Upload
humaira-azmi
View
280
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7/22/2019 Epistaksis- puspa
1/35
Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 1
REFERAT
EPISTAKSIS
PEMBIMBING :
Dr.Azwan Mandai, Sp.THT-KL
DISUSUN OLEH :
PUSPA AYU NAVRATILOVA
61109018
SMF / BAGIAN ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN
BEDAH KEPALA DAN LEHERFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH EMBUNG FATIMAH
KOTA BATAM
2013
7/22/2019 Epistaksis- puspa
2/35
Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wataala, karena berkat
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat ini dengan sebaik-baiknya.
Ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada seluruh pihak yang telah membantu
dalam penyusunan referat ini, khususnya kepada dr.Azwan Mandai, Sp.THT-KL selaku
pembimbing yang telah member bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan referat
ini dengan sebaik-baiknya.
Referat ini disusun untuk memenuhi tugas di stase Ilmu Penyakit Telinga Hidung
Tenggorokan dan Kepala Leher, dengan judul Epistaksis pada kepaniteraan klinik senior
di RSUD Embung Fatimah Batam.
Dalam penyusunan referat ini penulis masih merasa banyak kekurangan, untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan
kedepannya.
Penulis berharap referat ini dapat memberi manfaat bagi penulils khususnya dan
pembaca sekalian pada umumnya dan juga memberikan informasi bagi masyarakat dan
bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Batam, Juli 2013
Penulis
7/22/2019 Epistaksis- puspa
3/35
Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang ..........................................................................................................1
I.2 Tujuan ....................................................................................................................2
I.3 Manfaat ....................................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Anatomi dan Vaskularisasi Hidung.........................................................................3
II.2 Definisi Epistaksis ...................................................................................................9
II.3 Etiologi ....................................................................................................................9
II.4 Sumber Perdarahan ...............................................................................................18
II.5 Gambaran Klinis dan Pemeriksaan ......................................................................20
II.6 Penatalaksanaan ....................................................................................................23
II.7 Komplikasi ...........................................................................................................27
II.8 Diagosis Banding ..................................................................................................28
II.9 Pencegahan ............................................................................................................28
II.10 Prognosis .............................................................................................................29
BAB III PENUTUP
III.1 Kesimpulan .........................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................32
7/22/2019 Epistaksis- puspa
4/35
Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 4
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Epistaksis atau perdarahan dari bagian dalam hidung dapat primer atau sekunder,
spontan atau akibat rangsangan dan berlokasi disebelah posterior atau anterior. Pembuluh
darah mukosa hidung yang berhubungan dengan dunia luar dan tidak terlindung mudah
rupture dan menyebabkan perdarahan.1
Epistaksis banyak dijumpai sehari-hari baik pada anak maupun usia lanjut.
Epistaksis seringkali merupakan gejala atau manifestasi penyakit lain. Kebanyakan
ringan dan sering dapat berhenti sendiri tanpa memerlukan bantuan medis, tetapi
epistaksis yang berat, walaupun jarang, merupakan masalah kedaruratan yang dapat
berakibat fatal bila tidak segera ditangani.2
Banyak faktor yang dapat menyebabkan epistaksis, secara garis besar dibagi
menjadi dua, kelainan lokal dan kelainan sistemik.2
Kelainan lokal yaitu diakibatkan oleh
kerusakan dari daerah local nya sendiri yaitu hidung, misalnya karena trauma mengorek
hidung, benturan, bersin atau mengeluarkan ingus terlalu keras. Sedangkan kelainan
sistemik yaitu epistaksis yang diakibatkan oleh penyakit lain, misalnya penyakit
kardiovaskular, kelainan darah, kelainan kongenital, dan lain-lain.
7/22/2019 Epistaksis- puspa
5/35
Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 5
Pada umumnya terdapat dua sumber perdarahan , yaitu daerah anterior dapat
berasal dari pleksus Kiesselbach atau a.etmoid anterior. Sedangkan daerah posterior dapat
berasal dari a.sfenopalatina dan a.etmoid posterior.
Tiga prinsip utama dalam
menanggulangi epistaksis yaitu menghentikan perdarahan, mencegah komplikasi dan
mencegah berulangnya epistaksis.2
I.2. Tujuan
1.2.1. Mampu mengetahui dan menjelaskan tentang epistaksis
1.2.2. Mampu menentukan letak epistaksis
1.2.3. Mampu mengetahui dan menjelaskan tentang penyebab utama dari epistaksis
1.2.4. Mampu mengetahui dan menjelaskan diagnosis dan penatalaksanaan dari
epistaksis
1.3. Manfaat
Manfaat referat ini adalah peneliti memperoleh wawasan pengetahuan dan informasi
mengenai epistaksis serta mampu mengaplikasikannya pada kehidupan sehari-hari.
7/22/2019 Epistaksis- puspa
6/35
Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Anatomi dan Vaskularisasi Hidung
A. Anatomi Hidung
Hidung merupakan organ penting yang seharusnya mendapat perhatian lebih dari
biasanya dan hidung merupakan salah satu organ pelindung tubuh terhadap lingkungan
yang tidak menguntungkan. Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung dalam. Hidung
luar menonjol pada garis tengah diantara pipi dengan bibir atas, struktur hidung luar
dapat dibedakan atas tiga bagian yaitu: paling atas kubah tulang yang tak dapat
digerakkan, dibawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan dan yang
paling bawah adalah lobolus hidung yang mudah digerakkan.1
Gambar 1 : Hidung
7/22/2019 Epistaksis- puspa
7/35
Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 7
Bagian puncak hidung biasanya disebut apeks. Agak keatas dan belakang dari
apeks disebut batang hidung (dorsum nasi), yang berlanjut sampai kepangkal hidung dan
menyatu dengan dahi, yang disebut kolumela membranosa mulai dari apeks, yaitu
diposterior bagian tengah pinggir dan terletak sebelah distal dari kartilago septum. Titik
pertemuan kolumela dengan bibir atas dikenal sebagai dasar hidung. Disini bagian bibir
atas membentuk cekungan dangkal memanjang dari atas kebawah yang disebut filtrum.
