Upload
sandrowagut
View
11
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Draff.doc
Citation preview
1
RENCANA PENELITIAN
JUDUL PENELITIAN : EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KOTRIMOKSAZOL TERHADAP PASIEN DIARE DI PUSKESMAS ITENG KABUPATEN MANGGARAI
NAMA MAHASISWA : ALEXANDRO WAGUTNOMOR MAHASISWA : 13. 201.392PEMBIMBING PERTAMA: Drs. H. RUSLAN M. RAUF, Apt., M.KesPEMBIMBING KEDUA : Hj.IRSYANI SIRADJUDDIN,S.Si,M.Kes., Apt
BAB I
PENDAHULUAN
Kesehatan merupakan sarana yang penting bagi setiap manusia
untuk mempunyai kemampuan melakukan tugas fisiologis maupun
psikologis secara penuh. Kebutuhan akan peningkatan taraf kesehatan ini
menyebabkan orang berusaha memperbaiki kualitas kesehatannya.
Usaha tersebut dilakukan dengan mencari pengobatan ketika sakit atau
mempertahankan dan meningkatkan kualitas kesehatannya pada saat
sehat (Efi P., 2010).
Kemajuan bidang kesehatan diikuti dengan kemunculan obat-obat
antibiotik yang baru menambah tantangan untuk menguasai terapi
medikamentosa ini. Antibiotik tidak hanya dari satu jenis saja. Beberapa
senyawa-senyawa yang berbeda dan berlainan ternyata mempunyai
kemampuan dalam membunuh mikroba (Surini, 2006).
1
2
Antibiotik merupakan golongan obat yang paling banyak
digunakan di dunia terkait dengan banyaknya kejadian infeksi bakteri.
Penggunaan antibiotik dapat menimbulkan masalah resistensi dan efek
obat yang tidak dikehendaki. Oleh karena itu penggunaan antibiotik harus
mengikuti strategi peresepan antibiotik (Wulan, 2011). Salah satu jenis
antibiotik yang perlu penanganan dalam hal penggunaannya adalah
kotrimoksazol.
Kotrimoksazol merupakan salah satu obat anti bakteri (antibiotik)
yang banyak digunakan dalam pengobatan diare. Salah satunya di
Puskesmas Iteng Kabupaten Manggarai Nusa Tenggara Timur. Karena
jumlah kunjungan pasien dengan kasus diare setiap tahunnya cenderung
meningkat melihat diare sampai saat ini masih merupakan penyakit yang
tersering, diberbagai Negara termasuk Indonesia diare masih merupakan
penyakit urutan keenam (Noer, 2003).
Pemberian pada kondisi yang bukan disebabkan oleh bakteri
banyak ditemukan dalam praktek sehari-hari, baik di pusat kesehatan
primer (puskesmas), rumah sakit, maupun praktek swasta. Ketidaktepatan
diagnosis, pemilihan antibiotik, indikasi dosis, cara pemberian, frekuensi,
dan lama pemberian menjadi penyebab tidak akuratnya pengobatan
infeksi dengan antibiotik (Menegethi, 2009).
Apabila terjadi pemberian antibiotik yang tidak sesuai dengan
standar terapi, maka kemungkinan timbulnya kasus-kasus tentang efek
buruk penggunaan antibiotika yang tidak sesuai dengan standar terapi
3
dapat terjadi, ditambah dengan kelangkaan informasi yang obyektif
mengenai antibiotika, tekanan pasien dan lain-lain, mendorong terjadinya
berbagai bentuk ketidaktepatan dan ketidakrasionalan pemakaian
(Ismiati W., 2009).
Berdasarkan hasil penelitian Dwipoerwantoro tentang pola tata
laksana diare akut di beberapa rumah sakit swasta di Bali pada tahun
2004 mendapatkan 3% pasien yang menderita diare akut dehidrasi berat,
58% mengalami asidosis metabolik, ensefalopati 47%, hipernatremi 42%,
hiponatremi 18%, dan hipokalemi 15% dan 85% diantaranya diberikan
antibiotik kotrimoksazol.
