Upload
hazin-ozie
View
414
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1. JUDUL : EARNING MANAJEMEN MELALUI ACCRUALS DAN REAL
ACTIVITIES MANIPULATION PADA INITIAL PUBLIC OFFERINGS DAN
KINERJA PASAR
2. LATAR BELAKANG
Setiap perusahaan membutuhkan dana untuk membiayai keperluan usahanya, misalnya
untuk membiayai kegiatan operasionalnya, tambahan investasi, atau untuk membayar hutang
yang telah jatuh tempo. Sumber pendanaan perusahaan dapat diperoeh dari internal maupun
eksternal perusahaan. Alternatif pendanaan dari internal perusahaan berupa laba ditahan.
Sedangkan sumber dana dari eksternal perusahaan dapat berasal dari kreditur berupa hutang,
pembiayaan bentuk lain, penerbitan surat-surat hutang, atau pendanaan yang bersifat
penyertaan dalam bentuk saham dipasar modal yang sering disebut dengan go public
Salah satu alternatif yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan adalah Pasar modal.
Pasar modal merupakan alternatif paling cepat untuk mendapatkan tambahan modal bagi
perusahaan yang telah berada pada tahapan start up, karena pada tahapan ini perusahaan
membutuhkan banyak dana untuk mencapai tahapan growth dan maturity (Susanto dan
Ekawati, 2006). Penyelenggaraan pasar modal akan mendorong percepatan aktivitas investasi
yang dibutuhkan oleh sektor rill dengan memberikan alternatif investasi yang sangat fleksibel
bagi para investor. Sebagai salah satu alternatif investasi tersebut, investor membutuhkan
informasi yang relevan untuk mendukung keputusan investasi. Salah satu informasi yang
perlu dianalisis adalah aktivitas emisi saham tambahan yang dilakukan oleh emiten pada
periode setelah penawaran saham perdana atau IPO (Initial Public Offerings) atau istilah yang
cukup populer di Indonesia adalah go public.
Initial Public Offerings merupakan suatu proses penjualan saham oleh perusahaan
kepada publik untuk pertama kalinya (dalam pasar modal). Pasar perdana menurut keputusan
menteri keuangan RI No. 856/KMK.01/1987 ialah penawaran surat berharga untuk pertama
kalinya kepada pemodal selama masa tertentu sebelum surat berharga tersebut dicatatkan di
bursa.
Jumlah Perusahaan yang Melakukan IPO Tahun 2010
2010 Jumlah Emiten/tahun
1
Dana yang diperoleh dari IPO biasanya digunakan untuk menciptakan lini produk baru
atau untuk ekspansi dengan tujuan untuk menarik minat investor, karena dengan ekspansi,
perusahaan dapat menunjukkan prospek cerah dari investasi yang akan investor tanamkan.
Maka dari itu, manajemen harus menjelaskan kondisi perusahaan secara menyeluruh
sebelum menawarkan sahamnya. Hal ini dilakukan dengan menerbitkan prospektus
perusahaan yang di dalamnya terdapat infomasi menyeluruh tentang perusahaan mulai dari
penawaran umum, kegiatan dan prospek perusahaan, sudut pandang hukum tentang
perusahaan, laporan keuangan lengkap perusahaan, hingga penyebarluasan prospektus dan
formulir pemesanan saham
Informasi tentang perusahaan yang belum go public sulit diperoleh investor dibading
dengan perusahaan yang telah go public. Husnan (2001) menyatakan bahwa suatu perusahaan
melakukan IPO, perusahaan harus membuat informasi prospectus yang sesuai dengan
ketentuan BAPEPAM. Informasi prospektus terdiri dari informasi akuntansi dan non
akuntansi. Informasi akuntansi adalah laporan keuangan yang terdiri dari neraca rugi/laba,
laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan. Sedangkan informasi non akuntansi
adalah informasi selain laporan keuangan seperti underwriter (penjamin emisi), auditor
independen, konsultan hukum, nilai penawaran saham, presentasi saham yang ditawarkan,
umur perusahaan dan informasi lainnya. Laporan tersebut berupa laporan keuangan tentang
laporan-laporan rutin dan laporan-laporan khusus yang menerangkan peristiwa penting yang
terjadi. Laporan keuangan ini mempunyai fungsi penting untuk melindungi publik yang
merupakan pemilik dari perusahaan. Salah satu komponen laporan keuangan yang menjadi
pertimbangan bagi investor dalam mengambil keputusan investasi adalah laporan arus kas,
karena informasi yang terkandung dalam arus kas kegiatan operasi, investasi, dan pendanaan,
serta informasi dari total arus kas dipertimbangkan oleh investor dalam mengevaluasi kinerja
perusahaan. Walaupun gambaran mengenai penerimaan dan pengeluaran kas hanya bisa
diperoleh dari laporan arus kas, bukan berarti laporan arus kas menggantikan neraca atau
laporan laba rugi, melainkan saling melengkapi sebagai sarana dalam mengambil keputusan
yang lebih baik.
Scott (1997) menyatakan bahwa saat perusahaan go public informasi keuangan yang
ada dalam prospektus merupakan sumber informasi yang penting, karena calon investor tidak
memiliki informasi lain tentang perusahaan di pasar. Pada book building method, jauh hari
sebelum penawaran saham dimulai investor sudah bisa mengajukan penawaran harga kepada
penjual emisi, harga saham nantinya diputuskan berdasarkan harga penawaran terbaik.
Jangka waktu yang singkat antara penerbitan prospektus dan waktu penawaran saham kepada
2
public akan menyebabkan investor tidak memiliki waktu yang cukup untuk menganalisis
lebih dalam tentang kondisi perusahaan sehingga informasi yang ada dalam prospektus
tersebut akan menjadi rujukan dalam menetukan harga saham perusahaan. Hal ini akan
memberikan dorongan bagi manajer untuk menerbitkan prospektus sebaik mungkin termasuk
informasi keuangan yang ada di dalamnya. Sebagian besar isi dari prospektus ialah laporan
keuangan perusahaan dan informasi ini dapat dipakai sebagai sinyal bagi calon investor
tentang nilai perusahaan.
Berdasarkan penjelasan teori diatas, kesimpulannya adalah salah satu hal yang
paling disorot dalam informasi keuangan yang dipublikasikan perusahaan adalah yang
menggambarkan kondisi keuangan perusahaan, terutama pergerakan laba rugi
perusahaan karena laba merupakan ukuran yang merangkum kinerja sebuah perusahaan.
Laba menjadi penting karena digunakan sebagai tolak ukur untuk mengevaluasi kinerja
perusahaan, selain itu laporan laba rugi merupakan salah satu jenis laporan keuangan
tetapi informasinya terlihat lebih penting bila dibandingkan dengan informasi dalam
neraca karena laporan laba rugi merefleksikan kinerja perusahaan yang baik atau buruk.
Pada kondisi tersebut, sangat mungkin apabila manajer memiliki informasi tentang
perusahaan yang lebih banyak jika dibandingkan para pemegang saham atau investor,
yang demikian merupakan alasan terjadinya asimetri informasi (information asymmetry).
Asimetri informasi antara pihak manajemen (agent) dan pemilik perusahaan atau investor
(principal). Ini akan memberi keleluasaan dan kesempatan kepada perusahan melakukan
earning manajement untuk mendapatkan reaksi pasar yang positif yang selanjutnya dapat
meningkatkan jumlah dana yang diperoleh. Kondisi inipun memberikan peluang bagi
manajemen untuk memunculkan sikap oportunistik dalam wujud memanipulasi data yang
dilaporkan sebelum dan saat penawaran dengan menggunakan akrual diskresioner (Teoh et
al., 1998).
Menurut Scott (1997), earnings management adalah tindakan manajemen untuk
memilih kebijakan akuntansi dari suatu standar tertentu dengan tujuan memaksimalkan
kesejahteraan dan/atau nilai pasar perusahaan. Earning manajement dapat dilakukan dengan
manajemen laba akrual murni (pure accrual) yaitu dengan discretionary accrual yang
tidak memiliki pengaruh terhadap arus kas secara langsung yang disebut dengan manajemen
laba akrual. (Roychowdhury, 2006). Manajemen laba akrual dilakukan pada akhir periode
ketika manajer mengetahui laba sebelum direkayasa sehingga dapat mengetahui berapa
besar manipulasi yang diperlukan agar target laba tercapai. Sedangkan, manajemen laba
riil (real activities manipulation) dapat terjadi sepanjang periode akuntansi. Kegiatan
3
manajemen laba riil dimulai dari praktik operasional yang normal, yang dimotivasi
oleh manajer yang berkeinginan untuk menyesatkan setidaknya beberapa stakeholder
untuk percaya bahwa tujuan pelaporan keuangan tertentu telah dipenuhi dalam operasi
normal.
Anissa’rahman dan Hutagaol (2007) menyatakan bahwa discretionary accruals
adalah salah satu tehnik earning manajement yang dapat digunakan manajement. Accruals
adalah selisih antara kas masuk bersih dari hasil opersi perusahaan dengan laba yang
diperoleh dalam laporan laba rugi, dimana bisa bersifat nondiscretionary accruals dan
discretionary accrual.
Oleh karena itu, terdapat cara lain yang sering dilakukan oleh manajer untuk
mengatur laba yaitu dengan memanipulasi aktivitas riil (real activities manipulation).
Manipulasi ini terjadi sepanjang periode akuntansi dengan tujuan spesifik yaitu memenuhi
target laba tertentu, menghindari kerugian, mencapai target analyst forecast. Graham et al.
(2005) menemukan bahwa manajer lebih memilih aktivitas earning manajement melalui real
activities manipulation dibandingkan dengan earning manajement berdasarkan accruals. Hal
ini sejalan dengan Zang (2007) menyatakan bahwa manajer lebih menyukai manipulasi
aktivitas riil dibandingkan akrual, akan tetapi manajer tetap mempertahankan kedua teknik
tersebut untuk mencapai target laba yang diinginkan. Hal ini memungkinkan perusahaan
dapat melakukan teknik manajemen laba akrual dan manipulasi aktivitas riil secara bersama-
sama baik dengan cara subtitusi maupun simultan.
Berbagai penelitian juga menunjukkan bahwa earning manajement juga dilakukan
setelah IPO. Oleh Friedlan (1994) yang menemukan indikasi kuat bahwa manajer mengatur
tingkat keuntungan dengan cara menaikkan laba yang dilaporkan (income increasing)
sebelum perusahaan go public atau satu tahun setelah IPO. Hasil penelitian Friedlan (1994)
diperkuat oleh Teoh et al. (1998) yang menemukan bukti kuat bahwa perusahaan yang go
public di Amerika Serikat menaikkan laba (income increasing) pada periode setahun sebelum
penawaran.
Di Asia, Chen, Lin, dan Zou (2005) melakukan penelitian terhadap perusahaan yang
melakukan penawaran saham perdana di pasar modal Taiwan. Hasilnya mereka menemukan
bukti bahwa manajemen melakukan income increasing discretionaty accrual pada periode
sebelum go public dan melakukan income decreasing discretionary accrual pada periode
setelah go public. Syaiful (2002) menemukan adanya earning manajement periode 2 tahun
setelah IPO, meskipun asimetri informasi antara manjer dan investor tidak lagi tinggi setelah
IPO. Amin (2007) juga melakukan penelitian terhadap perusahaan-perusahaan yang go public
4
di BEI pada periode 1990-2001 dan menemukan bukti kuat bahwa perusahaan melaksanakan
earnings management beberapa tahun sebelum pelaksanaan IPO dengan cara memainkan
komponen-komponen accruals. Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
earnings management dimungkinkan untuk terjadi pada IPO.
oleh karena itu Earning manajement di sekitar IPO penting untuk diteliti karena
investor tidak dapat mendeteksi apakah laba yang telah dilaporkan perusahaan di sekitar IPO
tersebut merupakan laba sesungguhnya ataukah laba hasil rekayasa perusahaan. Kesalahan
dalam mendeteksi laba dapat mengakibatkan kegagalan dalam mengalokasikan dana dari
perusahaan yang benar-benar prospektif ke perusahaan yang tidak prospektif.
