58
RISALAH RA(>AT PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEAMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAN RANCANGANUNDANG-UNDANG TENTANG r' PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA Tahun Sidang Masa Persidangan Rapat ke Jenis Rapat Dengan Sifat Rapat Hari, tanggal Pukul Tern pat Ketua Rapat Sekretaris Rapat Acara Hadir 1987-1988 III 9 Rapat Kerja Panitia Khusus ke4 Pemerintah/Menteri Pertahanan Keamanan Terbuka Rabu, 20 Januari 1988 19.30 - 23.15 WIB. (Malam) Ruang Rapat Panitia Khusus Gedung DPR-RI DR. A. Baramuli, S.H. Drs. Noer Fata Pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang- undang Nomor 20 Tahun 1982 dan Daftar Inventari- sasi Masalah Rancangan Undang-Undang tentang Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. 1. 29 dari 30 Anggota Tetap Panitia Khusus 14 dari 17 Anggota Pengganti Panitia Khusus 2. Pemerintah 619

I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

RISALAH RA(>AT

PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG

TENTANG

PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK

PERTAHANAN KEAMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAN

RANCANGANUNDANG-UNDANG

TENTANG

r' PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA

Tahun Sidang Masa Persidangan Rapat ke Jenis Rapat Dengan Sifat Rapat Hari, tanggal Pukul Tern pat Ketua Rapat Sekretaris Rapat Acara

Hadir

1987-1988 III 9 Rapat Kerja Panitia Khusus ke4 Pemerintah/Menteri Pertahanan Keamanan Terbuka Rabu, 20 Januari 1988 19.30 - 23.15 WIB. (Malam) Ruang Rapat Panitia Khusus Gedung DPR-RI DR. A. Baramuli, S.H. Drs. Noer Fata Pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang­undang Nomor 20 Tahun 1982 dan Daftar Inventari­sasi Masalah Rancangan Undang-Undang tentang Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

1. 29 dari 30 Anggota Tetap Panitia Khusus 14 dari 17 Anggota Pengganti Panitia Khusus

2. Pemerintah

619

Page 2: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI:

1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino 17. Ors. Osman Simanjuntak 3. Joni Herlaut Sumardjono 18. Ir. Hanoch Eliezer Makbon 4. H lmron Rosyadi, S.H. 19. H.A. Poerwosasmito 5. R. Soetjipto, S.H. 20. A. Hartono 6. Ors. H. Iman Soedarwo PS. 21. Soeardi 7. Ors. F. Harefa, S.H. 22. Drs. Soetaryo 8. Soesanto Bangoenagoro, S.H. 23. D.P. Soenardi, S.H. 9. Marzuki Darusman, S.H. 24. Ors. Soedjadi, S.H.

10. Ors. Ardi Partadinata 25. H. Ismail Hasan Metareum, S.H. 11. Bagoes Sasmito 26. H. Ali Tamin, S.H. 12. Dwi Riawenny S. Nasution, BA. 27. Sukardi Effendi, S.H. 13. A.A. Oka Mahendra, S.H. 28. H. Soetardjo Soerjo Goeritno, BS 14. Z. Ansori Achmad, S.H. 29. Djupri, S.H. 15. M. Hatta Musfata, S.H.

II. ANGGOTA PENGGANTI PANITIA KHUSUS DPR RI:

1. Ors. Gatot Soewagio 2. H. Moh. Taslim Ibrahim 3. Ors. H.M.L. Patrewijaya 4. Tjahjo Koemolo, S.H. 5. Ors. Soewardi Poespojo 6. Amir Yudowinarno 7. Soegiyono 8. Siswadi 9. Waltom Silitonga

10. Poedjo Bintoro 11. R.O.M. Mahdi Tjokroaminoto 12. Ors. Moh. Husnie Thamrin 13. Sardjito Dharsoeki 14. Budi Hardjono, S.H.

III. PEMERINTAH :

1. Jenderal TNI (Pum) Poniman 2. Letjen TNI I.B. Sudjana 3. Letjen TNI Soegiarto 4. Teddy Rusdy 5. Soetaryo 6. Muntaram 7. Brigjen TNI Muhartono 8. Brigjen TNI Ir. Ibrahim Marzuki

9. Brigjen TNI Kandar

620

Menhankam Sekjen Dephankam Kassospol ABRI Asrenum Pangab Waka Bais ABRI Dirjen Persmanvet Kapusdiklat Dephankam Karo Organisasi Setjen Dephan­kam Pati Mabes AD

Page 3: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

10. Laksma TNI Dalem Udayana

11. Brigjen TNI Amir Singgih 12. Kol. Laut R. Susanto, S.H.

13. Kol. Chk A. Sihombing 14. M. Zulkarnaen, S.H.

15. Kaslar 16. Suardi Saibi, S.H. 17. Sutj}pto, S.H. 18. T.B. Silalahi 19. Bambang Hartoyo 20. M. Taha Usman 21. Kol. Inf. Hadi Sutrisno 22. R.B. Iskandar K. 23. Imam Supardi 24. Drs. Sudjadi 26. Eliyas Margiyo, BA.

Karo Hukum Setjen Dephan­kam

Kabag Undang-undang Rokum S~tjen Dephankam

Kasubag Rancang Rokum Set­jen Dephankam

KETUA RAPAT (DR. A. BARAMULI, S.H.):

Saudara-saudara sekalian, Saudara-saudara Menteri Pertahanan Keamanan yang saya hormati.

Perkenankan kami untuk menyampaikan. Assalamu 'alaikum warahma tullahi wabarrakatuh Merdeka !

Dengan ini kami membuka Rapat Kerja ini kembali.

Di hadapan Saudara-saudara ada catatan rapat yang ke-7 belum dikoreksi jadi setelah 3 hari diterimanya ini, maka kalau tidak ada perubahan berarti telah dikoreksi. Jadi hari ini tanggal 20 yang terakhir tanggal 23 dikoreksi. Ini saja pengumuman dari Pimpinan Panitia Khusus dan sekarang perkenan­kan kami memasuki Daftar Inventarisasi Masalah baru yang kita masing­masing telah miliki, yang mana pada waktu siang harinya kita bersama telah menyelesaikan sampai ke halaman 9.

Sekarang kita mulai dengan halamn 9. Di dalam halaman 9 kita mem­punyai 3 pendapat, jadi dalam Daftar lnventarisasi Masalah ada 3 usul, yaitu FKP, FPP dan FPDI.

Kalau ini telah dilihat bersama, maka kalau juru bicara FKP sudah hadir, saya kira sudah hadir dalam hal ini saya lihat Pak Iman.

Silakan Pak Iman.

FKP (DRS. H. IMAN SOEDARWO PS) :

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarrakatuh.

621

Page 4: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

Saudara Pimpinan, Saudara Menteri dan para Pejabat Pemerintah, serta rapat Panitia Khusus yang terhormat.

FKP ada . usul kecil terhadap Pasal 1 ini. Kalau di dalam Pasal 1. Rancangan Undang-Undang kita melihat adanya pengaertian tentang Warga negara, Tentara, Menteri dan Panglima, maka FKP ingin menambahkan satu pengertian tambahan. Alasan kami memasukkan tambahan pengertian ini oleh karena tahap-tahap prajurit itu akan kita jumpai beberapa kali sejak dari judul Rancangan Undang-Undang sampai kita memasuki dalam pasal-pasalnya.

Sungguhpun demikian FKP dalam mencoba merumuskan pengertian prajurit masih menghadapi masalah yang lain, yaitu andaikata kita hendak melengkapi pengertian selengkapnya tentang prajurit, maka akan berhadapan dengan Pasal 2 Rancangan Undang-Undang yang di sana pun kita akan meng­ajukan beberapa usul penyempurnaan. Oleh karena itu FKP melihat ke­mungkinannya.

Pertama, melihat kelaziman di dalam pengertian Ketentuan Umum, kami menggunakan satu rumusan yang pendek, yaitu Prajurit adalah Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

Dengan penambahan ini, maka pada bagian-bagian selanjutnya setiap kali kita menunjuk kepada prajurit, maka prajurit itu adalah Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Seperti halnya yang dimasud dengan Menteri atau Panglima. Itu sesungguhnya yang pertama mengenai Pasal 1.

Usul lain yang juga sangat kecil adalah tata urut. Kalau di dalam Rancangan Undang-Undang tentang Menteri disebutkan lebih dahulu, kemudian Panglima pada huruf d, maka di dalam Daftar Inventarisasi Masalah FKP kami mengalihkan tempatnya, dengan menyebutkan Panglima lebih dahulu kemudian Menteri. Ini tidak berarti tata urut di dalam tata tempat protokol, tetapi karena kami membaisakan diri hal yang lebih penting di­tempatkan makin ke belakang.

Demikianlah usul FKP yang pertama.

Kemudian yang kedua, rumusan Prajurit ABRI di sini kami sadap dari rumusan Rancangan Undang-Undang Pasal 2, namun mendapat sedikit penyempurnaan, yaitu Prajurit ABRI adalah warga negara Republik Indonesia yang memenuhi persyaratan dan diangkat oleh pejabat yang berwenang untuk ikut serta dalam peran usaha pembelaan negara dengan menjadi anggota ABRI.

Dua tawaran itulah yang dipikirkan oleh FKP:

Yang pertama, tadi singkat, "Prajurit adalah prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia".

622

Yang kedua, menyadap dan menyempurnakan dari pasal yang kedua.

Demikian, Saudara Ketua, terima kasih.

Page 5: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

KETUA RAPAT:

Saudara-saudara sekalian.

Apa yang dikemukakn oleh FKP ini jelas, jadi ada dua usul tentang rumusan atau yang dimaksud dengan prajurit. Saya kira semua sudah men­catat, oleh karena itu saya persilakan sekararig dari FPP, memang di sini ada kalimat di atasnya, lalu kemudian dirumus selanjutnya.

Sialakan untuk dijelaskan.

FPP (H. ISMAIL HASAN METAREUM, S.H.) :

Terima kasih Saudara Pimpinan, Bapak 'Menteri dan Staf, Hadirin yang kami muliakan.

Kita pada malam ini memasuki perundang-undangannya, yaitu Pasal 1 dari Rancangan Undang-Undang tentang Keprajuritan.

Kami meihat bahwa dalam seluruh rumusan yang ada, ada satu yang tidak terdapat di dalamnya, yaitu difinisi tentang Prajurit ABRI. Sedangkan Pasal 2 lama, saya beralih sedikit kepada halaman 10 itu menyebutkan Prajurit itu terdiri atas: ... dan seterusnya. Oleh karena itu kami mengangap penting untuk kita membuat semacam difinisi atau suatu difinisi mengenai soal Prajurit ini yang tadi samar-samar terdengar dan ada sedikit juga dijelaskan oleh FKP.Di alam halaman 9 memang jelas usul kami konkrit mengenai masalah difinisi ABRI itu di samping memang Pasal 1 di rasa perlu didahulu­kan, karena ini merupakan penjelasan terhadap kata-kata yang ada di dalam­nya.

Sesudah Pasal 1 itu kami usulkan, supaya ditambah pasal satu lagi dengan membuat difinisi terhadap keprajuritan dan kemudian barulah Pasal 2 lama, kalau dapat diterima usul kami menjadi Pasal 3 baru menjelaskan "Prajurit ABRI terdiri atas .... "dan seterusnya.

Inilah kiranya Bapak Pimpinan, penjelasan yang perlu kami sampai­kan. Dan kalau boleh dalam kesempatan ini kami menanggapi sedikit dari FKP tentang usulnya kami dapat menerima dan menganggap baik usul dari FKP tentang urutan itu, karena di mulai dari Warga negara dan seterusnya.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Jadi jelasnya, ini Pasal 1 tetap, urutannya saja yang berubah. Kemudian tambah Pasal 2 baru, yang rumusannya seperti diusulkan oleh FPP. Saya kira jelas bagi semuanya.

Sekarang saya persilakan dari FPDI.

FPDI (DJUPRI, S.H.):

Saudara Ketua dan Sidang Musyawarah yang kami muliakan.

623

Page 6: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

fPDI untuk 1 ini mengusulkan agar Pasal la di dalam Ketentuan Umum itu dihapuskan. ·

Sebagaimana kita ketahui bahwa di dalam Ketentuan Umum itu biasa­nya dijelaskan hal-hal yang perlu dijelaskan, karena kalimatnya agak panjang dan sesuatu yang biasanya ditemukan di dalam berbagai pasal yang ada di dalam batang tubuh. Mengingat, bahwa di dalam Pasal la ini bahwa warga negara di dalam pasal-pasal hanya kita ketemukan satu, yaitu di dalam Pasal 8 Ayat (1) huruf a. Oleh karena kita mengusulkan agar di dalam Pasal 8 Ayat (1) huruf a itu ditulis lengkap saja, sehingga tidak perlu ada ketentuan di dalam Ketentuan Umum itu. Jadi cukup disebut "Warga negara Indonesia" di dalam Pasal 8 Ayat (1). Sebagai contoh di berbagai peraturan perundang-undangan kita bisa menemukan hal-hal seperti itu, misalnya saja yang paling dekat adalah Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982, di sana kita ketemukan istilah "Warga negara" di dalam Ketentuan Umum yang bisa kita baca di dalam Pasal 1 huruf 14. Tetapi dalam pasal-pasal yang tercantum di dalam batang tubuh di sana bisa kita ketemukan banyak sekali, tepatnya ada 9, sehingga dianggap perlu untuk ada penjelasan di dalam Kete,1tuan Umum itu. Sedangkan di dalam Rancangan Undang-Undang tentang Prajurit ABRI itu tidak ada kecuali Pasal 8 Ayat (1) a. Oleh karena itu dari FPDI mengusulkan supaya itu dihapus saja, yang lain-lainnya tetap.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Ini baik sekali. Hanya itu yang bisa saya beritahu. Silkan memilihnya mana yang terbaik. Silakan sekarang F ABRI, yang sama sekali tidak ada usul.

F ABRI (SOEARDI) :

Saudara Ketua Panitia Khusus serta Pimpinan yang terhormat, Saudara Menteri Pertahanan Keamanan selaku W akil Pemerintah beserta Staf, Sidang yang saya hormati.

Dari FABRI untuk sementara hanya ingin mernbatasi terhadap Pasal 1 saja. Seperti tercantum di dalam Daftar Inventarisasi Masalah persandingan yang ada pada kita, F ABRI di sana menulis dengan penjelasan sebagai berikut: bahwa dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan ·a, b, c dan d menurut hemat F ABRI sudah cukup memadai.

Yang kedua, F ABRI juga menyetujui tata urut dari butir-butir a, b, c dan d. Dengan pengertian bahwa yang dicantumkan terlebih dahulu adalah yang besar yang akbar, jadi warga negara di sini bukan orang seseorang tetapi warga negara seluruhnya. Jadi itu suatu hal yang besar. Kemudian berikut­nya adalah tentara dalam hal ini Tentara Nasional Indonesia dia lebih kecil dalam populasi dari warga negara dal:lm pengertian seluruh warganegara baru

624

Page 7: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

masuk Menteri jabatannya lebih tinggi dari Panglima ABRI, kemudian Panglima ABRI di sini jabatannya lebih rendah di dalam ranking dari Menteri. Jadi kami tetap berurutan a, b, c dan d seperti di dalam Rancangan Undang­Undang itu sudah menilai bahwa hal ini cocok dan benar.

Mengenai hal-hal yang lain pada kesempatan berikutnya kami akan kemukakan, baik yang berkaitan dengan difinisi maupun pengertian lainnya yang diajukan oleh Fraksi lainnya.

Sementara kami sampai di sini.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Jadi F ABRI tidak menanggapi usul dari FKP mengenai rumusan atau yang dimaksud dengan prajurit.

F ABRI (SOEARDI) :

Silakan kalau diminta oleh Ketua.

KETUA RAPAT:

Silakan supaya bisa tuntas.

FABRI (SOEARDI):

Terima kasih.

Kalau begitu saya lanjutkan. Mengenai apa yang dikemukakan oleh FKP, yang pertama mengenai

tersebut c, di mana tadi dikemukakan ada beberapa alternatif. FABRI dapat mengerti dan dapat menyetujui sepanjang prajurit ABRI di sana hanya men­cantumkan maksud dari prajurit ABRI yang dikemukakan tadi oleh pembicara "Prajurit adalah Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia", dan belum masuk ke dalam difinisi, di mana difinisi itu atau gambaran dari postur ABRI lebih cocok seperti yang dikemukakan oleh FPP untuk dimasukkan di dalam pasal berikutnya, karena dia mempunyai makna yang besar, bukan makna kecil di dalam masud yang tersebut di dalam butir-butir itu.

Kemudian yang dikemukakan kedua oleh FKP mengenai tata urut sudah kami ulas terdahulu tadi, jadi kami lebih cenderung untuk tata urut yang diajukan oleh Rancangan Undang-Undang.

Terhadap apa yang dikemukakan oleh FPP, jelas kami dapat mengerti dan memahaminya karena FPP mengajukan secara jelas di sini tersurat tambahan mengenai definisi prajurit, itu dimasukkan sebagai tambahan pasal yang baru.

Dapat kami informasikan di sini bahwa F ABRI-pun di dalam Daftar Inventarisasi Masalah secara tersurat telah mencantumkan semacam usul

625

Page 8: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

penambahan, pengertian dan postur prajurit ABRI pada Pasal 2. Hanya kebetulan saja FABRI menuliskannya di dalam ayat bukan di dalam pasal. Namun itu menurut kami bukan hal yang prinsipiil berbeda.

Kemudian apabila juga ditanyakan mengenai tanggapan terhadap FPDI, FPDI mengusulkan agar Warga negara Indonesia tidak perlu di tingkat-tingkat.

Sementara ini F ABRI tetap menyetujui apa yang sudah dimaksudkah oleh Rancangan Undang-Undang, namun apabila ketentuan konstitusional dan penulisannya mengizinkan dan menilai hal ini lebih baik, FABRI tidak ada permasalahan.

Demikian tanggapan, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Ini lengkap sekali dan jelas. Saya kira tidak ulangi lagi karena sudah jelas sekali.

Kalau dari FKP masih ada pendapat mengenai urutan saja dan kedua mengenai usul pasal barn.

Silakan.

FPP (DRS. H. IMAN SOEDARWO PS) :

Memang kalau kita membaca Undang-undang Nomor 20 tahun 1982 tata urut yang digunakan di sana adalah Menteri lebih dahulu kemudian Panglima.

Apa yang diusulkan oleh FKP dasarnya adalah kebiasaan. Jikalau kita memberikan kesempatan sambutan kepada para pejabat, maka tata urut terakhir itu diberikan kepada pejabat yang dianggap tertua di dalam forum terse but.

Itulah pertimbangan FKP, sehingga di dalam pengertian ini menempat­kan Menteri pada urutan yang terbawah.

Masalah pilihan pengertian tentang prajurit ini memang FKP mengusul­kan dua altematif, oleh karena hal terse but akan berkaitan erat dengan Pasal 2 nantinya. Apabila nanti kami harus sampai pada Pasal 2 baru kami akan mengetengahkan mengapa usul ini dicantumkan sebagai alternatif yang kedua dalam memikirkan tambahan pengertian tentang prajurit.

