119

Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

Vol. 9/XIX/November 2007

Page 2: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

Majalah INOVASI ISSN: 0917-8376

Volume 9/XIX/NOVEMBER 2007

No.

Hal

EDITORIAL

Inovasi Teknologi Informasi di Indonesia, Mungkinkah? 1

TOPIK UTAMA

1. “Menanam" Teknologi Informasi Wireless di Pedesaan dengan Tenaga

Surya : Sebuah Cita-cita

3

2. INHERENT dan TEIN2: Langkah Indonesia Memasuki Jaringan Antar

Universitas Kelas Dunia

7

3. Berburu Resource di Internet 12

4. Information Systems in Modern Business World and Its Development 15

INOVASI

1. Pemanfaatan Teknologi Informasi dalam Pertanian dan Pertanian dengan

Lingkungan yang Terkontrol

19

2. Pemanfaatan Deep Seawater dalam Produksi Tomat yang Berkualitas

Menggunakan Nutrient Film Technique

24

IPTEK

1. Analisa Sisa Umur Struktur Bangunan Menara Air PDAM 29

2. Argo Untuk Menginformasikan Keadaan Lautan dan Iklim 39

3. Perhitungan Jarak Tumpu Pada Struktur Pelat Lantai-Beton Pracetak 43

4. Analisa Teknis Distribusi Bahan Bakar Di Kawasan Kepulauan, Studi Kasus

Kepulauan Seribu

49

KESEHATAN

1. Bagaimana Mereka (Sel Kanker) Berjalan? 53

2. RNA interference 57

3. Rekayasa Protein Enzim PQQ Glucose Dehydrogenase untuk Alat Pengukur

Gula Darah

61

Page 3: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

NASIONAL

1. Pembuangan limbah lumpur ke laut ditinjau dari peraturan lingkungan hidup

dan ilmu kelautan 69

2. Dampak Asap dan Penanggulangannya di Indonesia dalam Perspektif

Sosiologi Hukum

73

3. Benarkah Pemerintah Mulai 'Melepaskan Tanggung Jawabnya'

Sebagai Penjaga Kestabilan Harga Beras ?

84

4. Di Balik "PR" Mahkamah Konstitusi 88

5. Pelajaran Berharga dari Musibah Kecelakaan Kapal Penumpang 91

HUMANIORA

1. Mengembangkan Budaya Ilmiah dengan Meneliti dan Menulis 95

2. Kepunahan Bahasa 2 (Tamat): Bahasa-Bahasa Daerah Di Indonesia Dalam

Perubahan

101

3. Televisi yang Memihak kepada Guru 107

LIPUTAN

1. Kilas Balik TI 2007 Kyoto : Warna Baru dalam Perjalanan 16 Tahun Temu

Ilmiah PPI Jepang

111

FORUM

1. Susunan Pengurus Baru PPI Jepang 113

2.

3.

Permohonan Maaf dari Tim Redaksi

Susunan Dewan Redaksi INOVASI

115

116

Page 4: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007 EDITORIAL

Inovasi Teknologi Informasi di Indonesia, Mungkinkah?

Nufransa Wira Sakti E-mail: [email protected]

Saat ini bidang Teknologi Informasi (TI) telah memasuki banyak sektor kehidupan manusia. Berkembangnya internet semenjak tahun 1990-an juga semakin menambah semaraknya dunia TI. Menerima dan mengirim email, membaca berita terkini, menyaksikan film terbaru bahkan melakukan transaksi bisnis yang semuanya dilakukan melalui Internet sudah menjadi kebiasaan banyak orang di dunia. Tanpa disadari, banyak pekerjaan kita yang juga terbantu berkat kemajuan TI. Orang yang kehilangan data di komputernya kemungkinan juga akan diikuti dengan kehilangan pekerjaannya. Sektor pendidikan adalah salah satu sektor yang menikmati perkembangan dunia TI. Untuk mencari data atau informasi tentang penelitian atau tulisan, sekarang ini dapat dengan sangat mudah dilakukan melalui internet dengan meman-faatkan fasilitas mesin pencari (search engine) informasi sebanyak-banyaknya dapat diperoleh melalui internet. Tentu kita sering mendengar frasa “digoogle saja” untuk men-jawab pertanyaan orang-orang yang hendak mencari informasi tentang apapun. Google dengan kemampuan mesin pencarinya telah menjadi ikon di dunia maya. Di bidang perangkat keras kemajuan yang sangat pesat juga sangat dirasakan. Hampir setiap tahun terdapat banyak inovasi terbaru TI di bidang komputer, medis, telekomu-nikasi, bidang pertanian bahkan karya cipta seni. Dari tahun ke tahun perkembangan teknologi telepon seluler selalu menarik untuk diikuti. Di bidang komputer, bukan hal yang tidak mungkin apabila dalam jangka waktu dekat, perangkat komputer pribadi di rumah kita dapat mempunyai fasilitas penyimpanan data dalam hitungan terrabyte. Juga bukan hal yang mustahil kalau beberapa tahun ke depan, cahaya dapat menjadi sumber energi yang digunakan sebagai pengantar komuni-kasi data yang digunakan untuk jaringan komputer. Bahkan dengan sangat pesatnya perkembangan dalam teknologi perangkat

keras, membuat sebagian orang mengalami kerugian karena investasinya tidak bertahan lama dengan keluarnya sistem atau perang-kat yang lebih baru lagi. Hampir semua inovasi dan perkembangan di dunia TI dilakukan oleh para ilmuwan di negara maju. Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Apakah akan terus menjadi pengguna sejati dari inovasi para ilmuwan luar negeri? Hampir setiap inovasi atau produk terbaru teknologi, masyarakat Indo-nesia di kota besar menjadi konsumennya. Bahkan dalam satu peluncuran produk telpon seluler terbaru dari sebuah merk ternama acaranya diluncurkan di kota Jakarta karena pangsa pasar di Indonesia adalah yang terbesar dari pengguna merk telpon seluler tersebut. Berkembangnya TI di negara maju bukan sebuah proses instant yang dapat dihasilkan dalam waktu sekejap. Tidak ada suatu hasil maksimal tanpa melalui proses yang panjang. Kebiasaan untuk meneliti sesuatu sudah ditumbuhkembangkan sejak kecil dimulai dari lingkungan sekolah dasar. Penelitian yang membutuhkan konsentrasi tinggi serta energi yang besar, sudah sepatutnya dimulai dari usaha dini. Budaya untuk menulis ilmiah di kalangan mahasiswa kita bisa dikatakan sangat kurang. Hal ini tercermin dari tidak tercantumnya satupun universitas di Indone-sia dalam urutan 500 besar universitas top dunia pada tahun 2006. Salah satu kriteria yang dipakai untuk penilaian adalah jumlah karya ilmiah yang dipublikasikan pada jurnal internasional oleh para mahasiswa di uni-versitas tersebut. Pemanfaatan kerja sama antara pihak pemerintah, swasta dan universitas untuk menumbuhkembangkan budaya riset menjadi penopang awal berkembangnya dunia TI. Banyak universitas di luar negeri yang berperan besar dalam menunjang proses inovasi. Tentu semua itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Dalam hal inilah dibutuh-

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 1

Page 5: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

kan andil pihak swasta untuk membantu uni-versitas sebagai pengelola ilmu. Dana yang dikeluarkan oleh pihak swasta untuk membiayai riset di kampus-kampus, sangat berguna untuk dapat menunjang keberha-silan suatu riset. Di sisi lain, pihak swasta juga selayaknya untuk dapat diberi insentif agar mau memberikan porsi dananya untuk kepentingan riset.

Peran pemerintah sebagai regulator, diper-lukan guna menunjang kepastian hukum di bidang TI. Sampai saat ini RUU tentang TI sendiri belum disahkan oleh parlemen. RUU yang disiapkan oleh Univeritas Indonesia dan Universitas Padjajaran ini, sampai sekarang tidak jelas rimbanya. RUU yang semula direncanakan untuk mengatur tentang perda-gangan elektronik (e-commerce) ternyata berkembang juga membahas tentang hal-hal lain seperti kejahatan di dunia maya, e-government dan electronic banking.

Indonesia dengan wilayahnya yang luas dan jumlah penduduk yang banyak memang menjadi pasar potensial bagi perkembangan dunia TI. Namun demikian, tingkat penetrasi telepon, komputer pribadi dan internet masih sangat kecil bila dibandingkan dengan negara lain. Menurut data yang dikeluarkan oleh UNCTAD, pemakai internet di Indonesia hanya berjumlah kurang dari 1% dari jumlah penduduk. Salah satu faktor yang mempe-ngaruhinya adalah minimnya infrastuktur tele-komunikasi di Indonesia. Selain itu, mahalnya tingkat investasi telekomunikasi di Indonesia berakibat pada berkurangnya daya beli ma-syarakat di bidang telekomunikasi karena harganya yang mahal.

Dengan tertundanya undang-undang ini, banyak hal yang berhubungan dengan kepas-tian hukum di bidang IT juga tertunda. Sebagai contoh, penggunaan tanda tangan elektronik, belum bisa digunakan karena belum adanya undang-undang yang menga-tur tentang hal ini. Mungkin sudah banyak inovasi yang tertunda karena belum adanya kepastian hukum tentang pemanfaatan salah satu kemajuan TI ini, terutama dalam perda-gangan elektronik dan kearsipan.

Namun demikian, peran pemerintah diakui cukup besar dalam menunjang kemajuan dunia TI. Salah satu faktor dari menjamurnya internet di Indonesia adalah karena dikeluar-kannya UU tentang telekomunikasi bersa-maan dengan diluncurkannya cetak biru kebijakan pemerintah untuk strategi pengem-bangan telekomunikasi di tahun 1999. Dengan adanya UU tersebut maka berakhir-lah peran dari PT Telkom sebagai operator tunggal pemasok sarana telekomunikasi di Indonesia. Dalam cetak biru itu juga disebutkan salah satu strategi pemerintah dalam memberikan hak yang sama kepada sektor swasta untuk berpartisipasi dalam mengembangkan jaringan telekomunikasi di Indonesia. UU ini adalah salah satu contoh peran aktif pemerintah yang sangat diharap-kan untuk terus dapat dilakukan secara berkesinambungan bagi kepentingan TI.

Hal ini menjadi salah satu hambatan bagi berkembangnya bidang TI di Indonesia yang membutuhkan banyak jaringan telepon dan internet. Karena kurangnya fasilitas teleko-munikasi berkemampuan tinggi, sarana tele-pon banyak digunakan untuk pemakain internet. Penyediaan infrastuktur yang disiapkan pemerintah untuk mengakses infor-masi sebanyak-banyaknya sangat diperlukan untuk kepentingan riset.

Selain itu, peran pemerintah sebagai pengambil kebijakan juga diperlukan untuk menciptakan susasana yang kondusif bagi perkembangan dunia TI. Misalnya, adanya fasilitas penyediaan dana bagi usaha kecil dan menengah di bidang IT. Sebagaimana kita tahu, Bill Gates, sang pemilik Microsoft, mengawali karirnya dari sebuah garasi kecil milik orang tuanya serta hanya bermodalkan sedikit dana ventura yang disediakan oleh pemerintah Amerika Serikat. Contoh lain yang dapat dilakukan pemerintah adalah kebijakan dalam mengutamakan produk dalam negeri atau penggunaan sebagian besar komponen dalam negeri untuk penyediaan barang dan jasa pemerintah di sektor TI. Selama ini anggaran belanja pemerintah adalah sektor terbesar dalam pemanfaatan TI di Indonesia.

Sinergi antara pihak pemerintah, swasta dan universitas sangatlah diperlukan dalam upaya menciptakan inovasi di bidang TI. Pemerintah sebagai pengambil kebijakan diharapkan dapat menciptakan peraturan-peraturan dan regulasi yang memberikan kepastian hukum tentang TI yang sekaligus menunjang tumbuhnya inovasi TI di Indonesia.

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 2

Page 6: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007 UTAMA

“Menanam” Teknologi Informasi Wireless di Pedesaan dengan Tenaga Surya : Sebuah Cita-cita

Khoirul Anwar

Mahasiswa Doktor pada Nara Institute of Science and Technology, Jepang E-mail: [email protected]

1. Pendahuluan

Ketika desa adalah tempat yang subur untuk menanam palawija, maka kali ini penulis bercita-cita –bukan hanya bermimpi- untuk “menanam” perangkat teknologi informasi di pedesaan. Hal ini didesak oleh betapa pentingnya informasi dalam mendidik sebuah masyarakat untuk mencapai kemajuan dari berbagai sisi, teknologi, sosial, politik, budaya, akhlak dan bahkan akidah. Banyak metode, penjelasan, pengetahuan, himbauan dan kampanye-kampanye ke-baikan yang perlu disebarkan lebih luas ke masyarakat terutama di pedesaan. Tulisan ini dimaksudkan untuk sebuah cita-cita mem-bangun infrastruktur teknologi informasi di desa yang sederhana dan murah. Bukan tidak mungkin, beberapa tahun lagi –dengan usaha yang serius- Indonesia menjadi negara dengan jaringan informasi terluas dan termurah (efisien) di seluruh dunia. 2. Mengapa Pedesaan

Setidaknya ada 4 sebab yang

melatarbelakanginya, yaitu (1) dukungan perkembangan teknologi informasi mencapai Giga bit per detik (Gbps) untuk sistem wireless dan memungkinkan diterapkan di pedesaan, (2) Informasi saat ini hanya terpusat di kota –sebuah “kepincangan informasi”, (3) pedesaan tempat sumber tenaga surya yang melimpah selain pemandangan dan udaranya yang segar dan terakhir (4) sudah saatnya Indonesia memiliki sistem komunikasi yang mandiri –tidak selalu tergantung teknologi luar negeri. 3. Teknologi Wireless Mutakhir: OFDM-

based

Sistem teknologi informasi kini telah berkembang dengan sangat pesatnya terutama setelah banyaknya penemuan dan teknik yang efisien untuk sistem komunikasi wireless, sebut saja OFDM (orthogonal

frequency division multiplexing) – sebuah teknologi yang paling excellent (setidaknya sampai saat ini) karena dapat mengirimkan jumlah data yang banyak secara bersamaan serta tahan terhadap efek multipath fading (lintas jamak).

Ketika untuk pertama kalinya pada tahun

60-an, sistem ini tidak menarik perhatian karena kompleksitas perhitungannya (computational complexity) yang tinggi di transformasi Fourier-nya sehingga orang mengira tidak mudah diimplementasikan, maka sekitar 10 tahun kemudian tiba-tiba orang berbondong-bondong untuk implementasi setelah ditemukannya Fast Fourier Transform (FFT). Dari OFDM inilah kini kita mengenal berbagai turunan teknologi antara lain: Wireless LAN, televisi digital, dan yang terkini dan terhangat yaitu OFDMA atau WiMAX (worldwide interoperability for microwave access) yang kadang orang menyebutnya sebagai teknologi generasi keempat (4G).

Rahasia utama kehebatan OFDM

sesungguhnya terletak pada ke-orthogonal-annya –korelasi nol-, sehingga data tidak saling berkorelasi/merusak meski dikirim bersamaan. Jaminan orthogonal inilah yang memungkinkan sejumah banyak data bisa dikirim bersamaan sehingga bit-rate OFDM meningkat menjadi ribuan kali. Teknik ini menghemat hampir separuhnya dibanding-kan dengan teknologi pendahulunya yaitu FDM (frequency division multiplexing), seperti dideskripsikan pada Gambar 1.

4. OFDM dan Pedesaan

Sebuah pertanyaan yang baik : mengapa

OFDM dikaitkan dengan pedesaan yang bergunung-lembah-pohon-dataran luas? Mari kita kembali kepada prinsip OFDM. Ketika sejumlah banyak data dikirimkan secara

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 3

Page 7: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 4

FDM

OFDMMenghemat Bandwidthhampir separuhnya

FDM

OFDMMenghemat Bandwidthhampir separuhnya

Single Carrier

OFDMMultipath Fading

AkibatMultipath Fading

Router (Tx)

Single Carrier

OFDMMultipath Fading

AkibatMultipath Fading

Router (Tx)

bersamaan melalui subcarrier yang sempit (narrowband), maka efek multipath fading disebabkan kontur pedesaan yang bergunung-gunung dan berpohon bisa diatasi dengan baik oleh OFDM, yang mana teknologi pendahulunya yang menggunakan carrier tunggal (single carrier) tidak akan tahan. Hal ini dikarenakan efek multipath fading oleh setiap carrier OFDM yang sempit akan dirasakan sebagai flat fading, bukan multipath fading, dimana koreksi flat fading akan lebih mudah dibanding multipath fading. Gambar 2 mengilustrasikan dengan jelas perbedaan keduanya.

Gambar 1. Prinsip Utama FDM dan OFDM

Gambar 2. Efek Multipath Fading di Pedesaan

Fakta di atas menunjukkan bahwa secara

umum, OFDM cocok untuk diimplemen-tasikan di pedesaan karena selain kece-patannya yang tinggi juga tahan terhadap fading. Karena OFDM sendiri memiliki ba-nyak turunan teknologi, ada baiknya kita

melakukan pemilihan teknologi yang paling sesuai dengan kondisi pedesaan dan murah.

Untuk sistem wireless, paling tidak ada 3

buah jenis teknologi turunan OFDM yang paling pas dan murah untuk daerah pedesaan.

Pertama: Wireless LAN, teknologi ini

sampai sekarang yang paling banyak dipakai karena sederhana, menggunakan FFT point 64 dan urgen untuk digunakan terutama pengguna internet wireless, hanya saja cakupan areanya terbatas.

Kedua : Fixed WiMAX (IEEE.802.16a),

dikarenakan untuk di pedesaan, areanya yang luas memerlukan jangkauan sinyal yang lebih jauh dan ini diatasi oleh WiMAX. Fixed karena mobilitas yang tinggi mungkin tidak terlalu urgen seperti di kota, karenanya Fixed WiMAX sudah akan mencukupi.

Ketiga: TV Digital, TV ini menjamin

kualitas sinyal yang jauh lebih baik daripada TV analog. Karena gambar yang dikirimkan memerlukan jumlah bit yang besar, maka dalam TV digital, jumlah FFT point OFDM nya mencapai 8000-an. Bisa kita bandingkan kompleksitasnya dengan Wireless LAN yang hanya 64. Karenanya, untuk aplikasi TV digital pemerintah mungkin perlu turun tangan dalam “mensubsidi” demodulator OFDM-nya, yang bisa jadi harganya cukup mahal buat masyarakat desa. 5. Inovasi : Konsep Jaringan Wireless Tenaga Surya

Kini saatnya kita berinovasi bagaimana teknologi tinggi (high tech) bisa diterapkan di pedesaan –menanam teknologi di desa. Cahaya matahari adalah sumber besar di pedesaan (dan juga perkotaan), namun nampaknya desa lebih memerlukannya daripada kota karena murah. Walaupun desa sebenarnya punya sumber energi lain seperti air dan angin, namun untuk semacam perangkat teknologi informasi, tenaga surya sepertinya lebih menjanjikan, karena sesuai dengan ukurannya yang kecil dan praktis.

Dalam beberapa paragraf singkat ini,

secara sederhana mari kita diskusikan

Page 8: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

Solar panel digunakan untuk

mengkonversi sinar matahari menjadi energi listrik, disimpan dalam baterai dan kemudian digunakan untuk mengoperasikan router (model ini bisa dipakai juga untuk transmitter dan receiver lainnya dengan sedikit modifikasi). CAC (connection admission control) adalah mekanisme pengaturan koneksi salah satunya threshold diperoleh dengan memanfaatkan jumlah antrian (queue, Teori Antrian).

bagaimana tenaga surya bisa dipakai untuk teknologi informasi yang murah.

Untuk aplikasi jaringan wireless di

pedesaan, router atau hotspot dan base station adalah barang penting, karenanya tenaga surya dapat difokuskan untuk barang-barang tersebut. Kali ini, mari kita fokus pada router untuk sementara.

Biasanya router dioperasikan dengan

menggunakan fixed power source dimana kita perlu menyediakan power secara terus menerus. Jika daerah yang akan dikover sangat luas dan berjauhan, maka penyediaan power ini akan kesulitan. Akan diperlukan jumlah router yang banyak dan sumber enegri yang besar dimana ketika tidak banyak pengakses karena sibuk bekerja di sawah, maka energi tersebut akan tabdzir (sia-sia). Seharusnya ketika tidak digunakan, router tersebut bisa mati sendiri (sleep), dan jika ada pengakses akan menyala kembali (wake-up).

Rangkaian ekivalen dari solar cell

ditunjukkan dalam gambar 4 beserta simbol diodenya.

Gambar 4. Rangkaian ekivalen sel surya dan simbol diode sel surya

Daya yang disuplai oleh solar cell

kemudian dapat dihitung dengan Oleh karena itu, tenaga surya menjadi solusi yang excellent di pedesaaan. Hanya saja perlu sedikit modifikasi untuk masalah manajemen/algoritmanya karena panas matahari paling lama 12 jam sehari.

cc VIP ×=sup

dimana Psub adalah daya yg disuplai dalam Ampere Hours (Ah), Ic arus cell dan Vc adalah tegangan cell. Dalam sebuah paper yang dipresen-

tasikan di IEEE/ACM IWCMC 2006, Canada, penulis mendapatkan point penting untuk algoritma sleep dan wakeup tenaga surya untuk router node, seperti yang diilustrasikan di gambar 3 [Dusit et. Al., 2006].

Router kemudian ditambah dengan algoritma dengan 3 mode: active, listen, sleep. Mode active berarti transmitter dan receiver dapat menerima dan mengirim paket, listen berarti transmitter dalam keadaan mati dan sleep berarti keduanya (transmitter dan receiver) dalam keadaan mati.

CAC

Router

Internet

User

Sel surya

CAC

Router

Internet

User

CAC

Router

Internet

User

Sel surya

Sebagai contoh praktis, OFDM transmitter

dan receiver memerlukan 10 watt, 6 watt dan 1 watt masing-masing untuk mode active, listen dan sleep dengan probabilitas blocking =0.2 dan supplai solar cell sebesar 7 Ah, maka tipikal perpindahan ketiga mode di atas bisa dilihat pada Gambar 5.

Pada Gambar 5, bisa dilihat jelas bahwa perpindahan ketiga mode tergantung pada power supplai. Jika power supplai meningkat (misalnya pagi hari), maka router akan menuju ke mode active. Jika power menurun, sampai pada batas blocking, berada pada

Gambar 3. Router bertenaga Surya

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 5

Page 9: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 6

activelisten

sleep

Power suplai solar cell (Ah)

Prob

abilit

asbl

ocki

ng activelisten

sleep

Power suplai solar cell (Ah)

Prob

abilit

asbl

ocki

ngmode listen, sampai akhirnya sleep dan mati (misal malam hari).

Gambar 5. Perpindahan mode pada solar

cell internet router untuk OFDM Dengan algoritma seperti ini, perangkat

wireless teknologi bertenaga surya akan semakian menjanjikan di pedesaan dan semoga tidak dicuri atau dirusak oknum. Gambare.... Daftar Pustaka [1] Khoirul Anwar, Catatan Perjalanan “Keliling Dunia dalam 2 Pekan”, Italia,

Jerman dan Canada, IEEE ISCC and IEEE/ACM IWCMC, Juli 2006 (unpublished).

[2] Niyato, E. Hossain, A Fallahi, ”Solar-

powered OFDM wireless mesh networks with sleep management and connection admission control”, IEEE/ACM IWCMC2006, Vancouver, Canada.

Page 10: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007 UTAMA

INHERENT dan TEIN2: Langkah Indonesia Memasuki Jaringan Antar Universitas Kelas Dunia

Affan Basalamah

Kepala Divisi Infrastruktur USDI-ITB Peneliti jaringan komputer di CNRG ITB

E-mail : [email protected]

1. Prolog Dalam dunia riset dan pendidikan, keperluan akan jaringan kolaborasi dan kerjasama antar peneliti dan antar universitas menjadi sangat penting. Peranan jaringan riset antar universitas atau sering disebut dengan NREN (National Research Education Network) dalam 5 tahun terakhir menjadi sangat penting, karena ia berfungsi sebagai alat percepatan kerjasama dan kolaborasi antar perguruan tinggi untuk melakukan penelitian dan kerjasama. Hal ini sangat dirasakan bagi negara dengan wilayah geografis yang besar seperti Indonesia, dimana jarak antara ibukota Jakarta dengan wilayah paling barat di Indonesia, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam berjarak lebih dari 1000 kilometer. Jarak antara ibukota Jakarta dengan wilayah paling timur di Indonesia yaitu Papua mencapai lebih dari 2000 kilometer. Ini belum mem-perhitungkan kendala keterbatasan transport-tasi serta infrastrukturnya. Dengan mempertimbangkan faktor di atas, maka sangat penting bagi negara seperti Indonesia untuk memiliki jaringan antar perguruan tinggi yang mampu menjembatani permasalahan di atas, sehingga kolaborasi dan kerjasama antar perguruan tinggi dapat dilaksanakan tanpa terhalang oleh batasan geografis. Aplikasi kolaborasi dan komunikasi seperti video conference real-time, aplikasi kolabo-rasi online, serta aplikasi voice dan messaging yang tidak bergantung pada penyedia jasa telekomunikasi menjadi keeperluan primer dalam mendukung kegiatan ini. Aplikasi lain seperti kerjasama pemanfaatan computing resources dalam

bentuk Grid Computing serta remote equipment untuk memudahkan orang mengakses peralatan dari jauh (sebagai contoh : remote telescope) akan membuat universitas dapat membagi peralatan yang ia miliki kepada universitas lain yang membutuhkannya, sehingga dapat terjadi pemakaian bersama sebuah peralatan yang ujungnya akan menghemat biaya. Tahun 2006 yang lalu menjadi tonggak sejarah ketika Indonesia akhirnya dapat membangun sebuah jaringan antar perguruan tinggi yang dinamakan INHERENT (INdonesia Higher Education Network).

2. INHERENT (Indonesia Higher Education Network)

INHERENT merupakan inisiatif dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) Departe-men Pendidikan Nasional Indonesia untuk membuat sebuah jaringan backbone yang menyambungkan 32 perguruan tinggi negeri yang ada di masing-masing propinsi di seluruh Indonesia. Desain jaringan INHERENT ini dikemukakan kepada DIKTI atas rumusan rancangan bersama dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Indonesia (UI), Universitas Gajah Mada (UGM) dan Institut Teknologi Surabaya (ITS). Setelah dilaksanakan tender, maka terpilih PT Telkom sebagai penyedia infrastruktur jaringan, serta PT Multipolar sebagai Partner dari Cisco System yang menyediakan perangkat jaringan. Jaringan ini terdiri dari backbone fiber optik STM-1 berkecepatan 155 Mbps untuk interkoneksi antara universitas di pulau Jawa, serta backbone leased channel berkecepatan 8 Mbps untuk universitas di pulau Sumatera,

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 7

Page 11: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

Kalimantan, Sulawesi serta Bali dan Nusa Tenggara. Universitas di daerah Indonesia Timur mendapatkan akses satelit dari Jakarta

dengan kecepatan 2 Mbps. Diagram jaringan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram Jaringan INHERENT

Masing-masing universitas negeri yang menjadi tempat POP (Point of Presence) dari backbone INHERENT memiliki peralatan router dan server dari Cisco System dan Sun Microsystem. Gambar dari rack yang berisi router dan server yang terpasang pada POP INHERENT di ITB dapat dilihat pada Gambar 2.

Jaringan ini telah dinyatakan opera-sional pada bulan September 2006, dan mendekati 6 bulan operasinya, jaringan ini telah dimanfaatkan oleh berbagai pergu-ruan tinggi untuk mengadakan berbagai aktivitas, misalnya : Gambar 2. Router dan Server di POP

INHERENT ITB 1. Video Conference Seminar Teknologi Grid Computing yang diselenggarakan oleh Sun Microsystem bekerjasama dengan Universitas Indonesia, disaksikan

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia

8

Page 12: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

oleh empat universitas (ITB, Unibraw, UNDIP dan UGM).

2. Aktivitas Web Proxy Cache Peering antara ITB dengan UI, Unila Lampung dan Unsri Palembang.

3. Aktivitas Video Conference untuk rapat antara Dikti dengan Universitas penerima Hibah K-1

3. TEIN2 (Trans-Eurasian Information Network)

Pada bulan April 2006, ITB mendapat kesempatan sebagai wakil dari Indonesia untuk bergabung dengan jaringan riset antar

universitas TEIN2 (Trans-Eurasian Information Network). Jaringan ini menghubungkan universitas di negara-negara Asia Tenggara dengan negara Eropa yang telah memiliki jaringan NREN besar bernama GEANT. Selain itu, jaringan TEIN2 ini juga terhubung dengan Jepang, Korea, China serta Amerika Serikat dan Australia. Jaringan TEIN2 didanai oleh Komisi Uni Eropa (European Commission) dan dioperasikan oleh DANTE.

Gambar 3. Diagram Jaringan TEIN2

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia

9

Page 13: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

ITB sebagai wakil Indonesia terhubung ke jaringan TEIN2 ini melalui jalur fiber optik yang diselenggarakan oleh konsorsium perusahaan telekomunikasi Indosat dengan SingTel Singapura menuju POP (Point Of Presence) TEIN2 di Singapura dengan kecepatan 45 Mbps. Melalui backbone TEIN2 ini, ITB terhubung ke berbagai jaringan riset antar universitas di seluruh dunia, seperti : • GEANT, yang menyambungkan seluruh

NREN di Eropa, seperti JANET dan UKERNA di Inggris, RENATER di Perancis, SURFNET di Belanda, DFN di Jerman, SWITCH dan CERN di Swiss, dan lain-lain.

• TRANSPAC dan Internet2, yang menyambungkan seluruh NREN di Amerika Serikat.

• AARNET di Australia. • SuperSINET, APAN dan WIDE Project di

Jepang. • CERNET dan CERNET2 di China. • KOREN di Korea. Koneksi menuju jaringan-jaringan ini memiliki latency kurang dari 100 milisecond menuju ke NREN di Asia, Jepang, Korea dan China, sedangkan latency menuju NREN di Eropa dan Amerika Serikat hanya mencapai 200 s/d 300 milisecond. Kondisi ini membuat jaringan TEIN2 mampu dipakai untuk menjalankan berbagai aplikasi kolaborasi, seperti video conference, telesurgery, remote equipment dan sebagainya. Pada waktu terjadi gempa di Taiwan akhir Desember ini, sambungan jaringan TEIN2 dari ITB menuju Jepang dan Amerika Serikat tetap dapat beroperasi disebabkan perpindahan rute melalui Australia menuju Amerika Serikat. Jaringan ini telah dinyatakan operasional pada bulan September 2006, dan mendekati 6 bulan operasinya, jaringan ini telah dimanfaatkan oleh berbagai perguruan tinggi untuk mengadakan aktivitas-aktivitas berikut :

1. Demo aplikasi Endoscopic Live

Telesurgery dari Fakultas Kedokteran Universitas Kyushu menggunakan teknologi DVTS dengan bandwidth 30 Mbps. Salah satu cuplikan gambarnya dapat dilihat pada Gambar 4.

2. Video Conference antara ITB dengan Keio University sewaktu acara 10th Anniversary AI3 Project menggunakan teknologi DVTS dengan bandwidth 30 Mbps. Acara ini turut disaksikan oleh Universitas-universitas partner INHERENT melalui peralatan video conference.

4. Epilog Beberapa langkah yang akan ditempuh adalah untuk menyelenggarakan akses dari universitas yang menjadi POP dari INHERENT menuju universitas-universitas lainnya yang berada dalam satu propinsi. Ini tentunya akan mengubah kondisi infrastruktur jaringan komputer pada hampir seluruh universitas di Indonesia, baik itu universitas negeri atau swasta. Diproyeksikan 200 universitas akan tergabung ke dalam INHERENT ini, dan membuat Indonesia memiliki jaringan NREN dengan jumlah universitas terbesar di tingkat Asia Tenggara. Hal ini diakselerasi pula oleh DIKTI yang menyelenggarakan program hibah K-1 dan K-2 kepada universitas negeri untuk meningkatkan jumlah program dan konten lokal yang akan dipakai untuk mengisi jaringan INHERENT ini dengan berbagai program kolaborasi. Tidak ketinggalan pula diselenggarakan program hibah K-3 bagi universitas swasta dengan maksud yang sama. Sangat mungkin program sejenis akan diselenggarakan pula oleh DIKTI di tahun 2007 ini. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, ITB akan menyambungkan jaringan INHERENT ini dengan jaringan TEIN2 yang saat ini berada di ITB, sehingga seluruh universitas se-Indonesia memiliki akses yang sama untuk berkolaborasi dengan kalangan pendidikan di seluruh dunia.

Link Terkait Berikut beberapa URL terkait :

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia

10

Page 14: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

• TEIN2 Project (http://www.tein2.net) • INHERENT (http://www.inherent-

dikti.net) • DANTE (http://www.dante.net)

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia

11

Page 15: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XX/November 2007 UTAMA

Berburu Resource di Internet

Philips Kokoh Prasetyo E-mail: [email protected]

1. Pendahuluan

Penemuan internet merupakan salah satu penemuan terbesar yang pernah dilakukan manusia. Penemuan ini telah mengubah banyak sisi kehidupan manusia terutama dalam interaksi hubungan antar manusia, dan gaya hidup. Banyak hal yang dahulu sangat sulit dilakukan tanpa internet menjadi sangat mudah dengan adanya penemuan ini mulai dari mengirim surat, distance learning, bahkan bisnis yang menggunakan internet.

Walaupun teknologi ini masih terbilang baru

dan saat ini pun masih terus dikembangkan, tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini internet telah menjadi salah satu resource terbesar di bumi. Informasi apa pun dapat ditemukan di dunia maya ini. Lagipula, sebagai teknologi yang lebih bersifat sosial daripada teknis, dari sebuah sumber (website, paper, artikel, presentasi) dapat ditemukan banyak sumber-sumber lain yang berkaitan. Tidak hanya website, paper, artikel, dan presentasi yang lain, tetapi juga sangat mungkin ditemukan komunitas-komunitas yang kita tahu merupa-kan kumpulan sumber daya paling penting yaitu manusia.

Namun, sering kali penulis menjumpai

orang-orang yang kesulitan dan minta bantuan dalam mencari resource di internet terutama mereka yang sedang mempelajari bidang-bidang yang baru bagi mereka. Pada artikel ini, penulis akan membagikan tips-tips berdasar-kan pengalaman penulis dalam berburu resource di internet.

2. Search Engine sebagai titik awal

Tool yang paling penting dalam berburu

resource di internet adalah search engine. Tool ini sangat berguna dalam menemukan titik awal pencarian. Hal yang paling penting dalam menggunakan search engine adalah kata kunci (keyword). Orang-orang yang kesulitan mencari resource di internet umumnya tidak tahu apa yang harus mereka tulis dalam input box

search engine. Mereka coba-coba mema-sukkan beberapa kata, jika beruntung mereka melanjutkan pencarian, jika tidak mereka umumnya putus asa.

Kata kunci yang baik adalah kata-kata yang

spesifik mengarah pada suatu topik khusus, dan tidak ambigu. Kata-kata yang terlalu umum dan populer tidak terlalu baik digunakan sebagai kata kunci karena akan memberikan hasil yang terlalu luas.

Kata-kata yang bermakna ganda juga

kurang baik sebagai kata kunci. Misalnya kata Java yang bisa bermakna pulau atau suku jawa, atau suatu nama bahasa pemrograman. Kata kunci seperti ini perlu digabungkan dengan kata kunci lain agar dapat memberikan hasil yang lebih baik.

Bahasa juga merupakan salah satu faktor

dalam memberikan hasil pencarian search engine yang baik. Kadangkala, orang-orang sering menggunakan bahasa lokal sebagai search engine. Kata kunci ini membatasi search engine hanya pada resource lokal saja. Istilah atau term dalam bahasa Inggris adalah yang paling baik karena hampir semua resource di internet menggunakan bahasa Inggris. Kata kunci dengan menggunakan bahasa lokal dapat digunakan jika hanya mencari resource lokal saja. Jika suatu saat search engine dapat melakukan generalisasi padanan kata dalam berbagai bahasa, mungkin kita dapat menggunakan bahasa lokal untuk mencari resource global di internet.

Satu lagi kata kunci yang sangat baik adalah

nama orang. Kata kunci ini sangat baik terutama jika resource yang ingin dicari berhubungan dengan penelitian. Nama orang tersebut akan membawa kita pada homepage pribadi orang tersebut.

Kata kunci yang baik akan membawa kita

selangkah lebih dekat dengan resource yang

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 12

Page 16: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XX/November 2007

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 13

akan dicari. Dan bukan tidak mungkin, dari sebuah resource, kita dapat menemukan keyword-keyword lain yang baru yang belum terpikirkan. 3. Halaman web

Hasil pencarian dengan search engine

berupa link-link yang mengarahkan kita pada resource yang dicari berdasarkan kata kunci yang dimasukkan. Resource tersebut berupa file dokumen atau halaman web. Dan yang paling banyak berupa halaman web.

Banyak resource yang dapat ditemukan

pada sebuah halaman web. Sebuah halaman web dapat memuat penjelasan sebuah topik, gambar-gambar ilustrasi, link ke halaman web yang lain, dan file-file dokumen. Dari pengalaman mencari resource di internet, salah satu jenis halaman web yang sering penulis kunjungi adalah homepage pribadi.

Homepage pribadi para pakar adalah salah

satu sumber resource yang sangat baik. “Berguru pada ahlinya”, kira-kira seperti itu. Resource-resource pada halaman web ini yang umumnya adalah karya para ahli tersebut sangat berguna, dan umumnya memberikan perspektif baru tentang informasi yang dicari. Link yang ditemukan pada halaman web ini umumnya selalu mengarah pada resource-resource yang terkait. Dari sini, kita juga dapat mengontak orang-orang tersebut, berdiskusi seputar apa yang mereka kerjakan. Orang-orang seperti mereka tidak pelit berbagi pengetahuan.

Perkembangan internet saat ini membuat

banyak halaman web di internet difungsikan sebagai blog. Fenomena blog saat ini membuat resource halaman web menjadi sangat kaya. Orang-orang dapat mempublikasikan opini dan ide-ide mereka serta komentar-komentar dari para pembaca blog tersebut. Pertukaran ide, pengalaman, dan ilmu dapat ditemukan dalam sebuah blog. Interaksi layaknya forum dapat kita jumpai pada blog-blog di internet.

4. File dokumen ~ paper, artikel, presentasi

Selain halaman web, hasil pencarian dapat

berupa file-file dokumen. File-file ini dapat berupa paper, artikel, ataupun slide-slide presentasi. Penjelasan dan informasi-informasi

dari sini pun tidak kalah pentingnya dari halaman web, dan umumnya penjelasan dan informasi-informasi yang detil berupa file-file dokumen.

Resource dari sini pun dapat membawa kita

pada resource-resource lain. Daftar pustaka mengarahkan kita pada resource-resource terkait. Nama-nama dan istilah dapat dijadikan kata kunci.

Jika berhubungan dengan ilmu dan

penelitian, ada salah satu jenis paper yang sangat berguna membuka wawasan dalam mengenal sebuah bidang. Jenis paper ini adalah survey paper. Survey paper sangat baik untuk eksplorasi awal sebuah topik baru dimana kita baru mengenal topik tersebut.

Paper jenis ini berisi ringkasan tentang hal-

hal yang pernah dilakukan dalam sebuah bidang tertentu mulai dari permasalahan, penelitian, aplikasi, dan pengembangan lebih lanjut sebuah bidang. Penjelasan yang ada dalam survey paper dapat menjadi guideline bagi kita yang awam terhadap bidang tertentu.

Satu lagi hal menarik yang dapat diperoleh

dari survey paper adalah banyaknya referensi yang dapat ditarik dalam paper ini. Umumnya judul paper-paper ini selalu ada kata-kata survey, jadi tinggal menambahkan kata kunci survey pada input box search engine untuk menemukan paper jenis ini. 5. Komunitas ~ tempat para ahli berkumpul

Kekuatan komunitas merupakan kekuatan

besar yang muncul saat ini. Hal ini karena komunitas adalah tempat berkumpulnya sumber daya terpenting yaitu manusia.

Berkumpul dengan orang-orang yang

bergelut dengan bidang yang sama dengan kita merupakan hal yang penting. Wadah ini juga dapat digunakan sebagai forum diskusi dan sharing pengalaman. Resource penting yang dapat diperoleh dalam komunitas adalah resource pengalaman.

Salah satu sarana yang dapat digunakan

adalah milis (mailing list) dan newsgroup. Misalnya: milis data mining Indonesia ([email protected]) dan milis softcomputing Indonesia (sc-

Page 17: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XX/November 2007 [email protected]). Anda dapat berga-bung dengan milis-milis sesuai dengan bidang keilmuan anda. 6. Tetap up-to-date dengan informasi

Banyaknya informasi dan resource yang

bertambah dengan amat cepat saat ini membuat kita harus tetap up-to-date dengan informasi yang berkembang saat ini.

Salah satu cara tetap up-to-date dengan

informasi yang ada saat ini adalah dengan berlangganan newsletter dan RSS feed. Dengan cara ini, kita tidak perlu mencari-cari informasi baru, tetapi informasi baru tersebut yang datang ke kita. Umumnya komunitas menyediakan newsletter dan blog menyediakan layanan RSS feed.

Hal-hal inilah yang selalu saya gunakan

dalam berburu resource di internet. Internet merupakan gudang resource terbesar saat ini. Anda pasti dapat menemukan resource yang anda cari. Selamat berburu…. Happy Surfing... ☺

Daftar Pustaka [1] Prasetyo, P.K., 2006, Pencarian Resource di Internet, artikel softcomputing, http://soft-computing.org/pub/03.pdf

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 14

Page 18: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007 UTAMA

Information Systems in Modern Business World and Its Development

Wikky Fawwaz Al Maki Graduate School of Science and Engineering – Ritsumeikan University

E-mail: [email protected]

1. Introduction Information systems have been such an important part in modern business world that we do not notice them anymore. For instance, processing and tracking transactions in which credit card is used are managed by a huge financial information system. Information system is a mechanism that helps people store, retrieve, organize, and use information, whether that involves sorting lists, running a factory’s computer-controlled machining systems, or printing reports. By using information system, people can harness many kinds information in countless ways. All information systems, regardless of their type, help users get value from their information. A well-built, effective information system becomes an important factor in a business organization’s success. Good decisions in business world and customer satisfaction may rely on the performance of information system. The system must be able to provide critical information to its users and enable the user to input information quickly and effectively. A company will spend a lot of money in developing well-built, effective information system because it can help to achieve business goals [2]. In this paper, information systems in modern business world and development of effective information system will be discussed. 2. Information Systems in Business

World 2.1 Purpose of Information Systems Information systems consist of three basic components [2]: a. Physical means for storing information,

such as hard disk or a file cabinet. In many businesses, data storage can involve large computer systems.

b. The rules regarding information’s use and distribution. The rules of the system

govern what information should be distributed to whom, at what time, and in what format.

c. The procedures for handling information to ensure its integrity.

It is important that an information system has a means for distributing information to different users, whether it is a system of desk trays or a modern network. In today’s information systems, there are also tools for sorting, categorizing, and analyzing information. 2.2 Types of Information Systems Information systems will become increasingly specialized if more business functions have been automated. For example, a company may have a system designed to help its employees store information about customers, purchase orders, and products. Another system may be designed to help the manager to analyze data of company’s transaction. There are 5 types of information systems employed in modern business: office automation system, transaction processing system, decision support system, mana-gement information system, and expert system. A. Office Automation System Office automation system is designed to manage information and to help users handle certain information-related tasks more efficiently. The system uses computers and networks to perform various tasks, such as document management, communication, or word processing. By using office automation tools, employees can spend less time in performing mundane tasks and allowing time for handling more mission-critical jobs. Microsoft Office is an example of office automation tools [2].

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 15

Page 19: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XVI/November 2007

B. Transaction Processing System Transaction processing system (TPS) is a system handling the processing and tracking of transaction [2]. TPS collects, stores, modifies, and retrieves the transactions of an organization. A transaction is an event that generates or modifies data that is eventually stored in an information system. To be considered a transaction processing system the computer must pass the ACID (Atomicity, Consistency, Isolation, and Durability) test [4]. TPS handles a series of many steps in a transaction which is basically a complete event. A system that handles the process for ordering a product from a cyber shop is an example of TPS [2]. C. Decision Support System Decision support system (DSS) is a specific class of computerized information system that supports business and organizational decision-making activities. A properly designed DSS is an interactive software-based system intended to help decision makers compile useful information from raw data, documents, personal knowledge, and/or business models to identify and solve problems and make decisions [7]. DSS can be used to access and analyze data in the company’s transaction processing systems as well as generate specific reports that managers can use in making critical decisions. This system can give the managers highly tailored, structured data about specific issues [2]. Decision support software can be mathematical modeling tools, database application, or spreadsheet program [2]. External data from government, customers, suppliers, competition, and global markets are inputs and feedback of the system. The system can produce query, model, and analysis results. In this connection, users will get hard copy reports, online response, or charts and graphs. D. Management Information System Management information system (MIS) is a set of software tools that enables managers (users) to get, organize, and analyze information about a department or the entire

organization. This system produces different kinds of reports drawn from the organization’s database. Therefore, it can meet the needs of different categories of managers [2]. In business, information systems support not only business processes and operations, but also decision-making and competitive strategies, which are the fields of MIS [6]. Sometimes MIS is called Management Reporting System. MIS provide information for decision support where information requirements that can be identified in advance. In MIS, decisions supported by this frequently occur. In a business, employees at different levels need access to the same type of data and to view the information in different ways. MIS will summarize business data into information that is useful to each level of employees. Some examples of MIS: a. Airline reservations (seat, booking,

payment, schedules, boarding list, special needs, etc.)

b. Train reservation c. Bank operations (deposit, transfer,

withdrawal) E. Expert System An expert system also known as a knowledge based system, is a computer program that contains some of the subject-specific knowledge of one or more human experts [5]. Expert system performs tasks that normally would be done by a human, such as loan approval. After analyzing data, it recommends a course of action, which a user the can consider taking. Some expert systems are empowered to make decisions and take actions [2]. Expert systems are designed and created to facilitate tasks in the fields of accounting, process control, financial service, production, human resources etc. Indeed, the foundation of a successful expert system depends on a series of technical procedures and development that may be designed by certain technicians and related experts. When a corporation begins to develop and implement an expert system project, it will use selfsourcing, insourcing and/or outsourcing techniques [5].

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia

16

Page 20: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XVI/November 2007

An expert system requires a large collection of human expertise in a specific area. This information is entered into a highly detailed database, called knowledge database. A program called inference engine the examines user’s request in light of that knowledge base and selects most appropriate response or range of possible responses. Web-based technical support is an example of expert systems [2]. 3. Development Process In developing information systems, SDLC (systems development life cycle) plays important role. It is an organized way to build an information system [3]. Using life cycle description, it is obvious that high application risk projects should focus on the transformation from needs to requirements, and high technical risk projects must be concerned with transformations from requirements to the system [1]. SDLC consists of five phases: needs analysis, systems design, development, implementation, and maintenance [3]. 3.1. Needs Analysis In this first phase, development team focuses on three tasks [3]: a. Defining the problem and deciding

whether to proceed b. Analyzing the current system in depth and

developing possible solutions to the problem

c. Selecting the best solution and defining its function

3.2. Systems Design During systems design phase, the project team tackles the “how” of the selected solution. For example, a database application must be able to accept data from users and store it in a database. The analysts and programmers involved at this point often use a combination of top-down and bottom-up designs. In top-down design, team members start with the big picture and move to the details. They look at major functions that systems must provide and break these down into smaller and smaller activities. In bottom-up design, the team starts with the details and moves to the big picture (major processes). This approach is particularly appropriate when users have specific requirements for output ― for example, payroll checks, which must contain certain pieces of information [3]. Many tools are available to help teams through the steps of systems design. Many teams use working models called prototypes to explore the look and feel of screens with users. Special software applications for creating these prototypes quickly fall into the category of computer-aided software engineering tools. 3.3. Development During the development process, programmers play the key role, creating or customizing the software for the various parts of the system. In this phase, technical writers and /or online help authors work with the project team to produce the technical documentation and online help for the system. Testing is important in this phase. The typical approach to testing is to move from an individual component to the system as a whole. The team tests each component separately and then tests the components of the system with each other. The next step is installation testing, when the system is installed in a test environment and tested with other applications used by the business. Finally, acceptance testing is done; the end users test the installed system to make sure that it meets their criteria [3].

