22
BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Konstruktivisme Konstruktivisme adalah teori perkembangan kognitif yang menekankan pada peran aktif siswa dalam membangun pemahaman mereka sendiri tentang pengetahuan yang dipelajarinya. Slavin (1994:225) mengungkapkan bahwa konstruktivisme dalam sejarah pendidikan lahir dari gagasan-gagasan Piaget dan Vigotsky. Keduanya menekankan bahwa perkembangan kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya memahami informasi baru. Menurut Anderson (dalam Slavin, 1994:48) dalam pandangan konstruktivisme individu dipandang mengkonstruksi pengetahuan secara berkesinambungan mengasimilasi dan mengakomodasi informasi baru. Berarti bahwa pengetahuan merupakan kostruksi atau bangunan manusia sehingga dapat dikatakan bahwa seseorang yang mempelajari suatu pengetahuan berarti belajar mengkonstruksi pengetahuan, atau belajar adalah suatu proses aktif seseorang mengkonsumsi pengetahuan. Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan, Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan

gabungan konstruktivisme

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: gabungan konstruktivisme

BAB IIPEMBAHASAN

 1.    Pengertian Konstruktivisme

Konstruktivisme adalah teori perkembangan kognitif yang menekankan pada peran aktif

siswa dalam membangun pemahaman mereka sendiri tentang pengetahuan yang

dipelajarinya. Slavin (1994:225) mengungkapkan bahwa konstruktivisme dalam sejarah

pendidikan lahir dari gagasan-gagasan Piaget dan Vigotsky. Keduanya menekankan bahwa

perkembangan kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami sebelumnya

diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya memahami informasi baru.

Menurut Anderson (dalam Slavin, 1994:48) dalam pandangan konstruktivisme individu

dipandang mengkonstruksi pengetahuan secara berkesinambungan mengasimilasi dan

mengakomodasi informasi baru. Berarti bahwa pengetahuan merupakan kostruksi atau

bangunan manusia sehingga dapat dikatakan bahwa seseorang yang mempelajari suatu

pengetahuan berarti belajar mengkonstruksi pengetahuan, atau belajar adalah suatu proses

aktif seseorang mengkonsumsi pengetahuan.

Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan, Konstruktivisme

adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme

merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan

dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang

terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta,

konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi

pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

Konstruktivisme memandang belajar sebagai proses di mana pembelajar secara aktif

mengkonstruksi atau membangun gagasan-gagasan atau konsep-konsep baru didasarkan atas

pengetahuan yang telah dimiliki di masa lalu atau ada pada saat itu. Dengan kata lain,

”belajar melibatkan konstruksi pengetahuan seseorang dari pengalamannya sendiri oleh

dirinya sendiri”.

Dengan demikian, belajar menurut konstruktivis merupakan upaya keras yang sangat

personal, sedangkan internalisasi konsep, hukum, dan prinsip-prinsip umum sebagai

Page 2: gabungan konstruktivisme

konsekuensinya seharusnya diaplikasikan dalam konteks dunia nyata.

Satu cara untuk mendapatkan intisari pandangan konstruktivisme adalah membahas dua

bentuknya, yaitu konstruktivisme individu dan sosial.

1. Konstruktivisme Individu

Pandangan ini fokus pada kehidupan “inner psikologi” manusia, yakni mengartikan sesuatu

dengan menggunakan pengatahuan dan keyakinannya secara individu. Pengetahuan disusun

dengan mentransformasikan, mengorganisasi, dan mereorganisasikan pengetahuan yang

sebelumnya. Pengetahuan bukan merupakan cermin dari luar, walaupun pengalaman

mempengaruhi pemikiran, dan pemikiran mempengaruhi pengetahuan.

Eksplorasi dan penemuan, jauh lebih penting dari pengajaran. Piaget menekankan pada hal-

hal yang masuk akal dan konstruksi pengetahuan yang tidak bias secara langsung dipelajari

dari lingkungan. Pengetahuan muncul dari merefleksikan dan menghubungkan kognisi atau

pikiran-pikiran kita sendiri, bukan dari pemetaan realitas eksternal. Piaget melihat lingkungan

sosial sebagai sebuah faktor penting dalam pengembangan kognisi, tapi dia tidak meyakini

bahwa interaksi sosial merupakan mekanisme utama dalam mengubah pikiran.

