Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Identifikasi Daerah Rawan Banjir di Kabupaten Pringsewu
Rany Cahyani.1 23116037
Dr. Ir. Bambang Edhi Leksono S. M.Sc.2, Agel Vidian Krama, S.Pd., M.Si.3
Institut Teknologi Sumatera
Email : [email protected]
Abstrak: Setiap tahun bencana alam terjadi di berbagai tempat di wilayah Indonesia, salah
satunya yaitu banjir. Banjir dapat disebabkan oleh berbagai faktor, salah satumya yaitu curah
hujan. Semakin tinggi curah hujannya maka semakin berpotensi terjadi banjir. Kabupaten
Pringsewu merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Lampung yang termasuk
dalam kategori rawan banjir. Selain faktor curah hujan, faktor lain juga diduga menjadi
penyebab terjadinya banjir, misalnya ketinggian, jenis tanah, tutupan lahan, atau kemiringan
lereng. Penelitian ini dilakukan guna mengetahui tingkat dan persebaran lokasi rawan banjir
di Kabupaten Pringsewu, serta faktor yang paling dominan yang menjadi penyebab kerawanan
banjir. Penelitian ini menggunakan metode overlay dengan skoring antara parameter-
parameter yang ada, dimana setiap parameter dilakukan proses skoring dengan pemberian
bobot dan nilai yang sesuai dengan pengklasifikasiannya masing-masing yang kemudian
dilakukan overlay. Hasil overlay diklasifikasikan menjadi 5 kelas yaitu tidak rawan, cukup
rawan, kerawanan sedang, kerawanan tinggi, dan kerawanan sangat tinggi. Untuk hasil yang
diperoleh kelas yang paling didominasi adalah kelas kerawanan tinggi yang memiliki luas
386.93 km2 (63%), kelas kerawanan sedang 180.319 km2 (29.36%), kelas kerawanan sangat
tinggi 30.297 km2 (4.932%), kelas cukup rawan 13.907 km2 (2.264%), dan kelas tidak rawan
2.728 km2 (0.444%). Faktor yang paling dominan yang menjadi penyebab kerawanan banjir
di Kabupaten Pringsewu adalah kemiringan lereng. Pada bagian timur di Kabupaten
pringsewu hampir meliputi seluruh wilayah mempunyai kemiringan lereng dalam kategori
datar dengan persentase kemiringan 0-8%, hal tersebut disebabkan oleh wilayah yang
cenderung datar dan rendah sehingga berpotensi menjadi tampungan air ketika hujan yang
mengakibatkan terjadi banjir.
Kata kunci: Banjir, Overlay, Skoring, Sistem Informasi Geografis
Abstract: Every year natural disasters happen in several places in the territory of Indonesia, one of them is flooding. Flooding can be caused by several factors, one of which is rainfall.
the higher the rainfall, the more likely there is flooding. Pringsewu district is one of the
districts that fall into the category of flood prone. In addition to rainfall factors, other factors are also suspected to be the cause of flooding, are altitude, soil type, land use, and slope. This
research is using an overlay with scoring between the parameters, where each parameter is do by the scoring process by giving score and wight corresponding classification and then
using overlay. The overlay results are classified into 5 classes, not agitated, moderate agitated, intermediate agitated, very agitated, and highly agitated. For the result that the most
dominated class is the very agitated class which has an area of 386.93 km2 (63%), the
intermediate agitated class is 180.319 km2 (29.36%), class highly agitated is 30.297 km2
(4.932%), the moderate agitated class is 13.907 km2 (2.264%). And not an agitated class is
2.728 km2 (0.444%). The most dominant factor is flood vulnerability in Pringsewu Regency is
the slope. In the eastern part of Pringsewu Regency, almost all areas have a flat slope with a slope percentage of 0-8%, this is because the area tends to be flat and low so that it has the
potential to become water flood when it rains and become a flooding Keyword: Flood, Overlay, Scoring, Geographic Information Systems
PENDAHULUAN
Indonesia memiliki iklim tropis,
sehingga sepanjang tahun mengalami dua
musim dalam setahun yaitu musim hujan
dan musim kemarau. Pada musim
penghujan, curah hujan yang tinggi akan
mengakibatkan meluapnya sungai
sehingga dapat menyebabkan banjir. Ada
beberapa faktor yang menjadi penyebab
terjadinya banjir. Secara umum penyebab
terjadinya banjir dapat diklasifikasikan
menjadi dua kategori, yaitu banjir yang
disebabkan oleh faktor-faktor alami dan
banjir yang disebabkan karena tindakan
manusi [1].