Penelitian di pasar modal Indonesia tentang manipulasi aktivitas riil dilakukan
oleh Anissa’rahman (2007) pada perusahaan yang melakukan IPO namun tidak dapat
membuktikan dugaan tersebut. Namun penelitian lain oleh Oktorina (2008) berhasil
menemukan bukti bahwa perusahaan melakukan manipulasi aktivitas riil melalui arus
kas kegiatan operasi dan mempengaruhi kinerja pada kelompok 50 perusahaan terbaik
menurut Swa 100 yang memiliki total aktiva diatas Rp. 1 triliun dan EVA terbaik pada
periode tahun 2001-2006. Penelitian oleh Aprilia (2010) juga membuktikan adanya indikasi
perusahaan melakukan earning manajement melalui arus kas kegiatan operasi pada saat right
issue.
Tujuan manipulasi dilakukan adalah agar pasar memberikan respon positif terhadap
penawaran saham perusahaan. Pendekatan yang dapat digunkan dalam manipulasi ini adalah
current cost, yaitu mengakui biaya sekarang sebagai biaya masa depan (future cost) dan
mengakui pendapatan masa depan sebagai pendapatan masa sekarang. Namun manipulasi ini
sulit untuk terus dilakukan pada periode setelah penawaran dan akan mengakibatkan
penurunan kinerja pasca penawaran. Earning manajement pada saat IPO terjadi karena
adanya asimetri informasi dan akan diikuti oleh penurunan kinerja (underperformance)
(Sartika,2005).
Ketimpangan distribusi earnings setelah perusahaan go public, mungkin akan terjadi
jika perusahaan telah melakukan earnings management pada periode sebelum go public,
karena manajemen accrual pada suatu periode akan berdampak pada periode berikutnya. Jika
manajer telah melakukan earnings management sebelum perusahaan go public dengan
menaikkan laba perusahaan maka besar kemungkinan earnings management akan dilakukan
oleh manajer pada periode setelah go public untuk menyesuaikan transaksi keuangan
perusahaan yang sebelumnya telah di judgement sebelum perusahaan melakukan penawaran
sahamnya kepada publik (IPO). Hal tersebut sejalan dengan temuan Jain dan Kini (1994)
5
akan terjadi penurunan kinerja laba (underperformance) pasca penawaran, meskipun ada
pertumbuhan penjualan dan pengeluaran modal yang tinggi. Pada penelitian lain tentang
earnings management Teoh et al. (1998) yang menemukan bukti kuat bahwa manajer akan
menurunkan tingkat keuntungan yang dilaporkan pada periode setelah go public
Sesuai juga dengan temuan berikut, Sulistyanto dan Midiastuti (2002) yang
melakukan pengujian atas pasar modal Indonesia, berhasil memberikan bukti bahwa
perusahaan yang melakukan penawaran saham tambahan mengalami penurunan kinerja
keuangan dan kinerja saham pasca penawaran. Sulistyanto dan Wibisono (2003) juga
menyatakan bahwa penurunan kinerja keuangan menunjukkan bahwa variabel akrual
diskresioner secara signifikan akan mempengaruhi penurunan kinerja operasi dan kinerja
saham perusahaan dan manajemen laba yang terjadi bersifat menaikkan laba. Begitu juga
penelitian Amin (2007) terhadap perusahaan yang mengeluarkan kebijakan IPO dan diduga
melakukan tindakan manajemen laba mengalami kecenderungan penurunan kinerja pasar
pada akhir tahun. Selain itu, perusahaan yang melaksanakan IPO mengalami penurunan
kinerja keuangan dan kinerja saham dalam jangka panjang setelah IPO.
Dalam penelitian sebelumnya memfokuskan pada dua alat manajemen laba, yaitu
manajemen laba akrual dan manajemen laba riil. Pendekatan yang paling banyak digunakan
untuk mendeteksi ada atau tidaknya manajemen laba akrual adalah model Jones yang
dimodifikasi dan model Dechow et al. (1995), seperti Ardiati (2003), Halim (2005), Ratmono
(2010), Zang (2006) dan Amin (2007).
Ardiati (2003) yang menemukan adanya pengaruh manajemen laba akrual terhadap return
perusahaan. Manajemen laba berpengaruh positif terhadap return perusahaan yang diaudit KAP
Big 5, sedangkan manajemen laba berpengaruh negative terhadap return perusahaan yang diaudit
KAP non Big 5. Amin (2007) yang melakukan pengujian terhadap perusahaan yang melakukan
IPO dan menemukan bukti kuat bahwa perusahaan melakukan manajemen laba baik periode
sebelum maupun setelah IPO. Selain itu, penelitian ini mendukung penelitian Ardiati (2003)
bahwa perusahaan yang melakukan manajemen laba mengalami penurunan harga saham dan
kecenderungan penurunan kinerja saham pada akhir tahun.
Penelitian tentang manajemen laba riil di Indonesia menunjukkan hasil yang variatif,
baik yang menyatakan terdapat manajemen laba riil melalui arus kas produksi (Oktorina, 2008;
Sahabu, 2009) maupun melalui biaya diskresioner serta biaya produksi (Sulistyowati, 2009).
Manajemen laba riil mempunyai pengaruh terhadap laba, selain itu juga berpengaruh
terhadap arus kas yang dilaporkan pada periode bersangkutan. Oleh karena itu, perusahaan yang
melakukan manajemen laba riil dapat dilihat dari arus kas perusahaan tersebut. Roychowdhury
6
(2003) dalam Oktorina (2008) menemukan bahwa perusahaan yang termasuk dalam sampel
suspect melakukan manajemen laba riil melaporkan laba yang rendah dan mempunyai arus kas
operasi abnormal yang rendah. Roychowdhury (2006) menemukan bukti bahwa perusahaan
menggunakan tindakan manajemen laba riil untuk mencapai tujuan pelaporan keuangan tertentu
selain untuk menghindari melaporkan kerugian. Hasil penelitian tersebut menunjukkan aktivitas
manajemen laba melalui manajemen laba riil berpengaruh negatif terhadap arus kas kegiatan
operasi yang mendukung penelitiannya terdahulu.
Hal tersebut didukung oleh penelitian Oktorina (2008) bahwa perusahaan melakukan
manajemen laba riil melalui arus kas kegiatan operasi karena terdapat perbedaan rerata yang
signifikan pada arus kas kegiatan operasi abnormal. Dengan pemisahan jenis industri
menunjukkan sampel jenis industri manufaktur diduga cenderung melakukan manajemen laba riil
melalui arus kas kegiatan operasi daripada perusahaan non manufaktur.Selain itu, Oktorina juga
meneliti dampak arus kas kegiatan operasi terhadap kinerja pasar. Menurut Oktorina (2008) arus
kas yang mempunyai muatan manajemen laba riil berdampak terhadap kinerja pasar.
Sahabu (2009) menemukan adanya motivasi manajemen laba pada saat perusahaan
melakukan right issue dengan menggunakan ukuran manajemen laba akrual dan manajemen laba
riil melalui arus kas kegiatan operasi. Namun tidak dapat dibuktikan perusahaan melakukan
manajemen laba riil melalui biaya produksi dan biaya diskresioner. Manajemen laba melalui
akrual dan manajemen laba riil pada saat right issue terbukti mempengaruhi kinerja pasar dalam
jangka pendek.
Hal sebaliknya dibuktikan Sulistyowati (2009) saat menganalisis praktik manajemen laba
melalui teknik manipulasi aktivitas riil dan classification shifting yang dilakukan oleh perusahaan
publik. Penelitian tersebut menunjukkan perusahaan cenderung melakukan manipulasi aktivitas
riil dengan penurunan biaya diskresioner untuk meningkatkan margin dan memproduksi secara
berlebihan agar harga pokok penjualan yang dilaporkan menjadi lebih rendah.
Menurut Zang (2006), walaupun manajer lebih menyukai manipulasi laba melalui
aktivitas riil, akan tetapi manajer tetap mempertahankan kedua teknik tersebut untuk mencapai
target laba yang diinginkan. Sehingga dapat dimungkinkan manajer dapat melakukan teknik
manajemen laba akrual dan manipulasi aktivitas nyata secara bersama-sama baik dengan cara
substitusi maupun simultan.
Berbagai upaya dilakukan manajemen untuk meningkatkan kinerja perusahaan salah
satunya yaitu dengan manajemen laba. Namun demikian, adanya praktek manajemen laba tidak
dapat mencerminkan kondisi perusahaan yang sesungguhnya. Hal ini dapat menyesatkan publik,
khususnya pemakai laporan keuangan karena kinerja perusahaan akan kelihatan baik walaupun
sebenarnya berasal dari manipulasi dan tidak menggambarkan kondisi yang sesungguhnya. Jika
7
investor mengetahui adanya praktek manajemen laba dan mengetahui kondisiperusahaan yang
sesungguhnya, maka investor akan memberikan reaksi terhadap harga saham, yang nantinya akan
diikuti dengan koreksi harga saham. Reaksi terhadap harga saham dari para investor akan
menghasilkan suatu pengembalian abnormal (abnormal return). Oleh karena itu, manajemen laba
baik melalui manajemen laba akrual dan manajemen laba riil dapat mempengaruhi kinerja pasar.
penelitian Kurniawan dan Rusiti (2004) yang menggunakan rasio-rasio keuangan
untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan tidak dapat membuktikan bahwa terdapat
perbedaan kinerja yang signifikan antara perusahaan yang melakukan SEO dan perusahaan
yang tidak melakukan SEO. Penelitian ini berbeda dengan penelitian Teoh et al. (1998) yang
menemukan adanya perbedaan kinerja setelah penawaran saham yang dilakukan manajemen.
Sedangkan penelitian Annisaa’rahman (2007) menemukan bahwa variabel manajemen laba
yang diukur dengan akrual diskresioner hanya berpengaruh terhadap kinerja pasar dalam
jangka pendek (1 tahun)
Wibisono (2004) melakukan penelitian dengan judul “ Pengaruh Manajemen Laba
Terhadap Kinerja Perusahaan di Seputar Seasoned Equity Offerings (SEO)” yang membagi
accruals berdasarkan periode waktu (current dan long term) dan pengendalian manajemen
(discretionary dan nondiscretionary). Peneliti ini membedakan kinerja menjadi dua, yaitu
kinerja keuangan yang diporsikan dengan profit margin dan pasar yang diporsikan dengan
return saham. Hasil penelitiannya adalah manajer melakukan earning manajement sebelum
SEO, hasil kinerja keuangan perusahaan setelah SEO lebih rndah daripada sebelum SEO, dan
rendahnya kinerja saham setelah IPO dipengaruhi earning manajement menjelang IPO.
Hasil penelitian Anissa’rahman dan Hutagaol (2007), berjudul “Earning Manajement
melalui Accruals dan Real activities Manipulation pada Initial Public Offerings dan Kinerja
Jangka Panjang”, menunjukkan ternyata diemukan motivasi earning manajement pada saat
perusahaan melakukan IPO dengan menggunakan ukuran manajement laba yang klasik yaitu,
proksi discretionary accruals, tetapi tidak dapat dideteksi earning manajement dengan proksi
real activities manipulation. Earning manajement (Discretionary Current Accruals dan
DiscretionaryLomg Term Accruals) terbukti memepengaruhi kinerja pasar dalam jangka
pendek. Kemampuan earning manajement memprediksikan kinerja saham dalam jangka
waktuyang lebih panjang menjadi menurun. Peneliti juga tidak menemukan perbedaan
kinerja saham pada setiap jangka waktu yang disebabkan praktik aerning manajement yang
konservatif dan agresif.
Oleh karena itu penelitian ini dilakukan karena masih terdapat hasil yang belum
konsisten dari beberapa penelitian sebelumnya, sehingga dalam penelitian ini difokuskan
8
pada manajemen laba melalui akrual dan manipulasi aktivitas riil. untuk mendeteksi adanya
manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan pada saat initial public offerings (IPO)
Perbedaan penelitian ini dengan sebelumnya bahwa pada penelitian ini
menggunakan konsep ukuran manajemen laba klasik berdasarkan atas penelitian
Anissa’rahman dan Hutagaol (2007), dimana perbedaannya yaitu terdapat pada variabel
kinerjanya yang hanya menggunakan kinerja pasar. Sesuai dengan penelitian Wibisono
(2004), kinerja pasar yang diproyeksikan dengan return saham.
Ini digunakan karena secara langsung terpengarui oleh manipulasi yang dilakukan manajer.
Selain itu, rasio antara laba bersih penjualan dapat diukur sejauh mana kemampuan
perushaan menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan tunai.