2. Konstruktivisme Sosial

Vygotsky meyakini, bahwa interaksi sosial, unsur-unsur budaya, dan aktivitasnya adalah

yang membentuk pengembangan dan pembelajaran individu. Atau dengan kata lain,

pengetahuan disusun berdasarkan interaksi sosial dalam konteks sosialbudayanya.

Pengetahuan merefleksikan dunia luar yang disaring dan dipengaruhi oleh budaya, bahasa,

keyakinan, interaksi antar sesama, pengajaran klasikal, dan role modeling.

Penemuan yang terencana, pengajaran, model dan pelatihan, seperti juga pengetahuan,

keyakinan dan pemikiran siswa, mempengaruhi pembelajaran. Vygotsky juga dianggap

sebagai konstruktivis sosial, sekaligus individu. Yang pertama, disebabkan teorinya sangat

bergantung kepada interaksi sosial dan konteks budaya dalam menjelaskan pembelajaran.

Beberapa teoritikus mengkategorikannya sebagai konstruktivis individu, karena

ketertarikannya dalam pengembangan individu.

Untuk dapat menjelaskan bagaimana pengetahuan dibentuk, tiga penjelasan yang bertahap

merangkum berbagai pendekatan konstruktivisme ini:

1. Realitas dan kebenaran dari dunia luar mengarahkan pembentukan pengetahuan. Individu

merekonstruksi realitas diluarnya dengan membentuk representasi mental secara akurat yang

mencerminkan “keadaan apa adanya”. Tahap pertama yang tidak lain model pemrosesan

informasi dari teori belajar kognitif.

Page 3: gabungan konstruktivisme

2. Proses internal dari Piaget yaitu organisasi, asimilasi dan akomodasi mengarahkan

pembentukan pengetahuan. Jadinya pengetahuan bukan hanya cermin dari realitas, namun

suatu abstraksi yang tumbuh dan berkembang dengan aktivitas kognitif. Pengetahuan bukan

sekedar benar atau salah; namun terus tumbuh secara internal yang konsisten dan

diorganisasikan seiring dengan perkembangannya.

3. Faktor eksternal dan internal mengarahkan pembentukan pengetahuan. Pengetahuan

tumbuh melalui interaksi faktor-faktor internal (kognitif) dan eksternal (lingkungan dan

sosial). Deskripsi Vygotsky tentang perkembangan kognitif melalui pengenalan dan

pemakaian alat-alat budaya seperti bahasa konsisten dengan pandangan ini.

Hal berikutnya dalam pendekaran konstruktivis ini adalah pertanyaan tentang apakah

pengetahuan yang dibentuk itu bersifat internal, umum dan dapat ditransfer atau terikat dalam

ruang dan waktu pada saat dibentuk. Apa yang dijelaskan oleh Vigotsky bahwa belajar

tergantung konteks sosial dan berada dalam lingkup budaya tertentu memang tepat. Namun

apa yang disebut benar dalam waktu dan tempat tertentu bisa menjadi salah di tempat dan

waktu yang lain, seperti anggapan bahwa bumi itu datar sebelum Colombus. Ide-ide tertentu

berguna pada komunitas tertentu, namun tidak bermanfaat apa-apa di komunitas lain. Apa

yang disebut pengetahuan baru ditentukan sebagiannya dengan bagaimana ide baru tersebut

sesuai dengan praktek yang berlaku pada saat tersebut. Sepanjang waktu, praktek yang ada

dipertanyakan dan bisa diganti, namun sebelum itu terjadi praktek yang ada terus dilakukan

karena dinilai tetap menguntungkan.

Selain itu belajar juga terkondisikan berdasar tempat berlangsungnya kegiatan, biasa yang

disebut enkulturasi atau proses mengadopsi norma-norma, perilaku, keahlian, kepercayaan,

bahasa, sikap dari satu komunitas tertentu. Jadinya pengetahuan tidak hanya dilihat sebagai

struktur kognitif individu saja tetapi sebagai buatan dari komunitas sepanjang waktu. Apa

yang dilakukan oleh komunitas, cara bagaimana mereka berinteraksi dan menyelesaikan

suatu hal, seperti halnya alat yang dibuat oleh komunitas, membentuk pengetahuan dari

komunitas tersebut. Belajar artinya menjadi lebih mampu untuk berpartisipasi dalam kegiatan

dan pemakaian alat dan mendapat bagian identitas sebagai anggota komunitas.

