48
Refrat FUNGSI RESPIRASI PADA ANESTESI Oleh: Putra Prasetio Nugraha, S.Ked Puni Oktisari, S.Ked Amelia Istiqomah, S.Ked Pembimbing: Dr. Rose Mafiana, SpAn FAKULTAS KEDOKTERAN/DEPARTEMEN ANESTESI DAN REANIMASI UNIVERSITAS SRIWIJAYA/RSMH PALEMBANG i

Fungsi Respirai Pada Anestesi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Fungsi Respirai Pada Anestesi

Refrat

FUNGSI RESPIRASI PADA ANESTESI

Oleh:

Putra Prasetio Nugraha, S.Ked

Puni Oktisari, S.Ked

Amelia Istiqomah, S.Ked

Pembimbing:

Dr. Rose Mafiana, SpAn

FAKULTAS KEDOKTERAN/DEPARTEMEN ANESTESI DAN REANIMASI

UNIVERSITAS SRIWIJAYA/RSMH

PALEMBANG

2010

i

Page 2: Fungsi Respirai Pada Anestesi

HALAMAN PENGESAHAN

Refrat dengan judul:

FUNGSI RESPIRASI PADA ANESTESI

Penyaji:

Putra Prasetio Nugraha, S.Ked

Puni Oktisari, S.Ked

Amelia Istiqomah, S.Ked

Telah diterima dan dipresentasikan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti

Kepaniteraan Klinik Senior periode 2 Agustus 2010 s.d 30 Agustus 2010 di Departemen

Anastesi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Uiversitas Sriwijaya/Rumah Sakit Dr.

Mohammad Hoesin Palembang.

Palembang, Agustus 2010

Pembimbing,

Dr. Rose Mafiana, SpAn

ii

Page 3: Fungsi Respirai Pada Anestesi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan

referat ini dalam batas waktu yang telah ditentukan.

Referat yang berjudul Fungsi Respirasi pada Anestesi ini merupakan salah satu syarat

untuk mengikuti salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di

Departemen Anestesi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran UNSRI/Rumah Sakit Dr.

Mohammad Hoesin Palembang.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Rose Mafiana, SpAn. yang telah

memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan referat ini.

Penulis menyadari banyak kekurangan dalam referat ini, baik susunan maupun materi

yang disajikan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk

perbaikan di masa yang akan datang.

Akhir kata, semoga referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palembang, Agustus 2009

Penulis

iii

Page 4: Fungsi Respirai Pada Anestesi

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan .................................................................................................. ii

Kata Pengantar ............................................................................................................ iii

Daftar Isi ..................................................................................................................... iv

Abstrak

Bab I. Pendahuluan ..................................................................................................... 1

Bab II. Anatomi Saluran Nafas

II.1 Struktur ..................................................................................................... 2

II.2 Sistem Vaskularisasi Pulmoner ................................................................ 6

Bab III. Mekanisme Pernafasan Paru

III.1 Elastisitas Paru dan Tahanan Aliran Udara ............................................ 9

III.2 Kontrol Ventilasi .................................................................................... 11

III.3 Transpor Oksigen dan Karbondioksida .................................................. 15

Bab IV. Anestesi dan Pernafasan

IV.1 Anestesi, Penyakit Pulmoner, dan Rokok .............................................. 19

IV.2 Komplikasi Pulmoner Pasca Operatif...................................................... 22

IV3. Anestesi dan Rokok ................................................................................

Daftar Pustaka

iv

Page 5: Fungsi Respirai Pada Anestesi

ABSTRAK

Paru-paru sebagai organ perfusi memiliki fungsi utama dalam menyediakan pertukaran gas terus-menerus antara udara insprasi dan darah pada sirkulasi pulmoner, memberikan pasokan oksigen dan pengeluaran karbondioksida, yang kemudian dibersihkan dari paru melalui pernafasan selanjutnya. Perkembangan lebih lanjut telah menghasilkan berbagai mekanisme kompleks untuk mencapainya, dimana beberapa diantaranya berkompromi dengan anetesi.2 Pemahaman yang baik akan fisiologi pernafasan menjadi esensial untuk memastikan keselamatan pasien selama anestesi. Dalam menjalankan kinerjanya, mekanisme pernafasan, traktus respiratorius tidak lah berdiri sendiri. Komponen lain yang mendukung dan menjalankan mekanisme bernafas adalah tulang-tulang penyusun toraks dan otot-otot yang menyokongnya.

Secara anatomis sistem respirasi dibagi menjadi bagian atas terdiri dari hidung, ruang hidung, sinus paranasalis dan faring yang berfungsi menyaring, menghangatkan, dan melembabkan udara yang masuk saluran pernafasan dan bagian bawah terdiri dari laring, trakea, bronki, bronkioli, dan alveoli.1 Secara fisiologis sistem pernafasan dibagi menjadi bagian konduksi, dari ruang hidung sampai bronkioli terminalis dan bagian respirasi terdiri dari bronkioli respiratorius sampai alveoli.1 Paru kanan terdiri dari tiga lobi (atas, tengah, bawah) dan paru kiri dual obi (atas dan bawah). Pengetahuan tentang kerja segmen bronkopulmonar penting untuk lokalisasi patologis paru, interpretasi radiograf paru, identifikasi regio paru pada bronkoskopi, dan operasi paru.3 Parenkim paru dapat dibagi menjadi tiga kategori jalan nafas berdasarkan anatomi fungsional paru. Jalan nafas konduksi menyediakan transport dasar udara dan tidak terjadi pertukaran udara. Bagian selanjutnya yang memiliki diameter yang lebih kecil adalah jalan nafas transisional. Bagian transisional adalah saluran untuk difusi udara dan pertukaran udara yang terbatas. Dan fungsi primer jalan nafas yang paling kecil adalah pertukaran udara. 3

Pada mekanisme pernafasan, gradasi tekanan dibutuhkan untuk menciptakan aliran udara.3,5 Pada prenafasan spontan, aliran inspirasi didapatkan dengan menciptakan tekanan subatmosfer di alveoli (dalam kisaran 5 cmH2O selama pernafasan biasa) dengan meningkatkan volume rongga toraks melalui aksi otot-otot inspirasi. Selama eksirasi tekanan intra alveolar menjadi sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan atmosfer sehingga membuat udara mengalir ke luar.3

Terdapat kelompok pusat-pusat pengatur pernafasan, bertempat di batang otak, yang memproduksi aktivitas bernafas secara otomatis.3 Pusat pernafasan utama adalah pada dasar daripada ventrikel ke empat, beserta kelompok-kelompok neuron inspirasi (dorsal) dan ekspirasi (ventral). Dua pusat lainnya adalah pusat apnuistik, yang memacu inspirsai, dan pusat pneumatik, yang memacu inspirsi dengan mengambat kelompok neuron dorsal diatasnya. Kemoreseptor yang mengatur pernafasan keduanya berlokasi secara sentral dan perifer.2,3,4,5 Anestesi mempengaruhi fungsi respirasi melalui berbagai cara. Kadar korbondioksida yang rendah dalam dara (hipokarbi) memiliki efek yang berlawanan dan dapat muncul, sebagai contoh ventilasi kendali selama anestesi. Hal ini akan menghambat kembalinya pernafasan spontan pada akhir dari operasi.3

Efek penekan dari obat anestetik dan pelumpuh otot lurik terhadap respirasi telah dikenal sejak dahulu ketika kedalaman, karakter, dan kecepatan respirasi dikenal sebagai tanda klinis yang bermanfaat terhadap kedalaman anesthesia. Zat-zat anestetik intravena dan

