Upload
duongkhuong
View
247
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
EFEKTIVITAS METODE HANIFIDA DALAM MENGHAFAL
SURAT AL-MĀ’ŪN BESERTA ARTI DAN NOMOR AYATNYA
PADA SANTRI PONDOK PESANTREN TAHFIDZUL QUR’AN
AL-MUNTAHA KELURAHAN CEBONGAN KECAMATAN
ARGOMULYO KOTA SALATIGA TAHUN 2017
SKRIPSI
Disusun Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
ZUHROTUL CHAYATI
NIM: 11113212
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2017
ii
iii
EFEKTIVITAS METODE HANIFIDA DALAM MENGHAFAL
SURAT AL-MĀ’ŪN BESERTA ARTI DAN NOMOR AYATNYA
PADA SANTRI PONDOK PESANTREN TAHFIDZUL QUR’AN
AL-MUNTAHA KELURAHAN CEBONGAN KECAMATAN
ARGOMULYO KOTA SALATIGA TAHUN 2017
SKRIPSI
DisusunSebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
ZUHROTUL CHAYATI
NIM: 11113212
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2017
iv
v
vi
vii
MOTTO
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan
Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”(Al-Hijr:9)
ه م ل ع و آن ر ق ال م ل ع ت ه م م ك ر ي خ
“orang yang paling baik diantara kalian adalah seseorang yang
belajar al-Qur‟an dan mengajarkannya”. (HR. Bukhori)
viii
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirobbil‟alamiin dengan rahmat dan hidayah Allah SWT
skripsi ini telah selesai. Skripsi ini saya persembahkan kepada:
1. Bapak Ibu tersayang dan tercinta,
Bapak Ichwan zuhdi (alm) dan Ibu Umi Roziqoh yang senantiasa
mendoakan dan memberikan nasehat untuk menjadi pribadi yang
bermanfaat.
2. Bp. KH. Ahmad Sobri dan Ibu
As‟idah yang sudah mengasuh dari kecil sampai menikmati kuliah S1 di
IAIN Salatiga. Memberikan dorongan, kasih sayang, motivasi, do‟a, agar
bisa menjadi pribadi yang taat pada agama-Nya serta selalu mengajari untuk
selalu berbakti kepada kedua orang tua.
3. Ibu Nyai Hj. Siti Zulaicho AH
selaku pengasuh pondok pesantren tahfidzul Qur‟an al-Muntaha yang saya
hormati dan selalu saya harapkan ridho dan berkah ilmunya.
4. Dek dina fitrina, dek pipit, dek
qonik, mbak yaya, mbak aini, wirda, dek tyas, mbak azi dan seluruh
sahabat-sahabtku yang selalu memberikan motivasi, dorongan untuk terus
berjuang menyelesaikan skripsi.
5. Keluarga besar mahasantri
Bidikmisi IAIN Salatiga angkatan 2013 yang saya sayangi, serta keluarga
ix
besar Ya Bismillah IAIN Salatiga (Youth Asosiation of Bidikmisi
Limardhotillah) yang saya banggakan.
6. Sahabat kamar 13, mbak umami,
dek umi NH, dek weny, dek anip, dek ajengra, dek munawar, dek ithoh dan
seluruh keluarga besar PP Edi Mancoro yang selalu memberikan semangat
untuk terus berjuang.
7. Sahabat kelas Awaliyah B; mbak
umami, dek vivi, dek phina, dek selly, dek umi, dek ncun, dek danif, dek
widia, dek zain, dek hidayah, gus ipul, gus syukri, kang mus, assyafi, enha,
zafarzam, taufiq, iril, asnawi, aziz, andik yang selalu membuat saya bahagia
dan tertawa ketika bersama dengan kalian.
8. Teman-teman PPL SMP N 7
Salatiga dek dina, kak ros, mbak zizah, mbak ulya, mbak hanny, mbak
demcy, mas wan, mas agil, mas fai, mas ron, mas heri yang telah
mengajariku untuk bersabar dalam menghadapi semua ujian dari-Nya.
9. Teman-teman KKN Posko 83
Kaliwungu, mamah dety, mbak azi, mbak dina, mbak rikha, mbak mitha,
rangga, ahmad, dibyo yang telah mengajariku untuk bersikap sabar dan
toleran dalam hidup bermasyarakat.
10. Seluruh rekan rekanita IPNU
IPPNU Kota Salatiga yang telah mengajari saya untuk saling tolong
menolong, gotong royong, dan bekerja sama serta lebih bertanggungjawab
dengan tugas yang telah diberikan.
x
11. Sahabat baru saya; mas sabar
prihatin dan mas ali muzakki yang tak bosan mendengarkan keluh kesah
saya ketika sedang ada masalah dan dengan senang hati memberikan
dukungan, motivasi, semangat kepada saya agar terus berjuang dan tidak
pantang menyerah untuk menyelesaikan skripsi saya dan terus berjuang
meraih mimpi-mimpi saya, serta mas achmad barokah al-zuhri yang telah
menolong saya dengan senang hati dan ikhlas ketika saya sedang
membutuhkan bantuan.
KATA PENGANTAR
بسم هللا الرحمن الرحيم
Puji syukur senantiasa penulis haturkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya, sehingga skripsi dengan judul
“Efekvifitas Metode Hanifida dalam Menghafal Surat Al-Mā’ūn Beserta Arti
Dan Nomor Ayatnya Melalui Metode Hanifida pada Santri Pondok Pesantren
Tahfidzul Qur’an Al-Muntaha Kelurahan Cebongan Kecamatan Argomulyo
Kota Salatiga Tahun 2017” bisa selesai. Shalawat serta salam senantiasa
tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Agung Muhammad SAW semoga beliau
selalu dirahmati Allah.
Penulisan skripsi ini tidak akan selesai tanpa motivasi, bimbingan, dan
bantuan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini selesai. Oleh karena itu, penulis
sampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga;
xi
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan FTIK IAIN Salatiga;
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan PAI IAIN Salatiga;
4. Bapak Agus Ahmad Su‟aidi, Lc, M.Ag. selaku dosen pembimbing skripsi
yang telah membimbing, memberikan saran, motivasi, arahan, dan
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dalam penulisan
skripsi ini;
5. Bapak Supardi, S.Ag., M.A. selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingannya;
xii
xiii
ABSTRAK
Chayati, Zuhrotul. 2017. Efekvifitas Metode Hanifida dalam Menghafal Surat Al-
Mā‟ūn Beserta Arti Dan Nomor Ayatnya Melalui Metode Hanifida pada
Santri Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an Al-Muntaha Kelurahan
Cebongan Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga Tahun 2017”.. Skripsi.
Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Dosen pembimbing Agus Ahmad
Su‟aidi, Lc, M.Ag.
Kata Kunci: Menghafal al-Qur‟an, Metode Hanifida
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas metode Hanifida di
Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an Al-Muntaha Kelurahan Cebongan Kecamatan
Argomulyo Kota Salatiga Tahun. Rumusan masalah penelitian ini adalah (1) Bagaimana pelaksanaan metode Hanifida di Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an
al-Muntaha kelurahan Cebongan kecamatan Argomulyo kota Salatiga Tahun 2017;
(2) Bagaimana efektivitas metode Hanifida dalam menghafal Surat al-Mā‟ūn
beserta arti dan nomor ayatnya pada santri Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an al-
Muntaha kelurahan Cebongan kecamatan Argomulyo kota Salatiga Tahun 2017.
Penelitian ini menggunakan pendekatan lapangan (field research) dengan
metode kualitatif. Teknik pngumpulan data adalah observasi, wawancara, dan
dokumentasi. Subjek penelitian adalah santri, ustadzah, pengasuh pondok
pesantren.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan menghafal surat al-
Maun beserta arti dan nomor ayatnya dengan metode Hanifida di Pondok
Pesantren Tahfidzul Qur‟an al-Muntaha Cebongan Argomulyo Salatiga sangat
Efektif. Pelaksanaan pembelajaran menghafal surat al-Maun beserta arti dan nomor
ayatnya dengan metode Hanifida dapat mengoptimalkan daya kerja otak yang tidak
terbatas, hafalan yang didapat para santri bukan ayatnya saja, akan tetapi terjemah,
nomor ayat, nomor surat dan isi kandungannya. Selain itu memudahkan santri
untuk hafal al-Qur‟an, secara acak serta dapat menambah konsentrasi saat
menghafal. Efektivitas metode Hanifida yang dilaksanakan dalam pembelajaran di
pondok pesantren al-Muntaha sangat efektif. Hal ini bisa dibuktikan dengan
presentase keberhasilan mencapai 85%. Dari Jumlah santri sebanyak 21 santri, 19
santri dapat menyelesaikan hafalannya lebih cepat dan benar sesuai dengan kaidah
metode Hanifida. Pembelajaran yang santai dan mengasyikkan membantu santri
untuk lebih bersemangat untuk menghafal. Santri merasa senang dan tidak
terbebani ketika proses menghafal, sehingga mereka sangat bersemangat untuk
membuat hafalan-hafalan baru pada surat berikutnya. Bahkan, santri bukan hanya
dapat menghafal al-Qur‟an, tetapi santri sekaligus bisa menghafal arti, nomor ayat
dan isi kandungan dari surat tersebut baik secara urut, mundur, maupun acak.
xiv
DAFTAR ISI
SAMPUL ...................................................................................................... i
LEMBAR BERLOGO .................................................................................. ii
HALAMAN JUDUL .................................................................................... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ iv
PENGESAHAN KELULUSAN ................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN DAN KESEDIAAN PUBLIKASI
.......................................................................................................................... vi
MOTTO ......................................................................................................... vii
PERSEMBAHAN ......................................................................................... viii
KATA PENGANTAR .................................................................................. x
ABTRAK ...................................................................................................... xii
DAFTAR ISI ................................................................................................. xiii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xviii
BAB I PENDAHULUAN
A. ............................................................................................. Latar
Belakang Masalah ....................................................................... 1
B. ............................................................................................. Rumus
an Masalah .................................................................................. 5
xv
C. ............................................................................................. Tujuan
Penelitian ..................................................................................... 6
D. ............................................................................................. Manfa
at Penelitian ................................................................................. 6
E. ............................................................................................. Penega
san Istilah .................................................................................... 8
F. .............................................................................................. Metod
e Penelitian ..................................................................................... 11
G. ............................................................................................. Sistem
atika Penelitian ............................................................................... 18
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. ............................................................................................. Metod
e Menghafal ................................................................................ 20
B. ............................................................................................. Metod
e Hanifida .................................................................................... 41
C. ............................................................................................. Pondo
k Pesantren Tahfidzul Quran ....................................................... 53
BAB III PAPARAN DAN TEMUAN DATA PENELITIAN
A. ............................................................................................. Gamba
ran Umum Pondok Pesantren ...................................................... 70
B. ............................................................................................. Temua
n Data
xvi
1.......................................................................................... Metod
e Menghafal al-Qur‟an Pondok Pesantren Tahfidzul
Qur‟an al-Muntaha ................................................................ 79
2.......................................................................................... Kelebi
han dan kekurangan Metode Menghafal al-Qur‟an
Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an al-Muntaha ................ 80
BAB IV PEMBAHASAN
A. Metode Menghafal al-Qur‟an Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an al-
Muntaha
1.......................................................................................... Tujuan
dan Metode Pembelajaran ..................................................... 83
2.......................................................................................... Materi
pembelajaran .......................................................................... 85
3.......................................................................................... Penilai
an ........................................................................................... 85
B. Pelaksanaan Metode Hanifida Menghafal Surat Al-Mā‟ūn Beserta
Arti dan Nomor Ayatnya
1.......................................................................................... Tujuan
Pembelajaran ......................................................................... 86
2.......................................................................................... Materi
pembelajaran Metode Hanifida ............................................... 87
3.......................................................................................... Penilai
an Metode Hanifida ............................................................... 91
xvii
C. ............................................................................................. Efekti
vitas Metode Hanifida dalam Menghafal Surat al-Ma‟un
Beserta Arti dan Nomor Ayatnya ................................................ 92
BAB V PENUTUP
A. ............................................................................................. Kesim
pulan ............................................................................................ 95
B. ............................................................................................. Saran
........................................................................................................ 96
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Sistem Lokasi Anggota Badan ....................................................... 40
Tabel 2.2. Surat Al-Ma‟un dengan Metode Hanifida ...................................... 46
Tabel 3.1. Daftar Ustadzah .............................................................................. 72
Tabel 3.2. Daftar Santri Usia SMP PP Tahfidzul Qur‟an Al Muntaha ............ 73
Tabel 4.1. Jadwal Harian Pondok ................................................................. 74
Tabel 3.3. Jadwal Kegiatan Ekstrakurikuler Santri.......................................... 75
Tabel 4.1. Kriteria Penilaian Keberhasilan Metode Hanifida ......................... 92
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Sistem Angka Primer .................................................................. 33
Gambar 2.2.Sistem Angka Sekunder 01-28 .................................................... 34
Gambar 2.3. Sistem Angka Sekunder 29-56 ................................................... 35
Gambar 2.4. Sistem Angka Sekunder 57-84 .................................................... 36
Gambar 2.5. Sistem Angka Sekunder 85-99 ................................................... 37
Gambar 2.6. Visualisasi Menghafal Surat Al-Ma‟un ..................................... 49
Gambar 2.7. Visualisasi Menghafal Surat Al-Ma‟un ...................................... 50
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Nilai SKK Mahasiswa
Lampiran 2. Surat Tugas Pembimbing Skripsi
Lampiran 3. Surat Izin Penelitian
Lampiran 4. Lembar Konsultasi Skripsi
Lampiran 5. Intrumen Pengumpulan Data
Lampiran 6. Kode penelitian
Lampiran 7. Hasil Wawancara
Lampiran 8. Daftar Nilai Hafalan Santri
Lampiran 9. Dokumentasi
Lampiran 10. Daftar Riwayat Hidup Penulis
xxi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan harus diberikan pada anak-anak sejak usia dini. Pendidikan
tidak hanya berarti pemindahan pengetahuan, membaca, menulis dan hafalan
atau mengenal buku dan tulisan, tapi memiliki tujuan yang jauh lebih dalam
yaitu mengantarkan para santri menuju pada perubahan-perubahan tingkah laku
baik intelektual, moral, maupun sosial.
Pendidikan adalah upaya perbaikan yang meliputi keseluruhan hidup
individu termasuk akal, hati, dan rohani, jasmani, akhlaq, dan tingkah laku.
Melalui pendidikan, setiap potensi yang dianugerahkan oleh Allah SWT dapat
dioptimalkan dan dimanfaatkan untuk menjalankan fungsi sebagai khalifah di
muka bumi. Sehingga pendidikan merupakan suatu proses yang sangat penting
tidak hanya dalam hal pengembangan kecerdasannya, namun juga untuk
membawa santri pada tingkat manusiawi dan peradaban, terutama pada zaman
modern dengan berbagai kompleksitas yang ada ini.
Pendidikan agama pada anak usia dini dapat diawali dengan cara
memperkenalkan sumber hukum atau dasar hukum agama yaitu Al-Qur‟anul
Karim. Al-Qur‟an merupakan “kalam Allah” yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW; membacanya ibadah, susunan kata dan isinya merupakan
mukjizat, termaktub di dalam mushaf dan dinukil secara mutawatir. Predikat
kalam Allah untuk Al-Qur‟an ini bukan datang dari Nabi Muhammad. Apalagi
dari sahabat atau dari siapapun. Akan tetapi, dari Allah. Dialah yang
2
memberikan nama kitab suci agama Islam ini Qur‟an atau Al-Qur‟an sejak ayat
pertamanya turun, yaitu surat Al-Alaq ayat 1 sampai 5 (Hermawan, 2011:11).
Penjagaan Allah kepada Al-Qur‟an bukan berarti Allah menjaga secara
langsung fase-fase penulisan Al-Qur‟an, akan tetapi Allah melibatkan para
hamba-Nya untuk ikut menjaga Al-Qur‟an. Salah satu usaha nyata dalam
proses pemeliharaan Al-Qur‟an adalah dengan usaha umat islam
menghafalkannya pada setiap generasi setelahnya. Karena itu, menghafalkan
Al-Qur‟an adalah perbuatan yang sangat mulia dihadapan Allah.
Menghafal Al-Qur‟an adalah salah satu cara untuk memelihara
kemurnian Al-qur‟an. Oleh karena itu, beruntunglah orang-orang yang dapat
menjaga Al-Qur‟an dengan menghafal, memahami, dan mengamalkan isi
kandungannya. Dengan Al-Qur‟an, Allah mengangkat derajat para penghafal
Al-Qur‟an serta memakaikan kedua orang tuanya mahkota, yang sinarnya lebih
terang dari pada sinar matahari. Menghafal Al-Qur‟an merupakan salah satu
metode yang digunakan oleh Rasulullah dalam menerima wahyu dari Allah
melalui perantara malaikat Jibril. Menghafal Al-Qur‟an merupakan sebab
diselamatkannya seseorang dari api neraka. Abu Ummah berkata
“Sesungguhnya Allah tidak menyiksa hati yang menghafal Al-Qur‟an dengan
api neraka”. Penghafal Al-Qur‟an akan selalu bersama dengan para malaikat
yang mulia dan taat. Dalam sebuah hadist redaksi dari Bukhari disebutkan,
“Perumpamaan orang yang membaca Al-Qur‟an dan menghafalnya adalah
bersama para malaikat yang mulia dan taat”. Alangkah mulianya yang dapatt
3
bersama dengan mereka (malaikat) yang disebutkan Allah Swt (Badwilan,
2009:19).
Dalam menghafal Al-Qur‟an dibutuhkan metode atau cara agar proses
menghafal Al-Qur‟an lebih terprogram. Di zaman yang modern dan serba
canggih pada saat ini, kita dapat menemukan berbagai metode dalam
menghafal Al-Qur‟an. Menurut Sutrisno (2017:71) seperti metode talaqqi
(membacakan hafalan baru), tahfidz (menyetorkan hafalan yang telah dihafal,
dan muraja‟ah (menyetorkan ulang hafalan yang pernah dihafal), dan metode
Hanifida yang merupakan topik utama pada penelitian ini.. Selain itu, ada juga
pondok pesantren modern yang sudah menerapkan metode-metode baru kepada
para santrinya untuk mempermudah menghafal Al-Qur‟an. Dalam proses
menghafal Al-Qur‟an sebaiknya para santri didampingi oleh ustadz atau kyai
yang benar-benar berkompeten dalam menghafal Al-Qur‟an. Hal ini bertujuan
agar hafalan para santri dapat dipantau dan dibenarkan jika terdapat kesalahan.
Metode Hanifida merupakan salah satu metode baru untuk menghafal
Al-Qur‟an yang dirumuskan oleh Dr. Hanifudin Mahadun, M.Ag dan sang istri
yang bernama Dr. Khoirotul Idawati, M.Pd.I sebagai pengasuh Pondok
Pesantren La Raiba Hanifida, Jombang, Jawa Timur. Dengan menggunakan
Metode Hanifida menghafal Al-Qur‟an menjadi lebih cepat dan mudah. Selain
itu, dengan menggunakan metode tersebut para santri Pondok Pesantren La
Raiba Hanifida bukan hanya menghafal ayat-ayat al-Qur‟an, tetapi para santri
bisa menghafal arti dari ayat-ayat Al-Qur‟an, serta mampu menghafal nomor
ayatnya. Bahkan para santri mampu menghafal secara urut ataupun mundur
4
yaitu menghafal sebuah surat dari ayat pertama maju ke ayat terakhir dan
sebaliknya dari ayat terakhir mundur ke ayat pertama. Kelebihan lain dari
metode ini yaitu para santri mampu menghafal ayat, arti, dan nomor ayat secara
acak.
Pesantren sebagai bentuk lembaga pendidikan non formal yang
mendapatkan perhatian dari pemerintah Indonesia dan merupakan salah satu
pendidikan di Indonesia yang bersifat tradisional. Sejarah pendidikan
menyebutkan bahwa pesantren merupakan bukti awal kepedulian masyarakat
Indonesia terhadap pendidikan, sehingga pesantren juga disebut dengan
lembaga pendidikan pribumi tertua di Indonesia (Depag RI, 2003:1). Pesantren
yang ada di Indonesia telah menjangkau hampir seluruh masyarakat muslim
dari berbagai daerah dan mampu menampung berjuta santri. Oleh karena itu,
pesantren telah diakui oleh masyarakat luas sebagai tempat pendidikan yang
ikut serta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an Al-Muntaha merupakan salah satu
pondok pesantren Tahfidzul Qur‟an di kota Salatiga. Di pondok tersebut masih
digunakan metode klasik dalam menghafal Al-Qur‟an yaitu dengan metode
sima‟i. Metode sima‟i dibagi menjadi empat macam. Yang pertama saba‟ yaitu
memperdengarkan hafalan baru kepada orang lain. Yang kedua sabqi yaitu
memperdengarkan 2 lembar hafalam terbaru kepada Ustadz atau Ustadzah. Hal
ini dilakukan setiap sore hari setelah sholat asyar. Sabqi ini digunakan untuk
memastikan apakah hari berikutnya diperbolehkan menambah hafalan baru
atau masih mengulangi hafalan yang lama. Yang ketiga manjil adalah
5
memperdengarkan atau mengulang hafalan lama satu juz, dalam hal ini seorang
santri yang telah hafal satu juz maka wajib melakukan setoran satu juz kepada
Ustadz atau Ustadzah sebagai syarat seorang santri boleh menghafalkan juz
berikutnya. Yang keempat tasmi‟ yaitu memeperdengarkan hafalan satu juz
setiap hari. Biasanya para santri menyetorkan hafalannya kepada penustadzahs
pondok yang telah diberi wewenang dari pengasuh pondok (Rohman,
2016:104).
Dari latar belakang tersebut, maka penulis ingin menerapkan metode
Hanifida dalam menghafal salah satu surat dalam Al-Qur‟an di Pondok
Pesantren Tahfidzul Qur‟an Al-Muntaha Kota Salatiga. Hal tersebut yang
mendorong peneliti untuk mengambil judul penelitian “Efektivifitas Metode
Hanifida dalam Menghafal Surat Al-Mā’ūn Beserta Arti Dan Nomor
Ayatnya Melalui Metode Hanifida pada Santri Pondok Pesantren
Tahfidzul Qur’an Al-Muntaha Kelurahan Cebongan Kecamatan
Argomulyo Kota Salatiga Tahun 2017”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas peneliti
merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan metode Hanifida di Pondok Pesantren Tahfidzul
Qur‟an al-Muntaha kelurahan Cebongan kecamatan Argomulyo kota
Salatiga Tahun 2017?
