Upload
dodien
View
264
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN MASYARAKAT PETANI
(STUDI KASUS DI DESA MADAMPI KECAMATAN LAWA
KABUPATEN MUNA BARAT)
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana KependidikanPada
Jurusan/ Program Studi Pendidikan Geografi
OLEH:
SITI MARLINA
A1A4 12 075
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016
2
3
4
5
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO Tiada doa yang lebih indah selain doa agar tugas akhir
ini cepat selesai Ku olah kata, ku baca makna, ku ikat dalam alinea, ku
bingkai dalam bab sejumlah lima jadilah mahakrya. Gelar sarjana ku terima,
orang tua pun bahagia sabar dalam mengatasi kesulitan dan bertindak
bijaksana dalam mengatasi masalah adalah sesuatu yang utama
berusahalah jangan sampai terlengah walau sedetik saja, karena atas kelengahan
kita tak akan bisa dikembalikan seperti semula “DON’T PUT UNTUL, TOMORROW WHAT YOU CAN DO
TODAY” “waktu itu bagaikan pedang, jika kamu tidak
memanfaatkannya atau menggunakan untuk memotong, ia akan memotongmu (menggilasmu)” (H.R MUSLIM)
Sebuah kesuksesan lahir bukan karena kebetulan atau keberuntungan semata
Sebuah kesuksesan terwujud karena di iktiarkan melalui perencanaan yang matang, keyakinan, kerja keras, doa, dan
niat yang baik “STOP DREAMING AND START DOING” PERSEMBAHAN Skripsi ini kupersembahkan kepada: Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayahnya serta kekuatan, kesehatan dan kesabaran untukku.
Tak lupa pula teristimewa kedua orang tuaku Ayahanda dan Ibunda tercinta, serta Saudara – saudaraku Tersayang,
Teruntuk Dosen Pembimbingku, Dan Teruntuk Agamaku, Teman – Temanku tercinta,
Almamater kebanggaanku, serta Bangsa dan Negaraku.
Jurusan Pendidikan Geografi
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas Halu Oleo Kendari 2016 v
6
ABSTRAK
Siti Marlina, 2016. “ Faktor - faktor penyebab kemiskinan masyarakat
petani (Studi Kasus di Desa Madampi Kecamatan Lawa Kabupaten Muna
Barat)’’hasil Jurusan Pendidikan Geografi, Universitas Halu Oleo. Pembimbing:
(I) Drs. Surdin, M.Pd, dan (2) La Ode Amaluddin, S.Pd.,M.Pd. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui faktor - faktor yang menyebabkan terjadinya
kemiskinan pada masyarakat petani di Desa Madampi Kecamatan Lawa. Tehnik
pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode penelitian lapangan
melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi.Data diperoleh dari 38
responden.Ananlisis data menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Populasi
dalam penelitian ini adalah masyarakat miskin yang berjumlah 60 orang
sedangkan sampel yang digunakan adalah total sampel yang dipilih dengan
menggunakan rumus yaitu berjumlah 38 orang dengan informan masyarakat
petani yang masuk dalam kategori keluarga miskin. Analisis yang digunakan
adalah analisis Deskrptif Kualitatif dan untuk menganalisis hasil yang telah
digunakan dalam bentuk table dan persentase, selanjutnya dinterpretasikan untuk
memberi kensimpulan. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan diperoleh
kesimpulan bahwa : Faktor – faktor yang menyebabkan terjadinya kemiskinan
masyarakat petani di Desa Madampi adalah 1) rendahnya kepemilikan lahan
olahan dan luas lahan olahan; 2) sistem pengelolaan lahan dan pemasarannya
rendah; 3) rendahnya perekonomian masyarakat petani; 4) tingginya tanggungan
rata – rata keluarga; dan 5) kualitas sumber daya manusia yang rendah
(pendidikan dan kesehatan).
Kata kunci: Faktor – Faktor Penyebab Kemiskinan
vi
7
ABSTRACT
Siti Marlina, 2016 “ cause factor poverty farmers society (Case Study at
Madampi village Lawa subdistrict west Muna). Result Geography Education,
Fakulty University of Halu Oleo. Academic adviser : (1) Drs. Surdin, M.Pd, and
(2) La Ode Amaluddin S.Pd. Thes study aims to know about factor poverty
farmer for society at Madampi village Lawa subdistrict. Tehnis accumulation data
that use methode field research pas- through observation, interviews, and
dokumentation. Acquisition data from 38 respondent. Data analysis use
descriptive qualitative population in this research have 60 the people poor society
mean while that is use total choice sample using formula it‟s about 38 people than
informan farmer society that include family poverty category. The analysis used is
descriptive qualitative analysis and to analyze the results that have been used in
the form of tables and Presentation. Next interpretation ca be concluded. Based on
analysis reseach there are so many factor poverty farmer society at village
Madampi like: 1) low ownership of arable land and arable land area; 2) system
management land and marketing low; 3) low economy farmer society; 4) The
average height of dependents - average family; and 5) the quality of human
resources is low (education and health).
Key words : Factor - Causes of Poverty
vii
8
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum. Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik yang berjudul “ Faktor -
faktor penyebab kemiskinan masyarakat petani (Studi kasus di Desa Madampi
Kecamatan Lawa Kabupaten Muna Barat)’’sebagai syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan/Program Studi Pendidikan Geografi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu Oleo.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menemui banyak hambatan dan
kesulitan, namun berkat bimbingan, arahan, dorongan serta bantuan dari semua
pihak sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Untuk itu
melalui kesempatan ini penulis menyampaikan penghormatan dan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada Drs. Surdin, M.Pd selaku pembimbing I dan La
Ode Amaluddin, S.Pd., M.Pd selaku pembimbing II yang telah banyak
memberikan bimbingan serta arahan dalam proses penyelesaian skripsi ini.
Selanjutnya tidak lupa penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Ir. H. Usman Rianse, M. S., selaku Rektor Universitas Halu Oleo
Kendari.
2. Prof. Dr. La Iru, S.H, M.Si., selaku dekan FKIP Universitas Halu Oleo
Kendari.
viii
9
3. La Ode Amaluddin, S.Pd, M.Pd. selaku ketua jurusan program / Studi
Pendidikan Geografi.
4. La Ode Nursalam. S.Pd.,M.Pd selaku Sekretaris Jurusan Program Studi
Pendidikan Geografi
5. Dosen dalam lingkup Program Studi Pendidikan Geografi Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu Oleo. Terima kasih atas ilmu yang
bermanfaat, dorongan moril, serta bimbingan yang diberikan kepada penulis
selama menempuh pendidikan.
6. Bapak La Umer, selaku Kepala Desa Madampi yang telah memberikan izin
kepada penulis untuk melakukan penelitian diwilayah Desa Madampi
7. Teristimewa ucapan terimakasih yang tak terhingga untuk ayahanda Bapak
La Ngkaemi, dan ibunda Wa Suhana, dimana dengan berkah dan doa
tulusnya sehingga penulis mendapatkan kemudahan dalam menyelesaikan
tugas-tugas akademik selama menjalani kuliah. Semoga dengan bantuan dari
kedua Orang tuaku mendapat balasan dan rahmat yang setimpal dari Allah
SWT Amin.
8. Bapak La Umer, selaku Kepala Desa Madampi yang telah memberikan izin
kepada penulis untuk melakukan penelitian diwilayah Desa Madampi
9. Kepada saudara-saudaraku Emi Sumarni, Emriono, La Muli dan Gustina
yang tak henti memberikan motifasi.
10. Kepada seluruh teman-teman Jurusan Pendidikan Geografi khususnya
Angkatan 2012 yang telah bersama dari awal mulai perkuliahan sampai
ix
10
penyelesaian studi telah banyak membantu dalam sumbangan pikiran serta
dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
11. Dan kepada seluruh masyarakat petani yang menjadi informan dalam
penelitian ini yang telah banyak membantu memberikan informasi dalam
penyusunan skripsi ini.
Akhir kata dengan segala kerendahan hati Penulis menyadari bahwa masih
banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu segala kritikan
dan saran yang membangun akan penulis terima dengan baik. Semoga
penyusunan skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi penyusun maupun
orang yang membacanya.
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.
Kendari, Januari 2016
Penyusun
x
11
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN.................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI............................. iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN............................................................. v
ABSTRAK ................................................................................................. vi ABSTRACT........................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .............................................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................. xi
DAFTAR TABEL....................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................. 5
C. Tujuan Penelitian................................................................ 5
D. Manfaat Penelitian ............................................................. 5
E. Defenisi Operasional.......................................................... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori .................................................................. 8
1. Konsep tentangKemiskinan.............................................. 8
2. Ciri – ciri Kemiaskinan...................................................... 13
3. Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan................................. 14
4. Konsep tentang lahan pertanian......................................... 23
5. Konsep Ukuran Kemiskinan.............................................. 27
B. Penelitian Yang Relevan.................................................... 33
C. Kerangka Pikir ................................................................... 34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian............................................ 36
B. Jenis Penelitian................................................................... 36
C. Populasi dan Sampel Penelitian......................................... 36
1. Populasi Penelitian............................................................. 36
2. Sampel Penelitian............................................................... 36
D. Informan Penelitian............................................................ 38
E. Teknik Pengumpulan Data ............................................... 39
F. Kisi-kisi penelitian............................................................. 40
G. InstrumenPenelitian........................................................... 41
H. Teknik Analisis Data ......................................................... 41
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................. 43
xi
12
1. Peta kecamatan lawa.......................................................... 43
2. Letak geografis................................................................... 43
3. Kondisi Demografis........................................................... 44
4. Keadaan Ekonomi.............................................................. 45
B. Karakteristik Responden.................................................... 46
1. Umur Responden................................................................ 46
2. Pendidikan Responden...................................................... 47
C. Faktor – faktor Penyebab Kemiskinan Masyarakat Petani
di Desa Madampi................................................................
50
1. Rendahnya Kepemilikandan Luas Lahan Olahan............. 50
2. Sistem Pengelolaan Lahan dan Sistem Pemasaran
yangRendah........................................................................
56
3. Rendahnya Perekonomian Masyarakat.............................. 80
4. Tingginya Tanggungan Rata – Rata Keluarga................... 83
5. Kualitas Sumber Daya Manusia Yang Rendah.................. 85
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ........................................................................ 90
B. Saran .................................................................................. 91
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
13
DAFTAR TABEL
No tabel Teks Hal
Tabel3.1 Kisi-kisi penelitian............................................................. 41
Tabel 4.1 Keadaan Umum Penduduk diDesa Madampi Tahun
2016.................................................................................... 45
Tabel4.2 Klasifikasi Umur Responden di Desa Madampi,
Tahun2016.......................................................................... 46
Tabel4.3 Klasifikasi Pendidikan Formal responden di Desa
Madampi,Tahun 2016.......................................................
48
Tabel4.4 Status kepemilikan lahan olahan responden di Desa
Madampi, Tahun2016........................................................
51
Tabel4.5 Identifikasi responden berdasarkan kepemilikan lahan
danluas lahan yang telas diolah di Desa Madampi, Tahun
2016.........................................................................
54
Tabel4.6 Jenis peralatan yang digunakan dalam pengelolahanlahan
pertanian responden di Desa Madampi, Tahun
2016....................................................................................
57
Tabel4.7 Model pemanfaatan lahan responden di Desa Madampi,
Tahun 2016.........................................................................
59
Tabel4.8 Jenis tanaman jangkapanjang/perkebunan
yangdikembangkan dan dimiliki respondendi Desa
Madampi, Tahun
2016.........................................................................
64
Tabel 4.9 Jenis tanaman jangka pendek/perkebunan yang
dikembangkan responden di Desa Madampi, Tahun 201.
68
Tabel 4.10 Cara perawatan yang dilakukan responden
terhadaplahan/tanaman yang dikembangka atau dimiliki
di Desa Madampi,
Tahun2016.......................................................
71
Tabel4.11 Jawaban responden tentang di jual tidaknya hasil
produksitanaman jangkapanjang, Tahun 2016.................
74
Tabel4.12 Jawaban responden tentang sasaran Penggunaanproduksi
tanaman Jangka pendek yang dikembangkan ataudimiliki
di Desa Madampi, Tahun 2016.....................
77
Tabel4.13 Pendapatan responden pada setiapbulannya di Desa
Madampi, Tahun 201.........................................................
81
Tabel 4.14 Analisis jumlah tanggungan (anak kandung dan anggota
keluarga lainnya) responden 39 di Desa Madampi, Tahun
2016....................................................................................
84
Tabel4.15 Tempat berobat responden kalau mereka sakitdi Desa
Madampi, Tahun2016.......................................................
87
14
DAFTAR GAMBAR
No Gambar Teks Hal
Gambar 2.1 Kerangka Pikir ........................................................................ 35
Gambar 4.1 Peta Lokasi Penelitian Kecamatan Lawa................................. 43
xiii
15
DAFTAR LAMPIRAN
No Lampir Teks Hal
LampiranI Peta Kecamatan Lawa............................................................ 95
Lampiran II Pedoman Observasi............................................................... 96
LampiranIII Identitas Informan................................................................. 101
LampiranIV Pedoman Wawancara............................................................. 103
Lampiran V Transkrip Wawancara............................................................ 105
Lampiran VI Dokumentasi Foto.................................................................. 117
xv
xiv
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masyarakat desa dalam kehidupan sehari-hari biasanya lebih menggantungkan
hidupnya pada alam. Alam merupakan segalanya bagi penduduk desa, karena alam
memberikan apa yang dibutuhkan manusia bagi kehidupannya. Mereka mengolah
alam dengan peralatan yang sederhana untuk dipetik hasilnya guna memenuhi
kebutuhan sehari-hari.Alam juga digunakan sebagai tempat tinggal. Sehingga
masyarakat pedesaan sering diidentikan sebagai masyarakat petani, yaitu
masyarakat yang kegiatan ekonominya terpusat pada pertanian.
Besarnya peranan pertanian di Indonesia memberikan motivasi pedesaan
untuk memiliki lahan pertanian yang dapat dijadikan sebagai sumber produksi,
oleh karena itu mereka berupaya dengan berbagai cara untuk memenuhi lahan
pertanian baik yang ada diwilayah tempat tinggalnya maupun diluar desanya.
Dengan demikian lahan pertanian tersebut, mereka akan membiayai kebutuhan
hidup bagi keluarganya. Sebagian dari mereka biasanaya hanya bekerja disektor
pertanian karena disesuaikan dengan latar belakanag pendidikan yang dimiliki.
Daerah pedesaan mayoritas dihuni dan ditempati oleh masyarakat yang
sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani.Kehidupan petani tentu sangat
tergantung dari seberapa hasil pendapatan yang diperoleh dari hasil pertaniannya,
baik bersifat hasil pertanian tanaman jangka panjang maupun jangka pendek.
Keberhasilan masyarakat petani meningkatkan produktivitas hasil pertaniannya
1
2
juga akan tergantung bagaimana petani itu sendiri mampu mengembangkan dan
mengelolah sumber-sumber potensi yang dimiliki seperti pengelolaan tanah,
pemeliharaan tanaman dan pemasaran hasil-hasil pertanian mereka yang
didapatkan.
Faktor geografis dan kondisi sosial masyarakat petani biasanya banyak
mempengaruhi perilakunya dalam mengembangkan berbagai potensi yang
dimiliki, sehingga tidak jarang kita temukan ada masyarakat yang memiliki
potensi alam yang cukup, namun hasil produktivitas pertaniannya kurang dari apa
yang diharapkan. Kondisi ini menjadi sebuah kenyataan yang telah dialami
masyarakat petani sejak dulu sampai sekarang.
Hal ini disebabkan oleh faktor intern dan esterm.Faktor intern adalah pola
perilaku masyarakat itu sendiri yang mayoritas masih memelihara kebiasaan-
kebiasaan secara turun-temurun misalnya dalam pengelolaan sumber-sumber hasil
pertanian (tanah) maupun dalam memanfaatkan hasil-hasil pertanian mereka yang
bersifat bahan mentah maupun yang sudah berbentuk uang sebagai pendapatan
yang dapat dibelanjakan untuk kebutuhan hidup lainnya.Selain pola perilaku juga
tingkat pendidikan yang masih relatif rendah.Dari faktor eksterm petani seringkali
menjadi korban kebijakan dan percepatan pembangunan yang tidak dibaringi
dengan upaya yang proporsional untuk mempercepat pertumbuhan sosial ekonomi
masyarakat khususnya masyarakat petani, misalnya dari kondisi geografisnya,
infrakstruktur yang belum memadai, dan sarana komunikasi yang belum
terjangkau. bersarkan data secara Nasional oleh Kemetrian Negara Pembangunan
3
Daerah Tertinggal Tahun 2005, bahwa masyarakat petani pada umumnya berada
pada daerah pedesaan yang sebagian besar berada dalam kawasan kategori desa
tertinggal, dimana secara tipologi sebagian besar wilayahnya sangat cocok untuk
dikembangkan kawasan produksi pertanian tanaman pangan perkebunan,
peternakan, kehutanan, dan lain sebagainya. Kemiskinan merupakan gambaran
ketertinggalan dari suatu daerah, dimana suatu ketertinggalan daerah diukur dari
beberapa kriteria, yakni: (1) faktor geografis (2) perekonomian masyarakat; (3)
sumber daya manusia; (4) infrakstruktuk; (5) karakteristik daerah; dan (6) faktor
budaya.
Masalah besar yang dihadapi oleh bangsa dewasa ini adalah masih banyaknya
desa dan masyarakat yang ada didalamnya, masuk kategori desa tertinggal dan
masyarakat miskin.Kemiskinan ini tidak hanya disebabkan oleh keterbatasan
sumber daya pendukung pemenuhan kebutuhan mendasar, tetapi yang paling
dominan adalah kemampuan sumber daya manusia untuk mengelolah berbagai
sumber daya yang ada yang masih rendah dan pola kebiasaan secara turun-
temurun yang terus dipertahankan.
Salah satu ciri usahatani adalah adanya ketergantungan pada faktor geografis
atau lingkungan, oleh karena itu untuk memperoleh hasil yang maksimal dari
usahatani, petani harus melakukan usaha memadukan faktor geografis atau
lingkungan, tenaga kerja dan modal, dengan keterampilan manajemen tertentu.
Persoalannya adalah kemampuan para petani kita seperti yang telah yang
4
dikemukakan diatas masih mengacuh pada faktor geografis, dan pola-pola
kebiasaan turun-temurun.
Dalam menjalani kehidupan sebagai petani masyarakat Desa Madampi
khususnya masyarakat yang masuk dalam kategori keluarga miskin melakukan
kegiatan pertanian lahan kering yakni perkebunan berpindah - pindah. Jenis
tanaman yang dikembangkan untuk perkebunan umumnya hanya tanaman jangka
panjang berupa Jambu Mente, jati, dan kelapa dan tanaman jangka pendek berupa
kacang tanah, jagung, ubi jalar, ubi kayu dan sayur-sayuran yang hasilnya
digunakan sendiri untuk kebutuhannya dan selebihnya di jual di pasar tradisional.
Desa Madampi adalah salah satu desa di Kecamatan Lawa Kabupaten Muna
Barat yang didiami oleh penduduk yang sebagian besar bermata pencaharian
petani pada umumnya. Berdasarkan data observasi awal Desa Madampi memiliki
jumlah penduduk 554, dimana Desa Madampi ini menunjukkan bahwa Dari 184
kepala keluarga, yang terdata oleh Pemerintah setempat berdasarkan kriteria
penentuan keluarga miskin yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik Provinsi
Sulawesi Tenggara tahun 2011 berjumlah 60 Kepala Keluarga atau 44 % yang
benar - benar masuk dalam kategori miskin.
Keadaan alam atau kondisi geografis Desa Madampi sebenarnya sangat cocok
untuk pertanian, apalagi ditunjang dengan kondisi tanah yang tergolong subur dan
memberi peluang yang besar bagi penduduk untuk bisa memanfatkan keunggulan -
keunggulan yang dimiliki. Namun kondisi alam ini tidak ditunjang dengan
perilaku masyarakat dan pengelolaannya. Seharusnya dalam kondisi seperti ini
5
tidak ada lagi masyarakat yang miskin tetapi kenyataannya tidak seperti itu, masih
terdapatnya masyarakat yang tidak punya lahan sendiri, sempitnya lahan yang
telah digarap, dan tata cara pengolahan yang belum memenuhi standar merupakan
potret ketertinggalan masyarakat yang menjadi penyebab terjadinya kemiskinan.
Belum diketahui persis apa yang menjadi penyebab kemiskinan petani yang
ada di Desa Madampi Kecamatan lawa Kabupaten Muna Barat dan Desa ini
masuk dalam kategori Desa miskin. Atas dasar inilah sehingga peneliti memilih
Desa Madampi sebagai lokasi penelitian dengan obyek adalah masyarakat petani
yang masuk dalam kategori miskin, dengan mengangkat judul :“Faktor - faktor
penyebab kemiskinan masyarakat petani (Studi kasus di Desa Madampi
Kecamatan Lawa Kabupaten Muna Barat)’’
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah yang
diangkat dalam penelitian ini adalah “Faktor - faktor apakah yang menyebabkan
terjadinya kemiskinan pada masyarakat petani di Desa Madampi Kecamatan
Lawa?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui faktor - faktor yang menyebabkan terjadinya kemiskinan pada
masyarakat petani di Desa Madampi Kecamatan Lawa.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :
6
1. Sebagai bahan masukkan bagi pemerintah untuk menyusun konsep, program
dan strategi pengentasan kemiskinan pada masyarakat petani di Desa Madampi
Kecamatan Lawa.
2. Bagi masyarakat petani, merupakan masukkan dan acuan dalam memperbaiki
kondisi ekonomi, sosial dan budaya untuk bisa keluar dari lingkungan kondisi
kemiskinan.
3. Sebagai bahan refrensi dan pembanding bagi peneliti lainnya khususnya yang
berhubungan dengan masalah kemiskinan.
E. Definisi Operasional
Defenisi operasionalan dalam penelitian ini adalah faktor - faktor penyebab
kemiskinan masyarakat petani di Desa Madampi Kecamatan Lawa Kabupaten
Muna Barat yang akan diuraikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:.
1. keterbatasan kepemilikan dan daya dukung lahan olahan yaitu:
a) kepemilikan lahan olahan
b) luas lahan yang dimiliki
b. Sistem pemanfaatan lahan dan pemasaran yang masih rendah:
a) Alat yang digunakan dalam pengolahan lahan
b) Model pemanfaatan lahan
c) Jenis tanaman yang dikembangkan
d) Cara pemeliharaan tanaman yang dikembangkan
e) Pemasaran hasil pertanian/tanaman responden
7
c. Rendahnya perekonomian masyarakat dengan tingkat pendapatan rata-rata
dibawah Rp. 650.000,-
a) Rendahnya tingkat pendapatan
d. Tingginya tanggungan rata-rata keluarga
e. Kualitas sumber daya manusia yang masih rendah
a) Tingkat pendidikan
b) Tingkat kesehatan
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori
1. Konsep Tentang Kemiskinan
Sampai saat ini kemiskinan masih tetap menjadi persoalan global umat
manusia.Perkembangan perkonomian dunia yang tidak seimbang telah
menimbulkan kesenjangan sosial, ekonomi dan politik baik antar Negara, antar
Daerah maupun antar kelompok masyarakat.Hidup dalam kemiskinan bukan
hanya hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga
banyak hal lain, seperti tingkat kesehatan dan pendidikan rendah, perlakuan tidak
adil dalam hukum, kerentanan terhadap ancaman tindak kriminal, ketidak
berdayaan dalam menentukan jalan hidupnya sendiri.
Chriswardani Suryawati dalam Prastyo, (2010:35) Kemiskinan dibagi
dalam empat bentuk, yaitu: 1) Kemiskinan absolut, kondisi dimana seseorang
memiliki pendapatan dibawah garis kemiskinan atau tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan, kesehatan, perumahan, dan
pendidikan yang dibutuhkan untuk bisa hidup dan bekerja; 2) Kemiskinan
relatif, kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum
menjangkau seluruh masyarakat, sehingga menyebabkan ketimpangan pada
pendapatan; 3) Kemiskinan kultural, mengacu pada persoalan sikap seseorang
atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau
berusaha memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif
8
9
meskipun ada bantuan dari pihak luar; dan 4) Kemiskinan struktural, situasi
miskin yang disebabkan oleh rendahnya akses terhadap sumber daya yang
terjadi dalam suatu sistem sosial budaya dan sosial politik yang tidak
mendukung pembebasan kemiskinan, tetapi seringkali menyebabkan suburnya
kemiskinan. Kemiskinan juga dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu: (1)
Kemiskinan alamiah, berkaitan dengan kelangkaan sumber daya alam dan
prasarana umum, serta keadaan tanah yang tandus; dan (2) Kemiskinan buatan,
lebih banyak diakibatkan oleh sistem modernisasi atau pembangunan yang
membuat masyarakat tidak mendapat menguasai sumber daya, sarana, dan
fasilitas ekonomi yang ada secara merata.