Page 6: Fungsi Respirai Pada Anestesi

abar (volatile) serta opioid semuanya menekan pernapasan dan menurunkan respons terhadap CO2.2,3,5, Induksi anesthesia akan menurunkan kapasitas sisa fungsional (functional residual volume), mungkin karena pergeseran diafragma keatas, apalagi setelah pemberian pelumpuh otot. Obat-obatan opioid, seperti morphine atau fentanyl efeknya menekan pusat pernapasan sehingga merespon terjadinya hiperkarbia. Zat-zat anestetik abar (volatile) dapat menekan pusat pernapasan dengan cara yang sama.walaupun eter memiliki efek yang lebih kecil pada pernapasan dibandingkan dengan zat-zat yang lain. Zat-zat abar juga mengganggu alirah darah di paru-paru, hasilnya terjadi penigkatan ventilasi / perfusi yang tidak sebanding dan menurunkan efisiensi dari oksigenasi. penurunan resiko dari komplikasi pasca operasi rata-rata setelah 4 minggu menahan keinginan untuk merokok. 24 jam menahan keinginan untuk merokok akan menyebabkan tingkat carboxihemoglobin turun ke nilai normal tapi memungkinkan resiko dari PPC.3

Perubahan pada fungsi paru-paru pasca operasi menyebakan penyakit terutama penyakit restriktif, dengan penurunan proporsi pada semua volume paru-paru dan tidak ada perubahan resistensi saluran pernapasan.3,5 Kerusakan ini disebabkan oleh isi abdomen yang menimpa diatas dan menghalangi pergerakan normal diafragma, dan pernapasan yang tidak normal sama sekali tidak menggambarkan nafas panjang tetapi dikarakeristikkan dengan nafas cepat dan dangkal.3

Kata kunci: traktus respiratorius, anestesi, fisiologi pernafasan

Page 7: Fungsi Respirai Pada Anestesi

BAB I.

PENDAHULUAN

Respirasi ialah pertukaran gas-gas antara organisme hidup dan lingkungan sekitarnya.

Pada manusia dikenal dua macam respirasi yaitu eksternal dan internal.1 Respirasi eksternal

ialah pertukaran gas-gas antara darah dan udara sekitarnya. Pertukaran ini meliputin beberapa

proses yaitu ventilasi, distribusi, difusi, dan perfusi. Respirasi internal ialah pertukaran gas-

gas antara darah dan jaringan. Pertukaran ini meliputi beberapa proses yaitu efisiensi

kardiosirkulasi dalam menjalankan darah kaya oksigen, distribusi kapiler, difusi, dan

metabolisme sel yang melibatkan enzim. Pada prosesnya, keseluruhan proses ini melibatkan

organ-organ pernafasan yang saling melengkapi dan saling terkait baik dari struktur maupun

fungsinya. Organ-organ ini tersusun menjadi satu sama lain menjadi traktus respiratorius.

Paru-paru sebgai organ perfusi memiliki fungsi utama dalam menyediakan pertukaran

gas terus-menerus antara udara insprasi dan darah pada sirkulasi pulmoner, memberikan

pasokan oksigen dan pengeluaran karbondioksida, yang kemudian dibersihkan dari paru

melalui pernafasan selanjutnya. Keberlangsungan kehidupan bergantung kepada proses ini

menjadi mendasar, saling mendukung, dan efisien, bahkan ketika dihadapkan pada penyakit

atau kondisi lingkungan yang tidak mendukung. Perkembangan lebih lanjut telah

menghasilkan berbagai mekanisme kompleks untuk mencapainya, dimana beberapa

diantaranya berkompromi dengan anetesi. Pemahaman yang baik akan fisiologi pernafasan

menjadi esensial untuk memastikan keselamatan pasien selama anestesi.2

1

Page 8: Fungsi Respirai Pada Anestesi

BAB II

ANATOMI SALURAN NAFAS

II.1 Struktur

Saluran nafas atau traktus respiratorius meruakan suatu kesatuan dari beberapa organ

yang saling mendukung satu sama lainnya. Dalam menjalankan kinerjanya, mekanisme

pernafasan, traktus respiratorius tidak lah berdiri sendiri, sehingga proses bernafas menjadi

sesuatu hal yang komples dan saling mengikat. Komponen lain yang mendukung dan

menjalankan mekanisme bernafas adalah tulang-tulang penyusun toraks dan otot-otot yang

menyokongnya.

Otot-otot Pernafasan3

Otot otot ventilasi adalah otot yang memiliki daya tahan. Nutrisi yang buruk,

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dengan udara yang terperangkap, dan

peningkatan resistensi jalan nafas memicu terjadinya kegagalan ventilasi yang

disebabkan oleh kelelahan otot ventilasi. Otot-otot ventilasi antara lain adalah

diafragma, otot intercostae, otot abdomen, otot cervical, otot sternomastoid, dan otot

intervertebrae. Otot ventilasi primer adalah diafragma, dengan sedikit kontribusi dari

otot-otot intercostae. Normalnya, pada saat istirahat, inspirasi membutuhkan usaha

sedangkan ekspirasi merupakan usaha pasif. Ketika usaha ventilasi meningkat, otot

abdomen diikuti dengan depresi iga, dan peningkatan tekanan intra abdomen

memfasilitasi terjadinya ekspirasi. Dengan peningkatan usaha, otot cervical

membantu mengangkat sternum dan dada bagian atas. Otot paravertebra pada bahu

memiliki peran penting selama usaha ventilasi maksimum. Pada paru-paru normal,

proses bernafas dan batuk dapat dibantu oleh otot diafragma. Otot-otot ventilasi harus

memiliki usaha yang cukup untuk mengangkat iga dan menciptakan tekanan

subatmosfer pada rongga intrapleura.

Bernafas memerlukan fiber otot tahan lelah yang ditandai dengan kedutan

lambat yang merupakan respon terhadap stimulasi elektrik. Fiber otot tersebut

membentuk sekitar 50% fiber diafragma dan memiliki kapasitas tinggi oksidatif.

Kedutan cepat pada fiber otot yang memiliki peran pada kelelahan otot, memiliki

respon yang cepat terhadap stimulasi elektrik, menyediakan kekuatan, dan membantu

otot memproduksi usaha yang lebih selama periode tertentu. Oleh karena itu,

2

Page 9: Fungsi Respirai Pada Anestesi

diafragma yang terdiri dari fiber-fiber kedut cepat berguna selama beberapa periode

usaha ventilasi maksimal. Otot otot dinding abdomen, otot ekspirasi yang paling

kuat , sangat penting untuk usaha ekspulsif seperti proses batuk. Dengan sistem

respirasi yang lengkap, jaringan paru yang mengembang mengisi rongga pleura.

Pleura viseralis dan parietalis secara konstan bersentuhan satu sama lain, menciptakan

rongga intrapleura yang tekanannya menurun ketika diafragma depresi dan rongga

toraks mengembang. Pada akhir inspirasi, akibat dari tekanan subatmosfer intrapleura

terjadi usaha antara kecenderungan paru untuk kolaps dan otot dinding dada untuk

tetap mengembang. Usaha pada akhir inspirasi menyebabkan Kapasitas Sisa

Fungsional (Functional Residual Capacity), volum udara paru pada akhir ekspirasi.

Rongga intrapleura normalnya memiliki tekanan sub ambient (-2 s/d -3 mmHg) pada

Kapasitas Sisa Fungsional. Dengan inspirasi, tekanan intrapleura menjadi lebih

negatif ketika dinding dada mengembang.

