Upload
lammien
View
241
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
Tesis
PEMBERIAN TETRASIKLIN GEL 0,7 % SETELAH SKELING DAN PENGHALUSAN AKAR GIGI
DAPAT MENGURANGI KEDALAMAN POCKET PERIODONTAL DAN DAERAH BERADANG JARINGAN
PERIODONTAL PENDERITA PERIODONTITIS KHRONIK
I PUTU YUDHI ASTAGUNA WIBAWA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2012
Tesis
PEMBERIAN TETRASIKLIN GEL 0,7 % SETELAH SKELING DAN PENGHALUSAN AKAR GIGI DAPAT
MENGURANGI KEDALAMAN POCKET PERIODONTAL DAN DAERAH BERADANG JARINGAN PERIODONTAL
PENDERITA PERIODONTITIS KHRONIK
I PUTU YUDHI ASTAGUNA WIBAWA NIM : 0990761052
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2012
PEMBERIAN TETRASIKLIN GEL 0,7 % SETELAH SKELING DAN PENGHALUSAN AKAR GIGI DAPAT
MENGURANGI KEDALAMAN POCKET PERIODONTAL DAN DAERAH BERADANG JARINGAN PERIODONTAL
PENDERITA PERIODONTITIS KHRONIK
Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik,
Program Pascasarjana Universitas Udayana
I PUTU YUDHI ASTAGUNA WIBAWA NIM : 0990761052
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2012
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 04 JUNI 2012
Pembimbing I, Pembimbing II,
Prof.dr.I Gusti Made Aman,Sp.FK Dr. dr. Bagus Komang Satriyasa, M.Repro NIP. 19460619 197602 1001 NIP : 196404171996011001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Direktur Program Pascasarjana Program Pascasarjana Universitas Udayana Universitas Udayana Prof.Dr.dr.Wimpie I Pangkahila,SpAnd.,FAACS Prof Dr dr.A.A.Raka Sudewi,Sp S(K) NIP : 19461213 197107 1 001 NIP : 19590215 198510 2 001
Tesis ini Telah Diuji pada Tanggal 04 Juni 2012
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana
No.: 0144/UN144/HK/2012, Tanggal 16 Januari 2012
Ketua : Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK Anggota : 1. Dr. dr. Bagus Komang Satriyasa, M.Repro 2. Dr. dr. I Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si 3. dr. Ida Bagus Ngurah, M.For 4. dr. I Ketut Karna, PFk, M.Kes
KATA PENGANTAR
Pertama – tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur
kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas
karunia-Nyalah, tesis yang berjudul ” Pemberian tetrasiklin gel 0,7 % setelah skeling
dan penghalusan akar gigi dapat mengurangi kedalaman pocket periodontal dan
daerah beradang jaringan periodontal penderita periodontitis khronik” dapat
diselesaikan.
Pada kesempatan ini pula penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar –
besarnya kepada Prof. dr. IGM Made Aman, Sp.FK, selaku pembimbing I yang
dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran
selama penulis mengikuti program magister, khususnya dalam penyelesaian tesis ini.
Terimakasih sebesar – besarnya pula penulis sampaikan kepada Dr.dr. B K
Satriyasa, M.Repro, selaku pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan
kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada
Prof.Dr. Dr. I Made Bakta,Sp.PD (KHOM), selaku Rektor Universitas Udayana atas
kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan
Program Magister di Universitas Udayana. Ucapan terimakasih penulis sampaikan
juga kepada Prof. Dr. Dr.A.A Raka Sudewi, Sp.S(K), selaku Direktur Program
Pascasarjana Universitas Udayana dan Ketua Program Biomedis Prof. Dr.dr. Wimpie
Pangkahila,SpAnd,FAACS. , atas kesempatan yang diberikan kepada penulis
mengikuti program magister di Universitas Udayana. Tidak lupa pula penulis ucapkan
terima kasih kepada drg. P Mahendri M Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi
Mahasaraswati Denpasar atas ijin dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk
mengikuti program magister.Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada para
penguji tesis Dr.dr. I Wayan Putu Sutirta Yasa,M.Si;.dr.Ida Bagus
Ngurah M For dan dr. I Ketut Karna PFK M.Kes., yang telah memberikan
masukan, saran, sanggahan dan koreksi sehingga tesis ini dapat terwujud.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tulus disertai penghargaan
kepada seluruh guru – guru serta dosen – dosen yang telah membimbing penulis,
mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Juga penulis ucapkan terima kasih
kepada Ibu L G Witari dan Bapak I Made Puger yang telah mengasuh dan
membesarkan penulis, memberikan dasar – dasar berpikir logik. Akhirnya penulis
sampaikan kepada istri tercinta drg. L Djashinta serta putra terkasih I Putu Erlangga
Wibawa, Rae Dharma M W dan Wisnu Bagus A W yang dengan penuh pengorbanan
telah memberikan penulis kesempatan untuk lebih berkonsentrasi menyelesaikan tesis
ini.
Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa, selalu
melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan
penyelesaian tesis ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu secara lengkap.
Denpasar, Juli 2012
ttd
Penulis
ABSTRAK
PEMBERIAN TETRASIKLIN GEL 0,7 % SETELAH SKELING DAN PENGHALUSAN AKAR GIGI DAPAT MENGURANGI KEDALAMAN
POCKET PERIODONTAL DAN DAERAH BERADANG JARINGAN PERIODONTAL PENDERITA PERIODONTITIS KRONIS
Di Indonesia tetrasiklin gel tidak populer, mungkin karena mahal dan tidak
mudah diperoleh, sehingga ada ide untuk membuat campuran tetrasiklin gel 0,7 % dengan relatif lebih murah. Tindakan skeling dan penghalusan akar gigi kadang-kadang tidak dapat mencapai hasil yang maksimal karena kompleksitas anatomi gigi yang menyulitkan akses instrumen ke dalam pocket periodontal, sehingga membatasi efektivitas penghalusan akar gigi. Tetrasiklin gel 0,7 % sebagai tambahan untuk skeling dan penghalusan akar gigi menunjukkan efek klinik yang lebih baik dari skeling dan penghalusan akar gigi saja.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian uji klinik ( clinical trial ) yaitu penelitian dengan rancangan eksperimental randomized double blind pre test - post test control group design , Untuk mengetahui efek pemberian sediaan tetrasiklin gel 0,7 % apakah dapat mengurangi kedalaman pocket periodontal dan daerah beradang jaringan periodontal pada penderita periodontitis khronik.. Dua puluh enam pasien periodontitis khronik yang memiliki minimal tiga gigi kedalaman pocket ≥ 4 mm, dan ≥ 4 mm kehilangan perlekatan, serta perdarahan saat probing dipilih dan dikelompokkan ke dalam kelompok tetrasiklin gel 0,7 %, dan kelompok kontrol . Setelah skeling dan penghalusan akar gigi pada semua sample , tiga gigi secara acak dipilih dan diberikan tetrasiklin gel 0,7 % yang diterapkan pada hari 1 dan hari ke 7. BOP, PPD, dan perlekatan gingiva di catat pada awal dan satu bulan setelah pemberian tetrasiklin gel 0,7 % .
Dengan uji statistik perbandingan berdasarkan perlakuan bahwa rerata kedalaman pocket kelompok kontrol adalah 3,770,44, rerata kelompok tetrasiklin gel 0,7% adalah 2,460,52. Analisis kemaknaan dengan uji Mann-Whitney menunjukkan bahwa nilai U = 9,00 nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa rerata peningkatan kedalaman pocket pada kedua kelompok berbeda secara bermakna (p < 0,05). Rerata daerah beradang kelompok kontrol adalah 59,698,37, rerata kelompok tetrasiklin gel 0,7% adalah 20,159,95. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan bahwa nilai t = 10,97 nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa rerata daerah beradang pada kedua kelompok berbeda secara bermakna (p < 0,05).
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian tetrasiklin gel 0,7 % setelah skeling dan penghalusan akar gigi dapat mengurangi kedalaman pocket periodontal dan daerah beradang jaringan periodontal penderita periodontitis kronis. Untuk penelitian lanjutan dapat disarankan bahwa Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk membandingkan efek kombinasi tetrasiklin obat dan antibiotika lain dengan tetrasiklin tunggal apakah dapat mempercepat penyembuhan penyakit periodontitis khronik dan juga mengenai kombinasi sediaan tetrasiklin agar obat dapat bertahan lama dalam saku gusi sehingga memberikan efek maksimal .
Kata kunci : tetrasiklin gel , skeling dan penghalusan akar gigi , pocket periodontal ,daerah beradang jaringan periodontal , periodontitis khronik.
ABSTRACT
TETRACYCLINE GEL 0.7% AFTER SCALING AND ROOT PLANNING CAN REDUCE PERIODONTAL POCKET DEPTH AND PERIODONTAL
INFLAMED SURFACE AREA OF CHRONIC PERIODONTITIS
In Indonesia tetracycline gel is not popular, perhaps it is expensive and not easily obtained, so that there is an idea to make a mixture of tetracycline gel 0.7% with a relatively cheaper. Scaling and and root planning is sometimes not able to achieve maximum results because of the complexity of the anatomy of dental instruments that complicate access to the periodontal pocket, thus limiting the effectiveness of smoothing the tooth root. Tetracycline 0.7% gel as an adjunct to scaling and root planning of the tooth showed a better clinical effect of scaling and root planning alone. . This study uses a clinical study (clinical trial) is an experimental design study with a double-blind randomized pre test - post test control group design, To know the effect of giving the dosage tetracycline gel 0.7% is to reduce the periodontal pocket depth and and periodontal inflamed surface area of chronic periodontitis. Twenty-six patients of chronic periodontitis who have at least three tooth pocket depth ≥ 4 mm, and ≥ 4 mm attachment loss and bleeding on probing selected and classified into groups of tetracycline gel 0.7%, and the control group. After scaling and root planning in all the samples, three teeth were randomly selected and given tetracycline gel 0.7% is applied on day 1 and day 7. BOP, PPD, and attachment of the gingiva in the note at the beginning and one month after administration of tetracycline gel 0.7%. With Statistical tests on comparison test based on the treatment that the average pocket depth of the control group was 3,770,44, mean tetracycline 0.7% gel group 2,460,52. Analysis of significance by Mann-Whitney test showed that the value of U = 9.00 p-value = 0.001. This means that the average increase in pocket depth in both groups were significantly different (p <0.05). Mean tetracycline 0.7% gel group was 20.15 9,95 The mean area of the control group was 59.69. 8.37, Analysis of significance with independent t-test showed that the value t = 10.97 p-value = 0.001.This means that the average periodontal inflamed surface area in both groups were significantly different (p<0.05). From the research results can be concluded that the administration of tetracycline gel 0.7% after scaling and root planning of teeth can reduce periodontal pocket depth and periodontal inflamed surface area of chronic periodontitis. For further research can be suggested that further research should be conducted to compare the effects of combination drug tetracycline and other antibiotics with a single tetracycline may accelerate the healing of chronic periodontitis disease and also about the combination of tetracycline dosage for the drug can last a long time in the pocket of gum so as to provide maximum effect. Key words: tetracycline gel 0.7%, scaling and root planning, periodontal inflamed surface area (PISA) , adult chronic periodontitis.
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ……………………………………………………………... i PERSYARATAN GELAR……………………………………………………… ii LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………………… iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI……………………………………………... iv SURAT PERNYATAAN...................................................................................... v KATA PENGANTAR.........…………………………………………………….. vi ABSTRAK............................................................................................................ viii ABSTRACT........................................................................................................... ix DAFTAR ISI…………………………………………………………………….. x DAFTAR TABEL ……………………………………………………………..... xii DAFTAR GAMBAR............................................................................................. xiii DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN DAN ISTILAH............................. xiv DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................... xv BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………........ 1 1.1 Latar Belakang ……………………………………………………….... ……. 1 1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………. 5 1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………………………...... 5 1.4 Manfaat Penelitian………………………………………………………….... 6 1.4.1 Manfaat ilmiah …………………………………………………………. 6 1.4.2 Manfaat Aplikasi…………………..…………………………………… 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA............................................................................ 7 2.1 Periodontitis khronik ……………………………………………………….. 7 2.2 JaringanPeriodontal………………………………………………………....... 8 2.2.1 Dento ginggival junction ……………………………………………….. 10 2.2.2 Cementum…………………………..…………………………………… 10 2.2.3 Periodontal Ligament………………………………………………....... 10 2.2.4 Alveolar bone……………………..…………………………………....... 11 2.3 Dental Plak………………………………………………………………........ 11 2.3.1 Pengertian Dental Plak…………………………………………………... 11 2.3.2 Mekanisme Pembentukan Dental Plak…………………………………... 11 2.3.3 Lokasi plak……………………………………………………………..... 12 2.4 Pocket Periodontal ………………………………………………………....... 12 2.5 Skeling dan Penghalusan Akar………………………………………… ......... 15 2.6 Periodontal Inflamed Surface Area.................................................................. 16 2.7 Tetrasiklin ....……………………………………………………………......... 18 2.8 Penggunaan tetrasiklin untuk perawatan periodontitis…………………....…. 23 BAB III KERANGKA BERPIKIR KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN........................................................................................ 26 3.1 Kerangka Berpikir ………………………………………………………...... 26 3.2 Konsep Penelitian…………………………………………............................. 27 3.3 Hipotesis Penelitian........…………………………………………………...... 28 BAB IV METODE PENELITIAN………………………………………. ….... 29 4.1 Rancangan Penelitian ………………………………………………….. ….... 29 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ……………………………………………..... 30
4.3 Sumber Data populasi dan Sampel…………………………………………... 31 4.3.1 Populasi…………………………………………………………..... 31 4.3.2 Kriteria Sampel…………………………………………………...... 31 4.3.2.1 Kriteria inklusi ................................................................... 32 4.3.2.2 Kriteria eksklusi ................................................................. 33 4.3.2.3 Kriteria drop out.................................................................. 33 4.3.3 Teknik Sampling…………………………………………............... 33 4.3.4 Alokasi Perlakuan............................................................................. 33 4.4 Variabel Penelitian………………………………………………………........ 33 4.5 Definisi Operasional Variabel……………………………………………....... 34 4.6 Alat dan Bahan Penelitian …………….……………………………….. ......... 36 4.7 Prosedur Penelitian…………………………………………………………… 37 4.8 Alur Penelitian................................................................................................... 39 4.9 Pengolahan dan Analisis Data……………………………………………..… 40 4.9.1 Analisis Diskriftif.............................................................................. 40 4.9.2 Analisis Normalitas............................................................................ 40 4.9.3 Analisis Homogenitas........................................................................ 40 4.9.4 Uji Komparasi.................................................................................... 41 BAB V HASIL PENELITIAN………………………......................................... 42 5.1 Uji Normalitas Data …………………………………………………............. 42 5.2 Uji Homogenitas Data antar Kelompok …………………………………....... 43 5.3 Kedalaman Pocket Periodontal...........………………………........................... 43 5.3.1 Uji Komparabilitas ……………………………………………........ 43 5.3.2 Analisis efek perlakuan …………………………………………..... 44 5.3.3 Penurunan Kedalaman Pocket Sesudah Diberikan Tetrasiklin. 45 5.4 Daerah Beradang Jaringan Periodontal............................................................ 46 5.4.1 Uji Komparabilitas............................................................................ 46 5.4.2 Analisis efek perlakuan..................................................................... 47 5.4.3 Penurunan Daerah Beradang Sesudah Diberikan Tetrasiklin…........ 48 BAB VI PEMBAHASAN .................................................................................... 50 6.1 Pengurangan Kedalaman Pocket Setelah Pemberian Sediaan Tetrasiklin Gel 0,7 % ....................................................................................... 50 6.2 Pengurangan Daerah Beradang Setelah Pemberian Sediaan Tetrasiklin Gel 0,7 % ....................................................................................... 52 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN................................................................. 56 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian integral kesehatan secara keseluruhan
sehingga perlu dibudayakan di seluruh lapisan masyarakat. Rongga mulut manusia
tidak pernah bebas dari bakteri dan umumnya bakteri plak memegang peranan penting
dalam menentukan pembentukan kalkulus, perlekatan kalkulus dimulai dengan
pembentukan plak gigi, sedangkan permukaan kalkulus supragingiva dan kalkulus
subgingiva selalu diliputi oleh plak gigi.
