15
Didaktik Volume 13, Nomor 2, Oktober 2019 Mondang Munthe : Hambatan-hambatan 2310 Diterbitkan TIM Jurnal Ilmiah DIDAKTIK IKIP Gunungsitoli HAMBATAN-HAMBATAN PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH Oleh: Mondang Munthe Dosen Tetap YAPERTI Nias pada IKIP Gunungsitoli Abstract Implementing guidance and counseling in schools is aimed to optimally develop the personality of students themselves. Through counseling guidance, it is expected that the potential of each student can be explored and developed appropriately, so that students can plan their future according to the potential that exists in themselves. This research was aimed to reveal the obstacles encountered in the implementation of Guidance and Counseling in SMP Negeri 3 Alasa and SMP Negeri 1 Gunungsitoli Idanoi with data sources; principal, subject teacher, and guidance and counseling teacher. Data collection techniques are interviews with interview guidelines, and also documentation. The results of the study revealed that, the obstacles in implementing Guidance and Counseling encountered in the field were related: (1) The realization of the four principles of guidance and counseling according to the direction of the 2013 curriculum maximally, (2) Fulfillment of special funds or budgets for the implementation of guidance and counseling that have not yet been realized. Key words : Implementation of Guidance and Counseling, obstacles encountered PENDAHULUAN Bimbingan dan Konseling merupakan bagian dari upaya pendidikan yang bertujuan untuk membentuk perkembangan kepribadian diri siswa secara optimal, melalui Bimbingan dan Konseling diharapkan potensi dari setiap peserta didik dapat digali dan dikembangkan secara tepat agar peserta didik dapat mempunyai gambaran tentang bagaimana ia merencanakan masa depannya sesuai dengan potensi yang ada pada dirinya. Sebagimana tertuang dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU SPN) Tahun 2003, yaitu terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya yang cerdas, yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian mantap dan mandiri serta bertanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan (UU No. 20 Tahun 2003). Bedasarkan pengertian Bimbingan dan Konseling sebagai suatu upaya membentuk perkembangan kepribadian siswa secara optimal, maka pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di SMP/SMA/SMK haruslah dikaitkan dengan pengembangan SDM. Dalam rangka menjawab tantangan kehidupan masa depan, yaitu adanya relevansi program pendidikan dengan tuntutan dunia kerja atau adannya “link and match(kaitan dan padanan), maka secara umum layanan Bimbingan dan Konseling adalah membantu siswa mengenal bakat, minat dan kemampuannya serta memilih dan menyesuaikan diri dengan kesempatan pendidikan untuk merencanakan karir yang sesuai dengan tuntutan dunia kerja. Dalam Permendikbud No:11 Tahun 2014 dinyatakan bahwa Bimbingan dan

HAMBATAN-HAMBATAN PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN …

  • Upload
    others

  • View
    13

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: HAMBATAN-HAMBATAN PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN …

Didaktik Volume 13, Nomor 2, Oktober 2019 Mondang Munthe : Hambatan-hambatan

2310

Diterbitkan TIM Jurnal Ilmiah DIDAKTIK IKIP Gunungsitoli

HAMBATAN-HAMBATAN PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN

KONSELING DI SEKOLAH

Oleh:

Mondang Munthe

Dosen Tetap YAPERTI Nias pada IKIP Gunungsitoli

Abstract

Implementing guidance and counseling in schools is aimed to optimally develop the

personality of students themselves. Through counseling guidance, it is expected that the

potential of each student can be explored and developed appropriately, so that students

can plan their future according to the potential that exists in themselves. This research was

aimed to reveal the obstacles encountered in the implementation of Guidance and

Counseling in SMP Negeri 3 Alasa and SMP Negeri 1 Gunungsitoli Idanoi with data

sources; principal, subject teacher, and guidance and counseling teacher. Data collection

techniques are interviews with interview guidelines, and also documentation. The results of

the study revealed that, the obstacles in implementing Guidance and Counseling

encountered in the field were related: (1) The realization of the four principles of guidance

and counseling according to the direction of the 2013 curriculum maximally, (2)

Fulfillment of special funds or budgets for the implementation of guidance and counseling

that have not yet been realized.

Key words : Implementation of Guidance and Counseling, obstacles encountered

PENDAHULUAN

Bimbingan dan Konseling

merupakan bagian dari upaya pendidikan

yang bertujuan untuk membentuk

perkembangan kepribadian diri siswa

secara optimal, melalui Bimbingan dan

Konseling diharapkan potensi dari setiap

peserta didik dapat digali dan

dikembangkan secara tepat agar peserta

didik dapat mempunyai gambaran

tentang bagaimana ia merencanakan

masa depannya sesuai dengan potensi

yang ada pada dirinya. Sebagimana

tertuang dalam Undang-undang Sistem

Pendidikan Nasional (UU SPN) Tahun

2003, yaitu terwujudnya manusia

Indonesia seutuhnya yang cerdas, yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan

Yang Maha Esa dan berbudi pekerti

luhur, memiliki pengetahuan dan

keterampilan, kesehatan jasmani dan

rohani, kepribadian mantap dan mandiri

serta bertanggungjawab kemasyarakatan

dan kebangsaan (UU No. 20 Tahun

2003).

Bedasarkan pengertian Bimbingan

dan Konseling sebagai suatu upaya

membentuk perkembangan kepribadian

siswa secara optimal, maka pelaksanaan

Bimbingan dan Konseling di

SMP/SMA/SMK haruslah dikaitkan

dengan pengembangan SDM. Dalam

rangka menjawab tantangan kehidupan

masa depan, yaitu adanya relevansi

program pendidikan dengan tuntutan

dunia kerja atau adannya “link and

match” (kaitan dan padanan), maka

secara umum layanan Bimbingan dan

Konseling adalah membantu siswa

mengenal bakat, minat dan

kemampuannya serta memilih dan

menyesuaikan diri dengan kesempatan

pendidikan untuk merencanakan karir

yang sesuai dengan tuntutan dunia kerja.

Dalam Permendikbud No:11 Tahun

2014 dinyatakan bahwa Bimbingan dan

Page 2: HAMBATAN-HAMBATAN PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN …

Didaktik Volume 13, Nomor 2, Oktober 2019 Mondang Munthe : Hambatan-hambatan

2311

Diterbitkan TIM Jurnal Ilmiah DIDAKTIK IKIP Gunungsitoli

Konseling dilakukan untuk membantu

peserta didik agar dapat mencapai

kematangan dan kemandirian dalam

kehidupannya serta menjalankan tugas-

tugas perkembangannya yang mencakup

aspek pribadi, sosial, belajar, dan karir

secara utuh dan optimal.

Selanjutnya dalam kurikulum 2013,

layanan Bimbingan dan Konseling

mempunyai tugas penting yakni

membantu peserta didik memilih dan

menentukan arah peminatan kelompok

pelajaran, arah pengembangan karir dan

menyiapkan diri memilih pendidikan

lanjutan sesuai dengan potensi yang

dimiliki peserta didik dan kecenderungan

pilihan masing-masing peserta didik.

Peminatan yang dimaksud adalah

sebagai upaya advokasi dan fasilitasi

perkembangan peserta didik agar peserta

didik secara efektif mengembangkan

potensi dirinya (arahan pasal 1 ayat 1 UU

No.20/2003) sehingga mencapai

perkembangan optimum. Perkembangan

optimum bukan sebatas tercapainya

prestasi sesuai dengan kapasitas

intelektual dan minat yang dimiliki,

melainkan sebagai sebuah kondisi

perkembangan yang memungkinkan

peserta didik mampu mengambil pilihan

dan keputusan secara sehat dan

bertanggungjawab serta memiliki daya

adaptasi tinggi terhadap dinamika

kehidupan yang dihadapinya.

