D.Widodo B_

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/22/2019 D.Widodo B_

    1/18

    ISBN: 978-979-98438-8-3

    413

    MODEL KONSERVASI SPASIAL BERBASIS PADA ANALISIS KEKRITISAN

    SUMBERDAYA AIR DI KARTAMANTUL

    Widodo B

    Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP, Universitas Islam Indonesia (UII)

    E-mail: [email protected]

    ABSTRACT

    The research aims to analyze the water-resources vulnerability and propose a

    spatial water-resources conservation model in the area of KARTAMANTUL. The analysis

    of water-resource vulnerability is conducted using GIS spatial analysis with overlay

    technique. The parameters include rainfall/runoff, soil condition, land use, groundwater

    degradation, groundwater fluctuation, piped-water supply, and aquifers. The result showsthat the research area has an anthropogenic vulnerability area of 802.825 Km

    2(77.74%)

    and a natural vulnerability area of 229.87 Km2

    (22.26%). The anthropogenic vulnerability

    area consists of 5 categories, which are Extremely High Vulnerability (17.4 Km2or 2.17

    %), High Vulnerability (75.49 Km2 or 9.4 %), Medium Vulnerability (467.62 Km

    2 or

    58.25%), and Low Vulnerability (207.05 Km2or 25.79 %). The natural vulnerability area

    includes 4 areas, which are Nanggulan-Old Andesite Geological Formation (207.05 Km2

    or 25.79 %), Jonggrangan and Sentolo Geological Formation (1.19 Km2 or 0.52 %),

    Sambipitu Geological Formation (50.51 Km2 or 21.97 %), Kebo, Butak, Nglangran, and

    Semilir Geological Formation (163.38 Km2or 71.07 %), as well as Lava Field Type (14.79

    Km2 or 6.43 %). Based on the vulnerability criteria, the conservation design comprises

    mainly on spatial approach. The spatial model involves maintaining and improving the

    conserving function in 3 areas, which are highly intensive area, intensive area, and

    restorative area.

    Keywords: vulnerability, water resources, conservation, kartamantul

    PENDAHULUAN

    Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Bantul (KARTAMANTUL) merupakan

    satu kesatuan fisiografis di DIY yang tidak terpisahkan satu dengan yang lain. Secara geohidrologis

    hampir seluruh wilayah dari ketiga daerah tersebut termasuk dalam Basin Yogyakarta yang

    membentuk Sistem Akuifer Merapi. Kabupaten Sleman merupakan daerah hulu yang difungsikan

    sebagai daerah konservasi atau tangkapan air hujan. Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul sebagai

    daerah tengah dan hilir ketersediaan airtanahnya tergantung pada Kabupaten Sleman.

    Kabupaten Sleman memegang peranan kunci dalam hal pengelolaan sumberdaya air. Sebagai

    kawasan penyangga, perkembangan wilayah Sleman dewasa ini sudah agak mengkhawatirkan dari

    sisi konservasi. Perubahan tata guna lahan cukup tinggi dan cenderung meningkat. Perubahan

    tertinggi adalah konversi dari lahan pertanian ke lahan terbangun. Perubahan tersebut sebagian besar

    terjadi untuk memenuhi berbagai kebutuhan seperti untuk permukiman, pendidikan, wisata dan

    tempat peristirahatan.

    Kenyataan di atas menunjukkan bahwa implementasi kebijakan yang ada masih belum efektif

    dan optimal dalam mengelola pemanfaatan dan pengendalian penggunaan lahan. Salah satu

    implikasinya, kuantitas air untuk kebutuhan rumah tangga menjadi turun. Ketinggian muka air sumur

    di Sleman dari waktu ke waktu mengalami penurunan dengan fluktuasi besar. Hal inimengindikasikan kemampuan air yang meresap ke dalam tanah semakin kecil atau pemanfaatan air

    sumur tersebut semakin besar.

  • 7/22/2019 D.Widodo B_

    2/18

    Prosiding Seminar Nasional 2013

    Menuju Masyarakat Madani dan Lestari

    414

    Wilayah tengah yaitu Kota Yogyakarta merupakan pusat perekonomian berupa perdagangan,

    jasa, dan industri dan menjadi tempat tujuan bagi warga Kabupaten Sleman (kawasan hulu) dan

    warga Kabupaten Bantul (kawasan hilir) untuk mencari rejeki. Yogyakarta 3 tahun berturut-turut

    (2011-2013) mendapat predikat The Most Liveable City di Indonesia dari Ikatan Ahli Perencanaan

    Indonesia (IAPI). Predikat ini membawa dilema bagi pembangunan wilayah. Laju modernisasi dankonversi lahan ditimbulkan sekaligus menjadi ancaman masa depan kenyamanan. Data PHRI DIY

    menyebutkan bahwa sepanjang 2012-2013 pertumbuhan hotel di Yogyakarta semakin tidak

    terkendali, yaitu dibangun 48 hotel berbintang dan 128 hotel melati dengan jumlah kamar sekitar

    dengan jumlah kamar sekitar 16.000. Sektor properti juga tumbuh sepanjang pesat 2012-2013 di

    level 10-20%.

    Pengelolaan sumberdaya air di seluruh wilayah KARTAMANTUL mesti dilakukan secara

    komprehensif dan holistik dalam satu kesatuan. Kondisi ini menuntut dilakukannya pemetaan tingkat

    kekritisan sumberdaya air serta merancang rekayasan lingkungan dalam rangka konservasi.

    Tujuan

    1. Menganalisis tingkat kekritisan sumberdaya air di wilayah KARTAMANTUL2. Mengidentifikasi konsep rekayasa spasial konservasi sumberdaya air di wilayah

    KARTAMANTUL

    METODE PENELITIAN

    Tingkat kekritisan air merupakan kondisi dimana suatu daerah berpotensi untuk mengalami

    kekritisan air, yang disebabkan oleh tidak seimbangnya jumlah kebutuhan air dengan ketersediaan

    air yang ada. Suatu wilayah disebut dalam kondisi rentan kekritisan jika kebutuhan air lebih tinggi

    dari pada ketersediaan air. Kekritisan sumberdaya air ini merupakan salah satu masalah lingkungan

    hidup yang disebabkan oleh proses antropogenik. Kerentanan kekritisan air yang dimaksud dalam

    penelitian ini adalah kekritisan air dalam hal kuantitas. Kekritisan sumberdaya air dipengaruhi olehbeberapa faktor, antara lain: Curah hujan, Kondisi tanah, Tata guna lahan, Degradasi airtanah,

    Fluktuasi airtanah, Layanan air bersih, dan Akuifer.