Sebelah menyebelah kolumela adalah nares anterior atau nostril (Lubang hidung) kanan
dan kiri, sebelah latero-superior dibatasi oleh ala nasi dan sebelah inferior oleh dasar
hidung.
1,2
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh
kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau
menyempitkan lubang hidung. Bahagian hidung dalam terdiri atas struktur yang
membentang dari os internum disebelah anterior hingga koana di posterior, yang
memisahkan rongga hidung dari nasofaring. Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk
terowongan dari depan kebelakang, dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya
menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan
disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana) yang
menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.1
7/22/2019 Epistaksis- puspa
8/35
Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 8
Gambar 2 : anatomi hidung dengan potongan sagittal
Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai ala nasi, tepat dibelakang nares
anterior, disebut dengan vestibulum.Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang banyak
kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut dengan vibrise.1
Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior
dan superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum nasi ini dibentuk oleh
tulang dan tulang rawan, dinding lateral terdapat konka superior, konka media dan konka
inferior, yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang
lebih kecil adalah konka media, yang lebih kecil lagi konka superior, sedangkan yang
terkecil ialah konka suprema dan konka suprema biasanya rudimenter. Konka inferior
7/22/2019 Epistaksis- puspa
9/35
Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 9
merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan
konka media, superior dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid. Celah antara
konka inferior dengan dasar hidung dinamakan meatus inferior, berikutnya celah antara
konka media dan inferior disebut meatus media dan sebelah atas konka media disebut
meatus superior.1,2
Meatus medius merupakan salah satu celah yang penting dan merupakan celah
yang lebih luas dibandingkan dengan meatus superior. Disini terdapat muara dari sinus
maksilla, sinus frontal dan bahagian anterior sinus etmoid. Dibalik bagian anterior konka
media yang letaknya menggantung, pada dinding lateral terdapat celah yang berbentuk
bulat sabit yang dikenal sebagai infundibulum. Ada suatu muara atau fisura yang
berbentuk bulan sabit menghubungkan meatus medius dengan infundibulum yang
dinamakan hiatus semilunaris. Dinding inferior dan medial infundibulum membentuk
tonjolan yang berbentuk seperti laci dan dikenal sebagai prosesus unsinatus1
Di bahagian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus yang terdiri atas
sinus maksilla, etmoid, frontalis dan sphenoid. Dan sinus maksilla merupakan sinus
paranasal terbesar diantara lainnya, yang berbentuk pyramid iregular dengan dasarnya
menghadap ke fossa nasalis dan puncaknya kearah apek prosesus zigomatikus os
maksilla.1,2
7/22/2019 Epistaksis- puspa
10/35
Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 10
B. Vaskularisasi hidung
Gambar 3 : Vaskularisasi hidung2
Bagian atas rongga hidung mendapatkan perdarahan dari a.etmoid anterior dan
posterior yang merupakan cabang dari a.oftalmika dari a.karotis interna. Bagian bawah
rongga hidung mendapatkan perdarahan dari cabang a.maksilaris interna, diantaranya
ialah ujung a.palatina mayor dan a.sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina
bersama n.sfenopalatina dan memasuki rongga hidung belakang ujung posterior konka
media.2
Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari cabang-cabang arteri fasialis.
Pada bagian septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a.sfenopalatina, a.etmoid
anterior, a.labialis superior dan a.palatina mayor, yang disebut pleksus Kiesselbach
(Littles area).2
7/22/2019 Epistaksis- puspa
11/35
Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 11
Suplai darah cavum nasi berasal dari sistem karotis: arteri karotis eksterna dan
karotis interna. Arteri karotis eksterna memberikan suplai darah terbanyak pada cavum
nasi melalui :
1) Arteri sphenopalatina, cabang terminal arteri maksilaris yang berjalan melaluiforamen sphenopalatina yang memperdarahi septum tiga perempat posterior dan
dinding lateral hidung.2
2) Arteri palatina desenden memberikan cabang arteri palatina mayor, yang berjalanmelalui kanalis incisivus palatum durum dan menyuplai bagian inferoanterior
septum nasi. Sistem karotis interna melalui arteri oftalmika mempercabangkan
arteri ethmoid anterior dan posterior yang mendarahi septum dan dinding lateral
superior.2
Gambar 4 : Anatomi vaskuler supplai darah septum nasi.Pleksus Kiesselbachs atau Littles
area, merupakan lokasi epistaksi anterior paling banyak
7/22/2019 Epistaksis- puspa
12/35
Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 12
Gambar 5: Pleksus Kiessalbach(4)
II.2. Definisi Epistaksis
Epistaksis menurut kamus kedokteran Dorland yaitu perdarahan dari dalam hidung,
mimisan disebut juga nosebleedatau nose hemorrhage.3Epistaksis berasal dari bahasa Yunani
epistazo yang berarti hidung berdarah. Penanganan epistaksis dengan menekan ala nasi telah
diperkenalkan sejak zaman Hipokrates. Cave Michael (1871), James Little (1879) dan Wilhelm
Kiesselbach merupakan ahli-ahli yang pertama kali mengidentifikasi cabang-cabang pembuluh
darah yang berada di bagian anterior septum nasi sebagai sumber epistaksis.4
II.3. Etiologi
Seringkali epistaksis timbul spontan tanpa dapat diketahui penyebabnya, kadang-kadang
jelas disebabkan trauma. Epistaksis dapat disebabkan oleh kelainan lokal pada hidung atau
kelainan sistemik.2
Epistaksis atau perdarahan dari bagian dalam hidung dapat primer atau
7/22/2019 Epistaksis- puspa
13/35
Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 13
sekunder, spontan atau akibat rangsangan, dan berlokasi disebelah anterior atau posterior.