Pengembangan potensi peserta

didik sebagaimana arahan UU yang

diuraikan di atas ditumbuhkan secara

komplementer oleh guru bimbingan dan

konseling/konselor dan oleh guru mata

pelajaran dalam setting pendidikan

khususnya dalam jalur pendidikan

formal, dan sebaliknya tidak merupakan

hasil upaya yang dilakukan sendirian oleh

konselor atau yang dilakukan sendirian

oleh guru. Dalam konteks ini Bimbingan

dan Konseling berperan dan berfungsi

secara kolaborasi dalam berbagai hal,

antara lain:

1. Menguatkan pembelajaran yang

mendidik

2. Memfasilitasi Advokasi dan

Aksebilitas

3. Menyelenggarakan fungsi outrearch

(penguatan daya dukung lingkungan

perkembangan sebagai lingkungan

belajar).

Berdasarkan hasil studi awal di

lapangan, fakta-fakta yang diamati di

beberapa sekolah bahwa pelaksanaan

Layanan Bimbingan dan Konseling

belum dapat berjalan sebagaimana

mestinya. Ada sejumlah hambatan yang

dialami oleh guru pembimbing, oleh guru

mata pelajaran dan sekolah secara umum

terkait dengan peran dan fungsi

Bimbingan dan Konseling dalam

implementasi kurikulum 2013.

Hambatan-hambatan dimaksud antara

lain:

a. Implementasi penguatan pembelajaran

yang mendidik

b. Implementasi peran Bimbingan dan

Konseling dalam Advokasi dan

Aksebilitas

c. Implementasi fungsi-fungsi

Bimbingan dan Konseling.

RUMUSAN MASALAH

Masalah yang dirumuskan

berdasarkan uraian di atas adalah;

1. Hambatan-hambatan apa sajakah yang

ditemui dalam pelaksanaan Bimbingan

dan Konseling terkait dengan peran

dan fungsi Bimbingan dan Konseling

dalam implementasi kurikulum 2013?

2. Hambatan apakah yang lebih

menonjol di dalam pelaksanaan

Bimbingan dan Konseling di sekolah?

TINJAUAN PUSTAKA

Bimbingan dan Konseling

merupakan bagian integral dari upaya

pendidikan, maka pelaksanaan bimbingan

dan konseling tersebut merupakan bagian

yang tak terpisahkan dari tujuan

Pendidikan Nasional yaitu menghasilkan

manusia yang berkualitas yang

dideskripsikan dengan jelas dalam UU

No.20 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, Bab 1 Pasal 1 Ayat 1.

Page 3: HAMBATAN-HAMBATAN PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN …

Didaktik Volume 13, Nomor 2, Oktober 2019 Mondang Munthe : Hambatan-hambatan

2312

Diterbitkan TIM Jurnal Ilmiah DIDAKTIK IKIP Gunungsitoli

Bertolak dari rumusan Tujuan

Pendidikan Nasional ini, maka

dirumuskan seperangkat tugas-tugas

perkembangan yang seyogianya dicapai

oleh siswa sekolah dasar ataupun siswa

sekolah menengah pertama. Secara

operasional tugas-tugas perkembangan

siswa SMP adalah pencapaian perilaku

yang seyogianya ditampilkan siswa SMP

yang meliputi: (1) Landasan Kehidupan

Religius, (2) Landasan Perilaku Etis, (3)

Kematangan Emosional, (4) Kematangan

Berpikir, (5) Kesadaran Tanggung Jawab,

(6) Peran Sosial sebagai Pria atau Wanita,

(7) Penerimaan Diri dan

Pengembangannya, (8) Kemandirian

Perilaku Ekonomi, (9) Wawasan dan

Persiapan Karir, dan (10) Kematangan

Hubungan dengan Teman Sebaya.

Secara khusus layanan bimbingan

di SMP bertujuan untuk membantu siswa

agar dapat memenuhi tugas-tugas

perkembangan yang berkaitan dengan

aspek pribadi sosial, pendidikan, dan

karir sesuai dengan tuntutan lingkungan.

Dalam aspek perkembangan pribadi

sosial layanan bimbingan membantu

siswa agar: (a)Memiliki pemahaman diri;

(b)Mengembangkan sikap positif;

(c)Membuat pilihan kegiatan secara

sehat; (d)Mampu menghargai orang lain;

(e)Memiliki rasa tanggung jawab;

(f)Mengembangkan keterampilan

hubungan antar pribadi; (g)Dapat

menyelesaikan masalah; (h)Dapat

membuat keputusan secara baik.

Dalam aspek perkembangan

pendidikan, layanan bimbingan

membantu siswa agar dapat: a)

Melaksanakan cara-cara belajar yang

benar; b) Menetapkan tujuan dan rencana

pendidikan; c) Mencapai prestasi belajar

secara optimal sesuai bakat dan

kemampuannya; d). Memiliki

keterampilan untuk menghadapi ujian.

Dalam aspek perkembangan karir,

layanan bimbingan membantu siswa agar

dapat: a) Mengenali macam-macam dan

ciri-ciri dari berbagai jenis pekerjaan;

b)Menentukan cita-cita dan

merencanakan masa depan; c)

Mengeksplorasi arah pekerjaan;d)

Menyesuaikan keterampilan,

kemampuan, dan minat dengan jenis

pekerjaan.

Berkaitan dengan hal tersebut,

bimbingan dan konseling mempunyai

peluang yang sangat strategis dalam

keseluruhan Sistem Pendidikan Nasional

dan berperan penting dalam memajukan

pendidikan yang lebih baik, karena dalam

Bimbingan dan Konseling memiliki

empat bidang layanan yang dapat

membantu siswa untuk dapat

mengoptimalkan potensi yang ada dalam

diri siswa. Yusuf (Permana, 2009: 144)

terdapat empat bidang layanan bimbingan

dan konseling yaitu: Bimbingan dan

Konseling akademik (belajar), bimbingan

dan konseling pribadi, bimbingan dan

konseling sosial, bimbingan dan

konseling karir. Bimbingan dan konseling

berperan penting dalam mensukseskan

dunia pendidikan yang lebih baik, untuk

menciptakan semua hal itu tentu dalam

pelaksanaan layanan tersebut harus

memiliki sistem manajemen yang baik.

Dalam pelaksanaan layanan

bimbingan dan konseling di sekolah perlu

dioptimalkan dengan baik, terkait dengan

empat bidang layanan tersebut. Menurut

Sukardi (Permana, 2009: 144) terdapat

tujuh jenis layanan yang terdiri dari

layanan orientasi, layanan informasi,

layanan penempatan dan penyaluran,

layanan pembelajaran, layanan konseling

perorangan, layanan bimbingan

kelompok, layanan konseling kelompok.

Sejalan dengan hal tersebut Sukardi

(Permana, 2009: 144) juga

mengemukakan bahwa terdapat lima

rencana kegiatan pendukung bimbingan

dan konseling yang terdiri dari aplikasi

instrumen, himpunan data, konfrensi

kasus, kunjungan rumah, alih tangan

kasus.

