11
47 Hepi Wahyuningsih Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia Abstract. The aims of this research is to reveal the parent’s rule in the teenager’s religious identity formation. This research was carried out with doing an interview to 10 subjects which are divided into 2 groups. The first group consist of 5 person which have foreclosure identity and the second group consist of 5 person which have identity achivement. According to the analysis of the data from the group of foreclosure religious identity, it was discovered that the parent of each subject try to adjust the religion totally and do the worship of both sunnah and wajib. The religious condition of the parent from each subject drives them to implant the religious values to the children (subject). For the group of achievement religious identity, the father was less in doing the religious values until the one who teach the religious values is the mother. Regarding to the parent’s ways of implanting the religious values to their teenage children, it was found that the parents from the group of foreclosure religious identity are taking more various ways than the parents from the group of achievement religious identity. There are several ways which are applied by the parents from the group of foreclosure religious identity, such as direct teaching, rules enforcement, advices, rewards (when the children emerge their manner as the parent ask them to do), punishment, give the children right examples/ models, warn the children, discussion, inducement to pray, and provide the religion teacher. While the parent from the group of achievement religious identity apply several ways, such as teach the children about the primary things in religion or worship matters, give the children right examples/ models, warn the children, ask the children to pray, and provide the religion teacher. Keyword: religious identity formation, religious socialization Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap peran orangtua dalam pembentukan identitas agama remaja. Penelitian dilakukan dengan mewawancarai 10 subyek yang terbagi dalam 2 kelompok. Kelompok pertama terdiri dari 5 orang subyek yang memiliki identitas foreclosure dan kelompok kedua terdiri dari 5 orang subyek yang memiliki identitas achievement. Berdasarkan hasil analisis data pada kelompok subyek dengan identitas agama foreclosure, ditemukan bahwa kedua orangtua dari masing-masing subjek berusaha menerapkan ajaran agama secara total dan berusaha melaksanakan ibadah baik yang wajib maupun sunah. Kondisi keberagamaan kedua orangtua kemudian menyebabkan kedua orangtua berusaha menanamkan nilai-nilai agama pada anak (subyek). Pada kelompok dengan status identitas agama achievement memiliki kedua orangtua yang salah satu dari kedua orangtuanya yaitu ayah tidak/ kurang melaksanakan ajaran. Berkaitan dengan cara orangtua dalam menanamkan nilai agama pada anak (remaja), ditemukan bahwa orangtua pada subyek kelompok foreclosure menggunakan cara yang lebih beragam dibanding orangtua pada subyek kelompok achievement. Cara-cara yang digunakan orang tua pada kelompok foreclosure adalah pengajaran langsung, penerapan aturan, pemberian nasihat, pemberian hadiah ketika anak melaksanakan aturan atau perintah orangtua, pemberian hukuman, pemberian contoh, pemberian peringatan, diskusi, ajakan melaksanakan ibadah, dan menyediakan guru mengaji. Sedangkan cara yang digunakan orangtua pada kelompok achievement adalah mengajarkan hal– hal pokok dalam agama atau terkait peribadatan, memberikan contoh, memberikan peringatan, menyuruh anak melakukan ibadah, dan menyediakan guru agama. Kata Kunci: formasi identitas religius, sosialisasi religius PERAN ORANGTUA DALAM PEMBENTUKAN IDENTITAS AGAMA (RELIGIOUS IDENTITY FORMATION) REMAJA 47

Harga Diri Anak Jalanan

Embed Size (px)

Citation preview

  • 47

    Hepi Wahyuningsih

    Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia

    Abstract. The aims of this research is to reveal the parents rule in the teenagers religious identityformation. This research was carried out with doing an interview to 10 subjects which are dividedinto 2 groups. The first group consist of 5 person which have foreclosure identity and the secondgroup consist of 5 person which have identity achivement. According to the analysis of the data fromthe group of foreclosure religious identity, it was discovered that the parent of each subject try toadjust the religion totally and do the worship of both sunnah and wajib. The religious condition ofthe parent from each subject drives them to implant the religious values to the children (subject). Forthe group of achievement religious identity, the father was less in doing the religious values until theone who teach the religious values is the mother. Regarding to the parents ways of implanting thereligious values to their teenage children, it was found that the parents from the group of foreclosurereligious identity are taking more various ways than the parents from the group of achievementreligious identity. There are several ways which are applied by the parents from the group offoreclosure religious identity, such as direct teaching, rules enforcement, advices, rewards (whenthe children emerge their manner as the parent ask them to do), punishment, give the children rightexamples/ models, warn the children, discussion, inducement to pray, and provide the religion teacher.While the parent from the group of achievement religious identity apply several ways, such as teachthe children about the primary things in religion or worship matters, give the children right examples/models, warn the children, ask the children to pray, and provide the religion teacher.

