12
1 EKONOMI SYARIAH SEBAGAI SOLUSI UNTUK MENGATASI KELEMAHAN EKONOMI KAPITALIS Oleh E.Kosmayadi A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Saat ini banyak didengar tentang globalisasi ekonomi yang merupakan perkembangan system ekonomi liberal kapitalis. Globalisasi ekonomi yang terjadi bermula dari konsep domestikisasi yang merujuk kepada pemikiran John Naisbitt, yang menyatakan “perlu diubah menjadi sebuah konsep baru, yaitu domainisasi”. Domain, merupakan sistem cluster sektor ekonomi tertentu dan khas. Dalam hal ini yang dimaksud dengan domain bukan negara (misalnya Indonesia, Jepang,dll) melainkan jenis-jenis produk, misalnya Toyota, Honda, dsb. Maka, Toyota merupakan domain manufaktur otomotif. Batas-batas negara telah menjadi tidak nyata namun tetap ada. dan inilah yang disebut sebagai globalisasi ekonomi. Domain ekonomi adalah sebuah kenyataan riil yang tidak bisa kita pungkiri saat ini. Kenyataannya, bukanlah negara yang menciptakan perekonomian, melainkan warga yang berada di dalamnya. Seharusnya pemerintah menciptakan kondisi yang kondusif dimana pertumbuhan dan optimalisasi domain ekonomi bisa tumbuh subur. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah percaturan ekonomi dunia saat ini bukanlah globalisasi negara-negara, melainkan globalisasi aktivitas ekonomi. Kondisi demikian mestinya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di suatu negara, karena terdapat peluang untuk masuk ke negara tetangga tanpa merusak batas. Tetapi yang terjadi dimanfaatkan oleh kaum kapitalis. Secara historis, kapitalisme yang telah berkembang sejak abad ke-16 berpandangan bahwa individu atau kelompok dapat bertindak sebagai suatu badan tertentu yang dapat memiliki atau melakukan perdagangan benda milik pribadi, terutama barang modal pada sebuah pasar bebas dimana harga ditentukan oleh permintaan dan penawaran, bertujuan untuk menghasilkan keuntungan yang statusnya dilindungi oleh negara melalui hak pemilikan serta tunduk kepada hukum Negara atau pihak yang sudah terikat kontrak. Pola pikir kapitalisme adalah usaha pemilikan sarana produksi barang dan

Ekonomi Syariah Sebagai Solusi Kelemahan Ekonomi Kapitalis

Embed Size (px)

Citation preview

1

EKONOMI SYARIAH SEBAGAI SOLUSI UNTUK MENGATASI KELEMAHAN EKONOMI KAPITALIS

Oleh

E.Kosmayadi

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Saat ini banyak didengar tentang globalisasi ekonomi yang merupakan

perkembangan system ekonomi liberal kapitalis. Globalisasi ekonomi yang terjadi

bermula dari konsep domestikisasi yang merujuk kepada pemikiran John Naisbitt,

yang menyatakan “perlu diubah menjadi sebuah konsep baru, yaitu domainisasi”.

Domain, merupakan sistem cluster sektor ekonomi tertentu dan khas. Dalam

hal ini yang dimaksud dengan domain bukan negara (misalnya Indonesia, Jepang,dll)

melainkan jenis-jenis produk, misalnya Toyota, Honda, dsb. Maka, Toyota merupakan

domain manufaktur otomotif. Batas-batas negara telah menjadi tidak nyata

namun tetap ada. dan inilah yang disebut sebagai globalisasi ekonomi. Domain

ekonomi adalah sebuah kenyataan riil yang tidak bisa kita pungkiri saat ini.

Kenyataannya, bukanlah negara yang menciptakan perekonomian, melainkan

warga yang berada di dalamnya. Seharusnya pemerintah menciptakan kondisi

yang kondusif dimana pertumbuhan dan optimalisasi domain ekonomi bisa

tumbuh subur. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah percaturan ekonomi dunia

saat ini bukanlah globalisasi negara-negara, melainkan globalisasi aktivitas

ekonomi.