Faturochman dalam Prastyo (2010:17), mengatakan bahwa kemiskinan
merupakan suatu akibat. Dalam hal ini, rumah tangga yang tadinya tidak miskin
maupun yang miskin terbebani antara lain oleh jumlah anggota rumah tangga
yang tidak produktif. Bila pendapatan rumah tanga tidak meningkat sejajar
dengan beban itu maka rumah tangga itu akan menjadi semakin miskin.
Selain itu Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN, 2004) dalam Halifah (2009:9-10) digunakan indikator untuk
keluarga sejaterah yaitu: 1) pada umumnya anggota keluarga makan 3 kali
sehari; 2) anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda yakni untuk
dirumah, tempat bekerja, tempat belajar (sekolah), dan berpergian; 3)rumah
yang ditempati mempunyai atap, lantai, dan diding yang baik; 4) bila ada
anggota keluarga yang sakit dibawah kesarana kesehatan; 5) bila pasangan usia
10
subur ingin berkeluarga berencana (KB) pergi kesarana kontrasepsi; dan 6)
semua anak umur 7-15 tahun dalam keluarga besekolah, dan apabila indikator
tersebut diatas tidak dipenuhi oleh sebua keluarga, maka oleh BKKBN
dikatakan keluarga pra sejaterah (pedoman pendataan BKKBN).
Untuk memperkuat beberapa teori yang mendasari pemahaman kita tentang
kemiskinan, maka oleh Prayitno dalam Arsyad (1990:97) membagi beberapa
macam jenis kemiskinan, yakni:
1. Kemiskinan absolut
Kemiskinan absolute menunjukan keadaan seseorang atau kelompok
masyarakat yang taraf hidup atau pendapatannya rendah sehingga tidak mampu
memenuhi kebutuhan dasar.Kebutuhan disini hanyalah dibatasi pada kebutuhan
pokok atau kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang untuk
dapat hidup secara baik.
2. Kemiskinan relative
Jenis kemiskinan ini membandingkan dengan keadaan masyarakat
sekitarnya, artinya walaupun pendapatan sudah mencapai tingkat kebutuhan
dasar minimum, tetapi kalau masih jauh rendah dibandingkan dengan
masyarakat sekitarnya, maka orang tersebut masih berada dalam keadaan
miskin. Ini terjadi karena kemiskinan pada orang yang lebih banyak ditentukan
oleh keadaan sekitarnya, dari pada orang bersangkutan.
11
3. Kemiskinan structural
Kemiskinan yang diderita suatu golongan masyarakat karena struktur sosial
masyarakat itu tidak dapat ikut menggunakan sumber–sumber pendapatan yang
sebenarnya tersedia bagi mereka. Golongan demikian terdiri dari petani yang
tidak memiliki tanah sendiri (tunakisma) atau para petani yang tanah miliknya
begitu kecil (petani gurem) atau petani yang memiliki lahan luas tetapi yang
terolah kurang dari 0,5 Ha, sehingga hasilnya tidak cukup untuk memberi
makan kepada dirinya sendiri dan keluarganya.
Dengan demikian Indonesia paling dominan masyarakatnya masuk dalam
kategori kemiskinan stuktural, dengan alasan bahwa kemiskinan yang dialami
bukan karena malas bekerja atau karena terus–menerus sakit, tetapi
ketidakmampuan masyarakat memanfaatkan berbagai faktor sumber–sumber
kehidupan mereka.Oleh karena itu kelompok masyarakat yang masuk dalam
kategori miskin umumnya dilakukan dengan penetapan suatu garis kemiskinan
(proverty line).Garis kemiskinan merupakan batas dimana manusia hidup dalam
tingkat kehidupan yang minim. Seseorang dapat dikatakan berada di bawah
garis kemiskinan apabila pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan yang paling pokok, seperti makanan, pakaian, perumahan dan lain–
lain (Prayitno dalam Arsyad, 1990:98).
Patokan garis kemiskinan yang dipakai adalah kebutuhan hidup minimum
yang meliputi Sembilan bahan pokok kebutuhan sehari–hari.Perhitungan
kebutuhan hidup minimum didasarkan pada harga–harga yang berlaku disetiap
12
propinsi.Pendapatan perkapita dihitung dengan pendekatan produksi. Produksi
kotor desa merupakan penjumlahan produk dari 15 sektor yang terdiri dari
pertanian rakyat/bahan makanan, perkebunan, kehutanan, peternakan,
perikanan, bahan galian/pertambangan, kerajinan rakyat/industri, perdagangan
dan sebagainya. Data ini dianalis berdasarkan variabel–variabel yang
berpengaruh terhadap kemiskinan. Beberapa variabel tersebut, yakni: (1)
kepadatan penduduk; (2) tingkat pengangguran; (3) luas tanah pertanian; (4)
tanah rusak; (5) luas panen bahan makanan, (6) jumlah pemilik tanah; (7) nilai
ternak; (8) panjang jalan kendaraan roda empat, (9) rumah permanen; (10)
jumlah anak perkepala; (11) tanah pertanian rakyat; dan (12) jumlah anak
perpenduduk (Syahrir dalam Prastyo , 2010:50).
Variabel-variabel dimaksud diatas adalah dasar identifikasi penentuan
penggolongan daerah miskin berdasarkan analisis tipologi.Kemiskinan yang
dialami oleh masyarakat tidak dapat terlepas dari keberadaan daerah dimana
masyarakat miskin itu berbeda. Oleh karena itu variabel diatas akan
mempengaruhi tingkat pendapatan yang dapat dipergunakan dalam memenuhi
tingkat kebutuhan mendasar masyarakat yang merupakan garis yang ditetapkan
oleh Bank Dunia dengan menggunakan standar tingkat pendapatan perkapita
pertahun serendah US $ 75 untuk daerah perkotaan dan US $ 50 untuk daerah
pedesaan, yang menyamakan dengan kriteria tingkat pengeluaran sebagai
proksi terhadap pendapatan serta beras sebagai dasar penetapan garis
kemiskinan (Sajogyo, 1992:167).
13
Dengan dasar ini, maka Syahrir dalam Prastyo (2010:66), dalam proses
pembangunan suatu negara terdapat tiga macam kemiskinan yang sejak dahulu
sudah dikenal, yaitu: a) Miskin karena miskin disebabkan karena berlakunya
kemiskinan yang merupakan akibat rendahnya tingkat pendidikan, kesehatan,
kurang memadai dan kurang terolahnya potensi ekonomi dan seterusnya; b)
Kemiskinan yang sebenarnya tidak perlu terjadi ditengah-tengah kelimpahan.
Kemiskinan yang hanya disebabkan buruknya tingkat daya beli dari sistem
yang berlaku; dan c) Kemiskinan yang disebabkan karena tidak meratanya dan
buruknya pendistribusian produk nasional total.
Dari ketiga macam kemiskinan dan penyebabnya, pada intinya ada dua
macam kemiskinan yakni kemiskinan yang dialami karena memang masyarakat
itu sudah miskin karena kondisi sosialnya yang memungkinkan untuk miskin
dan berikutnya adalah kemiskinan yang dalam kelimpahan sebagai dampak dari
kebiasaan daya beli dan distribusi produk secara nasional.
2. Ciri-ciri Kemiskinan
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Rusli (1994:7), maka ciri - ciri
pokok dari mereka yang termasuk golongan orang miskin antara lain; (1)
Bahwa sebagian besar dari mereka terdapat di daerah pedesaan yang pada
umumnya merupakan buruh tani yang tidak memiliki tanah sendiri; (2) Bahwa
mereka adalah pengangguran dan setengah pengangguran dan kalau ada
pekerjaan tidak memberikan pendapatan yang memadai untuk tingkat hidup
yang wajar; (3) bahwa mereka kurang berkesempatan untuk memperoleh bahan
14
kebutuhan pokok dalam jumlah yang cukup, termasuk kebutuhan untuk
kesehatan dan pendidikan; dan (4) Pada umumnya mereka termasuk keluarga
dengan jumlah beban tanggungan yang tinggi, jumlah anak-anak dibawah umur
15 tahun lebih banyak dari golongan dewasa dan mereka banyak yang
menganggur.
Selanjutnya, Swasto (1987:79) menyebutkan beberapa ciri–ciri dari
kemiskinan yakni; (1) Kekurangan gizi makanan jauh di bawah normal/bukan
kuran, tetap kurang makan makanan yang bergizi; (2) Hidup yang morat marit;
(3) Kondisi kesehatan yang menyedihkan; (4) Pakaian selalu kurang tak teratur;
(5) Tempat tinggal yang jauh dari memenuhi syarat kebersihan dan kesehatan;
(6) Keadaan anak–anak yang tidak terurus/dibiarkan bergelandangan memenuhi
kebutuhan masing–masing; dan (7) Tidak mampu mendapatkan pendidikan
formal / non formal (ketiadaan biaya dan lemah kecerdasan).
Pada intinya kedua pendapat ahli yang telah dikemukan diatas tentang ciri -
ciri kemiskinan adalah sama yakni pada umumnya berada di daerah pedesaan
dengan kondisi sosial ekonomi yang tidak memenuhi standar kelayakan
pemenuhan kebutuhabn yang mendasar.
3. Konsep Faktor - Faktor Penyebab Kemiskinan
Kemiskinan suatu daerah disebabkan karena ketidak mampuan penduduk
dalam mengelolah sumber daya alam, hal ini disebabkan karena kualitas
sumber daya manusia yang rendah, dimana tingkat pendidikan rendah, selain
itu juga sehubungan dengan faktor-faktor yang menyebabkan munculnya
15
kemiskinan tersebut Lukman Sutrisno dalam Ningsi, (1997:23 ) mengemukakan
bahwa secara umum ada tiga faktor yang menyebabkan munculnya kemiskinan
dalam masyarakat: (1) Kemiskinan dalam masyarakat disebabkan oleh faktor
budaya yang hidup dalam suatu masyarakat. Dalam konteks ini kemiskinan
sering diartikan dengan etos kerja anggota masyarakat dalam memanfaatkan
sumber daya alam yang ada; (2) Kemiskinan dalam masyarakat oleh faktor
ketidak adilan dalam pemilihan faktor-faktor produksi dalam masyarakat; dan
(3) Kemiskinan disebabkan oleh model pembangunan yang dianut oleh suatu
negara. Model pembangunan hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi
suatu negara akan menimbulkan kemiskinan pada kelompok manusia yang
menganut model itu. Hal itu disebabkan model pembangunan tersebut akan
menyebabkan kepincangan perkembangan sektor ekonomi moderen dan sektor
ekonomi tradisional.
Sejalan dengan pendapat diatas Tajudin Noer Efendi dalam Ningsi,
(1995:24) mengemukakan bahwa faktor-faktor penyebab kemiskinan dapat
dibedakan menjadi dua yaitu: (1) Faktor-faktor penyebab kemiskinan yang
datang dari dalam diri seseorang atau kelompok orang. Faktor internal
misalnya: tingkat pendidikan yang rendah, hambatan budaya masyarakat
cenderung apatis, cenderung menyerah pada nasib,tidak mempunyai daya juang
atau kemampuan untuk memikirkan masa depan; dan (2) faktor-faktor
penyebab datang dari luar kemampuan seseorang. Faktor eksternal yang terdiri
atas: birokrasi atau peraturan-peraturan resmin yang dapat mencegah seseorang
16
memanfaatkan kesempatan yang ada, adanya tekanan dari pihak penguasa
dalam pemilihan faktor produksi, dan kurangnya perlindungan dari hukum
pemerintah dalam berusaha.
Menurut Burki (1990) dalam (Taswin, 1995:14) ada enam faktor yang
menjadi penyebab kemiskinan pada penduduk pedesaan yang bergerak dalam
pertanian antara lain: (1) Pertumbuhan ekonomi yang lamban; (2) Stagnasi
produktifitas tenaga kerja; (3) Tingkat semi pengangguran yang tinggi; (4)
Tingkat pendidikan formal yang rendah; (5) Fasilitas yang tinggi; dan (6)
degradasi sumber daya alam dan lingkungan.
Berdasarkan hasil studi penelitian dan pengembangan pertanian (BPPP)
yang dilakukan di Lapangan Provensi di Indonesia faktor penyebab kemiskinan
antara lain: (1) Keterbatasan sumber daya alam kemiskinan yang disebabkan
karena memang dasar alamiah miskin yaitu keadaan alamnya misalnya karena
lahan yang kurang subur, tanahnya berbatu-batu tidak menyipan kekayaan
mineral karena sumber daya alamiah miskin maka masyarakatnya juga miskin
sehingga terjadi degradasi dan pendayagunaan lahan kurang; (2) Teknologi dan
pendukungnya yang tersedia masih rendah yang mengakibatkan penerangan
teknologi terutama budidaya masih rendah; (3) Keterbatasan lapangan kerja,
dimana membawa konsekwensi kemiskinan bagi masyarakat yang kualitasnya
dan produktifitas yang masih rendah, karena tingkat pendidikan dan kesehatan
yang masih rendah, disamping adanya pengaruh tradisi dan kesempatan kerja
yang terbatas. Meskipun secara ideal dikatakan bahwa seseorang harus mampu
17
menciptakan lapangan kerja baru, tetapi secara faktual hal tersebut kecil
kemungkinannya karena keterbatasan kemampuan seseorang baik berupa
keterampilan maupun modal; (4) Keterbatasan sarana-prasarana, dan
kelembagaan yang mengakibatkan terisolasi, perputaran modal kurang, bagi
hasil yang tidak adil, dan tingkat upah yang relatif rendah; dan (5) Beban
keluarga, dimana semakin banyak anggota keluarga akan semakin meningkat
pula tuntutan beban hidup yang harus dipenuhi, seseorang yang mempunyai
anggota banyak dan tidak diimbangi dengan usaha peningkatan pendapatan,
akan menimbulkan kemiskinan. Kenaikan pendapatan yang dibarengi dengan
jumlah keluarga, berakibat kemiskinan akan tetapi akan melanda dirinya dan
kemiskinan itu akan bersifat laten.
Hartono (1993:75), mengemukakan bahwa pada dasarnya kemiskinan
disebabkan beberapa faktor, yaitu: (1) pendidikan yang rendah; (2) keterbatasan
modal; (3) beban tanggung yang tinggi; (4) keterbatasan sumber daya alam; (5)
keterbatasan lapangan kerja; (6) adanya sikap malas.
Kemiskinan yang dirasakan oleh masyarakat suatu daerah atau desa,
merupakan suatu gambaran keberadaan suatu daerah apakah tertinggal atau
tidak tertinggal, kondisi ini sesuai dengan olahan dari Kementrian
Pembangunan Daerah Tertinggal Tahun 2006 yang menjelaskan bahwa
ketertinggalan suatu daerah atau desa juga menjadi pemicu terciptanya
kemiskinan. Hal ini menjadi faktor penyebab kemiskinan adalah:
18
1. Rendahnya Perekonomian Masyarakat
Rendahnya perekonomian masyarakat tentu dapat berdampak negative
terhadap pemenuhan kebutuhan, yakni masyarakat tidak mampu memenuhi
berbagai kebutuhannya khususnya kebutuhan yang mendasar.Rendahnya
perekonomian masyarakat ini disebabkan oleh rendahnya pendapatan
masyarakat yang di peroleh dari sumber mata pencaharian.Oleh kementrian ini
mendeskripsikan bahwa semua ini disebabkan oleh masih banyaknya sumber-
sumber yang belum dapat dimaksimalkan pengolahannya, seperti salah satunya
adalah sumber daya alam.Ada daerah yang kaya dengan sumber daya alamnya
tetapi pada kenyataannya masih banyak yang masuk dalam kategori miskin.
2. Sumber Daya Manusia
Manusia sebagai penggerak dari proses pengentasan kemiskinan ini, dapat
pula menjadi penyebab terjadinya kemiskinan, manakalah sumber daya ini
tidak berdaya guna. Diakui memang bahwa ketidak berimbangan antara jumlah
sumber daya manusia dengan alat pemenuhan kebutuhan dapat mempengaruhi
terjadinya nilai–nilai sosial ekonomi masyarakat itu yang pada akhirnya
berdampak pada polarisasi kehidupan secara keseluruhan.Ketidak berdayaan
sumber daya manusia disebabkan oleh tingkat pendidikan yang rendah, dan
pelayanan kesehatan yang rendah pula.
3. Infrastuktur
Banyak hal yang termuat dalam infrastuktur tersebut, dimana oleh
kementrian Pembangunan Desa tertinggal menetapkan beberapa hal baik yang
19
berupa fisik maupun non fisik.Yang berupa fisik pertama sarana transformasi
dan komunikasi seperti jalan, jembatan, pelabuhan dan sebagainya.Kedua
adalah sarana sosial berupa rumah-rumah ibadah, rumah sakit, rumah sekolah.
Ketiga adalah sarana perekonomian misalnya KUD, pasar atau lembaga lain
yang berfungsi sebagai sumber daya pengembangan perekonomian masyarakat.
Sedangkan yang non fisik adalah pelayanan-pelayanan publik yang berupa
pelayanan jasa seperti : adanya penerangan, sumber air bersih dan sebagainya.
4. Karakteristik daerah
Karakteristik daerah tidak hanya di lihat dari kondisi tipologi daerah
tersebut tetapi juga di lihat dari karakteristik masyarakat yang diam di
dalamnya. Biasanya masyarakat memiliki kebiasaan-kebiasaan yang telah
terpola berdasarkan pola turun temuran yang kadang-kadang dapat menghambat
proses percepatan pembangunan yang di laksanakan di daerah tersebut.
Selanjutnya oleh Sumarjo (2000:74-76), menetapkan beberapa faktor
penyebab kemiskinan penduduk, baik di tinjau dari sudut ekonomi maupun non
ekonomis antara lain:
1. Keterbatasan daya dukung lahan
Sebagian besar lahan yang di kuasai penduduk dan masyarakat tidak
memungkinkan untuk di jadikan lahan pertanian yang karena berbatu. Adapun
lahan yang mereka dapatkan tanah rata namun tanah tersebut kurang subur
sebagai akibat degradasi (menurunya daya dukung lahan karena pengelolahan
yang tidak benar atau mismanagement), dan implikasi dari system pasar, di
20
mana lahan subur dikuasai oleh pemilik modal, dan lahan yang kurang subur di
berikan kepada penduduk yang tidak mempunyai kekuatan modal.
2. Kualitas sumber daya manusia yang sangat rendah
Untuk mencapai kualitas sumber daya manusia yang utuh harus melalui
pendidikan.Namun pendidikan penduduk kebanyakan tidak tamat SD bahkan
mereka tidak pernah sekolah.Hal ini disebabkan tidak adanya biaya dan juga
membantu orang tua mereka untuk mencari nafkah, utamanya penduduk
pedesaan. Pendidikan non formal berupa kejar paket A mereka belum pula
mereka jangkau.
3. Teknologi dan pendukungnya kurang tersedia bahkan tidak tersedia secara
cukup, baik jumlah maupun waktunya.
Akibat teknologi budidaya tanaman pertanian dan teknologi produksi
industri kerajinan menjadi rendah sehingga tidak laku di pasaran
4. Keterbatasan Insfastuktur menyebabkan hidup terisolasi baik fisik maupun
sosial.
Jaringan jalan merupakan sarana yang dapat mendekatkan hubungan antara
desa yang satu dengan desa disekitarnya maupun hubungan dengan kota.
Namun karena belum tersedianya sarana jalan yang memadai pelayanan
angkutan tidak lancar yang menyebabkan terisolasinya penduduk dan
kurangnya informasi yang didapatkan.
21
5. Ikatan tradisi yang kuat
Kurangnya ikan tradisi, terutama yang berkaitan tenaga keran dengan
kegiatan perkawinan, kematian, pesta selamatan, menurut partisipasi berupa
partisipasi berupa tenaga dan harta.Kalau harta yang berupa uang tidak ada,
tanah, ternak dan tanaman digadaikan atau dijual dengan harga murah.Hal ini
kebanyakan dijumpai pada masyarakat yang hidup dipedesaan, sehingga uang
yang sebenarnya untuk dibelikan kebutuhan pokok, disumbangkan untuk hal
itu.
6. Pola Hidup yang Konsumtif dan Demostratif
Penduduk pedesaan kebanyakan merantau untuk mencari pekerjaan yang
lebih baik dan pendapatan yang memadai untuk memenuhi
kebutuhannya.Namun pendapatan yang diperoleh dari merantau tidak
digunakan untuk tujuan produktif atau membangun rumah, tetapi habis
dikosumsi.
7. Modal dan jumlah uang yang beredar di pedesaan sangat terbatas, dengan
kata lain akumulasi modal masyarakat sebagai sumber pembiayaan internal
aktivitas ekonomi relatif tidak terjadi.
Kegiatan ekonomi di wilayah pedesaan masih sangat terbatas. Transaksi
keuangan jarang terjadi, kegiatan barter masih sering dijumpai. Penduduk yang
kehidupan ekonominya mapan, lebih banyak membelanjakan uangnya
diperkotaan.Arus uang keluar lebih besar dari yang masuk.Sementara uang
22
tunai yang dimiliki harus dibelanjakan untuk keperluan makanan, pakaian, dan
kebutuhan yang mendesak lainnya.
8. Tingkat upah yang rendah
Standar upah minimum disektor pertanian di wilayah pedesaan tidak
berlaku. Pengusaha yang ada/beroperasi dipedesaan masih memberikan upah
lebih kecil dari Rp. 5.000,- / hari, dngan alasan keterampilan yang sangat
rendah. Bahkan masih dijumpai sistem pemberian rokok dan makan itu sudah
cukup.
9. Etos/nilai hidup masyarakat menganggap kemiskinan sebagai suatu kewajaran
sehingga upaya untuk keluar dari perangkap kemiskinan tidak ada. Menerima
bantuan atu sumbangan merupakan suatu kebanggaan.
10. Keterbatasan kepemilikan faktor produksi seperti lahan dan alat penangkapan
ikan.
Jumlah penduduk miskin tidak bertanah cenderung meningkat dan tanah –
tanah yang dikuasai marginal.
11. Tingkat fertilitas (kelahiran) masih tinggi. Jumlah rata–rata 5 sampai 6 orang.
12. Tingkat kesehatan dan pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin terbatas.
13. Pola pikir yang masih tradisional
Sebagai akibat dari keteriolasian fisik dan sosial serta pendidikan yang
rendah, maka pola pikir penduduk miskin masih sangat tradisional.
Untuk ruang lingkup yang lebih luas Both dan Firdausy (1994:81) dalam
Melgiana (2010:6-7) beberapa faktor yang mempengaruhi kemiskinan
23
masyarakat di pedesaan. Faktor tersebut antara lain: (1) faktor ekonomi terdiri
dari: modal, tanah, dan teknologi; (2) faktor sosial dan budaya terdiri dari:
pendidikan, budaya miskin dan kesempatan kerja; (3) faktor geografis
:keterbatasan daya dukun lahan; dan (4) faktor pribadi terdiri dari: jenis
kelamin, kesehatan dan usia. Keempat faktor tersebut mempengaruhi tingkat
aksesibilitas masyarakat terhadap pasar, fasilitas umum dan kredit. Lebih lanjut
Both dan Firdausy menyatakan tingkat aksesibilitas masyarakat terhadap ketiga
faktor tersebutlah yang mempengaruhi kemiskinannya.
4. Konsep tentang lahan pertanian
Menurut Soekartawi (2002) dalam Ihsan (2014:30), pentingnya faktor
produksi tanah, bukan saja dilihat dari segi luas atau sempitnya lahan, tetapi
juga dari segi lain, misalnya aspek kesuburan tanah, macam penggunaan lahan
dan topografi. Masih menurut Daniel (2002) dalam Ihsan (2014:30), luas
penguasaan lahan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam proses
produksi ataupun usaha tani dan usaha pertanian. Dalam usaha tani misalnya
pemilikan atau penguasaan lahan sempit sudah pasti kurang efisien dibanding
lahan yang lebih luas.Semakin sempit lahan usaha, semakin tidak efisien usaha
tani yang dilakukan.Kecuali bila suatu usaha tani dijalankan dengan tertib dan
administrasi yang baik serta teknologi yang tepat.Tingkat efisiensi sebenarnya
terletak pada penerapan teknologi.Karena pada luasan yang lebih sempit,
penerapan teknologi cenderung berlebihan (hal ini erat hubungannya dengan
konversi luas lahan ke hektar), dan menjadikan usaha tidak efisien. Menurut
24
Rosyidi (2002) dalam Ihsan (2014:30), dalam yang dimaksud dengan tanah
bukanlah sekedar tanah untuk ditanami atau untuk di tinggali saja, tetapi
termasuk pula didalamnya segala sumber daya alam. Jadi Tanah merupakan
salah satu sumber daya alam yang jumlahnya terbatas.Tanah menjadi sangat
penting karena keberadaanya dibutuhkan untuk kelangsungan hidup manusia
dalam melakukan kegiatannya. Tanah sebagai lahan pertanian merupakan salah
satu faktor produksi yang sangat penting perannya dalam pertanian jika
dibandingkan dengan faktor produksi yang lain. Jika tidak ada lahan, maka
tidak akan ada pertanian.Tanah dalam disiplin Ilmu Tanah adalah sekumpulan
tubuh alam terletak di permukaan bumi, yang kadang diubah atau diusahakan
oleh manusia sebagai lahan usahatani, merupakan media alam sebagai tempat
pertumbuhan tanaman dan biologi lainnya.