Dengan demikain, peneliti beranggapan bahwa memang diperlukan penelitian lebih
lanjut dengan periode pengamatan data yang lebih panjang dan penambahan variabel baru
yang menarik untuk dilakukan, untuk memberikan klarifikasi hasil dari penelitian
sebelumnya. Adapun urutan penyajian penelitian ini dimulai dari pendahuluan pada bagian
pertama; (1) latar belakang masalah, (2) Rumusan Masalah, (3) tujuan maalah (4) manfaat
penelitian, bagian kedua berisi tentang landasan teori, diikuti oleh rancangan penelitian,
bagian selanjutnya ialah hasil dan pembahasan, paper ini ditutup dengan kesimpulan dan
keterbatasan penelitian.
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang akan dibahas
dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah perusahaan yang listed di BEI melakukan earning manajement melalui
accruals dan real activities manipulation pada saat IPO?
2. Apakah earning manajement melalui accruals dan real activities manipulation pada
perusahaan yang melakukan IPO mempengaruhi kinerja pasar (saham perusahaan)?
4. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Tujuan Penelitian
1. Untuk menguji secara empiris bahwa earning manajement yang dilakukan oleh
perusahaan yang listed di BEI melalui accruals dan real activities manipulation pada
saat IPO?
2. Untuk menguji secara empiris bahwa kinerja jangka pendek perusahaan setelah IPO
dipengaruhi earning manajement melalui accruals dan real activities.
9
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagi peneliti
Secara akademis sebagai salah satu syarat untuk memeperoleh gelar Sarjana Strata
Satu (S1) pada Fakultas Ekonomi Universitas Mataram.
2. Bagi Emiten
untuk memberikan pemahaman mengenai alat manipulasi manajemen laba baik
melalui akrual diskresioner maupun lewat manipulasi aktivitas nyata sehingga dapat
memperkaya pengetahuan dalam teknik manipulasi laba bagi perusahaan.
3. Bagi investor dan kreditur
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terkait dengan pengambilan
keputusan baik keputusan investasi kredit maupun keputusan sejenis lainnya.
4. Bagi manajer perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai alat manipulasi
manajemen laba melalui manipulasi aktivitas riil.
5. Bagi masyarakat ilmiah
Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi penelitian-penelitian empiris dibidang
akuntansi bagi pengembangannya di masa yang akan datang.
5. TINJAUAN PUSTAKA
5.1 Landasan Teoritis
5.1.1 Teori Agensi
Timbulnya praktek earning manajement dapat dijelaskan dengan teori agensi.
Teori agensi menggambarkan model hubungan anatara principal dan agent. Teori
agensi dimulai ketika pemilik perusahaan tidak mampu mengelola perusahaan sendiri,
sehingga pemilik harus melakukan kontrak dengan para eksekutif untuk menjalankan
perusahaan. Dalam konteks perusahaan, pemilik perusahaan adalah principal dan
manajement perusahaan sebagai agen. Pemilik membayar manajement dan
mengharapkan untuk bertindak sesuai dengan kepentingan para pemilik perusahaan.
Sebagai agen, secara moral bertanggung jawab untuk mengoptimalkan keuntungan
10
para pemilik (principal) dan sebagai imbalannya akan menerima kompensasi sesuai
dengan kontrak.
Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai
kontrak yang terjadi ketika antara satu atau lebih individu (principal) mengikat
perjanjian dengan individu lainnya (agent) yang melibatkan pendelegasian wewenang
kepada agen dalam pembuatan keputusan. Pada perusahaan yang struktur modalnya
dalam bentuk saham, pemegang saham bertindak sebagai prinsipal, dan dewan direksi
sebagai agen mereka. Pemegang saham mempekerjakan para dewan direksi untuk
bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal dalam hal ini adalah pemegang saham.
Menurut Eisenhard dalam arin (2006), teori agensi dilandasi oleh tiga asumsi yaitu:
1. Asumsi tentang sifat manusia
Asumsi tentang sifat manusia ini menekankan bahwa manusia memiliki sifat yang
mementingkan diri sendiri. Selain itu, manusia memiliki keterbatasan rasionalitas dan
tidak menyukai risiko.
2. Asumsi tentang keorganisasian
Asumsi tentang keorganisasian adalah adanya konflik antara anggota organisasi,
efisiensi sebagai pengukuran produktifitas, dan adanya asimetri informasi antara
prinsipal dan agen.
3. Asumsi tentang informasi
Asumsi tentang informasi dapat diartikan bahwa informasi dipandang sebagai barang
komoditi yang bisa diperjualbelikan.
Dalam konsep teori akuntansi, manajemen sebagai agen seharusnya melakukan
tindakan yang selaras dengan kepentingan prinsipal, namun manajemen dapat melakukan
tindakan-tindakan yang hanya memaksimalkan kepentingan sendiri. Agen bisa melakukan
tindakan yang tidak menguntungkan prinsipal secara keseluruhan yang dalam jangka panjang
bisa merugikan kepentingan dari perusahaan tersebut.
Perbedaan kepentingan antara agen dan prinsipal inilah yang disebut dengan masalah
keagenan yang salah satunya disebabkan oleh asimetri informasi. Hal tersebut dapat
menimbulkan permasalahan yang disebabkan adanya kesulitan prinsipal untuk melakukan
pengawasan dan pengendalian terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan oleh agen.
Hubungan ini menyebabkan agen cenderung melakukan perilaku yang tidak semestinya
(disfunctional behaviour).
11
Menurut Jansen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa permasalahan tersebut
adalah sebagai berikut:
a. Moral hazard
Merupakan permasalahan yang timbul jika agen tidak melaksanakan hal-hal yang
disepakati bersama dalam kontrak kerja, atau menyeleweng dari kesepakatan yang telah
ditetapkan.
b. Adverse selection
Merupakan suatu tindakan dimana principal tidak dapat mengetahui apakah suatu
kepentingan yang diambil oleh agen benar-benar didasarkan atas informasi yang telah
diperolehnya atau terjadi sebagai sebuah kesalahan tugas.
5.1.2 Earning Manajement
Herawaty (2008) menyatakan bahwa para manajer memiliki fleksibilitas untuk
memilih beberapa alternatif dalam mencatat transaksi sekaligus memilih opsi-opsi yang
ada dalam perlakuan akuntansi. Fleksibilitas ini digunakan oleh manajemen perusahaan
untuk mengelola laba. Perilaku menejemen yang mendasari lahirnya manajemen laba
adalah perilaku opportunistic manajer dan efficient contracting.
Perilaku opportunistic yang dilakukan oleh manajer yaitu memaksimalkan utilitasnya
dalam menghadapai kontrak kompensasi dan hutang, dan political cost (Scott, 2000).
Perilaku opportunis ini direfleksikan dengan melakukan rekayasa keuangan dengan
menerapkan income increasing atau income decreasing decretionary accrual. Sedangkan
sebagai efficient contracting yaitu meningkatkan keinformatifan laba dalam
mengkomunikasikan informasi privat. Perilaku menejemen oportunis dikenal dengan
istilah earnings management.
Menurut Healy dan Wahlen (dalam Sulistyanto, 2008) earnings management
muncul ketika manajer menggunakan keputusan tertentu dalam pelaporan keuangan yang
mengubah transaksi untuk mengubah laporan keuangan dengan tujuan menyesatkan
stakeholder yang ingin mengetahui kinerja perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil
kontrak yang menggunakan angka-angka akuntansi yang dilaporkan itu.
Menurut Paul M Healy dan James M Wahley (dalam Suyatmin & Suwarno, 2002:
157), manajemen laba terjadi ketika para manajer menggunakan pertimbangan dalam
pelaporan keuangan dan penyusunan transaksi untuk merubah laporan keuangan yang
menyesatkan terhadap pemegang saham atas dasar kinerja ekonomi organisasi atau untuk
12
mempengaruhi hasil sesuai dengan kontrak yang tergantung pada angka-angka akuntansi
yang dilaporkan.
Menurut Scott (2003) earning manajement adalah suatu tindakan manajemen untuk
memilih kebijakan akuntansi yang akan digunakan dari suatu standar tertentu dengan tujuan
memaksimalkan kesejahteraan dan atau nilai pasar perusahaan. Memahami earning
manajement merupakan hal yang sanagt penting bagi akuntan dan khususnya manajer untuk
meningkatkan pemahaman atas kegunaan net income, baik yang dilaporkan kepada investor,
kreditur, maupun kepada pihak-pihak yang berkepentingan kepada perusahaan. Earning
manajement dapat dilakukan dengan pendekatan pemilihan metode akuntansi, maupun
pendekatan rekayasa discretionary accruals.
Dari beberapa definisi yang telah dipaparkan tersebut, dapat disimpulkan bahwa
earning manajement adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh manajement untuk
merekayasa laporan keuangan perusahaan sehingga menggambarkan keadaan atau isi laporan
keuangan yang tidak sebenarnya kepada stakeholder dengan pertimbangan hal-hal tertentu.
Earning manajement dilakuakn karena manajemen berkepentingan terhadap laporan
keuangan tersebut, dengan maksud untuk memberikan deskripsi informasi keuangan (laba)
perusahaan yang stabil, dimana supaya pihak kreditur masih memberikan kepercayaan dan
tetap menginvestasikan dananya kepada perusahaan. Earning manajement dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut (Scott, 2003:383):
1. Menaikkan Laba
Tindakan ini dilakukan untuk tujuan melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan
bonus yang lebih besar. Perencanaan bonus yang didasarkan pada data akuntansi,
mendorong manajer untuk memanipulasi data akuntansi tersebut guna menaikkan laba
untuk meningkatkan pembayaran bonus tahunan. Jadi tindakan ini dilakukan pada
saat laba sedang menurun. Perusahaan yang melakuakn pelanggaran perjanjian hutang
mungkin akan memaksimalkan pendapatan.
2. Menurunkan Laba
Ini dilakukan sebagai alasan politis pada periode laba yang tinggi
denganmempercepat penghapusan aktiva tetap dan aktiva tak berwujud dan mengakui
pengeluaran- pengeluaran sebagai biaya. Pada saat profitabilitas perusahaan sangat
tinggi dengan maksud agar tidak mendapat perhatian secara politis, kebijakan yang
diambil dapat berupa penghapusan atas barang modal dan aktiva tak berwujud, biaya
13
iklan, dan pengeluaran untuk penelitian dan penegembangan, hasil akuntansi untuk
biaya eksplorsi.
3. Meratakan Laba
Hal ini dilakukan dengan meratakan laba yang dilaporkan untuk tujuan pelaporan
eksternal, terutama bagi investor karena pada umumnya investor lebih menyukai laba
yang relatif stabil.
Pola-pola earning manajement yang biasa dilakukan oleh manajer yang dikemukakan
scott (2003:383), adalah sebagai berikut:
1. Taking a bath
Pola ini terjadi selama periode pada saat terjadinya reorganisasi seperti adanya
pergantian CEO baru. Jika manajer merasa harus melaporkan kerugian maka ia akan
melaporkan dalam jumlah yang besar. Misalkan dengan cara mengakui biaya-biaya pada
periode-periode yang akan datang dan kerugian periode berjalan. Dengan tindakan ini,
manajer berharap dapat meningkatkan laba yang akan datang dan kesalahan atas kerugian
perusahaan dapat dilimpahkan pada manajer lama.
2. Income minimization
Perusahaan akan meminimumkan laba pada saat perusahaan memperoleh
profitabilitas yang tinggi dengan tujuan agar tidak mendapatkan perhatian secara politis.
Kebijakan yang diambil bisa berupa pembebanan pengeluaran iklan serta riset dan
pengembangan yang cepat dan sebagainya.
3. Income maximization
Manajer mungkin memaksimalkan laba bersih yang dilaporkan untuk tujuan
memperoleh bonus yang lebih besar. Demikian pula dengan perusahaan yang melakukan
pelanggaran perjanjian utang, mungkin juga manajer akan memaksimumkan pendapatan
dengan tujuan agar kreditur masih memberikan kepercayaan pada perusahaan tersebut.
4. Income smoothing
Merupakan sarana yang paling sering dimanfaatkan dan paling populer digunakan
manajemen untuk menaikkan atau menurunkan laba untuk mengurangi fluktuasi laba yang
dilaporkan sehingg perusahaan terlihat stabil dan tidak berisiko tinggi.
Menurut (Riyanto & Bachrudin, 2005). Metode untuk melakukan manajemen laba
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
1. Memanfaatkan Peluang Untuk Membuat Estimasi Akuntansi.
14
Pihak manajemen dalam menerapkan manajemen laba adalah dengan mempengaruhi
laba melalui judgment terhadap estimasi akuntansi, diantaranya estimasi tingkat
piutang tidak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi
aktiva tidak berwujud, estimasi biaya garansi, dan lain-lain.
