Upload
vanlien
View
242
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
GAMBARAN PERSEPSI FAKTOR RISIKO JATUH PADA
LANSIA DI PANTI WERDHA BUDI MULIA 4 MARGAGUNA
JAKARTA SELATAN
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Keperawatan (S.Kep)
OLEH:
PERMATA HIDAYAT ASHAR
NIM: 1111104000023
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016 M/1437 H
ii
iii
iv
v
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Permata Hidayat Ashar
Tempat/TglLahir : Payakumbuh, 12 Mei 1993
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Status : Belum Menikah
Alamat : Jalan Tanjung Gadang no.4 RT 06 RW 08 Payakumbuh Barat
Riwayat Pendidikan
1. SD :SD Negri 26 Bunian Payakumbuh
2. SMP :SMP Islam Raudhatul Jannah Payakumbuh
3. SMA :SMA Negri 3 Payakumbuh
4. PT :S1 Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Jakarta
Pengalaman Organisasi
1. Ketua Osis SMP Islam Raudhatul Jannah Payakumbuh (2005-2006)
2. PASKIBRAKA Payakumbuh Sumatera Barat (2009)
3. Ketua Tim Yamaha Ecoyouth SMA Negri 3 Payakumbuh (2010)
4. Anggota Departemen Kebudayaan dan Olahraga BEM PSIK (2012-2013)
vii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM OF
NURSING
Thesis, January 2016
Permata Hidayat Ashar, NIM: 1111104000023
Descripyion of Fall Risk Factors Perception in Elderly at Social Home Tresna Werdha
Budi Mulia 4 Margaguna South Jakarta.
(xxi+81Halaman+9Tabel+ 2Gambar+6Lampiran)
ABSTRACT
Elderly is the final stage of human growth, the moment one enters the stage of the elderly, they
will undergo a variety of changes that cause risk of falling. The risk of falls in the elderly in
addition influenced by internal factors in the elderly, the risk of falling is also influenced by
extrinsic factors that exist around the elderly. The purpose of this study is to describe the risk of
falls in the elderly in Tresna Elderly Social Institution (PSTW) Budi Mulia 03 Margaguna
South Jakarta. This type of research is a quantitative study with a descriptive approach to 38
respondents elderly. Data collected by using a questionnaire risk factors for falls in the elderly.
The result are, client with cardiovascular deseas 71,1% had risk of falls. Client with
movement disability 50% had risk of falls. Client with nerve deseas 68,4% had risk of
falls. Client with visual disability 63,2% had risk of falls. Client with hearing disability
50% had risk of falls. Client thats wear walker, 42,1% had risk for fall. Client with
insecure environtment, 81,6% had for fall. Client with problem in daily activity, 73,7%
had risk for fall. Client with previous disease 50% had risk for fall. The result is expected
to be a reference for developing a prevention program falls in the elderly who are at risk of
falling.
Keywords: Elderly, Fall risk, Intrinsic Factor, Ektsrinsic Factor
Reading List: 93(1998-2015)
viii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU
KEPERAWATAN
Skripsi, Januari2016
Permata Hidayat Ashar, NIM:1111104000023
GAMBARAN PERSEPSI FAKTOR RISIKO JATUH PADA LANSIA DI PANTI
SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI MULIA 4 MARGAGUNA JAKARTA SELATAN
(xxi+81Halaman+9Tabel+ 2Gambar+6Lampiran)
ABSTRAK
Lansia merupakan tahap akhir pertumbuhan manusia, saat seseorang memasuki tahap lansia
maka mereka akan mengalami berbagai perubahan yang menyebabkannya beresiko
mengalami jatuh. Resiko jatuh pada lansia selain dipengaruhi oleh faktor internal pada lansia,
resiko jatuh juga dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik yang ada disekitar lansia. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran resiko jatuh pada lansia di Panti Sosial
Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan. Jenis penelitian adalah
penelitian kuantitatif dengan pendekatan deskriptif pada 38 responden lansia.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner faktor resiko jatuh pada lansia.
Hasil penelitian didapatkan klien dengan masalah jantung 71,1% beresiko jatuh. Klien
dengan gangguan anggota gerak 50% beresiko jatuh. Klien dengan gangguan syaraf
68,4% beresiko jatuh. Klien dengan gangguan penglihatan 63,2% beresiko jatuh. Klien
dengan gangguan pedengaran 50% beresiko jatuh. Klien yang menggunakan alat bantu
jalan 18,4% beresiko jatuH. Klien yang menilai lingkungannya tidak aman 81,6%
beresiko jatuh. Klien yang tidak melakukan kegiatan aktivitas 73,7% beresiko jatuh.
Klien yang memiliki riwayat penyakit 50% beresiko jatuh. Hasil penelitian ini diharapkan
menjadi acuan untuk mengembangkan program pencegahan jatuh pada lansia yang
beresiko jatuh di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 03 Margaguna Jakarta
Selatan .
Kata kunci: Lansia, Resiko Jatuh, Faktor Intrinsik, Faktor Eksrinsik
Daftar Bacaan: 93(1998-2015)
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah Subhanahuwata’ala, kita memuji, meminta pertolongan
dan memohon pengampunan kepada-Nya, dan kita berlindung kepada Allah dari keburukan
diri dan kejahatan amal perbuatan kita. Aku bersaksi tidak ada Dzat yang berhak diibadahi
kecuali Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu Rasulullah Shollallahu ‘alaihi
wasalam.
Atas berkat rahmat, karunia, dan ridha-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Gambaran Persepsi Faktor Risiko Jatuh Pada Lansia di Panti Werdha Budi
Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan”.
Skripsi ini disusun sebagaimana untuk memenuhi salah satu syarat guna mencapai gelar
Sarjana Keperawatan (S.Kep) UIN Jakarta serta menerapkan dan mengembangkan teori-teori
yang penulis peroleh selama kuliah.
Penulis telah berusaha untuk menyajikan suatu tulisan ilmiah yang rapi dan sistematik
sehingga mudah dipahami oleh pembaca. Penulis menyadari bahwa penyajian skripsi ini jauh
dari sempurna. Hal ini disebabkan masih terbatasnya pengetahuan, pengalaman, dan
kemampuan penulis dalam melihat fakta, memecahkan masalah yang ada, serta
mengeluarkan gagasan ataupun saran-saran. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang
berguna untuk menyempurnakan skripsi ini akan penulis terima dengan hati terbuka dan rasa
terima kasih.
x
Sesungguhnya banyak pihak yang telah memberikan dorongan dan bantuan yang tak
terhingga nilainya hingga skripsi ini dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya. Penulis
ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Orang tuaku, Bunda Asma Murni dan Ayah Harmolis yang telah mendidik, mencurahkan
semua kasih sayang tiada tara, mendo’akan keberhasilan penulis, serta memberikan
bantuan baik moril maupun materil kepada penulis selama proses menyelesaikan proposal
skripsi ini. Tak lupa Abangku Berlian, Kakakku Intan dan Adikku Arif, Taufik, Agung,
dan seluruh keluargaku yang selalu memberikan semangat tanpa pamrih.
2. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Maulina Handayani, S.Kp, M.Sc, selaku Ketua Program Studi dan Ibu Ernawati, S.Kp,
M.Kep, Sp.KMB selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Ns. Uswatun Khasanah, MNS dan Ibu Maftuhah, M.Kep, Ph.D selaku Dosen
Pembimbing, terima kasih sebesar-besarnya untuk beliau yang telah meluangkan waktu
serta memberi arahan dan bimbingan dengan sabar kepada penulis selama proses
pembuatan skripsi ini.
5. Ibu Nia Damiaty, S.Kp, MNS selaku Dosen Pembimbing Akademik, terima kasih sebesar-
besarnya untuk beliau yang telah membimbing dan memberi motivasi selama 4 tahun
duduk di bangku kuliah.
6. Bapak / Ibu dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis serta
seluruh staf dan karyawan di lingkungan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
xi
7. Segenap Staf Pengajar dan karyawan di lingkungan Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah memberikan ilmunya kepada saya selama duduk di bangku kuliah.
8. Seluruh Lansia di panti werdha budi mulia 4 margaguna yang bersedia menjadi responden
dalam penelitian ini.
9. Sahabat tercinta, di Saung Bunin, Iqbal, Ilzam, Alfian, Gilang, Rizal, Syahir, Azmi, Andi,
Anjay, Diza, Audy, dan Trisna yang selalu menyemangati, menghibur, membantu serta
memberi referensi terbaik bagi penelitian ini dan terkhusus untuk Centia Sari Yusuf yang
selalu memberikan motivasi, menemani serta memberi arahan terbaik demi terselesainya
penelitian ini.
10. Teman-teman PSIK 2011, yang telah berjuang bersama selama 4 tahun di bangku kuliah
ini dan memotivasi dalam mencapai cita -cita.
Pada akhirnya penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna,
namun penulis harapkan semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya.
Ciputat, Januari 2016
Permata Hidayat Ashar
xii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ................................................................................................................... i
Surat Pernyataan ................................................................................................................ ii
Surat Pengesahan ............................................................................................................... iii
Pernyataan Persetujuan ...................................................................................................... iv
Surat Pengesahan ............................................................................................................... v
Daftar Riwayat Hidup ........................................................................................................ vi
Abstract .............................................................................................................................. vii
Abstrak ............................................................................................................................... viii
Kata Pengantar ................................................................................................................... ix
Daftar Isi ............................................................................................................................ xii
Daftar Tabel ........................................................................................................................ xiv
Daftar Gambar dan Bagan .................................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ...................................................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian .................................................................................................... 6
E. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................................ 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Populasi Berisiko ...................................................................................................... 8
B. Lanjut Usia ............................................................................................................... 11
C. Jatuh .......................................................................................................................... 16
D. Kerangka Teori ......................................................................................................... 30
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep ..................................................................................................... 31
B. Definisi Operasional ................................................................................................. 32
BAB IV METODELOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian ...................................................................................................... 34
B. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................................. 34
C. Populasi dan Sampel ................................................................................................. 35
xiii
D. Alat Pengumpul Data ............................................................................................... 36
E. Uji Validitas dan Realibilitas .................................................................................... 38
F. Langkah Pengumpulan Data .................................................................................... 39
G. Etika Penelitian ........................................................................................................ 40
H. Pengolahan Data ....................................................................................................... 42
I. Analisis Data .............................................................................................................. 43
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Tempat Penelitian ....................................................................... 44
B. Analisis Univariat ..................................................................................................... 45
BAB VI KERANGKA KONSEP DANDEFINISI OPERASIONAL
A. Gambaran Faktor Intrinsik Risiko Jatuh .................................................................. 50
B. Gambaran Faktor Ektrinsik Risiko Jatuh ................................................................. 55
C. Gambaran Faktor Situasional Risiko Jatuh .............................................................. 56
D. Keterbatasan Penelitian ............................................................................................ 57
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulam ............................................................................................................. 59
B. Saran ......................................................................................................................... 60
Daftar Pustaka
xiv
DAFTAR TABEL
No. Tabel
Tabel 5.1 Distribusi Jenis Kelamin dan Umur Responden.......................................45
Tabel 5.2 Gambaran Gangguan Jantung...................................................................46
Tabel 5.3 Gambaran Gangguan Anggota Gerak.......................................................46
Tabel 5.4 Gambaran Gangguan Sistem Saraf...........................................................46
Tabel 5.5 Gambaran Gangguan Penglihatan.............................................................47
Tabel 5.6 Gambaran Gangguan Pendengaran...........................................................47
Tabel 5.7 Gambaran Alat Bantu Berjalan.................................................................48
Tabel 5.8 Gambaran Lingkungan.............................................................................48
Tabel 5.9 Gambaran Aktivitas..................................................................................49
Tabel 5.10 Gambaran Riwayat Penyakit....................................................................49
xv
DAFTAR GAMBAR DAN BAGAN
Gambar 2.1 Kerangka Teori...........................................................................................30
Gambar 3.1 Kerangka Konsep.......................................................................................31
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi secara
alami di dalam kehidupan manusia. Menurut WHO dalam Health in South
East-Asia tahun 2010, proporsi penduduk tua dalam populasi mengalami
perkembangan yang sangat cepat terlebih pada Negara di kawasan Asia
Tenggara. Indonesia sebagai salah satu negara yang berada di kawasan Asia
Tenggara, memiliki riwayat peningkatan jumlah lansia yang signifikan
seiring dengan peningkatan kualitas kesehatan yang berdampak pada
peningkatan angka harapan hidup yakni sebesar 14 juta jiwa lansia sejak
tahun 1971 hingga tahun 2009 (Komnas Lansia, 2010).
Hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2009, jumlah
penduduk lansia di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 19,32 juta orang
(8,37%) dari total seluruh penduduk Indonesia. Dibandingkan dengan tahun
sebelumnya, terjadi peningkatan jumlah penduduk lansia dimana pada tahun
2005 jumlah penduduk lansia sebesar 16,80 juta orang. Angka ini naik
menjadi 18,96 juta orang pada tahun 2007, dan menjadi 19,32 juta orang
pada tahun 2009. Propinsi yang menjadi peringkat pertama dengan proporsi
penduduk lansia tertinggi ditempati oleh Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta (14,02%) kemudian diikuti oleh propinsi lainnya.
2
Memasuki usia tua akan mengalami kondisi kemunduran fisik yang
ditandai dengan kulit mengendur, rambut memutih, gigi ompong,
pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk,gerakan lambat,
dan gerakan tubuh yang tidak proporsional. Selain itu lansia juga akan
mengalami kemunduran kemampuan kognitif, serta psikologis, artinya
lansia mengalami perkembangan dalam bentuk perubahan-perubahan yang
mengarah padaperubahan yang negatif. Akibatnya perubahan fisik lansia
akan mengalami gangguan mobilitas fisik yang akan membatasi
kemandirian lansia dalam memenuhi aktifitas sehari-hari (Nugroho, 2000).
