Upload
wida-nur-hasan
View
299
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
8/13/2019 Geologi Regional Kulonprogo
1/7
GEOLOGI REGIONAL KULONPROGO
A. Geomorfologi Regional
Menurut penelitian Van Bemmelen (1948), secara fisiografis Jawa Tengah dibagi
menjadi 3 zona, yaitu:
1. Zona Jawa Tengah bagian utara yang merupakan Zona Lipatan
2. Zona Jawa Tengah bagian tengah yang merupakan Zona Depresi
3. Zona Jawa Tengah bagian selatan yang merupakan Zona Plato
Berdasarkan letaknya, Kulon Progo merupakan bagian dari zona Jawa Tengah
bagian selatan maka daerah Kulon Progo merupakan salah satu plato yang sangat luas
yang terkenal dengan nama Plato Jonggrangan (Van Bemellen, 1948). Daerah ini
merupakan daerah uplift yang membentuk domeyang luas.Dometersebut relatif
berbentuk persegi panjang dengan panjang sekitar 32 km yang melintang dari arah
utara - selatan, sedangkan lebarnya sekitar 20 km pada arah barat - timur. Oleh Van
Bemellen Dome tersebut diberi nama Oblong Dome.
Berdasarkan relief dan genesanya, wilayah kabupaten Kulon Progo dibagi menjadi
beberapa satuan geomorfologi antara lain, yaitu :
A. Satuan Pegunungan Kulon Progo
Satuan pegunungan Kulon Progo mempunyai ketinggian berkisar antara 100
1200 meter diatas permukaan laut dengan kemiringan lereng sebesar 150160. Satuan
Pegunungan Kulon Progo penyebarannya memanjang dari utara ke selatan dan
menempati bagian barat wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, meliputi kecamatan
Kokap, Girimulyo dan Samigaluh. Daerah pegunungan Kulon Progo ini sebagian
besar digunakan sebagai kebun campuran, permukiman, sawah dan tegalan.
B. Satuan Perbukitan Sentolo
Satuan perbukitan Sentolo ini mempunyai penyebaran yang sempit dan terpotong
oleh kali Progo yang memisahkan wilayah Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten
Bantul. Ketinggiannya berkisar antara 50 150 meter diatas permukaan air laut
dengan besar kelerengan rata rata 150. Di wilayah ini, satuan perbukitan Sentolo
meliputi daerah Kecamatan Pengasih dan Sentolo.
C. Satuan Teras Progo
8/13/2019 Geologi Regional Kulonprogo
2/7
Satuan teras Progo terletak disebelah utara satuan perbukitan Sentolo dan
disebelah timur satuan Pegunungan Kulon Progo, meliputi kecamatan Nanggulan dan
Kali Bawang, terutama di wilayah tepi Kulon Progo
D. Satuan Dataran Alluvial
Satuan dataran alluvial penyebarannya memanjang dari barat ke timur, daerahnya
meliputi kecamatan Temon, Wates, Panjatan, Galur dan sebagian Lendah. Daerahnya
relatif landai sehingga sebagian besar diperuntukkan untuk pemukiman dan lahan
persawahan.
E. Satuan Dataran Pantai
a. Subsatuan Gumuk Pasir
Subsatuan gumuk pasir ini memiliki penyebaran di sepanjang pantai selatan
Yogyakarta, yaitu pantai Glagah dan Congot. Sungai yang bermuara di pantai
selatan ini adalah kali Serang dan kali Progo yang membawa material berukuran
besar dari hulu. Akibat dari proses pengangkutan dan pengikisan, batuan tersebut
menjadi batuan berukuran pasir. Akibat dari gelombang laut dan aktivitas angin,
material tersebut diendapkan di dataran pantai dan membentuk gumuk gumuk
pasir.
b. Subsatuan Dataran Alluvial Pantai
Subsatuan dataran alluvial pantai terletak di sebelah utara subsatuan gumuk
pasir yang tersusun oleh material berukuran pasir halus yang berasal dari
subsatuan gumuk pasir oleh kegiatan angin. Pada subsatuan ini tidak dijumpai
gumuk - gumuk pasir sehingga digunakan untuk persawahan dan
pemukiman penduduk.
