Embriologi lakrimal

Embed Size (px)

Citation preview

APPARATUS LAKRIMALIS

EmbriologiA. Apparatus sekresi

Perkembangan glandula lakrimal dimulai dari bakal ectoderm di orbita superolateral anterior. Bagian tersebut akan bercabang membentuk duktus dan alveoli. Glandula lakrimal masih kecil dan belum berfungsi hingga mencapai usia 6 minggu setelah lahir. Hal ini menjelaskan mengapa pada neonates yang menangis tidak mengeluarkan air mata.B. Aparatus eksresi

Di akhir minggu kelima usia kehamilan, lekukan nasolacrimal membentuk suatu alur di antara tonjolan nasal dan maksila. Pada dasar lekukan ini, duktus nasolacrimal berkembang dari lipatan tebal ectoderm. Suatu zat padat memisahkan dari batas ektoderm dan turun ke lapisan mesenkim. Cord canalize membentuk duktus nasolacrimal dan sakus lakrima. Kanalikulus dibentuk dari invaginasi ektoderm yang menyambung ke distal cord. Di bagian kaudal, duktus melebar ke intranasal dan berakhir pada meatus inferior. kanalisasi lengkap pada saat lahir. Kegagalan pembentukan kanal mengakibatkan obstruksi ductus nasolacrimal kongenital. Obstruksi pada bagian akhir distal (katup Hasner) didapatkan pada 50% neonatus. Kepatenan duktus terjadi secara spontan dalam bulan-bulan pertama kehidupan. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, lakrimasi belum berfungsi secara normal hingga usia 6 minggu, sehingga pengeluaran air mata yang berlebihan tidak segera diketahui bila terjadi obstruksi. Anatomi Normal1. Aparatus sekresi

Kelenjar lakrimal utama merupakan kelenjar eksokrin yang terletak di kuadran lateral superior orbita di dalam fossa glandula lakrimal. Kelenjar ini dibagi oleh kornu lateral aponeurosis levator menjadi lobus orbita dan lobus palpebral/ ligamentum transversa superior (Whitnall ligament) menyelip di antara 2 lobus ini dengan sera-serat yang menonjol ke tuberkel orbita lateral. Delapan hingga dua belas duktus lakrimal menyambung ke bagian superior yang buntu pada 5mm di atas batas tarsal lateral setelah melewati bagian posterior ke aponeurosis, melalui otot Miller dan konjungtiva. Duktus dari orbita bergabung dengan duktus dari lobus palpebra. Oleh karena itu, hilang atau rusaknya bagian palpebral dari kelenjar akan mengurangi sekresi dari seluruh kelenjar lakrimal. Inilah alasan mengapa biopsi glandula lakrimal dilakukan di lobus orbita.

Iritasi permukaan kornea merangsang produksi air mata dari glandula lakrimal. Cabang oftalmika dari nervus trigeminus mempersarafi jalur aferen dari reflex air mata. Jalur eferen lebih rumit. Saraf parasimpatis bermula dari nucleus saliva superior di pons, keluar dari batang otak bersamaan dengan nervus fasial, nervus VII kranial. Serat lakrimal meninggalkan nervus VII kranial sebagai Greater Superficial Petrosal Nerve dan masuk ke ganglion sfenopalatina. Dari sana, masuk ke glandula lakrimal melalui cabang superior nervus zigomatikum.

Gambar 1. Anatomi sistem lakrimal

Kelenjar lakrimal aksesori (Krause dan Wolfring) terletak lebih ke dalam di fornix superior. Sekresi cairan lakrimal secara sederhana dibagi menjadi sekresi basal dan reflex sekresi. Sebelumnya, ada perdebatan tentang kelenjar aksesori yang menghasilkan sekresi basal dan kelenjar lakrimal yang bertanggung jawab untuk reflex sekresi. Tetapi, penelitian terkini menyatakan tentant semua proses sekresi air mata adalah sebuah reflex.

Komposisi tear film :

Sel goblet konjungtiva membentuk lapisan dalam tear film dengan cara sekresi musin

Sekresi kelenjar lakrimal utama dan asesori membentuk lapisan intermediate tear film

Kelenjar meibom memberi lipid di lapisan terluar tear film, yang mengurangi evaporasi di bawah lapisan aquos.

2. Apparatus ekskresi

Jalur masuk ke system drainase lakrimal melalui punctum yang terletak di batas medial pada kelopak atas dan bawah. Punctum inferior agak ke lateral disbanding punctum superior. Tiap punctum dikelilingi oleh ampula, dan menuju ke kanalikulus. Kanalikulus dilapisi oleh epitel skuamosa bertingkat tidak berkeratin dan tidak menghasilkan musin, yang berjalan 2mm vetikal kemudian memutar 90o dan 8-10 mm ke medial untuk menghubungkan dengan sakus lakrimal. Katup Rosenmiiller secara sederhana dideksripsikan sebagai struktur yang mncegah reflux air mata dari sakus kembali ke kanalikulus. Adanya lipatan mukosa dideteksi dengan electron microscopy. Terletak di orbita medial anterior, sakus lakrimal di dalam fosa yang dibatasi oleh puncak lakrimal posterior dan anterior, di bagian tendon kantus medial menempel. Tendon kantus medial merupakan struktur kompleks tersusun atas krura posterior dan anterior. Permukaan atas melekat di puncak lakrimal anterior, sedangkan bagian dalam (otot Horner) ke puncak lakrimal posterior. Dinding medial fossa ( lamina papiracea) dibentuk di bagian posterior oleh tulang lakrimal dan bagian anterior oleh prosesus frontal maksilari. Di sebelah medial dari lamina papiracea merupakan meatus media nasal. Puncak sakus melebar beberapa millimeter ke atas tendon kantus medial. Sakus di bagian superior dilapisi oleh jaringan fibrosa. Hal ini bisa menjelaskan mengapa pada sebagian besar kasus distensi sakus lakrimal ke inferior tendon kantus medial. Sedangkan di bagian inferior, sakus lakrimal menyambung dengan duktus nasolacrimal. Struktur tambahan yang sebaiknya diperhatikan oleh ahli bedah ketika operasi sakus lakrimal dan di sekitarnya adalah arteri dan vena angular, yang melintas 7-8mm medial dari sudut kantus medial dan anastomosis dengan system vascular wajah dan orbita.Ukuran duktus nasolacrimal 12mm atau lebih, di sepanjang kanal nasolacrimal, melengkung pertama kali di inferios dan agak ke arah lateral dan posterior. Duktus nasolacrimal membuka ke hidung melalui ostium di bawah turbin inferior ( meatus inferior), yang sebagian di bungkus oleh lipatan mukosa (katup Hasner). Kegagalan dari perkembangan ostium ini pada sebagian besar kasus yang menyebabkan terjadinya obstruksi duktus nasolacrimal. Fisiologi