    Keyword: religious identity formation, religious socialization

    Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap peran orangtua dalam pembentukan identitasagama remaja. Penelitian dilakukan dengan mewawancarai 10 subyek yang terbagi dalam 2kelompok. Kelompok pertama terdiri dari 5 orang subyek yang memiliki identitas foreclosure dankelompok kedua terdiri dari 5 orang subyek yang memiliki identitas achievement. Berdasarkanhasil analisis data pada kelompok subyek dengan identitas agama foreclosure, ditemukan bahwakedua orangtua dari masing-masing subjek berusaha menerapkan ajaran agama secara total danberusaha melaksanakan ibadah baik yang wajib maupun sunah. Kondisi keberagamaan keduaorangtua kemudian menyebabkan kedua orangtua berusaha menanamkan nilai-nilai agama padaanak (subyek). Pada kelompok dengan status identitas agama achievement memiliki kedua orangtuayang salah satu dari kedua orangtuanya yaitu ayah tidak/ kurang melaksanakan ajaran. Berkaitandengan cara orangtua dalam menanamkan nilai agama pada anak (remaja), ditemukan bahwaorangtua pada subyek kelompok foreclosure menggunakan cara yang lebih beragam dibandingorangtua pada subyek kelompok achievement. Cara-cara yang digunakan orang tua pada kelompokforeclosure adalah pengajaran langsung, penerapan aturan, pemberian nasihat, pemberian hadiahketika anak melaksanakan aturan atau perintah orangtua, pemberian hukuman, pemberian contoh,pemberian peringatan, diskusi, ajakan melaksanakan ibadah, dan menyediakan guru mengaji.Sedangkan cara yang digunakan orangtua pada kelompok achievement adalah mengajarkan halhal pokok dalam agama atau terkait peribadatan, memberikan contoh, memberikan peringatan,menyuruh anak melakukan ibadah, dan menyediakan guru agama.

    Kata Kunci: formasi identitas religius, sosialisasi religius

    PERAN ORANGTUA DALAM PEMBENTUKAN IDENTITAS AGAMA(RELIGIOUS IDENTITY FORMATION) REMAJA

    47

  • 48

    alah satu ciri keluarga yang bahagiadan sehat menurut Stinnet danDeFrain adalah adanya kehidupan

    beragama dalam keluarga. Hal ini penting dalammemberi dasar untuk menentukan mana yang baik/buruk, boleh/ tidak, halal/ haram. Pada tahun 2004,Kementerian Pemberdayaan Perempuan juga telahmelakukan kegiatan program pemberdayaanperempuan dalam pencegahan penyalahgunaan napza.Salah satu kesimpulan yang diperoleh dari kegiatantersebut adalah kesimpulan bahwa pendekatan agamamelalui peran serta berbagai organisasi perempuansangat efektif dan dominan untuk memperkokohketahanan keluarga dan faktor penanganan bahayanarkoba terutama pencegahan dini atau sejak awaldengan meningkatkan Iman dan Taqwa (KementrianPemberdayaan Perempuan, 2004).

    Pendapat tersebut didukung beberapa hasilpenelitian diantaranya Hodge dkk (2001) yangmenunjukkan bahwa partisipasi remaja dalam aktivitasagama telah memprediksi perilaku remaja untuk tidakmengkonsumsi alkohol, marijuana, dan obat-obatlainnya. Hasil-hasil penelitian yang dihimpun olehMason & Windle (2001) juga mengungkap bahwakomitmen agama memiliki korelasi negatif denganpenyalahgunaan obat pada remaja.

    Berdasarkan uraian di atas, keluargamerupakan komponen masyarakat yang sangatmenentukan dalam pencegahan napza sejak dini.Keterlibatan remaja pada aktivitas dan komitmenremaja terhadap ajaran agama merupakan hal yangsangat terkait dengan identitas agama (religiousidentity). Hal ini merujuk pada pendapat Erikson(Kumru & Thompson, 2003) bahwa komitmen dapattimbul diberbagai area seperti pilihan pada pekerjaan,orientasi peran jenis, peran dalam keluarga, agama danpolitik. Berkaitan dengan teori yang dikemukakan olehMarcia (Santrock, 2001) mengenai status identitas,remaja yang memiliki komitmen terhadap ajaranagamanya kemungkinan dapat memiliki status identitas

    achievement atau status identitas moratorium. Lebihlanjut Marcia mengatakan bahwa status identitas yangdimiliki oleh seseorang merupakan hasil dari prosespembentukan identitas diri seseorang yang dipengaruhioleh banyak faktor, salah satunya adalah orangtua. Olehkarena itu peneliti menjadi tertarik untuk menelitimengenai peran keluarga dalam pembentukan identitasagama (religious identity formation) pada remajaguna menanggulangi bahaya napza.

    Menurut Erikson (Santrock, 2001),pembentukan identitas (identity formation) merupakantugas psikososial yang utama pada masa remaja.Erikson (Santrock, 2001) mengemukakan bahwaidentitas adalah merupakan potret diri yang disusundari macam-macam tipe identitas, meliputi identitaskarir/vokasional, identitas politik, identitas agama,identitas hubungan dengan orang lain, identitasintelektual, identitas seksual, identitas etnik, identitasminat, identitas kepribadian, dan identitas fisik.

    Erikson (Sprinthall & Collins, 1995)menyatakan bahwa perkembangan identitas ataupembentukan identitas relatif terjadi secara umum.Namun demikian, mengutip dari pendapatnya Marcia,Sprinthall & Collins (1995) menyatakan bahwapembentukan identitas terdiri dari beberapa fase. Faseyang pertama adalah fase pembentukan identitas diripada remaja usia SMP/SLTP. Fase ini disebut jugadestructuring phase. Pada fase ini, remaja sedangmempertimbangkan kembali nilai-nilai danidentifikasinya pada masa kanak-kanak. Untuksebagian remaja fase ini terjadi sangat intens yangmembawa mereka pada kebingungan, distress, dankegemparan. Akan tetapi ada sebagian remaja lain yangpada masa ini sedikit mengalami hal tersebut.

