Upload
lulu-hamidah
View
154
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
FAKTOR LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI MIKROBA
OLEH: DR.H.M.AGUS KRISNO BUDIYANTO,M.KES
DOSEN PENDIDIKAN BIOLOGI UMM
Tiap-tiap makhluk hidup itu keselamatannya sangat tergantung kepada keadaan
sekitarnya, terlebih-lebih mikro organisme. Makhlukmakhluk halus ini tidak dapat
menguasai faktor-faktor luar sepenuhnya, sehingga hidupnya sama sekali tergantung
kepada keadaan sekelilingnya. Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan diri ialah
dengan menyesuaikan diri (adaptasi) kepada pengaruh faktor-faktor luar. Penyesuaian
diri dapat terjadi secara cepat serta bersifat sementara waktu, akan tetapi dapat pula
perubahan itu bersifat permanen sehingga mempengaruhi bentuk morfologi serta sifat-
sifat fisiologi yang turun menurun. Kehidupan bakteri tidak hanya di pengaruhi oleh
faktor-faktor lingkungan akan tetapi juga mempengaruhi keadaan lingkungan. Misal,
bakteri termogenesis menimbulkan panas di dalam media tempat ia tumbuh. Bakteri
dapat pula mengubah pH dari medium tempat ia hidup, perubahan ini di sebut
perubahan secara kimia.
Adapun faktor-faktor lingkungan dapat di bagi atas faktor-faktor biotik dan faktor-faktor
abiotik. Faktor-faktor biotik terdiri atas mahluk-mahluk hidup, sedang faktor-faktor abiotik
terdiri dari faktor-faktor alam (fisika) dan faktorfaktor kimia.
5.1 Faktor-Faktor Abiotik.
Faktor abiotik adalah faktor yang dapat mempengaruhi kehidupan yang bersifat fisika
dan kimia. Di antara faktor-faktor yang perlu di perhatikan ialah suhu, pH, tekanan
osmose, pengeringan, sinar gelombang pendek, tegangan muka dan daya oligodinamik.
1. Suhu
Masing-masing mikrobia memerlukan suhu tertentu untuk hidupnya. Suhu pertumbuhan
suatu mikrobia dapat di bedakan dalam suhu minimum, optimum dan maksimum.
Berdasarkan atas perbedaan suhu pertumbuhannya dapat di bedakan mikrobia yang
psikhrofil, mesofil, dan termofil. Untuk tujuan tertentu suatu mikrobia perlu di tentukan
titik kematian termal (thermal death point) dan waktu kematian termal (thermal death
time)- nya.
Daya tahan terhadap suhu itu tidak sama bagi tiap-tiap spesies. Ada spesies yang mati
setelah mengalami pemanasan beberapa menit di dalam cairan medium pada suhu 60°C,
sebaliknya ,bakteri yang membentuk spora seperti genus Bacillus dan Clostridium itu
tetap hidup setelah di panasi dengan uap 100°C atau lebih selama kira-kira setengah
jam. Untuk sterilisali, maka syaratnya untuk membunuh setiap spesies untuk membunuh
setiap spesies bakteri ialah pemanasan selama 15 menit dengan tekanan 15 pound serta
suhu 121°C di dalam autoklaf.
Dalam cara menentukan daya tahan panas suatu spesies perlu di perhatikan syarat-
syarat sebagai berikut:
1. Berapa tinggi suhu.
2. Berapa lama spesies itu berada di dalam suhu tersebut.
3. Apakah pemanasan bakteri itu di lakukan di dalam keadaan kering ataukah di dalam
keadaan basah.
4. Beberapa pH dari medium tempat bakteri itu di panasi.
5. Sifat-sifat lain dari medium tempat bakteri itu di panasi.
Mengenai pengaruh basah dan kering ini dapat diterangkan sebagai berikut. Di dalam
keadaan basah, maka protein dari bakteri lebih cepat menggumpal daripada di dalam
keadaan kering, pada temperartur yang sama. Berdasarkan ini, maka sterilisasi barang-
barang gelas di dalam oven kering itu memerlukan suhu yang lebih tinggi daripada 121°
C dan waktu yang lebih lama daripada 15 menit. Sedikit perubahan pH menju ke asam
atau ke basa itu sangat berpengaruh kepada pemanasan. Berhubung dengan ini, maka
buah-buahan yang masam itu lebih mudah disterilisasikan daripada sayur-sayur atau
daging.
Untuk menentukan suhu maut bagi bakteri orang mengambil pedoman sebagai berikut:
Suhu maut (Thermal Death Point) ialah suhu yang serendahrendahnya yang dapat
membunuh bakteri yang berada di dalam standard medium selama 10 menit. Ketentuan
ini mencakup kelima syarat-syarat tersebut diatas. Perlu diperhatikan kiranya, bahwa
tidak semua individu dari suatu spesies itu mati bersama-sama pada suatu suhu tertentu.
Biasanya, individu yang satu lebih tahan daripada individu yang lain terhadap
suatupemanasan, sehingga tepat jugalah bila kita katakana adanya angka kematian pada
suatu suhu (Thermal Death Rate). Sebaliknya jika suatu standard suhu sudah ditentukan
seperti pada perusahaan pengawetan makanan atau dalam perusahaan susu, maka
lamanya pemanasan merupakan faktor yang berbeda-beda bagi tiap-tiap dapatlah kita
adakan penentuan waktu maut (Thermal Death Rate). Biasanya standard suhu itu diatas
titik didih dan pemanasan setinggi ini perlu bagi pemusnahan bakteri yang berspora.
Umumnya bakteri lebih tahan suhu rendah daripada suhu tinggi. Hanya beberapa spesies
neiseria mati karena pendinginan sampai 0° C dalam kedaan basah. Bakteri patogen
yang bias hidup di dalam tubuh hewan atau manusia dapat bertahan sampai beberapa
bulan pada suhu titik beku.
Pembekuan itu sebenarnya tidak berpengaruh kepada spora, karena spora sangat sedikit
mengandung air. Pembekuan bakteri di dalam air lebih cepat membunuh bakteri
daripada kalau pembekuan itu di dalam buih, buih tidak membeku sekeras air beku.
Bahwa pembekuan air itu menyebabkan kerusakan mekanik pada bakteri mudahlah
dimaklumi, tentang efek yang lain misalnya secara kimia, kita belum tahu. Pembekuan
secara perlahan-lahan dalam suhu -16°C ( es campur garam ) lebih efektif dari pada
pembekuan secara mendadak dalam udara beku (-190° C ). Juga pembekuan secara
terputus-putus ternyata lebih efektif dari pada pembekuan secara terusmenerus. Sebagai
contoh, piaraan basil tipus mati setelah dibekukan putus – putus dalam waktu 2 jam,
sedang piaraan itu dapat bertahan beberapa minggu dalam keadaan beku terus-
menerus.
Mengenai pengaruh suhu terhadap kegiatan fisiologi, maka seperti halnya dengan
mahluk-mahluk lain, mikrooganisme pun dapat bertahan di dalam suatu batas-batas suhu
tertentu. Batas-batas itu ialah suhu minimum dan suhu maksimum, sedang suhu yang
paling baik bagi kegiatan hidup itu disebut suhu optimum. Berdasarkan itu adalah tiga
golongan bakteri, yaitu:
Bakteri termofil (politermik), yaitu bakteri yang tumbuh dengan baik sekali pada suhu
setinggi 55° sampai 65°C, meskipun bakteri ini juga dapat berbiak pada suhu lebih
rendah atau lebih tinggi daripada itu, yaitu dengan batas-batas 40°C sampai 80°C.
Golongan ini terutama terdapat didalam sumber air panas dan tempat-tempat lain yang
bersuhu lebih tinggi dari 55°C.
