27
HUKUM PIDANA GRASI D I S U S U N Oleh : Nama : Miko sapta sera k – 011100175 Catur Agustina – 011100021 Armayani – 011100049 Sella safitri - 01110051 Dosen mata kuliah : Rohman Hasyim, SH, MH SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM SUMPAH PEMUDA (STIHPADA) 1

grasi fix

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: grasi fix

HUKUM PIDANA

GRASI

D

I

S

U

S

U

N

Oleh :

Nama :

Miko sapta sera k – 011100175

Catur Agustina – 011100021

Armayani – 011100049

Sella safitri - 01110051

Dosen mata kuliah : Rohman Hasyim, SH, MH

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM

SUMPAH PEMUDA (STIHPADA)

2012

1

Page 2: grasi fix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya

penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “GRASI” sebagai tugas. Salawat

beriring salam selalu tercurah kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW, beserta

para keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Pidana yang

merupakan bagian dari sistem pembelajaran di STIHPADA. Penulis menyadari bahwa

Makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran

yang bersifat membangun guna kesempurnaan materi dan perbaikan di masa yang akan

datang.

Dalam penyelesaian makalah ini, penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan

dan saran. Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang

diberikan kepada semua orang yang telah mendukung penulis dan semoga bermanfaat

dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT.

Amin.

Palembang, 18 Juni 2012

Penulis

DAFTAR ISI

2

Page 3: grasi fix

JUDUL ......................................................................... ........................1

KATA PENGANTAR ........................................................................2

DAFTAR ISI......................................................................................3

A.Pengertian Grasi............................................................................. 4

B.Pengaturan ketentuan mengenai grasi................................................ 4

C.Pihak yang dapat mengajukan grasi....................................................5

D.Pemberitahuan mengenai hak mengajukan grasi..................................7

E.Syarat-syarat pengajuan grasi............................................................8

F.Tata cara Pengajuan grasi..................................................................9

G.Tata cara penyelesaian permohonan grasi............................................11

H.Penundaan pelaksanaan putusan pemidanaan.......................................11

I.Bentuk grasi.....................................................................................12

J.Permohonan grasi dan permohonan peninjauan kembali........................13

K.Permohan grasi yang belum terselesaikan berdasarkan pasal 15 UU no.22

tahun 2002.........................................................................................14

KESIMPULAN..................................................................................15

GRASI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2010

JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN2002 TENTANG GRASI

3

Page 4: grasi fix

A. Pengertian grasi

Grasi adalah hak prerogatif  Presiden untuk memberikan pengampunan berupa perubahan,

peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana.

Oleh karena grasi bersifat mengampuni, keputusan yang diambil oleh Presiden, baik yang

bersifat menolak maupun mengabulkan permohonan grasi, tidak akan memperberat pidana

yang diputus oleh pengadilan. Konsekuensi yang paling berat diterima oleh terpidana adalah

grasinya ditolak oleh Presiden, sehingga terpidana tetap harus menjalani pidana sesuai

dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Grasi hanya mengubah, meringankan, mengurangi, atau menghapuskan kewajiban menjalani

pidana yang dijatuhkan pengadilan. Jadi, grasi tidak menghilangkan kesalahan dan juga

bukan merupakan rehabilitasi terhadap terpidana.

B. Pengaturan ketentuan mengenai grasi

ketentuan mengenai grasi diatur.

Ketentuan mengenai grasi diatur dalam:

a. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4234), yang mulai berlaku pada tanggal 22 Oktober 2002.

b.  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2010 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5150),

yang mulai berlaku pada tanggal 23 Agustus 2010.

Sebelumnya, ketentuan mengenai grasi diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950

tentang Permohonan Grasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Serikat Tahun 1950

Nomor 40). Kemudian, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950  ini  dinyatakan tidak berlaku

oleh Undang-undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi.

