73
IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN GURAMI (Osphronemus goramy Lac. ) DI P2MKP DIAN AQUATIK INDONESIA DESA LADANG BAMBU MEDAN TUNTUNGAN DAN OPG PAHALA IKAN PASAR 1 MEDAN MARELAN YOHANITA NOVI WULANDARI SIHITE 130302064 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2017 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

  • Upload
    others

  • View
    15

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

8

IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

GURAMI (Osphronemus goramy Lac. ) DI P2MKP DIAN AQUATIK

INDONESIA DESA LADANG BAMBU MEDAN TUNTUNGAN

DAN OPG PAHALA IKAN PASAR 1 MEDAN MARELAN

YOHANITA NOVI WULANDARI SIHITE

130302064

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 2: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

9

IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

GURAMI (Osphronemus goramy Lac. ) DI P2MKP DIAN AQUATIK

INDONESIA DESA LADANG BAMBU MEDAN TUNTUNGAN

DAN OPG PAHALA IKAN PASAR 1 MEDAN MARELAN

SKRIPSI

YOHANITA NOVI WULANDARI SIHITE

130302064

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 3: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

10

IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

GURAMI (Osphronemus goramy Lac. ) DI P2MKP DIAN AQUATIK

INDONESIA DESA LADANG BAMBU MEDAN TUNTUNGAN

DAN OPG PAHALA IKAN PASAR 1 MEDAN MARELAN

YOHANITA NOVI WULANDARI SIHITE

130302064

Skripsi Sebagai Satu Diantara Beberapa Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 4: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

11

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 5: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

12

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Saya yang bertandatangan di bawah ini :

Nama : Yohanita Novi Wulandari Sihite

NIM : 130302064

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Identifikasi dan Prevalensi

Ektoparasit pada Benih Ikan Gurami (Osphronemus goramy Lac.) di

P2MKP Dian Aquatik Indonesia Desa Ladang Bambu Medan Tuntungan

dan OPG Pahala Ikan Pasar 1 Medan Marelan” merupakan hasil karya

sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi

manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya

yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis ini telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Medan, Juli 2017

Yohanita Novi Wulandari Sihite

NIM. 130302064

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 6: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

13

ABSTRAK

YOHANITA NOVI WULANDARI SIHITE. Identifikasi dan Prevalensi

Ektoparasit pada Benih Ikan Gurami (Osphronemus goramy Lac.) di P2MKP

Dian Aquatik Indonesia Desa Ladang Bambu Medan Tuntungan dan OPG Pahala

Ikan Pasar 1 Medan Marelan. Dibimbing oleh DWI SURYANTO dan AHMAD

MUHTADI.

Dalam budidaya perikanan, kewaspaaan terhadap penyakit dibutuhkan

perhatian khusus. Salah satu penyakit yang diwaspadai oleh pembudidaya adalah

ektoparasit. Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Mei tahun

2017. Sampel ikan diambil sebanyak 30 ekor/kolam secara acak kemudian

dilakukan identifikasi di Laboratorium Hama dan Penyakit Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara. Bagian tubuh yang diambil adalah sirip, lendir dan

insang dan diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran 100X dan 400X.

Hasil penelitian didapatkan 3 jenis ektoparasit di lokasi kolam Tuntungan dengan

prevelensi pada organ tubuh tertinggi yaitu, Trichodina sp. (insang 43,3%),

Ichthyophthirius multifiliis (lendir 16,6%) dan Piscinoodinium sp.(sirip 33,3%)

sedangkan lokasi kolam Marelan didapatkan 7 jenis dengan prevalensi pada organ

tubuh tertinggi yaitu, Chilodonella sp. (lendir 20%), Piscinoodinium sp. (lendir

90%), Ichthyophthirius multifiliis (lendir 16,6%), Trichodina sp. ( sirip 26,6%),

Epistylis sp. (lendir 43%), Tetrahymena spp. (lendir 10%), dan Dactylogyrus sp.

(lendir dan insang 16,6%).

Kata kunci : Ektoparasit, Benih Ikan Gurami, Prevalensi

i UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 7: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

14

ABSTRACT

YOHANITA NOVI WULANDARI SIHITE. Identification and Prevalence

of Ectoparasites on Gouramy seeds at P2MKP Dian Aquatic Indonesia Ladang

Bambu Village Medan Tuntungan and OPG Pahala Ikan Pasar 1 Medan Marelan.

Supervision by DWI SURYANTO and AHMAD MUHTADI.

In fish farming awareness diseases needed special attention. One of the

cautions diseases of farmer is ectoparasites. This research held on March until

May 2017. The sample of fish carried out randomly 30 each pond. The

identification held in laboratory pests and diseases Faculty Agriculture Sumatera

Utara University. The body taken is fin, mucus, and gills then observed under

microscope with magnification 100x and 400x. The results show 3 tipes of

ectoparasites in Tuntungan’s pond with the highest prevalence of body part are,

Trichodina sp. (gills 43,3%), Ichthyophthirius multifiliis (mucus 16,6%) and

Piscinoodinium sp.(fins 33,3%) whereas in Marelan pond found 7 tipes with the

highest prevalence of body part are, Chilodonella sp. (mucus 20%),

Piscinoodinium sp. (mucus 90%), Ichthyophthirius multifiliis (mucus 16,6%),

Trichodina sp. ( fins 26,6%), Epistylis sp. (mucus 43%), Tetrahymena spp.

(mucus 10%), dan Dactylogyrus sp. (mucus and gills 16,6%).

Keyword : Ectoparasites, Seeds og Gouramy, Prevalence

ii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 8: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

15

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan karena atas berkat rahmat

serta karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul

“Identifikasi dan Prevalensi Ektoparasit pada Benih Ikan Gurami

(Osphronemus goramy Lac.) di P2MKP Dian Aquatik Indonesia Desa Ladang

Bambu Medan Tuntungan dan OPG Pahala Pasar 1 Medan Marelan”.

