19
 BAB I PENDAHULUAN Ana k yan g terl ahir dengan pro fil ideal, dan dap at tumbuh ber kemban g de ngan sempurna adal ah ha rap an dari set iap orang tua, seh ingga memi li ki kebanggan serta tuntutan yang sesuai dengan harapannya di masa depan. Namun,  pada kenyataah hidup, adakalanya harapan-harapan itu tidak terwujud. Dan seti ap orang akan memiliki sikap yang dapat mereka tampil kan bila meny adari sesuatu yang tidak diharapkan terjadi pada diri mereka. Sehingga berbagai sikap dapat te rj adi pa da se ti ap or ang tua yang me ny adar i ba hwa an aka tercin ta ny a menyandang autism. Anak autis juga merupakan pribadi individu yang harus diberi pendidikan  baik itu keterampilan, maupun secara akademik. ermasalahan di lapangan adalah ter kadang seti ap ora ng tidak men get ahui tentang ana k aut is ter sebu t, mas ih memerlukan informasi yang lebih detail mengenai hal tersebut. Dengan adanya  bantuan baik pendidikan secara umum, dalam masyarakat nantinya anak-anak terse but dapat lebi h ma ndir i dan mengembangkan potensi yang ada ser ta dimilikinya yang selama ini terpendam karena anak tersebut belum bisa mandiri. 1

Dt Autisme

Embed Size (px)

DESCRIPTION

austisme

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

Anak yang terlahir dengan profil ideal, dan dapat tumbuh berkembang dengan sempurna adalah harapan dari setiap orang tua, sehingga memiliki kebanggan serta tuntutan yang sesuai dengan harapannya di masa depan. Namun, pada kenyataah hidup, adakalanya harapan-harapan itu tidak terwujud. Dan setiap orang akan memiliki sikap yang dapat mereka tampilkan bila menyadari sesuatu yang tidak diharapkan terjadi pada diri mereka. Sehingga berbagai sikap dapat terjadi pada setiap orang tua yang menyadari bahwa anaka tercintanya menyandang autism.Anak autis juga merupakan pribadi individu yang harus diberi pendidikan baik itu keterampilan, maupun secara akademik. Permasalahan di lapangan adalah terkadang setiap orang tidak mengetahui tentang anak autis tersebut, masih memerlukan informasi yang lebih detail mengenai hal tersebut. Dengan adanya bantuan baik pendidikan secara umum, dalam masyarakat nantinya anak-anak tersebut dapat lebih mandiri dan mengembangkan potensi yang ada serta dimilikinya yang selama ini terpendam karena anak tersebut belum bisa mandiri.

BAB IIAUTISME PADA MASA ANAK-ANAK

2.1. DefinisiKata autism berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu aut yang berarti diri sendiri dan ism yang secara tidak langsung menyatakan orientasi atau arah atau keadaan (state). Sehingga autism dapat didefinisikan sebagai kondisi seseorang yang luar biasa asik dengan dirinya (Reber, 1985 dalam Trevarthen dkk, 1998). Autis ini pertama kali diperkenalkan dalam suatu makalah pada tahun 1943 oleh seorang psikiatris Amerika yang bernama Leo Kanner. Ia menemukan sebelas anak yang memiliki ciri-ciri yang sama, yaitu tidak mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan individu lain dan sangat acuh tak acuh terhadap lingkungan di luar dirinya, sehingga perilakunya tampak seperti hidup dalam dunianya sendiri.Beberapa pengertian autis menurut para ahli adalah sebagai berikut :a. Autism merupakan suatu jenis gangguan perkembangan pada anak, mengalami kesendirian, kecenderungan menyendiri. (Leo Kanner, Handojo, 2003)b. Autism adalah gangguan perkembangan yang terjadi pada anak yang mengalami menutup diri. Dimana gangguan ini mengakibatkan anak mengalami keterbatasan dari segi komunikasi, interaksi social, dan perilaku. (American Psychiatric Association, 2000)c. Autisme adalah adanya gangguan dalam bidang interaksi social, komunikasi, perilaku, emosi, dan pola bermain, gangguan sensoris dan perkembangan terlambat atau tidak normal. Autism mulai tampak sejak lahir atau saat masih bayi ( biasanya sebelum usia 3 tahun). (PPDGJ III)d. Autisme adalah suatu kondisi yang mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan soial atau komunikasi yang normal. Hal ini mengakibatkan anak tersebut terisolasi dari anak yang lain. (Baron-Cohen, 1993).

