Upload
auranisa-syaikni
View
830
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
TEORI DASAR
Hardening AISI 1045
2.1. Klasifikasi Baja
Baja dapat diklasifikasikan berdasarkan :
1. Komposisi, seperti kandungan karbon (baja karbon/ non alloy), baja paduan
rendah (low alloy), baja paduan (alloy steels)
2. Metode manufakturnya, seperti baja tungku konverter, tungku induksi, atau
metoda electro slag remelting.
3. Aplikasi atau karakteristik utama, seperti baja struktural, baja perkakas, baja
tahan karat, baja tahan panas.
4. Proses pengerjaan akhir, seperti roll panas, roll dingin, pengecoran, roll dengan
pengontrolan dan pengontrolan pendinginan.
5. Bentuk produk, seperti bar, pelat, strip, tabung, atau bentung struktural.
6. Proses oksidasi, seperti rimmed, killed, semi killed, dan capped steel.
7. Mikrostruktur, seperti feritik, perlitik, martensitik dan austenitik.
8. Tingkat kekuatan, seperti pada standar ASTM (American Society for Testing and
Material).
9. Perlakuan panas, seperti annealing, quenching dan tempering, pendinginan udara
(nomalizing), dan proses thermochemical.
10. Gambaran kualitas dan klasifikasinya, seperti kualitas tempa dan kulitas
komersial.
Dari sekian banyak klasifikasi yang digunakan untuk baja, yang sering digunakan
adalah berdasarkan komposisi kimia.
6
Gambar 2.1. Klasifikasi baja(3)
Berdasarkan kandungan karbon, baja dibagi menjadi tiga macam, yaitu :baja
karbon-rendah (C< 0,2%), karbon-sedang (C 0,2 – 0,5 %) dan baja karbon-tinggi
(C > 0,5 %) (3).
Baja karbon-rendah (C < 0,2%) yang disempurnakan diproduksi dengan
deoksidasi atau “killing” baja dengan Al atau Si, atau dengan penambahan Mn
untuk memperhalus ukuran butir. Namun, sekarang ditambahkan sejumlah kecil
7
Nb (< 1%) yang mengurangi kadar karbon dengan membentuk partikel NbC.
Partikel tersebut tidak saja memnghambat pertumbuhan butir, tetapi juga
meningkatkan kekuatan dengan pengerasan-persipitasi butir ferit.
Baja karbon-sedang mampu dikuens untuk membentuk martensit dan
setelah penemperan dihasilkan ketangguhan dengan kekuatan yang baik.
Penemperan didaerah temperatur lebih tinggi (yaitu 350 – 550 oC) menghasilkan
karbida sfeirodisasi yang meningkatkan keuletan baja, sehingga dipergunakan
untuk material as roda, roda gigi, poros dan rel. Proses ausforming dapat
diterapkan pada baja dengan kadar karbon-sedang tersebut sehingga dicapai
kekuatan lebih tinggi tanpa mengurangi keuletan.
Baja karbon-tinggi umumnya dikeraskan dengan kuens dan temper ringan
pada 250 oC untuk menghasilkan kekuatan dan keuletan yang memadai untuk per,
die, dan perkakas potong.
Pada baja paduan rendah atau sedang, dengan kandungan paduan total
sekitar 5% . Kandungan paduan terutama ditentukan oleh persyaratan
kemampukerasan dan penemperan, meski pengerasan larutan padat dan
pembentukan karbida juga penting. Unsur pemadu seperti Mn dan Cr
meningkatkan kemampukerasan dan secara umum menghambat pelunakan dan
penemperan. Ni memperkuat ferit dan meningkatkan kemampukerasan serta
ketangguhan, Cu memiliki sifat sama tetapi juga menghambat penemperan. Co
memperkuat ferit dan menghambat pelunakan pada penemperan; Si menghambat
dan mengurangi perubahan volume ketika terjadi transformasi martensit, dan baik
Mo maupun V menghambat penemperan dan menghasilkan pengerasan sekunder.
8
2.2. Sistem Penomoran Pada Standar AISI/SAE (American Iron and Steel
Intitut/ Society of Automotive Engineers)
Standar AISI/SAE menggunakan empat digit dalam sistem penomoran
untuk mengenali baja karbon dan baja paduan berdasarkan standar komposisi
kimia (grade). Dalam sistem penomoran atau kode yang digunakan dalam standar
AISI memiliki arti tertentu, misal 10xx, angka 10 menyatakan baja karbon.
Sedangkan dua angka terkahir, xx digunakan untuk menyatakan jumlah
kandungan karbon perseratus persen, dalam rentang beberapa poin. Sebagai
contoh baja karbon dengan kandungan 0,45 % dinamakan 1045 dalam standar
AISI, sedangkan rentang kadar karbonnya sebesar 0,43 - 0,5 %.
Baja karbon resulfurisasi ditandai dengan nomor seri 11xx, baja karbon
resulfurisasi dan rephosporisasi dengan seri 12xx dan baja dengan kandungan
mangan antara 0,9 – 0,5 % tanpa unsur paduan lainnya memiliki nomor seri 15xx.
Untuk baja paduan, dua angka pertama dalam penomoran menggambarkan
unsur paduan utama pada material, dimana angka pertama sebagai grup paduan.
