Upload
miqdadmohdsuberi
View
67
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
lapsus
Citation preview
BAGIAN PSIKIATRI REFERAT
FAKULTAS KEDOKTERAN MAC 2015
UNIVERSITAS HASANUDDIN
JUDUL REFERAT : GANGGUAN PANIK
DISUSUN OLEH:Miqdad Bin Mohd Suberi
C111 11 826
PEMBIMBING:dr.Willy
SUPERVISOR:dr. Andi Suheyra Syauki,M.kes, sp.KJ
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIKPADA BAGIAN PSIKIATRI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR
2015
1
HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :
Nama : Latifah Husna Binti Zulkafli
NIM : C 111 11 871
Judul Referat : Pedoman Pemberian Obat Anti Insomnia
Telah menyelesaikan tugas referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Makassar, Maret 2015
Mengetahui Supervisor (DR.dr.H.M.Faisal Idrus, SpKJ(K))
Pembimbing (dr.Hilmi Umasangadji)
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul 1
Lembar Pengesahan 2
Daftar Isi 3
Bab I. Pendahuluan 4
Bab II. Pembahasan
A. Definisi Anti insomnia 6
B. Penggolongan Obat Anti insomnia 6
C. Cara Kerja Obat 7
D. Indikasi Penggunaan 8
E. Kontraindikasi 9
F. Efek Samping 9
G. Pemilihan Pemberian Obat 10
H. Cara Pemberian Obat 12
Bab III.
Kesimpulan 13
Lapsus 14
Daftar Pustaka 31
Lampiran Referensi 32
3
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut DSM-IV, insomnia didefinisikan sebagai keluhan dalam hal kesulitan untuk
memulai atau mempertahankan tidur atau tidur non-restoratif yang berlangsung setidaknya
satu bulan dan menyebabkan gangguan signifikan atau gangguan dalam fungsi individu (1,2)
The International Classification of Diseases mendefinisikan insomnia sebagai kesulitan
memulai atau mempertahankan tidur yang terjadi minimal 3 malam/minggu selama minimal
satu bulan. Menurut The International Classification of Sleep Disorders, insomnia adalah
kesulitan tidur yang terjadi hampir setiap malam, disertai rasa tidak nyaman setelah episode
tidur tersebut. Jadi, insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang
untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk melakukannya (1)
Insomnia bukan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala yang memiliki berbagai
penyebab, seperti kelainan emosional, kelainan fisik dan pemakaian obat-obatan (1) Insomnia
dapat mempengaruhi tidak hanya tingkat energi dan suasana hati tetapi juga kesehatan,
kinerja dan kualitas hidup. Jenis insomnia ada tiga macam yaitu : insomnia inisial atau tidak
dapat memulai tidur , insomnia intermitten atau tidak bisa mempertahankan tidur atau sering
terjaga dan insomnia terminal atau bangun secara dini dan tidak dapat tidur kembali (Potter ,
2005) .
Banyak sumber juga mengatakan adanya gangguan di siang hari yang terkait seperti
kelelahan , cepat marah, penurunan memori dan konsentrasi lesu yang mengganggu banyak
aspek fungsi di siang hari. Insomnia lebih sering menyerang perempuan daripada laki – laki
serta sering terjadi pada usia lanjut. Insomnia bisa diklasifikasikan kepada primer , yaitu
insomnia yang terjadi tanpa disertai penyakit lain , dan juga sekunder, dimana insomnia tipe
ini terjadi disebabkan oleh penyakit lain , masalah psikis , lingkungan , perilaku , atau efek
4
samping dari obat obatan (3) Insomnia juga bisa diklasifikasikan sebagai insomnia akut
(kurang dari 1 bulan) ataupin kronis , yaitu 1-6 bulan. Insomnia lebih tepat disebut sebagai
suatu gejala , dan merupakan suatu diagnosis . Walaupun begitu, tidak ada standar baku yang
digunakan untuk menegakkan diagnosis insomnia (3) Terdapat tiga kriteria yang terpisah yang
sering digunakan untuk menegakkan insomnia yaitu : The Diagnostic and Statistical Manual
Of Mental Disorders ( DSM ) ; The International Classification of Sleep Disorders ; and The
ICD 10 Classification of Mental and Behavioural Disorder. (1,2,3)
Menangani insomnia, pendekatan secara farmakologi ataupun non- farmakologi bisa
diterapkan tergantung dari berat ringan insomnia mempengaruhi kualitas hidup penderita.