Idealnya setiap sekolah

melaksanakan semua bidang layanan,

jenis, beserta layanan pendukungnya,

karena dengan keterlaksanaan semua

Page 4: HAMBATAN-HAMBATAN PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN …

Didaktik Volume 13, Nomor 2, Oktober 2019 Mondang Munthe : Hambatan-hambatan

2313

Diterbitkan TIM Jurnal Ilmiah DIDAKTIK IKIP Gunungsitoli

program layanan bimbingan dan

konseling mampu membantu siswa dalam

menyelesaikan masalah juga dapat

mengembangkan potensi yang dimiliki

siswa tersebut. Namun tidak jarang masih

ada sekolah yang belum menjalankan

keseluruhan dari semua jenis layanan

Bimbingan dan Konseling. Hal ini bisa

dikarenakan oleh beberapa hal yaitu

keterbatasan waktu, dan kurangnya

sarana prasarana yang ada disekolah,

selain itu keberhasilan dari pelaksanaan

layanan bimbingan dan konseling juga

dapat dilihat dari besarnya intensitas

pelaksanaan tiap jenis layanan di tiap

sekolah.

Guru Bimbingan dan Konseling

memiliki tanggung jawab guna

memfasilitasi siswa untuk mencapai

tugas perkembangannya secara optimal.

selain itu pelaksanaan layanan bimbingan

dan konseling dalam suatu sekolah

berperan penting, hal ini dikarenakan

dalam pelaksanaan layanan tersebut

mampu membantu siswa dalam proses

memahami diri, serta dapat

mengembangkan pontensi yang ada

dalam diri siswa.

Bimbingan dan Konseling adalah

upaya pendidikan dan merupakan bagian

integral dari pendidikan yang secara

sadar memposisikan “... kemampuan

peserta didik untuk mengeksplorasi,

memilih, berjuang meraih, serta

mempertahankan karier itu ditumbuhkan

secara isi-mengisi atau komplementer

oleh guru bimbingan dan konseling/

konselor dan oleh guru mata pelajaran

dalam setting pendidikan khususnya

dalam jalur pendidikan formal, dan

sebaliknya tidak merupakan hasil upaya

yang dilakukan sendirian oleh Konselor,

atau yang dilakukan sendirian oleh

Guru.” (ABKIN: 2007). Ini berarti bahwa

proses peminatan, yang difasilitasi oleh

layanan bimbingan dan konseling, tidak

berakhir pada penetapan pilihan dan

keputusan bidang atau rumpun keilmuan

yang dipilih peserta didik di dalam

mengembangkan potensinya, yang akan

menjadi dasar bagi perjalanan hidup dan

karir selanjutnya, melainkan harus diikuti

dengan layanan pembelajaran yang

mendidik, aksesibilitas perkembangan

yang luas dan terdiferensiasi, dan

penyiapan lingkungan

perkembangan/belajar yang mendukung.

Dalam konteks ini bimbingan dan

konseling berperan dan berfungsi, secara

kolaboratif, dalam hal-hal berikut;

1. Penguatan Pembelajaran yang

Mendidik

2. Memfasilitasi Advokasi dan

Aksesibilitas

3. Menyelenggarakan Fungsi Outreach.

Keberadaan Bimbingan dan

konseling dalam pendidikan di Indonesia,

sesungguhnya sudah dimulai sejak tahun

1964, yang disebut “Bimbingan dan

Penyuluhan” ketika diberlakukan

“Kurikulum Gaya Baru.”Bimbingan dan

Penyuluhan pada waktu itu dipandang

sebagai unsur pembaharuan dalam

penyelenggaraan pendidikan di

Indonesia. Sejak diberlakukan Kurikulum

Tahun 1975, pelayanan bimbingan dan

penyuluhan telah dijadikan sebagai

bagian integral dari keseluruhan upaya

pendidikan. Petugas yang secara khusus

melaksanakan pelayanan bimbingan dan

konseling pada saat itu disebut Guru

Bimbingan dan Penyuluhan (Guru BP).

Sejak diberlakukannya kurikulum

1994, sebutan untuk Guru BP berubah

menjadi Guru Pembimbing, sebutan

resmi ini diperkuat dengan Surat

Keputusan Menteri Pendayagunaan

Aparatur Negara Nomor 84 Tahun 1995

tentang Jabatan Fungsional Guru dan

Angka Kreditnya, serta Surat Keputusan

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

No.025/0/1995 tentang Petunjuk Teknis

Ketentuan Pelaksanaan Jabatan

Fungsional Guru dan Angka Kreditnya

antara lain mengandung arahan dan

ketentuan pelaksanaan pelayanan

bimbingan dan konseling di

Sekolah/Madrasah oleh guru kelas di SD

dan guru pembimbing di SLTP dan

SLTA. Walaupun kedua aturan tersebut

Page 5: HAMBATAN-HAMBATAN PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN …

Didaktik Volume 13, Nomor 2, Oktober 2019 Mondang Munthe : Hambatan-hambatan

2314

Diterbitkan TIM Jurnal Ilmiah DIDAKTIK IKIP Gunungsitoli

mengandung hal-hal yang berkenaan

dengan pelayanan bimbingan dan

konseling, tetapi tugas itu dinyatakan

sebagai tugas guru (dengan sebutan guru

pembimbing) dan tidak secara eksplisit

dinyatakan sebagai tugas konselor. Hal

ini dapat dipahami karena sebutan

konselor belum ada dalam perundangan.

Penggunaan sebutan guru, sangat

merancukan konteks tugas guru yang

mengajar dan konteks tugas konselor

sebagai penyelenggara pelayanan ahli

bimbingan dan konseling. Guru

pembimbing yang pada saat ini ada di

lapangan pada hakikatnya melaksanakan

tugas sebagai konselor, tetapi sering

diperlakukan dan diberi tugas layaknya

guru mata pelajaran. Bimbingan dan

konseling bukanlah kegiatan

pembelajaran dalam konteks adegan

belajar mengajar di kelas yang layaknya

dilakukan guru sebagai pembelajaran

bidang studi, melainkan pelayanan ahli

dalam konteks memandirikan peserta

didik. (ABKIN: 2007).

Dalam Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP 2006), posisi dan arah

layanan bimbingan dan konseling di

sekolah sesungguhnya mengalami

kemunduran, karena adanya pemahaman

tentang konteks tugas dan ekspektasi

kinerja konselor yang tidak menggunakan

materi pelajaran sebagai konteks layanan

keahliannya, dengan ekspektasi kinerja

guru yang menggunakan materi pelajaran

sebagai konteks layanan keahliannya.

Bimbingan dan konseling dibawa ke

wilayah pembelajaran yang berpayung

pada standar isi, bimbingan dan

konseling menjadi bagian dari standar isi

yang dituangkan menjadi pengembangan

diri dan menjadi salah satu komponen

kurikulum. Sebagaimana telah

dinyatakan bahwa layanan bimbingan

dan konseling di sekolah merupakan

bagian integral dari keseluruhan upaya

pendidikan dalam jalur pendidikan

formal dan layanan ini meskipun

dilakukan oleh pendidik yang disebut

sebagai konselor, tetapi ekspektasi

kinerja profesionalnya berbeda dengan

ekspektasi kinerja profesional yang

dilakukan oleh guru. Jika ekspektasi

kinerja guru menggunakan materi

pelajaran sebagai konteks layanan

keahliannya, maka ekspektasi kinerja

konselor tidak demikian.

Ekspektasi kinerja konselor tidak

meggunakan materi pelajaran dalam

konteks layanan keahliannya (bimbingan

dan konseling), melainkan menggunakan

proses pengenalan diri peserta didik

(konseli) dengan memahami kekuatan

dan kelemahannya dengan peluang dan

tantangan yang terdapat dalam

ligkungannya, untuk

menumbuhkembangkan kemandirian

dalam mengambil berbagai keputusan

penting dalam perjalanan hidupnya,

sehingga mampu memilih, meraih serta

mempertahankan karir (kemajuan hidup)

untuk mencapai hidup yang efektif,

produktif, dan sejahtera dalam konteks

kemaslahatan umum.