Sebagian besar lahan yang di kuasai penduduk dan masyarakat tidak
memungkinkan untuk di jadikan lahan pertanian yang karena berbatu. Adapun
lahan yang mereka dapatkan tanah rata namun tanah tersebut kurang subur
sebagai akibat degradasi (menurunya daya dukung lahan karena pengelolahan
yang tidak benar atau mismanagement), dan implikasi dari sistem pasar, di
mana lahan subur dikuasai oleh pemilik modal, dan lahan yang kurang subur di
berikan kepada penduduk yang tidak mempunyai kekuatan modal.
Planck (1990) dalam Suryadi (2010: 6) menyebutkan bahwa untuk
menguasai lahan dapat dilakukan dengan sewa, gadai, bagi hasil, dan
sebagainya. Pemilik lahan sempit dapat menggarap lahan orang lain melalui
25
sewa atau sakap, di samping menggarap lahannya sendiri. Berdasarkan cara
penguasaan tersebut, maka terdapat penggolongan penduduk pedesaan sebagai
berikut: 1) Pemilik penggarap murni, yaitu petani yang menggarap lahannya
sendiri; 2) Pemilik dan penyakap murni, yaitu mereka yang tidak memiliki
lahan tetapi memiliki garapan melalui sewa atau bagi hasil. Golongan ini
termasuk ke dalam kelompok tunakisma, tetapi jika dilihat dari garapan, maka
mereka termasuk pengusaha lahan efektif; 3) Pemilik penyewa dan atau pemilik
penyakap, yaitu mereka yang di samping menggarap lahannya sendiri, juga
menggarap lahan milik orang lain; 4) Pemilik bukan penggarap, umumnya
pemilik lahan luas; dan 5) Tunakisma mutlak, yaitu mereka yang benar-benar
tidak memiliki lahan dan tidak mempunyai lahan garapan. Sebagian besar
mereka adalah buruh tani.
Sihaloho (2004) dalam Suryadi (2010:7)membedakan penggunaan tanah
kedalam tiga kategori, yakni; 1) Masyarakat yang memiliki tanah luas dan
menggarapkan tanahnya kepada orang lain; pemilik tanah menerapkan sistem
sewa atau bagi hasil; 2) Pemilik tanah sempit yang melakukan pekerjaan usaha
tani dengan tenaga kerja keluarga, sehingga tidak memanfaatkan tenaga kerja
buruh tani; dan 3) Pemilik tanah yang melakukan usaha tani sendiri tetapi
banyak memanfaatkan tenaga kerja buruh tani, baik petani bertanah sempit
maupun bertanah luas.
Menurut Pakpahan dkk. (1992) dalam Darwis (2008:2-3), Dalam tatanan
pertanian pedesaan, secara garis besar sistem penguasaan lahan dapat
26
diklasifikasikan statusnya menjadi hak milik, sewa, sakap (bagi hasil), dan
gadai adalah bentuk-bentuk penguasan lahan dimana terjadi pengalihan hak
garap dari pemilik lahan kepada orang lain.
Menurut Prayitno dalam Rahayu (2010:16-17), besarnya luas garapan
dapat meningkatkan produksi petani.Berhubungan dengan kepemilikan tanah
oleh petani miskin sudah sangat terbatas, maka usaha yang dilakukan untuk
meningkatkan pendapatan adalah dengan pendayagunaan seluruh potensi tanah
garapan yang dimiliki oleh petani. Selain itu ada beberapa upaya lain misalnya
berusaha menurut kemampuan dan keterampilannya.
Menurut Kuswardhani dalam Rahayu (2010:16-17), bahwa luas
penguasaan lahan akan menentukan partisipasi petani terhadap program. Luas
sempitnya lahan yang dikuasai akan mempengaruhi anggota keluarga untuk
mengolah lahan.
Menurut Mubyarto dalam Rahayu (2010:16-17), hasil bruto produksi
pertanian dihitung dengan mengalikan luas lahan tanah dan hasil persatuan
luas.Dengan demikian semakin luas tanah garapan, hasil produksi pertanian pun
semakin tinggi.Luas pekarangan sangat menentukan jumlah komoditas yang
diusahakan dalam kegiatan usaha tani, semakin besar lahan semakin tinggi
kesempatan hasil yang diperoleh nantinya (Sajogjo dalam Rahayu, 2010:16-
17).
27
5. Konsep Ukuran Kemiskinan
Menurut BPS (Badan Pusat Statistik), tingkat kemiskinan didasarkan pada
jumlah rupiah konsumsi berupa makanan yaitu 2100 kalori per orang per hari
(dari 52 jenis komoditi yang dianggap mewakili pola konsumsi penduduk yang
berada dilapisan bawah), dan konsumsi nonmakanan (dari 45 jenis komoditi
makanan sesuai kesepakatan nasional dan tidak dibedakan antara wilayah
pedesaan dan perkotaan). Patokan kecukupan 2100 kalori ini berlaku untuk
semua umur, jenis kelamin, dan perkiraan tingkat kegiatan fisik, berat badan,
serta perkiraan status fisiologis penduduk, ukuran ini sering disebut dengan
garis kemiskinan. Penduduk yang memiliki pendapatan dibawah garis
kemiskinan dikatakan dalam kondisi miskin.
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), mengukur
kemiskinan berdasarkan dua kriteria Criswardani Suryawati dalam Prastyo,
(2010:39-40), yaitu: (1) Kriteria Keluarga Pra Sejahtera (Pra KS) yaitu keluarga
yang tidak mempunyai kemampuan untuk menjalankan perintah agama dengan
baik, minimum makan dua kali sehari, membeli lebih dari satu stel pakaian per
orang per tahun, lantai rumah bersemen lebih dari 80%, dan berobat ke
Puskesmas bila sakit; dan (2) Kriteria Keluarga Sejahtera 1 (KS 1) yaitu
keluarga yang tidak berkemampuan untuk melaksanakan perintah agama
dengan baik, minimal satu kali per minggu makan daging/telor/ikan, membeli
pakaian satu stel per tahun, rata-rata luas lantai rumah 8 meter per segi per
anggota keluarga, tidak ada anggota keluarga umur 10 sampai 60 tahun yang
28
buta huruf, semua anak berumur antara 5 sampai 15 tahun bersekolah, satu dari
anggota keluarga mempunyai penghasilan rutin atau tetap, dan tidak ada yang
sakit selama tiga bulan.
Kategori diatas menentukan kemiskinan dalam batas kecakupan pangan
dan non pangan untuk rumah tangga, sehingga pengukuran tersebut nampaknya
lengkap untuk membuat kategori miskin, karena pada dasarnya kebutuhan dasar
( pokok ) sehari-hari meliputi pangan (makanan) dan non pangan ( perumahan
dan pakaian).
Rusli dalam Hartin (2015:18) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
kategori miskin jika perumahan pangan tidak terjamin (seadanya) yang kadang
kala harus meminjam uang dulu untuk membeli pangan. Selain itu pakaian
yang dimiliki golongan miskin ini dicirikan hanya terbatas pada beberapa
pasang saja, kondisi rumah kurang memadai dilihat dari atap, diding dan lantai
serta pemilikan barang-barang rumah tangga hanya sederhana saja dan dalam
jumlah terbatas.Tolak ukur kemiskinan dilakukan dengan membandingkan
tingkat pendapatan orang atau keluarga dengan tingkat pendapatan yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pokok beras, pangan, atau kebutuhan
gizi minimum.
Ukurang kemiskinan di Indonesia dinyatakan sebagai nilai rata-rata
pengeluaran (proxy pendapatan) per kapita yang mampu dibelanjakan untuk
memenihi kebutuhan 2.100 kalori perhari ditambah pemenuhan kebutuhan
pokok minumum perumahan, pahan pakar, sandang, endidikan, kesehatan, dan
29
transportasi Zawani dalam Hartin (2015:19), memaparkan bahwa
selainpengukuran tingkat kemiskinan seperti yang dikemukakan diatas maka
untuk menentukan status ekonomi rumah tangga di desa miskin diperlukan
suatu indikator komposit, yang merupakan gabungan dari beberapa aspek atau
variabel yang didasarkan atas value jagement yaitu posisis pertanyaan terhadap
keadaan ekonomi rumah tangga di wilayah tertentu.
Tukiran dalam Hartin (2015:20) perlunya karakteristik desa miskin melalui
suatu indikator komposisi merupakan gabungan dari beberapa aspek atau
variabel yang dianggap dapat mecerminkan kemiskinan, dimana aspek yang
digunakan dalam mengukur wilayah miskin yakni potensi dan fasilitas desa,
perumahan, lingkungan dan keadaan penduduk.
Klasifikasi atau golongan seseorang atau masyarakat ditetapkan dengan
menggunakan tolak ukur, yaitu berdasarkan tingkat pendapatan dan
berdasarkan kebutuhan relatif, yang mana diukur dengan Metode.
Pengukuran kemiskinan yang dikemukakan oleh Sajogyo dalam Hartin
(2015:21), bahwa untuk pedesaan kelompok miskin bila pengeluaran setara
dengan Beras kurang dari 320 kg per kapita per tahun, miskin sekali
pengeluarannya kurang dari 240 kg per kapita per tahun dan paling miskin bila
kurang dari 180 kg per kapita per tahun. Untuk Daerah Perkotaan masing-
masing yaitu kelompok masyarakat miskin bila pengeluaran setara dengan
beras kurang dari 480 per kapita per tahun, miskin bila pengeluarannya kurang
30
dari 360 per kapita per tahun dan paling miskin bila kurang dari 270 per kapita
per tahun.
Pengukuran kemiskinan yang telah dilakukan cukup beragam, misalnya di
Indonesia pengukuran kemiskinan berdasarkan kebutuhan gizi (Kalori dan
protein), minimum perorangan, pengukuran berdasarkan skala Ekuivalen bahan
makanan beras untuk mengeluarkan ukuran minimum seperti yang dilakukan
oleh Hendra Esmara dalam Hartin (2015:21), pengukuran kemiskinan
berrdasarkan skala Ekuivalen pendapatan perkapita untuk mengukur
pemenuhan dasar minimum seperti yang dilakukuan oleh Bank Dunia
(1984:163).
Untuk mengetahui ukuran kemiskinan ditinjau dari konsumsi makanan,
pakaian dan perumahan (tempat tinggal), Menurut Supruhatin dalam hartin
(2015:22), adalah sebagai berikut: 1) Konsumsi (makanan/pakaian) yakni:
Pengeluaran rumah tangga atau konsumsi rumah tangga merupakan salah satu
indikator yang dapat memberikan gambaran tentang keadaan kemiskinan
penduduk. Dalam ilmu ekonomi konsumsi adalah kegiatan menghabiskan
barang dan jasa untuk kelangsungan hidup.konsumsi adalah suatu tindakan
untuk mengurangi atau menghabiskan kegunaan suatu barang dan jasa secara
sekaligus maupun berangsur-berangsur; dan 2) Perumahan (Tempat Tinggal)
yakni: Keadaan rumah tangga atau perumahan merupakan indikator untuk
mengukur tingkat kemiskinan penduduk.Secara umum kualitas rumah tinggal
ditentukan oleh kualitas bahan bangunan yang digunakan, rumah yang bahan
31
bangunan kualitas tinggi, secara nyata tercermin tingkat kesejahteraan
penghuninya, karena itu aspek kesehatan dan kenyamanan bahwa estetika bagi
kelompok masyarakat tertentu menentukan dalam pemenuhan rumah tinggal.
Ukuran rumah tangga miskin menurut BPS (2005) dalam Halifah
(2009:20-21), menyatakan bahwa jika diasumsikan suatu rumah tangga
memiliki jumlah anggota rumah tangga ( hosehold size) rata-rata 4 orang maka
batas garis kemiskinan rumah tangga adalah; 1) Rumah tangga dikatakan sangat
miskin apabila tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya 4 x 120.000,- = Rp
480.000,- per rumah tangga perbulan; 2) rumah tangga dikatakan miskin
apabila tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya sebesar 4 x 150.000,- =Rp
600.000,- per rumah tangga perbulan; dan 3) rumah tangga dikatakan
mendekati miskin apabila tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya sebesar
4 x 175.000,- = Rp 700.000,- per rumah tangga perbulan.
Rusli dalam Hartin (2015:23), menyatakan bahwa yang termaksud kategori
miskin adalah : Selain makanan dan pakaian yang dimiliki golongan miskin
dirincikan hanya sebatas pada beberapa pasang saja, kondisi rumah kurang
memadai dilihat dari kondisi atap, dinding dan pantai serta pemilikan barang-
barang rumah tiggal hanya sederhana saja dan dalam jumlah terbatas.
Sedangkan kriteria rumah tangga miskin menurut Titik Koordinasi Pusat
Program Pemberian Subsidi Langsung Tunai kepada rumah tangga miskin,
Departemen komunikasi dan informasi Sayami dalam hartin (2015:24), ialah:
(1) Luas lantai bangunan tempat tinggal, kurang dari 8 m per orang; (2) Jenis
32
lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah, bambu, kayu yang murah; (3)
Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu, rumbia, kayu yang berkualitas
rendah; (4) Tidak memiliki fasilitas buang air besar, bersama-sama dengan
rumah tangga yang lain; (5) Sumber air minum berasal dari sumur, mata air
tidak terlingdung, sungan atau air hujan; (6) Bahan bakar untuk memasak
sehari-hari adalah kayu bakar; (7) Hanya sanggup makan satu, dua kali dalam
sehari; (8) Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik;
dan (9) Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga adalah tidak sekolah atau
tidak tamat SD atau sebatas hanya SD.
Menurut Muh. Amaluddin (2007:43) bahwa yang dapat dijadikan sebagai
alat pengukuran tingkat kemiskinan linnya ada tiga hal : (1) segi pemilikan
lahan ; (2) pemenuhan kebutuhan sembilan bahan pokok; dan (3) dari segi
demografi.
Dari segi kepemilikan untuk pulau jawa kurang dari 0,25 Ha dan diluar
pulau Jawa 0,5 Ha, hal ini dapat di kategorikan sebagai keluarga miskin.
Sedangkan untuk lahan kering kurang dari 0,5 Ha untuk pulau Jawa dan diluar
pulau Jawa kurang dari 1,0 Ha hal ini untuk luar pulau jawa termasuk dalam
kategori miskin.
Dari segi pemenuhan sembilan bahan pokok. Ditetapkan beberapa hal,
yakni: (1) beras,100 Kg; (2) ikan asin, 15 Kg; (3) gula pasir, 6 Kg; (4) garam
dapur, 9 Kg; (5) minyak tanah, 60 Liter; (6) minyak goreng, 6 Liter; (7) sabun
cuci, 20 Batang; (8) tekstil kasar, 4 Meter.
33
Dan berdasarkan kriteria sembilan bahan pokok tersebut maka penduduk
digolongkan miskin kalau pendapatannya lebih lendah dariu 200 persen dari
nilai total konsumsi sembilan bahan pokok tersebut. Sebaliknya apabila lebih
besar dari 200 persen di golongkan tidak miskin.
Dari segi demografi tingkat kemiskinan dapat diukur dengan melihat angka
tingkat kematian (death rate).Pada suatu masyarakat yang masih mempunyai
tingkat kematian tinggi disebut masyarakat miskin karena kurang makan atau
wabah penyakit yang dapat mereka tanggulangi karena merasa miskin.
B. Penelitian Yang Relevan
Penelitian ini mengacu pada sumber, yaitu:
Skripsi Halifah Tahun 2009 Yang Berjudul profil kemiskinan masyarakat
Kecamatan Lasalepa Kabupaten Muna, yang merupakan mahasiswa Fakultas
Keguruaan dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu Oleo Kendari, “yang
menyimpulkan bahwa, masyarakat miskin masih mengalami masalah ekonomi
dilihat dari pendapatan mereka sangat tidak memungkinkan untuk kehidupan
mereka adalah rendhnya pendidikan dan besarnya jumlah tanggungan dalam
keluarga, karena fenomena kemiskinan bukan hanya terbatas pada kurangnya
keuangan, melainkan melebar pada kurangnya kreativitas, inovasi, kesempatan
untuk bersoalisasi berbagai potensi dan sumber daya yang ada, atau secara
khusus persoalan itu lebih melingkar diantaranya lemahnya mengembangkan
potensi diri dan tertutupnya potensi diri untuk berkembang dimasyarakat, selain
itu juga terdapat pola hidup yang sangat memprihatinkan bagi masyarakat
34
Lasalepa khususnya Rumah Tangga miskin baik pola makan dan pola
berpakaian. Hal ini dikarenakan penghasilan yang minim namun kebutuhan
keluarga yang sangat besar. Lebih lagi ketika kebutuhan seorang anak yang
harus dipenuhi, baik dari kesehatannya maupun gaya hidupnya yang selalu
mengikuti trend moderen.
C. Kerangka Pikir
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menggambarkan skema kerangka
konseptual.Menurut Sugiono dalam Ripai (2013: 34), Kerangka Pemikiran
adalah merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan
dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah penting.
Kerangka Pemikiran menjelaskan secara teoritis pertautan antara variabel-
variabel yang akan diteliti.
Kebiasaan sebagian besar masyarakat dalam bertani sampai saat ini masih
jauh yang diharapkan dalam memenuhi kehidupan sehari-hari, masih
menggunakan alat - alat tradisional, buktinya masih banyak masyarakat yang
miskin di Desa Madampi Kecamatan Lawa.Realita ini membuktikan bahwa
pemerintah masih kurang memperhatikan kondisi masyarakat petani dalam
pengelolahan pertaniannya tersebut. Terjadinya kemiskinan petani pada
masyarakat desa Madampi tersebut dikarenakan oleh beberapa faktor antara
lain: sempitnya lahan yang dimiliki, aksesbiltasnya masih bersifat trdisional,
rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki, faktor budaya, tidak ada pekerjaan
lain yang dimiliki, alat yang digunakan dalam pengelolahan lahanya masih
35
bersifat peralatan tradisional, pendapatan yang tergantung musim dan usia
tanaman yang sudah cukup tua. Dengan demikian tingkat kesejahteraan
menjadi rendah dan kesehatanya masyrakatnya. Untuk lebih jelasnya dapat
diuraikan dalam skema kerangka pikir berikut ini:
Gambar2.1 Bagan kerangka pikir
Masyarakat petani
Kemiskinan masyarakat petani
Faktor - faktor penyebab kemiskinan:
1. Kepemilikan lahan/tanah olahan dan luas lahan olahan
yang rendah.
2. Alat yang digunakan dalam pengelolahan lahan
3. Jenis tanaman yang dikembangkan
4. Model pemanfaatan lahan
5. Pemasaran hasil pertanian/tanaman reponden.
6. Faktor budaya
7. Tingkat pendidikan
8. Pendapatan
9. kesehatan
10. Jumlah tanggungan dalam keluarga
36
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Madampi Kecamatan Lawa Kabupaten
Muna Barat dengan pertimbangan bahwa di Desa tersebut masih banyak
masyarakat petani yang hidup di bawah garis kemiskinan. Waktu penelitian ini
dilaksanakankan pada tanggal 19 sampai dengan 30 Januari 2016.
B. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan
menggambarkan suatu masalah faktor-faktor penyebab kemiskinan masyarakat
petani di Desa Madampi Kecamatan Lawa Kabupaten Muna Barat.
C. Populasi dan sampel penelitian
1. Populasi penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruhmasyarakat petani
yang terdata sebagai masyarakat atau keluarga dalam kategori miskin di Desa
Madampi yang berjumlah 60 KK, (Pemerintah Desa Madampi).
2. Sampel penelitian
Dalam penelitian ini, pengambilan sampel yang dilakukan ialah
menggunakan Metode Simple Random Sampling, yang artinya bahwa semua
populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel
36
37
yang selanjutnya dijadikan sebagai responden. Sampel yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu kelompok masyarakat petani miskin di Desa Madampi
sebanyak 60 responden. Metode penentuan sampel diambil secara acak,
Menurut Kusmayadi dan Endar (2000), penetapan jumlah sampling
dihitung dengan mempertimbangkan tingkat ketelitian dan jumlah responden
yang akan digunakan dalam penelitian dan waktu tertentu dengan persamaan (1).
Nilai kritis e atau batas ketelitian yang dapat dipergunakan dalam perhitungan
adalah 10 % (0,1). Penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini sebesar 60 KK
masyarakat petani miskin dengan batas ketelitian yang diinginkan ditetapkan 0,1
maka dapat dihitung jumlah sampel responden secara acak dengan
menggunakan Rumus Slovin yaitu:
)(1 2Nxe
Nn
Keterangan:
n = Sampel
N = Jumlah Populasi
e = Presisi (ditetapkan 10% dengan tingkat kepercayaan
95%)
Dari populasi seluruh masyarakat petani miskin sejumlah 60 KK diambil
sampel sejumlah :
)(1 2Nxe
Nn
38
)1,060(1
602x
n
)01,060(1
60
xn
6,01
60
n
6,1
60n
n = 37,5 dibulatkan menjadi 38 MPM
Jadi, sampel seluruh Desa Madampi sebanyak 38 orang Untuk menentukan
masyarakat petani miskin yang akan dijadikan sampel diambil secara acak seperti
yang dijelaskan diatas.
D. Informan Penelitian
Pemilihan informan dilakukan dengan menggunakan (purposive sampling).
Menurut Sugiyono (2014: 218-219) Purposive sampling adalah teknik
pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan
tertentu ini adalah orang yang dianggap paling tahu sehingga akan memudahkan
peneliti menjelajahi obyek/situasi sosial yang diteliti.
Adapun yang ditetapkan sebagai informan dalam penelitian ini adalah
masyarakat miskin dengan jumlah sampel diambil sebanyak 38 orang, yang ada
di Desa Madampi Kecamatan Lawa, selain masyarakat petani, ada informan
tambahan untuk melengkapi data tersebut adalah kepala Desa.
39
E. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian adalah
sebagai berikut :
a. Data sekunder, adalah data yang diperoleh melalui study pustaka( library
research ) untuk mengumpulkan data-data melalui buku-buku, peraturan-
peraturan, serta dokumen-dokumen yang ada relevansinya dengan
penelitian.
b. Data primer, adalah data yang diperoleh dengan melakukan penelitian
langsung terhadap objek penelitian dengan menggunakan teknik
pengumpulan data sebagai berikut :
1. Observasi, yaitu cara mengumpulkan data yang berdasarkan atas tinjauan
dan pengamatan penelitian secara langsung terhadap aspek – aspek yang
terkait dengan Faktor - faktor penyebab kemiskinan masyarakat petani (Studi
kasus di Desa Madampi Kecamatan Lawa Kabupaten Muna Barat) atau
informasi yang diperlukan.
2. Wawancara yakni teknik yang digunakan dengan mengadakan Tanya Jawab
dengan menggunakan daftar pertayaan (Quisioner) yang telah disediakan
lebih dahulu yang berbeda dengan daftar langsung oleh responden , dengan
maksud untuk melengkapi informasi yang diperlukan khususnya kepada
masyarakat petani kategori keluarga miskin dalam rangka memperoleh
informasi mengenai faktor-faktor penyebab kemiskinan masyarakat petani di
40
Desa Madampi Kecamatan Lawa. Selain itu dilakukan juga wawancara
dengan para informan seperti Kepala Desa dan Kepala RT dalam rangka
memperoleh tambahan informasi mengenai penelitian ini.
3. Studi dokumentasi yaitu melakukan pencatatan terhadap dokumen yang ada.
Sugiyono (2013:240) Menyatakan bahwa Studi dokumen merupakan
pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam
penelitian kualitatif. Senada dengan itu iskandar, (2010:219) menyatakan
bahwa studi dokumen merupakan penelaahan terhadap referensi-referensi
yang berhubungan dengan permasalahan penelitiaan. Dokumen-dokumen
yang dimaksud yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dokumen
pribadi, dokumen resmi, referensi-referensi, foto-foto, rekaman kaset. Data
ini dapat bermafaat bagi peneliti untuk menguji, menafsirkan bahkan untuk
meramalkan jawaban dari permasalahan penelitian.
F. Kisi-kisi penelitian
Kisi-kisi penelitian tentang “Faktor-faktor penyebab kemiskinan masyarakat
petani (Studi kasus di Desa Madampi Kecamatan Lawa Kabupaten Muna Barat)’’
, berikut ini tabel kisi-kisi wawancara penelitian:
41
Tabel 3.1 kisi-kisi wawancara penelitian.
