65
BAB I GANGGUAN NEUROSIS 1. Definisi Neurosis Neurosis adalah suatu gangguan non-psikotik yang kronis atau rekuran yang ditandai terutama oleh kecemasan, yang dialami atau yang diekspresikan secara langsung atau diubah melalui mekanisme pertahanan. Kecemasan tampak sebagai gejala, seperti suatu obsesi, suatu kompulsi, suatu fobia, atau suatu difungsi seksual. Gangguan neurotik dalam Pedoman Penggolongan Diagnosa Gangguan Jiwa (PPDGJ) adalah gangguan mental yang tidak mempunyai dasar organik, individu mempunyai insight, dan hubungan dengan realitanya tidak terganggu Neurosis, menurut W.F. Maramis (1980 : 97), adalah suatu kesalahan penyesuaian diri secara emosional karena tidak diselesaikan suatu konflik tidak sadar. Berdasarkan pendapat mengenai neurosis dari para ahli tersebut dapat diidentifikasi pokok-pokok pengertian mengenai neurosis sebagai berikut. 1 1. Neurosis merupakan gangguan jiwa pada taraf ringan. 2. Neurosis terjadi pada sebagian aspek kepribadian. 3. Neurosis dapat dikenali gejala-gejala yang menyertainya dengan ciri khas kecemasan. 1

Gangguan Neurosis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

gangguan neurosis

Citation preview

Page 1: Gangguan Neurosis

BAB I

GANGGUAN NEUROSIS

1. Definisi Neurosis

Neurosis adalah suatu gangguan non-psikotik yang kronis atau rekuran yang

ditandai terutama oleh kecemasan, yang dialami atau yang diekspresikan secara

langsung atau diubah melalui mekanisme pertahanan. Kecemasan tampak sebagai

gejala, seperti suatu obsesi, suatu kompulsi, suatu fobia, atau suatu difungsi

seksual. Gangguan neurotik dalam Pedoman Penggolongan Diagnosa Gangguan

Jiwa (PPDGJ) adalah gangguan mental yang tidak mempunyai dasar organik,

individu mempunyai insight, dan hubungan dengan realitanya tidak terganggu

Neurosis, menurut W.F. Maramis (1980 : 97), adalah suatu kesalahan penyesuaian

diri secara emosional karena tidak diselesaikan suatu konflik tidak sadar.

Berdasarkan pendapat mengenai neurosis dari para ahli tersebut dapat

diidentifikasi pokok-pokok pengertian mengenai neurosis sebagai berikut.1

1. Neurosis merupakan gangguan jiwa pada taraf ringan.

2. Neurosis terjadi pada sebagian aspek kepribadian.

3. Neurosis dapat dikenali gejala-gejala yang menyertainya dengan ciri khas

kecemasan.

4. Penderita neurosis masih mampu menyesuaikan diri dan melakukan

aktivitas sehari-hari.

Gangguan neurotik dalam sejarahnya diidentifikasikan oleh Sigmund Freud.

Aslinya ada tiga neurosis klasik, yaitu (1) fobia, yang oleh Freud disebut hysteria

anxietas yang ditandai oleh ketakutan yang tidak masuk akal terhadap benda atau

situasi yang biasa; (2) konversi, atau hysteria konversi, dengan ciri-ciri hilangnya

fungsi pada bagian tubuh yang tidak berkaitan dengan gangguan anatomic atau

fisiologis; dan (3) neurosis obsesif kompulsif yang bercirikan adanya pikiran yang

berulang kali datang dan mengganggu dan dorongan yang tak tertahankan untuk

melakukan perbuatan ritual, berulang, dan tidak bermakna.1

1

Page 2: Gangguan Neurosis

2. Klasifikasi Neurosis

Kelainan jiwa yang disebut neurosis ditandai dengan bermacam-macam gejala.

Dan berdasarkan gejala yang paling menonjol, sebutan atau nama untuk jenis

neurosis diberikan. Dengan demikian pada setiap jenis neurosis terdapat ciri-ciri

dari jenis neurosis yang lain, bahkan kadang-kadang ada pasien yang

menunjukkan begitu banyak gejala sehingga gangguan jiwa yang dideritanya

sukar untuk dimasukkan pada jenis neurosis tertentu (W.F. Maramis, 1980 : 258).

a. Berdasarkan DSM-IV

Istilah neurosis tidak digunakan dalam DSM-IV dan tidak ada kelas diagnostik

keseluruhan yang disebut ”neurosis”, tetapi banyak klinisi yang menganggap

kategori diagnostik berikut ini sebagai neurosis : gangguan panik dengan atau

tanpa agorafobia, agorafobia tanpa riwayat gangguan panik, fobia spesifik dan

sosial, gangguan obsesif kompulsif, gangguan stres pasca trauma, gangguan stres

akut, gangguan ansietas menyeluruh, gangguan ansietas akibat keadaan medis

umum, gangguan ansietas yang diinduksi zat, dan gangguan ansietas yang tidak

tergolongkan.2

b. Berdasarkan PPDGJ III

Berdasarkan PPDGJ III Neurosis terdiri dari3:

F40–F48 Gangguan Neurotik, Gangguan Somatoform Dan Gangguan Yang

Berkaitan Dengan Stres

F40 Gangguan Anxietas Fobik

F40.0 Agorafobia

.00 Tanpa gangguan panik

.01 Dengan gangguan panik

F40.1 Fobia sosial

F40.2 Fobia khas (terisolasi)

F40.8 Gangguan anxietas fobik lainnya

F40.9 Gangguan anxietas fobik YTT

F41 Gangguan Anxietas Lainnya

F41.0 Gangguan panik (anxietas paroksismal episodik)

F41.1 Gangguan anxietas menyeluruh

2

Page 3: Gangguan Neurosis

F41.2 Gangguan campuran anxietas dan depresif

F41.3 Gangguan anxietas campuran lainnya

F41.8 Gangguan anxietas lainnya YDT

F41.9 Gangguan anxietas YTT

F42 Gangguan Obsesif-Kompulsif

F42.0 Predominan pikiran obsesional atau pengulangan

F42.1 Predominan tindakan kompulsif (obsesional ritual)

F42.2 Campuran tindakan dan pikiran obsesional

F42.8 Gangguan obsesif kompulsif lainnya

F42.9 Gangguan obsesif kompulsif YTT

F43 Reaksi Terhadap Stres Berat dan Gangguan Penyesuaian (F43.0-F43.9)

F44 Gangguan Disosiatif (Konversi) (F44.0-F44.9)

F45 Gangguan Somatoform (F45.0-F45.9)

F48 Gangguan Neurotik Lainnya (F48.0-F48.9)

2.1. Gangguan Anxietas Fobik

Anxietas dicetuskan hanya atau secara predominan oleh adanya situasi atau objek

yang jelas, tertentu (dari luar individu itu sendiri), yang sebenarnya secara umum

tidak berbahaya. Akibatnya situasi atau objek demikian secara khusus dihindari

atau dihadapi dengan perasaan yang terancam. Pada anxietas timbul gejala-gejala

individual seperti palpitasi, perasaan mau pingsan, dan sering kali disertai dengan

perasaan takut mati, takut kehilangan kendali atau takut menjadi gila. Anxietas

tersebut tidak berkurang meskipun ia mengetahui bahwa orang lain tidak

menganggap situasi yang dihadapi tersebut berbahaya atau mengancam.

Membayangkan menghadapi situasi fobik itu saja umumnya sudah dapat

menimbulkan anxietas sebelumnya.

3

Page 4: Gangguan Neurosis

2.1.1. Fobia

a. Definisi Fobia

Fobia adalah suatu ketakutan yang tidak rasional yang menyebabkan

penghindaran yang disadari terhadap objek, aktivitas, atau situasi yang ditakuti.2

Berasal dari bahasa Yunani yaitu Fobos yang berarti ketakutan.

b. Klasifikasi Fobia

Fobia merupakan suatu gangguan jiwa yang merupakan salah satu tipe dari

gangguan anxietas dan dibedakan dalam tiga jenis menurut jenis objek atau situasi

ketakutan yaitu agorafobia, fobia spesifik, dan fobia sosial. 2

Agorafobia adalah ketakutan terhadap ruang terbuka, orang banyak serta adanya

kesulitan untuk segera menyingkir ke tempat aman. Fobia spesifik adalah suatu

rasa takut yang kuat dan persisten pada suatu objek atau situasi. Fobia sosial

adalah rasa takut yang kuat dan persisten dimana dapat timbul rasa malu.2

i. Agorafobia

Pasien dengan agorafobia menghindari situasi disaat sulit untuk mendapatkan

bantuan. Lebih suka ditemani kawan atau anggota keluarga ditempat tertentu,

seperti jalan yang ramai, toko yang padat, ruang tertutup, kendaraan tertutup.

Mereka menghendaki ditemani setiap kali harus keluar rumah. Sebagian dari

penderita gangguan fobik menjadi terpaku dirumah, ketakutan dengan bayangan

akan pingsan dan ditinggalkan tak berdaya ditengah orang banyak. Kebanyakan

penderita adalah wanita dan onset biasanya pada dewasa muda. Gejala depresif,

obsesi, dan fobia sosial mungkin juga menyertai keadaan tersebut. Tanpa

pengobatan yang efektif agorafobia seringkali menjadi kronis, meskipun biasanya

berfluktuasi.

Fobia ditandai dengan timbulnya anxietas berat jika pasien terpapar dengan situasi

atau objek spesifik atau jika mengantisipasi akan terpapar dengan situasi atau

objek. Pemaparan atau mengantisipasi dengan stimulus fobik sering menimbulkan

serangan panik pada orang yang rentan terhadap serangan panik. Orang dengan

fobia berusaha untuk menghindari stimulus fobik.

4

Page 5: Gangguan Neurosis

Pasien agorafobia secara kaku menghindari situasi dimana akan sulit untuk

mendapatkan bantuan. Mereka lebih suka disertai oleh seorang teman atau

anggota keluarga di tempat-tempat tertentu seperti jalanan yang sibuk, toko yang

padat, ruang yang tertutup ( seperti di terowongan, jembatan, dan elevator), dan

kendaraan tertutup (seperti kereta bawah tanah, bus, dan pesawat udara).2

ii. Fobia Spesifik

Pada fobia spesifik, ketakutan yang jelas dan menetap dan tak beralasan terbatas

pada objek atau situasi yang spesifik dan terbagi dalam tipe hewan, lingkungan

alam, darah, injeksi, luka, dan situasional. Fobia yang terbatas pada situasi yang

sangat spesifik seperti bila berdekatan dengan binatang tertentu, tempat tinggi,

kegelapan, naik pesawat, buang hajat di tempat umum, takut melihat darah atau

luka, dan takut berhubungan dengan penyakit tertentu.