In needs analysis phase, technology analysts begin a preliminary investigation and define the problem accurately. When the problem is defined, the information system department can decide whether to start the project. When a decision to proceed is made, technology analysts begin a thorough investigation of the current system and its limitations. Analyst can document a problem or entire system by using several different ways, such as data flow diagram, structured English, or decision tree. At the end of the phase 1, the team recommends a solution. Throughout the needs analysis phase, the team remains focused on what the system do, not on how the features will be implemented.

3.4. Implementation In implementation phase, the project team installs the hardware and software in the user environment. The users start using the system to perform work rather than just to

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia

17

Page 21: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XVI/November 2007

provide feedback on the system’s development. The process of moving from the old system to the new is called conversion. Information system professionals must handle this process carefully to avoid losing data. During the conversion, trainers and support personnel play a significant role. There are four different ways to convert a department or a business organization [3]:

4. Conclusion 1. An information system includes a means

of storing information, procedures for handling information, and rules that govern the delivery of information to people in the organization.

2. Information system play important role in modern business world.

3. To achieve well-built, effective information systems, SDLC is an important factor in developing information systems.

1). Direct conversion All users stop the old system at the same time and then begin the new. This option is fast, but it can be disruptive; pressure on support personnel can be excessive.

References

2). Parallel conversion [1] Blurn, Bruce I. 1984. Three Paradigms

For Developing Information Systems Fundamentals. Proceedings of the 7th International Conference on Software Engineering. Orlando, Florida, USA.

Users continue to use the old system, while an increasing amount of data is processed through the new system. The outputs from the two systems are compared; if they agree, the switch is made. This option is useful for additional live testing of the new system, but it is fairly tricky, because both systems are operating at the same time.

[2] Norton, Peter. 2003. Computing

Fundamentals. Mc Graw Hill. Singapore. [3] Norton, Peter. 2003. Introduction to

Computer. Mc Graw Hill. Singapore. 3). Phased conversion

Users start using the new system, component by component. This option works only for the system that can be compartmentalized.

[4] http: //en.wikipedia.org/wiki/Transaction_ Processing_System 4). Pilot conversion [5]

http://en.wikipedia.org/wiki/Expert_systems

Personnel in a single pilot site use the new system, and then the entire organization makes the switch. Although this approach may take more time than the other three, it gives support personnel the opportunity to test user response to the system thoroughly.

[6] http://en.wikipedia.org/wiki/Management_ Information_Systems

[7] http://www.informationbuilders.com/ decision-support-systems-dss.html 3.5. Maintenance

After implementation of information systems, information system professionals monitor various indices of system performance, such as response time, to ensure that system is performing as intended. They also respond to changes in user’s requirement. These changes occur for various reasons [3].

Systems are often installed in a user environment with design errors. These errors have been identified as non-critical or not important enough to delay installation. Errors in the system are corrected during maintenance phase. Changes or upgrades to the system are made regularly during the remaining life of the system.

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia

18

Page 22: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007 INOVASI

Pemanfaatan Teknologi Informasi dalam Pertanian dan Pertanian dengan Lingkungan yang Terkontrol

M.Affan Fajar Falah

Mahasiswa Program Doktor, The United Graduate School of Agriculture Ehime University Staff Pengajar Jur. Teknologi Industri Pertanian FTP UGM Yogyakarta

E-mail : [email protected] 1. Pendahuluan

Di Amerika Serikat pemanfaatan TI ini

lebih banyak dilakukan oleh perusahaan pertanian yang mempunyai tingkat panda-patan yang sedang (lebih dari 500 ribu dolar) dengan tingkat penggunaan 75% dibanding dengan 18% yang digunakan oleh perusa-haan kecil pertanian (tingkat pendapatan kurang dari 100 ribu dolar). Pemanfaatan TI dalam pertanian yang presisi di negara-negara amerika utara, eropa dan amerika banyak menggunakan teknologi global positioning systems (GPS) yang dikatakan lebih murah dan akurat serta dapat menghadirkan berbagai macam informasi yang dibutuhkan untuk meningkatkan keun-tungan dengan meminimalkan efek negatif dari lingkungan (stress lingkungan) [5].

Perkembangan teknologi informasi (TI) yang sangat cepat dalam beberapa tahun ini sudah merambah ke berbagai bidang kehidupan, termasuk dalam bidang pertanian. Pada awalnya, pemanfaatan teknologi informasi dalam bidang pertanian ini banyak dimanfaatkan untuk menyebarkan informasi tentang produk segar dan industri pertanian untuk diperdagangkan dan hal ini banyak dimanfaatkan oleh para pelaku bisnis di bidang pertanian, kemudian juga untuk penyebaran informasi tentang hasil penelitian, kebijakan dan diseminasi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemerintah, universitas, lembaga swadaya masyarakat maupun pelaku bisnis dalam pertanian dan industri pertanian [8], [13].

Beberapa faktor pembatas pemanfaatan TI dalam pertanian yang dirasakan oleh petani di eropa antara lain ( berdasarkan urutan prosentase terbesar) : kelangkaan pelatihan, keuntungan yang belum jelas, biaya teknologi, waktu yang tidak mencukupi untuk mengakses, infrastruktur yang belum merata, tidak memahami manfaat penggunaan TI , tidak biasa, ada alternatif lain yang lebih baik dan kurangnya integrasi dengan sesama petani dan oragnisasi petani [12].

2. Pemanfaatan TI dalam Pertanian Di Indonesia juga demikian adanya, walaupun petani dan pelaku bisnis belum begitu banyak yang memanfaatkan teknologi informasi, pemerintah (dalam hal ini departemen pertanian) sudah mencoba dan berusaha untuk menyebarluaskan kebijakan-kebijakannya melalui media internet ini sejak tahun 1997, namun sepertinya usaha ini menemui banyak kendala karena internet belum masuk ke wilayah atau daerah pertanian hingga ke pelosok pedesaan sehingga petani tidak dapat mengaksesnya, selain itu juga adanya kesenjangan pengetahuan mengenai teknologi internet yang dikuasai petani dan yang terkahir adalah masalah klasik, yaitu kendala biaya untuk pengadaan komputer, modem, jaringan internet lewat telepon dan koneksi ke penyedia internet yang membutuhkan dana tidak sedikit. Beberapa hal inilah yang membuat pengembangan dan pemanfaatan teknologi informasi untuk pertanian tidak banyak mengalami kemajuan yang berarti [3].

Sedangkan di Jepang, berdasarkan presentasi hasil riset dari Dr.Ninomiya [8], [9], didapatkan beberapa hal yang sangat menarik mengenai perkembangan pemanfaatan teknologi informasi dalam bidang pertanian secara menyeluruh yang dibangun secara simultan, bertahap dan berkolaborasi dengan memanfaatkan ahli-ahli di berbagai bidang yang mendukung seperti ahli komputer , ahli agronomi, ahli teknologi pertanian, ahli informasi , ahli networking, ahli manajemen dan juga ahli statistika dengan 70% ahli bukan di bidang pertanian serta melibatkan berbagai macam institusi dari pihak pemerintah pusat dan daerah,

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 19

Page 23: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

universitas, lembaga penelitian pemerintah dan swasta, perusahaan dan petani dengan organisasinya tidak hanya bidang pertanian. Kolaborasi yang menyeluruh ini dilakukan untuk mendukung upaya pemanfaatan teknologi informasi secara optimal. Hal ini disebabkan karena kurang berhasilnya program ini pada periode awal tahun 1980-an, sehingga sejak tahun 1997 segala upaya ditempuh dan hasil yang diinginkan sudah nampak di depan mata. Kondisi petani dan lingkungan pertanian di Jepang dalam upaya memanfaatkan TI ini dapat dilihat bahwa 65% petani mempunyai komputer, namun 10% yang memanfaatkan untuk kegiatan pertaniannya, namun adanya teknologi internet dengan broadband yang sangat murah beberapa tahun ini meningkatkan pemanfaatan internet dalam pertanian di Jepang.

Gambar 1. Greenhouse yang dilengkapi web kamera dan terhubung dengan internet [8].

Pemanfaatan TI yang dilakukan secara

terintegrasi dan menyeluruh ini mencakup beberapa hal berikut ini seperti pengembangan bisnis baru di daerah pedesaan, pembuatan kebijakan dan evaluasinya, transfer pengetahuan dan pegembangan pengambilan keputusan untuk pertanian, pertanian yang murah dan kompetitif (termasuk pengembangan penjualan dan marketing, virtual usaha pertanian usaha kecil serta transfer teknologi untuk peningkatan hasil), keberlanjutan pertanian dengan keamanan pangan (termasuk disini pertanian presisi, manajemen hama yang optimal, prediksi pertumbuhan dengan pengaturan pupuk yang optimal dan penyediaan kecukupan dan kelayakan pangan) dan penelusuran produk pertanian dengan good agriculture practices-nya.

Kemudian dalam penulusuran produk seperti dalam gambar 2 dibawah, setiap kemasan yang dijual di supermarket dilengkapi dengan alamat website yang bisa diakses menggunakan akses identitas yang tertera dalam produk yang dijual tersebut untuk mengathui sejarah atau cara pembuatan produk dan profil dari produsen.

Kunci keberhasilan Jepang dalam mengembangkan pemanfaatan TI dalam pertanian antara lain dengan beberapa hal antara lain : software yang dipakai memiliki spesial feature yang sesuai dengan informasi pertanian, memperbanyak isi yang digital, penggunaan internet yang murah untuk mengurangi waktu dan biaya, sistem yang mudah digunakan yang sesuai dengan literatur dalam ilmu komputer, interface yang terstandarisasi, efisiensi dan murah dalam pengambilan data, bermanfaat dan menarik untuk pelanggan, evaluasi bersama dengan pengguna/petani, pengetahuan manajemen berdasarkan kasus yang dialami petani dan meyakinkan petani akan manfaat TI. Salah satu cara yang dipakai adalah menggunakan konsep grid system. Grid system merupakan suatu konsep dan teknologi yang digunakan untuk berbagi, mengintegrasikan dan mengkoordinasikan serta didistribusikannya sumberdaya komputer yang berupa software dan hardware berdasarkan otonomi dan heterogenitas sumberdaya yang didistribusi-kan. Keberhasilan Jepang tersebut diakui secara internasional dalam WCCA 2006 di Orlando USA dengan pembicara kunci Dr. Ninomiya.

Salah satu hal yang sangat menarik

adalah penelusuran produk pertanian, hal ini dilakukan untuk meningkatkan kepuasan konsumen dan meningkatkan penjualan secara langsung untuk memutus rente perdagangan. Para petani memasang greenhouse-nya dengan sistem kamera web yang tujuan awalnya untuk analisa pertum-buhan tanaman, kemudian hal ini dapat dimanfaatkan untuk produksi penjualan. Sebagai contoh adalah melon, seperti nampak dalam Gambar 1.

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia

20

Page 24: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

Konsep SPA merupakan konsep

berdasarkan respon tanaman yang disebabkan oleh lingkungan kondisi pertumbuhannya dan diamati dengan sensor. Dalam hal ini faktor lingkungan sebagai masukan dan respon tanaman sebagai keluaran. Konsep ini diterima sebagai suatu konsep yang penting untuk optimasi proses produksi tanaman, terutama dalam greenhouse, meskipun susah untuk dipahami mengenai respon tanaman terhadap lingkungan berdasarkan kompleksitas secara fisik dan fisiologi [7]. Dapat dilihat dalam gambar 3 dibawah tentang konsep dasar SPA tersebut untuk penanaman dan penyimpanan buah tomat dari greenhouse yang dihubungkan online dengan komputer.

Gambar 2. Sebuah produk pertanian dengan identitas. Identitas dan website ditulis dalam kemasan dan dapat diakses konsumen [8].

3. Pemanfaatan TI dalam Pertanian dengan Lingkungan yang Terkontrol.

Pemanfaatan TI dalam Pertanian di Jepang secara umum dijelaskan diatas, namun pemanfaatan TI yang lebih spesifik dalam pengambilan, pengumpulan dan pemanfaatn data cuaca secara online dan nirkabel dalam pertanian dengan lingkungan yang terkontrol seperti greenhouse ber-dasarkan keadaan di Jepang.

Pertanian dengan lingkungan yang terkontrol, merupakan kombinasi antara budidaya pertanian, perkebunan dan rekaya-sa untuk mengoptimalkan produksi tanaman, peningkatan kualitas panen, dan efisiensi produk. Tanaman dalam lingkungan yang terkontrol dapat dipertahankan kondisi lingkungannya dengan menggunakan pencaha-yaan tambahan, supplai nutrisi, suhu maupun kelembaban yang dapat dikon-trol menggunakan komputer [1].

Gambar 3. Skematik diagram dari SPA berdasarkan sistem kontrol dalam produksi

tanaman menggunakan hidroponik di greenhouse dan penyimpanan buah tomat [7]. Seiring perkembangan teknologi sensor yang mengarah ke sensor nirkabel (wireless sensor) maka SPA dapat dihubungkan dengan internet, yang semakin mudah dan murah untuk diakses oleh pengguna, terutama di Jepang. Teknologi sensor nirkabel ini merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberpa komponen frekuensi radio penerima, sensor, kontrol mikro dan sumber daya, dimana teknologi ini dapat mengatur, bekerja, mengkonfigurasi , menduga dan membuat keadaan menjadi lebih baik dan dibangun untuk memcahkan masalah dimana secara penggunaan teknologi yang konvensional tidak mampu. Beberapa teknologi sensor nirkabel ini menggunakan standard nirkabel dengan wireless LAN, IEEE 802.11b (“WiFi”), wireless PAN, IEEE

Sebelum masuk ke pemanfaatan TI dalam pertanian dengan lingkungan yang terkontrol, maka perlu sedikit pengantar adanya suatu konsep yang mendasari pemanfaatan hal tersebut.Konsep awal ini dikenal dengan Speaking Plant Approach (SPA) yang diperkenalkan dan dikembangkan sejak tahun 1980-an oleh ilmuwan Jepang Prof.Yasushi Hashimoto (Professor emeritus dari Ehime university, sekarang di Tokyo University).

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia

21

Page 25: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

802.15.1 (Bluetooth) and IEEE 802.15.4 (ZigBee). Semua standard ini biasanya digunakan dalam gelombang radio instrumentation, scientific and medical (ISM), termasuk sub-GHz bands dari 902–928MHz (US), 868–870MHz (Eropa), 433.05–434.79MHz (US and Eropa) and 314–316MHz (Japan) dan GHz bands of 2.400–2.4835 GHz (jangkauan dunia) [14]. Dalam skala yang cukup luas ini ada tiga jenis teknologi yang sering dipakai yang masing-maisng mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan : Narrow-band technology, Spread-spectrum technology dan mobile telecommunications [10].

Dalam penggunaanya sensor nirkabel yang ada di pasaran mencakup beberapa alat yang bayak dipakai untuk sensor dan memantau perkembangan cuaca seperti accelerometers, barometric pressure sensors, light sensors, GPS modules, temperature sensors, humidity sensors, acoustic sensors, magnetic RPMsensors, magnetometers, pyroelectric , IR occupancy detectors, solar radiation sensors, soil moisture sensors, soil temperature sensors, wind speed sensors, rainfall meters dan seismic sensors [4], [14].

Beberapa contoh pemakaian teknologi nirkabel ini dipakai dan diadopsi para peneliti antara lain teknologi mobile communications, seperti mobile phone atau keitai (bahasa jepang) dan WLAN dengan sensor nirkabel yang dikembangkan dengan web kamera.

Gambar 4. Mobile phone- berdasarkan web

aplikasi : akses cuaca (kiri) dan catatan harian kegiatan di pertanian (kanan) [11].

Ada juga pengembangan multispectral image untuk pertanian presisi dalam produksi kapas di Amerika, dimana penyemprotan pupuknya dilakukan secara online meng-gunakan WLAN [6]. Namun ada yang menyangsikan akan manfaat dan hasil yang

didapatkan menggunakan teknologi sensor nirkabel yang terhubung dengan internet ini dengan beberapa pertimbangan bahwa pengawasan dan pemantauan dengan manusia masih dirasa lebih penting dengan alasan etika dan komersial, aplikasi ini masih membutuhkan tenaga manusia sebagai suatu kegiatan yang dilakukan sebagai peker-jaannya dan kegiatan pengamatan ini membutuhkan keaktifan manusia [2].

Gambar 5. Sensor nirkabel yang dilengkapi kamera web dan infrared sensor dengan

WLAN menggunakan FieldSever [4]

4. Kesimpulan Kemajuan TI yang sangat cepat dapat ditangkap sebagai suatu keuntungan kalau diterapkan dalam bidang pertanian secara menyeluruh apabila sarana pendukungnya seperti akses internet yang murah dan cepat, biaya aplikasi dan pemakaian yang murah, sistem yang standar, mudah dan fleksibel, penguasaan teknologi yang memadai dari petani sebagai pengguna tingkat akhir dan dukungan kebijakan dan prasarana yang memadai dari pemerintah tersedia. Semoga pemanfaatan TI secara menyeluruh dalam bidang pertanian dapat dinikmati oleh para petani di Indonesia.

Daftar Pustaka

[1] Affan, M, F, F. 2006. Perspektif Pertanian dalam Lingkungan yang Terkontrol. Inovasi Vol.6/XVIII/Maret 2006.

[2] Benini, L., Farella,E., Guiducci, C. 2006.

Wireless sensor networks: Enabling technology for ambient intelligence Microelectronics Journal, 37, 1639–1649.

[3] Djojomartono, M., Pertiwi, S. 1998.

Present Status of Information

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia

22

Page 26: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

Technology Utilization in Indonesian Agriculture. Proceeding of Agricultural Information Technology in Asia and Oceania. The Asian Federation for Information Technology in Agriculture 9-12.

[4] Fukatsu, T., Hirafuji, M. 2003. Development of Field Servers for a field monitoring system, Agricultural Information Research 12: 1-12, in Japanese with an English summary.

[12] Taragola, N., Gelb, E. 2005. Information and Communication Technology (ICT) Adoption in Horticulture: A Comparison to the EFITA Baseline, Dalam: ICT in Agriculture: Perspectives of Technological Innovation . Eds by :Gelb, E., Offer, A.The Hebrew University of Jerusalem, Center for Agricultural Economic Research and European Federation for Information Technologies in Agriculture, Food and the Environment (EFITA). Dalam : http://departments.agri.huji.ac.il/economics/gelb-main.html. Diakses tanggal 10 Desember 2006. [5] Harsh, S, B. 1998. Agricultural Information

Systems: Current Applications and Future Prospects, Proceeding of Agricultural [13] Thysen, I. 2000 Agriculture in the Information Society. Journal of Agriculture. Engineering Research, 76, 297-303.

Information Technology in Asia and Oceania. The Asian Federation for Information Technology in Agriculture, 1-8. [6] McKinion , J.M., Turner , S.B., Willers ,

J.L., Read , J.J., Jenkins , J.N., McDade, J. 2004. Wireless technology and satellite internet access for high-speed whole farm connectivity in precision agriculture. Agricultural Systems, 81, 201–212.

[14] Wang, N, Zhang, N, Wang, M. 2006. Wireless sensors in agriculture and food industry—Recent development and future perspective Computers and Electronics in Agriculture, 50, 1–14.

[7] Morimoto,T., Hashimoto, Y. 2000. AI

approaches to identification and control of total plant production systems. Control Engineering Practice, 8, 555-567.

[8] Ninomiya, S. 2004. Succesful information technology (IT) for agriculture and rural development.Dalam:http://www.agnet.org/library/article/eb549.html.Diakses tanggal 20 Desember 2006.

[9] Ninomiya, S. 2006. The Way to Successful IT Research for Agriculture:

Lesson Learned in Japan. pp 73. Dalam: http://www.wcca2006.org/program.htm.

Diakses tanggal 10 Desember 2006. [10] Serodio , C., Cunha, J, B., Morais, R.,

Couto, C., Monteiro, J.2001.A networked platform for agricultural management systems. Computers and Electronics in Agriculture,31, 75–90.

[11] Sugawara, K.. 2001. Farming diary

system using internet-enabled cellular phones, Internet Workshop 2001 Proc.II Applications 247-252.

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia

23

Page 27: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007 INOVASI

Pemanfaatan Deep Seawater dalam Produksi Tomat yang Berkualitas Menggunakan Nutrient Film Technique

M.Affan Fajar Falah

Mahasiswa Program Doktor, The United Graduate School Of Agriculture Ehime University Staff Pengajar Jur. Teknologi Industri Pertanian FTP UGM Yogyakarta

E-mail : [email protected]

1. Pendahuluan

Deep-sea water (DSW) (Air Laut Dalam) sering didefinisikan sebagai laut yang memiliki kedalaman 200 meter atau lebih, dimana pada kedalaman laut tersebut sinar matahari sudah tidak dapat menembus lagi. Beberapa karak-teristik DSW ini antara lain stabil dalam suhu yang rendah (4-9.5ºC), bersih dan tidak terkontaminasi, banyak mengandung nutrisi dan mineral Studi dan pemanfaatan DSW telah banyak dilakukan di Hawaii, USA (di Natural Energy Laboratory of Hawaii Authority) dan beberapa prefecture di Jepang (Kochi, Toyama, Shizuoka dan Okinawa). Di Kochi Prefecture, Pulau Shikoku, tepatnya di Muroto (sekitar 90 km arah timur kota Kochi), telah dikembangkan sistem pemompaan air (water pumping system) untuk mengeksplorasi dan memanfaatkan sum-berdaya DSW ini sejak tahun 1989 dan merupakan salah satu tempat pertama yang memanfaatkan DSW di Jepang [5].

Gambar 1. Cara Pengambilan Air DSW [17] Pemanfaatan DSW sudah terdiversifikasi di

berbagai bidang di Jepang, seperti perikanan

dan kelautan (manfaat utamanya) termasuk konservasi lingkungan , energi dan sumberdaya (dapat digunakan untuk memfasilitasi air-conditioning (AC) dan aplikasi untuk pendingin air di stasiun pembangkit tenaga), makanan dan minuman (jelly, air mineral, soy sauce, sake, confectionery product), pengobatan dan kosme-tika serta bidang pertanian (terutama pertanian secara hidroponik)[17]. Penggunaan dan pemanfaatan hidroponik ini banyak dilakukan oleh petani di Jepang untuk memproduksi tanaman hortikultura [11].

Gambar 2. Pemanfaatan DSW di Jepang [17].

Di Indonesia (perairan Indonesia seluas 2,3 juta kilometer persegi memiliki kedalaman 200 meter atau lebih, dan bisa dikategorikan sebagai DSW. DSW baru dalam tahap eksplorasi oleh pihak Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP). Berdasarkan siaran pers dari

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 24

Page 28: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

2. NFT sistem untuk Produksi Tomat DKP [4], bekerjasama dengan pihak Jepang yang diwakili oleh Overseas Fishery Cooperation Foundation melakukan kerjasama riset yang diberi nama "The Japan-Indonesia Deep Sea Fisheries Resources Joint Exploration Project" di Samudera Hindia. Kegiatan riset yang akan dilakukan selama dua tahun (2004-2005) mencakup aspek antara lain: Pertama, mencari sumber daya ikan dan daerah penangkapan yang baru terutama di perairan laut dalam; Kedua, mengamati aspek biologi sumber daya ikan; dan Ketiga melakukan pengamatan parameter oseanografi. Walaupun masih dalam tahap explorasi, dan masih di lingkup perikanan dan kelautan saja, namun kita berharap suatu saat manfaat DSW dapat kita nikmati di berbagai bidang seperti di Jepang dan negara lain.Seperti yang diungkapkan oleh mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Dr.Rochimin Dahuri, bahwa suatu saat Indonsia berpeluang besar untuk dapat mengembangkan industri minum air laut dalam yang sumber airnya akan diambil dari perairan laut di Kupang dan Pela-buhan Ratu [5].

Nutrient film technique (NFT) merupakan salah satu cara untuk berbudidaya tanaman, tanpa menggunakan tanah, menggunakan air sebagai media tumbuh, yang dikenal dengan nama hidroponik. NFT sistem ini dibuat pertama kali pada akhir tahun 1960-an oleh Dr. Allan Cooper di Glashouse Crops Institute, Littlehampton, England [8]. NFT merupakan suatu metode budidaya tanaman dimana akar tanaman tumbuh pada lapisan nutrisi yang dangkal dan tersirkulasi yang memungkinkan tanaman memperoleh air, nutrisi dan oksigen secara cukup [13].

Larutan nutrisi, dalam NFT dan hidroponik,

merupakan faktor yang sangat penting dimana unsur hara yang dimanfaatkan tanaman hanya dalam jumlah tertentu sesuai dengan kebutuhan. Pembuatan larutan nutrisi ini dengan melarutkan pupuk yang diramu khusus dalam air untuk tanaman hidroponik yang dapat dibuat sendiri dengan meramu bahan kimia ataupun dengan membeli pupuk yang sudah dibuat secara komersial. Pada sistem ini akar tanaman terendam dalam air yang mengandung nutrisi dari pupuk tersebut dan disirkulasikan secara berkala. Sistem ini lebih cocok untuk tanaman yang relatif toleran terhadap perubahan konsentrasi ion seperti tomat. Kualitas larutan nutrisi ini diketahui dengan mengukur Electrical Conductivity dari larutan tersebut yang menggambarkan pekatnya kandungan garam yang ada dalam larutan nutrisi tersebut.

Dalam pertanian secara hidroponik, tanpa media tanah, pemanfaatan DSW ini dapat diterapkan secara lebih mudah dibandingkan menggunakan media tanah. Pemanfaatan hidroponik ini dilakukan di dalam lingkungan pertanian yang terkontrol (controlled agriculture environment) seperti rumah kaca (greenhouse) dan ruang tumbuh (growth chamber), hal ini dilakukan agar faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan atau menggangu pertumbuhan tanaman dapat lebih terkendali.

Dalam paper ini, penulis akan menjelaskan

mengenai aplikasi deep seawater dalam pro-duksi tomat menggunakan metode nutrient film technique (NFT) sistem dari Bioproduction Laboratory di Kochi University selama kurun waktu 2002-2006.

NFT sistem yang dibuat di Kochi University ini merupakan sistem baru yang dirancang untuk dapat mengukur secara dinamis dan simultan penyerapan air dan nutrisi sehingga dapat digunakan untuk aplikasi environmental stresses tanaman seperti suhu dan salt stress [2]. NFT sistem yang dipakai untuk tomat dapat dilihat dalam Gambar 3.

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 25

Page 29: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

Pemancar Tekanan

Bedengan NFT

IFMC

Pompa

IFMSBak PenyuplaiLarutan Nutrisi

PendinginPengatur Suhu

Sensor Suhu

Penghangat

Arah Sirkulasi Bak Penampung

Katup Pengatur

Komputer

Pompa

IFM = Integrated Flow Meter,c : sirkulasi dan s : suplai

Gambar 3. NFT sistem untuk evaluasi dinamis dan simultan dalam penyerapan air dan nutrisi

tanaman Tomat (Modifikasi dari [1]).

Sistem dan metode dibuat untuk evaluasi secara dinamis karakteristik penyerapan air dan nutrisi oleh akar pada populasi tanaman secara langsung yang ditumbuhkan dengan NFT sistem [1]. Gambar 3 menunjukkan skema diagram dari sistem tersebut. Komponen utama dalam sistem tersebut adalah sebuah NFT bed (tingkat kemiringan 1/70, panjang 10 m, lebar 0.3 m dan kedalaman 0.07 m), unit sirkulasi (yang terdiri atas sebuat, sebuah tanki penampung (reservoir tank), sebuah pompa air , sebuah jalur sirkulasi , sebuah pengukur aliran yang terintegrasi dan unit pengontrol suhu) dan unit penyedia (sebuah tanki penyedia, sebuah solenoid valve, sebuah pompa air, sebuah jalur penyedia, dan sebuah pengukur aliran yang terintegrasi) untuk mengontrol larutan nutrisi. Dalam unit sirkulasi ini, pompa air mensirkulasikan larutan nutrisi secara kontinyu antara NFT bed dan tanki penampung (tinggi 0.8 m dan diameter bagian dalam tanki 0.12 m). Dalam tanki penampung ini, diisi secara otomatis dengan larutan nutris yang baru dari tanki penampung (dengan volume 300 L) untuk menjaga tingkat level-air sesuai dengan kondisi yang ditentukan ± 0.01 m dalam tanki penampung. Pengisian ini dilakukan secara otomatis berdasarkan penyerapan air oleh akar yang dilakukan dengan perpindahan secara on-off oleh pompa air dan solenoid valve berdasarkan hasil manipulasi melalui sinyal arus balik dari sensor pada tingkat level-air. Unit

pengontrol suhu terdiri atas sebuah pengatur suhu air dengan sensor suhu, sebuah penghangat dan sebuah pendingin di buat dalam unit sirkulasi sehingga suhu larutan nutrisi dapat dikontrol dan disesuaikan. Selanjutnya, pengaturan kecepatan aliran air dalam unit sirkulasi dimungkinkan menggunakan pompa air yang fungsinya disesuaikan untuk mengatur kecepatan aliran dan menggunakan alat ukur kecepatan yang terintegrasi. Untuk membangun system ini diperlukan waktu lebih kurang dua tahun, untuk membuat, mencoba dan menerapkan sistem ini. Kemudian penerapan yang dipakai ditujukan untuk menghasilkan tanaman tomat yang berkualitas.

Tomat (Lycopersicon esculentum Mill. cv. Hausu momotarou) ditumbuhkan dalam sel penampang dengan vermiculite dalam sebuah growth chamber. Setelah 45 hari, 25 tanaman tomat dipindahkan ke NFT bed dalam sebuah greenhouse. Suhu yang tetap untuk kontrol (22 °C) diterapkan dalam salah satu larutan nutrisi di NFT bed dengan tingkat konsentrasi garam normal (EC = 1.0 dSm-1) dan konsentrasi garam tinggi (EC = 15 dSm-1) dengan menambahkan deep seawater dalam larutan nutrisi selama dua minggu. Penambahan DSW untuk garam stress ini dilakukan pada saat tanaman tomat berkembang pesat lebih kurangnya 2-3 minggu setelah polinasi dengan buah tomat berukuran seperti bola tenis meja.

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 26

Page 30: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

Penggunaan media tanpa tanah dengan garam stress dapat meningkatkan firmness buah, konsentrasi vitamin C, gula, titrable acids, fosfor, kalium, kalsium dan magnesium di dalam buah [7] dan NFT juga meningkatkan dapat produksi tanaman [3].

Tabel 1. Karakteristik Larutan Nutrisi dengan penambahan concentrated DSW [14],[15].

EC

(dSm-1)

Osmo.Potential

(MPa)

NO3-

(mgL-1)

PO43-

(mgL-1)

K+

(mgL-1)

Mg2+

(mgL-1)

Ca2+

(mgL-1)

Na+

(mgL-1)

Control 1.2 -0.27 487 55 187 18 106 12

Garam 13.5 -0.81 513 70 275 865 125 1745

kualitas produk, dimana kualitas tersebut sebenarnya sangat berpengaruh terhadap pi-lihan konsumen dan bermanfaat bagi kesehatan.

Nutrisi yang dipakai menggunakan definisi A dari standar larutan nutrisi Otsuka House (Otsuka Chemical Co Ltd., Osaka, Japan) pada konsentrasi normal atau kontrol (EC = 1.0 dSm-1) dan konsentrasi garam tinggi/stress (EC = 15 dSm-1). Konsentrasi larutan nutrisi diukur dengan menggunakan serapan atom atau ion kromatografi. Nutrisi yang dipakai menggunakan definisi A dari standar larutan nutrisi Otsuka House (Otsuka Chemical Co Ltd., Osaka, Japan) pada konsentrasi normal atau kontrol (EC = 1.0 dSm-1) dan konsentrasi garam tinggi/stress (EC = 15 dSm-1). Konsentrasi larutan nutrisi diukur dengan menggunakan serapan atom atau ion kromatografi. Penambahan DSW dalam standar larutan nutrisi akan meningkatkan konsentrasi beberapa ion nutrisi seperti terlihat dalam Tabel 1.

Daftar Pustaka

[1] Affan, M, F, F. 2004. High Temperature

Effect on Root Absorption in Hydroponic System, Master Thesis, Kochi University, pp 78.

[2] Affan, M, F, F., Kitano, M., Yasutake, D.,

Wajima, T. 2005. Analyses of High Temperature and Salt Stress on Roots in Tomato Hydroponic, In Proceeding of International Conference on Research Highlight and Vanguard Technology on Environmental Engineering in Agriculture System. Kanazawa, 215-220.

4. Kesimpulan [3] Ahmed, M, G., Alam, M, F., Nuruzzaman,

M., Shohael, A, M., Nasiruddin, M., Hossain, M. 2003. Evaluation of nutrient film technique and sand culture for year-round production of tomato (Lycopersicon esculentum Mill) in Tropical Asia. Asian Journal of Plant Sciences, 5, 420-424.

Pemanfaatan sumberdaya alam seperti DSW untuk bidang pertanian diperlukan untuk diversifikasi aplikasi penggunaannya. Dalam memproduksi tanaman buah dan produk hortikultur, sebaiknya tidak hanya menggunakan parameter kuantitas saja, seperti total produksi dan produktivitas seperti yang selama ini dilakukan oleh pihak yang berwenang. Namun ada hal lain yang tak kalah pentingnya adalah

[4] Anonim, Siaran Pers tanggal 4 September 2003 dan 1 November 2004 Department Kelautan dan Perikanan dari www.dkp.go.id. Akses tanggal 4 Desember 2004.

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 27

Page 31: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

[15] Wajima, T., Araki, T., Kitano, M., [5] Anonim, Kochi DSW Laboratory dari http://www.pref.kochi.jp/~sangi/shinsou/en/character.htm. Diakses tanggal 5 Desember 2003.

Matsuoka, T., Ishikawa, K., Kawano, T. 2006. Effective Application of the Concentrated Deep Seawater to Soil-less Culture of High Quality Tomato 1. Effect of Short-term Aplication on Fruit Quality. Eco-Engineering, 18, 119-124. (Japanese Text with an Abstract in English).

[6] Anonim, Suara Merdeka 13 Desember 2003

[7] Dorais, M., Papadopoulos, A, P., Gosselin, A. 2001. Influence of electric conductivity management on greenhouse tomato yield and fruit quality. Agronomie, 21, 367-383.

[16] Wajima, T., Araki, T., Kitano, M. 2006.

Effective Application of the Concentrated Deep Seawater to Soil-less Culture of High Quality Tomato 2. Effect of Short-term Application on Phloem Transport to Fruit. Eco-Engineering, 18, 181-188 (Japanese Text with an Abstract in English).

[8] Jensen, M, H. , Collins, W, L. 1985. Hydroponic vegetable production. In : Horticultural Reviews 7, Ed J.Janick, Avi Publishing, Connecticut, 483-553.

[9] Jones, J, B.1999. Tomato plant culture : in the field, greenhouse and home garden. CRC press, Florida, pp 193.

[17] Yamaguchi, T., Inoue, T., Hirakawa, M., Abe, S., Ishii, K., Kagoura, T., Fujiwara, M.. 2003. Deep seawater Suction Technology. Furukawa Review, 24, 75-80. Diakses tanggal 5 Desember 2003, dari www.furukawa.co.jp/review/fr024/fr24_15.pdf

[10] Levy, J., Sharoni. 2005.The functions of tomato lycopene and its role in human health. Japan Journal of Foods Food Ingrediant, 210, 49-56. [11] Nakasone, T., Akeda, S. 2000. The

Application of Deep Seawater in Japan. UJNR Technical Report No. 28, 2000, p. 69-75. Diakses tanggal 5 Desember 2003, dari www.lib.noaa.gov/japan/aquaculture/proceedings/report28/nakasone.pdf

[12] Sato, S., Sakaguchi, S., Furukawa, H.,

Ikeda, H. 2006. Effects of NaCl application to hydroponic nutrient solution on fruit characteristics of tomato (Lycopersicon esculentum Mill). Scientia Horticulturae, 109, 248-253.

[13] Suhardiyanto, S. 2002. Teknologi hidroponik. Dalam : Pelatihan aplikasi teknologi hidroponik untuk pengembangan agribisnis perkotaan.Creata-IPB, Bogor. Pp 1-12. [14] Wajima, T., Kitano, M., Araki, T., Jun, Y.,

Ishikawa, K., Matsuoka, T. 2005. High Quality Tomato Production by Suitable Application of Concentrated Deep Seawater. In Proceeding of International Conference on Research Highlight and Vanguard Technology on Environmental Engineering in Agriculture System. Kanazawa, 83-88.

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 28

Page 32: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007 IPTEK

Analisa Sisa Umur Struktur Bangunan Menara Air PDAM

Dwi Purwanto

Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur – BPP Teknologi Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang 15314

Abstract

Residual life of water tower is determined by decreasing reinforced concrete strength of structure. With the existence of open reinforced steel, delaminating at some place and porosity need investigation and analysis to residual life of water tower. Investigation method covering concrete surface compressed, concrete homogeneity, corrosion levels of reinforced concrete, humidity and chloride content. From the result of field investigation can be known that concrete surface compressed and concrete homogeneity is reasonable. Corrosion levels of reinforced concrete show initiation level and entering propagation with corrosion speed 1,1X10-2 mm/year. With ascription residual life of water tower is determined by decreasing diameter of steel concrete 10% to ∅ 10. It can be concluded that residual life is remaining 20 years.

Keywords: deterioration of water tower, residual life of water tower, investigation method

1. Pendahuluan

Perhatian pemerintah dalam meningkat-kan kesejahteraan masyarakat dan menang-gulangi kemiskinan diarahkan pada tiga sektor utama yaitu pendidikan, kesehatan dan infrastruktur dasar. Termasuk dalam infrastruktur dasar adalah pengadaan air bersih dan sanitasi. Air bersih merupakan unsur penting bagi kesehatan bayi dan ibu, serta masyarakat yang erat hubungannya dengan tujuan peningkatan kesejahteraan. Oleh karena itu dalam kaitannya dengan penyediaan air bersih, reformasi PDAM menjadi sangat penting. Salah satu yang dilakukan PDAM adalah melakukan investigasi untuk menentukan kelaikan struktur serta prediksi sisa umur dari menara air yang dimilikinya. Berikut ini dipaparkan teknik dan hasil investigasi yang telah dilakukan pada salah satu menara air PDAM. Menara air adalah struktur bangunan beton bertulang (reinforced concrete) yang berfungsi untuk mengontrol debit air yang akan didis-tribusikan ke konsumen. Struktur bangunan ini berpotensi membentuk bangunan yang awet dan aman oleh sebab material utama pembentuk elemen struktur adalah beton dari bahan pilihan dan baja berkualitas tinggi.

Karena ketidaksempurnaan dalam pelaksa-naan pembangunan, pengaruh kondisi lingkungan serta perilaku pengguna yang berbeda mengakibatkan perlunya ada perawatan, pemeliharaan serta perbaikan pada struktur bangunan yang telah ter-pasang. Dari pengamatan secara visual terlihat bahwa: 1) Adanya baja tulangan yang terbuka

(spalling) pada ruang tangga bagian tengah sisi timur, sisi barat serta dinding bagian luar sebelah tenggara.

2) Delaminasi di beberapa tempat pada permukaan beton serta rembesan berbentuk garis mendatar pada berbagai tempat.

3) Telah dilakukan upaya perbaikan dengan sistem injeksi dari sisi luar dinding. Akan tetapi setelah 2 tahun perbaikan permasalahan yang sama muncul kembali.

2. Metode Investigasi Pola investigasi untuk kelaikan struktur merupakan serangkaian kegiatan yang meliputi: - Pengamatan secara visual. - Kegiatan pemeriksaan di lapangan.

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 29

Page 33: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

- Kegiatan pemeriksaan di laboratorium. 2.2.2 Tingkat homogenitas beton Pemeriksaan tingkat homogenitas beton dilakukan menggunakan Portable Ultrasonic Non-Destructive Digital Indicating Tester/ PUNDIT seperti ditunjukkan pada Gambar 2.

Ketiga unsur tersebut saling terkait dan melengkapi satu sama lain, dan untuk jelasnya dapat diuraikan seperti dibawah ini:

2.1 Pengamatan secara visual (visual

survey)

Pengamatan secara visual dilakukan dengan cara mengambil foto-foto kerusakan serta mengamati obyek struktur yang bermasalah secara mendetail yang meliputi: - Jenis kerusakan beserta dimensinya. - Kondisi permukaan beton. - Tanda korosi yang muncul pada

tulangan terpasang. - Dimensi bangunan dan dimensi

elemen Gambar 2. PUNDIT - Struktur bangunannya.

Prinsip kerja alat ini adalah mengubah energi gelombang listrik yang dibangkitkan oleh pembangkit pulsa pengirim (transducer) menjadi energi gelombang mekanik yang selanjutnya merambat pada beton. Setelah sampai pada probe receiver (R) energi gelombang tadi diubah kembali menjadi energi gelombang listrik yang selanjutnya melewati penguat dan akhirnya dihitung atau ditampilkan waktu tempuh pencacah digital. Hasil dari deteksi digunakan sebagai indikator:

2.2 Kegiatan pemeriksaan dilapangan (field investigation)

Kegiatan pemeriksaan di lapangan dilakukan untuk mendapatkan parameter-parameter sebagai berikut:

1) Kuat tekan beton. 2) Tingkat homogenitas beton. 3) Tingkat korosi tulangan beton. 4) Tingkat kelembaban relative (RH).

2.2.1 Kuat tekan beton

- Tingkat homogenitas beton Pemeriksaan terhadap kuat tekan beton dilakukan menggunakan peralatan Digi-schmidt Hammer Test seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Pemeriksaan dilakukan dengan menekan alat ke permukaan beton yang diperiksa dan dibaca angka pantulnya (rebound number). Angka ini kemudian dikonversi terhadap nilai kekuatan beton.

- Keberadaan dari rongga dan retakan pada beton.

- Kualitas kepadatan beton. 2.2.3 Tingkat korosi tulangan beton Pemeriksaan tingkat korosi tulangan beton dilakukan menggunakan peralatan Corrosion Analysis Instrument/CANIN.

Gambar 1. Digischmidt Hammer Test Gambar 3. CANIN

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 30

Page 34: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

Pengukuran tingkat korosi tulangan beton dilakukan dengan deteksi nilai tegangan listrik pada masing-masing tulangan sehingga didapat gambaran/peta yang menunjukan besaran korosi yang terjadi. Adapun penentuan peluang terjadinya korosi adalah sebagai berikut:

- Bila potensial < -0,200 mV, menyatakan peluang baja tulangan tidak terkorosi diatas 90%.

- Bila potensial –0,200 mV s/d –0,35 mV aktivitas korosi tidak tentu, peluang 50:50%.

- Bila potensial > -,350 mV, peluang baja tulangan terkorosi diatas 90%.

2.2.4 Kualitas kepadatan beton Pengukuran tingkat kelembaban relative (RH) dilakukan menggunakan Scribe Humidity Meter. Probe dimasukan kedalam lobang yang sudah dipersiapkan sebe-lumnya. Kemudian dilakukan pengukuran menggunakan Scribe Humidity Meter. 2.3 Kegiatan pemeriksaan di laboratorium

(Laboratory Analysis) Kegiatan pemeriksaan di laboratorium dilakukan untuk mendapatkan parameter kandungan chlorida. Pemeriksaan dilakukan menggunakan Quantab Titrator.

Gambar 4. Scribe Humidity Meter

3. Hasil Pemeriksaan

No

Lokasi

Obyek

Kuat tekan (kg/cm2)

Kolom 1 − 2 − 3

− 4

575 609 580 636

1

Lantai 1

Rata 2 600

Kolom 1 − 2 − 3

− 4

438 450 510 482

2

Lantai 2

Rata2 470

Lantai dasar

433 529 538 547

3

Bak penampung

air

Rata2 511,75

Dinding

luar

404 414 446 393

4

Bak

penampungair

Rata2 415,50

Dinding Lorong tangga

396 388 423 366

5

Bak penampung

air Rata2 393,25

3.2 Hasil pemeriksaan tingkat homogenitas

beton Hasil pemeriksaan tingkat homogenitas beton menggunakan PUNDIT pada lokasi bak penampung air dengan obyek dinding, disajikan dalam Tabel 2. Hasil pemeriksaan tingkat homogenitas beton untuk lokaso kolom pada lantai 1 dan lantai 2 selengkapnya disajikan pada Lampiran1. Tabel 2. Hasil pemeriksaan tingkat homogenitas

beton

Lokasi : Bak penampung air; Obyek : Dinding

NoWaktu

Rambat(μS)

Tebal(cm)

Kecepatan (km/detik)

Kuat tekan beton

(kg/cm2)

1 24,7 100 4,05 415,11

2 26,2 100 3,82 353,01

3 26,9 100 3,72 328,75

4 25,4 100 3,94 384,26

5 25,0 100 4,00 401,46

6 26,1 100 3,83 356,70

7 25,7 100 3,89 372,07

3.1. Hasil pemeriksaan kuat tekan beton Hasil pemeriksaan kuat tekan beton karakteristik menggunakan Digischmidt Hammer Test, disajikan dalam Tabel 1 berikut ini:

Tabel 1. Hasil pemeriksaan kuat tekan beton karakteristik

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 31

Page 35: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

8 24,5 100 4,08 424,59

9 26,3 100 3,80 349,38

10 26,5 100 3,77 342,28

11 25,8 100 3,88 368,13

12 53,6 100 3,73 332,05

13 54,5 100 3,67 317,58

14 57,1 100 3,50 281,08

15 55,7 100 3,59 299,82

16 52,9 100 3,78 344,03

17 56,0 100 3,57 295,63

18 52,8 100 3,79 345,80

19 56,4 100 3,55 290,20

20 55,5 100 3,60 302,66

Obyek 2 : Dinding bak penampung air dengan lokasi pada ruang tangga bagian atas sisi timur tidak tampak ada indikasi korosi, nilai potensial listrik kurang minus dari –200 mV (Gambar 6).

3.3 Hasil pemeriksaan tingkat korosi

tulangan beton Hasil pemeriksaan tingkat korosi tulangan beton menggunakan CANIN pada beberapa lokasi obyek pemeriksaan disajikan dengan keterangan gambar dan data print out.

Obyek1 : Dinding bak penampung air dengan lokasi pada ruang tangga bagian tengah sisi timur dapat dinyatakan bahwa di samping kanan atas dari baja tulangan yang sudah terbuka terindikasi terjadi korosi dengan nilai potensial listrik lebih minus dari –350 mV (Gambar 5)

Gambar 6. Dinding bak penampung air lokasi

ruang tangga bagian atas sisi timur.

Data print out Obyek 2

Gambar 5. Dinding bak penampung air lokasi

ruang tangga bagian tengah sisi timur. Obyek 3 : Dinding bak penampung air

dengan lokasi pada ruang tangga bagian tengah sisi barat indikasi korosi baja

Data print out Obyek 1

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 32

Page 36: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

tulangan belum tampak jelas, kebanyakan nilai potensial kurang minus dari – 350 mV (Gambar 7).

Gambar 7. Dinding bak penampung air lokasi ruang tangga bagian tengah sisi barat 3.4 Hasil pemeriksaan kelembaban relative

dalam beton

Pemeriksaan kelembaban beton menggunakan Scribe Humidity Meter ditunjukkan pada Gambar 9, 10 dan 11. Hasil pemeriksaan kelembaban relative sebagai berikut:

Data print out Obyek 3

1) Nilai kelembaban pada beton untuk dinding bak penampung air lokasi ruang tangga bagian tengah sisi timur adalah : T = 26,80C, RH = 89,2 %.

2) Nilai kelembaban pada beton untuk dinding bak penampung air lokasi ruang tangga bagian tengah sisi barat adalah : T = 26,9 0C, RH = 91,4 %.

