

(86) DEN SETRA

Arep tekan ngendi lelakonmu mengko, apa malah mung cukup sak mene.

Rampung eneng kene, kelangan dhapukan, kelangan jejer, ketendhang

saka kalangan. … (Dom, 228)

Mau sampai dimana kehidupanmu nanti, apa justru hanya sampai di sini.

Selesai di sini, kehilangan peran, kehilangan jati diri, tertendang dari

lingkungan…

(87) KRESNA GAMBAR

… Nganti kepepet, kepojok, keseser, njur disisihake terus mingir-minggir-

minggir nganti pungkasane dikandhangake ana kene. Sajake malah

nganti diarah patine, dianggep mbebayani. (Dom, 233)

… Sampai terpepet, terpojok, terseret, lalu disisihkan terus minggi-

minggir-minggir sampai akhirnya dimasukkan kandang di sini. Sepertinya

malah sampai diusahakan kematinya, dianggap membahayakan.

Bunyi /k/ muncul secara bervariasi dalam data mulai dari (77) sampai dat

(87) dengan posisi pada: 1) suku kata pertama, 2) suku kata terakhir dari belakang,

3) suku kata kedua dari belakang (paenultima), dan 4) suku kata ketiga terakhir

dari belakang. Bunyi /k/ yang muncul di awal suku kata atau kata dapat digunakan

pengarang untuk menggunakan kata yang hanya terdiri dari satu suku kata seperti

kata kok yang merupakan kata seru dan ki yang merupakan pemendekan dari kata

iki ‗ini‘. Pemendekan tersebut dimaksudkan untuk memunculkan kesan bahasa

Page 117: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ujaran lisan, sebagaimana naskah ini adalah naskah drama yang nantinya akan

dipanggungkan.

Bunyi /k/ yang muncul diawal kata secara linier akan menciptakan efek yang

estetis ketika didengar, hal ini nampak pada data (77), (78), (82), dan (86). Bunyi

/k/ yang merupakan bunyi hambat dorso-velar tak bersuara merupakan bunyi

ringan, tinggi, namun penuh tekanan sesuai untuk menggambarkan perasaan yang

ringan namun tegas.

7) Aliterasi /l/

Perulangan bunyi /l/ sangat minim digunakan pengarang dalam naskahnya.

Bunyi /l/ yang muncul secara berulang juga dapat memberikan tekanan ritmik

sebuah kalimat yang terwujud dalam dialog tokoh-tokohnya. Meskipun aliterasi

bunyi konsonan /l/ ini sangat minim digunakan dalam nasakah drama ini masih

dapat dijumpai seperti dalam data berikut.

(88) JANAKA

Wong kabeh manungsa niku tan luput kadunugan lali lan luput. (Leng, hal

121)

‗Semua manusia tidak lepas dari kesalahan lupa dan salah.‘

Bunyi konsonan /l/ pada data (88) muncul dalam posisi awal kata memiliki

kedekatan makna antara kata lali ‗lupa‘ dan luput ‗salah‘.

8) Aliterasi /m/

Bunyi aliterasi /m/ muncul secara berulang dalam naskah drama ini dengan

posisi yang beragam. Purwakanthi guru sastra berupa perulangan bunyi konsonan

/m/ dapat dilihat dalam data berikut ini.

Page 118: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(89) MBAH JAGA

Wis ben, diumbar wae luwung nyekel kertu tinimbang mung muring-

muring misuhi lelakone, misuhi bapakne, misuhi kahanane, kancane. …

(Dom, 229)

Sudah biarkan saja, diumbar saja, mending pegang kartu daripada hanya

marah-marah, mengumpat hidupnya, mengumpat bapaknya, mengumpat

keadaannya, temannya. …

Bunyi /m/ masuk dalam pengucapan bunyi sengau-bilabial bersuara

digunakan pengarang dalam memberikan efek keindahan dalam pengucapan

dialog. Bunyi /m/ dalam data (89) muncul di awal kata seperti dalam kata misuhi

‗mengumpat‘ yang diulang sempurna sebanyak tiga kali dan kata muring ‗marah‘

yang juga diulang sempurna sebanyak dua kali. Bunyi konsonan sengau-bilabial

bersuara /m/ juga muncul pada posisi di akhir suku kata seperti terlihat dalam

kata tinimbang ‗daripada‘ dan juga muncul pada posisi akhir suku kata seperti

kata diumbar ‗dibiarkan‘.

Bunyi konsonan /m/ pada data (89) menegaskan kondisi psikis tokoh lain

yang tengah dalam masa-masa sulit sehingga tidak bisa mengedalikan emosinya.

9) Aliterasi /ŋ/

Aliterasi bunyi /ŋ/ juga sangat minim digunakan oleh pengarang dalam

menyusun keindahan kalimat dalam dialog tokoh. Perulangan bunyi /ŋ/ dapat

dilihat dalam data berikut.

(90) PAK LAKON

… Lha sing ngene iki srawungane rak karo wong akeh, karo nyawa

pirang-pirang ta. Mula kudu bisa srawung, bisa momong, bisa ngemong.

… (Dom, 252)

… Lha yang seperti ini pergaulannya kan dengan banyak orang, dengan

banyak nyawa kan. Makanya harus bisa bergaul, bisa merawat, bisa

mengayomi. …

Page 119: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Bunyi /ŋ/ muncul secara bervariasi dalam data (90) menempati posisi suku

kata terakhir dan awal suku kata. Bunyi /ŋ/ dimanfaatkan pengarang dalam

menggambarkan sesuatu yang berhubungan sebab akibat.

10) Aliterasi /r/

Pola aliterasi /r/ dalam naskah drama ini kemunculannya tergolong minim.

Pola literasi /r/ dalam posisi awal suku kata nampak dalam data yang tersaji

berikut ini.

(91) JURAGAN

Rubung-rubung ana ngarep regol. Akeh banget. (MILANG-MILING)

(Leng, hal 89)

‘Semua kumpul di depan regol. Banyak sekali. (MELIHAT-LIHAT)‘

(92) JURAGAN Nyekel barang rumit barang rumpil ki ora gampang, kelepyan sithik wong

sakpabrik ilang. (Leng, hal 110)

‗Memegang barang rumit barang terlepas tidak mudah, lupa sedikit orang

seluruh pabrik bias hilang.‘

(93) KRESNA GAMBAR

… Dudu dhuwit sing dak buru. Dudu benggol sing dak luru. (Dom, 231)

… Bukan uang yang aku buru. Bukan receh yang aku pungut.

Apabila dilihat dari cara pengucapannya, konsonan /r/ diucapkan dengan

menggetarkan lidah sehingga dalam dialog tokoh di atas menggambarkan sesuatu

keadaan yang serba membutuhkan perhatian lebih.

Dan dalam data (92) aliterasi konsonan bunyi /r/ bertemu dengan asonansi

/u/ baik di belakang konsonan /r/ yang menjadikan mukalitasnya terdengar indah

dan teratur.

Page 120: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11) Aliterasi /s/

Bunyi /s/ yang cara pengucapannya mendesis memiliki kekuatan dalam

menciptakan efek musikalitas yang indah. Pemanfaatan bunyi konsonan /s/ dapat

dilihat dalam data berikut.

(94) PAK REBO

Sing arep slametan sesuk ki sapa? (Leng, hal 108)

‗Yang mau syukuran besuk siapa?‘

Meskipun kemuncuanya sangat minim dalm naskah drama ini, namun

keindahan pengucapan konsonan bunyi /s/ dalam data (94) mampu

menggambarkan suasana yang ringan. Pemanfaata bunyi /s/ secara konsisten di

awal kata membuat pengucapan kalimatnya terasa sangat ritmik dan indah.

12) Aliterasi /t/

Realisasi dari pemakaian aliterasi /t/ sebagi purwakanthi guru swara dalam

naskah drama juga mampu menimbulka efek keindahan. Hal ini tercermin dalam

data yang disajikan berikut ini.

(95) BONGKREK

(MUNTAB) Tobat tenan thik, swara siji kae kok mesthi ngusuhi. (Leng,hal

67)

‗(MARAH) Benar-benar tobat thik, suara satu itu selalu mengganggu.‘

(96) MBAH JAGA

Biyangane ....! Asat nggereng! Layak ditus ora tetes.(Dom, 223)

Biyangane…! Kering krontang! Pantas sampai dijungkirkan tidak tetes.

Pada data (95) konsonan /t/ berkolaborasi dengan bunyi konsonan /T/ yang

membuat keindahan dialog semakin terasa. Penggunaan konsonan /t/ pada kata

tobat tenan ‗benar-benar tobat‘ disambung dengan kata seru ‗thik‘ yang

menggunakan bunyi konsonan /T/ menjadikan perpaduan yang ritmik. Dengan

Page 121: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

demikian data (95) mampu menegaskan situasi yang selalu berulang.

Penggambaran serupa juga ditemukn dalam data (96).

13) Aliterasi /w/

Keragaman posisi munculnya bunyi konsonan /w/ dalam naskah drama ini

secara umum dapat memberikan tekanan pada aspek musikalitas ujaran.

Penggunaan aliterasi /w/ yang juga minim intensitas kemunculannya dapat dilihat

dalam data berikut.

(97) LANDA BAJANG

Yo ben! Kertu kawit mau mati terus… Kertu dhemit, kertu bosok, wek-

uwek sisan…(Dom, 227)

Biari! Kartu dari tadi mati terus… Kartu setan, kartu busuk, sobek-sobek

sekalian…

(98) DEN SETRA

… Ben milih, ben mlaku neng dalane dhewe! Wong-wong kuwi luwih

wanuh luwih ngerti karo karepe! Aja mbok setani! (Dom, 261)

… Biar memilih, biar berjalan di jalannya sendiri! Orang-orang itu lebih

kenal lebih paham dengan keinginannya! Jangan kau bujuk.

(99) PRAPTI

…, Cah wadon ngendi sing gelem nglakoni kaya aku, saben dina anane

mung was-was, wedi, kuwatir merga kowe dadi buron neng kene, sing ora

karu-karuwan uripe, sandhang pangan kowe durung bisa nyembadani.

(Dom, 267)

…, Perempuan mana yang mau menjalani seperti aku, tiap hari yang ada

hanya cemas, takut, khawatir sebab kamu jadi buronan di sini, yang tidak

pasti hidupnya, kebutuhan pakaian dan makan kamu belum bisa mencari.

Pada data (98) dan (99) penggunaan bunyi konsonan /w/ diulang sebanyak

tujuh kali yang muncul di awal kata, maupun awal suku kata. Sedangkan dalam

data (97) penggunaan konsonan bunyi /w/ terdapat pengulangan sebagian suku

kata yang diulang pada awal kata berikutnya yaitu pada kata wek-uwek ‗sobek-

sobek‘.

Page 122: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Ketiga data yang menggunakan aliterasi konsonan /w/ di atas, digunakan

pengarang dalam menggambarkan suatu kondisi yang kurang nyaman.

Pemanfaatan bunyi kosonan /w/ untuk menggambarkan kondisi yang tidak

menyenangkan ini dirasa mampu membawa emosi pendengar untuk larut dalam

penghayatan dialog.

Pemanfaatan asonansi dan aliterasi dalam naskah drama yang terangkum

dalam buku kumpulan naskah berjudul Gapit tidak semua mucul dalam dialog

tokoh-tokohnya. Adapun dominasi pemanfaatan asonansi dan aliterasi dalam

naskah drama Gapit karya Bambang Widoyo SP, dapat dilihat pada table berikut.

Tabel 2

DOMINASI PEMANFAATAN BUNYI DALAM NASKAH DRAMA

BERBAHASA JAWA DALAM GAPIT KARYA BAMBANG WIDOYO SP.

NO ASPEK BUNYI

Jumlah Presentase

1 ASONANSI

a. Asonansi /a/ 6 19,35%

b. Asonansi /i/ 7 22,58%

c. Asonansi /u/ 5 16.12%

d. Asonansi /ǝ/ 5 16.12%

e. Asonansi /e/ 5 16.12%

f. Asonansi /o/ 3 9.67%

Total 31 100%

ASONANSI SUKU TERTUTUP

a. Sonansi Suku Tertutup /g/ 2 6.06%

b. Sonansi Suku Tertutup /h/ 3 9.09%

c. Sonansi Suku Tertutup /k/ 4 12.12%

d. Sonansi Suku Tertutup /l/ 3 9.09%

e. Sonansi Suku Tertutup /n/ 10 30.30%

f. Sonansi Suku Tertutup /r/ 3 9.09%

g. Sonansi Suku Tertutup /s/ 3 9.09%

h. Sonansi Suku Tertutup /t/ 5 15.15%

Page 123: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Total 33 100%

Lanjutan

NO ASPEK BUNYI

Jumlah Presentse

2 ALITERASI

a. Aliterasi /b/ 2 5.71%

b. Aliterasi /c/ 2 5.71%

c. Aliterasi /d/ - -

d. Aliterasi /dh/ 1 2.85%

e. Aliterasi /g/ 3 8.57%

f. Aliterasi /h/ - -

g. Aliterasi /j/ 4 11.42%

h. Aliterasi /k/ 11 31.42%

i. Aliterasi /l/ 1 2.85%

j. Aliterasi /m/ 1 2.85%

k. Aliterasi /n/ - -

l. Aliterasi /ŋ/ 1 2.85%

m. Aliterasi /ñ/ - -

n. Aliterasi /p/ - -

o. Aliterasi/r/ 3 8.57%

p. Aliterasi /s/ 1 2.85%

q. Aliterasi /t/ 2 5.71%

r. Aliterasi /w/ 3 8.57%

s. Aliterasi /y/ - -

Total 35 100%

Di dalam tabel 2 dapat diketahui dominasi penggunaan asonansi da aliterasi

yang dimanfaatkan oleh pengarang (Bambang Widoyo SP) menunjukkan bunyi

apa saja yang muncul membentuk keindahan dalam dialog. Dari penghitungan

jumlah presentase tersebut diketahui bahwa asonansi /i/ muncul sebagai yang

dominan digunakan pengarang dengan presentase kemunculan 22,58%. Asonansi

bunyi vokal /i/ muncul untuk menggambarkan kondisi yang serba kecil, terjepit,

dan selalu menjadi objek penderita. Hal ini sesuai dengan latar belakang penulisan

naskah yang memang megangkat kehidupan rakyat kecil dalam komunitas yang

Page 124: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

kecil pula. Bunyi vokal yang kurang produktif digunakan pengarang dalam

karyanya adalah asonansi bunyi vokal /o/ yang mencapai jumlah presentase

sebesar 9.67%. Penyebabnya adalah kata-kata bahasa Jawa memang sangat sedikit

yang menggunakan vokal /o/. Untuk asonansi suku tertutup didominasi dengan

penggunaan bunyi /n/ yang mencapai jumalah presentase 30.30%. Bunyi-bunyi

asonansi suku tertutup bunyi /n/ banyak muncul dalam naskah ini dikarenakan

bunyi tersebut juga difungsikan sebagai pembentuk afiks –an yang mendukung

keindahan bunyi dalam dialog tokoh-tokohnya.

Panggunaan aliterasi konsonan dalam naskah drama berbahasa Jawa Gapit

ini tidak semuanya muncul. Dominasi kemunculan aliterasi konsonan berupa

bunyi /k/ yang mencapai 31.42%. Penggunaan aliterasi konsonan /k/ yang

dominan disinyalir karena bunyi /k/ mampu memberikan efek tegas dan dalam

dalam dialog-dialog yang dihadirkan.

2. Pemanfaatan Diksi atau Pemilihan Kosakata

Di dalam menyapaikan pesan melalui naskah drama, pengarang dituntut

mampu menggunakan diksi dengan tepat. Hal ini didasari bahwa ungakapan-

ungkapan yang digunakan pengarang bisa jadi pencerminan sikap batin maupun

idenya. Pemanfaatan diksi dalam naskah drama tidak hanya berkaitan erat dengan

style pengarang dalam menulis, namun juga latar belakang naskah drama yang

ditulisnya. Latar belakang yang dimaksudkan di sini adalah aspek sosial,

psikologis, dari tokoh-tokoh yang ditampilkan pengarang.

Seperti telah dijelaskan di atas, bahwa pilihan kata yang digunakan

pengarang dalam menciptakan dunia alternative memang sedikit tidak lazim.

Page 125: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Penulis sastra lakon sebagai angoota masyarakat mengamati kehidupan dan sistem

yang menggerakknnya. Setelah mengamati dan dan mengenali segala sesuatu

yang menjalin kehidupan tersebut mereka akan menciptakan dunia tandingan yang

merupakan kesimpulan atas pengamatannya. Setiap penulis sastra lakon memiliki

pretensi yang khas dari hasil pengamatan yang akurat yang kemudian dituangkan

dalam tulisannya.

Diksi adalah pilihan kata yang tepat, baik dalam kata, frasa maupun dalam

kalimat untuk menyampaikan gagasan dan kemampuan menemukan bentuk-

bentuk yang sesuai dengan situasi sehingga memperoleh efek tertentu.

Karakteristik diksi atau pilihan kata yang ditemukan di dalam naskah drama LT

karya Bambang Widoyo S.P., meliputi (1) tembung saroja, (2) kata seru, (3)

sinonim, (4) idiom atau ungkapan, (5) tembung kasar ‗kata makian‘.

a. Tembung saroja

Tembung saroja adalah dua buah kata yang mempunyai makna sama atau

hampir sama (makna mirip) dan dipakai secara bersama-sama (Edi Subroto,1999:

72). Tembung saroja tegese tembung rangkep, maksude tembung loro kang padha

utawa meh padha tegese dianggo bebarengan. ‗Kata saroja berarti rangkap,

maksudnya dua kata yang sama atau hampir sama artinya digunakan bersama‘

(Padmosoekotjo, 1960). Penggunaan tembung saroja dalam naskah drama ini

dapat dilihat dalam uraian berikut.

(100) PAK REBO

Wenangku ki apa? Pokoke angger ora njarah rayah wewengkonku wae

ora dadi ngapa. (Leng, hal 80)

‗Kuasaku apa? Pokoknya kalau tidak merebut pekerjaanku tidak jadi

masalah.‘

Page 126: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(101) KRESNA GAMBAR

Yen tranahe wis ora kuwat nglakoni lara-lapane dadi bojone tukang

gabar arep kepriye meneh. (Dom, 235)

Jika sudah tidak kuat menjalani sengsaranya jadi istrinya tukang gambar

mau bagaimana lagi.

Njarah rayah ‗merebut‘ pada data (100) kata tersebut apabila dipisah berarti

sama atau hampir sama artinya, yaitu kata njarah berarti rebut dan kata rayah juga

berarti rebut. Untuk data (101) kata lara yang mempunyai arti sakit bersenyawa

dengan lapa yang berarti lapar, dalam hal ini jika orang merasakan lapara akan

menyebabkan kesakitan. Pemanfaatan dua kata dengan makna yang hampir sama

atau mendekati dalam tuturannya bertujuan untuk memperkuat emosi yang akan

ditimbulkan.

(102) BONGKREK

Sepi nyenyet sing ngeten niki sing ngangenke. Neng ati marakne wening,

semeleh ora kremrungsung, penak dienggo ngademne pikir. Ndisik dhek

durung ana pabrik sareyan mriki rasane tentrem ayem. Kepenak dienggo

sembayang (Leng, hal 95)

‗Sepi yang seperti ini yang mengingatkan. Di hati membuat bening, pasrah

tidak tergesah-gesah, enak buat menenangkan pikiran. Dulu sebelum ada

pabrik makam di sini rasanya tenang sejahtera. Enak buat sembahyang.‘

Pada data (102) terdapat dua tembung saroja frasa sepi nyenyet ‗sepi sekali‘

dan tentrem ayem ‗tenang/tentram‘. Sepi nyenyet kata tersebut apabila dipisah

berarti sama atau hampir sama artinya, yaitu kata sepi berarti sepi dan kata

nyenyet juga berarti sepi dan frasa tentrem ayem kata tentrem berarti tentram, kata

ayem juga berarti tenang/tentram. Frasa tentrem ayem merupakan pilihan kata

yang kurang tepat. Kekurangtepatannya bukan tentrem ayem tetapi ayem tentrem

seperti pada data (103)

(103) JANAKA

Lha niku, sing wigati malah dereng kecekel, rasa cedhak karo sing gawe

Page 127: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

urip. Uripe ayem tetrem rahayu slamet. (Leng, hal 102)

‗Lha itu, yang penting malah belum mengerti, terasa dekat dengan yang

membuat hidup. Hidupnya sangat tenang sejahtera‘

(104) PAK LAKON

Wis wancine siram rah jamas getih, ya ngger. (Dom, 243)

Sudah saatnya mandi darah.

(105) MBAH JAGA

Apa meneh manungsa sing jare digawani nalar pikir rasa-pangrasa lan

pengarep-arep, kudune luwih sempurna olehe nata uripe, … (Dom, 251)

Apalagi manusia yang dianugrahi pikiran, perasaan dan cita-cita, harusnya

bisa lebih sempurna dalam menata hidupnya, …

Data (103-105) di atas terdapat dua tembung saroja, yaitu frasa ayem

tentrem dan frasa rahayu slamet. Frasa ayem tentrem terdiri dari dua kata yaitu

ayem dan tentrem yang sama-sama memiliki arti tenang/tentram. Frasa rahayu

slamet terdiri dari dua kata rahayu slamet yang sama-sama memiliki arti

selamat/sejahtera. Untuk data (104) frasa siram rah yang berarti mandi darah

bertemu dengan frasa jamas getih yang berarti sama yaitu mani darah. Dan untuk

data (105) frasa nalar pikir mempunyai arti yang sama dan berdekatan maknanya

dengan rasa pangrasa yang berarti perasaan.

Penggunaan dua tembung saroja dalam satu ujaran dapat memberikan efek

yang kuat pada makna yang hendak disampaikan. Sehingga pemahaman akan

emosi yang ditimbulkan oleh ujaran terebut mampu memberikan efek psikologis

bagi pemainnya.

(106) MBOKDE JEMPRIT

Nek nyangkut bot repote papan kene kuwi nyangkut butuhe wong akeh.

(Tuk, hal 170)

‗Kalau menyangkut beban repot tempat di sini itu menyangkut

kebutuhannya orang banyak.‘

(107) MBOKDE JEMPRIT

Margesaren kene dadi jejel riyel. (Tuk, hal 183)

‗Margesaren sini jadi penuh berjejal-jejal‘

Page 128: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(108) MBAH KAWIT

Ujare sapa? Swarga thik gampang emen digayuh nganggo drajat

pangkat. (Tuk, hal 197)

‗Kata siapa? Surga mudah sekali dicapai dengan kedudukan.‘

(109) LIK BISMA

Paringana bagas waras! (Tuk, hal 207)

‗Berikanlah kesehatan!‘

(110) PAK LAKON

Botohe karo jagone ki kudu mong-kinemong. (Dom, 241)

Yang pasang taruhan dan jagonya harus bisa saling memelihara.

(111) KRESNA GAMBAR

Majua, aku ora arep tedheng aling-aling….(Dom, 257)

Majulah, aku tidak akan sembunyi.

Pada data (106-111) terdapat bentuk tembung saroja yaitu frasa bot repot

‗beban‘, jejel riyel ‗berjejal-jejal‘, drajat pangkat ‗pangkat‘, dan bagas waras

‗sehat‘, mong kinemong ‗saling memelihara‘, tedheng aling-aling ‗bersembunyi‘.

Kata jejel berarti berjejal, kata riyel juga berarti berjejal. Kata drajat berarti

pangkat, kata pangkat juga berarti pangkat. Kata bagas berarti sehat/kuat, kata

waras juga berarti sehat/kuat. Kata mong merupakan asal kata dari kata kinemong

yang berarti dijaga/dipelihara/diperhatikan.

Pengarang dalam hal ini sering menggunakan tembung saroja dalam dialog-

dialog tokohnya sepertinya ingin memberikan efek yang lebih dalam terhadap

emosi yang harus dicapai pemain drama. Selain itu pemanfaatan tembung saroja

dalam suatu kalimat akan memberikan makna lebih atau berlebih-lebihan.

b. Kata Seru

Pengertian kata seru seperti dalam Kmaus Lingustik adalah kata atau frasa

yang dipakai untuk mengawali seruan, misalnya alangkah (Bahasa Indonesia)

Page 129: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(Kridalaksana: 2008: 112). Kata seru seperti dalam contoh merupakan bentuk kata

yang tak dapat diberi afiks dan yang tidak mempunyai dukungan sintaksis dengan

bentuk lain, dan dipakai untuk mengungkapkan perasaan. Di dalam askah-naskah

drama ang dianalisis, kata seru di bedakan menjadi kata seru yang menunjukkan

kerterkejutan, kata seru yang menunjukkan emosi marah, dan kata seru yang

menunjukkan rasa kagum. Berikut ini adalah pemakaian kata seru dalam naskah

drama LTD.

1) Kata seru yang menunjukkan keterkejutan

(112) BONGKREK

Lha…, nggih nggen mriku lupute. (Leng, hal 69)

‗Lha…, ya itu letak kesalahannya.‘

(113) MBOK SENIK

E,e Ora genah kijing kok dititipke. Yen ana tamu mengko sing ndongani

sapa? (Leng, hal 82)

‗E,e Tidak jelas kijing kok dititipkan. Kalau ada tamu nanti yang

mendoakan siapa?‘

(114) MBOK SENIK

Horok, kowe mau metu ki perlune apa? Kok malah nyocoke buntut. (Leng,

hal 120)

‗Horok, kamu mau keluar itu perlunya apa? Kok malah melihat nomer.‘

(115) KECIK

Heh…? Kobongan… pabrike kobongan!!! (Leng ,hal 124)

‗Heh… ? terbakar… pabriknya terbakar!!!‘

(116) LIK BISMA

O, ponakan sampeyan ta! Lha inggih, sakniki bareng di kukup Jupri lagi

gelem ngaku anak. (Tuk, hal 142)

‗O, keponakan kamu ya! Lha iya, sekarang setelah di ambil Jupri baru

mengakui anak.

(117) MBAH KAWIT

E’eh, apa ora kapok cah kae? (Tuk, hal 143)

‗E‘eh, apa dia tidak jera?

(118) MBAH KAWIT

Page 130: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Blaik, botohan maneh ta? (Tuk, hal 143)

‗Blaik, taruhan lagi?‘

(119) MBAH KAWIT

Horotoyoooh! Marto Krusuk kuwi! Ngrungokne ora? (Tuk, hal 199)

‗Horotoyoooh! Marto Krusuk itu! Mendengarkan tidak?

(120) PAK REBO

Ooooo,… ngoten ta. Bul tesih bujangan, tesih jaka ta, nuwun sewu

yuswane pinten? (Leng , hal 105)

‗Oooo,…begitu. Bul masih bujangan, masih perjaka, permisi umurnya

berapa?‘

(121) MBOK SENIK

Halaah, kok ndadak tekan sugih, wong bendinane, yen butuhe saget

ketutup mawon kula matur nuwun. (Leng, hal 101)

‗Halaah, kok sampai menjadi kaya, orang setiap harinya, kalau

kebutuhanya bisa mencukupi saja saya sudah bersyukur.‘

(122) BEDOR

Wo, wis mati. Mati!! Pejah Den… Den…Ndara! Bagong mati. Bagong

mati. (Leng, hal 109)

‗Wo, sudah mati. Mati !! meninggal Den… Den… Ndara! Bagong mati.

Bagong mati.‘

(123) PAK LAKON

Huuu, turu kepriye…(Dom, 241)

Huuu, tidur gimana….

(124) KRESNA GAMBAR

Heh…? Genah modar!! Nengapa kuwi…? (Dom, 290)

Heh….? Pasti mati!! Kenapa itu….?

Data (112) sampai dengan (124) penggunaan kata seru pada awal kalimat

dapat dikategorikan sebagai kata seru yang menujukkan emosi terkejut.

Keterkejutan ini ditandai dengan penggunaan kata seru lha; e,e; horok; heh; o;

e‟eh; blaik, horotoyoooh.

Kata seru yang menunjukkan rasa terkejut yang disertai emosi lainnya dalam

hal ini mengejek juga digunakan pengarang untuk mengihupkan dialog tokoh-

tokohnya. Hal ini dapat dilihat dalam data berikut.

Page 131: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(125) KRESNA GAMBAR

Horotoyooh! Lha ya ngono kuwi sing jenenge ngundhunh wohing

panggawe. Jang, Bajang, saiki rasakna, uripmu kesampar kesandhung.

Kapokmu kapan. Otot kawat balunga wesi sisan ta, yen nganti

kerawuhan Yamadipati aja takon dosa, lagi ndheprok kepuyuh-puyuh

kowe Jang. Dak titenane, sing prayitna den ngati-ati, iki mung nunggu

lenamu….(Dom, 229)

Horotoyooh! Lha ya begitu itu yang namanya karma, Jang, Bajang,

sekarang tahu rasa kamu, hidupmu terseok-seok. Kapok kamu. Otot

kawat tulang besi sekalipun jika sampai kedatangan Yamadipati jangan

bertanya dosa, langsung terduduk terkencing-kencing kamu Jang. Aku

lihat, yang waspada dan hati-hati, ini hanya menunggu kamu terlena….

(126) MBOK SENIK

Woalaaah, gene mung nomer. (NGECE) ngono wae direwangi rewel

kaya manten anyar kademen. (Leng, hal 83)

‗Woalaaah, hanya nomer. (MENGEJEK) kaya itu saja dibelain crewet

seperti pengantin baru yang kedinginan.‘

(127) BEDOR

Walah-walah…, thik sudi-sudi temen melu mbayangke. Wong dhuwit

mung sewu rupiah bae aku wis bingung…( Leng , hal 77)

‗Walah-walah… kok niat-niatnya ikut membayangkan. Uang hanya

seribu rupiah saja aku sudah bingung.‘

(128) MBAH KAWIT

Oueet, padune kowe sing ora wani rabi, thik nyalahake tanggane! (Tuk,

hal 141)

‗Oueet, padahal kamu yang tidak berani menikah, kok menyalahkan

tetangga!‘

(129) MBAH JAGA

Ayaaak, andekna saiki ya mung kudu trima nguping siyaran radio.

(Dom, 239)

Ayaaak, sekarang ya hanya bisa nguping siaran radio.

(130) PAK LAKON

Hayaah, kok ora apal karo lagehane bajang ta Mbah… Diwenehi

kembangan padudon neng ngarep, ora wurung mengkone ya njaluk

kelon. (Dom, 247)

Hayaah, kok tidak hafal dengan kebiasaannya sih Mbah… Bertengkar di

depan, nanti juga minta tidur.

(131) MBAH JAGA

Biyuuh...mung asu pasar gudhigen wae dimen-menke. (Dom,)

Biyuuh….hanya anjing pasar burikan saja di sayang.

Page 132: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(132) MBAH JAGA

O, alah, Naa, Pak Kresna, nggambar mung sak rai wae diendhe-endhe,

senengane nandho gaweyan… Akeh apa pesenanmu….?(Dom, 237)

O, alah, Naa, Pak Kresna, menggambar hanya satu wajah saja ditunda-

tunda, sukanya menupuk pekerjaan… Banyak ya pesananmu…?

(133) PAK LAKON

Oalah mbah, mbah. Yen mung daging, aku kie wis blokeken Mbah, uripe

jagal kie awor daging, dhaharane piyayi-piyayi, cepakane ndara-ndara,

ngereti ora? (Dom, 251)

Oalah, mbah, mbah, jika hanya daging, aku sudah bosan Mbah, hidupnya

jagal itu bersama daging, makanannya orang besar, hidangannya

majikan-majikan, ngerti tidak?

(134) MBAH JAGA

Ayaaak kuwi rak sangitmu sing kadhung kewirangan. (Dom, 254)

Ayaaak itu kan alasanmu yang terlanjur malu.

(135) PAK LAKON

Huluh, nyetiri lakone dhewe wae ora pecus kok arep ngatur wong liya.

Wis wani mlebu neng Kandhangan kene kudu siap mati sak wayah-

wayah…..(Dom, 271)

Huluh, mengarahkan hidupnya sendiri saja tidak bisa kok mau mengatur

orang lain. Sudah berani masuk ke Kandangan sini harus siap mati

sewaktu-waktu.

(136) MBAH JAGA

Uwoooot, saiki lagi bisa ngomong ngono. (Dom, 271)

Uwoooot, sekarang baru bisa ngomong begitu.

(137) PAK LAKON

Biyuh, kok kaya bisa njugrugke gunung ngasatake segara sumbar

smeburmu….(Dom, 278)

Biyuh, kok seperti bisa meruntuhkan gunung, mengeringkan samudra

bicaramu….

(138) PAK LAKON

Halah, kuwi rak mung kewan to mbah….(Dom, 289)

Halah, itu kan Cuma hewan kan Mbah…

Data mulai dari (125) sampai dengan data (136) menunjukkan penggunaan

kata seru yang disertai sikap emosi mengejek atau ngece (dalam bahasa Jawa).

Page 133: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Kata seru yang dipilih pengarang untuk menunjukkan sikap emosi tersebut antara

lain berupa kata horotoyooh, lha, waoalah, walah-walah, oueet, biyuh, ayaak,

hayaah, oalah, huluh, halah, dan ouwoot. Kata seru yang digunakan pengarang

dalam dialog tokohnya dimaksudkan agar emosi pemain dapat sampai pada kadar

yang diharapkan ketika membawakan peran tersebut. Selain itu juga untuk

menghindari kekakuan dalam membaca naskah/dialog sehingga terlihat wajar dan

tidak membosankan.

Pemanfaatan kata seru untuk mencapai tingkat emosi yang sesuai dengan

nada dan suasana hadir dalam bermacam sikap emosi. Selanjutnya, kata seru yang

menunjukkan keterkejutan yang disertai rasa khawatir juga nampak dalam dialog

tokoh berikut.

(139) KRESNA GAMBAR

Lho, Den…., lha nika rak mitra sampeyan… Digawa teng pundi nika…

Den, diseret, dieret-eret, dipeksa, dilarak, diarak…nyerik-nyerikake

olehe nyikara. Den, diglandhang dilebokne kandhang. Wadhuh

Den,…dudu menungsa! (Dom, 263)

Lho, Den….., lha itu kan temanmu…. Dibawa ke mana itu…. Den,

diseret, ditarik-tarik, dipaksa, diarak, menyakitkan hati caranya

menyiksa. Den, dipaksa dimasukkan kandang. Waduh Den, bukan

manusia!

(140) PAK LAKON

Adhuuuuuh, adhuh….. . Iki mau piye…. Adhuh, kae mau! Ladingku,

pusakaku, ladingku digawa Bajang…..Jaaaaang! balekna Jaaaaang! Ati-

ati! Kuwi pusaka, ndrawasi Jaaang! Aja sembarangan. Aja digawa!

Blaik, kae mengko mesthi njaluk tumbal……Jaaaaang ati-ati, kuwi

mbialeni!! (Dom, 288)

Adhuuuuuh, adhuh….. Ini tadi bagaimana…Adhuh, itu tadi! Pisauku,

pusakaku, pisauku dibawa Bajang….Jaaaaaang! kembalikan Jaaaaaaang!

Hati-hati! Itu pusaka, mengkhawatirkan Jaaaang! Jangan sembarangan.

Jangan dibawa! Blaik, itu nanti pasti minta tumbal….Jaaaaang hati-hati,

itu mbialeni!!

(141) PAK LAKON

Blaik! Kowe ta sing diarah? Aja ngetok dhisik, ndhelika neng

Page 134: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Pendheman mburi kana. Gek ndang mlebuo kana…!(Dom, 254)

Blaik! Kamu ya yang diincar? Jangan muncul dulu, sembunyi dulu di

Pendheman belakang san. Cepat masuk sana…!

Kata seru pada data (139), (140), dan (141) dimanfaatkan pengarang untuk

menunjukkan rasa terkejut yang disertai rasa khawatir akan suatu hal. Kata seru

yang dipilih pengarang adalah lho, adhuuuuuh, dan blaik.

(142) BIBIT

Walaaah, dijabel! Kere tenan ki! (Tuk, hal 165)

‗Walaaah, di cabut! Benar- benar jadi miskin!

(143) SOLEMAN

Lho… kok ora ana? Neng ngendi iki? (Tuk, 148)

‗Lho…kok tidak ada? Di mana ini?

Data (142) dan (143) adalah contoh penggunaan kata seru yang disertai

sikap emosi kecewa. Pengarang dalam hal ini menggunakan kata seru berupa

walaaah, dan lho sebagai pengejawantahan rasa kecewa tokoh.

(144) MBOK SENIK

(KAGET) Heh…? Kok ulihke? Kowe ki piya ta..? Dadi kowe wis pisahan

karo Yatmi… (Leng, hal 72)

‗(TERKEJUT) Heh…? Kok dipulangkan? Kamu itu bagaimana…? Jadi

kamu sudah pisah dengan Yatmi…‘

(145) PAK LAKON

Aduuuuh..obatku mau kie neng ngendi…Mata tuwa mumet yen kon

nggoleki, disingkirake neng ngendi karo Mbah Jaga….(ORA NEMU

OBAT NANGING NEMU BATU BATREI) Mbah….Mbah Jaga…(Dom,

238)

Aduuuuh…obatku tadi di mana….Mata tua pusing jika harus mencari,

dipindah di mana sama Mbah Jaga…..Mbah Jaga…..(TIDAK

MENEMUKAN OBAT TAPI MENEMUKAN BATU BATREI

Data (144) penggunaan kata seru mengarah pada sikap emosi yang

mengkombinasikan rasa terkejut dengan rasa tidak percaya dari Mbok Senik atas

kelakuan Bongkrek yang memulangkan istri dan anaknya ke rumah mertuanya.

Page 135: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Untuk data (145) pengarang menggunakan kata seru aduuuh untuk

menunjukkan sikap emosi terkejut yang bercampur jengkel karena Pak Lakon

tidak dapat menemukan obanya yang semula ditaruh di suatu tempat.

2) Kata seru yang menunjukkan kemarahan

Kata seru digunakan pengarang untuk menambah efek emosi dalam sebuah

dialog. Emosi yang dihadirkan dalam suatu dialoh dapat bermacam-macam, salah

satunya adalah rasa marah. Hal ini dapat dilihat dalam data yang disajikan berikut.

(146) PAK REBO

We ladalah, ngajak padu? Iyooh, ayo dakladeni. (Leng, hal 85)

We ladalah, mengajak berantem? Iya, ayo saya turuti.‘

(147) PAK REBO

We-lha kowe wani temenan ta… (Leng, hal 85)

‗We-lha kamu berani beneran ya…‘

(148) JURAGAN

Hah! Apa? Bagong mati? Bajingan! Sapa sing mateni. (Leng ,hal 109)

‗Hah! Apa? Bagong mati? Bajingan! Siapa yang membunuhnya.‘

(149) MBAH KAWIT

E, sembrono…, mbok anggep pawuhan piye? (Tuk, hal 146)

‗E, sembarangan…, apa dikira sampah?‘

(150) MBAH KAWIT

Huss! Sumure ki sumber banyu ya Le, aja mainan kowe. Banyu resik

larang regane! (Tuk, hal 145)

‗Huss! Sumur itu sumber air Le, jangan dibuat mainan, air bersih mahal

harganya!‘

(151) PAK LAKON

E, dak urus iki! Yen ngene iki aku bisa serik! (Dom, 251)

E, aku urus ini! Kalau begini bisa sakit hati!

(152) KRESNA GAMBAR

Huss, he…he.. aja bengok-bengok, ngrusuhi wong nyambut gawe! Aku

lagi ngrampungake gambarku…(Dom, 289)

Huss, he…he….jangan teriak-teriak, mengganggu orng kerja! Aku

tengah menyelesaikan gambarku…..

Page 136: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(153) MBAH JAGA

Biyangane ....! Asat nggereng! Layak ditus ora tetes.(Dom, 223)

Biyangane…! Kering krontang! Pantas sampai dijungkirkan tidak tetes.

(154) KRESNA GAMBAR

Heii...ati-ati. Kuwi dudu kewan! Aja dilarak. Kae ki ya menungsa

lumrah….(Dom, 261)

Heii… hati-hati. Itu bukan hewan! Jangan ditarik. Itu juga manusia

biasa….