Evaporasi terjadi pada 10% air mata untuk usia muda dan 20% atau lebih untuk usia lebih tua. Sebagian besar aliran air mata dipompa secara aktir dari tempat produksi oleh muskulus orbicularis. Banyak teori tentang mekanisme pompa ini. Mekanisme yang dijelaskan oleh Rosengren-Doane, kontraksi orbicularis menghasilkan tekanan positif di sakus, mengalirkan ke dalam hidung. Ketika kelopak mata membuka dan bergerak lateral, terjadi tekanan negative di sakus. kelopak mata yang membuka seluruhnya, punctum terbuka dan tekanan negatif menyebabkan air mata mengalir ke kanalikulus. Kedipan mata yang melemah megganggu mekanisme pompa lakrimasi yang normal dan ini menjelaskan mengapa pada beberapa pasien dengan kerusakan nervus fasial parsial mengalami epifora.Gambar 2. Pompa LakrimalObstruksi Drainase Lakrimal Didapat

Anamnesis

Pasien dengan gangguan lakrimasi dibagi menjadi 2 grup yaitu hipersekresi dan gangguan drainase. Langkah pertama dalam mengevaluasi adalah membedakan 2 kondisi tersebut. Hal-hal berikut bisa membantu pemeriksan untuk menilai pasien dengan gangguan lakrimasi:

Konstan dengan intermiten

Periode remisi dengan non remisi Unilateral atau bilateral Ketidaknyamanan permukaan ocular subjektif

Riwayat alergi

Penggunaan obat-obatan topical

Infeksi permukaan ocular sebelumnya

Operasi atau penyakit sinus sebelumnya, trauma wajah, atau fraktur nasal

Episode inflamasi sakus lakrimal sebelumnya

Air mata yang jernih dengan air mata bercampur nanah atau darah (darah pada air mata bisa indikasi keganasan)

Pemeriksaan

Pemeriksaan sistemik membantu untuk menentukan penyebab gangguan lakrimasi dengan tepat. Sesuai dengan anamnesis, langkah pertama pemeriksaan adalah membedakan pasien dengan obstruksi system drainase lakrimal dengan epifora akibat hipersekresi sekunder.

Pseudoepifora

Epifora didefinisikan sebagai mata berair. Beberapa pasien merasa mata mereka memiliki terlalu banyak air mata tetapi tidak menunjukkan epifora sebenarnya. Sensasi ini sering disebabkan oleh abnormalitas kelopak mata atau bagian mata lainnya. Contohnya, pasien dengan mata kering merasa adanya benda asing atau meningkatnya produksi mucus karena lakrimasi berlebih, tetapi tidak menunjukkan aliran air mata yang berlebihan sebenarnya dari batas kelopak mata atau turun ke pipi. Dalam menilai pseudoepifora, oftalmologis seharusnya mempertimbangkan hal berikut: Tear meniscus ukuran dari lacrimal lake seperti adanya protein presipitat dan mucus berserat kemungkinan indikasi suatu abnormal tear film Tear breakup time. Lapisan musin tear film membantu menyebarkan lapisan lain bahkan melampaui permukaan kornea. Hal ini dilihat paling baik setelah fluoresen di tempatkan di conjungtival cul-de-sac. Pasien diminta untuk membuka mata dan menahan diri untuk berkedip. Oftalomologis kemudian memeriksa tear film dengan menggunakan bagian yang lebar dari slit lamp. Waktu normal minimal 15 detik, bila kurang dari 10 detik bisa dikatakan kelemahan fungsi dari lapisan musin selain jumlah air mata yang cukup. Schimer test. Tes ini untuk mengukur sekresi air mata. Kertas strip diletakkan tanpa anestesi di bagian inferior cul-de-sac selama 5 menit, dan dicatat perembesannya. Jumlah yang normal kira-kira 15mm. hipersekresi diperkirakan bila kertas penyaring sudah dipenuhi air mata secara cepat. Namun, sekresi yang berlebihan bisa terjadi karena respon iritasi akibat kertas penyaring itu sendiri. Berbagai tes seharusnya juga dilakukan untuk mengkonfirmasi anggapan ini. Schirmer I merupakan satu dari berbagai jenis tes Schirmer, beberapa klinisi memilih tes Schirmer dasar (diukur setelah pemberian tetes anestesi topical secara perlahan-lahan), diketahui lebih berguna dalam menentukan defisiensi produksi air mata. Iritasi kornea. Pasien seharusnya juga dievaluasi apakah adanya iritasi mekanik pada kornea. Iritasi kornea karena kontak dengan bulu mata merupakan penyebab tersering dari iritasi ocular dan lakrimasi sekunder. Hal ini bisa diketahui pada keadaan trichiasis atau entropion. Iritan lainnya termasuk allergen, infeksi kronik contohnya klamidia atau moluskum, dan penyakit terkait lensa kontak seperti Giant Papillary Conjunctivitis. Pemeriksaan yang teliti pada konjungtiva palpebral bisa membantu identifikasi gangguan lainnya.Penilaian aliran keluar lakrimal

Aliran lakrimal abnormal karena terjadi gangguan pada beberapa struktur. Dengan adanya malposisi kelopak mata, air mata tidak memiliki akses ke punctum. Pemeriksaan slit lamp selama siklus berkedip dibutuhkan untuk menentukan apakah sudah benar posisi punctum di dalam tear lake. Gangguan nervus fasial menyebabkan melemahnya atau kedipan tidak sempurna sehingga fungsi pompa lakrimal tidak baik. Hipertrofi karunkular dan conjunctival chalasis bisa menutup akses ke punctum, dan pasien seharusnya dievaluasi untuk keadaan ini. Stenosis, oklusi atau aplasia punctum bisa terjadi.