Sekarang mengenai pendapat F ABRI, dengan menambahkan ayat di dalam satu pasal, barangkali nanti masalah itu berkaitan dengan usul FKP setelah kita membahas Pasal 2, usul penyempumaan Pasal 2.

Menanggapi pendapat dari FPDI tentang Warga Negara Republik Indo­nesia. Jikalau pengertian itu di can tumkan di dalam Pasal 1, maka pada pasal­pasal berikutnya kita tidak usah lagi menyebutkan kata-kata selengkap "Warga Negara Republik Indonesia", tetapi cukuplah kita menyebut "Warga Negara".

626

Page 9: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

Haruslah diakui bahwa penggunaan kata "Warga Negara" tidak terlampau banyak pada pasal-pasal berikutnya. Namun dengan menempatkan pada Ketentuan Umum, Pasal 1, berarti kita akan menyederhanakan sebutan pada pasal-pasal berikutnya.

Demikian Saudara Ketua.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Kalau dari FPDI masih ada masalah, karena ini hanya masalah Pasal 1 a mengenai warga negara apakah masih tetap usulnya ataukah ada pendapat lain setelah mendengar pendapat dari F ABRI, FKP, FPP.

Silakan.

FPDI (DJUPRI, S.H.):

Sebagaimana tadi saya utarakan di dalam pasal Batang Tubuh itu hanya satu, sehingga kalau sudah disebut maka tidak perlu dicantumkan di dalam Ketentuan Umum itu. Hal itu juga bisa ditemukan dalam berbagai peraturan perundang-undangan artinya undang-undang yang demikian.

KETUA RAPAT:

Memang rulenya kalau dalam wetgeving itu membuat undang-undang, kalau tidak disebut berkali-kali, maka tidak dijadikan Pasal 1 dalam pengerti­an. Memang itu rulenya. Jadi salah satu bisa dipilih. Kalau dihapus di Pasal 1 a ten tu ditulis pen uh di dalam Pasal 8 Ayat (1 ). Ditulis penuh "Warga Negara adalah Warga Negara Republik Indonesia" di Pasal 8 Ayat (1 ), kalau dihapus di dalam Pasal 1 a.

Kalau tidak dihapus di dalam Pasal 1 a, maka tetap penulisannya di dalam Pasal 8 Ayat (1) atau dikurangi "warga negara" saja. Saya kira begitu.

Tetapi di dalam Pasal 8 apakah tulisannya "warga negara" saja? Karena sudah ada di depan. Jadi dibalik saja, kalau tetap di sini, maka tetap di Pasal 8 Ayat (1) tulisannya hanya "warga negara". Tetapi kalau dihapus di depan, maka di dalam Pasal 8 Ayat (1) ditulis penuh. Begitu Pak?

FPDI (DJUPRI, S.H.):

Jadi maksud kami memang begitu. Hanya ada satu, kenapa harus di­terangkan? Warga Negara indonesia itu kan jelas. Maksud kami hanya begitu saja.

KETUA RAPAT:

Saya persilakan dari Pemerintah kalau memang ada saran.

627

Page 10: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

PEMERINTAH (MENTER! PERTAHANAN KEAMANAN/PANGAB/i JENDERAL TNI (PURN) PONIMAN):

Saudara Ke.tua dan Anggota Panitia Khusus yang saya hormati.

Setelah Pemerintah mempelajari daripada Daftar Inventarisasi Masalah dan penjelasan dari Fraksi-fraksi mengenai Daftar Inventarisasi Masalah yang diajukan dan setelah mempelajari usul perubahan yang diajukan FKP dan FPP, Pemerintah ingin menyampaikan pandangannya bahwa pada prinsipnya dapat memahami maksud FKP dan FPP untuk menyampaikan usul penyempumaan terhadap Pasal I ini. Dengan catatan sepanjang pengerti­an-pengertian tentang prajurit tetap mencerminkan sifat hakekat Prajurit ABRI seperti termuat dalam Sapta Marga dan Sumpah Prajurit.

Mengenai rumusannya seperti dikemukakan tadi, rumusan pengertian tentang prajurit yang diusulkan oleh FKP yang berbunyi: "Prajurit adalah prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia".Kami menyampaikan tanggapan terhadap rumusan pengertian yang diajukan FKP Pemerintah berpendapat bahwa rumusan tersebut dapat dipertimbangkan, seperti tadi yang disampaikan oleh F ABRI.

Atas usul FPP atau yang diusulkan telah dapat tertampung dalam Pasal 2 Rancangan Undang-undang. Kemudian terhadap usul FPDI tentang pengertian warga negara dalam Pasal I Rancangan Undang-undang agar ditulis lengkap, Pemerintah tidak sependapat dengan pertimbangan : I. Untuk penyederhanaan tulisan atau penulisan 2. Sudah sesuai dengan teknik penulisan perundang-undangan.

Dan kalau kita mempelajari daripada Batang Tubuh, di dalam Pasal 8, Pasal 9 dan Pasal 15 itu disebut 2 kali "Warga Negara", maka hendaknya tetap kepada apa yang diajukan Pemerintah.

Mengenai urut-urutan, Pemerintah berusaha tetap konsisten dengan yang dirumuskan di dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982.

Apabila kita beralih sebentar kepada warganegara, dalam rumusan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 "Warga Negara adalah Warga Negara Republik Indonesia." Dan kemudian urut-urutannya adalah Menteri dahulu baru Panglima ABRI.

Demikian, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Saudara-saudara, begitu pendapat dari Pemerintah.

Sekarang untuk Pasal I ini jelas bagi F ABRI rumusannya diterima, yang diterima itu adalah "Prajurit adalah prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia."

Lalu kedua, urutannya itu pakai saja urutan sebagai Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982. Say a kira ini jelas sekali.

628

Page 11: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

Sedangkan untuk usul FKP tentang pengertian prajurit, itu diteruskan saja di dalam Pasal 2 usul dari F ABRI.

Begitupun juga dengan usul FPP, yang pada hakekatnya sama dengan usul F ABRI bisa dalam Pasal 2, tetapi saya tangkap juga bisa dalam pasal baru kalau disetujui. Jadi tidak ada masalah, sekali lagi saya minta pendapat dari FKP bagaimana silakan.

FKP (DRS. H. IMAN SOEDARWO PS):

Kalau kita mengikuti uraian mengenai rencana penempatan pengertian prajurit pada Pasal 2 dan mendengar p.ula pemikiran dari F ABRI maka rumusan seperti itu bisa kita pertimbangkan barangkali walaupun di sini kita melihat ada perbedaan pangkal tolak berpikirnya antara FKP dengan FABRI. Oleh karena andaikata masalah ini tidak tercantumkan di dalam Pasal 1 maka kita akan menempatkan di dalam Pasal 2, sedangkan Pasal 2 ini kami ubah sehingga berbunyi "Prajurit Angkatan Bersenjata . . . dan seterus­nya" sebagaimana telah saya uraikan. Maka kita melihat ada satu ketimpangan yaitu bahwa prajurit Angkatan Bersenjata terdiri ini dan sebagainya. Oleh karena itu FKP dapat memahami apa yang dirumuskan oleh F ABRI dan memisahkannya ke dalam 2 ayat. Pengertian mengenai prajurit itu sendiri kemudian prajurit terdiri atas berapa suku prajurit di sana dijadikan pada ayat yang kedua.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Jadi ini jelas menerima apa yang dikemukakan Pemerintah sekarang tinggal FPDI ternyata setelah saya eek memang warga negara itu disebut pada Pasal 8 dan Pasal 9, jadi FPDI tidak salah memang tetap sama, jadi kalau FPDI menyatakan tetap saja Pasal 1 seperti bunyi usul Pemerintah juga FPDI tidak salah, boleh begitu saja Saudara-saudara? Jadi FPDI sama dengan Pemerintah Dengan demikian saya boleh menyatakan bahwa Pasal 1 seluruhnya diterima seperti yang dinyatakan oleh Pemerintah dan sama dengan usul dari Fraksi­fraksi sekalian, demikian Saudara-saudara? Sekarang kita beralih pada Pasal 2, di sini timbul masalah tadi telah dikemukakan oleh FKP pendapatnya dan kalau dari F ABRI juga telah mengemukakan pendapatnya. Kalau boleh saya ulangi F ABRI mengusulkan seperti tercan tum dalam Daftar Inven tarisasi Masalah tetapi tidak keeberatan kalau menjadi pasal barn begitu. Dari FPP setuju dari rumusan F ABRI dan juga mengusulkan adanya definisi pasal baru setelah Pasal 2 begitu, silakan.

FPP (H. ISMAIL HASAN METAREUM, S.H.).

Karena ini merupakan pengertian atau yang kita sebut dengan definisi maka sebaiknya ini sebelum Pasal 2 lama, jadi berarti kalau sebelum Pasal 2 barangkali ini tidak bisa di Pasal 2 pun itu lain lagi.

629

Page 12: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

KETUA RAPAT :

Jadi setelah Pasal I dalam Rancangan Undang-Undang menyusul Pasal 2 dari FPP demikian, tidak salah Saudara Hasan? Ya, jadi dia punya isi tidak ada bedanya (sama), sehingga Pasal 2 dari usul Pemerintah diterima sepenuh­nya, saya silakan sekarang dari FPDI, ini usul dari FPP dahulu yang me­ngemukakan bahwa sebelum Pasal 2 ada Pasal 2 baru, rumusannya itu ada di halaman 9 bawah, usul FPP didukung oleh F ABRI atau FPP mendukung F ABRI sama saja, sekarang silakan dari FPDI.

FPDI (DJUPRI, S.H.):

Dari pihak kami tidak komentar.

KETUA RAPAT:

J adi dari FPDI mendukung FPP dan mendukung juga F ABRI silakan dari FKP bagairnana mengenai usul Pasal 2 baru.

FKP (DRS. ff. IMAN SOEDARWO PS):

Sebagaimana telah kami jelaskan, kami tidak terlampau memasalahkan menjadi pasal tersendiri ataukah menjadi ayat dari suatu pasal, tetapi yang penting hendak kami ketengahkan di sini oleh karena alternatif yang diajukan menjadi pengerttian pada Pasal 1 itu tadi yang dipilih yang singkat, maka pengertian tentang prajurit/definisi prajurit kami tempatkan pada pasal yang kedua. Namun kita hendaknya bisa membedakan mengenai definisinya prajurit itu sendiri dengan apa yang oleh Pemerintah dipakai istilah "Suku prajurit" prajurit ABRI terdiri atas ini, ini dan sebagainya. Persisnya Saudara Ketua kalau saya boleh membacakan apa yang dipikirkan oleh FKP, oleh karena sudah ada ketegasan apa yang diterima usul FKP itu maka Pasal 2 ini akan berbunyi lebih dahulu kita menjelaskan definisi prajurit ABRI, sebagai­mana say~ ungkapkan prajurit ABRI adalah warga negara Republik Indonesia yang memenuhi persyaratan dan diangkat oleh pejabat yang berwenang untuk ikut serta dalam pembelaan negara dengan menjadi anggota ABRI, pertama. Kalau ini hendak dijadikan ayat maka ayat yang kedua: Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia terdiri atas Prajurit Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, Prajurit Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut, Prajurit Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara dan Prajurit Polri, jadi dengan menyempurnakan Pasal 2 Rancangan Undang-Undang. ·

Dengan demikian Saudara· Ketua kami berpendapat bahwa rumusan yang demikian ini kiranya sudah mirip dengan apa yang diinginkan oleh FPP maupun F ABRI, walaupun secara redaksional belum tepat benar tapi barang­kali pola berpikir/pangkal tolak berpikirnya itu ketiga-tiganya itu sudah mirip.

Terima kasih.

630

Page 13: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

KETUA RAPAT :

Jadi masalahnya dari FKP Pasal 2 ini dipecah 2 ayat saja, satu pengertian pqjurit Pasal 2 Ayat (1) dan tidak merubah isi pasal ini kedua Pasal 2 Ayat (2) sama dengan isi Pasal 2 ini juga. Ada perbedaan Saudara-saudara antara usul dari F ABRI dengan FKP juga dengan FPP, .Karena itu saya sekali lagi dari FABRI.

F ABRI (SOEARDI) :

Untuk Pasal 2 ini menurut pandangan F ABRI sebetulnya antara F ABRI, FPP maupun FKP tidak ada suatu perbedaan yang prinsipiil, di sini hanya ada perbedaan gradual yang pada dasarnya sudah di pertemukan kalau Sidang yang terhormat melihat Daftar Inventarisasi Masalah yang dipersandingkan di sini khususnya Daftar Inventarisasi Masalah yang dikemukakan F ABRI karena sudah tertulis lengkap di sana apabila diperbandingkan dengan yang diucapkan atau dikemukakan secara lisan oleh FKP di satu pihak dan yang ditulis dalam Daftar lnventarisasi Masalah FPP di lain pihak dengan istilah b definisi prajurit maka yang F ABRI cantumkan ini dalam Ayat (1) sebetul­nya keinginan yang terkandung dari F ABRI itu lebih tinggi dari sekedar sebuah definisi. Tapi dia ingin mencoba memberikan gambaran apa sebenar­nya prajurit ABRI itu secara utuh dan lengkap, bahwa formulasi yang kami kemukakan di sini mungkin dinilai kurang sempurna tentu ini tidak tertutup untuk di adakan penyempurnaan. Tetapi yang terkandung dalam keinginan F ABRI adalah memberikan suatu kejelasan sehingga siapa, apa, bagaimana

, dan seterusnya itu dapat tercermin. Apabila kita sudah mampu menuangkan ini maka ini merupakan suatu jembatan yang baik sekali di dalam nantinya kita membahas pasal-pasal lebih lanjut, jadi kami ulangi bahwa yang kami cantumkan dalam Ayat (1) itu bukan formulasi kaku, ta pi tidak tertutup untuk disempurnakan.

Untuk Ayat (2) saya kira sudah ada kesepakatan diantara kita semua diantara keempat Fraksi bahwa Pasal 2 Rancangan Undang-Undang menjadi Ayat (2) atau Pasal 3 atau apapun nomernya, tetapi sesudah pengertian prajurit ABRI secara utuh tadi yang dituliskan seperti yang kami kemukakan di dalam Ayat (2 ). Saya kira sudah menjadi jelas persoalannya terima kasih.

KETUARAPAT:

Ini memang jelas kalau dari FPP masih ingin mengemukakan pendapat silakan.

FPP (H. ISMAIL HASAN METAREUM, S.H.) :

Kesan kami adalah bahwa kesemua Fraksi dan Pemerintah sudah sama pandangannya, ini kesan hanya Pasal 2 dari Rancangan Undang-Undang ter­bagi kepada 2 jadinya sehingga apabila kita merumuskan sub pasal tersendiri

631

Page 14: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

atau ayat terhadap yang kami ajukan maka terpaksa Pasal 2 Rancangan undang-undang dipindahkan sedikit ke situ sehingga menurut pandangan kami keempat _ Fraksi dan Pemerintah sudah sama pandangan kita perlu memberikan kejelasan mengenai masalah prajurit ini apakah itu dinamakan definisi ataukah lainnya tapi kita perlu menjelaskan tentang prajurit itu. Kemudian yang kedua baru kita menjelaskan bahwa prajurit terdiri dari butir a, butir b, butir c dan di sinilah pandangan kami, selanjutnya sebaiknya menurut pandangan kami keduanya dipisahkan pasal, jadi pasal mengenai prajurit yang seperti definisi dan pasal dari prajurit yang terdiri dari atas butir a, butir b, butir c dan butir d itu, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Jadi dari Pemerintah sudah jelas menerima usul F ABRI dan menerima kalau juga usul FPP dijadikan Pasal 2 ataupun dalam pasal baru. Jadi masalah­nya sekarang dari FKP apakah FKP bisa menerima pasal baru ini masalahnya, isinya sudah sama jadi seluruh isinya sama hanya urutannya nanti dibuat, bedanya hanya sedikit antara F ABRI dengan FPP tapi ini gradual bisa di­selesaikan oleh Tim Kecil ini pikiran saya demikian. Jadi kalau Tim Kecil dan Tim Perumus, kalau FKP sudah setuju tidak ada masalah kita beralih ke Pasal 3.

Silakan dari FKP.

FKP (DRS. H. IMAN SOEDARWO PS):

Kalau Pemerintah memang sudah menyetujui kami memang sepakat.

KETUA RAPAT:

Konfirmasi Pemerintah menyetujui pasal baru?

PEMERINTAH (MENTER! PERTAHANAN KEAMANAN/PANGAB/ JENDERAL TNI (PURN) PONIMAN):

Sebenamya Pemerintah mengusulkan untuk kesederhanaan adalah tidak menjadi pasal baru tetapi menjadi ayat daripada Pasal 2, sehingga tidak menambah pasal-pasal lagi, tetapi kalau senadainya memang dikehendaki oleh Fraksi-fraksi demikian, tentunya tidak bisa saya katakan bahwa itu tidak setuju karena Fraksi-fraksi sudah setuju semuanya.

KETUA RAPAT:

Jadi dari Pemerintah prioritas hanya Pasal 2 yang dibagi atas Ayat (1) dan Ayat (2), tetapi kalau kita semua mengatakan lebih bagus kalau diadakan pasal baru Pemerintah menyetujui, Pasal 2 berbunyi hanya Ayat (2)yang ada di sini begitu kira-kira rumusannya. Jadi bagaimana Saudara-saudara kalau diserahkan pada Ketua ten tun ya saya sudah angkat palu, jadi diserahkan pada Tim Kecil Bapak Menteri? Ya diserahkan pada Tim Kecil.

632

Page 15: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

Sekarang kita beralih pada Pasal 3 di dalam Pasal 3 ini ada pendapat b-. .. ..va dari FKP lalu FABRI, FPP dan juga FPDI bagaimana kalau kita mulai dari kira dari FKP saya silakan Pasal 3 Rancangan Undang-Undang.

FKP (BAGOES SASMITO) :

Dalam menanggapi Pasal 3 Rancangan Undang-Undang FKP telah meng­inginkan suatu penyempurnaan redaksional pada kalimat pembukaannya, sedangkan pada lafalnya FKP pun ada permasalahan, kami mohon ijin Saudara Ketua apakah kita bisa sekaligus menguraikan antara perubahan redaksi yang dalam pembukaan dan lafalnya.

KETUA RAPAT:

Di sini ada tertulis diusulkan pasal ini menjadi Pasal 9 Bab II apa maksud­nya, silakan.

FKP (BAGOES SASMITO) :

Tadi telah dibicarakan mengenai sistimatika yang diusulkan FKP dan apabila itu diusulkan/disetujui maka pasal ini akan diusulkan menjadi Pasal 9 dalam Bab II yang berjudul Hakekat Prajurit ABRI namun karena tadi masih ditunda maka kami akan meningkat kepada penyempurnaan redaksional yang kita usulkan dalam perubahan kalimat dalam pembukaan Pasal 3 ini. Dengan ketentuan, sehingga bunyinya pembukaan ini "Prajurit ABRI wajib menjunjung tinggi kepercayaan yang diberikan oleh Bangsa dan negara untuk melakukan usaha pembelaan negara dan bertekat" seperti yang cermat ini diganti sesuai dengan ketentuan dalam sumpah/janji prajurit.