    Fase yang selanjutnya adalah fasepembentukan identitas diri pada remaja usia SMA/SLTA, yang sering disebut restructuring phase. Padafase ini remaja mulai berusaha menintegrasikan sebuahpengertian mengenai siapa dirinya berkaitan dengantubuh, perasaan seksual, evaluasi terhadap kompetensi

    Indigenous, Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi

    Vol. 11, No. 1, Mei 2009 : 47-57

  • 49

    diri, dan peran. Fase yang terakhir adalah adalah fasepembentukan identitas diri pada remaja usia perguruantinggi. Isu-isu yang ada pada fase ini berkaitan denganpekerjaan yang akan datang (identitas karir), nilai(identitas agama dan identitas ideologi) dan peran sosial(identitas hubungan dengan orang lain).

    Berkaitan dengan fase yang terakhir dariproses pembentukan identitas, Marcia (Sprinthall &Collins, 1995) melakukan penelitian denganmewawancarai mahasiswa berkaitan denganpekerjaan, ideologi agama, dan ideologi politik.Berdasarkan hasil penelitiannya, Marcia menyatakanbahwa pembentukan identitas terjadi melalui duaproses yaitu eksplorasi (krisis) dan komitmen yangkemudian membawa pada empat status identitas.Status yang pertama adalah identitas difusi, yangmenunjukkan tidak adanya krisis dan komitmen. Statusidentitas yang kedua adalah status identitas foreclosuredimana individu tidak mengalami krisis tetapi memilikikomitmen. Individu tidak memiliki otonomi untukmemilih karena adanya peran figur otoritas (misalnyaorangtua) atau karena pengaruh orang lain sperti temansebaya. Status yang ketiga adalah status identitasmoratorium dimana individu mengalami krisis tetapitidak memiliki komitmen. Sedangkan status yangkeempat adalah identitas achievement dimana individumengalami krisis dan kemudian memiliki komitmen.

    Erikson (Mullis, 2003) berteori bahwa tugaspembentukan identitas pada masa remaja dan dewasamuda adalah membuat pilihan dengan berbagaialternatif dan kemudian berkomitmen pada pilihan yangtelah dibuat. Lebih lanjut dikatakan bahwa remaja danorang dewasa muda membutuhkan perubahan melaluiberbagai pilihan dalam kehidupan sebelum membuatkomitmen pada hal hal penting seperti kerja dan karir,hubungan interpersonal (menikah), dan ideologi/agama(kepercayaan dan nilai-nilai).

    Erikson (Fulton, 1997) menyatakan pentingnyaagama dalam pembentukan identitas, meskipun agamahanya sebagai satu komponen dari identitas diri secara

    keseluruhan Hasil penelitian yang dilakukan olehMarkstrom-Adams dkk (Fulton, 1997) menemukanbahwa frekwensi ke gereja memiliki korelasi denganstatus identitas foreclosure dan status identitasachievement pada identitas diri secara keseluruhan,dan rendahnya frekwensi ke gereja berkorelasi denganstatus identitas difusi dan status identitas moratoriumpada identitas diri secara keseluruhan.

    Menurut Purdie dkk (2000), identitas diridibentuk melalui interaksi dengan lingkungan (keluarga,budaya dan masyarakat, teman sebaya, sekolah danlingkungan kerja) dan interpretasi individu terhadapinteraksi tersebut. Lebih lanjut Purdie dkk menyatakanbahwa faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknyaidentitas diri adalah keluarga (nilai-nilai keluarga,pengasuhan, dan dukungan), orang-orang yang berartiseperti teman sebaya, sistem dan aktivitas sekolah,roles models, dan komunitas luas seperti media.Sejalan dengan pendapat Pirdie dkk, Reiss & Youniss(2004) menjelaskan bahwa mengikuti logika Erikson,maka identitas dikonstruksi melalui proses umpan balikdari orang lain seperti keluarga, teman sebaya, daninstitusi (seperti sekolah dan masjid).

    Berkaitan kualitas sumber daya manusia,keluarga sebagai lembaga terkecil dalam masyarakatmemiliki peranan penting dalam mengembangkankualitas sumber daya manusia. Seperti yangdiungkapkan oleh DeGenova (2002) bahwa menurutstructural functioning theory, keluarga adalahsebuah institusi sosial yang berfungsi memenuhiharapan dan kebutuhan sosial. Salah satu fungsikeluarga dalam memenuhi harapan dan kebutuhansosial adalah memelihara dan mendidik anak dengancara memenuhi kebutuhan fisik, emosional, sosial,intelektual dan moral anak.

    Mengingat pentingnya identitas agama dalampembentukan identitas diri seorang remaja danpentingnya faktor keluarga dalam proses pembentukanidentitas diri, maka penelitian ini akan memfokuskanpada peran keluarga dalam pembentukan identitasagama pada remaja.

