9
Hasil (Terlampir) Pembahasan Penjelasan imobilisasi enzim Imobilisasi enzim merupakan konsep yang cukup baru dan sangat menarik  perhatian pada industri yang menggunakan enzim. Enzim terimobilisasi adalah suatu enzim yang dilekatkan pada suatu bahan yang  inert dan tidak  larut seperti sodium alginate. Dengan sistem ini, enzim dapat lebih tahan terhadap perubahan kondisi seperti pH atau temperatur. Sistem ini juga membantu enzim berada di tempat tertentu selama berlangsungnya  reaksi sehingga memudahkan  proses pemisahan dan memungkinkan untuk dipakai lagi di reaksi lain. Sistem ini memiliki keunggulan dalam hal efisiensi sehingga di industri banyak digunakan dalam reaksi yang dikatalisis oleh enzim. Immobilisasi enzim merupakan s uatu metode pelumpuhan enzim, dimana enzim dipasangkan pada suatu bahan inert, materi tak larut seperti sodium alginat. Hal ini dapat meningkatkan ketahanan enzim terhadap perubahan lingkungan seperti perubahan pH atau perubahan temperatur. Hal ini juga memperbolehkan enzim untuk diletakkan pada suatu tempat dengan reaksi, dimana nantinya enzim tersebut dapat dipisahkan dengan mudah dari produk dan dapat digunakan kembali. Penggunaan enzim sebagai industri  biokatalis pada umumnya memerlukan immobilisasi untuk menyederhanakan kendali dari reaktor, untuk menghindari pencemaran produk, dan sebagian besar untuk memulihkan dan menggunakan kembali enzim dalam banyak reaksi. Misalnya, pada industri makanan, enzim dimasukkan bersama dengan substrat dan reaksi dibiarkan untuk berlangsung. Ketika perubahan yang diinginkan telah tercapai maka enzim dinonaktifkan dengan cara pemanasan atau merubah pH dalam sistem. Jadi  penggunaan dari enzim adalah sekali pakai, sedangkan pemurnian enzim sangat mahal. Untuk mengatasi masalah ini maka enzim diikat pada senyawaan yang tidak larut yang disebut sebagai matrik sehingga enzim dapat mengikuti reaksi dan dapat diambil kembali setelah selesainya reaksi.Pengikatan enzim pada matriks yang tidak larut dalam air ini disebut sebagai imobilisasi (Jhonson, 1978). Suatu enzim yang teramobil adalah yang gerakannya dalam ruang dibatasi secara sempurna atau hanya dalam daerah yang sangat terbatas. Pada umumnya dalam keadaan demikian, enzim dibentuk menjadi tidak larut dalam air dengan beberapa tujuan. Pertama bentuk demikian akan memudahkan untuk memperoleh kembali enzim dari cairan media yang merupakan faktor penting dalam ekonomi reaktorenzim. Kedua, bagi seorang ahli kimia sangat berguna sebagai model sistem bagi enzim yang secara normal  berhubungan dengan membrane sel hidup (Yudoamijoyo,1992). Walaupun syarat mutlak dalam pemilihan matriks untuk imobilisasi adalah ditentukan berdasarkan jenis enzim dan aplikasi yang diinginkan, jelaslah bahwa material yang digunakan adalah kompatibel dengan enzim. Proses imobilisasi juga dalam keadaan kamar sehingga tidak dapat mendenaturasikan enzim selama penyiapan.

Enzim Imobilisasi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Enzim Imobilisasi

8/9/2019 Enzim Imobilisasi

http://slidepdf.com/reader/full/enzim-imobilisasi 1/9

Hasil

(Terlampir)

