Upload
ary-dharmawan-gusti-putu
View
290
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7/30/2019 Fungtional Dan Nonfuntional Dyspepsia
1/14
1 | P a g e
FUNGSIONAL DAN NONFUNSIONAL DYSPEPSIA
PENDAHULUAN
Sebelumnya pemeriksaan, pada pasien dengan gejala pada perut bagian atas (contohnya :
simptom dyspepsia) dapat disebut dyspepsia atau lebih lanjut disebut dyspepsia yang tidak
teridentifikasi. Penting untuk mengenali dyspepsia yang teridentifikasi dan tidak yang
berhubungan dengan gejala kompleks lebih daripada sebuah diagnosis. Faktanya, dyspepsia
mungkin menjadi indikasi adanya kondisi yang menyebabkan gejala tersebut. Diagnosis banding
dari dyspepsia termasuk, gangguan asam lambung akibat gastroesofageal refluks (GERD) dan
penyakit Ulkus Peptikum (PUD); gastritis merupakan kondisi yang berhubungan helicobacter
pylori gastritis atau NSAID yang berkaitan dengan erosi gastropathy; dan jarang umumnya
terjadi kangker perut bagian atas( contohnya : tumor pancreas, gaster, dan esophagus). 1
Dyspepsia berasal dari dari kata dys dan pepse yang menunjukkan suatu rasa
ketidaknyamannan pada pencernaan. Dyspepsia dapat didefinisikan sebagai suatu rasa yang tidak
nyaman ataupun sakit pada dinding abdomen bagian atas dan bisa juga di sebutkan sebagai
penyakit penyerta gastrointestinal. Dahulu, dyspepsia digunakan untuk semua gejala yang terjadi
pada dinding abdomen yang dirasakan sebagai perasaan yang tidak nyaman atau sakit. Hal ini
sangat sering terjadi pada sebagian besar kalangan muda. Dispepsia adalah gejala klinis yang
umumnya berhubungan dengan gejala abdominal yang kompleks termasuk : gejala nyeri pada
epigastrium, rasa penuh pada abdominal, distensi abdominal dan perut kembung, mual dan
muntah. Prevalensi dari dyspepsia pada populasi umum jarang diketahui, tapi diperkirakan
sekitar 25% sampai 40% pada orang dewasa. Pasien dengan gejala dyspepsia yang kronis. Dalam
pemeriksaan jika tidak didapatkan temuan penyebab organik maka belum dapat disebutfungsional dyspepsia atau disebut non fungsional dispepsia.1
Ada 2 kategori mayor dari dyspepsia :
1. Fungsional dyspepsia : merupakan penyebab umum yang menyebabkan dyspepsia
7/30/2019 Fungtional Dan Nonfuntional Dyspepsia
2/14
2 | P a g e
2. Organik atau non fungsional dyspepsia- jika pada endoskopi didapatkan gangguanpada GI track bagian atas seperti peptic ulser, refluks, dan batu empedu.
Tabel Definisi dari Dispepsia Fungsional 2
7/30/2019 Fungtional Dan Nonfuntional Dyspepsia
3/14
3 | P a g e
EPIDEMIOLOGI
Gejala dyspepsia, didefinikan sebagai gejala ketidaknyaman pada perut bagian atas,
terjadi umumnya pada pada populasi masyakat umum. Survei epidemiologi menyatakan bahwa
sekitar 15-20% populasi di negara barat mengalami dyspepsia melalui penelitian selama 1 tahun.
Meskipun faktanya hanya 1 dari 4 orang mengalami gejala dyspepsia yang konsul dan datang
pada dokter. Dispepsia masalah klinis yang cukup banyak di berbagai tempat-tempat pelayanan
kesehatan.2
Tabel Klasifikasi dari Dispepsia Fungsional3
ETIOLOGI
Penyebab umum dari dyspepsia non fungsional terutama yang bersifat organik adalah :
ulser duodenal sekitar 10-15 %, ulser gastric 5-10%, gastrik kangker 2%, Oesophagitis 10-17%,
Gastritis, duodenitis, dan hiatus hernia 30%, setiap kondisi tersebut berkolerasi dengan infeksi
Helicobakter pylori.4 Sedangkan penyebab utama dari dyspepsia fungsional adalah gangguan
fungsi motilitas dan persyarafan dari GI Track itu sendiri.