Penanganan dengan medikamentosa harus mempertimbangkan efektifitas dan juga efek
samping yang terlibat , tetapi pendekatan secara non- farmakologi bisa sangat membantu
tanpa menimbulkan efek samping dan mempunyai efektifitas yang sama maupun lebih. (2,3)
5
BAB II
A) DEFINISI ANTI – INSOMNIA
Anti insomnia adalah kelompok obat – obatan yang juga dikenali sebagai hypnotics,
somnifacient, atau hipnotika. Obat acuannya adalah phenobarbital. Indikasi penggunaanya
adalah untuk mengubati Sindrom Insomnia. Secara umum ada dua penggolongan obat anti –
insomnia yaitu 1) Benzodiazepine dan 2) Non – benzodiazepine . (4)
B) PENGGOLONGAN (1,2,3,4,5)
Berdasarkan Handbook of Psychiatric Drugs 2005 Edition terdapat dua penggolongan
anti – insomnia : (5)
I ) Benzodiazepine : Nitrazepam, Triazolam, Estazolam
II) Non – Benzodiazepine : Chloral – hydrate , Phenobarbital
No Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjuran
1 Nitrazepam MAGADON
(Roche)
DUMOLID
(Alpharma)
Tab. 5 mg
Tab. 5 mg
Dewasa 2 tab
Lansia 1 tab
2 Triazolam HALCION
(Up john)
Tab. 0,125 mg
Tab. 0,250 mg
Dewasa 2 tab
Lansia 1 tab
Dewasa 1 tab
Lansia ½ tab
3 Estazolam ESILGAN
(Takeda)
Tab. 1 mg
Tab. 2 mg
1-2 mg/malam
4 Chloral hydrate CHLORALHYDRAT Soft cap 500 mg 1-2 cap 15’-30’
6
500 (Darya – Varia) sebelum tidur
C) CARA KERJA (6)
Benzodiazepine
Farmakodinamik :
Benzodiazepin bekerja pada reseptor GABA. Terdapat dua jenis reseptor GABA, yaitu
GABAA dan GABAB. Reseptor GABAA (reseptor kanal ion klorida kompleks) terdiri atas
lima subunit yaitu α1, α2, β1, β2 dan γ2. Benzodiazepin berikatan langsung pada sisi spesifik
subunit γ2 sehingga pengikatan ini menyebabkan pembukaan kanal klorida, memungkinkan
masuknya ion klorida ke dalam sel menyebabkan peningkatan potensial elektrik sepanjang
membran sel dan menyebabkan sel sukar tereksitasi.
Efek yg ditimbulkan benzodiazepin merupakan hasil kerja golongan ini pada SSP dengan
efek utama: sedasi, hipnosis, pengurangan terhadap rangsangan emosi/ansietas, relaksasi otot
dan antikonvulsan. Sedangkan efek perifernya: vasodilatasi koroner (pada pemberian IV) dan
blokade neuromuskular (pada pemberian dosis tinggi).
Farmakokinetik :
Absorpsi: Benzodiazepin diabsorpsi secara sempurna kecuali klorazepat (klorazepat baru
diabsorpsi sempurna setelah didekarboksilasi dalam cairan lambung menjadi N-desmetil
diazepam (nordazepam).
Distribusi: Benzodiazepin dan metabolitnya terikat pada protein plasma (albumin) dengan
kekuatan berkisar dari 70% (alprazolam) hingga 99% (diazepam) bergantung dengan sifat
lipofiliknya. Kadar pada CSF sama dengan kadar obat bebas dalam plasma. Vd (volume of
distribution) benzodiazepin besar. Pada pemberian IV atau per oral, ambilan benzodiazepin
7
ke otak dan organ dengan perfusi tinggi lainnya sangat cepat dibandingkan pada organ
dengan perfusi rendah (seperti otot dan lemak). Benzodiazepin dapat melewati sawar uri dan
disekresi ke dalam ASI.
Metabolisme : benzodiazepin di hati melalui kelompok enzim CYP3A4 dan CYP2C19. Yang
menghambat CYP3A4 a.l. eritromisin, klaritromisin, ritonavir, itrakonazol, ketokonazol,
nefazodon dan sari buah grapefruit. Benzodiazepin tertentu seperti oksazepam langsung
dikonjugasi tanpa dimetabolisme sitokrom P. Secara garis besar, metabolisme benzodiazepin
terbagi dalam tiga tahap: desalkilasi, hidroksilasi, dan konjugasi. Metabolisme di hati
menghasilkan metabolit aktif yang memiliki waktu paruh lebih panjang dibanding parent
drug. Misalnya diazepam (waktu paruh 20-80 jam) setelah dimetabolisme menjadi N-
desmetil dengan waktu paruh eliminasi 200 jam.
Eksresi: Ekskresi metabolit benzodiazepin bersifat larut air melalui ginjal.
Non – benzodiazepine
Obat anti-insomnia bekerja pada reseptor BZ1 di susunan saraf pusat yang berperan dalam
memperantara proses tidur.