Penilaian sakus lakrimal bisa tidak ternilai. Palpasi dengan penekanan pada distensi sakus lakrimal bisa menyebabkan reflux mukoid atau mukopurulen melalui system kanalikular. Reflux ini menandai adanya obstruksi duktus nasolacrimal komplit, dan tidak dibutuhkan tes diagnostic lebih lanjut jika tidak dicurigai adanya tumor sakus lakrimal.

Pemeriksaan hidung rutin bisa menemukan penyebab epifora yang tak diduga, seperti tumor intranasal, impaksi turbinate, atau rhinitis alergi kronis. Keadaan ini bisa menutup akses duktus nasolacrimal ke hidung.

Tes Diagnostik

Penilaian klinis system drainase lakrimal telah diuraikan oleh Lester Jones. Penilaian ini dalam bentuk dye disappearance test diikuti oleh tes Jones I dan Jones II. Dengan menggunakan rangkaian ini (dengan modifikasi) sebagai petunjuk, dokter mempersingkat tes diagnostik.

Dye disappearance test (DDT) berguna untuk menilai ada atau tidak adanya aliran keluar air mata adekuat, khususnya pada kasus unilateral. Hal ini lebih diandalkan pada anak-anak, yang membutuhkan sedatif untuk irigasi lakrimal. Dengan tetesan dari larutan fluoresen 2% steril atau kertas fluoresen yang dibasahi, pemeriksan memasukkan fluoresen ke dalam konjungtiva forniks pada masing-masing mata kemudian observasi tear film, lebih baik dengan filter kobalt biru slit lamp. Tanda celupan yang persisten, atau khususnya, clearance asimetris zat celup dari tear meniscus lebih dari 5 menit menandakan adanya obstruksi. Jika hasil DDT normal, disfungsi drainase lakrimal yang berat sangat tidak mungkin. Namun, penyebab lakrimasi intermiten seperti alergi, dakriolit, atau obstruksi intranasal tidak bisa diabaikan.

Tes Jones I dan Jones II telah digunakan untuk penilaian epifora. Seperti DDT, tes Jones I atau primary dye test, meneliti aliran keluar air mata pada keadaan non fisiologis. Pemeriksa memasukkan fluoresen ke dalam konjungtiva forniks yang mengalir ke meatus inferior dan mengetahuinya dengan cara memasukkan aplikator kapas ke ostium duktus nasolacrimal selama 2-5 menit.

Tes Jones II non fisiologis menetukan ada atau tidaknya fluoresen dalam irigasi cairan salin dari hidung.

Lacrimal drainage system irrigation biasanya dilakukan segera setelah DDT untuk menentukan tingkat oklusi system drainase lakrimal. Setelah memasukkan anestesi topical, punctum inferior dilebarkan, dan stenosis punctum diperhatikan. Irigasi kanula terletak di system kalikular. Untuk mencegah an kesulitan dalam irigasi kanula, klinisi menjaga traksi lateral kelopak mata bawah. Stenosis atau oklusi kanalikulus seharusnya diperhatikan dan dikonfirmasi dengan penyelidikan lanjut.

Gambar 2. Irigasi sistem drainase lakrimalJika bahan mukoid atau fluoresen refluks melalui punktum yang berlawanan dengan pelebaran sakus lakrimal, maka diagnosisnya adalah obstruksi NLD komplit. Jika irigasi larutan salin tidak berhubungan dengan refluks kanalikular atau cairan menetes ke bawah NLD, maka distensi sakus lakrimal akan membuat ketidaknyamanan pada pasien. Hasil ini membuktikan obstruksi NLD komplit dengan katup rosenmuller yang berfungsi baik mencegah refluks melalui system kanalikuler. Gabungan refluks larutan sallin melalui kanalikulus yang berlawanan dan irigasi larutan salin melalui NLD kedalam hidung bisa mengindikasikan penyempitan DNL partial/sebagian.

Jika irigasi salin masuk ke dalam hidung dengan bebas tanpa adanya refluks melalui kanalikular system hal ini menunjukkan DNL yang paten (tidak ada gangguan). Bagaimanapun, penting untuk diketahui, bahwa meskipun irigasi ini berhasil dalam kondisi nonfisiologis seperti peningkatan tekanan hidrostatik dalam irigasi larutan salin, suatu obstruksi fungsional bisa saja ada. Suatu dakriolith (batu air mata) bisa juga menghalangi aliran tanpa mengahmbat irigasi.

Probing diagnosis dari system saluran bagian atas (punkta, kanalikulus, sakus lakrimal) sangat berguna dalam menentukan derajat obstruksi. Pada orang dewasa, prosedur ini mudah dikerjakan dengan anestesi topical. Suatu probe yang kecil (00)harus digunakan terlebih dahulu untuk mengetahui berbagai obstruksi kanalikular. Jika suatu obstruksi ditemukan, probe tidak tertanam sebelum dilakukan penarikan, dengan cara ini jarak obstruksi bisa ditentukan. Probe yang besar bisa digunakan untuk menentukan luasnya obstruksi partial, tetapi probe tidak boleh digunakan pada daerah yang mengalami tahanan.