Penggantian Undang-Undang Nomor 3 Tahu444n 1950 tersebut dengan Undang-undang

Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi dilakukan berdasarkan pertimbangan:

a. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950  tersebut dibentuk pada masa Republik Indonesia

Serikat sehingga tidak sesuai lagi dengan sistem ketatanegaraan Indonesia yang berlaku pada

saat ini dan substansinya sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum

masyarakat;

4

Page 5: grasi fix

b. Dalam mengatur tata cara pengajuan dan penyelesaian permohonan grasi, Undang-Undang

tersebut di samping tidak mengenal pembatasan putusan pengadilan yang dapat diajukan

grasi, juga melibatkan beberapa instansi yang berkaitan dengan sistem peradilan pidana

(criminal justice system) dan mengatur pula penundaan pelaksanaan putusan pengadilan jika

diajukan permohonan grasi. Hal tersebut mengakibatkan begitu banyak permohonan grasi

yang diajukan dan adanya penyalahgunaan permohonan grasi untuk menunda pelaksanaan

putusan sehingga penyelesaian permohonan grasi memakan waktu yang lama dan terlalu

birokratis;

c. Perlu menyesuaikan pengaturan mengenai grasi dengan ketentuan Pasal 14 ayat (1)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menentukan bahwa

Presiden memberikan grasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.

Sedangkan, pertimbangan yang mendasari dilakukannya perubahan Undang-Undang Nomor

22 Tahun 2002 tentang Grasi dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun

2010 adalah:

a. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi, permohonan grasi

yang belum mendapat penyelesaian yang diajukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Tahun 1950 tentang Permohonan Grasi diberikan waktu penyelesaian selama 2 (dua) tahun

terhitung sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi. Namun,

tenggang waktu 2 (dua) tahun tersebut ternyata tidak cukup untuk menyelesaikan semua

permohonan grasi tersebut, sehingga penyelesaian grasi tersebut setelah tanggal 22 Oktober

2004 tidak mempunyai landasan hukum. Untuk menghindari adanya kekosongan hukum bagi

penyelesaian pemberian Grasi yang diajukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun

1950, batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 22 Tahun

2002 tentang Grasi perlu diperpanjang sampai dengan tanggal 22 Oktober 2012.

b. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi tidak memberikan batasan waktu

pengajuan permohonan grasi bagi terpidana mati, sehingga dalam pelaksanaannya

menyebabkan eksekusi atau pelaksanaan pidana mati menjadi tertunda sampai dengan waktu

yang tidak terbatas. Demi kepastian hukum, perlu diatur mengenai batasan waktu pengajuan

permohonan grasi bagi terpidana mati.

c. Dalam memberikan keputusan atas suatu permohonan grasi, Presiden perlu

mempertimbangkan secara arif dan bijaksana hal-hal yang terkait dengan tindak pidana yang

telah dilakukan oleh terpidana, khususnya terhadap tindak pidana yang dilakukan secara

berulang-ulang (residif), tindak pidana kesusilaan, dan tindak pidana yang dilakukan secara

sadis dan berencana;

5

Page 6: grasi fix

Oleh karena grasi, pada dasarnya, merupakan pemberian dari Presiden dalam bentuk

pengampunan yang berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan

pelaksanaan putusan kepada terpidana, dengan demikian pemberian grasi itu bukan

merupakan campur tangan Presiden dalam bidang yudikatif.

Pemberian grasi bukan merupakan persoalan teknis yuridis peradilan dan tidak terkait dengan

penilaian terhadap putusan hakim. Karena itu, pemberian grasi bukan merupakan campur

tangan Presiden dalam bidang yudikatif, melainkan hak prerogatif Presiden untuk

memberikan ampunan.

Kendati pemberian grasi dapat mengubah, meringankan, mengurangi, atau menghapuskan

kewajiban menjalani pidana yang dijatuhkan pengadilan, tidak berarti menghilangkan

kesalahan dan juga bukan merupakan rehabilitasi terhadap terpidana.

C. Pihak yang dapat mengajukan grasi

Yang dapat mengajukan grasi adalah terpidana, yaitu seseorang yang dipidana berdasarkan

putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Ini berarti, seseorang yang masih berstatus tersangka atau  terdakwa tidak dapat mengajukan

permohonan grasi, karena bagi tersangka perkaranya masih dalam proses penyidikan, dan

bagi terdakwa perkaranya masih dalam proses pemeriksaan pengadilan negeri, pengadilan

tinggi, atau Mahkamah Agung.

Terpidana yang perkara pidananya diputus oleh pengadilan di lingkungan peradilan militer

juga dapat mengajukan permohonan grasi.

permohonan grasi dapat diajukan oleh terpidana melalui Advokat atau  keluarganya. Selain

oleh terpidana sendiri, permohonan grasi juga dapat diajukan oleh:

a. Advokat yang diberi kuasa oleh terpidana;

b. Keluarga terpidana (istri atau suami, anak kandung, orang tua kandung, atau saudara

sekandung terpidana), dengan persetujuan terpidana.

