Upload
donandreano
View
147
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Gunung Argopuro atau Argopura (3.088 m.dpl), termasuk jenis gunung yang mempunyai banyak puncak, terdapat ± 14
puncak di jajaran Pegunungan Iyang. Terletak di Kabupaten Probolinggo Jawa Timur dan berada dalam pengawasan Sub
BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) wilayah Jember. Gunung Argopuro merupakan gunung yang mempunyai
jalur pendakian terpanjang diantara jalur gunung-gunung di Pulau Jawa lainnya. Memiliki peninggalan bersejarah dari
Zaman Prasejarah hingga masa pendudukan Jepang.
Jalur Pendakian
Jalur pendakian menuju Gunung Argopuro terdapat 2 jalur utama yang umum dipakai oleh para pendaki, yang pertama
adalah lewat Baderan, Besuki atau lewat Desa Bremi, Probolinggo. Tapi umumnya para pendaki menggunakan Jalur Bremi,
Probolinggo menuju Baderan Situbondo. Beberapa alasan adalah jalur tersebut lebih dekat menuju puncak, juga jika
sekalian ingin melakukan pendakian Rally di sejumlah gunung-gunung yang berdekatan, biasa disebut Gorajen (Argopuro,
Raung dan Ijen).
Perjalanan ke Gunung Argopuro ini rata-rata membutuhkan waktu kurang lebih 20 jam untuk naik dan 11 jam untuk turun,
dengan demikian kita harus mendirikan tenda di perjalanan. Karena itu pakaian hangat dan perlengkapan tidur (sleeping
bag, matras, tenda dsb.) serta perlengkapan masak adalah keharusan.
Jalur Bremi
Untuk mencapai Desa Bremi (960 m.dpl) sangat mudah karena ada bis umum yang menuju desa ini 2 (dua) kali sehari dari
terminal bis Probolinggo lama, jam 06.00 pagi dan jam 12.00 siang, yang tarifnya Rp.3.500,- atau dari Terminal Bayuangga,
Probolinggo naik bis atau minibus menuju Pajarakan dengan tarifnya Rp. 1500,-, karena disini ada minibus menuju Desa
Bremi yang tarifnya Rp.3.500,-. Tetapi bila pergi berombongan, dari Terminal Bayuangga ada minibus yang dapat
membawa kita langsung ke Bremi.
Sampai di Bremi, kita harus melapor pada petugas KSDA dan POLSEK Krucil di Bremi untuk meminta ijin melakukan
pendakian dan usahakan pendakian kita lakukan pada pagi hari.
Di Bremi sebaiknya kita menginap untuk melanjutkan perjalanan pagi harinya. Di desa ini, terdapat penginapan relatif
murah.Untuk menginap kita bisa menghubungi Pak Bawon atau masyarakat setempat tentang yang mengelola penginapan.
Salah satunya adalah penginapan bekas peninggalan Belanda yang memiliki ciri bangunan yang khas.
Esok harinya kita berjalan menyusuri jalan berbatu, menuju Perkebunan “Air Dinginâ€, mendekati gerbang Perkebunan �berbelok kekanan menuju Danau Taman Hidup (1.900 m.dpl). Perjalanan melewati hutan alam produksi dan hutan pinus
dan kita akan menjumpai banyak tanjakan yang mempunyai kemiringan yang tinggi. Perjalanan membutuhkan waktu 4 jam
pendakian kita akan sampai di Taman Hidup. Danau Taman Hidup merupakan sebuah danau yang sangat indah,
disekelilingnya terdapat lereng-lereng gunung yang mempunyai vegetasi yang rapat. Keanekaragamam hewan air bisa kita
jumpai serta binatang banyak berkeliaran.
Di sepanjang jalan, terutama di awal-awal perjalanan lewat jalur Bremi akan kita temui banyak lintah dan tumbuhan api-api
di kanan-kiri. Jadi sebaiknya lindungi diri dengan baju lengan panjang dan pelindung kaki (gaiter).
Setelah berjalan 7 jam melalui perkebunan damar dan hutan tropis dari Bremi, kita akan sampai di Aeng Kenek. Sesampai
di Aeng Kenek, kita menempuh perjalanan 1 jam lagi, dan kita sampai di Aeng Poteh atau Cisentor, yang merupakan
persimpangan jalan menuju puncak dan ke arah Baderan.
Di Aeng poteh, terdapat air sungai yang mengalir jernih,yang bewarna keputih-putihan. Karena itulah tempat ini dinamakan
Aeng Poteh (aeng = air, poteh = putih).
Di Aeng Poteh/persimpangan Cisentor, pada bulan-bulan tertentu seperti bulan September akan kita jumpai tikus-tikus
hutan yang amat banyak dan hiperaktif. Tikus-tikus ini berani mendekati kita dan tak segan-segan untuk menggigit carrier
untuk menda\npatkan makanan di dalamnya. Jadi pastikan bahwa carrier kita terlindungi dengan baik. Begitu juga dengan
kerapatan pintu tenda, karena bukan tak mungkin tikus-tikus akan menyelinap masuk dan bermain-main di kontur wajah
kita.
Setelah perjalanan sekitar 1 jam 45 menit menuju puncak, kita akan melewati Rawa Embik, dimana terdapat sungai yang
merupakan tempat minum kambing-kambing gunung. Disepanjang perjalanan banyak tempat untuk mendirikan tenda, dan
air tersedia cukup melimpah. Perlu 1 jam perjalanan lagi untuk mencapai Puncak Rengganis (2.920 m.dpl).