(155) KRESNA GAMBAR

We lha, kepriye ta kowe kie, aja di-ming-ke aja di-mung-ke....(Dom, 232)

We lha, bagaimana kamu ini, jangan disepelekan, jangan direndahkan…

(156) DEN SETRA

Lho-lho-lho....piyayi-piyayi kae dha arep neng ngendi? Kurang ajar,

ana sing nggeret…ana sing nyurung…!! (Dom, 261)

Lho-lho-lho…..orang-orang itu mau dibawa ke mana? Kurang ajar, ada

yang menarik, ada yang menorong…!!

(157) DEN SETRA

Wadhuuuuuh. Ora duwe uteg…! Bajingan kae arep dikebiri….!! (Dom,

263)

Wadhuuuuuh. Tidak punya otak…! Bajingan itu mau dikebiri…!!

(158) LANDA BAJANG

(NGIPATNE TANGANE PRAPTI) Aasss....ora sudi! Nggagas Genjik gur

marahi panas!...gawe serik…mecahke ndhas….(Dom, 269)

(MENAMPIK TANGANNYA PRAPTI) Aass…tidak sudi! Mikirin

Gejik Cuma bikin panas!..bikin sakit hati…memecahka kepala…

(159) LANDA BAJANG

Ass…kula pun ngereti karepe…(Dom, 270)

Ass..aku sudah tahu maksudnya…

(160) PAK LAKON

He-he....kowe ki arep ngapa ta Jang, kesamber mimis sida dadi randha

bojomu! Mbok rasah kakean pertingsing, dadi uwong kok anane mung

ora trima. Kebangetan olehe ngidak bojone. Mbok ngelingi olehe dadi

buron. (Dom, 271)

He-he…kamu mau apa Jang, kena peluru jadi janda istrimu! Jangan

bertingkah, jadi orang kok tidak pernah menerima. Keterlaluan yang

menyia-nyiakan istri. Sadar diri kalau sedang jadi buronan.

Page 137: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Kata seru pada data (146) sampai dengan data (160) digunakan pengarang

untuk memancing emosi pemain agar sesuai dengan suasana yang diharapkan,

yaitu rasa marah atau kesal. Kata seru yang dipilih pengarang untuk

mengungkapkan kemarahan antara lain yaitu we ladalah, we lha, hah, huss, e,

biyangane, heii, aass, he-he. Kata seru yang digunakan atau dipilih pengarang

untuk menunjukkan emosi marah pada umumnya hanya terdiri dari satu suku kata

atau justru hanya satu huruf. Namun apabila pengucapannya atau pendialogannya

dengan tegas dan penuh emosi kata seru tersebut mampu mencapai efek yang

dramatis.

(161) MBAH JAGA

Wee. Ora! Emoh. Dak tinggal mingset sedhela mengko kertuku mbok

unthut, tukang nginjen, sida badhar. Rumangsane apa. Keretuku lagi

apik…lha rak apa ta. (MBANTING KERTU, KELEGAN) (Dom, 224)

Wee. Tidak! Tidak. Aku tinggal pergi sebentar nanti kamu curi kartuku,

tukang ngintip, jadi kalah. Kamu kira apa. Kartuku baru bagus, lha betul

kan. (MEMBANTIN KARTU, MERASA LEGA).

(162) LANDA BAJANG

Huu….diamput, isih padha neng kana….Pating threnguk neng kana ki

sapa sing digoleki. Wis ora aman neng kene! Bajingan, marakne dheg-

dhegan. (Dom, 249)

Huu….diamput, masih di sana semua…. Berjajar di sana itu siapa yang

di cari. Sudah tidak aman di sini! Bajingan, membuat deg-degan.

(163) MBAH JAGA

Horotoh...(MBENGOK) Jaang…! Neng kene wae! Arep ngang ndi? Mas

Mantri ki ora nonton ulat……(Dom, 270)

Horotoh....(BERTERIAK) Jaaaang….! Di sini saja! Mau ke mana? Mas

Mantri itu tidak melihat raut muka…..

Emosi marah juga dapat bercampur dengan emosi lainnya yang mampu

memberikan nuansa keteganga pada dialog. Pada data (161), (162) dan (163)

pengarang menghadirkan nuansa kemarahan yang bercampur rasa khawatir akan

suatu hal. Kata seru yang dipilih mengarang untuk memperjelas nuansa tersebut

Page 138: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

adalah wee, huu, dan horotoyoh yang peristiwanya dijelaskan dalam kalimat-

kalimat setelahnya.

3) Kata seru yang menunjukkan rasa kagum

(164) JANAKA

Halaah, kok ndadak tekan sugih, wong mbendinane, yen butuhe saget

ketutup mawon kula pun matur nuwun. (Leng, hal 101)

‗Halaah, kok sampai menjadi kaya, orang setiap harinya, kalau

kebutuhan sudah tercukupi saja saya sudah bersyukur.‘

(165) ROMLI

Weleh, weleh…, ember nggo ngising wae olehe nyimpen primpene. (Tuk,

hal 153) ‗Weleh, weleh… ember buat buang hajat saja yang menyimpan

tersimpan sekali.‘

Data (164) dan (165) kata seru halah dan weleh, weleh menunjukan rasa

kagum. Pemakaian kata seru di atas oleh pengarang sebagian besar diletakan

dalam awal kalimat. Hal ini dimaksudkan untuk membantu pemain dalam

mencapai sikap emosi yang dikehendaki dialog.

c. Penggunaan Dasanama (Sinonimi)

Sinonim atau dalam bahasa Jawa disebut dasanama merupakan kata-kata

yang mempunyai padanan makna. Dalam bahasa Jawa, dasamana adalah kata-

kata yang mempunyai padanan kurang lebih ada sepuluh bentuk kata lain.

Sebaliknya sinonim adalah kata-kata yang memiliki makna yang sama (Gorys

Keraf, 2004: 34). Sementara itu Harimurti Kridalaksana (2001: 198) sinonim

adalah bentuk bahasa yang maknanya mirip atau sama dengan bentuk lain;

kesamaan itu berlaku bagi kata, kelompok kata, atau kalimat, walaupun umumnya

yang dianggap sinonim hanyalah kata-kata saja.

Pemakaian unsur dasanama atau sinonimi dalam sebuah naskah drama

dimaksudkan untuk memberikan penegasan atas apa yag disampaikan melalui

Page 139: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dialog tokohnya. Sinonimi dapat padanan berupa bentuk kata dengan kata, kata

dengan frasa (atau sebaliknya), dan frasa dengan frasa. Berikut ini beberapa data

yang menggunakan sinonim dalam naskah drama Leng, Tuk, dan Dom.

1) Sinonim kata dengan kata

(166) BEDOR

Boten sah digateke, orasah digagas, niku mung krungon-krungonan.

Dienggo sare mawon, sing penak. (Leng, hal 77)

‗Jangan diperhatikan, itu hanya kedengaranya. Buat tidur saja, yang

nyaman.‘

(167) PAK REBO

Saben tamu sambate nggih ngoten. Lha neng ajeng pripun? Didhelike

teng leng semut pisan ta, ya tetep krebrebegan, tetep kebribenan. (Leng,

hal 78)

‗Setiap tamu mengeluh seperti itu. Lha tetapi mau bagaimana?

Disembunyikan di lubang semut sekalian , ya masih kedengaran.‘

(168) JURAGAN

Dikandhani kabeh, bengi iki aku lagi butuh leren, perlu istirahat. (Leng,

hal 111)

‗Semua diberitahu, malam ini aku butuh istirahat.‘

(169) BEDOR

Lha kok kaya bocah wandu! Banci! Ampun wedi sampeyan niku lanang

tenan Den. (Leng, hal 88)

‗Lha kok seperti bocah banci! Jangan takut kamu itu lelaki sungguhan

Den!‘

(170) BIBIT

(NYANGKING EMBER BOROT, NYEDHAKI MBAH KAWIT) Mbah,

kowe melu bakulan ora, nya, daksetori dagangan.. (Tuk, hal 161)

(MEMBAWA EMBER BERLUBANG, MENDEKATI MBAH KAWIT)

Mbah, kamu ikut berdagang tidak, ini saya kasih setoran dagangan.‘

(171) SOLEMAN

Aku ki butuh leren, butuh ngaso, malah dha ngajak rame! (Tuk, hal 175)

‗Aku ini butuh istirahat, malah diajak ribut.‘

(172) MARTO KRUSUK

Wong sugih kuwi rak ora perlu dadi maling, ora susah dadi kecu… (Tuk,

hal 199)

‗Orang kaya itu tidak perlu jadi pencuri, tidak perlu jadi penjahat… ‘

Page 140: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(173) BIBIT

Isih akeh sing kudu ditandur, gatekne bibit-bibit liyane. Nasibe piye?

Piye tuwuhe wineh-wineh sing padha kecer neng kene…(Tuk, hal 214)

‗Masih banyak yang perlu ditanami, diperhatikan bibit-bibit yang lain.

Nasibnya bagaimana? Bagaimana tumbuhnya bibit-bibit yang tersebar

disini.‘

(174) KRESNA GAMBAR

Lha biasane piyayi sing lantip, sing waskita, sing jatmika,… (Dom, 233)

Lha biasanya orang besar yang pandai, pintar, cerdas, …

Data (166) sampai dengan (174) merupakan sinonimi dalam bentuk kata

dengan kata. Data (166) kata bersinonim adalah digatekne ―diperhatikan‖ dan

digagas ―diperhatikan‖, data (167) pengarang menggunkan sinonimi kebrebegen

dengan kebribenan yang berarti terganggu oleh suara untuk menyatakan rasa tidak

suka karena sesuatu yang dirasa menggangu. Penggunaan sinonimi berupa kata

dengan kata juga dijumpai dalam data (168) sampai dengan (174). Penggunaan

sinonimi berupa kata dengan kata dipilih pengarang untuk memberikan variasi

kalimat.

2) Sinonim frasa dengan kata

Penggunaan sinonimi dalam bentuk frasa dengan kata atau kata dengan frasa

juga dijumpai dalam naskah drama ini. Penggunaan sinonimi bentuk ini

dimaksudkan untuk memberikan penegasan pada peristiwa atau suatu kondisi

dalam cerita. Hal ini nampak dalam data berikut.

(175) KECIK

Mbok…Ragile kang Bongkrek sida ora ngukup. Mati Mbok…(NANGIS)

(Leng, hal 109)

‗Mbok…Anaknya Bongkrek yang bungsu sudah meninggal. Meninggal

Mbok…(MENANGIS)

Page 141: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(176) DEN SETRA

..... bojoku isih waras, kowe dhewe sing edan! Miring utegmu! Ilang

kamanungsanmu! Edan! Wong ora waras, edaaaaannnnn....(Dom, 264)

Istriku tidak gila, kamu sendiri yang gila! Miring otakmu! Hilang rasa

kemanusiaanmu! Gila! Orang gila! Gilaaaa……

Data (175) pengarang memilih sinonim berupa frasa ora ngukup dengan kata

mati. Frasa ora ngukup dalam bahasa Jawa merupakan ungkapan menyatakan

untuk memperhalus kata mati. Untuk data (176) kata edan bersinonim dengan

frasa miring utegmu dan ora waras.

3) Frasa dengan frasa

Sama seperti bentu sinonim yang lainnya, sinonim bentuk frasa dengan frasa

juga dipilih pengarang untuk memberikan nuansa penyangatan pada peristiwa atau

suasana yang terjadi dan dialami tokoh. Penggunaan sinonimi dalam bentuk frasa

dengan frasa dapat dilihat pada data berikut.

(177) KECIK

Mbok, arepa dudu sanak, dudu kadang rasane kok kaya ya tetep krasa

melu kelangan. (Leng, hal 114)

‗Walaupun bukan saudara, rasanya kok seperti ikut kehilangan.‘

(178) SOLEMAN

Tanggor tuwekan ora waras, tuwekan ora genah! (Tuk, hal 151)

‗Bertemu orang tua tidak waras, orang tua tidak jelas.‘

(179) LIK BISMA

Paringana bagas waras… umur dawa… yuswa panjang! (Tuk, hal 207)

‗Di kasih kesehatan… umur panjang!‘

(180) KRESNA GAMBAR

corekanku ki mawa teges, mawa karep, ana perlambange, ana

sasmitane, yen gelem nggatekke ya ana pituduhe ana pituture....(Dom,

233)

Coretanku ini mengandung arti, memuat lambang, mengandung makna,

jika mau memperhatikan ada petunjuknya ada nasihatnya.

(181) MBAH JAGA

Disarehake dhisik, atine dirih-rih...ampun digawe susah, ampun

Page 142: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

digawe mbentoyong.....(Dom, 238)

Ditenangkan dulu, hatinya dibikin nyaman, jangan dibuat menderita,

jangan terlalu dipikirkan.

(182) MBAH JAGA

....., kathah kancane, mboten-mboten yen kijenan....(Dom, 238)

Banyak temannya, jangan takut jiaka nanti sendirian

(183) PAK LAKON

....sing payu pancen mung swarane, mung nggedebuse, mung olehe

padha pinter umuk, olehe wasis ngomong. ..... (Dom, 240)

Yang laku memang ahany suaranya, hanya bualannya, hanya

omongannya, hanya kepandaiannya berbicara.

(184) DEN SETRA

...... , bojoku isih waras, sehat pikirane, ..... (Dom, 264)

Istriku tidak gila, masih sehat pikirannya

Pada data (177) frasa dudu sanak bersinonim dengan dudu kadang, kedua

frasa tersebut memiliki makna yang sama yaitu bukan saudara. Pemilihan kata

tersebut dimaksudkan untuk menyatakan perasan kehilangan yang sangat

meskipun bukan saudara. Data yang menunjukkan bentuk sinonim berupa frasa

dengan frasa juga terdapat dalam data (177) sampai dengan data (184). Pada data

(180), (181) dan (183) pengarang menggunkan persamaan lebih dari dua frasa.

Data (180) sininom berupa frasa mawa teges yang bersinonim dengan frasa mawa

karep, ana perlambange, ana sasmitane, kesemua frasa yang dipilih pengarang

memiliki arti ‗memuat makna‘. Data (181) frasa yang brsinonim adalah

disarehake dhisik dengan atine dirih-rih, ampun digawe susah, ampun digawe

mbentoyong, frasa yang dipilih pengarang pada data (181) ini memiliki makna

yang sama atau hampir sama yaitu ‗sabar‘, sedangkan untuk data (183) frasa yang

bersinonim adalah mung swarane dengan mung nggedebuse, mung olehe padha

inter umuk, olehe wasis ngomong,frasa ini memilik makna yaitu ‗omong kosong‘.

Page 143: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Pemanfaatan sinonimi seperti pada data (177) sampai dengan (184)

menunjukkan bahwa pengarang hendak menegaskan suasana atau peristiwa yang

terjadi. Selain itu pemanfaatan sinonim dalam naskah-naskah drama ini

menjunjukkan bahwa bahasa Jawa mempunyai banyak leksikon yang bervariasi

dan beragam. Kekayaan kosakata bahasa Jawa ini ternyata mampu dimanfaatan

pengarang untuk menyampaikan nuansa emotif yang tegas dan penuh nilai estetis

disamping faktor variasi kata yang dituju.

d. Paribasan (Peribahasa)

Peribahasa adalah kalimat atau penggalan kalimat yang telah membeku

bentuk, makna, dan fungsinya dalam masyarakat; brsifat turun-temurun;

dipergunakan untuk penghias karangan atau percakapan penguat maksud

karangan, pemberi nasihat, pengajaran atau pedoman hidup; mencakup bidal,

pepatah, perumpamaan, ibarat, pemeo (Kridalaksana, 2008: 189). Peribahasa

dalam bahasa Jawa disebut paribasan yaiku unen-unen kang ajeg penganggone,

mawa teges entar, ora ngemu surasa pepindhan ‗peribahasa yaitu ungkapn yang

penggunaannya konsisten, berarti kiasan, dan tidak berarti perumpamaan.

(Padmosoekotjo, 1960: 62).

Di dalam lakon-lakon yang ditulis Bambang Widoyo SP ini banyak

menggunakan peribahasa untuk memberikan penguatan pada makna dialog yang

disampaikan. Data mengenai peribahasa dalam naskah drama ini dapat disajikan

sebagai berikut.

(185) JURAGAN

Bengok-bengok, ambata rubuh, gamane ditudingke nyang raiku… aku

wedi…(Leng, hal 92)

‗Teriak-teriak, seperti batu merah roboh, senjatanya diacungkan di depan

Page 144: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

mukaku… aku takut…‘

Pada data (185) pengarang menggunakan peribahasa ambata rubuh

mengibaratkan suara orang, sejata api, dan sebaginya yang banyak jumlahnya dan

bersama-sama mengeluarkan suara/dibunyikan sehingga suarana menyerupai

tumpukan batu bata yang roboh. Paribasan ambata rubuh digunakan pengarang

untuk menggambarkan ketakutan tokoh Juragan yang merasa dirinya tengah di

demo puluhan orang dengan membawa senjata yang semuanya serentak berteriak-

teriak kepada Juragan.

(186) MBOK SENIK

Ben mboten diarani wong Jawa ilang Jawane. (Leng, hal 103)

‗Biar tidak disebut orang Jawa hilang Jawanya.‘

Data (186) wong Jawa ilang Jawane ‗orang Jawa hilang Jawanya‘,

paribasan tersebut sering digunakan untuk menggambarkan orang Jawa yang

mulai melupakan budaya, bahasa, maupun tatakrama Jawa. Paribasan tersebut

serupa dengan idiom ―kacang lupa akan kulitnya‖. Paribasan tersebut memuat

makna agar tidak melupakan identitasnya. Pada dialog tersebut menggambarkan

Mbok Senik yang tidak mau melupakan budaya Jawa.

(187) PAK REBO

Tiwas tamune takjak crita ngethuprus, karepku ben Si Bongkrek mlayune

bisa tekan adoh, ben ora kecandhak. Jebul kutuk marani sunduk. (Leng,

hal 122)

‗Terlanjur tamunya saya ajak bicara banyak, inginku Bongkrek biar lari

jauh, biar tidak ketangkap. Tak tahunya (Si Bongkrek) sengaja menuju

bahaya.‘

(188) PAK LAKON

Oalaaaah Jang, kowe ko goblok temen, ngereti yen nyawane diincer

malah njrunthul metu, kutuk marani sunduk…. Iki mau kok ya nganggo

nyaut ladingku, gek arep nggo apa…., Ora genah! Yen ora ndang dak

Page 145: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

turuti sida ilang kabeh, kae mengko, lading pusaka dak eman-eman…

(KLEPAT MLAYU METU NUTUTI BAJANG) (Dom,289)

Oalaaaaa Jang, kamu kok bodoh sekali, tahu kalau nyawamu sedang

diintai malah lari keluar, itu namanya menyerahkan diri…. Ini tadi kok ya

menyambar pisauku, mau digunakan apa…. Tidak becus! Jika tidak segera

aku turuti jadi hilang semua nanti, pisau pusaka aku sayang….(BERLARI

KELUAR MENGEJAR BAJANG)

Pada data (187) dan (187) paribasan kutuk marani sunduk mempunyai arti

seseorang yang sengaja meghampiri bahaya. Pada data (187) paribasan tersebut

menggambarkan keberanian Bongkrek yang mendatangi pabrik tanpa berpikir

panjang. Sedangkan untuk data (188) kutuk marani sunduk meggambarkan tokoh

Bajang yang lari keluar Kandangan dengan membawa pisau Pak Lakon untuk

mecari Genjik tanpa memperhatikan kondisi keamanannya.

(189) ANA PABRIK JURAGANE MALAH NANTANG

Pokoke rawe-rawe rantas malang-malang putung. Sapa sing wani

ngalang-ngalangi lakuku? Ha? Pabrik kudu mlaku terus. (Leng, hal 123)

‗Pokoknya maju terus pantang menyerah. Siapa yang berani menghalang-

halangi rencanaku? Hei? Pabrik harus berjalan terus.‘

(190) KRESNA GAMBAR

Rawe-rawe rantas, malang-malang putung...(Dom, 258)

Rawe-rawe rantas, malang-malang putung

Data (189) rawe-rawe rantas malang-malang putung mempunyai makna

seorang yang bertekad kuat, sehingga siapapun yang merintangi keinginannya

akan disingkirkan. Pada data (190) ungkapan tersebut menggambarkan Juragan

yang memiliki kekuatan dan kekuasan yang ingin memperbesar pabriknya dan

akan menyingkirkan siapa saja yang menghalangi keinginannya itu. Untuk data

(190) menggabarkan tekad besar yang dipunyai Kresna Gambar atas kondisi

dirinya dan warga Kandangan yang dijadikan bulan-bulanan oleh penguasa.

(191) BIBIT

Njur, warga Margesaren kene dha ngrubung sampeyan mbokdhe, ben

Page 146: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

kecripatan rejeki, wong ya mung kadang konang. (Tuk, hal 164)

‗Kemudian, warga Margesaren sini semua mengelilingi kamu mbokde,

biar kebagian rejeki, hanya saudara yang mampu.‘

Data (191) kadang konang kata kadang berarti saudara dan konang berarti

kunang-kunang (serangga yang dapat bercahaya karena kandungan pospor

diekornya). Ungkapan kadang konang secara idiomatis bermakna orang hanya

akrab dengan dengan sanak-saudaranya yang kaya saja, sedangkan yang miskin

tidak dipedulikan. Konang dalam hal ini mengibaratkan orang kaya. Pada data

(191) penggunaan paribasan kadang konang dalam dialog Bibit untuk mbombong

Mbokde Jemprit yang bermimpi kepengin jadi orang kaya padahal sebenarnya

Bibit tengah mengolok Mbokdhe Jemprit.

(192) MARTO KRUSUK

…amburu uceng kelangan deleg! Ilang kabeh pangarep-ngarepku, gara-

gara kelebonan dhemit, amblas rejekiku. (Tuk, hal 213)

‗…mengejar ikan uceng kehilangan ikan deleg! Hilang semua harapanku,

gara-gara kemasukan dhemit (mahkluk halus), hilang rejekiku.‘

Data (192) mburu uceng bermakna karena terlalu fokus mengejar sesuatu

yang remeh temah (tak bernilai/bernilai kecil), akhirnya kehilangan sesuatu yang

lebih besar dan bernilai (berguna). Pengarang penggunakan peribahasa tersebut

untuk memberi gambaran tentang rasa kecewanya Marto Krusuk yang selama ini

memikirkan uang pesangonnya padahal dilain pihak tempat tinggalnya akan

dijual.

(193) KRESNA GAMBAR

Ming gambar kerdhus wae thik bia dingo kaca benggala. (Dom, 232)

Cuma gambar dari kardus kok bisa dijadikan bahan instrospeksi.

Data (193) pengarang menggunakan paribasan kaca benggala dari asal kata

kaca: cermin, dan benggala: besar. Kaca benggala dalam paribasan mempunyai

Page 147: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

makna yaitu seseorang/sesuatu yang selalu dijadikan contoh (baik maupun buruk)

oleh masyarakat. Pada data (193) kaca benggala digunakan pengarang untuk

menggambarkan gambar-gambar yang dibuat Kresna Gambar bisa dijadikan kaca

benggala.

(194) MBAH JAGA

Aja nyetani kowe! Rembugmu bisa nglincipi carang. Krungu Bajang

dadi rame. Wis kana, gaweyanmu gek ndang rampungna…..(Dom, 236)

Jangan ngompori kamu! Kata-katamu bisa menjadikan masalah.

Terdengar bajang bisa rame. Sudah sana, pekerjaanmu cepat

diselesaikan….

Data (194) pengarang menggunakan paribasan berupa nglincipi carang yang

berarrti meruncingi ranting bambu padahal ranting bambu sudah runcing dan

kecil. Dalam data (194) nglincipi carang menggambarkan perkataan yang

dilontarkan Kresna Gambar dapat membuat runcing masalah yang tengah terjadi.

(195) PAK LAKON

Kalah cacak menang cacak, diadhepi! (Dom, 254)

Kalah menang sama saja, hadapi saja!

Data (195) kalah cacak menang cacak yang mempunyai makna segala

sesuatunya harus dicoba dahulu, soal berhasil tidaknya itu urusan nanti.

Pengambaran ini digunakan pengarang untuk menggambarkan pelarian Landa

Bajang yang telah diketahui dan menyarankan untuk mengahadapi saja apapun

yang terjadi.

(196) KRESNA GAMBAR

Majua, aku ora arep tedheng aling-aling...(Dom, 257)

Majulah, saya tidak akan menghindar!

Di dalam data (196) paribasan ora arep tedheng aling-aling untuk

menggabarkan semangat perlawanan Kresna Gambar dalam menghadapi kondisi

Page 148: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

yang dialaminya, ia akan menghadapainya secara terang-terangan tanpa ada yang

disembunyikan atau dirahasiakan.

(197) KRESNA GAMBAR

Dadi sing diperangi niku tindak kanistan, bobroking bebuden, sipat

adigang-adigung, laku malak murka, nyenyamah hak miliking

liyan…sing ngeten-ngeten niki kula bisa melu merangi, nadyan drajade

mung tukang gambar. orasah nggawa bdhil nggegem klewang, nanging

nganggo pucukan potlot bisa luwih ampuh. …..

Ubaling hawa, panasing dhada getering ati, prentuling pangarsa, kabeh

mili wutuh nyawiji dadi corekan gambar. (Dom, 283-284)

Jadi yang dibrantas itu tindak kenistaan, rusaknya moral, sifat yang

sombong, kemarahan, mengambil hak orang lain, yang seperti ini ku bisa

ikut memberangtas, meskipun hanya tukang gambar, tidak usah

membawa senapan, membawa golok, namun menggunakan ujung pensil

bisa lebih ampuh. …. Emosi yang meluap, rasa marah, keinginan, semua

tercurah secara total melalui coretan gambar.

Paribasan adigang adigung adiguna sudah sering diguakan dalam berbagai

hal. Peribahasa tersebut memuat arti bahwa orang yang meninggikan atau

mengandalkan kekuatan, besar atau tingginnya serta kepandaiannya. Alam data

(197) pengarang menggunakan peribahasa adigang adigung yang menggambarkan

penguasa yang hanya menggunakan kekuatan dan besarnya saja tidak

menggunakan otak/kepandaiannya.

(198) DEN SETRA

Saiki wis genah mung adi barang bobrok, abrag bobrog, bekakas turahan,

wis dibuwang merga tatuku arang-kranjang. (Dom, 260)

Sekarang sudah jadi barang rusak, barang bekas, barang sisa sidah dibuang

karena lukaku rapat.

Data (198) pengarang menggunakan paribasan arang kranjang untuk

menggambarkan luka yag pernah diderita Den Setra sudah terlalu banyak, atau

luka parah karena penyiksaan oleh pihak yang berkuasa.

Page 149: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

e. Tembung Kasar ‘Kata Makian’

Kata makian yang diturunkan dari verbal memaki berarti ‘mengeluarkan

kata-kata keji, kotor, kasar sebagai pelampiasan kemarahan atau rasa jengkel‘

(KBBI, 2002: 702). Makian mempunyai arti yang tidak jauh berbeda dengan

umpatan, yaitu ‘perkataan yang keji-keji atau kotor yang diucapkan karena marah,

jengkel atau kecewa‘ (KBBI, 2002: 1244). Kata-kata kasar berarti tidak sopan,

keji berarti sangat rendah, tidak sopan, dan kata-kata kotor berarti jorok,

menjijikan, melanggar kesusilaan (KBBI, 2002: 511, 527, 599). Berikut ini adalah

pemakaian tembung kasar atau kata makian dalam naskah drama LTD.

1) Tembung kasar dengan referansi netral

(199) BONGKREK

(MUNTAB) Tobat tenan thik, swara siji kae kok mesthi ngusuhi.

Diancuk…! (Leng, hal 67)

‗(MARAH) Tobat benar, suara satu itu selalu mengganggu. Diancuk

(makian)…!‘

(200) JURAGAN

Ndlogok, ora rumangsa yen dikalahi. (Leng, hal 90)

‗Ndlogok (makian), tidak merasa kalau dikalahkan.‘

(201) SOLEMAN

Lho…kok ora ana? Neng ngendi iki? Ndladhuk…wadhuuh…

(MUNTAB KARO NGGOLEKI JAGO NING SAKIWA TENGENE

KANDHANG) (Tuk, hal 148)

‗Lho…tidak ada? Di mana ini? Ndladhuk (makian)…waduh…(MARAH

DENGAN MENCARI DI SEKITAR KANDANG) ‘

(202) LANDA BAJANG

Gathel...! Kowe pengin weruh aku modar apa piye? Iya….? Ben ndang

dadi randha, ndang bisa golek lanangan sing bisa ngeloni pendhak

dina….Genjik sing mbok endelke? Preeek…! (Dom, 246)

Gathel…! Kamu ingin lihat aku mati ya? Iya….? Biar cepat jadi janda,

cepat bisa cari pria yang bisa menemani tidur tiap hari….Ganjik yang

kamu andalkan? Preeeek….!

Page 150: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(203) LANDA BAJANG

Gathel…..(NGLUNGANI) (Dom, 227)

Gathel….(PERGI)

(204) LANDA BAJANG

Gathel…..! (Dom, 247)

Gathel….!

Pada data (199) sampai dengan data (204) kata- kata makian yang digunakan

hanya digunakan sebagai alat pelampiasan. Kata-kata pisuhan yang digunakan

hanya sebagai media meluapkan emosi kemarahan yang memucak. Kata-kata

yang demikan tidak memliki arti, orang yang mengucapkannya pun tidak

memikirkan arti kata yang diucapkan. Sehingga kata makian seperti data di atas

dikategorikan pada kata makian yang netral, artinya tidak merujuk pada kondisi

atau mahkluk lainnya.

2) Tembung kasar dengan referensi binatang

Kata-kata makian selalu identik dengan kemarahan. Kemarahan selalu

berhubungan dengan keadaan tertentu. Dalam keadaan marah seseorang sering

tidak mampu mengontrol segala ucapannya, termasuk mengucapkan kata-kata

makian. Luapan emosi marah dapat dilihat dari ekspresi wajah dan suara. Seorang

aktor sangat perlu mempelajari muatan emosi yang dihadirkan dalam setiap dialog

tokoh-tokohnya.

Di dalam naskah drama Leng, Tuk, dan Dom pengarang banyak

menggunakan luapan emosi kemarahan untuk menunjukkan kondisi yang terjadi.

Luapan marah tersebut salah satunya dimunculkan dalam bentuk kata makian.

Berikut akan disajikan data mengenai kata makaian yang mengambil referensi

dari nama hewan.

Page 151: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(205) BEDOR

Hoi, aja gawe ribut ana kene! Aja bengok-bengok ana kene, gawe rame,

yen rame wae neng kene sing adoh… asu! (Leng, hal 74)

‗Hoi, jangan buat keributan di sini! Jangan teriak-teriak di sini, membuat

ramai, kalau masih ramai di sini pergi jauh… anjing!‘

(206) LANDA BAJANG

Mlebua. Ndang mlebu…Prap, cepet! Gek ndang mlebu mrene, aja tolah-

toleh, rasah menga-mengo, rikat! Cepet, …..asu! Gek ndang….! Selak

konangan! Ngati-ati, aja nganti ana sing ngunthil…ayo, cepet,

mlayu….!(Dom, 244)

Masuk. Cepat masuk Prap, cepat! Cepat masuk sini, jangan tengak-

tengok, cepat! Cepat….anjing! Cepat! Keburu kelihatan! Hati-hati jangan

sampai ada yang mengikuti…ayo, cepat lari….

(207) LANDA BAJANG

Asuu…! (AGE_AGE DIBUWANG, GETHEM-GETHEM) (Dom, 246)

Anjing…! (BURU-BURU MEMBUANG, KESAL)

(208) JURAGAN

Bangsat! Ndablek emen. Cepet mrene. Yen diceluki ndang mara! (Leng,

hal 73)

‗Bangsat! Malas sekali. Cepat kesini. Kalau dipanggil cepat datang.‘

(209) JURAGAN

Bangsat! Iki mesthi ana sing nggawe. Bajingan! Sapa sing arep ngrusuhi

aku? Sapa? (Leng, hal 76)

‗Bangsat! Ini pasti ada yang membuat. Bajingan (makian)! Siapa yang

akan mengganggu saya? Siapa?‘

(210) PAK REBO

(ORA NGREWES) E, mbok menawa nomere nyasar… (NJERENGI SIJI-

SIJI KERTASE)…semprul…! (DIBUANG SAKLEMBAR) wedhus!

(Leng, hal 119)

(TIDAK PEDULI) E, kalau ada nomer kesasar… (MEMBUKA SATU-

SATU)… semprul (makian)… ! (DI BUANG SATU LEMBAR) wedhus

(makian)!

Pada data (205), (206), dan (207) pengarang menggunakan referensi kata

asu ‗anjing‘. Namun dalam dialog yang dtuturkan Bedor dan Landa Bajang kata

asu ‗anjing‘ menduduki peran yang berbeda, kata tersebut ditujukan kepada

Page 152: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

seseorang yang tengah dimarahinya. Dalam hal ini kata asu ‗anjing‘ telah

mengalami pergeseran makna.

Pada data (208) dan (209) pengarang menggunaka kata makian bangsat

‗kutu busuk‘. Kata bangsat ‗kutu busuk‘ tidak digunakan untuk menyebut

binatang tersebut secara nyata, tetapi digunakan untuk menyatakan kekesalan

Juragan. Sedangkan data (210) kata makian yang digunakan adalah wedhus

‗kambing‘.

3) Tembung kasar dengan referensi anggota tubuh

Kata-kata makian dapat diambil kata apa saja, termasuk dari anggota tubuh.

Nama anggota tubuh bisa jadi kata makian apabila pengucapannya dengan nada

tinggi dan ekspresi marah. Kata-kata makian dengan referensi anggota tubuh

dapat dilihat dalam ata berikut.

(211) BONGKREK

Ora duwe utek…Lha sampeyan keganggu mboten? (Leng, hal 68)

‗Tidak punya otak… Lha kamu merasa keganggu tidak?‘

(212) MBOKDE JEMPRIT

Wis picek apa matamu, ya mung neng Margesaren iki awake dhewe bisa

ketemu, bisa leren, bebrayan. (Tuk, hal 172)

‗Sudah buta apa matamu, ya cuma di Margesaren ini kita bisa ketemu,

bisa istirahat, berumah tangga.‘

(213) SOLEMAN

Maling, maling ndasmu! Esuk mau kok ya nganggo lali niliki, lali

makani! (Tuk, hal 149)

‗Pencuri-pencuri kepalamu! Pagi tadi kok pakai lupa melihat, lupa

memberi makan!‘

(214) SOLEMAN

Orasah kakehan cangkem, cocote dijaga. (Tuk, hal 174)

‗Jangan banyak bicara, mulutnya dijaga.‘

(215) MBAH KAWIT

Sumpelona gobogmu kuwi nek ora pengin ngrungokne. (Tuk, hal 202)

Page 153: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

‗Ditutup kupingmu kalau tidak ingin mendengarkan.‘

(216) LANDA BAJANG

Aman dhengkulmu…Nyawaku sing diincer…Prap, kene lagi

dikupeng….Wiwit saiki kowe yen ngirim sing ngati-ati….(Dom, 244)

Aman dhengkulmu.. Nyawaku yang diincar. Prap, di sini sedang

dikepung. ..Mulai sekarag kamu kalau mengirim yang hati-hati…(Dom,

244)

(217) MBAH JAGA

Cangkeme....! (Dom, 250)

Mulutmu….!

(218) MBAH JAGA

Kulakan—kulakan, dhapurmu! Kana, dadiya gedibal terus yen mung

pengin wareg wejangan….! Sing penting kie lakune Cah! (PAK LAKON

ORA DIGLAPE, BANJUR NYEDHAKI PRAPTI). (Dom, 252)

Kulakan-kulakan, dhapurmu! Sana, jadi gelandangan terus jika hanya

ingin kenyang nasehat…! Yang penting itu menjalani, cah!

(219) PAK REBO

Sapa sing gojek? Dhengkulmu amoh kuwi. (Leng, hal 120)

‗Siapa yang sendau gurau? Dhengkulmu amoh (makian) itu.‘

(220) JURAGAN

Matamu dibukak, celekna goblok! Swarane genah cetha isih

klesakklesik. (Leng, hal 74)

‗Matamu dibuka, bukalah bodoh! Suaranya masih jelas samar-samar.‘

Pada data (21)1 sampai data (220) di atas makian yang mengacu pada bagian

tubuh manusia. Data (211) menggunakan kata uteg ‗otak‘ untuk menyatakan

kekesalan Bongkrek terhadap lawan bicaranya. Data (212) dan (220) kata kasar

yang digunakan adalah matamu ‗matamu‘. Dalam bahasa Jawa, kata mata

tergolong dalam bahasa tingkat rendah sehingga nilai rasa yang dibawa kata

tersebut tidak nyama. Hal serupa juga ditemui dalam data (213) yang

menggunakan kata ndasmu ‗kepalamu‘. Kata makian lainya yang digunakan

Page 154: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pengarang dalam mengekspresikan kemarahan adalah dhengkulmu, ‗dengkulmu‘,

dhapurmu ‗wajahmu‘, gobog ‗kuping‘, cangkeme, cocote ‗mulutnya.

4) Tembung kasar dengan referensi keadaan

Referensi kata makian dalam bahsa Jawa memang banyak dan beragam. Hal

ini didasari oleh adanya unda usuk dalam bahasa Jawa, yang memnyebabkan

adanya stratisikasi penggunaan bahasa dalam lingkup sosial masyarakat. Apabila

suatu kelompok masyarakat menggunakan strata terendah dari bahasa Jawa, maka

kelompok tersebut dianggap tidak sopan, bukan kalangan ‗piyayi‘. Namun

kalangan yang dianggap demikian justru lebih jujur dalam mengekspresikan

emosinya. Salah satunya dengan penggunaan kata makian yang meluncur dengan

bebas dari tokoh-tokoh yang memang dari kalangan marjinal. Berikut data yang

memuat kata makian dengan referensi keadaan.

(221) JURAGAN

Edan! Sing bengok-bengok kuwi. (Leng, hal 74)

‗Gila! Yang teriak-teriak itu.‘

(222) JURAGAN

Cepet. Saiki dipecat, goblok! (Leng, hal 110)

„Cepat. Sekarang dipecat, bodoh!‘

(223) BEDOR

(NAMPA AMPLOP LORO) Sontoloyo! Nyaruwuwus! Ora etung wayah.

(Leng, hal 112)

‗(MENERIMA AMPLOP DUA) Konyol! Ikut campur urusan orang!

Tidak kenal waktu.‘

(224) SUARA LANANG

Ngongkreh-ongkreh nggone Lik Bisma suk nek wonge wis modar. (Tuk,

hal 175)

‗Besuk membongkar tempatnya Lik Bisma kalau orangnya sudah mati.‘

(225) JURAGAN

Apa…? Gendheng! Kowe aja clometan Dor! Setan! (NGREBUT

KERTAS SING DIGEGEM BEDOR) apa iya…? (MACA SEDHELA,

Page 155: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

SURATE DEREMES TERUS DIBANTING) Setan alas! (Leng, hal 113)

‗Apa…? Gila! Kamu jangan bercanda Dor! Setan ! (MEREBUT

KERTAS YANG DIGENGGAM BEDOR) Apa iya… ? (MEMBACA

SEBENTAR, SURATNYA DIREMAS LALU DIBUANG)

Kata kasar yang dipilih pengarang untuk mengekspresikan luapan emosi

tokohnya dengan referensi keadaan adalah kata edan, gendheng ‗gila‘ yang

terdapat dalam data (221) dan (225). Data (222) menggunakan kata goblog

‗bodoh‘ sebagai ungkapan ketidakpuasan Juragan terhadap pegawainya. Data

(223) kata sontoloyo ‗konyol‘ digunakan untuk menggambarkan luapan kekesalan

Bedor. Dan kata modar ‗mati‘ dalam data (224) secara referensial juga mengacu

pada keadaan seseorang.

5) Tembung kasar dengan referensi barang tidak berharga

Kata makian dengan referensi barang yang tidak berharga atau tidak berguna

juga ditemukan dalam naskah karya bambang Widoyo SP. Berikut akan disajikan

data mengenai hal tersebut.

(226) PAK REBO

(ORA NGREWES) E, mbok menawa nomere nyasar… (NJERENGI SIJI-

SIJI KERTASE)…semprul…! (DIBUANG SAKLEMBAR) wedhus!

