Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
GERAKAN WAHHABI DAN KELUARGA SAUD DALAM
UPAYA MENDIRIKAN KERAJAAN SAUDI ARABIA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum.)
Oleh
Izmi Syahidah
NIM: 1113022000023
JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2017 M
i
ABSTRAK
Dalam sejarahnya, Kerajaan Saudi Arabia mengalami tiga fase dalam
pembentukannya: fase pertama, berdirinya Saudi Arabia dipimpin oleh
Muhammad bin Saud bekerjasama dengan Muhammad bin Abdul Wahab pada
tahun 1744-1818 M. Fase kedua, bangkit kembali pada tahun 1823-1891 M yang
dipelopori oleh Turki bin Abdullah bin Muhammad bin Saud. Fase ketiga,
diplopori oleh Abdul Aziz bin Abdurrahman bin Muhammad bin Saud pada 1902-
1932 M. Masalah utama dalam penelitian ini adalah tentang "bagaimana peran
gerakan Wahhabi dan peran keluarga Saud dalam upaya mendirikan Kerajaan
Saudi Arabia?”, penelitian ini dapat dikatagorikan sebagai aspek sosial-politik.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang peran dari
gerakan Wahhabi dan peran keluarga Saud dalam upaya mendirikan Kerajaan
Saudi Arabia pada tahun dimulainya kerjasama antara gerakan Wahhabi dan
keluarga Saud 1744 M sampai tahun berdirinya Kerajaan Saudi Arabia 1932 M.
Maka, penulis menggunakan metode penelitian, yakni: heuristik (pengumpulan
sumber), kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Temuan penulis bahwa
berdirinya Kerajaan Saudi Arabia karena terdapat dua kekuatan besar yang sangat
berpengaruh yaitu politik dan agama yang saling membutuhkan dan tidak bisa
dipisahkan. Namun keduanya membatasi peranannya, gerakan Wahhabi
mengambil peran keagamaan dan keluarga Saud mengambil peran politik. Penulis
tertarik dengan terbentuknya Kerajaan Saudi Arabia karena terdapat dua aspek
berbeda yaitu agama dan politik yang saling bahu membahu dalam mendirikan
Kerajaan Saudi Arabia, karena tidak semua negara dapat menggabungkan kedua
aspek tersebut dalam satu kesatuan.
Kata kunci: Kerajaan Saudi Arabia, Gerakan Wahhabi, Keluarga Saud
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan banyak
nikmat kepada setiap hambanya dan jika di hitung, maka kita tidak akan sanggup
menghitungnya. Shalawat serta salam tak lupa penulis panjatkan kepada baginda
nabi besar Muhammad SAW, yang telah membimbing manusia dari zahaman
jahiliyah menuju zaman yang terang benderang.
Skripsi yang berjudul “Gerakan Wahhabi dan Keluarga Saud dalam
upaya Mendirikan Kerajaan Saudi Arabia” Alhamdulillah telah diselesaikan
oleh penulis, meskipun penulis menyadari masih banyaknya kekurangan dalam
penulisan skripsi ini karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT.
Skripsi ini dapat diselesaikan karena adanya dukungan dari banyak pihak.
Maka patutlah penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak
yang telah mendukung, baik dalam bentuk materi ataupun nonmateri. Ucapan
terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A. selaku Rektor Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Prof. Dr. Sukron Kamil, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Adab dan
Humaniora.
3. H. Nurhasan, M.A. selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam.
4. Solikatus Sa‟diyah, M.Pd. selaku Sekertaris Jurusan Sejarah dan
Peradaban Islam.
5. Dr. H. Abdul Chair, M.A. selaku dosen pembimbing yang dengan
kebaikan hati dan kesabarannya telah memberikan arahan, sumber-sumber,
nasihat dan masukan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
6. Dr. H. Abdul Wahid Hasyim, M.A. selaku dosen pembimbing akademik
yang telah membimbing penulis dari semester satu hingga mendapatkan
dosen pembimbing skripsi.
7. Prof. Dr. H. Didin Saepudin, M.A. selaku penguji I dan Dr. Awalia
Rahma, M.A. selaku penguji II. Terima kasih yang sebesar-besarnya atas
segala kritik, saran, dan koreksi yang membangun untuk memperbaiki dan
menyempurnakan skripsi penulis.
8. Drs. H. Khairuddin, M.Si. dan Dra. Hj. Rosyadah selaku orangtua penulis,
yang selalu mendoakan tanpa henti di setiap sholatnya dan selalu menjadi
penyemangat utama penulis untuk menyelesaikan skripsi. Kakak Nadia,
adek Bila, adek Wafa dan adek Taqia selaku saudara kandung penulis,
yang selalu memberikan dukungan dalam bentuk moril kepada penulis.
iii
9. Yuni, Linda, Elis, Nia, Lia, Fida, Putri, Sunah, Burhan, Lukman, Ilham
selaku teman dekat penulis, yang selalu ada di kala suka dan duka dalam
proses penulisan skripsi.
10. Seluruh angkatan 2013 Sejarah Kebudayaan Islam yang tak dapat di
sebutkan satu persatu, selalu membantu dalam proses belajar selama empat
tahun, memberikan semangat dan saling bekerjasama dalam belajar.
11. April, Yahdia, Wardah, Putri, alm. Indah selaku teman dekat penulis saat
di MAN 4 Jakarta, yang selalu mendukung dari jauh, memberikan
perhatian setiap bertemu, bahkan saling memberikan doa terbaik satu sama
lain.
12. Seluruh teman-teman Religion MAN 4 Jakarta yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu, terimakasih untuk semangat yang selalu diberikan
kepada penulis.
13. Uum, Calista, Fildzah, Farrah, Firda, Taufik, Ihsan, Robi, Mahfud, Arius.
Teman seperjuangan Kuliah Kerja Nyata yang sudah seperti keluarga
penulis, penulis ucapkan terimakasih untuk setiap dukungan yang kalian
berikan dalam bentuk menyemangati penulis tanpa henti selama proses
penulisan skripsi.
14. Mba Roro selaku guru. Teh Lina, Fadhilah, Nuy, kak Ishmah, Taqi, Arum,
Nida, Puput dan Tiara, yang telah memberikan banyak masukan dan
bimbingan rohani kepada penulis hingga dapat menyelesaikan skripsi.
Jakarta, 1 November 2017
Izmi Syahidah
iv
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN
LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK .......................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................iv
BAB I: PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
B. Permasalahan Penelitian ......................................................................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................................... 7
D. Tinjauan Pustaka ..................................................................................................... 8
E. Metode Penelitian ................................................................................................. 12
F. Landasan Teori ...................................................................................................... 13
G. Sistematika ............................................................................................................ 16
BAB II: JAZIRAH ARAB DAN GERAKAN WAHHABI ......................................... 18
A. Kondisi Geografis dan Masyarakat Jazirah Arab .................................................. 18
B. Biografi Muhammad bin Abdul Wahhab (1703-1792 M) .................................... 23
C. Munculnya Gerakan Wahhabi .............................................................................. 26
D. Konsep Ajaran Wahhabi ....................................................................................... 30
BAB III: KEPEMIMPINAN KELUARGA SAUD ...................................................... 36
A. Kerajaan Saudi Arabia Pertama (1744-1818 M) ................................................... 36
B. Kerajaan Saudi Arabia Kedua (1823-1891 M) ..................................................... 38
C. Biografi Abdul Aziz bin Abdurrahman (1880-1953 M) ....................................... 40
D. Kerajaan Saudi Arabia Ketiga dan Proses Penaklukan Kota-kota di Jazirah Arab
(1902-1932 M) .............................................................................................................. 42
BAB IV: GERAKAN WAHHABI DAN KELUARGA SAUD DALAM UPAYA
MENDIRIKAN KERAJAAN SAUDI ARABIA .......................................................... 51
A. Peran Gerakan Wahhabi dan Peran Abdul Aziz bin Abdurrahman dalam Upaya
Mendirikan Kerajaan Saudi Arabia ............................................................................... 51
B. Berdirinya Kerajaan Saudi Arabia 1932 M ........................................................... 55
C. Faktor-Faktor Keberhasilan Gerakan Wahhabi dan Keluarga Saud dalam Upaya
Mendirikan Kerajaan Saudi Arabia ............................................................................... 56
v
BAB V: KESIMPULAN ................................................................................................. 61
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 61
B. Saran ..................................................................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 64
LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................................. 68
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saudi Arabia terletak bersebelahan dengan dua benua, Eropa dan Afrika.
Secara geografis berbatasan langsung dengan Yordania dan Irak di utara, Kuwait
di timur laut, Qatar, Bahrain, dan Uni Emirat Arab di timur, Oman di tenggara,
dan Yaman di selatan. Negara ini terpisah dengan Israel dan Mesir oleh Teluk
Aqaba. Negara ini adalah satu-satunya negara yang memiliki dua pesisir penting,
yakni Laut Merah dan Teluk Persia. Saudi Arabia sebelum menjadi sebuah
kerajaan pada tahun 1932 M adalah sebuah kawasan yang masyarakatnya kental
dengan kesukuan, masyarakat asli Arab adalah suku Badui yang selalu berpindah-
pindah tempat.1
Wilayah Arab pernah dikuasai oleh Khulafaurrasyidin, Bani Umayyah, Bani
Abbasiyah, dan Turki Utsmani. Turki Utsmani menguasai wilayah Arabia pada
abad ke-16.2 Pada saat itu, pemerintahan berpusat di Istanbul.
3 Dinasti Turki
Utsmani telah berdiri selama 625 tahun, lebih dari enam abad. Wilayah kekuasaan
Turki Utsmani meliputi sebagian Asia, Afrika, dan Eropa. Walaupun wilayah
kekuasaan Turki Utsmani sangat luas, tetapi Turki Utsmani dapat mengatur
pemerintahannya dengan baik, dalam pemerintahan Turki Utsmani, Sultan sebagai
pemegang kekuasaan tertinggi, dibantu dengan perdana menteri. Setiap daerah
kekuasaan Turki Utsmani dipimpin oleh Pasya (gubernur) dan dibantu oleh
bupati. Namun, kekhalifahan Turki Utsmani mulai mengalami kemunduran saat
dipimpin oleh sultan-sultan yang tidak mempunyai jiwa kepemimpinan. Selain
1 Departemen pendidikan Tinggi Universitas Islam Imam Muhammad Bin Saud, kumpulan
makalah sejarah raja abdul aziz (Jakarta: Universitas Islam Imam Muhammad Ibn Saud Riyad
KSA), h. 16-17. 2 Badri Yatim, Sejarah Sosial Keagamaan Tanah Suci; Hijaz (Mekah dan Madinah) 1800-
1925 (Jakarta: alaogos wacana ilmu, 1999), h. 2. 3 Lothrop Stoddard, Dunia Baru Islam terjemah. Muljadi Djojomarto dkk (Jakarta: panitia
penerbit, 1966), h. 31.
2
itu, kehidupan para penguasa Turki Utsmani yang mewah dan berlebih-lebihan
menjadikan banyaknya tindak korupsi dalam keuangan negara.4
Selama dua abad lebih proses kemunduran itu terjadi pada Turki Utsmani.
Satu per satu negara yang dikuasai Turki Utsmani mengalami pemberontakan
untuk dapat memisahkan diri dari kekuasaan Turki Utsmani. Hal tersebut terjadi
pada wilayah kekuasaan di Eropa. Namun, tidak hanya di wilayah Eropa saja
tetapi juga beberapa daerah di wilayah Timur Tengah yang berusaha
memberontak untuk dapat melepaskan diri dari kekuasaan Turki Utsmani. Seperti
di Mesir, kelemahan-kelemahan kerajaan Utsmani membuat Mamalik bangkit
kembali. Pada masa kepemimpinan Ali Bey, pada tahun 1770 M, Mamalik
kembali berkuasa di Mesir, sampai datangnya Napoleon Bonaparte dari Prancis
tahun 1798 M. Di Lebanon dan Syria, Fakhr Al-Din, seorang pemimpin Druze,
berhasil menguasai Palestina.5 Di kawasan Arab, Muhammad bin Saud (1725
M/1138 H) menjadi pemimpin dari sebuah kabilah kecil di wilayah Diraya hadir
sebagai seseorang yang berusaha melepaskan diri dari kekuasaan kekhalifahan
Turki Utsmani.
Di sisi lain, masyarakat Arab mengalami kemerosotan moralitas agama,
terdapat banyak pengaruh negatif yang ditularkan oleh negara-negara lain, seperti
pengaruh ajaran filsafat Yunani dan Romawi, pengaruh mistik platonik6 dari
budaya Rusia, dan pengaruh faham takhayul dari agama Hindu.7 Hal tersebut
menjadikan wilayah Arab banyak terdapat tindakan-tindakan syirik, pembangunan
kubah-kubah di atas kuburan dan melakukan penyembahan pada makam. Faham
Wahhabi muncul sebagai sebuah faham keagamaan yang mempunyai ideologi
4 Karta Raharja Ucu, Faktor-Faktor Penyebab Hancurnya Khilafah Utsmani,
http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-Islam/Islam-digest/17/03/03/om8pwu282-
faktorfaktor-penyebab-hancurnya-khalifah-utsmani, di akses pada Sabtu,14 Oktober 2017 pukul
19.35 WIB. 5 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Rajawali Press, 2008), h. 166.
6 Sintesis ide Platonik dan al-Qur‟an dielaborasi sebagaian filsuf Islam untuk meredakan
ketegangan pendekatan filsafat versus konservatif untuk sampai pada formulasi bahwa kebenaran-
kebenaran bergradasi, bukan berdiferensiasi atau konflik. Pendekatan ini mendapat tempat pada
pendekatan mistis. Lihat Wardani, Epistemologi kalam abad pertengahan (Yogyakarta: LkiS
Yogyakarta, 2003), h. 37. 7 Herry Mohammad DKK, Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20 (Jakarta: Gema
Insani, 2006), h. 244.
3
untuk membersihkan dan menyempurnakan ajaran Islam dengan berpedoman
pada al-Qur‟an dan Hadis, menjauhkan dari dari tindakan bid‟ah, syirik dan
khurafat. Wahhabi percaya bahwa tindakan-tindakan tersebut berasal atau
dipengaruhi oleh bangsa Yunani, Turki, dan Persia.8 Gerakan Wahhabi
menganjurkan untuk tidak melakukan bid‟ah dan kembali kepada ajaran murni
yang terdapat dalam al-Qur‟an dan Hadis.9
Wahhabi adalah sebuah aliran yang mempunyai ideologi untuk
membersihkan dan menyempurnakan ajaran Islam dengan berpedoman pada al-
Qur‟an dan Hadis, dan menjauhkan diri dari tindakan bid‟ah, syirik, dan khurafat.
Paham Wahhabi yang utama adalah Tauhid, yaitu keesaan dan kesatuan Allah.
Nama Wahhabi diambil dari pendirinya yaitu Muhammad bin Abdul Wahhab,
kata “Wahhabi” yang berarti para pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab. Ia
adalah seorang pendiri gerakan Wahhabi yang pemikirannya banyak mengambil
dari mazhab Hanbali.10
Menurut Nurcholis Madjid, dalam bukunya Khazanah
Intelektual Islam, gerakan Wahhabi merupakan hampir satu-satunya gerakan
pembaruan keagamaan yang paling sukses secara keagamaan karena telah
bergabung dengan kekuatan keluarga Saud.11
Penyatuan kedua aspek tersebut dimulai pada tahun 1744 M. Agama dan
politik menjadi satu, saat Abdul Wahhab dengan membawa faham Wahhabi
bertemu dengan Muhammad bin Saud yang menjadi pemimpin kabilah di wilayah
Diraya. Kerjasama dan koalisi ini terbentuk dan dibuatlah pembagian kerja yang
membatasi wewenang satu sama lain. Abdul Wahhab bertanggung jawab dalam
urusan keagamaan dan Muhammad bin Saud memegang tanggung jawab politik.12
8 Khaled Abou El Fadl, Selamat Islam dari Muslim Puritan Terjemahan. Helmi Mustofa
(Jakarta: serambi 2006), h. 63. 9 Syaikh Abdul Aziz Bin Baz, Imam Muhammad bin Abdul Wahhab: Dakwah dan Jejak
Perjuangannya, Penerjemah. Rahmat Arifin Muhammad bin Ma‟ruf (Jakarta: Megatama Sofwa
Presindo, 1919 H), h. 28-30. 10
Nur Umamah, “Peran Gerakan Wahabiah dalam Membantu Mewujudkan Pemerintahan
Raja Abdul Aziz di Arab Saudi,” (Skripsi S1 Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 1. 11
Nurcholis Madjid, Khazanah Intelektual Islam ( Jakarta: Bulan Bintang, 1984), h. 61 12
Akbar S Ahmad, Citra Muslim Tinjauan Sejarah dan Sosiologi (Jakarta: Erlangga,
1990), h. 161.
4
Dalam perkembangannya, hubungan kedua aspek ini semakin kuat saat
faham Wahhabi menyebar di wilayah Diraya dan Nejed. Kekuatan tersebut
berkembang dengan ditandai jatuhnya wilayah Nejed pada kekuasaan Saud, lalu
kekuasaan tersebut semakin meluas ke tanah tinggi 'Asir, dan pada puncaknya
mereka melakukan serangan di Irak, menghancurkan makam Husein bin Ali di
Karbala tahun 1801 M, setelah itu gerakan Wahhabi membersihkan kota Makkah
dan Madinah pada tahun 1804-1806 M. Peristiwa-peristiwa tersebut sebagai tanda
berdirinya Kerajaan Saudi Arabia pertama.13
Melihat keadaan tersebut, kekhalifahan Turki Utsmani yang telah
menguasai wilayah Arabia menjadi marah dan memicu adanya peperangan. Tugas
untuk menghancurkan pasukan Saud dan Wahhabi diberikan pemerintahan Turki
Utsmani pada gubernur Mesir, Muhammad Ali Pasya. Muhammad Ali Pasya
mengirimkan pasukannya ke Hijaz melalui laut dan merebutnya kembali.
Anaknya, Ibrahim Pasya, memimpin pasukan Turki Utsmani ke kota Nejed dan
merebut kota demi kota. Akhirnya, Ibrahim Pasya mencapai ibu kota Saud, yaitu
Diraya dan menyerangnya untuk beberapa bulan sampai kota itu menyerah pada
musim dingin tahun 1818 M. Ibrahim lalu membawa banyak pasukan Saud ke
Mesir dan Ibukota Turki Utsmani, Istanbul. Lalu menghancuran Diraya.14
Sejarah keluarga Saud dan gerakan Wahhabi belum berakhir. Keturunan
Saud dan gerakan Wahhabi terus hidup dan mendirikan Kerajaan Saudi Arabia
Kedua pada 1823 M. Kerajaan Saudi Arabia kedua ini dipimpin oleh Turki bin
Abdullah bin Muhammad bin Saud, pemerintahan berpusat di wilayah Nejed.15
Kemudian, Turki meninggal dan digantikan anaknya yaitu Faisal bin Turki. Faisal
bin Turki berkuasa hanya empat tahun dan menghembuskan napas terakhirnya
pada 1865 M.16
Pasca meninggalnya Faisal, Nejed langsung dilanda konflik
perebutan tahta antara keluarga Saud. Melemahnya kekuatan Nejed lantas
13
Bernard Lewis, Krisis Islam antara Jihad dan Teror yang Keji (Jakarta: Ina
Publikatama, 2004), h. 114-115. 14
Khaled Abou El Fadl, Selamatkan Islam dari Muslim Puritan (Jakarta: Serambi Ilmu
Semesta, 2006), h. 79. 15
Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Imam Muhammad bin Abdul Wahhab Dakwah dan
Jejak Perjuangannya (Jakarta: Megatama Sofwa Pressindo, 2005), h. 59. 16
Nehed Alghadri, Tentang Jang Besar (Jakarta: Pusaka, 1966), h. 19.
5
dimanfaatkan oleh Dinasti al-Rasyid untuk merebut kekuasaan di keluarga Saud.
Sehingga, pada tahun 1891 M pasukan al-Rasyid berhasil menaklukkan Nejed dan
mengakhiri riwayat kekuasaan Dinasti Saud.17
Pada 1902 M atau 1319 H, Dinasti Saud di bawah pimpinan Abdul Aziz
bin Abdurrahman dengan bantuan gerakan Wahhabi, berupaya membangun
kembali kekuatannya. Pada tahun 1902, Abdul Aziz bin Abdurrahman menyerang
dan merebut kota Riyadh. Inilah titik awal sejarah Arab modern, Abdul Aziz terus
melakukan penaklukan demi penaklukan dengan dukungan gerakan Wahhabi.
Abdul Aziz mulai menyatukan wilayah Jazirah Arab yang luas ke dalam sebuah
kerajaan yang dikenal dengan nama Kerajaan Saudi Arabia. Penyatuan dengan
nama ini dideklarasikan pada 1932 M atau 1351 H oleh Abdul Aziz bin
Abdurrahman (Ibnu Saud). Ia menegaskan kembali komitmen para pendahulunya,
para penguasa Dinasti Saud, untuk selalu berpegang teguh pada prinsip-rinsip
Syariat Islam.18
Adapun penulisan tentang gerakan Wahhabi dan keluarga Saud dalam
upaya mendirikan Kerajaan Saudi Arabia ini adalah untuk memperjelas apa saja
peran dari masing-masing (gerakan Wahhabi dan keluarga Saud) dalam
mendirikan Kerajaan Saudi Arabia. kerjasama yang dilakukan oleh aspek agama
dan politik sehingga berhasil mendirikan Kerajaan Saudi Arabia yang kuat
menjadikan hal tersebut menarik untuk di bahas. Ditambah dengan terdapat
Makkah dan Madinah yang menjadi pusat peribadatan umat Islam di seluruh
dunia. Berdirinya Kerajaan Saudi Arabia dapat merubah (sosial-politik)
keseluruhan wilayah Jazirah Arab terutama Makkah dan Madinah yang terjadi
pada abad ke-20.19
Hal tersebut jelaslah penting tentang usaha-usaha yang
dilakukan dalam mendirikan Kerajaan Saudi Arabia.
17
H.C. Amstrong, Sang Penjegal Kisah Ibnu Saud Menguasai Arabia (Jakarta: Ramala
Books, 2008 ), h. 16. 18
Departemen pendidikan Tinggi Universitas Islam Imam Muhammad Bin Saud,
kumpulan makalah sejarah raja abdul aziz (Jakarta: Universitas Islam Imam Muhammad Ibn Saud
Riyad KSA), h. 65. 19
Nehed Alghadri, Tentang Jang Besar (Jakarta: Pusaka, 1966), h. 11.
6
B. Permasalahan Penelitian
1. Permasalahan Utama
Pokok masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah peran gerakan
Wahhabi dan peran keluarga Saud dalam upaya mendirikan Kerajaan Saudi
Arabia. Dalam perjalanan sejarahnya, KSA telah mengalami tiga fase dalam
pembentukannya, yaitu pada periode pertama dipelopori oleh Muhammad bin
Saud bekerjasama dengan Muhammad bin Abdul Wahhab pada tahun 1744 M
yang berpusat di Diraya, kemudian dapat diantisipasi oleh pemimpin Turki
Utsmani yaitu Muhammad Ali Pasya tahun 1818 M; lalu periode kedua dipelopori
oleh Turki bin Abdullah pada 1823 M, periode kedua ini dapat di runtuhkan
kembali oleh Dinasti al-Rasyid pada tahun 1891 M pasukan al-Rasyid berhasil
menaklukkan Nejed dan mengakhiri riwayat kekuasaan Saud; dan periode ketiga
dipelopori oleh Abdul Aziz bin Abdurrahman bin Saud pada tahun 1902 M,
Abdul Aziz bin Abdurrahman menyerang dan merebut kota demi kota hingga
dapat mendirikan KSA pada tahun 1932 M.