Sedangkan yang termuat dalam lafal seperti yang tertara dalam Rancangan Undang-Undang maka FKP di dalam rumusan agar nanti tetap memperhatikan sumpah/janji yang lama yang diartikan di sini adalah peng­kokohan sumpah prajurit yang asli. Terhadap permasalahan Sumpah Prajurit ini yang dimaksud oleh FKP agar sumpah prajurit yang asli dapatnya dikokoh­kan dalam Rancangan Undang-Undang ini sesuai dengan naskah resminya. FKP sangat menghargai kebijaksanaan Pemerintah dalam upaya menempat­kan sumpah prajurit ke dalam batang tubuh Rancangan Undang-Undang Prajurit ABRI yang membawa kedudukan hukum yang makin kokoh hal ini memang belum pernah terjadi baru sekarang ini namun tentang naskah yang dirumuskan dalam Rancangan Undang-Undang ini terdapat adanya per­masalahan-permasalahan yang mendasar yang perlu dibicarakan dalam forum yang berbahagia ini. Karena adanya perubahan-perubahan yang mendasar atas naskah sumpah Prajurit yang asli. Perubahan-perubahan yang mendasar terdapat pula pada dihilangkannya kalimat "Demi Allah", kedua adanya tambahan-tambahan kalimat penegasan tentang kenegaraan namun ada yang dikurangi yaitu dikurangi ' setia pada Pemerintah ", dari lafal asli. Ketiga,

633

Page 16: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

lafal ketiga terpotong, keempat pemutaran urutan dari ketiga ke urutan ke­empat.

FKP berpendapat bahwa kalimat "Demi Allah" perlu tetap ada, untuk kendali moral pada prajurit sebagai insan yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, pernyataan ini adalah di bawah saksi Allah yang akan me­nyadarkan prajurit untuk melaksanakan apa-apa yang hams dilakukan seperti sumpahnya, FKP menyadari banyak nilai-nilai juang 1945 apabila ditinjau dari sudut tata bahasa maupun kelengkapan-kelengkapan materinya akan banyak memerlukan perubahan, kalau ditinjau dari perkembangan­perkembangan masa kini. Namun nilai-nilai juang 1945 yang telah disepakati secara nasional harap untuk dirubah dan akan tetap dikokohkan seperti wujud yang asli, termasuk sumpah prajurit asli yang telah disepakati dari sejak kelahiran ABRI sampai sekarang lafal sumpah prajurit asli ini tetapi menjadi kemilikan amanat luhur ABRI. la merupakan amanat luhur karena telah mampu mengawal TNI/ABRI dalam memenangkan kemerdekaan dan mengisi kemerdekaan sampai detik ini dan untuk seterusnya. Keingkaran­keingkaran yang berkali-kali telah terjadi pada warga TNI/ ABRI terhadap sumpah prajurit asli telah cepat dapat ditindasnya antaranya pemberontakan yang dilakukan warga TNI/ABRI seperti PRRI/Permesta yang dapat diter­jemahkan sebagai konflik bersenjata antara yang ingkar dari sumpah prajurit di satu pihak dengan yang tetap teguh dan setia pada sumpah prajurit di lain pihak, Tuhan Yang Maha Esa meridhoi kemenangan kepada yang tetap setia dan teguh pada sumpah prajurit dan ini terbukti. Juga yang menggabung pada pemberontak-pemberontak ekstrim kanan kiri dapat pula tertumpas seperti l..etkol Untung dan lain-lain, dari cerita-cerita ini sumpah prajurit asli terbukti merupakan amanat yang sakti. Perumusan-perumusan TNI/ ABRI dalam seminar-seminarnya telah menelurkan keputusan-keputusan kongkrit yang menempatkan Sumpah prajurit asli dalam wujud yang tidak pemah atau perlu dirubah misalnya dalam Cardek, Darma Pusaka 45, Skep Menteri Pertahanan Keamanan No. B. 911 bulan 11 tahun 72 tanggal 10 Nopember 1972. Petunjuk Dwi Fungsi ABRI No. Skep 614/6/82 tanggal 1 Juni 1982 dan buku pengabdian prajurit Darma Ksatrya yang memuat Sumpah Prajurit dengan Skep Menteri Pertahanan Keamanan No. 89782, buku Sapta Marga dengan No. Skep 'B. 827 /10/1972 tanggal 5 Oktober 1972 tepat pada HUT ABRI selalu tidak pernah tanpa ada lampiran sumpah prajurit yang berarti selalu ada. Dalam Sem\nar Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat ke II 1972 yang dikokohkan Menteri Pertahanan Keamanan sebagai bahan petunjuk ABRI dengan nama Darma Pusaka, Sumpah Prajurit merupakan salah satu yang disebut sebagai nilai Tentara Nasional Indonesia yang perlu dianut, didukung dan ditegakkan di samping Proklamasi 17 Agustus 1945, Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan Sapta Marga. Sedangkan dalam buku Sapta Marga halaman 26 telah jelas memuat espik asli yang kami dapat bacakan seb4gai berikut. "Sumpah prajurit adalah sumpah yang meliputi kesetiaan/tunduk kepada Pemerintah, Undang-

634

Page 17: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

undang dan ideologi negara serta hukum tentara menjalankan segala kewajiban dengan penuh rasa tanggung jawab kepada tentara dan negara Republik Indonesia memegang teguh disiplin tentara berarti tunduk setia hormat serta taat pada atasan dan tak membawa perintah atau putusan serta memegang segala rahasia tentara sekeras-kerasnya''. Atas uraian-uraian singkat terse but tadi FKP menyarankan pada forum Panitia Khusus yang berbahagia ini agar SP (Sumpah Prajurit) yang asli dapat dikokohkan dalam Rancangan Undang-undang Prajurit ABRI yang sedang kita bahas bersama ini sebagai ungkapan rasa terima kasih pada pencipta-penciptanya dan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang selama ini selalu memberikan berkah keteguhan Iman dan kemenangan maupuri kemudahan-kemudahan sebagai ABRI yang selalu teguh dan setia kepada sumpah prajurit yang telah ada. Demikian pendapat FKP tentang pelafalan sumpah.

Terima kasih.

KETUARAPAT:

Saya kira apa yang dikemukakan FKP jelas pertama adalah masalah redaksional, kedua masalah lafal sumpah/janji, saya persilakan F ABRI karena ada juga usul menambah rumusan silakan.

F ABRI (SOEARDI) :

Di dalam pasal 3 dari F ABRI sudah tercantum dengan jelas di dalam Daftar Inventarisasi Masalah, jadi kalau boleh saya kemukakan adalah sebagai berikut: F ABRI ingin menambahkan di sini rumusan dari alinea pertama, sehingga setelah rumusan itu diadakan penyempumaan menjadi sebagai berikut, kami cantumkan di sini sebagai Ayat (1) yaitu "Prajurit ABRI wajib menjunjung tinggi kepercayaan yang diberikan oleh bangsa dan negara untuk melakukan usaha pembelaan negara", sampai di sana sama dengan Rancangan Undang-undang lalu tambahan kami" dan pembangunan nasinal" kemudian kembali lagi ke Rancangan UndangUndang" dengan bertekad seperti termuat dalam sumpah prajurit". Dapat ditambahkan di sini bahwa penambahan ini merupakan penyempurnaan rumusan yang akan nantinya mencakup kedua fungsi dari Dwi Fungsi ABRI, kemudian yang kedua alinea kedua F ABRI ingin menyempumakannya sehingga sumpah prajurit itu dituangkan di dalam bentuknya yang lebih lazim sesuai dengan tatanan perundang-undangan yang berlaku yaitu dengan format lafal. Jadi setelah perubahan kami masukkan di dalam Ayat (2), sumpah prajurit adalah sebagai berikut: "Demi Allah saya bersumpah/berjanji ... dan seterusnya" ada Hrna butir dari isi sumpah prajurit, mohon maaf karena yang satu hilang diperjalanan rupanya (namer 5), tapi oleh Pemerintah sudah ditambahkan di .dalam Daftar Inventarisasi Masalah foto copy. Kemudian lafal sumpah prajurit ditempatkan di dalam batang tubuh dengan alasan sebagai berikut, kami melihat setelah mem­buka-buka dokumen Fraksi yang ada bahwa semua sumpah pada galibnya selalu

635

Page 18: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

ditempatkan di dalam batang tubuh, sebagai contoh lafal sumpah itu adalah lafal sumpah Presiden dan Wakil Presiden yang termaktub di dalam Pasal 9 Undang-Unda.ng Dasar 1945 kemudian ini juga analog dengan Rancangan Undang-undang kita yang kita hadapi ini dengan lafal Sumpah Perwira pada Pasal 12 Rancangan Undang-undang, kemudian kalau boleh ditambahkan kami juga ketemukan di dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 1953 Pasal 3, kemudian Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 Pasal 26.

Di mana di dalam lafal sumpah yang dicantumkan di dalam Batang Tubuh, itu juga selalu ditambahkan suku kata yang berbunyi "bahwa saya dan seterusnya. Jadi itu sebagai alasan dari apa yang dikemukakan oleh F ABRI di dalam Daftar Inventarisasi Masalah ini. Kemudian sumpah prajurit yang bermakna sebagai tekad seperti yang dirumuskan pada alinea kedua Pasal 3 Rancangan Undang-Undang, kami cenderung untuk dikemukakan atau dicantumkan di dalam penjelasan. Tentu saja hal-hal yang merupakan hakekat yang patut diketengahkan di dalam Batang Tubuh akan tertampung di dalam pasal lain dari Batang Tubuh di dalam Rancangan Undang-Undang ini atas tentu saja usul-usul penyempumaan dari sidang yang terhormat ini.

Demikian, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Tadi dari F ABRI ini Pasal 3 dipecah atas dua ayat ini yang diusulkan. Ayat pertama sama, dengan Pasal 3 hanya ada penambahan "dan pembangun­an nasional" sedangkan Ayat (2) "it-1:! diangkat dari Sumpah Prajurit yang sama dengan usul dari FKP masukkan "Demi Allah saya bersumpali dan berjanji, jadi ini lengkap ditambah Nomor 5, ada 5 nomor yang kurang-.dari Pemerintah, Nomor 1, Nomor 2, Nomor 3, Nomor 4, dan Nomor 5 ada di dalam Daftar Inventarisasi Masalah yang dimajukan Pemerintah. Sedangkan yang ada di dalam Rancangan Undang-Undang ini masuk di dalam penjelasan. Begitu kira-kira. Dan ini sama dengan FKP. Tapi silakan saja melihat dari FKP, apakah ada bedanya, menurut saya sama, tapi nanti saya kasih kesempatan setelah dari FPP diberikan kesempatan.

Silakan dari FPP.

FPP (H. ISMAIL HASAN METAREUM, S.H.):

Terima kasih.

Saudara Pimpinan.

Kami di dalam Daftar Inventarisasi Masalah hanya mencantumkas agar disempurnakan kami merasa gembira sekali bahwa dua Fraksi yang diberi kesempatan terdahulu sudah menyampaikan rumusan penyempurnaan ter­hadap Rancangan Undang-Undang. Di dalam kedua usul tadi, kami melihat memang satu sama lain belum sempuma benar dan mudah-mudahan akan bisa disempumakan lagi, baik oleh yang bersangkutan atau oleh kita bersama. Adapun untuk menjadikan 2 ayat kami pun tidak keberatan,

636

Page 19: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

asal ini di untuk asal kalimat mengenai sumpah itu disempumakan.

Kalau saya melihat lebih jauh, maka kelihatan bahwa di dalam usul FKP tidak lengkap tidak lengkap kalimatnya, kalau diucapkan sebagai suatu sumpah, ini perlu pemikiran saya sampaikan pula kepada FKP. Semua ini, kalau dilihat dari segi F ABRI, maka memegang rahasia belum termasuk di dalamnya dan ini termasuk di dalam pandangan Pemerintah dan di dalam usul FKP. Kami setelah mendengar uraian begitu panjang lebar dari FKP tadi, timbul juga suatu pemikiran apakah tidak bisa kita jadikan jiwa prajurit kita ini lebih sempuma seperti disebut oleh orang-orang yang di samping-samping kami insan kamil dengan mengharapkan ketaatannya kepada Tuhan Yang Maha Esa, ini di maria ditempatkan terserah kepada kita semua untuk menyempurnakan sambil menyempurnakan Rancangan Undang-Undang, Pasal 3 Rancangan Undang-Undang itu.

Terima kasih Saudara Pimpinan.

KETUA RAPAT:

Dari FPP ingin menambahkan ketaatan kepada Tuhan Yang Maha Esa, ya kira-kira demikian ya? Jadi dari F ABRI itu sudah ada lengkap di­bagikan, Nomor 5 memegang segala rahasia sekeras-kerasnya, itu tambahan dari F ABRI, jadi ini hanya memberikan tambahan, jadi sudah dibagikan, jadi sudah lengkap, minta maaf dari FKP, jadi saya silakan ini dari FKP mencek kembali apakah ini lafal, silakan nanti menceknya kembali, tapi boleh saya teruskan ke FPDI.

Silakan FPDI.

FPDI (H. SOETARDJO S9ERJO GOERITNO, BSc.):

Saudara Ketua dan Sidang yang terhormat.

Dari FPDI mengajukan usul-usul sebagaimana telah tercantum di dalam Daftar Inventarisasi Masalah, dengan beberapa keterangan butir a, butir b, butir c dan butir d.

Hanya perlu kami memberikan satu catatan, lainnya usul dalam butir a, sumpah prajurit ditambah ABRI itu, semata-mata melihat dari segi bahwa Rancangan Undang-Undang ini akan menyangkut Prajurit ABRI, tapi andai­kata masalah prajurit ini sudah ditentukan di dalam Ketentuan Umum, saya kira tidak menjadi persoalan, begitu juga kata "Tentara" berkaitan dengan usul FPDI tentang penggunaan pembakuan istilah-istilah termasuk "Tentara" itu sendiri, apabila Pemerintah cenderung untuk menggunakan istilah "Ten­tara" saya kira itu juga tidak menjadi persoalan, melihat dari segi hakiki dan makna apa yang tersirat di dalam pengertian "Tentara" itu sendiri.

Selanjutnya bagaimana apa yang tercantum di sini.

Terima kasih.

637

Page 20: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

KETUA RAPAT;

Dari FPDI itu bilamana sudah menjadi jelas, maka menerimanya seperti apa yang dikemukakan di dalam Daftar Inventarisasi Masalahnya, jadi soal "Tentara" tidak menjadi masalah pakai kata Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, tidak ada masalah.

Sekarang saya persilakan dari FKP dulu sekali lagi, sebab ada dibagi~ bagikan pembagian dari F ABRI, tapi boleh saya tambahkan yang dimaksud F ABRI Nomor 5 bahwa saya memegang segala rahasia tentara sekeras-keras­nya titik, sedangkan Nomor 5 di sini dari FKP memegang segala rahasia sekeras-kerasnya, jadi ada bedanya dan saya silakan nomornya.

FABRI (SOEARDI):

Lafal yang kita bagikan adalah merupakan lafal asli, hanya dengan ucap­an maaf mungkin salah/kurang ketiknya pada Ayat kelima (5) memegang segala rahasia tentara sekeras-kerasnya, jadi koreksi ABRI itu kami hargai sangat. Jadi yang kita berikan ini adalah lafal asli, jadi sumpah prajurit yang selama ini sudah menjadi ketetapan.

Menjawab pendapat F ABRI pertama mengenai Ayat (1) dengan me­nambahkan kata-kata "dan pembangunan nasional" kami memang bisa sangat memahami, karena era sekarang memang kita telah berubah meninggalkan perjuangan fisik ke perjuangan membangun negara, yang mana merupakan suatu tugas pengamalan ABRI juga di dalam ikut mensukseskan pembangunan nasional ini. Kita akan bisa menerima dengan penambahan "dan pembangunan nasional ditambah dengan kalimat: dalam rangka mengisi kemerdekaan se­bagai pengamalan Pancasila".

Mengenai ayat berikutnya ten tang "Sumpah ", F ABRI masih berpegang pada lafalan sumpah yang diusulkan di dalam Rancangan Undang-Undang, namun 'sudah menyebutkan kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia". Saya kira kalau kita mendalami pada putusan Dharma Pusaka 45, yang kita dharmakan, di mana dalam seminar Angkatan Darat ke-111 yang akhirnya menjadi Keputusan pejuang-pejuang ABRI, maka sumpah prajurit ini dinyatakan sama sebagai nilai Tentara ,Nasional Indonesia 1945, yang berarti itu baku, dan belum pernah ada pencabutan selama itu.

Tadi sudah kami katakan, memang kalau dicocokkan dengan per­kembangan sekarang semua itu akan mengalami perubahan, Sumpah Pemuda pun demikian dan lain-lain, naprnn kita bisa artikan, bahwa yang disebut di sini dalam lafal yang asli, setia kepada Pemerintah adalah Pemerintah Repu­blik Indonesia ini tunduk pada Undang-undang, adalah Undang-Undang Dasar 1945, dengan idiologi negara jelas Pancasila, jadi hal-hal itu bisa diterapkan dalam penjelasan umum, untuk tidak merusak yang asli, yang dibakukan dalam SKEP-SKEP Pemerintah, yang sampai sekarang belum pemah ada pencabutannya.

638

Page 21: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

Sedangkan usul dari FPP, ditambahkannya kesempurnaan dengan me­nyatakan Setia Kepada, Taqwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa, saya kira dengan kata-kata demi Allah itu telah sudah jelas merupakan suatu pemyataan adanya perjanjian dan hubungan antara manusia dengan Tuhan-nya. Jadi sebagai suatu ungkapan ketaqwaan, karena sµtnpah ini dibacakan bahwa berarti berada dalam lindungan saksi Tuhan. Sedangkan pada FPDI saya kira tidak ada masalah.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Saya kira sudah tiba saatnya kalau Pemerintah memberikan pandangan­nya, sebab kalau dilihat ini bedanya hanya dalam rumusannya saja, tapi rumusannya ada yang sangat prinsipiil, misalnya saja yang dimajukan oleh FKP, itu kalau dilengkapi jadi saya bersumpah, atau saya berjanji, Demi Allah bahwa saya akan setia kepada Pemerintah, ha ini masih ada dikemukakan oleh F ABRI/FKP, sedangkan apa yang dikemukakan oleh F ABRI sama sekali diganti, dan dari Pemerintah Rancangan Undang-Undang juga sama isinya, jadi hanya dari FKP ini ada hal yang sedikit berbeda.

Lalu kedua, dari FPP, itu min ta disebutkan ketaatan kepada Tuhan Yang Maha Esa, ini supaya bagaimana sebaiknya.

Saya silakan Pemerintah.

PEMERINTAH (MENTER! PERTAHANAN KEAMANAN/PANGAB/ JENDERAL TNI (PURN) PONIMAN):

Saudara Ketua dan Anggota Panitia Khusus yang saya hormati.

Terhadap usul perubahan yang diajukan FKP, FABRI, FPP dan FPDI, pada prinsipnya Pemerintah dapat memahami usul penyempumaan dimaksud, setelah diteliti perumusan yang diajukan, Pemerintah mengusulkan penyem­pumaan sebagai berikut: Pasal 3 Ayat (1) Prajurit ABRI berkewajiban men­junjung tinggi kepercayaan yang diberikan oleh Bangsa dan Negara untuk melakukan pembelaan negara dan pembangunan nasional dengan bertekad seperti termuat dalam Sumpah Prajurit sebagai berikut: Dengan catatan lafal sumpah prajurit ditulis lengkap sebagaimana diusulkan F ABRI, dengan tambahan pada alinea terakhir yang berbunyi: Bahwa saya akan memegang segala rahasia Tentara sekeras-kerasnya.

