36
SINTESIS ANORGANIK EKSTRAKSI CAIR-CAIR (EKSTRAKSI SOLVENT) DAN LEACHING Disusun oleh Nama : Dhewi Gandaningrum NIM : 4311412076 Rombel : 02 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2015 1

ekstraksi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ekstraksi cair dan leaching

Citation preview

SINTESIS ANORGANIKEKSTRAKSI CAIR-CAIR (EKSTRAKSI SOLVENT) DAN LEACHING

Disusun olehNama: Dhewi GandaningrumNIM: 4311412076Rombel: 02

JURUSAN KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS NEGERI SEMARANG2015

TEKNIK PEMISAHAN SENYAWA DENGAN METODE EKSTRAKSI CAIR-CAIR (EKSTRAKSI SOLVENT) DAN LEACHING

RingkasanSecara umum, ekstraksi metabolit sekunder dibedakan atas dua yaitu ekstraksi padat cair dan ekstraki cair-cair. Ekstraksi padat cair, digunakan untuk melarutkan zat yang dapat larut dari campurannya dengan zat padat yang tidak dapat larut yang terdiri dari cara dingin (maserasi, perkolasi) dan cara panas (soxhletasi, refluks) sedangkan ekstraksi cair-cair, digunakan untuk memisahkan dua zat cair yang saling bercampur, dengan menggunakan pelarut dapat melarutkan salah satu zat. Dalam melakukan ekstraksi padat cair, ada beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu temperatur, zat pelarut, ukuran partikel dan pengadukan fluida sedangkan pada ektraksi cair-cair, hal yang harus diperhatikan adalah selektivitas, kelarutan, kemampuan untuk saling tidak bercampur, kerapatan, selektivitas dan titik didih. Dari kedua teknik pemisahan ini dapat diaplikasikan diberbagai bidang yang memiliki tujuan berbeda beda. Darii pembahasan diatas diambil satu contoh masing masing dari kedua teknik pemisahan ekstraksi ini. Yang pertama adalah pengaplikasian teknik ekstraksi padat cari (leaching), dari artikel yang diambil bertujuan dalam pengambilan minyak eugenol dari daun cengkeh dengan alat labu leher tiga. Artikel yang kedua adalah pengambilan nikotin dari daun tembakau dari proses ekstraksi cair cair dengan pelarut n-hexane dan metanol dalam corong pisah yang dikocok dengan menggunakan alat shaker.

BAB 1PENDAHULUANLatar BelakangKomponen-komponen kimia yang terkandung di dalam bahan organik seperti yang terdapat di dalam tumbuh-tumbuhan sangat dibutuhkan oleh keperluan hidup manusia, baik komponen senyawa tersebut digunakan untuk keperluan industri, bahan obat-obatan, maupun untuk kebutuhan penelitian. Komponen tersebut dapat diperoleh dengan metode ekstraksi dimana ekstraksi merupakan proses pelarutan komponen kimia yang sering digunakan dalam senyawa organik untuk melarutkan senyawa tersebut dengan menggunakan suatu pelarut.Berdasarkan bentuk campuran yang diekstraksi, ekstraksi dibagi menjadi dua yaitu ekstraksi padat-cair dan ekstraksi cair-cair. Pada ekstraksi cair-cair, bahan yang menjadi analit berbentuk cair dengan pemisahannya menggunakan dua pelarut yang tidak saling bercampur sehingga terjadi distribusi sampel di antara kedua pelarut terebut. Pendistribusian sampel dalam kedua pelarut tersebut dapat ditentukan dengan perhitungan KD (koefisien distribusi).Ekstraksi akan lebih menguntungkan jika dilaksanakan dalam jumlah tahap yang banyak. Setiap tahap menggunakan pelarut yang sedikit. Kerugiannya adalah konsentrasi larutan ekstrak makin lama makin rendah, dan jumlah total pelarut yang dibutuhkan menjadi besar, sehingga untuk mendapatkan pelarut kembali biayanya menjadi mahal.Semakin kecil partikel dari bahan ekstraksi, semakin pendek jalan yang harus ditempuh pada perpindahan massa dengan cara difusi, sehingga semakin rendah tahanannya. Pada ekstraksi bahan padat, tahanan semakin besar jika kapiler-kapiler bahan padat semakin halus dan jika ekstrak semakin terbungkus di dalam sel (misalnya pada bahan-bahan alami).

Rumusan Masalah1. Apa pengertian dari ekstraksi cair cair dan padat cair (leaching)?2. Bagaimana prinsip kerja dari ekstraksi cair cair dan padat cair (leaching)?3. Pada pengaplikasian apakah teknik ekstraksi cair cair dan padat cair (leaching) dapat digunakan?Manfaat1. Dapat mengetahui arti dari ekstraksi cair cair dan padat cair (leaching).2. Dapat mengetahui prinsip kerja dari ekstraksi cair cair dan padat cair (leaching).3. Dapat menjelaskan aplikasi yang dapat digunakan dalam prinsip kerja dari ekstraksi cair cair dan padat cair (leaching)