Salah satu masalah fisik yang dapat mengakibatkan kecacatan atau
kematian yang sering terjadi pada lansia yang harus dicegah dan perlu
mendapatkan perhatian dari masyarakat keperawatan adalah jatuh,sebab
kecelakaan dan jatuh merupakan masalah yang sering menyebabkan
kecacatan, cidera, depresi, dan cidera fisik terhadap lansia, karena
bertambahnya usia kondisi fisik, mental, dan fungsi tubuh pun menurun
(Nugroho, 2012).Penelitian yang dilaksanakan di Pelayanan lansia di Veresa
Italia pada 1 Juli 2004 sampai 31 Desember 2007 terhadap 293 lansia,
terjadi kasus jatuh sebanyak 695 kali dimana pada wanita sebanyak 221
orang (75,4%) dan 72 pria (24,6%) , serta 133 (45,4%) orang yang telah
mengalami jatuh sebelumnya, penelitian ini juga menggambarkan bahwa
pada 152 lansia jatuh tidak mengalami cidera sedangkan 141 lainnya
mengalami cidera. Cidera yang terjadi meliputi cidera ringan sebanyak 95
orang serta cidera berat sebanyak 46 orang (Baranzini et al, 2004).
3
Berdasarkan survei masyarakat di Amerika Serikat didapatkan sekitar
30 % lansia umur lebih dari 65 tahun jatuh setiap tahunnya. Separuh dari
angka tersebut mengalami jatuh berulang. Insiden jatuh di masyarakat
Amerika Serikat pada umur lebih dari 65 tahun sebanyak 1800 kejadian per-
tahun yang menyebabkan kematian (Centers for Disease Control and
Prevention, CDC, 2014). Penelitian yang dlaksanakan di Iran pada tahun
2010-2011 terhadap 180 lansia menunjukkan angka kejadian jatuh pada
lansia di empat puluh pelayanan lansia, dua kali atau lebih selama satu tahun
(Salehi et al, 2014). Di Indonesia terdapat Insiden jatuh, tercatat dari 115
penghuni panti sebanyak 30 lansia atau sekitar 43.47% mengalami jatuh
(Darmojo, 2004).
Faktor resiko yang menyebabkan jatuh pada lansia terbagi menjadi 2
bagian, yaitu yang pertama berdasarkan Faktor instrinsik, faktor ini
menggambarkan variabel-variabel yang menentukan mengapa seseorang
dapat jatuh pada waktu tertentu dan orang lain dalam kondisi yang sama
mungkin tidak jatuh (Stanley, 2006). Faktor intrinsik tersebut antara lain
adalah gangguan muskuloskeletal misalnya menyebabkan gangguan gaya
berjalan, kelemahan ekstremitas bawah, kekakuan sendi, sinkop yaitu
kehilangan kesadaran secara tiba-tiba yang disebabkan oleh berkurangnya
aliran darah ke otak dengan gejala lemah, penglihatan gelap, keringat
dingin, pucat dan pusing (Lumbantobing, 2004). Kedua berdasarkan faktor
ekstrinsik, faktor ini merupakan faktor dari luar (lingkungan sekitarnya)
diantaranya cahaya ruangan yang kurang terang, lantai yang licin,
tersandung benda-benda, tempat berpegangan yang tidak kuat, tidak stabil,
4
atau tergeletak di bawah, tempat tidur atau WC yang rendah atau jongkok,
obat-obatan yang diminum dan alat-alat bantu berjalan (Maryam, 2010).
Hasil penelitian yang dilakukan Ediawati (2012), tentang “Gambaran
tingkat kemandirian Activity Of Daily Living (ADL) dengan risiko jatuh
pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Mulia Jakarta Timur”
menunjukkan lansia yang memiliki tingkat kemandirian sekitar (97,9%)
dalam melakukan ADL pada indeks katz dan risiko jatuh sekitar (44,1%)
pada skala morse falls.
Studi pendahuluan telah dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha
Budi Mulia 4 Margaguna, terdapat 208 penghuni lansia yang terdiri dari 69
orang berjenis kelamin laki-laki dan 139 orang berjenis kelamin perempuan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala panti Sosial Tresna Werdha
Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan pada tanggal 6 April 2015, terdata
67 orang lansia penghuni yang berisiko tinggi untuk jatuh dan dalam
sebulan terakhir terdapat 3 kejadian jatuh pada lansia wanita di panti
tersebut. Observasi lingkungan telah dilakukan di semua area yang ada di
panti seperti area kamar tidur, kamar mandi, aula, taman, mushalla,
lapangan olahraga dan lainnya dan didapatkan beberapa aspek yang dapat
menyebabkan risiko jatuh pada lansia yakni tidak adanya pembatas pada
kasur, beberapa lantai yang tidak rata dan lantai keramik yang retak atau
pecah.
Oleh karena itu, perawat komunitas sebagai profesi kesehatan yang
dekat dengan lansia di komunitas memiliki peran besar dalam mencegah
5
kejadian jatuh dengan mengetahui faktor-faktor yang dapat menyebabkan
jatuh terhadap lansia. Setelah faktor-faktor tersebut teridentifikasi, perawat
dapat berperan sebagai edukator, konselor, motivator serta merancang
program untuk meminimalisir kejadian jatuh di suatu komunitas lansia
sehingga berdampak pada peningkatan angka kesehatan terhadap lansia.
Hasil pemaparan studi pendahuluan dan beberapa hasil literature
riview dari beberapa jurnal penelitian diatas peniliti tertarik untuk meneliti
“Gambaran Persepsi Tentang Faktor Risiko Jatuh pada Lansia di Panti
Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, data tentang kejadian jatuh di dunia dan
di Indonesia tinggi. Kejadian jatuh pada lansia dapat disebabkan oleh faktor
intrinsic, faktor ektrinsik dan faktor situasional. Apabila tidak dicegah bagi
lansia yang beresiko mengalami jatuh, maka lansia tersebut dapat
mengalami cidera, disabilitas bahkan kematian.
Hasil studi pendahuluan diatas, kejadian jatuh di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulia 4 Margaguna cukup tinggi yaitu 3 lansia dalam 1 bulan
terakhir dan terdapat 67 lansia berisiko mengalami jatuh. Akibat dari
kejadian jatuh tersebut juga menyebabkan lansia tidak dapat berjalan, efek
lainnya juga dapat menurunkan kualitas hidup lansia tersebut. Di Panti
Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna belum terdapat program
khusus dalam pencegahan jatuh, hanya ada seminggu sekali program senam
lansia yang merupakan salah satu jenis aktivitas fisik.
6
Dari uraian dalam latar belakang diatas, maka rumusan masalah
penelitian ini adalah “Bagaimana gambaran persepsi tentang faktor risiko
jatuh pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna
Jakarta Selatan?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umun
Untuk mengetahui gambaran persepsi tentang faktor risiko jatuh pada
lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta
Selatan.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus pada penelitian ini adalah:
a. Menggambarkan persepsi tentang faktor intrinsik risiko jatuh pada
lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta
Selatan.
b. Menggambarkan persepsi tentang faktor ekstrinsik risiko jatuh pada
lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta
Selatan.
c. Menggambarkan persepsi tentang faktor situasional risiko jatuh pada
lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta
Selatan.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pendidikan Keperawatan
7
Hasil penelitian ini dapat sebagai masukan dan tambahan ilmu bagi
profesi keperawatan di seputar lanjut usia dalam hal faktor–faktor yang
berhubungan dengan kejadian jatuh terhadap lansia.
2. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi berguna untuk masyarakat
khususnya masyarakat yang mempunyai anggota keluarga lanjut usia
agar mengetahui dan mencegah faktor–faktor yang dapat mengakibatkan
kejadian jatuh terhadap lansia.
3. Bagi Panti Sosial Tresna Werdha
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi
petugas Panti Sosial Tresna Wherda dalam mengkaji, menganalisis serta
mengatasi faktor–faktor yang dapat mengakibatkan kejadian jatuh
terhadap lansia.
4. Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi atau gambaran untuk
pengembangan penelitian selanjutnya.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif yang tujuannya
untuk memperoleh informasi tentang gambaran faktor-faktor yang
berhubungan dengan risiko jatuh pada lansia. Pengumpulan data dilakukan
dengan menyebarkan kuesioner dan observasi. Informant dalam penelitian
ini adalah lanjut usia yang berada di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia
4 Margaguna dan termasuk dalam kriteria inklusi pada penelitian ini.
8
Informant pendukung adalah kepala bagian Sie Keperawatan Panti Sosial
Tresna Werdha (PSTW) dan Petugas penanggung jawab ruangan wbs
sebagai crosscheck data.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Populasi Berisiko
Populasi merupakan kumpulan orang yang memiliki karakteristik
umum personal dan lingkungan seperti umur, ras, jenis kelamin, kelas
sosial, diagnosa medis, tingkat kecacatan, paparan toksin, serta partisipasi
dalam perilaku mencari kesehatan (Maures & Smith, 2000). Definisi risiko
menurut Hanafi (2006) risiko merupakan besarnya penyimpangan antara
tingkat pengembalian yang diharapkan (expectedreturn–ER) dengan tingkat
pengembalian aktual (actual return).
Populasi berisiko adalah populasi yang memiliki faktor risiko umum
atau terpapar oleh risiko yang dapat menimbulkan ancaman kesehatan.
(Minnesota Department of Health Center for Public Health Nursing, 2003).
Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa at risk adalah
kemungkinan suatu pupulasi yang memiliki faktor risiko terkena penyakit
atau terkena peristiwa yang menyebabkan risiko sehingga memerlukan
kebutuhan atau perhatian khusus. Contoh populasi berisiko adalah lanjut
usia karena lansia memiliki faktor risiko lebih besar untuk terkena penyakit
atau keterbatasan dalam perawatan diri karena terjadi perubahan fisiologis
dan psikososial (Federal Management Agency National Response
Framework dalam North Carolina Center for Public Health Preparedness,
2010).
9
Berikut ini merupakan karakteristik dari At risk:
1. Biologi dan Usia
Pada teori biologi dikenal dengan istilah ‘pemakaian dan perusakan’
yang terjadi karena kelebihan usaha dan stress yang menyebabkan sel-sel
tubuh menjadi lelah (pemakaian). Pada teori ini juga didapatkan
terjadinya peningkatan jumlah kolagen dalam tubuh lansia, tidak ada
perlindungan terhadap radiasi, penyakit, dan kekurangan gizi (Wahjudi
Nugroho, 2000). Perubahan fisiologis terkait dengan usia misalnya
perubahan fisiologis dan psikososial yang terjadi pada lansia (Miller,
2004 & Mauk, 2010). Penuaan dalam perspektif fisiologis adalah proses
perubahan yang terjadi dalam sistem tubuh sedangkan teori biologis
menyatakan bahwa perubahan yang terjadi adalah bagaimana tubuh dapat
mempengaruhi penuaan (Stanhope & Lancaster, 2004). Perubahan
tersebut dapat mengakibatkan dampak negatif bagi kesehatan misalnya
perubahan anatomis pada sistem neurologis yang berdampak pada sistem
lainnya baik fisiologis maupun psikososial (Miller, 2004 & Mauk, 2010)
2. Sosial
a Interaksi sosial
Interaksi sosial terjadi berdasarkan atas hukum pertukaran barang
dan jasa (Maryamet al, 2008). Berbudaya sosial merupakan cara
hidup populasi dan merefleksikan perbedaan suatu kelompok
berdasarkan wilayah geografi. Lansia dengan budaya yang berbeda
10
dapat memiliki kendala bahasa yang mempengaruhi interaksi sosial
dan perawatan kesehatan (Wallace, 2008).
b Penarikan diri
Perubahan dalam hubungan sosial terjadi pada lansia seperti
menghindar dari masyarakat yang dapat menyebabkan isolasi sosial
dan depresi (Mauk, 2010).
3. Ekonomi
Perubahan ekonomi pada lansia dikaitkan dengan pensiun, pensiun
berdampak pada berkurangnya pendapatan dan behentinya karir
lansia. Lansia yang hidup sendiri memiliki status ekonomi kemiskinan
yang lebih tinggi daripada lansia yang hidup dengan pasangan. Status
ekonomi yang rendah akan mempengaruhi akses terhadap pelayanan
kesehatan sehingga dapat meningkatkan insidensi penyakit (Mauk,
2010). Lansia dengan sumber finansial yang adekuat dapat memenuhi
kebutuhan yang berhubungan dengan kesehatan (Stanhope &
Lancaster, 2004).
4. Gaya Hidup
Perubahan lansia seperti pada sistem neurologis berdampak pada
kerusakan kognitif seperti demensia yang dapat terjadi karena faktor
gaya hidup.Perubahan pada sistem kardiovaskuler seperti hipertensi
juga dapat merupakan akibat dari faktor risiko perilaku atau gaya
hidup (Wallace, 2008).
11
B. Lanjut Usia
1. Definisi
Lansia atau usia lanjut merupakan tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia (Keliat, 1999 dalam Maryam, 2010). Menua (menjadi
tua = aging) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan
yang diderita (Darmojo, 2009).
Penuaan didefinisikan secara subyektif dan obyektif. Secara subyektif
penuaan didefinisikan menurut makna dan pengalaman personal. Secara
obyektif, penuaan dihubungkan dengan lanjut usia (Miller, 2004).
Lansia juga didefinisikan sebagai orang yang kemampuan fungsionalnya
dipengaruhi oleh perubahan akibat penuaan dari faktor risiko. Definisi
lansia tidak hanya berdasarkan umur kronologis tetapi berdasarkan pada
karakteristik fisiologis dan psikososial yang dihubungkan dengan
maturitas (Miller, 2004).
2. Klasifikasi Usia
Menurut kesepakatan Depsos yang dirujuk dari berbagai lintas sektor,
penduduk lanjut usia adalah sekelompok penduduk yang berusia lebih
dari 60 tahun, sedangkan menurut Depkes penduduk usia lanjut
dikelompokkan menjadi usia prasenilis 45-59 tahun, usia lanjut 60 tahun
ke atas. Kelompok usia risiko tinggi 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun
ke atas dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2009).
12
Berikut ini merupakan pengelompokan usia lansia:
a. Menurut Departemen Kesehatan:
1) Kelompok Pertengahan Umur
Kelompok usia dalam masa virilitas, yaitu masa persiapan usia
lanjut yang menampakan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa
(45-59 tahun).
2) Kelompok Usia Lanjut Dini
Kelompok dalam masa prasenium, yaitu kelompok yang mulai
memasuki usia lanjut (60-65).
3) Kelompok Usia Lanjut
Kelompok dalam masa senium (65 tahun keatas).