    Peran Orangtua Dalam Pembentukan Identitas Agama(Religious Identity Formation) Remaja

  • 50

    METODE PENELITIAN

    Subyek Penelitian. Subyek penelitian initerdiri dari remaja yang beragama Islam. Merekaadalah 5 remaja yang memiliki status identitasachievement dan 5 orang remaja yang memiliki statusidentitas foreclosure berkaitan dengan identitasagama. Status ini dapat diketahui dengan pengukuranstatus identitas menggunakan Skala Status IdentitasAgama yang akan dibuat oleh peneliti berdasarkanpada dua aspek, yaitu krisis/ eksplorasi dan komitmen.

    Desain Penelitian. Penelitian ini merupakanpenelitian kualitatif dengan cara mewawancarai subyekpenelitian satu demi satu.

    Metode Pengumpulan Data. Data diperolehdari hasil wawancara dengan para remaja. Adapunguide interviewnya adalah sebagai berikut:1). Bagaimana keberagamaan orangtua yang

    memiliki anak dengan identitas foreclosureataupun identitas achievement?

    2). Bagaimana cara orangtua (ayah dan ibu)menanamkan nilai-nilai agama ?

    3). Bagaimana orangtua memberikan dukungan padakeberagamaan anak?

    Untuk menjaga validitas data, peneliti datangminimal dua kali untuk menyakinkan bahwa data yangtelah diinterpretasi oleh peneliti memang sesuai denganyang dirasakan/ dilakukan oleh subyek. Untuk menjagareliabilitas data, peneliti mendengar berulang-ulangrekaman dan dalam mencatat.

    METODE ANALISIS DATA

    Penelitian kualitatif ini menggunakanrancangan penelitian grounded theory, sehinggaanalisis yang tepat menggunakan teknik analisis contentanalysis. Ada tiga tahap yang harus dilakukan dalamanalisis dengan content analysis, yaitu: open coding,axial coding, dan selective coding. Dalam opencoding, peneliti mencari tema-tema dari hasilwawancara dengan subyek penelitian. Setelah prosesopen coding selesai, kemudian dilakukan axial

    coding, yaitu mengelompokkan tema-tema ke dalamsubkategori dan kategori. Proses analisis yang terakhiradalah selective coding, yaitu membuat model/mencari hubungan antar subkategori ataupun kategori.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    1. Kelompok subyek yang memiliki identitasagama foreclosureBerdasarkan wawancara dengan subyek, peranorang tua terhadap pembentukan identitas agamaforeclosure subyek dapat dikategorikan sebagaiberikut:Kedua orangtua berusaha mengamalkanajaran agamaBerdasarkan hasil wawancara ditemukan bahwapada semua subyek dengan identitas agamaforeclosure memiliki kedua orang tua yangberusaha menerapkan agama secara total, setiapminggu mengikuti pengajian, melaksanakansholat lima waktu, sholat sunah, puasa, aktif dipengajian maupun melaksanakan wirid.Ya kalau dari ibu sendiri sekitar SMP sayatau itu bener-bener nglaksanain total, jadiapapun yang berbau agama itu dia berusahanglaksanainnya mbak (S1, W1, 321 323)

    Bapak saya sendiri juga ada pengajian,pengajiannya itu setiap malam jumat, (S3,W1, 179-182)

    Kedua orangtua sama-sama menanamkannilai-nilai agama kepada anakPada semua subyek terungkap bahwa keduaorangtua berusaha menanamkan nilai-nilai agamapada anak, meskipun secara umum intensitasayah dalam hal ini lebih rendah dibanding ibu.Ayah sih juga sama, cuman intensitasnya tugak, gak, gak begitu menekankan gitu lombak (S1, W1, 66 67)

    Indigenous, Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi

    Vol. 11, No. 1, Mei 2009 : 47-57

  • 51

    Orang tua menggunakan bermacam-macamcara untuk menanamkan ajaran agama padaanak1). Pengajaran Langsung

    Semua subyek mengungkapkan bahwapengajaran yang dilakukan oleh ibu ataupunayah biasanya terjadi secara spontan ketikaterjadi suatu peristiwa atau sedangberkumpul bersama.Ekalau di rumah itu biasanya adakegiatan sharing-sharing kayak gitu,itu, itu pun dilakukan itu secara gaksengaja, misalnya kalau kita udahkumpul-kumpul eayah itu suruh sayaberdiri buat ngambil fikih, jadi kita itu,aku disuruh baca fikihnya tar ayahngasih penjelasan, terus seperti ini,seperti ini, contohnya kayak ini, edankalau sudah tahu apa yang ada aturan-aturan itu, disuruh untuk menerapkan,kayak gitu (S3, W1, 189 196).

    2). Penerapan AturanHampir semua subyek mengemukakanbahwa orangtua menerapkan aturan-aturan terkait dengan kehidupankeberagamaan, terutama masalah sholatdan puasa.Kalau peraturan-peraturan, kalaushalat magrib, seperti shalat magrib,udah adzan atau gimana TV itu harusdimatikan, kita itu shalat berjamaah,shalat itu harus berjamaah, terussetelah shalat kita itu tadarus bersama-sama, kayak mendengarkan tadurusanak-anaknya, tar kalau ada salahorang tua itu memperbaiki, seperti itu(S3, W1, 220 -226)

    3). Pemberian NasihatSemua subyek mengemukakan bahwakedua orangtuanya akan memberikannasihat ketika dia melakukan kesalahanataupun ketika lalai dalam mengerjakanibadah. Hampir semua subyek melaporkanbahwa ibu lebih intens dalam memberikannasihat daripada ayah.Ekalau masalah lalai tentang shalatitu ya orang tua ya mungkin marah tapimarahnya bukan, bukan fisik ya mbakpaling sekedar omelan atau nasihatuntuk, untuk saya tu agar dak, dakampe lalai masalah jalanin shalat ituaja mbak (S1, W1, 215 218)