(Leng, hal 119)

‗(TIDAK PEDULI) E, kalau ada nomer kesasar… (MEMBUKA SATU-

SATU)… semprul (makian)… ! (DI BUANG SATU LEMBAR) wedhus

(makian)!

(227) BIBIT

Gombal! Dhuwit panas tekan ngendi tanjaane Lik…( Tuk, hal 144)

‗Gombal (makian)! Uang panas sampai mana Lik…‘

(228) SOLEMAN

Tai! Iki genah ana sing bukak, mokal bisa ucul dhewe! (Tuk, hal 148)

‗Tai (makian)! Ini pasti ada yang membuka, tidak mungkin bisa lepas

sendiri.‘

(229) LANDA BAJANG

Nggedebus! Endi coba, ndhisik jare saguh nggolekke dalan, ngajak kowe

Page 156: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

rekaman nyanyi, endi, endi buktine…? Tai! Kae mung cangkemane thok,

ben kowe seneng, ben bisa cedhak karo kowe, ben kowe kepencut, ben

gampang olehe nggrumut…(Dom, 246)

Nggedebus! Mana coba, dulu katanya sanggup mencar ikan jalan, ngajak

kamu rekaman nyanyi, mana, mana buktinya..? Tai! Dia Cuma mulutny

saja, supaya kamu senang, biar bisa dekat sama kamu, agar kamu naksir,

supaya mudah yang mendekati.

Data (226) pengarang menggunakan kata makian semprul yang berarti

‗tembakau yang berkualitas rendah atau jelek‘. Penggunaan kata ini

menggambarkan perkataan yang tidak bermutu disamakan dengan barang yang

tak berharga, yaitu tembakau yang berkualitas rendah atau jelek. Pengucapan kata

tersebut dalam dialog dimaksudkan hanya merupakan luapan emosi penutur yaitu

Pak Rebo.

Data (228) kata tai ‗tinja‘ digunakan sebagai makian yang mengacu kepada

kotoran manusia atau hewan. Kata makian tersebut hanyalah digunakan sebagai

alat pelampiasan. Karena hanya dianggap sebagai pemuas perasaan dan tidak

memikirkan arti kata yang diucapkan tokoh. Sedangkan untuk data (229) kata

tersebut digunakan untuk menyatakan kekesalan Landa Bajang atas perbuatan

Genjik yang dianggapnya kotor. Kata tersebut dipilih pengarang untuk

memberikan penegasan bahwa apa yang dikatakan Genjik tidak berbeda dengan

kotoran ‗tai‘ hal ini dibuktikan dengan digunakannya kata cangkemne thok

‗katanya saja‘ setelah kata tai. Data (227) kata gombal berarti kain bekas yang

jelek, dalam hal ini kata makian gombal digunakan untuk menyatakan kekesalan

tokoh Bibit, kata ini juga identic dengan rasa tidak percaya yang tergambar dalam

dialog Bibit.

Page 157: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6) Tembung makian dengan referensi pekerjaan yang rendah/perbuatan

tidak baik

(230) BOJONE ROMLI

Hayo, mlebua…Dakgebuk alu sisan! (METHUKAKE ROMLI) Wis

kebacut mbok gawe serik, panas atiku! Lanangan asu! Crongoh,

ngglathak! Lonthe lanang! Kesuwen neng kene mati gering awaku.

(Tuk, hal 139)

‗Hayo, silahkan masuk… nanti saya pukul pakai palu sekalian!

(MENEMUI ROMLI) sudah terlanjur dibuat benci, panas hatiku! Pria

anjing! Rakus! Lonthe pria! Disini lama-lama mati kurus badanku.‘

(231) LANDA BAJANG

(NGGRUNDEL), Iki mesthi Genjik sing mbukak borokku. Wis lapor yen

aku ndhelik neng kene….Bajingan, neng kene wis ora aman. Dadi buneg

neng pikiran….piye yen nganti konangan…(GOLEK KANCA) Pak

Lakon, sampeyan pun tau dijlumprungake kanca? (Dom, 252)

(BERBICARA SENDIRI) ini pasti Genjik yang membuka boroku. Sudah

lapor jika aku sembunyi di sini….Bajingan, di sini sudah tidak aman.

Jadi pusing memikirkannya..bagaimana jika sampai ketahuan

(MENCARI TEMAN) Pak Lakon, anda sudah pernah dikorbankan

teman?

(232) LANDA BAJANG

Akeh tong-tong sing ora ketut dipendhem, isih pating blengkrah, isine

kecer neng ngendi-endi. Bajingan! Wis reti tai pabrik ki racun, malah

dhek wingi iwis ditambahi meneh patang trek. Mung diglethakke, ora

dipendhemi. Aku wingi niliki, ning ora betah ambune…..(Dom, 255)

Banyak tong-tong yang tidak ikut ditanam, masih berserakan, isinya

tercecer di mana-mana. Bajingan! Sudah tahu lembah pabrik itu racun,

malah kemarin sudha ditambah lagi empat truk. Hanya diletakkan saja,

tidak ditanam. Aku kemarin melihat, tapi tidak kuat baunya….

(233) JURAGAN

Bangsat! Iki mesthi ana sing nggawe. Bajingan! Sapa sing arep ngrusuhi

aku? Sapa? (Leng, hal 76)

‗Bangsat! Ini pasti ada yang membuat. Bajingan (makian)! Siapa yang

akan mengganggu saya? Siapa?‘

Data (230) frasa lanangan asu ‗lelaki anjing‘ dan kata kasar crongoh,

ngglatak ‗rakus‘, dalam kalimat di atas secara referesial mengacu pada binatang.

Oleh pengarang tidak digunakan untuk menunjuk binatang anjing tetapi lebih

Page 158: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ditunjukan pada tindakan atau perbuatan seseorang seperti anjing. Makian lonthe

lanang ‗pelacur lelaki‘ secara referensial mengacu pada pekerjaan, yaitu orang

yang pakerjaannya melacur.

Untuk data (231) sampai dengan (233) pengarang menggunakan kata

makian bajingan, untuk menyatakan kemarahan tokoh atas kondisi yang terjadi.

Kata bajingan dapat diartikan sebagai seorang yang buruk tindakannya, seorang

yang menjadi perampok, dan sebagainya. Data (231) kata tersebut digunakan

Landa Bajang untuk mengumpat perilaku temannya yang membongkar

persembunyiannya sehingga ia merasa tidak aman. Pada data (232) Landa Bajang

menggunakan kata tersebut untuk memaki dan meluapkan emosinya atas tindakan

penguasa pabrik yang membuang limbah pabriknya dengan sembarangan. Seang

untuk data (233) dan (233) kata bajingan dalam kalimat tersebut oleh pengarang

digunakan utuk menggambarkan kemarahan Juragan terhadap seseorang yang

sering mengganggunya.

7) Tembung kasar dengan referensi mahkluk gaib

Keragaman kosa kata yang dgunakan dalam analisi ini menunjukkan bahwa

bahasa Jawa adalah kaya. Kekayaan bahasa tersebut juga nampak dalam kata-kata

kasar yang digunakan dalam naskah drama ini. Bahkan mahkluk yang tidak kasat

mata pun mampu memberikan nuansa yang lain dalam naskah ini. Hal ini nampak

dalam data berikut.

(234) PAK REBO

Iblis laknat…! Iki genah kowe sing arep ngrayah gaweanku, ngrebut

pangkatku. (Leng, hal 84)

‗Iblis terkutuk…! Ini pasti kamu yang akan merebut pekerjaanku,

merebut pangkatku.‘

Page 159: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(235) PAK REBO

Kok kabeh rapalan dongaku wis kok colong, wis kok apalne? Dhemit.

(Leng, hal 84)

‗Kok semua hafalan doaku sudah kau curi, sudah kau hafalkan? Dhemit.

(makian)‘

(236) JURAGAN

Apa…? Gendheng! Kowe aja clometan Dor! Setan! (NGREBUT

KERTAS SING DIGEGEM BEDOR) apa iya…? (MACA SEDHELA,

SURATE DEREMES TERUS DIBANTING) Setan alas! (Leng, hal 113)

‗Apa…? Gila! Kamu jangan bercanda Dor! Setan ! (MEREBUT

KERTAS YANG DIGENGGAM BEDOR) Apa iya… ? (MEMBACA

SEBENTAR, SURATNYA DIREMAS LALU DIBUANG)

Data (234) dan (235) frasa iblis laknat dan kata dhemit secara referensial

mengacu pada makhluk halus. Frasa iblis laknat ‗iblis terkutuk‘ digunakan oleh

Pak Rebo sebagai ungkapan rasa kekawatiran terhadap kemungkinan ada yang

merebut pekerjaannya. Pada data (235) dhemit adalah makhluk halus yang

digunakan sebagai luapan emosi Pak Rebo karena terkejut semua hafalan doanya

bisa diketahui Mbok Senik. Data (236) kata setan dan frasa setan alas yang

diucapkan oleh Juragan hanya menjadi alat pelampiasan. Pilihan kata setan dan

setan alas digunakan pengarang secara metafora. Setan yang mengacu pada

makhluk halus disamakan dengan manusia.

3. Gaya Bahasa dalam Naskah Drama LTD

Sebenarnya, apakah fungsi penggunaan gaya bahasa? Pertama-tama, bila

dilihat dari fungsi bahasa, penggunaan gaya bahasa termasuk ke dalam fungsi

puitik, yaitu menjadikan pesan lebih berbobot. Pemakaian gaya bahasa yang tepat

(sesuai dengan waktu dan penerima yang menjadi sasaran) dapat menarik

perhatian penerima. Sebaliknya, bila penggunaannya tidak tepat, maka

penggunaan gaya bahasa akan sia-sia belaka.

Page 160: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Pemakaian gaya bahasa juga dapat menghidupkan apa yang dikemukakan

dalam teks, karena gaya bahasa dapat mengemukakan gagasan yang penuh makna

dengan singkat.. Seringkali pemakaian gaya bahasa digunakan untuk penekanan

terhadap pesan yang diungkapkan. Dengan demikian gaya bahasa merupakan

salah satu ciri penting di dalam teks sastra. Gaya bahasa banyak digunakan dalam

teks sastra karena bermanfaat untuk menghidupkan makna, memberi citraan yang

khas, membuat gambaran yang lebih jelas, serta membuat kalimat-kalimat lebih

dinamis dan hidup (Rachmad Djoko Pradopo, 1997: 93). Beberapa jenis gaya

bahasa yang dipergunakan pengarang dalam nakah drama LTD antara lain adalah

gaya bahasa berdasarakan struktur kalimat dan gaya bahasa berdasarkan langsung

tidaknya makna.

a. Pemanfaatan Gaya Bahasa Berdasarkan Nada yang Terkandung dalam

Wacana.

Gaya bahasa ini berdasarkan sugesti yang dipancarkan dari rangkaian kata-

kata yang terdapat dalam sebuah wacana. Sering kali sugesti akan lebih nyata

kalau dikuti dengan sugesti suara dari pembicara apabila sajian yang dihadapi

lisan. Gaya bahasa ini terjadi: gaya bahasa sederhana, gaya mulia dan bertenaga,

serta gaya menengah.

1) Gaya Bahasa Sederhana

Gaya sederhana biasa digunakan untuk memberi instruksi, perintah,

pelajaran, perkulihan, dan sejenisnya. Gaya bahasa ini tepat untuk menyampaikan

fakta dan pembuktian.

(237) MBAH JAGA

Iya-iya... rasah seru-seru. Mung dolanan kartu wae mbok rewangi

Page 161: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pethenthengan. Sing mbok udhokke rak dudu nyawamu. Sing mati mung

kertumu....(Dom, 225)

Iya..iya..tidak perlu bertariak. Cuma main kartu saja sampai marah. Yang

kamu buat taruhan kan bukan nyawamu. Yang mati cuma kartumu…

Gaya bahasa sederhana yang digunakan pengarang dalam dialog Mbah Jaga

pada data (237) menggambarkan perintah yang disampaikan Mbah Jaga agar tidak

terlalu keras berbicara. Fakta yang dibuktikan dalam dialog di atas adalah ketika

bermain kartu jika mengalami kekalahan tidak perlu marah dan bertariak toh

nyatanya yang dijadikan taruhan bukan nyawanya. Data lain yang menyatakan hal

serupa seperti terlihat di bawah ini.

(238) PAK LAKON

Jenenge adu nasib, kari kalah apa menang! Yen wis nangsipe kekasut ya

kudu gelem setor udhu. Wong wis diniyati! Sing kalah ora mung kowe

dhewe....(Dom, 227)

Namanya juga mangadu nasib, tinggal kalah atau menang! Jika nasibnya

kalah ya harus mau memberi taruhan. Karena sudah diniatkan! Yang

kalah tidak cuma kamu…

Data (238) memberi gambaran tentang kenyataan bahwa orang yang berjudi

sama halnya dengan mengadu nasib, bisa menang bisa kalah. Jika segalanya sudah

diniatkan maka harus mau menerima segala konsekuensinya.

(239) KRESNA GAMBAR

Gambar iki dienggo pepiling menungsa. Sapa sing uripe ora blak

prasaja, bakal ndang dijabut nyawane. (Dom, 234)

Gambar ini digunakan manusia sebagai pengingat. Siapa yang hidupnya

tidak jujur akan cepat mati.

Untuk data (239) pengarang melalui gaya bahasa sederhana ini sepertinya

ingin memberikan peringatan bahawa siapa yang dalam hidupnya tidak jujur akan

cepat mati.

Page 162: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(240) KRESNA GAMBAR

lha ya kuwi. sing jenenge manungsa ki racake seneng nguja hardaning

dhiri, ngubal-ngubal tuk sumbering hawa nepsu, kaya ta, nguja

planangan, nguja kekarepan, nguja panguwasane, nguja iki nguja kuwi

nganti kebacut lali. Lha bareng eling biasane wong sing kaya ngono mau

banjur wedi mati. Pungkasane wedi kepthuk Yamadipati. Saking wedine,

njur wewayangane Yamadipati dadi medeni, dadi ora peni, elek, matane

mentholo, rambute riyap-riyap, duwe siyung, kukune landhep, hiii...

mangka sejatine ora, manungsa ki yen nrima kodrate, eling karo jejere,

nganti wates-watese jeneng mati ki ora medeni, malah kepara nampa

kamulyan merga enggal katimbalan. Yamadipati dadi ora medeni maneh.

Lha wong sejatine Yamadipati ki bagus. Yamadipati ki dewa. Dewa ki

bagus! (Dom, 234)

Itu, yang namanya manusia pada umumnya suka mengumbar hawa nafsu,

membongkar sumbernya hawa nafsu, seperti mengumbar birahi,

mengumbar keinginan, menumbar kekuasaan, mengumbar ini dan itu

hingga lupa diri. Lha setelah ingat lalu takut mati. Akhirnya takut

bertemu Yamadipati. Karena sangat takut, lalu gambar Yamadipati dibuat

menakutkan, menjadi tidak indah, jelek, matanya melotot, rambutnya

kusut, punya taring, kukunya tajam, hiiii…..sebenarnya tidak demikian,

manusia jika pasrah, selalu ingat akan hakikatnya hingga batasan

kematian itu tidak menakutkan, justru akan menerima kebahagiaan

karena segera dipanggil. Yamadipati menjadi tidak menakutkan lagi. Lha

sebenarnya Yamadipati itu cakep. Yamadipati itu dewa. Dewa itu cakep!

Fakta yang ingin disampaikan melalui dialog Kresna Gambar alam data

(240) bahwa manusia pada umumnya suka menggumbar nafsu, apabila sudah

sampai mendekati kematian mereka baru ingat dan merasa takut.

(241) MBAH JAGA

(AGE-AGE NGELINGKE) Wis Pak Lakon, aja, rasah mbok wudani,

mundhak kepanasen ngelak mengko ngokop getih... gek ndang

disarungne... aku wis ngerti ladingmu kuwi, sing mbok pundhi dadi

jimatmu, dadi pusakamu. Wis rasah mbok pamerke... (Dom, 243)

Sudahlah Pak Lakon, jangan, jangan kau telanjangi, nanti kepanasan haus

nanti minum darah….cepat disarungkan…aku sudah tahu pisaumu itu,

yang kau banggkan jadi senjatamu, dadi pusakamu. Sudah tidak usah

kamu pamerkan….

Pemanfaatan gaya bahasa sedrhna dalam data (241) terlihat jelas dalam

narasi laku yang terdapat di awal dialog. Narasi laku tersebut mamuat peringatan

Page 163: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

yang disampaikan Mbah Jaga kepada Pak Lakon untuk menyarungkan kembali

senjatanya.

(242) MBAH JAGA

Uwis ta Jang .... kowe aja kasar-kasar! (NUNTUN PRAPTI NYISIH)

Lagi ana setan liwat, .... (dst) (Dom, 269)

Sudahlah Jang….kamu jangan kasar-kasar!(MENUNTUT PRAPTI

MENYISIH) sedang ada setan lewat…..

Pengarang dalam data (242) menggunakan kalimat imperative atau perintah

dalam pemanfaatan gaya bahasa sederhana. Perintah tersebut disampaikan Mbah

Jaga kepada Bajang agar tidak terlalu kasar dan menyudahi semuanya.

2) Gaya Bahasa Mulia

Gaya bahasa mulia umumnya bertenaga, penuh vitalitas dan energy. Nada

yang agung dan mulia dapat menggerakkan emosi setiap pendengar. Penggunaan

gaya bahasa mulia ini dapat ditemukan dalam naskah drama LTD ini. Data yang

menyatakan hal tersebut dapat dilihat dalam sajian berikut.

(243) LANDA BAJANG

Prap...! Arep nyang ngendi? Neng kene dhisik! Iki lho sawangen!

Sawangen polahe bojomu sing lagi sekarat, ora bisa apa-apa, delengen

aku! Iki bojomu! (NYALAHKE AWAKE DEWE) Oh, aku pancen tembre,

bajingan sing wedi mati, jirih ing getih, ora wani ngetok, ora jenggos

nyembadani bojo, urip ngene ki dinggo apa...!! Nyawa mung ngene wae

digondheli... (GETEM-GETEM AREP NGAMUK NING ORA ANA SING

DIAMUK) Prap, kowe yen arip kawin, kawina, ning ngentenana yen aku

wis dadi bathang. Patiku ora wurung ya neng kene... (Dom, 256)

Prap…! Mau kemana? Di sini dulu! Ini lihat! Lihatlah tingkah suamimu

yang sedang sekarat, tidak bisa apa-apa, lihat aku! Ini suamimu!

(MENYALAHKAN DIRI SENDIRI) Oh, aku memang tembre, bajingan

(umpatan) yang takut mati, takut darah, tidak berani muncul, tidak bisa

menyeangkan istri, hidup sepereti ini buat apa!! Nyawa Cuma sepereti ini

digondeli.

Page 164: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(244) DEN SETRA

Aja mung memanis apus, aja sora sesumbaran, lekna matamu...! ora ana

titah sing antuk nyingkurake bebener. Aja selak! Akalmu mung sak okol.

Kowe wedi yen kewiyak wadimu! (Dom, 258)

Jangan hanya basa-basi, jangan besar omong, buka matamu! Tidak ada

manusia yang bisa menyingkirkan kebenaran. Jangan munafik! Akalmu

hanya kecil! Kamu takut jika terbuka rahasiamu!

(245) DEN SETRA

Carane ora ngono! Dirembug. Ditata, aja dipeksa! Mbiyen kowe wis

nyanggemi, saguh ngudhari pepalang wong sing nyandhang

kecingkrangan. Mula aja kesusu ngobral janji, yen ora wurung arep

nglarani ati. Saiki wis kejeron tatune, kakehan bantene...(Dom, 261)

Caranya tidak begitu! Dimusyawarahkan. Ditata, jangan dipaksa! Dulu

kamu sudah bersedia, membuka penghalang orang yang kekurangan.

Maka jangan terburu-buru ngobral janji, jika tidak jadi akan menyakiti

hati. Sekarang sudah terlalu dalam sakitnya, telalu banyak korban…..

(246) KRESNA GAMBAR

Kowe ki piye...kok meneng wae! Aja mung nggah-nggih yen diloloh.

Lepehen yen ora gelem, ja diulu, kuwi candu sing dienggo njenu utegmu.

Marakake bodho, plonga-plongo bisamu mung dadi beo. Mengoa,

tontonen njaba, asahen nalarmu, olehen rasamu. Tangia, gumregaha,

sing rampak, yen gelem bareng dayamu ngedep-edepi, rosamu

nggegirisi. (Dom, 263)

Kamu itu bagaimana kok diam saja! Jangan hanya mengiyakan jika

disuapi. Muntahkan jika tidak mau, jangan ditelan, itu candu yang

digunakan meracuni otakmu. Membuat bodoh, linglung kamu hanya bisa

seperti beo. Tengoklah, lihatlah keluar, asahlah nalarmu, olahlah rasamu.

Bangunlah, bergeraklah yang rampak, jika mau bersama-sama

kekuatanmu hebat, menakutkan.

(247) DEN SETRA

Kowe dudu lempung sing mlengkang-mlengkung. Dadia watu ireng,

dadia watu inten, sing atos, sing dhuwur ajine. Tangia, ndangaka.

Tontonen kae, wis akeh sing ngenteni…! (Dom, 263)

Kamu bukan tanah liat yang lentur. Jadilah batu hitam, jadilah intan,

yang keras, yang berharga tinggi. Bangunlah, tengadahlah. Lihat itu,

sudah banyak yang menunggu…!

(248) KRESNA GAMBAR

Enggal kiprah-a, mangkat-a, singkirna papalang pupung kowe durung

dikandhang. Mung kowe sing isih bisa digadhang-gadhang. (Dom, 263)

Cepat lakukan, berangkatlah, singkirkan semua penghalang, mumpung

kamu belum dipenjara. Hanya kamu yang masih bisa diharapkan.

Page 165: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Pemanfaatan gaya bahasa mulia dalam sebuah sastra lakon memang sangat

berguna untuk memunculkan efek emotif pada pemain maupun pendengar

(penonton). Gaya bahasa mulia dan bertenaga dalam data (243) sampai dengan

(248) digunakan pengarang untuk memancing emosi pemain dalam menghayati

perannya. Selain itu, pemanfaatan gaya bahasa tersebut oleh pengarang agar

penikmat karyanya dapat hanyut dan tergetar emosinya ketika mendengar tuturan

tersebut dibawakan. Dengan demikian pesan yang hendak disampaikan

pengarang dapat tersampaikan dengan baik.

b. Pemanfaatan Gaya Bahasa Berdasarakan Struktur Kalimat

Pemanfaatan gaya bahasa dalam sebuah karya sastra memang menjadi suatu

unsur penting. Gaya bahasa yang digunakan pengarang selain sebagai aspek

keindahan juga mampu menaikkan emosi pembaca maupun pendnegar. Salah satu

gaya bahasa yang banyak dimanfaatkan pengarang adalam karyanya adalah gaya

bahasa berdasarkan struktur kalimatnya. Gaya bahasa ini menurut Gorys Keraf

(2004: 124), terdiri dari klimaks, antiklimaks, paralelisme, antitetis, dan repetisi.

Berikut akan disajikan data yang memuat gaya bahasa berdasarkan struktur

kalimatnya yang ditemukan dalam naskah LTD.

1) Klimaks

penggunaan gaya bahasa klimaks dimanfaatkan pengarang untuk

mengungkapkan sesuatu yang bbersifat periodic denga urutan dari sesuatu yang

lemah/kurang menjadi sesuatu yang kuat/baik. Gaya klimaks kadang-kadang juga

menyebutkan barang atau sifat atau hal yang makin lama makin meningkat atau

menghebat. Klimaks termasuk majas penegasan yang menyatakan beberapa hal

Page 166: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

berturut-turut dengan menggunakan urutan kata-kata yang makin lama makin

memuncak pengertiannya (Purwandari, 2007: 46). Di bawah ini adalah beberapa

gaya bahasa klimaks yang ada dalam naskah drama LTD:

(249) MBOK SENIK

Ampun percaya dhing mas. Wong nyatane desa mriki empun tambah

maju, malah tambah rame. Omah-omah sing maune mung gedheg,

mung gebyok reyot empun dadi rumah sehat, lampu-lampu neon sakniki

empun pating klencar. (Leng, hal 122)

‗Jangan percaya mas. Kenyataannya desa sini semakin tambah maju,

semakin tambah ramai. Rumah-rumah yang dulunya hanya gedeg, hanya

dinding kayu yang tidak kokoh sudah menjadi rumah sehat, lampulampu

sudah sangat terang.‘

Pada data (249) menunjukkan penggunaan gaya bahasa klimaks yang

menyatakan suatu perubahan kondisi desa yang dulunya tertinggal menjadi lebih

maju dan ramai. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan bahwa dulu rumah di desa

tersebut berdinding gedheg menjadi rumah sehat dan lampu–lampu neon

menerangi des tersebut.

(250) MARTO KRUSUK

Bribik-bribik usaha bukak bengkel mobil. Yen bengkele dadi terus

bukak angkutan taksi. Usahane taksi saya gedhe nganti bisa duwe

dealer dhewe, banjur munggah eksportir mobil, usahane saya ndadi

saya gedhe, saya ngrembaka, nganti dadi pirang-pirang usahane, nganti

olehe nyacahke, nganti bingung olehku ngetung. (Tuk, hal 200)

‗Sedikit demi sedikit usaha membuka bengkel mobil, kalau bengkelnya

sudah menjadi membuka angkutan taksi. Usaha taksi menjadi besar

sampai bisa membuka dealer sendiri, terus meningkat eksportir mobil,

usahanya semakin menjadi besar, jadi berkembang, sampai usahanya

menjadi banyak, sampai menanjakannya, sampai bingung menghitung.‘

Pada data (250) di atas periode tingkatan yang dismapaikan pengarang

adalah cita-cita Marto Krusuk yang ingin membuka usaha dari bengkel mobil dan

angkutan taksi. Diharapkan usahanya berkembang menjadi eksportir mobil dan

Page 167: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ushanya akan semakin pesat sehingga bisa membuka banyak cabang. Data (250)

menyebutkan pengharapan-pengharapan yang semakin meningkat.

(251) LIK BISMA

O, yen nganti Semar muntab, aja takon dosa, ora jendral, ora ratu, ora

menteri, ora presiden, kabeh bisa dilorot! (Tuk, hal 204).

‗O, kalau Semar marah, jangan tanya dosa, tidak jenderal, tidak ratu, tidak

menteri, tidak presiden, semua bisa dilengser!

Data (251) penggunaan kata jenderal, menteri, dan presiden di atas

menunjukan adanya gaya bahasa klimaks, yaitu adanya urutan yang hirarki

kekuasaan dan jabatan. Penggambaran tersebut dimulai dari jenderal, menteri, dan

presiden.

2) Antiklimaks

Kebalikan dari gaya klimaks adalah gaya antiklimaks. Antiklimaks sebagai

sebagai gaya bahasa merupakan suatu acuan yang gagasan-gagasannya diurutkan

dari yang terpenting berturut-turut ke gagasan yang kurang penting (Gorys Keraf,

2004: 125). Antiklimaks biasanya menyebutkan orang, benda, sifat, atau hal yang

makin lama makin menurun. Seperti pada data berikut.

(252) BONGKREK

Iki, ki lemahe Mbah-mbahmu, lemah-lemahe bapakmu, lemah-lemahmu,

lemahe anak-putumu mbesuk. Kowe ki mung ketitipan. Ora kuwasa

ngedol. (Leng, hal 122)

‗Ini tanah kakek-kakekmu, tanah-tanahnya bapakmu, tanah-tanahmu,

tanahnya anak cucumu besuk. Kamu itu hanya dititipi.‘

(253) LIK BISMA

Semar penjalmane dewa, sing momong para ratu, para satriya, para

punggawa lan kawula tanah Jawa. (Tuk, hal 204).

‗Semar itu penjelmaan dewa, yang mengasuh ratu, satria, punggawa, dan

rakyat tanah Jawa.‘

Page 168: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Pada data (252) dan (253) adanya urutan kata-kata yang dianggap

mengalami penurunan dari aspek usia atau urutan silsilah keluarga mulai dari

yang tertua yaitu mbah-mbahmu ‘kakek-kakekmu‘, bapakmu, dan anak putumu

‗anak cucumu‘. Sedangkan data (253) periodisasi yang dihadirkan pengarang

mengacu pada urutan kedudukan dalam strata sosial, yaitu pada kata dewa, ratu,

punggawa, dan rakyat.

3) Paralelisme

Keraf (2004: 126) berpendapat paralelisme merupakan gaya bahasa yang

berusaha mencapai kesejajaran dalam pemakaian kata atau frase yang menduduki

fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama. Kata-kata tersebut

memiliki pengertian yang dekat. Makna gramatikal merupakan makna yang

timbul karena peristiwa gramatikal. Makna gramatikal dapat dikenali dalam

kaitannya dengan unsur yang lain dalam satuan gramatikal. (I.G.N. Oka, 1994:

233). Hasil analisis dalam naskah drama LTD karya Bambang Widoyo SP

terdapat delapan data gaya bahasa paralelisme, yaitu sebagai berikut.

(254) BONGKREK

Kaya kula sampeyan nyepi teng sareyan mriki rak butuh panggonan sing

wening, ben tentrem atine, ben tentrem pikirane. (leng, hal 71)

‗Seperti saya kamu menyepi di makam hanya butuh tempat yang tenang,

biar tentram hatinya, biar tentram pikirannya.‘

Frasa ben tentrem atine ‗biar tentram hatinya‘ dan ben tentrem pikirane ‗biar

tentram pikirannya‘ pada data (254) di atas membentuk dalam satu rangkaian

paralelisme.

(255) BONGKREK

Akeh wargane sing banjur budhegi, padha miceki, padha ambisu. Jane

nggih ngerti yen banyune, lemahe lan hawane empun rusak mboten

ketulungan. Apa ora krasa yen lemahe wis bubrah, tegese kelangan

Page 169: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

sawah, kelangan garapan. (leng, hal 71)

‗Banyak warga yang telanjur tidak mendengar, sudah buta, sudah gagu.

Sebenarnya tahu kalau air, tanah, dan udaranya sudah rusak tidak

tertolong. Apa tidak terasa kalau tanahnya sudah rusak, artinya

kehilangan sawah, kehilangan pekerjaan.‘

Pada data (255) frasa banjur budhegi ‗telanjur tidak mendengar‘, padha

miceki ‗sudah buta‘, padha ambisu ‗sudah gagu‘ menggunakan frasa-frasa yang

sejajar dan kelangan sawah ‗kehilangan sawah‘, kelangan garapan ‗kehilangan

pekerjaan‘ memiliki kedudukan yang sama.

(256) DEN SETRA

Arep tekan ngendi lelakonku, apa malah mung cukup sakmene.

Rampung eneng kene, kelangan dhapukan, kelangan jejer, ketendhang

saka kalangan. (MENENG SEDELA) Ora... Ora, aku durung kalah,

aku kudu bisa bali, bisa ngadeg jejeg. Abota dikaya ngapa tetep arep

dak adhepi, dak dhada, dak lakoni. Kudu dak wiwiti saka saiki…. (Dom,

228)

Mau sampai di mana takdirku, apa hanya cukup sampai di sini. Selesai di

sini, kehilangan peran, kehilangan hakikat, tertendang dari kelompok.

(DIAM SEBENTAR) Tidak….tidak, aku belum kalah, aku harus bisa

kembali, bisa berdiri tega,. Meskipun berat tetap akan aku hadapi, aku

hadapi, aku jalani. Harus aku mulai dari sekarang.

Diaog dalam data (256) dikategorikan sebagai gaya bahasa pararelisme

karena menggunakan kata yang mempunyai fungsi yang sama dan pengertian

yang dekat yaitu mung cukup sakmene ‗sampai di sini‘, rampung eneng kene

‗selesai di sini. Masih dalam satu rangkaian kalimat pengarang juga menggunakan

bentuk kesejajaran berupa kondisi tokoh yang kehilangan peran/jati diri melalui

pemanfaatan frasa kelangan dhapukan, kelangan jejer, ketendhang saka kalangan

yang memiliki makna hampir sama yaitu kehilangan jati diri. Dalam data (256)

pengarang banyak menghadirkan gaya bahasa pararelisme untuk menyatakan

sikap mental tokoh, hal ini dinyatakan dengan digunakannya frasa aku durung

Page 170: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

kalah, aku kudu bisa bali, bisa ngadeg jejeg, abota dikaya ngapa tetep arep dak

adhepi, dak dhada, dak lakoni.

(257) MBAH JAGA

Ning rak ora kaya mbiyen larise, akeh sing nuku, akeh sing mborong,

akeh sing dha kulak, nganti ali-alimu ngebaki driji...(Dom, 231)

Tapi kan tidak sperti dulu larisnya, banyak yang beli, banyak yang

borong, banyak yang kulakan, sampai jarimu penuh cincin…..

Data (257) dapat diaktergorikan sebagai gaya bahasa pararelisme karena

menggunakan kata yang mempunyai fungsi dan makna yang dekat yaitu akeh sing

nuku, akeh sing mborong, akeh sing dha kulak yang mempunyai arti laris.

(258) KRESNA GAMBAR

Aja mung nyawang wujude. Nadyan mung kaya ngene ning corekanku ki

mawa teges, mawa karep, ana perlambange, ana sasmitane, yen gelem

nggatekke ya ana pituduhe ana pituture... lha biasane piyayi sing lantip,

sing waskitha , sing jatmika kip padha kesengsem karo gambar-

gambarku, kaya dene Den Setra kuwi. ... (Dom, 233)

Jangan ahanya melihat bentuknya. Meskipun hanya seperti ini, tapi

coretanku ini memuat makna, memuat pesan, ada lambangnya, jika mau

memperhatikan ada petunjuk dan nasihatnya…..lha biasanya orang

berada itu pandai, pintar, yang cerdas itu suka dengan gambar-gambarku,

seperti Den Setra itu…..

Pemanfaatan gaya bahasa pararelisme dalam dialog Kresna Gambar terlihat

dari penggunaan frasa: mawa teges, mawa karep, ana perlambange, ana

sasmitane yang artinya adalah ‗memuat makna‘.

(259) KRESNA GAMBAR

.... Mbah dak kandhani Den Setra ki jebule ya piyayi ampuh, nate

kesinungan drajat, pangkate dhuwur, dhasare satriya tama. ....... Nganti

kepepet, kepojok, keseser, njur disisihake terus minggir-minggir-

minggir nganti pungkasane dikandhangke ana kene. (Dom, 233)

Mbah, aku kasih tahu Den Setra itu ternyata orang hebat, pernah terlipahi

derajat, pangkatnya tinggi, dasarnya orang besar…..Sampai terpojok,

terdesak, lalu disingkirkan sampai ke tepi akhirnya dimasukkan kandang

di sini.

Page 171: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Data (259) pararelisme ditunjukkan dengan penggunakan frasa kesinungan

drajat ‗mempunyai kedudukan‘, pangkate dhuwur yang berarti ‗berpangkat

tinggi‘ dan juga dengan penggunaan kata kepepet, kepojok, keseser yang

bermakna ‗terpinggirkan/tersudut‘.

(260) MBAH JAGA

....ampun digawe susah, ampun digawe mbentoyong. (Dom, 238)

Jangan dibuat susah, jangan dibuat menderita.

Penggunaan gaya bahasa pararelisme dalam data (260) ditunjukkan dengan

frasa ampun digawe susah ‗janga dibikin susah‘ yang sejajar dengan frasa ampun

digawe mbentoyong ‗jangan dibikin berat‘. Hal tersebut digunakan pengarang

untuk menggambarkan kondisi psikis tokoh yang terlalu memikirkn masalah yang

menerpanya.

(261) MBAH JAGA

.... wayang-wayang saiki sing payu pancen mung pancen mung swarane,

mung nggedebuse, mung olehe padha pinter umuk, olehe wasis

ngomong. (Dom, 240)

Wayang-wayang sekarang yang laku memang hanya suaranya, hanya

bualannya, hanya kepamdaiannya berbicara.

Dialog Mbah Jaga dikategorikan sebagai gaya bahasa pararelisme karena

menggunakan frasa mung swarane ‗hanya suaranya‘ yang sejajar pengertiannya

dengan frasa mung nggdebuse ‗hanya omong kosong‘, mung olehe padha pinter

umuk ‗hanya pandai bicara‘, dan wasis ngomong ‗padai berbicara‘

4) Antitesis

Keraf (2004: 126) berpendapat bahwa antitesis adalah sebuah gaya bahasa

yang mengandung gagasan-gagasan yang bertentangan, dengan mempergunakan

kata-kata atau kelompok kata yang berlawanan. Dengan kata lain dapat dikatakan

bahwa dalam antitesis terdapat pemakaian kata-kata yang berantonim. Hasil

Page 172: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

analisis dalam naskah drama LTD terdapat data gaya bahasa antitesis, yaitu

sebagai berikut.

(262) MBOK SENIK

Gek digawa nyang ngendi? Mbuh mati mbuh urip. (Leng, hlm 68)

‗Mau dibawa kemana? Mungkin mati mungkin hidup.‘

(263) MBOK SENIK

Nyang ngendi-endi kok mung ngregeti, nyang ngendi-endi mung diresiki.

(Leng, hal 69)

‗Di mana-mana hanya mengotori, di mana-mana hanya di bersihkan‘

(264) MBOK SENIK

Wong meneng cemepak menange, kosok baline wong kakehan polah

cemepak kalahe. (Leng, hlm 69)

‗Orang diam dapat kemenangan, dan sebaliknya orang yang banyak

tingkah mendapat kekalahan‘

(265) BONGKREK

Ora etung wayah, awan bengi mesine gembrenggeng terus. (Leng, hal70)

Tidak mengenal waktu, siang malam mesinnya berisik terus.

(266) BONGKREK

Aku sing kojur, ngiwa-nengen ditangisi sedulur-sedulur ndesa sing padha

dipecat. (Leng, hal 80)

‗Aku yang sial, kiri kanan ditangisi saudara-saudara desa yang ikut

dipecat‘.

(267) BIBIT

Ember asu! Pinter endha, ditambal kiwa genti bocor sing tengen,

ditambal tengen mingset ngiwa. (Tuk, hal 145)

‗Ember anjing! Pintar menangkis, di tambal kiri ganti bocor kanan, di

tambal kanan pindah kiri.‘

Data (262) sampai data (267) di atas memakai bentuk gaya bahasa antitesis.

Pada data (262) kata yang dipertentangkan, yaitu antara mati dan urip ‗hidup‘.

Data (263) pada kata ngregeti ‗mengotori‘ dan direseki ‗dibersihkan‘. Data (264)

kata-kata yang dipertentangkan, yaitu meneng ‗diam‘ dan polah ‗banyak tingkah‘

dan menang dan kalah, yang ditandai dengan menggunakan pertentangan kosok

baline. Data (265) pada kata awan ‗siang‘ dan bengi ‗malam‘. Data (266) pada

Page 173: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

kata ngiwa ‗kiri‘ dan nengen ‗kanan‘. Kata-kata yang digunakan sangatlah jelas

yang dipertentangkan. Data (267) kata yang dipertentangkan kiwa ‗kiri‘ dan

tengen ‗kanan‘.

5) Repetisi

Gaya bahasa repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian

kalimat yang dianggap penting untuk memberikan tekanan dalam sebuah konteks

yang sesuai. Purwakanthi basa (lumaksita) sama dengan gaya bahasa repetisi

adalah pengulangan satuan lingual (bunyi, suku kata, kata, atau bagian kalimat)

yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai

(Sumarlam, 2003: 32). Purwakanthi basa merupakan persajakan yang didasarkan

pada persamaan kata,suku kata akhir dengan suku kata awal yang berurutan atau

persamaan huruf akhir dengan huruf awal yang berturut-turut dalam satu baris

terhadap baris berikutnya. Purwakanthi basa mempunyai padan istilah yaitu

purwakanthi lumaksita, purwakanthi lumaksana, dan dalam bahasa Indonesia

dinamakan sajak berkait serta repetisi anadiplosis. Dalam hal ini hanya akan

dibahas mengenai repetisi dalam bentuk kata atau frasa atau klausa. Berikut ini

beberapa data yang menggunakan purwakanthi basa (lumaksita) dalam naskah

drama LTD.