4) Kelompok Usia Lanjut dengan Risiko Tinggi
Kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun atau kelompok usia
lanjut yang hidup sendiri, terpencil, menderita penyakit berat
atau cacat.
b. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 2007) lanjut usia
meliputi:
1) Usia pertengahan (middle age) adalah kelompok usia antara 60-74
tahun.
2) Usia lanjut tua (old) adalah kelompok usia antara 75-90 tahun.
3) Usia sangat tua (very old) adalah kelompok usia di atas 90 tahun.
13
3. Perubahan Fungsional Akibat Menua
Perubahan fungsional akibat penuaan terjadi pada fungsi fisiologis dan
psikologis diantaranya adalah perubahan pada fungsi neurologis, sensori,
muskuloskeletal, dan kognitif (Miller, 2004; Wallace, 2008; Mauk,
2010).
a. Perubahan Sistem Neurologis
Perubahan pada sistem neurologis diantaranya adalah penurunan berat
otak, aliran darah ke otak dan berkurangnya neuron. Perubahan
anatomis tersebut menyebabkan lansia kehilangan memori, menjadi
lambat dalam bereaksi, masalah keseimbangan dan gangguan tidur
(Mauk, 2010; Wallace, 2008). Perubahan sistem saraf pada lansia
mempengaruhi sistem organ lainnya. Perubahan sistem saraf di otak
berpengaruh pada stabilitas tubuh (Mauk, 2010). Perubahan pada saraf
motorik mengakibatkan perubahan dalam reflek, kerusakan kognitif
dan emosi, serta penurunan jumlah sel otot yang dapat mengakibatkan
kelemahan otot. Perubahan pada sistem saraf pusat mempengaruhi
proses komunikasi dan sistem organ lain seperti sistem penglihatan,
vestibuler dan propiosepsi (Digiovanna, 2000 dalam Mauk, 2010).
Gangguan pada pengiriman pesan tersebut dapat mempengaruhi
keseimbangan yang terjadi melalui 3 tahap yaitu transduksi, transmisi,
dan modulasi (Joesoef, 1997 & Nurjaman, 1998 dalam Bintoro, 2000).
14
Tahap tranduksi adalah penerimaan rangsangan dari luar oleh reseptor
visual, propioseptif dan vestibuler. Rangsangan tersebut dapat berupa
cahaya, sentuhan, gerakan, tekanan dan lingkungan. Pada tahap
transmisi, rangsangan dikirim ke pusat keseimbangan di otak.
Informasi yang diterima di otak akan diolah untuk dilakukan proses
modulasi dan diterima neuromuskuloskeletal sebagai efektor untuk
beradaptasi dalam mempertahankan keseimbangan (Joesoef, 1997 &
Nurjaman, 1998 dalam Bintoro, 2000).
b. Perubahan Sistem Sensori
Perubahan sistem sensori terdiri dari sentuhan, pembauan, perasa,
penglihatan, dan pendengaran (Mauk, 2010). Perubahan pada indera
pembauan dan pengecapan dapat mempengaruhi lansia dalam
mempertahankan nutrisi yang adekuat (Wallace, 2008). Penurunan
sensitivitas sentuhan terjadi pada lansia seperti berkurangnya
kemampuan neuron sensori yang secara efisien memberikan sinyal
deteksi, lokasi dan identifikasi sentuhan atau tekanan pada kulit
(Stevens & Choo, 1996 & Digiovanna, 2000 dalam Mauk, 2010).
Lansia juga terjadi kehilangan sensasi dan propiosepsi serta resepsi
informasi yang mengatur pergerakan tubuh dan posisi (Shaffer &
Harrison, 2007 dalam Mauk, 2010).
Kehilangan pendengaran pada lansia terjadi sebagai hasil perubahan
dari telinga bagian dalam (Digiovanna, 2000, Tortora & Derrickson,
2006 dalam Mauk, 2010). Telinga bagian dalam terdiri dari kokhlea
15
dan organ-organ keseimbangan. Sistem vestibular bersama-sama
dengan mata dan propioseptor membantu dalam mempertahankan
keseimbangan fisik tubuh atau ekuilibrium. Gangguan pada sistem
vestibular dapat mengarah pada pusing dan vertigo yang dapat
mengganggu keseimbangan (Patt, 1998 & Ress, et al, 1999 dalam
Mauk, 2010).
Faktor resiko dari perubahan pendengaran pada lansia adalah proses
penyakit, medikasi ototoksik, dan pengaruh lingkungan. Konsekuensi
fungsionalnya adalah berpengaruh terhadap pemahaman dalam
berbicara, gangguan komunikasi, kebosanan, apatis, isolasi sosial,
rendah diri, serta ketakutan dan kecemasan yang berhubungan dengan
bahaya keamanan lingkungan (Miller, 2004).
c. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Perubahan yang terjadi pada sistem muskuloskeletal adalah
berkurangnya massa dan kekuatan otot, berkurangnya massa dan
kekuatan tulang (Mauk, 2010). Lansia mengalami penurunan kekuatan
dan kelenturan otot seperti kekuatan genggaman tangan, kekuatan
kaki berkurang pada pria, genggaman tangan dan kekuatan kaki pada
wanita (Lord, et al, 2007). Sistem muskuloskeletal berhubungan
dengan mobilitas dan keamanan yang dapat mempengaruhi seluruh
aktivitas sehari-hari. Mobilitas yang aman dan keseimbangan juga
dipengaruhi oleh sistem sensori seperti penglihatan dan pendengaran,
hipotensi postural, dan sistem saraf pusat (Miller, 2004). Lansia
16
wanita lebih memiliki control muscular yang kurang sehingga
mempengaruhi ekstremitas bawah.
Ketidakseimbangan pada posisi tegak dipengaruhi oleh perubahan
akibat penuaan seperti berkurangnya reflek, kerusakan fungsi
propioseptif, berkurangnya sensasi vibrasi dan posisi tulang sendi
pada ekstremitas bawah (Tideiksaar, 1989 dalam Miller, 2004). Faktor
risiko dari mobilitas yang tidak aman adalah lingkungan yang tidak
aman, medikasi, dan kerusakan kognitif (Miller, 2004). Konsekuensi
fungsional negatif yang diakibatkan dari perubahan sistem
muskuloskeletal dan faktor risikonya ialah berkurangnya kekuatan
otot, kelenturan dan koordinasi, terbatasnya rentang gerak sendi,
meningkatnya risiko jatuh dari fraktur (Miller, 2004).
d. Perubahan Fungsi Kognitif
Perubahan psikososial berhubungan dengan perubahan kognitif dan
afektif (Mauk, 2010). Kemampuan kognitif lansia juga dipengaruhi
oleh faktor personal dan lingkungan seperti tingkat pendidikan,
persepsi diri dan pengharapan, serta status kesehatan mental seperti
kecemasan dan depresi (Birren & Morison, 1961, Green, 1969 dalam
Miller, 2004). Perubahan psikososial juga berdampak pada kepuasan
hidup dan perubahan arti hidup (Mauk, 2010).
C. Jatuh
1. Definisi
Jatuh merupakan suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi
mata, yang melihat kejadian mengakibatkan seseorang mendadak
17
terbaring/terduduk di lantai/tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa
kehilangan kesadaran atau luka (Darmojo, 2004).
Jatuh merupakan suatu kejadian yang menyebabkan subyek yang sadar
menjadi berada di permukaan tanah tanpa disengaja dan tidak termasuk
jatuh akibat pukulan keras, kehilangan kesadaran, atau kejang. Kejadian
jatuh tersebut adalah dari penyebab yang spesifik yang jenis dan
konsekuensinya berbeda dari mereka yang dalam keadaan sadar
mengalami jatuh (Stanley, 2006).
Jatuh adalah kejadian tiba-tiba dan tidak sengaja yang mengakibatkan
seseorang terbaring atau terduduk dilantai yang lebih rendah tanpa
kehilangan kesadaran (Maryam, 2010).
Kejadian jatuh pada lansia dipengaruhi oleh faktor intrinsik seperti
gangguan gaya berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, kekuatan
sendi, sinkope dan dizziness, serta faktor ekstrinsik seperti lantai yang
licin dan tidak rata, tersandung benda-benda, penglihatan kurang karena
cahaya kurang terang dan lain-lain (Darmojo, 2004).
Faktor risiko jatuh ditentukan oleh:
a. Sistem sensorik
Sistem sensorik yang berperan adalah sistem penglihatan (visus) dan
pendengaran, perubahan pada mata akan menimbulkan gangguan
pendengaran dan pada telinga akan menimbulkan gangguan
pendengaran.
18
b. Sistem saraf pusat
Penyakit pada susunan saraf pusat (SSP), seperti stroke dan parkinson,
sering diderita oleh lanjut usia dan menyebabkan gangguan fungsi
SSP sehingga tidak baik terhadap sensorik.
c. Kognitif
Dimensia diasosiasikan dengan risiko jatuh pada lansia
d. Muskuloskeletal
Faktor ini sangat berperan terhadap kejadian jatuh pada lansia.
Gangguan muskuloskeletal menyebabkan gangguan gaya berjalan dan
ini berhubungan dengan proses menua yang fisiologis, misalnya:
kekakuan jaringan penghubung, berkurangnya massa otot,
perlambatan konduksi saraf dan lapang pandang dapat menyebabkan
penurunan kualitas sendi, ektremitas dan goyangan badan.
2. Faktor penyebab jatuh
Faktor-faktor pada lansia dapat dibagi 2 golongan besar, yaitu:
a. Faktor Intrinsik
Faktor yang berasal dari dalam tubuh lansia sendiri,yaitu gangguan
jantung dan sirkulasi darah, gangguan sistem anggota gerak, misalnya
kelemahan otot ekstremitas bawah dan kekuatan sendi, gangguan
19
sistem susunan saraf misalnya neuropati perifer, gangguan
pendengaran, gangguan penglihatan, gangguan psikologis, infeksi
telinga, gangguan adaptasi gelap, pengaruh obat-obatan yang dipakai
(diazepam, antidepresi, dan antihipertensi), vertigo, atritis lutut,
sinkop dan pusing, serta penyakit sistemik lainnya.
1) Gangguan Jantung
Merupakan gangguan berupa kehilangan oksigen dan makanan ke
jantung karena aliran darah ke jantung melalui arteri koroner
berkurang. Tanda dan gejala penyakit jantung pada lanjut usia
adalah sering kali merasakan nyeri pada daerah prekordial dan
sesak nafas yang mengakibatkan rasa cepat lelah dan biasanya
terjadi ditengah malam. Gejala lainnya adalah kebingungan,
muntah-muntah, dan nyeri pada perut karena pengaruh dari
bendungan hepar atau keluhan imsomnia (Darmojo 2004).
2) Gangguan Gerak
Gangguan gerak atau sering disebut dengan gangguan
ekstrapiramidal merupakan kelainan regulasi terhadap gerakan
volunter. Gangguan ini merupakan bagian sindroma neurologic
berupa gerakan berlebihan atau gerakan yang berkurang namun
tidak berkaitan dengan kelemahan (paresis). Insiden dan prevalensi
gangguan gerak bertambah sesuai dengan bertambahnya usia. Hal
tersebut diakibatkan karena penggunaan obat-obatan yang dapat
mencetuskan terjadinya gangguan tersebut (Miller 2005).
20
Gangguan gerak pada lansia disebabkan karena proses penuaan
yang mengakibatkan kelainan pada ganglia basal, dibagi menjadi 2
yaitu hipokinetik dan hiperkinetik. Gangguan hipokinetik diartikan
adanya hipokinesia (berkurangnya amplitude gerakan),
bradikinesia (melambatnya gerakan), akinesia (hilangnya gerakan),
seperti pada penyakit parkinson. Sedangkan pada gangguan
hiperkinetikterjadinya gerakan berlebih, abnormal, dan involunter
seperti pada tremor, atheosis, dystonia, hemibalismus, chorea,
myoclonus dan tie (Miller, 2005).
3) Gangguan Neurologis
Perubahan pada sistem neurologis diantaranya adalah penurunan
berat otak, aliran darah ke otak dan berkurangnya neuron.
Perubahan anatomis tersebut menyebabkan lansia kehilangan
memori, menjadi lambat dalam bereaksi, masalah keseimbangan
dan gangguan tidur (Mauk, 2010). Perubahan sistem saraf pada
lansia mempengaruhi sistem organ lainnya. Perubahan sistem saraf
di otak berpengaruh pada stabilitas tubuh (Mauk, 2010). Perubahan
pada saraf motoric mengakibatkan perubahan dalam reflek,
kerusakan kognitif dan emosi, serta penurunan jumlah sel otot yang
dapat mengakibatkan kelemahan otot. Perubahan pada sistem araf
pusat mempengaruhi proses komunikasi dan sistem organ lain
seperti sistem penglihatan, vestibular, dan propiosepsi (Digiovanna,
2000 dalam Mauk, 2010).
21
4) Gangguan Penglihatan
Gangguan penglihatan meningkatkan insiden jatuh pada lansia
(Salzman, 2010; Skinner, 1984 dalam Howe, et al, 2008). Penuaan
menyebabkan gangguan penglihatan tersebut juga dihubungkan
dengan kemampuan dalam mengontrol pergerakan mata dan
persepsi terhadap warna karena sensitivitas terhadap warna
berkurang pada lansia (Feitosa, et al., 2006 & Meyers, et al., 2004
dalam Petrifsky & Cuneo, 2008). Gangguan penglihatan adalah
perubahan yang terjadi pada ukuran pupil menurun dan reaksi
terhadap cahaya berkurang dan juga terhadap akomodasi, lensa
menguning dan berangsur menjadi lebih buram mengakibatkan
katarak, sehingga mempengaruhi kemampuan untuk melihat
menerima dan membedakan warna-warna (Cieayundacitra, 2010).
Mata adalah organ sensorik yang menstransmisikan rangsangan
melalui jarak pada otak ke lobus oksipitalis dimana rasa
penglihatan ini diterima sesuai dengan proses penuaan yang terjadi,
tentunya banyak perubahan yang terjadi diantaranya alis berubah
kelabu, dapat menjadi kasar pada pria, dan menjadi tipis pada sisi
temporalis baik pada pria maupun wanita. Konjungtiva menipis dan
berwarna kekuningan, produksi air mata oleh kelenjar lakrimalis
yang berfungsi untuk melembabkan dan melumasi konjungtiva
akan menurun dan cenderung cepat menguap sehingga
mengakibatkan konjungtiva lebih kering (Cieayundacitra, 2010).
