Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
EFEKTIFITAS PELAKSANAAN KETENTUAN PASAL 7 UNDANG-UNDANG NOMOR 56/Prp/1960
(Studi Di Kecamatan Selong Kabupaten Lombok Timur)
JURNAL ILMIAH
Oleh :
AHMAD AHYAND1A014016
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
2019
ii
iii
EFEKTIFITAS PELAKSANAAN KETENTUAN
PASAL 7 UNDANG-UNDANG NOMOR 56/Prp/1960(Studi Di Kecamatan Selong Kabupaten Lombok Timur)
AHMAD AHYAND1A014016
FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS MATARAM
ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian jual
gadai atas tanah pertaniandan faktor yang menghambat pelaksanaan perjanjian gadai tanah pertanian berdasarkan Undang-Undang Nomor 56/Prp/1960tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian di Kecamatan Selong. Manfaatnya untuk dijadikan sebagai bacaan dan masukan bagi pembaca, pihak akademisi dan pemerintah. Adapun metode yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif empiris. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa pelaksanaan perjanjian gadai atas tanah pertanian di kecamatan Selong tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 56/Prp/1960 dan faktor penghambat pelaksanaan yang tidak sesuai dengan ketentuan adalah sosial budaya, ekonomi, dan ketidaktahuan masyarakat serta pelaksanaan gadai tanah pertanian yang dilakukan menggunakan hukum adat.
Kata kunci: Efektifitas, gadai, tanah pertanian.
EFFECTIVENESS OF CONDITIONSARTICLE 7 LAW NUMBER 56 / Prp / 1960
(Study in Selong District, East Lombok Regency)
ABSTRACTThis study aims to determine the implementation of the pawn sale
agreement on agricultural land and factors that hinder the implementation of the agricultural land pawn agreement based on Law Number 56 / Prp / 1960 concerning Determination of Agricultural Land Area in Selong District. The benefits are used as readings and input for readers, academics and the government. The method used is the empirical normative law research method. The results of the study and discussion show that the implementation of the mortgage agreement on agricultural land in Selong sub-district is not in accordance with the provisions of Law No. 56 / Prp / 1960 and the inhibiting factors of implementation that are not in accordance with the socio-cultural, economic, and ignorance provisions of the community and the implementation of agricultural land carried out using customary law.Keywords:Effectiveness,pawn, agricultural land.
iv
I. PENDAHULUAN
Transaksi tanah menurut Hukum Adat di Kecamatan Selong dapat berupa
penyerahan tanah oleh seseorang kepada orang lain untuk mendapatkan sejumlah
uang tunai atas penyerahan tanah yang dilakukannya. Penyerahan di sini ada yang
bersifat tetap, dan ada yang bersifat sementara. Penyerahan tanah yang bersifat
tetap pada hakekatnya sama saja dengan jual beli tanah, sedangkan yang bersifat
sementara pada hakekatnya lebih menyerupai gadai atau sewa tanah. Penyerahan
tanah bersifat tetap menimbulkan hak milik atas tanah, sedangkan penyerahan
tanah yang bersifat sementara hanya menimbulkan hak penguasaan atas tanah
saja, tetapi penyerahan yang bersifat sementara yang juga di kenal dengan sebutan
gadai, masyarakat kecamatan Selong lebih menyangkut pada masalah hutang-
piutang, jadi hutang haruslah dibayar dan apabila seseorang melakukan transaksi
jual gadai haruslah ditebus.
Dalam Hukum Adat, Gadai diartikan sebagai penyerahan sebidang tanah
kepada orang lain dengan menerima sejumlah uang, selama uang tebusan belum
dibayar maka selama itu pula tanah dikuasai oleh orang yang memberikan uang.
Oleh karena pelaksanaan gadai menurut hukum adat tidak sesuai dengan prinsif
UUPA yaitu memberikan perlindungan kepada masyarakat golongan ekonomi
lemah, maka pemerintah mengatur pelaksanaan gadai tanah pertanian melalui
Pasal 7 Undang-Undang Nomor 56 / Prp / 1960, tentang Penetapan Luas Tanah
Pertanian.
Dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 56/Prp/1960, Tentang Penetapan
Luas Tanah Pertanian, bahwa perjanjian jual gadai atas tanah pertanian akan
v
berakhir setelah lampau waktu 7 (tujuh) tahun belum diadakan penebusan oleh si
pemilik tanah, maka tanah tersebut dapat secara cuma-cuma harus dikembalikan
kepada si pemilik tanah atau si penjual gadai tanpa uang tebusan. Ketentuan yang
demikian ini menurut Mahkamah Agung dalam putusannya tanggal 6 Maret 1971
Nomor 180/K/Sip.1970, bersifat memaksa dan tidak dapat dilunakkan karena
telah diperjanjikan oleh kedua belah pihak.