(268) JURAGAN

Pirang-pirang taun dakrewangi krenggosan, adus kringet, adol wiring rai

gedek, adol topeng, adol kepercayaan, adol awak, entek-entekane mung

kaya ngene… (Leng, hal 86)

‗Sudah betahun-tahun bekerja keras, mandi keringat, menjual muka,

menjual kepercayaan, menjual badan, akhir-akhirnya seperti ini…‘

(269) PAK REBO

Dingge gawe gedung serbaguna, dingge gawe gapura pitulasan, dingge

nyuguh yen nampa tamu, dingge keperluan lomba desa lan liya-liyane.

Page 174: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(Leng, hal 106)

‗Digunakan untuk gedung serbaguna, digunakan untuk gapura tujuh

belasan, digunakan mempersiapkan menerima tamu, digunakan keperluan

lomba desa dan lain-lain.‘

(270) BOJONE ROMLI

Gatel ki ya gatel., ning diampet sedhela apa ora bisa! Sumelang dadi akik

apa piye! Njur apa gunane bebojoan, yen golek barang liyane. Beda apa

jenenge, beda apa gandane, beda apa rupane…! (Tuk, hal.139)

‗Gatal ya gatal, tapi ditahan dulu apa tidak bisa! Apa khawatir kalau

menjadi batu! Lalu apa gunanya suami istri, kalau mencari barang yang

lain. Beda apa namanya, beda apa baunya, beda apa wajahnya.‘

(271) SOLEMAN

(NGIDONI SUMUR) Cuh…cuh…! Ora arep melik, ora arep nyawuk, ora

arep nyiduk banyumu, adus gebyur neng sumur liya ya bisa. (Tuk,hal 154)

‗(MELUDAHI SUMUR) Cuh…cuh…! Tidak akan berharap, tidak akan

menyauk, tidak akan mengambil airmu, mandi di tempat lain juga bisa.‘

(272) LIK BISMA

Sapa sing ora mudheng ho-gi, sapa sing ora bisa methuk rejeki, sapa sing

ora ngerti sesaji, bakale ya tiwas kedhupak. Mbah, kowe ngerti, pasar ki

apa coba? Pasar ki apa? Terus, pasar dhuweke sapa? (Tuk, hal 159)

‗Siapa yang tidak tahu ho-gi, siapa yang tidak bisa mendapat rejeki, siapa

yang tidak mengerti sesaji, kalau hanya ketendang. Mbah, kamu mengerti,

pasar itu apa coba? Pasar ini apa? Terus, pasar punyanya siapa?‘

(273) LIK BISMA

Mangka Puntadewa ki sejatine rak duwe getih putih, getihe wong apik,

getihe wong resik, getihe wong sing duwe ati suci. Dadi wong cilik kuwi

apik, resik suci. (Tuk, hal 161)

‗Padahal Puntadewa sejatinya punya darah putih, darahnya orang

baik,darahnya orang bersih, darahnya orang yang mempunyai hati suci.

Jadiorang kecil itu baik, bersih suci.‘

(274) KRESNA GAMBAR

....Dudu duwit sing dak buru. Dudu benggol sing dak luru. ....(Dom, 231)

Bukan uang yang saya cari, bukan receh yang saya pungut,…..

(275) MBAH JAGA

......, akeh sing nuku, akeh sing mborong, akeh sing dha kulak,....(Dom,

231)

Banyak yang membeli, banyak yang memborong, banyak yang belanja.

(276) MBAH JAGA

.... isih pengin nyetir, isih kepingin ngendhaleni...... (Dom, 271)

Page 175: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Masih ingin mengemudi, masih ingin mengendalikan….

(277) PAK MANTRI

Ora keli, ora kalap, ora klelep karo urusaning kadonyan ..... (Dom, 293)

Tidak hanyut, tidak tenggelam, dengan masalah dunia….

(278) MBAH JAGA

Bumi pertiwi iki rawaten, openana,..... Mbesuk kareben anakmu bisa melu

ngundhuh, melu panen..... waton ngedhuk, waron ngeruk, waton nyerot,

waton ngokop sak gelemmu. Mbok cucup, mbok cecep, mbok kemah-

kemah satemah mung ninggali sepah. (Dom,293)

Bumi pertiwi ini rawatlah, peliharalah….agar anakmu bisa ikut merasakan,

ikut panen……jangan hanya menggali, hanya mengeruk, hanya menyedot

sesuka hati. Kamu minum, kamu kunyah hanya akan meninggalkan sisa.

Data (266) sampai data (278) di atas penggarang menggunakan repetisi

tautotes. Bentuk perulangan yang digunakan pengarang tidak hanya berupa kata

seperti dalam data (266), (267), (274), (277) dan (278), sedangkan data (270),

(271), (272), (273) dan (275) pengarang penggunakan repetisi berupa frasa dalam

satu tuturan/dialog tokohnya seperti kata sapa sing ora ‗siapa yang tidak‘ dan

frasa sing dak ‗yang akan‘. Dan untuk data (274) pengarang menggunakan repetisi

kata dan frasa dalam satu kalimat. Penggunaan repetisi berupa kata dan frasa yang

dimanfaatkan pengarang untuk menunjukkan nilai estetika juga memberika

penegasan terhadap materi pembicaraan tokoh.

Pengulangan kata dan frasa yang berbentuk repetisi anaphora tengah kalimat

yang digunakan di awal kalimat atau baris berikutnya seperti terlihat dalam data

(279) dan (280) berikut.

(279) KRESNA GAMBAR

Sampeyan ampun kesusu nglokro! Ampun kendho! (Dom,259)

Anda jangan terburu-buru putus asa! Jangan patah semangat!

(280) KRESNA GAMBAR

...... Wis da ora kena dipremakke, ora kena ditata. ....(Dom, 264)

Page 176: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Sudah tidak bisa ditata….

Pada data (281) ditemukan dua bentuk purwakanthi lumaksita yaitu

pengulangan pada awal kata pira sing ‗berapa yang‘ yang diulang enam kali serta

pengulangan berupa bunyi sengau /ŋ/ yang terdapat dalam kata ditendang

‗ditendang‘, didugang ‗ditendang‘, dan durung madang ‗belum makan‘.

(281) BIBIT

Pira sing kesrakat, pira sing mlarat, pira sing sekarat, pira sing

ditendhang, pira sing didugang, pira sing durung madhang… (Tuk, hal

188)

‗Berapa yang miskin, berapa yang melarat, berapa yang sekarat,

berapayang ditendang, berapa yang didepak, berapa yang belum makan…‘

Perulangan frasa dalam bentuk repetisi anaphora ini mampu memberikan

efek keindahan dalam dialog yang dibawakan tokoh Bibit yang menggambarkan

nasib rakyat kecil.

Repetisi epanalepsis berupa pengulangan kata pertama yang diulang pada

akhir barisnya juga ditemukan dalam naskah ini yang tercermin dalam data (282)

sampai dengan data (285) yang ditunjukkan dalam dialog berikut.

(282) PAK REBO

Berkah nggih berkah, ning berkah dienggo napa? (Leng, hal 104)

‗Anugerah ya anugerah, tetapi anugerah buat apa?‘

(283) BEDOR

Sandiwara maneh…! Iki dikapake sih? Judhek. Dienggak-enggoke

mlayune nyang sandiwara maneh. Timbang mumet mikir nyadharke

Juragane, melu-melu main sandiwara sisan. (Leng, hal 91)

‗Sandiwara lagi…! Ini harus bagaimana? Pusing. Sudah dialihkan larinya

ke sandiwara lagi. katimbang pusing menyadarkan Juragan, ikutikutan

main sandiwara sekalian‘

(284) MBOKDE JEMPRIT

Ngalah Mbah, ngalah, sing tuwa ngalah…( Tuk, hal 166)

‗Mengalah Mbah, mengalah, yang tua mengalah…‘

Page 177: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(285) PAK REBO

…Yo dhangumpul, sing tuwa karo sing tuwa, sing enom karo sing enom.

(Leng, hal 106)

‗…Ya semua berkumpul, yang tua dengan yang tua, yang muda dengan

yang muda.‘

Data (282) pengulangan kata berkah diulang sebanyak tiga kali, data (283)

pengulangan kata sandiwara diulang tiga kali, dan pada data (284) pengulangan

kata ngalah ‗mengalah‘ yang diulang tiga kali pula. Data (285) bentuk

purwakanthi lumaksita (repetisi epanalepsis) yaitu pada pengulangan frasa sing

tua ‗yang tua‘ pengulangan pada akhir merupakan pengulangan frasa pada awal,

dan frasa sing enom ‗yang muda‘ pengulangan pada akhir baris merupakan

pengulangan yang sama pada frasa awal.

Repetisi epanalepsis di atas digunakan pengarang tidak semata-mata untuk

mencapai nilai estetisnya. Pengulangan jenis epanalepsis digunakan untuk

memberikan penekanan betapa pentingnya makna kata yang diulang dalam

kalimat/dialog.

(286) BOJONE ROMLI

Aku mulih (NGEPRUKI BEKAKAS) Saiki yen butuh madhang ngliweta

dhewe! Nggodhogka wedhang dhewe. Urasana dhewe…rapungna dhewe!

(Tuk, hal 139)

‗Aku pulang (MELEMPAR BEKAKAS) Sekarang kalau ingin makan

memasak sendiri! Merebus air sendiri. Diurus sendiri… diselesaikan

sendiri!‘

Dalam data (286) terdapat purwakanthi lumaksita (repetisi epistora), yaitu

pengulangan pada akhir baris berupa kata dhewe ‗sendiri‘ yang diulang empat kali

secara berturut-turut. Pengulangan epistora berupa satuan lingual suku kata juga

hadir mendukung aspek keindahan dalam naskah drama ini. Repetisi epistora ini

terlihat dalam dialog Lik Bisma berikut.

Page 178: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(287) LIK BISMA

Kari milih, sing mbeling apa sing wani maling. (Tuk, hal 141)

‗Tinggal memilih, yang nakal apa yang berani mencuri.‘

Pada data (287) adanya purwakanthi lumaksita yaitu perulangan bunyi suku

kata pada akhir kata mbeling ‗nakal‘ dan maling ‗pencuri‘. Bunyi /ŋ/ merupakan

bunyi sengau yang menandakan adanya penggemaan. Repetisi epistora di atas

digunakan untuk mendukung kesepadanan makna kata.

(288) ANA PABRIK JURAGANE MALAH NANTANG

Iki, ki dinggo butuhe wong akeh. Dinggo butuhe masyarakat. Dinggo

butuhe masa depan, dinggo butuhe pembangunan. Terus mlakua, ora

susah menga-mengo! Tutupen gobogmu. (Leng, hal 123)

‗Ini, digunakan kebutuhannya orang banyak. Digunakan kebutuhannya

masyarakat. Digunakan kebutuhannya masa depan, digunakan kebutuhan

pembangunan. Terus berjalan, jangan berhenti! Ditutup kupingmu.‘

(289) SOLEMAN

(MANGKEL KARO NENDHANG KANDHANG PITIK) Niki, niki, gilo

niki…Ingon-ingon kula, ayam bangkok kula, jogo kula gari siji,dieman-

eman dinggo jagan, dinggo jago malah ilang, jagan kula nggih mung kari

siji niku…(Tuk, hal 150)

(MARAH DENGAN MENENDANG KANDANG AYAM) Ini, ini, lho

ini…peliharaan saya, ayam bangkok saya, ayam jago saya tinggal satu, di

pertahankan untuk cadangan, buat jago malah hilang, cadangan saya hanya

satu itu…‘

(290) MBAH KAWIT

Ngamal jariah Prit, ngamal, dinggo nglebur dosa Prit, ben jembar

kuburmu, ben entuk dalan padhang suk nek ditimbali mulih, ngamal. (Tuk,

hal 165)

‗Beramal jariyah Prit, beramal, untuk melebur dosa Prit, biar luas

kuburmu, biar dapat jalan terang besuk kalau dipanggil pulang, beramal.‘

(291) MBOKDE JEMPRIT

Aja mung mikir butuhmu dhewe! Sing nemplek neng Margesaren ki butuh

ngiyub, butuh leren, butuh turu ora ketang sedhela, bot abote ngoyak

butuh. Man…(Tuk, hal 170)

‗Jangan hanya memikirkan kebutuhanmu sendiri! Yang menempati

Margesaren ini butuh berteduh, butuh istirahat, butuh tidur walau hanya

sebentar, beban berat kebutuhan Man…‘

Page 179: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(292) MBAH KAWIT

Iduku geni, iduku mandi…iduku geni, iduku mandi…aja nganti

payu…aja nganti payu... Daksapatani, aja ana sing nuku, ora ana sing

nuku…(Tuk, hal 190)

‗Ludahku api, ludahku manjur… ludahku api, ludahku manjur… jangan

sampai terjual…jangan sampai terjual.‘

(293) MARTO KRUSUK

Setan-setan kene kabeh mengko dha dilungake Mbah! Kaya setan aku,

setan kowe, setan Bisma. (Tuk, hal 191)

‗Setan, setan sini semua nanti disuruh pergi Mbah! Seperti setan aku, setan

kamu, setan Bisma.‘

(294) BONGKREK

(IDU) Cuaah…! Kula niki dede umbrukan uwuh sing kintir teng kali. Sing

empun gebacut keli. Sing trima dadi uwuh, ben ajek dadi uwuh. (Leng,

hal 68)

(BERLUDAH) Cuaah… ! Saya ini bukan tumpukan sampah yang hanyut

di sungai. Yang sudah terlanjur hanyut. Biar saja tetap jadi sampah, biar

jadi sampah.‘

Data (288) sampai data (294) ditemukan bentuk repetisi epizeuksis. Repetisi

epizueksis merupakan pengulangan kata yang dipentingkan secara langsung

beberapa kali. Dalam hal ini data (288) pengulangan terjadi pada frasa dinggo

butuhe ‗digunakan kebutuhannya‘, data (289) pada kata niki ‗ini‘ dan kula ‗saya‘,

data (290) pada kata ngamal ‗beramal‘, data (291) pada kata butuh, data (292)

pada frasa iduku geni ‗ludahku api‘, iduku mandi ‗ludahku manjur‘, dan aja

nganthi payu ‗jangan sampai terjual‘, data (293) pada kata setan, dan data (296)

pada kata uwuh ‗sampah‘.

c. Pemanfaatan Gaya Bahasa Berdasarkan Langsung Tidaknya Makna

Ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk

menimbulkan gagasan yang tepat dalam imajinasi pembaca atau pendengar,

seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan penulis atau pembicara, Persoalan

pendayagunaan kata pada dasarnya berkisar pada dua persoalan pokok, yaitu

Page 180: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pertama, ketetapan pilihan kata, kedua, kesesuaian atau kecocokan dalam

mempergunakan kata.

Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna diukur dari apakah

acuan yang dipakai masih mempertahankan makna denotatifnya atau ada

penyimpangan. Dilihat dari segi umumnya, makna dapat dibagi menjadi dua yaitu

makna konotatif dan makna denotatif. Pilihan kata atau diksi lebih banyak

bertalian dengan pilihan kata yang bersifat konotatif. Makna konotatif sifatnya

lebih professional dan operasional daripada makna denotatif. Makna denotatif

adalah makna yang umum. Dengan kata lain, makna konotatif adalah makna yang

dikaitkan dengan kondisi dan situasi tertentu.

Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna ini dibagi atas dua

kelompok, yaitu gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan. Dalam penelitian ini

gaya bahasa bardasarkan makna yang ditemukan dalam nasakah drama LTD

adalah sebagai berikut.

1) Litotes

Kata ini berasal dari bahasa Yunani, dan berarti ―kesederhanaan‖. Berbeda

dengan hiperbola, majas ini digunakan untuk melemahkan ungkapan pikiran, jadi

untuk menampilkan gagasan tentang sesuatu yang kuat atau besar dengan

ungkapan yang lemah. Jadi juga mengandung pertentangan antara kenyataan dan

perkataan. Dipakai untuk merendahkan diri, seperti pada data berikut.

(295) BIBIT

Waton ana sing dijujuk, ora ketang mung gubug reyot. (Tuk, hal 184)

‗Asal ada yang dituju, walaupun hanya gubug tak kokoh.‘

(296) MBAH KAWIT

Selak gubugku mengko kobong! (Tuk, hal 214)

Page 181: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

‗Cepat rumah gubugku nanti terbakar!‘

Pada data (295) dan (296) gubug reyot ‗rumah sederhana tak kokoh‘ dan

rumah gubug termasuk gaya bahasa litotes yang mengandung pertentangan antara

kenyataan dan perkataan yaitu, sebuah rumah di Margesaren diibaratkan sebagai

rumah gubug.

2) Hiperbola

Sebenarnya di dalam hiperbola terdapat dua leksem, penanda leksem yang

pertama tersembunyi dan digantikan oleh yang ke dua, yaitu yang mempunyai

intensitas makna jauh melebihi petanda yang pertama (yang tersembunyi).

Sebenarnya proses pembentukannya tidak jauh berbeda dengan metafora, hanya

saja di sini fokus terletak pada kesan intensitas makna. Itulah sebabnya mengapa

banyak hiperbola yang juga merupakan metafora atau perbandingan

(perumpamaan) Di bawah ini terdapat beberapa gaya hiperbola yang ada dalam

naskah drama LTD.

(297) JURAGAN

Adhuuuh…Dor, lindhu Dor iki! Iki piye Dor, kratonku ambruk, barang-

barangku remuk. (Leng, hal 86)

‗Aduh… Dor, ini gempa bumi Dor! Bagaimana Dor, keratonku runtuh,

barang-barangku hancur.‘

(298) SOLEMAN

Ora sudi! Diopahana helikoter pisan ta,… (Tuk, hal 138)

‗Tidak mau! Di kasih upah helikopter…‘

(299) LIK BISMA

Mbah, welinge wong mati kuwi mung penak dirungokne. Nanging yen

dilakoni, mecahke polo. Abot! (Tuk, hal 193)

‗Mbah, pesannya orang mati hanya enak didengarkan. Tetapi kalau

dilakukan, memecahkan otak. Berat‘

(300) MBAH JAGA

Biyangane...! Asat nggereng! Layak ditus ora tetes. (Dom, 223)

Page 182: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Biyangane!!(umpatan) kering kerontang! Pntas saja digulingkan tidak

tetes.

(301) DEN SETRA

.... Sing dak lakoni rasane kaya wis nggepok, mentog tekan dhasaran...

Sambata ya wis kentekan ukara, mripatku nganti wis ora bisa netesake

luh. Mung gari balung kulit.....(Dom, 280)

……..Yang saya kerjakan rasanya sepereti sudah paten, sudah mentok

sampai dasarnya…Mengeluhpun sudah kehabisan kata, mataku sampai

tidak bisa meneteskan air mata. Hanya tinggal kulit pembungkus

tulang….

Data (297) sampai dengan data (301) merupakan gaya bahasa hiperbola

pada data (297) kratonku ‗keranton‘ dianggap sangat berlebihan karena rumah

diibaratkan seperti keraton. Pada data (298) diopahono helikopter ‗dikasih upah

helikopter‘ merupakan pernyataan yang berlebih-lebihan jarang orang memberi

upah sebuah helikopter. Frasa mecahke polo ‗memecahkan otak‘ pada data (299)

juga merupakan bentuk gaya bahasa hiperbola, karena jarang ada orang yang

berpikir berat akan menjadikan kepala pecah. Untuk data (300) frasa asat

nggereng dimaksudkan untuk menyatakan air yang sudah habis sampai tidak

berbisa satu tetespun. Data (301) ungkapan hiperbola ditunjukkan dengan

dipilihnya kata kentekan ukara ‗kahabisan kata‘, ora bisa netesake luh ‗tidak bisa

meneteskan air mata‘, dan mung gari balung kulit ‗hanya tersisa tulang dan kulit‘

semua ungkapan tersebut digunakan pengarang untuk menyatakan kondisi yang

sudah sangat buruk.

3) Koreksio

Koreksio atau epanortosis adalah suatu gaya yang berwujud mula-mula

menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memperbaikinya (Gorys Keraf, 2004:135).

Gaya bahasa koreksia terlihat pada data berikut.

Page 183: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(302) BONGKREK

Uwuh sing apik bisa dinggo rabuk. Yen uwuhing uwuh? Nanging Lik,

kula boten purun yen mung diajeni kaya uwuh. Bongkrek dudu uwuh.

(Leng, hal 69)

‗Sampah yang baik bisa buat pupuk. kalau sampahnya sampah? Tetapi

Lik, saya tidak mau kalau dianggap seperti sampah. Bongkrek bukan

sampah‘.

Pada data (302) di atas adanya bentuk gaya bahasa koreksio, Bongkrek yang

menegaskah bahwa uwuh ‗sampah‘ yang baik bila dijadikan rabuk kemudian

ditegaskan dengan kata nanging ‗tetapi‘, karena Bongkrek tidak mau dianggap

seperti sampah.

4) Paradoks

Paradoks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang

nyata dengan fakta-fakta yang ada (Keraf, 2004: 136). Dari pendapat di atas dapat

disimpulkan bahwa paradoks adalah gaya bahasa yang kata-katanya mengandung

pertentangan dengan fakta yang ada. Gaya bahasa ini terkesan kontroversial akan

tetapi mengandung kebenaran. Paradoks dapat juga berarti semua hal yang menarik

perhatian karena kebenarannya, seperti pada data berikut.

(303) MBOK SENIK

Karepku ki mbok coba nonton dhisik, sapa sing mbok adepi. Wong

ngalah ki jare ora kalah. (Leng, hal 69)

‗Keinginanku itu dilihat dulu, siapa yang mau dihadapi. Orang mengalah

itu katanya belum tentu kalah.‘

(304) ROMLI

Boten ajeng mulang, boten ajeng muruki. Ning sampeyan rak rumangsa

nandur. Kandhane wong nandur ki bakale ngunduh. (Tuk, hal 180)

‗Tidak mau mengajar, tidak mau mengajarinya, tetapi kamu merasa

menanam tidak. Katanya orang menanam itu akan memetik hasilnya.‘

Pada data (303) ungkapan wong ngalah ki jare ora kalah ‗orang mengalah

itu katanya belum tentu kalah‘ merupakan sesuatu hal yang mengandung

Page 184: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pertentangan tetapi juga mengandung kebenarannya. Data (304) terdapat kata

yang bertentangan yaitu kata nandur ‗menanam‘ dengan ngunduh ‗memetik‘

pertentangan tersebut mengandung kebenarannya karena semua perbuatan

seseorang itu ada timbal baliknya yang akan dipertanggungjawabkan dan ada

konsekuensinya.

5) Simile

Di dalam simile terdapat dua kata (atau bentuk lainnya) yang masing-masing

menampilkan konsep dan acuan yang berbeda. Menurut pandangan budaya

tertentu (bisa juga menurut pandangan seseorang, bila simile itu orisinil) antara

wilayah makna kedua berupa kata (atau bentuk lainnya) itu terdapat persamaan

komponen makna, sehingga keduanya bisa diperbandingkan. Perbandingan ini

tidak menimbulkan masalah.. Majas ini mudah dikenali, karena kedua penanda

muncul secara bersamaan dan selalu dihubungkan oleh kata pembandingnya. Jadi

perbandingan bersifat eksplisit. Di bawah ini adalah beberapa analisis gaya bahasa

perumpamaan (simile) dalam naskah drama LTD.

(305) BONGKREK

Swara kok ora ana penake,… grung-grung-grung… bengung tanpa

irama… kaya eneng neraka… Huh…! (Leng, hal 70)

‗Suara kok tidak ada enaknya,… grung-grung-grung… mendengung

tanpa irama…seperti berada di neraka…‘

(306) BONGKREK

… Kaya kula sampeyan nyepi teng sareyan mriki rak butuh panggonan

sing wening ben tentrem atine, ben tentrem pikirane. Lha kok kosok

balene, malah gebrebegan. Kaya arep ana gunung mledhos. (Leng, hal

71)

‗… Seperti saya kamu menyepi di makam ini hanya butuh tempat yang

bening biar tentram hatinya, biar tentram pikirannya. Lha kok

sebaliknya, jadi kedengaran. Seperti mau ada gunung meletus.‘

Page 185: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(307) DEN SETRA

Keparat…! Seprana-seprene dieret-eret, wekasane mung diblusukke

eneng kene, kaya kewan, dikandhang, panas…sumpeg rasane…! (Dom,

238)

Keparat…! Selama ini diseret, akhirnya hanya dijebloskan di sini, seperti

hewan, dimasukkan kandang, panas…sumpeg rasanya…!

Pada data (305) dan (307) terdapat majas perumpaaan (simile) yaitu pada

tuturan kaya eneng neraka ‗seperti berada di neraka‘ dan kaya arep ana gunung

mbledhos ‗seperti mau ada gunung meletus‘. Dalam hal ini keberadaan mesin

pabrik yang suaranya bising sering mengganggu keresahan warga yang disamakan

dengan berada di neraka dan seperti gunung meletus. Untuk data (307) pengarang

menggunakan simile kaya kewan ‗seperti hewan‘ untuk menyatakan kondisi Den

Setra yang dikurung di Kandangan yang memang bekas tepat penyembelihan babi

atau mbaben.

(308) MBOK SENIK

Kesusu ki arep nyang ngendi? Mung juru kunci ribute kaya pegawe

negeri. (Leng, hal 82)

‗Tergesah-gesah mau kemana? Hanya juru kunci ributnya seperti

pegawai negeri.‘

Data (308) kalimat mung juru kunci ribute kaya pegawe negeri ‗hanya juru

kunci ributnya seperti pegawai negeri‗, adalah bentuk gaya bahasa simile dalam

hal ini pekerjaan juru kunci yang disamakan dengan pegawai negeri.

(309) MBOK SENIK

Woalaaah, gene mung nomer. (NGECE) ngono wae direwangi rewel

kaya manten anyer kadhemen. (Leng, hal 83)

‗Woalah, ternyata hanya nomer. (MENGEJEK) seperti itu saja

dibelabelain banyak bicara seperti pengantin baru yang kedinginan.‘

Pada data (309) terdapat gaya bahasa simile juga yaitu pada tuturan ngono

wae direwangi rewel kaya manten anyar kadhemen ‗kaya itu saja dibelain cerewet

Page 186: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

seperti pengantin baru yang kedinginan‘. Dalam hal ini direwangi rewel ‗dibelain

cerewet‘ yang disamakan seperti pengantin yang kedinginan.

(310) BEDOR

Eling Den! Ora eneng apa-apa kok jerit-jerit, mingseg-mingseg

tangisan kaya cah wedok kelangan prawan. (Leng, hal 86)

Ingat Den! Tidak ada apa-apa kok jerat-jerit, tersedu-sedu tangisnya

seperti perempuan kehilangan keperawanan.

Data (310) kalimat mingseg-mingseg tangisan kaya cah wedok kelangan

prawan ‗tersedu-sedu tangisnya seperti perempuan kehilangan perawan‘. Dalam

hal ini tangisan tersedu-sedu disamakan tangisan perempuan yang kehilangan

keperawanan.

(311) MBOK SENIK

Anane mung ngglindhing-gemblundhung kaya barang mati tanpa

nyawa… waton mlaku. (Leng, hal 115)

‗Adanya hanya berputar-putar seperti benda mati tanpa nyawa… hanya

berjalan.‘

(312) KECIK

Adate yen sajene nyah-nyoh, rejekine nggih bludak kaya grojogan.

(Leng, hal 117)

‗Biasanya sesajennya mudah, rejekinya juga tumpah ruah seperti air

terjun.‘

(313) BOJONE ROMLI

(NGEPRUKI BALA PECAH) Aku mulih! Sumpek eneng kene! Menungsa

ki yen wis kebrongot birahine dadi kaya kewan. Cupet nalare! (Tuk, hal

139)

‗(MELEMPARI BALA PECAH) Aku pulang! Sempit berada di sini!

Manusia kalau sudah kebakar birahinya menjadi seperti hewan. Pendek

pikirannya!‘

(314) ROMLI

Tanggor wong cupet nalare, lha kok direwangi mampang-mampang

kaya arep maju perang. (Tuk, hal 173)

‗Ketahuan orang sempit pikirannya, mengapa dibela marah-marah seperti

akan maju perang.‘

Page 187: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Kata kaya ‗seperti‘ dalam data (311) sampai data (314) merupakan kata-kata

pembanding yang menandai adanya gaya bahasa simile. Dalam data (311) terdapat

tuturan ngglindhing-gemblundhung kaya barang mati tanpa nyawa

‗menggelinding seperti benda mati tanpa nyawa‘. Tuturan hidup yang sudah sulit

disamakan dengan barang yang berputar-putar seperti barang yang hanya bisa

pasrah menghadapi kerasnya kehidupan. Data (312) tuturan rejekine nggih

mbludag kaya grojogan ‗rejekinya juga tumpah ruah seperti air terjun‘ dalam hal

ini seseorang mendapatkan rejeki banyak disamakan seperti air terjun. Data (313)

tuturan menungsa ki yen wis kebrongot birahine dadi kaya kewan. ‗manusia kalau

sudah kebakar birahinya jadi seperti hewan.‘ Dalam hal ini orang yang sudah

mempunyai birahi tinggi disamakan seperti hewan yang tidak dapat

mengendalikan hawa nafsu. Data (314) orang yang marah-marah disamakan

dengan seperti maju perang.

6) Metafora

(Gorys Keraf 2004: 139) metafora adalah semacam analogi yang

membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat:

bunga bangsa, buaya darat, buah hati, cindera mata, dan sebagainya. Metafora

sebagai perbandingan langsung tidak mempergunakan kata-kata: seperti, bak,

bagai, bagaikan, dan sebagainya, sehingga pokok pertama langsung dihubungkan

dengan pokok kedua. Jadi, metafora dapat disebut sebagai perbandingan implisit.

Dalam pandangan modern metafora dibagi menjadi empat, yaitu antropomorfosis,

kehewanan, metafora yang timbul karena pemindahan pengalaman dari konkret ke

abstrak, dan metafora sinestetis (Ullman, 1972 dalam Edi Subroto, 1996: 39-41).

Page 188: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Metafora dibentuk berdasarkan penyimpangan makna. Sebenarnya, seperti

juga pada simile, dalam metafora terdapat dua bentuk penanda yang maknanya

diperbandingkan. Namun, di sini, salah satu unsur bahasa yang dibandingkan itu

tidak muncul, melainkan bersifat implisit. Sifat implisit ini menyebabkan adanya

perubahan acuan pada penanda yang digunakan. Selain itu, tidak ada kata yang

menunjukkan perbandingan seperti dalam simile. Hal-hal inilah yang mungkin

menjadi masalah dalam pemahaman metafora. Berikut ini beberapa data gaya

bahasa metafora dalam naskah drama LTD.

(315) BONGKREK

Lha…basan ketanggor ora wurung nggih mung bingung, mlayu teng

kutha ngeker-ngeker rejeki sakkecandhake. (Leng, hal 71)

‗Lha… ketahuan tidak berhasil ya hanya bingung, lari di kota

mengaiskais rejeki sedapatnya.‘

Data (315) pada ngeker-ngeker ‗mengais-kais‘ biasanya dilakukan oleh

hewan seperti ayam untuk mencari makanan. Ngeker-ngeker rejeki ‗mengais-

ngais rejeki‘ dalam tuturan tersebut mengandung pengertian orang mengadu nasib

di kota untuk mendapatkan rejeki.

(316) PAK REBO

Harak mung arep nyitak kere. Aluwung bukak warung, bathine kena

dijagakke tambah kenalane….(NGIGUK NJABA NYAWANG LANGIT

SING PETENG) Kok petenge wis kaya ngene. (Leng, hal 81)

‗Harak hanya mau membuat gelandangan. Mendingan membuka warung,

untungnya bisa buat serep, kenalannya bertambah…(MELIHAT KELUAR

MEMANDANG LANGIT YANG GELAP) kok gelapnya seperti ini.‘

Pada data (316) nyitak kere ‗membuat gelandangan‘ merupakan gaya bahasa

metafora. Kata nyitak ‗membuat‘ biasanya dipakai untuk membuat suatu barang.

Ungkapan Nyitak kere dalam tuturan tersebut mengandung pengertian membuat

gelandangan yang dibandingkan seperti membuat suatu barang.

Page 189: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(317) PAK REBO

Matane padha mlilik yen ana gaweyan sing ketelesan dhuwit. (Leng, hal

83)

‗Matanya melotot kalau ada pekerjaan yang ada uang.‘

Data (317) pada ketelesan dhuwit merupakan gaya bahasa metafora. Kata

ketelesan ‗kebasahan‘ biasanya dipakai yang mengandung air atau terkena air.

Ketesan dhuwit dalam tuturan tersebut mengandung pengertian pekerjaan yang

mudah menghasilkan uang.

(318) JURAGAN

Gawane clurit, klewang…arep ana beleh-belehan Dor…, banjir, banjir

getih… (Leng, hal 92)

‗Bawaannya clurit, klewang… mau ada disembelih Dor…, banjir, banjir

darah…‘

Data (318) banjir getih ‘banjir darah‘, bukan berarti banjir darah melainkan

bermakna akan terjadi pertumpahan darah akibat perkelahian dengan senjata

tajam. Pengarang menggambarkan akibat dari perkelahian dengan kalimat banjir

getih ‘banjir darah‘, bukan mati atau tewas.

(319) BEDOR

Beres kabeh Den. Jane yen boten nganti kepepet, boten nganti klepenet

wong-wong wau boten bakal tukhul siunge. (Leng, hal 92)

‗Beres semua Den. Tetapi kalau tidak terdesak, tidak sampai terhimpit

orang-orang tadi tidak akan tumbuh taringnya.‘

Data (319) menjelaskan bahwa thukul siunge ‗tumbuh gigi taring‘

menggambarkan sifat seseorang yang akan menjadi keras atau bringasan seperti

sifat yang dimiliki oleh hewan. Karena hanya hewan yang liar yang mempunyai

siung ‗taring‘.

(320) KECIK

Dharah mudha Mbok, dijak nonton ndangdhut. (Leng, hal 116)

‗Darah muda Mbok, diajak menonton dangdut.‘

Page 190: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Data (320) dharah mudha bukan berarti darah yang berwarna merah muda

melainkan mempunyai pengertian jiwa yang masih muda.

(321) KECIK

Ora ana sulihe sing bisa dienggo nambal atine sing tatu. (Leng, hal 121)

‗Tidak ada yang bisa dipakai untuk mengganti hati yang terluka.‘

Data (321) pada nambal atine sing tatu ‗mengganti hati yang terluka‘

nambal biasa dipakai dalam menambal ban yang bocor dan ati ‗perasaan hati‘

adalah sesuatu yang abstrak yang disamakan dengan benda seperti ban mobil,

motor, atau sepeda. Jadi maksud tuturan metafora di atas mengandung pengertian

untuk menyembuhkan hati yang sedang terluka.

(322) BOJONE ROMLI

Apa ngana kuwi…! Karepe adol bagus golek gratisan, yang-yangan neng

petengan, mbok diakoni ora kuat jajan! (Tuk, hal 136)

‗Apa begitu itu…! Maunya pamer tampan mencari gratisan, pacaran di

tempat gelap, jujur saja kalau tidak kuat beli!‘

Pada data (322) adol bagus ‗pamer tampan‘ bukan berarti menjual tampan

melainkan bermakna orang laki-laki yang ingin diperhatikan oleh orang banyak.

(323) BIBIT

Dhuwit kari nyidhuk, rejeki ngetuk saka ngendi-endi. (Tuk, hal 164)

‗Uang tinggal mengambil, rejeki mengalir dari mana-mana‘

Data (323) rejeki ngetuk ‗rejeki mengalir‘ termasuk gaya bahasa metafora

rejeki merupakan sesuatu yang abstrak yang disamakan sesuatu yang konkret

seperti air yang keluar dari tanah. Rejeki ngetuk ‗rejeki mengalir‘ dalam tuturan

tersebut mengandung pengertian mendapat rejeki lancar dan mudah seperti halnya

air keluar dari tanah.

(324) MBOKDE JEMPRIT

Ora maido kowe bisa makelaran, ning aja ngancik-ngancik kesengsarane

Page 191: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

liyan, apa maneh tanggamu dhewe sing pendhak byar adu bathuk. (Tuk,

hal 172) ‗Tidak terkejut kamu bisa makelaran, tetapi jangan menginjak-

injak kesengsaraannya ora lain, apa lagi tetanggamu sendiri yang tiap pagi

selalu ketemu.‘

Data (324) adu bathuk pada tuturan itu tidak berarti bahwa orang yang

beradu antar dahi, tetapi mempunyai arti salalu ketemu.

(325) MBOKDE JEMPRIT

Kepriye olehe muter utek…!(Tuk, hal 173)

„Bagaimana dalam berpikir‟

Data (325) muter utek bukan berarti untuk memutar otaknya tetapi dengan

maksud untuk berpikir.

(326) SOLEMAN

(METU SAKA NJERO NGOMAH, TERUS NEMPUKAKE) matamu, eling-

eling bakul lombok, omonge ceplas-ceplos medhesne kuping. (Tuk, hal

173)

‗(KELUAR DARI RUMAH, LALU MEMPERTEMUKAN) matamu,

ingat-ingat penjual cabe, bicaranya mudah membuat marah.‘

Pada data (326) medhesne kuping merupakan gaya bahasa metafora. Kata

medhesne ‗pedas‘ berarti sesuatu yang rasanya pedas seperti cabe, tuturan omonge

ceplas-ceplos medhesne kuping berarti pembicararaan yang membuat marah.

(327) ROMLI

Dudu niku, sanes. Nanging tangga-tangga mriki akeh tumbak cucukan!

(Tuk, hal 180)

‗Bukan itu, berbeda. Tetapi tetangga-tetangga sini banyak yang mengadu

domba!‘

Data (327) tumbak cucukan bukan berarti tombak yang ada paruhnya seperti

burung melainkan mempunyai makna orang yang suka membicarakan keburukan

orang lain, atau mengadu domba orang lain.

(328) ROMLI

Bit, kowe ki rasah nglincipi rembuk! Yen kowe ora nyaru ngono jano piye

ta? (Tuk, hal181)

Page 192: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Bit, kamu jangan memperuncingkan pembicaraan! Kalau kamu jangan

mengganggu bagaimana?‘

Data (328) merupakan frasa yang menunjukkan gaya bahasa metafora yaitu

nglincipi rembuk ‗memperuncingkan pembicaraan‘ yang mempunyai maksud

memanas-manasi pembicaraan yang akan memperuncing keadaan atau

memperumit keadaan.

(329) MBOKDE JEMPRIT

Buktine, bubar perkara kuwi diputus Denmas Darsa dadi lara-laranen

terus mangan ati. (Tuk, hal 182)

‗Buktinya, setelah masalah itu diputus Denmas Darsa jadi sakit-sakitan

terus makan hati.‘

Data (329) kata mangan ‗makan‘ biasanya dilakukan oleh makhluk hidup

seperti hewan atau manusia dan ati ‗perasaan‘ sesuatu yang abstrak tidak dapat

disentuh atau diraba. Tuturan mangan ati ‗makan hati‘ di atas bukan berarti

makan daging hati ayam atau yang lainnya melainkan menggambarkan ati

‗perasaan‘ Den Darsa yang sering disakiti Mbokde Senik.

(330) MARTO KRUSUK

Ya ben diarani mata dhuwiten, dremis, wong nyatane ya kesrakat neng

kene. mumpung ana rejeki lewat (Tuk, hal 213) ‗Ya biarin disebut mata

duitan, kenyataanya di sini ya miskin. Kebetulan ada rejeki datang.‘

Data (330) tuturan mata dhuwiten ‗mata duitan‘ bukan berarti mata yang ada

duitnya melainkan bermakna orang yang pikirannya tertuju semata pada uang.

Pada data di atas juga memanfaatkan gaya bahasa personifikasi rejeki lewat

‘rejeki datang‘ yang disamakan seperti layaknya manusia yang bisa berjalan.

7) Personifikasi

Page 193: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Personifikasi atau prosopopoeia adalah semacam gaya bahasa kiasan yang

menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa

seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan (Gorys Keraf, 2004:140).