Pembahasan

Penjelasan imobilisasi enzimImobilisasi enzim merupakan konsep yang cukup baru dan sangat menarik

 perhatian pada industri yang menggunakan enzim. Enzim terimobilisasi adalah

suatu enzim yang dilekatkan pada suatu bahan yang inert dan tidak  larut seperti sodiumalginate. Dengan sistem ini, enzim dapat lebih tahan terhadap perubahan kondisi

seperti pH atau temperatur. Sistem ini juga membantu enzim berada di tempat tertentu

selama berlangsungnya reaksi sehingga memudahkan  proses pemisahan dan

memungkinkan untuk dipakai lagi di reaksi lain. Sistem ini memiliki keunggulan dalamhal efisiensi sehingga di industri banyak digunakan dalam reaksi yang dikatalisis oleh

enzim. Immobilisasi enzim merupakan suatu metode pelumpuhan enzim, dimana enzim

dipasangkan pada suatu bahan inert, materi tak larut seperti sodium alginat. Hal ini dapat

meningkatkan ketahanan enzim terhadap perubahan lingkungan seperti perubahan pHatau perubahan temperatur. Hal ini juga memperbolehkan enzim untuk diletakkan pada

suatu tempat dengan reaksi, dimana nantinya enzim tersebut dapat dipisahkan dengan

mudah dari produk dan dapat digunakan kembali. Penggunaan enzim sebagai industri biokatalis pada umumnya memerlukan immobilisasi untuk menyederhanakan kendali

dari reaktor, untuk menghindari pencemaran produk, dan sebagian besar untuk

memulihkan dan menggunakan kembali enzim dalam banyak reaksi.

Misalnya, pada industri makanan, enzim dimasukkan bersama dengan substrat danreaksi dibiarkan untuk berlangsung. Ketika perubahan yang diinginkan telah tercapai

maka enzim dinonaktifkan dengan cara pemanasan atau merubah pH dalam sistem. Jadi

 penggunaan dari enzim adalah sekali pakai, sedangkan pemurnian enzim sangat mahal.Untuk mengatasi masalah ini maka enzim diikat pada senyawaan yang tidak larut yang

disebut sebagai matrik sehingga enzim dapat mengikuti reaksi dan dapat diambil

kembali setelah selesainya reaksi.Pengikatan enzim pada matriks yang tidak larut dalam

air ini disebut sebagai imobilisasi (Jhonson, 1978).Suatu enzim yang teramobil adalah yang gerakannya dalam ruang dibatasi secara

sempurna atau hanya dalam daerah yang sangat terbatas. Pada umumnya dalam keadaan

demikian, enzim dibentuk menjadi tidak larut dalam air dengan beberapa tujuan.

Pertama bentuk demikian akan memudahkan untuk memperoleh kembali enzim daricairan media yang merupakan faktor penting dalam ekonomi reaktorenzim. Kedua, bagi

seorang ahli kimia sangat berguna sebagai model sistem bagi enzim yang secara normal

 berhubungan dengan membrane sel hidup (Yudoamijoyo,1992). Walaupun syaratmutlak dalam pemilihan matriks untuk imobilisasi adalah ditentukan berdasarkan jenis

enzim dan aplikasi yang diinginkan, jelaslah bahwa material yang digunakan adalah

kompatibel dengan enzim. Proses imobilisasi juga dalam keadaan kamar sehingga tidakdapat mendenaturasikan enzim selama penyiapan.

Page 2: Enzim Imobilisasi

8/9/2019 Enzim Imobilisasi

http://slidepdf.com/reader/full/enzim-imobilisasi 2/9

Faktor yang mempengaruhiBanyak faktor yang mempengaruhi proses amobilisasi enzim, misalnya seperti

 jumlah enzim yang ditambahkan, waktu amobilisasi, pH, suhu, dan konsentrasi garam.

Informasi mengenai jumlah garam yang ditambahkan sangat penting mengingat struktur

3D enzim lipase dimana pada permukaan struktur terluar bersifat hidrofilik, sedangkanenzim tersebut akan diamobilkan pada permukaan hidrofobik dan hidrofilik-hidrofobik.

Jumlah garam yang ditambahkan dapat berbeda untuk masing-masing jenis matriks

modifikasi karena pada modifikasi permukaan hidrofilik-hidrofobik, enzimkemungkinan dapat teramobilkan juga pada permukaan hidrofilik melalui interaksi

ionik. Oleh karena itu perlu dicari kondisi terbaik seberapa banyak garam yang perlu

ditambahkan agar enzim dapat teramobilkan.Beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim adalah sebagai berikut.