BAB 2PEMBAHASAN

Komponen-komponen kimia yang terkandung di dalam bahan organikseperti yang terdapat di dalam tumbuh-tumbuhan sangat dibutuhkan olehkeperluan hidup manusia, baik komponen senyawa tersebut digunakan untukkeperluan industri maupun untuk bahan obat obatan. Komponen tersebut dapat diperoleh dengan metode ekstraksi dimana ekstraksi merupakan proses pelarutankomponen kimia yang sering digunakan dalam senyawa organik untuk melarutkansenyawa tersebut dengan menggunakan suatu pelarut(Anonim, 2013).Menurut Mc Cabe (1999) dalam Muhiedin (2008), ekstraksi dapatdibedakan menjadi dua cara berdasarkan wujud bahannya yaitu:1. Ekstraksi padat cair, digunakan untuk melarutkan zat yang dapat terlarut dari campurannya dengan zat padat yang tidak terlarut.2. Ekstraksi cair cair, digunakan untuk memisahkan dua zat cair yang saling bercampur, dengan menggunakan pelarut dapat melarutkan salah satu zat.Ekstraksi padat cair secara umum terdiri dari maserasi, refluktasi, sokhletasi, dan perkolasi. Metoda yang digunakan tergantung dengan jenis senyawa yang kita gunakan. Jika senyawa yang kita ingin sari rentan terhadap pemanasan maka metoda maserasi dan perkolasi yang kita pilih, jika tahan terhadap pemanasan maka metoda refluktasi dan sokletasi yang digunakan (Safrizal,2010). Pada ekstraksi cair-cair, bahan yang menjadi analit berbentuk cair dengan pemisahannya menggunakan dua pelarut yang tidak saling bercampur sehingga terjadi distribusi sampel di antara kedua pelarut tersebut. Pendistribusian sampel dalam kedua pelarut tersebut dapat ditentukan dengan perhitungan KD/koefisien distribusi (Faradillah:2011) 2.1 Ekstraksi Padat-Cair Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Wilda, 2013). 2.1.1 Cara dingin 2.1.1.1 Maserasi a) Pengertian Maserasi Maserasi istilah aslinya adalah macerare (bahasa Latin, artinya merendam). Cara ini merupakan salah satu cara ekstraksi, dimana sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi bahan nabati yaitu direndam menggunakan pelarut bukan air (pelarut nonpolar) atau setengah air, misalnya etanol encer, selama periode waktu tertentu sesuai dengan aturan dalam buku resmi kefarmasian (Anonim, 2014). Maserasi adalah salah satu jenis metoda ekstraksi dengan sistem tanpa pemanasan atau dikenal dengan istilah ekstraksi dingin, jadi pada metoda ini pelarut dan sampel tidak mengalami pemanasan sama sekali. Sehingga maserasi merupakan teknik ekstraksi yang dapat digunakan untuk senyawa yang tidak tahan panas ataupun tahan panas (Hamdani, 2014). Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari (Afifah,2012). Jadi, Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana dengan cara merendam serbuk simplisia menggunakan pelarut yang sesuai dan tanpa pemanasan b) Prinsip Maserasi Prinsip maserasi adalah pengikatan/pelarutan zat aktif berdasarkan sifat kelarutannya dalam suatu pelarut (like dissolved like). Langkah kerjanya adalah merendam simplisia dalam suatu wadah menggunakan pelarut penyari tertentu selama beberapa hari sambil sesekali diaduk, lalu disaring dan diambil beningannya. Selama ini dikenal ada beberapa cara untuk mengekstraksi zat aktif dari suatu tanaman ataupun hewan menggunakan pelarut yang cocok. Pelarutpelarut tersebut ada yang bersifat bisa campur air (contohnya air sendiri, disebut pelarut polar) ada juga pelarut yang bersifat tidak campur air (contohnya aseton, etil asetat, disebut pelarut non polar atau pelarut organik). Metode Maserasi umumnya menggunakan pelarut non air atau pelarut non-polar. Teorinya, ketika simplisia yang akan di maserasi direndam dalam pelarut yang dipilih, maka ketika direndam, cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam sel yang penuh dengan zat aktif dan karena ada pertemuan antara zat aktif dan penyari itu terjadi proses pelarutan (zat aktifnya larut dalam penyari) sehingga penyari yang masuk ke dalam sel tersebut akhirnya akan mengandung zat aktif, katakan 100%, sementara penyari yang berada di luar sel belum terisi zat aktif (0 %) akibat adanya perbedaan konsentrasi zat aktif di dalam dan di luar sel ini akan muncul gaya difusi, larutan yang terpekat akan didesak menuju keluar berusaha mencapai keseimbangan konsentrasi antara zat aktif di dalam dan di luar sel. Proses keseimbangan ini akan berhenti, setelah terjadi keseimbangan konsentrasi (istilahnya jenuh). Dalam kondisi ini, proses ekstraksi dinyatakan selesai, maka zat aktif di dalam dan di luar sel akan memiliki konsentrasi yang sama, yaitu masing-masing 50%. Alat maserasi ditunjukkan pada gambar No. 1

Gambar 1. (a) maserasi sederhana (b) (a) (b)

maserasi yang dilengkapi pengaduk

c) Kelebihan dan Kekurangan Metode Maserasi Kelebihan dari ekstraksi dengan metode maserasi adalah: a. Unit alat yang dipakai sederhana, hanya dibutuhkan bejana perendam b. Biaya operasionalnya relatif rendah c. Prosesnya relatif hemat penyari dan tanpa pemanasan d. Kelemahan dari ekstraksi dengan metode maserasi adalah: e. Proses penyariannya tidak sempurna, karena zat aktif hanya mampu terekstraksi sebesar 50% saja f. Prosesnya lama, butuh waktu beberapa hari. Maserasi dapat dilakukan modifikasi misalnya: 1. Digesti Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah, yaitu pada suhu 4050C. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan. Dengan pemanasan diperoleh keuntungan antara lain: a) Kekentalan pelarut berkurang, yang dapat mengakibatkan berkurangnya lapisan-lapisan batas. b) Daya melarutkan cairan penyari akan meningkat, sehingga pemanasan tersebut mempunyai pengaruh yang sama dengan pengadukan. c) Koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu absolute dan berbanding terbalik dengan kekentalan, sehingga kenaikan suhu akan berpengaruhpada kecepatan difusi. Umumnya kelarutan zat aktif akan meningkat bila suhu dinaikkan. d) Jika cairan penyari mudah menguap pada suhu yang digunakan, maka perlu dilengkapi dengan pendingin balik, sehingga cairan akan menguap kembali ke dalam bejana. 2. Maserasi dengan Mesin Pengaduk Penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus-menerus, waktu proses maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam. 3. Remaserasi Cairan penyari dibagi menjadi, Seluruh serbuk simplisia di maserasi dengan cairan penyari pertama, sesudah diendapkan, tuangkan dan diperas, ampas dimaserasi lagi dengan cairan penyari yang kedua. 4. Maserasi Melingkar Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan penyari selalu bergerak dan menyebar. Dengan cara ini penyari selalu mengalir kembali secara berkesinambungan melalui sebuk simplisia dan melarutkan zat aktifnya.