- Epidemiologi

Fobia spesifik adalah gangguan mental yang paling sering pada wanita dan

nomor dua tersering pada laki-laki, hanya setelah gangguan berhubungan

dengan zat. Objek dan situasi yang ditakuti pada fobia spesifik (dituliskan

dalam frekuensi menurun) adalah binatang, badai, ketinggian, penyakit,

cedera, dan kematian.2

- Etiologi

Perkembangan fobia spesifik dapat disebabkan dari pemasangan (pairing)

objek atau situasi tertentu dengan emosi ketakutan dan panik. Faktor genetika

juga menjadi etiologi pada fobia spesifik, fobia spesifik cenderung berada di

dalam keluarga. Tipe darah, injeksi, cedera cenderung memiliki

kecenderungan keluarga yang tinggi.

iii. Fobia sosial

Fobia sosial juga disebut gangguan kecemasan sosial, ditandai oleh ketakutan

yang berlebihan terhadap penghinaan dan rasa memalukan di dalam berbagai

lingkungan sosial, seperti berbicara di depan publik, miksi di kamar kecil publik

(disebut “shy bladder”), dan menjanjikan kencan.2

5

Page 6: Gangguan Neurosis

Pada fobia sosial, adanya ketakutan terhadap situasi sosial atau tampil didepan

orang – orang yang belum dikenal atau situasi yang memungkinkan ia dinilai oleh

orang lain atau menjadi pusat perhatian, merasa takut bahwa ia akan berperilaku

memalukan atau menampakkan gejala anxietas atau bersikap yang dapat

merendahkan dirinya.3

Sering kali mulai pada usia remaja dan terpusat pada rasa takut diperhatikan oleh

orang lain, yang menjurus kepada penghindaran terhadap situasi sosial. Fobia

sosial frekuensinya sama pada laki-laki dan wanita.

Gambarannya dapat sangat jelas (misalnya, hanya terbatas pada makan di tempat

umum, atau berbicara di depan umum, atau menghadapi jenis kelamin lain), atau

dapat pula kabur, yang mencakup hampir semua situasi sosial di luar lingkungan

keluarga. Fobia sosial biasanya disertai dengan harga diri yang rendah dan takut

akan kritikan. Dapat juga tercetus sebagai keluhan malu (muka merah), tangan

gemetar, mual, ingin buang air kecil, dan kadang-kadang individu bersangkutan

merasa yakin bahwa salah satu dari manifestasi gejala fobia sosial ini merupakan

masalah utamanya (dalam hal ini, gejalanya dapat berkembang menjadi serangan

panik). Kecenderungan menghindar sering kali tampak jelas dan dalam keadaaan

ekstrim dapat menjurus ke isolasi sosial yang total.3

- Epidemiologi

Dalam penelitian epidemiologis, wanita lebih sering terkena daripada laki-

laki, tetapi pada sampel klinis seringkali terjadi hal yang sebaliknya. Onset

usia puncak untuk fobia sosial adalah pada usia belasan tahun, walaupun onset

sering kali paling muda pada usia 5 tahun dan paling lanjut pada usia 35

tahun.2

- Etiologi

Data dengan dasar psikologis yang menyatakan bahwa orang tua dari orang

dengan fobia sosial, sebagai suatu kelompok adalah , kurang mengasuh, lebih

menolak, dan lebih overprotektif pada anak-anaknya dibandingkan orang tua

lain.2

6

Page 7: Gangguan Neurosis

Faktor neurokimiawi ; yaitu pasien dengan fobia kinerja mungkin melepaskan

lebih banyak norepinefrin dan epinefrin, baik di sentral maupun perifer,

dibandingkan orang nonfobik, atau pasien tersebut mungkin peka terhadap

stimulasi adrenergik tingkat yang normal.2

Faktor genetika, sanak saudara derajat pertama orang dengan fobia sosial

adalah kira-kira tiga kali lebih mungkin menderita fobia sosial dibandingkan

sanak saudara derajat pertama orang tanpa gangguan mental.

c. Diagnosis dan Kriteria Diagnostik Fobia

Diagnosis dibuat berdasarkan wawancara psikiatrik, yang meliputi hal-hal seperti

keluhan, sejarah pasien, dan susunan keluarga yang lengkap, termasuk anggota

keluarga dengan fobia. Juga tentang pengalaman atau trauma yang memicu fobia.

Penting juga diketahui dampak fobia terhadap kehidupan sehari-hari, pekerjaan,

dan hubungan dengan orang-orang terdekat. Masalah tentang depresi dan

penyalahgunaan zat yang sering menjadi komorbiditas fobia jangan lupa

ditanyakan.

Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ)

i. Agorafobia

Semua kriteria ini harus dipenuhi untuk :

a. Gejala psikologis/otonomik yang timbul harus merupakan manifestasi

primer dari anxietas dan bukan merupakan gejala lain yang sekunder

seperti waham atau pikiran obsesif.

b. Anxietas yang timbul harus terutama terjadi dalam sekurang-kurangnya

dua dari situasi berikut :

• Banyak orang

• Tempat-tempat umum

• Bepergian keluar rumah

• Bepergian sendiri

c. Menghindari situasi fobik harus/sudah merupakan gambaran yang

menonjol

ii. Fobia spesifik

7

Page 8: Gangguan Neurosis

Semua kriteria yang dibawah ini untuk diagnosis :

a. Gejala psikologis atau otonomik harus merupakan manifestasi primer

dari anxietas, dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain seperti waham

atau pikiran obsesif.

b. Anxietas harus terbatas pada adanya objek situasi fobik tertentu.

c. Situasi fobik tersebut sedapat mungkin dihindarinya.

iii. Fobia Sosial

Semua kriteria di bawah ini harus dipenuhi untuk suatu diagnosis pasti:

• Gejala-gejala psikologis, perilaku/otonomik harus merupakan

manifestasi primer dari anxietas dan bukan sekundari gejala lain

seperti waham / pikiran obsesif

• Anxietas harus hanya terbatas / menonjol pada situasi sosial tertentu

saja

• Penghindaran dari situasi fobik harus merupakan gambaran yang

menonjol

d. Penatalaksanaan Fobia

Secara umum terapi Fobia meliputi:

i. Terapi Psikologik.

1. Terapi perilaku: merupakan terapi yang paling efektif dan sering

diteliti. Seperti desensitisasi sistematik yang sering dilakukan; terapi

pemaparan (exposure), imaginal exposure, participent modelling,

guided mastery, imaginal flooding.

2. Psikoterapi berorientasi tilikan.

3. Terapi lain: hypnotherapy, psikoterapi suportif, terapi keluarga bila

diperlukan.

ii. Farmakoterapi

Terapi agorafobia sama seperti gangguan panik, terdiri dari obat anti

anxietas, antidepresan, dan psikoterapi khususnya terapi kognitif perilaku.

Terapi terhadap fobia spesifik yang terutama adalah terapi perilaku yaitu

terapi pemaparan (Exposure therapy). Juga diajarkan menghadapi

8

Page 9: Gangguan Neurosis

kecemasan dengan teknik relaksasi, mengontrol pernapasan, dan

pendekatan kognitif. Penggunaan anti anxietas yaitu untuk terapi jangka

pendek.

Terapi terhadap fobia sosial terbatas, dapat menggunakan obat β-

bloker ,anti anxietas, anti depresan serta terapi kognitif perilaku secara

individual dan kelompok.

Beberapa penelitian yang terkontrol dengan baik telah menemukan bahwa

inhibitor monoamine oksidase, khususnya phenelzine (Nardil), adalah

efektif dalam mengobati fobia sosial tipe umum. Obat lain yang telah

dilaporkan efektif, walaupun tidak banyak uji coba terkontrol baik adalah

alprazolam, clonazepam, dan kemungkinan inhibitor ambilan kembali

serotonin. Dosis untuk obat tersebut adalah sama dengan yang digunakan

pada gangguan depresif, dan respon biasanya memerlukan waktu empat

sampai enam minggu.2

2.2. Gangguan Anxietas Lainnya

Manifestasi dari anxietas merupakan gejala utama dari gangguan ini dan tidak

terbatas pada situasi lingkungan tertentu saja. Dapat disertai gejala depresif dan

obsesif, bahkan juga beberapa unsur dari anxietas fobik yang bersifat sekunder

atau ringan (tidak begitu parah).

2.2.1. Gangguan Panik

a. Definisi Gangguan Panik

‘=[Gangguan panik adalah ditandai dengan terjadinya serangan panik yang

spontan dan tidak diperkirakan. Serangan panik adalah periode kecemasan atau

ketakutan yang kuat dan relatif singkat (biasanya kurang dari 1 tahun), yang

disertai oleh gejala somatik tertentu seperti palpitasi dan takipnea.2

Panik adalah adanya serangan anxietas berat (panik) yang berulang, yang tidak

terbatas pada adanya situasi tertentu atau pun suatu rangkaian kejadian, dan

karena itu tidak terduga. Gejala yang dominan bervariasi pada masing-masing

orang, tetapi onset mendadak dalam bentuk palpitasi, nyeri dada, perasaan

tercekik, pusing kepala, dan perasaan yang tidak riil (depersonalisasi atau

9

Page 10: Gangguan Neurosis

derealisasi), merupakan gejala yang lazim. Secara sekunder timbul rasa takut mati,

kehilangan kendali atau menjadi gila.

b. Epidemiologi

Wanita adalah dua sampai tiga kali lebih sering terkena daripada laki-laki.

Gangguan paling sering berkembang pada dewasa muda, usia rata-rata timbulnya

kira-kira 25 tahun.2

c. Etiologi

- Faktor Biologis

Gejala gangguan panik dapat disebabkan oleh berbagai kelainan biologis di dalam

struktur otak dan fungsi otak. Sistem saraf otonom pada beberapa pasien telah

dilaporkan menunjukkan peningkatan tonus simpatetik, beradaptasi secara lambat

terhadap stimuli yang berulang, dan berespons secara berlebihan terhadap stimuli

sedang.

- Faktor Genetika

Berbagai penelitian telah menemukan adanya peningkatan resiko gangguan panic

sebesar empat sampai delapan kali lipat pada sanak saudara derajat pertama dari

pasien dengan gangguan psikiatri lainnya.

- Faktor Psikososial

Teori psikoanalitik memandang serangan panic sebagai akibat dari pertahanan

yang tidak berhasil dalam melawan impuls yang menyebabkan kecemasan.

d. Tanda dan Gejala Panik

Gangguan panik terutama ditandai dengan serangan panik yang berulang.

