Upload
others
View
17
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
FAKTOR – FAKTOR DETERMINAN MOTIVASI MEMBAYAR ZAKAT
DETERMINANT FAKTORS MOTIVATION PLAYING ZAKAT
LUSIANA KANJI
PROGRAM STUDI AKUNTANSI PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2011
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Lusiana Kanji
NPM : P3400207002
Program Studi : Akuntansi
Menyatakan dengan sesungguh-sungguhnya bahwa tesis ini benar-benar merupakan
hasil karya saya sendiri. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan tesis ini
hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Makassar, 11 Agustus 2011
Yang Menyatakan,
Lusiana Kanji
ABSTRAK
LUSIANA KANJI. Faktor - Faktor Determinan Motivasi Membayar Zakat. (Dibimbing
oleh H. Abd. Hamid Habbe dan Mediaty)
Penelitian ini bertujuan untuk Untuk : 1) Untuk mengetahui apakah faktor Iman,
Pengetahuan Zakat, Harta Kekayaan atau Pendapatan, Peran Pemerintah, Peran Ulama dan Kredibilitas Lembaga Amil Zakat berpengaruh terhadap Motivasi Membayar Zakat . 2) untuk mengetahui pakah faktor Iman, Pengetahuan Zakat, Harta Kekayaan
atau Pendapatan, Peran Pemerintah, Peran Ulama dan Kredibilitas Lembaga Amil Zakat berpengaruh secara Parsial dan Simultan terhadap Motivasi Membayar Zakat.
Metode analisis yang digunakan yaitu metode analisis deskriptif dan analisis
regresi linier berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1) faktor ibadah, pengetahuan zakat, harta
kekayaan atau pendapatan, peran ulama dan kredibilitas lembaga amil zakat secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi membayar zakat, sedangkan faktor peran ulama berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap
motivasi membayar zakat. Secara simultan faktor ibadah, pengetahuan zakat, harta kekayaan atau pendapatan, peran pemerintah, peran ulama dan kredibilitas lembaga
amil zakat berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi membayar zakat.
Kata Kunci ; motivasi, zakat, motivasi membayar zakat
ABSTRACT
Lusiana Kanji. Determinant factors Motivation Paying Zakat Zakat and magnitude of value. (Supervised by H. Abd. Hamid Habbe and Mediaty)
This study aimed to: 1) know the factors of Worship, Zakat Knowledge, Wealth, Role of Government, The Role of Ulama and the Credibility of institutions Amil Zakat influence
of Motivation Paying Zakat, 2) To know the factors of Worship, knowledge, charity, property , the role of government, the role of Ulema and the Credibility of Institutions
influential Partial Amil Zakat and Zakat Simultaneous to the magnitude of value. The method of analysis used the method of descriptive analysis and multiple linear
regression analysis.
The results showed that: 1) factors of worship, knowledge of charity, property or income, the role of scholars and credibility of institutions partially amil zakat has positive and significant impact on motivation to pay zakat, while the factors positively influence
the role of scholars and not significant to the motivation to pay zakat. Simultaneously factors of worship, charity knowledge, wealth or income, the role of government, the role
of scholars and credibility amil zakat institutions have a positive and significant impact on motivation to pay zakat.
Keywords: motivation, motivation to pay zakat
KATA PENGANTAR
Bismillahi Rahmani Rahim
“Ambillah zakat dari harta mereka guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketentraman jiwa
bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS.At-Taubah, 9 : 103)
“Harta tidak berkurang karena shadekah (zakat) dan shadekah (zakat) tidak diterima dan
penghianatan (cara-cara yang tidak dibenarkan menurut syar’i)” (HR. Muslim)
Segala puji bagi Allah SWT, yang dari pada-Nya aku berlindung berlindung dari
dosa-dosa yang pernah kuperbuat dan dari aku memohon untuk dijauhkan dari rezki
yang haram, dialah yang Maha Adil. Tiada keadilan melainkan berasal dari pada-Nya.
Rasa syukur tiada henti atas anugrah yang telah dilimpahkan-Nya kepada penulis.
Karena dengan petunjuk dan bimbingan-Nya penulis dapat merangkai dan menguak
sebagian kecil ilmu Allah SWT, dalam bentuk tesis dengan judul “Faktor-Faktor
Determinan Motivasi Membayar Zakat” Sholawat serta salam semoga terceruh
kepada Rasulullah Muhammad teladan kami, dan kepada seluruh keluarganya, para
sahabat dan seluruh kaum muslimin yang senantiasa istiqamah dalam menyebarkan
dinul Islam.
Penulisan tesis ini pasa dasarnya adalah merupakan pergulatan panjang antara
Idealisme dan Realisme penulis. Willing (kemampuan) dan Capability
(kemampuan) adalah dua “konsep” yang sering melahirkan pasimisme untuk segera
menyelesaikan tesis ini. Satu tahun bukanlah waktu yang panjang untuk
menyelesaikan tesis yang sederhana ini. Namun dengan bantuan, dorongan,
bimbingan serta motivasi dari berbagai pihak yang menjadi “bahan bakar” timbulnya
kembali optimismen penulis.
Sehingga tidak ada perkataan yang pantas untuk menghargainya selain ucapan
terima kasih yang sedalam-dalamnya oleh penulis kepada :
1. Prof. Dr. Muhammad Ali,SE.,M.S, Dekan Fak. Ekonomi Universitas Hasanuddin.
2. Prof. Dr. H. Gagaring Pagalung, M.Si, Ak, Ketua Program Studi Akuntansi.
3. Gurunda Dr. H. Abd. Hamid Habbe, SE., M.Si, selaku dosen pembibing dan
penasehat yang dengan tulus dan sabar menyediakan waktu untuk memberikan
bimbingan serta motivasi dalam penyelesaian tesis ini.
4. Dr. Hj. Mediaty, SE, M.Si, selaku anggota tim penasehat yang telah membimbing
penulis dalam penyelesaian tesis ini dengan baik.
5. Prof. Dr. H. Gagaring Pagalung, SE, M.Si, Dr. H. Alimuddin, MM, Dr. Syarifuddin,
selaku tim penilai yang telah memberikan banyak ilmu, saran-saran yang sangat
membangun sehingga tesis ini bisa selesai dengan baik
6. Ayahanda tersayang Abd. Kadir Kanji, ibunda terkasih Ruhana Siratang, semoga
Allah SWT bisa membalas semua pengorbanannya se lama ini.
7. Suami tercinta Ahmad Maskur, terima kasih atas segala pengertian, perhatian
serta motivasi yang diberikan selama ini, semoga berkah dan hidayah senantiasa
tercurah untuknya. Ketiga putri sholehah ku tersayang, mbak Jihan Fadhillah, adek
Nurul Izzah Shafirah and dede Aufa Balqis Salsabilah, senyum tangisnya pemicu
semangatku.
8. Adik-adikku tersayang, “kesuksesan harus di tempuh dengan ker ja keras,
optimisme dan doa, karena dengan doa itu bisa membuat kita lebih kuat”
9. Teman-teman kuliah, thanks atas kebersamaannya selama ini “kebersamaannya
cukup banyak memberikan pengalaman yang unik atas arti hidup…”
10. Saudara-saudaraku di Partai Keadilan Sejahtera, JAzakillah atas motivasi dan
“doa” yang diberikan kepada penulis, semoga apa yang dicita-citakan dan
diperjuangkan mendapat Ridho dari Allah SWT.
11. Saudara-saudaraku yang Setia dan Teguh dalam penjuangan (Di jalan)-Nya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya ilmiyah ini masih jauh dari
contruct sebuah karya ilmiyah yang objektif dan sistematis, oleh karena itu saran dan
kritik selalu penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini. Dan harapan penulis
semoga karya yang sederhana ini bisa menjadi tambahan ilmu, rujukan bagi pejuang
ekonomi syariah.
Makassar, Agustus 2011
Lusiana kanji
PERSEMBAHAN
Tesis ini dipersembahkan kepada :
Kedua Orang tuaku, Kasih Tulus doa dan
restumu tumpuan harapanku dan cintaku
Kepada Suami tersayang, keikhlasan dan pengertianmu
Menjadi Semangat dan harapanku
Ketiga putri sholehah ku tersayang, senyum tangismu
Pemicu semangatku
Kepada seluruh Pejuang Ekonomi Islam
Islam adalah system menyeluruh yang menyentuh
Seluruh kehidupan.
Ia adalah Negara dan Tanah Air, Pemerintah dan Ummat,
Akhlaq dan Kekuatan, Kasih Sayang dan Keadilan,
Peradaban dan Perundang-Undangan,
Ilmu dan Peradilan, Pasukan dan Pemikiran,
Sebagaimana ia adalah Aqidah yang lurus dan
ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak lebih.
HASAN AL_BANNA
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL I
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR TABEL v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 6
C Tujuan Penelitian 7
D Manfaat Penelitian 7
E Batasan Penelitian 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A . MOTIVASI 10
1. Pengertian Motivasi 10
2. Teori Motivasi 11
3. Teori Mitivasi dalam Islam 15
4. Teori Kepemilikan 22
5. Motivasi Membayar Zakat 25
B ZAKAT
1. Pengertian Zakat 26
2. Jenis-Jenis zakat 28
3. Tujuan dan Hikmah Zakat 28
4. Mamfaat Zakat 30
5. Kelompok orang-orang yang menerima zakat 32
C Kekayaan dalam Islam 34
D Hasil-Hasil Penelitian terdahulu 45
E Kerangka Pikir 47
F Pengembangan Hipotesis 50
BAB III METODA PENELITIAN
A Lokasi dan Waktu Penelitian 65
B Metoda Penelitian 65
C Definisi Operasional Variabel 66
D Metoda Pengumpulan data 70
E Jenis dan Sumber Data 71
F Populasi dan Sampel 71 G Uji Validitas dan Reabilitas 72
H Metoda Analisis Data 73
BAB IV PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Perusahaan 76
B. Deskripsi Distribusi Responden 79
C. Analisis Diskripsi Pendapat Responden 79
D. Statistik Diskripsi Keseluruhan Variabel 86
E. Uji Kualitas Data 87
F. Analisis Data Statistika dan Pengujian Hipotesis 88
1. Regresi Linier Berganda 88
2. Pengujian Hipotesis 91
G. Pembahasan Hasil Penelitian 98
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 108
B. Saran 110
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel X 68
Tabel 3.2 Operasionalisasi Variabel Y 69
Tabel 3.3 Bobot Nilai Variabel 70
Tabel 4.1 Ikhtisar Distribusi dan Pengembalian Kuisioner 79
Tabel 4.2 Frekwensi Ibadah 81
Tabel 4.3 Frekwensi Pengetahuan Zakat 82
Tabel 4.4 Frekwensi Harta Kekayaan atau Pendapatan 83
Tabel 4.5 Frekwensi Peran Pemerintah 84
Tabel 4.6 Frekwensi Peran Ulama 85
Tabel 4.7 Frekwensi Kredibilitas Lembaga Amil Zakat 86
Tabel 4.8 Statistika Deskriptif Variabel 86
Tabel 4.9 Uji Validitas 87
Tabel 4.10 Uji reliabilitas Instrumen 88
Tabel 4. 11 Kontribusi Model terhadap Variabel Y1 88
Tabel 4.12 Kemaknaan Koefisien Regresi dan Signifikan Variabel Y1 89
Tabel 4.15 Uji Anova Y1 97
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka Pemikiran 50
Gambar 2 Struktur Organisasi Badan Amil Zakat Kota Makassar 77
BAB 1
PENDAHULUAN
A Latar Belakang
Zakat bukan sesuatu yang baru dalam pandangan orang-orang Islam. Orang-
orang Islam sangat mempercayai dan meyakini bahwa zakat merupakan salah satu dari
pilar agama Islam. Kebanyakan orang Islampun berkeyakinan bahwa zakat mempunyai
peran yang sangat penting dalam pemberdayaan ekonomi umat. Pemberdayaan
ekonomi ummat Islam melalui pelaksanaan Iman zakat masih banyak menemui
hambatan yang bersumber terutama dari kalangan Umat Islam itu sendiri. Kesadaran
pelaksanaan zakat masih belum diikuti dengan tingkat pemahaman yang memadai
tentang Iman yang satu ini, khususnya jika diperbandingkan dengan Iman wajib lainnya
seperti sholat dan puasa. Kurangnya pemahaman tentang jenis harta yang wajib zakat
dan mekanisme pembayaran yang dituntunkan oleh syariat Islam menyebabkan
pelaksanaan Iman zakat menjadi sangat tergantung pada masing-masing individu. Hal
tersebut pada gilirannya mempengaruhi perkembangan institusi zakat, yang
seharusnya memegang peranan penting dalam pembudayaan Iman zakat secara
kolektif agar pelaksanaan Iman zakat menjadi lebih efektf dan efisien. Berdasarkan
kondisi tersebut, maka pemasyarakatan zakat yang dituntunkan oleh syariat islam
perlu ditingkatkan.
Konsep zakat yang ditawarkan Islam menjanjikan dimensi kemaslahatan dan
pengelolaan potensi sumber daya ekonomi dalam kehidupan masyarakat. Pendekatan
transformatif dalam pengembangan ekonomi Islam melalui gerakan zakat sebagai
gerakan ekonomi yang berlandaskan syariah Islam, merupakan aktualisasi operasional
ekonomi Islam dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Zakat merupakan wujud
pilar perekonomian Islam dalam menjalankan fungsinya untuk mengelola dan
menyalurkan dana umat kepada orang-orang yang berhak.
Zakat sebagai salah satu konsepsi dari ajaran Al-Qur‟an salah satu dari rukun
Islam berdimensi sangat luas dan kompleksitas yang mengandung nilai-nilai azasi
sebagai kebutuhan dasar manusia dalam pengembangan kehidupan individu dan
masyarakat, aspek pemberdayaan ekonomi, aspek pengembangan sumber daya
manusia, aspek social, aspek moral, aspek Iman dan spiritual, berdimensi dunia dan
akhirat. Konsepsi ekonomi Islam yang berdasarkan syariah telah diperkenalkan lebih
dari empat belas abad yang lalu, namun dalam perjalannya sejarah umat manusia
konsepsi ekonomi berdasarkan syariah Islam belum menyentuh kepada substansi
kehidupan ekonomi dalam masyarakat.
Wajib zakat (muzakki) baik sebagai lembaga atau perorangan, merupakan
sumber kekayaan yang besar bagi umat. Dana zakat diambil dari harta orang yang
berkelebihan dan disalurkan kepada orang-orang yang kekurangan, namun zakat tidak
dimaksudkan memiskinkan orang kaya. Hal ini disebabkan zakat diambil dari sebagian
kecil hartanya dengan beberapa criteria tertentu dari harta yang wajib dizakati. Oleh
karena itu, dana zakat tidak bisa diberikan secara sembarangan dan hanya dapat
disalurkan kepada kelompok masyarakat tertentu. Apabila dalam menunaikan
kewajiban berzakat para wajib zakat (muzakki) memiliki pengetahuan mendalam
tentang hakekat dan hikmah berzakat, motivasi keimanan, motivasi ketaqwaan,
motivasi kesyukuran dan tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap keberadaan Badan
Amil zakat dan Lembaga Amil Zakat.
Permasalahan yang sering muncul ditengah masyarakat kita adalah kepada
siapa zakat harus diberikan. Lebih utama disalurkan langsung oleh muzakki kepada
mustahiq, atau sebaliknya melalui amil zakat. Jika disalurkan kepada mustahiq,
memang ada perasaan tenang karena menyaksikan secara langsung zakatnya tersebut
telah disalurkan kepada mereka yang dianggap berhak menerimanya. Tapi terkadang
penyaluran langsung yang dilakukan oleh muzakki tidak mengenai sasaran yang tepat.
Terkadang orang sudah merasa menyalurkan zakat kepada mustahiq, padahal ternyata
yang menerima bukan mustahiq yang sesungguhnya, hanya karena kedekatan emosi
maka ia memberikan zakat kepadanya. Misalnya disalurkan kepada kerabatnya sendiri,
yang menurut anggapannya sudah temasuk kategori mustahiq, padahal jika
dibandingkan dengan orang yang berada dilingkungan sekitarnya, masih banyak orang-
orang yang lebih berhak untuk menerimanya sebab lebih fakir, lebih miskin, dan lebih
menderita dibanding dengan kerabatnya tersebut.
Masalah ini harus diantisipasi dan diatasi agar pengelolaan zakat terlaksana
dengan baik. Pengelolaan dana zakat melalui lembaga telah dicontohkan oleh rasul dan
para sahabat. Didalam sejarah Islam terdapat fakta-fakta sejarah yang menunjukkan
bahwa pengelolaan zakat oleh negara bukanlah hal yang baru, bahkan negara memiliki
peran yang sangat penting dalam mengelola zakat. Sebagai contoh pada zaman Uman
bin Khattab, Gubernur Yaman Muadz bin Jalal sampai harus mengirim zakat ke
Madinah karena pada waktu itu di Yaman tidak ada lagi orang miskin. Dan pada zaman
Umar Bin Abdul Aziz, amil zakat harus kepedalam Afrika untuk mencari penerima zakat,
namun juga mereka tidak temukan. Kedua contoh tersebut adalah bukti bagaimana
zakat dapat mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Masyarakat tentu menginginkan kesejahteraan seperti zaman Umar Bin Khattab dan
Zaman Umar bin Abdul Azis. Bukan tidak mungkin di Indonesia apabila masyarakat
yang mampu untuk berzakat telah memahami manfaat zakat, dan zakat itupun dikelola
dengan baik dan jatuh ketangan orangan yang berhak menerimanya, maka
masyarakat akan merasakan keadilan dan kesejahteraan sosial ekonomi yang
didambakan. Solusi Islam yang berproyeksi keumatan (jama‟i) untuk mengatasi
kemiskinan melalui proses redistribusi kekayaan melalui zakat. Jadi sesungguhnya
sejak awal al-Qur‟an telah menawarkan solusi untuk mengatasi masalah kemiskinan
dan ketimpangan pembagian pendapatan dengan memasukkan kegiatan zakat sebagai
salah satu rukun Islam. Dilihat dari perpektif ekonomi, bahkan para ekonomi Islam
memposisikan zakat sebagai variable penting di dalam system ekonomi Islam di
samping penghapusan praktik ribawi, dan diyakini bahwa hanya dengan system itulah
persolan kemiskinan dapat terselesaikan.
Salah satu indikator keberhasilan dari pengelolaan zakat adalah besarnya nilai
zakat yang terserap. Masalah yang sering muncul adalah perolehan zakat ya ng masih
sangat rendah. Salah satu penyebabnya adalah tingkat pendapatan yang dimiliki masih
dirasasakan masih sangta rendah oleh seseorang yang seharusnya telah tergolong
sebagai wajib zakat, walaupun sudah mencapai haul-nya, sehingga keinginan unutk
mengeluarkan zakat masih rendah. Oleh karena itu, tingkat pendapatan juga menjadi
faktor pendorong seorang muzakki dalam mengeluarkan atau bahkan meningkatkan
penyaluran zakatnya. Memang jika melihat kenyataan yang ada, masih banyak potensi
zakat yang belum tergali. Didin Hafiduddin (2010) dalam acara yang bertajuk “Dari
Konferensi Zakat Beirut Menuju Penerapan Sistem Zakat Secara Kaffah di Indonesia”
beliau menjelaskan bahwa, hasil penelitian BAZNAZ, tak kurang 20 triliun rupiah dana
zakat bisa dikumpulkan per tahunnya. Oleh karena itu peraturan mengenai zakat ini
mutlak diperlukan, selain karena potensinya yang begitu besar, secara empiris
mayoritas penduduk di Indonesia adalah umat Islam. Lebih dari itu, dari sisi kemudahan
dan kejelasan, ketentuan zakat jauh lebih mudah dan efektif.
Pengelolaan zakat juga harus disusun secara terencana dan memenuhi
persayaratan akuntabilitas oleh lembaga amil zakat sehingga muzakki tidak perlu
khawatir bahwa zakat yang disalurkan kepada pihak yang salah. Hal ini juga telah
didukung oleh ED PSAK No. 109 tentang Akuntansi Zakat dan Infak/shadaqah.
Kelahiran UU Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat cukup mampu
meniupkan angin segar dalam dunia perzakatan di Indonesia, namun regulasi
pemerintah berupa PP (Peraturan Pemerintah) yang mengurai tentang pelaksanaan
teknis dari Undang-Undang tersebut sampai saat ini belum juga di tetapkan. Sehingga
apa yang terjadi Pelaksanaan undang-undang tersebut menjadi timpang. Disisi lain
tingkat kepercayaan (trust) masyarakat pada badan atau institusi pemerintah dan
pengelola zakat masih rendah. Hal ini disebabkan oleh belum adanya standar
profesionalisme baku yang menjadi tolak ukur bagi badan atau lembaga pemerintah
dan pengelola zakat di Indonesia, sehingga efektifitas penerapan ketentuan undang-
undang tersebut masih bersifat setengah hati dalam menjalankannya. Salah satu
indikasi penyebabnya adalah kurangnya dukungan dari kalangan aparatur negara untuk
menciptakan iklim zakat yang kondusif ditengah aktivitas perekonomian Indonesia.
Berdasarkan surver penulis, bahwa potensi zakat yang ada di sulawesi selatan
cukup besar, namun belum tergali secara maksimal, dan hal itu di sebabkan oleh
beberapa factor yaitu : pertama, masih rendahnyap pemahaman dan kesadaran umat
Islam tentang kewajiban zakat. Kedua, rendahnya minat masyarakat untuk
menyetorkan zakatnya kepada institusi pemerintah dan pengelola zakat, dan diantara
mereka ada yang lebih senang menyetorkan zakatnya langsung kepada mereka yang
berhak. Ketiga, masih belum efektifnya UU zakat dan Peraturan Daerah (PERDA)
tentang zakat mendorong peningkatan mobilitas zakat melalui institusi pemerintah dan
pengelola zakat. Dengan melihat begitu besarnya potensi zakat yang belum tergali
secara maksimal. Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka penulis
menuangkan konsepsi-konsepsi diatas dalam bentuk karya ilmiyah sebagai dasar
penelitian tesis dengan judul penelitian :
“Faktor-Faktor Determinan Motivasi Membayar Zakat”
B. Rumusan Masalah
Masalah yang menjadi pokok kajian dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah faktor Iman, Pengetahuan Zakat, Harta Kekayaan atau Pendapatan,
Peran Pemerintah, Peran Ulama dan Kredibilitas Lembaga Amil Zakat
berpengaruh terhadap Motivasi Membayar Zakat ?
2. Apakah faktor Iman, Pengetahuan Zakat, Harta Kekayaan atau Pendapatan,
Peran Pemerintah, Peran Ulama dan Kredibilitas Lembaga Amil Zakat
berpengaruh secara Parsial dan Simultan terhadap Motivasi Membayar Zakat ?
C. Tujuan Penelitian
Melihat begitu besarnya potensi zakat di Sulawesi Selatan, khususnya di Kota
Makassar, yang belum tergali dengan maksimal. Dan masih kurangnya penelitian
dalam bidang zakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Untuk mengetahui faktor Iman, Pengetahuan Zakat, Harta Kekayaan, Peran
Pemerintah, Peran Ulama dan Kredibilitas Lembaga Amil Zakat berpengaruh
terhadap Motivasi Membayar Zakat
2. Untuk mengetahui faktor Iman, pengetahuan zakat, harta kekayaan, peran
pemerintah, peran Ulama dan Kredibilitas Lembaga Amil Zakat berpengaruh
secara Parsial dan Simultan terhadap motivasi membayar zakat.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut :
1. Secara Akademis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi
akademik untuk penguatan dan pengembangan teori-teori keilmuan dalam kajian
ilmu agama islam terutama kajian zakat sebagai salah satu pilar pengembangan
ekonomi islam dan diharapkan menjadi bahan pertimbangan bagi negara dalam
hal ini pemerintah agar memaksimalkan pengelolaan zakat
2. Pada tataran praktek khususnya pada institusi pengolaan zakat diharapkan
dapat memberikan ide, pemikiran, gagasan dan konsep terutama pada Lembaga
Pengelolaan Zakat
3. Pada aspek kemasyrakatan, hasil penelitian ini diharapkan mampu berkontribusi
nyata berupa sumbangan ide, pemikiran dan tindakan dalam upaya mendorong
motivasi gerakan sadar zakat menuju terwujudnya kesejahteraan ekonomi
masyarakat
4. Diharapkan zakat betul-betul dapat menjadi problem solving dalam
menanggulangi kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat.
E. Batasan Penelitian
Penulis memberikan batasan dalam penelitian ini dengan melakukan penelitian
pada Lembaga Amil Zakat Kota Makassar, dan yang menjadi sampel dalam penelitian
ini adalah muzakki yang terdaftar dilembaga amil zakat kota Makassar. Kemudian dari
sekian banyak variabel yang mempengaruhi motivasi muzakki dalam membayar zakat,
ada enam variabel independen yang penulis teliti yaitu : faktor iman, pengetahuan
zakat, harta kekayaan atau pendapatan, peran pemerintah, peran ulama, dan
kredibilitas lembaga amil zakat yang akan dianalisis pengaruhnya terhadap variabel
dependen yaitu motivasi membayar zakat.
Iman merupakan tingkat keyakinan yang dimiliki seseorang dalam melakukan
sesuatu dengan berharap ridho dan berkah dari Allah Swt. Pengetahuan zakat adalah
pengetahuan masyarakat tentang zakat, tujuan dan manfaat zakat, dampak yang akan
diperoleh dari membayar zakat hingga melahirkan budaya berzakat sebagai suatu
kewajiban yang harus ditunailkan. Harta kekayaan atau pendapatan merupakan jumlah
penghasilan yang diperoleh dan dimiliki. Peran pemerintah dimaksud adalah
pemerintah pusat atau daerah yang mempunyai peran untuk memberikan sosialisasi,
perlindungan serta pengawasan terhadap pengelolaan dana zakat, peran ulama yang
dimaksud adalah tokoh masyarakat dan kaum cendikia yang beperan untuk
memberikan sosialisasi atau pencerahan kepada masyarakat tentang kewajiban
membayar zakat, dan kredibilitas lembaga amil zakat terkait dengan tingkat
kepercayaan lembaga amil zakat dalam mengelola dana zakat. Motivasi membayar
zakat yang dimaksud terkait dengan dorongan keyakinan yang datang dalam diri
seseorang untuk membayar zakat dilandasi oleh keimanan dan kesyukuran
kepada Allah SWT.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Motivasi
1. Pengertian Motivasi
Motivasi berasal dari kata Latin “movere” yang berarti dorongan atau
menggerakkan. Abraham Sperling (dalam Mangkunegara, 2001 : 68) mengemukakan
bahwa motivasi itu didefinisikan sebagai suatu kecenderungan untuk beraktivitas, mulai
dari dorongan dalam diri (drive) dan diakhiri dengan penyesuaian diri. Menurut Nawawi
(2001:351), bahwa kata motivasi (motivation) kata dasarnya adalah motif (motive) yang
berarti dorongan, sebab atau alasan seseorang melakukan sesuatu. Dengan demikian
motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadikan sebab seseorang
melakukan suatu perbuatan/kegiatan, yang berlangsung secara sadar.
