Upload
others
View
17
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
HUBUNGAN ANTARA RESPON TIME PERAWAT DENGAN TINGKAT
KECEMASAN PADA PASIEN KATEGORI AUSTRALIAN TRIAGE
SCALE (ATS) 2 dan 3 DI INSTALASI GAWAT DARURAT
RUMAH SAKIT UMUM PINDAD BANDUNG
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai
Gelar Sarjana Keperawatan
ADE HELI YUDIANTONO
NPM.AK.217.001
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG
2019
ABSTRAK
Respon time oleh perawat dalam penatalaksanaan kegawatdaruratan
menimbulkan gejala baik somatis maupun psikologis seperti peningkatan skala nyeri,
pusing dan kepala terasa berat, serta dari hasil pemeriksaan ditemukan nadi menjadi
bertambah cepat dan tekanan darah meningkat. ATS 2 dan 3 mempunyai karakteristik
perburukan kondisi dengan cepat. Tanda dan gejala kecemasan yang timbuk baik
somatis maupun psikologis dapat memperburuk kondisi kesehatan klien. Tujuan
penelitian ini untuk mengidentifikasi hubungan antara respon time perawat dengan
tingkat kecemasan klien kategori ATS 2 dan 3 di RSU Pindad Bandung. Jenis penelitian ini menggunakan metoda descriptive correlation dengan
menggunakan pendekatan cross sectional, jumlah sample 41 responden kategori ATS
2 dan 3 dengan teknik accidental sampling, analisa yang digunakan adalah analisa
univariat dan analisa bivariate. Instrumen untuk respon time menggunakan
instrument respon time perawat dan tingkat kecemasan pasien menggunakan
instrument HARS. Hasil dalam penelitian dengan analisa univariat sebagian respon time perawat
tepat pada pasien kategori ATS 2 dan 3 dan sebagian kecil pasien mengalami tingkat
kecemasan sedang, analisa bivariate berdasarkan uji statistic chi suare, dengan
=0,05, didapatkan Pvalue 0,032 dimana Pvalue < yang berarti ada hubungan antara
respon time perawat dengan tingkat kecemasan klien kategori 2 dan 3 di IGD RSU Pindad Bandung. Analisa respon time perawat dalam penatalaksanaan kegawatdaruratan dapat mempengaruhi kecemasan klien ATS 2 dan 3
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah adanya hubungan antara respon time
perawat dengan tingkat kecemasan pada pasien kategori ATS 2 dan 3 di IGD RSU Pindad Bandung. Saran dari hasil penelitian ini adalah perlunya memberikan edukasi
dan informasi terkait kondisi dan rencana tindakan yang akan dilakukan, sehingga klien dengan kategori ATS 2 dan 3 dapat memiliki koping yang lebih baik dalam
Kata Kunci
Sumber
:
:
Kecemasan, Respon time, Triage
12 Buku (2010-2017), 10 Jurnal (2012-2019), 4 Permenkes (2008-
2018), 1 Undang-undang (2009)
i
ABSTRACT
Response time by nurses in management of emergency causes somatic and psychological
symptoms such as increased pain scale, dizziness and head feels heavy, and from the
examination results, the pulse rate becomes faster and blood pressure increases. ATS 2 and 3
have the characteristics of aggravate conditions quickly. Signs and symptoms of anxiety that
arise on somatic and psychological can aggravate the client's health condition. The purpose of
this research was to identify the relationship between nurse response time and client anxiety
levels in the category of ATS 2 and 3 at RSU Pindad Bandung.
This type of research used descriptive correlation method with using a cross sectional
approach. The total sample was 41 respondents’ of categories of ATS 2 and 3 with accidental
sampling techniques and with a time limit from 1 June until 30 June 2019.
The results of the research with univariate and bivariate analysis based on the chi square
statistical test, with = 0.05, obtained that a Pvalue was 0.032 where Pvalue < which means
that there is a relationship between nurse response time with the level of anxiety of clients in
categories 2 and 3 at emergency department of RSU Pindad Bandung. The analysis of nurse
response time at emergency department can influence the client’s anxiety of ATS 2 and 3.
The conclusion of the research is there is a relationship between nurse response time
with anxiety levels on patients with the category of ATS 2 and 3 at emergency department of RSU
Pindad Bandung. Suggestions, The hospital are the needed to provide education and information
related to the conditions and action plans to be performed, so clients in the category of ATS 2
and 3 can have better coping when they obtain emergency services in emergency room.
Key words : Anxiety, Response time, Triage
Source : 12 books (2010-2017) 10 journals (2012-2019) 4 minister of health
regulation (2008-2018) 1 Law (2009)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-
Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan antara Respon
Time Perawat dengan Tingkat Kecemasan Klien Kategori Australian Triage
Scale (ATS) 2 dan 3 di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Pindad
Bandung”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana
Keperawatan pada Program Studi Sarjana Keperawatan Universitas Bhakti Kencana
Bandung. Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, arahan, dan dukungan dari
berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:
1. H. Mulyana,SH.,M.Pd.,MH.Kes selaku Ketua Yayasan Adhi Guna Kencana
Bandung
2. Dr. Entris Sutrisno, M.H.Kes., Apt. selaku Rektor Universitas Bhakti Kencana
3. Siti Jundiah,S.Kp.,M.Kep. selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas
Bhakti Kencana Bandung
4. Lia ,S.Kep.,Ners.,M.Kep selaku Ketua Prodi Ners Universitas Bhakti Kencana
bandung
5. Sumbara S.Kp.,Ners., M.Kep selaku pembimbing I dengan segala kesabarannya
memberikan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.
6. Nur Intan S.Kep.,Ners., M.Kep selaku pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi.
7. Seluruh dosen dan staf yang telah banyak memberikan masukan.
8. Isteri, anak-anak, orang tua, dan kakak-kakak tercinta yang telah memberikan
dukungan dengan penuh cinta, pengertian, dan kesabaran, serta senantiasa
mendoakan penulis selama menjalani pendidikan.
9. Rekan-rekan kelas non reguler, rekan-rekan perawat IGD RSU Pindad Bandung
dan semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.
ii
Penulis sadar bahwa skripsi ini jauh dari sempurna baik dari segi penulisan
maupun metodologi yang dipakai, sehingga penulis menerima dengan terbuka
akan masukan dan komentar yang membangun dan menjadikan skripsi ini jauh
lebih baik dari sebelumnya.