Skripsi ini merupakan satu diantara beberapa syarat untuk dapat memperoleh

gelar Sarja Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan,

Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebenar-benarnya kepada:

1. Kedua orangtua penulis, ayahanda tercinta Nelson Sihite dan ibunda tercinta

Christina Theresia Suminah yang telah memberi dukungan doa, semangat dan

materil kepada penulis.

2. Bapak Bapak Prof. Dr. Dwi Suryanto, MSc selaku Ketua Komisi

Pembimbing dan Bapak Ahmad Muhtadi, S.Pi, M.Si selaku anggota komisi

pembimbing yang telah memberikan ilmu, masukan arahan dan dukungan

dalam penulisan skripsi ini

3. Ibu Dr. Eri Yusni, M.Sc selaku Ketua Program Studi, dan Bapak Zulham

Afandy, S.Kel, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Manajemen

Sumberdaya Perairan serta Bapak Ibu dosen, staf pengajar dan pegawai di

lingkungan Progam Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas

Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 9: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

16

4. Kepada saudara/i penulis M. Rahmat Ganda Sihite, Agnes Ria Angelia Sihite,

Teodorus Dhika Prasetya Sihite yang sangat penulis sayangi yang selalu

memberikan dukungan dan doa kepada penulis dalam menyelesaikan

penelitian ini

5. Rekan-rekan penulis Siska Sitohang, serta teman-teman seperjuangan MSP

stambuk 2013 yang telah membantu selama penelitian berlangsung serta adik

Febrianti, Lukita, Bernas, Patriot dan Kakak Meinar Simbolon, Abang Daniel

Kembaren yang telah memberikan dukungan doa dan semangat kepada

penulis.

6. Sahabat penulis Eryana D. D. Ginting dan Nola Indriani Sihombing yang

memberikan dukungan doa dan semangat kepada penulis.

7. Seluruh keluarga besar IMK St. Fransiskus Xaverius FP USU dan KMK St.

Albertus Magnus USU yang memberikan dukungan doa dan semangat kepada

penulis.

Akhir kata penulis berharap semoga Tuhan yang Maha Esa selalu

memberikan kasih-Nya kepada kita dan skripsi ini dapat bermanfaat dalam

penelitian selanjutnya serta dapat menjadi sumber informasi bagi pihak yang

membutuhkan, khususnya di bidang kelautan dan perikanan

Medan, Juli 2017

Yohanita Novi Wulandari Sihite

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 10: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

17

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Doloksanggul, 25 November

1996 dari Bapak Nelson Sihite dan Ibu Christina

Theresia Suminah. Penulis adalah anak kelima dari

lima orang bersaudara.

Penulis mengawali pendidikan formal di TK

SD Santa Maria Doloksanggul pada tahun 2001.

Penulis meneruskan pendidikan menengah pertama

dari tahun 2007-2010 di SMP Santa Lusia Doloksanggul dan menyelesaikan

pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Doloksanggul dengan jurusan IPA

pada tahun 2010-2013.

Pada tahun 2013, penulis diterima di Program Studi Manajemen

Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui

Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Selain mengikuti

perkuliahan, penulis menjadi anggota aktif Ikatan Mahasiswa Manajemen

Sumberdaya Perairan (IMASPERA) FP USU, Badan Pegurus Harian Ikatan

Mahasiswa Katolik (IMK) FP USU Periode 2015-2016, anggota aktif UKM St.

Albertus Magnus USU, serta melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) di Balai

Karantina Ikan Pengendalian Mutu Dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I

Medan I tahun 2016.

v

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 11: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

18

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ............................................................................................... i

ABSTRACT ............................................................................................. ii

KATA PENGANTAR ............................................................................ iii

RIWAYAT HIDUP ................................................................................. v

DAFTAR ISI ........................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR ............................................................................... viii

DAFTAR TABEL ................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... x

PENDAHULUAN .................................................................................... 1

Latar Belakang .............................................................................. 1

Perumusan Masalah ....................................................................... 3

Kerangka Pemikiran ..................................................................... 3

Tujuan Penelitian .......................................................................... 5

Manfaat Penelitian ......................................................................... 6

TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 7

Biologi Ikan Gurami (Osphronemus goramy Lac.) ..................... 7

Parasit Ikan .................................................................................... 8

Kualitas Air ................................................................................... 11

Suhu ........................................................................................ 11

Dissolved oxygen ................................................................... 11

pH ........................................................................................... 12

Amonia ................................................................................... 13

Jenis-Jenis Parasit .......................................................................... 14

Trichodina sp.......................................................................... 14

Ichthyophthirius multifiliis ..................................................... 15

Piscinoodinium sp .................................................................. 15

Chilodonella sp ...................................................................... 16

Epistylis sp.............................................................................. 17

Tetrahymena spp .................................................................... 18

Dactylogyrus sp. ..................................................................... 18

METODE PENELITIAN ....................................................................... 19

Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................... 19

Alat dan Bahan Penelitian ............................................................. 20

Prosedur Penelitian ........................................................................ 20

vi UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 12: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

19

Deskripsi Area Penelitian .............................................................. 20

Sampel Penelitian .......................................................................... 21

Pengambilan Sampel ............................................................ 21

Pemeriksaan Sampel ............................................................ 22

Identifikasi Ektoparasit ................................................................. 22

Pengambilan Data Kualitas Air ..................................................... 23

Analisis Data ................................................................................. 24

HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 25

Hasil ............................................................................................. 25

Jenis Ektoparasit yang Ditemukan ......................................... 25

Tingkat Prevalensi Ektoprasit ................................................ 31

Karakteristik Fisika Kimia Perairan ....................................... 33

Pembahasan ................................................................................... 34

Jenis Ektoparasit yang Ditemukan ......................................... 34

Parameter Fisika Kimia Air.................................................... 40