Dalam hal terpidana dijatuhi pidana mati, keluarga terpidana (istri atau suami, anak kandung,

orang tua kandung, atau saudara sekandung terpidana)  dapat mengajukan permohonan grasi

bagi terpidana tanpa memperoleh persetujuan dari terpidana.

D. Pemberitahuan mengenai hak mengajukan grasi

6

Page 7: grasi fix

hak mengajukan grasi diberitahukan kepada terpidana (baca: terdakwa) oleh hakim atau

hakim ketua sidang yang memutus perkara pada tingkat pertama. Hakim atau hakim ketua

sidang yang memutus perkara pada tingkat pertama memberitahukan kepada terpidana

(terdakwa) hak mengajukan grasi hanya dalam hal terpidana (terdakwa) dijatuhi putusan

pemidanaan oleh Pengadilan berupa pidana mati,  pidana penjara seumur hidup, atau pidana

penjara paling rendah 2 (dua) tahun. Pemberitahuan ini dilakukan dengan maksud agar

terdakwa dapat memutuskan apakah dirinya akan menempuh upaya hukum banding terhadap

putusan pemidanaan tersebut ataukah akan mengajukan permohonan grasi kepada Presiden.

Menulis kata “terdakwa” di belakang setiap kata “terpidana”, oleh karena menurut pendapat

kami, pada saat  hakim atau hakim ketua sidang memutus perkara pada tingkat pertama,

putusan tersebut belum berkekuatan hukum tetap, sehingga statusnya masih sebagai

terdakwa. Kami berpendapat kata “terdakwa” yang digunakan dalam undang-undang yang

bersangkutan perlu dikoreksi .

Yang dapat memberitahukan kepada terpidana (terdakwa) mengenai haknya untuk

mengajukan grasi jika pada waktu putusan pengadilan dijatuhkan terpidana (terdakwa) tidak

hadir atau jika putusan dijatuhkan pada tingkat banding atau kasasi.

a. Dalam keadaan seperti diuraikan di atas, hak terpidana untuk mengajukan permohonan

grasi diberitahukan secara tertulis oleh panitera dari pengadilan yang memutus perkara pada

tingkat pertama.

b. Demi kepentingan kemanusiaan dan keadilan, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

Republik Indonesia dapat meminta kepada terpidana, kuasa hukumnya, atau keluarganya

untuk mengajukan permohonan grasi. Menteri tersebut berwenang meneliti dan

melaksanakan proses pengajuan grasi dan menyampaikan permohonan dimaksud kepada

Presiden.

Komentar untuk jawaban butir a:

Menurut pendapat kami frasa “hak terpidana untuk mengajukan permohonan grasi

diberitahukan secara tertulis oleh panitera dari pengadilan yang memutus perkara pada

tingkat pertama” dari sisi panitera tersebut dapat diartikan sebagai kewajiban panitera itu

untuk memberitahukan kepada terpidana haknya untuk mengajukan permohonan grasi, dan

sebaliknya dari sisi terpidana dapat diartikan sebagai hak terpidana untuk diberitahukan oleh

panitera tersebut mengenai haknya untuk mengajukan permohonan grasi.

Berhubung pemberitahuan kepada terpidana mengenai haknya untuk mengajukan

permohonan grasi tersebut dapat dipandang sebagai “hak terpidana” dan sekaligus

“kewajiban panitera”, dari sisi terpidana kelalaian panitera memberitahukan kepada terpidana

7

Page 8: grasi fix

mengenai haknya untuk mengajukan permohonan grasi dapat digunakan sebagai alasan untuk

menyatakan haknya untuk itu belum gugur walaupun jangka waktu pengajuan permohonan

grasi yang ditentukan oleh undang-undang telah berakhir. Sebaliknya, dari sisi panitera,

kelalaian itu dapat pula dijadikan sebagai dasar oleh pejabat yang berwenang untuk

menjatuhkan sanksi administratif kepada panitera yang bersangkutan baik berdasarkan atau

tanpa berdasarkan adanya tuntutan dari pihak yang dirugikan.