Usul terhadap usul penyempumaan yang diajukan FPDI, Pemerintah tidak sependapat dengan pertimbangan bahwa kata "Tentara" dalam sumpah prajurit dipandang sudah tepat baik ditinjau dari segi autentiknya maupun ditinjau dari "makna" yang tersirat di dalamnya. Mengenai usul FKP untuk mengganti kata seperti termuat lebih tepat karena dapat lebih mencerminkan prajurit-prajurit ABRI secara utuh seperti apa yang tersurat dan tersirat dalam sumpah prajurit. Dengan dimuatnya lafal sumpah prajurit secara lengkap

639

Page 22: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

dalam Batang Tubuh Rancangan Undang-Undang maka pertanyaan butir. 3, yang diajukan FKP telah terjawab. Untuk lebih rinci daripada ini, dengan seizin daripada Saudara Ketua Panitia Khusus, tentang lafal tadi itu, sumpah prajurit, saya akan dibantu oleh Saudara Muhartono.

Silakan.

PEMERINTAH (KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN LATIHAN DEPARTEMEN PERTAHANAN KEAMANAN/BRIGJEN TNI MUHAR­TONO):

Saudara Ketua dan Sidang yang saya hormati.

Khususnya tentang lafal sumpah prajurit bagi kami menerima foto copy yang berasal dari FKP, kami mohonkan perhatian bahwasanya lafal ini adalah boleh dikatakan memang yang asli yang dari tahun 1945 yang bunyinya, jadi saya berjanji atau bersumpah Demi Allah, setia kepada Pemerintah dan tunduk kepada Undang-Undang Dasar 1945 dan idiologi, yang kedua tunduk kepada hukum tentara, ketiga menjalankan segala kewajiban dengan penuh rasa tanggung jawab kepada tentara dan negara Republik Indonesia keempat memegang teguh disiplin tentara berarti tunduk dia hormat serta taat kepada atasan dengan tak memban tah atau putusan dan yang kelima memegang segala rahasia tentara dengan sekeras-kerasnya.

Namun pada tahun 1953, itu ke luar Undang-undang Nomor 16, di dalamnya terdapat sumpah prajurit dalam satu versi yang baru yang bunyinya menjadi bahwa saya akan membela Negara Republik Indonesia dan Idiologi terhadap tiap-tiap musuh. Nah ini undang-undang, di dalam undang-undang, kita lihat betapa besarnya perubahan yaitu bahwasanya kalau dalam versi asli itu adalah kesetiaan itu kepada Pemerintah, tetapi dalam versi yang baru ini kesetiaan itu adalah yang lebih tinggi lagi, yaitu kepada Negara Republik Indonesi_a idiologinya dan idiologinya.

Ada suatu keanehan yaitu pada tahun 1975 lahir Keputusan Menteri Pertahanan Keamanan Panglima ABRI Nomor 782 yang rupanya mengembali­kan teks yang aslinya lagi nah mi akan menjadi pertanyaan, Keputusan Men­teri meniadakan hal yang sudah diatur dengan undang-undang, jadi rupanya ini terjadi semacam selip di tengah jalan. Jadi terjadi selip di tengah jalan. Nah itulah sebabnya maka karena sekarang ada kesempatan yang baik untuk mengatur kembali ke dalam undang-undang, maka petlu dipikirkan kembali bagaimana seharusnya. Maka lahirlah boleh dikatakan versi yang sebagaimana dicantumkan di dalam Rancangan Undang-Undang ini. Bahwasanya kesetiaan prajurit itu bukan hanya sekedar pada Pemerintah, tapi lebih tinggi lagi kepada Negara dan Bangsa dan tegas yaitu bahwasanya bukan sekedar idiologi begitu saja, tetapi tegas pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dengan demikian versi barn itu memang sudah merupakan perkembangan disesuaikan keadaan kenyataan yang sekarang ini adalah ini yang sudah pennanen itu.

640

Page 23: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

Demikian, jadi terdapat perbedaan yang sangat fundamental dalam baris yang pertama dari versi yang pertama dengan yang diusulkan dalam Rancang­an Undang-Undang. Yang kedua yang belum saya utarakan adalah bahwasa­nya kalau kita lihat pada versi yang pertama itu terdapat kurang lebih se­tengahnya itu pengulangan. Yaitu yang ketig& ·mi seakan-akan mengulangi walaupun tidak sepenuhnya ayat yang pertama setia kepada Pemerintah, tapi Ayat (3) adalah menjalankan kewajiban dengan penuh rasa tanggung jawab tentara dan Negara Republik Indonesia. Ini diusahakan untuk diper­kecil, jadi pengulangan walaupun itu adalah tetap penting, kita melihat bahwa dalam ayat-ayat yang baru dari sumpah prajurit yang disarankan dalam Rancangan Undang-Undang ini, ini semuanya bisa sedikit dihilangkan, peng­ulangan hal-hal yang sama dan yang terakhir yang perlu kami utarakan adalah bahwasanya, mengapa di dalam Rancangan Undang-Undang itu dulu memang sebenarnya dimaksudkan agar intisari atau isinya Rancangan Undang-Undang -sumpah prajurit saja yang diutarakan, karena memang maksudnya sumpah prajurit tidak bisa digunakan untuk keperluan-keperluan katakanlah dengan sebutan ceramorial, tetapi adalah betul-betul untuk pembinaan mental. Sebagai contoh dapat kami kemukakan bahwasanya seorang calon prajurit pada hari pertama dia masuk di dalam asrama memenuhi panggilan itu barang­kali dia diterima oleh piket di sana langsung diberikan uniform dan suruh langsung suruh mengucapkan sumpah prajurit, pada saat itu. Karena setelah itu kepadanya mungkin juga sudah akan diberikan senjata. Jadi tidak mungkin dia pada saat pertama itu tidak disumpah dulu, karena dalam sesuatu barang yang berbahaya dengan demikian maka Sumpah Prajurit itu memang mengapa dulu tidak dituliskan lafal selengkapnya, karena yang lebih penting bagi anggota atau prajurit adalah bahwasanya ini hams nanti mewarnai jiwanya.

Sejak saat dia masuk dalam angkatan, perkara nanti selesai pendidikan disumpah lagi, betul juga itu untuk nilai secara resminya, lafalnya sebagaimana itu tadi itu bisa-bisa saja. Narnun yang kami benahi jangan lupa bahwa sejak saat ia masuk asrama, dia sudah harus mengucapkan surnpah prajurit, harus hafal isinya apa harus menghayati, dengan demikian boleh dikatakan adalah piranti pembinaan mental, juga perinti untuk ceremony pengangkatan dan sebagainya itu.

Demikian saya kira maksudnya.

PEMERINTAH (MENTER! PERTAHANAN KEAMANAN/PANGAB/ JENDERAL TNI (PURN) PONIMAN):

Demikian apa yang dapat diusulkan oleh Pemerintah.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Saudara-saudara sekalian.

641

Page 24: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

Jadi masalahnya dari FKP bagaimana pendapatnya dan bagaimana pen­dapatnya dari FPP. Kalau dari FPDI kelihatannya masih ada pendapat juga, jadi saya persilakan dari FPP dulu.

Silakan.

FPP (H. ISMAIL HASAN METAREUM, S.H.):

Terima kasih.

Kami memang sependapat sekali mengenai sumpah ini dimasukkan ke dalam undang-undang, dan dengan diceritakan, dijelaskannya adanya undang­undang yang mengatur lain-lain maka untuk lebih baik dan lebih tertib, sebaiknya dalam undang-undang ini juga kita cantumkan ini pertama.

Kemudian yang kedua, sebagaimana kami kemukakan tadi, memang sudah ada usulan kesempumaan atau pemikiran tentang untuk menyem­pumakan Pasal 3 ini, hanya tadi kami meng-appeal, supaya lebih sempuma, sebagai manusia, apabila sudah mengucapkan dia akan lebih terhayati maka sebaiknya kita tambahkan dengan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, umpamanya bahwa saya akan tetap bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa di dalam penulisan ini. Dan ini kami anggap belum cukup dengan hanya menyimpulkan dengan "Demi Allah".

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Silakan dari FPDI.

FPDI (H. SOETARDJO S9ERJO GOERITNO, BSc.):

Saudara Pimpinan dan Saudara-saudara Anggota Pan'itia Khusus serta Pemerintah yang saya hormati.

Tanggapan dari FPDI demikian:

Jadi sete1ah mendengar uraian daripada pihak Pemerintah tidak juga ada bisa kita ambil hikmahnya yaitu sebenarnya di dalam undang-undang dan peraturan pelaksanaannya itu terjadi beberapa "hal yang belum sinkrun, tadi dikemukakan, Undang-undang Nomor 16 Tahun 1953 menetapkan adanya sumpah prajurit yang sudah mengadakan perubahan-perubahan, kemudian Tahun 1975 berdasarkan Keputusan Menteri Pertahanan Keamanan barangkali dibawahi oleh pihak Pemerintah, ada keputusan baru yang mengembalikan kepada keaslian teks daripada sumpah tersebut. Dengan demikian dari segi fungsi hukum, Keputusan Menteri Pertahanan Keamanan itu barangkali tidak tepat bahwa satu undang-undang ditiadaberlakukan dengan suatu Keputusan Menteri ini barangkali memang tidak tepat, dan karena itu di dalam undang-undang sekarang ini adaiah tepat kalau kita kukuhkan di dalam undang-undang yang sedang kita bicarakan. Itulah meng-

642

Page 25: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

gambarkan bahwa masalah-masalah perundangan itu masih banyak berbagai hal yang bagaimanapun juga perlu terus menerus kita sempurnakan dan terutama tugas daripada Dewan.

Selanjutnya teks dari rekan dari FKP yal!g telah disampaikan kepada kita bersama, dikemukakan adanya keaslian daripada teks. Memang keaslian atau orginilitas itu penting, tetapi tidak mutlak keaslian itu harus kita pegang bahwa kita sebagai bangsa yang sedang berkembang jelas mengalami suatu perkembangan termasuk perkembangan bahasa dan sebagainya, sehingga kalau kita berpegang pada teks asli setia kepada Pemerintah jelas telah di­kemukakan oleh Pemerintah khususnya Menteri Pertahanan Keamanan dan staf pada malam ini penilaian Pemerintah itu gradasinyajauh lebih rendah da-ripada pengertian negara, Pemerintah ya menurut hukum tata negara yang kita ketahui bersama, hanya sekedar komponen baku daripada pengertian negara. Sehingga dengan demikian adalah lebih tepat atau tepat sekali ya dicoba dirumuskan oleh F ABRI dan juga di sana-sini disempurnakan oleh rekan-rekan FKP.

Dan akhirnya FPDI di dalam Daftar lnventarisasi Masalah telah meng­adakan usul-usul, tetapi setelah kita ikuti penjelasan dan kita kaji kembali kiranya usul-usul tersebut tidak perlu kita bicarakan, dan FPDI sepenuhnya akan menerima keputusan sidang ini dengan jiwa dan semangat sebagai telah diuraikan oleh Konsep F ABRI dan penegasan daripada Pemerintah, sehingga masalah tribrata segala macam itu tidak perlu dipersoalkan karena itu juga merupakan bagian yang lebih kecil daripada keseluruhan daripada Prajurit ABRI secara menyeluruh.

Demikian tanggapan dan komentar dari FPDI.

Terima kasih.

KETUA RAPAT: Jadi singkatnya FPDI sama dengan F ABRI, sekarang saya persilakan

FKP.

FPP (BAGOES SASMITO):

FKP setelah mendengar pendapat-pendapat dari Pemerintah dan FPP, FPDI dan F ABRI telah mendapat maksimum kejelasan untuk memantapkan diri tetap berpegang kepada yang <lulu, dan permohonan kejelasan seperti yang dijelaskan dalam Pemerintah bahwa tahun 45 sudah lahir yang asli, walaupun telah dirubah dengan versi baru yang akhirnya dikembalikan lagi kepada yang asli setelah lewat seminar-seminar yang dilakukan organisasi. Kami hanya permohonan kepada Pemerintah kejelasan Surat Keputusan Nomor 52 itu diberikan pada tahun berapa karena tadi tanpa disebut tahun­nya, sedangkan pada F ABRI kami juga ingin menanyakan secara membuatnya lafal, apakah di dalam ceremony penyampaian sumpah ini prajurit itu mene­ruskan apa yang dibacakan Inspektur Upacara atau prajurit itu membacakan sumpahnya sendiri di hadapan Inspektur Upacaranya.

643

Page 26: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

Kalau ia menerima dari Inspektur Upacara, maka kata bahwa saya itu memungkinkan bisa diterima. Tetapi kalau prajurit membacakan di hadapan Inspektur Upac~ra, tanpa menirukan segala lafal yang asli itu yang betul.

Mengenai pendapat FPP, bahwa ini tetap dipertahankannya taqwa ke­pada Tuhan Yang Maha Esa, kami kan tetap berpegang pada apa yang sudah didiskusikan dan yang berlaku dalam Surat Keputusan Sapta Marga yang menyatakan bahwa pernyataan "Demi ALLAH itu sudah mencakup apa yang di Allah kan itu." Sedangkan pada FPDI saya kira tidak ada masalah kalau memang semua itu sudah diterima secara mutlak.

KETUA RAPAT:

FABRI memberikan penjelasan di halaman 52 yang menyatakan ada ka­limat "sejak awal kelahiran ABRI". Penjelasannya itu menunjuk kepada awal kelahiran ABRI.

F ABRI (SOEARDI) :

Terima kasih kepada FKP yang pada session sebelumnya memberikan dukungan terhadap ayat pertama dengan penambahan perkataan-perkataan dan pembangunan nasional. Kemudian terima kasih juga kepada FPDI yang juga telah mendukung apa yang sudah dikemukakan oleh F ABRI. Demikian juga kepada FPP yang secara garis besar menyetujui apa yang dikemukakan. Saya akan melompat dahulu kepada apa yang diminta oleh Saudara Ketua yang memang telah dicantumkan dalam Daftar Inventarisasi Masalah pen­jelasan seperti tersurat di dalam halaman 52. Saya baca saja. Sumpah Prajurit pada hakekatnya mengandung dua makna pokok, yaitu ;

1. Sumpah Prajurit sebagai pernyataan tekad yang diucapkan sejak awal kelahiran ABRI dan telah menjadi sistem nilai Prajurit ABRI yang tetap dipt(gang teguh dan dilestarikan. Sumpah Prajurit ini akan dapat mem­berikan motivasi juang yang membentuk kepribadian Prajurit ABRI se­cara fisik dan mental. Dalam pelaksanaan sehari-hari dapat diucapkan setiap waktu dan tempat dalam rangka pendalaman dan penghayatan untuk pengamalan. Rumusannya adalah Sumpah Prajurit seperti demi­kian lagi.

2. Sumpah Prajurit sebagai sumpah, diucapkan pada saat upacara pelantik­an setiap Prajurit Siswa menjadi Prajurit ABRI. Jadi periodesasinya ada­lah ambang pintu masuk dari Prajurit Siswa menjadi Prajurit ABRI. Is­tilah yang umum lebih balk barangkali Prajurit efektif. Kemudian juga terkait di dalam sumpah Prajurit ini, seperti yang ditanyakan oleh FKP kepada F ABRI, apakah yang terjadi pada ABRI pada saat ini, sumpah itu menirukan atau membaca sendiri. Jawabannya yaitu menirukan lnpek­tur Upacara.

644

Page 27: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

Tentang apa yang dikemukakan oleh FPP tentang aspek ketaatan Tuhan Yang Maha Esa FABRI memberikan penghormatan sebesar-besamya kepada itikat yang mulya dari FPP tentang adanya ketaatan kepada Tu­han Yang Maha Esa untuk seluruh Warga negara Indonesia yang Pancaca­silais ini dan bukan untuk Prajurit ABRl saja. Saya ingin memberikan keterangan tambahan bahwa pada dasamya di dalam tatanan kehidupan ABRI secara doktriner, yang merangkum nilai-nilai hakiki Prajurit ABRI, Sapta Marga dan Sumpah Prajurit itu merupakan suatu kebulatan yang utuh yang memberikan warna sejak dasar dari Prajurit itu, dia memberi­kan motivasi spiritual sehingga nantinya pola pikir, pola tindak dan se­gala perilaku di dalam penghidupan · ABRI akan diwamai oleh Sapta Marga dan sumpah Prajurit ini. Apa yang dikemukakan oleh FPP, sebe­tulnya ini mendahului mohon maaf tapi mungkin ada manfaatnya, itu sudah sangat jelas termaktub di dalam Sapta Marga ke-3. "Kami Ksa­tria Indonesia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta mem­bela kejujuran, kebenaran dan keadilan. Ini sudah sangat tajam sekali dan saya kira sudah bisa menjawab apa yang diingini oleh FPP. Kemudian yang terakhir kepada FPDI, kami juga mengucapkan hormat dan peng­hargaan atas pendirian mengenai apa yang sudah dikemukakan di dalam Daftar Inventarisasi Masalah ini kebetulan sudah terangkum di dalam pembahasan dua hari sebelumnya di dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan sehingga tidak menjadi permasalahan lagi dalam kita membahas pada waktu ini.

KETUA RAPAT:

Sekali lagi FPP, setelah mendengarkan dari F ABRI mengenai soal "Taq­wa kepada Tuhan Yang Maha Esa" bagaimana.

FPP (H. ISMAIL HASAN METAREUM, S.H.):

Kami menyadari apa yang dijelaskan oleh F ABRI tadi terutama masalah pencantuman itu dalam Sapta Marga. Oleh karena ini sumpah yang kita ru­muskan sekarang ini ialah pada pertama sekali dia masuk, maka pada waktu itulah masukan ini ke dalam rumusan ini menurut pandangan kami. Adapun sidang menganggap lain, terserah.

KETUA RAPAT:

Saya simpulkan sebentar, Pasal 3 ini, setuju untuk dipecah menjadi 2 ayat. Ayat (1) tidak ada masalah ''Prajurit ABRI ... dan seterusnya" ditambah "dan Pembangunan Nasional" itu titik, seperti termuat dalam Sumpah Praju­rit. Lalu Ayat (2) ada masalah. Karena dari FKP masih tetap pada usulnya semula. Lalu kemudian dari FPP juga masih tetap pada usulnya, walaupun demikian akan setuju bilamana seluruhnya menyetujuinya.

645

Page 28: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

PEMERINTAH (MENTERI PERTAHANAN KEAMANAN/PANGAB/ JENDERAL TNI (PURN) PONIMAN):

Dari fihak Pemerintah tidak ada komentar lagi. Saya rasa yang disem­purnakan itu sudah terjawab daripada penjelasan daripada F ABRI dan tam­paknya Fraksi-fraksi yang lainpun tidak ada pendapat lagi.

KETUA RAPAT:

Saya rumuskan. Pasal 3 menjadi tugas dari Panitia Kerja Pasal 3 dipecah menjadi 2 ayat. Ayat (1) semua sama; Ayat (2) mengenai lafal sumpah disele­saikan oleh Panitia Kerja.