Pembuluh darah mukosa hidung yang berhubungan dengan dunia luar dan tidak terlindungi
mudah rupture dan menyebabkan perdarahan.1
A. Kelaianan Lokal
a) Trauma, perdarahan dapat terjadi karena trauma ringan misalnya mengorek hidung,benturan ringan, bersin atau mengeluarkan ingus terlalu keras, atau sebagai akibat
trauma yang lebih hebat seperti kena pukul, jatuh atau kecelakaan lalu lintas, adanya
benda asing tajam atau trauma pembedahan.
1,2
b) Tumor, baik tumor hidung maupun sinus yang jinak dan yang ganas. Tersering adalahtumor pembuluh darah seperti angiofibroma dengan ciri perdarahan yang hebat dan
karsinoma nasofaring dengan ciri perdarahan berulang ringan bercampur lendir atau
ingus.1,2
Karena pada tumor terjadi pertumbuhan sel yang abnormal dan pembentukan
pembuluh darah yang baru (neovaskularisasi) yang bersifat rapuh sehingga
memudahkan terjadinya perdarahan.
Gambar 6 : Epistaksis pada neoplasma
7/22/2019 Epistaksis- puspa
14/35
Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 14
c) Idiopatik yang merupakan 85% kasus epistaksis, biasanya ringan dan berulang padaanak dan remaja.
d) Infeksi lokal , bisa terjadi pada infeksi hidung dan sinus paranasal seperti rhinitis atausinusitis. Bisa juga pada infeksi spesifik seperti rhinitis jamur, tuberculosis, lupus,
sifilis.1,2
Infeksi akan menyebabkan inflamasi yang akan merusak mukosa. Inflamasi
akan menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah setempat sehingga
memudahkan terjadinya perdarahan di hidung.
e) Iritasi gas atau zat kimia yang merangsang ataupun udara panas pada mukosa hidung.Keadaan lingkungan yang sangat dingin, tinggal di daerah yang tinggi atau perubahan
tekanan atmosfir yang tiba-tiba.1,2
Epistaksis sering terjadi pada udara yang kering
dan saat musim dingin yang disebabkan oleh dehumidifikasi mukosa nasal selain itu
bisa di sebabkan oleh zat-zat kimia yang bersifat korosif yang dapat menyebabkan
kekeringan mukosa sehingga pembuluh darah gampang pecah.
f) Benda asing atau rinolit dengan keluhan epistaksis ringan unilateral disertai Ingusberbau busuk. 1,2
B. Kelainan Sistemik
a) Penyakit kardiovaskuler, hipertensi dan kelainan pembuluh darah seperti yang terjadipada arteriosklerosis, nefritis kronik, sirosis hepatis, diabetes mellitus dapat
menyebabkan epistaksis. Epistaksis akibat hipertensi biasanya hebat, sering kambuh
dan prognosisnya tidak baik.2
7/22/2019 Epistaksis- puspa
15/35
Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 15
1) HipertensiHipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan
tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHg. Epistaksis sering terjadi pada
tekanan darah tinggi karena kerapuhan pembuluh darah yang di sebabkan oleh
penyakit hipertensi yang kronis terjadilah kontraksi pembuluh darah terus
menerus yang mengakibatkan mudah pecahnya pembuluh darah yang tipis.5
2) ArteriosklerosisPada arteriosklerosis terjadi kekakuan pembuluh darah. Jika terjadi keadaan
tekanan darah meningkat, pembuluh darah tidak bisa mengompensasi dengan
vasodilatasi, menyebabkan rupture dari pembuluh darah.5
3) Sirosis hepatisHati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan
koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX,
X dan vitamin K. Pada sirosis hepatis fungsi sintesis protein-protein dan vitamin
yang dibutuhkan untuk pembekuan darah terganggu sehingga mudah terjadinya
perdarahan. Sehingga epistaksis bisa terjadi pada penderita sirosis hepatis.6
4) Diabetes mellitusTerjadi peningkatan gula darah yang meyebabkan kerusakan mikroangiopati dan
makroangiopati. Kadar gula darah yang tinggi dapat menyebabkan sel endotelial
7/22/2019 Epistaksis- puspa
16/35
Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 16
pada pembuluh darah mengambil glukosa lebih dari normal sehingga terbentuklah
lebih banyak glikoprotein pada permukaannya dan hal ini juga menyebabkan
basal membran semakin menebal dan lemah. Dinding pembuluh darah menjadi
lebih tebal tapi lemah sehingga mudah terjadi perdarahan. Sehingga epistaksis
dapat terjadi pada pasien diabetes mellitus.7
b) Kelainan perdarahan misalnya leukemia, hemofilia, trombositopenia, anemiapernisiosa, purpura vaskuler, polisitemia, defisiensi faktor pembekuan.