Tingkat Prevalensi Ektoparasit pada Benih Ikan Gurami ...... 43

KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 45

Kesimpulan .................................................................................... 45

Saran .............................................................................................. 45

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR LAMPIRAN

vii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 13: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

20

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Kerangka Pemikiran ............................................................................. 5

2. Ikan Gurami (Osphronemus goramy Lac.). ........................................... 8

3. Peta Lokasi Penelitian ........................................................................... 19

4. P2MKP Dian Aquatik Desa Ladang Bambu Medan Tuntungan .......... 20

5. OPG Pahala Ikan Pasar 1 Medan Marelan ............................................ 21

6. Trichodina sp. yang Menginfeksi Benih Ikan Gurami .......................... 26

7. Ichthyophthirius multifiliis Menginfeksi Benih Ikan Gurami ............... 26

8. Piscinoodinium sp. yang Menginfeksi Benih Ikan Gurami .................. 27

9. Chilodonella sp. yang Menginfeksi Benih Ikan Gurami ....................... 28

10.Epistylis sp. yang Menginfeksi Benih Ikan Gurami.............................. 29

11.Tetrahymena spp. yang Menginfeksi Benih Ikan Gurami ..................... 30

12.Dactulogyrus sp. yang Menginfeksi Benih Ikan Gurami...................... 31

viii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 14: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

21

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia Perairan ................................ 23

2. Kategori Infeksi berdasarkan Prevalensi ............................................... 24

3. Tingkat Prevalensi Ektoparasit Pada Sirip, Lendir dan Insang Benih

Ikan Gurami. ......................................................................................... 31

5. Tingkat Prevalensi pada Tubuh Benih Ikan ........................................... 32

6. Data Kualitas Air pada Kolam Sampel .................................................. 33

ix

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 15: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

22

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1. Kegiatan kerja ....................................................................................... 46

2. Alat dan Bahan yang Digunakan Saat Penelitian .................................. 47

3. Data Jumlah Parasit pada Lokasi Kolam Tuntungan ............................ 49

4. Data Jumlah Parasit pada Lokasi Kolam Marelan ................................ 50

5. Perhitungan Nilai Prevalensi Ektoparasit yang Ditemukan dari 2

Lokasi Pengambilan Sampel ................................................................. 52

x

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 16: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Gurami (Osphronemus goramy Lac.) merupakan jenis ikan air tawar

konsumsi yang banyak digemari oleh masyarakat. Ikan ini merupakan salah satu

dari ikan air tawar konsumsi yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Pada

pembudidayaan gurami, usaha pembenihan memegang peranan penting dalam

menyediakan benih yang akan dibesarkan sampai ukuran konsumsi

(Sendjaja dan Riski, 2002).

Dalam budidaya perikanan, kewaspadaan terhadap penyakit perlu sekali

mendapatkan perhatian utama. Penyakit pada ikan dapat disebabkan oleh agen

infeksi seperti parasit, bakteri dan virus, serta agen non infeksi kualitas pakan

yang jelek, maupun kondisi lingkungan yang kurang menunjang bagi kehidupan

ikan. Timbulnya serangan penyakit merupakan hasil interaksi yang tidak serasi

antara ikan, kondisi lingkungan dan organisme atau agen penyebab penyakit

(Afrianto dan Liviawaty, 1992).

Interaksi yang tidak serasi dapat menyebabkan stres pada ikan, sehingga

mekanisme pertahanan diri yang dimilikinya menjadi lemah. Agen penyakit akan

mudah masuk ke dalam tubuh dan menimbulkan penyakit bahkan secara

langsung maupun tidak langsung akan membunuh inangnya secara perlahan.

Semakin banyak parasit menyerang ikan, semakin mempercepat kematian ikan

(Purwaningsih, 2013).

Sakit pada ikan yaitu keadaan abnormal yang ditandai dengan penurunan

kemampuan ikan secara gradual dalam mempertahankan fungsi-fungsi fisiologi

normal. Timbulnya sakit akibat infeksi patogen yang dapat berupa bakteri, virus

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 17: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

2

fungi atau parasit. Dinamika infeksi, berat ringannya penyakit serta penularan

penyakit dalam suatu populasi antara dua atau lebih populasi ikan, serupa dengan

yang terjadi pada hewan terestrial dan manusia. Akan tetapi karena lingkungan

air, maka dinamika penularan penyakit menjadi berbeda, karena air akan

memfasilitas penyebaran agen penyebab penyakit (Irianto, 2005).

Pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit hewan akuatik

tergantung pada pemahaman yang baik tentang penyakit dan distribusinya.

Epidemiologi survei penyakit terstruktur adalah salah satu alat yang paling

penting untuk memberikan informasi mengenai faktor yang mempengaruhi

terjadinya penyakit, dan distribusinya. Penyakit umumnya dibagi menjadi

penyakit menular dan tidak menular. Komponen penyebabnya adalah agen infeksi

atau patogen (Cameron, 2002).

Ikan gurami merupakan salah satu komoditas yang menjadi prioritas

dalam pembangunan subsektor perikanan budidaya. Ikan gurami memiliki

kelebihan yaitu semua ukuran ikan gurami mulai dari telur sampai dengan ukuran

konsumsi memiliki nilai ekonomis tinggi dan memiliki peningkatan dalam harga

maupun permintaan konsumen setiap saat. Namun dalam perkembangannya,

budidaya ikan gurami mengalami beberapa kendala seperti penyebaran penyakit

pada kolam. Langkah awal untuk mengatasi penyebaran parasit ikan budidaya

adalah dengan mendeteksi tanda-tanda serangan dan mengidentifikasi jenis-jenis

penyebab penyakit sesegera mungkin. Data mengenai jenis-jenis parasit yang

ditemukan dan seberapa besar tingkat prevalensi parasit pada kolam dapat

dijadikan acuan dalam upaya pengendalian penyakit dan memperbaiki kualitas air

kolam, pengelolaan kolam, dan pencucian terhadap bak-bak pembenihan. Maka

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 18: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

3

dianggap perlu untuk melakukan penelitian mengenai infeksi ektoparasit pada

benih ikan gurami di Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan dan Perikanan (P2MKP)

Dian Aquatik Indonesia Desa Ladang Bambu Medan Tuntungan dan OPG Pahala

Ikan Pasar 1 Medan Marelan.

Perumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan

sebagai berikut :

1. Apa saja jenis ektoparasit yang menyerang benih ikan gurami di P2MKP

Dian Aquatik Indonesia Desa Ladang Bambu Medan Tuntungan dan OPG

Pahala Ikan Pasar 1 Medan Marelan ?

2. Berapa tingkat prevelensi dari ektoparasit yang ditemukan pada budidaya di

P2MKP Dian Aquatik Indonesia Desa Ladang Bambu Medan Tuntungan dan

OPG Pahala Ikan Pasar 1 Medan Marelan ?

Kerangka Pemikiran

Ikan gurami merupakan salah satu ikan konsumsi air tawar yang digemari

oleh masyarakat sehingga memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Ikan

gurami memiliki keunggulan dari jenis ikan konsumsi air tawar lainnya karena

rasanya yang gurih namun ikan jenis ini cukup rentan terhadap penyakit.

Usaha pembudidayaan ikan gurami terdiri dari pembenihan dan

pembesaran. Kegiatan pembenihan ikan gurami biasanya dilakukan di dalam

kolam bak, baik bak beton maupun bak fiber. Dalam usaha pembenihan ikan

gurami memerlukan perawatan yang intensif karena ikan gurami termasuk dalam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 19: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

4

ikan yang mudah terinfeksi penyakit seperti parasit. Parasit dibagi menjadi dua

yaitu ektoparasit dan endoparasit. Ektoparasit adalah parasit yang hidupnya

menempel pada bagian permukaan tubuh maupun insang ikan.

Salah satu faktor penyebaran penyakit dalam kolam pembenihan yaitu

kualitas air, karena air merupakan media hidup ikan sehingga mempercepat

penyebarannya. Untuk mengetahui prevalensi penyebaran ektoparasit pada kolam

benih ikan gurami maka diperlukan penelitian tentang identifikasi dan prevalensi

ektoparasit di P2MKP Dian Aquatik Indonesia Desa Ladang Bambu Medan

Tuntungan dan OPG Pahala Ikan Pasar 1 Medan Marelan. Kerangka pemikiran

penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Budidaya Ikan Gurami

Pembenihan Pembesaran

Kolam

Parasit

Ektoparasit Endoparasit

Identifikasi

Prevalensi

Kualitas Air

Fisika

Kimia

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 20: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

5

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui jenis-jenis ektoparasit yang menginfeksi benih ikan

gurami di P2MKP Dian Aquatik Indonesia Desa Ladang Bambu Medan

Tuntungan dan OPG Pahala Ikan Pasar 1 Medan Marelan.

2. Untuk mengetahui tingkat prevalensi ektoparasit pada benih ikan gurami di

P2MKP Dian Aquatik Indonesia Desa Ladang Bambu Medan Tuntungan dan

OPG Pahala Ikan Pasar 1 Medan Marelan.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi

usaha pembudidayaan benih ikan gurami mengenai penyebaran sumber penyakit

terkhusus ektoparasit serta penanganan penyakit yang menyerang benih ikan

gurami sehingga menghasilkan benih yang sehat dan bebas dari penyakit.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 21: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

6

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Ikan gurami (Osphronemus goramy Lac.)

Klasifikasi ikan gurami menurut Standar Nasional Indonesia (SNI): 01-

6485.1-2000 adalah sebagai berikut :

Filum : Chordata

Kelas : Actinopterygii

Ordo : Perciformes

Famili : Osphronemidae

Genus : Osphronemus

Spesies : Osphronemus goramy Lac.

Ikan gurami memiliki tubuh agak panjang, tinggi, dan pipih ke samping.

Ukuran mulutnya kecil, miring, dan dapat disembulkan. Ikan gurami memiliki

garis lateral tunggal, lengkap, dan tidak terputus. Sisiknya stenoid (tidak

membulat secara penuh) dan berukuran besar. Ikan ini memiliki gigi pada rahang

bawah. Gurami umumnya hidup pada perairan tawar, namun ditemukan juga

gurami yang hidup di perairan payau (Khairuman dan Amri, 2003).

Ikan gurami memiliki alat pernafasan tambahan yang disebut labyrinth.

Labyrinth merupakan tonjolan pada tepi atas lapisan insang kapiler sehingga

memungkinkan bagi ikan gurami untuk mengambil oksigen langsung dari udara.

Adanya alat pernafasan tersebut sangat menguntungkan, oleh karena itu ikan

gurami mampu hidup di tempat yang kadar oksigen terlarutnya rendah. Ikan

gurami berkembang biak dengan cara bertelur dan sebelum bertelur ikan tersebut

membuat sarang terlebih dahulu, letak sarang umumnya pada kedalaman 30 cm

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 22: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

7

dari permukaan air. Di alam bebas sarang dibuat dari rumput - rumput kering yang

ada disekitarnya, sedangkan pada pemeliharaan di kolam bahan sarang yang

disediakan adalah sabut kelapa dan ijuk (Darsono, 2004). Morfologi ikan gurami

(Osphronemus goramy Lac.) dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Morfologi Ikan Gurami (Osphronemus goramy Lac.), (a) mulut,

(b) operkulum, (c) sirip dada, (d) sirip perut, (e) sirip anal, (f) sirip

ekor, (g) sirip punggung

Parasit Ikan

Penyakit ikan adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan ganguan

baik fisik maupun fisiologis pada ikan. Gangguan ini dapat disebabkan oleh

organisme lain, kondisi lingkungan atau campur tangan manusia. Sakit adalah

suatu kondisi dimana terjadi gangguan atau ketidaknormalan fungsi pada ikan

baik secara fisik ataupun fisiologis. Sakit dan penyakit ini dapat disebabkan oleh

ketidakserasian yang terjadi di dalam lingkungan atau ekosistem dimana ikan

tersebut berada. Dengan kata lain penyakit merupakan interaksi yang tidak serasi

antara ikan dengan faktor biotik (organisme) dan faktor abiotik (lingkungan).