D) INDIKASI PENGGUNAAN (1,3)
Digunakan secara klinis untuk dalam jangka pendek meringankan kecemasan dan insomnia
yang parah, efek sedatif pra-operasi, status epileptik, dan ketagihan alkohol akut.
Gejala sasaran (target syndrome) : Sindrom Insomnia
Membutuhkan waktu yang lebih dari ½ jam untuk tertidur (trouble in falling asleep)
atau tidur kembali setelah terbangun (sleep continuity interuption) sehingga siklus
tidur tidak utuh dan menimbulkan keluhan gangguan kesehatan.
8
Hendaya dalam fungsi kehidupan sehari hari, bermanifestasi dalam gejala : penurunan
kemampuan bekerja , hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
Sindrom Insomnia dapat dibagi dalam 3 tipe : (3)
Transient Insomnia : hanya berlangsung 2-3 hari
Short term insomnia : berlangsung sampai dengan 3 minggu
Long term insomnia : berlangsung dalam periode waktu yang lebih lama dan biasanya
disebabkan oleh kondisi medik atau psikiatrik tertentu.
E) KONTRAINDIKASI (2,6)
Benzodiazepines tidak boleh diberikan pada pasien bronko-pulmoner, juga harus hati
– hati pada penderita yang masalah respirasi kronis seperti penyakit paru obstruktif kronis
(PPOK) dan obat ini mempunyai efek aditif atau sinergistik dengan agen depresan sentral
lainnya seperti alkohol, barbiturates, dan antihistamin. Benzodiazepine dan non-
benzodiazepine juga berkontraindikasi pada wanita hamil dan menyusui, gagal jantung,
penyakit pernapasan akut, dan sleep apnoe syndrome.
F) EFEK SAMPING (6,7)
Efek samping dari penggunaan benzodiazepine dan non benzodiazepine adalah lebih
kurang sama, yang paling sering adalah merasa pusing , hipotensi , dan juga distress respirasi.
Mengantuk, ataxia, dan penurunan performa psikomotorik; oleh karenanya, ketika
mengkonsumsi obat ini sebaiknya tidak menyetir kendaraan atau menjalankan peralatan
mesin.
Ketergantungan mulai terlihat setelah 4-6 pekan, dan bersifat fisik dan psikologis.
Sindrom ketagihan (pada 30% dari pasien) meliputi kecemasan dan insomnia yang berulang,
9
badan gemetar, dan kram otot. Juga bisa menimbulkan supresi SSP pada saat tidur, yang akan
mengakibatkan rebound phenomen.
G) PEMILIHAN PEMBERIAN OBAT (1,3)
Pemilihan Obat:
Ditinjau dari sifat gangguan tidur, dikenal dengan :
Initial insomnia : Sulit masuk ke dalam proses tidur. Obat yang dibutuhkan adalah
bersifat ‘ Sleep Inducing Anti – Insomnia’ , yaitu golongan benzodiazepine ( Short
Acting). Misalnya pada gangguan Anxietas.
Delayed insomnia : Proses tidur terlalu cepat berakhir dan sulit masuk kembali ke
proses tidur selanjutnya. Obat yang dibutuhkan adalah bersifat ‘ Prolong latent phase
anti - insomnia’ , yaitu golongan heterosiklik antidepressan (Trisiklik dan Tetrasiklik).
Misalnya pada gangguan depresi.
Broken insomnia : siklus proses tidur yang normal tidak utuh dan terpecah – pecah
menjadi beberapa bagian ( multiple awakening ) . Obat yang dibutuhkan adalah
bersifat ‘Sleep Maintaining Anti – insomnia’, yaitu golongan phenobarbital atau
golongan benzodiazepine (Long Acting) . Misalnya pada gangguan Stress Psikososial.
Pengaturan dosis :
Pemberian tunggal dosis anjuran 15’ – 30’ sebelum pergi tidur.
Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan dipertahankan
sampai 1- 2 minggu , kemudian secepatnya tapering off ( untuk mencegah
timbulnya rebound dan toleransi obat )
Pada usia lanjut , dosis harus lebih kecil dan peningkatan dosis lebih perlahan
lahan untuk menghindari ‘oversedation’ dan intoksikasi.
10
Lama pemberian :
Pemakaian obat anti – insomnia sebaiknya sekitar 1-2 minggu sahaja , tidak lebih dari
2 minggu agar risiko ketergantungan kecil. Penggunaan lebih dari 2 minggu dapat
menimbulkan perubahan ‘ Sleep EEG’ yang menetap sekitar 6 bulan lamanya.
Kesulitan pemberhentian obat seringkali karena ‘Psychological Dependence’
(habituasi) sebagai akibat rasa nyaman setelah gangguan tidur dapat ditanggulangi.