Traktus Respiratorius

Fungsi utama respirasi ialah pertukaran O2 dan CO2 antara darah dan udara

pernapasan. Fungsi tambahan ialah pengendalian keseimbangan asam basa,

metabolism hormon dan pembuangan partikel. Paru ialah satu-satunya organ tubuh

yang menerima darah dari seluruh curah jantung.2

Secara anatomis sistem respirasi dibagi menjadi bagian atas terdiri dari

hidung, ruang hidung, sinus paranasalis dan faring yang berfungsi menyaring,

menghangatkan, dan melembabkan udara yang masuk saluran pernafasan dan bagian

bawah terdiri dari laring, trakea, bronki, bronkioli, dan alveoli.1 Trakea adalah pipa

fibromuskular pada dewasa panjangnya 10-12 cm, diametr 18-20 mm. diameter

cabang-cabangnya ialah bronkus utama ±13mm, bronkus lobaris 7-5mm, bronkus

segmental is 4-3mm, bronkus kecil ±1mm, bronkiolus utama 1-0,5mm, bronkiolus

terminalis ±0,5mm, bronkiolus respiratorius ±0,5mm, duktus alveolaris 0,3 mm dan

sakus alveolaris 0,3mm. trakea terdiri dari sel-sel bersilia dan sel-sel yang dapat

mensekresi lensir. Setiap sel memiliki 200 silia yang selalu bergerak 12-20 kali setiap

menitnya mendorong lender ke faring dengan kecepatan 0,5-1,5 cm/menit.1

Secara fisiologis sistem pernafasan dibagi menjadi bagian konduksi, dari

ruang hidung sampai bronkioli terminalis dan bagian respirasi terdiri dari bronkioli

3

Page 10: Fungsi Respirai Pada Anestesi

respiratorius sampai alveoli. Paru kanan terdiri dari tiga lobi (atas, tengah, bawah) dan

paru kiri dual obi (atas dan bawah). 1

Pengetahuan tentang kerja segmen bronkopulmonar penting untuk lokalisasi

patologis paru, interpretasi radiograf paru, identifikasi regio paru pada bronkoskopi,

dan operasi paru. Masing-masing segmen bronkopulmonar dipisahkan dari segmen

yang berdekatan oleh jaringan pengikat. Oleh karena itu, patologi paru tetap

segmental. Parenkim paru dapat dibagi menjadi tiga kategori jalan nafas berdasarkan

anatomi fungsional paru.3

Jalan nafas konduksi menyediakan transport dasar udara dan tidak terjadi

pertukaran udara. Bagian selanjutnya yang memiliki diameter yang lebih kecil adalah

jalan nafas transisional. Bagian transisional adalah saluran untuk difusi udara dan

pertukaran udara yang terbatas. Dan fungsi primer jalan nafas yang paling kecil

adalah pertukaran udara. Pada dewasa, trakea adalah saluran fibromuskular dengan

panjang ~10-12 cm dengan diameter luar ~20mm. Struktur trakea ditunjang oleh 20

kartilago hyaline berbentuk U, dengan bagian U menghadap posterior. Membran

krikoid menghubungkan trakea ke kartilago krikoid pada level ke-6 vertebra

servikalis. Trakea memasuki mediastinum superior dan membagi sudut sternum (baris

bagian terbawah dari toraks vertebrae ke-4). Setengah trakea adalah intratorak dan

setengahnya lagi adalah ekstratorak. Kedua akhir trakea melekat pada struktur yang

mobile. Oleh karena itu, carina dewasa dapat bergerak ke superior sejauh 5 cm dari

posisi istirahat normal. “Gerak” jalan nafas memiliki peran penting pada pasien yang

terintubasi. Pada dewasa, ujung orotrakeal tube bergerak rata-rata 3,8 cm pada gerak

fleksi dan ekstensi leher tetapi leher dapat bergerak rata-rata 6,4cm. Pada bayi dan

anak-anak, gerakan trakeal tube sangat penting, kesalahan letak 1 cm saja dapat

menggerakkan tube diatas cord atau dibawah carina.

Saluran nafas selanjutnya terdiri dari batang bronkus kanan dan kiri. Diameter

bronkus kanan lebih besar daripada kiri . Pada dewasa, bronkus kanan meninggalkan

trakea pada ~25O dari axis vertikal trakea, dimana sudut bronkus kiri ~45O. Oleh

karena itu, intubasi endobronkial atau aspirasi benda asing lebih sering terjadi pada

paru kanan daripada kiri. Oleh karena itu, lobus bronkus kanan atas menghilang pada

sudut ~90O posterior dari bronkus kanan. Benda asing dan aspirasi cairan biasanya

jatuh ke lobus kanan atas. Pada anak-anak kurang dari 3 tahun sudut yang dibuat oleh

4

Page 11: Fungsi Respirai Pada Anestesi

bronkus kanan dan kiri biasanya sama, dengan sudut sekitar 55O. Bronkus kanan

dewasa memiliki panjang ~2,5 cm sebelum bercabang menjadi bronkiolus. Tetapi,

sekitar 10% orang dewasa, bronkus kanan atas berpisah dari bronkus utama kanan

kurang dari 2,5 cm dari carina. Pada 2-3% orang dewasa bronkus kanan atas terbuka

ke trakea diatas carina. Pasien dengan kelainan ini membutuhkan pertimbangan

khusus ketika memasang trakeal tube double lumen, khususnya jika diperlukan

pemasangan endobronkial tube sebelah kanan. Bronkus kiri memiliki panjang ~5cm

sebelum akhirnya bercabang menjadi lobus kiri atas dan lingual. Dan berlanjut ke

bronkus kiri bawah. Bronkiolus dengan diameter 1 mm, terdiri dari jaringan kartilago

dan sebagian besar otot polos pada dindingnya. Tiga perempat bagian bronkiolus,

bagian akhir adalah bronkiolus terminalis yang merupakan komponen terakhir jalan

nafas yang tidak berperan dalam pertukaran udara.3,5

Alveoli-kapiler memiliki struktur yang rumit dan desain yang mensupport

pertukaran udara. Dilihat dari mikroskop electron, dinding alveoli terdiri dari sel

epitel kapiler, membran basement, sel endotel kapiler paru, dan lapisan surfaktan. Sel

alveoli tipe I skuamosa meliputi 80% permukaan alveoli. Sel tipe 1 terdiri dari nuklei

dan ekstensi sitoplasma yang sangat tipis yang menyediakan permukaan untuk

pertukaran udara. Sel-sel tipe I terbatas dalam diferensiasi dan metabolik yang

meningkatkan risiko perlukaan. Ketika sel-sel tipe I terluka (karena luka akut paru

atau sindroma gawat napas pada dewasa), sel-sel tipe II bereplikasi dan bermodifikasi

untuk membentuk sel-sel tipe I yang baru. Sel-sel alveoli tipe II berselang-seling

dengan sel-sel tipe I khususnya pada ikatan septum alveoli. Sel-sel polygonal ini

memiliki aktivitas metabolik dan enzimatik yang luas, dan memproduksi surfaktan.

Aktivitas enzimatik yang diperlukan untuk produksi surfaktan sekitar 50% aktivitas

total enzimatik pada sel-sel tipe II. Sisa aktivitas enzimatik mengatur keseimbangan

elektrolit lokal, seperti pada endotel dan fungsi sel sel limfatik. Sel-sel alveoli tipe I

dan II memiliki ikatan kuat intraseluler, oleh karena itu memproduksi barrier

nonpermeabel terhadap cairan. Sel-sel alveoli tipe III, makrofag alveoli, sangat

penting untuk perlindungan paru. Perpindahan dan aktivitas fagositik menyebabkan

proses penghancuran benda asing dalam rongga alveoli. Walaupun secara fungsional

makrofag paru mengurangi insiden infeksi paru, mereka juga merupakan bagian dari

respon inflamasi paru. Oleh karena itu, baik (untuk mengurangi perubahan akibat

infeksi) buruknya (berkontribusi pada respon inflamasi)keberadaaan mereka masih

5

Page 12: Fungsi Respirai Pada Anestesi

kontroversial. Sebagian besar sel-sel endotel kapiler meningkatkan area permukaan.

Mereka juga menyediakan kontak yang intim antara sel-sel endotel kapiler dan volum

darah sirkulasi. Oleh karena itu, membran alveoli-kapiler memiliki dua fungsi utama

yaitu transport udara respirasi dan produksi beberapa variasi substansi lokal dan

humoral.