Faktor pertama yaitu suhu. Enzim mempercepat terjadinya reaksi kimia pada suatu sel

hidup. Dalam batas-batas suhu tertentu, kecepatan reaksi yang dikatalisis enzim akan

naik bila suhunya naik. Reaksi yang paling cepat terjadi pada suhu optimum(Rodwell,1987). Suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan enzim terdenaturasi

(Poedjiadi, 1994). Pada suhu 0oC enzim tidak aktif (tidak rusak) dan dapat kembali aktif

 pada suhu normal (Lay, 1992). Hubungan antara aktivitas enzim dengan suhu

ditunjukkan dalam Gambar 1.

Gambar 1. Hubungan antara aktivitas enzim dengan suhu (Poedjiadi, 1994).

Faktor yang kedua yaitu pH. Enzim pada umumnya bersifat amfolitik, yang berarti

enzim mempunyai konstanta disosiasi pada gugus asam maupun gugus basanya,

terutama pada gugus residu terminal karboksil dan gugus terminal aminonya,

diperkirakan perubahan kereaktifan enzim akibat perubahan pH lingkungan (Winarno,1989). Hubungan kecepatan reaksi dengan pH ditunjukkan pada Gambar 2.

Page 3: Enzim Imobilisasi

8/9/2019 Enzim Imobilisasi

http://slidepdf.com/reader/full/enzim-imobilisasi 3/9

 

Gambar 2. Hubungan kecepatan reaksi dengan pH (Page, 1997).

Faktor ketiga yaitu konsentrasi enzim yang teramobilisasi. Semakin tinggi

konsentrasi enzim amobil maka kecepatan reaksi akan semakin meningkat hingga pada batas konsentrasi tertentu dimana hasil hidrolisis akan konstan dengan naiknya

konsentrasi enzim yang disebabkan penambahan enzim sudah tidak efektif lagi (Reed,

1975). Hubungan antara laju reaksi enzim dengan konsentrasi enzim ditunjukkan dalamGambar 3.

Gambar 3. Hubungan antara laju reaksi dengan konsentrasi enzim (Page, 1997).

Faktor keempat yaitu konsentrasi substrat. Kecepatan reaksi enzimatis padaumumnya tergantung pada konsentrasi substrat. Kecepatan reaksi akan meningkat

apabila konsentrasi substrat meningkat. Peningkatan kecepatan reaksi ini akan semakin

kecil hingga tercapai suatu titik batas yang pada akhirnya penambahan konsentrasisubtrat hanya akan sedikit meningkatkan kecepatan reaksi (Lehninger, 1982). Faktor

yang terakhir yaitu aktivator dan inhibitor Beberapa enzim memerlukan aktivator dalam

reaksi katalisnya. Aktivator adalah senyawa atau ion yang dapat meningkatkan

kecepatan reaksi enzimatis. Komponen kimia yang membentuk enzim disebut jugakofaktor. Kofaktor tersebut dapat berupa ion-ion anorganik seperti Zn, Fe, Ca, Mn, Cu

dan Mg atau dapat pula sebagai molekul organik kompleks yang disebut koenzim

(Martoharsono, 1984). Menurut Wirahadikusumah (1997) inhibitor merupakan suatu zat

kimia tertentu yang dapat menghambat aktivitas enzim. Pada umumnya cara kerjainhibitor adalah dengan menyerang sisi aktif enzim sehingga enzim tidak dapat berikatan

dengan substrat sehingga fungsi katalitiknya terganggu (Winarno, 1989).