11
No Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Anjuran Cara
Pemberian
Obat
1 Nitrazepam MAGADON
(Roche)
DUMOLID
(Alpharma)
Tab. 5 mg
Tab. 5 mg
Dewasa 2 tab
Lansia 1 tab
Oral
2 Triazolam HALCION
(Up john)
Tab. 0,125 mg
Tab. 0,250 mg
Dewasa 2 tab
Lansia 1 tab
Dewasa 1 tab
Lansia ½ tab
Oral
3 Estazolam ESILGAN
(Takeda)
Tab. 1 mg
Tab. 2 mg
1-2 mg/malam Oral
4 Chloral
hydrate
CHLORALHYDRAT
500 (Darya – Varia)
Soft cap 500
mg
1-2 cap 15’-30’
sebelum tidur
Oral
H) CARA PEMBERIAN OBAT
12
BAB III
KESIMPULAN
Insomnia didefinisikan sebagai keluhan dalam hal kesulitan untuk memulai atau
mempertahankan tidur atau tidur non-restoratif yang berlangsung setidaknya satu bulan dan
menyebabkan gangguan signifikan atau gangguan dalam fungsi individu. Menurut The
International Classification of Sleep Disorders, insomnia adalah kesulitan tidur yang terjadi
hampir setiap malam, disertai rasa tidak nyaman setelah episode tidur tersebut (1,2) Jadi,
Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk tidur atau
mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk melakukannya.
Insomnia dapat ditatalaksana dengan cara farmakologi dan non farmakologi,
bergantung pada jenis dan penyebab insomnia. Obat-obatan yang biasanya digunakan untuk
mengatasi insomnia dapat berupa golongan benzodiazepin (Nitrazepam, Trizolam, dan
Estazolam), dan non benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital). Tatalaksana insomnia
secara non farmakologis dapat berupa terapi tingkah laku dan pengaturan gaya hidup dan
pengobatan di rumah seperti mengatur jadwal tidur. (3)
Ada beberapa komplikasi dari insomnia, diantaranya , efek psikologis dapat berupa
gangguan memori, gangguan berkonsentrasi, irritable, kehilangan motivasi, depresi dan
sebagainya, efek fisik/somatic berupa kelelahan, nyeri otot, kelebihan berat badan atau
kegemukan, daya tahan tubuh yang rendah, meningkatkan resiko dan keparahan penyakit
jangka panjang, contohnya tekanan darah yang tinggi, sakit jantung, dan diabetes. (3)
13
EPISODE DEPRESIF BERAT DENGAN GEJALA PSIKOTIK (F32.3)
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Umur : 61 Tahun
Agama : Islam
Status Perkawinan : Sudah menikah
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Pensiunan
Alamat : Jl A. Abdullah Pinrang
RIWAYAT PSIKIATRI
Diperoleh dari catatan medis, autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 9 Mac 2015
dari :
Nama : Ny. D
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SMA
Alamat : Jl. A. Abdullah Pinrang
Hubungan dengan pasien : Anak pasien
14
RIWAYAT PENYAKIT
A. Keluhan Utama
Gelisah
B. Riwayat Gangguan Sekarang
Pasien mulai gelisah, mengamuk, sejak +/- 2 bulan yang lalu. Pasien kadang bicara
sendiri, marah, mengamuk, dan memukul. Pasien juga selalu bermimpi buruk dan melihat
apa yang dimimpinya setelah bangun. Pasien juga ada mendengar suara nenek – nenek
yang menyuruhnya melakukan sesuatu. Pasien pernah dirawat di RSWS Pakis Disember
2014 dan pulang paksa. Sesudah keluar dari RSWS pasien tidak pernah kontrol dan obat
yang diberikan dari RSWS tidak habis diminum karena pasien lebih sering
mengkomsumsi obat tradisional. Setelah itu pasien dibawa ke Sukabumi untuk berobat
alternatif selama +/- 3 minggu tetapi keadaan pasien semakin memburuk dan akhirnya
keluarganya memutuskan untuk membawa pasien ke Pakis saat ini. Menurut keluarga,
pada tahun 2013 pasien sudah mulai mengalami susah tidur. Sejak pensiun April 2014
pasien mulai gaduh gelisah. Setelah pensiun, pasien sempat pindah – pindah dokter
internist dan dokter jiwa dengan keluhan susah tidur. Menurut keluarga, pasien seperti
tidak menerima keadaannya yang pensiun sebagai seorang kepala sekolah SMP. Dulu
pasien adalah orang penting dan cantik. Pasien merasa tidak berarti karena sejak pensiun
sudah tidak ada kegiatan dan tidak ada lagi orang yang berkunjung atau datang liat-liat
dirinya di rumah. Pasien juga sulit menerima keadaan bahwa wajah dan tubuhnya sudah
menua. Pasien kadang marah saat bercermin karena wajahnya tidak secantik dulu dan
bentuk tubuhnya sudah melar.