Rumusan masalah yang ada dalam penelitian ini meliputi, 1. bagaimanakah
pelaksanaan perjanjian gadai atas tanah pertanian berdasarkan Undang-Undang
Nomor 56/Prp/1960tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian di Kecamatan
Selong ?dan 2. apa saja faktor-faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan
perjanjian gadai tanah pertanian yang di atur dalam Undang-Undang Nomor
56/Prp/1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian tidak dilaksanakan di
Kecamatan Selong?
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pelaksanaan Jual gadai tanah
pertanian menurut Undang-Undangan Nomor 56/Prp/1960, tentang penetapan luas
tanah pertanian dalam kaitannya dengan hukum adat di Kecamatan Selong dan
untuk mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan
perjanjian gadai tanah pertanian yang di atur dalam Undang-Undang Nomor
56/Prp/1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian tidak dilaksanakan di
Kecamatan Selong.Sehingga memberikan manfaat baik secara teoritis yakni
mengharapkan hasil penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran di bidang
hukum khususnya mengenai pelaksanaan perjanjian jual gadai atas tanah
pertanian berdasarkan Undang-Undang Nomor 56/Prp/1960tentang Penetapan
vi
Luas Tanah Pertanian di Kecamatan Selong dan faktor-faktor pendukung serta
penghambat pelaksanaan perjanjian gadai tanah pertanian yang di atur dalam
Undang-Undang Nomor 56/Prp/1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian
tidak dilaksanakan di Kecamatan Selong. Secara praktis memberikan kontribusi
bagi pihak yang berkepentingan dalam menyelesaikan dan meyempurnakan
peraturan perundang-undangan, khususnya mengenai pelaksanaan perjanjian jual
gadai atas tanah pertanian berdasarkan Undang-Undang Nomor
56/Prp/1960tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian.
Untuk menjawab rumusan masalah tersebut digunakan jenis penelitian
normatif empiris yang bersifat deskriptif analisis. Metode penelitian normatif
empiris dalam penelitian ini memaparkan berbagai teori maupun pandangan para
ahli yang dikutip dari berbagai pustaka yang telah dikemukakan terdahulu dan
juga data yang ditemukan di lapangan daerah penelitian. Sehingga dalam
penelitian ini penulis menggunakan metode Pendekatan undang-undang (Statute
Approach),Pendekatan Konseptual(Conceptual approach), dan Pendekatan
Sosiologis.
vii
II. PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Tentang Lokasi Penelitian
Selong adalah sebuah Kecamatan yang juga merupakan ibu kota
kabupaten Lombok Timur, Kecamatan Selong memiliki wilayah dengan luas
sekitar 31,68 km2 yang terdiri dari 11 Kelurahan dan 1 Desa yaitu Danggen
Timur, Danggen, Kelayu Jorong, Kelayu Selatan, Kelayu Utara, Kembang
Sari, Majidi, Pancor, Rakam, Sandubaya, Sekarteja, dan Khusus Kota Selong.
Dilihat dari lingkup yang terkecil, Kecamatan Selong terdiri dari 52 dusun dan
304 RT. Selain itu Kecamatan Selong didukung oleh 116 perangkat Desa.
KecamatanSelong memiliki batas wilayah di sebelah utara
Kecamatan Suralaga, sebelah selatan Kecamatan Sakra, sebelah timur
Kecamatan Sukamulia, dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan
Labuhan haji. Jumlah penduduk KecamatanSelong pertengahan tahun 2015-
2016 adalah 89.137 jiwa dan 90.316 jiwa. Jumlah penduduk yang bekerja di
sektor pertanian di KecamatanSelong sejumlah 9.922 jiwa dengan spesifikasi
petani pemilik lahan sendiri sejumlah 4.085 jiwa, petani penggarap 192 jiwa,
dan buruh tani 5.645 jiwa.
KecamatanSelong berdasarkan data memiliki lahan pertanian
dengan luas 1.673 Ha atau setara dengan 16,73 km2 yang terdiri dari lahan
sawah seluas 1.340 Ha dan lahan pertanian bukan sawah seluas 333 Ha.
viii
B. Pelaksanaan Perjanjian Gadai Atas Tanah Pertanian Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 56/Prp/1960 Tentang Penetapan Luas Tanah
Pertanian Di KecamatanSelong.