Dampak negatif dari antibiotik harus ditanggulangi bersama
dengan cara yang efektif, antara lain dengan menggunakan antibiotik
secara rasional, melakukan intervensi untuk mengoptimalkan penggunaan
antibiotik dan melakukan monitoring serta evaluasi penggunaan antibiotik
di Puskesmas yang merupakan salah satu tempat ditemukan penggunaan
antibiotik (Wulan, 2011).
Dari hasil paradigma inilah peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai evaluasi penggunaan kotrimoksazol pada pasien
diare.
Berdasarkan uraian diatas permasalahan yang timbul adalah
bagaimana evaluasi penggunaan kotrimoksazol pada pasien diare di
Puskesmas Iteng Kabupaten Manggarai?
4
Sejalan dengan permasalahan di atas maka penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi pemakaian kotrimoksazol yang meliputi
ketepatan indikasi, ketepatan obat, ketepatan dosis, ketepatan pasien dan
ketepatan waktu pemberian serta mengetahui efektifitas terapi
kotrimoksazol.
Dari penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan tentang
penggunaan antibiotik khususnya kotrimoksazol secara rasional dan tepat.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Uraian Tentang Obat
Obat merupakan semua zat baik kimiawi, hewani maupun
nabati yang dalam dosis layak dapat menyembuhkan, meringankan
atau mencegah penyakit berikut gejalanya. Masyarakat sering
menamakan obat untuk segala sesuatu yang dapat menyembuhkan.
Sedangkan obat itu sendiri memiliki cakupan makna yang luas, tidak
hanya terbatas pada zat-zat yang dapat digunakan untuk
menyembuhkan saja (Tjay dan Rahardja, 2007).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No.72 Tahun 1998
Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi Dan Alat Kesehatan bahwa
Obat adalah suatu bahan atau paduan bahan yang digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi
dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan penyakit, pemulihan
atau peningkatan kesehatan termasuk kontrasepsi dan sediaan
biologis. Bahan obat (zat aktif) jarang diberikan sendiri tetapi lebih
sering merupakan suatu formula yang dikombinasikan dengan satu
atau lebih zat yang bukan obat (eksipien) yang bermanfaat dalam
membentuk macam-macam sediaan farmasi (Amroni, 2006).
B. Uraian Tentang Antibiotik
Sejarah antibiotik dimulai ketika ditemukannya obat
antibiotik pertama oleh Alexander Flemming yaitu Penicillin –G.
5
6
Flemming berhasil mengisolasi senyawa te rsebu t da r i Penicillium
chrysogenum syn. P. notatum. Dengan penemuan antibiotik ini
sejarah baru dalam bidang kesehatan karena dapat meningkatkan
angka kesembuhan yang sangat bermakna. Kemudian
terjadilah penggunaan besar-besaran antibiotik pada saat perang
dunia untuk pengobatan berbagai macam penyakit. Masalah baru
muncul ketika mulai dilaporkannya resistensi beberapa mikroba
terhadap antibiotik karena penggunaan antibiotik yang besar-besaran.
Hal ini tidak seharusnya terjadi jika kita sebagai pelaku kesehatan
mengetahui penggunaan antibiotik yang tepat (Argadia Y, 2009).
Penggunaan antibiotik secara rasional diartikan sebagai
pemberian antibiotik yang tepat indikasi, tepat penderita, tepat obat,
tepat dosis, tepat waktu pemberian dan waspada terhadap efek
samping obat yang dalam arti konkritnya adalah pemberian resep
yang tepat atau sesuai indikasi, penggunaan dosis yang tepat, lama
pemberian obat yang tepat, interval pemberian obat yang tepat, aman
pada pemberiannya, terjangkau oleh penderita (Wulan, 2011).
Kegagalan terapi dengan menggunakan antibiotik dapat
berikatan erat dengan penderita, dan kuman. Pemilihan antibiotik
tergantung pada manusia yang terkena infeksi, tempat infeksi, dan
kuman penyebab infeksi. Antibiotik merupakan suatu kelompok obat
yang paling sering digunakan saat ini. Penggunaan antibiotik yang
berlebihan dan pada kasus yang tidak tepat guna, menyebabkan
7
masalah kekebalan antimikroba. Penggunaan yang tidak tepat dapat
meningkatkan biaya pengobatan dan menimbulkan efek samping
antibiotik. Sejalan dengan itu antibiotik menjadi obat yang paling
sering disalahgunakan atau digunakan secara irasional sehingga akan
menimbulkan kegagalan terapi dan berbagai masalah seperti:
ketidaksembuhan penyakit, meningkatkan resiko efek samping obat,
resistensi, supra infeksi, dan biaya (Ismiati W., 2009).