Serangan panik terjadi secara spontan dan tidak terduga, disertai gejala otonomik

yang kuat, terutama sistem kardiovaskular dan sistem pernapasan. Serangan sering

dimulai selama 10 menit, gejala meningkat secara cepat. Kondisi cemas pada

gangguan panik biasanya terjadi secara tiba-tiba, dapat meningkat hingga sangat

tinggi disertai gejala-gejala yang mirip gangguan jantung, yaitu rasa nyeri di dada,

berdebar-debar, keringat dingin, hingga merasa seperti tercekik.

Gangguan mental yang dirasakan adalah rasa takut yang hebat dan ancaman

kematian atau bencana. Pasien merasa bingung dan sulit berkonsentrasi. Tanda

10

Page 11: Gangguan Neurosis

fisik yang menyertai adalah takikardi, palpitasi, dispneu, dan berkeringat.

Penderita akan segera berusaha keluar dari situasi tersebut dan mencari

pertolongan. Serangan dapat berlangsung selama 20-30 menit, jarang sampai lebih

dari satu jam.1

Pemeriksaan statys mental formal selama suatu serangan panic dapat

mengungkapkan perenungan (rumination), kesulitan berbicara (misalnya,

kegagapan), dan gangguan daya ingat. Pasien mungkin mengalami depresi atau

depersonalisasi selama serangan. Gejala mungkin menghilang dengan cepat atau

secara bertahap. Antara serangan, pasien mungkin memiliki kecemasan yang lebih

dahulu tentang mengalami serangan lain.2

e. Diagnosis dan Kriteria Diagnostik

Terjadinya beberapa serangan berat anxietas otonomik, yang terjadi dalam periode

kira-kira satu bulan:

a) Pada keadaan-keadaan dimana sebenarnya secara objektif tidak berbahaya;

b) Tidak terbatas hanya pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat

diduga sebelumnya;

c) Dengan keadaan yang relatif bebas dari gejala anxietas dalam periode

antara serangan-serangan panik.

f. Penatalaksanaan

Terdiri dari pemberian farmakaterapi dan psikoterapi.

i. Farmakoterapi:

Terapi farmakologik terdiri atas:

- Obat trisiklik dan tetrasiklik

Clomipramine dan imipramine adalah efektif dalam pengobatan

gangguan panik. Tetapi pengalaman klinis menyatakan bahwa

clomipramine dan imipramine harus dimulai pada dosis rendah, 10 mg

sehari dan dititrasi perlahan-lahan pada awalnya dengan 10 mg sehari

tiap dua sampai tiga hari, selanjutnya lebih cepat, denga 25 mg sehari

tiap dua sampai tiga hari, jika dosis rendah ditoleransi dengan baik.

- Inhibitor monoamine oksidase

11

Page 12: Gangguan Neurosis

Sebagian besar penelitian telah menggunakan phenelzine (Nardil)

walaupun beberapa penelitian telah menggunakan tranylcypromine

(Parnate). Beberapa penelitian telah menyatakan bahwa MAOIs adalah

lebih efektif dibandingkan obat trisiklik. Dosis MAOIs harus mencapai

dosis yang digunakan untuk pengobatan depresi, dan uji coba terapetik

harus berlangsung 8 sampai 12 minggu.

- Inhibitor ambilan kembali spesifik serotonin (SSRIs)

Titrasi lambat untuk fluoxetine adalah dimungkinkan dengan

melarutkan satu kapsul di dalam air atau jus buah atau dengan larutan

fluoxetine yang tersedia. Dosis awal dapat serendah 2 atau 4 mg sehari

dan harus dinaikkan 2 mg sampai 4 mg interval sehari tiap dua sampai

empat hari. Tujuannya adalah mencapai dosis terapeutik penuh pada

sekurangnya 20 mg sehari.

- Benzodiazepine

Pemakaian benzodiazepine dalam pengobatan gangguan panik adalah

terbatas karena permasalahan tentang ketergantungan, gangguan

kognitif, dan penyalahgunaan. Pada beberapa pasien klinisi dapat

memulai pengobatan dengan suatu benzodiazepine, mentitrasi obat lain

(sebagai contoh, clomipramine), dan selanjutnya menghentikan

perlahan-lahan selama 4 sampai 10 minggu benzodiazepine setelah 8

sampai 12 minggu.

ii. Psikoterapi2:

- Terapi relaksasi

Prinsipnya adalah melatih pernapasan (menarik nafas dalam dan lambat,

lalu mengeluarkannya dengan lambat pula), mengendurkan seluruh otot

tubuh dan mensugesti pikiran ke arah konstruksi atau yang diinginkan

akan dicapai. Biasanya dilakukan 20-30 menit atau lebih lama lagi.

- Terapi kognitif perilaku

12

Page 13: Gangguan Neurosis

Pasien diajak untuk bersama-sama membentuk pola perilaku dan pikiran

yang irasional dan menggantinya dengan yang lebih rasional. Biasanya

berlangsung 30-45 menit. Pasien kemudian diberi pekerjaan rumah yang

harus dibuat setiap hari, antara lain membuat daftar pengalaman harian

dalam menyikapi berbagai peristiwa yang dialami.

- Pemaparan in vivo

Teknik melibatkan pemaparan yang semakin besar terhadap stimulus

yang ditakuti; dengan berjalannya waktu, pasien mengalami desensitisasi

terhadap pengalaman.

- Psikoterapi dinamik

Pasien diajak untuk lebih memahami diri dan kepribadiannya. Pada

psikoterapi ini, biasanya pasien lebih banyak berbicara sedangkan dokter

lebih banyak mendengar. Terapi ini memerlukan waktu panjang, dapat

berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Hal ini tentu memerlukan

kerjasama yang baik antara pasien dengan dokternya serta kesabaran

pada kedua belah pihak.

2.2.2. Gangguan Cemas Menyeluruh

a. Definisi Gangguan Cemas

Cemas didefinisikan sebagai suatu perasaan yang difus, tidak menyenangkan,

yang umumnya disertai gejala otonom seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi,

rasa sesak di dada, tidak nyaman pada perut, dan gelisah. Cemas merupakan suatu

sinyal sensor terhadap suatu keadaan yang tidak menguntungkan, yang

memungkinkan seseorang bertindak antisipatif terhadap keadaan tersebut.

b. Tanda dan Gejala Klinis Gangguan Cemas Menyeluruh

Gejala utama adalah anxietas, ketegangan motorik, hiperaktivitas otonom, dan

kewaspadaan secara kognitif. Kecemasan bersifat berlebihan dan mempengaruhi

aspek kehidupan pasien. Ketegangan motorik bermanifestasi sebagai bergetar,

kelelahan dan sakit kepala. Hiperaktivitas otonom timbul dalam bentuk

pernapasan yang pendek, berkeringat, palpitasi, dan disertai gejala saluran

pencernaan. Terdapat juga kewaspadaan kognitif dalam bentuk iritabilitas.

13

Page 14: Gangguan Neurosis

Pasien GAD biasanya datang ke dokter umum karena keluhan somatik atau datang

ke dokter spesialis karena gejala spesifik seperti diare kronik. Pasien biasanya

memperlihatkan perilaku mencari perhatian.3

c. Pedoman Diagnostik Gangguan Cemas Menyeluruh

Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ

III)

Penderita harus menunjukkan gejala primer anxietas yang berlangsung hampir

setiap hari selama beberapa minggu, bahkan biasanya sampai beberapa bulan.

Gejala-gejala ini biasanya mencakup hal-hal berikut :

a) Kecemasan tentang masa depan (khawatir akan nasib buruk, perasaan

gelisah seperti di ujung tanduk, sulit berkonsentrasi, dan sebagainya) ;

b) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai) ;

c) Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, takikardi,

takipneu, keluhan epigastrik, pusing kepala, mulut kering, dan

sebagainya).3

d. Penatalaksanaan Gangguan Cemas Menyeluruh

i) Farmakoterapi

- Benzodiazepin

Merupakan pilihan obat pertama. Pemberian benzodiazepin dimulai

dengan dosis terendah dan ditingkatkan sampai mencapai respon terapi,

Penggunaan sediaan dengan waktu paruh menengah dan dosis terbagi

dapat mencegah terjadinya efek yang tidak diinginkan. Lama pengobatan

rata-rata adalah 2-6 minggu.

- Buspiron

Buspiron lebih efektif dalam memperbaiki gejala kognitif dibanding

dengan gejala somatik. Tidak menyebabkan withdrawal. Kekurangannya

adalah efek klinisnya baru terasa setelah 2-3 minggu. Terdapat bukti

bahwa penderita yang sudah menggunakan benzodiazepin tidak akan

memberikan respon yang baik dengan buspiron.

14

Page 15: Gangguan Neurosis

- SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)

Sertraline dan paroxetine merupakan pilihan yang lebih baik daripada

fluoksetin. Pemberian fluoksetin dapat meningkatkan anxietas sesaat.

SSRI efektif terutama pada pasien gangguan anxietas menyeluruh dengan

riwayat depresi.

ii) Psikoterapi

- Terapi Kognitif Perilaku

Pendekatan kognitif mengajak pasien secara langsung mengenali distorsi

kognitif dan pendekatan perilaku, mengenali gejala somatik, secara

langsung. Teknik utama yang digunakan adalah pada pendekatan

behavioral adalah relaksasi dan biofeedback.

- Terapi Suportif

Pasien diberikan reassurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi yang

ada dan belum tampak, didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi

optimal dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.

- Psikoterapi Berorientasi Tilikan

Terapi ini mengajak pasien untuk mencapai penyingkapan konflik bawah

sadar, menilik egostrength, relasi obyek, serta keutuhan diri pasien. Dari

pemahaman akan komponen-komponen tersebut, kita sebagai terapis dapat

memperkirakan sejauh mana pasien dapat diubah menjadi lebih matur; bila

tidak tercapai, minimal kita memfasilitasi agar pasien dapat beradaptasi

dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.

2.2.3. Gangguan Campuran Anxietas dan Depresif

Digunakan bilamana terdapat gejala anxietas maupun depresif, dimana masing-

masing tidak menunjukkan rangkaian gejala yang cukup berat untuk menegakkan

diagnosis tersendiri. Bila ditemukan anxietas berat disertai depresi yang lebih

ringan, maka salah satu dari kategori yang lain untuk gangguan anxietas atau

gangguan fobik harus digunakan. Apabila ditemukan sindrom depresi dan

anxietas yang cukup berat untuk menegakkan masing-masing diagnosis, maka

15

Page 16: Gangguan Neurosis

kedua diagnosis tersebut harus dikemukakan dan diagnosis gangguan campuran

ini tidak boleh dipakai. Namun, karena alasan praktis, hanya dapat dikemukakan

satu diagnosis saja, maka gangguan depresif harus diutamakan.