Interaksi yang tidak serasi ini akan menimbulkan stress pada ikan sehingga

menyebabkan daya pertahanan tubuh menurun dan akibatnya mudah timbul

berbagai penyakit (Yuliartati, 2011).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 23: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

8

Penyakit dapat digolongkan menjadi dua, yaitu penyakit infeksi dan

penyakit non infeksi. Penyakit infeksi disebabkan oleh organisme patogen, yaitu

virus, bakteri, jamur, dan parasit. Penyakit non infeksi dapat disebabkan oleh

bahan pencemar, polusi lingkungan, toxin, obat yang ketidakseimbangan nutrisi.

Stabilitas lingkungan khususnya sifat-sifat kimia dan fisik air dipengaruhi oleh

aktifitas budidaya dan kondisi alamiahnya yang sangat menentukan kesehatan

ikan gurami (Rosadi, 2012).

Parasit adalah hewan atau tumbuh-tumbuhan yang hidup menempel pada

organisme lain atau inangnya. Penyakit parasit suatu penyakit yang disebabkan

karena adanya aktivitas organisme parasit yang bersifat patogenik. Penyakit

parasit ikan yang disebabkan agen patogenik yang sering dijumpai di Indonesia

terutama dari ektoparasit. Parasit ikan dapat masuk ke dalam kolam selain terbawa

oleh air, juga oleh tumbuh-tumbuhan, benda-benda, binatang renik yang lazim

sebagai makanan alami ikan. Parasit ikan hanya dapat hidup apabila di dalam

perairan terdapat ikan sebagai inangnya (Riwidiharso, 2015).

Berdasarkan cara penyerangan, parasit dibedakan atas 2 golongan yaitu

golongan ektoparasit (eksternal) dan endoparasit (internal), ektoparasit adalah

parasit yang menyerang bagian luar kulit, sisik, lendir dan insang. Sedangkan

endoparasit adalah parasit yang menyerang bagian dalam. Berdasarkan sifatnya

parasit dibedakan menjadi parasit fakultatif: merupakan organisme yang

sebenarnya hidup bebas, tetapi karena kondisi tertentu mengharuskan organisme

tersebut hidup sebagai parasit sehingga sifat keparasitannya tidak mutlak. Parasit

obligat yaitu semua organisme yang untuk kelangsungan hidup dan eksistensinya

mutlak memerlukan hospes (inang). Faktor-faktor yang memudahkan timbulnya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 24: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

9

parasit antara lain stocking density: kepadatan tebar tinggi, kontak langsung dan

adanya inang. Physical trauma: handling, grading dapat menyebabkan luka. Air

kolam: kualitas air jelek. Selective breeding: seleksi dalam mencari warna dan

bentuk yang bagus bisa mengakibatkan ikan lemah. Lingkungan: perubahan

temperatur. Predator: bisa sebagai inang penular (Ramayulis dkk., 2014)

Pada umumnya benih ikan yang terserang berukuran 1-3 cm, kemudian

yang berukuran 3-5 cm dan berukuran 8-12 cm. Tingginya infeksi parasit pada

benih ikan diakibatkan oleh kondisi ketahanan tubuh masih lemah dan sangat

rentan terhadap perubahan lingkungan sehingga lebih mudah terserang parasit.

Serangan ektoparasit pada ikan akan menurun sejalan dengan bertambahnya umur

dan ukuran ikan. Semakin besar ukuran ikan maka sistem ketahanan tubuh ikan

akan semakin baik. Kondisi ketahanan tubuh ikan yang berukuran benih masih

lemah dan sangat rentan terhadap perubahan lingkungan sehingga lebih mudah

terserang parasit. Intensitas dan prevelensi ektoparasit yang tinggi juga

dipengaruhi oleh kepadatan ikan yang tinggi pada kolam pemeliharaan.

Kepadatan yang tinggi dapat menyebabkan ikan menjadi stres. Pada kolam

dengan kepadatan ikan yang tinggi, ikan akan saling bergesekan satu dengan

lainnya, sehingga akan terjadi penularan ektoparasit dengan cepat

(Rustikawati dkk., 2004).

Penyakit merupakan salah satu kendala utama dalam keberhasilan suatu

usaha budidaya perairan. Timbulnya penyakit adalah suatu proses yang dinamis

dan merupakan interaksi antara inang (host), jasad penyakit (patogen) dan

lingkungan. Dalam kegiatan budidaya ikan, apabila hubungan ketiga faktor adalah

seimbang sehingga tidak timbul adanya penyakit. Penyakit akan muncul jika

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 25: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

10

lingkungan kurang optimal dan keseimbangan terganggu. Secara umum,

timbulnya penyakit pada ikan merupakan hasil interaksi yang kompleks antara 3

komponen dalam ekosistem budidaya yaitu inang (ikan) yang lemah akibat

berbagai stressor, patogen yang virulen dan kualitas lingkungan yang kurang

optimal (Sarjito dkk., 2013).