15
C. Riwayat Gangguan Sebelumnya
1. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ditemukan adanya riwayat penyakit fisik sebelumnya, seperti infeksi, trauma
dan kejang.
2. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif
Tidak ditemukan adanya alkohol dan penggunaan obat-obatan lainnya. Riwayat
merokok tiada.
3. Riwayat Gangguan Psikiatri Sebelumnya
Ada. Pasien pernah dirawat di RSWS Pakis Disember 2014 atas keluhan yang sama
dan pulang paksa. Sesudah keluar dari RSWS pasien tidak pernah kontrol dan obat
yang diberikan dari RSWS tidak habis diminum karena pasien lebih sering
mengkomsumsi obat tradisional. Setelah itu pasien dibawa ke Sukabumi untuk
berobat alternatif selama +/- 3 minggu tetapi keadaan pasien semakin memburuk dan
akhirnya keluarganya memutuskan untuk membawa pasien ke Pakis saat ini. Menurut
keluarga, pada tahun 2013 pasien sudah mulai mengalami susah tidur. Sejak pensiun
April 2014 pasien mulai gaduh gelisah. Setelah pensiun, pasien sempat pindah –
pindah dokter internist dan dokter jiwa dengan keluhan susah tidur.
D. Riwayat Kehidupan Pribadi
1. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Lahir pada 27 Maret 1954, lahir di rumah dibantu oleh bidan, kelahiran normal,cukup
bulan.
Riwayat kehamilan pada ibu pasien tidak diketahui.
16
2. Riwayat Masa Kanak Awal ( sejak lahir hingga usia 1-3 tahun)
Pertumbuhan dan perkembangan pasien baik,sama dengan anak lainnya.
3. Riwayat Masa Kanak Pertengahan ( usia 4-11 tahun)
Pasien masuk ke Sekolah Dasar (SD) sampai selesai.
Hubungan dengan teman-teman baik dan memiliki banyak teman.
4. Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja ( usia 12-18 tahun)
Pasien masuk ke Sekolah Menengah Atas (SMA) sampai selesai.
5. Riwayat Masa Dewasa
a. Riwayat Pendidikan : S1
b. Riwayat Pekerjaan : Kepala sekolah SMP
c. Riwayat Pernikahan : Pasien sempat menikah 3 kali. Suami
pertama pada 1980 (bercerai) memiliki 4 anak. Suami ke 2 menikah pada
tahun 1984 dan bercerai pada tahun 1998 memiliki 3 anak. Suami ke 3
menikah pada tahun 2000 dan meninggal pada tahun 2007 (tidak punya anak).
d. Riwayat Kehidupan beragama : Rajin beribadah.
E. Riwayat Kehidupan Keluarga
Pasien merupakan anak ketiga dari lima bersaudara (♀,♀,♀,♂,♀). Hubungan dengan
saudara baik.
Riwayat penyakit sama dalam keluarga tidak ada.
F. Situasi Sekarang
17
Pasien tinggal bersama anaknya
G. Persepsi Pasien Tentang Diri dan Kehidupannya
Pasien merasakan dirinya sakit sehingga pasien berinisiatif untuk berobat.
PEMERIKSAAN FISIK DAN NEUROLOGI
A. Status Internus
Keadaan umum tidak tampak sakit, kesadaran composmentis, tekanan darah 100/70
mmHg, nadi 80x/menit, frekwensi pernafasan 22x/menit dan suhu tubuh 36,5°C,
konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus, jantung, paru dan abdomen dalam batas
normal, ekstremitas atas dan bawah tidak ada kelainan.
B. Status Neurologi
Tidak dilakukan
PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Tampak seorang wanita berusia 61 tahun memakai jilbab berwarna pink, baju lengan
pendek biru, seluar lagging pink, wajah tampak sesuai umur, perawakan sedang,
perawatan diri cukup.
2. Kesadaran : Berubah
3. Perilaku dan aktivitas motorik : Tenang
4. Pembicaraan : Lancar, spontan, intonasi biasa
18
5. Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif
B. Keadaan afektif (Mood), perasaan atau empati
1. Mood : Sedih
2. Afek : Depresif
3. Empati : Tidak dapat dirabarasakan
C. Fungsi intelektual
1. Taraf pendidikan, pengetahuan umum, dan kecerdasan : Sesuai taraf pendidikan
2. Daya konsentrasi : Baik
3. Orientasi (waktu,tempat,orang) : Baik
4. Daya ingat (jangka panjang, jangka pendek,segera) : Baik
5. Pikiran abstrak : Baik
6. Bakat kreatif : Menari (pasien memiliki
sanggar)
7. Kemampuan menolong diri sendiri : Baik
D. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi : Halusinasi visual (+) Melihat bayangan sesuai yang
ada di mimpinya setelah bangun tidur.