Dampak negatif yang paling bahaya dari penggunaan antibiotik
secara tidak rasional adalah muncul dan berkembangnya kuman-
kuman kebal antibiotik atau dengan kata lain terjadinya resistensi
antibiotik. Hal ini mengakibatkan pengobatan menjadi tidak efektif,
peningkatan morbiditas maupun mortalitas pasien dan meningkatnya
biaya perawatan kesehatan ( Wulan, 2011).
C. Uraian Umum tentang Diare
1. Pengertian Diare
Diare Adalah Suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya
perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek
sampai mencair dan bertambahnya frekwensi berak lebih dari
biasanya. (3 kali atau lebih dalam 1 hari (Erick, 2007).
2. Diare Berdasarkan Perjalanannya
a. Diare Akut
Diare Akut (jangka pendek) terjadi selama kurang dari 3
minggu dan umumnya disebabkan oleh infeksi virus atau
8
kuman, dapat pula akibat efek samping obat serta gejala dari
saluran cerna (Tjay dan Rahardja, 2007).
b. Diare Kronik
Diare kronik (jangka panjang) terjadi lebih dari 3
minggu. Diare kronik terjadi karena kerusakan mukosa usus
kronis akibat dari sejumlah faktor multi kompleks, dan biasanya
disertai dengan gangguan berbagai macam proses yang
bekerja sama dan atau berkaitan satu sama lain. Sekitar 3%
sampai 20%. Diare kronis yang menyerang balita menjadi
penyebab kematian yang lebih tinggi daripada diare akut
(Erick, 2007).
3. Penyebab Diare
a. Diare Karena infeksi
1. Diare akibat Virus
Virus melekat pada sel-sel mukosa usus yang menjadi
rusak sehingga kapasitas resorpsi menurun dan sekresi air
dan elektrolit memegang peranan diare yang terjadi bertahan
terus sampai beberapa hari sesudah virus lenyap dengan
sendirinya, biasanya dalam 3 – 6 hari.
b. Diare Akibat Bakteri
Bakteri-bakteri tertentu, pada keadaan tertentu misalnya
bahan makanan yang diinfeksi oleh banyak kuman. Disini,
bakteri-bakteri tersebut memperbanyak diri dan membentuk
9
toksin-toksinnya yang dapat diresorpsi ke dalam darah dan
menimbulkan gejala-gejala hebat, disamping mencret berdarah
dan berlendir.
Penyebab terkenal dari jenis diare ini adalah bakteri
salmonella, shigella, campylobacter dan jenis E.Coli tertentu.
c. Diare Parasit
Seperti Protozoa Entamoeba hystolica, Giardia uambia,
crysporidium dan cylolospora, yang terutama terjadi di daerah
sub tropis. Diare akibat parasit-parasit ini biasanya bercirikan
mencret cairan dan bertahan lebih lama dari 1 minggu. Gejala
lainnya dapat berupa nyeri perut, demam, malas makan dan
muntah-muntah (Tjay dan Rahardja, 2007).
2. Diare Non Infeksi (Non Spesifik)
a. Faktor Psikologis
Rasa takut, Cemas, dan tegang jika terjadi pada anak dapat
menyebabkan diare kronis.
b. Faktor makanan
Makanan yang menyebabkan diare adalah makanan tercemar,
basi, beracun, terlalu banyak lemak, mentah (sayuran), dan
kurang matang
c. Faktor malabsorbsi
1. Malabsorbsi karbohidrat pada bayi, kepekaan terhadap
lactoglobulis dalam susu formula menyebabkan diare,
10
gejalanya berupa diare berat, tinja berbau sangat asam, sakit
didaerah perut, Jika terkena diare ini, pertumbuhan anak
akan terganggu.