Bernard Berendoom dan Gary A. Stainer (dalam Sedarmayanti, 2002 : 66)
Motivasi dapat didefinisikan sebagai berikut : “kondisi mental yang mendorong aktivitas
dan memberi energi yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan, memberi
kepuasan atau mengurangi ketidak seimbangan”. Sedarmayanti (2002 : 66), motivasi
dapat diartikan sebagai suatu daya pendorong (driving force) yang menyebabkan orang
berbuat sesuatu atau yang diperbuat karena takut akan sesuatu. Abdul Malik dalam
Bukhari (2009) motivasi adalah suatu keadaan psikologis tertentu dalam diri seseorang
untuk memenuhi kebutuhan tertentu. Sedangkan Winardi dalam (2002 : 6) motivasi
adalah suatu kekuatan potensial yang ada dalam diri seseorang yang dapat
dikembangkan sendiri atau dikembangkan sejumlah kekuatan luar yang pada intinya
berkitar sekitar imbalan moneter yang dapat mempengaruhi hasil kerja positif dan
positif, hal mana tergantung situasi dan kondisi yang dihadapi bersangkutan.
Feldmen dalam Hamzah (2009 : 17) motivasi adalah energy dalam diri
seseorang yang ditandai oleh feeling dan didahului oleh tanggapan terhadap tujuan.
Selanjutnya dikemukakan bahwa motivasi ini mengandung tiga elemen penting yaitu :
(a) motivasi mengawali perubahan enegi pada setiap individu karena menyangkut
perubahan energi manusia, penampakannya akan menyangkut penampakan fisik, (b)
motivasi ditandai oleh adanya rasa atau efeksi seseorang, (c) motivasi akan
terangsang karena adanya tujuan.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi
adalah keseluruhan daya penggerak atau pendorong yang menimbulkan adanya
keinginan untuk melakukan sesuatu pekerjaan. Tidak ada motivasi jika tidak dirasakan
adanya kebutuhan dan kepuasan serta ketidakseimbangan. Rangsangan terhadap hal
termaksud akan menumbuhkan tingkat motivasi, dan motivasi yang telah tumbuh akan
merupakan dorongan untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan atau pencapaian
keseimbangan.
2. Teori Motivasi
Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat
menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu
kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik)
maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik). Teori motivasi menurut para ahli dalam
Akhmad Sudrajat (2008) :
a) Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan) Teori motivasi yang
dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat
bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu : (1)
kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti: rasa lapar, haus, istirahat dan
sex; (2) kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan
tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual; (3) kebutuhan akan kasih sayang
(love needs); (4) kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya
tercermin dalam berbagai simbol-simbol status; dan (5) aktualisasi diri (self
actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk
mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi
kemampuan nyata. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila
berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai
hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa : (1) Kebutuhan yang satu
saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang;
(b) Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa
bergeser dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam
pemuasannya, (c) Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh”
dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat
sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu. Kendati pemikiran Maslow tentang teori
kebutuhan ini tampak lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan fundasi dan
mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada
kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.
b. Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi), Dari McClelland dikenal
tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Acievement
(N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan
kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh Ahmad
Sudrajat merumuskan kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan :
“Melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai,
memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide
melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin,
sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi.
Mencapai performa puncak untuk diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan
dengan pihak lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara
berhasil”. Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high
achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu : (1) sebuah preferensi untuk mengerjakan
tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat; (2) menyukai situasi-situasi di
mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka sendiri, dan bukan
karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran misalnya; dan (3) menginginkan
umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka, dibandingkan dengan
mereka yang berprestasi rendah.
c. Teori Clyton Alderfer (Teori “ERG), Teori Alderfer dikenal dengan akronim
“ERG”. Akronim “ERG” dalam teori Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari
tiga istilah yaitu : E = Existence (kebutuhan akan eksistensi), R = Relatedness
(kebutuhanuntuk berhubungan dengan pihak lain, dan G = Growth (kebutuhan
akan pertumbuhan).
Jika makna tiga istilah tersebut didalami akan tampak dua hal penting. Pertama,
secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang
dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer. Karena “Existence” dapat dikatakan
identik dengan hierarki pertama dan kedua dalam teori Maslow; “ Relatedness”
senada dengan hierarki kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep Maslow
dan “Growth” mengandung makna sama dengan “self actualization” menurut
Maslow. Kedua, teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan
manusia itu diusahakan pemuasannya secara serentak. Apabila teori Alderfer
disimak lebih lanjut akan tampak bahwa : (1) Makin tidak terpenuhinya suatu
kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk memuaskannya; (2)
Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar
apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan; (3) Sebaliknya, semakin
sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan
untuk memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar. Tampaknya pandangan ini
didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh manusia. Artinya, karena menyadari
keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi obyektif yang
dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang
mungkin dicapainya.
d. Teori Herzberg (Teori Dua Faktor), Ilmuwan ketiga yang diakui telah
memberikan kontribusi penting dalam pemahaman motivasi Herzberg. Teori yang
dikembangkannya dikenal dengan “ Model Dua Faktor” dari motivasi, yaitu faktor
motivasional dan faktor hygiene atau “pemeliharaan”. Menurut teori ini yang
dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang
sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang, sedangkan yang
dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang
sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan
perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang. Menurut Herzberg, yang
tergolong sebagai faktor motivasional antara lain ialah pekerjaan seseorang,
keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier dan
pengakuan orang lain. Sedangkan faktor-faktor hygiene atau pemeliharaan
mencakup antara lain status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang
individu dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya,
teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para penyelia, la kerja dan sistem imbalan
yang berlaku.
3. Teori Motivasi Dalam Islam
Dalam banyak hal yang dapat memotivasi seseorang untuk beraktifitas, karena
motivasi materi, kedudukan, pangkat, jabatan, status social dan sebagainya. Namun
kesemua motivasi itu sangat dangkal dan terbatas. Tetapi jika yang menjadi motor
penggerak motivasi adalah nilai spiritual (agama), maka pengaruhnya sangat dalam
dan tidak terbatas.
Setidaknya dalam literatul Barat dikenal beberapa tokoh mengembangkan teori
motivasi, salah satunya Abraham Maslow, salah satu tokoh besar yang
mengembangkan teori motivasi kebutuhannya. Sebelum wafat, Abraham Maslow
menunjukkan penyesalannya. Teori motivasi yang digagasnya itu seharusnya perlu
direvisi. Menurut yang ditulis Danah Zohar dan Ian Marshall dalam Abdul Hamid Mursi
(2009), hierarki Kebutuhan yang digagasnya mestinya perlu dibalik. Maslow menyesal
karena teori yang sebenarnya dimaksud untuk memaparkan problema masyarakat saat
itu, mengilhami orang-orang tertentu untuk menjadi tamak dan terus-terusan
memikirkan kebutuhan fisiknya, kebutuhan ragawinya. Di sisi lain, seperti yang kerap
kita dengar, teori ini juga banyak “dimanfaatkan” oleh orang -orang malas untuk
menjustifikasi kemalasannya dengan alasan kebutuhan fisik. Menurut Stephen R
Covey, dalam bukunya First Thing First (1994) kebutuhan aktualisasi yang paling tinggi
bukan lagi aktualisasi diri tapi masih ada kebutuhan yang lebih tinggi lagi yaitu Self
Transdence atau kebutuhan spiritual.
Dalam Islam teori ini tidak lahir secara induktif sebagaiman terjadi dibarat,
melainkan Islam secara langsung mengajarkan adanya teori ini melalui isyarat-isyarat
syariah, baik dalam Al-quran maupun sunnah. Konsep motivasi dapat dilihat dalam
uraian al-Qur‟an Surah Ar-Rad (13) : 11 yang artinya :
“… Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaanya…”
Selanjutnya dapat dilihat dalam Surat Al-Qashash (28) : 77 yang artinya :
“Dan berusahalah mendapatkan segala yang telah Allah berikan kepadamu mengenai tempat tinggalmu di akhirat, dan janganlah kamu melupakan nasib hidupmu
di dunia, dan berbuatlah kebaikan sebagimana Allah telah berbuat kebaikan kepadamu”
Pada ayat tersebut diatas dapat dipahami bahwa keadaan suatu kaum adalah
bentuk lahiriah dari masyarakat, sedangkan apa yang terdapat dalam dirinya adalah
motivasi atau pandangan hidup atau tekadnya. Apabila motivasi atau pandangan hidup
terbatas maka gerak dan tujuannyapun terbatas. Pandangan dan tujuan hidup yang
akan ingin dicapai dan arah itulah yang menentukan gerak langkah seorang ataupun
masyarakat
Suatu tesis baru tentang teori motivasi Islam adalah teori motivasi yang
dikemukakan Al Ghazali. Karya keilmuan Al Ghazali dapat dikonstruksikan sebagai
sebuah proses teorisasi ilmu yang memiliki karakter ilmiah, bukan sebagai wacana
agama, etika dan tasawuf belaka, karena karya-karya Al Ghazali bisa diinterpretasikan
dan diaktualkan untuk kepentingan yang lebih luas. Hal demikian termasuk dalam
kepentingan manajemen, khususnya ketika memahami teori motivasi dalam
manajemen sumber daya manusia. Al-Gazali atau Imam Gazali adalah bernama Abu
Hamid Al Ghazali (1085-1111 M) adalah salah seorang ilmuwan muslim yang
termasyhur sebagai tokoh muslim dari kelompok Ahlu Sunnah, yang juga dikenal
sebagai Hujjatul Islam. Salah satu karya utamanya adalah Ihya „Ulumuddin. Imam Al
Ghazali memandang proses pemotivasian seseorang sehingga mampu meningkatkan
prestasi kerjanya. Perspektif Al Ghazali dalam motivasi didasarkan pada bukunya Ihya
Ulumuddin, khususnya dalam rubu (bagian) khauf wa raja‟ (takut dan harap). Harap-
takut ini bagi Al Ghazali memiliki dua manfaat yaitu: (1) sebagai daya dorong untuk
melakukan perjalanan dan perkembangan mental spiritual sehingga memiliki prestasi
yang terpuji, (2) menjadi kontrol atau pisau kritis terhadap perjalanan spiritual atau
mental. Implikasinya, yang mendorong kita untuk maju adalah adanya rasa harap untuk
membuat kita lebih giat beramal kebajikan dan rasa khauf yang membuat kita untuk
tidak melakukan perbuatan yang tidak produktif. Di sinilah tampak urgensi peran khauf
dan raja‟ sebagai motif dasar dalam menggerakkan prilaku manusia dimuka bumi.
Miftah faridl (2009) berpendapat bahwa niat bisa diartikan dengan motif, karena
pengertian niat ada dua pengertian yaitu getaran batin untuk menentukan jenis
perbuatan Iman seperti sholat, puasa, membayar zakat dan lain-lain. Niat yang kedua
dalam arti tujuan adalah maksud dari sesuatu perbuatan (motif). Sahlan (2009) Niat
dalam pengertian motif mempunyai dua fungsi : (1) Menentukan nilai hukum (wajib,
sunat , makruh dan haram) , yaitu untuk sesuatu amal yang tidak ditentukan secara
tegas hukumnya dalam Al-Quran dan as-Sunah (2) Menentukan kualitas pahala dari
sesuatu perbuatan-perbuatan yang tertinggi ikhlas dan perbuatan terendah riya. Ketika
motivasi dikaitkan dengan niat dan niat dikaitkan dengan keikhlasan maka hal ini sangat
sulit diukur, namun yang perlu digaris bawahi terlepas dari keikhlasan dan riya ketika
motivasi itu dibahas dan dibicarakan maka ada persamaannya yaitu sama–sama sulit
diklaim secara mutlak namun hanya bisa diprediksi kemungkinannya.
Menurut Asep Ridrid Karana (2007) kata niat jika disejajarkan lebih tinggi
daripada motivasi karena motivasi seorang muslim harus timbul karena niat pada Allah.
Pada prakteknya kata motivasi dan niat hampir sama–sama dipakai dengan arti yang
sama, yaitu bisa kebutuhan (need), desakan (urge), keinginan (wish), dorongan (drive)
atau kekuatan . Walaupun dalam bahasa Inggris intention diartikan niat dan motivation
dengan motivasi namun dalam berbagai penelitianpun kata motivasi yang digunakan.
Manusia diciptakan tidak lain hanyalah untuk berIman pada Allah, Semua aspek
kehidupan bisa bernilai Iman ketika diniatkan karena Allah. Memurnikan niat karena
Allah semata merupakan landasan amal yang ikhlas. Maksud niat disini adalah
pendorong kehendak manusia untuk mewujudkan suatu tujuan yang dituntutnya.
Maksud pendorong adalah penggerak kehendak manusia yang mengarah pada amal.
Sedangkan tujuan pendorongnya banyak sekali dan sangat beragam.
Abdul Hamid Mursi (2009) menerangkan motivasi dalam perspektif Islam
sebagai berikut :
1) Motivasi fisiologis
Allah telah memberikan ciri-ciri khusus pada setiap makhluk sesuai dengan
fungsi-fungsinya. Diantara cirri-ciri khusus terpenting dalam tabiat penciptaan
hewan dan manusia adalah motivasi fisiologis. Studi-studi fisiologis menjelaskan
adanya kecenderungan alami dalam tubuh manusia unutk menjaga
keseimbangan secara permanen. Bila keseimbangan itu lenyap maka timbul
motivasi untuk melakukan aktivitas yang bertujuan mengembalikan
keseimbangan tubuh seperti semula.
a. Motivasi Menjaga Diri. Allah SWT menyebutkan pada sebagian ayat Al-
Quran tentang motivasi-motivasi fisiologis terpenting yang berfungsi
menjaga individu dan kelangsungan hidupnya. MIsalnya lapar, dahaga,
bernapas dan rasa sakit. Secara tersirat dalam Surat Thaha ayat 117-121
tiga motivasi terpenting untuk menjaga diri dari lapar, haus, terik matahari,
cinta kelangsungan hidup, ingin berkuasa. Sebagian ayat al-Qur‟an
menunjukkan pentingnya motivasi memenuhi kebutuhan perut dan perasaan
takut dalam kehidupan.
b. Motivasi Menjaga Kelangsungan Jenis. Allah menciptakan motivasi-
motivasi dasar yang merangsang manusia untuk menjaga diri yang
mendorongnya menjalankan dua hal terpenting yakni motivasi seksual dan
rasa keibuan. Motivasi seksual merupakan dasar pembentukan keluarga dan
dalam penciptaan kaum wanita Allah menganugerahi motivasi dasar untuk
melakukan misi penting yaitu melahirkan anak-anak. Al-Quran
mengambarkan betapa beratnya seorang ibu mengandung dan merawat
anaknya.
2) Motivasi Psikologis atau Sosial
a. Motivasi Kepemilikan. Motivasi memiliki merupakan motivasi psikologis
yang dipelajari manusia di tengah pertumbuhan sosialnya, di dalam fase
pertumbuhan, berkembang kecenderungan individu untuk memiliki,
berusaha mengakumulasi harta yang dapat memenuhi kebutuhan dan
jaminan keamanan hingga masa yang akan datang. Urutan pemuasan
kebutuhan tersebut sebagai berikut : (1) Kebutuhan pangan dan papan (2)
Kebutuhan kesehatan dan pendidikan (3) Kebutuhan bagi kelengkapan
hidup (4) Kebutuhan posisi, status dan pengaruh social
b. Motivasi Berkompetensi. Berkompetensi (berlomba-lomba) merupakan
dorongan psikologis yang diperoleh dengan mempelajari lingkungan dan
kultur yang tumbuh di dalamnya. Manusia biasa berkompetensi dalam
ekonomi, keilmuan, kebudayaan, sosial dan sebagainya. Al-Quran
menganjurkan manusia agar berkompetensi dalam ketakwaan, amal shaleh,
berpegang pada prinsip-prinsip kemanusiaan, dan mengikuti manhaj Ilahi
dalam hubungan dengan sang pencipta dan sesama manusia sehingga
memperoleh ampunan dan keridhan Allah SWT.
c. Motivasi Kerja. Motivasi kerja dimiliki oleh setiap manusia, tetapi ada
sebagian orang yang lebih giat bekerja daripada yang lain. Kebanyakan
orang mau bekerja lebih keras jika tidak menemui hambatan merealisasikan
apa yang diharapkan. Selama dorongan kerja itu kuat, semakin besar
peluang individu untuk lebih konsisten pada tujuan kerja. Ada juga yang
menyukai dorongan kerja tanpa mengharapkan imbalan, sebab ia
menemukan kesenangan dan kebahagiaan dalam perolehan kondisi yang
dihadapi dan dalam mengatasi situasi yang sulit.
3) Motivasi Spiritual
a. Motivasi Aqidah. Motivasi spiritual dalam Islam adalah berdasarkan
motivasi aqidah, Iman dan motivasi muamalat. Motivasi akidah adalah
keyakinan hidup, fondasi dan dasar dari kehidupan, yang dimaksud dengan
akidah Islam adalah rukum iman. Iman menurut hadist merupakan
pengikraran yang bertolak dari hati, pengucapan dengan lisan dan aplikasi
dengan perbuatan. Jadi motivasi akidah dapat ditafsirkan sebagai dorongan
dari dalam yang muncul akibat kekuatan tersebut. Ketiga unsur ini dilibatkan
karena pada waktu bekerja terlibat secara nyata sehari-hari. Ketika
seseorang menghadirkan dimensi keyakinan akidahnya ke dalam
kehidupannya, sering terjadi pengalaman batin yang sangat individual dan
yakin dapat meningkatkan energi spiritual unutk meningkatkan kinerja.
b. Motivasi Iman. Kaidah Iman dalam arti khas (qoidah “ubudiyah) yaitu tata
aturan i lahi yang mengatur hubungan ritual langsung antara hamba dengan
Tuhannya yang tata caranya telah ditentukan secara rinci dalam Al-Qur‟an
dan Sunnah Rasul. Iman adalah suatu perbuatan yang tidak pernah
dilakukan oleh orang yang tidak beragama, seperti doa, shalat dan puasa
itu hanya dilakukan oleh orang-orang yang beragama. Iman bertitik tolak
dari aqidah, jika Iman diibaratkan akar maka Iman adalah pohonnya. Jika
ibdah masih dalam taraf proses produksi, sedangkan output dari Iman
adalah mu‟amalah.
c. Motivasi Muamalah. Kaidah muamalah dalam arti luas adalah tata aturan
ilahi yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dan
manusia dengan benda atau materi alam. Muamalah diantaranya mengatur
kebutuhan primer, dan sekunder dengan syarat untuk meningkatkan kinerja.
Kebutuhan tersier dilarang dalam Islam karena dipandang tidak untuk
meningkatkan kinerja tetapi dipandang sebagai pemborosan dan
pemusnahan sumber daya. Bekerja dan berproduksi adalah bagian dari
muamalah yang dapat dikategorikan sebagai prestasi kinerja seorang
muslim menuju tercapainya rahmatan lil‟alamin. Motivasi muamalah adalah
dorongan kekuatan dari dalam untuk memenuhi kebutuhan manusia yang
dilandasi oleh kekuatan moral spiritual, sehingga dapat menghasilkan
kinerja yang religious.
4. Teori Kepemilikan
Hak milik (kepemilikan) adalah hubungan antara manusia dengan harta yang
ditetapkan syara', dimana manusia memiliki kewenangan khusus untuk melakukan
transaksi terhadap harta tersebut, sepanjang tidak ditemukan hal yang melarangnya.
Kepemilikan adalah sesuatu yang dimiliki oleh manusia, baik berupa harta benda
(dzat) atau nilai manfaat. Dengan demikian, dapat dipahami pernyataan Hanafiyah
yang mengatakan bahwa manfaat dan hak merupakan kepemilikan, bukan merupakan
harta.
Secara bahasa, kepemilikan bermakna pemilikan atas manusia atas suatu harta
dan kewenangan untuk bertransaksi secara bebas terhadapnya. Menurut istilah ulama
fiqh, kepemilikan adalah keistimewaan atas suatu benda yang menghalangi pihak lain
bertindak atasnyadan memungkinkan pemiliknya untuk bertransaksi secara langsung di
atasnya selama tidak ada halangan syara'. (Zuhaili, 2008). Ketika seseorang telah
memiliki harta benda dengan jalan yang dibenarkan syara', maka ia memiliki
kewenangan khusus atasnya. Ia memiliki kekhususan untuk mengambil manfaat atau
bertransaksi atasnya sepanjang tidak ada halangan syara' yang mencegahnya, seperti
gila, safih , anak kecil, dan lainnya. Keistimewaan itu juga bisa mencegah orang lain
untk memenfaatkan atau bertransaksi atas kepemilikan harta tersebut, kecuali terdapat
aturan syara' yang memperbolehkannya, seperti adanya akad wakalah.
Secara asal, harta benda boleh dimiliki. Namun, terdapat beberapa kondisi yang
dikhususkan untuk memenuhi kebutuhan dan manfaat publk (fasiliyas umum) seperti
jalan umum, jembatan, benteng, sungai, laut, museum, perpustakaan umum, dan
lainnya. Harta ini tidak dapat diprivatisasi dan dimliki oleh individu, namun ia harus tetap
menjad aset publik untuk dimanfaatkan bersama. Jika harta tersebut sudah tidak
dikonsumsi oleh publik, maka harta tersebut kembali kepadas asalnya, yakni bisa
dimiliki oleh individu. Selain itu, ada juga harta yang tidak bisa dimilii kecuali dibenarkan
oleh syara'. Seperti harta yang diwakafkan dan aset-aset baitul maal. Harta wakaf tidak
boleh diperjual-belikan atau dihibahka, kecuali telah rusak atau biaya perawatannya
lebih mahal dari pada penghasilan yang didapatkan. Dalam konteks ini, mahkamah
(pengadilan/pemerintahan) boleh memberikan izin untuk mentransaksikan harta benda
tersebut. Begitu juga dengan aset-aset baitul maal atau aset pemerintahan. Aset ini
tidak boleh di diperjualbelikan (privatisasi) kecuali ada ketetapan pemerintah yang
dilatar belakangiadanya dlarurat atau kemaslahatan yang mendesak. Aset pemerintah
layaknya harta anak yatim yang tidak boleh ditransaksikan kecuali terdapat kebutuhan
dan kemaslahatan yang mendesak. Ada juga harta yang bisa dimiliki dengan mutlak
tanpa batasan, yakni selain kedua harta tersebut.
Dilihat dari unsur harta (benda dan manfaat), kepemilikan dapat dibedakan
menjadi milk tamm dan milk al-naqish. Milk tamm adalah kepemilikan atas benda
seka;igus atas manfaatnya, pemilik memiliki hak mutlak atas kepemilikan ini tanpa
dibatasi dengan waktu. Selain itu, kepemilikan ini tidak bisa digugurkan kecuali dengan
jalan yang dibenarkan syara', seperti jual beli, mekanisme hukum waris, ataupun
wasiat. Dalam milk al tamm, pemilik memiliki kewenangan mutlak atas harta yang
dimiliki. Ia bebas melakukan transaksi, investasi atau hal lainnya, seperti jual beli,
hibah, waqf, wasiat, i'arah, ijarah, dan lainnyakarena ia memilikidzat harta benda
sekaligus manfaatnya. Jika ia merusak harta yang dimiliki, maka tidak berkewajiban
untuk menggantina. Akan tetapi, dari sisi agama, ia bisa mendapatkan sanksi, karena
merusak harta benda haram hukumnya. Sedangkan milk al naqish (kepemilikan tidak
sempurna) adalahkepemilikan atas salah satu unsur harta benda saja. Bisa berupa
kepemilikian atas manfaat tanpa memiliki bendanya, atau kepemilikan atas bendanya
tanpa disertai pemilikan manfaatnya. (Zuhaili, 2008)
5. Motivasi Membayar Zakat
Berdasarkan beberapa defenisi dan teori tentang Motivasi . Motivasi membayar
zakat dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang dengan penuh kesadaran
untuk mengeluarkan kekayaan wajib zakatnya yang dilandasi oleh motivasi keimanan,
motivasi ketaqwaan dan motivasi kesyukuran kepada Allah SWT.
Hasanuri (2010:59) mengatakan bahwa seseorang termotivasi untuk membayar
zakat karena :
a. Membayar zakat merupakan simbol dari keimanan seseorang, sebagaima na yang
ditegaskan oleh Allah SWT dalam QS. Annisa (4:162)
b. Membayar zakat adalah merupakan symbol ketaqwaan, karena didalam surat Al-
Baqarah (2:2-3) bahwa tanda-tanda orang bertaqwa itu adalah orang yang
senantiasa mengeluarkan zakat dan sedaqah yang telah dianugrahkan Allah SWT
kepada mereka,
c. Membayar zakat adalah merupakan symbol kebersihan dan kesucian jiwa ,
sebagaimana firman Allah dalam surat At-Taubah ayat 103.
Bukhari (2009) dalam tesisnya berkesimpulan bahwa motivasi seseorang
membayar zakat didasari karena panggilan keimanan dan ketaqwaan, tanpa kesadaran
iman dan taqwa seseorang cenderung enggan untuk membayar zakat, karena
dorongan nafsu kepemilikan terhadap harta kekayaan mereka, seringkali mendominasi
dari manusia untuk memilikinya.
Mohd Ali, dkk (2004) hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor keimanan dan
pengetahuan tentang zakat mempengaruhi muzakki dalam membayar zakat, semakin
tinggi tingkat keimanan dan pengetahuan zakat individu muslim akan lebih cenderung
untuk membayar zakat.
Berdasarkan dari pengertian diatas penulis berkesimpulan bahwa motivasi
membayar zakat dapat diartikan sebagai dorongan yang datang dari diri seseorang
dengan penuh kesadaran untuk mengeluarkan kekayaan wajib zakatnya, sebagai suatu
kewajiban yang dilandasi oleh motivasi keimanan, motivasi ketakwaan, motivasi
kesyukuran kepada Allah SWT.
B. Zakat
1. Pengertian Zakat
Zakat berasal dari asal kata zaka yang berarti suci, berkah, tumbuh dan
berkembang. Adapun menurut istilah syariat, zakat adalah harta yang wajib di
keluarkan kepada orang yang berhak menerimanya yang telah memenuhi persyaratan
yang telah ditetapkan. Zakat merupakan salah satu[rukun Islam], dan menjadi salah
satu unsur pokok bagi tegaknya [syariat Islam]. Oleh sebab itu hukum zakat adalah
wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat
termasuk dalam kategori Iman, seperti: shalat, haji, dan puasa yang telah diatur secara
rinci dan paten berdasarkan Al-Qur‟an dan As Sunnah, sekaligus merupakan amal
sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan
perkembangan ummat manusia.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan zakat mendefinisikan bahwa :
Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang
dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada orang yang berhak menerimanya.
