29
Rahadhian P.H., dl<I<. EKSISTENSI SEBAGAI KARYA AGUNG ARSITEl<TUR INDONESIA DI ASIA TENGGARA

EKSISTENSI - Parahyangan Catholic University

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: EKSISTENSI - Parahyangan Catholic University

Rahadhian P.H., dl<I<.

EKSISTENSI

SEBAGAI KARYA AGUNG ARSITEl<TUR INDONESIA

DI ASIA TENGGARA

Page 2: EKSISTENSI - Parahyangan Catholic University

r No. Klass .. ~~. : ~ ... ~~~ ........... .

' No. lnduj, ~~?~!~ .. Tgl .7~ :. ~.: ~.~~~

~~:~~ Bel; •fl••························ KC\n\s,us Dari . .. ..... ....• ...•••......•.••.•.•••

Rahadhian P. H. , dkk.

EKSISTENSI

SEBAGAI KARYA AGUNG ARSITEKTUR INDONESIA

DI ASIA TENGGARA

"'t2(,. \

E; \'<S

\lB31~ J ~I tTf'.\

:l~. ":/. :l.O\S.

PENERBIT PT KANISIUS

Page 3: EKSISTENSI - Parahyangan Catholic University

BKSISTBNSI CANDI SEBAGAI KARYA AGUNG

ARSITBKTUR INDONESIA DI ASIA TBNGGARA

1018002014

© 2018 PT Kanisius

PBNBRBIT PT KANISIUS (Anggota IKAPI)

Jl. Cempaka 9, Deresan, Caturtunggal, Depok, Sleman,

Daerah Istimewa Yogyakarta 55281, INDONESIA

Telepon (0274) 588783, Fax (0274) 563349

E-mail : [email protected]

Website : www.kanisiusmedia.co.id

Cetakan ke-

Tahun

5

22

4

21

3

20

2

19

1

18

Tim Penyusun Buku: Dr. Rahadhian P.H. (Koordinator)

Dr. Yuswadi Saliya

Editor

Desainer isi

Desainer sampul

IndriAstrina, S.T., M.A.

Dewi Mariana, S.T., M.T.

Andreas Martinus, S.T.

GalihAndika, S.T.

Nathanael W., S.T.

: Rosalia Emmy

: Marini

: Hermanus Yudi

ISBN 978-979-21-5516-7

Hak cipta dilindungi undang-undang.

Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apa pun,

tanpa izin tertulis dari Penerbit.

Dicetak oleh PT Kanisius Yogyakarta

Page 4: EKSISTENSI - Parahyangan Catholic University

KATA PENGANTAR ( 1)

Buku ini merupakan hasil serangkaian riset yang dengan tekun dilakukan

oleh Tim Peneliti, terutama Dr. Rahadhian Prayudi Herwindo, menge.nai

candi-candi di Indonesia. Candi merupakan warisan arsitektur agung

(grand architecture) dari nenek moyang kita. Candi merupakan representasi

keunggulan arsitektural pada peradaban masa lampau Indonesia yang

seyogianya perlu dipelajari clan dipahami demi pengembangan arsitektur

(di) Indonesia pada masa kini clan mendatang. Penggalian clan pemahaman

kearifan clan keunggulan arsitektur candi semakin dirasa perlu clan penting

dalam upaya penguatan pengembangankonsep, unsur, clan karakter arsitektur

lokal di tengah arus pengaruh globalisasi.

Buku Eksistensi Candi sebagai Karya Agung Arsitektur Indonesia di Asia

Tenggara merupakan telaah candi dari sudut pandang disiplin arsitektur yang

dapat melengkapi referensi perihal percandian yang selama ini tinjauannya

lebih bersifat antropologis clan arkeologis. Dengan ketekunan menggali

arsitektur candi dapat dikenali konsep tatanan, geometri, sosok, unsur­

unsur, clan proporsi candi yang menunjukkan kekhasan kekayaan kasanah

arsitektural yang terdapat di Nusantara. Buku ini menunjukkan bahwa

keunggulan tradisi arsitektur (candi) Indonesia telah memberi pengaruh kuat

sampai ke mancanegara. Candi-candi besar di Jawa (seperti Prambanan clan

Borobudur) diduga kuat telah menjadi rujukan desain kuil/candi di kawasan

Asia Tenggara pada masa lalu. Dugaan tersebut membuka peluang untuk

mengembangkan penelitian arsitektur Candi lebih lanjut yang diharapkan

dapat lebih mengafirmasi pengaruh kuat arsitektur (candi di Indonesia) di

kawasan Asia.

Sesuai dengan Visi Universitas clan dijabarkan lebih lanjut dalam Visi

Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Katolik Parahyangan

yang ingin mengangkat nilai-nilai lokal dalam tataran global, kehadiran b~ku

Kata Pengantar 3

Page 5: EKSISTENSI - Parahyangan Catholic University

ini merupakan bukti nyata pengejawantahan visi tersebut. Sebagai Dekan

Fakultas Teknik dan dosen Arsitektur, saya menyampaikan apresiasi yang

setinggi-tingginyaatas jerih payah Tim Peneliti yangsecara berkesinambungan

melakukan penelitian dan penyusunan buku ini.

Semoga buku ini dapat ikut merangsang tumbuhnya diskursus ilmiah

dalam rangka membangun teori arsitektur modern Indonesia berbasis

kelokalan Nusantara dan semoga penerbitan buku Eksistensi Candi sebagai

Karya Agung Arsitektur Indonesia di Asia Tenggara merupakan awal dari upaya

penyusunan buku mengenai kekayaan arsitektur lokal Nusantara yang begitu

banyak dan beragam.

Selamat menikmati penjelajahan uraian pembandingan arsitektur candi

di Jawa dengan arsitektur percandian di Kamboja.

Dr. Yohanes Basuki Dwisusanto, IAI

Dekan Fakultas Teknik Universitas Katolik Parahyangan

4 I Ek s i s t ensi Ca n di seb agai K a r ya Agu n g A rs it ek tur Indone sia

Page 6: EKSISTENSI - Parahyangan Catholic University

KATA PENGANTAR (2)

S aya bersyukur bahwa beberapa arsitek Indonesia masa kini memiliki

keinginan kuat untuk mempelajari candi-candi hasil karya arsitektur

nenek moyang kita dengan pendekatan ilmu arsitektur sebagaimana

terungkap dalam buku ini: Eksistensi Candi sebagai Karya Agung Arsitektur

Indonesia di Asia Tenggara. Candi-candi yang terse bar di Indonesia (khususnya

Jawa dan Sumatera) dipelajari secara rind unsur-unsurnya dan dibandingkan

dengan bangunan serupa di Asia Tenggara. Oleh karena itu, kehadiran buku

yang bersifat regional ini pa tut mendapat sambutan hangat.

Bersyukur pula bahwa nenek moyang kita telah meninggalkan hasil

pemikiran dan karya mereka berwujud candi. Bentuk, ukuran, gaya, jenis

bahan, teknik pembuatan, usia, fungsi, dan lokasinya amat beragam. Pening­

galan budaya itu kini masih ada dalam tingkat keterawatan yang utuh,

kurang utuh atau tidak lengkap, bahkan sudah rusak, rapuh atau hancur oleh

kegiatan alam dan tindakan manusia. Kita tidak dapat mengundang nenek

moyang untuk mendapat jawaban atas pertanyaan sederhana, seperti: usia

candi, lama pembangunan, siapa arsiteknya, pilihan lokasi, sistem peralatan,

organisasinya karena mereka sudah tiada.

Kita beruntung ada nenek moyang kita yang menuliskan pada prasasti

batu dan logam atau naskah lontar dan kertas yang tidak tahan lama tentang

peristiwa pendirian candi dengan bahasa dan tulisan kuno mereka. Data

tertulis semacam itu memang dapat membantu sebagian upaya interpretasi

peneliti, namun pastilah tak akan lengkap. Demikianlah hakikat data masa

lalu yang amat terbatas dipandang dari segi kuantitas maupun kualitas

informasinya.