Ciri kontruksivisme

Berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut pandangan konstruktivisme,

Driver dan Bell (dalam Susan, Marilyn dan Tony, 1995: 222) mengajukan karakteristik

sebagai berikut: (1) siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki

tujuan, (2) belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa, (3)

pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal, (4)

Page 4: gabungan konstruktivisme

pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi

kelas, (5) kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran,

materi, dan sumber.

DIMENSI-DIMENSI PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME

1. Lingkungan Belajar yang Kompleks dan Tugas-tugas Otentik

Siswa tidak boleh diberikan bagian-bagian yang terpisah, penyederhanaan masalah, dan

pengulangan keterampilan dasar, tetapi sebaliknya: siswa dihadapakan pada lingkungan

belajar yang kompleks, terlihat samar-samar, dan masalah yang tidak beraturan.

Masalah-masalah yang kompleks itu harus dihubungkan pada aktivitas dan tugas yang

otentik, karena keberagaman situasi yang siswa hadapi tersebut, seperti juga aplikasi yang

mereka hadapi tentang dunia nyata.

2. Negosiasi SosialTujuan utama pembelajaran adalah untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam membangun serta mempertahankan posisi mereka, dan disaat bersamaan menghormati posisi orang lain dan bekerjasama untuk berdiskusi atau membangun pengertian bersama-sama. Guna mnyelesaikan perpaduan ini, haruslah berbicara dan mendengarkan satu sama lain. Dengan kata lain, proses mental ini melalui negosiasi sosial dan interaksi, sehingga kolaborasi dalam pembelajaran dapat dimungkinkan, yakni melahirkan sebuah sikap intersubyektif – sebuah komitmen untuk membangun keragaman pengertian dan menemukan kesamaan umum serta perpaduan penafsiran.3. Keragaman Pandangan dan Representasi BahasanAcuan-acuan untuk pembelajaran harus sudah dapat memfasilitasi representasi beragam bahasan dengan menggunakan analogi contoh dan metafora yang berbeda. Peninjauan materi yang sama, pada waktu yang berbeda-beda dalam penyusunan kembali konteks untuk tujuan yang berbeda, dan dari pandangan konseptual yang berbeda adalah penting untuk mencapai tujuan kemampuan pengetahuan yang lebih maju.4. Proses Konstruksi PengetahuanPendekatan konstruktivisme mengedepankan untuk membuat siswa peduli pada peran mereka dalam membangun pengetahuan. Asumsinya adalah keyakinan dan pengalaman individu, membentuk apa yang dikenal sebagai dunia. Asumsi dan pengalaman berbeda, mengarahkan kepada pengetahuan yang berbeda pula. Apabila siswa peduli terhadap pengaruh-pengaruh yang membentuk pola pikir mereka, maka mereka akan lebih mampu untuk memilih, mengembangkan, dan memanfaatkan posisi dengan cara introspeksi diri, pada saat yang bersamaan menghormati posisi orang lain.5. Pembelajaran Siswa Terhadap Kesadaran Dalam BelajarFokus dalam proses ini adalah menempatkan berbagai usaha siswa untuk memahami pembentukan pembelajaran dalam pendidikan. Kesadaran yang timbul pada diri siswa, bukan berarti guru melonggarkan tanggungjawabnya untuk memberikan pengarahan atau bimbingan.

Page 5: gabungan konstruktivisme

2.    Ciri Pembelajaran Konstruktivisme

1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.

2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid, kecuali hanya dengan keaktifan

murid sendiri untuk menalar.

3. Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep

ilmiah

4. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan

lancar.

5. Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan

Selain itu yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan

pengetahuan kepada siswa . siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri.

Seorang guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat

informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan

kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan

mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk

belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya

dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi , tetapi

harus diupayakan agar siswa itu sendiri yang memanjatnya.

Good & Brophy (dalam Kauchack & Eggen, 1998:185) menyebutkan ciri pembelajaran

konstruktivisme secara umum sebagai berikut.