Halusinasi auditorik (+) Mendengar suara nenek – nenek memerintahnya.
19
2. Ilusi : Tidak ada
3. Depersonalisasi : Merasa sangat berbeda terhadap dirinya.
4. Derealisasi : Tidak ada
E. Proses Berpikir
1. Arus pikiran
a. Produktivitas : Bicara spontan
b. Kontinuitas : Releven, kadang asosiasi longgar
c. Hendaya berbahasa : Tidak ada
2. Isi pikiran
a. Preokupasi : Tidak ada
b. Gangguan isi pikir : Tidak ada
F. Pengendalian Impuls : Baik
G. Daya Nilai
1. Norma sosial : Terganggu
2. Uji daya nilai : Terganggu
H. Tilikan (Insight) : Derajat 6 (pasien sadar bahwa dirinya sakit dan butuh
pengobatan)
I. Taraf Dapat Dipercaya : Dapat dipercaya
20
IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
Pasien mulai gelisah, mengamuk, sejak +/- 2 bulan yang lalu. Pasien kadang bicara
sendiri, marah, mengamuk, dan memukul. Pasien juga selalu bermimpi buruk dan melihat
apa yang dimimpinya setelah bangun. Pasien juga ada mendengar suara nenek – nenek
yang menyuruhnya melakukan sesuatu. Pasien pernah dirawat di RSWS Pakis Disember
2014 dan pulang paksa. Sesudah keluar dari RSWS pasien tidak pernah kontrol dan obat
yang diberikan dari RSWS tidak habis diminum karena pasien lebih sering
mengkomsumsi obat tradisional. Setelah itu pasien dibawa ke Sukabumi untuk berobat
alternatif selama +/- 3 minggu tetapi keadaan pasien semakin memburuk dan akhirnya
keluarganya memutuskan untuk membawa pasien ke Pakis saat ini. Menurut keluarga,
pada tahun 2013 pasien sudah mulai mengalami susah tidur. Sejak pensiun April 2014
pasien mulai gaduh gelisah. Setelah pensiun, pasien sempat pindah – pindah dokter
internist dan dokter jiwa dengan keluhan susah tidur. Menurut keluarga, pasien seperti
tidak menerima keadaannya yang pensiun sebagai seorang kepala sekolah SMP. Dulu
pasien adalah orang penting dan cantik. Pasien merasa tidak berarti karena sejak pensiun
sudah tidak ada kegiatan dan tidak ada lagi orang yang berkunjung atau datang liat-liat
dirinya di rumah. Pasien juga sulit menerima keadaan bahwa wajah dan tubuhnya sudah
menua. Pasien kadang marah saat bercermin karena wajahnya tidak secantik dulu dan
bentuk tubuhnya sudah melar.
Tampak seorang wanita berusia 61 tahun memakai jilbab berwarna pink, baju lengan
pendek biru, seluar lagging pink, wajah tampak sesuai umur, perawakan sedang,
perawatan diri cukup. Kesadaran baik, perilaku dan aktivitas psikomotor tenang. Sikap
terhadap pemeriksa kooperatif. Gangguan persepsi didapatkan halusinasi visual dan
21
auditorik, ilusi tidak ada, depersonalisasi ada, derealisasi tidak ada. Hendaya bahasa tidak
ada. Isi pikir preokupasi tidak ada. Pengendalian impuls baik. daya nilai baik, tilikan
derajat 6. Taraf dapat dipercaya.
EVALUASI MULTIAKSIAL
A. AKSIS I
Berdasarkan alloanamnesis, autoenamnesis dan pemeriksaan status mental didapatkan
gejala klinis yang bermakna berupa gelisah, mengamuk, sering memukul orang, berbicara
sendiri, marah – marah, melempar barang dan susah tidur. Keadaan ini menimbulkan
penderitaan (distress) keluarga serta terdapat hendaya (dissability) pada fungsi
psikososial, pekerjaan dan penggunaan waktu senggang sehinga dapat disimpulkan bahwa
pasien menderita gangguan jiwa.
Pada pemeriksaan status mental, ditemukan hendaya berat dalam menilai realita berupa
halusinasi visual dan auditorik sehingga didiagnosis gangguan jiwa psikotik.
Pada pemeriksaan status internus dan neurologis tidak ditemukan adanya kelainan
sehingga kelainan organik dapat disingkirkan dan dikategorikan sebagai gangguan jiwa
psikotik non organik.