Penyakit yang menyerang gingiva dan jaringan pendukung gigi ini merupakan
penyakit infeksi yang serius dan apabila tidak dilakukan perawatan yang tepat dapat
mengakibatkan tanggalnya gigi. Penumpukan bakteri plak pada
permukaan gigi merupakan penyebab utama penyakit periodontal. Penyakit
periodontal dimulai dari gingivitis yang bila tidak terawat bisa berkembang menjadi
periodontitis dimana terjadi kerusakan jaringan pendukung periodontal berupa
kerusakan fiber ligamen periodontal dan tulang alveolar. ( Negrato dan Tarzia. 2010
). Penyakit periodontal banyak diderita oleh manusia hampir di seluruh dunia dan
mencapai 50 % dari jumlah populasi dewasa ( Newman, 2006 ).
Salah satu gambaran klinik penyakit periodontal adalah terbentuknya pocket
periodontal yaitu bertambah dalamnya sulcus gingiva terjadi akibat pergerakan tepi
gingiva kearah koronal atau pergerakan attachment gingiva ke apikal atau kombinasi
kedua proses tersebut. Tanda-tanda klinik yang menunjukkan adanya pocket
periodontal meliputi tepi gingiva berwarna merah kebiruan, marginal gingiva
1
menebal, perdarahan ,supurasi gingiva dan gigi goyang, pembentukan diastema dan
gejala-gejala lain seperti nyeri yang terlokalisir atau nyeri yang dalam pada tulang (
Bulkacz, 2002 ).
Keradangan gingiva dan penyakit periodontal dipicu oleh akumulasi bakteri yang
terdapat pada dentogingiva margin. Gingivitis ditandai dengan pembesaran gingiva,
berwarna merah dan mudah berdarah. Gingivitis bisa disebabkan faktor lokal dan
sistemik. Oral hygiene buruk karena penumpukan plak, material alba dan kalkulus
merupakan faktor lokal yang penting terhadap terjadinya prevalensi penyakit gingiva
dan periodontal ( Carranza, 2002 ).
Peradangan jaringan periodontal merupakan multi faktorial yang meliputi
interaksi antara mikro flora periodontal dan kapasitas daya pertahanan jaringan host.
Interaksi dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Oral hygiene buruk
yang menyebabkan penumpukan plak dan kalkulus merupakan faktor ekstrinsik
penyebab gingivitis dan periodontitis ( Finn, 2003 ).
Skeling dan penghalusan akar gigi ( SPA ) adalah bagian dari terapi awal yang
paling sering dilakukan. Terapi awal perawatan non bedah periodontal bertujuan
menghilangkan seluruh faktor penyebab lokal. Perawatan yang utama untuk
menghilangkan gingivitis adalah plak kontrol ( Pattison, 2002 ) .
Faktor faktor yang mempengaruhi akumulasi dental plak adalah penyakit
sistemik, merokok , stress dan skeling. Skeling selain mengurangi akumulasi dental
plak juga dapat mengurangi gingivitis sebesar 30 % ( Carranza dan Camargo, 2002 ).
Periodontitis khronik merupakan penyakit yang terlokalisir dimana terjadi
kehilangan jaringan perlekatan dan kerusakan tulang. Periodontitis dapat sebagai
penyakit yang bersifat menyeluruh pada semua gigi, penyakit ini ditunjukkan oleh
keparahan penyakit yaitu ringan, sedang, berat berdasarkan atas banyaknya
kehilangan jaringan perlekatan secara klinik, kedalaman pocket dan daerah beradang (
Newman, 2006 ).
Tetrasiklin merupakan salah satu bahan antimikroba yang harganya murah,
berspektrum luas dan merupakan antibiotika pilihan untuk kasus kasus periodontitis (
Genco dkk., 2000 ). Pemberian tetrasiklin secara lokal dapat berbentuk larutan , salep ,
gel, fiber atau cyannoacrylate. Dari bermacam macam sediaan topikal yang ada, gel
hidrofil merupakan salah satu bentuk sediaan semisolida yang mempunyai banyak
keuntungan yaitu cara pemberiannya mudah dan cepat, tidak mengandung bahan
berlemak, tidak lengket dan memberi efek dingin sehingga memberi rasa nyaman (
Hendradi, 1997 ).
Terdapat lebih dari 300 spesies bakteri yang terdapat dalam pocket
periodontal. Berdasarkan analisa mikrobiologi dan imunologi terdapat hubungan
antara spisies bakteri subgingiva dengan penyakit periodontal destruktif. Bakteri
penyebab periodontitis adalah Actinobacillus actinomytemcomitans , Porphyromonas
gingivalis, Prevotella intermedia, Bacteroides forsythus, spirochetes, Camphylobacter
rectus, Eikenella corrodens, Peptostreptococcus mikros, Eubacterium sp ( Beck dan
Offenbacher, 2001 ; Carranza dan Camargo, 2002).
Pemberian antimikroba lokal ke dalam pocket periodontal mempunyai
keuntungan dibandingkan pemberian sistemik. Pemberian sistemik ( per oral )
memerlukan dosis tinggi untuk mencapai daerah target, sehingga menimbulkan risiko
efek samping yang lebih besar seperti alergi, dapat menyebabkan kerusakan pada
saluran cerna, dan resistensi kuman . Pemberian secara lokal hanya memerlukan dosis
rendah, sehingga dapat mengurangi resistensi bakteri pada daerah non oral dan
meminimalkan efek samping obat ( Suwandi , 2003 ).
Penggunaan sediaan tetrasiklin gel sebagai terapi penunjang skeling dan
penghalusan akar gigi memberikan efek klinik yang lebih baik daripada Skeling dan
penghalusan akar gigi saja (Maduratna, 2000; Nilawati, 2003 ). Tindakan skeling dan
penghalusan akar gigi kadang-kadang tidak dapat mencapai hasil yang maksimal
karena kompleksitas anatomi gigi yang menyulitkan akses instrumen ke dalam pocket
periodontal, sehingga membatasi efektivitas penghalusan akar gigi ( Thomas dan
Jorgen, 1996 ). Secara biokompatibilitas penggunaan tetrasiklin telah diteliti dalam
bentuk tetrasiklin gel dengan konsentrasi 0,7 % yang dapat diterima jaringan dan
dapat menghilangkan lapisan smir, membuka tubuli dentin dan membuka matriks
kolagen ( Maduratna, 2000 ). Terlepasnya lapisan smir ini merupakan prasyarat untuk
terjadinya perlekatan jaringan ikat baru.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut
1. Apakah pemberian sediaan tetrasiklin gel 0,7 % setelah skeling dan
penghalusan akar gigi dapat mengurangi kedalaman pocket periodontal pada
penderita periodontitis khronik? .
2. Apakah pemberian sediaan tetrasiklin gel 0,7 % setelah skeling dan
penghalusan akar gigi dapat mengurangi daerah beradang jaringan periodontal
pada penderita periodontitis khronik? .
1.3 Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum :
Untuk mengetahui efek pemberian sediaan tetrasiklin gel 0,7 % dapat
mengurangi kedalaman pocket periodontal dan daerah beradang jaringan
periodontal pada penderita periodontitis khronik.
2. Tujuan khusus :
a. Untuk mengetahui pemberian tetrasiklin gel 0,7 % setelah tindakan
skeling dan penghalusan akar gigi dapat mengurangi kedalaman pocket
periodontal pada penderita periodontitis khronik.
b. Untuk mengetahui pemberian tetrasiklin gel 0,7 % setelah tindakan
skeling serta penghalusan akar gigi dapat mengurangi daerah beradang
jaringan periodontal pada penderita periodontitis khronik.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat ilmiah :
Penelitian ini merupakan upaya penggalian, peningkatan,dan pemanfaatan
ilmu pengetahuan dan teknologi bidang Kedokteran dan Farmasi terutama
pemanfaatan sediaan tetrasiklin gel 0,7 % .
1.4.2. Manfaat Aplikasi :
Bila menunjukkan hasil yang positif sediaan
tetrasiklin gel 0,7 % berkhasiat sebagai antimikroba,
dapat direkomendasikan untuk diaplikasikan dibidang
kedokteran gigi.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Periodontitis khronik
Gingivitis apabila dibiarkan melanjut tanpa perawatan, keadaan ini akan
merusak jaringan periodonsium yang lebih dalam. Cemento enamel junction menjadi
rusak, jaringan gingiva lepas dan terbentuk periodontal pocket. Pada beberapa
keadaan sudah terlihat ada peradangan dan pembengkakan dengan keluhan sakit bila
tersentuh. Bila keparahan telah mengenai tulang rahang maka gigi menjadi goyang
dan lepas dari socket nya ( Newman, 2006 ).
Periodontitis khronik merupakan penyakit yang umum ditemukan pada hampir
semua populasi orang dewasa. Gejala klinik yang penting pada penyakit ini adalah
terjadinya pocket periodontal, yang terjadi karena pergerakan ke koronal gingiva
margin dan perpindahan ke apikal epithelial attachment, oleh karena itu perawatan
penyakit periodontal banyak diarahkan untuk menghilangkan atau mengurangi
terjadinya pocket periodontal tersebut. Keberhasilan perawatan pocket periodontal
ditandai dengan terjadinya perlekatan kembali epithelial attachment dan pergeseran
free gingiva margin ke apikal karena pengkerutan dinding gingiva setelah hilangnya
peradangan ( Haryanto , 2004 ).
Periodontitis adalah suatu keradangan pada jaringan periodontal dimana
perluasannya melewati gingiva dan menghasilkan kerusakan pada perlekatan jaringan
penghubung gigi. Karakteristik temuan klinik pada pasien periodontitis khronik yang
tidak diobati antara lain akumulasi plak supragingiva maupun subgingiva (sering
berhubungan dengan pembentuk kalkulus), keradangan gingiva, pembentukan pocket,
kehilangan perlekatan periodontal, kehilangan tulang alveolar, dan kadang-kadang
disertai pernanahan ( Carranza, 2002 ).
7
Gambar 2.1a Gambar 2.1b
Gambar 2.1a Keadaan gigi yang mengalami periodontitis pada rahang bawah
Gambar 2.1b Keadaan gigi yang mengalami periodontitis pada rahang atas
( Carranza, 2002 )
Etiologi penyakit periodontal sangat kompleks. Para ahli mengemukakan bahwa
etiologi penyakit periodontal dapat dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu faktor
lokal dan faktor sistemik.
2.2 Jaringan Periodontal
Jaringan periodontal tersusun dari komponen matriks ekstraseluler yaitu
kolagen yang berperan dalam proses regenerasi dan kerusakan jaringan. Kolagen
interstisial jaringan periodontal berfungsi untuk penyembuhan dan pembentukan
jaringan baru. Penyakit periodontal didefinisikan sebagai penyakit yang kehilangan
struktur kolagennya pada daerah yang menyangga gigi, sebagai respon dari akumulasi
bakteri pada jaringan periodontal, tapi patogenesis secara molekular masih belum
jelas. Matriks metalloproteinase (MMP) diduga berperan secara bermakna pada
penyakit periodontal ini ( De Carlo dan Bodden., 1997 ).
MMPs adalah famili dari zinc metallopeptidase yang terkait secara bersama
menurunkan kebanyakan komponen matriks ekstraseluler. MMPs merupakan enzim
proteolitik dimana dalam proses proteinasenya yang diperlihatkan melalui patogen
periodontal yang terinfeksi, akan mengaktifkan MMPs inaktif sehingga terlibat dalam
degradasi makro molekul matriks ekstraseluler, termasuk juga terlibat dalam degradasi
ligamentum periodontal ( Hansen,1995 ).
Gambar 2.2a Gambar 2.2b
Gambar 2.2a Penampang sagital struktur jaringan periodontal pada gigi
Gambar 2.2b Struktur gigi beserta jaringan periodontal
( Newman, 2006 )
2.2.1 Dento gingival junction
Dentoginggiva junction adalah ginggiva yang melapisi gigi. Dapat dibagi
menjadi dua bagian, yaitu epithelial dan connective tissue component.
Epithelium ini dibentuk oleh sel basal ( flattened cell ), sel superbasal, dan sel
permukaan yang terdiri dari basal lamina, merupakan sel perlekatan. Sel-sel tersebut
memiliki banyak sitoplasma, retikulum endoplasma, dan badan golgi.
Connective tissue terdiri dari 2 bagian, yaitu superficial dan deep. Terletak
bersebelahan dengan junctional epithelium yang berfungsi untuk menyokong
epithelium. Selain itu connective tissue memiliki peranan untuk memulihkan dento
gingival junction setelah pembedahan periodontal. Jaringan ini dibentuk oleh
inflammatory cell infiltrate. Jaringan yang berbatasan dengan epithelium adalah
extensive vascular plexus ( Campbell dkk., 2004 ).
2. 2.2 Cementum
Cementum merupakan bagian jaringan periodontal yang menyelimuti akar
gigi. Bersifat keras, tak berpembuluh darah, serta merupakan perlekatan utama
periodontal ligament ( Carranza, 2002 ).