Bimbingan dan konseling

merupakan upaya proaktif dan sistematik

dalam memfasilitasi peserta didik

mencapai tingkat perkembangan yang

optimal, pengembangan perilaku efektif,

pengembangan lingkungan

perkembangan, dan peningkatan

keberfungsian individu di dalam

lingkungannya. Semua perubahan

perilaku tersebut merupakan proses

perkembangan, yakni proses interaksi

antara individu dengan lingkungan

perkembangan melalui interaksi yang

sehat dan produktif. Bimbingan dan

konseling memegang tugas dan tanggung

jawab untuk mengembangkan lingkungan

perkembangan, membangun interaksi

dinamis antara individu dengan

lingkungannya, membelajarkan individu

untuk mengembangkan, memperbaiki,

dan memperhalus perilaku.

Posisi bimbingan dan konseling

dalam jalur pendidikan formal seperti

tertera pada Gambar 1, mengindikasikan

bahwa pelayanan bimbingan dan

konseling merupakan bagian integral dari

Page 6: HAMBATAN-HAMBATAN PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN …

Didaktik Volume 13, Nomor 2, Oktober 2019 Mondang Munthe : Hambatan-hambatan

2315

Diterbitkan TIM Jurnal Ilmiah DIDAKTIK IKIP Gunungsitoli

program pendidikan. Dengan demikian,

posisi guru bimbingan dan konseling

(dalam Pasal 1 ayat 6 UU RI No. 20/2003

disebut konselor) sejajar dengan guru

bidang studi/mata pelajaran dan

administrator Sekolah/Madrasah.

Demikian pula dalam Permendiknas No.

22/2006 menempatkan pelayanan

bimbingan dan konseling sebagai bagian

integral dari standar isi satuan pendidikan

dasar dan menengah.

Gambar 1.2

Posisi Bimbingan dan Konseling dalam Pendidikan

Merujuk pada UU RI No. 20/2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional,

sebutan untuk guru pembimbing

dinyatakan dalam sebutan ‟Konselor.”

Keberadaan konselor dalam sistem

pendidikan nasional dinyatakan sebagai

salah satu kualifikasi pendidik, sejajar

dengan kualifikasi guru, dosen, pamong

belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator dan

instruktur (UU RI No. 20/2003, pasal 1

ayat 6).

Pengakuan secara eksplisit dan

kesejajaran posisi antara tenaga pendidik

satu dengan yang lainnya tidak

menghilangkan arti bahwa setiap tenaga

pendidik, termasuk konselor, memiliki

konteks tugas, ekspektasi kinerja, dan

setting pelayanan spesifik yang

mengandung keunikan dan perbedaan.

Di manapun proses pendidikan

harus dipandang sebagai suatu proses

perkembangan, karena setiap peserta

didik adalah seorang individu yang

sedang berada dalam proses berkembang

atau menjadi (on-becoming), yaitu

berkembang ke arah kematangan atau

kemandirian. Alasan lain adalah adanya

perbedaan individual pada peserta didik

dan keniscayaan bahwa proses

perkembangan peserta didik tidak selalu

berlangsung secara mulus, dalam alur

yang lurus, searah dengan potensi,

harapan dan nilai-nilai yang dianut.

Perkembangan peserta didik tidak

lepas dari pengaruh lingkungan, baik

fisik, psikis maupun sosial yang selalu

berubah dan mempengruhi gaya hidup

(life style). Sifat yang melekat pada

lingkungan adalah perubahan.

Pertumbuhan jumlah penduduk yang

cepat, kesenjangan tingkat sosial

ekonomi masyarakat, revolusi teknologi

informasi, pergeseran fungsi atau struktur

keluarga, dan perubahan struktur

masyarakat dari agraris ke industri.

Iklim lingkungan kehidupan yang

kurang sehat, seperti : maraknya

tayangan pornografi di televisi dan VCD;

penyalahgunaan alat kontrasepsi,

minuman keras, dan obat-obat

terlarang/narkoba yang tak terkontrol;

ketidak harmonisan dalam kehidupan

keluarga; dan dekadensi moral orang

dewasa sangat mempengaruhi pola

perilaku atau gaya hidup peserta didik

(terutama pada usia remaja) yang

cenderung menyimpang dari kaidah-

kaidah moral (akhlak yang mulia),

seperti: pelanggaran tata tertib

Sekolah/Madrasah, tawuran, meminum

Page 7: HAMBATAN-HAMBATAN PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN …

Didaktik Volume 13, Nomor 2, Oktober 2019 Mondang Munthe : Hambatan-hambatan

2316

Diterbitkan TIM Jurnal Ilmiah DIDAKTIK IKIP Gunungsitoli

minuman keras, menjadi pecandu

Narkoba atau NAPZA (Narkotika,

Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya,

seperti: ganja, narkotika, ectasy, putau,

dan sabu-sabu), kriminalitas, dan

pergaulan bebas (free sex). Penampilan

perilaku remaja seperti di atas sangat

tidak diharapkan, karena tidak sesuai

dengan sosok pribadi manusia Indonesia

yang dicita-citakan. Tujuan tersebut

mempunyai implikasi imperatif (yang

mengharuskan) bagi semua tingkat satuan

pendidikan untuk senantiasa

memantapkan proses pendidikannya

secara bermutu ke arah pencapaian tujuan

pendidikan tersebut.

Untuk mengembangkan kompetensi

hidup seperti ini, maka sistem pelayanan

pendidikan di sekolah yang efektif tidak

cukup hanya dengan mengandalkan

pelayanan manajemen dan pembelajaran

mata pelajaran saja, melainkan perlu

disertai dengan pelayanan bantuan

khusus yang lebih bersifat psiko-

pedagogis berbasis kepakaran. Layanan

bantuan khusus (berbasis kepakaran)

membantu peserta didik agar mampu

menghindari perilaku negatif dan pada

saat yang sama mampu mengembangkan

perilaku normatif dan efektif untuk

mewujudkan kehidupan yang produktif

dan bermanfaat bagi dirinya dan orang

lain.

Upaya menangkal dan mencegah

perilaku-perilaku yang tidak diharapkan

seperti disebutkan di atas, adalah dengan

mengembangkan potensi peserta didik

dan memfasilitasi mereka secara

sistematik, terprogram dan kolaboratif

untuk mampu mencapai standar

kompetensi nilai perkembangan/perilaku

atau karakter yang diharapkan. Upaya ini

merupakan wilayah garapan bimbingan

dan konseling yang harus dilakukan

secara proaktif, intensional dan

kolaboratif yang diselenggarakan dengan

berbasis data perkembangan peserta didik

secara komprehensif dalam berbagai

aspek kehidupannya.

Dengan demikian, pendidikan yang

bermutu, efektif atau ideal adalah yang

mengintegrasikan tiga bidang kegiatan

utamanya secara sinergi, yaitu bidang

administratif dan kepemimpinan, bidang

instruksional atau kurikuler, dan bidang

bimbingan dan konseling. Pendidikan

yang hanya melaksanakan bidang

administratif dan instruksional dengan

mengabaikan bidang bimbingan dan

konseling, hanya akan menghasilkan

peserta didik yang pintar dan terampil

dalam aspek akademik, tetapi kurang

memiliki kemampuan atau kematangan

dalam aspek kepribadian.