Di Gunung Argopuro, puncak yang sering dikunjungi adalah Puncak Rengganis, Puncak Argopuro (3.088 m.dpl) jarang
dikunjungi karena jalannya tertutup hutan lebat. Di Puncak Rengganis ini pernah ditemukan arca Dewi Rengganis, yang
menurut cerita adalah putri Raja Majapahit terakhir, Raden Brawijaya, yang melarikan diri dan menyepi di Gunung
Argopuro. Di puncak ini masih ditemukan petilasan Candi yang telah runtuh.
Puncak Rengganis ini, merupakan bekas kawah belerang. Menurut kepercayaan setempat di Puncak Rengganis ini
terdapat pusat kerajaan para lelembut (jin). Sehingga dari waktu kewaktu ada para pengunjung yang menaruh sesajian di
Puncak Rengganis ini.
Jalur Baderan
Untuk capai Desa Baderan, dari Surabaya kita menuju Probolinggo dengan bis. Kemudian diteruskan menuju Banyuwangi
turun di Besuki. Dari Besuki diteruskan menuju Besa Baderan (725 m.dpl), yang jaraknya 22 km dari Besuki, dengan
menggunakan angkutan umum (Rp. 1500, siang).
Sebelum mendaki kita harus melapor pada petugas KSDA dan polisi setempat untuk meminta ijin dan menyiapkan air disini,
karena air hanya akan kita jumpai di Sumber Air (5 jam perjalanan dari Baderan). Dari Baderan kita menuju Cemoro
Panjang (2.141 m.dpl), selama 7 jam perjalanan, melewati Sumber Air (1.710 m.dpl). Hutan yang dilalui adalah hutan pinus
dan hutan alam. Dari Cemoro Panjang kita menuju Alun-alun Kecil (2.040 m.dpl), kurang lebih 1 jam 15 menit, dan
dilanjutkan menuju Alun-alun Besar atau yang lebih dikenal dengan Sikasur (2.500 m.dpl), selama 2 jam 45 menit.
Perjalanan 3 jam dari Cikasur kita sampai di Aeng Poteh atau persimpangan Cisentor, pertigaan Baderan - Puncak - Bremi.
Turun dari puncak Argopuro, kita dapat memilih turun lewat Bremi selama 11 jam, atau kembali lewat Baderan selama 13
jam.
Sikasur, berupa padang rumput yang luas, sangat bagus untuk dijadikan camp, karena terdapat sungai kecil yang mengalir
jernih dihiasi tumbuhan Selada air (penduduk setempat menyebutnya Arnong). Di Sikasur ini juga terdapat bekas lapangan
terbang yang dibuat oleh A.J.M Ledeboer pada tahun 1940-an. Lapangan terbang tersebut, konon digunakan untuk
kegiatan pembudidayaan rusa yang didatangkan dari luar, sisa-sisa populasi masih ada tetapi semakin berkurang.
Jika ingin mendaki Gunung Argopuro, terlebih dahulu kita harus meminta ijin ke BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya
Alam) Jawa Timur di Surabaya Atau bisa juga ke Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Timur II dengan alamat,
Jl. Jawa 36, Jember 68101, telp. (0331) 85079. Di Bremi, kita harus melaporkan diri dulu di Pos Sub KSDA Pegunungan
Yang Barat di Krucil, terletak 2 km sebelum Bremi.
Gunung Raung 3.332 (m dpl), berada dalam jajaran Pegunungan Ijen dan termasuk sebagai gunung
berapi yang masih aktif dengan tipe stratovolcano, mempunyai kaldera di puncaknya yang berbentuk
lingkaran (circular), Kaldera Gunung Raung mempunya dimensi luasan sekitar 750 m x 2,250 m dan
masih selalu mengeluarkan asap dan semburan api. Tercatat sejak tahun 1593 telah mengalami
letusan sebanyak 57 kali.
Di puncak Gunung Raung sering bertiup angin kencang dan turun hujan menyebabkan keadaan
puncak sangat dingin, sampai mencapai 2- 10 derajat, jadi sebaiknya pakaian hangat harus dibawa saat melakukan
pendakian.
Sebelum mendaki Gunung Raung sebaiknya persiapan logitik dan fisik perlu di persiapkan lebih matang karena kawasan
Gunung Raung masih tertutup sehingga gunung ini belum banyak yang mendakinya. Bila terjadi keadaan emergensi kita
bisa menghubungi masyarakat setempat.Untuk ijin pendakian kita harus ijin terlebih dahulu ke PERHUTANI daerah Sumber
Wringin.
Jalur Pendakian
Untuk mencapai puncak Gunung Raung, Jalur dari arah Bondowoso-Sumber Wringin adalah jalur paling sering digunakan
sebagai jalur pendakian, sedangkan jalur dari arah Banyuwangi-Bajulmati yang jarang dilalui karena medan pendakian yang
cenderung menanjak dan curam. Dari arah Bondowoso kita menuju ke Wonosari dengan minibus lalu kita teruskan menuju
ke desa Sukosari . Dari desa Sukasari kita teruskan ke desa Sumber Wringin dengan naik kendaraan angkutan pedesaan.
Perjalanan membutuhkan waktu 1,5 jam.
Di Sumber Wringin kita turun di pasar. Dari Pasar Sumber Wringin kita menuju jalan kearah Pondok Motor yang letaknya
sekitar 200 meter. Selama perjalanan dari Sumber wringin ke arah Pondok Motor (1 jam) melalui pohon - pohon pinus yang
tertata rapi dan di sekitar jalan akan menjumpai beberapa pondok di ladang penduduk dan bisa di gunakan untuk istirahat.
Dari Sumber Wringin bisa juga naik kendaraan tetapi jarang, hanya truk milik perkebunan kopi.