    Secara kuantitatif, nilai kerentanan sumberdaya air didapatkan dengan sistem skoring dari

    beberapa parameter (Tabel 1). Skoring dilakukan dengan asumsi nilai sebagai berikut:

    Tabel 1. Parameter dan Sistem Skoring Penilaian Kekritisan Sumberdaya Air

    No ParameterUrgensi

    Data (%)

    Reliabilitas

    Data (%)

    Total Skor

    (%)Bobot

    1 Tata guna lahan 100 95 195 23

    2 Rasio runoff/rainfall 100 95 195 23

    3 Degradasi airtanah 95 90 185 184 Fluktuasi airtanah 95 90 185 18

    5 Layanan PDAM 90 85 175 18

    T o t a l 935 100

    Sumber: Vrba (1994) ; Widodo (2008)

    Nilai skor untuk masing-masing parameter ditentukan dengan klasifikasi berikut:

    Tabel 2. Deskripsi Parameter Kekritisan Sumberdaya Air

    No Parameter Klas Skor

    1 Tata guna lahan Non Permukiman 0

    Permukiman Klas 1 1

    Permukiman Klas 2 2Permukiman Klas 3 3

    Permukiman Klas 4 4

    Permukiman Klas 5 5

  • 7/22/2019 D.Widodo B_

    3/18

    ISBN: 978-979-98438-8-3

    415

    No Parameter Klas Skor

    2 Rasio runoff/rainfall Rendah (< 46%) 1

    Sedang (46%--63%) 2

    Tinggi (> 69%) 3

    3 Degradasi airtanah Rendah (< 0,3 m/tahun) 1Sedang (>= 0,3 - < 0,6 m/ tahun) 2

    Tinggi (>= 0,6 - < 0,9 m/ tahun) 3

    Ekstrim (>= 0,9 m/tahun) 4

    4 Fluktuasi airtanah Rendah (0 - 3 meter/year) 1

    Sedang (3 - 6 meter/year) 2

    Tinggi (> 6 meter/year) 3

    5 Layanan PDAM Sangat Tinggi (> 75%) 1

    Tinggi (50% - 75%) 2

    Cukup (25% - 50%) 3

    Tinggi (0% - 25%) 4

    Tidak ada layanan (0%) 5

    Sumber: Vrba (1994); Wilopo (1999)

    Jenis overlay yang digunakan adalah union, sehingga operasi matematika yang berlaku pada

    proses tumpangsusun adalah dengan cara menjumlahkan harkat setiap variabel yang digunakan

    sebagai penilai setelah dikalikan dengan faktor pembobotan. Formula yang digunakan adalah

    sebagai berikut (Bonham-Carter, 1998 dalam Widodo, 2008):

    Pk = (V1 * B1) + (V2 * B2) + (V3 * B3) + (V4 * B4) + (V5 * B5)

    Dimana :

    Pk = total skor kerentanan sumberdaya air

    V1 = variabel tata guna lahan

    V2 = variabel Rasio runoff/rainfallV3 = variabel Degradasi airtanah

    V4 = variabel Fluktuasi airtanah

    V5 = variabel Layanan PDAM

    B1 = faktor V1

    B2 = faktor V2

    B3 = faktor V3

    B4 = faktor V4

    B5 = faktor V5

    Hasil akhir penghitungan adalah teridentifikasikannya klas kerentanan sumberdaya air setiap

    wilayah. Jenis dan deskripsi masing-masing klas kerentanan tersaji pada Tabel 3. berikut.

    Tabel 3. Klasifikasi Klas Kekritisan Sumberdaya Air

    NoKlas

    kerentanan

    Total

    SkorKriteria Deskripsi

    1

    I 21-81Tidak

    kritis

    Wilayah dengan kondisi sumberdaya air sangat

    baik, tidak ada parameter yang berpotensi

    menimbulkan degradasi sumberdaya air menjadi

    rentan

    2

    II 82-143Sedikit

    kritis

    Wilayah dengan kondisi sumberdaya air baik,

    sedikit parameter yang berpotensi menimbulkan

    degradasi sumberdaya air menjadi rentan3

    III 144-205Cukup

    kritis

    Wilayah dengan kondisi sumberdaya air cukup

    baik, sumberdaya air berpotensi lebih buruk jika

    tanpa ada pengelolaan yang baik

  • 7/22/2019 D.Widodo B_

    4/18

    Prosiding Seminar Nasional 2013

    Menuju Masyarakat Madani dan Lestari

    416

    NoKlas

    kerentanan

    Total

    SkorKriteria Deskripsi

    4

    IV 206-267 Kritis

    Wilayah dengan kondisi sumberdaya air buruk,

    memiliki beberapa paremeter yang menimbulkan

    degradasi sumberdaya air, disebut wilayahberkerentanan tinggi.

    5

    V 268-329Sangat

    kritis

    Wilayah dengan kondisi sumberdaya air sangat

    buruk, seluruh paremeter telah menimbulkan

    degradasi sumberdaya air, disebut wilayah

    berkerentanan sangat tinggi.

    Sumber : Vrba (1994) ; Widodo (2008)

    Metode analisis di atas hanya digunakan untuk daerah yang sumberdaya airnya dipengaruhi

    oleh faktor manusia (antropogenik). Sedangkan untuk daerah yang kondisi sumberdaya air nya

    tergantung pada kondisi alam, akan digunakan analisis kondisi fisik sesuai karakter wilayahnya.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Daerah Kritis Antropogenik

    Nilai kekritisan diperoleh dari tumpang susun antar parameter yang disebutkan di atas.

    Berdasarkan hasil overlay, dapat diketahui bahwa di daerah penelitian kekritisan air dapat dibagi

    menjadi 5 kategori kekritisan. Sebaran spasial lokasi ke-5 tingkat kekritisan tersaji pada Gambar 1.

    Daerah Sangat Kritis (extremely high vulnerability)

    Daerah extremely high vulnerability didefinisikan sebagai daerah yang sangat berpotensi

    untuk mengalami kekritisan air. Kriteria daerah ini merupakan gabungan dari daerah kerentanan

    secara antropogenik dan secara alami. Lokasi daerah extremely high vulnerability terdapat padaTabel 4.

    Tabel 4 Rincian Daerah Sangat Kritis Air (extremely high vulnerability)

    No Kabupaten/kota Kecamatan Desa Luas (km2)

    1 Sleman Godean Sidorejo 1,46

    Mlati Sinduadi

    Depok Caturtunggal

    Ngaglik Minomartani

    Depok Condongcatur

    2 Yogyakarta Danurejan Bausasran, Tegalpanggung 15,94

    Gedongtengen Sosromenduran, PringgokusumaGondokusuman

    Terban, Klitren, Demangan, Baciro

    Ngupasan, Prawirodirjan

    Jetis Cokrodiningra, Gowongan

    Kotagede Rejowinangun, Purbayan

    Kraton Panembahan, Kadipaten, Patehan

    Mantrijeron Suryodiningra, Mantrijeron

    Mergangsan Wirogunan

    Ngampilan Ngampilan

    Pakualaman Notoprajan, Purwokinanti

    Tegalrejo Gunungketur, Bener

    Umbulharjo Tegalrejo, Kricak, Semaki

    WirobrajanTahunan, Warungboto, PakuncenWirobrajan, Patangpuluhan

    T o t a l 17.40

  • 7/22/2019 D.Widodo B_

    5/18

    ISBN: 978-979-98438-8-3

    417

    Gambar 1. Peta Kekritisan Sumberdaya Air Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Bantul

    Berdasarkan Tabel 4. di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar daerah yang sangat rentan

    kekritisan terdapat di wilayah Kota Yogyakarta dengan luas 15.94 km2atau 91.6% dari luas total

    daerah sangat rentan kekritisan air, sedangkan sisanya terdapat di Sleman yakni sebesar 1.46 km2

    atau 8.4%. Seluruh kecamatan di Kota Yogyakarta sudah mengalami kerentanan yang sangat tinggi.

