Upload
hahuong
View
229
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
65
GAMBARAN UMUM KOTA TERNATE
Letak Geografis dan Batas Administratif
Lokasi penelitian berada di Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara dengan
letak geografis pada 0°-2° Lintang Utara dan 126°-128° Bujur Timur. Batas
administrasinya adalah sebagai berikut :
Sebelah utara berbatasan dengan Laut Maluku,
Sebelah timur berbatasan dengan Selat Halmahera,
Sebelah selatan berbatasan dengan Laut Maluku, dan
Sebelah barat berbatasan dengan Laut Maluku.
Secara administratif, kota Ternate terdiri dari kawasan kepulauan dengan
luas daratan sebesar 250,85 km², sementara luas lautannya 5.547,55 km², dan
terbagi dalam 7 kecamatan, 77 kelurahan/desa dengan klasifikasi 56
kelurahan/desa pesisir dan 21 kelurahan/desa bukan pesisir. Tabel 11
menunjukkan wilayah administrasi Kota Ternate.
Tabel 11. Wilayah Administrasi Kota Ternate
Kecamatan Luas Daratan
(km2)
Jumlah
Desa Pesisir
Jumlah
Desa Bukan Pesisir
Pulau Ternate
Moti
Pulau Batang Dua
Pulau Hiri
Ternate Selatan
Ternate Tengah
Ternate Utara
65,88
24,60
101,05
6,70
19,44
18,52
14,16
12
6
6
6
11
4
11
1
-
-
-
6
11
3
Jumlah 250,85 56 21
Sumber : BPS Kota Ternate (2010)
Lokasi penelitian difokuskan di Kota Ternate (Pulau Ternate), yang terdiri
dari 4 (empat) kecamatan, yakni Kecamatan Pulau Ternate, Kecamatan Ternate
Selatan, Kecamatan Ternate Tengah dan Kecamatan Ternate Utara. Hal ini
berkaitan dengan pengembangan kawasan waterfront yang terdapat di sekitar
lokasi tersebut atau dengan kata lain hanya berada di Pulau Ternate. Dengan
demikian, analisis perkembangan wilayah berdasarkan ketersediaan infrastruktur
hanya dibatasi pada kecamatan-kecamatan yang disebutkan diatas.
66
Topografi dan Kondisi Iklim
Kondisi topografi Kota Ternate adalah berbukit dengan sebuah gunung
berapi yang masih aktif dan terletak di tengah pulau. Kondisi yang demikian
ditandai dengan tingkat ketinggian dari permukaan laut yang beragam. Namun
secara sederhana dikelompokan menjadi 3 (tiga) kategori yaitu: kemiringan lereng
rendah (2%-8% atau 0–499 mdpl), kemiringan lereng sedang (10%-20% atau
500–699 mdpl) dan kemiringan lereng terjal (>40% atau lebih dari 700 mdpl)
(Gambar 12). Berdasarkan klasifikasi tersebut, daerah ini memiliki kelurahan
dengan tingkat ketinggian dari permukaan laut dengan kriteria rendah sebanyak
53 kelurahan berada pada kemiringan lereng rendah yaitu berupa kawasan pesisir,
6 kelurahan berada pada kemiringan lereng sedang dan 4 kelurahan berada pada
kemiringan lereng terjal. Sementara untuk kedalaman laut bervariasi, terdapat
tingkat kedalaman sekitar 10 meter sampai pada jarak sekitar 100 meter dari garis
pantai sehingga memberikan peluang untuk diadakannya reklamasi pantai. Jenis
tanah dominan adalah tanah Regosol dan Rendzina, yang merupakan ciri tanah
pulau vulkanis dan pulau karang.
Gambar 12. Peta Kemiringan Lereng Kota Ternate
67
Kota Ternate dan juga umumnya daerah pantai di Propinsi Maluku Utara
memiliki tipe iklim tropis yang dipengaruhi oleh iklim laut yang biasanya
heterogen sesuai indikasi umum iklim tropis. Di daerah ini dikenal dua musim
yakni utara–barat dan timur–selatan yang seringkali diselingi dengan dua kali
masa pancaroba setiap tahunnya.
Selama tahun 2010 kondisi iklim Kota Ternate menurut hasil pengukuran
Stasiun Meteorologi dan Geofisika Ternate adalah sebagai berikut :
Temperatur rata-rata 27,3ºC
Kelembaban nisbi rata-rata 84%
Tingkat penyinaran sinar matahari rata-rata 64%
Kecepatan angin rata-rata 4 knot dengan kecepatan maksimum mutlak rata-
rata 19 knot.
Selengkapnya mengenai kondisi iklim di Kota Ternate disajikan pada
Tabel 12 sampai dengan Tabel 15.