5. Maserasi Melingkar Bertingkat Pada maserasi melingkar, penyarian tidak dapat dilaksanakan secara sempurna, karena pemindahan massa akan berhenti bila keseimbangan telah terjadi masalah ini dapat diatasi dengan maserasi melingkar bertingkat (M.M.B), yang akan didapatkan : a. Serbuk simplisia mengalami proses penyarian beberapa kali, sesuai dengan bejana penampung. Pada contoh di atas dilakukan 3 kali, jumlah tersebut dapat diperbanyak sesuai dengan keperluan. b. Serbuk simplisia sebelum dikeluarkan dari bejana penyari, dilakukan penyarian dengan cairan penyari baru. Dengan ini diharapkan agar memberikan hasil penyarian yang maksimal. c. Hasil penyarian sebelum diuapkan digunakan dulu untuk menyari serbuk simplisia yang baru, hingga memberikan sari dengan kepekatan yang maksimal. d. Penyarian yang dilakukan berulang-ulang akan mendapatkan hasil yang lebih baik daripada yang dilakukan sekali dengan jumlah pelarut yang sama (Anonim. 2011). 1.1.1.2 Perkolasi a) Pengertian Perkolasi Menurut Guenther dalam Irawan (2010) Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkan penyari melalui bahan yang telah dibasahi. Perkolasi adalah metoda ekstraksi cara dingin yang menggunakan pelarut mengalir yang selalu baru. Perkolasi banyak digunakan untuk ekstraksi metabolit sekunder dari bahan alam, terutama untuk senyawa yang tidak tahan panas (Agutina, 2013). Jadi, perkolasi adalah suatu metode estraksi dengan mengalirkan penyari melalui bahan yang telah dibasahi sehingga pelarut yang digunakan selalu baru. b) Prinsip Perkolasi Prinsip perkolasi adalah sebagai berikut: Serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak ke bawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan di atasnya., dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan. Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain: gaya berat, kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya kapiler dan daya geseran (friksi). Cara perkolasi lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena: a. Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi. b. Ruangan diantara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler tersebut, maka kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas, sehingga dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi. c) Alat Perkolasi Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut percolator, cairan yang digunakan untuk menyari disebut cairan penyari atau menstrum, larutan zat aktif yang keluar dari percolator disebut sari atau perkolat, sedangkan sisa setelah dilakukanya penyarian disebuat ampas atau sisa perkolasi. Bentuk percolator ada 3 macam yaitu percolator berbentuk tabung, percolator berbentuk paruh, dan percolator berbentuk corong. Pemilihan percolator tergantung pada jenis serbuk simplisia yang akan di sari. Serbuk kina yang mengandung sejumlah besar zat aktif yang larut, tidak baik jika diperkolasi dengan alat perkolasi yang sempit, sebab perkolat akan segera menjadi pekat dan berhenti mengalir. Pada pembuatan tingtur dan ekstrak cair, jumlah cairan penyari yang tersedia lebih besar dibandingkan dengan jumlah cairan penyari yang diperlukan untuk melarutkan zat aktif. Pada keadaan tersebut, pembuatan sediaan digunakan percolator lebar untuk mempercepat proses perkolasi. Percolator berbentuk tabung biasanya digunakan untuk pembuatan ekstrak cair, percolator berbentuk paruh biasanya digunakan untuk pembuatan ekstrak atau tingtur dengan kadar tinggi, percolator berbentuk corong biasanya digunakan untuk pembuatan ekstrak atau tingtur dengan kadar rendah. Ukuran percolator yang digunakan harus dipilih sesuai dengan jumlah bahan yang disari. Jumlah bahan yang disari tidak lebih dari 2/3 tinggi percolator. Percolator dibuat dari gelas, baja tahan karat atau bahan lain yang tidak saling mempengaruhi dengan obat atau cairan penyari. Percolator dilengkapi dengan tutup dari karet atau bahan lain, yang berfungsi untuk mencegah penguapan. Tutup karet dilengkapi dengan lubang bertutup yang dapat dibuka atau ditutup dengan menggesernya. Pada beberapa percolator sering dilengkapi dengan botol yang berisi cairan penyari yang dihubungkan ke percolator melalui pipa yang dilengkapi dengan keran. Aliran percolator diatur oleh keran. Pada bagian bawah, pada leher percolator tepat di atas keran diberi kapas yang di atur di atas sarangan yang dibuat dari porselin atau di atas gabus bertoreh yang telah dibalut kertas tapis Kapas yang digunakan adalah yang tidak terlalu banyak mengandung lemak. Untuk menampung perkkolat digunakan botol perkolat, yang bermulut tidak terlalu lebar tetapi mudah dibersihkan. Di bawah ini adalah gambar alat perkolasi.