Bandung, Agustus 2019
Ade Heli Yudiantono iii
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul
Lembar Persetujuan
Lembar Pengesahan
Pernyataan
Abstrak ……………………………………………………………………. i
Kata Pengantar ………………………………………………………….. ii
Daftar Isi…………………………………………………………………… iv
Daftar Tabel ………………………………………………………………. vii
Daftar Singkatan …………………………………………………………. viii
Daftar Lampiran …………………………………………………………. ix
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang …………………………………………….. 1
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………. 9
1.3 Tujuan ……………………………………………………… 9
1.4 Manfaat Penelitian ………………………………………… 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………….. 12
2.1 Kajian Pustaka …………………………………………….. 12
2.1.1 Konsep Rumah Sakit ……………………………….. 12
2.1.2 Konsep Instalasi Gawat Darurat ……………………. 14
2.1.3 Konsep Triage ……………………………………… 18
2.1.4 Konsep Respon Time…………………………………….. 25
2.1.5 Konsep Kecemasan …………………………………. 26
2.1.6 Hubungan antara Respon Time Perawat dengan
Tingkat Kecemasan ………………………………… 31
2.2 Kerangka Konseptual ……………………………………… 33
iv
v
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………………………………. 34
3.1 Rancangan Penelitian ……………………………………… 34
3.2 Paradigma Penelitian ………………………………………. 35
3.3 Hipotesa Penelitian ………………………………………… 36
3.4 Variabel Penelitian …………………………………………. 36
3.5 Definisi Konseptual dan Definisi Operasional ……………. 36
3.5.1 Definisi Konseptual ………………………………… 36
3.5.2 Definisi Operasional ………………………………... 38
3.6 Populasi dan Sample ……………………………………….. 39
3.6.1 Populasi Penelitian ………………………………… 39
3.6.2 Sample Penelitian ………………………………….. 39
3.7 Pengumpulan Data …………………………………………. 40
3.7.1 Instrumen Penelitian ……………………………….. 40
3.7.2 Uji Validitas dan Reliabilitas ……………………….. 44
3.7.3 Teknik Pengumpulan Data …………………………. 45
3.8 Langkah-langkah Penelitian ……………………………….. 47
3.8.1 Tahap Persiapan …………………………………….. 47
3.8.2 Tahap Pelaksanaan ………………………………….. 48
3.8.3 Tahap Akhir …………………………………………. 50
3.9 Pengolahan Data dan Analisa Data ………………………... 50
3.9.1 Analisa Univariat …………………………………… 51
3.9.2 Analisa Bivariat …………………………………… 52
3.10 Etika Penelitian ……………………………………………. 54
3.11 Lokasi dan Waktu Penelitian ………………………………. 55
3.11.1 Lokasi Penelitian ……………………………………. 55
3.11.2 Waktu Penelitian ……………………………………. 55
vi
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………………. 56
4.1 Hasil Penelitian …………………………………………….. 56
4.1.1 Analisa Penelitian ……………………………………. 57
4.2 Pembahasan ………………………………………………… 59
4.2.1 Respon Time Perawat terhadap penatalaksanaan klien
dengan kategori ATS 2 dan 3 IGD RSU Pindad
Bandung ……………………………………………… 60
4.2.2 Tingkat kecemasan klien kategori ATS 2 dan 3 di RSU
Pindad Bandung.............................................................. 62
4.2.3 Hubungan antara respon time perawat dengan
tingkat kecemasan klien kategori ATS 2 dan 3
di RSU Pindad Bandung ............................................... 63
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………… 65
5.1 Kesimpulan…………………………………………………… 65
5.2 Saran………………………………………………………….. 66
Daftar Pustaka
Lampiran
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Kategori ATS menurut Australasian College For Emergency
Medicine (ACEM, 2005) ………………………………………... 23
Tabel 3.1 Definisi Operasional ……………………………………………. 38
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi respon time perawat di IGD RSU Pindad
Bandung dalam penatalaksanaan pada pasien dengan kategori triage
ATS 2 dan 3 ....................................................................................................... 57
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi tingkat kecemasan pasien kategori triage
ATS 2 dan 3 di RSU Pindad Bandung ...................................................... 57
Tabel 4.3 Analisa hubungan respon time dengan tingkat kecemasan .................. 58
vii
DAFTAR SINGKATAN
Australian Triage Scale : ATS
Hamilton Anciety Rating Scale : HARS
Instalasi Gawat Darurat : IGD
Rumah Sakit Umum : RSU
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Surat Ijin Penelitian
Surat Hasil Terjemahan dari NEC
Karakteristik responden dan perawat
Hasil uji chi square
Rekap Data Penelitian
Lembar Bimbingan Skripsi
Lembar Kuesioner Kecemasan HARS
Lembar Observasi Respon Time Perawat
Lembar Oponen
Lembar Permohonan Menjadi Responden
Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Dafar Riwayat Hidup
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat
dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu
pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi
masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkkan pelayanan yang lebih
bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya. Rumah sakit adalah institusi pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna yang menyediakan pelayanan instalasi rawat inap, instalasi rawat
jalan, dan instalasi gawat darurat (UU RI no 44, 2009)
Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan fasilitas pelayanan 24 jam
perawatan medis dan tempat awal semua pasien masuk baik dengan kondisi
gawat darurat maupun tidak gawat darurat (Mahrur, 2016). Gawat artinya
kondisi mengancam nyawa sedangkan darurat adalah kondisi yang
memerlukan tindakan dengan segera untuk menyelamatkan nyawa (Musliha,
2010).
Gawat darurat adalah keadaan klinis yang harus mendapatkan
tindakan medis segera untuk penyelamatan nyawa (live safing) dan
pencegahan kecacatan (Permenkes RI no 47, 2018). Kehadiran pasien ke
IGD sifatnya tidak dapat direncanakan baik jumlah maupun kondisinya.
1
2
Di Indonesia kunjungan IGD 4.402.205 jiwa (13,3%) dari total
seluruh kunjungan rumah sakit umum sebanyak 58.549.327 jiwa, sehingga
perlunya standar dalam pemberian pelayanan kegawat darurat di IGD
(Menteri Kesehatan RI, 2014),.
Data kunjungan IGD di Jawa Barat menurut penuturan Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Barat, Dodo Suhendar (2017) yaitu 6.458.971
jiwa. Beberapa diantaranya mungkin mengancam nyawa dan membutuhkan
pelayanan gawat darurat.
Pelayanan kegawat darurat adalah tindakan medis yang dibutuhkan
oleh pasien dengan kondisi gawat darurat dalam waktu segera untuk
menyelamatkan nyawa dan pencegahan kecacatan (Permenkes RI no.47,
2018). Pelayanan gawat darurat memegang peranan yang sangat penting
dengan prinsip pertolongan segera, yaitu cepat, tepat dan cermat dimana
respon time yang cepat, tindakan yang tepat dapat menyelamatkan nyawa
pasien (Basoeki dkk, 2008).
Respon time merupakan kecepatan dalam penanganan pasien
dihitung sejak pasien datang sampai dilakukan penanganan (Suharti et. Al,
2011). Selain jumlah tenaga perawat, faktor lain yang dapat mempengaruhi
ketepatan respon time antara lain layanan laboratorium, radiologi, farmasi
dan administrasi. (Basoeki, dkk, 2008).