Tidak ada salahnya, bahkan sangat positif, jika para arsitek Indonesia kini

melakukan penelitian candi untuk membantu perkembangan ilmu arkeol<_>gi,

Kata Pen gantar 5

Page 7: EKSISTENSI - Parahyangan Catholic University

karena objek yang dikaji tidak berbeda, kecuali pendekatannya. Berbagai

ilmu pengetahuan lain, seperti dari hard sciences dan so~ sciences, sudah biasa membantu arkeologi sejak lama. Proyek restorasi Candi Borobudur

membuktikan hal itu.

Saya tidak akan menyampaikan hipotesis yang diajukan para peneliti, cara meneliti, cara menganalisis, dan hasil akhir penelitiannya karena semua

itu agaknya sudah terungkap cukup jelas dalam buku ini, dilengkapi ilustrasi

yang bermanfaat.

Semoga para arsitek peneliti tetap bersemangat untuk meneruskan pe­

nelitiannya dengan hipotesis-hipotesis baru agar kita dapat memperoleh pengetahuan lebih banyak tentang kebudayaan kita yang ditinggalkan sebagai

warisan budaya yang bermakna bagi masyakat kita sekarang. Diharapkan

warisan budaya ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber daya bagi kepentingan ilmu pengetahuan, pendidikan, sejarah, dan kepentingan ekonomi melalui

kepariwisataan. Selamat membaca.

Prof. Dr. Mundardjito

Arkeolog

6 I Eksistensi Candi sebagai Karya Agung Arsitektur Indonesia

Page 8: EKSISTENSI - Parahyangan Catholic University

KATA PENGANTAR (3)

A rsitektur Yunani, arsitektur Romawi, clan Vitruvius sepertinya sudah

J-1.ada dalam pikiran setiap arsitek dan mahasiswa arsitektur di Indonesia.

Ada yang lebih banyak lagi mengetahuinya, misalnya arsitektur klasik,

arsitektur modern, clan arsitektur postmodern. Mengapa hal ini bisa terjadi

di Indonesia? Tentunya disebabkan sebagian besar dari kita memercayai

clan bahkan meyakini bahwa arsitektur yang satu itu adalah satu-satunya

arsitektur yang ada, yang benar, clan yang (harus) berlaku. Perhatikan, di situ

"yang satu" telah tergeser oleh "satu-satunya", tidak ada lagi lainnya kecuali

"yang satu" itu. Sekolah-sekolah arsitektur dengan sadar maupun tidak sadar

telah menjadikan mahasiswa clan alumninya untuk berpikiran seperti itu.

Sudah semenjak saya menjadi mahasiswa semester awal di sekolah arsitektur

pada tahun 1967, saya sudah dimasuki pengetahuan arsitektur Barat/Eropa

sebagai satu-satunya arsitektur. Tentu saja, tidak dengan terang-terangan

dikatakan sebagai satu-satunya, tetapi dengan menyampaikan yang Barat/

Eropa itu saja, lainnya tidak dibicarakan. Menyimak yang dipunyai sebagai

pengetahuan oleh sebagian besar mahasiswa arsitektur semester awal,

sungguh luar biasa adanya: tidak jauh berbeda dari yang saya dapatkan dalam

akhir dasawarsa 1960-an.

Pengamatan awal membuat saya menduga bahwa berlimpah publikasi

clan demikian mudahnya akses ke sejarah clan pengetahuan arsitektur Barat/

Eropaadalahpenyebabpalingutama. Tentusaja,kemalasanparadosensejarah

arsitektur juga ikut menjadi penyumbang bagi keadaan itu. Betapa tidak,

di awal 1980-an Almarhum Mangunwijaya telah dengan tegas clan terang­

terangan memastikan bahwa arsitektur Barat/Eropa bukanlah satu-satunya

sumber pengetahuan arsitektur, ada arsitektur Indo clan arsitektur Cina

yang juga ada clan mampu disejalankan perkembangannya dengan arsitektur

Barat/Eropa, khususnya yang berkenaan dengan zaman awal Masehi. Entah

mengapa, hingga hari ini, nama Mangunwijaya dengan pemikirannya tidak

Kata Pengantar 7

Page 9: EKSISTENSI - Parahyangan Catholic University

mai?uk dalam pengajaran sekolah arsitektur, padahal buku Mangunwijaya itu

berbahasa Indonesia .

Kemudian tibalah tahun 2013 yang bisa saja sangat penting bagi kita

di Indonesia, utamanya untuk melakukan pengubahan dari "satu-satunya"

menjadi "salah satu" sumber arsitektur. Tahun 2013 terbitlah buku berjudul

A Global History of Architecture dengan penyusun yang sangat menarik karena

berkebangsaan Cina, India, dan Amerika/ Eropa, yakni Francis DK Ching,

Mark Jarzombeck, dan Vikramaditha Prakash. Dengan terang-terangan

buku ini menyajikan sejarah arsitektur menurut waktu. Dalam waktu yang

sama, arsitektur mana saja yang dapat ditemui di dunia ini. Dari buku ini,

jelas-jelas tampak bahwa pada abad 1 sM-lM di Eropa, Cina, dan India sudah

hadir karya-karya arsitektur yang saling berbeda. Perbedaan ini sekaligus

menunjukkan bahwa India dan Cina tidak mesti seturut dengan Firmitas,

Utilitas, Venustas dari Vitruvius. Buku ini dengan nyata menegaskan bahwa

arsitektur Barat/Eropa hanyalah salah satu arsitektur, bukan satu-satunya

arsitektur.

Borobudur adalah karya arsitektur yang hadir pada abad ke-8, dan itu

berarti beberapaabadsetelah Vitruvius menyampaikan "rum us" arsitekturnya.

Pertanyaannya, apakah Borobudur dirancang dan dibangun dengan berpegang

pada Vitruvius? Jika pada abad ke-8 arsitektur Eropa sudah menampakkan

pengaruhnya di Indonesia, tentunya dapat diduga adanya pengaruh Vitruvius

di Borobudur. Sayang sekali, sejarah sudah membuktikan sendiri bahwa

Borobudur lebih banyak dan lebih kuat berkaitan dengan India daripada

Eropa. Demikian pula dengan banyaknya arsitektur candi hingga abad ke-10

di Indonesia, tidak ada yang berkaitan dengan arsitektur Barat/Eropa. Oleh

karena memang tidak ada hubungan dan kaitan antara Indonesia dengan

Barat/Eropa hingga abad ke-15, sebaiknya diyakinkan bahwa ada konsekuensi

dasar berikut ini yang sebaiknya menjadi dasar berpikir dan berpandangan

dalam menggeluti arsitektur candi dan arsitektur seumumnya di Indonesia

hingga abad ke-15. Ini membuat kita seharusnya berkepastian bahwa hingga

abad ke-15 arsitektur di Indonesia berhubungan dengan arsitektur India

(dan Cina) serta tidak dengan arsitektur Eropa/Barat. Ini berkonsekuensi

bahwa arsitektur kita tidak (harus) berpangkal dan bertumpu pada Vitruvius

beserta arsitektur Barat/Eropa sebagai sumber arsitekturnya. Sama sekali

8 I E k sistens i Candi sebaga i K arya Agung Arsitek t ur I n don e sia

Page 10: EKSISTENSI - Parahyangan Catholic University

tidak keliru bila dikatakan bahwa India clan Cina adalah hubungan clan kaitan

yang dipunyai oleh Indonesia dalam arsitektur.