2.2. EpidemiologiPenyandang autism pada anak dalam kurun waktu 10 sampai 20 tahun terakhir semakin meningkat di dunia. Prevalensi anak autis di dunia pada tahun 1987 diperkirakan 1 berbanding 5.000 kelahiran. Sepuluh tahun kemudian yaitu tahun 1997, angka itu berubah menjadi 1 berbanding 500 kelahiran. Sedangkan, pada tahun 2000 prevalensi anak autism meningkat menjadi 1 banding 150 kelahiran dan tahun 2001 perbandingannya berubah menjadi 1:100 kelahiran. Secara global prevalensinya berkisar 4 per 10.000 penduduk, dan pengidap autism laki-laki banyak dibandingkan wanita (lebih kurang 4 kalinya). Penyandang autis di Indonesia diperkirakan lebih dari 40.000 anak (Lubis, 2009).

2.3. Etiologi dan PatogenesisEtiologi pasti dari autis belum sepenuhnya jelas. Beberapa teori yang menjelaskan tentang autism pada masa anak-anak yaitu :a. Teori PsikoanalitikTeori yang dikemukakan oleh Bruto Bettelheim (1967) menyatakan bahwa autism terjadi karena penolakan orangtua terhadap anaknya. Anak menolak orang tuanya dan mampu merasakan perasaan negatif mereka. Anak tersebut meyakini bahwa dia tidak memiliki dampak apapun pada dunia sehingga menciptakan benteng kekosongan untuk melindungi dirinya dari penderitaan dan kekecewaan (Lubis, 2009).b. GenetikBeberapa penelitian menunjukkan bahwa laki-laki 3-4 kali beresiko lebih tinggi dari wanita. Sementara resiko autis jika memiliki saudara kandung yang juga autis sekitar 3%. Kelainan dari gen pembentuk metalotianin juga berpengaruh pada kejadian autis. Metalotianin adalah kelompok protein yang merupakan mekanisme kontrol tubuh terhadap tembaga dan seng. Fungsi lainnya yaitu perkembangan sel saraf, detoksifikasi logam berat, pematangan saluran cerna, dan penguat sistem imun. Disfungsi metalotianin akan menyebabkan penurunan produksi asam lambung, ketidakmampuan tubuh untuk membuang logam berat dan kelainan sistem imun yang sering ditemukan pada orang autis. Teori ini juga dapat menerangkan penyebab lebih beresikonya laki-laki disbanding perempuan. Hal ini disebabkan karena sintesis metalotianin ditingkatkan oleh estrogen dan progesterone. (Kasran, 2003).c. Studi Biokimia dan Riset NeurologiPemeriksaan post-mortem otak dari beberapa penderita autistic menunjukkan adanya dua daerah di dalam sistem limbic yang kurang berkembang yaitu amigdala dan hippocampus. Kedua daerah ini bertanggung jawab atas emosi, agresi, sensory input, dan belajar. Hippocampus bertanggung jawab terhadap fungsi belajar dan daya ingat. Jika terjadi gangguan, maka akan sulit menyimpan informasi baru, perilaku yang diulang-ulang yang aneh, dan hiperaktif. Penelitian ini juga menemukan defisiensi sel Purkinje di serebelum. Dengan menggunakan MRI (Magnetic Resonance Imaging), telah ditemukan dua daerah di serebelum, lobules VI dan VII, yang pada individu autistic secara nyata lebih kecil daripada pada orang normal. Satu dari kedua daerah ini dipahami sebagi pusat yang bertanggung jawab atas perhatian. Dari segi biokimia jaringan otak, banyak penderita-penderita autistic menunjukkan kenaikan dari serotonin dalam darah dan cairan serebrospinal dibandingkan dengan orang normal. Bahan-bahan kimiawi monoamine, 5HT (5 hidroxytryptamine/serotonine) dan cathecolamine (adrenaline atau ephinephrine, dopamine, dan