25
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dalam memberikan jamininan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum tentunya membutuhkan upaya konkret agar terselenggara dengan seksama sebagai bentuk pertanggung jawaban negara bagi kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Sehingga Indonesia dikatakan sebagai negara hukum. Indonesia meletakkan hukum sebagai kekuatan tertinggi berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 yang telah memberikan jaminan bagi seluruh warga negaranya untuk mendapatkan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang berdasarkan atas kebenaran dan keadilan. 1

ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB PROFESI JAKSA.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB PROFESI JAKSA.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia dalam memberikan jamininan kepastian, ketertiban, dan

perlindungan hukum tentunya membutuhkan upaya konkret agar terselenggara

dengan seksama sebagai bentuk pertanggung jawaban negara bagi kemakmuran

seluruh rakyat Indonesia. Sehingga Indonesia dikatakan sebagai negara hukum.

Indonesia meletakkan hukum sebagai kekuatan tertinggi berlandaskan Pancasila dan

UUD 1945 yang telah memberikan jaminan bagi seluruh warga negaranya untuk

mendapatkan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang berdasarkan atas

kebenaran dan keadilan.

Dalam kehidupan masyarakat tidak terlepas dari hukum, sehingga di dalam

masyarakat selalu ada sistem hukum, ada masyarakat ada norma hukum (ubi

societas ibi ius). Hukum berupaya menjaga dan mengatur keseimbangan antara

kepentingan atau hasrat individu yang egoistis dan kepentingan bersama agar tidak

terjadi konflik. Kehadiran hukum bertujuan untuk menegakkan keseimbangan

perlakuan antara hak perorangan dan hak bersama. Sehingga, secara hakiki hukum

haruslah pasti dan adil sehingga dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Hal ini

1

Page 2: ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB PROFESI JAKSA.docx

menunjukkan pada hakikatnya para penegak hukum (hakim, jaksa, Notaris,

Advokat, dan polisi) adalah pembela kebenaran dan keadilan sehingga para penegak

hukum harus menjalankan dengan itikad baik dan ikhlas, sehingga profesi hukum

merupakan profesi terhormat dan luhur (officium nobile). Oleh karena hal tersebut,

profesional hukum sudah semestinya merasakan profesi ini sebagai pilihan dan

sekaligus panggilan hidupnya untuk melayani sesama di bidang hukum. Namun,

ironisnya para profesi hukum kurang memiliki kesadaran dan kepedulian sosial. Hal

tersebut dapat dilihat dari para pakar hukum menjadi orang-orang sewaan yang

dibayar mahal oleh kliennya, pelayanan hanya diberikan kepada orang-orang yang

berdiut saja.

Salah satu penegak hukum yang saya angkat dalam makalh ini adalah

profesi jaksa. Dimana profesi Jaksa yang memerlukan suatu tanggung jawab baik

individual maupun social terutama ketaatan terhadap norma – norma hukum positif

dan kesediaan untuk tunduk ada kode etik profesi, bahkan merupakan suatu hal

yang wajib sehingga akan memperkuat norma hukum yang sudah ada.

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, dapat dirumuskan beberapa pokok masalah yaitu :

1. Bagaimana tanggung jawab Jaksa dalam menjalankan profesinya?

2. Bagaimana Kode Etik Profesi Hukum Jaksa?

2

Page 3: ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB PROFESI JAKSA.docx

3. Apakah tugas dan wewenag kejaksaan sesuai Undang – undang 16

Tahun 2004 tentang kejaksaan?

1.3. Tujuan

Tujuan dari pembutan makalah ini yaitu ;

1. Untuk dapat mengetahui tanggung jawab Jaksa dalam menjalankan

profesinya.

2. Untuk dapat mengetahui mengenai Kode Etik Profesi Hukum Jaksa

3. Untuk dapat mengetahui tugas dan wewenang Kejaksaan sesuai Undang –

Undang no.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan.

3

Page 4: ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB PROFESI JAKSA.docx

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Tanggung jawab Profesi Jaksa

Profesi jaksa sudah ada dan dikenal sejak lama sebelum Indonesia merdeka,

bahkan sebelum ada negara Indonesia. Pada masa Kerajaan Majapahit, jaksa dikenal

dengan ilstilah dhyaksa, adhyaksa, dan dharmadhyaksa. Dhyaksa dikatakan sebagai

pejabat negara yang dibebani tugas untuk menangani masalah-masalah peradilan di

bawah pengawasan Majapahit. Gajah Mada selaku pejabat adhyaksa, sedangkan

dharmadhyaksa berperan sebagai pengawas tertinggi dari kekayaan suci dalam

urusan kepercayaan, dan menjabat sebagai ketua pengadilan. Kata dhyaksa ini

kemudian menjadi jaksa.