2. Mengubah Metode Akuntansi.
Perubahan metode akuntansi dapat dilakukan untuk mencatat suatu transaksi. Misal
merubah metode depresiasi dari angka tahun menjadi depresiasi garis lurus.
3. Menggeser Periode Biaya Atau Pendapatan.
Rekayasa ini sering disebut sebagai manipulasi keputusan operasional, dengan cara
mempercepat atau menunda pengeluaran operasional. Perusahaan yang mencatat
persediaan dengan menggunakan metode LIFO, juga dapat merekayasa peningkatan
laba melalui pengaturan saldo persediaan.
Scott (2003:377), juga mengemukakan beberapa motivasi mengapa
perusahaan melakukan earning manajement, antara lain:
1. Bonus Plan
Laba sebagai indicator penilaian prestasi manajer perusahaan, dengan cara
menetapkan tingkat laba yang harus dicapai dalam periode tertentu.manajer yang
memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan bertindak secara oportunistik
untuk melakukan earning manajement dengan memaksimalkan laba saat ini.
2. Initial Public Offering
Informasi keuangan yang ada dalam prospectus saat perusahaan go public, merupakan
sumber informasi yang sangat penting, dimana informasi ini akan digunakan sebagai
acuan bagi calon investor tentang nilai perusahaan. Disini manajer akan berusaha
mempengaruhi investor dengan melakukan manipulasi/menaikkan laba pada laporan
keuangannnya.
3. Stock Price Effects
Manajer melakukan earning manajement dalam laporan keuangan dengan tujuan
untuk mempengaruhi pasar
4. Political Motivations
Untuk mengurangi biaya politis dan pengawasan dari pemerintah, maka manajer
melakukan penurunan laba, dengan tujuan untuk memperoleh kemudahan dan fasilitas
dari pemerintah misalnya berupa subsidi. Menurunkan laba, juga dilakukan untuk
meminimalkan tuntutan serikat buruh.
15
5. Taxation Motivations
manajer berusaha menurunkan laba untuk mengurangi beban pajak yang harus
dibayarkan. Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi earning manajement yang
paling nyata. Berbagai metode akuntansi digunakan untuk tujuan melakukan
penghematan biaya pajak pendapatan.
6. Pergantian CEO
Dalam kasus pergantian CEO (manajer) yang biasanya terjadi pada akhir tahun
tugasnya, manajer akan melaporkan laba yang lebih tinggi, sehingga CEO yang baru
akan merasa sangat berat untuk mencapai tingkat laba tersebut.
Earning Manajement melalui Accruals
Salah satu tehnik earning manajement yang biasa digunakan manajemen adalah
accruals. Accruals merupakan selisih antara kas masuk bersih dari hasil operasi
perusahaan dengan laba yang dilaporkan dalam laporan laba-rugi, yang bisa bersifat
discretionary accruals dan non-discretionary accruals (Sulistyanto, 2008).
Manajemen laba dapat terjadi karena penyusunan laporan keuangan
menggunakan dasar akrual. Sistem akuntansi akrual sebagaimana yang ada pada prinsip
akuntansi yang diterima umum memberikan kesempatan kepada manajer untuk
rnembuat pertimbangan akuntansi yang akan memberi pengaruh kepada pendapatan
yang dilaporkan. Dalam hal ini pendapatan dapat dimanipulasi melalui discretionary
accruals (Gumanti, 2000).
Gumanti (2000) menjelaskan transaksi akrual bisa berwujud 1) transaksi yang
bersifat non-discretionary accruals, yaitu apabila transaksi telah dicatat dengan metode
tertentu maka manajemen diharapkan konsisten dengan metode tersebut, dan 2) transaksi
yang bersifat discretionary accruals, yaitu metode yang memberikan kebebasan kepada
manajemen untuk menentukan jumlah transaksi akrual secara fleksibel.
Manajer cenderung memilih kebijakan manajemen laba dengan mengendalikan
transaksi akrual yaitu kebijakan akuntansi yang memberikan keleluasaan pada
manajemen untuk membuat pertimbangan akuntansi yang akan memberi pengaruh pada
pendapatan yang dilaporkan. Manajemen laba akrual dapat diukur dengan discretionary
accruals modified Jones models (1991). Perhitungan akrual abnormal diawali dengan
perhitungan total akrual. Total akrual adalah selisih antara laba dan arus kas yang berasal
dari aktivitas operasi. Dalam Sahabu (2009) total akrual dapat dibedakan menjadi dua
bagian, yaitu: (1) bagian akrual yang memang sewajarnya ada dalam proses penyusunan
laporan keuangan, disebut normal accruals atau non-discretionary accruals, dan (2) bagian
16
akrual yang merupakan manipulasi data akuntansi yang disebut dengan abnormal accruals
atau discretionary accruals.
Dasar accruals ini telah disepakati sebagai dasar penyusunan laporan keuangan karena
dasar accruals dipandang lebih rasional dan adil daripada dasar kas. Tujuan pemilihan basis
accruals ditujukan untuk menjadikan laporan keuangan lebih informative yaitu laporan
keuangan yang lebih mencerminkan kondisi sebenarnya. Namun sayangnya dasar accruals ini
dapat sedikit digerakan sehinggan dapat mengubah angka laba yang dihasilakan. Peluang ini
sering dimanfaatkan oleh manajer ketika mereka menghendaki insentif tertentu bagi dirinya
(Wibisono,2004)
Dengan demikian, laporan keuangan yang disusun dengan dasar accruals ini
diharapkan dapat mencerminkan kondisi riil perusahaan. Dalam mengaplikasikan kebijakan
accruals digunakan accruals, deferral dan prosedur alokasi yang bertujuan untuk
menyesuaikan beban dan pendapatan dengan periodenya, bukan mengaitkan beban dan
pendapatan atas pengeluaran dan penerimaan kas (cash basis) (Chaerul,2003).
Oleh Karena itu, kebijakan accruals dalam mengaplikasikan standar akuntansi ini
dapat digunakan untuk melakuakan earning manajement . misalnya untuk menaikan laba,
manajement dapat memanfaaatkan judgement dengan menurunkan estimasi tungkat piutang
tak tertagih atau memperpanjang kurun waktu deprisiasi aktiva serta dapat menggeser
pendapatan dan biaya.
Pengukuran Earning Manajement melalui Accruals
Dechow et al (1995) telah mengevaluasi beberapa model untuk mendeteksi dan
mengukur earning manajement berdsarkan accruals. Berbagai metode tersebut antara lain:
1. Model Healy
Healy (1985) meguji manajement laba dengan membandingkan rata-rata total accruals
(diskala dengan lag total asset) antara variabel yang merupakan bagian earning manajement.
Model Healy dirumuskan sebagai berikut:
NDAt = ∑TA T
Dimana:
NDA : estimasi nondiscreationary accrualsTA : total accruals yang diskala lag total asset
T :1,2,…,t merupakan tahun subscript untuk tahun-tahun yang termasuk dalam periode estimasi
t : tahun subscript yang menjunjukkan suatu tahun dalam periode berjalan
17
2. Model DeAngelo
DeAngelo (1986) menguji earning manajement dengan memperhitungkan perbedaan
pertama dalam total accruals, serta mengasumsikan bahwa perbedaan pertama mempunyai
nilai ekspektasi nol dibawah hipotesis nol yaitu tidak adanya earning manajement.
Nondiscreationar accruals berdasarkan model ini, sebagai berikut:
NDAt = TAt-1
3. Model Jones yang Dimodifikasi
Model Jones yang dimodifikasi oleh Dechow, Sloan dan Sweeny (1995) dirancang untuk
mengurangi kecenderungan terjadinya kesalahan model Jones, ketika discretionary
diterapkan pada pendapatan. Perubahan pendapatan ini disesuaikan dengan perubahan piutng,
karena dalam pendapatan atas pejualan tentu saja ada yang berasal dari penjualan kredit.
Pengurangan terhadap nilai piutang untuk menunjukkan bahwa pendapatan yang diterima
benar-benar merupakan pendapatan bersih (Dechow et al, 1995).
Seperti yang dilakukan oleh Jones (1991) perhitungan dilakukan dengan menghitung
total laba accruals, kemudian memisahkan nondiscretionary (tingkat laba accruals yang
wajar) dan discretionary ( tingkat laba accruals tidak normal). Total accruals merupakan
selisih antara net income dengan cash flow operation yang dirumuskan sebagai berikut:
TAit = (NIit – CFOit)
Dimana:
TA : Total Accruls perusahaan I pada periode t
NIit : laba bersih (net income) perusahaan i pada periode t
CFOit : Kas dari operasi (cash flow operation) perusahaan I pada periode t
Total accruals (TAit) sendiri merupakan penjumlahan dari nondiscretionary dengan discretionary accruals dengan persamaan berikut;
TAit = NDAit +DAit
Dimana:
TAit : Total accruals perusahaan i pada periode t
NDAit : Nondiscretionary accruals perusahaahn i pada periode t
DAit : Discretionary accruals perusahaan i pada periode t
18
Perhitungan untuk Nondiscretionary accruals menurut Jones yang dimodifikasi kemudian dirumuskan sebagai berikut:
NDAit = α1 (1/Ait -1) +β1(∆REVit/Ait-1-∆RECit/Ait-1)+β2(PPEit/Ait-1)+ Ɛit
Dimana:
NDAit : Nondiscreationary accruals perusahaan i pada periode t
∆REVit : Pendapatan perusahaan i pada tahun t dikurangi pendapatan tahun t-1
∆RECit :Piutang perusahaan i pada tahun t dikurangi piutang tahun t-1
Ait-1 : Total asset perusahaan tahun i pada tahun t-1
α1,β1,β2 : Parameter specific perusahaan
PPEit : Aktiva tetap perusahaan i pada tahun t
Ɛit : Error term perusahaan i pada tahun t
Berdasarkan persamaan sebelumnya, maka discretionary accruals dirumuskan sebagai berikut:
DAit = TAit/Ait – [α1(1/Ait-1) + β1(∆REVit/Ait-1-∆RECit/ Ait-1) + β2(PPEit/Ait-1)+ Ɛit
Model Jones dan Jones modifikaso memiliki standar error terendah dibandingkan
dengan model-model lainnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model inilah yang lebih
efektif untuk mendapatkan nondiscretionary accruals dan lebih kecil mengalami kegagalan
kesalahan spesifikasi. Penelitian ini menggunakan Jones modifikasi yang disesuaikan
penelitian Teoh et al. (1998) dalam Wibisono (2004) yang membagi accruals berdasarkan
periode waktu (current dan long term) dan pengendalian manajemen (discretionary accruals
dan nondiscretionary accruals), sehingga menghasilkan 4 jenis accruals, yaitu discretionary
current accruals (DCA), discretionary long term accruals (DLTA), nondiscretionary current
accruals (NDCA), nondiscretionary long term accruals (NDLTA). DCA dan NDCA
merupakan accruals yang berasal dari aktiva lancer, sedangkan DLTA dan NDLTA
merupakan accruals yang berasal dari aktiva tetap.
19
5.1.3 Earning Manajement melalui Real Activities Manipulation
Roychowdhury (2006) menjelaskan bahwa kegiatan manajemen laba melalui
manipulasi aktivitas riil merupakan manipulasi yang dilakukan oleh manajemen melalui
aktivitas perusahaan sehari-hari selama periode akuntansi. Kegiatan manajemen laba riil
ini dimulai dari praktek operasional normal, yang dimotivasi oleh manajer yang
berkeinginan untuk mengelabui bahkan menyesatkan stakeholder yang ingin mengetahui
kinerja dan kondisi perusahaan. Kegiatan manipulasi aktivitas riil sebenarnya tidak
memberikan kontribusi untuk nilai perusahaan walaupun mungkin tujuan para manajer
tercapai dalam penentuan target laba yang mereka harapkan.
Pelaporan tertentu dengan metode manipulasi aktivitas riil, seperti diskon harga dan
pengurangan biaya diskresioner (Roychowdhury,2006), ini mungkin tindakan-tindakan yang
optimal dalam keadaan ekonomi tertentu. Namun, jika manajer terlibat dalam kegiatan-
kegiatan ini lebih luas daripada yang normal, maka mereka terlibat dalam kegiatan-kegiatan
manipulasi aktivitas riil sesuai dengan definisi dalam penelitian ini.