Kualitas Air

Suhu

Ikan memiliki derajat toleransi terhadap suhu dengan kisaran tertentu yang

sangat berperan bagi pertumbuhan, inkubasi telur, konversi pakan da resistensi

penyakit. Ikan akan mengalami stress manakala terpapar pada suhu diluar kisaran

yang dapat ditoleransi. Suhu tinggi tidak selalu berakibat mematikan tetapi dapat

menyebabkan gangguan status kesehatan untuk jangka panjang, misalnya stress

yang ditandai dengan tubuh lemah, kurus dan tingkah laku abnormal. Pada suhu

rendah, akibat yang ditimbulkan antara lain ikan menjadi lebih rentan terhadap

infeksi fungi dan bakteri patogen akibat melemahnya sistem imun. Pada dasarnya

suhu rendah menyebabkan stress pernafasan pada ikan berupa menurunnya laju

pernafasan dan denyut jantung sehingga dapat berlanjut dengan pingsannya ikan-

ikan akibat kekurangan oksigen (Irianto, 2005). Menurut Anonimous (1995), benih

ikan gurami dapat hidup dengan baik pada suhu air 26,5-32,3°C.

Dissolved Oxygen

Kebutuhan oksigen dalam budidaya ikan tergantung pada spesies yang

dibudidayakan. Dissolved oxygen (DO) diperlukan untuk pernafasan dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 26: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

11

metabolisme. Oksigen diperlukan ikan untuk katabolisme yang menghasilkan

energy bagi aktifitas seperti berenang, reproduksi dan pertumbuhan. Peningkatan

kadar garam dan suhu air menurunkan kapasitas muat oksigen dalam air (oxygen

carriying capacity) yang ditunjukkan sebagai oksigen terlarut (Irianto, 2005).

Kebutuhan oksigen terlarut ikan bervariasi dari spesies ke spesies, dengan

ikan perairan dingin yang memiliki persyaratan yang lebih tinggi daripada spesies

air hangat. Kebanyakan ahli biologi menyatakan nilai 6 ppm sebagai konsentrasi

minimum yang akan memenuhi kebutuhan oksigen untuk ikan, namun konsentrasi

oksigen rendah secara tidak langsung dapat mempengaruhi ikan dengan

menurunkan resistensi mereka terhadap penyakit, penurunan kesuburan,

menghambat pertumbuhan, dan meningkatkan kerentanan ikan untuk kondisi

yang tidak menguntungkan lain seperti fluktuasi suhu dan toksisitas dari berbagai

bahan (Browm dan Gratzek, 1980).

pH

Adapun air murni bersifat netral (pH 7), pada kondisi demikiaan maka ion-

ion penyusunnya (H+ dan OH-) akan terdisosiasi pada keadaan seimbang. Setelah

air murni bercampur dengan air hujan dan materi lain dari lingkungan sekitarnya

maka perairan alami akan memiliki pH berkisar 4-9. Ikan akan dapat hidup pada

pH 5,0-9,5 tetapi untuk budidaya perikanan umunya berkisar pH 6,3-8,0. Besaran

pH ini dipengaruhi komposisi kimiawi air juga aktivitas biologis yang

berlangsung didalamnya (Irianto, 2005).

Keasaman (pH) air yang sesuai untuk benih gurami berkisar pada angka

6,5-7,5. Apabila air yang akan digunakan tidak sesuai pH yang diinginkan maka

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 27: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

12

pH air tersebut dapat diatur dengan menambahkan larutan asam dan basa. Untuk

mengubah pH air ke nilai yang lebih rendah aka digunakan larutan asam misalnya

asam fosfor. Sementara bila menghendaki nilai pH air yang lebih tinggi

maka digunakan larutan basa, misalnya sodium bikarbonat atau soda

(Sendjaja dan Riski, 2002).

Amonia

Laju oksidasi, laju oksidasi nitrit dan laju nitrifikasi juga meningkat

dengan meningkatnya padat penebaran yang secara tidak langsung berkaitan

dengan meningkatnya buangan metabolit dan sisa pakan di dalam sistem

budidaya. Dekomposisi metabolit dan sisa pakan yang meningkat akan

meningkatkan konsentrasi amoniak di dalam sistem, sehingga mendorong

meningkatnya laju oksidasi amoniak, laju oksidasi nitrit dan laju nitrifikasi.

Kandungan amonia antara 0,0-0,12 ppm masih menghasilkan pertumbuhan dan

kelangsungan hidup yang baik bagi benih ikan gurami (Affiati dan Lim, 1986).

Kepadatan yang tinggi dalam budidaya ikan dan pemberian pakan

eksternal menyebabkan akumulasi sisa hasil metabolisme ikan yang berupa feses

dan urin, serta sisa pakan yang tidak dimakan yang mengandung banyak protein.

Amonia (NH3) yang terakumulasi sebagai hasil penguraian protein sangat beracun

untuk ikan karena dapat merusak jaringan insang ikan. Konsentrasinya yang

sangat tinggi di perairan juga dapat menyebabkan penurunan ekskresi amonia oleh

ikan, sehingga amonia terakumulasi di dalam darah dan insang. Akumulasi

amonia dalam darah dapat menyebabkan kemampuan darah dalam

mentransportasikan oksigen berkurang. Batas toleransi maksimal kadar amonia

bagi ikan yakni 1 ppm (Boyd, 1990).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 28: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

13

Jenis - Jenis Parasit

Trichodina sp.

Banyak spesies Trichodina bersifat patogen dan penyakit disebabkan oleh

mereka disebut Trichodinosis. Bila dilihat dari atas, Trichodina melingkar, sisi

pandangan organisme mengungkapkan piring atau bentuk kubah. Trichodina

memiliki tiga cincin silia (kecil, rambut seperti proyeksi) melingkari tubuhnya dan

rongga mulut, yang digunakan untuk penggerak dan makan. Tubuhnya didukung

oleh cincin kaku cakram yang saling berhubungan disebut chitinoid atau cincin

denticular (Durborow, 2003).