Gambar 2. Alat perkolasi

Reperkolasi Untuk menghindari kehilangan minyak atsiri pada pembuatan sari, maka cara perkolasi diganti dengan cara reperkolasi. Pada perkolasi dilakukan pemekatan sari dengan pemanasan. Pada perkolasi tidak dilakukan pemekatan. Reperkolasi dilakukan dengan cara : simplisia dibagi dalam beberapa percolator, hasil percolator pertama dipekatkan menjadi perkolat I dan sari selanjutnya disebut susulan II. Susulan II digunakan untuk menjadi perkolat II. Hasil perkolator II dipisahkan menjadi perkolat II dan sari selanjutnya disebut susulan III. Pekerjaan tersebut diulang sampai menjadi perkolat yang diinginkan. Perkolasi bertingkat Dalam proses perkolasi biasa, perkolat yang dihasilkan tidak dalam kadar yang maksimal. Selama cairan penyari melakukan penyarian serbuk simplisia, maka terjadi aliran melalui lapisan serbuk dari atas sampai ke bawah disertai pelarutan zat aktifnya. Proses penyarian tersebut akan menghasilkan perkolat yang pekat pada tetesan pertama dan tetesan terakhir akan diperoleh perkolat yang encer. Untuk memperbaiki cara perkolasi tersebut dilakukan cara perkolasi bertingkat.serbuk simplisia yang hampir tersari sempurna, sebelum dibuang, disari dengan penyari yang baru, diharapkan agar serbuk simplisia tersebut dapat tersari sempurna. Sebaliknya serbuk simplisia yang baru, disari dengan perkolat yang hampir jenuh dengan demikian akan diperoleh perkolat akhir yang jenuh. Perkolat dipisahkan dan dipekatkan. Cara ini cocok jika digunakan untuk perusahaan obat tradisional,termasuk perusahaan yang memproduksi sediaan galenik. Agar diperoleh cara yang tepat, perlu dilakukan percobaan pendahuluan. Dengan percobaan tersebut dapat ditetapkan: 1. Jumlah perkolator yang diperlukan 2. Bobot serbuk simplisia untuk tiapa perkolasi 3. Jenis cairan penyari 4. Jumlah cairan penyari untuk tiap kali perkolasi 5. Besarnya tetesan dan lain-lain d) Kelebihan dan Kekurangan Perkolasi Kelebihan dari metode perkolasi adalah: 1. Tidak terjadi kejenuhan 2. Pengaliran meningkatkan difusi (dengan dialiri cairan penyari sehingga zat seperti terdorong untuk keluar dari sel) Kekurangan dari metode perkolasi adalah 1. Cairan penyari lebih banyak 2. Resiko cemaran mikroba untuk penyari air karena dilakukan secara terbuka (Sulaiman, 2011). 2.1.2 Cara Panas2.1.2.1 Refluks a) Pengertian Refluks Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Refluks adalah teknik yang melibatkan kondensasi uap dan kembali kondensat ini ke sistem dari mana ia berasal. Hal ini digunakan dalam industri dan laboratorium distilasi. Hal ini juga digunakan dalam kimia untuk memasok energi untuk reaksi-reaksi selama jangka waktu yang panjang. Campuran reaksi cair ditempatkan dalam sebuah wadah terbuka hanya di bagian atas. Kapal ini terhubung ke kondensor Liebig, seperti bahwa setiap uap yang dilepaskan kembali ke didinginkan cair, dan jatuh kembali ke dalam bejana reaksi. Kapal kemudian dipanaskan keras untuk kursus reaksi. Alat refluks dapat dilihat pada gambar 3. Gambar 3. Alat refluks b) Prinsip Metode Refluks Prinsip kerja pada metode refluks yaitu penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, akan menyari kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian sempurna, penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan (Akhyar,2010). c) Kelebihan dan Kekurangan Metode Refuks Kelebihan dari metode refluks adalah digunakan untuk mengekstraksi sampel-sampel yang mempunyai tekstur kasar, dan tahan pemanasan langsung. (Anonim, 2011). Kekurangan dari metode refluks adalah membutuhkan volume total pelarut yang besar,dan Sejumlah manipulasi dari operator (Mandiri, 2013). 2.1.2.2 Soxhletasi . a) Pengertian Soxhletasi Soxhletasi adalah suatu metode pemisahan suatu komponen yang terdapat dalam sampel padat dengan cara penyarian berulangulang dengan pelarut yang sama, sehingga semua komponen yang diinginkan dalam sampel terisolasi dengan sempurna. Pelarut yang digunakan ada 2 jenis, yaitu heksana (C6H14) untuk sampel kering dan metanol (CH3OH) untuk sampel basah. Jadi, pelarut yang dugunakan tergantung dari sampel alam yang digunakan. Nama lain yang digunakan sebagai pengganti sokletasi adalah pengekstrakan berulangulang (continous extraction) dari sampel pelarut (Rahman: 2012). Soxhletasi merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan, cairan penyari dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi menjadi molekul-molekul air oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia dalam klonsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah melewati pipa sifon ( Rene,2011). b) Prinsip Kerja Soxhletasi Bahan yang akan diekstraksi diletakkan dalam sebuah kantung ekstraksi (kertas, karton, dan sebagainya) dibagian dalam alat ekstraksi dari gelas yang bekerja kontinyu. Wadah gelas yang mengandung kantung diletakkan antara labu penyulingan dengan labu pendingin aliran balik dan dihubungkan dengan labu melalui pipa. Labu tersebut berisi bahan pelarut, yang menguap dan mencapai ke dalam pendingin aliran balik melalui pipet, berkondensasi di dalamnya, menetes ke atas bahan yang diekstraksi dan menarik keluar bahan yang diekstraksi. Larutan berkumpul di dalam wadah gelas dan setelah mencapai tinggi maksimalnya, secara otomatis dipindahkan ke dalam labu. Dengan demikian zat yang terekstraksi terakumulasi melalui penguapan bahan pelarut murni berikutnya. Pada cara ini diperlukan bahan pelarut dalam jumlah kecil, juga simplisia selalu baru artinya suplai bahan pelarut bebas bahan aktif berlangsung secara terus-menerus (pembaharuan pendekatan konsentrasi secara kontinyu). Keburukannya adalah waktu yang dibutuhkan untuk ekstraksi cukup lama (sampai beberapa jam) sehingga kebutuhan energinya tinggi (listrik, gas). Selanjutnya, simplisia di bagian tengah alat pemanas langsung berhubungan dengan labu, dimana pelarut menguap. Pemanasan bergantung pada lama ekstraksi, khususnya titik didih bahan pelarut yang digunakan, dapat berpengaruh negatif terhadap bahan tumbuhan yang peka suhu (glikosida, alkaloida). Demikian pula bahan terekstraksi yang terakumulasi dalam labu mengalami beban panas dalam waktu lama. Meskipun cara soxhlet sering digunakan pada laboratorium penelitian untuk pengekstraksi tumbuhan, namun peranannya dalam pembuatan sediaan tumbuhan kecil artinya (Anonim: 2011). c) Alat ekstraksi Soxhletasi Gambar 4. Alat Soxhletasi Nama-nama instrumen dan fungsinya adalah: 1) Kondensor berfungsi sebagai pendingin, dan juga untuk mempercepat proses pengembunan, 2) Timbal/klonsong berfungsi sebagai wadah untuk sampel yang ingin diambil zatnya, 3) Pipa F/vapor berfungsi sebagai jalannya uap, bagi pelarut yang menguap dari proses penguapan, 4) Sifon berfungsi sebagai perhitungan siklus, bila pada sifon larutannya penuh kemudian jatuh ke labu alas bulat maka hal ini dinamakan 1 siklus, 5) Labu alas bulat berfungsi sebagai wadah bagi ekstrak dan pelarutnya, 6) Hot plate atau penangas berfungsi sebagai pemanas larutan, 7) Water in sebagai tempat air masuk, dan 8) Water out sebagai tempat air keluar (Azam Khan: 2012). d) Kelebihan dan Kekurangan Soxhletasi Metode soxhletasi memiliki kelebihan dan kekurangan pada proses ekstraksi. Kelebihan: a. Dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak dan tidak tahan terhadap pemanasan secara langsung. b. Digunakan pelarut yang lebih sedikit. c. pemanasannya dapat diatur.Kekurangan: a. Karena pelarut didaur ulang, ekstrak yang terkumpul pada wadah di sebelah bawah terus-menerus dipanaskan sehingga dapat menyebabkan reaksi peruraian oleh panas. b. Jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampaui kelarutannya dalam pelarut tertentu sehingga dapat mengendap dalam wadah dan membutuhkan volume pelarut yang lebih banyak untuk melarutkannya. c. Bila dilakukan dalam skala besar, mungkin tidak cocok untuk menggunakan pelarut dengan titik didih yang terlalu tinggi (Keloko, 2013).