Terdapat dua alasan yang mendasari dipilihnya manajemen laba melalui manipulasi
aktivitas riil daripada manipulasi akrual yaitu (1)manipulasi akrual lebih sering dijadikan
pusat pengamatan atau inspeksi oleh auditor dan regulator daripada keputusan tentang
penentuan harga dan produksi. Sehingga pilihan akuntansi yang dilakukan terkait dengan
akrual pada perusahaan mempunyai risiko yang lebih besar terhadap pemeriksaan oleh pihak
yang berwenang di pasar modal dan perusahaan akan mendapatkan sangsi apabila terbukti
melakukan penyimpangan standar akuntansi yang berlaku umum dengan tujuan untuk
memanipulasi laba, dan (2) hanya menitikberatkan perhatian pada manipulasi akrual
merupakan tindakan yang berisiko. Selain itu, perusahaan mungkin mempunyai fleksibilitas
yang terbatas untuk mengatur akrual, misalnya keterbatasan dalam melaporkan akrual
diskresioner (Graham et al,2005).
Kegiatan manipulasi aktivitas riil ini terjadi sepanjang periode akuntansi dengan
tujuan spesifik yaitu memenuhi target laba tertentu, menghindari kerugian, dan mencapai
target analyst forecast. Selain itu kegiatan manipulasi aktivitas riil berdampak tidak hanya
pada akrual saja namun juga pada arus kas.
5.1.4 Earning Manajement Tehnic melalui Real Activities Manipulation
Dalam mendeteksi tindakan manajemen laba melalui manipulasi aktivitas riil yang
dilakukan oleh perusahaan, Roychowdhury (2006) menggunakan model Dechow et al. (1998)
dan fokus pada tiga metode manipulasi berikut yaitu:
20
1. Manipulasi penjualan
Didefinisikan sebagai usaha manajemen untuk meningkatkan penjualan secara
temporer dengan menawarkan diskon harga dan memperlunak kredit yang diberikan. Sebagai
contoh peningkatan volume penjualan sebagai hasil dari penawaran diskon harga pada waktu
tertentu akan menyebabkan arus kas masuk menjadi besar, namun arus kas masuk per
penjualan, diskon bersih dari tambahan penjualan, lebih rendah dari arus kas per normal
penjualan atau dengan kata lain terjadi penurunan margin. Cara lain yang dilakukan
manajemen untuk meningkatkan volume penjualan adalah dengan menawarkan kredit lunak
seperti menawarkan tingkat bunga kredit yang lebih rendah pada akhir tahun fiskal. Hal ini
akan meningkatkan laba atau arus kas masuk perusahaan seketika. Volume penjualan yang
meningkat menyebabkan laba tahun berjalan tinggi namun arus kas menurun karena arus kas
masuk kecil akibat penjualan kredit dan potongan harga.
2. Mengurangi Biaya Diskresioner.
Biaya diskresioner merupakan biaya-biaya yang tidak mempunyai hubungan
yang akurat dengan output dan merupakan biaya yang outputnya tidak dapat diukur
secara moneter (Citraresmi, 2009). Menurut Roychowdhury (2006) biaya diskresioner
terdiri dari biaya iklan, biaya riset dan pengembangan, biaya penjualan, serta biaya
administrasi dan umum.
Biaya diskresioner yang dapat dikurangi adalah biaya iklan, biaya penelitian dan
pengembangan, dan biaya penjualan, umum, dan administrasi seperti biaya pelatihan
karyawan dan biaya perbaikan dan perjalanan. Pengurangan terhadap biaya-biaya ini pada
akhir periode menyebabkan rekening utang berkurang di bawah normal dan berdampak pada
akrual abnormal yang positif. Dengan demikian perusahaan dapat mengurangi biaya yang
dilaporkan sehingga akan meningkatkan laba. Contoh manipulasi yang biasa dilakukan
manajemen terkait dengan pengeluaran biaya diskresioner adalah jika pengeluaran atas biaya
diskresioner dalam bentuk kas, maka pengurangan pengeluaran ini akan memperkecil arus
kas keluar dan akan memiliki dampak positif terhadap arus kas kegiatan operasi abnormal
pada periode sekarang, namun mungkin sebaliknya juga akan menimbulkan risiko rendahnya
arus kas di masa yang akan datang.
3. Teknik berikutnya adalah dengan melakukan produksi besar-besaran
(Overproduction)
Yaitu memproduksi barang lebih besar daripada yang dibutuhkan dengan tujuan
mencapai permintaan yang diharapkan sehingga laba dapat meningkat. Produksi dalam skala
besar menyebabkan biaya overhead tetap dibagi dengan jumlah unit barang yang besar
21
sehingga rata-rata biaya per unit dan harga pokok penjualan menurun. Penurunan harga
pokok penjualan ini akan berdampak pada peningkatan margin operasi. Sepanjang penurunan
pada biaya tetap per unit tidak dapat ditutupi oleh peningkatan biaya marginal per unit, maka
biaya total per unit menurun. Hal ini menyebabkan harga pokok penjualan yang dilaporkan
lebih rendah dan perusahaan dapat melaporkan margin operasi yang lebih baik. Dampak lain
dari penurunan harga pokok per unit barang yang diproduksi besar-besaran adalah arus kas
kegiatan operasi lebih rendah daripada tingkat penjualan normal. Thomas dan Zhang (2006)
menemukan bahwa perusahaan melakukan produksi besar-besaran dengan tujuan untuk
meningkatkan laba yang dilaporkan.
Berdasarkan uraian sebalumnya, maka manipulasi dengan biaya discretioner tidak
dapat diperhitungkan dalam penelitian ini karena memilki karakteristik yang hampir sama
dengan manipulsi accruals murni, yaitu pengurangan beberapa komponen biaya yang
memungkinkan dilakukan dengan pergeseran waktu pelaporan biaya.
Pengertian Initial Public Offering
Initial Public Offering (IPO) atau penawaran saham perdana merupakan proses
penjualan saham suatu perusahaan kepada masyarakat umum untuk pertama kalinya.
Menurut keputusan menteri keuangan RI No.859/KMK.01/1987, pasar perdana adalah
penawaran surat berharga untuk pertama kalinya kepada pemodal selama masa tertentu
sebelum surat berharga tersebut dicatatkan di bursa. Sedangkan menurut panduan go-public,
pengertian penawaran umum perdana (IPO) adalah penawaran efek dengan menggunakan
media masa atau ditawarkan kepada lebih dari 100 pihak atau telah dijual kepada 50 pihak.
Keputusan menjadi perusahaan go-public, memberikan beberapa konsekuensi yang
harus dipatuhi oleh emiten, yaitu keharusan untuk keterbukaan (full disclosure), keharusan
untuk mengikuti peraturan-peraturan pasar modal mengenai kewajiban pelaporan, kebijakan
membayar deviden, dan senantiasa berusaha untuk meningkatkan tingkat pertumbuhan
perusahaan (Sunarsih, 2003)
Kinerja pasar
Secara umum tujuan pengukuran kinerja manajemen yaitu mengukur efektivitas
dan efisiensinya kinerja yang telah dilakukan untuk mencapai target yang telah ditetapkan.
Ada beberapa aspek penting dalam mengevaluasi kinerja dalam suatu perusahaan.
Evaluasi kinerja yang dapat dilakukan dalam suatu perusahaan dapat digolongkan kepada
dua aspek, yaitu evaluasi kinerja pada aspek keuangan dan evaluasi kinerja pada aspek
non-keuangan. Hasil evaluasi tersebut dapat menilai bagaimana manajemen dapat
mencapai target yang ditetapkan, dilihat dari segi keuangan maupun non-keuangan.
22
Kinerja keuangan merefleksikan kinerja fundamental perusahaan, yang dapat
diukur dengan data dari laporan keuangan perusahaan. Menurut Suta (2006)
engukuran kinerja keuangan digolongkan menjadi dua yaitu kinerja akuntansi
dan kinerja pasar. Kinerja akuntansi dapat diukur melalui pertumbuhan
penjualan, profitabilitas, return on assets (ROA), return on equity (ROE), dan earning
per share (EPS). Sedangkan kinerja pasar dapat diukur melalui return saham,
likuiditas saham, distribusi saham dan kapitalisasi pasar.
Laporan keuangan merupakan alat komunikasi pihak internal yaitu manajemen
dengan pihak eksternal yaitu kreditur, investor dan pemerintah. Pelaku pasar modal
memerlukan informasi dari laporan keuangan untuk mengevaluasi kinerja manajemen
dan mengambil keputusan investasi. Investor dan calon investor cenderung
memperhatikan laba yang terdapat dalam laporan keuangan tersebut. Oleh karena itu,
informasi laba memainkan peranan penting dalam proses pengambilan keputusan oleh
pemakai laporan keuangan.
Situasi ini disadari oleh manajemen terutama dari kalangan manajemen yang
kinerjanya diukur berdasarkan informasi laba, sehingga mendorong timbulnya disfunctional
behavior. Salah satu cara yang dilakukan oleh manajemen dalam proses penyusunan laporan
keuangan yang dapat mempengaruhi tingkat laba yaitu dengan manajemen laba
(earnings management) yang diharapkan dapat meningkatkan kinerja perusahaan.
Manajemen laba yang dilakukan manajer pada laporan keuangan tersebut akan
mempengaruhi kinerja pasar. Sehingga investor memberikan reaksi berupa koreksi harga
saham perusahaan tersebut.
Perilaku manajemen yang mendasari timbulnya manajemen laba yaitu perilaku
oportunistik dan efficient contracting (Herawaty, 2008). Perilaku oportunistik manajemen
yang menaikkan jumlah discretionary accruals menyebabkan laba yang dilaporkan
meningkat. Pada pasar yang efisien peningkatan jumlah laba akan direaksi positif oleh
pasar sehingga harga pasar saham perusahaan akan naik, yang pada akhirnya meningkatkan
jumlah return yang diperoleh oleh para pemegang saham. Dengan demikian, tingkat
pengembalian investasi perusahaan atau return saham dapat menjadi indikator pengukuran
kinerja pasar.
Menurut Hartono (2000) pasar dikatakan tidak efisien bila satu atau beberapa pelaku
pasar dapat menikmati abnormal return dalam jangka waktu yang cukup lama.
Abnormal return atau excess return merupakan kelebihan dari return yang
sesungguhnya terjadi terhadap return normal. Return normal merupakan return
23
ekspektasi, yaitu return yang diharapkan oleh investor, yang terjadi pada kejadian
normal dan tidak terjadi suatu peristiwa. Dengan demikian, abnormal return merupakan
selisih dari return sesungguhnya terjadi dengan return ekspektasi investor. Menurut
Brown dan Warner (1985) dalam Hartono (2000) ada tiga model yang dapat
digunakan untuk menghitung return ekspektasi, yaitu dengan mean adjusted model,
market model, dan market-adjusted model.
5.2 Penelitian Terdahulu
Berikut merupakan beberapa penelitian yang telah dilakukan yang berhubungan
dengan earning manajement melalui accruals dan real activities manipulation pada initial
public offering dan kinerja pasar.
Wibisono (2004), melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Manajemen Laba
Terhadap Kinerja Perusahaan di Seputar Seasoned Equity Offerings (SEO)”, yang membagi
accruals berdasarkan periode waktu (current dan long term) dan pengendalian manajemen
(discretionary accruals dan nondiscretionary accruals), sehingga menghasilkan 4 jenis
accruals, yaitu discretionary current accruals (DCA), discretionary long term accruals
(DLTA), nondiscretionary current accruals (NDCA), nondiscretionary long term accruals
(NDLTA). DCA dan NDCA merupakan accruals yang berasal dari aktiva lancer, sedangkan
DLTA dan NDLTA merupakan accruals yang berasal dari aktiva tetap. Penelitian ini
membedakan kinerja menjadi 2, yaitu kinerja keuangan yang diproyeksikan dengan profit
margin dan kinerja pasar yang diproyeksikan dengan return saham. Hasil penelitiannya
adalah manajer melakukan earning manajement sebelum SEO, hasil kinerja keuangan
perusahaan setelah SEO lbeih rendah daripada sebelum SEO, dan rendahnya kinerja saham
setelah IPO, ini dipengaruhi oleh earning manajemen menjelang IPO.