1,2,7
Trombosit adalah fragmen sitoplasma megakariosit yang tidak berinti dan
dibentuk di sumsum tulang. Trombosit berfungsi untuk pembekuan darah bila terjadi
trauma. Trombosit pada pembuluh darah yang rusak akan melepaskan serotonin dan
tromboksan A2 (prostaglandin), hal ini menyebabkan otot polos dinding pembuluh
darah berkonstriksi. Pada awalnya akan mengurangi darah yang hilang. Kemudian
trombosit membengkak, menjadi lengket, dan menempel pada serabut kolagen
dinding pembuluh darah yang rusak dan membentuk plug trombosit. Trombosit juga
akan melepas ADP untuk mengaktivasi trombosit lain, sehingga mengakibatkan
agregasi trombosit untuk memperkuat plug. Trombositopenia adalah keadaan dimana
jumlah trombosit kurang dari 150.000/ l. Trombositopenia akan memperlama waktu
koagulasi dan memperbesar resiko terjadinya perdarahan dalam pembuluh darah kecil
di seluruh tubuh sehingga dapat terjadi epistaksis pada keadaan trombositopenia.5
Hemofilia adalah penyakit gangguan koagulasi herediter yang diturunkan secara
X-linked resesif. Gangguan terjadi pada jalur intrinsik mekanisme hemostasis
herediter, dimana terjadi defisiensi atau defek dari faktor pembekuan VIII (hemofilia
7/22/2019 Epistaksis- puspa
17/35
Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 17
A) atau IX (hemofilia B). Darah pada penderita hemofilia tidak dapat membeku
dengan sendirinya secara normal. Proses pembekuan darah berjalan amat lambat. Hal
ini dapat menyebabkan terjadinya epistaksis.5,6
Leukemia adalah jenis penyakit kanker yang menyerang sel-sel darah putih yang
diproduksi oleh sumsum tulang (bone marrow). Sumsum tulang atau bone marrow ini
dalam tubuh manusia memproduksi tiga tipe sel darah diantaranya sel darah putih
(berfungsi sebagai daya tahan tubuh melawan infeksi), sel darah merah (berfungsi
membawa oksigen kedalam tubuh) dan trombosit (bagian kecil sel darah yang
membantu proses pembekuan darah). Pada Leukemia terjadi peningkatan
pembentukan sel leukosit sehingga menyebabkan penekanan atau gangguan
pembentukan sel-sel darah yang lain di sumsum tulang termasuk trombosit. Sehingga
terjadi keadaan trombositpenia yang menyebabkan perdarahan mudah terjadi.5,6
c) Infeksi sistemik, misalnya demam berdarah disertai trornbositopenia, morbili, demamtifoid, malaria, pneumonia.
1,2,7Demam berdarah, sebagai tanggapan terhadap infeksi
virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga
menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi sistem koagulasi melalui
kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan menyebabkan
perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan
kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran
ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan
menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga
7/22/2019 Epistaksis- puspa
18/35
Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 18
terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran
platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi
intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation
product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan. Oleh karena itu epistaksis
sering terjadi pada kasus demam berdarah.5,7
d) Gangguan Hormonal, keseimbangan hormon misalnya pada kehamilan danmenopause karena pengaruh perubahan hormon.
1,2Pada saat hamil terjadi
peningkatan estrogen dan progestron yang tinggi di pembuluh darah yang menuju ke
semua membran mukosa di tubuh termasuk di hidung yang menyebabkan mukosa
bengkak dan rapuh dan akhirnya terjadinya epistaksis.
e) Kelainan kongenital misalnya Hereditary Hemorrhagic Telangiectasis atau penyakitRendj-Osler-Weber, juga sering terjadi pada Von Willenbrand disease. Telengiectasis
hemorrhagic hereditary adalah kelainan bentuk pembuluh darah dimana terjadi
pelebaran kapiler yang bersifat rapuh sehingga memudah kan terjadinya perdarahan.
1,2Jika ada cedara jaringan, terjadi kerusakan pembuluh darah dan akan menyebabkan
kebocoran darah melalui lubang pada dinding pembuluh darah. Pembuluh dapat rusak
dekat permukaan seperti saat terpotong. Atau dapat rusak di bagian dalam tubuh
sehingga terjadi memar atau perdarahan dalam. 8
7/22/2019 Epistaksis- puspa
19/35
Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 19
Jika pembuluh darah terluka, ada empat tahap untuk membentuk bekuan darah
yang normal.8
Gambar 7a. Pembekuan darah
normal
Gambar 7b. Pembekuan darah tidak
normal
Tahap 1 Pembuluh darah terluka dan mulai mengalami perdarahan.
Tahap 2 Pembuluh darah menyempit untuk memperlambat aliran darah ke daerah
yang luka.
Tahap 3 Trombosit melekat dan menyebar pada dinding pembuluh darah yang
rusak. Ini disebut adesi trombosit. Trombosit yang menyebar melepaskan
zat yang mengaktifkan trombosit lain didekatnya sehingga akan
menggumpal membentuk sumbat trombosit pada tempat yang terluka. Ini
disebut agregasi trombosit.