Jika pembentuk undang-undang tidak bermaksud menciptakan peluang bagi terpidana untuk

menjadikan kelalaian panitera tersebut untuk menyatakan haknya mengajukan permohonan

belum berakhir, seharusnya dalam undang-undang diperlukan tambahan pasal atau ayat yang

menyatakan bahwa kelalaian panitera itu untuk memberitahukan kepada terpidana haknya

untuk mengajukan permohonan grasi tidak mengurangi atau meniadakan kewajiban terpidana

untuk menjalani pidana sesuai dengan putusan yang telah berkekuataan hukum tetap.

butir b:

Menurut pendapat kami ketentuan kata “dapat” dalam frasa “Demi kepentingan kemanusiaan

dan keadilan, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dapat meminta

kepada terpidana, kuasa hukumnya, atau keluarganya untuk mengajukan permohonan grasi”

perlu diganti dengan kata “wajib” atau jika pembentuk undang-undang tidak memandang hal

itu sebagai hal yang “wajib” dilakukan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

Republik Indonesia, sebaiknya ketentuan itu ditiadakan saja. Mengapa? Karena, ketentuan

demikian akan menempatkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

pada posisi yang dilematis, karena jika tidak semua terpidana yang berhak mengajukan

permohonan grasi diminta oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

untuk mengajukan permohonan grasi, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik

Indonesia dapat dituduh berlaku diskriminatif terhadap terpidana yang berhak mengajukan

permohonan tersebut. Bukankah setiap terpidana sebagai manusia merasa dirinya berhak

memiliki sisi kemanusiaan dan keadilan yang patut diperhatikan.

E. Syarat-syarat pengajuan grasi

mengajukan grasi harus dipenuhi syarat-syarat:

(1) Terpidana dijatuhi putusan pemidanaan oleh Pengadilan berupa pidana mati,  pidana

penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling rendah 2 (dua) tahun.

(2) Putusan pengadilan tersebut telah memperoleh kekuatan hukum tetap, karena:

a. putusan pengadilan tingkat pertama tidak diajukan banding atau kasasi dalam waktu yang

ditentukan oleh Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana;

8

Page 9: grasi fix

b. putusan pengadilan tingkat banding tidak diajukan kasasi dalam waktu yang ditentukan

oleh Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana; atau

c. merupakan putusan kasasi.

Seharusnya frasa “dalam waktu yang ditentukan oleh Undang-Undang tentang Hukum Acara

Pidana” yang tertulis pada huruf a dan huruf b di atas tidak perlu dicantumkan atau dipertegas

dalam undang-undang, oleh karena:

- jika disebutkan pengajuan banding atau kasasi, dengan sendirinya yang dimaksud adalah

pengajuan banding atau kasasi yang dilakukan dalam waktu dan menurut tata cara yang

ditentukan dalam peraturan perundang-undangan;

- jika disebutkan frasa “Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana” apakah yang

dimaksud hanya terbatas pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana.

Tidak, setiap permohonan grasi yang diajukan oleh terpidana dan memenuhi kedua syarat

tersebut wajib dikabulkan oleh Presiden. Presiden berhak mengabulkan atau menolak

permohonan grasi yang diajukan setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Agung.

Jika permohonan grasi dikabulkan, Presiden akan mengeluarkan Keputusan Presiden

mengenai pemberian grasi. Sedangkan, jika permohonan grasi ditolak, Presiden akan

mengeluarkan Keputusan Presiden mengenai penolakan grasi.

Bahwa pertimbangan Mahkamah Agung tersebut tidak mutlak harus diikuti oleh Presiden,

karena pertimbangan itu diberikan semata-mata dari segi juridis atau lebih pada segi

juridisnya. Sedangkan, pemberian grasi juga memerlukan pertimbangan dari segi politis,

sosiologis, atau segi-segi lainnya misalnya segi kemanusiaan atau segi keadilan. Lagi pula,

jika pertimbangan itu mengikat Presiden, Presiden akan hanya berfungsi sebagai “tukang

stempel” dari Mahkamah Agung .

F. Tata cara pengajuan grasi

tata cara pengajuan grasi.

Tata cara pengajuan grasi adalah:

(1) Jika permohonan grasi diajukan oleh kuasa hukum atau keluarga terpidana

a. Permohonan grasi diajukan secara tertulis oleh terpidana, kuasa hukumnya, atau

keluarganya, kepada Presiden;

b. Salinan permohonan grasi tersebut disampaikan kepada pengadilan yang memutus perkara

pada tingkat pertama untuk diteruskan kepada Mahkamah Agung.

