24
Prosedur Pemeriksaan Klinis Drg. Soekarsono Hardjono, Sp. Ort. PROSEDUR PEMERIKSAAN KLINIS Sebelum melakukan perawatan ortodontik, diperlukan langkah-langkah untuk memperoleh data yang lengkap dari penderita. Data hasil pemeriksaan Þ dianalisis dengan beberapa metoda Þ untuk menghasilkan diagnosis dan analisis etiologi maloklusi sehingga dapat menyusun rencana perawatan dan menentukan alat yang digunakan untuk perawatan serta menentukan prognosis hasil perawatan. Selain itu,diperlukan pula sikap ko-operasi/ kerjasama pasien sebelum, selama dan setelah perawatan selesai. Adanya kerjasama yang baik antara operator dan pasien, akan mempermudah perawatan Untuk itu perlu disusun prosedur perawatan yang meliputi : 1. Penerangan terhadap pasien dan keluarganya 2. Identifikasi pasien 3. Pemeriksaan terhadap penderita 4. Penegakan diagnosis 5. Analisis etiologi 6. Rencana perawatan 7. Penentuan alat Ad. 1. Penerangan terhadap pasien dan keluarganya a. Prosedur perawatan yang harus dijalani, misalnya lamanya perawatan, biaya b. Kesediaan pasien untuk taat pada peraturan- peraturan yang ditetapkan operator c. Tindakan yang harus dijalani dalam pengumpulan data d. Kemungkinan tindakan yang harus diterima pasien guna keperluan perawatan, misalnya pencabutan, pembedahan, pelebaran lengkung gigi/rahang, grinding/slicing 1

Editan Prosedur Pemerikaan Klinis

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Editan Prosedur Pemerikaan Klinis

Prosedur Pemeriksaan Klinis Drg. Soekarsono Hardjono, Sp. Ort.

PROSEDUR PEMERIKSAAN KLINIS

Sebelum melakukan perawatan ortodontik, diperlukan langkah-langkah untuk memperoleh data yang lengkap dari penderita.

Data hasil pemeriksaan Þ dianalisis dengan beberapa metoda Þ untuk menghasilkan diagnosis dan analisis etiologi maloklusi sehingga dapat menyusun rencana perawatan dan menentukan alat yang digunakan untuk perawatan serta menentukan prognosis hasil perawatan.

Selain itu,diperlukan pula sikap ko-operasi/ kerjasama pasien sebelum, selama dan setelah perawatan selesai.

Adanya kerjasama yang baik antara operator dan pasien, akan mempermudah perawatan

Untuk itu perlu disusun prosedur perawatan yang meliputi :

1. Penerangan terhadap pasien dan keluarganya 2. Identifikasi pasien 3. Pemeriksaan terhadap penderita 4. Penegakan diagnosis5. Analisis etiologi 6. Rencana perawatan 7. Penentuan alat

Ad. 1. Penerangan terhadap pasien dan keluarganya

a. Prosedur perawatan yang harus dijalani, misalnya lamanya perawatan, biaya

b. Kesediaan pasien untuk taat pada peraturan- peraturan yang ditetapkan operator

c. Tindakan yang harus dijalani dalam pengumpulan datad. Kemungkinan tindakan yang harus diterima pasien guna keperluan

perawatan, misalnya pencabutan, pembedahan, pelebaran lengkung gigi/rahang, grinding/slicing

e. Jenis alat yang digunakanf. Bersedia memakai alat dan kontrol guna pengaktifan alat selama

perawatan g. Membayar biaya perawatan h. Gambaran perkiraan hasil yang dapat dicapai bila perawatan selesai, atau

bila berhenti sebelum perawatan selesai

Tindakan penerangan ini sangat diperlukan agar hasil perawatan dapat dicapai seopti-mum mungkin

Ad.2. Identifikasi pasien

a. Tempat dilakukan perawatan h. Pekerjaanb. Tanggal mulai perawatan i. Agama

1

Page 2: Editan Prosedur Pemerikaan Klinis

Prosedur Pemeriksaan Klinis Drg. Soekarsono Hardjono, Sp. Ort.