2. 2.3 Periodontal ligament
Sebagian besar periodontal ligament bersifat lunak, terutama jaringan yang
berada diantara cementum yang menyelimuti akar gigi dan tulang. Fungsi dari
periodontal ligament adalah menjaga gigi pada tempatnya yang disesuaikan dengan
kekuatan mengunyah, dan sebagai sensori reseptor pada rahang selama
pengunyahan,serta sebagai cadangan sel untuk regenerasi ( Campbell dkk., 2004 ).
2. 2.4. Alveolar bone
Adalah tulang yang berongga, tepatnya di samping periodontal ligament.
Lapisan luar terdiri dari compact bone, lapisan tengah spongiosa bone, serta lapisan
dasar adalah alveolar bone. Lapisan luar(compact bone) dan lapisan tengah (
spongiosa/ trabecular bone ) tersusun atas lamel-lamel dengan system
havers.Trabecular tulang tidak hadir pada daerah anterior dari gigi, dan pada beberapa
kasus, cortical plate dan alveolar bone yang melekat satu sama lain, tanpa adanya
spongiosa bone ( Newman, 2006 ).
2.3 Dental Plak
2.3.1 Pengertian dental plak
Plak merupakan lapisan tipis, halus terdiri dari sisa-sisa makanan,musin dan
Sel-sel epitel mati dan tertimbun pada gigi yang terbentuk tiap hari sehingga perlu
dilakukan pembersihan ( Dorland, 2002 ).
Plak merupakan lapisan bakteri yang lunak, tidak terkalsifikasi, menumpuk dan
melekat pada gigi-geligi dan obyek lain dalam mulut misalnya restorasi, geligi tiruan
dan kalkulus ( Manson dan Eleey, 2000 ).
2.3.2 Mekanisme pembentukan dental plak
Plak terbentuk dari campuran antara bahan-bahan air ludah seperti musin, sisa-
sisa sel jaringan mulut,leukosit, limfosit dengan sisa-sisa makanan dan bakteri. Plak
merupakan tempat tumbuhnya bakteri. Pembentukan plak tidak terjadi secara acak
tetapi terjadi secara teratur, dimana pelikel yang berasal dari saliva atau cairan
gingival akan terbentuk lebih dahulu pada gigi. Pelikel merupakan kutikel yang tipis,
bening, terdiri dari glikoprotein ( Forest, 1995 ).
Setelah beberapa jam akan terbentuk perlekatan antara spesies streptococcus
dan actinomyces dengan pelikel. Apabila dilihat dengan mikroskop electron akan
terlihat adanya palisade organisme yang mirip pencakar langit, berlapis-lapis
menyebar dari permukaan. Plak terbentuk melalui pembelahan internal dan deposisi
permukaan .Berbagai bakteri akan melekat dan bertambah tebal setelah 3-4 minggu
akan terbentuk flora bakteri yang mencerminkan keseimbangan ekosistem organisme
atau bakteri pada permukaan ( Manson dan Eleey, 2000 ).
2.3.3 Lokasi plak
Menurut Forrest ( 1995 ), plak dapat melekat pada gigi secara supra gingiva
atau sub gingiva, pada servical gingiva atau pada pocket periodontal.
2. 4 Pocket Periodontal
Periodontal pocket didefinisikan sebagai bertambah dalamnya sulcus gingiva
karena faktor patologis. sulcus gingiva adalah cekungan yang dangkal atau ruang di
sekitar gigi yang melekat pada permukaan gigi pada salah satu sisinya dan pada
epithelium linning gingiva bebas pada sisi lainnya. sulcus gingiva berbentuk 'V' dan
dapat diukur dengan menggunakan probe periodontal. Penentuan klinik kedalaman
sulcus gingiva merupakan parameter diagnostik yang penting. Pada kondisi normal
atau ideal, kedalaman sulcus gingiva mendekati 0 mm. Kedalaman probing pada
sulcus gingiva manusia yang normal secara klinis adalah 2 - 3 mm ( Carranza, 2002
).
Bertambah dalamnya sulcus gingiva terjadi akibat pergerakan gingiva margin
kearah koronal atau pergerakan attachment gingiva ke apikal atau kombinasi kedua
proses tersebut. Tanda-tanda klinik yang menunjukkan adanya pocket periodontal
meliputi gingiva margin berwarna merah kebiruan, gingiva margin menebal, warna
merah kebiruan , perdarahan dan supurasi gingiva, kegoyangan gigi, pembentukkan
diastema dan gejala-gejala lain seperti nyeri yang terlokasir atau nyeri yang dalam
pada tulang ( Carranza dan Camargo, 2002 ).
Pembentukan pocket diawali dengan perubahan inflamasi di dalam dinding
jaringan ikat dari sulcus gingiva. Transformasi sulcus gingiva ke dalam pocket
menciptakan sebuah area dimana teknik pembuangan plak yang dilakukan menjadi
tidak mungkin bisa dilakukan . Pembuangan pocket bisa dilakukan tergantung dari
banyaknya daerah yang akan dihilangkan dari akumlasi plak gigi ( Newman, 2006 ).
Pocket periodontal merupakan lesi radang kronik dan selalu mengalami
perbaikan. Kesembuhan menyeluruh tidak dapat terjadi karena serangan bakteri yang
terus menerus, yang kemudian merangsang suatu respon radang, sehingga
menyebabkan degenerasi bentuk elemen jaringan baru dalam usaha perbaikan yang
berkelanjutan. Pocket periodontal mengandung debris, mikroorganisme dan
produknya (enzim, endotoksin dan hasil metabolisme lainnya), cairan gingiva , sisa
makanan, musin saliva, sel epitel desquamasi, serta leukosit. Plak yang ditutupi
kalkulus umumnya ada di permukaan gigi ( Klokkevoid dan Mealey, 2002 ).
Penyebaran infeksi dari pocket periodontal dapat menyebabkan perubahan
patologis pada pulpa. Perubahan tersebut meningkatkan rasa sakit atau dapat
memberikan pengaruh buruk pada respon pulpa pada prosedur restorative.
Keterlibatan pulpa pada penyakit periodontal terjadi melalui foramen apical atau
saluran akar lateral setelah infeksi menyebar dari pocket melalui ligament periodontal
( Carranza, 2002 ).
Oral hygiene buruk karena penumpukan plak , material alba dan kalkulus
merupakan faktor lokal yang penting terhadap terjadinya prevalensi penyakit gingiva
dan periodontal ( Finn , 2003 ).
Pocket periodontal yang dalam pada periodontitis khronik merupakan tempat
yang baik untuk aktifitas bakterial dan segala proses kolagenase yang diperankan oleh
produk bakteri patogen berupa enzim-enzim kolagenase dan produk-produk inflamasi
antara lain PMN ( Polymorphonuclear ), dan kolagenase yang berasal dari jaringan
fibroblast, sehingga dapat meningkatkan MMP-8 yang tidak diimbangi dengan
aktifitas penghambat jaringan ( Nilawati, 2003 ).
Skeling adalah metode paling konservatif dari reduksi pocket, bila pocket
dangkal atau bila periodontitis kronis masih dalam tahap awal. Skeling efektif dalam
mengurangi inflamasi gingiva dan kedalaman pocket periodontal. Skeling juga dapat
merubah komposisi bakterial dari pocket, yang kesemuanya akan dapat menghambat
aktifitas kolagenase jaringan periodontal dan menurunkan kadar MMP-8. Namun laju
terbentuknya kembali koloni bakteri dipengaruhi oleh standar kebersihan mulut
karena untuk pertumbuhan ulang plak supra gingiva diperlukan rekolonisasi dari
pocket ( Dumitrescu, 2011 ).
Relaps dapat terjadi pada beberapa pasien walaupun upaya skeling dilakukan
dengan akurat. Jelas terlihat di sini bahwa kerentanan pasien terhadap penyakit
periodontitis merupakan salah satu penyebab, tetapi juga jelas terlihat bahwa sangat
sulit untuk dapat membersihkan semua deposit kalkulus dari pocket yang dalam
dengan skeling subgingiva yang tidak terkontrol. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa beberapa kalkulus tetap akan tertinggal setelah skeling dilakukan sangat cermat
dan insidens ini biasanya meningkat bersama dengan makin dalamnya pocket tersebut
( Eaton dkk., 1989 ).
2.5 Skeling dan Penghalusan Akar
Skeling dan penghalusan akar gigi sejak lama merupakan suatu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan untuk perawatan penyakit periodontal. skeling merupakan
bagian dan prosedur perawatan yang penting untuk menghilangkan endapan yang
lunak dan keras pada daerah koronal dan epitel perbatasan ( junctional
epithelium ). skeling saja sebenarnya sudah cukup untuk membersihkan kalkulus dan
permukaan email, tetapi apabila pasien telah menderita penyakit periodontal
diperlukan juga penghalusan permukaan akar, karena permukaan akar merupakan
tempat timbunan bakteri yang dapat masuk dalam tubuli dentin ( Pattison, 2002 ).
Penghalusan permukaan akar yang sempurna, yang meliputi
pembersihan bakteri dan toksinnya, pembersihan kalkulus serta semen dan dentin
yang sakit, dapat menghasilkan permukaan akar yang secara biologis masih dapat
diterima. Meskipun demikian anggapan tersebut masih perlu dipertanyakan karena
penghalusan permukaan akar dengan sempurna secara taktil belum menjamin
kebersihan secara mikroskopis. Oleh karena itu dalam beberapa dasawarsa terakhir ini
di samping melakukan skeling dan penghalusan permukaan akar, dianjurkan juga
mengevaluasi efektivitas dan hasil penghalusan sisa akar tersebut dengan melihat
secara visual kondisi jaringan ( Newman, 2006 ). Apabila setelah skeling dan
penghalusan permukaan akar kesembuhan jaringan belum sempurna, hal ini dapat
dipakai sebagai salah satu indikator bahwa penghalusan permukaan akar juga kurang
sempurna ( Carranza, 2002 ).
Untuk menghilangkan plak dan dental deposit dilakukan perawatan skeling
dan Root planning. Diharapkan setelah perawatan skeling akan terjadi proses
penyembuhan berupa hilangnya keradangan dalam jaringan ikat gingiva dan
terbentuknya long junctional epithelium. Proses penyembuhan ini secara histologis
tidak menunjukkan adanya perlekatan jaringan ikat baru ( Pattison, 2002 ).
2.6 Periodontal Inflamed Surface Area
Penyakit periodontal merupakan proses inflamasi yang disebabkan oleh bakteri
yang dapat berkembang menjadi penyakit yang destruktif ketika terjadi interaksi
antara bakteri dengan mekanisme pertahanan tubuh ( Keith, dkk., 2006 ).
Bakteri pada keadaan periodontitis didominasi oleh bakteri gram negatif
yang mempunyai komponen lipopolisakarida ( Mealey dan Perry, 2006 ).
Lipopolisakarida (LPS) adalah komponen dinding sel bakteri gram negatif yang
merangsang pelepasan berbagai sitokin. Sitokin adalah suatu polipeptida yang
diproduksi sebagai respon terhadap rangsangan mikroba dan antigen lainnya, berperan
sebagai mediator serta mengatur reaksi imun dan inflamasi. Berbagai sitokin yang
berperan dalam patogenesis periodontitis adalah interleukin-1, interleukin-6 dan tumor
necrosis factor α ( Mealey dan Perry, 2006 ), sitokin-sitokin ini merangsang hati untuk
menghasilkan berbagai macam protein seperti amiloid serum, antitripsin, haptoglobin,
fibrinogen dan protein C-reaktif. Protein C-reaktif ini merupakan tanda adanya
proses inflamasi dalam tubuh ( Bratawidjaja, 2004 ).
Penyakit periodontal disebabkan oleh akumulasi bakteri yang menempel pada
pemukaan gigi terutama pada daerah dibawah gusi. Bakteri subgingival berkoloni
membentuk pocket periodontal dan menyebabkan inflamasi lanjut pada jaringan
gingiva, serta pada penyakit periodontal lanjut akan terjadi kehilangan tulang alveolar
yang progresif dan apabila tidak dilakukan perawatan akan mengakibatkan kehilangan
gigi ( John, 2002 ).
Gambaran klinik yang khas pada pasien periodontitis khronik yang
tidak menjalani perawatan diantaranya akumulasi plak, kalkulus supragingiva
dan subgingiva, inflamasi gusi, pembentukan pocket, hilangnya perlekatan,
hilangnya tulang alveolar dan kadang terjadi supurasi. Pasien dengan oral higiene
yang buruk, gingiva biasanya oedem dan menunjukan perubahan warna dari merah
pucat sampai magenta. Terjadi kehilangan stipling gusi dan permukaan margin gusi
berubah menjadi tumpul atau membulat disertai papila yang datar atau berbentuk
kawah. Kedalaman pocket yang terjadi dapat bervariasi,
dan kehilangan tulang secara horizontal maupun vertikal dapat ditemukan.
Kegoyangan gigi dapat terlihat pada kasus yang lebih parah dimana terdapat
kehilangan perlekatan dan tulang yang lebih luas ( Varma . Nayak., 2002 ).
Periodontal Inflammed Surface Area ( PISA ) mencerminkan luas permukaan
epitel perdarahan saku dalam milimeter persegi. Luas permukaan epitel pendarahan
saku gigi mengkuantifikasi jumlah jaringan periodontal yang meradang. Dapat
disimpulkan bahwa Periodontal Inflammed Surface Area ( PISA )
mengkuantifikasi beban inflamasi daerah permukaan jaringan periodontal ditimbulkan
oleh periodontitis dan dapat dengan mudah dan secara luas diterapkan ( Nesse dkk.,
2008 ).
2.7 Tetrasiklin
Mekanisme kerja Golongan tetrasiklin adalah menghambat sintesis protein
bakteri pada ribosomnya. Paling sedikit terjadi dua proses dalam masuknya antibiotik
ke dalam ribosom bakteri gram negatif, pertama yang disebut difusi pasif melalui
kanal hidrofilik , kedua ialah sistem transport aktif. Setelah masuk maka antibiotik
berikatan dengan ribosom 30S dan menghalangi masuknya tRNA-asam amino pada
lokasi asam amino ( Hendry, 2007 )
Gambar 2.3 Langkah – langkah sintesis protein bakterial dan sasaran
beberapa antibiotik ( Hendry, 2008 )
Tetrasiklin merupakan antimikroba yang efektif membunuh berbagai
mikroorganism eaerob dan anaerob sebagai penyebab utama periodontitis, abses
periodontal, abses periapikal dan perikoronitis. Penggunaan tetrasiklin golongan
antibiotik dalam terapi penyakit periodontal telah dimodifikasi secara kimia sebagai
obat antimikrobial, antikolagenase ( Tsukuda, 1993 ) .