Setelah Indonesia merdeka, lembaga jaksa tetap dipertahankan, yakni

dengan mengambil alih peraturan yang pernah berlaku pada masa penjajahan

Jepang.

Jaksa adalah pejabat fungsional dari lembaga pemerintahan, berbeda dengan

hakim, pengangkatan dan pemberhentian jaksa tidak dilakukan oleh kepala negara,

tetapi oleh jaksa agung sebagai atasannya.

4

Page 5: ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB PROFESI JAKSA.docx

Agar kejaksaan dapat mengemban kewajibannya dengan baik, maka

berdasarkan Keputusan Jaksa Agung No. Kep-052/J.A/8/1979 ditetapkan pula

tentang Doktrin Adhyaksa Tri Krama Adhyaksa. Doktrin tersebut berunsurkan

Catur Asana, Tri Atmaka, dan Tri Krama Adhyaksa.

Catur Asana merupakan empat landasan yang mendasari eksistensi, peranan,

wewenang, dan tindakan kejaksaan dalam mengemban tugasnya baik di bidang

yustisial, nonyustisial, yudikatif, maupun eksekutif. Landasan idiilnya adalah

Pancasila, landasan konstitusionalnya adalah UUD 1945, dan landasan peraturan

perudangan yang lainnya.

Tri Atmaka merupakan tiga sifat hakiki kejaksaan yang membedakan dengan alat

negara lainnya. Tiga sifat itu adalah tunggal, mandiri, dan mumpuni. Bersifat

tunggal karena kejaksaan adalah satu-satunya lembaga negara yang mewakili

pemerintah dalam urusan pengadilan dan dengan sistem hierarki tindakan setiap

jaksa dianggap sebagai tindakan seluruh korps. Dikatakan mandiri karena kejaksaan

merupakan lembaga yang berdiri sendiri terlepas dari Departemen Kehakiman, dan

mandiri dalam arti memiliki kekuasaan istimewa sebagai alat penegak hukum yang

mewakili pemerintah dalam bidang yudikatif, satu-satunya aparat yang berwenang

mengenyampingkan perkara, menuntut tindak pidana di pengadilan, dan berwenang

melaksanakan putusan pengadilan. Kekhususan ini merupakan ciri khas lembaga

kejaksaan yang membedakan dirinya dari lembaga atau badan penegak hukum

lainnya. Mumpuni menunjukkan bahwa kejaksaan memiliki tugas luas, yang

5

Page 6: ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB PROFESI JAKSA.docx

melingkupi bidang-bidang yustisial dan nonyustisial dengan dilengkapi kewenangan

yang cukup dalam menunaikan tugasnya.

Tri Krama Adhyaksa adalah sikap mental yang baik dan terpuji yang harus

dimiliki oleh jajaran kejaksaan, yang meliputi sifat satya, adi, dan wicaksana.

Profesi jaksa adalah sebuah profesi dalam posisi yang sangat penting dalam

penegakan hukum di peradilan. Lembaga kejaksaan secara umum dan jaksa secara

khusus adalah lembaga independen yang mewakili pemerintah dalam hal peradilan.

Kedudukan ini membuat banyak sorotan terhadap kinerja jaksa dalam menjalankan

profesinya.

Profesi Hukum dapat menjadikan kegiatan bisnis dengan segi tujuan berapa

yang harus dibayar bukan berapa yang harus dikerjakan terutama profesi hokum

dibidang pelayanan. Dikarenakan terdesak oleh bisnis karena imbalan atas

pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan nilai kebutuhan yang layak. Tanpa

terkecuali Profesi Jaksa.

Posisi jaksa sangat riskan menghadapi tantangan baik dari internal maupun

tantangan eksternal. Jaksa mudah saja memanfaatkan posisinya untuk mencari

keuntungan pribadi. Ini adalah tantangan eksternal, yang berasal dari luar diri jaksa

dimana pihak-pihak yang sedang dalam perkara dalam peradilan meminta jaksa agar

memberi keringanan dalam tuntutan dengan memberi sejumlah imbalan/hadiah.