B. Stratigrafi Regional
Menurut Sujanto dan Ruskamil (1975) daerah Kulon Progo merupakan tinggian
yang dibatasi oleh tinggian dan rendahan Kebumen di bagian barat dan Yogyakarta di
bagian timur, yang didasarkan pada pembagian tektofisiografi wilayah Jawa Tengah
bagian selatan. Yang mencirikan tinggian Kulon Progo yaitu banyaknya gunung api
purba yang timbul dan tumbuh di atas batuanpaleogen, dan ditutupi oleh batuan
karbonat dan napal yang berumur neogen.
Dalam stratigrafi regional dibahas umur batuan berdasarkan batuan penyusunnya,
untuk itu perlu diketahui sistem umur batuan penyusun tersebut. Sistem tersebut antara
lain :
8/13/2019 Geologi Regional Kulonprogo
3/7
1. SistemEosen
Batuan yang menyusun sistem ini adalah batu pasir, lempung, napal, napal
pasiran, batu gamping, serta banyak kandungan fosil foraminifera maupun moluska.
Sistem eosenini disebut Nanggulan group. Tipe dari sistem ini misalnya di desa
Kalisongo, Nanggulan Kulon Progo, yang secara keseluruhannya tebalnya mencapai
300 m. Tipe ini dibagi lagi menjadi empat yaitu Yogyakarta beds, Discoclyina,
Axiena Beds dan Napal Globirena, yang masing - masing sistem ini tersusun oleh
batu pasir, napal, napal pasiran, lignit dan lempung. Di sebelah timur Nanggulan
group ini berkembang facies gamping yang kemudian dikenal sebagai gamping
eosen yang mengandung fosil foraminifera, colenterata, dan moluska
2. Sistem OligosenMiosen
Sistem oligosenmiosenterjadi ketika kegiatan vulkanisme yang memuncak dari
Gunung Menoreh, Gunung Gadjah, dan Gunung Ijo yang berupa letusan dan
dikeluarkannya material material piroklastik dari kecil sampai balok yang
berdiameter lebih dari 2 meter. Kemudian material ini disebut formasi andesit tua,
karena material vulkanik tersebut bersifat andesitik, dan terbentuk sebagai lava
andesit dan tuff andesit. Sedang pada sistem eosen, diendapkan pada lingkungan laut
dekat pantai yang kemudian mengalami pengangkatan dan perlipatan yang dilanjutkan
dengan penyusutan air laut. Bila dari hal tersebut, maka sistem oligosen
miosendengan formasi andesit tuanya tidak selaras dengan sistem eosenyang ada
dibawahnya. Diperkirakan ketebalan istem ini 600 m. Formasi andesit tua ini
membentuk daerah perbukitan dengan puncakpuncak miring.
3. Sistem miosen
Setelah pengendapan formasi andesit tua daerah ini mengalami penggenangan air
laut, sehingga formasi ini ditutupi oleh formasi yang lebih muda secara tidak selaras.
Fase pengendapan ini berkembang dengan batuan penyusunnya terdiri dari batu
gamping reef, napal, tuff breksi, batu pasir, batu gamping globirena dan lignit yang
kemudian disebut formasi jonggrangan, selain itu juga berkembang formasi sentolo
yang formasinya terdiri dari batu gamping, napal dan batu gamping konglomeratan.
Formasi Sentolo sering dijumpai kedudukannya diatas formasi Jonggrangan. Formasi
Jonggrangan dan formasi Sentolo samasama banyak mengandung fosil foraminifera
yang beumur burdigalian miosen. Formasi formasi tersebut memilik ipersebaran
yang luas dan pada umumnya membentuk daerah perbukitan dengan puncak yang
relative bulat. Diakhir kala pleistosen daerah ini mengalami pengangkatan dan pada
8/13/2019 Geologi Regional Kulonprogo
4/7
kuarter terbentuk endapan fluviatil dan vulkanik dimana pembentukan tersebut
berlangsung terus menerus hingga sekarang yang letaknya tidak selaras diatas
formasi yang terbentuk sebelumnya.