Variabel Indikator Nomor Juml
ah
item
Faktor -
faktor
penyebab
kemiskinan
masyarakat
petani (Studi
kasus di Desa
Madampi
Kecamatan
Lawa
Kabupaten
Muna Barat)
Status Kepemilikan Lahan Olahan Dan
Luas Lahan Olahan yang rendah
1,2 2
Sistem pemanfaatan lahan dan sistem
pemasaran yang rendah
3,4,5,6,7,
8,9
7
Rendahnya perekonomian masyarakat
10 1
Tingginya tanggungan rata-rata
keluarga
11 1
Kualitas sumber daya manusia yang rendah
12,13 2
G. Instrumen Penelitian
Intsrumen yang dimaksud dalam peneltian ini adalah dengan menggunakan
Wawancara Tanya Jawab dengan menggunakan daftar pertayaan ( Quisioner )
yang telah disediakan lebih dahulu yang berbeda dengan daftar langsung oleh
responden. Wawancara ini ditanyakan langsung kepada responden untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan dengan maksud untuk
mencari informasi atau mendapatkan data yang akurat yang berhubungan dengan
judul dan masalah dalam penelitian ini.
H. Teknik Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan dalam penelitian ini akan dianalisis secara
deskritif kualitatif. Data tersebut disajikan berdasarkan apa adanya, berdasarkan
fakta di lapangan sesuai dengan objek penelitian ini. Data ini kemudian diuraikan
dalam bentuk tabel persentase agar diperoleh gambaran yang jelas mengenai
42
faktor-faktor penyebab kemiskinan masyarakat petani di Desa Madampi
sehingga dapat diperoleh kesimpulan dari responden ditentukan Mukhtar dan
Erna Widodo (2000) dalam Hazarudin (2010:32), dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
100xN
FP
Keterangan :
P = kategori (persentase pilihan)
F = frekuensi ( jumlah responden yang memilih alternatif yang sama)
N = jumlah responden keseluruhan
100 = % (persentase)
43
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Peta Kecamatan Lawa
Gambar 4.1 Peta Desa Kecamatan Lawa
2. Letak Geografis
Desa Madampi merupakan salah satu Desa yang ada di Kecamatan Lawa
Kabupaten Muna Provinsi Sulawesi Tenggara.Desa Madampi adalah salah salah
satu Desa yang ada di Kabupaten Muna khususnya di Kecamatan Lawa yang
umurnya sudah 17 Tahun.Secara historis Desa Madampi terbentuk sejak tahun
1999 yang merupakan hasil pemekaran dari wilayah Desa Lagadi dan selama
terbentuknya sudah ada pergantian kepala desa.Kepala desa yang menjabat di
Desa Madampi saat ini adalah La Umer.
43
44
Dari sejak terbentuknya Desa Madampi terdiri dari dua dusun yaitu dusun
I dan dusun II.Desa Madampi yang dapat dijangkau melalui transportasi darat
dari Ibukota Kabupaten Muna Barat.Desa Madampi dapat ditempuh kurang lebih
1 (satu) jam dari Kota Raha sebagai Ibukota Kabupaten Muna. Relief Wilayah
Desa Madampi umumnya adalah rata, sehingga sangat cocok untuk
pengembangan dan pembangunan kegiatan pertanian secara umum
Adapun batas-batas wilayah Desa Madampi adalah sebagai berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Lagadi
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan kelurahan Lapadaku
3. Sebelah Timur Berbatasan dengan Kawasan Hutan Desa Lalemba
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Lapadaku
Desa Madampi mempunyai luas wilayah 1.201 Ha, dimana sangat
potensial untuk pengembangan tanaman pangan dan perkebunan.
3. Kondisi Demografis
Jumlah penduduk Desa Madampi Kecamatan Lawa Kabupaten Muna
Barat berdasarkan jumlah penduduk (jiwa) 554 Jiwa yang terdiri dari 184
KK.Dimana dari 184 KK yang masuk dalam kategori keluarga miskin berjumlah
60 KK atau 44 %.Desa Madampi sebagian besar adalah petani, yang berusaha
tani di bidang pertanian tanaman pangan, holtikultura dan perkebunan dan selain
Pegawai Negeri Sipil dan wiraswasta (pedagang, tukang kayu, dan tukang
batu).Tingkat pendidikan masyarakat berbeda-beda dan sebagian besar Desa
Madampi tidak tamat Sekolah Dasar.Rendahnya tingkat pendidikan ini juga
45
merupakan faktor rendahnya tingkat pendapatan petani atau tingkat kesejahteraan
masyarakat.Tingkat kesejahteraan masyarakat 95% masih dalam tahap
parasejahtera dan 5% termasuk keluarga sejahtera.Masyarakat Desa Madampi
seluruhnya beragama Islam.
Untuk lebih jelasnya keadaan umum pendudukan Desa dapat dilihat pada
tabel 4.1 berikut ini :
Tabel 4.1 keadaan umum pendudukan Desa Madampi, Tahun 2011 :
No Keadaan umum Desa Madampi Jumlah (Orang)
1 Kependudukan
jumlah penduduk (jiwa)
Jumlah KK
554
184
2 Kesejahteraan Sosial
Jumlah KK Prasejahtera
Jumlah KK sejahtera
Jumlah KK Kaya
130 KK
7 KK
-
4 Mata pencaharian
Petani
Peternak
Pedagang
Tukang kayu
Tukang Batu
PNS
Pensiunan
TNI/ Polri
Perangkat Desa
534
2
1
2
2
6
-
5
5
5 Agama
Islam
554
Sumber Data: Kantor Desa Madampi, Januari 2016
4. Keadaan Ekonomi
Umumnya masyarakat desa madampi mempunyai mata pencaharian
sebagai petani, dan sebagian kecil bekerja sebagai wiraswasta (pedagang, tukang
kayu, dan tukang batu).
46
B. Karakteristik Responden
1. Umur Responden
Dalam penelitian ini yang menjadi responden adalah keseluruhan petani
yang di pilih penelliti yang ada di Desa Madampi yang masuk dalam kategori
keluarga miskin, yang terdata berdasarkan pendataan dari Pemerintah 38 orang
responden dalam penelitian ini, diketahui bahwa golongan umur mereka
berfariasi mulai dari golongan termudah yakni 20 tahun sampai dengan golongan
tertua yakni 65 tahun
Berdasarkan kriteria kependudukan bahwa keluarga yang masuk dalam
kategori keluarga miskin di Desa Madampi umumnya tergolong penduduk
kategori yang sangat produktif, dimana secara fisik golongan umur seperti yang
dimaksud ini sangat memungkinkan untuk bekerja secara maksimal. Golongan
umur mana yang paling dominan, selanjutnya dapat dilihat melalui Tabel 4.2
berikut:
Tabel 4.2 Klasifikasi Umur Responden Di di Desa Madampi Tahun 2016
No Klasifikasi Umur
(Tahun)
Jumlah Responden
(Orang)
Persentase (%)
1 21 – 30 5 13,16
2 31– 40 9 23,68
3 41- 50 15 39,47
4 51 – 60 6 15,79
5 60 keatas 3 7,89
Jumlah 38 100
Sumber: Data primer dioalah, Januari 2016
Berdasarkan uraian tabel 4.2 diatas, diketahui bahwa responden yang
berumur antara 41-50 tahun adalah yang terbesar jumlahnya yakni 15 orang atau
47
39,47 % disusul urutan kedua ber umur 31-40 tahun yang berjumlah 9 orang atau
23,68 %, dan urutan ketiga adalah responden yang berumur 51–60 tahun yang
berjumlah 6 orang atau 15,79 %. Sedangkan yang berumur 21-30 tahun dan umur
60 tahun keatas masing-masing berjumlah 5 orang atau 12,82 % untuk yang
golongan umur 21-30 tahun dan 3 orang atau 7,89 % responden yang berumur 60
tahun keatas.
Dari keseluruhan responden, golongan umur 60 tahun keatas adalah yang
paling sedikit jumlahnya, yakni hanya 3 orang, ini membuktikan bahwa
masyarakat di Desa Madampi adalah masyarakat yang masih tergolong sangat
produktif, dibuktikan dengan hasil penjelasan tabel 4.2 diatas bahwa golongan
umur yang paling produktif yakni antara 21-50 tahun jumlahnya paling banyak
yakni 29 orang atau 76,32 %.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil uraian tersebut diatas bahwa,
umur yang tergolong yang sangat produktif justru itu yang mendominasi masuk
dalam kategori keluarga miskin, sehingga dari sini dapat dijadikan salah satu
variabel bahwa keluarga miskin tidak hanya dapat dialami oleh mereka yang
sudah tidak produktif tetapi justru banyak dialami dan dirasakan oleh mereka
yang masih masuk dalam kategori keluarga miskin.
2. Pendidikan Responden
Pendidikan dimana-mana menjadi indikator penting dalam kehidupan,
baik pribadi maupun kelompok masyarakat. Seseorang memiliki pendidikan yang
48
layak pastilah mudah untuk menyerap, menerima dan menerapkan berbagai
informasi hubungannya dengan peningktan taraf hidupnya.
Tidak hanya itu saja, pendidikan sangat memungkinkan seseorang untuk
bertindak secara rasional dan profesional dalam mengelolah kehidupannya dan
sumber-sumber kehidupannya.
Penelitian ini membuktikan pertanyaan diatas, bahwa dari 38 orang
responden dalam penelitian ini diketahui bahwa ada responden yang sama sekali
tidak pernah sekolah artinya tidak perna menduduki bangku pendidikan.
Sedangkan yang lainnya ada yang pernah sekolah di Sekolah Dasar (SD) tapi
tidak tamat, ada yang hanya tamat Sekolah Dasar (SD), ada juga yang pernah
Sekolah Di SMP tapi tidak tamat, Tamat SMP, tidak tamat SMA dan Tamat
SMA, keadaan ini menggambarkan bahwa betapa rendahnya pemenuhan
kebutuhan sosial responden khususnya dari sisi pendidikan. Untuk melihat lebih
jelasnya dapat dilihat pada tebel berikut ini:
Tabel 4.3 Kalasifikasi Pendidikan Formal Responden Di Desa Madampi,
Tahun 2016
N
o
Tingkat pendidikan Jumlah Responden
(Orang)
Persentase
(%)
1 Tidak Perna Sekolah 5 13,16
2 Tidak Tamat SD 6 15,79
3 Tamat SD 10 26,32
4 Tidak Tamat SMP 4 10,53
5 Tamat SMP 8 21,05
6 Tidak Tamat SMA 3 7,89
7 Tamat SMA 2 5,26
Jumlah 38 100
Sumber Data: Data Primer Diolah, Tahun 2016
49
Berdasarkan hasil uraian tabel 4.3 tersebut diatas, diketahui bahwa
responden dominan hanya tamat sekolah dasar yakni 14 orang. Dari 14 orang
tersebut, 10 orang atau 26,32 % adalah responden yang tamat sekolah dasar dan
tidak melajutkan ke SPM tapi tidak tamat 4 orang atau 10,53 % adalah
responden yang tamat sekolah dasar lanjut ke SMP tapi tidak tamat, artinya 14
orang ini tamat sekolah dasar dan memiliki ijazah walaupun ada yang sempat
lanjut SMP dan tidak tamat. Secara keseluruhan responden yang punya ijazah
sekolah dasar menempati posisi yang tertinggi dibandingkan yang lainnya yakni
14 orang atau 36,84 %. Disusul responden yang tamat SMP yang berjumlah 8
orang atau 21,05 %, kemudian disusul lagi yang tidak tamat SD 6 orang atau
15,79 %, terus disusul tidak pernah sekolah berjumlah 5 orang atau 13,16 % %
sedangkan 3 orang atau 7,89 % adalah responden yang pernah lanjut ke SMA
tetapi tidak tamat SMP.sedangkan responden yang hanya tamat SMA berjumlah
2 orang atau 5,26 %.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa, responden dalam
penelitian ini pada umumnya memiliki pendidikan formal yang masih rendah
bahkan terdapat responden yang sama sekali tidak punya pendidikan atau sama
sekali tidak pernah sekolah. Dimana dari klasifikasi pendidikan responden
tersebut, yang berjumlah 38 responden (orang) yang memiliki pendidikan formal
yang rendah, seperti tidak pernah sekolah berjumlah 5 orang atau 13,16 % dan
yang tidak tamat Sekolah Dasar (SD) berjumlah 6 orang atau 15,79 %. Hal ini
menunjukkan bahwa salah satu faktor penyebab kemiskinan adalah rendahnya
50
pendidikan formal, sehingga tidak bisa mendapatkan pekerjaan disalah satu
instansi atau lembaga, dikarenakan tidak memiliki ijazah.Kemudian hal ini juga,
signifikan dengan dampaknya terhadap kehidupan masyarakat yang masuk dalam
kategori keluarga miskin. Kemudian pendidikan yang rendah juga, berdampak
terhadap seluruh perilaku masyarakat dalam pengelolaan seluruh penghasilan
dalam memenuhi kebutuhan hidup setiap hari, rendahnya cara pandang terhadap
kehidupan sosial lainnya.
C. Faktor-faktor penyebab kemiskinan di Desa Madampi
1. Rendahnya Kepemilikan, Luas Lahan Olahan
a. Status Kepemilikan Lahan Olahan
Berdasarkan kajian teori sebelumnya, sangat jelas bahwa kepemilikan dan
keterbatasan luas lahan olahan termasuk salah satu faktor yang menjadi penyebab
kemiskinan.
Bagi kelompok masyarakat yang masuk dalam kategori keluarga miskin
sebagaiman dimaksud diatas, status kepemilikan lahanolahan terbagi pada
beberapa bagian yakni: petani yang memiliki lahan sendiri tetapi terolah kurang
dari 0,5 ha, petani yang tidak memiliki tanah olahan sendiri (tunakisma), petani
yang punya lahan sendiri yang begitu kecil atau sempit (petani geren) dan petani
yang meminjam lahan orang lain dengan bagi hasil dan Kemiskinan kultural,
mengacu pada persoalan sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh
faktor budaya, seperti tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupan,
malas, pemboros, tidak kreatif meskipun ada bantuan dari pihak luar.
51
Dari hasil penelitian yang dilakukan kepada responden diketahui bahwa
petani yang termasuk dalam kategori keluarga miskin kepemilikan lahan olahan
terdiri dari 2 (dua) bagian yakni responden yang punya lahan sendiri dan
responden yang tidak punya lahan sendiri melainkan meminjam lahan orang lain
dengan bagi hasil yang tidak masuk dalam kategori keluarga miskin, dan ada
lahan tetapi mereka malas mengelolah lahan tersebut Untuk lebih jelasnya ada
beberapa orang responden yang memiliki lahan olahan sendiri dan beberapa
orang responden yang meminjam kepada pihak lain dan bagi hasil, maka untuk
lebih jelasnya dapat dilihat melalui tabel berikut ini:
Tabel 4.4 Status kepemilikan lahan olahan responden di Desa Madampi,
Januari 2016
No Status Kepemilikan
Lahan Olahan
Jumlah Responden
(Orang)
Persentase (%)
1 Milik sendiri 13 34,21
2 Pinjaman/bagi hasil 25 65,79
Jumlah 38 100
Sumber Data: data primer diolah, januari 2016
Berdasarkan hasil uraian tabel 4.4 tersebut diatas, terbukti bahwa terdapat
13 orang responden atau 34,21 % yang menyatakan bahwa lahan yang diolah
adalah lahan sendiri dan 25 orang responden atau 65,79 % yang menyatakan
pinjaman/ bagi hasil artinya lahan yang diolah bukan milik responden sendiri
tetapi milik orang lain dengan bagi hasil yang tidak masuk dalam kategori
keluarga miskin.
Menurut hasil wawancara dengan salah seorang reponden La Wuna, 40
tahun mengatakan bahwa:
52
“ saya kalau berkebun meminjam lahannya orang lain dengan bagi
hasil,,,,karena saya tidak punya lahan sendiri,,,,,”(wawancara Januari 2016)
Seperti halnya yang dikatakan informan La Kade, 65 tahun mengatakan
bahwa:
“ada lahan tetangga tapi sebenarnya de,,,,saya ingin punya lahan
sendiri,,,,,tapi lantaran keterbatasan ekonomi dan malas, saya tidak bisa
untuk beli tanah,,, jadi saya meminjam lahanya orang untuk berkebun dan
hasil perkebunan saya kita bagi hasil dengan yang punya lahan,,,,,,”(
wawancara Januari 2016)
Seperti halnya juga yang dikatakana informan La Gure, 45 tahun
mengatakan bahwa:
“ saya berkebun ini meminjam lahannya orang,,,sebenarnya saya tidak
ingin,,,,tapi karena keterbatasan ekonomi,,,jadi beginimi de meminjam lahan
orang untuk memenuhi kebutuhan kami apalagi hasilnya kita bagi rata dengan
yang punya lahan” ( wawancara Januari 2016)
Dari peryataan informan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa sangat
jelas bahwa, salah satu faktor penyebab kemiskinan masyarakat di Desa
Madampi adalah faktor budaya karena malas dalam mengolah lahan tersebut,
status kepemilikan lahan olahan responden, dimana dari 38 terdapat 25
responden atau 65,79 % yang tidak mempunyai lahan olahan sendiri, tetapi
meminjam lahan orang lain dan membagi hasil pertaniannya dengan yang punya
lahan yang tidak termasuk dalam kategori keluarga miskin.
b. Luas Lahan Yang Diolah Responden
Berdasarkan teori bahwa salah satu penyebab terjadinya kemiskinan
adalah keterbatasan luas lahan yang diolah. Memiliki lahan yang luas tetapi yang
terolah kecil sama nilainya memiliki lahan olahan yang sempit. Dampak yang
53
dapat dirasarkan adalah hasil yang diperoleh dari lahan yang diolah tidaklah akan
maksimal hasilnya.
Untuk menjawab permasalahan sebagaimana uraian kepemilikan lahan,
mengapa yang punya lahan sendiri masih masuk sebagai kategori keluarga
miskin, maka bahasan yang dapat memperjelas apa penyebabnya. Untuk
memberikan jawaban yang valid maka yang perlu diperjelas dalam penelitian ini
adalah luas lahan yang telah diolah, baik yang mempunyai lahan sendiri maupun
yang meminjam lahan dengan bagi hasil dengan yang punya lahan yang tidak
masuk dalam kategori keluarga miskin.
Lahan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah lahan yang benar-benar
telah dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian, dalam hal ini perkebunan dengan
jenis tanaman jangka panjang dan jenis tanaman jangka pendek yang hasilnya
dapat dipasarkan dan memperoleh penghasilan atau pendapatan.
Luas lahan yang telah diolah baik responden yang lahan olahan milik
sendiri maupun responden yang lahan olahan meminjam dengan bagi hasil luas
lahan berkisar antara 0-1 ha untuk lebih jelasnya dapat dilihat melalui tabel
berikut ini:
54
Tabel 4.5 Identifikasi responden berdasarkan kepemilikan lahan dan luas
lahan yang telah diolah di Desa Madampi, tahun 2016.
Responden yang punya laha sendiri Responden yang meminjam
lahan/bagi hasil
No Luas
lahan
yang di
garap
(Ha)
Jumlah
Responde
n
Pers
entas
e
(%)
No Luas
lahan
yang di
garap
(Ha)
Jumlah
Respon
den
Persent
ase
(%)
1 < 0,5 9 69,23 1 < 0,5 21 84,00
2 0,5 – 1,00 4 30,77 2 0,5 – 1,00 4 16,00
3 >1,00 0 0 3 >1,00 0 0
Jumlah 13 100 Jumlah 25 100
Sumber Data : Data Primer Diolah, Januari 2016
Berdasarkan uarian tabel diatas, di ketahui bahwa pada umumnya lahan
yang telah digarap oleh responden baik yang punya lahan sendiri maupun yang
meminjam sama orang lain dengan bagi hasil luasnya dominan dibawah dari 0,5
Ha. Tabel tersebut merupakan pengelompokkan responden berdasarkan
kepemilikan lahan yang telah digarap sehingga dari hasil ini terurai dengan jelas
luas lahan yang telah digarap dan jumlah responden yang menggarap lahan
tersebut.
Untuk responden yang memiliki lahan sendiri, luas lahan yang telah
digarap dibawah dari 0,5 ha merupakan yang tertinggi jumlahnya yakni 9 orang
atau 69,23 %, disusul dengan 0,5 -1 ha yakni 4 orang atau 30,77 %, sedangkan
yang diatas 1 ha tidak ada.
Sedangkan untuk responden yang meminjam lahan orang lain luas lahan
dengan bagi hasil yang tertinggi juga dibawah dari 0,5 ha yakni 21 orang atau
84,00 %, disusul dengan yang luas lahan 0,5 – 1 ha yakni 4 orang atau 16,00 %,
55
sedangkan yang diatas 1 ha tidak ada. Berdasarkan Hasil wawancara beberapa
informan diantaranya:
Hasil wawancara dengan salah seorang informan La Wuna, 40 tahun
mengatakan bahwa:
“ saya kalau berkebun yang terolah sebagai lahan perkebunan atau pertanian
saya itu tidak cukup 1 Ha,,,, hanya setengah Ha ,,,,,mana hasilnya kita bagi
dengan yang punya lahan...mana bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari kami kalau
begini modelnya” (terjemahan wawancara Januari 2016)
Seperti yang dikatakan informan La Kade, 65 tahun mengatakan bahwa:
“saya berkebun ini meminjam lahan orang lain, terus hasilnya kita bagi
dengan yang punya lahan,,sebenarnya saya ingin sekali menggarap lahan pertanian
itu 1 Ha,,,tapi karena keterbatasan lahan pertanian,,,jadi saya menggarap lahan
pertanian hanya < 0,5 Ha saja” ( wawancara Januari 2016)
Seperti halnya juga yangdikatakan informan La Gure, 45 tahun
mengatakan bahwa:
“ saya berkebun ini yang terolah untuk lahan pertanian kami hanya < 0,5Ha,,,
sebenarnya saya tidak ingin sekali mengolah lahan pertanian itu < 0,5 Ha,,,,tapi
karena keterbatasan ekonomi atau malas,,,jadi mengolahnya begini luas lahan yang
kita olah, dan hasilnya juga kita bagi dengan yang punya lahan” ( wawancara
Januari 2016)
Dari peryataan informan diatas menunjukan bahwa masih ada responden
yang meminjam lahan orang dengan bagi hasil untuk digarap dan rendahnya luas
lahan yang diolah responden, baik yang memiliki lahan sendiri maupun yang
meminjam lahan orang lain dengan bagi hasil merupakan penyebab terjadinya
kemiskinan di Desa Madampi.
Dari hasil penelitian ini menggambarkan bahwa sempitnya luas lahan
yang telah digarap oleh responden baik yang mempunyai lahan sendiri maupun
yang meminjam lahan orang lain dengan bagi hasil merupakan penyebab
56
kemiskinan di Desa Madampi. Dari 38 orang responden kalau dikelompokan
berdasarkan luas lahan olahan terdapat 30 orang atau 78,95 % yang mempunyai
lahan garapan dibawah dari 0,5 ha dan hanya 8 orang atau 21,05 % yang
mempunyai lahan garapan 0,5-1 ha.
Sehingga dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada
umumnya keluarga yang masuk dalam kategori keluarga miskin adalah mereka
yang mempunyai lahan garapan sempit sehingga inilah yang merupakan salah
satu penyebab terjadinya kemiskinan yang dialami oleh responden.
Dari kedua pembahasan diatas sudah menggambarkan bahwa masih ada
responden yang meminjam lahan orang dengan bagi hasil untuk digarap dan
rendahnya luas lahan yang diolah responden, baik yang memiliki lahan sendiri
maupun yang meminjam lahan orang lain dengan bagi hasil merupakan penyebab
terjadinya kemiskinan di Desa Madampi Kecamatan Lawa Kabupaten Muna
Barat.
2. Sistem pengelolaan lahan dan sistem pemasaran yang rendah
a. Alat yang digunakan dalam pengelolahan lahan
Bekerjaan dengan menggunakan peralatan teknologi moderen jauh lebih
luas lahan yang dapat terolah di bandingkan dengan kalau lahan diolah dengan
menggunakan peralatan yang masih bersifat tradisional. Misalnya yang modern
adalah telah menggunakan mesin pemotong rumput, racun dan teraktor dalam
pengolahan,sedangkan yang masih bersifat peralatan tradisional adalah parang,
57
cangkul, sabit dan lainnya yang dapat dimanfaatkan untuk menujang kelancaran
pengolahan lahan.
Bagaimana masyarakat yang tidak lagi bersifat tradisional dalam
pengolahan lahan pertanian salah satu cirinya adalah kemampuan masyarakat
untuk menggunakan alat moderen, sehingga dalam prilaku pengolalahan lahan
cenderung dapat memenuhi peralatan yang digunakan dengan peralatan yang
lebih modern.