Tabel 12. Temperatur Rata-rata di Kota Ternate Tahun 2010 Bulan Temperatur
Rata-Rata Maksimum Minimum
Januari
Februari
Maret April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
26,7
27,0
27,6 27,6
27,6
27,2
26,8
26,5
27,0
27,5
27,3
27,5
31,1
31,7
32,6 32,0
32,1
31,7
31,4
30,8
30,7
31,9
31,9
31,0
24,0
24,2
24,7 25,1
24,9
24,6
24,0
23,3
23,1
24,3
23,7
23,9
Rata-Rata 27,3 31,58 24,15
Sumber : BPS Kota Ternate (2011)
Tabel 13. Kelembaban Nisbi dan Rata-rata Penyinaran Matahari di Kota Ternate
Tahun 2010
Bulan Kelembaban Nisbi
(%)
Rata-rata Penyinaran Matahari
(%)
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
82
81
85
85
85
8
51
75
79
61
67
60
68
Tabel 13. Kelembaban Nisbi dan Rata-rata Penyinaran Matahari di Kota Ternate
Tahun 2010 (Lanjutan)
Bulan Kelembaban Nisbi
(%)
Rata-rata Penyinaran Matahari
(%)
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
85
85
84
80
83
83
62
55
67
69
71
46
Rata-Rata 84 64
Sumber : BPS Kota Ternate (2011)
Tabel 14. Kecepatan Angin Rata-rata, Kecepatan Maksimum Mutlak dan Arah
Angin di Kota Ternate
Bulan
Kecepatan Angin Rata-
Rata
(knot)
Kecepatan
Maksimum Mutlak
(knot)
Arah Angin
(°)
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus September
Oktober
November
Desember
06
06
07
05
05
04
03
04 04
04
04
04
18
22
21
24
15
17
12
18 30
15
19
20
330
340
330
330
340
230
330
120 230
230
230
330
Rata-Rata 04 19 280
Sumber : BPS Kota Ternate (2011)
Tabel 15. Banyaknya Hari Hujan dan Curah Hujan di Kota Ternate Menurut
Bulan, Tahun 2010
Bulan Jumlah Hujan
(Hari) Curah Hujan
(mm)
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November Desember
23
15
8
23
22
17
23
21
22
16
19 21
225,0
89,6
77,5
332,7
381,2
126,5
211,4
228,4
166,6
269,8
135,9 418,6
Sumber : BPS Kota Ternate (2011)
69
Kependudukan
Hasil sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk
Kota Ternate sebanyak 185.705 jiwa dengan jumlah laki-laki sebanyak 94.476
jiwa dan perempuan sebanyak 91.229 jiwa. Sebagian besar penduduk Kota
Ternate bermukim di wilayah kecamatan Ternate Selatan yaitu sebanyak 34,33%
dari jumlah penduduk sedangkan wilayah yang paling sedikit penduduknya yaitu
kecamatan Pulau Batang Dua, karena hanya 1,34% dari jumlah penduduk Kota
Ternate yang tinggal di kecamatan tersebut. Untuk lebih jelasnya, data
kependudukan disajikan pada Tabel 16 dan Gambar 13.
Gambar 13. Persentase Jumlah Penduduk di Kota Ternate
Penduduk tidak hanya dilihat dari segi jumlahnya saja, tetapi juga perlu
ditinjau dari kepadatannya. Wilayah yang penduduknya banyak belum tentu
memiliki kepadatan penduduk yang besar. Pada Tabel 16 dapat dilihat bahwa
wilayah yang paling padat penduduknya adalah kecamatan Ternate Tengah
sebesar 4.799 jiwa/km2, sedangkan wilayah yang paling kecil kepadatan
penduduknya yaitu kecamatan Pulau Batang Dua.
Tabel 16. Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk Tahun 2010
Kecamatan Jumlah Penduduk
(jiwa)
Luas Wilayah
(Km2)
Kepadatan
(Km2/jiwa)
Pulau Ternate
Moti
Pulau Batang Dua
Pulau Hiri
Ternate Selatan
Ternate Tengah
Ternate Utara
14.692
4.399
2.487
2.735
63.746
52.072
45.574
37,23
24,8
29,04
6,70
16,98
10,85
14,38
394
177
85
408
3.754
4.799
3.169
Jumlah 185.705 139,98 1.326
Sumber : BPS Kota Ternate (2011)
Pulau Ternate;
7,91%
Moti; 2,37%
Pulau Batang
Dua; 1,34% Pulau Hiri;
1,47%
Ternate
Selatan;
34,33% Ternate
Tengah;
28,04%
Ternate Utara;
24,54%
70
Kecamatan Ternate Selatan memiliki penduduk lebih banyak daripada
kecamatan Ternate Tengah, tetapi luas wilayahnya lebih besar dari pada luas
wilayah Ternate Tengah sehingga kecamatan Ternate Tengah lebih padat
penduduknya. Faktor penyebab padatnya penduduk di kecamatan Ternate Tengah
karena kecamatan ini merupakan pusat pelayanan meliputi pusat pemerintahan,
pelayanan sarana dan prasarana niaga dan perdagangan, pusat pelayanan
kesehatan dan pendidikan, yang sebagian besar juga terletak di kecamatan ini.
Pada tahun 2010 jumlah penduduk jenis kelamin laki-laki sebanyak 94.476
jiwa lebih banyak dibanding dengan perempuan 91.229 jiwa dengan rasio jenis
kelamin penduduk sebesar 104 (lihat Tabel 17). Jumlah rumah tangga pada tahun
2010 sebesar 39.418 KK, berarti rata-rata jiwa per rumah tangga yaitu berkisar
antara 4-5 orang. Kecamatan Ternate Selatan memiliki jumlah penduduk dan
jumlah rumah tangga terbanyak, masing-masing yaitu 32.447 orang laki-laki dan
31.299 orang perempuan dengan rasio jenis kelamin 104 dan memiliki jumlah
rumah tangga sebanyak 13.666 KK.