2. Bagaimana efektivitas metode Hanifida dalam menghafal Surat al-Mā‟ūn
beserta arti dan nomor ayatnya pada santri Pondok Pesantren Tahfidzul
6
Qur‟an al-Muntaha kelurahan Cebongan kecamatan Argomulyo kota
Salatiga Tahun 2017?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui pelaksanaan metode Hanifida di Pondok Pesantren
Tahfidzul Qur‟an al-Muntaha kelurahan Cebongan kecamatan Argomulyo
kota Salatiga Tahun 2017.
2. Untuk mengetahui efektivitas metode Hanifida dalam menghafal Surat al-
Mā‟ūn beserta arti dan nomor ayatnya pada santri Pondok Pesantren
Tahfidzul Qur‟an al-Muntaha kelurahan Cebongan kecamatan Argomulyo
kota Salatiga Tahun 2017.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun
secara praktis, antara lain:
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan menambah
khasanah keilmuan terujtama dalam ilmu pendidikan dan pengajaran
Tahfidzul Qur‟an, khususnya di Pondok Pesantren al-Muntaha
kelurahan Cebongan kecamatan Argomulyo kota Salatiga.
b. Memberikan informasi yang baru bagi masyarakat luas (pembaca)
tentang metode pembelajaran Tahfidzul Qur‟an yang digunakan untuk
pelajar, sehingga dapat digunakan sebagai rujukan bagi pondok
7
pesantren atau instansi-instansi lain yang berkecimpung dalam
menghafal al-Qur‟an.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Santri
1) Santri akan lebih aktif, kreatif, merasa senang, dan meningkatkan
kemampuannya dalam menghafal surat al-Mā‟ūn beserta arti dan
nomor ayatnya.
2) Memotivasi belajar santri agar kemampuan santri dalam menghafal
surat al-Mā‟ūn beserta arti dan nomor ayatnya lebih meningkat.
b. Bagi Ustadzah
1) Penelitian ini diharapkan memberikan pengalaman langsung kepada
ustadzah kelas untuk memecahkan masalah secara terencana dan
sistematis yang terkait dengan pembelajaran di kelas.
2) Ustadzah diharapkan dapat menciptakan “Fun Learning” di dalam
kelas, sehingga pembelajaran tidak monoton.
c. Bagi Pesantren
1) Memberikan sumbangan yang baik bagi pesantren dalam perbaikan
proses pembelajaran para ustadzahnya.
2) Meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan di pesantren.
3) Meningkatkan prestasi pesantren dengan peningkatan prestasi
belajar santri dan kinerja ustadz.
d. Bagi peneliti
8
Menambah wawasan tentang metode Hanifida yang dapat
dipraktikkan secara langsung untuk peneliti sendiri maupun untuk
murid-murid dalam proses pendidikan dalam menghafal ayat-ayat al-
Qur‟an sehingga memperoleh hasil menghafal yang baik.
E. PENEGASAN ISTILAH
1. Efektivitas
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:284), kata
Efektivitas berarti mempunyai efek, pengaruh, atau akibat, manjur atau
mujarab, dapat membawa hasil, dan mulai berlaku.
Menurut Hidayat (1986) yang dikutip oleh ahmad Habibullah
(2008:6), efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh
target (kuantitas, kualitas, dan waktu) telah dicapai. Dimana semakin besar
presentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya.
2. Metode Hanifida
Metode hanifida yaitu metode yang dalam prakteknya
menggunakan model dengan sistem asosiasi, yaitu objek yang dihafal
dihubungkan dengan kalimat atau kata yang mudah dan akrab ditelinga
atau pikiran kita. Kata Hanifida diambil dari nama penemu metode tersebut
yaitu ustadz Hanifudin Mahadun dan ustadzah Khoirotul Idawati Mahmud.
Kedua pasangan pendakwah yang berasal dari daerah Jombang
(http://digilib.uinsby.ac.id/id/eprint/4440, Shobirin. 2015. Diakses senin 5
Agustus 2017).
3. Menghafal
9
Menghafal artinya berusaha meresapkan ke dalam pikiran agar
selalu ingat (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1990:291).
Menghafal adalah terjemahan dari kata al-hifzh yang artinya
menjaga, memelihara atau menghafalkan. Sedang al-hafizh adalah orang
yang menghafal dengan cermat, orang yang selalu berjaga-jaga, orang yang
selalu menekuni pekerjaannya. Istilah al-hafizh ini dipergunakan untuk
orang yang hafal al-Qur‟an tiga puluh juz (Munawir, 1997:279).
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa menghafal al-
Qur‟an adalah mengucapkan secara lisan ayat-ayat al-Qur‟an baik secara
pelan maupun keras tanpa melihat tulisan di dalam mushaf untuk dijaga
serta sebagai pedoman hidup di dunia dan di akhirat.
4. Surat Al-Mā‟ūn
1.Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?
2. Itulah orang yang menghardik anak yatim,
3. dan tidak menganjurkan memberi Makan orang miskin.
4. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,
5. (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,
6. orang-orang yang berbuat riya[1],
7. dan enggan (menolong dengan) barang berguna[2].
[1] Riya ialah melakukan sesuatu amal perbuatan tidak untuk
mencari keridhaan Allah akan tetapi untuk mencari pujian atau
kemasyhuran di masyarakat.
10
[2] Sebagian mufassirin mengartikan: enggan membayar zakat
(Departemen Agama Republik Indonesia, 1993: 1109)
5. Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an al-Muntaha
Menurut M Arifin dalam Muin,dkk (2007:16) mendefinisikan
pondok pesantren yaitu suatu lembaga pendidikan agama Islam yang
tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar dengan sistem asrama
(komplek) dimana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem
pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada dibawah kedaulatan dari
leadership seseorang atau beberapa orang kyai dengan cirri-ciri khas yang
bersifat kharismatik serta independen dalam segala hal.
Istilah Tahfidzul Qur‟an merupakan gabungan dari dua kata yang
berasal dari bahasa Arab, yaitu tahfidz dan Al-Qur‟an. Kata tahfidz
merupakan bentuk isim mashdar dari fiil madhi ( فظ –ح فظ حف ظ –ي ح ) yang
artinya memelihara, menjaga, dan menghafal. Orang yang hafal seluruh Al-
Qur‟an, oleh masyarakat Indonesia dijuluki atau diberi gelar sebagai hafidz
(Munjahid, 2007:73).
Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pondok
pesantren tahfidzul Qur‟an suatu lembaga yang khusus pada bidang
menghafal al-Qur‟an.
F. Metode Penelitian
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Pendekatan dan jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif
deskriptif, menurut Moleong (2008:6) penelitian kualitatif adalah
penelitian yang bermaksud untu memahami fenomena tentang apa yang
11
dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan, dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam
bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah
dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.
Sedangkan menurut Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2009:4),
metode kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan
data secara deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Data yang diperoleh
dalam penelitian ini tidak berupa angka-angka tetapi data yang
terkumpul berbentuk kata-kata lisan yang mencakup laporan dan foto-
foto. Jadi hasil penelitian ini adalah berupa deskripsi atau gambaran
efekvifitas metode Hanifida dalam menghafal surat al-Mā‟ūn beserta
arti dan nomor ayatnya melalui metode Hanifida pada santri pondok
pesantren tahfidzul Qur‟an al-Muntaha kelurahan Cebongan kecamatan
Argomulyo kota Salatiga tahun 2017.
2. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai pengumpul data, dan
sebagai instrument penelitian dalam upaya mengumpulkan data-data di
lapangan. Untuk memperoleh data yang valid yang dibutuhkan dalam
penelitian, maka peneliti hadir secara langsung dilokasi peneliti.
Sedangkan instrumen pengumpulan data yang lain selain manusia
adalah berbagai bentuk alat-alat dan berupa dokumen-dokumen lainnya
yang dapat digunakan untuk menunjang keabsahan hasil penelitian
12
namun berfungsi sebagai instrumen pendukung. Oleh karena itu,
kehadiran peneliti secara langsung di lapangan sebagai tolak ukur
keberhasilan memahami kasus yang diteliti, sehingga keterlibatan
peneliti secara langsung dan aktif dengan informan dan atau sumber
data lainnya di sini mutlak diperlukan.
3. Lokasi penelitian
Penelitian dilaksanakan di Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an al-
Muntaha yang terletak di Jl. Soekarno-Hatta no. 39 Kelurahan
Cebongan Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga. Terletak dipinggir
jalan utama Solo-Semarang yang sangat strategis dan mudah
transportasi. Fasilitas pendukung yang ada diantaranya Masjid, Laundry,
dan Rumah Makan Barokah. Adapun peneliti memilih lokasi penelitian
tersebut di karenakan di lokasi ini merupakan salah satu pondok
pesantren di kota Salatiga yang fokus pada program tahfidz atau
menghafal al-Qur‟an. Sehingga sangat cocok untuk menjadi bahan
penelitian.
4. Waktu Penelitian
Adapun waktu pelaksanaan penelitian ini adalah di mulai pada
tanggal 4 Juli 2017 sampai tanggal 10 Agustus 2017.
5. Sumber Data
Dalam penelitian ini, sumber data dibedakan menjadi dua
macam, yaitu :
a. Data primer
13
Sumber data primer adalah data dalam bentuk verbal atau kata-
kata yang diucapkan secara lisan, gerak-gerik atau perilaku yang
dilakukan oleh subjek yang dapat dipercaya (Arikunto, 2002:22).
Adapun yang terlibat secara langsung sebagai sumber data primer
berasal dari santri, ustadzah pondok, dan pengasuh Pondok
pesantren Tahfidzul Qur‟an al-Muntaha Salatiga.
Adapun data primer dalam penelitian ini adalah kepala sekolah,
dewan guru dan guru PAI. Adapaun daftar
responden/narasumbernya adalah sebagai berikut:
b. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-
dokumen grafis (table, catatan, notulen rapat, SMS, dan lan-lain),
foto-foto, film, rekaman video, dan benda-benda yang dapat
memperkaya data primer (Arikunto, 2002: 20). Peneliti
menggunakan data sekunder ini untuk memperkuat dan melengkapi
informasi yang telah dikumpulkan melalui wawancara. Adapun
sumber data sekunder yang digunakan adalah buku-buku yang
terkait dengan efektivitas pembelajaran, metode menghafal, arsip-
arsip, dokumen, catatan dan laporan Pondok Pesantren Tahfidzul
Qur‟an al-Muntaha. Adapun data sekunder dalam penelitian ini
adalah perwakilan santri usia Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an al-Muntaha.
6. Teknik Pengumpulan Data
14
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa metode dalam
mengumpulkan data, antara lain :
a. Metode Observasi
Observasi yaitu cara pengumpulan data melalui pengamatan dan
pencatatan dengan sistematika tentang fenomena-fenomena yang
diselidiki, baik secara langsung maupun tidak langsung. Melalui
observasi, peneliti belajar tentang perilaku dan makna perilaku
tersebut (Arikunto, 1998:146).
Metode ini penulis lakukan dengan melakukan pengamatan
langsung untuk mengetahui strategi pembelajaran ustadzah dalam
melakukan kegiatan yang berkaitan.
b. Metode wawancara (interview)
Wawancara adalah suatu alat pengumpulan data atau informasi
dengan cara mengajukan pertanyaan secara lisan untuk dijawab
secara lisan pula (Arikunto, 1998:145). Adapun instrumen yang
penulis gunakan dalam teknik ini adalah berupa pedoman
wawancara yang berupa kumpulan pertanyaan, yang kemudian
penulis gunakan dengan cara mewawancarai Pengasuh Pondok
Pesantren, Ustadzah Podok, dan Santri. Dengan penulis
mewawancarai beberapa narasumber tersebut, penulis berharap bisa
mendapatkan data yang penulis inginkan.
Wawancara yang digunakan peneliti adalah wawancara
terstruktur yakni peneliti melakukan wawancara dengan membawa
15
sederetan pertanyaan yang lengkap dan terperinci sesuai dengan
informasi yang ingin didapatkan kepada para narasumber atau
responden.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah metode pengumpulan data yang dilakukan
melalui penelusuran dokumen yang dapat berupa buku, majalah,
notulen rapat, kitab, undang-undang, dan lain-lainnya. Dokumen
sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena
dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data dimanfaatkan untuk
menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan (Moleong, 2011:
217). Metode ini digunakan untuk melengkapi data tentang kondisi
dan keadaan obyek peneliti serta memberikan gambaran secara
umum tentang obyek penelitian tentang efekvifitas metode Hanifida
dalam menghafal surat al-Mā‟ūn beserta arti dan nomor ayatnya
melalui metode Hanifida pada santri pondok pesantren tahfidzul
Qur‟an al-Muntaha kelurahan Cebongan kecamatan Argomulyo kota
Salatiga tahun 2017.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik ini tidak hanya
berupa tulisan-tulisan secara sistematik namun juga dengan
dokumentasi foto dan yang lainnya (Arikunto, 1998:149).
16
7. Tahap-tahap Penelitian
a. Tahap pra-lapangan
Dalam tahap ini, yang dilakukan peneliti adalah menyusun
rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurus
perizinan, memilih dan memanfaatkan informan, serta menyiapkan
perlengkapan penelitian.
b. Tahap pekerjaan lapangan
Peneliti melakukan penelitian secara langsung di lokasi penelitian
dan melihat secara seksama, lebih detail berbagai hal yang berkaitan
dengan penelitian.
c. Tahap analisis data
Dalam hal ini peneliti mengatur, mengurutkan,
mengelompokkan, memberi kode, dan mengategorikan data yang
sudah diperoleh.
8. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses pengorganisasian data, mengurutkan
data, kedalaman pola atau kategori dan uraian satuan dasar sehingga
lebih mudah untuk dibaca dan diinterpretasikan (Moelong, 2001:30).
Analisis data bertujuan untuk menelaah data secara sistematik yang
diperoleh dari berbagai tehnik pengumpulan data yang telah digunakan.
Antara lain : observasi, wawancara, dan dokumentasi. Setelah data
terkumpul, semua data diklasifikasikan menurut sebuah penelitian
kualitatif deskriptif yang berupaya menggambarkan kondisi latar
17
belakang penelitian secara menyeluruh dan data tersebut ditarik suatu
temuan penelitian.
Dalam penelitian kualitatif dikenal dengan dua strategi analisis data
yang sering digunakan bersama-sama atau terpisah, strategi tersebut
adalah analisis deskriptif kualitatif dan verifikasi kualitatif. Adapun
dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah analisis
deskriptif yang berupa kata-kata atu paragraf yang dinyatakan dalam
bentuk narasi yang bersifat deskriptif mengenai peristiwa-peristiwa
nyata yang terjadi dalam lokasi penelitian. Dalam analisis data
penelitian memberikan gambaran secara menyeluruh tentang metode
menghafal di pondok pesantren tahfidzul Qur‟an al-Muntaha.
Adapun langkah-langkah teknik analisis deskriptif kualitatif dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Pengumpulan data
Kegiatan analisis data selama pengumpulan data dimulai setelah
peneliti memahami fenomena-fenomena yang sedang diteliti dan
setelah mengumpulkan data yang dapat dianalisis.
b. Reduksi data
Adalah kegiatan merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal
yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak
perlu. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan
gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk
18
melakukan pengumpulan data selanjutmya, dan mencarinya bila
diperlukan (Sugiyono, 2015:338).
c. Penyajian data
Rakitan kalimat yang disusun secara logis dan sistematis atau
menyajikan sekumpulan informasi yang tersusun yang memberikan
kemungkinan ketika dibaca akan mudah dipahami tentang berbagai
hal yang terjadi dan memungkinkan peneliti untuk membuat analisis
atau tindakan lain berdasarkan pemahamannya tersebut (Suprayoga,
2001:191).
d. Verifikasi
Penarikan kesimpulan atau verifikasi yaitu suatu upaya untuk
berusaha mencari kesimpulan dari permasalahan yang diteliti, dari
data penelitian yang sudah dianalisis dapat diambil kesimpulan serta
menverifikasi data tersebut dengan cara menelusuri kembali data
yang telah diperoleh (Suprayoga, 2001:192-197).
G. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan uraian secara jelas, maka penulis menyusun
skripsi ini menjadi lima bagian (bab), yang secara sistematis yang
rinciannya sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN. Pada bab ini penulis mendiskripsikan
secara umum dan menyeluruh tentang skripsi ini, di mulai dari Latar
Belakang Masalah, fokus Penelitian, Tujuan Penelitian, Kegunaan
19
Penelitian, Penengasan Istilah, Metode Penelitian dan sistematika
penulisan.
BAB II : KAJIAN PUSTAKA. Pada bab ini penulis membahas
tentang kajian teoritis yang memaparkan tentang efektivitas metode
Hanifida dalam menghafal surat al-Maun beserta arti dan nomor urutnya di
Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an al-Muntaha Salatiga.
BAB III : PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN. Pada
bab ini penulis akan memaparkan hasil penelitian lapangan yang meliputi
gambaran umum tentang objek penelitian, dan metode penelitian.
BAB IV : PEMBAHASAN. Pada bab ini membahas mengenai
paparan data yang diperoleh dan analisis data mengenai efektivitas metode
Hanifida dalam menghafal surat al-Maun beserta arti dan nomor urutnya di
Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an al-Muntaha Salatiga.
BAB V : PENUTUP. Pada bab ini merupakan bab penutup yang
berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian serta daftar pustaka dan
lampiran.
20
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Metode Menghafal
1. Pengertian Metode Menghafal
Menurut Djajasudarma (1993:1) metode adalah cara yang teratur
dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud atau cara kerja yang
bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan dalam mencapai
tujuan yang telah ditentukan.
Menghafal adalah terjemahan dari kata al-hifzh yang artinya
menjaga, memelihara atau menghafalkan. Sedang al-hafizh adalah orang
yang menghafal dengan cermat, orang yang selalu berjaga-jaga, orang yang
selalu menekuni pekerjaannya. Istilah al-hafizh ini dipergunakan untuk
orang yang hafal al-Qur‟an tiga puluh juz (Munawir, 1997:279).
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa metode
menghafal al-Qur‟an adalah cara atau teknik untuk menghafal Al-Qur‟an
sehingga seseorang dapat mengucapkan secara lisan ayat-ayat al-Qur‟an
baik secara pelan maupun keras tanpa melihat tulisan di dalam mushaf
untuk dijaga serta sebagai pedoman hidup di dunia dan di akhirat.
2. Macam-macam Metode Menghafal Al-Qur’an
Setiap orang memiliki metode atau cara yang berbeda-beda dalam
menghafalkan Al-Qur‟an. Metode-metode tersebut digunakan sesuai
dengan kemampuan dan kecocokan otak pada setiap orang. Dan diharapkan
21
dengan penggunaan metode-metode tersebut seseorang dapat mengingat
dan menghafal Al-Qur‟an lebih cepat dan tahan lama. Ada beberapa macam
metode menghafal Al-Qur‟an, antara lain:
a. Metode Kitabah
Kitabah artinya menulis. Metode menulis yang dimaksud disini
adalah metode menghafal Al-Qur‟an yang diawali dengan menulis ayat-
ayat yang akan dihafal terlebih dahulu pada secarik kertas yang telah
disediakan. Kemudian ayat-ayat tersebut dibaca sehingga lancar dan
benar bacaannya lalu dihafalkan.
Kelebihan dari metode ini adalah cukup praktis dan baik, karena
disamping membaca dengan lisan, aspek visual menulis juga akan
sangat membantu dalam memepercepat terbentuknya pola hafalan
dalam bayangannya sekaligus melatih santri/ penghafal untuk menulis
tulisan Arab.
Metode ini masih ada sampai sekarang. Karena apa yang ditulis
kemudian di hafal maka akan menjadikan kekuatan hafalan akan lebih
kuat. Salah satu Negara yang menerapkan metode ini adalah Negara
Maroko. Di Maroko santri-santri penghafal Al-Qur‟an harus menulis
semua ayat Al-Qur‟an yang akan dihafalnya. Ayat-ayat tersebut ditulis
diatas papan, sestelah itu ayat yang telah ditulis tersebut diteliti oleh
sang ustadzah dan di check apabila terdapat kesalahan, kesalahan
tersebut kemudian dibenarkan. Ayat-ayat yang sudah dibenarkan
tersebut kemudian dibaca oleh santri secara berulang-ulang sampai
22
hafal. Tahap akhirnya kemudian dilanjutkan dengan membacakan ayat-
ayat yang telah dihafal tersebut ke depan ustadzah tanpa melihat tulisan.
Metode ini dianggap istimewa dikarenakan dapat menambah
tingkat ketelitian santri ketika menuliskan ayat-ayat Al-Qur‟an tersebut.
Selain itu, ada keistimewaan lain yaitu dapat menambah konsentrasi
dan kefokusan santri yang menghafal Al-Qur‟an hanya pada ayat-ayat
yang ingin dihafalkannya (http://catatanbocah
pelajar.blogspot.co.id/2014/08/metodemetode-yang-digunakan-
dalam_2.html diakses senin 6 Agustus 2017).
b. Metode Tasmi/ Sima‟i
Sima‟i artinya mendengar. Yang dimaksud dengan metode ini
adalah mendengarkan suatu bacaan Al-Qur‟an untuk dihafalkan.
Metode ini sangat efektif bagi penghafal yang memiliki daya ingat
ekstra, terutama bagi penghafal tunanetra atau anak-anak yang masih
dibawah umur yang belum mengenal tulis baca Al-Qur‟an.
Metode ini bisa dilakukan dengan berbagai macam cara, bisa
langsung mendengarkan dari ustadzah atau kaset. Sebenarnya metode
ini juga sudah diajarkan di dalam Al-qur‟an Surat Al-Qiyamah ayat 18
yaitu;
23
“Apabila Kami telah selesai membacakannya (AL-Qur‟an)
Maka ikutilah bacaannya itu” (Departemen Agama Republik
Indonesia, 1993: 577).
c. Metode Tasalsuli (Menghafal secara berantai)
Metode tasalsuli yaitu menghafal satu halaman Al-Qur‟an dengan
cara menghafal satu ayat sampai hafal dengan lancar. Setelah itu,
gabungkan ayat pertama dengan ayat ke dua tanpa melihat mushaf.