Keberadan peralatan yang digunakan dalam setiap kegiatan pengolahan
lahan akan berdampak positif maupun negatif terhadap hasil pekerjaan. Dampak
negatifnya adalah ketidakmampuan masyarakat untuk meningkatkan
produktifitas kerjanya khususnya luas lahan yang dapat diolah dan dimanfaatkan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan di Desa Madampi.Diketahui bahwa
masyarakat yang masuk dalam kategori keluarga miskin yang merupakan
responden dalam penelitian ini, pada umumnya masih menggunakan peralatan
tradisional. Untuk lebih jelasnya dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.6 Jenis peralatan yang digunakan dalam mengelolah lahan
pertanian responden di Desa Madampi, tahun 2016
No Jenis peralatan yang digunakan
responden
Jumlah
Responden
(Orang)
Persentase
(%)
1 Menggunakan mesin / teknologi Moderen
(Mesin Pemotong Rumput, Hand Traktor
dan Racun Rumput)
6 15,79
2 Menggunakan Alat Tradisional ( parang,
pacul, tembilang, cangkul, dan sabit ) 32 84,21
Jumlah 38 100
Sumber Data : Data Primer di Olah, Januari 2016
58
Dari hasil tabel 4.6 di atas telah menggambarkan bahwa, responden
dominan menggunakan alat tradisional dalam pengelolahan lahan pertanian. Dari
38 orang responden hanya 6 orang atau 15,79 % yang menyatakan telah
menggunakan mesin/teknologi moderen dalam mengelolah lahan, yakni
menggunakan racun rumput dalam mengolah atau membersihkan lahan.
Sedangkan selebihnya yakni 32 orang atau 84,21 % masih menggunakan
peralatan tradisional dalam pengolahan lahan pertanian.
Hasil wawancara dengan salah seorang informan La Wuna, 40 tahun
mengatakan bahwa:
“saya selalu memakai alat berkebun menggunakan alat tradisional dari pada
pake alat lain,,,karena alat tradisional sangat sederhana untuk memakainnya
itumi mungkin karena sederhana sehingga tidak banyak mendapatakan hasil
yang lebih banyak (terjemahan wawancara Januari 2016)
Seperti yang dikatakan informan La Kade, 65 tahun mengatakan bahwa:
“saya menggunakan alat tradisional saja, karena tidak ada kemauanku untuk
memakai alat modern, lagian juga saya tidak suka menggunakan itu dan tidak
mampu untuk membeli barang-barang yang kaya begitu itu.” (wawancara
Januari 2016)
Seperti halnya juga yang dikatakana informan La Gure, 45 tahun
mengatakan bahwa:
“ saya sebenarnya pengeng sekali mengelolah lahanku itu, menggunakan yang
mudah dan lebih cepat untuk membersihkan lahan, seperti mesin pemotong
rumput, hand traktor dan racun rumput, tetapi tidak mampu untuk membeli itu,
karena keterbatasan ekonomi tidak cukup, jangankan mau beli saja salah
satunya itu, makan saja siang malam kadang cukup kadang tidak. Jadi cara
untuk mengelolah lahan perkebunan, menggunakan alat tradional” ( wawancara
Januari 2016)
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa, salah satu faktor
penyebab kemiskinan adalah tingginya jumlah responden yang mengolah atau
59
menggarap lahan pertanian dengan menggunakan alat tradisional merupakan
salah satu penyebab kemiskinan di Desa Madampi. Dengan peralatan seperti ini
sangatlah mempengaruhi kualitas kerja dan jumlah hasil pekerjaan yang dapat
diselesaikan, sebab dengan peralatan seperti ini responden lebih banyak bekerja
dengan mengandalakan tenaga sendiri yang tentu akan berbeda dengan
menggunakan peralatan yang moderen, kerjanya lebih cepat dan hasilnya akan
lebih besar.
b. Model Pemanfaatan Lahan
Model pemanfaatan lahan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah
model dengan sistem pertanian tetap atau model berladang berpindah-
pindah.Kedua model ini dijadikan sebagai salah satu variabel yang diteliti,
karena masyarakat khususnya responden yang ada di Desa Madampi memiliki
kebiasaan membuka lahan dengan sistem ladang berpindah-pindah, sehingga ini
diteliti untuk mengetahui apakah memang pada umumnya responden melakukan
pengelolahan dengan sistem berpindah-pindah atau tidak. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat melalui tabel berikut ini:
Tabel 4.7 Model Pemanfaatan Lahan Responden di Desa Madampi, tahun
2016
No Model pemanfaatan lahan
responden
Jumlah
Responden
(Orang)
Persentase
(%)
1 Sistem pertanian tetap 25 65,79
2 Sistem pertanian berpindah-pindah 13 34,21
Jumlah 38 100
Sumber data: data primer diolah, januari 2016
60
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa 25 orang responden atau 65,79
% menggunakan atau memanfaatkan lahan pertanian dengan model sistem
petanian tetap, dan 13 orang responden atau 34,21 % memiliki model
pemanfaatan lahan pertanian dengan sistem berladang berpindah-pindah.
Hasil wawancara dengan salah seorang informan La Wuna, 40 tahun
mengatakan bahwa:
“ saya menggunakan model pemanfaatan lahan dengan sistem pertanian lahan
tetap, karena bagaimana saya menggunakan lahan pertanian berpindah-pindah,
lahan pertanian untuk dijadikan kebun saja tidak ada, tidak lain hanya jalan satu-
satunya ingka pinjam lagi lahannya orang dan hasilnya kita bagi dengan yang
punya lahan” (terjemahan wawancara Januari 2016)
Sebagaimana dikatakan informan La Kade, 65 tahun mengemukakan
bahwa:
“ kalau saya model pemanfaatan lahanku, dengan sistem pertanian lahan tetap,
disebabkan ketidakpunyaan lahan, lagian juga memang ada lahanku tetap tidak
luas” ( wawancara Januari 2016)
Seperti halnya juga yang dikatakana informan La Gure, 45 tahun mengatakan
bahwa:
“model pemanfaatan lahan saya dengan sistem pertanian lahan tetap, karena
bagaimana mau sistem lahan berpindah-pindah, lahan saja tidak punya apalagi kita
mau pindah-pindah untuk berkebun itu susahnya kita karena keterbatasan lahan”
( wawancara Januari 2016)
Dari hasil pernyataan informan diatas, dapat disimpulkan bahwa,
ternyata model pemanfaatan lahan responden lebih banyak yang
menggunakan/memanfaatkan lahan pertanian dengan sistem pertanian tetap
dibandingkan dengan responden yang menggunakan model pertanian berpindah-
pindah. Bagi responden yang menggunakan model sistem pertanian tetap
61
dimaksudkan bahwa dari tahun ketahun lahan yang dimanfaatkan adalah lahan
yang sama dengan tahun sebelumnya yang luasnya juga sama, artinya bahwa
tidak perna berubah tempat ataupun luasnya seperti yang diuraikan sebelumnya.
Sedangkan responden yang menggunakan lahan dengan model berladang
berpindah-pindah dimaksudkan bahwa dari tahun-ketahun mereka memanfaatkan
lahan yang berbeda-beda tempatnya dan luasnya yang berbeda dari tahun
sebelumnya.
Dengan melihat hasil ini, bahwa masyarakat di Desa Madampi khususnya
masyarakat yang masuk dalam kategori keluarga miskin, sudah mulai
menunjukan ada perubahan dalam sistem pengelolahan lahan pertanian mereka,
artinya sudah sebagian menggunakan sistem pertanian tetap, walaupun masih ada
sebagian yang mengembangkan sistem berladang berpindah-pindah.
Dengan adanya dua model dalam pemanfaatan lahan pertanian mereka
sudah jelas memiliki alasan masing-masing sehingga masih menggunakan pola
yang berbeda. Bagi responden yang menggunakan model sistem pertanian tetap,
lahan yang digunakan dimanfaatkan untuk tanaman jangka panjang dan tanaman
jangka pendek, dengan memisahkan areal penanaman yang terpisah atau tidak
tergabung, walaupun menggunakan lokasi yang sama. Sedangkan untuk
responden yang menggunakan pola bertani berpindah-pindah, juga memiliki
lahan perkebunan yang sama khususnya untuk tanaman jangka panjang,
sedangkan untuk tanaman jangka pendek telah memanfaatakan lahan yang buka.
62
c. Jenis Tanaman Yang Dikembangkan
Jenis tanaman yang dikembangkan oleh responden terdiri atas dua bagian,
yakni jenis tanaman jangka panjang /tanaman perkebunan dan jenis tanaman
jangka pendek atau lazim dikenal dengan istilah tanaman holtikultura. Tanaman
jangka panjang atau tanaman perkebunan yang dikembangkan atau yang ditanam
oleh responden diantaranya adalah : coklat, jambu mente, kopi, dan kelapa.
Sedangkan tanaman jangka pendek yang dikembangkan oleh responden terdiri
dari : kacang tanah, jagung, ubi jalar, dan ubi kayu.
Pada umumnya atau semua responden sesuai dengan hasil penelitian ini
diketahui bahwa responden yang dikembangkan ada dua jenis tanaman yang
dikembangkan yaitu mengembangkan kedua jenis tanaman tersebut ( tanaman
jangka panjang dan tanaman jangka pendek ).
Responden dengan hasil wawancara La Wuna, 40 tahun memberikan
alasan bahwa:
“ mengapa mengembangkan kedua jenis tanaman jangka panjang dan
tanaman jangka pendek tersebut, alasannya adalah kalau tanaman jangka panjang
hasilnya lama baru bisa dinikmati, menanam tahun ini, 5 tahun kedepan baru bisa
dinikmati hasilnya dan itupun sifatnya tahunan, sedangkan tanaman jangka
pendek hasilnya bisa dinikmati dalam waktu singkat yakni 3 bulan sampai 6
bulan. Jadi sambil menunggu hasil dari tanaman jangka panjang, hasil tanaman
jangka pendek dapat menutupi kebutuhan yang kami perlukan” (wawancara
Januari 2016)
Sebagaimana hasil wawancara dengan salah satu informan La Kade, 65
tahun mengatakan bahwa:
“ jenis tanaman yang saya kembangkan dua jenis tanaman yaitu tanaman
jangka pendek, seperti jagung, kacang, umbi-umbian dan tanaman jangka panjang,
seperti jambu mente, kelapa, kopi dan lain-lain. Alasan saya mengembangkan
63
kedua jenis tanaman ini, karena kalau tanaman jangka panjang hasilnya lama baru
bisa dinikmati, menanam tahun ini, 5 tahun kedepan baru bisa dinikmati hasilnya
dan itupun sifatnya tahunan, sedangkan tanaman jangka pendek hasilnya bisa
dinikmati dalam waktu singkat yakni 3 bulan sampai 6 bulan” (terjemahan
wawancara Januari 2016)
Kemudian juga yang dikatakana informan La Gure, 45 tahun mengatakan
bahwa:
“kalau untuk saya mengembangkan dua jenis tanaman, baik tanaman jangka
pendek maupun tanman jangka panjang, karena keduanya bisa tercukupi
kehidupan, dan kalau saya mengembangkan satu jenis tanan saja seperti tanaman
jangka panjang tidak bisa hidup karena hasilnya main 6-10 tahun baru berhasil.
Jadi kalau saya mengembangkan kedua jenis tanaman ini kebutuhanku bisa cukup
walaupun tidak banyak hasilnya” (wawancara Januari 2016)
Sehingga dari pernyataan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa dari
masing-masing tanaman yang dikembangkan, ada responden yang
mengembangkan satu jenis tanaman dan ada juga yang mmengembangkan dua
jenis tanaman yang sama, misalnya tanaman jangka panjang jambu mente, kelapa
dan seterusnya. Untuk melihat lebih jelasnya maka dapat diurikan jenis tanaman
jangka panjang yang dikembangkan oleh responden melalui tabel berikut ini:
64
1. Jenis tanaman jangka panjang yang dikembangkan responden
Tabel 4.8 Jenis Tanaman jangka panjang/Perkebunan Yang
Dikembangkan dan Dimiliki Responden Di Desa Madampi, Tahun 2016
No Jenis tanaman jangka
pajang yang dikembangkan
responden
Jumlah
Responden
(Orang)
Persentase
(%)
1 Jambu mente 15 39,47
2 Kelapa 3 7,89
3 Kopi 7 18,42
4 Coklat 4 10,53
5 Kelapa dan jambu mente 3 7,89
6 Kelapa dan kopi 1 2,63
7 Kopi dan jambu mente 1 2,63
8 Coklat dan kelapa 1 2,63
9 Coklat dan jambu mente 2 5,26
10 Coklat dan kopi 1 2,63
Jumlah 38 100
Sumber data : data primer diolah, januari 2016
Dari hasil tabel 4.8 tersebut diatas, menunjukan bahwa responden yang
mempunyai 1 (satu) jenis tanaman (jambu mente, kelapa, coklat, dan kopi)
berjumlah 29 orang atau 76,32 %, dan yang punya dua jenis tanaman hanya
berjumlah 9 orang atau 23,68 %.
Tanaman yang dominan dikembangkan oleh responden untuk yang
punya satu jenis tanaman adalah jambu mente dimana responden yang
mengembangkan sebanyak 15 orang atau 39,47 % dan ini yang paling tinggi
dibandingkan dengan jengan jenis tanaman lainya, disusul dengan responden
yang mengembangkan kopi sebanyak 7 orang atau 18,42 %, disusul lagi dengan
responden yang mengembangkan coklat sebanyak 4 orang atau 10,53 % dan
terakhir adalah kelapa 3 orang 7,89 %. Sedangkan responden yang
65
mengembangkan dua jenis tanaman yang tertinggi adalah responden yang
memiliki tanaman , kelapa dan jambu mente sebanyak 3 orang atau 7,89 % ,
sedangkan yang lainya adalah 1 sampai 2 orang atau masing-masing 2,63 % -
5,26 %.
Penelitian ini membuktikan bahwa ternyata masyarakat yang ada di Desa
Madampi, khususnya masyarakat yang masuk dalam kategori keluarga miskin
yang menjadi responden dalam penelitian ini, secara keseluruhan jenis tanaman
yang menonjol dikembangkan atau dimiliki oleh responden adalah jambu mente,
yakni 15 orang atau 39,47 % responden yang mempunyai tanaman jambu mente
saja 6 orang atau 15,79 % yang punya tanaman lain dan jambu mente. Jadi
secara keseluruhan responden yang punya tanaman jambu mente 21 orang atau
55,26 % .
Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada responden diketahui bahwa,
tanaman yang dominan dikembangkan adalah jambu mente karena jambu mente
ini termasuk tanaman yang tidak terlalu butuh perhatian banyak dari pemiliknya,
di Desa Madampi sangat cocok untuk ditanami tanaman jambu mente.
Penyakitnya kurang dan pemasaran hasilnyapun tidak sulit.
Sedangkan tanaman yang lain seperti coklat dan kopi, responden yang
mengembangkan tanaman ini merasakan bahwa walaupun kedua jenis tanaman
ini membutuhkan perhatian yang lebih baik dibandingkan dengan jambu mente,
namun hasilnya dan pemasarannyapun jauh lebih baik dibandingkan dengan
jambu mente, lagi pula kedua jenis tanaman ini berproduksi sepanjang tahun.
66
Responden yang punya tanaman kelapa boleh dikata mereka sangat
kesulitan dalam memasarkan hasil tanaman mereka, oleh karena itu tanaman ini
tidak dikembangkan oleh responden seperti halnya dengan tanaman
lainnya.Tetapi tanaman ini sifatnya hanyauntuk memenuhi kebutuhan sendiri
saja.
Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada responden tentang hasil dari
tanaman yang dikembangkan atau yang dimiliki sekarang ini, responden
menyatakan bahwa hasil produksi tanaman mereka sangat tendah sekali, dan
tidak mencukupi untuk membiayai kebutuhan mereka setiap harinya, apalagi
tanaman ini hanya berporoduksi sekali setahun, kalaupun ada yang berproduksi
sepanjang tahun seperti coklat dan kopi penyakitnya macam-macam, sehingga
nilai produksinya sangat rendah sekali.
Karena jenis tanaman jangka panjang berproduksi sekali dalam setahun,
maka responden tidak hanya mengharapkan dan menunggu hasil tanaman
tersebut, tetapi responden juga berusaha mengembangkan dan menanam tanaman
jangka pendek sebagai upaya untuk menambah penghasilan sekaligus dapat
digunakan sendiri dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Dengan hasil yang telah diuraikan diatas dapat disimpulakan bahwa
ternyata tanaman jangka panjang yang menjadi andalan masyarakat petani
khususnya keluarga yang masuk dalam kategori keluarga miskin yakni jambu
mente, jambu mente ini tidak lagi dapat berproduksi dengan baik, karena
67
tanaman ini hanya berproduksi setahun, jambu mente yang dimiliki responden
sudah tua-tua umurnya dan seharusnya dapat diganti dengan tanaman lain.
Jadi pada dasarnya masalah yang dikembangkan diatas adalah juga salah
satu penyebab terjadinya kemiskinan yang dialami oleh masyarakat petani di
Desa Madampi yang hanya mengandalkan tanaman jambu mente yang hanya
berproduksi sekali setahun dan nilai produksinya juga rendah karena umumnya
yang sudah tidak terlalu berproduksi.Karena tanaman jangka panjang yang
dikembangkan oleh responden tidak lagi berproduksi dengan baik, maka upaya
yang harus dilakukan adalah dengan mengembangkan juga tanaman jangka
pendek dengan harapan dapat menutupi kebutuhan selama menunggu masa
produksi tanaman jangka panjang.Sedangkan, tanaman jangka pendek yang
dikembangkan oleh responden barmacam-macam, ada yang mengembankan
hanya satu jenis, tetapi ada juga yang mengembangkan dua dan tiga jenis
tanaman jangka pendek.Model ini merupakan model yang telah dikembangkan
masyarakat pada umumnya dan dianggap sebagai salah satu model yang punya
nilai lebih dibandingkan kalau hanya mengembangkan salah satu jenis tanaman
saja. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan dalam bentu tabel berikut ini :
68
2. Jenis tanaman jangka panjang yang dikembangkan responden
Tabel 4.9 Jenis tanaman jangka pendek yang dikembangkan dan dimiliki
responden di Desa Madampi, tahun 2016
No Jenis tanaman jangka pendek yang
dikembangkan dan dimiliki responden
Jumlah
Responden
(Orang)
Persentase
(%)
1 Jagung dan ubi kayu 3 7,90
2 Jagung, sayur-sayuran, dan ubi jalar 13 34,21
3 Kacang tanah, dan jagung 20 52,63
4 Kacang tanah, jagung, ubu jalar, ubi kayu,
dan sayur-sayuran 2 5,26
Jumlah 38 100
Sumber data: data primer diolah, januari 2016
Dari hasil tabel 4.9 tersebut diatas, menunjukan bahwa responden
umumnya menanam dua jenis tanaman jangka pendek dalam lahan yang sama.
Tanaman yang yang paling menonjol yang ditanaman atau dikembangkan
responden adalah kacang tanah, jagung dan responden yang punya tanaman ini
terdiri dari 20 orang atau 52,63 % dan ini yang tertinggi jumlahnya, kemudian
disusul dengan tanaman jagung, sayur-sayuran, dan ubi jalar dengan jumlah
responden yang punya tanaman tersebut adalah 13 orang atau 34,21 % dan ini
menduduki posisi kedua. Sedangkan responden yang menanam dua jenis
tanaman adalah 3 orang atau 7,90 % dan jenis tanaman atau ditanam adalah
jagung. Untuk responden yang mengembangkan 5 (lima) jenis tanaman yaitu
kacang tanah, jagung, sayur-sayuran, ubi kayu, dan ubi jalar hanya berjumlah dua
orang atau 5,26 %.
Kalau diamati dari hasil uraian tabel tersebut, seluruh responden
menanam jagung, ini berarti tanaman jagung untuk tanaman jangka pendek
69
menjadi tanaman utama responden di Desa Madampi, dijadikanya jagung sebagai
tanaman utama oleh responden menurut keterangan dari hasil wawancara, karena
tanaman ini pada umumnya hasilnya sangat membantu mereka dalam memenuhi
kebtuhan sehari-hari, jagung dapat digunakan sebagai makanan pokok pengganti
beras.Bagi responden yang menanam jagung, sayuran, dan ubi jalar memiliki
alasan bahwa jagung dapat dipakai sendiri untuk kebutuhan mereka.Sedangkan
sayuran dan ubi jalar disamping dipergunakan untuk kebutuhan keluarga juga
dapat mereka jual untuk memberi kebutuhan–kebutuhan lainnya.Begitu juga
responden yang menanam kacang tanah dan jagung, mempunyai alasan bahwa
untuk kacang tanah sepenuhnya untuk dijual dan jagung hanya untuk dipakai
sendiri.
Setelah dilakukan wawancara tentang tumbuhan, bagaimana hasil yang
diperoleh dari tanaman jangka pendek ini semua responden yang menyatakan
bahwa hasilnya sangat kurang dan tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan
setiap hari.
Dengan demikina dapat dapat disimpulkan bahwa walaupun responden
semuanya telah mengembangkan atau memiliki tanaman jangka panjang dan
tanaman jang pendek, hasilnya masih jauh dari apa yang mereka harapkan.
Hasilnya tidak mampu menopang pemenuhan kebutuhan keluarga, karena hasil
produksi tanaman sangat rendah maka dampaknya adalah rendahnya tingkat
pendapatan yang diterima responden.
70
Dengan tingginya jumlah responden yang mengembangkan jagung
dengan tujuan hanya untuk kebutuhan keluarga saja.Maka jelasnya sangat
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan keluarga, apalagi jagung juga tidak
berproduksi setiap hari atau setiap bulan melainkan setiap tiga bulan atau empat
bulan.Kondisi ini menjadi salah satu penyebab terjadinya kemiskinan di Desa
Madampi.
Kedua jenis tanaman yang dikembangkan responden (tanaman jangka
panjang dan tanaman jangk pendek) ada kemiripan perlakuan, untuk tanaman
jangka panjang dominan yang dikembangkan adalah jambu mente dan untuk
tanaman jangka pendek domina yang dikembangkan adalah tanaman
jagung.Kedua jenis tanaman ini hasilnya tidak mampu menopang kebutuhan
keluarga responden, karena hasilnya sangat rendah.Dengan rendahnya hasil yang
diterima responden dari tanaman yang dikembangkan, maka inilah yang menjadi
salah satu penyebab kemiskinan di Desa Madampi.
Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa salah satu faktor penyebab
kemiskinan adalah jenis tanaman yang dikembangkan, baik tanaman jangka
panjang maupun tanaman jangka pendek yang memiliki hasil yang diterimah
responden sangat rendah.
Sebagaimana hasil wawancara singkat dengan salah satu informan La
Wuna, 40 tahun mengatakan bahwa: “kalau cara perawatan yang saya lakukan
terhadap lahan/tanaman saya kembangkan adalah membersihkan secara rutin,
karena bagi saya ini hal sudah kebiasaan saya dari dulu dan kalau saya membeli
71
pupuk atau obat-obatan dan pemberatasan hama, karena keadaan ekonomi tidak
cukup” (terjemahan wawancara)
d. Cara Pemeliharaan Tanaman Yang di Kembangkan
Tinggi rendahnya nilai produksi tanaman yang dikembangkan responden,
baik tanaman jangka panjang maupun tanaman jangka pendek akan sangat
tergantung pada sistem atau cara perawatan tanaman tersebut, pemberantasan
hama, dan pelaksanaan pembersihan secara rutin.
Ketiga jenis cara perawatan yang dimaksud diatas, termasuk cara
pemeliharaan yang mendasar dan sebenarnya harus dilakukan oleh responden
supaya hasil tanaman mereka berkualitas dan berproduksi tinggi. Kita sudah
cukup punya pengalaman dengan cara-cara pemeliharaan yang masih bersifat
tradisional, hasilnya tidak cukup membantu masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan dasarnya. Hasil produksinya rendah dan nilai produksinyapun akan
mengikuti rendah. Untuk melihat lebih jelasnya dapat dilihat melalui tabel
berikut ini:
Tabel 4.10 Cara perawatan yang dilakukan responden terhadap
lahan/tanaman yang dikembangkan tau dimiliki di Desa Madampi, januari 2016
No Cara perawatan tanaman yang
dilakukan responden
Jumlah
Responden
(Orang)
Persentase
(%)
1 Membersikan secara rutin 25 65,79
2 Melakukan pemberantasan hama - -
3 Melakukan pemupukan secara rutin 2 5,26
4 Melakukan pemberantasan hama dan
Membersikan secara rutin
8 21,05
5 Tidak ada yang dilakukan 3 7,90
Jumlah 38 100
Sumber Data : Data Primer diolah, Januari 2016
72
Dari uraian tabel 4.10 tersebut, kelihatanya responden baru melakukan
pemeliharaan tanaman sebatas membersihkan secara rutin dan pemberantasan
hama.
Dari 38 orang responden, 25 orang atau 65,79 % baru sebatas melakukan
pembersihan secara rutin terhadap lahan yang dimanfaatkan atau terhadap
tanaman, selanjutnya responden yang melakukan pemberantasan hama dan
pembersihan secara rutin yang berjumlah 8 orang atau 21,05%, dan responden
yang Melakukan pemupukan secara rutin 2 orang atau 5,26 bahkan ada 3 orang
responden atau 7,90 % yang tidak melakukan apa-apa.