Nuruddin dalam bukunya Teori Zakat sebagai Instrumen dalam Kebijakan
Fiskal (2006: 7), mendefinisikan bahwa :
Zakat adalah sebagian harta yang te lah ditetapkan oleh pemerintah atau pejabat yang berwenang, kepada masyarakat umum atau individu yang bersifat mengikat dan final, tanpa mendapat imbalan tertentu yang dilakukan pemerintah sesuai
dengan kemampuan pemilik harta, yang dialokasikan untukmemenuhikebutuhan delapan golongan yang telah ditentukan oleh Al-Qur‟anserta menurut tuntutan
politik bagi keuangan Islam Arief Mufraini dalam bukunya Akuntansi dan Manajemen Zakat (2008 : 18 )
mendefinikan bahwa :
Zakat adalah Pemindahan hak milik atas bagian tertentu dari harta tertentukepada orang yang berhak menerimanya dari golongan tertentu pula
dengan maksud untuk mendapatkan ridho Allah Subhanahu wa Ta‟ala dan mensucikan jiwa, harta dan masyarakat
Ash-Shiddieq dalam bukunya Al- Islam (2000 : 85) mendefinisikan bahwa :
Zakat adalah mengeluarkan sebagaian harta baik berupa benda maupunberupa
tumbuh-tumbuhan menurut kadar yang telah ditentukan syara‟ untuk diberikan kepada yang telah ditetapkan agama, dimasa-masa yang sudah tertentu, untuk mewujudkan masyarakat yang sosialis
Dari berbagai definisi diatas dapatlah dipahami bahwa zakat merupakan suatu
kewajiban bagi umat Islam atau badan yang dimiliki umat Islam dengan cara
menyisihkan hartanya untuk diserahkan kepada orang-orang yang berhak
menerimanya. Dalam pelaksanaan zakat ada beberapa unsur yang harus terpenuhi,
yaitu muzakki, amil dan mustahiq. Wahbah Al-Zuhayly, dalam Muhammad Hasbi
(2006: 6) mengatakan bahwa rukun zakat ialah mengeluarkan sebagian dari nishab
(harta) dengan melepaskan kepemilikan terhadapnya, menjadikannya sebagai milik
orang fakir dan menyerahkannya kepadanya atau harta tersebut diserahkan kepadanya
atau harta tersebut diserahkan kepada wakilnya, yakni iman atau orang yang bertugas
untuk memungut zakat.
Zakat disamping dimaksudkan untuk memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan
dalam syariat Islam, juga dimaksudkan sebagai upaya menaggulangi kemiskinan
dengan pemerataan kesejahteraan dikalangan umat Islam. Karena itu selain zakat
bernilai Iman disisi Allah SWT dengan imbalan mendapatkan pahala dari-Nya, dan
melepaskan seseorang dari perbuatan dosa, juga mempunyai hikmah lain baik
terhadap diri pemberi zakat, terhadap harta yang dizakati maupun terhadap penerima
zakat.
Zakat sebagai kekuatan aktual umat Islam perlu dikelola dengan sistem
manajemen yang baik, seperti manajeman yang dipergunakan dalam bidang
perekonomian masyarakat lainnya, dan sistem informasi menjadi sangat penting, yaitu
informasi tentang masyarakat zakat, informasi wajib zakat, informasi sarana penyaluran
dan pemanfaatan zakat, informasi kegiatan ekonomi produktif, merupakan informasi
yang sangat penting dalam penyelenggraan kegiatan perzakatan secara
profesionalisme dan terkendali.
2. Jenis-jenis Zakat
Zakat terbagi atas dua tipe yakni: (1) Zakat Fitrah adalah Zakat yang wajib
dikeluarkan menjelang pada bulan Ramadhan oleh setiap muslim dan keluarga yang
ditanggungnya yang memiliki kelebihan makanan untuk sehari pada hari raya idul fitri.
(2) Zakat Maal ( Harta) adalah zakat atas harta yang wajib dikeluarkan oleh setiap
muslim apabila telah sampai nishab atau haulnya ( Muhammad Hasbi 2006 : 8 )
3. Tujuan dan Hikmah Zakat
Menurut Monzer Kahf (1999) tujuan utama dari zakat adalah untuk mencapai
keadilan sosial ekonomi. Zakat merupakan transfer sederhana dari bagian dengan
ukuran tertentu harta si kaya untuk dialokasikan kepada si miskin.
Abdurrahman (2001:61) menerangkan bahwa tujuan zakat adalah : (1)
mengangkat derajat fakir miskin; (2) membantu memecahkan masalah para gharimin,
ibnu sabil dan mustahik lainnya; (3) membentangkan dan membina tali persaudaraan
sesama umat Islam dan manusia pada umumnya; (4) menghilangkan sifat kikir dan loba
para pemilik harta; (5) menghilangkan sifat dengki dan iri (kecemburuan sosial) dari hati
orang-orang miskin; (6) menjembatani jurang antara si kaya dengan si miskin di dalam
masyarakat; (7) mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri seseorang
terutama yang memiliki harta; (8) mendidik manusia untuk berdisiplin menunaikan
kewajiban dan menyerahkan hak orang lain padanya; (9) sarana pemerataan
pendapatan untuk mencapai keadilan social.
Zakat memiliki banyak hikmah, baik yang berkaitan dengan Sang Khaliq maupun
hubungan sosial kemasyarakatan di antara manusia, antara lain: (1) Menolong,
membantu, membina dan membangun kaum dhuafa yang lemah papa dengan materi
sekedar untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya. Dengan kondisi tersebut mereka
akan mampu melaksanakan kewajibannya terhadap Allah SWT (2) Memberantas
penyakit iri hati, rasa benci dan dengki dari diri orang-orang di sekitarnya berkehidupan
cukup, apalagi mewah, (3). Dapat mensucikan diri (pribadi) dari kotoran dosa,
memurnikan jiwa (menumbuhkan akhlaq mulia menjadi murah hati, peka terhadap rasa
kemanusiaan) dan mengikis sifat bakhil (kikir) serta serakah.(4) Dapat menunjang
terwujudnya sistem kemasyarakatan Islam yang berdiri atas prinsip-prinsip: Ummatn
Wahidan (umat yang satu), Musawah (persamaan derajat, dan dan kewajiban),
Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan Islam) dan Takaful Ijti'ma (tanggung jawab bersama)
(5) Menjadi unsur penting dalam mewujudakan keseimbanagn dalam distribusi harta
(sosial distribution), dan keseimbangan tanggungjawab individu dalam masyarakat (6)
Zakat adalah Iman maaliyah yang mempunyai dimensi dan fungsi sosial ekonomi atau
pemerataan karunia Allah SWT dan juga merupakan perwujudan solidaritas sosial,
pernyataan rasa kemanusian dan keadilan, pembuktian persaudaraan Islam, pengikat
persatuan ummat dan bangsa, sebagai pengikat bathin antara golongan kaya dengan
yang miskin dan sebagai penimbun jurang yang menjadi pemisah antara golongan yang
kuat dengan yang lemah (7) Mewujudkan tatanan masyarakat yang sejahtera dimana
hubungan seseorang dengan yang lainnya menjadi rukun, damai dan harmonis yang
akhirnya dapat menciptakan situasi yang tentram, aman lahir bathin. Dalam masyarakat
seperti itu takkan ada lagi kekhawatiran akan hidupnya kembali bahaya komunisme
atheis) dan paham atau ajaran yang sesat dan menyesatkan. Sebab dengan dimensi
dan fungsi ganda zakat, persoalan yang dihadapi kapitalisme dan sosialisme dengan
sendirinya sudah terjawab. Akhirnya sesuai dengan janji Allah SWT, akan terciptalah
sebuah masyarakat yang baldatun thoyibun wa Rabbun Ghafur.
(htpp://abuazi.blogspot.com)
4. Manfaat Zakat
1) Dilihat dari segi agama, (a) Dengan berzakat berarti telah menjalankan salah
satu dari Rukun Islam yang mengantarkan seorang hamba kepada kebahagiaan
dan keselamatan dunia dan akhirat, (b) Merupakan sarana bagi hamba untuk
taqarrub (mendekatkan diri) kepada Rabb-nya, akan menambah keimanan
karena keberadaannya yang memuat beberapa macam ketaatan, (c) Pembayar
zakat akan mendapatkan pahala besar yang berlipat ganda, sebagaimana firman
Allah, yang artinya: “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah” (QS:
Al Baqarah: 276). Dalam sebuah hadits yang muttafaq “alaih Nabi Shallallaahu
„alaihi wa Sallam” juga menjelaskan bahwa sedekah dari harta yang baik akan
ditumbuhkan kembangkan oleh Allah berlipat ganda, (d) Zakat merupakan
sarana penghapus dosa, seperti yang pernah disabdakan Rasulullah
Muhammad SAW.
2) Segi Akhlak, (a) Menanamkan sifat kemuliaan, rasa toleran dan kelapangan
dada kepada pribadi pembayar zakat, (b) Pembayar zakat biasanya identik
dengan sifat rahmah (belas kasih) dan lembut kepada saudaranya yang tidak
punya, (c) Merupakan realita bahwa menyumbangkan sesuatu yang bermanfaat
baik berupa harta maupun raga bagi kaum Muslimin akan melapangkan dada
dan meluaskan jiwa. Sebab sudah pasti ia akan menjadi orang yang dicintai dan
dihormati sesuai tingkat pengorbanannya, (c) Di dalam zakat terdapat penyucian
terhadap akhlak.
3) Segi Sosial Kemasyarakatan, (a) Zakat merupakan sarana untuk membantu
dalam memenuhi hajat hidup para fakir miskin yang merupakan kelompok
mayoritas sebagian besar negara di dunia, (b) Memberikan dukungan kekuatan
bagi kaum Muslimin dan mengangkat eksistensi mereka. Ini bisa dilihat dalam
kelompok penerima zakat, salah satunya adalah mujahidin fi sabilillah. (c) Zakat
bisa mengurangi kecemburuan sosial, dendam dan rasa dongkol yang ada
dalam dada fakir miskin. (d) Zakat akan memacu pertumbuhan ekonomi
pelakunya dan yang jelas berkahnya akan melimpah, (e) Membayar zakat berarti
memperluas peredaran harta benda atau uang, karena ketika harta dibelanjakan
maka perputarannya akan meluas dan lebih banyak pihak yang menikmati.
5. Kelompok Orang-Orang yang Menerima Zakat
Zakat adalah instrumen ilahiah yang diwajibkan kepada kaum muslim.
Allah SWT berfirman dalam Surat At-taubah ayat 60 yang artinya :
”Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil
zakat, yang dilunakkan hatinya (muallaf), hamba sahaya, orang-orang yang
berutang, untuk jalan Allah,dan untuk orang-orang yang dalam perjalanan,
sebagai kewajiban dari Allah, Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana ”
Berdasarkan surat At-Taubah ayat 60 ada delapan golongan yang berhak
menerima zakat yaitu : fakir, miskin, amil, mualaf, hamba sahaya, orang yang
berhutang, orang-orang dalam perjalanan, dan para pejuang di jalan Allah (Ibnu Sabil).
Para fuqaha berbeda pendapat tentang golongan tersebut. Imam Al-Syafi‟i dan
sahabat-sahabatnya mengatakan bahwa jika yang membagikan zakat itu kepala negara
atau wakilnya, gugurlah bagian amilin dan bagian hendaklah diserahkan kepada tujuh
golongan lainnya jika mereka itu ada semua. Jika golongan tersebut tidak lengkap,
zakat diberikan kepada golongan-golongan yang ada saja. Tidak boleh meninggalkan
salah satu golongan yang ada. Jika ada golongan yang tertinggal, bagiannya wajib
diganti.
Ash-Shiddieqy (1997:99) membagi dalam tujuh golongan yaitu: fakir miskin,
pegawai zakat, para mukallaf, memerdekakan budak, orang yang berutang, segala
pekerjaan yang diridhoi Allah, memelihara anak pungutan atau mushafir yang
kehabisan belanja.
Al-Ghazali dalam Hamzah (2008: 11) membagi dalam delapan golongan yaitu:
orang-orang fakir, orang-orang miskin, amil, muallaf, orang-orang mukatabah (yaitu
budak yang dijanjikan kemerdekaannya denagn menebus dirinya kepada tuannya),
orang-orang yang berutang, orang-orang yang berperang, ibnu sabil (musafir)
Ja‟far (2008 : 70) membagi kedalam tujuh golongan yaitu: fukara dan masakin,
amilin, muallaf (orang-orang yang dibujuk hatinya, firriqab (memerdekakan budak), al-
gharimin (orang yang berutang), fisabilillah (dijalan Allah) dan ibnu sabil (orang-orang
yang sedang dalam perjalanan)
Berdasarkan pandangan beberapa ulama tentang golongan yang berhak
menerima zakat, dalam konteks ekonomi serta perkembangan masyarakat sekarang
ini, yang tidak terdapat lagi system perbudakan, maka dapat ditarik intisari dari delapan
golongan penerima zakat menjadi empat kelompok besar yaitu :
a) Bidang pemberdayaan ekonomi umat, termasuk pada kelompok ini yaitu ; fakir,
miskin, firrikab dan al-gharimin, ibnu sabil, yaitu dapat diberikan bantuan dalam
bentuk investmen sector, modal kerja untuk penggerak roda ekonomi masyarakat
melalui pengembangan sector produksi dan pembukaan lapangan pekerjaan.
b) Bidang pengembangan sumber daya manusia umat, termasuk dalam kelompok ini
yaitu, muallaf, fisabilillah dan firrikab, yaitu melalui perbaikan system pendidikan
untuk menciptakan sumber daya manusia umat yang berkualitas memiliki iman
dan takwa, ilmu dan teknologi sebagai umat terbaik (khaeruh ummah).
c) Bidang pengembangan sosial, budaya dan politik umat secara keseluruhan yaitu,
melalui pembangunan saran dan prasarana umum masyarakat, rumah Iman,
rumah sakit, gedung sekolah, panti asuhan dan pemeliharaan anak yatim.
d) Bidang operasional dan pengembangan kelembagaan amil zakat diperuntukkan
bagi kesejahteraan karyawan Badan Amil Zakat (BAZ) , pemeliharaan sarana dan
prasarana kelembagaan, gedung kantor, perbaikan system manajemen Badan
Amil Zakat (BAZ).
C. Kekayaan dalam Islam
Islam memandang kekayaan atau harta mempunyai ni lai yang strategis, karena
merupakan alat dan sarana untuk memperoleh berbagai manfaat dan mencapai
kesejahteraan hidup manusia sepanjang waktu. Hubungan manusia dengan kekayaan
atau harta sangatlah erat. Demikian eratnya hubungan tersebut, sehingga naluri
manusia untuk memilikinya menjadi satu dengan naluri mempertahankan hidup
manusia itu sendiri. Kekayaan atau Harta termasuk salah satu hal penting dalam
kehidupan manusia, karena ia merupakan unsur dari lima asas (hak) yang wajib
dilindungi bagi setiap manusia yaitu, jiwa, akal, agama, harta dan keturunan.
Yusuf Qardhowi dalam Didin Hafidhuddin (2007:16) harta (al-amwal) adalah
segala sesuatu yang diinginkan sekali oleh manusia untuk menyimpan dan memilikinya.
Zarqa dalam Didin Hafidhuddin (2007:16) juga menyatakan bahwa harta adalah segala
yang diinginkan oleh manusia dan memungkinkan menyimpannya sampai waktu yang
dibutuhkan dan dimungkinkan untuk diperjual belikan atau dimanfaatkan.
Pandangan Islam mengenai harta, bahwa harta itu milik Allah SWT. Harta yang
merupakan hak milik-Nya itu, kemudian diberikan kepada orang-orang yang
dikehendaki-Nya untuk dibelanjakan pada jalan-Nya. Islam menetapkan,segala yang
dimiliki manusia adalah amanah yang dipercayakan Allah kepada manusia untuk
mengolah dan mengembangkannya sehingga dapat memberi manfaat dan
kesejahteraan bersama untuk mewujudkan keadilan social, khususnya masyarakat
lapisan bawah dan lemah, keduanya mempunyai tugas memberdayakan fakir miskin
dan membantu pembiayaan untuk kepentingan agama dan kemaslahatan manusia.
Hal ini menunjukkan bahwa benda merupakan milik bersama (public goods),
meskipun ia dimiliki oleh perorangan, dengan kata lain harta itu berfungsi social. Fungsi
sosial harta itu tidak semata-mata dalam peranannya sebagai barang konsumtif yang
dibagi-bagikan dan dibutuhkan oleh masyarakat tetapi lebih berperan dalam fungsi
ekonomi edukatif.
Hubungan zakat dengan konsep kepemilikan dan dorongan agama untuk
menjadi orang yang memiliki harta yang banyak (kaya), saling terkait, karena untuk
melakukan kewajiaban zakat haruslah memiliki harta kekayaan, kewajiban
mengeluarkan zakat sekaligus mendorong kewajiban mencari harta agar menjadi
orang yang mampu menjadi muzakki. Efek positif zakat terhadap redistribusi harta
sangat nyata. Hal ini akan terlihat jelas bila diingat ada dua cirri khas zakat. Pertama
dana zakat itu didistribusikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya, baik
dalam pengertian tunai maupun dalam bentuk surat-surat berharga dan dalam bentuk
barang-barang yang menghasilkan. Kedua distribusi dana zakat tidak dibatasi, artinya
orang orang yang berhak menerimanya dapat diberi zakat dalam jumlah tertentu yang
bisa menutup kebutuhan-kebutuhannya sesuai dengan standar hidup masyarakat yang
wajar, diseratai motivasi meningkatkan kempuannya untuk memperole h penghasilan
yang lebih layak sehingga dia bisa keluar dari kelompok penerima zakat.
1. Jenis-jenis Kekayaan yang Menjadi Sumber Zakat
Jenis-jenis harta yang menjadi sumber zakat yang dikemukakan secara terperinci
dalam Al Qur‟an dan hadist, menurut sebagian ulama pada dasarnya ada empat jenis
yaitu (1) tanam-tanaman dan buah-buahan, (2) hewan ternak, (3) emas dan perak serta
(4) harta perdagangan. Pada masa Rasulullah kelompok harta yang ditetapkan menjadi
obyek zakat terbatas pada (1) emas dan perak; (2) tumbuh-tumbuhan tertentu seperti
gandum, jelai, kurma dan anggur; (3) hewan ternak tertentu seperti domba atau biri -biri,
sapi dan unta; (4) harta perdagangan (tijarah); (5) harta kekayaan yang ditemukan
dalam perut bumi (rikaz). Sedangkan menurut ulama yang lain menyatakan bahwa
harta yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah nuqud (emas dan perak), barang
tambang dan temuan, harta perdagangan, tanaman dan buah-buahan, hewan atau
binatang ternak. Didin Hafidhuddin (2007 : 120)
Selain dari yang disebutkan itu, Al- Qur‟an hanya merumuskan apa yang wajib
dizakati dengan rumusan yang sangat umum yaitu ”kekayaan”. Yusuf Qardhawi dalam
Didin Hafiduddin (2007: 123) kekayaan atau amwal (kata jamak dari maal) menurut
bahasa Arab adalah segala sesuatu yang diinginkan oleh manusia untuk menyimpan
dan memilikinya, setelah memenuhi syarat-syarat wajib zakat, harus dikeluarkan
zakatnya.
Seiring perkembangan zaman, jenis obyek zakat terus berkembang. Para ahli
fiqih terus mengadakan pengkajian, melakukan ijtihad untuk menentukan harta-harta
obyek zakat yang belum dikenal di zaman Rasulullah. Hikmah Kurnia (2008: 98) jenis
kekayaan yang wajib dizakati :
1) Kekayaan dan Perkembangannya
a. Uang, alat pertukaran dalam suatu transaksi yang sekaligus merupakan harga
suatu barang. Uang dapat dibagi dua bagian, (1) Mata Uang Mutlak, seperti
emas dan perak, (2) Mata Uang Terbatas, seperti uang kertas dan uang logam.
b. Barang yaitu harta yang dapat dimanfaatkan sesuai fungsinya, terdiri dari : (1)
barang yang dimiliki untuk tujuan pemanfaatannya dalam berbagai jenis
kegiatan, seperti alat bangunan, kendaraan, mesin, binatang pekerja (tidak wajib
zakat) (2) Modal perdagangan, yaitu barang yang diperuntukkan buat
diperjualbelikan, yaitu barang yang dapat ditransaksikan yang dibeli atau
diproduksi untuk tujuan dagang atau yang biasa dikenal modal aktif.
c. Binatang Ternak, yaitu Unta, sapi, kambing, dan sejenisnya. Binatang ternak
terbagi (1) Binatang perahan atau peternak, (2) Binatang pekerja, yaitu binatang
yang dimiliki untuk diambil tenaganya dalam membantu suatu pekerjaan (tidak
wajib zakat), (3) Binatang ternak dagangan.
d. Tanaman dan buah-buahan, yaitu hasil pertanian. Kekayaan ini dapat dibagi
dua : (1) pertanian yang diairi dengan alat irigasi bermodal, (2) pertanian yang
diairi dengan air hujan, tanpa modal
2) Kekayaan yang sebelumnya tidak dimiliki kemudian menjadi kepemilikan. Kekayaan
ini terbagi dua :
a. Rikaz adalah harta terpendam dari zaman dahulu atau biasa disebut dengan
harta karun. Termasuk didalamnya harta yang ditemukan dan tidak yang
mengakui sebagai pemiliknya
b. Ma‟din adalah benda-benda yang terdapat dalam perut bumi dan memiliki nilai
ekonomis seperti emas, perak, timah, tembaga, marmer, giok, batubara, minyak
bumi dll
c. Mustafad, yaitu harta yang didapatkan dari orang lain atau harta tidak terduga,
seperti pemberian dan hadiah.
3) Kekayaan qinayah, yaitu harta yang dimiliki bukan untuk perdagangan tetapi untuk
diambil hasilnya sebagai pemasukan, seperti barang yang disewakan (harta
musthagalat), binatang perahan yang diambil susunya sebagai sumber pemasukan,
mobil angkuatan dan yang sejenisnya.
4) Kekayaan atau harta perolehan, yaitu harta yang didapatkan dari suatu pekerjaan
atau profesi, seperti gaji dan upah.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan zakat Bab 1V pasal 11, harta yang dikenai zakat adalah :
a. Emas, perak dan uang;
b. Perdagangan dan perusahaan; c. Hasil pertanian, perkebunan dan perikanan;
d. Hasil pertambangan; e. Hasil peternakan; f. Hasil pendapatan dan jasa;
g. Rikaz
2. Syarat-syarat Kekayaan Wajib Zakat
Islam selalu menetapkan standard umum pada setiap kewajiban yang
dibebankan kepada umatnya, termasuk penetapan harta yang menjadi sumber atau
obyek zakat. Seorang muslim dituntut untuk mencapai tingkat kesempurnaan tertentu
dalam pelaksanaan Iman zakat. Untuk itu dalam menentukan dan menghitung
kewajiban zakat maalnya dengan tingkat kepatutandan kehati-hatian tertentu, apalagi
terdapat seperangkat prinsip-prinsip akuntansi yang dapat dijadikan sebagai alat
pendekatan kesempurnaan Iman.
Hikmah Kurnia dalam bukunya Panduan Pintar Zakat (2008 : 11) syarat-syarat harta
yang wajib dikeluarkan zakatnya harus memenuhi Kriteria sebagai berikut :
a) Kepemilikan Sempurna (milkiyah tammah/genuine ownership), kepemilikan
sempurna dimaksud adalah bahwa asset kekayaan tersebut harus berada dibawah
kekuasaan seseorang secara total tanpa ada hak orang lain di dalamnya. Dengan
demikian, secara hukum, pemiliknya dapat membelanjakan kekayaan tersebut
sesuai dengan keinginannya, dan yang dihasilkan dari pemanfaatan kekayaan
tersebut akan menjadikan miliknya (free of claims by other). Harta yang wajib
dizakatkan disyaratkan bersumber dari sesuatu yang halal. Oleh karena itu, harta
yang bersumber dari hal-hal yang haram tidak wajib dizakati.
b) Aset Produktif atau Berpotensi untuk Produktif (mengalami perkembangan nilai
asset) dimaksud adalah bahwa dalam proses pemutarannya (komersialisasi) dapat
mendatangkan hasil atau pendapatan tertentu, sehingga tidak terjadi pengurangan
nilai atas capital asset. Hikmah dari persyaratan ini adalah bahwa Islam sangat
memerhatikan ketetapan nilai dari sebuah komoditas, property atau asset tetap dari
sebuah roda usaha yang dijalankan umat muslim agar dapat memberikan dorongan
dalam merealisasikan pertumbuhan ekonomi.
c) Harus mencapai Nisab. Mencapai Nisab dimaksud bahwa syarat jumlah minimum
asset yang dapat dikategorikan sebagai asset wajib zakat. Oleh karena itu, Islam
mensyaratkan dalam pelaksanakan zakat agar asset yang dizakati harus mencapai
nilai asset tertentu, hanya asset surplus saja menjadi objek zakat. Nisab merupakan
keniscayaan sekaligus merupakan kemaslahatan, sebab zakat itu diambil dari orang
yang kaya (mampu) dan diberikan kepada orang-orang yang tidak mampu. Indikator
kemampuan harus jelas, dan nisablah merupakan indikator kemampuannya. Jika
kurang dari nisab, Islam memberikan pintu untuk mengeluarkan sebagian dari
penghasilan yaitu infak dan sedekah.
d) Asset Surplus Nonkebutuhan Primer. Maksud dari asset surplus nonkebutuhan
primer adalah asset kepemilikan yang melebihi pemenuhan kebutuhan primer
(sandang, pangan dan papan). Sebagian ulama mahzab Hanafi mensyaratkan
kewajiban zakat setelah terpenuhi kebutuhan pokok, atau dengan kata lain zakat
dikeluarkan setelah terdapat kelebihan dari kebutuhan hidup sehari -hari. Yang
dimaksud dengan kebutuhan pokok adalah kebutuhan yang jika tidak terpenuhi akan
mengakibatkan kerusakan dan kesengsaraan dalam hidup. Perbedaan ukuran akan
keprimeran sesuatu pada saat ini membuat penentuan kebutuhan primer menjadi
sulit. Kebutuhan primer manusia akan selalu berubah dan berkembang seiring
dengan perkembangan zaman, lingkungan dan kondisi, oleh karena itu pemerintah
bertanggung jawab untuk menetapkan standarnya.
e) Tidak ada Tanggungan Utang. Asset wajib zakat adalah asset yang sudah
dikurangi utang. Hal ini berdasarkan pada asas yang menyatakan bahwa hak
orang yang meminjamkan utang harus didahulukan daripada hak golongan orang
yang berhak menerima zakat. Namun demikian, di lain pihak jumlah asset dari utang
yang dibayarkan tersebut akan menjadi akan menjadi aseet wajib zakat bagi
sipemilik piutang.
f) Kepemilikan Satu Tahun Penuh (Haul). Dalam pemikiran Islam, Tahun Qomariah
Hijriah) dijadikan sebagai standar minimum untuk pertumbuhan nlai asset, dengan
demikian maka haul (satu tahun) merupakan titik awal dari suatu pertumbuhan.