Jangan berpindah ke ayat selanjutnya kecuali ayat sebelumnya lancar,
begitu juga ayat ketiga dengan ayat ke empat sampai satu halaman,
kemudian gabungkan dari ayat pertama sampai ayat terakhir. Cara ini
membutuhkan kesabaran dan sangat melelahkan karena harus banyak
mengulang-ulang setiap ayat yang sudah dihafal kemudian digabungkan
dengan ayat sebelumnya sehingga menguras banyak energy, tetapi akan
menghasilkan hafalan yang benar-benar sempurna
(http://catatanbocahpelajar.blogspot.co.id/2014/08/metodemetode-yang-
digunakan-dalam_2.html diakses senin 6 Agustus 2017)
d. Metode Jam‟ii (menghafalkan dengan cara menggabungkan)
Metode jam‟ii yaitu menghafal satu halaman Al-Qur‟an dengan cara
menghafal satu ayat sampai lancar. Kemudian berpindah ke ayat kedua,
setelah ayat kedua lancar berpindah ke ayat ketiga, begitu juga
seterusnya sampai satu halaman. Setelah dapat menghafal satu halaman,
menggabungkan hafalan dari ayat pertama sampai terakhir tanpa
melihat mushaf. Kalau dianggap sulit, maka dibagi dua menjadi
24
setengah halaman dengan melihat mushaf terlebih dahulu dan setelah
itu membacanya tanpa melihat mushaf. Dan setengah yang kedua pun
demikian. Setelah lancar, maka gabungkan setengah pertama dan
setengah kedua dengan cara di hafal.
e. Metode Muqsam (menghafal dengan cara membagi-bagi)
Metode ini merupakan gabungan dari metode tasalsul dan metode
jam‟ii. Metode muqsam yaitu menghafal satu halaman Al-Qur‟an
dengan cara membagi-bagi menjadi beberapa bagian. Setiap bagian itu
menghafalnya secara tasalsul (mengulangi dari awal), setelah tiap-tiap
bagian telah sempurna sampai satu halaman dihafal, kemudian di
satukan/ digabungkan antara satu bagian dengan bagian yang lainnya
sampai seluruh bagian dapat digabungkan tanpa melihat mushaf.
f. Metode Wahdah
Yang dimaksud dengan metode ini yaitu menghafal satu persatu
ayat yang hendak dihafalkan. Untuk mencapai hafalan awal, setiap ayat
bisa dibaca sebanyak sepuluh kali atau dua puluh kali atau lebih
sehingga proses ini mampu membentuk pola dalam bayangannya.
Dengan demikian penghafal akan mampu mengkondisikan ayat-ayat
yang dihafalkan bukan saja dalam bayangannya akan tetapi hingga
benar-benar membentuk gerak reflex pada lisannya.
Salah satu bentuk penerapan dari metode ini yaitu;
1) Bacalah ayat pertama sebanyak 20 kali
2) Bacalah ayat kedua sebanyak 20 kali
25
3) Bacalah ayat ketiga sebanyak 20 kali
4) Bacalah ayat keempat sebanyak 20 kali
5) Keempat ayat diatas dari awal hingga akhir digabungkan dan
dibaca ulang sebanyak 20 kali.
6) Bacalah ayat kelima sebanyak 20 kali
7) Bacalah aya keenam sebanyak 20 kali
8) Bacalah ayat ketujuh sebanyak 20 kali
9) Bacalah ayat ke delapan sebanyak 20 kali
10) Keempat ayat tersebut (ayar ke lima sampai ke delapan)
digabungkan dan dibaca ulang sebanyak 20 kali.
11) Bacalah ayat pertama hingga ayat ke delapan sebanyak 20 kali
untuk memantapkan hafalannya.
12) Demikian seterusnya pada setiap surat hingga selesai menghafal
seluruh surat dalam Al-Qur‟an.
g. Metode Jama‟i
Metoe jama‟i yaitu cara menghafal yang dilakukan secara bersama-
sama, dipimpin oleh seorang pembimbing. Pertama, pembimbing
membacakan satu ayat atau beberapa ayat dan santri menirukan secara
bersama-sama. Kemudian pembimbing mengulang kembali ayat-ayat
tersebut dan santri mengikutinya. Kedua, setelah ayat-ayat itu dapat
mereka baca dengan baik dan benar, selanjutnya mereka mengikuti
bacaan pembimbing dengan sedikit demi sedikit mencoba menutup
mushaf, demikian seterusnya sampai ayat-ayat itu benar-benar dihafal.
26
h. Metode Pemahaman Pramenghafal
Metode ini sebenarnya sangat efektif dan bagus namun sulit
diterapkan di usia dini, karena untuk bisa pada tingkatan mampu
memahami Al-Qur‟an membutuhkan waktu yang lama. Metode ini juga
akan sangat membantu seseorang di dalam menyelesaikan target
hafalannya, karena seseorang yang telah paham dengan isi ayat maka ia
akan lebih cepat menghafalkannya dan sangat membantu menguatkan
hafalan. Sehingga tidak heran jika orang Arab bisa lebih cepat ketika
menghafal Al-Qur‟an dibanding dengan orang yang belum paham
dengan bahasa Arab, karena mereka di bantu dengan kemampuan
bahasa mereka sendiri yaitu bahasa Arab. Maka untuk menggunakan
metode ini, seseorang harus mempelajari bahasa Arab walaupun sedikit
demi sedikit sehingga dapat digunakan sebagai perangkat untuk bisa
memahami a-Qur‟an sebelum ia menghafal al-
Qur‟an(http://catatanbocahpelajar.blogspot.co.id/2014/08/metodemetod
e-yang-digunakan-dalam_2.html diakses senin 6 Agustus 2017)
i. Metode Sorogan
Metode sorogan adalah kegiatan pembelajaran bagi santri yang
menitik beratkan pada pengembangan kemampuan perseorangan
(individu) dibawah bimbingan seorang ustadz atau kyai (Departemen
Agama RI, 2003:74). Arief juga menyebutkan metode sorogan ialah
sebuah sistem belajar dimana para murid satu persatu menghadap guru
untuk membaca dan menguraikan isi kitab atau menyetorkan hafalan
27
(Arief, 2002:150). Sedangkan metode bandongan atau metode wetonan
dilakukan oleh seorang kyai atau ustadz terhadap sekelompok peserta
didik atau santri untuk mendengarkan atau menyimak apa yang
dibacanya dari sebuah kitab (Departemen Agama RI, 2003:86)
3. Jurus-Jurus Menghafal Jitu
Menurut Porter De Bobby dan Hernacki Mike yang dikutip oleh
Khoirotul Idawati Mahmud (2009:13) dalam buku yang berjudul
Menghafal Cepat al Asma al Husna Metode Hanifida, Kunci untuk
mendapatkan daya ingat yang istimewa adalah mengasosiasikan berbagai
hal dalam memori kita. Beberapa asosiasi terjadi dengan sendirinya dan
yang lainnya mungkin tidak begitu jelas sehingga kita harus berupaya lebih
sungguh-sungguh.
Untuk mengingat potongan-potongan informasi kita gunakan
asosiasi sederhana misalmya untuk mengingat nama dan wajah. Sedang
asosiasi yang lebih kompleks untuk mengingat teori-teori yang sulit dan
informasi yang mengandung banyak potongan-potongan kecil yang saling
berkaitan. Di dalam menghafal efektif (effective memory) atau dalam modul
KPI memakai istilah sistem mengingat Super atau SMS (Super Memory
System) atau Super Genius Memory (SGM) terdapat beberapa teknik atau
jurus-jurus jitu untuk menghafal cepat, antara lain:
28
a. Sistem Cerita
Sistem cerita merupakan sistem dasar yang harus dikuasai
karena merupakan dasar untuk menerapkan sistem-sitem lainnya.
Latihan awal untuk sistem ini adalah dengan teknik bayangan kita akan
menggabungkan aktivitas otak kiri yang membaca urutan huruf dengan
aktivitas otak kanan yang membayangkan benda-benda tersebut
(Mahmud &Mahaddun, 2009:14).
Menurut Abdullah Badruzzaman (2011:17-28) sistem cerita
merupakan teknik sederhana tetapi merupakan pondasi dari 7 teknik
mengoptimalan fungsi otak. Sistem cerita adalah metode asosiasi
(menyusun hubungan atau keterkaitan) antar objek atau kejadian
menjadi sebuah rangkaian cerita, mengimajinasikan (pembayangan) dan
menghadirkan visualisasinya pada mata otak, sehingga mengaktifkan
kedua belahan otak (otak kiri dan tak kanan) sistem cerita harus
dipahami dan dikuasai dengan baik, karena berkaitan dengan teknik
lainnya. Sistem cerita ini sangat bermanfaat karena selalu dipakai baik
secara mandiri maupun bersama enam teknik lain yang akan dibahas
pada bab-bab berikutnya.
Sitem cerita merupakan kerja sama antara otak kiri dan otak
kanan. Otak kiri bekerja membuat cerita yang logis sehingga dapat
dibayangkan objek serta kejadiannya secara urut (teratur), sedangkan
otak kanan mengimajinasikan dan memvisualisasikan seolah-olah cerita
itu terjadi dan mata otak melihat objek atau kejadian yang ada dalam
29
cerita tersebut layaknya sedang menonton adegan film di televise
(Badruzzaman,2011:17)
Sistem cerita ini didasarkan pada prinsip asosiasi (hubungan
atau alur) dan imajinasi (pembayangan). Buatlah hubungan atau alur
cerita secara sederhana agar mudah diingat. Jangan membuat cerita
yang rumit atau terlalu panjang. Semakin menarik, lucu, aneh, atau
heboh, semakin menambah daya ingat otak. Sistem cerita sangat
membantu dalam proses mengingat banyak objek yang tidak dapat
dilakukan sebelumnya, seperti mengingat 30 objek dengan mudah dan
tepat. Tujuan dari mempelajari sistem cerita adalah melatih kreativitas
dalam menggunakan bahasa dan mengoptimalkan daya imajinasi otak
kanan dalam prose mengingat (mengatur, menyimpan, dan memanggil)
kembali suatu informasi (Badruzzaman,2011:19).
Cerita merupakan informasi yang relatif mudah masuk ke dalam
otak karena mata otak dapat memvisualkan objek yang ada dalam cerita
tersebut. Untuk itu dibutuhkan ketrampilan tambahan dalam membuat
cerita agar mudah masuk dan tersimpan dalam jangka panjang di dalam
otak (Badruzzaman,2011:20)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membuat cerita
yang baik, antara lain:
(1) Cerita yang sederhana (simple), aneh, dan lucu.
(2) Memasukkan aksi (tindakan atau kejadian) dalam cerita
(3) Cerita disusun secara urut
30
(4) Masukkan unsur-unsur keterlaluan seperti mengubah ukurannya
menjadi lebih besar atau menjadi lebih kecil serta menambahkan
jumlah objek.
(5) Tambahkan warna, bau, atau bunyi.
(6) Pakailah imajinasi dengan bebas, tetapi alur cerita tetap mengalir
sehingga dapat dinikmati.
(7) Bayangkan atau visualisasikan bahwa cerita tersebut nyata (kalau
perlu Anda bayangkan dengan memejamkan mata).
(8) Ulangi beberapa kali sampai memahami, melihat, dan mengingat
dengan baik.
(9) Semakin banyak berlatih, anda akan semakin terampil membuat
cerita yang bagus dan dapat dilihat oleh mata otak. Kecepatan
membuat cerita perlu ditingkatkkan, jika lima menit dirasa terlalu
lama persingkat lagi menjadi tiga menit atau dua menit
(Badruzzaman,2011:22)
Contoh:
Ban – air – kayu – pisau – pensil – bakso – kain –
akar – jet – tanah – kartu – handphone – kentang – pasir.
Dengan menggunakan sitem cerita, buat, tulis, dan
bayangkan cerita pendek benda-benda tersebut sesuai dengan
urutannya yaitu:
Ban penuh daun yang disiram air itu ditutup dengan
kayu. Kayu tersebut dibelah dengan pisau dan dibuat pensil
31
untuk menusuk bakso. Baksonya ditaruh diatas kain lalu
diletakkan diatas akar yang mirip jet yang jatuh menghujam
ke tanah. Jet tersebut hancur menjadi sebesar kartu yang
dimasukkan ke dalam handphone yang berbentuk kentang
lalu ditutup pasir. (Badruzzaman,2011:23)
b. Sistem Angka
Sistem angka atau “pasak nomor” adalah suatu metode untuk
mengingat angka, yaitu dengan memvisualisasikan suatu angka,
mengubah angka (informasi yang tidak berwujud) menjadi informasi
dalam bentuk lain yang berwujud supaya bisa dikenali oleh otak.
Sebelum dimasukkan kedalam otak, angka diubah menjadi suatu objek
yang dikenal dan dapat dilihat secara nyata oleh mata otak. Setelah
angka dirubah menjadi informasi yang berwujud, dengan menggunakan
sistem cerita, objek atau “pasak nomor” dibuat menjadi cerita yang
menarik sehingga dapat dilihat oleh mata otak (Badruzzaman,2011:29)
Mempelajari sistem angka dapat meningkatkan kemampuan
otak yang akan memudahkan dalam mengingat hal-hal berikut:
(1) Deret yang terdiri dari 20 angka atau lebih
(2) Tanggal-tanggal penting
(3) Informasi yang diuraikan berdasarkan nomor
Tujuan mempelajari sistem angka adalah melatih dan
merangsang kecerdasan (kedua belahan otak), antara lain:
32
(1) Melatih kreativitas (otak kanan) dalam mengubah angka (informasi
tak berwujud) kedalam pasak nomornya (informasi berwujud.
(2) Meningkatkan kecerdasan bahasa dengan membuat rangkaian cerita
yang berurutan dan logis (otak kiri).
(3) Mengimajinasikan dan menghadirkan visualisasi rangkaian cerita
tersebut seolah-olah objek dan kejadian yang ada dalam cerita
tersebut benar-benar terjadi dan mata otak menyaksikannya
(Badruzzaman,2011:31)
Menurut Khoirotul Idawati Mahmud, sistem angka bisa dibagi
menjadi dua yaitu sistem angka primer dan sistem angka sekunder.
Angka primer yaitu deretan angka yang terdiri dari satu digit angka.
Yang termasuk dalam angka primer yaitu angka 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8,
9.. Sedangkan angka sekunder yaitu deretan angka yang terdiri dari dua
digit angka atau lebih, misalnya; 10, 11, 12, 13, …
33
Gambar 2.1 Sistem Angka Primer
34
Gambar 2.2 Sistem Angka Sekunder 01 sampai 28
35
Gambar 2.3 Sistem Angka Sekunder 29 sampai 56
36
Gambar 2.4 Sistem Angka Sekunder 57 sampai 84
37
Gambar 2.5 Sistem Angka Sekunder 85 sampai 99
38
c. Sistem Pengganti
Di dalam menghafal kata, seringkali ditemukan kata yang sulit
untuk dibayangkan. Dengan sistem pengganti seseorang dapat
mengganti kata tersebut dengan kata lain yang mirip bunyinya atau
diplesetkan. Dengan sistem ini, seseorang dapat menghafalkan banyak
informasi dan fakta dengan mudah, antusias, dan menyenangkan
(Mahmud&Mahaddun, 2009:15). Saat belajar (membaca) kadang harus
menghafalkan informasi atau istilah asing yang tidak dipahami karena
informasi tersebut tidak terwujud (tidak pernah melihatnya) dan bahkan
tidak pernah mendengarnya. Sebagai contoh adalah kata-kata dalam
bahasa asing, istilah-istilah ilmiah, nama-nama sejarah, maupun benda-
benda tak berwujud lainnya. Untuk mengingat dan menghafalkan
informasi atau istilah asing tersebut dibutuhkan teknik khusus yang
disebut dengan sistem pengganti.
Sistem pengganti bisa juga disebut “sistem pasak bunyi”, karena
menukarkan kata asing dengan kata yang sudah dipahami dengan kata
yang bunyinya hampir sama dengan tulisan asli kata asing tersebut. Ini
bertujuan untuk mengubah informasi tidak berwujud menjadi informasi
berwujud dengan mempergunakan persamaan bunyi
(Badruzzaman,2011:45)
Tujuan mempelajari sistem pengganti atau sistem pasak bunyi
yaitu; melatih kreativitas dalam mengubah informasi atau kata asing
kedalam kata yang dipahami dan mudah diingat, mengubah informasi
39
atau kata asing yang tidak berwujud menjadi informasi berwujud,
meningkatkan kreativitas dalam membuat suatu rangkaian cerita yang
berurutan dan logis serta membayangkan dan menghadirkan visualisasi
cerita tersebut pada mata otak agar mudah masuk dan tersimpan dengan
baik di dalam otak (Badruzzaman,2011:45)
Langkah yang digunakan untuk mengingat arti kata asing
tersebut adalah dengan memanfaatkan sistem cerita yang telah di
pelajari sebelumnya yaitu dengan membuat cerita yang bagus, menarik
dan dapat dilihat oleh mata otak kita sehingga mudah masuk ke dalam
otak kanan dan tersimpan dalam otak kanan dan tersimpan dalam
jangka panjang (Badruzzaman,2011:46).
Contoh:
(1) Phytagoras = diplesetkan menjadi pita kertas
(2) Muzukhasii = diplesetkan menjadi memusuhi kekasih itu sukar
(3) Mali ibu kota Bamako = diplesetkan menjadi Pak Mali
membawa sembako
(4) Echinodermata = hewan berkulit duri = diplesetkan menjadi
E…. Chino main mata terkena duri
(5) Misbah (bahasa Arab : lampu) = diplesetkan menjadi wajahnya
misbah bersinar seperti lampu (Mahmud&Mahaddun,2009:15)
d. Sitem Lokasi
Keteraturan Keteraturan yang merupakan cara kerja otak kiri
digunakan untuk menunjang kinerja otak kanan (pembayangan)
40
perpaduan dan keseimbangan kinerja kedua belahan otak pada teknik
placement menghasilkan kemampuan yang luar biasa
(Badruzzaman,2011:57).
Tujuan mempelajari sistem lokasi adalah mengorganisasikan
dan membagi ingatan seperti layaknya perpustakaan atau file computer,
mengingat informasi berupa angka yang panjang dan kata secara
teratur, pencarian informasi secara acak dengan kecepatan tinggi tetapi
memiliki tingkat keakuratan yang baik. Orang Orang-orang Yunani dan
Romawi waktu itu menggunakan metode asosiasi dan menggandengkan
benda-benda atau ide dengan tempat tinggalnya (Loci). Waktu itu juru
pidato harus berbicara tanpa catatan, langsung dari ingatan, maka cara
memori ini digunakan (Badruzzaman,2011:57). Sistem lokasi
merupakan sistem ingatan yang telah digunakan sejak 2.500 tahun yang
lalu. Sistem ini sangat berguna terutama untuk membagi ingatan seperti
di perpustakaan sehingga informasi yang di simpan dapat terarsip rapi
tanpa ada kekacauan, teratur dan berurutan
(Mahmud&Mahaddun,2009:15).
Lokasi yang digunakan, bisa lokasi badan manusia, lokasi
ruangan, lokasi kendaraan, lokasi tubuh hewan, lokasi pohon, dan lain
sebagainya. Contoh :
Tabel 2.1 sistem Lokasi Anggota Badan
No. Lokasi Anggota Badan
1. Rambut
41
2. Mata
3. Hidung
4. Mulut
5. Telinga
6. Leher
7. Tangan
8. Perut
9. Lutut
10. Kaki
(Sumber: Mahmud&Mahaddun,2009:15)
B. Metode Hanifida
1. Pengertian Metode Hanifida
Metode hanifida yaitu metode yang dalam prakteknya
menggunakan model dengan sistem asosiasi, yaitu objek yang dihafal
dihubungkan dengan kalimat atau kata yang mudah dan akrab ditelinga
atau pikiran kita. Kata Hanifida diambil dari nama penemu metode
tersebut yaitu ustadz Hanifudin Mahadun dan ustadzah Khoirotul
Idawati Mahmud. Kedua pasangan pendakwah yang berasal dari daerah
Jombang.
Banyak cara atau metode untuk menghafal. Ada yang memakai
metode konvensional atau disebut juga dengan metode behavioristik
yaitu dengan mengulang-ulang sesering mungkin sampai hafal di luar
kepala, sampai menjadi kebiasaan. Kebiasaan yang diulang-ulang
cenderung menjadi perilaku. Dengan kata lain, semakin sering dihafal
42
akan semakin mudah diingat. Ini berarti banyak membutuhkan waktu,
tenaga dan pikiran. Hasil yang dicapai dengan metode ini sangat
bervariasi. Ada yang cepat hafal sekaligus cepat lupa. Ada yang sulit
hafal tapi cepat lupa, dan ada yang sedang-sedang saja. Karena daya
konsentrasi setiap orang berbeda-beda. Bagi mereka yang
konsentrasinya tinggi akan dapat cepat menghafal. Sebaliknya, bagi
mereka yang susah konsentrasi apalagi terkena gangguan pemusatan
perhatian (GPP) akan mengalami kesulitan yang berarti dalam
menghafal. Ini akan dapat mengganggu kesehatan dan mengurangi
motivasi di dalam belajar, utamanya materi yang berhubungan dengan
menghafal (Mahmud&Mahaddun, 2009:1).
Selain itu, metode konvensional hanya menghafal urutan kata
atau kalimat bahasa dan bersifat logis atau rasional. Semua hal tersebut
adalah kerja otak kiri. Otak kiri daya kerjanya pendek sekali, hanya bisa
bertahan 6 jam. Artinya setelah 6 jam orang menghafal, kemudian tidak
diulang dan diulang lagi, maka yang terjadi adalah lupa. Apabila orang
sudah lupa maka kegagalan yang akan ia dapat. Jadi metode
konvensional terbukti kurang efektif. Kata pepatah yang cocok untuk
itu adalah biar lambat asal selamat. Mereka menghafal pelan-pelan
sampai batas waktu yang seringkali tidak terbatas, hasilnya pun kurang
maksimal (Mahmud&Mahaddun2009:1).