Sebagai contoh pada seri baja 43xx, mengandung 1,6 – 2,0 % Ni, 0,5 – 0,8 Cr dan
0,2 – 0,3 % Mo disebut sebgai baja paduan Cr Ni Mo. Huruf B ditambahkan
antara digit kedu dan ketiga jika mengandung boron (antara 0,003 dan 0,005%)
dan huruf L jika mengandung lead (timah) antara 0,15 – 0,35 %. Huruf M
digunakan untuk penandaan baja berdasarkan kualitas, huruf E untuk baja tungku
induksi, dan huruf H untuk baja yang membutuhkan pengerasan. Selengkapnya
klasifikasi penomoran AISI ada pada tabel 2.1 berikut:
9
Tabel 2.1. Identifikasi elemen pada baja berdasarkan standar AISI/SAE(4,5)
Numerals and Digits Type of Steel and Nominal Alloy Content (%)Carbon Steels10xx. . . . . . . Non Resulfurized, 1.0 manganese max11xx Resulfurized12xx Resulfurized and rephosphorized15xx Non Resulfurized, over 1.0 manganese maxManganese steels13xx Mn 1.75Nickel steels23xx . . . . . . . . . Ni 3.5025xx . . . . . . . . . Ni 5.00Nickel–chromium steels31xx . . . . . . . . . Ni 1.25; Cr 0.65 and 0.8032xx . . . . . . . . Ni 1.75; Cr 1.0733xx . . . . . . . . . Ni 3.50; Cr 1.50 and 1.5734xx . . . . . . . . . Ni 3.00; Cr 0.77Molybdenum steels40xx . . . Mo 0.20 and 0.2544xx . . . . . . . . . Mo 0.40 and 0Chromium–molybdenum steels41xx Cr 0.50, 0.80, and 0.95; Mo 0.12, 0.20, 0.25, and 0.30Nickel–chromium–molybdenum steels43xx . . . Ni 1.82; Cr 0.50 and 0.80;Mo 0.2543BVxx Ni 1.82; Cr 0.50; Mo 0.12 and 0.25; V 0.03 min47xx Ni 1.05; Cr 0.45; Mo 0.20 and 0.3581xx . Ni 0.30; Cr 0.40; Mo 0.1286xx Ni 0.55; Cr 0.50; Mo 0.2087xx . Ni 0.55; Cr 0.50; Mo 0.2588xx Ni 0.55; Cr 0.50; Mo 0.3593xx Ni 3.25; Cr 1.20; Mo 0.1294xx . Ni 0.45; Cr 0.40; Mo 0.1297xx Ni 0.55; Cr 0.20; Mo 0.2098xx Ni 1.00; Cr 0.80; Mo 0.25Nickel–molybdenum steels46xx . . . . . . . . .. . . . . . . . Ni 0.85 and 1.82; Mo 0.20 and 0.2548xx . Ni 3.50; Mo 0.25Chromium steels50xx . . . . . . . . . Cr 0.27, 0.40, 0.50, and 0.6551xx . . . . . . . . Cr 0.80, 0.87, 0.92, 0.95, 1.00, and 1.05Tungsten–chromium steel72xx . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . W 1.75; Cr 0.75High-strength low-alloy steels9xx Cr 0 and 0.65Boron steelsxxBxx B denotes boron steelLeaded steelsxxLxx L denotes leaded steel
. . . . . . . . .
. . . . . . . .. . . . . . . .
10
2.3. Perlakuan Panas (Heat Treatment)
Perlakuan panas (heat treatment) adalah suatu istilah yang menjelaskan
suatu operasi atau kombinasi/gabungan operasi yang melibatkan pemanasan dan
pendinginan yang terkontrol terhadap suatu logam atau paduan logam dalam
keadaan padatan untuk tujuan memodifikasi struktur mikro sehingga diperoleh
perubahan sifat-sifatnya (terutama sifat mekanis) sesuai dengan yang diinginkan.
Sementara itu menurut The International federation for the heat transfer for the
Heat Treatment Materials (IFHT) memberikan definisi bahwa perlakuan panas
tidak semata hanya melibatkan pemanasan dan pengontrolan kecepatan
pendinginan pada paduan logam tetapi termasuk pula didalamnya adalah
pemberian atau penambahan atom lain melalui permukaan logam sebagaimana
yang terjadi pada controlled rolling dalam termomechanical treatment.
Perlakuan panas paduan logam memegang peranan penting dalam rekayasa
mengingat fakta bahwa hampir semua komponen teknik yang terbuat dari logam,
kecuali beberapa besi cor, memerlukan paling tidak satu tahapan perlakuan panas
dari siklus produksi dengan tujuan guna memenuhi persyaratan sifat-sifat yang
diinginkan. Sebagai contoh, barang hasil tempa, pengecoran, pengerolan dan
fabrikan (pembentukan dan penyambungan) dilaku panas sebelum proses
permesinan. Dalam pengerolan panas lembaran baja , misalnya selain deformasi
maka temperatur dan kecepatan pendinginan merupakan variabel yang dapat
diatur untuk mendapatkan variasi struktur mikro dan dengan demikian juga variasi
sifat akhir baja hasil roll.
Telah dikenal beberapa jenis perlakuan panas logam yang masing-masing
memiliki istilah yang berbeda. Proses perlakuan panas yang bervariasi umumnya
dibedakan berdasarkan maksud atau tujuan dari proses perlakuan panas tersebut.
Tujuan utama dari perlakuan panas adlah sebagai berikut :
1. Memperlunak (to soften), yaitu memperbaiki sifat plastisitas dengan
cara mengatur ukuran, bentuk dan distribusi mikrokonstituennya (fasa
atau butiran), serta keberadaan dislokasi dalam butiran.
11
2. Menghilangkan tegangan sisa (to stress relieve), yaitu memungkinkan
berlangsungnya relaksasi tegangan-tegangan sisa dengan cara
meningkatkan temperatur (memanaskan) sehingga diperoleh penurunan
kekuatan luluh ( yield strength) dan meningkatkan recovery.
3. Melakukan homogenisasi (to homogenize), yaitu mendapatkan
komposisi kimia yang homogen di dalam butiran (grain) melalui difusi
unsur-unsur yang ada dalam paduan logam pada temperatur tinggi,
seperti austenizing, solutioning.
4. Meningkatkan ketangguhan (to toughten), yaitu meningkatkan
kemampuan paduan logam untuk menyerap energi dari beban impak
dalam selang plastiknya tanpa patah, atau dengan kata lain
meningkatkan luas daerah diabawah kurva tegangan-regangan.
5. Memperkeras (to harden), yaitu meningkatkan gangguan terhadap slip
atau meningkatkan penahanan terhadap pergerakan dislokasi melalui
perubahan ukuran, bentuk dan distribusi mikrokonstituen baik melalui
pengecilan ukuran butiran (grain refinement), quench-hardening atau
age hardening.
6. Menambahkan unsur kimia melalui permukaan, yaitu memperbaiki
ketahanan aus dan ketahan lelah (fatigue) pada permukaan melalui
pembentukan tegangan sisa kompresif dipermukaan logam yang
dihasilkan dari absorbsi atom-atom terlarut interstisi (C,N dll) dibawah
suatu siklus termal tertentu, (carburizing, nitriding).
7. Meningkatkan sifat fisik, seperti meningkatkan sifat kemagnetan dengan
memperbesar butiran melalui pengaturan siklus termal.