Berdasarkan system umur yang ditentukan oleh penyusun batuan stratigrafi
regional menurut Wartono Rahardjo dkk(1977), Wirahadikusumah (1989), dan Mac
Donald dan partners (1984), daerah penelitian dapat dibagi menjadi 4 formasi, yaitu :
a. Formasi Nanggulan
Formasi Nanggulan mempunyai penyusun yang terdiri dari batu pasir, sisipan
lignit, napal pasiran dan batu lempungan dengan konkresi limonit, batu gamping
dan tuff, kaya akan fosil foraminifera dan moluska dengan ketebalan 300 m.
berdasarkan penelitian tentang umur batuannya didapat umur formasi nanggulan
sekitar eosen tengah sampai oligosen atas. Formasi ini tersingkap di daerah Kali
Puru dan Kali Sogo di bagian timur Kali Progo. Formasin Nanggulan dibagi
menjadi 3, yaitu:
1. Axinea Beds
Formasi paling bawah dengan ketebalan lapisan sekitar 40 m, terdiri dari
abut pasir, dan batu lempung dengan sisipan lignit yang semuanya berfasies
litoral, axiena bed ini memiliki banyak fosil pelecypoda.
2. Yogyakarta beds
Formasi yang berada di atas axiena beds ini diendapkan secara selaras
denagn ketebalan sekitar 60 m. terdiri dari batu lempung ynag mengkonkresi
nodule, napal, batu lempung, dan batu pasir. Yogyakarta beds mengandung
banyak fosil poraminifera besar dan gastropoda.
3. Discocyclina beds
Formasi paling atas ini juga diendapkan secara selaras diatas Yogyakarta
beds denagn ketebalan sekitar 200m. Terdiri dari batu napal yang terinteklasi
dengan batu gamping dan tuff vulakanik, kemudian terinterklasi lagi dnegan
batuan arkose. Fosil yang terdapat pada discocyclina beds adalah discocyclina.
b. Formasi Andesit Tua
Formasi ini mempunyai batuan penyusun berupa breksi andesit, lapili tuff,
tuff, breksi lapisi , Aglomerat, dan aliran lava serta batu pasir vulkanik yang
tersingkap di daerah kulon progo. Formasi ini diendapkan secara tidak selaras
dengan formasi nanggulan dengan ketebalan 660 m. Diperkirakan formasi ini
formasi ini berumur oligosenmiosen.
8/13/2019 Geologi Regional Kulonprogo
5/7
c. Formasi Jonggrangan
Formasi ini mempunyai batuan penyusun yang berupa tufa, napal, breksi,
batu lempung dengan sisipan lignit didalamnya, sedangkan pada bagian atasnya
terdiri dari batu gamping kelabu bioherm diselingi dengan napal dan batu
gamping berlapis. Ketebalan formasi ini 2540 meter. Letak formasi ini tidak
selaras dengan formasi andesit tua. Formasi jonggrangan ini diperkirakan
berumur miosen. Fosil yang terdapat pada formasi ini ialah poraminifera,
pelecypoda dan gastropoda.
d. Formasi Sentolo
Formasi Sentolo ini mempunyai batuan penyusun berupa batu pasir napalan
dan batu gamping, dan pada bagian bawahnya terdiri dari napal tuffan. Ketebalan
formasi ini sekitar 950 m. Letak formasi initak selaras dengan formasi
jonggrangan. Formasi Sentolo ini berumur sekitar miosen bawah sampai
pleistosen.
e. Formasi Alluvial dan gumuk pasir
Formasi ini iendapan secara tidak selaras terhadap lapisan batuan yang
umurnya lebih tua. Litologi formasi ini adalah batu apsr vulkanik merapi yang
juga disebut formasi Yogyakarta. Endapan gumuk pasir terdiri dari pasir pasir
baik yang halus maupun yang kasar, sedangkan endapan alluvialnya terdiri dari
batuan sediment yang berukuran pasir, kerikir, lanau dan lempung secara
berselangseling.