Beberapa gejala otonomik (tremor, palpitasi, mulut kering, sakit perut, dsb) harus

ditemukan, meskipun tidak terus-menerus; apabila hanya kecemasan berlebihan

saja yang ditemukan tanpa adanya gejala otonomik, maka kategori ini tidak dapat

dipergunakan.3

Termasuk: depresi anxietas (ringan atau tak menetap)

2.2.4. Gangguan Anxietas Campuran Lainnya

Digunakan untuk gangguan yang memenuhi kriteria gangguan anxietas

menyeluruh (F41.1) dan yang juga menunjukkan (meskipun hanya dalam jangka

pendek) ciri-ciri yang menonjol dari gangguan lain dalam F40-F49 walaupun

kriteria yang lengkap untuk gangguan tambahan ini tidak dipenuhi.

2.2.5. Gangguan Obsesif Kompulsif

a. Definisi Gangguan Obsesif Kompulsif

Gangguan Obsesi-kompulsif digambarkan sebagai pikiran dan tindakan yang

berulang yang menghabiskan waktu atau menyebabkan distress dan hendaya yang

bermakna.2

Obsesi adalah aktivitas pikiran, perasaan, ide, atau sensasi yang mengganggu

(intrusif). Kompulsi adalah pola perilaku tertentu yang berulang dan disadari,

dibakukan, dan rekuren, seperti menghitung, memeriksa dan menghindar.

b. Epidemiologi

Untuk orang dewasa, laki-laki dan wanita sama mungkin terkena; tetapi, untuk

remaja, laki-laki lebih sering terkena gangguan obsesif-kompulsif dibandingkan

perempuan. Usia onset rata-rata adalah kira-kira 20 tahun, walaupun laki-laki

memiliki onset usia yang agak lebih awal dibandingkan wanita.2

c. Etiologi

Faktor Biologis

Neurotransmitter; suatu disregulasi serotonin adalah terlibat di dalam

pembentukan gejala obsesi dan kompulsi dari gangguan.

16

Page 17: Gangguan Neurosis

Penelitian pencitraan otak; Tomografi emisi positron telah menemukan

peningkatan aktivitas (sebagai contoh, metabolisme dan aliran darah) di lobus

frontalis, ganglia basalis (khususnya kaudata), dan singulum pada pasien dengan

gangguan obsesif-kompulsif.

Genetika; Penelitian keluarga pada pasien gangguan obsesif-kompulsif telah

menemukan bahwa 35 persen sanak-saudara derajat pertama pasien gangguan

obsesif kompulsif juga menderita gangguan.

Faktor Perilaku

Kompulsi dicapai dengan cara yang berbeda. Seseorang menemukan bahwa

tindakan tertentu menurunkan kecemasan yang berkaitan dengan pikiran

obsesional. Jadi, strategi menghindar yang aktif dalam bentuk perilaku kompulsi

atau ritualistic dikembangkan untuk mengendalikan kecemasan.

Faktor Psikososial

Yaitu terdiri dari faktor kepribadian dan psikodinamika.

Faktor kpribadian; sebagian besar pasien gangguan obsesif konpulsif tidak

memiliki gejala konpulsif pramorbid; dengan demikian, sifat kepribadian tersebut

tidak diperlukan atau tidak cukup untuk perkembangan gangguan obsesif-

konpulsif. Hanya kira-kira 15-35% pasien gangguan obsesif-konpulsif memiliki

sifat obsesional pramorbid.2

Faktor psikodinamik; Sigmund Freud menjelaskan 3 mekanisme pertahanan

psikologis utama yang menentukan bentuk dan kualitas gejala dan sifat karakter

obsesif-konpulsif; isolasi, meruntuhkan (undoing) dan pembentukan reaksi.2

Isolasi ; mekanisme pertahanan yang melindungi seseorang dari afek dan impuls

yang mecetuskan kecemasan. Jika terjadinya isolasi, afek dan impuls yang

didapatkan adalah dipisahkan dari komponen ideasional dan dikeluarkan dari

kesadaran. Jika isolasi terjadi sepenuhnya, impuls dan afeks yang terkait

seluruhnya terepresi, dan pasien secara sadar hanya menyadari gagasan yang tidak

memiliki afek yang berhubungan dengannya.2

17

Page 18: Gangguan Neurosis

Meruntuhkan (undoing); suatu tindakan konpulsif yang dilakukan dalam usaha

untuk mencegah atau meruntuhkan akibat yang secara irasional akan dialami

pasien akibat pikiran atau impulse obsesional yang menakutkan.

Pembentukan reaksi; menyebabkan pembentukan sifat karakter, bukannya gejala.

Pembentukan reaksi melibatkan pola prilaku yang bermanifestasi dan sikap yang

secara sadar dialami yang jelas berlawanan dengan impuls dasar. Sering kali pola

yang terlihat oleh pengamatan adalah sangat dilebih-lebihkan dan tidak sesuai.

Faktor psikodinamika lainnya; jika pasien dengan obsesif-konpulsif merasa

ternacam oleh kecemasan tentang pembalasan dendam atau kehilangan objek cinta

yang penting, mereka mundur dari posisi oedipaldan beregresi ke stadium

emosional yang sangat ambivalen yang berhubungan dengan fase anal.

Ambivalensi adalah dihubungkan dengan menyelesaikan fusi yang halus antara

dorongan seksual dan agresif yang karakteristik dari fase oedipal. Adanya benci

dan cinta secara bersama-sama kepada orang yang sama menyebabkan pasien

dilumpuhkan oleh keragu-raguan dan kebimbangan.

Satu ciri yang melekat pada pasien dengan gangguan obsesif-konpulsif adalah

derajat di mana mereka terpaku dengan agresi dan kebersihan, baik secara jelas

dalam isi gejala mereka atau dalam hubungan yang terletak dibelakangnya.

d. Gambaran Klinis Gangguan Obsesif Kompulsif

Pada umumnya obsesi dan kompulsif mempunyai gambaran tertentu seperti :

- Adanya ide atau impuls yang terus-menerus menekan ke dalam kesadaran

individu.

- Perasaan cemas/takut akan ide atau impuls yang aneh

- Obsesi dan kompulsi yang egoalien

- Pasien mengenali obsesi dan kompulsif merupakan sesuatu yang abstrak dan

irasional

- Individu yang menderita obsesi kompulsif merasa adanya keinginan kuat

untuk melawan

18

Page 19: Gangguan Neurosis

Ada 4 pola gejala utama gangguan obsesi kompulsif yaitu :

1. Kontaminasi; pola yang paling sering terjadi yang diikuti oleh perilaku

mencuci dan menghindari obyek yang dicurigai terkontaminasi

2. Sikap ragu-ragu yang patologik; obsesi tentang ragu-ragu yang diikuti

dengan perilaku kompulsi mengecek/memeriksa. Tema obsesi tentang

situasi berbahaya atau kekerasan (seperti lupa mematikan kompor atau

tidak mengunci rumah).

3. Pikiran yang intrusif; pola yang jarang, pikiran yang intrusif tidak disertai

kompulsi, biasanya pikiran berulang tentang seksual atau tindakan agresif.

4. Simetri; obsesi yang temanya kebutuhan untuk simetri, ketepatan sehingga

bertindak lamban, misalnya makan memerlukan waktu berjam-jam, atau

mencukur kumis dan janggut.

Pola yang lain : obsesi bertema keagamaan, trichotilomania, dan menggigit-gigit

jari.

e. Klasifikasi Obsesif Kompulsif

- Predominan pikiran obsesional atau pengulangan (F42.0)

Dapat berupa gagasan, bayangan mental atau rongan untuk berbuat. Meskipun isi

pikiran tersebut berbeda-beda, tetapi umumnya hampir selalu menyebabkan

distress. Kadanga-kadang berupa pikiran yang sepele yang tidak ada habisnya

untuk dipertimbangkan. Ketidakmampuan mengambil keputusan atas berbagai

alternatif tersebut merupakan unsur penting dalam banyak penanggulangan

obsesional lainnya dan sering kali disertai ketidakmampuan untuk mengambil

keputusan mengenai hal-hal kecil tetapi perlu dalam kehidupan sehari-hari.

- Predominan tindakan kompulsif (F42.1)

Mayoritas tindakan kompulsif berkaitan dengan kebersihan (khususnya mencuci

tangan), memeriksa berulang untuk meyakinkan bahwa situasi yang dianggapnya

berpotensi bahaya tidak dibiarkan terjadi, atau masalah kerapian dan keteraturan.

Perilaku ini dilandasi perasaan takut terhadap bahaya yang mengancam dirinya

atau yang bersumber dari dirinya, dan tindakan ritual yang dilakukan merupakan

ikhtiar simbolik untuk menghindari bahaya tersebut. Tindakan ritual kompulsif

19

Page 20: Gangguan Neurosis

tersebut bisa menyita banyak waktu sampai beberapa jam setiap hari dan kadang

disertai ketidakmampuan mengambil keputusan dan kelambanan yang mencolok.

Secara keseluruhan gejala-gejala tersebut di atas terjadi secara seimbang pada

laki-laki dan perempuan.

Tindakan ritual kompulsif lebih jarang disertai depresi dan lebih responsive

terhadap terapi perilaku.

- Campuran tindakan dan pikiran obsesional (F42.2)

Kebanyakan dari pasien obsesi-kompulsif memperlihatkan unsur dari pikiran yang

obsesional maupun tindakan yang kompulsif. Subkategori ini digunakan apabila

keduanya secara seimbang sama menonjol. Namun jika salah satu memang lebih

jelas dominan, sebaiknya dinyatakan dalam satu kategori yang spesifik, karena

pikiran dan tindakan dapat menunjukkan respon yang berbeda terhadap

pengobatan yang berbeda.

f. Kriteria Diagnosis

Pedoman Diagnostik Gangguan Obsesif Kompulsif

Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ III)

Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesional dan tindakan

kompulsif, atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya dua

minggu berturut-turut, dan merupakan sumber distres dan gangguan aktivitas.

Gejala-gejala obsesional harus memiliki ciri-ciri berikut :

a) Harus dikenal/disadari sebagai pikiran atau impuls dari diri individu

sendiri;

b) Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang masih tidak berhasil

dilawan, meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita;

c) Pikiran untuk melaksanakan tindakan tersebut di atas bukan merupakan

hal yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekadar perasaan lega dari

ketegangan atau anxietas tidak dianggap sebagai kesenangan seperti

dimaksud di atas);

d) Pikiran, bayangan, atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan

yang tidak menyenangkan.