Dari ketujuh perlakuan panas diatas, telah dikembangkan beberapa
perlakuan panas, yang masing-masingnya dapat memenuhi satu atau lebih tujuan
diatas. Secara garis besar perlakuan panas ini dikelompokan sebagai berikut:
1. Proses Annealing
a. Full annealing
b. Spheroidizing, critical range annealing atau subcritical anneling
c. Isothermal annealing
12
d. Stress-relief annealing
e. Recristalization annealing
f. Homogenize annealing, solution treating, atau austenizing
2. Normalizing
3. Through hardening processes:
a. Water-oil atau air-quenching dan tempering
b. Time-quenching dan tempering
c. Austempering
d. Martempering
4. Proses through hardening lainnya
a. Percipitation hardening (age hardening)
b. Dispertion hardening
c. Maraging
d. Thermomechanical treatment
e. Order-disorder reaction
5. Thermal surface hardening treatment (tanpa perubahan komposisi
kimia)
a. Flame hardening
b. Induction hardening
c. Laser hardening
d. Electron-beam hardening
6. Thermochemical surface hardening treatment (dengan perubahan
komposisi kimia)
a. Austenitic thermochemical treatment
(i). Carburaizing, solid, liquid, gas, vacuum, fluidized bed
(ii). Carbonitriding
(ii). Cyaniding
b. Ferritic thermochemical treatment
(i). Nitriding, liquid, gas, plasma
(ii) Nitrocarburaizing, liquid, gas
13
7. Difussion treatment lainnya
a. Siliconizing
b. Chromizing
c. Boronizing
d. Aluminizing
2.4. Diagram Fasa Fe-C
Gambar 2.2. Diagram fasa Fe-C, ilustrasi sel satun BCC (ferit), austenit
(FCC)(4)
Diagram fasa menghubungkan komposisi, temperatur dan fasa dalam suatu
diagram, disebut juga diagram kesetimbangan (equilibrium diagram), karena kita
dapat menjumpai beberapa fasa dalam satu diagram. Diagram fasa memudahkan
14
untuk melihat sifat dari suatu campuran. Diagram fasa Fe dan C pada hakekatnya
merupakan superposisi antara diagram fasa jenis eutektik, peitektik, dan eutektoid.
Diagram fasa Fe-C terdiri dari lima fasa utama (gambar 2.2) yaitu :
- Satu fasa cair
- Tiga larutan padat : (ferit), (austenit),
- Satu senyawa : Fe3C (cementit)
Unsur Fe mempunyai lebih dari satu bentuk kristal, maka disebut politropi,
dan disebut juga alotropi karena besi pada temperatur kamar sampai 912oC
mempunyai sel satuan BCC (Body Centered Cubic). Pada temperatur 912 oC -
1390 oC menjadi FCC (Face Centered Cubic) dan pada 1390 oC – 1536 oC
(temperatur cairnya) besi murni mempunyai sel satuan BCC. Diameter atom
karbon lebih kecil dari diameter atom Fe, akibatnya jika dipadukan, C akan
menempati rongga-rongganya atau larut interstisi.
Kelarutan karbon pada Fe dalam bentuk sel satuan FCC lebih besar dari
pada dalam sel satuan BCC. Untuk melihat hal tersebut dapat dilakukan dengan
melakukan analisa geometrik atau dengan melihat diagram fasanya.
a. Transformasi Fasa Pada Paduan Fe-C
Transformasi fasa difusional atau sering disebut dengan diffusional-induced
phase transformation merupakan perubahan suatu fasa menjadi satu atau lebih
fasa yang dikontrol oleh proses difusi. Oleh sebab itu pemahaman mengenai
difusi yang berlangsung dalam padatan sangatlah diperlukan dalam mempelajari
transformasi fasa ini. Beberapa transformasi fasa yang dikontrol difusi secara
umum yang terdapat pada sistem kesetimbangan Fe-C adalah:
a. Transformasi eutektik
Gambar 2.3. Transformasi fasa eutektik
15
Pada sistem biner Fe-C reaksi eutektik akan terjadi pada titik 4,27%C
(gambar 2.2) bila dari fasa cair (liquid) didinginkan akan berubah
menjadi 2 fasa padatan yaitu (austenit) + (Fe3C atau cementit), fasa
ini disebut juga ledeburit.
b. Transformasi eutektoid
Gambar 2.4. Transformasi eutektoid
Dari diagram fasa Fe-C reaksi ini akan terjadi pada kandungan 0,76% C,
dimana dari satu padatan austenit bila didinginkan akan berubah menjadi
dua padatan yaitu (ferrit) dan Fe3C (cementit), fasa yang terbentuk
disebut fasa perlit.
c. Transformasi peritektik
Gambar 2.5. Transformasi peritektik
Transformasi peritektik pada proses pendinginan mengubah satu fasa
padatan dan satu fasa cair menjadi satu fasa padatan. Pada diagram fasa
Fe-C terjadi pada kandungan karbon 0,16 %C, dimana fasa dan fasa
cair berubah menjadi fasa .
Transformasi eutektoid, eutektik melibatkan pembentukan fasa-fasa dengan
komposisi yang berbeda dari matriksnya sehingga dengan demikian diperlukan
difusi dalam jarak relatif panjang (long range difusion). Dilain pihak terdapat jenis
transformasi lain yang berlangsung tanpa adanyaperubahan komposisi atau tanpa
difusi skala panjang apapun, seperti yang terjadi dalam transformasi martensitik.
16
b. Transformasi Martensitik Pada Baja
Transformasi martensitik adalah transformasi yang tidak melibatkan difusi
atom (difusionless transformation). Selama transformasinya tidak melibatkan
loncatan atom yang merupakan karakteristik transformasi yang dikontrol oleh
difusi. Tidak adanya difusi berarti bahwa produk martensitnya memiliki
komposisi yang sama dengan komposisi fasa induknya, dan bila fasa induknya
teratur (ordered) maka produk transformasinya-pun juga teratur.
Perlu dicatat bahwa tidak seluruh martensit adalah getas (brittle). Martensit
yang terbentuk dalam baja memang getas karena distorsi yang dihasilkan oleh
atom-atom karbon yang tertinggal didalam kisi body centered tetragonal BCT
sangat besar. Namun demikian dalam martensit subsitusional (misal Fe-305Ni dan
Ni-35%Al), efek pengerasannya tidak terlalu besar karena distorsi kisinya relatif
kecil.
Pada prinsipnya ada tiga kharakteristik yang mencirikan transformasi
martensitik :
1. Dispalcive, artinya terjadi pergeseran bidang kisi
2. Tanpa difusi
3. Kinetika dan morfologinya ditentukan oleh energi regangan yang muncul dari
pergeseran bidang kisi
Sebagai contoh, transformasi bainitik memiliki kharakteristik 1 dan 3 tetapi tidak
2, sehingga tidak dapat dikatakan martensitik.
Pada 1924 Bain menyarankan bahwa transformasi austenit (fasa induk)
menjadi martensit dalam baja dapat diterangkan oleh pembentukan kisi body
centered tetragonal (BCT) dari kisi fasa induk austenit yang face-centered cubic
(FCC) sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.6. Bagian dari deformasi kisi
yang menyebabkan perubahan dalam struktur kristal adalah deformasi murni dan
biasanya disebut distorsi Bain.