FKP (BAGOES SASMITO):

FKP dapat menyetujui bahwa Pasal 3 dipecah menjadi 2 ayat bahwa se­perti yang telah dijelaskan. Ayat ke-2 menyetujui diserahkan kepada Panitia Kerja.

KETUA RAPAT:

Keputusannya adalah seperti tadi yang telah dirumuskan oleh Ketua.

(RAPAT SETUJU)

Untuk sistematika. Pasal satu yang telah kita setujui itu bulat, jadi tidak lagi dimajukan ke Panitia Kerja. Saya kembali dulu ke depan, ke Pasal 1 dari Rancangan Undang-Undang yang kita setujui halaman 9 itu bulat. Jadi tidak masuk di Panitia Kerja. Pasal 2, itu dimajukan ke Panitia Kerja, Dengan ke­tentuan itu nanti bisa dilanjutkan kepada Tim Perumus. Di mana Pasal 2 itu menjadi Pasal 3 atau Pasal 2 dibagi atas Ayat (1) dan Ayat (2) atau kemudian Pasal 2 didahului dengan Pasal 2 Barn. Pasal 3, kembali masuk di Panitia Ker­ja. Hanya mengenai Ayat (2). Ayat (1) tidak dibicarakan lagi oleh Panitia Kerja. Sekarang saya beralih ke Pasal 4. Ada pertanyaan ?

FPP (H. ISMAIL HASAN METAREUM, S.H.):

Apakah tidak perlu kita mencantumkan di dalain pasal itu juga sehingga mungkin menjadi Ayat (3) tentang Tata cara pengambilan Sumpah yang akan diatur oleh Menteri. Umpamanya demikian.

KETUA RAPAT:

Jadi singkatnya masih ada Ayat (3) yang bunyinya "Tata cara pelantikan dan pengambilan sumpah diatur oleh Menteri" Bagaimana kalau kita serahkan kepada Panitia Kerja. Jadi ada dua yang kita serahkan kepada Panitia Kerja. - Pertama isi lafal, kedua apa perlu ayat baru. Ayat (3) yang isinya Tata cara pelantikan dan pengambilan sumpah, diatur oleh Menteri. Itu jadi soal untuk Panitia Kerja.

646

Page 29: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

FPDI (BUDI HARDJONO, S.H.) :

Kami ingi.n mendengar tanggapan daripada F ABRI dan Pemerintah mengenai usul dari FPP, bagaimana. Supaya kita nanti ada gambaran dan ba­han.

KETUA RAPAT:

Silakan F ABRI.

F ABRI (SOEARDI) :

Mengenai yang diusulkan oleh FPP, • seingat saya klausul itu ada ter­makµib di dalam pasal-pasal mengenai Pengangkatan, pelantikan atau pe­nyumpahan di belakang. Nanti kita sampai di sana.

KETUARAPAT:

Silakan Pemerintah.

PEMERINTAH (MENTERI PERTAHANAN KEAMANAN/PANGAB/ JENDERAL TNI (PURN) PONIMAN):

Masalah-masalah tadi, saya rasa kita telah mengambil keputusan untuk diserahkan kepada Panitia Kerja. Apakah tidak sebaiknya ini kita serahkan kepada Panitia Kerja.

KETUARAPATi

Jadi dengan demikian apabila sudah disetujui, diserahkan kepada Panitia Kerja.

(RAP AT SETUJU)

Sekarang Pasal 4. Dari Pasal 4 ini ada usul dari FKP, FPP dan FPDI.

Silakan FKP.

FKP (SOEGIYONO) :

Pada Pasal 4 ini FKP mengajukan dua hal yang pokok.

Pertama adalah perubahan redaksional, Kedua adalah menyangkut masalah naskah Sapta Marga ini agar di­masukkan secara lengkap.

Pada Pasal 4 ini yang disarankan FKP untuk dirubah secara redaksional adalah "Tata seperti tercermin," diganti dengan "sesuai'', dan kata "dalam" diganti dengan "dengan".

Mengenai naskah Sapta Marga dimasukkan secara lengkap. Dengan alas­an bahwa rumusan daripada Sapta Marga ini yang merupakan 7 kata mutiara

647

Page 30: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

di dalam penegasan daripada Sapta Marga ini maka di dalam Undang-undang ini perlu dituliskan secara lengkap. Untuk itu akan kami bacakan dan keniu­dian akan kami ~embangkan kode etik ABRI ini.

1. Kami warga negara kesatuan Republik Indonesia yang bersendikan Pan­casila;

2. Kami Patriot Indonesia pendukung serta pembela ideologi negara yang bertanggung jaw ab dan tidak mengenal menyerah;

3. Kami Ksatria Indonesia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta membela kejujuran, kebenaran dan keadilan.

4. Kami Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, adalah Bhayang­kari Negara dan Bangsa Indonesia.

5. Kami Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, memegang teguh disiplin, patuh dan taat kepada Pimpinan serta menjunjung tinggi sikap dan kehormatan Prajurit;

6. Kami Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, mengutamakan keperwiraan di dalam melaksanakan tugas, serta senantiasa siap sedia berbakti kepada Negara dan Bangsa.

7. Kami Prajurit Angkatan bersenjata Republik Indonesia, setia dan mene­pati janji serta Sumpah Prajurit.

Ketujuh kata mutiara ini adalah merupakan kode kehormatan dan di dalam pengamalannya merupakan tradisi ABRI. Untuk itu FKP menganggap bahwa kode kehormatan ini, atau kode etik ABRI yang pada hakekatnya ada­lah merupakan pengeterapan falsafah Pancasila kehidupan keprajuritan dari seluruh warga ABRI. Sapta Marga sebagai pengeterapan Pancasila merupakan kekuatan pemersatu dan pendorong dari seluruh warga dan unsur-unsur yang terdapat dalam ABRI. Pelaksanaannya yang tepat akan merupakan sumber kewajiban yang tidak mudah digoyahkan dalam membawa rakyat Indonesia kearah tercapainya cita-cita perjuangan bersama-sama dengan golongan­golongan dan kekuatan sosial lainnya. Ini sebagai suatu alasan mengapa nas­kah Sapta Marga ini dimasukkan secara lengkap di dalam undang-undang. Dengan kejelasan ke-7 mu tiara yang telah dijadikan pengamalannya secara tradisional dari ABRI ini, maka akan nampak lebih jelas apabila ditulis secara lengkap.

FPP (H. ISMAIL HASAN METAREUM, S.H.):

Pertama-tama kami meralat kata-kata yang tertulis di sini karena entah dari Sekretariat kami, ada salah ketik rupanya. Naskah Sapta Marga agar di­masukkan dalam Diktum di s!ni. Itu maksudnya. Kalau saya melihat usul FKP naskah Sapta Marga dimasukkan secara lengkap, mungkin pengertiannya sama dengan kami. J adi kiranya penjelasan dari FKP merupakan juga penjelas­an dari kami. Dan kami ingin usulkan supaya kongkrit dimasukkan Sapta Marga itu dalam Diktum.

648

Page 31: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

KETUA RAPAT:

FPDI silakan.

FPDI (H. SOETARDJO SOERJO GOERITNO, BSc.):

Dari FPDI sama dengan dari FKP maupun FPP, agar Sapta Marga ini dimasukkan dalam Rancangan Undang-Undang ini. Usul dari FPDI agar Pasal 4 ini tentang bentuk dan kepribadian diri yang memancarkan sikap dan peri­laku ada dua alasan yang hendak kita ajukan daripada pihak Pemerintah :

1. Mengenai masalah Historis. Bahwa sepanjang perjalanan bangsa Indo­nesia ini adalah pemah ditandai dengan titik-titik noktah hitam an­tara lain mengenai peristiwa 1948, 1965 Pemberontakan-pemberon­takan dan masalah-masalah lainnya. Sehingga masalah inilah dari FPDI menghendaki adanya kearah daripada sifat-sifat yang bersifat Nasionalistik dan Patriotik. Agar jangan dikandung maksud terulang kembali sejarah-sejarah hitam bagi bangsa Indonesia.

2. Di dalam rangka ini adalah mengenai istilah-istilah Jati diri. Bahwa di dalam Jati diri inilah dari ABRI dengan adanya Sapta Marga, Tri Brata dan lain sebagainya di dalam rangka ini. Maka perlu adanya su­atu penjelasan mengenai masalah kepribadian diri daripada ABRI yang kita cintai ini, dengan lebih-lebih kita mengakui bahwa sebagai suatu kenyataan sejarah Dwi Fungsi ABRI sebagai suatu tuntutan kelahiran sejarah bangsa Indonesia ini, maka FPDI mengusulkan bah­wa Pasal 4 ini dikembangkan. Dengan catatan bahwa mengenai Pasal 4 yang lama itu tetap, kemudian dikembangkan dengan beberapa pasal yang baru. Antara lain bahwa Prajurit ABRI yang berkepribadi­an Indonesia adalah Prajurit ABRI yang bersifat Nasionalistik dan Pa­triotik.

Jadi sebagai reasioningnya sebagaimana tadi kami kemukakan bahwa apa yang pernah menjadi titik hitam daripada Bangsa kita adanya hal-hal yang pernah terjadi di Negara kita ini penyimpangan-penyimpangan yang telah terjadi.

Kemudian di dalam rangka ini sebagai satu citra bahwa ABRI di dalam rangka pengembangan dan melaksanakan SAPTA MARGA nya kita meng­hendaki agar dipertegas di dalam rangka Ayat (3) nya ialah.

Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang berjiwa Nasionalistik adalah Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang cinta Tanah Air mengembangkan Demokrasi Pancasila serta ke­hidupan berbangsa dan bernegara yang berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945.

( 4) Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia yang berjiwa Patriotik adalah setiap Prajurit yang siap bela Negara, tidak membedakan suku, agama dan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, serta berdiri di atas segala golongan.

649

Page 32: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

Di dalam rangka ini juga sebenarnya secara historis Panglima Sudirman pernah juga menggariskan mengenai Prajurit di dalam rangka ini bahwa diharapkan Prajurit ABRI (pada waktu itu kalimatnya sederhana) hams berdiri di atas segala suku pada waktu itu.

Oleh karena itulah pengembangan daripada FPDI di dalam rangka ini mengusulkan bahwa Pasal 4 itu dikembangkan menjadi 4 ayat dengart reasoningnya 2 masalah tadi "histories-fact" dan menjadi ABRI.

Inilah mengenai masalah rencana usul dari FPDI, terima kasih.

KETUARAPAT:

Sekarang saya silakan dari F ABRI se bagai yang terakhir.

F ABRI (SOEARDI) :

F ABRI sesuai dengan yang tercantum di dalam Daftar Inventarisasi Masalah, F ABRI cenderung untuk tetap berpegang kepada Rancangan Undang-Undang yang diajukan Pemerintah. Kemudian kalau nanti kami lanjutkan dengan kaitannya apa yang dikemukakan oleh Fraksi-fraksi lain, maka perkenankanlah kami mengemukakan beberapa keterangan yang cukup bernilai dan cukup untuk dijadikan bahan pertimbangan selanjutnya.

Seperti halnya Sumpah Prajurit, maka Sapta Marga ini merupaka sesuatu yang doktriner yang merupakan doktrin yang nantinya akan me­rupakan tekad seperti yang saya kemukakan terdahulu.la mengandung sejak mulai aspek spiritual sehingga nantinya secara fisik implementatif tercermin di dalam segala perilaku dari Prajurit ABRI.

Sapta Marga dan Sumpah Prajurit di lingkungan Prajurit ABRI merupa­kan sesuatu yang luhur, yang ditegakhormati. Apabila dimasukkan di dalam batang tubuh atau diktum, kami takut bahwa ada pembaca yang kurang mengerti'bahwa hal-hal yang sangat luhur dan mulia ini akan dipersamakan dengan sekedar bunyi pasal-pasal yang lain yang tidak menonjol aspek ke­luhuran dan nilai-nilai hakikinya.

Di dalam doktrin itu tidak biasa suatu doktrin dimasukkan didalam batang tubuh. Ini menurut ahli hukum kalau Undang-undang nanti dicabut, maka Sapta Marganya otomatis hilang. Dan itu tidak pernah akan bisa di­setujui oleh Prajurit ABRI.

Apabila kita akan juga coba-coba memasukkannya dalam batang tubuh, perlu kita ketahui bersama bahwa penuntunan, pendalaman mengenai Sumpah Prajurit dan Sapta Marga ini sejak warga negara melangkahkan kaki di dalam pintu gerbang kesatrian dia sudah mulai dituntun, didoktrin sehingga dia menjadi Prajurit ABRI yang kita kehendaki. Pembinaan sedemikian itu

650

Page 33: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

tidak berhenti pada waktu-waktu tertentu. Dia secara bertingkat dan ber­lanjut tetap ditekankan, diminta memperdalamnya sesuai tugas, jabatan dan tingkat-tingkat. Apabila kita coba juga masuk, saya khawatir malah justru akan menjadi tidak jelas, malah bisa-bisa jadi hilang makna ke dalaman dan keluhurannya kalau kita masukkan ke dalam bata:pg tubuh.

Jadi dari uraian ini barangkali dapat membantu mempertimbangkan. Karena kami berpendirian bahwa Sapta Marga seperti apa ubahnya formulasi Prajurit yang berupa tekad, itu tetap menyinari di atas segala-galanya kepada Prajurit dan tidak dikecilkan maknanya di dalam sebuah pasal atau bab pada sebuah Undang-undang. Jadi keterangan ini barangkali akan dapat dipertimbangkan oleh FKP dan FPP.

Kemudian saya beralih kepada FPDI kalau Ketua minta bagaimana pandangan kami.

FABRI menghormati ikhtikad baik apa yang tlah dikemukakan oleh FPDI dalam Daftar Inventarisasi Masalah yang ada seperti yang dikemuka­kan tadi. Namun sekali lagi kembali di sini apabila kita dalami masalahnya, maka butir-butir nilai hakiki yang dikemukakan oleh FPDI sebenarnya dia merupakan bagian sempalan-sempalan dari Sapta Marga yang di dalamnya kalau kita kaji sudah ada secara menyeluruh dan sudah diuraikan secara -mendalam.

J adi di dalam hal ini, F ABRI memandang tidak perlu menekankan beberapa butir. Karena dengan pemasukan beberapa butir saja juga kembali di sini akan hilang beberapa hal lain yang tidak dimasukkan. Jadi nanti dengan jalan memasuk-masukkan ke dalam batang tubuh kami sangat mengkhawatir­kan akan terjadi suatu erosi dari nilai-nilai yang luhur yang sudah dijunjung sedemikian tinggi oleh ABRI sejak awal kelahirannya sampai detik ini. Saya mohonkan barangkali susunan apa yang saya kemukakan ini kalimatnya kurang memadai, namun saya mengharap bahwa pengertiannya dapat ditangkap dan menjadi bahan seperlunya.

Demikian, terima kasih.

KETUARAPAT:

Ada diplomat dari FABRI yang bicara, ini cuma terakhir jadi tidak ada penolakan, hanya minta pertimbangan kepada FKP, FPP dan FPDI setelah mendengar penjelasan dari F ABRI. Ini kesimpulannya, jadi min ta perhatian itu bisa dirumus "tidak setuju" dan ini juga dari Ketua. Jadi tidak pernah di­katakan "tidak setuju, tapi minta pertimbangan.

FABRI (SOEARDI):

Jadi pertimbangan di sini bukan berarti di dalam pengertian pertimbang­an yang umum, tapi dipertimbangkan untuk ini tetap adanya di luar batang tubuh.

651

Page 34: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

Jadi pada dasarnya F ABRI keberatan untuk dimasukkan ke dalam batang tubuh.

Demikian.

KETUARAPAT:

Itu jelas, jadi minta keterangan untuk dipertimbangkan. Saya silakan dari Pemerintah.

PEMERINTAH (MENTERI PERTAHANAN KEAMANAN/PANGAB/ JENDERAL TNI (PURN) PONIMAN):

Setelah mendengar daripada pandangan-pandangan 5 dari semua Fraksi, terhadap usul FKP seperti tercantum dalam Daftar lnventarisasi Masalah ini yang berintikan penyempurnaan redaksional, Pemerintah tidak sependapat atas usul FKP yang menginginkan perubahan kata "seperti tercermin" diganti dengan "sesuai". Dan kata "dalam" diganti "dengan" serta naskah Sapta Marga dimasukkan dalam batan tubuh Rancangan Undang-Undang dengan pertimbangan sebagai berikut:

I. Sekalipun penyemurnaan yang diusulkan sifatnya redaksional, namun pilihan kata yang tepat menentukan nilai tertentu yang melekat di dalamnya.

2. Sapta Marga merupakan pencerminan perilaku dan sikap setiap Prajurit ABRI. Mengenai usu! agar Sapta Marga dimasukkan dalam batang tubuh, pada prinsipnya dapat dipahami. Namun secara teknik penulisan, pe­rumusan materi tulis dilaksanakan mengingat bahwa penomoran naskah Sapta Marga adalah baku, tidak dapat diganti dengan huruf maupun abjad.

Khusus terhadap usul FPDI, Pemerintah tidak sependapat dengan per­timbangan sebagai berikut:

I. Rumusan tidak menunjukkan kesederhanaan, karena terlalu panjang. 2. Naskah Sapta Marga bagi kehidupan Prajurit ABRI adalah baku dan

materinya diterima sebagai kebenaran hakiki.

Untuk lebih memperjelas daripada masalah Sapta Marga, saya akan di­bantu atau minta bantuan Staf (Saudara Muhartono ), untuk menyampaikan.

KETUARAPAT:

Silakan.

PEMERINTAH (KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN LATIHAN DEPARTEMEN PERTAHANAN KEAMANAN/BRIGJEN TNI MUHAR­TONO):

Seperti disampaikan Bapak Menteri bahwa kesulitan teknis untuk me­masukkan Sapta Marga dalam batang tubuh daripada Rancangan Undang-

652

Page 35: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

Undang. Namun sebenarnya lebih penting apa yang diutarakan F ABRI, yaitu bahwasanya Sapta Marga harus kita Iihat sebagai bagian yang tidak terpisah­kan dari ABRI. Jadi bisu dikatakan bahwa adanya ABRI ini, otomatis bisa melahirkan Sapta Marga ini. Sehingga dengan demikian sebenamya kalau kita membaca Sapta Marga itu tidak lain itulal) ·jiwanya ABRI. Sehingga di dalam Undang-undang itu sebenamya yang perlu kita hanya merefer saja bahwasanya ad~. Dan inilah yang ditetapkan untuk supaya seJalu menjiwai Prajurit ABRI.

Tepat sekali apa yang dikatakan oleh F ABRI tadi, akibatnya apabila ini dimasukkan ke dalam undang-undang seakan-akan kita melupakan rekaan undang-undang, bukan bagian dari doktrin.· Doktrin sendiri sebetulnya juga rekaan, namun dia merupakan bagian dari organisasi itu. Dengan demikian

, maka pada dasarnya Pemerintah menganggap bahwasanya apa yang sekarang · diajukan yaitu usul diutarakan di dalam penjelasan itu sudah cukup mengenai ! Sapta Marga.

Sekian.