Page 6: gabungan konstruktivisme

1. Siswa membangun sendiri pemahamannya

2. Belajar yang baru bergantung pada pemahaman sebelumnya

3. Belajar difasilitasi oleh interaksi sosial

4. Belajar yang bermakna terjadi didalam tugas-tugas belajar mandiri

Alexander & Murphy (dalam Kauchack, 1998:9) mengajukan 5 pertanyaan umum tentang

belajar dan mengajar yang sejalan dengan pendapat Good & Grophy, yaitu:

1. Pengetahuan awal siswa mempengaruhi belajarnya

2. Siswa perlu memikirkan strategi belajarnya

3. Motivasi berpengaruh kuat pada belajar

4. Perkembangan dan perbedaan individual mempengaruhi belajar

5. Kontek sosial di dalam kelas mempengaruhi belajar

Kauchack & Eggen (1998:192-193) mengemukakan bahwa pembelajaran untuk memfasilitasi

konstruksi pengetahuan memuat 4 aspek penting sebagai berikut.

1. Pembelajaran berfokus pada penjelasan dan jawaban siswa atas masalah atau

pertanyaan.

2. Penjelasan dan jawaban datang dari siswa

3. Penjelasan dan jawaban bersumber dari representasi konsep

4. Guru membantu siswa mengkonstruk pengetahuan dengan mengarahkan interaksi

sosial dan menyediakan representasi konsep.

Dengan demikian, esensi pembelajaran dalam pandangan konstruktivisme adalah tidak

terlepas dari belajar aktif dengan tujuan akhir yang bermuara pada pemecahan masalah, atau

dapat dikatakan bahwa pembelajaran dalam pandangan konstruktivisme adalah pemecahan

masalah; bukan hanya pemecahan masalah bagi siswa, tetapi juga memecahkan masalah

guru.

Berkaitan dengan pembelajaran, Vygotsky mengemukakan empat prinsip seperti yang

dikutip oleh (Slavin, 2000: 256) yaitu:

1.      Pembelajaran sosial (social leaning).

Page 7: gabungan konstruktivisme

Pendekatan pembelajaran yang dipandang sesuai adalah pembelajaran kooperatif. Vygotsky

menyatakan bahwa siswa belajar melalui interaksi bersama dengan orang dewasa atau teman

yang lebih cakap;

2.      ZPD (zone of proximal development).

Bahwa siswa akan dapat mempelajari konsep-konsep dengan baik jika berada dalam ZPD.

Siswa bekerja dalam ZPD jika siswa tidak dapat memecahkan masalah sendiri, tetapi dapat

memecahkan masalah itu setelah mendapat bantuan orang dewasa atau temannya (peer);

Bantuan atau support dimaksud agar si anak mampu untuk mengerjakan tugas-tugas atau

soal-soal yang lebih tinggi tingkat kerumitannya dari pada tingkat perkembangan kognitif si

anak.

3.      Masa Magang Kognitif (cognitif apprenticeship).

Suatu proses yang menjadikan siswa sedikit demi sedikit memperoleh kecakapan intelektual

melalui interaksi dengan orang yang lebih ahli, orang dewasa, atau teman yang lebih pandai;

4.      Pembelajaran Termediasi (mediated learning).

Vygostky menekankan pada scaffolding. Siswa diberi masalah yang kompleks, sulit, dan

realistik, dan kemudian diberi bantuan secukupnya dalam memecahkan masalah siswa.

Sedangkan Ratumanan (2004:45) menguraikan 5 prinsip-prinsip kunci teori

Konstruktivisme oleh Vygotsky:

1. Penekanan pada hakekat sosiokultural belajar. ygotsky menekankan pentingnya

peranan lingkungan kebudayaan dan interaksi sosial dalam perkembangan sifat-sifat

dan tipe-tipe manusia. Siswa sebaiknya belajar melalui interaksi dengan orang dewasa

dan teman sebaya yang lebih mampu. Interaksi sosial ini memacu terbentuknya ide

baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa. Menurut Vygotsky  fungsi

kognitif manusia berasal dari interaksi sosial masing-masing individu dalam konteks

budaya. Pengetahuan dan pengertian dikonstruksi bila seorang terlibat secara sosial

dalam dialog. Pembentukan makna adalah dialog antar pribadi dalam hal ini pebelajar

tidak hanya memerlukan akses pengalaman fisik tetapi juga interaksi dengan

pengalaman yang dimiliki oleh individu lain. Prinsip ini melahirkan model

pembelajaran kooperatif (cooperative learning).