noradrenaline) telah banyak diteliti secara luas pada autism karena keterlibatannya dalam menimbulkan gangguan tingkah laku. (Kasran, 2003)d. Faktor imunologisBeberapa bukti menyatakan bahwa inkompatibilitas imunologi antara ibu dan embrio atau janin dapat menyebabkan gangguan autistic. Limfosit beberapa anak autism bereaksi dengan antibody maternal yang meningkatkan kemungkinan bahwa jaringan neural embrionik atau ekstraembrional mungkin mengalami kerusakan selama kehamilan. (Kaplan dkk, 2010)2.4. Karakteristik1. Karakteristik dalam interaksi sociala. Menyendiri (aloof): terlihat pada anak yang menarik diri, acuh tak acuh, dan kesal bila diadakan pendekatan social serta menunjukkan perilaku dan perhatian yang terbatas (tidak hangat).b. Pasif: dapat menerima pendekatan social dan bermain dengan anak lain jika pola permainannya disesuaikan dengan dirinya.c. Aktif tapi aneh : secara spontan akan mendekati anak lain, namun interaksi ini seringkali tidak sesuai dan sering hanya sepihak.2. Karakteristik dalam komunikasi antara lain adalah:a. Bergumamb. Sering mengalami kesukaran dalam memahami arti kata-kata dan kesukaran dalam menggunakan bahasa dalam konteks yang sesuai dan benar.c. Sering mengulang kata-kata yang baru saja mereka dengar atau yang pernah mereka dengar sebelumnya tanpa bermaksud untuk berkomunikasi.d. Bila bertanya sering menggunakan kata ganti orang dengan terbalik, seperti saya menjadi kamu dan menyebut diri sendiri sebagai kamu.e. Sering berbicara pada diri sendiri dan mengulang potongan kata atau lagu dari iklan TV dan mengucapkannya di muka orang lain dalam suasana yang tidak sesuai.f. Penggunaan kata-kata yang aneh atau dalam arti kiasan, seperti seorang anak berkata sembilan setiap kali ia melihat kereta api.g. Mengalami kesukaran dalam berkomunikasi walaupun mereka dapat berbicara dengan baik, karena tidak tahu kapan giliran mereka berbicara, memilih topic pembicaraan, atau melihat kepada lawan bicaranya.h. Bicaranya monoton, kaku, dan menjemukan.i. Kesukaran dalam mengekspresikan perasaan atau emosinya melalui nada suara.j. Tidak menunjukkan atau memakai gerakan tubuh untuk menyampaikan keinginannya, tetapi dengan mengambil tangan orang tuanya untuk mengambil obyek yang dimaksud.k. Mengalami gangguan dalam komunikasi non verbal, mereka sering tidak menggunakan gerakan tubuh dalam berkomunikasi untuk mengekspresikan perasaannya atau untuk merabarasakan perasaan orang orag lain, misalnya menggelengkan kepala, melambaikan tangan, mengangkat alis, dsb.3. Karakteristik dalam perilaku dan pola bermaina. Abnormalitas dalam bermain, seperti stereotip, diulang-ulang dan tidak kreatif.b. Tidak menggunakan mainannya dengan sesuaic. Menolak adanya perubahan lingkungan dan rutinitas barud. Minatnya terbatas, sering aneh, dan diulang-ulange. Hiperaktif pada anak prasekolah atau sebaliknya hipoaktif.f. Gangguan pemusatan perhatian, impulsifitas, koordinasi motorik terganggu, kesulitan dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari.4. Karakteristik kognitifa. Hampir 75-80% anak autis mengalami retardasi mental dengan derajat rata-rata sedang.b. Sebanyak 50% dari idiot savants (retardasi mental yang menunjukkan kemampuan luar biasa) adalah seorang penyandang autism. (YPAC,2011)