PEMERINTAH (MENTERI PERTAHANAN KEAMANAN/PANGAB/ JENDERAL TNI (PURN) PONIMAN):

Demikian Saudara Ketua, terima kasih.

KETUARAPAT:

Ini jelas dari Pemerintah standnya sebenamya. Stand artinya 2 setuju dan 2 tidak setuju. FPDI di tengah-tengah. Jadi musti diulang ini permainan, bagaimana kalau FPDI dulu?

Silakan.

FPDI (BUDI HARDJONO,S.H.) :

Bahwa FPDI mengenai Pasal 4 yang telah diusulkan di dalam Daftar lnventarisasi Masalah dan setelah mendengar penjelasan daripada F ABRI dan juga dari Pemerintah. FPDI menyadari bahwa yang cukup punya pengetahuan luas mengenai ABRI dan Keprajuritan itu, yah memang ABRI. Karena itu setelah pula mendengar penjelasan tersebut, dari FPDI mencoba menelusuri kembali essensi daripada Sapta Marga dan sumpah Prajurit di mana di dalam kata pengantar Pemerintah yang disampaikan Menteri Pertahanan Keamanan bahwa Sumpah Prajurit dan Sapta Marga merupakan landasan etik daripada jiwa Keprajuritan. Dan kalau Sapta Marga dan Sumpah Prajurit tersebut merupakan landasan etik keprajuritan, jelas ditempatkan di dalam suatu bobot dan proporsi yang cukup tinggi. Dan itu saya pikir cukup tepat, sehingga dengan demikian landasan etik keprajuritan tidak terlalu cepat menerima pemikiran-pemikiran perubahan seandainya Sapta Marga ter­sebut dimasukkan Batang Tubuh daripada Undang-undang Prajurit tersebut.

653

Page 36: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

Jiwa dan semangat dari 2 landasan pokok daripada etik. Kepajuritan itu setelah kita jkuti dan kita dalami kembali, rupa-rupanya beberapa uraian terutai daripada _usul FPDI dalam 4 tersebut secara padat dan secara lebih sistimatik. sudah tercakup di dalam Sapta Marga. Sehingga dengan demikian FPDI tidak akan mempersoalkan lagi mengenai usul Pasal 4, tidak mem­persoalkan lagi mengenai usul Pasal 4 tambahan-tambahan sebab hal tersebut. telah tercakup di dalam philosofi ABRI yang dik.emukakan di dalam nantinya kalau tidak salah dalam "penjelasan" daripada Sapta Marga yang tidak di­masukkan di dalam batang tubuh.

FPDI merasakan baltvla essensi daripada pasal tersebut sudah tercakup di dalam penjelasan Pemerintah maupun F ABRI.

Sekian, terima kasih.

KETUARAPAT:

Dengan demikian usul FPDI sudah masuk dalam Rancangan Undang­Undang. Jadi sudah ditampung Pemerintah, karena itu tidak perlu diterus­kan lagi. Karena sudah masuk usul FPDI dan Pemerintah sudah terima se­belum adanya Daftar Inventarisasi Masalah ini, lalu ditegas lagi di dalam Daftar Inventarisasi masalah sehingga tidak ada masalah lagi.

Sekarang tinggal FPP dan FKP. Silakan FPP.

FPP (H. ISMAIL HASAN METAREUM, S.H.):

Dengan memahami sepenuhnya tentang nilai luhur dari Sapta Marga, kami masih ingin meminta pandangan dari pihak Pemerintah atau F ABRI yang tadi sudah menjelaskan bahwa tidak tepat apabila itu dimasukkan di dalam diktum.

Yang ingin kami tanyakan di mana letaknya Sapta Marga ini di dalam konstelasi hukum di Indonesia? Oleh karena memang ini sebagai doktrin atau suatu nilai yang luhur, tapi dari pihak Pemerintah sendiri tadinya meng anggap Sapta Marga dan Sumpah Prajurit mempunyai nilai yang sama sebagai bekal etika yang tinggi bagi Prajurit. Sedang sumpah Prajurit sudah kita masukkan di dalam diktum, Sapta Marga ditinggalkan di penjelasan. Maaf kalau saya istilakan "ditinggalkan", karena apabila di lihat dari segi per­undang-undangan dikturil itu lebih daripada penjelasan. .

Sedangkan Sapta Marga sendiri lebih dari yang lain-lainnya, bagaimana kita harus menempatkan Sapta Marga itu dalam konstelasi hukum di Indonesia, ini perlu kami perta.nyakan.

Namun meskipun kami mengusulkan dimasukkan ke dik.tum, tidaklah berarti ini harga mati. Ini yang perlu saya kemukakan lebih dahulu, kami hanya ingin supaya Sapta Marga yang nilainya begitu luhur itu dapat di­lestarikan, sehingga perlu ditempatkan pada tempat yang sewajamya,

654

Page 37: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

Apabila ada tempat lain yang lebih wajar, maka marilah kita putuskan.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Sebelum Pemerintah saya persilakan FKP <lulu, karena usulnya me­! nempatkan di dalam "diktum" sama dengan FPP.

Silakan.

FKP (SOEGIYONO) :

Setelah mendengar beberapa pandangan atau penjelasan dari F ABRI yang menyatakan bahwa kurang tepat apabila Sapta Marga ini dimasuk­kan dalam "diktum" dan kemudian ada kekhawatiran dimasukkannya Sapta Marga ini nanti sebagai Undang-undang yang kalau undang-undang itu nanti dicabut/dirubah berarti Sapta Marga itu akan dicabut akan hilang.

FKP masih memiliki satu motivasi bahwa betapapun kuatnya doktrin yang kita alami (doktrin Dwi Fungsi ABRI), inipun telah ditarik juga ke atas Undang-undang (Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982), kemudian Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta ini juga demikian.

Jadi pada prinsipnya pola pemikiran kita adalah sebenarnya justru untuk memperkuat posisi daripada doktirn tersebut, ini adalah suatu motivasi yang pokok.

Kedua, keterangan Pemerintah yang tadi disampaikan Menteri Pertahan­an Keamanan. Kami tarik daripada Jawaban Pemerintah terdahulu (halaman 12-13) di sinijuga telah dinyatakan antara lain (yang pokok): " .... Dikemukakannya saran penyempurnaan mengenai pandangan dimasuk­kannya Sapta Marga dalam batang tubuh Rancangan Undang-Undang, Pemerintah berpendapat sebaiknya dibahas dan dibicarakan pada pembicaraan tingkat III, dengan harapan kesatuan pandangan bahwa karena Sapta Marga mengandung makna yang sangat luhur dalam kehidupan prajurit ABRI, agar tetap tegak dan tidak mudah diubah oleh dan demi hukum".

Penegasan Pemerintah inilah yang juga jadi reasoning kita dari FKP justru agar tidak mudah diubah oleh dan demi hukum, maka kita meletakkan Sapta Marga tadi di dalam undang-undang.

Jadi dengan demikian, maka pandangan FKP dalam menanggapi FABRI maupun daripada Pemerintah, pada hakekatnya adalah justru dalam motivasi kita untuk memperkuat daripada adanya doktrin maupun hal-hal yang mungkin mudah diubah dengan hukum diletakkan dalam undang-undang.

Demikian terima kasih.

655

Page 38: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

KETUA RAPAT ~

Bagaimana kalau Pemerintah minta break atau kita tunda sambil kita bicara-bicara, oleh karena ini masalah yang . . . (ada yang bisik). Kalau Pancasila itu masuk di dalam undang-undang bagaimana? Memang betul Pancasila itu masuk di dalam Undang-undang tentang Organisasi Partai Politik/ Golkar, nah ini celaka ini. Yang bisik sebelah kiri supaya diteruskan unthk bahan.

Jadi kita perlu, break sebentar, kalau Pemerintah setuju!

(PEMERINTAH SETUJU)

Setuju, ditunda 15 menit.

(Rapat diskors pukul 22.00 - 22.20 WIB)

Perkenankan kami untuk membuka kembali rapat ini.

Sesuai dengan usul-usul dari beberapa Fraksi, maka prosedurnya kepada Menteri Pertahanan Keamanan diminta keterangan. Setelah itu Fraksi-fraksi akan menyampaikan pendapatnya.

Silakan Pemerinthah.

PEMERINTAH (MENTERI PERTAHANAN KEAMANAN/PANGAB/ JENDERAL TNI (PURN) PONIMAN):

Pemerintah akan mencoba memberikan penjelasan mengenai masalah Sapta Marga itu.

Seperti tadi telah diuraikan bahwa Sapta Marga itu adalah doktrin, oleh karena Sapta Marga kedudukannya sebagai doktrin. Secara sosiologi telah mengakar dalam kehidupan prajurit ABRI. Tingkatannya dalam ke­dudukan sebagai doktrin, lebih mantap daripada bilamana diatur dalam undang-undang formal.

Dengan demikian dengan masuknya Sapta Marga dalam batang tubuh, akan melemahkan Sapta Marga itu sebagai suatu sistem nilai yang hakiki dalam kehidupan prajurit ABRI. Oleh karenanya rumusan Sapta Marga yang tempatnya dalam "Penjelasan Pasal 4" semata hanya ingin menunjukkan eksistensi dari Sapta Marga itu sendiri sebagai bagian daripada sistem ABRI.

Untuk lebih jelasnya, saya minta bantuan dari Saudara Muhartono untuk menjelaskan.

KETUA RAPAT:

Silakan.

656

Page 39: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

PEMERINTAH (KEPALA PUSAT PENDIDIKAN DAN LATIHAN DEPARTEMEN PERTAHANAN KEAMANAN/BRIGJEN TNI MUHAR­TONO):

Jadi jelas apa yang dikatakan Bapak Menteri tadi bahwasanya sebenar­nya di sini kita mempermasalahkan di mana letak Sapta Marga itu? Apakah itu suatu benda yang letaknya memang berada dalam bidang hukum, artinya sesuatu produk hukum ataukah sesuatu yang layaknya ditempatkan di tempat lain, kami menganggap memang kenyataannya demikian. Sapta Marga adalah sesuatu yang lahimya bersama dengan lahirnya ABRI. Jadi dia merupakan idiologi daripada ABRI, mungkin bisa kita angkat itulah doktrin dasarnya. Sebagai seorang prajurit bagaimana harus bertingkah laku, berpikir dan seterusnya.

Oleh karena itu, memang ia tempatnya di sana. Ia masih hidup bersama dengan organisasi ABRI itu sendiri. Dengan demikian maka ia sebenarnya tidak menginginkan suatu perubahan dengan cara-cara lain, kecuali diakui sebagai doktrin daripada ABRI. Sehingga dengan demikian . apabila dia di­perlukan sekarang ini di dalam undang-undang untuk disebut, maka sebenar­nya undang-undang itu sifatnya hanya merefer adanya Sapta Marga.

Nah kalau merefer, apakah letaknya ada di Batang Tubuh. Berhubung di Batang Tubuh seakan-akan nanti menetapkan bunyinya Sapta Marga. Sapta Marga tidak di sana ditetapkan rumusannya, tapi adalah bersama-sama dengan lahimya ABRI itu sendiri. Demikian maka pada dasamya yang ingin kami kemukakan bahwasanya memang Sapta Marga adalah suatu hal yang lahir dan hidupnya adalah dalam suatu bidang yang namanya doktrin, jadi bukan sesuatu yang letaknya ada dalam bidang perundang-undangan ber­beda dengan Sumpah Prajurit memang sesuatu yang sudah ter-voorgeschreven, diwajibkan oleh bangsa kepada warganya yang menjadi prajurit le (Jawa: tole) kamu harus sumpah ini sebelum kamu memegang senjata, berbeda sekali dengan Sapta Marga.

Kalau Sumpah Prajurit memang benar letaknya ada di dalam undang­undang, Sapta Marga letaknya tidak di 'Batang Tubuh. Kira-kira demikian sedikit memberikan tambahan penjelasan tentang kedudukan daripada Sapta Marga.

Terima kasih.

PEMERINTAH (MENTERI PERTAHANAN KEAMANAN/PANGAB/ JENDERAL TNI (PURN) PONIMAN):

Demikian Saudara Ketua.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Terima kasih Menteri Pertahanan Keamanan.

657

Page 40: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

Kami silakan dari Fraksi-fraksi.

Silakan FKP.

FKP SOEGIYONO):

Terima kasih Saudara Pimpinan.

Setelah kita mendengarkan beberapa penjelasan, kemudian juga pen­jelasan tambahan dari pihak Pemerintah, dari FKP setelah mengadakan be­berapa konfirmasi masih menginginkan untuk mengendapkan terlebih dahulu dan kemudian bila perlu nanti diserahkan kepada Panitia Kerja.

Demikian. terima kasih atas perhatian.

KETUA RAPAT:

Dengan kata Panitia Khususnya "Pending" sampai waktu yang tertentu.

Silakan dari F ABRI.

FABRI (SOEARDI):

Dari F ABRI dapat menyetujui apa yang dikemukakan oleh FKP dalam pengertian pending.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

F ABRI pending.

Silakan dari FPP.

FPP (H. ISMAIL HASAN METAREUM, S.H.):

Karena sudah ada yang mengusulkan pending, maka kami kira-kira belum bisa memberi pendapat yang lain.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Jadi itu artinya pending Saudara-saudara.

Dari FPDI silakan.

FPDI (H. SOETARDJO SOERJO GOERITNO, BSc.):

Terima kasih.

Setelah mendengarkan penjelasan-penjelasan, baik dari pihak Pemerintah, kemudian juga oleh FKP dan FPP, Fraksi kami sependapat untuk pending.

KETUA RAPAT:

Terima kasih. FPDI juga pending.

658

Page 41: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

Demikian Saudara-saudara, kita putuskan pending Pasal 4, lalu beralih kita ke Pasal 5.

Pasal 4 pending.

Sekarang Pasal 5 Di sini ada catatan dari FKP, tetapi di sini catatannya adalah rumusan tetap, di rumusan Ayat (2) juga rumusan tetap. Jadi ada sedikit perubahan menurut Saudara Wakil Ketua.

F ABRI ada usul. Karena itu silakan F ABRI lebih dahulu.

F ABRI (SOEARDI):

Terima kasih.

Untuk Pasal 5 Rancangan Undang-Undang tentang Prajurit ABRI, secara bagian besar F ABRI mendukung apa yang tercantum pada Pasal 5 Rancangan Undang-Undang dengan catatan, saran dan usulan penambahan untuk butir b, sehingga menjadi sebagai berikut:

"b. prajurit sukarela yang berdinas jangka pendek untuk sekurang-kurangnya 5 tahun sebagai prajurit dinas pendek".

Yang lain-lain tetap.

Perlu ditambahkan keterangan, bahwa hal ini juga sesuai dengan Kete­rangan Pemerintah yang sudah diberikan pada waktu lalu yang tertulis pada halaman 20.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Jadi ringkas saja, h.anya tambahan "untuk sekurang-kurangnya 5 tahun" untuk Pasal 5 Ayat (1) huruf b, lain-lain tetap.

Sekarang ada catatan dari FPP.

Silakan FPP.

FPP (H. ISMAIL HASAN METAREUM, S.H.):

Terima kasih.

Dari kami hanya ingin di dalam ca ta tan itu agar kalimatnya disempurna­kan. Yang kami maksudkan adalah penertiban istilah-istilah. Kami mengerti bahwa mungkin istilah ini sudah baku di dalam kalangan ABRI. Akan tetapi kalau kita baca kalimat-kalimatnya, maka mungkin bagi orang yang tidak menghafal atau tidak mendalami secara lain akan ada masalah-masalah yang dipertanyakan. Karena itu kami usulkan terutama kepada Pemerintah untuk dapat memikirkan kalimat-kalimat lain untuk penamaan "Prajurit wajib dinas penuh" pada huruf d dibandingkan, dengan bahwa ini hanya 2 tahun yang lain disebut selama-lamanya 5 tahun dengan istilah lain.

659

Page 42: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

Kemudian yang kedua, masalah istilah "penggal waktu" apakah "penggal waktu" di huruf c dan di huruf e sama, ini kami ragukan. Oleh karena itulah kami mengusulkan supaya penamaan terhadap sistem ini huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e nya dicarikan satu kalimat yang gamblang yang mudah kita mengerti. Bukan hanya kalimat, tetapi kata atau istilah yang gamblang dan mudah dimengerti dan tidak menimbulkan keraguan.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Jadi masalah istilah yang dikemukakan FPP.

Dari FPDI tidak ada.

Saya persilakan sekarang FPDI untuk menyampaikan pandangannya, asal atas dua usul ini, dari F ABRI dan dari FPP.

FPDI (H. SOETARDJO SOERJO GOERITNO, BSc.):

Terima kasih.

Dengan adanya dua usulan ini karena kami sebenarnya adalah tidak mengusulkan mengenai masalah perubahan Pasal 5, sehingga menurut Fraksi kami adalah tidak ada perubahan.

KETUA RAPAT:

Jadi sama dengan Pemerintah atau Pemerintah sama dengan FPDI.

Silakan sekarang dari FKP, pandangannya tentang usul dari F ABRI dan FPP. Dari FKP boleh menyampaikan bagaimana pandangannya.

Silakan.

FKP (DRS. GATOT SUWAGIO):

Saudara Pimpinan.

FKP menyatakan setuju dengan apa yang kita lihat dalam Rancangan Undang-Undang Pasal 5 Hanya nanti ada sesuatu yang ingin diajukan oleh FKP ialah sebelum menuju ke pasal yang baru Pasal 6, ingin mengajukan ada tambahan pasal.

Apa perlu saya baca sekarang?

KETUA RAPAT:

Nanti. Jadi singkatnya Pasal 5 Rancangan Undang-Undang menurut FKP tetap. Dengan demikian keadaannya adalah ada usul dari F ABRI yaitu tambahan kalimat untuk "sekurang-kurangnya 5 tahun" dan ada usul dari FPP untuk mencari istilah lain untuk "penggal waktu" dan lain-lain misalnya di Pasal 5 sub 1 Ayat (1) huruf b. Hanya itu yang jadi masalah.

Jadi kalau Pemerintah bisa memberikan pandangannya saya silakan.

660

Page 43: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

PEMERINTAH (MENTER! PERTAHANAN KEAMANAN/PANGAB/ JENDERAL TNI (PURN) PONIMAN):

Pemerintah dapat menerima usul penyempurnaan yang diajukan F ABRI dengan menambah kata "sekurang-kurangnya 5 tatmn ", dengan catatan bahwa ini tidak akan mengganggu daripada waktu ini ·akan terlalu mengikat. Oleh karena itu Pemerintah mengenai Pasal 5 Ayat (1) tetap dengan penyesuaian perubahan tadi, asalkan tidak mengganggu. Ayat (2) tetap ''Prajurit sukarela yang berdinas untuk jangka waktu sekurang-kurangnya 5 tahun sebagai prajurit dinas pendek" tadi itu tidak mengikat sekali.

Terhadap usul FPP tentang penyempurnaan istilah disarankan agar diserahkan kepada Panitia Kerja.

Sekian, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Jadi dari Pemerintah itu jelas Pasal 5 ini seluruhnya diterima, tetap, dan tidak ke beratan untuk memasukkan usul dari F ABRI "untuk sekurang­kurangnya 5 tahun ".