20

Page 21: Gangguan Neurosis

Termasuk :

Neurosis anankastik

Neurosis obsesional

Neurosis obsesif-kompulsif

g. Penatalaksaan Gangguan Obsesif Kompulsif

Obat-obatan yang umum digunakan pada gangguan obsesif-kompulsif berupa

SSRI sebagai terapi lini pertama contohnya fluoxetine, fluvoxamine, paroxetine,

sertraline, dan citalopram; antidepresan trisiklik seperti clomipramine yang

terbukti paling efektif dibandingkan dengan obat-obatan trisiklik lainnya. Obat-

obatan tersebut memiliki efek samping, SSRI memiliki efek samping berupa rasa

mual, gangguan tidur, nyeri kepala, dan rasa gelisah yang sifatnya transient

sehingga tidak terlalu mengganggu. Untuk pengobatan dengan clomipramine

perlu diperhatikan pemberian dosis awal, karena memiliki efek samping gangguan

sistem gastrointestinal, hipotensi ortostatik, dan efek antikolinergi serta sedasi

berat. Bila terapi dengan SSRI dan clomipramine tidak efektif, dapat diberikan

beberapa obat lain seperti valproat, litihium, atau carbamazepine. Venlafaxine,

pindolol, dan obat-obatan MAOI (phenelzine) juga dapat digunakan sebagai

tambahan.

Terapi perilaku pada seseorang dengan gangguan obsesif-kompulsif dapat berupa

exposure and response prevention dimana pasien dipanjankan dengan stimulusnya

namun diingatkan dan diawasi untuk menahan perasaan kompulsifnya.

Desensitisasi, thought stopping, dan thought flooding, merupakan terapi yang

dapat digunakan pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif. Untuk

keberhasilan dari terapi perilaku, sebaiknya terapi ini digabungkan dengan obat-

obatan, psikoterapi, dan yang terutama memerlukan tingkat komitmen pasien

yang tinggi. Dalam proses terapi, diperlukan dukungan dari keluarga yang cukup

sehingga pasien dapat mempertahankan tingkat komitmennya terhadap terapi

yang dijalaninya. Dalam kondisi tertentu, terapi kelompok juga dapat membantu

seorang pasien dalam terapinya.

Pada kasus-kasus yang ekstrim, dapat dipertimbangkan terapi elektro-konvulsi

dan bedah psikis. Yang umumnya digunakan terkait dengan kasus gangguan

21

Page 22: Gangguan Neurosis

obsesif-kompulsif adalah cingulotomy yang sukses pada 25-30 % pasien. Selain

itu juga terdapat capsulotomy. Teknik bedah nonablasi dimana menanamkan

elektrode-elektrode pada nukleus-nukleus ganglia basal. Terapi-terapi ini

dilakukan dengan bantuan MRI. Komplikasi dari terapi bedah tersebut umumnya

adalah kejang, yang dapat diterapi dengan fenitoin.

h. Prognosis

Suatu prognosis yang buruk dinyatakan oleh mengalah (bukannya menahan) pada

kompulsi, onset pada masa anak-anak, kompulsi yang aneh, perlu perawatan di

rumah sakit, gangguan depresif berat yang menyertai, kepercayaan waham,

adanya gagasan yang terlalu dipegang, dan adanya gangguan kepribadian.

Prognosis yang baik ditandai oleh penyesuaian sosial dan pekerjaan yang baik,

adanya peristiwa pencetus, dan suatu sifat gejala yang episodik. Isi obsesional

tampaknya tidak berhubungan dengan prognosis.2

2.3. Gangguan Neurotik Lainnya:

a. Neurastenia

Terdapat dua tipe utama:

1. Tipe Pertama: Keluhan utamanya adalah kelelahan setelah suatu

kegiatan mental yang sering kali disertai menurunnya prestasi kerja

serta menurunnya efisiensi tugas sehari-hari. Kelelahan mental

digambarkan sebagai adanya pikiran-pikiran yang mengganggu atau

ingatan-ingatan yang tidak menyenangkan, sulit konsentrasi dan tidak

efisien dalam berpikir.

2. Tipe Kedua: Keluhan utamanya ditekankan pada kelemahan fisik atau

badaniah dan kelelahan hanya karena kegiatan ringan saja, disertai

perasaan nyeri dan sakit otot-otot dan tidak mampu untuk bersantai

(relax).

Pada kedua tipe tersebut, sering ditemukan juga berbagai keluhan fisik

seperti pusing kepala, sakit kepala karena ketegangan, dan perasaan tidak

mantap. Juga sering ditemukan kekhawatiran akan menurunnya kesehatan

badan maupun mental, gampang tersinggung, tidak ada semangat, dan

22

Page 23: Gangguan Neurosis

berbagai keluhan depresi dan anxietas ringan. Tidur biasanya terganggu

pada fase awal dan fase pertengahan masa tidur.

Pedoman Diagnostik:

a. Adanya keluhan-keluhan yang menetap dan mengganggu berupa

meningkatnya rasa lelah setelah suatu kegiatan mental, atau

keluhan yang juga menetap dan tak enak mengenai kelemahan

badaniah dan kehabisan tenaga hanya sesudah kegiatan ringan saja.

b. Paling sedikit ada dua dari hal-hal tersebut di bawah ini:

Perasaan sakit dan nyeri otot-otot

Pusing kepala

Nyeri kepala (tension headache)

Gangguan tidur

Tidak bisa bersantai

Mudah tersinggung

Dispepsia

c. Setiap gejala otonomik atau pun depresif yang ada, tidak cukup

berat untuk dapat memenuhi kriteria salah satu dari gangguan yang

lebih khas di dalam klasifikasi ini.

Termasuk: sindrom kelelahan (fatigue syndrome)

b. Sindrom Depersonalisasi-derealisasi

Pada gangguan ini penderita mengeluh bahwa aktivitas mentalnya, tubuh,

dan/atau lingkungannya menjadi berubah kualitasnya, sehingga menjadi

tidak nyata, asing atau menjadi seperti robot. Penderita merasa bahwa

mereka tidak lagi menguasai pikirannya sendiri; bahwa gerakan dan

perilaku mereka bukan dari dirinya sendiri; bahwa tubuhnya sudah tak

bernyawa, asing atau ada kelainan; dan bahwa lingkungannya kehilangan

warna dan tidak hidup lagi dan tampak semu, atau seperti panggung

dimana orang-orang hanya sebagai pemain sandiwara. Keluhan hilangnya

perasaan/emosi adalah yang paling sering dijumpai.

23

Page 24: Gangguan Neurosis

Pedoman Diagnostik Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis

Gangguan Jiwa III (PPDGJ III):

a. Gejala depersonalisasi, yaitu individu merasa bahwa perasaannya

dan/atau pengalamannya terasa seperti terlepas dari dirinya, bukan

dari dirinya;

b. Gejala derealisasi, yaitu objek, orang dan/atau lingkungannya

menjadi seperti tidak nyata, semu, tanpa warna, tidak hidup;

c. Memahami bahwa hal tersebut merupakan perubahan spontan dan

subjektif, dan bukan disebabkan oleh kekuatan dari luar atau orang

lain;

d. Penginderaan tidak terganggu dan tidak ada keadaan kebingungan

toksik atau epilepsi.

24

Page 25: Gangguan Neurosis

BAB II

GANGGUAN SOMATOFORM

1. Definisi Gangguan Somatoform

Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala

fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) dimana tidak dapat ditemukan

penjelasan medis yang adekuat. Gejala dan keluhan somatik adalah cukup serius

untuk menyebabkan penderitaan emosional yang bermakna pada pasien atau

gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau

pekerjaan.2

Pada gangguan somatoform, orang memiliki simptom fisik yang mengingatkan

pada gangguan fisik, namun tidak ada abnormalitas organik yang dapat ditemukan

sebagai penyebabnya. Gangguan somatoform tidak disebabkan oleh pura-pura

yang disadari atau gangguan buatan.2

Gangguan ini mencakup pasien-pasien yang terutama menunjukkan keluhan

somatic yang tidak dapat dijelaskan dengan adanya gangguan depresif, anxietas,

atau penyakit medis. Ada dua gangguan yang termasuk dalam kelompok

gangguan somatoform: Pertama, yang gambaran utamanya adalah kekhawatiran

bahwa gejala yang ada merupakan bukti adanya penyakit (hipokondirasis) atau

deformitas (dismorfobia), dan yang kedua, yang gambaran utamanya adalah

kekhawatiran tentang gejala somatif itu sendiri (antara lain gangguan somatisasi,

disfungsi autonomic persisten, dan gangguan nyeri somatoform persisten)1

Ciri utama dari gangguan somatoform adalah adanya keluhan gejala fisik yang

berulang yang disertai dengan permintaan pemeriksaan medis, meskipun sudah

berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga sudah dijelaskan oleh dokter bahwa

tidak ditemukan kelainan fisik yang menjadi dasar keluhannya. Seandainya ada

gangguan fisik, maka gangguan tersebut tidak menjelaskan gejala atau distress

dan preokupasi yang dikemukakan pasien. Pada gangguan ini seringkali terlihat

adanya perilaku mencari perhatian (histrionik) terutama pada pasien yang kesal

karena tidak berhasil membujuk dokternya untuk menerima bahwa keluhannya

25

Page 26: Gangguan Neurosis

adalah memang penyakit fisik dan bahwa perlu adanya pemeriksaan fisik lebih

lanjut.3

2. Klasifikasi Gangguan Somatoform

Terdapat beberapa versi penggolongan gangguan somatoform.4

1. Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders,

fourth edition (DSM-IV) terdapat 7 gangguan di dalam kategori

gangguan somatisasi

a. Gangguan somatisasi (somatization disorder)

b. Gangguan somatisasi tidak terinci (undifferentiated somatoform

disorder)

c. Gangguan konversi (conversion disorder)

d. Gangguan nyeri (pain disorder)

e. Hipokondriasis (hypochondriasis)

f. Body Dysmorphic Disorder (BDD)

g. Gangguan somatoform yang tidak tergolongkan (somatoform

disorder not otherwise specified-NOS)

2. Menurut ICD-10/PPDGJ-III

a. Gangguan somatisasi (F.45.0)

b. Gangguan somatoform tidak terinci (F.45.1)

c. Gangguan hipokondrik (F 45.2)

d. Disfungsi otonomik somatoform (F 45.3)

e. Gangguan nyeri somatoform menetap (F 45.4)

f. Gangguan somatoform lainnya (F. 45.8)

3. Perbandingan antara DSM-IV-TR dengan ICD-10

26

Page 27: Gangguan Neurosis

DSM IV-TR memasukkan gangguan konversi dan body dysmorphic disorder

dalam gangguan somatoform sedangkan ICD-10 tidak. Dalam ICD-10 gangguan

konversi dimasukkan ke dalam gangguan disosiatif, dan ICD-10 juga merincikan

yang disebut disfungsi otonomik somatoform dan gangguan somatofrom jenis

lainnya yang dalam DSM-IV gejala-gejalanya mirip dengan gangguan cemas dan

gangguan depresi. Dalam ICD-10, body dysmorphic disorder dimasukkan ke

dalam kelas hipokondriasis.2

3. Diagnosis Gangguan Somatoform

Contoh Penulisan Diagnosis multiaksial:

Aksis I : Gangguan somatoform, somatisasi

Aksis II : Tidak ada diagnosis aksis II

Aksis III : Tidak ada diagnosis aksis III

Aksis IV : Masalah dengan keluarga

Aksis V : GAF Scale 51-60: gejala sedang, disabilitas sedang3

3.1. Gangguan Somatisasi (F45.0)

Gangguan somatisasi ditandai oleh banyak gejala somatic yang tidak dapat

dijelaskan secara adekuat berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium.