c. Nomor kartu j. Alamatd. Nama pasien k. Nama orang tuae. Umur dan jenis kelamin l. Alamat orang tuaf. Nomer model m. Pekerjaan orang tuag. Suku bangsa n. Nama Operator

Ad.3. Pemeriksaan terhadap penderita a. Pemeriksaan subjektif b. Pemeriksaan objektif

Pemeriksaan subjektif dilakukan dengan anamnesisa. Keluhan utama b. Keluhan sekunder c. Riwayat kasus :

1. Riwayat gigi-geligi ( Dental History ) 2. Riwayat penyakit ( Disease History )

d. Riwayat keluarga e. Kebiasaan buruk / jelek

A. Pemeriksaan objektif, meliputi :

1. Pemeriksaan klinis : umum dan lokal 2. Pemeriksaan laboratoris :

a). Analisis foto muka dan profil b). Pembuatan model studi c). Analisis foto ronsen, intra dan ekstra oral d). Pemeriksaan dengan percobaan

B. Pemeriksaan subjektif : anamnesis

a. Keluhan utama (chief / main complain)Alasan/motivasi apa yang menyebabkan pasien ingin dirawat Þ biasanya faktor estetis dan fungsi Contoh : giginya maju / berjejal / jarang

b. Keluhan sekunder Þ keluhan sampingan yang diakibatkan oleh keluhan utama Þ biasanya faktor psikis Contoh : merasa malu / minder dalam pergaulan

c. Riwayat kasus

1. Riwayat gigi-geligi a) Periode gigi desidui Þ urutan erupsi, gigis, trauma, kunjungan ke

dokter gigi b). Periode gigi bercampur Þ pergantian gigi c), Periode gigi permanen

2. Riwayat penyakit Þ penyakit yang pernah diderita, yang berkaitan dengan peretumbuhan dan perkembangan rahang dan gigi

2

Page 3: Editan Prosedur Pemerikaan Klinis

Prosedur Pemeriksaan Klinis Drg. Soekarsono Hardjono, Sp. Ort.

Þ kapan dan berapa lama diderita

d. Riwayat keluarga

Þ perlu dicari informasi keadaan gigi kedua orang tua dan saudara-saudaranya

Þ ada atau tidak persamaan gigi pasien dgn orangtua dan saudaranya Þ adakah diantara saudaranya yang pernah dirawat ortodontik, dan alat apa yang digunakan

e. Kebiasaan buruk/ jelek ( bad habit )

Perlu dicari informasi apakah pasien mempu-nyai kebiasaan jelek/ bad habit

Jika ada, perlu ditanyakan :

1. Macam kebiasaan buruk yang dilakukan 2. Lokasi dan cara melakukan kebiasaan tersebut 3. Umur pasien waktu melakukan kebiasaan 4. Durasi: berapa lama melakukan kebiasaan 5. Frakuensi: sering/tidaknya mlkkn kebiasaan 6. Intensitas : kuat/tidaknya bad habit dilakukan

Pemeriksaan Klinis

A. Pemeriksaan Umum :

a. Jasmani : tinggi dan berat badan b. Mental c. Status gizi Þ Hitung Indeks Masa Tubuh

IMT = BB ( kg) X 100 TB²(m)

IMT ini digunakan untuk melihat status gizi orang dewasa

Pemeriksan gizi adalah untuk melihat apakah keadaan gizi pasien merupakan faktor etiologi maloklusi pasien. Apakah perawatan akan terhambat oleh keadaan gizi pasien

Jika: Indeks Status Gizi Kategori

< 18,5 Kurang Kurus 18,5 – 25,0 Normal Normal

25 Lebih Gemuk

B. Pemeriksaan Lokal

Ekstra Oral :3

Page 4: Editan Prosedur Pemerikaan Klinis

Prosedur Pemeriksaan Klinis Drg. Soekarsono Hardjono, Sp. Ort.