Januari 2016)
Sebagaimana dikatakan informan La Kade, 65 tahun mengemukakan
bahwa:
“saya kalau cara merawat lahan/tanaman yang saya kembangkan adalah
membersihkan secara rutin, karena keterbatan ekonomi sehingga tidak bisa
membeli pemberatan hama dan pupuk” ( wawancara Januari 2016)
Kemudian juga yang dikatakan informan La Gure, 45 tahun mengatakan
bahwa:
“kalau untuk saya, cara merawat tanamanku dengan cara membersihkan
secara rutin karena tidak mampu untuk membeli obat-obatan dan pemberatan
hama ” (wawancara Januari 2016)
Sikap yang dilakukan responden dalam pemeliharaan tanaman sangat
bertentangan dengan pembinaan yang diberikan oleh Dinas Pertanian tentang
cara perwatan tanaman yang benar, yakni membersikan, melakukan pemupukan
dan pemberantasan hama.
73
Dengan jumlah 25 orang atau 65,79 % responden yang hanya melakukan
pembersihan secara rutin tanpa melakukan pemupukan dan pemberantasan hama,
mebuktikan rendahnya perlakuan responden dalam meningkatkan produksi
tanaman yang dikembangkan. Rendahnya perlakuan responden disebabkan
ketidak mampuan responden untuk membeli pupuk dan obat-obatan.
Dengan pemeliharaan tanaman yang belum memenuhi standar inilah yang
menyebabkan rendahnya produksi tanaman yang dikembangkan.Rendahnya
produksi sangat berdampak buruk terhadap pendapatan yang diterima yang
akibatnya berdampak langsung terhadap ketidak mampuan responden untuk
memenuhi kebutuhan secara layak, yang pada akhirnya mengantarkan responden
pada kategori keluarga miskin.
e. Pemasaran Hasil Produksi Atau Tanaman Responden
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya tentang tanaman yang
dikembangkan atau dimiliki oleh responden, baik jangka panjang maupun jangka
pendek, menurut peryataan responden dalam wawancara bahwa hasil produksi
tanaman mereka cara pemasaran yng dilakukan adalah menjual semua, menjual
sebagian bahkan ada yang sama sekali tidak menjual, tetapi dimanfaatkan untuk
kebutuhan keluarga.
Variasi dalam pemasaran hasil produksi tanaman responden merupakan
kenyataan bahwa pandangan tentang kegunaan hasil tanaman mereka juga
berbeda. Untuk mengetahui apakah peryataan ini benar, maka akan diuraikan
bagaimana pemasaran hasil produksi tanaman responden berdasarka jenis
74
tanaman masing-masing yang dikembangkan yakni untuk tanaman jangka
panjang maupun tanaman jangka pendek. Agar mengatahui lebih jelasnya dari
hasil peryataan responden, maka terlebih dahulu akan diuraikan pemasaran hasil
produksi tanaman jangka panjang maupun tanaman jangka pendek responden
melalui tabel berikut ini:
Tabel 4.11 Jawaban responden tentang dijual tidaknya hasil produksi
tanaman jangka panjang yang dikembangkan atau dimiliki responden di Desa
Madampi tahun 2016.
No Jawaban
responden
Jumlah Responden
(Orang)
Persentase
(%)
1 Dijual 29 76,32
2 Tidak dijual 9 23,68
Jumlah 38 100
Sumber Data: data primer diolah, januari 2016
Responden yang menjawab dijual 29 orang atau 76,32 %, adalah
responden yang menjual secara keseluruhan hasil tanaman mereka. Responden
menjual secara keseluruhan karena hasil tanaman ini pada umumnya hanya dapat
dijual, dan tidak untuk dimanfaatkan sendiri.Responden yang menjawab dijual
adalah responden yang memiliki tanaman jambu mente, kopi, dan coklat dimana
hasil ini tidak dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan sendiri. Sedangkan
responden yang menjawab tidak dijual jumlahnya 9 orang atau 23,68 %,
dimaksudkan bahwa hasil tanaman jangka panjang tidak semua mereka
jual,tetapi ada yang dimanfaatkan untuk kebutuhan sendiri. Responden yang
dimaksud adalah responden yang mempunyai tanaman kelapa dan kopi, dan
kombinasi dua jenis tanaman dimana yang satunya dijual dan yang satunya
75
dimanfaatkan sendiri. Alasan kelapa dan kopi tidak dijual karena disamping
tanamannya hanya terbatas jumlahnya dan motivasi menanamnya bukan untuk
dijual hasilnya, juga karena hasil tanaman ini dirasakan susah untuk
pemasarannya.
Seperti uraian tabel 4.8 sebelumnya sangat jelas bahwa tidak semua
responden mempunyai tanaman yang hasilnya dapat dijual dan dipakai sendiri.
Ada responden mempunyai satu jenis tanaman saja, baik yang dapat dijual
maupun yang hanya bisa untuk dipakai kebutuhan sendiri, misalnya punya
tanaman kopi saja tapi tidak punya tanaman coklat dan kelapa, sebaliknya punya
tanaman kelapa tapi tidak punya tanaman jambu mente, coklat, dan kopi.
Responden yang mengatakan menjual hasil tanaman jangka panjang, pada
umumnya adalah yang punya jambu mente, coklat, dan kopi. Dari ketiga
tanaman ini berdasarkan hasil wawancara kepada 3 orang responden yang
mewakili 29 orang atau 74,35 % yakni La Wuna, La Kade dan La Gure, yang
menyatakan bahwa hasil tanaman yang dominan dijual adalah jambu mente,
sedangkan untuk coklat dan kopi hasilnya masih sangat kecil jumlahnya.
Sebagaimana hasil wawancara singkat dengan salah satu informan La
Wuna, 40 tahun mengatakan bahwa:
“saya hasil produksi tanaman jangka panjangku dijual karena untuk menutupi
pemenuhan kebutuhan, meskipun hasilnya belum tercukupi untuk kebutuhan
sehari-hari, minimal tidak ada sedikit pendapatanlah ” (terjemahan wawancara
Januari 2016)
Sebagaimana dikatakan informan La Kade, 65 tahun mengemukakan
bahwa:
76
“untuk saya kalau hasil produksi tanaman jangka panjang dijual semuanya
karena untuk kasih cukup-cukup kebutuhan dalam keluarga walaupun hasilnya
tidak banyak ingka asalkan ada sedikit pendapatan” ( wawancara Januari 2016)
Kemudian juga yang dikatakan informan La Gure, 45 tahun mengatakan
bahwa:
“saya hasil produksi tanaman/ku dijual waupun sedikit hasilnya, asalkan bisa
mendapatkan uang meskipun belum bisa tercukupi untuk kebutuhan keluarga”
( wawancara Januari 2016)
Dari pertanyaan ke tiga responden tersebut yang mewakili responden
yang lainnya, adalah pertanyaan yang menguatkan hasil penelitian sebelumnya
sebagaimana uraian tabel 4.8 bahwa walaupun pada uraian tabel 4.11 terdapat 29
orang atau 76,32 % menjual hasil tanaman jangka panjang (jambu mente, coklat,
dan kopi) namun hasil yang diterima dari penjualan tersebut masih sangat rendah
bila dibandingkan dengan kebutuhan keluarga yang ada, artinya pendapatan dari
dari hasil tanaman yang dijual tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Selain tanaman jangka panjang, responden juga telah mengembangkan
tanaman jangka pendek seperti yang telah dikemukakan pada tabel 4.9
sebelumnya. Berbeda halnya dengan hasil tanaman jangka pendek, ada
responden yang menyatakan dijual semua hasilnya dan ada pula yang
dimanfaatkan untuk kebutuhan sendiri, dan kalau diamati ternyata masih banyak
responden yang menyatakan menjual semua hasilnya dibandingkan dengan yang
hanya dipakai untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Untuk tanaman jangka pendek ini, memang orientasi responden
mengembangkan jenis-jenis tanaman seperti yang diuraikan pada tabel 4.9 adalah
77
semata-mata untuk memenuhi kebutuhan sendiri, dan kalau hasilnya melebihi
dari kebutuhan sendiri barulah dijual, dan yang dijual adalah sisa dari apa yang
telah digunakan untuk kebutuhan sendiri. untuk jelasnya dapat dilihat jawaban
responden melalui tabel berikut ini :
Tabel 4.12 Jawaban responden tentang sasaran penggunaan hasil produksi
tanaman jangka pendek yang dikembangkan atau dimiliki di Desa Madampi,
Tahun 2016
No Jawaban Responden Jumlah
Responden
( orang)
Persentas
e (%)
1 Dimanfaatkan untuk kebutuhan keluarga 30 78,95
2 Sebagian digunakan untuk kebutuhan keluarga
dan sebagian dijual 8 21,05
3 Hasil yang dijual semua - -
Jumlah 38 100
Sumber Data : Data Primer Diolah, Januari 2016
Dari tiga jawaban yang ditampilkan dalam penelitian ini, jawaban hasil
yang dijual semua tidak ada responden yang memilih sehingga nilainya nol,
darisini sudah jelas bahwa tujuan responden mengembangkan tanaman jangka
pendek bukan untuk dijual tetapi dimanfaatkan sendiri. Terbukti bahwa dengan
hasil uraian diatas menunjukan jawaban hasil tanaman mereka hanya
dimanfaatkan untuk kebutuhan keluarga, justru lebih banyak responden yang
memilih yakni 30 orang atau 78,95 % sedangkan responden yang memilih
sebagian digunakan untuk kebutuhan keluarga dan sebagian dijual berjumlah 8
orang atau 21,05 %.
Sebagaimana hasil wawancara dari salah satu informan La Wuna, 40
tahun, mengatakan bahwa:
78
“hasil produksi tanaman jangka pendek yang saya kembangkan dimanfaatkan
untuk kebutuhan keluarga saja, karena kalau hasilnya dijual seperti jagung lalu kita
mau makan apa, karena kalau beli beras hanya kadang-kadang saja itupun kita beli
per liter” (wawancara Januari 2016)
Sedangkan, responden yang memilih jawaban hasilnya sebagian
digunakan untuk kebutuhan sendiri dan sebagian dijual, memiliki alasan bahwa
kalau hasilnya hanya untuk dipergunakan sendiri, maka tidak akan ada nilai
tambah yang diperoleh dari hasil tanaman yang dikembangkan. Justru mereka
menyatakan bahwa kebutuhan itu bukan saja kebutuhan makan dan minum saja
tetapi ada juga kebutuhan mendasar lainnya yang harus dipenuhi.Hasil tanaman
yang umumnya di pasarkan atau dijual responden adalah jagung kacang tanah,
ubi jalar, ubi kayu, dan sayur-sayuran.
Sebagaimana hasil wawancara dari salah satu informan La Gure, 45
tahun, mengatakan bahwa:
“kalau hasil produksi tanaman jangka pendek yang saya kembangkan
disamping sebagian digunakan untuk kebutuhan keluarga dan sebagian dijual,
karena kalau hasilnya hanya untuk dipergunakan sendiri, maka tidak akan ada nilai
tamabah yang diperoleh dari hasil tanaman yang dikembangkan. Justru kebutuhan
itu bukan saja kebutuhan makan dan minum saja tetapi ada juga kebutuhan
mendasar lainnya yang harus dipenuhi” ( wawancara Januari 2016)
Responden yang memilih jawaban hasilnya sebagian digunakan untuk
kebutuhan sendiri dan sebagian dijual , memiliki alasan bahwa kalau hasilnya
hanya untuk dipergunakan sendiri, maka tidak akan ada nialai tamabah yang
diperoleh dari hasil tanaman yang dikembangkan. Justru mereka menyatakan
bahwa kebutuhan itu bukan saja kebutuhan makan dan minum saja tetapi ada
juga kebutuhan mendasar lainnya yang harus dipenuhi.Hasil tanaman yang
79
umumnya di pasarkan atau dijual responden adalah kacang tanah, ubi jalar, ubi
kayu, dan sayur-sayuran.
Sikap responden yang dominan hasil tanaman jangka pendek hanya
digunakan untuk kebutuhan sendiri, merupakan salah satu kenyataan betapa
rendahnya pemahaman responden tentang pentingnya tanaman jangka pendek itu
untuk dipasarkan.Kalau diamati di daerah – daerah yang ada di Sulawesi
Tenggara justru tanaman jangka pendek yang paling dominan pemasaranya.
Melihat dari hasil uraian tersebut diatas, sudah jelas bahwa hasil tanaman
jangka pendek hanya semata-mata dimanfaatkan oleh responden untuk
memenuhi kebutuhan sendiri dan kalaupun ada yang menjual itu hanya sisa dari
apa yang telah dimanfaatkan sendiri.
Kalau diatas telah dijelaskan tentang hasil tanaman yang dijual, maka
tentu akan menimbulkan pertanyaan dimana responden menjual hasil
tanamannya baik tanaman jangka panjang maupun tanaman jangka pendek. Dari
hasil penelitian ini diketahui bahwa ada dua saluran distribusi yang digunaka
oleh responden dalam memasrkan hasil tanaman mereka, yakni : melalui pasar
umum dan melalui pembeli yang ada di Desa Madampi.
Bukan tanpa persoalan ketika responden menjual hasil tanaman mereka.
Persoalan yang dirasakan responden ketika menjual di pasar umum adalah pasar
umum hanya dilaksanakan sekali dalam seminggu sehingga kalau harus
menunggu pasar umum ditempat mereka maka hasilnya sudah rusak baru tiba di
pasar umum, oleh karena itu responden harus menjual dipasar umum di desa lain,
80
yang tentunya menurut mereka justru biayanya lebih besar karena harus naik ojek
atau berjalan kaki untuk ke pasar tersebut. Sedangkan menjual kepembeli yang
berkunjung di rumah responden yang ada di Desa Madampi, harganya jauh lebih
rendah dari harga sebenarnya yang berlaku di pasar umum tersebut.
Jadi secara umum dapat disimpulkan bahwa tanaman yang dikembangkan
oleh responden baik jangka panjang maupun tanaman jangka pendek tidak terlalu
memberikan kontribusi yang berarti dalam pemenuhan kebutuhan mendasar.
Penyebabnya disamping karena tidak semua hasilnya dijual juga karena saluran
pemasaran yang diguanakan tidak menguntungkan bagi penjualan hasil tanaman
yang dikembangkan, sistem pemanfaatan lahan yang masih rendah, orientasi
penjualan hasil tanaman yang masih rendah dan belum tersedianya saluran
distribusi pemasaran hasil tanaman responden yang menguntungkan, merupakan
penyebab terjadinya kemiskinan responden pada khusunya dan pada masyarakat
yang masuk dalam kategori keluarga miskin yang ada di Desa Madampi pada
umumnya.
3. Rendahnya Perekonomian Masyarakat
a. Rendahnya Tingkat Pendapatan Masyarakat
Penghasilan warga Desa Madampi demi kesejahteraan keluarga serta
untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan, adalah pendapatan yang
dihasilkan warga atau setiap rumah tangga setiap bulannya yang telah dirata-
ratakan.
81
Penghasilan informan yang dikategorikan sangat miskin (SM) adalah
penghasilan perbulan perkepala keluarga yaitu Rp. 480.000, dan dikategorikan
miskin (M) adalah Rp. 600.000 perbulan per rumah tangga, serta yang
diktegorikan mendekati miskin (MM) adalah Rp. 700.000 per rumah tangga
perbulan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.13 Pendapatan Responden pada setiap bulannya di Desa
Madampi, Tahun 2016.
No Pendapatan
responden (Rp)
Jumlah Responden (
orang)
Persentase
(%)
1 < 400.000 20 52,63
2 400.00 – 500.000 16 42,11
3 500.000 – 600.000 2 5,26
4 600.000 – 700.000 0 0
5 < 700.000 0 0
Jumlah 38 100
Sumber Data : Data Primer Diolah, Januari 2016
Apa yang telah diuraikan pada tabel diatas sangat jelas bahwa responden
hanya memiliki penghasilan dibawah dari Rp. 400.000 sampai dengan Rp.
500.000,-. Dari 36 orang responden 94,74 % mempunyai penghasilan sampai
batas maksimal Rp. 500.000 dan hanya 2 orang responden atau 5,26 % yang
mempunyai penghasilan Rp. 500.000–Rp. 600.000,-.
Dari 94,86 % responden yang mempunyai penghasilan batas maksimal
Rp. 500.000,- terdapat 20 orang responden atau 52,63 % mempunyai penghasilan
dibawah dari Rp. 400.000,- setiap bulannya dan ini menempati posisi yang paling
tertinggi, sedangkan 16 orang responden atau 42,11 % mempunyai pendapatan
Rp. 400.000,- sampai Rp. 500.000,- setiap bulannya.
82
Hasil wawancara perhitungan jumlah pendapatan informan yang
bernama La Wuna, 40 tahun mengatakan bahwa:
“penghasilan sebulan paling banyak 400.000 ribu rupiah, itupun hanya bisa
untuk makan sehari-hari untung saja ada raskin, selebihnya juga kami berkebun
sehingga bisa menutupi kebutuhan lainnya.” (wawancara Januari 2016)
Seperti yang dikatakan informan tentang perhitungan pendapatan La
Kade, 65 tahun mengatakan bawha:
“saya tidak punya pekerjaan tetap hanya saja kami bertumpu pada penghasilan
kebun kami. Kalaupun hasilnya bisa sampai 500.000 ribuh perbulan kalaupun
tidak kami hanya dapat sampai 400.000 ribu saja. Karena fisik saya sudah tidak
kuat lagi untuk berkebun apalagi pekerjaan lain.” (Wawancara Januari 2016)
Seperti halnya juga yang dikatakan informan perhitungan pendapatan La
Gure, 45 tahun mengatakan bahwa:
“....saya tidak tahu pasti pehasilanku perbulan berapa....tapi kalau dirata-
ratakan sekitaran 500.000 ribuan,,,kita mau dapat dimana penghasilan banyak
cuman berkebun saja tidak ada penghasilan lain...” (wawancara Januari 2016)
Rendahnya penghasilan responden disebabkan oleh rendahnya
penghasilan yang diterima dari tanamna yang dikembangkn oleh responden
dimana hampir keseluruhan responden memiliki penghasilan sepenuhnya
bersumber dari hasil pertanian, baik yang sifatnya tanaman jangka panjang
maupun tanaman jangka pendek, sementara penghasilan pertanian yang yang
diterima masih rendah sebagai akibat sistem pemanfaatan lahan pertania yang
masih dominan bersifat tradisional.
Kalau dibandingkan dengan penentuan kriteria keluarga miskin, memang
responden layak dikategorikan sebagai keluarga miskin dengan standar
penghasilan dibawah dari Rp. 650.000,- setiap bulannya. Penghasilan responden
83
seperti yang ditampilkan dalam tabel 4.13 tersebut menunjukkan penghasilan
yang sangat rendah dan sangat jauh dari penghasilan yang layak diterima.
Dari hasil wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa Rendahnya
penghasilan responden disebabkan oleh rendahnya penghasilan yang diterima
dari tanamna yang dikembangkn oleh responden dimana hampir keseluruhan
responden memiliki penghasilan sepenuhnya bersumber dari hasil pertanian, baik
yang sifatnya tanaman jangka panjang maupun tanaman jangka pendek,
sementara penghasilan pertanian yang yang diterima masih rendah sebagai akibat
sistem pemanfaatan lahan pertania yang masih dominan bersifat tradisional
merupakan penyebab terjadinya kemiskinan di Desa Madampi.
4. Tingginya Tanggungan Rata – Rata Keluarga
Tanggungan rata–rata keluarga yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah seluruh anggota keluarga yang tinggal bersama dirumah responden dalam
menjadi tanggungan responden dalam pemenuhan kebutuhan mendasar
mereka.Tanggungan yang dimaksud adalah anggota keluarga inti (Bapak, Ibu
rumah tangga dan Anak–Anak). Rendahnya tingkat pendapatan responden dan
tingginya tanggungan rata–rata keluarga, berdampak pada rendahnya tingkat
penghasilan rata-rata keluarga yang pada akhirnya menjadi penyebab rendahnya
tingkat kesejahteraan responden.
Khusunya untuk anak kandung yang ditanggung oleh responden
jumlahnya setiap responden berbeda–beda, yang jelasnya bahwa anak–anak
responden berkisar antara dua orang sampai 7 orang. Untuk lebih jelasnya
84
melihat jumlah tanggungan responden (anak kandung), maka dapat dilihat
analisisnya melalui tabel berikut ini :
Tabel 4.14 Analisis jumlah tanggungan (anak kandung) responden di
Desa Madampi, tahun 2016.
No Jumlah tanggungan anak (
orang )
Jumlah
responden
Persentase
(%)
1 1 – 2 7 18,42
2 2 – 4 22 57,90
3 > 4 9 23,68
Jumlah 38 100
Sumber Data : Data Primer Diolah, Januari 2016
Pada umumnya kalau kita lihat hasil uraian tabel 4.14 diatas, responden
memunyai tanggungan (anak) 1 orang sampai dengan diatas 4 orang. Responden
yang mempunyai tanggungan (anak) 2–4 orang berjumlah 22 orang responden
atau 57,90 % dan ini yang tertinggi jumlahnya, disusul dengan responden yang
mempunyai tanggungan (anak) diatas 4 orang yang jumlahnya 9 orang responden
atau 23,68 %.
Hasil wawancara informan jumlah tanggungan dalam keluarga,yang
bernama La Wuna, 40 tahun mengatakan bahwa:
“yang saya tanggung itu 5,tambah dengan saya 6,,,,anak saya itu ada 4,,,,mana
biaya makan, mana mau tanggung sekolah mana mau tanggung kebutuhan
lainnya,,,,bisakah itu dengan penghasilan pas-pasan...”(wawancara Januari 2016)
Informan La Kade, 65 tahun mengatakan bahwa:
“ada anak saya 6 orang, tambah saya dengan istriku 8,,,dan anak saya ini semua
masih sekolah,,,satunya sekolah SMP dan tiganya lagi sekolah SD kelas enam,
kelas 4 dan kelas 3” (wawancara Januari 2016)
Hasil wawancara dengan informan La Gure, 45 tahun mengatakan bahwa:
“saya punya anak 5 orang, 4 orangnya tidak sekolah,,,,mereka inggin sekali
sekolah tapi siapa yang mau biayai,,,sedangkan hasil dari kebun yang kami
85
peroleh hanya bisa untuk makan dan biayai yang satunya saudarah mereka dia
sekolah di SMA,,” (wawancara Januari 2016)
Dari pernyataan informan diatas dapat disimpulkan bahwa tingginya
beban tanggungan keluarga, dalam hal ini anak kandung responden menjadi salah
satu penyebab terjadinya kemiskinan dan penyebab responden masuk dalam
kategori keluarga miskin bila dibandingkan dengan penghasilan yang diterima
setiap bulannya.
5. Kualitas Sumber Daya Manusia Yang Rendah
Ada dua hal pokok yang berhubungan dengan kualitas sumber daya
manusia yang diangkat dalam penelitian ini, yakni bagaiman pendidikan
responden dan bagaimana tingkat kesehatan dalam keluarga.
a. Tingkat Pendidikan Responden
Sebagaiman yang diuraian pada tabel 4.3 hasil tersebut telah
menunjukkan bahwa pada umumnya responden berada pada kategori pendidikan
yang sangat rendah.
Dari 38 orang responden dalam penelitian ini sebagaimana yang
diuraikan pada tabel 4.3 terdapat 25 orang responden atau 65,79% hanya
memiliki Pendidikan Dasar (Tamat Sekolah Dasar, dan Tamat Sekolah
Menengah Pertama ), bahkan ada yang tidak pernah sekolah atau perna sekolah
di Sekolah Dasar tapi tidak tamat yang berjumlah 11 orang responden atau
28,95%. Sedangkan responden yang tamat sekolah menengah atas berjumlah 2
orang responden atau 5,26% .
86
Bahkan dari hasil tersebut menunjukkan bahwa responden yang hanya
mempunyai pendidikan Sekolah Dasar Bahkan Tidak pernah Sekolah dan pernah
Sekolah di Sekolah Dasar tapi tidak Tamat, jumlahnya jauh lebih besr
dibandingkan dengan responden yang tidak tamat Sekolah Menengah Pertama
dan Menegah Atas yakni, berjumlah 7 orang responden atau 18,42 % , sedangkan
yang tamat sekolah menengah pertama dan menengah atas hanya berjumlah 10
orang responden atau 62,32 %.