Setelah sampai di Pondok Motor akan menjumpai sebuah pondok pendaki. Dari Pondok Motor perjalanan pendakian kita
mulai melewati tegalan sepanjang 0,5 Km ke arah Barat Daya,. Kemudian berjalan sekitar 30 Menit akan sampai di
ketinggian 1.300 m.dpl . Dari sini perjalanan kita lanjutkan menuju ketinggian 1.600 m.dpl yang membutuhkan waktu 30
menit .
Dari ketinggian 1.600 m.dpl pendakian menuju ke Pondok Sumur (1.750 m.dpl). Perjalanan dari ketinggian 1.600 m.dpl
menuju ke Pondok Sumur membutuhkan waktu 0,5 jam. Dari Pondok Sumur perjalanan mulai sulit dan tertutup semak
belukar, setelah 2 jam pendakian melewati hutan cemara dan pakis - pakisan dan padang rumput, kita akan sampai di
Pondok Demit dan kemudian dari Pondok Demit kita menuju ke Pondok Mantri yang memakan waktu sekitar 7 jam. Pondok
Mantri merupakan perbatasan hutan dengan batuan di sekitar puncak pada ketinggian 2.900 m.dpl, disini kita bisa
mendirikan tenda untuk bermalam. Dari pondok Mantri berjalan diteruskan melewati pinggir kaldera selama 1 jam akan
sampai di sekitar kaldera Gunung Raung. Total pendakian dibutuhkan waktu sekitar 9 jam.dan turunnya di perlukan 5 jam.
Sesungguhnya, selain puncak Raung 3.332 m dpl masih ada puncak yang lebih tinggi lagi, namun kita tak dapat mendaki ke
sana karena selain tidak ada jalan, hutannya juga terlalu lebat.
Puncak Gunung Raung merupakan kawah yang sangat luas dan sangat indah tapi jalan menuju ke puncak sangat sulit. Di
puncak Gunung Raung kita bisa meyaksikan panorama kaldera Gunung Raung yang indah dan mempunyai kedalaman
yang curam.
Dalam perjalanan ke puncak Gunung Raung tidak ada mata air. Sebaiknya, untuk air dipersiapkan di Sumber Wringin atau
di Sumber \nLekan. Untuk mendaki Gunung Raung tidak diperlukan ijin khusus, hanya saja kita perlu melaporkan diri ke
aparat desa di Sumber Wringin.
Mahameru, adalah sebutan terkenal dari puncak Gunung Semeru dengan ketinggian ± 3.676 meter
diatas permukaan laut (mdpl), menempatkan diri sebagai gunung tertinggi di Pulau Jawa. Gunung
Semeru termasuk salah satu dari gunung berapi yang masih aktif di Jawa Timur, terletak diantara
wilayah Administrasi Kabupaten Malang dan Lumajang dengan posisi geografis antara 7°51’ - 8°11’
Lintang Selatan, 112°47’ - 113°10’ Bujur Timur.
Puncak Gunung Semeru (Mahameru) dapat terlihat dengan jelas dari Kota Malang dan beberapa
tempat lainnya dengan bentuk kerucut yang sempurna, tapi pada kondisi yang sebenarnya di puncak
berbentuk kubah yang luas dengan medan beralun disetiap tebingnya. Kawah Jonggring Saloko
pada tahun 1913 dan tahun 1946 mendobrak tepi kawah menyebabkan aliran lava kebagian selatan daerah Pasirian,
Candipura dan Lumajang.
Gunung Semeru adalah bagian termuda dari Pegunungan Jambangan tetapi telah berkembang menjadi strato-vulkano luas
yang terpisah. Aktivitas material vulkanik yang dikeluarkannya berupa Letusan abu, lava blok tua dan bom lava muda,
Material lahar vulkanik bercampur dengan air hujan atau air sungai, Letusan bagian kerucut yang menyebabkan longsoran,
Pertumbuhan lambat/berangsur dari butiran lava dan beberapa kali guguran lahar panas.
Formasi geologi Gunung Semeru merupakan hasil gunung api kwarter muda, dengan jenis batuan terdiri dari : abu pasir/ tuf
dan vulkan intermedian sampai basis dengan fisiografi vulkan serta asosiasi andosof kelabu dan regosol kelabu dengan
bahan induk abu/pasir dab tuf intermedian sampai basis. Bentuk struktur geologi menghasilkan batuan yang tidak padat dan
tidak kuat ikatan butirannya, mudah tererosi dimusim penghujan.
Jenis tanahnya adalah regosol, merupakan segabungan tanah dengan sedikit perkembangan profil dengan sedikit
perkembangan profil dengan solum dangkal, tipis pada bahan induk kukuh. Pada umumnya ditempat tinggi lainnya, daerah
sepanjang route perjalanan dari mulai Ranu Pane (2.200 m dpl) sampai Puncak Semeru mempunyai suhu relatif dingin.
Suhu rata-rata berkisar antara 30C–80C pada malam dan dini hari, sedangkan pada siang hari berkisar antara 00C–120C
kadang-kadang pada beberapa daerah terjadi hujan es yang terjadi pada saat perubahan musim hujan ke musim kemarau
dan sebaliknya.
Dinginnya suhu disepanjang route perjalanan ini bukan semata-mata disebabkan oleh udara diam tetapi didukung oleh
kencangnya angin yang berhembus ke daerah ini menjadi udara semakin dingin. Berdasarkan topografi kawasan secara
makro, pada tiupan angin membentuk pola yang tidak menentu dalam arti dominasi arah angin sulit ditentukan selalu
berubah-ubah. Bentuk topografi yang dilingkari oleh tebing tinggi sekitar 200-500 meter sebenarnya memungkin dapat
menahan arus kecepatan angin, tetapi karena banyak celah/lorong tebing tersebut, maka arus angin tidak tertahan bahkan
melaju dengan kecepatan yang lebih cepat.