Personifikasi atau disebut juga sebagai penginsanan merupakan suatu corak

khusus dari metafora, yang mengiaskan benda-benda mati bertindak, berbuat,

berbicara seperti manusia (Sumarlam (2006: 37). Di bawah ini adalah beberapa

analisis gaya bahasa Personifikasi (prosopopoeia) dalam naskah drama LTD:

(331) MBOK SENIK

Ati-ati Cik, yen ngomong aja waton cal-cul, eneng kene ki cagak bisa dadi

kuping. (Leng, hal 100)

‗Hati-hati Cik, kalau berbicara jangan kelepasan, di sini tiang bisa menjadi

kuping.‘

Cagak bisa dadi kuping ‗tiang bisa menjadi kuping‗ pada data (331) di atas

kata cagak ‗tiang‘ sebagai benda tak bernyawa disamakan makhluk hidup seperti

manusia yang bisa mendengarkan.

(332) BIBIT

Soleman ki mlayu ngidul sedhela kelon dhemenane genah anget, genah

kemringet mulihe entuk sangu. Waras awake waras kanthonge. (Leng,hal

145)

‗Soleman lari ke selatan sebentar minta tidur sama selingkuhannya

pastihangat, pasti lelah pulangnya dapat uang saku. Sehat badannya dan

rejeki banyak.‘

Pada data (332) waras kantonge jelas sebagai benda mati tak bernyawa yang

disamakan benda hidup yang bernyawa seperti manusia yang mempunyai badan

sehat.

(333) SUARA WADON

Mburi kene sumpek, cedhak ilen-ilen kalen, ambune badheg. Neg udan

banyune inguk-inguk lawang. (Tuk, hal 175)

‗Dibelakang sini sempit, dekat aliran selokan, berbau tuak. Kalau hujan

airnya hampir masuk rumah.‘

Page 194: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Pada data (333) di atas menggunakan gaya personifikasi, yaitu tuturan

banyune inguk-inguk lawang. Air sebagai benda mati tidak bisa melihat, yang bisa

melakukan hanyalah makhluk hidup seperti manusia.

(334) BIBIT

Dhuwit pancen luwih kuwasa. Bisa ndadekake papan sepi dadi rame.

(Tuk, hal 183)

‗Uang memang lebih kuasa. Bisa menjadikan tempat sepi menjadi ramai.‘

Data (334) pada dhuwit pancen luwih kuwasa ‗uang memang lebih kuasa‘

yang merupakan benda tak bernyawa (inanimate) disamakan dengan makhluk

(benda bernyawa animate) seperti manusia yang bisa berkuasa seolah-olah uang

bisa berkuasa.

(335) MARTO KRUSUK

Dhuwite sing ora gelem mara, Mbah! (Tuk, hal 198)

‗Uangnya yang tidak mau datang, Mbah!‘

Data (335) pada dhuwite sing ora gelem mara ‗uangnya yang tidak mau

datang‘ dalam hal ini dhuwit ‗uang‘ merupakan benda tak bernyawa disamakan

dengan manusia yang bisa berjalan.

(336) BIBIT

Pasar kae kobong, ludhes diuntal geni, bakule mawut. (Tuk, hal 211)

‗Pasar itu kebakaran, habis terbakar api, daganganya rusak.‘

Data (336) ludhes diuntal geni ‗habis terbakar api‘ dalam hal ini kata diuntal

‘makan‘ yang biasanya dilakukan makhluk hidup seperti manusia dibandingkan

dengan keadaan api. Tuturan ludhes diuntal geni mempunyai maksud api yang

besar membakar semuanya.

Page 195: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(337) MBAH JAGA

(AGE-AGE NGELINGAKE) Wis Pak Lakon, aja, rasah mbok wudani,

mundhak kepanasen ngelak mengko mundhak ngokop getih… gek ndang

disarungne…aku wis reti ladhingmu kuwi, sing mbok pundhi dadi

jimatmu, dadi pusakamu. Wis rasah mbok pamerne…(Dom, 243)

(CEPAT-CEPAT MENGINGATKAN) Sudah Pak Lakon, jangan, tidak

usah kamu buka nanti malah kepanasan, haus malah minta minum

darah…cepat disarungkan..aku sudah tahu pisaumu itu yang kamu puja

jadi jimatmu, jadi pusakamu. Sudah tidak usah kamu pamerkan…

Data (337) mundak kepanasen, ngelak biasanya hanya dilakukan oleh

manusia atau makhluk hidup yang bisa merasakan kepanasan dan kehausan.

Dengan menggunakan gaya bahsa personifikasi tersebut, pengarang ingin

mendatangkan efek mistis pada benda yang dijadikan objek.

8) Eponim

Eponim adalah suatu gaya bahasa di mana seseorang yang namanya begitu

sering dihubungkan dengan sifat tertentu, sehingga nama itu dipakai untuk

menyatakan sifat.

(338) KECIK

Mbok Sastra sing kenese kaya Srikandhi nika, yen mrene sakrombongan,

nggowo kendharaan pirang-pirang mobil. (Leng, hal 117)

Mbok Sastra yang genit seperti Srikandi itu, kalau ke sini satu rombongan,

membawa kendaraan mobil banyak.

Data (338) Mbok Sastra sing kenese kaya Srikandhi ‗Mbok Sastra yang

genit seperti Srikandi‘ merupakan gaya bahasa eponim, Srikandi terkenal dengan

kecantikannya yang disamakan dengan Mbok Sastra.

9) Alusi

Alusi adalah acuan yang berusaha mensugestikan kesamaan antara orang,

tempat, atau peristiwa. Biasanya alusi ini adalah suatu referansi yang eksplisit atau

Page 196: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

implisit kepada peristiwa-peristiwa atau tokoh dalam kehidupan nyata, mitologi

tokoh-tokoh atau peristiwa-peristiwa dalam karya sastra yang terkenal.

(339) LIK BISMA

O, yen kuwi pancen dakniati. Genah nganti diparabi „Bisma‟! lha kuwi

wayange „potret diri‟ (NDUDINGI GAMBAR WAYANG BISMA SING

ANA GEDHEG) nanging pancen wis dakdhadha ora arep sambat, aja

nganti nggresula nadyan babak-bundhas ora kepetung pitukone…!! (Tuk,

hal 166)

‗O, kalau itu sudah menjadi niat saya, jelas sampai dinamai ‗Bisma‘! lha

itu wayangnya‘ potret diri‘ (MENUNJUKAN GAMBAR WAYANG

BISMA YANG ADA DI DINDING BAMBU)‘ tetapi saya sudah

menerima tidak akan mengeluh, jangan sampai kecewa walaupun babak

belur tidak terhitung kerugiannya…!

Data (339) genah nganti diparabi „Bisma‟! lha kuwi wayange „potret diri‟

‗jelas sampai dinamai ‗Bisma‘! lha itu wayangnya ‘potret diri‘. Tuturan tersebut

merupakan gaya bahasa alusi yang merujuk pada tokoh wayang Bisma. Bisma

adalah nama lain Dewabrata pengasuh Kurawa dan Pendawa. Mempunyai watak

memegang teguh segala apa yang dijanjikannya. Gaya bahasa tersebut digunakan

untuk menggambarkan Lik Bisma yang akan selalu memegang teguh pada

prinsipnya.

(340) LIK BISMA

Bratayuda meneh…! (RISI DINGGO TAMENG BIBIT) Ngapa ta ya iki,

wis gerang malah oyak-oyakan. (Tuk, hal 154)

‗Bratayuda maneh…! (KURANG SENANG BUAT PELINDUNG BIBIT)

mengapa ini, sudah besar kejar-kejaran.‘

Data (340) Bratayuda adalah perang keluaga Barata menunjukan adanya

gaya bahasa alusi, dalam hal ini Lik Bisma yang melihat perkelahian Soleman

dengan Bibit diibaratkan seperti perang keluarga Barata.

10) Metonimia

Page 197: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Metonimia adalah alih makna dari satu kata karena dipergunakan untuk

menyatakan hal lain (Edi Subroto, 1997: 92). Peralihan makna tersebut ada

pertalian yang sangat dekat, seperti hubungan sebab untuk akibat, akibat untuk

sebab, isi untuk menyatakan wadah, dan sebagainya. Seperti pada data berikut.

(341) MBOKDE JEMPRIT

Aku digandhuli gundhul sanga Li, gundhul sanga ki butuh madhang,

butuh ngeyub. (Tuk, hal 179)

‗Aku diikuti anak sembilan Li, anak sembilan ini butuh makan, butuh

tempat berteduh.‘

Data (341) gundhul sanga ‗anak sembilan‘ merupakan gaya bahasa

metonemia kata gundul sebenarnya untuk menggantikan anak-anaknya Mbok

Jemprit.

11) Hipalase

Hipalase adalah semacam gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata

tertentu untuk menerangkan sebuah kata, yang seharusnya dikenakan pada sebuah

kata yang lain.

(342) JURAGAN

Dicathet goblok! Ngertia, yen nganti aku kumat maneh, sapa sing bisa

nyetir lakune pabrik kene? (leng, hal 111)

‗Dicatat bodoh! Ketahuilah, kalau aku kambuh lagi, siapa yang bisa

memimpin jalannya pabrik‘

Data (342) pada nyetir lakune pabrik ‗memimpin jalannya pabrik‘, kata

nyetir ‗menyetir‘ pada umumnya digunakan untuk menyetir kendaraan seperti

bus, mobil, atau truk. Tetapi pada tuturan di atas digunakan untu menyetir pabrik

dengan maksud memimpin pabrik.

(343) BIBIT

Bandar-bandar gedhe mrika dhabutuh panggonan nggo ngileke dhuwit.

(Tuk, hal 188)

Page 198: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

‗Bandar-bandar besar di sana butuh tempat untuk menanamkan modal.‘

Data (343) kata ngileke ‗mengaliri‘ biasanya berhubungan dengan air seperti

mengaliri air, tetapi di sini menggambarkan bahwa kekayaan yang dimiliki oleh

bandar-bandar tersebut seperti air yang menggalir, yang akan mengalir terus atau

sampai akan membanjirinya sehingga ia membutuhkan tempat untuk

menggalirkan uang agar bisa berkembang uangnya.

4. Analisis Pencitraan dalam Naskah Drama Berbahasa Jawa Gapit karya

Bambang Widoyo SP.

Naskah drama berbahasa Jawa Gapit karya Bambang Widoyo SP ini di

samping menggunakan bahasa Jawa ngoko dengan ciri keunikan bahasa sehari-

hari masyarakat kelas bawah juga menggunakan citraan yang jelas dan detail. Hal

ini dikarenakan naskah ini adalah naskah drama, dimana penggambaran imajinasi

pengarang akan setting tempat, waktu, dan suasana menduduki peran yang sangat

vital. Pentingnya visualisasi tempat, suasana, dan waktu ini berkenaan dengan

keberhasilan pemanggungan. Citraan sendiri sebenarnya adalah reporoduksi

pengalaman mental, suatu ingatan masa lalu yang bersifat inderawi dan

berdasarkan persepsi dan tidak selalu bersifat visual. Citraan itu sendiri berkenaan

dengan pengalaman yang bersifat audio, taktil, gerak, dan penciuman. Hal ini

sejalan dengan pemahaman pencitraan yang dikemukaan Sutedjo yaitu meliputi

bentuk pengucapan/pemakaian bahsa oleh penyir untuk menggambarkan objek-

objek, tindakan, persaan, atau pengalaman indera yang tertuang dalam karya

stratanya (2010; 116)

Page 199: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Pembahasan terhadap masaalah kekhasan pencitraan ini akan mengikuti

pendapat Burhan Nurgiantoro yang membedakannya menjadi citra berdasarkan

pada pengalaman kelima indera. Kelima citra itu meliputi (i) citra penglihatan

(visual), (ii) citra pendengaran (audio), (iii) citra gerak (kinestetik), (iv) citra

rabaan (taktil), dan (v) citra penciuman (olfaktori) (Burhan,1998: 304).

Berikut ini akan dipaparkan pencitraan secara berturut-turut yang meliputi

(i) citraan visual, (ii) citraan audio, (iii) citraan penciuman, (iv) citraan gerak, dan

(v) citraan taktil (rabaan).

a. Pencitraan visual

Di dalam naskah drama LTD, ditemukan penggunaan pencitraan visual

dengan baik dan detail untuk mengarahkan dan menciptakan imajinasi pembaca

(pemain) tentang lukisan suasana, keadaan, tempat, yang secara memikat

ditampilkan pengarang dengan bahasa yang mudah dipahami.

Pencitraan visual ini merupakan usaha pengarang dalam menuliskan

pengalaman penglihatan (visual) dalam bahasa tulis. Pencitraan visual dalam

naskah drama sangat penting ditampilkan guna memberikan gambaran yang jelas

dalam menginterpretasikan situasi panggung, suasana, latar tempat, waktu,

maupun karakter baik fisik maupun spikis dari tokoh.

Pemanfaatan pencitraan visual dalam naskah LTD nampak dalam narasi

awal dan narasi-narasi yang mengikuti setiap dialog yang dibawakan tokoh-

tokohnya. Hal ini dapat dilihat dalam data berikut.

(344) NGENANI BAB PANGGUNG

KAYA PASAREYAN KANG UWIS RAMPUNG DIPUGAR DIBANGUN

PENDHAPA JOGLO. PENER TENGAH PENDHAPA ANA

Page 200: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

KROBONGAN SING DILURUPI KAIN PUTIH MORI PUTIH. LURUP

MAU BISA DISINGKAP. ……(Leng, 65)

Berkenaan bab panggung

Seperti makam yang baru selesai dipugar, dibangun pendapa joglo tepat

di tengah pendapa ada krobongan yang ditutupi kain mori putih penutup

tadi dapat dibuka…..

(345) LAMPU SAREYAN MATI, KRAMATAN KYAI BAKAL PETENG.

NALIKA BALI PADHANG, LURUP KLAMBU PUTIH WIWIT

MUNGGAH, MBUKAK ALON-ALON.

SAYA MUNGGAH-SAYA MUNGGAH, SING KATON MALIH DADI

RUANG DIREKTUR PABRIK, ANA MEJA, KURSI LAN PERABOT

KANTOR SING MEWAH. NDHUWUR MEJA ANA GELAS ISI

WEDANG PUTIH, BUKU-BUKU KANDEL DITATA RAPI, PESAWAT

TELPON, GLOBE LAN SAPANUNGGALE. (Leng, 72-73)

Lampu makam mati, makam kyai bakal gelap. Ketika menyala kembali,

kain putih penutup mulai naik, terbuka pelan-pelan.

Semakin naik, yang kelihatan menjadi ruang direktur pabrik, ada meja,

kursi dan perabotan kantor yang mewah. Di atas meja ada gelas berisi ir

putih, buku-buku yang tebal ditata rapi, telepon, globe dan sebagainya.

(346) MAGERSAREN

PAPAN POMAHAN SING BIYEN DALEM KAGUNGANE DEN MAS

DARSO, SAIKI SAYA TAMBAH RIYEL. OMAH LAN PEKARANGANE

DISINGGET-SINGGET PATING CUPLEK, GEBYOGE PEPET-

PEPETAN PRASASAT ADU GEDHEG, NGANTI TRITIS LAN

EMPERAN OMAH WIS NGRANGKEP DADI DALAN KANGGO

WARGA MAGERSAREN YEN BUTUH LIWAT.

……………..

PENER ANA TENGAH MAGERSAREN ANA SUMUR TUWA KANG

BANYUNE AGUNG. CEDHAK SUMUR ANA JOGANE, ANA

JAMBANE UGA ANA KAKUSE. SUMUR KONO DADI JUJUGANE

PARA WARGA MANAWA PADHA BUTUH BANYU, NGANGSU,

UMBAH-UMBAH, ADUS APADENE AREP PERLU MENYANG

KAKUS

………………… (Tuk, 133-134)

Magersaren

Perumahan yang dulu rumah milik Den Mas Darso, sekarang bertambah

penuh. Rumah dan pekarangannya disekat-sekat kecil, dindingnya

berdempetan, sampai ujug atap dan teras sudah jadi satu jadi jalan buat

warga magersaren jika akan lewat.

………………………..

Tepat di tengah Magersaren ada sumur tua yang airnya banyak, dekat

sumur ada lantainya, ada jamban dan WCnya. Sumur disitu menjadi

tujuan para warga jika membutuhkan air, mengambil air, mencuci,

mandi atau akan ke WC.

Page 201: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(347) SIJI

MAGERSAREN WAYAH SURUP

BOCAH-BOCAH WIS PADHA MLEBU NGOMAH, WIS ORA

KATON DOLANAN ANA LATAR NJABA. SAPERANGAN

PADHA METU, NANGGA, NGLURUG NUNUT NONTON

TELEVISI.

…………………

LIK BISMA KATON LAGI MULIH SAKA GLIDHIG IDER,

DODOLAN, MLEBU PEKARANGAN KARO NUNTUN

SEPEDHANE, MBREYOT GENTEYONGAN GONCENGANE

KEBAK DADGANGAN. SWARANE BEL SEPEDHANE

KEMLINTHING, DADI TITI WANCI TUMRAP WARGA

MAGERSAREN MENAWA BISMA WIS TEKA. (Tuk, 135)

Satu

Magersaren dikala senja

Anak-anak sudah masuk rumah, sudah tidak terlihat bermain di

halaman. Beberapa keluar rumah, ke tempat tetangga, menumpang

melihat televise.

…………………

Lik Bisma terlihat tengah pulang dari bekerja, berkeliling jualan, masuk

pekarangan dengan menuntun sepedanya, membawa banyak dagangan,

diboncengan sepedanya juga penuh dagangan. Suara bel sepedanya

gemerincing, menjadi tanda bagi warga Magersaren jika Lik Bisma

sudha pulang.

(348) TELU

NGANCIK WENGI ING MAGERSAREN

MBAH KAWIT LINGGIH NDHEPIPIL, NYAWANG SUMUR, KARO

NDREMIMIL NGUCAP DONGA APALANE.

MARTO KRUSUK MENTAS SAKA KAKUS, WERUH MBAH

KAWIT, BANJUR MLAKU NYEDHAK NENG SUMUR WISUH

KARO NGGRUNDELAN RISI KRUNGU DONGANE MBAH

KAWIT.

LIK BISMA NGISIS KARO NGELUS-ELUS PUSAKANE SING ISIH

DIBUNTEL MORI PUTIH. ISINE WAYANG, SEMR KARO TOGOG.

(Tuk, 189)

TIGA

MENAPAK MALAM DI MAGERSAREN

MBAH KAWIT DUDUK MEMOJOK MELIHAT SUMUR SAMBIL

NDREMIMIL MENGUCAPKAN HAFALAN DOANYA.

MARTO KRUSUK BARU SAJA DARI KAKUS, MELIHAT MBAH

KAWIT, MEGELUH MENDENGAR DOANYA MBAH KAWIT.

LIK BISMA MENCARI ANGIN SAMBIL MENGELUS-ELUS

SENJATANYA YANG MAISH DIBUNGKUS KAIN MORI PUTIH,

ISINYA WAYANG SEMAR DAN TOGOG.

Page 202: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(349) PAPAT

MAGERSAREN ING ALAME MBAH KAWIT

MLEBU PONDHOKANE MBAH KAWIT BANJUR NGGLOSO

NGAMBEN. GELA, ANYEL, NESU NGLUMPUK DADI SIJI.

AMBEGANE MELAR MINGKUS. TENAGANE ENTEK

WUSANANE KESEL KENTEKAN DAYA. BANJUR LER

KETURON. JRONING TURU TEKA LUNGA KAYA GERET-

GERETAN ANTARANE MBAH KAIT KARO WONG-WONG SING

DURUNG LAN SING WIS DITEPUNGI PADHA BINGUNG AREP

NULUNGI NYLAMETAKE MAGERSAREN SING LAGI KOBONG.

MBAH KWIT NGIMPI. GENINE MBULAT-MBULAT HAWANE

PANAS SUMELET. UGA WERUH ANA SOROT ABANG

MBRANANG MENCORONG METU SAKA NJERO SUMUR.

…………………….

(Tuk, 208)

EMPAT

Magersaren di alamnya Mbah Kawit

Masuk pondokannya Mbah Kawit lalu merebahkan diri di dipan.

Kecewa, kesal, marah mengumpul jadi satu. Nafasnya kembang

kempis. Tenaganya habis capek kehabisan daya. Kemudian teridur.

Dalam tidurnya datang dan pergi seperti orang yang tarik menarik

antara mbah kawit dengan orang yang sudah maupun belum dikenal.

Semua bingung akan menolong menyelamatkan magersaren yang

tengah terbakar. Mbah kawit mimpi apinya besar udaranya panas juga

melihat ada sorot merah menyala keluar dari dalam sumur.

(350) LIMA

MAGERSAREN KESRIPAHAN

GENERA ABANG, GENDERA LAYATAN WIS DIPASANG

KRAN, KEMBANG, MENYAN, WIT GEDHANG LAN MAEJAN

WIS CEMEPAK NENG TRITISAN SING NGRANGKEP DADI

DALAN. UGA CENGKIR KENDI LAN PRABOT SESAJI

UPACARA NGUNTABAKE LAYON. DISAMBUNG SUWARA

KENTHONGAN, WIS AMBAL KAPINDHO, LIK BISMA SING

KUWAJIBAN PIDHATO

OMAHE MBAH KAWIT DITEPLEKI GENDERA WONG MATI.

WIS AKEH SING PADHA NGLAYAT. KABEH WARGA

MAGERSAREN NGLUMPUK. (Tuk, 216)

LIMA

MAGERSAREN BERDUKA

BENDERA MERAH, BENDERA KEMATIAN SUDAH DIPASANG

KRAN, BUNGA, MENYAN, POHON PISANG DAN MAEJAN

SUDAH DISEDIAKAN DI TERAS YANG MERANGKAP JALAN.

JUGA KELAPA MUDA, KENDI DAN PERABOT SESAJI

UPACARA PEMBERANGKATAN JENAZAH. DISAMBUNG

Page 203: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

SUARA KENTONGA, SUDAH DIULANG DUA KALI. LIK BISMA

YANG BERKEWAJIBAN PIDATO.

RUMAHNYA MBAH KAWIT DITEPELI BENDERA ORANG

MATI. SUDAH BANYAK YANG MELAYAT, SEMU WARGA

MAGERSAREN BERKUMPUL.

(351) KEDADEYAN ANA ING

KAMPUNG KANDHANGAN

KAMPUNG SING MAUNE TILAS KANDHANG BABI

MBABEN

ANA ING SAPERANGAN POJOK KAMPUNG KAHANANE

SARWA LETHEG, REGED LAN SUMPEG.

AKEH BERKAKAS SING UWIS RUSAK GEMLETHAK PATING

BLENGKRAH.

SATEMENE PAPAN KANG UWIS ORA LUMRAH DIENGGONI.

KAMPUNG KANDHANGN CEDHAK KARO KAMPUNG

SANGKRAH, JEJER KARO KAMPUNG PENDHEMAN.

WUJUDE PANGGUNG

KRONJONG BABI PATING GRANDHUL ANA NDUWUR

PANGGUNG KARO NDUWUR PENONTON, SIJI LAN SIJINE

DICENCANG NGANGGO TALI SUPAYA BISA DISOBAHNE

BEBARENGAN.

………………..

(Dom, 221-222)

KEJADIAN DI

KAMPUNG KANDANGAN

KAPUNG YANG DULUNYA BEKAS KANDANG BABI

MBABEN.

ADA SEBAGIAN POJOK KAMPUNG, KEADAANNYA KOTOR,

DAN SUMPEG.

BANYAK PERKAKAS YANG SUDAH RUSAK BERSERAK.

SEBENARNYA TEMPAT YANG TIDAK LAYAK DITEMPATI.

KAMPUNG KANDANGAN DEKAT DENGAN KAMPUNG

SANGKRAH, BERDAMPINGAN DENGAN KAMPUNG

PENDEMAN.

WUJUDNYA PANGGUNG

KERANJANG BABI BERGANTUNGAN, ADA DI ATAS

PANGGUNG DAN DIATAS PENONTON, SAJI DENGAN YANG

LAIN DIHUBUNGAN DENGA TALI SUPAYA BISA

DIGERAKKAN BERSAMAAN.

………………

(352) MAPAN ANA ING PANGGONANE PAK LAKON TILAS JAGAL

Page 204: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

MBAH JAGA, LANDA BAJANG, MAS MANTRI LAN PAK LAKON

LAGI MAIN KERTU, UWIS SUWE OLEHE BOTOHAN, ORA ETUNG

WAYAH, ORA NGGAGAS KIWA TENGANE NGANTI LALI WEKTU,

EMBUH WIS TABUH PIRA ORA ANA SING MAELU.

SING KALAH UWIS PADHA NGLENTRUK, NANGING ISIH

DURUNG KEPINGIN BUBAR.

………………………….

(Dom, 223)

BERTEMPAT DI TEMPAT PAK LAKON BEKAS JAGAL, MBAH

JAGA, LANDA BAJANG, MAS MANTRI DAN PAK LAKON

TENGAH BERMAIN KARTU, SUDAH LAMA PERMAINANNYA,

TIAK TAHU WAKTU, TIDAK MENGGUBRIS KANAN KIRINYA

SAMPAI LUPA WAKTU, TIDAK TAHU JAM BERAPA TIDAK

ADA YANG MEMPERHATIKAN.

YANG KALAH SUDAH TIDAK BERSEMANGAT, NAMUN

MASIH BELUM INGIN SELESAI.

…………………………

(353) NJABAN KANDANGAN LATARE KATON RADA PADHANG.

KRESNA GAMBAR LAGI NGOBONG UWUH, GENINE MURUP

MBULAT-MBULAT, MOBAT-MABIT KETERAK ANGIN AYANG-

AYANGE MLEBU NGOMAH NGOBAHAKE KRONJONG BABI SING

GEMRANDHUL.

KARO MBENAKE GENI UWUH KRESNA GAMBAR NYAWANG SING

LAGI PADHA BUBARAN BOTOHAN, CANGKEME UMAK-UMIK

GREMENGAN. (Dom, 228)

DI LUAR KANDANGAN HALAMANNYA TERLIHAT AGAK

TERANG

KRESNA GAMBAR TENGAH MEMBAKAR SAMPAH, APINYA

MENYALA-NYALA, BERGERAK-GERAK DITERPA ANGIN,

BAYANGANNYA MASUK RUMAH MENGGERAKKAN

KRANJANG BABI YANG DIGANTUNG.

SAMBIL MEMBENARKAN API SAMPAH KRESNA GAMBAR

MELIHAT YANG SELESAI BERJUDI, MULUTNYA KOMAT-

KAMIT MENGGRUTU.

Citraan visual dalam data (344) sampai (353) di atas digunakan pengarang

untuk menggambarkan keadaan setting panggung sebagai latar tempat. Selain

menggambarkan setting tempat, visualisasi yang dihadirkan pengarang juga

memberikan informasi kepada pemain dan penonton tentang latar sosial yang

dipilih.

Page 205: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Pemanfaatan citra visual dalam menggambarkan objek yang bersifat abstrak

menjadi suatu produk yang nyata mampu digambarkan secara detail oleh

pengarang. Apabila naskah drama ini hanya dijadikan bahan bacaan tanpa

divisualisasikan di atas panggung, sepertinya pembaca sudah mampu

menerjemahkan latar tempat, sosial, maupun karakter tokoh yang dihadirkan

pengarang.

(354) KRESNA GAMBAR NJUPUK GULUNGAN DLUWANG ANA

SIMPENAN, BANJUR DIUDARI, DIBUKAK.

…………….

LAMAT-LAMAT KEPRUNGU SAMBATE DEN SETRA.

NGGERENG.

MBAH JAGA KAGET. NGGATEKE SEDHELA, RUMANGSANE

MUNG KRUNGON-KRUNGONEN. TERUS BALI NYAWANG

GAMBARE KRESNA. (Dom, 236)

KRESNA GAMBAR MENGAMBIL GULUNGAN KERTAS YANG

DISIMPAN DAN DI BUKA.

…………………………

SAYUP-SAYUP TERDENGAR KELUHAN DEN SETRA.

MENGERANG.

MBAH JAGA TERKEJUT. MEMPERHATIKAN SEBENTAR,

DIKIRANYA TIDAK BENERAN. KEMUDIAN KEMBALI

MELIHAT GAMBARNYA KRESNA.

(355) TANPA SUWARA KRESNA GAMBAR NJINGGLENG OLEHE

NYOREK CIPTA LAN RASANE KENTHEL MANTHENG NYAWIJI

NJERUM MBEBU MENYANG NJERO ALAM GAMBARE.

WEWAYANGANE KRESNA SING LAGI TIWIKRAMA KATON SAYA

MURKA, SAYA MURKA, SAYA MURKA. KAGAWA SAKA MURKANE

SANALIKA PRABU KRESNA BISA KASAT MATA MALIH RUPA

DADI NYATA, AWUJUD RAKSESA BHARALA GEDHE, GERENG-

GERENG NGGEGIRISI GAWE GETER. (Dom, 256)

Tanpa suara Kresn Gambar serius ketika menggambar, cipta dan

rasanya menyatu masuk dalam alam gambarnya. Bayangan Kresna

yang tengah menjelma menjadi raksasa terlihat semakin marah,

semakin marah, semakin marah. Terbawa dari kemarahannya seketika

Prabu Kresna mampu terlihat menjadi nyata beruwujud raksasa besar,

mengerang-erang menakutkan.

Page 206: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(356) GERENG-GERENGE KRESNA SING LAGI TIWIKRAMA NYAWIJI

KARO NGGERENGE DEN SETRA SING LAGI NESU LAN SAMBAT

NGARUARA.

SAYA SERU SAYA SORA SAYA SERENG

KRONJONG BABI OBAH PATING GENTEYONG, GAWE GETER

KENA KARIBAWANE DEN SETRA LAN KRESNA GAMBAR SING

SAMSAYA MANJING MANJILMA DADI PRABU KRESNA SING LAGI

TIWIKRAMA DIDHEREKAKE MAHA PATIH SETYAKI KANG NITIH

NGUSIRI MAWA KERETA.

NESU, NASAK, NANTANG SAPA SING WANI NGADHANG

(JANTURAN WAYANG PURWA: KERSNA DADI DHUTA

PANDHAWA MENYANG NGASTINA. NITIH KRETA KENCANA SING

DIKUSIRI PATIH STYAKI)

………………………….

KRESNA GAMBAR LAN DEN SETRA KAYA SETYAKI KARO PRABU

KRESNA ANENG NDHUWUR KRETA (Dom, 256-257)

Erangan kresna yang tengah menjelma menjadi raksasa menyatu

dengan erangan den setra yang tengah marah dan mengeluh tak karuan.

Semakin keras

Kranjang babi bergerak , membuat rasa ikut bergetar karena

kewibawaannya den setra dan kresa gambar yang semakin menyatu

menjadi prabu kresna yang tengah menjelma menjadi raksasa

didampingi maha patih setyaki yang mengendarai kereta.

Marah, menerjang menantang siapa saja yang berani menghadang.

(adegan wayang kulit: kresna menjadi utusan pandhawa ke ngastina

mengendarai kereta kencana yang dikusiri patih setyaki)

…………………………

Kresna gambar dan den setra seperti setyaki dan prabu kresna di atas

kereta.

(357) BONGKREK

(MUNTAB) Tobat tenan thik, swara siji kae kok mesthi ngrusuhi.

Diancuk…! Babarblas ora duwe tepaslira. Angger-angger mesthi ngaco!

Pendak byar gembrenggeng terus. Edaaaaaan, edan! (Leng, 67)

(MARAH) Benar-benar tobat, suara satu itu mesti menggangu.

Diancuk…! Sama sekali tidak punya sopan satun. Selalu saja mengaco!

Setiap kali bergemuruh terus. Gilaaaa, gila!

Citra visual juga digunakan pengarang untuk menggambarkan situasi atau

keadaan yang dihadirkan dalam naskah. Penggambaran ini dimaksudkan agar

pembaca atau penonton dapat ikut merasakan nuansa emotif yang terjadi.

Page 207: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Penggambaran akan hal tersebut dihadirkan pengarang seperti data (354) sampai

(357) di atas.

(358) JURAGAN

Lho….? Kok aku eneng kene. Gendheng ki. Dor, jane iki mau ana apa?

(AGE-AGE MUDHUN SAKA MEJA, NING LAGI SIKILE

NGGANDHUL SAKSISIH, TERUS KAGET, NYAWANG MENGISOR

WEDI, NGUCEK MATNE KAYA WERUH SAMUBARANG, NANGING

ORA PERCAYA KARO PANDELENGE SIKILE DIANGKAT MANEH).

Dor, Bedor…lha kae Dor. Kae sapa Dor? Sing neng ngisor kae?

Rubung-rubung ana ngarep regol. Akeh banget. (MILANG-MILING).

Ya, ampun…gedhong iki wis dikupeng. Wis dikepung dor. Wong-wong

padha gembrudug mara mrene. Kae sapa Dor…Bedor!! (Leng, 89)

Lho…? Kok aku ada di sini. Gila ini. Dor, sebenarnya ini tadi ada apa?

(BURU-BURU TURU DARI MEJA, TAPI KETIKA KAKINYA

MASIH MENGGANTUNG SEBELAH, TERUS KAGET, MELIHAT

KE BAWAH, TAKUT, MENGUCEK MATANYA SEPERTI

MELIHAT MACAM-MACAM, NAMUN TIDAK PERCAYA

DENGAN PENGLIHATANNYA KAKINYA DIANGKAT

KEMBALI). Dor, Bedor…lha itu Dor. Itu siapa Dor? Yang ada di

bawah itu? Berkerumun di depan gerbang. Banyak sekali. (TENGAK-

TENGOK). Ya, ampun….gedung ini sudah dikepung. Sudah dikepung

Dor. Orang-orang semua menuju ke sini. Itu siapa Dor…Bedor!!

(359) JANAKA

Lha kersane pripun?

PAK REBO MENENG WAE ORA WANGSULAN

MBOK SENIK KARO KECIK UGA MELU MENENG. KABEH

PANYAWANGE MENYANG PABRIK (Dom, 122)

Lha maunya gimana?

PAK REBO DIAM TIDAK MEJAWAB

MBOK SENIK DAN KECIK JUGA IKUT DIAM. SEMUA

MEMANDANG KE ARAH PABRIK

(360) DUMADAKAN KECIK LAN MBOK SENIK SING ISIH NYAWANG

PABRIK KAGET . NJERIT BARENG. SAKA SAREYAN KETOK

KLELAP PADHANG ABANG MBRANANG DIBARENGI SWARA

JUMLEGUR, ANA SWARA SIRINE, SEMPRITAN, KENTHONGAN

KLAKSON LAN LIYA-LIYANE. (Leng, 124)

Tiba-tiba Kecik dan Mbok Senik yang masih melihat pabrik terkejut.

Berteriak bersama. Dari makam terlihat kilatan terang merah menyal

dibarengi suara berdentum, ada suara sirine, sempritan, kenethongan,

klakson mobil dan lain-lain.

Page 208: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(361) JURAGAN

(NYAWANG TAMUNE KARO MESEM-SEMEM KEMENANGAN).

Kanca-kanca wartawan. Ayo pinarak! (Leng, 128)

…….

(MELIHAT TAMUNYA DENGAN SENYUM KEMENANGAN)

Teman-teman wartawan. Mari msauk!

(362) BIBIT

Iya…iya! (MENYANG SUMUR, NIMBA, EMBERE DIISI BANYU,

MBAH KAWIT NGULATKE, WERUH EMBER SING BUBAR

DITAMBAL ISIH KOTOS-KOTOS) (Dom, 145)

Iya..iya! (KE SUMUR, MENIMBA, MENUANG AIR KE EMBER,

MBAH KAWIT MEMANDANG, MELIHAT EMBER YANG BARU

SAJA DITAMBAL MASIH BOCOR)

(363) SOLEMAN MLEBU NGGAWA KISA, LAKUNE KESUSU, NJUJUG

KANDHANG PITIK. NILIKI KANDHANGE KAGET PITIKE WIS

ILANG.

SOLEMAN

Lho kok ora ana? Neng ngendi iki? Ndladhuk .. wadhuuh…(MUNTAB

KARO NGGOLEKI JAGO NENG SAKIWA TENGENE

KANDHANG) Sing mbukak kandhang pitik mau sapa…? Sapa Lik…?

Sapa…? (NYAWANG BIBIT). Bit, Bibit weruh jagoku, pitikku ilang!

(Tuk, 148)

SOLEMAN MASUK MEMBAWA KISA. JALANNYA TERBURU-

BURU, MENUJU KANDANG AYAM. MENENGOK

KANDANGNYA TERKEJUT AYAMNYA SUDAH HILANG.

SOLEMAN

Lho kok tidak ada? Di mana ini? Ndladhuk…wadhuuuh…(MARAH

SAMBIL MENCARI JAGO DISEKITAR KANDANG)

Yang membuka kandang ayam tadi siapa…? Siapa Lik? Siapa…?

(MELIHAT BIBIT). Bit, Bibit lihat jagoku, ayamku hilang.

(364) SOLEMAN Asu….!! Dha ngapa iki? (NYINGKIRAKE MARTO KRUSUK TERUS

MENTHELENGI SING PADHA NYAWANG) Heh, nonton apa?

Bubar! Bisa bubar ora? Ndhladhuk kabeh! Aku butuh leren, butuh

ngaso, malah dh ngajak rame! nJarag piye…? Bubar…bubar…!

(KABEH PADHA RAGU RAGU< ANA SING MLEBU OMAHE

DHEWE, WEDI)

SING ANA CEDHAK SUMUR ISIH RASANAN, UMYEG DHEWE

KONANGAN SOLEMAN DIPARANI DIGETAK DIKON BUBAR,

DIKON MULIH. NANGING ANA SING NDABLEG MUNG

PINDAH ENGGON, MBACUTAKE OLEHE RASANAN,

PRIHATIN, TAKON UTAWA MUNG PINGIN NGERTI

SOLEMAN LEMPIT SAYA NESU

Page 209: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

SING ENENG NGAREPE DIPARANI, DIOYAK-OYAK,

DIKEPLAK. DITENDHANG, DIPISUHI,DIIDONI.

SOLEMAN LEMPIT NESU BANGET. MATANE ABANG, RAINE

KEMRINGET. (Tuk, 175)

Anjing….!! Pada ngapain ini? (MENYINGKIRKAN MARTO

KRUSUK KEMUDIAN MELOTOT PADA SEMUA YANG

MELIHAT) Heh, lihat apa? Bubar! Bisa bubar tidak? Ndhladhuk

semua! Aku butuh istirahat, malah pada ngajak rame! Sengaja ya?

Bubar….bubar…! (SEMUA RAGU-RAGU, ADA YANG MASUK

RUMAHNYA SENDIRI, TAKUT)

YANG BERADA DI DEKAT SUMUR MASIH MEGGUNJING,

RAMAI SENDIRI.

KETAHUAN SOLEMAN DIHAMPIRI, DIBENTAK, DISURUH

BUBAR, DISURUH PULANG. NAMUN AD YANG BANDEL

HANYA PINDAH TEMPAT, MENERUSKAN MENGGUNJING,

PRIHATIN, BERTANYA ATAU HANYA INGIN TAHU.

SOLEMAN LEMPIT SEMAKIN MARAH

YANG ADA DI DEPANNYA DIHAMPIRI, DIKEJAR, DIPUKUL,

DITENDANG, DIUMPAT, DILUDAHI.

SOLEMAN LEMPIT MARAH SEKALI. MATANYA MERAH.

WAJAHNYA BERKERINGAT.

(365) MBAH JAGA

Wong Bajang ora butuh gambar kok mbok tawani? Genah pilih

nyawang prawan ayu kaya sing neng koran apa neng tanggalan ke.

Katimbang Yamadipatimu sing pating plethot. (Dom, 235)

Orang Bajang tidak butuh gambar kok ditawari? Jelas pilih melihat

gadis cantik sepereti di koran atau tanggalan itu. Dari pada

Yamadipatimu yang tidak jelas.

(366) MBAH JAGA

Prap, aku ki mau njinggleng nyawang kowe. Saiki thik tambah seger,

tambah ayu…(Dom, 247)

Prap, dari taku aku itu takjub melihatmu, segarang terlihat segar,

tambah cantik…

(367) MBAH JAGA

Tenan lho Prap, kowe tambah ayu. Lagi nyidham apa kowe? (Dom,

247)

Benar lho, Prap, kamu sekarang tabah cantik. Tengah nyidam kamu?