Gambar 5. Jenis Ekstraktor proses Leaching (sumber www.engineering-resource.com)2.2 Ekstraksi Cair-Cair 2.2.1 Pengertian ekstraksi pelarut (Ekstraksi Cair-Cair) Dalam laboratorium ekstraksi dapat digunakan untuk mengambil zat terlarut dalam air dengan menggunakan pelarut-pelarut organik yang tidak bercampur dengan air. Dalam industri, ekstraksi dipakai menghilangkan zat-zat yang tidak disukai yang terkait dalam produk. (Team Teaching, 2013). Ekstraksi pelarut atau disebut juga ekstraksi air adalah metode pemisahan yang paling baik dan populer. Alasan utamanya adalah pemisahan ini dapat dilakukan baik dalam tingkat makro ataupun mikro. Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat pelarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur, seperti benzena, karbon tetraklorida atau kloroform. Batasannya adalah zat terlarut dapat ditransfer pada jumlah yang berbeda dalam kedua fase pelarut. Ekstraksi pelarut terutama digunakan, bila pemisahan campuran dengan cara destilasi tidak mungkin dilakukan (misalnya karena pembentukan aseotrop atau karena kepekaannya terhadap panas) atau tidak ekonomis. Seperti ekstraksi padat-cair, ekstraksi cair-cair selalu terdiri atas sedikitnya dua tahap, yaltu pencampuran secara intensif bahan ekstraksi dengan pelarut, dan pemisahan kedua fasa cair itu sesempurna mungkin. Ekstraksi cair-cair dengan pengkelat logam adalah salah satu aplikasi utama ekstraksi cair-cair yaitu ekstraksi selektif ion logam menggunakan agen pengkelat. Pada umumnya ion-ion logam tidak larut dalam pelarut organik non polar. Ion logam harus diubah menjadi bentuk molekul yang tidak bermuatan dengan pembentukan kompleks agar ion logam tersebut dapat terekstrak ke dalam pelarut organik non polar. Senyawa kompleks adalah suatu senyawa dimana ion logam bersenyawa dengan ion atau molekul netral yang mempunyai sepasang atau lebih elektron bebas yang berikatan secara kovalen koordinasi (Anonim: 2011). Pembagian solut antara dua cairan yang tak saling campur memberikan banyak kemungkinan yang menarik bagi pemisahan-pemisahan analitik juga untuk keadaan yang tujuan utamanya bukanlah analitik melainkan preparatif, maka ekstraksi solven dapat merupakan suatu langkah penting dalam urutan yang memberikan hasil murni di dalam laboratorium organik, anorganik atau biokimia. Meskipun kadang-kadang digunakan alat yang sukar, seringkali diperlukan hanya sebuah corong pemisah (gambar 5). Sering pemisahan secara ekstraksi solvent dapat dilakukan dalam beberapa menit. Tekniknya dapat diterapkan untuk suatu batas-batas konsentrasi yang luas, dan telah digunakan secara ekstensif untuk isotop-isotop bebas pembawa dalam jumlah-jumlah yang sangat sedikit yang diperoleh baik dari transmutasi nuklir maupun dari material-material industri yang dalam jumlah ion (Underwood,1988). Gambar 6. Corong pisah Bila senyawa organik tidak larut sama sekali dalam air, pemisahannya akan lengkap. Namun, nyatanya, banyak senyawa organik, khususnya asam dan basa organik dalam derajat tertentu larut juga dalam air. Hal ini merupakan masalah dalam ekstraksi. Untuk memperkecil kehilangan yang disebabkan gejala pelarutan ini, disarankan untuk dilakukan ekstraksi berulang. Anggap anda diizinkan untuk menggunakan sejumlah tertentu pelarut. Daripada anda menggunakan keseluruhan pelarut itu untuk satu kali ekstraksi, lebih baik Anda menggunakan sebagian-sebagian pelarut untuk beberapa kali ekstraksi. Kemudian akhirnya menggabungkan bagian-bagian pelarut tadi. Dengan cara ini senyawa akan terekstraksi dengan lebih baik (Yashito takeuchi, 2006).