Menurut Khoirotul Idawati Mahmud (2009:1-2) di dalam
bukunya yang berjudul Menghafal Cepat al Asma al Husna METODE
43
HANIFIDA, metode praktis menghafal cepat abad 21 yaitu dengan
model kontruktivistik. Pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit
melalui visualisasi, imajinasi, cerita yang penuh dengan aksi dan terpaut
erat dengan emosi yang dibuat sendiri sesuai konteks kehidupan yang
nyata. Metode menghafal ini memfungsikan kedua belahan otak dengan
keseimbangan otak kanan dan otak kiri. Karena otak kita merupakan
anugerah Allah SWT yang sangat spektakuler yang perlu difungsikan
secara maksimal. Di dalam menghafal urutan huruf/ kata/ kalimat,
nomor dan bahasa yang merupakan aktifitas otak kiri digabungkan
dengan aktifitas otak kanan yang membayangkan benda tersebut. Daya
kerja otak kanan yang menurut para ahli otak bersifat Long Term
Memory (LTM) yaitu 1600 kali daya kerja otak kiri. Bahkan ada yang
berpendapat sampai 3000 kali. Dalam teknik ini, prinsip memory hanya
sekali, artinya sekali membaca disertai visualisasi penuh aksi, akan
cepat hafal dan akan mengendap lama dalam ingatan dan tidak perlu
diulang-ulang.
2. Penemu Metode Hanifida
Penemu metode Hanifida adalah pasangan suami istri yang
berasal dari Jombang Jawa Timur. Yang pertama yaitu Khoirotul
Idawati Mahmud (Ida), Sarjana Pendidikan Islam adalah Master
Trainer al Asma al Husna, pendiri La Raiba Training Center.
Dilahirkan di Jombang, 11 November 1967. Pendidikan Dasar (MI)
telah ditempuh di kampung halamannya Dusun Kedawung Kecamatan
44
Diwek Kabupaten Jombang lulus tahun 1980, MTs-MA di Peruruan
Putri Mu‟allimat Walisongo Cukir lulus tahun 1986. Berikutnya
Program S1 Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah Institut
Keislaman Hasyim Asy‟ari (IKAHA) Tebuireng Jombang lulus tahun
1991 sebagai wisudawati terbaik. Kemudian melanjutkan program S2
dengan jurusan yang sama lulus tahun 2004 di IKAHA Tebuireng
Jombang. Gelar Doktor diperoleh dari IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Beliau hobby menulis puisi dan artikel sejak menjadi siswi Madrasah
Tsanawiyah. Beberapa karyanya dimuat di majalah MPA, NP, Harian
Surat Kabar Jawa Pos dan Kompas (Mahmud&Mahaddun, 2009:81)
Pengalaman profesional dan praktisi dimulai sebagai ustadzah
TPQ, RA, MTs, MA, dan Dosen di salah satu Perustadzahan Tinggi
Swasta di Jombang. Sebagai konsultan di beberapa Lembaga
Pendidikan dan sejak awal tahun 2005 bergabung dalam Tim
Konsorsium Pendidikan Islam (KPI) Surabaya. Sebagai Trainer
Quantum Learning and Teaching, juga kurikulum dan CTL yang
memberikan training diberbagai daerah di Indonesia
(Mahmud&Mahaddun, 2009:81).
Yang kedua yaitu Hanifudin Mahaddun (Hanif), direktur La
Raiba Training Center, lahir di Metro Lampung Tengah 23 Februari
1967. Setelah menyelesaikan sekolah di MIN 1 Metro dan SMP Negeri
04 Metro pada tahun 1983 melanjutkan pendidikan SMU dan Madrasah
Diniyah/ Sekolah Persiapan (SP) Pondok Pesantren Tebuireng Jombang
45
lulus tahun 1986 dan program S1 di Institut Keislaman Hasyim Asy‟ari
(IKAHA) Tebuireng Jombang. Beliau pernah menjadi santri di Pondok
Pesantren Tambak Beras Jombang, Pondok Pesantren Fathul Ulum Pare
Kediri dan Pondok Pesantren Tarbiyatun Nasyiin Paculgowang Diwek
Jombang. Gelar Magister Agama di peroleh di UNISMA Malang. Gelar
Doktor diperoleh dari IAIN Sunan Ampel Surabaya
(Mahmud&Mahaddun, 2009:81).
Pengalaman professional dan praktisi dimulai sebagai ustadzah
TPQ, MTs dan MA selama 12 tahun, Kepala Madrasah Aliyah Al-
Anwar Paculgowang Jombang selama 6 tahun, sebagai Dosen dan
Pembina LP3 (Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Pembelajaran)
Fakultas Tarbiyah IKAHA Tebuireng Jombang, serta Konsultan
Pendidikan di berbagai Lembaga Pendidikan. Sejak tahun 2002 sebagai
Master Trainer pada Konsorsium Pendidikan Islam (KPI) Surabaya
bidang Quantum Teaching and Learning, Kurikulum dan CTL serta
Kecerdasan. Beliau aktif menjadi narasumber pelatihan dan seminar
tentang Teknik Menghafal Cepat, Metode Mengajar Brain Based
Learning (enjoy, menyenangkan, dan menggairahkan), Leadership.
Membangun kreatifitas dan kepercayaan diri, konsultasi masalah anak
dan keluarga , serta telah memberikan training di lebih dari tiga puluh
kota besar di Indonesia di dalam kurang lebih lima ratus even pelatihan
dan seminar (Mahmud&Mahaddun, 2009:81).
46
Bersama Istri (Penulis 1) beliau menulis beberapa buku aplikasi
cara belajar cepat dan efektif, antara lain; “Menghafal Cepat al Asma al
Husna”, “Menghafal 114 Surat Al-Qur‟an”, “Menghafal Ayat-ayat Al-
Qur‟an Model File Komputer”, “Belajar Cepat Kamus Lima Bahasa –
Five in One (Indonesia, Inggris, Jepang, Mandarin, dan Arab)”,
“Menghafal Alfiyah Ibnu Malik dan Imrithy”, juga buku tentang
“Bedah Otak (Cinta dan Kecerdasan)”. Selain itu, beliau juga aktif
dalam memberikan pelatihan Bedah Otak, Brain Gym, Kreatifitas,
Motivasi dan Keorganisasian (Mahmud&Mahaddun, 2009:81).
3. Langkah-Langkah Menghafal Surat Al-Mā’ūn Metode Hanifida
Dari uraian sebelumnya, telah dijelaskan bahwa ada beberapa
sistem jurus-jurus menghafal super. Dalam menghafal surat Al-Mā‟ūn,
digunakan sitem lokasi, yaitu lokasi anggota badan manusia. Surat Al-
Mā‟ūn terdiri dari tujuh ayat, sehingga kita dapat memilih tujuh
anggota badan manusia untuk digunakan sebagai lokasi menghafal
surat Al-Mā‟ūn beserta arti dan nomor ayatnya. Ke tujuh anggota badan
manusia tersebut yaitu (1) mata, (2) hidung, (3) mulut, (4) telinga, (5)
tangan, (6) perut, (7) kaki.
47
سورة الماعون
(Barang-barang yang berguna)
Tabel 2.2 Surat Al-Mā‟ūn Dengan Metode Hanifida
1. MATA Roy kok kedip? Bidin, tahukah kamu?
“Tahukah kamu (orang)
yang mendustakan
agama?”
2. HIDUNG Pak Lika kayak lady, nyaduk anak yatim.
“Itulah orang yang
menghardik anak yatim”.
3. MULUT….. , walah ya wadlu toh.. amal masa kini.
“Dan tidak menganjurkan
memberi makan orang
miskin”.
4. TELINGA rewel, Mushollin takut celaka walau aktif sholat.
“Maka kecelakaanlah
bagi orang-orang yang
sholat”.
5. TANGAN Alladin kaku, sholatnya setahun.
“Yaitu orang-orang yang
lalai dari sholatnya”
6. PERUT how yrook yrook, riya’ sih.
“Orang-orang yang
brbuat riya‟”.
7. KAKI ayamnya Ma’un enggan menolong.
“Dan enggan (menolong
dengan)barang berguna”.
48
(Sumber: Teknik Menghafal Kontemporer Al-Qur‟an Model File
Komputer Metode Hanifida)
Tabel di atas merupakan penerapan atau pengembangan dari
beberapa sistem jurus-jurus menghafal super. Dalam menghafal surat Al-
Mā‟ūn beserta arti dan nomor ayatnya, sistem yang digunakan adalah
sistem cerita, sistem lokasi, sistem pengganti. Dengan mengganti beberapa
kata dalam ayat tersebut dengan kata yang mudah dipahami atau
diplesetkan, seseorang akan lebih mudah menghafalkan ayat-ayat tersebut
sekaligus dengan arti dan nomor ayatnya. Misalkan pada ayat pertama;
MATA Roy kok kedip? Bidin, tahukah kamu?. Mata mengingatkan kita
pada urutan ayat nomor satu. Kata “Roy” mengingatkan kita pada ayat
pertama yaitu “Ara‟aytalladzi...”. Kata “kok kedip?” mengingatkan kita
pada ayat “Yukadzdzibu”. Kata “Bidin” mengingatkan kita pada ayat
“Biddin”. Kalimat “Tahukah kamu?” mengingatkan kita pada arti ayat
nomor satu yaitu “Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?”.
Demikian dengan ayat kedua sampai ayat ketujuh.
Untuk memperlancar hafalan, dalam metode Hanifida digunakan
gambar-gambar sebagai visualisasi agar hafalan semakin lancar, mudah
diingat, dan sulit lupa. Berikut adalah gambar visualisasi metode Hanifida
dalam menghafal surat Al-Mā‟ūn beserta arti dan nomor ayatnya.
49
Gambar 2.6 Visualisasi Menghafal Surat Al-Mā‟ūn
(Sumber:Visualisasi Menghafal Ayat-Ayat Al-Qur‟an Juz 30 Metode
Hanifida)
50
Gambar 2.7 Visualisasi Menghafal Surat Al-Mā‟ūn
(Sumber:Visualisasi Menghafal Ayat-Ayat Al-Qur‟an Juz 30 Metode
Hanifida)
51
4. Asbabun Nuzul dan Kandungan Surat Al-Mā’ūn
Menurut M. Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul
Tafsir al-Qur‟an al-Karim (1997:611-617), Surat Al-Mā‟ūn diterima
Nabi Muhammad SAW ketika beliau masih bertempat tinggal di
Makkah. Demikian pendapat banyak ulama. Tetapi ada juga yang
berpendapat bahwa hanya awal surat ini yang turun di Makkah,
sedangkan bagian akhirnya yang berbicara tentang mereka yang riya‟
(tidak ikhlas dalam shalatnya) turun di Madinah. Surah ini merupakan
wahyu ke enam belas yang beliau terima. Sebelumnya adalah surat al-
Takatsur, yang mengandung arti “perlombaan dalam menumpuk
kekayaan”. Di dalam al-Qur‟an, surat ini ditempatkan pada urutan yang
ke-107. Sebelumnya adalah surat Quraish yang merupakan surat ke-
106.
Surat ini berbicara tentang anjuran memberi makan kepada
orang miskin dan anak yatim. Ini berarti bahwa mereka yang tidak
memiliki kelebihan apapun, dituntut pula oleh ayat-ayat tersebut paling
sedikit berperan sebagai penganjur pemberian makan kepada orang
miskin dan anak yatim.
Peranan ini dapat dilakukan oleh siapapun, selama mereka dapat
merasakan penderitaan orang lain. Ini berarti pula bahwa ayat-ayat di
atas mengundang setiap orang untuk merasakan penderitaan dan
kebutuhan orang lain, walaupun ia sendiri tidak mampu mengulurkan
bantuan material kepada mereka. Pangan yang mereka anjurkan atau
52
mereka berikan itu, walaupun diambil dari gudang atau tempat
penyimpanan yang dimiliki si pemberi, tetapi apa yang diberikannya itu
bukan miliknya, tetapi merupakan hak orang-orang miskin dan butuh
ini.
5. Kelebihan dan Kekurangan Metode Hanifida
Seperti halnya metode-metode pembelajaran yang lain, metode
Hanifida ini juga mempunyai kelebihan maupun kekurangan. Beberapa
kelebihan yang dimiliki metode Hanifida antara lain:
a. Menghafalnya lebih mudah dan sulit lupa sesuai dengan mottonya yaitu
cepat hafal sulit lupa;
b. Menghafalnya lebih lengkap bisa menghafal secara urut, mundur dari
belakang bahkan secara acak;
c. menghafalnya lebih santai dan menyenangkan (enjoy full learning);
d. Menghafalnya sangat unik dengan memakai visualisasi, imajinasi,
warna, bentuk dan ekspresi;
e. Menguasai metode ini dapat mengembangkan kecerdasan ganda
(multiple intelegences);
f. sangat baik untuk diterapkan pada anak pada usia emas (golden age).
Kekurangan Strategi Menghafal al-Qur‟an dengan metode Hanifida.
a. Kurang cocok diterapkan pada orang dewasa apalagi lanjut usia. 2).
Biaya penyelidikan yang cukup
b. Kurang adanya kekhusyukan dan penghayatan makna ayat-ayat yang di
baca santri.
53
c. Tidak diperlukan Muroja‟ah.
d. Penggunaan kata kunci yang kurang sesuai.
C. Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an
1. Pengertian Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an
Menurut M Arifin dalam Muin,dkk (2007:16) mendefinisikan
pondok pesantren yaitu suatu lembaga pendidikan agama Islam yang
tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar dengan sistem asrama
(komplek) dimana santri-santri menerima pendidikan agama melalui
sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada dibawah
kedaulatan dari leadership seseorang atau beberapa orang kyai dengan
ciri-ciri khas yang bersifat kharismatik serta independen dalam segala
hal.
Menurut Sugeng Haryanto (2012:39-68) dalam bukunya yang
berjudul Persepsi Santri Terhadap Perilaku Kepemimpinan Kiai Di
Pondok Pesantren (Studi Interaksionisme Simbolik di Pondok
Pesantren Sidogiri-Pasuruan), pondok pesantren pada dasarnya adalah
lembaga pendidikan Islam yang dilaksanakan dengan sistem asrama
(pondok), Kiai (encik, ajengan atau tuan ustadzah sebagai tokoh
utama), dan masjid atau mushala sebagai pusat lembaganya. Lembaga
ini merupakan salah satu bentu “Indegeanous cultural” atau bentuk
kebudayaan asli pendidikan nasional, sebab lembga ini telah lama hidup
dan tumbuh ditengah-tengah masyarakat Indonesia tersebar di deluruh
54
tanah air dikenal dalam kisah dan cerita rakyat Indonesia khususnya di
pulau Jawa.
Istilah Tahfidzul Qur‟an merupakan gabungan dari dua kata
yang berasal dari bahasa Arab, yaitu tahfidz dan Al-Qur‟an. Kata
tahfidz merupakan bentuk isim mashdar dari fiil madhi ( فظ –ح فظ –ي ح
yang artinya memelihara, menjaga, dan menghafal. Orang yang (حف ظ
hafal seluruh Al-Qur‟an, oleh masyarakat Indonesia dijuluki atau diberi
gelar sebagai hafidz (Munjahid, 2007:73).
Sedangkan Al-Qur‟an secara bahasa berarti „bacaan”, secara
istilah Al-Qur‟an adalah kalam Allah yang tiada tandingannya
(mukjizat), diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, penutup para
Nabi dan Rasul dengan perantara malaikat jibril, dimulai dengan surat
Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Naas, yang tertulis dalam
mushaf-mushaf dan disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta
mempelajarinya merupakan suatu ibadah (Ash-Shabuuny, 1991:15).
Jadi dapat disimpulkan bahwa Pondok Pesantren Tahfidzul
Qur‟an adalah sebuah pondok atau asrama santri yang kegiatan
pokoknya adalah menghafal al-Qur‟an. Para santri menghafal Al-
Qur‟an dari surat Al-Fatihah sampai dengan surat An-Naas secara
bertahap sesuai dengan metode menghafal yang sesuai dengan
kemampuan otak masing-masing. Ketika santri tersebut sudah selesai
menghafal Al-Qur‟an, diharapkan santri-santri tersebut dapat menjaga
55
ayat-ayat Al-Qur‟an dan diingat dalam diri dan pikiran santri sehingga
bisa digunakan sebagai petunjuk hidup didunia maupun diakhirat.
Istilah pesantren menurut beberapa ahli pada mulanya lebih dikenal
di pulau Jawa karena pengaruh istilah pendidikan Jawa kuno, yang
dikenal dengan sistem pendidikan asrama yakni kiai dan santri hidup
bersama. Sedangkan di luar Jawa disebut dengan istilah “zawiyah”
yang berarti sudut masjid yakni tempat orang berkerumun mengadakan
pengajian yang sekarang dikenal dengan istilah sistem bandongan.
Kaum sufi yang mempunyai kecenderungan untuk menjauhkan diri dari
keramaian, kemudian mendirikan zawiyah di tempat-tempat yang jauh
dari keramaian dan membentuk kelompok masyarakat baru dengan
suatu cara hidup tertentu. Sistem zawiyah dan sistem pendidikan Jawa
kuno akhirnya menjadi pondok pesantren. Oleh sebab itu tasawuf masih
merupakan warna dasar kehidupan pondok pesantren salaf atau
tradisisonal (Haryanto,2012:39)
Kegiatan-kegiatan dalam pondok pesantren ini adalah mencakup
“Tri Dharma Pondok Pesantren” yaitu:
a. Keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah SWT
b. Pengembangan keilmuan yang bermanfaat
c. Pengabdian terhadap agama, masyarakat, dan negara
(Haryanto,2012:40)
Pada awal perkembangan pondok pesantren, para ulama mendirikan
masjid, mengajarkan agama Islam dengan menggunakan kitab suci Al-
56
Qur‟an dan kitab-kitab Islam klasik yang memuat beberapa Ilmu dan
bidang, mengajarkan ibadah serta mengajarkan amal sholeh. Namun,
pada perkembangan selanjutnya, pondok pesantren telah mengalami
perubahan dari dalam dan selanjutnya dikenal sebagai lembaga
pendidikan Islam dengan cirri khas Indonesia. Perubahan-perubahan
tersebut antara lain terdapat sistem klasikal disamping non-klasikal,
terdapat pendidikan jalur sekolah baik yang ada dibawah naungan
DEPAG (Departemen Agama) maupun Diknas (Pendidikan Nasional),
seperti misalnya Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambak Beras
Jombang, Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, Pondok Pesantren
Gontor Ponorogo(Haryanto,2012:40)
2. Karakteristik Pondok Pesantren
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang ciri-
cirinya dipengaruhi dan ditentukan oleh pribadi para pendiri dan
kepemimpinannya serta cenderung untuk tidak mengikuti suatu pola
jenis tertentu. Kekuatan motivasi para pendiri maupun penyelenggara
pesantren bukanlah merupakan kepentingan ekonomis, tetapi lebih
merupakan amanat pendidikan keagamaan yang mewajibkan setiap
muslim sejak muda sampai tua untuk mencari dan mengajarkan ilmu
pengetahuannya.
Dalam keputusan lokakarya intensifikasi pengembangan pondok
pesantren yang diselenggarakan pada tanggal 2-6 Mei 1978 di Jakarta,
57
pengertian pondok pesantren didefinisikan sebagai lembaga pendidikan
Islam yang minimal terdiri dari tiga unsur yaitu;
a. Kiai/ Syeh/ Ustadz yang mendidik serta mengajar
Ciri yang paling esensial bagi suatu pesantren adalah adanya
seorang kiai. Kiai pada hakikatnya adalah gelar yang diberikan kepada
seseorang yang mempunyai ilmu dibidang agama dalam hal ini agama
Islam. terlepas dari anggapan kiai sebagau gelar sacral maka sebutan
kiai muncul didunia pondok pesantren. Keberadaan kiai dalam
pesantren sangat sental sekali. Suatu lembaga pendidikan Islam disebut
pesantren apabila memiliki tokoh sentral yang disebu kiai. Jadi, kiai di
dalam dunia pesantren sebagai penggerak dalam mengemban dan
mengembangkan pesantren sesuai dengan pola yang dikehendaki
(http://www.kangsantri.info/2016/08/karakteristik-pondok
pesantren.html diakses 14 Agustus 2017)
Ditangan seorang kiailah pesantren itu berada. Oleh karena
itu, kiai dan pesantren merupakan dua sisi yang selalu berjalan
bersama. Bahkan kiai bukan hanya pimpinan pondok pesantren
tetapi juga pemilik pondok pesantren. Sedangkan sekarang kiai
bertindak sebagai coordinator. Dengan demikian kemajuan dan
kemunduran suatu pondok pesantren benar-benar terletak pada
kemampuan kiai dalam mengatur operasionalisasi/pelaksanaan
pendidikan di dalam pondok pesantren, sebab kiai merupakan
penguasa yang bertanggung jawab demi kemajuan pesantren
58
b. Santri
Istilah santri hanya terdapat di pesantren. Santri merupakan
santri yang haus akan ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh seorang
kiai yang memimpin sebuah pondok pesantren. Oleh karena itu,
santri pada dasarnya berkaitan erat dengan keberadaan kiai dan
pesantren. Santri pondok pesantren ada dua macam, santri mukim
dan santri kalong. Yang dimaksud dengan santri mukim yaitu santri
yang dating dari jauh dan menetap dilingkungan pesantren. Santri
mukim yang paling lama biasanya diberi tanggung jawab untuk
menustadzahsi kepentingan pesantren dan membantu kiai untuk
mengajar santri-santri muda tentang kitab-kitab dasar dan
menengah. Sedangkan yang dimaksud dengan santri kalong adaah
santri-santri yang berasal dari desa sekitar pesanten dan tidak
menetap di pesantren. Mereka mengikuti pelajaran yang ada di
pesantren dengan berangkat dari rumahnya dan pulang ke rumah
masing-masing setelah kegiatan pondok selesai
(http://www.kangsantri.info/2016/08/karakteristik-pondok-
pesantren.html diakses 14 Agustus 2017).
c. Masjid atau mushola
Masjid berarti tempat untuk beribadah atau shalat
berjamaah. Fungsi masjid dalam pesantren bukan hanya sebagai
tempat untuk shalat saja, melainkan sebagai pusat pemikiran segala
kepentingan santri termasuk pendidikan dan pengajaran. Masjid
59
merupakan elemen yang tidak dapat dipisahkan dengan pesantren
dan dianggap sebagai tempat yang paling tepat untuk mendidik para
santri terutama dalam praktek shalat, khutbah, dan pengajaran kitab-
kitab klasik (kitab kuning). Pada sebagian pesantren masjid juga
berfungsi sebagai tempat i‟tikaf, melaksanakan latihan-latihan
(riyadhah) atau suluh dan dzikir maupun amalan-amalan lainnya
dalam kehidupan thariqat dan sufi
(http://www.kangsantri.info/2016/08/karakteristik-pondok-
pesantren.html diakses14 Agustus 2017)
Pemikiran materialistik mengarah kepada keberadaan masjid
sebagai suatu bangunan yang dapat ditangkap oleh mata. Dalam hal
ini secara sederhana masjid adalah tempat sujud. Sujud adalah
simbol kepatuhan seorang hamba kepada Sang Khaliq. Oleh karena
itu, seluruh kegiatan yang mengambil tempat dimasjid tentu
memiliki nilai ibadah yang tinggi. Artinya proses kegiatan itu hanya
mengharapkan keridhaan Allah yan bersifat ilahiiyah, berkaitan
dengan pahala dan balasan dari Allah. Di dunia pesantren masjid
dijadikan ajang atau sentral kegiatan pendidikan Islam baik dalam
pengertian modern maupun tradisional. Dalam konteks yang lebih
jauh masjidlah yang menjadi pesantren pertama tempat
berlangsungnya proses belajar-mengajar. Dapat juga dikatakan
masjid identik dengan pesantren.