(368) DEN SETRA NYAWANG ADOH KAYA-KAYA WERUH WEWAYANGA

SING WIS KELAKON WEWAYANGANGE DHEWE LAN

WEWAYANGAN BRAYAT KIWA TENGENE DEN SETRA KATUT DEN

SETRA KANYUT. (Dom, 261)

Den Setra melihat dikejauhan seperti melihat bayangan yang sudah

Page 210: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

terjadi, bayangannya sendiri, bayangan orang-orang disekitarnya, den

setra terhanyut.

(369) DEN SETRA

(SING MAUNE MIRIS SAYA GIRAP-GIRAP, WEDI, AMBEGANE

SESEG RUMANGSANE WERUH BOJONE DILARAK) Haa..? Aja,

ajaaa…bojoku, bojoku arep mbok gawa neng ngendi……, aja mbok

glandhang, dheweke ora melu-melu, aja mbok katut-katutne. … (Dom,

264)

(YANG TADINYA MIRIS SEMAKIN KETAKUTAN, NAPASNYA

SESAK PERASAANYA SEPERTI MELIHAT ISTRINYA) Haa..?

Jangan, jangaaan…istriku, istriku mau kau bawa ke mana… jangan kau

bawa, dia tidak ikut campur, jangan kau ikutkan…

(370) DEN SETRA KALAP GIRAP-GIRAP WERUH BOJONE DILARAK

DENING WONG-WONG TOPENGAN DIGERET DIPISAHAKE

NANGING ORA KUWAWA MENGGAK APA MENEH MBELNI

BOJONE.

DEN SETRA NAPASE DHUWUR NGANTI NDLEMING.

KRINGETE GEMBROBYOS. SAMBATE GERENG-GERENG.

………………………………….

MBAH JAGA SAYA BINGGUNG MERGA DURUNG ENTUK

CARA DURUNG BISA NGLEREMAKE NESUNE LANDA

BAJANG BISANE MUNG NGADHANG-ADHANGI NGALANG-

ALANGI KAREBEN ORA NGRANGKET, ORA MILARA PRAPTI

PAK LAKON MLENGGONG, WERUH SING PADHA RIBUT ANA

ING KANDHANGAN (Dom, 265)

Pencitraan visual yang diiringi pelukisan peristiwa yang menggambarkan

pengalaman penglihatan tokoh juga dihadirkan pengarang dalam data (358)

sampai dengan (370) di atas.

Seperti data (358) merupakan ungkapan dari sebuah pengalaman inderawi

penglihatan Juragan yang sebenarnya hanya semu. Dalam hal ini, Juragan

ketakutan karena ia seperti melihat banyak orang yang sedang mengepung

rumahnya. Data (359) merupakan pengalaman penglihatan yang dialami tokoh

Pak Rebo, Mbok Senik, dan Kecik yang secara bersamaan pandangan mereka

tertuju kea rah pabrik. Yang tak berapa lama mereka dikagetkan dengan kilatan

Page 211: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

cahaya dari arah pabrik yang disusul dengan suara ledakan, pabrik terbakar.

Pengalaman penglihatan tersebut ditemukan dalam data (361) di atas.

Citra visual yang dihasilkan dari pengalaman penglihatan juga nampak

dalam data selanjutnya yaitu data mulai (361) hingga data (370). Kesemua citra

visual tersebut berlatar belakang sebuah peristiwa. Penggunaan citraan yang

demikian dimaksudkan untuk merangsang imajinasi pembaca (pemain) dan

penonton dalam memahami alur yang disajikan.

b. Pencitraan audio (pendengaran)

Pencitraan audio atau pendengaran dalam naskah drama ini cukup intens

digunakan pengarang dalam merangsang imaji pembaca atau penonton melalui

pendengaran yang disajikan. Pemanfaatan critaa pendengaran dalam naskah

drama LTD ini dapat dilihat dalam data berikut.

(371) WANCI SURUP, KAYA ADAT SABEN

LAMAT-LAMAT SAKA PINGGIR DESA SWARA MESIN PABRIK

MBRENGENGENG.

ANA NJERO PENDHPA MAKAM KIAI BAKAL SISIH SEPI,

NANGING TETEP KRASA AJI

NEMPEL ANA ING LURUP KROBONGAN ANA RONCENAN

KEMBANG MLATHI SING WIS ALUM.

PENDHAPA SAREYAN GANDHANE WANGI-ARUM, WANGINE

WEWANGEN KEMBANG, MENYAN LAN UPA CINA. … (Leng,

65)

Saat senja, sepreti biasa.

Sayup-sayup dari pinggir desa terdengar suara mesin pabrik,

bergemuruh.

Di dalam pendapa makam Kiai Bakal masih sepi, tapi suasanya tetap

agung.

Menempel di kain penutup krobongan ada rangkaian kembang melati

yang sudah layu.

Pendapa makam aromanya wangi, wanginya dari bunga, menyan, dan

dupa cina. …

(372) LAMPU PENDHAPA MAKAM SAYA PADHANG

Page 212: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

SAKA KADOHAN SWARA MESIN PBRIK SING MAUNE LIRIH

MBRENGENGENG, SAYA SUWE DADI KRASA SAYA BANTER,

DONGANE PAK REBO WIWIT KESESER, MESIN SAYE SERU,

NUTUPI SWARANE PAK REBO SING MELU SERU. MESINE

SAYA SESEG SWARANE PAK REBO NGANTI KLELEP. PAK

REBO SAYA NGOTOT NGANTI TENGGOROKANE SERAK-A

LOT. PUNGKASANE PAK REBO ORA KUWAT, TERUS

MENGGEH-MENGGEH, KRINGETE GEMBROBYOS. NYOPOT

KLAMBI, KARO ISIH MACA DONGANE SORA. (Leng, 66)

Lampu pendapa semakin terang

Dri kejauhan suara mesin pabrik yang tadinya lirih mendengung

semakin keras, doa pak rebo mulai terseok, mengalahkan suara pak rebo

yang ikut keras. Mesinnya semakin keras suara pak rebo tertilap. Pak

rebo semakin ngotot sampai ternggorokkannya serat. Akhirnya pak rebo

tidak kuat, terus terrengah-engah, keringatnya mengucur deras,

membuka baju, sambil melatunkan doa.

(373) LENG

BONGKREK WONG LANANG SETENGAH UMUR, MURING-

MURING ORA GENAH, RISI KRUNGU SWARA MESIN PABRIK

SING TERUS MBRENGENGENG. SIRAHE MUMET DITALENI

KACU.

……

SWARA MESIN ISIH MBRENGENGENG (Leng, 67)

Leng

…..

Bongkrek seorang lelaki setengah baya, marah-marah tidak karuan.

Tidak tahan mendengar suara mesin pabrik yang terus mendengung.

Kepalanya pusing diikat dengan sapu tangan.

…..

Suara meisn masih bergemuruh.

(374) BONGKREK

(MUNTAB) Tobat tenan thik, swara siji kae kok mesthi ngrusuhi.

Diancuk…! Babarblas ora duwe tepaslira. Angger-angger mesthi

ngaco! Pendak byar gembrenggeng terus. Edaaaaaan, edan! (Leng, 67)

(MARAH) Benar-benar tobat, suara satu itu mesti menggangu.

Diancuk…! Sama sekali tidak punya sopan satun. Selalu saja mengaco!

Setiap kali bergemuruh terus. Gilaaaa, gila!

(375) BONGKREK, PAK REBO KARO MBOK SENIK PADHA MENENG,

SWARA MESIN PABRIK ISIH MBRENGENGENG. (Leng, 70)

Bongkrek, Pak Rebo dan Mbok Senik semua terdiam, suara mesin

pabrik masih bergemuruh.

Page 213: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(376) JANAKA

(KUPINGE NGGATEKAKE SWARA) Enten napa ta?

NDILALAH SWARA MESINE TAMBAH BANTER. (Leng, 70)

(KUPINGNYA MEMPERHATIKAN SUARA) Ada apa?

KEBETULAN SUARA MESINNYA BERTAMBAH KERAS

(377) MBOK SENIK

Ning gremenganmu ya aja banter-banter, suaramu kuwi iya mbrebegi

kuping. Tujune ora akeh tamune. Krek, kowe kuwi rak iya wis suwe ta

manggon ana kene? Lha kok lagi saiki rumangsa grebebegan. Lucu,

yen lagi sambat saiki. (Leng, 71)

Tapi kamu kalo menggerutu jangan keras-keras, suaramu itu juga

membikin bising. Untungnya tidak banyak tamu. Krek, kamu itu kan

sudah lama tinggal di sini? Lha kok baru sekarang merasa terganggu.

Lucu, jika baru mengeluh sekarang.

(378) BONGKREK

Timbang sakjege padha ora wani sambat. (MANDHEG) Ngesuk ki ya

ngesuk ning aja banget-banget. Mosok butuh turu bae kupinge ndadak

nganggo sumpelan bantal. Ndhisik niku swara bocah ngaji teng

langgar wetan mrika tasih saget tekan mriki, penak dirungoke. Sakniki

pundi? (Leng, 71)

Daripada selamanya tidak berani mengeluh. (BERHENTI) Mendesak

itu ya mendesak, tapi jangan keterlaluan. Masa butuh tidur saja

telinganya harus disumpal bantal. Dulu suara anak ngaji di langgar

timur itu masih bisa sampai sini, enak didengar. Sekarang Mana?

(379) BEDOR

Ngrusuhi pripun ta Den? Lha mbok disarehke dhisik. Wiwit wau genah

nggih mboten enten napa-napa. Niki wau kula rak turon teng lincak

mburi, saking mrika nggih saged mireng! Kula wiwit wau mboten

mireng swara napa-napa, mboten enten sing bengok-bengok.malah

Ndara dhewe sing bengak-bengok ora karuan. (Leng, 76)

Menggangu bagaimana sih, Den? Lha ditenangkan dulu. Dari tadi tidak

ada apa-apa. Tadi saya kan tiduran di balai belakang, dari sana bisa

mendengar! Saya dari tadi tidak mendengar suara apa-apa, tidak ada

siapa-siapa malah Ndara sendiri yang teriak-teriak tidak karuan.

(380) JANAKA

Nyamuke empun mboten ganggu, nanging gembrenggeng swara mesin

nika? (Leng, 79)

Nyamuknya sudah tidak mengganggu, namun suara gemuruh mesin itu?

(381) NJERO PABRIK, KAYA ANA ING ALAM IMPEN

SWARA RIBUT MESIN SING MBRENGENGENG, SWARANE WONG

AKEH BENGOK-BENGOK LAGI „UNJUK RASA‟ MENYANYI LAGU

Page 214: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

PERJUANGAN, SWARA KENDHARAAN LAPIS BAJA, SWARANE

TENTARA BARIS PERANG, SWARA SEMPRITAN, SWARA SIRINE,

SWARA TEROMPET, SWARA PERINTAH NGANGGO SPEAKER LAN

MEGAPHON, KALA-KALA SWARA SWARA JUMLEDHORE BOM

ASAP, BEDHIL KARO PISTUL, SWARA TUT TELGRAM, SWARA

RADIO HT SWARA ABA-ABANE KOMANDAN LAN UGA SWARA

YEL-YEL GAGAH LAN SEMANGAT. KABEH WURSUH DADI SIJI.

(Leng, 85-86)

Di dalam pabrik, seperti ada di dunia impian.

Suara ribut mesin yang bergemuruh, suara banyak orang bertriak tengah

unjuk rasa, menyanyikan lagu perjuangan, suara kendaraan lapis baja,

suara tentara berbaris akan perang, suara sempritan, suara sirine,

megaphone, kadang kala suara-suara tembakan bom asap, pistol dan

senapan, suara tut telegram, suara radio HT, suara aba-aba dari

Komandan dan suara yel-yel yang gagah dan bersemangat. Semua

menyatu jadi satu.

(382) BONGKREK

Lagi krasa ta yen enten bedane. Ora keganggu swara disel. Pancene

sing kudu nyingkir ki pabrike. Ora malah awake dhewe. Durung karuan

sesasi pisan juragane gelem ngendheake mesin. Bakda barang nekad

mbrengengeng. Sepi nyenyet sing ngeten niki sing ngangenke. Neng ati

marakne wening, semeleh ora kemrungsung, penak dingo ngedhemke

pikir. Ndhisik dhek durung ana pabrik sareyan mriki rasane tentrem

ayem. Kepenak dingo sembahyang. (MENENG SEDHELA) Eh,

mumpung sepi…dak siap-siap dhisik….(NGULATKE JANAKA). Ajeng

sowan! Sapa reti etuk dhawuh. (Leng, 95)

Baru terasa ya kalau ada bedanya. Tidak terganggu suara disel.

Memang yang harus pergi itu pabriknya. Bukan malah kita. Belum pasti

satu bulan sekali Juragannya mau menghentikan mesin. Lebaran juga

nekat bergemuruh. Sepi yang seperti ini yang dirindukan. Terasa

nyaman di hati, tidak terburu-buru, enak digunakan mendinginkan

pikiran. Dulu sebelum ada pabrik, makam sini suasananya damai.

Nyaman untuk sembahyang. (DIAM SEBENTAR) Eh, mumpung

sepi…aku akan siap-siap dulu…. (MEMPERHATKAN JANAKA).

Mau ‗sowan‘! siapa tahu dapat perintah.

(383) LAMAT-LAMAT KEPRUNGU SWARANE PAK REBO, NDONGA

MANEH KAYA ADAT SABEN.

SWARA PABRIK WIS BALI MBRENGENGENG.

WANCI SURUP LAMU SAREYAN WIWIT MURUP, PADHANG

MBAKA SETHITIK.

…………………..

SKA MBURI TAMU MAU NYEDHAKI KECIK, BISIK-BISIK

TAKON SAJA WIGATI. (Leng, 126)

Page 215: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Sayup-sayup terdengar suara Pak Rebo, melantunkan doa lagi seperti

biasanya.

Suara pabrik sudah mulai bergemuruh.

Saat senja lampu makam sudah mulai manyala, terang sedikit demi

sedikit.

……………………….

Dari belakang tamu yang tadi mendekat Kecik, membisikkan sesuatu

yang sepertinya penting.

Data (371) sampai (383) terdapat dalam naskah yang berjudul Leng. Naskah

ini menceritakan tentang kehidupan rakyat kecil disebuah desa yeng terdesak

gelombang modernisasi dan industry yang menjadi kepanjangan kuku pencakar

para penguasa dan pemilik modal besar. Tentang rusaknya lingkungan hidup,

tentang hukum yang menjadi barang mainan pihak yang kuat dalam masyarakat.

Berlatar belakang konflik tersebut maka, dalam maskah Leng ini pengarang

menggunakan citraan pendengaran berupa suara mesin pabrik yang bergemuruh

membuat bising lingkungan sebagai simbol modernisasi yang salah tempat.

(384) MBAH KAWIT SING LAGI NYAPU RESIK-RESIK ANA LATAR,

AGE-AGE METHUKAKE LIK BISMA. NAGGING WONG TUWA

LORO KANDHEG SEDHELA, CINGAK, KRUNGU ANA WONG

RAME PADU SAKA KAMAR MBURI, NJERO OMAHE ROMLI.

KROMPYANGAN SWARA BALAPECAH, SWARA BEKAKAS

DIBANTING DIKEPRUKI.

ROMLI KAGET. (Tuk, 135)

Mbah Kawit yang tengah menyapu membersihkan halaman, cepat-cepat

menjemput Lik Bisma. Namun kedua orang tua itu berhenti sebentar,

kaget, mendengar ada orang bertengkar dari kamar belakang, di dalam

rumah Romli.

Suara barang pecah belah pecah, suara barang-barang dibanting,

dipukul.

Romli kaget.

(385) SWARA KROMPYANGAN BALA PECAH DIBANTINGI SAYA

NDADI.

………………………

BOJONE ROMLI JERIT-JERIT KARO ISIH MBANTINGI

BEKAKAS. NESU BANGET. RAINE ABANG MANGAR-

Page 216: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

MANGAR, TERUS METU SAKA KAMAR NGLABRAG SING

LANANG. (Tuk, 136)

Suara ramai barang pecah belah dibanting semakin menjadi.

……………………..

Istrinya Romli berteriak sambil membanting barang-barang. Sangat

marah. Mukanya merah padam, kemudian kaluar dari kamar melabrag

suaminya.

(386) MBAH KAWIT

Dhanyange…dhanyange..!

SOLEMAN KLEDHANG-KLEDHANG SAKA KADOHAN,

SWARANE GEMBRAMBYANG. (Tuk, 147)

Penunggunya..penunggunya..!

SOLEMAN TERLIHAT DARI KEJAUHAN, SUARANYA SAYUP-

SAYUP TERDENGAR.

(387) SOLEMAN

Gombal…gombal…mung rong ewu wae sing nunggu nganti seminggu.

KRUNGU SWARANE SOLEMAN, MBAK KAWIT AGE-AGE

MLEBU NGOMAH NJUPUK BENGGOL KEROKANE. (Tuk, 147)

Gombal…gombal..Cuma dua ribu saja yang menanti sampai dua

minggu.

MENDENGAR SUARA SOLEMAN, MBAH KAWIT BURU-BURU

MASUK RUMAH DAN MENGAMBIL UANG RECEH

KEROAKANNYA

(388) LORO

LIYA DINA ING MAGERSAREN

SUWARA MESIN JAHITE KEMROTOK. ROMLI LAGI NAMBALI

KATHOK. MBOKDHE JEMPRIT LAGI NATA BEKAKAS OMAH.

BIBIT NENG SUMUR AREP ADUS

LAMAT-LAMAT KRUNGU SWARANE WARGA SING PADHA

MANGGON NENG MBURI SUMUR. (Tuk, 176)

DUA

BERGANTI HARI DI MAGERSAREN

SUARA MESIN JAAHITNYA BRISIK. ROMLI SEDANG

MENAMBAL CELANA. MBOKDHE JEMPRIT TENGAH MENATA

PERABOT RUMAH. BIBIT DI SUMUR AKAN MANDI

SAYUP-SAYUP TERDENGAR SUARA WARGA YANG TINGGAL

DI BELAKANG SUMUR.

(389) SWARA WADON

Jlegar-jlegur, swara timbane sing ora nguwati, pendhak subuh

nggugahi wong turu….(Tuk, 176)

Jlegar-jlegur, suara timbanya yang tidak nyaman, tiap subuh

membangunkan orang tidur…

Page 217: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(390) GANTI SWARANE MENIK SAKA NDHUWUR LOTENG SING LAGI

NYENENI MBOK JIAH

…………

NENG CEDAK SUMUR MBOKDHE JEMPRIT, BIBIT KARO

ROMLI NGGATEKAKE SWARANE MENIK. (Tuk, 177).

BERGANTI SUARANYA MENIK DARI ATAS LOTENG YANG

TENGAH MEMARAHI MBOK JIAH.

……………..

DI DEKAT SUMUR, MBOKDHE JEMPRIT, BIBIT DAN ROMLI

MENDENGARKAN SUARANYA MENIK.

Data (384) hingga (390) terdapat dalam naskah drama berjudul Tuk. Judul

ini berarti ‗sumber air‘, sejalan dengan judul lakon, cerita yang dihadirkan

berpusat dari sumur yang ada di tengah Magersaren yang menjadi pusat kegiatan

warga Magersaren tersebut. Citraan pendengaran yang dihadirkan pengarang

lewat judul ini dtang dari pola perilaku warganya yang datang dari kalangan

bawah. Pada awal cerita pengarang menghadirkan citraan pendengaran melalui

suara petengkaran antara Romli dan istrinya yang diperkuat dengan bunyi barang-

barang dibanting dan pecah. Penggambaran melalui citraan pendengaran dan

peristiwa tersebut dimaksudkan untuk merangsang imaji penonton untuk larut

dalam situasi yang diharapkan pengarang. Hal tersebut dapat dilihat dalam data

(384) dan (385) di atas. Untuk data (386) pengarang menghadirkan citraan audio

melalui suara tokoh Soleman yang sayup-sayup terdengar dari kejauhan. Hal ini

selain untuk memberikan rangsangan atas citraan pendengaran kepada penonton

juga dimaksudkan untuk memberi variasi dalam hal teknik muncul tokoh di atas

panggung. Teknik yang demikian dimaksudkan untuk menghindari kemonotonan

dalam teknik muncul. Data (387) merupkan reaksi tokoh lain ketika mendengar

suara Soleman dari luar panggung.

Page 218: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Data (388) masih menceritakan warga Magersaren, kali ini pengarang

menghadirkan citraan pendengaran melalui suara mesin jahit salah satu tokohnya

yaitu Romli yang sudah tua dan suaranya berisik. Penggambaran melalui citraan

audio yang seperti ini sekaligus memberikan informasi tentang latar belakang

sosial Romli yang seorang tukang jahit kelas rendah.

(391) KRESNA GAMBAR NJUPUK GULUNGAN DLUWANG ANA

SIMPENAN, BANJUR DIUDARI, DIBUKAK.

…………….

LAMAT-LAMAT KEPRUNGU SAMBATE DEN SETRA. NGGERENG.

MBAH JAGA KAGET. NGGATEKE SEDHELA, RUMANGSANE

MUNG KRUNGON-KRUNGONEN. TERUS BALI NYAWANG

GAMBARE KRESNA. (Dom, 236)

Kresna Gambar mengambil gulungan kertas yang disimpan dan di buka.

…………………………

Sayup-sayup terdengar keluhan Den Setra. Mengerang.

Mbah Jaga terkejut. Memperhatikan sebentar, dikiranya tidak nyata.

Kemudian kembali melihat gambarnya Kresna.

(392) MBAH JAGA KRUNGU DEN SETRA SAMBAT AGE-AGE MARA

NYEDHAKI. (Dom,238)

MBAH JAGA MENDENGAR DEN SETRA MENGELUH CEPAT-

CEPAT MENDEKATI.

(393) SAKA KADOHAN SWARANE LANDA BAJANG SING LAGI NDELIK

MBENGOKI BOJONE. (Dom, 243)

DARI KEJAUHAN SUARANYA LANDA BAJANG YANG

BERSEMBUNYI MEMANGGIL ISTRINYA.

(394) LAMAT-LAMAT KEPRUNGU TEMBANG SESEKARAN

DEN SETRA KATUT DEN SETRA KANYUT KELI ANA ING

TEMBANG (Dom, 274)

SAYUP-SAYUP TERDENGAR NYANYIAN

DEN SETRA TEHANYUT DALAM NYANYIAN.

Penggambaran suasan melalui pencitraan audio juga ditemui dalam naskah

ini. Pada data (391) sampai (394) pengarang memanfaatkan citraan audio dalam

menyampaikan suasana dialog. Penggambaran yang demikian dimaksudkan untuk

Page 219: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

merangsang emosi pembaca atau penonton untuk ikut larut dalam suasana yang

dihadirkan. Data (391) pengarang ingin memberi informasi mengenai kondisi Den

Setra yang kurang baik dengan suara erangannya. Data (393) merupakan

kelanjutan dari peristiwa pada data (391) begitu apa yang didengarnya nyata,

Mbah Jaga buru-buru mendekat pada Den Setra untuk mengetahui kondisinya.

Peristiwa tersebut terjadi akibat adanya citraan audio yang didengar oleh Mbah

Jaga. Hal serupa juga ditampakkan pada data (393) yang menginformasikan

bahwa kondisi Landa Bajang sedang tidak baik. Untuk data (394) tembang yang

didengar Den Setra mampu membawa imajinya ke dalam ruh tembang tersebut.

Hal ini juga merupakan efek dari penggunaan citraan audio yang dipilih

pengarang dalam membawakan suasana dalam dialog dan lakuan tokohnya.

c. Pencitraan gerak

Objek penelitian ini adalah naskah lakon. Naksah lakon adalah sumber cerita

yang harus ditafsirkan oleh seluruh unsur teater sebelum dipentaskan. Adapun

fungsi naskah lakon adalah memberi inspirasi kepada para penafsirnya. Naskah

yang baik adalah naskah yang mampu menjadi sarana yang pertama dan utama

untuk terbukanya kemungkinan proses pementasan. Di sini peran naskah lakon

tidak sekedar sebagai sarana utama inspirasi bagi pelaku pementasan, namun

bagaimana naskah lakon tersebut dapat menyeret penonton untuk terlibat dalam

peristiwa-peristiwa dalam naskah. Perwujudannya secara visual dapat dinikmati

oleh penonton di atas panggung. Atau naskah yang baik adalah naskah yang

mempunyai tingkat kemungkinan yang tinggi untuk dapat berkomunikasi dengan

penontonnya.

Page 220: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Untuk dapat berkomunikasi dengan penonton, sebuah naskah lakon

dilengkapi dengan panduan-panduan berupa narasi yang berisi informasi tentang

nada, suasana, gerak, emosi, setting, dan sebagainya. Di dalam naskah lakon

pergerkan pemainnya sangat diperhatikan karena berkaitan dengan komposisi

panggung dan etika dalam berperan. Naskah drama yang ditulis oleh Bambang

Widoyo SP ini memberikan gambaran yang jelas mengenai pergerakan pemain.

Pergerakan pemain dalam naskah ini menunjukkan adanya suatu gesture yang

juga digunakan pengarang dalam menyampaikan pesan atau nuansa emotif yang

mampu ditangkap oleh indera penglihatan. Dikarenakan objek kajian penelitian

ini adalah naskah lakon, maka penggunaan pencitraan gerak banyak digunakan

pengarang. Hal ini dapat dilihat dalam data berikut.

(395) BEDOR

Nggih….(BEDOR ANGUK-ANGUK NYANG LAWANG, BINGUNG)

(Leng, 74)

Iya….(BEDOR MELONGOK KE PINTU, BINGUNG)

(396) JURAGAN

Apa iya?! (ORA PERCAYA, NILIKI DHEWE. CLINGUKAN ANA

NJABAN LAWANG, MILANG-MILING ORA WERUH WONG, TERUS

WEDI) (Leng, 75)

Apa iya?! (TIDAK PERCAYA, MENENGOK SENDIRI, MENOLEH

DI LUAR PINTU, MENEGOK TIDAK MELIHAT ORANG,

KEMUDIAN TAKUT)

(397) BEDOR ORA DIREWES, JURAGAN GUGUP, SAYA WEDI, BALI

LUNGGUH, NJUPUK GELAS, AREP NGOMBE. BALI DISELEHKE

MENEH (Leng, 75)

Bedor tidak digubris, juragan gugup, semakin takut, kembali duduk,

mengampil gelas, akan minum. Kembali diletakkan lagi.

(398) JURAGAN

Lho….? Kok aku eneng kene. Gendheng ki. Dor, jane iki mau ana apa?

(AGE-AGE MUDHUN SAKA MEJA, NING LAGI SIKILE

NGGANDHUL SAKSISIH, TERUS KAGET, NYAWANG MENGISOR

WEDI, NGUCEK MATNE KAYA WERUH SAMUBARANG, NANGING

Page 221: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ORA PERCAYA KARO PANDELENGE SIKILE DIANGKAT MANEH).

Dor, Bedor…lha kae Dor. Kae sapa Dor? Sing neng ngisor kae?

Rubung-rubung ana ngarep regol. Akeh banget. (MILANG-MILING).

Ya, ampun…gedhong iki wis dikupeng. Wis dikepung dor. Wong-wong

padha gembrudug mara mrene. Kae sapa Dor…Bedor!! (Leng, 89)

Lho…? Kok aku ada di sini. Gila ini. Dor, sebenarnya ini tadi ada apa?

(BURU-BURU TURUN DARI MEJA, TAPI KETIKA KAKINYA

MASIH MENGGANTUNG SEBELAH, TERUS KAGET, MELIHAT

KE BAWAH, TAKUT, MENGUCEK MATANYA SEPERTI

MELIHAT MACAM-MACAM, NAMUN TIDAK PERCAYA

DENGAN PENGLIHATANNYA KAKINYA DIANGKAT

KEMBALI). Dor, Bedor…lha itu Dor. Itu siapa Dor? Yang ada di

bawah itu? Berkerumun di depan gerbang. Banyak sekali. (TENGAK-

TENGOK). Ya, ampun….gedung ini sudah dikepung. Sudah dikepung

Dor. Orang-orang semua menuju ke sini. Itu siapa Dor…Bedor!!

(399) BEDOR

Gampang! Beres (MLAYU MENYANG LAWANG TERUS

CENGKELAK BALI) Den. Sampeyan pun tau sedhekah dereng? Mang

klumpukne rontogan dhuwite receh sampeyan….(MBENGOKI,

NGADEG NENG CEDHAK LAWANG) Hoiii….kanca-kanca….!

Iki…nya! Iki rejekimu. Didum sing adil…pyuurr (NYEBAR DHUWIT)

Pyur…pyuur…(NGALIH ENGGON). Hei…hei, aja rayahan, ora jegal-

jegalan. Rebutan ya kena ning sing tertib…hei Kisut! Aja ndhobel akeh-

akeh! Eling kancane…pyuur…pyur…rampung. (SEBAGIAN

DIKANTHONGI DHEWE). Beres kabeh Den. Jane yen mboten nganti

kepepet, mboten nganti keplenet wong-wong wau mboten bakal thukul

siunge. (Leng, 92)

Gambang! Beres (BERLARI KE PINTU KEMUDIAN TIBA-TIBA

KEMBALI) Den. Anda sudah pernah sedekah belum? Anda kumpulkan

uang receh anda… (BERTERIAK, BERDIRI DI DEKAT PINTU).

Hoiii…kawan-kawan…! Ini….! Ini rejekimu. Dibagi yang adil…pyuur

(MENYEBAR UANG) Pyur…pyuur…(BERPINDAH TEMPAT).

Hei…hei…Kisut! Jangan ‗ndobel‘ banyak-banyak! Ingat

temannya…pyuur…pyur…selesai. (SEBAGIAN DIKANTONGI

SENDIRI). Beres semuanya Den. Sebenarnya jika tidak sampai

terdesak, tidak sampai tergencet, orang-orang itu tidak akan keluar

taringnya.

(400) BONGKREK NJEDHUL SAKA MBURI KROBONGAN, NYELUK

KECIK LIRIH. KECIK KRUNGU. NOLAH-NOLEH NGGOLEKI

SWARANE BONGKREK, BARENG KETEMU BANJUR ALON-ALON

NYEDHAKI BONGKREK. PAK REBO, MBOK SENIK LAN JANAKA

ISIH NDONGA. BONGKREK MBISIKI KECIK SAJAK PENTING

BANGET. BANJUR DHEDHEMITAN ORA NYUWARA, KARO RADA

KESUSU NGLUMPUKE BARANG-BARANGE. (Leng, 107)

Page 222: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Bongkrek keluar dari belakang krobongan, memanggil Kecik pelan.

Kecik mendengar. Menoleh mencari arah suara Bongkrek, setelah

ketemu lalu pelan-pelan mendekati Bongkrek, Pak Rebo, Mbok Senik

dan Janaka masih berdoa. Bongkrek membisikkan sesuatu ke Kecik

sepertinya penting sekali. kemudian pelan-pelan tanpa suara, agak

terburu-buru mengumpulkan barang-barangnya.

(401) SING ANA SAREYAN KABEH MLAYU NYEDHAK, NYAWANG

PABRIK SING KOBONG, GENINE MBULAT-MBULAT. KABEH

PADHA NDOMBLONG.

LAMPUNE SAREYANG MBLERET.

NJERO KROBONGAN ANA CAHYA ABANG MBRANANG, ABANGE

GENI MBULAT-MBULAT.

JURAGANE KARO BEDOR EYEL-EYELAN, SWARANE WURSUH

DADI SIJI KARO GEGERE PABRIK SING LAGI RAME MTENI GENI.

(Leng, 124)

Yang di makam semua berlari mendekat, melihat pabrik yang terbakar.

Apinya besar. Semua terpana.

Lampu makam meredup.

Di dalam krobongan ada cahaya merah menyala, merahnya api yang

berkobar.

Juragan dan Bedor bertengkar, suaranya berisik jadi satu dengan

kisruhnya pabrik yang tengah rame mematikan api.

(402) KECIK

Sinten?...Bongkrek?...

KECIK GEDHEG, ORA MANGSULI, BINGUNG LAN WEDI,

DITETER TERUS DITAKONI TERUS MEKSA ORA MANGSULI.

BARENG DIPARANI KECIK MLAYU ETU ORA WANI NANGGAPI.

TAMU GANTI NYEDAKI MBOK SENIK, DIBISIKI.

Siapa?...Bongkrek?..

KECIK MENGGELENG, TIDAK MEJAWAB, BINGUNG DAN

TAKUT DICECAR PERTANYAAN, TETAP TIDAK MENJAWAB.

LALU DIDEKATI, KECIK BERLARI KELUAR TIDAK

MENANGGAPI

TAMU BERGANTI MENDEKAT MBOK SENIK, MEMBISIKAN

SESUATU.

(403) MBAH KAWIT SING LAGI NYAPU RESIK-RESIK ANA LATAR,

AGE-AGE METHUKAKE LIK BISMA. NAGGING WONG TUWA

LORO KANDHEG SEDHELA, CINGAK, KRUNGU ANA WONG

RAME PADU SAKA KAMAR MBURI, NJERO OMAHE ROMLI.

KROMPYANGAN SWARA BALAPECAH, SWARA BEKAKAS

DIBANTING DIKEPRUKI.

ROMLI KAGET. (Tuk, 135)

Page 223: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Mbah Kawit yang tengah menyapu membersihkan halaman, cepat-cepat

menjemput Lik Bisma. Namun kedua orang tua itu berhenti sebentar,

kaget, mendengar ada orang bertengkar dari kamar belakang, di dalam

rumah Romli.

Suara barang pecah belah pecah, suara barang-barang dibanting,

dipukul.

Romli kaget.

(404) ROMLI

(MLAYU METU SAKA OMAH) Sum. Cangkemmu isa meneng ora ta

Sum! (Tuk, 136)

(BERLARI KELUAR RUMAH) Sum. Mulutmu bisa diam tidak, Sum!

(405) BOJONE ROMLI

(MALANG KERIK MENTHENTHENG ANA TENGAH LAWANG) Sing

miwiti gawe rame dhisik sapa? Yen wedokanmu ora nganti meteng ya

ora bakal dadi rame! Ben, aku ora perduli, kabeh ben padha ngerti!

(NYANDHAK TABUH, NUTHUK KENTONGAN KARO MBENGOKI

TANGGANE) Mbah…Mbah Kawit, Romli ngetengi prawan. Lik, Lik

Jiah, Romli ngetengi bocah! (Tuk, 136)

(BEKACAK PINGGANG DITENGAH PINTU). Yang mulai membuat

rame siapa? Jika perempuanmu tidak sampai hamil ya tidak mungkin

jadi rame! Biar, aku tidak peduli, biar semua tahu! (MENGAMBIL

PEMUKUL LALU MEMUKUL KETONGAN SAMBIL BERTERIAK

KEPADA TETANGGANYA) Mbah…Mbah Kawit, Romli menghamili

prawan. Lik, Lik Jiah, Romli menghamili anak!

(406) MBOK JIAH

Man, Soleman! O, Edan, dijaluki tulung !Malah minggat! Kowe arep

menyang ngendi! (NGOYAK SOLEMAN)

SOLEMAN LEMPIT ORA NGAPE, AGE-AGE MLAYU METU SAKA

MAGERSAREN NOLEH SEDHELA MENYANG OMAHE ROMLI

SING ISIH RAME REGEJEGAN. (Tuk, 138-139)

Man, Soleman! O, gila, dimintai tolong malah pergi! Malah minggat!

Kamu mau kamana! (MENGEJAR SOLEMAN)

SOLEMAN LEMPIT TIDAK MENGGUBRIS, CEPAT-CEPAT

BERLARI KELUAR DARI MAGERSAREN MENEGOK

SEBENTAR KE RUMAH ROMLI YANG MASIH RAME

BERTENGKAR.

(407) BIBIT NOM-NOMAN WARGA MAGERSAREN METU SAKA

PANDHOKANE NJUJUG NENG LATAR SUMUR KARO

NYANGKING EMBER LAN PIRANTI LIYANE, TERUS LUNGGUH

ANA JIGAN SING WIS RESIK DISAPONI MBAK KAWIT, AREP

NAMBAL EMBER SING BOROT. MBAH KAWIT NYEDHAKI LIK

BISMA SING WIS RAMPUNG OLEHE NEMBANG (Tuk, 141)

Page 224: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Bibit pemuda warga Magersaren keluar dari pondokannya, menuju

halaman sumur sambil membawa ember dan perkakas lainnya,

kemudian duduk di lantai yang sudah bersih setelah disapu Mbah

Kawit, mau menambal ember yang bocor. Mbah Kawit mendekati Lik

Bisma yang selesai menyanyi.

(408) MBAH KAWIT

Biyuuuh, ngerti apane? Upama Jupri ki dudu anake adhiku, aku

gemang diblanja. Isih pingin golek pangan dhewe. (BOLA-BALI

NGINGU MENYANG NDALAN ANA SING DIENTENI). Durung bali

apa ya? Iki wis tabuh pira ta? (Dom, 142)

Biyuuuh, ngerti apanya? Seumpama Jupri itu bukan anaknya adikku,

aku tidak mau digaji. Masih ingin mencari uang sendiri. (BERKALI-

KALI MELIHAT KE ARAH JALAN ADA YANG DITUNGGU).

Belum pulang ya? Ini sudah jam berapa sih?

(409) BIBIT

Iya…iya! (MENYANG SUMUR, NIMBA, EMBERE DIISI BANYU,

MBAH KAWIT NGULATKE, WERUH EMBER SING BUBAR

DITAMBAL ISIH KOTOS-KOTOS) (Dom, 145)

Iya..iya! (KE SUMUR, MENIMBA, MENUANG AIR KE EMBER,

MBAH KAWIT MEMANDANG, MELIHAT EMBER YANG BARU

SAJA DITAMBAL MASIH BOCOR)

(410) SOLEMAN MLEBU NGGAWA KISA, LAKUNE KESUSU, NJUJUG

KANDHANG PITIK. NILIKI KANDHANGE KAGET PITIKE WIS

ILANG.

SOLEMAN

Lho kok ora ana? Neng ngendi iki? Ndladhuk .. wadhuuh…(MUNTAB

KARO NGGOLEKI JAGO NENG SAKIWA TENGENE KANDHANG)

Sing mbukak kandhang pitik mau sapa…? Sapa Lik…? Sapa…?

(NYAWANG BIBIT). Bit, Bibit weruh jagoku, pitikku ilang! (Tuk, 148)

SOLEMAN MASUK MEMBAWA KISA. JALANNYA TERBURU-

BURU, MENUJU KANDANG AYAM. MENENGOK

KANDANGNYA TERKEJUT AYAMNYA SUDAH HILANG.

SOLEMAN

Lho kok tidak ada? Di mana ini? Ndladhuk…wadhuuuh…(MARAH

SAMBIL MENCARI JAGO DISEKITAR KANDANG)

Yang membuka kandang ayam tadi siapa…? Siapa Lik? Siapa…?

(MELIHAT BIBIT). Bit, Bibit lihat jagoku, ayamku hilang.

(411) SOLEMAN

Karepe diulur sedhela, golekake undhakan. Mau sida putus entuk

undhakan rong ewu nanging nunggu seminggu. Malah saiki pitikku sing

ilang. Sapa iki sing njupuk? Nganti konangan sapa sing nyolong dak

kaploki ndhase…(KARO MILANG-MILING NGGOLEKI PITIKE,

Page 225: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

NANGING MALAH KEDHADHUNG EMBER SING MAU

DICANTHELKE BIBIT) Adhuh…ember asu…! (EMBERE

DIBALANGKE BIBIT) Ember bobrok bae isih diopeni! Dicenthelake

ning kene barang ki ya ngapa….(GRENENGAN DHEWE) Pitikku kie

neng ngendi….? Ora ana…! Kuuuur, kur, kur, kuuur, cek, cek,

cek….kuuur!

SOLEMA NGGOLEKI PITIKE, MENCOLOT ANCIK-ANCIK SUMUR

KARO NYETHETI NGUNDANG PITIKE.