(2) Jika permohonan grasi diajukan oleh terpidana

9

Page 10: grasi fix

a. Permohonan grasi dan salinannya disampaikan oleh terpidana (kepada Presiden) melalui

Kepala Lembaga Pemasyarakatan tempat terpidana menjalani pidana.

b. Kepala Lembaga Pemasyarakatan menyampaikan permohonan grasi tersebut kepada

Presiden dan salinannya dikirimkan kepada pengadilan yang memutus perkara pada tingkat

pertama paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak diterimanya permohonan grasi dan

salinannya. (Komentar: Yang dimaksud dengan “salinannya dikirimkan kepada pengadilan

yang memutus perkara pada tingkat pertama” adalah dikirimkan untuk diteruskan kepada

Mahkamah Agung)

Berhubung terpidana yang berada dalam Lembaga Pemasyarakatan memiliki keterbatasan

dalam bergerak atau berada dalam suatu pengawasan yang ketat dari petugas Lembaga

Pemasyarakatan, sebaiknya dalam undang-undang yang bersangkutan ditambahkan pasal-

pasal atau ayat-ayat yang menyatakan:

- Kepala Lembaga Pemasyarakatan wajib menyerahkan kepada setiap terpidana yang berada

di bawah pengawasannya formulir permohonan grasi dalam waktu selambat-lambatnya tujuh

hari terhitung sejak timbulnya haknya untuk mengajukan permohonan grasi;

- Jika dalam waktu tiga puluh hari sebelum berakhirnya masa pengajuan permohonan grasi,

ternyata terpidana tersebut belum menyerahkan kembali formulir permohonan grasi kepada

Kepala Lembaga Pemasyarakatan, Kepala Lembaga Pemasyarakatan wajib menjelaskan

kepada terpidana mengenai haknya serta jangka waktu yang tersedia baginya untuk

mengajukan permohonan grasi. Semua penjelasan dan jawaban atau sikap yang diberikan

oleh terpidana dicatat dalam berita acara dan ditandatangani oleh terpidana dan Kepala

Lembaga Pemasyarakatan atau pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Lembaga Pemasyarakatan.

(Hal-hal lain yang bersifat teknis sudah tentu dapat dirumuskan dengan lebih teleti dalam

undang-undang)

permohonan grasi dibatasi oleh tenggang waktu tertentu.Permohonan grasi diajukan paling

lama dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap.

Kome Sebelum Pasal 7 ayat (2) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi diubah

oleh Undang-undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor

22 Tahun 2002 tentang Grasi, permohonan grasi tidak dibatasi oleh tenggang waktu tertentu.

 

G. Tata cara penyelesaian permohonan grasi

Tata cara penyelesaian permohonan grasi adalah:

10

Page 11: grasi fix

a. Dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal penerimaan

salinan permohonan grasi, pengadilan tingkat pertama mengirimkan salinan permohonan dan

berkas perkara terpidana (termasuk putusan pengadilan tingkat pertama, serta putusan

pengadilan tingkat banding atau kasasi jika terpidana mengajukan banding atau kasasi)

kepada Mahkamah Agung.

b. Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diterimanya

salinan permohonan dan berkas perkara, Mahkamah Agung mengirimkan pertimbangan

tertulis kepada Presiden.

c. Presiden memberikan keputusan atas permohonan grasi setelah memperhatikan

pertimbangan Mahkamah Agung. Keputusan Presiden dapat berupa pemberian atau

penolakan grasi. Jangka waktu pemberian atau penolakan grasi paling lambat 3 (tiga) bulan

terhitung sejak diterimanya pertimbangan Mahkamah Agung.

d. Keputusan Presiden tersebut disampaikan kepada terpidana dalam jangka waktu paling

lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak ditetapkannya Keputusan Presiden.

e. Salinan keputusan tersebut disampaikan kepada: Mahkamah Agung, Pengadilan yang

memutus perkara pada tingkat pertama, Kejaksaan Negeri yang menuntut perkara terpidana,

dan Lembaga Pemasyarakatan tempat terpidana menjalani pidana.

Dalam hal terpidana anggota Tentara Nasional Indonesia, salinan keputusan grasi

disampaikan kepada: pengadilan di lingkungan Peradilan Militer yang memutus perkara

pidana pada tingkat pertama, oditurat militer yang menuntut perkara terpidana, dan Kepala

Lembaga Pemasyarakatan Militer tempat terpidana menjalani pidana.