Amin (2007) yang melakukan pengujian terhadap perusahaan yang melakukan IPO
dan menemukan bukti kuat bahwa perusahaan melakukan manajemen laba baik periode
sebelum maupun setelah IPO. Penelitian ini mendukung penelitian Ardiati (2003)
24
bahwa perusahaan yang melakukan manajemen laba mengalami penurunan harga saham
dan kecenderungan penurunan kinerja saham pada akhir tahun. Dalam penelitiannya,
Ardiati (2003) menemukan adanya pengaruh manajemen laba melalui manajemen laba
akrual terhadap return perusahaan. Manajemen laba berpengaruh positif terhadap return
perusahaan yang diaudit KAP Big 5, sedangkan manajemen laba berpengaruh negatif
terhadap return perusahaan yang diaudit KAP non Big 5.
Oktorina (2008) menemukan bahwa perusahaan melakukan manipulasi aktivitas
riil melalui arus kas kegiatan operasi karena terdapat perbedaan rerata yang signifikan pada
arus kas kegiatan operasi abnormal. Dengan pemisahan jenis industri menunjukkan sampel
jenis industri manufaktur diduga cenderung melakukan manipulasi aktivitas riil melalui
arus kas kegiatan operasi daripada perusahaan non manufaktur. Selain itu, Oktorina
juga meneliti dampak arus kas kegiatan operasi terhadap kinerja pasar. Konsisten
dengan Roychowdhury (2003) bahwa perusahaan yang melaporkan laba rendah, yaitu
perusahaan yang masuk ke dalam sampel suspect melakukan manajemen laba riil, memiliki
arus kas operasi abnormal yang rendah dan biaya produksi abnormal yang tinggi.
Mendukung penelitiannya terdahulu Roychowdhury (2006) menyatakan bahwa
perusahaan menggunakan tindakan manajemen laba riil untuk mencapai tujuan pelaporan
keuangan tertentu selain untuk menghindari melaporkan kerugian. Hasil penelitian
menunjukkan aktivitas manajemen laba melalui manajemen laba riil berpengaruh
negatif terhadap arus kas kegiatan operasi.
Zang (2006) memprediksi dan menemukan bahwa perusahaan dengan tingkat
manajemen laba yang tinggi di masa lalu cenderung menyukai menggunakan
manajemen laba riil daripada manajemen laba akrual. Zang (2006) menemukan bukti yang
konsisten bahwa perusahaan menggunakan teknik overproduction untuk meningkatkan
laba yang dilaporkan.
Aprilia (2010) melakukan penelitian dengan judul “ Indikasi Manajement Laba
Melalui Aktivitas Riil”. Objek penelitian ini adalah perusahaan yang melakukan penawaran
saham tambahan (Right Issue) dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 (firm tear) dan
25
menggunakan data laporan keuangan antara 2 tahun sebelum dan seseudah perusahaan right
issue. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perusahaan di Indonesia terindikasi secara
signifikan melakukan earning manajement melalui real activities manipulation arus kas
operasi pada saat right issue. Perusahaan di Indonesia tidak terindikasi secara signifikan
melakukan earning manajement melalui real acticities manipulation biaya produksi pada
saat right issue.
Hasil penelitian berjudul “Earning Manajement melalui Accruals dan Real activities
Manipulation pada Initial Public Offering dan Kinerja Jangka Panjang” oleh
Annisaa’rahman dan Hutagaol (2007), yang membagi proksi earning manajement menjadi 6
yaitu, discretionary current accruals (DCA), discretionary long term accruals (DLTA),
nondiscretionary current accruals (NDCA), nondiscretionary long term accruals (NDLTA),
real manipulation penjualan (RAMCFO), dan real manipulation produksi (RAMCOGS).
Objek penelitian perusahaan yang melakukan IPO dari tahun 1994-2003 untuk periode 1
tahun sebelum perusahaan IPO sampai 3 tahun setelah perusahaan IPO. Hasil penelitian ini
menunjukkan ternyat ditemukan motivasi earning manajement pada saat perusahaan
melakukan IPO dengan menggunakan ukuran earning manajement yang klasik, yaitu proksi
discretionary accruals namun tidak dapat dideteksi earning manajement dengan proksi real
activities manipulation. Earning manajement (Discretionary Current Accruals dan
Discretionary Long Term Accruals) terbukti mempengaruhi kinerja pasar dalam jangka
pendek. Kemampuan earning manajement memprediksi kinerja saham dalam jangka waktu
yang lebih panjang menjadi menurun. Penelitian juag tidak menemukan adanya perbedaan
kinerja saham pada setiap jangka yang disebabkan oleh praktik earning manajement yang
konservatif dan agresif.
Penelitian ini mengacu pada penelitian Annisa’rahman dan Hutagaol (2007), dimana
persamaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian terdahulu yaitu:
1. Sama-sama menggunakan variabel penelitian earning manajement melalui
accrual dan real activities dan kinerja.
2. Menggunakan data yang berasal dari Bursa Efek Indonesia (BEI).
Perbedaan yang akan dilakukan dengan penelitian sebelumnya yaitu pada penelitian
ini akan mengukur pengaruh earning manajement melalui accruals dan real activities
manipulation terhadap kinerja jangka pendek (kinerja pasar dengan proksi yaitu return
saham). Dimana akan dilakukan dengan menggunakan sampel perusahan yang melakukan
26
IPO tahun 2001 dengan informasi laporan keuangan saat IPO tahun 2001, dan setelah
melakukan IPO (2002-2004) dimana laporan keuangan yang dipublikasikan perusahaan
adalah yang bersifat triwulanan. Sedangkan penelitian sebelumnya yaitu mengukur pengaruh
IPO terhadap kinerja jangka panjang. dimana menggunakan sampel perusahaan yang
melakukan IPO dari tahun 1994-2003 untuk periode 1 tahun sebelum perusahaan IPO sampai
3 tahun setelah perusahaan IPO.
Variabel kinerja pada penelitian sebelumnya diukur dengan mengguakan dua ukuran
kinerja saham yaitu Cummulative Abnormal Return (CAR) dan Bu and Hold Return (BHR)
dengan menggunakan Benchmark Market-Adjusted Return dan LQ45-Adjusted Return serta 1
kinerja operasi perusahaan yang diproyeksikan dengan Return On Equity (ROE). Sedangkan
dalam penelitian ini hanya akan mengukur kinerja pasar yang diproyeksikan dengan return
saham.
5.3 Kerangka Konseptual Penelitian
Kebutuhan akan tambahan modal semakin bertambah sejalan dengan perkembangan
perusahaan. Hal ini menuntut manajemen untuk memilih apakah tambahan modal akan
dilakukan dengan cara utang atau dengan menambah jumlah kepemilikan saham dengan
penerbitan saham baru. Banyak perusahaan yang melakukan penawaran umum saham untuk
mendapatkan dana tersebut karena terdapat manfaat yang dapat dirasakan perusahaan.
Menjelang dan pada saat penawaran biasanya perusahaan melakukan manipulasi terhadap
kinerja. Manipulasi yang dilakukan oleh manajement ini dikenal dengan istilah earning
manajement.
Earning manajement merupakan suatu usaha untuk mempengaruhi laba yang
dilaporkan dalam jangka pendek dengan harapan dapat mempengruhi investor dan sebagai
alat untuk mencapai beberapa keuntungan pribadi manajement. Tujuannya adalah untuk
menyempurnakan kinerja melalui peningkatan laba dengan segera. Namun demikian, earning
manajemen tidak harus diartikan sebagai suatu tindakan negatif, yang mengarah keada
kejahatan (fraud), karena tidak selamaya manajemen laba berorientasi pada laba asecara
eksplisit (Sartika,2005). Gumanti (2000) , earning manajement lebih condong dikaitkan
dengan pemilihan metode akuntansi (accounting methods) untuk mengatur keuntungan yang
bisa dilakukan karena memang diperkenankan menurut accounting regulations.
Laba merupakan indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja operasional
perusahaan. Informasi tentang laba digunakan untuk mengukur keberhasilan atau
27
kegagalan bisnis dalam mencapai tujuan operasi yang telah ditetapkan (Siallagan dan
Machfoeds, 2006). Salah satu cara yang dilakukan oleh manajemen dalam proses
penyusunan laporan keuangan yang dapat mempengaruhi tingkat laba yang ditampilkan
yaitu dengan earnings management yang diharapkan dapat meningkatkan nilai perusahaan
pada saat tertentu.
Earning manajement dapat dilakukan dengan cara manipulasi accruals murni (pure
accruals) dan real activities manipulation (Roychowdhury, 2006). Sesuai dengan penelitian
Teoth et al. (1998) dalam Wibisono (2004) maka komponen manipulasi accrual murni
diproyeksikan dengan epat komponen yaitu, discretionary current accruals (DCA),
discretionary long term accruals (DLTA), nondiscretionary current accruals (NDCA),
nondiscretionary long term accruals (NDLTA). DCA dan NDCA merupakan accruals yang
berasal dari aktiva lancer, sedangkan DLTA dan NDLTA merupakan accruals yang berasal
dari aktiva tetap. Hasil penelitian Wibisono (2004) menemukan bahwa manajer melakukan
manajemen laba sebelum SEO dan hasil kinerja keuangan perusahaan setelah SEO lebih
rendah daripada sebelum SEO.
Tujuan dari earning management adalah meningkatkan kesejahteraan pihak tertentu
walaupun dalam jangka panjang tidak terdapat perbedaan kumulatif perusahaan dengan
laba yang dapat diidentifikasikan sebagai keuntungan (Fischer dan Rosenweirg 1995
dalam Herawaty 2008), Scott 1997:294. Morck, Scheifer & Vishny (dalam Herawaty,
2008) menyatakan bahwa earnings management yang dilakukan manajemen perusahaan
akan meningkatkan nilai perusahaan lalu kemudian akan turun searah dengan peningkatan
kepemilikan manajerial.
Gumanti (2000) menyatakan bahwa earnings management diduga muncul atau
dilakukan oleh manajer atau para pembuat laporan keuangan dalam proses pelaporan keuangan
suatu organisasi karena mereka mengharapkan suatu manfaat dari tindakan yang dilakukan.
Earnings management menjadi menarik untuk diteliti karena dapat memberikan gambaran akan
perilaku manajer dalam melaporkan kegiatan usahanya pada suatu periode tertentu.
Jika pada suatu kondisi dimana pihak manajemen ternyata tidak berhasil mencapai
target laba yang ditentukan, maka manajemen akan bertindak untuk memodifikasi laba yang
masih sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku. Manajemen termotivasi untuk
memperlihatkan kinerja yang baik dalam menghasilkan keuntungan maksimal bagi perusahaan
sehingga manajemen cenderung memilih dan menerapkan metode akuntansi yang dapat
memberikan informasi laba yang lebih baik (Halim, dkk; 2005).
28
Komponen real activities manipulation disesuaikan dengan penelitian Anissa’rahman
dan Hutagaol (2007) yang diproyeksikan dengan manipulasi penjualan dan manipulasi
tingkat produk. Adapun manipulasi dengan biaya diskretioner tidak diperhitungkan dalam
penelitian ini kaena memiliki karakteristik yang hampir sama dengan manipulasi accrual
murni, yaitu pengurangan beberapa komponen biaya yang kemungkinan dilakukan dengan
pergeseran waktu pelaporan biaya. Hasil penelitian Anissa’rahman dan Hutagaol (2007) tidak
menemukan adanya pengaruh earning manajement melalui real activities manipulation
terhadap kinerja.
Penelitian tentang manajemen laba masih menarik untuk diteliti karena dapat memberikan
gambaran tentang perilaku manajer dalam melaporkan kegiatan usahanya pada suatu periode
tertent, yaitu adanya kemungkinan munculnya motivasi tertentu yang mendorong mereka untuk
memanajemen atau mengatur data keuangan yang dilaporkan.
Perkembangan penelitian empiris mengenai manajemen laba menunjukkan manajer telah
bergeser dari manajemen laba akrual ke manajemen laba riil, bahkan adapula manajer yang tetap
mempertahankan kedua teknik tersebut untuk mencapai target laba yang diinginkan.
Berdasarkan penjelasan singkat di atas, kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
Gambar 1 : Model Penelitian
29
Earning Manajement
1. Discretionary Accruals (DCA)
2. Discretionary Long Term
Accruals (DLCA)
3. Nondiscretionary Accruals
(NDCA)
4. Nondiscretionary Long Term
Accruals (NDLCA)
5. Real Manipulation Penjualan
(RAMCFO)
6. Real Manipulation Produksi
(RAMCOGS)
7.