2.4. Klasifikasi1. Klasifikasi berdasarkan saat munculnya kelainana. Autism infantile, istilah ini digunakan untuk menyebut anak autis yang kelainannya sudah nampak sejak lahir.b. Autism fiksasi, adalah anak autis yang pada waktu lahir kondisinya normal, tanda-tanda autisnya muncul kemudian setelah berumur dua atau tiga tahun.2. Klasifikasi berdasarkan intelektuala. Autis dengan keterbelakangan mental sedang dan berat (IQ < 50)b. Autis dengan keterbelakangan mental ringan (IQ 50-70). Prevalensi 20% dari anak autis.c. Autis yang tidak mengalami keterbelakangan mental (IQ > 70). Prevalensi 20% dari anak autis.3. Klasifikasi berdasarkan interaksi sociala. Kelompok yang menyendiri, banyak terlihat pada anak yang menarik diri, acuh tak cuh dan kesal bila diadakan pendekatan social erta menunjukkan perilaku dan peratian yang tidak hangat.b. Kelompok yang pasif, dapat menerima pendekatan social dan bermain dengan anak lain jika pola permainannya disesuaikan dengan dirinya.c. Kelompok yang aktif tapi aneh : secara spontan akan mendekati anak yang lain, namun interaksinya tidak sesuai dean sering hanya sepihak.4. Klasifikasi berdasarkan prediksi kemandiriana. Prognosis buruk, tidak dapat mandiri (2/3 dari penyandang autis)b. Prognosis sedang, terdapat kemajuan di bidang social dan pendidikan walaupun problem perilaku tetap ada (1/4 dari penyandang autis)c. Prognosis baik, mempunyai kehidupan social yang normal atau hampir normal dan berfungsi dengan baik di sekolah ataupun di tempat kerja (1/10 dari penyandang autis) (YPAC,2011)2.5. DiagnosisUntuk menetapkan diagnosis gangguan autism para klinisi sering menggunakan pedoman DSM IV (APA, 2000). Gangguan Autism didiagnosis berdasarkan DSM-IV:Harus ada sedikitnya 6 gejala dari(1), (2), and (3), dengan minimla harus ada 2 gejala dari (1), dan satu gejala masing-masing dari (2) dan (3):

(1) Gangguan Kualitatif dalam Interaksi Sosial, minimal harus ada dua manifestasi: Hendaya dalam perilaku non verbal seperti : kontak mata sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup, sikap tubuh atau gerak tubuh dalam interaksi sosial Kegagalan dalam berhubungan dengan anak sebaya sesuai dengan perkembangannya Tidak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain Kurangnya hubungan sosial dan emosional(2) Gangguan Kualitatif dalam Bidang Komunikasi, minimal 1 gejala di bawah ini: Bicara terlambat atau bahkan sama sekali tak berlkembang (tak ada usaha untuk mengimbangi komunikasi dengan cara lain tanpa bicara). Bila bisa bicara tidak dipakai untuk komunikasi Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang. Cara bermain kurang variasi, kurang imajinatif dan kurang bisa meniru.(3) Suatu Pola yang Dipertahankan dan diulang-ulang dalam perilaku, minat dan kegiatan. Sedikitnya harus ada 1 gejala di bawah ini : Mempertahankan satu minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan berlebihan. Terpaku pada satu kegiatan ritual atau rutin yang tidak ada gunanya Terdapat gerakan-gerakan aneh yang khas berulang-ulang. Seringkali terpukau pada bagian-bagian benda