7/30/2019 Fungtional Dan Nonfuntional Dyspepsia
4/14
4 | P a g e
PATOFISIOLOGI
Terdapat beberapa mekanisme patologis yang dapat menyebabkan dyspepsia.Kondisi
tersebut termasuk pengosongan lambung yang terlambat, kegagalan gastrointestinal dalam
mencerna makanan, hipersensitifitas dari gaster distensi, perubahan respon dari duodenum
terhadap lemak maupun asam, abnormalitas pada motilitas doudenojejunal.
a. Motilitas yang AbnormalGejala motilitas yang abnormal telah dideskripsikan pada sub-grup pasien dengan
dyspepsia fungsional. Abnormalitas tersebut termasuk : 1. Penurunan dari motilitas lambung
distal (antral hipomotilitas) dan terlambatnya pengosongan lambung, 2. Hilangnya fungsi tonus
gaster (hilangnya akomodasi dari gaster) dalam responnya terhadap makanan yang menyebabkan
penurunan pada kemampuan lambung dalam berekspansi dan mengikuti konsumsi makanan
dalam jumlah besar, 3. Gangguan pada Elektrisitas Gaster yang direkam melalui elektroda yang
ditempatkan pada abdomen bagian atas (EGG).Penemuan ini menjelaskan bahwa beberapa
pasien dengan dispepsia mungkin dapat mengalami abnormalitas elektris.
b. Abnormalitas Sensoris VisceralBeberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pasien dengan dyspepsia lebih sensitive
pada distensi lambung terutama dengan pemasangan intragastrik balon, dibandingkan dengan
orang yang sehat. Sehingga pasien dengan kelainan ini menjadi lebih berespon dan mengalami
hipersensitifitas yang secara mekanis berhubungan dengan gejala nyeri, dan penuruan berat
badan.
c. Faktor PsikologisTidak terdapat factor fisiologis yang ditemukan pada pasien dengan dyspepsia. Dalam
beberapa studi epidemiologi telah menunjukkan bahwa ansietas, neurotisme, somatisasi, dan
depresi umumnya terjadi pada pasien dyspepsia terutama dyspepsia fungsional. Beberapa
penelitian juga menemukan pengaruh antara factor psikologis dengan fisiologi dari lambung.
7/30/2019 Fungtional Dan Nonfuntional Dyspepsia
5/14
5 | P a g e
d. Infeksi Helicobacter pyloriSegera setelah penemuan H. pylori, hubungan sebab akibat antara infeksi H. pylori
dengan ulser gaster dan duodenal telah ditemukan. Pada dispepsia fungsional, peran dari
H.pylori tergambar secara jelas. Review sistematis sebelumnya tidak menemukan bukti
hubungan kuat antara dispesia dengan infeksi H. pylori. Beberapa penelitian telah mendapatkan
hubungan antara infeksi H.pylori dan manifestasi gejala dispeptik atau manifestasi patologis.
Bagaimanapun, tidak ada perbedaan konsisten pada prevalensi dan severitas dari gejala dispepsia
secara indivudu, laju pengosongan lambung pada subjek dengan H.pylori positip dan negatip.
MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi Klinis dari Dispepsia3
a. Presentasi Klinis dan DiagnosisPasien dengan predominasi heatburn atau regurgitasi asam lambung, sesuai criteria II
Roma, tidak termasuk spectrum dispeptik tapi merujuk pada gastroesofageal refluks dan
manajemennya. Telah dikemukakan bahwa sejumlah pasien dengan predominasi nyeri pada
perut atas terutama mengalami atipikal refluks disease. Bagaimanapun, hanya sedikit pasien
dengam predominasi gejala dyspepsia memiliki gejala patologis refluks yang ditunjukkan dengan
pemeriksaan PH 24 jam. Penggunaan kuisioner pada praktek klinis mungkin dapat bermanfaat
untuk mendeteksi pasien dengan gangguan refluks, dengan respon yang cukup tinggi dengan
proton pump inhibitor (PPIs).