Tetrasiklin termasuk antibiotik berspektrum luas untuk bakteri gram positif ,
gram negatif , aerobik , anaerobik. yang terutama bersifat bakteriostatik dan bekerja
dengan jalan menghambat sintesis protein kuman. Dikatakan juga bahwa tetrasiklin
mampu bertindak sebagai chelator logam berat, khususnya kalsium , yaitu membentuk
ikatan kompleks dengan cara membentuk ikatan kovalen koordinat yang stabil dengan
atom kation metal. Tetrasiklin tidak boleh digunakan dalam kehamilan, karena obat
ini dapat melintasi plasenta dengan cepat dan terikat pada tulang dan gigi yang sedang
tumbuh yang dapat menyebabkan gigi menjadi kecoklatan ( Hendry, 2008 ).
Penggunaan sediaan gel tetrasiklin gel 0,7 % sebagai terapi penunjang skeling
dan penghalusan akar gigi memberikan efek klinik yang lebih baik dari pada skeling
dan penghalusan akar gigi saja. Tindakan skeling dan penghalusan akar gigi kadang-
kadang tidak dapat mencapai hasil yang maksimal karena kompleksitas anatomi gigi
yang menyulitkan akses instrument ke dalam pocket periodontal, sehingga membatasi
efektivitas penghalusan akar gigi ( Nilawati, 2003 ).
Adanya repopulasi bakteri dalam tubuli dentin dan jaringan lunak yang
berdekatan dengan pocket, pada daerah yang tidak dapat terangkat pada saat
penghalusan akar memungkinkan terjadinya rekurensi penyakit. ( Thomas dan
Jorgen, 1996 ). Atas pertimbangan tersebut mulai dikembangkan penggunaan
antimikroba untuk merawat periodontitis khronik yang dapat diberikan secara sistemik
atau lokal, baik sebagai terapi tunggal atau tambahan terhadap terapi mekanik (
Dumitrescu, 2011 ).
Pemberian anti mikroba secara lokal ke dalam pocket periodontal
mempunyai keuntungan dibandingkan pemberian sistemik. Pemberian tetrasiklin gel
0.7% efektif menurunkan kadar MMP-8 Gingiva Crevicular Fluid ( GCF ) (
Wahyukundari, 2009 ). Pemberian tetrasiklin gel 0.7% efektif menurunkan
kadar MMP 8 Gingiva Crevicular Fluid ( GCF ) dalam empat belas hari pertama
ketika digunakan sebagai tambahan pada perawatan periodontal yang berupa
skeling , menunjukkan bahwa dapat menurunkan kedalaman pocket,
meningkatkan perlekatan, mengurangi resiko perdarahan gingiva, meminimalkan oper
asi flap, resiko efek samping non oral, sensitivitas dan resistensi minimal
aplikatif, mudah pemakaiannya, murah, bila dibandingkan produk sejenis (
Greenstein, 2000 ).
Sistem pemberian obat antibiotika secara lokal di bidang periodontik dapat
dengan cara irigasi pocket dengan larutan kimiawi atau menempatkan obat-obat
tertentu dalam bentuk padat atau semi padat. Syarat pokok agar pemberian obat
efektif adalah obat harus dapat mencapai dasar pocket, dan dapat bertahan lebih lama
sampai efek anti mikrobialnya terjadi ( Wahyukundari , 2009 ).
Pemberian antibiotika dalam perawatan penyakit periodontal kini telah
dikembangkan tehnologi penghantaran obat untuk menghasilkan obat dengan
pelepasan terkendali. Aplikasi obat ini memiliki keuntungan karena dapat mentarget
pada sisi infeksi dan menghambat konsentrasi terlokalisasinya pada kadar yang
efektif untuk waktu yang cukup dengan efek samping yang minimal. Beberapa
preparat yang tersedia di pasaran antara lain tetrasiklin dalam bentuk ethylene vinyl
acetate (tetracycline fibers 25%), minosiklin 2% dalam lipid gel atau metronidazol
25% dalam lipid gel ( Elyzol ), periochip ( chip biodegradable) ( Newman , 2006 ).
Penggunaan tetrasiklin gel 0,7% dilaporkan cukup efektif ( Norling dkk., 1992 ).
Gel ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
1) Dapat diaplikasikan dengan alat semprit ( syringe ) dan dapat berubah
menjadi setengah padat dalam pocket periodontal.
2) Dapat melekat pada mukosa dan mengisi secara sempurna pocket
periodontal.
3) Pelepasan yang lambat dan bahan-bahan yang aktif.
4) Bersifat biodegradable.
5) Stabilitasnya bagus.
Dari percobaan terapi adult periodontitis dengan berbagai konsentrasi
tetrasiklin gel dan berbagai frekuensi aplikasi, ternyata hasil yang paling efektif adalah
pemberian dua kali dalam selang waktu 7 hari dengan konsentrasi 0.7% ( Klinge
dkk., 1992 ). Beberapa peneliti lain melaporkan bahwa hasilnya sama dengan
perlakuan skeling subgingiva (Ainamo dkk., 1992; Pedrazoli dkk., 1992).
Tetrasiklin merupakan salah satu antibiotika pilihan untuk kasus kasus
periodontitis selain amoksisilin, klindamisin dan metronidazole. Tetrasiklin dapat
diberikan secara sistemik atau lokal. Sakellari dkk (2000 ), melakukan penelitian
dengan memberikan tetrasiklin secara sistemik, ternyata konsentrasi yang dicapai
dalam cairan sulcus gingiva berkisar antara 0 – 8 µg / ml, bahkan 50% dari sampel
tidak sampai mencapai 1 µg / ml, sehingga kurang adequat untuk menghambat atau
mematikan bakteri periodontopatogen. Secara invitro Widowati ( 1997 ), melakukan
penelitian dengan menggunakan metode pengenceran untuk menentukan Kadar
Hambat Minimal ( KHM ) dan Kadar Bunuh Minimal ( KBM ) dari antibiotik
golongan tetrasiklin terhadap isolasi klinis bakteri periodontopatogen. Hasilnya
tampak pada tabel 2.1.
Tabel 2.1
Aktivitas tetrasiklin terhadap isolasi klinis bakteri P Gingivalis, P Intermedia dan A
Actinomycetecomitans ( Widowati, 1997 )
Jenis Bakteri
MIC ( ug / ml )
MBC ( ug / ml )
A Actinomycetecomitans P Gingivalis P Intermedia
4 0,5 0,25
> 64 16 0,5
KHM Konsetrasi Minimal untuk menghambat 90% bakteri KBM Konsetrasi Minimal untuk membunuh 90% bakteri
Berdasar pada hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
tetrasiklin gel 0.7% efektif menurunkan kadar MMP-8 GCF dalam 14 hari pertama
ketika digunakan sebagai tambahan pada perawatan periodontal setelah skeling (
Wahyukundari , 2009 ).
2.8 Penggunaan Tetrasiklin Untuk Perawatan Periodontitis
Upaya kemoterapi untuk perawatan periodontal, antara lain pamakaian
tetrasiklin sebagai salah satunya cara perawatan periodontitis khronik atau dalam
kombinasi dengan skeling, sebagai alat bantu yang akan dapat meningkatkan efek
perawatan. Tetrasiklin memiliki sifat non anti mikrobial yang memodulasi host (
Vernillo dkk , 1994 ). Berkaitan dengan hal tersebut, tetrasiklin menghambat aktifitas
ekstraseluler kolagenase osteoblast dan neotrofil mamalia. Aktifitas matriks
metalloproteinase ini nampaknya berperan dalam kerusakan kolagen, yang
merupakan komponen sebagian besar jaringan ikat periodontal. Tetrasiklin yang
mempunyai efek kolagenase ini, dapat menurunkan level enzim kolagenase neotrofil (
MMP-8 ) yang banyak diproduksi saat keadaan patogen.Tetrasiklin digunakan untuk
merawat penyakit periodontal dapat diberikan baik secara sistemik maupun lokal (
Wahyukundari , 2009 ).
Metode lokal kelihatannya lebih cocok untuk mendapatkan konsentrasi lokal
yang tertinggi dan untuk mengurangi resiko terjadinya resistensi terhadap bakteri dan
juga adanya efek samping maupun interaksi diantara obat-obatan yang dipakai (
Winkelhoff dkk , 2000 )
Sulitnya menjangkau daerah pocket, merupakan kendala yang sulit
dipecahkan pada pemakaian tetrasiklin. Untuk mengurangi kendala tersebut maka
tetrasiklin yang diaplikasikan ke dalam pocket berupa gel, dengan menggunakan suatu
alat (syringe) dengan kecepatan lambat yang dapat dimasukkan dokter gigi kedalam
pocket, sampai dasar pocket ( Nilawati, 2003 ).
Gambar 2.4 Cara pemberian tetrasiklin pada sulcus gigi
( Suwandi, 2003 )
Pada perawatan dengan pemberian tetrasiklin gel ke dalam pocket periodontal
memberikan perubahan kadar MMP-8 yang besar sekali, sehingga diperoleh kadar
MMP-8 yang turun setelah perawatan. Perawatan ini sangat efektif untuk patologi
periodontal dengan kedalaman pocket dalam dengan adanya kehilangan perlekatan
klinik. Pemberian tetrasiklin untuk mengontrol langsung terhadap aktifitas kolagenase
MMP-8 pada pocket periodontal. Selain itu, tetrasiklin untuk membantu meningkatkan
keefektifan perawatan dan memperlambat progresi proses penyakit tersebut, terhadap
pasien yang tidak berespon terhadap perawatan yang hanya secara mekanis
skeling dan penghalusan akar gigi saja ( Greenstein, 2000 ).
Tetrasiklin yang diberikan ke dalam pocket periodontal ini, mencapai
konsentrasi yang lebih tinggi dalam cairan crevikular daripada di dalam serum, yaitu
dengan cara mengikat substansi yang mengandung
kalsium. Tetrasiklin dapat mengikat ion kalsium dan ion Zn yang terletak di sisi
aktif dari enzim kolagenase. Hambatan pada enzim kolagenase menghasilkan
efek antiproteolitik yang dapat menghambat resorbsi tulang ( Dumitrescu, 2011 ).
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Penyakit periodontal dimulai dari gingivitis yang bila tidak terawat bisa
berkembang menjadi periodontitis dimana terjadi kerusakan jaringan pendukung
periodontal berupa kerusakan fiber ligament periodontal dan tulang alveolar .
Skeling dan penghalusan akar gigi ( SPA ) merupakan terapi baku emas
perawatan periodontal. Meskipun dapat mengurangi jumlah bakteri dalam pocket,
skeling dan penghalusan akar gigi tidak dapat menjangkau bakteri periodontopatogen
yang masih tertinggal di bawah epitel, tubuli dentin dan sementum, sehingga perlu
diteruskan dengan kemoterapi.
Pemberian antimikroba lokal ke dalam pocket periodontal mempunyai
keuntungan dibandingkan pemberian sistemik. Pemberian sistemik memerlukan dosis
tinggi untuk mencapai daerah target, sehingga menimbulkan risiko efek samping yang
lebih besar seperti alergi, kerusakan pada saluran cerna, dan resistensi. Pemberian
secara lokal hanya memerlukan dosis rendah, sehingga dapat mengurangi resistensi
bakteri pada daerah non oral dan meminimalkan efek samping obat .
Penggunaan sediaan tetrasiklin gel 0,7 % sebagai terapi penunjang skeling
dan penghalusan akar gigi memberikan efek klinik yang lebih baik
daripada skeling dan penghalusan akar gigi saja.
Tindakan skeling dan penghalusan akar gigi kadang - kadang tidak dapat mencapai
hasil yang maksimal karena kompleksitas anatomi gigi yang menyulitkan akses
instrumen ke dalam pocket periodontal, sehingga membatasi efektivitas penghalusan
akar .
Tetrasiklin digunakan dalam penanganan penyakit periodontal karena tidak
hanya sebagai anti bakteri, tetapi juga bersifat anti kollagenase.
3.2 Konsep Penelitian
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka kerangka konsep dibuat berupa
skema sebagai berikut :
Skeling dan Penghalusan Akar Gigi +
Pemberian tetrasiklin gel 0,7 %
26
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
3.3 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep di atas maka hipotesis yang diajukan pada
penelitian ini adalah :
1. Pemberian tetrasiklin gel 0,7 % setelah tindakan skeling dan penghalusan
akar gigi dapat mengurangi kedalaman pocket periodontal pada penderita
periodontitis khronik.
2. Pemberian tetrasiklin gel 0,7 % setelah tindakan skeling serta penghalusan
akar gigi dapat mengurangi daerah beradang jaringan periodontal pada
penderita periodontitis khronik.
PERIODONTITIS KHRONIK
Faktor internal: a. Dental plak b. Dental deposit c. pH Saliva
Faktor eksternal: a. Makanan yang
dikonsumsi b. Keadaan sistemik c. Hormonal faktor
internal
( Pocket Periodontal dan daerah beradang jaringan
periodontal sebagai tanda )
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian uji
klinis ( clinical trial ) , yaitu penelitian dengan rancangan eksperimental randomized
double blind pre test - post test control group design ( Pocock,
2008 ).
sesuai dengan skema sebagai berikut :
Gambar 4.1. Rancangan penelitian
Keterangan :
P = Populasi
S = Sampel
R A = Random Alokasi
P0 = Perlakuan kelompok kontrol tanpa pemberian tetrasiklin gel
P1 = Perlakuan kelompok treatment dengan pemberian tetrasiklin gel
O1 = Observasi kelompok 1 sebelum perlakuan ( Keadaan pocket
periodontal dan daerah beradang jaringan periodontal )
O2 = Observasi kelompok 1 sesudah pemberian plasebo gel ( Keadaan
pocket periodontal dan daerah beradang jaringan periodontal )
O3 = Observasi kelompok 2 sebelum perlakuan ( Keadaan pocket `
periodontal dan daerah beradang jaringan periodontal )
PP SS RR AA bbAAaa
RR OO11
OO44 OO33
OO22
PP11
PP00
29
O4 = Observasi kelompok 2 sesudah pemberian tetrasiklin gel 0,7 %
( Keadaan pocket periodontal dan daerah beradang jaringan
periodontal )
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Rumah sakit Gigi dan Mulut Fakultas kedokteran Gigi
Universitas Mahasaraswati Denpasar dan Tempat Praktek Pribadi. Waktu penelitian
dari tanggal 1 Desember 2011 – 31 Januari 2012.
4.3 Sumber Data Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
Populasi yang akan diteliti pada penelitian ini adalah pasien yang datang ke
Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi universitas Mahasaraswati
Denpasar dan Tempat Praktek Pribadi.