Proses pembentukan kerajaan yang mengalami jatuh bangun menjadikan
pentingnya mengetahui tentang peranan gerakan Wahhabi dan peranan keluarga
Saud dalam upaya mendirikan KSA. Selama ini, yang menjadi perdebatan adalah
tentang peranan masing-masing kedua aliansi yang bekerjasama tersebut sehingga
dapat mendirikan Kerajaan Saudi Arabia yang kuat, aktifitas politik keluarga Saud
di sebut sebagai aplikasi dari gerakan Wahhabi dan gerakan dakwah Wahhabi
disebut sebagai usaha untuk mencapai kekuasaan oleh keluarga Saud.20
Namun
dalam hal terbentuknya Kerajaan Saudi Arabia, dua kekuatan yaitu gerakan
Wahhabi dan keluarga Saud tidak dapat dipisahkan karena adanya kerjasama dan
sikap saling menguntungkan satu sama lain. Maka untuk itu, yang menjadi
permasalahan utama penelitian ini adalah “Bagaimana peran gerakan Wahhabi
dan peran keluarga Saud dalam upaya mendirikan Kerajaan Saudi Arabia ?”.
Namun, secara khusus masalah ini dapat dikatagorikan sebagai aspek sosial-
20
Am Waskito, Bersikap Adil kepada Wahhabi (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2012), h. 194.
7
politik. Penelitian ini dibatasi pada awal terjalinnya hubungan kerjasama yang
dilakukan oleh gerakan Wahhabi dan keluarga Saud pada tahun 1744 M sampai
berdirinya Kerajaan Saudi Arabia tahun 1932 M.
2. Rumusan Masalah
Untuk memudahkan penelitian, maka akan dibuat beberapa rumusan
masalah, sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah gerakan Wahhabi?
2. Bagaimana kepemimpinan keluarga Saud dan upaya mendirikan Kerajaan
Saudi Arabia?
3. Bagaimana peran gerakan Wahhabi dan peran keluarga Saud dalam upaya
mendirikan Kerajaan Saudi Arabia?
Untuk menghindari meluasnya pembahasan penelitian, maka penulis akan
membatasi ruang lingkup pembahasan pada awal terbentuknya kerjasama gerakan
Wahhabi dan keluarga Saud sampai berdirinya Kerajaan Saudi Arabia pada tahun
1744-1932 M.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana sejarah gerakan Wahhabi.
2. Untuk mengetahui bagaimana kepemimpinan keluarga Saud dan upaya
mendirikan Kerajaan Saudi Arabia.
3. Untuk mengetahui bagaimana peran gerakan Wahhabi dan peran keluarga
Saud dalam upaya mendirikan Kerajaan Saudi Arabia.
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Untuk meningkatkan daya kritis terhadap berbagai peristiwa yang terjadi di
seluruh dunia khususnya KSA.
2. Untuk dijadikan bahan kajian dan menyumbangkan sebuah karya tulis yang
berkaitan dengan peristiwa dalam aspek sosial politik di KSA.
8
3. Untuk memahami peran gerakan Wahhabi dan peran keluarga Saud dalam
mendirikan KSA.
D. Tinjauan Pustaka
Untuk mengerti dan menelaah lebih mendalam terkait peran gerakan
Wahhabi dan peran keluarga Saud dalam upaya mendirikan Kerajaan Saudi
Arabia, penulis menggunakan beberapa sumber untuk mengerti suatu peristiwa
yang terjadi dan untuk membandingkan peristiwa-peristiwa tersebut hingga
terdapatnya suatu kesimpulan dan final analisa tentang peristiwa tersebut. Maka
perlu adanya suatu tinjauan pustaka guna membantu penulis untuk mengkaji
sebuah masalah.
1. Buku yang diterbitkan oleh Universitas Islam Imam Muhammad Ibn Saud,
berjudul Kumpulan Makalah Sejarah Abdul Aziz yang diterbitkan berkenaan
dengan seratus tahun Kerajaan Saudi Arabia, bersisi tentang kumpulan
makalah sejarah Abdul Aziz bin Abdurrahman yang telah dikaji dan telah
melalui proses tanya jawab. Terdapat pula sekilas tentang biografi Raja Abdul
Aziz. Hal yang menarik dalam buku ini adalah tentang pemikiran politik
Abdul Aziz sehingga dapat mewujudkan Kerajaan Saudi Arabia yang juga
sangat kental dengan keIslaman aliran Wahhabi yang menjunjung tinggi
ketauhidan.21
2. Zainal Abidin dalam bukunya Membedah Akar Fitnah Wahhabi memberikan
gambaran secara lengkap tentang apa itu Salafi Wahhabi, buku yang berjudul
Membedah Akar Fitnah Wahhabi, bagaimana prinsip Salafi dan Wahhabi,
fitnah-fitnah yang ditujukan oleh Salafi dan Wahhabi. Tentunnya Zainal juga
memaparkan sejarah gerakan Wahhabi dan ajaran Wahhabi yang penulis
butuhkan. Menurut Zainal, saat ini umat Islam tidak tahu inti ajaran Islam dan
menganggap banyak fitnah dan kebohongan yang ditujukan kepada Salafi dan
21
Departemen pendidikan Tinggi Universitas Islam Imam Muhammad Bin Saud, kumpulan
makalah sejarah raja abdul aziz (Jakarta: Universitas Islam Imam Muhammad Ibn Saud Riyad
KSA).
9
Wahhabi, maka di buku ini dipaparkan kebenaran dan fitnah apa saja yang
ditujukan oleh Salafi dan Wahhabi.22
3. Buku Rekam Sejarah Radikalisme Salafi Wahhabi, yang ditulis oleh Achmad
Imron R. Terdapat dalam bab satu, yang memaparkan tentang sejarah ringkas
Muhammad bin Abdul Wahhab yang referensinya dari kitab-kitab sejarah
ulama Wahhabi dan sedikit dari kitab sejarah ulama Ahlussunah wal jamaah.
Dan di setiap penukilan, penulis menuangkan komentar sebagai penjelas dan
klarifikasi pada persoalan yang sebenarnya terjadi. Lalu penulis menjelaskan
secara detail tentang munculnya fitnah Wahhabi secara ilmiah, dan di sini
penulis sertakan pula pendapat dari para ulama mu‟tabar dari berbagai ahli
ilmu, seperti ahli Tafsir, Hadis, Fikih, Nahwu, Buldan dan Geografi. Dalam
bab ini juga penulis menyebutkan fitnah yang terjadi di Nejed. Lalu penulis
memaparkan tentang penyimpangan Wahhabi yang menyulut konflik di
tengah kaum muslimin dan sekaligus bantahannya. Sang penulis memaparkan
konsep Tauhid dalam Wahhabi yang menjadi dasar konflik dengan kaum
muslimin dan disertakan pula bantahannya.23
4. Buku Ira Lapidus yang berjudul History of Islamic Society, bagian pertama
membahas tentang Saudi Arabia pra Islam dan Pasca Islam lengkap sampai
Abbasiyah. Lalu pada bab setelah datangnya Islam di buku Ira Lapidus ini
mengatakan awal masuknya Islam di Saudi Arabia ditandai dengan lahirnya
Nabi Muhammad SAW. Di buku ini juga menjelaskan tentang Arabia di salah
satu babnya, Arabia bertahan sebagai Negara gurun pasir dan oasis. Lalu
buku ini membahas lebih dalam tentang orang Badui sebagaimana penduduk
asli Saudi Arabia adalah orang Badui.24
5. The Al Saud family and the future of Saudi Arabia, yang ditulis oleh Brian
Collonel Less. Jurnal ini menjelaskan tentang latar belakang keluarga Saudi
Arabia pada tahun 2007, dijabarkan pula pohon keluarga Al Saud dan
22
Zainal Abidin, LC. Membedah Akar Fitnah Wahhabi (Jakarta : Pustaka Imam Bonjol,
2013). 23
Achmad Imron R, Rekaman Jejak Radikalisme Salafi Wahabi (Surabaya: Khalista,
2014). 24
Ira lapidus, History of Islamic Society (Jakarta: Raja grafindo persada 1999).
10
bagaimana Saudi di masa depan. Dari pada jurnal ini, penulis dapat
mengetahui bahwa Abdul Aziz pada tahun 1902 mendirikan sebuah
organisasi militan yang dikenal dengan nama “Ikhwan”. Dan Ikhwan inilah
yang menjadi dasar kemenangan dalam peperangan menaklukan kota-kota di
Jazirah Arab.25
6. Jurnal yang berjudul Perkembangan Islam di Arab Saudi (Studi Sejarah Islam
MODERN), ditulis oleh Abu Hanif ini terdapat sejarah singkat perkembangan
Kerajaan Saudi Arabia, lalu tentang bagaimana Raja Salman dalam
perkembangan Islam di Saudi Arabia. Karena darinya, penulis dapat
mengetahui sejarah perkembangan KSA dari masa Rasulullah hingga Raja
terakhirnya yaitu Raja Salman. Penulis juga mendapatkan informasi bahwa
sejarah modern Arabia dimulai dari kebangkitan Muwahiddun. Gerakan
Muwahiddun adalah sebuah gerakan yang bertujuan memurnikan ajaran-
ajaran Islam dan dari sinilah inspirasi lahirnya paham keagamaan Wahhabi.26
7. Dari jurnal yang ditulis oleh Mansur Mangasing, berjudul Muhammad Ibn
„Abd al-wahab dan Gerakan Wahabi ini menyebutkan biografi pendiri
Wahhabi yaitu Muhammad bin Abdul Wahhab, tentang gerakan Wahhabi,
dan ajaran Muhammad bin Abdul Wahhab. Dari sini penulis mengetahui
bahwa nama “gerakan Wahhabi” bukan merupakan nama yang diberikan
Muhammad bin Abdul Wahhab, melainkan oleh golongan lain yang menjadi
lawan-lawannya. Para pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab menamakan
dirinya sebagai kaum “Muhammadin” atau “Unitarian” yaitu orang-orang
yang berusaha mengesakan tuhan semurni-murninya. Dan penulis juga dapat
mengetahui bahwa pada faktanya gerakan Wahhabi merupakan hampir satu-
satunya gerakan pembaharuan keagamaan yang paling sukses secara politik
karena telah bergabung dengan kekuatan Dinasti Saud, pembaharuan di
25
Brian Collonel Less, Februari 2007, “The Al Saud family and the future of Saudi
Arabia”. Volume 37, No 1, http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/03068370500457411,
Rabu 2 November 2016. 26
Abu Hanif, Oktober 2015, “Perkembangan Islam di Arab Saudi (Studi Sejarah Islam
MODERN)”. Volume III, No. 1, http:journal.uin
alauddin.ac.id/index.php/rihlah/article/.../1357/1318, Rabu 2 November 2016.
11
Jazirah Arab ini menarik karena dilakukan tanpa sedikitpun persinggungan
dengan kemodernan Barat.27
8. Buku Kitabut Tauhid, yang ditulis langsung oleh Muhammad bin Abdul
Wahhab menjelaskan tentang hakikat tauhid dan penerapannya dalam
kehidupan seorang muslim. Beliau juga menjelaskan tentang hal-hal yang
dapat merusak dan menodai Tauhid, seperti bentuk-bentuk syirik. Beliau juga
menyelipkan dalil-dalil dari al-Qur‟an dan Hadis untuk menjelaskan topik-
topik yang terkait di dalam buku ini. Yang lebih penting lagi, beliau
menyebutkan ayat al-Qur‟an dan Hadis serta pendapat-pendapat ulama salaf,
kemudian dijabarkan dengan menyebutkan permasalahan-permasalahan yang
terkandung dari dalil-dalil tersebut.28
9. Skripsi yang berjudul Peran Gerakan Wahhabi dalam Membantu
Pemerintahan Abdul Aziz, ditulis oleh Nur Umamah berisi tentang bagaimana
peran gerakan Wahhabi dalam membantu pemerintahan Abdul Aziz, skripsi
ini mengambil rentang waktu dari tahun 1902 M awal pergerakan sampai
1953 M yaitu wafatnya Abdul Aziz. Fokus yang diambil dalam skripsi ini
adalah peran gerakan Wahhabi itu sendiri dalam pemerintahan Abdul Aziz,
sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa gerakan Wahhabi mempunyai
peranan yang sangat besar dalam pemerintahan Abdul Aziz, salah satunya
menjadikan faham Wahhabi sebagai legitimasi dalam pergerakan mengambil
alih kekuasaan wilayah di Jazirah Arab, dan Wahhabi digunakan Abdul Aziz
sebagai ideologi selama masa pemerintahannya.29
Hal yang membedakan
dengan penelitian yang penulis buat, terdapat pada masalah yang diambil
yaitu penulis menjadikan peran gerakan Wahhabi dan peran keluarga Saud
sebagai permasalahan utama. Sehingga dibatasi dari tahun 1744 M awal
27
Mansur Mangasing, Desember 2008, “Muhammad Ibn „Abd al-wahab dan Gerakan
Wahabi”. Volume 5, No 3, http://jurnalhunafa.org/index.php/hunafa/article/view/181, Rabu 2
November 2016. 28
Muhammad bin Abdul Wahab, Kitabut Tauhid (Riadh 1426). 29
Nur Umamah, “Peran Gerakan Wahabiah dalam Membantu Mewujudkan Pemerintahan
Raja Abdul Aziz di Arab Saudi,” (Skripsi S1 Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2011).
12
berdirinya KSA sampai 1932 M dideklarasikannya KSA oleh Raja Abdul
Aziz.
10. Skripsi yang berjudul Peran Gerakan Wahhabi terhadap Kerajaan Saudi
Arabia pada tahun 1744-1932 M, ditulis oleh Muhamad Nashir menjelaskan
tentang peranan yang dilakukan oleh gerakan Wahhabi dari tahun
terbentuknya gerakan Wahhabi 1744 M sampai dengan tahun berdirinya KSA
1932 M, sehingga dalam kesimpulannya terdapat peranan gerakan Wahhabi
dalam bidang keagamaan, sosial, dan politik dalam proses pembentukan
Kerajaan Saudi Arabia. Hal yang menjadi pembeda dari penelitian yang
penulis buat adalah pada masalah yang diambil, penulis mengambil masalah
tentang peran gerakan Wahhabi dan peran keluarga Saud dalam mendirikan
KSA.30
E. Metode Penelitian
Metode Penelitian yang digunakan adalah metode penelitian sejarah yang
memiliki empat proses yakni Heuristik, Kritik, Interpretasi dan Historiografi.
Heuristik adalah kegiatan mencari dan menemukan sumber. Oleh karena itu,
pencarian sumber yang dilakukan adalah mencari sumber primer dan sekunder.
Pada sumber primer, penulis mengalami kesulitan karena peristiwa yang sudah
lama berlalu yaitu pada abad ke-18 sampai abad ke- 20 dan letak penelitian yang
jauh yaitu di Jazirah Arab. Maka, penulis hanya mendapatkan sumber primer
seperti buku yang ditulis lagsung oleh Muhmmad bin Abdul Wahhab yang
berjudul “Kitab at-Tauhid”. Ketika mencari sumber sekunder, penulis
mendapatkan sumber seperti buku, jurnal, dan beberapa sumber online lainnya.
Kritik, yaitu sumber-sumber yang telah terkumpul lalu akan dilakukan
kritik, baik itu kritik Ekstern (keaslian sumber) maupun Intern (kebenaran sumber
data). Penulis melakukan kritik dengan cara penyeleksian dan pengujian data agar
relevan dengan permasalahan dari tema agama dan politik di Saudi Arabia tahun
30
Muhamad Nashir, “Peran Gerakan Wahhabi terhadap Kerajaan Saudi Arabia pada Tahun
1744-1932 M”, (Skripsi S1 Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Yogyakarta,
2009).
13
1744-1932 M. Kemudian data tersebut diklasifikasikan berdasarkan permasalahan
yang penulis butuhkan. Proses kritik merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
memperoleh kesimpulan dari data yang sudah diklasifikasikan.
Interpretasi, yaitu melakukan pemahaman yang mendalam tentang sumber-
sumber yang telah melalui tahap kritik, sumber tentang tema terkait. Untuk
menjelaskan hasil dari interpretasi tersebut, dalam peneliti ini dilakukan analisis
yang dibantu dengan pendekatan sosial-politik untuk memahami dinamika
perkembangan sosial-politik di Saudi Arabia saat itu.
Historiografi, yaitu menuangkan sebuah karya sejarah dalam bentuk
penulisan sejarah setelah melalui tahapan-tahapan tersebut di atas. Karya sejarah
atau historiografi itu menjelaskan tentang peran gerakan Wahhabi dan peran
keluarga Saud dalam upaya mendirikan Kerajaan Arab Saudi.
F. Landasan Teori
Dalam kitabnya Muqaddimah, Ibnu Khaldun mencetuskan teori perubahan
sosial. Dalam teori ini, Ibnu Khaldun mengatakan bahwa peradaban merupakan
sebuah “keniscayaan”, karena “manusia adalah makhluk politik”. Dalam artian
bahwa manusia tidak dapat bertahan hidup tanpa organisasi sosial “kota (polis:
negara)”. Menurutnya, manusia sebagai makhluk individu saling bergantung satu
sama lain, dan secara naluriah mereka membutuhkan persahabatan satu sama lain.
Namun peradaban yang dihasilkan haruslah terdapat “kekuatan yang
mengendalikan” yaitu kerajaan atau pemerintahan (wazi‟ atau mulk). Wazi‟
(kerajaan) dan mulk (pemerintahan) merupakan “sifat alamiah manusia yang
dibutuhkan bagi kemanusiaan”.31
Dalam istilah wazi‟, selain kerajaan, agama juga dapat bertindak sebagai
wazi‟ (alat kendali internal). Menurut Ibnu Khaldun, wazi‟ yang diperankan oleh
agama, lebih kondusif untuk menumbuhkan keberanian rakyat dibandingkan
31
Anthony Black, Pemikiran Politik Islam dari Masa Nabi hingga Kini Terjemah.
Abdullah Ali dan Mariana Ariestyawati (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2001), h. 320.
14
dengan kerajaan. Dan kebutuhkan akan kendali kuat merupakan sifat khas
manusia.32
Teori sosial Ibnu Khaldun merupakan pengembangan teori Aristoteles
tentang asal-usul masyarakat politik yang dipandang dari sudut Islam. Dari semua
elemen ini muncul teori Ibnu Khaldun tentang perkembangan, perubahan, dan
kemerosotan. Artinya, dalam kelompok apa pun yang memiliki sentimen
kelompok, satu orang di antara mereka pasti akan muncul sebagai kekuatan
pengendali, yang dapat memaksa orang lain untuk menerima kekuasaannya.
Sehingga kedudukan sebagai kepala suku atau tahta raja menjadi incaran manusia
dan manusia cenderung mengambil alih kepemimpinan negara.
Masyarakat asli Saudi Arabia yaitu masyarakat Badui memiliki karakter
yang berebeda dari manusia kebanyakan. Masyarakat Badui mempunyai sifat:
kasar, angkuh, ambisius, dan bersuku-suku. Mereka tidak mau membentuk
pemerintahan kecuali karena agama, hal inilah yang terjadi pada bangsa Arab.
Dalam hal ini, agama memperkuat sentimen kelompok.33
Ibnu Khaldun
menyimpulan “otoritas raja dan kekuasaan dinasti yang besar bisa dicapai hanya
melalui kelompok atau dengan adanya sentimen kelompok dan kekuatan sebuah
dinasti atau otoritas seorang raja berasal dari sentimen agama, yang didasarkan
atas kenabian maupun propaganda yang benar”.34
Menurut Ibnu Khaldun, orang-orang Badui sangat menyukai kebebasan,
mereka tidak suka di atur dengan undang-undang dan siasat. Bangsa Arab adalah
orang yang tidak dapat diatur oleh pemerintahan, karena mereka lebih cenderung
memiliki sifat “kebadui-an”. Mereka tidak merasa perlu untuk diatur oleh orang
lain, sehingga sangat sulit untuk mengatur orang-orang Badui.35
Keluarga Saud dalam memimpin dan membuat kebijakan menjadi kuat
karena bekerjasama dengan gerakan Wahhabi yang mempunyai sentimen
kelompok. Jadi, adanya hubungan kerjasama antara agama dan politik menjadikan
32
Anthony Black, Pemikiran Politik Islam dari Masa Nabi hingga Kini Terjemah.
Abdullah Ali dan Mariana Ariestyawati (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2001), h. 320. 33
Anthony Black, Pemikiran Politik Islam dari Masa Nabi hingga Kini Terjemah.
Abdullah Ali dan Mariana Ariestyawati (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2001), h. 322. 34
Muqaddimah Ibnu Khaldun (Jakarta: Pustaka Firdaus, November 2011), h. 120-125. 35
Hamka, Sejarah Umat Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 38.
15
sebuah peradaban yang kuat. Namun, menurut Ali „Abd ar-Raziq36
antara Islam
dan negara tidak dapat disatukan, menurutnya Islam tidak mengurus urusan
keduniaan termasuk pemerintahan. Agama adalah tentang akhirat dan politik
adalah tentang dunia. Bagi kelompok yang mendukung terbentuknya sebuah
negara sekuler, mereka berpendapat bahwa pembentukan pemerintahan dan
negara Islam tidak termasuk hal yang dianjurkan oleh Allah SWT.37
Teori-teori
dan jurnal yang memisahkan antara agama dan politik tersebut berbanding
terbalik dengan apa yang terjadi di Saudi Arabia, karena dalam berdirinya
Kerajaan Saudi Arabia terdapat dua aspek yang bekerjasama dalam mendirikan
negara.
Menurut Wasito Raharjo Jati dalam jurnalnya yang berjudul Agama dan
Politik: Teologi Pembebasan sebagai Arena Profetisasi Agama hal yang menjadi
relevan saat membahas tentang agama dan politik adalah “ketika agama menjadi
spirit sosial dan politik dalam menggerakan umat menuju tatanan yang lebih baik.
Maka, konstruksi pemikiran yang membawahi pemikiran agama secara teologis38
menjadi sosiologis gerakan menjadi menarik untuk diperbincangkan”.39
36
Ali Abd Raziq merupakan seorang tokoh pembaharu Mesir yang pemikirannya tidak
lepas dari perkembangan keagamaan, dan sosial politik umat Islam, khususnya Mesir.