2. Daerah Perkembangan Terdekat ( Zone of Proximal Development = ZPD).  Vygotsky 

yakin bahwa belajar terjadi jika anak bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang

belum dipelajari tetapi tugas-tugas tersebut masih berada dalam daerah perkembangan

Page 8: gabungan konstruktivisme

proksimal mereka. Daerah proksimal adalah tingkat perkembangan sedikit  diatas

tingkat perkembangan seseorang saat ini, artinya bahwa daerah ini adalah daerah

antara tingkat perkembangan sesungguhnya  (aktual) dan tingkat perkembangan

potensial anak. Tingkat perkembangan aktual adalah pemfungsian intelektual individu

saat ini dan kemampuan untuk mempelajari sesuatu dengan kemampuannya sendiri

(kemampuan memecahkan masalah secara mandiri), sedang tingkat perkembangan

potensial anak adalah kondisi yang dapat dicapai oleh seseorang individu dengan

bantuan orang dewasa atau melalui kerja sama dengan teman sebaya yang lebih

mampu. (kemampuan memecahkan masalah dibawah bimbingan orang dewasa atau

teman sebaya). Jadi pada saat siswa bekerja dalam daerah perkembangan terdekat

(ZPD)  mereka, tugas-tugas yang tidak dapat mereka selesaikan sendiri, akan dapat

mereka selesaikan dengan bantuan teman sebaya  atau orang dewasa. Pembelajaran di

sekolah hendaknya bekerja dalam daerah ini, menarik kemampuan-kemampuan  anak 

dengan maksud mendorong pertumbuhan seefektifnya.

3. Pemagangan kognitif. Vygotsky menekankan bahwa pemagangan kognitif  mengacu

pada proses di mana seseorang yang sedang belajar tahap demi tahap memperoleh

keahlian melalui interaksinya dengan pakar. Pakar yang dimaksud adalah orang

menguasai permasalahan yang dipelajari, jadi dapat berupa orang dewasa atau teman

sebaya. Dalam konteks koperatif, siswa yang lebih pandai dalam kelompoknya dapat

merupakan pakar bagi teman-teman dalam kelompok tersebut.

4. Perancahan (Scaffolding). Perancahan (scaffolding) mengacu kepada pemberian

sejumlah bantuan oleh teman sebaya atau orang dewasa yang berkompeten kepada

anak. Menurut Slavin (Ratumanan, 2004:47) scaffolding berarti memberikan kepada

anak sejumlah besar dukungan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian

mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil

tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia mampu melakukan tugas

tersebut secara mandiri. Bantuan yang diberikan pembelajar dapat berupa petunjuk,

peringatan, dorongan, menguraikan masalah dalam bentuk lain yang memungkinkan

siswa dapat mandiri. Vygotsky mengemukakan tiga kategori pencapaian siswa dalam

upayanya memecahkan permasalahan, yaitu (1) siswa mencapai keberhasilan dengan

baik, (2) siswa mencapai keberhasilan dengan bantuan, (3) siswa gagal dalam meraih

keberhasilan. Scaffolding, berarti upaya pembelajar untuk membimbing siswa dalam

Page 9: gabungan konstruktivisme

upayanya mencapai keberhasilan. Dorongan guru sangat dibutuhkan agar pencapaian

siswa ke jenjang lebih tinggi menjadi optimum. Prinsip ini melahirkan metode 

penemuan terbimbing dalam pembelajaran.

5. Bergumam (Private Speech). Berguman adalah berbicara dengan diri sendiri atau

berbicara dalam hati untuk tujuan membimbing dan mengarahkan diri sendiri.

Menurut Vygotsky private speech dapat memperkuat interaksi sosial anak dengan

orang lain. Private speech dapat dilihat pada seorang anak yang dihadapkan pada

suatu masalah dalam sebuah ruangan di mana terdapat orang lain, biasanya orang

dewasa. Anak kelihatannya berbicara pada dirinya sendiri mengenai masalah tertentu,

tetapi pembicaraanya diarahkan pada orang dewasa. Private speech kemudian

dihalangi, tertangkap dan ditransformasikan ke dalam proses berfikir.