Berbicara masalah tanah di KecamatanSelong berarti
membicarakan pula masalah hukum adat Sasak, hal ini disebabkan karena
masalah tanah sangat erat dengan mata pencaharian masyarakat di
KecamatanSelong. Sehingga sering terjadi transaksi atas tanah pertanian
khususnya seperti gadai ataupun perbuatan hukum lainya yang berkaitan
dengan tanah guna mendapatkan sejumlah uang.
Adat tampil dalam masyarakat secara tidak tertulis, karena adat
sebagai hukum yang tidak tertulis dan hukum positif sebagai hukum tertulis
maka melahirkan konsekuensi konstitusional yang bersifat ragam hukum yang
kuat (strong legal pluralism), dan ragam hukum yang lemah (weak legal
pluralism).1
Dalam hukum agraria nasional yang dimaksud dengan gadai adalah
seperti yang disebutkan dalam Angka 9a penjelasan umum Undang-Undang
Nomor 56 Prp tahun 1960 yang berbunyi :
‘’ Hak gadai adalah hubungan antara seseorang dengan tanah kepunyaan orang lain yang mempunyai utang uang kepadanya, selama utang tersebut belum dibayar lunas maka itu tetap berada dalam penguasaan yang meminjamkan uang tadi (pemegang gadai) selama itu pula hasil tanah seluruhnya menjadi hak pemegang gadai yang dengan demikian merupakan bunga dari utang uang tersebut’’.
1 Sarkawi, Hukum Pembebasan Tanah Hak Milik Adat Untuk Pembangunan Kepentingan Umum, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2104, hlm 102.
ix
Transaksi tanah menurut Hukum Adat di KecamatanSelong dapat
berupa penyerahan tanah oleh seseorang kepada orang lain untuk
mendapatkan sejumlah uang tunai atas penyerahan tanah yang dilakukannya.
Penyerahan di sini ada yang bersifat tetap, dan ada yang bersifat sementara.
Penyerahan tanah yang bersifat tetap pada hakekatnya sama saja dengan jual
beli tanah, sedangkan yang bersifat sementara pada hakekatnya lebih
menyerupai gadai atau sewa tanah. Penyerahan tanah bersifat tetap
menimbulkan hak milik atas tanah, sedangkan penyerahan tanah yang bersifat
sementara hanya menimbulkan hak penguasaan atas tanah saja, tetapi
penyerahan yang bersifat sementara yang juga di kenal dengan sebutan gadai.
Masyarakat KecamatanSelong lebih menyangkut pada masalah hutang-
piutang, jadi hutang haruslah dibayar dan apabila seseorang melakukan
transaksi jual gadai haruslah ditebus.
Pelaksanaan perjanjian gadai atas tanah pertanian di
KecamatanSelong memiliki beberapa unsur, yaitu :
1. Terjadinya Gadai Tanah
Transaksi terjadinya gadai tanah di KecamatanSelong memerlukan
salah satu bentuk transaksi yang isinya penyerahan benda sebagai prestasi
yang berjalan serentak dengan pembayaran tunai sebagai kontrak prestasi.
Transaksi gadai tanah yang dilaksanakan masyarakat di KecamatanSelong
adalah transaksi yang dilaksanakan dengan kebiasaan masyarakat
melaksanakan gadai tanah yang bersifat rill dan konkrit, dalam artian
bahwa gadai dilakukan berdasarkan kesepakatan dan adanya obyek yang
x
diterima oleh para pihak secara utuh dan nyata, dengan adanya itu maka
gadai tanah yang dilaksanakan dinyatakan sudah sah.
2. Para Pihak Gadai Tanah Dan Hubungan Antara Para Pihak
Para pihak dalam gadai tanah yang dilakukan di KecamatanSelong
yaitu pihak pemilik tanah pertanian yang disebut pemberi gadai dan pihak
yang menyerahkan uang kepada pemberi gadai yang disebut pemegang
gadai.
Transaksi gadai tanah pertanian yang dilakukan masyarakat
KecamatanSelong pada umumnya dilakukan kepada keluarga sendiri,
tanah yang dimiliki biasanya diserahkan kepada keluarga sendiri untuk
dijadikan barang gadai, hal tersebut dimaksudkan agar saling membantu
sesama keluarga, karena keluarga pada dasarnya akan tahu keadaan
ekonomi dari keluarganya yang lain.