Bakteri mesofil (mesotermik), yaitu bakteri yang hidup baik di antara 5° dan 60°C,
sedang suhu optimumnya ialah antara 25° sampai 40°C, minimum 15°C dan maksimum
di sekitar 55°C. Umumnya hidup di dalam alat pencernaan, kadang-kadang ada juga
yang dapat hidup dengan baik pada suhu 40°C atau lebih.
Bakteri psikrofil (oligotermik), yaitu bakteri yang dapat hidup di antara 0° sampai 30°C,
sedang suhu optimumnya antara 10° sampai 20°C. Kebanyakan dari golongan ini tumbuh
di tempat-tempat dingin baik di daratan ataupun di lautan.
Pada tahun 1967 di Yellowstone Park di temukan bakteri yang hidup dalam air yang
panasnya 93 – 94 °C dan pada tahun 1969 berapa spesies lagi di tempat yang sama yang
juga sangat termofil. Spesies-spesies itu di tabiskan menjadi Thermus aquaticus, Bacillus
caldolyticus, dan Bacillus caldotenax. Dalam praktek, batas-batas antara golongan-
golongan itu sukar di tentukan, juga di antara beberapa individu di dalam satu golongan
pun batas-batas suhu optimum itu sangat berbeda-beda. Bakteri termofil agak
menyulitkan pekerjaan pasteurisasi, karena pemanasan pada pasteurisasi itu hanya
sekitar 70 ° C saja, sedang pada suhu setinggi itu spora-spora tidak mati. Spora bakteri
termofil juga merepotkan perusahaan pengawetan makanan. Selama bahan makanan di
dalam kaleng itu di simpan pada suhu yang rendah, spora-spora tidak akan tumbuh
menjadi bakteri. Akan tetapi, jika suhu sampai naik sedikit, besarlah bahaya akan
rusaknya makanan itu sebagai akibat dari pertumbuhan spora-spora tersebut.
Sebaliknya, bakteri psikrofil dapat mengganggu makanan yang di simpan terlalu lama di
dalam lemari es. Golongan bakteri yang dapat hidup pada bata-batas suhu yang sempit,
misalnya, Conococcus itu hanya dapat hidup subur antara 30 ° dan 40 ° C, jadi batas
antara minimum dan maksimum tidak terlampau besar, maka bakteri semacam itu kita
sebut stenotermik. Sebaliknya Escherichia coli tumbuh baik antara 8 °C sampai 46 °C,
jadi beda antara minimum dan maksimum suhu di sini ada lebih besar daripada yang di
sebut di atas, maka Escherichia coli itu termasuk golongan bakteri yang kita sebut
euritermik. Pada umumnya dapat di pastikan, bahwa suhu optimum itu lebih mendekati
suhu maksimum daripada suhu minimum.Hal ini nyata benar bagi Gonococcus dan
Escherichia coli, keduanya mempunyai optimum suhu 37 °C. Bakteri yang dipiara di
bawah
suhu minimum atau sedikit di atas suhu maksimum itu tidak segera mati, melainkan
berada di dalam keadaan “tidur” (dormancy).
Suhu berpengaruh terhadap kinerja reaksi dalam mikroorganisme. Kecepatan reaksi
kimia merupakan fungsi langsung daripada suhu dan mengikuti hubungan yang
dikemukakan semula oleh Arrhenius :
Log10 V = − ΔH* + C
2.303RT
v ialah kecepatan reaksi, ΔH* ialah energi aktivitas pada reaksi, R ialah konstante gas, T
ialah suhu dalam derajat Kelvin. Karena itu, kecepatan reaksi kimia sebagai fungsi T ¯¹
menghasilkan garis lurus dengan lereng negatif (Gambar 10.6). Gambar 10.7
menunjukkan kecepatan tumbuh E. coli yang dapat disamakan dengan fungsi T ¯¹.
Kurvenya linear hanya pada bagian kisaran suhu untuk tumbuh. Sebab kecepatan
tumbuh dengan tibatiba sangat menurun pada batas atas dan bawah kisaran suhu.
Kecepatan tumbuh pada suhu tinggi yang menurun tiba-tiba disebabkan oleh denaturasi
panas protein dan mungkin pula denaturasi struktur sel seperti membran. Pada suhu
maksimum untuk tumbuh maka reaksi yang merusak menjadi sangat besar. Suhu itu
biasanya hanya berapa derajat lebih tinggi daripada suhu untuk kecepatan tumbuh
maksimal, yang dinamakan suhu optimum.
Gambar 5.3 Hubungan antara kecepatan reaksi kimiawi dan suhu menurut rumus
arrthenius
Dari pengaruh suhu pada kecepatan reaksi kimia, dapat diramalkan bahwa semua bakteri
dapat melanjutkan tumbuhnya (meskipun dengan kecepatan yang makin lama makin
lebih rendah) selama suhu diturunkan sampai sistem itu membeku. Akan tetapi,
kebanyakan bakteri berhenti tumbuh pada suhu (suhu minimum untuk tumbuh ) jauh di
atas titik beku air. Setiap mikroorganisme mempunyai suhu yang tepat untuk
pertumbuhan, tetapi di bawah suhu ini pertumbuhan tidak terjadi betapa pun lamanya
masa
inkubasi.
Nilai suhu kardinal menurut angka (minimum, optimum, dan maksimum) dan kisaran
suhu yang memungkinkan pertumbuhan, sangat beragam pada bakteri. Beberapa bakteri
yang diisolasi dari sumber air panas dapat tumbuh pada suhu setinggi 95°C; yang
diisolasi dari lingkungan dingin, dapat tumbuh sampai suhu serendah –10°C jika
konsentrasi solut yang tinggi mencegah mediumnya menjadi beku. Berdasarkan kisaran
suhu untuk tumbuh, bakteri seringkali dibagi atas tiga golongan besar: termofil, yang
tumbuh pada suhu tinggi (diatas 55°C); mesofil, yang tumbuh baik antara 20°C sampai
45°C dan psikrofil, yang tumbuh baik pada 0°C.
Seperti juga dalam sistem klasifikasi biologis yang kerap kali benar, terminologi ini
menunjukan perbedaan yang lebih jelas di antara tipe-tipe daripada yang di jumpai di
alam. Klasifikasi reaksi suhu tiga pihak tidak memperhitungkan seluruh variasi di antara
bakteri berkenaan dengan adanya perluasan kisaran suhu yang memungkinkan
pertumbuhan. Perbedaan dalam kisaran suhu di antara termofil kadang-kadang
dinyatakan dengan istilah stenotermofil (organisme yang tidak dapat tumbuh di bawah
37 °C),
dan euritermofil (organisme yang dapat tumbuh di bawah 37 °C). psikrofil yang masih
dapat tumbuh di atas 20 °C di sebut psikrofil fakultatif; dan yang tidak dapat tumbuh di
atas 20 °C di sebut psikrofil obligat.
Garis dengan satu tanda panah menunjukkan batas suhu tumbuh untuk paling sedikit
satu galur spesies itu terdapat variasi di antara bermacam galur beberapa spesies. Tanda
dengan dua panah menunjukkan bahwa pada batas suhu sebenarnya terletak di antara
tanda panah tersebut. Garis dengan titik-titik menunjukkan bahwa pertumbuhan
minimum belum ditentukan. Data yang menggambarkan kisaran suhu tumbuh berbagai
macam bakteri menunjukkan sifat termofil, mesofil, dan psikrofil yang agak berubah-
ubah.
Kisaran suhu yang memungkinkan pertumbuhan itu berubah-ubah seperti halnya suhu-
suhu maksimum dan minimum. Kisaran suhu beberapa bakteri kurang dari 10°C,
sedangkan untuk lainnya dapat sampai 50°C.