Tabel 17. Jumlah Penduduk, Rumah Tangga dan Rasio Jenis Kelamin
Kecamatan Penduduk Rasio Jenis
Kelamain
Jumlah Rumah Tangga
(KK) Laki-Laki Perempuan
Pulau Ternate
Moti
Pulau Batang Dua
Pulau Hiri
Ternate Selatan
Ternate Tengah
Ternate Utara
7.449
2.151
1.259
1.390
32.447
26.735
23.045
7.243
2.248
1.228
1.345
31.299
25.337
22.529
103
96
103
103
104
106
102
3.026
905
585
498
13.666
10.966
9.772
Jumlah 94.476 91.229 104 39.418
Sumber : BPS Kota Ternate (2010)
Penduduk Kota Ternate yang berusia produktif (20-24 tahun) memiliki
komposisi terbanyak. Komposisi penduduk berdasarkan kelompok umur yang
disajikan pada Tabel 18 memperlihatkan bahwa penduduk Kota Ternate terbanyak
berada pada kelompok umur 20-24 tahun yaitu sebesar 24.434 jiwa, sedangkan
penduduk Kota Ternate terkecil pada kelompok umur 75 tahun keatas yaitu
sebesar 1.285 jiwa. Komposisi kelompok umur tersebut seharusnya dipergunakan
pemerintah sebagai modal untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan
meningkatkan keterampilan penduduk guna menjadi sumberdaya manusia yang
71
berkualitas. Untuk itu program pembangunan perlu diupayakan dapat mengarah
pada penciptaan lapangan kerja baru, sehingga dapat mengurangi angka
pengangguran.
Tabel 18. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur
Kelompok Umur Penduduk (jiwa)
Jumlah Laki-Laki Perempuan
0 – 4
5 – 9
10 – 14
15 – 19
20 – 24
25 – 29
30 – 34
35 – 39
40 – 44 45 – 49
50 – 54
55 – 59
60 – 64
65 – 69
70 – 74
75 +
10.273
9.391
8.161
8.995
12.648
10.333
8.462
6.892
5.641 4.381
3.444
2.358
1.471
937
586
503
9.749
8.744
7.905
9.173
11.786
9.759
8.215
6.645
5.459 4.254
3.233
2.195
1.555
1.044
731
782
20.022
18.135
16.066
18.168
24.434
20.092
16.677
13.537
11.100 8.635
6.677
4.553
3.026
1.981
1.317
1.285
Jumlah 94.476 91.229 185.705
Sumber : BPS Kota Ternate (2010)
Penggunaan Lahan Perkotaan
Informasi penggunaan lahan di Kota Ternate dihasilkan dari interpretasi
citra satelit. Hasil olahan data citra Quickbird tahun 2010 (data sekunder Bappeda
Kota Ternate) digunakan untuk interpretasi penggunaan lahan di kota Ternate.
Data citra diklasifikasi berdasarkan kelas penggunaan lahan kemudian diverifikasi
melalui survei lapang. Hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaan lahan yang
terluas ialah penggunaan lahan perkebunan 8.745,64 ha atau 54,15%. Penggunaan
lahan hutan diketahui seluas 4.574,83 ha atau 28,33%, permukiman 1.380,18 ha
atau 8,55%, kawasan jasa perdagangan 152,79 ha atau 0,95%, serta penggunaan
lahan yang terkecil yaitu lapangan 19,09 ha atau 0,12%. Penggunaan lahan
selengkapnya disajikan pada Tabel 19.
72
Tabel 19. Penggunaan Lahan di Kota Ternate, 2010
Penggunaan Lahan Luas
(ha)
Persentase
(%)
Bakau 94,20 0,58
Danau 47,18 0,29
Hutan 4574,83 28,33
Kawah 80,94 0,50
Kawasan Jasa Perdagangan 152,80 0,95
Kebun Campuran 249,39 1,54
Lahan Kosong 63,09 0,39 Lapangan 19,10 0,12
Makam 35,60 0,22
Perkebunan 8745,65 54,15
Permukiman 1380,18 8,55
Pertanian Lahan Kering 403,31 2,50
Semak Belukar 258,87 1,60
Taman 31,56 0,20
TPA 14,24 0,09
Jumlah 16.150,94
Gambar 14 menunjukkan bahwa pola penggunaan lahan yang dominan
yakni perkebunan yang berada pada ketinggian diatas 500 mdpl dan menutupi
hampir 50% daratan Pulau Ternate. Penggunaan lahan hutan berada di kawasan
sekitar kawah gunung api di Pulau Ternate yang memiliki ketinggan diatas 700
mdpl (kemiringan lereng >40%). Penggunaan lahan permukiman tersebar merata
di wilayah pesisir bagian timur hingga ke wilayah pesisir bagian selatan.
Sementara itu penggunaan lahan kawasan jasa dan perdagangan cenderung
terkonsentrasi di pusat kota yang sebagaian besar lahannya merupakan kawasan
waterfront.
73
Gambar 14. Penggunaan Lahan di Kota Ternate Tahun 2010
Penggunaan lahan pada masing-masing kecamatan secara detil disajikan
pada Tabel 20. Secara detil, luas wilayah kecamatan Pulau Ternate lebih luas
(4.746 ha), tetapi memiliki penggunaan lahan permukiman paling kecil (171 ha)
dibanding kecamatan lainnya yang berada di Pulau Ternate. Penggunaan lahan
hutan, perkebunan, lapangan, makam, permukiman dan pertanian lahan kering
berada di setiap wilayah kecamatannya.