Metode imobilisasi

Metode untuk immobilisasi enzim dapat dibagi atas 3 kategori dasar, yaitu metodecarrier-binding , metode ikat silang (cross-linking ), metode penjebakan (entrapping ),

serta adsorpsi fisik ke dalam suatu pembawa inert. Metode carrier-binding ini dibagi

Page 4: Enzim Imobilisasi

8/9/2019 Enzim Imobilisasi

http://slidepdf.com/reader/full/enzim-imobilisasi 4/9

menjadi tiga berdasarkan cara pengikatan enzimnya, yaitu adsorpsi fisika, pengikatanionik dan pengikatan kovalen. Metode adsorpsi fisika berdasarkan pada adsorpsi fisika

dari protein enzim pada permukaan pembawa yang tidak larut dalam air. Kelemahan dari

metode ini dimana enzim yang diserap dapat bocor selama pemakaian karena gaya ikat

antara protein enzim dan pembawa lemah atau kekuatan ikatannya lemah, sedangkankelebihannya yaitu dalam kondisi lunak, aktivitas enzim tetap tinggi serta dapat

diregenerasi. Contoh “carrier” untuk adsorbsi fisik yaiktu karbon aktif, hidroksil apatit,

gelas porous, gel Ca-fosfat, tanah liat, dan pati.Adsorpsi fisik dari suatu enzim ke dalam suatu padatan merupakan teknik atau cara

yang paling sederhana dalam preparasi immobilisasi enzim. Metode ini bekerja

 berdasarkan pada interaksi fisik nonspesifik antara enzim dengan permukaan darimatriks, yang dapat dilakukan dengan pencampuran suatu larutan enzim dengan

konsentrasi tertentu dengan suatu padatan dengan daya penggerak adalah sifat

hydrophobic dan jembatan garam. Keuntungan utama dari metode adsorpsi ini serupa

dengan metode insolubilisasi enzim, dimana tidak ada reagen yang digunakan danmemiliki tahapan aktivasi yang sangat sederhana. Metode ini sangat baik digunakan

karena tidak mempengaruhi aktivitas enzim. Adsorpsi dan desorpsi tergantung dari

 pertukaran ion (ion exchange). Untuk itu, diperlukan penggunaan pendukung yang

dilapisi dengan polimer kationik sebagai alas dan mengoptimalkan kondisi-kondisi yangdiperlukan untuk immobilisasi.

Adsorpsi dilakukan pada kondisi-kondisi, yaitu : pH rendah dan kekuatan bersifat

ion tinggi. Selain itu, metode ini memerlukan biaya yang murah, karena padatan penyerapnya tidak terlalu mahal, dan hasil dari metode ini sangat mudah untuk dibawa,

dan enzim pun menjadi lebih terjaga karena tidak bersifat destruktif. Dalam metode ini

 juga hanya terjadi ikatan hidrogen, hubungan ikatan garam dan beberapa ikatan Van der

Wall's. Metode ini juga memberikan hasil yang paling serupa dengan keadaan biologisyang sesungguhnya. Preparasi dalam metode adsorpsi untuk immobilisasi enzim lebih

sederhana dibandingkan dengan metode lainnya dalam immobilisasi enzim. Kekuatan

ikatan  –   ikatan kimia yang terbentuk bervariasi ada yang lemah dan ada yang kuatsehingga mempermudahkan dalam preparasi metode ini.

Secara umum, metoda ini menjadi yang paling lambat dari metode lainnya. Sebab

adsorpsi bukanlah suatu reaksi kimia, lokasi aktif dari enzim dihentikan dengan

dihalangi oleh matriks yang sangat mengurangi aktivitas dari enzim. Kerusakan padaenzim juga dapat terjadi karena adanya beberapa jenis ikatan lemah yang ada di dalam

sistem ini. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh perubahan suhu, perubahan pH,

kekuatan ionik, ataupun karena adanya substrat. Hal ini dapat menyebabkan perubahan

 pada immobilisasi enzim tersebut, atau apabila substansi penyerap merupakan substrat bagi enzim, maka jangka waktu immobilisasi enzim ini akan menjadi menurun,

 bergantung pada mobilitas permukaan dari enzim dan substrat. Metode adsorpsi ini

sangat diperlukan untuk memfasilitasi reaksi kovalen. Kestabilan enzim yang diadsorpsike dalam suatu matriks diketahui terjadi karena adanya ikatan silang (cross-linking ) dari

 protein yang mengikuti adsorpsi fisiknya.