    Memang masih ada sebagian wilayah di dalam masing-masing kecamatan tidak termasuk sangat

    rentan. Kabupaten Sleman memiliki daerah yang sangat rentan pada 5 kecamatan yang ternyata

    umumnya merupakan kecamatan terdekat dengan Kota Yogyakarta. Luasnya daerah sangat kritis di

    Kota Yogyakarta disebabkan karena Kota memiliki kepadatan penduduk yang sangat tinggi dan

    permukiman yang sangat padat serta aktivitas dari masyarakat yang banyak melakukan tindakan

    alih fungsi lahan dari yang dahulunya berupa sawah, pekarangan atau kebun berubah menjadi

    permukiman, perkantoran atau industri. Akibat dari adanya proses alih fungsi lahan tersebut

    menyebabkan tingginya rasio runoff/rainfall yakni banyaknya air hujan yang jatuh ke tanah menjadi

    runoff dan tidak sempat untuk infiltrasi, sehingga banyak air hujan yang langsung saja mengalir ke

    saluran-saluran dan terbuang sia-sia sehingga tidak dapat untuk mengisi airtanah. Selain itu di Kota

    banyak masyarakat yang mengkonsumsi airtanah dengan berlebihan sehingga menimbulkan

    fluktuasi muka airtanah yang tinggi dan dapat menyebabkan degradasi muka airtanah dimana

    kondisi muka airtanah turun dari tahun ketahun apabila hal tersebut dibiarkan berlarut-larut dapatmenyebabkan subsidence atau amblesan permukaan tanah hal tersebut yang menyebabkan di kota

    sangat rentan terhadap kekritisan air.

    S.Oyo

    S.

    Be

    dog

    S.

    Code

    S.

    GajdahW

    ong

    S.Op

    ak

    S.Progo

    S.Wino

    ngo

    S

    S.Oyo

    S.Bed

    og

    S.

    Code

    S.

    Gajdah

    Wong

    S.Op

    ak

    S.Progo

    S.Wino

    ngo

    S

    TURI

    DLINGO

    PAKEM

    IMOGIRI

    DEPOK

    MLATI

    JETIS

    SEDAYU

    NGAGLIK

    TEMPEL

    SLEMAN

    KALASAN

    SEWON

    KASIHAN

    KRETEK

    NGEMPLAK

    MINGGIR

    PIYUNGAN

    PRAMBANAN

    GAMPING

    PAJANGAN

    GODEAN

    PLERET

    PANDAK

    CANGKRINGAN

    BERBAH

    SANDEN

    SEYEGAN

    MOYUDAN

    PUNDONG

    BANGUNTAPAN

    BAMBANG LIPURO

    BANTUL

    SRANDAKAN

    KOTA YOGYAKARTA

    420000 mT

    420000 mT

    440000 mT

    440000 mT

    9120000mU

    9120000mU

    9140000

    9140000

    9160000mU

    9160000mU

    PETA KERENTANAN KAB.SLEMAN KOTA YOGYAKARTA DAN KAB.BANTUL

    KAB. GUNUNG KIDUL

    KAB. KLATENJAWA TENGAH

    KAB. MAGELANGJAWA TENGAH

    KAB. KULON PROGO

    $

    4 0 4 8 Km

    Sistem Proyeksi UTM Zone 49MDatum WGS 84

    Sumber :1. Analisa Data 2008

    SAMUDERAHINDIA

    U

    TinggiSangat Tinggi

    Kerentanan Alami ( Hamparan Lava)

    Kerentanan Alami(Miskin dan Bukan Aquifer)

    Rendah

    Sedang

    Sangat Rendah

    Tingkat Kerentanan :

    Gunungapi Merapi

    SAMUDERAHINDIA

    Kab.KulonProgo

    Kab.GunungKidul

    Kab.Bantul

    Kab.Sleman

    KotaYogyakarta

    400000

    400000

    450000

    450000

    9100000

    9100000

    9150000

    9150

    000

    PETAKAWASAN

    LEGENDA

    Batas Propinsi

    Batas KabupatenBatas Kecamatan

    Laut

    $ Gunungapi Merapi

    Jalan NasionalJalan Propinsi

    Sungai

    Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah(BAPEDALDA)Provinsi D.I. Yogyakarta

    CV.Karunia Sejahtera

  • 7/22/2019 D.Widodo B_

    6/18

    Prosiding Seminar Nasional 2013

    Menuju Masyarakat Madani dan Lestari

    418

    Demikian juga di Kabupaten Sleman khususnya di Kecamatan Depok, Mlati, Godean, dan

    Ngaglik yang dahulunya merupakan daerah rural sekarang seiring dengan pesatnya pertumbuhan

    berubah menjadi daerah urban dengan dicirikan oleh banyaknya permukiman penduduk serta

    menjamurnya pusat perdagangan dan industri, sehingga kebutuhan air bersih yang bersumber dari

    airtanah meningkat sedangkan ketersediaannya tetap bahkan cenderung berkurang, hal tersebutmembuat deerah itu sangat berpotensi untuk mengalami kekritisan air

    Daerah yang masuk dalam kategori sangat rentan kekritisan air, perlu diprioritaskan untuk

    mendapatkan perhatian yang khusus diantaranya melakukan penertiban terhadap kegiatan

    pengambilan airtanah yang dilakukan perseorangan, kelompok masyarakat maupun badan usaha

    yang tidak berdasarkan ketentuan, peraturan, dan perundang-undangan yang berlaku. Penertiban

    dilakukan secara berkala dengan memeriksa izin pengambilan airtanah. Apabila diketahui tidak ada

    izin maka pihak yang terkait akan segera menutup sumur air bawah tanah itu, karena kalau

    dibiarkan akan merusak lingkungan khususnya ketersediaan airtanah di cekungan Yogyakarta.

    Daerah Kritis (high vulnerability)

    Daerah high vulnerability didefinisikan sebagai daerah yang berpotensi untuk mengalami

    kekritisan air. Daerah dengan kriteria high vulnerabilityterdapat pada ke 3 wilayah. Lokasi daerah

    high vulnerabilityterdapat pada Tabel dibawah ini.