Faktor yang menentukan batas suhu untuk tumbuh telah disingkapkan oleh dua macam
penelitian; perbandingan antara sifat organisme dengan kisaran suhu yang sangat
berbeda; dan analisis sifat mutan yang peka terhadap suhu, kisaran suhunya menjadi
lebih sempit oleh perubahan satu mutan. Ada dua macam mutan yang peka terhadap
suhu; mutan peka panas, dengan suhu tumbuh maksimum yang menurun ; dan mutan
peka dingin, dengan suhu tumbuh minimum yang menaik.
Studi mengenai kinetika denaturasi panas pada enzim dan struktur sel yang berprotein
(misalnya flagelum, ribosom) menunjukkan bahwa banyak protein khusus pada bakteri
termofil lebih tahan panas daripada protein homolognya dari bakteri mesofil. Mungkin
pula untuk mengira-ngirakan ketahanan panas menyeluruh protein sel yang dapat larut,
dengan mengukur kecepatan protein di dalam ekstrak bakteri menjadi tidak larut karena
denaturasi panas pada beberapa suhu yang berbeda. Percobaan seperti ini (Tabel 10.6).
Dengan jelas menunjukkan bahwa pada hakekatnya semua protein bakteri termofilik
setelah perlakuan panas tetap pada tingkat asalnya yang sebenarnya menghilangkan
semua protein mesofil yang sekelompok. Karena itu adaptasi mikroorganisme termofilik
terhadap suhu di sekitarnya hanya dapat dicapai dengan perubahan mutasional yang
mempengaruhi struktur utama kebanyakan (jika tidak semua) protein sel tersebut.
Meskipun adaptasi evalusionar yang menghasilkan termofil agaknya melibatkan ,mutasi
yang meningkatkan ketahanan panas proteinnya , namun kebanyakan mutasi yang
berpengaruh pada struktur utama suatu protein khusus ( misalnya enzin) mengurangi
ketahanan panas protein tersebut, walaupun banyak di antara mutasi ini mungkin
berpengaruh sedikit atau tidak sama sekali pada sifat-sifat katalitik. Akibatnya, dengan
tidak adanya seleksi tandingan oleh tantangan panas, maka suhu maksimum untuk
pertumbuhan mikroorganisme apa pun harus menurun secara berangsur-angsur sebagai
akibat mutasi acak yang berpengaruh pada struktur pertama proteinnya. Kesimpulan ini
ditunjang oleh pengamatan bahwa bakteri psikrofilik yangdiisolasi dari air antartik
mengandung sejumlah besar protein yang luar biasa labilnya terhadap panas.
Pada suhu rendah, semua protein mengalami sedikit perubahan bentuk, yang dianggap
berasal dari melemahnya ikatan hidrofobik yang memegang peran penting dalam
penentuan struktur tartier (berdimensi tiga). Semua tipe ikatan lain pada protein menjadi
lebih kuat bila suhu diturunkan. Pentingnya bentuk yang tepat untuk fungsi sebenarnya
protein alosterik dan untuk perakitan sendiri protein ribosomal menjadi kedua kelas
protein ini teramat peka terhadap inaktivasi dingin. Oleh karen aitu, tidaklah
mengherankan bahwa mutasi yang menaikkan suhu minimum untuk pertumbuhan
biasanya terjadi di dalam gen yang menyandikan protein-protein ini.
Susunan lipid pada hampir semua organisme, baik prokariota maupun eukariota,
berubah-ubah menurut suhu tumbuh. Bila suhu turun, kandungan relatif asam lemak
tidak jenuh didalam lipid selular meningkat. Ilustrasi kejadian ini pada E. coli tampak
pada perubahan dalam susunan lemak ini adalah komponen penting daripada adaptasi
suhu pada bakteri. Titik cair lipid berhubungan langsung dengan asam lemak jenuh.
Akibatnya, derajat kejenuhan asam lemak pada lipid membran menentukan derajat
keadaan cairnya pada suhu tertentu. Karena fungsi membran bergantung pada keadaan
cair komponen lipid, dapatlah dipahami bahwa pertumbuhan pada suhu rendah haruslah
diikuti dengan penambahan derajat ketidakjenuhan asam lemak.
2. pH
Mikrobia dapat tumbuh baik pada daerah pH tertentu, misalnya untuk bakteri pada pH
6,5 – 7,5; khamir pada pH 4,0 – 4,5 sedangkan jamur dan aktinomisetes pada daerah pH
yang luas. Setiap mikrobia mempunyai pH minimum, optimum dan maksimum untuk
pertumbuhanya. Berdasarkan atas perbedaan daerah pH untuk pertumbuhanya dapat
dibedakan mikrobia yang asidofil, mesofil ( neutrofil ) dan alkalofil. Untuk menahan
perubahan dalam medium sering ditambahkan larutan bufer. pH optimum pertumbuhan
bagi kebanyakan bakteri antara 6,5 dan 7,5. Namun beberapa spesies dapat tumbuh
dalam keaadaan sangat masam atau sangat alkalin, bila bakteri di kuitivasi di dalam
suatu medium yang mula-mula disesuaikan pHnya misal 7 maka mungkin pH ini akan
berubah sebagai akibat adanya senyawasenyawa asam atau basa yang dihasilkan
selama pertumbuhannya. Pergesaran pH ini dapat sedemikian besar sehingga
mengahambat pertumbuhan seterusnya organisme itu. Pergeseran pH dapat dapat
dicegah dengan menggunakan larutan penyangga dalam medium, larutan penyangga
adalah senyawa atau pasangan senyawa yang dapat menahan perubahan pH.
Istilah pH pada suatu symbol untuk derajat keasaman atau alkanitas suatu larutan;
pH=log (1/[H+]) dengan [H+] sebagai konsentrasi ion hydrogen. pH air suling ialah 7,0
(netral); cuka 2,25; sari tomat, 4,2; susu, 6,6; natrium bikarbonat (0,1N), 8,4; susu
magnesia, 10,5.