1. Bentuk kepala : Pengelompokan bentuk kepala berdasarkan indeks kepala dengan jalan pengukuran lebar kepala dan panjang kepala (Martin, 1954 cit. Salzmann, 1966 : Olivier, 1971 : Sukadana, 1976), dengan rumus

:

Indeks kepala = Lebar kepala maksimum x 100 Panjang kepala maksimum

Panjang kepala maksimum adalah panjang kepala (jarak Glabella – occipital) diukur dengan kaliper bentang (spreading caliper), dalam millimeter. Lebar kepala (jarak horisontal paling besar di atas puncak supramastoid dan zygomatik kanan-kiri),

A. Panjang kepala B.Lebar kepala (Graber 1984)

2. Bentuk muka : dilakukan pengukuran :

• Tinggi muka (jarak Nasion – Gnathion) diukur dengan. kaliper geser (sliding caliper) dalam milimeter

• Lebar muka ( jarak bizygomatic kanan-kiri) diukur dengan. kaliper bentang, dalam milimeter

Indeks muka : Tinggi muka Gn-Na) X 100 Lebar bizygomatik

Umumnya tipe muka berkaitan erat dengan bentuk lengkung gigi

Kesimpulan :

Indeks Bentuk Muka

4

Page 5: Editan Prosedur Pemerikaan Klinis

Prosedur Pemeriksaan Klinis Drg. Soekarsono Hardjono, Sp. Ort.

X - 79,9 hiper euriprosop 80,0 - 84,9 euriprosop 85,0 - 89.9 mesoprosop 90,0 - 94,9 leptoprosop 95,0 - Y hiperleptoprosop

3. Profil muka

Pemeriksaan profil muka dimaksudkan untuk mengetahui apakah maloklusi pasien berpengaruh terhadap. penampilan wajah pasien.

Amati titik – titik : Glabela ( Gl ), Bibir atas ( Ulc ), Bi-bir bawah ( Llc ), Pogonion ( Pog ).

Jika garis Gl – Ulc dan Llc – Pog membentuk sudut lancip Þ Profil muka cembung garis lurus Þ Profil muka lurus

sudut tumpul Þ Profil muka cekung

Cekung Lurus Cembung

Profil : facial convexity tergantung Kedudukan : Maksila terhadap kranium

Mandibula terhadap maksila

4. Bidang Orbital / garis Simon :

Posisi rahang terhadap bidang orbital :- Maksila : normal / retrusif / protrusif - Mandibula : normal / retrusif / protrusif

5. Sendi Temporomandibuler (TMJ) :

5

Page 6: Editan Prosedur Pemerikaan Klinis

Prosedur Pemeriksaan Klinis Drg. Soekarsono Hardjono, Sp. Ort.

Pemeriksaan TMJ dimaksudkan untuk mengetahui apakah maloklusi pasien sudah mengakibatkan gangguan pada TMJ ?

6. Tonus Otot Mastikasi :

Tujuan pemeriksaan tonus otot pengunyahan adalah untuk mengetahui: apakah maloklusi pasien terjadi karena ada tonus otot pengunyahan yang tidak normal?

Pemeriksaan secara klinis hanya dapat mengindikasikan adanya kelainan tersebut. Diagnosis yang tepat bisa dilakukan dengan pemeriksaan Elektromyografi di bagian Fisio-terapi RSU atau bagian Fisiologi FK.

Otot-otot pengunyahan Tonus : normal / hypotonus / hypertonus Fungsi : normal / paralise Keadaan : simetris / asimetris

7. Tonus Otot Bibir :

Pemeriksaan tonus otot bibir (m. orbicularis oris) tujuannya sama dengan pemeriksaan otot masseter. Pemeriksaan dilakukan dengan cara meletakkan kaca mulut pada bibir bawah dengan menahan kemudian pasien diinstruksikan menelan ludah. Rasakan kekencangan otot bibir bawah.Dengan cara yang sama lakukan pada bibir atas. Dengan kaca mulut bibir atas sedikit diangkat, instruksikan menelan, rasakan kekencangannya

8. Bibir posisi istirahat :

Pemeriksaan posisi bibir dimaksudkan untuk menge-tahui apakah ada incompetensi otot-otot bibir pasien pada posisi istirahat. Pada posisi istirahat, bibir terbuka atau tertutup

9. Free way space :

Pengukuran free way space pasien dimaksudkan untuk mengetahui berapa besar jarak interocclusal pasien pada saat posisi istirahat. Ini berguna untuk menentukan ketebalan bite plane jika diperlukan pada perawatan nanti.