Topografi dan Iklim
Bentuk topografi yang berupa cekungan sering terjadi angin siklus. Angin yang bertiup dikawasan ini berkaitan erat dengan
pola angin disekitarnya, yaitu Angin tenggara atau angin Gending, Angin timur laut dan Angin barat laut.
Kecepatan angin yang terjadi cukup kuat antara 8–30 knots, dimana saat musim angin kencang banyak dijumpai pohon
tumbang. Angin ini bertiup antara bulan Desember – Pebruari, dan untuk mencegah bahaya disarankan agar
wisatawan/pengunjung tidak melakukan pendakian ke gunung semeru.
Merupakan hal yang biasa bila terjadi kabut sepanjang route perjalanan pendakian pada pagi hari dan sore hari sampai
malam hari. Didaerah Ranu Kumbolo dan Kalimati sebagai tempat untuk menginap/bermalam selalu ditutupi kabul yang
tebal.
Keberadaan kabut yang terjadi didua tempat tersebut selain dinginnya suhu udara (proses kondensasi udara), juga angin
yang bertiup didaerah tersebut sambil membawa kabut. Khusus di daerah Ranu Kumbolo dengan adanya danau yang
cukup luas menjadi pendukung pembentukan kabut karena proses penguapan air danau.
Secara umum keadaan iklim di wilayah gunung Semeru dan sekitarnya termasuk type iklim B (Schmidt & Ferguson) dengan
curah hujan antara 927 mm – 5.498 mm pertahun dan hari hujan 136 hari/tahun. Musim hujan jatuh sekitar bulan
Nopember–April. Suhu udara di puncak Gunung Semeru pada bulan – bulan tersebut berkisar antara 2 derajat celcius – 4
derajat celcius.
Vegetasi dan Keanekaragaman Hayati
Vegetasi yang berada di wilayah Gunung Semeru dan sekitarnya yang termasuk dalam Zona Sub Alfin di dominir oleh jenis
pohon Cemara Gunung (Casuarina Junghuhniana), Jumuju (Podocarpus sp), Mentigi (Vacinium varingifolium),
Kemplangdingan (Albazialophanta) dan Akasia(Accasia decurrens).
Sedangkan untuk tumbuhan bawah didominasi oleh Alang – alang (Imperata Cylindrica), Kirinyuh (Euphatorium odoratum),
Tembelekan (Lantana camara), Harendong (Melastomo malabathicum) dan Edelwiss putih (Anaphalis javanica). Pada
lereng – lereng yang curam menuju puncak Semeru sekitar Arcopodo dijumpai jenis paku-pakuan seperti Gleichenia
volubilis, Gleichenia longisulus dan beberapa jenis anggrek endemik yang hidup di wilayah Semeru selatan.
Disekitar Gunung Semeru pada ketinggian lebih dari 3.100 meter dari permukaan laut, kondisinya merupakan batuan, pasir
dan abu tanpa vegetsi sama sekali. Kehidupan fauna yang terdapat di sekitar Gunung Semeru sangat terbatas, baik jumlah
maupuan jenisnya yang terdiri dari beberapa jenis burung, primata dan satwa liar lainnya, antara lain Macan Kumbang
(Panthera pardus), Kijang (Muntiacus muntjak), Kancil (Tragulus Javanica) dan lain – lain. Di Ranu Kumbolo terdapat Belibis
(Anas superciliosa) yang masih hidup liar.
Rute Pendakian
Pada bulan-bulan libur sekolah, pendakian menuju Gunung Semeru bakal rame. Ranu Kumbolo yang menjadi favorit para
pendaki dan sekaligus sebagai camp sementara untuk istirahat sebelum menuju puncak akan berubah menjadi
perkampungan baru para pendaki dari berbagai penjuru. Untuk Menuju daerah awal pedakian kita bisa mengunakan dua
jalur yaitu dari arah Senduro – Lumajang dan Tumpang-Malang.
Jalur Senduro–Lumajang
Jalur ini relatif sepi bagi pendakian karena belum begitu terkenal di kalangan pendaki, Akses transportasi juga masih agak
susah dijumpai untuk menuju ke Ranu Pani dari Senduro. Bila kita melewati jalur sini kita bisa menikmati hutan hutan yang
masih relatif alami dan tempat persembahyangan agama hindu di Senduro yang merupakan pura terbesar di Jawa. Dari
Senduro ke Ranupani membutuhkan waktu sekitar 2-3 jam perjalanan bermotor. Dari setelah tiba di Ranupani perjalanan
sama dengan jalur Tumpang –Malang.
Jalur Tumpang - Malang
Pendakian dari arah Malang merupakan jalur favorit karena ketersedian akses tranportasi dan akomodasi yang mudah di
dapat. Kota malang yang merupakan kota yang memiliki banyak panorama alam yang indah serta tempat tujuan wisata
yang mudah dicapai. Kota yang dijuluki sebagai tempat belajar yang nyaman ini memungkinkan kita berkunjung ke pencinta
alam salah satu perguruan tinggi yang terdapat di kota ini.
Dari Kota Malang perjalanan di lanjutkan menuju ke Tumpang via Terminal Arjosari dengan Angkot selama + 30 menit. Di
Tumpang kita bisa langsung naik jeep dengan tarif berkisar Rp.15.000 sampai 25.000,- atau Truk yang menuju ke
Ranupani. Disini kita bisa juga bermalam di tempat pemilik jeep bila kita kemalaman dan besoknya melanjutkan perjalanan.
Logistik bisa di dapat di sini serta sarana telepon juga sudah banyak.