Gangguan somatisasi dibedakan dari gangguan somatoform lainnya karena

banyaknya keluhan dan melibatkan sistem organ yang multiple (sebagai contoh

gastrointestinal dan neurologis). Gangguan ini berlangsung kronis (dengan gejala

ditemukan selama beberapa tahun dan dimulai sebelum usia 30 tahun) dan disertai

dengan penderitaan psikologis yang bermakna, gangguan fungsi sosial dan

pekerjaan, dan perilaku mencari bantuan medis yang berlebihan.2

Diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut:

a) Ada banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak

dapat dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung

sedikitnya 2 tahun.

b) Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari bebarapa dokter bahwa

tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhannya.

27

Page 28: Gangguan Neurosis

c) Terdapat hendaya dalam taraf tertentu, dalam fungsinya dimasyarakat dan

keluarga, yang berkaitan dengan sifat keluha-keluhannya dan dampak dari

prilakunya

Termasuk: Sindrom keluhan multiple

Gangguan psikosomatik multipel

Pada gejala yang kurang menonjol dan berlangsung singkat (kurang dari 2 tahun)

sebaiknya diklasifikasikan sebagai gangguan somatoform tak terinci (F45.1).

3.2. Gangguan Somatoform Tak Terinci (F45.1)

Bilamana keluhan fisik bersifat multipel, bervariasi, dan menetap, akan tetapi

gambaran klinis yang khas dan lengkap dari gangguan somatisasi tidak terpenuhi,

sebaiknya digunakan kategori ini. Misalnya saja, cara mengemukakakn keluhan-

keluhan tidak dramatis dan tidak kuat, keluhan-keluhannya tidak terlalu banyak,

atau tidak ada gangguan pada fungsi sosial dan fungsi keluarganya. Kategori ini

kemungkinan ada atau tidak ada dasar fisik untuk keluhan-keluhannya yang

digunakan sebagai dasar diagnosis psikiatrik.3

Apabila masih tetap terdapat kemungkinan adanya gangguan fisik yang

melandasi, atau bila pemeriksaan psikiatrik belum lengkap pada saat pemberian

kode diagnosis, maka disarankan untuk menggunakan kategori lain yang lebih

relevan dalam bab-bab ICD 10.3

3.3. Gangguan Hipokondrik (F45.2)

Ciri utama dari gangguan ini adalah adanya preokupasi yang menetap akan

kemungkinan menderita satu atau lebih gangguan fisik yang serius dan progresif.

Pasien menunjukkan keluhan-keluhan somatik yang menetap atau preokupasi

yang menetap dengan penampilan fisiknya. Penginderaan dan penampilan yang

normal sebenarnya biasa dan oleh pasien seringkali ditafsirkan sebagai abnormal

dan tidak mengenakkan, dan perhatiannya biasanya hanya terfokus pada satu atau

dua organ atau sistem tubuhnya.3

Untuk diagnosis pasti, kedua hal ini harus ada:

a) Keyakinan yg menetap adanya sekurang-kurangnya satu penyakit fisik yg

serius yg melandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemerikasaan yg

28

Page 29: Gangguan Neurosis

berulang-ulang tidak menunjang adanya alasan fisik yg memadai, ataupun

adanya peokupasi yg menetap kemungkinan deformitas atau perubahan

bentuk penampakan fisiknya ( tidak sampai waham);

b) Penolakan yang menetap dan tidak mau menerima nasehat atau dukungan

penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ditemukan penyakit atau

abnormalitas fisik yg melandasi keluhan.

Termasuk: gangguan dismorfik tubuh

Dismorfofobia (nonwaham)

Neurosis hipokondrik

Hipokondriasis

Nosofobia

Hipokondriasis dibedakan dari gangguan somatisasi oleh penekanan pada

hipokondriasis tentang ketakutan menderita suatu penyakit dan penekanan pada

gangguan somatisasi tentang banyak gejala. Hipokondriasis juga harus dibedakan

dari gangguan somatoform lainnya, Gangguan konversi adalah akut dan biasanya

sementara dan biasanya melibatkan satu gejala, bukannya suatu penyakit.2

Perjalanan hipokondriasis biasanya episodik; episode berlangsung dari beberapa

bulan sampai beberapa tahun dan dipisahkan oleh periode tenang yang sama

panjangnya.2 Prognosisnya bervariasi dan cenderung menjadi kronis.1 Prognosis

yang baik adalah berhubungan dengan status sosioekonomi yang tinggi, onset

gejala yang tiba-tiba, tidak adanya gangguan kepribadian, dan tidak adanya

kondisi medis non psikiatrik yang menyertai.2

3.4. Disfungsi Otonomik Somatoform (F45.3)

Keluhan-keluhan fisik yang ditampilkan oleh pasien seakan-akan merupakan

gejala dari sistem saraf otonom, misalnya saja sistem kardiovaskular,

gastrointestinal, atau pernapasan (beberapa aspek dari sistem genitourinaria juga

termasuk disini). Contoh yang paling mencolok dan paling lazim terjadi adalah

yang mengenai sistem kardiovaskular (”cardiac neurosis”), sistem pernapasan

(hiperventilasi psikogenik dan cegukan) dan sistem gastrointestinal (“gastric

neurosis”) dan “nervous diarrhea”).

29

Page 30: Gangguan Neurosis

Gejala-gejalanya biasanya ada dua jenis, yang keduanya tidak menunjukkan

adanya gangguan fisik dari sistem ataupun organ yang terlibat. Jenis pertama,

yaitu yang merupakan gejala utama dari kategori gangguan ini, diwarnai oleh

keluhan-keluhan yang didasarkan atas tanda-tanda objektif dari rangsangan

otonom seperti palpitasi, berkeringat, muka panas/merah (flushing), dan tremor.

Jenis gejala kedua lebih merupakan gejala yang idiosinkratik, subjektif, dan tidak

khas, seperti perasaan sakit, nyeri, rasa terbakar, rasa berat, rasa kencang, atau

perasaan badan seperti mengembang dan keluhan-keluhan tersebut oleh pasien

dihubungkan dengan organ atau sistem tubuh yang spesifik.

Pada beberapa gangguan ini, beberapa gangguan ringan fungsi fisiologis mungkin

ada, seperti cekukan, perut kembung, dan hiperventilasi, tetapi keadaan ini tidak

dengan sendirinya menganggu fungsi fisiologis yang esensial dari organ atau

sistem yang bersangkutan.

Pedoman diagnostik

Diagnosis pasti, memerlukan semua hal berikut:

a) Adanya gejala-gejala bangkitan otonomik, seperti palpitasi, berkeringat,

tremor, muka panas/”flushing”, yg menetap dan mengganggu;

b) Gejala subjektif tambahan mengacu pada sistem atau organ tertentu

(gejala tidak khas);

c) Preokupasi dengan dan penderitaan (disterss) mengenai kemungkinan

adanya gangguan yang serius (sering tidak begitu khas) dari sistem atau

organ tertentu, yg tidak terpengaruh oleh hasil pemeriksaan berulang,

maupun penjelasan dari para dokter;

d) Tidak terbukti adanya gangguan yg cukup berarti para struktur/fungsi dari

sistem atau organ yg dimaksud.

3.5. Gangguan Nyeri Somatoform Menetap (F45.4)

Keluhan yang predominan adalah nyeri berat, menyiksa, dan menetap, yang tidak

dapat dijelaskan sepenuhnya atas dasar proses fisiologis maupun adanya gangguan

fisik. Nyeri timbul dalam hubungan dengan adanya konflik emosional atau

30

Page 31: Gangguan Neurosis

problem psikososial yang cukup jelas untuk dapat dijadikan alasan dalam

mempengaruhi terjadinya gangguan tersebut.

Nyeri yang diperkirakn timbul karena faktor psikogenik pada gangguan depresif

dan skizofrenia, tidak boleh dimasukkan dalam kategori ini. Nyeri yang

diakibatkan oleh mekanisme psikofisiologis yang diketahui seperti nyeri tegang

otot atau migren, tetapi yang diyakini ada penyebab psikogenik, harus

dimasukkan dalam kelompol F54 (faktor psikologis atau perilaku yang

berhubungan dengan gangguan atau penyakit YDK) ditambah dengan kode lain

dari ICD -10.

Termasuk: Psikalgia

Nyeri punggung atau nyeri kepala psikogenik

Gangguan nyeri somatoform

Pedoman diagnostik

a) Keluhan utama adalah nyeri berat, menyiksa dan menetap, yang tidak

dapat dijelaskan sepenuhnya atas dasar proses fisiologik maupun adanya

gangguan fisik.

b) Nyeri timbul dalam hbungan dengan adanya konflik emosional atau

problem psikososial yg cukup jelas untuk dapat dijadikan alasan dalam

mempengaruhi terjadinya gangguan tersebut.

c) Dampaknya adalah meningkatnya perhatian dan dukungan, baik personal

maupun medis, untuk yang bersangkutan.

3.6. Gangguan Somatoform lainnya (F45.8)

Pedoman diagnostik

• Pada gangguan ini keluhan-keluhannya tidak melalui sistem saraf otonom,

dan terbatas secara spesifik pada bagian tubuh atau sistem tertentu. Ini

sangat berbeda dengan gangguan Somatisasi (F45.0) dan Gangguan

Somatoform Tak Terinci (F45.1) yg menunjukkan keluhan yg banyak dan

berganti-ganti

• Tidak ada kaitan dengan adanya kerusakan jaringan.