Intra Oral

Higiene mulut : OHI Þ baik / sedang / kurang

Lidah : - normal - abnormal ( macroglosy/ microglosy )

Apakah ukuran lidah pasien menjadi etiologi malo-klusi ?. Periksa ada atau tidak adanya krenasi pada tepi lidah.

6

Page 7: Editan Prosedur Pemerikaan Klinis

Prosedur Pemeriksaan Klinis Drg. Soekarsono Hardjono, Sp. Ort.

Keadaan kesehatan : Apakah ada kelainan, peradangan atau lesi pada lidah yang akan menghambat perawatan ortodontik yang akan dilakukan ?

Ginggiva : ada tidaknya pigmentasi Apakah ada kelainan lain yang akan mengganggu perawatan ortodontik yang akan dilakukan ?

Palatum : Tinggi / normal / rendah Lebar / sempit Bercelah atau tidak Torus palatinus : ada / tidak

Mukosa : Apakah ada kelainan lain yang dapat mengganggu perawatan ortodontik yang akan dila-kukan ?

Frenulum : labii superior : normal/ abnormal labii inferior : normal/ abnormal lingualis : normal/ abnormalApakah ada kelainan perlekatan frenulum yang akan mengganggu perawatan ortodontik sehingga perlu dilakukan frenectomi dulu ?

Tonsila palatina : normal / abnormalApakah ada peradangan/pembesaran yang akan mengganggu perawatan ortodontik ? Apakah perlu konsul ke dokter spesialis THT ?

Pola atrisi : normal / abnormal

Pemeriksaan gigi-gigi Apel gigi

V IV III II I I II III IV V 8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8 8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8 V IV III II I I II III IV V

Keterangan : K : Karies R : Radiks P : Persistensi T : Tambalan I : Inlay Im : Impaksi O : Belum erupsi X : Dicabut J : Jaket Ag : Agenese B : Bridge (GTC) En : Prwt. Endodontik

Pemeriksaan Laboratoris:A. Analisis foto muka dan profil

7

Page 8: Editan Prosedur Pemerikaan Klinis

Prosedur Pemeriksaan Klinis Drg. Soekarsono Hardjono, Sp. Ort.

Tampak depan : - Bentuk muka - Simetris / asimetris Tampak samping : Profil muka

B. Analisis model studi Data yang diperlukan guna perawatan ortodontik tidak semuanya dapat diperoleh langsung dari pasien, karena banyak pengukuran yang tidak dapat dilaku-kan dalam rongga mulut pasien. Data : - langsung dari pasien Þ ekstra oral

- tidak langsung Þ model studi

Contoh : - pengukuran mesiodistal gigi - pengukuran jarak transversal lengkung gigi ( lebar lengkung gigi ) - pengukuran jarak transversal lengkung basal (lebar lengkung basal) - pengukuran jarak sagital ( tinggi lengkung gigi )

• Pengukuran lebar mesiodistal gigi-gigi – Gigi-gigi individual RA dan RB– Gigi 21|12 bawah ( Moyers )– Gigi 21|12 atas ( Pont, Korkhaus )– Gigi M1 – M1 ( perimeter lengkung gigi, Howes )

• Pengkuran jarak transversal / lebar lengkung gigi – Lebar inter P1 (Pont)– Lebar inter M1 (Pont)– Lebat Inter P1 (Howes)

• Pengkuran jarak transversal / lebar lengkung basal – Lebar Inter Fossa Canina – Pengukuran jarak sagital / tinggi lengkung gigi

Skema gigi-gigi dari oklusal : RA - RB Þ gambaran lengkung gigi Þ bentuk boksing Þ kode gigi (nomenclatur)

• Membuat skema model gigi geligi dari oklusal

8

Page 9: Editan Prosedur Pemerikaan Klinis

Prosedur Pemeriksaan Klinis Drg. Soekarsono Hardjono, Sp. Ort.