Tahap 4 Permukaan trombosit yang teraktivasi menjadi permukaan tempat
7/22/2019 Epistaksis- puspa
20/35
Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 20
terjadinya bekuan darah. Protein pembekuan darah yang beredar dalam
darah diaktifkan pada permukaan trombosit membentuk jaringan bekuan
fibrin.
Protein ini (Faktor I, II, V, VII, VIII, IX, X, XI, XII dan XIII dan Faktor Von
Willebrand ) bekerja seperti kartu domino, dalam reaksi berantai. Ini disebut cascade.
Gambar 8a. cascade koagulasi
normal8
Gambar 8b. cascade koagulasi
hemophilia8
VWD dapat terjadi pada dua tahap terakhir pada proses pembekuan darah.6,8
1) Pada tahap ke 3, seseorang dapat berkemungkinan tidak memiliki cukup FaktorVon Willebrand (VWF) di dalam darahnya atau faktor tersebut tidak berfungsi
secara normal. Akibatnya VWF tidak dapat bertindak sebagai perekat untuk
menyangga trombosit di sekitar daerah pembuluh darah yang mengalami
kerusakan. Trombosittidak dapat melapisi dinding pembuluh darah.
2)
Pada tahap ke 4, VWF membawa Faktor VIII. Faktor VIII adalah salah satu
protein yang dibutuhkan untuk membentuk jaringan yang kuat. Tanpa adanya
faktor VIII dalam dalam jumlah yang normal maka proses pembekuan darah akan
memakan waktu yang lebih lama. Akibatnya VWF tidak dapat bertindak sebagai
7/22/2019 Epistaksis- puspa
21/35
Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 21
perekat untuk menyangga trombosit di sekitar daerah pembuluh darah yang
mengalami kerusakan.
f)
Pada pasien dengan pengobatan anti koagulan (Aspirin, walfarin dan lain-lain).
Obat-obatan seperti terapi antikoagulan, aspirin dan fenilbutazon dapat pula
mempredisposisi epistaksis berulang. Aspirin mempunyai efek antiplatelet yaitu
dengan menginhibisi produksi tromboksan, yang pada keadaan normal akan mengikat
molekul-molekul trombosit untuk membuat suatu sumbatan pada dinding pembuluh
darah yang rusak. Aspirin dapat menyebabkan peoses pembekuan darah menjadi
lebih lama sehingga dapat terjadi perdarahan. Oleh karena itu, aspirin dapat
menyebabkan epistaksis.7
II.4. Sumber Perdarahan
Melihat sumber perdarahan, epistaksis dibagi menjadi epistaksis anterior dan
epistaksis posterior.3
a) Epistaksis anterior
Kebanyakan berasal dari pleksus Kisselbach di septum bagian anterior atau dari
arteri etmoidalis anterior. Perdarahan pada septum anterior biasanya ringan karena
keadaan mukosa yang hiperemis atau kebiasaan mengorek hidung dan kebanyakan terjadi
pada anak, seringkali berulang dan dapat berhenti sendiri.3
Pada saat pemeriksaan dengan
lampu kepala, periksalah pleksus Kiesselbach yang berada di septum bagian anterior
7/22/2019 Epistaksis- puspa
22/35
Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 22
yang merupakan area terpenting pada epistaksis, merupakan anastomosis cabang
a.etmoidalis anterior, a.sfenopaltina, a. palatina asendens dan a.labialis superior.
Gambar 9: Epistaksis anterior(6)
b) Epistaksis posterior
Dapat berasal dari arteri etmoidalis posterior atau arteri sfenopalatina. Perdarahan
biasanya lebih hebat dan jarang dapat berhenti sendiri. Sering ditemukan pada pasien
dengan hipertensi, arteriosklerosis atau pasien dengan penyakit kardiovaskuler karena
pecahnya arteri sfenopalatina.
Gambar 10. Epistaksis posterior(6)
7/22/2019 Epistaksis- puspa
23/35
Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 23
II.5. Gambaran Klinis dan Pemeriksaan
Pasien sering menyatakan bahwa perdarahan berasal dari bagian depan dan
belakang hidung. Perhatian ditujukan pada bagian hidung tempat awal terjadinya
perdarahan atau pada bagian hidung yang terbanyak mengeluarkan darah.5
Kebanyakan kasus epistaksis timbul sekunder trauma yang disebabkan oleh
mengorek hidung menahun atau mengorek krusta yang telah terbentuk akibat
pengeringan mukosa hidung berlebihan. Penting mendapatkan riwayat trauma terperinci.