Probing diagnosis dari DNL tidak bisa dilakukan pada dewasa karena ada arti lain dari diagnosis obstruksi DNL. Probing pada dewasa juga memiliki nilai terapeutik yang terbatas. Karena jarang yang bisa bertahan lama. Di lain pihak, probing pada bayi sangat berguna dan merupakan prosedur dengan keberhasilan yang tinggi. Hal ini mencerminkan perbedaan patofisiologi antara obstruksi DNL yang didapat dengan congenital.

Nasal endoskopi bisa dilakukan untu k melihat aliran lakrimal secara langsung. Endoskopi diagnostic hanya membutuhkan waktu beberapa menit untuk dikerjakan dan sangat membantu dalam mengevaluasi kondisi anatomi hidung dan dalam emngindentifikasi proses penyakitnya. Endoskopi bisa dikerjakan terlebih dahulu sebelum koreksi pembedahan dilakukan, terutama jika visualisasi langsung sulit.

Dakriosistografi dan dakrioskintigrafi diperlukan dalam mengevaluasi anatomi dan fungsi system drainase lakrimal. Namun sudah jarang digunakan, karena sudah ada cara yang lebih gampang misalnya dengan CT dan MRI. Dakriosistografi meyediakan informasi anatomis dengan memasukkan zat kontras kedalam system lakrimal diikuti dengan imaging dengan computerized digital subtraction. Dakrioskintigrafi menyediakan informasi fisiologis dengan menggunakan tetesan radionukleotida yang akan menelusuri aliran air mata.

CT dan MRI sangat berguna terutama setelah trauma craniofasial, deformitas craniofasial congenital, atau untuk suspek keganasan. CT digunakan terutama dalam mengevaluasi suspek kelainan tulang seperti fraktur. Juga bisa digunakan untuk menilai posisi lamina cribros. Dengan demikian membantu untuk menghindari trauma pada saat pembedahan dan kebocoran cairan serebrospinal. MRI terutama digunakan dalam mengevaluasi suspek penyakit jaringan lunak seperti keganasan. Meskipun CT dan MRI sangat berguna dalam namun bisa mengakibatkan mata berair.

Gangguan punktum

Beberapa gangguan punktum dapat mengakibatkan epifora. Punktum bisa terlalu kecil (oklusi dan stenosis) atau terlalu besar (biasanya iatrogenic) atau malposisi atau ditutupi oleh struktur yang berdekatan.

Penyempitan dan penyumbatan punktum bisa terjadi pada berbagai kondisi, termasuk congenital, inflamasi (SSJ atau pemfigoid), infeksi (herpes) dan iatrogenic (akibat pengobatan mata kering). Stenosis punktum secara umum berhubungan dengan punktum ektropion. Stenosis punktum bisa diterapi dengan dengan dilatasi. Punktoplasti, atau dengan stent. Keuntungan dari dilatasi adalah berlangsung sebentar dan diperlukan punktoplasti. Hal ini biasanya terjadi pada prosedur dengan gunting, yang mana bagian kecil ampulla dieksisi. Jika stenosis berulang, stenting diperlukan pada saat penyembuhan untuk mencegah kontraksi. Terapi oklusi komplit terdiri dari pembedahan kanalisasi dan pada banyak kasus stenting Punktum yang besar secara abnormal juga bisa menyebabkan epifora, meskipun hal ini agak berlawanan. Dlam hal ini, epifora difikirkan sebagai akibat dari gangguan pompa lakrimal

Pembukaan yang diperluas mencegah pembentukan suatu segel ketika mata ditutup. Hal ini pada gilirannya akan mencegah pembentukan tekanan negative sedemikian rupa sehingga pengisapan air mata tidak terjadi. Pembesaran punktum hamper secara khusus merupakan akibat trauma iatrogenic. Stenting dari system darinase air mata dapat menghasilkan cheese-wiring dari punktum dan kanalikulus yang berdekatan. Oleh karena itu, pasien dengan stent memerlukan pemantauan secara berkala. Stent harus dilepas jika terjadi deformitas punktum. Pelebaran punktum juga bisa akibat dari punktoplasti dan kadang-kadang dari eksisi tumor yang berdekatan. Kerusakan punktum harus dihindari karena belum ada terapi yang efektif. Untungnya, jarang adanya gejala yang cukup berat yang memerlukan prosedur ini. Untuk mengalirkan air mata harus memiliki jalur ke punktum. Jalur ini bisa terganggu oleh punktum yang malposisi, sehingga punktum tidak lagi terletak di danau air mata.

Punktum juga bisa mengalami obstruksi atau malposisi oleh struktur yang berdekatan salah satunya dari karunkel yang hipertrofi atau konjungtiva (konjungtivokhalasis). Pada kebanyakan kasus, hal ini bisa dikoreksi dengan mudah dengan cara mengeksisi karunkel tersebut atau konjungtiva tersebut.

Obstruksi kanalikular

Evaluasi

Obstruksi bisa terjadi dimana saja, baik itu dia bagian atas atau bawah kanalikulus. Obstruksi partial bisa ditemukan saat irigasi system lakrimal, hal ini ditandi dengan aliran sebagian menuju hidung dan sebagian lagi berbalik (refluks). Obstruksi kanalikular total ditandai dengan aliran dari bagian ke bagian atas kanalikulus tanpa adanya aliran ke dalam sakus lakrimal selama irigasi dilakukan.

Etiologi

Sumbat lakrimal Sumbat punktum dan kanalikular dibuat untuk menghambat aliran air mata pada pengobatan mata kering, bervariasi dalam bentuk dan ukuran.walaupun berbagai jenis sumbatan tersebut bisa mnegakibatkan obstruksi. Hal ini terlihat pada sumbat air mata Herric. Yang ditempatkan secara dalam pada kanalikulus. Sumbat punktum yang terlalu kecil dapat berpindah kedalam kanalikulus dan bisa mengakibatkan obstruksi. Bahkan sumbat yang temporer atau yang dapat diserap sudah diketahui bisa mengakibatkan respon inflamasi local dan konstriksi kanalikulus. USG frekuensi tinggi juga telah digunakan unutk mengidentifikasi sumbat silicon yang menyebabkan obstruksi dalam kanalikulus. Sekali teridentifikasi, masalah sumbatan ini baisanya dibuang dengan terapi pembedahan. Kanalikulus kemudian diperbaiki dengan re anastomose menggunakan stent. Tekhnik ini hamper sama dengan rekonstruksi yang menyertai trauma atau setelah perlukaan kanalikulus ketika dilakukan eksisi dari neoplasma.