Trichodina sp. berkembang biak secara membelah diri dan selama

hidupnya berada pada tubuh ikan. Parasit ini sering menempel pada ikan yang

telah terjangkit parasit lain. Bagian badan yang diserang menjadi pucat, terkadang

disertai pendarahan. Bagian yang terinfeksi mengeluarkan lendir. Siklus hidup

Trichodina ini sama halnya dengan Ichtyoptirius sp. yang merupakan ektoparasit

cosmopolitan (Djaelani, 2002).

Trichodina sp. lebih cenderung menyerang ikan pada fase benih atau umur

yang lebih muda dan perbedaan perkembangan sistem imun. Penyakit di

pengaruhi oleh 3 kondisi yaitu inang (host), penyakit (patogen) dan lingkungan.

Pada fase benih lebih rentan terserang penyakit terutama parasit. Hewan muda

memiliki respon antibodi yang lebih lambat daripada hewan yang memiliki umur

dewasa. Hal ini disebabkan karena sistem imun pada hewan yang dewasa sudah

terbentuk dengan sempurna, sehingga lebih tahan terhadap infeksi ektoparasit

(Nugraha, 2008).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 29: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

14

Ichthyophthirius multifiliis

Ichthyophthirius multifiliis merupakan protozoa berbulu getar, parasit

obligat pada air tawar yang harus menemukan inang baru dalam 48 jam (pada

suhu 25-27oC). Stadium Trofozoitnya dapat memiliki diameter hingga 100 µm,

berbulu getar (cilia) dan memiliki nukleus berbentuk tapal kuda. Ichthyophthirius

multifiliis dikenal sebagai penyebab penyakit bintk putih atau ich dan sangat

umum terjadi pada ikan-ikan peliharaan dalam akuarium atau tangka pembenihan

(hatchery). Penyakit ich sangat menular dan menyebar sangat cepat

(Irianto, 2005).

Penyebaran terjadi karena tinggal bersama dengan ikan yang terinfestasi

atau langsung dari theronts. Peralatan perikanan yang digunakan di peternakan

ikan dan transportasi air merupakan vektor potensial ichthyophthiriasis. Karena

kesamaannya dengan Piscinoodinium sp. maka diagnosis pasti harus hati-hati.

Tanda klinis utama adalah adanya bintik putih pada permukaan ikan termasuk

kulit, sirip, mata, rongga bukal dan insang. Pengamatan secara langsung dapat

dilihat dengan kesulitan pernafasan, tingkah laku di kolam dan akuarium

(Martins dkk, 2015).

Piscinoodinium sp.

Trofont berbentuk oval atau bulat dengan inti basofilik, penuh dengan

butiran akromik dan refraktil yang besar, dan dengan pegangan pendek dan

cakram perlekatannya. Pada semua ikan yang terinfeksi, trofont ditemukan di

dalam rongga pada kedalaman yang berbeda di epidermis, kadang sampai ke

lapisan basal, namun tidak ditemukan trofont di dermis (Ferraz dan Sommerville,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 30: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

15

1998). Parasit ikan air tawar tropis ini dikenal sebagai 'penyakit karat' atau

'penyakit beludru' karena munculnya ikan yang disebabkan oleh trofont. Gejala

klinis tidak spesifik dan ditemukan menempel pada kulit, insang, sirip, epitel

kerongkongan, dan usus beberapa spesies ikan dari daerah tropis dan beriklim

sedang (Lom dan Dykova, 1992).

Chilodonella sp.

Chilodonella adalah ektoparasit kulit dan insang ikan air tawar, muara dan

ikan brackfish. Sebagian besar ikan air tawar dianggap rentan terhadap

chilosonellosis, dan infeksi dapat menyebabkan ikan mengeluarkan lendir yang

berlebihan. Tubuh Chilodonella berukuran 40 sampai 70 µm. Makronukleus

tunggal berbentuk oval, ada mikronukleus tunggal, dan parasit tidak memiliki

organella perekat posterior. Lesi pada insang seperti hiperplasia, fusi lamella,

gangguan fungsi insang dan nekrosis. Kegagalan pernapasan akibat hiperplasia

insang dianggap sebagai penyebab utama kematian ikan (Bruno dkk, 2006).

Penularan chilodonellosis terjadi terutama secara langsung antara ikan

yang terinfeksi dan sehat. Parasit menyebar dalam budidaya ikan melalui

peralatan dan air dalam pengangkutan ikan, yang dapat dianggap sebagai faktor

penyebaran yang paling penting. Tanda klinis terdiri dari tanda-tanda non-spesifik

seperti kesulitan pernapasan, kehilangan keseimbangan dan nafsu makan.

Terlepas dari perubahan ini, lesi keputihan pada insang, kerapuhan, kulit yang

gelap, kulit dan sirop sirip, dan daerah perdarahan. Pada kasus akut, akan

mengalami peningkatan produksi lendir (Martins dkk., 2015).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 31: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

16

Epistylis sp.

Epistylis merupakan protozoa bertangkai dan memiliki bulu getar. Pada

dasarnya merupakan protozoa yang hidup bebas dengam melekat pada tanaman

air. Pada kondisi kualitas air kaya akan bahan organik, maka Epistylis dapat

berubah menjadi agensia penyakit. Sering dijumpai sebagai parasit pada ikan-ikan

liar bersisik atau ikan budidaya. Secara klinis, ikan yang sakit menunjukkan

adanya borok atau adanya massa seperti kapas yang tumbuh di kulit, sisik atau

sirip sehingga menimbulkan bercak-bercak merah atau borok yang memerah dan

penyakit tersebut sering disebut red sore disease (Irianto, 2005). Epistylis sp.

merupakan ciliata yang mempunyai bentuk seperti terompet yang bercabang dua

yaitu makronukleus dan kontraktil sel. Makronukleus sangat pendek yang

mempunyai bentuk seperti sosis dan tangkainya tidak kontraktil. Mikrohabitat dari

parasit ini biasanya kulit, insang, dan sirip dan biasa ditemukan secara berkoloni

(Bassleer, 1996).