Kerugian yang ditimbulkan oleh
banjir sangat besar baik dari segi materi
maupun kerugian jiwa. Salah satu upaya
untuk meminimalkan dampak dari banjir
yaitu dengan tersedianya peta daerah
rawan banjir yang dipakai untuk
perencanaan pengendalian dan
penanggulangan dini (early warning
system) sehingga setiap tahunnya
masyarakat dapat lebih mempersiapkan
diri untuk menghadapi fenomena banjir.
Identifikasi daerah rawan banjir
merupakan salah satu cara yang paling
cocok digunakan untuk memperingatkan
dan memberikan informasi kepada
masyarakat mengenai daerah yang
memiliki tingkat kerawanan banjir.
Kerawanan banjir dapat diidentifikasi
secara cepat, mudah dan akurat melalui
Sistem Informasi Geografis dengan
menggunakan metode tumpang susun
dengan skoring antara parameter-
parameter yang ada, dimana setiap
parameter dilakukan proses skoring
dengan pemberian bobot dan nilai yang
sesuai dengan pengklasifikasiannya
masing-masing yang kemudian dilakukan
overlay [4].
Kabupaten Pringsewu merupakan
salah satu kabupaten yang berada di
Provinsi Lampung yang termasuk dalam
kategori rawan banjir. Bencana alam ini
selalu terjadi setiap tahun ketika memasuki
musim penghujan. Selain faktor curah
hujan, faktor lain juga diduga menjadi
penyebab terjadinya banjir, misalnya
ketinggian, jenis tanah, tutupan lahan, dan
kemiringan lereng. Untuk mengetahui
seberapa akuratnya hasil penelitian dengan
kondisi yang ada di lapangan atau tidak
diperlukan validasi lapangan. Metode yang
digunakan adalah simple random
sampling.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui tingkat dan persebaran
lokasi rawan banjir di Kabupaten
Pringsewu.
2. Mengetahui faktor yang paling
dominan yang menjadi penyebab
kerawanan banjir di Kabupaten
Pringsewu.
TEORI DASAR
Banjir
Banjir adalah peristiwa dimana
daratan yang biasanya kering menjadi
tergenang air yang disebabkan oleh
tingginya curah hujan dan topografi
wilayah berupa dataran rendah hingga
cekung ataupun kemampuan infiltrasi
tanah rendah sehingga tanah tidak mampu
menyerap air. Selain itu banjir
didefinisikan sebagai luapan air sungai
akibat ketidakmampuan sungai
menampung air. Bencana banjir
merupakan aspek interaksi antara manusia
dengan alam yang timbul dari proses
dimana manusia mencoba menggunakan
alam yang bermanfaat dan menghindari
alam yang merugikan manusia [5].
Parameter Banjir
Berdasarkan pengamatan, bahwa
banjir disebabkan oleh dua katagori yaitu
banjir akibat alami dan banjir akibat
aktivitas manusia. Banjir akibat alami
dipengaruhi oleh curah hujan, fisiografi,
erosi dan sedimentasi, kapasitas sungai,
kapasitas drainase dan pengaruh air
pasang. Sedangkan banjir akibat aktivitas
manusia disebabkan karena ulah manusia
yang menyebabkan perubahan lingkungan
seperti : perubahan kondisi Daerah Aliran
Sungai (DAS), kawasan pemukiman di
sekitar bantaran, rusaknya drainase lahan,
kerusakan bangunan pengendali banjir,
rusaknya hutan (vegetasi alami), dan
perencanaan sistim pengendali banjir yang
tidak tepat. Berdasarkan faktor-faktor
diatas, dapat digunakan sebagai parameter
penelitian, yaitu :
1. Curah Hujan
Curah hujan merupakan jumlah air
yang jatuh di permukaan tanah datar
selama periode tertentu yang diukur
dengan satuan tinggi milimeter (mm) di
atas permukaan horizontal. Hujan juga
dapat diartikan sebagai ketinggian air
hujan yang terkumpul dalam tempat yang
datar, tidak menguap, tidak meresap dan
tidak mengalir [11]. Semakin tinggi curah
hujannya maka semakin berpotensi terjadi
banjir, begitu pula sebaliknya. Semakin
rendah curah hujannya, maka semakin
aman akan bencana banjir.