MUMPUNG KETEMU SOLEMAN MBAH KAWIT METU SAKA

OMAHE MARANI KARO WIS NGGAWA BENGGOL. (Tuk, 149)

Inginnya diulur sebentar, nyari harganya naik. Tadi sudah putus dapat

kenaikan dua ribu tapi nunggu seminggu. Malah sekarang ayamku yang

hilang. Siapa ini yang mengambil? Sampai ketahuan yang mencuri aku

hajar kepalanya…(DENGAN TENGAK-TENGOK MENCARI

AYAMNYA, NAMUN MALAH TERSANDUNG EMBER YANG

TADI DIGANTUNGKAN BIBIT) Aduh…ember anjing…!

(EMBERNYA DILEMPARKAN BIBIT) Ember rusak aja masih

dirawat! Digantung di sini itu biar apa….(MENGGERUTU SENDIRI)

Ayamku dimana…? Tidak ada…! Kuuuur, kur, kur, kuuur, cek, cek,

cek….kuuur!

SOLEMAN MENCARI AYAMNYA, MELOMPAT KE ATAS

SUMUR SAMBIL MEMANGGIL AYAMNYA.

MUMPUNG BERTEMU SOLEMAN MBAH KAWIT KELUAR

DARI RUMAHNYA MEMBAWA KOIN.

(412) MBAH KAWIT

(NGETUTAKE SOLEMAN NGANTI SING DITUTAKE RISI) Man,

Soleman, sida kerokan ora? Gilo wis dak gawakne benggol. (Tuk, 149)

(MENGUNTIT SOLEMAN SAMPAI YANG DIIKUTI RISIH) Man,

Soleman, jadi kerokan tidak? Ini sudah aku bawakan koin.

(413) SOLEMAN

(KEBACUT KALAP, NGREBUT DHUWIT BANJUR DIBUWANG.

AREP NEMPILING ORA TEKAN ATINE) O, ndladhuk! Njaluk dak

kapakne kowe to Mbah! Kok ora ndang modar ndhisik-ndhisik, gawe

gara-gara terus! Nika jago adon, dudu pitik kampung, yen didol regane

larang…wong tuwa ora teges! (Tuk, 151)

(TERLANJUR KALAP, MEREBUT UANG LALU DIBUANG, MAU

MENEMPELENG TIDAK SAMPAI HATI) O ndhladhuk! Minta

diapakan kamu Mbah! Kok tidak mati dari dulu, membuat masalah

terus! Itu jago petarung, bukan ayam kampung, jika dijual harganya

mahal….orang tua tidak becus!

Page 226: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(414) SOLEMAN

……………..

Sapa iki sing nggegem dhuwit! Seket pitu ewu kudune wis neng tangan

meksa isih mrucut! Sumur asu ki ya ndadak njaluk tumbal! Bajingan.

Sajene ora meneri apa piye? Njaluk meneh apa? Kurang apa piye? Iki

yen kurang, nyaa…!! (NGIDONI SUMUR) cuh…cuh…! Ora arep

melik, ora arep nyawuk, ora arep nyidhuk bayumu, adus gebyur neg

sumur liya ya bisa. Isih kurang piye…nya tambahi (TERUS

MUNGGAH NGADEG ANA LAMBE NGUYUHI SUMUR). Tmpanana

uyuhku… Nyoh..gaglagken kabeh uyuhku, nya…nya…nya…

LIK BISMA, BIBIT, MBAH KAWIT KAGET, NESU KARO BENGAK-

BENGOK, ORA KOBER MENGGAK. SOLEMAN KEBACUT

NGUYUHI SUMUR. SING AREP NYEDHAK NGELIKAKE

MALAH DICIPRATI UYUH, KABEH PADHA GUPAK, TELES, UGA

ING LAMBE SUMUR. (Tuk, 155)

……….

Siapa yang menggenggam uang! Limapuluh tujuh ribu harusnya sudah

ditangan terpaksa masih terlepas! Sumur anjing kenapa harus minta

tumbal! Bajingan. Sesajinya tidak cocok atau gimana? Minta apa lagi?

Kurang apa lagi? Ini jika kurang, nih….!! (MELUDAHI SUMUR)

cuh…cuh…! Tidak akan kepingin, tidak akan mengambil air, mandi di

sumur lainnya masih bisa. Masih kurang ya…ini tambah lagi

(KEMUDIAN NAIK, BERDIRI DI BIBIR SUMUR, MENGENCINGI

SUMUR). Terimalah kencingku…nih...gaglagken semua kencingku,

nih…nih..nih.

LIK BISMA, BIBIT, MBAH KAWIT KAGET, MARAH SAMBIL

BERTERIAK-TERIAK, TODAK SEMPAT MENCEGAH.

SOLEMAN TERLANJUR MENGENCINGI SUMUR YANG AKAN

MENDEKAT MENGINGATKAN JUSTRU DIPERCIKI AIR

KENCING, SEMUA TERKENA, BASAH, JUGA SAMPAI DI BIBIR

SUMUR.

(415) MBOKDHE JEMPRIT TEKA SAKA PASAR, KARO GOPOH-GOPOH

KESUSU, BIBIT AGE-AGE METHUKAKE JEBUL MLAH NGALANG-

NGALANGI MBOKDHE JEMPRIT SING KABOTAN GAWAN.

GAWANE MBOKDHE JEMPRIT DITAMPANI BIBIT. (Tuk, 155)

Mbokdhe Jemprit datang dari pasar, dengan terburu-buru, Bibit cepat-

cepat menjemput ternyata malah menghalangi Mbokdhe Jemprit yang

keberatan membawa barang. Barangnya Mbokdhe Jemprit disambut

Bibit.

………………………

(416) SOLEMAN

Asu….!! Dha ngapa iki? (NYINGKIRAKE MARTO KRUSUK

TERUS MENTHELENGI SING PADHA NYAWANG) Heh, nonton

apa? Bubar! Bisa bubar ora? Ndhladhuk kabeh! Aku butuh leren, butuh

Page 227: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ngaso, malah dh ngajak rame! nJarag piye…? Bubar…bubar…!

(KABEH PADHA RAGU RAGU< ANA SING MLEBU OMAHE

DHEWE, WEDI)

SING ANA CEDHAK SUMUR ISIH RASANAN, UMYEG DHEWE

KONANGAN SOLEMAN DIPARANI DIGETAK DIKON BUBAR,

DIKON MULIH. NANGING ANA SING NDABLEG MUNG PINDAH

ENGGON, MBACUTAKE OLEHE RASANAN, PRIHATIN, TAKON

UTAWA MUNG PINGIN NGERTI

SOLEMAN LEMPIT SAYA NESU

SING ENENG NGAREPE DIPARANI, DIOYAK-OYAK,

DIKEPLAK. DITENDHANG, DIPISUHI,DIIDONI.

SOLEMAN LEMPIT NESU BANGET. MATANE ABANG, RAINE

KEMRINGET. (Tuk, 175)

Anjing….!! Pada ngapain ini? (MENYINGKIRKAN MARTO

KRUSUK KEMUDIAN MELOTOT PADA SEMUA YANG

MELIHAT) Heh, lihat apa? Bubar! Bisa bubar tidak? Ndhladhuk

semua! Aku butuh istirahat, malah pada ngajak rame! Sengaja ya?

Bubar….bubar…! (SEMUA RAGU-RAGU, ADA YANG MASUK

RUMAHNYA SENDIRI, TAKUT)

YANG BERADA DI DEKAT SUMUR MASIH MEGGUNJING,

RAMAI SENDIRI.

KETAHUAN SOLEMAN DIHAMPIRI, DIBENTAK, DISURUH

BUBAR, DISURUH PULANG. NAMUN AD YANG BANDEL

HANYA PINDAH TEMPAT, MENERUSKAN MENGGUNJING,

PRIHATIN, BERTANYA ATAU HANYA INGIN TAHU.

SOLEMAN LEMPIT SEMAKIN MARAH

YANG ADA DI DEPANNYA DIHAMPIRI, DIKEJAR, DIPUKUL,

DITENDANG, DIUMPAT, DILUDAHI.

SOLEMAN LEMPIT MARAH SEKALI. MATANYA MERAH.

WAJAHNYA BERKERINGAT.

(417) BIBIT

Gedibal kuwi neng ngendi-ngendi mung gawe reged Mbokdhe, mula

diresiki, disingkirke, ditendhang ben ora nyepet-nyepeti mata,…ayo

ngalih…!! Ngalih…!! (NIROKAKE WONG LAGI NGGUSAH KEWAN)

Lho kok isih neng kono, kon ngalih kok mung mingset, njaluk digebug

(MARANI NYANDHAK SAPU MBOKDHE JEMPRIT, KAYA

PATRAPE PRIYAYI MAIN GOLF) Ngalih sing adoh kana!

Thung…(NGANGGO GAGANG SAPU NYELAH BAL MENEH) kana!

Thung…., Thung… Thung….(NGAMBALI MENEH NYABETAKE STIK

GOLF) Thung….modar! Jaban rangkah! (Tuk, 186-187).

Orang kecil itu dimana-mana hanya membuat kotor saja Mbokdhe,

makanya dibersihkan, disingkirkan, ditendang biar sedap dipandang,

ayo pergi…! Pergi…!! (MENIRUKAN ORANG YANG TENGAH

MENGHARDIK HEWAN). Lho kok masih di sana, suruh pergi kok

cum bergeser, minta dipukul (MENGAMBIL SAPU MBOKDHE

Page 228: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

JEMPRIT, SEPERTI ORANG KAYA BERMAIN GOLF) Pergi yang

jauh sana! Thung…(MEMAKAI GAGANG SAPU MEMUKUL BOLA

LAGI) sana! Thung…, Thung…Thung…(MENGULANG LAGI

MEMUKULKAN STIK GOLF) Thung…mampus! Jaban rangkah!

(418) TELU

NGANCIK WENGI ING MAGERSAREN

MBAH KAWIT LINGGIH NDHEPIPIL, NYAWANG SUMUR, KARO

NDREMIMIL NGUCAP DONGA APALANE.

MARTO KRUSUK MENTAS SAKA KAKUS, WERUH MBAH

KAWIT, BANJUR MLAKU NYEDHAK NENG SUMUR WISUH

KARO NGGRUNDELAN RISI KRUNGU DONGANE MBAH

KAWIT.

LIK BISMA NGISIS KARO NGELUS-ELUS PUSAKANE SING

ISIH DIBUNTEL MORI PUTIH. ISINE WAYANG, SEMR KARO

TOGOG. (Tuk, 189)

TIGA

MENAPAK MALAM DI MAGERSAREN

MBAH KAWIT DUDUK MEMOJOK MELIHAT SUMUR SAMBIL

NDREMIMIL MENGUCAPKAN HAFALAN DOANYA.

MARTO KRUSUK BARU SAJA DARI KAKUS, MELIHAT MBAH

KAWIT, MEGELUH MENDENGAR DOANYA MBAH KAWIT.

LIK BISMA MENCARI ANGIN SAMBIL MENGELUS-ELUS

SENJATANYA YANG MAISH DIBUNGKUS KAIN MORI PUTIH,

ISINYA WAYANG SEMAR DAN TOGOG.

………………

(419) MARTO KRUSUK

Dak luruge…! Dak luruge…titip anaku…endi sing nuku Magersaren…

endi sing nuku…endii…!! (NGERTI-NGERTI WIS NJUPUK

PENTHUNG DINGGO GAMAN BIBIT KARO SOLEMAN BINGUNG

NGALANG-NGALANGI, NGGANDHULI, NYIKEP, MITHING KARO

NGERIH-ERIH) (Tuk, 214)

Aku samperin…! Aku samperin…tititp anakku..mana yang membeli

Magersaren…mana yang beli…!! (TAHU-TAHU SUDAH

MENGAMBIL PEMUKUL DIGUNAKAN SENJATA, BIBIT DAN

SOLEMAN BINGUNG MENGAHDANG, MENCEGAH,

MEMELUK, MENGUNCI SAMBIL MENENANGKAN)

(420) MBAH JAGA

Hiya no….dhuwite bacut omah, kandahange neng kene…(NYESELAKE

DHUWIT ANA KOTANG) (Dom, 224)

Hiya dong…uangnya teranjur ke rumah, kandangnya di

sini…(MEMASUKKAN UANG KE DALAMAN)

(421) LANDA BAJANG

Page 229: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Gathel….(NGLUNGANI)

DURUNG LEGA OLEHE NYUWEKI KERETU, ISIH DIREMES-

REMES BANJUR DIBANTING.

MBAH JAGA NGETUNG DHUWIT NANG-NANGANE.

MAS MANTRI NGLUYUR METU

PAK LAKON NGUKUTI MEJA THOTHIT. (Dom, 227)

Gathel….(PERGI)

BELUM PUAS YANG MENYOBEK-NYOBEK KARTU, MASIH

DIREMAS-REMAS LALU DIBANTING.

MBAH JAGA MENGHITUNG UANG KEMENANGANNYA

MAS MANTRI KELUAR

PAK LAKON MEMBERESKAN MEJA THOTHIT.

(422) MBAH JAGA

Aja nyetani kowe! Rembugmu bisa nglincipi carang. Krungu Bajang

dadi rame. Wis kana, gaweyanmu gek ndang rampungna…

BAJANG NJEDUL SAKA DHELIKANE, KATON REGED,

GRENENGAN SAMBAT SESEG, GATEL. DIARUH-ARUHI MBAH

JAGA, ORA DIGLAPE. BANJUR KLEPAT LUNGA METU. (Dom,

236)

Jangan jadi setan kamu! Omongamu bisa membuat masalah. Di dengar

Bajang jadi rame. Sudah sana pekerjaanmu selesaikan…

BAJANG MUNCUL DARI TEMPAT PERSEMBUNYIANNYA,

TERLIHAT KOTOR, MENGGERUTU, MENGELUH SESAK

NAPAS, GATAL, DISAPA MBAH JAGA TIDAK MENGGUBRIS.

KEMUDIAN PERGI KELUAR.

(423) LANDA BAJANG MLEBU KARO NGGERET BOJONE. KESUSU,

AMBEGANE MENGGEH-MENGGEH, WUNGKUSAN SING DIGAWA

PRAPTI SING ISINE KATHOK KLAMBI KARO RANTANGAN

NGANTI AREP MAWUT. (Dom, 244)

LANDA BAJANG MASUK SAMBIL MENYERET ISTRINYA,

TERBURU-BURU, NAFASNYA TERENGAH-ENGAH,

BUNGKUSA YANG DIBAWA PRAPTI YANG ISINYA CELANA,

BAJU DAN RANTANGAN HAMPIR BERSERAKAN.

(424) LANDA BAJANG

Asuu….! (AGE-AGE DIBUWANG, GETHEM-GETHEM)

PRAPTI MLENGOS RUMANGSA KETRUCUT.

MBAH JAGA SING NGGATEKNE KAWIT MAU BARENG

WERUH ANA SANDHANGN SING DIBUWANG AGE-AGE

ALOK. (Dom, 246-247

Anjing….!(BURU-BURU DIBUANG, GEREGETAN)

PRAPTI MEMBUANG MUKA, MERASA KECEPLOSAN

MBAH JAGA YANG MELIHAT DARI TADI BEGITU MELIHAT

DA PAKAIAN DIBUANG CEPAT-CEPAT MENINGATKAN.

Page 230: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(425) KRESNA GAMBAR MENGGEH-MENGGEH

DEN SETRA MENGGEH-MENGGEH

WONG LORO MANDHEG MENENG KESEL BANJUR PADHA

SAWANG-SAWANGAN, ISIH AKEH SING AREP

DIKADHAKAKE NANGING DURUNG BISA KEWETU MERGA

NAPASE MUNG KARI SAWULU.

DEN SETRA MEGAP-MEGAP LARANE KUMAT.(Dom, 258)

Kresna gambar terengah-engah. Den setra terengah-engah

Kedua orang ini berhenti, diam, capek kemudian saling pandang, masih

banyak yang ingin diuntarakan namun belum bisa keluar karena

napasnya tinggal sedikit. Den setra penyakitnya kambuh.

(426) KRESNA GAMBAR MULIH SAKA DODOLAN, NGGAWA BALI

ANGKROK-ANGKROKAN KARO WAYANG KERDHUS

DAGANGANE, KESEL PRAUPANE PETENG SAJAKE ORA

KEPAYON ORA LANGSUNG MLEBU OMAH NANGING

NGEMATAKE KAHANAN SING RADA BEDA KARO SABENDINANE.

INGAK-INGUK NGUNGAK NJABA. MBAH JAGA METHUKAKE.

(Dom, 275)

KRESNA GAMBAR PULANG DARI JUALAN, MEMBAWA

PULANG KANGROK-ANGKROKAN DAN WAYANG KARDUS

DAGANGNNYA, WAJAHNYA TERLIHAT CAPEK, WAJAHNYA

SURAM SEPERTINYA TIDAK ADA YANG LAKU TIDAK

LANGSUNG MASUK KE RUMAH NAMUN MEMPERHATIKAN

KEAADAAN YANG AGAK BERBEDA DENGAN BIASANYA.

MENOLEH KE LUAR. MBAH JAGA MENGHAMPIRINYA.

(427) MBAH JAGA KLUYUR-KLUYUR METU NGGOLEKI INGON-

INGONE

KRESNA GAMBAR NJEDUL SAKA OMAH, WIS NGANGGO SRUNG

KARO NGGAWA ANGKROK DAGANGANE NGEMATKE NYAWANG

ANGKROKE BANJUR NOLEH GENTI NYAWANG DEN SETRA

KAREPE AREP NGANCANI

DEN SETRA ISIH THELEG-THELEG NGALAMUN KELINGAN

BOJONE (Dom, 279)

MBAH JAGA KELUAR MENCRI PIARAANNYA

KRESNA GAMBAR MUNCUL DARI DALAM RUMAH

MENGENAKAN SARUNG DAN MEMBAWA AKGKROK

DAGANGANNYA MEMPERHATIKAN ANGKROKNYA

KEMUDIAN MENOLEH MEMANDANG DEN SETRA INGINNYA

MENEMANI

DEN SETRA MASIH TERHANYUT MELAMUN TERINGAT

ISTRINYA.

Page 231: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(428) PAK LAKON LUNGGUH IJEN NGADHEP MEJA THOTHIT, KARO

NGILING LADHING SING ANA TANGANE PANYAWANGE SAJAK

EMAN LAN GEMATI

LANDA BAJANG LINGGIH ANA CEDHAKE ORA PATI

NGGAGAS KARO PAK LAKON.

……………………..

PAK LAKON NDREMIMIL NGANTI ORA WERUH YEN PRAPTI

WIS ANA SANDHINGE MUNG NGADEG KARO NYAWANG

BAJANG MANGU-MANGU ORA WANI NYEDHAK.

PRAPTI MINGSET BAJANG MUNG NGLIRIK. (Dom, 284)

PAK LAKON DUDUK SENDIRI DI DEPAN MEJA JUDI SAMBIL

MEMANDANG PISAU YANG ADA DI TANGANNYA,

PANDANGANNYA SEPERTI SAANGAT SAYANG

LANDA BAJANG DUDUK DEKAT DENGANNYA TIDAK

BEGITU MEMPERHATIKAN PAK LAKON.

……………………………

PAK LAKON MENGGERUTU SAMPAI TIDAK TAHU KALAO

PRAPTI SUDAH ADA DI SEBELAHNYA HANYA BERDIRI

SAMBIL MEMANDANG BAJANG TERMANGU TIDAK BERANI

MENDEKAT

PRAPTI BERGESER BAJANG HANYA MELIRIK

(429) LANDA BAJANG MUNTAB , NESU BANJUR NGAMUK MARANI

PAK LAKON NYAUT LADINGE PAK LAKON KLABAKAN

BINGGUNG OLEHE NGGONDHELI WONG LORO REBUTAN

PRAPTI NJERIT BAJANG SAYA KALAP LADINGE MEKSA DIREBUT

PAK LAKON NGANTI KEBANTING.

……………………………

BRABAT BAJANG MLAYU METU. PRAPTI MLAYU NUTUTI

NGOYAK BAJANG KARO BENGOK-BENGOK PAK LAKON

SING BUBAR KEBANTING ISIH KRENGKANGAN. (Dom, 287)

LANDA BAJANG MURKA, MARAH MENGAMUK MENDEKATI

PAK LAKON MENGAMBIL PISAUNYA PAK LAKON

KLABAKAN BINGGUNG UNTUK MEMPERTAHANKAN KEDUA

ORANG BEREBUT PISAU, PRAPTI MENJERIT BAJANG

SEMAKIN KALAP PISAUNYA DIAMBIL PAKSA PAK LAKON

TERBANTING.

……………………

BAJANG KELUAR DENGAN CEPAT PRAPTI BERLARU

MENGEJAR BAJANG SAMBIL BERTERIAK-TERIAK PAK

LAKON YANG HABIS TERBANTING BERUSAHA BANGUN.

(430) DEN SETRA KRONCALAN KELARAN KRONJONG BABI SING

GUMANTUNGANA NDHUWURE OBAH MBIYAT-MBIYUT BANJUR

ALON-ALON MLOROT MUDHUN NINDHIH, NGESUK, NDESEK

MLETHET DEN SETRA NGANTI ORA BISA OBAH DEN SETRA

Page 232: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

SAYA KELARAN PAK LAKON MAS MANTRI LAN KRESNA GAMBAR

MUNG NYAWANG KAMITENGGENGEN GEREM GETEM-GETEM

ATINE GIRIS GEMETER MBAH JAGA WERUH DEN SETRA ORA

TEGA BANJR NANGIS. (Dom, 294)

DEN SETRA MENGGELIAT TIDAK KARUAN KESAKITAN,

KRANJANG BABI YANG TERGANTUNG DI ATASNYA

BERGERAK MELIUK-LIUK KEMUDIAN PELAN-PELAN TURUN

MENINDIH, MENGGESER MENDESAK, MENGGENCET DEN

SETRA SAMPAI TIDAK BISA BERGERAK DEN SETRA

SEMAKIN KESAKITAN, PAK LAKON MAS MANTRI DAN

KRESNA GAMBAR HANYA BISA MEMANDANG BINGUNG

HATINYA GEMETAR, MBAH JAGA YANG MELIHAT DEN

SETRA TIDAK TEGA KEMUDIAN MENAGIS.

(431) KAYA DIABANI, PAK LAKON, MAS MANTRI, KRESNA GAMBAR

UGA MBAH JAGA AGE-AGE MLAYU NYANDHAK MARANI AREP

NULUNGI DEN SETRA KARO MBENGOK NYANDHET MENGGAK

NGERIH-NGERIH LAN NGELINGAKE MALAH ANA SING MBISIKI.

KRONJONG BABI SAYA MUDHUN, SAYA MEPET SAYA MLENET,

SAYA MLETHET NINDHIHI DEN SETRA SING WIS TANPA DAYA.

(Dom, 295)

SEPERTI DIKOMANDO, PAK LAKON, MAS MANTRI, KRESNA

GAMBAR JUGA MBAH JAGA BURU-BURU BERLARI

MENGHAMPIRI AKAN MENOLONG DEN SETRA SAMBIL

BERTERIAK MENGHADANG, MENENANGKAN DAN

MENGINGATKAN BAHKAN ADA YANG MEMBISIKKAN

SESUATU NAMUN JUSTRU KRANJANG BABI SEMAKIN

TURUN, MENDESAK MENGGENCET, MENINDIH DEN SETRA

YANG SUDAH TAK BERDAYA.

Pencitraan gerak begitu banyak dan intens digunakan pengarang dalam

nasakah lakon yang dibuatnya. Hal ini terlihat dari banyaknya data yang dipilih

peneliti sebagai contoh citra gerak, yaitu sebanyak 36 data, mulai data (395)

sampai dengan (431). Citra gerak sangat penting disampaikan dalam sebuah

naskah lakon dengan tujuan untuk memberi inspirasi kepada pemain atas gesture

yang akan digunakannya. Selain itu citra gerak menggambarkan pola tinggah laku

daro tokoh yang dihadirkan. Secara keseluruhan citra gerak yang dihadirkan

Page 233: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dalam naskah ini adalah gerak badani atau gerak pada umumnya, bukan gerak

yang menggandung personifikasi.

Pencitraan gerak yang dihadirkan dalam naskah ini bertujuan untuk

melukiskan kondisi, peristiwa, tempat, waktu, bahkan karakter tokoh. Seperti

dalam data (400) pengarang secara jelas menggambarkan perpindahan Bongkrek

yang bergerak keluar dari balik krobongan yang kemudian memanggil dan

mendekati Pak Rebo. . Dari data tersebut diketahui bahawa pegarang memberikan

penggambaran yang jelas tentang gerak yag harus dijalani pemaian, gerak yang

dimaksud di sini adalah gerak pada umumnya yaitu perpindahan pemain dari satu

tepat ketempat yang lain. Hal serupa juga berlaku untuk data yang telah tersaji di

atas.

d. Pencitraan taktil (rabaan)

Apabila dibandingkan dengan pencitraan visual dan gerak, citraan taktil ini

tidak banyak digunakan pengarang dalam naskahnya. Namun demikian masih

dapat dijumpai pencitraan taktil yang seperti tersaji dalam data berikut ini.

(432) BEDOR

Ach….jugrug apane….Niki! (NGIDAK-IDAK JOBIN) Lho….bengkah

napane….(NGEMEK-NGEMEK DINDING) Sing niki, gilo, kabeh tasih

wutuh! Gilo, gilo, jobin, tembok sedaya tesih wutuh. Niku, niku lukisan

keramat sampeyan nggih tesih wutuh. Miring mawon mboten, napa elih

ilang. Meja sing mang enciki inggih tesih mbegegeg teng mriku…. .

Pundi, pundi enten lindu? Pundi? Mbelgedhes! Niku apus-apusan

mawon. (Leng, 88)

Ach…roboh apanya…ini! (MENGINJAK-INJAK LANTAI)

Lho…retak apanya…(MERABA-RABA DINDING) yang ini, ini,

semua masih utuh! Ni, ini lantai, dinding semua masih utuh. Itu, itu

lukisan keramat anda juga masih utuh. Miring saja tidak, apa lagi

hilang. Meja yang anda naiki juga masih berdiri tegak di situ…. Mana,

mana ada gempa? Mana? Mbelgedhes! Itu bohong-bohongan saja.

Page 234: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Citraan taktil dalam data (434) digunakan pengarang untuk menggambarkan

bagaimana Bedor menyakinkan kepada Juragan tentang peristiwa yang hanya ada

dalam imajinasi Juragan saja. Bedor meraba tembok/dinding untuk menyakinkan

bahwa semua dalam kondisi baik.

(433) ORA KRASA JURAGAN NGGRAYANGI AWAKE, PUPUNE LAN

BARANGE. KAGET. KABEH ISIH WUTUH. KATHOKE KLAMBINE,

KOMPLIT. BARENG NGGRAYANGI ROMPINE SING GEMEBYAR

JUMBUL, LAGI PERCAYA YEN ORA ANA APA-APA. WIWIT MESEM

SENENG. (Leng, 88)

Tidak terasa Juragan meraba badannya, pahanya, dan barangnya. Kaget.

Semu masih utuh. Celananya, bajunya, komplit. Setelah meraba

rompinya yang mewah, baru percaya jika tidak ada apa-apa. Mulai

tersenyum senang.

Dalam data (434) pengarang sepertinya ingin memberi penegasan kepada

penonton dan pelaku bahwa Juragan adalah seorang yang suka berhalusinasi

sampai-sampai tidak bisa membedakan kenyataan dan imajinasi. Ketika Juragan

meraba tubuhnya sendiri dan mendapati semua dalam kondisi baik ia baru percaya

bahwa semua penglihatannya adalah hasil halusinasinya saja.

e. Pencitraan penciuman

Sama seperti citra perabaan (taktil) citraan penciuman juga sangat minim

digunakan oleh pengarang dalam karyanya. Namun demikian pencitraan

penciuman ini masih dapat ditemukan dalam naskahnya. Pencitraan penciuman

merupakan penggambaran yang diperoleh melalui pengalaman inderawi

penciuman. Citraan ini dapat membangkitkan emosi penciuman pembaca atau

penonton dalam memperoleh gambaran yang lebih utuh tasa pengalaman indera

yang lain. Berikut akan disajikan data yang memuat citra penciuman.

Page 235: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(434) WANCI SURUP, KAYA ADAT SABEN

LAMAT-LAMAT SAKA PINGGIR DESA SWARA MESIN PABRIK

MBRENGENGENG.

ANA NJERO PENDHAPA MAKAM KIAI BAKAL SISIH SEPI,

NANGING TETEP KRASA AJI

NEMPEL ANA ING LURUP KROBONGAN ANA RONCENAN

KEMBANG MLATHI SING WIS ALUM.

PENDHAPA SAREYAN GANDHANE WANGI-ARUM, WANGINE

WEWANGEN KEMBANG, MENYAN LAN DUPA CINA. … (Leng, 65)

Saat senja, sepreti biasa.

Sayup-sayup dari pinggir desa terdengar suara mesin pabrik,

bergemuruh.

Di dalam pendapa makam Kiai Bakal masih sepi, tapi suasanya tetap

agung.

Menempel di kain penutup krobongan ada rangkaian kembang melati

yang sudah layu.

Pendapa makam aromanya wangi, wanginya dari bunga, menyan, dan

dupa cina. …

Kutipan dalam data (434) menunjukkan penggunaan citraan penciuman

secara intensif untuk memberikan citraan tempat terjadinya peristiwa dalam

adegan di atas. Bau wangi bunga, kemenyan dan dupa mencitrakan tampat yang

keramat dalam hal ini makan Kyai Bakal.

(435) BIBIT

(TANGANE DIAMBU) Wadhuh! Iki, uyuh gendruwo! (NGELAPI

TANGAN NGANGGO SAANANE, KELINGAN YEN BUTUH NGURAS

SUMUR, NYAWANG MBOKDHE JEMPRIT) Mbokdhe, mumpung mau

sedina kelarisan, mbokdhe kudu melu urun dingo nguras sumur.

(NYEDHAKI MBOKDHE JEMPRIT) (Dom, 163)

(TANGANNYA DICIUM) Wadhuh! Ini, kencing gendruwo!

(MENYEKA TANGAN DENGAN APA SAJA, INGAT JIKA BUTUH

MENGURAS SUMUR, MELIHAT MBOKDHE JEMPRIT) mbokdhe,

mumpung tadi seharian dagangannya laris, mbokdhe harus ikut

menyumbang buat menguras sumur. (MENDEKATI MBOKDHE

JEMPRIT).

Data (435) memberikan gambaran tempat kejadian masih di sekitra sumur

yang habis dikencingi oleh Soleman. Pencitraan yang disertai dengan pencitraan

Page 236: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

gerak tersebut memberi gambaran bagaimana bau yang ditimbulkan dari kencing

yang mengenai tangan Bibit.

Pemanfaatan pencitraan penciuman dalam dua data di atas sepertinya

mampu membawa pembaca atau penonton menciptakan imajinasi tentang

suasana, tempat kejadian dan melukiskan peristiwa yang melatari adegan tersebut.

5. Relevansinya dengan Pembelajaran Bahasa Jawa

Pembelajaran di sekolah mengacu pada Standar Isi 2011 yang dituangkan

dalam KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH Nomor 423.5/27/2011

Tahun 2011. Di dalamnya dipetakan kompetensi capaian dari tiap satuan kegiatan

pembelajaran dalam bentuk standar kompetensi dan kompetensi dasar. Keduanya

menjadi arah dan landasan untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan

pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.

Bahasa menjadi sarana dalam mengembangkan kualitas intelektual, sosial,

dan emosinal peserta didik. Tiap peserta didik diharapkan mampu mengenal

dirinya, budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan,

berpartisipasi dalam masyarakat melalui pembelajaran bahasa.

Pembelajaran Bahasa Jawa memiliki dua arahan utama, yaitu meningkatkan

kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Jawa dengan baik

dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap

hasil karya kesastraan manusia Indonesia khususnya karya sastra Jawa. Capaian

dari pembelajaran Bahasa Jawa bukan hanya penguasaan pengetahuan dan

keterampilan berbahasa, melainkan juga menumbuhkan sikap positif terhadap

bahasa dan sastra Jawa yang mulai dilupakan oleh penuturnya sendiri.

Page 237: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Sastra menjadi salah satu bahan ajar dalam pembelajaran bahasa di sekolah.

Salah satu capaian yang diharapkan dalam pembelajaran Bahasa Jawa, yaitu

mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan

minatnya, serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap hasil karya kesastraan

dan hasil intelektual bangsa sendiri.

Salah satu karya sastra yang menjadi media dan bahan kajian dalam

pembelajaran (muatan lokal) bahasa Jawa di sekolah adalah drama. Pembelajaran

dengan drama sebagai bahan ajar, mencakup beberapa aspek keterampilan, seperti

mengidentifikasi unsur sastra dari cerita yang disampaikan secara

langsung/melalui rekaman (aspek mendengarkan), menganalisis unsur-unsur

intrinsik dan ekstrinsik karya sastra yang dibaca (aspek membaca), dan

memahami hal-hal yang menarik dan dapat diteladani dari tokoh cerita (aspek

membaca).

Naskah drama Leng, Tuk, dan Dom karya Bambang Widoyo SP yang

disatukan dalam buku Gapit ini dapat digunakan sebagi materi pembelajaran

Bahasa Jawa siswa kelas XII pada semester II. Hal ini sesuai dengan muatan

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar seperti dalam tabel berikut.

Tabel 3

STANDAR ISI MATA PELAJARAN MUATAN LOKAL (BAHASA

JAWA) SMA/SMALB/SMK/MA

Kelas: XII (Duabelas), semester: 2 (dua)

No Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

1. MENDENGARKAN

Mampu mendengarkan dan

1.b Mendengarkan rekaman

drama/sandiwara

Page 238: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

memahami wacana lisan

nonsastra maupun sastra dalam

berbagai ragam bahasa Jawa

2. BERBICARA

Mampu mengungkapkan pikiran,

pendapat, gagasan, dan perasaan

secara lisan sastra maupun

nonsastra dengan menggunakan

berbagai ragam unggah-ungguh

bahasa Jawa

2.b Mendiskusikan isi

drama/sandiwara

3. MEMBACA

Mampu membaca dan

memahami bacaan sastra

maupun nonsastra berhuruf latin

maupun Jawa dengan berbagai

keterampilan dan teknik

mambaca.

3.a Membaca naskah

drama/sandiwara sesuai

karakter tokoh.

Berdasarkan Standar Isi 2011, terdapat standar kompetensi dan kompetensi

dasar jenjang SMA yang menggunakan bahan ajar drama/sandiwara. Salah

satunya adalah di kelas XII semester 2. Kompetesi Dasar yang ada pada kelas XII

semester 2 tersebut, yaitu mendengarkan rekaman drama/sandiwara,

mendiskusikan isi drama/sandiwara, dan membaca naskah drama/sandiwara

sesuai karakter tokoh.

Sesuai pengamatan yang mengacu pada Kurikulum dan Standar Isi yang

berlaku maka, dapat dikatakan bahwa perencanaan yang telah dilakukan oleh

guru sudah sudah sesuai dengan kaidah-kaidah pembelajaran, hal itu dapat dilihat

dari 4 hal, yaitu: (1) kurikulum, (2) silabus, (3) standar isi, (4) standar kompetisi

Page 239: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lulusan (SKL) mata pelajaran bahasa Jawa. Lebih lanjut dapat dijelaskan sebagai

berikut.

1. Kurikulum

Konsep kurikulum yang terpenting mengacu pada tiga aspek yaitu,

kurikulum sebagai subtansi, kurikulum sebagai sistem, dan kurikulum

sebagai bidang studi. Aspek pertama mengacu pada pengertian bahawa

kurikulum merupakan suatu rencana kegiatan belajar bagi murid-murid

di sekolah, atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu

kurikulum juga dapat merujuk pada suatu dokumen yang berisi rumusan

tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar-mengajar jadwal, dan

evaluasi. Suatu kurikulum juga dapat digambarkan sebagai dokumen

tertulis sebagai hasil persetujuan bersama antara para penyusun

kurikulum dan pemegang kebijaksanaan pendidikan dengan masyarakat.

Suatu kurikulum juga dapat mencakup lingkup tertentu, suatu sekolah,

suatu kabupaten, propinsi, ataupun seluruh negara.

Sistem kurikulum merupakan bagian dari sistem persekolahan, sistem

pendidikan, bahkan sistem masyarakat. Suatu sistem kurikulum

mencakup struktur personalia, dan prosedur kerja bagaimana cara me-

nyusun suatu kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi, dan menyem-

purnakannya. Hasil dari suatu sistem kurikulum adalah tersusunnya

suatu kurikulum, dan fungsi dari sistem kurikulum adalah bagaimana

memelihara kurikulum agar tetap dinamis.

Page 240: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Tujuan kurikulum sebagai bidang studi adalah mengembangkan ilmu

tentang kurikulum dan sistem kurikulum. Mereka yang mendalami

bidang kurikulum mempelajari konsep-konsep dasar tentang kurikulum.

Melalui studi kepustakaan dan berbagai kegiatan penelitian dan

percobaan, mereka menemukan hal-hal barn yang dapat memperkaya

dan memperkuat bidang studi kurikulum.

Dengan demikian kurikulum merupakan seperangkat program

pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencpai tujuan-

tujuan pendidikan. Kurikulum sebagai acuan dalam penyelenggaraan

pendidikan mempunyai fungsi antara lain, bagi widyaiswara/instruktur

dalam melaksanakan proses pembelajaran, bagi kepala lemdikat dan

pengawas dalam melaksanakan supervise atau pengawasan, bagi

masyarakat dalam memberikan bantuan bagi terselenggarakannya proses

pendidikan, dan bagi peserta didik sebagai pedoman belajar. Berkaitan

dengan fungsi kurikulum tersebut, para ahli pendidikan selalu

mengadakan perombakan dalam menyempurnakan kurikulum agar

sesuai dengan kebutuhan pendidikan sekarang dan akan datang, maka

disusunlah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang

merupakan implementasi dari kurikulum berbasis kompetensi.

Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ini dilaksanakan oleh

pemerintah pusat yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan dunia

pendidikan dewasa ini dan masa datang.

Page 241: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan memuat tentang Standar

Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) sebagai acuan guru

dalam mengembangkan silabus dan rencana pembelajaran untuk bekal

mengajar. Dari Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang termuat

dalam kurikulum, guru memilah masing-masing SK dan KD sesuai

dengan kebutuhan materi yang akan diajarkan yang dijabarkan dalam

silabus. Dalam silabus terdapat SK, KD, Indikator, Materi Pokok,

pengalaman belajar, alokasi waktu, jenis tagihan, karakter siswa yang

akan dibentuk, bentuk instrument penilaian, contoh instrument penilaian,

dan sumber/alat/bahan.

Berdasarkan hal tersebut, maka dalam kurikulum mata pelajaran Bahasa

Jawa yang berlaku sekarang sudah menggunakan Kurikulu Tingkat

Satuan Pendidikan yang merupakan penyempurnaan dari Kurikulum

Berbasis Kompetensi. Hal ini berarti KTSP telah disusun sesuai dengan

kebutuhan pendidikan yang berorientasi pada siswa dan pembentukan

karakter. Hal ini juga berarti bahwa pembelajaran Bahasa Jawa sudah

merelevankan silabus yang digunakan dengan kurikulum yang ada.

2. Silabus

Silabus merupakan rencana pembelajaran pada kelompok mata pelajaran

terntentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi

pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi

untuk penilaian, penilaian, alokasi waktu dan sumber belajar. Sesuai

dengan konsep pendidikan sekarang yang berorientasi pada pendidikan

Page 242: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

karakter, maka pembuatan silabus juga disesuaikan dengan karakter

yang hendak dicapai melalui mata pelajaran yang diajarkan.

Pengembangan silabus dilakukan oleh kelompok guru mata pelajaran

sejenis pada satu sekolah atau beberapa sekolah pada kelompok

Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP).