Gambar 1. Traktus Respiratorius

II.2 Sistem Vaskularisasi Pulmoner3

Dua sistem sirkulasi utama mensuplai darah bagi kedua paru, yaitu pembuluh darah

pulmoner dan bronkial. Sistem vaskular pulmoner mengirimkan percampuran darah vena dari

ventrikel kanan ke dasar kapiler pulmoner melalui arteri pulmoner. Setelah pertukaran gas

terjadi pada dasar kapiler pulmoner, darh kaya oksigen dan miskin karbon dioksida kembali

ke atrium kiri melalui vena pulmoner. Vena-vena pulmoner berjalan secara independen

sepanjang jaringan ikat intralobaris. Sistem vaskularisasi pulmober secara adekuat

menyediakan kebutuhan metabolis dan oksigenasi parenkim alveolar. Akan tetapi, sitem

arteri bronkial harus menyediakan oksigen bagi saluran-saluran udara konduktif dan

6

Page 13: Fungsi Respirai Pada Anestesi

pembuluh-pembuluh darah pulmoner. Hubungan anatomis antara sirkulasi vena bronkial dan

pulmoner menciptakan pintasan absolut 2% hingga 5% dari total cardiac output dan

menciptakan “pintasan normal. Oksigen berdifusi dari bagian konduksi paru ke bagian

respirasi paru sampai ke alveoli. Setelah O2 menembus epitel alveoli, membrane basalis dan

endotel kapiler, dalam darah sebagian besar O2 bergabung dengan hemoglobin (97%) dan

sisanya larut dalam plasma (3%).1

Dewasa muda pria muda jumlah darahnya ±75ml/kg, wanita ±65ml/kg. satu ml darah

pria mengandung 4,3-5,9 juta eritrosit, wanita 3,5-5,5 juta eritrosit. Satu sel eritrosit

mengandung kira-kira 280 juta molekul Hb. Satu molekul Hb sanggup mengikat 4 molekul

O2 membentuk HbO2, oksihemoglobin. Satu gram Hb dapat mengikat 1,34-1,39 mlO2. Hb

adalah protein konjugasi dengan berat molekul 66.700. bentuk Hb normal hanya HbA

(dewas) mengandung banyak 2,3 DPG (DiPhosphoGliserat) yang memudahkan O2 lepas dari

Hb dan HbF (fetal) mengandung sedikit 2,3 DPG. HbF menghilang setelah bayi berusia 4-6

bulan. Jenis Hb lain abnormal. MyoHb adalah jenis Hb yang berada di otot lurik yang hanya

sangguo mengikat 1 molekul O2 dan melepas O2 kalau benra-benar Pa O2 rendah.2

Gambar 2. Sistem vaskularisasi pulmoner.

Dalam keadaan normal, 100 ml darah yang meninggalkan kapiler alveoli mengangkut

20 ml O2. Rata-rata dewasa muda normal membutuhkan 225 ml O2 setiap menitnya. Oksigen

7

Page 14: Fungsi Respirai Pada Anestesi

yang masuk ke dalam darah dari alveoli sebagian besar diikat oleh Hb dan sisanya larut

dalam plasma:1

O2 + Hb ↔ HbO2 (97%)

O2 + Plasma ↔ Larut (3%)

Jika semua molekul Hb mengikat O2 secara penuh, maka saturasi nya 100%. Jika

kemampuan setiap molekul Hb hanya mengikat 2 molekul O2, maka saturasinya 50%.Jumlah

O2 larut dalam 100 ml darah adalah 0,29 ml pada tekanan PaO2 95 mmHg dan tunduk pada

hukum Henry1.

Konsentrasi gas = a x tekanan bagian

a= koefisien kelarutan gas dalam darah pada suhu tertentu

pada suhu normal a O2 = 0,003 ml/dl/mmHg

Karbondioksida (CO2) adalah hasil metabolisme aerobic dalam jaringan perifer dan

produksinya bergantung jenis makanan yang dikonsumsi. Dalam darah sebagian besar CO2

(70%) diangkut dan diubah menjadi asam karbonat dengan antuan enzim carbonic anhidrase

(23%) larut dalam plasma: 1

CO2 + H20 ↔ H+ + HCO3- (70%)

CO2 + Plasma ↔ Larut (23%)

CO2 + HbNH2 ↔ H+ + HbNHCOO-(sisanya)

8

Page 15: Fungsi Respirai Pada Anestesi

BAB III

MEKANISME PERNAFASAN PARU

Pada mekanisme pernafasan, gradasi tekanan dibutuhkan untuk menciptakan aliran

udara. Pada prenafasan spontan, aliran inspirasi didapatkan dengan menciptakan tekanan

subatmosfer di alveoli (dalam kisaran 5 cmH2O selama pernafasan biasa) dengan

meningkatkan volume rongga toraks melalui aksi otot-otot inspirasi. Selama eksirasi tekanan

intra alveolar menjadi sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan atmosfer sehingga

membuat udara mengalir ke luar.2

III.1 Elastisitas Paru dan Tahanan Aliran Udara2

Pada keadaan dimana tidak terdapat dorongan untuk bernafas, paru-paru akan

beristiraahat pada titik Kapasitas Residual Fungsional (FRC). Untuk bergerak dari

posisi ini dan menciptakan gerakan respirasi, ada dua aspek yang harus

dipertimbangkan, yang bertolak belakang dengan ekspansi paru dan aliran udara, dan

oleh sebab itu perlu diimbangi dengan aktivitas otot-otot pernafasan. Hal ini adalah

resistensi aliran udara dan kapasitas paru dan dinding dada. Tahanan aliran udara

menggambarkan obstruksi aliran udara yang dihadirkan oleh konduksi aliran udara,

yang dihasilkan sebagian besar oleh aliran udara yang besar, ditambah kontribusi dari

resistensi jaringan yang dihasilkan dari gesekan ketika jaringan dari paru saling

bergeser satu sama lainnya selama proses bernafas. Peningkatan tahanan ini

dihasilkan dari penyempitan aliran udara, seperti pada bronkospasme, menjadi

penyakit aliran nafas. Pada penyakit obstruksi saluran nafas, menjadi ekspektasi

bahwa aliran udara dapat membaik dengan upaya respirassi yang lebih besar

(meningkatkan gradien tekanan) untuk mengimbangi peningkatan tahanan aliran

udara.

9

Page 16: Fungsi Respirai Pada Anestesi

Gambar . Volume paru pada dewasa muda sehat yang diukur dengan spirometri dengan pernafasan

biasa dan satu kali pernafasan maksimal2

Ketika hal ini normal terjadi pada inspirasi, ini tidak menjadi keharusan

selama ekspirasi, dimana terjadi peningkatan tekanan intrapelural yang bertindak

menekan saluran udara proksimal dari alveoli, mendorong kearah obstruksi lebih

lanjut dengan tidak adanya peningkatan aliran ekspirasi dan terjebaknya udara

didistal, menunjukkan mengapa ekspirasi biasanya menjadi masalah utama selama

serangan astma. Kemampuan paru menunjukkan kemapuan meregang (peregangan)

dan pada pengaturan klinis merujuk kepada gabungan paru dan dinding dada, yang

ditentukan dengan perubahan volume per perubahan tekanan (V/P). Ketika

kemampuan paru rendah, paru menjadi lebih kaku dan dibutuhkan usaha lebih untuk

mengembangkan alveoli. Kondisi-kondisi yang memperburuk kemampuan paru,

seperti fibrosis pulmoner, menciptakan penyakit paru restriktif. Kemampuan paru

juga bervariasi antar masing-masing paru bergantung kepada derajat inflasi. Buruknya

kemampuan paru tampak pada volume terendah (disebabkan oleh kesulitan inflasi

paru inisial) dan pada volume tertinggi (disebabkan batasan pada ekspansi dinding

dada), dengan kemampuan terbaik pada rerata ekspansi menengah.

10

Page 17: Fungsi Respirai Pada Anestesi

Gambar . Kurva kemampuan paru menunjukkan kemampuan daripada paru pada berbagai level inflasi.

FR pada individu muda sehat, bagian yang tebuka berinflasi dengan baik (melalui puncak kurva) dan

oleh karenanya lebih kurang diventilasi dibandingkan dengan area pertengahan dan basis, dimana

merupakan kurva kemampuan paling rendah dan landai.2

III.2 Kontrol Ventilasi1,2,3,4

Mekanisme yang mengatur pernafasan adalah sesuatu yang kompleks.