Tabel 5.7 Indikator Asam – Basa
NAMA INTERVAL pH PK INDIKATOR WARNA
ASAM – BASA
Biru timol 8,0 – 9,6 1,7 Merah – kuning
Biru brom fenol 3,0 – 4,6 4,1 Kuning – biru
Merah metal 4,4 – 6,2 5,0 Merah – kuning
Biru brom timo l 6,0 – 7,6 7,1 Kuning – biru
Merah feno 6,8 – 8,4 7,8 Kuning – merah
Merah kresol 7,0 – 8,8 8,2 Kuning – merah
Fenolftalein 8,2 – 9,8 9,6 Tak berwarna -merah muda
Tabel 5.8 pH minimum, optimum, dan maksimum untuk pertumbuhan beberapa spesies
bakteri
Bakteri KISARAN pH UNTUK PERTUMBUHAN
Batas bawah Optimum Batas atas
Thiobacillus 0,5 2,0-3,5 6,0
Thiooxidans 4,0-4,5 5,4-6,3 7,0-8,0
Acetobacter aceti 4,2 7,0-7,5 9,3
Staphylococcus aureus 5,5 7,0-7,5 8,5
Azotobacter spp 6,0 6,8 7,0
Clhorobium limicola 6,0 7,5 – 7,8 9,5
Thermos aquaticus
Atas dasar daerah-daerah pH bagi kehidupan mikroorganisme dibedakan menjadi 3
golongan besar yaitu:
Mikroorganisme yang asidofilik, yaitu jasad yang dapat tumbuh pada pH antara 2,0-5,0
Mikroorganisme yang mesofilik (neutrofilik), yaitu jasad yang dapat tumbuh pada pH
antara 5,5-8,0
Mikroorganisme yang alkalifilik, yaitu jasad yang dapat tumbuh pada pH antara 8,4-9,5
Suhu, lingkungan, gas dan pH adalah faktor-faktor fisik utama yang harus
dipertimbangkan di dalam penyediaan kondisi optimum bagi pertumbuhan kebanyakan
spesies bakteri. Beberapa kelompok bakteri mempunyai persyaratan tambahan. Sebagai
contoh, organisme fotoautotrofik (fotosintetik) harus diberi sumber pencahayaan, karena
cahaya adalah sumber energinya. Pertumbuhan bakteri dapat dipengaruhi oleh keadaan
tekanan osmotik (tenaga atau tegangan yang terhimpun ketika air berdifusi melalui suatu
membran) atau tekanan hidrostatik (tegangan zat alir). Bakteri tertentu, yang disebut
bakteri halofilik dan dijumpai di air asin, wadah berisi garam, makanan yang diasin, air
laut, dan danau air asin, hanya tumbuh bila mediumnya mengandung konsentrasi garam
yang tinggi. Air laut mengandung 3,5 persen natrium klorida; di danau air asin,
konsentrasi natrium kloridanya dapat mencapai 25 persen. Mikroorganisme yang
membutuhkan NaCl untuk pertumbuhannya di sebut halofil obligat – mereka tidak akan
tumbuh kecuali bila konsentrasi garamnya tinggi, yang dapat tumbuh dalam larutan
natrium kloride tetapi tidak mensyaratkannya disebut halofil fakultatif – mereka tumbuh
dalam lingkungan berkonsentrasi garam tinggi atau rendah. Ini menunjukkan adanya
tanggapan terhadap tekanan osmotik. Telah diisolasi bakteri dari parit-parit terdalam
dilautan yang tekanan hidrostatiknya mencapai ukuran ton meter persegi.
Tabel 5.9 Kondisi-kondisi fisik yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri
Kondisi Fisik Tipe Bakteri Kondisi Biakan
(Kelompok Psikologis) (Inkubasi
Suhu (kisaran Psikrofil 0 – 30°c
pertumbuhan) : Mesofil 25 – 40°c
minimum dan Termofil :
maksimum; Termofil 25 – 55°c
optimumnya pada Fakultatif (bebas pilih)
suatu titik didalam Termofil obligat 45 – 75°c
kisaran bergantung ada
spesies Aerob Hanya tumbuh bila
ada oksigen bebas
Anaerob Hanya tumbuh
Persyaratan akan gas tanpa oksigen
Anaerob fakultatif bebas
Tumbuh baik tanpa
Mikroaerofil oksigen bebas
Tumbuh bila ada
oksigen bebas
dalam jumlah
sedikit
Kebanyakan bakteri
berkaitan dengan
kehidupan hewan dan pH optimum 6,5 –
Keasaman atau tumbuhan 7,5
alkanitas (pH) Beberapa spesies eksotik
pH minimum 0,5;
Fotosintetik (autotrof dan pH maksimum 9,5
heterotrof)
Cahaya sumber cahaya
Halofil (halofil obligat)
Salinitasi konsentrasi garam
yang tinggi, 10 –15% NaCl
3. Kelembaban
Mikroorganisme mempunyai nilai kelembaban optimum. Pada umumnya untuk
pertumbuhan ragi dan bakteri diperlukan kelembaban yang tinggi diatas 85°C,
sedangkan untuk jamur dan aktinomises diperlukan kelembaban yang rendah dibawah
80°C. Kadar air bebas didalam lautan (aw) merupakan nilai perbandingan antara tekanan
uap air larutan dengan tekanan uap air murni, atau 1/100 dari kelembaban relatif. Nilai
aw untuk bakteri pada umumnya terletak diantara 0,90 – 0,999 sedangkan untuk bakteri
halofilik mendekati 0,75. Banyak mikroorganisme yang tahan hidup didalam keadaan
kering untuk waktu yang lama seperti dalam bentuk spora, konidia, arthrospora,
klamidospora dan kista. Seperti halnya dalam pembekuan, proses pengeringan
protoplasma, menyebabkan kegiatan metaobolisme terhenti. Pengeringan secara
perlahan-lahan menyebabkan perusakan sel akibat pengaruh tekanan osmosa dan
pengaruh lainnya dengan naiknya kadar zat terlarut.
4. Tekanan osmosis
Pada umumnya mikrobia terhambat pertumbuhannya di dalam larutan yang hipertonis.
Karena sel-sel mikrobia dapat mengalami plasmolisa. Didalam larutan yang hipotonis sel
mengalami plasmoptisa yang dapat di ikuti pecahnya sel. Beberapa mikrobia dapat
menyesuaikan diri terhadap tekanan osmose yang tinggi; tergantung pada larutanya
dapat dibedakan jasad osmofil dan halofil atau halodurik. Medium yang paling cocok bagi
kehidupan bakteri ialah medium yang isotonik terhadap isi sel bakteri. Jika bakteri di
tempatkan di dalam suatu larutan yang hipertonik terhadap isi sel, maka bakteri akan
mengalami plasmolisis. Larutan garam atau larutan gula yang agak pekat mudah benar
menyebabkan terjadinya plasmolisis ini. Sebaliknya, bakteri yang ditempatkan di dalam
air suling akan kemasukan air sehingga dapat menyebabkan pecahnya bakteri, dengan
kata lain, bakteri dapat mengalami plasmoptisis. Berdasarkan inilah maka pembuatan
suspense bakteri dengan menggunakan air murni itu tidak kena, yang digunakan
seharusnyalah medium cair.
Jika perubahan nilai osmosis larutan medium tidak terjadi sekonyongkonyong, akan tetapi
perlahan-lahan sebagai akibat dari penguapan air, maka bakteri dapat menyesuaikan
diri, sehingga tidak terjadi plasmolisis secara mendadak.
6. Senyawa toksik
Ion-ion logam berat seperti Hg, Ag, Cu, Au, Zn, Li, dan Pb. Walaupun pada kadar sangat
rendah akan bersifat toksis terhadap mikroorganisme karena ion-ion logam berat dapat
bereaksi dengan gugusan senyawa sel. Daya bunuh logam berat pada kadar rendah
disebut daya ologodinamik. Anion seperti sulfat tartratklorida, nitrat dan benzoat
mempengaruhi kegiatan fisiologi mikroorganisme. Karena adanya perbedaan sifat
fisiologi yang besar pada masing-masing mikroorganisme maka sifat meracun dari anion
tadi juga berbeda-beda. Sifat meracun alakali juga berbeda-beda, tergantung pada jenis
logamnya. Ada beberapa senyawa asam organik seperti asam benzoat, asetat dan sorbet
dapat digunakan sebagai zat pengawet didalam industry bahan makanan. Sifat meracun
ini bukan disebabkan karena nilai pH, tetapi merupakan akibat langsung dari molekul
asam organik tersebut terhadap gugusan didalam sel.
7. Tegangan Muka
Tegangan muka mempengaruhi cairan sehingga permukaannya akan menyerupai
membran yang elastis, sehingga dapat mempengaruhi kehidupan mikroorganisme.
Protoplasma mikroorganisme terdapat didalam sel yang dilindungi dinding sel. Dengan
adanya perubahan bahan pada tegangan muka dinding sel, akan mempengaruhi
permukaan protoplasma, yang akibatnya dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perubahan bentuk morfologinya. Bakteri yang hidup didalam alat pencernaan dapat
berkembangbiak didalam medium yang mempunyai tegangan permukaan relatif rendah.
Tetapi kebanyakan lebih menyukai tegangan permukaan yang relatif tinggi.