Pada bagian e. berpendapat sebaiknya ketentuan tersebut ditambahkan dengan klausul bahwa

dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal penerimaan

salinan keputusan tersebut, pengadilan tingkat pertama memberitahukan isi keputusan

tersebut kepada kuasa hukum terpidana atau keluarga terpidana yang mengajukan

permohonan grasi.

H. Penundaan pelaksanaan putusan pemidanaan

Hanya permohonan grasi yang diajukan oleh terpidana mati saja yang menunda pelaksanaan

pidana matinya. Pidana mati tidak dapat dilaksanakan sebelum Keputusan Presiden tentang

penolakan permohonan grasi diterima oleh terpidana. Sudah tentu permohonan grasi yang

diajukan oleh kuasa hukum atau keluarga terpidana mati harus dipandang pula sebagai

permohonan grasi yang diajukan oleh terpidana mati.

11

Page 12: grasi fix

I. Bentuk grasi

Jika permohonan grasi dikabulkan oleh Presiden, bagaimanana bentuk grasinya. 

Pemberian grasi yang dituangkan oleh Presiden ke dalam Keputusan Presiden dapat berupa:

a. peringanan atau perubahan jenis pidana;

b. pengurangan jumlah pidana; atau

c. penghapusan pelaksanaan pidana.

Komentar terhadap huruf a:

Jenis pidana yang dikenal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) adalah:

- Pidana pokok, yang terdiri atas: pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, dan pidana

denda;

- Pidana tembahan, yang terdiri atas: pencabutan beberapa hak tertentu, perampasan barang

tertentu, dan pengumuman putusan hakim.

Jika dihubungkan dengan ketentuan KUHP, contoh peringanan jenis pidana yang dapat

terjadi adalah semula terpidana dijatuhi pidana mati, dalam Keputusan Presiden pidana ini

diganti dengan pidana penjara atau semula dijatuhi pidana penjara kemudian diganti dengan

pidana kurungan.

Menurut pendapat kami frasa “perubahan jenis pidana” tidak dapat diartikan seolah-olah

Presiden dapat mengubah jenis pidana dari jenis pidana yang lebih ringan (misalnya pidana

kurungan)  menjadi jenis pidana yang lebih berat (misalnya pidana mati). Tidak dapat

diartikan demikian karena hakikat grasi adalah suatu pengampunan yang diberikan oleh

Presiden kepada terpidana. Kata “pengampunan” itu sendiri sudah menunjukkan bahwa jika

Presiden memberi grasi, sudah tentu jenis pidana yang akan diberikan adalah jenis pidana

yang lebih ringan dibanding dengan jenis pidana yang dijatuhkan oleh pengadilan.

Komentar terhadap huruf b:

Menurut hemat kami, pengurangan jumlah pidana dapat terdiri atas:

- pengurangan mengenai jangka waktu pidana penjara dengan contoh tadinya terpidana

dijatuhi pidana penjara seumur hidup, kemudian dalam keputusan grasi pidana itu diubah

menjadi pidana penjara dua puluh tahun.

- pengurangan mengenai jumlah uang denda dengan contoh tadinya terpidana dijatuhi pidana

denda sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), kemudian dalam keputusan grasi

pidana itu diubah menjadi pidana denda sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

- pengurangan mengenai jumlah jenis pidana dengan contoh tadinya terpidana

dijatuhi  pidana penjara lima tahun dan denda sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta

12

Page 13: grasi fix

rupiah), kemudian dalam keputusan grasi pidana denda itu ditiadakan, sehingga terpidana

hanya menjalani pidana penjara tersebut.

Komentar terhadap huruf c:

Contoh penghapusan pelaksanaan pidana adalah tadinya terpidana dijatuhi pidana penjara dua

tahun, kemudian Presiden melalui keputusannya menyatakan menghapuskan pelaksanaan

pidana tersebut. Artinya, tidak ada lagi pidana apa pun yang harus dijalani oleh terpidana.

J. Permohonan grasi dan permohonan peninjauan kembali

Tterpidana dapat mengajukan permohonan grasi bersamaan waktunya dengan waktu

pengajuan permohonan peninjauan kembali. Terpidana dapat mengajukan permohonan grasi

bersamaan waktunya dengan waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali.