Saya tidak lihat apakah ada di dalam penjelasan Pasal 5. Di Pasal 5 ada penjelasan, jadi kalau perlu penjelasannya nanti dimasukkan apa yang

· dimaksud oleh Pemerintah. Kalau memasukkan istilah dari F ABRI. Jadi waktunya tidak terlalu mengikat, begitu yang saya dengar, nanti bisa masuk dalam penjelasan, kalau penjelasannya belum jelas, dalam halaman 56.

Sedangkan usul dari FPP untuk mencari istilah lain itu diterima dan diselesaikan oleh Panitia Kerja. Jadi dengan kata lain Pasal 5 ini diselesaikan oleh Panitia Kerja.

Kalau Saudara-saudara setuju, tugas Panitia Kerja adalah:

Pertama, memasukkan usul dari F ABRI, dan kalau perlu diberikan penjelasan, asal sesuai dengart keterangan Pemerintah yang tadi.

Kedua, usul FPP dicarikan istilah yang lain.

Ada keberatan?

(RAPAT SETUJU)

Sekarang ke Pasal 6.

FKP (DRS. GATOT SUWAGIO): INTERUPSI

Saudara Ketua.

Dari FKP, sebelum menuju ke Pasal 6 ada sesuatu permintaan agar di­dahului suatu pasal baru yang mengatur akan cadangan Tentara Nasional Indonesia, apakah hal ini dapat kami mulai dengan menyampaikan konsep daripada FKP?

661

Page 44: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

KETUA RAPAT:

Silakan.

Saudara Pimpinan yang saya hormati. Saudara Menteri Pertahanan Keamanan yang saya hormati beserta Staf. Teman-teman para peserta Sidang yang saya hormati.

. . Sebelum saya menuju kepada materi pokok daripada pasal baru yang mgm kami kemukakan, kami ingin menyampaikan dahulu dasar pemikiran kami.

Undang-undang Prajurit ABRI yang mempunyai fungsi menata dan mengatur sistem ABRI dengan tiga materi utamanya itu, ialah:

ABRI Sukarela, ABRI Wajib dan Cadangan Tentara Nasional Indonesia,

mengandung arti bahwa ia harus dapat mengakomodasikan konsepsi 3 materi pokok yang sudah pernah ditata dan diatur dalam berbagai undang­undang yang tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan pokok Undang­undang Nomor 20 Tahun 1982 serta menampung akibat-akibat dari peng­hapusan dari undang-undang yang lama.

Bahwa ABRI sebagai salah satu aparatur Pemerintahan negara dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia mempunyai kaitan atau hubungan dengan segenap aparatur Pemerintahan negara lainnya. Negara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 tidak mengenal hubungan supremasi sipil terhadap militer atau supremasi militer terhadap sipil.

Hubungan segenap aparatur Pemerintahan Negara, ABRI dan non ABRI atau sipil adalah didasarkan azas kekeluargaan, berdasarkan pola pikir inte­gralistik atau pola pikir kesisteman segenap aparatur negara sama kedudukan­nya, yang berbeda adalah fungsinya.

Sebagai suatu sistem, aparatur-aparatur Pemerintahan negara merupa­kan komponen-komponennya saling keterkaitan, saling ketergantungan, saling mempengaruhi satu sama lain, mereka melakukan kegiatan, melak­sanakan fungsi masing-masing untuk mencapai tujuan yang satu, yaitu ter­capainya tujuan nasional.

Kami akan melangkah langsung sekarang kepada sistematika yang ingin kami ajukan mengisi pasal baru. Dengan menggunakan dasar pemikiran tersebut di atas, maka diajukan sistematika dan materi pokok yang diatur dalam Undang-undang tentang Prajurit ABRI yang akan mengatur cadangan Ten tara Nasional Indonesia se bagai berikut:

Cadangan Tentara Nasional Indonesia.

662

Page 45: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

Dalam bab ini setidak-tidaknya dirumuskan hal-hal sebagai berikut:

Perincian 1, yang mengatur persyaratan khusus. Perincian 2, sumber tenaga cadangan Tentara Nasional Indonesia. Perincian 3, cadangan Tentara Nasional Indonesia dalam dinas aktif dan

cadangan Tentara Nasional Indonesia tidak dalam dinas aktif. Perincian 4, proses pemasukan dan pembentukan menjadi cadangan Tentara

Nasional Indonesia. Perincian 5, pengangkatan cadangan Tentara Nasional Indonesia. Perincian 6, hak dan kewajiban ialah cadangan Tentara Nasional Indonesia

dalam dinas aktif, cadangan Tentara Nasional Indonesia tidak dalam dinas aktif.

Perincian 7, pengerahan anggota cadangan Tentara Nasional Indonesia untuk pendidikan lanjutan dan atau pendidikan dan latihan penyegaran.

Perincian 8, masa dinas anggota cadangan Tentara Nasional Indonesia tersebut Perincian 9, lain-lain.

Di samping itupun .perlu diatur mengenai kedudukan hukum dalam bab ini setidak-tidaknya dirumuskan hal-hal sebagai berikut:

Perincian 1 , peradilan militer bagi anggota ABRI sukarela, anggota ABRI wajib dan cadangan Tentara Nasional Indonesia.

Perincian 2, kedudukan hukum anggota ABRI, dinas wajib dan cadangan Tentara Nasional Indonesia. Di samping kedudukan hukum pun perlu diatur mengenai ketentuan pidana.

Dalam bab ini setidak-tidaknya dirumuskan hal-hal sebagai berikut:

Perincian l, ketentuan pidana dan kaitan dengan anggota ABRI dinas wajib. Perincian 2, ketentuan pidana dalam kaitan dengan anggota cadangan Tentara

Nasional Indonesia.

Dalam hal ini, Saudara-saudara sekalian, tentunya dapat diberikan bentuk lain, dapat diproses melalui Undang-undang yang mengatur mengenai cadangan Tentara Nasional Indonesia dan penggunaannya dari cadangan Tentara Nasional Indonesia dapat diatur melalui Undang-undang Mobilisasi Um urn.

Sekian, Saudara Pimpinan, konsep yang dapat diajukan dan mudah­mudahan berkenan.

Terima kasih.

KETUA RAPAT;

Jadi FKP mengusulkan ada pasal baru yang meruinus tentang cadangan Tentara Nasional Indonesia, tetapi tidak semua yang dikemukakan tadi jadi pasal, tetapi mungkin cuma kapstok. Sedangkan yang lain bisa diatur dalam peraturan perundangan lainnya. Kira-kira demikian rumusannya.

663

Page 46: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

Nah, sekarang saya persilakan Fraksi-fraksi lainnya untuk menyampai-kan pandangannya.

FABRI silakan.

FABRI (SOEARDI):

Terimakasih.

Terima kasih kepada FKP yang dalam hal ini diwakili oleh Bapak Gatot Suwagyo. Begitu panjangnya uraian yang dikemukakan tadi, sehingga terns terang saja kami tidak akan mampu menangkap semuanya. Jadi seperti halnya pada session yang lalu barangkali akan lebih baik kalau kami semua nanti men­dapat butir-butir yan dikehendaki itu, karena di dalam Daftar Inventarisasi Masalah memang ringkas sekali hanya 3 baris, jadi kami tidak mampu me­nangkapnya. Namun, bahwa pengaturan cadangan itu perlu dipertajam lagi ba­rangkali mengandung kebenaran, itupun nanti kalau kita semua sudah melihat dokumennya secara lebih terinci.

Demikian tanggapan sementara.

KETUA RAPAT:

Jadi dari FABRI minta bahan-bahannya FKP dan mungkin bahwa peng­aturan cadangan Tentara Nasional Indonesia itu perlu dipertajam lagi dalam satu pasal setelah membaca bahan-bahannya. Jadi ini bisa misalnya kita tunda (pending) sampai besok pagi atau besok siang, setelah itu nanti kita bicarakan kembali, lalu kita teruskan dengan pasal lainnya.

Ini hanya satu pemyataan dari kami, karena itu kami silakan dari FPP.

FPP (H. ISMAIL HASAN METAREUM, S.H.):

Saudara Pimpinan, kalau F ABRI saja tidak mampu menangkap apalagi Fraksi kami. Oleh karena itu maka kami ingin mendengar dari pihak Peme­rintah mengapa tidak dicantumkan atau tidak diuraikan permasalahan ini di dalam Rancangan Undang-Undang, padahal kami mendengar jawaban Peme­rintah bahwa tidak akan diadakan undang-undang tersendiri mengenai cadang­an.

664

lni saja, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Jadi dari FPP bertanya dahulu sama Pemerintah, bagaimana Pemerintah.

Silakan sekarang FPDI.

FPDI (H. SOETARDJO SOERJO GOERITNO, BSc.):

Terima kasih.

Sama mungkin dengan rekan-rekan Fraksi yang lain.

Page 47: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

Pertama, apa yang dibawakan oleh rekan FKP kami mohon untuk nanti kami bisa diberikan.

Kedua, kalau sudah bisa dimungkinkan bunyi pasalnya itu kira-kira ba­gaimana. Ini yang dalam rangka ini saya rasa pe~lu, sebab kalau kita meng­uraikan kapstoknya tadi terlalu gede. Oleh kareRa itu kami mohon mungkin telah ada konsep-konsep ayang ada.

Lalu yang ketiga, di dalam rangka ini kami mohon tanggapan Pemerintah terhadap apa yang dikemukakan oleh rekan dari FKP.

Terima kasih Saudara Ketua .

. KETUA RAPAT:

Sama dengan FPP, minta Pemerintah memberikan penjelasan. Bilamana Pemerintah sudah siap untuk memberikan penjelasan, maka Fraksi-fraksi su­dah ingin sekali mendengarkan apa yang ingin Pemerintah sampaikan menge-. nai cadangan Tentara Nasional Indonesia di mana diatur di dalam Rancangan Undang-undang ini.

Silakan Pemerintah.

PEMERINTAH (MENTERI PERTAHANAN KEAMANAN/PANGAB/ JENDERAL TNI (PURN) PONIMAN):

Saudara Ketua dan anggota Panitia Khusus yang saya hormati.

Saya menghargai sekali daripada apa yang tadi diuraikan oleh FKP.

Atas usul yang diajukan FKP yang menginginkan agar sebelum Pasal 6 Rancangan Undang-Undang diusulkan pasal baru yang mengatur tentang ca­dangan Tentara Nasional Indonesia sesuai dengan Peraturan Pemerintah No­mor 53 Tahun 1961. Pemerintah kurang sependapat, dengan pertimbangan:

Pertama, yang sedang dibahas dan apabila nantinya disahkan menjadi undang-undang, maka ketentuan tentang cadangan Tentara Nasional Indone­sia versi Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 1961 dengan sendirinya se­cara konstitusional harus tunduk kepada ketentuan tentang prajurit cadang­an yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang ini.

Kedua, berdasarkan atas perubahan Pasal 21 dan Pasal 22 Undang-un­dang Nomor 20 Tahun 1982 yang mengatur tentang anggota ABRI sukarela, wajib dan cadangan Tentara Nasional Indonesia, dengan segala perubahannya mengakibatkan tidak ada kepentingannya untuk dimuat materi tentang ca­dangan Tentara Nasional Indonesia versi Peraturan Pemerintah Nomor 53 Ta­hun 1961 tersebut.

Ketiga, Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 1961 menurut pengamat­an Pemerintah telah dicabut dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1981 tentang pengangkatan anggota Tentara Nasional Indonesia yang telah selesai masa dinasnya menjadi cadangan Tentara Nasional Indonesia.

665

Page 48: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

Keempat, ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31Tahun1981 tersebut serta materinya dinyatakan tidak sesuai dengan cadangan dala111 Ran­cangan Undang-_lJndang ten tang Prajurit.

Mengenai cadangan umum, dalam arti prajurit yang telah mengakhiri dinas keprajuritannya diatur dengan Undang-undang tentang Mobilisasi.

Demikian, Saudara Ketua, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Jadi penjelasan Pemerintah bahwa Cadangan Umum Tentara Nasional Indonesia ini akan diatur dalam Undang-undang tentang Mobilisasi, kira-kira demikian jadi kalau FKP masih mau menyampaikan sesuatu pendapat saya silakan.

FKP (DRS. GATOT SUWAGIO):

Kami sangat gembira bahwasanya mengenai materi daripada peraturan yang mengatur ..... dan Tentara Nasional Indonesia ialah Nomor 31 Tahun 1981 ini tetap akan dijadikan tolak ukur mengatur Cadangan Tentara Nasional Indonesia dan dalam hal ini toh kami punya pendapat ~upaya setidak-tidak­nya di dalam Rancangan Undang-Undang itu disebut, supaya dengan demikian bagi mereka yang akan melaksanakannya, rakyat Indonesia tahu benar bahwa pasal itu toh ada yang mengatur.

Bahwasanya Cadangan ini nanti akan diakomodasikan dalam rencana undang mobilisasi kami sangat terima kasih, dengan demikian maka dari tiada lagi yang perlu kami sampaikan terima kasih.

KE TUA RAP AT :

Jadi usulnya dari FKP agar Keterangan Pemerintah ini tentang Cadangan Umum dimasukkan dalam penjelasan umum begitu kira-kira dimaksud, dalam penjelasan umum apakah dimasukkan keterangan Pemerintah tadi mengenai Cadangan Umum.

FKP (DRS. GATOT SUWAGIO):

Belum dijelaskan demikian.

KETUA RAPAT:

Ada penjelasan tadi kafau memang demikian, maka hanya usul untuk Tim Kecil, kalau memang disetujui Tim Kecil supaya perhatikan supa­ya Cadangan Umum ini seperti uraian dari Saudara Menteri Pertahanan Ke­amanan pada malam ini dalam menyusun penjelasan umum, begitu kira-kira rumusannya kalau Pemerintah tidak keberatan.

Silakan Pemerintah.

666

Page 49: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

PEMERINTAH (MENTERI PERTAHANAN KEAMANAN/PANGAB/ JENDERAL TNI (PURN) PONIMAN):

Kami tidak keberatan.

KETUA RAPAT:

Pemerintah tidak keberatan, dengan demikian tidak ada lagi dari Fraksi­fraksi, maka apa yang disampaikan Pemerintah usul dari FKP diterima untuk dimasukkan dalam penjelasan umum, tugas daripada Tim Kecil.

Kemudian Pasal 6 Saudara-saudara, silakan Fraksi yang mengusulkan, usul perubahan adalah F ABRI, silakan.

FABRI (SOEARDI):

Dari F ABRI tidak ada usulan yang prinsipil, ini hanya usulan tata bahasa rupa-rupanya pada waktu F ABRI membahas ada rekan-rekan yang ingin mem­bakukan Bahasa Indonesia katanya, terdiri atas tidak tahu apa penerangan dari Pak Yus Badudu atau dari siapa. Lebih baik diganti terdiri dari, hanya itu tidak prinsipil dan sangat kecil sekali.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Jadi hanya redaksional, sekarang ada usul FPP silakan.

FPP (H. ISMAIL HASAN METAREUM, S.H.):

Barang kali usul kami sudah jelas dan logis yaitu prajurit itu dimulai dari tingkat tamtama, bintara kemudian perwira, karena itu maka kami usul ada perubahan. Kedua di dalam kesempatan ini kami ingin meminta perhatian Pemerintah terhadap pasal yang ada hubungannya dengan ini yaitu nanti di Pasal 7 tapi ada hubungan dengan Pasal 6, saya barangkali perkenankan Sau­dara Ketua untuk menjelaskan sedikit hal ini.

Di dalam Pasal 7 Ayat ( 4) kita bisa baca, pangkat tamtama terdiri atas Kapral dan Tamtama atau Bayangkara, dua istilah di sini yang berbeda artinya ini yang kami min ta perhatian supaya kalau kita menggunakan istilah tamtama di Pasal 6, nanti konsekuen juga menggunakan di Pasal 7 dengan pengertian untuk tamtama yang menjadi pangkat itu harus dicari kata lain sebab ini sudah merupakan jenis kalau kita katakan tamtama di sini bisa berarti di ba­wah Kopral bisa berarti pula Kopral sekalian.

Sehingga dengan demikian mungkin akan timbul untuk masa yang akan datang pertanyaan-pertanyaan yang mana yang sebenarnya dipakai, apakah jenis, saya sebut saja jenis umpamanya untuk pangkat di bawah bintatara je­nisnya tamtama, kalau kita pakai jenisnya tamtama maka untuk pangkat tam­tama yang terbawah kita earl istilah lain sebagaimana untuk Polisi dicari Ba-

667

Page 50: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

yangkara, begitulah kami ingin mengepiel pada pihak Pemerintah supiay~ ka­lau kita putuskan Pasal 6 ini kita terima itu dengan pengertian yang kami ke­mukakan tadi.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Demikian Saudara-saudara usul dari FPP silakan dari FPDI untuk me­nanggapinya.

FPDI (H. SOETARDJO SOERJO GOERITNO, BSc.):

Khusus untuk Pasal 6 saya rasa memang benar dari segi bahasa Indonesia bahwa terdiri atas ini adalah bisa disempurnakan dengan "Terdiri dari" sesuai dengan Bahasa Indonesia yang sekarang ini. Kemudian sedangkan yang khusus untuk Pasal 7 nanti terima kasih.

KETUA RAPAT:

Usul dari FPP bagaimana? Dari FPDI.

FPDI (H. SOETARDJO SOERJO GOERITNO, BSc.):

Sementara kami belum mengajukan pendapat untuk itu.

KETUA RAPAT:

J adi tidak ada pendapat mengenai usul dari FPP, silakan sekarang dari FKP, mengenai Pasal 6 silakan FKP.

FKP (DWI RIAWENNY S. NASUTION, B.A.) :

FKP dalam hal ini mengusulkan tetap seperti apa yang tertulis di Ran­cangan Undang-Undang ini dan FKP juga dalam hal ini sependapat dengan Pemerintah yang sesuai dengan naskah Rancangan Undang-Undang.

KETUA RAPAT:

Ada pendukung suara yang merdu untuk Pemerintah tapi dari FKP, jadi tetap. Saudara-saudara sekalian sekarang kami silakan dari Pemerintah apakah ada yang hendak dikemukakan lagi mengenai Pasal 6 ini silakan, jadi usul dari FABRI hanya terdiri atas dig~ti dengan terdiri dari dan dari FPP itu minta kejelasan kalau urutan penyebutan dimulai dari bawah itu kira-kira demikian.

Silakan dari Pemerintah.

668

Page 51: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

PEMERINTAH (MENTERI PERTAHANAN KEAMANAN/PANGAB/ JENDERAL TNI (PURN) PONIMAN):

Atas usul penyempumaan redaksional yang diusulkan F ABRI, Pemerin­tah dapat menyetujui, kalau ini memang merupakan suatu bahasa yang baik lagi.

Kemudian terhadap usul perubahan yang diusulkan FPP, Pemerintah kurang sependapat mengingat bahwa penyebutan urutan dari atas ke bawah sebagaimana dirumuskan pada Pasal 6 tersebut merupakan kebiasaan yang lazim berlangsung di lingkungan ABRI yang dapat kita lihat pada ketentuan perundang-undangan yang menyangkut pembinaan prajurit ABRI yang se­lama ini berlaku.