8. Tekanan Hodrostatik dan Mekanik
Beberapa jenis mikroorganisme dapat hidup didalam samudra pasifik dengan tekanan
lebih dari 1208 kg tiap cm persegi, dan kelompok ini disebut barofilik. Selain itu tekanan
yang tinggi akan menyebabkan meningkatnya beberapa reaksi kimia, sedang tekanan
diatas 7500 kg tiap cm persegi dapat menyebabkan denaturasi protein. Perubahan-
perubahan ini mempengaruhi proses biologi sel jasad hidup.
9. Kebasahan dan kekeringan
Bakteri sebenarnya mahluk yang suka akan keadaan basah, bahkan dapat hidup di dalam
air. Hanya di dalam air yang tertutup mereka tak dapat hidup subur; hal ini di sebabkan
karena kurangnya udara bagi mereka. Tanah yang cukup basah baiklah bagi kehidupan
bakteri. Banyak bakteri menemui ajalnya, jika kena udara kering. Meningococcus, yaitu
bakteri yang menyebabkan meningitis, itu mati dalam waktu kurang daripada satu jam,
jika digesekkan di atas kaca obyek. Sebaliknya,spora-spora bakteri dapat bertahan
beberapa tahun dalam keadaan kering.
Pada proses pengeringan, air akan menguap dari protoplasma. Sehingga kegiatan
metabolisme berhenti. Pengeringan dapat juga merusak protoplasma dan mematikan sel.
Tetapi ada mikrobia yang dapat tahan dalam keadaan kering, misalnya mikrobia yang
membentuk spora dan dalam bentuk kista. Adapun syarat-syarat yang menentukan
matinya bakteri karena kekeringan itu ialah:
Bakteri yang ada dalam medium susu, gula, daging kering dapat bertahan lebih lama
daripada di dalam gesekan pada kaca obyek. Demikian pula efek kekeringan kurang
terasa, apabila bakteri berada di dalam sputum ataupun di dalam agar-agar yang kering.
Pengeringan di dalam terang itu pengaruhnya lebih buruk daripada pengeringan di dalam
gelap.
Pengeringan pada suhu tubuh (37°C) atau suhu kamar (+ 26 °C) lebih buruk daripada
pengeringan pada suhu titik-beku.
Pengeringan di dalam udara efeknya lebih buruk daripada pengeringan di dalam vakum
ataupun di dalam tempat yang berisi nitrogen. Oksidasi agaknya merupakan faktor-maut.
10. Sinar gelombang pendek
Sinar-sinar yang mempunyai panjang gelombang pendek (misalnya sinar, sinar Ultra
violet, sinar gama), mempunyai daya penetrasi yang cukup besar terhadap mikribia.
Sinar-sinar tersebut dapat menyebabkan kematian. Perubahan genetik (mutasi) atau
penghambatan pertumbuhan mikrobia. Sinar-sinar tersebut banyak digunakan di dalam
praktek sterilisasi dan pengawetan bahan makanan. Kebanyakan bakteri tidak dapat
mengadakan fotosintesis, bahkan setiap radiasi dapat berbahaya bagi kehidupannya.
Sinar
yang nampak oleh mata kita, yaitu yang bergelombang antara 390 m μ sampai 760 m μ,
tidak begitu berbahaya; yang berbahaya ialah sinar yang lebih pendek gelombangnya,
yaitu yang bergelombang antara 240 m μ sampai 300 m μ. Lampu air rasa banyak
memancarkan sinar bergelombang pendek ini. Lebih dekat, pengaruhnya lebih buruk.
Dengan penyinaran pada jarak dekat sekali, bakteri bahkan dapat mati seketika, sedang
pada jarak yang agak jauh mungkin sekali hanya pembiakannya sajalah yang terganggu.
Spora-spora dan virus lebih dapat bertahan terhadap sinar ultra-ungu. Sinar ultra-ungu
biasa dipakai untuk mensterilkan udara, air, plasma darah dan bermacam-macam bahan
lainya. Suatu kesulitan ialah bahwa bakteri atau virus itu mudah sekali ketutupan benda-
benda kecil, sehingga dapat terhindar dari pengaruh penyinaran. Alangkah baiknya, jika
kertas-kertas pembungkus makanan, ruang-ruang penyimpan daging, ruang-ruang
pertemuan, gedunggedung bioskop dan sebagainya pada waktu-waktu tertentu
dibersihkan dengan penyinaran ultra-ungu. Sinar X dan sinar radium yang bergelombang
lebih pendek daripada sinar ultra-ungu juga dapat membunuh mikroorganisme, akan
tetapi memerlukan lebih banyak dosis daripada sinar ultra-ungu. Bakteri yang disinari
dengan sinar X kerap kali mengalami mutasi. Aliran listrik tidak nampak berbahaya bagi
kehidupan bakteri. Jika ada bakteri yang mati karenanya, hal ini di sebabkan oleh panas
atau oleh zat-zat yang timbul di dalam medium sebagai akibat daripada arus listrik,
seperti ozon dan klor (chlor).
11. Tegangan muka
Tegangan muka mempengaruhi cairan sehingga permukaan cairan itu menyerupai
membran yang elastik. Demikian juga permukaan cairan yang menyelubungi sel
mikrobia. Tekanan dari membran cairan ini di teruskan ke dalam protoplasma sel melalui
dinding sel dan membran sitoplasma, Sehingga dapat mempengaruhi kehidupan
mikrobia. Kebanyakan bakteri lebih menyukai tegangan muka yang relatif tinggi. Tetapi
adapula yang hidup pada tegangan muka yang relatif rendah. Misalnya bakteri-bakteri
yang hidup dalam saluran pencernaan. Sabun mengurangi ketegangan permukaan, dan
oleh karena itu dapat menyebabkan hancurnya bakteri. Diplococcus pneumoniae sangat
peka terhadap sabun. Empedu juga mempunyai khasiat seperti sabun; hanya bakteri
yang hidup di dalam usus mempunyai daya tahan terhadap empedu. Bolehlah dikatakan
pada umumnya, bahwa bakteri yang Gram negatif lebih tahan terhadap pengurangan
(depresi) tegangan permukaan daripada bakteri yang Gram positif.
12. Daya oligodinamik
Ion-ion logam berat seperti Hg++ , Cu++ , Ag++ dan Pb++ pada kadar yang sangat
rendah bersifat toksis terhadap mikrobia. Karena ion-ion tersebut dapat bereaksi dengan
bagian-bagian penting dalam sel. Daya bunuh logam-logam berat pada kadar yang
sangat rendah ini di sebut daya oligodinamik. Garam dari beberapa logam berat seperti
air rasa dan perak dalam jumlah yang kecil saja dapat membunuh bakteri, daya mana di
sebut oligodinamik. Hal ini mudah sekali di pertunjukkan dengan suatu eksperimen.
Sayang benar garam dari logam berat itu mudah merusak kulit, makan alatalat yang
terbuat dari logam, dan lagipula mahal harganya. Meskipun demikian, orang masih biasa
menggunakan merkuroklorida (sublimat) sebagai desinfektan. Hanya untuk tubuh
manusia lazimnya kita pakai merkurokrom, metafen atau mertiolat. Persenyawaan air
rasa yang organic dapat pula dipergunakan untuk membersihkan biji-bijian supaya
terhindar dari gangguan bangsa jamur. Nitrat perak 1 sampai 2% banyak digunakan
untuk menetesi selaput lender, misalnya pada mata bayi yang baru lahir untuk
mencegah gonorhoea. Banyak juga orang yang mempergunakan persenyawaan perak
dan protein. Garam tembaga jarang dipakai sebagai bakterisida, akan tetapi banyak
digunakan untuk menyemprot tanamantanaman mematikan tumbuhan ganggang
dikolam-kolam renang.