Ketepatan respon time di dapat apabila penaganan pasien tidak
melebihi standar waktu penanganan yang telah ditetapkan (Haryatun dan
3
sudaryanto, 2008). Batasan waktu penanganan pasien gawat darurat harus
seusai dengan batasan waktu yang telah ditetapkan berdasarkan hasil triage.
Triage adalah cara yang di gunakan untuk menentukan respon time
berdasarkan dari tingkat kegawat daruratan, bukan dari urutan kedatangan
pasien (Permenkes no 4, 2018), sehingga triage memiliki fungsi yang sangat
penting ketika banyak pasien hadir secara bersamaan di IGD (ACEM,
2014).
Triage adalah penilaian, pemilahan dan pengelompokan berdasarkan
sumber daya yang diperlukan dan sumber daya yang tersedia. Prioritas
berdasarkan pada gangguan yang terjadi pada Airway, Breathing,
Circulation (ACEM, 2014). Triage sebagai konsep pengkajian yang cepat
dan terfokus. Sekalipun terjadi keterbatasan tenaga medis, keterbatasan alat,
dan keterbatasan fasilitas (Kathleen dkk, 2008). Banyak metode triage
modern yang di terapkan di rumah sakit antara lain : Canadian Triage
Acquity System (CTAS), Emergency Severity Index (ESI), Manchester
Triage Scale dan Australian Triage Scale (ATS)
Metoda triage ATS yang di terapkan di rumah sakit sangat
diperlukan untuk alur pasien di IGD supaya pelayanan berjalan lancar dan
aman serta dalam penanganan pasien memiliki ketepatan respon time
berdasarkan penilaian tingkatan kegawat daruratannya (Kepmenkes, 2009).
Penilaian dengan Australian Triage Scale (ATS) dimulai sejak pasien
datang di IGD, dengan hasil penilaian yang terbagi menjadi 5 kategori
(ACEM, 2014).
4
Batasan kriteria dan respon time perawat berdasarkan kategori ATS
adalah sebagai berikut : ATS 1 kondisi yang mengancam nyawa dengan
batasan respon time 0 menit, ATS 2 resiko mengancam nyawa, dimana
kondisi pasien dapat memburuk dengan cepat, dengan batasan respon time
dibawah 10 menit, ATS 3 kondisi potensial berbahaya, dapat mengancam
nyawa atau dapat menambah keparahan bila penilaian dan tatalaksana tidak
dilakukan dengan batasan respon time 30 menit, ATS 4 kondisi berpotensial
jatuh menjadi lebih berat apabila penilaian dan tatalaksana tidak segera
dilakukan intervensi dengan batasan respon time 60 menit dan ATS 5
kondisi tidak segera, gejala tidak beresiko memberat dan tidak segea
dilakukan intervensi dengan batasan respon time 120 menit (ACEM, 2014).
Hasil peniliaian keadaan fisiologis yang menunjukan pasien
terancam, maka intervensi harus segera diberikan kepada pasien untuk
menyelamatkan jiwa (live safing) seperti memberikan medikasi darurat,
resusitasi cardiopulmonal. Hal ini dapat mendatangkan masalah kecemasan,
karena terdapat ancaman intergitas tubuh dan psikologis pasien. (Long,
2006; de Araujo, 2014).
Kecemasan adalah suatu perasaan tidak santai yang samar-samar
karena ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu respon
(penyebab tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu). Kejadian dalam
hidup seperti menghadapi tuntutan, persaingan, serta bencana dan
keterlambatan dalam mendapatkan pelayanan dapat membawa dampak
5
terhadap kesehatan fisik dan psikologis. Salah satu contoh dampak
psikologis adalah timbulnya kecemasan atau ansietas (Yusuf, 2015)
Penelitian yang dilakukan oleh Tumbuan (2015) dengan judul
Hubungan respon time perawat dengan tingkat kecemasan pasien kategori
triage kuning di IGD RSU GMII Kalooran Amurang, metoda penelitian
observational analitik dengan rancangan cross sectional, uji statistic
menggunakan Chi Square pada tingkat kemaknaan 95% (α ≤ 0,05), maka
didapatkan nilai p=0,001 yang berarti p < α (0,05). Dengan demikian
terdapat hubungan yang signifikan antara respon time perawat dengan
tingkat kecemasan pasien kategori triage kuning di IGD RSU GMIM
Kalooran Amur dengan tingkat kecemasan berat.
kecemasan dapat terjadi karena faktor psikologis, faktor biologis dan
faktor social budaya. Faktor psikologis salah satunya adalah pandangan
interpersonal, dimana kecemasan timbul dari perasaan khawatir terhadap
tidak adanya penerimaan dan penolakan terhadap dirinya (Stuart Gail W,
2013).
Di kota Bandung terdapat rumah sakit umum swasta yang memiliki
kemiripan, dengan tipe rumah sakit C dan metode triage di IGD
menggunakan Australia Triage Scale (ATS) yaitu RS Santo Yusuf dan RSU
Pindad Bandung. Fasilitas yang di miliki RSU Pindad dan RS Santo Yusuf
sesuai dengan standar RS tipe C, tetapi tingkat Respon time perawat di RS
Santo Yusuf di tunjang dengan jumlah SDM yang sesuai dengan kebutuhan,
6
Jumlah tenaga perawat di RSU Pindad Bandung 90 orang perawat
(87 perawat tingkat pendidikan D3 keperawatan dan 3 perawat dengan
tingkat pendidikan S1 Keperawatan). Petugas IGD terdiri 10 perawat
dimana setiap shift terdiri dari 3 perawat jaga. Ruangan di IGD RSU Pindad
terdiri dari ruang triage, ruang tindakan dan bedah, ruang medikal dan anak,
ruang ponek, ruang observasi, ruang resusitasi dan ruang transit IGD. Ruang
triage di RSU Pindad Bandung belum memiliki petugas yang bertanggung
jawab dan standby di ruangan tersebut.
RSU Pindad bertujuan untuk selalu mencapai standar yang harus
dicapai dan meningkatkan kualitas dalam pelayanan yang diberikan.
Klasifikasi RSU Pindad menjadi tipe C pada tahun 2018, sehingga masih
banyaknya pembenahan-pembenahan yang perlu dilakukan untuk
meningkatkan pelayanan sesuai dengan Standar Pelayanan Minimum
khususnya di IGD, salah satu indikator mutu yang harus dicapai adalah
respon time dengan capaian 100%.
Berdasarkan studi pendahuluan pada tanggal 3 januari 2019 di IGD
RSU Pindad Bandung didapatkan data kunjungan IGD dari bulan oktober
s/d desember 2018 sebanyak 3.798 kunjungan dengan kategori ATS 1
kunjungan 114 pasien (3%), ATS 2 dan 3 kunjungan 1.272 pasien (33,5%) ,
ATS 4 dan 5 kunjungan 2412 pasien (63,5%) data True Emergency 1.386
pasien dan False Emergency 2420 pasien. (Profil RSU Pindad Bandung,
2018).