    Tabel 5. Rincian Daerah Kritis Air (high vulnerability)

    No Kabupaten/kota Kecamatan Desa Luas (km2)

    1 BantulBanguntapan

    Banguntapan, Jagalan, Tamanan

    Wirokerten

    10.02

    Bantul Ringinharjo

    Kasihan Ngestiharjo, Tirtonirmolo

    Sedayu Argosari

    Sewon Panggungharjo, Bangunharjo2 Sleman Cangkringan Kepuhharjo, Glagahharjo, Wukirsari 50.70

    Depok Caturtunggal, Condongcatur, Maguwoharjo

    Gamping Trihanggo, Nogotirto, Banyuraden

    GodeanSidomoyo, Sidorejo, Sidoagung, Sidokarto,

    Sidoarum

    Kalasan Selomartani

    Minggir Sendangarum

    MlatiSumberadi, Tlogoadi, Tirtoadi, Sendangadi,

    Sinduadi

    Moyudan Sumberagung, Sumbersari

    Ngaglik Sariharjo, Sukoharjo, SardonoharjoSariharjo, Minomartani

    NgemplakUmbulmartani, Widodomartani,

    Wedomartani

    Pakem Harjobinangun, Candibinangun

    Sayegan Margomulyo, Margoagung, Margoluwih

    Sleman Caturharjo, Triharjo, Pendowoharjo

    Tempel Mororejo, Pondokrejo

    Turi Girikerto

    3 Yogyakarta Danurejan Suryatmajan 14.77

    Gedongtengen Pringgokusuman

    Gondokusuman Terban, Kotabaru

    Jetis Bumijo, Cokrodiningratan

    Kotagede Prenggan

    Kraton Panembahan

  • 7/22/2019 D.Widodo B_

    7/18

    ISBN: 978-979-98438-8-3

    419

    No Kabupaten/kota Kecamatan Desa Luas (km2)

    Mantrijeron Gedongkiwo, Suryodiningra,Mantrijeron

    Mergangsan Wirogunan,Keparakan, Brontokusuman

    Ngampilan Notoprajan

    Pakualaman GunungketurTegalrejo

    Karangwaru, Kricak, Bener,

    Tegalrejo

    UmbulharjoSorosutan, Mujamuju, Warungboto

    Tahunan, Pandeyan, Giwangan

    Wirobrajan Pakuncen, Wirobrajan

    Total 75.49

    Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar daerah yang masuk high

    vulnerabilitydi wilayah Kabupaten Sleman dengan luas 50.70 km2atau 67.2% dari luas total daerah

    high vulnerability, sedangkan sisanya terdapat di Kabupaten Bantul yakni sebesar 10.02 km2 atau

    13.3% dan Kota Yogyakarta sebesar 14.77 km2 atau 19.6%.Tingginya high vulnerabilityarea di Kabupaten Sleman disebabkan tingginya pertumbuhan

    penduduk dan perkembangan wilayah setempat. Sejak tahun 1990 an telah terjadi fenomena

    perkembangan permukiman yang sangat siginificant di Kabupaten Sleman. Sejumlah 15 kecamatan

    di Kabupaten Sleman dari total 17 kecamatan ternyata sudah masuk kategori high vulnerability

    area. Pemerintah sudah berusaha membatasi perkembangan ini tetapi sepertinya belum terasa

    hasilnya. Alih fungsi lahan dari yang dahulunya berupa sawah, pekarangan atau kebun berubah

    terutama menjadi permukiman mengakibatkan ancaman serius bagi sustainabilitas sumberdaya air

    di wilayah ini dan wilayah bawahnya. Semakin seringnya terjadi banjir di kawasan Yogyakarta

    urban merupakan indikasi nyata akan menaiknya runoff yang dikirim dari kawasan hulu yang ada

    di wilayah Kabupaten Sleman.

    Daerah yang masuk dalam kategori high vulnerability juga perlu diprioritaskan untukmendapatkan perhatian yang khusus diantaranya melakukan pengendalian sistim pembangunan

    perumahan dengan membatasi luas lahan yang terbangun dan membuat zona-zona penataan

    pembangunan.

    Daerah Cukup Kritis (Medium Vulnerability)

    Daerah medium vulnerability didefinisikan sebagai daerah yang cukup berpotensi untuk

    mengalami kekritisan air. Lokasi daerah sangat rentan kekritisan air terdapat pada Tabel di bawah

    ini.

    Tabel 6. Rincian daerah Kekritisan Sedang (Medium Vulnerability)

    No Kabupaten/kota Kecamatan Desa Luas (km2)1 Bantul Bambanglipuro Sumbermulyo, Mulyodadi, 136.79

    BanguntapanBaturetno, Tamanan, Banguntapan, Potorono,

    Singosaren, Jambidan

    BantulBantul, Trirenggo, Sabdodadi, Ringinharjo

    Palbapang

    Imogiri Karangtalun, Kebonagung

    Jetis Sumberagung, Patalan, Canden

    Kasihan Ngestiharjo, Tirtonirmolo, Ngestiharjo

    Kretek Tirtomulyo, Donotirto, Tirtosari, Tirtohargo

    Pleret Wonokromo, Pleret,

    Pundong Srihardono, Panjangrejo,Sanden Gadingsari, Murtigading, Srigading

    Sedayu Argosari

  • 7/22/2019 D.Widodo B_

    8/18

    Prosiding Seminar Nasional 2013

    Menuju Masyarakat Madani dan Lestari

    420

    No Kabupaten/kota Kecamatan Desa Luas (km2)

    SewonBangunharjo, Panggungharjo, Timbulharjo

    Pendowoharjo,

    Srandakan Trimurti, Poncosari

    2 Sleman Berbah Kalitirto, Tegaltirto, Jogotirto, Sendangtirto 328.68Cangkringan

    Glagahharjo, Kepuhharjo, Umbulharjo,

    Wukirsarii, Argomulyo

    Depok Condongcatur, Maguwoharjo, Caturtunggal

    Gamping Trihanggo, Nogotirto, Banyuraden

    GodeanSidomoyo, Sidoluhur, Sidoagung

    Sidoarum, Sidokarto, Sidomulyo

    KalasanTamanmartani, Selomartani, Purwomartani

    Tirtomartani

    MinggirSendangmulyo, Sendangrejo, Sendangsari

    Sendangagung, Sendangarum

    Mlati Sumberadi, Tlogoadi, Tirtoadi, Sinduadi

    MoyudanSumberagung, Sumberarum, SumbersariSumberrahayu

    NgaglikDonoharjo, Sariharjo, Sukoharjo

    Sardonoharjo, Sinduharjo, Minomartani

    NgemplakUmbulmartani, Widodomartani, Bimomartani,

    Wedomartani

    PakemHargobinangun, Purwobinangun, Candibinangun,

    Pakembinangun, Harjobinangun

    Prambanan Bokoharjo, Sambirejo, Madurejo, Sumberharjo,

    SeyeganMargoagung, Margomulyo, Margokaton

    Margoluwih

    Sleman Trimulyo, Caturharjo, TriharjoPendowoharjo, Tridadi

    Tempel

    Merdikorejo,Lumbungrejo, Margorejo,

    Pondokrejo, Mororejo, Sumberrejo,

    Tambakrejo, Banyurejo

    Turi Wonokerto, Bangunkerto, Donokerto, Girikerto

    3 Yogyakarta Gondokusuman Baciro 2.15

    Jetis Cokrodiningratan

    Kotagede Prenggan, Rejowinangun

    Mantrijeron Suryodiningratan

    Mergangsan Wirogunan, Keparakan

    Tegalrejo Kricak, Bener, Karangwaru, Tegalrejo

    Umbulharjo Sorosutan, Mujamuju, Tahunan

    Wirobrajan Pakuncen, Patangpuluhan

    Total 467.62

    Berdasarkan data pada Tabel di atas dapat diketahui bahwa daerah medium vulnerability

    meliputi 3 wilayah yakni Bantul dengan luas 136.79 km2atau 29.3% dari luas total daerah medium

    vulnerability, Kota Yogyakarta dengan luas 2.15 km2atau 0.5 % dan Sleman dengan luas 328.68

    km2 atau 70.2%. Di Kabupaten Sleman daerah medium vulnerability terdapat di 17 kecamatan,