13. Desinfektan
Pada umumnya bakteri muda itu kurang daya-tahannya terhadap desinfektan daripada
bakteri yang tua. Pekat encernya konsentrasi, lama berada dibawah pengaruh
desinfektan, merupakan faktor-faktor yang masuk pertimbangan pula. Kenaikan suhu
menambah daya desinfektan. Selanjutnya, medium dapat juga menawar daya
desinfektan. Susu, plasma darah, dan zat-zat lain yang serupa protein sering melindungi
bakteri terhadap pengaruh desinfektan tertentu. Dalam menggunakan desinfektan
haruslah diperhatikan hal-hal tersebut dibawah ini. Apakah suatu desinfektan tidak
meracuni suatu jaringan, apakah ia tidak menyebabkan rasa sakit, apakah ia tidak
memakan logam, apakah ia dapat diminum, apakah ia stabil, bagaimanakah baunya,
bagaimanakah warnanya, apakah ia mudah dihilangkan dari pakaian apabla desinfektan
tersebut sampai kena pakaian, dan apakah ia murah harganya. Faktor-faktor inilah yang
menyebabkan orang sulit untuk menilai suatu desinfektan. Zat-zat yang dapat
membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri dapat dibagi atas garam-garam
logam, fenol dan senyawa-senyawa lain yang sejenis, formaldehida, alcohol, yodium, klor
dan persenyawaan klor, zat warna, detergen, sulfonamide, dan anti biotik.
a. Fenol Dan Senyawa-Senyawa Lain Yang Sejenis
Larutan fenol 2 sampai 4% berguna bagi desinfektan. Kresol atau kreolin lebih baik
khasiatnya daripada fenol. Lisol ialah desinfektan yang berupa campuran sabun dengan
kresol; lisol lebih banyak digunakan daripada desinfektan-desinfektan yang lain. Karbol
ialah lain untuk fenol. Seringkali orang mencampurkan bau-bauan yang sedap, sehingga
desinfektan menjadi menarik.
b. Formaldehida (CH2O)
Suatu larutan formaldehida 40% biasa disebut formalin. Desinfektan ini banyak sekali
digunakan untuk membunuh bakteri, virus, dan jamur. Formalin tidak biasa digunakan
untuk jaringan tubuh manusia, akan tetapi banyak digunakan untuk merendam
bahanbahan laboratorium, alat-alat seperti gunting, sisir dan lain-lainnya pada ahli
kecantikan.
c. Alkohol
Etanol murni itu kurang daya bunuhnya terhadap bakteri. Jika dicampur dengan air
murni, efeknya lebih baik. Alcohol 50 sampai 70% banyak digunakan sebagai
desinfektan.
d. Yodium
Yodium-tinktur, yaitu yodium yang dilarutkan dalam alcohol, banyak digunakan orang
untuk mendesinfeksikan luka-luka kecil. Larutan 2 sampai 5% biasa dipakai. Kulit dapat
terbakar karenanya , oleh sebab itu untuk luka-luka yang agak lebar tidak digunakan
yodium-tinktur.
e. Klor Dan Senyawa Klor
Klor banyak digunakan untuk sterilisasi air minum. Persenyawaan klor dengan kapur atau
natrium merupakan desinfektan yang banyak dipakai untuk mencuci alat-alat makan dan
minum.
f. Zat Warna
Beberapa macam zat warna dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Pada umumnya
bakteri gram positif iktu lebih peka terhadap pengaruh zat warna daripada bakteri gram
negative. Hijau berlian, hijau malakit, fuchsin basa, kristal ungu sering dicampurkan
kepada medium untuk mencegah pertumbuhanbakteri gram positif. Kristal ungu juga
dipakai untuk mendesinfeksikan luka-luka pada kulit. Dalam penggunaan zat warna perlu
diperhatikan supaya warna itu tidak sampai kena pakaian.
g. Obat Pencuci (Detergen)
Sabun biasa itu tidak banyak khasiatnya sebagai obat pembunuh bakteri, tetapi kalau
dicampur dengan heksaklorofen daya bunuhnya menjadi besar sekali. Sejak lama obat
pencuci yang mengandung ion (detergen) banyak digunakan sebagai pengganti sabun.
Detergen bukan saja merupakan bakteriostatik, melainkan juga merupakan bakterisida.
Terutama bakteri yang gram positif itu peka sekali terhadapnya. Sejak 1935 banyak
dipakai garam amonium yang mengandung empat bagian. Persenyawaan ini terdiri atas
garam dari suatu basa yang kuat dengan komponen-komponen. Garam ini banyak sekali
digunakan untuk sterilisasi alat-alat bedah, digunakan pula sebagai antiseptik dalam
pembedahan dan persalinan, karena zat ini tidak merusak jaringan, lagipula tidak
menyebabkan sakit. Sebagai larutan yang encer pun zat ini dapat membunuh bangsa
jamur, dapat pula beberapa genus bakteri Gram positif maupun Gram negatif. Agaknya
alkil-dimentil bensil-amonium klorida makin lama makin banyak dipakai sebagai pencuci
alat-alat makan minum di restoran-restoran. Zat ini pada konsentrasi yang biasa dipakai
tidak berbau dan tidak berasa apa-apa.
h. Sulfonamida
Sejak 1937 banyak digunakan persenyawaan-persenyawaan yang mengandung belerang
sebagai penghambat pertumbuhan bakteri dan lagi pula tidak merusak jaringan manusia.
Terutama bangsa kokus seperti Streptococcus yang menggangu tenggorokan,
Pneumococcus, Gonococcus, dan Meningococcus sangat peka terhadap sulfonamida.
Penggunaan obat-obat ini, jika tidak aturan akan menimbulkan gejalagejala alergi, lagi
pula obat-obatan ini dapat menimbulkan golongan bakteri menjadi kebal terhadapnya.
Khasiat sulfonamida itu terganggu oleh asam-p-aminobenzoat. Asam-p-aminobenzoat
memegang peranan sebagai pembantu enzim-enzim pernapasan, dalam hal itu dapat
terjadi persaingan antara sulfanilamide dan asam-paminobenzoat. Sering terjadi, bahwa
bakteri yang diambil dari darah atau cairan tubuh orang yang habis diobati dengan
sulfanilamide itu tidak dapat dipiara di dalam medium biasa. Baru setelah dibubuhkan
sedikit asam-p-aminobenzoat ke dalam medium tersebut, bakteri dapat tumbuh biasa.
.
Gambar 5.5 Rumus bangun sulfonamide dan asam-p-aminobenzoat
i. Antibiotik
Menurut Waksman, antibiotik ialah zat-zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme, dan zat-
zat itu dalam jumlah yang sedikit pun mempunyai daya penghambat kegiatan
mikroorganisme yang lain. Antibiotik yang pertama dikenal ialah pinisilin, yaitu suatu zat
yang dihasilkan oleh jamur Pinicillium. Pinisilin di temukan oleh Fleming dalam tahun
1929, namun baru sejak 1943 antibiotik ini banyak digunakan sebagai pembunuh bakteri.
Selama Perang Dunia Kedua dan sesudahnya bermacam-macam antibiotik diketemukan,
dan pada dewasa ini jumlahnya ratusan.
Genus Streptomyces menghasilkan streptomisin, aureomisin, kloromisetin, teramisin,
eritromisin, magnamisin yang masing-masing mempunyai khasiat yang berlainan. Akhir-
akhir ini orang telah dapat membuat kloromisetin secara sintetik, obat-obatan ini terkenal
sebagai kloramfenikol. Diharapkan antibiotik-antibiotik yang lain pun dapat dibuat secara
sintetik pula.