2. Ketinggian
Ketinggian (elevasi) lahan adalah
ukuran ketinggian lokasi di atas permukaan
laut. Ketinggian mempunyai pengaruh
terhadap terjadinya banjir. Semakin rendah
suatu daerah maka semakin berpotensi
terjadi banjir, begitu pula sebaliknya.
Semakin tinggi suatu daerah, maka
semakin aman akan bencana banjir.
3. Jenis Tanah
Jenis tanah pada suatu daerah sangat
berpengaruh dalam proses penyerapan air
atau yang biasa kita sebut sebagai proses
infiltrasi. Infiltrasi adalah proses aliran air
di dalam tanah secara vertikal akibat
adanya potensial gravitasi. Secara fisik
terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi infiltrasi diantaranya jenis
tanah, kepadatan tanah, kelembaban tanah
dan tanaman di atasnya, laju infiltrasi
pada tanah semakin lama semakin kecil
karena kelembaban tanah juga mengalami
peningkatan [15]. Semakin besar daya
serap atau infiltrasinya terhadap air maka
tingkat kerawanan banjirnya akan semakin
kecil. Begitu pula sebaliknya, semakin
kecil daya serap atau infiltrasinya terhadap
air maka semakin besar potensi kerawanan
banjirnya [16].
4. Tutupan Lahan
Lahan diartikan sebagai lingkungan
fisik yang terdiri atas iklim, tanah, relief,
air, vegetasi, serta benda yang ada di
atasnya yang berpengaruh terhadap
penggunaannya. Dalam kaitannya dengan
kerawanan banjir, penggunaan lahan akan
berperan pada besarnya air limpasan hasil
dari hujan yang telah melebihi laju
infiltrasi. Lahan yang banyak ditanami
oleh vegetasi maka air hujan akan banyak
diinfiltrasi dan lebih banyak waktu yang
ditempuh oleh limpasan untuk sampai ke
sungai sehingga kemungkinan banjir lebih
kecil daripada daerah yang tidak ditanami
oleh vegetasi.
5. Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng terjadi akibat
perubahan permukaan bumi di berbagai
tempat yang disebabakan oleh daya-daya
eksogen dan gaya-gaya endogen yang
terjadi sehingga mengakibatkan perbedaan
letak ketinggian titik-titik diatas
permukaan bumi. Kemiringan lereng
mempengaruhi erosi melalui runoff.
Makin curam lereng makin besar laju dan
jumlah aliran permukaan dan semakin
besar erosi yang terjadi. Selain itu partikel
tanah yang terpercik akibat tumbukan
butir hujan makin banyak [20].
Digital Elevation Model Nasional
(DEMNAS)
Digital Elevation Model (DEM) atau
disebut dengan model elevasi digital
merupakan visualisasi topografi atau
ketinggian muka tanah yang dibangun
berdasarkan hasil interpolasi deterministik
[23]. Data DEM secara nasional
dikeluarkan oleh Badan Informasi
Geospasial (BIG). DEM ini disebut
dengan DEMNAS (DEM Nasional).
Sistem Informasi Geografis (SIG)
Sistem Informasi Geografis (SIG)
atau Geographic Information System
(GIS) adalah suatu sitem berbasis
komputer yang memiliki kemampuan
dalam menangani data bereferensi geografi
yaitu pemasukan data, manajemen data
(penyimpanan dan pemanggilan kembali),
manipulasi dan analisis data, serta keluaran
sebagai hasil akhir (output). Hasil akhir
(output) dapat dijadikan acuan dalam
pengambilan keputusan pada masalah
yang berhubungan dengan geografis [25].
Overlay
Overlay merupakan proses yang
digunakan untuk menyatukan atau
menggabungkan informasi dari beberapa
data spasial, baik grafis atau geometri
maupun data atributnya dan selanjutnya
dianalisis untuk menghasilkan informasi
baru. Overlay dilakukan pada semua
parameter kerentanan banjir yang meliputi
tutupan lahan, intensitas curah hujan,
kemiringan lereng, infiltrasi tanah, dan
ketinggian lahan.
Pembobotan dan Skoring
Pembobotan adalah pemberian bobot
pada peta digital masing masing parameter
yang berpengaruh terhadap banjir, dengan
didasarkan atas pertimbangan pengaruh
masing-masing parameter terhadap banjir.