Pemikirannya yang kontroversial dipengaruhi oleh sistem liberal Barat, di mana ia pernah belajar
disana. Kontroversi yang paling menonjol dari pemikirannya adalah dalam bidang politik
(pemerintahan). Lihat “Sejarah Sosial dan Pemikiran Politik Ali Abdul Raziq” dalam
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5&cad=rja&uact=8&ved
=0ahUKEwjNh_r81_zWAhXClpQKHY1pAjoQFghMMAQ&url=http%3A%2F%2Fjurnal.ar-
raniry.ac.id%2Findex.php%2FIslamfutura%2Farticle%2Fview%2F48%2F43&usg=AOvVaw1cV
KaX11izd_QzTW1uPilk, diakses Kamis, 19 Oktober 2017 pukul 23.12 WIB. 37
Kamsi, 2012, “Pradigma Politik Islam tentang Relasi Agama dengan Negara”. Volume 2,
No 1,
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&uact=8&ved
=0ahUKEwjZzIuU__zWAhWKFpQKHWSiAQwQFgg4MAI&url=http%3A%2F%2Fejournal.uin
-
suka.ac.id%2Fsyariah%2Finright%2Farticle%2Fdownload%2F1232%2F1062&usg=AOvVaw2G-
tYvBtoEPNmMijjYNDbE, Rabu 18 Oktober 2017, h. 46. 38
Teologis adalah pengetahuan ketuhanan (mengenai sifat Allah, dasar kepercayaan kepada
Allah dan agama, terutama berdasarkan pada kitab suci). Sosiologis adalah pengetahuan atau ilmu
tentang sifat, perilaku, dan perkembangan masyarakat; ilmu tentang struktur sosial, proses sosial,
dan perubahannya. Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam https://kbbi.web.id, diakses
Kamis, 19 Oktober 2017 pukul 23.26 WIB. 39
Wasito Raharjo Jati, Mei 2014, “Agama dan Politik: Teologi Pembahasan sebagai Arena
Profetisasi Agama”. Volume 22, No 1,
http://journal.walisongo.ac.id/index.php/walisongo/article/viewFile/262/243Rabu 18 Oktober
2017, h. 135.
16
G. Sistematika
Secara ringkas penulis akan menggambarkan secara umum isi dalam kajian
gerakan Wahhabi dan keluarga Saud dalam upaya mendirikan Kerajaan Saudi
Arabia. Pada bab pendahualan mengemukakan alasan mengkaji topik, yang berisi
tinjauan pustaka, penyampaian hipotesis40
dan tujuan penulisan serta metode
penelitian yang digunakan.
Bab 2, penulis akan memberikan sebuah gambaran mengenai kondisi
Geografis dan tentang gerakan Wahhabi. Melalui gambaran secara Geografis
tersebut, penulis dapat mengetahui kehidupan masyarakat Saudi Arabia dalam
aspek sosial yang mempengaruhi munculnya faham keagamaan Wahhabi. Penulis
juga memaparkan sejarah awal munculnya gerakan Wahhabi, konsep ajaran
Wahhabi, dan biografi pendiri gerakan Wahhabi yaitu Muhammad bin Abdul
Wahhab.
Bab 3, menjelaskan tentang kepemimpinan keluarga Saud, dimulai dari
Kerajaan Saudi pertama, kedua, ketiga dan penaklukan-penaklukan yang
dilakukan pada masa Abdul Aziz 1902 M sampai berdirinya Kerajaan Saudi
Arabia 1932 M. Tujuannya agar dapat mengetahui lebih jelas tentang proses
berdirinya Kerajaan Saudi Arabia.
Bab 4, merupakan pembahasan yang menjawab masalah utama yaitu
bagaimana peran gerakan Wahhabi dan bagaimana peran keluarga Saud dalam
upaya mendirikan Kerajaan Saudi Arabia, lalu penulis juga membahas tentang
detik-detik di deklarasikannya Kerajaan Saudi Arabia oleh Abdul Aziz bin
Abdurrahman pada 1932 M. Selanjutnya dalam bab ini, penulis juga membahas
tentang faktor-faktor apa saja yang menjadikan gerakan Wahhabi dan keluarga
Saud berhasil dalam mendirikan Kerajaan Saudi Arabia.
Bab 5, berisi kesimpulan yang menjadi argumen bahwa peran gerakan
Wahhabi dan peran politik keluarga Saud adalah suatu hal tidak dapat dipisahkan,
40
Hipotesis adalah sesuatu yang dianggap benar untuk alasan atau pengutaraan pendapat
(teori, proposisi, dan sebagainya) meskipun kebenarannya masih harus dibuktikan. Lihat Kamus
Besar Bahasa Indonesia “Hipotesis” dalam https://kbbi.web.id/hipotesis, di akses Sabtu, 14
Oktober 2017 pukul 22.17 WIB.
17
gerakan Wahhabi mengambil peran dalam keagamaan dan keluarga Saud
mengambil peran dalam politik. Kerjasama yang dilakukan gerakan Wahhabi
(aspek agama) dan keluarga Saud (aspek politik) menjadikan sebuah tatanan
negara yang kuat dan kokoh.
18
BAB II
JAZIRAH ARAB DAN GERAKAN WAHHABI
A. Kondisi Geografis dan Masyarakat Jazirah Arab
Saudi Arabia terletak di antara 15°LU - 32°LU dan antara 34°BT - 57°BT.
Saudi Arabia mencangkup empat perlima kawasan di Jazirah Arab dan merupakan
negara terbesar di Timur Tengah. Permukaan terendah di sini ialah di Teluk Persia
pada 0 m dan Jabal Sauda pada 3.133 m. Sebagian besar wilayah Jazirah Arab
terdiri dari bukit-bukit batu.1 Hampir tidak ada sungai atau danau asli di negeri
ini, tetapi terdapat banyak wadi. Beberapa daerah subur dapat ditemukan dalam
endapan aluvial di wadi, basin dan oasis. Bentuk pemerintahannya adalah
kerajaan atau monarki, tergambar dalam nama negara yaitu “Kerajaan Saudi
Arabia”.2
Wilayah Jazirah Arab terbagi menjadi dua, tanah yang subur dan tanah yang
tandus. Tanah yang tandus dan kering mendominasi wilayah Jazirah Arab. Oleh
karena itu, wilayah Jazirah Arab memiliki cuaca yang panas.3 Secara umum,
wilayah Saudi Arabia terdapat dua wilayah terbesar, yaitu Hijaz dan Nejed. Di
Hijaz terdapat kota Makkah dan Madinah, terletak di pinggir Laut Merah.
Sedangkan Nejed terdapat padang pasir yang sangat luas dan di Nejed banyak
dihuni oleh masyarakat asli Arab yaitu suku Badui.4 Saudi Arabia secara geografis
berbatasan langsung dengan Yordania dan Irak di utara, Kuwait di timur laut,
Qatar, Bahrain, dan Uni Emirat Arab di timur, Oman di tenggara, dan Yaman di
selatan. Ibu kotanya adalah Riyadh, Wilayah politiknya meliputi wilayah seluas
1,96 juta km2. Penduduknya berjumlah sekitar 21,5 juta, 90% etnik Arab.
5
1 Hamka, Sejarah Pertama Umat Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 15.
2 Haif, Abu. Oktober 2015. “Perkembangan Islam di Arab Saudi (Studi Sejarah Islam
MODERN)”. Volume III, No. 1, http:journal.uin
alauddin.ac.id/index.php/rihlah/article/.../1357/1318, Rabu 2 November 2016. 3 Hamka, Sejarah Pertama Umat Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 16.
4 Am Waskito, Bersikap Adil kepada Wahhabi (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2012), h. 255.
5 Azyumardi Azra, Studi Kawasan Dunia Islam Perspektif Etno-Linguistik dan Geo-Politik
(Jakarta: Rajawali Press, 2009), h. 119.
19
Wilayah politik negara ini mulai dikenal sejak zaman Rasulullah SAW,
setelah tahun 634 M dilanjutkan oleh Khulafaurrasyidin dengan sistem
Kekhilafahan yang sama-sama masih di Madinah. Sejak tahun 660 M dilanjutkan
oleh keluarga Dinasti Umayyah, dan memindahkan ibu kota pemerintahannya ke
Damaskus, Syria. Tahun 750 M pemerintahan Islam Abbasiyah, menjadikan
Baghdad sebagai pusat pemerintahannya. Saudi Arabia menjadi salah satu tempat
yang sangat diperhitungkan oleh dunia. Bahkan sejak abad ke-10 M ketika
berbagai kerajaan kecil muncul, seperti halnya Dinasti Fatimiyah yang ingin
menyaingi Abbasiyah di Baghdad, ketika mereka berupaya ingin meningkatkan
statusnya sebagai kekhalifahan, wilayah Makkah-Madinah telah dijadikan simbol
perebutan status kekuatan spiritual6 politik dunia Islam, dimana sang khalifah
ingin disebut sebagai penjaga tanah haram, yakni Makkah-Madinah. Beberapa
ratusan tahun berikutnya wilayah ini masih terus bertahan sebagai suatu wilayah
yang masing-masing dipegang oleh suku-suku etnik Arab. Hingga tahun 1500-an
kesultanan Turki Utsmani akhirnya berhasil menyatukan kembali dan menguasai
seluruh Jazirah Arab, termasuk daerah-daerah sekitar Utara dan Barat Laut.7
Masyarakat Arab adalah masyarakat suku. Islam memang memiliki
pengaruh besar, tetapi besarnya Islam di wilayah Arab tidak dapat menghilangkan
unsur kesukuan. Hal tersebut sangat terlihat dari nama negaranya yaitu Saudi
Arabia, yang berarti wilayah orang Arab dari keturunan keluarga atau suku Saud.
Kedudukan seseorang dalam silsilah keluarga menentukan kedudukannya dalam
pemerintahan.8
Adapun suku asli Arab ialah suku Badui, Badui menurut Prof. Dr. Hamka
adalah penduduk asli Arab yang tidak ada percampuran dari bangsa-bangsa lain,
mereka jauh dari peradaban, sekolah, dan kemajuan. Tabiat orang-orang Badui itu
suka berperang dan menyerang tetapi mereka terkenal dengan sifat menghormati
tamu, menyukai kebebasan, dan sangat menjunjung tinggi kehormatan diri sendiri.
6 Spiritual adalah berhubungan dengan atau bersifat kejiwaan (rohani, batin). Lihat Kamus
Besar Bahasa Indonesia “Spiritual” dalam https://kbbi.web.id/spiritual, di akses Sabtu, 14 Oktober
2017 pukul 22.25 WIB. 7 Azyumardi Azra, Studi Kawasan Dunia Islam Perspektif Etno-Linguistik dan Geo-Politik
(Jakarta: Rajawali Press, 2009), h. 117. 8 Akbar S Ahmad, Citra Muslim (Jakarta: Erlangga, 1990), h. 169.
20
Kesukaan orang-orang Badui adalah beternak unta, kambing, dan biri-biri. Selain
itu, orang-orang Badui juga menyukai bercocok tanam, terutama menanam
gandum.9
Orang-orang Badui cenderung tidak mau menetap dalam satu wilayah,
karena menurut mereka hal tersebut membuat mereka tidak bebas. Maka, dari
situlah muncul kecenderungan tabiat menyerang. Pada masa kepemimpinan syarif
Husein, jalanan kota Makkah dan Madinah itu tidak pernah aman, karena orang-
orang Badui selalu melakukan serangan, serangan tersebut berupa perampokan.
Perampokan tersebut dialami oleh orang-orang yang melakukan ibadah haji dan
umrah.10
Hal tersebut terus terjadi selama masa pemerintahan Turki Utsmani.
Kondisi Arabia dalam ruang lingkup keagamaan di wilayah Nejed, pada
masa kekuasaan Turki Utsmani, yaitu terdapat banyak bentuk kesyirikan. Seperti
makam-makam yang berkubah, pepohonan yang dianggap keramat yang di
sembah, para wali yang sangat diagung-agungkan dan melebihi mengagungkan
Allah SWT. Di Nejed juga terdapat banyak ahli sihir dan dukun yang sangat di
percayai perkataannya.11
Pada abad ke-18 M, kemerosotan keagamaan masyarakat
Arab semakin menjadi, masjid-masjid banyak ditinggalkan karena orang lebih
memfokuskan dirinya dengan jimat, jimat tersebut untuk penangkal penyakit dan
penangkal musibah. Pada masa itu, masyarakat Arabia cenderung belajar agama
dengan seorang fakir dan darwis dan menganggap mereka sebagai orang-orang
suci, mereka juga dianggap sebagai perantara dalam berdoa agar dapat sampai
kepada tuhan. Menurut keyakinan mereka, pemujaan dengan perantara adalah
salah satu cara untuk lebih dekat kepada tuhan karena menurut mereka tuhan
terlalu jauh untuk dicapai. Kuburan seorang wali menurut mereka adalah sebagai
perantara dalam berdoa kepada tuhan.
Keagamaan pada masa pemerintahan Turki Utsmani sangat jauh dari apa
yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Praktek-praktek keagamaan seperti itu
bahkan tidak ada dalam al-Qur‟an. Kota suci Makkah dan Madinah pun telah
9 Hamka, Sejarah Umat Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 33-34.
10 Hamka, Sejarah Umat Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 34-35.
11 Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Imam Muhammad bin Abdul Wahhab Dakwah dan
Jejak Perjuangannya (Jakarta: Megatama Sofwa Pressindo, 2005), h. 23-24.
21
menjadi tempat yang penuh dengan penyimpangan akidah, sementara ibadah haji
telah menjadi amalan yang biasa saja dan ringan. Penyimpangan demi
penyimpangan yang terjadi di Arabia, menjadikan kondisi Arabia semakin
kacau.12
Menurut gerakan Wahhabi, sebelum datangnya faham Wahhabi dan
Muhammad bin Abdul Wahhab, kondisi umat muslimin di seluruh dunia,
khususnya Nejed seperti kondisi kaum jahiliyah di masa Nabi Muhammad yang
penuh kejahiliyahan, kesyirikan, dan kekafiran.13
Tumbuh suburnya perilaku keagamaan yang semacam itu, sesuai dengan
tingkat kesejahteraan masyarakat pada saat itu. Pada masa itu, kejahatan timbul di
segala tempat akibat kekacauan dalam politik, sosial-keagamaan, dan ekonomi.
Dalam sistem ekonomi, sistem kabilah merupakan sistem yang sudah lama dianut
bagi mayoritas penduduk Nejed dan kebanyakan penduduk Jazirah Arab.
Namuan, kabilah-kabilah yang kuat manguasai keseluruhan jalur perdagangan,
sedangkan penduduk pada umumnya berada dalam kekurangan. Pertanian dan
peternakan yang merupakan mata pencaharian utama kebanyakan penduduk juga
tidak dapat menjamin kehidupan ekonomi mereka. Hal tersebut dikarenakan tidak
adanya keamanan yang diberikan oleh pemerintah Turki Utsmani. Pada masa itu,
banyak terjadi kekacauan, peperangan, dan perompakan yang dilakukan oleh
kabilah-kabilah lain. Akibatnya, penduduk Nejed dan Jazirah Arab hidup dalam
kemiskinan.14
Keadaan masyarakat Saudi Arabia pada akhir abad 19 M, prilaku
menyimpang dari segi keagamaan semakin menjadi. Pada akhir masa
pemerintahan Turki Utsmani, menyebar pembangunan kubah-kubah di atas
kuburan di seluruh wilayah kekuasaan Turki Utsmani. Wilayah-wilayah tersebut
meliputi: Hijaz, Yaman, Afrika, Mesir, Maroko, Irak, Syam, Turki, Iran,
Turkistan, dan India. Mereka semua berlomba-lomba untuk membangun kubah di
atas kuburan. Mereka saling berbondong-bondong untuk mengagungkanya. Pada
12
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
2001), h. 156. 13
M. Ma‟ruf Khozin, Rekam Jejak Radikalisme Salafi Wahhabi (Surabaya: Khalista,
2014), h. 15. 14
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
2001), h. 157.
22
masa itu, membangun sesuatu di atas kubur menjadi sebuah tren di masyarakat
dan menjadi semacam kebanggaan tersendiri di banyak kalangan kaum muslimin.
Tempat-tempat ziarah dan kuburan menjadi tempat untuk meminta-minta dan
memohon pertolongan.15
Pada saat itu, kemusyrikan merajalela dimana-mana, contohnya
menyembelih binatang yang tidak ditujukan untuk mencari ridha Allah dan
bernazar untuk kuburan. Hal tersebut mengakibatkan adanya perbuatan
menyekutukan Allah dengan kuburan-kuburan, serta menimbulkan rasa
ketergantungan atas mereka selain kepada Allah SWT. Mereka menyelesaikan
persoalan dengan cara berdoa kepada kuburan dan meminta-minta nasehat.
Bahkan lebih jauh lagi, mereka tidak hanya meminta dan berdoa pada kuburan
namun juga kepada pepohonan dan bebatuan. Manusia lebih bisa bersumpah
dengan menyebut nama Allah, sangat mudah bagi mereka untuk bersumpah
bohong dengan menggunakan nama Allah. Sebaliknya, mereka tidak berani
bersumpah bohong ketika bersumpah dengan menggunakan benda-benda yang
mereka agungkan dan keramatkan tersebut.16
Pada saat itu, bid‟ah menyebar dengan kencang dan mewabah kepada
seluruh masyarakat kekuasaan Turki Utsmani. Lalu, khurafat juga menyebar
dalam skala yang demikian luas. Mitos-mitos dan legenda menyebar di tengah-
tengah kaum muslimin, salah satu contoh khurafat yang berada di Istanbul adalah
bahwa masjid jami‟ khawaja mushtafa pasya dikelilingi oleh rantai yang ujungnya
diikatkan pada sebuah pohon yang sangat tua, setiap orang yang mengingkari
sesuatu yang benar dan dia duduk di bawah rantai itu, maka rantai akan jatuh ke
kepalanya dan sebaliknya jika setiap orang benar atau jujur, maka rantai itu tidak
akan bergerak. Kehidupan masyarakat utsmani tercampur dengan kebiasaan
bid‟ah dan khurafat tersebut. Anak-anak yang baru lahir dititipkan oleh sufi yang
menyimpang dari ketentuan agama Islam. Demikian bid‟ah itu bisa disaksikan di
semua tempat. hal-hal tersebut menjadikan umat tidak mampu bangkit dari
15
Ali Muhammad Ash-Shallabi, Bangkitnya dan Runtuhnya Khalifah Utsmaniyah (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2014), h. 637. 16
Ali Muhammad Ash-Shallabi, Bangkitnya dan Runtuhnya Khalifah Utsmaniyah (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2014), h. 638.
23
keterbelakangannya, tidak mampu mencari jalan keluar dari kemundurannya.
Mereka selalu kalah dan lemah dalam menghadapi musuh-musuhnya, maka
akibatnya adalah lemahnya pemerintahan Turki Utsmani.17
B. Biografi Muhammad bin Abdul Wahhab (1703-1792 M)
Muhammad bin Abdul Wahhab, lahir di Nejed, di kota Riyadh. Ia lahir pada
tahun 1703 M. Ayahnya bernama Abdul Wahhab bin Sulaiman, ia merupakan
ulama besar dan ahli fiqih.18
Abdul Wahhab terlahir di keluarga yang dikenal
sebagai keluarga para ulama. Abdul Wahhab mempelajari agama pertama kali
yaitu kepada ayahnya19
. Ia merupakan keturunan Banu Siman, dari Tamim. Nama
lengkapnya adalah Muhammad bin Abdul Wahhab bin Sulaiman bin Ali bin
Muhammad bin Ahmad bin Rasyid bin Buraid bin Muhammad bin Buraid bin
Musyarraf.20
Pada usia dewasa, ia merantau ke beberapa daerah untuk menuntut ilmu.
Selain pengetahuan agama, ia juga mempelajari hadis dan fiqih. Perantauannya
berawal di Madinah yakni berguru pada Abdullah bin Saif dan Muhammad
Hayyat Hindi, ia menetap di Madinah selama dua bulan. Abdullah bin Ibrahim bin
Saif adalah seorang ulama yang ahli dalam bidang fiqih Hanbali dan dalam bidang
hadis. Ia adalah seorang pengikut Ibnu Taimiyah. Sedangkan Muhammad Hayat
Hindi merupakan seorang ulama bidang hadis yang terkenal keras dalam
memerangi prilaku bid‟ah dan perbuatan-perbuatan menyekutukan Allah
lainnya.21
17
Ali Muhammad Ash-Shallabi, Bangkitnya dan Runtuhnya Khalifah Utsmaniyah (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2014), h. 639-640. 18
Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Imam Muhammad bin Abdul Wahhab Dakwah dan
Jejak Perjuangannya (Jakarta: Megatama Sofwa Pressindo, 2005), h. 28. 19
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam (Jakarta: PT Ichtiar Baru van
Hoeve, 2001), h. 157. 20
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam (Jakarta: PT Ichtiar Baru van
Hoeve, 2001), h. 157. 21
Ahmad Faiz Asifuddin, Siapa Syaikh Muhammad Bin „Abdul Wahhab?,
ttps://almanhaj.or.id/3912-siapa-syaikh-muhammad-bin-abdul-wahhab.html, di akses pada 14
oktober 2017.
24
Sepulangnya dari Madinah, ia melanjutkan perantauannya ke Bashrah dan
Ahsa. Di Bashrah, ia berguru pada Syaikh Muhammad al-Majmu‟i seorang ulama
yang terkenal dengan berpegang pada ajaran tauhid. Pada saat di Ahsa, ia berguru
pada Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Abdul Lathif asy-Syafi‟i al-Ashsa-i.22
Begitulah Muhammad bin Abdul Wahhab semasa muda yang gemar berpindah-
pindah tempat guna menuntut ilmu dari para ulama terkemuka di masing-masing
wilayah yang ia datangi.
Abdul Wahhab menikah untuk yang pertama kali dengan seorang wanita
kaya di Baghdad. Lima tahun kemudian, setelah istrinya meninggal dunia, ia
pindah ke Kurdistan (Irak utara), kemudian ke Hamedan dan Isfahan (Iran). Di
kota terakhir ini ia sempat mempelajari filsafat dan tasawuf. Setelah bertahun-
tahun merantau, ia akhirnya kembali ke tempat kelahirannya di Nejed.23
Ia
menghabiskan waktu setahun untuk merenung, dan baru setelah itu ia mengajukan
pokok-pokok pikirannya seperti tercantum dalam kitab at-tauhid.
Pokok-pokok pemikirannya berupa masalah akidah, yang menjunjung tinggi
ketauhidan. Pemikiran keagamaannya ini disebut dengan faham Wahhabi.
Muhammad bin Abdul Wahhab dan pengikutnya lebih senang menamakan
kelompoknya dengan sebutan al-muwahhidun yaitu pendukung tauhid. Namun,
orang-orang barat dan lawan-lawan politiknya mengambil nama „Wahhab‟ untuk
menjuluki faham yang di plopori oleh Muhammad bin Abdul Wahhab dengan
sebutan “Wahhabi” (para pengikut Abdul Wahhab).24
Sejak ayahnya wafat, Abdul Wahhab mulai mendakwahkan keyakinannya
tentang tauhid dan menolak praktik keagamaa yang bertolak belakang dengan
agama Islam yang “murni”.25
Pada awalnya, idenya tidak begitu mendapat
tanggapan bahkan banyak mendapatkan pertentangan. Pertentangan tersebut
22
Ahmad Faiz Asifuddin, Siapa Syaikh Muhammad Bin „Abdul Wahhab?,
ttps://almanhaj.or.id/3912-siapa-syaikh-muhammad-bin-abdul-wahhab.html, di akses pada 14
oktober 2017. 23
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam (Jakarta: PT Ichtiar Baru van
Hoeve, 2001), h. 157. 24
Herry Mohammad DKK, Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20 (Jakarta:
Gema Insani, 2006), h. 243. 25
Ja‟far Subhani, Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab dan Ajarannya (Jakarta: Citra,
2007), h. 12.