• Gangguan berikut juga dimasukkan dalam kelompok ini:

31

Page 32: Gangguan Neurosis

a) “globus hystericus” (perasaan ada benjolan di kerongkongan yg

menyebabkan disfagia) dan bentuk disfagia lainnya.

b) Tortikolis psikogenik, dan gangguan gerakan spasmodik lainnya

(kecuali sindrom Tourette);

c) Pruritus psikogenik;

d) Dismenore psikogenik;

e) “teet grinding”

3.7. Gangguan Somatoform YTT (F45.8)

Termasuk: gangguan psikofisiologis atau psikosomatik YTT

4. Tatalaksana Gangguan Somatoform

Secara umum obat antidepresan bermanfaat dalam sebagian besar kasus

meskipun tidak ada depresi yang menyertai. Tetapi penggunaannya harus disertai

penjelasan yang memadai agar tidak dianggap mengada-ada. Terapi perilaku

kognitif (CBT, Cognitive Behavior Therapy) akan bermanfaat jika diadaptasi

untuk keluhan somatis utama. Pasien mungkin perlu dibantu untuk mengenali dan

mengatasi stressor sosial yang dialami, juga perlu didorong untuk kembali ke

fungsi normal dan mengurangi perilaku sakit (illnesss behavior) secara bertahap.

4.1. Gangguan Somatisasi

Gangguan somatisasi paling baik diterapi ketika pasien memiliki satu dokter yang

diketahui sebagai dokter utamanya.Ketika lebih dari satu klinisi terlibat, pasien

tersebut memiliki kesempatan untuk mengekspresikan keluhan somatiknya.

Psikoterapi menurunkan pengeluaran untuk perawatan kesehatan pribadi hingga

50 persen.Pada lingkungan psikoterapi, pasien dibantu beradaptasi dengan

gejalanya, mengekspresikan emosi yang mendasari dab membangun strategi

alternatif untuk mengekspresikan perasaannya.

Memberikan obat psikotropik ketika gangguan somatisasi timbul bersamaan

dengan gangguan mood atau gangguan ansietas selalu memiliki resiko, tetapi juga

diindikasikan terapi psikofarmakologis dan psikotreaupetik pada keluhan yang

muncul bersamaan.Obat harus diawasi karena pasien dengan gangguan somatisasi

cenderung menggunakan obatnya tidak teratur.

32

Page 33: Gangguan Neurosis

4.2. Hipokondriasis

a. Psikoterapi

i. Psikoterapi psikoanalitik umumnya tidak bermanfaat

ii. Terapi Suportif bermanfaat bila didukung hal-hal berikut :

Ada informasi akurat mengenai gejala

Edukasi mengenai mispersepsi dan misinterpretasi gejala dan

sensasi somatik

Kunjungan dan pemeriksaan fisik secara berkala

Reassurance

Penggunaan anxiolytic singkat selama periode stress tinggi

iii. Terapi Kognitif-Perilaku (CBT) merupakan bentuk psikoterapi

pilihan

b. Farmakoterapi

Obat golongan SSRI bermanfaat pada pasien dengan hipokondriasis

terisolasi (tanpa ko-morbid psikiatris seperti gangguan cemas atau panik).

Fluoxetine atau paroxetine dengan dosis max 60 mg/h dan dapat juga

sertraline dosis minimal 150 mg/h.

33

Page 34: Gangguan Neurosis

BAB III

GANGGUAN PENYESUAIAN

1. Definisi

Gangguan penyesuaian (adjustment disorder) merupakan reaksi maladaptif jangka

pendek terhadap stressor yang dapat diidentifikasi, yang muncul selama tiga bulan

dari munculnya stressor tersebut. Gangguan ini merupakan respon patologis

terhadap apa yang oleh orang awam disebut sebagai kekurang beruntungan, atau

yang menurut para psikiater disebut sebagai stressor psikososial. Gangguan ini

bukan merupakan kondisi lebih buruk dari gangguan psikiatrik yang sudah ada.4

Gangguan penyesuaian adalah reaksi maladaptif jangka pendek terhadap apa yang

disebut oleh orang awam sebagai nasib malang pribadi atau apa yang disebut oleh

dokter psikiatrik sebagai stressor psikososial. Gangguan penyesuaian diharapkan

sembuh dengan spontan segera setelah stressor dihilangkan atau jika stressor

menetap, dicapai tingkat adaptasi yang baru. Respons adalah maladaptif karena

adanya gangguan dalam fungsi sosial atau pekerjaan atau karena gejala atau

perilaku adalah di luar respons yang normal, lazim, atau yang diperkirakan

terhadap stressor tersebut.2

Menggolongkan “gangguan penyesuaian” sebagai sebuah gangguan mental

memunculkan beberapa kesulitan karena tidak mudah mendefinisikan apa yang

normal dan tidak normal dalam konsep gangguan penyesuaian. Bila sesuatu yang

buruk terjadi pada hidup kita, maka wajar bila kita merasa sedih. Bila ada krisis

dalam pekerjaan, saat dituduh melakukan kejahatan, mengalami kebanjiran, bisa

dimengerti bila kita mengalami kecemasan atau depresi. Sebaliknya justru apabila

kita tidak bereaksi “maladaptif”, paling tidak secara temporar, karena terjadinya

peristiwa- peristiwa tersebut, dapat menunjukkan ada yang tidak wajar pada diri

kita. Namun, bila reaksi emosional kita berlebihan, atau kemampuan kita untuk

berfungsi mengalami penurunan atau hendaya, maka kondisi ini bisa didiagnosis

sebagai gangguan penyesuaian. Jadi, bila kita sulit berkonsentrasi dalam

mengerjakan tugas kuliah karena putus cinta dan nilai akademis menurun, maka

ada kemungkinan kita mengalami gangguan penyesuaian

34

Page 35: Gangguan Neurosis

Gangguan penyesuaian terkadang dikritik sebagai “memedikalisasi masalah dalam

kehidupan”, karena perbedaan yang ditimbulkan antara kondisi ini dengan reaksi

normal terhadap stres. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, gangguan

penyesuaian biasanya mengganggu fungsi sosial dan penampilan, dan muncul

sebagai adaptasi terhadap perubahan hidup yang signifikan. Stresor dapat

mempengaruhi integritas kehidupan sosial seseorang (melalui kehilangan atau

perpisahan), atau bahkan yang melibatkan sistem yang lebih luas (migrasi atau

pengungsian).

2. Cara Penyesuaian Diri Psikologis

Kita telah melihat, bahwa bila suatu organism mengalami stress, maka segera

akan ada usaha untuk mengatasinya. Hal ini dikenal sebagai homeostasis, yaitu

usaha organism untuk terus menerus mempertahankan keseimbangan fungsi

internal dalam batas tertentu supaya dapat hidup terus.

Stresor itu mungkin terjadi terutama pada badan (stress fisik atau somatis), seperti

infeksi dan penyakit lainnya yang menggerakkan mekanisme penyesuaian somatis

untuk mengembalikan keseimbangan badani. Reaksi ini dapat berupa

pembentukan zat antikuman atau zat antiracun; butir-butir darah putih

dimobilisasi dan dikerahkan ke tempat invasi kuman, lebih banyak adrenalin dan

kortison dilepaskan dan sebagainya.

Stress psikologis menimbulkan kecemasan, kekecewaan, ketegangan, rasa salah,

dan sebagainya, yang menimbulkan mekanisme penyesuaian psikologis. Mungkin

pada suatu waktu tertentu, hanya gejala badani atau pun hanya gejala psikologis

saja yang menonjol, tetapi manusia senantiasa bereaksi secara holistik, yaitu

seluruh manusia terlibat dalam hal ini.

Stresor mungkin sekaligus menimpa individu dan kelompoknya, seperti

keguncangan ekonomi, peperangan atau bencana alam yang menuntut

penyesuaian diri baik dari individu, maupun dari kelompok bersama-sama.

Bila kita merasa mampu mengatasi stress, maka perilaku kita akan cenderung

berorientasi pada tugas (task oriented), yang tujuan utama adalah menghadapi

tuntutan keadaan yang menjadi stressor. Akan tetapi, bila stress itu mengancam

kemampuan dan harga diri kita, maka reaksi kita akan condong berorientasi pada

35

Page 36: Gangguan Neurosis

pembelaan ego (ego defense oriented), yang tujuan utama adalah melindungi diri

kita sendiri terhadap rasa devaluasi diri dan meringankan ketegangan serta

kecemasan yang menyakitkan. Dalam hal tuntutan yang terus menerus yang

melampaui daya penyesuaian kita, maka kita akan mengalami dekompensasi

kepribadian dan perilaku kita akan makin menunjukkan tanda-tanda disorganisasi

dan disintegrasi. Yang akan kita bicarakan selanjutkan adalah cara penyesuaian

atau mekanisme pembelaan psikologis yang berorientasi pada tugas dan

mekanisme pembelaan ego.1

3. Epidemiologi

Gangguan penyesuaian adalah salah satu diagnosis psikiatrik yang paling sering

pada pasien yang dirawat di rumah sakit karena masalah medis atau bedah. Dalam

satu penelitian, 5 persen perawatan di rumah sakit selama periode tiga tahun

diklasifikasikan sebagai menderita gangguan penyesuaian. Gangguan paling

sering didiagnosis pada remaja tetapi dapat terjadi pada setiap usia. Dalam satu

survei pasien psikiatrik, 10 persen populasi sampel ditemukan menderita

gangguan penyesuaian. Rasio wanita terhadap laki-laki adalah 2 berbanding 1.

Wanita yang hidup sendirian biasanya secara jelas dinyatakan sebagai yang paling

beresiko. Diantara remaja dari kedua jenis kelamin, bentuk stress pencetus yang

paling sering adalah masalah sekolah, penolakan orang tua, perceraian orangtua,

dan penyalahgunaan zat. Diantara orang dewasa, stress pencetus yang sering

adalah masalah perkawinan, perceraian, pindah ke lingkungan baru, dan masalah

financial.3

Berdasarkan penelitian selama 5 tahun, diperoleh perbedaan penting antara remaja

dan dewasa terkait dengan prognosis gangguan penyesuaian. Sebagian besar

individu dewasa dengan gangguan penyesuaian bebas dari gejala (71% yang

benar-benar baik, 8% memiliki masalah intervensi, dan 21% mengalami depresi

atau kecanduan alcohol), remaja memiliki hasil yang jauh berbeda. Selama 5

tahun, penelitian ini dilanjutkan, hasil bahwa 43% remaja memiliki gangguan

psikiatri utama (misalnya, skizofrenia, gangguan skizoafektif, depresi, gangguan

penyalahguanaan zat, dan gangguan kepribadian), 13% memiliki gangguan mental

intervensi, dan 44% tidak memiliki gangguan mental.4

36

Page 37: Gangguan Neurosis

4. Etiologi

Gangguan penyesuaian diperkirakan tidak akan terjadi tanpa adanya stressor.