7/30/2019 Fungtional Dan Nonfuntional Dyspepsia
6/14
6 | P a g e
b. Kompleks Gejala DispepsiaKompleks gejala dari dyspepsia termasuk nyeri epigastrium, perut kembung, mual, perut
terasa penuh, terasa terbakar pada epigastrium. Walaupun sering bersifat kronis, gejala dari
dyspepsia umumnya intermiten, selama periode gejala tersebut. Pada pasien dengan fungsional
dyspepsia, umumnya prevalensi gejala yang terjadi adalah rasa penuh postprandial, dan perut
kembung, diikuti dengan nyeri epigastrium, mual, dan muntah.Walaupun begitu, terdapat
perbedaan gejala pada sejumlah pasien.
DIAGNOSIS
a. Investigasi dan DiagnosisJumlah pasien dengan dyspepsia yang mengikuti praktisi umum diperkirakan melebihi
dari availabilitas dari prosedur diagnosis. Diperkirakan sekitar 20 orang per 1000 pada praktisi
umum, dengan 210 konsultan. Endoskopi aman namun dapat beresiko. Kematian selama
penggunaan endoskopi diperkirakan 1 diantara 2000-10.000.
PENATALAKSANAAN
a. Antasid dan obat anti sekresiEfektifitas antasid untuk terapi DISPEPSIAtidak nampak dalam percobaan klinik terkontrol
tetapi karena sangat aman dan tidak mahal, bisa diteruskan untuk pasien yang berespon baik.
Demikian pula efektifitas penggunaan Antagonis Reseptor H2 ( ARH2 ) seperti : cimetidine,
ranitidine dan famotidine belum terbukti. Beberapa studi mengenai obat anti sekresi ini
menyimpulkan bahwa penggunaannya paling efektif untuk dispepsia tipe refluks (penyakit
refluks gastroesofageal) dan tipe ulkus. Obat ini jarang menimbulkan efek samping. Pasien yang
berespon sebaiknya diterapi selama 2-4 minggu. Terapi jangka panjang dengan ARH2 sebaiknya
dihindari kalau penghentian obat gejala muncul kembali.9,12
Obat penyekat pompa proton (PPP) seperti Omeprazole dan Lansoprazole tidak
memberikan perbaikan gejala yang lebih besar pada pasien DISPEPSIAdibanding ARH2,
sehingga tidak direkomendasikan karena harganya lebih mahal. Obat ini sangat efektif untuk
terapi refluks gastroesofageal melebihi ARH2.8
7/30/2019 Fungtional Dan Nonfuntional Dyspepsia
7/14
7 | P a g e
b. Obat promotilitasObat seperti Metoclopramide, Cisapride dan Domperidone sangat baik mengobati pasien
dispepsia yang disertai atau disebabkan gangguan motilitas (Dispepsia tipe
dismotilitas).Metoclopramide dan domperidone keduanya bekerja pada antagonis reseptor D2-dopomine yang meningkatkan motilitas gaster dan mengurangi mual. Metoclopramide melewati
sawar darah otak sehingga efek samping: anxietas, mengantuk, agitasi, disfungsi motor
extrapyramidal dan dyskinesia tarda terjadi pada kurang lebih 20%-30% pasien. Untuk
penggunaan lama hati-hati pada pasien tua. Domperidone tidak melewati sawar darah otak
sehingga efek samping seperti di atas tidak timbul. Cisapride adalah agonis 5-HT4 serotonin
bekerja meningkatkan motilitas esophagus dan gaster. Efek samping jarang dilaporkan.9,12
Penelitian lebih lanjut obat promotilitas untuk DISPEPSIAmasih diperlukan. Data saat ini
menunjukan bahwa terapi cisapride setiap hari selama 2-4 minggu lebih mahal dibanding
pengobatan yang diperlukan selama eksaserbasi gejala saja.9
c. EradikasiHelicobacter pyoriHasil percobaan klinik yang ada sekarang masih belum bisa membuktikan apakah
eradikasi HP berakibat perbaikkan gejala secara bermakna pada pasien dispepsia. Nampaknya
hanya sebagian kecil saja pasien dyspepsia mengambil manfaat dari eradikasi kuman HP,
sebagian besar masih belum. Bahkan ada beberapa ahli berpendapat bahwa HP saja tidak cukup
menyebabkan gejala karena dispepsia dapat terjadi pada pasien tanpa infeksi HP, dan infeksi HP
dapat terjadi tanpa gejala dan mereka juga mempertanyakan dan memperdebatkan bukti
penelitian yang mendukung hipotesis bahwa HP merupakan etiologi dari dyspepsia.