Karena itu calon muzakki yang diwajibkab zakat harus melakukan penilaian atas
harta yang dimiliki sesuai denagn nilai pasar setelah kepemilikan melewati satu haul
atau satu tahun.
3. Kadar Perhitungan Zakat
Perhitungan zakat secara umum banyak berkaitan dengan penentuan dan
penaksiran kadar (harga) zakat, prosedur perhitungan zakat terdiri dari :
a) Menentukan tanggal haul, yaitu tanggal tibanya satu tahun hijriah waktu
pembayaran zakat. Tanggal ini berbeda-beda sesuai dengan kondisi usaha siwajib
zakat, kecuali kdalam hal zakat hasil pertanian dan rikaz yang harus dibayar
zalatnya ketika panen atau mendapatkan hasil.
b) Menentukan dan menaksir harta kekayaan siwajib zakat serta penjelasan tentang
kekayaan yang kena kewajiban zakat. Dalam penaksiran harga barang harus
bedasarkan harga pasar, sedangkan harta yang berada dipihak lain seperti piutang
dihitung berdasarkan harga yang bisa diharapkan pelunasannya.
c) Menentukan dan menaksir jumlah tanggungan, tuntutan, dan kewajiban
pembayaran tahun berjalan atau tagihan yang akan jatuh tempo yang akan
dipotongkan atau dikurangkan kepada harta zakat (apabila ada)
d) Menentukan nizab zakat sesuai dengan jenis barang zakat yang ada. Misalnya :
1) Perdagangan, industri, sewa, mustaghat, gaji, perhiasan (emas dan perak),
piutang, surat berharga, barang tambang dan rikaz, nishabnya 85 gram emas
murni 24 karat.
2) Pertanian, nishabnya 5 watsaq atau 653 kg.
3) Binatang ternak, nishabnya sesui jadwal yang terdapat dalam perhitungan
zakat ternak.
e) Membandingkan antara total harta zakat untuk mengetahui apakah barang-barang
zakat tersebut kenakewajiban zakat atau tidak. Apabila barang tersebut telh
mencapai nishab, maka zakatnya dikeluarkan bedasarkan kadarnya (harga zakat)
f) Menentukan kadar zakat yang akan dibayar dari barang-barang zakat . zakat ini
ada kalanya:
1) 2,5 % untuk zakat harta tunai, perdagangan, industri, jasa, sewa, hasil usaha,
harta perolehan dan profesi.
2) 5 % untuk hasil pertanian yang diairi dengan irigasi dan alat-alat yangh
menelan biaya.
3) 10 % untuk hasil pertanian yang diairi dengan air hujan yang tidak banyak
menelan biaya dan untuk zakat barang tambang
4) 20 % untuk zakat barang rikaz.
g) Mengalkulasikan jumlah zakat yang harus dibayar dengan mengalikan harta bersih
wajib zakat dengan kadar zakat.
h) Membebankan kewajiban pembayaran zakat sebagai berikut :
1) Perorangan atau perusahaan pribadi, memikul semua jumlah zakat secara
pribadi.
2) Perusahaan partnership (syirkah), jumlah zakatnya dibagi kepada serikat
sesuai dengan persentase modal harta mereka dalam akad.
4. Ancaman terhadap Pengingkar Zakat
Dalam kitab suci al-Quran, ancaman terhadap orang-orang kaya yang memenuhi
syarat memenuhi untuk membayar zakat, tapi ingkar atau enggan membayar zakat,
terdapat dapat Al-Qur‟an :
a) QS. Alimran : 180
Artinya “Dan janganlah sekali-kali orang-orang yang kikir dengan apa yang telah AllahSwt berikan kepada mereka dari karunia-Nya, mengira bahwa kikir
itu baik bagi mereka. Sebenarnya kekiran itu buruk bagi mereka karena harta kekayaan yang mereka kumpulkan itu akan menjadi kalung dari api
neraka yang kelak akan dikalungkan dilehernya pada hari kiamat. Milik Allah-lah apa yang ada dilangit dan dibumi. Allah Maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.
b) QS. Attaubah : 34-35
Artinya “wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya banyak orang alim dan
rahib-rahib mereka benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil, dan mereka menghalang-halangi manusia dari jalan Allah. Dan
orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfakkan di jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira bagi mereka bahwa mereka akan mendapatkan siksaan yang amat pedih (34). Ingatlah pada hari
ketika emas dan perak dipanaskan dalam neraka dan ketika sudah panas lalu disetrika dahi, lambung dan pungguh mereka, lalu dikatakan kepada
mereka “inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah (akibat dari) apa yang kamu simpan itu (35)
Selain dalam Al-Qu‟ran, ancaman terhadap orang-orang kaya yang bakhil menunaikan
zakat , juga ditegaskan oleh Rasulullah, dalam hadisnya :
c) Hadist riwayat bukhari (hal 244)
Artinya “Barang siapa yang diberi Allah SWT harta kekayaan, tapi tidak dikeluarkan zakatnya, harta itu akan dirupakan pada hari kiamat sebagai
seekor ular jantan yang dengan ke berbisa dengan kedua matanya yang dilindungi warna hitam kelam, lalu dikalungkan kelernya, maka ular itu akan memegang rahangnya dan mengatakan kepadanya. Saya ini
adalah simpananmu, harta kekayaanmu, kemudian Rasulullah SAW membaca ayat.
d) Hadist diriwayatkan oleh muslim
Artinya “Dari abu hurairah berkata Rasulullah SAW bersabda : tiada seseorang
yang menyimpan harta dan tidak mau menunaikan zakat, kecuali akan dipanaskan harta itu dineraka jahannam dan akan dijadikan kepingan-kepingan lalu seterikakan kedua tangannya, hingga Allah mengadili
hamba-hambanya disuatu hari yang lamanya sama dengan lima puluh tahun kemudian akan dilihat tempatnya, apa dineraka atau disyurga.
Berdasarkan ayat-ayat dan hadist tesebut diatas dapatlah dipahami bahwa
mengeluarkan zakat tidak boleh ditawar-tawar bahwa kewajiban, ditangguhkan atau
diingkari, sebab pengingkaran kepada pelaksanaan zakat bukan saja akan saja
berdampak negative kepada orang yang enggan membayar zakat berupa ditimpaka n
azab kepadanya, tapi lebih jauh akan membawa malapetaka dan kesengsaraan bagi
mustahik (orang miskin) karena kehidupan hidup mereka tidak dapat terpenuhi.
Ancaman akan siksaan Allah SWT, hendaknya mendorong para agniya‟ (orang -
orang kaya) dan pemerintah (penguasa) untuk berusaha mensejahterakan orang
miskin, sehingga jurang pemisah antara sikaya dan simiskin tidak semakin meluas,
yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap ketentraman masyarakat secara
keseluruhan.
D. Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu
Salah satu karya monumental dalam sejarah penulisan Fiqh modern, adalah
“Fiqh al-Zakah” karya Yusuf Al-Qhardawi (1991), beliau selain membahas masalah
zakat dari aspek hukum –yang dengan ijtihadnya mampu mengemukakan hal-hal baru
yang belum pernah dibahas oleh ulama-ulama sebelumnya, juga beliau membahas
kedudukan zakat dari perspektif ekonomi sebagai salah satu system moneter dan sosial
yang sesuai dengan kemajuan zaman. Selain Qhardawi, adalah Abdul Mannan (1997)
yang menguraikan panjang lebar masalah zakat dalam bukunya yang berjudul “Islamic
Economics, Theory and Praktic” Beliau dalam bukunya itu menegaskan betapa negara-
negara Islam pada priode klasik serta negara-negara Islam pada umumnya telah
berhasil memposisikan zakat sebagai sumber utama pendapatan pemerintahan.
Hasanuri (2010:59) dalam tesisnya “Pemberdayaan Zakat Bagi Pengembangan
Ekonomi Ummat” mengatakan bahwa seseorang termotivasi untuk membayar zakat
karena : (1) Membayar zakat merupakan simbol dari keimanan seseorang, (2)
Membayar zakat adalah merupakan symbol ketaqwaan, (3) Membayar zakat adalah
merupakan symbol kebersihan dan kesucian jiwa. Bukhari (2009) juga dalam tesisnya
berkesimpulan bahwa motivasi seseorang membayar zakat didasari karena panggilan
keimanan dan ketaqwaan, tanpa kesadaran iman dan taqwa seseorang cenderung
enggan untuk membayar zakat, karena dorongan nafsu kepemilikan terhadap harta
kekayaan mereka, seringkali mendominasi dari manusia untuk memilikinya.
Mohd Ali, dkk (2004) dalam journal ”Kesadaran Membayar Zakat Pendapatan
dikalangan Kakitangan Universitas Kebangsaan Malaysia” hasil penelitian
menunjukkan bahwa factor keimanan dan pengetahuan tentang zakat mempengaruhi
muzakki dalam membayar zakat, semakin tinggi tingkat keimanan dan pengetahuan
zakat individu muslim akan lebih cenderung untuk membayar zakat.
Penelitian lain ”Pengalaman Indonesia dalam Mengelola Zakat“ oleh M. Fuad
Nazar (2006), penulis dalam tesisnya mengkritisi BAZNAZ yang dinilai belum mampu
berperan secara signifikan dalam kapasitasnya yang sangat strategis sebagai lembaga
koordinator Nasional Institusi Pemerintah dan pengelola zakat. Sementara itu Ria
Casmi Arrsa (2008), ”Negara dan zakat” dalam tesisnya mengatakan bahwa
Seyogyanya pemerintah dan lembaga amil zakat berkoordinasi dalam merevitalisasi
dan mensosialisasikan pentingnya pengelolaan zakat yang akuntabel sebagai upaya
strategis dalam menanggulangi kemiskinan di Indonesia. Sedangkan Zoel Dirga Dinhi
(2008) dalam Skripsi “Analisis Factor-Faktor Motivasi yang Berpengaruh Terhadap
Keputusan Muzakki Dalam Membayar Zakat” berkesimpulan bahwa faktor Iman,
pendapatan, organisasi zakat, dan disclosure berpengaruh secara simultan terhadap
keputusan muzakki dalam membayar zakat.
Penelitian lain adalah A. Miftah (2008) dalam Tesisnya “Pembaharuan Zakat
untuk Pengentasan Kemiskinan” dalam tesisnya bahwa peran zakat dalam
pengentasan kemiskinan baru akan terwujud apabila ada paradigm dalam konsep zakat
yang dipahami dan diamalkan, serta perubahan konsep zakat harus bersifat totalitas
dan menyeluruh. Sementara Budi Prayitno (2009) dalam Tesisnya “Optimalisasi
Pengelolaan Zakat” Potensi zakat di Indonesia belum dikembangkan secara optimal
dan belum dikelola secara profesional. Hal ini disebabkan belum efektifnya Lembaga
Zakat yang menyangkut aspek pengumpulan administrasi, pendistribusian, monitoring
serta evaluasinya. Dengan kata lain, Sistem Organsisasi dan Manajemen Pengelolaan
Zakat hingga kini dinilai masih bertaraf klasikal, bersifat konsumtif dan terkesan
Inefisiensi sehingga kurang berdampak sosial yang berarti.
Penelitian lain adalah “Dianamika Pengelolaan Zakat dengan kolaborasi antara
Ulama, Umara dan Agniya” oleh Yamin Hadad (2008), beliau dalam disertasinya
menyimpulkan bahwa : (1) kolaborasi ulama, umara dan aghniya‟merupakan suatu
sistem yang terbentuk dari sub-struktur yang saling bergantung antara satu dengan
yang lainnya sedemikian rupa, sehingga perubahan pada suatu bagian secara otomatis
akan mempengaruhi bagian-bagian lainnya. (2) aktivitas sistem kolaborasi yang mapan
memiliki fungsi untuk mempertahankan struktur-struktur lain dalam suatu sistem sosial,
seperti ekonomi, keluarga, politik, agama, pendidikan, dan hukum dan melihat peran
kolaborasi tersebut dalam pengelolaan zakat, baik sistem pengumpulan,
pendistribusian dan pendayagunaan secara profesional yang akan menjamin
kelangsungan hidup masyarakat. (3) Tawaran konsep bahwa ulama‟ sebagai elit
fungsional agama, umara sebagai elit fungsional penguasa dan aghniya‟ sebagai
fungsional pemilik modal. Manakala mereka berkolaborasi mengelola zakat sesuai
fungsi masing-masing, maka Islam tidak akan mungkin mengalami permasalahan
sosial, walaupun dunia tengah mengalami perubahan, sebab peredaran keuangan
zakat tidak harus melalui pasar global dan tergantung fluktuasi dolar.
E. Kerangka Pikir
Berdasarkan uraian kerangka teori di atas, maka dalam penelitian ini dapat
dibuat kerangka pikir yang menunjukkan hubungan antar variabel yang akan diteliti.
Penelitian ini intinya akan memotret variabel Motivasi membayar zakat. Yang
dimaksud dengan motivasi membayar zakat adalah dorongan yang datang dalam diri
seseorang dengan penuh kesadaran untuk mengeluarkan harta wajib zakatnya yang
dilandasi oleh motivasi keimanan, motivasi kesyukuran kepada Allah SWT. Hasanuri
(2010:59)
Zakat sebagai salah satu konsepsi dari ajaran Al-Qur‟an salah satu dari rukun
Islam berdimensi sangat luas dan kompleksitas yang mengandung nilai -nilai azasi
sebagai kebutuhan dasar manusia berdimensi dunia dan akhirat. Konsepsi ekonomi
Islam yang berdasarkan syariah telah diperkenalkan lebih dari empat belas abad yang
lalu, namun dalam perjalannya sejarah umat manusia konsepsi ekonomi berdasarkan
syariah Islam belum menyentuh kepada substansi kehidupan ekonomi dalam
masyarakat.
Kelahiran Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat
cukup mampu meniupkan angin segar dalam dunia perzakatan di Indonesia
mencerminkan wujud kepedulian pemerintah dalam pengelolaan zakat melalui lembaga
yang amanah, professional dan transparan. Terbuka peluang yang sangat besar bagi
umat untuk menggali potensi zakat dari objek-objek zakat dengan suatu system
pengelolaan dan kelembagaan zakat mulai dari tingkat Nasional sampai kepada tingkat
kelurahan.
Wajib zakat (muzakki) baik sebagai lembaga atau perorangan, merupakan
sumber kekayaan yang besar bagi umat, apabila dalam menunaikan kewajiban
berzakat para wajib zakat, dengan penuh kesadaran untuk mengeluarkan hartanya
untuk berzakat yang dilandasi oleh pendidikan masyarakat tentang zakat, tujuan dan
manfaat zakat, hakekat dan hikmah berzakat, motivasi keimanan, motivasi ketaqwaan,
motivasi kesyukuran dan tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap keberadaan Badan
Amil zakat dan Lembaga Amil Zakat, serta dampak yang akan diperoleh dari membayar
zakat yang akan melahirkan budaya masyarakat sebagai suatu kewajiban yang harus
ditunaikan.
Yamin Hadad (2008), beliau dalam disertasinya menyimpulkan bahwa apabila
pemerintah, ulama dan agniya‟ berkolaborasi mengelola zakat sesuai fungsi masing-
masing, maka Islam tidak akan mungkin mengalami permasalahan sosial, walaupun
dunia tengah mengalami perubahan, sebab peredaran keuangan zakat tidak harus
melalui pasar global dan tergantung fluktuasi dolar.
Dalam menganalisis motivasi muzakki dalam membayar zakat, terdapat
berbagai faktor yang mempengaruhi. Oleh karena itu, untuk menyederhanakan, penulis
memutuskan untuk menganalisis faktor Iman, pengetahuan zakat, harta kekayaan atau
pendapatan, peran pemerintah, ulama, kredibilitas organisasi sebagai faktor yang
berpengaruh. Penulis mengambil enam faktor tersebut untuk dipertimbangkan dalam
menganalisis pengaruhnya terhadap motivasi muzakki dalam membayar zakat.
Dari ilustrasi di atas, maka yang menjadi kerangka pikir penulis dapat
digambarkan sebagai berikut :
KERANGKA PEMIKIRAN
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Faktor Determinan Motivasi Membayar Zakat
G. Pengembangan Hipotesis
1) Iman
Iman yaitu tingkat keyakinan yang dimiliki seseorang dalam melakukan
sesuatu dengan berharap ridho dan berkah dari Allah Swt. Dalam konsep
potensi diri yang dipaparkan oleh Taqiuddin (2001) yang kemudian
Pengetahuan
Zakat
Harta Kekayaan
atau
Pendapatan
Iman
Peran Ulama
Peran
Pemerintah
Kredibilitas
Lembaga Amil Zakat
MOTIVASI
MEMBAYAR
ZAKAT
dikembangkan oleh Abdullah (2002) memperlihatkan bahwa terdapat hubungan
antara naluri sebagai salah satu potensi hidup manusia mempunyai pengaruh
terhadap motivasi seseorang. Naluri mengkultuskan seseuatu atau beragama
yang merupakan naluri dasar yang dimiliki oleh setiap manusia dimuka bumi.
Tidak ada satupun manusia yang tidak mempunyai dorongan untuk melakukan
sesuatu atas dasar bahwa ada dzat diluar mereka yang mempunyai kekuatan
terbesar, sekalipun itu adalah orang atheis yang mengingkari kebenaran
pencipta dan fitrahnya sendiri.
Keinginan untuk mengkultuskan sesuatu itulah yang dapat mendorong
seseorang untuk melakukan sesuatu atas dasar penghambaan dirinya
dihadapan dzat yang dikultuskan tersebut karena ini adalah sifat fitrawi. Begipula
dengan aktifitas mengeluarkan zakat yang merupakan tuntutan aqidah yang
dimiliki setiap muslim yang secara syariat memenuhi kriteria sebagai wajib zakat.
Kewajiban membayar zakat tersebut harus diikuti pula dengan penuh keikhlasan
yaitu sikap sukarela, termasuk menyerahkan apa yang dimilikinya, karena ingin
mendapatkan kebahagian melalui Ridho Allah SWT. Faktor inilah yang harus
mendominasi motivasi para muzakki dalam berIman, dalam hal ini mengeluarkan
zakat. Miftah Farid (2009) juga mengemukakan bahwa motivasi Iman seseorang
lahir karena getaran bathin yang mendorong untuk menentukan jenis Iman yang
akan dilakukan seperti sholat, membayar zakat dll.
Hasanuri (2010:59) dalam tesisnya “Pemberdayaan Zakat Bagi
Pengembangan Ekonomi Ummat” mengatakan bahwa seseorang termotivasi
untuk membayar zakat karena:(1) Membayar zakat merupakan simbol dari
keimanan seseorang, (2) Membayar zakat adalah merupakan symbol
ketaqwaan, (3) Membayar zakat adalah merupakan symbol kebersihan dan
kesucian jiwa. Bukhari (2009) juga dalam tesisnya berkesimpulan bahwa
motivasi seseorang membayar zakat didasari karena panggilan keimanan dan
ketaqwaan, tanpa kesadaran iman dan taqwa seseorang cenderung enggan
untuk membayar zakat, karena dorongan nafsu kepemilikan terhadap harta
kekayaan mereka, seringkali mendominasi dari manusia untuk memilikinya.
Quraish Shihab juga menambahkan bahwa tuntutan amanah ini
merupakan sebuah penugasan yang diberikan oleh Allah Swt, kepada seorang
hamba sebagai khalifah dipermukaan bumi ini, sebagai bentuk solidaritas social
sesama muslim dan menjalin ukhuwah atau persaudaraan.
H1: faktor iman berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi membayar zakat
2) Pengetahuan Zakat
Pengetahuan zakat (Bukhari 2009) adalah pengetahuan masyarakat
tentang zakat, tujuan dan manfaat zakat, dampak yang akan diperoleh dari
membayar zakat yang akan melahirkan budaya berzakat masyarakat sebagai
suatu kewajiban yang harus ditunaikan.
Pengetahuan masyarakat tentang zakat, cara pandangan masyarakat
tentang zakat sangat kental dengan nuansa fiqih harus ditambah dengan cara
pandang yang memungkinkan zakat dapat diberdayakan. Cara pandang
ekonomi dan social agaknya dapat ditambahkan dalam melihat kewajiban zakat.
Jika selama sebagian masyarakat memandang zakat sebagai Iman yang
terlepas kaitannya dengan persoalan social dan ekonomi, maka saat ini zakat
harus dipandang sebagai sumber kekuatan ekonomi yang dapat dipergunakan
untuk menyelesaikan berbagai permasalahan social umat Islam, Dengan cara
pandang demikian, maka pelaksanaan zakat tidak lagi semata -mata dilihat dari
persoalan sah-tidaknya atau boleh tidaknya. Tetapi pelaksanaan zakat dilihat
pula dari dimensi ekonomi dan sosialnya. Ketika seseorang akan menunaikan
kewajiban zakatnya, maka dia tidak cukup hanya memperhatikan nilai sah-
tidaknya kewajiban zakat tersebut. Dia juga harus memperhitungkan dampak
ekonomi dan sosial yang akan ditimbulkan dari zakat yang dibayarnya.
Faktor pengetahuan zakat memiliki nilai yang penting dalam konteks
pemberdayaan zakat. Sebab pengetahuan seseorang tentang sesuatu akan
mempengaruhi perilakunya. Dalam filsafat fenomenologis dikemukakan bahwa
tingkah laku manusia merupakan konsekwensi dari sejumlah pandangan atau
dokrin yang hidup dikepala manusia yang bersangkutan. Sebagai contoh
membayar zakat secara langsung kepada mustahiq (penerima zakat) dan
membayar zakat melalui lembaga. Dalam kasus membayar zakat secara
langsung, muzakki tentu dipengaruhi oleh doktrin keabsahan dan kebolehan
membayar zakat secara langsung tersebut. Pembayaran zakat secara langsung
ini hanya mementingkan legal formalnya saja, tanpa terlalu memperhatikan
dampak ekonomi dan social yang ditimbulkan oleh pembayaran zakat seperti itu.
Sementara dalam kasus muzakki membayar zakat melalui lembaga, muzakki
dipengaruhi tidak saja oleh persoalan keabsahan dan kebolehannya saja, tetapi
muzakki juga memperhitungkan efek ekonomi dan social yang ditimbulkan dari
pembayaran zakat melalui lembaga. Dua kasus ini merupakan bukti bahwa
pengetahuan seseorang akan menentukan perilaku yang berbeda dalam
berzakat.
Pengetahuan tentang zakat dimulai dari pembaharuan terhadap fiqih itu
sendiri. Jika selama ini dalam fiqih zakat ditempatkan sebagai bagian dari Iman,
maka zakat harus ditempatkan dalam aspek muamalat (ekonomi) atau kajian
yang berdiri sendiri sebagaimana yang telah dilakukan oleh Yusuf qardhawi
melalui karya monementalnya “Fiqh Zakat”. Dalam karya ini zakat tidak hanya
dilihat dari sisi ajaran normatifnya saja, tetapi zakat dilihat dari sisi historis dan
filosofinya. Dan agaknya pendekatan semacam inilah yang harus terus dilakukan
dalam sosialisasi zakat.
Mohd Ali, dkk (2004) dalam journal ”Kesadaran Membayar Zakat
Pendapatan dikalangan Kakitangan Universitas Kebangsaan Malaysia” hasil
penelitian menunjukkan bahwa factor keimanan dan pengetahuan tentang zakat
mempengaruhi muzakki dalam membayar zakat, semakin tinggi tingkat
keimanan dan pengetahuan zakat individu muslim akan lebih cenderung untuk
membayar zakat dan peningkatan besarnya nilai zakat.
Zamdin (2008) dalam journalnya “Pengetahuan dan praktek pembayaran
zakat pada karyawan Universitas Haluoleo” berkesimpulan bahwa rendahnya
penerimaan zakat di Indonesia karena masyarakat muslim indonesia, belum
paham atau baru mengetahui sedikit tentang berbagai aspek tentang zakat
seperti : arti penting dan mamfaat zakat serta bagaimana menunaikan kewajiban
zakatnya sesuai dengan prosedur yang benar, yaitu melalui amil resmi (lembaga
BAZIZ)
H2: faktor pengetahuan zakat berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi membayar zakat
3) Harta Kekayaan atau Pendapatan
Islam memandang kekayaan atau harta mempunyai nilai yang strategis,
karena merupakan alat dan sarana untuk memperoleh berbagai manfaat dan
mencapai kesejahteraan hidup manusia sepanjang waktu. Hubungan manusia
dengan kekayaan atau harta sangatlah erat. Demikian eratnya hubungan
tersebut, sehingga naluri manusia untuk memilikinya menjadi satu dengan naluri
mempertahankan hidup manusia itu sendiri. Kekayaan atau Harta termasuk
salah satu hal penting dalam kehidupan manusia, karena ia merupakan unsur
dari lima asas (hak) yang wajib dilindungi bagi setiap manusia yaitu, jiwa, akal,
agama, harta dan keturunan.
Yusuf Qardhowi dalam Didin Hafidhuddin (2007:16) harta (al-amwal)
adalah segala sesuatu yang diinginkan sekali oleh manusia untuk menyimpan
dan memilikinya. Zarqa dalam Didin Hafidhuddin (2007:16) juga menyatakan
bahwa harta adalah segala yang diinginkan oleh manusia dan memungkinkan
menyimpannya sampai waktu yang dibutuhkan dan dimungkinkan untuk diperjual
belikan atau dimanfaatkan.
Pandangan Islam mengenai harta, bahwa harta itu milik Allah SWT. Hal ini
menunjukkan bahwa benda merupakan milik bersama (public goods), meskipun
ia dimiliki oleh perorangan, dengan kata lain harta itu berfungsi social. Fungsi
sosial harta itu tidak semata-mata dalam peranannya sebagai barang konsumtif
yang dibagi-bagikan dan dibutuhkan oleh masyarakat tetapi lebih berperan
dalam fungsi ekonomi edukatif.
Hubungan zakat dengan konsep kepemilikan dan dorongan agama untuk
menjadi orang yang memiliki harta yang banyak (kaya), saling terkait, karena
untuk melakukan kewajiaban zakat haruslah memiliki harta kekayaan, kewajiban
mengeluarkan zakat sekaligus mendorong kewajiban mencari harta agar menjadi
orang yang mampu menjadi muzakki. Efek positif zakat terhadap redistribusi
harta sangat nyata. Hal ini akan terlihat jelas bila diingat ada dua cirri khas zakat.
Pertama dana zakat itu didistribusikan kepada orang-orang yang berhak
menerimanya, baik dalam pengertian tunai maupun dalam bentuk surat -surat
berharga dan dalam bentuk barang-barang yang menghasilkan. Kedua distribusi
dana zakat tidak dibatasi, artinya orang orang yang berhak menerimanya dapat
diberi zakat dalam jumlah tertentu yang bisa menutup kebutuhan-kebutuhannya
sesuai dengan standar hidup masyarakat yang wajar, diseratai motivasi
meningkatkan kempuannya untuk memperoleh penghasilan yang lebih layak
sehingga dia bisa keluar dari kelompok penerima zakat.