17
Gambar 2.6. Distorsi kisi dan kisi BCT usulan Bain pada transformasi martensitik
dalam baja[5 hal 42]
Ada dua tipe morfologi martensit yang terbentuk dalam Fe-C yaitu Lath
martensit dan Plate martensit:
a. Lath martensit memilikikerapatan dislokasi yang tinggi dengan atau
tanpa kembaran. Struktur lath martensit ditunjukkan pada gambar 2.7.
Gambar 2.7. Struktur Lath martensit, foto mikroskop elektron, 20000x
18
b. Plate martensit (lenticular) yang mengandung substruktur internal dari
kembaran dangan atau tanpa dislokasi. Struktur martensit plate
ditunjukkan pada gambar 2.8.
Gambar 2.8. Struktur plate martensit, warna hitam austenit sisa, 1000x
Temperatur transformasi yang lebih rendah cenderung memberikan
konsentrasi martensit plat kembaran yang lebih tinggi. Karena peningkatan
konsentrasi karbon menurunkan temperatur mulai terbentuknya martensit, maka
baja dengan karbon yang lebih tinggi cenderung memiliki fraksi volume yang
lebih tinggi dari martensit plat. Dilain pihak dalam baja karbon rendah
martensitnya terutama adalah tipe lath.
2.5. Diagram TTT (Time Temperature Transformation)
Diagram fasa Fe-C yang telah dibahas sebelumnya berlaku umum untuk
semua baja, dan hanya berlaku untuk transformasi terutama pada proses
pendinginan yang sangat lambat. Namun untuk transformasi fasa paduan Fe-C
dengan kecepatan pendinginan lebih tinggi digunakan diagram TTT. Untuk setiap
baja dengan kandungan prosentase karbon berbeda mimiliki diagram TTT yang
berbeda pula.
19
Gambar 2.9. Diagram TTT untuk baja karbon AISI 1080[5 hal 51]
Time-Seconds
Gambar 2.10. Diagram TTT untuk baja karbon AISI 1045[7 hal 29]
20
Perhatikan gambar 2.9, untuk baja karbon AISI 1080 (baja eutektoid).
Transformasi dimulai dari temperatur austenisasinya, batas temperatur
austenisasinya adalah garis As pada gambar tersebut. Mulai dari garis tersebut ke
atas austenitnya stabil dan kebawah austenitnya tidak stabil (metastabil), tidak
stabil disini artinya kalau lewat temperatur tersebut austenit terus bertransformasi.
Kemudian berikutnya yang perlu kita perhatikan yaitu setiap trasnformasi yang
melibatkan kecepatan pendinginan yang lambat mekanismenya adalah difusi. Jadi
bila baja karbon AISI 1080 kita transformasikan dari austenit ke perlit maka, itu
tidak berubah pada detik yang sama, melainkan membutuhkan waktu untuk
bertransformasi. Untuk mendapatkan perlit (F (ferit) + C (cementit)) maka
kecepatan pendinginan harus lambat .
Lain halnya dengan transformasi austenit ke martensit, begitu kita celup
cepat ke dalam air (quench) maka transformasi martensit akan terjadi dengan
kecepatan yang lebih tinggi dari kecepatan suara tanpa adanya difusi. Martensit
akan mulai terbentuk begitu pendinginan mencapai garis Ms (martensit start) dan
akan mencapai 90% martensit pada titik M90.
Selama kecepatan pendinginannya berada disebelah kiri dari hidung
diagram transformasinya, maka kita akan memperoleh seluruhnya martensit (garis
nomor 1). Jika pendinginannya menyinggung hidung garis transformasinya
disebut sebagai kecepatan pendinginan kritis, artinya ialah kecepatan yang paling
lambat tetapi masih menghasilkan martensit (garis nomor 2).
Garis martensit start (Ms) akan meningkat bila kadar karbon menurun,
seperti pada gambar 2.10 diagram TTT AISI 1045, Ms berada pada temperatur
300oC sedangkan pada AISI 1080, Ms pada 220oC dan kemungkinan terbentuknya
martensit akan semakin kecil pula. Seperti terlihat pada gambar 2.11 diagram TTT
untuk baja karbon AISI 1021 dan gambar 2.12. diagram TTT baja karbon AISI
1006.
21
Gambar 2.11. Diagram TTT baja karbon AISI 1021[5hal50]
Gambar 2.12. Diagram TTT baja karbon AISI 1006[5hal50]
22
2.6. Tempering
Sifat mekanis martensit adalah keras dan getas. Sifat seperti ini umumnya
tidak diinginkan, kecuali beberapa tujuan khusus. Oleh sebab itu, hasil perlakuan
panas quench hardening yang keras dan getas perlu dimodifikasi untuk
mendapatkan sifat yang lebih sesuai untuk tujuan konstruksi. Untuk mendapatkan
kombinasi kekuatan, ketangguhan/ kekokohan (toughness) dan keuletan dari baja
yang diquench maka terhadap baja yang telah diquench tersebut kemudian
dipanaskan pada temperatur dibawah A1, cara ini dikenal sebagai tempering.
Berdasarkan perubahan struktur mikro, maka tahap-tahap tempering dibagi
lima tahap (Catatan : selang temperatur antara tahap-tahap ini dapat tumpang
tindih) [1 bab VII hal1], yaitu :
a. Tahap pertama pada T = 20 – 250oC. Dalam keadaan ini terjadi
dekomposisi martensit (karbon tinggi) yang lewat jenuh menjadi
karbida transisi: karbida () atau karbida eta () dan martensit
karbon rendah (”). Jadi terjadi reaksi: ’ → atau ’ → + ”.
b. Tahap kedua pada T = 200 – 300 oC. Pada tahap ini terjadi
dekomposisi retained austenit menjadi bainit (bainitic ferrite +
carbide). Pada temperatur tinggi bainitnya mengandung bainitic
ferrite + cementit, sedangkan pada T rendah bainitnya mengandung
banitic ferrite + carbida atau .
c. Tahap ketiga pada T = 250 – 350 oC. Pada tahap ini berlangsung
transformasi produk reaksi tahap 1 dan tahap 2 membentuk ferit dan
cementit chi () atau eta ().
d. Tahap empat pada T = 350 – 500oC. Pada tahap ini berlangsung
pertumbuhan dan spheroidisasi dari sementit yang awalnya
berbentuk batangan. Spheroidisasi berlangsung dengan mekanisme
pengkasaran (coarsening).
e. Tahap lima pada T = 500 – 650oC. Berlaku khususnya untuk baja-
baja paduan, terutama yang mengandung unsur-unsur pembentuk
karbida. Pada tahap ini terjadi pembentuka karbida-karbida dari
23
unsur-unsur pemadu dan pembentukan fasa intermetalik. Tahap
kelima dari tempering ini sering disebut sebagai secondary
hardening.