    4). Pemberian HadiahHampir semua subyek melaporkan bahwaorangtua khususnya ibu akan memberikanhadiah ketika mereka melaksanakan ibadahdengan baik terutama (ketika merekamasih kecil).Kalau dulu, kalau sehari penuh dapat1000 dulu kalau gak salah, jadi kankalau kuat 30 hari 30.000 kayak gitu,ya memacu semangat (S4, W2, 355 357)

    5). Pemberian ContohSubyek mencontoh cara beribadahorangtua baik ibu maupun ayah.Ibu ya nyuruh terus ngasih contoh gitu,ibu tu gak mungkin apa, nyuruhanaknya tapi dia gak ngasih contoh keanaknya gak mungkin, jadi ibu tukalau bisa ya biar anaknya tu tau kalaumisalnya, kamu tu harus shalat kayakgini-gini, biar kamu tu gini-gini, terustar ibu tu juga nyontohin kalau ibu tujuga shalat, shalatnya lima waktu gitu,belajar ngaji juga ibu juga ngaji gitu,jadi anaknya kan pada nyontoh ibunya

    Peran Orangtua Dalam Pembentukan Identitas Agama(Religious Identity Formation) Remaja

  • 52

    gitu lo, jadi ibu kan jadi panutan kayakgitu (S2,W2, baris 135-145)

    6). Pemberian HukumanKedua orangtua para subyek akanmemberikan hukuman ketika anak dengansengaja meninggalkan kewajibanibadahnya. Hukuman yang diberikan seringberupa teguran keras/ kemarahan orangtuadan kadang-kadang hukuman fisik dengandisertai penjelasan.Kalau soal hukuman badan e.. belumpernah mbak, tapi kalau seandainyasaya itu kalau saya tidak sengaja, kitalalai dalam agama ayah palingmengingatkan tapi kalau saya sengajaatau karena malas ya ayah saya tubiasanya itu menggunakan hukumanbadan seperti misalnya e.. kayak mukulatau nyubitkan, cubit, jewer. Biasanyasih jewer sama nyubit. E..orang tua,ayah saya tu mengatakan kayak gini,kalau misalnya lebih baik ayah tu mukulanaknya tu dalam dunia dari padaanaknya dihukum diakherat nanti gitu.Karena di akhirat tu lebih lebihmengerikan dari pada kamu tu dihukumoleh orang tua di bum..di dunia, kayakgitu (S3, W1, 285 296)

    7). Pemberian PeringatanOrangtua juga sering mengingatkan anakterutama terkait dengan masalahperibadatan.Ya ngrasa bersalah juga sih gitukan,sekarang tu gak tau papa ma mamapunya firasat kali ya, tiap kali udahwaktu shalat tu ditelponin gitu, nakshalat ya nak, pagi-pagi subuhdibangunin sama mama, nak shalatsubuh iya, ya udah (S4, W2, 142 146)

    8). DiskusiOrangtua, terutama ibu juga kadangmendiskusikan masalah agama dengananak.Ekalau di rumah itu biasanya adakegiatan sharing-sharing kayak gitu,itu, itu pun dilakukan itu secara gaksengaja (S3, W1, 189-191)

    9). Ajakan untuk Melakukan IbadahKedua orangtua pada subyek yangmemiliki identitas agama foreclosure inisering megajak subyek/ anaknya untukmelaksanakan ajaran islam, terutamadalam beribadah.Kadang papa kalau magrib itu kanpapa ayo, ayo, ayo ke masjid kan deketmasjid juga dulu waktu keciltinggalnya (S4, W2, 283 285)

    10). Menyediakan guru ngaji/agamaUntuk menunjang pengajaran agama,orangtua mendatangkan guru ngaji untukanak, memasukkan anak ke sekolah agamaselain juga bersekolah di sekolah umum,dan mencarikan sekolah yang memilikiguru agama.Ayah saya tu berusaha mencarisekolah yang ada guru agamaislamnya, gitu jadi saya tu di sekolahindi guru walaupun mayoritasnya agamahindu tapi ada guru agama islamnya(S3, W1, 446 449)

    Adanya kebersamaan dalammenjalankan ibadahPada hampir semua subyek ditemukanadanya kebersamaan yang diciptakan olehorangtua untuk melaksanakan ibadah,terutama berkaitan dengan sholatberjamaah.

    Indigenous, Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi

    Vol. 11, No. 1, Mei 2009 : 47-57

  • 53

    Ayah itu memenuntut kita setidaknyaada shalat yang berjamaah sekeluargagitu, untuk memenambah ikatansilaturahmi dalam keluarga. Biasanyashalat, shalat-shalat yangshalat-shalat wajib yang berjamaah itu,biasanya itu kalau gak shalat magrib,subuh, sama shalat isya. Jadi yangketiga itu, itu memang haruslaksanakan secara berjamaah (S3,W1, 99 105)Orangtua sebagai sumber utama dalammemperoleh pengetahuan agamaHampir semua subyek akan bertanyatentang ajaran agama kepada orangtuaterlebih dahulu baru kemudian bertanyakepada orang lain.P : Berarti kalau bingung-bingung

    emisalnya ga tahu sesuatu gitularinya kemana, tanyanya samasiapa?