Riwayat pengobatan atau penyalahgunaan alkohol terperinci harus dicari. Banyak pasien
minum aspirin secara teratur untuk banyak alasan. Aspirin merupakan penghambat fungsi
trombosit dan dapat menyebabkan pemanjangan atau perdarahan. Penting mengenal
bahwa efek ini berlangsung beberapa waktu dan bahwa aspirin ditemukan sebagai
komponen dalam sangat banyak produk. Alkohol merupakan senyawa lain yang banyak
digunakan, yang mengubah fungsi pembekuan secara bermakna.6
Alat-alat yang diperlukan untuk pemeriksaan adalah lampu kepala, spekulum
hidung dan alat penghisap (bila ada)dan pinset bayonet, kapas, kain kassa. Anamnsis yng
lengkap sangat membantu dalam menentukan sebab perdarahan.2,6
Untuk pemeriksaan yang adekuat pasien harus ditempatkan dalam posisi dan
ketinggian yang memudahkan pemeriksa bekerja. Harus cukup sesuai untuk
mengobservasi atau mengeksplorasi sisi dalam hidung.6
Pasien dengan keadaan epistaksis
diperiksa dalam posisi duduk, biarkan darah mengalir keluar dari hidung sehingga bisa
dimonitor. Kalau keadaan lemah sebaiknya setengah duduk atau berbaring dengan kepala
7/22/2019 Epistaksis- puspa
24/35
Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 24
ditinggikan. Harus diperhatikan jangan sampaivdarah mengalir ke saluran nafas
bawah.pasien anak dipangku, badan dan tangan dipeluk, kepala dipegangi agar tegak dan
tidak bergerak-gerak.2
Dengan spekulum hidung dibuka dan dengan alat pengisap dibersihkan semua
kotoran dalam hidung baik cairan, sekret maupun darah yang sudah membeku; sesudah
dibersihkan semua lapangan dalam hidung diobservasi untuk mencari tempat dan faktor-
faktor penyebab perdarahan. Setelah hidung dibersihkan, dimasukkan kapas yang
dibasahi dengan larutan anestesi lokal yaitu larutan pantokain 2% atau larutan lidokain
2% yang ditetesi larutan adrenalin 1/5000-1/10.000 ke dalam hidung untuk
menghilangkan rasa sakit dan membuat vasokontriksi pembuluh darah sehingga
perdarahan dapat berhenti untuk sementara.2,5,7,8
Sesudah 10 sampai 15 menit kapas
dalam hidung dikeluarkan dan dilakukan evaluasi apakah perdarahan berasal dari anterior
atau posterior hidung.2.8
Pasien yang mengalami perdarahan berulang atau sekret berdarah dari hidung
yang bersifat kronik memerlukan fokus diagnostik yang berbeda dengan pasien dengan
perdarahan hidung aktif yang prioritas utamanya adalah menghentikan perdarahan.
Pemeriksaan yang diperlukan berupa:5,6
a) Rinoskopi anterior : Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur darianterior ke posterior. Vestibulum, mukosa hidung dan septum nasi, dinding lateral
hidung dan konka inferior harus diperiksa dengan cermat.
7/22/2019 Epistaksis- puspa
25/35
Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 25
Gambar 11 : Rhinoskopi Anterior8
b) Rinoskopi posteriorPemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada pasien dengan
epistaksis berulang dan sekret hidung kronik untuk menyingkirkan neoplasma.8
c) Pengukuran tekanan darahTekanan darah perlu diukur untuk menyingkirkan diagnosis hipertensi, karena
hipertensi dapat menyebabkan epistaksis yang hebat dan sering berulang.8
d) Rontgen sinus dan CT-Scan atau MRIRontgen sinus dan CT-Scan atau MRI penting mengenali neoplasma atau infeksi.
5
e) Skrining terhadap koagulopatiTes-tes yang tepat termasuk waktu protrombin serum, waktu tromboplastin
parsial, jumlah platelet dan waktu perdarahan.6
7/22/2019 Epistaksis- puspa
26/35
Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 26
f) Riwayat penyakitRiwayat penyakit yang teliti dapat mengungkapkan setiap masalah kesehatan
yang mendasari epistaksis.6
g) Endoskopi hidung untuk melihat atau menyingkirkan kemungkinan penyakitlainnya.
5
Gambar 12: Tampilan endoskopi epistaksis posterior5
II.6. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan epistaksis adalah untuk menghentikan perdarahan. Hal-hal yang
penting dicari tahu adalah:
5,6
1. Riwayat perdarahan sebelumnya.2. Lokasi perdarahan.3. Apakah darah terutama mengalir ke tenggorokan (ke posterior) atau keluar dari
hidung depan (anterior) bila pasien duduk tegak.
7/22/2019 Epistaksis- puspa
27/35
Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 27
4. Lamanya perdarahan dan frekuensinya5. Riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga6. Hipertensi7. Diabetes melitus8. Penyakit hati9. Gangguan koagulasi10.Trauma hidung yang belum lama11.Obat-obatan, misalnya aspirin, fenil butazon
Prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis yaitu : Perbaiki keadaan umum,
cari sumber perdarahan, menghentikan perdarahan, mencari faktor penyebabnya untuk
mencegah berulangnya epistaksis. Kalau ada syok, perbaiki dulu kedaan umum pasien
(nadi, pernafasan, serta tekanan darahnya), bila ada kelainan, atasi terlebih dahulu
misalnya dengan memasang infuse.2,6
Tindakan yang dapat dilakukan antara lain:6,7,8
a) Perbaiki keadaan umum penderita, penderita diperiksa dalam posisi duduk kecualibila penderita sangat lemah atau keadaaan syok.
b) Pada anak yang sering mengalami epistaksis ringan, perdarahan dapat dihentikandengan cara duduk dengan kepala ditegakkan, kemudian cuping hidung ditekan
ke arah septum selama 10-15 menit (metode Trotter).8
Gambar 13. Metode Trotter8
7/22/2019 Epistaksis- puspa
28/35
Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 28
c) Tentukan sumber perdarahan dengan memasang tampon anterior yang telahdibasahi dengan adrenalin dan pantokain/ lidokain, serta bantuan alat penghisap
untuk membersihkan bekuan darah.5,7
d) Pada epistaksis anterior, jika sumber perdarahan dapat dilihat dengan jelas,dilakukan kaustik dengan larutan nitras argenti (AgNO3) 20%-30%, asam
trikloroasetat 10% atau dengan elektrokauter. Sesudahnya tempat tersebut
diberikan krim antibiotik. Sebelum kaustik diberikan analgesia topikal terlebih
dahulu.