Perubahan struktur mikro selama tempering akan merubah sifat mekanis
baja. Jadi waktu dan temperatur tempering akan merubah struktur mikro dan
sebagai akibatnya merubah pula sifat mekanis. Tempering dapat meningkatkan
kekerasan pada temperatur sampai dengan 150oC untuk C yang tinggi (C0.18%)
dikarenakan pada temperatur yang relatif rendah tempering menghasilkan
sejumlah karbida transisi berukuran kecil sehingga memberi pengaruh penguatan
dispersi (dispersion strengthening) yang mengimbangi penurunan kekerasan
(softening effect) akibat dari deplesi karbon matriks martensit.
Di atas 200oC selama tempering tahap 3 dan 4 terjadi penurunan kekerasan
karena pelunakan matriks dan coarsening partikel-partikel karbida. Kekerasan
minimum dicapai pada temperatur dekat dengan temperatur eutektoidnya
(720oC). Pengkasaran sementit pada T = 400 – 700 oC dapat dicegah oleh unsur-
unsur Si, Cr, Mo dan W dalam baja. Atau unsur-unsur ini dapat menahan struktur
Widmanstatten sementit berukuran kecil sampai temperatur yang lebih tinggi
melalui :
Segregasi unsur-unsur ini pada antarmuka karbida sementit
Berpartisi ke dalam sementit.
Unsur-unsur pemadu menahan kecepatan softening sampai temperatur
yang lebih tinggi selama tempering dengan cara :
Stabilisasi karbida transisi
Stabilisasi martensit lewat jenuh
Menahan pengendapan dan pertumbuhan sementit.
24
2.7. Media Pendingin
Kemampuan suatu jenis media pendingin dalam mendinginkan spesimen
bisa berbeda-beda. Perbedaan kemampuan mendinginkan media pendingin
disebabkan oleh temperatur, kekentalan, kadar larutan dan bahan dasar media
pendingin. Ada beberapa jenis media pendingin yang sering digunakan,
diantaranya adalah air garam, air, oli, udara bertekanan dan polimer.
Air sebagai media celup cepat sangat umum digunakan, terutama untuk baja
karbon, baja paduan rendah dan baja tahan karat. Air memiliki panas jenis dan
konduktifitas termal tinggi, sehingga kemampuan mendingikannya tinggi. Ketika
benda kerja dicelupkan kedalam air, akan terbentuk selimut uap air disekeliling
permukaan benda kerja dan naiknya temperatur dari air akan terjadi penurunan
yang tajam dari kemampuan pendinginannya. Selimut uap juga akan
menyebabkan tidak homogennya kekerasan (tergantung bentuk benda kerja). Laju
pendinginan air dapat ditingkatkan dengan menambahkan NaOH, garam, asam
belerang dan sebagainya. Dengan penambahanan garam akan mencegah
terbentuknya uap disekeliling benda kerja.
Oli juga merupakan media pendingin yang banyak digunakan dengan laju
pendinginan yang lebih lambat dibandingkan air. Sifat oli memiliki koduktifitas
termal dan panas laten yang tergolong rendah, serta memiliki viskositas tinggi
sehingga laju pendinginan menjadi rendah. Dalam perdagangan ada dua macam
viskositas, misalnya SAE 40 dan SAE 40 W. SAE 40W tidak begitu peka
terhadap temperatur, sedangkan oli SAE 40 peka terhadap temperatur .Indek
kekentalan diikuti huruf W yang menunjukkan kekentalan pada suhu 200oC,
sedangkan kekentalan yang tidak diikuti huruf W menyatakan kekentalan pada
suhu 1000C, dengan adanya perkembangan teknologi lebih dari satu tingkat
klasifikasi viskositasnya yang dikenal dengan minyak pelumas multigrande.
Penulisan angka viskositas misalnya SAE 40W – 50 dengan maksud standar
olinya SAE 40 pada suhu 200oC dan standar sampai SAE 50 pada suhu 1000oC,
sehingga minyak pelumas ini bila digunakan di lingkungan suhu dingin akan
25
bersikap sebagai pelumas SAE 40W sedangkan bila digunakan dilingkungan suhu
panas akan bersikap sebagai minyak
pelumas SAE 50W.
Penggunaan pelumas sebagai media pendingin dalam proses perlakuan akan
menyebabkan timbulnya lapisan karbon pada bagian permukaan spesimen yang
akan mempengaruhi sifat mekanis spesimen. Tingkat lapisan ini tergantung pada
laju shear, yaitu kecepatan tiap tebal film pelumas. Kerusakan pada zat aditif
pelumas karena peningkatan temperatur dapat menyebabkan terjadinya penurunan
ketebalan lapisan karbon saat pelumas digunakan sebagai media pendingin.
Penggunaan pelumas Mesran SAE 40W – 50 dan SAE 40W – 40 pada sebagian
besar kendaraan bermotor mendorong peneliti untuk menggunakannya sebagai
salah satu media pendingin pada quenching.
2.8. Tungku Pemanas (Furnance)
Ada beberapa cara yang umum digunakan dalam proses pemanasan logam
yang akan dilaku panas, diantaranya menggunakan tungku induksi, nyala api
(flame):
1. Tungku muffle
Adalah suatu tungku yang menggunakan sistem induksi listrik melalui
lilitan kawat sebagai elemen pemanas didalam ruang pemanasan.
Tungku jenis ini dapat mencapai temperatur hingga 1200oC dengan
kecepatan rambat panas antara 10 – 12 oC/menit. Namun tungku jenis ini
mempunyai beberapa kelemahan yaitu meudah terjadi oksidasi dan
dekarburisasi serta tidak cocok digunakan untuk produk-produk dengan
ukuran besar.
26
Gambar 2.13. Tungku Muffle
2. Tungku Salt Bath
Gambar 2.14. Tungku salt bath
Ruang pemanas tungku jenis adalah berupa bath yang diisi dengan
larutan garam yang dipanaskan hingga temperatur tertentu, benda kerja
dipanaskan terleih dahulu. Tungku jenis ini memiliki beberapa kelebihan
; hasil pemanasan homogen, waktu pemanasan relatif cepat, benda kerja
terlindung dari okdidasi dan dekarburisasi. Keleamahan tungku ini
adalah berbahaya bagi operator karena kotoran dan garam mngendung
cyanida.
27
3. Fluidised Bed
Fluidised bed terdiri atas sebuah retort yang terbuat dari stainless steel
tahan panas berisi aluminium oksida. Aluminium oksida selain berfungsi
sebagai mediator juga berfungsi sebagai penghantar panas. Dengan
adanya aliran gas maka aluminium oksida akan bersirkulasi sehingga
panas akan merata.