Obyek 4 : Dinding bak penampung air bagian luar sisi tenggara. Di sebelah atas dari tulangan yang sudah terbuka terindikasi sudah terjadi korosi pada baja tulangannya, nilai potensial listrik kurang dari –350 mV (Gambar 8).

Gambar 9. Pemeriksaan kelembaban beton

menggunakan Scribe Humidity Meter

Gambar 8. Dinding bak penampung air bagian

luar sisi tenggara Data print out Obyek 4

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 33

Page 37: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

Garis merah tegak pada strip tester tidak berubah menjadi putih, dengan demikian dapat dinyatakan bahwa sample tidak mengandung ion klorida.

4. Pembahasan Sisa umur menara air ditentukan oleh penurunan kekuatan struktur beton bertulang. Kekuatan struktur beton bertulang ditentukan oleh kekuatan material beton dan baja tulangan, ukuran-ukuran komponen struktur, jumlah dan diameter baja tulangan serta interaksi antara beton dengan baja tulangan. Penurunan kekuatan struktur dapat terjadi karena adanya proses deteriorasi atau degradasi. Pada umumnya umur dari suatu struktur beton bertulang dianggap berakhir ketika pada bagian struktur yang kritis terjadi deteriorasi berupa retak-retak dan spalling pada beton akibat korosi yang terjadi pada baja tulangannya. Pada saat itu biasanya diameter baja tulangan sudah berkurang dan ikatan antara beton dan baja tulangan tidak dapat diandalkan lagi.

Gambar 10. Dinding penampung bak air lokasi

ruang tangga bagian tengah sisi timur

Dari hasil pemeriksaan kuat tekan beton menggunakan Digischmidt Hammer Test menunjukan bahwa beton permukaan cukup bagus, kuat tekannya masih memenuhi spesifikasi beton K–255. Dari hasil pemeriksaan tingkat homogenitas beton menggunakan Portable Ultrasonic Non-Destructive Digital Indicating Tester berdasarkan hubungan cepat rambat gelombang ultrasonic dan kualitas beton (Tabel 4), tingkat homogenitas beton menunjukan hasil yang baik. Jadi, dari segi material beton, kekuatan struktur tidak ada masalah. Dengan demikian yang menentukan umur sisa struktur adalah pengurangan diameter baja tulangan akibat korosi dan interaksi baja tulangan dengan beton.

Gambar 11. Dinding bak penampung air ruang

tangga bagian tengah sisi barat 3.5 Hasil pemeriksaan kandungan klorida

pada beton Pemeriksaan kandungan klorida pada beton di lakukan di laboratorium menggunakan Quantab Titrator. Alat yang digunakan untuk pemeriksaan ditunjukkan pada Gambar 12.

Tabel 4. Hubungan cepat rambat gelombang

ultrasonic dan kualitas beton

Cepat rambat gelombang ultrasonic (km/detik)

Kualitas beton

> 4,5 Sangat baik

3,0 – 4,5 Baik

2,0 – 3,0 Buruk

< 2,0 Sangat buruk Gambar 12. Pemeriksaan kandungan klorida

menggunakan Quantab Titrator

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 34

Page 38: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

Nilai kelembaban relative (RH) pada beton dapat mempengaruhi kecepatan korosi baja tulangan. Nilai RH optimum untuk terjadinya korosi diperkirakan sekitar 70% - 80% [2]. Dari hasil pemeriksaan kelembaban relative (RH) dalam beton menggunakan Scribe Humidity Meter, untuk dinding bak penampung air dengan lokasi ruang tangga bagian tengah sisi timur dan sisi barat, serta berdasarkan kisaran laju korosi baja tulangan dalam beton pada berbagai kondisi menurut Gambar 13 [1], dapat diprediksi bahwa kecepatan kisaran laju korosi baja tulangan dalam beton untuk dinding bak penampungan air adalah sekitar 1,1 x 10-2 mm/year atau 1μA/cm2.

Gambar14. Dinding bak penampung air sisi luar sebelah tenggara

Gambar 13. Kisaran laju korosi baja tulangan

dalam beton pada berbagai kondisi [1] Gambar 15. Periode propagasi sebagai fungsi laju

korosi [1] Berdasarkan hasil pemeriksaan tingkat korosi tulangan beton menggunakan peralatan Corrosion Analysis Instrument, dapat diketahui bahwa pada dinding bak penampung air sisi luar sebelah tenggara sudah terindikasi terjadi korosi seperti ditunjukkan pada Gambar 14. Korosi terjadi akibat adanya karbonansi bukan akibat ion khlorida karena hasil pemeriksaan ion khlorida menunjukan bahwa beton tidak terkontaminasi oleh ion khlorida. Dengan sudah adanya indikasi terjadinya korosi, apabila dikaitkan dengan perhitungan sisa umur, maka kondisinya sudah melalui tahap inisiasi dan memasuki tahap propagasi.

Pada kondisi seperti ini, dengan mengacu pada periode propagasi sebagai fungsi laju korosi (Gambar 15), dapat diperkirakan bahwa dengan anggapan umur sisa ditentukan dengan pengurangan diameter baja tulangan ∅ 10 sebesar 10%, maka umur sisa dari menara air PDAM adalah sekitar 20 tahun. Prediksi umur sisa hanya terkait dengan kekuatan struktur, tidak terkait dengan prediksi terjadinya kebocoran. Berdasarkan data hasil pemeriksaan kekuatan dan kualitas beton, kebocoran pada dinding bak penampung air tampaknya tidak terkait dengan kekuatan dan kualitas betonnya. Kebocoran yang terjadi cenderung lebih terkait dengan kualitas pelaksanaan pengecoran terutama pada sambungan

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 35

Page 39: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

antara tahap-tahap pengecoran. Hal ini terlihat dari bentuk kebocoran yang terjadi, yaitu kebanyakan berupa garis mendatar. Kemudian, baja bekas pemegang bekisting pada saat pengecoran diduga juga sebagai sumber kebocoran pada bak penampung air.

5. Kesimpulan Dari hasil investigasi dapat disimpulkan bahwa: 1) Kekuatan beton menara air masih

memenuhi spesifikasi, yaitu di atas K-225.

2) Sebagian dari baja tulangan beton pada dinding regulating tank sudah terindikasi korosi memasuki tahap propagasi.

3) Korosi terjadi akibat karbonansi bukan akibat ion khlorida.

4) Estimasi umur sisa struktur menara air adalah berkisar 20 tahun.

Daftar Pustaka [1] Andrade, C, Alonso, MC, 1994, Values

of Corrosion Rate of Steel in Concrete to Predict Service Life of Concrete Structures, Application of Accelerated Corrosion Test to Service Life Prediction of Materials, ASTM STP 1194, Gustavo Cragnolino and Narasi Sridhar, Eds, American Society for Testing and Materials, Philadelphia.

[2] Neville, A.M., Brooks, J.J, 1994, Concrete Technology, Longman Scientific & Technical, Harlow.

Riwayat Penulis Dwi Purwanto, Lahir di Purbalingga, tanggal 8 Desember 1957. Menamatkan pendidikan Sarjana, Jurusan Fisika Teknik di S T T M - Muhammadiyah tahun 2005. Saat ini bekerja sebagai Staf Bidang Kajian Struktur- Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur-BPPTeknologi.

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 36

Page 40: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

Lampiran1. Hasil pemeriksaan tingkat homogenitas beton

Lokasi : Lantai 1; Obyek : Kolom 1

No Waktu

Rambat (μS)

Tebal(cm)

Kecepatan (km/detik)

Kuat tekan beton

(kg/cm2) 1 150,3 500 3,33 246,96 2 152,6 500 3,28 238,05 3 149,1 500 3,35 251,87 4 138,6 500 3,61 303,53 5 142,9 500 3,50 280,33 6 153,2 500 3,26 235,82 7 148,6 500 3,36 253,97 8 136,4 500 3,67 316,66 9 143,0 500 3,50 279,82

10 147,1 500 3,40 260,46 11 144,6 500 3,46 271,97 12 148,5 500 3,37 254,39 13 141,3 500 3,54 288,60 14 145,4 500 3,44 268,19 15 153,7 500 3,25 234,00 16 150,1 500 3,33 247,77 17 146,9 500 3,40 261,35 18 148,4 500 3,37 254,82 19 140,3 500 3,56 293,98 20 142,6 500 3,51 281,85

Lokasi : Lantai 1; Obyek : Kolom 2

No Waktu

Rambat (μS)

Tebal(cm)

Kecepatan (km/detik)

Kuat tekan beton

(kg/cm2) 1 155,8 500 3,21 226,65 2 151,4 500 3,30 242,62 3 152,8 500 3,27 237,30 4 143,2 500 3,49 278,82 5 146,5 500 3,41 263,14 6 153,1 500 3,27 236,19 7 150,4 500 3,32 246,56 8 135,3 500 3,70 323,57 9 137,9 500 3,63 307,61

10 136,7 500 3,66 314,81 11 143,2 500 3,49 278,82 12 150,6 500 3,32 245,76 13 139,0 500 3,60 301,24 14 137,5 500 3,64 309,98 15 136,3 500 3,67 317,27 16 142,4 500 3,51 282,87 17 144,8 500 3,45 271,02 18 140,8 500 3,55 291,27 19 148,3 500 3,37 255,24 20 143,1 500 3,49 279,32

Lokasi : Lantai 1; Obyek : Kolom 3

NoWaktu

Rambat(μS)

Tebal(cm)

Kecepatan (km/detik)

Kuat tekan beton

(kg/cm2) 1 144,7 500 3,46 271,50 2 146,2 500 3,42 264,50 3 143,4 500 3,49 277,82 4 147,8 500 3,38 257,39 5 150,2 500 3,33 247,36 6 144,9 500 3,45 270,55 7 147,5 500 3,39 258,70 8 146,7 500 3,41 262,24 9 149,1 500 3,35 251,87

10 146,0 500 3,42 265,42 11 142,3 500 3,51 283,38 12 134,3 500 3,72 330,06 13 145,8 500 3,43 266,34 14 149,3 500 3,35 251,04 15 137,9 500 3,63 307,61 16 151,4 500 3,30 242,62 17 147,4 500 3,39 259,14 18 148,6 500 3,36 253,97 19 141,5 500 3,53 287,54 20 148,3 500 3,37 255,24

Lokasi : Lantai 1; Obyek : Kolom 4

NoWaktu

Rambat(μS)

Tebal(cm)

Kecepatan (km/detik)

Kuat tekan beton

(kg/cm2) 1. 147,0 500 3,40 260,90 2. 142,2 500 3,52 283,90 3. 143,4 500 3,49 277,82 4. 146,3 500 3,42 264,05 5. 151,1 500 3,31 243,79 6. 146,5 500 3,41 263,14 7. 149,3 500 3,35 251,04 8. 144,7 500 3,46 271,50 9. 150,5 500 3,32 246,16

10. 143,9 500 3,47 275,36 11. 143,6 500 3,48 276,83 12. 142,8 500 3,50 280,83 13. 150,8 500 3,32 244,97 14. 151,2 500 3,31 243,40 15. 147,4 500 3,39 259,14 16. 145,6 500 3,43 267,26 17. 147,8 500 3,38 257,39 18. 146,1 500 3,42 264,96 19. 144,3 500 3,47 273,42 20. 140,8 500 3,55 291,27

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 37

Page 41: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

Lampiran1. Hasil pemeriksaan tingkat homogenitas beton

(lanjutan)

Lokasi : Lantai 2; Obyek : Kolom 1

No Waktu

Rambat (μS)

Tebal(cm)

Kecepatan (km/detik)

Kuat tekan beton

(kg/cm2) 1 140,4 500 3,56 293,44 2 136,8 500 3,65 314,20 3 147,6 500 3,39 258,26 4 139,0 500 3,60 301,24 5 145,0 500 3,45 270,07 6 143,6 500 3,48 276,83 7 142,4 500 3,51 282,87 8 138,3 500 3,62 305,27 9 140,2 500 3,57 294,53

10 136,2 500 3,67 317,90 11 142,9 500 3,50 280,33 12 145,6 500 3,43 267,26 13 146,5 500 3,41 263,14 14 150,1 500 3,33 247,77 15 138,2 500 3,62 305,85 16 137,4 500 3,64 310,58 17 135,6 500 3,69 321,66 18 139,7 500 3,58 297,29 19 137,5 500 3,64 309,98 20 148,4 500 3,37 254,82

Lokasi : Lantai 2; Obyek : Kolom 2

No Waktu

Rambat (μS)

Tebal(cm)

Kecepatan (km/detik)

Kuat tekan beton

(kg/cm2) 1 152,8 500 3,27 237,30 2 149,6 500 3,34 249,80 3 151,9 500 3,29 240,69 4 148,2 500 3,37 255,67 5 147,7 500 3,39 257,83 6 144,5 500 3,46 272,45 7 142,4 500 3,51 282,87 8 136,4 500 3,67 316,66 9 146,7 500 3,41 262,24

10 147,3 500 3,39 259,58 11 144,1 500 3,47 274,39 12 135,5 500 3,69 322,29 13 139,4 500 3,59 298,97 14 149,2 500 3,35 251,45 15 125,7 500 3,98 395,31 16 133,6 500 3,74 334,73 17 142,3 500 3,51 283,38 18 147,6 500 3,39 258,26 19 135,8 500 3,68 320,40 20 132,4 500 3,78 342,98

Lokasi : Lantai 2; Obyek : Kolom 3

NoWaktu

Rambat(μS)

Tebal(cm)

Kecepatan (km/detik)

Kuat tekan beton

(kg/cm2) 1 153,8 500 3,25 233,64 2 134,1 500 3,73 331,39 3 158,3 500 3,16 218,49 4 149,2 500 3,35 251,45 5 150,1 500 3,33 247,77 6 143,2 500 3,49 278,82 7 129,6 500 3,86 363,50 8 154,0 500 3,25 232,92 9 130,7 500 3,83 355,22

10 150,3 500 3,33 246,96 11 143,5 500 3,48 277,33 12 144,9 500 3,45 270,55 13 142,0 500 3,52 284,93 14 138,4 500 3,61 304,68 15 155,6 500 3,21 227,33 16 124,9 500 4,00 402,35 17 156,3 500 3,20 224,96 18 147,2 500 3,40 260,02 19 152,8 500 3,27 237,30 20 146,8 500 3,40 261,35

Lokasi : Lantai 2; Obyek : Kolom 4

NoWaktu

Rambat(μS)

Tebal(cm)

Kecepatan (km/detik)

Kuat tekan beton

(kg/cm2) 1 148,7 500 3,36 253,55 2 151,8 500 3,29 241,08 3 147,5 500 3,39 258,70 4 146,6 500 3,41 262,69 5 144,5 500 3,46 272,45 6 147,9 500 3,38 256,96 7 146,1 500 3,42 264,96 8 142,3 500 3,51 283,38 9 143,5 500 3,48 277,33

10 136,7 500 3,66 314,81 11 135,4 500 3,69 322,93 12 138,8 500 3,60 302,38 13 130,9 500 3,82 353,74 14 133,2 500 3,75 337,45 15 139,0 500 3,60 301,24 16 142,3 500 3,51 283,38 17 140,1 500 3,57 295,08 18 141,2 500 3,54 289,13 19 140,7 500 3,55 291,81 20 137,4 500 3,64 310,58

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 38

Page 42: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007 IPTEK

ARGO Untuk Menginformasikan Keadaan Lautan dan Iklim

Lamona Irmudyawati Bernawis Pelajar S3, Laboratory of Physics and Environmental Modelling

Tokyo University of Marine Science and Technology E-mail: [email protected]

1. Pendahuluan

Topik ARGO (the Array for Real Time Geostrophic Oceanography) sudah dikenal luas bagi orang yang bergerak di bidang kelautan, khususnya oseanografi. Penulis berpendapat bahwa ARGO diciptakan seba-gai bagian dari teknologi informasi, yaitu menginformasikan keadaan lautan kepada yang berminat menggunakannya. 2. Sejarah singkat Bermula sebagai bagian dari World Ocean Circulation Experiment (WOCE) 1990-1997, Russ Davis dari Scripps University of Oceanography dan Doug Webb dari Webb Research Corporation membangun Autonomous Lagrangian Circulation Explorer (ALACE) untuk mengambil data arus laut di kedalaman 1000m pada seluruh lautan. ALACE ini dipasang pada pengapung (float), yang diatur akan naik ke permukaan laut dalam selang yang teratur agar posisinya dapat diperbaiki melalui satelit. Kemudian disadari bahwa dalam proses naik ke permukaan ini ia juga dapat mengukur suhu dan salinitas. Pada akhir proyek WOCE, hampir semua ALACE dipasangi sensor suhu dan salinitas. Karenanya berubah menjadi Profiling ALACE (PALACE). Kemudian pada 1998 Dean Roemmich dari Scripps dan Ray Schmitt dari Woods Hole Oceanographic Institution mendokumen-tasikan potensi penggunaan profiling float untuk memonitor lautan. Pada awal 1998, GODAE (Global Ocean Data Assimilation Experiment) mengeluarkan konsep mengenai profiling float yang ber-array global. CLIVAR (Climate Variability and predictability) juga memberikan prioritas tinggi mengenai hal ini. Sebuah tim keilmuan kemudian berkumpul dipimpin oleh Dean Roemmich dan menyiapkan dua buah

dokumen mengenai ARGO. Kemudian lahirlah proyek ARGO. Float pertama ditanam pada tahun 2000. Cara kerjanya sebagai berikut:

1. float bergerak turun ke kedalaman tujuan (1500m dan atau 2000m) dengan kecepatan ~10cm/dt,

2. melayang horizontal sambil mengambil data pada kedalaman tujuan,

3. kemudian bergerak naik sambil mengambil data suhu dan salinitas,

4. lalu mengapung di permukaan mengirimkan data kepada satelit selama 6-12 jam.

Satu siklus ini memakan waktu 10 hari, menghasilkan satu profil data.

Bisa dikatakan data ARGO ini memiliki keunggulan dalam beberapa hal dibanding pengamatan melalui CTD (Conductivity-Temperature-Depth) profiler atau XBT-XCTD(Expendable Bathy Thermograph-CTD) yang diturunkan secara konvensional dari kapal. Dari segi cakupan wilayahnya, ia lebih tersebar merata pada seluruh lautan, tidak bergantung pada jalur pelayaran. Bias musiman pada data bisa dikurangi karena data diambil sepanjang tahun. Jaringan manajemen data yang efisien sehingga menyediakan data bebas yang terkontrol secara otomatis selama 24 jam, dan kerjasama multinasional untuk menanam, memantau dan menganalisis float dan data.

Sampai dengan pertengahan 2007, ditargetkan untuk mencakup lautan global dengan menanam 3000 float. Pada akhir tahun 2006 mestinya sudah dicapai kepadatan 30x30 (lintang-bujur). Bisa dikatakan Amerika Serikat menanam separuh dari keseluruhan, sedangkan sisanya merupakan kontribusi dari 23 negara yang berbeda. Beberapa negara lain, termasuk Indonesia membantu proses penanamannya

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 39

Page 43: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

3. Pengguna

Siapa dan bagaimana memakai datanya ? Berbagai pusat cuaca dan iklim meng-gunakan datanya untuk memahami bagai-mana lautan mempengaruhi iklim. Ketika sebuah float mengambang ke permukaan, data ditransmisikan ke satelit dan posisinya ditentukan. Perkembangan informasi dari array float ini dipantau oleh ARGO Information Center di Toulouse, Prancis. Kemudian informasi ini diterima oleh national data center, Amerika. Disini diteliti dengan cermat, dimana data yg error ditandai dan atau dikoreksi, kemudian diteruskan ke dua GDAC (Global Data Assembly Centers).

Siapapun yang berminat menggunakan dapat memperoleh datanya secara gratis dari dua server ini, yakni dari Brest, Prancis (Coriolis) dan Monterey, Amerika Serikat (USGODAE). Disinilah tahap pertama data tersedia secara umum. Kebanyakan pengguna memperolehnya melalui internet, walaupun permintaan melalui keping cakram padat juga dilayani melalui NODC (National Oceanographic Data Center, Amerika Serikat). Kedua GDAC saling menyesuaikan data mereka untuk meyakinkan konsistensi ketersediaan data pada keduanya. Kemudian data mencapai pusat analisis operasional lautan dan iklim melalui GTS (Global telecommunications System). Target utamanya adalah bagaimana agar ‘real-time’ data dapat tersedia dalam 24 jam setelah ditransmisikan dari float.

4. Perbedaannya dengan data CTD biasa

Perbedaan mendasar data suhu, salinitas dan tekanan dari Argo dengan yang diperoleh dari CTD sensor yg diturunkan dari kapal adalah selang kedalaman titik pengamatan dan distribusi stasiun pengamatan. CTD sensor biasa dioperasikan untuk mengambil data pada setiap bertambahnya kedalaman 1 atau 2m, sehingga dapat digambarkan distribusi tegak dari beberapa properti air laut (mis. Suhu, salinitas, densitas) secara halus. Pada data ARGO, urutannya lebih kasar, antara selang 100m, 50m, 30m, 20m, 10m, dan 5m dalam satu kali proses naik ke permukaan (tabel 1). Karenanya untuk menggambar penampang tegak dari properti dibutuhkan interpolasi data agar memperoleh data yang lebih halus. Beberapa teknik interpolasi yang umum seperti linier, cubic

spline dapat digunakan. Namun demikian interpolasi Akima lebih disarankan, karena menghasilkan kurva yang lebih mulus tepat melalui data awal yang tersedia, sehingga lebih cocok untuk keperluan mengeplot data. Jika anda seorang pengguna bahasa pemrograman matlab, rutin untuk interpolasi ini dapat diunduh bebas dari matlab usergroup. Kemudian, satu profil data CTD seringkali dituliskan dalam satu file saja untuk setiap stasiun pengamatan, sementara data ARGO bisa jadi dituliskan lebih dari satu, bahkan puluhan-ratusan profil dalam satu file.

Selain itu, jika CTD data hampir selalu dari sejumlah titik stasiun pengamatan yg berbentuk garis (mengikuti jalur pelayaran kapal), maka data ARGO tersebar secara lebih acak (Gambar 1).

Gambar 1. Sebaran lokasi float ARGO (segi empat merah) di Lautan pasifik bulan

Desember 2005.

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia

40

Page 44: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia

41

Page 45: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

Tabel 1. Membandingkan data mentah ARGO (kiri) dengan data mentah CTD sensor yang diturunkan secara manual dari kapal riset (kanan). Bandingkan interval kedalaman (sebanding tekanan) titik pengamatan antara keduanya. *Data ARGO dari posisi float dan waktu yang tercantum pada kepala data, diunduh dari DAC Coriolis. ** Data CTD dari posisi stasiun dan waktu yang tercantum pada kepala data, dari kapal riset Thomas Thompson (USA). Diunduh dari layanan data WOCE. Sengaja dipilih dari data yang bebas unduh untuk menghormati hak publikasi data.

Karena urutan posisi stasiun pengamatan mengikuti jalur pelayaran pada data CTD, dengan mudah bisa digambarkan berbagai distribusi properti air laut menegak (berdasar kedalaman) dan menyamping (berdasar lintang bujur) mengikuti garis tersebut. Pada data ARGO, jika anda berniat mengolah untuk keperluan ruang skala kecil, maka tinggal menentukan satu atau beberapa titik koordinat float mana yang diinginkan. Tetapi jika untuk keperluan ruang skala lebih besar, mis. Untuk seluruh lautan Pasifik, maka butuh penanganan lebih lanjut dengan mema-sukkan titik-titik koordinat float ini dalam grid berdasar lintang bujur.

5. Pemanfaatan Karena beberapa hal di atas, penanganan awal untuk data ARGO seringkali jadi lebih runyam dibanding data CTD. Katakanlah jika Anda bekerja dengan matlab atau fortran, harus membuat skrip lagi untuk menyederhanakan bentuk file-nya sehingga memudahkan proses penghitung-olahan data ini. Untuk adik-adik mahasiswa S1 yang (mungkin) masih terbiasa menggunakan perangkat lunak Ocean Data View, tidak disarankan untuk mengubah format data ARGO ke format ODV secara copy-paste manual, karena sangat menyita waktu. Namun demikian, karena beberapa keunggulan yang telah disebutkan sebelum-nya, data ARGO juga sangat berharga untuk dimanfaatkan. Untuk kepentingan ilmiah, ratusan temuan dalam makalah di berbagai jurnal internasional telah dihasilkan dari ilmuwan yang menggunakan data ARGO.

Bahasannya juga sangat variatif, mulai dari skala ruang kecil yg hanya menggunakan data Argo dari satu float seperti yang dilakukan Iwasaka et al, 2006, sampai dengan skala ruang yang sangat besar, memetakan keadaan lautan dan pengaruhnya terhadap iklim secara regional maupun global yang menggunakan ~100.000 profil data ARGO dari seluruh penjuru lautan seperti yang dilakukan Johnson, 2006. Karena sifatnya yang global dan dapat diakses siapa saja, juga memudahkan untuk kepentingan pendidikan. Di daerah kepulauan Pasifik telah bermula sebuah proyek yang menggunakan ARGO untuk mengenalkan secara dini dan sederhana bagi siswa sekolah dasar dan menengah mengenai bagaimana lautan, cuaca dan iklim saling berinteraksi. Untuk kepentingan operasional, data ARGO telah dimanfaatkan beberapa negara maju untuk perkiraaan lautan, iklim dan lingkungan, termasuk untuk sistem peringatan dini terhadap perubahannya. *disarikan dari berbagai situs resmi ARGO dan pengalaman pribadi. Daftar pustaka [1] Iwasaka, Naoto. F. Kobayashi. Y. Kinoshita. Y. Ohno. Seasonal Variations of the Upper Ocean in the Western North Pacific Observed by an Argo float. Journal of Oceanography, vol. 62, pp.481-492. 2006. [2] Johnson, Gregory C. Upper Ocean Thermohaline Structure and Evolution.

USClivar workshop presentation, May 2006.

[3] Russ E. Davis, Walter Zenk. Subsurface

Lagrangian Observations during the 1990s. Academic Press, International Geophysics Series, vol. 77. pp. 123-139.

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia

42

Page 46: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007 IPTEK

Perhitungan Jarak Tumpu Pada Struktur Pelat Lantai-Beton Pracetak

Dwi Purwanto Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur – BPP Teknologi

Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang 15314

Abstract

There is no monolithic integrity between slab and its supporting beams in precast concrete floor structure as in cast in place concrete floor structure. So, to guaranty the strength of structure against working loads it is required to perform calculations to determine the length of span between supporting beams. The calculation is based on the results of bending test, concrete strength test and by considering allowable load. From the analysis of test results, it can be drawn the following conclusions: 1.The safe span length between supporting beams is determined mostly by the flexure strength of structure. 2. The structure strength against flexure is determined by bonding strength between concrete and deck plate.

Keywords: concrete strength,bending test,load calculation,calculation length of span.

1. Pendahuluan Umumnya pelat lantai dari beton bertulang dicor ditempat, bersama-sama dengan balok penumpu dan kolom pendu-kungnya. Dengan demikian akan diperoleh hubungan kuat yang menjadi satu kesatuan dan lazim disebut jepit-jepit. Jepit-jepit tulangan pelat lantai dikaitkan kuat pada tulangan balok penumpu Untuk menahan momen tarik dan lentur pada pelat lantai dipasang tulangan baja pada kedua arah serta tulangan silang. Untuk keperluan ini diperlukan pekerjaan bekesting, yaitu mem-buat cetakan dari papan kayu yang didukung oleh tiang-tiang perancah. Cetakan berfungsi menahan tulangan dan adukan beton yang masih basah yang belum mempunyai ke-kuatan dan juga memberi bentuk agar ukuran beton sesuai dengan yang direncanakan. Cara ini memerlukan waktu pengerjaan yang lebih lama, oleh karena untuk membongkar bekesting saja harus menunggu sampai beton mengeras dan kuat mendukung beban diatasnya atau pembongkaran bekesting hanya boleh dilakukan setelah beton berumur diatas tiga minggu. Untuk hal-hal tertentu yang menuntut pekerjaan lebih cepat diselesaikan pengecoran pelat lantai dilaku-kan dibawah, berupa kepingan-kepingan yang kemudian kepingan-kepingan tersebut diangkat keatas untuk diletakan pada balok-balok penumpu. Cara ini menjadikan peker-jaan lebih cepat diselesaikan, serta dapat menghemat biaya pemakaian papan cetakan

dan mengurangi ongkos tukang. Untuk menjamin kekuatan pelat terhadap momen lentur yang notabene tidak ada kaitan antara pelat lantai dan balok penumpunya dilakukan perhitungan untuk menentukan jarak tumpu yang masih aman pada pemasangan pelat lantai dilapangan. Perhitungan dilakukan menggunakan rumus-rumus mekanika teknik biasa dengan memasukan data-data kuat tekan beton, beban maksimum yang dapat ditahan struktur pelat serta besar beban yang di ijinkan baik berupa beban hidup maupun beban mati dari struktur pelat itu sendiri. Untuk memperoleh data-data tersebut diatas berikut ini disajikan pengujian terhadap kuat tekan beton karakteristik dan uji lentur struktur pelat lantai beton pracetak di laboratorium.

Gambar 1. Jepit pelat lantai di cor ditempat.

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 43

Page 47: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

4PLM = (1)

dengan: M = momen lentur akibat beban (kN.m) P = beban (kN) L = panjang jarak tumpuan (m) Sedang momen lentur yang terjadi akibat beban merata adalah :

8

QLM2

= (2)

dengan: M = momen lentur akibat beban merata (kN.m) Gambar 2. Struktur lantai beton pracetak. Q = beban merata (kN) L = panjang jarak tumpuan (m) 2. Perencanaan Dari persamaan (2) diturunkan rumus untuk mencari panjang jarak tumpuan, yaitu:

Perencanaan pelat lantai beton bertulang pracetak mengikuti persyaratan yang tercantum dalam buku “Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971” N.1.-2 (PBI 1971), antara lain :

Q

8ML = (3)

- Pelat lantai harus mempunyai tebal sekurang-kurangnya 12 cm, sedang untuk pelat atap sekurang-kurangnya 7 cm.

Dengan memasukan harga kekuatan lentur serta beban ultimit yang mampu didukung struktur pelat, dapatlah dihitung jarak tumpuan yang aman dilapangan. - Pelat lantai harus diberi tulangan silang

dengan diameter minimum 8 mm dari baja lunak atau sedang.

4. Metode Pengujian

- Pada pelat lantai yang tebalnya lebih dari 25 cm harus dipasang tulangan rangkap atas-bawah.

Untuk pengambilan data dibuat tiga buah benda uji struktur pelat lantai dengan komposisi sebagai berikut : - Jarak tulangan pokok yang sejajar tidak

kurang dari 20 cm dan tidak lebih dari 25 cm atau dua kali tebal pelat.

- Semua tulangan pelat harus terbungkus lapisan beton setebal minimum 1 cm (Tabel 7.2.1 buku PBI 1971).

- Bahan beton pelat harus dibuat dari campuran : 1 semen : 2 pasir : 3 kerikil + air.

- Bila untuk lapis kedap air dibuat dari campuran : 1 semen : 11/2 pasir : 21/2 kerikil + air secukupnya.

- Semen = Semen portland type 1 - Agregat halus = Pasir kali - Agregat kasar = Batu pecah 5 - 40 mm. - Air = Air tawar murni - Tulangan = Besi bulat Ø 6, Ø 8, Ø 10 mm - Dek lantai = Zink Aluminium tebal 0,75 mm Pengadukan dilakukan menggunakan mesin penggiling dengan rasio air semen 0,6 sedang penuangan menggunakan jarum penggetar yang ditusukan kedalam beton. Estimasi kuat tekan beton dilakukan setelah beton berumur diatas 30 hari menggunakan Digischmidt Hammer Test,

3. Dasar Teori Pada pelat lantai harus selalu dihindari adanya beban terpusat yang besar. Untuk menghindari lenturan yang besar, maka bentangan pelat lantai diberi balok-balok sebagai tumpuan yang juga berfungsi menambah kekakuan pelat.

Momen lentur yang terjadi pada pelat lantai

dihitung dengan menggunakan rumus :

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 44

Page 48: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

Tabel 1. Peralatan uji lentur

Nama Alat Fungsi Alat

Actuator PL 400 kN Pembangkit gaya Load Cell 400 kN Sensor gaya Displac Transduser Sensor defleksi X-Y Recorder Perekam gaya Vs

defleksi Servo Controller Pengendali sistem Jig dan Rig Alat bantu

Langkah-langkah pengujian lentur : 1.Benda uji diletakan diatas tumpuan dengan jarak bentang (free span) seperti Gambar 3. Digischmidt Hammer Test terlihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Skema pembebanan uji lentur

2.Pada blok penekan dipasang 1 (satu) buah

displacement transducer, sebagai sensor defleksi.

3.Mesin uji dikendalikan dengan kontrol langkah dan sinyal diberikan melalui ramp generator.

Gambar 4a. Pengukuran kuat tekan beton 4.Selanjutnya beban dibangkitkan sampai

benda uji mengalami kerusakan atau kekuatan benda uji mencapai harga maksimum.

5.Selama pembebanan dilakukan pere-kaman grafik Gaya Vs Defleksi.

5. Hasil Pengujian Dari pengujian yang telah dilakukan didapat hasil-hasil sebagai berikut :

Tabel 2. Hasil estimasi kuat tekan beton. Gambar 4b. Uji lentur struktur pelat lantai

Benda Uji Kuat tekan

beton (kg/cm2)

pelat lantai-beton, besi Ø 6 374

pelat lantai-beton, besi Ø 8 403

pelat lantai-beton, besi Ø 10 341

beton pracetak.

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 45

Page 49: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

Tabel 3. Hasil uji lentur.

Benda Uji

Beban rusak ( kN )

Defleksi ( mm )

pelat lantai-beton, besi Ø 6

29 2,5

pelat lantai-beton, besi Ø 8

35 2,5

pelat lantai-beton, besi Ø 10

29 2,5

Tabel 4. Hasil uji lentur.

Benda Uji

Beban Maks ( kN )

Defleksi Maks ( mm )

pelat lantai-beton, besi Ø 6

46 12,5

pelat lantai-beton, besi Ø 8

58 27

pelat lantai-beton, besi Ø 10

50 32,5

Grafik Gaya Vs Defleksi

0

10

20

30

40

50

60

70

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70

Defleksi ( mm )

Gay

a ( k

N )

Gambar 6. Grafik perilaku struktur pelat lantai-beton pada uji lentur.

6. Pembahasan Perilaku lentur benda uji, ketika benda uji diberi beban lentur pada awal pembebanan antara pelat dek lantai dan beton bekerja bersama–sama menahan beban, sehingga terjadi aksi komposit. Kondisi ini terus berlangsung sampai kemudian terjadi peristiwa lepasnya lekatan antara pelat dek lantai dengan beton, yakni ketika kekuatan lekatan antara keduanya terlampaui oleh tegangan geser yang terjadi akibat pembeban lentur. Pada tabel hasil pengujian ditandai dengan sebutan beban rusak. Setelah pelat dek lantai terlepas dari betonnya, maka

antara pelat dek lantai dan beton bekerja sendiri – sendiri , yakni pelat dek lantai menahan beban berupa pelat beton dan beban mesin uji, sementara pelat beton hanya menahan beban mesin uji. Pada keadaan ini pelat beton dapat dipastikan mengalami retak dan akan runtuh seandainya tidak ada pelat dek lantai dibawahnya. Perilaku lentur benda uji akan lain seandainya terjadi ikatan yang kuat antara pelat dek lantai dan pelat beton menjadi satu kesatuan.

Gambar 7. Pelat beton retak setelah lekatan antara keduanya terlepas. Pembahasan dalam perhitungan jarak tumpu yang aman didasarkan pada kemampuan benda uji menahan beban sampai rusak. Dengan mengacu pada hasil pengujian lentur pada Tabel 3, maka dapat dihitung besarnya momen lentur yang terjadi akibat beban uji, dimana nilai yang diperoleh merupakan nilai kekuatan benda uji dalam mendukung beban. Dengan skema pembebanan seperti pada Gambar 5, besarnya momen lentur yang terjadi dapat dihitung dengan rumus berikut :

4

PLM =

Kekuatan yang diizinkan umumnya dibatasi dengan suatu faktor pengali, misal 0,8. Selanjutnya hasil perhitungan momen lentur dapat dilihat pada Tabel 5.

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 46

Page 50: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007 Tabel 5. Perhitungan kekuatan lentur benda

uji. Tabel 7. Perhitungan jarak pemasangan

penyangga pelat lantai.

Benda

uji

Beban rusak ( kN )

Jarak tumpu ( m )

Momen ( kN.m)

0,8 M ( kN.m )

Ø 6 29 1,0 7,25 5,8

Ø 8 35 1,0 8,75 7,0

Ø 10 29 1,0 7,25 5,8

Untuk dapat menghitung jarak tumpuan yang aman berdasarkan kekuatan benda uji, perlu diketahui terlebih dahulu beban-beban yang akan didukung oleh struktur pelat. Pada umumnya beban untuk struktur pelat diperhitungkan terhadap beban mati dan beban hidup pada lantai. Perhitungan beban mati dan beban hidup sesuai dengan kondisi benda uji dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Perhitungan beban mati dan beban

hidup.

Besar beban Beban per m2, untuk lebar =

90 cm

Jenis beban

Kg/m2 kN/m2 Kg/m kN/m

berat beton t =12 cm

288 2,826 259,2 2,543

berat beton t =10 cm

240 2,355 216,0 2,119

Beban hidup

250 2,450 225 2,208

Beban ultimit untuk t = 12 cm Qu = 1,2 Qd + 1,6 Ql

745,60

7,31

671,04

6,585

Beban ultimit untuk t = 10 cm Qu = 1,2 Qd + 1,6 Ql

688

6,75

619,20

6,076

Benda uji 0,8 M (kN.m)

Qu (kN/m)

L (m)

pelat lantai-beton, besi Ø 6

5,8

6,585

2,654

pelat lantai-beton, besi Ø 8

7,0

6,585

2,916

pelat lantai-beton, besi Ø 10

5,8

6,076

2,763

7. Kesimpulan

Dari hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa: 1. Panjang jarak tumpu dimana harus

dipasang balok penyangga ditentukan oleh kekuatan struktur lantai menahan beban lentur.

2. Sedang kekuatan struktur dalam menahan beban lentur ditentukan oleh kekuatan lekatan antara pelat dek lantai dalam hal ini Zink Aluminium dengan pelat betonnya.

3. Semakin tinggi nilai kuat tekan beton karakteristik, semakin kuat pula lekatan diantara keduanya disamping adanya lekukan-lekukan yang terdapat pada pelat dek.

4. Kuat tekan beton karakteristik tergantung bukan saja dari pemilihan yang baik dan perbandingan yang tepat dari bahan penyusunnya, akan tetapi juga tergantung dari cara pengerjaan, kepadatan serta perlindungan terhadap pengeringan yang terlalu cepat.

5. Perhitungan kekuatan lentur, disajikan pada Tabel 4, sedangkan perhitungan jarak pemasangan penyangga untuk struktur pelat lantai. dengan perencanaan seperti tersebut diatas disajikan pada Tabel 7.

Dengan persamaan (3) Q

8ML = dan nilai-

nilai kekuatan lentur pada Tabel 4 serta beban ultimit yang didukung, dapat dihitung jarak tumpuan yang aman.

Daftar Pustaka [1] Ign Benny Puspantoro, Konstruksi Bangunan Gedung Bertingkat Rendah. Penerbit : Universitas Atmajaya

Yogyakarta, Edisi revisi, 1988.

[2] J. Honing, Konstruksi Beton.

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 47

Page 51: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

Penerbit : Pradnya Paramita Jakarta, 1977.

[3] J. G. C Hofsteede dkk, Mekanika Teknik Penerbit : Pradnya Paramita Jakarta,

1977.

RIWAYAT PENULIS Dwi Purwanto, Lahir di Purbalingga, tanggal

08 Desember 1957. Menamatkan pendidikan Sarjana, Jurusan Fisika Teknik di S T T M - Muhammadiyah tahun 2005.Saat ini bekerja

sebagai Staf Bid Kajian Struktur- Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur-BPPTeknologi.

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 48

Page 52: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007 IPTEK

Analisa Teknis Distribusi Bahan Bakar Di Kawasan Kepulauan, Studi Kasus Kepulauan Seribu

Sukardi

Mahasiswa Jurusan Teknik Sistem Perkapalan Fakultas Teknologi Kelautan ITS, Student Exchange Program Kobe University,

E-mail : [email protected]

1. Pendahuluan

Pemerintah dan DPR menetapkan kuota Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi sebesar 37,9 juta kiloliter pada tahun 2007. Rinciannya adalah premium 17 juta kiloliter, solar 11 juta kiloliter, dan minyak tanah 9,9 juta kiloliter. Pemerintah juga memutuskan PT. Pertamina sebagai pemegang hak distribusi tunggal BBM bersubsidi. Hal ini berarti Pertamina mempunyai kewajiban untuk menyalurkan BBM bersubsidi kepada masyarakat yang berhak dan mencegah kelangkaan BBM di suatu daerah [2]. Hal ini merupakan langkah awal yang menggembirakan kalau Pertamina benar-benar mampu menyalurkan BBM tersebut kepada masyarakat yang berhak menerimanya.

Selama ini banyak terjadi penyimpangan dalam pendistribusian BBM bersubsidi. BBM bersubsidi tidak hanya dinikmati oleh masyarakat yang berhak mendapatkanya, tapi juga dinikmati oleh kalangan industri. Hal ini diperparah lagi dengan adanya kasus-kasus kotor dalam pendistribusian BBM bersubsidi dan penyelundupan [1][2].

Hal diatas sangat besar dampaknya bagi masyarakat kepulauan kecil ataupun terpencil yang bermata-pencaharian sebagai nelayan. Biaya operasional terbesar yang harus mereka keluarkan adalah biaya bahan bakar (solar). Sayangnya harga solar yang harus mereka bayar lebih tinggi dari harga resmi Pertamina. Hal ini mungkin disebabkan karena kelangkaan bahan bakar di daerah tersebut, belum adanya agen resmi di daerah tersebut, ataupun karena adanya permainan harga dari pengecer.

Resiko lainya adalah adanya pengecer yang menjual solar yang tidak murni atau solar oplosan. Bayangkan jika memakai solar dari pengecer yang dicampur dengan minyak tanah, misalnya. Hal tersebut akan menyebabkan kerusakan pada

komponen mesin, sehingga masa operasional mesin pun berkurang. Jika terjadi kerusakan mesin maka ada dua hal yang merugikan. Pertama adalah ongkos perbaikan, dan yang kedua nelayan tidak dapat pergi melaut yang berarti sumber pemasukan menjadi nol.

Tulisan ini bertujuan untuk mempelajari sistem distribusi BBM pada kepulauan kecil yang berpenduduk dengan Pulau Pramuka, Pulau Panggang, dan Pulau Karya di kawasan Kepulauan Seribu sebagai tempat pengamatan dan studi kasus. Hal ini karena pelayanan Pertamina belum maksimal mencapai daerah tersebut. Kalaupun ada stoknya-pun jauh dari cukup sehingga masyarakat harus membeli dari pengecer dengan harga yang relatif lebih mahal. 2. Kebutuhan BBM Kepulauan Seribu

Kepulaun Seribu terletak di 45 km sebelah utara Jakarta. Kawasan ini mempunyai luas wilayah 1.180,80 ha (11,80 km2) yang terdiri dari 105 pulau yang tersebar dalam 4 kelurahan dengan jumlah penduduk 15.600 jiwa. Kondisi sumberdaya alam tersebut menyimpan potensi terutama di sektor perikanan dan sektor pariwisata.

Kepulauan seribu merupakan kawasan kepulauan yang sedang berkembang menuju sentra industri dan pariwisata. Mayoritas penduduknya bermata-pencaharian sebagai nelayan, bahkan sekitar 90% dari masyarakat di kepulauan ini bermata-pencaharian sebagai buruh nelayan [3]. Karena merupakan daerah kepulauan maka alat transportasi yang mendominasi adalah perahu dan kapal [5]. Seperti kebanyakan daerah yang sedang berkembang, apalagi merupakan daerah kepulauan maka masalah yang akan muncul adalah mengenai supply bahan bakar sebagai sumber energi, khususnya solar. Solar merupakan kebutuhan vital karena digunakan sebagai bahan bakar penggerak perahu dan kapal mereka. Solar juga digunakan sebagai bahan

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia

49

Page 53: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

bakar pada Pembangkit Listrik Tenaga Diesel di Kepulauan Seribu.Kebutuhan solar di kepulauan Seribu berdasarkan jumlah kapal dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Konsumsi BBM di Kepulauan Seribu

Tahun 2005

Harga solar bersubsidi saat ini adalah Rp

4.300,00 [1]. Dari pengamatan di lapangan didapatkan bahwa harga solar di tingkat pengecer mencapai Rp 5.000,00 bahkan bisa lebih tinggi kalau stok solar masuk kategori langka. Seandainya para nelayan bisa mendapatkan BBM bersubsidi dari Pertamina maka biaya yang dikeluarkan untuk operasi pun akan berkurang. Hal ini berarti akan menambah penghasilan nelayan.

Dengan harga solar bersubsidi Pertamina, masing-masing jenis kapal dapat melakukan penghematan sebesar : a. Kapal angkut = (Rp. 5000 – Rp. 4300) x 300 =

Rp. 210.000,00 per hari b. Kapal ikan = (Rp. 5000 – Rp. 4300) x 30 = Rp.

21.000,00 per hari c. Kapal ojek = (Rp. 5000 – Rp. 4300) x 15 = Rp.

10.500,00 per hari 3. Distribusi Solar di Kepulauan Seribu Saat

Ini

Saat ini alur distribusi BBM di Kepulauan Seribu dimulai dari Pertamina sebagai pensuplai resmi BBM di Indonesia. Dari Pertamina BBM didistribusikan ke SPBU darat di Muara Angke. Selanjutnya ada kapal pengangkut yang membeli bahan bakar dari Muara Angke untuk diedarkan ke Kepulauan Seribu, kemudian menyalurkanya kembali ke para pengecer di setiap pulau di Kepulauan Seribu. Nelayan mau tidak mau harus membeli BBM itu dari pengecer, karena dari

perhitungan ekonomis dan waktu mereka akan lebih murah daripada harus membeli langsung dari SPBU Muara angke atau dari SPBU terapung di Untung Jawa.

Jenis Kapal Jumlah

Daya mesin (pk)

Konsumsi Solar

(liter/hari)

Total (liter/hari)

Kapal Angkut 4 200 300 1200

Kapal Ikan 325 (16 – 23) 25 8125

Kapal Ojek 50 ( 16- 23) 15 750

Jumlah konsumsi 10.375

Gambar 1. Diagram distribusi solar saat ini di

Kepulauan Seribu

Dengan membeli BBM dari pengecer maka harga BBM tersebut tidak sesuai dengan harga yang telah ditetapkan oleh Pemerintah. Selisih harga tersebut ditambahkan dengan alasan biaya transportasi kapal pengangkut dan juga keuntungan pengecer itu sendiri.

Alur distribusi lainnya adalah pengecer langsung membeli BBM dari muara Angke. Para pengecer membeli BBM dalam beberapa drum yang kemudian mereka angkut dengan menggunakan kapal yang mereka sewa untuk dibawa ke kawasan Kepulauan Seribu. Selanjutnya BBM tersebut mereka jual ke nelayan-nelayan pulau seribu. Harga BBM pada alur distribusi ini juga harus lebih mahal dari pada harga resmi dari Pertamina. Hal ini disebabkan karena para pengecer harus membayar biaya pengangkutan dari Muara Angke ke pulau mereka. Selain itu jumlah BBM yang diperbolehkan dibeli oleh pengecer dibatasi oleh SPBU di darat, sehingga mereka harus bisa menutupi semua biaya dari keuntungan penjualan BBM yang terbatas tersebut, sehingga harga BBM yang harus dibeli nelayan cukup tinggi. 4. Distribusi Solar yang Seharusnya

Yang dimaksud distribusi solar seharusnya adalah distribusi solar yang sesuai dengan alur resmi yang ditetapkan Pertamina.