Tabel 20. Penggunaan Lahan Tiap Kecamatan
Penggunaan Lahan Kecamatan
Pulau Ternate Ternate Selatan Ternate Tengah Ternate Utara
Bakau Danau Hutan Kawah Kawasan Jasa Perdagangan Kebun Campuran Lahan Kosong Lapangan
Makam Perkebunan Permukiman Pertanian Lahan Kering Semak Belukar Taman TPA
0,34 28,86
1.161,24 37,26 0,95
128,23 8,26 2,11
6,17 3.015,47 171,61 88,19 77,17 6,28 14,24
3,38 18,32
766,75 20,48 11,18 49,89 25,05 4,42
6,69 809,77 456,03 64,19 0,96 11,97
-
- -
343,84 8,53 72,37 21,96 2,57 4,13
12,91 631,64 306,84
2,45 -
4,45 -
- -
336,43 14,66 68,30 5,02 27,20 3,36
4,33 668,81 335,73 53,34
177,60 8,86
-
Jumlah (ha) 4.746,38 2.249,08 1.411,69 1.703,64
74
Gambaran Struktur Ruang Kota
Struktur ruang kota merupakan kerangka sistem pusat-pusat pelayanan
kegiatan kota yang berhierarki dan satu sama lain dihubungkan oleh sistem
jaringan prasarana wilayah. Struktur ruang kota berfungsi sebagai pembentuk
sistem pusat-pusat pelayanan yang memberikan layanan bagi wilayah kota dan
juga sebagai arahan penempatan jaringan prasarana wilayah kota sesuai dengan
fungsi jaringannya yang menunjang keterkaitan antar pusat-pusat pelayanan.
Berdasarkan kondisi eksisting Kota Ternate, pusat pelayanan utama kota
saat ini berada di sekitar kawasan pusat kota (Kecamatan Ternate Tengah).
Sementara untuk ke arah luar, pusat pelayanan kota cenderung tumbuh mengikuti
struktur jaringan jalan. Sebaran permukiman berkembang secara sporadis tanpa
adanya pola yang jelas. Kondisi ini akan mempengaruhi penyediaan sarana dan
prasarana yang kebutuhannya dari waktu ke waktu terus meningkat.
Pada tatanan wilayah Kota Ternate, fungsi pelayanan primer diemban oleh
Kecamatan Ternate Utara, Ternate Tengah dan Ternate Selatan dicirikan dengan
ketersediaan fasilitas pelayanan yang melayani seluruh wilayah
pengembangannya terutama dalam konteks pelayanan administrasi pemerintahan
(Gambar 15). Fungsi pelayanan sekunder diemban oleh Kecamatan Pulau Ternate,
Moti, Pulau Hiri dan Pulau Batang Dua yang memiliki jangkauan pelayanan
penunjang terhadap wilayah pengembangan pusat kota.
Adapun penetapan sistem pusat pelayanan kota Ternate direncanakan
sebagai berikut :
1. Sistem pusat pelayanan kota dikembangkan dalam 1 (satu) pusat pelayanan
kota, 6 (enam) sub pusat pelayanan kota, dan 26 (dua puluh enam) pusat
lingkungan.
2. Masing-masing sistem pusat pelayanan kota dilengkapi dengan fasilitas
pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas peribadatan, dan fasilitas keamanan
dan keselamatan;
3. Pengembangan fasilitas pendidikan terdiri atas:
a. TK dan SD dengan jangkauan pelayanan lingkungan;
b. SLTP dengan jangkauan pelayanan sub pelayanan kota;
c. SLTA dengan jangkauan pelayanan kota; dan
75
d. Pendidikan/Perguruan Tinggi dengan jangkauan pelayanan kota dan
regional.
4. Pengembangan fasilitas kesehatan terdiri atas:
a. Balai Pengobatan dan praktek dokter dengan jangkauan pelayanan
lingkungan;
b. Puskesmas, puskesmas pembantu, dan apotek dengan jangkauan pelayanan
Sub Pusat Pelayanan Kota (SPK); dan
c. Rumah sakit dengan jangkauan pelayanan kota dan regional.
5. Pengembangan fasilitas peribadatan menyebar ke seluruh Kota Ternate sesuai
dengan agama yang dianut oleh masyarakat disesuaikan dengan jangkauan
pelayanan masing-masing jenis rumah ibadah serta jumlah dan sebaran
pemeluknya.
6. Pengembangan fasilitas keamanan dan keselamatan terdiri atas :
a. Fasilitas pos polisi dengan jangkauan pelayanan setingkat lingkungan dan
berlokasi di setiap pusat lingkungan;
b. Pemadam kebakaran berada dalam jangkauan pusat dan sub pelayanan
setingkat kota dan berlokasi di Kota Ternate;
c. Rencana pengembangan pemadam kebakaran dibuat dalam hierarki di setiap
kecamatan Kota Ternate;
d. Badan Penanggulangan Bencana Daerah berada dalam jangkauan pelayanan
setingkat kota dan berlokasi di Kecamatan Ternate Selatan.
Pusat Pelayanan Kota (PPK)
Pusat Pelayanan Kota (PPK) berperan untuk melayani seluruh wilayah
kota dan/atau regional. Pusat pelayanan kota di Kota Ternate, terletak di sebagian
Kecamatan Ternate Tengah, sebagian Kecamatan Ternate Utara dan sebagian
Kecamatan Ternate Selatan, yang meliputi Kelurahan Salero, Soa, Makassar
Timur, Makassar Barat, Gamalama, Muhajirin, Tanah Raja, Takoma, Kota Baru,
Maliaro, Stadion, Tanah Tinggi, Kalumpang, Santiong dan Salahuddin.
Pusat Pelayanan Kota (PPK) di Kota Ternate terdapat arah dan fungsi
pengembangan meliputi: Pusat pelayanan Pemerintahan Kota; Pendidikan dan
76
olahraga; Perdagangan dan Jasa; Pusat pelayanan transportasi; Pusat pelayanan
kesehatan; Pusat keamanan dan keselamatan; dan Pusat sejarah dan kebudayaan.