Obat-obatan. Obat-obatan kadang bisa menyebabkan obstruksi kanalikulus. Hal ini sering ditemukan pada obat-obat agen kemoterapi sistemik (5-fluorouracil, docetaxel, idoxuridine). Obat-obatan ini disekresikan melalui air mata, yang mengakibatkan inflamasi dan skar pada kanalikulus. Penggunaan tetes mata steroid dan air mata artificial selama kemoterapi bisa mencegah terbentuknya skar (jaringan parut). Jika kondisi ini ditemukan lebih awal sebelum obstruksinya total, stetnt bisa diletakkan untuk meregang konstriksi kanalikulus yang terjadi dan juga mencegah progresi penyempitannya selama pasien menjalani kemoterapi. Selain itu, ada juga dilaporkan obstruksi kanalikulus disebabkan oleh penggunaan obat-obat topical seperti phospoline iodide dan serineInfeksi. Sejumlah infeksi bisa mengakibatkan obstruksi kanalikulus. Yang paling sering, obstruksi terjadi pada infeksi konjungtiva difuse (visur herpes simplex).Penyakit inflamasi. Penyakit inflamasi seperti pemfigoid, SSJ dan reaksi transplantasi dapat mengakibatkan kerusakan punktum dan/atau kanalikulusTrauma. Perlukaan akibat trauma yang terjadi pada kanalikulus dapat mengakibatkan kerusakan permanen jika trauma tersebut tidak diatasi secepatnya. Neoplasma. Adanya suatu keganasan pada daerah Chantal medial, reseksi komplit yang mencakup pembuangan punktum dan kanalukulus diperlukan. Eksisi tumor komplit harus dipastikan dengan pemeriksaan histologis. Manajemen

Stenting kanalikulus

Intubasi atau pemasangan stent pada system drainase airmata harus dipertimbangkan sebagai terapi lini pertama jika memungkinkan. Intubasi dari darinase sistem nasolakrimal biasanya berhasil dikerjakan pada pasien dengan konstriksi kanalikulus simtomatik tapi tidak dengan oklusi.

Rekonstruksi

Rekonstruksi dari suatu obstruksi kanalikulus sering berhasil jika beberapa millimeter yang terlibat. Jika daerah oklusi total ditemukan dekat dengan punktum, kanalikulus yang tersumbat dapat direseksi.

Kanalikulodakriosistorhinostomi (CDR)

Jika ada suatu obstruksi total pada kanalikulus utama, Kanalikulodakriosistorhinostomi bisa dilakukan. Dalam prosedur ini bagian kanalikulus utama yang mengalami obstruksi tersebut dibuang, dan system kanalikulus yang masih paten dihubungkan secara langsung ke mukosa sakus lakrimal. Penggunaan stent silicon untuk rekonstruksi system kanalikulus ini merupakan bagian penting dari jenis rekonstruksi. Karena tingkat kegagalan pembedahan reseksi kanalikulus pada obstruksi total ini cukup tinggi, Jones Tube placement merupakan terapi alternative pembedahan.

Konjungtivodakriosistorhinostomi (CDCR)

Jika 1 atau kedua kanalikulus mengalami obstruksi berat, CDCR diperlukan. Prosedur ini merupakan suatu bypass komplit dari system drainase air mata. CDCR didindikasikan ketika gangguan kanalikulus cukup berat sehingga system kanalikulus tidak bisa digunakan dalam rekonstruksi apparatus aliran air mata. Suatu pipa kaca pyrex (jones tube) diletakkan melewati suatu bukaan yang dibuat di bagian tengah inferior dari karunkel dan kemudian melewati suatu sisi osteotomi kedalam meatus media di hidung. Karunkulektomi partial diperlukan untuk mencegah obstruksi tube tersebut.

Obstruksi duktus nasolakrimal didapat

Obstruksi duktus nasolakrimal biasanya didiagnosa dengan irigasi. Ada kecenderungan klinisi untuk mengnggap obstruksi DNL merupakan suatu kondisi yang secara relative jinak.

Etiologi

Stenosis

Stenosis merupakan kemungkinan penyebab paling sering obstruksi DNL pada orang yang lebih tua. Mengenai wanita 2x lebih sering dari pria. Meskipun mekanisme utama dalam proses ini belum diketahui, penelitian klinikopatologis menyatakan bahwa penekanan lumen DNL disebabkan oleh infiltrate inflamasi dan udem. Hal ini mungkin hasil dari infeksi yang tidak teridentifikasi atau suatu penyakit autoimun.

Dakriolith

Dakriolith atau pembentukan batu, dalam sakus lakrimal juga bisa menghasilkan obstruksi DNL. Dakriolith terdiri dari sel epitel, lipid dan debris-debris dengan atau tanpa kalsium. Kadang-kadang infeksi dengan spesies Actinomyces israelli atau candida atau penggunaan obat topikal jangka panjang seperti epinefrin bisa mengakibatkan pembentukan batu.

Dakriolith dapat terbentuk pada pasien dengan system drainase air mata yang normal. Jika hal ini terjadi, pasien sering mengeluhkan gejala yang intermitten tergantung lokasi dakriolith tersebut. Dakriolith juga memiliki kecenderungan untuk memperberat obstruksi yang telah ada dalam hal ini gejalanya berlangsung terus menerus.

Penyakit sinus

Penyakit sinus bisa menjadi penyebab atau mempengaruhi obstruksi DNL. Pasien harus ditanyakan tentang riwayat penyakit atau pembedahan sinur sebelumnya. DNL kadang-kadang mengalami kerusakan ketika ostium sinus maksila dilebarkan ke anterior.