Metode kedua yaitu pengikatan ionik. Metode pengikatan ionik berdasarkan pengikatan ionik dari protein enzim pada pembawa yang tidak larut dalam air yang

mengandung residu penukar ion. Kelemahan metode ini dimana kebocoran dapat terjadi

Page 5: Enzim Imobilisasi

8/9/2019 Enzim Imobilisasi

http://slidepdf.com/reader/full/enzim-imobilisasi 5/9

dimana dalam larutan substrat dengan kekuatan ionik yang tinggi atau pada variasi pH.Terakhir yaitu metode pengikatan kovalen, pada metode ini terbentuk ikatan kovalen

antara enzim dengan carrier   yang tidak larut dalam air sehingga ikatannya kuat dan

tidak mudah rusak. Diperlukan kondisi reaksi yang sulit dan biasanya dilakukan tidak

dalam keadaan kamar. Gugus fungsional enzim yang berperan yaitu  atau -amino, ,, atau -karboksil, sulfuhidril, hidroksil, imidazol, dan fenolik. Dalam beberapa kasus,ditemukan bahwa ikatan kovalen mengubah bentuk konformasi dan pusat aktif enzim

yang mengakibatkan kehilangan aktivitas atau perubahan spesifitas aktivitas.

(a)

(b)

(c)

Gambar 4. (a) Metode adsorbsi fisik (b) Metode ikatan ionik dan (c) Metode ikatan

kovalen.

Metode kedua yaitu metode ikat silang (cross linking ). Metode ini berdasarkan

 pembentukan ikatan kimia seperti dalam metode ikat kovalen, namun pembawa yang

tidak larut dalam air tidak digunakan dalam metode ini. Imobilisasi enzim dilakukandengan pembentukan ikat silang intermolekuler diantara molekul enzim dengan

 penambahan reagent bi- atau multifungsional. Pereaksi umumnya mempunyai 2 gugus

fungsional identik yang bereaksi dengan residu asam amino. Metode ketiga yaitu metode

Page 6: Enzim Imobilisasi

8/9/2019 Enzim Imobilisasi

http://slidepdf.com/reader/full/enzim-imobilisasi 6/9

 penjebakan (entrapping). Metode penjebakan ini berdasarkan pengikatan enzim dalamkisi matriks polimer atau melingkupi enzim dalam membrane semipermeabel dan dibagi

menjadi tipe kisi dan mikrokapsul.

Tipe kisi (lattice type), metode penjebakan tipe kisi meliputi penjebakan enzim

dalam bidang batas (interstitial space) dari suatu ikat  –  silang polimer yang tidak larutdalam air misalnya gel matriks, sedangkan tipe mikrokapsul penjebakan dengan cara

mikrokapsul melibatkan pelingkupan enzim dengan membran polimer semipermeable.

Prosedur untuk mikroenkapsulasi enzim dapat dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu polimerisasi interfasial, pengeringan cair (liquid drying ), serta pemisahan fase ( phase

 separation) (Chibata,1978). Metode penjebakan yang umum untuk mikroorganisme

dalam butiran adalah ionotropic gelation  dari makromolekul dengan kationmultivalensi.Penjebakan dapat terjadi dengan mencampurkan mikroorganisme dengan

 polimer anionik dan kemudian diikat  –   silang larutan tersebut dengan kation

multivalensi sehingga membentuk struktur yang menjebak mikroorganisme tersebut.

Stabilitas dari enzim ditentukan dengan lamanya pemakaian dimana enzim tersebutmasih aktif dan dapat mengkatalisis.Stabilitas dari enzim berdasarkan teknik imobilisasi

yang digunakan (Jhonson, 1978).

(a)

Gambar 5. (a) Metode cross-linking  (b) Metode entrapment  

Page 7: Enzim Imobilisasi

8/9/2019 Enzim Imobilisasi

http://slidepdf.com/reader/full/enzim-imobilisasi 7/9

 

Gambar 6. Perbedaan metode adsorpsi, ikatan kovalen, dan entrapment .