2. Malabsorbsi lemak, dalam makanan terdapat trglyserida,
dengan bantuan klenjar lipase, lemak menjadi micelles yang
siap diabsorbsi usus. Diare dapat muncul karena lemak tidak
diserap dengan baik. Gejalanya adalah tinja mengandung
lemak.
3. Imuno Defensiasi (Widjaja, 2002).
4. Cara Penularannya
Infeksi oleh agen penyebab terjadi bila makan makanan / air
minum yang terkontaminasi tinja/muntahan penderita diare.
Penularan langsung juga dapat terjadi bila tangan tercemar
dipergunakan untuk menyuap makanan (Erick, 2007).
Keadaan-keadaan yang memudahkan penyebaran kuman
adalah :
a. Tidak tersediannya air bersih.
b. Tercemarnya oleh air tinja
c. Tidak adanya atau kurangnya MCK (Mandi Cuci Kaktus)
d. Higiene perorangan atau lingkungan yang buruk
e. Cara Penyimpanan atau penyediaan makanan yang tidak bersih
(Hakim, 2000).
11
Tabel 1. Beberapa bakteri yang potensial pada makanan dan minuman
BAKTERI SUMBER GEJALA PEMULIHAN
Bacillus cereus Makanan Mencret, muntah, mual
Cepat
Clostridium perfringens
Makanan Mencret, sakit perut, mual
Biasa 6-24 jam
V. cholera Makanan dan minuman
Mencret mendadak, muntah
Beberapa jam
Shigela spp Makanan saus dan kaleng yg terkontaminasi
Mencret, sakit perut, tinja berlendir
2-3 hari
V.parahaemolyticus Ikan laut yang terkontaminasi
Sakit perut, mual, demam,
2-3 hari
Streptococcus faecalis
Makanan yang terkontaminasi
Mual. Muntah, mencret
5-20 jam
Enterococcus Makanan kaleng
Mual, muntah, mencret
2-18 jam
Stap. Aureus Daging, makanan yang terkontaminasi
Mual, muntah, mencret, sakit perit
2-6 jam
*sumber : obat-obat penting edisi v hal 590
12
5. Gejala Umum Diare
Biasanya penderita hanya mengeluh “mencret” atau berak-
berak kalau diperiksa dilakukan dengan seksama, maka sebelum
terjadi mencret atau berak-berak penderita sudah ada keluhan
perut, mual, keringat dingin dan lain-lain.
a. Gejala-gejala klinis :
Berat badan akan menurun, mata dan ubun-ubun akan
besar (pada bayi) menjadi cekung, selaput lender bibir dan mulut
kering dan ketegangan kulit berkurang.
1. Gejala-gejala klinis diare dibagi atas :
a. Fase Prodomal yang dapat disebut sebagai sindrom
pradiare.
b. Perut terasa penuh
c. Mual biasa sampai muntah
d. Keringat dingin
e. Pusing
2. Fase Diare :
a. Diare dengan segala akibatnya berlanjut yaitu dehidrasi,
syok.
b. Mules
c. Dapat sampai kejang
d. Pusing
13
3. Fase Penyembuhan :
a. Diare makin jarang
b. Mules berkurang
c. Penderita rasa lemas/lesu (Sugianto, 2008).
6. Dehidrasi
Dehidrasi dalam pengertian klinis adalah tubuh kekurangan
air beserta elektrolitnya (garam, kalium dan natrium) yang
mengakibatkan tubuh mengalami kekeringan. Bahaya ini sangat
besar khususnya bagi bayi dan anak-anak karena cadangan intra
sel dalam tubuh mereka kecil dan cairan ekstra selnya lebih muda
di lepaskan di bandingkan tubuh orang dewasa. Gejala awal dari
dehidrasi adalah perasaan haus, mulut dan bibir kering,
berkurangnya air seni dan menurunnya berat badan dan juga
keadaan menjadi gelisah (Tjay dan Rahardja, 2007).
Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dehidrasi di bagi
menjadi 3 bagian :
a. Dehidrasi ringan (defisit kurang dari 5 % BB)
b. Dehidrasi sedang ( defisit 5-10 BB)
c. Dehidrasi berat (lebih dari 10 %) (staf pengajar, 2010).