4.3.2 Kriteria Sampel
Penentuan jumlah sampel dilakukan dengan menggunakan rumus dari Pocock (
2008) :
) . ( f ) 2 - 1 (
2 n 2
2
x
) . ( f 10) (
) 2,965 ( 2 n 2
2
x
10.5 x ) 4.1 (
) 2,965 ( 2 n 2
2
n = 10,98 dibulatkan menjadi 11 orang untuk setiap lengan. Untuk mengatasi sampel yang drop out maka sampel dilebihkan 10% sehingga jumlah
sampel tiap kelompok adalah 13 orang.
Dengan demikian sampel yang digunakan adalah 26 orang yang terbagi
menjadi 2 kelompok.
Hasil penelitian terdahulu ( Nilawati, 2003 ) , mendapatkan nilai µ = 4,10 dan SD =
2,965
Keterangan :
n : Jumlah sampel
σ : Simpang baku
α : 0,05. ( Tingkat kesalahan I )
β : 0,1 ( Tingkat kesalahan II )
f (α.β ) : Nilai pada Tabel
µ1 - µ2 : rerata dari peneliti terdahulu
µ1 : rerata pada pengamatan kelompok kontrol
µ2 : rerata pada pengamatan kelompok perlakuan
4.3.2.1 Kriteria inklusi
Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Penderita periodontitis khronik yang berusia 30-55 tahun baik pria maupun
wanita yang datang ke Klinik bagian Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas mahasaraswati Denpasar selama 1 Desember 2011 – 31 Januari
2012.
2. Minimal mempunyai tiga gigi dengan kedalaman pocket 4 mm, ada
kehilangan perlekatan epithel gingiva 4 mm.
3. Tidak minum antibiotik dan menggunakan antiseptik sejak seminggu
terakhir.
4. Tidak hamil , tidak minum beralkohol , tidak memakai pil kontrasepsi dan
tidak terdapat karies yang parah.
5. Penderita dengan sukarela menjadi sampel
6. Menandatangani inform consent dan memberi penjelasan tentang ethical
clearance
4.3.2.2 Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi yang digunakan apabila :
1. Sampel tidak datang pada waktu penelitian .
2. Penderita Diabetes.
4.3.2.3 Kriteria drop out
1. Data tidak lengkap
2. Tidak mengikuti tahapan penelitian secara lengkap
3. Ada efek samping yang membahayakan
4. Atas keinginan sampel
4.3.3 Teknik Sampling
Sampel dipilih secara consekutif sampling
4.3.4 Alokasi Perlakuan : Simple Random
4.4 Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas : Tetrasiklin gel 0,7 %
2. Variabel Tergantung : Pocket Periodontal ,
daerah beradang jaringan periodontal
3. Variabel Kendali : Kebersihan dental plak dan dental
deposit pada saku gusi
4. Variabel Rambang : Perubahan hormonal
4.5 Definisi Operasional Variabel
1. Gel Tetrasiklin 0,7 % adalah :
Gel yang dibuat dari bubuk tetrasiklin hidroklorida ( Brataco, Surabaya
) yang dicampur dengan hidroksipropil metilselulosa ( PT Salonpas
), propilen glikol ( Brataco, Surabaya ) dan aquadest sehingga tercapai
konsentrasi 0,7 %.
Formula sediaan tetrasiklin hidroklorida dengan basis gel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah modifikasi dari formula Thoma
dan Merck ( Hendradi, 1997 ) yaitu :
R/ Tetrasiklin gel 0,7 %
hidroksipropil metilselulosa 16 cps 15 gr
Propilen glikol 40 gr
Aquadest ad 100 gr
2. Periodontitis khronik adalah penyakit periodontal yang bersifat khronik dan
secara klinik ditandai oleh warna gusi kemerahan, perdarahan waktu
probing, adanya pocket periodontal, kerusakan tulang alveolar dan
kegoyangan gigi, serta kehilangan perlekatan.
3. Pocket periodontal adalah bertambah dalamnya sulcus gingiva karena
faktor patologis ( > 2 mm ) diukur dengan dental probe yang dimasukkan
kedalam sulcus gingiva
4. Skeling dan penghalusan akar gigi adalah bagian dari prosedur perawatan
yang penting untuk menghilangkan endapan yang lunak dan keras pada daerah
koronal gigi dan epitel perbatasan ( junctional epithelium ) dan permukaan
akar gigi dan dibuat sampai mencapai score 1 sesuai Oral Higiene Index
surface.
5. Dental plak adalah sebagai suatu deposit lunak yang mengandung berbagai
macam kumpulan mikroorganisme pada permukaan gigi seperti lapisan biofilm.
Diperiksa dengan menggunakan disclosing agent.
6. P P D ( Probing Pocket Depth ) adalah alat yang digunakan untuk mengukur
kedalaman pocket gigi, mempunyai bentuk bulat pada tip ( ujung ) dan
memiliki variasi kalibrasi millimeter sesuai dengan standar W H O , diukur
dengan memasukkannya ke dalam sulcus gingiva.
7. B O P ( bleeding on probing ) adalah pengukuran perdarahan pada gingiva
dengan menggunakan dental probe yang dimasukkan kedalam sulcus gingiva
dan diukur sesuai dengan Papillary Bleeding Index.
8. P I S A ( periodontal inflamed surface area ) adalah Penilai jumlah jaringan
periodontal yang mengalami inflamasi. PISA merefleksikan daerah permukaan
perdarahan pada epitel gingiva dalam milimeter kuadrat. PISA dihitung
berdasarkan hasil pengukuran P P D ( Probing Pocket Depth ) dan B O P (
Bleeding on Probing ). Penghitungan P I S A
asli menggunakan lembar kerja online pada website :
( http://www.parsprototo.info/docs/PISA_CAL.xls )
9. Daerah beradang jaringan periodontal adalah keadaan jaringan periodontal
yang mengalami keradangan , secara klinik terjadi perubahan warna jaringan
dari pink ke merah, bengkak, dan terjadi perdarahan pada saat probing . diukur
dengan menggunakan PISA ( Periodontal Inflamed Surface Area ).
4.6 Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Alat diagnosis yaitu, kaca mulut, sonde, eksavator, pinset, nerbeken
b. PPD ( Probing Pocket Depth )
c. Gelas kumur
d. Lap dada
e. Syringe
f. Alat skeling
g. Kit PISA ( Periodontal Inflamed Surface Area )
h. Alat Tulis dan komputer
2. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Alkohol 70 %
b. Tetrasiklin gel 0,7 %
c. Plasebo gel
d. Cotton Pellet dan kapas
f. Cotton roll
g. Inform consent dan ethical clearance
4.7 Prosedur Penelitian
1. Penelitian dilakukan pada subyek yang memenuhi kriteria sampel
2. Mengisi Inform consent dan diberikan penjelasan tentang penelitian ini (
ethical clearance )
3. Mempersiapkan alat dan bahan yang digunakan
4. Sampel diperlakukan secara acak dipilih sebanyak jumlah sampel yang
diperlukan
5. Penelitian menggunakan rancangan beda subyek, sampel dibedakan dua
menjadi kelompok kontrol dan perlakuan.
6. Pada setiap subyek dilakukan skeling dan penghalusan akar gigi secara
menyeluruh pada semua gigi.
7. Setiap subyek dari penelitian ini dilakukan pemeriksaan efek klinik berupa
kedalaman pocket, dengan PPD ( Probing Pocket Depth ), pemeriksaan ( BOP
) bleeding on probing pada semua permukaan gigi .
8. Data yang diperoleh dimasukkan dalam lembar kerja untuk menghitung PISA
masing-masing pasien ( Nesse dkk, 2008 ), yang akan mendapatkan jumlah
daerah beradang jaringan periodontal.
9. Kelompok perlakuan sebelum aplikasi bahan, daerah leher gigi dikeringkan
dan diisolasi. Kemudian diberikan tetrasiklin gel 0,7 % dimasukkan kedalam
sulcus gingiva dengan syringe sampai bahan keluar dari sulcus gingiva dan
mengitari akar gigi pada tiap gigi yang dengan kedalaman pocket 4 mm.
Kemudian pada kelompok Kontrol sebelum aplikasi bahan perlakuan , daerah
leher gigi dikeringkan dan diisolasi. Selanjutnya diberikan placebo berupa gel
( bahan dasar gel ) yang dimasukkan kedalam sulcus gingiva mengitari gigi
sampai bahan keluar dari sulcus gingiva. Instruksikan kepada tiap-tiap
kelompok untuk tidak makan dan minum selama satu jam . Setelah selang
seminggu ( Klinge dkk., 1992 ), sampel dipanggil kembali dan untuk
diberikan perlakuan kembali seperti dilakukan hari pertama .
10. Hari ketujuh , subyek penelitian diberikan lagi bahan penelitian dan caranya
sama seperti pada hari pertama.
11. Pemeriksaan kedalaman pocket gigi dilakukan pada hari ke tiga puluh dengan
menggunakan PPD ( Probing Pocket Depth ) yang dimasukkan ke dalam
sulcus gingiva , pemeriksaan BOP dengan dental probe, dan penghitungan
PISA pada semua gigi.
12. Hasil data yang diperoleh dicatat dan dimasukkan kedalam tabel
13. Data kemudian dianalisis dengan statistik
4.8 Alur Penelitian
Populasi
Kriteria Eksklusi
Kelompok Perlakuan
Pretest Pemeriksaan Pocket
Periodontal dan Daerah beradang jaringan periodontal
Melakukan Skeling dan Penghalusan Akar Gigi pada
semua gigi
Sampel
Pemberian Tetrasiklin Gel 0, 7 %
Pemberian Plasebo Gel
Kelompok Kontrol
Pengolahan dan Analisis Data
Post Test Pemeriksaan Pocket
Periodontal dan Daerah beradang jaringan periodontal
Kriteria Inklusi
Gambar 4.2 Skema Alur Penelitian
4.9. Pengolahan dan Analisis Data
Analisis data yang digunakan adalah :
4.9.1. Analisis deskriptif :
1. Frekuensi
2. Distribusi
4.9.2. Analisis normalitas
Analisis normalitas data kedalaman pocket periodontal dan daerah beradang
jaringan periodontal dilakukan dengan uji Shapiro – Wilk karena untuk
sampel kecil ( < 30 ), uji Shapiro-Wilk lebih sensitif terhadap kenormalan
suatu data . Dengan uji Shapiro-Wilk didapat data berdistribusi normal
dengan nilai kemaknaan p > 0,05.
4.9.3. Analisis homogenitas
Analisis homogenitas data kedalaman pocket periodontal dan daerah beradang
jaringan periodontal dilakukan dengan uji varians (
Levene’s test of varians ), yang digunakan untuk mengetahui apakah varian
Simpulan
dua buah atau lebih kelompok data sama atau tidak. Dengan Levene’s test of
varians didapat variasi data yang homogen dengan nilai kemaknaan p > 0,05.
4.9.4. Uji Komparasi
Data berdistribusi normal dan homogen maka dipakai uji t independent
untuk membandingkan antar kelompok, dan uji t- paired untuk pre dan post
test. Karena distribusi kedalaman pocket untuk pre dan post test tidak normal
maka uji menggunakan Mann-Whitney.
BAB V
HASIL PENELITIAN
Dalam hasil penelitian ini akan diuraikan uji normalitas data, uji homogenitas
data, uji komparabilitas, uji efek perlakuan.
5.1 Uji Normalitas Data
Data kedalaman pocket gigi dan daerah beradang jaringan periodontal baik
sebelum perlakuan maupun sesudah perlakuan pada masing-masing kelompok diuji
normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasil analisis disajikan pada
Tabel 5.1. Hasilnya menunjukkan data kedalaman pocket sebelum perlakuan, daerah
beradang jaringan baik sebelum dan sesudah perlakuan berdistribusi normal.
Sedangkan Hasil data kedalaman pocket sesudah perlakuan (post) tidak berdistribusi
normal ( p <0,05 ).
Tabel 5.1 Hasil Uji Normalitas data kedalaman pocket periodontal dan daerah beradang jaringan periodontal masing-masing Kelompok baik sebelum maupun sesudah
perlakuan
Kelompok Perlakuan n p
Daerah beradang kontrol pre Daerah beradang perlakuan pre Daerah beradang kontrol post Daerah beradang perlakuan post Kedalaman pocket kontrol pre Kedalaman pocket perlakuan pre Kedalaman pocket kontrol post Kedalaman pocket perlakuan post
13 13 13 13 13 13 13 13
0,569* 0,085* 0,793* 0,183* 0,078* 0,116* 0,000** 0,000**
Keterangan : * normal ** tidak normal 5.2 Uji Homogenitas Data antar Kelompok
Data kedalaman pocket periodontal dan daerah beradang Beradang jaringan
periodontal antar kelompok baik sebelum perlakuan maupun sesudah perlakuan diuji
homogenitasnya dengan menggunakan uji Levene’s test. Hasilnya menunjukkan data
homogen (p>0,05), disajikan pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2 Hasil uji homogenitas antar kelompok data kedalaman pocket periodontal dan
daerah beradang jaringan periodontal sebelum dan sesudah perlakuan
Kelompok Subjek F p
Daerah beradang Pre Daerah beradang Post Kedalaman pocket Pre
1,170 0,575 0,224
0,132* 0,455* 0,641*
Keterangan : * Homogen
5.3 Kedalaman Pocket periodontal
5.3.1 Uji Komparabilitas
Uji Komparabilitas bertujuan untuk membandingkan rerata kedalaman pocket
periodontal gigi antar kelompok sebelum diberikan perlakuan. Hasil analisis
kemaknaan dengan uji t-independent disajikan pada Tabel 5.3 berikut.
Tabel 5.3 Rerata Kedalaman Pocket periodontal antar kelompok sebelum diberikan
42
perlakuan
Kelompok Subjek n
Rerata Kedalaman
pocket periodontal
SB t p
Kontrol
Tetrasiklin gel 0,7%
13
13
6,62
6,38
0,96
1,04 0,59 0,563
Tabel 5.3 di atas, menunjukkan bahwa rerata kedalaman pocket periodontal
kelompok kontrol adalah 6,620,96, rerata kelompok Tetrasiklin gel 0,7% adalah
6,381,04. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan bahwa nilai t
= 0,59 nilai p =0,563. Hal ini berarti bahwa rerata kedalaman pocket periodontal
pada kedua kelompok adalah sama (p > 0,05).
5.3.2 Analisis efek perlakuan
Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata kedalaman pocket periodontal
antar kelompok sesudah diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji
Mann-Whitney disajikan pada Tabel 5.4 berikut.