    S : Ya tergantung siapa yang adadirumah gitu siapa, misalnya e..mama ga tahu gitu kan ya tunggupapa pulang baru ditanya gitu

    P : Kalo papa ga tahu?S : Tanya sama guru agama (S4,W1

    203 209)Orangtua sebagai sumber penuntunperilaku anak termasuk perilakukeberagamaan anak.Hampir semua subyek menjadikan ajaran/nasihat orangtua sebagai bahanpertimbangan dalam perilaku beragama.Ekalau pilihan sih awalnya sayamemang memilih, memilih sendiri, tapisaya ngliat pertimbangan-pertimbangan terus esaya ngliat juga

    dari pendapat orang tua (S1, W1, 483 485)

    2. Kelompok subyek yang memiliki identitasAchievementBerdasarkan wawancara dengan subyek, peranorangtua terhadap pembentukan identitas agamaachievement subyek dapat dikategorikansebagai berikut:Hanya salah satu orangtua (terutama ibu)yang berusaha mengamalkan ajaran agamaBerdasarkan hasil wawancara ditemukan bahwapada hampir semua subyek dengan identitasagama achievement hanya salah satu orangtua(terutama ibu) yang melaksanakan sholat limawaktu, sholat sunah, puasa, dan aktif di pengajian.Bahkan ada yang kedua orangtuanya belummelaksanakan ajaran agama.Malah bapak kayak gitu, malah gimana yamba ya, soalnya bapak jarang salat juga sih.Dulu waktu aku sampai SMP jarang salat.Yang rajin salat cuma ibu. (S2,W1, 42 44)Aku tuh dulu waktu kecil ngga ngeliatorangtuaku ngaji, ngga ngeliat orangtuakusalat (S5, W1, 12 13)Hanya salah satu orangtua yang berusahauntuk menanamkan nilai-nilai agama padaanakPada semua subyek terungkap bahwa ayahmenyerahkan penanaman nilai-nilai agama anakpada ibu.S : Kalau agama bapak jarang ya kalau

    ngajarin. Biasanya ibu. P: e.bapakga pernah ngasih apa...gitu.

    S : Ga terlalu. Gak terlalu.Gimana yabapak itu, maksudnya islamnya belumkuat gitulah.

    P : Kalau ibunya? S: ibu udah (S1, W1,31 32).

    Peran Orangtua Dalam Pembentukan Identitas Agama(Religious Identity Formation) Remaja

  • 54

    Cara-cara orangtua (khususnya ibu) dalammenanamkan ajaran agama pada anak1). Pengajaran Langsung

    Orangtua, terutama ibu memberikanpengajaran agama, terutama mengenaihal hal yang pokok atau terkaitperibadatan.P : Hmibu enggak pernah..suatu saat

    ngasih penjelasan apa gitu.S : Penjelasanpenjelasan tanpa

    nanya?P : Hee.

    S : O..kalau itu ya.. ya palingtentang akidah-akidah agama.Misalnya dosa-dosa gituyamisalnya kalau enggak shalatdosanya apa..terus tentangneraka..tentang surga (S1, W2,131 148)

    2). Pemberian ContohHampir semua subyek melaporkan bahwadalam beribadah mereka mencontoh ibu,kecuali subyek 5 yang ibunya hanyamenyuruh tapi tidak melaksanakan.

    Malah bapak kayak gitu, malahgimana ya mba ya, soalnya bapakjarang salat juga sih. Dulu waktu akusampai SMP jarang salat. Yang rajinsalat cuma ibu, jadi aku mencontoh apayang dilakukan ibu tiap hari, gitu aja(S2, W1, 43 46)

    3). Pemberian peringatanOrangtua, khususnya ibu kadang-kadangmemberi peringatan pada anak agar anakmelaksanakan ibadah dengan benar.... Ya apa ya pertama mungkinkadang-kadang masih suka ditanya

    udah salat apa belum. Terus harusjangan putus asa, cukup sabar. Kitaharus bekerja keras biar bisa meraihcita-cita. Kayak gitu (S4, W1, 85 92)

    4). Menyuruh anak melakukan ibadahOrangtua sering menyuruh anaknya untukmelaksanakan ibadah. Meskipun adaorangtua yang dirinya tidak melakukanibadah.... aku tuh dulu waktu kecil nggangeliat orangtuaku ngaji, ngga ngeliatorangtuaku salat jadi kenapa merekamemaksakan itu aku juga ya mungkincontoh dari orangtua memang nggaada sama sekali ya mba, mereka hanyamemaksakan mereka pengen anaknyakayak gini tapi mereka tuh nggamenyertai dengan contohnya secaralangsung (S5, W1, 10 18)

    5). Menyediakan guru agamaSemua subyek mengungkapkan bahwaorangtua mendatangkan guru agama(jawa: guru ngaji) ke rumah untukmengajari anak-anak.... Ya... ini misalnya suruh ngaji. Tiapminggukan biasanya ada guru ngajikerumah (S1, W1, 40 43)Pengetahuan agama subyek diperolehdari proses pencarianHampir semua subyek dalammendapatkan pengetahuan agama melaluiproses pencarian.Terutama tentang agamanya itusendiri, kalo dari agama sendirikeluargaku paling anti agamis ya mbaya, aku sendiri tuh tau tentang agamasendiri bukan dari keluarga (S5, W1,4 7)