Artinya, untuk mengajukan permohonan Peninjauan Kembali, terpidana tidak harus

menunggu hasil dari permohonan grasi yang diajukan. Sebaliknya, seandainya terpidana telah

mengajukan permohonan Peninjauan Kembali, terpidana pun tidak perlu menunggu sampai

permohonan Peninjauan Kembali itu diputus baru mengajukan permohonan grasi. Hal ini

mengingat adanya batas waktu tertentu yang harus dituruti baik untuk pengajuan permohonan

Peninjauan Kembali maupun untuk pengajuan permohonan grasi.

Presiden dan Mahkamah Agung bersikap terhadap adanya permohonan grasi dan

permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh terpidana secara bersamaan waktunya.

Dalam hal permohonan grasi diajukan dalam waktu bersamaan dengan permohonan

peninjauan kembali atau jangka waktu antara kedua permohonan tersebut tidak terlalu lama,

permohonan peninjauan kembali diputus lebih dahulu. Artinya, Presiden memberi

kesempatan kepada Mahkamah Agung untuk mengambil putusan atas permohonan

Peninjauan Kembali tersebut terlebih dahulu. Keputusan permohonan grasi itu akan

ditetapkan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak salinan putusan

peninjauan kembali diterima Presiden.

Ketentuan mengenai tata cara penyelesaian permohonan grasi ini diatur lebih lanjut dengan

Peraturan Pemerintah.

K. Permohonan grasi yang belum diselesaikan berdasarkan Pasal 15 Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi

13

Page 14: grasi fix

Penyelesaian terhadap permohonan grasi yang belum diselesaikan berdasarkan Pasal 15

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi?

Permohonan grasi yang belum diselesaikan berdasarkan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 22

Tahun 2002 tentang Grasi akan diselesaikan paling lambat tanggal 22 Oktober 2012.

Sebelumnya ditentukan dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang

Grasi bahwa permohonan grasi yang belum mendapat penyelesaian yang diajukan sebelum

berlakunya Undang-Undang ini diselesaikan dalam waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak

Undang-Undang ini mulai berlaku. Perpanjangan waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak

tanggal 22 Oktober 2002 sampai dengan tanggal 22 Oktober 2012 perlu dilakukan untuk

memberikan landasan hukum bagi penyelesaian permohonan Grasi yang diajukan

berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Permohonan Grasi dan telah

diproses berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002, namun belum selesai.

Permohonan grasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan paling lama dalam jangka

waktu 1 (satu) tahun sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap.

Terhadap terpidana mati yang belum mengajukan permohonan grasi berdasarkan Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi, jangka waktu 1 (satu) tahun untuk mengajukan

permohonan grasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun

2002 tentang Grasi dihitung sejak mulai berlakunya ini Undang-Undang ini atau sejak

tanggal 23 Agustus 2010.

KESIMPULAN :

14

Page 15: grasi fix

Grasi adalah salah satu dari lima hak yang dimiliki kepala negara di bidang yudikatif. Grasi

adalah Hak untuk memberikan pengurangan hukuman, pengampunan, atau bahkan

pembebasan hukuman sama sekali. Sebagai contoh yaitu mereka yang pernah mendapat

hukuman mati dikurangi menjadi bebas dari hukuman sama sekali .

Di Indonesia, grasi merupakan salah satu hak presiden di bidang yudikatif sebagai akibat

penerapan sistem pembagian kekuasaan.

Di bawah Grasi atau tindakan pengampunan yang membatalkan, mengurangi atau

mengubah pemahaman kalimat mana hakim dijatuhkan.Amnesty berarti remisi lengkap

kalimat, untuk individu tertentu atau untuk semua orang untuk pelanggaran tertentu yang

dinyatakan bersalah.

Kasih karunia adalah tidak sama dengan vonis bebas . Pembebasan berarti bahwa ditentukan

bahwa tersangka tidak bersalah atas pelanggaran yang dituduhkan. Sebelumnya, rahmat

kadang-kadang diberikan kepada orang yang mengaku mereka secara salah

dihukum. Sekarang ini adalah prosedur banding . Beberapa mempertimbangkan memperoleh

pengampunan oleh karena itu sebagai pengakuan bersalah: Alfred Dreyfus (salah dihukum

karena spionase) diampuni pada tahun 1899 dan tidak menetap di sana.

Suatu pembedaan bisa dibuat antara:

Pengampunan individu diberikan kepada orang tertentu, berdasarkan keadaan pribadinya

Maaf Kolektif yang diberikan kepada kelompok orang karena acara khusus seperti ulang

tahun atau Yobel negara.