Marshall berpendapat bahwa untuk melakukan eradikasi HP pada penderita DISPEPSIA
diperlukan syarat-syarat sebagai berikut:11
keluhan berlangsung cukup lama dan mengganggu penderita faktor penyebab lain dapat disingkirkan (misalnya OAINS) terapi konvensional (antasid, ARH2) tidak menolong
7/30/2019 Fungtional Dan Nonfuntional Dyspepsia
8/14
8 | P a g e
Pilihan utama di negara maju adalah kombinasi: Penyekat Pompa Proton +
Clarithromycin + Metronidazole atau Amoxicillin. Jika gagal dipertimbangkan dengan
pemberian empat macam obat yaitu menambahkan Bismuth. Untuk di Indonesia banyak para
peneliti melaporkan angka kekebalan yang tinggi terhadap Metronidazole dan Amoxicillin. Di
samping itu kendala lain adalah efek samping Metronidazole. Menurut pengalaman penderita-
penderita Indonesia yang mendapat terapi Metronidazole untuk penyakit lain kurang dapat
mentolerir Metronidazole. Apalagi untuk penderita dispepsia yang sering kali memang sudah
mengeluh mual, sehingga banyak penderita tidak dapat menyelesaikannya karena angka efek
samping yang tinggi.2,11,12
Tabel Rekomendasi Pengobatan Anti Hp
OBAT DOSIS DURASI ERADIKASI
Kelompok 1 (3 jenis obat):
Bismuth
Tetracycline
Metronidazole
4 x II tablet
4 x 500 mg
4 x 250 mg
14 hari 88% - 90%
Kelompok 2, 3 dan 4 (3 jenis obat):
Penyekat pompa proton
Clarithromycin atau
Amoxicillin
Metronidazole atau
Amoxicillin
2 x I kapsul
2 x 500 mg
2 x 1000 mg
2 x 500 mg
2 x 1000 mg
10-14
hari86% - 91%
7/30/2019 Fungtional Dan Nonfuntional Dyspepsia
9/14
9 | P a g e
Catatan:
Bismuth: Colloidal Bismuth Subcitrate 60 mg atau Bismuth Subsalicylate 60 mg Penyekat Pompa Proton:Omeprazole 20 mg, Lanzoprazole 30mg atau Pantoprazole 40mg
Algoritma Penatalaksanaan Dispepsia yang belum teridentifikasi 5
7/30/2019 Fungtional Dan Nonfuntional Dyspepsia
10/14
10 | P a g e
Algoritma Penatalaksanaan Dispepsia yang telah teridentifikasi3
7/30/2019 Fungtional Dan Nonfuntional Dyspepsia
11/14
11 | P a g e
Pilihan Obat yang digunakan dalam Terapi Dispepsia Fungsional 6
7/30/2019 Fungtional Dan Nonfuntional Dyspepsia
12/14
12 | P a g e
PROGNOSIS
Dispepsia yang bersifat fungsional merupakan suatu sindrom heterogen dengan
mekanisme yang multiple, seperti kegagalan akomodasi gaster, hipersensitifitas gaster, dan
terlambatnya pengosongan gaster. Sedangkan dyspepsia yang non fungsional prognosisnya
bergantung pada kesembuhan gangguan penyebabnya contohya ulser peptikum. Prognosis
jangka panjang dari dipepsia fungsional cukup baik, namun gejala kronisnya masih bisa terjadi
pada pasien. Edukasi kepada pasien sangat penting untuk memperbaiki prognosis.