Hasil wawancara dengan informan La Wuna, 40 tahun mengatakan
bahwa:
“dulu saya masih mudah,,,saya sekolah tidak tamat SD....karena dulu orang tuaku
tidak punya biaya untuk menyekolahkan saya”(wawancara Januari 2016)
Wawancara dengan informan La Kade, 65 tahun mengatakan bahwa:
“ saya tidak sekolah,,,,karena orang tuaku dulu tidak ada biaya untuk
menyekolahkan saya”( wawancara Januari 2016)
Informan La Gure menyatakan bahwa:
“,,,,dulu saya sekolah tetapi haya tamat SD hehehe,,,,karena keterbatasan
ekonominya orang tua saya, jadi tidak lanjut sekolah” (wawancara Januari 2016)
Karena jumlah responden lebih banyak yang mempunyai pendidikan
dasar, maka kesimpulannya adalah pendidikan responden yang masuk dalam
kategori sangat rendah, dan akibatnya dari rendahnya pendidikan responden
menyebabkan mereka susah untuk menerima dan melakukan informasih yang
diterima dari berbagai pihak yang berhubungan dengan bagaimana pengelolaan
lahan pertanian yang baik dan benar. Oleh karena itu rendahnya pendidikkan
87
responden merupakan salah satu juga penyebab rendahnya kualitas hidup yang
menyebabkan harus berada dalam kondisi kategori keluarga miskin.
b. Tingkat pelayanan Kesehatan Responden
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara
sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan,mencegah dan mengobati penyakit sertamemulihkan
kesehatan perseorangan, kelompok, ataupun masyarakat. Kualitas pelayanan
kesehatan adalah menunjuk pada tingkat kesempurnaan penampilan pelayanan
kesehatanyang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai
dengan tingkat kepuasan masyarakat, tatacara penyelenggaraannya sesuai dengan
standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan.
Hal tersebut membuktikan bahwa Salah satu keluhan utama masyarakat
miskin adalah mahalnya biaya pengobatan dan perawatan. Tentang bagaimana
tindakan yang dilakukan oleh 28 orang responden yang sakit, tindakan mereka
telah menggunakan pengobatan alternatif atau obat kampung, berikut ini
diuraikan pada tabel berikut ini:
Tabel 4.15 Tempat berobat responden kalau mereka sakit di Desa
Madampi, tahun 2016.
No Jawaban Responden Jumlah Responden
(Orang)
Persentase
(%)
1 Puskesmas 6 15,79
2 Petugas kesehatan 4 10,53
3 Berdukun / alternatif 28 73,68
Jumlah 38 100
Sumber Data : Data Primer Diolah, Januari 2016
88
Dari uraian tabel 4.15 diatas, menunjukan bahwa dari 38 orang responden
kalau sakit berobat di dukun berjumlah 28 orang responden atau 73,68 %,
disusul responden yang berobat dipuskesmas 6 orang atau 15,79 % dan yang
terakhir responden yang berobat di petuagas kesehatan sebanyak dipuskesmas 4
orang atau 10,53 %.
Sesuai yang terjadi di Desa Madampi adalah kemampuan masyarakat
dalam berobat, dari hasil penelitian warga miskin di Desa Madampi masih belum
sanggup untuk berobat kerumah sakit atau puskesmas, hal ini sesuai dengan
peryataan informan La Wuna, 40 tahun yaitu:
“kami itu sangat jarang pergi kerumah sakit bila kami sakit, paling-
paling kami hanya membeli obat di warung kalau tidak kami pergi sama orang
pintar (dukun)”(wawancara Januari 2016)
Lain halnya dengan pernyataan informan La Kade, 65 tahun mengatakan
bahwa:
“....kalau hanya sakit kepala atau demam jarang kami berobat, ya
biasanya sembuh sendiri nanti agak para-para sedikit baru kami beli obat di
apotik...” (wawancara Januari 2016)
Lain halnya juga yang dikatakan informan La Gure, 45 tahun mengatakan
bahwa:
“kalau kami sakit biasa seperti sakit kepala jarang kami berobat, tapi kalau
tidak sembuh-sembuh juga kita hanya berusaha beli obat di warung atau di
puskesmas,,kalau kami pergi juga di rumah sakit mau pakai biaya apa....”
(wawancara Januari 2016)
Mengenai informasi yang diberikan informan diatas menunjukan bahwa
peran puskesmas yang ada di kecamatan lawa tersebut sangat berperan dimana
bila ada anggota keluarga yang sakit maka yang menjadi pelarian utama adalah
89
di puskesmas. Maka dari itu dapat ditarik kesimpulan dari beberapa informan
mengenai layanan kesehatan yaitu peran pengobatan atau pelayanan kesehatan
yang ada di Kecamatan Lawa sudah cukup baik, tetapi yang menjadi kendala
masyarakat miskin adalah pendapatan mereka yang sedikit sehingga untuk
membiayai pengobatan mereka tidak cukup, pendapatan yang mereka peroleh
setiap harinya hanya bisa makan sehari-hari.
90
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dari hasil penelitian ini, maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan yakni :
1. Faktor – faktor yang menyebabkan terjadinya kemiskinan masyarakat
petani di Desa Madampi adalah sebagai berikut :
a. Rendahnya kepemilikan lahan responden, yakni 25 orang atau 65,79
% yang meminjam lahan orang lain dengan bagi hasil, dan 13 orang
atau 34,21%,
b. Luas lahan yang digarap responden yang tidak punya lahan garapan
sendiri atau meminjam lahan orang, yakni 21 orang atau 48,00%yang
mempunyai luas lahan garapan < 0,5 Ha, dan 9 orang atau 69,23%
milik sendiri yang luas lahan garapannya< 0,5 Ha.
c. Sistem pengelolahan lahan dan pemasaran yang rendah, yakni 32
orang atau 84,21% menggunakan alat tradisional, 13 orang atau 34,21
% masih melakukan ladang / atau berkebun berpindah – pindah, hasil
produksi tanaman yang dikembangkan masih rendah, cara
pemeliharaan tanaman yang masih rendah dan sistem pemasaran hasil
pertanian masih menggunakan pasar tradisional.
d. Rendahnya perekonomian masyarakat, yakni 36 orang atau 94,74 %
pendapatan berkisar < Rp. 400.00,- sampai dengan Rp. 500.000,-.
90
91
e. Tingginya tanggungan rata – rata keluarga, yakni bekisar 2 orang
sampai 4 orang.
f. Kualitas sumber daya manusia yang rendah, yakni tingkat pendidikan
rendah, yakni 10 orang atau 26,32%, hanya tamat sekolah dasar dan
Sekolah Menengah Pertama jumlahnya 8 orang atau 21,05% yang
tidak sekolah atau sekolah tetapi tidak Tamat Sekolah Dasar 11 orang
28,21 % dan terdapat 28 orang atau 73,68 % yang sakit berobat
didukun atau alternatif.
B. Saran
Berdasarkan temuan hasil penelitian sebagaimana telah disimpulkan diatas,
maka disarankan kepada masyarakat khususnya responden, diharapkan dapat:
1. Memanfaatkan dan mengelolah lahan dengan baik dan benar termasuk
menggalakkan pemeliharaan tanaman secara rutin dan benar
2. Memanfaatkan pendapatan yang diterima secara efektif dan efisien sesuai
dengan kebutuhan yang ada.
3. Meningkatkan kualitas hidup dengan menyekolahkan anak – anaknya,
menjaga kesehatan dan memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk berobat,
4. Dapat mengikuti program–program yang telah diberikan oleh pemerintah
dengan baik dan benar demi untuk meningkatkan taraf hidup yang lebih
baik,dan
5. Kepada mahasiswa yang akan melakukan penelitian selanjutnya hendaknya
lebih mengembangkan lagi pembahasan dan fokus yang akan diteliti.
92
DAFTAR PUSTAKA
Amaluddin Moh, 1987. Kemiskinan Dan Polarisasi Sosial ( Studi Kasus Di Desa
Bulugede Kabupaten Kendal Jawah Tengah), UI-Pres Jakarta.
Bapenas, 1993.Rumusan Ukuran Garis Kemiskinan.
Friedman, Suharto, 2004. Penduduk dan Kemiskinan, Bhatara Jakarta.
Sajogyo, 1992.Indikator Sosial dan Indicator Kesejahteraan Rakyat (Lembaga
Penelitian Sosiologi Pedesaan), LPSP-IPB Bogor.
Setiyanto, 2007.Pengantar Ilmu Ekonomi, PT Intan Pariwara Jakarta.
Prayitno, Hadi dan Arsyad Lincolin, 1990.Petani Desa dan Kemiskinan, BPFE-
Yogyakarta.
Rusli, Said, dkk, 1994.Metotodologi Identifikasi Golongan dan Daerah Miskin (Suatu
Tinjauan dan Alternatif), PT Gramedia Widiasarana Indonesia Jakarta.
Swanto, Bandung. 1987. Kemiskinan dan Pembangunan di Propinsi Nusa Tenggara
Timur, PSP-IPB Bogor.
Sajogyo, 1992.Indicator Sosial dan Indicator Kesejahteraan Rakyat (Lembaga
Penelitian Sosiologi Pedesaan), LPSP-IPB Bogor..
Hubarat, 1997.Masalah Perhitungan Distribusi Pendapatan di Indonesia.Prisma
Jakarta.
BPS, 2006.Kemiskinan dan Pemerataan Pendapatan di Indonesia, Biro Pusat
Statistik Jakarta.
Sumarjo, 2000.Kemiskinan dan Faktor Penyebabnya.PT.Bina Aksara Jakarta.
Prayitno, 1986.Petani Desa dan Kemiskinan, BPFE-Yogyakarta.
Dinas pertanian dan holtikultura, 2004. Juknis Pelaksanaan Program Gernat.
Humas Dinas Pertanian dan Holtikultura Prov. Sultra.
Wijayanti Reni Veronika.2010.Usahatani Kakao Dan Tingkat Ekonomi Petani Di
Desa Banjarasri Kecamatan Kalibawang Kabupaten Kulon Progo.Program
Studi Pendidikan GeografiFakultas Ilmu Sosial Dan EkonomiUniversitas
Negeri.Yogyakarta
Prastyo Adit Agus.2010.Analisis Faktor-Faktor YangMempengaruhi Tingkat
Kemiskinan(Studi Kasus 35 Kabupaten/Kota Di Jawa TengahTahun 2003-
2007): Program Sarjana Fakultas EkonomiUniversitasDiponegoroSemarang
Ningsih Hartin,2015.faktor-faktor penyebab kemiskinan masyarakat nelayan
tradisional Tampunabale Kecamatanan Pasikolaga Kabupaten
Muna.Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu
Oleo.Kendari
Rahayu Sri Endang.2010.Pemberdayaan Masyarakat Petani Dalam
ProgramPekarangan Terpadu Di Desa Sambirejo KecamatanNgawen
93
Kabupaten Gunungkidul.Fakultas PertanianUniversitas Sebelas
Maret.Surakarta
Halifah.2009. Profil Kemiskinan Masyarakat Kecamatan Lasalepa Kabupaten
Muna.Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu Oleo.
Kendari
Depkop – UKM, 2006. Disparitas Pengembangan Koperasi dan UKM di Daerah
Miskin, Kementrian Koperasi dan UKM.
Ramli. 2014. Geografi pertanian. Kendari: Unhalu press
Hardjowigeno, S. 1992. Ilmu Tanah. Edisi ketiga.PT. Mediyatama Sarana Perkasa.
Jakarta.
Sugiharyanto ,Nurul Khotimah, dan Nurulkhotimah.2009Buku Geografi Tanah Pgf
207. Fakultas Ilmu Sosial Dan Ekonomi Universitas Negeri. Yogyakarta
Kusmayadi dan Sugiarto, Endar.2000, Metode Penelitian dalam Bidang Muluk. C.
Ismoyo, MR. Khairul dan Saleh C, 2015. “Peningkatan Partisipasi
Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga”.Journal
perencanaan partisipatif, community development, bank sampah.Vol.5
No.1.Universitas Brawijaya, Jl. Veteran Malang.
Mukhtar dan Erna Widodo.2000.konstruksi ke Arah Penelitian Deskriptif.Avyrouz
Sugiyono. 2014. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta
Nursid Sumaatmadja. 1981. Geografi pertanian. Gramedia:Jakarta
Melgiana. 2010.Analisis Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan Petani (Suatu Kasus
Di Kecamatan Kupang Timur – Kabupaten KupangNusa Tenggara Timur).
Universitan Padjadjaran
Munir Misbahul. 2008.Pengaruh Konversi Lahan Pertanian Terhadap Tingkat
Kesejahteraan Rumahtangga Petani (Kasus: Desa Candimulyo, Kecamatan
Kertek, Kabupaten Wonosobo, Propinsi Jawa Tengah). Program Studi
Komunikasi Dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor
Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tenggara tahun.2011 berjumlah 60 Kepala
Keluarga atau 44 % yang benar - benar masuk dalam kategori miskin.
94
LAMPIRAN
95
LAMPIRAN I
Gambar 2 Peta kecamatan lawa
96
LAMPIRAN II
PEDOMAN OBSERVASI
No. CL : 001/20/12/2015
Metode : Observasi 1
Tanggal pengamatan : 20 Desember 2015
Waktu : 09.00 WITA – 10.00 WITA
Lokasi : Di kebun petani di Desa Madampi
Kegiatan : Pengamatan lokasi dan Kondisi tanaman petani
Pedoman
Transkrip
observasi
Pada tanggal 20 Desember 2015 peneliti melihat kondisi tanaman
petani masyarakat desa madampi, yang dilaksanakan pada jam 08.00
sampai selesai.
Lokasi tanaman pertanian jaraknya dari rumah kurang lebih sekitar 2
km dari rumah petani,
Dalam mengamati peneliti melihat Tanaman mereka, ada yang
subur, dan ada juga yang tidak subur. Di samping itu tanaman yang
mereka ditanami dikebunnya ada tanaman jangka pendek seperti
tanmanan jagung, kacang tanah, sayur – sayuran dan umbi – umbian.
Dan ada juga beberapa tanaman jangka panjang yakni kelapa, jambu
mente, coklat, dan kopi. Mengamati tanaman jangka pendek, jarak
tanaman jagung antara pohon yang satu dengan pohon yang lainya
jaraknya kurang lebih satu meter. Mengamati pemagaran kebun petani
menggunakan kayu dan batu. Dimana kayunya berupa pohon gamal,
batang jambu mente dan kayu lainnya.
Peneliti melihat beberapa aktifis masyarakat petani yang sedang
membersihkan kebun. Setelah itu sekitar jam 15.00 WITA peneliti
melihat kegiatan petani tersebut mencari kayu untuk pemagaran
kebunnya, Kemudian sekitar jam 16.00 WITA petani tersebut
melakukan aktifitas mencari kayu bakar untuk di kebun, di setiap
kebun dibakarkan api supaya kebun mereka tidak dimasuki oleh babi,
Setelah kegiatan tersebut selesai petani ini melanjutkan kembali
membersihkan kebunya ( mencabut rumput, mencangkul tanah,
menanam umbi–umbian, dan lain - lain ). Peneliti melihat petani ini
97
sangat serius dalam merawat tanaman kebunnya, sehingga tanpa sadar
waktu pun sudah menunjukkan Sekitar jam 17.20 petani ini kaget
karena tidak seperti biasa, melihat jarak kebun dan rumahnya cukup
lumayan jauh apalagi dijangkau dengan jalan kaki. Dengan demikian
petani tersebut lansung pulang di rumahnya dengan berjalan cukup
cepat karena mengingat sudah jamnya menyiapkan makanan malam
(memasak).
Tanggapan
pengamat
Dari salah satu kegiatan petani di Desa Madampi kali ini
memuaskan, disini sangat nampak jelas bahwa adanya keseriusan
dalam merawat tanaman kebunnya baik dari membersihkan kebun
(mencabut rumput, mencangkul tanah, dan menanam umbi - umbian),
maupun mencari kayu atau pagar guna untuk mengganti pagar yang
sudah rusak supaya tanaman tersebut terjaga oleh babi, sapi, dan lain –
lain.
98
PEDOMAN OBSERVASI
No. CL : 001/22/12/2015
Metode : Observasi 2
Tanggal pengamatan : 22 Desember 2015
Lokasi : Di kebun petani di Desa Madampi
Waktu : 06.00 sampai dengan selesai
Kegiatan yang diobservasi : aktivitas petani
Pedoman
Transkrip
Observasi
Pada tanggal 22 Desember 2015, peneliti mengamati
kegiatan yang dilakukan oleh petani lada yang dilaksanakan pada
jam 06.00 sampai selesai.
Pada pagi hari jam 06.00 peneliti mengamati salah seorang
petani sudah bangun. Petani tersebut melakukan kegiatan
rutinitasnya yaitu mengeluarkan ayamnya atau memberi
makanan dengan jagung yang ia miliki. Setelah itu petani
tersebut mengambil baju kotornya untuk membersikan kebunnya,
Setelah itu peneliti mengamati petani sedang mengasah parang
dan mengambil pacul, untuk membersihkan kebunnya. Setelah
selesai petani tersebut pulang di rumahnya,setiba dirumahnya
petani langsung mandi dan kemudian makan pagi.
Kemudian sekitar jam 09.30 petani tersebut dan sang istri
berangkat ke kebun lagi dengan membawa berbagai peralatan
untuk dikebun. Peralatan itu yaitu parang, pacul, tembilang, air
minum dalam botol, serta tali untuk mengikat pagar tersebut.
Di kebun peneliti ikut melakukan kegiatan yang dilakukan
petani untuk menambah keakraban dengan petani dan
pedalaman observasi. Peneliti kekebun bersama-sama
masyarakat petani, terlihat pagar kebunnya sudah terlihat rusak.
Di kebun petani jagung mulai melakukan aktivitasnya yaitu
memperbaiki pagarnya yang sudah rusak, membersihkan
kebunya. Peneliti ikut serta dalam membersihkan kebun petani
tersebut. Dan membersikan kebun petani tersebut menggunakan
alat tradisional yaitu parang, tembilang dan pacul. Kemudian
sekitar jam 10.00 WITA, petani tersebut dan anak – anaknya
99
istirahat sejenak. Setelah beberapa menit petani tersebut, istri,
dan anak – anaknya melanjutkan lagi kegiatannya Sampai siang.
Pada jam 11.45 WITA petani tersebut istirahat siang, dan pulang
kerumah untuk makan siang. karena rumanya agak jauh dari
kebunnya.
Pada jam 01.30 WITA petani dan istri dan anak –anaknya
melanjutkan lagi kegiatannya yaitu untuk pergi lagi dikebun
untuk membersikan kebun tersebut. Petani berhenti bekerja pada
jam 17.00 WITA. Karena mengingat perjalanan jauh, jarak
antara rumah dan kebunnya jauh kira – kira 2 km.
Tanggapan
Pengamat
Kegiatan membersihkan kebun pada kali ini, dapat disimpulkan
bahwa petani ini sangat antusias dan kerja keras untuk memenuhi
kebutuhan keluarga, karena melihat jumlah tanggungan dalam
keluarga cukup berat, dimana jumlah tanggungannya berjumlah
1-10 orang anak. Dengan demikian, hal ini sangat diharapkan
akan terus dipertahankan karena sangat menentukan nasib untuk
tetap hidup artinya tidak mati kelaparan, meskipun tanpa
mengenal panas, hujan, ataupun cape.
100
PEDOMAN OBSERVASI
No. CL : 001/23/12/2015
Metode : Observasi 3
Tanggal pengamatan : 23 Desember 2015
Waktu : 16.00 sampai dengan selesai
Kegiatan yang diobservasi : kondisi rumah petani
Pedoman
Transkrip
observasi
Pada hari jumat, tanggal 23 Desember 2015, peneliti melakukan
wawancara sekaligus mengamati kondisi rumah petani saat ini,
yang dilaksanakan pada jam 16.00 sampai selesai.
Peneliti mengamati rumah yang dimiliki petani adalah rumah
panggung yang terbuat dari kayu, Rumah petani ini dengan
beratapkan daun rumbiah, berdindingkan bambu, berlantaikan
bambu pula. Rumah petani yang ada di desa madampi
kebanyakan rumah panggung dan beratapkan daun rumbiah.
Rumah yang di miliki petani tidak memiliki sarana dan prasarana
seperti listrik, mereka hanya memiliki lampu tembok yang terbuat
dari blek susu untuk dijadikan lampunya. Rumah petani tidak
besar lebar 3 m x 5 m. Rumah tersebut sudah jadi artinya lengkap
tetapi dinding dan lantainya bukan terbuat dari kayu begitu juga
dengan dindingnya.
Mengamati kondisi dapur petani terdapat beberapa barang
seperti panci, tempat air minum dan lain – lain. Selain dapur ,
rumah, kamar mandi dan pura yang permanent peneliti melihat
ada 1 bekas dapur petani lada yng sudah tidak di pakai lagi.
Dapur ini memiliki ukuran dan bentuk yang sempit. Dan an
terbuat dari papan dengan atap rumbia.
Peneliti mengamati halaman rumah petani, dimana
halamannya tidak terlalu luas. Halaman rumah petani tidak terlalu
bersih. Selain itu peneliti melihat dalam rumah petani terdapat
beberapa karung yang berhamburan, karung tersebut isinnya ada
beberapa hasil perkebunan atau pertanian mereka baik diruang
depan maupun di dapur.
Tanggapan
pengamat
Tampak dari hasi pengamatan tersebut bahwa kondisi perumahan
petani sangat memprihatinnka dan tidak terurus dengan baik, baik
dari jenis tempat tinggal, status fisik bagunan , serta barang-
barang yang dimiliki tidak cukup bagus dan tidak terlalu banyak.
101
LAMPIRAN III
DATA INFORMAN Tabel Identitas Informan
No. Nama Jenis kelamin Agama pendidikan Umur (tahun) 1. Lawuna Laki-Laki Islam tidak sekolah 40 2. Wa Pikore Perempuan Islam Tidak sekolah 60 3. Wa Pia Perempuan Islam Tidak sekolah 50 4. Wa Sani Perempuan Islam Tidak sekolah 50 5. Wa Fenta Perempuan Islam Tidak sekolah 52 6. La Kadhibu Laki-Laki Islam Tidak tamat SD 27 7. Wa Mausa Perempuan Islam Tidak tamat SD 35 8. Wa Mboki Perempuan Islam Tidak tamat SD 50 9. Wa Bia Perempuan Islam Tidak tamat SD 50 10. La Nansi Laki-Laki Islam Tidak tamat SD 59 11. La Kade Laki-Laki Islam tidak tamat SD 65 12. La Gure Laki-Laki Islam Tamat SD 45
13. La Nondo Laki-Laki Islam Tamat SD 40 14. La Aris Laki-Laki Islam Tamat SD 29 15. La Ramadi Laki-Laki Islam Tamat SD 31 16. La Ida Laki-Laki Islam Tamat SD 31 17. La Sidu Laki-Laki Islam Tamat SD 30 18 Wa Suti Perempuan Islam Tamat SD 43 19. Wa Madha Perempuan Islam Tamat SD 50 20. Wa Ene Perempuan Islam Tamat SD 35 21. Wa Gure Perempuan Islam Tamat SD 50 22. Wa Ode Moro Perempuan Islam Tidak tamat SMP 41 23. Wa Haluna Perempuan Islam Tidak tamat SMP 62 24. Wa Uha Perempuan Islam Tidak tamat SMP 62 25. Wa Asu Perempuan Islam Tidak tamat SMP 51 26. Wa Pala Perempuan Islam Tamat SMP 31 27. Mardiana Perempuan Islam Tamat SMP 32 28. WD Salili Perempuan Islam Tamat SMP 27 29. Wa Dasnia Perempuan Islam Tamat SMP 45 30. Wa Iha Perempuan Islam Tamat SMP 45 31 Wa Taomba Perempuan Islam Tamat SMP 50 32. Wa Awi Perempuan Islam Tamat SMP 42 33. Wa Ndoapa perempuan Islam Tamat SMP 50 34. Wa Malia perempuan Islam Tidak tamat SMA 51 35. Wa Faala perempuan Islam Tidak tamat SMA 61 36. Wa Ode Nifi Perempuan Islam Tidak tamat SMA 39 37. Nursia Perempuan Islam Tamat SMA 27 38. Wa Izi Perempuan Islam Tamat SMA 41
102
Untuk lebih jelasnya Jumlah Informan Menurut Pendidikan dapat dilihat
melalui tabel berikut ini:
No Pendidikan responden Jumlah responden
1. Tidak pernah sekolah 5 orang
2. tidak tamat SD 6 orang
3. Tidak tamat SPM 4 orang
4. Tidak tamat SMA 3 orang
5. Tamat SD 10 orang
6. Tamat SMP 8 orang
7. Tamat SMA 2 orang
103
LAMPIRAN IV
PEDOMAN WAWANCARA:
JUDUL : FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN
MASYARAKAT PETANI (STUDI DI DESA MADAMPI
KECAMATAN LAWA KABUPATEN MUNA BARAT)
PERTANYAAN:
A. Identitas Responden:
1. Nama : ...............................................
2. Umur :................................................tahun
3. Agama :________________________
4. Pendidikan terakhir Anda: a. Tidak tamat SD d. Tamat SD
b. Tidak tamat SMP e. tamat SMP
c. Tidak tamat SMA f. tamat SMA
g. Tidak pernah sekolah
B. Permasalahan Penelitian:
Instrumen wawancara untuk masyarakat petani
Status kepemilikan lahan olahan dan luas lahan olahan
1. Apakah Bapak/ibu dengan bertani ini punya lahan garapan sendiri, lahan
orang lain, dengan bagi hasil?