Dari Tumpang perjalanan dilanjutkan ke Ranu pani dengan melewati Gubuklakah, yang merupakan Desa penghasil apel
lalu Ngadas, Tempat Suku tengger bermukim serta Jemplang–Bantengan ( Disini pemandangan ke Gunung Bromo nampak
bagaikan hamparan permadani bila awal musin hujan mulai atau akan berahkir) . Perjalanan Tumpang ke Ranu pani
membutuhkan waktu sekitar 4–5 jam.
Ranu Pani (2000 m dpl) adalah sebuah dusun terahkir perjalanan bermotor dengan luas 279 Ha. Ditempat ini terdapat Pos
Pemeriksaan Pendaki Gunung dan fasilitas yang ada berupa Pondok Pendaki, Pondok Penelitian, Pusat Informasi dan
Kantor Resort, Wisma Cinta Alam, Wisma tamu dan Bangunan Pengelola.
Ditengah perkampungan Ranu Pani terdapat Danau (Ranu) Pani yang merupakan kawasan wisata yang mengasikan.
Aktivitas memancing dan berjalan mengelilingi danau merupakan pengalaman yang terkesan. Dari Ranu Pani bila kita
berjalan menyusuri jalan setapak lurus akan sampai di Ranu Regulo. (15 menit). Di Pos Ranu Pani kita juga dapat
melakukan proses perijinan tetapi lebih baik perijinan dari kantor Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Jl. Raden Intan
No. 6 Malang 65100 telp. 0341 – 491828.
Dari Ranu Pani perjalanan dilanjutkan menyusuri jalan beraspal sepanjang ½ kilometer menuju jalan setapak pendakian
menuju ke Ranu Kumbolo (2.390 m dpl). Melewati tanah pertanian daerah Watu Rejeng perjalanan menanjak di mulai.
Disekitar perjalanan jalan ada yang tertutup oleh pohon tumbang/roboh ke jalan sehingga sesekali kita merayap di bawah
tumbuhan rubuh. Nuansa perjalanan banyak dijumpai penduduk yang mencari kayu bakar serta burung di sepanjang route
perjalanan.
Jarak dari Ranu Pani ke Watu Rejeng sekitar 5 Km dengan waktu temput 90 menit. Lalu untuk sampai di Ranu Kumbolo
membutuhkan waktu 90 menit dengan jarak 5 km. dan di Ranu Kumbolo kita bisa bermalam. Total Perjalanan dari Rani
Pani Ke Ranu Kumbolo 3–4 jam perjalanan dengan jarak sekitar 10 Km.
Ranu Kumbolo (2.390 m dpl) merupakan lembah dan terdapat danau/ranu yang luasnya 12 ha. Daerah ini tempat
peristirahatan yang memiliki pemandangan dan ekosistem dataran tinggi yang asli. Panorama alam di pagi hari akan lebih
menakjubkan berupa sinar matahari yang terbit dari celah – celah bukit menunjukan warna – warni yang membuat di sekitar
danau berwarna kemerah–merahan dan kekuningan, ditambah uap air diatas danau seakan-akan keluar dari danau
tersebut. Fasilitas yang terdapat disini berupa Pondok Pendaki dan MCK untuk istirahat dan memasak serta berkemah. Di
daerah ini terdapat Prasasti peninggalan jaman purbakala dn diduga merupakan peninggalan Kerajaan Majapahit.
Dari Ranu Kumbolo kita bisa menuju ke Pangonan Cilik yang merupakan sebuah nama untuk kawasan padang rumput yang
terletak di lembah Gunung Ayek-Ayek yang terletak tidak jauh dari Ranu Kumbolo. Asal usul tersebut oleh masyarakat
setempat dikarenakan kawasan ini mirip dengan padang penggembalaan ternak (pangonan). Daya tarik dari kawasan ini
merupakan lapangan yang relatif datar ditengah-tengah kawasan yang disekitarnya dengan konfigurasi berbukit-bukit
gundul yang bercirikan rumput sebagai type ekosistem asli, sehingga memberikan daya tarik tersendiri untuk dikunjungi.
Setelah dari Ranu Kumbolo perjalanan diteruskan ke Kalimati. Melewati Tanjakan Cinta, yang merupakan tanjakan yang
lumayan memeras tenaga dan diteruskan melewati Savana Oro-oro ombo (30 menit). Daerah ini merupakan padang rumput
luasnya + 100 Ha berada pada sebuah lembah yang dikelilingi bukit–bukit gundul dengan tipe ekosistem asli tumbuhan
rumput, lokasinya berada dibagian atas tebing yang bersatu mengelilingi Ranu Kumbolo. Padang rumput ini mirip sebuah
mangkuk dengan hamparan rumput yang berwarna kekuningan, kadang – kadang pada beberapa tempat terendam air
hujan.
Perjalanan diteruskan ke Cemoro Kandang memerlukan waktu sekitar 3–4 jam perjalanan pendakian dan diteruskan
melewati Padang Rumput–Jambangan dan menuju ke Kalimati. Di sini kita dapat bermalam dengan fasilitas Pondok
pendaki dan kebutuhan air untuk memesak dapat diambil dari Sumber Mani ( 15 Menit). Perjalanan dari Ranu Kumbolo
menuju Kalimati memerlukan waktu sekitas 4-5 jam perjalanan pendakian.
Setelah dari Kalimati kita menuju ke Arcopodo (2-3 jam). Arcopodo merupakan daerah yang berada dilereng puncak
Gunung Semeru dan dapat digunakan untuk mendirika tenda gumn mencapai puncak Mahameru. Pagi hari setelah
bermalam dari Kalimati atau Arcopodo perjalanana pendakian kita lanjutkan menuju ke puncak Jonggring Saloko dengan
melewati tanah berpasir dengan kemiringan hampir 60 – 70 derajat. Diperlukan kewaspadaan khusus dalam melewati
medan ini karena banyak batu – batu yang longsor oleh angin atau pendaki di atas kita. Perjalanan Arcopodo ke Puncak
membutuhkan waktu 3-4 jam perjalanan pendakian.