Perhubungan clan perkaitan antara Indonesia dengan India (clan Cina)

menunjukkan intensitas yang tinggi sehingga dalam dunia arkeologi dikata­

kan bahwa utamanya India memiliki pengaruh yang kuat dalam perjalanan

arsitektur candi di Indonesia. Di sini bisa saja dikatakan bahwa India yang

datang ke Indonesia, tetapi juga bisa saja dikatakan bahwa Indonesia yang

datang ke India. Yang pasti, hampir tidak ada candi di Indonesia yang me­

rupakan salinan (copy) dari India, sehingga dapat dipastikan bahwa Indonesia

memiliki tempat clan kesempatan untuk mengembangkan daya ciptanya

sendiri dalam menggarap arsitektur candi sehingga hadir berbeda dari

India. Memang, bisa saja perbedaan itu adalah hasil dari meniru (mimetik/

mimesis) sehingga hal-hal yang sangat Indonesia lalu bisa muncul di candi­

candi. Daya cipta clan kecerdasan dalam berarsitektur candi ternyata bukan

among kosong dan hal membesar-besarkan keberadaan arsitektur candi di

Indonesia. Meskipun tidak ada ulasan panjangnya, buku ini memastikan

bahwa Prambanan menjadi gedung jangkung pertama di Asia yang hadir

sebelum abadke-10. Memangtidakpanjang-lebaruraiannya, tetapi cukup jelas

betapa penguasaan teknologi telah memungkinkan pemberdirian bangunan

setinggi ini. Jikalau Prambanan dikatakan sebagai wakil (representasi) dari

kecerdasan dan daya cipta teknologi yang mengagumkan, dapat disaksikan

dari apa yang terjadi setelah Prambanan berdiri. Bukti demi bukti yang tidak

terbantahkan sudah menunjukkan bahwa candi Kamboja menyerap unsur­

unsur candi Indonesia. Di sinilah buku ini harus ditempatkan sebagai bukti

arsitektur bagi penyerapan unsur arsitektur Indonesia dalam arsitektur

Kamboja.

Sejujurnya, jika sudah selesai membaca buku ini, sangat mungkin kita

akan mengatakan, "Hanya beginikah langkah untuk menunjukkan supremasi

Indonesia dalam arsi tektur percandian ?" Pertanyaan seperti ini menginga tkan

saya pada kisah telur Colombus. Dalam kisah itu ditunjukkan betapa semua

kontestan berkata, "Kalau hanya seperti itu yang dilakukan, kami semua ten tu

saja bisa melakukannya." Terhadap komentar itu Colombus mengatakan,

"Memang semua saja bisa melakukan hal itu, tetapi sayang hanya saya yang

berani melakukan itu di depan um um, tidak hanya dibatin saja." Saya sendiri

belum melakukan langkah yang sudah ditempuh tim Universitas Katolik

Kata Pengantar 9

Page 11: EKSISTENSI - Parahyangan Catholic University

Para.hyangan ini, walaupun demikian gampang caranya, maklum saya masih

belum punya cukup keberanian untuk menjadi Colombus. Bagaimanakah

cara yang telah ditempuh dalam menunjukkan adanya pengaruh Indonesia

di Kamboja? Sederhana sekali, yakni dengan menemukan jawaban atas

pertanyaan: Apa yang dapat terjadi saat dua objek arsitektur dijejerkan?

Salah satu kemungkinan kejadian yang muncul adalah adanya keserupaan

antara satu clan lainnya. Keserupaan menunjuk pada adanya kesamaan clan

sekaligus juga kebedaannya. Sekarang, kalau kedua objek itu ditunjukkan

angka tahunnya, maka temuan penjejeran ini berpotensi besar untuk dapat

menjadi penunjuk bagi objek mana yang lebih dahulu ada. Ini terutama dapat

diyakinkan dari kesamaan yang terjadi. Bila dua objek sama rupanya, maka

yang lebih tua usianya akan menjadi yang lebih mula dari objek kedua. Ten tu,

ini adalah sebatas penjejeran rupa atau bentuk dari objek-objek arsitektur,

tetapi sudah cukup sahih sebagai bukti bahwa yang lebih tualah yang memberi

pengaruh pada yang lebih muda. Kecermatan yang dipunyai oleh tim dalam

melakukan pemeriksaan ini sangat layak diberi penghargaan tinggi.

Sungguh sebuah pekerjaan rintisan yang pa tut diberi pujian. Tidak hanya

berurusan dengan dalam negeri, tidak juga hanya berurusan dengan yang

mancanegara, melainkan berurusan dengan keduanya. Kenapa tidak ada

keberanian untukmengatakan bahwa percandian di Kamboja adalah pengaruh

dari Indonesia? Kenapa harus menunggu lebih dari enam puluh tahun untuk

mengetahui clan menyadari bahwa ada langkah penelitian arsitektur yang

membuahkan hasil cemerlang, padahal dengan cara yang bisa dilakukan oleh

mahasiswa semester awal, yakni menjejerkan clan mendeskripsi? Semoga

buku ini tidak bernasib seperti Wastu Citra dari Mangunwijaya yang ternyata

tidak disentuh oleh sekolah arsitektur, padahal buah karya anak negeri clan

berbahasa Indonesia.

Prof. Dr. Josef Prijotomo

10 I Eksistensi Candi sebagai Karya Agung Arsitektur Indonesia

Page 12: EKSISTENSI - Parahyangan Catholic University

KATA PENGANTAR ( 4)

Ketika manusia purba menyusun beberapa bongkah batu, para peneliti

bertanya-tanya dorongan apa gerangan yang telah menggerakkannya

hingga sampai pacla suatu gubahan bentuk tertentu. Kehendak apa pula yang

telah menghentikannya pacla bersusun tiga, lima, atau sembilan, misalnya.

Namun, jangankan tindakannya clengan batu-batuan, terhaclap wajahnya

sendiri pun -menorehkan getah tanaman, atau larutan lemak akan warna­

warni bubuk kapur, arang, atau batuan berwarna, menghiasi rambutnya

clengan aneka bunga clan serbak setanggi- tak habis-habisnya mereka

membahasnya. Menduga-cluga, seperti benarkah karena didera oleh rasa

takut akan biclang kosong (horror vacui), atau was-was akan terungkapnya

rahasia pribacli hingga dalam tidurnya nanti dijemput jin-setan-siluman.

Mereka menyimak pula berbagai perubahan clan perkembangannya.

Bangunan cancli di Pulau Jawa, seperti Prambanan yang diclirikan lebih

clari sepuluh abacl yang lalu, jelaslah merupakan suatu karya canggih, yang

bukan sekadar susunan sejumlah batu, melainkan ujucl yang juga mewakili

suatu gagasan. Ungkapan rasa akan kekuranglengkapan hakikat kehadiran

umat manusia di tengah alam, perasaan clisergap kesepian batiniah yang

menclalam, clan/atau sebaliknya, ungkapan rasa sukur clan nikmat ilahiah.

Demikianlah maka candi itu pun menjacli bagian dari perikehidupan jiwa­

raga umatnya.

Candi clengan demikian mempertemukan umat clengan berbagai hal yang

muskil clan gaib sesuai clengan pemahaman clan keyakinan serta tata-cara

yang telah disepakati. Jaclilah cancli sebagai jembatan eksistensial umatnya.

Bangunan candi memperlihatkan bagaimana berbagai bentuk ragawi clan

kasat mata itu sesungguhnya menganclung hal-hal yang tak teraga clan tak

terukur. Susunan sejumlah batu itu mengandung cerita, membawa pesan

Kata Pengantar 11

Page 13: EKSISTENSI - Parahyangan Catholic University

dan .berita yang tanpanya tak kan tersampaikan sebab memang tak perikan

adanya. Medium is the message, tulis McLuhan.