25
diungkapnkan bahkan kepada saudaranya sendiri, yaitu kakaknya Sulaiman, dan
sepupunya Abdullah bin Husayn. Namun, Abdul Wahhab tak berhenti
mendakwahkan tentang faham ketauhidannya, sampai pada masa dimana ia di usir
oleh penguasa daerah setempat dari Turki Utsmani yang merasa khawatir jika
pengaruhnya akan mengganggu stabilitas kekuasaan Turki Utsmani di Nejed.
Oleh sebab itu, pemerintahan Turki Utsmani mengirimkan surat ancaman kepada
gubernur Nejed untuk mengusir Abdul Wahhab dari Nejed. Karena surat tersebut,
gubernur Nejed memerintahkan Abdul Wahhab untuk keluar dari wilayah Nejed,
sehingga Abdul Wahhab terpaksa pergi dari Nejed.26
Abdul Wahhab pindah ke wilayah Diraya, dan ternyata pemikirannya justru
mendapat sambutan hangat di Diraya. Kepala suku atau kabilah di Diraya pada
saat itu, Muhammad bin Saud sangat menerima pemikiran-pemikirannya.27
Abdul
Wahhab kemudian diberi tempat tinggal di sebuah dusun, oleh Muhammad ibn
Saud yang telah menerima faham Wahhabi. Abdul Wahhab kemudian
bekerjasama secara sistematis dan saling menguntungkan dengan Muhammad bin
Saud. Dalam waktu setahun sesampainya di Diraya, Abdul Wahhab memperoleh
pengikut hampir seluruh penduduk di kota Diraya. Di kota tersebut pula, ia
membangun masjid sederhana dengan lantai batu kerikil tanpa alas. Masjid-masjid
Wahhabi dibangun secara sangat sederhan tanpa hiasan apapun.28
Abdul Wahhab dan pengikutnya melakukan garakan dakwahnya seperti:
menghancurkan kuburan-kuburan di Baqi, yang banyak dikunjungi dengan tujuan
mencari syafaat, yang dapat membawa kepada paham syirik.29
Abdul Wahhab
melakukan hal tersebut untuk menjaga agar jangan sampai menjadi benda pujaan.
Pengikut Abdul Wahhab semakin lama, semakin bertambah. Sementara itu,
keluarga Saud yang hampir seluruh kehidupannya terlibat dalam peperangan
26
Maryam Jamilah, Para Mujahid Agung (Bandung: Mizan, 1989), h. 14. 27
Herry Mohammad DKK, Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20 (Jakarta:
Gema Insani, 2006), h. 242-145. 28
Herry Mohammad DKK, Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20 (Jakarta:
Gema Insani, 2006), h. 242-145. 29
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam (Jakarta: Bulan Bulan Bintang, 1975), h. 26.
26
dengan kepala-kepala suku lainnya, secara perlahan namun pasti memasuki masa
kejayaannya.30
Di dunia Islam, nama Muhammad bin Abdul Wahhab dikenal sebagai
seorang pejuang yang memurnikan ajaran Islam melalui pemurnian tauhid.
Masalah tauhid merupakan pondasi agama Islam yang sangat diperhatikan oleh
Muhammad bin Abdul Wahhab. Perjuangan menegakkan tauhid tersebut
diungkapkan dalam kalimat La ilaha illa Allah (tiada tuhan selain Allah).
Menurutnya, aqidah dan tauhid umat telah dicemari oleh berbagai hal seperti
takhayul, bid‟ah, dan khurafat yang bisa menjatuhkan pelakunya kepada tindakan
syirik.31
Bila dilihat dari karyanya, Abdul Wahhab termasuk ulama yang produktif.
Puluhan judul kitab telah dikarangnya. Sesuai dengan kiprahnya, buku-buku yang
ditulisnya berkaitan dengan tauhid, karya-karyanya seperti Tafsir Surah al-
Fatihah, Mukhtasar Sahih al-Bukhari, Mukhtasar as-Sirah an-Nabawiyyah,
Nasihah al-Mudlimin bi Ahadis Khatam an-Nabiyyah, Usul al-Imam, Kitab al-
Kaba‟ir, Kasyf asy-Syubhat, Salasa al-Usul, Adab al-Mai ila as-Salah, Ahadis al-
Fitah, Mukhtasar Zad al-Ma‟ad, dan al-Masa‟il al-Lati Khalafa Fiha Rasulullah
ahl al-Jahiliyah32
. Pada tahun 1792 M, Syeikh Muhammad bin Abdul Wahhab,
pemikir dan pembaharu, pejuang tauhid yang memurnikan ajaran Islam ini wafat
dan jasadnya dimakamkan di Diraya.33
C. Munculnya Gerakan Wahhabi
Menurut Badri Yatim, gerakan pembaharuan muncul karena dua hal.
Pertama, timbulnya kesadaran di kalangan ulama bahwa banyak ajaran-ajaran
“asing” yang masuk dan diterima sebagai ajaran Islam, dan ajaran tersebut
30
Herry Mohammad DKK, Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20 (Jakarta:
Gema Insani, 2006), h. 245. 31
Herry Mohammad DKK, Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20 (Jakarta:
Gema Insani, 2006), h. 244. 32
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam (Jakarta: PT Ichtiar Baru van
Hoeve, 2001), h. 160. 33
Muhammad bin Abdul Wahhab, Kitab Tauhid (Jakarta: Yayasan Al-Sofwa, 2007), h. 5.
27
bertentangan dengan ajaran Islam, seperti bid‟ah, khurafat, dan takhayul. Oleh
karena itu, mereka bangkit untuk memurnikan ajaran Islam seperti semula. Kedua,
pada periode ini Barat mendominasi dunia di bidang politik dan peradaban.
Persentuhan dengan Barat menyadarkan para pembaharu Islam akan ketinggalan
yang dialami masyarakat muslim. Sehingga menimbulkan adanya gerakan
pembaharuan dalam bidang politik dan peradaban.34
Wahhabi adalah faham keagamaan yang berpengaruh dalam terbentuknya
Kerajaan Saudi Arabia. Pendirinya adalah Muhammad bin Abdul Wahhab,
Banyaknya praktek bid‟ah, khurafat, dan takhayul menjadikan Abdul Wahhab
sangat mengecam tindakan tersebut dan menyebutnya sebagai bentuk syirik yang
merupakan dosa terbesar dalam Islam. Akidah dan praktik seperti itu mengancam
akidah dan ketauhidan umat Islam.35
Muhammad bin Abdul Wahhab melihat di
beberapa negara Islam yang dikunjunginya, kehidupan Islam telah lenyap karena
telah meninggalkan kebiasaan yang bernafaskan Islami, dan kehidupan umat
Islam mengalami kemunduran yang merata.36
Di sisi lain, ia juga mengecam para
ulama yang telah lama membiarkan praktek-praktek semacam itu. Untuk itu, ia
juga menyuruh umat Islam agar menyelaraskan pikiran dan hati mereka dengan
al-Qur‟an dan hadis dan bukan kepada penafsiran-penafsiran yang salah.37
Kondisi umat yang telah rusak tauhidnya itu yang mendorong Muhammad bin
Abdul Wahhab untuk memperbaikinya melalui pemikiran dan ajaran-ajarannya.38
Muhammad bin Abdul Wahhab mempunyai konsep mengubah praktek-
praktek menyimpang yang masuk dalam ajaran Islam seperti bid‟ah, khufarat, dan
takhayul. Dengan demikian, ia mengajak umat Islam agar kembali kepada ajaran
Islam yang murni.39
Muhammad bin Abdul Wahhab dalam gerakannya lebih
34
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Rajawali Press, 2008), h. 173. 35
John L Esposito, Islam Warna-Warni Ragam Ekspresi Menuju “jalan lurus”,
Penerjemah Arif Maftuhin (Jakarta: Paramadina, 2004), h. 147. 36
Lothrop Stoddard, Dunia Baru Islam. Penerjemah Muljadi Djojomartono (Jakarta: T.p,
1966), h. 30. 37
Edward Mortimer, The Politics of Islam. Terjemahan oleh Enna Hadi & Rahmani Astuti
(Bandung: Mizan, 1984), h. 51. 38
Mansur Mangasing, Desember 2008, “Muhammad Ibn „Abd al-wahab dan Gerakan
Wahabi”. Volume 5, No 3, http://jurnalhunafa.org/index.php/hunafa/article/view/181, Rabu 2
November 2016. 39
George Antonius, The Arabs Awakening (New York: Gordon Press, 1939), h. 22.
28
memfokuskan dirinya kepada permasalahan pemurnian akidah, ia mengikuti
faham mazhab Hanbali dan pemikirannya dipengaruhi oleh tokoh Ibnu
Taimiyah,40
seperti yang dinyatakan oleh Muhammad Amin dalam bukunya
Ijtihad Ibnu Taimiyah “walaupun dipengaruhi oleh pikiran-pikiran reformatif Ibnu
Taimiyah, gerakan Wahhabi tidak sepenuhnya merupakan duplikat pikiran-pikiran
Ibnu Taimiyah”.41
Timbulnya gerakan ini juga tidak dapat dilepaskan dari keadaan politik,
prilaku keagamaan, dan sosial ekonomi umat Islam. Secara politik, umat Islam di
seluruh kawasan kekuasaan Turki Utsmani sedang berada dalam keadaan yang
lemah. Turki Utsmani yang menjadi kekuasaan tunggal Islam pada saat itu sedang
mengalami kemunduran dalam segala bidang. Banyak daerah kekuasaannya yang
melepaskan diri, terutama daerah-daerah di bagian daratan Eropa. Kelemahan ini
juga menyebabkan kekacauan politik di daerah-daerah timur (Arab, Persia, dll).
Keadaan tersebut menyebabkan timbulnya emirat-emirat42
kecil yang berusaha
menguasai daerah tertentu.
Di samping kelemahan politik, faktor keagamaan umat di masa itu
merupakan faktor yang paling mendorong munculnya gerakan ini. Pada
umumnya, terutama di Jazirah Arab, telah terjadi kesalahan dalam pemahaman al-
Qur‟an. Sifat-sifat dan kebiasaan pada zaman klasik yang sangat religius telah
pudar dan digantikan dengan sikap dan kebiasaan yang cenderung kearah mistis,
khurafat, dan bid‟ah.43
Situasi kacau balaunya kehidupan di Jazirah Arab, maka
lahirlah Wahhabi sebagai faham keagamaan yang berusaha memurnikan agama
Islam dari segala pemahaman dan praktek yang sudah menyimpang dari tuntunan
yang sebenarnya.44
40
Muhammad Amin, Ijtihad Ibnu Taimiyah (Jakarta: INIS, 1991), h. 34. 41
Mansur Mangasing, Desember 2008, “Muhammad Ibn „Abd al-wahab dan Gerakan
Wahabi”. Volume 5, No 3, http://jurnalhunafa.org/index.php/hunafa/article/view/181, Rabu 2
November 2016. 42
Emirat adalah pemerintahan (negeri, negara) yang dikepalai oleh seorang emir. Lihat
Kamus Besar Bahasa Indonesia “Emirat” dalam https://kbbi.web.id/emirat, di akses Sabtu, 14
Oktober 2017 pukul 22.42 WIB. 43
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
2001), h. 156. 44
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
2001), h. 156.
29
Pada abad ke-18, tepatnya pada tahun 1744 M, Muhammad bin Abdul
Wahhab mendapatkan dukungan dari seorang pemimpin sebuah kabilah kecil di
wilayah Diraya, yaitu Muhammad bin Saud. Ketika kerjasama tersebut terjalin,
maka dimulailah sebuah gerakan militan. Semangat agama dan kekuatan politik
disatukan dalam sebuah gerakan sosial-politik yang berperang dengan semangat
jihad. Para pengikut Wahhabi menyebut diri mereka al-Ikhwan (persaudaraan)
dan gerakan ini menyebut dirinya sebagai muwahhidun (orang-orang yang
menegakkan tauhid).45
Seperti Nabi Muhammad SAW yang membersihkan Ka‟bah dari berhala-
berhala, pasukan Wahhabi menghancurkan tempat-tempat keramat dan makam-
makam sufi. Semangat mereka dalam memberantas segala bentuk syirik menjadi
penyebab penghancuran makam-makam di Makkah dan Madinah. Salah satunya
adalah makam Husayn di Karbala, tempat suci kaum Syi‟ah dan pusat ziarah
kaum Syi‟ah. Hingga mengakibatkan buruknya hubungan antara kaum Syi‟ah dan
Wahhabi di Saudi Arabia.46
Gerakan Wahhabi, merupakan hampir satu-satunya
gerakan pembaruan keagamaan yang paling sukses secara keagamaan karena telah
bergabung dengan kekuatan Dinasti Saud.47
Dalam aktifitas gerakan Wahhabi, seperti menghancurkan benda-benda
yang dijadikan tempat berkumpul untuk meminta syafa‟at, memberantas tempat-
tempat pemujaan, dan meratakan kuburan para wali dengan tanah. Namun bukan
hanya itu, pada saat di Makkah, mereka menghancurkan kubah tempat
dilahirkannya Nabi Muhammad, kubah tempat kelahiran Abu Bakar dan Ali.
Begitu juga saat gerakan Wahhabi berada di Madinah, dihancurkannya semua
kuburan sahabat yang dibangun dan diratakannya dengan tanah dan hanya diberi
tanda batu.48
45
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
2001), h. 156. 46
John L Esposito, Islam Warna-Warni Ragam Ekspresi Menuju “jalan lurus”,
Penerjemah Arif Maftuhin (Jakarta: Paramadina, 2004), h. 148. 47
Nurcholis Madjid, Khazanah Intelektual Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), h. 61. 48
Mustofa Muhammad Asy syak‟ah, Islam tidak bermazhab (Jakarta: Gema Insani, 1994),
h. 394.
30
D. Konsep Ajaran Wahhabi
Muhammad bin Abdul Wahhab dalam ajaran yang dibawanya
menggunakan pemikiran dari Imam Hanbal atau Imam Ahmad bin Hanbali (164-
241 H) yang diteruskan oleh Ibnu Taimiyah (661-728 H) atau (1263-1328 M).
Jarak antara Abdul Wahhab dengan Ibnu Taimiyah dan antara Ibnu Taimiyah
dengan Imam Hanbal mencapai sekitar lima abad. Namun demikian, pemikiran
Imam Hanbal ternyata sangat menginspirasi Muhammad bin Abdul Wahhab.
Imam Hanbal dalam pemikirannya, tidak membenarkan pendapat-pendapat akal
secara mutlak tanpa bersandar pada al-Qur‟an dan hadis. Beliau juga tidak
menyukai berdebat, menurutnya kebenaran akan pudar cahayanya karena
perdebatan. Perdebatan terjadi jika memang sudah dalam keadaan yang mendesak
atau terpaksa, seperti perdebatan mengenai aqaid dan khalifah.49
Imam Hanbal adalah seorang yang sangat menekuni hadis Nabi, beliau
sering melakukan perjalanan ke berbagai negara guna mencari orang-orang yang
meriwayatkan hadis-hadis Nabi. Kecintaannya kepada hadis Nabi sangat terlihat
juga dengan pendapatnya yang sangat menentang adanya tindakan bid‟ah dalam
agama Islam, beliau menegur dengan tegas orang-orang yang mengatakan dirinya
beragama Islam namun melakukan tindakan bid‟ah. Beliau juga mengecam keras
orang-orang yang mengaku ulama namun perbuatannya banyak menyalahi sunah
Nabi.50
Begitu juga dengan Ibnu Taimiyah yang menentang inovasi dalam
beribadah yang biasa kita sebut bid‟ah, seperti pemujaan terhadap wali dan ziarah
ke tempat suci. Hal tersebut juga yang dikecam oleh Wahhabi. Para pengikut
Abdul Wahhab menerapkan pernyataan Imam Hanbal dan Ibnu Taimiyah dalam
bentuk tindakan yang lebih berani.51
Menurut Muhammad bin Abdul Wahhab, Islam adalah kesalehan yang
tulus. keyakinan yang utuh dan peribadatan yang sederhana. Dengan kata lain,
ajaran tersebut tidak mengenal cara beribadah yang berlebihan. Ajaran Wahhabi
datang sebagai ajaran yang dapat mengkoreksi terhadap bentuk-bentuk
49
M. Ali Hasan, Perbandingan Mazhab (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h. 225. 50
M. Ali Hasan, Perbandingan Mazhab (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h. 223. 51
Akbar S Ahmad, Citra Muslim (Jakarta: Erlangga, 1990), h. 161.
31
penyimpangan dan penambahan atas ajaran Islam. Ajaran tersebut mempunyai
pengaruh yang berkepanjangan dalam masyarakat Arab dan memberi arah
terhadap cara pandang orang Arab tentang agama Islam.52
Pemikiran yang dibawa oleh Muhammad bin Abdul Wahhab ini bukanlah
atas dasar politik, namun pemikiran yang dibawanya dikarenakan pada masa
tersebut, kemurnian faham tauhid umat Islam telah dirusak oleh ajaran-ajaran
tarekat yang menyebar luas di dunia Islam. Bahkan, dimasa tersebut faham
animisme53
juga mempengaruhi keyakinan umat Islam. Pada suatu hari dan
disuatu tempat, Abdul Wahhab melihat seseorang berdoa kesebatang pohon
kurma, karena pohon itu diyakini mempunyai kekuatan gaib. Di tempat lain,
Abdul Wahhab melihat seseorang memuja batu besar. Hal tersebutlah yang
menjadikan Muhammad bin Abdul Wahhab mendakwahkan pemikiran-
pemikirannya tentang praktek agama Islam yang murni.54
Dakwah yang dilakukan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab dengan
gerakan Wahhabi terkadang harus mengambil jalan peperangan, seperti yang
terjadi pada penyerbuan di Karbala, saat gerakan Wahhabi yang ingin meratakan
makam Husein harus melawan orang-orang penganut Syi‟ah yang berusaha
melawannya. Tindakan perataan makam Husein dilakukan Wahhabi, agar tidak
lagi terdapat praktek-praktek menyimpang yang dilakukan pada makam Husein
oleh penganut Syi‟ah.55
Menurut Mustofa Muhammad Asy syak‟ah, dalam bukunya Islam tidak
bermazhab, pada dasarnya aqidah yang menjadi landasan gerakan Wahhabi ini
ada dua hal. Pertama, terfokus kepada masalah tauhid yang murni dalam segala
aspeknya. Kedua, memerangi dan menghilangkan bid‟ah. Muhammad bin Abdul
Wahhab berpendapat bahwa ziarah kubur kepada wali termasuk syirik, dan
bertawasul kepada mereka akan mengakibatkan rusaknya kemurnian aqidah.
52
Akbar S Ahmad, Citra Muslim (Jakarta: Erlangga, 1990), h. 162. 53
Animisme adalah kepercayaan kepada roh yang mendiami semua benda (pohon, batu,
sungai, gunung, dan sebagainya). Lihat Kamus Besar Bahasa Indpnesia “Animisme” dalam
https://kbbi.web.id/animisme, diakses Sabtu, 14 Oktober 2017 pukul 22.53 WIB. 54
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta:
Bulan Bintang, 1975), h. 21-22. 55
Mustofa Muhammad Asy syak‟ah, Islam tidak bermazhab (Jakarta: Gema Insani, 1994),
h. 392.
32
Selain itu, usaha pemurnian aqidah yang dilakukan Wahhabi adalah dengan
pemberantasan bid‟ah, misalnya perayaan maulid, perayaan-perayaan spiritual
seperti haul untuk memperingati kematian wali, dll.56
Tauhid menurut Muhammad bin Abdul Wahhab dalam bukunya kitab at-
Tauhid adalah pemurnian ibadah kepada Allah. Menghambakan diri hanya kepada
Allah secara murni dan konsekuen dengan mentaati segala perintahnya dan
menjauhi segala larangannya, dengan penuh rasa rendah diri, cinta, harap dan
takut kepadanya. Menurutnya, iblis mempercayai bahwa tuhannya adalah Allah,
bahkan mengakui keesaan Allah. Kaum jahiliyah yang hidup pada masa
Rasulullah juga meyakini bahwa yang mengatur, pencipta, penguasa alam semesta
adalah Allah. Namun, kepercayaan dan keyakinan tersebut tidak menjadikan
mereka sebagai muslim yang beriman kepada Allah.57
Syirik menurut Muhammad bin Abdul Wahhab adalah meminta pertolongan
bukan lagi kepada Allah SWT tetapi kepada syeikh, wali atau kekuatan ghaib,
tawassul dengan menyebut nama nabi atau malaikat, meminta syafaat selain
kepada Allah SWT, dan bernazar selain kepada Allah.58
Misi utama dalam gerakan Wahhabi ini adalah untuk memperbaiki akidah
dan praktik agama Islam yang mengalami kerusakan fatal dari sisi spiritual, moral
dan kehidupan; melalui pengajaran ilmu, dakwah, dan penegakkan syariat.
Muhammad bun Abdul Wahhab dalam berdakwah, mempunyai prinsip-prinsip
dasar, antara lain:
1). Al-Ilm (menghidupkan ilmu-ilmu keIslaman), prinsip tersebut dilakukan
Abdul Wahhab dengan mengadakan halaqah-halaqah ilmu, majelis-majelis
taklim, daurah-daurah, menulis risalah-risalah ilmiah, mencetak buku-buku dan
menyebarkannya, mendirkikan universitas-universitas Islam, dll.59
56
Mustofa Muhammad Asy syak‟ah, Islam tidak bermazhab (Jakarta: Gema Insani, 1994),
h. 393. 57
Muhammad bin Abdul Wahhab, Kitab Tauhid (Jakarta: Yayasan Al-Sofwa, 2007), h. 5. 58
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
2001), h. 158. 59
Am Waskito, Bersikap Adil kepada Wahhabi (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2012), h. 207-
208.
33
2). At-Tauhid (memurnikan tauhid dan memberantas kemusyrikan),
gerakan dakwah untuk memurnikan tauhid dan memberantas kemusyrikan
tersebut dimulai dari keprihatinannya ketika melihat kondisi kaum muslimun di
Nejed yang rusak secara moral, akidah, ibadah dan akhlak. Banyak terjadi
tindakan menyimpang seperti meminta dan berdoa kepada kuburan, memiliki
jimat, mendatangi tukang sihir, dan bahkan meminta pertolongan kepada benda
mati seperti pohon dan batu. Hal-hal tersebut jika dibiarkan, akan menjadikan
akidah, akhlak, dan moral umat muslim di Nejed menjadi rusak. Maka, Abdul
Wahhab hadir dengan faham dan gerakannya yaitu Wahhabi untuk memurnikan
tauhid dan memberantas kemsyrikan.60
3). As-Sunah (menghidupkan sunah dan memberantas bid‟ah), perbuatan
bid‟ah termasuk hal yang beliau kritisi dalam dakwahnya. Prilaku bid‟ah seperti
meminta pertolongan kepada kuburan orang-orang shalih, jin, dan malaikat,
percaya kepada ramalan dukun, tukang sihir, dll. Pengamalan sunah yang
dilakukan penganut faham Wahhabi dapat terlihat pada penampilannya, seperti:
memanjangkan janggut, memakai gamis, memakai tutup kepala, dll.61
4). At-Tasfiyah (pemurnian khazanah ilmu-ilmu keislaman), tasfiyah yang
dimaksudkan adalah membersihkan kitab-kitab keislaman dari pengaruh Hadis
palsu, Hadis lemah, kisah israiliyat, ajaran-ajaran khurafat, filsafat-filsafat
Yunani, dll. Tasfiyah tersebut dilakukan untuk menyelamatkan amal-amal umat.