22
5) Gangguan Pendengaran
Kehilangan pendengaran pada lansia terjadi sebagai hasil
perubahan dari telinga bagian dalam (Digivanna, 2000; Tortora &
Derrickson, 2006 dalam Mauk, 2010). Telinga bagian dalam terdiri
dari kokhlea dan organ-organ keseimbangan. Sistem vestibular
bersama-sama dengan mata dan propioseptor membantu dalam
mempertahankan keseimbangan fisik tubuh atau ekuilibrium.
Gangguan pada sistem vestibular dapat mengarah pada pusing dan
vertigo yang dapat mengganggu keseimbangan (Patt, 1998 & Ress,
et al, 1999 dalam Mauk, 2010).
Faktor risiko dari perubahan pendengaran pada lansia adalah proses
penyakit, medikasi ototoksik, dan pengaruh lingkungan.
Konsekuensi fungsionalnya adalah berpengaruh terhadap
pemahaman dalam berbicara, gangguan komunikasi, kebosanan,
apatis isolasi sosial, rendah diri, seta ketakutan dan kecemasan
yang berhubungan dengan bahaya keamanan lingkungan (Miler,
2005).
b. Faktor Ekstrinsik
Faktor ekstrisik adalah faktor yang berasal dari luar atau lingkungan,
faktor ekstrisik ini antara lain adalah cahaya ruangan yang kurang
terang, lantai yang licin, benda-benda dilantai, alas kaki yang kurang
pas, tali sepatu, kursi roda tidak terkunci, dan naik turun tangga.
Penyebab luar lain yang menyebakan jatuh pada lansia yaitu gangguan
gaya berjalan, gangguan keseimbangan, obat-obatan, penyakit
23
tertentuseperti depresi, demensia, diabetes melitus, hipertensi, dan
lingkungan yang tidak aman (Miller, 2005).
1) Alat Bantu Berjalan
Penggunaan alat bantu berjalan dalam jangka waktu lama dapat
mempengaruhi keseimbangan sehingga dapat menyebabkan jatuh
(Safe Saskatchewan and the Seniors’ Falls Provincial Steering
Commite, 2010). Ukuran, tipe dan cara menggunakan alat bantu
jalan seperti walker, tongkat, kursi roda, dan kruk berkontribusi
menyebabkan gangguan keseimbangan dan jauh (Centers for
Disease Control anf Prevention, CDC 2014).
2) Lingkungan
Lingkungan merupakan suatu keadaan atau kondisi baik bersifat
mendukung atau bahaya yang dapat mempengaruhi jatuh pada
lansia (Prabuseso, 2006). Kejadian jatuh di dalam ruangan lebih
sering terjadi di kamar mandi, kamar tidur, dan dapur. Sekitar 10%
kejadian jatuh terjadi di tangga terutama saat turun karena lebih
berbahaya daripada naik tangga (Mauk, 2010). Lingkungan yang
sering dihubungkan dengan jatuh pada lansia antara lain alat-alat
bantu atau perlengkapan rumah tangga yang sudah tua atau
tergeletak di bawah, tempat tidur tidak atau kamar mandi yang
rendah dan licin, tempat berpegangan yang tidak kuat atau sulit
dijangkau, lantai tidak datar, licin atau menurun, karpet yang tidak
digelar dengan baik, penerangan yang tidak baik (kurang terang
24
atau menyilaukan), alat kaki yang tidak tepat ukuran, berat maupun
cara penggunaannya yang salah (APS Health Care, 2010).
Keseimbangan berkurang seiring bertambahnya usia karena
perubahan yang terjadi pada lansia (Sihvonen, 2004). Penelitian
yamg dilakukan Maciel dan Guerra (2005) terhadap 310 lansia
yang berusia lebih dari 60 tahun menemukan hubungan antara usia
75 tahun dan keseimbangan yang buruk (Gai, et al, 2010).
Tinetti (2003, dalam gai, et al, 2010) juga menyatakan bahwa lebih
dari sepertiga penduduk berusia 65 tahun atau lebih di dunia
mengalami jatuh dan setengahnya merupakan kejadian berulang.
Jatuh merupakan dampak langsung dari gangguan keseimbangan
(Gai, et al 2010).
Penelitian yang dilakukan pada 120 lansia dengan gangguan
vestibuler di San Paulo, Brazil menghasilkan bahwa rentang usia
berhubungan dengan keseimbangan yang diukur dengan tes Berg
Balance Scale (BBS) yaitu alpha kurang dari 0,001. Skor dari tes
keseimbangan BBS rendah pada lansia berusia 80 tahun atau lebih
(Gazzola, et al. 2006).
c. Faktor Situasional
1) Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik dapat terjadi dalam kehidupan sehari-hari, seperti
berjalan, naik atau turun tangga, melakukan hobi, rekreasi dan
olahraga (Allender & Spradley, 2001). Kategori aktivitas fisik
dapat dibagi berdasarkan tipe, frekuensi, durasi, dan intensitas.
25
Aktivitas fisik dapat dilakukan dengan frekuensi 1-3 dalam
seminggu dan durasi 15-60 menit (Morris & Schoo, 2004).
Aktivitas fisik secara teratur dapat meningkatkan kemandirian
lansia dalam melakukan aktivitas sehari-hari (Howe et al., 2007
dalam Salzman, 2010). Latihan fisik juga berpotensi meningkatkan
kualitas tidur, fungsu pencernaan, kardivaskuler, mobilitas,
kekuatan dan keseimbangan, densitas tulang dan meningkatkan
masa hidup (Clemen-Stone et al., 2002).
Penelitian yang dilakukan Weerdesteyn, et al (2006) dengan
sampel 113 lansia dengan riwayat jatuh didapatkan hasil bahwa
kejadian jatuh berkurang 46% pada kelompok lansia yang
dilakukan program latihan dua kali seminggu selama lima minggu,
Lansia yang melakukan latihan keseimbangan fisik meningkat
keseimbangannya dari pada sebelumnya (Maryam, et al., 2009).
2) Riwayat Penyakit
Riwayat penyakit kronis yang diderita lansia selama bertahun-
tahun biasanya menjadikan lansia lebih mudah jatuh seperti
penyakit stroke, hipertensi, hilangnya fungsi penglihatan, dizziness,
dan sinkope sering menyebabkan jatuh (Darmojo, 2009).
Penyakit kardivaskuler misalnya hipotensi ortostatik (Moylan &
Binder, 2007, Alexander & Goldberg, 2005 dalam Salzman, 2010).
Hipotensi ortostatik adalah penurunan tekanan darah yang terjadi
tiba-tiba saat berubah posisi dari posisi terlentang ke posisi duduk
atau tegak (Salzman, 2010). Hipotensi ortostatik juga didefinisikan
26
sebagai penurunan tekanan darah diastolik 10 mmHg dalam waktu
3 menit berdiri dibandingkan dengan tekanan darah dari duduk atau
terlentang. Hipotensi ortostatik dapat diketahui dengan melakukan
pengukuran tekanan darah alteri sistemik secara berulang yaitu saat
istirahat dan setelah berdiri selama 3 menit (Cordeiro, et al., 2009).
3. Akibat Jatuh
Jatuh dapat mengakibatkan berbagai jenis cedera, kerusakan fisik dan
psikologis. Kerusakan fisik yang paling ditakuti dari kejadian jatuh
adalah patah tulang panggul. Jenis fraktur lain yang sering terjadi akibat
jatuh adalah fraktur pergelangan tangan, lengan atas dan pelvis serta
kerusakan jaringan lunak. Dampak psikologis adalah walaupun cedera
fisik tidak terjadi, syok setelah jatuh dan rasa takut akan jatuh lagi dapat
memiliki banyak konsekuensi termasuk ansietas, hilangnya rasa percaya
diri, pembatasan dalam aktivitas sehari-hari, falafobia atau fobia jatuh
(Stanley, 2006).
4. Komplikasi
Menurut Kane (1994), yang dikutip oleh Darmojo (2004), komplikasi-
komplikasi jatuh adalah:
a. Perlukaan (Injury)
Perlukaan (injury) mengakibatkan rusaknya jaringan lunak yang terasa
sangat sakit berupa robek atau tertariknya jaringan otot, robeknya
arteri/vena, patah tulang atau fraktur misalnya fraktur pelvis, femur,
humerus, lengan bawah, tungkai atas.
b. Disabilitas
27
Mengakibatkan penurunan mobilitas yang berhubungan dengan
perlukaan fisik dan penurunan mobilitas akibat jatuh yaitu kehilangan
kepercayaan diri dan pembatasan gerak.
5. Pencegahan
Menurut Tinetti (1992), yang dikutip dari Darmojo (2004), ada 3usaha
pokok untuk pencegahan jatuh yaitu:
a. Identifikasi Faktor Resiko
Pada setiap lanjut usia perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari
adanya faktor instrinsik risiko jatuh, perlu dilakukan penilaian
keadaan sensorik, neurologis, muskuloskeletal dan penyakit sistemik
yang sering menyebabkan jatuh. Keadaan lingkungan rumah yang
berbahaya dan dapat menyebabkan jatuh harus dihilangkan.
Penerangan rumah harus cukup tetapi tidak menyilaukan. Lantai
rumah datar, tidak licin, bersih dari benda-benda kecil yang susah
dilihat, peralatan rumah tangga yang sudah tidak aman (lapuk, dapat
bergerser sendiri) sebaiknya diganti, peralatan rumah ini sebaiknya
diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu jalan/tempat
aktivitas lanjut usia. Kamar mandi dibuat tidak licin sebaiknya diberi
pegangan pada dindingnya, pintu yang mudah dibuka. WC sebaiknya
dengan kloset duduk dan diberi pegangan di dinding.
b. Penilaian keseimbangan dan gaya berjalan (gait)
Setiap lanjut usia harus dievaluasi bagaimana keseimbangan badannya
dalam melakukan gerakan pindah tempat, pindah posisi. Bila
goyangan badan pada saat berjalan sangat berisiko jatuh, maka
28
diperlukan bantuan latihan oleh rehabilitasi medis. Penilaian gaya
berjalan juga harus dilakukan dengan cermat, apakah kakinya
menapak dengan baik, tidak mudah goyah, apakah penderita
mengangkat kakidengan benar pada saat berjalan, apakah kekuatan
otot ekstremitas bawah penderita cukup untuk berjalan tanpa bantuan.
Semuanya itu harus dikoreksi bila terdapat kelainan/penurunan.
c. Mengatur/ mengatasi faktor situasional
Faktor situasional yang bersifat serangan akut yang diderita lanjut usia
dapat dicegah dengan pemeriksaan rutin kesehatan lanjut usia secara
periodik. Faktor situasional bahaya lingkungan dapat dicegah dengan
mengusahakan perbaikan lingkungan, factor situasional yang berupa
aktifitas fisik dapat dibatasi sesuai dengan kondisi kesehatan lanjut
usia. Aktifitas tersebut tidak boleh melampaui batasan yang
diperbolehkan baginya sesuai hasil pemeriksaan kondisi fisik. Maka di
anjurkan lanjut usia tidak melakukan aktifitas fisik yang sangat
melelahkan atau berisiko tinggi untuk terjadinya jatuh.
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan bersifat individual, artinya berbeda untuk tiap kasus
karena perbedaan faktor-faktor yang bekerjasama mengakibatkan jatuh.
Bila penyebab merupakan penyakit akut penangananya menjadi lebih
mudah, lebih sederhana, dan langsung bisa menghilangkan penyebab
jatuh secara efektif. Tetapi lebih banyak pasien jatuh karena kondisi
kronik, multifaktorial sehingga diperlukan terapi gabungan antara obat,
29
rehabilitasi, perbaikan lingkungan, dan perbaikan kebiasaan lanjut usia
itu.
Pada kasus lain intervensi diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh
ulangan, misalnya pembatasan bepergian/aktivitas fisik, penggunaan alat
bantu gerak. Untuk penderita dengan kelemahan otot ekstremitas bawah
dan penurunan fungsional terapi difokuskan untuk meningkatkan
kekuatan dan ketahanan otot sehingga memperbaiki fungsionalnya.
Sering terjadi kesalahan, terapi rehabilitasi hanya diberikan sesaat
sewaktu penderita mengalami jatuh, padahal terapi ini diperlukan secara
terus-menerus sampai terjadi peningkatan kekuatan otot dan status
fungsional. Terapi untuk penderita dengan penurunan gait dan
keseimbangan difokuskan untuk mengatasi penyebab/faktor yang
mendasarinya. Penderita dimasukkan dalam progam gait training dan
pemberian alat bantu berjalan. Biasanya progam rehabilitasi ini dipimpin
oleh fisioterapis. Penderita dengan dizziness syndrom, terapi ditujukan
pada penyakit kardiovaskuler yang mendasari, menghentikan obat-obat
yang menyebabkan hipotensi postural seperti beta bloker, diuretic dan
antidepresan. Terapi yang tidak boleh dilupakan adalah memperbaiki
lingkungan rumah/tempat kegiatan lanjut usia seperti tersebut di
pencegahan jatuh (Darmojo, 2004).