Ada yang kita kenal beberapa antibiotik yang dapat dihasilkan oleh golongan jamur,
melainkan oleh golongan bakteri sendiri, misalnya tirotrisin dihasilkan oleh Bacillus
brevis, basitrasin oleh Bacillus subtilis, polimiksin oleh Bacillus polymyxa.Antibiotik yang
efektif bagi banyak spesies bakteri, baik kokus, basil, maupun spiril, dikatakan
mempunyai spektrum luas. Sebaliknya, suatu antibiotik yang hanya efektif untuk spesies
tertentu, disebut antibiotik yang spektrumnya sempit. Pinisilin hanya efektif untuk
membrantas terutama jenis kokus, oleh karena itu pinisilin dikatakan mempunyai
spektrum yang sempit. Tetrasiklin efektif bagi kokus, basil dan jenis spiril tertentu, oleh
karena itu tetrasiklin dikatakan mempunyai spektrum luas. Sebelum suatu antibiotik
digunakan untuk keperluan pengobatan, maka perlulah terlebih dahulu antibiotik itu diuji
efeknya terhadap spesies bakteri tertentu. Pada medium agar-agar yang telah disebari
spesies bakteri tertentu diletakkan beberapa kepingan kertas yang masing-masing
mengandung antibiotik yang diuji dalam kontrentasi yang tertentu. Jika sesudah 24 jam
kemudian tidak nampak pertumbuhan bakteri sekitar bahwa bakteri itu tercekik
pertumbuhannya oleh antibiotik yang terkandung dalam kepingan kertas. Besar kecilnya
daerah kosong sekitar kepingan kertas itu sesuai dengan konsentrasi antibiotik yang
terkandung didalamnya.
Sesuai dengan keperluan, maka suatu antibiotik dapat diberikan kepada seorang pasien
dengan jalan penelanan atau penyuntikan. Penyuntikan dapat dilakukan intra vena
(dalam pembuluh darah balik) atau intra muscular (dalam daging).
a. daerah pertumbuhanbakteri
b. kepingan kertas yangmengandung antibioticdalam konsentasitertentu.
c. daerah kosong
a. daerah pertumbuhanbakteri
b. kepingan kertas yangmengandung antibioticdalam konsentasitertentu.
c. daerah kosong
Gambar 5.6 Pengaruh antibiotic terhadap pertumbuhan bakteri, M adalah agar-agar
lempengan yang disebari bakteri
j. Garam – Garam Logam
Garam dari beberapa logam berat seperti air raksa dan perak dalam jumlah yang kecil
saja dapat menumbuhnkan bakteri, daya mana disebut oligodinamik. Hal ini mudah
sekali dipertunjukkan dengan suatu eksperimen.
Sayang benar garam dari logam berat itu mudah merusak kulit, maka alat–alat yang
terbuat dari logam, dan lagi pula mahal harganya. Meskipun demikian orang masih bisa
menggunakan merkuroklorida (sublimat) sebagai desinfektan. Hanya untuk tubuh
manusia lazimnya kita pakai merkurokrom, metafen atau mertiolat.
Persenyawaan air rasa yang organik dapat pula dipergunakan untuk membersihkan biji –
bijian supaya terhindar dari gangguan bangsa jamur. Nitrat perak 1 sampai 2% banyak
digunakan untuk menetesi selaput lendir, misalnya pada mata bayi yang baru lahir untuk
mencegah gonorhoea. Banyak juga orang mempergunakan persenyawaan perak dengan
protein. Garam tembaga jarang dipakai sebagai bakterisida, akan tetapi banyak
digunakan untuk menyemprot tanaman dan untuk mematikan tumbuhan ganggang di
kolam–kolam renang.
Cara Menilai Khasiat Desinfektan
Untuk mengetahui kekuatan masing-masing desinfektan, orang perlu mempunyai suatu
ukuran pokok. Adapun zat yang dipakai ialah fenol. Mikroorganisme yang dipakai sebagai
penguji khasiat desinfektan ialah Salmo nella typhosa, kadang-kadang digunakan juga
Micrococcus aureus. Desinfektan yang akan diuji itu di encerkan menurut perbandingan
tertentu. Misal, kita membuat 2 larutan fenol, yang satu (1:90) dan yang lain (1:100). Di
samping itu kita membuat beberapa larutan suatu desinfektan A yang akan kita banding
khasiatnya dengan khasiat fenol. Katakan, larutan desinfektan A itu (1:300), (1:350),
(1:400), (1:450). Dari tiap-tiap larutan kita ambil 5 ml untuk kita masukkan dalam tabung
steril banyaknya tabung sesuai dengan banyaknya larutan fenol dan desinfektan A. kita
memerlukan 3 perangkat dalam pengujian ini, yaitu 12 tabung untuk desinfektan 0,5 ml
inokulum Salmonella typhosa yang masih muda. Setelah 5 menit berada di dalam
larutan, maka diambillah satu kolong inokulum untuk digesekkan pada agar-agar
lempengan, dan piaraan ini kemudian disimpan dalam suhu 37 °C. Setelah berselang 48
jam piaraan dapat diperiksa tentang ada tidaknya koloni-koloni Salmonella. Jika tak ada
pertumbuhan, hal ini berarti bahwa bakteri telah mati ketika diambil dari tabung yang
berisi larutan desinfektan. Hal semacam ini dikerjakan pula dengan perangkat kedua,
dimana Salmonella dibiarkan berada dalam larutan selama 10 menit. Di dalam perangkat
yang ketiga bakteri dibiarkan selama 15 menit berada dalam desinfektan.
5.2 Faktor-Faktor Biotik
Faktor-faktor biotik ialah faktor-faktor yang disebabkan jasad (mikrobia)
atau kegiatannya yang dapat mempengaruhi kegiatan (pertumbuhan) jasad atau
mikrobia lain. Faktor-faktor tersebut antara lain ialah adanya asosiasi atau kehidupan
bersama diantara jasad. Asosiasi dapat dalam bentuk komensalisme, mutualisme,
parasitisme, simbiose, sinergisme, antibiose dan sintropisme.
Komensalisme
Merupakan asosiasi yang sangat renggang, dimana salah satu jenis mendapatkan
keuntungan sedang lainnya tidak mendapat keuntungan atau kerugian.
Mutualisme
Merupakan bentuk assosiasi dimana masing-masing jenis mendapat keuntungan. Sering
simbiosis dipakai untuk menyatakan bentuk assosiasi yang mutualistik, tetapi sekarang
orang lebih banyak menggunakan istilah mutualisme. Sebagai contoh mutualisme antara
bakteri Rhizobium dengan polong-polongan.
Parasitisme
Merupakan bentuk assosiasi diantara parasit dengan jasad inang. Jasad parasit yang
obligat dapat merusak jasad inang dan pada akhirnya memusnahkan. Keadaan ini akan
dapat pula memusnahkan (melenyapkan) parasitnya sendiri, karena jasad inang sebagai
sumber kehidupannya.
Simbiosis
Simbiosis ialah asosiasi antara dua atau lebih jasad (mikrobia) di mana satu jenis
(spesies) di antara jasad yang berasosiasi tersebut mendapat keuntungan, Sedangkan
jasad yang lain mungkin mengalami kerugian atau tidak, tergantung pada macamnya
simbiose. Simbiose dapat dibedakan tiga macam, ialah komensalisme, mutualisme, dan
parasitisme.
Sinergisme
Sinergisme ialah suatu bentuk asosiasi yang menyebabkan terjadinya suatu kemampuan
untuk melakukan perubahan kimia tertentu dalam suatu subtrat atau medium. Tanpa
sinergisme masing-masing mikkrobatidak mampu melakukan perubahan tersebut.