Sub Pusat Pelayanan Kota (SPK)
Sub Pusat Pelayanan Kota (SPK) merupakan pusat pelayanan kegiatan
kota dengan lingkup wilayah pelayanan sebagian pengembangan wilayah kota
sebagaimana diatur dalam rencana perwilayahan kota. Sub pusat pelayanan di
Kota Ternate terbagi dalam 6 (enam) sub pusat pelayanan, yang meliputi: wilayah
yang terletak di Kelurahan Dufa-Dufa (Pemerintahan, jasa perdagangan,
pendidikan dan transportasi) Kelurahan Bastiong (jasa perdagangan, pendidikan
dan transportasi), Kelurahan Jambula, Kelurahan Moti Kota, Kelurahan Faudu
dan Kelurahan Mayau.
Sub Pusat Pelayanan Kota di Kota Ternate terdapat arah dan fungsi
pengembangan meliputi: Pusat pelayanan pemerintahan Kecamatan, Pendidikan,
Perdagangan dan Jasa, Pusat pelayanan transportasi, Pusat pelayanan kesehatan,
Pusat keamanan dan keselamatan dan Pusat sejarah dan kebudayaan.
Pusat Lingkungan
Pusat Lingkungan merupakan pusat pelayanan kegiatan dengan skala
pelayanan lingkungan yang tersebar di setiap Bagian Wilayah Kota (BWK)
dengan kegiatan dan kelengkapan fasilitas pada Pusat Lingkungan berupa pusat
pelayanan pemerintahan tingkat kelurahan, perdagangan tingkat lingkungan atau
kegiatan pendidikan skala lingkungan seperti sekolah taman kanak-kanak atau
sekolah dasar. Konsep dasar struktur tata ruang ditetapkan setelah mendapatkan
masukan dari visi dan misi tata ruang serta mencermati hasil analisis konektivitas
antara pusat-pusat pertumbuhan perkotaan serta konektivitas antar Pulau-pulau,
baik konektivitas internal maupun eksternal terhadap orientasi regional Kawasan
Timur Indonesia (KTI).
Bagian Wilayah Kota (BWK)
Dalam penentuan Bagian Wilayah Kota (BWK) berdasarkan Rencana
Detil Tata Ruang Kota Ternate tahun 2007, dimana terdapat 7 BWK yang
77
semuanya memiliki peran dan fungsi secara proporsional terhadap wilayah dalam
masing-masing BWK.
1. BWK 1 dilengkapi dengan 1 (satu) Pusat Lingkungan terletak di kelurahan
Dufa-Dufa Kecamatan Ternate Utara yang meliputi Kelurahan Tarau, Sango,
Tabam, Tafure, Akehuda, Tubo, Dufa-Dufa, Sangadji Utara, Sangadji,
Toboleu, Kasturian, Salero, Soa-Sio, dan Soa. Adapun arah pengembangan di
BWK 1 adalah sebagai permukiman, kawasan bandara, pelabuhan, pariwisata,
militer, jasa, perdagangan, perikanan, pendidikan, dan olahraga.
2. BWK 2 dilengkapi dengan 1 (satu) Pusat Lingkungan terletak di kelurahan
Salahuddin Kecamatan Ternate Tengah yang meliputi Kelurahan Makassar
Timur, Makassar Barat, Salahuddin, Kalumpang, Santiong, Gamalama, Moya,
Kampung Pisang, Marikurubu, Muhajirin, Tanah Raja, Maliaro, Stadion,
Takoma, dan Kota Baru. Adapun arah pengembangan di BWK 2 diarahkan
sebagai kawasan jasa, perdagangan, pariwisata, pelabuhan, permukiman,
pendidikan, pemerintahan, militer, dan olahraga.
3. BWK 3 dilengkapi dengan 1 (satu) Pusat Lingkungan terletak di kelurahan
Kalumata Kecamatan Ternate Selatan yang meliputi Kelurahan Sasa, Gambesi,
Ngade, Fitu, Kalumata, Kayu Merah, Tabona, Ubo-Ubo, Bastiong Karance,
Bastiong Talangame, Mangga Dua Utara, Mangga Dua, Jati Perumnas, Jati,
Tanah Tinggi Barat, Tanah Tinggi, dan Toboko. Adapun arah pengembangan
BWK 3 sebagai jasa, perdagangan, pariwisata, pelabuhan, perikanan, militer
olahraga dan pendidikan .
4. BWK 4 dilengkapi dengan 1 (satu) Pusat Lingkungan terletak di kelurahan
Jambula Kecamatan Pulau Ternate yang meliputi Kelurahan Jambula, Kastela,
Foramadiahi, Rua, Afe Taduma, Dorpedu, Togafo, Loto, Takome, Sulamadaha,
Tobololo, Bula dan Kulaba. Adapun arah pengembangan BWK 4 sebagai
permukiman, pariwisata, dan pertanian.
5. BWK 5 dilengkapi dengan 1 (satu) Pusat Lingkungan terletak di kelurahan
Togolobe Kecamatan Pulau Hiri yang meliputi Kelurahan Faudu, Tomajiko,
Dorari Isa, Togolobe, Tafraka, dan Mado. Pusat BWK 5 di Kelurahan
Togolobe. Adapun arah pengembangan BWK 5 sebagai perikanan, pertanian
dan permukiman.