7
Peneliti melakukan wawancara kepada 10 orang pasien kategori
ATS 2 dan 3 tentang kecepatan perawat dalam memberikan penanganan dari
awal kedatangan pasien dan melakukan observasi kecepatan respon time
perawat dalam memberikan pelayanan kegawat daruratan setelah
menetapkan kategori pasien berdasarkan ATS.
Data yang di dapat dari hasil observasi dengan pengukuran
menggunakan stop watch di dapatkan 7 pasien mendapatkan respon time
sesuai batasan kriteria kategori ATS dan 3 pasien tidak mendapatkan respon
time sesuai dengan batasan kriteria kategori ATS dimana batasan kategori
ATS 2 adalah 10 menit dan ATS 3 adalah 30 menit.
Hasil wawancara terhadap 10 pasien dengan kategori ATS 2 dan 3
adalah 7 pasien mengatakan pelayanan perawat cepat dan 3 pasien
mengatakan pelayanan perawat masih lambat sehingga pasien mengatakan
keluhannya bertambah karena tidak dengan cepat di tangani oleh perawat
dengan tanda dan gejala seperti merasa bertambah mual, bertambah nyeri,
terasa berdebar, terlihat tidak tenang saat wawancara, pusing dan kepala
terasa berat, berdasarkan data dari hasil pemeriksaan didapatkan data nadi
meningkat dan tekanan darah meningkat.
ATS 1 mempunyai batasan waktu 0 menit, sehingga saat pasien
datang dan dinyatakan kategori ATS 1, maka pasien akan langsung masuk
ruang resusitasi dan dilakukan tindakan yang diperlukan sesuai kondisi
pasien dengan peralatan dan obat-obatan yang sudah tersedia didalam trolley
emergency, sedangkan pasien dengan kategori ATS 4 dan 5 adalah pasien
8
dengan kategori false emergency dimana kondisi tidak beresiko memberat
bila tidak di tangani dengan segera
Pasien yang datang ke IGD yang merasa tidak adanya penerimaan
dan penolakan terhadap dirinya merupakan menjadi salah satu fator resiko
peningkatan GABA, peningkatan sel saraf yang mempengaruhi gyrus
parietalis, peningkatan saraf simpatis yang akan mengakibatkan gejala
seperti pusing, gemetar, nyeri kepala, berkeringat banyak, peningkatan
frekuensi nadi.
ATS 2 dan 3 mempunyai karakteristik perburukan kondisi dengan
cepat. Tanda dan gejala yang timbuk baik somatis maupun psikologis dapat
memperburuk kondisi kesehatan pasien. Respon kecemasan umumnya di
tandai dengan gejala somatis diantaranya nafas pendek, nadi dan tekanan
darah meningkat, dan gejala psikologis diantaranya muka berkerut, terlihat
tidak tenang dan juga sukar tidur.
Sarana dan Fasilitas yang di perlukan untuk penatalaksanaan terhadap
pasien yang memerlukan tindakan/penanganan dengan segera sudah
terfasilitasi dengan adanya trolley emergency dan Depo Farmasi khusus
untuk IGD. Pentingnya respon time perawat dalam memberikan pelayanan
kegawat daruratan kepada pasien kategori ATS 2 dan 3 di IGD karena dapat
menyebabkan perubahan somatis dan psikologis pasien yang mempengaruhi
kekondisi pasien menjadi lebih berat, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai “Hubungan antara respon time
9
perawat dengan tingkat kecemasan pasien kategori ATS 2 dan 3 di IGD
RSU Pindad Bandung.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah adakah hubungan antara respon time perawat dengan
tingkat kecemasan pasien kategori ATS 2 dan 3 di IGD RSU Pindad
Bandung?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengidentifikasi hubungan
antara respon time perawat dengan tingkat kecemasan pasien
kategori ATS 2 dan 3 di RSU Pindad Bandung.
1.3.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
10. Mengetahui respons time perawat terhadap penatalaksanaan
kepada pasien dengan kategori ATS 2 dan 3 di IGD RSU Pindad
Bandung
11. Mengetahui tingkat kecemasan pasien pada pasien kategori ATS
2 dan 3 di IGD RSU Pindad Bandung
12. Menganalisis hubungan antara respons time perawat dengan
tingkat kecemasan pasien kategori triage ATS 2 dan 3 di IGD
RSU Pindad Bandung
10
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritik
1) Bagi Institusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan
pengetahuan serta dijadikan referensi tentang hubungan antara
respon time perawat dengan tingkat kecemasan pasien kategori
ATS 2 dan 3.
2) Bagi Ilmu Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran dan informasi bagi ilmu keperawatan, serta sebagai
perbandingan antara teori yang ada dengan kenyataan yang ada
di lapangan mengenai respon time perawat terhadap kecemasan
pasien kategori ATS 2 dan 3.
1.4.2 Manfaat Praktis
Manfaat praktis yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1) Bagi Tempat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
respon time perawat berdasarkan SPM IGD dan triage ATS
terhadap tingkat kecemasan yang dialami pasien saat berada di
IGD.
11
2) Bagi Perawat
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar bagi perawat
dalam pemberian respon time sesuai dengan SPM IGD dan triage
ATS terhadap pasien kategori ATS 2 dan 3 dengan tingkat
kecemasan pasien saat di IGD.
3) Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini bermanfaat sebagai data dasar untuk penelitian
selanjutnya, dan menambah literatur tentang hubungan respon
time perawat terhadap tingkat kecemasan pasien kategori ATS 2
dan 3.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Konsep Rumah Sakit
1) Definisi Rumah Sakit
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi
masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh
perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi,
dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu
meningkatkkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh
masyarakat agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
147/MENKES/ PER/ I/ 2010 tentang perizinan rumah sakit
menyebutkan bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan instalasi
rawat inap, instalasi rawat jalan, dan instalasi gawat darurat (UU
RI no 44, 2009)
Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks,
menggunakan gabungan alat ilmiah khusus dan rumit, dan
difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih dan terdidik
12
13
dalam menghadapi dan menangani masalah medik modern, yang
semuanya terikat bersama-sama dalam maksud yang sama, untuk
pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik. (Siregar, 2004).
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa rumah sakit
merupakan suatu tempat yang memberikan pelayanan kesehatan
paripurna oleh petugas yang memiliki kompetensi sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan.
2) Pelayanan Rumah Sakit
Pelayanan yang diberikan di rumah sakit terdiri atas
pelayanan medis, pelayanan farmasi, dan pelayanan keperawatan.
Pelayanan penderita melibatkan pemeriksaan dan diagnosa,
pengobatan penyakit atau luka, pencegahan, rehabilitasi, perawatan
dan pemulihan kesehatan (Siregar, 2004).
13. Jenis Rumah Sakit
Rumah sakit umum
Melayani hampir seluruh penyakit umum dan biasanya
memiliki institusi perawatan darurat yang siaga 24 jam (ruang
gawat darurat) untuk mengatasi bahaya dalam waktu
secepatnya dan memberikan pertolongan pertama.