Kinerja Pasar
Initial Public Offering (IPO)
5.4 Perumusan Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah dikemukakan
sebelumnya, maka dapat dibuat hipotesis sebagai berikut:
H1 : Perusahaan yang listed di BEI melakukan earning manajement melalui accruals dan
real maniplation pada saat IPO
H2 : Kinerja pasar setelah IPO dipengaruhi earning manajement melalui accruals dan real
maniplation pada saat IPO
6. METODOLOGI PENELITIAN
6.1 Identifikasi dan Klasifikasi Variabel
6.1.1 Identifikasi Variabel
Variabel adalah suatu konsep yang memiliki bermacam-macam nilai, variabel
dikelompokkan menjadi dua yaitu variabel dependen dan variable independen. Variabel
dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variable independen sedangkan variabel
independen adalah variabel yang dikenai pengaruh atau diterangkan oleh variabel lainnya.
Adapun variable yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Earning manajement yang diproyeksikan dengan 4 variabel accruals dan 2 variabel
real activities manipulation yaitu, discretionary current accruals (DCA),
discretionary long term (DLCA), nondiscretionary current accruals (NDCA),
nondiscretionary long term (NDLCA), real manipulation penjualan (RAMCFO), real
manipulation produksi (RAMCOGS).
b. Kinerja pasar yang diproyeksikan dengan return saham.
6.1.2 Klasifikasi Variabel
Variabel yang telah diidentifikasikan, dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Variabel Independen
Variabel ini merupakan variabel bebas dimana variabel ini yang mempengaruhi atau
menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (Sugiyono,2006:33). Dalam
penelitian ini yang menjadi variable bebas adalah earning manajement yang diproyeksikan
dengan 4 variabel accruals dan 2 variabel real activities manipulation yaitu, discretionary
30
current accruals (DCA), discretionary long term accruals (DLCA), nondiscretionary
accruals (NDCA), nondiscretionary long term accruals (NDLCA), real manipulation
penjualan (RAMCFO), dan real manipulation produksi (RAMCOGS).
2. Variabel Dependen
Variabel dependen atau variable terikat merupakan variabel yang dipengaruhi dan
menjadi akibat, karena aadanya variabel bebas (Sugiyono,2006:33). Dalam penelitian ini
yang menjadi variabel terikat adalah kinerja pasar.
6.1.3 Definisi Operasional Variabel
6.1.3.1 Kinerja Pasar
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kinerja pasar pada perusahaan yang
melakukan IPO tahun 2010 yang diproyeksikan dengan return saham yaitu dengan
menggunakan Cummulative Abnormal Return (CAR) dengan metode market adjusted
model. Metode market adjusted model dianggap merupakan penduga yang terbaik untuk
mengestimasi return suatu sekuritas adalah return indeks pasar pada saat tersebut,
sehingga tidak perlu menggunakan periode estimasi untuk membentuk model estimasi,
karena return sekuritas yang diestimasi adalah sama dengan return indeks pasar
(Hartono, 2000). Dengan demikian, abnormal return dalam penelitian ini dihitung
dengan cara mengurangi return saham perusahaan dengan return indeks pasar pada periode
yang sama.
Ada dua tahap untuk memperoleh abnormal return (ARit) yaitu tahap pertama
merupakan selisih dari return aktual (Rit) yang kemudian dikurangi dengan return
market (Rmt) yang diperoleh dari tahap kedua.
R it = IHSI t – IHSI t-1
IHSI t-1
R mt = IHSG t − IHSG t − 1
IHSG t − 1
ARit= Rit - Rmt
Keterangan :
ARit = Abnormal return untuk perusahaan i pada hari ke-t.
Rit = Return harian perusahaan i pada hari ke-t.
Rmt = Return indeks pasar pada hari ke-t.
IHSIt = Indeks harga saham individual perusahaan i pada waktu t.
31
IHSIt-1 = Indeks harga saham individual perusahaan i pada waktu t-1.
IHSGt = Indeks Harga Saham Gabungan pada waktu t.
IHSGt-1 = Indeks Harga Saham Gabungan pada waktu t-1.
Cumulative Abnormal Return (CAR) merupakan penjumlahan dari abnormal
return hari sebelumnya di dalam periode peristiwa untuk masing-masing sekuritas
(Hartono, 2000). Perhitungan Cumulative Abnormal Return (CAR) menggunakan
rumus sebagai berikut:
CAR∑a=t 3
t
AR i. a
3.1.3.2 Earning manajement
Dalam penelitian ini, earning manajement diproyeksikan menggunakan 4 variabel
accruals dan 2 variabel real activities manipulation yaitu, discretionary current accruals
(DCA), discretionary long term accruals (DLCA), nondiscretionary current accruals
(NDCA), nondiscretionary long term accruals (NDLCA), real manipulation penjualan
(RAMCFO), dan real manipulation produksi (RAMCOGS).
6.1.3.2.1 Nondiscretionary Current Accruals (NDCA)
Ukuran accruals yang dipakai adalah modifikasi model Jones (1991) dan total
accrual (AC) diukur dengan rumus berikut:
6.1.3.2.2 Discretionary Current Accruals (DCA)
Discretionary Current Accruals (DCA) untuk perusahaan i pada tahub t, digambarkan
oleh nilai residual persamaan berikut:
DCAit = CAit
TAit−1 –NDCAit (Wibisono,2004)
Dimana:
DCAit = nilai expected discretionary current accruals perusahaan i untuk tahun t
6.1.3.2.3 Nondiscretionary Long Term (NDLTA)
Untuk menghitung Nondiscretionary Long Term (NDLTA), harus menghitung
nondiscretionary total accruals (NDTAC). Expected nondiscretionary total accruals sebuah
perusahaan pada tahun tertentu diestimasi dengan menggunakan cross sectional ordinary
least square (OLS) regression antara total accruals (TAC) sebagai variabel dependen dan di
dalam regresi dimasukkan gross property, plant, dan equipment (PPE) sebagai tambahan
variabel penjelas (Wibisono,2004).
32
TACitTAit−1
=β0(1
TAit−1)+ β1(
∆ saleitTAit−1
)+ β2(∆ PPEitTAit−1 )+Ɛit
Sedangkan nondiscretionarytotal accruals (NDTAC) dihitung sebagai berikut:
NDTACit= β0(1
TAit−1)+ β1(
∆ saleit−∆ TRitTAit−1
)+ β2(∆ PPEitTAit−1
)
Dimana :
NDTACit : nondiscretionary total accruals perusahaan i pada t
∆ PPEit : perubahan aktiva tetap perusahaan i pada tahun t
Sehingga rumus discretionary long term accruals (NDLTA) adalah sebagai berikut:
NDLTAit = NDTACit - NDCAit (Wibisono,2004)
6.1.3.2.4 Discretionary Long Term (DLTA)
Discretionary total accruals untuk sebuah perusahaan pada tahun tertentu dihitung
sebagai berikut (Wibisono,2004)
DTACit = TAC it NDTACit
TAit-1
Dimana:
DTAC it : nondiscretionary total accruals perusahaan pada tahun t, sehingga rumus (DLTA)
adalah sebagai berikut (Wibisono,2004) :
DLTAit = DTAC it – DCA it
6.1.3.2.5 Real Activities Manipulation melalui Penjualan (RAMCFO)
Volume penjualan yang meningkat menyebabkan laba tahun berjalan tinggi, namun
arus kas menurun karena arus kas masuk lebih kecil akibat penjualan kredit dan potongan
harga. Model regresi untuk arus kas kegiatan operasi normal berdasarkan penelitian
Anissa’rahman dan Hutagaol (2007) sebagai berikut:
CFO it/TA it-1 = α0+ α1 (1/TA it-1)+ β1(Sit/TAit-1)+ β2(∆Sit/TAit-1)+Ɛit
Dimana:
CFO it : arus kas kegiatan operasi perusahaan i pada tahun t
TA it-1 : total aktiva perusahaan i pada tahun t-1
Sit : penjulan perusahaan i pada tahun t
∆Sit : perubahan penjualan perusahaan i pada tahun t
α0 : konstanta
Ɛit : error term perusahaan i pada tahun t
33
Oleh karena itu dalam penelitian ini yang akan digunakan adalah arus kas kegiatan
operasional abnormal, maka untuk setiap observasi tahun arus kas kegiatan operasi abnormal
(RAMCFO) adalah selisih dari nilai arus kas kegiatan operasi actual yang diskalakan dengan
total aktiva satu tahun sebelum pengujian dikurangi dengan arus kas kegiatan operasi normal
yang dihitung dengan menggunakan koefisien estimasi dari model persamaan diatas.
6.1.3.2.6 Real Activities Manipulation melalui Produksi (RAMCOGS)
Produksi diatas level normal operasi perusahaan (overproduction) dengan tujuan
untuk melaporkan harga pokok penjualan (COGS) yang lebih rendah merupakan salah satu
cara yang dilakukan manajement untuk manipulasi laba melalui manipulasi aktivitas nyata.
Penelitain ini sebagaimana Anissa’rahman dan Hutagaol (2007) menggunakan model
estimasi untuk harga penjualan pokok normal dengan rumus regresi sebagai berikut:
COGSit/Ait-1 = α0 + α1 (1/Ait-1) +β1(Sit/Ait-1) + β2(∆Sit/Ait) +Ɛit
Dimana :
COGSit: harga pokok penjualan perusahaan i pada tahun t
Ait-1 : total aktiva perusahaan i pada tahun t-1
Sit : penjualan perusahaan i pada tahun t
∆Sit : penjualan pada tahun t dikurangi penjualan pada tahun t-1
α0 : konstanta
α1 : error term perusahaan i pada tahun t
nilai koefisien estimasi dari persamaan regresi diatas digunakan untuk menghitung
nilai biaya produksi normal. Sehingga, biaya produksi abnormal (RAMCOGS) diperoleh
dengan cara mengurangkan nilai biaya produksi actual yang diskalakan dengan total aktiva
satu tahun sebelum periode pengujian dengan biaya produksi normal yang dihitung dengan
menggunakan koefisien eftimasi dari model persamaan diatas.
6.2 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian asosiatif
(hubungan). Menurut Sugiyono (2006:11), penelitian asosiatif adalah suatu penelitian yang
bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variable atau lebih.
6.3 Lokasi Penelitian
34
Penelitian ini dilakukan pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) selama periode 2010 yang diperoleh melalui Indonesia Capital Market
Directory yang diterbitkan oleh ECFIN (Institute for Economics and Financial Research),
situs internet www.e-bursa.com, dan melalui situs resmi BEI di www.idx.co.id. Adapun yang
menjadi criteria penentuan lokasi penelitian ini adalah:
1. Bursa Efek Indonesia merupakan sarana bursa efek terbesar yang ada di Indonesia
dimana jumlah populasi emiten yang teradftar di BEI cukup besar sehingga sesuai
dengan kebutuhan penelitian.
2. Bursa Efek Indonesia (BEI) secara rutin menerbitkan laporan keuangan perusahaan
yang terdaftar di BEI.
3. Adanya kemudahan dalam mengakses pengambilan data untuk penelitian ini.
6.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpuln data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Teknik dokumentasi, yaitu pengumpulan data melalui data, buku-buku, jurnal,
penelitian terdahul, situs internet atau sumber data sekunder lainnya yang berkaitan
dengan penelkitian yang dilakukan. Dlam hal ini dilakukan pengumpulan data berupa
laporan keuangan tahunan perusahaan yang terdaftar di BEI dan dipublikasikan oleh
BEI melalui situs resmi di www.idx.co.id.
2. Studi kepustakaan, yaitu literature yang digunakan ntuk mencari dan mendapatkan
data, informasi, dan teori yang relevan dengan pokok bahasan dari berbagai literature.
6.5 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang melakukan IPO di
tahun 2010. Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling
atau juga dikenal dengan judgement sampling. Teknik purposive sampling meruakan salah
satu teknik pengambilan sampel non probabilitas, dimana teknik penentuan sampelnya
dilakukan berdasarkan pertimbangan atau kinerja tertentu yang disesuaikan dengan tujuan
penelitian (Sugiyono:2006:78).
Berdasarkan pertimbangan atau kriteria penetuan sampel dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Perusahaan industri manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang
melakukan IPO pada tahun 2010.