Abdul Wahhab dalam kitabnya, tidak pernah merujuk pada pendapat tokoh-tokoh
aliran sesat seperti Syi‟ah, para filsuf, ilmuan Barat dan ilmuan non muslim.
Muhammad bin Abdul Wahhab merujuk pada pendapat-pendapat Ibnu Taimiyah,
Ibnul Qayyim al-Jauziyah, dan imam-imam Hadis lainnya.62
5). Ad-Dakwah (menyebarkan ajaran Islam yang lurus), Muhammad bin
Abdul Wahhab dalam usahanya untuk membina dakwah, menyerukan dakwah,
dan memperkuat pengaruh dakwahnya. Usaha-usahanya tersebut dapat dilihat dari
60
Am Waskito, Bersikap Adil kepada Wahhabi (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2012), h.
209. 61
Am Waskito, Bersikap Adil kepada Wahhabi (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2012), h.
210-211. 62
Am Waskito, Bersikap Adil kepada Wahhabi (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2012), h.
212.
34
sejarah terbentuknya Kerajaan Saudi Arabia; 6). Amar Makruf Nahi Munkar
(menganjurkan kebaikan dan mencegah kemunkaran), dakwah yang dilakukan
Abdul Wahhab tak jarang dalam aktifitas gerakan dakwahnya mencegah
kemunkaran dengan tangan atau kekuatan, seperti: meratakan kuburan-kuburan
yang dianggap keramat, merubuhkan kubah-kubah diatas kuburan, dan
membersihkan simbol-simbol kemunkaran yang berada di wilayah Nejed dan
sekitarnya. Pada era modern seperti sekarang, terdapat asykar yang berjaga di
Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, mereka bertugas untuk mencegah umat
muslim melakukan perbuatan munkar.63
7). Tath Biqus Syariah (menegakkan hukum Allah dalam pemerintahan dan
masyarakat), hal tersebut sangat terlihat jelas pada berdirinya Kerajaan Saudi
Arabia yang merupakan negara Islam dengan hukum yang dipakai adalah hukum
syari‟at Islam; 8). Al-Ijtihad (membuka pintu-pintu ijtihad untuk menjawab
masalah-masalah kontemporer umat), selama tidak berbenturan dengan syari‟at
Islam maka pintu ijtihad dibuka seluas-luasnya; 9). Jihad Fi Sabilillah (membela
agama Allah dan negeri-negeri muslim dengan kekuatan senjata); 10). At-
Tazkiyah (mensucikan jiwa), yaitu mensucikan jiwa dari segala hal yang
mengotorinya. Upaya tazkiyah yang dilakukan gerakan Wahhabi dengan
membersihkan keyakinan dari kemusyrikan dan ajaran sesat, membersihkan amal
dari perbuatan bid‟ah, dll.64
Pemikiran yang dicetuskan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab ini
sebenarnya merupakan reaksi terhadap iman yang telah rusak karena adanya
prilaku-prilaku yang menyekutukan Allah. Namun bukanlah merupakan gerakan
politik. Menurutnya, kalimat la illaha illa Allah tidak cukup hanya diucapkan,
tetapi harus dibarengi oleh tindakan yaitu dengan tidak menyembah selain
Allah.65
63
Am Waskito, Bersikap Adil kepada Wahhabi (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2012), h. 213-
214. 64
Am Waskito, Bersikap Adil kepada Wahhabi (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2012), h.
215-222. 65
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
2001), h. 157.
35
Abdul Wahhab berpendapat bahwa orang-orang muslim seharusnya tidak
berteman, dan mengikuti kebiasaan dengan non-muslim. Orang kafir itu bukan
hanya Kristen dan Yahudi, namun seorang muslim yang menjadi murtad melalui
tindakannya yang menyekutukan Allah.66
Menurut Wahhabi, orang-orang muslim
yang “murtad” lebih buruk dari pada orang-orang non-muslim.67
Abdul Wahhab berpendapat bahwa dalam masalah syariat, hukum halal dan
haram hanya boleh diambil dari al-Qur‟an dan Hadis. Meskipun demikian,
Wahhabi berpendapat bahwa ijtihad masih tetap dapat dilakukan bagi siapa saja
yang telah memenuhi syarat.68
Abdul Wahhab berpendapat bahwa al-Qur‟an dan
Hadis yang murni hendaknya diterima dan ditaati dalam pengertian harfiah dan
seperti apa adanya tenpa boleh diganggu gugat dan tanpa ada penambahan dalam
beribadah.69
Abdul Wahhab mewajibkan setiap orang untuk sholat berjamaah,
berpuasa di bulan Ramadhan dan mengeluarkan zakat.70
66
Khaled Abou El Fadl, Selamatkan Islam dari Muslim Puritan (Jakarta: Serambi Ilmu
Semesta, 2006), h. 66. 67
A.M. Hendropriyono, Terorisme Fundamentalis Kristen, Yahudi, Islam (Jakarta:
Kompas, 2009) 68
Mustofa Muhammad Asy syak‟ah, Islam tidak bermazhab (Jakarta: Gema Insani,
1994), h. 393-394. 69
Maryam Jamilah, Para Mujahid Agung (Bandung: Mizan, 1989), h. 15. 70
Maryam Jamilah, Para Mujahid Agung (Bandung: Mizan, 1989), h. 15.
36
BAB III
KEPEMIMPINAN KELUARGA SAUD
A. Kerajaan Saudi Arabia Pertama (1744-1818 M)
Kemunduran Dinasti Turki Utsmani diawali dengan kematian Sultan
Sulaiman al-Qanuni (1566 M). Selama dua abad lebih proses kemunduran itu
terjadi pada Dinasti Turki Utsmani. Satu per satu negara yang dikuasai Dinasti
Turki Utsmani mengalami pemberontakan untuk dapat memisahkan diri dari
kekuasaan Turki Utsmani. Hal tersebut terjadi pada wilayah kekuasaan di Eropa.
Namun, tidak hanya di wilayah Eropa saja tetapi juga beberapa daerah di wilayah
Timur Tengah yang berusaha memberontak untuk dapat melepaskan diri dari
kekuasaan Turki Utsmani. Seperti di Mesir, kelemahan-kelemahan kerajaan
Utsmani membuat Mamalik bangkit kembali. Pada masa kepemimpinan Ali Bey,
pada tahun 1770 M, Mamalik kembali berkuasa di Mesir, sampai datangnya
Napoleon Bonaparte dari Prancis tahun 1798 M. Di Lebanon dan Syria, Fakhr Al-
Din, seorang pemimpin Druze, berhasil menguasai Palestina. Di kawasan Arabia
timbul kekuatan baru, yaitu bersatunya antara pemimpin agama Muhammad bin
Abdul Wahhab yang dikenal dengan faham Wahhabi dengan penguasa kabilah di
wilayah Diraya Muhammad bin Saud.1 Gerakan pembaharuan yang dipimpin oleh
Abdul Wahhab dan Muhammad bin Saud tersebut dengan segera memasuki dunia
politik karena Islam tidak dapat dipisahkan dari politik.2
Awal pembentukan kerjasama antara Abdul Wahhab dan Muhammad bin
Saud pada tahun 1744 M. Dalam proses penaklukan-penaklukan yang dilakukan
oleh dua aliansi ini (Muhammad bin Abdul Wahhab dan Muhammad bin Saud)
pada tahun 1801 M, mereka menyerbu Karbala dan meratakan makam Husayn,
sehingga menimbulkan kecaman dan kemarahan oleh kalangan orang-orang
penganut paham Syi‟ah. Mereka pun menundukkan Hijaz dan merebut dua kota
suci, Makkah dan Madinah. Makkah pada tahun 1803 M dan Madinah pada tahun
1 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Rajawali Press, 2008), h. 166.
2 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Rajawali Press, 2008), h. 184.
37
berikutnya. Di Madinah, mereka menghancurkan kubah-kubah yang ada di atas
kuburan, hiasan-hiasan yang ada di makam Nabi Muhammad SAW. Di Makkah,
mereka merusak kiswah Ka‟bah yang terbuat dari sutra.3 Mereka juga
menghancurkan beberapa makam dan berhala yang dihormati dan memerangi
semua orang yang memuja berhala.4
Berkembang pesatnya ajaran dan faham yang dibawa oleh Muhammad bin
Abdul Wahhab dengan dukungan dari Muhammad bin Saud menjadikan para
penguasa Turki Utsmani khawatir akan aktifitas yang dilakukan oleh para
pengikut dua aliansi tersebut. Maka, pada saat itu musuh-musuhnya berupaya
meyakinkan masyarakat bahwa apa yang diajarkan Muhammad bin Abdul
Wahhab itu merupakan ajaran agama baru yang berada diluar kemurnian ajaran
Islam pada masa Turki Utsmani. Para musuhnya itu menjuluki para pengikutnya
sebagai “Wahhabi”.5
Gerakan politik yang dilakukan oleh keluarga Saud yang didukung oleh
gerakan Wahhabi dianggap telah melakukan pemberontakan kepada Khalifah
Turki Utsmani yang pada masa itu menguasai wilayah Arabia.6 Aktifitas-aktifitas
yang dilakukan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab, Muhammad bin Saud dan
para pengikutnya menjadikan para penguasa Turki Utsmani kesal. Muhammad Ali
Pasya, seorang bangsa Albania yang ketika itu memerintah sebagai Gubernur di
Mesir, ia berusaha untuk membatasi dan mempersulit segala pergerakan dari
gerakan Wahhabi dengan cara memerangi para penganut faham Wahhabi. Pada
saat itu, pasukan Muhammad Ali menyerbu Arabia untuk mengambil alih daerah-
daerah yang telah dikuasai oleh Abdul Wahhab dan Muhammad bin Saud.
Muhammad Ali Pasya mengirimkan pasukannya ke Hijaz melalui laut dan
merebutnya kembali. Anaknya, Ibrahim Pasya memimpin pasukan Turki Utsmani
ke kota Nejed, para penguasa kabilah di Nejed dapat dipengaruhi dengan uang dan
diancam dengan senjata. Sehingga suku Otayba bergabung dengannya, lalu Harb
3 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
2001), h. 158. 4 Maryam Jamilah, Para Mujahid Agung (Bandung: Mizan, 1989), h. 16.
5 Maryam Jamilah, Para Mujahid Agung (Bandung: Mizan, 1989), h. 17.
6 Am Waskito, Bersikap Adil kepada Wahhabi (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2012), h. 260.
38
dan Mutair. Satu per satu suku-suku yang ada meninggalkan keluarga Saud.7
Akhirnya, Ibrahim Pasya mencapai ibu kota Saudi, yaitu Diraya dan
menyerangnya untuk beberapa bulan.
Peperangan sengit tersebut dimenangkan oleh pasukan Ali Pasya dan
anaknya Ibrahim Pasya. Seusai pertempuran sengit tahun 1814 M di dekat Thaif,
tidak kurang dari 5.000 tentara Saud dan Wahhabi tewas dalam peperangan.
Timbunan mayat berserakan di seantero kota. Pasukan Turki Utsmani, yang
didukung oleh pasukan Mesir, dapat melumpuhkan gerakan pemberontakan
tersebut pada tahun 1818 M (1233/1234 H) dan menghancurkan Diraya.8
Dengan kekalahan yang terjadi pada dua aliansi ini menjadikan berakhirnya usaha
dalam membentuk Kerajaan Saudi Arabia yang pertama.
B. Kerajaan Saudi Arabia Kedua (1823-1891 M)
Kekalahan yang diderita pada upaya pembentukan Kerajaan Saudi Arabia
pertama, tidak menjadikan hilangnya para pengikut Wahhabi dan keluarga Saud
dalam semangatnya untuk membangun Kerajaan Saudi. Lima tahun berselang,
bangkitlah kembali gerakan Wahhabi dan keluarga Saud dalam upaya mendirikan
Kerajaan Saudi Arabia untuk yang kedua kalinya, dipelopori oleh Turki bin
Abdullah bin Muhammad bin Saud pada tahun 1823 M. Ia memulai upayanya di
wilayah Nejed. Orang-orang Turki dan Mesir yang bertempat tinggal di sana
diusir. Inilah awal mula kebangkitan Kerajaan Saudi yang kedua di Nejed.9
Turki bin Abdullah berkuasa sampai tahun 1834 M. Turki bin Abdullah
meninggal dibunuh oleh musuhnya di Riyadh. Kekuasaan digantikan oleh
anaknya yaitu Faishal, pada saat itu Fishal dapat merebut kembali kota Riyadh.
Faishal berkuasa kurang lebih 4 tahun. Sementara itu, pemerintahan Turki
Utsmani di Mesir menyerang Nejed dan merebut Nejed. Peristiwa tersebut
7 Robert Lacey, Kerajaan Petrodolar Saudi Arabia (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1986), h.
81. 8 Akbar S Ahmad, Citra Muslim (Jakarta: Erlangga, 1990), h. 162.
9 Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Imam Muhammad bin Abdul Wahhab Dakwah dan
Jejak Perjuangannya (Jakarta: Megatama Sofwa Pressindo, 2005), h. 59.
39
menjadikan Faishal di tawan dan dikirim ke Mesir bersama beberapa anak dan
saudaranya. Namun, ia dapat melarikan diri dari tahanannya di Mesir dan dapat
merebut kembali kekuasaannya di Nejed. Pengambilan kekuasaan tersebut terus
berlangsung hingga Faishal wafat pada tahun 1865 M.10
Sepeninggal Faishal, fitnah dan keributan selalu terjadi dalam keluarga
Saud. mereka memperebutkan kekuasaan untuk menggantikan posisi ayahnya
Faishal. Faishal yang digantikan oleh putranya Abdullah, menjadikan Saud (salah
satu putra Faishal) merasa tidak suka dan ingin menjadi pemimpin untuk
menggantikan ayahnya. Abdullah dan Saud tak jarang merebutkan kekuasaan
tersebut dengan cara berperang ataupun dengan cara penipuan. Hal tersebut terjadi
selama sepuluh tahun. Saat Abdullah berhasil menyingkirkan Saud, Saud
melarikan diri dan tinggal dengan kabilah Ajman di provinsi Ahsa. Setelah Saud
mendapatkan perlindungan dan bersekutu dengan kabilah Ajman, Saud
menyerang kembali Riyadh dan menyingkirkan Abdullah, dalam upaya Saud ini
menjadikannya meninggal dunia dan dengan otomatis Abdullah kembali
berkuasa.11
Sepeninggal Saud, tidak menjadikan situasi menjadi tentram dan damai,
karena anak laki-laki Saud melanjutkan perselisihan itu. Masyarakat Riyadh juga
menjadi terbelah antara pihak Abdullah dan pihak Saud.12
Peperangan terus
terjadi hingga datanglah adiknya Abdurrahman bin Faishal dari Baghdad, sebagai
pihak ketiga. Abdurrahman bersama saudara laki-lakinya yang keempat, yaitu
Muhammad, mencoba bertindak sebagai penengah. Abdurrahman berusaha
mengingatkan saudaranya tersebut bahwa klan al-Rasyid akan memanfaatkan
peluang untuk menyerang jika terus menerus merebutkan kekuasaan. Namun
usaha tersebut gagal karena mereka dikuasai oleh kebencian.13
Kekuasaan pun
10
Nehed Alghadri, Tentang Jang Besar (Jakarta: Pusaka, 1966), h. 19. 11
H.C. Amstrong, Sang Penjegal Kisah Ibnu Saud Menguasai Arabia (Jakarta: Ramala
Books, 2008 ), h. 14-15. 12
H.C. Amstrong, Sang Penjegal Kisah Ibnu Saud Menguasai Arabia (Jakarta: Ramala
Books, 2008 ), h. 15. 13
H.C. Amstrong, Sang Penjegal Kisah Ibnu Saud Menguasai Arabia (Jakarta: Ramala
Books, 2008 ), h. 15.
40
berpindah-pindah sampai delapan kali. Demikianlah kondisi pada masa itu hanya
dihabiskan untuk perebutan kekuasaan antara keluarga Saud.14
Anak-anak Saud mengumpulkan orang-orang dari kabilah Ajman sekali lagi
untuk dapat merebut kekuasaan Riyadh dan memenjarakan Abdullah. Peristiwa
tersebut dimanfaatkan oleh klan al-Rasyid untuk merebut wilayah kekuasaan
keluarga Saud di Nejed. Upaya tersebut dilakukan oleh klan al-Rasyid dengan
cara menyingkirkan putra-putra Saud, memenjarakan Abdullah di Ha‟il dan
menempatkan gubernurnya sendiri yaitu syeikh dari Shammar yang bernama
Salim.15
Dalam pepeperangan tersebut, Muhammad terbunuh oleh Obaid yang
merupakan sepupu klan al-Rasyid, namun Abdurrahman dibiarkan pergi oleh klan
al-Rasyid dan Abdullah yang ditawan di Hail jatuh sakit sehingga dibebaskan dan
diberikan kepada Abdurrahman dan dibawa ke Riyad. Namun, Abdullah
meninggal setelah tiba di Riyadh. Sementara itu, tokoh-tokoh Saudi lainnya lari
dan meminta perlindungan kepada klan Shabah di Kuwait. Dengan demikian,
berakhirlah periode Kerajaan Saudi Arabia kedua pada tahun 1891 M.16
C. Biografi Abdul Aziz bin Abdurrahman (1880-1953 M)
Abdul Aziz bin Abdurrahman bin Faishal bin Turki bin Abdullah bin
Muhammad bin Saud lahir di Riyadh pada bulan dzulhijjah tahun 1297 H/1880M.
Ayahnya bernama Abdurrahman bin Faishal bin Turki bin Abdullah bin
Muhammad bin Saud dan Ibunya bernama Sarah yang merupakan anak
perempuan dari Ahmad Sudairi seorang kepala suku kabilah Dawaris dari daerah
selatan.17
Ia dikenal dengan sebutan Ibnu Saud.18
14
Nehed Alghadri, Tentang Jang Besar (Jakarta: Pusaka, 1966), h. 20. 15
H.C. Amstrong, Sang Penjegal Kisah Ibnu Saud Menguasai Arabia (Jakarta: Ramala
Books, 2008 ), h. 16. 16
Qasim A. Ibrahim dan Muhammad A. Saleh, Buku Pintar Sejarah Islam Jejak Langkah
Peradaban Islam dari Masa Nabi Hingga Masa Kini (Jakarta: Zaman, 2014), h. 950. 17
Departemen pendidikan Tinggi Universitas Islam Imam Muhammad Bin Saud, kumpulan
makalah sejarah raja abdul aziz (jakarta: Universitas Islam Imam Muhammad Ibn Saud Riyad
KSA), h. 16. 18
H.C. Amstrong, Sang Penjegal Kisah Ibnu Saud Menguasai Arabia (Jakarta: Ramala
Books, 2008), h. 9.
41
Abdurrahman membesarkan anak-anaknya sebagai para Wahhabi yang taat.
Terutama Abdul Aziz, ia menghafal surat-surat al-Qur‟an, kemudian belajar
membaca al-Qur‟an kepada Muhammad Mushaibih, Ia belajar ushul fiqih dan
tauhid kepada Abdullah bin Abdul Latif Al-Syaikh, ia terus mengembangkan
pengetahuannya dengan para ulama, sastrawan, pemikir, politikus, dan lain-
lainya. Abdurrahman menyekolahkan Ibnu Saud di Riyadh. Abdurrahman juga
mengajari Ibnu Saud cara menggunakan pedang dan senapan, melompat ke atas
seekor kuda dan mengendap tanpa pelana atau sanggurdi.19
Abdul Aziz bin
Abdurrahman pada waktu kecil belajar dasar-dasar membaca dan menulis kepada
hakim Abdullah al-Kharaji, seorang ulama dari Kharaj. Sehingga Abdul Aziz
mendapatkan ilmu yang banyak melalui pengalaman dan praktek lapangan dalam
kehidupan sejak dari kecil.20
Saat remaja, ia mengalami masa-masa di mana keluarganya sedang
mengalami keterpurukan pada akhir masa Kerajaan Saudi Arabia kedua di Nejed.
Abdul Aziz menikah pada usia lima belas tahun, ia menikah dengan seorang gadis
suku Badui yang dipilihkan oleh ibunya. Pada saat itu, Ibnu Saud tidak memiliki
uang untuk merayakan pernikahan pertamanya sehingga pernikahannya di tunda
sampai ada seorang pedagang kaya yang bersedia menyumbangkan uang untuk
pernikahan Ibnu Saud. Setelah enam bulan pernikahan, istrinya meninggal dunia
dan Ibnu Saud menikah lagi dan ia telah memiliki dua istri lagi, dan dari istri
pertama, dia mendapatkan seorang putra yang dinamainya Turki.21
Keluarga Saud begitu miskin di pertengahan tahun 1890-an saat mereka
pindah ke kota pelabuhan Kuwait.22
Abdul Aziz banyak mendapatkan pelajaran
tentang politik sejak ia tinggal di Kuwait. Tak jarang, ia melihat langsung dan
mengalami sendiri pertikaian-pertikaian internasional. Fisik Ibnu Saud yang tinggi
19
H.C. Amstrong, Sang Penjegal Kisah Ibnu Saud Menguasai Arabia (Jakarta: Ramala
Books, 2008), h. 13. 20
Departemen pendidikan Tinggi Universitas Islam Imam Muhammad Bin Saud, kumpulan
makalah sejarah raja abdul aziz (jakarta: Universitas Islam Imam Muhammad Ibn Saud Riyad
KSA), h. 16. 21
Robert Lacey, Kerajaan Petrodolar Saudi Arabia (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1986), h.
45. 22
Robert Lacey, Kerajaan Petrodolar Saudi Arabia (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1986), h.
45.
42
besar, 6 kaki 4 inci menjadikannya seseorang yang terlihat gagah. Ibnu Saud
mengambil alih kekuasaan Riyadh pada usianya yang ke- 21 tahun.23
Ibnu Saud memulai untuk merebut kembali daerah kekuasaan keluarganya
pada tahun 1902 M.24
Abdul Aziz menyudahi Dinasti Rasyid pada akhir 1925,
menduduki Makkah pada 1924, Madinah dan Jeddah pada 1925, dan 1932
mendirikan kerajaan Saudi Arabia dengan dirinya sebagai raja.25
Ibnu Saud
meninggal pada tanggal 9 November 1953 M dalam usia 78 tahun.