Kondisi demikian mestinya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di suatu

negara, karena terdapat peluang untuk masuk ke negara tetangga tanpa merusak

batas. Tetapi yang terjadi dimanfaatkan oleh kaum kapitalis. Secara historis,

kapitalisme yang telah berkembang sejak abad ke-16 berpandangan bahwa

individu atau kelompok dapat bertindak sebagai suatu badan tertentu yang dapat

memiliki atau melakukan perdagangan benda milik pribadi, terutama barang modal

pada sebuah pasar bebas dimana harga ditentukan oleh permintaan dan penawaran,

bertujuan untuk menghasilkan keuntungan yang statusnya dilindungi oleh negara

melalui hak pemilikan serta tunduk kepada hukum Negara atau pihak yang

sudah terikat kontrak.

Pola pikir kapitalisme adalah usaha pemilikan sarana produksi barang dan

2

jasa oleh individu untuk kepentingan individu. Karena erat kaitannya dengan

paham materialisme, maka perberkembangannya berorientasi materi yang

dianggap akan mensejahterakan masyarakat.

Oleh karena itu, penulis menggarisbawahi bahwa setelah mengetahui

fenomena globalisasi ekonomi dan domain ekonomi ini bekerja, muncul pemikiran

:”Bagaimana sebagai muslim, kita bisa menjadi pemain utama dalam domain

tertentu, dan bagaimana kita membuat domain kita sendiri?” Harapan penulis,

mengisi globalisasi ini bukan dengan logika kapitalis-materialistis, namun dengan

logika masyarakat madani yang berpijak pada ekonomi syariah.

Sebagai landasan berpikir, kita cermati pendapat Bernard Shaw yang dikutip

Sayyid Quthb dalam Amri (2008), yang menyatakan ”Sesungguhnya dunia Barat kini

sudah mulai bergeser dan sedang mendekati Islam. Telah diramalkan bahwa

agama Muhammad kelak di kemudian hari akan diterima oleh bangsa Eropa,

dan kini gejala itu sudah mulai terlihat. Para tokoh gereja abad pertengahan

sengaja memberi gambaran yang kelam tentang ajaran Islam. Hal itu disebabkan

karena kebodohan dan fanatisme yang ketat. Padahal kenyataannya mereka

sesungguhnya tidak mau bersikap jujur dengan membenci Muhammad dan agama

beliau serta menganggapnya sebagai musuh. Adapun saya sendiri, maka saya

wajib mengatakan bahwa Muhammadlah penyelamat kemanusiaan. Saya yakin

sepenuhnya, bahwa bila orang seperti dia ini memimpin dunia modern saat ini pasti

dapat memecahkan segala kemusykilannya dan dapat menciptakan perdamaian bagi

alam semesta.”

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengamati lebih

mendalam dan dituangkan ke dalam makalah yang berjudul :” Ekonomi Syariah

Sebagai Solusi untuk mengatasi kelemahan Ekonomi Kapitalis”.

2. Masalah

Secara filosofis, perekonomian yang berkembang di Indonesia adalah ekonomi

syari’ah atau ekonomi Islam, karena dilihat dari sudut demografi penduduk Indonesia

mayoritas beragama Islam. Di samping itu, “kebenaran” yang dijadikan acuan dalam

tata kehidupan bersumber dari ajaran agama, hukum, budaya dan filsafat. Oleh

karena itu, seharusnya perekonomian Indonesia mengacu kepada ajaran Islam

(Ekonomi Syariah).

3

Maka, idealnya falsafah eknomi yang digunakan oleh umat Islam adalah

ekonomi Syari’ah atau ekonomi Islam. Prinsip “halal” merupakan acuan utama,

karena bagi umat Islam memenuhi kebutuhan hidup tidak berorientasi materi,

melainkan lebih mementingkan nilai spiritual (ukhrowi) dalam arti berlandaskan tauhid.

Di samping itu, zakat dan sadaqah merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan

aktivitas ekonomi.