( b ) ( a )

Gambar 7. (a) proses ekstraksi cair cair dan (b) aplikasi ekstraksi cair cairUntuk mencapai proses ekstraksi cair-cair yang baik, pelarut yang digunakan harus memenuhi kriteria sebagai berikut (Martunus & Helwani, 2004;2005):1. kemampuan tinggi melarutkan komponen zat terlarut di dalam campuran.2. kemampuan tinggi untuk diambil kembali.3. perbedaan berat jenis antara ekstrk dan rafinat lebih besar.4. pelarut dan larutan yang akan diekstraksi harus tidak mudah campur.5. tidak mudah bereaksi dengan zat yang akan diekstraksi.6. tidak merusak alat secara korosi.7. tidak mudah terbakar, tidak beracun dan harganya relatif murah.Berdasarkan sifat diluen dan solven, sistem ekstraksi dibagi menjadi 2 sistem : a. immiscible extraction, solven (S) dan diluen (D) tidak saling larut. b. partially miscible, solven (S) sedikit larut dalam diluen (D) dan sebaliknya , meskipun demikian, campuran ini heterogen, jika dipisahkan akan terdapat fase diluen dan fase solven.

Skema sistem itu :Gambar 2. Skema sistem ekstraksi.

Suatu unit ekstraksi, selalu diikuti unit pemungutan solven agar dapat digunakan kembali ( solvent recovery unit), seperti gambar di bawah ini : Gambar 3. Skema unit ekstraksi yang diikuti unit pemungutan solven.

Ditinjau dari cara kontak kedua fase, maka ekstraktor dibagi menjadi 2 yaitu: 1. Kontak kontinyu ( continuous contactor) seperti Rotary Disc Contactor, Packed bed extractor, spray tower. 2. Kontak bertingkat ( stage wise contactor) seperti menara plat/tray, mixer-settler.(a) (b) (c) (d) ( e )