D. Kerajaan Saudi Arabia Ketiga dan Proses Penaklukan Kota-kota di
Jazirah Arab (1902-1932 M)
Langkah awal yang dilakukan Abdul Aziz bin Abdurrahman terjadi pada
tahun 1318 H/ 1901 M, ketika Abdul Aziz bin Mut‟ab al-Rasyid melakukan
penyerangan atas Kuwait. Peristiwa tersebut menjadikan pemimpin Kuwait
Mubarak Al-Shabah mengajak Abdurrahman al-Faishal dan putranya Abdul Aziz
untuk bersekutu dengannya dalam melawan al-Rasyid. Dalam kesempatan ini tak
disia-siakan oleh Abdurrahman dan Abdul Aziz untuk dapat merebut kembali
daerah kekuasaan keluarga Saud dari al-Rasyid. Mereka berdua pun
menyetujuinya karena kesempatan inilah yang sejak dahulu mereka nanti-
nantikan.26
Mubarak yang menganggap bahwa Abdurrahman dan Abdul Aziz adalah
sekutu yang sangat berguna, Mubarak melihat itu dari sejarah Kerajaan Saudi
pertama dan kedua yang dipelopori oleh keluarga Saud. Selain itu, Mubarak pun
sangat menyukai Abdul Aziz, bahkan Mubarak memperlakukan Ibnu Saud seperti
anaknya sendiri, sering mengajak Abdul Aziz ke rumahnya, banyak berbincang
dengannya, dan lain-lain.27
Mubarak kerap mengajak Abdul Aziz dalam
23
Achmad Munif, 50 Tokoh Politik Legendaris Dunia (Jakarta: Buku Kita, 2007), h. 69. 24
Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), h. 352. 25
Philip K. Hitti, History of The Arabs (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2006), h. 949. 26
Departemen pendidikan Tinggi Universitas Islam Imam Muhammad Bin Saud, kumpulan
makalah sejarah raja abdul aziz (Jakarta: Universitas Islam Imam Muhammad Ibn Saud Riyad
KSA), h. 57. 27
H.C. Amstrong, Sang Penjegal Kisah Ibnu Saud Menguasai Arabia (Jakarta: Ramala
Books, 2008), h. 38.
43
pekerjaan, pertemuan, dan rapat-rapatnya, dan bagi Abdul Aziz semua itu adalah
pendidikan yang amat berguna.28
Pada awal petempuran melawan al-Rasyid, Abdul Aziz bin Abdurrahman
al-Faishal menyerang dengan tentaranya sendiri ke Riyadh, sementara Mubarak
dan Abdurrahman pergi dengan pasukan yang lain sebanyak 10.000 pasukan.29
Strategi perang tersebut dicetuskan oleh Abdul Aziz, ia berfikir bahwa al-Rasyid
tidak akan bisa berperang dalam dua arah pada waktu yang bersamaan. Al-Rasyid
akan kelabakan menghadapinya.30
Saat memulai pertempuran, Abdul Aziz berhasil memasuki Riyadh dan
mengepung dua pasukan al-Rasyid dalam benteng al-Mashmak.31
Saat perang
dunia I terjadi, Turki Utsmani menarik pasukannya dari negeri Arab. Hal tersebut
menjadikan lemahnya kekuatan al-Rasyid.32
Kemenangan yang didapat oleh
Abdul Aziz dan pasukannya, tidak menjadikannya menjadi sangat bahagia, karena
ia mendapat kabar tentang kekalahan ayahandanya, Abdurrahman al-Faishal dan
Mubarak dalam perang “ash-Sharif” pada 17 Dzul-Qa”dah 1318 H/ 7 Maret 1901
M.33
Kabar tersebut menjadikan Abdul Aziz tak dapat tinggal lama di Riyadh dan
harus kembali ke Kuwait secepatnya.
Kekalahan yang diderita oleh Mubarak menjadikannya sangat lemah, ia
sudah tidak mempunyai tentara lagi, kotanya tidak berbenteng, para sekutunya
telah bubar, konfederasinya34
sudah pecah. Kuwait benar-benar berada pada
kondisi yang sangat lemah. Kelemahan Kuwait lalu dimanfaatkan oleh Inggris.
28
H.C. Amstrong, Sang Penjegal Kisah Ibnu Saud Menguasai Arabia (Jakarta: Ramala
Books, 2008), h. 44. 29
H.C. Amstrong, Sang Penjegal Kisah Ibnu Saud Menguasai Arabia (Jakarta: Ramala
Books, 2008), h. 46. 30
Departemen pendidikan Tinggi Universitas Islam Imam Muhammad Bin Saud, kumpulan
makalah sejarah raja abdul aziz (Jakarta: Universitas Islam Imam Muhammad Ibn Saud Riyad
KSA), h. 58. 31
Am Waskito, Bersikap Adil kepada Wahhabi (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2012), h. 247. 32
Qasim A. Ibrahim dan Muhammad A. Saleh, Buku Pintar Sejarah Islam Jejak Langkah
Peradaban Islam dari Masa Nabi Hingga Masa Kini (Jakarta: Zaman, 2014), h. 951. 33
Departemen pendidikan Tinggi Universitas Islam Imam Muhammad Bin Saud, kumpulan
makalah sejarah raja abdul aziz (Jakarta: Universitas Islam Imam Muhammad Ibn Saud Riyad
KSA), h. 58. 34
Konfederasi adalah gabungan beberapa negara yang dibentuk untuk mengatur
kepentingan bersama, misalnya pertahanan, tetapi masing-masing tetap berdaulat penuh. Lihat
Kamus Besar Bahasa Indpnesia “Konfederasi” dalam https://kbbi.web.id/konfederasi, di akses
Sabtu, 14 Oktober 2017 pukul 23.15 WIB.
44
Pada saat itu, Inggris menganggap Mubarak adalah sekutu mereka dan Inggris
membantu Mubarak untuk memperingatkan al-Rasyid untuk mundur, mereka
mengirim kapal penjelajah untuk memperkuat peringatan itu. Pada akhirnya,
Rasyid berhenti dan mundur.35
Abdul Aziz yang berkeinginan untuk kembali ke Riyadh, kemudian
meminta izin kepada ayahnya Abdurrahman dan Mubarak al-Shabah. Abdul Aziz
yang telah mendapatkan izin, segera pergi menuju Riyadh. Ia melakukan gerakan-
gerakan tipuan terhadap sekelompok suku Qahthan dan Muthair, kemudian
berlindung kepada oase “Birin”, di suatu tempat berjarak 175 mil di sebelah
tenggara Riyadh, Abdul Aziz mendapat surat dari ayahnya melalui utusan
Mubarak yang berisikan himbauan untuk kembali ke Kuwait.36
Abdul Aziz dapat merebut Riyadh kembali kepada kekuasaan keluarganya
pada 5 Syawal 1319 H/ 15 Januari 1902 M. Ia dapat menguasai benteng
“Mashmak” dan membunuh penguasa al-Rasyid “Ajlan” dan sebagian
penjaganya, ia pun mengumumkan kepada masyarakat Riyadh bahwa ia berhasil
menguasai kembali Riyadh yang merupakan ibu kota Kerajaan Saud.37
Peristiwa
tersebut menjadikan awal dari perjuangan Abdul Aziz dalam mendirikan Kerajaan
Saudi.
Keberhasilan Abdul Aziz dalam merebut kembali Riyadh tak
menjadikannya puas dan berhenti. Ia kemudian bergerak menuju Nejed, ia
berupaya untuk menguasai Nejed. Ia mulai bergerak menuju selatan, dan ia pun
mengalami beberapa peperangan. Ia berhasil menguasai Huthah, Aflaj, Hariq dan
Wadi Dawaris sekitar tahun 1320 H/1903 M. Kemudian pada 3 Muharram 1321
H/ 1 Maret 1903 M Abdul Aziz memberikan bantuan kepada sekutunya Mubarak
Al-Shabah dalam usahanya melawan Abdul Aziz bin Rasyid. Sekembalinya ke
Nejed ia juga berhasil menguasai wilayah Sadir dan Wasym serta Mahmal ke
35
H.C. Amstrong, Sang Penjegal Kisah Ibnu Saud Menguasai Arabia (Jakarta: Ramala
Books, 2008), h. 48. 36
Departemen pendidikan Tinggi Universitas Islam Imam Muhammad Bin Saud,
kumpulan makalah sejarah raja abdul aziz (Jakarta: Universitas Islam Imam Muhammad Ibn Saud
Riyad KSA), h. 59. 37
Departemen pendidikan Tinggi Universitas Islam Imam Muhammad Bin Saud,
kumpulan makalah sejarah raja abdul aziz (Jakarta: Universitas Islam Imam Muhammad Ibn Saud
Riyad KSA), h. 59-60.
45
dalam wilayah kekuasaannya. Menaklukan Unaizah pada 5 Muharram 1322 H/ 22
Maret 1904 M, dan Buraidah, ibu kota Qashim pada 15 Rabi‟ul Awal 1322/ 30
Mei 1904 M.38
Abdul Aziz Al-Saud yang semakin kuat dengan wilayah-wilayah yang dapat
ditaklukannya membuat penguasa Dinasti Turki Utsmani cemas. Maka, Dinasti
Turki Utsmani memberikan bantuan materi dan perlengkapan perang kepada al-
Rasyid dalam berperan melawan Ibnu Saud. Peperangan tersebut dimenangkan
oleh Dinasti Turki Utsmani dan al-Rasyid pada Rabi‟ul Tsani 1322 H/1904 M.
Tak berhenti dan menyerah dengan kekelahan yang diderita, pasukan Ibnu Saud
pun menyusun kembali strategi perang dengan bantuan penduduk Qashim dan
dengan pasukan yang lebih banyak. Peperangan pun tak terhindarkan, perang ini
disebut perang “Syananah” pada 18 Rajab 1322 H/ 28 September 1904 M.
Pasukan Ibnu Saud mulai mengusir pasukan perang Turki Utsmani dan al-Rasyid
untuk mundur ke Khubara‟, Ras dan Al-Bukhariyah. Penguasa Turki Utsmani
menginginkan adanya negosiasi agar tidak terjadi peperangan berlarut-larut.
Dalam negosiasi itu berisikan tentang keinginan Turki Utsmani menjadikan
Qashim sebagai wilayah netral dengan syarat adanya pasukan penjaga Dinasti
Turki Utsmani di Buraidah dan Unaizah, dan Ibnu Saud menjadi penguasa atas
nama Dinasti Turki Utsmani. Namun, tawaran tersebut ditolak dengan mentah
oleh Abdul Aziz.39
Abdul Aziz menolak tawaran yang diberikan Daulah Turki Utsmani itu, dan
melanjutkan peperangan melawan pasukan Turki Utsmani dan al-Rasyid agar
mendapatkan wilayah Qashim, hingga Abdul Aziz dan pasukannya dapat
mengepung Abdul Aziz bin Rasyid di “Raudhatul Muhanna” dan membunuhnya
pada 18 Shafar 1324 H/ 14 April 1906 M. Abdul Aziz bin Rasyid yang telah
gugur di medan perang kemudian digantikan oleh anaknya Mu‟tab bin Abdul
Aziz bin Rasyid. Peperangan ini berakhir dengan perjanjian damai antara al-
38
Departemen pendidikan Tinggi Universitas Islam Imam Muhammad Bin Saud, kumpulan
makalah sejarah raja abdul aziz (Jakarta: Universitas Islam Imam Muhammad Ibn Saud Riyad
KSA), h. 61. 39
Departemen pendidikan Tinggi Universitas Islam Imam Muhammad Bin Saud, kumpulan
makalah sejarah raja abdul aziz (Jakarta: Universitas Islam Imam Muhammad Ibn Saud Riyad
KSA), h. 62.
46
Rasyid dan Ibnu Saud yang berisikan tentang kesepakatan Mut‟ab untuk mundur
dan menyerahkan wilayah Qashim dan sekitarnya kepada Ibnu Saud, namun Ibnu
Saud harus mengakuinya sebagai pemimpin wilayah Ha‟il dan daerah-daerah
Syammar.40
Sami Al-Faruqi Basya yang merupakan pimpinan pasukan Turki Utsmani
menggantikan Ahmad Faidhi Basya, mengirimkan utusannya untuk menawarkan
kepada Abdul Aziz bahwa Daulah Turki Utsmani akan memberikannya 20.000
Lira Emas dan imbalan khusus tiap tahunnya jika Ibnu Saud mengakui kedaulatan
Utsmaniyah atas Qashim. Namun, hal tersebut ditolak dengan tegas oleh Abdul
Aziz. Sami Basya menyerah kepada kemauan Ibnu Saud dan memutuskan untuk
pergi bersama tentaranya dari Qashim. Ibnu Saud pun dapat kembali berkuasa atas
Qashim, tanpa Daulah Turki Utsmani dan tanpa Ibnu Rasyid.
Pada 1912, dibentuklah kekuatan militer dengan nama Ikhwan. Ikhwan
dibentuk sendiri oleh Abdul Aziz dengan memakai semangat faham Wahhabi
dalam setiap aktifitasnya. Ikhwan terbentuk atas orang-orang fanatik Wahhabi
dari Nejed yang sangat millitan dalam menegakkan tauhid dan terdapat pula
orang-orang Badui. Tujuan Ikhwan dalam berperang adalah untuk dapat
terbentuknya negara Islam berdasarkan faham Wahhabi atau pemikiran pendiri
gerakan Wahhabi yaitu Abdul Wahhab. Pasukan Ikhwan pertama yaitu artawiya.41
Ikhwan menjadi sangat berguna dalam membangun dan memperluas kendali
Abdul Aziz. Abdul Aziz merebut kembali wilayah Ahsa‟ pada tahun 1331 H/
1913 M dengan bantuan Ikhwan.42
Klan Saud dan klan Shabah menjalin kerjasama dengan Inggris, sementara
itu al-Rasyid menjalin kerjasama dengan Dinasti Turki Utsmani.43
Thomas E.
Lawrence atau Lawrence of Arabia merupakan utusan dari Inggris, ia berperan
40
Departemen pendidikan Tinggi Universitas Islam Imam Muhammad Bin Saud, kumpulan
makalah sejarah raja abdul aziz (Jakarta: Universitas Islam Imam Muhammad Ibn Saud Riyad
KSA), h. 62. 41
Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), h. 353. 42
Departemen pendidikan Tinggi Universitas Islam Imam Muhammad Bin Saud, kumpulan
makalah sejarah raja abdul aziz (Jakarta: Universitas Islam Imam Muhammad Ibn Saud Riyad
KSA), h. 63. 43
Qasim A. Ibrahim dan Muhammad A. Saleh, Buku Pintar Sejarah Islam Jejak Langkah
Peradaban Islam dari Masa Nabi Hingga Masa Kini (Jakarta: Zaman, 2014), h. 951.
47
sebagai pendukung gerakan politik Abdul Aziz dalam menghadapi Turki Utsmani
dan al-Rasyid. Inggris melihat bahwa klan Saud memiliki riwayat permusuhan
dengan Turki Utsmani, maka hal itu dimanfaatkan untuk melemahkan Turki dari
segala sisi.44
Pada bulan Desember 1915, Abdul Aziz menandatangani perjanjian dengan
Inggris yang berisikan tentang janji Inggris yang akan membantu Ibnu Saud
dalam mempertahankan kemerdekaannya jika ada yang menyerang.45
Hubungan
baik yang terjadi antara Ibnu Saud dan Inggris bukan hanya sekedar itu saja,
Abdullah yang merupakan anak Ibnu Saud dijadikan penguasa di bagian timur
Yordania, lalu Faishal, sebagai penguasa untuk wilayah Irak.
Pada tahun yang sama yaitu 1915 M, Syarif Husayn dan Inggris
mengadakan perjanjian rahasia untuk melakukan pemberontakan terhadap Dinasti
Turki Utsmani di wilayah Syria dan Arabia, dan dengan beberapa syarat yang
meguntungkan pihak Libanon, Inggris dan juga Prancis.
Melihat kerjasama yang dilakukan Abdul Aziz dengan Inggris menjadikan
Ikhwan marah kepada Abdul Aziz, mereka tidak puas dengan kebijakan Ibnu
Saud yang menjalin kerjasama dengan pihak Inggris yang non-muslim, karena
kebijakan tersebut bertolak belakang dengan ajaran Wahhabi.46
Mereka menolak
segala hal yang berbau modern. Pemberontakan demi pemberontakan dilakukan
oleh Ikhwan yang tak puas dengan kebijakan Abdul Aziz, namun Abdul Aziz
berhasil menghentikan berbagai pemberontakan yang dilakukan Ikhwan.
Abdul Aziz melanjutkan misinya ke wilayah „Asir. „Asir yang pada saat itu
dipimpin oleh Hasan bin Ali Al-„Aidh. Abdul Aziz mengirimkan ekspedisi militer
pertama dengan panglima Abdul Aziz bin Musa‟id bin Jalwi Al-Saud, ia sampai
44
Am Waskito, Bersikap Adil kepada Wahhabi (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2012), h. 269. 45
Bernard Lewis, Krisis Islam antara Jihad dan Teror yang Keji (Jakarta: Ina Publikatama,
2004), h. 117. 46
Khaled Abou El Fadl, Selamatkan Islam dari Muslim Puritan (Jakarta: Serambi Ilmu
Semesta, 2006), h. 83.
48
ke „Asir pada bulan Ramadhan 1338 H/ Mei 1920 M, dan berhasil menguasai
„Asir.47
Abdul Aziz mulai untuk memfokuskan penyerangan kepada keluarga
Rasyid, dalam misinya, Abdul Aziz membutuhkan waktu bertahun-tahun dalam
memerangi keluarga Rasyid karena keluarga Rasyid dibantu oleh Turki Utsmani.
Hingga akhirnya pada tahun 1320 H/ 1921 M, tentara Abdul Aziz berhasil
mengepung Hail.48
Abdul Aziz yang berkeinginan untuk memberikan peluang kepada Hasan
menjadi gubernur „Asir, namun Hasan menolak niat baik bdul Aziz tersebut.
Hasan bersama dengan sepupunya Muhammad kembali ke „Asir. Ia bersama
sepupunya itu menyusun rencana untuk membentuk pasukan perlawanan Ibnu
Saud di „Asir. Melihat hal tersebut, Abdul Aziz lantas mengirim ekspedisi
militernya yang kedua dengan panglima yaitu Faishal bin Abdul Aziz tahun 1310
H/ 1922 M. Faishal yang merupakan panglima perang, berhasil menghentikan
kegiatan-kegiatan perlawanan Hasan bin Ali, dan menghancurkan pos-pos
angkatan perangnya. Pasukan Hasan bin Ali akhirnya menyerah. Dengan
keberhasilan Faishal tersebut, maka bertambah lagi lah wilayah Kerajaan Saudi
dan mengumumkan penggabungan „Asir ke wilayah negara Saudi.49
Inggris kemudian mengirim Syarif Husayn yang telah memberontak pada
kekhalifahan Turki Utsmani kepada Abdul Aziz, agar dapat mengakuinya sebagai
khalifah umat Islam. Hal tersebut tentu saja menjadikan Abdul Aziz marah kepada
Inggris.50
Perang antar keduanya pun terjadi anatara Syarif Husayn dan orang-
orang Saud.51
Inggris sebenarnya tidak berniat baik kepada siapapun, hanya untuk
47
Departemen pendidikan Tinggi Universitas Islam Imam Muhammad Bin Saud, kumpulan
makalah sejarah raja abdul aziz (Jakarta: Universitas Islam Imam Muhammad Ibn Saud Riyad
KSA), h. 64. 48
Departemen pendidikan Tinggi Universitas Islam Imam Muhammad Bin Saud, kumpulan
makalah sejarah raja abdul aziz (Jakarta: Universitas Islam Imam Muhammad Ibn Saud Riyad
KSA), h. 63. 49
Departemen pendidikan Tinggi Universitas Islam Imam Muhammad Bin Saud, kumpulan
makalah sejarah raja abdul aziz (Jakarta: Universitas Islam Imam Muhammad Ibn Saud Riyad
KSA), h. 64. 50
Bernard Lewis, Krisis Islam antara Jihad dan Teror yang Keji (Jakarta: Ina Publikatama,
2004), h. 145. 51
Qasim A. Ibrahim dan Muhammad A. Saleh, Buku Pintar Sejarah Islam Jejak Langkah
Peradaban Islam dari Masa Nabi Hingga Masa Kini (Jakarta: Zaman, 2014), h. 951.
49
kepentingan Inggris dan bangsa-bangsa Eropa.52
Hal tersebut terbukti pada tahun
1917, deklarasi Balfour menyatakan bahwa Inggris menyokong pembentukan
tanah air nasional Yahudi di Palestina.53
Persaingan dan permusuhan yang terjadi antara Abdul Aziz dan Syarif
Husayn ini berdampak pada masyarakat sekitar. Pada saat itu, Syarif Husayn
melarang orang-orang Nejed untuk beribadah haji, yang menjadikan kondisi
semakin memburuk antara Syarif Husayn dan Abdul Aziz. Abdul Aziz melihat
kondisi tersebut merasa harus melakukan sesuatu, akhirnya Abdul Aziz
mengumpulkan beberapa tokoh penduduk Nejed untuk membuat musyawarah
atau syura. Hasil syura menyimpulkan untuk adanya perang melawan Syarif
Husayn. Abdul Aziz lantas memerintahkan bala tentaranya untuk pergi ke Hijaz.
Peperangan tersebut dimenangkan oleh Abdul Aziz, yang menjadikan Syarif
Husayn bin Ali, melarikan diri ke Yordania. Yordania kemudian diperintah oleh
putra Syarif Husayn, Raja Abdullah sebagai Raja Yordania pertama. Kekalahan
yang menimpa Syarif Husayn menjadikan Abdul Aziz dan pasukannya berhasil
memasuki Thaif pada bulan Shafar tahun 1343 H/ 4 Desember 1924 M.
Kemudian memasuki Makkah Al-Mukarramah dalam keadaan ihram pada 17
Rabi‟ul Awwal 4 Desember 1924 M. Kemudian angkatan perangnya bergerak
menuju Jeddah dan melakukan pengepungan di sekitarnya pada 3 Januari 1925 M,
kemudian memasuki Jeddah pada 17 Desember 1925 M. Dengan demikian,
masuklah Hijaz dalam kekuasaan Abdul Aziz. Abdul Aziz pun bergelar “Raja
Hijaz dan Sultan Nejed dan sekitarnya”.54
Ekspedisi berikutnya yang dilakukan Abdul Aziz adalah menghadapi
kekuasaan Al-Idrisi (Ali bin Muhammad Al-Idrisi). Para penduduk yang tidak
puas dengan kepemimpinannya menjadikan Al-Idrisi di kudeta dan digantikan
oleh pamannya Al-Hasan bin Ali Al-Idrisi. Pada tahun 1926 M, Al-Hasan
mengadakan perjanjian dengan Abdul Aziz, dan menyerahkan sisa-sisa
52
Nehed Alghadri, Tentang Jang Besar (Jakarta: Pusaka, 1966), h. 22. 53
Ira M Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam Bagian Ketiga (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 1999), h. 71. 54
Departemen pendidikan Tinggi Universitas Islam Imam Muhammad Bin Saud, kumpulan
makalah sejarah raja abdul aziz (Jakarta: Universitas Islam Imam Muhammad Ibn Saud Riyad
KSA), h. 64.