78
6. BWK 6 dilengkapi dengan 1 Pusat Lingkungan terletak di kelurahan Moti Kota
Kecamatan Moti yang meliputi Kelurahan Moti Kota, Takofi, Tadenas, Figur,
Tafamutu, dan Tafaga. Adapun arah pengambangan BWK 6 sebagai
permukiman, pertanian dan perikanan.
7. BWK 7 dilengkapi dengan 1 Pusat Lingkungan terletak di kelurahan Mayau
Kecamatan Batang Dua yang meliputi Kelurahan Mayau, Tifure, Bido, Lelewi,
Perum Bersatu dan Pante Sagu. Adapun arah pengembangan BWK 7 sebagai
permukiman, pertanian dan perikanan.
Gambar 15. Peta Rencana Struktur Ruang Kota
Sumber : BAPPEDA Kota Ternate (2010)
79
Kawasan Kota Tepian Air (Waterfront City)
Secara administratif, kota Ternate terdiri dari kesatuan kawasan yang
terdiri dari 5 (lima) gugusan pulau dalam satu kluster pengembangan, yakni Pulau
Ternate, Pulau Hiri, Pulau Tifure dan Pulau Mayau (Batang Dua). Ditinjau dari
fungsional kawasan perkotaan, maka kota Ternate berfungsi sebagai pusat
pemerintahan, pusat perekonomian dan pusat pariwisata. Kondisi geografis kota
Ternate memiliki luas lautan yang lebih luas dibandingkan luas daratan, sehingga
strategi pengembangan kota diarahkan pada kawasan pesisir dalam upaya
peningkatan dan pengembangan waterfront city pada suatu sistem wilayah
kepulauan. Upaya pengembangan tersebut dapat melalui peningkatan infrastruktur
perkotaan, sumberdaya alam, sumberdaya manusia dalam rangka pengembangan
ekonomi berbasis kerakyatan.
Berdasarkan pertimbangan sasaran strategis pengembangan kawasan
dalam mendukung upaya pengembangan waterfront Kota Ternate, serta
memperhatikan rekomendasi dari arah kebijakan kota serta visi dan misi tata
ruang, maka ditetapkan 5 skenario pengembangaan kawasan waterfront, yaitu: 1)
Pengelolaan lingkungan pesisir, 2) Pengembangan dan pengelolaan pelabuhan, 3)
Penataan permukiman kumuh di kawasan pesisir, 4) Penataan kawasan khusus,
dan 5) Pengembangan objek wisata bahari, sejarah dan budaya (BAPPEDA,
2006).
Skenario pengembangan kota pantai (waterfront city) di Kota Ternate,
secara garis besar bertumpu pada karakteristik kota pantai yang tetap melestarikan
sumberdaya alam dan lingkungan pantai. Berdasarkan kebijakan rencana aksi
pengembangan kawasan pesisir, maka difokuskan arahan pengembangan pada
Bagian Wilayah Kota I (BWK I) dan BWK II yang mencakup Kecamatan Ternate
Utara, dan Kecamatan Ternate Tengah. Hal tersebut tentunya akan mempermudah
integrasi pengembangan infrastruktur yang akan dibangun. Fungsi strategis kedua
BWK ini disajikan dalam Tabel 21.
80
Tabel 21. Fungsi Strategis BWK I dan BWK II dalam mendukung Waterfront
City Kota Ternate
Lokasi Wilayah
Administrasi Fungsi Kegiatan Utama
Strategi Pengembangan Tata Ruang
BWK I Kecamatan Ternate
Utara
Permukiman, Bandara,
Pelabuhan, Pariwisata,
Militer, Jasa,
Perdagangan, Perikanan
dan Olahraga
Pengendalian pertumbuhan permukiman
Pengendalian tata bangunan
dan lingkungan kawasan
pesisir dan kawasan
berkepadatan tinggi
Pengembangan pariwisata
sejarah
Pengembangan pusat
pendidikan
Pengembangan sub pusat
pertumbuhan kawasan jasa dan perdagangan skala kota
Pengembangan sub sektor
perikanan
Pengembangan pusat
olahraga, Pengembangan
Sektor Jasa dan
Perdagangan
BWK II Kecamatan Ternate
Tengah
Jasa Perdagangan,
Pariwisata, Pelabuhan,
Perikanan dan
Permukiman
Pengendalian pertumbuhan
permukiman dan
pengendalian tata bangunan
dan lingkungan kawasan
Pengembangan sub sektor perikanan
Pengembangan sub pusat
pertumbuhan baru
Sumber : DKP (2008)
Pengembangan struktur ruang kawasan waterfront city Kota Ternate akan
diarahkan berdasarkan kluster-kluster pengembangan dengan inti pusat kawasan
prioritas yang terdiri dari 9 (sembilan) kawasan prioritas yang ditentukan
berdasarkan hasil analisis pengembangan struktur ruang dan analisis pendapat
stakeholders. Sebaran kawasan prioritas tersebut dapat dilihat pada Gambar 16.
81
Gambar 16. Kawasan Prioritas Action Plan Waterfront City Kota Ternate
Sumber : DKP (2008)
Kondisi geografis wilayah kota Ternate merupakan suatu gugusan pulau-
pulau dan secara topografis sebagian besar kawasannya adalah lahan dengan
ketinggian lereng yang berbeda sehingga hanya beberapa bagian kawasan saja
yang dapat difungsikan sebagai kawasan terbangun. Pusat pengembangan
kawasan waterfront diarahkan pada BWK I dan BWK II yang berada di wilayah
pusat kota, sedangkan wilayah lainnya difungsikan sebagai kawasan pendukung.