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia

50

Page 54: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

Gambar 2. Diagram distribusi solar yang

seharusnya

Alur distribusi ini dimulai dari Pertamina kemudian ke kapal tanker. Kapal tanker menyalurkan solar ke APMS (Agen Premium dan Minyak Solar). Selanjutnya APMS atau SPBU terapung inilah yang menyalurkan minyak solar kepada para nelayan. Secara jelas alur distribusi tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa minyak solar dari pertamina disalurkan ke SPBU terapung. Pengelola SPBU merupakan perusahaan rekanan yang di pilih oleh Pertamina. Dengan alur distribusi ini harga yang harus dibayar oleh nelayan adalah harga resmi BBM bersubsidi, yaitu Rp 4.300,00 [1] 5. Alur Distribusi Solar yang Sesuai dengan

Kondisi Sosial Masyarakat Kepulauan Seribu

Alur distribusi solar saat ini cenderung

menguntungkan pengecer dan merugikan nelayan. Beberapa efek negatif dari alur distribusi ini dapat diperkirakan sebagai berikut : 1. Permainan harga dari pengecer 2. Pencampuran solar dengan minyak tanah 3. Pengurangan timbangan minyak solar 4. Penimbunan minyak

Sebagai contoh kasus, ada oknum yang mengambil minyak solar industri untuk didistribusikan di Kepulauan Seribu, ternyata minyak tersebut dijual untuk dunia industri di Kalimantan. Hal ini sangat merugikan warga

kepulauan seribu karena jalur distribusi solar mereka terputus, sehingga mengakibatkan kelangkaan yang mengakibatkan naiknya harga solar. Mempelajari dan mempertimbangkan hal-hal diatas, maka perlu dibuat suatu alur distribusi yang saling menguntungkan dan tidak bertentangan dengan kondisi sosial masyarakat kepulauan seribu.

Yang dimaksud kondisi sosial disini adalah kebanyakan warga di kepulauan seribu berprofesi sebagai nelayan kecil yang bergantung pada pengecer. Biasanya mereka mengambil solar dari pengecer dengan pembayaran di belakang setelah mereka mendapatkan hasil dari laut. Bahkan kadang-kadang mereka juga meminjam perbekalan dan logistik kepada pengecer. Jadi kehidupan para nelayan ini juga bergantung pada pengecer. Selain itu faktor kekompakan dan kebersamaan masyarakat di Kepulauan Seribu juga sangat kuat.

Dari analisis di lapangan maka didapatkan alur distribusi BBM, khususnya solar seperti yang terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram distribusi solar yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat

Kepulauan Seribu

Dengan alur distribusi tersebut diharapkan

dapat menstabilkan harga, mengeliminasi kelangkaan bahan bakar dan menyediakan bahan bakar yang berkualitas.

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia

51

Page 55: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

Daftar Pustaka [1] Antara, Pertamina Usulkan Kartu Kendali BBM

Bersubsidi , http://www.antara.co.id/seenws/?id=50224 [2] Jawa Pos, Pertamina Distributor Tunggal BBM

Subsidi, http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail

_c&id=263817 [3] Kompas, Solar di Kepulauan Seribu Rp 6000

per liter, http://www.kompas.com/kompas-cetak/0510/12/metro/2123408.htm

[4] Pemprov DKI, Kepulauan Seribu, http://www.jakarta.go.id/pemerintahan/kotamadya/kepseribu/default.asp

[5] Wikipedia, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Kepulauan_Seribu

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia

52

Page 56: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007 KESEHATAN

Bagaimana Mereka (Sel Kanker) Berjalan?

Ahmad Faried Postdoctoral fellow, Department of General Surgical Science,

Graduate School of Medicine, Gunma University, Japan Email: [email protected]

1. Pendahuluan Istilah kanker berasal dari bahasa latin yang artinya adalah kepiting. Penyakit kanker, diibaratkan seperti keganasan capit-capit lengan kepiting oleh Hippocrates, yang mengamati bahwa penyakit kanker dapat menyebar di dalam tubuh dan biasanya berakhir pada kematian. Apakah sel kanker itu ? Secara umum sel kanker didefinisikan sebagai sel yang tidak normal, yang tumbuh serta berkembang biak secara cepat dan tidak terkendali. Sel kanker tidak peduli dengan keterbatasan zat makan-an, ruang dan fakta kalau mereka harus berbagi dengan sel-sel normal yang ada di sekitarnya. Lebih jauh dari itu, mereka mengabaikan perintah untuk berhenti berbiak oleh tubuh yang bersangkutan. Sel tubuh yang normal juga tumbuh, membelah diri dan pada saat tertentu mereka akan mati. Akan tetapi pada sel kanker, mereka terus tumbuh, memperbanyak diri dan berusaha menghindari kematiannya (apoptosis), lebih buruk lagi kecepatan pertumbuhan sel kanker jauh melebihi sel-sel yang normal. Secara garis besar kanker dibagi menjadi dua kelompok yaitu, kanker jinak dan kanker ganas. Kanker jinak (benign) memiliki kecenderungan untuk tumbuh lebih lambat dari kanker ganas dan mereka tidak menyebar ke organ lain di dalam tubuh. Sedangkan kanker ganas (malignant) memiliki pertumbuhan sel yang sangat cepat, dapat menginfasi serta menghancurkan jaringan di sekitarnya dan pada fase tertentu akan menyebar ke organ-organ lain di dalam tubuh. Pertanyaannya adalah, bagaimana sel kanker ini tumbuh dan berjalan lebih cepat dari sel normal, yang pada akhirnya mereka akan mencari pembuluh- darah atau -lymph

untuk selanjutnya menyebar ke organ tertentu di dalam tubuh (metastasis) ? Ada tiga tipe gen yang bertanggung jawab atas proses di atas yaitu, gen-gen yang jahat (oncogenes), gen-gen yang baik (tumor suppressor genes) dan gen-gen yang berfungsi memperbaiki gen lain yang rusak (mismatch-repair genes). 2. Sel Berjalan (The Crawling Cells) Terbentuknya sel kanker dan kemam-puannya untuk ‘berjalan’, metastasis, adalah suatu proses yang sangat kompleks, yang melibatkan benyak gen di dalamnya. Pada perjalanannya, satu sel kanker harus melepaskan diri dari kelompoknya (primary tumor) untuk mengadakan invasi ke daerah sekitarnya, berusaha menembus pembuluh lymph atau secara langsung mencari pembuluh darah, berjuang melawan proses pertahanan tubuh (host immune defense), berhenti di organ tujuannya dan memulai berkembang biak di lingkungan barunya (secondary tumor).1 Dari sekian banyak oncogene yang berperan dalam proses metastasis, Ras-superfamily dari small GTP-binding proteins merupakan yang paling banyak dipelajari. Ras-superfamily terdiri dari 130 members diantaranya Ras, Rho, Arf/Sar 1 dan Rab/Ran-subfamilies.2 Semua aspek dari sel berjalan, invasi, termasuk polarisasi dari sel, remodeling cytoskeletal dan penerimaan signal-signal keganasan dari luar sel dikendalikan oleh Rho-GTPases.3 Rho-GTPases subfamily terdiri dari monomeric GTP-binding proteins dengan berat molekul rendah, ~20-30 kilo-Dalton (kDa), yang pada sel fibroblast normal juga sangat dibutuhkan untuk sel bermigrasi, akan tetapi over-ekspresi dari protein-protein ini akan merangsang sel-sel epitel untuk bermigrasi pula.4

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 53

Page 57: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007 3. Rho Protein Ada tiga kelas Rho family yang paling banyak dipelajari, RhoA, Rac1 dan CDC42, yang merupakan central dogma dari icon sel berjalan. Rho sendiri memiliki tiga isoforms di dalam human genome: RhoA, RhoB dan RhoC, tetapi ketiganya memiliki fungsi yang berbeda dalam keganasan. RhoA dan RhoC merupakan aktor utama dalam proliferasi dan transformasi sel menjadi ganas, sementara itu RhoB merupakan tumor suppressor gene yang akan menjadi balance dari kedua gen yang lain.2 Rho protein sangat berperan dalam meregulasi perubahan bentuk sel, polaritas dan pergerakannya melalui mekanisme kontraksi actin myosin, cell adhesion, dan microtubule dynamic.5 Layaknya seperti manusia, sel kanker juga memiliki kerangka, otot dan indra peraba, yang kombinasi dari semuanya akan membuat sel kanker dapat berjalan kearah yang dia inginkan (Gambar 1).

A B

Gambar 2. Ekspresi RhoA di kanker

esophagus ( A)6 dan ekspresi RhoC di IBC (B).8

Gambar 1. The crawling cell (Ridley AJ. J Cell

Sci. 2001; 114: 2713-22)

4. Rho Protein dan Kanker Hal yang paling nyata dari keterlibatan RhoA dan RhoC dalam membuat sel menjadi ganas adalah apabila kita mempelajarinya langsung pada pasien dengan kanker ganas. Ekspresi berlebihan dari RhoA dan RhoC kami temukan pada pasien kanker esophagus stadium lanjut, yang keberadaanya berhu-bungan dengan parameter klinis seperti kedalaman invasi masa tumor, distant metastasis, invasi ke pembuluh lymph dan pembuluh darah. Di samping itu pasien-pasien yang positif memiliki ekspresi yang berlebihan dari RhoA ini akan memiliki prognosis yang jauh lebih buruk.6,7

Sementara itu RhoC diidentifikasikan oleh Merajver group (The University of Michigan Cancer Center, Ann Arbor, MI, USA) sebagai marker keganasan bagi pasien kanker payudara. Inflamatory breast cancer (IBC) adalah phenotype yang sangat invasive dan memiliki kemampuan metastasis yang tinggi, Merajver et al., mendapatkan bahwa RhoC terekspresi pada lebih dari 90% penderita IBC dibandingkan yang non-IBC.8 Gambar 2., menunjukan ekspresi dari Rho-family di cancer cell nest. Uniknya dari kedua Rho protein ini, kerusakan gen (mutation) tidak didapatkan di dalam RhoA dan RhoC. Ekspresi yang berlebihan dari Rho-family disebabkan karena regulasi yang salah di Rho-regulatory proteinnya (yang perlu ATP untuk aktifitas-nya). 5. Property Keganasan dari RhoA dan

RhoC Secara biomolekular, kedua jenis Rho protein ini memiliki 94% primary sequence yang identik (hanya berbeda 11 asam-amino saja), perbedaan dasarnya hanya terdapat di daerah C-terminal. Sedangkan pada daerah N-terminal, mengandung banyak asam amino yang mengikat GTP bersama dengan region switch-1 dan switch-2 untuk mengaktifkannya dari status GDP-bound menjadi GTP-bound,

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 54

Page 58: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

dengan kata lain N-terminal adalah daerah yang penting untuk memulai aktifitasnya. Data-data klinis menunjukan pentingnya peranan Rho-GTPases ini, yang merangsang kami meneliti lebih jauh peranan keduanya dalam keganasan sel kanker esophagus secara in vitro dan in vivo menggunakan hewan percobaan (Gambar 3).

Sub cutan inj.

Tail vein inj.TE-2 RhoA

Sub cutan inj.

Tail vein inj.TE-2 RhoA

Sub cutan inj.

Tail vein inj.TE-2 RhoC

Sub cutan inj.

Tail vein inj.TE-2 RhoC

Gambar 3. BALB/c nude (nu/nu) mice disuntik hasil transfeksi gen RhoA dan RhoC.9

Penulis melakukan tehnik transfeksi gen (memaksa suatu sel untuk menghasilkan gen yang kita inginkan dan dalam percobaan ini digunakan pMX-IRES-GFP yang mengan-dung green fluorescence protein sebagai ekspresi vector-nya) untuk menghasilkan bentuk aktif dari RhoA, RhoC dan bentuk non-aktif dari RhoA. Hasil in vitro menunjukan bahwa dengan menggunakan tehnik proliferation- dan migration-assay, bentuk aktif RhoA dan RhoC meningkatkan kemampuan sel berbiak dan berjalan lebih cepat dari sel yang hanya ditransfeksikan dengan bentuk non aktifnya. Hal ini juga terbukti pada hewan percobaan yang disuntikan bentuk aktif dari kedua protein ini lalu dibandingkan dengan tikus kontrolnya (mock) (Tabel 1).9 Kesimpulan dari study ini adalah RhoA lebih berperan dalam pertumbuhan sel kanker dibandingkan RhoC, sementara itu RhoC lebih berperan dalam menginduksi metastasis jauh (seperti paru-paru dan liver). Aktifasi keduanya akan menyebabkan oncogene-lain aktif bersama-sama mereka (down-stream effectors). Rho protein berkemampuan untuk mengubah sel menjadi phenotype yang lebih ganas.

6. Penutup Dewasa ini semakin banyak informasi yang kita ketahui tentang keganasan penyakit, salah satunya peranan Rho-GTPases, yang berefek dalam pertumbuhan tidak terkontrol, yang merangsang sel untuk berjalan dan menyebar ke luar daerah asalnya. Pengeta-huan dasar tentang keganasan ini akan merangsang pemikiran para peneliti dan praktisi kedokteran untuk dapat memutus mata rantai proses keganasan dan mengembangkan obat-obatan yang dapat mentarget jalur-jalur keganasan ini.

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 55

Page 59: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

Table 1. The experimental metastatic results and primary tumor volume

Cell line No. Tumour No. lung No. Mice Mean±SD P-Valuemetastasis tumour volume

Mock 0/5 0/5 5 0

TE-2 RhoA 5/5. 0/5 5 164.5±35.5 mm³ A/C : 0.03*

TE-2 RhoC 5/5. 4/5. 5 97±19 mm³

TE-2 dnRhoA 0/5. 0/5 5 0

SD: Standard Deviation; *: Significant; A: RhoA; C: RhoC; dn: dominant negative

Daftar Pustaka [1] Fidler I.J. Critical factors in the biology of

human cancer metastasis. Cancer Res 1990; 50: 6130-6138.

[2] Takai Y, Sasaki T, Matozaki T. Small GTP-binding proteins. Physiol Rev 2001;

81: 153-208. [3] Sahai E, Marshall C.J. Rho-GTPases and cancer. Nat Rev Cancer 2002; 2: 133-142. [4] Ridley A.J, Comoglio P.M, Hall A. Regulation of scatter factor/hepatocyte

growth factor responses by Ras, Rac, Rho in MDCK cells. Mol Cell Biol 1995; 15: 1110-1122.

[5] Faried A, Nakajima M, Sohda M, et al.

Role of Rho GTPase and its malignancy potential of human ESCC cells. Presented in the 4th International Symposium on Cancer Research and Therapy (Nov 19-20, 2004, Tokyo, Japan) and the 9th Gunma Gene Transfer meeting (Jan 25, 2005, Gunma, Japan).

[6] Faried A, Nakajima M, Sohda M, et al.

Correlation between RhoA over-expression and tumour progression in esophageal squamous cell carcinoma. Eur J Surg Oncol 2005; 31: 410-414.

[7] Faried A, Faried Usman N, et al. Clinical

and prognostic significance of rhoA and

rhoC genes expression in esophageal squamous cell carcinoma. Submitted: Annals of Surgical Oncology 2007.

[8] Kleer C.G, van Golen K.L, Zhang Y, et al.

Characterization of RhoC expression in benign and malignant breast disease: a potential new marker for small breast carcinomas with metastatic ability. Am J Pathol 2002; 160: 579-584.

[9] Faried A, Faried L.S, Kimura H, et al.

RhoA and RhoC proteins promote both cell proliferation and cell invasion of human ESCC cell lines in vitro and in vivo. Eur J Cancer 2006; 42: 1455-1465.

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 56

Page 60: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007 KESEHATAN

RNA interference

Ahmad Faried Postdoctoral fellow, Department of General Surgical Science,

Graduate School of Medicine, Gunma University, Japan Email: [email protected]

1. Pendahuluan

Hadiah Nobel untuk bidang fisiologi atau kedokteran tahun 2006 dianugerahkan kepada dua orang professor asal Amerika Serikat, Andrew Z. Fire (Stanford University) dan Craig C. Mello (University of Massachusetts). Mereka mendapatkan Nobel atas penemuannya 9 tahun lalu, yang menjelaskan bahwa double-stranded RNA (dsRNA) dapat “membungkam” (silence) aktivitas atau ekspresi dari suatu gen tertentu secara homology-dependent. Proses inilah yang kita kenal dengan RNA interference (RNAi).1 Proses ekspresi suatu gen merupakan hal yang sangat penting dan mendasar pada mahluk hidup. Pabrik pencetak gen biasanya terdapat dalam chromosome yang terletak di inti sel, dan ekspresinya akan tampak pada proses selanjutnya yang kita kenal dengan istilah sintesis protein di sitoplasma. Materi genetik yang diidentifikasikan sebagai deoxyribonucleic acid (DNA) ditemukan pada tahun 19442 dan struktur double-helixnya dipecahkan pada tahun 1953.3 Bentuk lain dari nucleic acid, single-stranded ribonucleic acid (RNA), diketahui sebagai pembawa pesan (message) dari bentuk awalnya yaitu DNA untuk diubah menjadi bentuk akhir yaitu protein, yang kita kenal sebagai teori central dogma of molecular biology (Gambar 1). 2. RNA interference (RNAi) RNAi adalah fenomena biologi di dalam sel yang prinsip dasarnya adalah dengan masuknya dsRNA ke dalam sitoplasma yang akhirnya akan membungkam ekspresi suatu gen di tingkat post-transcriptional (Gambar 1). RNAi sudah banyak dipakai pada penelitian menggunakan cacing (C. elegans) dan lalat buah (D. melanogaster). Pada awalnya, proses “gangguan”

Gambar 1. Central dogma (sumber gambar: www.geneticsandhealth.com)

(interference) menggunakan RNA tidak berhasil, karena para peneliti menggunakan dsRNA dengan panjang lebih dari 30 nucleotides (nt). Hal ini menyebabkan supresi dari gen yang tidak seharusnya terbungkam (non-specific suppression gene). Dalam perkembangannya, penggunaan dsRNA dengan nt yang lebih pendek, 21-23 nt, berhasil membungkam ekspresi gen yang dikehendaki pada sel mammalia, yang kita kenal dengan nama small interfering RNA (siRNA). Penelitian tentang RNAi dirintis di berbagai bidang biologi seperti pada tumbuhan (petunia dan fungi) 4,5 serta pada hewan-hewan tingkat rendah (potato virus X dan C. elegans).6,7 Dan baru pada tahun 1998, professor Fire dan Mello berhasil memecahkan teka-teki tentang RNAi, dsRNA dan menjelaskan secara detail tentang mekanismenya. Dengan menggunakan C. elegans, mereka membuktikan bahwa injeksi dsRNA ke dalam tubuh cacing ini dapat membungkam target gen yang diinginkan (highly gene-specific) dan efeknya jauh lebih hebat dibandingkan hanya dengan menggunakan sense atau anti-sense (single-stranded RNA) saja.1

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 57

Page 61: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

3. Bagaimana cara kerja sistem RNAi

membungkam ekspresi suatu gen? Mekanisme dasar RNAi terdiri dari beberapa proses (Gambar 2): 1. Rantai dsRNA masuk ke dalam

sitoplasma sel (baik dalam bentuk alami ataupun sentetis), dan akan langsung dikenali oleh enzim yang disebut Dicer (pemotong). Enzim ini akan memotong rantai dsRNA menjadi rantai yang pendek-pendek (21 base pair, termasuk 2 nucleotide dengan 3’-end di kedua ujungnya).

2. Dicer-dicer tadi (bersama co-factor lainnya) akan sangat aktif memotong-motong dsRNA sehingga akan terdapat banyak potongan-potongan kecil dari dsRNA, yang kita sebut dengan small interfering RNA (siRNA) yang masih memiliki rantai ganda (double-stranded).

3. Selanjutnya siRNA akan dikenali oleh RNA-Induced Silencing Complex (RISC) yang mengandung enzim Argonaut, yang pada fase ini siRNA akan dibelah menjadi rantai tunggal (single-stranded) yang akan mengaktifkan RISC.

4. RISC yang aktif akan segera mencari messenger RNA (mRNA) yang baru keluar dari inti sel, setelah proses transkripsi dari DNA (Gambar 1). Dan single-stranded siRNA di dalam RISC akan dengan tepat mengenali target dan mengikat pasangan basa-komplemen-nya (base-pairing with the comple-mentary) di mRNA.

5. Setiap RISC mengandung aktifitas enzim endonuclease (Argonaut subunit) yang bertugas memotong target mRNA menjadi bagian-bagian kecil, sehingga informasi genetik dari DNA untuk dirubah menjadi protein musnah. Potongan-potongan mRNA ini akan terdegradasi secara alami dengan mekanisme endogenous.

4. Temuan terbaru bahwa sistem RNAi

juga dapat mengaktifkan ekspresi suatu gen. -New insight for new system-

RNAi sudah banyak dibuktikan dapat membungkam ekspresi suatu gen atau dengan istilah lainnya turn-genes-off, akan tetapi baru-baru ini tim peneliti dari California menemukan bahwa sistem RNAi-pun dapat mengaktifkan suatu gen atau turn-genes-on.

Hal ini sangat mengejutkan karena selama ini RNAi dipercaya hanya dapat membungkam ekspresi gen dan bukan sebaliknya.

1

2

3

4

5

1

2

3

4

5

Cytoplasm

Cell surface

3’-endsiRNAduplex

3’-end

1

2

3

4

5

1

2

3

4

5

Cytoplasm

Cell surface

3’-endsiRNAduplex

3’-end

Gambar 2. Mekanisme kerja RNAi (sumber gambar: www.ncbi.nlm.nih.gov).

Sistem baru ini, merupakan aktivasi dari RNAi, diberi nama RNAs-active-genes (RNAa). Ini berawal dari penelitian Li et al., pada tahun 2006.8 Tim ini pada awalnya bermaksud membungkam ekspresi dari gen human E-cadherin (tumor suppressor gene) pada kanker prostat. Dan hasilnya sangat mengejutkan; ekspresi dari gen ini bukannya hilang akan tetapi malah meningkat secara signifikan. Hal ini menjadi tanda tanya besar dan mengundang banyak spekulasi. Untuk memperkuat penemuan tadi, tim ini menggunakan tehnik RNAi pada gen-gen lain seperti p21 (tumor suppressor gene) dan VEGF (vascular endothelial growth factor) dengan berbagai jenis sel kanker (HeLa; cevix cancer dan MCF-7; breast cancer). Dan hasilnya konsisten menunjukan bahwa RNAa dapat memaksa sel untuk menghasilkan gen yang kita kehendaki, atau turn-genes-on. Fenomena ini menimbulkan banyak tanda tanya, di antaranya: Bagaimana RNAi dengan sistem dan enzim yang sama, kadang-kadang dapat membungkam tetapi di lain pihak dapat merangsang ekspresi suatu gen yang sama? Apa yang membuat suatu siRNA bertindak sebagai silencer atau sebagai activator? “There is no clue”.

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 58

Page 62: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

Penjelasan yang paling rasional adalah, Li et al. menggunakan dsRNA sintesis yang mentarget promoter gen (baca: tempat untuk setiap gen memulai aktifitasnya) yang berbeda pada tiap percobaannya. Dan mereka mendapatkan jika dsRNA ditargetkan pada promoter diluar CpG-rich region (CpG island) atau didaerah yang rendah kombinasi GC-nya, kemungkinan besar sistem RNAi akan bertindak sebadai activator (baca: RNAa). Dengan kata lain, lokasi dari suatu promoter gen sangat berperan dalam keputusan apakah RNAi akan membungkam atau mengaktifkan ekpresi suatu gen, atau lebih popular disebut dengan promoter targeting dsRNAs is sequence-specific. Meskipun RNAa disebut sebagai fenomena baru dalam sistem RNAi, meka-nismenya belum dapat dijelaskan secara terperinci dan ini masih memerlukan banyak percobaan untuk pembuktiannya. Akan tetapi temuan tim penelitian California ini merupakan terobosan (new insight) dalam menguak “dunia-lain” dari RNAs dan mekanismenya dalam regulasi gen, yang selama ini tenggelam oleh kebesaran nama DNAs.

Sebagai contoh, pada akhir tahun 2004 Food and Drug Administration (FDA) di Amerika mengizinkan clinical trial meng-gunakan RNAi kepada penderita penyakit AMD, yang merupakan penyebab utama kebutaan irreversible di negara berkembang. Pada AMD tipe “wet”, terjadi pertumbuhan yang berlebihan dari pembuluh darah di belakang retina, kemudian menyebar dan menghancurkan sel-sel di daerah sentral retina. Pertumbuhan pembuluh darah pada AMD ini dirangsang oleh gen yang dikenal dengan VEGF (vascular endothelial growth factor). Dengan menggunakan sistem RNAi, over-ekspresi dari VEGF pada pasien AMD dapat dihilangkan dan kebutaan total yang irreversible dapat dihindari (baca: diobati). Clinical trial dengan RNAi pada penderita AMD ini adalah yang pertama kalinya dilakukan pada manusia. Di tahun-tahun mendatang penyakit-penyakit yang sulit disembuhkan akan lebih banyak masuk ke dalam clinical trial menggunakan sistem RNAi ini, 6. Penutup Dalam sejarahnya, baru kali ini panitia hadiah Nobel memberikan penghargaan ini kepada penemuan yang baru saja mendapat perhatian publik (9 tahun dari publikasi ilmiahnya). Akan tetapi, penemuan ini memang dirasakan sangat cepat menyentuh berbagai aspek biologi molekular dan kedokteran, bahkan bagi kalangan medis sistem RNAi ini akan sangat menjanjikan untuk penerapannya di masa mendatang.

5. RNAi sebagai alat terapi kedokteran

modern Di saat peneliti melakukan banyak perco-baan tentang RNAi pada tumbuhan dan hewan tingkat rendah, para klinisi-pun bekerja keras untuk menterjemahkan ilmu dasar ini dalam perenapannya dilapangan (from bench to bed side). Mereka berusaha memahami sistem kerja RNAi ditingkat biologi molekular sekaligus berupaya mengaplikasikannya dalam bentuk pengobatan (therapeutics interventions).

Daftar Pustaka [1] Fire A., et al. Potent and specific genetic

interference by double-stranded RNA in Caenorhabditis elegans. Nature 1998; 391: 806-811.

Saat ini para klinisi sudah merintis peng-gunaan RNAi pada pasien-pasien dengan penyakit degeneratif seperti age-related macular degeneration (AMD) dan Parkinson’s, juga penyakit-penyakit infeksi seperti hepatitis dan HIV. Pengobatan penyakit keganasan pun sudah mulai menerapkan RNAi dalam banyak percobaannya, baik secara langsung mentarget gen-gen penyebab kanker atau secara tidak langsung mentarget gen-gen yang menyebabkan sel kanker kebal terhadap obat-obat kemoterapi (chemo-therapy resistance genes).

[2] Avery O., et al. Studies on the chemical nature of the substrate inducing transformation of Pneumococcal types. J. Exp. Med 1944; 79: 137-158.

[3] Watson J. D. and Crick F. H. Molecular

structure of nucleic acids. Nature 1953; 171: 737-738.

[4] Jorgensen R. A., et al. Chalcone synthase

cosuppression phenotypes in petunia flowers: comparison of sense vs. antisense constructs and single-copy vs.

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 59

Page 63: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

complex T-DNA sequences. Plant. Mol. Biol. 1996; 31: 957-973.

[5] Cogoni C. and Macino G. Isolation of

quelling-defective (qde) mutants impaired in posttranslational transgene-induced gene silencing in Neuropora crassa. Proc. Natl. Acad. Sci. USA 1997; 94: 10233-10238.

[6] Baulcombe D. C. RNA as a target and an

initiator of post-transcriptional gene silencing in transgenic plants. Plant. Mol. Biol. 1996; 32: 79-88.

[7] Guo S. and Kemphues K. par-1, a gene

required for establishing polarity in embryos, encodes aputative Ser/Thr kinase that is systematically disrupted. Cell 1995; 81: 611-620.

[8] Li L. C., et al. Small dsRNAs induce

transcriptional activation in human cells. Proc. Natl. Acad. Sci. USA 2006; 103: 17337-17342.

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 60

Page 64: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 61

Rekayasa Protein Enzim PQQ Glucose Dehydrogenase untuk Alat

Pengukur Gula Darah

Arief B. Witarto Kelompok Penelitian Rekayasa Protein

Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI, Cibinong Science Center E-mail: [email protected]

Abstrak

Alat pengukur gula darah yang digunakan oleh penderita Diabetes Mellitus untuk mengukur

kadar gula darahnya adalah sebuah biosensor glukosa. Di dalam alat ini terdapat enzim yang mengenali glukosa dalam sampel darah dan merubahnya menjadi sinyal elektronik. Karena tuntutan terhadap hasil yang lebih akurat, enzim PQQ glucose dehydrogenase (PQQGDH) yang reaksinya tidak bergantung pada kadar oksigen terlarut telah diusulkan menjadi pengganti enzim yang saat ini lazim digunakan. Untuk memenuhi kebutuhan itu, telah dilakukan rekayasa protein enzim PQQGDH yang meliputi produksi massal dengan teknik DNA rekombinan pada berbagai organisme, mutasi-mutasi untuk meningkatkan stabilitas, aktivitas dan spesifisitas serta analisa bioinformatika untuk prediksi dan simulasi enzim yang sesuai dengan kebutuhan sebuah biosensor. Sebagai hasilnya telah diperoleh enzim yang memenuhi persyaratan itu dan telah diterapkan pada alat pengukur gula darah generasi baru yang saat ini mulai diproduksi. Kata kunci: Diabetes Mellitus; Biosensor Glukosa; Rekayasa Protein; Stabilitas; Spesifisitas; Bioinformatika 1. Pendahuluan

Dalam bidang kedokteran, selain terapi/pengobatan, diagnosa penyakit menduduki peran penting. Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit yang disebabkan oleh timbulnya masalah dalam produksi dan suplai hormon insulin dalam tubuh (IDF, 2003a). Akibatnya, penderita DM tidak bisa mengontrol kadar gula darahnya sehingga setiap waktu harus mengukurnya menggunakan biosensor glukosa yang secara umum disebut alat pengukur gula darah. Alat ini bekerja berdasarkan reaksi enzimatik antara enzim Glucose Oxidase (GOD) dengan glukosa dalam sampel darah yang kemudian dirubah menjadi sinyal elektronik (Schultz, 1991). Enzim GOD telah digunakan sejak 40 tahun yang lalu ketika biosensor glukosa pertama kali dikembangkan (Newman & Turner, 1994; Witarto, 2000). Akan tetapi, sebenarnya enzim ini memiliki kekurangan dasar (inherent) yaitu reaksinya yang bersifat oksidasi menyebabkannya bergantung pada kandungan oksigen terlarut dalam sampel (Lee dkk, 1996). Untuk memenuhi tuntutan hasil pengukuran yang lebih akurat, dicarilah alternatif enzim-enzim lain. Enzim pyrroloquinoline quinone glucose dehydrogenase (PQQGDH) yang berasal dari

bakteri Gram-negatif seperti Escherichia coli dan Acinetobacter calcoaceticus mengkatalis reaksi reduksi glukosa sehingga dianggap memenuhi syarat tersebut. Akan tetapi sebelum dapat digunakan dalam perangkat biosensor glukosa, diperlukan rekayasa protein agar stabilitas, aktivitas dan spesifisitasnya meningkat (Witarto, 2001). Dalam makalah ini, diuraikan hasil-hasil penelitian yang dilakukan penulis dan kelompok penelitian lainnya dalam rangka melakukan mengembangkan enzim PQQGDH dengan rekayasa protein sebagai komponen alat pengukur gula darah. Usaha yang telah dan sedang dilakukan meliputi produksi massal menggunakan teknik DNA rekombinan pada bakteri, kapang dan tumbuhan. Selain itu mutasi-mutasi dengan teknik mutasi terarah dan rekombinasi homolog yang diikuti dengan karakterisasi enzim-enzim mutan pada aspek biokimia dan biofisikanya. Serta penggunaan bidang ilmu baru, bioinformatika untuk melakukan analisa komputasi yang mendukung upaya rekayasa protein itu, termasuk didalamnya prediksi dan simulasi struktur sekunder dan tersier protein serta pencarian enzim PQQGDH baru dari database genom.

KESEHATAN

Page 65: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

2. Alat Pengukur Gula Darah

Saat ini DM telah menjadi penyakit yang ditakuti manusia di seluruh dunia. Menurut International Diabetes Federation (IDF), pada tahun 2000 terdapat 151 juta penderita diabetes di dunia (IDF, 2003b). Jumlah ini terus meningkat sampai 5 kali lipat hanya dalam waktu 15 tahun. Penderita DM di Indonesia adalah ke-6 terbesar di dunia dengan jumlah 4 juta orang. Jumlah ini akan meningkat 2 kali lipat hanya dalam lima tahun ke depan menurut prediksi Perkumpulan Endrokinologi Indonesia (Perkeni). Untuk itu diperlukan usaha serius untuk menanggulanginya baik dari sisi pengobatan maupun diagnosa penyakit DM.

Karena penderita DM, tubuhnya tidak

dapat mengontrol kadar gula darahnya sendiri, diperlukan alat untuk mengukur kadar gula darah itu. Alat itu adalah biosensor glukosa. Biosensor adalah perangkat yang menggunakan elemen biologis seperti protein, jaringan, mikroba dll yang berfungsi sebagai reseptor biologis untuk mengenali analit/senyawa yang menjadi targetnya, kemudian dengan bantuan transduser merubahnya menjadi sinyal yang dapat diukur (Newman & Turner, 1994). Aplikasi biosensor tidak hanya pada bidang kedokteran saja, tapi juga pangan, lingkungan dsb. Pasar dunia biosensor terus berkembang setiap tahun dan biosensor glukosa yang merupakan biosensor pertama di dunia adalah produk yang menguasai kurang lebih 90% pasar biosensor dunia (Tabel 1) (Turner & Tigwell, 1997).

Tabel 1. Pasar dunia biosensor

No. Sektor $ AS (juta)

Pangsa pasar (%)

Catatan

1 Kedokteran – Glukosa

456 90 Produsen: MediSense; Boehringer;

Bayer; YSI; dll

2 Kedokteran – Lain-lain

11 2 Analit: Asam laktat; Urea; dll

3 Lingkungan 10 2 Umumnya sebagai

indikator BOD

4 Lain-lain 31 6 Monitor fermentasi

produk pangan; alkohol; dll

Biosensor glukosa dikembangkan pertama

kali oleh seorang dokter bernama Leland

Clark yang bekerja di RS Anak Cincinnati, AS pada tahun 1950-an (Witarto, 2000). Alat yang dibuatnya merupakan pengembangan alat pengukur kandungan oksigen terlarut dalam cairan yang bekerja berdasar prinsip elektrokimia yang telah diperkenalkan oleh Galvani sejak 200 tahun yang lalu (Clark, 1959). Enzim GOD yang diperoleh dari jamur Aspergillus niger ditambahkan pada membran yang membungkus elektroda sehingga terjadi reaksi kimia oksidasi glukosa oleh enzim yang menghasilkan elektron (Clark, 1970). Elektron ini kemudian ditangkap oleh elektroda, sehingga kadar glukosa berbanding lurus dengan sinyal elektronik yang diterima. Biosensor glukosa sebagai alat pengukur gula darah yang bekerja berdasarkan prinsip itu pertama kali dijual kepada masyarakat dengan nama Glucose Analyzer Model 23 pada tahun 1974 (Clark & Lyonas, 1962). Clark bekerjasama dengan perusahaan elektronika Yellow Spring Instrument (YSI) yang mengembangkan rangkaian elektronik untuk menjadikan biosensor glukosanya menjadi divais yang kompak. Sebagaimana dimaklumi, darah mengandung oksigen terlarut yang dapat mempengaruhi reaksi enzim GOD yang bergantung pada oksigen (reaksi oksidasi). Untuk menanggulanginya, Anthony Turner dari Cranfield University, Inggris meng-gunakan senyawa Ferrocyanide sebagai mediator yang menggantikan fungsi oksigen dalam reaksi tersebut (Turner, 1987). Selain itu, sejak digunakannya semikonduktor, divais biosensor glukosa pun menjadi makin kecil dan meningkat performannya seperti saat ini kita kenal.

Enzim GOD memiliki kelemahan dasar

yaitu bergantung pada kadar oksigen terlarut dalam darah sampel. Sehingga nilai yang ditunjukkan bisa berbeda walau diambil dari pasien yang sama (Lee dkk, 1996). Untuk itu mulai dicari enzim yang tidak memiliki kekurangan seperti itu. Enzim PQQGDH bekerja berdasarkan reaksi reduksi. Perbandingan nilai gula darah yang diukur menggunakan dua enzim berbeda tersebut menunjukkan dengan jelas bahwa nilai enzim GOD tidak stabil dibanding dengan enzim PQQGDH (Tabel 2). Untuk itu, penggunaan enzim PQQGDH sebagai ganti enzim GOD mulai mendapat perhatian besar sebagai komponen biosensor glukosa ini. Ada dua jenis enzim PQQGDH yaitu yang bersifat larut air (PQQGDH-B) dan bersifat tidak larut air

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 62

Page 66: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

karena berikatan dengan sel membran (PQQGDH-A) (Anthony & Gosh, 1998). Enzim PQQGDH-A didapatkan dari berbagai bakteri Gram-negatif seperti E. coli, A. calcoaceticus dan Gluconobacter oxydans. Sementara itu enzim PQQGDH-B hanya ditemukan pada bakteri A. calcoaceticus.

Enzim untuk biosensor glukosa ini ditempatkan di atas kertas dalam perangkat itu sehingga kondisi kering ini sangat berlainan dengan kondisi asli enzim dalam sel yang selalu berada dalam cairan, suhu ruang, dsb. Untuk itu perlu dilakukan perubahan/modifikasi dan pembuatan/kreasi enzim dengan karakter baru yang sesuai dengan aplikasinya. Tabel 2. Nilai kadar gula darah diukur dengan alat

yang menggunakan enzim GOD (O) dan PQQGDH-B (D1 & D2) (Lee dkk, 1996)

3. Rekayasa Protein

Upaya untuk melakukan modifikasi dan kreasi protein dengan karakter baru yang sesuai dengan kondisi dalam aplikasinya disebut rekayasa protein (Ulmer, 1983). Rekayasa protein adalah bidang ilmu yang bersifat multi disiplin yaitu didukung oleh bidang-bidang ilmu seperti biokimia, biologi molekuler serta biologi struktur. Biokimia diperlukan untuk menganalisa karakter protein yang telah diisolasi. Biologi molekuler antara lain dengan teknologi rekombinan DNA digunakan untuk memproduksi massal protein dan teknik site-directed mutagenesis untuk merubah asam amino protein secara terarah. Sementara bidang biologi struktur yang diwakili oleh teknologi X-ray crystallagrophy dan NMR, memungkinkan penjelasan struktur atomik tiga dimensi (3D) sebuah protein (Witarto, 2001).

Tersedianya protein dalam kuantitas besar

telah menjadi syarat utama dalam pemanfaatannya. Untuk itu, usaha produksi

massal enzim PQQGDH-A dan PQQGDH-B coba dilakukan melalui teknik DNA rekombinan dengan mengekspresikannya dalam bakteri E. coli. Sayangnya, E. coli tidak memproduksi kofaktor PQQ yang diperlukan oleh enzim ini. Sementara itu, enzim apo yang tidak berikatan dengan kofaktor diketahui bersifat lebih labil terhadap suhu daripada enzim holo (Sode dkk, 1995a). Dengan penambahan PQQ ke medium fermentasi, dapat diperoleh enzim PQQGDH-A aktif, 10 kali lebih tinggi daripada tanpa penambahan (Sode dkk, 1994). Akan tetapi mahalnya harga PQQ membuat cara ini kurang ekonomis. Untuk itu, dicoba merekayasa metabolisme bakteri inang dengan mengintroduksi plasmid yang mengandung gen pensintesa PQQ dengan harapan E. coli tersebut dapat membuat sendiri kofaktor ini. Hasilnya, diperoleh ekspresi aktif enzim PQQGDH-A dalam tingkatan yang sama dengan usaha pertama, tanpa harus menambahkan PQQ ke medium (Sode dkk, 1996). Keberadaan dua plasmid berbeda dalam inang, kadang menyebabkan pembiakkan bakteri itu terhambat. Untuk itu, selanjutnya dicoba ekspresi enzim di inang yang secara alamiah memproduksi PQQ, yaitu Klebsiella pneumoniae. Perbandingan dengan ekspresi menggunakan usaha kedua, diperoleh hasil ekspresi enzim PQQGDH-B aktif yang setara (Gambar 1) (Kojima dkk, 2000). Dalam perkembangannya, sekarang tengah diusahakan produksi enzim PQQGDH-B menggunakan tumbuhan (Witarto dkk, 2003a). Upaya memproduksi protein rekombinan dengan aplikasi kedokteran pada tumbuhan disebut pertanian molekuler (molecular farming). Keuntungan pertanian molekuler, biaya produksi yang jauh lebih rendah daripada metode konvensional – mencapai 1/10 biaya produksi – selain itu bagi negara tropis seperti Indonesia, tanah yang subur dan sinar matahari yang melimpah akan menjadi keunggulan

Gambar 1. Produksi enzim rekombinan PQQGDH-

B pada E. coli dan K. pneumoniae. (Kojima dkk, 2000)

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 63

Page 67: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

komparatif untuk bersaing dengan negara maju. Tumbuhan yang menjadi target adalah tembakau karena memiliki biomassa paling besar diantara tumbuhan yang telah dibudidayakan oleh manusia, selain itu pertumbuhannya yang cepat serta informasi biologi molekuler yang banyak mengenai tumbuhan ini akan memberikan kemudahan dalam usaha ini.

Rekayasa protein diarahkan awalnya pada PQQGDH-A karena enzim ini ditemukan di beberapa bakteri sehingga keragaman sekuen dan karakter enzimatiknya bisa dieksplorasi untuk mendapatkan karakter yang lebih unggul. Usaha pertama yang dilakukan adalah dengan memindahkan/ shuffling masing-masing bagian enzim ini dengan membuat gen kimera/chimeric gene menggunakan teknik homologous recom-bination terhadap gen dari bakteri E. coli dan A. calcoaceticus. PQQGDH-A dari E. coli memiliki spesifikasi substrat yang sempit tetapi ikatan kofaktor yang lemah, sementara PQQGDH-A dari A. calcoaceticus, sebaliknya. Diharapkan dengan ini bisa didapatkan enzim mutan yang memiliki spesifikasi substrat tinggi dan ikatan kofaktor kuat, karakter yang sesuai untuk penggunaan dalam biosensor glukosa. Dari berbagai seri mutasi, berhasil didapatkan enzim yang bisa menggabungkan sifat-sifat tersebut ditambah dengan stabilitas terhadap suhu (Yoshida dkk, 1999). Seperti disinggung di atas, stabilitas suhu termasuk hal yang paling menjadi incaran dalam rekayasa protein. Untuk itu, salah satu enzim kimera yang memiliki peningkatan stabilitas suhunya saja yaitu enzim mutan E97A3 (97% bagian sekuennya berasal dari PQQGDH-A E. coli dan 3% dari PQQGDH-A A. calcoaceticus), diteliti lebih jauh dengan membuat satu seri perubahan terarah terhadap asam amino tertentu. Dari analisa biokimia dengan melihat aktivitas enzim serta analisa biofisika dengan melihat stabilitas struktur enzim menggunakan metode spektroskopi Circular Dichroism (CD) dapat disimpulkan bahwa stabilitas suhu itu disebabkan oleh peningkatan ketahanan terhadap denaturasi tahap awal (Witarto dkk, 1999). Denaturasi itu disebabkan oleh lepasnya ikatan antara ujung/terminal N dan ujung C polipeptida struktur beta-propeller (Gambar 2). Hal ini sangat logis, mengingat interaksi antara dua ujung yang terpisah paling jauh di atas rantai polipeptida, menjadi semacam simpul/knot dari protein ini.

Keberhasilan rekayasa protein enzim GDH-A seperti di atas, tidak serta merta membawa kepada kesuksesan dalam aplikasinya pula. Keterbatasan utama dari enzim ini adalah sifatnya yang tidak larut air karena protein membran, menyebabkan penggunaan detergen menjadi keharusan. Hal ini menghalangi proses penempelan enzim di atas kertas perangkat biosensor glukosa secara merata dengan cara konvensional.

W 3W4

Gambar 2. Tahapan denaturasi enzim PQQGDH-A. (Witarto dkk, 1999)

Walaupun bagian katalitik yang bersifat larut air bisa dipisahkan dengan pemotongan terbatas seperti diuraikan di atas, hasilnya kurang memuaskan untuk produksi massal. Oleh karena, berikutnya coba dilakukan rekayasa protein terhadap PQQGDH-B yang bersifat larut air.

PQQGDH-B memiliki sekuen asam amino yang jauh berbeda dengan PQQGDH-A (kesamaan homolog <20%). Tanpa informasi mengenai struktur enzim tersebut, sulit untuk melakukan mutasi secara rasional. Untuk itu, metoda yang diterapkan adalah mutasi acak/random mutation dengan teknik error-prone PCR. Dalam teknik ini, gen protein itu diamplifikasi dengan PCR menggunakan kondisi yang dimodulasi agar tingkat mutasi menjadi tinggi (Leung dkk, 1989). Dengan demikian, akan diperolah pustaka/library gen dengan bermacam sekuen. Selanjutnya dengan penapisan terhadap protein yang diekspresikan menggunakan pustaka gen tersebut, bisa diperoleh protein mutan dengan sifat yang diinginkan (Arnold, 1998). Menggunakan metode ini berhasil diperoleh enzim dengan mutasi pada asam amino Serine231 yang memiliki peningkatan stabilitas suhu secara signifikan (Sode dkk, 2000). Untuk mendapatkan kenaikan yang optimal, asam amino itu kemudian dirubah secara terarah terhadap segala kemungkinan yang ada. Di antaranya, perubahan menjadi Lysine menunjukkan peningkatan stabilitas suhu 8 kali lipat terhadap enzim asli/native dengan aktivitas yang tidak menurun. Setelah

PQQ

W7

W5

W 6

W3W 4

C

W 2

W8

W1

N

W 2

W 7

W 5

W6

CW8

W 1

N N

C

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 64

Page 68: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 65

hal di atas teratasi, kekurangan PQQGDH-B yang cukup berarti adalah spesifikasi substratnya yang luas, yaitu dapat pula mengenali di-sakarida, tidak seperti PQQGDH-A yang sangat spesifik terhadap mono-sakarida seperti glukosa. Untuk itu, dilakukan skrining serupa terhadap protein mutan hasil ekspresi pustaka gen serta dilanjutkan dengan mutasi terarah (Igarashi dkk, 2000). Dengan ini diperoleh beberapa enzim mutan yang memiliki karakter spesifikasi substrat berubah dan sesuai dengan kebutuhan sensor glukosa. 3. Bioinformatika

Untuk mendapatkan struktur atomik sebuah protein, diperlukan kristal protein bila menggunakan metode kristalografi sinar-X atau larutan protein dalam konsentrasi tinggi jika memakai teknik NMR. Hal ini bukanlah hal yang mudah dicapai karena ada beberapa keterbatasan misalnya, protein membran sangat sulit dikristalkan karena adanya detergen untuk melarutkannya, selain itu tidak sedikit protein yang mengalami agregasi ketika berada dalam konsentrasi tinggi dalam air. Dengan kemajuan ilmu komputasi dan makin lengkapnya database protein struktur seperti Protein Data Bank (PDB), memungkinkan prediksi struktur protein menggunakan perangkat bioinformatika yang dikembangkan (Witarto, 2003b).