14
7. Prinsip Tatalaksana Pengobatan Diare
a. Mencegah dehidrasi
Pemberian oralit adalah suatu larutan dari campuran Nacl 3,5 g,
KCl 1,5 g, Na-sitrat 2,5 g dan glukosa 20 g, yang digunakan untuk
mencegah kekurangan elektrolit atau cairan tubuh ( dehidrasi ).
Dosis untuk oralit
anak < 1 tahun 300ml perhari
anak umur 1 – 4 Tahun 600 ml
> 5 tahun 1200 ml perhari
Dewasa 2400 per hari
b. Memberikan Terapi Definitif
Diare akut pada umumnya di sebabkan oleh bakteri.
Pengalaman klinis menunjukan bahwa pengobatan awal dengan
antibiotik dapat mengurangi terjadinya infeksi pada saluran usus.
Di mana antibiotik adalah zat yang di hasilkan oleh suatu mikroba
yang dapat menghambat bakteri jenis lain. Obat yang di gunakan
untuk menghambat bakteri penyebab infeksi pada manusia
memiliki toksisitas setinggi mungkin artinya obat tersebut haruslah
bersifat sangat toksis untuk bakteri tapi tidak toksis pada manusia.
Pengobatan dosis tunggal pada kasus ini cukup efektif, dan yang
biasa di gunakan untuk dosis tunggal kotrimoksazol. Obat – obat
ini sebaiknya jangan di berikan lebih dari 7-10 hari (Ganiswara,
2005).
15
c. Memberikan Terapi Simptomatik
Peradangan pada usus terjadi pengeluaran cairan yang
berlebihan (mencret) sehingga di perlukan obat untuk
menguranginya misalnya dengan obat-obat antidiare yaitu asam
samak (tanin), aluminiumhidroksida dan karbo adsorbens,
attapulgit, kaolin. Loperamida dapat di gunakan karena berdaya
menormalisasi keseimbangan resorpsi sekresi dari sel–sel
mukosa (Suharyono, 1999).
d. Pemberian Zink
Zinc merupakan satu zat gizi mikro yang penting untuk
kesehatandan pertumbuhan. Suplementasi zinc telah terbukti
menurunkan jumlah hari lamanya. seorang anak menderita
sakit,menurunkan tingkat keparahan penyakit tersebut, serta
menurunkan kemungkinan anak kembali mengalami diare pasa 2-
3 bulan berikutnya. Mulai tahun 2004, WHO-UNICEF
merekomendasikan suplemen Zinc untuk terapi diare karena
diketahui dapat mengurangi keparahan dan lamanya diare.
Banyak uji klinik yang melaporkan bahwa suplemen Zinc sangat
bermanfaat untuk membantu penyembuhan diare. Zinc sebaiknya
diberikan sampai 10-14 hari, walaupun diarenya sudah sembuh.
Pemberian Tablet Zinc :
a. Untuk bayi usia 2-5 bulan, berikan setengah tablet zinc (10mg)
sehari sekali selama 10 hari berturut-turut
16
b. Untuk usia 6-12 bualan, berikan setengah tablet zinc (20mg)
sehari sekali selama 10 hari berturut-turut. Larutan tablet
tersebut dengan sedikit (beberapa tetes air matang atau ASI
dalam sendok teh).
c. Jangan mencampur tablet zinc dengan oralit
d. Tablet harus diberikan selama 10 hari penuh (walau pun diare
telah berhenti sebelum 10 hari)
e. Apa bila anak muntah sekitar setengah jam setelah pemberian
tablet Zinc,berikan lagi tablet Zinc dengan cara memberikan
potongan lebih kecil dan di berikan beberapa kali hingga satu
dosis penuh.
f. Bila anak menderita dehidrasi berat dan memerlukan cairan
infus,tetap berikan tablet Zinc segera setelah anak dapat minum
dan makan (Niken, 2010).
D. Uraian Tentang Kotrimoksazol
Tablet Kotrimoksazol merupakan campuran dari
Sulfametoksazol dan Trimetoprim. Tablet Kotrimoksazol mengandung
Sulfametoksazol C10H11N3O3S dan Trimetoprim, C14H18N4O3,
tidak kurang dari 93,0% dan tidak lebih dari 107,0% dari jumlah yang
tertera pada etiket (Depkes RI, 1995).