Tetapi dalam kenyataan, umat Islam Indonesia seperti tidak berdaya, karena

dalam aktivitas ekonominya terjerat oleh sistem liberal kapitalis. Sebagai contoh,

falsafah ekonomi masih ada yang menganut teori Adam Smith yang menyatakan

bahwa “dengan modal yang sekecil-kecilnya diharapkan dapat memperoleh

keuntungan yang sebesar-besarnya” sehingga dalam prakteknya akan menghalalkan

segala cara, termasuk praktek ekonomi non halal yang merugikan banyak pihak.

Kemudian, di sektor perbank-an, menggunakan prinsip “waktu adalah uang”

sehingga muncul istilah bunga yang berbau riba. Di level masyarakat bawah, praktek

jual beli dengan sistem ijon sampai saat ini masih banyak digunakan, padahal sudah

jelas tidak sesuai dengan ajaran Islam, karena besar kemungkinan adanya salah satu

pihak yang dirugikan. Jual beli yang terlarang pun banyak dilakukan, seperti menjual

barang haram (minuman keras, daging babi, dan sebagainya). Bahkan akhir-akhir ini

marak berita yang mengemukakan fakta tentang adanya produk makanan yang

diawetkan dicampur dengan barang atau zat yang haram, misalnya dendeng dan abon

sapi bercampur dengan daging babi, atau makanan dicampur zat kimia yang

membahayakan. Dan masih banyak lagi praktek ekonomi liberal kapitalis yang dianut

oleh sebagian umat Isam. Dengan demikian, masalah yang penulis rumuskan adalah

”Bagaimana praktek sistem Ekonomi Syariah sebagai Solusi untuk mengatasi

kelemahan Ekonomi Kapitalis”.

3. Tujuan

Berpijak kepada latar belakang dan rumusan masalah di atas, penulisan

makalah ini bertujuan untuk mengetahui praktek sistem Ekonomi Syariah sebagai

Solusi untuk mengatasi kelemahan Ekonomi Kapitalis”.

4. Pendekatan

Untuk memecahkan masalah penulis menggunakan pendekatan analisis

empiris dan studi kepustakaan. Dengan cara ini, penulis dapat membandingkan antara

4

teori ekonomi syariah yang seharusnya dijadikan pedoman oleh umat Islam dengan

praktek ekonomi yang digunakan di masyarakat saat ini.

B. EKONOMI SYARIAH SEBAGAI SOLUSI UNTUK MENGAT ASI KELEMAHAN

EKONOMI KAPITALIS

1. Realitas Kehidupan Umat Islam

Dilihat dari sudut pandang filsafat ilmu, baik berdasarkan agama maupun

Pancasila, praktek ekonomi yang layak dianut dan diyakini kebenarannya oleh umat

Islam di Indonesia adalah ekonomi syari’ah. Dengan alasan : Pertama, Islam

merupakan agama yang sempurna, dalam arti dapat menjadi acuan kehidupan dalam

berbagai aspek, termasuk aspek ekonomi. Salah satu penyebab Umat Islam terjerat

sistem ekonomi liberal kapitalis adalah karena kebodohan, bodoh dalam arti tidak

mengetahui, memahami, mendalami, dan mengamalkan ajaran Islam secara kaafah.

Pada umumnya, ajaran Islam hanya diwujukan dalam bentuk pengamalan ritual

semata, sedangkan praktek pengamalan nyata sehari-hari larut dalam sistem

kehidupan yang sangat bervariasi, mulai yang bersumber dari sisa-sisa ajaran Hindu

dan Budha, sampai kepada gaya Barat yang dianggap modern. Akibatnya, apa yang

dilakukan seseorang di mesjid (ritual keagamaan : solat dan dzikir), tidak seirama

dengan gaya hidup di masyarakat. Ini berarti pengamalan ritual keagamaan tidak

menjadi cahaya penerang kebenaran dalam praktek kehidupan lainnya. Kedua, nilai-

nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya relevan dengan ajaran Islam,