Gambar 4. (a)(b) Spray tower, (c)(d) Baffle-plate coloumn, dan (e) Sieve tray extractor.Menara kontak kontinyu sering disebut menara transfer massa, sedangkan menara platsering disebut menara stage keseimbangan. Oleh karena itu, pada menara kontak kontinyuharus diperhatikan kecepatan perpindahan massa solut dari fase pembawa ke fase pelarut.Tujuan perancangan alat ekstraksi dengan kontak bertingkat adalah menentukan jumlah stage seimbang/ideal/teoritis yang dibutuhkan.Jumlah stage sesungguhnya merupakan rasio stage ideal dengan efisiensi alatnya.Di dalam menganalisis alat ekstraksi, seseorang harus mengetahui dan menentukan : 1. kondisi bahan yang akan dipisahkan (umpan), yaitu kecepatan arus fluida umpan, komposisi. 2. banyak solut yang harus dipisahkan, 3. jenis solven yang akan digunakan, 4. suhu dan tekanan alat, 5. kecepatan arus solven minimum dan kecepatan arus solven operasi, 6. Diameter menara, 7. Jenis alat kontak, 8. Jumlah stage ideal, aktual, dan tinggi menara, 9. Pengaruh panas.2.3 Faktor-Faktor yang Harus Diperhatikan dalam Ekstraksi Dalam proses ekstraksi, ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain: 1. Ukuran partikel Ukuran partikel mempengaruhi laju ekstraksi dalam beberapa hal. Semakin kecil ukurannya, semakin besar luas permukaan antara padat dan cair; sehingga laju perpindahannya menjadi semakin besar. Dengan kata lain, jarak untuk berdifusi yang dialami oleh zat terlarut dalam padatan adalah kecil. 2. Zat pelarut Larutan yang akan dipakai sebagai zat pelarut seharusnya merupakan pelarut pilihan yang terbaik dan viskositasnya harus cukup rendah agar dapat dapat bersikulasi dengan mudah. Biasanya, zat pelarut murni akan diapaki pada awalnya, tetapi setelah proses ekstraksi berakhir, konsentrasi zat terlarut akan naik dan laju ekstraksinya turun, pertama karena gradien konsentrasi akan berkurang dan kedua zat terlarutnya menjadi lebih kental. 3. Temperatur Dalam banyak hal, kelarutan zat terlarut (pada partikel yang diekstraksi) di dalam pelarut akan naik bersamaan dengan kenaikan temperatur untuk memberikan laju ekstraksi yang lebih tinggi. 4. Pengadukan fluida Pengadukan pada zat pelarut adalah penting karena akan menaikkan proses difusi, sehingga menaikkan perpindahan material dari permukaan partikel ke zat pelarut. Pemilihan juga diperlukan tahap-tahap lainnya. pada ektraksi padat-cair misalnya, dapat dilakukan pra-pengolahan (pengecilan) bahan ekstraksi atau pengolahan lanjut dari rafinat (dengan tujuan mendapatkan kembali sisa-sisa pelarut). Pemilihan pelarut pada umumnya dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini : 1. Selektivitas Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan komponen-komponen lain dari bahan ekstraksi. Dalam praktek, terutama pada ekstraksi bahan-bahan alami, sering juga bahan lain (misalnya lemak, resin) ikut dibebaskan bersama-sama dengan ekstrak yang diinginkan. Dalam hal itu larutan ekstrak tercemar yang diperoleh harus dibersihkan, yaitu misalnya di ekstraksi lagi dengan menggunakan pelarut kedua. 2. Kelarutan Pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan ekstrak yang besar (kebutuhan pelarut lebih sedikit). 3. Kemampuan tidak saling bercampur Pada ekstraksi cair-cair pelarut tidak boleh (atau hanya secara terbatas) larut dalam bahan ekstraksi. 4. Kerapatan Terutama pada ekstraksi cair-cair, sedapat mungkin terdapat perbedaaan kerapatan yaitu besar amtara pelarut dan bahan ekstraksi. Hal ini dimaksudkan agar kedua fasa dapat dengan mudah dipisahkan kembali setelah pencampuran (pemisahan dengan gaya berat). Bila beda kerapatan kecil, seringkali pemisahan harus dilakukan dengan menggunakan gaya sentrifugal (misalnya dalam ekstraktor sentrifugal). 5. Reaktifitas Pada umumnya pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia pada komponen-komponen bahan ekstraksi. Sebaliknya dalam hal-hal tertentu diperlukan adanya reaksi kimia (misalnya pembentukan garam) untuk mendapatkan selektivitas yang tinggi. Seringkali ekstraksi juga disertai dengan reaksi kimia. Dalam hal ini bahan yang akan dipisahkan mutlak harus berada dalam bentuk larutan. 6. Titik didih Ekstrak dan pelarut biasanya harus dipisahkan dengan cara penguapan, destilasi atau rektifikasi, maka titik didih kedua bahan it tidak boleh terlalu dekat, dan keduanya tidak membentuk aseotrop. ditinjau dari segi ekonomi, akan menguntungkan jika pada proses ekstraksi titik didih pelarut tidak terlalu tinggi (seperti juga halnya dengan panas penguapan yang rendah). 7. Kriteria yang lain Pelarut sedapat mungkin harus: 1. Murah 2. Tersedia dalam jumlah besar 3. Tidak beracun 4. Tidak dapat terbakar 5. Tidak eksplosif bila bercampur dengan udara 6. Tidak korosif 7. Tidak menyebabkan terbentuknya emulsi 8. Memilliki viskositas yang rendah 9. Stabil secara kimia dan termis. Karena hampir tidak ada pelarut yang memenuhi syarat di atas, maka untuk setiap proses ekstraksi harus dicari pelarut yang paling sesuai. Beberapa pelarut yang terpenting adalah : air, asam-asam organik dan anorganik, hidrokarbon jenuh, toluen, karbon disulfit, eter, aseton, hidrokarbon yang mengandung khlor, isopropanol, etanol (Nurul, 2013).Dari kedua teknik pemisahan senyawa dapat diambil contoh dalam pengaplikasiannya. Contoh diambil dari artikel ilmiah hasil penelitian. Untuk teknik ekstraksi padat cair dapat diambil contoh dari artikel ilmiah dengan judul Penentuan Kondisi Keseimbangan Unit Leaching Pada Produksi Eugenol Dari Daun Cengkeh. Artikel ini bertujuan untuk mendapatkan minyak cengkeh dengan ekstraksi padat cair (leaching). Peneliti mencari data data keseimbangan fase padat cair untuk perencangan alat ektraktor. Penelitian dilakukan dengan proses ekstraksi menggunakan pelarut etanol kemudaian dilanjutkan dengan proses destilasi untuk memisahkan minyak dari pelarut. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun cengkeh kering dan bahan kimia berupa etanol (C2H5OH), natrium hidroksida (NaOH) dan air (H2O). Daun cengkeh dikeringkan di ruangan terbuka dan diukur kadar airnya. Percobaan pendahuluan ini untuk penentuan waktu kesetimbangan. Penentuan waktu setimbang dilakukan dengan cara mengekstraksi 90 gram daun cengkeh dalam etanol 96% dengan volume 500 ml. Leaching berlangsung pada suhu 30oC dan putaran pengaduk 460 rpm. Leaching dilakukan dengan waktu 1 dan 3 jam. Pada akhir leaching, ampas daun dipisahkan dari campuran dengan cara menyaring. Pada waktu setimbang, ketika rendemen minyak relatif tidak berubah terhadap waktu. Percobaan utama untuk mengetahui pengaruh suhu, volume etanol dan waktu proses leaching terhadap rendemen. Percobaan dilakukan dengan variasi suhu 30oC dan 50oC dan variasi jumlah volume etanol pada konsentrasi 96% yaitu 500 dan 600 ml. Rangkaian alat yang digunakan seperti gambar

Gambar 8.Rancangan alat leaching

Keterangan :1. Heating mantle2. Labu leher tiga3. Impeller4. Termometer5. Batang poros6. Mixer7. Statif8. KlemKemudian dilakukan tahap penyulingan untuk memisahkan minyak dengan pelarut dilangsungkan pada temperatur 78oC. Kadar minyak dalam daun dihitung dengan neraca massa total dalam beaker