Dalam teori pendapatan, seseorang yang memiliki pendapatan akan
menambah pengeluarannya, apabila terjadi penambahan terhadap
pendapatannya, apakah berupa komsumsi atau investasi.
J.M Keynes (Boediono: 1993) mengungkapkan teori ini dengan rumus :
Y = C + S
Dimana, Y : Pendapatan
C : Komsumsi
S : Tabungan
Rumus diatas menunujukkan bahwa apabila pendapatan seseorang
bertambah maka jumlah pengeluaran pun akan bertambah sebanding dengan
tingkat pengeluarannya. Ini menandakan keterkaitan erat antara pendapatan dan
pengeluaran. Jika kita kontekskan pada pengeluaran dalam bentuk zakat maka
pengeluaran ini dapat dianalogikan dengan investasi ataupun komsumsi.
Tingkat pendapatan seseorang akan memberikan pengaruh positif atau
berbanding lurus terhadap tingkat pengeluarannya hingga pada batasan tertentu.
Begitu pula dengan aktivitas mengeluarkan zakat yang membutuhkan penyisihan
pendapatan. Hal ini dapat memotivasi seseorang muzakki untuk mengeluarkan
zakat. Apabila seorang wajib zakat yang memiliki harta dan pendatannya yang
besar mengharuskan adanya pembayaran zakat yang besarnya pula asal
terpenuhinya nishab dan haul-nya. Oleh karena itu, semakin tinggi harta
kekayaan atau pendapatan seorang muzakki maka semakin tinggi pula jumlah
zakat yang harus dikeluarkan karena dampak pada dorongan atau motivasinya
untuk memenuhi kewajiban sebagai muzakki. Seorang muzakki akan merasa
bersalah ketika harta atau pendapatannya yang semakin besar tapi tidak
mengelurkan zakat. (Zamdin :2008)
H3: faktor harta kekayaan atau pendapatan berpengaruh positif dan signifikan
terhadap motivasi membayar zakat
4) Peran Pemerintah
Pemerintah adalah Peran pemerintah dalam mendorong pengoptimalan
dalam pengelolaan zakat tentu sangat penting, solusi kongkrit peran pemerintah
sebagai motivator dalam meritalisasi pengelolaan zakat adalah Pertama, melalui
bentuk sosialisasi zakat, pendidikan, pembinaan, maupun gerakan sadar zakat
yang dilakukan oleh pemerintah diharapkan pemungutan zakat oleh negara tidak
dianggap sebagai bentuk diskriminasi terhadap kaum muslim di Indonesia.
Kedua, dalam memotivasi masyarakat untuk taat dalam menjalankan
kewajibannya untuk membayar zakat perlu disiasati agar tidak terjadi dualisme
pemungutan antara zakat dan pajak. Dengan penegasan tersebut diharapkan
menghindarkan masyarakat dari beban ganda.
Dilakukannya revisi terhadap UU No 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan
zakat. Hal ini sangat penting mengingat bahwa efektifitas UU tersebut belum
mengakomodir keberlangsungan iklim zakat di Indonesia. Hal ini disebabkan
oleh adanya indikasi bahwa UU No 38 Tahun 1999 berpotensi menghambat
pengembangan zakat akibat ketidak jelasan dalam mengatur fungsi regulator,
pengawasan, dan pelaksana (operator). Sebagaimana dimaksud di dalam Pasal
6 dan Pasal 7 UU No 38/1999, lembaga pengelola zakat terdiri atas dua
jenis,yaitu Badan Amil Zakat (BAZ), yang didirikan pemerintah, dan Lembaga
Amil Zakat (LAZ), yang didirikan secara swadaya oleh masyarakat. Akan tetapi
Undang-Undang tersebut tidak mengatur secara jelas mengenai hubungan antar
keduanya. Yang dijelaskan hanyalah hubungan antar-BAZ di semua tingkatan,
yang bersifat koordinatif, konsultatif dan informatif (Pasal 6 ayat 3). Sementara
tugas pokok lembaga zakat adalah mengumpulkan, mendistribusikan, dan
mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama (Pasal 8). Kelemahan
dari pola ini adalah tidak adanya lembaga yang menjadi regulator dan pengawas,
karena undang-undang tersebut tidak memberikan kewenangan yang dimaksud
kepada lembaga tertentu.
H4: faktor peran pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap
motivasi membayar zakat
5) Peran Ulama
Ulama adalah Tokoh masyarakat dan kaum cendekia setempat yang
memiliki sifat amanah, adil, berdedikasi, profesional, dan berintegritas tinggi.
Peran ulama dalam kehidupan umat manusia memiliki posisi yang sangat
penting dan strategis. Pada dasarnya ulama tidak hanya memiliki peran sebatas
pada aspek Iman mahdhah saja, seperti yang selama ini terjadi di tengah-tengah
masyarakat, melainkan memiliki peran yang lebih luas. Permasalahan-
permasalahan yang dihadapi oleh umat bukan hanya sebatas pada wilayah Iman
mahdhah saja, tetapi meliputi permasalahan sosial, politik, ekonomi dan lain
sebagainya, yang semua itu juga membutuhkan peran ulama di dalamnya.
Bukan berarti para ulama tersebut turun langsung berkecimpung dalam aspek-
aspek tersebut – meskipun bisa juga berkecimpung langsung jika memang
memiliki kemampuan di bidang-bidang tersebut. Namun ucapan, perilaku, dan
pengetahuan ulama dapat menjadi pegangan setiap umat dalam melaksanakan
Iman mahdhah dan kegiatan-kegiatan lainnya, seperti politik, ekonomi, dan
sosial.
Selain itu peran ulama dalam mensosialisasikan ekonomi syariah ke
masayarakat umum dapat berdampak sangat signifikan. Kenapa? Karena suara
ulama masih memiliki posisi yang sangat penting. Ulama masih didengar oleh
masyarakat. Petuahnya masih dijadikan sandaran dan pegangan oleh
masyarakat, di samping para ulama memiliki jamaah tersendiri. Para ulama
dapat menjelaskan kepada masyarakat bahwa ajaran muamalah maliyah harus
dihidupkan kembali sesuai dengan syariah Islam yang berdasarkan Al-Qur‟an
dan Sunnah. Selama ini sebagian umat Islam memang telah melakukan aktivitas
sekonomi maupun mengkaji ilmu ekonomi, tetapi sayang sekali, prakteknya
banyak sekali bertentangan dengan syari‟at Islam, seperti riba, maysir, gharar.
Sahal Mahfudh mengatakan Peran ulama dalam menyiarkan zakat yang
dibingkai melalui sinergi program MUI dengan BAZNAS merupakan sebuah
terobosan. Sinergi tersebut memiliki urgensi sebagai berikut : Pertama,
sosialisasi zakat yang antara lain mencakup upaya penyadaran umat untuk
berzakat melalui amil, optimalisasi pengumpulan dan pendayagunaan zakat
untuk kepentingan mustahiq, terutama fakir dan miskin, perlu diangkat ke dalam
tataran yang lebih luas menjadi mainstream gerakan sosial umat Islam di tanah
air. Dalam kaitan ini modal sosial umat Islam yang dapat digerakkan di antaranya
ialah peran ulama baik secara perorangan maupun bersama-sama melalui
kelembagaan MUI sebagai wadah yang mewakili umat Islam Indonesia. Kedua,
pemberdayaan ekonomi umat memerlukan langkah sinergi yang berkelanjutan
dalam rangka penguatan dakwah. Tujuan dakwah, khususnya dakwah bil hal
yang sejak tahun 1965 (periode kepengurusan Ketua Umum KH Hasan Basril
telah menjadi fokus perhatian MUI, dan tertuang dalam program MUI. Dakwah bil
hal bertujuan untuk meningkatkan harkat dan martabat umat Islam, terutama
kaum dhuafa atau kaum berpenghasilan rendah. Pemberdayaan zakat adalah
instrumen yang penting dalam dakwah bil hal yang perlu digerakkan oleh para
ulama. Ketiga, masalah kemiskinan, termasuk belakangan ini mencuatnya
kasus-kasus gizi buruk di beberapa daerah memerlukan upaya penanggulangan
secara terprogram. Posisi MUI sangat penting dan strategis sebagai jembatan
penghubung antara umat, ulama dan umara untuk mewujudkan kemaslahatan
dalam kehidupan bangsa. Dalam konteks perzakatan MUI bersama BAZNAS
akan menyusun agenda bersama yang bersifat lintas ormas dan golongan.
Yamin Hadad (2008), “Dianamika Pengelolaan Zakat dengan kolaborasi
antara Ulama, Umara dan Agniya” oleh beliau dalam disertasinya menyimpulkan
bahwa : (1) kolaborasi ulama, umara dan aghniya‟merupakan suatu sistem yang
terbentuk dari sub-struktur yang saling bergantung antara satu dengan yang
lainnya sedemikian rupa, sehingga perubahan pada suatu bagian secara
otomatis akan mempengaruhi bagian-bagian lainnya. (2) aktivitas sistem
kolaborasi yang mapan memiliki fungsi untuk mempertahankan struktur-struktur
lain dalam suatu sistem sosial, seperti ekonomi, keluarga, politik, agama,
pendidikan, dan hukum dan melihat peran kolaborasi tersebut dalam
pengelolaan zakat, baik sistem pengumpulan, pendistribusian dan
pendayagunaan secara profesional yang akan menjamin kelangsungan hidup
masyarakat. (3) Tawaran konsep bahwa ulama‟ sebagai elit fungsional agama,
umara sebagai elit fungsional penguasa dan aghniya‟ sebagai fungsional pemilik
modal. Manakala mereka berkolaborasi mengelola zakat sesuai fungsi masing-
masing, maka Islam tidak akan mungkin mengalami permasalahan sosial,
walaupun dunia tengah mengalami perubahan, sebab peredaran keuangan
zakat tidak harus melalui pasar global dan tergantung fluktuasi dolar.
H5: faktor peran ulama berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi membayar zakat
6) Kredibilitas Lembaga Amil Zakat
Kredibilitas Lembaga Amil Zakat, adalah tingkat kepercayaan muzakki
kepada sebuah lembaga amil zakat dalam usahanya mengumpulkan, mengelola,
dan menyalur zakat yang berjalan sebagimana mestinya. Ini berdasarkan konsep
kebutuhan keamanan oleh Maslow (Gibson : 1996)
Layaknya sebuah perusahaan, Lembaga amil Zakat (LAZ) pun mesti
memiliki kiat dalam merebut perhatian dari pasar donator dan mempertahankan
loyalitas mereka. Hal ini dipandang sangat penting untuk kontiniutas dan upaya
pemberdayaan masyarakat. Kredibilitas organisasi atau lembaga amil zakat
memegang peranan sangat penting dalam menstimulus masyarakat wajib zakat
untuk segera melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muzakki.
Berdasarkan petunjuk al-Qur‟an, hadist Nabi dan pelaksanaanya dizaman
Khalifah bahwa pelaksanaan zakat bukanlah sekedar amal krestif
(kedermawanan), tetapi merupakan kewajiban yang bersifat otoritatif, maka
zakat tidaklah seperti sholat, shaoum dan Iman haji yang pelaksanaanya
diserahkan kepada individu masing-masing, tetapi disertai keterlibatan aktif dari
para petugas amil zakat yang amanah, jujur, terbuka, professional.
Kredibilitas atau kepercayaan masyarakat terhadap lembaga amill zakat
akan memperngaruhi motivasi muzakki dalam mengeluarkan zakat melalui
lembaga amil zakat didasarkan pada berberapa pertimbangan (Zoel Dirga :
2008) sebagai berikut :
a. Untuk menjamin kepastian dan disiplin pemabayar zakat, menjaga perasaan
rendah diri para mustahik apabila berhadapan langsung unutk menerima
haknya dari para mustahiq
b. Untuk mencapai efisiensi, efektivitas dan sasaran yang tepat dalam
penggunaan harta zakat menurut skala prioritas yang ada disuatu tempat
c. Untuk memeperlihatkan syariat Islam dan semangat penyelenggaraan
Negara dan pemerintah uang Islami.
Sebaliknya, jika pelaksanaan zakat itu begitu saja diserahkan kepada para
muzakki maka nasib dan hak-hak orang miskin dan para mustahiq lainnya
terhadap orang-oorang kaya tidak memperoleh jaminan yang pasti. Maslow
(Gibson !996) juga telah mengungkapkan bahwa salah satu kebutuhan manusia
adalah keamanan setelah kebutuhan fisiologsinya terpenuhi. Dalam hal ini
kemanan dan rasa tenang juga menjadi syarat yang diajukan para muzakki
kepada lembaga amil zakat dalam mek menjalankan amanahnya.
Asas operasional dan pelaksanaan zakat seperti dikemukakan diatas tidak
mengabaikan sifat dan kedudukan zakat itu sendiri sebagai Iman mahdah yang
harus dilaksanakan atas dasar kesadaran, keikhlasan dan ketakwaan seseorang
kepada Allah SWT. Oleh karena itu kredibilitas yang tinggi oleh lembaga amil
zakat dapat memotivasi para muzakki dalam mengeluarkan zakatnya.
H6: faktor kredibilit lebaga amil zakat berpengaruh positif dan signifikan
terhadap motivasi membayar zakat
g) Faktor Keseluruhan Variabel
Dari hasil ekspolarasi tersebut, keenam faktor variabel independen yang
diangkat mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap variabel dependen
Motivasi Membayar Zakat dan Besarnya Nilai Zakat
H7: faktor Iman, pengetahuan zakat, harta kekayaan atau pendapatan,
peran pemerintah, peran ulama, kredibilit lebaga amil zakat berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi membayar zakat
BAB III
METODA PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Lembaga Amil Zakat (LAZ) Provinsi Sulawesi
Selatan, Waktu penelitian dari bulan April 2011 sampai dengan Mei 2011
B. Metoda Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian survey dengan pendekatan kuantitatif
yaitu penelitian yang menggunakan sampel dan kuesioner sebagai alat pengumpulan
data pokok, yang dilanjutkan dengan uji verifikasi yang bertujuan untuk menguji
hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya. Penelitian survey yang dimaksud adalah
bersifat menjelaskan hubungan kausal dan pengujian hipotesis. Penelitian survey
biasanya dilakukan untuk mengambil suatu generalisasi dari pengamatan yang tidak
mendalam, tetapi generalisasi yang dilakukan bisa lebih akurat bila digunakan sampel
yang representatif.
Adapun yang menjadi disain penelitian ini, dapat digambarkan sebagai berikut :
X2
X1
X3
X4
X5
X6
Y1
Keterangan :
X1 = Iman
X2 = Pengetahuan Zakat
X3 = Harta Kekayaan atau Pendapatan
X4 = Peran Pemerintah
X5 = Peran Ulama
X6 = Kredibiltas Lembaga Amil Zakat
Y1 = Motivasi Membayar Zakat
C. Definisi Oprasional Variabel
Untuk mengetahui data-data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka terlebih
dahulu peneliti mengoperasionalisasikan variabel-variabel seperti yang telah
diinvetarisir dari latar belakang penelitian dan kerangka pikir dengan maksud untuk
menentukan indikator-indikator variabel sekaligus menentukan instrumen atau
pengukuran variabel. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas
(independen) yaitu iman (X1), pengetahuan zakat (X2), harta kekayaan atau pendapatan
(X3), peran pemerintah (X4), peran ulama (X5), kredibilitas lembaga amil zakat (X6) dan
variabel terikat (dependen) yaitu motivasi membayar zakat (Y1)
Variabel Dependen :
1. Motivasi Membayar Zakat (Y1)
Motivasi membayar zakat merupakan dorongan yang datang dalam diri
seseorang dengan penuh kesadaran untuk mengeluarkan kekayaan wajib
zakatnya yang dilandasi oleh motivasi keimanan, motivasi ketakwaan dan
motivasi kesyukuran kepada Allah SWT. Hasanuri (2010:59)
Variabel Independen :
2. Iman (X1)
Iman yaitu tingkat keyakinan yang dimiliki seseorang dalam melakukan sesuatu
dengan berharap ridho dan berkah dari Allah Swt (Hasanuri :2010). Iman juga
merupakan tindakan yang dilakukan didominasi oleh harapan untuk
mendapatkan ridho dan berkah dari Allah SWT, berdasarkan apa yang telah
diungkapkan oleh Taqiuddin dan dikembangkan oleh Abdullah (2002)
3. Pengetahuan zakat (X2)
Pengetahuan zakat yang dimaksud adalah pengetahuan masyarakat tentang
zakat, tujuan dan manfaat zakat, dampak yang akan diperoleh dari membayar
zakat yang akan melahirkan budaya berzakat masyarakat sebagai suatu
kewajiban yang harus ditunaikan. (Bukhari : 2009)
4. Harta Kekayaan atau Pendapatan (X3)
Harta kekayaan atau pendapatan adalah segala kekayaan yang dimiliki oleh
wajib zakat terhadap kekayaan yang wajib dikeluarkan zakatnya. Besar kecilnya
harta kekayaan atau pendapatan dapat mempengaruhi motivasi muzakki
membayar zakat, sesuai dengan konsep yang diungkapkan vdalam konsep
Y=C+S (Boediono : 1993) mengenai konsep pendapatan yang berhubungan
lurus dengan pengeluaran. Zakat dianalogikan sama dengan konsep komsumsi
dan tabungan sebagai pengeluaran.
5. Peran Pemerintah (X4)
Peran pemerintah yang dimaksud adalah pemerintah pusat dan pemerintah
daerah. Pemerintah pusat membentuk badan amil zakat Nasional yang
berkedudukan di ibu kota negara. Pemerintah daerah membentuk badan amil
zakat daerah yang berkedudukan di ibu kota propinsi, kabupaten atau kota dan
kecamatan, yang bertugas untuk memberikan perlindungan hukum dan
pengawasan terhadap pengelolaan dana zakat (Undang-undang RI No.38
tentang Pengelolaan zakat).
6. Peran Ulama (X5)
Ulama yang dimaksud adalah Tokoh masyarakat dan kaum cendekia setempat
yang memiliki sifat amanah, adil, berdedikasi, profesional, dan berintegritas
tinggi. (Undang-undang RI No.38 tentang Pengelolaan zakat).
7. Kredibilitas Lembaga Amil Zakat (X6)
Kredibilitas Lembaga Amil Zakat, terkait dengan tingkat kepercayaan muzakki
kepada sebuah lembaga amil zakat dalam usahanya mengumpulkan, mengelola,
dan menyalur zakat yang berjalan sebagimana mestinya. Ini berdasarkan konsep
kebutuhan keamanan oleh Maslow (Gibson : 1996)
Dari definisi operasionalisasi variabel di atas, dapat dituangka n pada tabel
berikut:
Tabel-1: Operasionalisasi Variabel-X
Variabel Indikator Skala
Data
Iman (X1)
1. Mengetahuai arti penting zakat 2. Zakat merupakan kewajiban bagi setiap
muslim yang telah memenuhi syarat agama
Interval
1-5
Pengetahuan Zakat
(X2)
1. Mengetahuai arti Penting Zakat 2. Mengetahui tujuan dan manfaat zakat
3. Mengetahui hikmah yang terkandung dalam mengelurkan zakat
Interval
1-5
Harta Kekayaan dan Pendapatan
(X3)
1. Kekayaan yang menjadi objek zakat adalah
milik sendiri
2. Kekayaan tersebut harus mencapai nisab 3. Mengetahui kekayaan yang menjadi objek-
objek zakat
Interval
1-5
Pemerintah (X4)
1. Kebijakan 2. Transparansi program dan penggunaan dana
zakat
3. Pengarahan dan Pelayanan
Interval
1-5
Ulama
(X5)
1. Tersosialisasinya pengetahuan tentang zakat 2. Masyarakat sadar tentang kewajiban
membayar zakat
Interval
1-5
Kredibilitas Lemnbaga Amil
Zakat (X6)
1. Transparansi dalam pengelolaan dana zakat 2. Prosedur penerimaan dana zakat sesuai
tujuan 3. Prosedur penyaluran dana zakat tepat guna
Interval
1-5
Sumber : Data diolah Sendiri
Tabel-2: Operasionalisasi Variabel-Y
Motivasi membayar zakat
(Y1)
1. Masyarakat sadar tentang kewajiban membayar zakat
2. Kesadaran membayar zakat di sertai dengan
pemahaman dan pengetahuan tentang zakat
Interval
1-5
Sumber : Data diolah Sendiri
Dalam melakukan test dari masing-masing variabel yang ada baik variabel bebas
maupun variabel terikat akan diukur dengan menggunakan instrumen kuesioner,
dengan skala likert. Kuesioner disusun dengan menyiapkan 5 (lima) pilihan seperti
pada tabel berikut ini:
Tabel - 3 : Bobot Nilai Variabel
Pilihan Bobot
Sangat Setuju/Selalu 5
Setuju/Sering 4
Kadang-kadang 3
Tidak Setuju/Jarang 2
Sangat tidak setuju/Tidak Pernah 1
Sumber : Riduwan (2006:16)
D. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Observasi yaitu pengamatan langsung terhadap objek yang akan diteliti secara
terstruktur, terncana dan sistematik berkaitan dengan permasalahan yang akan
diteliti.
2. Kuestioner, yaitu menggunakan daftar pertanyaan yang didistribusikan kepada
responden yang dipilih untuk mewakili wajib zakat (muzakki), Penerapan metode
kuetioner dimaksudkan untuk memperoleh data mengenai beberapa faktor yang
akan dianalisis berkaitan dengan tingkat motivasi orang berzakat dan besarnya
nilai zakat.
3. Interview, digunakan dengan maksud melengkapi data yang belum diperoleh dari
observasi dan kuesioner. Metode ini dapat menjadi alat control terhadap data
yang masih diragukan dan data yang tidak valid
E. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
a. Data Kualitatif, yaitu data dalam bentuk nonangka, misalnya sejarah singkat
lembaga amil, struktur oganisasi, dan lain-lain
b. Data Kuantitatif, yaitu data yang berbentuk angka, seperti persepsi sampel
yang sudah dikonversi menjadi skala likert.
2. Sumber Data
a. Data Primer adalah data penelitian yang bersumber dari hasil kuetioner,
observasi dan wawancara langsung dari responden.
b. Data sekunder adalah data yang bersumber dari dokumentasi dan laporan
tertulis dari Lembaga Amil Zakat (LAZ) Provinsi Sulawesi Selatan.
F. Populasi dan Sampel
Populasi adalah wajib zakat (muzakki) yang terdaftar pada Lembaga Amil Zakat
(LAZ) Provinsi Sulawesi Selatan. Dalam kaitannya dengan judul yang dipilih oleh
penulis maka populasi dalam penelitian ini adalah sebesar 725 orang muzakki yang
terdaftar dan aktif membayar zakat pada Lembaga amil zakat Provinsi Sulawesi
Selatan.
Sampel adalah sebagian kecil dari jumlah populasi yang memiliki karakteristik
oleh setiap anggota yang dipilih dapat mewakili populasi. Metode sampel yang
digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode purposive sampling yaitu
pemilihan sampel berdasarkan pada karakteristik atau pertimbangan tertentu yang
dianggap dan dinilai representative bagi penulis dalam memberikan informasi yang
akurat. Penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini diambil dari jumlah muzakki yang
aktif sebesar 725, dengan jumlah subjek tersebut besarnya sampel diambil antara 10-
15 % atau 20-25 % atau lebih. Oleh peneliti mengambil sampel sebesar 20% dari
populasi atau sebanyak 145 responden.
F. Uji Validitas dan Reliabilitas
Pengujian validitas dan reliabilitas terhadap instrumen penelitian perlu dilakukan
hal ini dimaksudkan agar data yang diperoleh benar-benar valid dan reliable. Simamora
(2002) mengungkapkan Uji Validitas dimaksudkan untuk menguji apakah terdapat
pertanyaan-pertanyaan pada kuisioner yang harus diperbaiki atau dihilangkan karena
tidak mencerminkan pertanyaan-pertanyaan yang penting. Sedangkan uji reliabilitas
bertujuan untuk mengukur keandalan alat ukur dengan cara memberikan skor yang
relatif sama pada seorang responden, walaupun responden mengerjakannya dalam
waktu yang berbeda Misalkan seseorang telah mengisi kuisioner, beberapa waktu
kemudian di minta lagi untuk mengisi ulang kuisioner, bila isi kuisioner pertama sama
dengan isi kuisioner kedua, maka kuisioner dikatakan reliable. Kuisioner yang sudah
lolos ujilah yang dapat dipakai untuk diisi data dari responden. Pengujian reliable
dilakukan dengan menghitung nilai crobatch alpha, menurut Ferdinand Augusty (2002)
bahwa nilai batas tingkat reliabilitas alpha adalah 0,7.
Pengujian tingkat validitas dan reliabilitas dihitung dengan alat bantu komputer.
Cara pengambilan keputusan untuk validitas dan reliabilitas adalah didistribusikan
dengan tabel t dengan =0.10, dan derajat kebebasan (dk= n-2), kaidah keputusan,
jika r hitung > r tabel berarti valid, sebaliknya jika r hitung < r tabel berarti tidak valid. Sedangkan
untuk reliabilitas jika r Alpha positif dan lebih besar dari r tabel maka reliabel, sebaliknya jika
r Alpha negatif atau r Alpha lebih kecil dari r tabel maka tidak reliabel.
G. Metode Analisis Data
Untuk menguji kebenaran hipotesis dan menjawab serta memecahkan
permasalahan tentang faktor yang berpengaruh terhadap motivasi membayar zakat dan
besarnya nilai zakat di Kota Makassar yaitu, meliputi variable -variabel X1 (Iman), X2
(Pengetahuan Zakat), X3 (Harta Kekayaan atau Pendapatan), X4 (Peran Pemerintah ),
X5 (Peran Ulama ) dan X6 (Kredibilitas Lembaga Amil Zakat), penulis menggunakan
metode dan alat analisis secara kulitatif maupun kuantitif, maka digunakan metode
analisis sebagai berikut :
1. Analisis Deskriptif yaitu suatu metode analisis yang digunakan untuk
mengetahui identitas responden wajib zakat (muzakki) pada Lembaga Amil Zakat
(LAZ) Provinsi Sulawesi Selatan, dengan dimensi peningkatan motivasi membayar
zakat. Hasil pengisian questioner dengan mengelompokkan jawaban responden
kedalam lima kategori dengan menggunakan skala Likert.