Pelayanan bimbingan dan

konseling didasarkan kepada upaya

pencapaian tugas perkembangan,

pengembangan potensi, dan pengentasan

masalah-masalah peserta didik sebagai

suatu keutuhan yang diselenggarakan

secara intensif dan kolaboratif. Tugas-

tugas perkembangan dirumuskan sebagai

standar kompetensi belajar, pribadi,

sosial dan moral-spiritual, serta karir

yang harus dicapai tiap peserta didik

sesuai usia kronologisnya, sehingga

pendekatan ini disebut juga sebagai

bimbingan dan konseling berbasis nilai-

nilai inti karakter. Standar dimaksud

adalah standar kompetensi kemandirian

yang telah dirumuskan berdasarkan hasil

penelitian selama 5 tahun dan telah

diimplementasikan di berbagai jenjang

dan jalur pendidikan.

Dalam pelaksanaannya, pendekatan

ini menekankan kolaborasi antara guru

bimbingan dan konseling/ konselor

dengan para personal Sekolah/Madrasah

lainnya (pimpinan Sekolah/Madrasah,

guru-guru, dan staf administrasi), orang

tua peserta didik, dan pihak-pihak terkait

lainnya. Pendekatan ini terintegrasi

dengan proses pendidikan di

Sekolah/Madrasah secara keseluruhan

dalam upaya membantu para peserta

didik agar dapat mengembangkan atau

mewujudkan potensi dirinya secara utuh,

baik menyangkut aspek pribadi, sosial,

belajar, maupun karir.

Page 8: HAMBATAN-HAMBATAN PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN …

Didaktik Volume 13, Nomor 2, Oktober 2019 Mondang Munthe : Hambatan-hambatan

2317

Diterbitkan TIM Jurnal Ilmiah DIDAKTIK IKIP Gunungsitoli

Atas dasar itu, maka implementasi

bimbingan dan konseling di

Sekolah/Madrasah diorientasikan kepada

upaya memfasilitasi perkembangan

potensi peserta didik, yang meliputi

aspek pribadi, sosial, belajar, dan karir;

atau terkait dengan pengembangan

pribadi peserta didik sebagai makhluk

yang berdimensi biopsikososiospiritual

(biologis, psikis, sosial, dan spiritual).

Pelayanan bimbingan dan

konseling diharapkan membantu peserta

didik dalam pengenalan diri, pengenalan

lingkungan dan pengambilan keputusan,

serta memberikan arahan terhadap

perkembangan peserta didik; dan tidak

hanya untuk peserta didik bermasalah

tetapi menyangkut seluruh peserta didik.

Pelayanan bimbingan dan konseling tidak

terbatas pada peserta didik tertentu atau

yang perlu „dipanggil‟ saja”, melainkan

untuk seluruh peserta didik (Guidance

and counseling for all).

Di dalam Permendiknas No. 23

tahun 2006 dirumuskan Standar

Kompetensi Lulusan (SKL) yang harus

dicapai peserta didik melalui proses

pembelajaran bidang studi, maka

kompetensi peserta didik yang harus

dikembangkan melalui pelayanan

bimbingan dan konseling adalah Standar

Kompetensi Kemandirian (SKK) untuk

mewujudkan diri (self actualization) dan

pengembangan kapasitasnya (capacity

development) yang dapat mendukung

pencapaian kompetensi lulusan.

Sebaliknya, kesuksesan peserta didik

dalam mencapai SKL akan secara

signifikan menunjang terwujudnya

pengembangan kemandirian. Dalam hal

ini kerjasama antara guru bimbingan dan

konseling/konselor dengan guru mata

pelajaran merupakan suatu keharusan.

Persamaan, keunikan, dan keterkaitan

wilayah pelayanan guru mata pelajaran

dan guru bimbingan dan konseling/

konselor dalam konteks pencapaian

standar kompetensi peserta didik

disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2.2

Hubungan Kolaboratif Wilayah Kerja Guru bimbingan dan konseling/

Konselor dan Guru Matapelajaran

Tugas-tugas pendidik untuk

mengembangkan peserta didik secara

utuh dan optimal sesungguhnya

merupakan tugas bersama yang harus

dilaksanakan oleh guru mata pelajaran,

guru bimbingan dan konseling/konselor,

dan tenaga pendidik lainnya sebagai

mitra kerja. Sementara itu, masing-

masing pihak tetap memiliki wilayah

pelayanan khusus dalam mendukung

PERKEMBANGAN OPTIMUM PESERTA DIDIK: BELAJAR, PRIBADI, SOSIAL DAN KARIR

Misi bersama guru dan konselor dalam memfasilitasi perkembangan peserta didik seutuhnya dan pencapaian tujuan pendidikan nasional

Standar Kompetensi Lulusan mata pelajaran (Pembelajaran bidang studi)

Standar Kompetensi Kemandirian utk mewujudkan diri (belajar, karir, sosial, pribadi) (Bimbingan dan Konseling)

WILAYAH KONSELOR KOLABORASI KONSELOR

DENGAN GURU/PIHAK LAIN WILAYAH GURU

Page 9: HAMBATAN-HAMBATAN PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN …

Didaktik Volume 13, Nomor 2, Oktober 2019 Mondang Munthe : Hambatan-hambatan

2318

Diterbitkan TIM Jurnal Ilmiah DIDAKTIK IKIP Gunungsitoli

realisasi diri dan pencapaian kompetensi

peserta didik. Dalam hubungan

fungsional kemitraan (kolaboratif) antara

guru bimbingan dan konseling/konselor

dengan guru mata pelajaran, antara lain

dapat dilakukan melalui kegiatan rujukan

(referal). Masalah-masalah perkembang-

an peserta didik yang dihadapi guru mata

pelajaran pada saat pembelajaran dirujuk

kepada guru bimbingan dan

konseling/konselor untuk penanganan-

nya. Demikian pula masalah yang

ditangani guru bimbingan dan

konseling/konselor dirujuk kepada guru

mata pelajaran untuk menindaklanjutinya

apabila itu terkait dengan proses

pembelajaran mata pelajaran. Masalah

kesulitan belajar peserta didik

sesungguhnya akan lebih banyak

bersumber dari proses pembelajaran itu

sendiri. Ini berarti bahwa di dalam

pengembangan dan proses pembelajaran

bermutu, fungsi-fungsi bimbingan dan

konseling perlu mendapat perhatian guru

mata pelajaran, dan sebaliknya, fungsi-

fungsi pembelajaran mata pelajaran perlu

mendapat perhatian guru bimbingan dan

konseling/konselor. Layanan bimbingan dan konseling

diperuntukan bagi semua (guidance and counseling for all), dan oleh karena itu tidaklah tepat jika orientasinya hanya kepada pemecahan masalah, melainkan mencakup orientasi pengembangan (developmental) dan pemeliharaan (maintanance) serta pencegahan (preventive) secara menyeluruh. Layanan bimbingan dan konseling adalah upaya memfasilitasi perkembangan individu (dalam aspek pribadi, sosial, belajar, dan karir) ke arah kemandirian (dalam hal menetapkan pilihan, mengambil keputusan, dan tanggung jawab atas pilihan dan keputusan sendiri) untuk mewujudkan diri (self-realization) dan mengembangkan kapasitas (capacity development).

Prinsip bimbingan dan konseling untuk semua mengandung arti bahwa target populasi layanan bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan formal

termasuk para peserta didik yang berbakat dan berkebutuhan khusus, terutama yang memiliki kecakapan intelektual normal. Layanan bimbingan dan konseling bagi anak berkebutuhan khusus akan amat erat kaitannya dengan kegiatan hidup sehari-hari (daily living activities) yang tidak terisolasi dari konteks. Oleh karena itu, layanan bimbingan dan konseling bagi anak berkebutuhan khusus merupakan layanan intervensi tidak langsung yang akan lebih terfokus pada upaya mengembangkan lingkungan perkembangan (inreach maupun outreach) bagi kepentingan dalam memfasilitasi perkembangan peserta didik, yang akan melibatkan banyak pihak di dalamnya terutama guru pendidikan khusus dan orang tua.