30
D. Kerangka Teori
Teori yang sudah dipaparkan pada tinjauan pustaka dapat digambarkan pada
skema 2.1
Skema 2.1 Kerangka Teori
Sumber: Dsrmojo, 2004; Miller, 2005; Salzman, 2010; Mauk, 2010; CDC, 2014; Probosuseso, 2006;
Maryam, 2009; Darmojo, 2009
Faktor intrinsik
a. Gangguan Jantung (Darmojo,
2004)
b. Gangguan Gerak (Miller, 2005)
c. Gangguan Sistem Saraf
d. Gangguan penglihatan
(Salzman, 2010)
e. Gangguan pendengaran (Mauk,
2010)
Dampak
Fungsional
negatif: Jatuh
Faktor
yang
mempe-
ngaruhi
Faktor situasional
a. Aktivitas fisik (Maryam et
al., 2009)
b. Riwayat penyakit
(Darmojo, 2009)
Faktor ekstrinsik
a. Penggunaan alat bantu
jalan (CDC, 2014)
b. Lingkungan (Prabuseso,
2006)
31
BAB III
Kerangka Konsep dan Definisi Operasional
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan kerangka yang menunjukkan jenis serta
hubungan antar variabel yang diteliti. Kerangka konsep menggambarkan
batasan ruang lingkup penelitian serta menunjukkan keterkaitan antar
variabel. Kerangka konsep memberikan informasi yang jelas dan
mempermudah peneliti untuk memilih desain penelitian (Sastroasmoro &
Ismael, 2011). Kerangka konsep dikembangkan berdasarkan tujuan
penelitian yang telah dirumuskan (Notoatmodjo, 2010). Oleh karena itu
penelitian ini membuat kerangka konsep dalam skema 3.1 sebagai berikut:
Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Dependen
Faktor- faktor risiko jatuh
1. Faktor intrinsik
a. Gangguan Jantung
b. Gangguan Gerak
c. Gangguan Saraf
d. Gangguan penglihatan
e. Gangguan pendengaran
2. Faktor ekstrinsik
a. Alat bantu berjalan
b. Lingkungan
3. Faktor situasional
a. Aktivitas
b. Riwayat penyakit
Dampak
Fungsional
negatif: Jatuh
32
B. Definisi Operasional
Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Faktor
Intrinsik
Gangguan
Jantung
Gangguan yang
terjadi pada jantung
akibat kekurangan
oksigen dan
makanan yang
berasal dari aliran ke
jantung
Kuesioner Lembar pernyataan terdiri dari 4 pertanyaan dengan skala likert
1. Ada ≥
Median (9)
2. Tidak ada
<Median (9)
Nominal
Gangguan
Gerak
Gangguan yang
terjadi pada lansia
dan keterbatasan
gerakan dalam
melakukan aktivitas
Kuesioner Lembar
pertanyaan
terdiri dari 4
pertanyaan
dengan skala
likert
1. Ada ≥
Median (11)
2. Tidak ada <
Median (11)
Nominal
Gangguan
sistem saraf
(SSP)
Gangguan yang
terjadi pada sistem
saraf pusat
Kuesioner Lembarpernyat
aanterdiridari2
pertanyaanden
gan skala likert
1. Ada ≥
Median (5)
2. Tidak ada<
Median (5)
Nominal
Gangguan
penglihatan
Gangguan yang
terjadi pada sistem
penglihatan seperti
pandangan kabur,
buram dan gelap saat
ini
Kuesioner Lembar
pernyataan
terdiri dari4
pertanyaanden
gan skala likert
1. Ada ≥
Median (9)
2. Tidak ada<
Median (9)
Nominal
Gangguan
pendengaran
Gangguan yang
terjadi pada telinga
dan mengakibatkan
penurunan fungsi
pendengaran pada
salah satu ataupun
kedua telinga
Kuesioner Lembar
pernyataan
terdiri dari 4
pertanyaan
dengan skala
likert
1. Ada ≥
Median (8.5)
2. Tidak ada<
Median (8.5)
Nominal
33
Faktor
Ekstrinsik
Alat bantu
berjalan
Alat bantu yang
digunakan lansia
untuk berjalan
Kuesioner Lembar
pernyataan
terdiri dari 7
pertanyaan
dengan skala
gutman
1. Berisiko ≥
Median (2)
2. Tidak
berisiko
<Median (2)
Nominal
Lingkungan Suatu kondisi yang
bersifat mendukung
atau berbahaya
terhadap lansia
seperti penerangan
yang kurang, benda-
benda dilantai,
keadaan toilet, dan
lantai yang licin
Kuesioner Lembar
pernyataan
terdiri dari 10
pertanyaan
dengan skala
gutman
1. Berisiko ≥
Median (6)
2. Tidak
berisiko
<Mdian (6)
Nominal
Faktor
Situasional
Aktivitas
fisik
Suatu kegiatan
sehari-hari yang
dilakukan lansia di
panti seperti
aktivitas berjalan,
naik tangga atau
turun tangga dan
berolahraga
Kuesioner Lembar
pernyataan
terdiri dari 4
pertanyaan
dengan skala
likert
1. Berisiko <
Median (9)
2. Tidak
berisiko ≥ (9)
Nominal
Riwayat
penyakit
Suatu keadaan yang
pernah dialami
lansia selama
bertahun-tahun
seperti riwayat
stroke, hipertensi,
hilangnya fungsi
penglihatan
Kuesioner Lembar
pernyataan
terdiri dari 5
pertanyaan
dengan skala
likert
1. Ada< Median
(12)
2. Tidak ada ≥
(12)
Nominal
34
BAB IV
METODELOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan rancangan penelitian yang disusun
sedemikian rupa sehingga dapat menuntun penelitian untuk dapat
memperoleh jawaban terhadap pertanyaan penelitian (Sastroasmoro, 2002).
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif deskriptif untuk
mengetahui gambaran faktor risiko jatuh pada lansia di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juni-Agustus tahun 2015 dilakukan
di Panti Sosial Tresna Wherda Budi Mulia 4 Margaguna. Panti Sosial
Tresna Wherda Budi Mulia 4 Margaguna berada dibawah pengelolaan
pemerintah provinsi DKI Jakarta yang didirikan pada 1965 dengan lokasi
pertama terletak di kawasan Ceger, Jakarta Timur dan sekarang berada di
lokasi Margaguna Pondok Indah, Jakarta Selatan. Kapasitas panti itu
sesungguhnya hanya untuk 200 orang, akan tetapi karena keterbatasan
jumlah panti wherda jumlah penghuni di paanti tersebut mencapai 208
lansia. Alasan peneliti menggunakan Panti Sosial Tresna Wherda Budi
Mulia 4 Margaguna sebagai tempat pengambilan data karena merupakan
tempat komunitas lansia yang merupakan program pemerintah yang
35
mayoritas penghuninya merupakan warga terlantar di ibukota.
Kesepakatan antara peneliti bersama kepala panti sosial telah memudahkan
peneliti dalam melakukan standarisasi alat-alat yang dibutuhkan dalam
penelitian.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian adalah subjek yang memenuhi kriteria yang
telah ditetapkan (Nursalam, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah
lansia yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4
Margaguna Jakarta Selatan sebanyak 208 lansia.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi terjangkau yang dapat dipergunakan
sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2008). Dalam
penelitian keperawatan, kriteria sampel meliputi kriteria inklusi dan
kriteria eksklusi, di mana kriteria tersebut menentukan dapat atau
tidaknya sampel tersebut digunakan (Hidayat, 2008). Jadi dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan teknik nonprobability sampling
jenis purposive sampling dengan jumlah sampel 38 responden. Purposive
sampling adalah suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih
sampel di antara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti
(Nursalam, 2008).
36
Berikut kriteria inklusi dan eklusi dalam penelitian ini:
a. Kriteria inklusi:
1) Merupakan penghun Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4
Margaguna Jakarta Selatan
2) Bersedia menjadi responden dalam penelitian
3) Mampu mengingat dan melakukan arahan
4) Dapat berkomunikasi dengan baik dan menggunakan bahasa
indonesia
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dimana jumlah sampel
berdasarkan teori Gay minimal sebanyak 10% dari jumlah populasi
(Umar, 2011). Pada penelitian ini responden sebanyak 38 orang.
D. Alat Pengumpul Data
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa
kuesioner, akan tetapi peneliti menggunakan metode pengumpulan data
yaitu dengan wawancara terhadap lansia dimana peneliti menyebutkan
pernyataan isi kuesioner dan mengisi kuesioner tersebut sesuai dengan
jawaban lansia. Kuesioner ini terdiri dari beberapa pernyataan yang
mengacu pada kerangka konsep. Pertanyaan terdiri dari 4 bagian A, B, dan
C. Kuesioner ini diadopsi dan dimodifikasi dari kuesioner Sutomo (2011)
mengenai analisis faktor yang mempengaruhi resiko jatuh terhadap lansia.
Kuesioner ini terdiri dari 3 bagian yaitu, faktor intrinsik, faktor ekstrinsik,
dan faktor situasional.
37
a. Faktor intrinsik, berisi pernyataan tentang faktor dalam seperti gangguan
jantung 4 pernyataan, gangguan sistem anggota gerak 4 pernyataan,
gangguan sistem saraf pusat 2 pernyataan, gangguan penglihatan 4
pertanyaan, dan gangguan pendengaran 4 pernyataan. Pada kuesioner
bagian ini, peneliti menggunakan skala likert yang terdiri dari empat
pilihan jawaban pada setiap poin pertanyaan. Untuk penelitian ini, data
yang didapatkan tidak terdistribusi secara normal, sehingga untuk
penentuan hasil ukur menggunakan median dari data yang didapatkan
(Azwar, 2013).
b. Faktor ekstrinsik, berisi pernyataan tentang faktor luar seperti
penggunaan alat bantu jalan yang memuat 7 pernyataan dan faktor
lingkungan memuat 10 pernyataan. Pada kuesioner bagian ini, peneliti
menggunakan skala gutman yang terdiri dari dua pilihan jawaban pada
setiap poin pertanytaan. Untuk faktor ekstrinsik pada penelitian ini, data
yang didapatkan tidak terdistribusi secara normal, sehingga untuk
penentuan hasil ukur juga menggunakan median dari data yang
didapatkan (Azwar, 2013).
c. Faktor situasional, berisi tentang faktor situasional seperti aktivitas lansia
yang memuat 4 pernyataan dan riwayat penyakit yang diderita lansia
dengan memuat 4 pernyataan. Pertanyaan diukur menggunakan skala
likert dari setiap elemennya. Data yang didapatkan juga tidak
terdistribusi secara normal, sehingga menggunakan median dalam hasil
ukurnya (Azwar, 2013).
38
E. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas
1. Sebelum kuesioner dibagikan kepada sampel, peneliti terlebih dahulu
melakukan uji coba kuesioner yang dilaksanakan dengan responden yang
memiliki karakteristik yang sama dengan subjek penelitian yaitu di Panti
Werdha Wisma Mulia Jakarta Barat dengan jumlah responden 20 orang.
2. Faktor intrinsik dengan jumlah 18 pernyataan memiliki nilai validitas
0.361 dan realibilitasnya cronbach’s Alpha sebesar 0.874. Hal ini
membuktikan bahwa kuesioner ini dapat digunakan sebagai instrumen
penelitian.
3. Faktor ektrinsik dengan jumlah 17 pernyataan memiliki nilai validitas
0.361 dan realibilitasnya cronbach’s Alpha sebesar 0.765. Hal ini
membuktikan bahwa kuesioner ini dapat digunakan sebagai instrumen
penelitian.
4. Faktor situasional dengan jumlah 9 pernyataan memiliki nilai validitas
0.361 dan realibilitasnya cronbach’s Alphasebesar 0.770. Hal ini
membuktikan bahwa kuesioner ini dapat digunakan sebagai instrumen
penelitian.
39
F. Langkah-langkah pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan secara langsung dengan pertanyaan
dalam bentuk kuesioner yang diisi oleh responden yang termasuk dalam
kriteria yang telah ditentukan.
Adapun langkah-langkah untuk pengumpulan data, yaitu:
1. Memperoleh persetujuan pembimbing untuk melakukan tindak lanjut
dalam penelitian.
2. Peneliti meminta surat izin untuk melakukan penelitian dari FK UIN
3. Peneliti menyerahkan surat permohonan izin penelitian dari Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan kepada Kepala PSTW Budi Mulia 4
Margaguna .
4. Setelah penelitian disetujui oleh Kepala PSTW Budi Mulia 4 Margaguna.
Peneliti akan melakukan uji validitas dan reliabilitas pada lansia yang
berusia 65 tahun ke atas di PSTW Budi Mulia 4 Margaguna.
5. Setelah instrumen telah dinyatakan valid dan reliabel, maka menyeleksi
calon responden yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan
sebelumnya.
6. Dengan menggunakan tekhnik sampling jenuh peneliti menentukan calon
responden sebanyak 67 dari PSTW Budi Mulia 4 Margaguna.
7. Setelah mendapatkan calon responden yang sesuai kriteria yang telah
ditentukan, peneliti melakukan informed consent pada calon responden
jika calon responden bersedia menjadi responden, mereka dapat
membaca lembar persetujuan dan menandatanganinya.
40
8. Setelah responden menyetujui dan menandatangani lembar persetujuan,
responden selanjutnya diberikan penjelasan mengenai cara pengisian
kuesioner dan responden dianjurkan bertanya apabila ada pertanyaan atau
pernyataan yang kurang jelas.
9. Waktu pengisian kuesioner adalah selama kurang lebih 30 menit untuk
masing-masing responden, sedangkan proses pengambilan data dilakukan
selama 15 hari dan disesuaikan dengan kondisi panti.
10. Responden diharapkan menjawab seluruh pertanyaan didalam kuesioner
dan setelah selesai, lembar kuesioner dikembalikan kepada peneliti.
Kuesioner yang telah diisi selanjutnya akan diolah dan dianalisa oleh
peneliti.
G. Etika penelitian
Masalah etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat
penting dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubungan
langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan
(Hidayat, 2008).
Masalah etika yang harus diperhatikan antara lain adalah sebagai berikut:
1. Informed Consent (Lembar Persetujuan)
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan
responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan informed
consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan
memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan
informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan
penelitian, mengetahui dampaknya. Jika subjek tersedia, maka mereka
41
harus menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia,
maka peneliti harus menghormati hak pasien. Beberapa informasi yang
harus ada dalam informed consent tersebut antara lain: partisipasi pasien,
tujuan dilakukan tindakan, jenis data yang dibutuhkan, komitmen,
prosedur pelaksanaan, potensial masalah yang akan terjadi, manfaat,
kerahasiaan, informasi yang mudah dihubungi, dan lain-lain.
2. Anonimity (Tanpa Nama)
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan
jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak
memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur
dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil
penelitian yang akan disajikan.
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan
kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah
lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin
kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan
dilaporkan pada hasil riset.
4. Prinsip Mamfaat
a. Bebas dari penderitaan
Penelitian harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan
terhadap subjek, khususnya jika menggunakan tindakan khusus.
b. Bebas dari eksploitasi
42
Partisipasi subjek dalam penelitian, harus dihindarkan dari keadaan
yang tidak menguntungkan, dan tidak merugikan subjek.
c. Benefits ratio
Penelitian harus hati-hati mempertimbangkan risiko dan keuntungan
yang akan berakibat kepada subjek pada setiap tindakan.