Rahang atas Rahang bawah

• Bentuk lengkung gigi : RA - RB

Analisis bentuk keharmonisan antara ben-tuk lengkung gigi dengan bentuk muka pasien serta keharmonisan antara bentuk lengkung gigi atas dan lengkung gigi bawah. lengkung gigi bertujuan untuk mengetahui apakah ada - setengah elips - parabola - bentuk U - bentuk V - trapezoid

Malposisi gigi individual :

Pemeriksaan malposisi gigi individual dimaksud-kan untuk mengetahui penyimpangan letak masing-masing gigi tehadap lengkung alveolaris. Yang dijadikan referensi adalah garis oklusi pada oklusi normal, pada rahang bawah melewati puncak tonjol bukal gigi-gigi posterior dan tepi insisal gigi-gigi anterior yang posisinya normal, sedangkan pada rahang atas melewati fossa sentral gigi-gigi posterior dan permukaan palatinal gigi-gigi anterior setinggi cingulum. Perhatikan posisi masing-masing gigi terhadap garis imajiner (garis yang dibayangkan ) sesuai dgn garis oklusi di atas dan tetapkan penyimpangannya

Relasi gigi-gigi pada oklusi sentrik :

Pemeriksaan relasi gigi dalam oklusi sentrik dimaksudkan untuk mengetahui adanya malrelasi gigi-gigi terhadap antagonisnya.Perhatikan relasi gigi-gigi anterior dan posterior

Macam-macam malrelasi gigi :

Arah anteroposterior : overjet , edge to edge bite, cross bite Arah bukolingual : cup to cup bite, cross bite, scissor biteArah mesiodistal : distoklusi. mesioklusi Arah vertikal : overbite : open bite, shalowbite, deep over bite, palatal

bite, supraklusi, infraklusi

Pada pengamatan relasi gigi posterior :

Perhatikan relasi Molar pertama kanan dan kiri Þ Klasifikasi Angle

9

Page 10: Editan Prosedur Pemerikaan Klinis

Prosedur Pemeriksaan Klinis Drg. Soekarsono Hardjono, Sp. Ort.

Jika salah satu gigi Molar pertama telah dicabut / rusak, untuk menentukan hubungan RA dan RB dapat diamati dari relasi gigi Kaninus atas dan bawah Median line ( garis tengah gigi terhadap garis tengah rahang )

Pemeriksaan median line gigi dimaksudkan untuk mengetahui adanya penyimpangan posisi garis tengah gigi terhadap garis tengah rahang dan penyimpangan garis tengah gigi RB terhadap garis tengah gigi RA

Lebar mesiodistal gigi :

Pengukuran lebar mesiodistal gigi dilakukan dgn mengukur jarak terlebar mesiodistal tiap- tiap gigi menggunakan kaliper geser (sliding caliper). Ukuran yang diperoleh dibandingkan dengan standar normal ukuran gigi Þ ukurannya sama, lebih be-sar atau lebih kecil

Ukuran mesiodistal gigi yang lebih besar atau lebih kecil dapat menyebabkan terjadinya maloklusi

Perhitungan – perhitungan :

a. Untuk periode gigi bercampur 1. Metode Moyers2. Metode Nance 3. Metode Huckaba

b. Untuk periode gigi permanen 1. Metode Pont2. Metode Korkhaus 3. Metode Howes c. Determinasi lengkung gigi

C. Analisis foto Ronsen (RÖntgen)

Pengambilan foto ronsen sangat diperlukan dalam perawatan ortodontik, terutama pada periode gigi bercampur

Kegunaan foto ronsen a.l. untuk mengetahui :a. Apakah gigi-giginya lengkap / ada agenese b. Perbandingan mahkota – akar c. Kelainan pada akar gigi d. Resorpsi akar gigi desidui e. Pembentukan akar gigi permanenf. Kondisi benih gigi permanen g. Keadaan patologis gigi h. Ketebalan jaringan sekitar gigi i. Memperkirakan ukuran mesiodistal gigi permanen yang belum erupsi Þ untuk

mengetahui besarnya Lee way space pada perhitungan metoda Nance

10

Page 11: Editan Prosedur Pemerikaan Klinis

Prosedur Pemeriksaan Klinis Drg. Soekarsono Hardjono, Sp. Ort.