Mengenai perhatian serta usul FPP tentang tamtama yang dipergunakan baik untuk pangkat prajurit, Pemerintah dapat memahami dan akan dijelas­kan pada pembicaraan Pasal 7 nanti.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Sekarang saya silakan dari FPP kalau sudah menerimanya atau masih sedang mempertimbangkan.

Silakan.

FPP (H. ISMAIL HASAN METAREUM, S.H.):

Kami terima kasih kepada Pemerintah atas keterangan tadi dan dari kami sebenamya hanya ingin menggunakan suatu sistematika yang logis apabila ada kebiasaan lain maka kami serahkan kepada yang biasanya.

KETUA RAPAT:

Jadi FPP, usul FPP telah diterima oleh Pemerintah yaitu sama dengan Pasal 6, istilah politiknya begitu, jadi dengan demikian bolehkah saya katakan bahwa Pasal 6 ini setelah ada perubahan tata bahasa dari usul F ABRI diterima dengan bulat. Sekarang kalau bulat itu berarti tidak ada kerja untuk Panitia Kerja jadi ditulis bulat untuk Pasal 6.

Sekarang Pasal 7, dalam Pasal 7 ada usul dari FKP dan FPP, silakan FKP dahulu, Pasal 7 halaman 16.

FKP (AMIR YUDOWINARNO):

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Dalam membahas Pasal 7 ini FKP ada permasalahan mengenai Ayat (1) hanya masalah kecil, masalah tata bahasa yaitu setiap prajurit ABRI di sini berpangkat, "ber"-nya ini saya kira menurut tata bahasa yang baik kurang te­pat, berpangkat berarti mempunyai pangkat atau memakai pangkat, saya kira

669

Page 52: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

lebih tepat apabila "ber"-nya itu dihilangkan.

Demikian pula mengenai kata hirarki apakah tidak ada kata Indonesia yang sudah bisa diterima atau menggantikan kata-kata hirarki ini; umpamanya "Jenjang" ini masalah yang diajukan jadi masalah kecil saja. Mengenai Ayat (2) yaitu mengenai pengaturan peringkat kepangkatan mulai a. Jenderal sam­pai terakhir adalah c. Letnan Muda kemudian sampai Ayat (5) ini menurut hemat FKP adalah merupakan masalah yang teknis sifatnya demikian pula sesuai pengalaman praktek bahwa masalah pengaturan jenjang kepangkatan ini sifatnya dinamis pula, jadi perubahan-perubahan sebutan umpamanya per­nah kita dahulu kita ada Komodor Udara demikian pula kekhususan-kekhu­susan sebutan dari masing-masing Angkatan, Angkatan Laut umpamanya ada Marinir, Pelati, pelaut dan sebagainya ini sifatnya sangat teknis, demikian pula ada pangkat-pangkat sementara, pangkat efektif, pangkat kehormatan dan sebagainya. Maka karena sifatnya itulah FKP berpendapat hal ini lebih baik diatur dalam peraturan perundangan yang lebih rendah sifatnya yaitu umpamanya yaitu Peraturan Pemerintah.

Maka dengan demikian Ayat (2) nanti akan berbunyi "Pangkat perwira, bintara dan tamtama diatur dengan peraturan Pemerintah" ini adalah usul yang disampaikan FKP.

Masih ada pertanyaan kecil ini ada kaitannya dengan masalah yang di­pendingkan, jadi kalau masalah yang dipendingkan nanti juga terselesaikan barang kali tidak perlu dipertanyakan lagi yaitu dipertanyakan bagaimana ka­itannya dengan kepangkatan di lingkungan Pegawai Negeri Sipil, kadang­kadang praktek bahwa semua aparatur Pemerintah itu harus bekerja secara integralistik, jadi ada kaaitan satu sama lain maka saya rasa hal ini perlu juga mendapatkan kejelasan di sini meskipun di dalam penjelasan umpama.

Terima kasih.

KE TUA RAP AT :

Saya kira jelas itu hanya boleh saya boleh baca kembali Pangkat Per­wira, bintara dan tamtama mulai dari yang tertinggi sampai dengan yang teren­dah diatur dengan Peraturan Pemerintah, sama de11gan Daftar lnventarisasi Masalah FKP saya kira demikian, jadi yang lain itu dihapuskan, begitu usul dari FKP. Sekarang ada usul dari FABRI.

Silakan F AB RI.

FABRI (SOEARDI):

Untuk Pasal 7 Rancangan Undang-Undang bagi Ayat (1) FABRI cende­rung untuk tetap menyetujui apa yang sudah tersurat di dalam Ayat (1 ), un­tuk Ayat (2) F ABRI berpendapat untuk memberikan kelonggaran yang se­luas-luasnya mengusulkan perubahan Ayat (2 ), Ayat (3 ), Ayat ( 4) dan Ayat (5) dengan rumusan baru sehingga setelah perubahan ini hampir sama atau

670

Page 53: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

sama dengan apa yang dikemukakan oleh FKP diatur dengan Peraturan Pe­merintah, kalau dibaca secara lengkap barangkali formulasi sementara adalah sebagai berikut : "Ketentuan tentang jenis dan sebutan pangkat-pangkat per­wira, bintara dan tamtama serta keselarasannya antara pangkat-pangkat dalam Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, Tentara Nasional Indonesia Ang­katan Laut, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara dan Polisi Negara Republik Indonesia diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Dapat juga kami tambahkan di sini bahwa hal ini sesuai dengan Undang­undang Nomor 19 Tahun 1978 tentang Militer Sukarela Pasal 7 di mana ke­pangkatan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Ini juga untuk memberikan fleksibelitas dalam penyusunan kepangkatan,.oleh Pemerintah dan dapat saya tambahkan juga sekaligus menampung tentang perubahan sebutan seperti apa yang disinggung FPP mengenai tamtama jadi ada kelonggaran-kelonggaran mungkin ada kesamaan antara angkatan dan polisi negara Republik Indonesia mungkin ada perbedaan-perbedaan khusus yang lebih mantap/lebih mapan. · dan lebih. bisa diterima oleh masing-masing Angkatan dan Polisi Negara Repu­blik Indonesia.

Jadi dengan demikian Ayat (3), Ayat (4) dan Ayat (5) dihapuskan, mo­hon maaf karena di dalam Daftar Inventarisasi Masalah tulisannya tetap itu .salah menulisnya maksudnya dihapuskan.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Baik itu saya kira jelas sekarang saya silakan dari FPP yang ada tanggap­annya di sini silakan.

FPP (H. ISMAIL HASAN METAREUM, S.H.):

Penjelasan dari Ayat ( 1) usul kami telah dijelaskan oleh Saudara FKP dan kami berterima kasih, untuk yang kedua mengenai Ayat (2) kami dapat menerima apabila ada usul hendak mengatumya dengan Peraturan Pemerin­tah, yang kami usulkan di sini memang sesuai dengan pandangan kami pada Pasal 6, perincian dari Pasal 6, apaila itu apabila diatur di sini kami usulkan seperti yang tertera dalam Daftar lnventarisasi Masalah akan tetapi tadi sudah kita sudah dengar dari Pemerintah dan kami menyerahkan kepada yang biasa memakainya.

Kemudian yang keempat sekali lagi kami ingin menghimbau kalau dapat kita earl istilah lain bagi yang berpangkat tamtama, karena di sini tamtama diartikan sebagai golongan atau jenis, ini kalau dapat supaya lebih sempuma di dalam undang-undang, mungkin dalam praktek seperti ini tidak ada per­soalan tetapi di dalam perundang-undangan kami usulkan marilah kita kesem­pa tan ini kita pakai untuk mencari istilah yang kita bakukan.

Terima kasih.

671

Page 54: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

KETUA RAPAT:

Jadi apakah FPP setuju untuk dijadikan dalam Peraturan Pemerintah mengenai Ayat (2) ini, setuju dengan catatan supaya pangkat-pangkat itu di­bakukan itu catatannya jadi sama dengan usul FKP dan F ABRI, sekarang dari FPDI silakan.

FPDI (H. SOETARDJO SOERJO GOERITNO, BSc.);

Pada dasamya setelah dari rekan-rekan Fraksi baik FKP, F ABRI maupun FPP pertama mengenai masalah Pasal 7 Ayat (1) dengan penyempumaan ka­limat dan redaksi termasuk juga bahasa asing yang bisa diterjemahkan dengan bahasa Indonesia dalam rangka ini FPDI bisa menyetujui. Kaitannya dengan Ayat (2) di dalam rangka ini bahwa akan diatur dengan peraturan Pemerintah karena itu sudah sewajarnya pada dasamya adalah FPDI dapat menyetujui.

Terima kasih.

KETUARAPAT:

Empat Fraksi sama pendiriannya mengenai Pasal 7 ini karena itu saya silakan sekarang Pemerintah bagaimana kira-kira pendapatnya tentang Pasal 7 ini, dari empat Fraksi itu kalau Pasal 7 Ayat (1) itu masalah redaksional saja dan dari F ABRI sudah menerimanya, FKP, FPP dan juga FPDI redaksional saja.

Kalau Ayat (2) Pasal 7 itu diatur dengan peraturan Pemerintah rumusan­nya kira-kira ada baik FKP maupun dari F ABRI dapat disusun oleh Tim Pe­rumus nantinya silakan Pemerintah kalau sudah siap.

PEMERINTAH (MENTER! PERTAHANAN KEAMANAN/PANGAB/ JENDERAL TNI (PURN) PONIMAN):

Pemerintah kurang sependapat terhadap usul penyempurnaan re­daksional yang diajukan FKP dan FPP mengingat bahwa awalan "ber" pada kata "berpangkal" mengandung konotasi ICeabsahan, wewenang dan tanggung jawab dalam hirarhi keorajuritan. Selanjutnya Pemerintah ingin menjelaskan bahwa kata "Hirarhi" dalam Pasal 7 Ayat' (1) suda.h tepat karena istilah ini telah baku dan merupakan istilah pas yang berlaku di lingkungan ABRI. Pasal 7 Ayat (2) terhadap usul yang diajukan FKP, FABRI dan FPP Pemerintah dapat memahami sepenuhnya namun demikian Pemerintah ingin mengusulkan penyempur.naan terhadap rumusan Pasal 7 ini dengan berbunyi sebagai berikut, Pasal 7 Ayat (1) tetap. Ayat (2) "Susunan dan sebutan pangkat-pangkat sebagaimana dimaksud Ayat (1) pasal ini diatur sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku". Dengan demikian maka Ayat (2), Ayat (3), Ayat (4) dan Ayat (5) lama dihapus, maka pembicaraan pada Pasal 6 tentang sebutan "tamtama" penjelasan dimaksud dengan sendirinya tidak diperlukan lagi. Atas pertanyaan yang

672

Page 55: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

diajukan FKP tentang kaitannya antara kepangkafan prajurit ABRI dengan kepangkatan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil Pemerintah dapat men­jelaskan bahwa tidak terdapat keterkaitan antara kepangkatan prajurit ABRI dengan kepangkatan yang berlaku pada Pegawai Negeri Sipil.

Demikian terima kasih.

KETUA RAPAT:

Jadi Pemerintah tidak sependapat dengan Fraksi-fraksi mengenai peng­gantian awalan ber jadi tetap berpangkat atau tetap diberikan diberi pangkat diberi berpangkat itu tetap. Mengenai AyaL(2) apakah Pemerintah menyetujui diadakan Peraturan Pemerintah atau tetap dalam undang-undang? Jadi dari Pemerintah dinyatakan diatur dengan Peraturan Pemerintah yang berlaku, dengan perundang-undangan, kalau istilah perundang-undangan hanya undang­undang, peraturan perundang-undangan, . . . berarti undang-undang bisa, Peraturan Pemerintah bisa. Yang membawanya juga bisa. Begitu maksud Pemerintah, demikian Saudara-saudara sekalian. Bagaimana kalau Pasal 7 ini diserahkan kepada Panitia Kerja dengan catatan bahwa Pasal 7 Ayat (1) itu ada masalah arti ber saja, masalah arti ber supaya disesuaikan dengan yang baku, kalau sudah baku ya saya kira tidak ada masalah, lalu Ayat (2) ini ada rumusan supaya rumusan dari Pemerintah atau rumusan dari ARRI dan rumusan dari FKP dijadikan satu sehingga bisa menjadi diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan, kira-kira begitu bagaimana kalau demikian tegasnya, nanti Panitia Kerja menetapkan apa bentuk peraturan perundang-undangan itu, bagaimana kala11 demikian Saudara-saudara ?

Dari FKP saya persilakan.

FKP (BAGOES SASMITO):

Terima kasih Bapak Ketua Sidang.

Masalah Ayat (2) saya ~ira tidak ada masalah lagi hanya Ayat (1) masih ada perbedaan yaitu Pemerintah tetap berpendapat bahwa berpangkat itu mempunyai konotasi khusus yaitu dikaitkan dengan wewenang dan tanggung jawab, ini kami menyerahkan kepada ahli bahasa, apakah ini sudah dapat dibenarkan demikian.

Terima kasih. Kami setuju di-Panitia Kerja-kan.

KETUA RAP AT :

Jadi kalau hanya soal rumusan kita serahkan sama Tim Perumus Panitia Perumus, jadi kalau ada masalah isensial kepada Panitia Kerja. Kalau tidak ada masalah insensial, maka kita serahkan kepada Tim Perumus, kira-kira demikian dan Saudara Fraksi Karya menyetujuinya.

Dari F ABRI, silakan.

673

Page 56: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

F ABRI (SOEARDI):

Terima kasih.

Untuk Pasal 1 FABRI cenderung untuk tetap memakai rumusan yang sudah ada di dalam Rancangan Undang-Undang, mengenai pengertian ber­di sini, bukan merupakan suatu pangkat yang dapat dipersamakan dengan benda, jadi ber di sini adalah dilekatkan kepadanya sesuatu tugas da'n tanggung jawab yang dibebankan kepada dirinya untuk dilaksanakan dengan sesempurna-sempurnanya. Jadi menurut kami, berpangkat di sini sudah tepat, namun demikian apa bila ada ahli bahasa yang menemukan ungkapan lain, F ABRI tidak berkeberatan sepanjang ungkapan itu jauh lebih bisa dimengerti dan lebih bisa dimengerti dan lebih bisa memperjelas maknanya. Kemudian mengenai istilah hirarki di sini diganti dengan jenjang kami dari F ABRI, apabila hirarki di sini diganti dengan jenjang, ada sesuatu yang hilang daripada­nya, karena hirarki ini menyangkut kepada tugas, wewenang, tanggungjawab dengan segala sebab akibatbnya. Sedangkan jenjang lebih bersifat umum. Di sini kembali lagi F ABRI cenderung untuk mendukung apa yang telah tersurat di dalam Ayat ( 1 ) Pasal 7 Rancangan Undang-Undang. Kemudian untuk Ayat (2), kami tidak berkeberatan untuk diserahkan kepada Panitia Perumus, dengan catatan, bahwa Panitia Perumus, diberi pembebanan khusus untuk lebih mendalami lagi di mana sebenarnya ketentuan tentang kepangkat­an ini yang paling cocok, paling patut dan paling mantap untuk ditempatkan di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, karena kalau dicantum­kan dengan peraturan perundang-undangan saja itu sangat luas spektrumnya, jadi bisa jadi tuduh menuduh dari pelaksana-pelaksana di kemudian hari.

Demikian pendapat, terima kasih.

KETUA RAPAT:

Jadi kalau demikian, Pasal 7 Ayat (1) diserahkan· kepada Panitia Perumu~, Pasal 7 Ayat (2) diserahkan kepada Panitia Kerja, karena ada soal substensial di sana. Demikian dari F ABRI.

Silakan dari FPP!.

FPP (H. ISMAIL HASAN METAREUM, S.H.):

Kami mohon perhatian terlebih dahulu terhadap kalimat atau usul yang disampaikan oleh Pak Menteri tadi, kalimat yang terakhir diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku ini pengertiannya apa? Ini kami tidak begitu jelas apa·yang dimaksud dengan kalimat itu. Kemudian mengenai yang pertama, saya kira ini memang masalah bahasa apabila kita menanyakan kepada ahli bahasa saja sudah bisa, kalau memang itu kita perlu­kan. Tapi kalau ini memang ada hal-hal yang baku itu kami tidak ada per­masalahan. Jadi sekali lagi yang pertama ini bisa diserahkan kepada Tim

674

Page 57: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

Perumus kemudian yang kedua ada persoalan yang mohon dipikirkan kembali oleh pihak Pemerintah terhadap kalimat yang diusulkan tadi.

Terima kasih.

KETUA RAP AT :

Baik kalau begitu, pada esensinya sama Tim Perumus Pasal 3 Ayat (I) Pasal 3 Ayat (2) kepada Panitia Kerja. Silakan dari FPDI.

FPDI (H. SOETARDJO SOERJO GOERITNO, BSc.):

Terima kasih Saudara Ketua.

Pada Pasal 7 Ayat (1) Fraksi kami sependapat agar diserahkan kepada Tim Perumus sedangkan Pasal 7 Ayat (2) karena ini masih ada masalah­masalah yang perlu dipecahkan bersama kami setuju pada pendapat daripada Saudara Ketua, diserahkan kepada Panitia Khusus.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Kalau boleh saya simpulkan Saudara Menteri Pertahanan, Pasal 7 Ayat (1) diserahkan kepada Tim Perumus, hanya dua arti kata, berpangkat dan hirarki. Nanti kalau itu yang baku itu yang dipakai, kalau tidak nanti Tim Perumus yang menentukan. Kemudian mengenai Pasal 7 Ayat (2) diserahkan

1 kepada Panitia Kerja, karena harus memilih peraturan perundang-undangan yang mana apakah undang-undang ataukah Peraturan Pemerintah, itu masalah nya, sedangkan rumuasannya dapat diatur lebih lanjut seperti yang sudah ada di sini. Kira-kira demikian keputusannya Saudara-saudara sekalian? Kalau Pemerintah tidak ada keberatan saya silakan Pemerintah.

PEMERINTAH (MENTERI PERTAHANAN KEAMANAN/PANGAB/ JENDERAL TNI (PURN) PONIMAN):

Memang ini agak terlalu kecepatan, jadi berhenti pada Peraturan per­undang-undangan titik, yang berlaku.

Terima kasih.

KETUA RAPAT:

Besok, tanggal 21 mulai dengan BAB II tentang pengangkatan dan ada usul dari FKP dan perlu saya sampaikan di sini ada pendapat bahwa kita terus­kan rapat besok sampai sore, tapi kalau tidak selesai ya sampai malam juga. Ini hanya komentar daripada Ketua Panitia Khusus tapi mudah-mudahan selesai dan kita bisa meneruskannya lusa, pagi-pagi.

675

Page 58: I.berkas.dpr.go.id/armus/file/Lampiran/leg_1-20190724-035854-3312.pdf · I. ANGGOTA TETAP PANITIA KHUSUS DPR RI: 1. DR. A. Bamamuli, S.H. 16. Obos Syabandi Purwana 2. Ors. Sabar Koembino

Saudara-saudara dengan ucapan wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Tetap Merdeka.

676

(Rapat ditutup pukul 23.20 WIB)

Jakarta, 20 Januari 1988

a.n. KETUA RAPAT SEKRETARIS PANITIA KHUSUS,

ttd

(DRS. NOER FATA) NIP : 210000598