Tabel 5.4 Rerata kedalaman pocket periodontal antar kelompok sesudah diberikan
perlakuan
Kelompok Subjek n Rerata
Kedalaman pocket periodontal
SB U p
Kontrol
Tetrasiklin gel 0,7%
13
13
3,77
2,46
0,44
0,52 9,00 0,001
Tabel 5.4 di atas, menunjukkan bahwa rerata kedalaman pocket periodontal
kelompok kontrol adalah 3,770,44, rerata kelompok tetrasiklin gel 0,7% adalah
2,460,52. Analisis kemaknaan dengan uji Mann-Whitney menunjukkan bahwa nilai
U = 9,00 nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa rerata peningkatan kedalaman pocket
periodontal gigi pada kedua kelompok berbeda secara bermakna (p < 0,05).
5.3.3 Penurunan Kedalaman Pocket Periodontal Sesudah Diberikan
Tetrasiklin
Penurunan kedalaman pocket periodontal antara sebelum dengan sesudah
diberikan tetrasiklin gel 0,7% dianalisis dengan uji Wilcoxon Sign Rank Test dan
hasilnya disajikan pada Tabel 5.5 berikut.
Tabel 5.5 Rerata kedalaman pocket periodontal antara sebelum dengan sesudah perlakuan
Kelompok Sebelum Sesudah p
Kontrol Tetrasiklin gel 0,7%
6,620,96
6,381,04
3,770,44
2,460,52
0,001
0,001
Tabel 5.5 di atas, menunjukkan bahwa terjadi penurunan kedalaman pocket
periodontal pada kelompok kontrol dan kelompok tetrasiklin gel 0,7% secara
bermakna (p < 0,05) masing-masing mengalami penurunan sebesar 2,85 (43,05%) dan
3,92 (61,44%).
0
2
4
6
8
Kontrol Tetrasiklin 0,7%
6.62 6.38
3.772.46
Kedalaman Pocket
Pre
Post
(mm)
Gambar 5.1 Grafik kedalaman pocket periodontal sebelum dan sesudah pemberian perlakuan
Gambar 5.1 di atas menggambarkan bahwa terjadi penurunan kedalaman
pocket. Pada kelompok kontrol yang sebelumnya 6,620,96 menjadi 3,770,44
mengalami penurunan sebesar 2,85 (43,05%) dan kelompok tetrasiklin gel 0,7% yang
sebelumnya 6,381,04 menjadi 2,460,52 mengalami penurunan sebesar 3,92
(61,44%). Hal ini menggambarkan bahwa pemberian tetrasiklin gel 0,7% mengurangi
kedalaman pocket lebih besar dibandingkan dengan kontrol secara bermakna karena (
p < 0,05 ) .
5.4 Daerah beradang jaringan periodontal
5.4.1 Uji Komparabilitas
Uji Komparabilitas bertujuan untuk membandingkan rerata daerah beradang
antar kelompok sebelum diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan dengan uji t-
independent disajikan pada Tabel 5.6 berikut.
Tabel 5.6 Rerata daerah beradang jaringan periodontal antar kelompok sebelum
diberikan perlakuan
Kelompok Subjek n
Rerata daerah beradang
jaringan periodontal
SB T p
Kontrol
Tetrasiklin gel 0,7%
13
13
130,31
144,00
13,84
27,90 1,59 0,126
Tabel 5.6 di atas, menunjukkan bahwa rerata daerah beradang kelompok
kontrol adalah 130,3113,84, rerata kelompok tetrasiklin gel 0,7% adalah
144,0027,90. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan bahwa
nilai t = 1,59 nilai p =0,126. Hal ini berarti bahwa rerata daerah beradang pada kedua
kelompok adalah sama (p > 0,05).
5.4.2 Analisis efek perlakuan
Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata daerah beradang jaringan
periodontal antar kelompok sesudah diberikan perlakuan. Hasil analisis kemaknaan
dengan uji t-independent disajikan pada Tabel 5.7 berikut.
Tabel 5.7 Rerata daerah beradang jaringan periodontal antar kelompok sesudah
diberikan perlakuan
Kelompok Subjek n
Rerata daerah beradang jaringan
periodontal
SB T dp
Kontrol
Tetrasiklin gel 0,7%
13
13
59,69
20,15
8,37
9,95 10,97 0,001
Tabel 5.7 di atas, menunjukkan bahwa rerata daerah beradang jaringan
periodontal kelompok kontrol adalah 59,698,37, rerata kelompok tetrasiklin gel 0,7%
adalah 20,159,95. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan
bahwa nilai t = 10,97 nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa rerata daerah beradang
jaringan periodontal pada kedua kelompok berbeda secara bermakna (p < 0,05).
5.4.3 Penurunan daerah beradang jaringan periodontal sesudah diberikan
tetrasiklin
Penurunan daerah beradang jaringan periodontal antara sebelum dengan
sesudah diberikan tetrasiklin gel 0,7% dianalisis dengan uji t-paired dan hasilnya
disajikan pada Tabel 5.8 berikut.
Tabel 5.8 Rerata daerah beradang jaringan periodontal antara sebelum dengan sesudah
perlakuan
Kelompok Sebelum ( pre test )
Sesudah ( post test ) p
Kontrol Tetrasiklin gel 0,7%
130,3113,84
144,0027,90
59,698,37
20,159,95
0,001
0,001
Tabel 5.8 di atas, menunjukkan bahwa terjadi penurunan daerah beradang
jaringan periodontal pada kelompok kontrol dan kelompok tetrasiklin gel 0,7% secara
bermakna (p < 0,05) masing-masing mengalami penurunan sebesar 70,62
(54,19%) dan 123,85 (86,01%).
Gambar 5.2 Grafik daerah beradang jaringan periodontal sebelum dan sesudah pemberian perlakuan
0
50
100
150
Kontrol Tetrasiklin 0,7%
130.31144.00
59.69
20.15
Daerah Beradang
Pre
Post
(mm2)
Gambar 5.2 di atas menggambarkan bahwa terjadi pengurangan daerah beradang
jaringan periodontal . Pada kelompok kontrol yang sebelumnya 130,3113,84 menjadi
59,698,37 mengalami penurunan sebesar 70,62 (54,19%) dan kelompok tetrasiklin
gel 0,7% yang sebelumnya 144,0027,90 menjadi 20,159,95 mengalami penurunan
sebesar 123,85 (86,01%). Hal ini menggambarkan bahwa pemberian tetrasiklin gel
0,7% mengurangi daerah beradang jaringan periodontal lebih besar dibandingkan
dengan kontrol secara bermakna karena ( p < 0,05 ) .
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1. Pengurangan Kedalaman Pocket periodontal Setelah Pemberian Sediaan Tetrasiklin Gel 0,7 %
Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa rerata kedalaman pocket sebelum
perlakuan pada kelompok kontrol adalah 6,620,96, rerata kelompok tetrasiklin gel
0,7% adalah 6,381,04. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent
menunjukkan bahwa nilai t = 0,59 nilai p =0,563. Hal ini berarti bahwa rerata
kedalaman pocket periodontal pada kedua kelompok adalah sama (p > 0,05).
Sedangkan sesudah perlakuan didapatkan bahwa rerata kedalaman pocket kelompok
kontrol adalah 3,770,44, rerata kelompok tetrasiklin gel 0,7% adalah 2,460,52.
Analisis kemaknaan dengan uji Mann-Whitney menunjukkan bahwa nilai U = 9,00
nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa rerata peningkatan kedalaman pocket pada
kedua kelompok berbeda secara bermakna (p < 0,05). Hal ini disebabkan karena
tetrasiklin merupakan antimikroba yang efektif membunuh berbagai mikroorganisme
penyebab utama periodontitis, abses periodontal, abses periapikal dan perikoronitis.
Tindakan skeling perlu diikuti dengan penghalusan akar gigi dengan harapan
permukaan akar menjadi halus sehingga menghambat akumulasi plak dan perlekatan
kalkulus. Skeling dan penghalusan akar gigi merupakan terapi mendasar untuk
perawatan penyakit periodontal. Meskipun perawatan ini mempunyai keterbatasan,
antara lain : tidak dapat mencapai daerah poket dengan kedalaman lebih dari 3 mm
dan tidak dapat mencapai daerah bifurkasi yang merupakan cekungan pada akar gigi,
namun skeling dan penghalusan akar gigi masih tetap merupakan perawatan utama,
karena dapat mengurangi inflamasi dan mengurangi kolonisasi bakteri di dalam sulkus
gingiva ( Oda dkk., 2004 ), dan ini sesuai dengan hasil penelitian ,bahwa walaupun
50
hanya dengan skeling dan penghalusan akar gigi pada kelompok kontrol terjadi
penurunan kedalaman pocket periodontal sebesar 2,85 mm ( 43,05% ).
Brook ( 2003 ) , menyebutkan bahwa perawatan tambahan dengan pemberian
antibiotika diperlukan untuk menunjang perawatan mekanis, karena walaupun
perawatan mekanis, yaitu skeling dan penghalusan akar gigi telah dapat mengurangi
jumlah bakteri dalam pocket, tetapi bakteri periodonto patogen yang berada pada
tubulus dentin, gingiva dan sementum masih tertinggal. Oleh karenanya banyak
peneliti mengemukakan perlunya pemberian antibiotika pada perawatan penyakit
periodontal, terutama yang bersifat progressive dan destruktif.
Penggunaan tetrasiklin bentuk gel dalam terapi penyakit periodontal telah
dimodifikasi secara kimia sebagai obat antimikrobial, antikolagenase ( Tsukuda, 1993
). Lebih lanjut didapatkan bahwa penggunaan sediaan tetrasiklin gel sebagai terapi
penunjang skeling dan penghalusan akar gigi memberikan efek klinik yang lebih baik
daripada skeling dan penghalusan akar gigi tanpa pemberian tetrasiklin gel sesuai
dengan penelitian dengan Maduratna ( 2000 ), dan Nilawati ( 2003 ). Tindakan
skeling dan penghalusan akar gigi kadang-kadang tidak dapat mencapai hasil yang
maksimal karena kompleksitas anatomi gigi yang menyulitkan akses instrumen ke
dalam pocket periodontal, sehingga membatasi efektivitas penghalusan akar gigi (
Thomas dan Jorgen, 1996 ). Secara biokompatibilitas penggunaan tetrasiklin telah
diteliti dalam bentuk tetrasiklin gel dengan konsentrasi 0,7 % yang dapat diterima
jaringan dan dapat menghilangkan lapisan smir, membuka tubuli dentin dan membuka
matriks kolagen ( Maduratna, 2000 ). Pemberian tetrasiklin secara lokal
memperbaiki perlekatan jaringan , menurunkan kedalaman poket dibanding dengan
perawatan konvensional ( Pavia, 2004, Goodson dkk., 2012). Pemberian tetrasiklin
secara topikal dapat digunakan untuk perawatan non bedah pada pasien-pasien down
syndrom, sehingga terhindar dari perawatan bedah ( Gautami dkk., 2012) .
6.2. Pengurangan Daerah beradang jaringan periodontal Setelah Pemberian Sediaan Tetrasiklin Gel 0,7 %
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum perlakuan rerata daerah
beradang jaringan periodontal pada kelompok Kontrol adalah 130,3113,84, rerata
kelompok Tetrasiklin gel 0,7% adalah 144,0027,90. Analisis kemaknaan dengan uji
t-independent menunjukkan bahwa nilai t = 1,59 nilai p =0,126. Hal ini berarti bahwa
rerata daerah beradang jaringan periodontal pada kedua kelompok adalah sama (p >
0,05).
Rerata daerah beradang jaringan periodontal sesudah perlakuan pada
kelompok kontrol adalah 59,698,37, rerata kelompok tetrasiklin gel 0,7% adalah
20,159,95. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan bahwa nilai t
= 10,97 nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa rerata daerah beradang jaringan
periodontal pada kedua kelompok berbeda secara bermakna (p < 0,05). Hal ini
disebabkan karena tetrasiklin termasuk antibiotik berspektrum luas untuk bakteri
gram positif , gram negatif, aerobik, anaerobik, yang terutama bersifat bakteriostatik
dan bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman. Tetrasiklin juga mampu
bertindak sebagai chelator logam berat, khususnya kalsium , yaitu membentuk ikatan
kompleks dengan cara membentuk ikatan kovalen koordinat yang stabil dengan atom
kation metal ( Hendry, 2008 ).
Adanya repopulasi bakteri dalam tubuli dentin dan jaringan lunak yang
berdekatan dengan pocket, pada daerah yang tidak dapat terangkat pada saat
penghalusan akar memungkinkan terjadinya rekurensi penyakit ( Thomas dan
Jorgen, 1996 ). Pemberian antimikroba secara lokal ke dalam pocket periodontal
mempunyai keuntungan dibandingkan pemberian sistemik. Pemberian tetrasiklin gel
0.7% efektif menurunkan kadar MMP-8 Gingiva Crevicular Fluid ( GCF). Cara
pemberian obat antibiotika secara lokal di bidang periodontik dapat dengan cara
irigasi pocket dengan larutan kimiawi atau menempatkan obat-obat tertentu dalam
bentuk padat atau semi padat. Syarat pokok agar pemberian obat efektif adalah obat
harus dapat mencapai dasar pocket, dan dapat bertahan lebih lama sampai efek
antimikrobialnya terjadi ( Wahyukundari, 2009 ).
Keradangan periodontal merupakan kelainan yang prevalen pada manusia
dengan parameter risiko yang jelas berperan terhadap morbiditas penduduk dalam
artian hilangnya gigi-geligi dan fungsi oral yang berkurang. Periodontitis merupakan
suatu infeksi campuran spesies bakteri gram negatif, dari kuman kuman seperti
Porphyromonas gingivalis, Prevotella intermedia, Bacteroides forsythus,
Actinobacillus actinomytemcomitans, dan kuman-kuman gram-positif, misalnya
Peptostreptococcus micros dan Streptococcus intermedius ( Beck dan Offenbacher,
2001 ; Carranza dan Camargo, 2002). Bakteri-bakteri tersebut mendominasi penyakit
periodontal tertentu. Misalnya actinobacillus actinomycetemcomitans mendominasi
pada penyakit periodontal tipe adult periodontitis ( Kuriyama dkk., 2000 ). Tetrasiklin
efektif terhadap bakteri actinobacillus actinomycetemcomitans yang banyak
ditemukan pada kasus juvenile periodontitis. Tetrasiklin tidak efektif terhadap
subspesies bakteri capnocytophaga dan eikenella corrodens, walaupun kedua macam
bakteri tersebut banyak pula ditemukan dalam poket periodontal ( Haffajee dan
Socransky, 1994 ). Berbagai data penelitian menyebutkan bahwa tetrasiklin
merupakan drug of choice pada adult periodontitis yang banyak didominasi oleh
bakteri actinobacillus actinomycetemcomitans ( Dumitrescu, 2011 ).