Foto ronsen : - intra oral : periapikal radiograf - ekstra oral : - OPG

- Sefalometrik radiograf

Sefalometrik Radiografi (SR)

Sefalometik radiograf : frontal dan lateralSR dapat memberikan informasi tentang :a. Pertumbuhan dan perkembangan tulang kepala b. Analisis kasus dan menegakkan diagnosisc. Meramalkan perubahan akibat pertumbuhan dan atau perawatan d. Evaluasi kemajuan perawatan e. Mengetahui tipe fasial f. Relasi tulang rahang terhadap basis cranii g.Analisis fungsional

Beberapa titik acuan (landmark) dalam sefalo-metri :S : Sella tursica, titik tengah cekungan os sphenoidale, merupakan

tempat hipofise N : Nasion, titik tengah sutura frontonasale A : Subspinale, titik terdalam cekungan prosesus alveolaris RA,

merupakan posisi terdepan tulang basal RBB : Supramentale, titik terdalam cekungan prosesus alveoaris RB,

merupakan posisi terdepan tulang basal RB

Relasi rahang terhadap basis cranii

a. SNA : Relasi RA thd basis cranii Normal = 80° - 81°

b. SNB : Relasi RB thd basis cranii Normal = 78° - 79°

c. ANB : Relasi RB thd RA Normal = 2°

Jika diperoleh :

SNA < 80° : Maxillary retrognatism/ retractedSNA > 81° : Maxillary prognatism/ protractedSNB < 78° : Mandibulary retrognatism SNB > 79° : Mandibulary prognatism

11

Page 12: Editan Prosedur Pemerikaan Klinis

Prosedur Pemeriksaan Klinis Drg. Soekarsono Hardjono, Sp. Ort.

Klasifikasi Skeletal :

Klas I : Sudut SNA, SNB, ANB normalKlas II : kemungkinan yang dijumpai

a. SNA = Normal, SNB < Normal ANB > Normal

b. SNA > Normal, SNB = Normal ANB > Normal

c. SNA > Normal, SNB < Normal ANB > Normal

Klas III : kemungkinan yang dijumpai a. SNA = Normal, SNB > Normal

ANB < Normal b. SNA < Normal, SNB = Normal

ANB < Normalc. SNA < Normal, SNB > Normal

ANB < Normal

C. Pemeriksaan dengan percobaan

a. Blanche testb. Percobaan untuk deep over bitec. Tes untuk mouth brething (bernafas lewat mulut)

a). Cotton Butterfly testb). Refleks ala nasi/ kontrol alar musculator c). Mouth mirror test

Ad.a. Blanche test : merupakan percobaan untuk mengetahui pengaruh frenulum labialis terhadap diastema sentral

Diastema sentral dapat disebabkan oleh :1. Faktor herediter 2. Supernumery teeth, misal adanya mesiodens 3. Frenulum labialis yang abnormal

Cara melakukan Blanche test

a) Bibir atas pasien yang mempunyai diastema sentral dan frenulum labialis yang tebal ditarik ke atas. Perhatikan papila interdental di daerah palatal (papila palatinal).

12

Page 13: Editan Prosedur Pemerikaan Klinis

Prosedur Pemeriksaan Klinis Drg. Soekarsono Hardjono, Sp. Ort.

b) Jika daerah tersebut. tampak pucat (ischaemia), berarti diastema disebabkan oleh migrasi frenulum labialis ke arah palatum Þ menunjukkan keadaan abnormal

c) Jika bibir ditarik tidak ada tanda pucat pada papila palatinal Þ diastema tidak disebabkan oleh frenulum labialis

Ad. b. Percobaan untuk deep over bite

Deep over bite adalah keadaan dimana overlap-ping gigi-gigi insisivi atas dan bawah dalam arah vertikal lebih besar dari normal

Pada keadaan normal, overlapping tersebut rata-rata 1/3 panjang mahkota gigi insisivus bawah. Deep over bite dapat terjadi pada Klas I, Klas II maupun Klas III.