Trauma

Fraktur naso-orbital bisa mengganggu DNL. Penanganan awal berupa rekonstruksi fraktur dengan pemasangan stent dari keseluruhan system darinase air mata harus diperhatikan. Bagaimanapun, beberapa kecelakaan sering tidak disadari atau terabaikan karena adanya trauma yang lebih berat. Dalam beberapa kasus, penanganan lanjut dari epifora persisten biasanya membutuhkan DCR. Trauma juga bisa terjadi selama operasi pembedahan Rhinoplasty atau sinus endoskopi. Manajemen dari trauma ini sama dengan penanganan trauma yang terjadi pada fraktur.

Penyakit inflamasi

Penyakit granulomatosa, termasuk sarkoidosis, granulomatosa Wegener bisa mengakibatkan obstruksi DNL. Jika penyakit sistemik diduga menjadi penyebab, biopsy sakus lakrimal atau DNL diperlukan.

Iodine radioaktif

Penggunaan Iodine radioaktif untuk terapi kanker tiroid bisa mengakibatkan penutupan apparatus lakrimal. Namun hal ini tidak terjadi pada penggunaan dosis yang kecil yang digunakan dalam pengobatan penyakit Graves

Neoplasma

Neoplasma harus dipertimbangkan pada pasien-pasien dengan obstruksi DNL. Pada pasien dengan tampilan klinis yang tidak jelas, termasuk usia muda dan jenis kelamin laki-laki. Keluarnya darah dari punktum atau distensi sakus lakrimal dibawah tendon Chantal medial sangat dicurigai mengarah ke neoplasma. Adanya riwayat keganasan, khususnya pada daerah nasofaringeal dan sinus memerlukan perhatian yang lebih besar. Jika diduga keganasan, pemeriksaan yang lebih rinci seperti CT atau MRI harus dilakukan. Endoskopi preoperative adalah cara yang cepat dan aman untuk mengevaluasi keganasan intranasal.

Jika suatu neoplasma ditemukansebagai penyebab obstruksi DNL, penanganan utama harus terfokus pada neoplasma. Pada pasien dengan tunor yang jinak, DCR atau CDCR bisa dilakukan. Pada pasien dengan tunor yang ganas, koreksi pembedahan system drainase air mata harus ditunda sampai ada batasan yang jelas antara pinggir yang bebas tumor. Setelah itu DCR atau CDCR biasanya dilakukan.

Manajemen

Intubasi dan pemasangan stent

Beberapa klinisi mempercayai bahwa stenosis partial DNL dengan gejala epifora kadang kadang berespon terhadap intubasi pembedahan dari keseluruhan system drainase airmata. Prosedur ini harus dilakukan hanya jika salurannya dapat dilewati dengan mudah. Pada obstruksi total DNL intubasi saja tidaklah efektif, dan DCR harus dipertimbangkan. Kebanyakan ahli bedah merasa bahwa pemasangan stent tidak berperan dalam manajemen obstruksi DNL yang didapat.

Dakriosistorhinostomi

DCR adalah pilihan terapi utama untuk kebanyakan pasien dengan obstruksi DNL didapat. Indikasi pembedahan mencakup dakriosistitis berulang, refluks mukoid berulang, distensi sakus lakrimal yang nyeri dan epifora yang terasa mengganggu. Untuk pasien dengan dakriosistitis, infeksi aktif harus diselesaikan. Jika mungkin sebelum DCR dilakukan .

Meskipun ada banyak variasi minor pada teknik pembedahan, barbagai fiturdalam membuat suatu anastomosis antara kantung lacrimalis dan rongga hidung melaluitulang ostium. Perbedaan yang paling mendasar antara teknik adalah apakah ahli bedahmenggunakan pendekatan (intranasal) internal atau pendekatan eksternal yang lebih tradisional (transkutaneous).

Keuntungan dari internal DCR yaitu sedikitnya scar yang terlihat, waktu penyembuhan yang singkat, dan kurangnya ketidaknyamanan. Ssebagai tambahan, internal DCR dapat dilakukan dengan waktu yang lebih singkat dari external DCR.bagaimanapun tingkat keberhasilan yang hampir sama dan bahkan mungkin lebih tinggi dari pada internal DCR yakni tercatat bahwa external DCR memiliki tingkat keberhasilan 90% atau lebih, sedangkan untuk internal DCR sendiri tingkat keberhasilan berkisar 70%. Ketika memilih teknik pembedahan, ahli bedah seharusnya mempertimbangkan upaya selanjutnya yang dilakukan jika gagal dengan DCR. Tidak peduli dengan teknik apa yang digunakan, DCR tetap memiliki tingkat kegagalan yang cukup tinggi. Oleh karena itu pasien harus diberikan penjelasan jika inernal DCS gagal, kemungkinan suksesnya DCR eksternal agak menurun. Axternal DCR juga bagus untuk menajemen dari neoplasma yang tak terduga atau komplikasi intraoperatif.

Sehingga, external DCR merupakan prosedur yang disukai kebanyakan ahli bedah optealmologi.( gambar ..). secara taradisional, DCR dilakukan dengan anestesi umum, tetapi pada kebanyakan orang dewasa, infiltrasi anestesi lokal digabungkan dengan packing anestesi dan vasokonstriksi nasal kemudian pasien yang dibawah pengawasan anestesian. Bagaimanapun monitoring sedasi membutuhkan dua hal seperti pasien yang kooperatif dan juga sedasi yang relatif dalam, dan walaupun pada keadaan idelnya, pasien merasa tidak nyaman.