Di beberapa negara, hakim tidak mengizinkan kurang dari hukuman minimum menurut

undang-undang untuk memaksakan. Jika pengadilan yang tidak adil (karena tersangka

dipaksa atau bertindak dengan niat baik), maka hakim di kepala negara permintaan

maaf.Dalam prakteknya, permintaan tersebut hampir selalu diberikan.

Grace kadang-kadang diterapkan di negara-negara dimana hukuman mati masih ada secara

resmi, tetapi di mana tidak lagi dilakukan.Hukuman mati dapat mencari pengampunan itu, di

sini adalah hukuman mati menjadi penjara seumur hidup.

Pengampunan mungkin Belanda hanya diberikan oleh Royal SK . Di Belgia,

hanya raja pengampunan.

BELANDA

Dalam kasus yang dapat diberikan pengampunan?

15

Page 16: grasi fix

Grasi dapat diberikan dari semua hukuman pokok, hukuman tambahan dan langkah-langkah

tertentu yang diambil oleh pengadilan pidana Belanda yang dikenakan.

Ada dua alasan mengapa grasi dapat diberikan:

berdasarkan fakta atau keadaan yang hakim tidak sadar dan mungkin untuk hukuman yang

lebih ringan atau hukuman tidak ada yang dipimpin hakim telah dikenal ini, misalnya, jika

kemudian muncul bahwa perbuatan itu diprovokasi oleh yang lain;

untuk melaksanakan atau melanjutkan hukuman tidak lagi memiliki tujuan yang cukup,

misalnya, jika dikutuk sakit kronis dan tidak lagi dapat tinggal di penjara.

Dalam semua kasus, bahwa harus ada sebuah kalimat yang tidak dapat dibatalkan. Ini berarti

bahwa tidak ada banding atau kasasi adalah mungkin.

Ketika tidak dapat diberikan pengampunan?

Dalam tiga bulan pertama setelah penilaian atau keputusan telah menjadi akhir, pada

prinsipnya, tidak diampuni. Selanjutnya, pengampunan tidak diberikan denda yang lebih

rendah dari 340 euro. Juga tidak dapat kasih karunia diperoleh dari transaksi tersebut

dengan jaksa dan ketetapan pajak . Dalam kasus ini ada pertanyaan dari penalti yang

dikenakan oleh hakim.

Bagaimana meminta pengampunan?

Untuk mengajukan permohonan grasi memanfaatkan bentuk pengampunan, yang dapat

diperoleh dari Departemen Kehakiman .

Sebuah aplikasi pengampunan dapat dilakukan oleh individu itu sendiri, tetapi juga

oleh pengacara atau konselor, masa percobaan atau kerabat untuk disampaikan. Jika

permintaan diajukan oleh sepertiga, maka itu dianggap hanya apabila para pihak setuju dan

juga menandatangani formulir.

Untuk lebih mendukung permintaan tersebut, harus bukti dikirim. Bukti dokumen dapat

berupa: pernyataan majikan, pernyataan dari seorang dokter spesialis atau pernyataan dari

sebuah panti rehabilitasi. Tetapi juga dokumen lain yang mungkin penting dalam penilaian.

Bagaimana permintaan grasi diobati?

Sebuah aplikasi pengampunan dapat dilakukan oleh pelaku sendiri atau dengan

nasihatnya. Permintaan juga dapat diajukan oleh percobaan dan keluarga. Permintaan maaf

harus ditujukan kepada Yang Mulia Ratu.

Prihatin dengan polisi di nya atau tempat tinggal dia diundang untuk mengomentari

permintaan maaf. Jika orang yang ditahan adalah laporan yang diambil dari

perangkat. Intelijen polisi pelaporan, atau perangkat dikaitkan dengan permintaan grasi

ke penuntutan , setelah pendapat (laporan) dilepaskan. Kemudian seluruh paket

16

Page 17: grasi fix

ke hakim (yang dikenakan hukuman). Hakim menyarankan Mulia Ratu.Kementerian

kemudian mencari persiapan praktis dari keputusan tersebut sebagai gantinya.

Waktu proses rata-rata permintaan grasi adalah enam bulan.

Jika permintaan grasi ditolak maka kasus ini pada dasarnya diberhentikan. Jika permohonan

grasi kedua diajukan dan ada keadaan baru ini dapat ditangani. Permintaan kedua tidak

memiliki efek menangguhkan.

17