Dari seluruh daerah Kulon Progo, pegunungan Kulon Progo sendiri termasuk
dalam formasi Andesit tua. Formasi ini mempunyai litologi yang penyusunnya
berupa breksi andesit, aglomerat, lapili, tuff, dan sisipan aliran lava andesit. Dari
penelitian yang dilakukan Purmaningsih (1974) didapat beberapa fosil plankton
seperti Globogerina Caperoensis bolii, Globigeria Yeguaensis weinzeierl dan
applin dan Globigerina Bulloides blow. Fosil tersebut menunjukka batuan
berumur Oligosen atas. Karena berdasarkan hasil penelitian menunjukkan pada
bagian terbawah gunung berumur eosin bawah, maka oleh Van bemellen andesit
tua diperkirakan berumur oligosen atas sampai miosen bawah dengan ketebalan
660 m.
C. Struktur Geologi Regional
8/13/2019 Geologi Regional Kulonprogo
6/7
Struktur ini dapat dikenali dengan adanya kenampakan pegunungan yang dikelilingi
oleh dataran alluvial. Secara umum struktur geologi yang bekerja adalah sebagai
berikut :
1. StrukturDome
Menurut Van Bemellen (1948), pegunungan Kulon Progo secara keseluruhan
merupakan kubah lonjong yang mempunyai diameter 32 km mengarah NE SW
dan 20 km mengarah SENW. Puncak kubah lonjong ini berupa satu dataran yang
luas disebut jonggrangan plateu. Kubah ini memanjang dari utara ke selatan dan
terpotong dibagian utaranya oleh sesar yang berarah tenggara barat laut dan
tertimbun oleh dataran magelang, sehingga sering disebut oblong dome.
Pemotongan ini menandai karakter tektonik dari zona selatan jawa menuju zona
tengah jawa. Bentuk kubah tersebut adalah akibat selama pleistosen, di daerah
mempunyai puncak yang relative datar dan sayap sayap yang miring dan terjal.
Dalam kompleks pegunungan Kulon Progo khususnya pada lower burdigalian
terjadai penurunan cekungan sampai di bawah permukaan laut yang menyebabkan
terbentuknya sinklin pada kaki selatan pegunungan Menoreh dan sesar dengan
arah timur barat yang memisahkan gunung Menoreh denagn vulkan gunung
Gadjah. Pada akhir miosen daerah Kulon Progo merupakan dataran rendah dan pada
puncak Menoreh membentang pegunungan sisa dengan ketinggian sekitar 400 m.
secara keseluruhan kompleks pegunungan Kulon Progo terkubahkan selama
pleistosen yang menyebabkan terbentuknya sesar radial yang memotong breksi
gunung ijo dan Formasi Sentolo, serta sesar yang memotong batu gamping
Jonggrangan. Pada bagian tenggara kubah terbentuk graben rendah.
2. Unconformity
Di daerah Kulon Progo terdapat kenampakan geologi berupa
ketidakselarasan (disconformity)antar formasi penyusun Kulon Progo. Kenampakan
telah dijelaskan dalam stratigrafi regional berupa formasi andesit tua yang
diendapkan tidak selaras di atas formasi Nanggulan, formasi Jonggrangan
diendapkan secara tidak selaras diatas formasi Andesit Tua, dan formasi Sentolo
yang diendapkan secara tidak selaras diatas formasi Jonggrangan.
8/13/2019 Geologi Regional Kulonprogo
7/7
Referensi:
- Van Bemmelen, R.W..1970. The Geology of Indonesia, volume 1. A.Haque. Netherlands.
- http://geologitfugm.blogspot.com/2012/11/geologi-regional-kulon-progo_13.htmldiakses
tanggal 14 Mei 2013 pukul 09.40 WIB
http://geologitfugm.blogspot.com/2012/11/geologi-regional-kulon-progo_13.htmlhttp://geologitfugm.blogspot.com/2012/11/geologi-regional-kulon-progo_13.htmlhttp://geologitfugm.blogspot.com/2012/11/geologi-regional-kulon-progo_13.html