Pemeriksaan biopsi frozen-section seharusnya dilakukan jika jaringan abnormal ditemukan. Beberapa ahli dbedah secara rutin melakukan biopsi eksisi sakus lakrimaslis. Bagaimanapun juga, bukti memperkirakan bawhawa tidak adanya abonomalitas yang terlihat secara kacamata atau riwayat tertentu, biopsi sakus lakrimal tidak dilakukan secara rutin

Gambar 4 Dakriosistorinostomi. A, insisi ditandai 10 mm dari kancus medial, mulai tepat di atas tendon canthal medial dan memperluas inferior. B, tulang dari fossa lacrimalis dan puncak lacrimalis anterior telah reseksi. Flaps telah dibentuk di mukosa hidung. Penyelidikan lacrimal meluas melalui sayatan di kantung lacrimalis. C, anterior lacrimalis kantung penutup dijahit ke putaran anterior hidung mukosa setelah tabung silikon ditempatkan. d, Finalposisi penutupan silikon tabung berikut dari sayatan kulit.

Endonasal DCR terdiri dari penghapusan mukosa hidung diatas area yang berhubunganke kantung dan saluran nasolacrimal (gambar). Osteotomy dilakukan untuk membuangproses frontal rahang atas dan tulang lacrimalis meliputi sakus lakrimalis. Hal yang sering terjadi oleh ahli bedah juga harus membuang uncinate process untuk memungkinkan terjadinya eksposur yang tepat di bagian superior lacrimal. Sakus lacrimal kemudian dibuka, dan bagian medial sakus akan dibuang, marsupializing sakus ke dalam hidung. Intubasi bicanalikular biasanya dilakukan pada akhir prosedur. Melestarikan lacrimalis dan mukosa hidung dapat menyebabkan sedikit jaringan parut dan tingkat keberhasilan yang lebih tinggi, dan teknik untuk melestarikan struktur ini telah diusulkan. Pemilihan yang hati-hati terhadap pasien yang kavitas nasalnya normal adalah hal yang penting untuk keberhasilan.

Gambar 5 dakriosistorinostomi transnasal. A, insisi posterior dibelakang intracanalikular tansluminator (panah putih), dibwah turbinate inferior (panah hitam), dan insersi anterior dari turbinat tengah, B, proses frontal dari maxila setelah pembuangan mukosa nsal (panah putih). C, pembuangan proses frontal dari maxila dengan Kerrisom rongeurs. D, sakus lacrimal yang telah terbuka (panah putih) dan transluminator dapat terlihat di dalam hidung.

Beberapa variasi dari Endonasal DCR dapat dilakukan. Beberapa ahli bedah menggunakan fiberopti probe melalui kanalikulus untuk transiluminasi sakus lakrimal. Probe ini membantu mengidentifikasi tulang lakrimal yang tipis. Internal DCR capat dilakuakan melalui visialisasi langsung. Variasi dari sistem laser telah digunakan untuk pembungan tulang. Teknik balloon catheters juga telah digunakan untuk memperbesar osteotomi. Kebanyakan dari teknik internal membutuhkan peralatan yang mahal, dan kebanyakan ahli bedah menemukan bahwa tidak peduli varisi apa yang digunakan, hasilnya tidak sebanding dengan tingkat keberhasilan yang lebih tinggi degan teknik DCR external.

Meskipun DCRs berhasil dilakukan pada kebanyakn pasien, keselahan juga dapat terjadi. Kesalahan DCR mungkin disebabkan fibrosis dan oklusi dari osteotomi, obstruksi canalikuli, atau peletakan yang tidak sesuai atau ukuran dari tulang ostium tersebut. Hasil dari DCR juga dipengaruhi oleh faktor lain, termasuk pendekatan bedah yang digunakan, riwayat trauma dari pasien, timbulnya dakriosistitis, perkembangan infeksi pasca operasi, atau rekasi hipersensitifitas atau reaksi benda asing tubuh terhadap stent. Ketika DCR awal gagal, kebanyakan ahli bedah mencoba DCR yang kedua sebelum beralih ke teknik CDCR. Sayangya, seperti yang dicatatkan sebelumnya pengulangan DCR dengan beberpa pendekatan memiliki tingkat keberhasilan yang rendah. Dalam upaya untuk meningkatkan keberhasilan, beberapa ahli bedah menerapkan mitocin C, sebuah antiproliperative alkylating agent, untuk pembedahan. Ini diperkirakan untuk mencegah fibrosis pada osteotomi. Peran yang tepat dari mitomycin C diulangi dan Primary DCR kemungkinan terus berkembang.

InfeksiGlandula lakrimal (Dacryoadenitis)

Inflamasi akut dari galandula lakriman (dacryoadenitis) sering terjadi pada penyakit inflamasi yang steril dan cendrung menjadi keganasan, seperti lymphoproliferative disease. Dacryoadenitis sebenarnya sangat jarang dan terjadinya infeksi kotor (purulen) dan abses terutama sangat jarang. Infeksi terbanyak merupakan infeksi bakteri sekunder dari infeksi yang berdekratan, setelah trauma, atau secara hematologen. Infeksi juga telah dilaporkan berasal dalam kista duktus. Mengingat kejadian langka dari infeksi ini. serangkaian kasus besar banyak kurang , serta rincian tepat dari penyebab organismenya dan manajemen pelaksanaannya. Lebih jauh lagi, kasus bakteri nonsupurativ diobati dengan cara empiris tanpa pengisolasian dari patogen. Diperkirakan bahwa kebanyakan kasus adalah dikarenakan bakteri gram positif, tetapi tidak menutup kemungkinan dikarenakan bakteri gram negatif. Beberapa kasusu tercatat dacryoadeniitis related Tuberculosis, dengan bentuk discret tuberculomas pada beberapa kasus. Epstein-Barr virus adalah virus patogen yang paling sering menyebabkan dacryoadenitis oleh karena virus.

Canaliculus (Canaliculitis)

Canaliculitis, infeksi terhadap kanakulus yang disebabkan oleh berbagai bakteri, virus, dan jamur. Infeksi tersering disebabkan oleh patogen filamentous gram-positive rod, Actinomyces israelii. Pasien datang dengan mata yang berair, kadang disertai konjungtivitis folikular berpusat di canthus medial. Pungtum sering eritem dan berdilatasi, pouting. Ujung aplikator kapas dapat digunakan untuk memberikan tekanan pada kanalikus (yaitu, milking). Pengeluaran discarge purulen akan mengkonfirmasi diagnosis canaliculitis.