2,4
e) Bila dengan kaustik perdarahan anterior masih terus berlangsung, diperlukanpemasangan tampon anterior dengan kapas atau kain kasa yang diberi vaselin
yang dicampur betadin atau salep antibiotika. Pemakaian pelumas ini agar tampon
mudah dimasukkan dan tidak menimbulkan perdarahan baru saat dimasukan atau
dicabut. Tampon dimasukan sebanyak 2-4 buah, disusun dengan teratur dan harus
dapat menekan asal perdarahan. Tampon dipertahankan selama 2x24 jam, harus
dikeluarkan untuk mencegah infeksi hidung. Bila perdarahan masih belum
berhenti, dipasang tampon baru.2
Dapat juga dipakai tampon rol yang dibuat dari
kasa sehingga menyerupai pita dengan lebar kurang cm, diletakkan berlapis-
lapis mulai dari dasar sampai ke puncak rongga hidung. Tampon yang dipasang
harus menekan tempat asal perdarahan dan dapat dipertahankan selama 1-2 hari.
5,6
7/22/2019 Epistaksis- puspa
29/35
Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 29
Gambar 14 : Tampon anterior6
Perdarahan posterior
Perdarahan dari bagian posterior lebih sulit diatasi, sebab biasanya perdarahan hebat dan
sulit dicari sumbernya dengan pemeriksaan rinoskopi anterior. Untuk menanggulangi
perdarahan posterior, tindakan nya adalah :
a. Diatasi dengan pemasangan tampon posterior atau tampon Bellocq, dibuat darikasa padat dibentuk kubus atau bulat dengan ukuran lebih kurang 3x2x2 cm dan
mempunyai 3 buah benang, 2 buah pada satu sisi dan sebuah lagi pada sisi yang
berlawanan. Tampon harus menutup koana (nares posterior). Setiap pasien
dengan tampon Bellocq harus dirawat.2,6,8
Gambar 15: Tampon Bellocque
7/22/2019 Epistaksis- puspa
30/35
Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 30
b. Sebagai pengganti tampon Bellocq dapat dipakai kateter Foley dengan balon.Balon diletakkan di nasofaring dan dikembangkan dengan air.
8
Gambar 18. Tampon posterior dengan Kateter Foley8
c. Ligasi arteri dilakukan pada epistaksis berat dan berulang yang tidak dapat diatasidengan pemasangan tampon posterior. Untuk itu pasien harus dirujuk ke rumah
sakit.8
II.7 Komplikasi
Dapat terjadi langsung akibat epistaksis sendiri atau akibat usaha penanggulangan
epistaksis. Akibat perdarahan yang hebat dapat terjadi aspirasi darah ke dalam saluran
nafas bawah, juga dapat menyebabkan syok, anemia dan gagal ginjal. Turunnya tekanan
darah secara mendadak dapat menimbulkan hipotensi, hipoksia, iskemia serebri,
insufisiensi koroner sampai infark miokard sehingga dapat menyebabkan kematian.
Dalam hal ini pemberian infus atau transfus darah harus dilakukan secepatnya. Akibat
pembuluh darah yang terbuka dapat terjadi infeksi, sehingga perlu diberika antibiotik.
7/22/2019 Epistaksis- puspa
31/35
Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 31
Pemasangan tampon anterior dapat timbul rino-sinusitis (karena ostium sinus
tersumbat), air mata yang berdarah (bloody tears) karena darah mengalir secara retrograd
melalui duktus nasolakrimalis dan septikemia. Akibat pemasangan tampon posterior
dapat timbul otitis media, haemotympanum, serta laserasi palatum mole dan sudut bibir,
bila benang yang dikeluarkan melalui mulut terlalu kencang ditarik.2,7
Oleh karena itu,
harus selalu diberikan antibiotic pada setiap pemasangan tampon hidung, dan setelah 2-3
hari tampon harus dicabut. Bila perdarahan masih berlanjut dipasang tampon baru.2
Kateter balon atau tampon balon tidak boleh dipompa terlalu keras karena dapat
menyebabkan nekrosis mukosa hidung atau septum.2
II.8. Diagnosis banding
Termasuk perdarahan yang bukan berasal dari hidung tetapi darah mengalir keluar
dari hidung seperti hemoptisis, varises oesofagus yang berdarah, perdarahan di basis
cranii yang kemudian darah mengalir melalui sinus sphenoid ataupun tuba eustachius.7
II.9. Pencegahan
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya epistaksis
antara lain :2
a. Gunakan semprotan hidung atau tetes larutan garam, yang keduanya dapat dibeli,pada kedua lubang hidung dua sampai tiga kali sehari. Untuk membuat tetes larutan
ini dapat mencampur 1 sendok teh garam ke dalam secangkir gelas, didihkan selama
20 menit lalu biarkan sampai hangat kuku.
b. Gunakan alat untuk melembabkan udara di rumah.
7/22/2019 Epistaksis- puspa
32/35
Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 32
c. Gunakan gel hidung larut air di hidung, oleskan dengan cotton bud. Jangan masukkancotton budmelebihi 0,50,6cm ke dalam hidung.
d. Hindari meniup melalui hidung terlalu keras.e. Bersin melalui mulut.f. Hindari memasukkan benda keras ke dalam hidung, termasuk jari.g. Batasi penggunaan obatobatan yang dapat meningkatkan perdarahan seperti aspirin
atau ibuprofen.
h. Konsultasi ke dokter bila alergi tidak lagi bisa ditangani dengan obat alergi biasa.i.