Hasil analisis struktur ruang wilayah, kawasan perkotaan, perekonomian,
kemasyarakatan, kelembagaan, pendapat stakeholder dan fisik kawasan, maka
menghasilkan strategi pengembangan kawasan pesisir kota Ternate. Strategi
pengembangan kawasan pesisir diarahkan sebagai suatu sistem wilayah kepulauan
melalui peningkatan infrastruktur perkotaan, sumberdaya alam, sumberdaya
manusia dalam rangka pengembangan ekonomi masyarakat.
82
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Ternate
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan ukuran
produktivitas wilayah yang paling umum dan telah diterima secara luas sebagai
indikator pembangunan dalam skala wilayah dan negara. Secara umum PDRB
dapat definisikan sebagai jumlah nilai tambah dari semua barang dan jasa yang
diproduksi di suatu negara atau wilayah dalam periode satu tahun. Jumlah nilai
barang dan jasa yang dihasilkan di suatu wilayah telah dihilangkan unsur-unsur
intermediate cost (Rustiadi et al., 2009).
Nilai PDRB dapat dihitung melalui tiga pendekatan yaitu :
1. Segi Produksi, merupakan jumlah nilai tambah bruto atas suatu barang dan jasa
yang dihasilkan oleh unit-unit produksi dalam suatu wilayah dan biasanya
dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). Nilai tambah bruto yang terdiri dari
biaya faktor produksi (upah/gaji, bunga netto, sewa tanah, keuntungan),
penyusutan barang modal dan pajak tak langsung netto.
2. Segi Pendapatan, merupakan balas jasa (pendapatan) yang diterima faktor-
faktor produksi karena ikut serta dalam proses produksi dalam suatu wilayah,
dan biasanya dalam jangka waktu tertentu (satu tahun).
3. Segi Pengeluaran, merupakan jumlah pengeluaran yang dilakukan oleh rumah
tangga, Pemerintah dan Lembaga Swasta Non Profit, pembentukan modal
tetap, perubahan stok serta Ekspor Netto, biasanya dalam jangka waktu
tertentu.
Saat ini Kota Ternate baru menghitung PDRB dari segi produksi saja.
PDRB terdiri dari PDRB atas dasar harga berlaku dan PDRB atas dasar harga
konstan. PDRB atas dasar harga berlaku merupakan penjumlahan nilai tambah
dari barang dan jasa yang diproduksi dan dinilai menggunakan harga yang berlaku
pada tahun bersangkutan. PDRB atas dasar harga konstan merupakan
penjumlahan nilai tambah dari barang dan jasa yang diproduksi dan dinilai
menggunakan harga pada tahun dasar yaitu tahun 2000.
Besarnya nilai PDRB atas dasar harga berlaku di suatu wilayah
memberikan gambaran potensi perekonomian wilayah tersebut. PDRB atas dasar
harga berlaku Kota Ternate dari tahun ke tahun terus mengalami kenaikan. Pada
83
tahun 1999 PDRB atas dasar harga berlaku sebesar 349.727 juta rupiah meningkat
pada tahun 2011 menjadi 1.145.573 juta rupiah. Pada tahun 1999-2011 sektor-
sektor yang berkontribusi besar terhadap pembentukan PDRB atas dasar harga
berlaku yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor jasa, sektor
pengangkutan dan komunikasi serta sektor pertanian (Gambar 17 dan Tabel 22).
Peningkatan ini menunjukkan bahwa terjadi perkembangan perekonomian Kota
Ternate. Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh kenaikan produksi
barang dan jasa pada wilayah tersebut pada tahun tertentu. Jika kenaikan produksi
barang dan jasa pada tahun tertentu lebih tinggi dari tahun sebelumnya maka
dikatakan terjadi kenaikan pertumbuhan.
Gambar 17. PDRB Kota Ternate Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 1999-2011
0
50.000
100.000
150.000
200.000
250.000
300.000
350.000
400.000
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Pertanian
Pertambangan &
PenggalianIndustri Pengolahan
Listrik, Gas, Air Bersih
Bangunan
Perdagangan, Hotel &
RestoranPengangkutan &
KomunasiKeuangan, Persewaan
& Jasa PerusahanJasa-Jasa
84
Tabel. 22. PDRB Kota Ternate Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 1999-2011 (dalam juta rupiah)
Sektor 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Pertanian 45.831 46.016 49.517 50.556 53.868 57.288 60.870 64.756 76.963 108.284 120.257 134.682 151.855
Pertambangan & Penggalian 3.294 3.610 3.713 3.719 3.795 3.879 3.962 5.111 5.761 7.373 10.056 11.488 13.841
Industri Pengolahan 24.229 18.209 18.423 24.879 25.306 26.894 29.102 31.343 34.049 37.925 50.766 53.230 58.449
Listrik, Gas, Air Bersih 5.070 5.222 5.430 5.967 6.402 6.736 7.125 7.645 8.114 10.508 11.716 12.637 14.222
Bangunan 8.142 10.143 13.665 15.335 17.706 21.363 24.525 27.686 30.932 39.906 51.447 65.965 81.347
Perdagangan, Hotel & Restoran 111.989 110.058 113.320 118.569 128.514 139.790 156.176 166.854 187.741 199.348 246.306 294.696 337.365
Pengangkutan & Komunasi 60.937 65.939 69.013 53.447 57.212 59.118 64.526 77.338 89.648 114.500 133.526 155.427 186.029
Keuangan, Persewaan & Jasa
Perusahan
28.326 26.113 27.081 27.470 28.351 29.482 31.256 32.824 36.794 55.764 71.659 85.925 101.039
Jasa-Jasa 61.909 63.839 66.133 68.416 77.493 84.852 93.108 104.365 115.658 121.272 149.633 177.744 201.426
Jumlah 349.727 349.149 366.295 368.358 398.647 429.402 470.650 517.922 585.660 694.880 845.366 991.794 1.145.573
Sumber : BPS Kota Ternate (2011)
84
170
Hasil analisis persepsi stakeholder terkait sub aspek infrastruktur hijau
yang menjadi prioritas menurut para stakeholders yaitu taman kota dengan bobot
nilai 0,757, dan selanjutnya lapangan olahraga dengan bobot nilai 0,243. Prioritas
pada taman kota didasarkan pada fungsi ekologis, fungsi sosial budaya dan fungsi
estika. Gambar 53 menunjukkan hasil analisis AHP sub aspek infrastruktur hijau.