    Kota Yogyakarta daerah medium vulnerability terdapat di 8 Kecamatan sedangkan di Bantul daerah

    kategori ini terdapat di 13 kecamatan. Terjadinya daerah medium vulnerability antara lain

    disebabkan oleh pengaruh antropogenik yakni aktivitas manusia yang melakukan alih fungsi lahan

    dengan merubah lahan pekarangan, kebun atau sawah menjadi permukiman atau industri sehingga

    meningkatkan air hujan yang menjadi runoff sehinga sedikit yang meresap kedalam tanah dan

    banyak yang menjadi aliran permukaan. Selain itu juga karena aktivitas pemompaan air tanah yang

  • 7/22/2019 D.Widodo B_

    9/18

    ISBN: 978-979-98438-8-3

    421

    berlebihan yang menyebabkan degradasi muka airtanah sehingga daerah tersebut sangat berpotensi

    rentan kekritisan airtanah.

    Di Kabupaten Bantul dan Sleman deerah medium vulnerability terdapat di daerah yang

    terpengaruh oleh perkembangan dari kota Yogyakarta sehingga daerah tersebut mulai padat dengan

    permukiman penduduk serta aktivitas industri sehingga banyak lahan perkarangan atau sawah yangberubah fungsinya menjadi pemukiman atau tempat usaha sehingga menurunkan kemampuan hujan

    untuk meresap kedalam tanah dan banyak hujan yang berubah menjadi aliran permukaan. Di Bantul

    dan Sleman daerahnya sudah mulai banyak yang tergolong dalam daerah medium vulnerability

    maka hal ini perlu diwaspadai dengan cara melakukan pembatasan debit air yang diambil agar tidak

    tidak terlalu besar yaitu tidak lebih dari 200 liter/menit. Hal ini dilakukan sebagai pengendalian agar

    airtanah tidak terus menurun. Juga diimbau agar seluruh pengusaha yang mengambil airtanah dalam

    ataupun airtanah dangkal agar bisa menghemat pemakaiannya. Selain itu, masyarakat dan

    pengusaha diinstruksikan membuat sumur-sumur resapan di areal perusahaan, membuat kolam-

    kolam penampung air (tandon), melaksanakan penghijauan, mendaur ulang air limbah, dan

    mengolah sumber air alternatif. Hal tersebut bertujuan agar nantinya tidak menjadi daerah yang

    sangat kritis seperti di Kota Yogyakarta dan sebagian Sleman.

    Daerah Kekritisan Rendah (Low Vulnerability)

    Daerah low vulnerabilitydidefinisikan sebagai daerah yang agak berpotensi untuk menjadi

    rentan kekritisan. Daerah yang tergolong dalam kriteria low vulnerability terdapat pada tabel di

    bawah ini

    Tabel 7. Rincian Daerah Kerentanan Rendah (Low Vulnerability)

    NoKabupaten/

    kotaKecamatan Desa

    Luas

    (km2)

    1 Bantul Bambanglipuro Sumbermulyo, Mulyodadi, 72.01

    BanguntapanBanguntapan, Tamanan, Baturetno

    Potorono, Singosaren, Wirokerten

    BantulBantul, Ringinharjo, Sabdodadi, Trirenggo,

    Palbapang

    Imogiri Karangtalun

    Jetis Sumberagung, Patalan

    KasihanNgestiharjo, Tamantirto, Bangunjiwo

    Tirtonirmolo

    Kretek Tirtomulyo, Donotirto

    Pajangan Triwidadi, Sendangsari, Guwosari

    Pandak Wijirejo

    Piyungan Srimartani

    SandenGadingsari, Murtigading, Srigading

    Gadingharjo

    Sedayu Argomulyo, Argosari, Argorejo, Argodadi

    SewonBangunharjo, Panggungharjo, Pendowoharjo,

    Timbulharjo

    Srandakan Trimurti, Poncosari

    2 Sleman Berbah Kalitirto, Tegaltirto, Jogotirto, Sendangtirto 134.12

    CangkringanGlagahharjo, Kepuhharjo, Umbulharjo

    Argomulyo

    Depok Condongcatur, Maguwoharjo, Caturtunggal

    GampingNogotirto, Banyuraden, Balecatur

    Ambarketawang

    Godean Sidomulyo

    Kalasan Tamanmartani,Selomartani,Purwomartani

  • 7/22/2019 D.Widodo B_

    10/18

    Prosiding Seminar Nasional 2013

    Menuju Masyarakat Madani dan Lestari

    422

    NoKabupaten/

    kotaKecamatan Desa

    Luas

    (km2)

    MinggirSendangsari, Sendangrejo, Sendangagung,

    Sendangarum

    Mlati Sumberadi, Tlogoadi, SendangadiMoyudan

    Sumberagung, Sumberrahayu,

    Sumberarum

    NgaglikDonoharjo, Sariharjo, Sukoharjo, Sinduharjo,

    Minomartani

    NgemplakUmbulmartani, Sindumartani,

    Widodomartani,Bimomartani,Wedomartani

    PakemHargobinangun, Purwobinangun,

    Pakembinangun, Harjobinangun

    PrambananBokoharjo, Sambirejo, Madurejo, Gayamharjo,

    Sumberharjo, Wukirharjo

    Seyegan Margodadi, Margoluwih

    Sleman Trimulyo, Triharjo, Tridadi, PendowoharjoTuri Wonokerto, Girikerto

    3 Yogyakarta Tegalrejo Karangwaru, Tegalrejo 0.93

    Mergangsan Keparakan, Brontokusuman

    Umbulharjo Mujamuju, Pandeyan, Giwangan

    Total 207.05

    Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa daerah low vulnerability meliputi tiga

    kabupaten dan terluas di Sleman, kemudian Bantul dan terakhir adalah Kota Yogyakarta.

    Kabupaten Sleman memiliki daerah low vulnerabilitypada 16 kecamatan dengan luas 134.12 km2

    atau 64.8% dari luas total daerah low vulnerability. Di Kabupaten Bantul daerah low vulnerability

    terdapat di 14 kecamatan dengan luas sebesar 72.01 km2 atau 34.8%. Sedangkan di KotaYogyakarta daerah low vulnerability terdapat di 3 kecamatan dengan luas 0.93 km

    2 atau 0,4%.

    Daerah low vulnerability terjadi karena pengaruh beberapa faktor dengan intensitas yang kecil

    sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap ketersediaan airtanah akan tetapi masih memungkinkan

    untuk berpotensi untuk menjadi rentan air. Daerah low vulnerability yang tedapat di urban

    umumnya terjadi di daerah pinggiran kota dimana penduduknya tidak sepadat di pusat kota.