14
3) Rumah sakit terspesialisasi
Jenis ini mencakup trauma center, rumah sakit anak, rumah
sakit manula atau rumah sakit yang melayani kepentingan
khusus seperti psychiatric hospital, penyakit pernafasan, dan
lain-lain. Rumah sakit ini biasanya terdiri atas gabungan
ataupun hanya satu bangunan
4) Rumah sakit penelitian/pendidikan
Rumah sakit umum yang terkait dengan kegiatan penelitian dan
pendidikan di fakultas kedokteran pada suatu
universitas/lembaga pendidikan tinggi
5) Rumah sakit lembaga/perusahaan
Didirikan oleh suatu lembaga/perusahaan untuk melayani
pasien-pasien yang merupakan anggota lembaga
tersebut/karyawan perusahaan tersebut seperti rumah sakit
militer, lapangan udara.
2.1.2 Konsep Instalasi Gawat Darurat
1) Definisi Instalasi Gawat Darurat
Pengertian Intalasi Gawat Daurat (IGD) adalah salah satu
bagian di rumah sakit yang menyediakan penanganan awal bagi
pasien yang menderita sakit dan cedera, yang dapat mengancam
kelangsungan hidupnya. Kementerian Kesehatan telah
mengeluarkan kebijakan mengenai Standar Instalasi Gawat Darurat
15
(IGD) Rumah Sakit yang tertuang dalam Kepmenkes RI No.
856/Menkes/SK/IX/2009 untuk mengatur standarisasi pelayanan
gawat darurat di rumah sakit. Guna meningkatkan kualitas IGD di
Indonesia perlu komitmen Pemerintah Daerah untuk membantu
Pemerintah Pusat dengan ikut memberikan sosialisasi kepada
masyarakat bahwa dalam penanganan kegawatdaruratan dan life
saving tidak ditarik uang muka dan penanganan gawat darurat
harus dilakukan 5 (lima) menit setelah pasien sampai di IGD.
Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan fasilitas
pelayanan 24 jam perawatan medis dan tempat awal semua pasien
masuk baik dengan kondisi gawat darurat maupun tidak gawat
darurat (Mahrur, 2016). Gawat artinya kondisi mengancam nyawa
sedangkan darurat adalah kondisi yang memerlukan tindakan
dengan segera untuk menyelamatkan nyawa (Musliha, 2010).
Gawat darurat adalah keadaan klinis yang harus
mendapatkan tindakan medis segera untuk penyelamatan nyawa
(live safing) dan pencegahan kecacatan (Permenkes RI no 19,
2016). Kehadiran pasien ke IGD sifatnya tidak dapat direncanakan
baik jumlah maupun kondisinya.
16
2) Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
IGD rumah sakit mempunyai tugas menyelenggarakan
pelayanan asuhan medis dan asuhan keperawatan sementara serta
pelayanan pembedahan darurat, bagi pasien yang datang dengan
gawat darurat medis. Salah satu indikator mutu pelayanan adalah
waktu tanggap (response time) (Depkes RI. 2006). Prosedur
pelayanan di suatu rumah sakit, pasien yang akan berobat akan
diterima oleh petugas kesehatan setempat baik yang berobat di
rawat inap, rawat jalan (poliklinik) maupun di IGD untuk yang
penyakit darurat/emergency dalam suatu prosedur pelayanan rumah
sakit. Prosedur ini merupakan kunci awal pelayanan petugas
kesehatan rumah sakit dalam melayani pasien secara baik atau
tidaknya, dilihat dari sikap yang ramah, sopan, tertib, dan penuh
tanggung jawab (Depkes RI, 2006).
Standar pelayanan kegawat daruratan modern,
mengedepankan perilaku atau budaya pelayanan yang berfokus
pada pasien dan keselamatannya. Pentingnya standar pelayanan
karena pasien yang masuk ke IGD rumah sakit tentunya butuh
pertolongan yang cepat dan tepat untuk itu perlu adanya standar
dalam memberikan pelayanan gawat darurat sesuai dengan
kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu
penanganan gawat darurat dengan response time yang cepat dan
penanganan yang tepat.
17
Prinsip umum pelayanan IGD menurut KEPMENKES RI
NO129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimum
rumah sakit adalah :
2) Setiap Rumah Sakit wajib memiliki pelayanan gawat darurat
yang memiliki kemampuan life saving anak dan dewasa :
melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat dan
melakukan resusitasi dan stabilitasi (life saving)
3) Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit harus
dapat memberikan pelayanan 24 jam dalam sehari dan tujuh
hari dalam seminggu.
4) Pemberi pelayanan gawat darurat yang bersertifikat yang
masih berlaku
5) Ketersediaan tim penanggulangan bencana
6) Waktu tanggap (respon time) di IGD
7) Kepuasan pelanggan
8) Kematian pasien < 24 jam, dengan standar < 2 perseribu
9) Khusus untuk rumah sakit jiwa, pasien dapat ditenangkan
dalam waktu < 48 jam
10) Tidak boleh ada pasien yang diharuskan membayar uang
muka
18
2.1.3 Konsep Triage
1) Definisi Triage
Triage adalah penilaian, pemilahan dan pengelompokan
berdasarkan sumber daya yang diperlukan dan sumber daya yang
tersedia. Prioritas berdasarkan pada gangguan yang terjadi pada
Airway, Breathing, Circulation (ACEM, 2005).
Triage adalah suatu konsep pengkajian yang cepat dan
terfokus dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan
sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien
dengan tujuan untuk memilih atau menggolongkan semua pasien
yang memerlukan pertolongan dan menetapkan prioritas
penanganannya (Kathleen dkk, 2008).
Triage berasal dari bahasa Perancis trier dan bahasa inggris
triage dan diturunkan dalam bahasa Indonesia triage yang berarti
sortir. Yaitu proses khusus memilah pasien berdasar beratnya
cidera/penyakit untuk menentukan jenis perawatan gawat darurat.
Kini istilah tersebut lazim digunakan untuk menggambarkan suatu
konsep pengkajian yang cepat dan berfokus dengan suatu cara yang
memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta
fasilitas yang paling efisien terhadap 100 juta orang yang
memerlukan perawatan di UGD setiap tahunnya (Pusponegoro,
2010).
19
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
triage merupakan suatu cara pemilahan pasien dengan pengkajian
yang cepat dan terfokus sehingga dapat menetapkan prioritas
berdasarkan pada gangguan yang terjadi pada Airway, Breathing,
Circulation.
2) Tujuan Triage
Tujuan utama adalah untuk mengidentifikasi kondisi
mengancam nyawa. Tujuan triage selanjutnya adalah untuk
menetapkan tingkat atau derajat kegawatan yang memerlukan
pertolongan kedaruratan.