Autisme Masa Kanak F84.0 (PPDGJ III), yaitu:a. Gangguan perkembangan pervasive yang ditandai oleh adanya kelainan dan/atau hendaya perkembangan yang muncul sebelum usia 3 tahun, dan dengan cirri kelainan fungsi fungsi dalam tiga bidang: interaksi social, komunikasi, dan perilaku yang terbatas dan berulang.b. Biasanya tidak jelas ada periode perkembangan yang normal sebelumnya, tetapi bila ada, kelainan perkembangan sudah menjadi jelas sebelum usia 3 tahun, sehingga diagnosis sudah dapat ditegakkan. Tetapi gejala-gejalanya (sindrom) dapat didiagnosis pada semua kelompok umur.c. Selalu ada hendaya kualitatif dalam interaksi social yang timbal balik (reciprocal social interaction). Ini berbentuk apresiasi yang tidak adekuat terhadap isyarat sosio-emosional, yang tampak sebagai kurangnya respon terhadap emosi orang lain dan/atau kurangnya modulasi terhadap perilaku dalam konteks social; buruk dalam menggunakan isyarat social dan integrasi yang lemah dalam perilaku social, emosional dan komunikatif; dan khususnya, kurangnya respons timbal balik sosio-emosional.d. Demikian juga terdapat juga hendaya kualitatif dalam komunikasi. Ini berbentuk kurangnya penggunaan keterampilan bahawa yang dimiliki di dalam hubungan social; hendaya dalam permainan imaginative dan imitasi social; keserasian yang buruk dan kurangnya interaksi timbal balik dalam percakapan; buruknya keluwesan dalam bahasa ekspresif dan kreativitas dan fantasi dalam proses pikir yang relative kurang; kurangnya respons emosioal terhadap ungkapan verbal dan non-verbal orang lain; hendaya dalam menggunakan variasi irama atau penekanan sebagai modulasi komunikatif; dan kurangnya isyarat tubuh untuk menekankan atau memberi arti tambahan dalam komunikasi lisan.e. Kondisi ini juga ditandai oleh pola perilaku, minat dan kegiatan yang terbatas, berulang, stereotipik. Ini berbentuk kecenderungan untuk bersikap kaku dan rutin dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari; ini biasanya berlaku untuk kegiatan baru dan jag kebiasaan sehari-hari serta pola bermain. Terutama sekali dalam masa kanak yang dini, dapat terjadi kelekatan yang khas terhadap benda-benda yang aneh, khususnya benda yang tidak lunak. Anak dapat memaksakan suatu kegiatan rutin dalam ritual yang sebetulnya tidak perlu; dapat terjadi preokupasi yang stereotipik terhadap suatu minat seperti tanggal, rute atau jadwal; sering terdapat stereotipi motorik; sering menunjukkan minat khusus pada segi-segi nonfungsional dari benda-benda (misalnya bau ata rasanya); dan terdapat penolakan terhadap perubahan dari rutinitas atau dalam detil dari lingkungan hidup pribadi (seperti perpindahan mebel atau hiasan dalam rumah).f. Semua tingkatan IQ dapat ditemukan dalam hubungannya dengan autism, tetapi pada tiga perempat kasus secara signifikan terdapat retardasi mental. 2.6. Diagnosis Bandinga. Gangguan perkembangan pervasif yang lainnya1. Sindroma RettSindroma Rett adalah penyakit otak yang progresif tapi khusus mengenai anak perempuan. Perkembangan anak sampai usia 5 bulan normal, namun setelah itu mundur. Umunya kemunduran yang terjadi sangat parah meliputi perkembangan bahasa, interaksi social maupun motoriknya.2. Sindroma AspergerPada sindroma asperger mempunyai ketiga cirri autism namun masih memiliki intelegensia yang baik dan kemampuan bahasanya juga hanya terganggu dalam derajat ringan. Oleh karena itu, sindroma Asperger sering disebut sebagai high functioning autism. Perbedaannya adalah onset usia austim lebih awal dan tingkat keparahannya lebih parah dibandingkan gangguan Asperger. Gangguan Asperger mempunyai verbal intelligence yang normal dibandingkan autism.3. Sindroma DisintegratifSindroma ini jarang terjadi, ditandai dengan kemunduran dari apa yang telah dicapai setelah 2 tahun, paling sering sekitar umur 3-4 tahun.