Demikian pula bimbingan dan konseling bagi anak berbakat, tidak diperlakukan dan dipandang sebagai upaya yang luar biasa, melainkan dilihat sebagai bagian dari upaya mewujudkan tujuan pendidikan nasional, baik di tingkat satuan pendidikan maupun individual. Oleh karena itu, pencapaian prestasi luar biasa misalnya prestasi dalam olimpiade fisika, olimpiade matematika dan dalam berbagai mata pelajaran lain, sejajar dengan keberbakatan bidang olah raga, misalnya bulutangkis, tinju, catur, yang memang memerlukan takaran latihan lebih dari yang diperlukan oleh peserta didik pada umumnya. Di bidang pendidikan pada umumnya, sebagai hasil pendidikan nasional, diharapkan akan menghasilkan lulusan yang memiliki karakter kuat dan dituntun keimanan, yang menghargai keragaman dalam ragam kehidupan berbangsa (bhineka), akrab dan fasih iptek serta menguasai softskills, serta bugar scara fisik di samping memiliki kebiasaan hidup sehat.

TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui hambatan yang ditemui

dalam pelaksanaan bimbingan dan

konseling di 3 lokasi SMP Negeri

Page 10: HAMBATAN-HAMBATAN PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN …

Didaktik Volume 13, Nomor 2, Oktober 2019 Mondang Munthe : Hambatan-hambatan

2319

Diterbitkan TIM Jurnal Ilmiah DIDAKTIK IKIP Gunungsitoli

Gunungsitoli Idanoi, Gunungsitoli

Utara dan Kabupaten Nias Utara.

2. Mengetahui hambatan yang paling

dominan dalam pelaksanaan

bimbingan dan konseling di sekolah

lokasi penelitian.

MANFAAT PENELITIAN

Melalui penelitian ini diharapkan

dapat memberi manfaat teoritis bagi

peneliti dan manfaat praktis bagi sekolah.

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat

dipakai sebagai bahan kajian dan

pengembangan ilmu bagi peneliti dan

praktisi dalam bidang bimbingan dan

konseling

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat

menambah wawasan dan pengalaman

dalam pelaksanaan Bimbingan dan

Konseling di sekolah.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberi sumbangan pemikiran bagi

sekolah pada umumnya dan khususnya

bagi guru pembimbing/konselor

sekolah dalam pengembangan

pelaksanaan Bimbingan dan

Konseling yang lebih baik.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di SMP

Negeri 2 Alasa Tahun Pelajaran

2018/2019 dan SMP Negeri 1

Gunungsitoli Utara. Penelitian ini

menggunakan pendekatan deskriptif

sumber data penelitian secara purposive

sampling yaitu orang yang dianggap

mengetahui tentang pelaksanaan

Pelayanan Bimbingan dan Konseling di

SMP Negeri 2 Alasa Tahun Pelajaran

2018/2019. Data yang ingin diperoleh

adalah Data Primer, Data Sekunder.

Objek penelitian yaitu pelaksanaan

Pelayanan Bimbingan dan Konseling di

SMP Negeri 2 Alasa dan SMP Negeri 1

Gunungsitoli Utara Tahun Pelajaran

2018/2019 serta subjeknya Kepala

Sekolah, Guru Bimbingan dan Konseling

, Guru mata pelajaran dengan teknik

pengumpulan data : Observasi non

partisipan (non participant observation);

Interview mendalam; Dokumentasi.

TEMUAN DAN PEMBAHASAN

PENELITIAN

Berdasarkan interview kepada guru

bimbingan dan konseling, guru mata

pelajaran (2 orang dari setiap lokasi

penelitian), dan kepala sekolah di 2 lokasi

penelitian yaitu di SMP Negeri 1

Gunungsitoli Utara, SMP Negeri 2 Alasa.

Diperoleh hasil bahwaterdapat

hambatan-hambatan yang ditemui dalam

pelaksanaan bimbingan dan konseling,

serta terdapat hambatan yang paling

dominan dalam pelaksanaan bimbingan

dan konseling di sekolah lokasi

penelitian.

Hambatan-hambatan dimaksud

adalah sebagai berikut :

a. Hambatan yang berkenaan dengan

Implementasi penguatan

pembelajaran yang mendidik.

Untuk mewujudkan arahan pasal 1

(1), 1 (2), pasal 3 dan pasal 4 (3) UU No.

20 tahun 2003 secara utuh kaidah-kaidah

implementasi kurikulum 2013 harus

bermuara pada perwujudan suasana dan

proses pembelajaran yang mendididik (

yang memfasilitasi perkembangan

potensi peserta didik).

Pengertian memfasilitasi perkembangan

peserta didik adalah menghadirkan,

menciptakan suasana belajar dan proses

Pembelajaran yang memerlukan

penerapan prinsip-prinsip Bimbingan dan

Konseling seperti :

1) Memahami kesiapan belajar peserta

didik dan penerapan prinsip

Bimbingan dan Konseling dalam

pembelajaran.

2) Melakukan assesmen potensi peserta

didik.

3) Melakukan diagnostic kesulitan

belajar dan perkembangan peserta

didik.

Page 11: HAMBATAN-HAMBATAN PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN …

Didaktik Volume 13, Nomor 2, Oktober 2019 Mondang Munthe : Hambatan-hambatan

2320

Diterbitkan TIM Jurnal Ilmiah DIDAKTIK IKIP Gunungsitoli

4) Mendorong terjadinya internalisasi

nilai sebagai proses individualisasi

peserta didik.

Perwujudan keempat prinsip ini

dikembangkan melalui kolaborasi

pembelajaran dengan Bimbingan dan

Konseling.

b. Hambatan yang berkenaan dengan

peran Bimbingan dan konseling

dalam Advokasi dan Aksebilitas

Peran Bimbingan dan Konseling

dalam Advokasi dan Aksebilitas telah

tertuang dalam kurikulum 2013 yang

menghendaki adanya diversifikasi

layanan yaitu layanan peminatan.

Layanan peminatan sebagaimana arahan

kurikulum 2013 membutuhkan

kolaborasi guru Bimbingan dan

Konseling/ konselor dengan guru mata

pelajaran dalam :

1. Memahami potensi dan

pengembangan kesiapan belajar

peserta didik.

2. Merancang ragam program

pembelajaran dan melayani

kekhususan kebutuhan peserta didik.

3. Membimbing perkembangan pribadi ,

sosial, belajar dengan karir

Didua lokasi penelitian,

berdasarkan hasil interview kepada guru

bimbingan dan konseling serta guru mata

pelajaran, ketiga tugas kolaboratif

sebagaimana diuraikan diatas, tidak dapat

dijalankan dengan baik, dikarenakan dana

yang direncanakan untuk pelaksanaan

Bimbingan dan Konseling yang utuh

belum di cadangkan oleh kepala sekolah.

Selain dari pada dana yang tidak

dicadangkan untuk pelaksanaan

Bimbingan dan Konseling yang

komprehensif (utuh), jadwal untuk

pelaksanaan layanan bimbingan dan

Konseling sangat sedikit.

c. Hambatan Yang Berkenaan Dengan

Implementasi Fungsi-fungsi

Bimbingan dan Konseling

Implementasi fungsi-fungsi

Bimbingan dan Konseling pasal 4 (3) UU

No. 20 tahun 2003, kurikulum 2013

menekankan pembelajaran sebagai proses

pemberdayaan dan pembudayaan. Untuk

mewujudkan prinsip ini (arahan UU

tersebut) bimbingan dan Konseling tidak

cukup menyelenggarakan fungsi-fungsi

Inreach tetapi juga melaksanakan fungsi

Outreach yang berorientasi pada

penguatan daya dukung lingkungan

pemkembangan sebagai lingkungan

belajar. Dalam konteks ini kolaborasi

guru Bimbingan dan Konseling/Konselor

dengan guru mata pelajaran hendaknya

terjadi dalam konteks kolaborasi yang

lebih luas antara lain :

1. Kolaborasi dengan orang tua/keluarga.

2. Kolaborasi dengan dunia kerja dan

lembaga pendidikan.