2. Berapa luas lahan pertanian atau perkebunan yang bapak / Ibu Garap?
Sistem pemanfaatan lahan dan sistem pemasaran yang rendah
3. Alat apa yang digunakan dalam pengelolahan lahan pertanian Bapak/ibu?
4. Bagaimana cara pemanfaatan lahan Bapak/ibu?
5. Bagaimana cara pengelolahan lahan pertanian bapak/ibu?
6. Bagaimana cara merawat lahan dan tanaman bapak/ibu?
7. Jenis tanaman apa saja yang bapak/ibu kembangkan di kebun?
8. Seperti apa Pak jenis tanaman jangka panjang itu?
9. Kalau jangka pendek pak?
104
10. Bagaimana pak dengan hasil tanaman jangka panjang maupun tanaman jangka
pendek bapak, apakah dijual semua atau dimanfaatkan untuk kebutuhan
keluarga?
11. Dimana bapak/ibu memasarkan atau menjual hasil pertaniannya?
Rendahnya penghasilan atau pendapatan masyarakat
12. Berapa penghasilan atau pendapatan bapak/ibu dalam sebulan?
Tingginya tanggungan rata-rata keluarga
13. Berapa jumlah tanggungan bapak/ibu dalam keluarga?
Kualitas sumber daya manusia yang rendah
14. Bagaimana dengan pendidikan Bapak?
15. Kalau bapak/ibu sakit berobat dimana?
105
LAMPIRAN V
Wawancara I
TRANSKRIP WAWANCARA
Nama : La Wuna
Umur : 40 tahun
Tanggal : 19 Januari 2016
Jam : 02.30 WITA – 17.00 WITA
Tempat wawancara : Di atas pondok – pondok
Hasil Wawancara
Pelaku hasil wawancara Tema
Peneliti „assalamu‟alaikum.....
Informan “wa‟alaikum salam”..
Peneliti Aesalo maafu ini bapak aganggu wakutumu
sebantara...?
Informan Umbe pana afaa,,,,,,,
Peneliti Pedaini Bapak,,,bhekamaihaku ini,,,tugasiku
wekampus aepelitian wedesa madampi ini,,,
informan Pedahae bhahi itu...ana,,,
Peneliti Pedaini fokoamau,,dekaradha hae ga ampaitu,,,
Informan Daekardha hae taegalu bhela,,,
Peneliti Maka degalu ini pake witeno wuto maka deada?
informan Aeada kowiteno bhela,,,hamai tapobhage
hasilino,,hamai,,taegalu ini mina nabhala-
bhalahi taegalua rampahano mina akomodala
taegalu nabhala,,
Rendahnya
Kepemilikan Lahan
Olahan
Peneliti Jadi hasilino dobhage bhekowiteno elae,,
informan Umbee,,pedahae pada manda tapake witendo,,
Peneliti Jadi degalu kabhalano sehae-sehae kawanta bhe
kawareno
106
Informan Aiii nbhala-bhalahia bhela mina takodoi tagalu
nabhala rampahano itu mina
nabhedoi,,kabhalanomu taegalu kahewano rafulu
limafulu kawu,,,
Luas Lahan Yang
Diolah Responden
Peneliti Ane omegalu omepake omasina gara
informan Masina hae kone,,tadaepolimu degholi masina
dofuma todokampo-mpolimu,,,,
Alat yang digunakan
dalam pengelolahan
lahan
Peneliti Maka depake hae degalu?
informan Ingka damorae wewawa
watu,,okasinala,okasaera, okapulu,
osikupa,opolulu kapake manimu taegalu itu
Peneliti Ane degalu ini domenetap maka dopindah-
pindah degalu.....?
Model Pemanfaatan
Lahan
informan Daepindah-pindaghohae,,,kone, degalu kawu
taeda witendo mie,,,
Peneliti Oh gara,,,aesalomafu bangka fokoamau..
informan Panaafa mesaloghodua maafu hae gara....
Peneliti Pedahae gara fokoamau dorawatie kafembulanto
ini?
Cara Pemeliharaan
Tanaman Yang di
Kembangkan
informan Damafane tasinalae kawu bhela,,daekagholi-
gholi dua ane opupuk ingka nabhekupa..
Peneliti Minamu sepaliha bhedointo ga
fokoamau,,hehehehe
informan Bhedoi dua maka taegholianemu dua opupu
insaidi mahinga kamandhamani maina taeghawa
bhe taegholi hehehe
Peneliti Welogalu watu gara ohaehino okantisali Jenis tanaman yang
dikembangkan informan Ohae okahitela,orapo-rapo,akambuluhi
dua,,,kafembula ntaghu dua,,
Peneliti Ane kafembula ontaghu ohaehino gara?
informan Ohae odhambu,ocokulati,okahawa,oghai
Penelian Jadi hasilini galunto dosiasoasohae gara? Pemasaran hasil
pertaniannya informan Sebagian taasoe sebagian tafumae
bhela,,,dasiaso-asohae maka daomahae,,
107
Peneliti Pedahae olae galunto fokoamau dogaji mie
maka olae omoisa
informan Agaji mie pedahae,,,nabhedoi
pedanagha,,takaradhae tamoisa...bhe anahihiku
bhe ibuku kawu
Cara pengelolahan
lahan pertanian
Peneliti Ane hasilino kafembulanto doasoe nehamai?
informan Tamasoe nehamai ,,patamasoe wedaoa,,nando
dua maihino naini degholihi dua ghai ane
defaralu
Informan Oh gara,,umbemu dua pada bhela fokoamau
Peniliti Aesalo maafu watu fokoamau amenagho
penghasilanmu sewula sehae?
Rendahnya
perekonomian
masyarakat informan Mesaloghodua maafu hae gara,,,pana afaa
ingka..penghasilano hae kune ana mina
nanumando ingka,aperapi kawu galu maitu
ingka nembali dua kawu kaegholiha
nifuma,,,kamalasihino anahihiku,,soku dua idi
darumadhi kanau soku dakumaradha.
Peneliti Anaoarata-ratae lagi maitu sehae kaghwamu
sewula maitu?
Informan Ane nokohasili siga fatomoghono(Rp. 400.000)
ane miina nokasili tolumoghono riwu kawu.
Rampahano owuragho owutomu pada inodi ini
akamokulamu minamu siaghe amoli aegalu.
Peneliti Dosehae gara ananto fokoamau? Tingginya
Tanggungan Rata–
Rata Keluarga
Informan Anaihiku do popa, tumbharie insaidi bhe ibuku
jadi do nono bhela.
Peneliti Maka dosikola nehamai gara pisahihiku?
informan Dosikola nehamai ingka SMA bhe SMP pada
maka padaekulia andoa
nabhedoia,,datumanggoandahae dofuma kawu
todokampo-mpolimu..
Peneliti Indodi aekulia watu maka nonarakamu
kamokulahiku, tanggohino sikola kasi.
informan Ae sikolamu kawu hintu sio-siomu okahasili dua
peda bhaindo,,,
Peneliti Anae sikolanto dhamani wawono fokoamau
pedahae?
Tingkat Pendidikan
Responden
108
Informan Dhamani wawono dasumikola, dasumikolagho
hae nabhe tanggo, maka dhamani wawono
nolangka sumikolano..nasumikola ingka idia
Peneliti Oh gara mina dasumikolah gara mahingga SD
informan Miina pada ghane
Peneliti Sehaemu gara umurunto fokoamau? Tingkat pelayanan
Kesehatan
Responden
Informan Umuruku hadae nagha fatofulutaghumu hedae..
Peneliti Umbe elae,,,eh ingka nomaho gara opuskesmas
naini
informan Nomaho pada wewatumela watu, maka
nolangka kune insaidi takalahi taeago
wepuskesmas, biasano insaidi taosaki taeferabu
nemie mandeno rampahano wepuskesmas,
kahalihi kago mending takala taeago we
mandeno taeferebua kawu oe,,daefeago
werumasaki daealahi nehamai doia
bhekahalihino kago
Peneliti Umbemu dua pada, bhekahalihino kago ampahi
aitu, yang penting kune miina dotalati dofuma
informan Umbemu dua pada, fekanturuhi dua kune
mainaini, okailili bhahi
Peneliti Ah mina ingka fokoamau, arepotigho kawu
kakuliaku ini ingka,,,madaho tora amai pada
informan Umbe,,,,
Peneliti Maka amealaimu deki inia, madaho tora detula-
tula amoghulue deki wesewetano maitu,,forato
fokoinauku salamku kawu,,Assalamu alaikum,,,,
Informan Umbe posighondo itua kandelino
kangkaha,,,,,,,,,,,
109
Wawancara II
TRANSKRIP WAWANCARA
Nama : La Kade
Umur : 65 tahun
Tanggal : 27 Januari 2016
Jam : 01.30 WITA – 15.00 WITA
Tempat wawancara : Di kebun
Hasil Wawancara
Pelaku hasil wawancara Tema
Peneliti „assalamu‟alaikum.....
Informan “wa‟alaikum salam”..
Peneliti Aesalo maafu ini bapak bhe kamaihaku,,,aesalo
tulumi,,,
Informan Ohae bhahi itu, ,,,,,,,??
Peneliti Inodi omahasiswa maighono weunhalu bapak,
bhetugasi akhirku aela judul faktor penyebab
kemiskinan wedesa madampi ini...sio-siomu
bapak nembali obantu kanau informasino tentang
faktor kemiskinan ini..
Informan nembali,,noafa ga panahumundagho dapobantu-
bantu,,apalagi msalahno tugasino
sikolah,,tamaka ane nahumundah ajawabuee
ajawab ee,,masalano mina takosikolah bhelaa
insaidi ini mina tamande wambha malau..
Peneliti Tetap kone bapak amandehane ojawab eeemina
naohalihi ingka pertanyaanku,,amenakomu elae
bapak. Lahae ga neanto bapak dan sehaemu
omuru itu?
Informan Umuruku kira-kira nanomofulu lima taghumu
..neaku La Kade
Peneliti Pendidikan terakhirmu bapak?
Informan Pendidikan terakhirku itu ,,,,wakutuno dhamani
wawono asikola maka natumamati bhela ne
SD,,rampahano nabhetanggo korohanomu.
Tingkat Pendidikan
Responden
Peneliti Umbe elae ...ane dosakihi bapak dokala
defeagohi nehamai?
Pelayana kesehatan
110
Informan “....anae taosaki biasa okaleahino fotu,dosodohi
minahi takumalahi insaidi werumah saki takala
taeferebua aoe wemandeno,,ane miina takala
taegholi kago wewaru...dakumalahigho hae
werumasaki nabhe doi padanagha setanga
mate,,tabhea dosaki dodero maka takalahi
werumasaki.insaidia....”
Peneliti Umbemu dua pada kanarakahino ghondohihano
doi ampaitua,,,,
informan Ummbe apalagi ampaitu ini bhedahino insaidi
nagha mina takosikola aitu-atuemu kawu
ohasili,,,degaluhimu kawu...
peneliti Ane omegalu ini bapak depake witeno wuto
maka deada?
Rendahnya
Kepemilikan Lahan
Olahan.
informan Sebenarno kaasi ana akowite, maka kaasi mina
nabhe doai taegholi wite,,jadi aeda
kowiteno,,taegalu,,mak dua pedahae gara
somu,,tapobhage hasilino bhe kowiteno,,hamai
taegalu ini kbhalanomu rafulu alufulu,,,,,,
Peneliti Ane degalu ini biasano nobhalahi deola galu
bapa?
informan Pedamu anagha pada nabhalahi nehamai
daegalu gara hamai okada wite,,tapindalo pada
tagalu namekabhala-bhala,,maka damindalo
kawu maka kaasi nabhe doia..jadi taegalu kaasi
mina namata siga setanga heto..
Luas Lahan Yang
Diolah Responden
Peneliti Terus ane degalu bapak depake alat hae?
informan Ingka owurangho wutomu pada watu inando
negalu depake dua hae ga kaasih..okasinala,
okasaera..okapulu nembhali
kaeweiha,,polulu..tapindalo dua pada taepakehi
okaeseprotiha,,maka kabharino haragano..mina
taepoli taegholliaa..
Sistem pengelolaan
lahan dan sistem
pemasaran yang
rendah
Peneliti Oooo gara bapak...aesalo maafu itu kabharino
kafenaku...ane degalu ini gara domentap kansuru
mina daepindah-pindah elae?
Informan “ane taegalu pada tamenetap,,rampahano owite
kawu taeda apalagi dapopindah-pinda daegalu
damadahi witendolaheno,,bhewiteku pada maka
wekabhongka kaerabuha mani lambu kahewano
111
tolufulu limafulu....”
Peneliti Umbe elae..ane dorawati galunto bapak pedahae
degholiane opupu maka dogalue kawu ?
Informan Ane arawati galukue kawu, agalue
karukuno..ghondofane kansuru namokotolalaea
nofoni karuku...daegholihi opupunagha
kaasi..mina nabhe kupa,,noptotohimu kune
depupu bhemina..
Peneliti Ane okantisahi welogalu watu ohaehino ga?
informan Okantisalihi welogalu watu rabansa ontaghu bhe
wula ingka...
Peneliti Ane ontaghu ohaehino gara?
Informan Eeee....oghai, cokulati, okahawa, ojambu
mente,,, dee...ane newulano ingka okahitela,
orapo-rapo, omafusau, omidawa,
okambulu...daetisaha gara ampaitu kaasi ingka
ait-aituhaemu kawu ane,,,
Peneliti Oh umbe..ane kantisa taghu ini dosiaso-asohae
gara?
informan Umbeeee nembhali kaegholifiha nefuma,,opakea
dua,,
Peneliti Ane kafemmbula newulano hasilino doasoe
dua?,,,
informan Ya,,siga kawu taasoe,,siga nembhali
tafumae,,dasiaso-asohae maka taomamu
hae,,hamai doperapi sendaikawu,,,tonkampo-
mpolimu kawu nifuma maani,,okambuluhi kawu
bhe rapo-rapo kaaso ane taperapi,,ane mina
ingka peamu anagha...
Peneliti Pedahae hasilino galunto bapak doasoe wedaoa
atau domai dogholie welampu ini?
Informan Nae hasilino galuku asoae dua wedaoa domai
dua dogholie negalu ini...ane defaralu,,,maka
kebanyakan asoe wedaoa kune,,ane nakohasili
nabhari itu ingka damasoe hida dua wekota
bhahi,,maka hasili sekandai-ndaini kaasi.
112
Peniliti Ane penghasilanmu sewula maitu orata-ratae
sehae?
Rendahnya
Perekonomian
Masyarakat
informan Penghasilan hae kone tapedamu taembali
pegawai,,ane hasilino neperapino galuku ane
arata-ratae kalangkenomu 500.000 riwu ane
miina 400.000 riwu dakohasili nehamai ga
kaasi,,ane dekaradha dua sigahano itu ingka
dakohasili dua bhahi nabhari,,ainia bheano
doperapi negalu makia dekaaso-asodua hasilino
galu.
Peneliti Ane penghasilan sewulamaitu nocukupieee?
Informan Ya cukup nehamai,,,kune dofuma kawu
todkampo-kampolimu,,apalagi kabharino
netanggo pedaini....
Peneliti Berapa jumlah tanggungan bapak dalam
keluargdosehae katanggonto gara bapak dalam
keluarga?
Tingginya
Tanggungan Rata –
Rata Keluarga
Informan Anaku donono (6) tambah tubhari idi bhe inando
anaihi jadi taoalu..hamai anahiku dosikola watu
semie nosikola we SMP, ruduano dosikolah we
SD kalasi 6 bhe kalasi ampa..sigahano mina
dasumikola dotulumi idi taegalu..
peneliti Ane datumamati mada kawu bapak
damolanjutida nehamai?
Informan Domalanjtiada hae kaasi penghasilan sekandai-
ndai pedanagha..apalagi amokuliada,amokulanda
hae..dofuma bhe deghawa miina,
Peneliti Anaghamu dua pada bapak..aesalo maafu ini
bapak agaanggu wakutumu ,,kabharino
kafenaku,,pedamu deki anagha bangka
bapak...amealaimu deki madaho tora detula-
tula,,terimakasih banyak wakutumu..assalamu
alaikum..
Informan Ummbeee waalaikum salam...posighondoitua..
113
Wawancara III
TRANSKRIP WAWANCARA
Nama : La Gure
Umur : 45 tahun
Tanggal : 29 Januari 2016
Jam : 01.30 WITA – 15.00 WITA
Tempat wawancara : Di kebun
Hasil Wawancara
pelaku hasil wawancara Tema
Peneliti „assalamu‟alaikum.....
Informan “wa‟alaikum salam”..
Peneliti Omeafamu itua,,,?
Informan Minaa taefa ingka?,,,,,,,kampolimu mani kawu
pedamu aini ana..
Peneliti Omoramehimu gara?
informan Umbee,, tasikapo-kapoha tora ini,,biasano
oanahihi dokpompalihi..(keadaan rumah informan
rame)
peneliti Bhekamaihaku kune ini,,pedaini ingka bhetugas
akhirku ini wekampus awawancarai intaidi.
Rendahnya Kepemilikan
Lahan Olahan
informan Ohae bhahi itu ane ahunda ajawabue,,,ajawabee
peneliti Tetap opandehane kune mina nahalihi
pertanyaankua,,,pedaini bapak degalu ini pakegho
wite owuto maka deada kowiteno opobage hasilino
bhekowiteno?
Informan Oooh ,,,,, “ ane aegalu iano ntaghu idi aeda
kowiteno,,maka tapobage hasilino,,maka idi
bharino,,dapobhage labuntae ingka nasehaemu dua
idi sokaghawaku hamai mina nabhala taegalu
kalangkenomu kahewano limafulu
alufulu,,ghane,,,
Luas Lahan Yang Diolah
Responden
peneliti Umbe elae...jadi degalu ini mina nabhala-bhala
deolah elae?
Informan Umbe pada damalahi witehi lahae gara ampaituaa
kabhalahinomu taeola namatahia setanga
heto...daegalu nabhalamu dua itua nabhe doi
sedegholigho katondono..
Peneliti Ane doalae galunto bapak dopakeane alati hae?
114
informan daelati hae kune ane awura bhaido depake ane
senso...tatadughufiu kawu aelu insaidi tawura
koalatihino pedawatu,,taepake ane
opolulu,,okasaera,,okasinala,asikupa
dua,,,rampahano taepake alati bhedano aini hadaea
mina nabhari penghasilan manai,,tamaka
tadasumukuruhimu,,,deghawahianemu kawu
dofuma kune ampahi aitu kune...
Alat yang digunakan
dalam pengelolahan lahan
peneliti Umbe mu dua pada dasyumukuru apa kawagho..
informan Umbe pada..
Peneliti ane....cara amanfaatkan lahanmu Bapak pedahae? Model Pemanfaatan
Lahan
Informan Anae insaidi taegalu ini sistem tetap..rampahano
taegalu ini taeda kansuru kowiteno,,kecuali
minamu nahumende kafembula maka tapindah,,
Peneliti Pdahae doolae galunto ini doolae domoaisa maka
defogajia ane mie?
Informan Hahaha,,,kalucuno kafenamu gara ana,,,daela
nehamai bhara daefogaji mie nagha dofuma
todokampo-mpolimu,,taolae bhe inando anahi bhe
anahiku kawu ane bhe kesmpatando..
Peneliti Ane dorawati galunto depakeane opupu,,afenamu
tora noberhubnganmu tora bhe doi hehehe?
Cara Pemeliharaan
Tanaman Yang di
Kembangkan
Informan Hahaha panafakune memang nyatano
pedanagha..tarawatie tagaluhi karukuno
tamokotolalae nokokaruku rampahano orapo-rapo
nopokai-kai bhekarukuno mina nakoihi tabea
donturu dogalue karukuno..mina taepupuk-pupuk
kone insaidi selamano taegalu ini takopindamu
dua,, hehehe..
Peneliti Kantisalihi hae gara welogalu watu bapak? Pemasaran Hasil Produksi
Atau Tanaman Responden
informan Ohae kafembula ontaghu pada watu bhe kahitela
watu,orapo-rapo,okabulu dua..
Peneliti Anee kafembula ntaghu ohaehino kantisalihi?
informan Ocokulati,okahawa,oghai,ojambu,,maka
damalagho haenono kune ocokulati sasaki-saki
nokrea,,,apalagi okahawa nesehamu dua kune
115
kahara-haragano,,ingka ojambumu
kawu,,kaferedati mani,,maka sehaemu dua gara
ingka ojambu sehaepughu watu ingka naembhali
dameapi hahahaha...
Peneliti Maka kafembula ntaghu ini dosiaso-asohae gara?
informan Umbe darumunsa haenono maka..nembahalihimu
jkaegholiha kenta,,pekeahi dua ane nokohasili
ana..
Peneliti Anae okahitela,rapo-rapo,okambulu bhe mafusau
welogalu watu doasoe dua?
informan Ya,,,ane anagha itu ane bhe sisano tasoe
dua,,orapo-rapohikawu ane taperapi, nesehaemu
dua soharagano okahitela ampaitu selitere seriwu
fitumoghono,,
Peneliti Ane hasilino galu doasoe nehamai wedaoa maka
domai dogholie naini?
informan Taasoe wedaoa,,ane nokobhake jambu siga domai
doghondohie nelambu..
Peniliti Sehae penghasilan / pendapatanmu Bapak sewula
maitu ane orata-ratae ?
penghasilan
informan Mina namandehane ane arata-ratae penghasilanku
sewula maitu ane aperapi galuku kalangkenomu
500.000 riwu ,,taeferedati hae kune kaasi taegalu
kawu..
Peneliti Mina nanumando gara karadha sigahaon bapak
deojek kaha de bhali tuka?
Informan Ee mina bhela dakuradhahi peadanagha mina
dakosikola,,narakakune bhela,,dekapihikaradha
ampaitu,,taegalumu kawu insaidi bhela..
Peneliti Ane penghasilanmu sewula pedanagha nocukupie
sewula maitua?
Informan Ya nocukup nehamai kune,,nokura bhela hamai
kagolino nifuma, opakea osabho nobhri nefaralu
bhela maka damafane tadasumukuruhimu..ampa
sokawagho.
Peneliti Dosehae gara ananto bapak? Tingginya Tanggungan
Rata – Rata Keluarga
Informan Anaku dodidima,dopopa dasumikolah
kapindalondo dasumikola maka nabhe
doia,,,,hasilino kawu ogalua todokampo-mpolimu
deghawa dofuma apalagi daetanggoane sikolah.
116
Semie watu katanggomani dosikola we SMP,
doalahianemu kawu ijazando kune kone
dofobhore-bhorehi mie bhaindo
peneliti Umbemu dua pada bapak,,insaidi kawu watu
tasikolah kaasi tonokampopoli kasamimu
kamokulaku,,asyukuruhimu watu tatugasi
akhiriku,,maka nonarakamu kaasindo degalu dua,,,
informan Umbe taintaramu sikolamu itu sio-siomu
okahasilimu..
peneliti Ane intaidi gara bapak dosikola ampahamai
dahamani wawono?
Tingkat Pendidikan
Responden
Informan Dhamani wawono asikola atamati kawu ne SD
mina nalumanjuti eee we SMP rampahano
kamokulaku wawono nabhe doia,, kaasi..
Peneliti Oh gara kaasi dua elae..ane dosakihi bapak
defeago nehamai?
Tingkat pelayanan
Kesehatan Responden
Informan Ane taosaki biasa..kalesno fotu, nojarang takala
tefeago werumah saki..ane noderomu saki bheano
takalahi dua werumasaki..ane miina taeferebua oe
nemandeno..mafane kahalihino kago ampaitu
mahingga raghonu nefuluno,,tangkanomu bhela
dhunia ini...
Peneliti Umbe bhela,,,kahalihino kago ampaitu,,tadapotola-
tolagho kaghosa sio-siomu ko bhe pana-panakia...
informan Umbe bhela....
Peneliti Ohh Terimakasih banyak bangka bapak madaho
tora detula nosomu ghole amansuru tora
wesewetano maitu,,
Informan Umbeeee sama-sama fekanturu kune mempali-
mpali taini,,,,,,,,,,,
Peneliti Umbe pada rampahano nando aosibuk ampahia
aitu bhela,,amealaimu deki pada watu. Assalamu
allaikum
informan Wa alaikum salam
117
LAMPIRAN VI
DOKUMENTASI FOTO
Gambar 3. Kepala Desa Madampi lagi membaca surat izin penelitian
Gambar. 4 wawancara dengan kepala desa di Desa madampi
Gambar 5. Wawancara dengan Responden ( kepala RT) Desa Madampi
118
Gambar 6. Alat Tradisional pembersih kebun masyarakat petani (Parang, Pacul,
Tembilang, Sekopang, dan lain – lain)
Gambar 7. Alat pembersih kebun masyarakat petani (Hand Traktor / Tangki
penyemprot rumput)
119
Gambar 8. Wawancara dengan responden yang lagi membersikan kebunnya secara
rutin
Gambar 9. Wawancara dengan responden (petani)
120
Gambar 10. Jenis tanaman jangka pendek yang dikembangkan responden (petani)
Gambar 11. Jenis tanaman jangka panjang yang dikembangkan responden (petani)
Gambar 12. Kepala Desa Madampi Lagi Menandatangani Surat Keterangan Telah
Melakukan Penelitian
121
122