Melalui analisa sekuen enzim PQQGDH-A, diduga bagian katalitik enzim ini memiliki kesamaan dengan enzim PQQ methanol dehydrogenase (MEDH) yang struktur atomiknya telah dijelaskan sebagai beta-propeller. Menggunakan perangkat lunak pemodel struktur protein, InsightII dari Biosym Co. dan koordinat MEDH, diperoleh struktur model PQQGDH-A yang memiliki kesesuaian dengan data-data biokimia yang diperoleh selama ini (Witarto, 1995; Sode dkk, 1995b). Prediksi yang bersifat simulasi di atas komputer ini akan lebih memiliki akurasi yang tinggi bila didukung oleh data eksperimen. Salah satu metoda analisa struktur yang dapat dilakukan pada konsentrasi sedang dan dalam cairan, untuk mendapatkan gambaran global pada tingkat struktur sekunder protein adalah spektroskopi CD (Woody, 1995). Metode ini telah lama digunakan untuk menduga kandungan/content struktur sekunder utama protein yaitu alfa-helix, beta-sheet, turn dan random. Baru-baru ini,

dengan membangun database protein berstruktur serupa – seperti protein membran – menggunakan algoritma yang bernama CCA (Convex Constraint Analysis), bisa diperoleh prediksi yang lebih akurat pada struktur sekunder yang spesifik seperti trans-membrane helix (Park dkk, 1992). Berpijak pada kenyataan itu, dicoba membangun database spektrum CD protein beta-propeller. Untuk mendapatkannya, digunakan 6 jenis protein yang telah dipersiapkan secara khusus untuk keperluan ini yaitu sialidase, PQQGDH-B, PQQGDH-A, PQQMEDH, methylamine dehydrogenase dan galactose oxidase. Khusus untuk PQQGDH-A, menggunakan enzim trypsin dengan metoda pemotongan terbatas, didapatkan pula bagian/domain katalitik dan bagian membran untuk analisa lebih lanjut (Witarto & Sode, 1996). Dari hasil analisa menggunakan CCA, bisa dipisahkan sinyal spektrum CD yang berasal dari beta-sheet yang menyusun struktur beta-propeller dengan beta-sheet lainnya (Witarto & Sode, 1999). Kesuksesan ini mungkin dikarenakan kedua beta-sheet tersebut memiliki sudut kelokan/twist yang berbeda. Lebih jauh, menggunakan database protein membran, dapat pula diekstraksi kandungan trans-membrane helix yang memiliki kesesuaian dengan hasil prediksi dari sekuen asam aminonya (Gambar 3) (Witarto dkk, 1999).

Gambar 3. Spektra CD hasil pemisahan dengan

komputasi. (Witarto dkk, 1999c)

Enzim PQQGDH-B, dengan eksperimen di laboratorium, memang hanya ditemukan pada satu jenis organisme saja yaitu bakteri A. calcoaceticus. Dengan bantuan bioinformatika dan ketersediaan database DNA terutama hasil pembacaan sekuen genom yang makin marak (Kanehisa & Bork, 2003), memungkinkan pencarian (mining) enzim dengan aktivitas seperti PQQGDH-B. Melalui pencarian intensif menggunakan analisa komputasi, berhasil diperoleh

-60

-40

-20

0

20

40

60

80

100

180 190 200 210 220 230 240 250 260Wavelength (nm)

α-TmαβTu rnRan d om

Page 69: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

beberapa gen yang potensial sebagai PQQGDH-B antara lain dari Agrobacterium tumefaciens, Pseudomonas fluorescens, B. halodurans, dll (Darmawan & Witarto, 2003).

Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa rekayasa protein telah membuat enzim PQQGDH-A dan PQQGDH-B menjadi lebih sesuai untuk digunakan sebagai komponen biosensor glukosa. Penggunaan bioinformatika juga telah memberikan kontribusi pada pencarian enzim baru yang memiliki potensi sebagai PQQGDH-B. Daftar Pustaka [1] Anthony, C & Gosh, M. 1998. The

structure and function of the PQQ-containing quinoprotein dehydrogenase. Progress in Biophysics and Molecular Biology 69, 1-21.

[2] Arnold F.H. 1998. Design by Directed

Evolution. Accounts of Chemical Research 31, 125-131.

[3] Clark, Jr., L.C. 1959. US Patent no.

2,913,386. [4] Clark, Jr., L.C. 1970. US Patent no.

3,539,455. [5] Clark Jr., L.C. & Lyonas, C. 1962.

Electrode systems for continuous monitoring in cardiovascular surgery. Annual New York Academy of Science 105, 20-45.

[6] Darmawan, N. & Witarto, A.B. 2003. Studi

Bioinformatika: Pencarian berbasis struktur terhadap enzim PQQ glucose dehydrogenase untuk biosensor glukosa pada genom mikroba. Makalah pemenang Pemilihan Peneliti Remaja Indonesia ke-2 bidang ilmu pengetahuan alam.

[7] IDF. 2003a. What is diabetes?

(http://www.idf.org/) [8] IDF. 2003b. Why shoud I care?

(http://www.idf.org/)

[9] Igarashi, S., Ohtera, T., Yoshida, H., Witarto, A.B. & Sode, K. 2000. Construction and characterization of mutant water-soluble PQQ glucose dehydrogenase with altered K(m) values - site-directed mutagenesis studies on the putative active site. Biochemical and Biophysical Research Communications 264, 820-824.

[10] Kanehisa, M & Bork, P. 2003.

Bioinformatics in the post-sequence era. Nature Genetics Reviews 33, 305-310.

[11] Kojima, K., Witarto, A.B. & Sode, K. 2000.

The production of soluble pyrroloquinoline quinone glucose dehydrogenase by Klebsiella pneumoniae, the alternative host of PQQ enzymes. Biotechnology Letters 22, 1343-1347.

[12] Lee, J.H., Vu, H.-T. & Kost, G.J. 1996.

Oxygen-insensitive electrochemical biosensor for glucose monitoring. Clinical Chemistry 42, S163-S166.

[13] Leung, D.W., Chen, E. & Goeddel, D.V.

1989. A method for random mutagenesis of a defined DNA segment using a modified polymerase chain reaction. Technique 1, 11-15.

[14] Newman, J.D. & Turner, A.P.F. 1994.

Biosensors: the analyst’s dream. Chemistry & Industry 5, 374-378.

[15] Park, K., Perczel, A. & Fasman, G.D.

1992. Differentiation between transmembrane helices and peripheral helices by the deconvolution of circular dichroism spectra of membrane proteins. Protein Science 1, 1032-1049.

[16] Schultz, J.S. 1991. Biosensor. Scientific

American 8, 48-55. [17] Sode, K., Witarto, A.B., Watanabe, K.,

Noda, K., Ito, S. & Tsugawa, W. 1994. Over-expression of PQQ glucose dehydrogenase in Escherichia coli under holo-enzyme forming condition. Biotechnology Letters 16, 1265-1268.

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 66

Page 70: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

[18] Sode, K. dkk. 1995a. Thermostable PQQ

glucose dehydrogenase. FEBS Letters 364: 325-327.

[19] Sode, K., Witarto, A.B., Yasutake, N.,

Tsugawa, W. & Oh-uchi, S. 1995b. Functional analysis of hydrophilic domain of PQQ glucose dehydrogenase and prediction of its possible structural motif. Proceedings of the Japan Society of Fermentation and Bioengineering Annual Meeting, Kyushu University, Fukuoka-Japan, October 11-13th, 1995, pp. 152.

[20] Sode, K., Ito, K., Witarto, A.B., Watanabe,

K., Yoshida, H. & Postma, P. 1996. Increased production of recombinant pyrroloquinoline quinone (PQQ) glucose dehydrogenase by metabolically engineered Escherichia coli strain capable of PQQ biosynthesis. Journal of Biotechnology, 49, 239-243.

[21] Sode, K., Ohtera, T., Shirahane, M.,

Witarto, A.B., Igarashi, S. & Yoshida, H. 2000. Increasing the thermal stability of the water-soluble pyrroloquinoline quinone glucose dehydrogenase by single amino acid replacement. Enzyme and Microbial Technology, 26, 491-496.

[22] Turner, A.P.F. 1987. Biosensors

Fundamentals and Applications. Oxford University Press, New York.

[23] Turner, A.P.F. & Tigwell, L. 1997. Current

biosensor world market. Cranfield University publication.

[24] Ulmer, K.M. 1983. Protein Engineering.

Science 267, 90-93. [25] Witarto, A.B. 1995. Does PQQ glucose

dehydrogenase fold into the beta-propeller motif? Proceedings of the Indonesian Students Association in Japan 4th Scientific Meeting, Tokyo-Japan,September 1-3rd, 1995, pp. 304-310.

[26] Witarto, A.B. & Sode, K. 1996.

Conformational changes of PQQ glucose dehydrogenase analysed by CD spectroscopy. Proceedings of the

Chemical Society of Japan 70th Spring Annual Meeting, Aoyama Gakuin University, Tokyo-Japan, March 28-31st, 1996, pp. II-813.

[27] Witarto, A.B. & Sode, K. 1999a. CD

spectrum analysis of beta-propeller proteins. Proceedings of the Chemical Society of Japan-Division of Biotechnology 4th Annual Symposium, Hokkaido University, Sapporo-Japan, September 25-26th, 1999, pp. 94.

[28] Witarto, A.B., Ohtera, T. & Sode, K.

1999b. Site-directed mutagenesis study on the thermal stability of a chimeric PQQ glucose dehydrogenase and its structural interpretation. Applied Biochemistry and Biotechnology 77-79, 159-168.

[29] Witarto, A.B., Oh-uchi, S., Narita, M. &

Sode, K. 1999c. Secondary structure study of pyrroloquinoline quinone glucose dehydrogenase. Journal of Biochemistry, Molecular Biology and Biophysics 2, 209-213.

[30] Witarto, A.B. 2000. From bench to

business: The story of glucose sensor. Proceedings of the 9th Scientific Meeting of the Indonesian Students Association in Japan, Osaka, Japan, hal. 5-8.

[31] Witarto, A.B. 2001. Protein engineering:

Perannya dalam bioindustri dan prospeknya di Indonesia. Seminar on-air Bioteknologi untuk masa depan Indonesia. Tokyo Institute of Technology, Tokyo, 1-14 Februari 2001.

[32] Witarto, A.B., Saksono, B., and Purnawan,

A. 2003a. Protein Biopharmaceuticals: From Engineering to Molecular Farming. International Symposium on Biomedicines. Sep.18th, Bogor, Indonesia.

[33] Witarto, A. B. 2003b. Bioinformatika:

Mengawinkan Teknologi Informasi dengan Bioteknologi. Seminar Teknologi Informasi-Mifta. Bogor, Indonesia 9 Januari 2003.

[34] Woody, R.W. 1995. Circular dichroism.

Methods in Enzymology 246, 34-71.

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 67

Page 71: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

[35] Yoshida, H., Kojima, K., Witarto, A.B. &

Sode, K. 1999. Engineering a chimeric pyrroloquinoline quinone glucose dehydrogenase: improvement of EDTA tolerance, thermal stability and substrate specificity. Protein Engineering 12, 63-70.

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 68

Page 72: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007 NASIONAL

Pembuangan Limbah Lumpur ke Laut Ditinjau dari Peraturan Lingkungan Hidup dan Ilmu Kelautan

Kus Prisetiahadi

Mahasiswa Program Doktor bidang Coastal Oceanography, Universitas Kyushu, Jepang

1. Pendahuluan Musibah nasional semburan lumpur dari kegiatan pengeboran oleh PT. Lapindo Brantas di Sidoardjo telah menyebabkan kerusakan yang sangat memprihatinkan. Lebih dari 350 ha tanah terkena dampaknya, merusak 1810 rumah dan 27 pabrik yang menyebabkan 2371 karyawan kehilangan mata pencaharian. Belum lagi kerusakan fasilitas PLN dan telekomunikasi serta kerugian lainnya seperti jasa transportasi dengan tertutupnya jalan tol Gempol-Porong yang dapat berimbas kepada kegiatan bisnis lainnya, serta sampai saat ini terdeteksi terjadi penurunan permukaan tanah di sekitar lokasi sebesar 5 cm per tiga minggu (dari berbagai sumber). 2. Silang pendapat Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral, Purnomo Yusgiantoro, telah menjelaskan beberapa skenario pemecahan masalah sem-buran lumpur ini, yaitu dengan pembuangan limbah lumpur ke kali Porong, pengeboran miring, memperluas kolam penampungan lumpur, sampai ke pilihan terakhir dibuang ke Selat Madura dengan pipa sepanjang 27 km melalui sungai Porong. Menteri Lingkungan Hidup, Rachmat Witoelar, mengisyaratkan untuk mengijinkan pembuangan lumpur ke laut sebagai altenatif terakhir dengan syarat diolah terlebih dahulu melalui waste water treatment. Walaupun bisa dibayangkan sebe-rapa besar area yang diperlukan untuk menampung luapan lumpur 50 ribu meter kubik per hari tersebut disamping akan me-merlukan waktu yang lama untuk digelontorkan ke laut karena menunggu proses pembersihan dari logam-logam berat yang mungkin terkandung. Kalaupun lang-sung dibuang melalui sungai Porong, akan terjadi pendangkalan hebat, karena volume sungai Porong adalah 1500 meter kubik saja sehingga memerlukan mesin pendorong lum-pur untuk mengalirkannya agar mencapai laut. Belum lagi kemungkinan pendangkalan di sekitar estuari (tempat pertemuan air tawar

dan laut) yang akan berdampak kepada lahan tambak di sekitarnya, dimana menurut data di lapangan sekitar 80 % masyarakat pesisir di Sidoardjo adalah petambak. Ini tentunya akan menimbulkan permasalahan baru. Pro dan kontra rencana pembuangan limbah lumpur ke laut mengemuka dari beberapa kalangan. Yang pro tentu saja perusahaan pengelola lumpur tersebut beser-ta rekanan dan pemerintah dengan berbagai catatan sebagai persayaratan. Sedangkan yang kontra pada umumnya adalah para politisi, peneliti dan sebagai pengecualian Menteri Kelautan dan Perikanan. Tabel 1. Perbandingan penempatan tailing

di darat dan di dasar laut

Penempatan di darat

Penempatan di dasar laut

Luas tanah terkena dampak (ha)

2310 444

Luas hutan terkena dampak (ha)

2104 220

Jumlah orang terkena dampak

2100 115

Jumlah perkampungan yang harus dipindah

4 desa Tidak ada

Resiko kerusakan akibat gempa

Tinggi Rendah

Perkiraan waktu pemulihan ekosistem

50 tahun 2 tahun

Pengelolaan setelah penutupan

Tidak tentu Tidak perlu

Source: Joint research RCO-LIPI and PT. NTT `Final Report` Mereka beralasan bahwa pembuangan lumpur beracun ke laut sebagai wujud kebingungan dan keputusasaan pemerintah (Amien Rais), pergerakan air laut dapat menyebarkan lumpur ke daerah sekitarnya dan membahayakan kehidupan laut (Prof. Tridoyo K, Kepala Pusat Sumberdaya Pesisir dan Lautan, IPB), lumpur panas lapindo

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 69

Page 73: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 70

mengandung unsur logam berat yang membahayakan kehidupan laut (beberapa LSM), pembuangan lumpur ke laut dapat merusak potensi perikanan dan biota laut di kawasan perairan tersebut hingga mencapai 40 - 50% (Menteri Perikanan dan Kelautan, Freddy Numberi). Lantas bagaimana solusi yang terbaik untuk penanggulangan limpahan lumpur tersebut? 3. Tinjauan peraturan dan ilmu kelautan Sulit untuk menjawab langsung perta-nyaan tersebut karena memerlukan studi kajian yang lebih mendalam. Sebagai bahan ilustrasi bagi pembaca bahwa untuk pem-buangan limbah tailing pertambangan PT. Newmont Nusa Tenggara (PT. NNT) misal-nya, mereka melakukan studi perbandingan antara penempatan tailing di darat dan penempatan di laut seperti tabel tersebut di atas, yang akhirnya berkesimpulan bahwa pembuangan limbah tailing ke dasar laut lebih memungkinkan. Kalau lah pembuangan lumpur ke laut yang merupakan altenatif terakhir jadi dilaksanakan, ada beberapa pertimbangan yang mesti di-perhatikan pemerintah dengan pertama-tama memperhatikan beberapa poin seperti:

- Pembuangan lumpur ke laut merupakan tindakan pencemaran laut karena menurut definisi pencemaran laut adalah “masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau fungsinya (PP No. 19/1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Pe-rusakan Laut)”. Sehingga tindakan yang menjadi alasan pembuangan ke laut mestilah kondisi darurat yang harus diambil oleh pengambil keputusan (dalam hal ini Menteri Lingkungan Hidup sebagai pejabat yang berwenang dalam penge-lolaan lingkungan hidup menurut pasal 18, PP No.19/1999). Karena merupakan kondisi darurat yang paling memung-kinkan untuk dilakukan dengan telah mempertimbangkan berbagai aspek yang ada sehingga tidak ada tuntutan hukum dikemudian hari. Definisi keadaan

darurat masih sulit untuk ditentukan batasannya, hanya saja alasan untuk menyelamatkan jiwa manusia dan merupakan satu-satunya cara untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut merupakan alasan yang muncul dalam hukum laut lingkungan internasional semacam London Dumping Convention 1972 ataupun Marpol 73/78 tentang marine pollution yang juga diadopsi oleh beberapa peraturan perundangan ling-kungan laut yang ada yang berkaitan dengan transportasi laut, akan tetapi belom diadopsi kedalam undang-undang lingkungan hidup No. 23, 1997 yang merupakan payung peraturan perun-dangan lingkungan yang ada di Indonesia. Pula tidak tercantum di dalam PP No. 19/1999 tentang Pengendalian Pencema-ran dan/atau Perusakan Laut. Akan tetapi klausal tentang kondisi darurat tersebut tercantum dalam peraturan pemerintah RI No. 41 tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara misalnya.

- Melihat kondisi perairan Madura yang dangkal, sempit dan agak tertutup dibagian sebelah barat, utara-selatan dan terbuka ke perairan di sebelah timurnya, memungkinkan terjadinya penyebaran limbah lumpur ke perairan sekitarnya seperti pantai-pantai di Bali ataupun Lombok dan beberapa kepulauan yang masuk ke dalam lesser sunda islands (Sumbawa, Flores, Sumba dan Sawu) ketika arus permukaan menuju ke arah timur. Berdasarkan pola arus permukaan yang dipetakan oleh Klaus Wyrtki (seorang professor oceanography kela-hiran jerman dan menjadi berke-bangsaan Amerika sejak 1977, dan selama tahun 1954-1957 menjadi kepala Institute of Marine Research, Jakarta, Indonesia, dan sekarang menjabat seba-gai Professor emeritus of the University of Hawaii) 55 tahun yang lalu dan masih menjadi acuan para oceanographer di Indonesia bahwa pergerakan massa air di perairan Selat Madura ke arah timur pada bulan Februari, April (musim peralihan/ pancaroba) dan Desember (musim barat) akan tetapi mengarah ke barat ketika bulan Juni (musim timur). Kemudian, berdasarkan jenis pasang yang terekam oleh Klaus Wyrtki pula bahwa jenis pasang di perairan Selat Madura adalah pasang campuran pembentuk Diurnal

Page 74: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 71

yaitu terjadi pasang tertinggi utama satu kali dan pasang terendah utama satu kali dalam sehari akan tetapi mengalami 2 kali pasang tertinggi dan 2 pasang terendah yang kuantitasnya lebih rendah dari pasang utama. Bisa dijelaskan di sini bahwa penggerak arus permukaan laut tidak hanya angin saja, walaupun faktor angin sangat dominan karena letak perairan Indonesia yang dipengaruhi oleh pergerakan angin musiman (musim barat dan timur), akan tetapi juga oleh adanya pergerakan oleh pasang. Sehingga keti-ka menentukan arus residual atau arus yang terjadi akibat pengaruh-pengaruh yang menyebabkan pergerakan massa air (angin, pasang, dan densitas) perlu diperhitungkan. Pengukuran arus secara langsung di laut adalah salah satu upaya untuk menentukan arus residual. Berda-sarkan data yang dipaparkan oleh Kasubdit Mitigasi Bencana dan Pence-maran Lingkungan, Departemen Kelautan dan Perikanan, bahwa arus laut di Selat Madura cukup laju dengan arah bolak-balik (timur-barat) dengan tinggi gelom-bang 20-25 cm dan panjang gelombang 75-80 cm, dimana ketika terjadi pasang naik arah arus ke barat perairan dan sebaliknya pada saat pasang rendah ke arah timur, sehingga di duga lumpur yang dibuang ke perairan Selat Madura akan menyebar sampai ke Tanjung Perak atau Gresik serta kemungkinan ke Lamongan. Untuk memperkuat dugaan penyebaran partikel lumpur ini di Selat Madura, penggunaan simulasi komputer cukup mewakili dengan presisi dapat diper-tanggung jawabkan. Tidaklah sulit untuk menemukan para ahli dibidang modeling ini di beberapa universitas seperti ITB dan ITS serta beberapa universitas lainnya di tanah air.

- Kalau mencontoh model pembuangan

limbah seperti yang dilakukan oleh PT. Newmont di Nusa Tenggara (PT. NTT) misalnya, tentunya akan kesulitan untuk diterapkan di Selat Madura karena beberapa faktor berikut: 1. Selat Madura merupakan perairan

yang dangkal sehingga kemungkinan terbentuknya lapisan piknoklin/ termoklin sangat kecil. Lapisan pik-noklin/termoklin adalah lapisan di mana terjadi penurunan densitas/ suhu yang cukup cepat dimana

lapisan ini menjadi stabilitas di lapisannya sehingga lapisan di ba-wahnya tidak akan naik ke lapisan diatasnya hingga lapisan permukaan. Di lautan, pada umumnya terbentuk 3 lapisan, yaitu lapisan homogen, la-pisan piknoklin/termoklin dan lapisan laut dalam. Seperti diketahui bahwa teknologi murah dengan mengan-dalkan keberadaan lapisan piknoklin/ termoklin ini cukup efektif, karena limbah yang dibuang dibawah lapisan ini akan terperangkap dan jatuh ke laut dalam karena berat jenis yang mendukung pula (berat jenis/bj tailing, 1.336 kg/m3, di buat sedemikian rupa sehingga memiliki bj yang jauh di atas bj air laut, 1.025 kg/m3). Akan tetapi perlu diingat bahwa penem-patan limbah yang paling tepat adalah di bawah lapisan piknoklin/ termoklin bukan pada lapisannya, ini yang sering disalah diinterpretasikan oleh beberapa peneliti. Karena me-nurut penelitian penulis bahwa bebe-rapa bagian partikel yang sangat kecil (very fine particles) masih dapat menembus lapisan piknoklin/ termoklin bagian atas dan akan sulit untuk menembus lapisan piknoklin/ termoklin bawah (yang namanya lapisan tentu ada batas atas dan batas bawah-red).

2. Tempat pembuangan tailing PT. NTT

merupakan laut dalam dan memiliki lapisan piknoklin/termoklin seperti yang telah diuraikan di atas. Juga terdapat palung (java trench) yang mencapai kedalaman hingga 4000 m. Sehingga diasumsikan tidak akan terjadi penumpukan limbah di dasar laut yang dangkal.

3. Lumpur akan sulit tenggelam di dalam air laut karena faktor berat jenis, dimana sebagian akan terlarut dan sebagian lainnya akan mengam-bang/melayang karena memiliki daya apung. Hal ini akan mengganggu potensi perikanan di selat Madura karena menyebabkan tingkat keke-ruhan yang tinggi yang menganggu proses metabolisme organisme laut serta fotosintesis tumbuhan laut yang pada akhirnya akan menggangu ekosistem ataupun menyebabkan kematian pada organisme laut.

Page 75: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 72

4. Apabila pembuangan limbah lumpur tidak ke Selat Madura akan tetapi ke Samudera Hindia yang dalam, faktor jarak akan menentukan (walau masih kurang dari 100 km). Dan kalaupun diangkut dengan kapal pengangkut lumpur akan memerlukan banyak kapal dan akan mengganggu lalu lintas pelayaran Selat Madura yang sempit.

4. Kesimpulan Kesimpulan penulis mengenai pembua-ngan lumpur ke laut adalah bahwa pem-buangan limbah ke laut merupakan altenatif terakhir dari berbagai altenatif penanggu-langan di daratan (karena pula penanganan di daratan lebih terkontrol karena bisa dilihat langsung dibandingkan kalau dibuang ke laut) dan merupakan satu-satunya cara (pengam-bilan kebijakan) untuk menyelesaikan masalah akibat semburan lumpur yang tak kunjung berhenti demi keselamatan jiwa manusia, dimana pengambilan keputusan semestinya berlandaskan perhitungan-perhi-tungan yang dapat dipertanggung-jawabkan secara ilmiah. Dan sebagai saran dari penu-lis apapun keputusan menteri ataupun presiden mengenai penanganan di daratan atapun akhirnya jadi dibuang ke laut dengan memperhitungkan berbagai aspek terkait dengan landasan keilmuan yang ada, maka seyogyanya seluruh rakyat ataupun pihak-pihak terkait berusaha untuk menyokong dan berkontribusi untuk mensukseskan keputusan itu dengan tidak saling menyalahkan apapun hasil akhir yang akan terjadi.

Page 76: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007 NASIONAL

Dampak Asap dan Penanggulangannya di Indonesia

dalam Perspektif Sosiologi Hukum

Azhar PPA, FBEPS, UBD

FH, UNSRI. E-mail: [email protected]

1. Pendahuluan

Kita dengar ada pepatah yang mengatakan bahwa “tiada asap tanpa api,” atau sebaliknya “tiada api tanpa asap.” Hal ini berlaku juga dengan apa yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia seperti di Propinsi Kalimantan Timur, Tengah, Barat dan sebagian di Sumatera Selatan, Riau dan Jambi. Daerah-daerah tersebut setiap tahun merupakan daerah sumber terjadinya asap yang notabene berasal dari api. Api terjadi karena interaksi dari tiga unsur, yaitu panas, bahan bakar dan oksigen. Api inilah yang menghasilkan asap. munculnya api disebabkan oleh dua hal, yaitu alam dan manusia. Terjadinya api secara alamiah dise-babkan oleh gesekan antara rumput dan tumbuh-tumbuhan yang kering sehingga menimbulkan panas. Dengan demikian, tumbuhan itu sendiri yang menjadi bahan bakarnya. Hal lain yang menyebakan api ialah manusia. Kemunculannya bisa terjadi secara tidak disengaja atau disengaja. Secara tidak disengaja api bisa terjadi akibat adanya orang yang buang puntung rokok tanpa disadari di lahan yang berumput kering atau ada yang menjadikan api untuk memasak atau api unggun tanpa dimatikan secara sempurna. Sebaliknya perbuatan yang dilakukan oleh manusia dengan disengaja antara lain bertujuan untuk membersihkan lahan persawahan dengan mudah dan cepat dengan membakar rerum-putan di atas lahan tersebut atau yang lebih parah lagi membakar hutan atau semak belukar untuk pembukaan lokasi perkebuanan kelapa sawit. Keadaan yang terakhir inilah yang banyak terjadi di pulau Sumatera dan Kali-mantan, khususnya diwilayah Propinsi Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Kalimanatan Barat, Timur dan Tengah. Selanjutnya kita akan membahas dampak dari asap tersebut.

2. Dampak Asap Dampak asap ini telah melanda berbagai kota di Indonesia, bahkan sampai ke bebe-rapa negara tetangga seperti Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam. Kabut asap tebal di Kota Padang, Sumatera Barat, sejak awal September 2006 mulai mengganggu aktivitas masyarakat, terutama nelayan. Sepanjang hari, dari pagi hingga malam, ketebalan kabut tidak kunjung menipis walaupun diterpa hujan satu-dua jam. Kebanyakan nelayan di Pasia Nan Tigo, Kecamatan Koto Tangah, Padang, menge-luhkan dampak asap tersebut. Kapal nelayan yang biasanya merapat di kawasan tempat pelelangan ikan Pasia Nan Tigo pukul 6.30, pada saat adanya kabut asap baru bisa merapat pukul 9.30 sampai pukul 12.00 WIB. "Karena kabut asap tebal, kapal kehilangan arah untuk mencari tempat menangkap yang potensial, bahkan arah pulang pun tak tahu. Akibatnya, waktu habis untuk berputar-putar cari arah," sehingga menyebabkan kerugian waktu, bahan bakar minyak, dan tenaga (Kompas, 8 September 2006). Menurut para nelayan, kabut asap tebal membuat jarak pandang amat terbatas, berkisar 30-50 meter. Karena sulit me-nentukan kawasan tangkap, kapal menebar pukat di sembarang tempat saja, sehingga hasil tangkapan menjadi kurang memuaskan. "Di musim kabut asap tebal akhir-akhir ini waktu berlayar menjadi lama dan hasil tangkapan sedikit. Mau tak mau, harga hasil tangkapan naik," hal ini dikeluhkan oleh para nelayan. Nelayan di kawasan Puruih, Kecamatan Padang Utara, juga mengeluhkan kabut asap tebal yang mengganggu aktivitas menangkap ikan. "Hasil tangkapan menurun dibanding hari-hari tanpa kabut asap. Karena itu jangan

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 73

Page 77: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007 heran harga ikan cenderung naik." Harga cumi-cumi yang semula Rp25.000/kg, sekarang harganya Rp35.000/kg. Ikan tongkol yang sebelumnya di pasar Rp20.000/kg, kini menjadi Rp40.000/kg (Kompas, 8 September 2006). Sebaliknya dalam pengamatan awal pekan bulan September, 2006, dari penerbangan komersial, masih terlihat pembakaran lahan di wilayah Kabupaten Pontianak, Kalimantan Barat. Petugas pengamat asap dari Badan Pengen-dalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Kalbar mengatakan, dalam beberapa hari terakhir citra satelit tidak lagi mendeteksi titik api di Kalbar pada awal bulan September 2006 (Kompas, 8 September 2006). Di kota lain kandungan partikel berukuran kurang dari 10 mikron dalam udara kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah melampaui baku mutu atau batas yang diperkenankan. Indeks standar pencemaran udara untuk partikel yang berukuran kurang dari 10 mikron (PM 10), Kamis (5/10/06), tercatat di angka 679. Padahal batas nilai ISPU di angka 300 ke atas sudah masuk kategori berbahaya. Secara umum dapat merugikan kesehatan yang serius pada populasi (Kompas, 5 Oktober 2006). "Partikel PM 10 tadi terutama berasal dari debu yang terkandung dalam asap kebakaran lahan. Hari-hari belakangan ini, jumlah partikel PM 10 tadi sudah membahayakan," kata Kepala Unit Pelaksana Teknis, Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Palangkaraya. Sebagai gambaran, ISPU parameter PM 10 dari tanggal 1-5 Oktober 2006 berturut-turut adalah 649, 821, 1.007, 477 dan 679. Kandungan Karbon Monoksida (CO) di Palangkaraya akibat kabut asap juga sudah dalam taraf tidak sehat, yaitu dengan nilai ISPPU di atas 101 (Kompas, 5 Oktober 2006). Kandungan CO ini mengakibatkan pusing-pusing bagi banyak warga Palangkaraya, ter-lebih bila tidak memakai masker. Diperkirakan jarak pandang hanya 500 meter. Padahal, dalam kondisi normal, jarak pandang mencapai 10.000 meter. Kondisi ini tentu sangat ber-bahaya bagi keselamatan penerbangan. Akibatnya, banyak maskapai penerbangan, yang mestinya tinggal landas menjelang pagi, terpaksa menunda keberangkatannya. Mereka menunggu sampai jarak pandang benar-benar aman. Termasuk penerbangan pesawat Garuda ke Jakarta. Memang tak sampai batal terbang.

Namun, penundaan hingga satu jam lebih itu tak urung membuat penumpang kesal. Walau terlambat, penumpang sebetulnya sedikit beruntung. Nasib buruk dialami ratusan calon penumpang di Bandara Sultan Thaha Syafiruddin, Jambi, propinsi tetangga Sumatera Selatan. Mereka urung mengudara setelah bandara dinyatakan tertutup bagi penerbangan, akhir bulan September, 2006. Semua penerbangan dari Jambi ke Jakarta dan sebaliknya, masing-masing enam kali sehari, terpaksa batal berangkat dan mendarat. Yakni dua penerbangan Lion Air dan masing-masing satu penerbangan Garuda, Adam Air, Batavia Air dan Sriwijaya Air. Kabut asap di Jambi jauh lebih pekat. Pagi hari, jarak pandang hanya 100 hingga 200 meter. Siang hari sempat membaik jadi 400 meter. Namun, menjelang sore, asap kembali menebal hingga jarak pandang 200 meter. Tentu kualitas udaranya pun buruk. Indeks pencemaran udara menunjuk angka 151. Angka yang masuk pada skala tidak sehat, yakni 100 hingga 200. Ketebalan asap juga mengganggu penerbangan di atas Kalimantan. Rachmat Witoelar, Menteri Negara Lingkungan Hidup, termasuk yang jadi korban. Perjalanan Rachmat dari Jakarta menuju Palangkaraya terasa makin jauh karena seluruh penerbangan menujur ibu kota Kalimantan Tengah itu dibatalkan pada awal bulan Oktober, 2006. Bagi perusahaan penerbangan, gangguan asap memang belum merugikan secara ekonomi. "Karena tidak sampai menurunkan jumlah penumpang," ujar Kepala Humas Garuda. Hal ini merugikan justru pemakai jasa angkutan udara, karena keberang-katannya tertunda dan kenyamanannya terusik. Ketidaknyamanan ini tidak hanya dirasakan penumpang di bandara-bandara yang tertutup asap, melainkan juga oleh penumpang di bandara lain. Sebab pesawat yang mengalami penundaan juga melayani rute lain yang udaranya bersih. "semacam efek domino," kata Kepala Humas Garuda. Gangguan asap tebal sudah menjadi langganan tahunan bagi Indonesia. Terutama ketika musim kemarau tiba. Penyebabnya

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 74

Page 78: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007 adalah kebakaran hutan yang melanda Sumatera dan Kalimantan, baik yang tak sengaja maupun disengaja. Gangguan kali ini merupakan yang terparah sejak tahun 1997. Berdasarkan data Wahana Lingkungan Hidup, LSM yang bergerak di bidang lingkungan hidup, hingga Agustus saja sedikitnya hampir 19.000 titik api terdeteksi di Sumatera dan Kalimantan. Adapun wilayah terparah adalah Riau, Jambi, dan Kalimantan Barat. Hingga kini, pemerintah belum mendapat angka pasti tentang luas areal hutan yang terbakar. "Yang jelas, Kalimantan Barat paling parah karena areal hutannya memang luas," kata Rachmat Witoelar. Tentu, kerugian yang terjadi tak sekadar angka-angka luas hutan yang terbakar, melainkan juga kenyamanan warga (Gatra, 12 Oktober 2006).

Keadaan Kota Banda Aceh dan sebagian wilayah di Kabupaten Aceh Besar, Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam mulai diselimuti kabut asap tipis, Rabu pagi (18/10/06), akibat pembakaran hutan di propinsi lainnya (Gatra, 18 Oktober 2006).

Pembakaran lahan dan semak-semak kering di Bangka Tengah dan Bangka Selatan terus berlanjut sehingga mengakibatkan Pulau Bangka diselimuti kabut asap pekat. Pada pagi hari, jarak pandang di Bandara Depati Amir Pangkal Pinang sempat turun sampai kurang dari 1.000 meter, tetapi tidak sampai menganggu penerbangan.

Kabut asap sangat pekat menyelimuti jalan antara Pangkal Pinang sampai ke Tboali di pagi hari. Semua kendaraan harus menyalakan lampu agar terlihat oleh pengendara dari arah berlawanan (Kompas, 19 Oktober 2006). Kabut asap yang melanda beberapa kabupaten/kota di Pulau Bangka ini bukan kiriman dari Pulau Sumatera karena datang dari arah selatan Kota Pangkal Pinang. Asap akibat pembakaran lahan itu sudah terlihat sejak sore hari karena banyaknya orang yang membersihkan ladang dan kebun mereka dari ilalang. Asap dari pembakaran berbagai ladang itu sering menutupi jalanan sehingga jarak pandang turun sampai 50 meter. Kondisi itu memaksa para pengemudi memperlambat laju kendaraan untuk menghindari kecelakaan. Sementara itu, menurut Kepala Badan Meteorologi dan Geofisika Pangkal Pinang,

kabut asap yang paling parah terjadi pada pukul 06.00 sampai 09.00. Pada pukul 08.00, jarak pandang di Bandara Depati Amir sempat turun sampai kurang dari satu kilometer sehingga mengganggu penerbangan. Namun, tiupan angin yang kencang membuat kabut asap cepat beralih sehingga jarak pandang bagi penerbangan kembali di atas 1.000 meter. Kondisi itu menyebabkan tidak ada pesawat yang gagal mendarat karena terhalang kabut asap, seperti yang terjadi pada pesawat Sriwijaya Air, Rabu (18/10/06) yang lalu. Pembakaran lahan semakin intensif dilakukan para petani di Bangka Tangah dan Bangka Selatan untuk mempersiapkan lahan mereka bagi pertanian di musim hujan. Menurut petani di Pangkalan Baru, Bangka Tengah, kebiasaan membakar lahan sebenarnya sudah dilarang oleh pemerintah tetapi tetap dilakukan oleh petani karena merupakan cara yang paling efektif. Tingginya upah dan sedikitnya pekerja di sektor pertanian, membuat para petani memilih membakar lahan untuk pembersihan. Pembakaran harus segera dilakukan sebelum datangnya musim hujan, yang akan membuat pembersihan dengan cara itu sulit dilakukan. Serbuan kabut asap akibat kebakaran lahan dan semak belukar yang terus terjadi menyebabkan aktivitas penerbangan di Bandara Syamsudinnoor, Kecamatan Landasan Ulin, Banjarbaru, Kalimantan Selatan, pada Kamis, mengalami penundaan lebih dari tiga jam. Hal ini terjadi karena jarak pandang di landasan pacu pada pukul 06.00 hingga pukul 09.00 pagi hanya 100 hingga 300 meter (Kompas, 2 Nopember 2006). Kepala Divisi Operasional PT Angkasa Pura Bandara Syamsudinnoor, mengatakan, kegiatan penerbangan mengalami penundaan karena cuaca buruk karena serbuan asap. Akibatnya, ada empat penerbangan pagi mengalami penundaan keberangkatan. Tiga pesawat diantaranya tujuan Jakarta masing-masing, Batavia, Lion Air dan Garuda. Sedangkan tujuan Surabaya adalah pesawat Trigana Air. “Pesawat-pesawat itu secara berturut-turut baru bisa terbang setelah pukul 09.30. Kegiatan di bandara juga berlangsung normal karena jarak pandangan sudah di atas 300 meter,” katanya. Serbuan asap yang paling parah terjadi padi Rabu tanggal 1 Nopember, 2006 siang Karena membuat

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 75

Page 79: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007 kegiatan penerbangan di bandara ini sempat terhenti total hampir sembilan jam. Selain melumpukan aktivitas penerbangan komersial, serbuan asap tersebut membuat kegiatan pesawat hercules yang akan membikin hujan buatan juga sampai sekarang belum bisa dilakukan. “Sampai saat ini kegiatan hujan buatan dengan pesawat itu belum bisa dilakukan akibat serbuan asap ini,” katanya. Dampak asap tidak hanya menimbukan gangguan di dalam negeri tetapi juga negara tetangga seperti Brunei Darussalam, Malaysia dan Singapura. Beberapa tanggapan para pemimpin negara tetangga tersebut terhadap asap yang mengganggu negara mereka. Menteri Pembangunan Brunei Darussalam Pehin Dato H. Abdullah mengakui Indonesia kesulitan mengatasi masalah kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan karena luasnya negara tersebut (Gatra, 14 Oktober 2006). "Kami memahami Indonesia merupakan negara yang besar dan luas hingga sulit meredam kebakaran yang menyebabkan jerebu (asap)," kata Abdullah, sebagaimana dikutip dari Antara, di Pekanbaru, Jum`at 13 Oktober 2006. Menurut dia, pihaknya memahami betul permasalahan dan kendala yang dihadapi Indonesia dalam mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan sehingga menimbulkan kabut asap hingga ke negerinya. "Kami tidak komplain adanya jerubu dari Indonesia karena itu dibawa angin. Kami coba mengerti problem Indonesia sana-sini cukup banyak ditambah pula luasnya peladangan (perkebunan) juga aktivitas masyarakatnya yang ramai," ungkap Abdullah (Gatra, 14 Oktober 2006). Ia mengatakan, kebakaran yang terjadi ada kalanya tidak disengaja atau karena faktor alam dari musim kering dan panas yang tinggi hingga terjadi kebakaran. Tetapi, lanjut dia, untuk mencegahnya saat memasuki musim kering perlu diambil tindakan awal menyadarkan berbagai pihak agar tidak melakukan pembakaran. "Negara kami kecil beda dengan Indonesia. Karena berada di Pulau Borneo kami juga kena imbas jerebu/asap dari Palangkaraya atau Pontianak, tapi kami sadar Indonesia telah berusaha keras mengatasinya," ujar Abdullah.

Lain halnya dengan negara jiran kita Malaysia melalui Duta Besar Malaysia untuk Indonesia, Dato` Zainal Abidin Zain menyatakan, negaranya memberi peringatan (warning) kepada pemerintah Indonesia agar tidak "mengekspor" asap ke Malaysia tahun depan (Gatra, 12 Oktober 2006). Zainal Abidin menambahkan asap dari Indonesia yang bersumber dari pembakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera sangat membahayakan kesehatan manusia karena dapat mengakibatkan penyakit saluran pernafasan (ISPA). Kabut asap akibat terbakarnya hutan di dua propinsi di Indonesia ini telah membuat warga Malaysia menjadi kesal dan meminta agar kasus asap seperti ini tidak akan terjadi pada 2007. Selanjutnya Pemerintah Malaysia meminta pemerintah Indonesia serius menangani masalah asap tersebut yang tidak hanya dalam negeri tetapi juga merambah negeri jiran. Malaysia dan Singapura terganggu aktivitas warganya. Polusi asap ini sudah berlangsung sejak tahun 1997, namun, solusi untuk mengatasinya asap akibat kebakaran hutan sampai saat ini belum tuntas dilakukan pemerintah Indonesia. Akibatnya saat ini sebagian warga Malaysia terpaksa menggunakan masker saat keluar rumah, bahkan mempengaruhi kunjungan wisatawan asing ke negeri Jiran itu. Pemerintah Malaysia berharap terjalin kerjasama dengan pemerintah Indonesia untuk bersama-sama mencari solusi terbaik dalam menangani kabut asap tersebut. Sehari sebelumnya, yakni pada pertemuan dengan sejumlah pelajar dan mahasiswa asal Malaysia, Dubes Malaysia Dato` Zainal Abidin meminta kepada Wahana Lingkungan Indonesia (WALHI) untuk memperkarakan secara hukum kalau memang ada perusahaan Malaysia yang diduga terlibat pembakaran hutan secara liar di Kepulauan Riau. Namun, pihaknya akan menuntut balik apabila empat group perusahaan Malaysia yang dituding membakar hutan tapi tidak terbukti melakukan pelanggaran hukum seperti yang dituduhkannya. Sebaliknya menanggapi surat dari Perdana Menteri Singapura terhadap expor asap dari Indonesia, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 12 Oktober 2006 menghubungi Perdana Menteri Singapura Lee

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 76

Page 80: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007 Hsien Loong, guna meminta maaf secara langsung atas persoalan asap pembakaran hutan di Indonesia yang sampai ke wilayah Singapura (Gatra, 12 Oktober 2006). Presiden meminta maaf atas ketidak-nyamanan yang dirasakan masyarakat Singa-pura dan Malaysia akibat asap ini. Dalam pembicaraan melalui telpon itu, Presiden Yudhoyono mengusulkan adanya kerjasama bersama negara-negara Asean untuk mencari solusi menyeluruh jangka panjang untuk mengatasi masalah asap yang terus terjadi setiap tahun ini (Gatra, 12 Oktober 2006). Selain itu, Presiden Yudhoyono juga menyepakati untuk segera melakukan ratifikasi kesepakatan dengan negara-negara Asean mengenai persoalan penanganan asap ini. "Presiden mengatakan akan meratifikasi agreement ini, sekaligus menjalankan penanganan komprehensif masalah asap ini.” Sebelumnya, PM Lee telah menyurati Presiden Yudhoyono, yang isinya soal kekecewaan negaranya terhadap kiriman asap yang setiap tahun diterima Singapura dari pembakaran hutan yang terjadi di wilayah Indonesia. Dalam pembicaraan itu, juga dibahas me-ngenai rencana pertemuan menteri-menteri lingkungan hidup Asean pada Jumat (12/10/06) di Pekanbaru, Riau. Pertemuan itu akan membahas kerjasama secara umum antarnegara Asean dalam menangani persoalan asap ini, seperti yang sebelumnya telah disepakati dalam Kesepakatan ASEAN tentang Polusi Asap Lintas Batas atau ASEAN Aggreement on Transboundary Haze Pollution. Mengenai ratifikasi kesepakatan itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia mengatakan masih perlu waktu untuk mem-bahasnya karena menyangkut persoalan hukum. "Saya tidak tahu kapan waktunya," ungkapnya (Gatra, 12 Oktober, 2006). Sebelumnya, Mentri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar menyatakan, Peme-rintah Indonesia pada tahun 2002 memang menandatangani Kesepakatan ASEAN tentang Polusi Asap Lintas Batas atau ASEAN Aggreement on Transboundary Haze Pollution. Namun, hingga kini DPR belum meratifikasinya dalam ketentuan di Indonesia.