3. Intervensi terhadap institusi terkait

lainnya dengan tujuan membantu

perkembangan peserta didik.

Temuan dilokasi penelitian, bahwa

kolaborasi dengan orang tua dilakukan

apabila siswa/ peserta didik melakukan

perbuatan yang melanggar tata aturan

sekolah yang tergolong berat , misalnya ;

• Siswa mencelakai temannya, siswa

kedapatan membawa barang/alat yang

dapat mencederai sesama peserta

didik,

• Siswa terbukti sebagai pelaku/pemakai

narkoba,

• Siswa terbukti hamil diluar nikah

Kolaborasi dengan dunia kerja

belum dapat dilaksanakan dikarenakan

berbagai kendala/ kekurangan dari pihak

sekolah, termasuk keterbatasan yang

dimiliki guru Bimbingan dan Konseling.

Intervensi terhadap institusi terkait

dengan tujuan membantu perkembangan

peserta didik, berdasarkan hasil interview

kepada kepala sekolah juga informasi

dari guru Bimbingan dan Konseling

bahwa intervensi terhadap institusi

terkait, pada saat-saat ada ditemukan

perilaku siswa yang terkait dengan

instansi lain misalnya, pihak gereja,

BNN, Kepolisisan dan juga tokoh

masyarakat.

Page 12: HAMBATAN-HAMBATAN PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN …

Didaktik Volume 13, Nomor 2, Oktober 2019 Mondang Munthe : Hambatan-hambatan

2321

Diterbitkan TIM Jurnal Ilmiah DIDAKTIK IKIP Gunungsitoli

1. Deskripsi Verifikasi Data

Verifikasi data dimaksud adalah

memeriksa semua kelengkapan data yang

telah diisi dalam pedoman interview.

Data dalam pedoman interview yaitu data

berupa pertanyaan yang berkaitan dengan

hambatan-hambatan yang ditemui dalam

pelaksanaan bimbingan dan konseling di

sekolah dan telah dinyatakan dengan

benar sesuai keadaan di lokasi penelitian.

a. Pembahasan Temuan Penelitian

Secara Umum

1. Pokok Masalah Penelitian

Pokok permasalahan penelitian ini

adalah hambatan-hambatan yang ditemui

dalam pelaksanaan bimbingan dan

konseling di sekolah. Pokok-pokok

masalah penelitian ini telah dijabarkan

menjadi variabel penelitian dan dibuat

menjadi pertanyaan penelitian yaitu (1)

Hambatan-hambatan apa sajakah yang

ditemui dalam pelaksanaan Bimbingan

dan Konseling terkait dengan peran dan

fungsi Bimbingan dan Konseling dalam

implementasi kurikulum 2013? dan (2)

Hambatan apakah yang lebih menonjol di

dalam pelaksanaan Bimbingan dan

Konseling di sekolah?

2. Jawaban Umum Atas Permasalahan

Pokok Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian

menunjukkan bahwa pelaksanaan

bimbingan dan konseling di sekolah

mengalami hambatan khususnya di SMP

Negeri 1 Tuhemberua. Di 2 lokasi

penelitian lainnya, pelaksanaan

bimbingan dan konseling telah

dilaksanakan dengan baik walaupun tidak

sempurna sesuai dengan tuntutan

kurikulum 2013 karena mempunyai

keterbatasan tertentu dalam

pelaksanaannya.

3. Analisis Temuan Penelitian

Berdasarkan jawaban umum

penelitian di atas yang mengemukakan

bahwa pelaksanaan bimbingan dan

konseling disalah satu sekolah lokasi

penelitian mengalami hambatan, namun

dikedua lokasi penelitian lainnya tidak

memiliki hambatan yang menonjol

karena pelaksanaan bimbingan dan

konseling telah terlaksana dengan baik.

Hambatan-hambatan yang ditemui dalam

pelaksanaan bimbingan dan konseling

adalah tidak adanya upaya yang

dilakukan kepala sekolah dalam

pengadaan tenaga layanan BK sehingga

tugas guru BK di sekolah tidak berperan

sebagai guru BK tetapi bertugas sebagai

guru matapelajaran pada umumnya dan

tidak sesuai tuntutan kurikulum 2013.

4. Perbandingan Temuan Penelitian

ini dengan Temuan Penelitian Lain

Hasil penelitian ini belum bisa

dibandingkan dengan hasil penelitian

lain, karena penelitian yang relevan

dengan ini belum ada. Namun, penelitian

tentang hambatan-hambatan yang ditemui

dalam pelaksanaan bimbingan dan

konseling di sekolah memberikan

informasi bahwa pelaksanaan BK di

sekolah tidak sesuai dengan tuntutan

kurikulum 2013.

5. Temuan Penelitian Dikontraskan

dengan Teori yang ada

Hasil penelitian yang telah

diperoleh sangat kontras dengan teori dari

ABKIN dalam jurnal Masukan Pemikiran

tentang Peran Bimbingan dan Konseling

dalam Kurikulum 2013 (2007) yang

mengatakan bahwa ada sejumlah

hambatan yang dialami oleh guru

pembimbing, oleh guru mata pelajaran

dan sekolah secara umum terkait dengan

peran dan fungsi Bimbingan dan

Konseling dalam implementasi

kurikulum 2013. Hambatan-hambatan

dimaksud antara lain:

a. Implementasi penguatan pembelajaran

yang mendidik

b Implementasi peran Bimbingan dan

Konseling dalam Advokasi dan

Aksebilitas, dan

a. Implementasi fungsi-fungsi

Bimbingan dan Konseling.

Page 13: HAMBATAN-HAMBATAN PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN …

Didaktik Volume 13, Nomor 2, Oktober 2019 Mondang Munthe : Hambatan-hambatan

2322

Diterbitkan TIM Jurnal Ilmiah DIDAKTIK IKIP Gunungsitoli

Selanjutnya (ABKIN: 2007) juga

menjelaskan bahwa guru pembimbing

yang pada saat ini ada di lapangan pada

hakikatnya melaksanakan tugas sebagai

konselor, tetapi sering diperlakukan dan

diberi tugas layaknya guru mata

pelajaran. Bimbingan dan konseling

bukanlah kegiatan pembelajaran dalam

konteks adegan belajar mengajar di kelas

yang layaknya dilakukan guru sebagai

pembelajaran bidang studi, melainkan

pelayanan ahli dalam konteks

memandirikan peserta didik.

6. Implikasi Temuan Penelitian

Berdasarkan teori yang telah

dikemukakan dan hasil penelitian yang

telah diperoleh maka dikemukakan

implikasi dari penelitian ini. Pelaksanaan

BK di sekolah merupakan bagian dari

upaya pendidikan yang bertujuan untuk

membentuk perkembangan kepribadian

diri siswa secara optimal sehingga

memerlukan pengakuan, dukungan dari

stake holder di sekolah. Kepala sekolah

juga seharusnya mengetahui tentang

ruang lingkup pelaksanaan program BK

di sekolah, adanya kolaborasi antara guru

Bimbingan dan Konseling/Konselor,

Guru Matapelajaran dan Orang Tua

dalam pengembangan kemandirian siswa

sebagai nilai inti karakter sehingga

pelaksanaan program BK di sekolah

dapat sesuai dengan tuntutan kurikulum

2013.