Gambar 6 kanalikulitis A, pouting pungtum memperlihatkan material purulen, B, Beberapa batu kecil pada canalikulitis

Canaculitis dapat sulit diobati, dan klinisi harus memperingatkan pasien bahwa pengobatan kanakulitis ini memikili beberapa tahapan. Hal yang harus dilakukan ketika pasien berobat adalah mengkultur discharge tersebut. Dimana terdapat beberapa konservatif manajeman dapat dilakukan seperti, kompres hangat, digital massage, dan terapi antibiotik topikal. Antibiotik yang dipakai di awal pengobantan antibiotik spektrum luas, setelah adanya hasil kultur dan pemeriksaan sensitivitas maka kembali cari antibiotik yang pas dengan hasil kultur tersebut. Banyak pasien yang membutuhkan pengobatan yang lebih agresif, khususnya infeksi Actinomyces yang memiliki kecendrungan untuk membentuk concretions atau batu. Dengan adanya batu ini, organisme tersebut terlidungi dari pemberian antibiotik. Kadang-kadang kuretase melalui pungtum berhasil. Bagaimanapun pada kebanyakan kasus membutuhkan kanalikulitomi untuk membuang secara komplit.

Kanalikulitomi harusnya terbatas pada canaliculus horisontal dan mendekati dari permukaan konjungtiva. Sayatan dibiarkan terbuka untuk menyembuhkan dengan kedua dan tidak memerlukan stenting. Beberapa ahli bedah mengairi atau cat kanalikulus dengan neiodine povido atau menggunakan penisilin khusus yang diformulasikan dalam sediaan tetesan dipakai perioperatif. Jika infeksi mengakibatkan suatu obstruksi, seperti penempatan konektor iatrogenik, ahli bedah mungkin perlu untuk memperbaiki obstruksi agar mencegah kekambuhan.

Sakus lakrimal (dacryosistitis)

Inflamasi akut pada sakus lakrimal memiliki banyak penyebab. Bagaimanapun juga, pada kebanyakan kasus , penyebab tersering adalah complete NLD obstruction yang dapat mencegah drainase normal dari sakus lakrimal masuk ke hidung. Retensi dari air mata yang kronis dan stastisnya air mata dapat menimbulkan suatu infeksi sekunder dimana gejala klinis termasuk edema dan eritema dengan distensi dari sakus lakrimal dibawah tendon cantus medial. (gambar..). hal ini menyebabkan rasa ketidaknyamanan pada pasien, ataupun nyeri yang parah. Komplikasi dari dakriosistitis adalah bentuk dakriosistokel, konjungtivitis kronis, dan penyebaran ke struktur terdekatnya (orbita atau selulitis fasia).

Gambar 7. dakriosistitis akut dengan selulitis

Berikut merupakan prosedur pengobatan akut dakriosistitis:

Irigasi atau lakukan probing pada sistem kanalikuli harusnya dihindari sampai infeksi hilang. Pada kebanyakan kasus, irigasi tidak dilakukan untuk menegakkan diagnosa dan sangat nyeri dengan adanya infeksi yang aktif.

Demikian pula, diagnostik atau terapeutik probing dari NLD tidak ditunjukkan pada orang dewasa dengan dakriosistitis akut. Antibiotik topikal memiliki nilai yang terbatas dimana antibiotik topikal tidak mencapai tempat infeksi karena stasisnya sistem drainase lakrimal dan juga tidak menembuscukup dalam jaringan lunak yang berdekatan. Antibiotik oral sangat efektif pada kebanyakan infeksi dimana penyebab tersering adalah bakteri gram positif untuk dakriosistitis. Bagaimanapun juga, klinisi tetap harus mensuspek bakteri gram negatif pada pasien dengan diabetes atau imunocompromised atau mereka yang terpapar dengan patogen atipik (pasien dengan perawatan di rumah). Antibiotik parenteral penting digunakan pada kasus yang berat, khususnya ika telah terjadi selulitis atau espansi ke orbita. Aspirasi dari kantung lacrimalis dapat dilakukan jika pyocele-mucocele terlokalisirdan mendekati kulit. Info yang berhubungan dengan terapi antibiotik sistemik yang sesuai mungkin dapat diperolah dari usapan dak kultur bahan aspirasi. Adanya Abses yang terlokalisir di sakus lakrimal dan jaringan lunak yang berdekatan membutuhkan insisi dan drainase. Abses yang dinsisi dikemas terbuka. Perawatan ini harus dipakai untuk kasus yang parah dan mereka yang tidak merespon tindakan yang lebih konservatif, karena bisa terbentuk fistula yang terepitelisasi apabila sakus lakrimal infeksi secara kronis.Dakriosistitis yang mengarah total NLD obstruction membutuhkan DCR dalam banyak kasus karena bisa terjadi epiphora persisten yang tak terelakkan (inevitable persistent epiphora) dan infeksi berulang. Secara umum, pembedahan ditunda sampai terjadinya resolusi dari inflamasi akut. Beberapa pasien , berlanjut menjadi infeksi subakut sampai tindakan pembedahan drainase definitif dilakukan.

Kronik dakriosistitis, infeksi ringan membara , bisa berkembang pada individu tertentu. Ini biasanya menghasilkan distensi dari sakus lakrimal. Pemijatan mungkin merupakan reflux materi mukoid melewati sistem kanalikuli sampai ke permukaan mata. Dalam hal ini tindakan diagnostik probing dan irigasi harus terbatas pada sistem bagian atas pada dewasa, karena probing dari NLD tidak mencapai patensi permanen pada orang dewasa. Jika tidak ada kecurigaan tumor, tidak ada evaluasi diagnostik lebih jauh yang diindikasikan untuk mengkonfirmasi diagnosis dari total NLD obstruction. Dakriotitis kronis perlu dilakukan pembedahan sebelum pembedahan sebelum tindakan pembedahan intaokuler dilakukan.10