Tantangan internal adalah sikap moral, hati nurani, dan perasaan yang dimiliki

jaksa. Seorang jaksa yang tidak memiliki moral dan hati nurani yang baik akan

6

Page 7: ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB PROFESI JAKSA.docx

mudah terpengaruh untuk memanfaatkan kondisi tersebut. Sebagai contoh nyata

adalah terungkapnya dugaan penyuapan yang diterima Jaksa Urip Tri Gunawan

yang sedang menangani kasus BLBI. Kasus ini seolah mengungkap betapa carut-

marutnya lembaga kejaksaan dan jaksa yang ada di dalamnya. Betapa tidak,

kedudukan jaksa dimanfaatkan untuk mencari keuntungan pribadi, bukannya

menjaga wibawa negara dan menegakkan nilai-nilai keadilan.

Menjaga idealisme dan etika profesi jaksa berkaitan dengan moral dan hati

nurani seorang jaksa. Peraturan hukum dan undang-undang yang ada hanya sebagai

jalur dan rambu-rambu untuk jaksa dalam melaksanakan tugasnya. Sebagus apapun

peraturan, saat diri pribadi jaksa tidak mempunyai kesadaran yang tinggi untuk

menegakkan nilai-nilai hukum. Sebaliknya, dengan peraturan yang tidak terlalu

banyak namun ada moral dan hati nurani yang baik, peraturan tersebut dapat

dilaksanakan dengan baik pula. Nilai-nilai hukum dapat ditegakkan dan dijunjung

tinggi.

2.2. Kedudukan Kode Etik Jaksa

Kode etik jaksa serupa dengan kode etik profesi yang lain. Mengandung

nilai-nilai luhur dan ideal sebagai pedoman berperilaku dalam satu profesi. Yang

apabila nantinya dapat dijalankan sesuai dengan tujuan akan melahirkan jaksa-jaksa

yang memang mempunyai kualitas moral yang baik dalam melaksanakan tugasnya.

Sehingga kehidupan peradilan di Negara kita akan mengarah pada keberhasilan.

7

Page 8: ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB PROFESI JAKSA.docx

Sebagai komponen kekuasaan eksekutif di bidang penegak hukum, adalah

tepat jika setelah kurun waktu tersebut, kejaksaan kembali merenungkan keberadaan

institusinya, sehingga dari perenungan ini, diharapkan dapat muncul kejaksaan yang

berparadigma baru yang tercermin dalam sikap, pikiran dan perasaan, sehingga

kejaksaan tetap mengenal jati dirinya dalam memenuhi panggilan tugasnya sebagai

wakil negara sekaligus wali masyarakat dalam bidang penegakan hukum.

Kejaksaan merupakan salah satu pilar birokrasi hukum tidak terlepas dari

tuntutan masyarakat yang berperkara agar lebih menjalankan tugasnya lebih

profesional dan memihak kepada kebenaran. Sepanjang yang diingat, belum pernah

rasanya kejaksaan di dalam sejarahnya sedemikian merosot citranya seperti saat ini .

Sorotan serta kritik-kritik tajam dari masyarakat, yang diarahkan kepadanya

khususnya kepada kejaksaan, dalam waktu dekat tampaknya belum akan surut,

meskipun mungkin beberapa pembenahan telah dilakukan.

Sepintas lalu, masalah yang menerpa kejaksaan mungkin disebabkan

merosotnya profesionalisme di kalangan para jaksa, baik level pimpinan maupun

bawahan. Keahlian, rasa tanggung jawab, dan kinerja terpadu yang merupakan ciri-

ciri pokok profesionalisme tampaknya mengendur. Sebenarnya, jika pengemban

profesi kurang memiliki keahlian, atau tidak mampu menjalin kerja sama dengan

pihak-pihak demi kelancaran profesi atau pekerjaan harus dijalin, maka

sesungguhnya profesionalisme itu sudah mati, kendatipun yang bersangkutan tetap

menyebut dirinya sebagai seorang profesional. Hal yang kerap memprihatinkan

8

Page 9: ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB PROFESI JAKSA.docx

ialah rasa keadilan masyarakat atau keadilan itu sendiri, tidak dapat sepenuhnya

dijangkau perangakat hukum yang ada. Pada ujungnya, keadilan itu bergantung

pada aparat penegak hukum itu sendiri, bagaimana mewujudkannya secara ideal. Di

sinalah maka penegak hukum itu menjadi demikian erat hubungannya dengan

perilaku, khususnya aparat penegak hukum, antara lain termasuk jaksa. Hukum

bukan sesuatu yang bersifat mekanistis, yang dapat berjalan sendiri. Hukum

bergantung pada sikap tindak penegak hukum. Melalui aktivasi penegak hukum

tersebut, hukum tertulis menjadi hidup dan memenuhi tujuan-tujuan yang

dikandungnya.