Walaupun adanya stressor merupakan komponen esensial dari gangguan

penyesuaian, namun stress adalah salah satu dari banyak faktor yang menentukan

berkembangnya, jenis dan luasnya psikopatologi. Hingga sekarang, etiologi belum

pasti dan dapat dibagi atas beberapa faktor sebagai berikut:4

a. Genetik

Temperamen yang tinggi ansietas cenderung lebih bereaksi terhadap suatu

peristiwa stress dan kemudian mengalami gangguan penyesuaian. Ada penelitian

menyatakan bahwa berbagai peristiwa kehidupan dan stressor ada kolerasi pada

anak kembar.

b. Biologik

Kerentanan yang besar dengan riwayat penyakit medis yang serius atau

disabilitas.

c. Psikososial

Kerentanan yang besar pada individu yang kehilangan orang tua pada masa bayi

atau mereka yang ada pengalaman buruk dengan ibu, kemampuan mentolerir

frustasi dalam hidup individu dewasa berhubungan dengan kepuasan dari

kebutuhan dasar hidup masa bayi.

Gangguan penyesuaian dicetuskan oleh satu atau lebih stressor. Beratnya stressor

atau stressor-stresor tidak selalu meramalkan keparahan gangguan penyesuaian;

beratnya stressor adalah fungsi yang kompleks dari konteks derajat, kuantitas,

durasi, reversibilitas, lingkungan, dan personal. Sebagai contoh, kematian

orangtua adalah berbeda bagi orang yang berusia 10 tahun dan 40 tahun.

Organisasi kepribadian dan norma dan nilai-nilai cultural atau kelompok berperan

terhadap ketidakseimbangan respons terhadap stressor.

Faktor psikoanalitik

Penelitian psikoanalitik telah menekankan peranan ibu dan lingkungan

membesarkan anak dalam kapasitas seseorang di kemudian hari untuk berespons

terhadap stress. Konsep yang cukup penting adalah konsep Donald W. Winnicot

tentang ibu yang cukup baik, seseorang yang beradaptasi terhadap kebutuhan bayi

37

Page 38: Gangguan Neurosis

dan memberikan dukungan yang cukup sehingga memungkinkan anak yang

sedang tumbuh untuk menoleransi frustasi dalam kehidupan.

Faktor Psikodinamika

Gangguan kepribadian atau gangguan organik yang terjadi bersama-sama

mungkin menyebabkan seseorang menjadi rentan terhadap gangguan penyesuaian.

Kerentanan juga berhubungan dengan kehilangan orang tua selama masa bayi.

Dukungan yang actual atau dirasakan dari hubungan inti mungkin memperantai

respon perilaku dan emosional terhadap stressor. Klinisi psikodinamika harus

memperhitungkan hubungan antara stressor dan siklus hidup perkembangan

manusia. Jika seorang remaja meninggakan rumah untuk masuk k perguruan

tinggi, sebagai contoh, mereka berada dalam risiko tinggi untuk bereaksi dengan

gambaran simptomatik yang sementara. Demikian juga, anak yang

meninggalkan rumah adalah anak yang paling muda dalam keluarga, orang tua

mungkin cuup rentan untuk bereaksi dengan gangguan penyesuaian. Selain itu,

orang di usia pertengahan yang melawan kematiannya sendiri mungkin cukup

peka terhadap efek kehilangan atau kematian.

5. Diagnosis dan Gambaran Klinis

Walaupun definisi gangguan penyesuaian mengikuti suatu stressor, gejala tidak

perlu selalu dimulai segera. Manifestasi gangguan ini bervariasi, dan mencakup

afek depresif, anxietas, kecemasan (atau campuran dari hal-hal tersebut), perasaan

tidak mampu menghadapi dan menyesuaikan, merencanakan masa depan, atau

berlanjut dalam situasi sekarang, disertai adanya disabilitas dalam kinerja kegiatan

rutin sehari-hari. Individu tersebut mungkin merasa dirinya rentan untuk

berperilaku dramatic atau melakukan kekerasan, tetapi hal ini jarang terjadi.

Namun demikian, terutama pada remaja gangguan tingkah laku (misalnya

perilaku agresif atau dissosial) dapat merupakan ciri yang menyertai gangguan ini.

Tidak ada satu pun dari gejala tersebut yang cukup parah atau menonjol, sehingga

dapat membenarkan suatu diagnosis yang lebih spesifik. Pada anak-anak,

fenomena regresif seperti kembali ngompol, bicara kekanak-kanakan, atau

mengisap jempol sering kali merupakan bagian dari pola gejalanya. Jika ciri-ciri

ini menonjol berdasarkan PPDGJ III dimasukkan dalam kategori F43.23.

38

Page 39: Gangguan Neurosis

Onset biasanya terjadi dalam satu bulan setelah terjadinya peristiwa yang

merupakan stress atau perubahan dalam hidup, dan lamanya gejala-gejala

biasanya tidak melebihi 6 bulan, kecuali dalam kasus reaksi depresif

berkepanjangan (F43.21). Apabila gejala-gejala tersebut bertahan melampaui

periode ini, maka diagnosis harus disesuaikan dengan gambaran klinis yang ada

sekarang, dan setiap stress yang masih berlangsung dapat diperikan kode salah

satu dari kode Z dalam Bab XXI dari ICD-10. 3

Diagnosis tergantung pada evaluasi terhadap hubungan antara:

bentuk, isi, dan beratnya gejala

riwayat sebelumnya atau corak kepribadian

kejadian, situasi yang penuh stres, atau krisis kehidupan

Adanya ketiga faktor di atas harus ditetapkan dengan jelas dan harus ada bukti

yang kuat dan mungkin dapat diperkirakan, bahwa gangguan tersebut mungkin

tidak akan terjadi tanpa adanya hal tersebut. Apabila stresornya relatif ringan, atau

adanya hubungan waktu (temporal/kurang dari 3 bulan) tidak dapat dibuktikan

maka gangguan tersebut hendaknya diklasifikasikan di tempat lain sesuai cirri-ciri

yang ada.

Termasuk: “culture shock” (kejut budaya), reaksi berkabung, hospitalisme pada

anak

Tak termasuk: gangguan anxietas perpisahan masa kanak (F93.0)

Apabila criteria untuk gangguan penyesuaian telah dipenuhi, maka bentuk

klinisnya atau cirri predominan dapat ditentukan dengan menggunakan karakter

kelima.

Karakter kelima :

F43.20 = reaksi depresi singkat

Adalah suatu keadaan depresif ringan yang bersifat sementara dengan jangka

waktu tidak melebihi 1 bulan.

F43.21 = reaksi depresi berkepanjangan

Keadaan depresif ringan yang terjadi sebagai respons menghadapi suatu keadaan

stress berkepanjangan, akan tetapi tidak melebihi kurun waktu 2 tahun.

F43.22 = reaksi campuran anxietas dan depresi

39

Page 40: Gangguan Neurosis

Gejala anxietas dan depresif keduanya menonjol, akan tetapi tidak lebih berat dari

yang dijumpai pada gangguan campuran anxietas dan depresif (F412) atau

gangguan anxietas campuran lainnya (F41.3)

F43.23= dengan predominan gangguan emosi lain

Gejala-gejala biasanya meliputi berbagai reaksi emosi seperti anxietas, depresi,

kekhawatiran, ketegangan dan amarah. Gejala-gejala anxietas dan depresif (F41.2)

atau gangguan anxietas campuran lainnya (F41.3), akan tetapi tidak sedemikian

predominan, sehingga tidak bisa didiagnosis sebagai gangguan-gangguan depresif

atau pun anxietas lain yang lebih spesifik. Kategori ini juga harus dipakai untuk

reaksi pada anak-anak dimana ditemukan perilaku regresif, seperti ngompol atau

mengisap jempol.

F43.24= dengan predominan gangguan perilaku

Gangguan utamanya menyangkut tingkah laku, misalnya reaksi duka cita pada

remaja yang menimbulkan perilaku agresif atau disosial.

F43.25= dengan gangguan campuran emosi dan perilaku

Di sini baik gejala emosional maupun gangguan tingkah laku merupakan ciri yang

menonjol.

F43.28= dengan gejala predominan lainnya YDT

6. Perjalanan Penyakit dan Prognosis

Prognosis keseluruhan gangguan penyesuaian biasanya adalah baik dengan

pengobatan yang sesuai. Sebagian besar pasien kembali ke tingkat fungsi

sebelumnya dalam tiga bulan. Remaja biasanya memerlukan waktu yang lebih

lama untuk pulih dibandingkan orang dewasa. Beberapa orang (khususnya

remaja) yang mendapatkan diagnosis gangguan penyesuaian kemungkinan

memiliki gangguan mood atau gangguan berhubungan zat.

7. Terapi

a. Psikoterapi

Psikoterapi tetap merupakan terapi pilihan untuk gangguan penyesuaian. Terapi

kelompok terutama dapat berguna untuk pasien yang mengalami stres yang sama.

Psikoterapi individual dapat menawarkan kesempatan untuk menggali arti stresor

bagi pasien sehingga trauma yang lebih dini dapat diatasi. Setelah terapi yang

40

Page 41: Gangguan Neurosis

berhasil, pasien seringkali muncul dari gangguan penyesuaian secara lebih kuat

dari periode pramorbid, walaupun tidak ada patologi yang ditemukan pada

periode tersebut.

b. Farmakoterapi

Pemakaian medikasi yang bijaksana dapat membantu pasien dengan gangguan

penyesuaian, tetapi harus diberikan untuk periode yang singkat. Pasien mungkin

berespons terhadap obat antiansietas atau terhadap suatu antidepresan, tergantung

pada jenis gangguan penyesuaian.

Pasien dengan kecemasan berat yang hampir menjadi panic atau dekompensasi

mungkin mendapatkan manfaat dari dosis kecil medikasi antipsikotik. Pasien

dalam keadaan menarik diri atau terinhibisi mungkin mendapatkan manfaat dari

medikasi psikostimulan singkat. Beberapa kasus gangguan penyesuaian jika ada,

dapat diobati secara adekuat oleh medikasi saja. Pada sebagian besar kasus,

psikoterapi harus ditambahkan pada regimen pengobatan.2

41

Page 42: Gangguan Neurosis

DAFTAR PUSTAKA

1. Maramis, Willy F. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2.

Surabaya: Airlangga University Press

2. Kaplan, H.I., Saddock, B.J., dan Grebb J.A., 2010. Kaplan-Sadock

Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Jilid 2.

Jakarta: Binanupa Aksara

3. Departemen Kesehatan R.I., 1995. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis

Gangguan Jiwa di Indonesia III Cetakan Pertama. Jakarta: Direktorat

Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI

4. Elvira, S. D., dkk (editor), 2010. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan

Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

42