H. Pengolahan data
Hidayat (2008) mengungkapkan bahwa dalam penelitian terdapat
langkah-langkahpengolahan data yang harus ditempuh. Di antaranya:
1. Editing
Editing merupakan upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang
diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap
pengumpulan data atau setelah data terkumpul. Kegiatan yang dilakukan
dalam editing adalah pengecekan dari sisi kelengkapan relevansi, dan
konsistensi jawaban. Kelengkapan data diperiksa dengan cara
memastikan bahwa jumlah kuisioner yang terkumpul sudah memenuhi
jumlah sampel minimal yang ditentukan dan memeriksa apakah setiap
pertanyaan dalam kuisioner sudah terjawab danjelas. Relevansi dan
konsistensi jawaban diperiksa dengan cara melihat apakah ada data yang
bertentangan dengan data lain.
2. Coding
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap
data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat
penting bila pengolahan dan analisis data menggunakan komputer.
Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya
43
dalam satu buku (code 53 book) untuk memudahkan kembali melihat
lokasi dan arti suatu kode darisuatu variabel. Dalam coding, data yang
berbentuk huruf diubah menjadi data berbentuk angka atau bilangan.
Misal, untuk jawaban Tidak Pernah diberi kode 0, jawaban Kadang-
kadang diberi kode 1, dan seterusnya.
3. Entry
Entry merupakan kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan
kedalam master tabel atau data base komputer, kemudian membuat
distribusi frekuensi sederhana atau bisa dengan membuat tabel
kontingensi. Program untuk analisis data menggunakan komputer.
4. Melakukan teknik analisis
Dalam melakukan teknik analisis, khususnya terhadap data penelitian
akan menggunakan ilmu statistik terapan yang disesuaikan dengan tujuan
yang hendak dianalisis.
I. Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini meliputi analisis univariat. Analisis
Univariat atau analisis deskriptif merupakan analisis data yang disajikan
dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, ukuran tendensi sentral, atau grafik
(Saryono, 2011). Analisis deskriptif membantu peneliti mengorganisasikan
data dan dapat digunakan untuk menyimpulkan data serta mengekplorasi
variasi data (Burn & Grove, 2009). Analisis univariat pada penelitian ini
meliputi faktor intrinsik dan ekstrinsik pada Lansia berusia 65 tahun ke atas.
44
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4
Margaguna Jakarta Selatan. Panti sosial ini terdiri dari beberapa wisma
pondokan bagi lansia laki-laki dan perempuan yang dikategorikan menjadi
kategori lansia renta, lansia setengah renta, dan lansia mandiri namun
terdapat pula wisma khusus yang diperuntukkkan bagi lansia yang
mengalami psikotik.
Pada Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta
Selatan terdapat beberapa kondisi yang dapat mempengaruhi risiko
terjadinya jatuh lansia seperti, tinggi lantai yang tidak rata, penerangan yang
kurang di beberapa area, beberapa kasur tidak ada pagar pembatas, lantai
kamar mandi yang licin dan tidak adanya pegangan, serta beberapa kamar
mandi yang masih menggunakan toilet jongkok.
45
B. Analisa Univariat
1. Data Demografi
Tabel 5.1
Distribusi Jenis Kelamin dan Umur Responden Lansia di Panti Sosial
Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan Karakteristik Frekuensi Persentase (%)
Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perempuan
16
22
42,1%
57,9%
Usia
60-74 tahun
75-90 tahun
>90 tahunn
29
8
1
77,1%
21%
2,6%
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa responden paling banyak adalah
perempuan yaitu berjumlah 22 responden (57.9%) dan usia lansia yang
paling banyak menjadi responden adalah 60-74 tahun (erderly) dengan
jumlah 29 responden.
2. Faktor Intrinsik
a. Gagguan Jantung
Tabel 5.2
Gambaran Persepsi Gangguan Jantung Pada Lansia di Panti Sosial
Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna
Jakarta Selatan
T
a
bel 5.2 menjelaskan bahwa pada responden yang mengalami gangguan
jantung sebanyak 27 (71,1%) berisiko jatuh. Sedangkan pada responden
yang tidak memiliki gangguan jantung yaitu sebanyak 11 (28,%) tidak
berisiko jatuh.
Gangguan Jantung Jumlah
(n)
Persentase (%)
Ada 27 71,1%
Tidak Ada 11 28,9%
Total 38 100%
46
b. Gangguan Anggota Gerak
Tabel 5.3
Gambaran Persepsi Anggota Gerak pada Lansia di Panti Sosial
Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna
Jakarta Selatan
Tabel 5.3 menjelaskan bahwa pada responden yang mengalami
gangguan anggota gerak sebanyak 19 (50%) berisiko jatuh.
Sedangkan pada responden yang tidak memiliki gangguan anggota
gerak yaitu sebanyak 19 (50%) tidak berisiko jatuh.
c. Gangguan Sistem Saraf
Tabel 5.4
Gambaran Persepsi Gangguan Sistem Saraf Pada Lansia di Panti
Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna
Jakarta Selatan
T
abel 5.3 menjelaskan bahwa pada responden yang mengalami
gangguan sistem saraf sebanyak 26 (68,4%) berisiko jatuh. Sedangkan
pada responden yang tidak memiliki sistem saraf yaitu sebanyak 12
(31.6%) tidak berisiko jatuh.
Gangguan Anggota Gerak Jumlah
(n)
Persentase
(%)
Ada 19 50%
Tidak Ada 19 50%
Total 38 100%
Gangguan Persyarafan Jumlah
(n)
Persentase
(%)
Ada 26 68,4%
Tidak Ada 12 31,6%
Total 38 100%
47
d. Gangguan Penglihatan
Tabel 5.5
Gambaran Persepsi Gangguan Penglihatan Pada Lansia di Panti
Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna
Jakarta Selatan
T
a
bel 5.5 menjelaskan bahwa pada responden yang mengalami
gangguan penglihatan sebanyak 24 (63,2%) berisiko jatuh. Sedangkan
pada responden yang tidak memiliki gangguan penglihatan yaitu
sebanyak 14 (36.8%) tidak berisiko jatuh.
e. Gangguan Pendengaran
Tabel 5.6
Gambaran Persepsi Gangguan Pendengaran Pada Lansia di Panti
Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna
Jakarta Selatan
Tabel 5.6 menjelaskan bahwa pada responden yang mengalami
gangguan pendengaran sebanyak 19 (50%) berisiko jatuh. Sedangkan
pada responden yang tidak memiliki gangguan pendengaran yaitu
sebanyak 19 (50%) tidak berisiko jatuh.
Gangguan Pengelihatan Jumlah
(n)
Persentase
(%)
Ada 24 63,2%
Tidak Ada 14 36,8%
Total 38 100%
Gangguan Pendengaran Jumlah Persentase
Ada 19 50%
Tidak Ada 19 50%
Total 38 100%
48
2. Faktor Ekstrinsik
a. Alat Bantu Berjalan
Tabel 5.7
Gambaran Alat Bantu Berjalan Pada Lansia di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulia 4 Margaguna
Jakarta Selatan
Tabel 5.7 menjelaskan bahwa pada responden yang menggunakan alat
bantu berjalan sebanyak 16 (42,1%) berisiko jatuh. Sedangkan pada
responden yang tidak menggunakan alat bantu berjalan yaitu sebanyak
22 (57,9%) tidak berisiko jatuh.
b. Lingkungan dan Risiko Jatuh
Tabel 5.8
Gambaran Persepsi Lingkungan dan Pada Lansia di Panti Sosial
Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna
Jakarta Selatan
T
a
b
e
l 5.8 menjelaskan bahwa pada responden yang menilai lingkungan
tidak aman sebanyak 31 (81,6%) berisiko jatuh. Sedangkan pada
responden yang menilai lingkungan aman yaitu sebanyak 7 (18,4%)
tidak berisiko jatuh.
Mengguakan Alat Bantu
Berjalan
Jumlah
(n)
Persentase
(%)
Ada 16 42,1%
Tidak Ada 22 57,9%
Total 38 100%
Gangguan Lingkungan
Sekitar
Jumlah
(n)
Persentase
(%)
Aman 7 18,4%
Tidak aman 31 81,6%
Total 38 100%
49
3. Faktor Situasional
a. Aktivitas
Tabel 5.9
Gambaran Persepsi Aktivitas Pada Lansia di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulia 4 Margaguna
Jakarta Selatan
Tabel 5.9 menjelaskan bahwa pada responden yang melakukan
kegiatan aktivitas sebanyak 10 (26,3%) tidak berisiko jatuh.
Sedangkan pada responden yang tidak melakukan kegiatan aktivitas
yaitu sebanyak 28 (73,7%) berisiko jatuh.
b. Riwayat Penyakit
Tabel 5.10
Gambaran Persepsi Riwayat Penyakit Pada Lansia di Panti Sosial
Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan
Tabel 5.10 menjelaskan bahwa pada responden yang memiliki
riwayat penyakit sebanyak 19 (50%) berisiko jatuh. Sedangkan pada
responden yang tidak memiliki riwayat penyakit yaitu sebanyak 19
(50%) tidak berisiko jatuh.
Kegiatan Aktivitas Jumlah
(n)
Persentase
(%)
Tidak melakukan 28 73,7%
Melakukan 10 26,3%
Total 38 100%
Riwayat Penyakit Jumlah
(n)
Persentase
(%)
Ada 19 50%
Tidak Ada 19 50%
Total 38 100%
50
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Gambaran Faktor Intrinsik Risiko Jatuh
Faktor intrinsik risiko jatuh pada lansia meliputi gangguan jantung, gangguan pada
sistem anggota gerak, gangguan sistem saraf, gangguan penglihatan, dan gangguan
pendengaran (Darmojo, 2009). Faktor intrinsik tersebut akan dibahas berikut ini.
1. Gangguan jantung
Responden yang memilki gangguan jantung sebanyak 27 (71,1%) berisiko
jatuh dari 38 responden. Hal ini sejalan dengan penelitian Kurniawan (2014)yang
menyatakan bahwa 62.6 % responden dengan penyakit hipertensi berisiko jatuh
tinggi dari 57 responden. Gangguan jantung merupakan gangguan berupa kehilangan
oksigen dan makanan ke jantung karena aliran darah ke jantung melalui arteri
koroner berkurang. Penyakit jantung pada lanjut usia ditandai dengan seringnya
merasakan nyeri pada daerah prekordial dan sesak nafas yang mengakibatkan rasa
cepat lelah dan biasanya terjadi ditengah malam. Gejala lainnya adalah kebingungan,
muntah-muntah, dan nyeri pada perut karena pengaruh dari bendungan hepar atau
keluhan insomnia (Darmojo 2009).
51
Gangguan jantung pada lansia seperti hipertensi dimana tekanan darah
sistolik sama atau lebih tinggi dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih tinggi
dari 90mmHg, yang terjadi karena menurunnya elastisitas arteri pada proses
menua. Bila tidak ditangani, hipertensi dapat memicu terjadinya stroke, kerusakan
pembuluh darah (arteriosclerosis), serangan/gagal jantung sehingga dapat
menyebabkan kejadian jatuh pada lansia (Darmojo et al.,2000)
2. Gangguan Sistem Anggota Gerak
Responden yang memiliki gangguan anggota gerak sebanyak 19 (50%)
berisiko jatuh dari 38 responden. Penelitian ini serupa dengan penelitian Sutomo
(2011) dimana terdapat 25 responden (56.8%) yang memiliki gangguan sistem
anggota gerak dan beresiko jatuh dari 44 responden. Gangguan anggota gerak
atau disebut dengan gangguan ekstrapiramidal merupakan kelainan regulasi
terhadap gerakan volunter. Gangguan ini merupakan bagian sindroma neurologik
berupa gerakan berlebihan atau gerakan yang berkurang namun tidak berkaitan
dengan kelemahan (paresis). Insiden dan prevalensi gangguan gerak bertambah
sesuai dengan bertambahnya usia. Hal tersebut diakibatkan oleh proses penuaan
itu sendiri atau diakibatkan karena penggunaan obat-obatan yang dapat
mencetuskan terjadinya gangguan tersebut (Miller, 2005).
Gangguan gerak dibagi menjadi dua kategori yaitu, hippokinetik dan
hiperkinetik. Gangguan hipokinetik diartikan adanya hipokinesia (berkurangnya
amplitudo gerakan), bradkinesia (melambatnya gerakan), akinesia (hilangnya
gerakan) seperti pada penyakit parkinson, sedangkan gangguan hiperkinetik
terjadinya gerakan berlebih, abnormal, dan involunter, seperti pada tremor,
athetosis, dystonia, hemibalismus, chorea, myoclonus dan tie (Salzman, 2010).
52
Gangguan anggota gerak memicu terjadinya perubahan keseimbangan pada
lansia. Gangguan keseimbangan ini disebabkan oleh 3 faktor yakni efek penuaan,
kecelakaan, dan faktor penyakit. Namun dari tiga hal tersebut faktor penuaan
adalah faktor utaman penyebab gangguan keseimbangan postural pada lansia
(Avers, 2007). Jika keseimbangan postural lansia tidak dikontrol, maka akan
dapat meningkatkan risiko jatuh pada lansia (Siburian, 2006).
3. Gangguan Sistem Saraf Pusat (SSP)
Responden yang memiliki gangguan sistem saraf pusat sebanyak 26 (68,4)
dari 38 responden. Penelitian ini serupa dengan penelitian Sutomo (2011) dimana
terdapat 28 responden (63.3%) yang memiliki gangguan sistem saraf pusat
beresiko jatuh dari 44 responden. Penuaan otak kehilangan 100.000 neuron/tahun.
Neuron dapat mengirimkan signal kepada beribu-ribu sel lain dengan kecepatan
200 mil/jam. Terjadi penebalan atropi cerebral (berat otak menurun 10%) antara
usia 30-60 tahun. Secara berangsur-angsur tonjolan dendrite di neuron hilang
disusul membengkaknya batang dendrit dan batang sel. Secara progresif terjdi
fragmentasi dan kematian sel. Pada semua sel terdapat deposit lipofusin (pigment
wear and tear) yang terbentuk di sitoplasma, kemungkinan berasal dari lisosom
atau mitokondria. RNA, mitokondria dan enzyme sitoplasma menghilang. Inklusi
dialin eosinofil dan badan levy, neurofibriler menjadi kurus dan degenerasi
granulovakuole. Corpora amilasea terdapat dimana-dimana dijaringan otak
(Muttaqin, 2008).