Terdapat kelompok pusat-pusat pengatur pernafasan, bertempat di batang otak, yang

memproduksi aktivitas bernafas secara otomatis. Hal ini kemudian diregulasi terutama

oleh input dari kemoreseptor.2,3 Kontrol ini dapat diambil alih oleh kontrol volunter

dari ada korteks. Menahan nafas, kehilangan kesadaran, atau menghela nafas adalah

salah satu contoh pernafasan volunter. Pusat pernafasan utama adalah pada dasar

daripada ventrikel ke empat, beserta kelompok-kelompok neuron inspirasi (dorsal)

dan ekspirasi (ventral).1,3 Neuron-neuron terpacu secara otomatis, tetapi respon

ekspirsai hanya digunakan selama ekspirasi makasimal. Dua pusat lainnya adalah

pusat apnuistik, yang memacu inspiprsai, dan pusat pneumatik, yang memacu inspirsi

dengan mengambat kelompok neuron dorsal diatasnya.

Kemoreseptor yang mengatur pernafasan keduanya berlokasi secara sentral

dan perifer. Normalnya, kendali diberikan oleh reseptor pusat yang berlokasi di

medula, yang memberikan respon terhadap konsentrasi ion hihdrogen di LSC, yang

11

Page 18: Fungsi Respirai Pada Anestesi

kemudian ditentukan oleh CO2, yang berdifusi ecara bebas melewati sawar darah otak

melalui darah arteri. Respon ini cepat dan sensitif terhadap perubahan kecil pada

pCO2 arteri (PaCO2). Selain itu, terdapat pula kemoreseptor perifer yang berlokasi di

badan aorta dan karotis yang terutama merespon terhadap penurunan drastis dari O2,

tetapi beberapa juga merespon pada peningkatan CO2 arteri. Derajat hipoksia

dibutuhkan untuk memproduksi aktivasi signifikan dari reseptor O2 dan bahwasanya

mereka tidak memberikan pengaruh pada keadaan normal, tetapi akan memberikan

arti jika terbukti terdapat hipoksia (PaO2 < 8kPa), sebagai contoh pada ketinggian

yang tinggi ketika menghirup udara. Hal ini juga terjadi ketika respon terhadap CO2

tidak adekuat, yang dapat terjadi jika PaCO2 meningkat secara kronis, mengakibatkan

sensitivitas reseptor pusat yang berlebihan.3

Anestesi mempengaruhi fungsi respirasi melalui berbagai cara.2 Pemahaman

akan fisiologis pernafasan menjadi penting untuk memahami efek-efek tersebut.

Sistem kontrol fisiologis yang melibatkan sistem saraf pusat biasanya memiliki tiga

komponen, yaitu sebuah area kontrol pusat, sebuah jalur aferen, dan sebuah jalur

eferen. Neuron-neuron (sel saraf) dari area kontrol mengintegrasikan informasi

daribagian lain tubuh dan menghasilkan respon yang terkoordinasi. Respon ini dari

area kontrol pusat dibawa ke berbagai organ dan otot-otot sepanjang jalur effern.

Input bagi area kontrol pusat adalah melalui berbagai sensor via jalur afferen.1,2,3

Area kontrol Pusat1,2,3

Area kontrol pusat untuk pernafasan, disebut dengan pusat pernafasan,

berada pada bagian bawah daripada batang otak, yaitu pada medula oblongata.

Terdapat “neuron inspirasi” yang aktif selama inspirasi dan inaktif selama

ekspirasi. Neuron-neuron lainnya aktif selama ekspirasi tetapi tidak pada

inspirasi – “neuron ekspirasi”. Kedua kelompok neuron-neuron ini secara

otomatis menjaga pola ritme siklus inspirasi dan ekspirasi. Ritme otomatis ini

dapat dimodifikasi oleh informasi afferen.

Suplai Afferen1,2,3

Kemoreseptor Pusat2,3

Kemoreseptor adalah sel-sel yang merespon terhadap stimulus kimia.

Sel-sel ini adalah sel yang berada dilantai ventrikel keempat (bagian dari

12

Page 19: Fungsi Respirai Pada Anestesi

batang otak) yang memberikan respon terhadap asiditas cairan serebrospinal

dan keluarannya memacu untuk bernafas.Keasaman dari cairan diukur dari pH

yang berhubungan dengan jumlah ion-ion hidrogen dalam larutan. pH normal

dari tubuh adalah 7,4; dimana pH yang lebih tinggi menggambarkan kondisi

alkalis dengan konsentrasi ion hidrogen yang rendah, dan sebaliknya. Sel-sel

yang berada dilantai ventrikel keempat memberikan respon terhadap keasaman

LCS, dimana LSC yang adam menyebbkan hiperventilasi, dan sebaliknya.

Kadar karbondioksida dalam darah secara cepat berdifusi melewati pembuluh

darah ke LCS dan teradpat keseimbangan antara kadar karbondioksida , ion

hidrogen, dan ion bikarbonat LCS. Jika kadar karbondioksida dalam LCS

menigkat, demikian pula ion hidrogen dan bikarbonat. Peningkatan ini

menyyebabkan hiperventilasi yang menurukna konsentrasi karbondioksida

dalam darah. Kadar korbondioksida yang rendah dalam dara (hipokarbi)

memiliki efek yang berlawanan dan dapat muncul, sebagai contoh ventilasi

kendali selama anestesi. Hal ini akan menghambat kembalinya pernafasan

spontan pada akhir dari operasi.

Kemoreseptor perifer2,3

Badan aorta dan karotis adalah sepotong kecil jaringan yang

mengandung kemoreseptor yang merespon terhadap konsentrasi

karbondioksida dan oksigen dalam pembuluh darah arteri. Badan karotis

memiliki peran lebih penting dibandingkan badan aorta dan terletak pada

percabangan arteri karotis menjadi arteri karotis interna dan eksterna pada

leher. Badan aorta terletak pada arkus aorta. Informasi dari badan karotis

dibawa melalui nervus glossofaringeus dan informasi dari badan aorta dibawa

melalui nervus vagus, ke pusat respirasi. Output dari badan karotis

diperkirakan untuk menyediakan informasi yang mengatur pernafasan oleh

pusat pernafasan.

Pada orang normal, jika darah arteri yang mencapai badan karotis

memiliki tekanan O2 parsial 10kPa (80mmHg) atau tekanan parsial

karbondioksida lebih dari 5 kPa (40mmH), berarti ada peningkatan nafas yang

berarti. Batas ini dapat dimodifikasi oleh penyakit atau usia, contohnya, orang-

13

Page 20: Fungsi Respirai Pada Anestesi

orang dengan bronkitis kronik dapat mentoleransi peningkatan konsentrasi

karbondioksida atau penurunan konsentrasi oksigen dalam darah.

Otak1,2,3

Pernafasan dapat dipengaruhi oleh bagian lain dari otak. Kita dapat

bernafas dengan sadar lebih cepat dan dalam (hiperventilasi), dan ini dapat

terjadi, contohnya sebelum memulai latihan berat. Situasi emosional juga

dapat menyebabkan hiperventilasi. Hiperventilasi juga merupakan bagian dari

respon terhadap kehilangan darah yang masif. Respon ini dikoordinasi oleh

sistem otonom di hipotalamus dan pusat vasomotor di batang otak.

Paru-paru2,3

Ada beberapa reseptor pada paru yang memodifikasi pernafasan.

Reseptor di dinding bronkus merespon terhadap substansi iritan dan

menyebabkan batuk, breath-holding, dan bersin. Pada jaringan elastis paru dan

dinding dada terdapat reseptor yang respon terhadap regangan. Fungsi

sebenarnya dari reseptor ini belum diketahui sepenuhnya, tetapi diperkirakan

memiliki tanggung jawab terhadap beberapa reflex yang ditemukan pada

percobaan terhadap hewan. Ketika paru dan dinding dada distensi, terdapat

respon peregangan yang terjadi dan menghambat inspirasi lebih lanjut. Ini

merupakan mekanisme keamanan untuk menghindari overdistensi. Ketika

volume paru rendah, terdapat refleks oposit. Sedikit peningkatan ukuran paru

dapat merangsang reseptor peregangan untuk menyebabkan inspirasi lebih

lanjut. Hal ini dapat dilihat pada pasien di bawah pengaruh anestesi opioid;

nafas spontan dapat hilang atau sangat lambat, tetapi jika pasien diberi tekanan

positif rendah oleh anestesiologis, inspirasi dapat terangsang dan pasien

mengambil nafas dalam.