Antibiosis
Antibiosis disebut juga antagonisme atau amensalisme ialah suatu bentuk asosiasi antara
jasat (mikkroba) yang menyebabkan salah satu pihak dalam asosiasi tersebut terbunuh.
tErhambat pertumbuhannya atau mengalami gangguan-gangguan yang lain. Contohnya
adanya pembentukan toksindan sat-sat antibiotika oleh salah satu mikroorganisme pada
suatu asosiasi.
Sintropisme
Sintropisme disebut juga nutrisi bersama atau mutualnutrition ialah bentuk asosiasi yang
lebih komplek . sebab biasanya terdiri atas berjenis-jenis mikroorganisme yang satu
dengan yang lainnyaakan saling menstimulasi kegiatan {pertumbuhan}-nya misalnya
mikrobia jenis pertama akan menguraikan suatu subtrad yang hasilnya dapat digunakan
dan di uraikan oleh mikrobia jenis kedua dan yang hasil hasilnya dapat digunakan oleh
mikrobia jenis ketiga dan seterusnya yang hasil hasilnya akhirnya dapat menstimulasi
kegiatan mikrobia jenis pertama.
5.3 Fungi Dan Lingkungannya
Christensen (1957) membagi fungi dalam 3 golongan berdasar keadaan lingkungan
perkembangannya yaitu: 1) fungi lapangan (field fungi), 2) fungi penyimpanan (storage
fungi) dan 3) fungi perusakan lanjutan (advanced decay fungi). Golongan 3) merupakan
bagian sementara, sedang 2 bagian terdahulu khusus padakomoditas biji-bijian. (Bothast,
1978). Fungi lapangan menyerang bijian yang sedang dan masak penuh dengan
kandungan air paling sedikit 20% atau keseimbangan lembab relatif (Rh) 90 – 100%;
fungi penyimpanan menyerang bijian yang tersimpan setelah panen dengan kandungan
air sekitar 13 – 20 % atau keseimbangan lembab relative (Rh) 70 – 90% (Bothast, 1978).
Contoh fungi lapangan adalah alternaria, Fusarium, Helminthosporium dan Cladosporium
(Uraguci dan yamazaki, 1978). Juga termasuk pula Curvularia, Stemphylium, Epicoccum
dan Nigospora yang umumnya menyerang dekat atau saat panen (Bothast, 1978).
Menurut Christensen dan Kauftmann (1969) dilaporkan lebih dari 150 spesies fungi telah
diisolasi dari bagian biji tanaman. Fungi yang dominan pada suatu komoditas tergantung
atas macam tanaman, wilayah atau lokasi geografis dan keadaan iklim. Alternaria,
umumnya banyak terdapat pada biji sayuran atau biji serealia, namun tidak hanya
terbatas pada biji serealia. Cladosporium umumnya pada biji serelia dalam kondisi basah
selama panennya, dan pada tempat
penyimpanan fungi ini hamper tidak terdapat. Helminthosporium banyak didapat pada
jenis padi, barley, dan obat khususnya bila terjadi cuaca lembab sebelum panen.
Fusarium banyak terdapat pada serealia yang baru dipanen. Pada barley, gandum, dan
jagung dikenal sebagai bentuk “kudis” biji-biji yangdemikian dapat mendatangkan
kercunan pada hewan maupun manusia(Uraguchi dan Yamazaki, 1978). Beberapa
spesies tertentu penicillium kadang-kadang dimasukkan dalam fungi lapangan (Mislivec
dan Tuite, 1970).
Fungi penyimpanan juga terdiri dari beberapa spesies antara lain Penicillium, Aspergillus
dan Sporendomena dan kadang-kadang beberapa jenis khamir (Uraguchi dan Yamazaki,
1978). Penicillium dan Aspergillus merupakan fungi yang diketahui ada dimana-mana dan
hamper terdapat disetiap wilayah. Kebanyakan fungi penyimpanan terdiri dari dari 5 atau
6 golongan Apergillus dan baru kemudian dan beberapa spesies Penicillium sampai
terjadi kerusakan lebih lanjut (Christensen dan Kaufmann, 1974). Wallace
(1973)menyebutkan 26 spesies Aspergillus dan 66 spesies Penicillium yang dapat
diisolasi pada produk simpanan. Selain Aspergillus dan Penicillium dikategorikan pula
dalam fungi penyimpanan adalah Absidia, Mucor, Rhizopus, Chaetomium, Scopulariopis,
Paecylomices, dan Neurospora. Ibasidia, Mucor dan Rhizopus pada umumnya ada
hubungannya dengan kerusakan pada kondisi lembab, karena mereka menghendaki
suatu lembab relatif (Rh) minimum 88% untuk pertumbuhannya, mereka bukanlah fungi
pemula kerusakan bahan dalam penyimpanan (Wallace, 1973). Kekecualian adalah
Aspergillus flavus yang dapat menyerang bahan dilapangan (meski termasuk fungi
penyimpanan) demikian pula Fusarium akan dapat melanjutkan kerusakan bahan bijian
dalam gudang (meski termasuk fungi lapangan) bila kandungan air bahan cukup tinggi
(Lillehoj dkk,1975;1976; Caldwell dan Tuite, 1974).
Terdapat beberapa faktor pokok yang akan mempengaruhi perkembangan fungi pada
bahan pangan yang disimpan, antara lain: 1) Kandungan air bijian yang disimpan, 2) suhu
ruang penyimpanan, 3)periode penyimpanan, 4) derajat awal penyerangan oleh fungi
sebelum sampai tempat penyimpanan, 5) banyknya benda-benda asing (bukan bahan
sejenisnya) dan 6) terdapatnya aktivitas serangga dan kutu dalam ruang simpan
(Uraguchidan Yamazaki, 1978). Faktor-faktor seperti disebutkan diatas ditujukan pada
bahan dimana fungi tumbuh, maka untuk pertumbuhan fungi endiri memerlukan faktor
fisik-khemis antara lain 1) suhu, 2) aktivitasair (water activity), 3) tekanan osmosis, 4)
pH, 5) potensial oksidasi-reduksi
(Eskin dkk, 1975). Suhu dan aktivitas air sangatlah penting dan perlu mendapat
perhatian, disamping faktor lainnya. Lihatlah dua table dibawah ini. Fungi pada umumnya
akan dapat berkembang baik pada aw sekitar 0,65- 0,80, sedangkan golongan fungi
hidrofil diinginkan aw mencapai 0,89. Dalam kaitannya dengan kelembaban relatif (Rh)
yang dapat diukur dari sekeliling bahan maka umumnya diharapkan kelembaban relatif
sekitar 70-80%.
Setiap jenis fungi selain adalah batasan-batasan normal, mempunyai kekhususan
diantara spesies dan lainnya seperti terlihat pada beberapa table kelembaban relatif,
suhu dan lainnya. Dibawah ini diberikan gambaran Rh ruang penyimpanan dan suhu
untuk pertumbuhan beberapa fungi penyimpanan yang penting.
Kelembaban relatif minimum untuk perkecambahan fungi umumnya adalah 75% pada
suhu biasa, dalam keadaan iniuntuk setiap bahan bijian akan berbeda kandungan airnya
sesuai komposisi (Pomeranz, 1974). Keseimbangan lembab relatif bijian lebih penting
daripada kandungan air guna mengendalikan kerusakan fungi dalam ruang
penyimpanan, meskipun keduanya mempunyai hubungan erat. Pertumbuhan fungi
berkaitan dengan kenaikan suhu yang dipengaruhi berbagai faktor antara laininaktivitas
thermal enzim, kehilangan substrat, mengecilnya oksigen dan kandungan air atau
akumulasi CO2 menjadi terbatas. Hubungan antara bagian-bagian tersebut sangat
kompleks maka kondisi minimum, optimum dan maksimum
sebagaimana tercantum dalam tabel diatas adalah perkiraan (Christensen dan Kaufmann,
1974)