7. Keterbatasan Temuan Penelitian

Keterbatasan-keterbatasan yang

dikemukakan dalam penelitian ini adalah:

a) Pedoman interview yang digunakan

sebagai landasan dalam interview

terhadap kepala sekolah, guru mata

pelajaran dan guru BK adalah terbatas,

dan subyek penelitian tidak

sepenuhnya memberikan informasi

yang sesuai dengan keadaan

sebenarnya di lapangan.

b) Hasil penelitian yang telah ditemukan

adalah terbatas hanya untuk

mengetahui hambatan-hambatan yang

ditemui dalam pelaksanaan bimbingan

dan konseling di sekolah.

c) Data-data penelitian yang telah

ditemukan adalah hanya data-data

tentang hambatan-hambatan yang

ditemui dalam pelaksanaan bimbingan

dan konseling di sekolah.

b. Uraian Temuan Penelitian secara

Khusus Tentang Hambatan-

hambatan yang ditemui dalam

Pelaksanaan Bimbingan dan

Konseling di Sekolah

1. Uraian Temuan Penelitian

mengenai hambatan-hambatan

yang ditemui dalam pelaksanaan

bimbingan dan konseling di

sekolah

Dari hasil interview yang

berpedoman dari pedoman interview,

ditemukan hambatan-hambatan yang

terjadi dalam pelaksanaan bimbingan

dan konseling di sekolah lokasi

penelitian. Adapun hambatan-

hambatan yang ditemui adalah tidak

adanya pengakuan dan dukungan dari

stake holder tentang pengadaan

kegiatan BK di sekolah, kepala

sekolah tidak memiliki pemahaman

mengenai ruang lingkup program BK

sehingga tidak adanya penjelasan

khusus tentang peran staf BK kepada

seluruh personil sekolah, tidak adanya

tugas dan jadwal khusus guru BK

dalam layanan BK di sekolah, tidak

adanya dana dalam melengkapi sarana

dan prasarana BK, guru BK yang ada

di sekolah tidak membuat program BK

(seperti program tahunan, semesteran

dan bulan), tidak adanya tanggapan

positif dari guru mata pelajaran), dan

guru BK bekerja sebagai guru mata

pelajaran.

Page 14: HAMBATAN-HAMBATAN PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN …

Didaktik Volume 13, Nomor 2, Oktober 2019 Mondang Munthe : Hambatan-hambatan

2323

Diterbitkan TIM Jurnal Ilmiah DIDAKTIK IKIP Gunungsitoli

2. Uraian Temuan Penelitian

mengenai Hambatan yang lebih

menonjol di dalam pelaksanaan

Bimbingan dan Konseling di

sekolah

Temuan dan pembahasan

penelitian mengenai hambatan yang

lebih menonjol di dalam pelaksanaan

Bimbingan dan Konseling di sekolah

adalah tidak adanya pengakuan dan

dukungan dari stake holder dan kepala

sekolah tidak memahami ruang

lingkup tugas guru BK di sekolah.

Pernyataan ini menunjukkan bahwa

guru BK tidak dapat melaksanakan

tugasnya dengan baik tetapi beralih

bekerja sebagai guru mata pelajaran di

sekolah. Untuk mengatasi hambatan

ini, maka stake holder memberi

pengakuan, dukungan terhadap

pelaksanaan program BK di sekolah.

Kepala sekolah juga seharusnya

mengetahui tentang ruang lingkup

pelaksanaan program BK, adanya

kolaborasi antara guru Bimbingan dan

Konseling/Konselor, Guru

Matapelajaran dan Orang Tua dalam

pengembangan kemandirian siswa

sebagai nilai inti karakter sehingga

pelaksanaan program BK di sekolah

dapat sesuai dengan tuntutan

kurikulum 2013.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil temuan

penelitian, maka berikut ini disampaikan

kesimpulan:

1. Hambatan-hambatan yang ditemui

dalam pelaksanaan bimbingan dan

konseling di sekolah adalah tidak

adanya pengakuan dan dukungan dari

stake holder tentang pengadaan

kegiatan BK di sekolah, kepala

sekolah tidak memiliki pemahaman

mengenai ruang lingkup program BK

sehingga tidak adanya penjelasan

khusus tentang peran staf BK kepada

seluruh personil sekolah, tidak adanya

tugas dan jadwal khusus guru BK

dalam layanan BK di sekolah, tidak

adanya dana dalam melengkapi sarana

dan prasarana BK, guru BK yang ada

di sekolah tidak membuat program BK

(seperti program tahunan, semesteran

dan bulan), tidak adanya tanggapan

positif dari guru mata pelajaran), dan

guru BK bekerja sebagai guru mata

pelajaran.

2. Hambatan yang lebih menonjol dalam

pelaksanaan Bimbingan dan

Konseling di sekolah adalah tidak

adanya pengakuan dan dukungan dari

stake holder dan kepala sekolah tidak

memahami ruang lingkup tugas guru

BK di sekolah. Pernyataan ini

menunjukkan bahwa guru BK tidak

dapat melaksanakan tugasnya dengan

baik tetapi beralih bekerja sebagai

guru mata pelajaran di sekolah.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas

maka saran yang diajukan adalah sebagai

berikut:

1. Disarankan kepada stake holder

supaya memberi pengakuan, dan

dukungan terhadap pelaksanaan

program BK di sekolah karena

bimbingan dan konseling merupakan

bagian integral dari pendidikan.

2. Disarankan kepada kepala sekolah

untuk mengetahui tentang ruang

lingkup pelaksanaan program BK di

sekolah sehingga guru BK dapat

melaksanakan tugas dan perannya

sebagai guru BK.

3. Guru BK mampu mengetahui peran

dan tugasnya dalam pendidikan dan

tetap berkolaborasi terhadap kepala

sekolah, guru mata pelajaran dan

orang tua dalam pengembangan

kemandirian siswa sehingga

pelaksanaan program BK di sekolah

dapat sesuai dengan tuntutan

kurikulum 2013.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sukardi, Dewa Ketut. 2008.

Pengantar Pelaksanaan Program

Page 15: HAMBATAN-HAMBATAN PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN …

Didaktik Volume 13, Nomor 2, Oktober 2019 Mondang Munthe : Hambatan-hambatan

2324

Diterbitkan TIM Jurnal Ilmiah DIDAKTIK IKIP Gunungsitoli

Bimbingan dan Konseling Disekolah.

Jakarta : Rineka Cipta.

2. Sukardi, Kusmawati. 2008. Proses

Bimbingan dan Konseling Di

Sekolah. Jakarta : Rineka Cipta.

3. Supriatna, Mamat. 2011. Bimbingan

dan Konseling Berbasis Kompetensi.

Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

4. Permana, Eko Jati. 2015. Pelaksanaan

Layanan Bimbingan dan Konseling di

Madrasah Aliyah Negeri 2

Banjarnegara Jurnal.

Vol.4.No.2.(online),

(journal.uad.ac.id/index.php/PSIKOP

EDAGOGIA/article/download/4493/

2522, diakses pada 29 April 2019).

5. Masyarakat Profesi Bimbingan dan

Konseling Indonesia. Masukan

pemikiran tentang peran bimbingan

dan konseling dalam kurikulum 2013.

(https://akhmadsudrajat.files.wordpre

ss.com/2013/02/26-januari-ke-2-BK-

dalam-kurikulum-2013.pdf diakses

pada 29 April 2019).