    Sedangkan di Bantul dan Sleman, daerah low vulnerabilityumumnya terdapat di daerah yang relatif

    sudah maju pembangunannya, sehingga mulai muncul aktivitas alih fungsi lahan dengan intensitas

    yang tidak terlalu tinggi sehingga tidak banyak perubahan perkebunan atau sawah menjadi

    pemukiman atau industri sehingga tidak menyebabkan runoff yang besar, selain itu ketersediaan

    airtanah relatif masih mencukupi untuk kebutuhan air bersih bagi masyarakat sekitar.

    Besarnya daerah low vulnerability (26%) ini menunjukkan bahwa di 3 wilayah tersebut

    kekritisan air sudah mulai dirasakan oleh masyarakat sekitar walaupun dengan intensitas yang kecil

    terutama pada waktu musim kamarau yang ditandai dengan turunnya muka airtanah. Apabila hal ini

    dibiarkan saja dan tidak ada tindakan lebih lanjut khususnya tentang pembatasan pengambilan

    airtanah maka kemungkinan besar daerah tersebut dapat berubah menjadi daerah medium

    vulnerabilitybahkan dapat menjadi high vulnerability atauextremly high vulnerability.

    Daerah Kekritisan Sangat Rendah (very low vulnerability)

    Daerah very low vulnerability didefinisikan sebagai daerah yang untuk sementara ini tidak

    berpotensi untuk mengalami kekritisan air. Sehingga daerah tersebut tergolong dalam daerah yang

    relatif aman terhadap kerentanan kekritisan air. Lokasi yang tergolong daerah tidak rentankekritisan air terdapat pada Tabel 8.

  • 7/22/2019 D.Widodo B_

    11/18

    ISBN: 978-979-98438-8-3

    423

    Tabel 8. Rincian Daerah Kerentanan Sangat Rendah (very low vulnerability)

    No Kabupaten Kecamatan Desa Luas (km2)

    1 Bantul Bantul Bantul 13.18

    Kasihan Tamantirto

    Pajangan GuwosariSedayu Argomulyo, Argorejo

    Sewon Pendowoharjo

    2 Sleman Cangkringan Kepuhharjo 22,09

    Pakem Hargobinangun

    Prambanan Bokoharjo, Sambirejo,

    Sleman Tridadi, Pendowoharjo

    Total 35.27

    Berdasarkan data dari tabel di atas dapat diketahui bahwa very low vulnerability areas

    terdapat di 2 kabupaten yakniSleman dan Bantul. Di Kabupaten Sleman daerah tidak rentan

    kekritisan air terdapat di 4 kecamatan dengan luas 22.09 km2

    atau 62.6% dari luas total daerah tidakrentan kekritisan air. Di Kabupaten Bantul daerah tidak rentan kekritisan air terdapat di 5

    kecamatan dengan luas 13.18 km2atau 37.4%. Sedangkan di Kota Yogyakarta tidak ditemukan very

    low vulnerability areas.

    Very low vulnerability areas memiliki kondisi daerah yang masih alami yang dapat berupa

    hutan, sawah atau perkebunan dan belum banyak terjadi alih fungsi lahan, memiliki rasio run

    off/rainfall yang kecil sehingga banyak air hujan yang berkesempatan untuk masuk ke tanah untuk

    mengisi cadangan airtanah atau sedikit air hujan yang menjadi runoff. Selain itu ketersediaan

    airtanah cukup melimpah sehingga kebutuhan air bagi penduduk atau bagi pertanian dan peternakan

    tercukupi dengan baik.

    Berdasarkan analisis di atas dapat diketahui bahwa daerah dengan kriteria very low

    vulnerability memiliki luas 35.27 km2 atau 4,39% dari luas total. Daerah low vulnerabilitymempunyai luas 207.05km

    2atau 25,79%, daerah moderate vulnerability memiliki luas 467.615km

    2

    atau 58,25%, daerah high vulnerability memiliki luas 75.49 km2

    atau 9,4 %, dan daerah yang

    termasuk very high vulnerability seluas 17.4atau 2,17%. Oleh karena itu hal tersebut perlu

    diwaspadai karena apabila tidak ditangani kawasan yang agak kritis dapat berubah menjadi kawasan

    kritis bahkan menjadi sangat kritis.

    Tabel 9. Daerah Kerentanan Air

    No Kerentanan Luas (km2) %)

    1 Sangat rendah 35.27 4,39

    2 Rendah 207.05 25,79

    3 Sedang 467.615 58,254 Tinggi 75.49 9,4

    5 Sangat tinggi 17.4 2,17

    Total 802.825 100

    Daerah Kritis Alami

    Daerah yang tergolong dalam kategori kritis alami (Natural Vulnerability) adalah daerah

    dengan jenis keterbatasan aquifer dan daerah dengan tipe lava field(Gambar 1). Daerah kritis alami

    dengan aquifer yang terbatas merupakan daerah yang memiliki keterbatasan karena tipe aquifernya

    tergolong minor, pooratau non aquifer, yakni batuan yang sulit atau tidak dapat menyimpan dan

    atau meloloskan air, sehingga daerah yang masuk dalam kategori ini tergolong dalam daerahdengan kerentanan alami. Sebagian besar daerah yang tergolong dalam kategori ini masuk dalam

    formasi geologi Sambipitu (siltstone, shales, dan tuff), formasi Kebo dan Butak (conglomeritic

  • 7/22/2019 D.Widodo B_

    12/18

    Prosiding Seminar Nasional 2013

    Menuju Masyarakat Madani dan Lestari

    424

    shales dan tuff), Nglanggran dan Semilir (breccias, shales dan tuff), Old andesit (andesitic breccias,

    tuff), Jonggrangan (basal conglomerates, tuffaceous, dan calcareous sandstones) dan Sentolo

    (limestone). Daerah ini umumnya tergolong dalam daerah yang kering, sehingga ketersediaan air

    menjadi kendala pertama. Oleh karena itu perlu usaha untuk dapat memenuhi kebutuhan air

    diantaranya dengan penangkapan air hujan yang efektif dan efisien.Daerah yang tergolong dalam kategori kritis alami dengan tipe lava fieldhanya terdapat di

    kabupaten Sleman. Daerah kritis alami dengan tipe lava fieldmerupakan daerah yang tergolong

    dalam kawasan rawan bencana Gunungapi Merapi, yaitu daerah yang terkena efek dari letusan

    gunungapi merapi baik berupa lava flow, lapili, bom (batu-batu yang besar), nues ardante (awan

    panas), dan abu, sehingga daerah tersebut direkomendasikan untuk tidak ditempati oleh karena akan

    membahayakan baik keselamatan penduduk. Kawasan tersebut direkomendasikan untuk tetap

    dijadikan sebagai kawasan hutan alami maupun sebagai taman nasional sehingga dapat berfungsi

    sebagai tempat untuk meresapkan air. Tabel 10 hingga 13 menyajikan komposisi kategori kritis

    alami dan luasannya.