60
Seorang kiai yang ingin mengembangkan sebuah pesantren
biasanya pertama-tama akan mendirikan masjid di deket rumahnya.
Paling tidak didirikan surau di sebelah rumah kiai yang kemudian
dikembangkan menjadi masjid sebagai basis berdirinya pondok
pesantren. Didalam masjid para santri dibina mental dan
dipersiapkan agar manpu mandiri dibidang ilmu keagamaan. Oleh
karena itu, masjid disamping rumah kiai dijadikan wadah (pusat)
pelaksanaan ibadah juga sebagai tempat latihan qiro‟ dan membaca
kitab klasik santri (Kitab Kunig) yang merupakan salah satu cirri
pesantren. Pelaksanaan kajiannya dengan cara bandongan, sorogan,
dan wetonan. Pada hakikatnya merupakan metode klasik yang
dilaksanakan dalam proses belajar-mengajar dengan pola kiai yaitu
langsung berhadapan dengan santrinya dalam mengkaji dan
menelaah kitab-kitab tersebut
(http://www.kangsantri.info/2016/08/karakteristik-pondok-
pesantren.html diakses14 Agustus 2017).
d. Pondok atau asrama santri
Setiap pesantren umumnya memiliki pondokan atau asrama
santri. Pondok pesantren merupakan wadah penggemblengan,
pembinaan, dan pendidikan serta pengajaran ilmu pengetahuan.
Kedudukan pondok bagi para santri sangatlah esensial sebab di
dalamnya santri tinggal belajar dan di tempa diri pribadinya dengan
control seorang ketua asrama atau kiai yang memimpin pesantren
61
itu. Dengan santri tinggal di asrama berarti dengan mudah kiai
mendidik dan mengajarkan segala bentuk jenis ilmu yang telah
ditetapkan sebagai kurikulumnya. Begitu pula melalui pondok
pesantren santri dapat melatih dir dengan ilmu-ilmu praktis seperti
kepandaian berbahasa Arab dan Inggris juga mampu menghafal Al-
Qur‟an begitu pula keterampilan yang lain. Sebab di pondok
pesantren santri saling kenal-mengenal dan terbina kesatuan mereka
untuk saling isi-mengisi dan melengkapi diri dengan ilmu
pengetahuan. Pondok sebagai wadah pendidikan manusia seutuhnya
sebagai operasionalisasi dari pendidikan yakni mendidik dan
mengajar. Mendidik secara keluarga berlangsung di pondok
sedangkan mengajarnya di kelas atau masjid. Hal inilah yang
merupakan fase pembinaan dan peningkatan kualitas manusia
sehingga ia bisa tampil sebagai kader masa depan
(http://www.kangsantri.info/2016/08/karakteristik-pondok-
pesantren.html diakses14 Agustus 2017)
Dalam fase pertumbuhan pesantren telah mengalami beberapa
perkembangan termasuk didalmnya ada yang memasukkan program
pendidikan jalur sekolah dibawah naungan Depag dan Diknas, dan ada
yang tidak memasukkan proram pendidikan jalur sekolah formal. Dari
hasil penelitian LP3ES telah ditemukan lima jnis-jenis pesantren
berdasarkan komponen-komponen pranata-pranatanya. Kelima jenis
pesantren itu adalah sebagai berikut;
62
a. Jenis A
Pesantren jenis ini merupakan tingkat awal dalam mendirikan
sebuah pesantren. Pesantren ini terdiri dari masjid dan rumah kiai
bersifat sederhana. Oleh sebab itu kiai menggunakan masjid atau
rumahnya untuk mengajar kitab Islam klasik. Dalam pesantren jenis
A ini, santri hanya dating dari daerah sekitar pesantren itu sendiri
(Haryanto,2012:41).
b. Jenis B
Pesantren ini terdirir dari rumah kiai, masjid dan asrama bagi
para santri untuk bertempat tinggal dan sekaligus tempat belajar
yang sederhana. Para santri yang belajar di pesantren jenis ini dating
dari berbagai daerah (Haryanto,2012:42)
c. Jenis C
Jenis pesantren ini telah mengembangkan komponen pranatanya
dan program pendidikan jalur sekolah formal seperti madrasah.
Sistem pengajaran kitab-kitab Islam klasik mengunakan sistem
klasikal dan jenjang tingkat kelas. Kurikulum yang digunakan ada
yang berorientasi pada sekolah-sekolah pemerintah, gabungan dari
kurikulum pemerintah dan pesantren dan kurikulum pesantren
masing-masing. Pesantren ini terdiri dari rumah kiai, masjid, asrama
santri dan gedung madrasah (sekolah) (Haryanto,2012:42)
d. Jenis D
63
Pesantren ini merupakan perluasan dari jenis C, karena dalam
pesantren ini disamping terdapat komponan-komponan yang ada
dalam pesantren jenis C juga ditambah dengan pendidikan
keterampilan, tempat-tempat perbengkelan, produksi, peternakan,
dan pertanian (Haryanto,2012:42)
e. Jenis E
Pesantren jenis ini disampng terdapat pengajaran kitab-kitab
Islam klasik dengan sistem non-klasikal dan klasikal, juga
menyelenggarakan pendidikan jalur sekolah yang mengacu pada
kurikuum pemerintah mulai dari dari tingkat dasar sampai
perustadzahan tinggi, akan terdapat program pendidikan
keterampilan seperti misalnya koperasi, computer, perbengkelan,
pertanian, dan lain-lain. Jenis pesantren ini sering mengambil
prakasa program-progam yang berorientasi pada lingkungan dan
bekerjasama dengan pesantren-pesanatren kecil yang ada di
sekitarnya erta pesantren-pesantren yang didirikan dan sipimpin oleh
para lulusannya (Haryanto,2012:42)
3. Perilaku Kepemimpinan dalam Islam
Al-Qur‟an begitu kaya dengan kisah-kisah umat masa lalu
sebagai pelajaran dan bahan perenungan bagi umat yang akan dating.
Dengan pendekatan Islami ini diharapkan akan lahir pada pemimpin
yang memiliki perilaku seperti perilaku para nabi/ rasul. Dalam
kepemimpinan Islam menawarkan konsep tentang perilaku seorang
64
pemimpin sebagaimana yang terdapat dalam pribadi para rasul. Yang
mana kepemimpinan nabi/rasul ditunjang dengan sifat-sifat terpuji.
Adapun sifat-sifat para nabi dan rasul antara lain:
a. Shiddiq
Shiddiq adalah sifat/ karakteristik Nabi Muhammad SAW
yang berarti benar dan jujur dalam sepanjang kepemimpinannya.
Benar dalam mengambil-keputusan yang menyangkut visi dan misi,
efektif dan efesien dalam implementasi serta operasionalnya di
lapangan (Haryanto,2012:67)
b. Amanah
Amanah artinya dapat dipercaya, bertanggungjawab, dan
credible. Amanah bisa juga bermakna keinginan untuk memenuhi
sesuatu dengan ketentuan. Amanah juga berarti memiliki
tanggungjawab dalam melaksanakan tugas dan kewajiban yang
diberikan kepadanya. Sifat/ karakteristik amanah ini akan
membentuk kredibilitas yang tinggi dan sikap penuh tanggungjawab
pada setiap individu Muslim (Haryanto,2012:68)
c. Tabligh
Sifat/ karakteristik tabligh artinya komunikatif dan
argumentatif. Orang yang memiliki sifat tabilgh akan
menyampaikannya dengan benar (berbobot) dan dengan tutur kata
yang tepat (bi al-hikmah). Karakteristik tabligh dengan bahasanya
bi al-hikmah, artinya berbicara dengan orang lain dengan sesuatu
65
yang mudah dipahami dan diterima oleh akal, bukan berbicara yang
sulit dimengerti (Haryanto,2012:68)
d. Fathanah
Fathanah dapat diartikan sebagai intelektual, kecerdikan,
dan kebijaksanaan. Sifat/ karakter ini dapat menumbuhkan
kreatifitas dan kemampuan untuk melakukan berbagai macam
inovasi yang bermanfaat (Haryanto,2012:68)
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pesantren adalah
tempat bertemunya seorang kiai dan santri-santrinya untuk menuntut ilmu
agama. Kegiatan tersebut berlangsung di asrama pondok, rumah kiai,
ataupun di masjid/ mushola. Mereka mempelajari Al-qur‟an, Hadits, dan
kitab-kitab klasik Islam. Mereka juga mendapat pelajaran penting yaitu
penerapan atau praktik dari apa yang mereka dapat. Mereka melihat dari
apa yang dilakukan oleh kiai, misalnya mereka mendapat pelajaran tentang
shalat dhuha dan kiai pun melakukan shalat dhuha, shalat tahajjud kiai juga
melaksanakan shalat tahajjud, puasa sunnah senin kamis kiai juga tak
pernah lupa untuk membangunkan santri-santrinya pada hari senin dan
kamis untuk makan sahur dan puasa pada pagi sampai sore harinya.
66
BAB III
PAPARAN DAN TEMUAN DATA PENELITIAN
A. Gambaran Umum Pondok Pesantren
1. Profil Pondok Pesantren al-Muntaha
Tempat penelitian ini adalah di Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an
Al-Muntaha, Cebongan, Argomulyo Salatiga
Nama Pondok Pesantren : Pondok Pesantren Tahfidz al-Muntaha
No. Statistik : 510033730016
NPWP : 31.539.851.1-505.00
Alamat : Jln. Soekarno-Hatta No. 39
Kelurahan : Cebongan
Kecamatan : Argomulyo
Kota/Kabupaten : Salatiga/Semarang
Provinsi : Jawa Tengah
Badan Penyelenggara : Yayasan al-Muntaha Salatiga
Nama Pengasuh : Hj. Siti Zulaecho, AH
Status Tanah : Wakaf
Akta Notaris : Yayasan al-Muntaha Salatiga, no. 44 tgl 30
Mei 2012 MUHAMMAD FAUZAN, SH
(Dokumen PP Tahfidzul Qur‟an al-Muntaha, SZD,S, 03-08-2017)
67
2. Sejarah Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an al-Muntaha
Yayasan pondok pesantren ini didirikan pada tahun 1993,
dilatarbelakangi adanya keinginan masyarakat sekitar pada yayasan
pendidikan yang mampu menampung dan mendirikan pengajaran pada
anak-anak mereka yang menginginkan anaknya menjadi hafidz.
Pesantren ini diasuh oleh Hj. Siti Zulaecho, AH. Beliau adalah alumnus
ponpes BUQ Betengan Demak. Sejak kecil beliau sudah mengikuti
event-event MTQ dalam cabang tahfidz baik di tingkat Provinsi Jawa
Tengah hingga tingkat Nasional, dan beberapa kali menjadi juara.
Hampir satu dekade ini diberi mandat untuk menjadi juri pada MTQ
baik di kota maupun tingkat provinsi. Pada tahun pertama pondok
pesantren hanya mendapatkan murid 4 orang santri, dan santri tersebut
baru berasal dari daerah sekitar, dulu bertempat tinggal satu rumah
dengan pengasuh. Pada tahun 1996 dimasukkan al-azhar ke dalam
aktanotaris. kemudian pada tahun 2012 al-azhar berpindah nama
menjadi yayasan al-Muntaha yang sekarang dikelola oleh ibu Hj. Siti
Zulaecho sendiri.
Pondok Pesantren al-Muntaha merupakan salah satu komponen
lembaga yang berjuang mendidik masyarakat dengan pendidikan secara
holistik, yaitu dengan memberikan pendidikan agama maupun dengan
keilmuan dan kemampuan lain agar dapat membekali santri siap
menjadi agen perubahan. Dengan program unggulan hafalan Al-Qur‟an,
pengajian mingguan, seaman mingguan.
68
Pondok Pesantren ini dari awal memang khusus putri yang memiliki
takhassus pada bidang hafalan al-Qur‟an, dengan corak pesantren semi
tradisional-modern. Semua santri dikonsentrasikan untuk menghafal,
namun bagi yang belum sanggup membaca al-Qur‟an dengan baik dan
benar diperkenankan juga mengaji al-Qur‟an bin-nazhar. Pesantren ini
tidak memberi batasan waktu dan usia bagi para santri, terbuka bagi
pelajar tingkat SD hingga Perguruan Tinggi, maupun santri yang hanya
ingin berkonsentrasi belajar mondok saja. Dengan semakin
berkembangnya pondok pesantren ini sekarang jumlah santri sudah
mencapai 66 santri dari berbagai daerah sampai luar Jawa. (Dokumen
PP Tahfidzul Qur‟an al-Muntaha, SZD,S, 03-08-2017).
3. Letak Geografis Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an al-Muntaha
Lokasi Pesantren terletak di tepi jalan utama Solo-
Semarang, sangat strategis dan mudah untuk mencari transportasi.
Fasilitas pendukung yang ada diantaranya Masjid, Laundry, dan warung
al-Barokah. Pondok pesantren ini beralamat di jalan. Soekarno-Hatta
no. 39, Kelurahan. Cebongan, Kecamatan. Argomulyo, Kota Salatiga.
a) Barat : Eks Pabrik Mega Rager
b) Timur : Perumahan Tingkir Indah
c) Utara : Pinus Shofenir dan Persewaan
d) Selatan : Lampu Merah Jalan Pondok Joko Tingkir
(Dokumen PP Tahfidzul Qur‟an al-Muntaha, SZD,S, 03-08-2017)
69
4. Visi dan Misi Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an al-Muntaha
a. Visi
“Mencetak muslimah penghafal al-Qur‟an yang berakhlaqul
karimah”
b. Misi
1. Menyelenggarakan ta‟lim al-Qur‟an yang komprehensif
2. Membimbing santri menjadi muslimah yang berkarakter
(Dokumen PP Tahfidzul Qur‟an al-Muntaha, SZD,S, 03-08-
2017).
5. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana adalah media/ alat/ bahan dalam
melaksanakan suatu pembelajaran. Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an
al-Muntaha sudah memiliki gedung sendiri. Ada beberapa sarana dan
prasarana, diantaranya adalah 1 gedung aula, 14 ruang kamar santri, 8
kamar mandi santri, 1 ruang dapur, tempat wudlu dan 1 audio (Hasil
Observasi 31-07-2017, di Pondok Tahfidzul Qur‟an al-Muntaha,
SZD,S, 03-08-2017).
6. Pengurus Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an Al-Muntaha
Pengurus pondok pesantren Tahfidzul Qur‟an al-Muntaha
kota Salatiga berada di bawah yayasan al-Muntaha yang dipimpin oleh
Hj. Siti Zulaecho, AH yang mampu melakukan tanggung jawab sesuai
jabatan yang sudah di pegang, untuk lebih mengetahui penustadzahs
70
pondok pesantren tahfidzul Qur‟an al Muntaha kota Salatiga, penulis
menyusun daftar nama penustadzahs sebagai berikut :
Pengurus Pondok Pesantren Tahfidz Al-Qur‟an Al-Muntaha
Masa Bakti 2017-2018
Pembina : Ny. Hj. Siti Zulaecho, AH
Nashif „Ubbadah, Lc
Inayatul Fuaida, S.Pd.I
Ketua : Siti Zubaidah
Wakil Ketua : Sofyanti
Sekretaris I : Ela Izzatul laila
Sekretaris II : Dewi Rahmawati
Bendahara I : Mir‟atus Sa‟adah
Bendahara II : Afif Fatimatuzzahro
Seksi-Seksi:
Seksi Keamanan
Ketua : Nurul Lailatul Hidayah
Anggota : Dewi Munirrotul Muftikhah
Dahlia Dwi Kusuma Wardani
Farichatul Chusna
Seksi Pendidikan
Ketua : Rizkiana Kadarwati
Anggota : Diyah Puji Lestari
Ana Wahyunngsih
Siti Yuliyanti
Seksi Kebersihan
71
Ketua : Hurun „In
Anggota : Siti Himatul Uliyah
Durotun Nisak
Seksi Kesehatan
Ketua : Eka Yuniyanti
Anggota : Yusi Dahmayanti
Dzakiyyatuzzahroh
Seksi Koperasi
Ketua : Maghfirotul Mafachir
Anggota : Rydha Kusuma Wardani
Nur Ika Kumalasari
Seksi PHBI
Ketua : Tri Oktaviani
Anggota : Maria Rosyidah
(Dokumen PP Tahfidzul Qur‟an al-Muntaha, SZD,S, 03-08-2017)
7. Keadaan Ustadzah / Ustadz
Ustadzah/Ustadz yang mengajar di pondok pesantren
tahfidzul Qur‟an al-Muntaha harus memenuhi berbagai syarat. Syarat
yang utama yang harus dimiliki adalah hafidz dan bersanad walaupun
masih dalam proses minimal harus sudah mencapai 10 juz, menguasai
ilmu tajwid, bacaan baik dan profesional, insyaalloh tujuan, visi dan
misi dalam pendidikan akan tercapai. Apalagi dalam hal al-Qur‟an.
Sebagian kecil ustadz yang mengajar khususnya bidang tahfidz adalah
orang-orang yang sudah hafidz dan sebagian besar masih dalam proses
hafidz. Ada 3 ustadz yang mengajar di PP Tahfidzul Qur‟an al-
Muntaha. Namun, terkadang ustadz tidak bisa mengajar maka diganti
72
santri yang memang sudah ditunjuk bu nyai yang mengajar khusus di
bidang tahfidz. (O,W,SZ,P,31-07-2017)
Tabel. 3.1
Daftar Ustadz/ Ustadzah
Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an al-Muntaha
No Nama Ustadzah Keterangan
1. Maghfirotul Mafakhir Perempuan
2. Afif Fatimatuz Zahro Perempuan
3. Siti Zubaidah Perempuan
4. Annisa Isnaini Perempuan
5. Dewi Muftikhatul Muniroh Perempuan
6. Ella Izzatul Laila Perempuan
(Dokumen PP Tahfidzul Qur‟an al-Muntaha, SZD,S, 03-08-2017)
8. Keadaan Santri
Santri pada Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an al-Muntaha
memiliki 66 santri, semuanya santri putri. Santri bil Ghoib ada 40 dan
santri bin-nadzor ada 26. Rata-rata santri berusia 12-24 tahun. Mereka
juga rata-rata berasal dari sekitar Salatiga. Namun ada juga yang berasal
dari luar daerah ataupun provinsi, seperti riau, Kalimantan, purwodadi,
demak, dan lain sebagainya. Untuk tingkat ekonomi pondok itu terbuka
untuk berbagai kalangan maka dari 66 santri, rata-rata orang tua santri
bekerja sebagai pekerja swasta dan petani (O,W,HI, 25-08-2017).
73
Tabel. 3.2
Daftar Santri Usia SMP
Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an al-Muntaha
Nomor Nama Santri
1 Annisa Al-Haq
2 Ana Wahyuningsih
3 Berliana Putri S
4 Dewi Islamiyati
5 Durrotun Nisa‟
6 Faradelis Yumna
7 Ghina Muhibbatul J
8 Gita Refinda M U
9 Husni Maila W
10 Mariya Rosidah
11 Naila Nazilatul
12 Nastangini
13 Nurul Hidayah
14 Putri Dwi Utami
15 Salsabila Rahma
16 Sarah Nur Azizah
17 Shalma Amalia Q
18 Siti Masfufah
19 Siti Yulianti
20 Tsamara Fairuza
21 Vina Aulia Sari
(Dokumen PP Tahfidzul Qur‟an al-Muntaha, SZD,S, 03-08-2017)
9. Kegiatan Pembelajaran
Dalam melaksanakan program pembelajaran tahfidzul
Qur‟an di Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an al-Muntaha,maka
disusunlah jadwal kegiatan santri sebagaimana tertera dalam tabel di
bawah ini:
74
Tabel. 3.3
Jadwal Kegiatan Harian Santri
No. Waktu Jenis Kegiatan
1. 03.00 – 03.30 Jamaah sholat qiyamullail (wajib setiap
malam jum‟at)
2. 04.30 – 04.45 Jamaah sholat subuh
3. 05.00 – 06.00 Makan pagi dan mandi
4. 06.00 – 07.30 Kegiatan mengaji al-Qur‟an (setiap
hari hari minggu seaman bersama)
5. 07.30 - 14.00 Istirahat
6. 14.00 – 15.00 Kegiatan mengaji al-Qur‟an (Bagi
yang di pondok)
7. 15.30 – 16.30 Mengaji kitab (setiap kamis dan sabtu)
8. 17.00 – 17.30 Makan sore
9. 17.55 – 18.15 Jamaah sholat maghrib dan tadarusan
10. 18.15 – 18.50 Kegiatan mengaji al-Quran (Bagi yang
bin-nadzor)
11. 18.50 – 20.00 Jamaah sholat isya‟
12. 20.00 – 21.30 Tahfidz setoran murojaah hafalan
13. 21.30 – 03.00 Istirahat
(Dokumen PP Tahfidzul Qur‟an al-Muntaha, SZD,S, 03-08-2017)
75
Para santri pondok pesantren Tahfidzul Qur‟an al-Muntaha juga
diharuskan melakukan kesunahan-kesunahan antara lain :
a. Qiyamullail, karena pada 1/3 malam adalah salah satu waktu
mustajabah
b. Setoran hafalan sehabis sholat subuh. Mereka memilih waktu habis
subuh untuk setoran hafalan yang baru karena pikiran pada waktu
subuh masih jernih, sehingga anak akan lebih mudah untuk
menghafal dan membentuk hafalan.
c. Kegiatan Muroja‟ah dilakukan sendiri masing-masing santri
d. tahfidz sehabis isya‟ adalah kegiatan setoran pengulangan hafalan
yang telah dihafal sebanyak ¼ juz atau lebih.
e. Setiap hari minggu santri tahfidz melakukan kegiatan seaman bu
nyai dengan tujuan untuk menguji sampai mana kemampuan santri.