Akhir-akhir ini, sejumlah pihak di Malaysia mengungkapkan kekesalan mereka atas dampak asap Indonesia yang tidak hanya mengganggu kesehatan tetapi juga menggangu perekonomian warga negara jiran itu. Jadi, dampak dari kabut asap sudah merugikan kesehatan, lingkungan, perekonomian, hingga hubungan diplomatik dengan negara tetangga. Pada 13 Oktober 2006, di Pekanbaru, telah berlangsung pertemuan para menteri lingkungan hidup Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) untuk membahas upaya-upaya pemadaman api. Dalam pertemuan tersebut tidak hanya menteri lingkungan hidup tetapi juga menteri-menteri terkait untuk membahas teknologi pemadaman api. Sayangnya hingga kini negara Indonesia belum menerima agreement yang dibuat di Pekan Baru Riau tersebut. Walau demikian ternyata “bagaikan menggunting dalam lipatan” atau “musuh dalam selimut” pemerintah Singapura membawa masalah asap ini ke sidang Majelis Umum Persatuan Bangsa-Bangsa. Hal ini membuat pemerintah Indonesia marah atas pernyataan pemerintah Singapura di Majelis Umum PBB. Pernyataan yang berisi bahwa Indonesia tetap membutuhkan bantuan internasional untuk menangani asap tersebut dirasakan pemerintah sebagai intervensi kebijakan dalam negeri. Kekecewaan pemerintah terhadap Singa-pura itu berawal ketika Sidang Umum Majelis PBB diadakan pada 20 Oktober 2006 lalu. Saat itu, ada pembahasan agenda kerja sama PBB-ASEAN. “Sebenarnya, penanganan asap tidak ada dalam agenda. Namun, delegasi Singapura memaksakan membahas masalah asap dalam forum itu (Sripo, 6 Nopember 2006).” Permintaan tersebut terkesan sangat dipaksakan. Delegasi Indonesia tidak terima karena masalah asap sudah memiliki kesepakatan kerja sama bilateral antara RI dan negara-negara ASEAN, khususnya antara Malaysia, Indonesia, Brunei Darussalam dan Singapura. Pemerintah Indonesia tidak mau masalah tersebut dibawa ke majelis umum karena tidak berkaitan dengan PBB. Pernyataan Singapura tersebut langsung direaksi keras oleh utusan pemerintah RI di PBB. Di sidang Komite III Majelis Umum PBB,

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 77

Page 81: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007 Indonesia langsung mengeluarkan dua kritik pedas untuk pemerintah Singapura. Kritik itu menyatakan bahwa Singapura juga banyak merugikan Indonesia. Mereka ikut andil dalam kebakaran hutan serta ladang yang akhirnya menimbulkan asap berkepanjangan. Sebab, ada warga Singapura yang melakukan pembalakan liar di hutan Indonesia. Namun, pemerintah Singapura terkesan melindungi mereka. Selain itu, masih ada kesalahan Singapura seperti pelimpahan limbah B3 (bahan beracun dan berbahaya), penambangan pasir pantai, serta bocoran minyak dari kapal tanker Singapura yang melintas di Selat Malaka,. Singapura seharusnya memperhatikan hubungan bilateral antara RI dan pemerintahnya. Mereka sudah menyepakati hasil keputusan forum RI-ASEAN tentang asap yang diselenggarakan di Pekanbaru, Riau, beberapa waktu lalu. Namun, yang terjadi, mereka malah mengeluarkan pernyataan negatif tersebut. Akibat pernyataan yang dibuat Singapura di Komite III Majelis Umum PBB itu, kantor Kementerian Luar Negeri RI memanggil Dubes Singapura pada Jumat (27/10/06). Isu asap yang diembuskan Singapura di PBB telah merusak spirit kerja sama ASEAN yang sudah kita sepakati di Pekanbaru. Apalagi, Presiden SBY telah bersungguh-sungguh meminta maaf kepada pemerintah Singapura dan Malaysia. (Sriwjaya Pos, 6 Nopember 2006). Dari uraian tersebut asap mempunyai dampak yang sangat banyak dan luas, antara lain:

1. terhadap kesehatan manusia tidak hanya di lokasi asap tetapi juga di tempat lainnya seperti di negara-negara;

2. terhadap lalu lintas manusia dan barang karena terganggunya alat transportasi baik itu pesawat terbang, kendaraan darat, laut dan sungai;

3. terhadap perekonomian masyarakat; 4. terhadap kelestarian hutan dan

biodiversiti yang ada; dan 5. terhadap hubungan diplomatik dengan

negara tetangga. 3. Penangulangan Asap Penanggulang asap secara hukum dan administrasi sudah mulai dilakukan. Hal ini dapat dilihat dari tindakan yang dilakukan pemerintah seperti sudah dilakukan oleh kementerian lingkungan. Bahkan, Menteri

Koordinator Kesejahteraan yang mengkoor-dinasikan kementerian lingkungan mengata-kan sudah ada tujuh perusahaan besar yang diperiksa karena diduga melakukan pemba-karan lahan di Sumatra dan Kalimantan. Namun beliau belum bersedia menyebut nama-namanya. ''Masih dalam tahap pengum-pulan bukti,'' katanya. Dia berjanji akan mem-proses ketujuh perusahaan itu secepat mungkin (Kompas, 26 Agustus 2006). Jika terbukti, para pelaku pembakaran hutan ini akan dijerat dengan undang-undang ling-kungan hidup dan undang-undang perke-bunan. Di lain pihak, Menteri Negara Lingkungan Hidup, mengatakan masih sulit membuktikan keterlibatan perusahaan- perusahaan besar itu. Masalahnya, yang tertangkap basah melakukan pembakaran adalah rakyat kecil. Padahal mereka ini orang-orang yang dibayar untuk membakar lahan. Kendati belum ada 'bukti', pemerintah telah menyandera lahan-lahan milik perusahaan yang dicurigai dengan memasangi police line. Selanjutnya kemungkinan jumlah perusahaan besar yang akan diusut semakin banyak. ''Angka tujuh [perusahaan] itu baru data dari KLH. Dari Mabes Polri masih ada lagi. Jadi masih mungkin bertambah.” Sikap tegas juga disampaikan wakil presiden, saat berada di Riau untuk menerima laporan dari Kepala Polisi Daerah Riau tentang adanya 20 orang pembakar hutan yang ditangkap (Kompas, 25 Agustus 2006). Di samping itu, pemerintah juga meng-gunakan teknologi untuk penangulan asap dengan menyiapkan hujan buatan dan bom air (water bomb) untuk memadamkan api yang membakar hutan di lima propinsi di Sumatra dan Kalimantan (Kompas, 25 Agustus 2006). Bom-bom air, mulai dijatuhkan beberapa hari dengan dua unit pesawat Hercules. Lima propinsi yang menjadi target adalah Sumatra Selatan, Riau, Jambi, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat. Ical mengakui pemadaman api dengan cara itu tak seratus persen bisa mematikan api. ''Tapi paling tidak usaha ini bisa mengurangi penyebaran kebakaran hutan.'' Adapun dana untuk membiayai hujan buatan dan bom-bom air itu mencapai sekitar Rp 2 miliar.

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 78

Page 82: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007 Menteri negara riset dan teknologi, mengatakan pihaknya sudah siap memadamkan api dengan hujan buatan. ''Karena tahun lalu pun sudah kita lakukan.'' Tapi untuk bom-bom air, dia mengaku masih ada kesulitan menemukan tangki air-tangki air berukuran kecil. Selain hujan buatan dan bom air yang merupakan upaya jangka pendek, pemerintah juga tengah menyiapkan program jangka panjang. Salah satunya dengan menjatuhkan hukuman seberat-beratnya kepada pelaku pembakaran hutan. ''Bagi perkebunan besar yang sudah melanggar berkali-kali—meski sudah diingatkan—akan kita tindak.''

Sedangkan untuk menghadapi masyarakat yang biasa membuka lahan dengan membakar hutan, pemerintah akan mengintensifkan pe-nyuluhan dan sosialisasi. Selain melibatkan tokoh masyarakat setempat, sosialisasi akan dilakukan dengan membagikan poster dan komik tentang bahaya membakar hutan. Upaya ini akan dilakukan Kementerian Negara Ling-kungan Hidup (KLH).

Pemerintah, juga akan memberikan insentif bagi masyarakat yang membuka lahan tanpa membakarnya. Insentif itu berupa pemberian bibit dan pupuk gratis. Sistem peringatan dini kebakaran hutan, juga akan dibangun bekerja sama dengan pemerintah daerah.

Pemerintah menargetkan memadamkan kebakaran hutan di lima propinsi pada 2 September 2006. Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Aburizal Bakrie, mengatakan titik api saat ini sudah jauh berkurang. ''[Jumlah titik api] sudah berkurang, tapi kita akan minta Bakornas tetap melakukan pemadaman.'' (Kompas, 28 Agustus 2006).

Sementara itu, menteri riset dan teknologi (Menristek) mengatakan pemerintah sudah mengirimkan satu pesawat Hercules ke Bandara Tabing, Sumatra Barat. Di sana, pesawat ini akan mengangkut 30 ton garam untuk memicu hujan di kawasan Riau, Jambi, dan Sumatra Selatan untuk memadamkan api di lokasi yang sulit didekati dari darat.

Di Rakor Kesra, tanggal 28 Agustus 2008, dilaporkan bahwa jumlah titik api di beberapa propinsi mulai berkurang karena 'bantuan' hujan maupun pemadaman yang dilakukan secara sengaja. Di Jambi, misalnya, hujan deras sangat berperan mengurangi jumlah titik api.

Menurut Gubernur Jambi, dari 346 titik api di Jambi, yang tersisa kemarin tinggal 16. Gubernur Riau, Rusli Zainal, juga mengungkapkan titik api di daerahnya tinggal 16 dari semula 42 titik.

Sementara itu, di Sumatra Selatan, meski belum diguyur hujan, namun dari 160 titik api, saat ini yang tersisa tinggal 40 titik api karena pemadaman. Wakil Gubernur Kalimantan Tengah Achmad Diran mengatakan saat ini tersisa delapan titik api di Kalteng.

Menteri Komunikasi dan Informatika, mengatakan Kementerian Negara Lingkungan Hidup telah menyebutkan 31 perusahaan yang diduga membakar hutan. ''Namun masih harus diverifikasi karena ada yang tidak akurat,'' katanya.

Gubernur Riau, mengatakan dari 86 kasus yang diproses karena melakukan pembakaran hutan, 58 ditetapkan sebagai tersangka. Dari jumlah itu, dua sudah divonis.

Gubernur Jambi meminta agar Malaysia dan Singapura yang terkena dampak asap dari kebakaran hutan di Indonesia agar tidak hanya melontarkan protes. ''Mereka juga harus membantu karena kita bukan hanya mengekspor asap, namun juga mengekspor oksigen,'' (Republika, 29 Agustus 2006).

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan keprihatinannya karena Indonesia khususnya Kalimantan dan Sumatera mengirimkan asap ke luar negeri akibat pembakaran hutan dan lahan. Sama seperti di dalam negeri, asap itu mengganggu lingkungan, kesehatan, dan penerbangan.

Presiden dalam pencanangan rehabilitasi dan revitalisasi bekas pengembangan lahan gambut di Desa Dadahup, Kapuas Murung, Kapuas, Kalimantan Tengah mengemukakan bahwa "Sungguh memprihatinkan (pembakaran hutan dan lahan) karena kadang-kadang asap itu juga menyebar ke negara tetangga. Kita tidak boleh membiarkan semua ini terus terjadi, (Kompas, 31 Agustus 2006).”

Secara khusus sebagai satu penyumbang ekspor asap ke luar negeri itu, Presiden menekankan perlunya penanganan dan pengelolaan hutan di Kalimantan dan

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 79

Page 83: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007 Sumatera. Pembakaran itu selain merusak hutan, mengganggu kesehatan, juga mengganggu penerbangan.

Presiden telah mencanangkan untuk;

1. segera menghentikan ekspor asap; 2. perlu upaya sungguh-sungguh untuk

menangani ini oleh semua pihak; 3. cegah kebakaran hutan; 4. cegah terjadinya asap yang tidak

sewajarnya; 5. polisi harus tegas menegakkan hukum.

Kepada aparat kepolisian, presiden telah menyebut banyaknya perusahaan perkebunan di Sumatera yang lalai sehingga menyebabkan kebakaran untuk itu "Tegakkan hukum demi kepentingan rakyat kita dan daerah yang bersangkutan."

Di lain pihak Menteri Lingkungan Hidup mengemukakan bahwa efek kekeringan akan terjadi dalam waktu yang lama sehingga memicu terus berlangsungnya kebakaran lahan. "Dalam jangka pendek, pemerintah memandang perlunya segera dilakukan berbagai upaya pemadaman api," katanya, di Palembang, seusai memantau titik api di Sumatera Selatan (Kompas, 14 Oktober 2006).

Pemadaman itu diantaranya melibatkan masyarakat, Manggala, penyediaan peralatan pemadaman, dan parit-parit di lahan gambut. Dalam jangka panjang, pemerintah harus segera mencari alternatif pencegahan dan penyelesaian kebakaran hutan dan lahan.

Kepala Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Raden Intan Lampung mengatakan, berdasarkan analisa, jika badai El Nino mncul, maka kekeringan akan bertambah parah.

Pantauan dari udara, pembakaran lahan masih marak berlangsung di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, sehingga menimbulkan kabut asap yang tebal di wilayah itu. Lokasi kebakaran di antaranya, di sekitar Sungai Menang, dan Teluk Selapan (Kompas,14 Oktober 2006).

Kebakaran di Sumatera Selatan, merupakan kebakaran terparah setelah Kalimantan. Total luas lahan di Sumatera Selatan yang terbakar sekitar 55.815 hektar. Terdiri atas lahan perkebunan besar seluas 1.306 hektar, lahan

hutan 19.000 hektar, dan lahan masyarakat 35.509 hektar. Kerugian akibat kebakaran hutan dan lahan mencapai Rp 130 miliar. (HLN)

Indonesia telah menyewa pesawat dari Rusia untuk memadamkan api di daerah-daerah yang tingkat asapnya sangat tinggi, dua pesawat terbang yang masing-masing pesawat mampu membawa 40 ton air (Gatra, 16 Oktober 2006). 4. Penanggulangan Asap dalam Perspektif Sosiologi Hukum

Asap yang terjadi hampir tiap tahun menimbulkan dampak yang luas terjadi di berbagai tempat di Indonesia diakibatkan oleh pembakaran hutan atau semak belukar. Hal ini merupakan suatu kegiatan yang dari dulu dilakukan terus menerus dan diperparah oleh pembakaran hutan dalam rangka pembersihan tanah untuk lahan perkebunan.

Penanggulangan asap yang dilakukan Pemerintah Indonesia “sudah sangat memadai,” kalau kita lihat dari berbagai pernyataan dari presiden, menteri koordinator, menteri terkait, para gubernur, bupati dan pejabat terkait lainnya. Tetapi kenapa asap tersebut bukan mereda atau hilang? Bahkan tiap tahun makin menjadi-jadi khususnya dikala musim kering. Untuk itu mari kita lihat dalam perspektif Sosiologi Hukum, kenapa hal tersebut bisa demikian dan bagaimana sebaiknya langkah yang harus ditempuh oleh pemerintah dalam rangka mengatasi masalah asap ini.

Dalam perspektif Sosiologi Hukum paling tidak ada bebrapa faktor yang perlu diperhatikan dalam penanggulangan asap tersebut antara lain faktor hukum atau peraturan, aparat penegak hukum, saran dan prasarana, budaya hukum masyarakat dan ekonomi.

Faktor hukum atau peraturan ini dapat kita lihat bahwa hukum atau peraturan mana yang dilanggar apabila seseorang apabila tanpa sengaja dia membuang puntung rokok yang menyebabkan kebakaran dapat dihukum. Demikian pula terhadap orang yang membakar semak belukar untuk tempat persawahan dan juga yang melakukan pembersihan tanah dengan cara membakar lokasi untuk perkebunan. Hingga kini belum

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 80

Page 84: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007 ada undang-undang yang mengatur hal tersebut, yang ada dengan menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang merupakan peninggalan zaman penjajahan Belanda dan di terjemahkan dalam Bahasa Indonesia, yang tidak mengatur secara khusus perihal pembakaran hutan atau lahan. Sehinga peraturan yang diterapkan terhadap pembakar hutan hanya dapat menjerat pelaku dilapangan bukan orang yang bertanggung jawab dibalik itu. Terkesan pemerintah memaksakan member-lakukan undang-undang yang sudah tidak dapat menjangkau kemajuan zaman.

Untuk itu diperlukan suatu undang-undang yang mengatur tentang sanksi pembakaran lahan baik untuk pertanian maupun untuk perkebunan yang mengandung sanksi/hukuman tidak hanya bagi yang melakukan pembakaran dilapangan tetapi juga peraturan/undang-undang yang dapat menjerat bagi menyuruh melakukan pembakaran. Berikutnya faktor sarana dan prasarana, yaitu menyangkut dua hal yaitu pencegahan dan pengendalian asap. Pencegahan meliputi, monitoring kawasan atau lokasi yang biasanya terjadi kebakaran hutan. Mengingat luasnya areal yang akan diawasi, maka tidak mungkin dilakukan dengan peralatan konvensional. Harus menggunakan satelit dan menggunakan alat transportasi yang bisa menjangkau wilayah yang luas. Pengendalian sumber asap dalam hal kebakaran hutan atau lahan gambut dengan menggunakan alat kebakaran yang modern dan menjangkau luas kawasan yang akan dikendalikan adalah suatu keharusan. Tidak mungkin menggunakan alat pemadam kebakaran seperti yang digunakan untuk memadamkan kebakaran didalam kota. Dalam hal ini diperlukan pesawat yang dapat digunakan untuk memadamkan api yang luas. Sayangnya pemerintah Indonesia menyewa pesawat alat angkut dari Rusia setelah terjadi kebakaran hutan yang telah meluas. Sebaiknya sebelum terjadi kebakaran hutan sudah disiapkan dan dapat mencegah kebakaran hutan yang lebih luas. Mengenai faktor aparat penegak hukum, perlu diperhatikan beberapa hal, antara lain:

1. apakah aparat penegak hukum seperti polisi, petugas dari dinas kehutanan dan pemerintah daerah memahami dan mengerti bertapa bahayanya dampak dari pembakaran hutan yang bisa

merugikan secara kesehatan, lingkungan, ekonomi dan hubungan diplomatik?

2. apakah aparat tersebut di atas di rekrut secara benar dan di tingkatkan keahlian dan kemampuannya? Dalam artian mereka tidak mendapatan posisinya karena menyogok? Di samping perlunya peningkatan keahlian, ketrampilan dan wawasan berpikir terhadap tugas yang diemban. Karena hal ini akan berdampak terhadap dedikasi dan motivasi aparat pengak hukum untuk menegakkan hukum itu sendiri. Apakah mereka menjadi aparat karena dari hati nuraninya atau hanya karena lingkungan yang mendorong mereka atau karena hanya faktor ekonomi, dan gengsi semata-mata?

3. selanjutnya apakah aparat tersebut sudah dipenuhi kebutuhan dasarnya, sehingga dengan tenang dan dedikasi tinggi melaksanakan tugasnya? Kalau aparat tersebut diberi gaji satu bulan dan gaji tersebut hanya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dua minggu, jangan harap para aparat akan berdedikasi tinggi dan menjalankan tugasnya dengan baik. Karena, pikiran dan konsentrasi mereka bercabang. Di satu pihak dituntut untuk berdedikasi tinggi terhadap pekerjaannya di lain pihak dituntut harus memenuhi kebutuhan pokok baik dirinya maupun keluarganya. Hal inilah yang membuka peluang terjadinya penyalahgunaan kedudukan/jabatan, kolusi dan korupsi. Bukan rahasia umum bahwa banyak perusahaan perkebunan yang memperkerjakan secara paruh waktu para aparat baik, untuk alasan keamanan maupun untuk kelancaran dalam pengurusan birokrasi di Indonesia. Disamping itu banyak perusahaan perkebunan yang menjadi sumber penghasilan bagi para aparat terkait.

Kemudian, faktor lainnya yaitu budaya hukum masyarakat. Khusus untuk masalah asap bahwa dari dahulu, tiap tahun adanya asap disaat-saat musim panas atau kering. Berdasarkan kebiasaan masyarakat di daerah-daerah, mereka melakukan pemba-karan semak belukan dalam rangka mempersiapkan untuk melakukan tanah guna

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 81

Page 85: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007 ditanami. Mereka beranggapan bahwa semak belukar yang dibakar bisa menjadi subur. Hal ini dilakukan dari dahulu hingga sekarang. Sehingga masyarakat merasa hal itu suatu kewajaran dan tanpa menyadari dampak yang diakibatkan. Untuk itu diperlukan kerja keras para ahli bidang lingkungan, kedokteran untuk menyadarkan, sosialisasi dan memberi tahu masyarakat bahwa pembakaran hutan itu tidak benar dan merusak lingkungan. Produk pembakaran api berupa asap menimbulkan penyakit seperti infeksi saluran pernapasan atau salesma. Media Massa pun harus ambil bagian dalam menyebarkan dan menyadarkan serta mempropaganda bahaya pembakaran hutan dan asap. Para tokoh masayarakat, alim ulama dan pejabat pemerintah harus aktif mengobarkan perang terhadap pembakaran hutan dan asap. Lembaga Swadaya masya-rakat pun harus ikut berpartisipasi dan mendorong masayarakat untuk menghentikan pembakaran. Di sekolah-sekolah dan universitas harus disosialisasikan kepada para murid dan mahasiswa dan dosen bahaya akan pembakaran hutan dan asap. Dengan demikian diharapkan menciptakan kesadaran masyarakat luas betapa bahayanya pembakaran lahan, hutan dan asap.

Terakhir adalah faktor ekonomi. Faktor ini merupakan sangat penting, karena terkadang manusia rela untuk melakukan tindakan yang berlawanan dengan hukum karena dorongan faktor ekonomi. Untuk itu, hal-hal tersebut di atas baru bisa berjalan seperti yang diharapkan apabila dibarengi dengan tindakan pemerintah untuk menyediakan lapangan pekerjaan dan menyediakan kesejahteraan sosial bagi masyarakat sekitar lokasi kebakaran hutan atau sumber asap. Kalau kita lihat dari perspektif Maslow dalam bukunya Motivation and Personality (1970), manusia karena untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar/sehari-hari rela untuk melakukan pembakaran untuk pembersihan lahan perkebunan karena mengharapkan imbalan uang dalam rangka memenuhi kebutuhan pokok mereka. Selanjutnya, apabila kebutuhan pokoknya telah terpenuhi maka akan ada perasaan memiliki dan tumbuh perasaan kasih sayang. Hal ini dapat diterapkan dalam hal pembakaran lahan ini. Apabila masyarakat setempat telah dipenuhi kebutuhan dasarnya, maka mereka akan timbul kebutuhan lain yaitu kebutuhan akan kenyaman dalam hidup termasuk kenyaman di dalamnya keindahan alam/lingkungan di sekitar tempat mereka tinggal.

5. Kesimpulan Dari uraian di atas nampak bahwa pembakaran semak belukar hutan di Indonesia untuk membersihkan lahan sudah menjadi bagian dari pada salah satu proses pembukaan lahan yang merupakan suber terjadinya bencana asap. Hal ini diperparah dengan pembakaran yang dilakukan pemilik perkebunan untuk perbersihan lahan perke-bunan. Asap berdampak pada lingkungan dalam hal ini kesehatan manusia, ekonomi dan juga hubungan diplomatik dengan negara tetangga. Nampak jelas bahwa pemerintah dalam hal ini Menteri Koordinator Kesejahteraan Sosial dan Kementerian Lingkungan Hidup gagal total memerangi kebakaran hutan yang menim-bulkan asap terjadi setiap tahun. Bahkan, Menteri Lingkungan Hidup menjadi korban asap tersebut. Untuk itu diperlukan suatu lembaga/instutusi/task force yang bertang-gung jawab langsung kepada presiden atau lembaga superbody untuk memerangi asap. Di samping itu diperlukan aturan yang jelas, sarana dan prasarana yang memadai, tenaga ahli dalam bidang ini, peningkatan kese-jahteraan aparat yang terlibat maupun penduduk yang mendiami lokasi sumber asap, usaha yang keras dan terpadu baik dari pihak pemerintah, masyarakat setempat dan pengu-saha dan pemilik perkebunan dalam rangka memerangi asap. Daftar Putaka [1] Antara,Oktober2005, http://www.antara.co.id [2] Gatra 12 Oktober, 2006,

http://www.gatra.com [3] Gatra 14 Oktober, 2006, http://www.gatra.com [4] Gatra 16 Oktober, 2006,

http://www.gatra.com [5] Gatra 18 Oktober, 2006,

http://www.gatra.com [6] Harian Kompas 8 September , 2006,

http:/www.kompas.com [7] Harian Kompas 5 Oktober , 2006,

http:/www.kompas.com

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 82

Page 86: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007 [8] Harian kompas 8 Oktober, 2006,

http:/www.kompas.com

[9] Harian kompas 19 Oktober, 2006, http:/www.kompas.com

[10] Houghton, J. (1997) Global Warming.England:Cambridge University Press.

[11] Maslow, Abraham (1970) Motivation and Personality, New York: Harper & Row. [12] Pg. D.P. Hj. Mustapha, Ak. Shamhary,

“The 1997 Haze Episode Affecting Brunei Darussalam,” Environment Unit, Ministry of Development, Brunei Darussalam.

[13] Republika 29 Agustus, 2006, http://www.republika.co.id. [14] Sriwjaya Pos, 6 Nopember 2006, www.indomedia.com/sripo/.

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 83

Page 87: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007 NASIONAL Benarkah Pemerintah Mulai ’Melepaskan Tanggung Jawabnya’ Sebagai

Penjaga Kestabilan Harga Beras ?

Soekartawi Guru Besar Universitas Brawijaya, Malang, Indonesia

E-mail : [email protected]

1. Pendahuluan

Bulan Nopember hingga pertengahan Desember 2006, Indonesia dikejutkan oleh masalah perberasan. Dikatakan mengejutkan karena harga beras melambung hampir dua kali lipat harga beli pemerintah. Kenaikan ini dianggap tidak wajar karena memang besarnya kenaikan itu boleh dikatakan paling besar selama lima tahun terakhir. Seperti biasanya, muncullah diskusi para pengamat perberasan, pejabat di DPR angkat suara, media cetak maupun televisi juga tidak mau kalah membahasnya secara khusus. Lebih celaka lagi menaiknya harga beras ini berimbas kepada naiknya harga kebutuhan pokok yang lain.

Majalah INOVASI Vol.7/XVIII/Juni 2006, memuat tulisan saya. Pada edisi tersebut penulis menjelaskan secara rinci permasa-lahan beras bahwa permasalahan muncul karena karena semua pihak, terutama peme-rintah, tidak mempunyai data yang akurat soal beras. Demikian pula opini umum yang mengatakan bahwa komoditas beras yang bukan saja dianggap komoditas ekonomi tetapi komoditas sosial dan politik, sehingga kegoncangan beras merupakan makanan yang empuk bagi politisi untuk melontarkan kritik kepada pemerintah.

Karena itu, walaupun telah disetujui bahwa pemerintah boleh melakukan operasi pasar dengan menjual beras dengan harga yang relatif murah (Rp 4500/kg, sedangkan harga pasar sebesar Rp 6000-Rp 7000/kg), namun kebijakan ini tidak bisa terlepas dari sindiran politis. Bahkan, lima kepala desa di Kabupaten Serang menolak operasi pasar, walaupun rakyatnya sebenarnya mengingin-kan beras murah.

Mengapa komoditas beras begitu strategis ? Ada beberapa sebab, antara lain :

Pertama, masyarakat sudah sangat menyukai beras, sehingga konsumsi beras per-kapita adalah paling besar. Kedua, komoditas beras juga merupakan komoditas yang vital dan strategis karena beras mempunyai status sosial yang tinggi. Masyarakat yang tidak makan beras dianggap ’kekurangan pangan’. Ketiga, komoditas beras diproduksi oleh sebagian besar petani Indonesia. Data Sensus Pertanian tahun 2003 menjukkan bahwa petani padi diperkirakan berjumlah 24,9 juta Kepala Keluarga (KK) dan sekitar 13,3 juta KK atau 53,3% memiliki tanah garapan kurang dari setengah hektar. Di samping itu beras merupakan makanan pokok sekitar 90% masyarakat Indonesia. Karena itu, bisa dimengerti kalau persoalan harga beras tidak bisa diserahkan kepada pasar bebas dan tataniaga beras harus diatur oleh pemerintah atau lembaga yang ditugasi. Keempat, beras diproduksi sebagian besar di Jawa yag dihuni oleh 60% penduduk Indonesia, namun luasnya hanya sekitar 7% dari luas Indonesia. Sehingga terdapat problem distribusi beras saat atau setelah masa panen. Sementara itu, daerah-daerah lain yang bukan penghasil beras, seperti DKI, Kalimantan Timur, Maluku, NTT, Papua, dan Riau sering mengalami defisit beras. Kelima, beras menyumbang lebih dari 60% konsumsi kalori pada masyarakat berpeng-hasilan rendah. Ini artinya bila ada gejolak beras, maka golongan masyarakat yang terkena dampaknya yang paling berat adalah masyarakat miskin.

Keenam, ada kecenderungan peningkatan perubahan pola konsumsi dari masyarakat yang semula mengkonsumsi non-beras, kini justru mengkonsumsi beras. Sehingga bila terjadi peningkatan harga beras yang cukup tinggi, dampak besar pada standar hidup konsumen akan terlihat nyata. Ini bukan saja

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 84

Page 88: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007 terlihat di daerah-daerah bukan penghasil beras, tetapi juga terjadi pada golongan miskin yang semula makan seadanya yang karena perbaikan ekonomi, maka mereka mengkonsumsi beras. Ini juga terlihat dari para urban di perkotaan (DKI, Surabaya, Bandung, dll) yaitu, penghasilan mereka naik karena kehidupan di perkotaan yang lebih baik, yang pada akhirnya berimbas kepada peningkatan konsumsi beras. Ketujuh, persoalan beras sebenarnya bukan saja kalau stok beras yang berkurang seperti sekarang ini, tetapi bila terjadi kelebihan produksi atau kelebihan stok beras, permasalahan beras juga sering muncul. Ini suatu indikasi belum siapnya kita untuk mengantisipasi permasalahan perberasan nasional. Mengapa demikian? Bukankah pemerin-tah sudah membentuk badan penyangga beras yaitu, Badan Urusan Logistik (BULOG) di pusat dan DOLOG di propinsi, kabupaten dan kota? Dengan keluarnya Inpres Nomor 2 tahun 2005 yang dikeluarkan pada tanggal 2 Maret 2005, pemerintah tidak lagi menye-but ’harga dasar’ sehingga sejak itu muncul opini yang kuat bahwa pemerintah mulai ’lepas tangan’ soal stabilisasi harga pangan (beras). Sebenarnya, munculnya Inpres Nomor 2 Tahun 2005 adalah kelanjutan dari Inpres Nomor 9 Tahun 2002, ketika ’harga dasar’ beras dikaburkan dengan istilah baru yang dikenalkan dengan nama ’harga dasar pembelian pemerintah’ atau HDPP. Konsekuensi dari munculnya HDPP ini berdampak pada BULOG/DOLOG, yang sebelumnya merupakan lembaga pemerintah non-departemen yang mempunyai wibawa cukup besar dalam melaksanakan fungsinya sebagai stabilitator harga beras. Pengu-bahan statusnya menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menurut Inpres Nomor 7 tahun 2003 menjadikan BULOG/DOLOG tidak ’sehebat’ dahulu dalam melaksanakan tugasnya, namun menunggu job (tugas) pemerintah, terutama dalam penyaluran beras untuk keluarga miskin (beras raskin). Karena itu Dr. Bustanul Arifin (2005) menyebut Inpres Nomor 2 Tahun 2005 merupakan antiklimas kebijakan perberasan nasional. Akibat dari Inpres tersebut ia bahkan menduga tujuan kebijakan perbe-rasan nasional yaitu untuk meningkatkan

penda-patan petani, ketahanan pangan dan me-ngembangkan ekonomi pedesaan, akan semakin sulit dicapai.

2. Mulai Melepaskan Tanggung Jawab?

Inpres Nomor 2 Tahun 2005 menetapkan bahwa harga referensi pembelian pemerintah atau harga dasar pembelian pemerintah (HDPP) hanya Rp 1330 per kilogram dan harga referensi itu berupa harga penyerahan di penggilingan padi dan bukan harga dasar gabah kering panen. Hal yang baru ini merupakan indikasi babak baru kebijakan pemerintah dalam hal perberasan.

Tabel 1 dan 2 menjelaskan perkembangan harga dasar gabah dan beras serta selisih antara harga dasar dan harga beli yang semakin melebar perbedaannya.

Tabel 1. Perkembangan harga dasar dan pembelian beras

*Harga pembelian pemerintah. Sumber: Dikumpulkan dari berbagai sumber data.

Tabel 2. Selisih harga dasar gabah dan harga pembelian beras

Selisih Tahun Harga

Dasar Gabah(Rp/kg)

Harga Pembelian

Beras (Rp/kg)

(Rp/kg) Persen*

1982 145.00 238.00

93

64,1

1985 175.00 285.00 110 62,9

1990 295.00 480.00 185 62,7

1994 400.00 657.00 257 64,3

2000 1500.00 2470.00 970 64,7

2005 1330.00 2790.00 1460 109,8

*Persen terhadap Harga Dasar Gabah. Sumber: Dikumpulkan dari berbagai sumber data.

Harga Pembelian (Rp/kg) Gabah Beras Tahun

Harga DasarGabah(Rp/kg) KUD Non-

KUD KUD Non-KUD

NomorInpres

1982

145.00

156.00

152.00

238.00

233.00

14/1982

1985 175.00 187.70 182.70 285.00 279.00 11/1985

1990 295.00 310.00 305.00 480.00 474.00 06/1990

1994 400.00 416.00 411.00 657.00 652.00 06/1994

2000 1500.00 1519.00 1519.00 2470.00 2470.0008/2000

2005 1330.00*1740.00 1795.00 2790.00 2790.0002/2005

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 85

Page 89: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007 Tabel 1 adalah data tentang perkem-bangan kebijakan harga dasar beras yang pernah dilaksanakan oleh pemerintah mulai tahun 1992 hingga tahun 2005. Sementara itu Tabel 2 adalah data yang menjelaskan selisih harga dasar gabah dan harga pembelian beras Ada beberapa kecenderungan yang dapat diambil dari data yang disajikan di dua Tabel tersebut.

Kedua, seperti yang terlihat di Tabel 2, data menunjukkan semakin melebarnya harga dasar gabah dengan harga pembelian beras. Terlihat bahwa kesenjangan/ perbedaan harga gabah terjadi sebesar Rp 93/kg pada tahun 1982 menjadi Rp 1460/kg pada tahun 2005, atau naik dari 64% menjadi 109% atau hampir naik dua kali lipat. Kondisi seperti inilah yang dapat ditengarai sebagai penyebab semakin besarnya angka inflasi. Dengan kalimat yang sedikit ’keras’ dapat dituliskan bahwa kebijakan harga dasar gabah dan harga pembelian bukan saja mempunyai dampak terhadap inflasi, tetapi juga kemiskinan di pedesaan atau di perkampungan kumuh di perkotaan. Lebih-lebih lagi pembelian gabah oleh Perum Bulog dalam kualitas yang relatif sulit dicapai oleh petani menyebabkan sulitnya Bulog melaku-kan pembelian. Hal demikian bisa dimengerti

karena petani tidak mempunyai fasilitas pengeringan. Karena itulah, temuan Bank Dunia yang menyatakan bahwa kenaikan harga beras mempunyai kontribusi positif terhadap kemiskinan dapat dipahami, walaupun banyak ditentang oleh para pakar. Bank Dunia menyatakan bahwa sebanyak 3,1 juta orang menjadi miskin akibat kenaikan harga beras 33 persen sepanjang periode Februari 2005 hingga Maret 2006. Ini dihitung berdasarkan tiga perempat orang miskin adalah konsumen bersih beras (Anonim, 2006).

Pertama, seperti terlihat di Tabel 1 bahwa ada indikasi yang kuat kecenderungan pemerintah yang mulai melepaskan tang-gungjawabnya dari yang semula senantiasa melakukan ‘intervensi’ kemudian berubah melepaskan intervensi itu ke peran pasar, khususnya dengan penetapan HDPP (berupa harga penyerahan di penggilingan padi dan bukan harga dasar gabah kering panen). Kebijakan seperti ini memang agak sulit dipahami karena tidak lazim. Kalau dikatakan bahwa yang pembuat kebijakan itu tidak mengetahui medan (apa yang sebenarnya terjadi di lapangan), juga mustahil, karena dapat dipastikan bahwa yang membuat kebijakan itu juga ada orang-orang Depar-temen Pertanian atau orang-orang Bulog/ Dolog atau orang-orang Departemen Perda-gangan yang pasti sering terjun ke lapangan. Pertanyaannya adalah seberapa banyak petani kita yang membawa sendiri hasil panennya ke penggilingan? Justru yang sering dijumpai adalah petani menjualnya kepada para pedagang pengumpul di sawah; atau bahkan sudah dibeli para pengijon semenjak padi belum menguning di sawah mereka.

Penulis teringat saat awal pemerintah Indonesia meminta International Monetary Fund (IMF) untuk ikut membantu perbaikan perekonomian Indonesia setelah krisis 1997/1998. Saat itu, tekanan yang kuat dari IMF agar BULOG/DOLOG tidak lagi ditugasi mengatur masalah pangan dan menyarankan agar masalah pangan diserahkan kepada pasar. Beruntung pemerintah masih mempertahankan BULOG/DOLOG melalui Inpresnya Nomor 32 Tahun 1998, yang menegaskan BULOG/DOLOG tetap melaku-kan pengaturan pangan, walaupun hanya beras saja.

Apakah munculnya Inpres Nomor 2 Tahun 2005, tanggal 2 Maret 2005, tersebut juga ada keterkaitan dengan tekanan IMF? Wallahhualam ! Namun yang jelas tersirat adanya kecenderungan bahwa pemerintah mau lepas tangan dalam soal intervensi beras, yaitu kata ’harga dasar’ yang lazim digunakan sudah tidak dicantumkan lagi. Ini merupakan sinyal kuat bahwa pemerintah tidak atau kurang mampu melaksanakan fungsinya untuk menstabilisasi harga pangan pokok, khususnya beras.

3. Perlu Penelitian Yang Komprehensif

Masalah perberasan di Indonesia memang kompleks. Mulai dari tidak tersedianya data yang akurat, kurang terbukanya pejabat daerah yang menyatakan bahwa daerahnya kekurangan pangan beras, masih ’malu’ (atau kurang berkenan) kalau akan melaksanakan kebijakan impor beras, dan banyak lagi ’ketertutupan’ masalah beras, yang menjadikan permasalahan beras nasional menjadi ’langganan permasalahan yang muncul setiap tahunnya’.

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 86

Page 90: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007 Penulis tidak bosan-bosannya menyaran-kan perlunya penelitian yang komprehensif soal perberasan nasional (saran yang sama pernah juga dikemukakan oleh Soekartawi dan Hanani, 2003). Mulai dilihat dari sisi produksi dan perubahan-perubahan yang terjadi (antar tempat dan waktu), sisi distribusi antar pulau, antar propinsi, antar kabupaten/ kota atau bahkan waktu, dan dari sisi komsumsi seperti perubahan konsumsi masyarakat golongan kaya, sedang dan miskin, perubahan konsumsi masyarakat perkotaan atau pedesaan atau lainnya. Juga tidak kalah pentingnya melakukan penelitianterhadap: (i) Efektifitas kebijakan pemerintah seperti kebijakan stabilisasi harga beras, (ii) Kebijakan fungsi stok penyangga yang dilakukan oleh BULOG/DOLOG, (iii) Kebija-kan terhadap antisipasi munculnya struktur pasar beras yang mungkin tidak sehat, (iv) Kebijakan kemunginan adanya impor beras, dan (v) Kebijakan dalam mengatasi adanya pemasukan beras yang tidak legal.

Daftar Pusataka [1] Anonim (2006). Bank Dunia: Sebanyak

3,1 Juta Orang Miskin Akibat Kena kan Harga Beras. BKKBN online, Rabu, 15 November 2006

i

[2] Bustanul Arifin (2005). Antiklimaks

Kebijakan Perberasan. Harian Kompas, 14 Maret 2005

[3] Soekartawi (2006). Impor Beras:

Benarkah Merugikan Petani? InovasiOnline Vol.7/XVIII/Juni 2006. (ISSN :0917-8376)

[4] Soekartawi dan N. Hanani, 2003, Menuju

Paket Agribisnis Perberasan di Indonesia. Makalah disampaikan pada Seminar

Lokakarya Nasional dengan tema ’Peran Persatuan Penggiligan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (PERPADI) dalam Mensukseskan Ketahanan Pangan Nasional’ yang diselenggarakan oleh Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya di Gedung Widyaloka Malang pada 28 Februari – 1 Maret 2003.

dan

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 87

Page 91: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007 NASIONAL

Di Balik “PR” Mahkamah Konstitusi

Ida Syafrida Harahap, SH Alumni Fakultas Hukum Universitas Brawijaya

Email: [email protected]

1. Pendahuluan Putusan Mahkamah Kontitusi (MK) atas eksistensi Pengadilan Tipikor menyisakan perdebatan retorika dan wacana. Akan tetapi, yang lebih utama adalah pekerjaan rumah (PR) yang diberikan kepada beberapa lembaga terkait. Salah satunya adalah Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) yang terkait langsung dengan eksistensi Pengadilan Tipikor. Selama ini perkara korupsi yang ditangani KPK diserahkan kepada Pengadilan Tipikor. Pascaputusan MK, KPK harus mengerjakan PR besar untuk menempatkan Pengadilan Tipikor sesuai dengan konstitusi. Tidak jauh berbeda dari KPK, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pun mendapat PR dari MK. MK pun merekomendasikan DPR untuk secepatnya membentuk undang-undang yang mengakomodir Pengadilan Tipikor. Dalam hal ini, putusan MK memengaruhi proses legislasi nasional.

2. Putusan yang Kontroversial

Mahkamah Konstitusi rasanya cukup menyadari bahwa diperlukan sikap kenegarawanan dan kearifan semua pihak, terutama para hakim (judicial wisdom and craftsmanship) untuk dapat menerima putusan mereka. Pembatasan akibat hukum dari Putusan MK pun sengaja dilakukan dengan berbagai pertimbangan. Salah satunya adalah agar pembuat undang-undang secara keseluruhan memperkuat dasar-dasar konstitusional yang diperlukan bagi keberadaan KPK dan upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Hasil yang diharapkan adalah dualisme sistem peradilan tindak pidana korupsi yang telah dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dapat dihilangkan.

Mengapa 3 tahun? Sebagian orang melihatnya sebagai perhitungan politis dari MK. Namun, patut diakui bahwa sebelum terbentuknya DPR dan pemerintahan baru hasil Pemilu 2009, perbaikan undang-undang

terkait, memang sudah seharusnya diselesaikan guna memperkuat basis konstitusional upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Hal ini karena dengan adanya peralihan kepemimpinan dan tingkat kedewasaan berpolitik yang masih rendah, maka kondisi politik pemberantasan korupsi di Indonesia cenderung labil. Upaya antisipasinya adalah apabila pada saat jatuh tempo tiga tahun sejak putusan tidak dibentuk undang-undang tersendiri tentang Pengadilan Tipikor, maka seluruh penanganan perkara tindak pidana korupsi menjadi wewenang pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum.

Pesan MK pun ditujukan kepada warga negara yang berniat menggunakan hak konstitusionalnya dalam melakukan yudisial review. Kritik atas undang-undang tentang tindak pidana korupsi akan lebih bermanfaat apabila diajukan kepada pembentuk undang-undang dalam rangka proses legislative review guna memperkuat landasan konstitusional pemberantasan korupsi. Pada akhirnya, kepastian dasar hukum bagi upaya pemberantasan korupsi tidak terganggu akibat berulangnya yudisial review terhadap undang-undang yang sama. Ada beberapa PR besar yang tertuang dalam Putusan MK. Pertama, mencari bentuk sistem pemberantasan dan pencegahan korupsi yang efektif untuk diterapkan di Indonesia. Mengingat putusan secara langsung terkait dengan Pengadilan Tipikor, maka diperlukan sebuah kajian tersendiri untuk sistem pengadilan. Akan tetapi, penanganan kasus korupsi tidak terbatas pada tahap pengadilan. Proses peradilan pidana umum pun berlaku untuk tipikor sehingga harus terdapat penyelarasan terhadap tiap tahap peradilan korupsi, yaitu penyelidikan, penyidikan, pengadilan, dan eksekusi. Kedua, merevisi beberapa undang-undang yang terkait dengan tindak pidana korupsi (tipikor). PR ini menjadi besar karena tidak hanya untuk UU KPK dan UU Tipikor saja,

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 88

Page 92: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

melainkan terkait pula dengan berbagai peraturan perundang-undangan lain yang memiliki keterkaitan filosofi dan substansi dengan pemberantasan korupsi. Beberapa diantaranya, yaitu UU ratifikasi UNCAC, UU Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN, UU Pencucian Uang, UU BPK, UU Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara, UU Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, serta UU Perlindungan Saksi dan Korban. 3. Kerja Kelompok untuk Menyelesaikan

PR Besar Tidak ada pekerjaan yang sulit untuk dikerjakan jika dilakukan secara bersama-sama. Pepatah tersebut, bila dapat disebut demikian, memang klasik, tetapi telah terbukti untuk banyak kasus. Sama halnya dalam menindaklanjuti putusan MK. Pembentukan undang-undang sebagai dampak dari Putusan MK tidak hanya menjadi tugas DPR selaku pembentuk undang-undang, tetapi juga tugas KPK dan Pemerintah yang memunyai tanggung jawab moral untuk mendampingi proses legislative review. Dalam hal ini, korupsi tidak semata-mata dilihat dalam kacamata hukum formal, tetapi juga sebagai penyakit bangsa. Untuk itu diperlukan komitmen untuk melakukan legislative review secara komprehensif dan terorganisir. Banyaknya undang-undang yang harus direvisi, rumitnya sistem yang harus dipelajari dan ditata, kerasnya konflik wacana yang harus diterobos, dan perlawanan dari para koruptor, adalah beberapa tantangan yang akan dihadapi dalam mengerjakan PR dari MK. Namun, hal tersebut akan mudah dihadapi dengan menggalang kekuatan lembaga terkait. KPK dengan fungsi dan kewenangan khususnya, DPR dengan fungsi legislasi dan kekuatan politisnya, Pemerintah, khususnya Presiden, dengan kekuatan kebijakan dan kunci dalam pengambilan keputusan untuk menentukan arah penyelenggaraan negara. Bahkan Kepolisian, Kejaksaan, dan Kehakiman pun harus terlibat. Selama ini KPK masih terikat penuh dengan hukum acara lama (KUHAP). Akan tetapi, tidak tertutup kemungkinan bagi revisi undang-undang disertai masuknya konsep pemberantasan korupsi versi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) yang telah diratifikasi dalam UU Nomor 7

Tahun 2006. Hal tersebut akan melahirkan sistem peradilan tipikor yang relatif baru. 4. Mencari Kunci Jawaban dari PR MK Melalui putusannya, MK menunjukkan bahwa diperlukan sebuah sistem pemberantasan korupsi yang komprehensif. Salah satunya ada pada tahap pengadilan. Selama ini terjadi dualisme penerapan hukum yang melahirkan ketidakpastian hukum. Karenanya, revisi UU KPK harus memberi tempat bagi Pengadilan Tipikor dalam koridor Peradilan Umum, tetapi mengedepankan percepatan pemberantasan korupsi. Beberapa hal yang perlu dikaji untuk perbaikan sistem peradilan tipikor secara menyeluruh, antara lain: 1. Ruang Lingkup dan Kewenangan

Pengadilan Tipikor Ketentuan ini penting, mengingat ke depan seluruh perkara korupsi akan diserahkan kepada Pengadilan Tipikor. Di sini perlu ditentukan wilayah hukum dan jenis perkara yang menjadi kewenangan absolut dari Pengadilan Tipikor. Dalam undang-undang nantinya perlu ditegaskan bentuk-bentuk korupsi yang seharusnya ditangani dan dapat dimasukkan dalam tahap pengadilan. Termasuk pula di dalamnya para pihak yang dapat mengajukan perkara korupsi kepada Pengadilan Tipikor. 2. Hukum Acara Pengadilan Tipikor Hukum acara Pengadilan Tipikor secara umum harus mengacu pada asas-asas hukum acara pidana. Namun, secara teknis hukum acara dapat diarahkan pada sistem percepatan penanganan pemberantasan korupsi. Hal ini karena melihat kasus korupsi relatif lebih sulit diselesaikan, terutama kasus korupsi besar yang melibatkan pejabat negara yang berpengaruh. Beberapa hal yang dapat dielaborasi, yaitu jangka waktu persidangan, pembatasan perkara kasasi, distribusi perkara dan penentuan majelis hakim, mekanisme kerja dan komposisi hakim adhoc dalam majelis, sistem pembuktian, pemeriksaan saksi dan penerapan pembalikan beban pembuktian, syarat kasasi, ketentuan tentang peninjauan kembali, serta mengenai dissenting opinion. Dan yang terpenting dalam Undang-Undang Pengadilan Tipikor harus tegas dinyatakan, bahwa dalam hal tidak ditentukan lain dalam undang-undang ini, maka berlaku ketentuan hukum acara pidana secara umum.

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 89

Page 93: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

3. Sistem Perlindungan Saksi Perlu ditegaskan dalam UU Pengadilan Tipikor bahwa perlindungan saksi kasus korupsi, khususnya whistle blower, harus mendapat penanganan khusus. Selain itu, perlu adanya penyesuaian dengan UU Perlindungan Saksi dan Korban yang baru saja disahkan. Akan tetapi, jika UU Perlindungan Saksi dan Korban masih belum memadai dalam memberikan perlindungan terhadap whistle blower, maka revisi komprehensif harus segera dilakukan terhadap undang-undang yang terkait dengan perlindungan saksi. 4. Sistem Pengembalian Aset Hasil Tipikor Sudah saatnya pola pemberantasan korupsi diarahkan pada pengembalian asset negara dan hukum tidak lagi hanya diterapkan untuk balas dendam, tetapi lebih mengedepankan pada perbaikan atas kerusakan yang ditimbulkan dari adanya tipikor atau, istilah hukum yang biasa dipakai, restorative justice. Secara umum, hal ini telah diakomodir dalam UNCAC. Perlu dipertimbangkan adanya upaya perdata disamping upaya pidana dalam penanganan kasus korupsi. Secara tegas hal tersebut harus diatur dalam UU Pengadilan Tipikor. 5. Ketentuan Peralihan Bagaimana dengan perkara korupsi yang telah masuk ke dalam pengadilan negeri setelah eksistensi Pengadilan Tipikor diperbaharui? Jawabannya telah diberikan oleh MK, bahwa tipikor yang telah merugikan hak asasi sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia adalah kejahatan yang luar biasa dan musuh bersama (common enemy) masyarakat dan bangsa Indonesia secara keseluruhan. Korupsi telah melemahkan kemampuan negara untuk memberikan pelayanan umum yang baik dan menghambat penyelenggaraan negara secara efektif. Hal itu menjadi beban ekonomi yang berat karena menciptakan tingginya ekonomi makro yang membahayakan stabilitas keuangan, kea-manan umum, hukum, dan ketertiban. Terlebih lagi, hal demikian dapat merongrong legitimasi dan kredibilitas negara di mata rakyat. Hal tersebut berarti penanganan perkara korupsi harus optimal. Optimalisasi tersebut akan diperoleh dalam sebuah peradilan khusus tipikor. Untuk alasan ter-sebut perlu diatur ketentuan pelimpahan kasus korupsi dari pengadilan negeri kepada pengadilan tipikor. Dengan tanpa menafikkan

kepastian hukum dari para tersangka korupsi, ketentuan tersebut relatif lebih adil dan bermanfaat untuk bangsa dan negara.