Deep over bite dapat terjadi oleh sebab dental, skeletal maupun kombimasi

dentoskeletal

1. Sebab-sebab dental :a. Suprakusi gigi anteriorb. Infraklusi gigi posteriorc. Kombinasi a. dan b.d. Inklinasi gigi-gigi posterior ke lingual

2. Sebab-sebab skeletal a. Ramus mandibula pendek

b. Sudut Gonion tajam c. Ptbh prosesus alveolaris berlebihan d. Kombinasi a + b + c

Pada keadaan normal, proporsi muka dalam arah vertikal adalah :

N – S NA = 43 % N – Gn

N : Nasion Gn : Gnathion SNA : Spina Nasalis Anterior

Ukuran normal ini penting untuk tindakan pera-watan, apakah koreksi deep.over.bite. dilakukan dengan elevasi / ekstrusi gigi posterior atau depresi / intrusi gigi anterior

Analisis deep.over.bite. dapat dilakukan pada :

a. Cetakan model gigib. Foto profil c. Sefalogram ( hasil sefalometri radiografi )d. Langsung pada pasien : metoda Thompson & Brodie

13

Page 14: Editan Prosedur Pemerikaan Klinis

Prosedur Pemeriksaan Klinis Drg. Soekarsono Hardjono, Sp. Ort.

Ad. a. Analisis deep.over.bite. pada cetakan model gigi

Dilihat kalsifikasi jaringan keras, sempurna atau tidak. Adanya benjolan pada palatum dan prosesus alveolaris

menunjukkan kalsifikasi yang tidak sempurna Adanya gingiva yang tebal Kurve von Spee yang tajam

Ad. b. Analisis deep.over.bite pada foto profil

a) Jika N – SNA > 43 %, berarti N-Gn pendek Þ menunjukkan deep.over.bite disebabkan oleh infraklusi gigi posterior

b) Jika N – SNA < 43 %, berarti N-Gn panjang Þ menunjukkan deep.over.bite disebabkan oleh supraklusi gigi anterior

c) Jika N – SNA = 43 %, berarti N-Gn normal tapi ada deep.over.bite Þ menunjukkan deep.over.bite disebabkan oleh kombinasi supraklusi gigi anterior dan infraklusi gigi posterior

Ad. c. Analisis deep.over.bite pada sefalogram

Þ digunakan untuk d.o.b. tipe skeletal

a) Sudut bidang mandibula (MPA) kecil MPA : sudut yang dibentuk oleh bidang mandi-bula (MP) dan Frankfurt Horizontal Plane (FHP)

b) Ramus mandibula pendek c) Sudut Gonion tajam d) Pertumbuhan muka arah vertikal kurang

Ad. d. Analisis deep.over.bite langsung pada pasien (percobaan Thompson & Brodie)

a) Ukur jarak N – SNA dengan kaliper geser Misal diperoleh N-SNA = 43 mm, berarti N-Gn = 100 mm.

b) Lunakkan stenz (thermoplastic compound), taruh diatas dataran oklusal gigi-gigi posterior RB, lalu pasien disuruh menggigit sampai diperoleh jarak N-Gn = 100 mm. Tunggu sampai stenz mengeras

c) Dalam keadaan stenz masih digigit, periksa oklusi pasien.

Kemungkinan yang terjadi :

14

Page 15: Editan Prosedur Pemerikaan Klinis

Prosedur Pemeriksaan Klinis Drg. Soekarsono Hardjono, Sp. Ort.