Untuk mengungkapkan perasaannya, rupanya umat manusia mempunyai

banyak cara, sebanyak kemungkinan pencerapan indrawinya. Manusia bisa

bernyanyi atau menari, bahkan berdiam diri, semedi, atau paduan akan se­

muanya itu. Candi, kiranya jelas merupakan ungkapan yang bersandar pada

gejala yang kasat mata. Namun, seperti mudah diduga, pesan yang ingin

disampaikan tidak cukup dengan hanya melalui indra mata. Kehadiran candi

niscaya akan melibatkan gerak-langkah -olah tubuh dalam ruang dan waktu­

di tengah gemerincing bunyi-bunyian dan imbauan suara penggembala doa di

antara serbak setanggi, dan seterusnya. Puncaknya semua itu membuktikan

bahwa susunan batu candi itu tidak berdiri sendiri. Kehadirannya bersangkut

paut dengan perilaku umatnya, berkelindan dengan tata ruang dan arah

lintang alam raya, bulan clan bintang, terbit-tenggelamnya matahari, ada

kalanya dengan sedikit berahasia, di antara selinap gelap-terangnya cahaya.

Bahkan juga dengan tinggi rendah muka tanah dan air, tanaman dan julang

pohonan, batas-batas kawasan beserta bukit gemunung.

Maka candi itu berdiri pasti di tempatnya. Tepat di titik terpilih dan ter­

baik. Candi itu mengikat tamasya dan menyatu dengannya, lalu jadi penanda,

sekaligus juga berundak-undak mengarah ke angkasa jadi tengaran di tengah

dataran, memancarkan hasrat dan semangat dari sudut-sudut dan puncak­

puncak tiaranya. Dari satu sisi, candi itu mewakili kehadiran ilahiah di antara

sekalian makhluk manusia di bumi. Dari sisi lainnya, candi mewakili karya

terbaik umat manusia dalam mengungkapkan pengakuan dan rindu akan

kehadiran-Nya.

Kiranya inilah yang terpenting di sini, sekalian umat fasih memaknai­

nya melalui peta clan segi-segi garis geometrinya yang niscaya, yang tak

sedikit pun menampakkan keraguan atau kesangsian. Geometri candi itu

mencerminkan nuansa kepastian belaka, seperti digariskan oleh mandala

acuannya. Kalaulah Pulau Jawa memiliki lahan datar yang luas clan bebas

gempa, niscaya ungkapannya pun akan membahana lepas. Kompleks Angkor

Wat di Kamboja berada di lahan datar lebih dari sepuluh kilometer persegi

luasnya. Ada garis selasar yang lurus sempurna sepanjang lebih dari satu

kilometer panjangnya sebelum tiba di inti candi, seolah berenang mem­

belah waduk raksasa. Permukaan air yang datar sempurna, garis-garis sejajar

12 I Eks istensi Candi sebagai Kary a Agung Arsitektur Indonesia

Page 14: EKSISTENSI - Parahyangan Catholic University

mengapit paduraksa di selang pola jarak tertentu: itu pun cerminan hasrat

dan semangat makhluk manusia dalam bahasa geometri, petak-petak yang

penuh perhitungan.

Di antara ratusan candi, Pulau Jawa memiliki Candi Prambanan, yang

dipercaya sebagai puncak peradaban Hindu-Siwa paruh kedua abad ke-9,

menandaikebangkitankembaliDinastiSanjayapadazamanKerajaanMedang,

Mataram Awal, sesudah Dinasti Syailendra satu abad sebelumnya. Dengan

Prambanan, Sanjaya seolah menyaingi kebesaran Borobudur. Bangunan

Candi Prambanan setinggi 4 7m, setara dengan bangunan modern 10 lantai,

yang diperkirakan mulai dibangun pada tahun 850 CE itu, dapat dikatakan

sebagai bangunan bertingkat tinggi pertama di Asia Tenggara. Inilah temuan

pen ting yang sejauh ini diperoleh melalui penelusuran data kesejarahan yang

ada. Kemampuan mendirikan bangunan tinggi pada pertengahan abad ke-9

sungguh merupakan prestasi membanggakan. Angkor Wat yang sangat mirip

dengan Prambanan dibangun abad ke-12, sebagaimana diungkapkan dalam

buku hasil penelitian ini. Itu berarti Prambanan telah berdiri dua abad lebih

awal dari Angkor Wat.

Peradaban tektonika setinggi ini, sekalipun sangat mungkin tidaklah

berdiri sendiri melainkan mengambil manfaat dari luar juga, dari Cina mi­

salnya, merupakan pencapaian ketukangan tersendiri, terutama dalam

mengolah batu-batuan andesit yang banyak tersedia berkat banyaknya

gunung api di Jawa. Para pemahat Mataram memiliki kepekaan akan ke­

selarasan ukuran tubuh manusia, kehalusan dalam menyelesaikan raut

wajah pada pahatan reliefnya. Keterampilan ini masih membekas di sana-

. sini sesudah runtuhnya Dinasti Sanjaya, diduga oleh perpecahan di dalam

kerajaan, atau bencana letusan gunung Merapi, dan berpindah ke timur, di

bawah Mpu Sindok. Sekalipun tampak ada kemunduran dalam penyelesaian

ukiran perwajahannya dan besaran bangunan candi-candinya yang mengecil,

namun dalam keselarasan ukuran candi masih menampakkan tampilan

yang tetap manis, mungil, cenderung mengarah ke ungkapan puitis, seperti

dikatakan Jan Fontein. Ada ungkapan gerak dinamik yang mendorong inti

candi ke ujung.

Dengan perkataan lain, percandian di Jawa mengalami perkembangan

ungkapan bentuk, tidak hanya dalam ukuran melainkan dalam matra

gerak. Sesungguhnya, sejak awal mula perkembangan budaya batu-besar,

Kata Pengantar 13

Page 15: EKSISTENSI - Parahyangan Catholic University

megalitikum, dari situs Sibedug di Banten yang diduga telah dibangun pada

500 BCE, hingga ke Borobudur yang berdiri pada tahun 824 CE itu, bahasa

bentuk atau bahasa rupa telah mengalami perkembangan jauh. Hal ini,

menurut para ahli, antara lain merupakan buah letak geografis Nusantara

yang berada di antara dua benua dan dua samudera. Nusantara adalah

kawasan yang terbuka, serupa betul dengan keadaan di Mesopotamia pada

empat-lima milenial Sebelum Tarikh Umum, BCE. Telah diketahui bahwa

kawasan Mesos + Potamos, kawasan di antara dua sungai itu, Mesopotamia,

merupakan lahan subur dan terbuka, hingga ada saatnya suatu kawasan

berganti-ganti diperebutkan dan diduduki tak kurang dari sembilan suku

dengan latar belakang budaya berbeda. Hasilnya adalah budaya campuran

yang heterogen dan (hingga) sangat ekspresif, kaya dengan ungkapan

berkat luasnya khazanah kosa bentuk dan suburnya keterampilan yang telah

dihimpunnya sepanjang masa yang telah dilaluinya.

Dari laporan penelitian ini tampaklah bahwa bawaan sifat ekspresif

-istilah trendi masa kini adalah DNA-nya sosial-budaya- membutuhkan

keterampilan pragmatik untuk dapat menghasilkan karya-karya eksistensial,

yakni karya-karya yang mampu mewakili atau mewadahi kehadiran umat

manusia dengan segenap hasrat dan semangatnya. Sebaliknya, keterampilan

pragmatik semata-mata, seperti telah terbukti dalam lawatan sejarah

kebudayaan Eropa, setidak-tidaknya sepanjang mengikuti garis historiografi

dunia Barat, Rococo, y.i. sempalan "sesat" dari Barak, yang sangat meng­

andalkan pada keterampilan semata-mata berakhir di ujung jalan buntu.