Berdasarkan hasil pengamatan guru Bahasa Jawa telah menggunakan

silabus yang sudah dijabarkan oleh MGMP. Pengembangan silabus yang

dilakukan MGMP sudah mengacu pada prinsip-prinsip pengembangan

silabus, diantaranya adalah relevan, yaitu cakupan, kedalaman, tingkat

kesukaran dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan

tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spiritual

peserta didik. Di samping itu pengembangan silabus dalam mata

pelajaran bahasa Jawa untuk kelas XII telah memuat empat aspek

ketermapilan yang harus dicapai oleh siswa yaitu mendengarkan,

berbicara, membaca, dan menulis. Di dalam aspek keterampilan

mendengarkan kelas XII semester II, terdapat satu Standar Kompetensi

yaitu membaca yang di dalamnya terdapat dua Kompetensi Dasar salah

satu diantaranya adalah membaca naskah drama/sandiwara sesuai

karakter tokoh. Kompetensi Dasar ini sesuai apabila dalam

pembelajarannya mengunakan materi dari naskah drama berbahasa Jawa

dalam Gapit karya Bambang Widoyo SP ini. Naskah drama ini, memuat

berbagai karakter tokoh yang dapat dijadikan bahan pembelajaran bagi

siswa. Sebagai contoh dapat dilihat dalam penggalan dialog berikut.

Page 243: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BONGKREK : “(MUNTAB) Tobat tenan thik, swara siji kae kok

mesthi ngrusuhi. Diancuk . . .!Babarlas ora duwe

tepaslira. Angger-angger mesthi ngaco! Pendhak

byar gembrengeng terus. Edaaaaan, edan!” (Leng:

67)

(MARAH) Benar-benar ampun, suara satu itu pasti

mengganggu. Diancuk . . .!Tidak punya sopan satun.

Selalu saja bikin kacau! Tiap hari bergemuruh terus.

Gilaaaaa, gila!

MBOK SENIK : ―Bongkrek! Kowe ki ngapa? Sing edan ki sapa? Kok

rame wae sing mbok nesoni ya sapa? (Leng: 68)

Bongkrek! Kamu itu kenapa? Yang gia itu siapa?

Kok rame terus, yang kamu marahi siapa?

BONGKREK : ―Ora duwe uteg…. Lha sampeyan keganggu napa

mboten? (Leng: 68)

Tidak punya otak. Lha kamu terganggu tidak?

MBOK SENIK : ―Sabarna dhisik atimu. Yen mung kok grenengi thok

ya ora ana gunane.” (Leng: 68)

Sabarkan dulu hatimu. Jika hanya menggerutu saja

ya tidak ada gunanya.

BONGKREK : ―Lha dilabarak pripun.” (Leng: 68)

Lha dilabrak saja gimana.

Pada penggalan dialog antara Bongrek dan Mbok Senik di atas, terlihat

dua karakter yang berbeda, Bongkrek yang pemarah dan tidak sabaran

berdialog dengan Mbok Senik yang lebih tenang dan sabar. Dengan

demikian siswa dituntut untuk mampu mengeksplorasi karakter tokoh

dengan cara membaca berulang-ulang naskah tersebut agar karakter yang

diharapkan dapat dicapai.

Berdasarkan pengamatan maka naskah drama berbahasa Jawa dalam

Gapit karya Bambang Widoyo SP ini relevan atau dapat dapat digunakan

sebagai salah satu materi ajar di sekolah. Kesesuaian ini didasarkan pada

Kompetensi Dasar 1.b Mendengarkan rekaman drama/sandiwara.

Page 244: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3. Standar Isi

Di dalam standar isi meliputi komponen Standar Kompetensi dan

Kompetensi Dasar. Dalam penelitian tentang stilistika ini dimasukkan

dalam kategori tiga aspek keterampilan, mendengarkan, berbicara dan

membaca. Untuk aspek mendengarkan peserta didik di arahkan mampu

mendengarkan dan memahami wacana lisan nonsastra maupun sastra

dalam berbagai ragam bahasa. Pada Standar Kompetensi tersebut dibagai

menjadi dua Kompetensi Dasar, yaitu:1) mendengarkan ceramah

langsung atau rekaman tentang budaya Jawa, 2) mendengarkan rekaman

drama/sandiwara. Dari dua Kompetensi Dasar tersebut maka drama yang

dijadikan objek penelitian ini terdapat dalam kompetensi dasar yang

nomor dua sebagai materi pembelajaran di kelas.

Pada aspek berbicara memuat Standar Kompetensi yang mengarahkan

peserta didik untuk mampu mengungkapkan pikiran, pendapat, gagasan,

dan perasaan secara lisan sastra maupun nonsastra dengan menggunakan

berbagai ragam dan unggah-ungguh bahasa Jawa. Dalam Standar

Kompetensi ini dijabarkan menjadi dua Kompetensi Dasar yaitu: 1)

berbicara dalam forum sarasehan mengenai budaya Jawa dan 2)

mendiskusikan isi drama/sandiwara. Berdasarkan pengamatan naskah

drama dalam Gapit ini relevan digunakan sebagai materi pembelajaran

sesuai dengan Kompetensi Dasar yang kedua.

Melalui aspek membaca peserta didik diarahkan untuk mampu membaca

dan memahami bacaan sastra maupun nonsastra, berhuruf Latin maupun

Page 245: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Jawa dengan berbagai keterampilan dan teknik membaca. Standar

Kompetensi ini dibagi menjadi dua Kompetensi Dasar yaitu 1) membaca

naskah drama/sandiwara sesuai karakter tokoh dan 2) membaca indah

wacana panyandra. Dengan demikian, naskah drama Gapit dapat

digunakan sebagai materi pembelajaran untuk siswa kelas XII semester

II yang mengacu pada Kompetensi Dasar pertama.

Berdasarkan pengamatan sumber belajar dengan menggunkan naskah

drama berbahasa Jawa dalam Gapit ini relevan dengan Standar Isi yang

berlaku saat ini. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama,

peserta didik mendengarkan atau menyaksikan pemutaran CD

pementasan drama dari salah satu naskah dalam buku Gapit. Hal ini

dapat dikatakan relevan dengan Kompetensi Dasar 5.2 mendengarkan

rekaman drama/sandiwara pada aspek mendengarkan.

Kedua, peserta didik memaparkan hal-hal yang menarik dalam baik

dalam diri tokoh-tokoh dalam salah satu drama dalam buku Gapit yang

telah dilihat atau didengarnya. Peserta didik mendiskusikan nilai moral

yang terkandung dalam drama tersebut. Peserta didik dapat

mengungkapkan keteladanan sikap yang dimiliki oleh tokoh utama

dalam drama/sandiwara. Hal ini sesuai dengan Kompetensi Dasar 6.2

mendiskusikan isi drama/sandiwara.

Ketiga, mengidentifikasi tokoh-tokoh yang terdapat dalam naskah drama

dalam buku Gapit. Hal ini berarti peserta didik melakukan identifikasi

terhadap karakter masing-masing tokoh dalam naskah drama. Proses

Page 246: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

identifikasi dilakukan dengan cara membaca naskah. Hal ini berarti

peserta didik harus dapat membaca dan memahami karakter tokoh

dalam naskah drama/sandiwara sesuai denga Kompetensi Dasar 7.1

membaca naskah drama/sandiwara sesuai karakter tokoh.

4. Standar Kompetensi Lulusan

Standar Kompetensi Kelulusan (SKL) untuk satuan Pendidikan Dasar

dan Menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan

kelulusan peserta didik. Standar Kompetensi Lulusan tersebut meliputi

Standar Kompetensi Lulusan minimal satuan pendidikan dasar dan

menengah, Standar Kompetensi Lulusan minimal kelompok mata

pelajaran, dan Standar Kompetensi Lulusan minimal mata pelajaran.

Menurut Peraturan Menteri Nasional Republik Indonesia nomor

423.5/5/2010, tanggal 27 Januari 2010, SKL dalam mata pelajaran

bahasa Jawa meliputi:

a. Mendengarkan

Memahami wacana lisan yang didengar baik wacana sastra maupun

nonsastra dalam berbagai ragam bahasa Jawa berupa percakapan,

pengumuman, berita, pidato, geguritan, macapat, dan cerita.

b. Berbicara

Mengungkapkan pikiran, pendapat, gagasan, dan perasaan secara

lisan, sastra maupun nonsastra dengan menggunakan berbagai ragam

dan unggah-ungguh bahasa Jawa, berupa bercerita, berdialog, dan

berpidato.

Page 247: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

c. Membaca

Menggunakan berbagai keterampilan dan teknik membaca untuk

memahami teks/wacana sastra maupun nonsastra dalam berbagai

ragam bahasa Jawa berupa percakapan, pengumuman, berita, pidato,

geguritan, macapat, cerita, dan huruf Jawa.

d. Menulis

Melakukan keterampilan menulis baik sastra maupun nonosastra

dalam berbagai ragam bahasa Jawa untuk mengungkapkan pikiran,

pendapat, gagasan, perasaan, dan informasi berupa percakapan,

pengumuman, berita, pidato, artikel, geguritan, macapat, cerita, dan

huruf Jawa.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka SKL mata pelajaran Bahasa Jawa

meliputi 4 SK seperti yang diuraikan. Oleh karerna itu maka, guru

bahasa Jawa sudah merelevankan antara materi yang akan diajarkan

kepada peserta didiknya terhadap Standara Kompetensi yang diinginkan

dalam SKL.

B. Pembahasan

Naskah drama Leng, Tuk, dan Dom karya Bambang Widoyo SP, yang

dimuat dalam buku Gapit merupakan sebuah naskah drama berbahasa Jawa yang

berbeda dengan naskah-naskah drama berbahasa Jawa lainya. Pengunaan bahasa

Jawa ngoko menjadi pilihannya dalam menuangkan ide dan gagasan. Hal ini

menjadi nilai lebih lakon-lakon yang ditulis Bambang Widoyo SP. Bahasa Jawa,

Page 248: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

sebagaimana bahasa daerah atau bahasa ibu lain yang dalam konteks kebudayaan

Indonesia, dilaporkan mengalami penggerusan alias terancam tidak populer di

tengah masyarakat penuturnya sendiri.

Pilihan penggunaan media bahasa Jawa ngoko jelas bukan sekadar

romantisme. Penggunaan media bahasa Jawa lisan atau sehari-hari yang kadang

vulgar bagi telinga priayi, pasti bukan sekadar berangkat dari romantisme. Ini

sebuah pilihan akan sebuah genre yang berpretensi bahwa sastra Jawa (modern)

akan bisa diterima di tengah masyarakat (Jawa) yang selalu berubah. Inilah yang

membedakannya dengan bentuk sandiwara berbahasa Jawa lainnya, baik di

panggung maupun radio.

Dalam konteks perjalanan dan perkembangan sastra Jawa, Teater Gapit dan

lakon-lakonnya bisa disebut sebagai ‖metamorfosis‖ tradisi kapujanggan yang

pernah hidup di Surakarta. Seperti kita tahu, pada kurun pertengahan abad ke-19,

Surakarta menjadi mercusuar sastra Jawa, yang adiluhung lewat sejumlah

pujangga, seperti RNg Ronggowarsito dan KGPAA Mangkunegara IV. Namun,

tradisi itu telah lama ‖putus‖ dan kini tinggal legenda.

Sejak lebih dari 10 tahun, sebagian kalangan pemerhati memprihatinkan

perkembangan sastra Jawa yang dewasa ini bisa dibilang ‖mati suri‖ atau antara

ada dan tiada. Maka peneliti merasa berkeinginan untuk melakukan telaah

kebahasaan atas karya-karya Bambang Widoyo SP yang berjudul Leng, Tuk, dan

Dom yang dimuat dalam buku Gapit terbitan Taman Budaya Jawa Tengah

bekerjasama dengan The Ford Foundation pada tahun 1998.

Page 249: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan di atas dengan menerapkan

teori-teori yang meliputi teori stilistika, teori mengenai unsur drama, teori

mengenai naskah drama, bahasa figurative (gaya bahasa), pencitraan serta metode

analisis bahasa, maka dapat diungkap gaya kebahasaan atau aspek-aspek

kebahasaan yang dipilih oleh pengarang sebagai sarana retorika dalam

mennnyajikan naskah drama yang komunikatif dan estetis, antara lain meliputi:

pemanfaatan bunyi bahasa, pemilihan diksi, pemakaian gaya bahasa dan

pencitraan, serta relevansinya dengan pembelajaran bahasa Jawa. Adapun uraian

lebih lanjut sebagai berikut.

1. Pemanfaatan Aspek Bunyi Bahasa dan Diksi

Setiap pengarang pasti memiliki ciri dalam menuangkan ide dan

gagasannya, sama halnya dengan Bambang Widoyo SP ini. Ia menggunakan

bahasa Jawa ngoko sebagai bahasa pengantar karyanya. Pemakian bahasa Jawa

ngoko ini justru memberikan aspek estetis yang unik dank has yang ditunjukkan

dengan penggunaan kata-kata yang memiliki pola bunyi tertentu yang berulang.

Persamaan bunyi yang berulang dalam bahasa Jawa dikenal dengan nama

puswakanthi. Perulangan bunyi atau purwakanthi dalam naskah-naskah drama

yang dianalisis antara lain berupa: perulangan bunyi vokal (asonansi/purwakanthi

swara), perulangan vokal dengan suku tertutup, perulangan konsonan

(aliterasi/purwakanthi guru sasra). Realisasi perulangan bunyi baik vokal maupun

konsonan dalam naskah drama yang dianalisis secara umum dapat menimbulkan

tekanan ritmik dan unsur musikalitas yang mampu memberikan efek keindahan

Page 250: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dan membangun emosi pemain ketika berdialog. Selain itu perulangan bunyi

vokal dan konsonan dalan naskah drama yang dianalisi juga dapat menimbulkan:

a. Menggambarkan kondisi psikologis tokoh ketika menghadapi suatu

peristiwa dalam cerita. Sebagai contoh vokal /a/ dalam dialog tokoh-

tokohnya mengarang memanfaatkannya untuk menggambarkan kemarahan

atau kekesalan tokoh atas suatu peristiwa. Hal ini didasarkan pada

pengucapan vokal /a/ yang kuat dan penuh tekanan. Contoh lain adalah

vokal /e/ yang pengucapannya dengan posisi sedang tengah digunakan

pengarang untuk mempertegas suatu keadaan atau menunjukkan sikap

emosi.

b. Pemanfaatan asonansi suku tertutup dalam dialog-dialog tokohnya mempu

menggambarkan suatu kondisi atau keadaan. Seperti pada asonansi suku

tertutup /k/ yang digunakan untuk merefleksikan kehidupan orang kecil

yang serba kekurangan seperti dalam kalimat wis wancine wong cilik ora

mung dinggo ancik-ancik!.

Pemanfaatan bunyi-buyi bahasa yang berupa asonansi dan aliterasi dalam

dialog tokoh-tokoh yang hadir dalam naskah drama ini kesemuanya difungsikan

oleh pengarang untuk mendukung penegasan atas pesan yang termuat dalam

dialog-dialog tokohnya. Selain untuk memberikan penegasan, permainan bunyi

vokal dan konsonan dalam dialog tokohnya dimaksudkan agar pengucapan dialog

tersebut lebih ekspresif dan terdengar liris.

Kata-kata yang digunakan pengarang dalam naskah-naskahnya

menggunakan kata-kata dari bahasa Jawa ragam ngoko. Menggunaan bahasa Jawa

Page 251: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ngoko ini membuat ciri tersendiri atas karyanya. Secara dasar pengarang,

Bambang Widoyo SP ingin menyampaikan pesan-pesannya kepada kepada

masyarakat tentang kehidupan masyarakat Jawa yang termajinalkan melalui

pilihan bahasa Jawa ngoko sebagai pilihannya. Naskah-naskah yang ditulis

Bambang Widoyo SP kesemuanya menggunakan bahasa Jawa ngoko, tingkat

bahasa paling rendah dalam stratifikasi sosial dan ekonomi masyarakat Jawa.

Naskah Leng, Tuk, dan Dom dalam buku Gapit ini semua bertemakan kehidupan

melarat dan miskin kaum tingkat paling bawah dari mayarakat Jawa, dengan

demikian penggunaan bahasa Jawa ngoko sebagai bahasa lakon dirasa tepat dan

mewakili. Masyarakat Jawa dari tingkat yang demikian memang tidak pernah

merasa terikat dan tunduk pada kaidah ‗halus-kasar‘ dalam menggunakan

stratifikasi bahasa untuk sesama mereka. Bahasa kaum marjinal untuk ukuran para

piyayi yang mapan dalam lingkungan mereka adalah bahasa yang kasar, jorok,

dan ceplas-ceplos dan pengarang secara lincah memakai bahasa Jawa ngoko kaum

bawah yang tertindas dan tersingkir tersebut.

Kata-kata pisuhan, makian khas Solo bermunculan di sela-sela percapakan

tokoh-tokoh dari lakon-lakon ini. Melalui bahasa Jawa ngoko isu-isu ssosial,

ekonomi, hingga politik oleh pengarang mampu dikemas dengan apik dengan

pilihan kata yang pas dengan strata sosial masrayakat yang marjinal dalam lakon-

lakonnya. Problem pemukiman, kesempatan mendapat tempat tinggal yang layak,

tercecernya masyarakat pinggiran untuk mengais sekedar remah-remah

penghidupan, harapan dan keputusasaan orang-orang kalah sekedar

Page 252: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

mempertahankan harga diri semua menjadi pijakan pengarang yang mendasarai

terciptanya naskah-naskah drama ini dengan bahasa Jawa ngoko yang khas.

2. Pemakaian Gaya Bahasa

Di dalam pembahasan gaya bahasa, dalam naskah yang telah dianalisi di atas

diketahui bahwa pengarang memanfaatkan gaya bahasa sebagai sarana pengantar

pesan yang impisit. Gaya bahasa yang digunakan dalam naskah drama ini

didasarkan pada:

a. Pemanfaatan gaya bahasa berdasarkan nada yang terkandung dalam

wacana

b. Pemanfaatan gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat

c. Pemanfaatan gaya bahasa berdasarkan langung tidaknya makna

Digunakannya gaya bahasa dalam naskah drama ini, maka dapat

menunjukkan bahwa karya Bambang Widoyo SP ini memang merupakan sebuah

karya yang sarat akan keindahan bahasa yang tak dapat dilepaskan dari pesan

yang dibawanya. Dengan demikian dapat dikatakan penggunaan gaya bahasa

dalam naskah drama ini berfungsi sebagai:

a. Menaikkan selera, dengan digunakannya gaya bahasa tentunya tuturan

akan semakin indah dan pembaca/pemain atau penonton akan semakin

berminat dalam menyimak dialog-dialognya. Sehingga pesaan yang

dimuat didalamnya diharapkan dapat tersampaikan dengan tepat.

b. Gaya bahasa yang digunakan pengarang dapat mempengaruhi nilai rasa

atau perasaan hati pembaca/pemain atau penonton sehingga pemain

Page 253: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dapat menghayati perannya dengan baik, dan penonton dapat hanyut

dalam Susana yang diciptakan lewat gaya bahasa tersebut.

c. Gaya bahasa yang dipilih pengarang nyatanya mampu memberikan

penguatan atas ide atau gagasan yang hendak disampaikan kepada

pembaca atau penonton.

d. Gaya bahasa dapat dijadikan sebagai jembatan dalam mengungkapkan

pikiran pengarang apabila bahasa pada umumnya (bahasa sehari-hari)

tidak cukup kuat atau mampu untuk mewakili perasaan hati tokoh dalam

cerita.

3. Pemakaian Pencitraan

Secara intensif sebenarnya pencitraan itu lebih sering digunakan penyair dari

pada pengarang. Akan tetapi mengingat naskah yang dianalisi ini adalah naskah

lakon maka, pencitraan banyak digunakan pengarang untuk memvisualkan ide dan

gagasannya yang bersifat abstrak. Selain untuk merealisasikan imajinasi ke dalam

bentuk nyata di panggung, pencitraan dalam naskah drama ini juga dimaksudkan

untuk merangsang imajnasi dan membangkitkan emosi pembaca/pemain dan

penonton melalui dialog yang dibawakan tokoh.

Pencitraan yang digunakan pengarang dalam naskah ini kebanyakkan

muncul dalam bentuk narasi berkenaan dengan tata panggung. Selain itu

pencitraan tentang gerak pada umumnya lebih mendominasi dalam naskah ini.

Pencitraan gerak ini dimaksudkan untuk memberikan arahan kepada pemain akan

laku panggung yang harus dilakukan, sehingga dalam pementasan nantinya tidak

tumpang tindih dengan pemain lainnya. Pengarang dengan detail mengatur lakuan

Page 254: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

bahkan mengarahkan/mengerakkan emosi pemain dengan narasi di setiap

dialognya. Hal ini yang mendasari analisis pencitraan menjadi penting dilakukan

atas naskah drama.

4. Relevansinya dengan Pembelajaran Bahasa Jawa

Berdasarkan analisis data yang telah dipaparkan pada bab IV dan penjelasan

mengenai relevansi untuk pembelajaran bahasa Jawa di sekolah, naskah drama ini

daapat dijadikan sebagai bahan maupun referensi untuk pembelajaran bahasa Jawa

siswa kelas XII. Sebagaimana diketahui pada SK dan KD yang telah dipaparkan

di atas, naskah drama ini sesuai dengan Kompetensi Dasar yang ada pada kelas

XII semester 2 tersebut, yaitu mendengarkan rekaman drama/sandiwara,

mendiskusikan isi drama/sandiwara, dan membaca naskah drama/sandiwara

sesuai karakter tokoh.

Dari standar isi yang dituangkan dalam standar kompetensi di atas, dipilah

menjadi kompetensi dasar yang nantinya akan digunakan guru dalam menyusun

silabus dan rencana pembelajaran. Dari hasil analisis di atas, dalam pembahasan

ini akan diuraikan tentang rencana pembelajaran berdasarkan masing-masing

kompetensi dasar sebagai berikut.

1. Kpmpetensi Dasar: Mendengarkan rekaman drama/sandiwara

Dari kompetensi dasar di atas dapat disusun rencana pembelajaran dengan

langkah-langkah sebagai berikut.

Tabel 4

Contoh Kegiatan Pembelajaran

No Kegiatan Waktu

Page 255: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

No Kegiatan Waktu

1.

2.

Kegiatan Awal

Motivasi:

Guru bertanya jawab dengan peserta didik tentang

sandiwara

Guru bertanya jawab dengan peserta didik tentang

manfaat mendengarkan sandiwara

Kegiatan Inti

2.1 Eksplorasi

Peserta didik berkelompok dan menyimak sandiwara

dengan penuh rasa ingin tahu

Guru membimbing peserta didik untuk mengidentifikasi

unsur-unsur intrinsik sandiwara

2.2 Elaborasi

Guru meminta peserta didik berpikir kritis untuk

mengidentifikasi sandiwara yang didengar.

Peserta didik melakukan diskusi, menerima pendapat

secara terbuka, demokratis dan toleransi dalam

menentukan isi yang terkandung dalam tembang

sandiwara

Peserta didik menyebutkan amanat dan pesan moral

sandiwara secara komunukatif

Secara aktif dan komunikatif Peserta didik memberikan

5

75

Page 256: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

No Kegiatan Waktu

3.

tanggapan secara lisan sandiwara yang telah

didengarkan sebagai upaya untuk menghargai prestasi

Guru memberi tugas kepada siswa untuk menjawab

pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan sandiwara

2.3 Konfirmasi

Guru memberikan umpan balik positif atas hasil

tanggapan peserta didik mengenai sandiwara sesuai

unggah-ungguh basa

Guru melakukan pengamatan atas kinerja peserta didik

Guru memberikan penghargaan kepada siswa yang

mampu mengungkapkan tanggapan sesuai unggah-

ungguh basa secara mandiri.

Guru memberi motivasi kepada peserta didik yang

belum berpartisipasi aktif

Penutup

Guru meminta siswa untuk menyampaikan isi sandiwara yang

didengar secara mandiri.

3.1 Penugasan Terstruktur

Guru memberikan pertanyaan-pertanyaan berkaiatan

dengan sandiwara yang didengarkan

3.2 Kegiatan Mandiri Tak Terstruktur

10

Page 257: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

No Kegiatan Waktu

Guru memberi tugas tidak terstruktur sebagai pengayaan

materi tentang tembang sandiwara dengan meminta

siswa mencari sandiwara selain yang dibahas dan

menentukan unsur-unsur intrinsik sandiwara tersebut

secara berkelompok dari berbagai sumber dengan aktif

dan kreatif

Pada materi ini guru dapat menggunakan rekaman berupa CD atau rekaman

kaset dari pementasan drama/sandiwara dengan naskah yang termuat dalam Gapit

karya Bambang Widoyo SP.

2. Kompetensi Dasar: Mendiskusikan isi drama/sandiwara

Kompetensi dasar mendiskusikan isi drama/sandiwara merupakan

kompetensi dasar dari aspek berbicara. Dalam mengajarkan komptensi dasar ini

dapat menggunakan materi yang sama dengan materi pada kompetensi dasar

sebelumnya. Sandiwara yang telah didengarkan siswa kemudian dianalisis isinya

dengan langkah-langkah berikut.

Tabel 5

Kegiatan Pembelajaran

No Kegiatan Waktu

1.

Kegiatan Awal

Motivasi:

Guru bertanya jawab dengan peserta didik tentang

5

Page 258: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

No Kegiatan Waktu

2.

sandiwara

Guru bertanya jawab dengan peserta didik tentang

langkah-langkah diskusi

Peserta didik Menentukan kelengkapan diskusi secara

mandiri

Kegiatan Inti

2.1 Eksplorasi

Peserta didik dibagi dalam dua kelompok A dan B

Peserta didik diminta membaca teks sandiwara dengan

tema yang telah ditentukan tanpa diberi penjelasan

terlebih dahulu sesuai kelompok.

Peserta didik diberi kesempatan menanyakan kendala

yang dihadapi dalam berdiskusi secara demokratis,

terbuka

Peserta didik lain diperkenankan membantu

menyelesaikan kendala tersebut.

2.1 Elaborasi

Peserta didik menyimak sandiwara yang disajikan

melalui rekaman

Peserta didik melakukan diskusi, menerima pendapat

secara terbuka, demokratis dan toleransi dalam

mengajukan pertanyaan sesuai pembicaraan dan

75

10

Page 259: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

No Kegiatan Waktu

unggah-ungguh basa jawa

Siswa mencatat hal penting dari sandiwara

Peserta didik menyampaikan jawaban atas pertanyaan

dari teman lain secara demokratis dan terbuka

Peserta didik menyusun simpulan dari hasil diskusi

secara kreatif

Salah satu kelompok menanggapi pendapat kelompok

lain berkaitan dengan sandiwara yang dibahas oleh

kelompok, dengan unggah-ungguh bahasa Jawa yang

tepat secara terbuka

Peserta didik secara mandiri melaporkan hasil diskusi

dengan bahasa yang sesuai dengan unggah-ungguh basa

Jawa

2.3 Konfirmasi

Guru memberikan umpan balik positif atas proses

diskusi dan tanggapan kelompok lain

Guru melakukan pengamatan atas kinerja peserta didik

Guru memberikan penghargaan kepada kelompok

terbaik sebagai penghargaan terhadap siswa

Guru memberi motivasi kepada peserta didik yang

belum berpartisipasi aktif

Page 260: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

No Kegiatan Waktu

3. Penutup

Guru bersama dengan peserta didik mengadakan refleksi

terhadap proses dan hasil pembelajaran.

Peserta didik mencari naskah sandiwara dari majalah,

internet dengan penuh tanggung jawab sebagai

tambahan/ pengayaan

Pada pembelajaran ini guru dapat menggunkan naskah drama berhasa Jawa

yang termuat dalam buku Gapit karya Bambang Widoyo SP. Naskah ini diangap

bisa digunakan sebagai materi pembelajaran karena memuat banyak nilai

pendidikan disamping banyak ditemukan khasanah budaya Jawa seperti

purwakanthi, paribasan, maupun penggunaan bahasa rinengga (gaya bahasa)

yang dapat memperkaya khasanah kebahasaan siswa khususnya bahasa Jawa

seperti yang telah dianalisis di atas.

3. Kompetensi Dasar: Membaca naskah drama/sandiwara

Pada kompetensi dasar membaca naskah drama/sandiwara guru dapat

menggunakan naskah drama dalam Gapit karya Bambang Widoyo SP ini sebagai

materi pembelajarannya. Guru hendaknya kreatif dalam menyampaikan materi ini

sepereti pada contoh langkah-langkah kegiatan belajar berikut ini.

Page 261: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Tabel 6

Kegiatan Pembelajaran

No Kegiatan Waktu

1.

2.

Kegiatan Awal

Motivasi:

Guru bertanya jawab dengan peserta didik tentang

sandiwara yang akan dibaca

Guru bertanya jawab dengan peserta didik tentang

manfaat membaca naskah drama

Kegiatan Inti

2.1 Eksplorasi

Peserta didik membaca sandiwara

Guru membimbing peserta didik untuk mengidentifikasi

sandiwara yang dibacanya

2.2 Elaborasi

Peserta didik menentukan sandiwara yang dibacanya

Peserta didik menemukan kata-kata sukar dalam

sandiwara

Peserta didik menemukan arti kata-kata sukar yang

ditemukan dalam sandiwara

5

75

Page 262: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

No Kegiatan Waktu

3.

Peserta didik mebaca sandiwara dengan lafal, intonasi,

dan tempo yang sesuai

Peserta didik menemukan tema, alur, setting, tokoh dan

penokohan serta amanat dalam sandiwara yang dibaca

Peserta didik menyebutkan isi sandiwara

Peserta didik menjawab pertanyaan tentang sandiwara

secara aktif

2.3 Konfirmasi

Guru memberikan umpan balik positif terhadap upaya

siswa mengenal naskah sandiwara

Guru melakukan pengamatan atas kinerja peserta didik

Guru memberikan penghargaan kepada peserta didik

yang mampu membacakan naskah sandiwara dengan

intonasi yang benar secara mandiri.

Guru memberi motivasi kepada peserta didik yang

belum berpartisipasi aktif

Penutup

Guru meminta siswa untuk membacakan naskah sandiwara

sesuai karakter tokoh secara mandiri.

3.1 Penugasan Terstruktur

10

Page 263: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

No Kegiatan Waktu

Guru memberikan pertanyaan-pertanyaan berkaiatan

dengan naskah sandiwara

3.2 Kegiatan Mandiri Tak Terstruktur

Guru memberi tugas tidak terstruktur sebagai pengayaan

materi tentang membaca naskah sandiwara dengan

mempelajari satu naskah kemudian hasilnya direkam

secara berkelompok.

Seperti telah dijelaskan di atas bahwa naskah darama dalam Gapit karya

Bambang Widoyo SP ini diciptakan berdasarkan pengamatan dan survey yang

mendalam terhadap kehidupan masyarakat kelas bawah. Dengan demikian bahasa

yang digunakan dalam naskah ini adalah bahasa Jawa ngoko sehingga dalam

pembelajarannya guru perlu diperhatikan adalah bahasa yang digunakan oleh

pengarang adalah bahasa ngoko dilingkungan masyarakat pinggiran yang

cenderung kasar dan vulgar. Melalui kreatifitas guru dalam mengajarkan materi

dengan sumber belajar naskah karya Bambang Widoyo SP ini, diharapkan

keunggulan naskah dari sisi nilai-nilai moral dan budaya Jawa dapat digali dengan

lebih dalam, sebagai contoh meminta siswa untuk menemukan purwakanti, atau

gaya bahasa yang digunakan dalam dialog tokoh-tokohnya dan menemukan

artinya.

Page 264: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembasan yang telah ilkaukan pada Baba

IV, dalam bab ini akan disampaikan kesimpulannya sebagai berikut.

1. Pola bunyi yang muncul dalam naskah drama Leng, Tuk, dan Dom, dalam

buku Gapit karya Bambang Widoyo SP dipotensikan pengarang dalam

memperindah tuturannya adalah purwakanthi guru swara, asonansi suku

tertutup, purwakanthi guru sastra. Pemanfaatan bunyi tersebut mampu

membuat dialog yang dibawakan tokoh menjadi lebih indah dan merdu jika

dibawakan. Selain itu pemanfaatan aspek bunyi dalam dialog juga mampu

memberikan gambaran suasana emostif tertentu seperti kemarahan. Dalam

pilihan kata atau diksi ditemukan pemanfaatan tembung saroja, kata seru,

dasanama (sinonimi), paribasan, dan tembung kasar (kata makian) yang khas

digunakan pengarang untuk mendukung suasana emotif dalam dialog.

2. Gaya bahaha yang digunakan pengarang dibagi dalam tiga bagian yaitu; 1)

gaya bahasa berdasarkan nada yang terkandung dalam wacana, pada gaya

bahasa jenis ini ditemukan pemanfaatan gaya bahasa berupa gaya bahaha

mulia dan gaya bahasa sederhana; 2) gaya bahasa berdasarkan struktur

kalimat, dalam gaya bahasa ini ditemukan penggunaan gaya bahasa klimakas,

antiklimaks, pararelisme, antithesis dan repetisi; 3) gaya bahasa berdasarkan

langsung tidaknya makna, dalam gaya bahsa ini ditemukan pemanfaatan

247

Page 265: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

berupa gaya bahasa litotes, hiperbola, koereksio, paradoks, simile, metafora,

personifikasi, eponimi, alusi, metonimia, dan hipalase.

3. Pencitraan yang digunakan pengarang dalam naskah ini didominasi oleh

pencitraan berupa gerak yang menjadi acuan bagi pemain dalam berlaku di

atas panggung, citraan visual yang lebih pada pengejawantahan setting

panggung, pencitraan penciuman, dan pencitraan rabaan tau taktil. Pencitraan

yang dominan muncul dalam penelitian ini adalah pencitraan gerak. Hal ini

dikarenakan objek penelitian ini adalah naskah drama, yang menuntut adanya

lakuan berupa gerak dalam memvisualisasikan imajinasi pengarang.

4. Relevansinya dengan pembelajaran bahasa Jawa, naskah drama ini dapat

dijadikan sebagai bahan maupun referensi untuk pembelajaran bahasa Jawa

siswa kelas XII. Sebagaimana diketahui pada SK dan KD yang telah

dipaparkan di atas, naskah drama ini sesuai dengan Kompetensi Dasar yang

ada pada kelas XII semester 2 tersebut, yaitu mendengarkan rekaman

drama/sandiwara, mendiskusikan isi drama/sandiwara, dan membaca naskah

drama/sandiwara sesuai karakter tokoh.

B. Implikasi

Penelitian ini memiliki implikasi terhadap aspek lain yang relevan dan

memiliki hubungan positif. Implikasi tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1. Implikasi teoritis

a. Berangkat dari kesimpulan yang didapat, naskah drama berbahasa Jawa dalam

Gapit, dengan muatan sastra cukup kuat, dapat dijadikan salah satu bahan

pembelajaran sastra khususnya drama. Lebih jauh lagi dengan adanya

Page 266: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

penelitian ini para pencipta karya sastra akan melahirkan karya yang bermutu,

dengan didasarkan pada ―penelitian‖ terhadap masyarakat terlebih dahulu.

Hasil penelitian ini juga akan menambah wawasan tentang hidup bagi para

pembacanya yang apabila dikaitkan dengan pembelajaran di sekolah dapat

membuka wawasan yang berkaitan dengan pendalaman materi keterampilan

bersastra, khususnya karya sastra bergenre drama.

b. Membuka wawasan akan beragamnya karya sastra khususnya drama dalam hal

ini naskah drama yang dapat digunakan sebagai media pembelajaran.

c. Membuka peluang dilakukannya penelitian-penelitian tentang stilistika serta

karya sastra Jawa lainnya.

2. Implikasi paedagogis

Menambah referensi materi pembelajaran khususnya tentang sastra yang

dapat digunakan dalam pembelajaran bahasa Jawa pada jenjang SMA kelas XII

dengan standar kompetensi mampu membaca dan memahami bacaan sastra

maupun nonsastra, berhuruf Latin maupun Jawa dengan berbagai keterampilan

dan teknik membaca.

Naskah drama berbahasa Jawa dalam Gapit karya Bambang Widoyo SP

Burlian dapat digunakan sebagai media pembelajaran drama yang isinya dikemas

dalam bahasa ngoko yang lazi digunakan sehari-hari sehingga mudah dipahami,

namun banyak mengandung nilai-nilai pendidikan.

3. Implikasi praktis

Page 267: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

a. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan penelitian

sastra, sehingga peneliti lain akan termotivasi untuk melakukan penelitian yang

nantinya dapat diaplikasikan dalam pembelajaran di sekolah.

b. Minimnya pengkajian naskah-naskah drama, yang mana drama merupakan

materi pembelajaran sastra, penelitian ini akan sangat bermanfaat terlebih lagi

dengan melihat nilai-nilai yang terkandung dalam naskah drama berbahasa

Jawa dalam Gapit ini yang sangat perlu untuk ditamankan pada generasi muda

khususnya melalui pendidikan formal.

c. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk lebih

mencermati media pembelajaran yang tepat bagi siswa.

C. Saran

Beberapa saran berikut dapat menjadi bahan masukan yang bermanfaat bagi

pihak-pihak terkait antara lain:

1. Saran Kepada Siswa

Siswa hendaknya dalam membaca naskah drama atau melihat pertunjukkan

drama memperhatikan nilai-nilai positif antara lain tentang semangat, tekad,

perilaku pantang menyerah untuk selalu memperjuangkan cita-cita dan jangan

mencontoh apabila drama tersebut mempunyai nilai yang negatif. Nilai-nilai

positif tersebut dapat menjadi dasar bagi siswa untuk menerapkannya dalam

berperilaku dikehidupan di masyarakat.

2. Saran para pelaku pendidikan

Bagi pengajar, dosen atau guru khususnya bahasa Jawa, hendaknya mampu

menyaring dan memilah apabila akan menggunakan naskah drama ini sebagai

Page 268: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

materi ajar. Mengingat askah ini ditulis dalam bingkai bahasa Jawa ngoko yang

cenderung vulgar dan kasar. Namun di lain sisi, naskah drama ini memuat banyak

pesan moral yang bisa menjadi tauladan dalam bertindak ketika anak sudah

dewasa. Dengan demikian guru hendaknya dapat memaksimalkan penggunaan

bahan pembelajaran sastra, dalam hal ini adalah naskah drama. Naska drama

berbahasa Jawa dalam Gapit karya Bambang Widoyo SP ini di dalamnya

memenuhi empat macam manfaat pembelajaran sastra, yaitu: membantu

keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan

cipta dan rasa, dan menunjang pembentukan watak. Lebih lanjut guru dapat

memilih naskah drama lain yang sekiranya terdapat beberapa cakupan yang bisa

memberikan manfaat positif bagi siswa, sehingga siswa tidak hanya memperoleh

hiburan saja tetapi juga mendapatkan ilmu kehidupan.

Para guru khususnya guru bahasa Jawa dalam mengajarkan materi drama

hendaknya dibarengi dengan pemahaman yang mendalam terhadap naskah drama

yang digunakan sebagai materi ajar, dengan memahami naskah tersebut dari

bebagai aspek seperti analisis stilistika ini. Hal tersebut dimaksudkan agar nilai-

nilai yang terkandung dalam naskah drama itu dapat tersampaikan pada siswa.

Peneliti juga menyarankan untuk menggunakan naskah drama berbahasa Jawa

dalam Gapit karya Bambang Widoyo SP sebagai salah satu referensi bahan materi

ajar.

3. Saran Kepada Pembaca Karya Sastra

Dalam memahami suatu karya hendaknya tidak hanya sekedar menikmati

karya sastra tersebut. Namun, ada usaha untuk mengaplikasikan nilai-nilai yang

Page 269: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ANALISIS .../Analisis... · eponim, alusi, metonimia, dan hipalase. (3) Unsur pencitraan yang ditemukan berupa citra visusal, citra pendengaran,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

terkandung dalam karya tersebut. Pembaca juga harus pandai memilah dan

memilih hal-hal apa saja yang harus diaplikasikan dan hal-hal mana saja yang

hanya dijadikan referensi saja, kerena dalam karya sastra pada umumnya dan

hampir semua, dalam penceritaannya tetap memaparkan sisi positif dan sisi

negatif untuk lebih menghidupkan cerita.

4. Saran kepada peneliti lain

Dalam penelitian ini hanya membahas dari segi aspek bunyi,

karakteristikdiksi, dan gaya bahasa dalam naskah drama Leng, Tuk dan Dom karya

Bambang Widoyo S.P. Oleh karena itu, diharapkan perlu diadakan penelitian

berikutnya dapat meneliti dari sudut pandang yang lain bisa dalam hal kajian atau

pendekatan yang berbeda seperti dikaji dengan pendekatan pragmatik atau

membahas permasalahan yang lain seperti dari segi morfosintaksis.