Reflek ini juga memiliki beberapa fungsi pada neonatus setelah lahir,

ketika nafas kecil dapat menstimulasi inspirasi lebih lanjut. Pada pembuluh

darah paru juga terdapat reseptor peregangan. Jika pembuluh darah ini

14

Page 21: Fungsi Respirai Pada Anestesi

teregang, seperti pada gagal jantung, reseptor akan merespon dengan

hiperventilasi. Informasi dari reseptor-reseptor pada paru dibawa ke pusat

respirasi oleh nervus vagus.

Suplai Eferen1,2,3

Saraf eferen dari pusat respirasi melewati medulla spinalis ke

diafragma, otot intercostae dan otot aksesorius inspirasi pada leher. Diafragma

dipersarafi oleh nervus phrenic yang dibentuk di leher dari saraf spinalis, C3,4,

dan 5. Otot intercostae dipersarafi oleh saraf intercostae yang meninggalkan

medulla spinalis antara T1 dan T12. Otot aksesorius di leher dipersarafi oleh

pleksus servikalis. Selama pernafasan normal, inspirasi adalah proses

muskular aktif. Ekspirasi terjadi secara pasif dan bergantung pada elastisitas

jaringan untuk mengempiskan paru. Otot yang memiliki peran paling penting

untuk inspirasi adalah otot diafragma. Penyakit apapun yang mengganggu

jalur eferen dari pusat respirasi ke C3,4 dan 5 dan juga saraf phrenic ke

diafragma, dapat menyebabkan kesulitan dalam proses bernapas. Trauma pada

bagian servicalis, diatas C3, memiliki efek yang fatal karena alasan diatas.

III.3 Transpor Oksigen dan Karbondioksida3

Dua sistem utama sirkulasi darah ke paru-paru: jaringan vaskular pulmonar

dan bronkial. Sistem vaskular pulmonar mengirim darah vena dari ventrikel kanan ke

kapiler paru melalui arteri pulmonar. Setelah pertukaran udara terjadi di kapiler

pulmonar, darah yang kaya oksigen dan miskin karbondioksida kembali ke atrium kiri

melalui vena pulmonar. Vena pulmonar terletak sepannjang jaringan ikat intralobaris.

Sistem kapiler pulmonar berperan dalam metabolisme dan pemenuhan kebutuhan

oksigen ke jalan napas bagian konduktif dan pembuluh darah pulmonar. Hubungan

anatomis antara bronkiolus dan sirkulasi vena pulmonar menciptakan shunt dari 2-

5% total cardiac output. 3 keadaan klinis ini menyebabkan pergeseran ke kiri dan/atau

perlandaian kurva karbondioksida. Tiga situasi yang sama ini adalah satu-satunya

penyebab terjadinya hiperventilasi yaitu peningkatan ventilasi dalam satu menit dan

penurunan PaCO2 menyebabkan alkalemia respiratorik. Tiga penyebab hiperventilasi

15

Page 22: Fungsi Respirai Pada Anestesi

(meningkatkan respon karbondioksida) adalah hipoksemia arteri, metabolik asidosis,

dan etiologi sentral. Contoh dari etiologi sentral yang dapat menyebabkan

hiperventilasi adalah pemberian obat, hipertensi intrakranial, sirosis hepatis, dan

keadaan non spesifik seperti anxietas dan ketakutan. Aminofilin, salisilat, dan

norepinefrin merangsang ventilasi dan kem

Baroreseptor perifer. Antagonis opioid yang diberikan pada orang normal

tidak merangsang ventilasi. Akan tetapi, ketika pemberian dilakukan setelah

pemberian opiate, akan memiliki efek reversal dari opioid pada kurva respon terhadap

karbondioksida.

Aliran darah pada paru bergantung pada gravitasi. Karena kapiler-alveoli tidak

terdiri dari pembuluh darah yang kaku, tekanan pada jaringan sekitar dapat

mempengaruhi resistensi dari aliran darah kapiler. Oleh karena itu, aliran darah

bergantung pada hubungan tekanan arteri pulmonar (Ppa), tekanan alveoli (PA), dan

tekanan vena pulmonar (PpV). West membuat model paru yang membagi paru

menjadi 3 zona. Kondisi zona 1 terdapat pada bagian paru yang tidak bergantung pada

gravitasi, di atas level dimana tekanan arteri pulmonar sama dengan tekanan atmosfer.

Karena tekanan alveoli kurang lebih sama dengan tekanan atmosfer, tekanan arteri

pulmoner di zona 1 menjadi subatmosfer tetapi lebih besar daripada tekanan vena

pulmonar (PA>PpV>PA). Tekanan alveoli yang diteruskan ke kapiler pulmonar

membantu terjadinya kolaps, dengan konsekuen aliran darah nol ke regio paru ini.

Oleh karena itu, zona 1 mendapatkan ventilasi pada saat tidak terjadi perfusi dan

membentuk ventilasi rongga mati. Normalnya, zona 1 muncul hanya pada

pengembangan yang terbatas. Tetapi, pada kondisi menurunnya tekanan arteri

pulmonar seperti pada syok hipovolemik, zona 1 membesar. Zona 3 terjadi pada

kebanyakan area paru yang bergantung pada gravitasi dimana Ppa>PpV>PA dan

aliran darah secara primer diatur oleh arteri pulmonar ke perbedaan tekanan vena.

Karena gravitasi juga meningkatkan tekanan vena pulmonar, kapiler paru menjadi

distensi.sehingga perfusi pada zona 3 sangat tinggi, menyebabkan perfusi kapiler pada

ventilasi berlebihan, atau shunt fisiologis. Akhirnya zona 2 terjadi dari batas bawah

zona 1 ke batas atas zona 3, dimana Ppa>PA>PpV. Perbedaan tekanan antara arteri

pulmonar dan tekanan alveoli menentukan aliran darah pada zona 2,. Tekanan vena

pulmonar memiliki pengaruh yang sedikit. Ventilasi dan perfusi terjadi di zona 2,

yang mengandung sebagian besar alveoli. Seluruh area paru memiliki tekanan alveoli

16

Page 23: Fungsi Respirai Pada Anestesi

yang sama, oleh karena itu, semakin negatif tekanan intrapleura pada apex (atau area

paru yang kurang bergantung pada gravitasi) menyebabkan distensi yang lebih besar

pada alveoli apex daripada area lain pada paru. Tekanan transpulmonar (Paw-Ppl),

atau tekanan distensi paru yang lebih besar pada bagian atas dan lebih rendah pada

bagian bawah dimana tekanan intrapleura kurang negatif. Walaupun semakin kecil

ukuran alveoli, ventilasi semakin banyak terjadi di area pulmonar yang bergantung

gravitasi. Penurunan tekanan intrapleura pada basis paru selama inspirasi lebih besar

daripada penurunan tekanan di apex yang disebabkan oleh proksimitas diafragma.

.

17

Page 24: Fungsi Respirai Pada Anestesi

BAB IV

ANESTESI DAN PERNAFASAN

Efek penekan dari obat anestetik dan pelumpuh otot lurik terhadap respirasi telah

dikenal sejak dahulu ketika kedalaman, karakter, dan kecepatan respirasi dikenal sebagai

tanda klinis yang bermanfaat terhadap kedalaman anesthesia. Zat-zat anestetik intravena dan

abar (volatile) serta opioid semuanya menekan pernapasan dan menurunkan respons terhadap

CO2. Respon ini tidak seragam, opioid mengurangi laju pernapasan, zat abar trikloretilen

meningkatkan laju pernapasan. Hiperkapnia atau hiperkarbia (PaCO2 dalam darah arteri

meningkat) merangsang kemoreseptor di badan aorta dan karotis dan diteruskan ke pusat

napas, terjadilah napas cepat dan dalam (hiperventilasi). Sebaliknya hipokapnia atau

hipokarbia (PaCO2 dalam darah arteri menurun) menghambat kemoreseptor di badan aorta

dan karotis dan diteruskan ke pusat napas, terjadilah napas dangkal dan lambat

(hipoventilasi).