sehingga apabila diamalkan dengan baik akan saling memperkuat dengan sistem

perekonomian syariah. Karena, sila pertama dari Pancasila adalah Ketuhanan Yang

Mahaesa, sedangkan tuhan Yang Mahaesa hanyalah Allah SWT. Kemudian, secara

filosofis, Pancasila itu bukan lima sila yang terpisah melainkan merupakan satu

kesatuan, karena antara sila pertama, kedua, ketiga, keempat dan kelima merupakan

hirarki piramidal yang utuh. Artinya, sila pertama menjiwai sila kedua, sila pertama dan

kedua menjiwai sila ketiga, dan seterusnya. Oleh karena itu, apabila Pancasila

dijadikan sebagai pedoman dalam menggali kebenaran, khususnya di bidang ekonomi

akan relevan dengan ekonomi syariah.

Tetapi dalam kenyataannya, praktek perekonomian bangsa Indonesia ini jauh

dari ajaran Islam, kalaupun ada hanya sebagian kecil dan terpecah-pecah sehingga

tidak mampu mewarnai kehidupan perekonomian yang Islami secara menyeluruh.

5

Terbukti bahwa, banyak umat Islam dari kalangan menengah ke bawah bangkrut

justru setelah berkenalan dengan Bank. Kalaupun tidak bangkrut, gaya hidupnya

terseret kepada perilaku konsumtif materialistis yang melupakan aspek halal, sehingga

lupa pula akan kewajibannya terhadap sesama umat yang membutuhkan. Padahal

Islam mengajarkan bahwa “Di dalam harta orang kaya terdapat hak orang miskin, baik

diminta maupun tidak diminta“. Demikian juga halnya dalam praktek jual-beli, hanya

sebagian kecil saja yang berusaha memenuhi ajaran Islam, misalnya saat transaksi

mengucapkan ijab-kobul, yang lainnya biasa-biasa saja.

Berdasarkan realita yang dikemukakan di atas, perlu dicari jalan

pemecahannya, bagaimana agar umat Islam tidak terus berlanjut terjerat dalam sistem

perekonomian kapitalis, padahal kita memiliki acuan yang jelas dan diyakini

kebenarannya. Sebelum penulis kemukakan praktek ekonomi syariah, terlebih dahulu

akan dikemukakan perbandingan antara teori ekonomi Islam dengan teori ekonomi

liberal kapitalis dan ekonomi Sosialis.

2. Teori Ekonomi di Dunia

Terdapat tiga sistem ekonomi yang ada di muka bumi ini yaitu Sosialis,

Kapitalis, dan Mix Economic. Ketigas sistem tersebut merupakan sistem ekonomi

yang berkembang berdasarkan pemikiran barat. Tidak ada satupun diantara sistem

ekonomi yang secara penuh berhasil diterapkan dalam perekonomian di banyak

negara. Sistem ekonomi sosialis hancur dengan bubarnya Uni Soviet. Dampak

politisnya, sistem kapitalisme merasa menjadi satu-satunya sistem ekonomi yang

sahih di muka bumi. Tetapi ternyata, kapitalis berakibat lebih buruk, karena banyak

negara miskin semakin miskin dan negara kaya yang jumlahnya relatif sedikit semakin

kaya. Demikian juga dalam skala kecil, yang miksin makin miskin, yang kaya makin

kaya.

Sekarang terbukti seperti yang dikemukakan Joseph E.Stiglitz (2006),

kegagalan ekonomi Amerika dekade 90-an justru karena keserakahan kapitalisme ini,

karena kelemahannya lebih menonjol ketimbang kelebihannya. Oleh karena itu,

muncul pemikiran baru tentang sistem ekonomi yang relatif dapat diandalkan sebagai

solusi untuk memerangi sistem kapitalis, terutama di kalangan negara-negara muslim

atau negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam yaitu sistem

ekonomi syariah. Negara-negara yang penduduknya mayoritas Muslim mencoba untuk

mewujudkan suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada Al-quran dan Hadist, yaitu

6

sistem ekonomi Syariah yang pada zaman Rasulullah telah berhasil membawa umat

meningkatkan perekonomian di Zazirah Arab. Dari pemikiran yang didasarkan pada Al-

quran dan Hadist tersebut, saat ini sedang dikembangkan Ekonomi Syariah dan

Sistem Ekonomi Syariah di banyak negara Islam termasuk di Indonesia.

Ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah merupakan perwujudan dari

paradigma Islam. Pengembangannya bukan untuk menyaingi sistem ekonomi kapitalis

atau sistem ekonomi sosialis, tetapi lebih ditujukan untuk mencari suatu sistem

ekonomi yang mempunyai kelebihan-kelebihan serta untuk menutupi kekurangan-

kekurangan dari sistem ekonomi yang telah ada. Islam diturunkan ke muka bumi ini

dimaksudkan untuk mengatur hidup manusia guna mewujudkan ketentraman hidup

dan kebahagiaan umat di dunia dan di akhirat sebagai nilai ekonomi tertinggi.

Menurut ajatran Islam, kegiatan ekonomi harus sesuai dengan hukum syara’.

Artinya, ada yang boleh dilakukan dan ada yang tidak boleh, sehingga diperlukan

adanya etika. Kegiatan ekonomi dan kegiatan-kegiatan lainnya yang bertujuan untuk

kehidupan di dunia maupun di akhirat adalah merupakan ibadah kepada Allah S.W.T.

Semua kegiatan dan apapun yang dilakukan di muka bumi, kesemuannya merupakan

perwujudan ibadah kepada Allah SWT. Manusia Tidak dibenarkan bersifat sekuler,

yaitu memisahkan kegiatan ibadah/ uhrowi’ dan kegiatan duniawi. harta pada

hakikatnya adalah milik Allah, dan harta yang dimiliki oleh manusia sesungguhnya

merupakan pemberian dan titipan Allah, oleh karenanya harus dimanfaatkan sesuai

dengan perintah Allah.

Berkaitan dengan sistem ekonomi syariah, Chapra dalam Amri Amir (2008),

mengemukakan tiga prinsip utama, yaitu Tawhid, Khilafah dan ‘Adalah. Pertama,

Tawhid menjadi landasan utama bagi setiap Muslim dalam menjalankan aktivitasnya

termasuk aktivitas ekonomi. Prinsip ini merefleksikan bahwa penguasa dan pemilik

tunggal atas jagad raya ini adalah Allah SWT yang mendasari prinsip Khilafah dan

‘Adalah. Kedua, prinsip Khilafah mempresentasikan bahwa manusia adalah khalifah

atau wakil Allah di muka bumi yang membawa amanah dari Allah SWT yang harus

dilaksanakan selama hidupanya. Ketiga, prinsip ‘Adalah atau keadilan yang

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan konsep Tawhid dan Khilafah.

Dengan demikian, sistem ekonomi syariah yang berdasarkan atas ketiga prinsip

tersebut, diharapkan mampu mewujudkan sistem perekonomian umat yang

berlandaskan etika dan moral dalam melaksanakan semua kegiatan ekonomi, selain

harus adanya keseimbangan antara peran pemerintah, swasta, kepentingan individu,

juga terdapat keseimbangan antara kepentingan dunia dan akhirat.

7

3. Perbandingan Ekonomi Islam, Ekonomi Liberal, dan Ekonomi Sosialis.

Berdasarkan teori yang diungkapkan di atas menyangkut sistem ekonomi yang

telah ada, maka terdapat tiga sistem ekonomi yang utama saat ini. Ketiga sistem

tersebut digunakan oleh negara-negara di muka bumi ini. Tiga sistem ekonomi utama

tersebut adalah sistem ekonomi sosialis, sistem ekonomi kapitalis, dan sistem

ekonomi syariah. Ketiga sistem ekonomi tersebut mempunyai paradigma, dasar dan

fisolofi yang berbeda, dan masing-masing memiliki kekuatan dan kelemahannya.