3. Bentuk Perjanjian Gadai Tanah Pertanian
Sedangkan bentuk perjanjian dapat dibedakan menjadi dua macam,
yaitu tertulis dan lisan. Perjanjian tertulis adalah suatu perjanjian yang
dibuat oleh para pihak dalam bentuk tulisan, sedangkan perjanjian lisan
adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam wujud lisan
(cukup kesepakatan para pihak).2
Di dalam UUPA serta peraturan pelaksana dikehendaki bahwa
setiap perjanjian untuk mengalihkan tanah dan menggadaikan tanah harus
dilakukan dengan cara tertulis dalam bentuk akta autentik. Namun,
2 Salim HS,Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW) Cet. IX, Jakarata:Sinar Grafika, 2014, hlm 166.
xi
perjanjian yang terjadi di KecamatanSelong pada prinsipnya bersifat
berdiri sendiri dan hanya terdapat satu macam perjanjian, oleh karena itu
maka perjanjian tersebut tidak memerlukan suatu akta autentik tertentu,
perjanjajian dapat dilakukan secara lisan tidak harus dengan akta, sebab
gadai yang dilakukan masyarakat dilakukan tanpa tertulis dihadapan
kepala desa atau pejabat pembuat akta tanah.
4. Penetapan Uang Gadai Tanah Pertanian
Penetapan harga atau penetapan uang gadai dalam transaksi gadai
tanah pertanian di KecamatanSelong ditentukan oleh pemilik tanah, hal
tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa pemilik tanahlah yang
membutuhkan uang sehingga pemilik tanah juga yang harus menentukan
uang gadainya. Namun dalam memperoleh kesepakatan dalam penetapan
harga gadai terkadang terjadi tawar menawar antara pemilik tanah dan
penerima gadai.
5. Penebusan Gadai Tanah
Dalam kebiasaan hukum adat masyarakat Selong mengenai kapan
saatnya atau batas waktu untuk melakukan penebusan terhadap tanah gadai
itu atau penebusan kembali, itu semua tergantung kepada perjanjian antara
pemberi gadai dan penerima gadai mengenai batas waktu gadai tersebut
berakhir. Biasanya mayarakat dalam melaksanakan gadai tanah
mempunyai jangka waktu atau batas waktu sampai kapan tanah tersebut
harus dikembalikan kepada pemilik tanah. Namun jika masyarakat tidak
menentukan batas waktu gadai tersebut, masyarakat biasanya
xii
menggunakan prinsip uang kembali tanah juga kembali, maksudnya tanah
yang menjadi obyek perjanjian akan kembali ke tangan pemilik tanah
dengan cara pembayaran tunai berupa uang yang menjadi kontrak prestasi
dikembalikan kepada penerima gadai, maka secara otomatis tanah yang
menjadi hak milik pemberi gadai akan kembali kepada pemberi gadai
tersebut.
Jadi ketentuan mengenai waktu 7 tahun dan cara penebusan gadai
tanah pertanian menurut Undang-Undang Nomor 56/Prp/1960 tentang
Penetapan Luas Tanah Pertanian pada Pasal 7 ayat (1), (2), dan (3) tidak
diterapakan dalam transaksi gadai tanah pertanian yang dilakukan di
KecamatanSelong kabupaten Lombok Timur. Sehingga dapat digaris
bawahi bahwa pelaksanaan gadai tanah pertanian berdasar Undang-
Undang Nomor 56/Prp/1960 di KecamatanSelong tidak efektif.
C. Faktor-Faktor Pendukung Dan Penghambat Pelaksanaan Perjanjian
Gadai Tanah Pertanian Yang Di Atur Dalam Undang-Undang Nomor
56/Prp/1960 Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian Tidak
Dilaksanakan Di Kecamatan Selong.
Dalam pelaksanaan gadai tanah pertanian di Kecamatan Selong
terdapat hal yang menyimpang dari ketentuan hukum nasional yang berlaku
atau dengan kata lain transaksi gadai tanah pertanian yang terjadi di
Kecamatan Selong berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor
56/Prp/1960 tidak efektif, hal tersebut tidak serta-merta terjadi dengan
xiii
sendirinya, tetapi disebabkan oleh berbagai faktor. Hal tersebut diantaranya
meliputi:
a. Faktor Sosial Budaya.
Sosial budaya masyarakat dalam melaksanakan perjanjian gadai
tanah pertanian lebih memilih dan setuju menggunakan pelaksanaan
perjanjian gadai tanah pertanian sesuai dengan ketentuan atau kebiasaan
yang berlaku dalam masyarakat, hal ini mempengaruhi bahwa ketentuam
mengenai gadai tanah pertanian yang ada dalam hukum nasional
dikesampingkan atau tidak diberlakukan dalam masyarakat yang
melaksanakan perjanjian gadai tanah pertanian.
b. Faktor Ekonomi.