1. deep.over.bite hilang, tapi stenz masih tebal (gigi poste-rior tidak beroklusi), Þ deep.over.bite disebabkan oleh infraklusi gigi posterior

2. deep.over.bite masih terlihat, sedang stenz tergigit habis (gigi posterior beroklusi), Þ deep.over.bite disebabkan oleh supraklusi gigi anterior

3. deep.over.bite masih terlihat dan stenz masih tebal, Þ deep.over.bite disebabkan oleh kombinasi supraklusi gigi anterior dan infraklusi gigi posterior

Prognosis terhadap perawatan deep over bite :a. Tipe dental Þ prognosis baik b. Tipe skeletal & karena kalsifikasi yang tidak sempurna Þ prognosis jelek

Gigi posterior normal, anterior supraklusi

Gigi anterior normal, posterior infraklusi

Gigi anterior supraklusi, posterior infraklusi ( kombinasi )

15

Page 16: Editan Prosedur Pemerikaan Klinis

Prosedur Pemeriksaan Klinis Drg. Soekarsono Hardjono, Sp. Ort.

Bernafas lewat mulut ( mouth breathing )

Etiologi mouth breathing :

1. Kelainan bentuk anatomis :- septum nasi bengkok/ membesar - bibir atas pendek

2. Keadaan patologis - katarak nasal kronis - nasal stenosis - pertumbuhan tumor cavum nasi - Congesti nasal yang komplit - Polip hidung - tonsilitis / adenoiditis

Tanda –tanda mouth breathing :Menurut Moyers :

a. RA kontraksi, palatum tinggi dan sempit b. Gigi-gigi anterior protrusi/ labioversi c. Gigi-gigi anterior RA dan RB berjejal d. Bibir bawah membesar dan pecah-pecah e. Sering ada deep over bitef. Relasi Molar Klas I atau Klas II Angleg. Terjadi iritasi gingiva Þ gingiva kering h. Saliva mengental, populasi bakteri meningkat

Menurut Salzmann :a. Berat badan kurang b. Mulut terbuka c. Bibir bawah terletak antara insisivi RA dan RBd. Lengkung gigi RA sempit e. Palatum tinggi, kadang-kadang berbentuk ‘V’f. Hidung tampak kotor, bibir atas mengelupas g. Sering menderita pilek berulang-ulang

Percobaan untuk mengetahui adanya mouth breathing :a). Cotton Butterfly testb). Refleks ala nasi/ kontrol alar musculator c). Mouth mirror test

Ad. a). Cotton butterfly test

1. Ambil sejumput kapas, tipiskan 2. Puntir bagian tengahnya sehingga menyerupai bentuk kupu-kupu3. Bagian tengah dibasahi air, tempelkan pada filtrum diatas bibir atas 4. Masing-masing sayap tepat di depan lubang hidung 5. Perhatikan, adakah getaran kapas akibat udara pernafasan pasien

16

Page 17: Editan Prosedur Pemerikaan Klinis

Prosedur Pemeriksaan Klinis Drg. Soekarsono Hardjono, Sp. Ort.

Jika kapas bergetar Þ nasal breatherJika tidak bergetar Þ mouth breather

Ad. b). Refleks ala nasi/ kontrol alar musculator

Pada anak normal (nasal breather), refleks alanasinya baik. Pada waktu bernafas perubahan ukuran bagian luar hidung (cuping hidung /ala nasi) tampak jelas. Pada mouth breather perubahan tadi tidak tampak.

Cara melakukan tes :

Pasien disuruh menutup bibir, lalu menarik nafas panjang melalui hidung berkali-kali, amati refleks ala nasinya.Jika ada refleks (positif) Þ nasal breather Jika tak ada (negatif) Þ mouth breather

Ad. c) Mouth mirror test

Udara pernafasan mengandung uap air yang ikut keluar pada waktu ekspirasi, yang dapat terdeteksi jika menggunakan kaca mulut di depan lubang hidung.

Cara melakukan tes :

Letakkan kaca mulut di depan lubang hidung pasien, amati adakah uap air yang keluar yang mengembun pada kaca mulut.

Jika ada embun Þ nasal breather Jika tak ada embun Þ mouth breather

17

Page 18: Editan Prosedur Pemerikaan Klinis

Prosedur Pemeriksaan Klinis Drg. Soekarsono Hardjono, Sp. Ort.

ALUR HUBUNGAN PEMERIKSAAN DAN PERAWATAN ORTODONTIK

18