Tetrasiklin mampu menghambat kerja enzim kolagenase yang dihasilkan oleh
bakteri, oleh karena itu tetrasiklin disebut sebagai antibiotika yang bersifat anti
kolagenolitik. Sifat ini menguntungkan jaringan periodontal karena menghambat
kerusakan yang terjadi pada penyakit periodontal Keuntungan inilah yang membuat
tetrasiklin sampai sekarang masih banyak digunakan dalam perawatan penyakit
periodontal, walaupun efek samping yang ditimbulkan juga tidak boleh
dikesampingkan ( Winkelhoff dkk., 2000 ).
Periodontitis kronis adalah peradangan pada jaringan periodontal yang berjalan
secara perlahan (bentuk paling umum). Enzim lisis yang diproduksi oleh bakteri
menyebabkan kerusakan jaringan periodontal secara langsung. Produk bakteri lainnya,
seperti endotoksin, mengaktifkan sistem komplemen yang dapat menimbulkan
pembentukan protein aktif. Aktivasi sel-sel imun oleh bakteri dan produknya
merangsang produksi derivat enzim, sitokin, dan mediator inflamasi lainnya yang
akhirnya menyebabkan destruksi tulang alveolar dan jaringan ikat seperti ligamen
periodontal ( Lopez dkk., 2002 ; Sanford, 2002 ).
Perawatan periodontal harus dapat menghentikan perjalanan penyakit dan
inflamasi serta menciptakan lingkungan yang dapat mencegah terjadinya rekurensi
penyakit. Perawatan skeling dan penghalusan akar gigi merupakan tahapan perawatan
yang sangat penting dalam rangkaian perawatan periodontal. Dengan bertambahnya
kedalaman poket, perawatan skeling dan penghalusan akar gigi, akan semakin sulit
dilakukan karena keterbatasan accessibility dan visibility ( Hung dan Douglass , 2002
).
Penggunaan tetrasiklin gel 0,7% dilaporkan cukup efektif ( Norling dkk., 1992
). Dari percobaan terapi adult periodontitis dengan berbagai konsentrasi tetrasiklin gel
dan berbagai frekuensi aplikasi, ternyata hasil yang paling efektif adalah pemberian
dua kali dalam selang waktu 7 hari dengan konsentrasi 0.7% (Klinge dkk., 1992).
Beberapa peneliti lain melaporkan bahwa hasilnya sama dengan perlakuan skeling
subgingiva (Ainamo dkk., 1992 ; Pedrazoli dkk., 1992 ).
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan simpulan sebagai berikut:
1. Pemberian tetrasiklin gel 0,7 % setelah tindakan skeling dan penghalusan
akar gigi dapat mengurangi kedalaman pocket periodontal pada penderita
periodontitis khronik.
2. Pemberian tetrasiklin gel 0,7 % setelah tindakan skeling serta penghalusan
akar gigi dapat mengurangi daerah beradang jaringan periodontal pada
penderita periodontitis khronik.
7.2 Saran
Sebagai saran dalam penelitian ini adalah:
1. Perlu diberitahu kepada dokter gigi bahwa untuk mengobati periodontitis
khronik dapat diberikan tetrasiklin gel 0,7 %, karena disamping mengurangi
daerah beradang jaringan periodontal juga dapat mengurangi kedalaman
pocket gigi.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk membandingkan efek
kombinasi tetrasiklin dengan tetrasiklin tunggal apakah dapat
mempercepat penyembuhan penyakit periodontitis khronik .
.3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kombinasi sediaan
tetrasiklin agar obat dapat bertahan lama dalam saku gusi sehingga
memberikan efek maksimal .
56
DAFTAR PUSTAKA
Ainamo,J., Lie,L., Ellingsen,B.H., Hansen,S.F., Johansson,L.A.,Karring, T., Kisch ,J.,
Paunio, K., Stoltze. 1992. Clinical responses to subgingival application of a metronidazole 25% gel compared to the effect of subgingival scaling in adult periodontitis. J Clin Periodontol, 19: 72329.
Bratawidjaja, K .G. 2004. Imunologi dasar . 1th Ed. Jakarta: Balai penerbit FK UI. Brook, I. 2003. Microbiology and management of periodontal infections. Gen Dent ; 51(5):424-8. Bulkacz, J., Carranza, F.A. 2002. Mechanisms of the Gingiva . In: Carranza’s. Clinical Periodontology. 9th Ed. Philadelpia: WB.Saunder Co.
Campbell ,N.A., Reece, J.B., Mitchell, L.G.2004. Biology Oral . five edition vol.3. Jakarta: Erlangga.P 81-82.
Carranza, F.A. 2002. The Periodontal Disease. In: Carranza’s. Clinical Periodontology. 9th ed. Philadelpia. WB.Saunder Co.
Carranza, F.A., Camargo, P. M. 2002. The Periodontal Pocket. In: Carranza’s. Clinical Periodontology. 9th ed. Philadelpia. WB.Saunder Co. De Carlo,A.J.L., Boddden, M.K. 1997. Activation and Novel processing matrix metalloproteinase by a Thiol-proteinase from The Oral Anaerob porphyromonas gingivalis. J Dent Res 76(6):1260-70.
Dorland,W.A. 2002. Kamus Kedokteran . ( Hartanto, H., dkk., Pentj ). Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Dumitrescu, A.L. 2011. Antibiotics and Antiseptics in Periodontal Therapy . Berlin
.springer verlag. Eaton, K.A., Kieser, J.B., Davies, R.M. 1989. The removal of root surface deposits. Journal of Clinical Periodontology .12,; 141. Finn, S.B. 2003. Clinical Pedodontics . 4th Ed, Philadelphia:W.B. Sauders Co .370-9 Forest, J.O.1995.Pencegahan Penyakit Mulut, PreventiveDentistry. ( Yuwono, Pentj ).
Jakarta. Hipokrates. Greenstein, G. 2000. Nonsurgical periodontal therapy in : A literature review. JADA .131; 1580-89. Hansen, H.B. 1995. Proteolytic remodelling of extracellular matrix. Current opinion of cell biology. Jun (5):728-35. Haryanto,N. 2004. Perbedaan hasil perawatan poket periodontal antara kuretase dan
excisional new attachment procedure (enap)” ( karya tulis). Yogyakarta .Universitas Gadjah mada.
Hendradi,E. 1997. Pelepasan Difenhidramida Hcl dari beberapa basis sediaan topical
melewati basis membrane selofan . Laporan Penelitian . Surabaya.Lembaga Penelitian Universitas Airlangga. Hal 10 – 11.
Hendry, F.C.2007.Tetracicline,Macrolide, clindamicin, Cloramfenicol, and stepto micine.in: Bertram G Katzung. : Basic and Clinical Pharmacology.10th Ed. San Fransisco.Mc Graw Hill companies Inc. Henry, F.C. 2008. Protein synthesis inhibitors and miscellaneous antibacterial agents. in : Goodman & Gilman's . The pharmacological basis of therapeutics . 11th ed. New York. The McGraw-Hill Companies. John ,T. L. 2002. Periodontal Disease. AHealthyMe.comAvailable from:URL:
http://www.perio.org/consum er/2a.html.1-3 . .{cited 2011 Jan.22} Keith, L., Mario, T., Rossa, C., Philip, M.W. 2006. Molecular biology of the host microbe interaction in periodontal disease. In: Carranza’s clinical periodontology .10th ed. Philadelphia: W.B Saunder Company.: 259- 74.
Klinge, B., Attstrom, R., Karring, T., Kisch, J., Lewin, B., Stoltze, K. 1992. Regimens of topical metronidazole compared with subgingival scaling on periodontal pathology in adults. J Clin Periodontol, 19: 70814.
Klokkevoid,P.R., Mealey, B.L. 2002. Periodontal medicine. In: Carranza’s. Clinical Periodontology. 9th Ed. Philadelpia. WB.Saunder Co. Korman,K.S.1993.Controlled-release local delivery antimicrobials in periodontics prospects for the future. J Periodontol, 64: 78291 Maduratna.E. 2000. “Biokompatibilitas gel tetrasiklin hidroklorida dan pengaruhnya terhadap terlepasnya lapisan smir pada permukaaan akar” ( tesis ). Surabaya: Universitas Airlangga. Magnusson, I., Lindhe,J., Yoneyama,T. 1984. Recolonisation of the subgingival
microbiota following scaling in deep pockets. Journal of Clinical Periodontology 11,; 193. In: J.D. Manson and B.M. Eley. Outline of periodontics.
Manson, J.D., Eley, B.M. , 2000. Outline of periodontics. 4 th ed. Oxford. London: Wright:139,227-41.. Mealey,B.L., Perry, R.K. 2006. Periodontal medicine : Impact of periodontal infection on systemic health. In: Carranza’s clinical periodontology 11th ed. Philadelphia : W.B Saunder Company.: 312-29. Negrato ,C. A., and Tarzia, O.2010. Buccal alterations in diabetes mellitus. Available from:The American Academy of Periodontology, 2002.Gum disease information. Do you have periodontal disease? http://www.perio.org/consumer/2a.html. 1-3. [cited 2011 Juli 22] Nesse,W., Abbas,F., van der Ploeg,I., Spijkervet,F.K., Dijkstra,P.U., Vissink,A. 2008. Periodontal inflamed surface area:quantifying inflammatory burden. Journal of Clinical Periodontology 35, 668–73. Newman, M.G. 2006. The normal peridonsium. In: Carranza’s. Clinical Periodontology. 9th ed. Philadelpia. WB.Saunder Co. Nilawati. 2003.”Efektifitas tetrasiklin disbanding metronidazole pada perawatan adult
periodontitis”( karya tulis akhir ). Surabaya : Universitas Airlangga. Norling,T., Loding. P., Engstrom,S., Larsson, K., Krog, N., Nissen, S.S. 1992.
Formulation of drug delivery system based on a mixture of monoglycerides and tryglycerides for use in the treatment of periodontal disease. J Clin Periodontol, 19: 86792.
Oda S, Nitta H, Setoguchi T, IzumiY, Ishikawa I. 2004. Current concepts and advances in manual and power-driven instrumentation. J Periodontology 2000; 36(1): 45-58.
Palmer, R.M., Matthews, J.P. 1998. Wilson,R.F. Adjunctive system and locally delivered metronidazole in the treatment of periodontitis : a controlled clinical studdy. British Dental Journal 184:203-10.
Pattison,G.L., Pattison,A.M .2002. Scaling and root planning. In: Carranza’s. Clinical Periodontology. 9th ed. Philadelpia. WB.Saunder Co. Pedrazoli,V., Kilian,M., Karring,T. 1992. Comparable clinical and
microbiological effects of topical subgingival application of a 25% metronidazole gel and scaling in the treatment of adult periodontitis. J Clin Periodontol, 18: 7 1522.
Pocock, S.J., 2008. Clinicals Trials A Pratical Approach. John Willey & Sons Ltd, The Atrium, Shouthern Gate, Chichester, West Sussex PO 198 SQ, England.
Seymour, R.A., Heasman, P.A. 1995. Pharmacological control of periodontal disease. II. Antimicrobial Agent. J Dent 23;5-14.
Sugiono. 2009. Metode Penelitian Kwantitatif kwalitatif dan R N D. Penerbit Kompas.
Jakarta Suwandi, T. 2003. Efek Klinis Penggunaan Metronidazole 25 % . Jurnal Kedokteran
Gigi Universitas. Indonesia,10 ( Edisi Khusus ) : hal 669-74. Thomas,E., Jorgen,S. 1996. Local delivery of antimicrobial agents in the periodontal
pocket in a systemic and topical antimicrobial therapy in periodontics. Periodontology 2000. 10:139-54.
Tsukuda, N. 1993. The influence of doxycycline on the attachment of fibroblasts to gelatin-coated surfaces and its cytotoxicity.JPeridontol; 64:1219- 24. Van Winkelhoff, A.J., Rams, T.E. , Slots, J. 2000. Systemic antibiotic therapy in periodontics. Periodontology 2000. Copenhagen: Munksgaard; 1996. pp 47,51,57,60. Varma, B.R.R., Nayak, R.P. 2002. Current concepts in periodontics. 1th ed. New Delhi: Chaman Enterprises. Vernillo, Ramamurthy, Lorne, M., Golub, Rifkin. 1994. The non antimicrobial properties of tetracycline of periodontal disease. Current Opinion in Periodontology: 111-8. Wahyukundari, M.A. 2009. Perbedaan kadar matrix metalloproteinase-8 setelah scaling dan pemberian tetrasiklin pada penderita periodontitis kronis. jurnal PDGI, vol 58 no. 1, januari-april 2009 : 1-6. Widowati. 1997. Aktivitas antibiotic terhadap bakteri periodontopatogenik . Ceramah Ilmiah . F K G Universitas Airlangga. Surabaya.
Lampiran 1 Uji Normalitas Data
Tests of Normality
Kelompok Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig. pre Placebo .133 13 .200* .948 13 .569
Tetrasiklin .178 13 .200* .886 13 .085 post Placebo .116 13 .200* .963 13 .793
Tetrasiklin .201 13 .155 .910 13 .183 Poket_pre Placebo .271 13 .010 .883 13 .078
Tetrasiklin .184 13 .200* .896 13 .116 Poket_post Placebo .470 13 .000 .533 13 .000
Tetrasiklin .352 13 .000 .646 13 .000 a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Lampiran 2 Uji t-independent
Group Statistics
Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error
Mean pre Placebo 13 130.31 13.841 3.839
Tetrasiklin 13 144.00 27.899 7.738 post Placebo 13 59.69 8.370 2.322
Tetrasiklin 13 20.15 9.949 2.759 Poket_pre Placebo 13 6.62 .961 .266
Tetrasiklin 13 6.38 1.044 .290
Independent Samples Test Levene's
Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean Differe
nce
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the Difference
Lower Upper pre Equal
variances assumed
1.170 .132 -1.585 24 .126 -13.692 8.638 -
31.519 4.135
Equal variances not assumed
-1.585 17.570 .131 -
13.692 8.638 -31.871 4.486
post
Equal variances assumed
.575 .455 10.965 24 .000 39.538 3.606 32.096 46.981
Equal variances not assumed
10.965 23.318 .000 39.538 3.606 32.085 46.992
Poket_pre
Equal variances assumed
.224 .641 .586 24 .563 .231 .393 -.581 1.043
Equal variances not assumed
.586 23.837 .563 .231 .393 -.582 1.043
Lampiran 3 Uji Mann-Whitney Test
Group Statistics
Kelompok N Mean Std.