Ratumanan (2004:49) mengemukakan bahwa bahasa memiliki makna untuk

menyatakan ide-ide dan menyampaikan pertanyaan. Bahasa juga memberikan kategori-

kategori dan konsep-konsep untuk berfikir. Ketika kita mempertimbangkan suatu masalah,

kita biasanya berfikir dalam kata-kata dan bagian kalimat-kalimat.

Inti teori Vigotsky adalah menekankan interaksi antara aspek internal dan eksternal

dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan sosial pembelajaran. Menurut teori

Vigotsky, fungsi kognitif manusia berasal dari interaksi social masing-masing individu dalam

konteks budaya. Vigotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa bekerja

menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas tersebut masih dalam

jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam zona of proximal development

mereka.

B.     Rancangan Pembelajaran Konstruktivistik Vygotsky

Berdasarkan teori Vygotsky yang telah dikemukakan di atas maka pembelajaran dapat

dirancang/didesain dalam model pembelajaran konstruktivis di kelas sebagai berikut:

1.      Identifikasi prior knowledge dan miskonsepsi.

Identifikasi awal terhadap gagasan intuitif yang mereka miliki terhadap lingkungannya

dijaring untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan akan munculnya miskonsepsi yang

menghinggapi struktur kognitif siswa. Identifikasi ini dilakukan dengan tes awal, interview

2.      Penyusunan program pembelajaran.

Program pembelajaran dijabarkan dalam bentuk satuan pelajaran.

Page 10: gabungan konstruktivisme

3.       Orientasi dan elicitasi,

Situasi pembelajaran yang kondusif dan mengasyikkan sangatlah perlu diciptakan pada awal-

awal pembelajaran untuk membangkitkan minat mereka terhadap topik yang akan dibahas.

Siswa dituntun agar mereka

mau mengemukakan gagasan intuitifnya sebanyak mungkin tentang

gejala-gejala fisika yang mereka amati dalam lingkungan hidupnya seharihari. Pengungkapan

gagasan tersebut dapat memalui diskusi, menulis, ilustrasi gambar dan sebagainya. Gagasan-

gagasan tersebut kemudian dipertimbangkan bersama. Suasana pembelajaran dibuat santai

dan tidak menakutkan agar siswa tidak khawatir dicemooh dan ditertawakan bila gagasan-

gagasannya salah. Guru harus menahan diri untuk tidak menghakiminya. Kebenaran akan

gagasan siswa akan terjawab dan terungkap dengan sendirinya melalui penalarannya dalam

tahap konflik kognitif.

4.      Refleksi.

Dalam tahap ini, berbagai macam gagasan-gagasan yang bersifatmiskonsepsi yang muncul

pada tahap orientasi dan elicitasi direflesikan dengan miskonsepsi yang telah dijaring pada

tahap awal. Miskonsepsi ini diklasifikasi berdasarkan tingkat kesalahan dan

kekonsistenannya untuk memudahkan merestrukturisasikannya.

5.      Resrtukturisasi ide, berupa:

a.  tantangan, siswa diberikan pertanyaan-pertanyaan tentang gejala-gejala yang kemudian dapat

diperagakan atau diselidiki dalam praktikum. Mereka diminta untuk meramalkan hasil

percobaan dan memberikan alasan untuk mendukung ramalannya itu.

b.  konflik kognitif dan diskusi kelas. Siswa akan daapt melihat sendiri apakah ramalan mereka

benar atau salah. Mereka didorong untuk menguji keyakinan dengan melakukan percobaan.

Bila ramalan mereka meleset, mereka akan mengalami konflik kognitif dan mulai tidak puas

dengan gagasan mereka. Kemudian mereka didorong untuk memikirkan penjelasan paling

sederhana yang dapat menerangkan sebanyak mungkin gejala yang telah mereka lihat. Usaha

untuk mencari penjelasan ini dilakukan dengan proses konfrontasi melalui diskusi dengan

teman atau guru yang pada kapasistasnya sebagai fasilitator dan mediator.

c.  membangun ulang kerangka konseptual. Siswa dituntun untuk menemukan sendiri bahwa

konsep-konsep yang baru itu memiliki konsistensi internal. Menunjukkan bahwa konsep

ilmiah yang baru itu

d.     memiliki keunggulan dari gagasan yang lama.