50
pemerintahan keluarga Idris di bawah kendali Abdul Aziz,55
dapat disimpulkan
bahwa pemerintahan Idris merupakan bagian dari kerajaan Saudi Arabia. Namun
ternyata Al-Hasan Al-Idrisi tak sepenuhnya ingin bekerjasama dengan Abdul
Aziz. Ia berusaha memisahkan diri dari kendali Saud. Al-Hasan yang
merencanakan pemberontakan dengan menghubungi orang-orang Italia di
“Mushawwa” untuk membantunya memenuhi pasokan peralatan perang. Namun
ternyata rencana tersebut diketahui oleh Abdul Aziz, maka ia pun mengirim
pasukannya ke Shabiya melalui darat dan laut, yang membuat Al-Hasan tidak
mampu melawannya dan akhirnya ia dan keluarganya pergi ke Shan‟a. Dengan
demikian berakhirlah kekuasaan Al-Idrisi di wilayah tersebut dan Abdul Aziz Al-
Saud mengumumkan bersatunya Emirat Idris ke wilayah kerajaannya. Hal
tersebut menjadi bagian terakhir dalam pembangunan Kerajaan Saudi Arabia dan
mengumumkan penyatuan berbagai wilayahnya dengan nama KERAJAAN
SAUDI ARABIA pada 22 September 1932 M.56
Beberapa negara seperti Inggris, mengakui kemerdekaan atas Kerajaan
Saudi Arabia dan ditandatangani pada tanggal 20 Mei 1927.57
Dan pada tahun
1926 sampai 1931, Saudi Arabia mendapat pengakuan resmi dari semua negera
besar di Eropa, termasuk Rusia dan Amerika Serikat.58
55
Departemen pendidikan Tinggi Universitas Islam Imam Muhammad Bin Saud, kumpulan
makalah sejarah raja abdul aziz (Jakarta: Universitas Islam Imam Muhammad Ibn Saud Riyad
KSA), h. 65. 56
Departemen pendidikan Tinggi Universitas Islam Imam Muhammad Bin Saud, kumpulan
makalah sejarah raja abdul aziz (Jakarta: Universitas Islam Imam Muhammad Ibn Saud Riyad
KSA), h. 65. 57
Bernard Lewis, Krisis Islam antara Jihad dan Teror yang Keji (Jakarta: Ina Publikatama,
2004), h. 118. 58
Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), h. 353
51
BAB IV
PERAN GERAKAN WAHHABI DAN PERAN KELUARGA
SAUD DALAM MENDIRIKAN KERAJAAN SAUDI ARABIA
A. Peran Gerakan Wahhabi dan Peran Abdul Aziz bin Abdurrahman
dalam Upaya Mendirikan Kerajaan Saudi Arabia
Muhammad bin Saud mulai melakukan pemberontakan kepada kekhalifahan
Turki Utsmani pada abad ke-18. Pada masa itu, muncul sosok Muhammad bin
Abdul Wahhab, dengan membawa prinsip-prinsip Islam yang murni. Ketika
mendengar hal tersebut, Muhammad bin Saud langsung menyambut baik ajaran
yang dibawa Abdul Wahhab dan menjalin hubungan kerjasama. Dengan
demikian, Kerajaan Saudi Arabia mempunyai dua sisi sekaligus, sisi politik dan
sisi agama. Pemikiran kesukuannya telah berubah menjadi pemikiran keagamaan.1
Kerjasama antara dua aliansi tersebut telah terjalin sejak munculnya gerakan
untuk mendirikan Kerajaan Saudi Arabia I, Kerajaan Saudi Arabia II dan
Kerajaan Saudi Arabia III.
Masyarakat Arab mempunyai sifat dwitunggalisme, yaitu perpaduan antara
negara dan agama. Dwitunggalisme ini lebih nyata lagi di Saudi Arabia.2 Sejarah
pembentukan kerajaan Saudi telah menunjukkan dan mengungkapkan beberapa
fakta. Pada awal sejarah mulainya upaya pembentukan kerajaan Saudi terdapat
dua aspek yang saling bekerjasama dalam mencapai tujuan yang sama. Aspek
agama dan aspek politik, yang mana Muhammad bin Abdul Wahhab mengambil
peran sebagai pelopor dari gerakan Wahhabi dan Muhammad bin Saud
mengambil peran sebagai seorang pemimpin daerah. Dua aspek tersebut saling
membutuhkan satu sama lain, Abdul Wahhab membutuhkan Ibnu Saud untuk
membela dakwah yang ia sebarkan, dan Ibnu Saud membutuhkan dakwah Abdul
Wahhab untuk mempersatukan Jazirah Arab dan menjadi penguasa Jazirah Arab.
1 Qasim A. Ibrahim dan Muhammad A. Saleh, Buku Pintar Sejarah Islam Jejak Langkah
Peradaban Islam dari Masa Nabi Hingga Masa Kini (Jakarta: Zaman, 2014), h. 949. 2 Nehed Alghadri, Tentang Jang Besar (Jakarta: Pusaka, 1966), h. 74.
52
Kerjasama yang dibentuk oleh kedua aspek ini bukanlah sekedar kerjasama
biasa, karena dalam kerjasama pasti terdapat perjanjian-perjanjian atau
kesepakatan yang dilakukan oleh kedua pihak. Kesepakatan tersebut meliputi
tentang peran masing-masing aspek. Gerakan Wahhabi yang dipimpin oleh Abdul
Wahhab mengurusi urusan keagamaan dan keluarga Saud mengurusi urusan
politik. Kedua aspek berbeda namun saling bersinergi, saling memberikan
perlindungan, terkadang mereka bertolak belakang namun tidak menjadikan kedua
aspek ini pecah.3
Menurut Muhammad Al-Bahiy dalam bukunya Pemikiran Islam, Kerajaan
Saudi saat kekuasaannya semakin meluas dan pengaruhnya semakin kuat atas
dunia Islam, mereka melakukan pengembangan gerakan Wahhabi. Jika tiba
saatnya musim haji, dimanfaatkan untuk menerangkan pokok-pokok ajaran
Wahhabi di Makkah, dan menyebarluaskan ajarannya.4 Bisa dikatakan bahwa
pokok ajaran Wahhabi tidak akan meluas di Jazirah Arab bahkan di dunia, jika
pada akhir abad ke-18 keluarga Saud tidak menjalin kerjasama dengan gerakan
Wahhabi dan berperang melawan kekuasaan Dinasti Turki Utsmani di Jazirah
Arab.
Masyarakat Arab terkenal dengan kesukuannya yang sangat kental, setiap
orang saling membanggakan sukunya masing-masing. Setiap suku di Arab
mempunyai pemimpin masing-masing. Suku-suku di Arab menjadi tolak ukur
kelas mereka di masyarakat. Jika Muhammad bin Saud dengan membawa nama
suku Saud tidak bekerjasama dengan faham keagamaan Wahhabi, mungkin tidak
akan bisa mendirikan Kerajaan Saudi Arabia. Karena masyarakat Arab hanya bisa
di satukan dengan agama dan peranan tersebut diambil oleh gerakan Wahhabi.
Abdul Wahhab dan gerakan Wahhabi mempunyai peran untuk memperbaiki
masyarakat dari sisi keagamaan dan moral.5 Pada tahun 1744 M, Abdul Wahhab
mulai aktif menyebarkan faham Wahhabi seperti meratakan makam Husayn,
3 Am Waskito, Bersikap Adil kepada Wahhabi (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2012), h.
189. 4 Muhammad Al-Bahiy, Pemikiran Islam (Bandung: Risalah Bandung, 1985), h. 139.
5 Am Waskito, Bersikap Adil kepada Wahhabi (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2012), h.
195.
53
sehingga menimbulkan kecaman dan kemarahan oleh kalangan orang-orang
penganut paham Syi‟ah. Mereka pun menundukkan Hijaz dan merebut dua kota
suci, Makkah dan Madinah. Di Madinah, mereka menghancurkan kubah-kubah
yang ada di atas kuburan, hiasan-hiasan yang ada di makam Nabi Muhammad
SAW. Di Makkah, mereka merusak kiswah Ka‟bah yang terbuat dari sutra.
Mereka juga menghancurkan beberapa makam dan berhala yang dihormati dan
memerangi semua orang yang memuja berhala.6 Hal tersebut tidak dapat
terlaksana jika Abdul Wahhab tidak menjalin kerjasama dengan Muhammad bin
Saud sebagai pemimpin kabilah pada masa itu, karena setiap aktifitas dakwah dan
keagamaan yang dilakukan gerakan Wahhabi mendapat pertentangan keras dari
pihak Turki Utsmani. Maka, gerakan Wahhabi sangat membutuhkan perlindungan
dan dukungan dari seseorang yang mempunyai kuasa dan pengaruh secara politik.
Peranan gerakan Wahhabi juga sangat terlihat pada tahun 1912, pada saat
itu Abdul Aziz mendirikan satu organisasi militer yang bernama “Ikhwan”,
mereka terdiri dari orang-orang fanatik Wahhabi dan suku-suku Arab termasuk
Badui. Mereka dimukimkan di dalam perkampungan-perkampungan pertanian.
Pada tahun tersebut Abdul Aziz sudah dapat mengumpulkan kurang labih 75.000
orang dari berbagai kabilah, seperti kabilah Mutayr, Utayba, Harb dan Ajman.
Abdul Aziz sangat mengandalkan Ikhwan untuk menjadi garda terdepan dalam
melawan kekhalifahan Turki Utsmani dan al-Rayid.7 Sejarah Ikhwan
memperlihatkan bahwa kemurnian ideologi agama yang disatukan dengan politik
sebuah negara dapat menimbulkan perubahan, hal tersebut juga memperlihatkan
bahwa gabungan antara agama dan politik merupakan mesin politik yang kuat.8
Namun dalam sejarah Ikhwan, sempat terjadi pertentangan antara kebijakan
politik Abdul Aziz dengan prinsip faham Wahhabi. Gerakan dakwah yang
dilakukan oleh Wahhabi tidak selalu sefaham dengan kebijakan politik Kerajaan
Saudi. Ikhwan yang dibentuk oleh Abdul Aziz, dalam upaya mendirikan kerajaan
6 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
2001), h. 158. 7 Jhon L. Esposito, Identitas Islam pada Perubahan Sosial-Politik. Perjemah: A. Rahman
Zainuddin (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), h. 193. 8 Jhon L. Esposito, Identitas Islam pada Perubahan Sosial-Politik. Perjemah: A. Rahman
Zainuddin (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), h. 195.
54
Saudi ketiga, tidak setuju dengan kebijakan Abdul Aziz untuk menjalin hubungan
dengan Inggris. Hal tersebut tentu saja berbeda dengan prinsip Wahhabi. Pada
awalnya Abdul Aziz dan Ikhwan menjadi satu padu dalam satu barisan untuk
mendirikan Kerajaan Saudi Arabia, namun ketika Abdul Aziz menjalin kerjasama
dengan pihak Barat yaitu Inggris, Ikhwan langsung menjadi pihak yang
menentang kebijakan politik Abdul Aziz. Hal tersebut mengungkapkan bahwa
aspek agama dan aspek politik masing-masing mempunyai peranan yang berbeda
satu sama lain dan terkadang bersebrangan.
Peranan yang dilakukan keluarga Saud tentu dalam bentuk politik. Semua
kebijakan-kebijakan politik yang diambil oleh keluarga Saud merupakan sebuah
peranan yang sangat menentukan keberhasilan dalam mendirikan Kerajaan Saudi
Arabia. Kebijakan politik seperti memutuskan untuk menjalin kerjasama dengan
Muhammad bin Abdul Wahhab 1744 M, menjalin kerjasama dengan Inggris 1915
M dan Mubarak al-Shabah dari Kuwait pada 1902 M, membuat pasukan perang
yang bernama “Ikhwan” yang terdiri dari orang-orang fanatik Wahhabi dan suku-
suku Arab termasuk Badui pada tahun 1912 M, dan kebijakan politik lainnya.
Kebijakan politik tersebut tak lepas dari peranan seorang pemimpin yang
mempunyai kewibawaan, cerdas dalam politik, dan tidak pantang menyerah.
Peranan seorang pemimpin tersebut dipegang oleh Keluarga Saud, keluarga Saud
memimpin KSA secara turun temurun dari awal pembentukan KSA 1744 M
sampai sekarang.
Dengan semua fakta-fakta tersebut, penggabungan antara semangat
keagamaan (gerakan Wahhabi) dan politik Keluarga Saud, menjadikan
pemberontakan yang dilakukan itu sangat besar dampaknya bagi masyarakat Arab
hingga dapat terwujudnya Kerajaan Saudi Arabia.9
9 Khaled Abou El Fadl, Sejarah Wahabi dan Salafi (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta,
2005), h. 35.
55
B. Berdirinya Kerajaan Saudi Arabia 1932 M
Berdirinya Kerajaan Saudi Arabia ketiga yang diplopori oleh Abdul Aziz
bin Abdurrahman dari keluarga Saud menjadikan pentingnya mengetahui nasab
keluarga Saud. Nasab keluarga Saud bertingkat hingga sampai kepada kakek
mereka yang utama, yaitu Saud bin Muhammad bin Makran bin Markhan bin
Ibrahim bin Musa bin Rabiah bin Mani‟ bin Musayyib. Mani‟ memiliki akar
keturunan kepada kabilah Bakar bin Wail al-Munhadirah dari Jadilah bin Asad
bin Rabiah bin Nazzar bin Ma‟ad bin Adnan.10
Berdirinya Kerajaan Saudi merupakan keberhasilan mutlak yang di dapat
oleh keluarga Saud dan gerakan Wahhabi. Keluarga Saud dengan membawa
semangat gerakan Wahhabi pertama kali menguasai Mekah, pada 1924 M, setelah
pengepungan selama sepuluh bulan, Madinah menyerah secara damai pada 1925
M. Pada keesokan harinya seluruh pasukan Saudi memasuki Jeddah. Sekarang
jalan terbuka bagi Ibnu Saud untuk menyatakan dirinya sebagai Raja Hijaz dan
Sultan Nejed serta wilayah-wilayah di bawah kekuasaannya pada tanggal 8
Januari 1926 M. Hal tersebut segera diakui oleh negara-negara di Eropa, yaitu Uni
Soviet dalam sebuah pesan diplomatik pada tanggal 16 Februari untuk Ibnu Saud,
“berdasarkan prinsip hak rakyat untuk menentukan nasib sendiri dan untuk
menghargai keinginan rakyat Hijaz sebagaimana yang tercermin dalam pilihan
mereka terhadap anda sebagai raja mereka”. Sebuah perjanjian formal antara Ibnu
Saud dan Inggris, yang mengakui kemerdekaan penuh kerajaan tersebut,
ditandatangani pada tanggal 20 Mei 1927. Sebuah negera eropa lainnya juga
melakukan hal serupa.11
Sebaliknya pengakuan negara muslim lebih lambat dan terkesan tidak ingin
mengakui Saudi Arabia sebagai negara. Seorang muslim dari India mengunjungi
Jeddah dan menuntut agar Raja Abdul Aziz menyerahkan pengaturan kedua kota
suci kepada sebuah komite yang terdiri dari perwakilan negara-negara Islam yang
10
Khaled Abou El Fadl, Sejarah Wahabi dan Salafi (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta,
2005), h. 7. 11
Bernard Lewis, Krisis Islam antara Jihad dan Teror yang Keji (Jakarta: Ina Publikatama,
2004), h. 118.
56
ditunjuk. Namun, Abdul Aziz tidak menanggapi tuntutan itu. Pada bulan Juni
1927, ia menyelenggarkan sebuah kongres negara Islam di Makkah, ia
mengundang para penguasa dan presiden dari negara-negara Islam yang merdeka
dan perwakilan dari semua organisasi Islam yang berasal dari negera-negara non-
Muslim. Enam puluh sembilan orang dari seluruh negara Islam menghadiri
kongres tersebut. Abdul Aziz berpidato di hadapan mereka, dalam pidato tersebut
menegaskan bahwa ia sekarang adalah penguasa Hijaz. Ia akan memenuhi
tugasnya sebagai penjaga dua kota suci.12
Pada saat itu ia mendapatkan banyak tanggapan dari para tamunya. Ada
yang menyatakan tidak setuju dan meninggalkan kongres tersebut dan ada yang
menerima dan mengakui pemerintahan yang baru. Di antara mereka yang
menerima adalah ketua delegasi Islam Uni Soviet, yang menyatakan bahwa
kongres negara-negara Islam ini mengakui Raja Abdul Aziz sebagai penjaga
kedua kota suci, kongres tersebut juga meminta agar sebagian wilayah Yordan
diserahkan kepada kerajaan Saudi yang baru tersebut, dan secara umum
menyatakan dukungannya bagi Abdul Aziz. Pengakuan dari negara-negara Islam
dan negara-negara Arab cukup lama. Perjanjian persahabatan ditandatangani
dengan Turki dan Iran pada tahun 1929, dengan Irak pada tahun 1930, dan dengan
Yordania pada tahun 1931. Namun tak menghalangi langkah Abdul Aziz, ia terus
bergerak cepat dengan menata ulang kerajaannya yang luas, dan pada bulan
September 1932, ia memploklamirkan sebuah negara kesatuan baru, yang disebut
Kerajaan Saudi Arabia.13
C. Faktor-Faktor Keberhasilan Gerakan Wahhabi dan Keluarga Saud
dalam Upaya Mendirikan Kerajaan Saudi Arabia
Hubungan antara keluarga Saud dan Wahhabi berawal pada tahun 1744 M,
saat Muhammad bin Saud yang merupakan pemimpin Diraya, sebuah kota kecil di
12
Bernard Lewis, Krisis Islam antara Jihad dan Teror yang Keji (Jakarta: Ina Publikatama,
2004), h. 119. 13
Bernard Lewis, Krisis Islam antara Jihad dan Teror yang Keji (Jakarta: Ina Publikatama,
2004), h. 120.
57
Nejed. Muhammad bin Saud memberikan perlindungan kepada Abdul Wahhab
dalam melakukan aktifitas keagamaan faham Wahhabi. Saat itu para ahli hukum
Nejed memprotes keras aktifitas dakwah Abdul Wahhab. Namun saat kelurga
Saud menggabungkan diri bersama faham keagamaan Wahhabi, keluarga Saud
memperoleh kekuatan perang yang penuh, semangat dan ideologi Wahhabi
memberikan keuntungan yang nyata. Saat telah berdirinya Kerajaan Saudi Arabia
pada tahun 1932 M, menjadikan Ibnu Saud sebagai penguasa politik yang sah,
faham Wahhabi menjadi ideologi Kerajaan Saudi Arabia dan terbentuklah sebuah
kerajaan yang kuat.14
Adapun faktor-faktor keberhasilan gerakan Wahhabi dan Keluarga Saud
dalam Upaya Mendirikan Kerajaan Saudi Arabia, sebagai berikut:
1. Kondisi khalifah Turki Utsmani yang mulai melemah.
Hal tersebut adalah kenyataan yang nyata. Melemahnya khalifah Turki
Utsmani menjadikan wilayah-wilayah kekuasaan Turki Utsmani di Eropa mulai
melepaskan diri satu per satu. Melemahnya khalifah Turki Utsmani karena
lemahnya para penguasa, sepeninggal Sulaiman Al-Qanuni khalifah Turki
Utsmani dipimpin oleh sultan-sultan yang lemah, lemah dalam kepribadian dan
dalam kepemimpinannya. Akibatnya, pemerintahan menjadi kacau. Kekacauan itu
tidak pernah dapat diatasi secara sempurna, bahkan semakin lama menjadi
semakin parah. Selain lemahnya peran pemimpin, dalam kekhalifahan Turki
Utsmani terdapat budaya pungli, pungli merupakan perbuatan yang sudah umum
terjadi dalam khalifah Turki Utsmani. Setiap jabatan yang hendak diraih oleh
seseorang harus “dibayar” dengan sogokan kepada orang yang berhak
memberikan jabatan tersebut. Hal tersebut menjadikan kekhalifahan Turki
Utsmani semakin kacau dan para pejabat pemerintahannya yang juga rapuh. Lalu
adanya kemerosotan ekonomi yang terjadi pada masa kekhalifahan Turki
Utsmani, perang yang terus terjadi, menyebabkan perekonomian negara merosot.
14
Khaled Abou El Fadl, Sejarah Wahabi dan Salafi (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta,
2005), h. 38-39.
58
Pendapatan berkurang, sementara kebutuhan biaya untuk berperang sangat besar
seperti persenjataan dan lainnya. Faktor-faktor tersebutlah yang menjadikan
kekhalifahan Turki Utsmani mengalami kemunduran.15
Dalam hal ini, keluarga
Saud yang ingin melepaskan diri dari pemerintahan Turki Utsmani mendapatkan
dukungan dari penduduk Nejed dan sekitarnya.
2. Kepedulian Turki Utsmani terhadap kemerosotan keagamaan yang melanda
kaum muslimin di wilayah Nejed sangat lemah.
Banyaknya praktek-praktek agama Islam yang salah pada masa khalifah
Turki Utsmani mendorong sebagian ulama untuk melakukan perbaikan dari sisi
tauhid, syariat, dan ibadah. Dalam hal ini, hadirnya Wahhabi dengan memakai
semangat pemurnian ajaran agama Islam, bahwa umat Islam selama ini telah
melakukan kesalahan dan menyimpang dari jalan Islam yang lurus. Abdul
Wahhab hadir dengan semangat membebaskan Islam dari praktek-praktek keliru
yang telah menggerogoti umat Islam, yang di antaranya adalah tasawuf, doktrin
perantara (tawassul), ajaran Syi‟ah, serta banyak praktik lain yang dinilai sebagai
inovasi bid‟ah.16
Wahhabisme memperlihatkan kebencian yang luar biasa
terhadap semua bentuk intelektualisme,17
mistisme, dan sektarianisme18
di dalam
Islam. Wahhabi menganggap bahwa semua itu sebagai praktek bid‟ah.19
Ketika Abdul Aziz melakukan penaklukannya di Hijaz, disana terdapat dua
kota suci yaitu Makkah dan Madinah. Abdul Aziz memakai stategi politiknya
yaitu menyebarkan ajaran Abdul Wahhab, yang mengambil pokok ajaran tentang
kemurnian agama Islam. Menurut Jhon L. Esposito, terdapat tiga keuntungan jika
15 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Rajawali Press, 2008), h. 167-168.
16 Khaled Abou El Fadl, Sejarah Wahabi dan Salafi (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta,
2005), h. 7. 17
Intelektualisme adalah ketaatan atau kesetiaan terhadap latihan daya pikir dan pencarian
sesuatu berdasarkan ilmu. Lihat Kamus Besar Bahasa Indpnesia “Intelektualisme” dalam
https://kbbi.web.id/intelektualisme, di akses Sabtu, 14 oktober 2017 pukul 23.20 WIB. 18
Sekterianisme adalah semangat membela suatu sekte atau mazhab, kepercayaan, atau
pandangan agama yang berbeda dari pandangan agama yang lebih lazim diterima oleh para
penganut agama tersebut. Lihat Kamus Besar Bahasa Indpnesia “Sektarianisme” dalam
https://kbbi.web.id/sektarianisme, di akses Sabtu, 14 Oktober 2017 pukul 23.30 WIB. 19
Khaled Abou El Fadl, Sejarah Wahabi dan Salafi (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta,
2005), h. 9.