Cs = (1)Dimana : Cs = kadar minyak dalam daun selama leaching, gr minyak/gr daun.Co = kadar minyak di dalam daun sebelum leaching yang ditentukan dengan metode ekstraksi soxhlet, gr minyak/gr daun.Ca*= kadar minyak dalam etanol pada keadaan kesetimbangan, gr minyak/ml etanol.M = berat daun basis kering, gr.V = volume etanol, ml.Kemudian dilakukan tahap ekstraksi untuk menentukan kadar eugenol dalam minyak dengan menggunakan larutan basa NaOH 5%. Hasil yang didapat adalah eugenol yang murni.Teknik pemisahan yang kedua adalah ekstraksi cair cair. Pada teknik ini terdapat banyak contoh pengaplikasiannya. Salah satunya adalah pengambilan nikotin dalam daun tembakau yang digunakan untuk bioinsektisida. Dari artikel ilmiah yang berjudul Pemanfaatan Nikotin Pada Daun Tembakau untuk Memproduksi Bioinsektisida dengan Proses Ekstraksi Cair Cair. Tujuan penelitian ini adalah menentukan variabel variabel yang berpengaruh dalam proses ekstraksi daun tembakau dalam usaha untuk mengambil nikotin di dalamnya dan mendapatkan kondisi optimum proses ekstraksi daun tembakau. Metode penelitian yang diterapkan dalam penelitian ini memiliki tiga tahap utama, yaitu persiapan bahan baku daun tembakau yang akan diekstrak, tahap maserasi, dan tahap ekstraksi daun tembakau dengan ekstraksi cai cair. Sebelum melakukan ekstraksi daun tembakau dipilih yang berkondisi masih segar. Setelah itu daun dipotong tipis tipis. Setelah itu giling bahan baku yang telah dipotong tipis tipis agar permukaan bahan baku menjadi lebih halus. Sebayak 60 gram bahan baku dilarutkan dengan aquades di dalam leher labu tiga dengan suhu dan pH yang diinginkan, kemudian dilakukan maserasi dengan metanol selama 1 hari. Setelah itu bahan baku yang sudah dimaserasi disaring dengan menggunakan kertas whatman. Dengan mengambil filtratnya kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass. Filtrat diuapkan dengan cara memanaskan di atas magnetic stirrer dengan kecepatan agitator yang sedang hingga tercapai volume mula mula. Ekstrak metanol yang didapatkan dari penguapan filtrat dicampur dengan aquades dan n-hexane di dalam corong pemisah dengan perbandingan 2 : 1 : 2. Dikocok ketiga campuran tersebut selama 10 menit dengan menggunakan bantuan alat shaker agar kecepatan dalam pengocokkan stabil. Pengocokkan dilakukan hingga terbentuk dua lapisan tidak saling larut (immisicible) yaitu lapisan n-hexane dan lapisan campuran metanol air. Ekstrak metanol diasamkan dengan asam sulfat 0,2 N sampai pH yang ditentukan. Kemudian ditambahkan tawas dengan volume yang sama dengan ekstrak metanol. Ekstrak metanol yang telah ditambahkan akan membentuk garam alkaloid. Garam alkaloid yang terbentuk kemudian dibasahkan dengan NH3 hingga pH yang ditentukan, sehingga didapatkan ekstrak alkaloid yang kemudian disaring dengan pompa vacum untuk mendapatkan kristal nikotin. Dengan langkah langkah yang telah dilakukan maka didapatkan nikotin. Dalam artikel ini untuk memastikan dilakukan uji kualitatif dengan metode GC-MS. Dan diapatkan kromatogram yang menunjukkan adanya nikotin dengan berat molekul 162 gram/mol dalam sampel daun tembakau yang telah ditreatmen.

Gambar 9. Alat shaker

BAB 3PENUTUP

SIMPULANSecara umum, ekstraksi metabolit sekunder dibedakan atas dua yaitu ekstraksi padat cair dan ekstraki cair-cair. Ekstraksi padat cair, digunakan untuk melarutkan zat yang dapat larut dari campurannya dengan zat padat yang tidak dapat larut yang terdiri dari cara dingin (maserasi, perkolasi) dan cara panas (soxhletasi, refluks) sedangkan ekstraksi cair-cair, digunakan untuk memisahkan dua zat cair yang saling bercampur, dengan menggunakan pelarut dapat melarutkan salah satu zat. Dalam melakukan ekstraksi padat cair, ada beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu temperatur, zat pelarut, ukuran partikel dan pengadukan fluida sedangkan pada ektraksi cair-cair, hal yang harus diperhatikan adalah selektivitas, kelarutan, kemampuan untuk saling tidak bercampur, kerapatan, selektivitas dan titik didih.Dari kedua teknik pemisahan ini dapat diaplikasikan diberbagai bidang yang memiliki tujuan berbeda beda. Darii pembahasan diatas diambil satu contoh masing masing dari kedua teknik pemisahan ekstraksi ini. Yang pertama adalah pengaplikasian teknik ekstraksi padat cari (leaching), dari artikel yang diambil bertujuan dalam pengambilan minyak eugenol dari daun cengkeh dengan alat labu leher tiga. Artikel yang kedua adalah pengambilan nikotin dari daun tembakau dari proses ekstraksi cair cair dengan pelarut n-hexane dan metanol dalam corong pisah yang dikocok dengan menggunakan alat shaker.

DAFTAR PUSTAKAAkhyar.2010. Uji Daya Hambat dan Analisis Klt Bioautografi Ekstrak Akar dan Buah Bakau (rhizophora stylosa griff.) terhadap vibrio harveyi. Makassar: Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin Day. Jr, R.A., dan A.L. Underwood. 1988. Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga Irawan, Bambang. 2010. Peningkatan Mutu Minyak Nilam dengan Ekstraksi danDestilasi Pada Berbagai Komposisi Pelarut. Semarang: Universitas Negeri Gorontalo Khopkar, S. M. Penerjemah A. Saptorahardjo. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik.Jakarta:UI-Press Martunus & Helwani, Z. 2004. Ekstraksi Senyawa Aromatis dari Heavy Gas Oil(HGO) dengan Pelarut Dietilen Glikol (DEG). J. Si. Tek. 3[2]: 46-50.Martunus & Helwani, Z. 2005. Ekstraksi Senyawa Aromatis dari Heavy Gas Oil(HGO) dengan Pelarut Trietilen Glikol (TEG). J. Si. Tek. 4[2]: 34-37.Muhiedin, Fuad. 2008. Efisiensi Proses Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam dengan MetodeEkstraksi Multi Tahap. Malang: Universitas Brawijaya Rene Nursaerah M. L. 2011. Mempelajari Ekstraksi Pigmen Antosianin dari KulitManggis dengan Berbagai Jenis Pelarut. Bandung: Universitas Pasundan Soebagio, dkk. 2005. Kimia Analitik. Malang: Universitas Negeri Malang Team Teaching. 2013. Dasar-Dasar Pemisahan Analitik bagi Mahasiswa. Gorontalo: Laboratorium Kimia, FMIPA UNG Yashito takeuchi, 2006. Buku Teks Pengantar Kimia Diterjemahkan dari Versi BahasaInggrisnya oleh Ismunandar. Iwanani shoten: Tokyo 26