Pembobotan dimaksudkan sebagai
pemberian bobot pada masing-masing peta
tematik (parameter). Penentuan bobot
untuk masing-masing peta tematik
didasarkan atas pertimbangan, seberapa
besar kemungkinan terjadi banjir
dipengaruhi oleh setiap parameter
geografis yang akan digunakan dalam
analisis SIG [29]. Sedangkan metode
skoring adalah suatu metode pemberian
skor atau nilai terhadap masing- masing
value parameter untuk menentukan tingkat
kemampuannya. Penilaian ini berdasarkan
kriteria yang telah ditentukan.
METODOLOGI
Data dan Alat
Data yang dibutuhkan pada penelitian
ini adalah:
1. Shapefile peta administrasi
Kabupaten Pringsewu
2. Data curah hujan bulanan tahun
2019 Kabupaten Pringsewu
3. Shapefile peta jenis tanah
Kabupaten Pringsewu
4. DEMNAS Kabupaten Pringsewu
5. Shapefile peta tutupan lahan
Kabupaten Pringsewu
Peralatan yang digunakan dalam
proses pengolahan data penelitian ini,
yaitu :
1. unit komputer
2. Microsoft Word 2013 digunakan
sebagai software yang membantu
pembuatan laporan penelitian.
3. Microsoft Excel 2013 digunakan
untuk membuat tabel dan
melakukan perhitungan.
4. Software ArcGis 10.3 untuk
pengolahan data dan layout peta.
Diagram Alir
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Peta Curah Hujan
Data curah hujan yang dipakai
merupakan pengamatan perbulan dari
setiap pos pengamatan yang dikalkulasikan
menjadi curah hujan tahunan. Curah hujan
tahunan tersebut dilakukan proses
interpolasi untuk mendapatkan pola
persebaran hujan yang ada di Kabupaten
Pringsewu. Semakin tinggi curah hujannya
maka semakin berpotensi terjadi banjir.
Hasil dari interpolasi didapatlah data curah
hujan rata-rata Kabupaten Pringsewu yang
disajikan dalam tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Curah Hujan Kabupaten Pringsewu
Curah
Hujan
(mm/tahun)
Luas (km2) Persentase
(%)
1500 – 2000 515.243 83.83
<1500 99.349 16.17
Pada intensitas curah hujan <1500
mm/tahun memiliki luas 99.349 km2 atau
setara dengan 16.17% dari luas total
Kabupaten Pringsewu, sedangkan pada
intensitas curah hujan 1500 – 2000
mm/tahun yaitu memiliki luas 515.243
km2 atau setara dengan 83.83% dari total
luas wilayah Kabupaten Pringsewu.
Sebaran curah hujan dapat dilihat pada
gambar berikut.
Gambar 2. Peta Curah Hujan Kabupaten
Pringsewu
Overlay
Peta Daerah Rawan
Banjir
Skoring dan Pemb
obotan
Klasifikasi daerah rawan
banjir
Validasi
Klasifikasi T
utupan Laha
n
Data T
utupan
Lahan
Peta Tutu
pan Lahan
Klasifikasi
Jenis Tana
h
Data Jenis
Tanah
Peta Jenis
Tanah
Klasifikasi
Lereng
Slope
DEMNAS
Klasifika
si Keting
gian
Peta Ket
inggian
Peta Kemiri
ngan Leren
g
Interpolasi
IDW
Klasifika
si Curah
Hujan
Peta Cu
rah Huj
an
Data Cura
h Hujan
Studi Literatur
Pengumpulan Data
2. Peta Ketinggian Lahan
Hasil pengolah peta ketinggian lahan
menghasilkan 5 kelas ketinggian, yaitu <5
m, 5-10 m, 10-25 m, 25-50 m, dan >50 m.
Hasil klasifikasi ketinggian lahan
Kabupaten Pringsewu dapat dilihat di
bawah ini.
Tabel 2. Ketinggian Lahan Kabupaten Pringsewu
Ketinggian Lahan
(m)
Luas
(km2)
Persentase
(%)
<5 339.88 55.31
5 – 10 125.47 20.418
10-25 132.69 21.59
25-50 16.15 2.629
<50 0.297 0.048
Berikut adalah hasil peta ketinggian lahan
di Kabupaten Pringsewu.