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 90

Page 94: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XX/November 2007 NASIONAL

Pelajaran Berharga dari Musibah Kecelakaan Kapal Penumpang

Agung Sudrajad Mahasiswa Doktor Universitas Kobe

Fakultas Maritim, Departemen T. Permesinan Kapal/T. Sistem Perkapalan Email: [email protected]

1. Kecelakaan Kapal Penumpang

Masih dalam ingatan kita, khususnya masyarakat Indonesia yang telah berumur 40-an tahun, tentang peristiwa mengerikan tenggelamnya kapal penumpang Tampomas II di sekitar kepulauan Masalembo, Laut Jawa. Peristiwa naas ini terjadi pada 27 Januari 1981 saat cuaca buruk di perairan Laut Jawa. Dalam kurun waktu dua dasa warsa, banyak sekali kejadian kecelakaan penumpang yang merengut nyawa penumpang. Baru-baru ini kita dikagetkan dengan berita beberapa kecelakaan kapal penumpang di penghujung tahun 2006. Catat saja peristiwa terbakarnya kapal KMP Lampung, tenggelamnya KM Tri Star I dan tenggelamnya KM Senopati Nusan-tara. Semua peristiwa itu mengingatkan kita bahwa pelayanan masyarakat berupa ang-kutan transportasi kapal masih sangat mem-prihatinkan. Kapal penumpang baik jenis Ferry, Ro-ro, maupun jenis kapal cepat sangat diperlukan untuk kondisi negara kepulauan seperti Indonesia. Alat transportasi ini menjadi sangat penting sebagai penghubung antar pulau-pulau di Indonesia. Jalur distribusi bahan pangan dan mobilitas masyarakat bergantung pada transportasi laut ini. Namun cukup disayangkan, terkadang para operator mengin-dahkan faktor-faktor keselamatan pelayaran, sehingga tidak jarang terjadi kecelakaan kapal penumpang seperti yang sering terjadi di Indonesia.

Kecelakaan kapal penumpang dapat disebabkan beberapa faktor, baik internal kapal dan eksternal kapal. Faktor internal misalnya kerusakan sistem balas kapal se-hingga kapal tidak dapat mengendalikan ke-stabilannya. Contoh lain adalah karena faktor usia mesin, seperti kasus KMP Lampung dimana api penyulut kebakaran kapal berawal dari percikan udara gas buang kapal yang mengandung panas dan pijaran api mengenai peralatan kapal lainnya yang mengandung bahan bakar. Percikan api dalam gas buang mesin muncul dikarenakan tidak baiknya

sistem pembakaran di dalam mesin yang sudah berumur. Faktor eksternal semisal adalah faktor cuaca dan kemampuan operasional awak kapal. Indonesia merupakan daerah tropis, dimana posisi Negara kita sangat rentan terhadap perubahan cuaca (baca: angin) karena berada pada posisi dua samudera. Kecelakaan KM Senopati Nusantara pun disinyalir disebabkan karena cuaca buruk dan ombak besar yang menghantam badan kapal sehingga menyebabkan keseimbangan kapal hilang. Yang tidak kalah menentukan adalah faktor manusia, tidak jarang kelalaian awak kapal dalam mengoperasikan kapal menyebabkan kejadian fatal. Kelalaian dan kekurangan pengetahuan awak kapal disebabkan karena minimnya pendidikan dan pengalaman pelaut termasuk kurangnya para operator kapal mengirimkan awak kapalnya (ABK) mengikuti training-training pengoperasian dan penang-gulangan darurat di kapal. Sebagian awak kapal kita banyak yang kurang terlatih dengan baik untuk mengoperasikan fungsi-fungsi per-alatan di kapal, baik itu bagian mesin maupun bagian dek. Karena banyak kapal-kapal kita adalah kapal bekas yang dibeli dari luar negeri dan semua manual/petunjuk masih dalam ba-hasa dimana kapal tersebut dibuat. Contoh saja kapal yang dibeli dari Jepang, manual dan petunjuk pengoperasian kapal kebanyakan masih berbahasa Jepang. 2. Kecelakaan KMP Tampomas II, KMP

Lampung dan KM Senopati Nusantara

Berikut dipaparkan tiga contoh kasus kecelakaan kapal penumpang di Indonesia berdasarkan pengamatan penulis berdasarkan faktor penyebab kecelakaan seperti yang telah disebutkan di atas. Tragedi KMP Tampomas II Tampomas II adalah kapal penumpang dengan bobot mati 6140 GRT yang dibeli dari Jepang . Kapal ini sudah berumur 25 tahun (pembuatan tahun 1956) yang dimodifikasi

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 91

Page 95: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

seperti baru kembali pada tahun 1971 [1]. Tenggelamnya KMP Tampomas II terjadi di sekitar kepulauan Masalembo Laut Jawa, Jawa Timur pada 27 Januari 1981. Kapal yang mengangkut penumpang terdaftar sebanyak 1054 orang dan 82 awak kapal berlayar dari Jakarta ke Sulawesi. Dalam kondisi badai laut di malam hari tanggal 25 Januari 1981, kebakaran kapal diawali oleh bagian mesin kapal yang mengalami kebocoran bahan bakar dan api yang berasal dari ventilasi akibat buangan puntung rokok. Api menjalar dengan cepat ke bagian dek lain dan awak kapal gagal memadamkan sumber awal api tersebut. Tidak lama setelah awal percikan api, api cepat merambat menuju dek mesin dan membakar diesel pembangkit utama yang menyebabkan pembangkit utama mati total. Melihat kobaran api, para penumpang segera diperintahkan untuk menaiki sekoci, sebagian lain terjun ke laut untuk menghindari api. Di saat hujan deras tanggal 26 Januari 1981 api terus menjalar ke bagian kompartemen-kompar-temen kapal sampai di keesokan harinya (27 Januari 1981) terjadi ledakan dan membuat air laut masuk ke dalam kapal. Tidak lama dari itu kapal mulai tenggelam, persis seperti jika anda melihat film Titanic saat kapal tersebut mulai tenggelam. Hiruk pikuk kepanikan penumpang pun sama seperti terlihat dalam film itu. Dari kejadian itu tercatat 666 tewas dan sisanya dapat diselamatkan. Tragedi KMP Jemla Lampung

KM Lampung adalah kapal milik ASDP yang melayari jalur Merak Bakauheni. Kapal ini dibuat pada tahun 1971 ini berkapasitas penumpang 1800 orang [2]. Pada hari Kamis pukul 9.30 WIB pada tanggal 16 Nopember 2006 kapal KM Lampung mengalami kebakaran sejarak 1 Km dari Merak Banten. Kapal ini mengangkut 144 penumpang, 6 sepeda motor, 11 mobil pribadi, 2 mobil pick up, 10 kendaraan golongan 5 (mini bus), 17 kendaraan golongan 6 (tronton) dan sembilan kendaraan golongan 7 (trailer) [3]. Kebakaran disinyalir berasal dari bocornya tangki bahan bakar dan percikan api dari gas buang mesin pembangkir utama. Api cepat menjalar ke kompartemen lain, dikarenakan minimnya kemampuan ABK dalam mengatasi kebakaran ditambah minimnya peralatan pemadam yang tersedia kapal dengan cepat dimakan api. Hal ini diperparah karena muatan di dalam truk penumpang kebanyakan adalah bahan yang mudah terbakar seperti minyak kelapa dan bahan

bakar. Para penumpang pun berlon-catan ke air untuk menyelamatkan diri dan beberapa dievakuasi oleh aparat kepolisian air dan TNI AL setempat. Seluruh penumpang dinyatakan selamat tetapi 1 ABK terperangkap dalam kamar mesin dan meninggal dunia. Seluruh kendaraan yang diangkut oleh kapal musnah terbakar si jago merah [4]. Tenggelamnya KM Senopati Nusantara

KM Senopati Nusantara merupakan kapal penumpang yang melayani pelayaran Kumai di Kalimantan ke Tanjung Emas Semarang. Kapal ini berbobot mati 2178 DWT dan berkapasitas penumpang sebanyak 1300 orang [5]. Kapal buatan Jepang tahun 1969 ini telah dimodifikasi pada tahun 1990 dan pernah direparasi pada tahun 2006. Kecelakaan terjadi di 40 km (24 mil laut) dari pulau Mandalika akibat cuaca buruk pada tanggal 30 Desember 2006. Kapal ini membawa kira-kira 628 penumpang termasuk 57 awak kapal (penumpang tercatat 200 orang). Kapal MP Senopati Nusantara terseret ombak dan tenggelam pada kecelakaan itu, menewaskan sedikitnya 400-500 penumpang. Para penumpang banyak menyelamatkan diri dengan perahu karet penolong yang tersedia di kapal, namu karena cuaca dingin dan kekurangan bahan makanan, banyak diantaranya yang meninggal dunia. Dari pengakuan nakhoda kapal yang selamat dalam kecelakaan ini, dalam cuaca buruk tersebut tiba-tiba penggerakk utama kapal mati dan kapal terombang-ambing di lautan yang akhirnya tenggelam karena diduga air laut masuk kedalam kompartemen kapal. 3. Belajar dari Musibah Kecelakaan Kapal

KMP Tampomas II, KMP Lampung dan KM Senopati Nusantara

Dari tiga contoh kasus kecelakaan yang

dijelaskan di atas, banyak sekali pelajaran berharga yang dapat diambil. Sebagai contoh untuk kecelakaan KMP Tampomas II dan KMP Lampung dimana awal musibah dikarenakan adanya kebakaran di kamar mesin. Namun fatalnya kecelakaan KMP Tampomas II terjadi diperairan bebas, di malam hari dan pada cuaca yang buruk. Sementara KMP Lampung terjadi pada pagi hari dan dekat sekali dengan daratan, sehingga korban jiwa yang banyak dapat dihindarkan. Pelajaran berharga yang dapat diperoleh dari tragedi KMP Tampomas II dan

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 92

Page 96: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

Dari pengamatan penulis juga, pada

kesempatan menaiki kapal-kapal penumpang di Indonesia, jumlah sekoci penyelamat terkadang tidak mencukupi untuk seluruh penumpang. Belum ditambah perawatan dan pengawasan yang lemah dari pihak klasifikasi terhadap peralatan-peralatan darurat tersebut. Sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak “permainan” pada saat pihak klasifikasi atau otoritas pelayaran memeriksa kapal, banyak sekali item-item yang penting yang harus diperiksa dianggap aman tanpa pemeriksaan dan perhitungan dengan teliti. Sehingga tidak heran jika suatu saat sekoci penyelamat tidak dapat diturunkan dikarenakan motor penggeraknya macet/mati atau sistem pemadam kebakaran yang seharusnya dapat mengatasi kebakaran di kamar mesin tidak berfungsi dengan baik. Semua desain dan keharusan kelayakan pengendalian keadaan darurat yang semuanya di atur dalam aturan klas sudah selayaknya dan menjadi keharusan untuk diterapkan dengan baik disemua kapal penumpang di Indonesia. Hal ini ditujukan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak kita inginkan bersama.

KMP Lampung itu adalah betapa pentingnya kemampuan awak kapal dalam menang-gulangi kejadian darurat di kapal. Penulis memperkirakan bahwa kejadian yang dialami oleh dua kapal tersebut tidak akan terjadi lebih fatal jika kemampuan menanggulangi keadaan darurat seperti kebakaran kapal dikuasai oleh para awak kapal. Ditambah tentunya dengan pengaturan penyelamatan kepada penumpang dengan mengatur penumpang menaiki sekoci penye-lamat dengan tidak berhimpitan.

Kapal-kapal yang mengalami kecelakan ini jika diperhatikan dengan seksama dengan melihat data spesifikasinya terlihat menun-jukkan kapal-kapal ini adalah kapal tua yang dimodifikasi (berumur lebih dari 20 tahun). Dalam analisa teknis tentunya kemampuan kapal baik dari segi peralatan dan permesinan bantu dan utama sangat memprihatinkan. Sebagai contoh saja kapal KM Senopati Nusantara, dalam cuaca buruk sangat diper-lukan kehandalan peralatan dan permesinan utama di kapal. Seperti fungsi jangkar, penggerak utama, penggerak bantu, bow-stern thruster dan peralatan navigasi merupakan satu kesatuan fungsi untuk mengatur posisi maupun keseimbangan kapal. Jika salah satu tidak berfungsi dengan baik, seperti yang dialami KM Senopati Nusantara, maka tragedi kecelakaan kapal tidak dapat dihindarkan.

4. Menciptakan Transportasi Kapal

Penumpang yang Aman dan Nyaman

Umumnya kapal-kapal penumpang bekas

yang dibeli dari pihak asing banyak yang belum disesuaikan dengan kondisi Indonesia. Selain petunjuk dan manual yang keba-nyakan masih berbahasa dimana kapal dibuat juga peralatan-peralatan yang ada di kapal umumnya tidak familiar dengan awak kapal kita. Awak kapal kita tidak dibekali untuk memahami dengan seksama cara pemeliharaan dan pengoperasian permesinan dan peralatan darurat di kapal. Sehingga pada saat kejadian darurat, para awak kapal yang menggunakan kemampuan “seadanya” untuk mengendalikan kejadian seperti yang dialami oleh ketiga kapal naas itu. Walau disadari pengalaman dan jam layar awak kapal kita bisa dibilang mumpuni, namun tanpa dilengkapi dengan kemampuan manajemen keadaan darurat dan pema-haman pengoperasian peralatan di kapal bersangkutan maka penga-laman tersebut tidak ada artinya.

Kejadian kecelakaan penumpang di Indonesia silih berganti bermunculan, baik dikarenakan faktor cuaca buruk maupun faktor human error. Kita sadari bahwa kebutuhan akan kapal penumpang bagi masyarakat Indonesia sangat vital sebagai sarana transportasi antar pulau. Namun kita sadari pula kemampuan kita untuk membuat kapal baru sangat terbatas, karena kondisi ekonomi. Salah satu jalan adalah membeli kapal bekas dari Negara-negara produsen kapal seperti Jepang, China dan Korea Selatan. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebenarnya para Marine Engineer (Insinyur Permesinan Kapal), kita diberi kemampuan untuk merancang dan menganalisa peralatan-peralatan darurat. Belum lagi kemampuan para awak kapal kita berdasarkan penga-laman berlayar tidak dapat dianggap sebelah mata. Sehingga ada baiknya dan sudah semestinya kapal-kapal yang baru dibeli dari luar terlebih dahulu disesuaikan dengan kondisi pelayaran kita, ditambah dengan pemberian training khusus bagi awak kapal bersangkutan untuk memahami kapal yang dioperasikannya. Awak kapal, baik bagian mesin atau dek juga perlu dibekali kemampuan khusus penanggulangan

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 93

Page 97: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

keadaan darurat seperti kebakaran dan menghadapi cuaca buruk.

Selain dari sisi operator, pengawasan oleh pihak klasifikasi dan otoritas pelabuhan kepada kapal yang berlayar hendaknya juga menjadi perhatian khusus. Pihak klasifikasi harus dengan tegas melarang kapal untuk ber-layar jika persyaratan keamanan kapal tidak memenuhi, dan segera memerintahkan pemilik kapal untuk melengkapinya. Pihak otoritas pelabuhan juga dapat melarang kapal berlayar jika ketentuan pelayaran seperti kapasitas pe-numpang dan surat menyurat awak kapal tidak memenuhi syarat seperti yang ditentukan. Selain itu pemerintah juga harus selalu mem-perhatikan kenyamanan dan keselamatan bagi para penumpang seperti selalu mengawasi dan menghimbau para operator kapal penum-pang untuk menjamin keselamatan pelayaran dan kenyamanan saat berlayar bagi penum-pang.

Di sisi lain banyak penumpang me-

ngeluhkan pelayanan yang tidak memuaskan saat menggunakan alat transportasi umum satu ini, seperti: toilet yang kotor, jadwal yang tidak tepat, makanan yang tidak enak di dan adanya pungli saat pembelian tiket. Tidak lupa himbauan kepada para pengguna kapal laut untuk selalu membeli tiket dan menjaga kebersihan. Kejadian seperti KMP Tampomas II dimana awal api berasal dari percikan abu rokok, harus dijadikan pelajaran berharga agar tidak membuang sembarangan hal yang dapat mengakibatkan kebakaran di atas kapal. Semua ini menjadi tanggung jawab pemerintah, operator kapal dan kita bersama untuk menciptakan pelayaran yang nyaman dan aman. Hanya dengan hati yang tulus, niat yang ikhlas dan tekad yang bulat untuk bersama menciptakan sesuatu yang lebih baik, maka dunia transportasi laut kita akan maju. Daftar Pustaka [1]. Wikipedia, KMP Tampomas II [2]. Republika, Jumat 17 Nopember 2007,

Ferry Bakauheni-Merak Terbakar [3]. Media Indonesia, Kamis 16 Nopember

2006, KMP Lampung terbakar di Merak [4]. Cilegon Post, Jumat 17 Nopember 2006,

55 Kendaraan Jadi Bangkai

[5]. Wikipeida, MV Senopati Nusantara

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 94

Page 98: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007 HUMANIORA

Mengembangkan Budaya Ilmiah dengan Meneliti dan Menulis

Arief B. Witarto Kelompok Penelitian Rekayasa Protein

Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI, Cibinong Science Center E-mail: [email protected]

Abstrak

Meneliti adalah salah satu cara mengem-bangkan potensi menjadi eksistensi mela-lui pengalaman langsung menggali penge-tahuan implisit selain dari pengetahuan eksplisit yang diperoleh dari membaca buku, mendengar kuliah dan lain se-bagainya. “Terbitkan atau hancurkan” (Publish or perish) adalah salah satu petuah dalam dunia ilmiah karena menjadi wajib bagi peneliti untuk mempublikasikan hasil penelitiannya sebagai bentuk tang-gung jawab publik. Melalui kedua aktivitas tersebut, pelatihan menuju pembentukan budaya ilmiah dapat tercapai karena faktor-faktor seperti kejujuran dan obyektifitas menjadi syarat utama. Beberapa petunjuk dalam melakukan penelitian dan penulisan ilmiah maupun populer, disampaikan pada tulisan ini.

2. Budaya Ilmiah 1. Pendahuluan Apa yang dimaksud dengan “budaya

ilmiah”? Seringkali kita mendengar di media massa kasus plagiarisme yang dilakukan mulai dari kalangan mahasiswa untuk cari gampang menggunakan skripsi/thesis yang banyak dijual, sampai kepada tingkat doktor atau guru besar di Indonesia. Hal ini biasanya dijadikan gambaran bahwa “budaya ilmiah” kita masih rendah. Seperti juga tradisi, maka budaya ilmiah adalah sesuatu yang ibaratnya perilaku yang mendarah daging dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya [2]. Di luar negeri ada Labo-ratorium atau lembaga penelitian yang sudah berumur ratusan tahun dan tetap eksis menghasilkan karya-karya ilmiah tingkat Dunia seperti Medical Research Council/MRC di Inggris, Institut Pasteur di Perancis, Bell Lab di Amerika dan masih banyak lainnya. Walaupun anggotanya sudah silih berganti, tradisi kecanggihannya tetap terjaga. Jadi budaya ilmiah ini erat sekali kaitannya dengan manusianya.

Dalam tulisan penulis yang terpisah [1], telah dibahas mengenai pentingnya kegiatan penelitian dalam rangka mengasah diri untuk mengembangkan potensi ke eksistensi (dike-nal masyarakat dengan karyanya). Kenapa demikian? Karena melalui penelitian, pengetahuan yang tidak terdefinisikan secara tekstual tapi hanya dapat diperoleh dari pengalaman bekerja langsung yaitu pe-ngetahuan implisit (tacit/implicit knowledge) dapat diperoleh. Sementara potensi ber-bentuk kecerdasan, nilai IPK tinggi adalah refleksi dari penguasaan terhadap penge-tahuan eksplisit (explicit knowledge), penge-tahuan-pengetahuan yang didapat dari mem-baca buku kuliah, mendengar kuliah, seminar dan semacamnya.

Dalam dunia ilmiah ada peribahasa, “publish or perish” atau kira-kira peneliti harus mempublikasikan hasil penelitiannya, karena kalau tidak sekedar akan menghancurkan hasil keringatnya sendiri. Jadi, penulisan ilmiah adalah kelanjutan logis dari aktivitas penelitian. Keduanya “penelitian” dan “penulisan” adalah bagian penting dari pembentukan budaya ilmiah. Bagaimana kaitannya satu dengan yang lain, dapat disimak dalam uraian selanjutnya.

“Ilmu pengetahuan adalah ilmuwan” (Science is people), demikian penegasan dari Prof. Dr. Alan G. MacDiarmid dari University of Texas di Dallas, AS dalam ceramahnya yang berjudul “Dunia menjadi lebih kecil” (The World is Becoming Smaller) dalam acara Pertemuan Para Penerima Hadiah Nobel di Lindau-Jerman, 27 Juni-1 Juli 2005 [3].

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia

Page 99: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007 Penerima Hadiah Nobel Kimia tahun 2000 atas “penemuan dan pengembangan polimer konduktif” ini meyakinkan pendengar ceramahnya bahwa “Uang dapat membeli laboratorium yang canggih, perpustakaan yang lengkap dan ilmuwan serta staf yang istimewa untuk bekerja di laboratorium dan perpustakaan itu. Tapi yang menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kreatif bukan laboratoriumnya namun ILMUWANNYA” (Enough money can get excellent laboratories, libraries, etc, and excellent people (faculty and students) to put in the laboratories and libraries. But laboratories do not produce creative science and technology, PEOPLE DO). Dengan keyakinan bahwa manusialah yang paling berperan dan itu bisa saja berada dan berasal dari mana saja, Prof. MacDiarmid mendirikan beberapa lembaga penelitiannya sendiri di negara berkembang seperti MacDiarmid Laboratories for Polymer Research di Karnatak University, India, lalu MacDiarmid Institute of Innovation and Business di San Carlos, Brazil serta The MacDiarmid Institute for Advanced Materials and Nanotechnology di Wellington, New Zealand.

Setelah 12 tahun menyelesaikan pendi-dikan tinggi dan bekerja sebagai peneliti di luar negeri, penulis merasakan yang paling berat dalam melakukan aktivitas ilmiah memang adalah membentuk manusianya tersebut [2]. Potensi manusia Indonesia tidak diragukan dibanding dengan manusia di negara maju, setelah penulis merasakan langsung mengajar dan membimbing penelitian mahasiswa Jepang dengan bahasa lokalnya [4]. Sayangnya sistem untuk membentuk budaya ilmiah itulah yang belum berjalan, walau jumlah Doktor lulusan luar negeri (LN) kita tidak kalah banyak dengan negara berkembang lain tapi ibaratnya bukan menciptakan massa kritis (critical mass) yang diperlukan dalam pengembangan bidang ilmu agar kuat, tapi justru menjadi massa mengambang (floating mass)) [5]. Sistem yang digunakan dalam membentuk budaya ilmiah itu adalah Laboratorium. Ary Mochtar Pedju dalam tulisannya melukiskan uniknya Laboratorium Indonesia pada umumnya [6]. Dibandingkan dengan Laboratorium di LN yang menonjol dari hasil karyanya, Laboratorium di Indonesia lebih seperti organisasi militer yang serba hirarki tapi kehilangan esensi logis dalam aktivitasnya. Cukup menarik pula ketika dikemukakan bahwa sebagian besar nama Universitas

negeri sama dengan nama KODAM/Komando Daerah Militer di propinsi tersebut. Misalnya Universitas Pattimura dengan KODAM Pattimura di Maluku, dst. Untuk itu, Lab Indonesia lebih cocok disebut laboratorium dengan “l” kecil daripada Laboratorium dengan “L” besar yang menghasilkan tradisi/budaya ilmiah kuat.

Budaya ilmiah lahir dengan adanya visi kuat pemimpin dalam Laboratorium tersebut. Latihan/training yang diberikan kepada gene-rasi berikutnya untuk meneruskan tradisi ini adalah penelitian.

3. Meneliti Kenapa melalui penelitian dapat terbentuk budaya ilmiah yang kuat?. Penelitian atau riset bisa diartikan sebagai “usaha/kegiatan ilmiah yang sistematis dan terorganisir, terfokus pada permasalah tertentu yang membutuhkan solusi” [7]. Kegiatan ilmiah ini mencakup proses pengamatan, pengujian dan eksperimentasi yang dilakukan secara sistematis, cermat, objektif, kritis dan logis. Dengan demikian jelas bahwa perilaku plagiarisme yang bertentangan dengan budaya ilmiah, tidak ada tempatnya bagi manusia yang telah menerima pelatihan penelitian dengan baik di bawah supervisi pimpinan Laboratorium yang punya visi kuat. Hasil penelitian harus bersifat objektif, dapat diulang (reproducible) dan dapat dikomunikasikan. Objektifitas memerlukan akurasi data sehingga eksperimen harus dikerjakan dengan teliti. Sementara reprodusibilitas menuntut kejujuran dalam mengambil maupun menganalisa data. Bentuk pertanggung jawaban dari hasil penelitian itu adalah mengkomunikasikannya baik ke masyarakat ilmiah sendiri maupun ke masyarakat luas. Dalam merancang penelitian, ada 8 tahap yang umumnya harus dilalui oleh peneliti. Pertama adalah obervasi permasalahan. Bagian ini termasuk persiapan. Seperti kata pepatah, “persiapan yang matang adalah setengah dari kemenangan”, maka tanpa obervasi permasalah yang tuntas, penelitian bisa saja sekedar perulangan atau tidak benar-benar menuntaskan permasalahan atau sekedar di permukaan saja. Sumber informasi permasalahan bisa dari mana saja

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 96

Page 100: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007 seperti publikasi ilmiah di perpustakaan, laporan investigasi di media massa sampai obrolan tetangga tentang masalah sekitar. Kedua, pengumpulan data awal. Kadangkala, observasi permasalahan tidak lengkap tanpa disertai pengumpulan data awal sendiri. Bentuknya bisa penelurusan literatur, data yang terbuka untuk umum, dsb. Beberapa skema dana penelitian kompetitif sekarang mensyaratkan adanya literatur yang setidaknya 5 tahun terakhir saja untuk menghindari topik yang kadaluarsa. Selain itu juga telaah aplikatif dari paten. Ketiga, pendefinisian masalah. Setelah melewati 2 tahap pertama, dapat lebih jelas lagi melihat detil permasalahan. Jangan sampai salah menyangka sesuatu nampak penting hanya karena publisitas yang besar, sementara inti permasalahan belum terpecahkan. Tahap ke empat adalah pembentukan kerangka teori yaitu suatu model konsep yang melandasi keseluruhan aktivitas penelitian yang akan dilakukan. Dalam membentuk kerangka konsep ini, perlu melihat hubungan antar variabel masalah yang ada melalui penalaran yang logis dan kemungkinan pemecahannya. Walau nampak sulit, gampangnya hal ini bisa dipelajari dari pengalaman riset diri sendiri atau orang lain yang mengerjakan hal serupa. Tahap ke lima adalah hipotesa yaitu suatu dugaan ilmiah tentang pemecahan ilmiah berdasar pada kerangka teori yang telah dibentuk. Syarat hipotesa yang baik adalah dapat diuji/teruji, kemudian dapat diterima akal (reasonable) dalam arti paralel dengan teori yang dibentuk serta relevan baik dengan teori maupun dengan pengalaman sendiri/ orang lain. Pengujian hipotesa sering dilakukan menggunakan kata “apabila”. Misalnya, apabila diberikan antibiotika maka bakteri akan mati. Ini berdasar pengalaman bahwa umumnya bakteri tidak tahan antibiotika. Mungkin saja hipotesa terpatahkan dengan adanya bakteri yang tetap hidup karena terjadi mutasi yang menyebabkannya resisten. Hasil negatif yang tidak sesuai hipotesa/pemahaman umum, justru biasanya adalah bibit penemuan besar. Ingatlah kata Alexander Flemming, penemu antibiotika dan penerima Hadiah Nobel Kedokteran 1945, “Keberhasilan memilih pemikiran yang sudah siap” (Fortune, favors the prepared mind). Tahap berikutnya yang ke enam adalah desain riset. Peran supervisor sangat penting di sini karena dengan pengalamannya akan membantu mengarahkan desain riset yang paling efektif. Bisa saja semua dicoba sendiri tapi akan

banyak mengalami coba-gagal (trial and error) yang tidak sepenuhnya perlu. Setelah itu, ketujuh adalah koleksi, analisa dan interpretasi data. Inilah yang umumnya dianggap sebagai aktivitas penelitian itu sendiri. Tapi dari menyimak uraian ini bisa dilihat dari tahap 1 sampai 6 hampir semuanya adalah proses persiapan. Terakhir, yang ke delapan adalah deduksi yaitu proses menuju kesimpulan melalui penafsiran/interpretasi terhadap hasil analisa data. Dari deduksi ini, peneliti membuat rekomendasi. Misalnya, dari sebuah analisa diketahui bahwa kenaikan mutu air paralel dengan berat ikan gurame. Jadi dapat dibuat deduksi bahwa bila ingin menaikkan berat ikan gurame, mutu air harus dijaga. Selanjutnya, sebagai contoh diberikan rekomendasi, kualitas air yang baik menjadi salah satu keharusan bagi pengusaha ikan yang dapat dicapai dengan sirkulasi air yang baik. 4. Mempublikasikan hasil penelitian Satu hasil penelitian yang baik, hebat, gemilang, bisa jadi tidak berarti kalau tidak diketahui orang. Itulah makna “terbitkan atau hancurkan”. Namun demikian, perlu juga diperhatikan bahwa kuantitas bukanlah segalanya, tapi lebih penting adalah kualitas. Siapa duga kalau hasil penelitian Watson dan Crick di jurnal Nature tentang pengusulan struktur double-helix DNA, tidak lebih dari 2 halaman saja. Sungguh ironis kalau dibandingkan dengan sistem penilaian prestasi peneliti Indonesia yang lebih mementingkan kualitas mulai dari jumlah publikasi sampai jumlah kata [8]. Pertama yang perlu dicermati dari melakukan publikasi yang berhasil adalah mengikuti pedoman penulisan yang selalu ada dalam jurnal ilmiah. Tips lainnya yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut. “Cinta pada pandangan pertama”. Judul yang biasa-biasa saja, seringkali tidak menghasilkan ketertarikan sehingga dirasa layak untuk dinilai lebih jauh. Judul yang menarik dan langsung menunjuk kepada isi tulisan ilmiah adalah pilihan terbaik. Deskripsi lebih jauh dari judul yang memuat esensi dari isi penelitian adalah abstrak. Seringkali tulisan ditolak karena tidak nampak ketelitian dalam penulisan. Selain memberikan kesan kecerobahan, ini juga memperlihatkan kualitas kerja peneliti yang tidak hati-hati. Penulisan yang konsisten terhadap istilah

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 97

Page 101: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007 yang digunakan, singkatan yang dipakai adalah salah satu bentuk ketelitian yang diharuskan. Bila penulisan dilakukan dengan bahasa asing seperti bahasa Inggris, perangkat lunak pengolah kata yang ada, umumnya telah menyediakan fitur koreksi seperti Tools/Grammar di MSWord. Sedikit meluangkan waktu di akhir penulisan untuk melakukan pengecekan ini, bisa mengurangi banyak sekali kelalaian menaruh koma, huruf besar, dsb. Pemilihan kata dan gaya bahasa juga penting untuk diperhatikan. Artikel ilmiah berbeda dengan artikel populer dalam penyampaian yang ringkas dan tidak bertele-tele. Untuk itu kalimat yang pendek lebih tepat daripada kalimat panjang yang bersambung dengan koma dan penuh kata sambung “yang”, sehingga memudarkan arti dan mendatangkan multi-interpretasi. Kata pun perlu digunakan kata yang baku. Sayangnya tidak seperti bahasa Jepang yang penulis kuasai, bahasa Indonesia belum menjadi bahasa ilmiah yang efisien. Masih banyak kata impor yang di-Indonesia-kan begitu saja, misalnya. Tidak adanya tense seperti past, current dan future tense dalam bahasa Indonesia juga adalah salah satu kelemahan dalam pengungkapan artikel ilmiah yang jelas. Selain itu tidak adanya perbedaan yang jelas antara kata plural dan singular membuat kalimat ilmiah dalam bahasa Indonesia menjadi kurang tegas. Walaupun menjadi lebih panjang dan perlu lebih perhatian, sebaiknya dua hal tadi dicermati seperti menggunakan kata “telah”, “sedang”, “akan” dan perulangan kata untuk kata majemuk, dsb.

Objektifitas yang dituntut dalam penelitian ilmiah, umumnya diterjemahkan dengan penulisan yang sedapat mungkin menggunakan ungkapan pasif dimana subjek tidak nampak. Daripada menuliskan, “Kami telah melakukan penelitian terhadap komunitas serangga”, lebih baik disampaikan sebagai, “Penelitian terhadap komunitas serangga telah dilakukan”. Referensi adalah bagian penting dalam setiap publikasi ilmiah. Kebaruan referensi menunjukkan bahwa peneliti melakukan perbaikan kontinyu terhadap topik penelitiannya. Dengan kemudahan internet, berbagai fasilitas penelusuran publikasi ilmiah bisa diakses dengan gratis. Pubmed yang disediakan oleh NCBI, AS adalah pusat data

publikasi bidang ilmu hayati terlengkap saat ini [9]. Selain informasi sampai kepada judul, penulis, afiliasi dan abstrak, tidak jarang link kepada paper penuh dalam bentuk PDF juga bisa didapatkan. Bila topik penelitian sudah tertentu, bisa langsung menuju ke situs jurnal yang ada. Tidak jarang jurnal yang membebaskan akses ke paper penuh bentuk PDF setelah 2-3 bulan lewat atau 1 tahun seperti jurnal Proceedings of National Academy of Sciences of USA yang mencakup seluruh bidang sains dan menjadi tempat publikasi penelitian-penelitian berkualitas Hadiah Nobel [10]. Untuk publikasi Indonesia, belum banyak yang tersedia, sayangnya. PDII-LIPI menyediakan katalog cetak yang baru bisa diakses dari tempat saja dan sekarang dilengkapi dengan data yang diakses melalui distribusi CD-ROM. Usaha untuk membuat pusat data yang terakses lewat internet dimulai dengan misalnya Indonesian Abstracts yang dikelola oleh Green Digital Press [11]. Bila diawal disinggung pentingnya kualitas daripada kuantitas, maka telah ada pula fasilitas yang dapat mengukur parameter pentingnya publikasi itu dalam bentuk impact factor. Perusahaan informasi ilmiah ISI di Philadelphia menyediakan servis Web of Science yang memuat informasi berapa kali satu paper disitir oleh penulis lain dalam referesinya. Logikanya semakin banyak disitir, paper tersebut sangat penting sehingga punya pengaruh besar. Namun demikian perlu juga diperhatikan besar kecilnya animo masyarakat terhadap satu penelitian yang mempengaruhi besaran sitiran itu. Misalnya, penelitian tentang HIV/AIDS sangat banyak di AS dan Eropa karena masyarakat khawatir akan bahayanya. Sementara penelitian tentang demam berdarah yang hanya terjadi di negara tropis, tidak segencar dilakukan oleh negara maju. Namun setidaknya, citation index atau impact factor ini bisa menjadi parameter melihat kualitas satu publikasi secara rasional. Terakhir adalah penyebutan peneliti. Pada umumnya, penulis pertama adalah penulis yang paling banyak berkontribusi dalam penelitian tersebut. Tapi ada juga penulis korespondensi yang justru seringkali adalah penulis pada urutan terakhir. Publikasi penemuan besar yang menghasilkan Hadiah Nobel diberikan kepada penulis korespon-densi ini karena sudah menjadi konvensi bahwa penulis ini adalah penggagas ide,

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 98

Page 102: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007 pemilik Laboratorium dan dana penelitian yang digunakan sehingga dianggap sebagai pemilik dari hasil penelitian tersebut. Misalnya penemuan enzim DNA polymerase yang menghasilkan Hadiah Nobel Kedokteran 1959 kepada Arthur Kornberg, dipublikasikan dengan nama pertama oleh Bessman [12]. Ini karena Kornberg adalah penulis korespondensi sebagai pemilik ide dan dana penelitian dalam posisi sebagai Professor dan Ketua Departemen Mikrobiologi di Washington University School of Medicine, AS [13]. Walaupun sudah menjadi konvensi, tetap saja kadang terjadi kontradiksi dan konflik mengenai kepemilikan hasil penelitian dari paper yang dipublikasikan. Untuk itu, trend yang baru-baru ini mulai dianut oleh masyarakat ilmiah dunia adalah memberikan sitasi yang lengkap terhadap kontribusi masing-masing peneliti dalam paper tersebut. Misalnya di jurnal Nature, pada bagian akhir artikel mulai lazim dijelaskan kontribusi penulis (author contribution). Contohnya paper tentang studi perputaran ekor bakteri yang dilakukan oleh 7 penulis dari 4 lembaga/institusi berbeda [14] menjelaskan pada bagian itu: “Eksperimen BFP dilakukan oleh Y.S. dan A.R., eksperimen fluoresens dilakukan oleh A.R. dan M.I., perencanaan eksperimen oleh R.B., A.I., dan Y.S., analisis data oleh R.B., Y.S., dan A.R., serta pembuatan galur sel oleh Y.S. T.Y., dan M.H.. Y.S. dan A.R. punya kontribusi sama dalam pekerjaan ini”. R.M.B. sebagai penulis akhir adalah penulis korespondensi. 5.Mengkomunikasikan dengan masyarakat luas Setelah melakukan publikasi di jurnal ilmiah dalam bentuk tulisan ilmiah, salah satu bagian penting dari tanggung jawab penelitian adalah mengkomunikasikan hasil penelitian itu kepada publik. Tulisan populer di media massa adalah salah satu caranya. Bila umumnya, peneliti Indonesia kurang begitu memperdulikan hal ini a.l. karena penilaian administratifnya rendah, di luar negeri justru seorang ilmuwan dilihat pengaruhnya ke masyarakat luas dari tulisan seperti ini. Di Indonesia pernah ada majalah ilmiah populer Kawanku yang untuk beberapa saat cukup berpengaruh dalam tulisan populer tapi sekarang sudah berhenti terbit. Di luar negeri, khususnya AS, majalah Scientific American menjadi acuan utama dalam mengikuti trend perkembangan sains. Selain itu penerbit ilmiah Elsevier memiliki banyak seri jurnal

ilmiah populer untuk review dalam seri jurnal Trends-nya seperti Trends in Biological Sciences, Trends in Biotechnology, dst. Dalam membuat tulisan populer ini yang penting adalah bagaimana menyampaikan sesuatu yang sulit menjadi mudah ditangkap walau tidak harus menghilangkan esensi atau justru membesar-besarkan. Pilihan kata-kata populer yang menarik perlu digunakan supaya esensi tetap bisa ditangkap. Misalnya, penulis membahasakan teknologi molecular farming bukan dengan pertanian molekuler tapi bertani protein karena dalam teknologi ini tanaman direkayasa untuk menghasilkan protein bernilai tinggi tertentu [15]. Selanjut-nya teknologi rekayasa protein diungkapkan dengan kata bermain protein untuk melukis-kan aktivitas yang menyenangkan dan meng-gairahkan daripada sesuatu yang membuat dahi kerut [16]. Hal-hal yang bersifat sangat teknis dan detil seperti data dan angka, tidak terlalu menjadi perhatian karena pembaca sudah menaruh kepercayaan kepada profesi ilmuwannya, tapi apa dampak dan man-faatnya yang perlu diberikan penjelasan panjang lebar. Terakhir, aktivitas penelitian dan penulisan hasilnya adalah satu latihan yang sangat baik untuk membentuk budaya ilmiah, karena semua aspek mulai dari kejujuran, obyek-tifitas dan semuanya menjadi bagian penting dalam kegiatan tersebut. Maka dari itu, mulailah memperbanyak latihan meneliti dan mencoba menuliskannya baik sebagai artikel ilmiah maupun populer.

Daftar Pustaka [1] A. B. Witarto. Dari potensi ke eksistensi:

Mengasah diri dengan meneliti. (Artikel dalam penerbitan, 2006).

[2] A.B. Witarto. Bermain dengan protein.

Harian Kompas, 21 November 2003. [3] A.B. Witarto. Bertani protein. Harian

Kompas, 14 April 2003. [4] A.B. Witarto. Generasi baru, membangun

iptek Indonesia. Paper disampaikan pada Pelatihan Penelitian Kelompok Studi Teknologi Mahasiswa, Keluarga Mahasiswa Teknik Kimia, FT-UGM, 23 April 2005.

[5] A.B. Witarto. Kebangkitan iptek Indonesia.

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 99

Page 103: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

Harian Kompas, 20 Juli 2005. [6] A.B. Witarto. Merancang penelitian.

Lokakarya penulisan proposal penelitian. Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta, 21 Februari 2004.

[7] A.B. Witarto. Science is people. Harian

Koran Tempo, 1 Agustus 2005. [8] Ary Mochtar Pedju. Universitas, organisasi

militer atau akademik? Harian Kompas, 12 Desember 2002.

[9] Gesit Ariyanto. Arief dan Obsesi Keunggulan SDM. Kolom Nama dan Peristiwa di Harian Kompas, 14 Februari 2004.

[10] M.J. Bessman, I.R. Lehman, E.S. Simms,

and A. Kornberg. Journal of Biological Chemistry 233, 171 (1958).

[11] Nobel e-museum. www.nobel.se

[12] Setia Lesmana. Dr. Arief Budi Witarto, Pemenang Penghargaan Iptek ITSF:

Critical mass peneliti Indonesia tidak pernah terwujud. Kolom wawancara tokoh di Harian Suara Pembaruan, 15 Februari 2005.

[13] www.greendigitalpress.com/ia.php [14] www.ncbi.nlm.nih.org/pubmed

[15] www.pnas.org [16] Y. Sowa, A.D. Rowe, M.C. Leake, T. Yakushi, M. Homma, A. Ishijima, and

R.M. Berry. Direct observation of steps in rotation of the bacterial flagellar motor. Nature 437, 916-919 (2005).

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 100

Page 104: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 101

Kepunahan Bahasa 2 (Tamat): Bahasa-Bahasa Daerah di Indonesia

dalam Perubahan

Imelda Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Email: [email protected], [email protected]

ABSTRACT

Both speaker amount and society condition of tribe languages in Indonesia are in bad condition. The amount of each tribe language are mostly cannot stand untill 100 to 200 years approach. Besides, bilingualism and multilingualism of Indonesian society has come to the monolingualism of Indonesian. If this condition cannot be retrieve, the plural society of Indonesia will be burried soon. This condition means for the grave yard of Indonesian pluralism assets. Kata kunci: kepunahan bahasa, daya hidup bahasa, bilingualisme, pembalikan bahasa Isu globalisasi pada awal abad 20 ini sangat gencar menyerang kehidupan masyarakat di dunia pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya. Bila dipikir secara matang dan mendalam, globalisasi yang terjadi sebenarnya seperti pisau bermata dua. Di satu sisi, gobalisasi membangun dan meningkatkan kehidupan masyarakat. Di sisi lain, globalisasi merusakkan tatanan kehidupan sosial dan kebudayaan masyarakat. Dalam ruang lingkup yang lebih sempit, bahasa, globalisasi juga memiliki efek pisau bermata dua. Penggunaan bahasa lingua franca (bahasa Indonesia 1 atau bahasa Inggris) pada kalangan terpelajar dan muda Indonesia telah menghantarkan mereka pada gerbang komunikasi lintas pulau bahkan lintas dunia. Di sisi lain, penggunaan bahasa lingua franca juga mulai menggusur penggunaan bahasa-bahasa daerah di Indonesia, yang dianggap tidak memiliki kekuatan ekonomis di dunia. 1 Bahasa Indonesia dalam tulisan ini mengacu pada bahasa Melayu yang telah dilegitimasi menjadi bahasa nasional Republik Indonesia. Dengan kata lain, bahasa Indonesia adalah suatu kulit bahasa Melayu yang ada di Indonesia.

Kenyataan perang bahasa yang terjadi di Indonesia adalah kenyataan yang tidak dapat ditampikkan lagi. Tampaknya perlu ada urun rembuk yang pada akhirnya menyadarkan masyarakat pemilik bahasa untuk menjaga bahasa daerahnya dari kepunahan. Tulisan mengenai kepunahan bahasa kali ini akan membahas kepunahan bahasa yang tidak berhubungan dengan kematian penutur. Dengan kata lain, bahasan kali ini akan membahas bagaimana bahasa-bahasa daerah dalam masyarakat yang berproses menuju kepunahan. Secara terstruktur, saya akan menguraikan hal-hal yang penting yang berhubungan dengan kepunahan bahasa yang ditandai dengan pergeseran bahasa. Pada permulaan akan dijelaskan tolok ukur daya hidup bahasa untuk mengetahui di mana sebenarnya posisi bahasa-bahasa daerah di Indonesia sedang berada. Selanjutnya, pembahasan mengenai tolok ukur daya hidup bahasa diperdalam dengan menguraikan penyebab-penyebab per-geseran bahasa. Pengetahuan mengenai tolok ukur dan penyebab pergeseran bahasa selanjutnya akan digunakan untuk mengurai proses pergeseran bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Pada akhirnya, pemerian tiga hal yang berhubungan dengan pergeseran bahasa di atas ditutup dengan keuntungan dan kerugian pergeseran bahasa yang perlahan namun pasti menuju kepunahan bahasa.