Di antara perbedaan yang mendasar menyangkut paradigma, dasar dan

filosofi ke tiga sistem ekonomi tersebut. Dalam ekonomi sosialis, paradigma yang

digunakan adalah Marxis yang tidak mengakui pemilikan secara individual. Semua

kegiatan, baik produksi maupun yang lainnya ditentukan oleh negara dan

didistribusikan secara merata menurut kepentingan negara. Dasar yang digunakan

dalam ekonomi sosialis yaitu bahwa, pemilikan faktor produksi pribadi tidak diakui.

Sedangkan filosofinya semua anggota masyarakat merupakan satu kesatuan yang

mempunyai kesamaan hak, kesamaan tanggungjawab dan kesamaan lainnya, maka

semua orang harus sama tidak boleh ada perbedaan.

Sedangkan sistem ekonomi kapitalis merupakan sistem ekonomi memiliki

paradigma bahwa kegiatan ekonomi ditentukan oleh mekanisme pasar. Dasar

pemikiran yang digunakan bahwa semua orang merupakan makhluk ekonomi yang

berusaha untuk memenuhi kebutuhannya dengan tidak terbatas dan terus menerus

dilakukan sesuai kemampuannya. Maka lahirlah filosofi individualisme, sehingga

beranggapan bahwa semua orang berhak untuk memenuhi kebutuhannya sebanyak-

banyaknya dan berhak atas kekayaan yang dimilikinya secara penuh. Faktor-faktor

produksi dapat dikuasai secara individu dan digunakan oleh yang bersangkutan

sesuai dengan keinginannya tanpa dibatasi sepanjang sesuai dengan ketentuan yang

berlaku.

Oleh karena kedua sistem tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan, maka

yang terbaik bagi umat adalah memadukan kekuatan masing-masing. Solusi yang

tepat adalah dengan menggunakan sistem ekonomi syariah, yang juga memiliki

paradigma, dasar dan filosofi yang jelas. Maka untuk memperoleh gambaran tentang

perbandingan ketiga sistem tersebut, penulis kemukakan bagan berikut ini :

8

Sumber : Amri Amir, 2008

Gambar 2.1

Paradigma, dasar dan filosofi sistem ekonomi

Dari gambar di atas tampak bahwa sistem ekonomi syariah memiliki paradigma

syariah, yang berarti tidak lagi berorientasi kepada Marxis dan pasar, melainkan

berorientasi syari’ah (hukum) yang bersumber dari Al Quran dan Hadits. Kemudian

dilihat dari dasar dan filosofinya, tidak lagi sekedar memperbincangkan antara

kebersamaan dan individu, melainkan bersifat menyeluruh, bahkan berorientasi

kepentingan dunia dan akhirat, karena filosofi TAUHID akan menaungi seluruh

aktivitas hidup, bukan hanya sebatas ektivitas ekonomi melainkan akan terintegrasi

kepada semua aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi, budaya, politik, hukum, ilmu

pengetahuan, teknologi, bahkan tataran spiritual sekalipun.

4. Praktek Ekonomi Islam

Dewasa ini, praktek ekonomi Islam sebagian telah dilakukan di Indonesia,

tetapi dampaknya belum dirasakan secara menyeluruh. Oleh karena itu masih perlu

ditingkatkan baik kuantitas maupun kualitasnya. Di samping itu, praktek ekonomi

syariah yang telah dijalankan di Indonesia hanya berkaitan dengan lembaga keuangan

dan zakat, sedangkan sektor ekonomi lainnya yang lebih luas belum dilakukan.

EKONOMI

SISTEM EKONOMI

SOSIALIS

KAPITALIS

SYARI’AH

PARADIGMA MARXIS

PARADIGMA PASAR

PARADIGMA SYARIAH

Dasar Non private

ownership of the means of production

Dasar Economic man

Dasar Muslim

(Ahsani Taqwim)

Philosophi Sosialis

Philosophi Individualisme

Philosophi Tauhid

9

Praktek ekonomi syariah atau ekonomi Islam meliputi berbagai aspek ekonomi,

antara lain perdagangan (jual-beli), sewa-menyewa, pinjam meminjam, gadai,

pertanian, peternakan, perbankan, asuransi, dan sebagainya. Karena keterbatasan,

maka yang akan dikemukakan di sini hanya mencakup lembaga keuangan dan sedikit

tentang zakat. Berikut beberapa praktek ekonomi syariah di Indonesia saat ini.