6.      Aplikasi. Menyakinkan siswa akan manfaat untuk beralih konsepsi dari miskonsepsi menuju

konsepsi ilmiah. Menganjurkan mereka untuk menerapkan konsep ilmiahnya tersebut dalam

Page 11: gabungan konstruktivisme

berbagai macam situasi untuk memecahkan masalah yang instruktif dan kemudia menguji

penyelesaian secara empiris. Mereka akan mampu membandingkan secara eksplisit

miskonsepsi mereka dengan penjelasa secara keilmuan.

7.     Review dilakukan untuk meninjau keberhasilan strategi pembelajaran yang telah berlangsung

dalam upaya mereduksi miskonsepsi yang muncul pada awal pembelajaran. Revisi terhadap

strategi pembelajaran dilakukan bila miskonsepsi yang muncul kembali bersifat sangar

resisten. Hal ini penting dilakukan agar miskonsepsi yang resisten tersebut tidak selamanya

menghinggapi struktur kognitif, yang pada akhirnya akan bermuara pada kesulitan belajar

dan rendahnya prestasi siswa bersangkutan.

3.     Implikasi Paradigma Konstruktivisme Dalam Pembelajaran

a. Setiap guru akan pernah mengalami bahwa suatu materi telah dibahas dengan jelas-

jelasnya namun masih ada sebagian siswa yang belum mengerti ataupun tidak mengerti

materi yang diajarkan sama sekali. Hal ini menunjukkan bahwa seorang guru dapat

mengajar suatu materi kepada sisiwa dengan baik, namun seluruh atau sebagian siswanya

tidak belajar sama sekali. Usaha keras seorang guru dalam mengajar tidak harus diikuti

dengan hasil yang baik pada siswanya. Karena, hanya dengan usaha yangkeras para sisiwa

sedirilah para siswa akan betul-betul memahami suatu materi yang diajarkan.

b.Tugas setiap guru dalam memfasilitasi siswanya, sehingga pengetahuan materi yang

dibangun atau dikonstruksi para siswa sendirisan bukan ditanamkan oleh guru. Para siswa

harus dapat secara aktif mengasimilasikan dan mengakomodasi pengalaman baru kedalam

kerangka kognitifnya

c. Untuk mengajar dengan baik, guru harus memahami model-model mental yang digunakan

para siswa untuk mengenal dunia mereka dan penalaran yang dikembangkandan yang

dibuat para sisiwa untuk mendukung model-model itu.

d. Siswa perlu mengkonstruksi pemahaman yang mereka sendiri untuk masing-masing

konsep materi sehingga guru dalam mengajar bukannya “menguliahi”, menerangkan atau

upaya-upaya sejenis untuk memindahkan pengetahuan pada siswa tetapi menciptakan

Page 12: gabungan konstruktivisme

situasi bagi siswa yang membantu perkembangan mereka membuat konstruksi-konstruksi

mental yang diperlukan.

e. Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadisituasi yang memungkinkan

pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik.

f. Latihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan

menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari.

g.Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai

dengan dirinya. Guru hanya sebagai fasilitator, mediator, dan teman yang membuat situasi

kondusif untuk terjadinya konstruksi engetahuan pada diri peserta didik.

4. Kelebihan dan Kekurangan Konstruktivisme

a. Kelebihan

Murid berfikir untuk menyelesaikan masalah, menjana idea dan membuat

keputusan. Faham kerana murid terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan baru,

mereka akan lebih faham dan boleh mengapliksikannya dalam semua situasi. Selian itu

murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep.

Kemahiran sosial diperoleh apabila berinteraksi dengan rekan dan guru dalam

membina pengetahuan baru; Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung

jawab siswa itu sendiri; Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan

pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya; Membantu siswa untuk mengembangkan

pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap; Mengembangkan kemampuan siswa

untuk menjadi pemikir yang mandiri; Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana

belajar itu.

b.Kelemahan

Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat dalam proses

belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik itu sepertinya kurang begitu mendukung;

siswa berbeda persepsi satu dengan yang lainnya.