1. Sifat Fisikokimia
Sulfametoksazol
Rumus molekul : C10H11N3O3S
17
Berat molekul : 253,28
Pemerian : Serbuk hablur, putih sampai hampir putih,
praktis tidak berbau
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, dalam eter dan
dalam kloroform, mudah larut dalam aseton
dan dalam larutan natrium hidroksida encer,
agak sukar larut dalam etanol.
Trimetoprim
Rumus molekul : C14H18N4O3
Berat molekul : 290,36
Pemerian : hablur atau serbuk hablur,putih sampai krem,
tidak berbau
Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, larut dalam
benzilalkohol, agak sukar larut dalam
kloroform dan dalam methanol, sangat sukar
larut dalam etanol dan dalam aseton, praktis
tidak larut dalam eter dan dalam karbon
tetraklorida.
2. Mekanisme kerja
Aktivitas antibakteri kombinasi sulfametoksazol dan
trimetoprim berdasarkan kerjanya pada dua tahap yang berurutan
pada reaksi enzimatik untuk pembentukan asam tetrahidrofolat.
Sulfonamida manghambat masuknya PABA ke dalam molekul
18
asam folat dan trimetoprim menghambat terjadinya reaksi reduksi
dari dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat. Tetrahidrofolat penting
untuk reaksi-reaksi pemindahan satu atom C, seperti pembentukan
basa purin (adenine dan guanine), timidin dan beberapa asam
amino (metinin, glisin). Sel-sel mamalia menggunakan folat jadi
yang terdapat dalam makanan dan tidak mensintesis senyawa
tersebut. Trimetoprim menghambat enzim dihidrofolat reduktase
mikroba secara sangat selektif. Hal ini penting, karena enzim
tersebut juga terdapat pada sel mamalia.
3. Farmakokinetika
Pada pemberian oral preparat kombinasi dengan dosis
tunggal, trimetoprim diabsorpsi lebih cepat daripada
sulfametoksazol. Trimetoprim cepat didistribusikan ke dalam
jaringan dan relatif sedikit terikat pada protein plasma dengan
adanya sulfametoksazol. Obat masuk ke dalam otak dan saliva
dengan mudah. Pemberian 400 mg sulfametoksazol dengan 80 mg
trimetoprim tiga kali sehari, kadar steady state minimal di dalam
darah dari masing-masing obat kira-kira 20 dan 1 μg/ml, yakni
perbandingan optimal yang dicari
4. Efek samping
Biasanya berupa gangguan kulit dan gangguan lambung-usus,
stomatitis. Pada dosis tinggi efek sampingnya juga berupa demam
dan gangguan fungsi hati dan efek-efek darah (neutropenia,
19
trombositopenia). Oleh karena itu, penggunaan lebih dari dua
minggu hendaknya disertai dengan pengawasan darah.
5. Dosis
Dosis dewasa untuk sebagian besar penyakit infeksi adalah 2 tablet
setiap 12 jam selama 3 sampai 7 hari. Pada tifus dan infeksi parah
diberikan 3 tablet setiap 12 jam selama maksimum 14 hari.
Pemberian pada anak-anak di bawah 12 tahun tidak dianjurkan
(Tjay dan Rahardja, 2007).
E. Uraian Lokasi Penelitian
Letak Geografis Kabupten Manggarai terletak pada 8o LU–
8o30’ LS dan 119o30’– 120o30” BT; Luas wilayah 4.188,90 Km2;
Batas Wilayah Utara berbatasan dengan Laut Flores, Timur
berbatasan dengan Kab. Ngada, Barat berbatasan dengan Kab.
Manggarai Barat, dan arah Selatan berbatasan dengan Laut Sawu;
Jumlah penduduk 504.163 orang (NTT dalam angka Tahun 2007);
Wilayah Administrasi terdiri dari 9 kecamatan, dan 132 desa dan 17
kelurahan. Pemerintah Kabupaten Manggarai beribukota di Ruteng,
dipimpin oleh Bupati Drs. Christian Rotok. Kab. Manggarai
mempunyai sebuah PDAM yaitu PDAM Tirta Komodo, Perusahaan
Daerah lainnya yaitu PD Komodo Jaya, dan sebuah Rumah Sakit
yaitu RSUD Manggarai.