4. Gangguan perkembangan menurun (PDD NOS-Pervasive Developmental Disorder Not Otherwise Specified).Gejala ini disebut juga non tipikal autism. Penderita memiliki gejala-gejala autism, namun berbeda dengan jenis autism lainnya. IQ penderita ini rendah.

b. Gangguan perkembangan bahasa (disfasia)Disfasia terjadi karena gangguan perkembangan otak hemisfer kiri yaitu pada pusat bahasa. Bedanya dengan autism adalah pada disfasia tidak terdapat perilaku repetitif maupun obsesifc. Skizofrenia dengan onset masa anak-anakSkizofrenia jarang terjadi pada anak-anak di bawah 5 tahun. Skizofrenia disertai dengan halusinasi atau waham, dengan insidensi kejang dan retardasi mental yang lebih rendah dan dengan IQ yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak autism.d. Retardasi MentalHal ini tidak mudah untuk membedakan autism dengan retardasi mental, sebab autism juga sering disertai retardasi mental. Pada retardasi mental tidak terdapat 3 ciri pokok autism secara lengkap yaitu: kelainan interaksi soial, komunikasi dan perilaku yang terbatas dan berulang. Retardasi mental adalah gangguan intelegensi, biasanya diketahui setelah anak sekolah karena ketidaksanggupan anak mengikuti pelajaran formal. (Kasran, 2003)

2.7. Deteksi diniMenurut Mardiyono (2010), deteksi dini pada anak dengan autism melalui beberapa tahapan, antara lain:1. Deteksi dini sejak dalam kandunganSampai sejauh ini dengan kemajuan teknologi kesehatan di dunia masih juga belum mampu mendeteksi resiko autism sejak dalam kandungan. Terdapat beberapa pemeriksaan biomolekular pada janin bayi untuk mendeteksi autism sejak dini, namun pemeriksaan ini masih dalam batas kebutuhan untuk penelitian.2. Deteksi dini sejak lahir hingga usia 5 tahunAutism agak sulit di diagnosis pada usia bayi, tetapi penting untuk mengetahui gejala dan tanda penyakit ini sejak dini karena penanganan yang lebih cepat akan memberikan hasil yang lebih baik. Ada beberapa gejala yang harus diwaspadai terlihat sejak bayi atau anak menurut usia :a. Usia 0-6 bulan Bayi tampak terlalu tenang ( jarang menangis) Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik Gerakan tangan dan kaki berlebihan terutama bila mandi Tidak babbling Tidak ditemukan senyum sosial diatas 10 minggu Tidak ada kontak mata diatas umur 3 bulan Perkembangan motor kasar/halus sering tampak normalb. Usia 6 12 Bulan Kaku bila digendong Tidak mau bermain permainan sederhana (ciluk ba, da-da) Tidak mengeluarkan kata Tidak tertarik pada boneka Memperhatikan tangannya sendiri Terdapat keterlambatan dalam perkembangan motor kasar/halus Mungkin tidak dapat menerima makanan cairc. Usia 2 3 tahun Tidak tertarik untuk bersosialisasi dengan anak lain Melihat orang sebagai benda Kontak mata terbatas Tertarik pada benda tertentu Kaku bila digendongd. Usia 4 5 Tahun Sering didapatkan ekolalia (membeo) Mengeluarkan suara yang aneh (nada tinggi atau datar) Marah bila rutinitas yang seharusnya berubah Menyakiti diri sendiri (membenturkan kepala) Temperamen tantrum atau agresif3. Deteksi dini dengan skreningDeteksi Dini Dengan Chat (Cheklist Autism in Toddler) Terdapat beberapa perangkat diagnosis untuk skreening (uji tapis) pada penyandang autism sejak usia 18 bulan sering dipakai di adalah CHAT (Checklist Autism in Toddlers). CHAT dikembangkan di Inggris dan telah digunakan untuk penjaringan lebih dari 16.000 balita. Pertanyaan berjumlah 14 buah meliputi aspek-aspek : imitation, pretend play, and joint attention.