Gambar 3. Peta Ketinggian Lahan Kabupaten
Pringsewu
3. Peta Kemiringan Lereng
Data yang digunakan dalam pengolahan
peta kemiringan lereng adalah Digital
Elevation Model Nasional (DEMNAS)
dalam bentuk format raster. Di bawah
merupakan tabel hasil dari pengolahan
peta kemiringan lereng di Kabupaten
Pringsewu.
Tabel 3. Kemiringan Lereng Kabupaten Pringsewu
Lereng Luas (km2) Persentase
(%)
0 - 8 % 503.091 81.903
8 – 15 % 88.419 14.394
15 – 25 % 21.696 13.532
25 – 45 % 0.836 0.136
>45 % 0.206 0.033
Semakin landai kemiringan lerengnya
maka semakin berpotensi terjadi banjir,
begitu pula sebaliknya. Semakin curam
kemiringannya, maka semakin aman akan
bencana banjir. Kemiringan lereng
Kabupaten Pringsewu dapat dilihat
dibawah ini.
Gambar 4. Peta Kemiringan Kabupaten Pringsewu
4. Peta Jenis Tanah
Berdasarkan peta sebaran jenis tanah,
diketahui bahwa jenis tanah pada daerah
penelitian terdiri atas tanah aluvial,
andosol, dan kuarsit. Masing-masing jenis
tanah tersebut memiliki ke pekaan masing-
masing terhadap banjir. Berikut adalah
tabel jenis tanah yang ada di Kabupaten
Pringsewu berdasarkan jenisnya.
Tabel 4. Jenis Tanah Kabupaten Pringsewu
Jenis
Tanah Luas (km2)
Persentase
(%)
Aluvial 264.829 43.098
Andosol 120.65 19.634
Granit 115.77 18.84
Kuarsit 113.227 18.426
Jenis tanah pada suatu daerah sangat
berpengaruh dalam proses penyerapan air,
semakin besar daya serap atau infiltrasinya
terhadap air maka tingkat kerawanan
banjirnya akan semakin kecil. Begitu pula
sebaliknya, semakin kecil daya serap atau
infiltrasinya terhadap air maka semakin
besar potensi kerawanan banjirnya.
Gambar 5. Peta Jenis Tanah Kabupaten
Pringsewu
5. Peta Tutupan Lahan
Tutupan lahan akan mempengaruhi
kerawanan banjir suatu daerah, tutupan
lahan akan berperan pada besarnya air
limpasan hasil dari hujan yang telah
melebihi laju infiltrasi. Lahan yang banyak
ditanami oleh vegetasi maka air hujan akan
banyak diinfiltrasi dan lebih banyak waktu
yang ditempuh oleh limpasan untuk sampai
ke sungai sehingga kemungkinan banjir
lebih kecil daripada daerah yang tidak
ditanami oleh vegetasi. Berikut adalah hasil
dari peta tutupan lahan di Kabupaten
Pringsewu.
Gambar 6. Peta Tutupan Lahan Kabupaten
Pringsewu
6. Peta Daerah Rawan Banjir
Metode yang digunakan dalam pembuatan
peta rawan banjir yaitu skoring dan
pembobotan, kemudian dilakukan overlay
untuk menentukan tingkat rawan banjir.
Hasil overlay kemudian dikalkulasikan
nilai skor dari setiap parameternya. Hasil
dari nilai skor tiap parameter selanjutnya
akan diklasifikasikan menjadi lima kelas
kerawanan banjir yaitu tidak rawan, cukup
rawan, kerawanan sedang, kerawanan
tinggi, dan kerawanan sangat tinggi.
Penentuan tingkat kerawanan banjir
dilakukan dengan membagi sama banyak
nilai-nilai kerawanan dengan jumlah
interval kelas. Berikut adalah tabel dari
luas kerawanan banjir Kabupaten
Pringsewu.
Tabel 5. Luas Banjir Kabupaten Pringsewu
Berdasarkan Kelas Kerawanan
Kelas
Kerawanan Luas (km2)
Persentase
(%)
Tidak Rawan 2.728 0.444
Cukup Rawan 13.907 2.264
Kerawanan
Sedang 180.319 29.359
Kerawanan
Tinggi 386.93 62.999
Kerawanan
Sangat Tinggi 30.297 4.932
Berdasarkan tabel diatas diketahui
bahwa sebagian Kabupaten Pringsewu
cukup berpotensi rawan banjir. Di bawah
ini merupakan peta rawan banjir
Kabupaten Pringsewu.