Dengan triage tenaga kesehatan akan mampu :
4) Menginisiasi atau melakukan intervensi yang cepat dan tepat
kepada pasien
5) Menetapkan area yang paling tepat untuk dapat melaksanakan
pengobatan lanjutan
6) Memfasilitasi alur pasien melalui unit gawat darurat dalam
proses penanggulangan/pengobatan gawat darurat
Sistem Triage dipengaruhi oleh :
(1) Jumlah tenaga profesional dan pola ketenagaan
(2) Jumlah kunjungan pasien dan pola kunjungan pasien
(3) Denah bangunan fisik unit gawat darurat
(4) Terdapatnya klinik rawat jalan dan pelayanan med
20
3) Prinsip dan Tipe Triage
Time Saving is Life Saving (waktu keselamatan adalah
keselamatan hidup),The Right Patient, to The Right Place at The
Right Time, with The Right Care Provider.
(1) Triage seharusnya dilakukan segera dan tepat waktu
Kemampuan berespon dengan cepat terhadap kemungkinan
penyakit yang mengancam kehidupan atau injuri adalah hal
yang terpenting di departemen kegawatdaruratan.
(2) Pengkajian seharusnya adekuat dan akurat
Ketelitian dan keakuratan adalah elemen yang terpenting dalam
proses interview.Keputusan dibuat berdasarkan pengkajian
(3) Keselamatan dan perawatan pasien yang efektif hanya dapat
direncanakan bila terdapat informasi yang adekuat serta data
yang akurat.
(4) Melakukan intervensi berdasarkan keakutan dari kondisi
Tanggung jawab utama seorang perawat triage adalah
mengkaji secara akurat seorang pasien dan menetapkan
prioritas tindakan untuk pasien tersebut. Hal tersebut termasuk
intervensi terapeutik, prosedur diagnostic dan tugas terhadap
suatu tempat yang diterima untuk suatu pengobatan.
(5) Tercapainya kepuasan pasien
Perawat triage seharusnya memenuhi semua yang ada di atas
saat menetapkan hasil secara serempak dengan pasien, Perawat
21
membantu dalam menghindari keterlambatan penanganan yang
dapat menyebabkan keterpurukan status kesehatan pada
seseorang yang sakit dengan keadaan kritis dan memberikan
dukungan emosional pasien dan keluarga atau temannya.
Menurut Brooker, (2008), dalam prinsip triage
diberlakukan sistem prioritas, prioritas adalah
penentuan/penyeleksian mana yang harus didahulukan mengenai
penanganan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul
dengan seleksi pasien berdasarkan :
(1) Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit
(2) Dapat mati dalam hitungan jam
(3) Trauma ringan
(4) Sudah meninggal
Pada umumnya penilaian korban dalam triage dapat dilakukan
dengan :
Menilai tanda vital dan kondisi umum korban
(1) Menilai kebutuhan medis
(2) Menilai kemungkinan bertahan hidup
(3) Menilai bantuan yang memungkinkan
(4) Memprioritaskan penanganan definitive
(5) Tag warna
22
4) AUSTRALIAN TRIAGE SCALE (ATS)
Sekitar tahun 1980 dimulai konsep triage lima tingkat di salah
satu rumah sakit Australia. Pembagian lima tingkat ini berdasarkan
tingkat kesegeraan (urgency) dari kondisi pasien. Validasi system ini
menunjukkan hasil yang lebih baik dan konsisten dibandingkan triage
konvensional dan mulai di adopsi unit gawat darurat di seluruh
Australia. Sistem nasional ini disebut dengan National Triage Scale
(NTS) dan kemuadian berubah nama menjadi Australian Triage Scale
(ATS).
Australian Triage Scale (ATS) merupakan skala yang
digunakan untuk mengukur urgensi klinis sehingga paten terlihat pada
waktu yang tepat, sesuai dengan urgensi klinisnya. (Emergency Triage
Education Kit. 2009).
Australian Triage Scale (ATS) dirancang untuk digunakan di
rumah sakit berbasis layanan darurat di seluruh Australia dan Selandia
Baru, ini adalah skala untuk penilaian kegawatan klinis. Meskipun
terutama alat klinis untuk memastikan bahwa pasien terlihat secara
tepat waktu, sepadan dengan urgensi klinis mereka,
ATS juga digunakan untuk menilai kasus. Skala ini disebut triage
kode dengan berbagai ukuran hasil (lama perawatan, masuk ICU,
angka kematian) dan konsumsi sumber daya (waktu staf, biaya). Ini
memberikan kesempatan bagi analisis dari sejumlah parameter kinerja
23
di Unit Gawat Darurat (kasus, efisiensi operasional, review
pemanfaatan, efektivitas hasil dan biaya).
Berbeda dari fungsi awal pembentukan fungsi triage, saat ini
selain menetapkan prioritas pasien, ATS juga memberikan batasan
waktu berapa lama pasien dapat menunggu sampai mendapatkan
pertolongan pertama. Sistem ATS juga membuat pelatihan khusus
triage untuk pasien-pasien dengan kondisi tertentu seperti pasien
anak, geriatrik, gangguan mental.
Untuk memudahkan trier (orang yang melakukan triage)
mengenali kondisi pasien, maka di ATS terdapat kondisi-kondisi
tertentu yang menjadi descriptor klinis seperti tertera dalam table 2.1.
Tujuan descriptor ini adalah memaparkan kasus-kasus medis yang
lazim dijumpai sesuai dengan kategori triage sehingga memudahkan
trier menetapkan kategori.