Hasilnya, kalaulah bukan terjebak di kantung Virtuoso-isme, seperti Paganini

yang konon mampu memainkan partitur dengan senar tunggal biolanya

karena senar lainnya mendadak putus di tengah pertunjukan, a tau hanyut ke

alur Mannerism. Di situ, hasrat dan semangatnya akan terkunci pada upaya

penghalusan, refinement terus-menerus. Serupa betul dengan nasib Mataram

Akhir sesudah laut dan darat dikuasai VOC. Sesudah hasrat dan semangatnya

terpasung, terjadilah penghalusan demi penghalusan budaya keraton, dari

ragam busana hingga tilam bahasa. Proses involutif yang kontraproduktif,

keasikan kultural yang membius.

Dari titik ini, sulit bagi saya untuk membayangkan arsitektur Indonesia

a tau Nusantara tanpa menyimak perjalanan perujudan candi dengan segenap

rajah geometrinya yang muktamat itu. Jadi, seperti bersajak: dalam candi

14 I Eksistensi Candi sebagai Karya Agung Arsitektur Indonesia

Page 16: EKSISTENSI - Parahyangan Catholic University

tersimpan sandi. Untuk bangkit kembali, itulah yang kini harus dikaji, sampai

tergali hasrat clan semangat yang asli, yang asali, yang sejati. Kisi-kisi candi

merupakan awal yang bagus, tidak perlu mulai dari nol. Maka, untuk maju,

tidak harus menelusuri kembali dari zaman batu. Seperti halnya tak perlu

mencipta ulang roda untuk maju, maka alih-alih mendirikannya kembali,

muruah arsitektur candi pun 'kan tetap abadi dengan menyimak saripati inti

api sesanti sandinya. Selangkah lebih maju, desa kala patra, kata orang Bali

dengan fasih.

Akhirul kalam, dari judul Ekistensi Candi sebagai Karya Agung Arsitektur

Indonesia di Asia Tenggara, kalau mau, dari balik jendela perspektif yang

berbeda, boleh jugalah agaknya dibaca Candi sebagai Karya Agung Eksistensial

Arsitektur Indonesia di Asia Tenggara. Selamat mengkaji.

Dr. Yuswadi Saliya

Kata Pengantar 15

Page 17: EKSISTENSI - Parahyangan Catholic University

PENGANTAR

I ndonesia memiliki tradisi arsitektur yang kuat. Tidak semua bangsa di

dunia memiliki tradisi arsitektur seperti Indonesia. Kedinamisan dan

keragaman wujud arsitektur merupakan bagian dari kuatnya tradisi arsitek­

tur tersebut. Secara sinkronik maupun diakronik, pada hakikatnya wujud

keunggulan seni-tradisi arsitektur di Indonesia dapat dikenali melalui

pengaruhnya ke tingkat Asia Tenggara a tau Asia. Prambanan dan Borobudur

diperkirakan menjadi rujukan desain kuil di kawasan Asia Tenggara. Hal ini

merupakan contoh nyata keunggulan tradisi arsitektur Indonesia, demikan

pula dengan kreativitas dalam menghasilkan bentuk arsitektur yang barn.

Candi Prambanan dapat dipandang sebagai "The first high rise building in

South East Asia'', sebelum Menara Petronas ataupun Angkor.

Hal tersebut menunjukkan keunggulan tradisi arsitektur masyarakat

Nusantara di masa lampau dan telah menjadi sumber inspirasi yang kuat

bagi kawasan Asia Tenggara. Jejak arsitektur era Hindu-Buddha yang masih

dapat disaksikan sampai saat ini adalah bangunan pemujaan-kuil yang

dikenal dengan "candi". Oleh karena itu, desain candi dapat dimasukkan ke

dalam salah satu representasi kebudayaan utama pada masanya. Implikasi

unsur-unsur desain candi diduga masih persisten dirasakan pada masa lalu,

di dalam maupun di luar Indoensia, dan masih dapat dikenali pada masa

Islam, Kolonial, dan di Indonesia, baik digunakan secara sadar maupun tidak

sadar representasinya. Peninggalan bangunan masa Hindu-Buddha tersebut

berpotensi sebagai sumber inspirasi/referensi yang "stabil" (diduga selalu

muncul pada tiap masa) dan persisten di Indonesia dan Asia Tenggara. Oleh

karena itu, candi dapat dipandang sebagai salah satu local historical prototype

yang pen ting di Indonesia dan kawasan Asia Tenggara.

Penggalian kekayaan Nusantara dapat dimulai dengan merujuk pada

peninggalan masa Hindu-Buddha. Tradisi yang lebih bersifat holistik seperti

Hindu-Buddha telah mewarnai perkembangan kebudayaan Nusantara

Pengantar 17

Page 18: EKSISTENSI - Parahyangan Catholic University

kur9-ng lebih 11 abad lamanya. Tradisi Hindu-Buddha diperkirakan memiliki

akar pengaruh yang sangat kuat clan persisten dalam budaya Indonesia,

khususnya di Jawa-Bali, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kitab

Nagarakertagama mencatat bahwa wilayah Majapahit (salah satu kerajaan

Hindu terbesar di Nusantara) menjangkau seluruh Nusantara, bahkan sampai

kawasan negara tetangga (Singapura, Malaysia, Philippina). Fenomena ini

mendorong kebudayaan yang berakar pada tradisi Hindu-Buddha secara

unconscious diduga telah merasuk kuat dalam collective memory masyarakatnya.

Memori yang berkaitan erat dengan alam bawah sadar masyarakatnya

dapat bermuara dalam wujud archetype. Meskipun pada saat ini mayoritas

masyarakat Indonesia tidak lagi memeluk agama Hindu-Buddha, namun jejak­

jejak tradisi budaya tersebut masih dapat dirasakan, khususnya di Jawa-Bali.

Hal ini dapat dibuktikan dengan penggunaan simbol-simbol nasional yang

masih merujuk pada kebudayaan masa Hindu-Buddha oleh founding father

Indonesia, seperti Burung Garuda, Bhinneka Tunggal Ika, Merah Putih, clan

sebagainya.

Penelitian pada warisan bangunan masa lalu di Indonesia selama ini

terlihat cenderung bertumpu pada ranah yang bersifat antropologis clan

arkeologis clan kurang dikenali sifat transformatifnya sehingga terkesan

statis. Buku ini akan meninjau bangunan candi berdasarkan kajian arsitek­

tur. Pendekatan Arsitektur memungkinkan adanya gagasan yang lebih

transformatif, khususnya yang berkaitan dengan wilayah Asia Tenggara clan

dipandang dapat menunjukkan eksistensi candi dalam konteks yang lebih

luas dalam konteks diakronik. Diharapkan melalui buku ini, dapat dikenali

keunggulan-keunggulan clan potensi-potensi yang menunjukkan kekhasan

arsitektur candi Nusantara. Teori arsitektur Indonesia tentunya tidak hanya

bertumpu dari rujukan tradisi Yunani-Romawi, namun merujuk pada tradisi

yang sudah dimiliki di Nusantara, sehingga dapat digunakan sebagai landasan

dalam membangun identitas Ke-Indonesia-an di tengah arus globalisasi yang

kuat.

Buku ini merupakan hasil penelitian yang telah dilakukan melalui

dukungan RISTEKDIKTI (Hibah Kompetensi) dan LPPM Unpar. Pada tahun

III penelitian difokuskan pada kegiatan membandingkan candi-candi utama

Indonesia (Borobudur, Prambanan, Sewu) clan candi-candi di Kamboja (Pra­

Angkor, Angkor, clan Angkor Akhir). Hasil dari penelitian ini diharapkan akan

18 I Eksistensi Candi scbagai Karya Agung Arsitektur Indonesia

~

Page 19: EKSISTENSI - Parahyangan Catholic University

dapat dimunculkan pemahaman barn tentang eksistensi arsitektur Indonesia

pada level internasional dengan tetap bertumpu clan digali dari kekayaan

arsitektur Nusantara. Buku ini dapat menggugah semangat penghargaan

terhadap rasa clan sikap nasionalisme yang kuat clan tradisi Indonesia melalui

arsitektur, baik secara umum (sejarawan, arkeolog, clan sebagainya) maupun

khususnya bagi para arsitek, akademisi-sarjana arsitektur Indonesia.