Deviation Std. Error
Mean Poket_post Placebo 13 3.77 .439 .122
Tetrasiklin 13 2.46 .519 .144
Ranks Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks Poket_post Placebo 13 19.31 251.00
Tetrasiklin 13 7.69 100.00 Total 26
Test Statisticsb
Poket_post Mann-Whitney U 9.000 Wilcoxon W 100.000 Z -4.119 Asymp. Sig. (2-tailed) .000 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .000a a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Kelompok Kelompok = Tetrasiklin Wilcoxon Signed Ranks Test
Paired Samples Statisticsa
Mean N Std. Deviation Std. Error
Mean Pair 1 Poket_pre 6.38 13 1.044 .290
Poket_post 2.4615 13 .51887 .14391 a. Kelompok = Tetrasiklin
Ranksd
N Mean Rank Sum of Ranks
Poket_post - Poket_pre
Negative Ranks 13a 7.00 91.00
Positive Ranks 0b .00 .00 Ties 0c Total 13
a. Poket_post < Poket_pre b. Poket_post > Poket_pre c. Poket_post = Poket_pre d. Kelompok = Tetrasiklin
Test Statisticsb,c
Poket_post - Poket_pre Z -3.203a Asymp. Sig. (2-tailed) .001 a. Based on positive ranks. b. Kelompok = Tetrasiklin c. Wilcoxon Signed Ranks Test
Paired Samples Statisticsa
Mean N Std. Deviation Std. Error
Mean Pair 1 Poket_pre 6.62 13 .961 .266
Poket_post 3.7692 13 .43853 .12163 a. Kelompok = Placebo
Ranksd
N Mean Rank Sum of Ranks
Poket_post - Poket_pre
Negative Ranks 13a 7.00 91.00
Positive Ranks 0b .00 .00 Ties 0c Total 13
a. Poket_post < Poket_pre b. Poket_post > Poket_pre c. Poket_post = Poket_pre d. Kelompok = Placebo
Test Statisticsb,c
Poket_post - Poket_pre Z -3.211a Asymp. Sig. (2-tailed) .001 a. Based on positive ranks. b. Kelompok = Placebo c. Wilcoxon Signed Ranks Test
Paired Samples Statisticsa
Mean N Std. Deviation Std. Error
Mean Pair 1 pre 144.00 13 27.899 7.738
post 20.15 13 9.949 2.759 a. Kelompok = Tetrasiklin
Paired Samples Correlationsa N Correlation Sig. Pair 1 pre & post 13 .236 .438
Paired Samples Correlationsa N Correlation Sig. Pair 1 pre & post 13 .236 .438 a. Kelompok = Tetrasiklin
Paired Samples Testa
Paired Differences
t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Std. Deviati
on
Std. Error Mean
95% Confidence
Interval of the Difference
Lower Upper Pair 1
pre - post
123.846 27.319 7.577 107.33
8 140.35
5 16.3
45 12 .000
a. Kelompok = Tetrasiklin
Kelompok = Placebo
Paired Samples Statisticsa
Mean N Std. Deviation Std. Error
Mean Pair 1 pre 130.31 13 13.841 3.839
post 59.69 13 8.370 2.322 a. Kelompok = Placebo
Paired Samples Correlationsa N Correlation Sig.
Pair 1 pre & post 13 .137 .656 a. Kelompok = Placebo
Paired Samples Testa Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
Mean
Std. Deviati
on
Std. Error Mean
95% Confidence
Interval of the Difference
Lower Upper Pair 1
pre - post
70.615 15.163 4.206 61.452 79.778 16.7
91 12 .000
a. Kelompok = Placebo
HASIL PENELITIAN 1. Hasil Pengukuran PISA Tabel 1 Hasil pengukuran PISA pre-post test
Kelompok PRE TEST POST TEST
Dalam mm2
kelompok gel tetrasiklin
147 149 120 128 154 126 118 169 137 193 197 121
17 37 15 10 18 17 8
26 23 35 8
33 15
113
kelompok placebo
145 110 112 127 122 125 150 117 141 151 138 133 123
8 3
58 47 57 71 62 73 49 67 61 51 59
Tabel 2 Hasil pengukuran pocket gigi pre-post test
Kelompok PRE TEST POST TEST
Dalam mm2
kelompok gel
tetrasiklin
6 6 8 7 5 7 7 6 8 5 5 7 6
3 2 2 3 2 2 3 2 3 2 3 2 3
kelompok placebo
7 6 7 8 6 7 7 6 7 5 5 8 7
4 3 4 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4
DAFTAR PUSTAKA
Ainamo,J., Lie,L., Ellingsen,B.H., Hansen,S.F., Johansson,L.A.,Karring, T., Kisch ,J., Paunio, K., Stoltze. 1992. Clinical responses to subgingival application of a metronidazole 25% gel compared to the effect of subgingival scaling in adult periodontitis. J Clin Periodontol, 19: 72329. Alexander, L. Dumitrescu. 2011. Antibiotics and Antiseptics in Periodontal Therapy . springer verlag. Berlin . Beck, J.D., Offenbacher ,S. 2001.The association between periodontal diseases and cardiovascular diseases: a state-of-the science review. Ann Periodontol; 6: 9- 15. Bratawidjaja, K .G. 2004. Imunologi dasar . 1th Ed. Balai penerbit FK UI. Jakarta. Brook, I. 2003. Microbiology and management of periodontal infections. Gen Dent ; 51(5):424-8. Bulkacz, J., Carranza, F.A. 2002. Mechanisms of the Gingiva . In: Carranza’s. Clinical Periodontology. 9th Ed. Philadelpia: WB.Saunder Co. Campbell ,N.A., Reece, J.B., Mitchell, L.G.2004. Biology Oral . five edition vol.3. Erlangga.P 81-82. Jakarta. Carlos, A.Negrato and Olinda Tarzia.2010. Buccal alterations in diabetes mellitus. Available from: The American Academy of Periodontology, 2002.Gum disease information. Do you have periodontal disease? http://www.perio.org/consumer/2a.html. 1-3. [cited 2011 Juli 22] Carranza, F.A. 2002. The Periodontal Disease. In: Carranza’s. Clinical Periodontology. 9th Ed. Philadelpia. WB.Saunder Co. Carranza, F.A., Camargo, P. M. 2002. The Periodontal Pocket. In: Carranza’s. Clinical Periodontology. 9th Ed. Philadelpia. WB.Saunder Co. De Carlo,A.J.L., Boddden, M.K. 1997. Activation and Novel processing matrix metalloproteinase by a Thiol-proteinase from The Oral Anaerob porphyromonas gingivalis. J Dent Res 76(6):1260-70. Dorland,W.A. 2002. Kamus Kedokteran . ( Hartanto, H., dkk., Pentj ). Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Eaton, K.A., Kieser, J.B., Davies, R.M. 1989. The removal of root surface deposits. Journal of Clinical Periodontology .12,; 141. Erni Maduratna. 2000. “Biokompatibilitas gel tetrasiklin hidroklorida dan pengaruhnya terhadap terlepasnya lapisan smir pada permukaaan akar” ( tesis ). Surabaya: Universitas Airlangga. Finn, S.B. 2003. Clinical Pedodontics . 4th Ed, Philadelphia:W.B. Sauders Co .370-9 Forest, J.O.1995.Pencegahan Penyakit Mulut, PreventiveDentistry. ( Yuwono, Pentj ). Jakarta. Hipokrates. Genco, R., Rose ,L. Cohen,D. 2000.Periodontal Medicine. London. BC Decker Inc Hamilton. p 264 - 73 Greenstein, G. 2000. Non surgical periodontal therapy in : A literature review. JADA .131; 1580-89. Haffajee, A.D., Socransky, S.S. 1994.Microbial etiological agents of destructive periodontal diseases. Periodontol 2000;6(5): 78–111 Hansen, H.B. 1995. Proteolytic remodelling of extracellular matrix. Current opinion of cell biology. Jun (5):728-35. Haryanto,N. 2004. Perbedaan hasil perawatan poket periodontal antara kuretase dan excisional new attachment procedure (enap)” ( karya tulis). Yogyakarta . Universitas Gadjah mada. Hendradi,E. 1997. Pelepasan Difenhidramida Hcl dari beberapa basis sediaan topical melewati basis membrane selofan . Laporan Penelitian . Surabaya.Lembaga Penelitian Universitas Airlangga. Hal 10 – 11. Hendry, F.C.2007.Tetracicline,Macrolide, clindamicin, Cloramfenicol, and steptomicine .in: Bertram G Katzung. : Basic and Clinical Pharmacology. 10th Ed. San Fransisco.Mc Graw Hill companies Inc. Henry, F.C. 2008. Protein synthesis inhibitors and miscellaneous antibacterial agents. in : Goodman & Gilman's . The pharmacological basis of therapeutics . 11th ed. New York. The McGraw-Hill Companies. Hung, H.C., Douglass, C.W. Meta analysis of the effect of scaling and root planning surgical treatment and antibiotic therapies on periodontal probing depth and attachment loss. J Clin Periodontol 2002; 29: 975-86. James Max Goodson, Anne, D. Haffajee, Sigmund, S. Socransky, Ralph Kent, Ricardo Teles, Hatice Hasturk, Anna Bogren, Thomas Dyke, Jan Wennstrom and Jan Lindhe. 2012. Control of periodontal infections: A randomized
controlled trial I. The primary outcome attachment gain and pocket depth reduction at treated sites. Journal of Clinical Periodontology John ,T. L. 2002. Periodontal Disease. AHealthyMe.comAvailable from:URL: http://www.perio.org/consum er/2a.html.1-3 . .{cited 2011 Jan.22} Keith, L., Mario, T., Rossa, C., Philip, M.W. 2006. Molecular biology of the host microbe interaction in periodontal disease. In: Carranza’s clinical periodontology .10th ed. Philadelphia: W.B Saunder Company.: 259- 74. Klinge, B., Attstrom, R., Karring, T., Kisch, J., Lewin, B., Stoltze, K. 1992. Regimens of topical metronidazole compared with subgingival scaling on periodontal pathology in adults. J Clin Periodontol, 19: 70814. Klokkevoid,P.R., Mealey, B.L. 2002. Periodontal medicine. In: Carranza’s. Clinical Periodontology. 9th Ed. Philadelpia. WB.Saunder Co. Kuriyama, T., Karasawa ,T.,Nakagawa, K., Saiki, Y.,Yamamoto, E., Nakamura, S. 2000. Bacteriologic features and antimicrobial susceptibility in isolates from orofacial odontogenic infections. Osomop ;90: 5: 600-7. Lopez, S. G. 2002. Periodontal Therapy May Reduce the Risk of Preterm Low Birth Weight in Women with Periodontal Disease: A Randomized Controlled Trial. J Periodontol, Vol.73 No.8; hlm. 911-24 Manson, J.D., Eleey, B.M. , 2000. Outline of periodontics. 4 th Ed. Oxford. London: Wright:139,227-41. Maria Pavia,. 2003. Meta-Analysis of Local Tetracycline in Treating Chronic Periodontitis. J Periodontol;74:916-32. Mealey,B.L., Perry, R.K. 2006. Periodontal medicine : Impact of periodontal infection on systemic health. In: Carranza’s clinical periodontology 9th Ed. Philadelphia : W.B Saunder Company.: 312-29. Nesse,W., Abbas,F., van der Ploeg,I., Spijkervet,F.K., Dijkstra,P.U., Vissink,A. 2008. Periodontal inflamed surface area:quantifying inflammatory burden. Journal of Clinical Periodontology 35, 668–73. Newman,M.G. 2006. The normal peridonsium. In: Carranza’s.Clinical Periodontology. 9th Ed. Philadelpia. WB.Saunder Co. Nilawati. 2003.”Efektifitas tetrasiklin disbanding metronidazole pada perawatan adult periodontitis”( karya tulis akhir ). Surabaya : Universitas Airlangga. Norling,T., Loding. P., Engstrom,S., Larsson, K., Krog, N., Nissen, S.S. 1992. Formulation of drug delivery system based on a mixture of monoglycerides
and tryglycerides for use in the treatment of periodontal disease. J Clin Periodontol, 19: 86792. Oda, S., Nitta, H., Setoguchi, T., Izumi,Y., Ishikawa, I. 2004. Current concepts and advances in manual and power-driven instrumentation. J Periodontology 2000; 36(1): 45-58. Pattison,G.L., Pattison,A.M .2002. Scaling and root planning. In: Carranza’s. Clinical Periodontology. 9th Ed. Philadelpia. WB.Saunder Co. Pedrazoli,V., Kilian,M., Karring,T. 1992. Comparable clinical and microbiological effects of topical subgingival application of a 25% metronidazole gel and scaling in the treatment of adult periodontitis. J Clin Periodontol, 18: 7 1522. Penmetsa Subadhra Gautami, Alluri Venkata Ramaraju and Madiraju GunaShekhar. 2012. Adjunctive use of tetracycline fibers with nonsurgical periodontal therapy in an adult with Down syndrome: a case report. Special Care in Dentistry .32:2, 61-65 Pocock, S.J., 2008. Clinicals Trials A Pratical Approach. John Willey & Sons Ltd, The Atrium, Shouthern Gate, Chichester, West Sussex PO 198 SQ, England. Sakkelari,D. Goodson,J.M.,Socransky,S.S.,Kolokotronis,A. 2000. Concentracion of 3 tetracyclines in plasma, gingival crevice fluid and saliva. J Clin Periodontol 27 : 53 -60 Suwandi, T. 2003. Efek Klinis Penggunaan Metronidazole 25 % . Jurnal Kedokteran Gigi Universitas. Indonesia,10 ( Edisi Khusus ) : hal 669-74. Thomas,E., Jorgen,S. 1996. Local delivery of antimicrobial agents in the periodontal pocket in a systemic and topical antimicrobial therapy in periodontics. Periodontology 2000. 10:139-54. Tsukuda, N. 1993. The influence of doxycycline on the attachment of fibroblasts to gelatin-coated surfaces and its cytotoxicity. J Peridontol; 64:1219- 24. Varma, B.R.R., Nayak, R.P. 2002. Current concepts in periodontics. 1th ed. New Delhi: Chaman Enterprises. Vernillo, Ramamurthy, Lorne, M., Golub, Rifkin. 1994. The non antimicrobial properties of tetracycline of periodontal disease. Current Opinion in Periodontology: 111-8. Wahyukundari, M.A. 2009. Perbedaan kadar matrix metalloproteinase-8 setelah scaling dan pemberian tetrasiklin pada penderita periodontitis kronis. jurnal PDGI, vol 58 no. 1, januari-april 2009 : 1-6.