Berbagai perubahan degenerative ini meningkat pada individu lebih dari 60
tahun dan menyebabkan gangguan persepsi, analasis dan integritas, input sensorik
menurun menyebabkan gangguan kesadaran sensorik (nyeri sentuh, panas,
53
dingin, posisi sendi). Tampilan sensori motorik untuk menghasilkan ketepatan
melambat (Muttaqin, 2008).
Lansia juga terjadi kehilangan sensasi dan propiosepsi serta resepsi informasi
yang mengatur pergerakan tubuh dan posisi serta hilangnya fiber sensori, reseptor
vibrasi dan sentuhan dari ekstremitas bawah menyebabkan berkurangnya
kemampuan memperbaiki pergerakan pada lansia yang dapat mengakibatkan
ketidakseimbangan dan jatuh (Mauk, 2010).
4. Gangguan Penglihatan
Responden yang memiliki gangguan penglihatan sebanyak 24 (63,2%)
beresiko jatuh dari 38 responden. Hal ini didukung dengan penelitian Elderberg
(2006) dengan judul “Evaluation and Management of Fall Risk in Older Adult”
yang menyatakan bahwa kelemahan otot, penurunan gaya berjalan, penyakit
kronis, dan penurunan sensorik lansia merupakan faktor instrinsik risiko
terjadinya jatuh pada lansia.
Mata adalah organ sensorik yang mentransmisikan rangsang melalui jarak
pada otak ke lobus oksipitalis dimana rasa penglihatan ini diterima sesuai dengan
proses penuaan yang terjadi, diantaranya alis berubah menjadi kelabu, dapat
menjadi kasar pada pria. Konjungtiva menipis dan berwarna kekuningan,
produksi air mata oleh kelebjar lakrimalis yang berfungsi untuk melembabkan
dan melumasi kongjungtiva akan menurun dan cenderung cepat menguap,
sehingga menyebabkan kongjungtiva mengering (Sutomo, 2011).
Gangguan penglihatan merupakan perubahan yang terjadi pada ukuran pupil,
akomodasi dan reaksi terhadap cahaya berkurang, lensa menguning dan berangsur
angsur menjadi lebih buram dan mengakibatkan katarak, sehingga mempengaruhi
kemampuan untuk melihat, menerima dan membedakan warna. Gangguan
54
ketajaman pada penglihatan disebabkan oleh presbiop kelainan lensa mata
(refleksi lensa mata berkurang), kekeruhan pada lensa (katarak), tekanan dalam
mata meninggi (Glaukoma), dan radang saraf mata (Cieayumdacitra, 2010).
Gangguan sistem penglihatan pada lansia merupakan salah satu masalah
penting yang dihadapi lansia. Ini terjadi akibat penurunan fungsi penglihatan pada
lansia tersebut, mengakibatkan kepercayaan dirilansia berkurang dan
mempengaruhi dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari sehingga jika tidak
ditangani dapat meningkatkan risiko jatuhpada lansia (Cieayumdacitra, 2010).
5. Gangguan Pendengaran
Responden yang memiliki gangguan pendengaran sebanyak 19 (50%)
beresiko jatuh dari 38 responden. Penelitian ini serupa dengan penelitian Sutomo
(2011) dimana terdapat 35 responden (79.5%) yang memiliki gangguan
pendengaran beresiko jatuh dari 44 responden. Hal ini didukung dengan
penelitian Elderberg (2006) dengan judul “Evaluation and Management of Fall
Risk in Older Adult” yang menyatakan bahwa kelemahan otot, penurunan gaya
berjalan, penyakit kronis, dan penurunan sensorik lansia merupakan faktor
instrinsik risiko terjadinya jatuh pada lansia. Gangguan pendengaran merupakan
suatu keadaan yang menyertai kelanjutan usia dengan penurunan fungsi
pendengaran pada salah satu ataupun kedua telinga sehingga dapat
mengakibatkan risiko jatuh pada lansia. Sekitar 30-35% orang berusia diantara
65-75 tahun akan mengalami gangguan pendengaran secara perlahan lahan akibat
proses penuaan yang dikenal dengan istilah presbicius, akibatnya seringkali
orang-orang disekitarnya akan berbicara dengan suara yang lebih lantang dan
keras pada lansia, namun dengan demikian bukan berarti senakin keras suara
55
yang diucapkan akan terdengar lebih baik bagi mereka karena suara yang terlalu
keras pun bisa memperburuk keadaan (Cieayundacitra, 2010).
B. Gambaran Faktor Ekstrinsik Resiko Jatuh
1. Penggunaan Alat Bantu
Responden yang menggunakan alat bantu berjalan sebanyak 16 (42,1%) 38
responden. Penelitian ini serupa dengan penelitian Achmanagara (2012) dimana
terdapat 12 responden (25,0%) yang menggunakan alat bantu berjalan beresiko jatuh
dari 48 responden. Penggunaan alat bantu berjalan memang membantu
meningkatkan keseimbangan,. Namun disii lain menyebabkan langkah yang terputus
dan kecenderungan tubuh untuk membungkuk, terlebih jika alat bantu tidak
menggunakan roda, karena itu penggunaan alat bantu berjalan ini haruslah
direkomendasikan secara individual. Apabila kasus gangguan berjalan pada lansia
tidak dapat ditangani dengan obat-obatan maupun pembedahan, maka salah satu
penanganannya adalah dengn alat bantu berjalan seperti cane (tongkat),
crutch(tongkat ketiak), dan walker.
Ketika memilih alat bantu berjalan, anatomi tubuh dan sudut siku harus
diperhatikan karena banyak dari mereka yang tidak dapat bantuan profesional dalam
memilih alat bantu berjalan sehingga mengakibatkan bertambah buruknya gaya
berjalan sehingga dapat memocu resiko jatuh (Darmojo, 2004).
2. Lingkungan
Responden menilai area tidak aman sebanyak 31 (81,6%) dari 38 responden.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Jamebozorgi et al (2013) yang
menjelaskan bahwa lingkungan yang kurang baik merupakan salah satu penyebab
jatuh pada lansia dimana didapatkan 72.3% lansia berisiko jatuh tinggi di Tehran
Hospitals dari 125 responden. Lingkungan merupakan faktor yang dapat
56
mempengaruhi keseimbangan dan berkontribusi pada risiko jatuh, kejadian jatuh
didalam ruangan lebih sering terjadi seperti di kamar mandi, kamar tidur, toilet, dan
dapur. Sekitar 10% jatuh sering terjadi saat turun tangga karena lebih berbahaya
daripada saat naik tangga.
Lingkungan yang tidak aman dapat dilihat pada lingkungan diluar rumah, panti,
ruang tamu, kamar tidur, kamar mandi, dan tangga atau lorong (Mauk, 2010).
Menurut Darmojo (2004), Lingkungan yang tidak aman menyebabkan lansia dengan
segala keterbatasannya sulit untuk mempertahankan posisi, stabilitas, dan proyeksi
pusat tubuh pada landasan penunjang baik saat kondisi statis dan dinamis sehingga
mengganggu keseimbangan.
C. Gambaran Faktor Situasional Risiko Jatuh
1. Aktivitas
Responden yang tidak melakukan kegiatan aktivitas sebanyak 28 (73,7%) dari
38 responden. Hal ini sejalan dengan penelitian Suhartini (2004) di Kelurahan
Jambangan Jawa Timur, menunjukkan bahwa sebagian besar lansia yang tidak
melakukan kegiatan aktivitas yaitu (73.1%) berisiko jatuh tinggi. Hal ini disebabkan
penurunan fungsi dan kekuatan otot tubuh karena kurangnya gerakan atau aktivitas
yang dilakukan lansia. Sebagian besar risiko jatuh terjadi saat lansia melakukan
aktivitas sehari-sehari seperti berjalan, naik turun tangga, dan mengganti posisi.
Jatuh juga terjadi pada saat lansia melakukan aktivitas berbahaya seperti mendaki
gunung atau olahraga berat. Kelelahan juga menyebabkan risiko jatuh pada lansia.
Jatuh juga sering terjadi pada lansia yang imobile (jarang bergerak) ketika tiba-tiba
ingin pindah tempat atau mengambil sesuatu tanpa pertolongan (Darmojo, 2009).
57
2. Riwayat Penyakit
Responden yang memiliki riwayat penyakit sebanyak 19 (50%) berisiko jatuh
dari 38 responden. Hal ini sejalan dengan penelitian Yenny (2006) tentang
prevalensi penyakit kronis lanjut usia di Jakarta Selatan, menyatakan bahwa 61.4%
lansia menderita penyakit persendian berisiko tinggi terhadap jatuh. Penyakit kronis
yang diderita lansia sering menyebabkan resiko jatuh, misalnya osteoatritis.
Osteoatritis adalah suatu penyakit gangguan pada sendi yang bergerak, sendi yang
paling sering terserang oleh osteoatritis adalah sendi yang harus memikul beban
tubuh, antara lain lutut, panggul, vertebra lumbal dan servikal, dan sendi-sendi pada
jari. Penyakit ini menyebabkan gangguan pada sistem muskuloskeletal karena
seseorang yang terserang penyakit ini mengalami nyeri dan kekakuan pada sendi.
Hal ini menyebabkan pergerakan menjadi terbatas karena menurunnya fungsi tulang
rawan untuk menopang badan (Carter, 2005). Hal ini dapat mengganggu
produktivitas seseorang dan memungkinkan untuk terjadinya perubahan dalam gaya
berjalan yang normal menjadi tidak normal. Perubahan gaya berjalan yang tidak
normal dapat meningkatkan risiko untuk jatuh (Morse, 1997).
D. Keterbatasan Penelitian
Peneliti menyadari bahwa dalam melakukan penelitian ini masih banyak kesalahan
dan kekurangan. Dalam hal pelaksanaan penelitian ini masih memiliki keterbatasan
antara lain dalam hal persiapan, pelaksanaan dan penyusunan laporan. Keterbatasan
peneliti dalam melakukan penelitian yang hanya dilakukan di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan menyebabkan penelitian ini belum
mapu mewakili pupulasi lansia secara keseluruhan.
58
Instrumen yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini mengacu terhadap
instrumen yang sudah baku dan mengadopsi instrumen pada penelitian lain yang sudah
ada nilai validitas dan realibilitasnya.
Dalam hal pelaksanaan saat pengambilan sampel ternyata tidak semudah yang
diharapkan terutama untuk karakteristik responden. Seharusnya untuk karakteristik
riwayat penyakit bisa diukur oleh peneliti dengan menggunakan kartu status atau
menanyakan pada petugas panti langsung, namun data ini diukur dengan menanyakan
kepada responden. Hal ini memiliki keterbatasan kurang validnya data, karena berupa
data yang hanya berdasarkan subyektivitas responden dan tidak dapat dipastikan
kebenarannya oleh peneliti.
59
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Karakteristik lansia yang menjadi responden penelitian di Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan sebagian besar berjenis kelamin
wanita (57.9%) dengan jumlah 22 responden lansia dan umur lansia yang paling
banyak menjadi responden adalah lansia yang berumur antara 60-74 tahun (elderly)
dengan jumlah 29 responden (71.1%).
2. Faktor resiko jatuh intrinsik didapatkan lansia dengan masalah jantung sebanyak 27
(71,1%), gangguan anggota gerak 19 (50%) , gangguan persyarafan sebanyak 26
(68,4%), gangguan penglihatan sebanyak 24 (63,2%), dan gangguan pendengaran 19
(50%) beresiko jatuh dari 38 responden.
3. Faktor resiko jatuh ekstrinsik didapatkan responden yang menggunakan alat bantu
jalan sebanyak 16 (42,1%) dan responden yang menilai lingkungan tidak aman
sebanyak 31 (81,6%) beresiko jatuh dari 38 responden.
60
4. Faktor resiko jatuh situasional didapatkan responden yang tidak melakukan kegiatan
aktivitas fisik sebanyak 28 (73,7%) dan responden yang memiliki riwayat penyakit
sebanyak 19 (50%) beresiko jatuh dari 38 responden.
B. Saran
1. Bagi pelayanan keperawatan gerontik
a. Melihat tingginya angka penyebab jatuh dari faktor intrinsik diatas, pelayanan
keperawatan harus ditingkatkan berfokus pada kesehatan lansia itu sendiri.
b. Untuk faktor ekstrinsik sendiri, maka diaanggap perlu untuk menciptakan
lingkungan yang aman dan nyaman untuk meminimalisir terjadinya jatuh pada
lansia.
c. Faktor situasional juga menjadi faktor risiko terjadinya jatuh pada lansia, untuk
itu perlu pengawasan terhadap aktivitas yang dilakukan dan waktu kontrol
kesehatan bagi lansia.
2. Bagi pengembangan penelitian keperawatan selanjutnya
Perlu mengkaji lagi risiko jatuh pada lansia dengan menggunakan pengukuran bukan
lagi menggunakan kuesioner agar hasilnya lebih maksimal. Peneliti selanjutnya
diharapkan dapat menghubungkan seberapa kuat hubungan faktor-faktor risiko jatuh
dengan kejadian jatuh pada lansia.
3. Bagi pengembangan ilmu keperawatan
Penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar dalam melakukan intervensi
keperawatan dan dapat memberikan informasi atau gambaran untuk pengembangan
penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Achmanagara, A. Andriyani. Hubungan Faktor Internal dan Eksternal
dengan Keseimbangan Lansia di Desa Pamijen Sokaraja
Banyumas. Jakarta: Balai penerbit UI. 2012.
APS Healthcare. Fall prevention program resource manual. North
Huntingdon: Southwestern PA Healthcare Quality Unit. 2010.
Avers. What you need to know about balance and falls.
Http://www.apta.org/AMT/Template.cfm?Section&template=/C
M/HTMDisplay fm&ContentlD=20396. Diakses tanggal 15
Desember 2015. 2007.
Badan Pusat Statistik. Profil Penduduk Lanjut Usia 2009, Jakarta :
KOMNAS LANSIA. 2010.
Badan Pusat Statistik.Survei Sosial Ekonomi Nasional
(SUSENAS)Tahun 2009.Jakarta: BPS. 2009.