Induksi anesthesia akan menurunkan kapasitas sisa fungsional (functional residual

volume), mungkin karena pergeseran diafragma keatas, apalagi setelah pemberian pelumpuh

otot. Menggigil pasca anesthesia akan meningkatkan konsumsi O2. Pada perokok berat,

mukosa jalan napas mudah terangsang, produks lendir meningkat, darahnya mengandung

HbCO kira-kira 10% dan kemampuan Hb mengikat )2 menurun sampai 25%. Nikotin akan

menyebabkan takikardia dan hipertensi.

Dalam kondisi normal hanya O2 yang diambil paru dan tidak ada ambilan terhadap

nitrogen. Bila ada gas kedua yang diabsorbsi dengan cepat, seperti N2O masuk kedalam paru

kemudian ambilan gas ini memiliki efek mengkonsentrasikan gas-gas yang tetap berada

dalam alveoli. Efek terhadap O2 tidak memiliki kepentingan klinis, tetapi peningkatan kadar

zat-zat anestetik abar (volatile) akan mempercepat induksi anesthesia. Kebalikannya bila

pemberian N2O dihentikan, eliminasi gas ini akan mengencerkan gas-gas dalam alveoli dan

akan menyebabkan hipoksemia jika tidak diberikan tambahan O2.

Obat-obatan opioid, seperti morphine atau fentanyl efeknya menekan pusat

pernapasan sehingga merespon terjadinya hiperkarbia. Efek ini dapat dibalikkan dengan

menggunakan naloxone. Zat - zat anestetik abar (volatile)dapat menekan pusat pernapasan

dengan cara yang sama.walaupun eter memiliki efek yang lebih kecil pada pernapasan

dibandingkan dengan zat-zat yang lain. Zat-zat abar juga mengganggu Alirah darah di paru-

18

Page 25: Fungsi Respirai Pada Anestesi

paru, hasilnya terjadi penigkatan ventilasi / perfusi yang tidak sebanding dan menurunkan

efisiensi dari oksigenasi.

Nitrit oxide hanya mempunyai efek minor pada pernapasan. Efek depresan dari opioid

dan zat abar bersifat aditif dan monitoring ketat dari pernapasan sangatlah penting, ketika

oksigen tidak tersedia respirasi harus selalu didukung selama proses anetesi berlangsung.

IV.1 Anestesi, Penyakit Pulmoner, dan Rokok

Pasien yang memiliki gejala penyakit paru obstruksi dapat meningkatkan

resiko pada saat intraoperatif dan PPC. Sebagai contoh, pasien dengan penurunan

FEV I / FVC atau penurunan aliran midexpiratory tidak hanya menyebabkan

obstruksi saluran pernapasan tapi juga biasanya dapat meningkatkan aktifitas saluran

pernapasan. karena terdapat resiko timbulnya reflex bronkokonstriksi selama

laringoskopi dan intubasi trakea, pasien dengan PPOK atau astma harus menerima

terapi bronkodilator agresif preoperatif.

Konsentrasi alveolar yang tinggi dari anestesi inhalasi yang kuat akan

menahan reflex saluran pernapasan atau reflex bronkokonstriksi tetapi hal ini

membutuhkan system kardiovaskular yang sehat. Pemberian tambahan obat intravena

seperti opioid dan lidokain sebelum intubasi (airway instrumentation) akan

mengurangi reaktifitas saluran pernapasan. Selain itu, kortikosteroid dosis tunggal

dapat membantu mencegah peningkatan tahanan saluran napas pasca operasi.

Ventilasi spontan selama anestesi umum berlangsung pada pasien dengan

penyakit obstruktif berat kemungkinan besar mengakibatkan hiperkarbia

dibandingkan pasien yang memiliki fungsi paru-paru yang normal. FEV1 preoperatif

yang menurun berhubungan dengan PaCO2 yang meningkat selama anetesi. Ventilasi

mekanik yang lambat (8-10 nafas/menit) sebaiknya digunakan untuk exhalasi.

Kecepatan ventilasi yang lambat mengharuskan tidal volume yang lebih besar jika

menginginkan PaCO2 yang normal. Tetapi tidal volume yang lebih besar dan puncak

tekanan yang lebih tinggi pada saluran napas dapat menjadi faktor predisposisi

terjadinya pulmonary barotrauma pada pasien.

19

Page 26: Fungsi Respirai Pada Anestesi

Tidal volume dan aliran inspirasi akan mengatur untuk menjaga puncak

tekanan saluran napas kurang dari 40 cmH2O, aliran inspirasi yang lebih tinggi dapat

menyebabkan waktu inspirasi yang lebih pendek dan kadang-kadang menimbulkan

sebuah puncak tekanan saluran napas yang tinggi, karena itu kesimbangan yang

menghindari tekanan saluran napas yang tinggi dan tidal volume yang tinggi yang

dapat mengakibatkan ekspiratori yang terpanjang, seharusnya dapat dicapai.

Idealnya, berdasarkan pada prosedur dan durasi anestesi, seseorang akan

mengekstubasi trakea pasien pada saat akhir operasi. Tracheal tube yang bersifat

iritatif dapat meningkatkan resistensi saluran napas dan reflex bronkokonstriksi dan

juga membatasi kemampuan pasien untuk membersihkan secret secara efektif dan

juga meningkatkan resiko infeksi iatrogenic. Untuk beberapa pasien dengan penyakit

obstruktif seperti astma pada orang muda, banyak dokter melakukan ekstubasi trakea

selama anestesi dalam pada saat akhir operasi.Penyakit restrictive diperlihatkan oleh

penurunan yang proporsional pada semua volume paru – paru. Penurunan FRC

menimbulkan pemenuhan paru yang rendah dan juga mengakibatkan hipoksemia. Ciri

khas pasien ini nafas cepat dan dangkal.

Ventilasi tekanan positif dari pasien yang memiliki penyakit restriktif adalah

penuh dengan puncak tekanan saluran nafas karena kebanyakan tekanan dibutuhkan

untuk mengembangkan paru-paryu yang kaku. Tidal volume mekanik yang lebih

rendah pada kecepatan tinggi dapat menurunkan resiko tejadinya barotrauma tetapi

memperbanyak ventilasi yang dapat meyebabkan depresi kardiovaskular dan

meningkatkan peluang perkembangan atelektasis. Tidal volume yang lebih besar

dapat menghindarinya karena peningkatan resiko dari barotrauma dan volutrauma.

Beberapa strategi untuk melindungi paru-paru yaitu mengembangkan dan memberi

nafas buatan kepada pasien dengan penyakit paru-paru restriktif yang sangat parah.

Karena FRC kecil, pasokan oksigen yang rendah didapat selama periode apneic.

Rata-rata preoxigenasi dengan FIO2 dihasilkan pada hipoxemi arteri kedua setelah

penghentian nafas atau pemutusan dari sirkuit ventilator. Pasien dengan penyakit paru

restrictif yang berat kurang mentoleransi apnea, karena hipoxemia arteri berkembang

dengan cepat, pemindahan pasien ini kerumah sakit akan menunjukkan sebuah

getaran pada oximeter.

20

Page 27: Fungsi Respirai Pada Anestesi

Rata-rata kesehatan tiap individu terkena defek restriktif ringan selama

anestesi berlangsung. FRC menurun dari 10 sampai 15 % ketika sehat, individu

bernafas spontan dalam posisi terlentang. Kontrol pernapasan lanjutan hanya sedikit

mengurangi FRC. Anestesi umum terus menerus menurunkan FRC dari 5 sampai

10%, yang biasanya menurnkan kapasitas pemenuhan paru. FRC mencapai titik

terendah dalam menit pertama pada anestesi dan tidak tergantung apakah pernapasan

spontan ataupun terkontrol. Pengurangan FRC yang berlansung lama pada periode

setelah operasi tetapi mungkin menghasilkan pasca operasi dengan menggunakan

tekanan positif end-expiratory atau CPAP. Bagaimanapun sesaaat setelah tekanan

positif saluran nafas tidak dilakukan lagi, FRC plummet level yang telah turun

sebelumnya yang mencapai titik terendah pasca operasi (12 jam setelah operasi).