Tabel 2.1 Kategori ATS menurut Australasian College For
Emergency Medicine (ACEM, 2005)
Kategori Respon Deskripsi kategori Deskripsi klinis
ATS
Kategori 1 Segera, Penilaian dan Kondisi yang Henti jantung
tatalaksana diberikan mengancam nyawa atau Henti nafas
secara simultan beresiko mengancam Sumbatan jalan
nyawa bila tidak segera nafasmendadak yang
ditangani beresiko menimbulkan
henti jantung, pernafasan<
10x/menit, distress
pernafasan berat, tekanan
darah systole <80 (dewasa)
atau anak dengan klinis
shock berat
Kesadaran tidak ada respon
atau hanya berespon
dengan nyeri, kejang
berkelanjutan, gangguan
perilaku berat yang
24
mengancam diri pasien dan
lingkungan
Kategori 2 Penilaian dan Resiko mengancam Bahaya Jalan nafas,
tatalaksana diberikan nyawa, dimana kondisi Distress pernapasan berat,
secara simultan pasien dapat memburuk Akral dingin dan lambat, dalamwaktu10 dengan cepat, dapat Perfusi jelek, Nadi : <50
menit segera menimbulkan atau >150 x/mnt (pada
kegagalan organ bila dewasa), GDS < 50
tidak diberikan (dengan penurunan
tatalaksana dalam 10 kesadaran Hipotensi dengan
menit setelah datang efek hemodinamik
(kehilangan banyak darah), Resp : > 32 x/mnt, GCS : 9
– 12, Nyeri dada hebat
Demam dengan tanda –
tanda lethargy (semua
umur)
Kategori 3 Penilaian dan Kondisi potensial Hipertensi Berat (TD: tatalaksana dapat berbahaya, mengancam Sistole > 150 mmhg)
dilakukan dalam nyawa atau dapat (TD:Diastole > 100 mmhg)
waktu 30 menit menambah keparahan Hipotensi ( TD : Sistole <
bila penilaian dan 90 mmhg) ( TD : Diastole <
tatalaksana tidak 60 mmhg )
dilaksanakan dalam 30 Fraktur Terbuka dengan
menit perdarahan sedang – berat
Spo2 90 – 95 % GDS > 300 mg/dl
Diare / Vomitus Dehidrasi
Sedang – Berat, Trauma
Kepala dengan penurunan
kesadaran, Nyeri dada, Resp : > 24 x/mnt
adanya retraksi dada, Nadi : > 120, GCS : 12, GDS < 50
mg/dl
Kategori 4 Penilaian dan Kondisi berpotensial Perdarahan ringan, Injury
tatalksana dapat jatuh menjadi lebih dada tanpa distress
dimulai dalam waktu berat apabila penilaian pernapasan, Vomitus/ diare
60 menit dan tatalaksana tidak tanpa dehidrasi, Nyeri
segera dilaksanakan sedang, apapun
dalam waktu 60 menit penyebabnya, bengkak
sendi, Resp : 16 – 24 x/mnt,
Nadi : 60 – 100 x/ mnt,
GCS : 15, TD : (Sistole >120 – 140 mmhg)
( Diastole > 60 – 90 mmhg)
Kategori 5 Penilaian dan Kondisi tidak segera, Nyeri ringan, Kontrol Luka,
tatalaksana dapat yaitu kondisi kronik Resp: 16 – 20 x/mnt, Nadi:
dimulai dalam waktu atau minor dimana 60 -100 x/mnt 120 menit gejala tidak beresiko GCS : 15, TD : (Sistole >
memperberat bila 90 – 120 mmhg), ( Diastole pengobatan tidak segera > 60 – 80 mmhg)
diberikan
25
2.1.4 Konsep Respon Time
IGD sebagai gerbang utama penanganan kasus gawat darurat di
rumah sakit memegang peranan penting dalam upaya penyelamatan
hidup pasien. Wilde (2009) telah membuktikan secara jelas tentang
pentingnya waktu tanggap (response time) bahkan pada pasien selain
penderita penyakit jantung. Menurut Kepmenkes Nomor 129 tahun
2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit (SPM-RS),
waktu tanggap pelayanan dokter di instalasi gawat darurat memiliki
standar maksimal 5 menit di tiap kasus.
Response time merupakan kecepatan dalam penanganan pasien
dihitung sejak pasien datang sampai dilakukan penanganan (Suhartati
et. al, 2011). Respon time pelayanan dapat dihitung dengan hitungan
menit dan sangat dipengaruhi oleh berbagai hal baik mengenai jumlah
tenaga maupun komponen-komponen lain yang mendukung seperti
layanan laboratorium, radiologi, farmasi dan administrasi (Basoeki,
2008).
Kecepatan dan ketepatan pertolongan yang diberikan pada
pasien yang datang ke IGD memerlukan standar sesuai dengan
kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu
penanganan gawat darurat dengan response time yang cepat dan
penanganan yang tepat. Hal ini dapat dicapai dengan meningkatkan
sarana, prasarana, sumber daya manusia dan manajemen IGD rumah
sakit sesuai standar (Kepmenkes RI, 2009).
26
Hendrik Pranowo, Sulistyo, et.al., (2006) menyatakan bahwa
waktu penatalaksanaan kegawatdaruratan medis dan response time
berpengaruh terhadap mutu pelayanan di instalasi gawat darurat.
Dalam Penelitian yang dilakukan Aslian (2009) didapatkan hasil
bahwa respon dokter triage atau respon terhadap pasien dengan jenis
kegawatan true emergency dan false emergency mempengaruhi mutu
rumah sakit.
Penyusunan standar tenaga keperawatan di rumah sakit
diharapkan dapat digunakan untuk menetapkan kebutuhan tenaga
keperawatan berdasarkan kualifikasi dan jenis pelayanan keperawatan
di di rumah sakit. Dalam penanganan gawat darurat ada filosofi “Time
Saving is Life Saving” artinya seluruh tindakan yang dilakukan pada
saat kondisi gawat darurat haruslah benar-benar efektif dan efisien. Hal
ini mengingatkan bahwa pasien dapat kehilangan nyawa hanya dalam
hitungan menit saja. Berhenti nafas selama 2-3 menit pada manusia
dapat menyebabkan kematian yang fatal (Sutawijaya, 2009).
2.1.5 Konsep Kecemasan
1) Definisi Kecemasan
Kecemasan adalah suatu perasaan tidak santai yang samar-
samar karena ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu
respon (penyebab tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu).
Kejadian dalam hidup seperti menghadapi tuntutan, persaingan,
27
serta bencana dan keterlambatan dalam mendapatkan pelayanan
dapat membawa dampak terhadap kesehatan fisik dan psikologis.
Salah satu contoh dampak psikologis adalah timbulnya kecemasan
atau ansietas (Yusuf, 2015)
Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan
menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak
berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik.
Kecemasan dialami secara subjektif dan dikomunikasikan secara
interpersonal (Arfian, 2013).
Berdasarkan definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa
kecemasan merupakan salah satu perasaan kekhawatiran yang tidak
memiliki objek spesifik dan akan membawa dampak terhadap
kesehatan fisik maupun psikologis.
2) Tanda dan Gejala Kecemasan
Gejala klinis kecemasan menurut Hawari (2008) antara lain:
Ketegangan motorik/alat gerak
(1) Gemetar
(2) Tegang
(3) Nyeri otot
(4) Letih
(5) Tidak dapat santai
28
Hiperaktivitas saraf otonom
(1) Berkeringat berlebihan
(2) Jantung berdebar
(3) Rasa dingin
(4) Telapak tangan/kaki basah
(5) Mulut kering
(6) Pusing
(7) Kepala terasa ringan
Rasa khawatir berlebihan tentang hal-hal yang akan datang
dan Kewaspadaan berlebihan
3) Tingkat Kecemasan
Menurut Stuart dalam Dadang Hawari, (2011) tingkatan
kecemasan dibagi menjadi :
(1) Kecemasan Ringan Kecemasan ringan berhubungan dengan
ketegangan akan peristiwa kehidupan sehari-hari. Pada tingkat
ini lapangan persepsi meningkat dan individu akan berhati-hati
serta waspada. Individu terdorong untuk belajar tentang hal-hal
yang akan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.