Penerapan enzim imobil dalam industriImobilisasi enzim sangat penting untuk penggunaan enzim kembali secara

komersil dan memiliki banyak manfaat dari biaya dan proses dari reaksi yang meliputidari segi kenyamanan, hemat, dan stabilitas. Kenyamanan karena sejumlah protein yang

amat kecil dipecah di dalam reaksi, maka dapat bekerja lebih mudah. Sehingga ketika

 penyelesaian, campuran reaksi yang secara khas hanya berisi bahan pelarut dan reaksi

 produk. Hemat enzim yang dihentikan mudah dipindahkan dari reaksi yang membuatnyamudah untuk mendaur ulang biokatalis. Stabilitas menghentikan aktivitas enzim yang

secara khas mempunyai stabilitas operasional dan yang berkenaan dengan panas lebih

 besar dibanding format dapat larut dari enzim.

Contoh penerapan enzim imobil yaitu “Pengembangan Tek nik Imobilisasi EnzimGlucose Oxidase pada Membran Komposit Berbasis Kitosan dan Uji Aplikasinya untuk

Pembuatan Biosensor Glukosa”. Beberapa teknik immobilisasi untuk menjaga stabilitas

enzim telah dikembangkan yang meliputi metode adsorpsi, penyekatan (encapsulation), penjebakan (entrapment ) dan pengikatan secara kovalen (covalent bonding ). Metode

adsorpsi untuk immobilisasi enzim telah diaplikasikan untuk pembuatan biosensor

(Korell et al. 1993 dan Campanella et al., 1995). Lebih lanjut, metode penjebakan dalam

matrik konduktif juga telah diaplikasikan (Adeloju et al.,1994 dan Adeloju et al., 1996).Immobilisasi enzim GOx diawali dengan mengaktivasi membran kitosan dengan cara

mengontakkan permukaan membran dalam larutan GD 1% (w/v) selama 1 jam. Setelah

itu permukaan membran dikontakkan dengan larutan enzim GOx dengan konsentrasitertentu dalam waktu 24 jam. Membran kitosan terbaik dibuat dengan kombinasi EIPS

dan NIPS dimana pelarut yang digunakan adalah asam asetat 1% (v/v), konsentrasi

kitosan 2 % (w/v) dan lama perendaman NaOH 2 hari. Enzim GOx yang diimmobilisasi

 pada membran teraktivasi memberikan konsentrasi enzim terikat lebih besar dankestabilan yang lebih lama dibandingkan tanpa aktivasi. pH optimum untuk

Immobilisasi GOx didapat pada pH 5. Konsentrasi larutan enzim berpengaruh terhadap

konsentrasi enzim yang terikat. Didapat Km dan Vmaks masingmasing sebesar 0,36 mM

dan 102 mM/menit.

Contoh penerapan selanjutnya yaitu “Teknik Imobilisasi Enzim Secara

Entrapment dalam Sintesis Metil Ester Berbahan Minyak Jelantah”.  Meningkatnya populasi manusia di dunia tentu akan berbanding lurus dengan peningkatan kebutuhan

komsumsi energi sehingga saat ini terjadilah krisis yang menjadikan harga minyak dunia

terus merangkak naik termasuk di Indonesia. Permasalahan tersebut dapat diatasi denganmelakukan kombinasi subtitusi reaktan dan teknik imobilisasi enzim. Methanol bisa

digantikan dengan metil asetat sebagai penyuplai gugus alkil dimana juga mampu

Page 8: Enzim Imobilisasi

8/9/2019 Enzim Imobilisasi

http://slidepdf.com/reader/full/enzim-imobilisasi 8/9

meningkatkan stabilitas enzim lipase selama proses secara signifikan dan produksamping berupa triasetilgliserol mempunyai nilai jual yang lebih tinggi dibanding

gliserol (Heri, dkk 2009) sedangkan Imobilisasi enzim disini maksudnya adalah

menggabungkan suatu enzim dengan suatu matriks padat (support) sehingga dapat

digunakan secara berulang kali secara kontinyu.