Gambar 7. Peta Rawan Banjir Kabupaten
Pringsewu
Berdasarkan peta di atas diketahui
bahwa hampir seluruh wilayah yang berada
di bagian timur Kabupaten Pringsewu
mempunyai potensi banjir yang sangat
besar. Wilayah ini meliputi sebagian besar
Kecamatan Adiluwih, Sukoharjo, dan
Kecamatan Banyumas. Semua wilayah ini
dapat dikategorikan sebagai daerah yang
sangat tinggi akan terjadinya banjir.
Sedangkan untuk Kecamatan Pardasuka,
Kecamatan Pringsewu, Kecamatan
Gadingrejo, Kecamatan Pagelaran, dan
Kecamatan Ambarawa sebagian besar
wilayahnya memiliki kategori kerawanan
tinggi terhadap banjir, dan untuk
Kecamatan Pagelaran Utara sebagian
wilayah dapat dikategorikan sebagai daerah
kerawanan sedang akan bencana banjir.
7. Validasi Lapangan
Proses validasi lapangan dilakukan
dengan mengambil titik sampel secara acak
(Simple Random Sampling) di seluruh
kecamatan yang ada di Kabupaten
Pringsewu. Berikut merupakan peta
persebaran titik validasi.
Gambar 8. Peta Persebaran Titik Validasi Wilayah
Rawan Banjir Kabupaten Pringsewu
Titik sampel yang diambil sebanyak 61
titik sampel. Didapatkan hasil data valid
sebanyak 46 titik atau sebesar 75.41% dari
total titik sampel. Dan data tidak valid
sebanyak 15 titik atau sebesar 24.59% dari
total titik sampel. Dengan demikian, tingkat
validitas dari proses validasi lapangan
sudah cukup valid.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari penelitian ini
yang diproses secara overlay dengan
menggunakan metode skoring dan
pembobotan yang telah dilakukan yaitu
sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil analisis dari
kerawanan banjir di Kabupaten
Pringsewu, tingkat kerawanan banjir
didominasi oleh kelas kerawanan
tinggi yang memiliki luas 386.93 km2
yang sebagian besar berada pada
semua kecamatan di Pringsewu.
Selanjutnya yaitu kelas kerawanan
sedang yang memiliki luas
180.319km2 yang mendominasi
meliputi sebagian besar Kecamatan
Pagelaran Utara. Untuk kelas
kerawanan sangat tinggi yang
memiliki luas 30.297 km2 yang
meliputi sebagian besar dari
Kecamatan Adiluwih. Selanjutnya
yaitu kelas cukup rawan banjir yang
memiliki luas 13.907 km2 yang
mendominasi sebagian kecil di
Kecamatan Pardasuka. Dan yang
terakhir yaitu kelas tidak rawan banjir
yang memiliki luas 2.728 km2 yang
mendominasi sebagian kecil dari
Kecamatan Pagelaran Utara.
2. Faktor yang paling dominan yang
menjadi penyebab kerawanan banjir
di Kabupaten Pringsewu adalah
kemiringan lereng yang juga memiliki
bobot skor yang besar. Pada bagian
timur di Kabupaten pringsewu hampir
meliputi seluruh wilayah mempunyai
kemiringan lereng dalam kategori
datar dengan persentase kemiringan 0-
8% yang mempunyai kategori sangat
rawan akan bencana banjir. Hal
tersebut disebabkan oleh wilayah
yang cenderung datar dan rendah
sehingga berpotensi menjadi
tampungan air ketika hujan yang
mengakibatkan terjadi banjir.
Sedangkan untuk faktor penggunaan
lahan yang paling dominan adalah
pertanian lahan kering campur yang
mempunyai luas 343.697 km2 atau
55.933% dari luas total Kabupaten
Pringsewu.
Saran
Berdasarkan hasil analisis dari
penelitian ini, maka adapun beberapa
saran untuk penelitian selanjutnya agar
menjadi lebih baik, antara lain:
1. Penambahkan beberapa faktor lain
yang berpengaruh terhadap terjadinya
banjir yang belum digunakan pada
penelitian ini.
2. Identifikasi daerah rawan banjir
juga dapat dilakukan dengan
menggunakan metode yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
[1] R. Kodoatie and Sugiyanto, Banjir,
Beberapa Penyebab dan Metode,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.