Pengaruh globalissasi saat ini menunjukkan kesan adanya "pemindahan"

gaya, sosok, clan konsep arsitektur asing anything goes, sementara pada masa

lalu, Indonesia pernah menjadi pusat peradaban arsitektur yang kuat clan

dirujuk di Asia Tenggara. Hal ini memang belum banyak ditlilis. Bab I clan

V merupakan pengembangan penelitian tentang arsitektur percandian oleh

Rahadhian P.H., Bab II merupakan kajian Galih Andika, Bab III merupakan

kajian Andreas Martinus, Bab IV merupakan kajian Nathanael W. Bab II, Ill,

IV kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Indri Astrina, Dewi Mariana,

Yuswadi Saliya, clan Rahadhian P.H. Penelitian yang dilakukan ini dalam

rangka mendukung penelitian Hibah RISTEKDIKTI.

Di sisi lain, saat ini wisatawan yang berkunjung ke Angkor menunjukkan

jumlah yang luar biasa, yakni mencapai kurang lebih sepuluh kali lipat

dibandingkan wisatawan mancanegara ke Borobudur-Prambanan. Hal

ini menunjukkan bahwa eksistensi Angkor lebih kuat dari candi-candi di

Indonesia, sementara pada masa lampau, teknologi clan tradisinya -jujur

dapat dikatakan- berasal dari Jawa. Buku ini ingin menggambarkan bahwa

bangunan candi Jawa sebenarnya jauh lebih unggul daripada di Kamboja,

baik dari segi teknologi maupun seni arsitektur. Penelitian ini menunjukkan

bahwa candi Jawa telah menjadi sumber inspirasi yang kuat bagi desain

bangunan-bangunan candi di kawasan Asia Tenggara. Buku ini akan me­

nunjukkan pada masa lalu arsitektur Indonesia sangat eksis clan telah

menginternasionalisasi di kawasan Asia Tenggara (bahkan diduga sampai

India -penelitian selanjutnya- terjadi arus balik ke India dari Indonesia).

Buku ini menggunakan pendekatan arsitektural melalui kajian repre­

sentasi, tipomorfologi arsitektur, transformasi, percampuran, clan dapat

dikaitkan dengan pemahaman analogi-analogi yang bertumpu dari nilai-nilai

lokal. Buku ini dibagi dalam lima bab sebagai berikut.

Pengantar 19

Page 20: EKSISTENSI - Parahyangan Catholic University

Ba~ I Pendahuluan

Berisi tipomorfologi arsitektur candi di Indonesia secara umum, termasuk

Prambanan, Borobudur, Sewu. Bab ini membahas unsur-unsur kuat

arsitektur candi di Indonesia yang transformatif.

Bab II Candi Jawa dengan Arsitektur Era Transisi di Kamboja

Berisi kajian hubungan candi Era Transisi di Kamboja dengan candi

Jawa. Jayawarman, raja Kamboja, pernah tinggal di Istana Syailendra di

Jawa. Bab ini menunjukkan bahwa candi-candi Masa Transisi di Kamboja

menunjukkan adanya relasi kuat dengan arsitektur candi-candi di Jawa.

Hal ini dapat dilihat dari tipomorfologi arsitekturnya.

Bab III Candi Jawa dengan Arsitektur Angkor

Berisi kajian hubungan candi di Era Angkor dengan candi Jawa. Bab

ini berisi perbandingan Angkor Wat sebagai puncak arsitektur candi di

Kamboja dengan Candi Prambanan-Borobudur sebagai puncak arsitektur

candi di Jawa. Dapat ditunjukkan bahwa Angkor Wat menunjukkan

adanya percampuran gagasan arsitektur Borobudur clan Prambanan.

Hal ini dapat dikenali melalui tipomorfologi arsitekturnya, meskipun di

Kamboja menunjukkan adanya perkembangan lokal genius yang semakin

kuat.

Bab IV Candi Jawa dengan Arsitektur Angkor Akhir (Late Angkor)

Berisi kajian hubungan candi pada Era Angkor akhir dengan candi Jawa.

Bab ini berisi perbandingan Bayon dengan Candi Prambanan-Borobudur­

Sewu. Gagasan ide arsitektural menyerupai Candi Borobudur, Prambanan,

clan Sewu secara umum masih dapat dikenali di sana meskipun tidak

sekuat era Angkor dan Transisi. Pengamatan lapangan menunjukkan

bahwa arsitekturnya menunjukkan gagasan yang baru.

Bab V Penutup

Bab ini menggambarkan keunggulan tradisi arsitektur candi di Indonesia

clan sekaligus menunjukkan adanya persistensi eksistensi candi Jawa pada

candi-candi di Angkor. Hal ini sekaligus menggambarkan, baik langsung

maupun tidak langsung, adanya keunggulan tradisi arsitektur Indonesia

20 I E k sis t e ns i Ca n di s e bag a i K a r y a Ag u n g A r site kt u r I n done s i a

Page 21: EKSISTENSI - Parahyangan Catholic University

di Asia Tenggara. Sosok Angkor Wat sepintas terlihat lebih tinggi dari

Prambanan clan Borobudur, namun harus jujur dikatakan, yang tinggi

sebetulnya hanya kaki bangunannya, sementara bangunan utama di

puncaknya tidak lebih tinggi dari Candi Mendut. Hal ini menggambarkan

peradaban Kamboja sebenarnya belum mampu menghasilkan bangunan

beruang setinggi Candi Prambanan.

Kami mengucapkan terima kasih atas penerbitan buku ini, khususnya

kepada Kementerian RISTEKDIKTI yang sudah memberikan dukungan

dalam penelitian ini melalui Hibah Kompetensi. Selain itu, kami juga

mengucapkan terima kasih kepada LPPM Unpar, Fakultas Teknik Unpar,

clan Prodi Arsitektur Unpar yang telah mendukung terlaksananya kegiatan

ini. Tim Peneliti terdiri atas Dr. Rahadhian P.H. (Koordinator), Dr. Yuswadi

Saliya, Dr. Basuki Dwisusanto, Indri Astrina, S.T., M.A, Dewi Mariana, S.T.,

M.T, Andreas Martinus, S.T, Galih Andika, S.T., Nathanael W., S.T. Kami

juga mengucapkan terima kasih kepada para alumni yang telah membantu

memperkaya pendataan ketika studi di Unpar, antara lain saudara Lucky

Prasetyo, S.T., Antonius Richard, S.T., Ramos, S.T., Andre Halim, S.T., Martin

Pradipta, S.T., MarvinLimanjaya, S.T., IrwanCitra, S.T.,Andrian Kartawidjaja,

S.T., Anthony Cahya, S.T., Michael, S.T., Leewan Yendy, S.T., Kalvin Widjaja,

S.T., Tiara Larissa, S.T., Reginald Fabian Tirtaputra, S.T., Kenrick Phoan, S.T.,

Rayner S.T., Janitra Satriani, S.T., clan Muhammad Hilmy Arieza, S.T. Kami

juga mengucapkan terima kasih kepada para pakar dalam penerbitan buku

ini, yakni Prof. Dr. Mundardjito (Arkeolog Senior Indonesia, Guru Besar UI),

Prof Dr. Josef Prijotomo (Guru Besar Arsitektur ITS), Dr. Yuswadi Saliya

(Arsitek clan Akademisi Senior Indonesia, pendiri Lembaga Sejarah Arsitektur

Indonesia). Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih, khususnya kepada

Saudara Danang S., Dr. Karyadi Kusliansjah dan Tim PT Kanisius.