Transaksi gadai tanah pertanian yang dilakukan masyarakat
Kecamatan Selong pada umumnya dilakukan karena keadaan ekonomi,
khususnya perekonomian dari pihak pemberi gadai yang tidak stabil atau
lemah dan keadaan ekonomi yang mendesak. Praktek gadai tanah
pertanian yang dilakukan masyarakat di Kecamatan Selong dipilih karena
kemudahan-kemudahan serta proses yang cepat untuk mendapatkan uang
pinjaman yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-
hari. Hal ini lah yang menjadi salah satu faktor masyarakat melakukan
perjanjian gadai atas tanah pertanian di Kecamatan Selong.
Adapun faktor lain yang menghambat pelaksanaan perjanjian gadai
tanah pertanian yang di atur dalam Undang-Undang Nomor 56/Prp/1960
xiv
tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian tidak dilaksanakan di Kecamatan
Selong adalah:
a. Ketidaktahuan Masyarakat Tentang Peraturan Yang Mengatur
Pelaksanaan Gadai Tanah Pertanian Yang Dilakukan.
Masyarakat yang melakukan perjanjian gadai tanah
pertanian di Kecamatan Selong tidak mengetahui adanya peraturan
yang mengatur tentang gadai tanah pertanian, hal ini disebabkan
karena masyarakat tidak pernah mendapatkan informasi atau sosialisasi
dari pihak terkait tentang aturan yang mengatur pelaksanaan perjanjian
gadai tanah pertanian. Masyarakat hanya mengetahui jika mereka
melaksanakan perjanjian gadai tanah pertanian, maka dilakukan
berdasarkan kebiasaan yang sudah dari dulu digunakan.
b. Masyarakat Yang Lebih Memilih Pelaksanaan Gadai Tanah Pertanian
Dengan Menggunakan Hukum Adat.
Di dalam masyarakat Kecamatan Selong hukum adat
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan ketentuan dari
peraturan perundang-undangan pelaksanaan perjanjian gadai tanah
pertanian tidak dapat berjalan sebagaimana yang telah ditetapkan.
Masyarakat Kecamatan Selong lebih memilih mempertahankan
keberadaan dari hukum adat yang telah mendarah daging di dalam
masyarakat. Sehingga meskipun ada masyarakat yang mengetahui
aturan perundang-undangan pelaksanaan perjanjian gadai tanah
xv
pertanian yang telah ditetapkan, namun tetap saja masyarakat setempat
memilih untuk mempertahankan eksistensi dari hukum adat setempat.
Sedangkan faktor pendukung untuk terlaksananya Pasal 7
Undang-Undang Nomor 56/Prp/1960 tentang Penetapan Luas Tanah
Pertanian, peneliti tidak menemukan adanya faktor tersebut di lokasi
penelitian, yaitu di Kecamatan Selong Kabupaten Lombok Timur.
xvi
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dari penelitian ini, maka dapat di
simpulkan bahwa : 1. Pelaksanaan perjanjian gadai atas tanah pertanian yang
ada di Kecamatan Selong sama sekali belum sesuai dengan ketentuan yang
ada di dalam pasal 7 Undang-undang 56/prp/1960 tentang Penetapan Luas
Tanah Pertanian, dan 2. Faktor-faktor yang menyebabkan tidak efektifnya
ketentuan Pelaksanaan pasal 7/Undang-undang/56/prp/1960 di Kecamatan
Selong Kabupaten Lombok Timur di sebabkan oleh beberapa faktor yaitu:
faktor sosial budaya, faktor ekonomi, faktor kurangnya pemahaman
masyarakat tentang pelaksaan ketentuan pasal 7/Undang-undang 56/prp/1960
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan dari penelitian ini dapat
diberikan saran sebagai berikut : 1. Diharapkan kepada instansi atau pejabat
yang berwenang agar memberikan penyuluhan kepada masyarakat di
Kecamatan Selong terkait pelaksanaan gadai yang diatur dalam Pasal 7
Undang-Undang 56/Prp/1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian, dan :
2. Diharapkan kepada masyarakat Kecamatan Selong agar dalam pelaksanaan
gadai tanah pertanian tidak hanya menggunakan hukum adat, namun juga
menggunakan ketentuan Undang-Undang No.56/Prp/1960 tentang Penetapan
Luas Tanah Pertanian.
xvii
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku
Salim HS, 2014, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW) Cet. IX, Sinar Grafika, Jakarata.
Sarkawi, 2014,Hukum Pembebasan Tanah Hak Milik Adat Untuk Pembangunan Kepentingan Umum, Graha Ilmu,Yogyakarta.
2. Peraturan-peraturanUndang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960Tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria, LN Nomor 104Tahun 1960, TLN Nomor 2043.
Indonesia, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 56 tahun 1960Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian, TLN Nomor 2117.
Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 180/K/Sip.1970.