Tabel 3.4
Jadwal Kegiatan Ekstrakurikuler Santri
No. Hari Waktu Jenis kegiatan
1. Senin 14.00 – 15.00 Pelatihan tilawatil
Qur‟an
2. Selasa 08.00 – 09.00 Pelatihan tartil Qur‟an
3. Rabu 16.00 – 17.00 Seni rebana
4. Kamis 10.00 – 11.00 Merias, Menjahit
5. Jum‟at 20.30 – 21.30 Khitobah
(Dokumen PP Tahfidzul Qur‟an al-Muntaha, SZD,S, 03-08-2017)
76
B. Temuan Data
1. Metode Menghafal al-Qur’an Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an
al-Muntaha
Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an al-Muntaha adalah pondok
pesantren yang peduli akan nasib putra putri penerus bangsa. Oleh
Karena itu, pondok pesantren ini berupaya memperbaiki perilaku,
karakter dan mental para santri agar mampu bersaing pada kemajuan
pendidikan di era global dengan tetap mengedepankan syariat Islam.
Pada bagian ini, akan dipaparkan hasil penelitian berupa tujuan
dan metode yang digunakan di pondok pesantren, materi pembelajaran,
dan evaluasi pembelajaran yang dilaksanakan di Pondok Pesantren
Tahfidzul Qur‟an al-Muntaha Cebongan Argomulyo Salatiga.
a. Tujuan dan Metode Pembelajaran
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa narasumber
ditemukan bebrapa pernyataan tentang tujuan dan metode yang
digunakan di pondok pesantren al-Muntaha yaitu sebagai berikut:
SZ selaku pengasuh pondok:
“Tujuanya gar santri diharapkan dapat mengetahui,
memaham bagaimana sebaiknya membaca dan menghafal
al-Qur‟an dengan baik dan benar” (W/P/SZ/07-07-
2017/08.45WIB).
NU mengungkapkan:
“Agar santri dapat menghafal, mampu memahami isi
dari al-Qur‟an dan mampu mengajarkan al-Qur‟an” (W/P/NU/07-07-2017/09.55WIB).
77
Terkait metode pembelajaran tahfidzul Qur‟an NU menyatakan:
“Di pondok ini menggunakan dua metode sorogan
dan bandongan. Kalau sorogan mencakup setoran dan taqrir,
taqrir itu mengulang yang sudah hafal. Kalau yang
bandongan contohnya seperti kegiatan minggu legi”
(W/P/NU/07-07-2017/09.55WIB).
Pernyataan mengenai metode pembelajaran tahfidzul Qur‟an
juga diungkapkan FC:
“Metode atau cara yang ditempuh dalam
pembelajaran tahfidzul Qur‟an dengan menggunakan
metode sorogan dan bandongan. Dengan cara setoran yaitu
pengajuan atau setor bacaan dan hafalan langsung kepada bu
nyai, murojaah yaitu santri mengulang-ulang bacaan atau
hafalan, ayatan yaitu membaca ayat per-ayat untuk
mengevaluasi tajwid dan makhoriul hurufnya, rutinan yaitu
kegiatan rutin bulanan bagi para tahfidz sebagai upaya untuk
menjaga hafalannya” (W/U/FC/11-07-2017/11.20WIB).
Penjelasan mengenai metode pembelajaran juga
diungkapkan oleh SZD:
“Kalau disini ngajinya menggunakan metode
sorogan, yaitu melalui setoran langsung ke pengasuh jika
dinyatakan lancar tidak mengulang kalau belum lancar
berarti harus mengulang” (W/U/SZD/11-07-
2017/10.15WIB).
Hal yang sama diungkapkan oleh EY:
“Disini itu menggunakan metode sorogan dan
bandongan mbak, dimana santri maju satu per satu untuk
menyetorkan hafalannya kepada ustadzah dan juga setip
minggu legi simaan bersama emua santri thfidz dipimpin
langsung oleh bu nyai” (W/U/EY/11-07-2017/11.20WIB).
Dari beberapa ungkapan diatas selaras dengan hasil
observasi, terlihat bahwa semua santri maju satu per satu untuk
menyetorkan hafalannya masing-masing kepada bu nyai/ustadzah.
78
b. Materi Pembelajaran
Ketika peneliti menggali data mengenai sistem pembelajaran
atau materi pembelajaran tahfidzul Qur‟an, berikut ini pendapat
beberapa narasumber:
FC menyampaikan:
“Materi pembelajaran tahfidzul Qur‟an diampu
langsung oleh para asatidz dan asatidzah dan semuanya
mengarah pada dasar-dasar pembelajaran tahfidzul Qur‟an
pada umumnya” (W/U/FC/11-07-2017/11.20WIB).
GR mengungkapkan:
“Untuk pembelajaran tahfidzul Qur‟an disini
meliputi al-Qur‟an, tajwid, tilawah, tahsinul Qur‟an”
(W/S/GR/25-07-2017/21.40WIB).
Mengenai materi pembelajaran juga disampaikan oleh EY:
”Materi pembelajaran yang diajarkan di pondok yaa
al-Qur‟an dan tajwid materi ini sangat penting untuk
diberikan kepada santri agar santri dapat membaca al-Qur‟an
dengan baik dan benar” (W/U/EY/11-07-2017/10.20WIB).
Sebagai pengasuh, SZ memaparkan tentang materi pembelajaran:
“Materi pembelajaran tahfidzul Qur‟an yang ada di
pondok ini meliputi hafalam, tahsinul Qur‟an, tilawah,
tajwid. Pemberian materi ini dengan tujuan agar santri baru
diberi kursus kemampuan dasar agar yang baru mengikuti
bisa mengejar kemampuan yang telah dimiliki santri senior”
(W/P/SZ/07-07-2017/08.45WIB).
Dari hasil observasi terlihat para santri pondok pesantren
tahfidzul Qur‟an al-Muntaha pada hari senin jam 14.30 berkumpul
diaula mengikuti kegiatan belajar tilawah bersama ustadzah FC,
79
setelah sholat maghrib santri mengikuti pembelajaran tajwid yang
diampu langsung oleh ustadz NU.
c. Penilaian Pembelajaran
Cara penilaian pembelajaran tahfidzul Qur‟an berikut
beberapa pendapat narasumber:
SZD selaku ketua pondok menyampaikan:
“Melalui setoran langsung ke bu nyai, jika
dinyatakan lancar santri dinyatakan tidak mengulang namun
sebaliknya apabila santri setorannya tidak lancar maka
disuruh mengulang” (W/U/SZD/11-07-2017/10.15WIB).
Ungkapan yang hampIr sama juga diungkapkan oleh FC:
“Dalam taqrir hafalan mmiliki kesalahan paling
sedikit bacaan maka tidak mengulang, kalau sntri cara
menghafalkannya masih banyak kesalahan maka harus
mengulang sampai benar-benar lancar” (W/U/FC/11-07-
2017/10.10WIB).
SZ mengungkapkan:
“Penilaian pembelajaran tahfidzul Qur‟an di pondok
al-Muntaha ini kami melihat dari bacaan dan hafalan para
santri apakah sudah sesuai dan benar tajwid dan makhorijul
huruf” (W/P/SZ/07-07-2017/08.45WIB).
Hal ini sesuai dengan hasil observasi pada tanggal 30 Juli 2017
terlihat para santri yang sudah selesai setoran perlembar sampai 1 juz,
kemudian santri disuruh menyetorkan seperempat sampai satu juz
sekali duduk, apabila lancar lanjut juz berikutnya apabila tidak lancar
maka mengulang.
2. Kelebihan dan Kekurangan Metode Menghafal al-Qur’an Pondok
Pesantren Tahfidzul Qur’an al-Muntaha
80
Pada bagian ini, akan dipaparkan hasil penelitian berupa
kelebihan dan kekurangan metode menghafal al-Qur‟an dengan metode
sorogan atau bandongan di pondok pesantren tahfidzul Qur‟an al-
Muntaha Cebongan Argomulyo Salatiga.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa narasumber
ditemukan beberapa pernyataan tentang kelebihan dan kekurangan
metode sorogan yaitu sebagai berikut:
GR mengungkapkan:
“Kelebihan metode sorogan santri lebih dekat
dengan bu nyai, dan bisa tau kesalahan bacaannya secara
langsung, kekurangannya santri kadang ngantuk saat setoran
karna terlalu lama menyiapkan hafalan yang akan di
setorkan” (W/S /GR/25-07-2017/21.40WIB).
SZ selaku pengasuh pondok memaparkan:
“Kelebihannya saya bisa lebih mengontrol hafalan
para santri secara langsung, kekurangannya santri kadang
takut untuk setoran jika hafalannya belum lancar dan kadang
kurang maksimal ketika menyimak hafalan mereka karena
ada santri yang suaranya keras dan ada pula santri yang
suaranya pelan” (W/P/SZ/07-07-2017/08.45WIB).
EY mengungkapkan hal yang sama:
“Kelebihannya santri lebih bisa menjaga adab sopan
santun ketika setoran hafalan karena menyetorkan hafalan
langsung ke bu nyai. Sedangkan kekurangannya membuat
santri merasa bosan karena metode ini sangat monoton”
(W/U/EY/11-07-2017/11.20WIB).
FC menambahkan:
“Kelebihannya bu nyai dapat mengetahui mana santri yang rajin dan santri yang malas membuat hafalan
yang dilihat dari kelancaran bacaan saat setoran hafalan.
Kalau kekurangannya santri cepat merasa bosan, dan kadang
81
ada salah faham antara santri satu dengan yang lainnya
ketika bu nyai membenarkan hafalan karena jarak santri
yang berdekatan” (W/U/FC/11-07-2017/10.20WIB).
SZD selaku ketua pondok mengungkapkan:
“Salah satu kelebihan dari metode sorogan ini yaitu
hafalan yang disetorkan ke bu nyai bisa di pertanggung
jawabkan karena setoran langsung kepada seorang yang ahli
atau hafidz. Tapi kekurangannya adalah santri kurang
konsentrasi ketika setoran karena sekali maju setoran
hafalan ada lima atau enam santri maju sekaligus”
(W/U/SZD/11-07-2017/10.15WIB).
Seperti halnya metode-metode pembelajaran yang lain, metode
sorogan ini juga mempunyai kelebihan maupun kekurangan. Dari
ungkapan diatas, peneliti dapat menyebutkan beberapa kelebihan yang
dimiliki metode sorogan yang diterapkan di pondok pesantren tahfidzul
Qur‟an al-Muntaha sebagai berikut:
a. Memudahkan santri dalam proses menghafal al-Qur‟an karena
metode ini dilakukan dengan cara bertatap muka secara langsung di
depan pengasuh.
b. Jika ada ayat yang salah ketika santri mengaji setoran hafalan
dengan pengasuh maka Nyai Siti Zulaecho bisa langsung
membetulkan dengan cara mengetuk meja dua sampai tiga kali
sehingga santri dapat menyadari bahwa dirinya salah dan harus
mengulang dari ayat pertama.
c. Mengaji hafalan al-Qur‟an dengan berhadapan langsung dengan
pengasuh lebih baik karena berkesan dan santri lebih bisa
82
memahami seberapa besar kemampuan setoran hafalan mengaji
dalam menghafal al-Qur‟an.
d. Pengasuh lebih bisa menilai para santrinya yaitu antara santri yang
lancar dalam setoran hafalan al-Qur‟an dan santri yang belum
lancar mengaji, santri rajin mengaji dan santri yang malas mengaji.
e. Hafalan lebih bisa dipertanggungjawabkan karena santri mengaji
langsung dengan bu nyai dan mengaji maju satu persatu.
Kekurangan penerapan metode sorogan di pondok pesantren
tahfidzul Qur‟an al-Muntaha sebagai berikut:
a. Dengan metode sorogan santri yang kurang siap hafalannya menjadi
takut untuk setor hafalan
b. Pada saat menyetorkan hafalan, santri maju lima atau enam santri
sekaligus seingga santri merasa kurang fokus karena lima atau
enam santri sekaligus maju menyetorkan hafalan di hadapan
pengasuh.
c. Adanya kesalahfahaman antara santri ketika pengasuh
membenarkan hafalan yang salah kepada salah satu santri karena
jarak santri yang satu dengan yang lainnya saling berdekatan.
d. Kemampuan antara santri yag satu dengan santri yang lainnya
berbeda sehingga santri yang maju bersamaan dengan santri yang
suaranya keras bagi snatri yang suaranya pelan merasa terganggu
dan kurang fokus atau kurang lancar dalam menyetorkan
hafalannya.
83
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Metode Menghafal al-Qur’an Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an al-
Muntaha
1. Tujuan dan Metode Pembelajaran
Tujuan belajar yang jelas dan terukur merupakan aspek penting
untuk menentukan keberhasilan siswa melalui proses pembelajaran.
Setiap kegiatan pembelajaran seorang pengajar juga menentukan target
belajar atau tujuan pembelajaran yang ingin di capai. Setiap kegiatan
wajib diikuti oleh seluruh santri yaitu sejumlah 66 sesuai jadwal yang
telah ditentukan. Pembelajaran di pondok pesantren tahfidzul Qur‟an al-
Muntaha tidak didahului dengan penyusunan rencana pembelajaran
terlebih dahulu. Akan tetapi kegiatan pembelajarannya sudah disusun
sejak awal berdirinya pondok. Tujuan pembelajaran tahfidzul Qur‟an
pondok pesantren al-Muntaha menurut beberapa narasumber adalah
membentuk generasi pecinta al-Qur‟an yang berakhlaq mulia,
berkepribadian qur‟ani, berwawasan luas, mandiri, serta memahami
bagaimana membaca atau menghafal al-Qur‟an dengan baik dan benar.
Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan Wahid (2014:52)
bahwa sebelum menghafal al-Qur‟an sangat dianjurkan agar sang
penghafal al-Qur‟an lebih dahulu lancar dalam membaca al-Qur‟an.
Sebagian besar ulama bahkan tidak memperkenankan santrinya untuk
84
menghafal al-Qur‟an sebelum dia mampu membaca al-Qur‟an dengan
baik dan benar dan mengkhatamkan al-Qur‟an bin-nadzar (dengan
melihat tulisan al-Qur‟an).
Metode pembelajaran yang digunakan untuk menghafal al-
Qur‟an di pondok pesantren tahfidzul Qur‟an al-Muntaha yaitu dengan
metode sorogan dan bandongan. Sebagaimana disebutkan Departemen
Agama RI metode sorogan adalah kegiatan pembelajaran bagi santri
yang menitik beratkan pada pengembangan kemampuan perseorangan
(individu) dibawah bimbingan seorang ustadz atau kyai (Departemen
Agama RI, 2003:74). Arief juga menyebutkan metode sorogan ialah
sebuah sistem belajar dimana para murid satu persatu menghadap guru
untuk membaca dan menguraikan isi kitab atau menyetorkan hafalan
(Arief, 2002:150). Sedangkan metode bandongan atau metode wetonan
dilakukan oleh seorang kyai atau ustadz terhadap sekelompok peserta
didik atau santri untuk mendengarkan atau menyimak apa yang
dibacanya dari sebuah kitab (Departemen Agama RI, 2003:86)
Dari penjelasan diatas sejalan dengan hasil observasi dan
wawancara yang dilakukan di pondok pesantren al-Muntaha
menunjukkan bahwa Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an al-Muntaha
menggunakan metode sorogan yaitu para santri maju satu persatu untuk
menyetorkan hafalan al-Qur‟an langsung kepada bu nyai dan setiap satu
bulan sekali simaan bersama semua santri dan bu nyai. Simaan adalah
sebuah kegiatan dimana salah satu santri menghafal al-Qur‟an dan di
85
dengarkan oleh seluruh santri dan ustadzah. Metode bandongan
digunakan ketika mempelajari kitab- kitab yang disampaikan oleh
seorang ustadz atau ustadzah.
2. Materi Pembelajaran
Menentukan materi pembelajaran berarti melakukan kegiatan
pngelolaan materi pembelajaran, hal ini harus memperhatikan prinsip
keragaman anak, tujuan moral (kognitif, emosional, dan kinestetik) dan
aspek psikologis lain (Maimun&Fitri, 2010:108).
Materi pembelajaran tahfidzul Qur‟an di pondok pesantren
tafidzul Qur‟an al-Muntaha meliputi hafalan, tahsinul Qur‟an, tilawah,
dan tajwid. Tahsinul Qur‟an adalah memperindah dan memperbaiki
bacaan al-Qur‟an secara benar dan sesuai dengan kaidah ilmu tajwid.
Tilawah adalah membaca al-Qur‟an dengan bacaan yang menampakkan
huruf-hurufnya dan berhati-hat dalam melafadzkannya agar lebih mudah
untuk memahami makna-makna yang terkandung di dalamnya. Tajwid
adalah ilmu tentang tatacara membaca al-Qur‟an yang baik dan benar,
baik cara melafadzkan huruf, membunyikan hukum nun, tanwin dan
mim sukun, bacaan mad, hukum waqaf dan lain lain.
3. Penilaian Pembelajaran
Fungsi penilaian menurut Suharsimi Arikunto dalam Mulyadi
(2010:11) fungsi penilaian pendidikan ada beberapa hal, yaitu : (a)
Penilaian berfungsi sebagai penempatan, (b) Penilaian berfungsi
86
selektif, (c) Penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan, (d)
Penilaian berfungsi diagnostik.
Penilaian pembelajaran di pondok pesantren tafidzul Qur‟an al-
Muntaha dengan cara menyetorkan hafalan al-Qur‟an langsung kepada
bu nyai dan mengamati bacaan para santri sudah sesuai dengan tajwid
dan makharijul huruf atau belum. Jika bacaan santri sudah sesuai
dengan kaidah dan sedikit kesalahan maka santri itu tidak perlu
mengulang sehingga santri tersebut dapat melanjutkan hafalan ke ayat
selanjutnya, namun sebaliknya apabila bacaan santri masih banyak
kesalahan maka santri itu harus mengulang hafalannya sampai benar-
benar lancar.
B. Pelaksanaan Metode Hanifida Menghafal Surat Al-Mā’ūn Beserta Arti
dan Nomor Ayatnya
1. Tujuan Pelaksanaan
Tujuan pelaksanaan menghafal surat al-Maun beserta arti dan
nomor ayatnya dengan metode Hanifida di Pondok Pesantren Tahfidzul
Qur‟an al-Muntaha Cebongan Argomulyo Salatiga adalah pembelajaran
diharapkan dapat mengoptimalkan daya kerja otak yang tidak terbatas,
hafalan yang didapat para santri bukan ayatnya saja, akan tetapi
terjemah, nomor ayat, nomor surat dan isi kandungannya. Selain itu
memudahkan santri untuk hafal al-Qur‟an, secara acak serta dapat
menambah konsentrasi saat menghafal dan teknik yang paling utama
dari metode Hanifida adalah teknik cerita.
87
2. Materi Pembelajaran Metode Hanifida
Materi yang disampaikan dengan cara yang berbeda. Ada yang
disampaikan dengan sistem cerita, angka, pengganti, dan lokasi. Sistem
cerita merupakan sistem dasar yang harus dikuasai karena merupakan
dasar untuk menerapkan sistem-sitem lainnya. Latihan awal untuk
sistem ini adalah dengan teknik bayangan kita akan menggabungkan
aktivitas otak kiri yang membaca urutan huruf dengan aktivitas otak
kanan yang membayangkan benda-benda tersebut
(Mahmud&Mahaddun, 2009:14)
Sistem angka atau “pasak nomor” adalah suatu metode untuk
mengingat angka, yaitu dengan memvisualisasikan suatu angka,
mengubah angka (informasi yang tidak berwujud) menjadi informasi
dalam bentuk lain yang berwujud supaya bisa dikenali oleh otak.
Sebelum dimasukkan kedalam otak, angka diubah menjadi suatu objek
yang dikenal dan dapat dilihat secara nyata oleh mata otak. Setelah
angka dirubah menjadi informasi yang berwujud, dengan menggunakan
sistem cerita, objek atau “pasak nomor” dibuat menjadi cerita yang
menarik sehingga dapat dilihat oleh mata otak (Badruzzaman,2011:29).
Sistem angka yaitu sebuah angka diganti atau diibaratkan
dengan sebuah benda yang mempermudah santri untuk mengingat
nomor ayat secara acak tanpa harus menghitung nomor ayatnya dari
depan atau ayat pertama. Dengan Sistem pengganti santri lebih mudah
88
untuk menghafal sebuah kata yang sulit dihafal dengan diganti atau
diplesetkan dengan kata yang sudah akrab ditelinga kita, seperti ayat
“fadzaalikalladzi” menjadi “Pak Lika kayak Lady”. Ada pula yang
namanya sistem lokasi yang digunakan untuk menghafalkan urutan
ayat, contohnya nomor empat lokasi telinga, ketika ditanya ayat empat
langsung mengingat telinga dan cerita yang berkaitan dengan telinga.
Sistem pengganti atau Plesetan merupakan teknik menukarkan
suatu kata yang tidak kita pahami atau yang tidak kita ketahui artinya
dan dihadirkan visualisasinya pada mata otak agar mudah diingat.
Penggantian kata asing tersebut dapat dilakukan dengan mencari kata
yang sudah kita pahami, yang bunyinya mendekati tulisan asli istilah
atau kata asing tersebut (Mahmud&Mahaddun; 2009: 15).
Sistem lokasi adalah keteraturan yang merupakan cara kerja
otak kiri digunakan untuk menunjang kinerja otak kanan
(pembayangan) perpaduan dan keseimbangan kinerja kedua belahan
otak pada teknik placement menghasilkan kemampuan yang luar biasa.
Lokasi yang digunakan, bisa lokasi badan manusia, lokasi ruangan,
lokasi kendaraan, lokasi tubuh hewan, lokasi pohon, dan lain
sebagainya (Mahmud&Mahaddun; 2009: 16).