Dari alloanamnesis, autoanamnesis dan pemeriksaan status mental didapatkan afek yang
tumpul, mood sedih, psikomotor tenang. Pada pasien ditemukan gejala utama depresif,
kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energi yang tidak terbatas pada
situasi lingkungan tertentu saja, yang merupakan kriteria sehingga berdasarkan PPDGJ III
pasien didiagnosis dengan Episode Depresif (F32).
22
Pada pasien ditemukan, konsentrasi dan perhatian berkurang, harga diri dan kepercayaan
diri berkurang, gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna, tidur terganggu, dan
pandangan masa depan yang suram dan pesimistis, pada pasien juga ditemukan halusinasi
visual dan auditorik sehingga berdasarkan Pedoman dan Diagnosis Gangguan Jiwa
(PPDGJ III) pasien didiagnosis dengan gangguan Episode Depresif Berat dengan
Gejala Psikotik (F32.3)
B. AKSIS II
Pasien seorang yang aktif dan suka menari. Sehingga ciri keperibadian pasien tidak khas.
Tidak terdapat informasi yang cukup untuk mengkategorikan ke dalam gangguan
kepribadian khas.
C. AKSIS III
Tidak ada diagnosis
D. AKSIS IV
Stressor psikososial : Pasien sudah pensiun dan tidak mengajar lagi dan tidak ada lagi
orang yang berkunjung atau datang liat-liat dirinya di rumah. Pasien juga sulit menerima
keadaan bahwa wajah dan tubuhnya sudah menua.
E. AKSIS V
GAF Scale 50 – 41, gejala berat (serious), disabilitas berat.
DAFTAR MASALAH
23
1. Organobiologik
Tidak terdapat kelainan yang fisik namun diduga terdapat ketidakseimbangan
neurotransmitter sehingga diperlukan farmakoterapi.
2. Psikologik
Terdapat hendaya berat dalam pekerjaan sehingga pasien memerlukan psikoterapi.
3. Sosiologik
Ditemukan adanya hendaya dalam bidang sosial, pekerjaan dan penggunaan waktu
senggang sehingga perlu dilakukan sosioterapi.
PROGNOSIS
Dubia ad malam
RENCANA TERAPI
A. Psikofarmakologi
- Fluoxetine 20 mg No VI - Lorazepam 2 mg No VI
/2dd1 /2dd1
- Haloperidol 1.5 mg No VI
/2dd1
- Clozapin 25 mg No III
/1dd1 (malam)
B. Psikoterapi
Suportif :
24
Memberikan dukungan kepada pasien untuk dapat membantu pasien dalam
memahami dan menghadapi penyakitnya. Memberi penjelasan dan pengertian
mengenai penyakitnya, manfaat pengobatan, cara pengobatan, efek samping yang
mungkin timbul selama pengobatan, serta motivasi pasien supaya minum obat secara
teratur.
Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada keluarga tentang penyakit pasien sehingga tercipta
dukungan sosial dalam lingkungan yang kondusif sehingga dapat membantu
penyembuhan pasien.
FOLLOW UP
Memantau keadaan umum pasien dan perkembangan penyakit serta menilai
efektivitas pengobatan yang diberikan dan kemungkinan munculnya efek samping
obat yang diberikan.
25
PEMBAHASAN/TINJAUAN PUSTAKA
Dari alloanamnesis dan autoanamnesis serta pemeriksaan status mental, maka
disimpulkan bahwa pasien didiagnosis dengan Episode Depresif Berat dengan Gejala
Psikotik (F32.3) sesuai dengan Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa III
(PPDGJ-III).
Berdasarkan Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ III),
Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik dapat ditegakkan apabila memenuhi
kriteria :
Gejala Utama ( pada derajat ringan, sedang dan berat )
- Afek depresif
- Kehilangan minat dan kegembiraan , dan
- Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa
lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.
Gejala lainnya :
- Konsentrasi dan perhatian berkurang
- Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
- Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
- Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
- Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri
- Tidur terganggu
26
- Nafsu makan berkurang
Pedoman diagnostik
- Semua 3 gejala utama depresi harus ada
- Ditambah sekurang kurangnya 4 dari gejala lainnya dan beberapa di antaranya
harus berintensitas berat.
- Disertai waham , halusinasi atau stupor depresif. Halusinasi auditorik atau
olfatorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau
kotoran atau daging membusuk.
Medikasi yang diberikan berupa obat anti psikosis yaitu golongan tipikal dan atipikal.