Salam

Rahadhian P - Dodo Arsitektur Unpar,

Desember 2017

Pengantar 21

Page 22: EKSISTENSI - Parahyangan Catholic University

DAFTAR Is1

Kata Peng an tar 1 .......................................................... .. ................................................................................... 3

Kata Pengantar 2 ................................................................................................................................................ 5

Kata Pengantar 3 ............................................... ............ ............................. ................................................. ....... 7

Kata Pengantar 4 ...... _ .................. _................ ..... .... .......... .......... ........ .. .......... .. ....................................... .......... 11

Pengantar .............................................................................. ................................... ............................. ..... ................... 17

Daftar Isi ...................................................................................................................................... .... ........... ................... 23

Bab I Arsitektur Candi di Jawa ...................................... ........................................................ 25

A. Tipologi Sosok Arsitektur Candi .................... ... ............................................... 27

B. Sosok Candi .................................................................... ........................................................... 31

C. Perkembangan Arsitektur Candi ....................................................................... 35

D. Elemen Fisik ................................................................. ........ ............... ...... ............ .................... 53

E. Sifat dan Karakteristik Arsitektural ............................................................. 70

Bab II Relasi Candi Jawa dan Candi Era Transisi di Kamboja.. .... 89

A. Gaya Candi di Era Transisi ....................................................................................... 90

B. Representasi Arsitektur Candi Jawa pada Candi Bakong.. ... 103

Rangkuman ............................................. ....................... ....................................................................... 132

Bab III Pengaruh Arsitektur Candi Jawa pada Puncak

Arsitektur Percandian di Kamboja .............. ...... ............................................. 137

A. Tata Massa dan Denah ..... .............................. ............................................................. 139

B. Denah Bangunan Utama dan Bangunan Penunjang ............... 145

C. Sosok ................................................................................................................. ................................ 148

D. Ornamen ......... ............................ ................................ ........................ .. ........................................ 154

Rangkuman Komparasi Unsur Arsitektur ......................................................... 167

Daftar lsi 23

Page 23: EKSISTENSI - Parahyangan Catholic University

Bab IV Persistensi Jejak Candi Jawa di Era Angkor Akhir ....... ........... 171

A. Tata Massa ···············-·· ······································ ··········· ·· ··················-··· ······································· 173 B. Denah ......... ....................................................................................................................................... 182

C. Sosok ............... ........................... ..................................................................................... ................... 187

D. Ornamen ............... ........................................................................................................................ 198

Komparasi Ornamen Pin tu dan Kepala candi ............... ........................... .... 214

BAB V Keunggulan Tradisi "Big Temples" Arsitektur Candi

di Indonesia sebagai Sumber Inspirasi yang Penting

di Kawasan Regional .................................................. ................... .. .................................. .. . 231

A. Tata Massa ............ .. ............ ............... ....... .. ................................................................................ 237

B. Denah dan Ruang .......................................................................................... ..................... 239

C. Sosok ................... .................................................... ................................. ......................................... 239

D. Ornamen ....................................................................................................................................... 241

Daftar Pustaka .. .......................... .. .................... ............... .......... ........................................................................... 24 7

Biodata Tim Penyusun Buku ................... ............. ., ...... .. .. .. ................ ............. ...................... ..... .... ... 254

24 I E k s i s t e n s i C a n J i s c b a g a i K a r y a Ag u n g A rs i t c kt u r I n cl o n e s i a

Page 24: EKSISTENSI - Parahyangan Catholic University

BAB I

ARSITEKTUR CANDI DI ]AWA

I ndonesia pada hakikatnya rnemiliki tradisi arsitektur yang kuat clan

unggul. Hal ini tecermin dari wujud desain arsitektm:nya. Wujud arsitek­

tur yang beragam clan dinamis merupakan bagian dari tradisi arsitektur

tersebut. Keragaman ini menunjukkan pola berpikir masyarakat Indonesia

sangat dinamis clan terbuka. Indonesia memiliki kekayaan arsitektur tra­

disional yang sangat beragam, baik secara sinkronik maupun diakronik.

Jejak arsitektur era Klasik-Hindu-Buddha yang masih dapat disaksikan

sampai saat kini adalah bangunan pemujaan-kuil yang dikenal dengan

"candi". Dalam klasifikasi Rapoport (1978) tentang building, bangunan kuil

(contohnya seperti candi) dapat dikategorikan ke dalam klasifikasi grand

design tradition yang mereperesentasikan high style, main culture, power and

good tastes of patern and designer, berbeda dengan folk tradition (vernacular,

primitive, clan sebagainya). Oleh karena itu, desain candi dapat dimasukkan

ke dalam salah satu representasi keutamaan suatu hasil kebudayaan pada

mas an ya.

Implikasi unsur-unsur desain candi diduga masih persisten dirasakan

pada masa Islam, kolonial, clan saat ini di Indonesia, baik digunakan secara

sadar maupun bawah sadar. Peninggalan bangunan masa Hindu-Buddha

tersebut berpotensi sebagai sumber inspirasi/referensi yang "stabil" (selalu

muncul pada tiap masa) clan persisten di Indonesia. Oleh karena itu candi,

dapat dipandang sebagai salah satu local historical prototype yang penting

di Indonesia. Dalam perkembangannya, representasi candi tidak sekadar

dipahami sebagai bangunan, melainkan dapat mengandung nilai "place"

di dalam alam pikiran masyarakat, khususnya di Jawa-Bali. Candi-candi

Jawa juga diperkirakan berpengaruh kuat terhadap candi-candi lain di Asia

Tenggara, seperti di Kamboja, bahkan memberikan feedback ke India yang

dikenal sebagai pusat lahirnya Hindu clan Buddha di dunia.

Arsitektur Candi di Jawa 25

Page 25: EKSISTENSI - Parahyangan Catholic University

Candi dapat dikenali sebagai wujud keunggulan tradisi arsitektur di

Indonesia, baik dari kedinamisan, variasi bentuk, maupun pengaruhnya ke

masa pasca-Hindu-Buddha. Prambanan adalah The First High Rise Building

in South East Asia, dapat dibandingkan dengan arsitektur yang sezaman di

Asia Tenggara dan India. Membangun bangunan tinggi seperti Prambanan

diperlukan kemampuan pengetahuan clan manajemen pengelolaan yang

memadai.

Arsitektur candi di Indonesia menunjukkan hasil local genius khas yang

dimiliki Indonesia, berbeda dengan kuil-kuil yang ada di India, meskipun

tradisi Hindu-Buddha berasal dari sana. Pengkajian candi selama ini cen­

derung bertumpu: pada ranah yang bersifat arkeologis, namun demikian

candi pada dasarnya adalah bangunan sehingga semestinya juga bagian

penting dari pengkajian yang bersumber pada ilmu arsitektur, apalagi jika

muncul pemahaman wujud pengembangannya dalam perjalanan sejarah

arsitektur sampai masa kini. Dengan pendekatan arsitektural, candi tidak

dianggap sebagai benda statis (pathological monument) saja, namun dapat

berlaku dinamis (propelling monument), baik dalam wujud bendanya sendiri

maupun wujud transformasinya gagasan arsitekturalnya.