Metode ini menerapkan strategi super train yang
mengoptimalkan otak kanan dan otak kiri dalam waktu yang
bersamaan. Para santri diminta untuk menghafal surat al-Maun dengan
metode Hanifida, metode tersebut menggunakan sistem cerita, sistem
89
angka, sistem pengganti, dan sistem lokasi. Setelah para santri hafal
surat al-Maun secara urut, para santri diminta untuk menghafalkan surat
al-Maun secara mundur yaitu dari ayat terakhir ke ayat pertama Para
santri diajak untuk menghafal sambil berimajinasi sesuai materi yang
disanpaikan oleh ustadzah, sehingga suasana kelas menjadi lebih hidup
dan santri tidak merasa bosan. Ketika didalam kelas, para santri diajak
menghafalkan lokasi badan yang nantinya digunakan untuk menghafal
lokasi ayat yang digunakan adalah tujuh lokasi badan sesuai dengan
jumlah ayat surat al-Maun. Setelah itu para santri diminta menghafal
cerita singkat dari potongan ayat-ayat tersebut yang mana cerita pendek
tadi telah dirubah ke dalam sistem pengganti. Proses pembelajaranpun
menjadi lebih asyik dan menyenangkan dan para santri terlihat sangat
antusias mengikuti pembelajaran. Metode Hanifida juga sangat cocok
untuk para pemula yang ingin mengafal al-Qur‟an.
Dalam menghafal surat Al-Mā‟ūn, digunakan sitem lokasi,
yaitu lokasi anggota badan manusia. Surat Al-Mā‟ūn terdiri dari tujuh
ayat, sehingga kita dapat memilih tujuh anggota badan manusia untuk
digunakan sebagai lokasi menghafal surat Al-Mā‟ūn beserta arti dan
nomor ayatnya. Ke tujuh anggota badan manusia tersebut yaitu (1)
mata, (2) hidung, (3) mulut, (4) telinga, (5) tangan, (6) perut, (7) kaki.
90
سورة الماعون
(Barang-barang yang berguna)
Tabel 2.2 Surat Al-Mā‟ūn Dengan Metode Hanifida
1. MATA Roy kok kedip? Bidin, tahukah kamu?
“Tahukah kamu (orang)
yang mendustakan
agama?”
2. HIDUNG Pak Lika kayak lady, nyaduk anak yatim.
“Itulah orang yang
menghardik anak yatim”.
3. MULUT….. , walah ya wadlu toh.. amal masa kini.
“Dan tidak menganjurkan
memberi makan orang
miskin”.
4. TELINGA rewel, Mushollin takut celaka walau aktif sholat.
“Maka kecelakaanlah
bagi orang-orang yang
sholat”.
5. TANGAN Alladin kaku, sholatnya setahun.
“Yaitu orang-orang yang
lalai dari sholatnya”
6. PERUT how yrook yrook, riya’ sih.
“Orang-orang yang
brbuat riya‟”.
7. KAKI ayamnya Ma’un enggan menolong.
“Dan enggan (menolong
dengan)barang berguna”.
(Sumber: Teknik Menghafal Kontemporer Al-Qur‟an Model File
Komputer Metode Hanifida)
91
Tabel di atas merupakan penerapan atau pengembangan dari
beberapa sistem jurus-jurus menghafal super. Dalam menghafal surat
Al-Mā‟ūn beserta arti dan nomor ayatnya, sistem yang digunakan
adalah sistem cerita, sistem lokasi, sistem pengganti. Dengan mengganti
beberapa kata dalam ayat tersebut dengan kata yang mudah dipahami
atau diplesetkan, seseorang akan lebih mudah menghafalkan ayat-ayat
tersebut sekaligus dengan arti dan nomor ayatnya. Misalkan pada ayat
pertama; MATA Roy kok kedip? Bidin, tahukah kamu?. Mata
mengingatkan kita pada urutan ayat nomor satu. Kata “Roy”
mengingatkan kita pada ayat pertama yaitu “Ara‟aytalladzi...”. Kata
“kok kedip?” mengingatkan kita pada ayat “Yukadzdzibu”. Kata
“Bidin” mengingatkan kita pada ayat “Biddin”. Kalimat “Tahukah
kamu?” mengingatkan kita pada arti ayat nomor satu yaitu “Tahukah
kamu (orang) yang mendustakan agama?”. Demikian dengan ayat
kedua sampai ayat ketujuh. Untuk memperlancar hafalan, dalam metode
Hanifida digunakan gambar-gambar sebagai visualisasi agar hafalan
semakin lancar, mudah diingat, dan sulit lupa.
3. Penilaian Metode Hanifida
Penilaian pembelajaran ini dilakukan dengan cara santri
menyetorkan hafalan satu per satu sehingga penilaian dapat maksimal
karena mendengarkan setoran hafalan perorangan. Setelah menghafal
secara urut, para santri diminta untuk menghafal secara mundur,
kemudian ustadzah akan menanyakan ayat dan arti secara acak dan
92
santri menjawabnyaPenilaian hafalan meliputi kelancaran menghafal
ayat, menghafal arti, dan urutan nomor ayatnya kefashihan dalam
menghafal, dan hafalan secara urut mundur, maupun acak.
Apabila santri tersebut belum lancar dan belum bisa menjawab
pertanyaan secara acak dari ustadzah maka santri itu diminta untuk
menyetorkan hafalannya di hari berikutnya. Setelah santri itu hafal,
maka boleh menghafalkan surat beikutnya. Santri akan dinyatakan lolos
dan bisa menambah hafalan setelah dia bisa menjawab pertanyaan dari
ustadzah, santri diminta menjawab dengan cepat dan tepat ketika
ustadzah menanyakan ayat atau arti secara acak. Keberhasilan metode
Hanifida dapat dilihat dari hasil hafalan para santri sesuai dengan tabel
berikut:
Tabel 4.1
Kriteria Penilaian Keberhasilan Metode Hanifida
No Kriteria Penilaian Keterangan
1. 70% – 100% Sangat Efektif (A)
2. 51% – 75% Efektif (B)
3. 26% – 50% Cukup Efektif (C)
4. 0% – 25% Tidak Efektif (D)
(Sumber: Data Primer)
C. Efektivitas Metode Hanifida Menghafal Surat Al-Mā’ūn Beserta Arti dan
Nomor Ayatnya
Langkah dan strategi metode Hanifida yang dilakukan di pondok
pesantren tahfidzul Qur‟an al-Muntaha Cebongan Argomulyo Salatiga
93
dalam menghafal dapat dikatakan sangat efektif dan berkualitas, karena
menggunakan strategi pembelajaran super brain (Brain Based Learning)
karena dalam pembelajarannya yang mengoptimalkan daya kerja otak yang
tidak terbatas. Hafalan yang didapat para santri bukan hanya ayatnya saja,
akan tetapi meliputi terjemah, nomor ayat, nomor surat, dan isi. Bahkan
semua itu juga bisa dihafal secara maju urut, mundur urut dan bolak-balik.
Selain itu, dalam proses menghafalkan, kelancaran, pendapatan, dan masa
yang ditempuh dalam menghafal cukup singkat. Implementasi menghafal
al-Qur‟an dengan metode Hanifida yaitu dengan mengaplikasikan lima
langkah menghafal cepat berbasis otak (brain based learning) yaitu: sistem
cerita, sistem angka, sistem pengganti, sistem lokasi. Keunikan dari metode
ini adalah adanya cerita, adanya kata kunci, adanya visualisasi bergambar
dan berwarna, adanya ekspresi dan imajinasi dalam setiap proses
penghafalannya. Dalam pembelajaran menghafal al-Qur‟an santri pemula
masih berpedornan pada buku teknik menghafal kontemporer al-Qur‟an juz
30 beserta visualisasinya. Sehingga santri pondok pesantren tahfidzul
Qur‟an al-Muntaha Cebongan Argomulyo Salatiga lebih mudah menghafal
al-Qur‟an dan mampu mengkonstruk sendiri bayangan/ visualisasi yang
kemudian diimajinasikan, dan membangun kreativitas dalam berekspresi
untuk menguatkan hafalan terjemahnya. Penerapan metode ini dalam
menghafal al-Qur‟an juga dibantu dengan karnus akselerasi mufrodat yang
disusun dengan sistem cerita dan pengganti.
94
Keberhasilan dari metode ini sudah mencapai target penilaian yaitu
85%. Dari jumlah santri sebanyak 21 santri, 19 santri dapat menyelesaikan
hafalannya lebih cepat dan benar sesuai dengan kaidah metode Hanifida.
Dari pernyataan diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa pembelajaran
menghafal al-Qur‟an materi surat al-Ma‟un dengan metode Hanifida di
pondok pesantren tahfidzul Qur‟an al-Muntaha Cebongan Argomulyo
Salatiga, metode Hanifida sangat efektif, karena banyak santri yang berhasil
menyelesaikan hafalan dengan cepat dan tepat. Pembelajaran yang santai
dan mengasyikkan membantu santri untuk lebih bersemangat untuk
menghafal. Santri merasa senang dan tidak terbebani ketika proses
menghafal, sehingga mereka sangat bersemangat untuk membuat hafalan-
hafalan baru pada surat berikutnya. Bahkan, santri bukan hanya dapat
menghafal al-Qur‟an, tetapi santri sekaligus bisa menghafal arti, nomor ayat
dan isi kandungan dari surat tersebut baik secara urut, mundur, maupun
acak.
95
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti
dapat mengambil kesimpulan bahwa pelaksanaan menghafal surat al-Maun
beserta arti dan nomor ayatnya dengan metode Hanifida di Pondok
Pesantren Tahfidzul Qur‟an al-Muntaha Cebongan Argomulyo Salatiga
sangat Efektif.
Pelaksanaan pembelajaran menghafal surat al-Maun beserta arti
dan nomor ayatnya dengan metode Hanifida dapat mengoptimalkan daya
kerja otak yang tidak terbatas, hafalan yang didapat para santri bukan
ayatnya saja, akan tetapi terjemah, nomor ayat, nomor surat dan isi
kandungannya. Selain itu memudahkan santri untuk hafal al-Qur‟an, secara
acak serta dapat menambah konsentrasi saat menghafal. Metode ini
menerapkan strategi super train yang mengoptimalkan otak kanan dan otak
kiri dalam waktu yang bersamaan. Para santri diminta untuk menghafal
surat al-Maun dengan metode Hanifida, metode tersebut menggunakan
sistem cerita, sistem angka, sistem pengganti, dan sistem lokasi. Setelah
para santri hafal surat al-Maun secara urut, para santri diminta untuk
menghafalkan surat al-Maun secara mundur yaitu dari ayat terakhir ke ayat
pertama.
96
Efektivitas metode Hanifida yang dilaksanakan dalam pembelajaran
di pondok pesantren al-Muntaha sangat efektif. Hal ini bisa dibuktikan
dengan presentase keberhasilan mencapai 85%. Dari Jumlah santri sebanyak
21 santri, 19 santri dapat menyelesaikan hafalannya lebih cepat dan benar
sesuai dengan kaidah metode Hanifida. Pembelajaran yang santai dan
mengasyikkan membantu santri untuk lebih bersemangat untuk menghafal.
Santri merasa senang dan tidak terbebani ketika proses menghafal, sehingga
mereka sangat bersemangat untuk membuat hafalan-hafalan baru pada surat
berikutnya. Bahkan, santri bukan hanya dapat menghafal al-Qur‟an, tetapi
santri sekaligus bisa menghafal arti, nomor ayat dan isi kandungan dari
surat tersebut baik secara urut, mundur, maupun acak. Jadi, metode
Hanifida sangat efektif untuk diterapkan di pondok pesantren Tahfidzul
Qur‟an al-Muntaha Cebongan Argomulyo Salatiga sehingga proses
menghafal menjadi lebih cepat dan hasil hafalan para menjadi santri lebih
baik.
B. Saran
1. Penyelenggaraan pembelajaran tahfidzul Qur‟an dengan cirri khas
memberikan materi tahfidzul Qur‟an maupun dengan keilmuan dan
kemampuan lain hendaknya lebih ditingkatkan dan dimantapkan.
2. Pondok pesantren al-Muntaha sebaiknya dapat menambah jumlah ustadz
yang ahli dalam bidang tahfidzul Qur‟an supaya pembelajaran lebih lancar.
3. Pelaksanaan pembelajaran tahfidul qur‟an sebaiknya lebih ditingkatkan
dengan menambah metode-metode menghafal al-Qur‟an yang dapat
97
menambah semangat para santri untuk terus menghafal dan membuat
hafalan baru, sehingga santri tidak bosan dengan pembelajaran yang
monoton.
98
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian. Jakarta : PT RINEKA
CIPTA
_________________. 2002. Prosedur Suatu Penelitian Suatu Pendekatan
Praktis. Jakarta: Rineka Cipta
Badruzzaman, Abdulloh. 2011. Buku Panduan 7 Teknik Melejitkan Fungsi
Otak Revolusi Belajar Secara Terpadu dan Seimbang. Yogyakarta:
Aida press
Badwilan, Ahmad Salim. 2009. Panduan cepat Menghafal Al-Qur‟an.
Jogjakarta:Diva Press.
Depag RI. 2003. Manajemen Pondok Pesantren. Jakarta: Diva Pustaka
Departemen Agama RI. Tt. Al-Qur‟an dan terjemahannya. Semarang: CV.
Al
Alwaah
Departemen Agama RI. 2003. Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah.
Jakarta
Djajasudarma, T. Fatimah. 1993. Metode Linguistik: Ancangan Metode
Penelitian dan Kajian. Bandung: PT Eresco
Haryanto, Sugeng. 2012. Persepsi Santri Terhadap Perilaku Kepemimpinan
Kiai Di Pondok Pesantren (Studi Interaksionisme Simbolik di
Pondok
Pesantren Sidogiri-Pasuruan). Jakarta: Kementrian Agama RI
Hermawan, Acep. 2011. „Ulumul Quran: Ilmu untuk Memahami Wahyu.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset
J. Moloeng , Lexy. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT
Remaja Rosda Karya
Kunandar. 2011. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai
Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: PT Rajawali Press
Kusumah, Wijaya & Dwitagama, Dedi. 2010. Mengenal Penelitian
Tindakan
Kelas. Jakarta: PT Indeks.
Maimun, Agus dan Agus Zainul Fitri. 2010. Madrasah Unggulan: Lembaga
Pendidikan Alternatif di Era Kompetitif. Malang: UIN Maliki Press
Moleong, J Lexy. 2008. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Muin M, Abd, dkk. 2007. Pesantren dan Pengembangan Ekonomi Umat.
Jakarta:CV. Prasasti
Munjahid. 2007. Strategi Menghafal Al-Qur‟an 10 Bulan Khatam.
Yogyakarta: Idea Press
Purwono. 2010. Dokumentasi. Yogyakarta: Graha Ilmu
Rohman, Miftahur. Penerapan Metode Sima‟i dalam Menghafal Al-Qur‟an
pada Santri Pondok Peantren Tahfidzul Qur‟an Ta‟mirul Islam
Lawean Surakarta Tahun 2016. Skripsi. FTIK IAIN Salatiga
Sugiyono. 2015 Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif dan R&D). Bandung: CV. Alfabeta
Sutrisno. 2017. Metode Menghafal Al-Qur‟an Di Sekolah Dasar Islam
Tahfidzul Qur‟an Al-Irsyad Tengaran Kabupaten Semarang Tahun
Pelajaran 2016/1017. Skripsi. FTIK IAIN Salatiga
Suprayogo, Imam. 2001. Metodologi Penelitian Sosial Agama. Bandung:
Remaja Rosdakarya
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif Konsep
Landasan dan Implementasi pada Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.
http://catatanbocahpelajar.blogspot.co.id/2014/08/metodemetode-yang-
digunakan-dalam_2.html diakses senin 6 Agustus 2017
http://digilib.uinsby.ac.id/id/eprint/4440 Shobirin, M. Syafiuddin (2015)
MENGHAFAL AL-QURAN DENGAN METODE HANIFIDA :
SUATU
STUDI KASUS DI PONDOK PESANTREN LA RAIBA JOMBANG.
Masters thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya. Diakses senin 5
Agustus
2017
http://kompasmadura.blogspot.co.id/2016/03/pengertian-pondok
pesantren.html diakses 14 Agustus 2017
http://www.kangsantri.info/2016/08/karakteristik-pondok-pesantren.html
diakses 14 Agustus 2017
DAFTAR NILAI SATUAN KREDIT KEGIATAN
Nama : Zuhrotul Chayati
NIM : 111-13-212
Jurusan : Pendidikan Agama Isam
Dosem Pembimbing Akademik : Supardi, S.Ag., M.A
No. Nama Kegiatan Pelaksanaan Sebagai Nilai
1. OPAK STAIN SALATIGA 2013
“Rekontruksi Paradigma Mahasiswa
yang Cerdas, Peka dan Peduli”
26-27
Agustus
2013
Peserta 3
2. OPAK TARBIYAH 2013
“Menjunjung Tinggi Nilai-Nilai
Kearifan Lokal sebagai Identitas
Pendidikan Indonesia”
29 Agustus
2013
Peserta 3
3. “Library User Education (Pendidikan
Pemakai Perpustakaan)” UPT
Perpustakaan STAIN Salatiga
16
September
2013
Peserta 2
4. Seminar SOSIALISASI &
SILATURAHIM NASIONAL
“Sosialisasi UU No. 1 Th 2013, Peran
Serta Fungsi OJK, Peran Pemerintah
dalam Pengawasan LKM (Lembaga
Keuangan Mikro)” HMJ
TARBIYAH & SYARI‟AH STAIN
Salatiga
30
September
2013
Peserta 8
5. “Kursus Pembina Pramuka Mahir
Tingkat Dasar (KMD)” GERAKAN
PRAMUKA KWARTIR CABANG
KOTA SALATIGA
03-08 Maret
2014
Peserta 8
6. “Workshop Menghafal Cepat”
LEMBAGA BIMBINGAN DAN
PELATIHAN RADHWA
14 Desember
2014
Peserta 2
7. “Kursus Pembina Pramuka Mahir
Tingkat Lanjutan (KML)”
GERAKAN PRAMUKA KWARTIR
CABANG KOTA SALATIGA
05-10
Januari 2015
Peserta 8
8. “Survival English Program”
SURVIVAL ENGLISH COURSE,
13 Januari –
7 Februari
Peserta 4
PARE, KEDIRI, JAWA TIMUR 2015
9. Pelatihan Manajemen TPQ
“Mendongeng Cerita Islam dan
Membuat Alat Peraga Edukatif
(APE)” YA BISMILLAH IAIN
Salatiga
04 Juli 2015 Peserta 2
10. “Be Scholarship Hunter of Home
Country (Indonesia) and Abroad
Universty” YA BISMILLAH IAIN
Salatiga
29
September
2015
Panitia 3
11. Seminar Motivasi “Mewujudkan
Semangat Berprestasi Sebagai Wujud
Pengabdian Bangsa di Era Global”
YA BISMILLAH IAIN Salatiga
24 Desember
2015
Peserta 2
12. “Program Kilatan Mempelajari
Metode Amtsilati” PP. DARUL
FALAH BANGSRI JEPARA
05 Januari –
04 Februari
2016
Peserta 4
13. Pelatihan “Teknik Menghafal Cepat
al Asma al Husna Model
Kontruktivisme Metode Hanifida
(Nomor, Asma‟ dan Arti) LA RAIBA
HANIFIDA TRAINING CENTER
JOMBANG
26 Maret
2016
Peserta 2
14. Pelatihan “Teknik Menghafal Al-
Qur‟an Model File Computer Metode
Hanifida” LA RAIBA HANIFIDA
TRAINING CENTER JOMBANG
27 Maret
2016
Peserta 2
15. ESQ Character Building – I “ESQ
Training – Champion Mentality
Mahasiswa Bidikmisi IAIN Salatiga”
ESQ LEADERSHIP TRAINING
13 Juni 2016 Peserta 4
16. Seminar Internasional “Petani Untuk
Negeri dalam rangkaian kegiatan
Festival Solidaritas Untuk Petani
Indonesia” KRIDA TARUNA
“BUMI PERSADA”
24
September
2016
Peserta 2
17. Seminar Nasional Edupreneurship
“Strategi Marketing Kunci Sukses
Wirausaha” SEMINAR NASIONAL
KEWIRAUSAHAAN IAIN Salatiga
13
November
2016
Peserta 8
18. Training Hypnotherapy “Selangkah
Lebih Baik dengan Hipnosis” BIRO
KONSULTASI PSIKOLOGI
TAZKIA IAIN Salatiga
26
November
2016
Peserta 2
19. Sertifikat “Praktikum Mata Kuliah
Kewirausahaan (Mahasiswa Jurusan
14 Desember
2016
Peserta 2
PAI, PGMI, dan PGRA) Keren itu
INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data harus disesuaikan dengan rumusan masalah:
1. Bagaimana pelaksanaan metode Hanifida di Pondok Pesantren Tahfidzul
Qur‟an al-Muntaha kelurahan Cebongan kecamatan Argomulyo kota
Salatiga Tahun 2017?
2. Bagaimana efektivitas metode Hanifida dalam menghafal Surat al-Mā‟ūn
beserta arti dan nomor ayatnya pada santri Pondok Pesantren Tahfidzul
Qur‟an al-Muntaha kelurahan Cebongan kecamatan Argomulyo kota
Salatiga Tahun 2017?
Dari rumusan masalah tersebut, dibuat kisi-kisi pedoman observasi,
wawamcara, dan dokumentasi.
A. Pedoman observasi
1. Gambaran umum, proses pembelajaran, kegiatan dan jadwal Pondok
Pesantren Tahfidzul Qur‟an al-Muntaha kelurahan Cebongan
kecamatan Argomulyo kota Salatiga.
2. Pelaksanaan metode Hanifida di Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an al-
Muntaha kelurahan Cebongan kecamatan Argomulyo kota Salatiga
(tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, penilaian pembelajaran).
B. Pedoman wawancara
No. Rumusan Masalah Pertanyaan Narasumber
1. Pembelajaran Pondok
Pesantren Tahfidzul
Bagaimana proses
pembelajaran di Pondok
Pengasuh,
ustadz-
Qur‟an al-Muntaha
Pesantren Tahfidzul
Qur‟an al-Muntaha?