a. Perbankan Syariah

Gagasan awal tentang perbankan syariah tumbuh sekitar tahun 1992-1998,

kemudian berkembang secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Menurut

Bank Indonesia dalam Akbar Susamto (2008), sampai bulan November 2007 jumlah

bank syariah telah mencapai 143 unit. Perinciannya, tiga bank merupakan Bank

Umum Syariah (BUS), 26 bank merupakan Unit Usaha Syariah (UUS), dan 114 bank

merupakan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Dalam operasinya berusaha

melayani masyarakat dalam bentuk simpan pinjam dan bantuan modal usaha

produktif.

Menurut teori yang dikemukakan (Mannan, 1997), dalam skala yang lebih

besar secara umum operasional Bank Islam meliputi (a) Operasi pinjam meminjam;

(b) Partisipasi Modal dan Garis-garis Permodalan; (c) Pembiayaan sewa beli; (d)

Bantuan Teknik; (e) Bagi laba; dan (f) Operasi perdagangan luar negeri.

b. Asuransi Syariah

Selain Bank Syariah, walaupun tidak sebanyak perbankan syariah,

perkembangan asuransi syariah pun telah dilaksanakan di Indonesia. Berdasarkan

data Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK), hingga

bulan November 2007, telah terdapat 38 perusahaan asuransi yang beroperasi

sesuai dengan ketentuan syariah. Perinciannya, dua unit merupakan perusahaan

asuransi jiwa syariah, satu unit merupakan perusahaan asuransi kerugian syariah, 13

unit merupakan perusahaan asuransi jiwa konvensional yang mempunyai cabang

syariah, dan 19 unit merupakan perusahaan asuransi kerugian,

Menurut Mannan (1997), “Suatu negara Islam, seharusnya menganjurkan

pembentukan suatu industri asuransi yang dimotivasi oleh jiwa koperatif, karena

gagasan koperasi diakui dalam Islam”. Dengan demikian, asuransi dalam Islam

dibolehkan, hanya beda filosofi dan tujuannya. Salah satu perbedaan yang nyata

adalah, asuransi konvensional menyedot modal dari nasabah, asuransi Islam justru

10

menyediakan modal bagi nasabah dengan tujuan untuk menyediakan sesuatu untuk

ahli warisnya. Sumber dana diperoleh dari sumbangan para dermawan.

c. Pasar Modal Syariah

Pasar modal syariah diluncurkan pada bulan Maret 2003 sebagai bagian dari

pasar modal Indonesia yang berada di bawah supervisi Badan Pengawas Pasar

Modal dan Lembaga Keuangan (BapepamLK). Namun demikian, kegiatan investasi

syariah di pasar modal Indonesia sebenarnya telah dimulai jauh sebelumnya, seperti

penerbitan reksadana syariah yang dilakukan sejak pertengahan tahun 1997 dan

obligasi syariah yang dilakukan sejak tahun 2002. Perkembangan pasar modal

syariah sejauh ini cukup menjanjikan (Setiawan, 2005). Hal ini setidaknya tampak dari

terus bertambahnya jumlah perusahaan yang listing dalam Daftar Efek Syariah (DES),

yang melakukan penawaran umum obligasi syariah, atau menerbitkan reksadana

syariah.

d. Baitul Mal wa Tamwil (BMT)

Bentuk lembaga keuangan syariah lainnya adalah Baitul Mal wa Tamwil

(BMT) sebagai lembaga keuangan mikro syariah. Mulai tumbuh pada pertengahan

1990-an, perkekmbangannya mengalami pasang surut sesuai dengan perkembangan

perekonomian dunia. BMT ini secara keseluruhan melayani anggota atau calon

anggota yang mencapai tiga juta orang.

e. Organisasi Pengelola Zakat

Pengelolaan zakat secara profesional mjulai bangkit pada tahun 1999 setelah

Undang-undang No. 38/1999 ditetapkan. Sesuai dengan ketentuan Undang-undang

tersebut, organisasi pengelola zakat resmi di Indonesia terdiri atas Badan Amil Zakat