Berhentilah merokok. Merokok menyebabkan hidung menjadi kering dan
menyebabkan iritasi.
II.10. Prognosis
Sembilan puluh persen kasus epistaksis anterior dapat berhenti sendiri. Pada
pasien hipertensi dengan/tanpa arteriosklerosis, biasanya perdarahan hebat, sering
kambuh dan prognosisnya buruk.6
7/22/2019 Epistaksis- puspa
33/35
Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 33
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Epistaksis menurut kamus kedokteran Dorland yaitu perdarahan dari dalam
hidung, mimisan disebut juga nosebleedatau nose hemorrhage.3
Epistaksis (perdarahan
dari hidung) adalah suatu gejala dan bukan suatu penyakit, yang disebabkan oleh adanya
suatu kondisi kelainan atau keadaan tertentu. Epistaksis bisa bersifat ringan sampai berat
yang dapat berakibat fatal. Epistaksis dapat disebabkan oleh kelainan lokal pada hidung
atau kelainan sistemik.2
Melihat sumber perdarahan, epistaksis dibagi menjadi epistaksis
anterior dan epistaksis posterior.2
Dalam memeriksa pasien dengan epistaksis harus
dengan alat yang tepat dan dalam posisi yang memungkinkan pasien untuk tidak menelan
darahnya sendiri.
Prinsip penanganan epistaksis adalah menghentikan perdarahan, mencegah
komplikasi dan mencegah berulangnya epistaksis. Pemeriksaan yang dapat dilakukan
untuk memeriksa pasien dengan epistaksis antara lain dengan rinoskopi anterior dan
posterior, pemeriksaan tekanan darah, foto rontgen sinus atau dengan CT-Scan atau MRI,
endoskopi, skrining koagulopati dan mencari tahu riwayat penyakit pasien.
Tindakan-tindakan yang dilakukan pada epistaksis adalah:5,6,7
a. Memencet hidungb. Pemasangan tampon anterior dan posteriorc. Kauterisasid. Ligasi (pengikatan pembuluh darah)
7/22/2019 Epistaksis- puspa
34/35
Epistaksis Puspa Ayu Navratilova | 34
Komplikasi pemasangan tampon anterior dapat timbul rino-sinusitis (karena
ostium sinus tersumbat), air mata yang berdarah (bloody tears) karena darah mengalir
secara retrograd melalui duktus nasolakrimalis dan septikemia. Akibat pemasangan
tampon posterior dapat timbul otitis media, haemotympanum, serta laserasi palatum mole
dan sudut bibir, bila benang yang dikeluarkan melalui mulut terlalu kencang ditarik.2,7
Sembilan puluh persen kasus epistaksis anterior dapat berhenti sendiri. Pada
pasien hipertensi dengan/tanpa arteriosklerosis, biasanya perdarahan hebat, sering
kambuh dan prognosisnya buruk.6
7/22/2019 Epistaksis- puspa
35/35
DAFTAR PUSTAKA
1. Balenger JJ, Snow JrJB. Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery, 15th Ed.William& Wilkins, Baltimore.
2. Iskandar N, Supardi EA, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung TenggorokKepala & Leher, Edisi 6, Jakarta : FKUI, 2008; p. 155-159.
3. Setiawan andy, dkk. Kamus Kedokeran Dorland, edisi 29, Jakarta : Penerbit bukukedokteran EGC, 2003 ; p.752
4. Nwaorgu OGB,Epistaxis : an overview, Annals of Ibadan postgraduate medicine, 20045. Bamimore, ola, Epistaxis: Treatment & Medication. eMedicines Specialities Serial
Online 8 juli 2013 (Online 15 juli 2013) Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/764719-treatment
6. Alvi A, Joyner-Triplett N, dkk.Nosebleed(Epistaxis). Serial Online 20 april 2010(online16 juli 2013) Available from:http://www.patient.co.uk/doctor/Nosebleed-(Epistaxis).htm
7. Schlosser RJ. Epistaxis. New England Journal Of Medicine. Serial Online 19 Februari2009 (online 15 Juli 2013) Available from:
http://content.nejm.org/cgi/content/full/360/8/784
8. David Zieve, dkk. NosebleedBleeding from Nose Epistaxis. Serial Online 24 januari2012(Online 15 Juli 2013) Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0003594/
http://emedicine.medscape.com/article/764719-treatmenthttp://emedicine.medscape.com/article/764719-treatmenthttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi?cmd=Retrieve&db=PubMed&dopt=Abstract&list_uids=8650098http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi?cmd=Retrieve&db=PubMed&dopt=Abstract&list_uids=8650098http://www.patient.co.uk/doctor/Nosebleed-(Epistaxis).htmhttp://www.patient.co.uk/doctor/Nosebleed-(Epistaxis).htmhttp://www.patient.co.uk/doctor/Nosebleed-(Epistaxis).htmhttp://content.nejm.org/cgi/content/full/360/8/784http://content.nejm.org/cgi/content/full/360/8/784http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0003594/http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0003594/http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0003594/http://content.nejm.org/cgi/content/full/360/8/784http://www.patient.co.uk/doctor/Nosebleed-(Epistaxis).htmhttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi?cmd=Retrieve&db=PubMed&dopt=Abstract&list_uids=8650098http://emedicine.medscape.com/article/764719-treatment