1. Tolok ukur daya hidup bahasa Dalam prediksi Krauss (1992, 1995) pada Skutnabb-Kangas (2000:47), jumlah bahasa-bahasa di dunia yang akan tertinggal pada tahun 2100 sebanyak 600 bahasa. Selanjutnya, ia juga menambahkan bahwa bahasa-bahasa yang berpenutur 10 ribu hingga 1 juta orang akan menghilang pada 100 tahun berikutnya. Prediksi tersebut merupakan prediksi yang buruk bagai pluralitas

HUMANIORA

Page 105: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 102

masyarakat Indonesia karena 432 bahasa akan hilang pada 100 tahun ke depan dan pada hitungan 100 tahun berikutnya 231 bahasa akan hilang. Sungguh, ini adalah sebuah bencana kebudayaan. Kehilangan 663 bahasa merupakan bencana besar karena setiap bahasa yang punah akan membawa juga pengetahuan yang dibalut oleh bahasa itu. Dengan kata lain, sejarah, kebudayaan, dan pengetahuan manusia akan punah seiring dengan hilangnya bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Dengan kekuatan globalisasi yang semakin hari semakin gencar menyerang rasanya prediksi Krauss tidak akan jauh meleset. Sebelum sampai pada kenyataan, baik bila kita mengetahui secara sadar sedang berada di posisi manakah daya hidup bahasa-bahasa daerah kita saat ini. Salah satu tolok ukur daya hidup bahasa yang bisa kita gunakan dikemukakan oleh Krauss (1995) dalam Skutnabb-Kangas (2000:47). Krauss menguraikan tolok ukur kesehatan bahasa ini dengan tiga istilah, yaitu moribund 2 , endangered ‘terancam punah’, dan safe ‘aman’. Utamanya, ketiga kelompok kesehatan bahasa tersebut menggunakan kata kunci intergenerasi, yaitu apakah anak-anak masih mempelajari bahasa itu. Suatu bahasa disebut moribund ketika bahasa tersebut tidak lagi dipelajari oleh anak-anak. Selanjutnya, bahasa disebut dalam kondisi terancam punah bila anak-anak masih mempelajari bahasa daerahnya tetapi pada masa depan anak-anak tersebut akan meninggalkan bahasanya. Negara yang bahasa-bahasa daerahnya berstatus terancam punah biasanya negara yang multibahasa. Terakhir, bahasa disebut dalam keadaan aman bila bahasanya masih dipelajari oleh anak-anak dan pada masa yang akan datang akan tetap digunakan. Ini berarti bahwa estafet bahasa masih terus berlangsung. Dengan tolok ukur daya hidup bahasa di atas dapat dikatakan bahwa bahasa-bahasa daerah di Indonesia kebanyakan berstatus terancam punah. Ini karena ciri masyarakat Indonesia yang bilingual atau bahkan

2 Agak sulit untuk mencari persamaan kata moribund dalam bahasa Indonesia. Dalam tulisan ini, saya menggunakan istilah tersebut secara langsung dalam cetak miring.

multilingual, yaitu menggunakan lebih dari satu atau dua bahasa. Salah satu contoh masyarakatnya ialah masyarakat Lampung 3 yang ada di kota Bandar Lampung. Bahasa Lampung tidak lagi digunakan sebagai bahasa untuk berkomunikasi di kalangan anak-anak muda di kota Bandar Lampung. Ini karena kondisi penduduk kota Bandar Lampung yang heterogen. Di kota Bandar Lampung, selain orang Lampung, penduduk yang tinggal di sana bersuku Jawa, Sunda, Palembang, Padang, Cina, dan lain-lain. Komposisi peduduk pendatang yang cukup tinggi membuat generasi muda Lampung, khususnya saya, berpikir bahwa menguasai bahasa Indonesia lebih menguntungkan karena dapat digunakan berkomunikasi dengan berbagai komunitas pendatang. Selain dengan bahasa Indonesia, kontak dengan masyarakat Jawa secara tidak langsung membuat kaum muda Lampung berkompetensi bahasa Jawa meskipun pasif. 2. Penyebab kepunahan bahasa Kepunahan bahasa yang tidak menghilangkan penuturnya tidak terjadi dalam waktu yang singkat. Sebelum sampai pada kata punah, bahasa harus melewati proses pergeseran. Dalam masa proses pergeseran, pemilik bahasa berpindah kecenderungan berbahasanya secara perlahan namun pasti kepada bahasa yang baru. Seperti halnya beradaptasi dengan hal yang baru, pergeseran bahasa ini juga melewati masa asimiliasi atau percampuran. Dalam asimilasi kebudayaan, masyarakat minoritas 4 dipengaruhi kehidupannya oleh masyarakat mayoritas, termasuk juga aspek kebahasaan. Oleh Crystal (2000:77) diterangkan bahwa masa asimilasi kebudayaan 5 ini dihantarkan oleh berbagai dominasi: demografi, militer, dan ekonomi. Dominasi demografis terjadi ketika ada sekelompok komunitas yang pindah ke tempat lain yang jumlah komunitas penduduk aslinya lebih kecil. Dominasi seperti ini telah terjadi pada masa lampau, yaitu pada masa

3 Bahasa Lampung dipilih sebagai contoh berdasarkan pengalaman pribadi. 4 Masyarakat mayoritas dan minoritas dalam paper ini tidak hanya mayor atau minor dalam hitungan angka. Kadang kala mayoritas atau minoritas kekuasaan juga menjadi tolok ukurnya. 5 Crystal menyebutnya cultural assimilation.

Page 106: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

penjajahan. Sering kali penjajah datang dengan jumlah yang besar dan menguasai penduduk yang berjumlah lebih kecil. Secara konkrit, dominasi demografis pernah terjadi di negara Australia. Akibat dari dominasi demografis, Australia diperkirakan kehilangan 90 persen atau 225 bahasa penduduk asli. Sebuah bahasa dikatakan bergeser akibat dominasi militer apabila kecenderungan pengguna bahasa tersebut digiring oleh kekuatan militer. Sebagai contoh, dominasi seperti ini terjadi ketika perang dunia pertama. Pada masa itu, pengguna bahasa Ibrani dipaksa meninggalkan bahasanya oleh penjajah nazi. Pada masa sekarang pergeseran bahasa akibat kekuatan militer juga masih terjadi. Tempatnya tidak jauh, yaitu di Timor Leste. Pada wawancara televisi, salah seorang penduduknya mengatakan keresahannya karena harus mengganti bahasanya menjadi bahasa Portugis. Dengan dominasi militer yang sedang terjadi di negara Timor Leste tampaknya masa depan bahasa-bahasa daerah dan bahasa Melayu di sana mungkin tidak akan lama lagi bertahan. Dominasi terakhir yaitu dominasi ekonomi. Saat ini sangat sulit melihat wilayah di dunia ini yang terlepas dari dominasi ekonomi negara Amerika. Besarnya pengaruh dan daya antar bahasa Inggris kepada pekerjaan yang lebih menjanjikan telah membuat kaum muda beramai-ramai belajar bahasa Inggris. Hal ini juga terjadi di Indonesia. Saat ini, dapat dikatakan bahwa hampir semua formasi pekerjaan mencantumkan persyaratan kemampuan berbahasa Inggris. Kelanjutan dari estimasi perusahaan yang menginginkan karyawan berbahasa Inggris ialah ditetapkannya pengajaran bahasa Inggris mulai dari kelas empat Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi. Selain sekolah formal, tempat-tempat kursus bahasa Inggris tumbuh seperti jamur di musim hujan. Berbagai ‘usaha’ yang dilegitimasi dan difasilitasi oleh pemerintah Indonesia secara pasti dapat menggeser kedudukan bahasa-bahasa daerah di Indonesia. 3. Proses pergeseran bahasa Dominasi-dominasi yang mengarahkan kepada asimilasi kebudayaan, seperti yang telah dijelaskan di atas, harus melewati proses. Pada prosesnya, kecepatan pergeseran bahasa tergantung pada seberapa besar kekuatan dominasi

menghimpit kebudayaan lokal. Semakin kuat dominasi, semakin cepat pergeseran bahasa. Dengan demikian, semakin cepat pegeseran berarti semakin cepat kepunahan bahasa terwujud. Ada tiga proses pergesera bahasa yang dijelaskan oleh Crystal (2000:78-9) dalam bukunya Language Death. Proses-proses tersebut berlangsung dalam tiga tahapan. Tahapan-tahapan pergeseran bahasa tersebut secara estafet diteruskan dari generasi ke generasi. Pertama, generasi awal dipengaruhi oleh tekanan yang besar untuk berubah kecenderungan dalam berbahasa. Tekanan-tekanan beraroma politis, sosial, dan ekonomis menyerang dari arah atas dan bawah masyarakat. Tekanan yang berasal dari atas lahir dari kekuatan hukum yang didorong oleh pemerintah. Sementara itu, tekanan yang berasal dari bawah ialah tekanan yang berasal dari kecenderungan masyarakat umum yang lebih menghargai bahasa nasional atau bahasa asing baik untuk suatu nilai gengsi atau pun nilai ekonomis. Salah satu contohnya ialah bahasa Inggris. Saat ini, kaum ibu berbondong-bondong menyekolahkan anak-anaknya di sekolah berbahasa Inggris dengan alasan gengsi dan masa depan yang lebih cerah. Ketika tahap pertama sudah merajai masyarakat, tahap kedua berlangsung. Generasi muda berikutnya pada tahap ini sudah menjadi bilingual atau multilingual telah terwujud. Singkatnya, kondisi kebahasaan masyarakat mulai mendua. Selain menggunakan bahasa daerah mereka juga menggunakan satu atau dua bahasa lainnya. Gunarwan (2002:96) secara lugas menyatakan bahwa “asal-muasal terjadinya pereseran bahasa adalah hadirnya minimal satu bahasa lagi di dalam masyarakat yang semula adalah ekabahasa atau monolingual.” Pendapat tersebut beralasan karena munculnya bahasa lain yang dikuasai secara perlahan akan menghadirkan pertarungan dalam pilihan bahasa mana yang dirasa lebih bemanfaat. Ketika pertarungan antarbahasa dimenangkan oleh salah satu bahasa, maka proses ketiga telah dimasuki. Pada tahapan ini, generasi muda telah banyak yang menguasai bahasa baru yang hadir di dalam masyarakatnya. Kecenderungan ini diikuti dengan perasaan malu menggunakan bahasa daerah. Perasaan malu tidak hanya

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 103

Page 107: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

menyerang generasi muda, tetapi juga generasi tua. Dalam kondisi yang demikian, kepunahan bahasa akan segera terwujud. Ini karena ekspresi komunikasi kaum tua dan muda sudah terbalut dalam bahasa baru. Dapat dikatakan bahwa harapan hidup bahasa daerah sudah tidak ada lagi karena pemiliknya sendiri sudah tidak menghargai bahasanya. 4. Pergeseran bahasa-bahasa daerah di

Indonesia Indonesia merupakan negara dalam peringkat kedua terbanyak yang memiliki bahasa-bahasa daerah di dunia. Dalam keberagamannya ini, persebaran jumlah penutur bahasa-bahasa daerahnya tidak merata. Berdasarkan data Ethnologue (Grimes, 2000), jumlah penutur bahasa-bahasa daerah di Indonesia tersebar dari kategori besar (A) sampai kategori hampir punah (H). Sebagai tambahan informasi, tidak ada bahasa daerah di Indonesia yang berkategori sangat besar (di atas 100 juta penutur). Selain itu, tiga bahasa dinyatakan telah punah, dan 49 bahasa belum teridentifikasi jumlah penuturnya. Dari sudut pandang jumlah penutur, ada satu bahasa daerah yang berkategori A/besar (35-100 juta penutur), yaitu bahasa Jawa. Selanjutnya, 15 bahasa daerah berkategori B/menengah (1-35 juta penutur) dan 14 bahasa berkategori C/agak kecil (½-1 juta penutur). Bahasa-bahasa yang berkategori B dan C kebanyakan berada di wilayah Sumatera, Jawa dan Bali. Bahasa dengan kategori penutur D/kecil (100.000-1/2 juta penutur) ada 53 bahasa. Bahasa-bahasa tersebut banyak tersebar di wilayah Sumatera dan Sulawesi. Bahasa daerah berkategori E/sangat kecil (10.000-100.000 penutur) ada 164 bahasa. Sebagian besar penuturnya tinggal di pulau Kalimantan dan Sulawesi. Bahasa daerah berkategori F/sangat kecil sekali (1000-10.000 penutur) ada dalam jumlah yang paling banyak di Indonesia, yaitu 218 bahasa daerah. Penuturnya kebanyakan tinggal di Maluku dan Papua. Tidak kalah banyak dengan kategori F, bahasa daerah berkategori G/jumlah minimum (kurang dari 1000 penutur) juga banyak terdapat di Indonesia. Tercatat 192 bahasa daerah yang termasuk dalam kategori ini. Wilayah yang banyak memiliki bahasa daerah dengan kategori G ialah wilayah Papua. Terakhir, ada 22 bahasa daerah yang berkategori H/hampir

punah (kurang dari 100 penutur). Penuturnya hanya ada di wilayah Maluku dan Papua. Gambaran lebih jelas mengenai jumlah penutur bahasa-bahasa daerah yang tersebar di Indonesia dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Bahasa-bahasa daerah di Indonesia berdasarkan jumlah penutur berdasarkan data

Ethnologue (Grimes, 2000) Wilayah Kategori dan Jumlah Bahasa

A B C D E F G HSumatera - 6 7 17 17 1 1 -Jawa dan Bali

1 5 2 4 2 3 - -

Kalimantan - 1 1 5 35 25 7 -Nusa Tenggara

- 1 3 9 20 12 3 -

Sulawesi - 2 1 15 45 31 15 -Maluku - - - 1 26 60 27 12Papua - - - 2 19 87 139 10Jumlah 1 15 14 53 164 218 192 22

Keterangan: A = besar (antara 35-100 juta), B = menengah (antara 1-35 juta), C = agak kecil (antara ½-1

juta), D = kecil (antara 100.000-1/2 juta), E = sangat kecil (antara 10.000-100.000), F = sangat kecil sekali (antara 1000-10.000), G = jumlah minimum (kurang dari 1000), dan H = hampir punah (kurang dari 100)

Fakta jumlah penutur bahasa-bahasa daerah yang didapatkan dari Ethnologue (2000) menggambarkan bahwa kebanyakan bahasa daerah kita berada di wilayah kategori E, F, dan G. Dengan demikian, bila kembali merujuk kepada prediksi Krauss (lihat bagian 1. Tolok Ukur Daya Hidup Bahasa), maka peluang punahnya bahasa-bahasa daerah di Indonesia sangat besar. Kepunahan bahasa-bahasa daerah di Indonesia pada masa depan selain dapat ditilik dari sudut jumlah penutur juga dapat ditilik sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Dari sudut pandang sejarah, diketahui bahwa perjalanan pergeseran bahasa-bahasa daerah di Indonesia sebenarnya sudah dimulai jauh hari sebelum negara Indonesia terwujud. Pada masa itu, bahasa Melayu digunakan di hampir seluruh wilayah Indonesia sampai Malaysia. Bahasa Melayu ini tersebar luas karena dijadikan bahasa penghantar dunia perdagangan. Demikian kuatnya daya hantar bahasa Melayu sehingga membuat masyarakat yang semula monolingual akhirnya menjadi bilingual. Wujud dari persebaran bahasa Melayu yang demikian meluas dapat diamati dari berbagai dialek bahasa Melayu yang ada di Indonesia.

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 104

Page 108: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

Dialek-dialek tersebut mulai dari Melayu dialek Jakarta sampai Melayu dialek Menado, Ambon, dan lain sebagainya. Bahasa Melayu pada perkembangannya kemudian dilegitimasi oleh pemuda pergerakan Indonesia merdeka menjadi bahasa persatuan wilayah-wilayah jajahan Hindia Belanda pada tahun 1928. Hal ini dirasa penting dilakukan dengan alasan sebagai wujud persatuan wilayah jajahan Hindia Belanda. Dengan legitimasi yang beraroma politis, mau tidak mau, rakyat yang mengaku berbangsa Indonesia harus menguasai bahasa Indonesia. Ini karena mulai saat itu bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi kenegaraan, pendidikan, dan bahasa di media-media cetak dan elektronik. Dengan kata lain, orang yang tidak menguasai bahasa Indonesia tidak akan ikut menikmati perkembangan informasi yang didapatkan dari sekolah maupun media penyiaran.

Sebagaimana proses perubahan yang berupa proses yang bersifat ekonomis, sosial, dan politis, keuntungan yang didapatkan juga beraroma sama. Dari sudut ekonomi, pemerintah dapat menghemat banyak uang dalam penyelenggaraan pendidikan. Bayangkanlah, berapa jumlah uang yang harus dihabiskan pemerintah bila setiap daerah menginginkan fasilitas pendidikan dalam bahasa daerahnya. Keuntungan lain, dari sudut pandang sosial, masyarakat di seluruh Indonesia dapat berkomunikasi dengan mudah. Terakhir, keuntungan politis, pemerintah dapat menyelenggarakan roda pemerintahan dengan mudah pada setiap daerah hanya dengan satu bahasa, bahasa Indonesia.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa alasan ekonomis, sosial, dan politis telah menyebabkan bahasa-bahasa daerah di Indonesia bergeser. Dengan demikian tidaklah mengherankan bila saat ini sangat jarang ditemui kelompok masyarakat yang tidak bilingualis/multilingual. Bila dikaji secara lebih dalam, proses bilingualisme/multilingualisme masyarakat Indonesia tidak berlangsung secara serial. Artinya, proses pergeseran bahasa-bahasa daerah di indonesia tidak berlangsung dalam proses ekonomis, sosial, dan politis secara satu persatu. Namun, ketiga proses tersebut terjadi hampir secara bersamaan (proses politis muncul pada puncak perjuangan kemerdekaan Indonesia). Saat ini, trio proses tersebut sedang berlangsung dan saling mendukung sehingga tidaklah mengherankan bila generasi muda menjadi bilingual dan bahkan ada yang sudah mengarah pada monolingual bahasa Indonesia.

Keuntungan yang diuraikan di atas tidak lebih banyak dari kerugian yang ditimbulkan perubahan bahasa. Secara luas, pergeseran bahasa dibayar mahal dengan kehilangan investasi keanekaragaman budaya. Bahasa yang merupakan kapsul segala segi kehidupan manusia akan turut pula menghilangkan sejarah, kearifan lokal, serta budaya setiap daerah. Secara psikologis kerugian juga nampak. Masyarakat yang tadinya bisa dengan hidup dengan aneka warna masyarakat jadi mudah tersulut konflik bila menemukan perbedaan. Selain itu, dari sudut bahasa, kita akan kehilangan keunikan-keunikan yang terwujud dalam bahasa itu sendiri. Secara umum dapat disimpulkan bahwa keuntungan pergeseran bahasa yang didapatkan tidak dapat membayar kerugi-annya. Keuntungan-keuntungan yang didapat beraroma pragmatis dan terkesan lahir dari pemikiran yang dangkal. Pada akhirnya, pergeseran bahasa ini mengarahkan masya-rakat Indonesia pada pemiskinan kebudayaan hingga bermunculannya konflik-konflik karena masyarakat tidak lagi terbiasa dengan perbedaan.

6. Kesimpulan 5. Pergeseran bahasa: keuntungan dan

kerugiannya Tidaklah salah bila menjadi masyarakat bilingual atau multilingual sepanjang ada kompromi yang damai antarbahasa-bahasa yang dikuasai. Artinya, setiap bahasa berfungsi dan memiliki peranan yang sama-sama penting.

Seperti halnya berbagai fenomena kehidupan manusia yang selalu berparadoks, pergeseran bahasa-bahasa daerah kepada bahasa Indonesia juga menghadirkan keuntungan dan kerugian.

Saat ini, pergeseran bahasa-bahasa daerah di Indonesia sedang dan akan terus

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 105

Page 109: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 106

berlangsung. Rasa-rasanya kekuatan arus perubahan ini sulit dibendung. Kenyataan ini didukung oleh fakta jumlah penutur bahasa-bahasa daerah di Indonesia yang tidak cukup bertahan dalam hitungan 100 hingga 200 tahun ke depan. Selain itu, dari segi proses, masyarakat Indonesia telah masuk ke dalam tahap ke dua, yaitu masyarakat bilingual/multilingual yang mengarah pada monolingual bahasa Indonesia. Fakta jumlah penutur dan kondisi bilingual/multilingual masyarakat Indonesia sedianya mulai disadari oleh masyarakat luas. Selanjutnya, kesadaran itu tidak hanya diwujudkan dalam bentuk simpati, tetapi juga dalam bentuk kerja nyata yang bertujuan kembali menguatkan vitalitas bahasa daerah. Pembalikan kesehatan bahasa di Indonesia dengan meningkatkan keperca-yaan diri dan gengsi berbahasa daerah tidaklah lebih sulit bila dibandingkan dengan pembalikan bahasa Ibrani yang hampir punah 6 . Dengan demikian, pembalikan bahasa dari akar rumput yang telah dibuktikan bahasa Ibrani bukanlah isapan jempol bila dilakukan secara bersama-sama oleh masyarakat pemilik bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Daftar Pustaka

[1] Crystal, David, 2000, Language Death,Cambridge: Cambridge.

[2] Fishman, J.A., 1991, Reversing Language Shift, Clevendon: Multilingual Matters.

[3] Grimes, Barbara F (ed.), 2000, Language of Indonesia: SIL International Indonesia Branch, Jakarta: Indonesia.

[4] Skutnabb-Kangas, Tove, 2000, Linguistic Genocide in Education—or Worldwide Diversity and Human Rights?, New Jersey: Lawrance Erlbaum Associates.

6 Salah satu bahasa yang berhasil dibalikkan ialah bahasa Ibrani. Pembalikan bahasa Ibrani dimulai dari seorang Eliezer Ben Yehuda. Beliau menghidupkan bahasa Ibrani dari dalam rumah tangganya sendiri hingga akhirnya bahasa Ibrani kembali hidup dan bebas dari ancaman kematian.

[5] Gunarwan, Asim, 2002, “Kasus-Kasus Pergeseran Bahasa Daerah: Akibat Persaingan dengan Bahasa Indonesia”, dalam Linguistik Indonesia, Jakarta: Masyarakat Linguistik Indonesia bekerjasama dengan Yayasan Obor Indonesia.

Page 110: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007 HUMANIORA

Televisi yang Memihak kepada Guru

Murni Ramli Graduate School of Education and Human Development, Nagoya University, Japan

E-mail: [email protected]

1. Pendahuluan Setiap bulan Oktober TV NHK, Jepang, menggelar The Japan Prize International Educational Program Contest, sebuah kontes dunia untuk memilih program pendidikan yang memiliki nilai pengajaran dan pendidikan yang bermutu, sekaligus memiliki dampak positif terhadap perkembangan pendidikan di suatu negara. Tahun 2006 bertepatan dengan penyelenggaraan yang ke-33, diikuti oleh kurang lebih 29 negara, termasuk Indonesia yang diwakili oleh Mandiri Production dengan program “Our Friends : Nengah the Puppeteer Ki”`, METRO TV dengan program BADMINI (Badminton Mini), dan TVRI dengan program “Studying Balinese Alphabet Program: A Alphabet” [1]. Namun sayang belum satu prize pun berhasil kita dapatkan. Tulisan ini mengkaji peran media televisi dalam dunia pendidikan Jepang dan peman-faatan siaran TV oleh guru-guru di Jepang dalam peningkatan kualitas pengajaran. Tujuan pengkajian adalah sebagai bahan pertimbangan pengembangan siaran TV pendidikan di Indonesia dan pengembangan pertelevisian daerah yang berpihak kepada dunia pendidikan, sebagai salah satu ranah reformasi pendidikan di Indonesia. 2. Guru dalam agenda reformasi pendidikan di Indonesia Salah satu agenda reformasi pendidikan di Indonesia adalah peningkatan mutu guru yang diakui sebagai faktor krusial dalam pengembangan pendidikan. Dilema yang dihadapi berkisar pada masalah bagaimana menyelaraskan kuantitas dan kualitas guru. Pada era Soeharto, pemerintah berhasil mendongkrak angka wajib belajar di tingkat dasar, mendekati 100% dengan penggalakan program wajib belajar. Upaya untuk merekrut sebanyak-banyaknya guru lulusan SPG atau yang sederajat di beberapa daerah menjadi salah satu kunci keberhasilan tersebut. Dalam proses perekrutan massal tersebut

kualitas guru kurang mendapat perhatian sebab pemerintah lebih menitikberatkan kuantitas [2]. Pakar pendidikan berasumsi bahwa upaya peningkatan profesionalisme guru harus sejalan dengan perbaikan pendapatan guru. Langkah ini membutuhkan dana besar, sementara budget pendidikan yang dianggar-kan sebesar 20% dari APBN pada kenya-taannya sulit untuk dipenuhi. Diperkirakan budget tersebut baru akan terealisasi pada tahun 2010. Oleh karenanya, untuk mempercepat proses ini, pemerintah harus menggandeng masyarakat, termasuk sektor swasta untuk mendukung reformasi pendidikan di Indonesia. Apa yang dibutuhkan guru sebagai langkah peningkatan mutu pengajaran ? Kelemahan pengajaran terjadi karena ketidakmantapan proses mempersiapkan kandidat guru melalui lembaga-lembaga pendidikan guru yang semula dikembangkan di IKIP. Perubahan status IKIP menjadi universitas umum merupakan proses generalisasi pendidikan professional yang semula dikembangkan dengan spesialisasi tertentu. Hal ini diduga sebagai salah satu faktor penurunan kualitas lembaga pendidikan guru [3]. Selain langkah perbaikan kualitas lembaga pendidikan guru, proses belajar mandiri, in-service training, team teaching, dan observasi pengajaran sesama guru perlu dikembangkan sebagai salah satu alternatif perbaikan mutu guru. Proses ini tidak hanya menjadi wewenang pemerintah, dalam hal ini DIKNAS, tetapi harus mulai dipikirkan pengembangan pelatihan dan perbaikan mutu guru yang digerakkan oleh pemerintah daerah. Institusi yang sangat taktis sebagai motor reformasi adalah stasiun televisi. Dengan kelebihannya sebagai media yang dapat di akses oleh seluruh rakyat, TV merupakan media yang tepat untuk melemparkan ide-ide

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 107

Page 111: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007 pendidikan kepada masyarakat, sekaligus menjadi penampung aspirasi masyarakat. 3. TV yang memihak guru ala NHK Jepang Salah satu contoh pengembangan TV pendidikan yang sukses adalah TV pendi-dikan NHK, Jepang. Dalam mewujudkan misinya, NHK (Nippon Housou Kyoukai) atau Japan Broadcasting Corporation mengem-bangkan dua jenis pelayanan yaitu NHK General TV dan NHK Educational TV. Layanan yang kedua inilah yang menjadi pengusung program-program pendidikan, mulai dari kegiatan eksplorasi flora dan fauna, pembelajaran dari kelas ke kelas, diskusi kebijakan dan problematika pendidikan, pembelajaran seni dan budaya (minum teh, samurai, kimono, musik tradisional, musik klasik), biografi tokoh, hingga pembelajaran internet bagi manula, kelompok masyarakat yang meningkat tajam jumlahnya di Jepang. Program-program pendidikan NHK terbagi dalam tiga kategori yaitu [4] :

1. Program untuk SD 2. Program untuk SMP dan SMA 3. Program untuk guru dan wali

murid/orang tua Acara-acara pendidikan tersebut dapat disaksikan atau didengarkan melalui beberapa channel TV dan Radio NHK yaitu :

1. Kyouiku terebi (Educational TV) 2. Radio 2 3. BS-hi 4. BS2 5. FM

Salah satu siaran yang sangat menarik adalah “waku-waku jugyou, watashi no oshiekata” yang artinya “pembelajaran yang menyenangkan, metode mengajar saya”. Disiarkan setiap hari Minggu, dengan 2 kali penayangan yaitu sore (18.00-18.45) dan larut malam (00.40-01.25) yang memungkin-kan para guru yang bekerja dari jam 6 pagi hingga jam 6 sore, bahkan kadang hingga jam 9 malam, menyaksikan siaran tersebut. Pekan awal Oktober 2006, program ini menayangkan metode pembelajaran mate-matika bilangan berderet di kelas 5, di SD afiliasi Tsukuba University. Pembelajaran berlangsung dengan konsep tanoshii jugyou (belajar yang menyenangkan), guru mengajar dengan pola tidak menggurui, tetapi

mengarahkan siswa untuk mengerti (wakaru) dan selanjutnya menjadi bisa (dekiru) memecahkan masalah. Kegiatan praktek sangat mendominasi pelajaran matematika hari itu, menggunakan bahan kertas dan gunting, murid diajak untuk memahami teori bilangan berderet. Anak-anak di Jepang tidak diajarkan untuk menghafalkan teori, tetapi mereka diajari untuk memahami proses lahirnya sebuah teori, atau menemukan pemecahan/ teori baru, sehingga otomatis ingatan terhadap sebuah teori akan lebih melekat. Program menarik lainnya adalah youkouso senpai (selamat datang kakak kelas). Acara ini merupakan contoh pembelajaran bidang studi integrated course (sougoutekika) yang mulai dicanangkan sejak 2002. Course ini merupakah sebuah langkah jitu kementerian pendidikan Jepang untuk menggalakkan pembelajaran dalam bentuk praktek, pembelajaran berdasarkan pengalaman, mengenalkan budaya dan potensi daerah kepada siswa, melalui jam khusus yang kebanyakan dimanfaatkan guru dengan pembelajaran di luar kelas. Pelaksanaanya bervariasi, di antaranya pengembangan karir, keterampilan, dan kepiawaian berkomunikasi, pengenalan dunia kerja, dan pembelajaran budaya dan alam. Program youkoso senpai edisi 22 Oktober 2006 menampilkan kedatangan seorang perancang mobil dunia, Ken Okuyama ke SD Universitas Yamagata. Ken adalah direktur perancangan di perusahaan mobil Pininfarina, Italia, dengan pengalaman segudang; merancang mobil Porsche, dan bekerja untuk General Motor. Ken mengajak para siswa untuk menjelma menjadi perancang mobil sungguhan dengan proyek pembuatan mobil untuk ayah, ibu, kakak, adik, dan penggemar olahraga. Anak-anak mengerjakan proyek itu secara berkelompok selama tiga hari. Hari pertama, rancangan dibuat berdasarkan masukan anggota kelompok, hari kedua, wawancara terhadap konsumen target, dengan tujuan mengetahui mobil dambaan mereka. Hari terakhir adalah pembuatan prototype mobil dari bahan wax, steroform dan cat air, dan kemudian mempresentasikannya. Hasil rancangan mereka ternyata sangat kaya ide, ada mobil yang kursinya bisa diputar, sehingga memungkinkan semua penumpang berkomunikasi; supir yang digantikan oleh

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 108

Page 112: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007 robot, atau mobil bertingkat dengan fasilitas untuk warming up di tingkat kedua. Ide-ide yang lahir dari kepolosan berpikir mereka inilah yang kelak barangkali menjadi mobil-mobil futuristik di masa depan. Bagi pemirsa yang tidak dapat me-nyaksikan acara itu secara langsung NHK menyediakan situs lengkap tentang semua programnya pada situs berikut : http://www.nhk.or.jp/school/index.html Dengan terobosan acara menarik berupa fakta di lapangan, NHK berhasil mejadi corong suara guru, orang tua, bahkan pakar pendidikan dari kampus, ataupun pemerintah. Tidak hanya itu, NHK pun mengelola Teacher Net yang memungkinkan guru seantero Jepang untuk saling berkomunikasi dan menjadi nara sumber bagi seluruh siswa dan orang tua di seluruh negeri. NHK pun merilis program baru yaitu pembelajaran sains secara on-line. 4. Menggagas ulang TV Pendidikan di

Indonesia Konsep TV sebagai media pendidikan sebenarnya sudah digagas di Indonesia sejak tahun 1991, ditandai dengan mengudaranya siaran pendidikan TPI. Sayangnya program pendidikan kala itu tak dikemas dengan cukup baik, sehingga pengelola TPI akhirnya memilih mengikuti jejak TV swasta yang lain, menyiarkan lebih banyak acaran hiburan yang dianggap lebih mengeruk uang, dan menanggalkan “baju pendidikan- nya”. DIKNAS bekerja sama dengan TVRI pada bulan Juli 2006 meluncurkan program televisi pendidikan, yang menayangkan pembe-lajaran tiga mata ajaran yang diujikan dalam Ujian Nasional (Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan Matematika). Siaran ini ditujukan kepada 28.376 siswa SMP yang berada di 353 kabupaten/kota yang dianggap minim fasilitas pendidikan [5]. Sekalipun mendapat tentangan karena besarnya anggaran yang dipakai (Rp 213,69 miliar) [5], [6], program ini menurut penulis adalah sebuah upaya yang cukup baik untuk mengatasi kelangkaan materi pembelajaran di daerah. Biaya yang besar untuk sebuah peningkatan mutu pendidikan sebaiknya tidak dipandang sebagai pemborosan, tetapi sebagai investasi masa depan, tentu saja dengan asumsi bahwa pihak penyelenggara

adalah orang-orang yang bermoral dan memiliki tekad dan niat yang sama memajukan pendidikan Indonesia. Perbaikan perlu dilakukan dengan mengkonsep ulang materi siaran yang diberikan yaitu agar tidak terfokus kepada tiga mata pelajaran UN, tetapi diperluas dengan materi pelajaran yang lain, teknik pengajaran yang memukau, dan yang lebih utama, siaran TV Pendidikan harus dijadikan sebagai media tukar informasi, konsultasi pengajaran, sarana in-service training bagi para guru. TV Pendidikan juga harus dijadikan sebagai sarana berkomunikasi masyarakat, tanpa mengenal lapisan dan status, mengenai pendidikan dan problematikanya. Oleh karena itu model komunikasi dua arah harus dikembangkan dengan aktifnya pihak penyelenggara TV berkunjung ke sekolah-sekolah dan membuka kran-kran penyaluran aspirasi masyarakat misalnya melalui kotak saran yang disebarkan di setiap sekolah, lingkungan RT/RW. Seiring dengan kemunculan TV-TV daerah, pakar pendidikan, PGRI, orang tua/ masyarakat hendaknya menyuarakan aspi-rasinya dan mendorong pihak penyelenggara pertelevisian agar menyajikan ramuan acara yang mendukung pembangunan pendidikan. Membangun pendidikan daerah melalui sinergi bekerja antara pemerintah, sekolah, dan masyarakat harus dihidupkan jika ingin melihat hasil pendidikan yang dapat diterima semua pihak.

Daftar Pustaka [1] NHK Japan Prize 2006. Retrieved from http://www.nhk.or.jp/jp-prize/index_e.html on December, 18, 2006. [2] Nielsen, H.D. (2002). Reforms to teacher Education in Indonesia : Does more mean better ? in Edward.R.Beauchamp (ed). Comparative Education Reader. Taylor & Francis Books Inc., New York. [3] Ramli, Murni. (2007). Improving Teacher

Quality, the Agenda of education Reform in Indonesia. Paper presented at ‘Hikaku kyouiku gakkai’ (The 43th Japan Comparative Education Annual Meeting),

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 109

Page 113: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

July,1st 2007 at Tsukuba University, Tsukuba, Japan.

[4] NHK Japan. NHK Digital Curriculum. Diakses dari

http://www.nhk.or.jp/school/english/index.html pada tanggal 18 Desember 2006.

[5] Yazid, Abdullah. (2006). Kebijakan Pasca

UN, Menakar Efektivitas Program TV Pendidikan. Kompas, Senin 12 Juli 2006. Diakses dari http://www.kompas.com/kompas-cetak/0607/17/humaniora/2811161.htm pada tanggal 18 Desember 2006.

[6] Anonim. (2006). TV Pendidikan Tetap

Jalan. Batam Pos, Senin, 10 Juli 2006. Diakses dari

http://batampos.co.id/index.php?Itemid=51&id=1241&option=com_content&task=view pada tanggal 18 Desember 2006.

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 110

Page 114: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007 LIPUTAN

Kilas Balik TI 2007 Kyoto: Warna Baru dalam Perjalanan 16 Tahun Temu Ilmiah PPI Jepang

Bambang Widyantoro E-mail: [email protected]

Tahun ini panitia TI menerima 147 buah abstrak dan makalah dari 120 calon presenter. Dan pada hari-H, akhirnya tampil 109 presenter dengan 128 makalah karya mereka. Secara kuantitas, jumlah ini tercatat sebagai rekor baru dalam penyelenggaraan TI selama ini.

Pada hari Sabtu, 25 Agustus 2007 lalu, untuk yang ke-16 kalinya Temu Ilmiah PPI Jepang digelar. Sebuah perhelatan tahunan, yang sejak awal keberadaannya diharapkan menja-di wadah interaksi, silaturahmi serta berbagi informasi bagi para pelajar Indonesia di Jepang. Enam belas tahun ber-Temu Ilmiah, berarti 16 kota telah disusuri, beratus hasil penelitian dan karya anak bangsa telah dipresentasikan dan tentunya begitu banyak pelajar Indonesia di Jepang yang sudah ikut meramaikan acara ilmiah tahunan ini.

Dari mana asal makalah-makalah terse-but? Korda Kansai mendominasi makalah tahun ini dengan porsi 40%, sebagian besar adalah hasil kontribusi tuan rumah Kyoto University (19 makalah) dan Kobe University (12 makalah). Korda Kanto menempel ketat dengan 31%, berkat keaktifan para penulis dari Tokyo University of Agriculture and Technology (11 makalah) dan The University of Tokyo (9 makalah). Disusul kemudian oleh Korda Chubu dengan 18% (kontribusi dari Nagoya University sebanyak 10 makalah dan Gifu University sebanyak 6 makalah). Korda paling selatan di Jepang yaitu Kyushu yang dimotori Kyushu University pun tak ketinggalan turut berpartisipasi dengan 5 makalah, sementara tuan rumah tahun lalu, Hiroshima University tetap mempertahankan keaktifannya dengan mengirimkan 7 makalah mewakili Korda Chugoku-Shikoku (ChuShi). Korda Tohoku kali ini hanya diwakili oleh 1 makalah dari Niigata University. Dari 8 Korda yang ada di PPI Jepang, hanya 2 Korda di belahan utara yang kali ini absen, yaitu Hokkaido dan Hokushina. Kendala jarak dan kurangnya informasi mungkin menjadi salah satu penyebab tidak munculnya makalah-makalah dari mereka. Dibandingkan dengan TI Hiroshima tahun lalu, distribusi sumber makalah dan asal peserta lebih luas dan merata.

Kesinambungan yang patut diapresiasi, kete-kunan yang pantas diteladani dan semangat menjalin silaturahmi yang harus selalu kita jaga bersama. Kini, agar momen baik ini tidak terlewati begitu saja, mungkin ada baiknya kita sama-sama mulai berkaca dan bertanya, paling tidak beberapa hal mendasar berikut ini : Pertama, sudah berhasilkah Temu Ilmiah kali ini menjadi daya tarik bagi para pelajar, peneliti dan ilmuwan muda Indonesia di se-antero Jepang untuk ikut saling berkomuni-kasi di dalamnya? Kedua, sudahkah Temu Ilmiah ini memberi manfaat yang optimal untuk para pesertanya? Ketiga, sudahkah kita gunakan momen penting ini tidak hanya sebagai ajang sila-turahmi, namun juga kesempatan emas untuk berkontribusi nyata terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di tanah air tercinta? Keempat, sudahkah TI menjadi salah satu wadah penghasil rekomendasi, saran atau-pun solusi bermanfaat bagi berbagai proble-matika di tanah air?

Perlu untuk dicatat juga bahwa hadir beberapa presenter dari lembaga riset independen dan dunia industri di Jepang, serta beberapa ilmuwan muda dari Indonesia, seperti dari LIPI, ITB dan Universitas Jendral Soedirman.

Tentu tidak mudah menjawab semua per-tanyaan yang terlintas ini bila tidak ada parameter yang objektif untuk menilainya. Namun untuk memulai, mari kita tengok sejenak beberapa data, angka dan fakta dari balik layar TI 2007 berikut.

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 111

Page 115: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007 Yang tak kalah penting, dari segi kualitas makalah yang dipresentasikan, TI 2007 Kyoto rasanya pantas berbangga, karena sejak awal, tim editor dan reviewer melakukan inovasi baru dalam sejarah TI dengan memperbaharui proses review, di mana para reviewer tidak hanya diminta untuk menilai kelayakan makalah untuk dipresentasikan dan masuk proceeding, namun juga memberi komentar, pertanyaan dan saran kepada para penulis. Terlepas dari baru sekitar 75% dari keseluruhan makalah yang “berhasil” diberi pertanyaan, komentar dan saran oleh reviewer, fenomena ini tentu membawa angin segar, sebagaimana yang diungkapkan beberapa peserta yang menyatakan dari sekian kali TI yang diikutinya, baru kali ini mereka bisa mendapatkan umpan balik yang bermanfaat dari para reviewer. Ini sekaligus membuktikan bahwa proses review di TI kali ini bukan sekedar “formalitas” belaka. Beberapa makalah juga dengan berat hati tidak dapat dipresentasikan karena penulis-nya tidak dapat merevisi sesuai saran dari para reviewer. Dengan tidak mengesam-pingkan harga yang harus dibayar cukup mahal oleh panitia (tingkat kesulitan tinggi, perlu usaha keras, serta berdampak pada kemunduran jadwal proses notifikasi yang ditunggu-tunggu oleh peserta), pola umpan balik dari reviewer kepada para penulis ini pantas untuk dijadikan tradisi TI ke depannya. Sebuah warna baru yang dapat menjaga agar kualitas presentasi dan juga proceeding TI dapat semakin baik. Pertanyaan pertama dan kedua mungkin bisa terjawab dengan “cukup baik” dari uraian di atas. Namun secara kuantitas, bila ditilik lebih jauh, 128 makalah dari 109 presenter rasanya masih jauh dari layak untuk bisa disebut “mewakili” sekitar 1200 orang pelajar Indonesia di Jepang saat ini, yang lebih dari 70% di antaranya adalah mahasiswa program Master dan Doktor yang tentu berpotensi menghasilkan karya-karya ilmiah yang unggul. Jadi, dalam hal ini kita harus mengakui bahwa “aura” Temu Ilmiah kita belumlah bersinar secerah yang diharapkan untuk dapat menjadi daya tarik yang handal. Bagaimana dengan pertanyaan ketiga dan keempat? Rekomendasi dan saran telah disampaikan, sesuai tema besar kali ini, “Empowering the Indonesia-Japan Relationship through Cu-ltural, Scientific and Technological Coope-rations”, meski memang masih dalam bentuk

yang sangat umum dan cenderung bersifat normatif. Menarik untuk dicatat adalah kontribusi dari ISTECS chapter Jepang, yang “menyisipkan” sayembara karya tulis ilmiah dengan tema “Menuju Kota yang lebih manusiawi di Indonesia” pada TI kali ini. Hal ini sedikit banyak bisa menambah kontribusi TI 2007 Kyoto dalam memberi sumbangsih ide dan pemikiran nyata bagi penyusun kebijakan di tanah air. Di sisi lain, begitu beragamnya tema makalah yang dipresentasikan ternyata juga membawa kesulitan tersendiri bagi panitia untuk mengemas diskusi yang lebih fokus di antara sesama peserta. Tampaknya perlu dipikirkan upaya terobosan baru, untuk dapat mengakomodir terciptanya forum diskusi intens yang dapat menghasilkan ide-ide dan pemikiran baru. Memperbanyak sesi panel diskusi dan panel presentasi mungkin dapat menjadi solusi yang baik, tidak hanya disediakan untuk para keynote speaker saja, namun juga untuk para peserta dengan beberapa topik pilihan yang memang disiapkan dan diumumkan jauh hari untuk mengundang tulisan-tulisan yang bermutu dalam topik yang sama. Dengan demikian diharapkan akan lebih banyak lagi ide dan pemikiran aplikatif yang dapat ditelurkan dari TI. Sebagai penutup, sebuah perhelatan besar, TI 2007 telah terselenggara dengan baik di Kyoto. Tuan rumah yang terkenal dengan warisan budaya, serta kultur akademik yang tinggi telah memberi warna baru pada perjalanan 16 tahun TI PPI Jepang dengan terobosan-terobosannya. Kita haturkan selamat kepada segenap panitia penye-lenggara TI 2007 ini, rekan-rekan muda pelajar Indonesia yang penuh dedikasi di Kyoto University dan PPI Kansai. Semoga kesuksesan ini dapat menjadi pemicu semangat yang baik bagi kita semua, para pelajar Indonesia, untuk selalu berkarya dan berbagi untuk sesama. Saat niat yang baik, rasa kebersamaan, kepedulian dan kebersihan hati bersinergi dengan kapasitas intelektual yang tinggi dalam menghasilkan ide, pemikiran dan kerja nyata, maka cita-cita untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik di hari depan rasanya bukanlah sebuah mimpi belaka.

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia 112

Page 116: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

FORUM

SUSUNAN PENGURUS PPI JEPANG 2007-2008

Pelindung

1. Duta Besar RI di Tokyo

2. Konsul Jendral RI di Osaka

Pembina

Kepala Bidang/Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI di Tokyo

Ketua Umum : Deddy Nur Zaman (University of Tokyo – Korda Kanto)

Wakil Ketua I : Arif Bramantoro (Kyoto University – Korda Kansai)

Wakil Ketua II : Siswoyo (Gifu University – Korda Chubu)

Sekretaris Umum : Tatang Sopian (Tokyo University of Agriculture and Technology – Korda Kanto)

Wakil Sekretaris : Mochamad Asri (Tokyo Institute of Technology – Korda Kanto)

Bendahara Umum : Rachma Syam Marcillia (Tokyo Institute of Technology – Korda Kanto)

Wakil Bendahara : Rodiyan Gibran Sentanu (Yuge Shousen-Ehime – Korda Chushi)

Bidang Informasi dan Komunikasi :

Kepala Bidang : Hadiyanto (Osaka University – Korda Kansai)

Staf : (ditunda penyusunannya)

Bidang Pendidikan dan Kebudayaan :

Kepala Bidang : Wempi Saputra (Nagoya University – Korda Chubu)

Staf :

1. Taufik Djatna (Hiroshima University – Korda Chushi)

2. Gede Parwatha (Toyohashi University of Technology – Korda Chubu)

3. Nelfa Desmira (Nagoya Institute of Technology – Korda Chubu)

4. Nanung Agus Fitriyanto (Gifu University – Korda Chubu)

5. Moeljarno Triko (Tokyo University of Agriculture – Korda Kanto)

6. M. Dwi Wicaksono (Tokyo University of Agriculture and Technology – Korda Kanto)

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia

113

Page 117: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

Bidang Kajian Strategis :

Kepala Bidang : Yuniarto Hadiwibowo (Hiroshima University – Korda Chushi)

Staf :

1. Wahyul Amien Syafei (Kyushu Institute of Technology – Korda Kansai)

2. Achmad Yasir Baeda (Hiroshima University – Korda Chushi)

3. Safendrri Komara (Kyoto University – Korda Kansai)

4. Amzul Rifin (University of Tokyo – Korda Kanto)

Bidang Pelayanan dan Kerjasama :

Kepala Bidang : Muhammad Sahlan (Tokyo University of Agriculture and Technology – Korda Kanto)

Staf :

1. Antrawan Junaputra (Hiroshima University – Korda Chushi)

2. Pratama Putra (Tokyo University of Agriculture and Technology – Korda Kanto)

3. Nugraheni Niki Lintang Pertiwi (Meiji University – Korda Kanto)

4. Elisa Herawati (Osaka University – Korda Kansai)

5. Andriati Ningrum (Shizuoka University – Korda Chubu)

6. Alexander (Ibaraki University – Korda Kanto)

Komite Kemanusiaan :

Koordinator Komite : Ihsanul Afdi Yunaz (Tokyo Institute of Technology – Korda Kanto)

Staf :

1. Rela Triestinanda Sari (Tokyo University of Agriculture – Korda Kanto)

2. Alfian Muhammad (Tokyo Institute of Technology – Korda Kanto)

Tim Redaksi Inovasi :

Nufransa Wira Sakti (Niigata University – Korda Tohoku)

Murni Ramli (Nagoya University – Korda Chubu)

Bambang Widyantoro (Kobe University – Korda Kansai)

Sorja Koesuma (Kyoto University – Korda Kansai)

Agustan (Nagoya University – Korda Chubu)

Zainal Muttaqin (Niigata University – Korda Tohoku)

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia

114

Page 118: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

FORUM

PERMOHONAN MAAF DARI TIM REDAKSI

Kami dari tim redaksi menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada semua penulis artikel atas keterlambatan penerbitan majalah online INOVASI edisi 9 yang seharusnya diterbitkan pada bulan Maret tahun 2007. Semoga keterlambatan ini tidak menjadi penghambat untuk menyumbangkan tulisan di edisi-edisi selanjutnya.

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia

115

Page 119: Files Inovasi Vol.9 XIX November 2007

INOVASI Vol.9/XIX/November 2007

Susunan Dewan Redaksi INOVASI

Penanggung Jawab Ketua PPI-Jepang (Deddy Nur Zaman) Pemimpin Redaksi Sorja Koesuma Redaktur PJ Rubrik

1. Rubrik Topik Utama

Sorja Koesuma Tonang Dwi Ardyanto

2. Rubrik Nasional Taruna Ikrar Ilham Maulana

3. Rubrik IPTEK dan Inovasi Dodik Kurniawan M. Sulaiman

4. Rubrik Kesehatan dr. M. Thohar Arifin

Rubrik Humaniora M. Zuklifli Mochtar Husein

M. Lutfi Firdaus Rubrik Kiat dan Forum Husnain

Liputan Khusus dan Tokoh Ilham Maulana Sekretaris Redaksi

Arif Kurniawan

PR dan Administrasi Husnain Konsultan Bahasa Imelda Tim Produksi

Setting artikel Hastari Eka Anandhita Muhammad Iqbal

Webmaster Arif Kurniawan

Cover Imelda

M. Lutfi Firdaus Tim Korda

Nufransa Wira Sakti Murni Ramli Bambang Widyantoro Agustan Zainal Muttaqin

Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang; Membuka Dunia untuk Indonesia dan Membuka Indonesia untuk Dunia

116