Sumber panas didapat dari tiga buah elemen pemanas yang dihubungkan
dengan listrik. Dimana adanya aliran gas tersebut maka partikel
aluminium oksida akan tampak bebas sehingga akan terlihat seperti
cairan.
Gambar 2.15. Tungku Fluidised Bed
Dalam proses pemanasan udara, amoniak, nitrogen, LPG, CO2 dan gas
lain dicampur untuk menghasilkan pelindung benda kerja dari oksidasi.
Untuk laku panas, distributor yang berpori akan menjamin aliran udara
yang rata. Pemanasan dilakukan dengan listrik ataupun gas proses
quenching di fluidised unit dengan menggunakan prinsip yang sama
seperti tungku lainnya.
2.9. Pengujian Kekerasan
Deformasi merupakan dampak perubahan atau perilaku yang terjadi pada
bahan bila mendapat pembebanan. Semua bahan padat akan berubah bentuk bila
mengalami pembebanan dari luar pada batas tertentu, bila pada bahan padat
diberikan beban hingga batas tertentu yang mengakibatkan bahan padat berubah
bentuk, kemudian beban tersebut ditiadakan dan bahan padat dapat kembali
28
kekeadaanya semula, maka peristiwa pada bahan disebut deformasi elastik. Tetapi
bila bahan tidak kembali kekeadaan semula setelah beban ditiadakan maka bahan
tersebut dianggap mengalami deformasi plastik.
Bahan logam pada umumnya dapat pula diklasifikasi sebagai ulet dan
getas, tergantung apakah bahan itu memperlihatkan kemampuan untuk mengalami
deformasi plastik atau tidak. Gambar 2.15 melukiskan garis lengkung tegangan-
regangan tarik suatu bahan ulet. Keuletan yang memadai merupakan suatu
pertimbangan rekayasa yang penting, sebab keuletan memberi kesempatan kepada
bahan untuk distribusi ulang tegangan setempat. Bahan yang getas rentan terhadap
patah bila terdeformasi, seperti pada besi cor.
Gambar 2.16. (a) Garis lengkung tegangan-regangan untuk bahan yang
getas sempurna (b) garis lengkung tegangan-regangan
untuk logam getas dengan sedikit keuletan.
a. Kekerasan Brinell
Uji kekerasan lekukan yang pertama kali banyak digunakan serta disusun
pembakuannya adalah metode yang diajukan oleh J.A. Brinell pada tahun 1900.
Uji kekerasan Brinell berupa pembentukan lekukan pada permukaan logam
dengan memakai bola baja berdiameter 10 mm dan diberi beban 3000 kg. Untuk
logam lunak, beban dikurangi hingga tinggal 500 kg, untuk menghindarkan jejak
yang dalam, dan untuk bahan yang sangat keras, digunakan paduan karbida
tungsten, untuk memperkecil terjadinya distorsi indentor. Beban diterapkan
29
selama waktu tertentu, biasanya 30 detik, dan diameter lekukan diukur dengan
mikroskop daya rendah, setelah beban tersebut dihilangkan. Kemudian dicari
harga rata-rata dari 2 buah pengukuran diameter pada jejak yang berarah tegak
lurus. Permukaan dimana lekukan akan dibuat harus relatif halus, bebas daru debu
atau kerak. Angka kekerasan Brinell (BHN) dinyatakan sebagai beban P dibagi
luas permukaan lekukan. Rumus untuk angka kekerasan tersebut adalah :
di mana P = beban yang diterapkan, kg
D = diameter bola, mm
d = diameter lekukan, mm
t = kedalaman jejak, mm
b. Kekerasan Meyer
Meyer mengajukan definisi mengenai kekerasan yang lebih rasional
dibanding yang diajukan oleh Brinnell, yakni berdasarkan luas proyeksi jejak,
bukan luas permukaannya. Tekanan rata-rata antara luas penumbuk (indenter) dan
lekukan adalah sama dengan beban dibagi luas proyeksi lekukan.
Meyer nengemukakan bahwa tekanan rata-rata ini, dapat diambil sebagai ukuran
kekerasan, dan dinamakan kekerasan Meyer,
c. Kekerasan Vikers
Uji kekerasan Vikers menggunakan penumbuk piramida intan yang
dasarnya berbentuk bujur sangkar. Besarnya sudut antara permukaan-permukaan
piramid yang saling berhadapan adalah 136o. Sudut ini dipilih, karena nilai
tersebut mendekati sebagian besar nilai perbandingan yang diinginkan antara
diameter lekukan dan diameter bola penumbuk pada uji kekerasan Brinell. Karena
30
bentuk penumbuknya piramid, maka pengujian ini sering dinamakan uji
kekerasan priamida intan. Angka kekerasan piramida intan (DPH), atau angka
kekerasan Vikers (VHN atau VPH), didefinisikan sebagai beban dibagi luas
permukaan lekukan. Pada prakteknya, luas ini dihitung dari pengukuran
mikroskopik panjang diagonal jejak. DPH dapat ditentukan dari persamaan
berikut :
Dimana P = beban yang diterapkan
L = panjang diagonal rata-rata
= sudut antara permukaan intan yang berlawanan = 136o
d. Kekerasan Rockwell
Uji kekerasan yang paling banyak dipergunakan di Amerika serikat
adalah uji kekerasan Rockwell. Hal ini disebabkan oleh sifat-sifatnya yaitu: cepat,
bebas dari kesalahan manusia, mampu untuk membedakan perbedaan kekerasan
yang kecil pada baja yang diperkeras, dan ukuran lekukannya kecil, sehingga
bagian yang mendapat perlakuan panas yang lengkap, dapat diuji kekerasannya
tanpa menimbulkan kerusakan. Uji ini menggunakan kedalaman lekukan pada
beban yang konstan sebagai ukuran kekerasan. Mula-mula diterapkan beban kecil
sebesar 10 kg untuk menempatkan benda uji. Hal ini akan memperkecil jumlah
preparasi permukaan yang dibutuhkan dan juga memperkecil kecenderungan
untuk terjadi penumbukan keatas atau penurunan yang disebabkan oleh
penumbuk. Kemudian diterapkan beban yang besar, dan secara otomatis
kedalaman lekukan akan terekam pula gage penunjuk yang menyatakan angka
kekerasan. Penunjuk tersebut terdiri atas 100 bagian, masing-masing bagian
menyatakan penembusan sedalam 0,00008 inci. Petunjuk kebalikan sedemikian
hingga kekerasan yang tinggi yang berkaitan dengan penembusan yang kecil,
menghasilkan penunjukkan angka kekerasan yang tinggi. Hal ini sesuai dengan
angka kekerasan yang lain yang telah dijelaskan sebelumnya. Tetapi tidak seperti
31
penentuan kekerasan cara Brinell dan Vikers, yang mempunyai satuan kg per inci
kuadrat, angka kekerasan Rockwell semata-mata tergantung pada kita.