Page 13: gabungan konstruktivisme

Hudoyo (1998:7) menjelaskan sebagai implikasi dari pandangan konstruktivistik dalam

pembelajaran, ada beberapa hal yang terkait dengan lingkungan belajar yang perlu

diupayakan, yakni:

1. Menyediakan pengalaman belajar dengan mengaitkan pengetahuan yang telah

dimiliki siswa sedemikian rupa sehingga belajar melalui proses pembentukan

pengetahuan;

2. Menyediakan berbagai alternatif pengalaman belajar, tidak semua mengerjakan tugas

yang sama, misalnya suatu masalah dapat diselesaikan dengan berbagai cara;

3. Mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi yang realistik dan relevan dengan

melibatkan pengalaman konkret dalam kehidupan sehari-hari;

4. Mengintegrasikan pembelajaran sehingga memungkinkan terjadinya transmisi sosial

yaitu terjadinya interaksi dan kerjasama seseorang dengan orang lain atau dengan

lingkungannya;

5. Memanfaatkan berbagai media termasuk komunikasi lisan dan tertulis sehingga

pembelajaran menjadi lebih efektif;

6. Melibatkan siswa secara emosional dan sosial sehingga matematika menjadi menarik

dan iswa mau belajar.

Robert E. Yager (1991) mengemukakan tahap pembelajaran dengan pendekatan

konstruktivisme terdiri dari 4 tahap, yaitu tahap invitasi, eksplorasi, pengajuan eksplanasi dan

solusi, dan pelaksanaan tindakan.

1. Invitasi diperlukan untuk mengidentifikasi konsepsi awal siswa sebelum pelaksanaan

pembelajaran dilakukan. Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan berikut:

mengamati keingintahuan siswa, siswa menjawab pertanyaan, mempertimbangkan

kemungkinan jawaban pertanyaan, mencatat hal-hal yang tidak diperkirakan, dan

mengenali situasi yang diharapkan siswa.

2. Eksplorasi adalah tahap pelaksanaan pembelajaran dengan melibatkan siswa secara

aktif menggali informasi-informasi baru. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan

pada tahap eksplorasi adalah: mengajak siswa untuk fokus pada pembelajaran,

Page 14: gabungan konstruktivisme

mendiskusikan alternative alternatif kemungkinan, mencari informasi, melakukan

percobaan dengan alat dan bahan yang ada, mengamati gejala-gejala khusus,

merancang model, mengumpulkan dan mengolah data, menggunakan strategi-strategi

penyelesaian masalah, memilih sumbersumber yang tepat, mendiskusikan solusi

dengan yang lain, merancang dan melaksanakan percobaan, ikut serta dalam diskusi,

mengenali resiko dan konsekwensi-konsekwensi yang timbul, menentukan parameter

suatu penyelidikan, menganalisis data dan sebagainya.

3. Pengajuan eksplanasi dan solusi merupakan tahap diskusi yang dilakukan di antara

siswa, baik secara individu maupun secara kelompok. Kegiatan diskusi ini juga dapat

berlangsung dengan guru yang bersangkutan. Kegiatan-kegiatan yang terjadi pada

tahap pengajuan eksplanasi (penjelasan) dan solusi (penyelesaian) adalah:

mengkomunikasikan informasi dan ide-ide, membangun dan menjelaskan model,

membangun penjelasan baru, mereview dan mengupas penyelesaian, menggunakan

evaluasi kolompok, memasang jawaban jawaban atau solusi-solusi, menentukan

penutup yang sesuai, dan memadukan solusi dengan pengetahuan dan pengalaman.

4. Taking action atau tahap pengambilan tindakan merupakan tahap akhir pembelajaran,

pada tahap ini siswa merumuskan hasil eksplorasi dan diskusinya. Pada tahap ini juga

diberikan evaluasi dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru,

baik secara lisan maupun sacara tulisan. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan pada

tahap taking action adalah: membuat keputusan, menggunakan pengetahuan dan

keterampilan, mentransfer pengetahuan dan keterampilan, berbagi informasi dan ide-

ide, menjawab pertanyaan baru, dan mengembangkan hasil dan ide-ide.