Puncak Mahameru atau Puncak Jonggring Saloko memiliki keunikan pada setiap 10 – 15 menit sekali menyemburkan abu
dan batuan vulkanik yang didahului semburan asa berwarna hitam kelam membumbung tinggi ke angkasa raya seakan –
akan menyelimuti seluruh puncak. Suhu di puncak Mahameru kadang–kadang 0–4 derajat celcius yang disertai kabut yang
tebal dan badai angin.
Sebelum melakukan pendakian ke gunung semeru usahakan terlebih dahulu mencari infomasi ke Kantor Taman Nasional
Bromo Tengger Semeru, Jl. Raden Intan No. 6 Malang 65100 Telp. 0341 – 491828 atau ke Organisasi Pencinta Alam
misalnya IMPALA UNIBRAW, Jl. MT. Haryono 161 B (Kampus UNIBRAW) Malang Telp. 0341- 560576 atau OPA yang
kamu kenal lainnya. Karena Pendakian ke Gunung Semeru tidak terus di buka atau sewaktu – waktu di tutup karena
aktivitas kawah yang terus bergejolak atau ada kejadian alam disekitar jalur pendakian.
Usahakan perijinan dilakukan 3 hari sebelum pendakian via e–mail, surat atau titip ke OPA yang ada (yang dikenal). Hal ini
dilakukan agar saat pendakian ramai tidak mendapatkan ijin setelah sampai lokasi pendakian.
Bila anda di puncak Mahameru usahakan jangan terlalu lama karena pada siang hari arah angin cenderung ke utara
sehingga asap akan bergerak ke utara. Karena semburan asap bisa mengakibatkan keracunan dan gangguan pernapasan
yang bisa berakibat meninggal seperti kejadiaan yang pernah terjadi di puncak ini.
Kawah Ijen, dibentuk oleh gunung api kembar dengan Gunung Merapi yang telah padam. Kawahnya
berbentuk elips, karena terjadinya perpindahan pipa kepundan. Kawah Ijen merupakan salah satu
panorama alam yang terindah di Indonesia, didasar kawah asap belerang mengepul sehingga menjadikan aroma di sekitar
kawah berbau belerang.
Kawah Ijen berupa danau kawah yang berukuran kurang lebih 960x600 m, berada pada ketinggian 2.148 m.dpl, dan
kedalamannya 200 m. Di dalam kawah gunung ini terdiri atas endapan batuan sisa letusan. Tebing - tebing terjal
mengelilingi kawah dan bila kita ingin menuju ke kawah kita harus melalui jalanan di sekitar tebing yang biasa dilalui
penambang belerang. Kawasan Kawah Ijen merupakan sebuah dataran tinggi, terdiri dari bukit Gunung Merapi (2.799
m.dpl) yang terletak bersebelahan.
Kawah Ijen merupakan kaldera terbesar di Indonesia, dan sampai sekarang bijih belerangnya ditambang secara tradisional.
Kaldera Ijen juga memiliki potensi panas bumi yang rencananya akan dimanfaatkan untuk pembangkit listrik.
Jalur Pendakian
Untuk menuju Kawah Ijen, terdapat dua jalur utama, yaitu dari arah Bondowoso-Wonosari dan Banyuwangi-Licin. Dari arah
Bondowoso mobil bisa mencapai Pal Tuding yang merupakan awal pendakian, sedangkan dari arah Banyuwangi kita harus
berjalan 4 jam dari Desa Jambu untuk mencapai Pal Tuding, karena jalan aspal dari Jambu menuju Pal Tuding sedang
dibuat.
Jalur Sempol, Bondowoso
Dari Bondowoso, kita naik angkutan umum (minibus) menuju Wonosari dilanjutkan lagi ke Sukosari, dan ganti kendaraan
lagi menuju Sempol. Di sini kita dapat mencari penginapan sederhana yang diusahakan para petugas PHPA, atau kita bisa
menginap di Perkebunan Kopi Belawan yang memiliki penginapan yang dikelola dengan baik. Untuk mencapai Belawan
yang jaraknya 3 km, tidak ada kendaraan umum, kecuali carter atau menumpang kendaraan perkebunan. Kalau menginap
di Belawan, kita bisa menikmati mandi air panas yang telah dikelola masyarakat dengan biaya sekedarnya.
Dari Sempol kita menuju ke Pal Tuding yang berjarak 13 Km, perjalanan membutuhkan waktu 30 menit dengan kendaraan.
Karena tidak ada kendaraan umum, untuk menyingkat waktu, dianjurkan untuk menyewa kendaraan dari Wonosari atau
Sempol sampai ke Pal Tuding. Perjalanan menuju Pal Tuding ini kita melewati padang rumput dan kebun kopi yang sangat
luas.
Di Pal Tuding kita harus melaporkan pendakian kita kepada petugas PHPA, dan membeli tanda masuk. Kita bisa menginap
di Pos PHPA ini dengan biaya sekedarnya, juga menyewa sleeping bag bila diperlukan. Dianjurkan untuk menginap di Pos
PHPA ini, atau di Sempol, karena perjalanan ke Kawah Ijen hanya 2 jam saja dari Pal Tuding ini.
Dari Pal Tuding perjalanan terus menanjak melintasi jalan yang cukup lebar dengan pemandangan hutan alam yang indah.
Diperlukan waktu 1,5 jam maka kita akan sampai di Pondok Penambangan Belerang. Pondok ini dibuat kantor
penampungan hasil belerang yang di dapat dari kawah. Di tempat ini kita bisa membeli minuman dan makanan ringan. Dari
Pondok ini hanya diperlukan waktu 0,5 jam lagi melewati jalanan yang datar kita akan sampai di Kawah Ijen.