2. Analisis Kuantitatif yaitu analisis regresi linier berganda (multiple regressions
analysis) untuk mengetahui pengaruh atau signifikasi antara variable-variable X1
(Iman), X2 (Pengetahuan Zakat), X3 (Harta Kekayaan), X4 (Peran Pemerintah), X5
(Peran Ulama), X6 (Kredibilitasa Lembaga Amil Zakat ) terhadap Motivasi
Berzakat (Y1) dirumuskan dengan formulasi sebagai berikut :
Y1 = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + e
Dimana Y1 = Motivasi Membayar Zakat
b0 = Konstanta
X1 = Iman
X2 = Pengetahuan Zakat
X3 = Harta Kekayaan atau Pendapatan
X4 = Peran Pemerintah
X5 = Peran Ulama
X6 = Kredibilitas Lembaga Amil Zakat
b1-b6 = Koefisien Regresi
e = Standar Kesalahan
Dari formula regresi tersebut diatas, maka dilakukan pengujian dengan
menggunakan software windows SPSS. Untuk menguji hipotesis dengan uji
statistik sebagai berikut :
1. Uji-F (Fisher), yaitu pengujian secara simultan atau bersama-sama untuk
mengetahui dan menarik simpulan apakah koefisien semua variable bebas
(X1 s/d X6) mempunyai pengaruh signifikan terhadap variable terikat (Y)
yaitu dengan membandingkan antara F ratio (hitung) dengan F table pada
Df (degree of feedom) 90 %. Jika F Ratio (hitung) lebih besar dari F table,
maka dinyatakan bahwa variable independen (X1 s/d X6) secara simultan
berpengaruh nyata terhadap variable dependen motivasi berzakat (Y).
2. Uji-T (student) yaitu pengujian secara parsial atau individual untuk
mengetahui dan menarik simpulan apakah koefisien setiap variable bebas
( X1 s/d X6 ) mempunyai pengaruh signifikan terhadap variable terikat (Y)
yaitu dengan membandingkan antara t-hitung dengan t-tabel masing-
masing variable pada Df (degree of freedom) 90% atau alpha 10%. Jika t-
hitung lebih besar dari t-tabel, maka dinyatakan bahwa variable
independen (X1 s/d X 6) secara parsial berpengaruh nyata terhadap
variable dependen (Y)
3. Untuk menguji bahwa faktor yang dominan berpengaruh terhadap motivasi
berzakat di kota Makassar dengan membandingkan antara variable nilai
thitung dan koefisien regresi yang dominan.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Perusahaan
Lembaga Amil Zakat (LAZ) Provinsi Sulawesi Selatan adalah badan pengelola
zakat yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Pemerintah Kota Makassar Nomor:
75/kep/451.12/2002 tentang Perubahan Pengurus Badan Amil Zakat (BAZ) Kota
Makassr No. 451.12/07/S.edar/ksbg.
Berpijak pada landasan syar‟I dan hukum positif, maka azas dan tujuan
pengelolaan zakat wiliyah Kota Makassar yaitu berdasarkan keimanan dan ketaqwaan,
keterbukaan dan kepastian hokum sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-
Undang Dasar R.I tahun 1945.
Tujuan Pengelolaan Zakat Badan Amil Zakat Kota Makassar adalah : (a)
Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai tuntunan
agama, (b) Meningkatkan fungsi pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan
kesejahteraan masyarakat dan keadilan social, (c) Meningkatkan daya guna dan hasil
guna. Untuk melaksanakan amanah Undang-undang tersebut dengan baik dimana
Lembaga Amil Zakat (LAZ) Provinsi Sulawesi Selatan telah menerbitkan buku Saku
Pedoman Pengelolaan Zakat Kota Makassar.
Peranan fungsi dan tugas Badan Amil Zakat Kota Makassar, digambarkan dalam
struktur Organisasi Badan Amil zakat Kota Makssar, yaitu terdiri dari Dewan Pembina,
Dewan Pertimbangan, Komisi Pengawas, dan Badan Pelaksana terlihat pada :
Gambar 3 berikut :
Gambar 3. Struktur Organisasi Badan Amil Zakat Kota Makassar
Sumber : Lembaga Badan Amil Zakat Kota Makassar
a. Ketua Dewan Pembina Pimpinan oleh wali Kota Makassar sebagai pimpinan
tertinggi Pemerintah daerah Kota Makassar, sebagai anggota dari unsure
ulama senior serta unsure akademis berfungsi untuk memberikan
pengarahan dan pembinaan terhadap efektifitas pengelolaan zakat di Kota
Makassar.
Badan Pelaksana
Harian
Staf-staf
Dewan
Pertimbangan
Komisi
Pengawas
Kepala
Seksi
Pendayagunaa
n
Ketua
Umum
UPZ-UPZ Staf-staf
Kepala
Seksi
Pengembangan
Kepala
Seksi
Pendistribusian
Kepala Seksi
Pengumpulan
Dana
Staf-staf
Mustahiq Muzakki Mustahiq Mustahiq
Bendahara Sekertaris
Umum
b. Dewan Pertimbangan yaitu suatu Dewan yang berfungsi untuk memberikan
pertimbangan, fatwa, saran, dan rekomendasi tentang pengembangan hokum
dan pemahaman pengelolaan zakat meliputi : penetapan garis-garis
kebijakan umum Badan amil Zakat, menggunakan fatwa syariah, memberikan
pertimbangan, saran, rekomendasi serta menampung, mengelola dan
menyampaikan pendapat umat tentang pengelolaan zakat.
c. Komisi pengawas bertugas melaksanakan pengawasan terhadap
pengawasan internal atas operasional kegiatan yang dilaksanakan oleh
Badan Pelaksana yang fungsinya diuraikan sebagai berikut :(1) Mengawasi
pelaksanaan rencana kerja yang telah ditetapkan, (2) Mengawasi
pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan, (3) Mengawasi
operasional kegiatan yang dilaksanakan Badan Pelaksana mencakup
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan, (4) Melakukan
pemeriksanaan operasional dan pemeriksaan syariah dan peraturan
perundang-undangan, (5) Menunjuk akuntan publik untuk melakukan audit,
(6) Menyampaikan hasil pengawasan kepada Badan Pelaksana dan Dewan
Pertimbangan untuk ditindak lanjuti.
d. Badan Pelakasana Yaitu badan yang langsung melaksanakan tugas
operasional Badan Amil Zakat (BAZ), yaitu :
1) Menyelenggarakan tugas administratif dan teknis pengumpulan,
pendistribusian dan pendayagunaan zakat.
2) Mengumpulkan dan mengelola data yang diperlukan untuk menyusun
rencana pengelolaan zakat.
3) Menyelenggarakan bimbingan dibidang pengelolaan, pengumpulan,
pendistribusian dan pendayagunaan zakat.
4) Melaksanakan pemgumpulan, pendistribusian dan pemdayagunaan,
menyusun erencana dan program kerja tahunan.
B. Deskripsi Distribusi Responden
Pengumpulan data untuk keperluan analisis dilakukan melalui pendistribusian
kuisioner yang diantarkan langsung kealamat muzakki yang terdaftar di Lembaga Amil
Zakat Kota Makassar. Pendistribusian tersebut dilakukan selama lima hari , yaitu pada
tanggal 13 Mei sampai dengan 17 Mei 2011. Kuisioner yang diisi oleh para muzakki
atau yang telah membayar zakatnya dilembaga amil zakat berjumlah 145 kuisioner.
Tabel 4.1
Ikhtisar distribusi dan Pengembalian Kuisioner
No Keterangan Jumlah Kuisioner Persentase
1 Distribusi Kuisioner 145 100%
2 Kuisioner kembali 145 100%
3 Kuisioner tidak kembali 0 100%
4 Kuisioner diolah 145 100%
n sampel = 145
Responden Rate = (145/145) x 100% = 100%
Sumber : Data diolah
C. Analisis Diskriptif Pendapat Responden
Deskripsi pendapat responden dimaksudkan untuk memberikan uraian tentang
hasil jawaban atau tanggapan masing-masing responden, dalam hubungan dengan
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terkait dengan variabel-variabel penelitian
dimaksud adalah motivasi muzakki membayar zakat (Y1) dan besarnya nilai zakat (Y2)
sebagai variabel terikat, terhadap variabel bebas yaitu Iman (X1), pengetahuan zakat
(X2), harta kekayaan atau pendapatan (X3), peran pemerintah (X4), peran ulama (X5),
kredibilitas lembaga amil zakat (X6), variabel-variabel tersebUt akan dibahas satu
persatu sebagai hasil penelitian.
1. Pendapat Responden tentang Variabel Iman (X1)
Variabel Iman dalam penelitian ini menggunakan instrument yang diukur dengan
menggunakan skala likert lima point (sangat setuju sampai dengan sangat tidak
setuju). Instrument terdiri dari 5 (lima) item pertanyaan yang digunakan untuk
mengetahui apakah motivasi Iman merupakan motivasi yang mempengaruhi muzakki
dalam membayar zakat. Semakin tinggi skor yang diperoleh dari instrumen ini
menunjukkan semakin tinggi motivasi responden dalam hal Iman pada saat
membayar zakat. Selanjutnya skor tersebut diolah dalam pengujian statistik deskriptif
untuk mengetahui tentang gambaran dari motivasi Iman.
Setelah dilakukan pengujian statistik deskriptif maka diperoleh gambaran yang
menunjukkan variabel Iman (X1) memiliki rata-rata mean 24,31 dengan standar
deviasi sebesar 1,284. Data pada table 4.2 menunjukkan bahwa rata-rata rsponden
menjawab “sangat setuju” atau skala 5 atas pertanyaan yang diberikan sehingga
dapat disimpulkan mayoritas muzakki memiliki motivasi Iman yang sangat kuat pada
saat mengeluarkan zakat.
Tabel 4.2
Frekwensi Iman
Skala Frekwensi Persentse
5 = sangat setuju 436 87,56%
4 = setuju 56 11,24%
3 = ragu-ragu 6 1,20%
2 = tidak setuju -
1 = sangat tidak setuju -
Total 498 100% Rata-rata = 24,31 Standar Deviasi = 1,284
Sumber : Data Diolah
2. Pendapat Responden tentang Pengetahuan Zakat (X2)
Variabel pengetahuan zakat dalam penelitian ini menggunakan instrument yang
diukur dengan menggunakan skala likert lima point (sangat setuju sampai dengan
sangat tidak setuju). Instrument terdiri dari 5 (lima) item pertanyaan yang digunakan
untuk mengetahui apakah motivasi pengetahuan zakat merupakan motivasi yang
mempengaruhi muzakki dalam membayar zakat. Semakin tinggi skor yang diperoleh
dari instrumen ini menunjukkan semakin tinggi motivasi responden dalam hal Iman
pada saat membayar zakat. Selanjutnya skor tersebut diolah dalam pengujian statistik
deskriptif untuk menbetahui tentang gambaran dari motivasi Iman. Setelah dilakukan
pengujian statistik deskriptif maka diperoleh gambaran yang menunjukkan variable
pengetahuan zakat (X2) memiliki rata-rata mean 20,77 dengan standar deviasi sebesar
1,927. Data pada table 4.3 menunjukkan bahwa rata-rata responden menjawab “sangat
setuju” atau skala 5 atas pertanyaan yang diberikan sehingga dapat disimpulkan
mayoritas muzakki memiliki motivasi pengetahuan tentang zakat yang sangat kuat pada
saat mengeluarkan zakat.
Tabel 4.3
Frekwensi Pengetahuan Zakat
Skala Frekwensi Persentse
5 = sangat setuju 322 62.42%
4 = setuju 135 27,38%
3 = ragu-ragu 26 5,27%
2 = tidak setuju 10 4,93%
1 = sangat tidak setuju - -
Total 493 100% Rata-rata = 20,77 Standar Deviasi = 1,927
Sumber : Data Diolah
3. Pendapat Responden tentang Harta kekayaan atau Pendapatan (X3)
Variabel harta kekayaan atau pendapatan ini menggambarkan instrument yang
diukur dengan menggunakan skala likert lima point (sangat setuju sampai dengan
sangat tidak setuju). Instrument terdiri dari 5 (lima) item pertanyaan yang digunakan
untuk mengetahui apakah motivasi harta kekayaan atau pendapatan merupakan
motivasi yang mempengaruhi motivasi muzakki dalam membayar zakat. Semakin tinggi
skor yang diperoleh dari instrumen ini menunjukkan semakin tinggi motivasi responden
dalam hal harta kekayaan atau pendapatan pada saat membayar zakat. Selanjutnya
skor tersebut diolah dalam pengujian statistik deskriptif untuk mengetahui tentang
gambaran dari motivasi harta kekayaan atau pendapatan.
Setelah dilakukan pengujian statistik deskriptif maka diperoleh gambaran yang
menunjukkan variable harta kekayaan atau pendapatan (X3) memiliki rata-rata mean
2,275 dengan standar deviasi sebesar 2,528. Data pada table 4.2 menunjukkan bahwa
rata-rata rsponden menjawab “sangat setuju” atau skala 5 atas pertanyaan yang
diberikan sehingga dapat disimpulkan mayoritas muzakki memiliki motivasi harta
kekayaan atau pendapatan yang sangat kuat pada saat mengeluarkan zakat.
Tabel 4.4 Frekwensi Harta Kekayaan atau Pendapatan
Skala Frekwensi Persentse
5 = sangat setuju 322 66,44%
4 = setuju 133 27,08%
3 = ragu-ragu 26 5,29%
2 = tidak setuju 10 4,91%
1 = sangat tidak setuju -
Total 491 100% Rata-rata = 22,75
Standar Deviasi = 2,528
Sumber : Data Diolah
4. Pendapat Responden tentang Variabel Peran Pemerintah (X4)
Variabel peran pemerintah ini menggambarkan instrument yang diukur dengan
menggunakan skala likert lima point (sangat setuju sampai dengan sangat tidak setuju).
Instrument terdiri dari 4 (empat) item pertanyaan yang digunakan untuk mengetahui
apakah variabel peran pemerintah merupakan motivasi yang mempengaruhi motivasi
muzakki dalam membayar zakat. Semakin tinggi skor yang diperoleh dari instrumen ini
menunjukkan semakin tinggi motivasi responden dalam hal peran pemerintah pada saat
membayar zakat. Selanjutnya skor tersebut diolah dalam pengujian statistik deskriptif
untuk mengetahui tentang gambaran dari motivasi peran pemerintah.
Setelah dilakukan pengujian statistik deskriptif maka diperoleh gambaran yang
menunjukkan variable peran pemerintah (X4) memiliki rata-rata mean 18,00 dengan
standar deviasi sebesar 1,853 Data pada table 4.2 menunjukkan bahwa rata-rata
responden menjawab “sangat setuju” atau skala 5 atas pertanyaan yang diberikan
sehingga dapat disimpulkan mayoritas muzakki memiliki motivasi peran pemerintah
yang sangat kuat pada saat mengeluarkan zakat.
Tabel 4.5 Frekwensi Peran Pemerintah
Skala Frekwensi Persentse
5 = sangat setuju 210 52,50%
4 = setuju 185 46,25%
3 = ragu-ragu 5 1,25%
2 = tidak setuju -
1 = sangat tidak setuju - 100%
Total 400
Rata-rata = 18,00 Standar Deviasi = 1,853
Sumber : Data Diolah
5. Pendapat Responden tentang Varabel Peran Ulama (X5)
Variabel peran ulama ini menggambarkan instrument yang diukur dengan
menggunakan skala likert lima point (sangat setuju sampai dengan sangat tidak
setuju). Instrument terdiri dari 2 (dua) item pertanyaan yang digunakan untuk
mengetahui apakah peran ulama merupakan motivasi yang mempengaruhi motivasi
muzakki dalam membayar zakat. Semakin tinggi skor yang diperoleh dari instrumen ini
menunjukkan semakin tinggi motivasi responden dalam hal peran pemerintah pada
saat membayar zakat. Selanjutnya skor tersebut diolah dalam pengujian statistik
deskriptif untuk mengetahui tentang gambaran dari motivasi peran ulama.
Setelah dilakukan pengujian statistik deskriptif maka diperoleh gambara n yang
menunjukkan variable peran ulama (X5) memiliki rata-rata mean 9,450 dengan standar
deviasi sebesar 0,868. Data pada table 4.2 menunjukkan bahwa rata-rata rsponden
menjawab “sangat setuju” atau skala 5 atas pertanyaan yang diberikan sehingga dapat
disimpulkan mayoritas muzakki memiliki motivasi peran ulama yang sangat kuat pada
saat mengeluarkan zakat.
Tabel 4.6 Frekwensi Peran Ulama
Skala Frekwensi Persentse
5 = sangat setuju 145 72,86%
4 = setuju 54 27,14%
3 = ragu-ragu - -
2 = tidak setuju - -
1 = sangat tidak setuju - -
Total 199 100 Rata-rata = 9,450
Standar Deviasi = 0,868
Sumber : Data Diolah
6. Pendapat Responden tentang vaiabel Kredibilitas Lembaga Amil zakat (X6)
Variabel kredibilitas lembaga amil zakat ini menggambarkan instrument yang
diukur dengan menggunakan skala likert lima point (sangat setuju sampai dengan
sangat tidak setuju). Instrument terdiri dari 4 (empat) item pertanyaan yang digunakan
untuk mengetahui apakah kredibilitas lembaga amil zakat merupakan motivasi yang
mempengaruhi motivasi muzakki dalam membayar zakat. Semakin tinggi skor yang
diperoleh dari instrumen ini menunjukkan semakin tinggi motivasi responden dalam hal
kredibilitas lembaga amil zakat pada saat membayar zakat. Selanjutnya skor tersebut
diolah dalam pengujian statistik deskriptif untuk mengetahui tentang gambaran dari
motivasi kredibilitas lembaga amil zakat.
Setelah dilakukan pengujian statistik deskriptif maka diperoleh gambaran yang
menunjukkan variable kredibilitas lembaga amil zakat (X6) memiliki rata-rata mean
18,889 dengan standar deviasi sebesar 1,757. Data pada table 4.7 menunjukkan
bahwa rata-rata rsponden menjawab “sangat setuju” atau skala 5 atas pertanyaan yang
diberikan sehingga dapat disimpulkan mayoritas muzakki memiliki motivasi kredibilitas
lembaga amil zakat yang sangat kuat pada saat mengeluarkan zakat.
Tabel 4.7
Frekwensi Kredibilitas Lembaga Amil Zakat
Skala Frekwensi Persentse
5 = sangat setuju 223 67,57%
4 = setuju 102 30,90%
3 = ragu-ragu 5 1,53%
2 = tidak setuju - -
1 = sangat tidak setuju - -
Total 330 100% Rata-rata = 27,57 Standar Deviasi = 2,324
Sumber : Data Diolah
D. Statistik Deskriptif Keseluruhan Variabel
Analisis dilakukan terhadap 145 sampel (jawaban responden) yang diolah lebih
lanjut. Hasil pengujian data statistik deskriptif keseluruhan variable ditunjukkan pada
tebel 4.8 berikut :
Tabel 4.8
Statistik Deskriptif Variabel
Variabel N Mean Standar
Deviasi
Motivasi Membayar Zakat 145 9,46 1,019
Iman 145 24,31 1,284
Pengetahuan zakat 145 20,77 1,927
Harta Kekayaan atau Pendapatan 145 22,75 2,528
Peran pemerintah 145 18,00 1,853
Peran Ulama 145 9,45 0,868
Kredibilitas Lembaga Amil Zakat 145 1,889 1,757
Sumber : Data diolah
E. Uji Kualitas Data
1 Uji Valitas Data
Uji valitas data ditunjukkan untuk mengukur seberapa besar nyata suatu
pengujian atau instrument mengukur apa yang seharusnya diukur. Dalam penelitian
ini validitas data diukur dengan membandingkan sig. hitung masing-masing item
pertanyaan harus lebih kecil dari taraf signifikasi 10% (0,10). Uji validitas ini dilakukan
terhadap instrument Iman, pengetahuan zakat, harta kekayaan atau pendapatan,
peran pemerintah, peran ulama, dan kredibilitas lembaga amil zakat. Hasil uji validitas
penelitian ini, menunjukkan bahwa semua item variabel valid (nilai sig.<0,10). Rincin
masing-masing item disajikan pada lampiran berikut :
Tabel 4.9 Uji Validitas
Variabel Item Valid Item Tidak Valid
Iman (X1) 1,2,3,4,5 -
Pengetahuan Zakat (X2) 1,2,3,4,5 -
Harta kekayaan atau Pendapatan (X3) 1,2,3,4,5 -
Peran Pemerintah (X4) 1,2,3,4 -
Peran Ulama (X5) 1,2 -
Kredibilitas Lembaga Amil Zakat (X6) 1,2,3,4 -
Motivasi Membayar Zakat (Y1) 1,2 -
Sumber : Data diolah
2. Uji Reliabilitas Data
Reliabilitas adalah tingkat seberapa besar pengukur dengan stabil dan konsisten.
Pengujian reliabilitas menggunakan cronbach alpha. Koefisien cronbach alpha yang
diatas 0,7 menunjukkan keandalan instrument. Hasil pengujian menunjukkan bahwa
reliabilitas masing-masing instrument Iman, pengetahuan zakat, harta kekayaan atau
pendapatan, peran pemerintah, peran ulama, kredibilitas lembaga amil zakat, setelah
dilakukan pengedropan item-item variabel yang tidak valid adalah relatif baik karena
memiliki nilai alpha diatas 0,7 (Fierdinard Augusty : 2002).
Tabel 4.10 Uji Reliabilitas Instrumen
Variabel Item (N) Alpha Keterangan
Iman (X1) 5 0,731 Reliabel
Pengetahuan Zakat (X2) 5 0,846 Reliabel
Harta kekayaan atau Pendapatan (X3) 5 0,854 Reliabel
Peran Pemerintah (X4) 4 0,885 Reliabel
Peran Ulama (X5) 2 0,993 Reliabel
Kredibilitas Lembaga Amil Zakat (X6) 4 0,941 Reliabel
Motivasi Membayar Zakat (Y1) 2 0,961 Reliabel Sumber : Data Diolah
F. Analisis Data Statistika dan Pengujian Hipotesis
1. Regresi Linier Berganda
Berdasarkan perhitungan analisis berganda, diketahui bahwa variabel Iman (X1),
Pengetahuan Zakat (X2) , Harta Kekayaan atau Pendapatan (X3), Peran Pemerintah
(X4), Peran Ulama (X5), Kredibilitas Lembaga Amil Zakat (X6) adalah variabel bebas
(independent) yang dilteliti dalam hubungannya dengan Motivasi Membayar Zakat (Y1)
sebagai variabel terikat (dependent) dapat dilihat dalam tabel 4.11, berikut :
Tabel 4.11 Model Summeryb
Kontribusi Model terhadap Variabel Motivasi Membayar Zakat (Y1)
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Change Statistics
R Square Change
F Chang
e df1 df2 Sig. F
Change
1 .804a .646 .629 0.330744 .646 27.620 6 138 .000
a. Predictors: (Constant), X6 (Kredibilitas Lembaga Amil Zakat), X1 ( Iman), X5 (Peran Ulama), X2 (Pengetahuan Zakat), X3 (Harta Kekayaan atau Pendapatan, X4 (Peran Pemerintah)
b. Dependen Variabel : Y1 (M0tivasi Membayar Zakat)
Sumber : Data Diolah
Dari model summery diatas, tampak bahwa R2 = 0,646, yang berarti bahwa
kurang lebih sekitar 64,60 % dari variasi perubahan Motivasi Membayar Zakat (Y1)
dipengaruhi oleh variabel bebas yaitu Iman (X1), Pengetahuan Zakat (X2) , Harta
Kekayaan atau Pendapatan (X3), Peran Pemerintah (X4), Peran Ulama (X5), Kredibilitas
Lembaga Amil Zakat (X6) sedangkan sisanya 35,40 % dipengaruhi oleh factor lain diluar
model ini.
Standar Error Estimasi (SEE) adalah sebesar 0,330 atau 30,30% satuan yang
dipakai vatiabel terikat yaitu Motivasi membayar Zakat (Y1), sementara Standar Deviasi
(SD) Motivasi Membayar Zakat (Y1) sebesar 0,509 atau 50,09%.
Selanjutnya hasil analisis berganda yang diperoleh dengan bantuan computer
program SPSS versi 16.0 dapat dilihat dalam tabel 4.12
Tabel 4.12 Uji Kemaknaan koefisien Regresi dan Signifikan Variabel Independen
terhadap variabel Dependen Y1
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 2.161 1.519 1.422 .157
X1 (Iman) .299 .068 .316 4.412 .000
X2 (Pengetahuan Zakat) .064 .035 .108 1.821 .071
X3 (Harta Kekayaan atau Pendapaatan)
.120 .036 .277 3.302 .001
X4 (Peran Pemerintah) .026 .041 .043 .641 .523
X5 (Peran Ulama) .193 .102 .160 1.905 .059
X6 (Kredibilitas Lembaga Amil Zakat)
.217 .060 .364 3.610 .000
a. Dependent Variable: Y1 (Motivasi Membayar Zakat)
Sumber : Data diolah
Hasil perhitungan uji statistik menunjukkan bahwa, koefisien regresi Iman (X1 )
sebesar 0,299, Pengetahuan Zakat (X2) sebasar 0,064 , Harta Kekayaan atau
Pendapatan (X3) sebesar 0,120, Peran Pemerintah (X4) sebesar 0,26, Peran Ulama
(X5) sebesar 0,193, Kredibilitas Lembaga Amil Zakat (X6) sebesar ,0217, sedangkan
konstanta sebesar 2,161. Sehingga apabila dimasukkan kedalam formula persamaan
regresi sebagai berikut :
Y1 = 2,161+0,299 X1 +0,064 X2 +0,120 X3 +0,026X4 + (0,193) X5 + 0,217 X6 + e
Dari persamaan regresi di atas dapat di interpretasikan bahwa :
a = 2,161 yang berarti angka tersebut menunjukan bahwa motivasi membayar zakat
akan meningkat dengan baik dengan nilai konstan sebesar 2,161 apabila
disertai dengan peningkatan varabel Iman, pengetahuan zakat, harta kekayaan
atau pendapatan, peran pemerintah, peran ulama dan kredibilitas lembaga amil
zakat
b1 = 0,299 yang berarti bahwa bila motivasi Iman ditingkatkan 1 satuan, maka
motivasi membayar zakat akan lebih baik sebesar 0,299.
b2 = 0,064 yang berarti bahwa bila motivasi pengetahuan zakat ditingkatkan 1
satuan, maka motivasi membayar zakat akan lebih baik sebesar 0,064.
b3 = 0,120 yang berarti bahwa bila motivasi harta kekayaan atau pendapatan
ditingkatkan 1 satuan, maka motivasi membayar zakat akan lebih baik sebesar
0,120.
b4 = 0,026 yang berarti bahwa bila motivasi peran pemerintah ditingkatkan 1 satuan,
maka motivasi membayar zakat akan lebih baik sebesar 0,026.
b5 = 0,193 yang berarti bahwa bila motivasi peran ulama ditingkatkan 1 satuan,
maka motivasi membayar zakat akan lebih baik sebesar 0,193.
b6 = 0,217 yang berarti bahwa bila motivasi kredibilitas lembaga amil zakat
ditingkatkan 1 satuan, maka motivasi membayar zakat akan lebih baik sebesar
0,217
Hasil regresi berganda di atas menunjukan bahwa variabel motivasi Iman,
pengetahuan zakat, harta kekayaan atau pendapatan, peran pemerintah, peran ulama
dan krediblitas lembaga amil zakat adalah faktor berpengaruh positif terhadap motivasi
membayar zakat, dimana setiap kenaikan yang terjadi pada variabel variabel motivasi
Iman, pengetahuan zakat, harta kekayaan atau pendapatan, peran pemerintah, peran
ulama dan krediblitas lembaga amil zakat akan diikuti pula oleh kenaikan motivasi
membayar zakat.