Pengobatannya pun perlu dikontrol, contohnya pengobatan dengan PPI. 7
KOMPLIKASI
Komplikasi dari dyspepsia adalah disritmia lambung, disfungsi saraf autonom, dan dapat
juga terjadi suatuIritable Bowel Syndrome.
7/30/2019 Fungtional Dan Nonfuntional Dyspepsia
13/14
13 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
1. Friedman HH, Mehta SJ, Indigestion, Gaseousness and Flatulence. Dalam: Problem-Oriented Medical Diagnosis. Boston/Toronto: Little, Brown and Company, 2005: 186-88
2. TACK, JAN ,BISSCHOPS, RAF and SARNELLI, GIOVANNI, Pathophysiology andTreatment of Functional Dyspepsia, Division of Gastroenterology, Department of
Internal Medicine, University Hospital Gasthuisberg, University of Leuven, Leuven,
Belgium : the American Gastroenterological Association, 2005, p. 1239-1245
3. Geeraerts ,Brecht and Tack, Jan , Review Functional dyspepsia: past, present, andfuture, Center for Gastroenterological Research K.U. Leuven, 49 Herestraat, 3000
Leuven, Belgium : Journal of Gastroenterologi, 2008,p. 251-254
4.
Veldhuyzen van Zanten, S., N. Flook, et al. One-week acid suppression trial inuninvestigated dyspepsia patients with epigastric pain or burning to predict response to 8
weeks treatment with esomeprazole: a randomised, placebo-controlled study. Aliment
Pharmacol Ther 2007, 26: 665-672.
5. Talley J.,Nicholas, Guidelines for the Management of Dyspepsia, Division ofGastroenterology and Hepatology, Mayo Clinic USA : American Journal of
Gastroenterology, 2005, p. 2324-2333
6. Seng Boon Chua, Andrew,Drug treatment of functional dyspepsia, Beijing : WorldJournal of Gastroenterology, 2006, p. 2694-2696
7. Parkman ,Henry P., Motility and Functional Disorders of the Stomach: Diagnosis andManagement of Functional Dyspepsia and Gastroparesis, Philadelphia : Practical
Gastroenterology , 2006
8. Lambert JR. The Role of Helicobacter Pylori in Nonulcer Dyspepsia A Debate for. Dalam: Dooley CP. ed. Gastroenterology Clinics of North America. Philadelphia: W.B.
Saunders, 2005: 141-51.
9. Mc. Callum RW. Evolving Approach to Dyspepsia and Nonulcer Dyspepsia.Philadelphia: W.B. Saunders, 2005: 153-67.
10.Mc. Laren D.S. Food Idiosyncrasies. Medicine Digest2006; 12: 5-9
7/30/2019 Fungtional Dan Nonfuntional Dyspepsia
14/14
14 | P a g e
11.Talley N.J. The Role of Helicobacter Pylori in Nonulcer Dyspepsia A Debate-Against.Dalam: Dooley CP. ed. Gastroenterology Clinics of North America. Philadelphia: W.B.
Saunders, 2008: 153-67.
12.Jain AK, Gupta JP, Gupta S, Rao KP, Bahte PB, Neuroticism and Stressful Live EventsIn-Patients with Non Ulcer Dyspepsia. Dalam: Journal Association Physician India.
Februari 2006, 43 (2): 90-1