Kawasan Kawah Ijen mempunyai panorama alam yang sangat indah. Suhu di sekitar kawah Ijen dapat mencapai 12 - 18 C
dan Curah hujannya mencapai 3.000 - 4.000 mm/tahun. Di sekitar lereng kawah terhampar pohon Manisrejo yang berdaun
kemerahan, sedangkan batuan dinding kawah berwarna belerang, kekuningan, kondisi-kondisi inilah yang membuat
panorama alam disini begitu mengesankan untuk dinikmati.
Dari punggungan kawah sejauh mata memandang kita bisa menyaksikan gunung-gunung di sekelilingnya dengan jelas, di
sebelah kiri kita memandang Gunung Padak, Gunung Widodaren (2.601 m.dpl) dan sebelah kanan kita memandang
Gunung Merapi (2.800 m.dpl).
Jalur Banyuwangi
Dari kota Banyuwangi, kita menuju ke terminal Sasak Perot/Banjarsari dengan naik bemo. Dari Sasak perot kita ganti
kendaraan minibus ke jurusan Licin. Dari desa Licin kita menuju kearah Sodong lewat Jambu dengan naik Truk perkebunan
atau ojek dan bisa juga dengan travel karena jalanan mudah di lalui oleh kendaraan. Perjalanan melewati perkebunan kopi
dan cengkeh serta hutan tropika yang indah. Jarak Licin ke Sodong 8 Km (2,5 Jam). Setelah tiba di Sodong kita
melanjutkan perjalanan lagi menuju ke Paltuding dengan Truk/Ojek. Paltuding merupakan tempat bertemunya jalur lewat
dari arah Bondowoso dan arah Banyuwangi.
Kalau punya cukup waktu, bila memulai perjalanan dari arah Bondowoso, dianjurkan turun ke arah Banyuwangi, selain
transportasi umum lebih mudah di Jambu, juga bisa menikmati pemandangan hutan alam yang indah disepanjang
perjalanan dari Pal Tuding ke Jambu, juga sekaligus menikmati pemandangan alam pantai Selat Bali di Banyuwangi -
Ketapang yang berpantai landai.
Dari Banyuwangi kita bisa meneruskan perjalanan ke Baluran dan Taman Nasional Alas Purwo untuk menyaksikan habitat
terbesar di Jawa untuk Kerbau Liar, Rusa dan Banteng. Kita juga bisa meneruskan perjalanan ke Pulau Bali.
Kalau kita berasal dari daerah yang jauh dari Kawah Ijen, sebaiknya kita merencanakan pendakian ke Gunung Raung
sebagai pendakian utama dan pendakian ke Kawah Ijen dapat dijadikan pendakian tambahan setelah pendakian yang
cukup melelahkan ke Gunung Raung.
Bila kita ingin menginap di Kota Banyuwangi banyak terdapat Hotel. Karena letak kota Banyuwangi sebagai pintu gerbang
menuju kawasan wisata yang terkenal di dunia yaitu pulau Bali.Hotel yang terdapat di sini antara lain Hotel Baru dengan
alamat Jl. Pattimura 82 -84. Hotel ini tersedia bermacam - macam tarif bermalam antara Rp. 15.000,00 sampai dengan Rp
250.000,00 dan masih banyak lagi hotel di kawasan ini.
Bila terjadi keadaan darurat bisa menghubungi pos PHPA di Pal Tuding. Kawasan Kawah Ijen merupakan kawasan wisata
yang sering di jadikan wisata pendakian keluarga karena medannya yang tidak terlalu membutuhkan tenaga ekstra dan
memiliki panorama yang menarik.
Gunung Bromo (2.329 m dpl), adalah salah satu gunung dari beberapa gunung lainnya yang
terhampar di kawasan Komplek Pegunungan Tengger, berdiri diareal Kaldera berdiameter 8-10 km
yang dinding kalderanya mengelilingi laut pasir sangat terjal dengan kemiringan ± 60-80 derajat dan
tinggi berkisar antara 200-600 meter. Daya tarik Gunung Bromo yang istimewa adalah kawah di
tengah kawah dengan lautan pasirnya yang membentang luas di sekeliling kawah Bromo yang
sampai saat ini masih terlihat mengepulkan asap putih setiap saat, manandakan Gunung ini masih
aktif.
Sejarah Pembentukan
Menurut sejarah terbentuknya Gunung Bromo dan lautan pasir berawal dari dua gunung yang saling berimpitan satu sama
lain. Gunung Tengger (4.000 m dpl) yang merupakan gunung terbesar dan tertinggi pada waktu itu. Kemudian terjadi
letusan kecil, materi vulkanik terlempar ke tenggara sehingga membentuk lembah besar dan dalam sampai ke desa sapi
kerep. Letusan dahsyat kemudian menciptakan kaldera dengan diameter lebih dari delapan kilometer. Karena dalamnya
kaldera, materi vulkanik letusan lanjutan tertumpuk di dalam dan sekarang menjadi lautan pasir dan di duga dulu kala
pernah terisi oleh air dan kemudian aktivitas lanjutan adalah munculnya lorong magma ditengah kaldera sehingga muncul
gunung - gunung baru antara lain Lautan pasir, Gunung Widodaren, Gunung watangan, Gunung Kursi, Gunung Batok dan
Gunung Bromo.