Suatu kombinasi antara beban dan penumbuk, tidak akan memberikan
hasil yang memuaskan, untuk bahan-bahan yang mempunyai daerah nilai
kekerasan yang luas. Biasanya digunakan penumbuk berupa kerucut intan 120o
dengan puncak yang hampir bulat dan dinamakan punumbuk Brale; serta bola
baja berdiameter 1/16 inci dan 1/8 inci. Beban besar yang digunakan adalah 60,
100, dan 150 kg. Karena kekerasan Rockwell tidak tergantung pada beban dan
penumbuk, maka diperlukan keterangan mengenai kombinasi yang digunakan.
Hal ini dilakukan dengan cara memberikan awalan huruf pada angka kekerasan
yang menunjukkan kombinasi beban dan penumbuk tertentu untuk skala beban
yang digunakan. Suatu angka kekerasan Vikers tanpa awalan huruf, tidak
mempunyai arti. Baja yang diperkeras diuji dengan skala C dengan menggunakan
penumbuk intan dan beban besar 140 kg. Daerah dari skala tersebut adalah dari
skala dari RC 0 hingga RC 100. Skala A (penumbuk intan, beban besar 60 kg)
merupakan skala kekerasan Rockwell yang paling luas, yang dapat digunakan
untuk bahan-bahan mulai dari tembaga yang dilunakan hingga karbida sementara
(cemented carbide). Terdapat skala yang dapat digunakan untuk keperluan-
keperluan khusus.
Uji kekerasan Rockwell sangat berguna dan mempunyai kemampuan
ulang (reproducible) asalkan sejumlah kondisi sederhana yang diperlukan dapat
dipenuhi. Sebagian besar hal-hal yang disusun berikut dapt diterapkan dengan
baik pada uji kekerasan yang lain.
- Penumbuk dan landasan harus bersih dan terpasang dengan baik
- Permukaan yang akan diuji harus bersih dan kering, halus, dan bebas dari
oksida. Permukaan yang kasar biasanya dapat menggunakan uji Rockwell
- Permukaan harus datar dan tegak lurus terhadap penumbuk.
32
- Uji untuk permukaan silinder akan memberikan hasil pembacaan yang
rendah, kesalahan yang terjadi tergantung pada lengkungan, beban
penumbuk, dan kekerasan bahan.
- Tebal benda uji harus sedemikian hingga tidak terjadi gembung (bulge)
pada permukaan dibaliknya. Dianjurkan agar tebal benda uji 10 kali
kedalaman lekukan. Pengujian dilakukan pada bahan yang tebalnya satu
macam.
- Daerah diantara lekukan-lekukan harus 3 hingga 5 kali diameter
lekukan.
- Kecepatan penerapan beban harus dibakukan. Hal ini dilakukan dengan
cara mengatur daspot pada mesin uji Rockwell. Tanpa pengontrolan beban
secara hati-hati dapat terjadi variasi nilai kekerasan yang cukup besar pada
bahan-bahan yang lunak. Untuk bahan-bahan yang demikian gagang
pengoperasi mesin uji Rockwell harus dikembalikan keposisi semula
segeera setelah beban besar diterapkan secara penuh.
2.10. Metalografi
Metalografi adalah ilmu dan seni dalam mempersiapkan permukaan
logam untuk dianalisis dengan terlebih dahulu melalui proses pemotongan,
gerinda, pemolesan, dan etsa untuk memunculkan mikrostruktur logam yang
kemudian diamati menggunakan mikroskop optik maupun mikroskop elektron.
Ada beberapa tahap dalam proses metalografi :
a. Preparasi Sampel
Proses persiapan awal sampel metalografi meliputi kegiatan pemotangan
sampel (cutting) dan pembingkaian spesimen (mounting);
Pemotongan (Cutting)
Pemilihan sampel yang tepat dari suatu benda uji studi mikroskopik
merupakan hal yang sangat penting. Pemilihan sampel tersebut
didasarkan pada tujuan pengamatan yang hendak dilakukan. Pada
33
umumnya bahan komersil tidak homogen, sehingga satu sampel yang
diambil dari suatu volume besar tidak dapat dianggap representatif.
Pengambilan sampel harus direncanakan sedemikian sehingga
menghasilkan sampel yang sesuai dengan kondisi rata-rata bahan atau
kondisi di tempat-tempat tertentu (kritis), dengan memperhatikan
kemudahan pemotongan pula. Secara garis besar, pengambilan sampel
dilakukan pada daerah yang akan diamati mikrostruktur maupun
makrostrukturnya. Sebagai contoh, untuk pengamatan mikrostruktur
material yang mengalami kegagalan, maka sampel diambil sedekat
mungkin pada daerah kegagalan (pada daerah kritis dengan kondisi
terparah), untuk kemudian dibandingkan dengan sampel yang diambil
dari daerah yang jauh dari daerah gagal.
Perlu diperhatikan juga bahwa dalam proses memotong, harus dicegah
kemungkinan deformasi dan panas yang berlebihan. Oleh karena itu,
setiap proses pemotongan harus diberi pendinginan yang memadai. Ada
beberapa sistem pemotongan sampel berdasarkan media pemotong yang
digunakan, yaitu meliputi proses pematahan, pengguntingan,
penggergajian, pemotongan abrasi (abrasive cutter), gergaji kawat, dan
EDM (Electric Discharge Machining). Berdasarkan tingkat deformasi
yang dihasilkan, teknik pemotongan terbagi menjadi dua, yaitu :
- Teknik pemotongan dengan deformasi yang besar, menggunakan
gerinda
- Teknik pemotongan dengan deformasi kecil, menggunakan low
speed diamond saw
Mounting
Spesimen yang berukuran kecil atau memiliki bentuk yang tidak
beraturan akan sulit untuk ditangani khususnya ketika dilakukan
pengamplasan dan pemolesan akhir. Sebagai contoh adalah spesimen
yang berupa kawat, spesimen lembaran metal tipis, potongan yang tipis,
dll. Untuk memudahkan penanganannya, maka spesimen-spesimen
34
tersebut harus ditempatkan pada suatu media (media mounting). Secara
umum syarat-syarat yang harus dimiliki bahan mounting adalah :
- Bersifat inert (tidak bereaksi dengan material maupun zat etsa)
- Sifat eksoterimis rendah
- Viskositas rendah
- Penyusutan linier rendah
- Sifat adhesi baik
- Memiliki kekerasan yang sama dengan sampel
- Flowabilitas baik, dapat menembus pori, celah dan bentuk
ketidakteraturan yang terdapat pada sampel
- Khusus untuk etsa elektrolitik dan pengujian SEM, bahan mounting
harus kondusif
Media mounting yang dipilih haruslah sesuai dengan material dan jenis
reagen etsa yang akan digunakan. Pada umumnya mounting
menggunakan material plastik sintetik. Materialnya dapat berupa resin
(castable resin) yang dicampur dengan hardener, atau bakelit.