[2] S. Ligal, "Pendekatan Pencegahan dan
Penanggulangan Banjir," Dinamika
Teknik Sipil, pp. 162-169, 2008.
[3] M. Molenaar, "Status dan Problems of
Geographical Information Systems. The
Necessity of a Geoinformation Theory,"
Journal of Photogrammetry dan Remote
Sensing, vol. 46, pp. 85-103, 1991.
[4] K. Darmawan, H. and A. Suprayogi,
"Analisis Tingkat Kerawanan Banjir di
Kabupaten Sampang Menggunakan
Metode Overlay Dengan Scoring
Berbasis Sistem Informasi Geografis,"
Geodesi Undip, p. 32, 2017.
[5] Suwardi, Identifikasi dan Pemetaan
Kawasan Rawan Banjir di Sebagian
Kotamadya Semarang, Tesis Program
Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor,
1999.
[6] A. Kristanto, Perancangan Sistem
Informasi, Yogyakarta: Gava, 2010.
[7] E. Suherlan, "Zonasi Tingkat Kerentanan
Banjir Kabupaten Bandung. Skripsi,"
Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor, Bogor, 2001.
[8] Mistra, Antisipasi Rumah di Daerah Rawan
Banjir, Jakarta: PT. Griya Kreasi,2007.
[9] Suripin, Sistem Drainase Perkotaan yang
Berkelanjutan, Yogyakarta: Andi, 2004.
[10] A. Rosyidie, "Banjir: Fakta dan
Dampaknya, Serta Pengaruh dari
Perubahan," Jurnal Perencanaan Wilayah
dan Kota, p. 242, 2013.
[11] Suroso, "Analisis Curah Hujan untuk
Membuat Kurva Intensity Duration
Frequency (IDF) di Kawasan Rawan
Banjir Kabupaten Banyumas," Jurnal
Teknik Sipil Volume 3, 2006.
[12] S. Sosrodarsono and K. Takeda, Hidrologi
Untuk Pengairan, Jakarta: Pradnya
Paramita, 2003.
[13] J. Loebis, Banjir Rencana Untuk
Bangunan Air, Jakarta: Departemen
Pekerjaan, Badan Penerbit Pekerjaan
Umum, 1987.
[14] B. Triatmodjo, Hidrologi Terapan,
Yogyakarta: Beta Offset, 2008.
[15] S. Hartono, Analisis Hidrologi, Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama, 1993.
[16] J. P. Matondang, Analisis Zonasi Daerah
Rentan Banjir Dengan Pemanfaatan
Sistem Informasi Geografis, Semarang:
Teknik Geodesi Universitas Diponegoro,
2013.
[17] S. Hardjowigeno, Klasifikasi Tanah Dan
Pedogenesis, Jakarta: Akademika
Pressindo, 1993.
[18] Lillesand, T. M.; Kiefer, R. W.,
Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra
(Terjemahan),Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 1997. [19] Undang-
Undang No. 4 Tahun 2011 tentang
Informasi Geospasial.
[20] S. Arsyad, Konservasi Tanah dan Air,
Bogor: UPT Produksi Media Informasi.
Lembaga Sumberdaya Informasi. Institut
Pertanian Bogor, IPB Press, 2000.
[21] S. Sitorus, Survai Tanah dan Penggunaan
Lahan, Bogor: Laboratorium
Perencanaan Sumberdaya Lahan Jurusan
Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor, 1989.
[22] Kartasapoetra, Masalah Pertanahan di
Indonesia, Jakarta: PT. Bina Aksara,1986.
[23] D. R. Putra and M. A. Marfai,
"Identifikasi Dampak Banjir Genangan
(Rob) Terhadap Lingkungan
Permukiman Di Kecamatan Pademangan
Jakarta Utara," Jurnal Bumi Indonesia,
vol. 1, no. 1, pp. 1-10, 2012.
[24] Badan Informasi Geospasial, "DEMNAS,"
2018. [Online]. Available:
tides.big.go.id/DEMNAS/. [Accessed 25
Agustus 2020].
[25] Aronoff, Geographic Information Sistem
: A Management Perpective, Ottawa,
Canada: WDL Publication, 1989.
[26] I. Guntara, "Guntara.com," Informasi
Berguna Bagi Nusantara, 2013. [Online].
Available:http://www.guntara.com/2013/
01/pengertian-overlay-dalam-
sistem.html. [Accessed 18 November
2019].