    Indigenous, Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi

    Vol. 11, No. 1, Mei 2009 : 47-57

  • 55

    Orangtua memberikan kebebasanberagama pada anakHampir semua subyek melaporkan bahwaorangtua memberikan kebebasanberagama asalkan subyek bertanggungjawab terhadap pilihannya.Bapak juga. Bapak itu menyerahkansemua sama kamu, bapak itu udahpercaya asal kamu bisa tanggungjawab (S2, W1, 212 214)

    Ya ibu membebaskan.. ibu emang nggatau apa-apa tentang ilmu agama itusendiri mba, jadi ya Mungkinorangtua banyak yang dikerjainmungkin ngga menomersatukan itu..gitu. (S5, W1, 127 130)

    Berdasarkan hasil analisis data pada kelompoksubyek yang beridentitas agama foreclosure,ditemukan bahwa semua subyek memiliki keduaorangtua yang berusaha menerapkan ajaran agamasecara total dan berusaha melaksanakan ibadah baikyang wajib maupun sunah. Kondisi keberagamaankedua orangtua inilah yang menyebabkan keduaorangtua (umunya ibu lebih intens) berusahamenanamkan nilai-nilai agama pada anak (subyek).

    Pada kelompok subyek dengan status identitasagama achievement yang mana salah satu dari keduaorangtuanya yaitu ayah tidak/ kurang melaksanakanajaran agama. Sehingga hanya salah satu dari keduaorangtua subyek yang menanamkan ajaran agama padaanak.

    Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa baikpada kelompok foreclosure maupun achievementmemiliki orangtua (meskipun hanya salah satu) yangberusaha untuk melaksanakan ajaran agamamendukung pendapat Erikson (Cornwall, 1989) bahwakeluarga merupakan agen utama dalam sosialisasi

    religius anak. Bronfrenbrener (Santrock, 2000)menjelaskan, orangtua merupakan salah satu darilingkungan mikrosistem yang ikut mempengaruhiperkembangan remaja, termasuk perkembanganidentitas remaja.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yangpaling berperanan dalam menanamkan nilai-nilai agamabaik pada subyek kelompok foreclosure maupunachievement mendukung hasil penelitian yangdilakukan oleh Francis dkk (1993) yang menunjukkanbahwa religious practice ibu lebih mampumemprediksi keberagamaan remaja dibanding denganreligious practice ayah. Maka dari itu peran ibu sangatberpengaruh atas komitmen agama subjek padakelompok achievement meskipun mereka umumnyamelalui krisis terlebih dahulu. Berkebalikan dengankelompok foreclosure yang komitmen terhadap agamatidak didahului dengan krisis.

    Berkaitan dengan cara orangtua dalammenanamkan ajaran agama pada anak (remaja),ditemukan bahwa cara orangtua pada subyek kelompokforeclosure lebih beragam dibanding orangtua padasubyek kelompok achievement. Cara-cara yangdigunakan oleh orang tua pada kelompok foreclosureadalah pengajaran langsung, penerapan aturan,pemberian nasihat, pemberian hadiah ketika anakmelaksanakan aturan atau perintah orangtua,pemberian contoh, pemberian hukuman, pemberianperingatan, diskusi, ajakan melaksanakan ibadah, danmenyediakan guru mengaji. Sedangkan cara yangdigunakan oleh orangtua kelompok achievement adalahmemberikan pengajaran agama terutama mengenai hal hal yang pokok atau terkait peribadatan, memberikancontoh, memberikan peringatan, menyuruh anakmelakukan ibadah, dan menyediakan guru ngaji/agama. Banyaknya cara yang digunakan orang tua darikelompok foreclosure ini memungkinkan anak sejakawal memiliki komitmen agama tanpa melalui krisis.Sebaliknya, cara orangtua dalam kelompokachievement memungkinkan anak untuk mengalami

    Peran Orangtua Dalam Pembentukan Identitas Agama(Religious Identity Formation) Remaja

  • 56

    krisis terlebih dahulu dalam komitmen terhadap ajaranagama, tetapi. Hal ini dijelaskan oleh Bevis & Okagaki(1999) dalam hasil penelitiannya yang menunjukkanbahwa belief orangtua berkorelasi dengan belief anak,dan korelasi tersebut semakin kuat ketika anakmempersepsi belief orangtua dengan tepat.Banyaknya cara yang digunakan oleh orangtuaforeclosure akan membuat anak secara tepatmempersepsi keberagamaan orangtua sehingga anakmemiliki komitmen agama yang bersumber dariorangtua tanpa melalui krisis. Sebaliknya, sedikitnyacara yang digunakan oleh orangtua achievementmembuat anak tidak mengacu pada orangtua dalamberkomitmen dengan agama.

    Adanya kebersamaan dalam menjalankanibadah pun mempengaruhi status identitas agama anak(subyek). Pada kelompok foreclosure, adakebersamaan dalam keluarga untuk melakukan ibadah,sedangkan pada kelompok achievement tidakdemikian. Berdasarkan hasil analisis juga ditemukanbahwa pada kelompok foreclosure, ketika remajamengalami kebingungan atau kesulitan dalammemahami ajaran agama, mereka akan bertanyakepada orangtua terlebih dahulu. Ketika orangtua tidaktahu baru bertanya kepada orang lain. Sehingga tidakmengherankan bila kemudian orangtua menjadi sumberpenuntun perilaku anak termasuk perilakukeberagamaan anak. Sedangkan pada kelompokachievement, orangtua memberikan kebebasan padaanak dalam beragama sehingga tidak mengherankanjika keberagamaan subyek kelompok achievementdiperoleh dari proses pencarian (terjadi krisis terlebihdahulu).