Profesionalisme seorang jaksa sungguh sangat penting dan mendasar, sebab

sebagaimana disebutkan di atas, bahwa antara lain di tangannyalah hukum menjadi

hidup, dan karena kekuatan atau otoritas. Mungkin bagi orang yang berpikiran

normatif, ungkapan ini agak berlebihan. Akan tetapi, secara sosiologis hal ini tidak

dapat dimungkiri kebenarannya, bahkan beberapa pakar sosiologi hukum acap

menyebutkan bahwa hukum itu tidak lain adalah perilaku pejabat-pejabat hukum.

Agar keahlian yang dimiliki seorang jaksa tidak menjadi tumpul, maka

kemampuan yang sudah dimilikinya seyogianya harus selalu diasah, melalui proses

pembelajaran ini hendaknya ditafsirkan secara luas, di mana seorang jaksa dapat

belajar melalui pendidikan-pendidikan formal atau informal, maupun pada

pengalaman-pengalaman sendiri. Karena hukum yang menjadi lahan pekerjaan

jaksa merupakan sistem yang rasional, maka keahlian yang dimiliki olehnya melalui

9

Page 10: ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB PROFESI JAKSA.docx

pembelajaran tersebut, harus bersifat rasional pula. Sikap ilmiah melakukan

pekerjaan ditandai dengan kesediaan memperguanakan metodologi modern yang

demikian, diharapkan dapat mengurangi sejauh mungkin sifat subjektif seorang

jaksa terhadap perkara-perkara yang harus ditanganinya.

Dalam dunia kejaksaan di Indonesia terdapat lima norma kode etik profesi

jaksa, yaitu:

a. Bersedia untuk menerima kebenaran dari siapapun, menjaga diri, berani,  

bertanggung jawab dan dapat menjadi teladan di lingkungannya.

b. Mengamalkan dan melaksanakan pancasila serta secara aktif dan kreaatif

dalam pembangunan hukum untuk mewujudkan masyarakat adil.

c. Bersikap adil dalam memberikan pelayanan kepada para pencari keadilan.

d. Berbudi luhur serta berwatak mulia, setia, jujur, arif dan bijaksana dalam

diri, berkata dan bertingkah laku.

e. Mengutamakan kepentingan bangsa dan Negara daripada kepentingan

pribadi atau golongan.

Dalam usaha memahami maksud yang terkandung dalam kode etik jaksa

tidaklah terlalu sulit. Kata-kata yang dirangkaikan tidak rumit sehingga cukup

mudah untuk dimengerti. Karena kode etik ini disusun dengan tujuan agar dapat

dijalankan. Kemampuan analisis yang dikembangkan bukan lagi semata-mata

didasari pendekatan-pendekatan yang serba legalitas, positivis dan mekanistis.

10

Page 11: ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB PROFESI JAKSA.docx

Sebab setiap perkara sekalipun tampak serupa, bagaimanapun tetap memiliki

keunikan tersendiri. Sebagai penuntut, seorang jaksa dituntut untuk mampu

merekosntruksi dalam pikiran peristiwa pidana yang ditanganinya. Tanpa hal

itu, penanganan perkara tidaklah total, sehingga sisi-sisi yang justru penting

bisa jadi malah terlewatkan. Memang bukan persoalan mudah untuk memahami

sesuatu, peristiwa yang kita sendiri tidak hadir pada kejadian yang

bersangkutan, apalagi jika berkas yang sampai sudah melalui tangan kedua

(dengan hanya membaca berita acara pemeriksaan atau BAP dari kepolisian).

Jika pada tingkat analisis telah menderita keterbatasan-keterbatasan, maka

sebagai konsekuensi logisnya kebenaran yang hendak kita tegakkan tidaklah

dapat diraih secara bulat. Tidak adanya faktor tunggal, menyebabkan setiap

perkara memiliki keunikan sendiri.

Di dalam mengemban profesi, usaha-usaha yang dilakukan oleh jaksa

bukan hanya untuk memenuhi unsur-unsur yang terkandung dalam ketentuan

hukum semata, melainkan apa yang sesungguhnya benar-benar terjadi dan

dirasakan langsung oleh masyarakat juga didengar dan diperjuangkan. Inilah

yang dinamakan pendekatan sosioligis. Memang tidak mudah bagi jaksa untuk

menangkap suara yang sejati yang muncul dari sanubari anggota masyarakat

secara mayoritas. Di samping masyarakat Indonesia yang heterogen, kondisi

yang melingkupinya pun sedang dalam keadaan yang tidak sepenuhnya normal.