[27] E. Prahasta, Sistem Informasi
Geografis:Membangun Aplikasi Web-
Base GIS dengan MapServer, Bandung:
Informatika, 2006.
[28] E. Prahasta, Sistem Informasi Geografis
konsep-konsep Dasar, Bandung:
Informatika, 2005.
[29] Suhardiman, Zonasi Tingkat Kerawanan
Banjir dengan Sistem Informasi Geografis
Pada Sub DAS Walahane Hilir. Skripsi,
Makassar: Universitas Hassanudin
Makassar, 2012.
[30] Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survei
dan Pemetaan, Kajian Potensi Sumber
daya Pesisir Kabupaten Rokan Hilir,
Cibinong: Pusat Survei Sumber Daya
Alam Laut Bakosurtanal, 2010.
[31] Badan Pusat Statistik, Kabupaten
Pringsewu Dalam Angka 2019,
Pringsewu: Badan Pusat Statistik, 2019.
[32] Bakosurtanal, Klasifikasi Parameter
Rawan Banjir Kabupaten Belu, Bogor:
PSSDAL Bakosurtanal, 2009.
[33] Kingma, N. C, Natural Hazard:
Geomorphological Aspect of
Floodhazard, ITC, The Netherlands, 1991.
[34] Akbar, S, Instrumen Perangkat
Pembelajaran, Bandung: Remaja
Rosdakarya Offset, 2013.
[35] Asdak, Hidrologi dan Pengolahan Daerah
Aliran Sungai, Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 1995.
[36] Suripin, Pelestarian Sumber Daya Tanah
dan Air, Yogyakarta: Andi, 2002.
[37] Asdak, Hidrologi dan Pengelolaan Daerah
Aliran Air Sungai: Edisi Revisi Kelima,
Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press Yogyakarta, 2010.
[38] Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanah dan Agroklimat (Puslittanak),
Laporan Akhir Pengkajian Potensi
Bencana Kekeringan, Banjir, dan
Longsor di Kawasan Satuan Wilayah
Sungai Citarum-Ciliwung, Jawa Barat
Bagian Barat Berbasis Sistem Informasi
Geografis, Bogor, 2004.
[39] Theml, S, Katalog Methodologi
Penyusunan Peta Geo Hazard dengan
GIS, Banda Aceh: Badan Rehabilitasi
dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias,
2008.
[40] Kusumo, P., & Nursari, E., "Zonasi tingkat
kerawanan banjir dengan sistem informasi
geografis pada DAS Cidurian Kab.
Serang, Banten," Jurnal String, vol. 1(1),
pp. 29-38, 2016.
[41] E. Kustiyanto, Aplikasi Sistem Informasi
Geografis untuk Zonasi Kerentanan
Banjir (Studi Kasus Kabupaten
Purworejo, Jawa Tengah), Skripsi Sarjana
Yogyakarta: Fakultas Geografi UGM,
2004.
[42] Nurjanah, Zonasi Tingkat Kerawanan
Banjir Menggunakan Sistem Informasi
Geografis (SIG) dan Penginderaan Jauh di
Kab. Tanggerang, Banten, Fakultas
Teknologi Pertanian: Institut Pertanian
Bogor, 2005.
[43] Peraturan Kepala Badan Informasi
Geospasial Nomor 3 Tahun 2014,
"Tentang Pedoman Teknis Pengumpulan
dan Pengolahan Data Geospasial
Mangrove," p.18.
[44] Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan
Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D, Bandung: Alfabeta, 2014.
[45] Li, Z., Zhu, Q., and Gold, C, Digital
Terrain Modeling Principles and
Methodology, Florida. USA: CRC Press,
2005.
[46] Badan Informasi Geospasial, "Spesifikasi
DEMNAS BIG," 2018. [Online].
Available:http://tides.big.go.id/DEMNAS
/. [Accessed 25 08 2020].
[47] Japan Aerospace Exploration Agency
[JAXA], "PALSAR (Phased Array type
L-band Synthetic Aperture Radar)," 2010.
[Online]. Available: http://www.eorc.
Jaxa. jp/ALOS/en/abo ut/palsar.html.
[Accessed 25 Agustus 2020].
[48] Terra Image, "Worldview-3," 2014.
[Online]. Available: http://terra-
image.com/worldview-3/. [Accessed 25
Agustus 2020].