Gambar 7. Tahap imobilisasi enzim di industri.

Sintesis metil ester dapat dilakukan dengan mereaksikan minyak jelantah danmetil asetat dengan biokatalis terimobilisasi entrapment. Hasil analisa menunjukkan

 bahwa kondisi optimal sintesa adalah dengan perbandingan minyak jelantah : metil

asetat sebesar 1:12 dengan komposisi enzim lipase 3 % yang dilakukan pada suhu 37 oC

dengan putaran 150 rpm selama 50 jam yang menghasilkan biodiesel dengan konsentrasi4,35 mol/lt. peningkatan komposisi enzim diikuti pula oleh peningkatan konsentrasi dan

terlihat bahwa perlakuan b3 yang berarti memakai perbandingan jelantah : metil asetat

sebesar 1: 12 dengan komposisi 3 % enzim menghasilkan biodiesel dengan konsentrasi

tertinggi sebesar 4,35 mol/lt. Hal ini menandakan bahwa enzim bekerja lebih efektif pada rasio 3 %, sedangkan peningkatan konsentrasi diatas 3 % justru terlihat menurun

yang mengindikasikan bahwakeberadaan enzim lipase dalam pori-pori terlalu lemah dan

mudah terlepas sehingga berkurang kereaktifannya.

DAFTAR PUSTAKA

Adeloju, S.B., Barisci, J.N., Wallace, G.G. (1996). Electroimmobilisation of sulphite

oxidase into a polypyrrole film and its utilisation for flow amperometric

detection of sulphite. Anal. Chim. Acta 332 (2): 145.

Page 9: Enzim Imobilisasi

8/9/2019 Enzim Imobilisasi

http://slidepdf.com/reader/full/enzim-imobilisasi 9/9

Adeloju, S.B., Shaw, S.J., Wallace, G.G.. (1994). Polypyrrole-based amperometric flowinjection biosensor for urea. Electroanalysis 6 (1) : 865.

Chibata, I. 1978. Immobilisasi Enzymes. Kodansha, Tokyo. Page: 6.

Heri, Hermansyah, Arbianti Rita, Marno Sheptian, Surya Utami Tania, Wijanarko

Anondho ., (2009), Sintesis Biodiesel Rute Non-Alkohol Menggunakan CandidaRugosa Lipase Dalam Bentuk Tersuspensi. Jawa Barat : Universtitas Indonesia

 jurnal Teknik Kimia Indonesia Vol. 8 No. 2 Agustus 2009, 38-43.

Johnson. 1978. Effect of Weaning and Slaugtering ages on Rabbit Meat Production. I.Body weight, feed efficiency and mortality . J.Anim Sci. 3 (46).

Lay, Bibiana W. dan Hastowo, Sugyo. 1992. Mikrobiologi. Jakarta: Rajawali Press.

Lehninger. 1982. Dasar-Dasar Biokimia. Jilid 1. Jakarta : Erlangga.Martoharsono, S. dkk. 1984. Biokimia. UGM Press. Yogyakarta 91.

Page, D. 1997. Prinsip-Prinsip Biokimia. Jakarta: Erlangga.

Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia . Jakarta: UI Press.

Reed, Gerald. 1975. Enzymes in Food Processing Second Edition. New York: Academic

Press Inc.Rodwell, V.W. 1987. Harper’s Review of Biochemistry. EGC Kedokteran: Jakarta. Winarno, F.G. 1989. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Wirahadikusumah , M. 1997. Biokimia: Protein, Enzim, dan Asam Nukleat. ITB Press.

Bandung. 91 halaman.

Yudoamijoyo, M., A. A. Darwis dan E. G. Sa’id. 1992.  Teknologi Fermentasi. Penerbit

Rajawali Press dengan Pusat Antar Universitas Bioteknologi, Institut Pertanian

Bogor: Jakarta.