35
2. Perusahaan yang menerbitkan laporan keuangan triwulanan yang dinyatakan dalam
rupiah (Rp)
3. Terdapat kelengkapan laporan keuangan pada saat IPO dan setelah IPO 2010
Criteria sampel Jumlah perusahaan
Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia dan ada di dalam ICMD yang
melakukan IPO tahun 2010
Perusahaan lembaga keuangan
Perusahaan yang laporan keuanagannya tidak
lengkap
Total sampel
6.6 Jenis dan Sumber Data
6.6.1 Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adala:
1. Data kualitatif adalah data yang digunakan dalam bentuk kata, kaliamt, dan gambar
(Sugiyono. 2006:14). Data kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah
berbentuk informasi perusahaan yang melakukan IPO.
2. Data kuantitatif adlah data yang berbentuk angka-angka yang dapat diukur dengan
satuan hitung (Sugiyono.2006:14). Data kuantitatif yang digunakan dalam penelitian
ini adalah laporan keuangan perusahaan yang terdaftar di BEI yaitu, pada tahun IPO
sampai setelah melakukan IPO (2001-2005) yang tercantum dalam Indonesian
Capital Market Directory yang diterbitkan olehECFIN, situs www.e-bursa.com, dan
melalui situs resmi BEI di www.idx.co.id .
6.6.2 Sumber Data
Berdasarkan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, data penelitian ini
adalah data sekunder. Data sekunder adalah sumber data penelitian yang diperoleh peneliti
secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat melalui pihak
lain). Data sekunder pada umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang
telah tersusun dalam arsip yang dipublikasikan maupun yang tidak dipublikasikan.
36
Dalam hal ini, data sekunder yang digunakan adalah data laporan keuangan perusahaan
yang di publikasikan oleh BEI.
6.6.3 Metode Analisis Data
Metode analisis data merupakan cara yang digunakan untuk menganalisis data
sehingga dapat mencapai suatu hasil yang dapat menjawab pertanyaan yang diajukan.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan program komputer yaitu SPSS (Statistical
Package for Social Science) dan Microsoft Excel 2007. Microsoft Excel digunakan untuk
mendeskripsikan statistik terhadap data yang diolah, sementara program program SPSS
digunakan untuk melakukan regresi dan pengujian terhadap hasi regresi.
6.6.3.1 Analisis Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat
dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, dan minimum (Ghozali,
2005). Standar deviasi, varian, maksimum, dan minimum menunjukkan hasil analisis
terhadap dispersi data.
6.6.3.2 Uji Normalitas
Tujuan uji normalitas adalah untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel terikat dan variabel bebas mempunyai distribusi normal atau mendekati normal.
Model regresi yang memiliki distribusi data yang normal atau mendekati normal dikatakan
model regresi yang baik (Imam Ghozali, 2009). Normalitas suatu data dapat dideteksi
dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau melihat dari
grafik histograf dari nilai residualnya.
Teknik yang digunakan uji asumsi normalitas ini adalah One Sample
Kolmogorov-Smirnov Test. Dengan menguji statistik non-parametik Kolmogrov-Smirnov
(K-S) terhadap nilai residual persamaan regresi, dengan hipotesis pada tingkat signifikan
0,05.
Dimana : H0 : p ≥ 0,05 data residual berdistribusi normal
H1 : p < 0,05 data residual tidak berdistribusi normal
6.6.3.3 Uji Asumsi Klasik
Sebelum melakukan uji jipotesis dengan menggunakan analisis regresi, terlebih
dahulu dilakukan uji asumsi klasik terhadap dua data yang akan diolah. Uji asumsi klasik
37
bertujuan untuk menghilanhkan penyimpanagn-penyimpangan yang mungkin dapt terjadi
dalam analisis regresi sehingga hasil yang diperoleh lebih akurat. Uji asumsi klaisk meliputi:
1. Uji Multikolonieritas
Uji Multikolonieritas adalah variabel dependen yang ada dalam model memiliki
hubungan yang sempurna atau mendekati sempurna (koefisien korelasinya tinggi
bahkan sama dengan satu) untuk mendeteksi adanya multikolonieritas dapat dilihat
matrik korelasi antara variabel independen. Uji multikolonieritas bertujuan untuk
menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas
(independen) atau tidak (Ghozali, 2006:91-92). Model regresi yang baik seharusnya
tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Jika variabel independen saling
berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah
variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama
dengan nol (Imam Ghozali, 2009). Deteksi adanya multikolonieritas dapat
dilakukan dengan melihat nilai variance inflation factor (VIF) atau tolerance value.
Batas dari tolerance factor (VIF) adalah 0,10 dan batas VIF adalah 10. Apabila
hasil analisis menunjukkan nilai VIF dibawah 10 dan tolerance value diatas 0,10
maka tidak terjadi multikolonieritas, sehingga model reliable sebagai dasar analisis.
Sebaliknya, apabila hasil analisis menunjukkan nilai VIF diatas 10 dan tolerance
value dibawah 0,10 maka terjadi multikolonieritas.
2. Uji Heterokedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan varian dari residual antara satu pengamatan ke pengamatan
lainnya. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas. Metode yang
dapat digunakan untuk menguji adanya gejala ini adalah uji Glejser. Jika terdapat
koefisien regresi variabel independen yang tidak signifikan (> 0,05), berarti tidak
terdapat heteroskedastisitas
3. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara
kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1
(sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi.
Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu
sama lainnya. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi (Imam
38
Ghozali, 2009). Menurut Imam Ghozali (2009) identifikasi secara statistik ada atau
tidaknya gejala autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin – Watson (DW test). Uji
Durbin–Watson hanya digunakan untuk autokorelasi tingkat satu (first order
autocorrelation) dan mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam model regresi dan
tidak ada variabel lag di antara variabel independen. Hipotesis yang akan diuji adalah :
Dimana : H0 : tidak ada autokorelasi ( r = 0 )
HA : ada autokorelasi ( r ≠ 0 )
Tabel 3.3
Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi
Hipotesis nol Keputusan Jika
Tidak ada autokorelasi positif
Tidak ada autokorelasi positif
Tidak ada korelasi negatif
Tidak ada korelasi negatif
Tidak ada autokorelasi, positif
atau negati
Tolak
Tidak ada keputusan
Tolak
Tidak ada keputusan
Tidak ditolak
0 < d < dl
dl ≤ d ≤ du
4 – dl < d < 4
4 – du ≤ d ≤ 4 – dl
du < d < 4 - du
3.6.4 Pengujian Hipotesis
Untuk menjawab permasalahan di dalam penelitian ini dilakukan uji hipotesis dengan
alat analisis yang diuraikan sebagai berikut:
Dasar pengambilan keputusan dalam analisis regresi ini adalah dengan menggunakan uji koefisien determinasi, uji statistik F dan uji statistik t.
a. Uji Parametric One Sample T-Test
Pada hipotesis pertama, uji statistic yang digunakan adalah parametric one sample t-
test untuk mengetahui dan menguji variable discretionary current accruals (DCA),
discretionary long term accruals (DLCA), nondiscretionary current accruals
(NDCA), nondiscretionary long term accruals (NDLCA), real manipulation
penjualan (RAMCFO), dan real manipulation produksi (RAMCOGS) pada masing-
masing periode. Dengan taraf signifikasi α = 0,05, apabila nilai rata-rata DCA dan
DLCA positif berarti perusahaan melakukan rekayasa menaikan laba melalui
accruals, jika DCA dan DLCA negative maka perusahaan tidak melakukan rekayasa
laba melalui accruals. Sedangkan apabila nilai rata-rata RAMCFO bernilai negative
dan nilai rata-rata RAMCOGS bernilai positif berarti perusahaan melakukan rekayasa
39
menaikkan laba melalui real activities, jika rata-rata RAMCFO bernilai positif dan
nilai rata-rata RAMCOGS bernilai negative berarti perusahaan tidak melakukan
rekayasa menaikkan laba melalui real activities.
b. Uji statistik F (F-test)
Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen yang
dimaksud dalam penelitian mempunyai pengaruh secara simultan terhadap
variabel dependen (Ghozali, 2006).
Langkah-langkah pengujian hipotesisnya adalah sebagai berikut:
a) Memformulasikan Hipotesis
Ho: DCAi: NDCAi:DCLAi:NDLAi:RAMCFOi:RAMCOGSi=0
Artinya secara bersama-sama variabel independen tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap variabel dependen
H1: DCAi: NDCAi:DCLAi:NDLAi:RAMCFOi:RAMCOGSi≠0
Artinya secara bersama-sama variabel independen berpengaruh secara signifikan
terhadap variabel dependen
b) Menentukan Level of significance (α)
Level of significance yang digunakan adalah 5%
c) Menentukan nilai koefisien determinan (R2)
d) Menentukan F hitung
R2/ (k-1)F= (Gujarati,2003)
(1-R2)/(n-k
Keterangan:k : Jumlah parameter yang diestimasi dengan membandingkan Ftabel
n : Jumlah observasiR2 : Koefisien determinan
e) Kriteria pengujian
Kriterian pengujian hipotesis dilakukan dengan membandingkan nilai Ftabel dan
Fhitung
H0 ditolak jika Fhitung ≤ Ftabel
H1 diterima jika Fhitung ≥ Ftabel
c. Uji koefisien determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model
dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali,2006). Ghozali (2006)
menjelaskan bahwa nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan sampai
40
dengan satu. Nilai adjusted R2 yang mendekati satu berarti kemampuan
variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang
dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.
d. Uji statistik T (t-test)
Menurut Ghozali (2006) uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh
pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variabel
dependen.
Langkah-langkah pengujian uji T ini adalah sebagai berikut:
a. Memformulasikan hipotesis
b. Menentukan level of significance (α)
c. Menentukan nilai koefisien determinan parsial (R2) dengan menguadratkan nilai
koefisien korelasi parsial
d. Menetukan thitung dengan rumus:
βn
t= (Gujarati,2003)Sβn
Keterangan:
βn : Koefisiern regresi masing-masing variabel
sβn : Standar error masing-masing variabele. Kriteria pengujian
Kriteria pengujian hipotesis dilakukan dengan membandingkan nilai Ttabel dan
Thitung
H0: ditolak jika Thitung ≤ Ttabel ≤ Thitung
H1: diterima jika Thitung > Ttabel atau -Thitung < Ttabel
Untuk memperoleh hasil estimasi data yang diinginkan sesuai dengan metode
dan model analisi, digunakan program SPSS.
e. Analisis Regresi
Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Analisi
regresi linier berganda adalah salah satu alat analisis peramalan nilai pengaruh dua
variable bebas atau lebih terhadap variable terikat untuk membuktikan ada atau
tidaknya hubungan fubgsi atau hubungan kausal antara dua variabel bebas atau lebih
dengan variabel terikat dengan rumus persamaan sebagai berikut:
PMit = α0+ α1DCAit+α2NDCAit= α3DLTAit+ α4NDLTAit+ α5RAMCFOit+
α6RAMCOGSit+Ɛit
41
Dimana:
PMit :profit margin perusahaan i pada tahun t
DCAit : discretionary current accruals perusahaan i pada tahun t
NDCAit : nondiscretionary current accruals perusahaan i pada tahun t
DLTAit : discretionary long term accruals perusahaan i pada tahun t
NDLTAit :nondiscretionary long term accruals perusahaan i pada tahun t
RAMCFOit : real activities manipulation melalui CFO perusahaan i pada tahun t
RAMCOGSit : real activities manipulation melalui COGS perusahaan i pada tahun t
Ɛit : error term pada perusahaan i pada tahun t
42
DAFTAR PUSTAKA
Annisaa’rahman, dan Yanthi H. 2007. Earning Manajement melalui Acruals dan Real Activities Manipulation pada Initial Public Offering dan Kinerja Jangka Panjang (Studi Empiris pada Bursa Efek Jakarta). The 1st Accounting Conference, Fakultas Ekonomi-Universitas Indonesia.
Aprilia, Hasmi. 2010. Indikasi Manajemen Laba melalui Manipulasi Aktivitas Riil. Jurnal Riset Akuntansi dan Keuangan.
Freidlan J.M.1994. Accounting Choice of Issuer Of Initial Public Offering Contemporary Accounting Research.
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Edisi 4. BP – UNDIP: Semarang.
Graham, Jhon R.; Campbell R. Harvey; dan S. Rajgopal.2005. The Economic Implications of Corporate Financial Reporting. Journal of Accounting and Economic
Oktorina, Megawati, dan Yanthi H. 2008. Analisis Arus Kas Kegiatan Operasi dalam Mendeteksi Manipulasi Aktivitas Riil dan Dampaknya Terhadap Kinerja Pasar. Simposium Nasional Akuntansi (SNA) XI , Pontianak
43