Hasil regresi berganda di atas menunjukan bahwa variabel motivasi Iman,
pengetahuan zakat, harta kekayaan atau pendapatan, peran pemerintah, peran ulama
dan krediblitas lembaga amil zakat adalah faktor berpengaruh positif terhadap besarnya
nilai zakat, dimana setiap kenaikan yang terjadi pada variabel variabel motivasi Iman,
pengetahuan zakat, harta kekayaan atau pendapatan, peran pemerintah, peran ulama
dan krediblitas lembaga amil zakat akan diikuti pula oleh kenaikan besarnya nilai zakat.
2. Pengujian Hiopotesis
Pengujian hipotesis dimaksudkan untuk menguji kebenaran teori berdasarkan
bukti empiris dilapangan. Pengujian hipotesis dapat dilakukan dengan menggunaka Uji
T dan Uji F.
a. Analisis pengaruh Variabel Bebas terhadap Motivasi Membayar Zakat (Y1)
Secara Parsial (Uji t)
Uji-t digunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh secara parsial
masing-masing variabel independen yaitu Variabel Iman (X1), Pengetahuan
Zakat (X2) , Harta Kekayaan atau Pendapatan (X3), Peran Pemerintah (X4),
Peran Ulama (X5), Kredibilitas Lembaga Amil Zakat (X6) adalah variabel bebas
(independent) yang dilteliti dalam hubungannya dengan Motivasi Membayar
Zakat (Y1) sebagai variabel terikat (dependent).
Dengan uji-t ini dapat diperoleh informasi mengenai variabel mana yang
memiliki pengaruh paling dominan. Uji-t dilakukan dengan cara membandingkan
antara nilai sig dengan derajat alpha (α) pada taraf signifikansi = 10% (0,10). Jika
nilai nilai sig < taraf signifikansi, maka dapat disimpulkan bahwa variabel tersebut
memiliki pengaruh yang signifikan, sebagaimana terlihat pada tabel 4.12, hingga
bisa disimpulkan pengaruh setiap variabel independen (X1 sampai dengan X 6)
terhadap variabel dependen Motivasi Membayar Zakat Y1 sebagai berikut :
1) Variabel Iman (X1) terhadap Motivasi Membayar Zakat (Y1)
Hipotesis H1 : Faktor Iman berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi Membayar zakat
Berdasarkan hasil pengujian dihasilkan t-hitung variabel Iman (X1) sebesar
4,412 sedangkan t-tabel 1,396 dengan demikian thitung > ttabel, maka Ho
ditolak, H1 diterima, berarti bahwa variabel Iman (X1) berpengaruh nyata
atau berpengaruh positif terhadap motivasi membayar zakat selama
variabel lainnya konstan. Uji signifikansi berdasarkan tabel di atas dapat
dijelaskan bahwa pada taraf signifikansi alpha (α) = 0,10; variabel Iman
(X1) dengan nilai sig 0,000 < alpha (α), maka dapat disimpulkan bahwa
Iman berpengaruh signifikan dengan motivasi membayar zakat atau
dengan kata lain H1 diterima.
2) Variabel Pengetahuan Zakat (X2) terhadap Motivasi Membayar
Zakat (Y1)
Hipotesis H2 : Faktor Pengetahuan Zakat berpengaruh positif dan
signifikan terhadap motivasi membayar zakat
Berdasarkan hasil pengujian dihasilkan t-hitung variabel pengetahuan zakat
(X2) sebesar 1,821 sedangkan t-tabel 1,396 dengan demikian thitung > ttabel ,
maka Ho diterima, H2 ditolak, berarti bahwa variabel pengetahuan zakat
(X2) berpengaruh positif terhadap motivasi membayar zakat selama
variabel lainnya konstan. Uji signifikansi berdasarkan tabel di atas dapat
dijelaskan bahwa pada taraf signifikansi alpha (α) = 0,10; variabel Iman
(X1) dengan nilai sig 0,07 < alpha (α), maka dapat disimpulkan bahwa
pengetahuan zakat berpengaruh signifikan dengan motivasi membayar
zakat atau dengan kata lain H2 diterima.
3) Variabel Harta Kekayaan atau Pendapatan (X3) terhadap Motivasi
Membayar Zakat (Y1)
Hipotesis H3 : Faktor harta kekayaan atau pendapatan berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi Membayar zakat
Berdasarkan hasil pengujian dihasilkan t-hitung variabel harta kekayaan
atau pendapatan (X3) sebesar 3,302 sedangkan t-tabel 1,396 dengan
demikian thitung > ttabel , maka Ho ditolak, H3 diterima, berarti bahwa
variabel harta kekayaan atau pendapatan (X3) berpengaruh nyata atau
berpengaruh positif terhadap motivasi membayar zakat selama variabel
lainnya konstan. Uji signifikansi berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan
bahwa pada taraf signifikansi alpha (α) = 0,10; variabel harta kekayaan
atau pendapatan (X3) dengan nilai sig 0,001 < alpha (α), maka dapat
disimpulkan bahwa harta kekayaan atau pendapatan berpengaruh
signifikan dengan motivasi membayar zakat atau dengan kata lain H3
diterima.
4) Variabel Peran Pemerintah (X4) terhadap Motivasi Membayar
Zakat (Y1)
Hipotesis H4 : Faktor peraan pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi Membayar zakat
Berdasarkan hasil pengujian dihasilkan t-hitung variabel peran pemerintah
(X4) sebesar 0,641 sedangkan t-tabel 1,396 dengan demikian thitung < ttabel
maka Ho diterima, H4 ditolak, berarti bahwa peran pemerintah (X4)
berpengaruh positif terhadap motivasi membayar zakat selama variabel
lainnya konstan. Uji signifikansi berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan
bahwa pada taraf signifikansi alpha 0,10; variabel peran pemerintah (X4)
dengan ni lai sig 0,523. > alpha (α), maka dapat disimpulkan bahwa peran
pemerintah tidak berpengaruh signifikan dengan motivasi membayar
zakat atau dengan kata lain H4 ditolak.
5) Variabel Peran Ulama (X5) terhadap Motivasi Membayar Zakat (Y1)
Hipotesis H5 : Faktor peran ulama berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi Membayar zakat
Berdasarkan hasil pengujian dihasi lkan t-hitung variabel peran ulama (X5)
sebesar 1,905 sedangkan t-tabel 1,396 dengan demikian thitung > ttabel ,
maka Ho ditolak, H5 diterima, berarti bahwa variabel peran ulama (X5)
berpengaruh negatif terhadap motivasi membayar zakat selama variabel
lainnya konstan. Uji signifikansi berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan
bahwa pada taraf signifikansi alpha 0,10; variabel peran ulama (X5)
dengan nilai sig 0,059 < alpha (α), maka dapat disimpulkan bahwa peran
ulama berpengaruh signifikan dengan motivasi membayar zakat atau
dengan kata lain H5 diterima.
6) Variabel Kredibilitas Lembaga Amil Zakat (X6) terhadap Motivasi
Membayar Zakat (Y1)
Hipotesis H6 : Faktor kredibilitas lembaga amil zakat berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi Membayar
zakat
Berdasarkan hasil pengujian dihasilkan t-hitung variabel kredibilitas lembaga
amil zakat (X6) sebesar 3,610 sedangkan t-tabel 1,396 dengan demikian
thitung > ttabel , maka Ho ditolak, H6 diterima, berarti bahwa variabel
kredibilitas lembaga amil zakat (X6) berpengaruh nyata dan signifikan
terhadap motivasi membayar zakat selama variabel lainnya konstan. Uji
signifikansi berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa pada taraf
signifikansi alpha 0,10; variabel kredibilitas lembaga amil zakat (X6)
dengan nilai sig 0,000 < alpha (α), maka dapat disimpulkan bahwa harta
kekayaan atau pendapatan berpengaruh signifikan dengan motivasi
membayar zakat atau dengan kata lain H6 diterima.
b. Analisis pengaruh Variabel Bebas terhadap Motivasi Membayar Zakat (Y1)
Secara Simultan (Uji F)
Hipotesis H7a : Iman (X1), Pengetahuan Zakat (X2) , Harta Kekayaan atau Pendapatan (X3), Peran Pemerintah (X4), Peran Ulama (X5), Kredibilitas Lembaga Amil Zakat (X6) secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap Motivasi Membayar Zakat (Y1)
Untuk mengetahui apakah variabel Iman (X1), Pengetahuan Zakat (X2) ,
Harta Kekayaan atau Pendapatan (X3), Peran Pemerintah (X4), Peran Ulama (X5),
Kredibilitas Lembaga Amil Zakat (X6) berpengaruh simultan terhadap Motivasi
Membayar Zakat (Y1) maka digunakan uji F atau uji Anova.
Sebagaimana yang dikemukakan pada hipotesis penelitian ini adalah Iman
(X1), Pengetahuan Zakat (X2) , Harta Kekayaan atau Pendapatan (X3), Peran
Pemerintah (X4), Peran Ulama (X5), Kredibilitas Lembaga Amil Zakat (X6) secara
simultan berpengaruh signifikan terhadap Motivasi Membayar Zakat (Y1). Untuk
menguji hipotesis tersebut digunakan uji simultan atau uji F pada tingkat
signifikansi (α) 10 %. Uji F dilakukan dengan cara membandingkan antara nilai sig
dengan derajat alpha (α) pada taraf signifikansi (α) = 0,10;. Dalam perhitungan
regresi linier berganda yang dilakukan dengan menggunakan alat bantu
komputer, maka dapat diketahui bahwa nilai sig =0.000 < derajat alpha (α
=0.10), seperti pada tabel 4.15 berikut:
Tabel 4.15 Uji Anova
Pengujian Variabel Independen terhadap Variabel Depeden (Y1) secara Simultan
a. Predictors: (Constant), X6 (Kredibilitas Lembaga Amil Zakat), X2 (Pengetahuan Zakat), X1 (Iman), X4 (Peran Pemerintah), X5 (Peran Ulama), X3 (Harta kekayaan atau Pendapatan)
b. Dependent Variable: Y1 (Motivasi membayar Zakat )
Dari tabel menunjukan bahwa variabel Iman (X1), Pengetahuan Zakat
(X2) , Harta Kekayaan atau Pendapatan (X3), Peran Pemerintah (X4), Peran
Ulama (X5), Kredibilitas Lembaga Amil Zakat (X6) secara simultan berpengaruh
signifikan terhadap Motivasi Membayar Zakat (Y1). ini bisa terlihat dari hasil
pengujian simultan (Uji F) diatas dapat dijelaskan bahwa hasil pengujian regresi
menunjukkan nilai sig =0.000 < derajat alpha (α =0.10). Maka dapat disimpulkan
bahwa Iman, Pengetahuan Zakat, Harta Kekayaan atau Pendapatan, Peran
Pemerintah, Peran Ulama, Kredibilitas Lembaga Amil Zakat secara simultan
berpengaruh signifikan dengan motivasi membayar zakat atau dengan kata lain
H7 diterima
G. Pembahasan Hasil Penelitian
Pengaruh Iman, Pengetahuan Zakat, Harta Kekayaan atau Pendapatan,
Peran Pemerintah, Peran Ulama, Kredibilitas Lembaga Amil Zakat terhadap Motivasi Membayar Zakat (Y1) dan Besarnya Nilai zakat (Y2)
a. Pengaruh Motivasi Iman
Hasil Penelitian secara parsial menunjukkan bahwa, dari hasil analisis
statistik maka dapat diketahui bahwa variabel Iman berpengaruh positif dan
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 80.076 6 13.346 27.620 .000a
Residual 66.683 138 .483
Total 146.759 144
signifikan terhadap motivasi membayar zakat, demikian pula terhadap
pengaruhnya terhadap besarnya nilai zakat. Hasil penelitian mengindikasikan
bahwa motivasi Iman yang merupakan tuntutan atas aqidah yang dimiliki setiap
muslim yang secara syariat memenuhi kriteria sebagai wajib zakat, terdorong
dengan ikhlas untuk mengeluarkan zakat, karena ingin membantu saudara yang
membutuhkan dan mendapatkan kebahagiaan melalui ridho Allah SWT. Hasil
penelitian ini sejalan dengan konsep potensi diri yang dikemukan oleh Taqiuddin
(2001) yang kemudian dikembangkan oleh Abdullah (2002) memperlihatkan
bahwa hubungan antara naluri sebagai salah satu potensi hidup manusia
mempunyai pengaruh terhadap motivasi seseorang.
Hasil penelitian Ini juga sejalan penelitian yang dilakukan oleh Hasanuri
(2010:59) dalam tesisnya “Pemberdayaan Zakat Bagi Pengembangan Ekonomi
Ummat” mengatakan bahwa seseorang termotivasi untuk membayar zakat
karena: (1) Membayar zakat merupakan simbol dari keimanan seseorang, (2)
Membayar zakat adalah merupakan simbol ketaqwaan, (3) Membayar zakat
adalah merupakan simbol kebersihan dan kesucian jiwa.
Bukhari (2009) dalam tesisnya berkesimpulan bahwa motivasi seseorang
membayar zakat didasari karena panggilan keimanan dan ketaqwaan, tanpa
kesadaran iman dan taqwa seseorang cenderung enggan untuk membayar zakat,
karena dorongan nafsu kepemilikan terhadap harta kekayaan mereka, seringkali
mendominasi dari manusia untuk memilikinya.
b. Pengaruh Motivasi Pengetahuan zakat
Hasil penelitian secara parsial menunjukkan bahwa variabel pengetahuan
zakat berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi membayar zakat,
akan tetapi motivasi pengetahuan zakat tidak berpengaruh secara siginifikan
terhadap besarnya nilai zakat. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa motivasi
pengetahuan zakat berpengaruh signifikan terhadap motivasi muzakki untuk
membayar zakat, tetapi secara parsial tidak berpengaruh besar terhadap
besarnya nilai zakat. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Mohd Ali, dkk (2004) dalam journal “ Kesadaran Membayar Zakat
Pendapatan dikalangan Kakitangan Universitas Kebangsaan Malaysia” hasil
penelitian menunjukkan bahwa faktor keimanan dan pengetahuan tentang zakat
mempengaruhi muzakki dalam membayar zakat, semakin tinggi tingkat keimanan
dan pengetahuan zakat individu muslim akan lebih cenderung untuk membayar
zakat.
Sedangkan secara simultan atau bersama-sama, terbukti bahwa motivasi
pengetahuan zakat akan mendorong motivasi muzakki membayar zakat dan
berpengaruh terhadap peningkatan besarnya nilai zakat. Oleh karena itu perlu
sinergitas dan keseimbangan antara keenam variabel tersebut pada diri seorang
muzakki, sehingga akan menghasilkan kolerasi positif dan signifikan terhadap
motivasi muzakki dalam membayar zakat.
c. Pengaruh Motivasi Harta Kekayaan atau Pendapatan
Hasil penelitian secara parsial menunjukkan bahwa harta kekayaan atau
pendapatan berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi membayar zakat
dan besarnya nilai zakat. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa harta kekayaan
atau pendapatan yang dimiliki oleh seorang muzakki berpengaruh besar terhadap
motivasi untuk membayar zakat. Begitu pula jika ada kenaikan harta atau
pendapatan dapat mempengaruhi peningkatan jumlah zakat yang akan
dikeluarkan berikutnya. Hal ini sejalan dengan teori komsumsi (Boediono : 1993)
yang menerangkan bahwa kenaikan jumlah pendapatan akan mempengaruhi
pengeluaran seseorang, baik dalam bentuk komsumsi maupun tabungan,
termasuk dalam bentuk zakat.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti
Zoel Dirga (2008) beliau berkesimpulan bahwa pendapatan seorang dapat
mendorong secara signifikan keputusan muzakki untuk membayar zakat dan
mendorong peningkatan besarnya nilai zakat.
Tingkat pendapatan seseorang akan memberikan pengaruh positif atau
berbanding lurus terhadap tingkat pengeluarannya hingga pada batasan tertentu.
Begitu pula dengan aktivitas mengeluarkan zakat yang membutuhkan penyisihan
pendapatan. Hal ini dapat memotivasi seseorang muzakki untuk mengeluarkan
zakat. Apabila seorang wajib zakat yang memiliki harta dan pendapatannya yang
besar mengharuskan adanya pembayaran zakat yang besarnya pula asal
terpenuhinya nishab dan haul-nya. Oleh karena itu, semakin tinggi harta
kekayaan atau pendapatan seorang muzakki maka semakin tinggi pula jumlah
zakat yang harus dikeluarkan karena dampak pada dorongan atau motivasinya
untuk memenuhi kewajiban sebagai muzakki. Seorang muzakki akan merasa
bersalah ketika harta atau pendapatannya yang semakin besar tapi tidak
mengelurkan zakat. (Zamdin : 2008)
d. Pengaruh Peran Pemerintah terhadapa Motivasi membayar zakat
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel peran pemerintah
berpengaruh positif dan tidak signifikan secara parsial terhadap motivasi
membayar zakat dan besarnya nilai zakat. Hasil penelitian mengindikasikan
bahwa peran pemerintah saja tidak terlalu berpengaruh besar terhadap motivasi
muzakki untuk membayar zakat, perlu ditunjang oleh faktor-faktor lain, seperti
Iman, pengetahuan zakat, harta kekayaan atau pendapatan, kredibilitas lembaga
amil zakat dan peran ulama sebagai tokoh masyarakat yang dapat meyakinkan
para muzakki untuk membayar zakat dan peningkatan besarnya nilai zakat yang
akan terkumpul.
Sedangkan secara simultan atau bersama-sama, terbukti bahwa motivasi
peran pemerintah akan mendorong motivasi muzakki membayar zakat dan
mendorong peningkatan besarnya nilai zakat. Oleh karena itu perlu sinergitas
dan keseimbangan antara keenam variabel tersebut pada diri seorang muzakki
untuk membayar zakat sehingga akan menghasilkan kolerasi positif dan signifikan
terhadap motivasi muzakki dalam membayar zakat dan besarnya nilai zakat.
Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Yamin Hadad (2008) “Dianamika Pengelolaan Zakat dengan kolaborasi antara
Ulama, Umara dan Agniya” beliau dalam disertasinya menyimpulkan bahwa: “(1)
kolaborasi ulama, umara dan aghniya‟ merupakan suatu sistem yang terbentuk
dari sub-struktur yang saling bergantung antara satu dengan yang lainnya
sedemikian rupa, sehingga perubahan pada suatu bagian secara otomatis akan
mempengaruhi bagian-bagian lainnya. (2) aktivitas sistem kolaborasi yang mapan
memiliki fungsi untuk mempertahankan struktur-struktur lain dalam suatu sistem
sosial, seperti ekonomi, keluarga, politik, agama, pendidikan, dan hukum dan
melihat peran kolaborasi tersebut dalam pengelolaan zakat, baik sistem
pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan secara professional akan
memotivasi muzakki untuk membayar zakat yang pada akhirnya menjamin
kelangsungan hidup masyarakat. (3) Tawaran konsep bahwa ulama‟ sebagai elit
fungsional agama, umara sebagai elit fungsional penguasa dan aghniya‟ sebagai
fungsional pemilik modal. Manakala mereka berkolaborasi mengelola zakat
sesuai fungsi masing-masing, maka Islam tidak akan mungkin mengalami
permasalahan sosial, walaupun dunia tengah mengalami perubahan, sebab
peredaran keuangan zakat tidak harus melalui pasar global dan tergantung
fluktuasi dolar”
e. Pengaruh Motivasi Peran Ulama
Hasil peneltian secara parsial menunjukkan bahwa motivasi peran ulama
berpengaruh negatif tetapi berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi
membayar zakat dan besarnya nilai zakat. Hasil penelitian mengindikasikan
bahwa motivasi peran ulama sangat diperlukan untuk mensosialisasikan zakat
ditengah-tengah masyarakat. Selain itu peran ulama dalam mensosialisasikan
ekonomi syariah ke masayarakat umum dapat berdampak sangat signifikan.
Karena suara ulama masih memiliki posisi yang sangat penting. Ulama masih
didengar oleh masyarakat. Petuahnya masih dijadikan sandaran dan pegangan
oleh masyarakat, di samping itu para ulama memiliki jamaah tersendiri. Para
ulama dapat menjelaskan kepada masyarakat bahwa ajaran muamalah maliyah
harus dihidupkan kembali sesuai dengan syariah Islam yang berdasarkan Al-
Qur‟an dan Sunnah.
Hasil penelitian ini sejalan dengan Penelitian “Dianamika Pengelolaan
Zakat dengan kolaborasi antara Ulama, Umara dan Agniya” oleh Yamin Hadad
(2008), beliau dalam disertasinya menyimpulkan bahwa : “(1) kolaborasi ulama,
umara dan aghniya‟merupakan suatu sistem yang terbentuk dari sub-struktur
yang saling bergantung antara satu dengan yang lainnya sedemikian rupa,
sehingga perubahan pada suatu bagian secara otomatis akan mempengaruhi
bagian-bagian lainnya. (2) aktivitas sistem kolaborasi yang mapan memiliki fungsi
untuk mempertahankan struktur-struktur lain dalam suatu sistem sosial, seperti
ekonomi, keluarga, politik, agama, pendidikan, dan hukum dan melihat peran
kolaborasi tersebut dalam pengelolaan zakat, baik sistem pengumpulan,
pendistribusian dan pendayagunaan secara professional akan memotivasi
muzakki untuk membayar zakat yang pada akhirnya menjamin kelangsungan
hidup masyarakat. (3) Tawaran konsep bahwa ulama‟ sebagai elit fungsional
agama, umara sebagai elit fungsional penguasa dan aghniya‟ sebagai fungsional
pemilik modal. Manakala mereka berkolaborasi mengelola zakat sesuai fungsi
masing-masing, maka Islam tidak akan mungkin mengalami permasalahan sosial,
walaupun dunia tengah mengalami perubahan, sebab peredaran keuangan zakat
tidak harus melalui pasar global dan tergantung fluktuasi dolar”.
f. Pengaruh Motivasi Kredibilitas Lembaga Amil Zakat
Variabel keenam kredibilitas lembaga amil zakat, dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa variabel kredibilitas lembaga amil zakat berpengaruh positif
dan signifikan terhadap motivasi membayar zakat. Hasil penelitian
mengindikasikan bahwa motivasi kredibilitas lembaga amil zakat mempengaruhi
motivasi muzakki dalam membayar zakat dan berngaruh juga terhadap
peningkatan besarnya nilai zakat. Lembaga amil zakat yang dikelola dengan
professional didukung oleh sumber daya manusia yang baik, menjamin rasa
aman dari seorang muzakki untuk menyalurkan zakatnya kelembaga amil zakat,
karena ketika rasa aman tidak ada terhadap lembaga amil zakat maka muzakki
memliki altrnatif lain untuk menyalurkan zakatnya sendiri kepada mustahiq. Jadi
rasa aman inilah yang akan memantapkan hati muzakki membayar zakat ke
lembaga amil zakat. Hal ini sejalan dengan apa yang dijelskan oleh Maslow
dalam teori kebutuhan (Gibson, 1996) yang menyatakan bahwa rasa aman
merupakan kebutuhan yang sangat fundamental bagi setip manusia. Dengan
demikian tingginya tingkat kepercayaan muzakki terhadap kredibilitas lembaga
amil zakat akan mempengruhi motivasi membayar zakat.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti -
Zoel Dirga (2008) tentang ”analisis faktor-faktor motivasi yang berpengaruh
terhadap keputusan muzakki membayar zakat, beliau berkesimpulan bahwa
kredibilitas lembaga amil zakat dapat mendorong secara signifikan keputusan
muzakki untuk membayar zakat. Ini dibuktikan dari hasil wawancara dengan
beberapa responden yang mengaku lebih lebih senang dan aman menyalurkan
zakatnya dilembaga amil zakat karena bisa lebih tepat guna.
Berbagai penjelasan diatas mengindikasikan bahwa perlunya sinergitas
dan keseimbangan antara keenam variabel pada diri seorang muzakki sehingga
akan menghasilkan korelasi yang positif dan signifikan terhadap motivasi
muzakki dalam membayar zakatnya. Motivasi iman, pengetahuan zakat, peran
ulama yang terarah dengan baik akan menuntun keseimbangan sehingga akan
memotivasi muzakki dalam membayar zakat, khususnya dalam memutuskan
kemana zakatnya akan disalurkan. Hal ini pun perlu ditunjang dengan motivasi
harta kekayaan atau pendapatan.
Adapun hasil wawancara langsung dengan pihak Lembaga Badan Amil
Zakat Kota Makassar dan kepada calon muzakki, yang juga ikut mendukung hasil
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Wawancara pada tanggal 3 Agustus 2011 di kantor Lembaga Amil Zakat (LAZ)
Provinsi Sulawesi Selatan dengan Bapak Imran, Devisi Fudresing yang bertugas
langsung kelapangan dalam rangka menjaga respon dan pengembangan muzakki
sehingga sering berinteraksi dengan muzakki menuturkan bahwa :
”Muzakki mengaku lebih termotivasi membayar zakat, karena merasa aman bila zakat di salurkan melalui lembaga amil zakat, karena penyaluran kepada
mustahiq lebih tepat sasaran, ditambah lagi adanya pengawasan dari pemerintah dalam mendistribusikan zakat. Muzakki juga merasa bingung menyalurkan kepada siapa zakatnya akan disalurkan dan dibayarkan, bila
tidak ada lembaga amil zakat yang membantu menyalurkannya. Muzakki juga mengakui bahwa yang dia sukai dari lembaga amil zakatnya adalah
cara menjaga komitmen muzakki untuk berzakat, misalnya dengan banyak melakukan silturrahim dan program-program yang diadakan membuat
muzakki dan calon muzakki tertarik untuk menyalurkan zakatnya di badan amil zakat kota Makassar”
Berdasarkan hasil wawancara tersebut maka jelas bahwa faktor-faktor seperti
kredibilitas lembaga amil zakat dan peran pemerintah sebagai badan pengawasan
merupakan sesuatu yang sangat penting bagi muzakki dan lembaga amil zakat
sehingga mampu mendorong motivasi muzakki dalam membayar zakat.
Disinggung pula mengenai bagaimana kiat-kiat Lembaga Amil Zakat (LAZ)
Provinsi Sulawesi Selatan dalam menarik dan menjaga kepercayaan muzakki-nya,
beliau megatakan :
“Lembaga Amil Zakat (LAZ) Provinsi Sulawesi Selatan melakukan sosialisasi lewat media maupun bulletin yang diterbitkan sendiri untuk menarik muzakki dan calon muzakki. Kami juga mengadakan program door to door baik
kepada muzakki untuk menawarkan dan menjemput pembayaran zakat, dan kepada calon muzakki yang sebelumnya telah diduga kuat berpotensi untuk
berzakat. Kami juga melakukan penelusuran terhadap orang -orang yang berpengaruh dilingkungan calon muzakki yang bisa memberikan informasi tentang calon muzakki yang potensial”.