11

Page 12: ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB PROFESI JAKSA.docx

2.3. Tugas dan wewenag kejaksaan sesuai Undang – undang 16 Tahun 2004

tentang kejaksaan

1. Berdasarkan Undang – Undang nomor 16 Tahun 2004

Berdasarkan pasal 6 Undang – Undang Nomor 16 Tahun 2004 jaksa dalam

pelaksanaan tugasa dan wewenangnya adaalah :

Bertindak untuk atas nama Negara bertanggung jawab sesuai saluran

hirarki

Demi keadilan dan kebenaran yang berdasarkan ketuhanan yang

maha esa, melakukan penuntutan dengan keyakinan yang

berdasarkan bukti yang sah.

Senantiasa bertindak berdasarkan hukum, mengindahkan norma –

norma keagamaan, kesopanan dan kesusilaan

Wajib menggali dan menjujung tinggi nilai – nilai kemausiaan yang

hidup dalam masyarakat, serta senantiasa menjaga kehormatan dan

martabat profesinya.

2. Doktrin Tri Krama Adhyaksa  ( KEPJA No.KEP- 030/J.A/3/1988)

Satya adalah kesetiaan yang bersumber dari ras yang jujur, baik

terehadap tuhan yang maha esa, diri pribadi dan keluarga maupun

sesame manusia.

12

Page 13: ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB PROFESI JAKSA.docx

Adhi adalah kesempurnaan dalam bertugas dan berunsur utama

pemilikan rasa tanggung jawab terhadap tuhan yang maha esa,

keluarga dan sesame manusia.

Wicaksana adalah bijaksana dalam tutur kta dan tingkah laku,

khususnya dalam pengetrapan tugas dan kewenangannaya.

3. Perilaku Jaksa

Seorang jaksa harus dapat mencerminkan tata pikir,tata tutur, tata laku

terpuji sebagaimana tercantum dalam kode etik dan sumpah jabatan, antara

lain :

Memiliki kesungguhan dalam bekerja, berani, adil, tidak

membedakan suku, agama, ras, dan golongan

Dalam melaksanakan tugas jaksa senantiasa memupuk serta

mengembangkan kemampuan professional, intergritas pribadi dan

kedisiplinana yang tinggi

Meghormati adat kebiasaan setempat tercermin dalam sikap dan

perilaku sehari –hari

Dapat menerima kebenaran, bersikap mawas diri, berani bertanggung

jawab dan menjadi teladan dilingkungannya.

Memindakan norma kesopanan dan keputusan dalam menyampaikan

pandangan dan menyalurkan aspirasi profesi

13

Page 14: ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB PROFESI JAKSA.docx

Seorang jaksa senantiasa membinadan mengembangkan kader

adhyaksa dengan semangat ing ngarso sung tulodo, ing madyo

mangun karso, tut wuri handayani,

Senantiasa menolak atau tidak menerima atau tidak dipengaruhi oleh

campur tangan siapapun juga.

14

Page 15: ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB PROFESI JAKSA.docx

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang – Undang No.16 tahun 2004, “Jaksa adalah

pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh Undang – Undang untuk bertindak

sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan Undang – Undang”

Profesi jaksa adalah sebuah profesi dalam posisi yang sangat penting dalam

penegakan hukum di peradilan.

Dalam dunia kejaksaan di Indonesia terdapat lima norma kode etik profesi

jaksa, yaitu: Bersedia untuk menerima kebenaran dari siapapun, menjaga diri,

berani, bertanggung jawab dan dapat menjadi teladan di lingkungannya.,

mengamalkan dan melaksanakan pancasila serta secara aktif dan kreaatif dalam

pembangunan hukum untuk mewujudkan masyarakat adil, bersikap adil dalam

memberikan pelayanan kepada para pencari keadilan, berbudi luhur serta berwatak

mulia, setia, jujur, arif dan bijaksana dalam diri, berkata dan bertingkah laku dan

mengutamakan kepentingan bangsa dan Negara daripada kepentingan pribadi atau

golongan.

15

Page 16: ETIKA DAN TANGGUNG JAWAB PROFESI JAKSA.docx

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Republik Indonesia No. 16 Tahun 2004

tentang Kejaksaan Republik Indonesia, Bandung : Citra

Umbara, 2004.

Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : PER-

067/A/JA/07/2007 tentang Kode Perilaku Jaksa Jaksa Agung

Republik Indonesia.

http://blogspot.com/kode-etik-jaksa_files/comment-

iframe.html.

http://myblogspot.com/Tanggung Jawab Profesi Jaksa.html

Supriadi, S.H., Etika & Tanggung Jawab Profesi Hukum di

Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, 2010.

Dr. Sidharta, SH.,MH., Moralitas PROFESI HUKUM, Bandung :

PT Refika Aditama, 2006.

16