Di Kabupaten Manggarai terdapat pelayanan kesehatan selain
Rumah Sakit terdapat juga beberapa Puskesmas salah satu
20
diantaranya yaitu Puskesmas Iteng terletak di desa Iteng Kecamatan
Satarmese Kabupaten Manggarai Provinsi Nusa Tenggara Timur
terletak 36 Km dari Ruteng (Ibu Kota Kabupaten). Jarak Puskesmas
dengan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Manggarai kurang
lebih 47 km. Puskesmas Iteng merupakan puskesmas rawat inap,
jumlah desa yang terdapat di dalam wilayah kerja adalah 10 desa.
Batas-batas wilayah kerja adalah sebagai berikut :
a. Utara : Wilayah kerja Puskesmas Ponggeok
b. Selatan : Laut Sawu
c. Timur : Wilayah kerja Puskesmas Labang Kabupaten
Manggarai Timur
d. Barat : Puskesmas Narang
Puskesmas Iteng memiliki 52 orang karyawan, 3 orang dokter
yakni 2 orang dokter Umum dan 1 orang dokter gigi. Di kamar obat
terdapat 1 orang asisten apoteker. Dan sisanya tenaga kerja
kesehatan lain dan tenaga kerja non kesehatan.
Jumlah pasien perhari rata-rata ± 70 orang. Jumlah pasien
rawat jalan perhari ± 55 orang dan jumlah pasien rawat inap ± 15
orang per hari.
Penggunaankotrimoksazol
Ketepatan Indikasi
Ketepatan Obat
Ketepatan Dosis
Ketepatan Pasien
Ketepatan WaktuPemberian
Ketepatan EfektifitasTerapi kotrimoksazol
Interaksi Obat
21
F. Kerangka Konsep
= Yang Di Teliti
= Yang Tidak Di Teliti
22
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang dilakukan bersifat non-eksperimental
dengan rancangan deskriptif secara retrospektif yaitu mengevaluasi
penggunaan kotrimoksazol pada pasien diare di Puskesmas Iteng
Kabupaten Manggarai yang bertujuan untuk mengidentifikasi
pemakaian kotrimoksazol yang meliputi ketepatan indikasi, ketepatan
obat, ketepatan dosis, ketepatan pasien dan ketepatan waktu
pemberian serta mengetahui efektifitas terapi kotrimoksazol.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Puskesmas Iteng
Kabupaten Manggarai, selama bulan Oktober 2014.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini adalah semua resep pasien diare di
Puskesmas Iteng Kabupaten Manggarai. Sampel dalam penelitian ini
adalah semua resep pasien diare yang menggunakan kotrimoksazol di
Puskesmas Iteng Kabupaten Manggarai.
D. Pengumpulan data
Data dikumpulkan dari hasil catatan medik dan semua resep
pasien diare di kamar obat Puskesmas Iteng Kabupaten manggarai
periode Juli – September 2014, dihitung persentase ketepatan
penggunaannya.
22
23
E. Analisa Data
Mengingat jenis penelitian ini adalah deskriptif, maka data
yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan kemudian dilakukan
evaluasi menghitung persentase pemakaian kotrimoksazol meliputi
ketepatan indikasi, ketepatan obat, ketepatan dosis dan ketepatan
pasien ketepatan waktu pemberian serta mengetahui efektifitas terapi
kotrimoksazol.
F. Teknik Pengolahan data
Data yang diperoleh dengan teknik perhitungan rata-rata
dan persentase kemudian hasilnya dibuat dalam bentuk grafik.
G. Defenisi Operasional
1. Ketepatan Indikasi adalah indikasi medik bahwa intervensi dengan
obat (antibiotik) memang diperlukan dan telah diketahui
memberikan manfaat terapetik.