Legenda Masyarakat
Menurut legenda dijelaskan tentang asal usul Suku Tengger ini. Dahulu di pulau Jawa di perintah oleh Raja Brawijaya dari
Majapahit yang mempunyai anak perempuan bernama Rara Anteng yang menikah dengan Joko Seger, keturunan
Brahmana. Ketika terjadi pergolakan di pulau Jawa, sebagian masyarakat yang setia pada agama Hindu melarikan diri ke
pulau Bali. Sebagian lainnya menarik diri dari dunia keramaian dan bermukim di sebuah dataran tinggi di kaki Gunung
Bromo, dipimpin oleh Roro Anteng dan Joko Seger, jadilah mereka suku Tengger, kependekan dari AnTeng dan SeGer.
Komplek Pegunungan
Gunung Bromo termasuk bagian salah satu gunung yang berada di Komplek Pegunungan Tengger. Pada hamparan pasir
yang sangat luas (Laut Pasir) dengan gunung-gunung di tengahnya yaitu: G. Bromo (2.392 m dpl), G. Batok ( 2.440 m dpl),
G. Widodaren (2.614 m dpl), G. Watangan (2.601 m dpl) dan G. kursi (2.581 m dpl). Dinding kaldera yang mengelilingi laut
pasir sangat terjal dengan kemiringan ±60-80 derajat dan tinggi berkisar antara 200-600 meter. Di keliling kaldera Tengger
terdapat beberapa gunung diantaranya adalah G. Penanjakan (2.770 m dpl.), G. Cemorolawang, G. Lingker (2.278m dpl.),
G. Pundak Lembu (2.635 m dpl.), G Jantur (2.705 m dpl.),G.Ider-ider (2.527 m dpl.) serta G.Mungal (2.480 m dpl.).
Sedangkan pada Komplek Pegunungan Jambangan terdapat G. Lanang (2.313 m dpl), G Ayek-ayek (2.819 m dpl), G.
Panggonan Cilik (2.883 m dpl), G Keduwung (2.334 m dpl), G Jambangan (3.020 m dpl), G Widodaren (2.000 m dpl), G
Kepolo (3.035 m dpl), G Malang (2.401 m dpl), dan G Semeru (3.676 m dpl).
Menikmati Matahari Terbit
Salah satu atraksi yang paling menarik di atas Gunung Bromo adalah Matahari terbit. Gumpalan awan yang menutup langit
perlahan - lahan tersibak oleh bola putih kekuning - kuningan. Cahaya merah merona diufuk timur. Perlahan - lahan
timbulah temberang yang kian membesar hingga membentuk setengah lingkaran sang surya y\nang merah menyala.
Berangsur - angsur warnanya berubah menjadi keemasan. Udara sekitar mulai menerang. Mulailah suatau hari dan
kehidupan yang baru. Semuanya mengingatkan kita akan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa. Kecuali di puncak Bromo,
atraksi matahari terbit bisa di lihat di Puncak Pananjakan.
Upacara Kasada (kasodo)
Pada tanggal 14 dan 15 bulan ke duabelas (tahun Jawa) atau bulan Desember/Januari (tahun Masehi) diadakan upacara
Kasada. Dalam upacara ini dikorbankan sebagian hasil sawah, ladang dan ternak masyarakat dengan melemparkannya ke
kawah Gunung Bromo sebagai tanda syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selain Upacara Kasodo juga di kenal Upacara
Karo Dan Ayak-ayak.
Menuju Lokasi
Dari Surabaya. Untuk menuju Gunung Bromo dari arah Pasuruan. Dari Surabaya kita naik bis menuju Probolinggo dan
turun di Pasuruan yang membutuhkan watu 1,5 jam. Selanjutnya naik colt menuju Desa Tosari - Wonokitri.
Di Wonokitri kita dapat bermalam di hotel atau losmen atau dapat juga langsung meneruskan per-jalanan menuju Gunung
Pananjakan atau masuk ke lautan pasir menuju puncak Gunung Bromo.
Bila dari arah Probolinggo, kita naik colt atau bis menuju Sukapura, kemudian kita terus ke Ngadisari. Dari Ngadisari naik
kuda atau berjalan kaki menuju Cemoro lawang ± 3 km. Di Cemoro lawang kita dapat bermalam di hotel atau losmen.
Besuk pagi kita dapat melanjutkan perjalanan ke kawah Gunung Bromo, yang dapat ditempuh dengan berjalan kaki atau
naik kuda yang disewakan oleh masyarakat setempat.
Bila dari arah Malang kita bisa lewat Jemplang, Ngadas. Dari Malang naik minibus menuju ke Tumpang (18 Km) sekitar 30
menit. Dari Tumpang perjalanan kita lanjutkan dengan naik Jeep menuju ke Jemplang sekitar 1,5 jam perjalanan melewati
Desa Gubuk Klakah dan Desa Ngadas. Disekitar perjalanan kita dapat menyaksikan pemandangan alam yang berupa
kebun-kebun penduduk yang berada di lereng-lereng gunung dan hutan alam yang masih asli. Memasuki Desa Ngadas di
sekitar jalan kita melewati hutan cemara yang tertata rapi. Kondisi jalan dari Tumpang menuju Jemplang sekarang sudah
baik.
Dari Jemplang perjalanan kita teruskan menuju ke Gunung Bromo melewati jalan berbatu dan lautan pasir selama 1 jam
perjalanan dengan Trekking.
Bila lewat Purwodadi, dari Kota Malang kita naik Bus atau minibus menuju ke Purwodadi selam 30 menit. Dari Purwodadi
kita naik minibus menuju ke Desa Tosari, melewati Desa Nonggojajar selama 1,5 jam perjalanana. Dari Tosari kita teruskan
menuju Wonokitri.
Menuju Kawah Gunung Bromo dapat didaki melalui tangga buatan (249 buah), dari sini akan terlihat kawah Bromo
mengangah lebar dengan kepulan asap yang keluar dari dasarnya.