Ini mengindikasikan bahwa BAZ Kota Makassar melakukan berbagai cara
untuk tetap menjaga dan menarik perhatian dan komitmen muzakki dan
calon muzakki agar menyalurkan zakatnya disana. Karena dari pantauan
kami terhadap perilaku muzakki secara umum, mereka dapat meningkatkan
jumlah muzakki dilembaga amil tersebut. Hal ini dapat dibuktikan dengan
adanya Devisi Fundraising pada struktur BAZ Kota Makassar yang bertugas
sebagai penghimpun dana dan sekaligus sebagai pengembangan potensi
muzakki. Divisi ini juga terjun langsung kelapangan untuk berinteraksi
dengan muzakki. BAZ Kota Makassar menerapkan layanan jemput zakat
untuk memperkuat kredibilitas lembaga amil zakat.
Berbagai penjelasan diatas mengindikasikan bahwa perlunya sinergitas dan
keseimbangan antara keenam variabel pada diri seorang muzakki sehingga
akan menghasilkan korelasi yang positif dan signifikan terhadap motivasi
muzakki dalam membayar zakatnya. Motivasi iman, pengetahuan zakat,
peran ulama yang terarah dengan baik akan menuntun keseimbangan
sehingga akan memotivasi muzakki dalam membayar zakat, khususnya
dalam memutuskan kemana zakatnya akan disalurkan. Hal ini pun perlu
ditunjang dengan motivasi harta kekayaan atau pendapatan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor motivasi yang bepengaruh
terhadap motivasi muzakki membayar zakat dan pengaruhnya secara parsial maupun
secara simultan terhadap motivasi membayar zakat. Sampel yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu muzakki yang telah terdaftar dan membayar zakat pada Lembaga
Amil Zakat Kota Makassar. Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan
analisis regresi berganda maka ditarik beberapa kesimpulan, yaitu :
1. Motivasi Iman, Pengetahuan Zakat, Harta Kekayaan atau Pendapatan, Peran
Ulama, Kredibilitas Lembaga Amil Zakat secara parsial berpengaruh positif dan
signifikan terhadap Motivasi Membayar Zakat sedangkan faktor peran
pemerintah tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi membayar
zakat. Secara simultan faktor Iman, pengetahuan zakat, harta kekayaan atau
pendapatan, peran pemerintah, peran ulama, dan kredibilitas lembaga amil zakat
secara berpengaruh positif dan signifikan terhadap Motivasi Membayar Zakat.
2. Motivasi Iman yang merupakan tingkat keyakinan yang dimiliki seseorang dalam
melakukan sesuatu dengan berharap ridho dan berkah dari Allah Swt, dan
pengetahuan tentang zakat yang dimiliki, jika terarah dengan baik akan lebih
mendorong dan memotivasi muzakki dengan segera untuk mengeluarkan atau
membayar zakat harta yang mereka miliki suatu kewajiban yang harus
ditunaikan dengan segera.
3. Sedangkan peran pemerintah sebagai elit fungsional penguasa dan ulama
sebagai elit fungsional agama, bersama-sama harus mensosialisasikan
kewajiban zakat kepada masyarakat, sehingga akan memotivasi para muzakki
sebagai fungsional pemilik harta kekayaan untuk segera mengeluarkan zakat
hartanya sebagai suatu kewajiban yang harus ditunaikan dengan segera, dan
disalurkan kepada lembaga amil zakat yang kredibel sehingga zakat yang
dikeluarkan tepat sasaran.
B. Saran
Temuan penelitian yang menunjukkan bahwa Iman, pengetahuan zakat, harta
kekayaan atau pendapatan, peran pemerintah, peran ulama dan kredibilitas lembaga
amil zakat berpengaruh signifikan terhadap motivasi muzakki membayar zakat dan
berpengaruh terhadap besarnya nilai zakat secara simultan, patutlah mendapat
perhatian besar dari semua pihak, bahwa zakat memiliki potensi yang sangat besar
dalam rangka meningkatan kesejahteraan masyarakat.
1. Bagi Lembaga amil zakat kota Makassar diharapkan semakin memperhatikan
aspek kredibilitas lembaga amil zakat, sehingga akan meningkatkan atau menarik
perhatian masyarakat sehingga akan mendorong motivasi muzakki untuk
membayar zakat.
2. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan memperluas ruang lingkup peneltian yang
disertai dengan populasi dan sampel yang lebih banyak sehingga peneltian ini
mampu lebih mewakili keadaan yang sebenarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Asmawi, Muhammad, S, 2005, Problematika dan Penerapan Syariat Islam Dalam Undang-Undang, Cipayung: Gaung Persada Press.
Ali, daud Mohammad, 1998, Hukum Islam (Pengantar Ilmu Hukum dan Tata
Hukum di Indonesia), Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Arief, Mufraini, 2008, Akuntansi dan Manajemen Zakat (Mengkomunikasikan
Sikap Kesadaran dan Membangun Jaringan. Jakarta : Kencana
Badan Pusat Statistik (BPS), diakses dari http://www.bps.go.id, diakses pada tanggal 15 April 2010
Birri, fatchul, 2007, Jenis-jenis zakat, diakses dari http://www.pkpu.or.id, diakses pada tanggal 17 April 2009
Bambang, 2008. Metode Penelitian Kuantitatif (Teori dan Aplikasi), Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Budi, Prayitno. 2009. Optmalisasi pengelolaan Zakat pada Badan Amil Zakat
Daerah. diakses dari http://www.jurnal zakat.org, diakses pada tanggal 3 januari 2011 Bukhari. 2009. Motivasi berzakat masyarakat kabupaten Banggai. Makassar.
Tesis tidak diterbitkan
Didin, Hafiuddin, 2007, Zakat dalam Perekonomian Modern, Jakarta : Gema Insani Pers.
Djama‟an, Qomaruddin, 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta :
Alfabet Dwi, Yani. 2008. Starategi Menghimpun Dana Masyarakat. diakses dari
http://www.jurnal zakat.org, diakses pada tanggal 3 januari 2011
Gustian, Sugiarto, dkk, 2006, Pelaporan Zakat Pengurang Pajak Penghasilan. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Gibson, James C, John M, Ivancevich. 1996. Organisasi, Edisi 8 jilid`1. Jakarta : Binarupa Aksara
Ferdinand, Augusty, 2002. Structural Education Modeling dalam Peneltian Manajemen. Semarang : Universitas Diponegoro Semarang.
Hamzah, 2009. Analisis Pengelolaan Zakat Badan Amil Zakat, Infak dan
Shodaqah terhadap Peningkatan Kesejahteraan Umat. Makassar. Tesis
tidak diterbitkan Hamid, Mursi. (2009). SDM yang produktif : Perspektif Al-Qur’an. Hasanuri. (2010). Pemberdayaan Zakat bagi Pengembangan Ekonomi Umat.
Makassar, Tesis tidak diterbitkan Hikmah Kurnia, 2008. Panduan Pintar Zakat, Jakarta : Kultum Media
Iskandar. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta : Gaung Persada
Lusiana, 2003. Perbadingan Tingkat Perolehan Laba antara Sistem Konvensional Pada PT. BNI dan Sistem Syariah pada PT. BMI, Kendari :
skripsi tidak diterbitkan
Lawang, Hasanna, 2001. BAZIS dan Pemberdayaan Ekonomi Umat dalam Perspektif Ekonomi Islam, Makasar : tesis tidak diterbikan Mangkunegara, 2008. Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pelatihan dan Motivasi terhadap peningkatan kinerja. diakses dari http://www.jurnal.org,
diakses pada tanggal januari 2011 Mohd Ali, dkk. 2004. Kesadaran Membayar Zakat Pendapatan dikalangan Kaki
Tangan Profesional Universitas Kebangsaan Malaysia. diakses dari
http://www.jurnal zakat.org, diakses pada tanggal 3 januari 2011
Muhammad, Sahri, 2006, Mekanisme Zakat dan Permodalan Masyarakat Miskin(pengantar Untuk Rekonstruksi Kebijakan Pertumbuhan Ekonomi), Malang: Bahtera Press.
Muhammad, Hasbi, 2006. Pedoman Zakat, Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra. Miftah . 2008. Pembaharuan Zakat untuk Pengentasan Kemiskinan. diakses dari
http://www.jurnal zakat.org, diakses pada tanggal 3 januari 2011
Nuruddin, Ali, 2006, Zakat Sebagai Instrumen Dalam Kebijakan Fiskal. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Pallagau. 2003. Analisis Pengaruh Zakat Badan Pengelolaan Zakat, Infak dan Shadaqah terhadap Peningkatan Kesejahteraan Umat di Makassar.
Makassar, Tesis tidak diterbitkan
Prihatna, Andi A, dkk, 2004, Kedermawanan Kaum Muslimin (Potensi dan Realita Zakat Masyarakat di Indonesia), Jakarta: PIRAMEDIA
Qardhawi, Yusuf, 1973, Fiqh Zakat, Beirut
Qardhawi, Yusuf, 1997, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Jakarta: Gema Insani
Qodir, Abdurrahman, 2001. Zakat : Dalam Dimensi Mahdah dan Sosial , Jakarta : PT. Graha Pindo Persada
Rochmatin, Widyani, 2007, Peranan Strategis Zakat Dalam Membangun Ekonomi Makro Ummat Islam di Indonesia, diakses dari
http://www.rumahzakat.org, diakses pada tanggal 20 April 2009
Ria, casmira . 2008. Negara dan Zakat Daerah. diakses dari http://www. zakat.org, diakses pada tanggal 20 April 2009
Risal, Sofyan. 2008. Pengaruh tingkat Kepuasan dan Kepercayaan Muzakki kepada Lembaga Amil Zakat terhadap Perilaku Berzakat. diakses dari
http://www. zakat.org, diakses pada tanggal 1 juli 2009
Salmadanis, 2008, Posisi Zakat dalam mengurangi kemiskinan, diakses dari http://www.fk-kbih.or.id, diakses pada tanggal 20 April 2009.
Simomora, Bilson, 2002. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta : PT.
Garamedia Pustaka Utama
Syafe‟ie, Muhammad, 2009. Zakat, Infak dan Shadaqah, Bandung : Salamadani
Sedarmayanti, Syarifuddin, 2002. Metodologi Penelitian, Bandung : Mandar Maju
Sumitro, Warkum, 2005, Perkembangan Hukum Islam di Tengah Dinamika Sosial Politik di Indonesia, Malang: Bayumedia
Sugiyono, 2004. Statistik Non Parametrik. Bandung ; Alfabeta
Undang-Undang Zakat. Undang-Undang republic Indonesia Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat.
Umar, Husein. 2008. Desain Penelitian Akuntansi Keperilakuan. Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada.
Yamin, Hadad. 2008. Dinamika Pengelolaan Zakat dengan Kolaborasi antara
Ulama, Umara dan Aghniya. diakses dari http://www.jurnal zakat.org,
diakses pada tanggal 3 januari 2011
Zamdin, 2008. Pengetahuan Dan Praktek Pembayaran Zakat Pada Karyawan
Universitas Haluoleo. Kendari
Zoel Dirga, 2008. Analisis Faktor-faktor Motivasi yang Berpengaruh terhadap Keputusan Muzakki Membayar zakat. Makassar : Skripsi tidak diterbtkan
Keputusan Presiden RI No 8 Tahun 2001 Tentang Badan Amil Zakat Nasional
Keputusan Menteri Agama Nomor 373 Tahun 2003 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat
KUISIONER PENELITIAN
FAKTOR DETERMINAN MOTIVASI MEMBAYAR ZAKAT DAN BESARNYA
NILAI ZAKAT
Bapak Ibu Yth,
Terima kasih berkenan menjadi responden kami. Seluruh jawaban dan identitas Anda sekalian dijamin kerahasiaannya.
Begitu pentingnya jawaban jujur dari Anda sekalian, sehingga hasil olahan data ini akan
menjadi data yang valid bagi jawaban permasalahan penelitian ini dan menjadi studi penelitian-penelitian selanjutnya. Mohon Bapak/Ibu menuliskan identitas secara lengkap dan benar
Nama : Jenis Kelamin : Umur :
Status Perkawinan : Pendidikan terakhir :
Pekerjaan : Alamat :
Untuk menjawab pertanyaan :
Berilah tanda pada kolom yang paling sesuai dengan Anda. Skala jawaban yang disediakan untuk menjawab pertanyaan Anda adalah sebagai berikut :
1. Sangat Setuju (SS) 2. Setuju (S)
3. Kadang-kadang (KK) 4. Tidk Setuju (TS) 5. Sangat Tidak Setuju (STS)
N0 BUTIR PERTANYAAN JAWABAN
5 4 3 2 1
MOTIVASI (Variabel X)
A. IMAN (X1)
1 Saya mengeluar zakat karena dorongan Iman Kepada Allah SWT
2 Saya meyakini sepenuhnya bahwa agama saya mewajibkan untuk berzakat bagi yang mampu
3 Saya mengeluarkan zakat tampa ada paksaan dari pihak
manapun
4 Saya merasa gelisah dan berdosa, apabila menunda atau tidak mengeluarkan zakat
5 Ibadah adalah motivasi yang paling dominan dibanding motivasi
yang lain bagi saya dalam berzakat
B. PENGETAHUAN ZAKAT (X2)
6 Zakat terdiri dari zakat fitrah dan zakat maal
7 Saya terdorong untuk membayar zakat karena saya sadar betul bahwa didalamnya terdapat hikmah membantu orang yang jauh
lebih membutuhkan
8 Pengetahuan tentang zakat, membuat saya lebih termotivasi untuk membayar zakat
9 Zakat merupakan sarana membantu memenuhi kebutuhan pokok
fakir miskin yang merupakan kelompok mayoritas di Indonesia
10 Pengetahuan tentang cara menghitung zakat, memotivasi saya untuk membayar zakat dengan segera
C. HARTA KEKAYAAN ATAU PENDAPATAN (X3)
11 Saya membayar zakat, salah satu alasan karena saya memiliki
pendapatan atau harta kekayaan
12 Saya mulai termotivasi membayar zakat setelah yakin bahwa pendapatan atau harta kekayaan saya telah mencapai nisab untuk
membayar zakat
13 Ketika saya mendapatkan tambahan pendapatan/kekayaan, sebelum saya belanjakan, terlebih dahulu saya menghitung dan
menyisihkan untuk membayar zakat
14 Kenaikan pendapatan atau harta kekayaaa memotivasi saya untuk semakin menambah zakat saya
15 Setiap kenaikan pendapatan atau harta kekayaan saya, sebelum membelanjakan terlebih dahulu saya menyisihkan untuk
membayar zakat terlebih dahulu
D. PERAN PEMERINTAH
16 Peraturan pemerintah tentang pengelolaan zakat diatur dalam Undang-undang No. 38 tahun 1999.
17 Pemerintah berkewajiban memberikan pengawasan dan
pelayanan kepada para muzakki
18 Transparansi program dan penggunaan dana zakat
19 Pemerintah berkewajiban mensosialisasikan kebijakan atau peraturan pemerintah tentang zakat kepada masyarakat
E. PERAN ULAMA (X6)
20 Ulama memiliki peran yang sangat besar dalam
mensosialisasikan kewajiban membayar zakat dimasyarakat
21 Saya termotivasi untuk membayarar zakat setelah mendengar ceramah dari ulama di masjid
F. KREDIBILITAS LEMBAGA AMIL ZAKAT (X7)
22 Saya mengeluarkan zakat, salah satu alasannya karena saya percaya dengan lembaga amil zakat
23 Saya lebih memilih menyalurkan zakat kepada Lembaga Amil Zakat dari pada menyalurkannya sendiri
24 Saya merasa zakat saya aman di LAZ saya menyalurkan zakat
25 LAZ tempat saya membayar zakat selalu menjaga hubungan baik dengan muzakkinya
26 Prosedur penyaluran/distribusi zakat sangat cepat
MEMBAYAR ZAKAT (Variabel Y1)
27 Saya sangat mantap dan tidak akan menunda mengeluarkan
zakat setiap ada penambahan pendapatan atau harta kekayaan sesuai dengan perintah agama
28 Saya yakin bahwa zakat yang saya keluarkan akan membantu
merigankan beban saudara-saudara saya yang lebih membutuhkan.
No. Resp
Nomor Kuisioner
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
1 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 4 5 5 5 5 5 5 5 4 4 2 5 5 4 5 4 5 5 5 4 4 5 5 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 5 5 5 4 4 4
3 5 5 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 3 3 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
4 5 5 4 5 5 5 4 5 5 5 5 5 3 4 5 5 4 5 4 5 5 5 4 5 5 5 5 4
5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 5 5 5 5 5
6 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5
7 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
8 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4
9 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 3 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 5 5
10 4 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
11 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
12 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
13 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
14 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
15 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
16 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 17 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
18 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
19 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5
20 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
21 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
22 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 3 5 5 5 5 5 4 4 4 4 5 5 5 5 5
23 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 4 4 4
24 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
25 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
26 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
27 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
28 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
29 5 5 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
30 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
31 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 4 4 4 32 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
33 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
34 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
35 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
36 5 5 5 4 4 4 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 4 4 4
37 5 5 4 4 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
38 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 3 4 4 4 5 5 5 5 4 4 5 5 5 4 4 5
39 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
40 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
41 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
42 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
43 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
44 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
45 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 46 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
47 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 4 4 4
48 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
49 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
50 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
51 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
52 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
53 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
54 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
55 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 4 4 4
56 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 3 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5
57 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
58 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
59 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
60 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 61 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
62 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 3 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5
63 5 5 5 4 4 4 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 4 4 4
64 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
65 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
66 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
67 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 68 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
69 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
70 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
71 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
72 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
73 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
74 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
75 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5
76 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 5 4 5 5 4 5 5 5 5 5 4 5 4
77 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
78 5 5 4 5 5 5 5 5 4 5 5 5 4 4 4 5 5 4 4 4 5 5 5 5 5 4 5 5
79 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
80 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
81 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
82 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 83 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 3 2 5 5 4 4 4 4 5 5 4 5 4 5 5 4
84 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
85 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4
86 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 2 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4
87 4 4 4 4 4 5 5 4 4 5 4 4 2 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4
88 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5
89 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 3 4 4 4 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4
90 5 5 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
91 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
92 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4
93 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
94 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 4 4 4 4 5 5 5 5 5 4 4 5 5 4 4 5 5 5
95 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 5 5 4 5 5 4 5 5 4 5 4 5 5
96 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
97 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 4 4 4 5 5 3 4 4 3 4 4 4 4 4 98 5 5 4 4 5 5 5 5 4 4 5 4 2 2 4 4 4 5 5 4 3 4 4 3 3 4 4 4
99 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 3 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4
100 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5
101 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 4 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5
102 5 4 5 4 5 5 5 4 4 5 5 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 5 5 5 5 4 4 5
103 5 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 3 3 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
104 5 4 5 5 5 4 5 5 5 5 5 3 4 5 5 4 5 4 5 5 5 4 5 5 4 5 4 5
105 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 5 5 4 5 5 5
106 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5
107 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5
108 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 4
109 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 3 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5
110 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
111 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 112 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4
113 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
114 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
115 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
116 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
117 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
118 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
119 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
120 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
121 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
122 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 3 5 5 5 5 5 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5
123 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 4 4 4
123 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
124 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
125 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 126 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
127 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
128 5 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4
129 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
130 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 4 4 4
131 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
132 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 133 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
134 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
135 5 5 4 4 4 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 4 4 4
136 5 4 4 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
137 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 3 3 4 4 4 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5 4 5 5
138 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
139 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
140 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
141 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
142 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
143 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
144 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 4 4
145 4 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
Lampiran 8, Uji Validitas dan Reliabilitas Y1
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 145 100.0
Excludeda 0 .0
Total 145 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on Standardized Items N of Items
.961 .961 2
Item Statistics
Mean Std. Deviation N
Y11 4.73000 .529055 145
Y12 4.73000 .509605 145
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted r table = 0,1396
Y1 4.73000 .260 .926 .a Valid
Y2 4.73000 .280 .926 .a Valid
a. The value is negative due to a negative average covariance among items. This violates reliability model assumptions. You may want to check item codings.
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
9.46000 1.039 1.019209 2
Lampiran 7, Uji Validitas dan Reliabilitas X6
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 145 100.0
Excludeda 0 .0
Total 145 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based
on Standardized Items N of Items
.941 .942 4
Item Statistics
Mean Std. Deviation N
X61 4.69000 .486069 145
X62 4.71000 .477684 145
X63 4.75000 .457817 145
X64 4.74000 .484507 145
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted r table =0,1396
X61 14.20000 1.798 .809 .939 Valid
X62 14.18000 1.765 .863 .922 Valid
X63 14.14000 1.778 .902 .910 Valid
X64 14.15000 1.745 .866 .921 Valid
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
1.88900E1 3.089 1.757495 4
Lampiran 6, Uji Validitas dan Reliabilitas X5
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 145 100.0
Excludeda 0 .0
Total 145 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on Standardized Items N of Items
.933 .933 2
Item Statistics
Mean Std. Deviation N
X51 4.73000 .446196 145
X52 4.72000 .451261 145
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted r table = 0,1396
X51 4.72000 .204 .875 .a Valid
X52 4.73000 .199 .875 .a Valid
a. The value is negative due to a negative average covariance among items. This violates reliability model assumptions. You may want to check item codings.
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
9.45000 .755 .868936 2
Lampiran 5, Uji Validitas dan Reliabilitas X4
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 145 100.0
Excludeda 0 .0
Total 145 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on Standardized Items N of Items
.885 .885 4
Item Statistics
Mean Std. Deviation N
X41 4.42000 .516006 145
X42 4.55000 .538891 145
X43 4.58000 .553775 145
X44 4.45000 .538891 145
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted r table =0,1396
X41 13.58000 2.105 .710 .867 Valid
X42 13.45000 2.008 .744 .855 Valid
X43 13.42000 1.882 .819 .825 Valid
X44 13.55000 2.028 .727 .861 Valid
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
1.80000E1 3.434 1.853198 4
Lampiran 4, Uji Validitas dan Reliabilitas X3
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 145 100.0
Excludeda 0 .0
Total 145 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on Standardized Items N of Items
.854 .869 5
Item Statistics
Mean Std. Deviation N
X31 4.84000 .368453 145
X32 4.73000 .489382 145
X33 4.27000 .851084 145
X34 4.28000 .829750 145
X35 4.63000 .485237 145
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted R table = 0,1396
X31 17.91000 5.315 .554 .860 Valid
X32 18.02000 4.787 .637 .836 Valid
X33 18.48000 3.101 .856 .775 Valid
X34 18.47000 3.282 .805 .791 Valid
X35 18.12000 4.713 .685 .827 Valid
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
2.27500E1 6.391 2.528125 5
Lampiran 3, Uji Validitas dan Reliabilitas X2
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 145 100.0
Excludeda 0 .0
Total 145 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on Standardized Items N of Items
.846 .850 5
Item Statistics
Mean Std. Deviation N
X21 4.32000 .548276 145
X22 4.11000 .469149 145
X23 4.12000 .498077 145
X24 4.04000 .510891 145
X25 4.18000 .411452 145
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted R table = 0,1396
X21 16.45000 2.331 .647 .819 Valid
X22 16.66000 2.429 .729 .796 Valid
X23 16.65000 2.492 .619 .825 Valid
X24 16.73000 2.401 .665 .812 Valid
X25 16.59000 2.689 .634 .823 Valid
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
2.07700E1 3.714 1.927237 5
Lampiran 2, Uji Validitas dan Reliabilitas X1
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 145 100.0
Excludeda 0 .0
Total 145 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on Standardized Items N of Items
.731 .783 5
Item Statistics
Mean Std. Deviation N
X11 4.77000 .529055 145
X12 4.95000 .219043 145
X13 4.87000 .337998 145
X14 4.85000 .358870 145
X15 4.87000 .337998 145
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted R table = 0,1396
X11 19.54000 1.120 .224 .851 Valid
X12 19.36000 1.384 .423 .720 Valid
X13 19.44000 1.118 .586 .652 Valid
X14 19.46000 .958 .802 .559 Valid
X15 19.44000 1.057 .690 .613 Valid
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
2.43100E1
1.650 1.284681 5
Lampiran 10, Hasil Persamaan Regresi Berganda Y1
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
Y1 (Motivasi Membayar Zakat)
9.34483 1.009533 145
X1 (Ibadah) 2.45103E1 1.067950 145
X2 (Pengetahuan Zakat) 2.05724E1 1.824771 145
X3 (Harta Kekayaan atau Pendapaatan)
2.29793E1 2.334729 145
X4 (Peran Pemerintah) 1.77448E1 1.766900 145
X5 (Peran Ulama) 9.50345 .834367 145
X6 (Kredibilitas Lembaga Amil Zakat)
1.89931E1 1.689414 145
Variables Entered/Removed
b
Model Variables Entered
Variables Removed Method
1 X6 (Kredibilitas Lembaga Amil Zakat), X2 (Pengetahuan Zakat), X1 (Ibadah), X4 (Peran Pemerintah), X3 (Harta Kekayaan atau Pendapaatan), X5 (Peran Ulama)
a
. Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: Y1 (Motivasi Membayar Zakat)
Model Summary
b
Model R R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Change Statistics
Durbin-Watson
R Square Change
F Change df1 df2
Sig. F Change
1 .804a .646 .629 .330744 .646 27.620 6 138 .000 1.900
a. Predictors: (Constant), X6 (Kredibilitas Lembaga Amil Zakat), X2 (Pengetahuan Zakat), X4 (Peran Pemerintah), X1 (Ibadah), X3 (Harta Kekayaan atau Pendapaatan), X5 (Peran Ulama)
b. Dpenden Variable : Y1 (Motivasi Membayar Zakat)
ANOVA
b
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 80.076 6 13.346 27.620 .000a
Residual 66.683 138 .483
Total 146.759 144
a. Predictors: (Constant), X6 (Kredibilitas Lembaga Amil Zakat), X2 (Pengetahuan Zakat), X4 (Peran Pemerintah), X1 (Ibadah), X3 (Harta Kekayaan atau Pendapaatan), X5 (Peran Ulama)
b. Dependent Variable: Y1 (Motivasi Membayar Zakat)
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 2.161 1.519 1.422 .157
X1 (Ibadah) .299 .068 .316 4.412 .000
X2 (Pengetahuan Zakat) 064 .035 .108 1.821 .071
X3 (Harta Kekayaan atau Pendapaatan) .120 .036 .277 3.302 .001
X4 (Peran Pemerintah) .026 .041 .043 .641 .523
X5 (Peran Ulama) 193 .102 .160 1.905 .059
X6 (Kredibilitas Lembaga Amil Zakat) .217 .060 .364 3.610 .000
a. Dependent Variable: Y1 (Motivasi Membayar Zakat)
Residuals Statistics
a
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N
Predicted Value 6.72941 10.12590 9.34483 .745710 145
Residual -1.958575E0
1.844874 .000000 .680495 145
Std. Predicted Value 3.507 1.047 .000 1.000 145
Std. Residual 2.818 2.654 .000 .979 145
a. Dependent Variable: Y1 (Motivasi Membayar Zakat)