4. Rapid Attention Back and Fourt Comunication TestTes untuk mengetahui gejala autisme pada anak yang ada saat ini rata-rata memakan waktu hingga dua jam. Untuk itu, tim peneliti dari Universitas Emory dan Georgia Tech mencoba menawarkan cara baru yang lebih cepat. Dengan metode Rapid Attention Back and Forth Communication Test atau Rapid ABC, uji gejala autisme anak hanya berlangsung selama lima menit. Caranya, anak dilibatkan dalam kegiatan yang sederhana yang memerlukan konsentrasi, komunikasi, dan pengenalan. Tes sangat efektif untuk mengetahui gejala awal autisme pada anak usia 18 bulan hingga dua tahun. Meski begitu, tes ini tidak dapat menggantikan screening autisme secara komprehensif. Setelah mengidentifikasi cepat anak yang berisiko autisme di awal perkembangan, mereka harus segera mendapat terapi. Tes Rapid ABC hanyalah tes cepat kemudian harus dilanjutkan dengan uji diagnostik untuk evaluasi emosional dan fisik secara menyeluruh.

2.8. Terapia. Terapi Perilaku (ABA, TEACCH, Son-Rise)Terapi perilaku adalah terapi yang dilaksanakan untuk mendidik dan mengembangkan kemampuan perilaku anak yang terhambat dan untuk mengurangi perilaku-perilaku yang tidak wajar dan menggantikannya dengan perilaku yang bisa diterima dalam masyarakat.1. Terapi perilaku yang dikenal di seluruh dunia adalah Applied Behavioral Analysis (ABA) yang diciptakan oleh O. Ivar Lovaas, PhD dari University of California Los Angeles (UCLA). Dalam terapi perilaku, focus penanganan terletak pada pemberian reinforcement positive setiap kali anak berespons benar sesuai instruksi yang diberikan. Tidak ada hukuman dalam terapi ini, akan tetapi bila anak berespons negatif (salah/tidak tepat) atau tidak berespons sama sekali, maka ia tidak mendapatkan reinforcement positive yang ia sukai tersebut. Perlakuan ini diharapkan meningkatkan kemungkinan anak untuk berespons positif dan mengurangi kemungkinan ia berespons negatif atau tidak berespons terhadap instruksi yang diberikan. Secara lebih teoritis, prinsip dasar terapi ini dapat dijabarkan sebagai A-B-C, yakni A (antecedent) yang diikuti dengan B (behavior) dan diikuti dengan C (consequence). Antecedent (hal yang mendahului terjadinya perilaku) berupa instruksi yang diberikan oleh seseorang kepada anak autis. Melalui gaya pengajarannya yang terstruktur, anak autis kemudian memahami Behavior (perilaku) apa yang diharpkan dilakukan olehnya sesudah instruksi tersebut diberikan, dan perilaku tersebut diharapkan cenderung terjadi lagi bila anak memperoleh Consequence/akibat (konsekuensi perilaku, atau kadang berupa imbalan) yang menyenangkan. Tujuan penanganan ini terutama adalah untuk meningkatkan pemahaman dan kepatuhan anak terhadap aturan. Terapi ini umumnya mendapatkan hasil yang signifikan bila dilakukan secara intensif, teratur dan konsisten pada usia dini.2. Son rise. Son rise adalah program terapi berbasis rumah untuk anak-anak dengan yang mengalami gangguan komunikasi dan interaksi social. Program ini dapat membantu meningkatkan kontak mata, menerima keberadaan orang lain. Dan yang lebih penting, program ini, tidak memberikan punishment berupa kekerasan kepada anak. Proses ini dilakukan dengan harapan, anak mereka dapat berubah dan menjadi dengan kondisi yang lebih baik. Metode ini tdak bisa diterapkan pada semua kasus, terutama kasus autis yang masih berada pada tahap kurikulum awal. Kemampuan perkembangan bermain, merupakan hal yang penting dalam program ini, selain juga kemampuan komunikasi dan sosialisasi. Program son rise menyatakan bahwa jika kita mengadakan pendekata ke anak secara positif, dengan rasa cinta, akan membuat anak menjalin interaksi dengan kita, dibandingkan bila kita mengedapnkan sikap marah dll. Ide dasar