    DAFTAR RUJUKAN

    Bevis, C and Okagaki, L. (1999). Relations betweenParents and Daughters Beliefs. Journal ofGenetic Psychology, 160, 3, 303

    Cornwall, M. (1989). The Determinants of ReligiousBehavior: A Theoritical Model and Empirical Test. SocialForces, 68, 2, 572 592.

    DeGenova,. M.K. (2002). Intimate Relationships,Marriage, and Family. New York: McGraw-Hill

    Flum, H. and Lavi-Yudelevitch, M. (2002). AdolescentsRelatedness And Identity Formation: A Narra-tive Study. Journal Of Social And Personal Re-lationship, Vol. 19, No. 4, 527-548.

    Francis, L.J. (1993). Parental Influence and Adoles-cent Religiosity: a Study of Church Attendanceand Attitude toward Christianity among Adoles-cents 11 to 12 and 15 to 16 Years Old. Interna-tional Journal for the Psychology of Religion,3, 4, 241.

    Fulton, A.S. (1997). Identity Status, Religious Ori-entation, And Prejudice. Journal of Youthand Adolescence. Vol. 26, No. Issue 1, 1-11.

    Hodge, D.R., Cardenes, P., Montoya, H., (2001).Substance Use: Spirituality And religiousParticipation As protective Factors AmongRurals Youths. Social Work Research, Vol. 25,No. 3, 153.

    Kumru, A. and Thompson, R.A. (2003). Ego IdentityStatus And Self Monitoring Behavior In Adoles-cents. Journal Of Adolescent Research,Vol.18, No. 5, 481-495

    Mason, W.A., and Windle, M. (2001). Family, Reli-gious, School and Peer Influences on Adoles-cent Alcohol Use: A Longitudinal Study. Jour-nal of Studies on Alcohol. Vol 62, Issue1,Page Number: 44

    Indigenous, Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi

    Vol. 11, No. 1, Mei 2009 : 47-57

  • 57

    Mullis, R. L, Brailsford, J.C., and Mullis, A.K,. (2003).Relational Between Identity Formation And Fam-ily Characteristics Among Young Adults. Jour-nals of Family Issues. Vol 24, No. 28, 966-980

    Purdie, N., Tripcony, P., Boulton-Levis G., Fanshawe,J., and Gunstone, A. (2000). Positive Self Iden-tity For Indegenous Students And Its Relation-ship To School Outcomes. Queensland Univer-sity Of Technology

    Reis, O. and Youniss, J. (2004). Patterns In IdentityChange And Development In Relationship WithMothers And Friends. Journal Of AdolescentResearch, Vol. 19, No. 1, 31-44

    Rummens, J. A., (2001). An Interdiciplinary OverwiewOf canadian research Of identity In Etnocultural,Racial, Religious, and Linguistic Diversity AndIdentity Seminar. From Http://www.metropolis.net.

    Santrock, J.W.. (2001). Adolescence. New York :McGraw-Hill, Inc.

    Sprinthall N.A., and Collins W.A. (1995). AdolescentPsychology. New York: McGraw-Hill, Inc.

    BNN. (2004). Situasi Permasalahan PenyalahgunaanDan Peredaran Gelap Narkoba. Diambil darih t t p : / / w w w. b n n . g o . i d / f i l e / s t a t i s t i k /Himpunan%20hasil%Lit%20BNN%20200320&202004.pdf. pada 15/03/2006. Http://ncc.jogja.go.id

    Kementrian Pemberdayaan Perempuan. (2004).Laporan Pelaksanaan Kegiatan ProgramPemberdayaan Perempuan Dalam PencegahanPenyalahgunaan Narkoba Di 5 Propinsi. Diambildari http://www.menegpp.go.id menegpp.php?cat=detail&id=kualitas&dat=9. Pada15/03/2006

    Kompas. (2005). Di Serang, Ada Pabrik EkstasiTerbesar Ketiga di Dunia. Diambil dari http://www.kompas.com/metro/news/0511/11/203549.htm pada 15/03/2006.

    Kompas. (2005). Pabrik Ekstasi Digerebek, Beroperasisejak Februari 2005. Diambil dari http://www.kompas.com/kompas-cetak/0511/25/metro/2240312.htm pada 15/03/2006.

    Media Indonesia. (2002). Memberantas Napza denganKetahanan Keluarga. Diambil dari http://www.polarhome.com/pipermail/nasional-m/2002-November/000440.html pada 15/03/2006

    Media Indonesia. (2006). Kejari Cibinong MusnahkanPabrik Ekstasi Jasinga. Diambil dari Media In-donesia Online pada 15/03/2006

    Suara Merdeka.. (2006). __________________.Diambil dari http://www. suara merdeka.com/harian/0602/28/n as15.htm pada 15/03/2006

    Peran Orangtua Dalam Pembentukan Identitas Agama(Religious Identity Formation) Remaja