Gambar 53. Hasil AHP Sub Aspek Infrastruktur Hijau
Alternatif Kebijakan Penataan dan Pengelolaan Infrastruktur
Pada tingkat alternatif untuk penataan infrastruktur fisik yang ada di
kawasan, alternatif pengelolaan sampah terpadu (0,425) menjadi prioritas utama
dalam penangan permasalahan yang terkait dengan infrastruktur tersebut.
Permasalahan sampah di kawasan waterfront cukup terbilang kompleks, karena
sampah menumpuk di badan air (tepian pantai) dan juga pada TPS-TPS yang
kelebihan muatan sampah misalnya pada lokasi pasar tradisional, sementara disisi
lain kawasan waterfront lebih menonjolkan aspek estetika kota, sehingga perlu
adanya penanganan secara terpadu guna menyelesaikan persoalan tersebut.
Sementara untuk alternatif infrastruktur sosial dan ekonomi, para
stakeholder berpendapat bahwa penataan kawasan PKL (0,542) lebih penting
untuk diperhatikan. Hal ini berkaitan dengan aspek kawasan informal yang tidak
terencana tumbuh di kawasan ini. Keberadaan kawasan PKL ini, tentunya
membuka peluang usaha bagi masyarakat sekitar. Namun demikian suatu kawasan
yang tidak direncanakan tersebut, tampak cukup mengganggu terhadap estetika
kota karena penataannya sangat semraut. Selain itu, kawasan ini juga pada
akhirnya memproduksi sampah yang langsung ditumpukkan pada badan air
(tepian pantai).
Alternatif infrastruktur hijau yang penting sebagai prioritas dalam
penataan dan pengelolaan infrastruktur kawasan waterfront ialah penataan
kembali taman “Dodoku-Ali” (0,610). Taman tersebut merupakan suatu kesatuan
0,757
0,243
0,000 0,100 0,200 0,300 0,400 0,500 0,600 0,700 0,800
Taman Kota
Lapangan Olahraga
171
dimana simbol sejarah melekat pada kawasan ini. Saat ini kondisinya tidak
terawat dan beberapa prasarana yang ada, tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Untuk membangun simbol sejarah bagi keberadaan Kesultanan Ternate, maka
taman ini dapat difungsikan kembali, sebagai pusat interaksi masyarakat, sarana
rekreasi atau sebagai interaksi seni dan budaya.
Berdasarkan hasil dari persepsi stakeholder tersusun prioritas arahan
strategis yang menjadi capaian utama dalam penataan dan pengelolaan
infrastruktur kawasan waterfront di Kota Ternate disajikan pada Gambar 54 dan
Gambar 55.
Gambar 54. Hasil AHP Alternatif Penataan & Pengelolaan Infrastruktur Kawasan
Waterfront Kota Ternate
0,288
0,287
0,425
0,542
0,458
0,61
0,39
0 0,2 0,4 0,6 0,8
Perbaikan Saluran Drainase
Penataan Jalur Pedestrian
Pengelolaan Sampah Terpadu
Penataan Kawasan PKL
Revitalisasi kawasan Pasar Tradisional
Penataan Lansekap Taman Kota “Dodoku-
Ali
Penataan Lansekap Kawasan Gelanggang
Remaja
172
Tingkat 1:
Fokus
Tingkat 2 :
Aspek
Tingkat 3:
Sub Aspek
Tingkat 4:
Alternatif
Gambar 55. Struktur Hierarki AHP
Arahan Penataan dan Pengelolaan Infrastruktur
Kawasan Waterfront
Infrastruktur Fisik Infrastruktur Sosial & Ekonomi
Infrastruktur Hijau
Jaringan
Jalan
Saluran
drainase
Sampah
Perbaikan Saluran
Drainase
Pengelolaan
Sampah Terpadu
Revitalisasi kawasan
Pasar Tradisional
Penataan Lansekap
Taman Kota
“Dodoku-Ali”
Pelayanan
Air Bersih
Jaringan
Listrik Pasar
Tradisional
Taman
Kota
Pertokoan/
Mall Mesjid Terminal
Angkutan
Lapangan
Olahraga
Penataan Kawasan PKL
Penataan Jalur
Pedestrian
Penataan Lansekap
Kawasan
Gelanggang Remaja
(0,525) (0,237)
(0,238)
(0,211) (0,175) (0,174) (0,208) (0,233) (0,306) (0,159)
(0,326) (0,209) (0,757) (0,243)
(0,288) (0,287) (0,425) (0,542) (0,458) (0,610) (0,390)
172