59
memakai faham keagamaan sebagai cara mendapatkan simpati masyarakat, yaitu:
menghilangkan wewenang para penguasa Makkah dan Madinah yang tampak
tidak memperhatikan agama, menyalurkan keresahan alami orang-orang kabilah
untuk tujuan-tujuan yang suci dan membangun dinasti, dan mengadakan dasar
ideologis bagi suatu tatanan baru.20
3. Nasionalisme Arab
Keluarga Saud dan gerakan Wahhabi yang memberontak pada kekhalifahan
Turki Utsmani menggunakan ideologi nasionalisme21
Arab yang muncul pada
abad ke-18. Dua aliansi ini menganggap bahwa pemerintahan Turki Utsmani
sebagai kekuatan asing yang berkuasa.22
Saudi Arabia jika dipandang dari sudut
nasional adalah merupakan tanah leluhur bangsa Arab dan bahwa politik Saudi
berpegang teguh pada nasionalisme Arab yang dapat dikaitkan melebihi negara-
negara yang lain. Karena itu, Saudi Arabia mendukung setiap bangsa Arab dalam
segala perjuangan mereka.23
Di sini diasumsikan bahwa nasionalisme Arab
sebagai gerakan politik merupakan produk abad kedua puluh. Menurut Sathi Al-
Hushri (1882-1962) bahwa bangsa atau orang Arab diidentifikasi dengan bahasa
mereka yang menjadikan Bahasa Arab sebagai bahasa mereka dan secara sadar
mengidentifikasi diri dengannya. Al-Hushri mendefinisikan nasionalisme sebagai
kecintaan terhadap bangsa dan identifikasi organik dengannya, dan basis
kolektivitas nasional seperti itu adalah bahasa dan sejarah bersama. Selain itu,
nasionalisme Arab di definisikan sebagai tradisi dan budaya bersama yang
terbentuk karena kesamaan lingkungan.24
20
Jhon L. Esposito, Identitas Islam pada Perubahan Sosial-Politik, terjemah: A. Rahman
Zainuddin (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), h. 193. 21
Nasionalisme adalah paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri; sifat
kenasionalan. Lihat Kamus Besar Bahasa Indpnesia “Nasionalisme” dalam
https://kbbi.web.id/nasionalisme, di akses Sabtu, 14 Oktober 2017 pukul 23.45 WIB. 22
Khaled Abou El Fadl, Selamatkan Islam dari Muslim Puritan (Jakarta: Serambi Ilmu
Semesta, 2006), h. 89. 23
Nehed Alghadri, Tentang Jang Besar (Jakarta: Pusaka, 1966), h. 75. 24
Jhon L. Esposito, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern (Bandung: Mizan, 2001), h.
149.
60
Tercetusnya isu nasionalisme di kawasan Arab diawali dengan minat kaum
muda terhadap bahasa Arab klasik, sastra Arab, dan berbagai pendidikan tentang
sejarah peradaban Islam. Saat mereka sudah mulai membuka pikiran tentang
kemegahan khalifah Arab di masa lalu. Lalu mulai timbul kesadaran mereka
tentang kebudayaan yang dihasilkan oleh masing-masing khalifah. Kesadaran
secara perlahan tersebut membuat mereka lebih kritis dalam politis, terutama
dalam kekuasaan Turki Utsmani. Faham nasionalisme ini mempunyai faham
bahwa semua bangsa yang berbahasa Arab, tanpa memandang agamanya, pada
dasarnya merupakan satu bangsa dan kebudayaan. Tujuan nasionalisme ini adalah
untuk menyatukan kembali bangsa Arab, dan bukan menyatukan dunia Islam.25
4. Sosok pemimpin yang kuat
Memperluas propinsi-propinsi di Jazirah Arab, mempersatukannya,
menyebarkan rasa sabagai warga negara, dan mendirikan negara modern yang
berdiri sendiri dan merdeka merupakan suatu usaha yang tak dapat diraih jika
tidak ada sosok pemimpin yang mempersatukan dan mahir dalam mengatur
urusan negara. Sosok Abdul Aziz bin Abdurrahman disebut sebagai bapak pendiri
Kerajaan Saudi Arabia pada 1932 M. Abdul Aziz menurut pendapat salah satu
peneliti barat dianggap sebagai salah seorang penguasa besar terakhir di negara-
negara Arab.26
25
Syamsudini Muhammad, Desember 2013, “Peradaban Islam Kawasan Arab masa Turki
Utsmani”. Volume 5, No 1,
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8&ved
=0ahUKEwiv49rn3ozXAhUCT7wKHXw_B0kQFggtMAE&url=http%3A%2F%2Fejournal.iain-
jember.ac.id%2Findex.php%2Fturats%2Farticle%2Fdownload%2F341%2F330&usg=AOvVaw2h
is6YsKoG13ar76XwQ_6v Kamis, 26 Oktober 2017, h. 482. 26
Departemen pendidikan Tinggi Universitas Islam Imam Muhammad Bin Saud, kumpulan
makalah sejarah raja abdul aziz (jakarta: Universitas Islam Imam Muhammad Ibn Saud Riyad
KSA), h. 78.
61
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Gerakan Wahhabi adalah sebuah gerakan faham keagamaan yang mempunyai
ideologi untuk membersihkan dan menyempurnakan ajaran Islam dengan
berpedoman pada al-Qur‟an dan Hadis, dan menjauhkan diri dari tindakan
bid‟ah, syirik, dan khurafat. Paham Wahhabi yang utama adalah Tauhid, yaitu
keesaan dan kesatuan Allah. Nama Wahhabi diambil dari pendirinya yaitu
Muhammad bin Abdul Wahhab, kata “Wahhabi” yang berarti para pengikut
Muhammad bin Abdul Wahhab. Ia adalah seorang pendiri gerakan Wahhabi
yang pemikirannya banyak mengambil dari mazhab Hanbali. Gerakan ini
aktif berdakwah pada tahun 1744 M. Aktifitas dakwah gerakan Wahhabi,
seperti menghancurkan benda-benda pujaan, menghancurkan tempat-tempat
pemujaan, meratakan kuburan para wali, menghancurkan kubah-kubah diatas
kuburan, dan lain sebagainya.
2. Kepemimpinan keluarga Saud dan upaya mendirikan Kerajaan Saudi Arabia
mengalami tiga fase: fase pertama, berdirinya Saudi Arabia dipimpin oleh
Muhammad bin Saud bekerjasama dengan Muhammad bin Abdul Wahhab
pada tahun 1744 M yang berpusat di Diraya, namun dapat dihentikan oleh
Muhammad Ali Pasya yang pada saat itu menjadi gubernur di kawasan Timur
Tengah yang berkedudukan di Mesir 1818 M. Fase kedua, bangkit kembali
pada tahun 1823 M yang dipelopori oleh Turki bin Abdullah bin Muhammad
bin Saud yang berbusat di Nejed, namun dapat dihentikan kembali oleh Ibnu
Rasyid. Fase ketiga, bangkit kembali untuk menguasai dan mendirikan
Kerajaan Saudi Arabia yang dipelopori oleh Abdul Aziz bin Abdurrahman
pada tahun 1902 M dan pada fase ketiga inilah baru dapat terwujudnya
Kerajaan Saudi Arabia yang dideklarasikan pada tahun 1932 M.
3. Peran gerakan Wahhabi dalam mendirikan Kerajaan Saudi Arabia adalah:
62
a. Kerajaan Saudi Arabia pertama: mendakwahkan faham Wahhabi, faham
Wahhabi pada masa itu sangat aktif mengubah praktek-praktek
menyimpang yang masuk dalam ajaran Islam seperti bid‟ah, khufarat, dan
takhyul. Mengajak umat Islam agar kembali kepada ajaran Islam yang
murni. Wahhabi sebagai sebuah gerakan juga dapat menyatukan
masyarakat Jazirah Arab yang bersuku-suku menjadi satu kesatuan dalam
semangat dakwah gerakan Wahhabi dalam memberantas praktek
keagamaan yang menyimpang.
b. Kerajaan Saudi Arabia kedua: peran gerakan Wahhabi tidak seaktif saat
KSA pertama. Saat itu, gerakan Wahhabi mengambil peran sebagai
pendukung dari segala kegiatan politik keluarga Saud dalam upaya
mengambil kekuasaan dari Turki Utsamani.
c. Kerajaan Saudi Arabia ketiga: pada tahun 1912 M, berdirinya Ikhwan
yang terdiri dari suku-suku Arab termasuk Badui dan para ekstrim paham
Wahhabi (gerakan Wahhabi), Ikhwan menjadi tombak utama Abdul Aziz
mendirikan KSA. Ikhwan memperlihatkan bahwa kemurnian ideologi
agama yang disatukan dengan politik sebuah negara dapat menimbulkan
perubahan.
4. Peran keluarga Saud dalam mendirikan Kerajaan Saudi Arabia adalah:
a. Kerajaan Saudi Arabia pertama: menjalin kerjasama dengan Abdul
Wahhab pada tahun 1744 M. Kebijakan Muhammad bin Saud untuk
menjalin kerjasama dengan Abdul Wahhab menjadikan masyarakat Arab
dapat bersatu dengan semangat jihad gerakan Wahhabi. Pada saat itu,
Muhammad bin Saud dan keluarganya selalu mendukung aktifitas dakwah
Abdul Wahhab dan memberikan jaminan keamanan.
b. Kerajaan Saudi Arabia kedua: berdirinya KSA kedua yang dipelopori oleh
Turki bin Abdullah bin Muhammad bin Saud, ia mengembalikan semangat
dalam merebut kekuasaan dari Turki Utsmani dengan menggandeng
gerakan Wahhabi seperti yang dilakukan oleh Muhammad bin Saud.
Sehingga ia dapat membangun kekuatan kembali dan menguasai Nejed.
63
c. Kerajaan Saudi Arabia ketiga: Sosok kepemimpinan Abdul Aziz bin
Abdurrahman menjadi salah satu tokoh dari keluarga Saud yang tidak
pantang menyerah dalam mewujudkan berdirinya Kerajaan Saudi Arabia,
berbagai keputusan politik yang diambilnya dan kecerdasan yang dimiliki
menjadikan dapat berdirinya Kerajaan Saudi Arabia pada tahun 1932 M.
B. Saran
1. Pihak Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, untuk
memperbanyak kajian tentang sejarah Kerajaan Saudi Arabia, baik dalam
aspek sosial, politik, ekonomi, dan keagamaan. Karena Saudi Arabia
merupakan negara yang menjadi kiblat umat Islam di dunia, Saudi Arabia
dalam aspek ekonomi juga menjadi negara yang disegani karena minyak-
nya dan dalam aspek politik, Saudi Arabia menjadi salah satu negara
dengan sistem kerajaan yang sangat kuat di Timur Tengah. Hal-hal
tersebut menjadikan pentingnya pengkajian khusus tentang sejarah
Kerajaan Saudi Arabia.
2. Para penggiat politik (politikus), umat Islam, dan sejarawan konsentrasi
Timur Tengah. Pengkajian tentang “Gerakan Wahhabi dan Keluarga
Saud dalam Upaya Mendirikan Kerajaan Saudi Arabia” diharapkan dapat
dijadikan bahan kajian dan menyumbangkan sebuah karya tulis yang
berkaitan dengan peristiwa dalam aspek sosial politik di Kerajaan Saudi
Arabia.
64
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Abidin, Zainal. Membedah Akar Fitnah Wahhabi. Jakarta: Pustaka Imam Bonjol,
2013.
Ahmad, Akbar S. Citra Muslim Tinjauan Sejarah dan Sosiologi. Penerjemah
Nunding Ram. Jakarta: Erlangga, 1990.
Ahmad, Jamil. Seratus Muslim Terkemuka. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994.
Al-Bahiy, Muhammad. Pemikiran Islam. Bandung: Risalah Bandung, 1985.
Alghadri, Nehed. Tentang Jang Besar. Jakarta: Pusaka, 1966.
Ali, Ash-Shallabi Muhammad. Bangkitnya dan Runtuhnya Khalifah Utsmaniayah.
Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2014.
Amin, Muhammad. Ijtihad Ibnu Taimiyah. Jakarta: INIS, 1991.
Amstrong, H.C. Sang Penjegal Kisah Ibnu Saud Menguasai Arabia. Penerjemah
Ati Nurbaiti, dkk. Jakarta: Ramala Books, 2008.
Antonius, George. The Arabs Awakening. New York: Gordon Press, 1939.
Asy syak‟ah, Mustofa Muhammad. Islam tidak bermazhab. Jakarta: Gema Insani,
1994.
Black, Anthony. Pemikiran Politik Islam dari Masa Nabi hingga Kini.
Penerjemah Abdullah Ali dan Mariana Ariestyawati. Jakarta: PT Serambi
Ilmu Saemesta, 2001.
Departemen pendidikan Tinggi Universitas Islam Imam Muhammad Bin Saud.
Kumpulan Makalah Sejarah Raja Abdul Aziz. Penerjemah Dr. Muslih
Karim MA, dkk. Riyadh KSA: Universitas Islam Imam Muhammad Ibn
Saud , 1999.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve, 2001.
Esposito, John L. Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern. Bandung: Mizan,
2001.
Esposito, John L. Identitas Islam pada Perubahan Sosial-Politik. Penerjemah A.
Rahman Zainuddin. Jakarta: Bulan Bintang, 1980.
Esposito, John L. Islam Warna-Warni Ragam Ekspresi Menuju “jalan lurus”.
Penerjemah Arif Maftuhin. Jakarta: Paramadina, 2004.
Fadl, El Khaled Abou. Selamat Islam dari Muslim Puritan. Penerjemah Helmi
Mustofa. Jakarta: serambi, 2006.
Hamka. Sejarah Pertama Umat Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1975.
Hitti, Philip K. History of The Arabs. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2006.
Hendropriyono, A.M. Terorisme Fundamentalis Kristen, Yahudi, Islam. Jakarta:
Kompas, 2009.
lapidus, Ira. Histori of Islamic Society (Jakarta: Raja grafindo persada 1999).
Ibn Baz, Abdul Aziz. Imam Muhammad bin Abdul Wahhab: Dakwah dan Jejak
Perjuangannya. Penerjemah Rahmat Arifin Muhammad bin Ma‟ruf.
Jakarta: Megatama Sofwa Presindo, 1919.
65
Ibrahim, Qasim A dan Saleh, Muhammad A. Buku Pintar Sejarah Islam Jejak
Langkah Peradaban Islam dari Masa Nabi Hingga Masa Kini. Jakarta:
Zaman, 2014.
Imron, Achmad R. Rekaman Jejak Radikalisme Salafi Wahabi. Surabaya:
Khalista, 2014.
Jamilah, Maryam. Para Mujahid Agung. Bandung: Mizan, 1989.
Khaldun, Ibnu. Muqaddimah Ibnu Khaldun. Penerjemah Ahmadie Thoha. Jakarta:
Pustaka Firdaus, November 2011.
Lacey, Robert. Kerajaan Petrodolar Saudi Arabia. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya,
1986.\\\
Lewis, Bernard. Krisis Islam antara Jihad dan Teror yang Keji. Jakarta: Ina
Publikatama, 2004.
Lust, Ellen. The Middle East. California: CQ Press, 2014.
Madjid, Nurcholis. Khazanah Intelektual Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1984.
Mohammad, Herry dkk. Tokoh-Tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20. Jakarta:
Gema Insani, 2006.
Mortimer, Edward. The Politics of Islam. Penerjemah Enna Hadi dan Rahmani
Astuti. Bandung: Mizan, 1984.
Munif, Achmad. 50 Tokoh Politik Legendaris Dunia. Jakarta: Buku Kita, 2007.
Nasution, Harun. Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan.
Jakarta: Bulan Bintang, 1975.
Subhani, Ja‟far. Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab dan Ajarannya. Jakarta:
Citra, 2007.
Wahab, Muhammad bin Abdul. Kitabut Tuhid. Penerjemah Yusuf Harun. Riadh:
1426.
Wardani, Epistemologi kalam abad pertengahan. Yogyakarta: LkiS Yogyakarta,
2003.
Waskito, Am. Bersikap Adil kepada Wahhahi. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2012.
Yatim, Badri. Sejarah Sosial Keagamaan Tanah Suci; Hijaz (Mekah dan
Madinah) 1800-1925. Jakarta: alaogos wacana ilmu, 1999.
Jurnal:
Brian Collonel Less, Februari 2007, “The Al Saud family and the future of Saudi
Arabia”. Volume 37, No 1,
http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/03068370500457411, Rabu 2
November 2016.
Haif Abu, Oktober 2015, “Perkembangan Islam di Arab Saudi (Studi Sejarah
Islam MODERN)”. Volume III, No 1, http:journal.uin
alauddin.ac.id/index.php/rihlah/article/.../1357/1318, Rabu 2 November
2016.
Kamsi, 2012, “Pradigma Politik Islam tentang Relasi Agama dengan Negara”.
Volume 2, No 1,
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&
cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjZzIuU__zWAhWKFpQKHWSiAQwQFg
g4MAI&url=http%3A%2F%2Fejournal.uin-
66
suka.ac.id%2Fsyariah%2Finright%2Farticle%2Fdownload%2F1232%2F10
62&usg=AOvVaw2G-tYvBtoEPNmMijjYNDbE, Rabu 18 Oktober 2017.
Mangasing Mansur, Desember 2008, “Muhammad Ibn „Abd al-wahab dan
Gerakan Wahabi”. Volume 5, No 3,
http://jurnalhunafa.org/index.php/hunafa/article/view/181, Rabu 2
November 2016.
Mulia Muji, Februari 2011, “Sejarah Sosial dan Pemikiran Politik Ali Abdul
Raziq”. Volume X, No 2,
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5&
cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjNh_r81_zWAhXClpQKHY1pAjoQFghM
MAQ&url=http%3A%2F%2Fjurnal.ar-
raniry.ac.id%2Findex.php%2FIslamfutura%2Farticle%2Fview%2F48%2F4
3&usg=AOvVaw1cVKaX11izd_QzTW1uPilk, Rabu 18 Oktober 2017.
Syamsudini Muhammad, Desember 2013, “Peradaban Islam Kawasan Arab masa
Turki Utsmani”. Volume 5, No 1,
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&
cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwiv49rn3ozXAhUCT7wKHXw_B0kQFggt
MAE&url=http%3A%2F%2Fejournal.iain-
jember.ac.id%2Findex.php%2Fturats%2Farticle%2Fdownload%2F341%2F
330&usg=AOvVaw2his6YsKoG13ar76XwQ_6v Kamis, 26 Oktober 2017.
Raharjo Jati Wasito, Mei 2014, “Agama dan Politik: Teologi Pembahasan sebagai
Arena Profetisasi Agama”. Volume 22, No 1,
http://journal.walisongo.ac.id/index.php/walisongo/article/viewFile/262/243
Rabu 18 Oktober 2017.
Artikel:
Besar Bahasa Indonesia, Kamus “Kamus versi online/daring (dalam jaringan)”
diakses Sabtu, 14 Oktober 2017 pukul 19.00 WIB, melalui:
https://kbbi.web.id
Raharja Ucu, Karta “Faktor-Faktor Penyebab Hancurnya Khilafah Utsmani”
diakses Sabtu, 14 Oktober 2017 pukul 19.35 WIB, melalui:
http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-Islam/Islam-
digest/17/03/03/om8pwu282-faktorfaktor-penyebab-hancurnya-khalifah-
utsmani
Faiz Asifuddin, Ahmad “Siapa Syaikh Muhammad Bin „Abdul Wahhab?” diakses
Sabtu, 14 Oktober 2017 pukul 20.00 WIB, melalui:
ttps://almanhaj.or.id/3912-siapa-syaikh-muhammad-bin-abdul-wahhab.html
Wootlife, Raoul “Saudi princes said planning regime change” diakses Selasa, 21
November 2017 pukul 21.14 WIB, melalui:
https://www.timesofisrael.com/saudi-princes-said-to-call-for-regime-
change/
Of Foreign Affairs, Ministry “ The National Day” diakses Selasa, 21 November
2017 pukul 22.28 WIB, melalui:
67
http://www.mofa.gov.sa/sites/mofaen/aboutKingDom/Pages/NationalDay54
859.aspx
Sindo, Koran “Sepak Terjang Raja-raja Arab Saudi dari Masa ke Masa” diakses
Selasa, 17 Oktober 2017 pukul 04.58 WIB, melalui:
https://nasional.sindonews.com/read/1184424/19/sepak-terjang-raja-raja-
arab-saudi-dari-masa-ke-masa-1488365629
Staff, TGP “This is the Way the World Ends” diakses Rabu, 22 November 2017
pukul 09.39 WIB, melalui:
http://www.greanvillepost.com/2014/08/23/%E2%80%A2this-is-the-way-
the-world-ends/
Vidya Perdana, Agni “Arab Saudi Perintahkan Warganya Tinggalkan Lebanon”
diakses Selasa, 21 November 2017 pukul 21.36 WIB, melalui:
http://internasional.kompas.com/read/2017/11/10/17583411/arab-saudi-
perintahkan-warganya-tinggalkan-lebanon
Skripsi:
Nur Umamah, “Peran Gerakan Wahabiah dalam Membantu Mewujudkan
Pemerintahan Raja Abdul Aziz di Arab Saudi”, (Skripsi S1 Fakultas Adab
dan Humaniora, Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011).
Muhamad Nashir, “Peran Gerakan Wahhabi terhadap Kerajaan Saudi Arabia pada
Tahun 1744-1932 M”, (Skripsi S1 Fakultas Adab dan Humaniora,
Universitas Islam Negeri Yogyakarta, 2009).
68
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1.1 Peta Saudi Arabia
Sumber: Azyumardi Azra, Studi Kawasan Dunia Islam Perspektif Etno-Linguistik
dan Geo-Politik (Jakarta: Rajawali Press, 2009), h. 119.
Lampiran 1.2 Silsilah pemimpin Kerajaan Saudi Arabia
Sumber: https://www.timesofisrael.com/saudi-princes-said-to-call-for-regime-change/
(akses, Selasa, 21 November 2017 pukul 21.14 WIB)
69
Lampiran 1.4 Foto Abdul Aziz bin Abdurrahman
Sumber:http://www.mofa.gov.sa/sites/mofaen/aboutKingDom/Pages/NationalDay
54859.aspx
(akses Selasa, 21 November 2017 pukul 22.28 WIB)
Lampiran 1.5 Foto Raja-raja Saudi Arabia
Sumber: https://nasional.sindonews.com/read/1184424/19/sepak-terjang-raja-raja-
arab-saudi-dari-masa-ke-masa-1488365629
(akses Selasa, 17 Oktober 2017 pukul 04.58 WIB)
70
Lampiran 1. 6 Peta kekuasaan Turki Utsmani 1750-1900 M.
Sumber: http://www.greanvillepost.com/2014/08/23/%E2%80%A2this-is-the-way-the-
world-ends/
(akses Rabu, 22 November 2017 pukul 09.39 WIB)
Lampiran 1.7 Bendera Negara Saudi Arabia
Sumber: http://internasional.kompas.com/read/2017/11/10/17583411/arab-saudi-
perintahkan-warganya-tinggalkan-lebanon
(akses Selasa, 21 November 2017 pukul 21.36 WIB)
71