(BAZ) yang dibentuk oleh pemerintah (di tingkat pusat, propinsi dan kabupaten/kota),

dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk oleh masyarakat dan mendapat

pengesahan dari pemerintah. Meskipun perkembangan pengeloaan zakat terus

menunjukkan kemajuan yang pesat, tetapi capaian yang ada saat ini sebenarnya

masih jauh dari optimal. Terbukti bahwa keberadaan BAZ belum mampu mengurangi

kesenjangan kesejahteraan umat. Sebagai contoh, kasus yang terjadi beberapa

tahun yang lalu pada saat dilakukan pembagian zakat justru menimbulkan kesan yang

memalukan. Beberapa orang miskin, tewas pada saat ngantri menunggu pembagian

11

zakat. Hal ini menunjukan bahwa manajemen pengelolaan zakat jauh daripada yang

diharapkan.

Selain itu, antrian panjang para mustahiq zakat memberikan lukisan nyata

kepada kita, betapa besarnya jumlah fakir miskin yang harus disantuni melalui

program zakat. Sehingga perlu ditangani dengan pendekatan manajemen yang

sungguh-sungguh.

Demikian, sebagian praktek ekonomi syariah yang diharapkan mampu

mengatasi kelemahan dari sistem ekonomi liberal kapitalis yang banyak menjerat dan

menyengsarakan umat.

C. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas, penulis berkesimpulan bahwa meskipun

masih dalam taraf pengembangan, praktik ekonomi Islami di Indonesia telah

menunjukkan performa yang cukup menjanjikan. Tetapi harus diakui bahwa dalam

beberapa hal masih terus dikembangkan dan disosialisasikan kepada masyarakat

luas. Karena masih banyak yang belum mengetahui dan memahami hal ini. Untuk

merubah kebiasaan sekelompok orang (masyarakat) memang sulit, tetapi upaya ke

arah perubahan harus dilakukan, paling tidak dimulai dari diri kita sendiri.

Peran ekonomi Islam tidak semata-mata terletak pada perubahan bentuk

akadnya yang sesuai dengan syariah, tetapi juga diperlukan perannya yang lebih

besar dalam menggerakkan perekonomian dan mewujudkan kesejahteraan umat

melalui praktek nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Semoga demikian adanya. Hanya kepada Allah-lah kita semua memohon

petunjuk dan perlindungan. Wallahu ‘alam.

12

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Kurshid, 1997, “Pengantar”, dalam Muhammad U. Chapra, Al-Qur’an:Menuju Sistem Moneter yang Adil, Edisi terjemahan oleh Lukman Hakim, Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa

Amzar, Yohanes V., 2006, “Analisis Efisiensi Perbankan Syariah di Indonesia 2003-2004”, Tesis diajukan kepada Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi UGM, tidak dipublikasikan

Amir, Amri. 2008. Sistem Ekonomi Syariah, -:-

Bank Indonesia, 2002, Cetak Biru Perbankan Syariah Indonesia, Jakarta: Bank Indonesia

Chapra, Muhammad U., 1984, “The Nature of Riba in Islam”, Hamdard Islamicus, vol. 7(1),

Fatmawati, Eli, 2004, “Peranan Zakat terhadap Pemberdayaan dan Kesejahteraan Masyarakat: Studi kasus Jejaring Dompet Dhuafa Republika”.

Hassanuddin. 2008. Filsafat Ilmu, Bandung: UNPAS.

Mannan, 1997. Teori dan Praktek Ekonomi Islam (Alih Bahasa: Nastangin), Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf.

Susamto, Akhmad Akbar dan Malik Cahyadin. 2008. Praktik Ekonomi Islami di Indonesia dan Implikasinya Terhadap Perekonomian, Jakarta:

Tafsir, Ahmad. 2008. Filsafat Umum; Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra, Bandung: Rosdakarya.

Catatan Kuliah Filsafat Ilmu.