(2) Kecemasan Sedang Pada tingkat ini lapangan persepsi terhadap
lingkungan menurun. Individu lebih menfokuskan pada hal
penting saat itu dan mengesampingkan hal lain.
29
(3) Kecemasan Berat Pada kecemasan berat lapangan persepsi
menjadi sangat menurun. Individu cenderung memikirkan hal
yang kecil saja dan mengabaikan hal yang lain. Individu tidak
mampu berfikir realistis dan membutuhkan banyak pengarahan,
untuk dapat memusatkan pada area lain.
(4) Panik Pada tingkat ini lapangan persepsi sangat sempit
sehingga individu tidak dapat mengendalikan diri lagi dan tidak
dapat melakukan apa-apa walaupun sudah diberi
pengarahan/tuntunan. Pada keadaan panik terjadi peningkatan
aktivitas motorik, menurunnya kemampuan berhubungan
dengan orang lain dan kehilangan pemikiran yang rasional
4) Skala Kecemasan
Skala Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) dapat dibagi
menjadi kecemasan ringan, kecemasan sedang, kecemasan berat
dan panik. Skor 14 dinyatakan pasien tidak mengalami kecemasan,
skor 15-20 pasien dinyatakan cemas ringan, skor 21-27 pasien
dinyatakan cemas sedang, 28-41 pasien dinyatakan cemas berat
dan skor 42-56 pasien dinyatakan panik.
Skala Kecemasan Skala menurut Hamilton Anxiety Rating
Scale (HARS) terdiri dari 14 item, meliputi (Mirianti, 2011):
(1) Perasaan cemas : firasat buruk, takut akan pikiran sendiri,
mudah tersinggung dan emosi
30
(2) Ketegangan: merasa tegang, lesu, mudah terkejut, tidak bisa
istirahat dengan tenang, mudah menangis, gemetar, gelisah/
(3) Ketakutan : pada gelap, ditinggal sendiri, pada orang asing,
pada kerumunan orang banyak.
(4) Gangguan tidur : sukar memulai tidur, terbangun pada malam
hari, mimpi buruk, mimpi yang menakutkan.
(5) Gangguan kecerdasan : penurunan daya ingat, mudah lupa dan
sulit konsentrasi, sering bingung.
(6) Perasaan depresi : hilangnya minat, berkurangnya kesenangan
pada hoby, sedih, perasaan berubah-ubah.
(7) Gejala somatik : nyeri pada otot-otot dan kaku, geretakan gigi,
suara tidak stabil, dan kedutan otot
(8) Gejala sensori : telinga berdengung, penglihatan kabur, muka
merah dan pucat, merasa lemah.
(9) Gejala kardiovaskuler : denyut nadi cepat, berdebar-debar,
nyeri dada, rasa lemah seperti mau pingsan..
(10) Gejala pernapasan : rasa tertekan di dada, perasaan tercekik,
sering menarik napas panjang, merasa napas pendek.
(11) Gejala gastrointestnal: sulit menelan, mual dan muntah, perut
terasa penuh dan kembung, nyeri lambung sebelum dan
sesudah makan.
(12) Gejala urogenital : sering kencing, tidak dapat menahan
kencing.
31
(13) Gejala otonom : mulut kering, muka kering, muka berkeringat,
sakit kepala, bulu roma berdiri .
(14) Apakah anda merasakan : gelisah, tidak tenang, mengerutkan
dahi muka tegang, nafas pendek dan cepat.
2.1.6 Hubungan Antara Respon Time Perawat Dengan Tingkat
Kecemasan
Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan fasilitas pelayanan
24 jam perawatan medis dan tempat awal semua pasien masuk baik
dengan kondisi gawat darurat maupun tidak gawat darurat (Mahrur,
2016). Gawat artinya kondisi mengancam nyawa sedangkan darurat
adalah kondisi yang memerlukan tindakan dengan segera untuk
menyelamatkan nyawa (Musliha, 2010).
Gawat darurat adalah keadaan klinis yang harus mendapatkan
tindakan medis segera untuk penyelamatan nyawa (live safing) dan
pencegahan kecacatan (Permenkes RI no 19, 2016). Kehadiran pasien
ke IGD sifatnya tidak dapat direncanakan baik jumlah maupun
kondisinya.
IGD sebagai gerbang utama penanganan kasus gawat darurat di
rumah sakit memegang peranan penting dalam upaya penyelamatan
hidup pasien. Wilde (2009) telah membuktikan secara jelas tentang
pentingnya waktu tanggap (response time). Menurut Kepmenkes
Nomor 129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah
32
Sakit (SPM-RS), waktu tanggap pelayanan dokter di instalasi gawat
darurat memiliki standar maksimal 5 menit di tiap kasus.
Triage adalah cara yang di gunakan untuk menentukan respon
time berdasarkan dari tingkat kegawat daruratan, bukan dari urutan
kedatangan pasien (Permenkes no 4, 2018), sehingga triage memiliki
fungsi yang sangat penting ketika banyak pasien hadir secara
bersamaan di IGD (ACEM, 2014).
Ketika hasil peniliaian keadaan fisiologis pasien terancam,
maka intervensi harus segera diberikan kepada pasien untuk
menyelamatkan jiwa (live safing) seperti memberikan medikasi
darurat, resusitasi cardiopulmonal. Hal ini dapat mendatangkan
masalah kecemasan, karena terdapat ancaman intergitas tubuh dan
psikologis pasien. (Long, 2006; de Araujo, 2014).
Studi menunjukkan bahwa pasien yang masuk ke Instalasi
Gawat Darurat kemungkinan akan timbul kecemasan yang tinggi, pada
umumnya pasien yang mengalami kecemasan akan sulit untuk
melakukan aktifitas dengan alasan pasien merasa takut akan salah
bertindak atau merasa tidak nyaman dengan yang dilakukannya
(Amiman, 2019)
Faktor yang dapat menyebabkan kecemasan adalah biologis,
psikologis dan social budaya. Faktor psikologis penyebab kecemasan
yaitu pandangan psikoanalitik, pandangan interpersonal dan pandangan
perilaku Stuart (2013).
33
Respon time yang lambat akan dipersepsikan oleh pasien tidak
ada penerimaan dan penolakan terhadap dirinya dan merupakan
menjadi salah satu fator resiko peningkatan GABA, peningkatan sel
saraf yang mempengaruhi gyrus parietalis, peningkatan saraf simpatis
yang akan mengakibatkan gejala seperti pusing, gemetar, nyeri kepala,
berkeringat banyak, peningkatan frekuensi nadi.
2.2 Kerangka Konseptual
Skema 2.1 Faktor-faktor penyebab kecemasan
Biologi
Pandangan
Psikososial
Respon Psikologis
Pandangan Tingkat
Time Interpersonal Kecemasan
Pandangan
Perilaku
Sosial Budaya
Konsep Kecemasan Modifikasi Stuart, 2013
Keterangan :
: Variabel yang tidak di teliti
: Variabel yang di teliti