Penggunaan castable resin lebih mudah dan alat yang digunakan lebih
sederhana dibandingkan bakelit, karena tidak diperlukan aplikasi panas
dan tekanan. Namun bahan castable resin ini tidak memiliki sifat mekanis
yang baik (lunak) sehingga kurang cocok untuk material-material yang
keras. Teknik mounting yang paling baik adalah menggunakan
thermosetting resin dengan menggunakan material bakelit. Material ini
berupa bubuk yang tersedia dengan warna yang beragam. Thermosetting
mounting membutuhkan alat khusus, karena dibutuhkan aplikasi tekanan
(4200 lb/in2) dan panas (1490oC) pada mold saat mounting.
b. Pengampelasan (Grinding)
Sampel yang baru saja dipotong, atau sampel yang telah terkorosi
memiliki permukaan yang kasar. Permukaan yang kasar ini harus diratakan agar
pengamatan struktur mudah untuk dilakukan. Pengamplasan dilakukan dengan
35
menggunakan kertas amplas yang ukuran butir abrasifnya dinyatakan dengan
mesh. Urutan pengamplasan harus dilakukan dari nomor mesh yang rendah
(hingga 150 mesh) ke nomor mesh yang tinggi (150 hingga 2000 mesh). Ukuran
grit pertama yang dipakai tergantung pada kekasaran permukaan dan kedalaman
kerusakan yang ditimbulkan oleh pemotongan.
Hal yang harus diperhatikan pada saat pengamplasan adalah pemberian air.
Air berfungsi sebagai pemidah geram, memperkecil kerusakan akibat panas yang
timbul yang dapat merubah struktur mikro sampel dan memperpanjang masa
pemakaian kertas amplas. Hal lain yang harus diperhatikan adalah ketika
melakukan perubahan arah pengamplasan, maka arah yang baru adalah 450 atau
900 terhadap arah sebelumnya.
c. Pemolesan (Polishing)
Setelah diamplas sampai halus , sampel harus dilakukan pemolesan.
Pemolesan bertujuan untuk memperoleh permukaan sampel yang halus bebas
goresan dan mengkilap seperti cermin dan menghilangkan ketidakteraturan
sampel hingga orde 0.01 μm. Permukaan sampel yang akan diamati di bawah
mikroskop harus benar-benar rata. Apabila permukaan sampel kasar atau
bergelombang, maka pengamatan struktur mikro akan sulit untuk dilakukan
karena cahaya yang datang dari mikroskop dipantulkan secara acak oleh
permukaan sampel.
Tahap pemolesan dimulai dengan pemolesan kasar kemudian dilanjutkan
dengan pemolesan halus. Ada 3 metode pemolesan antara lain yaitu sebagai
berikut :
Pemolesan Elektrolit Kimia
Hubungan rapat arus & tegangan bervariasi untuk larutan elektrolit dan
material yang berbeda dimana untuk tegangan, terbentuk lapisan tipis pada
permukaan, dan hampir tidak ada arus yang lewat, maka terjadi proses
etsa. Sedangkan pada tegangan tinggi terjadi proses pemolesan.
Pemolesan Kimia Mekanis
36
Merupakan kombinasi antara etsa kimia dan pemolesan mekanis yang
dilakukan serentak di atas piringan halus. Partikel pemoles abrasif
dicampur dengan larutan pengetsa yang umum digunakan.
Pemolesan Elektro Mekanis (Metode Reinacher)
Merupakan kombinasi antara pemolesan elektrolit dan mekanis pada piring
pemoles. Metode ini sangat baik untuk logam mulia, tembaga, kuningan,
dan perunggu.
d. Etching (Etsa)
Etsa merupakan proses penyerangan atau pengikisan batas butir secara
selektif dan terkendali dengan pencelupan ke dalam larutan pengetsa baik
menggunakan listrik maupun tidak ke permukaan sampel sehingga detil struktur
yang akan diamati akan terlihat dengan jelas dan tajam. Untuk beberapa material,
mikrostruktur baru muncul jika diberikan zat etsa. Sehingga perlu pengetahuan
yang tepat untuk memilih zat etsa yang tepat.
Etsa Kimia
Merupakan proses pengetsaan dengan menggunakan larutan kimia dimana
zat etsa yang digunakan ini memiliki karakteristik tersendiri sehingga
pemilihannya disesuaikan dengan sampel yang akan diamati. Contohnya
antara lain : nitrid acid / nital (asam nitrit + alkohol 95%), picral (asam
picric + alkohol), ferric chloride, hydroflouric acid, dll. Perlu diingat
bahwa waktu etsa jangan terlalu lam (umumnya sekitar 4 – 30 detik), dan
setelah dietsa, segera dicuci dengan air mengalir lalu dengan alkohol
kemudian dikeringkan dengan alat pengering.
Elektro Etsa (Etsa Elektrolitik)
Merupakan proses etsa dengan menggunakan reaksi elektoetsa. Cara ini
dilakukan dengan pengaturan tegangan dan kuat arus listrik serta waktu
pengetsaan. Etsa jenis ini biasanya khusus untuk stainless steel karena
37
dengan etsa kimia susah untuk medapatkan detil strukturnya
e. Pengamatan Struktur Makro (Makrostruktur) dan Mikro
(Mikrostruktur)
Pengamatan metalografi dengan mikroskop dapat dibagi dua, yaitu :
1. Metalografi makro, yaitu pengamatan struktur pembesaran 10 – 50 kali
2. Metalografi mikro, yaitu pengamatan struktur pembesaran di atas 50 kali
Model perpatahan material secara umum dapat dibagi dua, yaitu
perpatahan ulet yang berkarakter berserabut (fibrous) dan gelap (dull), dan
perpatahan getas dimana permukaan patahan berbutir (granular) dan terang.
Selanjutnya pengamatan dapat dilakukan dengan stereoscope macroscope dan
SEM. Sedangkan untuk daerah hasil lasan, secara metalografi dapat ditunjukkan
adanya empat bagian, yaitu : composite zone, unmixed zone, partially melted
zone, dan true heat affected zone.
38