Rokok mempengaruhi beberapa fungsi paru-paru pada berbagai cara. Iritasi

yang disebabkan oleh rokok menurunkan motilitas siliar dan meningkatkan produksi

dahak. Sehingga pasien ini memiliki volume dahak yang berlebihan dan menurunkan

kemampuan untuk membersihkan dahak secara efektif. Pengaruh langsung lainnya

pada jaringan paru-paru disebabkan oleh masuknya zat rokok yang dapat

meningkatakan permeabilitas sel ephitel dan mengubah zat surfactant pada paru-paru.

Iritasi jalan nafas atau reaktifitas pada jalan napas yang sempit disebabkan oleh

penghirupan asap rokok yaitu hasil dari aktifasi dari sensor lokasi akhir dari pusat

saluran napas yang paling utama disebakan oleh nikotin. Pada awal penyakit,

bronkitis dan hiperaktifitas jalan napas adalah masalah utama. Belakangan masalah

ini disertai oleh gejala dari COPD : seperti gas trapping, bentuk diafragma yang datar,

dan barrel chest, kapasitas paru-paru meningkat signifikan sehingga batas recoil

elastisitas mencegah pengosongan pasif secara sempurna, sebagai hasilnya banyak

pasien mengeluarkan nafas secara paksa untuk mengurangi gas trapping. Merokok

adalah salah satu prevalensi tertinggi faktor resiko yang berhubungan dengan

morbiditi pasca operasi. Pasien COPD yang merokok memiliki dua kali lipat sampai

enam kali lipat resiko peningkatan pneumonia pasca operasi dibandingkan dengan

yang tidak merokok. Selanjutnya, resiko relatif perokok dari PPC adalah dua kali

lipat, rata-rata jika mereka tidak memiliki tanda-tanda klinis dari penyakit paru-paru

atau abnormalitas fungsi paru-paru. Angka kejadian dari PPC pada perokok dapat

diturunkan dengan menahan keinginan untuk merokok, walaupun tidak ada

21

Page 28: Fungsi Respirai Pada Anestesi

persetujuan umum pada minimal atau durasi optimal dari menahan keinginan

merokok sebelum operasi.

Penelitian pada 200 pasien yang mengalami pencangkokan bypass arteri

koroner dan ditemukan bahwa pasien-pasien yang masih terus merokok atau berhenti

kurang dari 8 minggu sebelum operasi memiliki komplikasi kecepatan mendekati

empat kali, dan pasien yang berhenti merokok lebih dari 8 minggu sebelum operasi

memiliki komplikasi lebih tinggi dari pada yang terus menerus merokok. Proses

menormalkan fungsi mucocciliary memerlukan 2-3 minggu menahan keinginan untuk

merokok, selama produksi dahak meningkat. Beberapa bulan dari menahan keinginan

untuk merokok diperlukan untuk mengembalikan jumlah dahak pada keadaan normal.

Pada penelitian dari brupopion-assisted penghentian merokok, Hurt dan

coworskers mendemonstrasikan penurunan resiko dari komplikasi pasca operasi rata-

rata setelah 4 minggu menahan keinginan untuk merokok. Jika pasien tidak dapat

berhenti merokok selama 4-8 minggu sebelum operasi, itu adalah hal yang masih

diperdebatkan apakah mereka dapat diberi nasehat untuk berhenti merokok 24 jam

sebelum operasi. 24 jam menahan keinginan untuk merokok akan menyebabkan

tingkat carboxihemoglobin turun ke nilai normal tapi memungkinkan resiko dari PPC.

III. 2 Komplikasi Pulmoner Pasca Operatif

Perubahan pada fungsi paru-paru pasca operasi menyebakan penyakit terutama

penyakit restriktif, dengan penurunan proporsi pada semua volume paru-paru dan

tidak ada perubahan resistensi saluran pernapasan. Penurunan pada FRC,

bagaimanapun luas dari keparahan kerusakan restriktif harus diukur. Kerusakan ini

disebabkan oleh isi abdomen yang menimpa diatas dan menghalangi pergerakan

normal diafragma, dan pernapasan yang tidak normal sama sekali tidak

menggambarkan nafas panjang tetapi dikarakeristikkan dengan nafas cepat dan

dangkal.

Kecepatan pernapasan yang normal pada orang dewasa yaitu 12 kali / menit,

sedangkan pasien pasca operasi biasanya kira-kira bernapas 20 kali / menit. Lalu,

sebagian besar ( tidak semua) faktor-faktor itu cenderung membuat kerusakan

restriktif yang paling parah begitu juga yang berhubungan dengan resiko dari PPC.

22

Page 29: Fungsi Respirai Pada Anestesi

Lokasi operasi adalah salah satu faktor yang menetukan derajat restriksi paru-paru

dan resiko dari PPC. operasi nonlaparoscopic upper abdominal menyebakan

kerusakan restriktif yang sangat besar, mempercepat 40-50% penurunan pada FRC

dibandingkan dengan sebelum operasi, ketika pasca operasi konvensional tanpa rasa

sakit digunakan.operasi lower abdominal dan operasi thorax menyebabkan perubahan

fungsi paru-paru yang sangat parah, dengan penurunan FRC sampai 30% pada saat

sebelum operasi. Sebagian besar lokasi operasi intracranial, periperal vascular,

otolaringologic, kira-kira memiliki efek yang sama pada FRC, dengan penurunan dari

15 sampai 20% dari preoperative levels.

Dua masalah yang mengacaukan interpretasi dari literature PPC. yang

pertama, tidak ada definisi yang jelas tentang PPC. sebagai contoh, beberapa studi

klinik hanya memasukkan pneumonia, sedangkan yang lain menambahkan atelektasis

dan kegagalan penapasan. Sehingga untuk menginterpretasikan data mengenai nilai

dari PPC, itu penting untuk melihat komplikasi yang spesifik. Kedua, kriteria

diagnosis dari pneumonia atau atelektasis pasca operasi berbeda-beda dari setiap

penelitian. Untuk diskusi ini, PPC hanya memasukkan pneumonia dan atelektasis.

Kriteria diagnosis yang dapat diterima dengan baik untuk diagnosis ini memasukkan

perubahan pada warna dan kwantitas dari dahak, suhu oral 38,5 0C, dan infiltrat pada

rongent dada. Pasien dengan penyakit obstruksi jalan nafas dan penurunan aliran

expiratory mendapat keuntungan dari terapi bronkodilator sebelum operasi. Pasien

yang beresiko tinggi dengan COPD yang menerima bronkodilasi, terapi chest phsycal,

nafas dalam, memaksa cairan oral ( >3 L/hari), dan instruksi sebelum operasi pada

teknik respiratory pasca operasi, sama baiknya dengan berhenti merokok lebih dari 2

bulan sebelum operasi, laju PPC kira-kira sama untuk diamati pada pasien normal.

Dengan menarik, walaupun sebuah aturan hidup yang secara alami menurunkan

insiden dari PPC, obstruksi saluran napas dan hipoxemia pembuluh darah arteri tidak

dapat diukur selama 42 sampai 72 jam pada terapi sebelum operasi. Ini mungkin bisa

menurunkan angka komplikasi dari pada cara hidup tertentu yang dipakai.

23

Page 30: Fungsi Respirai Pada Anestesi

DAFTAR PUSTAKA

1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Ilmu dasar Anestesi in Petunjuk Praktis

Anestesiologi 2nd ed. Jakarta: FKUI; 2009, 3-8.

2. Roberts F, Kestin I. Respiratory Physiology in Update in Anesthesia 12th ed. 2000

3. Stock MC. Respiratory Function in Anesthesia in Barash PG, Cullen BF, Stelting RK,

editors. Clinical Anesthesia 5th ed. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins;

2006, p. 791-811

4. Galvin I, Drummond GB, Nirmalan M. Distribution of blood flow and ventilation in

the lung: gravity is not the only factor. British Journal of Anaesthesia; 2007, 98: 420-

8.

5. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Breathing System in Clinical Anesthesilogy 4th

ed. McGraw-Hill; 2007

24