teori ini adalah bahwa setiap anak termasuk autism, lebih menyukai suasana belajar yang menyenangkan. Son rise menekankan bahwa peran serta orang tua dapat memberikan dukungan yang positif bagi perkembangan/kemajuan anak mereka.3. TEACCH (Treatment and Education of Austistic and Related Communication Handicapped Children and Adults). Kemampuan berbicara dan social seseorang menentukan tingkat perkembangan sosialnya, atau tingkat pengusaan kemampuan untuk bertingkah laku sesuai dengan tuntutan masyarakat serta menetukan kemandirian dan kesiapan anak dalam mengikuti proses belajar di sekolah. Kekuatan dasar ini sangat menentukan kemampuan perilaku adaptif anak, yang dalam pengertian lebih sempit diartikan sebagai perilaku yang sesuai dengan kebiasaan yang dapat diterima secara social. Penekanan pada aspek social ini sangat penting mengingat manusia, termasuk anak autis adalah makhluk social dan mempunyai kebutuhan untuk melakukan interaksi social. Oleh karena itu perlu dikembangkan kemampuan psikososialnya dengan menggunakan metode ini.b. Terapi WicaraTerapi wicara merupakan suatu keharusan, akrena anak autis mempunyai keterlambatan bicara dan kesulitan berbahasa. Tujuannya adalah untuk melancarkan otot-otot mulut agar dapat berbicara lebih baik. Hampir semua anak dengan autism mempunyai kesulitan dalam bicara dan berbahasa. Biasanya hal inilah yang paling menonjol, banyak pula individu autis yang non-verbal atau kemampuan bicaranya sangat kurang. Kadang-kadang bicaranya cukup berkembang, namun mereka tidak mampu untuk memakai bicaranya untuk berkomunikasi/berinteraksi dengan orang lain. Dalam hal ini terapi wicara dan berbahasa akan sangat menolong.c. Terapi OkupasiTerapi okupasi dilakukan untuk membantu menguatkan, memperbaiki koordinasi dan keterampilan otot pada anak autis dengan kata lain untuk melatih motorik halus anak. Hampir semua anak autis mempunyai keterlambatan dalam perkembangan motorik halus. Gerak-geriknya kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk memegang pensil dengan cara yang benar, kesulitan untuk memegang sendok dan menyuap makanan ke mulutnya, dsb. Dalam hal ini terapi okupasi sangat penting untuk melatih mempergunakan otot-otot halusnya dengan benar.d. Terapi lainnya yaitu terapi fisik, terapi bermain, terapi medikamentosa, terapi diet, terapi integrasi sensoris dan auditori, terapi music, terapi anggota keluarga, terapi social, terapi perkembangan, dan media visual.Pemilihan terapi tersebut diatas yang diberikan pada anak, terganung dari kondisi kemampuan dan kebutuhan anak. Jadi tidak semua terapi sesuai dengan kebutuhan anak, namun terapi utama bagi anak adalah terapi perilaku, wicara dan okupasi. (YPAC, 2011).

DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Assocation. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder. Washington DC: American Psychiatric Association Publisher.Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III, Editor Dr, Rusdi Maslim. 2003. Jakarta. Hal 130.Kaplan.H.I, Sadock. B.J, 2010. Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis, Edisi ketujuh. Binarupa Aksara, JakartaKasran S. 2003. Konsep yang Sedang Berkembang. Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa. Fakultas Universitas Trisakti. Jurnal Kedokteran Trisakti, Vol. 22 No. 1; 24-30.Lubis M. 2009. Penyesuaian Diri Orang Tua yang Memiliki Anak Autis. Diakses dari http://repository.usu.ac.id/bitstream.pdf pada tanggal 10 September 2014.Mardiyono A (2010). http://www.pdkjateng.go.id/index.php/upt/bpdiksus/196-deteksi-dini autism. Di akses pada tanggal 10 September 2014.Volkmar FR, Pauls D. Autism. The Lancet 2003; 362:1133-42.YPAC. 2011. Buku Penanganan dan Pendidikan Autisme YPAC. Hal. 12-16; 22-30.1