1. Apa tujuan program
pembelajaran
tahfidzul qur‟an?
2. Apa metode
pembelajaran
tahfidzul qur‟an?
3. Bagaimana materi
pembelajaran
tahfidzul qur‟an?
4. Bagaimana penilaian
pembelajaran
tahfidzul qur‟an?
ustadzah,
santri
2. Pelaksanaan metode
Hanifida di Pondok
Pesantren Tahfidzul
Qur‟an al-Muntaha
Bagaimana pelaksanaan
metode Hanifida di
Pondok pesantren
tahfidzul qur‟an al-
Muntaha?
1. Apa tujuan program
pembelajaran metode
Hanifida?
2. Bagaimana materi
pembelajaran metode
Hanifida?
3. Bagaimana proses
pelaksanaan
pembelajaran metode
Hanifida?
4. Bagaimana penilaian
pembelajaran metode
Hanifida?
Pengasuh,
ustadz-
ustadzah,
santri
3. Efektivitas metode Bagaimana efektivitas
metode Hanifida dalam
Pengasuh,
ustadz-
Hanifida menghafal surat al-Maun
beserta arti dan nomor
urutnya di Pondok
pesantren tahfidzul qur‟an
al-Muntaha?
1. Bagaimana
keberhasilan metode
Hanifida?
2. Apa kelebihan dari
metode Hanifida?
3. Apa kekurangan dari
metode Hanifida?
4. Apa saja Faktor
pendukung dari
metode Hanifida?
5. Apa saja faktor
penghambat dari
metode Hanifida?
ustadzah,
santri
C. Pedoman Dokumentasi
Meliputi:
1. Profil Pondok Pesantren al-Muntaha
2. Sejarah Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an al-Muntaha
3. Letak Geografis Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an al-Munta
4. Sarana dan Prasarana
5. Pengurus Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an Al-Muntaha
6. Keadaan Ustadzah / Ustadz
7. Keadaan Santri
8. Kegiatan Pembelajaran
9. Foto-foto kegiatan pembelajaran tahfidzul Qur‟an Ponpes
KODE PENELITIAN
1. Narasumber
a. Asatidz
1) Hj. Siti Zulaecho, AH (SZ)
2) Nashif „Ubbadah, Lc (NU)
b. Santri
1) Siti Zubaidah (SZD)
2) Farikhatul Chusna (FC)
3) Eka Yuniati (EY)
4) Hurun‟in (HI)
5) Gita Refinda (GR)
6) Faradelis Yumna (FY)
2. Metode
Kode Metode Penelitian
W Wawancara
O Observasi
D Dokumentasi
3. Kategori data
Kode keterangan
U Ustadzah
S Santri
HASIL WAWANCARA
1. IdentitasWawancara
Narasumber : Nyai Siti Zulaecho, AH
Hari, Tanggal : Jum‟at, 7 Juli 2017
Waktu : 08.45
Tempat Wawancara : Ruang Tamu Ndalem
Jabatan : Pengasuh Pondok
2. TranskipWawancara
Peneliti : sugeng ngenjang bu nyai, maaf saya mau bertanya tentang
pembelajaran di pondok al-Muntaha
Narasumber : oohh.. yaa silahkan mbak.
Peneliti : Apa tujuan program pembelajaran tahfidzul qur‟an?
Narasumber : Tujuannya mencetak generasi Qurani, kreatif dan berani
Peneliti : Apa metode pembelajaran tahfidzul qur‟an?
Narasumber : metode pembeljaran di pondok kami yaitu metode sorogan,
muroja‟ah bersama, belajar sima‟an akbar tiap ahad legi
Peneliti : Bagaimana materi pembelajaran tahfidzul qur‟an?
Narasumber : materi yang diajarkan seputar tajwid dan tiap malam diajarkan
tafsir Al Quran agar santri tidak ada mengaji akan tetapi diharapkan bisa mengkaji
dan menghasilkan.
Peneliti : Bagaimana penilaian pembelajaran tahfidzul qur‟an?
Narasumber : penilaian di pondok kami dilihat sesuai absensi dan kelancaran
dalam menghafal Al quran
Peneliti : Apa tujuan program pembelajaran metode Hanifida?
Narasumber : tujuan untuk mempermudah santri untuk menghafal Al Quran
secara acak, karena santri tidak hanya mengahafal ayat akan tetapi juga
terjemahannya, nomor ayat, nomor surat dan isi.
Peneliti : Bagaimana materi pembelajaran metode Hanifida?
Narasumber : materi yang menyenangkan dan tidak membuat jenuh
Peneliti : Bagaimana proses pelaksanaan pembelajaran
metodeHanifida?
Narasumber : proses pembelajaran hanifida sangat efektif untuk para pemula
menghafal yang ingin memeperdalam
Peneliti : Bagaimana penilaian pembelajaran metode Hanifida?
Narasumber : penilainya, kelancaran menghafal , pendapat, fashihch, dan masa
yang ditempuh dalam menghafal cukp singkat
Peneliti : Bagaimana keberhasilan metode Hanifida?
Narasumber : keberhasilannya 85%
Peneliti :Apa kelebihan dari metode Hanifida?
Narasumber : kelebihan (a) menghafal lebih mudah dan sulit lupa (b)
menghafal sangat unik
Peneliti : Apa kekurangan dari metode Hanifida?
Narasumber : kekurangannya (a) kurang cocok diterapkan pada orang dewasa
(b) kurang ada kekhusukann
Peneliti :Apa faktor pendukung dari metode Hanifida?
Narasumber : faktor pendukung pembelajaran lebih efektif, seru
Peneliti :Apa faktor penghambat dari metode Hanifida?
Narasumber : faktor penghambat tidak ada murajaah santri cepat lupa
HASIL WAWANCARA
1. IdentitasWawancara
Narasumber : Nashif „Ubbadah
Hari, Tanggal : Jum‟at, 7 Juli 2017
Waktu : 09.55 WIB
Tempat Wawancara : Ruang Tamu Ndalem
Jabatan : Pengelola
2. TranskipWawancara
Peneliti : selamat pagi Gus Nashif, maaf saya mau bertanya tentang
pembelajaran di pondok al-Muntaha
Narasumber : ooh.. monggo mbak.
Peneliti : Apa tujuan program pembelajaran tahfidzul qur‟an?
Narasumber : membentuk generasi qurani berakhlak mulia dan berkepribadian
sholehah
Peneliti : Apa metode pembelajaran tahfidzul qur‟an?
Narasumber : metode yang dipakai sorogan dan bandongan
Peneliti : Bagaimana materi pembelajaran tahfidzul qur‟an?
Narasumber : materi dengan pembelajaran tajwid dan pembelajaran kitab-kitab
Peneliti : Bagaimana penilaian pembelajaran tahfidzul qur‟an?
Narasumber : penilaian dengan melihat buku absen di hitung dari perhari
membuat undaan
Peneliti : Apa tujuan program pembelajaran metode Hanifida?
Narasumber : agar menghafal al quran lebih cepat dengan metode cerita
Peneliti : Bagaimana materi pembelajaran metode Hanifida?
Narasumber :materi yang diberikan sangat menyenangkan, metode ini
menggunakan otak kanan/ imajinasi
Peneliti : Bagaimana proses pelaksanaan pembelajaran metode
Hanifida?
Narasumber : proses pelaksanaan metode ini sangatlah efektif tapi waktunya
kurang lama
Peneliti : Bagaimana penilaian pembelajaran metode Hanifida?
Narasumber : penilaian kelancaran menghafal ayat dan artinya dan urutan ayat-
ayat.
Peneliti : Bagaimana keberhasilan metode Hanifida?
Narasumber : keberhasilan santri lumyan banyak karena santri lebih suka
menghafal dengan cerita
Peneliti : Apa kelebihan dari metode Hanifida?
Narasumber : kelebihan lebih mudah dan sulit lupa menggunakan visualisasi
imajinasi
Peneliti : Apa kekurangan dari metode Hanifida?
Narasumber : kekurangan waktu yang kurang lama kurang khusyuk dalam
manghafalnya
Peneliti :Apa faktor pendukung dari metode Hanifida?
Narasumber : faktor pendukung lingkungan keluarga
Peneliti :Apa faktor penghambat dari metode Hanifida?
Narasumber : faktor penghambat kurang menambah hafalan, belum bisa
mengatur waktu teman yang kurang semnagat dalam menghafal al quran.
HASIL WAWANCARA
1. IdentitasWawancara
Narasumber : Siti Zubaidah
Hari, Tanggal : Selasa, 11 Juli 2017
Waktu : 10.15 WIB
Tempat Wawancara : Depan Makam
Jabatan : Ketua Pondok
2. TranskipWawancara
Peneliti : selamat pagi mbak, maaf saya mau bertanya tentang
pembelajaran di pondok al-Muntaha
Narasumber : iyaa.. silahkan mbak.
Peneliti : Apa tujuan program pembelajaran tahfidzul qur‟an?
Narasumber : tujuan membentuk generasi pencinta al quran, berakhlakul mulia,
berkepribadian shlihah, berwawasan luas mandiri dan kreatif
Peneliti : Apa metode pembelajaran tahfidzul qur‟an?
Narasumber : bandongan sorogan
Peneliti : Bagaimana materi pembelajaran tahfidzul qur‟an?
Narasumber : materi yangdiajarkan tentang tajwid, tafsir dan kitab-kitab
lainnya seperti fathul qarib, tafsir jalalain, nashailul ibad dll, akan tetapi lebih
menekannkan pada al quran
Peneliti : Bagaimana penilaian pembelajaran tahfidzul qur‟an?
Narasumber : penilaian pembelajaran dilihat dari absensi buku ngaji
Peneliti : Apa tujuan program pembelajaran metode Hanifida?
Narasumber : mempermudah untuk mengahfal dengan metode yang berbeda
Peneliti : Bagaimana materi pembelajaran metode Hanifida?
Narasumber : menyenangkan dan asyik
Peneliti : Bagaimana proses pelaksanaan pembelajaran metode
Hanifida?
Narasumber : proses pembelajaran hanifida sangat efektif bagi para penghafal
Peneliti : Bagaimana penilaian pembelajaran metode Hanifida?
Narasumber : lancar mengahafal, mudah diingat, masa menghafal sangat
singkat
Peneliti : Bagaimana keberhasilan metode Hanifida?
Narasumber : keberhasilan banyak santri yang berhasil
Peneliti : Apa kelebihan dari metode Hanifida?
Narasumber : lebih mudah diingat, singkat, asyik
Peneliti : Apa kekurangan dari metode Hanifida?
Narasumber : bagi santri atau orang yang tidak suka kebisingan mungkin akan
sulit, tidak bisa diterapkan oleh orang dewasa
Peneliti :Apa faktor pendukung dari metode Hanifida?
Narasumber : faktor pendukung lingkungan santri dan guru
Peneliti :Apa faktor penghambat dari metode Hanifida?
Narasumber : faktor penghambat tidak ada murajaah
HASIL WAWANCARA
1. IdentitasWawancara
Narasumber : Eka Yuniati
Hari, Tanggal : Selasa, 11 Juli 2017
Waktu : 11.20 WIB
Tempat Wawancara : Depan Aula
Jabatan : Santri
2. TranskipWawancara
Peneliti : selamat pagi mbak, maaf saya mau bertanya tentang
pembelajaran di pondok al-Muntaha
Narasumber : iyaa.. silahkan mbak.
Peneliti : Apa tujuan program pembelajaran tahfidzul qur‟an?
Narasumber : memperdalam Al Quran, membentuk generasi Qurani
Peneliti : Apa metode pembelajaran tahfidzul qur‟an?
Narasumber : metode yang dipakai di sini metode sorogan
Peneliti : Bagaimana materi pembelajaran tahfidzul qur‟an?
Narasumber : materi yang diberikan disini ibuk pondok langsung
mempraktekan membaca al quran dengan makhorijul huruf yang baik.
Peneliti : Bagaimana penilaian pembelajaran tahfidzul qur‟an?
Narasumber : penilaian di pondok ini tidak ada tapi biasanya lebih ke undaan
atau tambahan mengaji dalam satu hari biasanya 1 halaman
Peneliti : Apa tujuan program pembelajaran metode Hanifida?
Narasumber : menghafal lebih mudah dengan cerita
Peneliti : Bagaimana materi pembelajaran metode Hanifida?
Narasumber : materi yang diberikan kurang banyak karena di sini
menghafalkan surat juz 1 ke bawah
Peneliti : Bagaimana proses pelaksanaan pembelajaran metode
Hanifida?
Narasumber : proses pelaksanaan disinikurang efektif karena waktu
pembelajran kurang lama
Peneliti : Bagaimana penilaian pembelajaran metode Hanifida?
Narasumber : penilaian metode ini sangat bagus karena diteliti perorang.
Peneliti : Bagaimana keberhasilan metode Hanifida?
Narasumber : menurut saya metode ini kurang begitu berhasil karena masih
banyak siswa yang kurang bersemangat dalam pembelajaran ini
Peneliti : Apa kelebihan dari metode Hanifida?
Narasumber : menghafal lebih mudah karena metode yang diterapkan dengan
bercerita
Peneliti : Apa kekurangan dari metode Hanifida?
Narasumber : kurang konsisten dalam memahami alur cerita dalam surat
Peneliti :Apa faktor pendukung dari metode Hanifida?
Narasumber : kecerdasan siswa, suasana kelas, dan teman yang bersemangat.
Peneliti :Apa faktor penghambat dari metode Hanifida?
Narasumber : waktu yang kurang lama
HASIL WAWANCARA
1. IdentitasWawancara
Narasumber : Farikhatul Chusna
Hari, Tanggal : Jum‟at, 25 Juli 2017
Waktu : 21.35 WIB
TempatWawancara : Aula
Jabatan : Santri
2. TranskipWawancara
Peneliti : selamat malam mbak, maaf saya mau bertanya tentang
pembelajaran di pondok al-Muntaha
Narasumber : iyaa.. sialahkan mbak.
Peneliti : Apa tujuan program pembelajaran tahfidzul qur‟an?
Narasumber : jadi tujuan program pembelajaran tahfizul quran yaitu
membentuk generasi pencinta alquran, berakhlak mulia, berkepribadian shalihah,
berwawasan luas, mandiri dan kreatif
Peneliti : Apa metode pembelajaran tahfidzul qur‟an?
Narasumber : metode pembelajaran tahfidzul quran meliputi metode sorogan
yaitu setoran ngaji kepada pengasuh secra langsung baik pagi, siang dan malam,
bandongan yaitu pengasuh mengulang-ulang hafalan setelah murajaah. Sorogan
kegiatan ini dilakukan setiap hari
Peneliti : Bagaimana materi pembelajaran tahfidzul qur‟an?
Narasumber : setiap minggu pagi, pengasuh memberikan materi tajwid secara
rutin, setiap malam minggu, semua santriwati mengikuti kegiatan ngaji nashahul
ibad, setiap hari kamis sore tepatnya setelah shlat ashar santri mengaji kitab
dzibaan, setiap malam jumat, santri melakukan kegiatan dzibaan dan khitobah
Peneliti : Bagaimana penilaian pembelajaran tahfidzul qur‟an?
Narasumber : pembelajaran tahfidzul quran sangat baik karena metode dan
pembelajarannya sesuai dengan keadaan santri
Peneliti : Apa tujuan program pembelajaran metode Hanifida?
Narasumber : pembelajarannya diharapkan dapat mengoptimalakan daya kerja
otak yang tidak terbatas, hafalan yang didapat para santri bukan ayatnya saja akan
tetapi terjemahan, nomor surat, dan isi
Peneliti : Bagaimana materi pembelajaran metode Hanifida?
Narasumber : asmaul husna
Peneliti : Bagaimana proses pelaksanaan pembelajaran metode
Hanifida?
Narasumber : sangat berkualitas karena menggunakan strategi pembelajaran
super..
Peneliti : Bagaimana penilaian pembelajaran metode Hanifida?
Narasumber : sangat efektif bagi para santri penghafal al quran apalagi pemula
Peneliti : Bagaimana keberhasilan metode Hanifida?
Narasumber : banyak santri yang berhasil dengan pembelajaran ini
Peneliti : Apa kelebihan dari metode Hanifida?
Narasumber : menghafal sangat mudah dan unik
Peneliti : Apa kekurangan dari metode Hanifida?
Narasumber : kurang cocock diterapkan untuk orang dewasa
Peneliti :Apa faktor pendukung dari metode Hanifida?
Narasumber : pendukung fasilitas dan individual santri itu sendiri
Peneliti :Apa faktor penghambat dari metode Hanifida?
Narasumber : penghambat kurang adanya pengaayatan makana ayat-ayat
dihafalan oleh para santri
HASIL WAWANCARA
1. Identitas Wawancara
Narasumber : Faradelis Yumna
Hari, Tanggal : Selasa, 25 Juli 2017
Waktu : 21.10 WIB
Tempat Wawancara : Aula
Jabatan : Santri
2. Transkip Wawancara
Peneliti : selamat malam dik, saya ingin mewawancarai adik
sebentar terkait skripsi saya ang berjudul “Efektivifitas Metode Hanifida
dalam Menghafal Surat Al-Mā‟ūn Beserta Arti Dan Nomor Ayatnya
Melalui Metode Hanifida pada Santri Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an
Al-Muntaha Kelurahan Cebongan Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga
Tahun 2017”
Narasumber : iya mbak, monggo.
Peneliti : Bagaimana kesan atau perasaan anda setelah
mengikuti pembelajaran dengan metode Hanifida?
Narasumber : mengasikkan mbak
Peneliti : bagaimana hasil hafalan anda setelah mengikuti
pembelajaran dengan metode Hanifida?
Narasumber : alhamdulillah, hasil hafalan saat ini sudah mulai
baik, sudah dapat mengingat ayat-ayat dengan cepat
Peneliti : apa kendala atau hambatan yang anda hadapi selama
mengikuti pembelajaran dengan metode Hanifida?
Narasumber : masih agak bingung saat mempraktekannya secara
langsung
Peneliti : bagaimana perbedaan cara menghafal dengan
metode lama dan metode Hanifida?
Narasumber : metode lama: sering kebolak balik saat membaca
dan agak lama saat menghafal , dengan metode Hanifida saat menghafal
cepat, mudah mengingat ayat-ayatnya.
Peneliti : apakah ada keinginan untuk menggunakan metode
Hanifida untuk menghafal surat-surat lain? Apa alasannya?
Narasumber :Insyaallah ada, karena dengan menggunakan metode
Hanifida ini sangat mudah mengingat-ingat ayatnya , hafalannya cepat.
HASIL WAWANCARA
1. Identitas Wawancara
Narasumber : Gita Refinda
Hari, Tanggal : Selasa, 4 Juli 2017
Waktu : 21.40 WIB
Tempat Wawancara : Aula
Jabatan : Santri
2. Transkip Wawancara
Peneliti : selamat malam, saya ingin mewawancarai adik
sebentar terkait skripsi saya ang berjudul “Efektivifitas Metode Hanifida
dalam Menghafal Surat Al-Mā‟ūn Beserta Arti Dan Nomor Ayatnya
Melalui Metode Hanifida pada Santri Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an
Al-Muntaha Kelurahan Cebongan Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga
Tahun 2017”
Narasumber : iya mbak, monggo.
Peneliti : Bagaimana kesan atau perasaan anda setelah
mengikuti pembelajaran dengan metode Hanifida?
Narasumber : perasaan saya senang sekali karena dapat ilmu baru
untuk menghafal al-qur‟an dengan cepat dan mudah
Peneliti : bagaimana hasil hafalan anda setelah mengikuti
pembelajaran dengan metode Hanifida?
Narasumber : alhamdulillah, hasil hafalannya ada perbaikan
sedikit-sedikit
Peneliti : apa kendala atau hambatan yang anda hadapi selama
mengikuti pembelajaran dengan metode Hanifida?
Narasumber : masih bingung kalau menghafalkan alur ceritanya
Peneliti : bagaimana perbedaan cara menghafal dengan
metode lama dan metode Hanifida?
Narasumber : metode lama mudah menghafal tapi sedikit-sedikit,
dengan metode Hanifida saat menghafal cepat, mudah mengingat arti dan
nomor ayatnya
Peneliti : apakah ada keinginan untuk menggunakan metode
Hanifida untuk menghafal surat-surat lain? Apa alasannya?
Narasumber : iya ada, keinginan untuk menggunakan metode
Hanifida pada surat lain, karena menghafalnya lebih kita pahami
Daftar Nilai Hafalan Santri pada Surat al-Ma‟un dengan Metode Hanifida
Pondok Pesantren Tahfidzul Qur‟an Al-Muntaha Kota Salatiga
Tahun 2017
No Nama Nilai Keterangan
1. Annisa Al-Haq A Tuntas
2. Ana Wahyuningsih A Tuntas
3. Berliana Putri S B Tuntas
4. Dewi Islamiyati B Tuntas
5. Durrotun Nisa‟ A Tuntas
6. Faradelis Yumna A Tuntas
7. Ghina Muhibbatul J A Tuntas
8. Gita Refinda M U B Tuntas
9. Husni Maila W A Tuntas
10. Mariya Rosidah C Belum tuntas
11. Naila Nazilatul B Tuntas
12. Nastangini C Belum tuntas
13. Nurul Hidayah B Tuntas
14. Putri Dwi Utami B Tuntas
15. Salsabila Rahma B Tuntas
16. Sarah Nur Azizah A Tuntas
17. Shalma Amalia Q B Tuntas
18. Siti Masfufah A Tuntas
19. Siti Yulianti B Tuntas
20. Tsamara Fairuza B Tuntas
21. Vina Aulia Sari A Tuntas
Tuntas 19
Belum Tuntas 2
(Sumber: Data Primer)
Keterangan:
A : Sangat Efektif
B : Efektif
C : Cukup Efektif
D : Tidak Efektif
FOTO-FOTO KEGIATAN
PONDOK PESANTREN TAHFIDZUL QUR‟AN AL-MUNTAHA
Sorogan al-Qur‟an dengan bu nyai
Bandongan kitab dan tajwid
Kegiatan Khitobah
Kegiatan Simaan Minggu Legi
FOTO KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR
DENGAN METODE HANIFIDA
Ustadzah menerangkan materi tentang metode Hanifida
Santri Memperhatikan penjelasan Ustadzah
Santri Mempraktekkan Metode Hanifida
Salah satu santri mempraktekkan Metode Hanifida di depan kelas