Mekanisme kerja obat anti psikosis tipikal adalah mem blokade Dopamine pada reseptor
pasca sinaptik neuron di otak, khususnya di sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal
(dopamine D2 receptor antagonist) .Sedangkan obat anti – psikosis yang baru (atipikal)
disamping berafinitas terhadap ‘dopamine D2 Receptors’ juga terhadap ‘Serotonin 5 HT2
Receptors’ ( Serotonin – dopamine antagonist )
Penatalaksanaan psikososial umumnya lebih efektif pada saat penderita berada dalam fase
akut . Terapi berorientasi keluarga dapat dilakukan dengan memberikan penjelasan tentang
gangguan yang dialami pasien dan menciptakan suasana yang baik agar dapat mendukung
proses pemulihan pasien.
Prognosis pasien ini adalah dubia ad malam.
27
Lampiran
Autoanamnesa (9 Maret 2015)
DM : Assalamualaikum, selamat pagi bu. Perkenalkan saya dokter muda Latifah yang
bertugas di sini. Bisa saya mau bertanya sedikit bu?
P : Waalaikumsalam. Iya, bisaji.
DM : Namanya siapa?
P : Namaku S.
DM : Ibu lahir tanggal berapa? Berapa umurnya sekarang?
P : Tanggal 27 Bulan Maret Tahun 1954. 61 tahun dok.
DM : Kalau boleh tau ibu tinggal sama siapa?
P : Tinggal sama anakku doc
DM : Dimana rumah ta’ bu?
P : Di Pinrang
DM : Oh iya ibu diantar sama siapa ?
P : Sama anak perempuan ku dok.
DM : Kalo boleh tau, kenapa ibu ke sini? Ada keluhan apa?
P : Begini dok, sy sering gelisah.
DM : Ibu bisa ceritakan bagaimana rasa gelisah ta itu?
28
P : Begini dok, saya mulai ma gelisah, mengamuk sejak 2 bulan yang lalu. Terkadang
ku lempar barang- barang , marah – marah terus dok. Saya juga susah tidur dok, sejak tahun
2013 kayaknya doc. Sejak saya pensiun April 2014, makin memberat gelisah ku doc.
DM : Emang apa pekerjaan ta’?
P : Saya sebagai pensiunan kepala sekolah SMP, guru tari doc.
DM : Emang apa yang menyebabkan kita’ mengamuk?
P : Karena tidak ada yang berkunjung liat liat ku di rumah setelah pensiun, rasanya
seperti tidak berarti sekali hidup ku doc. Dulu saya itu orang penting sekali di sekolah ku doc.
DM : Ada ji buk dengar suara – suara bisikan yang kita tidak lihat orangnya?
P : Ada doc terkadang. Kayak suara nenek – nenek memerintah ku.
DM : Terus perintahnya kita’ ikuti?
P : Iya dok.
DM : Kalau bayangan kayak setan ato apakah, pernah kita’ lihat?
P : Ada doc tapi bukan setan, orang ji yang ku lihat doc sebelumnya saya mimpi dulu.
Setelah saya bangun, langsung ka lihat.
DM : Bagaimana tidur ta’?
P : Sudah lama saya setiap hari susah tidur, kira – kira sejak tahun 2013. Sudah banyak
doktor ku temui tapi kayaknya tidak membaik.
DM : Pada saat yang bagaimana biasanya kita susah tidurnya?
P : Tidak tentu dok, tidak ada waktunya yang pasti
DM : Pernahki berobat sebelumnya pak?
29
P : Pernah dok. Waktu tahun Disember 2014.
DM : Teratur kita minum obat?
P : Tidak dok, tidak pernah habis ubatku.
DM : Ibu pendidikan terakhirta apa?
P : S1 dok.
DM : 100-7?
P : 93 dok.
DM : Apa artinya panjang tangan?
P : Mencuri dok.
DM : Baiklah bu, untuk sekarang cukup dulu pertanyaan saya yah bu. Semoga cepat
sembuhki bu. Terima kasih ibu.
P : Iye dok sama – sama.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock, Benjamin James, Sadock, Virginia Alcott. 2007. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences / Clinical Psychiatry. 10th ed. Lippincott Williams & Wilkins.
2. Michael B. First , Allan Tasman. 2006. Clinical Guide to The Diagnosis and Treatment of Mental Disorders. Wiley .
3. Muammar Ghadaffi. 2010. Tatalaksana Insomnia dengan Farmakologi atau Non – Farmakologi. Bagian SMF Ilmu Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar
4. Maslim, Rusdi. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.
5. Lawrence , Cristopher , Rhoda K. 2005. Handbook of Psychiatric Drugs. Current Clinical Strategies Publishing USA.
6. David Gill. Hughes’ Outline of Modern Psychiatry. 5th Edition. Wiley.
7. James E. Spar, Asenath La Rue .2008. Clinical Manual of Geriatric Psychiatry. American Psychiatric Publishing Inc London England.
8. Adikusumo A. Buku Ajar Psikiatri. Edisi Kedua ed. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2013.
31
32