2. Ketepatan Obat merupakan pemilihan jenis obat harus memenuhi
beberapa segi pertimbangan, yakni kemanfaatan dan keamanan
obat sudah terbukti secara pasti, obat (antibiotik) memiliki efektifitas
yang telah terbukti, jenis antibiotik sesuai dengan sensitivitas dari
dugaan kuman penyebab berdasarkan terapi empirik (educated
guess) atau sesuai dengan hasil uji sensitifitas terhadap kuman
penyebab jika uji sensitifitas dilakukan, dan sebagainya.
3. Ketepatan cara pemakaian dan dosis obat merupakan Cara
pemakaian obat memerlukan pertimbangan farmakokinetika, yakni:
24
cara pemberian, besar dosis, frekuensi pemberian dan lama
pemberian, sampai ke pemilihan cara pemakaian yang paling
mudah diikuti oleh pasien dan paling aman serta efektif untuk
pasien.
4. Ketepatan pasien merupakan Ketepatan pasien serta penilaiannya
mencakup pertimbangan apakah ada kontraindikasi atau adakah
kondisi-kondisi khusus yang memerlukan penyesuaian dosis secara
individual.
5. Ketepatan Efektivitas Terapi merupakan ketepatan menggunakan
obat-obatan yang telah terbukti keamanan dan efektifitas terapinya
secara uji klinik.
6. Kotrimoksazol merupakan kombinasi dari trimetoprim dan
sulfametoksazol, kedua obat ini bekerja dengan cara menghambat
reaksi enzimatik obligat mikroba.
25
DAFTAR PUSTAKA
Amroni, M. 2006. Kapita Selekta Dispensing I Untuk Pelayanan Kefarmasian, Penggolongan Obat Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan. Laboratorium Manajemen Farmasi dan Farmasi Masyarakat (MFFM) Bagian Farmasetika Fakultas Farmasi UGM. Yogyakarta.
Argadia Y, 2009, Antibiotik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta.
Depkes RI, 1995, ” Farmakope Indonesia ”, edisi IV, Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Hal 882, Hal 992
Efi P, 2010, Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Gastroenteritis Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawat, Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Erick, 2007, Tentang Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare, katalog dalam terbitan. Departemen kesehatan RI, jakarta.
Ganiswarna, S., 2005, Farmakologi dan Terapi, Edisi IV, PT. Intermas, Jakarta.
Hakim, 2000,Penularan Penyakit, hal 59
Ismiati W, 2009, Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Anak Rawat Inap Penderita Demam Tifoid Di RSUD DR. Moewardi Surakarta Periode 2008, Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta
Menegethi, 2009. Pharmaceutical care untuk penyakit infeksi saluran nafas. Jakarta.
Noer, dkk. 1999, Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-3. Jilid ke -1. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta. Hal 407-408
Niken,2010,Balita-Anda.com, Diakses tanggal 27 Desember 2010.
Staf Pengajar, 2010. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya, Catatan Kuliah Farmakologi V, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta Hal 3,4,5.
Sugiarto, Febrianti, Netty, 2008., Uji Antidiare. Fakultas MIPA, Universitas Indonesia. Jakarta.
Suharyono, 1999., Diare Akut, Penerbit UI press, Jakarta.
26
Surini, 2006. Kerasionalan Penggunaan Obat. Jakarta: UI.
Tjay T.H., dan Rahardja K., 2007, “Obat – Obat Penting”, Edisi Ke VI, Direktur Jenderal Obat dan Makanan, Departeman, Jakarta, Hal 590
Widjaja.M.C,2002, Mengatasi Diare dan Keracunan Pada Balita. Penerbit Kawan Pustaka, Jakarta Hal 1-6
Wulan L, 2011, Studi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Sistem ATC/DDD dan Kriteria Gyysens di Bangsal Penyakit Dalam RSUP DR. Djamil Padang, Fakultas Farmasi Pascasarjana, Universitas Andalas, Padang
27
Gambar 1. Skema Kerja evaluasi penggunaan kotrimoksazol pada pasien diare di Puskesmas iteng Kabupaten Manggarai
Dinas Kesehatan
Pengumpulan Data
Analisa Data
Pembahasan
Kesimpulan
Surat Pengantar Dari Universitas Indonesia Timur
Puskesmas Iteng Kabupaten Manggarai
Rekam medik dan Resep pasien diare