    Tabel 10 Daerah Kritis Alami pada Formasi Geologi Nanggulan-Old Andesit

    No Kabupaten Kecamatan Desa Luas (km2)

    1 SlemanSayegan Margodadi 0.38

    Godean Sidorejo 0.81

    Total 1.19

    Tabel 11. Daerah Kritis Alami pada Formasi Geologi Jonggrangan and Sentolo

    No Kabupaten Kecamatan Desa Luas (km2)

    1 SlemanGamping

    Ambarketawang 5.51

    Balecatur 4.2

    Cangkringan Argomulyo 3.97

    Minggir Sendangsari 8.301

    Sedayu

    Argodadi 2.59

    Argorejo 4.11

    Argosari 0.019

    2 Bantul Kasihan Bangunjiwo 10.50

    PajanganGuwosari 3.62

    Triwidadi 10.98

    Pandak

    Gilangharjo 1.05

    Triharjo 1.77

    Caturharjo 2.23

    Bambanglipuro Sidomulyo 0.58

    Total 50.51

    Tabel 12. Daerah Kritis Alami pada Formasi Geologi Sambipitu, Kebo, Butak, Nglangran, Semilir

    No Kabupaten Kecamatan Desa Luas (km2)

    1 Sleman

    Prambanan

    Bokoharjo 0.91

    Gayamharjo 6.64

    Madurejo 0.15

    Sambirejo 7.24

    Wukirhajo 4.98

    Sumberhajo 1.79

    2 Bantul Jetis Trimulyo 1.18Dlingo

    Dlingo 9.04

    Jatimulyo 9.57

  • 7/22/2019 D.Widodo B_

    13/18

    ISBN: 978-979-98438-8-3

    425

    No Kabupaten Kecamatan Desa Luas (km2)

    Mangunan 11.85

    Muntuk 13.76

    Temuwuh 7.43

    Terong 8.87

    Imogiri

    Girirejo 1.40

    Imogiri 0.05

    Karangtengah 1.04

    Selopamioro 19.05

    Sriharjo 2.43

    Wukirsari 14.01

    Kretek Parangtritis 4.65

    Piyungan

    Sitimulyo 4.03

    Srimartani 5.35

    Srimulyo 8.87

    Pleret

    Bawuran 3.52

    Segoroyoso 3.14

    Wonolelo 4.62

    Pundong Seloharjo 7.82

    Total 163.38

    Tabel 13. Daerah Kritis Alami pada tipe lava field

    No Kabupaten Kecamatan Desa Luas (km2)

    1 Sleman Pakem Hargobinangun 14.79

    Total 14.79

    Tabel 14. Rekapitulasi Daerah Kritis Alami

    No FormationSleman Bantul Total

    km2 (%) km

    2 (%) km

    2 (%)

    1 Sambipitu, Kebo, Butak,

    Nglanggran, dan Semilir

    36.9 49.29 126.49 77 163.39 68.4

    2 Jonggrangan dan Sentolo 21.98 29.36 37.45 23 59.43 24.9

    3 Merapi peak (lava field) 14.79 19.75 0 0 14.79 6.2

    4 Nanggulan-Old Andesit 1.19 1.58 0 0 1.19 0.5

    Total 74.86 100 163.94 100 238.8 100

    Model Spasial Konservasi Lingkungan

    Alternatif pengembangan wilayah konservasi airtanah di Kabupaten Sleman, Kota

    Yogyakarta, dan Kabupaten Bantul ada beberapa kategori. Pengkategorian kawasan konservasi ini

    semuanya berprinsip tanpa mengubah jenis penggunaan lahan yang sudah ada, namun menambah

    aspek konservasi pada setiap jenis penggunaan lahan.

    Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah D.I. Yogyakarta, ditetapkan bahwa wilayah resapan

    air berada di sebagian besar wilayah Kabupaten Sleman. Hal ini dilakukan berdasarkan pada

    banyaknya mata air di Kabupaten Sleman sehingga perlu dijaga kelestariannya juga menjaga suplai

    rechargeuntuk air tanah terutama untuk air tanah dalam (Gambar 2).

    Berdasarkan perkembangan penduduk di Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta dan

    Kabupaten Bantul yang secara rata-rata sebesar 1,06 % per tahun (tahun 1970- 2000), maka

    kebutuhan akan ruang sebagai tempat tinggal dan fasilitas umum akan semakin meningkat dantercatat sebesar 1,4 % pertahun perubahan lahan sawah menjadi bangunan permukiman dan fasilitas

    lainnya (Widodo, 2008). Bila hal ini dibiarkan maka semakin lama kawasan non terbangun akan

  • 7/22/2019 D.Widodo B_

    14/18

    Prosiding Seminar Nasional 2013

    Menuju Masyarakat Madani dan Lestari

    426

    semakin menyempit yang menyebabkan wilayah tangkapan air hujan semakin sedikit, sebab

    infiltrasi air hujan ke tanah hanya terjadi pada wilayah yang tidak tertutup oleh bangunan atau

    material lain yang kedap air (aspal, cor semen dan lain lain). Selain itu pertumbuhan penduduk juga

    menyebabkan semakin meningkatnya kebutuhan akan air tanah, baik itu untuk konsumsi domestik

    maupun untuk kegiatan lain yang mengiringi aktivitas penduduk pada saat itu.

    Gambar 2. Peta Arahan Fungsi Penggunaan Lahan RTRWP DIY di KARTAMANTUL

    Infiltrasi air tanah merupakan satu-satunya jalan masuknya air hujan ke dalam tanah untuk

    mensuplai air tanah, walaupun berdasarkan perkembangan teknologi, metode infitrasi bisa

    dikembangkan menggunakan biopori dan sumur resapan selain infiltrasi secara alami. Berdasarkan

    Teori Mock menyatakan bahwa semakin datar lereng dan semakin tebal tanah serta semakin

    remah/lepas-lepas/pasiran struktur tanah maka semakin besar kapasitas infiltrasinya seperti terlihat

    pada Tabel 15.

  • 7/22/2019 D.Widodo B_

    15/18

    ISBN: 978-979-98438-8-3

    427

    Tabel 15. Kapasitas Infiltrasi menurut Mock

    No. Tanah Lereng Kapasitas Infiltrasi (m3/m

    2)

    1. Alluvial

    0-8% 0,300

    8 15% 0,250

    15 25% 0,15025 40% 0,100

    >40% 0,075

    2. Gleisol

    0-8% 0,400

    8 15% 0,300

    15 25% 0,200

    25 40% 0,100

    >40% 0,085

    3. Grumusol

    0-8% 0,350

    8 15% 0,200

    15 25% 0,150

    25 40% 0,075>40% 0,050

    4. Kambisol

    0-8% 0,350

    8 15% 0,200

    15 25% 0,150

    25 40% 0,075

    >40% 0,050

    5. Mediterania

    0-8% 0,150

    8 15% 0,125

    15 25% 0,100

    25 40% 0,075

    >40% 0,025

    6. Regosol

    0-8% 0,400

    8 15% 0,300

    15 25% 0,250

    25 40% 0,150

    >40% 0,125

    7. Rendzina

    0-8% 0,150

    8 15% 0,100

    15 25% 0,090

    25 40% 0,060

    >40% 0,030

    Sumber: Mock dengan modifikasi

    Berdasarkan tabel di atas maka sebenarnya kawasan yang potensial infiltrasi airnya tidak

    hanya di Kabupaten Sleman, namun juga di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul tepatnya pada

    wilayah-wilayah yang bukan merupakan wilayah terbangun. Oleh karena itu direkomendasikan

    untuk ditambah kawasan resapan air dari yang semula seperti yang tercantum dalam dokumen

    RTRWP.