Selain Indonesia, di Asia Tenggara, negara yang memiliki tradisi per­

candian adalah di Angkor Kamboja. Pesatnya perkembangan arsitektur candi

di Kamboja konon berkorelasi kuat dengan arsitektur percandian di Jawa,

khususnya era Prambanan dan Borobudur. Raja Jayawarman II dari Kamboja

diceritakan pernah tinggal di Jawa di Istana Syailendra ketika Borobudur

mulai didirikan. Hadirnya Jayawarman di Jawa menimbulkan banyak tafsir,

antara lain: Jayawarman II mengungsi ke Jawa akibat perebutan kekuasaan

di Kamboja, Jayawarman II hadir di Jawa karena ditawan atau dibawa ke

Jawa ketika masih belia dan dibesarkan oleh Kerajaan Mataram setelah

penaklukan Kamboja oleh Raja Sanjaya, Jayawarman II tinggal di Jawa

karena memang beliau adalah keturunan di Jawa dan mempunyai hubungan

pernikahan dengan tokoh di Kamboja dan setelah itu beliau kemudian

hijrah ke Kamboja, dan sebagainya.

Berdasarkan banyak tafsir tersebut, dapat dipahami adanya hubungan

erat antara Kamboja clan Jawa dangan hadirnya Jayawarwan II di Jawa,

meskipun kemudian beliau menyatakan merdeka atau melepaskan diri

dari pengaruh Jawa setelah diangkat menjadi Raja di Phnom Kullen. Yang

26 I Ek sis t e 11 s i Cand i s e bag a i K a r y a Ag u n g A rs it e k t u r Ind o n cs i a

Page 26: EKSISTENSI - Parahyangan Catholic University

dimaksud merdeka tersebut masih juga terdapat banyak tafsir, merdeka dalam arti wilayah-otonomi atau merdeka dalam mitreka satata karena di­

perkirakan dengan kemakmuran Mataram Kuna di J awa yang marnpu mem­

bangun bangunan-bangunan besar, diperkirakan juga mampu membangun

angkatan perang yang kuat pula. Dengan demikian, jika berani melepaskan diri tentunya akan dibayar dengan pengiriman pasukan perang seperti

pernah ada sebelumnya. Namun demikian, dari sudut pandang arsitektur

diperkirakan Jawanisasi arsitektur candi telah terjadi di awal-awal per­

kembangan Angkor. Di sisi lain, merdeka dapat pula dikaitkan dengan pe­

mujaan Raja Gunung yang diinisiasi sendiri di Kamboja, terlepas dari Raja

Gunung yang ada di Jawa, khususnya dalam hal pemujaan terhadap dewa­

dewa yang lain dengan Jawa.

A. TIPOLOGI SOSOK ARSITEKTUR CANDI

Istilah candi pada umumnya dihubungkan pada bangunan sakral yang

dibangun berdasarkan konsep-konsep Hindu dan Buddha. Berdasarkan

tipologi sosok arsitektoniknya, wujud bangunan sakral peninggalan zaman

Hindu-Buddha dapat dibagi menjadi beberapa jenis yang mendasar sebagai

berikut.

1. Tipe Menara. Tipe menara sering disebut "bentuk candi" yang dikenal

saat ini secara luas, seperti Candi Prambanan, Sewu, Gedongsongo, dan

sebagainya. Tipe menara merupakan bangunan yang terbangun men­

julang, seperti bangunan menara yang langsing. Tipe ini dapat memiliki

ruang maupun tidak memiliki ruang. Tipe ini dapat terbuat dari material

batu, bata, kayu, maupun kombinasinya. Meru di Bali adalah contoh

peninggalan arsitektur yang merupakan bangunan menara dan terbuat

dari kayu yang masih dapat dikenali sampai saat ini.

2. Tipe Berundak. Tipe ini merupakan bangunan pepundenan yang disusun

secara berundak-undak menyerupai bukit. Hal ini dapat dikenali pada

bangunan berundak, seperti candi-candi di lereng Penanggungan,

Lawu, Borobudur, dan sebagainya. Tipe ini dapat diduga terinspirasi

dari bangunan pr sejarah punden berundak yang telah dibangun sebelum

masuknya tradisi Hindu clan Buddha. Tipe ini dibangun juga dapat

merupakan respons terhadap tanah yang miring/berundak di lereng­lereng.

Arsitektur Candi di Jawa 27

Page 27: EKSISTENSI - Parahyangan Catholic University

3. '{ipe Kolam/Pertirtaan. Tipe ini merupakan bangunan yang menyerupai

kolam, baik yang merespons sumber air dari permukaan bumi, dalam

tanah yang muncul ke atas permukaan tanah datar, ataupun air yang

mengalir dari permukaan berundak yang lebih tinggi ke bawah. Kolam

dapat dibedakan menjadi kolam yang bersandar pada slope tanah

(Jalatunda, Belahan, Cabean Kunti, Ngawonggo, dan sebagainya) dan

tak bersandar/menggali permukaan tanah datar (Candi Tikus, Penataran

belakang). Namun, dimungkinkan juga kombinasi keduanya, seperti

Tirta Empul.

4. Tipe Gua. Gua ini dapat dikaitkan dengan fungsi gua sebagai tempat ritual

pemujaan ataupun untuk meditasi, seperti halnya di India. Gua-gua

di India diukir dan digunakan sebagai tempat untuk pemujaan. Gua di

Indonesia juga diperkirakan digunakan sebagai tempat untuk pemujaan

sampai tempat meditasi. Contoh di Indonesia adalah Gua Selomangleng

Kediri, Selomangleng Tulungagung, Gua Gajah, Gua Sentono, dan

sebagainya.

Gambar 1.1. Tipe peninggalan yang ditemukan (kiri-kanan). Atas: Menara, Berundak, Pertirtaan. Bawah: Gua.

(Sumber: Prajudi, 2008).

Variasi sosok dapat juga berlaku kombinasi antartipe tersebut, seperti

kombinasi antara Menara dan Berundak. Tipe ini merupakan kombinasi

antara tipe-tipe yang berbentuk menara dan berundak, misalnya bagian kaki

atau tapaknya dapat berundak-undak kemudian puncaknya berupa menara,

seperti Candi Sukuh, Cetho, Jago, Penataran, bahkan Prambanan. Puncak

28 I Eksistensi Candi sebagai Karya Agung Arsitektur Indonesia

Page 28: EKSISTENSI - Parahyangan Catholic University

Candi Sukuh tidak dapat dikenali karena sudah hancur, diperkirakan di

atasnya terdapat bangunan yang menyerupa bangunan menara.

Gambar 1.2. Tipe kombinasi kaki berundak dan puncaknya berupa menara. (Sumber: Prajudi, 2008, Kempers 1959).

Selain tipe bentuk tersebut, terdapat pula peninggalan yang sering

pula oleh masyarakat disebut sebagai candi, yaitu yang berbentuk gapura/

pintu gerbang, yakni gapura paduraksa, seperti Candi Bajangratu, Jedong,

Plumbangan, clan gapura bentar/belah, seperti Wringinlawang. Tipe bentuk

gapura dapat dibagi menjadi tipe gapura belah clan paduraksa. Gapura

merupakan bagian dari tembok kompleks percandian yang berfungsi sebagai

pintu masuk sehingga pada dasarnya tidak dapat dikategorikan sebagai

bangunan candi.

Gambar 1.3. Gapura Wringinlawang, Jedong, Bajangratu, dan Plumbangan. (Sumber: Prajudi, Survei 1988-2017).

Dari tipe-tipe bentuk peninggalan tersebut, paling banyak ditemukan

adalah tipe menara. Tipe menara hanyalah sebutan untuk membedakannya

dengan tipe lain yang sering dikarakteristikkan sebagai "candi". Se bu tan candi

secara fisik dianggap berbentuk menjulang seperti menara. Tipe ini juga dapat

diperkaya dengan elemen-elemen khusus, seperti "stupa'', baik digunakan

sebagai atap, seperti Candi Mendut, Sewu, atau candi-candi Buddha maupun

wujudnya memang berbentuk stupa, seperti Candi Sumberawan. Namun

Ar s i tcktur Can<li di Jawa 29

Page 29: EKSISTENSI - Parahyangan Catholic University