Bintoro, A.C. Kecepatan rerata aliran darah otak sistem
vertebrobasilar pada pasien vertigo sentral. 27 Januari 2015.
Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.2010.
Eprints.undip.ac.id/12209/1/2000FK643.pdf. 27 Januari 2015.
Cordeiro, R.C., Perracini, M.R., Jardim, J.R., & Ramos, L.B. Factors
associated with functional balance and mobility among elderly
diabetic outpatiens. Arq Bras Endocrinal Metab. Journal. 53(7).
834-843. 2009.
Dahlan, M. Sopiyudin b. Statistik Untuk Kedokteran Dan Kesehatan.
Jakarta: Salemba Medika. 2009.
Darmojo.GeriatriIlmu Kesehatan Usia Lanjut. Edisi 4, Jakarta : Balai
Penerbit FKUI. 2009.
Darmojo R.B, Mariono, HH. Geriatri, Ilmu Kesehatan Usia Lanjut.
Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2004.
Darmojo, R.B.Teori proses menua. Dalam: Martono H, Pranarka K
(editor). Buku ajar boedhi-darmojo geriatri (ilmu kesehatan usia
lanjut). 2009.
Darmojo, Boedhi,et al.Beberapa masalah penyakit pada Usia Lanjut.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2000.
Depkes RI. 2009 Februari. Data penduduk sasaran program
pembangunan kesehatan 2007-2011. Diakses tanggal 05 januari
2015
http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/data/%20Pendudu
k%20Sasaran%20Program.pdf
Elderberg, H. K. Evaluation and Management of Fall Risk in Older
Adult. New York, 11(10): 1-40. 2006.
Gai, J., Gomes, L., Nobrega, O.T., & Rodrigues, M.P. Factors related
to falls among elderly women resident in a community. Assoc
Med Brasil Journal, 56(3), 327-32. 2010.
Gazzola, J.M., Perracini, M.R., Gananca, M.M., & Gananca, F.F.
Functional balance assosiated factors in the elderly with
chronic vestibular disorder. Brazillian Journal of
Otorhinolaryngologyi, 72(5), 683-690. 2006.
Howe, TE., Rochester, L., Jackson, A., Backs, PMH., & Blair, VA.
Exercise for improving balance in older people. Glasgow: John
Wiley & Sons. 2008.
Jamebozorgi, A. A., Kavoosi, A., Shafiee, Z., Kahlaee, A, H., & Raei,
M. Investigation of the prevalent Fall-Related Risk Factors of
Fractures in Erderly to Tehran Hospitals. Medical journal of
Islamic Republic of Iran, 27 (1), 23-30. 2013.
Lumbantobing, SM. Neurogeriatri. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
2004.
Lord, S. R., Sherrington, C., Menz, H. B., & Close, J.C.T. Falls in
older people. New York: Cambridge University Press. 2007.
Kurniawan A. Budi. Hubungan Pengetahuan dan Prilaku Keluarga
dengan Risiko Jatuh pada Lansia di Desa Pondok Karanganom
Klaten. Yogyakarta: UMY. 2014.
Mamduh M. Hanafi (Edisi 2). Manajamen Risiko. Jakarta: EGC. UPP
STIM YKPN. 2014.
Maryam, R.S.Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:
Salemba Medika. 2008..
Maures, F. A., & Smith, C. Community/ public health nursing
practice: Health for families and populations (3 ed). St. Louis:
Saunders Elsevier. 2000.
Mauk, K.L. Gerontological nursing competencies for care (2nd ed).
Sudbury: Janes and Barlett Publisher. 2010.
Minnesota Department of Health Center for Public Health
Nursing.http://www.health.state.mn.us/divs/cfh/ophp/resources/
docs/population-based-practice_definition.pdf (diakses tanggal
03 januari 2015). 2003
Miller, Carol A. Nursing for wellness in older adults: Theory and
practice (4th ed.) Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
2004.
Morris, M., & Schoo, A. Exercise and physical activity. Philadelphia:
Butterworth-Heineman Elselvier Science Limited. 2004.
Morse. Preventing patient falls. California: SAGE Publications Inc.
1997.
Notoatmodjo, S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta. 2010.
Nugroho.W. Keperawatan Gerontik dan Geriatri. (Edisi 3) Jakarta :
EGC. 2008.
Nugroho, Wahyudi, Keperawatan Gerontik Edisi kedua. Jakarta:
EGC. 2000.
Petrofsky, J.S., & Cuneo, M. Correlation between gait, balance, and
age when people are standing and walking in normal, subdued,
and no light conditions. Physical & Occupational Therapy in
Geriatrics, 26(3), 23-40. 2008.
Potter. A. P.,& Perry, A.G.Fundamental of nursing: Concepts,
process, and practice. Mosby: Missouri. 2001
Probosuseno. Mengapa Lansia sering tiba-tiba Roboh?. Diakses dari
http://www.litbang.depkes.go.id/aktual/kliping/lansia280506.ht
m., tanggal 13 januari, 2015). 2006
Safe Saskatchewan and the Seniors’ Fall Provincial Steering
Commite. A five-year strategic framework (2010-2015):
Towards a vision of seniors living fall free lives. Regina: Safe
Saskatchewan. 2010.
Siburian, P. Mengenal Lansia yang Mudah Terserang Penyakit.
Diunduh tanggal15 Desember 2015. 2006.
Stanley, M., & Beare, P. G. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.
Jakarta: EGC. 2006.
Swanson, J.M., & Nies, M.A. Community health nursing: Promoting
the health of aggregates (2ᵑ ᵈ ed.) Philadelphia: Saunders
Company.1997.
Stanhope, M., & Lancaster, J. Community health nursing (4th ed). St
Louis Missouri: Mosby Co. 2004.
Sihvonen, Sanna. Postural balance and aging: cross-sectional
comparative studies and a balance training intervention. Januari
19, 20015 University of Jyvaskyla, Faculty of Sport and Health
Science.
2004.https://jyx.jyu.fi/dspace/bitstream/handle/123456789/1349
5/951391920X.pdf?sequence.
Salzman, B. Gait and balance disorders in olders adults.American
Family Phisician, 82(1). 61-68. 2010.
Suhartini. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian lanjut usia:
Studi kasus di Kelurahan Jombangan. 2004. Diakses tanggal 15
desember 2015 http/www.damandiri.or.id
Tood., C&Skelton, D. What are the main risk factors for falls among
older people and what are the most effective interventions to
prevent these falls? Copenhagen: WHO Regional Office for
Europe. 2004.
Wallace, M. Essentials of gerontological nursing. New York:
Springer Publishing Company. 2008.
Weerdesteyn, V ., Niet, M.D., Duijinhoven, H.J.R., van, & Gaurts,
A.C.H. 2008. Falls in individuals with stroke. Journal of
Rehabilitation Research & Development, 45 (8), 1195-1214.
World Health Organization. WHO Global report on falls prevention in
older age. Geneva:Who Press. 2010.
FORMULIR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN
( INFORMED CONSENT )
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama :
Umur : ( ) 45-59 tahun ( ) 60-74 tahun ( ) 75-90
( ) diatas 90 tahun
Jenis Kelamin : ( Laki-laki / Perempuan *)
Setelah mendapatkan penjelasan dari peneliti, saya menyatakan Bersedia menjadi
responden penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, atas nama
Permata Hidayat Ashar dengan judul “Gambaran Faktor Risiko Jatuh pada Lansia di
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan”.
Demikian surat persetujuan ini saya buat dengan sukarela tanpa ada paksaan dan tekanan
dari pihak manapun dan untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
Jakarta,....September 2015
Hormatsaya,
KUESIONER FAKTOR RISIKO JATUH DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI
MULIA 4 MARGAGUNA JAKARTA SELATAN
No. Responden:
Tanggal :
A. Pernyataan Faktor Intrinsik
Petunjuk: Berilah pendapat saudara dengan member tanda check list (√) pada kolom jawaban
yang telah disediakan untuk :
1 = Sangat tidak setuju
2 = Tidak setuju
3 = Setuju
4 = Sangat setuju
No Pernyataan STS TS S SS
1 2 3 4
Gangguan Jantung
1 Saya mengalami gangguan jantung selama 6 bulan terakhir
2 Jantung saya terasa berdebar-debar
3 Saya pada saat banyak bergerak dada saya sebelah kiri terasa
sakit
4 Saya tidak pernah sakit jantung selama ini
GangguanSistemAnggotaGerak
5 Saya megalami gangguan anggota gerak saat ini
6 Kaki kanan saya sulit digerakkan
7 Saya saat berjalan, kaki saya sakit
8 Badan saya tidak bias bergerak
Gangguan system saraf gerak
9 Saya mengalami gangguan saraf 6 bulan yang lalu
10 Saya tidak mengalami gangguan saraf
Gangguan penglihatan
11 Saya tidak melihat orang orang dari jarak dekat
12 Pandangan saya sangat kabur melihat benda – benda disekitar
13 Saya tidak bias membedakan warna biru dengan warna hitam
14 Saya melihat ruangan ini sangat gelap
Gangguan Pendengaran
15 Saya menggunakan alat bantu pendengaran
16 Saya tidak bias mendengar bila dipanggil dengan nada rendah
17 Saya mengalami gangguan pendengaran seperti tuli
18 Telinga saya terasa sakit saat mendengar suara keras
B. Pernyataan Faktor Ekstrinsik
Petunjuk: Berilah pendapat saudara dengan member tanda check list (√) pada kolom jawaban
yang telah disediakan untuk:
0 = Tidak
1 = Ya
No Pernyataan Ya Tidak
Alat Bantu Berjalan
1 Apakah anda mengunakan alat bantu berjalan atau dibantu petuga
spanti?
2 Apakah anda menggunakan walker?
3 Apakah anda mengunakan alat bantu seperti tongkat?
4 Apakah anda menggunakan kruk?
5 Apakah anda mengunakan kaki palsu?
6 Apakah anda mengunakan kursi roda?
7 Apakah anda menggunakan alas kaki didalam panti seperti sandal?
Lingkungan
8 Apakah penerangan ruangan panti cukup (tidak gelap)?
9 Apakah sinar matahari dapat masuk kedalam panti?
10 Apakah lantai panti licin?
12 Apakah penataan barang-barang didalam panti rapi tidak
berantakan?
13 Apakah didalam panti ada tangga atau lantai yang rata?
14 Apakah lantai kamar mandi anda licin?
15 Apakah tempat buang air besar tidak memakai kloset duduk?
16 Apakah tempat tidur anda terlalu tinggi dan tidak ada pagar?
17 Apakah WC dekat dengan kamar anda?
18 Apakah tempat duduk anda terlalu tinggi?
Keterangan:
1. Tidak berisiko< 5
2. Berisiko ≥ 5
C. Pernyataan Faktor Situasional
Petunjuk: Berilah pendapat saudara dengan member tanda check list (√) pada kolom jawaban
yang telah disediakan untuk:
1 = Sangat tidak setuju
2 = Tidak setuju
3 = Setuju
4 = Sangat setuju
No Pernyataan STS TS S SS
1 2 3 4
Aktivitas
1 Saya melakukan aktivitas dalam kegiatan sehari-hari
dengan menggunakan tangga.
2 Saya saat melakukan aktivitas sering mendaki gunung.
3 Olahraga adalah aktivitas yang sering saya lakukan setiap
bangun pagi.
4 Saya ingin berpindah tempat dari duduk ke berdiri.
Riwayat Penyakit
5 Saya mengalami riwayat penyakit stroke selama 6 bulan
yang lalu
6 Saya mengalami tekanan darah tinggi saat ini
7 Saya mempunyai penyakit persendian (atritis), kalau cuaca
dingin suka kambuh.
8 Saya tidak mengalami penyakit katarak
9 Saya menderita penyakit paru obstruksi kronis (PPOK).
Faktor Intrinsik
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
p1 .275 38 .000 .850 38 .000
p2 .293 38 .000 .847 38 .000
p3 .252 38 .000 .871 38 .000
p4 .247 38 .000 .823 38 .000
p5 .197 38 .001 .866 38 .000
p6 .192 38 .001 .880 38 .001
p7 .309 38 .000 .830 38 .000
p8 .275 38 .000 .857 38 .000
p9 .270 38 .000 .857 38 .000
p10 .259 38 .000 .817 38 .000
p11 .276 38 .000 .856 38 .000
p12 .293 38 .000 .854 38 .000
p13 .261 38 .000 .832 38 .000
p14 .281 38 .000 .797 38 .000
p15 .302 38 .000 .752 38 .000
p16 .240 38 .000 .872 38 .000
p17 .239 38 .000 .835 38 .000
p18 .270 38 .000 .842 38 .000
Faktor Ekstrinsik
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
p1 .379 38 .000 .628 38 .000
p2 .496 38 .000 .473 38 .000
p3 .433 38 .000 .586 38 .000
p4 .518 38 .000 .400 38 .000
p6 .459 38 .000 .550 38 .000
p7 .508 38 .000 .439 38 .000
p8 .538 38 .000 .152 38 .000
p9 .538 38 .000 .152 38 .000
p10 .518 38 .000 .400 38 .000
p11 .472 38 .000 .528 38 .000
p12 .393 38 .000 .621 38 .000
p13 .472 38 .000 .528 38 .000
p14 .379 38 .000 .628 38 .000
p15 .518 38 .000 .400 38 .000
p16 .535 38 .000 .302 38 .000
p17 .446 38 .000 .570 38 .000
a. Lilliefors Significance Correction
b. p5 is constant. It has been omitted.
Faktor situasional
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
p1 .328 38 .000 .809 38 .000
p2 .321 38 .000 .826 38 .000
p3 .302 38 .000 .815 38 .000
p4 .282 38 .000 .843 38 .000
p5 .263 38 .000 .844 38 .000
p6 .282 38 .000 .843 38 .000
p7 .222 38 .000 .852 38 .000
p8 .248 38 .000 .875 38 .001
p9 .251 38 .000 .861 38 .000
a. Lilliefors Significance Correction
Statistics
GJantung GGerak GSyaraf Pengelihatan Pendengaran AlatBantu Lingkungan Aktivitas Penyakit
N Valid 38 38 38 38 38 38 38 38 38
Missing 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Mean 9.26 10.18 4.71 9.03 8.37 2.34 6.11 9.76 11.95
Median 9.00 11.00 5.00 9.00 8.50 2.00 6.00 9.00 12.00