    Bila alur pikir di atas dikembangkan yaitu meningkatnya jumlah penduduk yang secara

    simultan juga meningkatkan kebutuhan akan air dan juga kebutuhan akan tempat tinggal dan

    fasilitas lainnya (lahan terbangun) yang hal ini akan secara serta merta mengurangi infiltrasi tanah,

    sebab infiltrasi tanah hanya terjadi di wilayah yang tidak tertutup oleh bangunan atau lapisan kedap

    air lainnya maka pada tahun 2050-an akan terjadi suatu kondisi dimana kapasitas infiltrasi air tanah

    akan sama dengan jumlah kebutuhan penduduk dan bila ini terjadi maka kawasan Kabupaten

    Sleman, Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul akan mengalami masalah kekurangan air tanah

    pada masa-masa selewat tahun itu (Gambar 3).

  • 7/22/2019 D.Widodo B_

    16/18

    Prosiding Seminar Nasional 2013

    Menuju Masyarakat Madani dan Lestari

    428

    Gambar 3. Grafik Hubungan Kebutuhan Air Penduduk dan Infiltrasi Airtanah

    Oleh karena itu untuk menghindari terjadinya masalah kekurangan air tanah sebagai akibat

    berkurangnya infiltrasi tanah yang bersifat me-rechargeair tanah karena adanya pertumbuhan lahan

    terbangun yang tida terkendali sebagai akibat dari pertumbuhan penduduk maka diperlukan

    penambahan kawasan lindung untuk resapan air tanah yang memanfaatkan kawasan budidaya

    tanaman pertanian lahan basah dan kering sebagai salah satu kawasan infiltrasi dengan membatasi

    atau bahkan melarang konversi lahan pertanian ke lahan terbangun. Dari kajian di atas maka di

    kawasan Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul perlu dibuat 3 (tiga kriteria

    kawasan konservasi resapan air yang wajib untuk dipertahankan dan ditingkatkan (Gambar 4) yaitu:

    1. Kawasan Sangat IntensifMerupakan kawasan konservasi air tanah sekaligus kawasan lindung untuk resapan air

    dimana perubahan lahan dari non terbangun menjadi terbangun sebaiknya tidak dilakukan

    lagi

    2. Kawasan IntensifMerupakan kawasan konservasi air tanah sekaligus kawasan budidaya pertanian lahan

    basah dan kering dimana untuk konservasi air tanahnya dilakukan dengan sangat

    membatasi perubahan lahan dari non terbangun menjadi terbangun dan diarahkan untuk

    pengembangannya secara vertikal.

    3. Kawasan RestorasiMerupakan kawasan konservasi air tanah sekaligus sebagai kawasan pengembangan lahan

    terbangun, karena fokusnya pada pengembangan lahan terbangun maka koservasi airtanah yang dilakukan di kawasan ini lebih banyak bersifat mekanis seperti biopori, sumur

    resapan dan teknologi lain yang bisa dilakukan untuk infiltrasi air tanah.

    -500

    -250

    0

    250

    500

    750

    1000

    1250

    1500

    1750

    2000

    2000 2010 2020 2030 2040 2050 2060 2070 2080 2090 2100

    Tahun

    Juta

    Liter

    Kebutuhan Air Penduduk Infiltrasi Air Tanah

  • 7/22/2019 D.Widodo B_

    17/18

    ISBN: 978-979-98438-8-3

    429

    Gambar 4. Peta Alternatif Konservasi Airtanah di Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Bantul

    (KARTAMANTUL)

    KESIMPULAN

    1. Daerah penilitian memiliki daerah kritis antropogenik seluas 802,825 Km2 (77,74%) dandaerah kritis alami seluas 229,87 Km

    2(22,26%).

    2. Daerah kritis antropogenik terbagi menjadi 5 kategori, yaitu Daerah Sangat Kritis (17, 4Km

    2atau 2,17 %), DaerahKritis (75,49 Km

    2atau 9,4 %),Daerah Cukup Kritis (467,62

    Km2atau 58,25%), serta Daerah Kekritisan Rendah (207,05 Km

    2atau 25,79 %).

    3. Daerah kritis alami tersebar dalam 4 daerah, yaitu Formasi Geologi Nanggulan-OldAndesit (207,05 Km

    2 atau 25,79 %), Formasi Geologi Jonggrangan dan Sentolo (1,19

    Km2atau 0,52 %), Formasi Geologi Sambipitu (50,51 Km2atau 21, 97 %), Kebo, Butak,Nglangran, dan Semilir (163,38 Km

    2atau 71,07 %), serta Tipe lava field (14,79 Km

    2atau

    6,43 %).

    4. Rekayasa konservasi sumberdaya air secara spasial yaitu dengan penambahan kawasanfungsi lindung untuk resapan air tanah yang memanfaatkan kawasan budidaya pertanian

    untuk infiltrasi serta membatasi atau bahkan melarang konversi lahan pertanian ke lahan

    terbangun. Strategi mempertahankan dan meningkatkan fungsi lindung dibagi dalam 3

    kawasan, yaitu kawasan sangat intensif, kawasan intensif, dan kawasan restorasi.

    DAFTAR PUSTAKA

    KLH, 2006, Metode Memanen dan Memanfaatkan Air Hujan untuk Penyediaan Air Bersih,Mencegah Banjir dan Kekeringan, Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Jakarta.

  • 7/22/2019 D.Widodo B_

    18/18

    Prosiding Seminar Nasional 2013

    Menuju Masyarakat Madani dan Lestari

    430

    Maryono, Agus, 2005, Menangani Banjir, Kekeringan, dan Lingkungan, Gadjah Mada University

    Press, Yogyakarta

    Vrba, 1994, Guidebook on Mapping Groundwater Vulnerability, Volume 16, Verlag Heinz Heise,

    Hanover.

    Widodo, 2005, Vulnerability Water Resources Mapping, International SURED Seminar, Integrated

    Water Management in Urban Environment, DAAD-Uni Karlsruhe-UKI, 29-30/08/05, Jakarta.

    Widodo, 2008, Sustainable Water Resources Management with Special Reference to Rainwater

    Harvesting : Case Study of KartaManTul, Java, Indonesia, Dissertation (unpublished),

    Universitt Karlsruhe, Germany.

    Wilopo, 1999, Perencanaan Konservasi Air Bawah Tanah di Cekungan Yogyakarta, Propinsi DIY,

    Tesis (tidak dipublikasikan), Yogyakarta