Tetrahymena spp.

Tetrahymena pada umumnya hidup bebas, selnya berbentuk oval dan

berbulu getar. Sifat patogenik oportunistik karena hanya menimbulkan penyakit

pada kondisi kualitas air yang buruk (kandungan bahan organiknya tinggi) dan

padat tebaran tinggi. Secara klinis infeksi ditandai oleh nekrosis dan hemoragik

pada kulit dan pada kasus infeksi berat, maka jaringan otot dinding tubuh hancur

dan isi perut bisa terburai. Pengamatan histologis menunjukkan invasi berat pada

jaringan otot terutama pada bagian ventral abdomen (Irianto, 2005).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 32: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

17

Tetrahymena spp. didapat dari berbagai jenis ikan air tawar, dan dapat

menyebabkan penyakit serius dan kematian pada spesies yang beda di beriklim

tropis dan sedang. Infeksi dapat menyebabkan perdarahan kulit dan

exophthalmia. Ukuran ciliate ini berkisar antara 30 sampai 50 µm, dengan bentuk

tubuh simetris radial ditutupi dengan baris siliaris, dan 1 macronukleus dan 1

mikronukleus. Spesies tertentu bersifat polimorfik. Tetrahymena tidak

menyebabkan kista. Beberapa penelitian telah menyatakan bahwa parasit

menyerang inang melalui integumen, terutama melalui organ yang cedera

(Bruno dkk., 2006).

Dactylogyrus sp.

Parasit ini mempunyai bentuk tubuh pipih dorso-ventral dan bilateral

asimetris, mempunyai ospisthaptor yang dilengkapi dengan sepasang kait pusat

dan 14 kait marginal. Selain itu kepala Dactylogyrus sp. mengandung empat

tonjolan cuping dan dua pasang mata, mempunyai usus yang terbagi dalam dua

cabang dan mempunyai testis dan ovary yang membundar. Infeksi ringan

Dactylogyrus sp. cenderung dianggap tidak membahayakan, akan tetapi hal ini

harus diwaspadai karena infeksi ringan yang terus-menerus memberikan potensi

reproduksi untuk cacing (Kabata, 1985).

Ciri ikan yang terserang parasit diantaranya tutup insang akan

mengembang sehingga sulit untuk ditutup dengan sempurna dan lembaran-

lembaran insang akan terlihat lebih pucat apabila lokasi infeksinya meluas. Jika

pada insang terlihat adanya bintik putih, kemungkinan besar disebabkan oleh

adanya cacing parasitik yang menempel pada insang (Dogiel dkk., 1961).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 33: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

18

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei

tahun 2017. Pengambilan sampel ikan akan dilakukan di P2MKP Dian Aquatik

Indonesia Desa Ladang Bambu Medan Tuntungan dan OPG Pahala Ikan Pasar 1

Medan Marelan dan penelitian identifikasi ektoparasit dilaksanakan di

Laboratorium Hama dan Penyakit Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Peta Lokasi Penelitan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 34: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

19

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah jarum, pisau scalpel,

aquarium, nampan, object glass, cover glass, mikroskop, gunting, pinset,

millimeter blok, kamera digital, alat tulis, buku data, termometer, pH meter, dan

DO meter, dan buku identifikasi.

Bahan yang digunakan adalah plastik bening 10 kg, kertas label, tissue

gulung, aquadest, dan benih ikan gurami (Osphronemus goramy Lac.).

Prosedur Penelitian

Deskripsi Area Penelitian

Sampel ikan diambil dari dua kolam budidaya yaitu P2MKP Dian Aquatik

Indonesia Desa Ladang Bambu Medan Tuntungan dan OPG Pahala Ikan Pasar 1

Medan Marelan.

P2MKP Dian Aquatik Indonesia Desa Ladang Bambu Medan Tuntungan

Pada kolam budidaya Desa Ladang Bambu Medan Tuntungan ini

merupakan kolam dan terbuat dari beton dengan ukuran 6 m x 1,5 m x 1 m,

dengan air yang bersumber dari air sumur galian dan mata air dan menggunakan

sistem air resirkulasi. Kolam P2MKP Dian Aquatik Desa Ladang Bambu Medan

Tuntungan dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. P2MKP Dian Aquatik Desa Ladang Bambu Medan Tuntungan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 35: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

20

OPG Pahala Ikan Pasar 1 Medan Marelan

Pada kolam budidaya OPG Pahala Ikan Pasar 1 Medan Marelan ini

merupakan kolam beton dengan ukuran 2,5 m x 3 m x 0,4 menggunakan air sumur

bor yang sebelumnya ditampung di bak penampungan dan diberi garam non

yodium kemudian diendapkan. Kolam OPG Pahala Ikan Pasar 1 Medan Marelan

dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Kolam OPG Pahala Ikan Pasar 1 Medan Marelan

Sampel Penelitian

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih ikan gurami

(Osphronemus goramy Lac.)

Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara acak (random sampling) pada ikan

yang diambil dari dua lokasi budidaya yang berbeda dimana sampel diambil

langsung dari tempat budidayanya sebanyak 30 ekor/kolam dan dimasukkan ke

dalam plastik berukuran 10 kg yang berisi oksigen. Sehingga jumlah sampel ikan

yang diambil sebanyak 60 ekor. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan di

Laboratorium Hama dan Penyakit Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 36: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

21

Pemeriksaan Sampel

Argiono (2012) menjelaskan tahap-tahap pemeriksaan ektoparasit sampel

yaitu data mengenai ukuran, asal ikan, dan kondisi ikan contoh (mati, segar, atau

hidup) dicatat, kemudian ikan yang masih hidup dimatikan dengan menusukkan

jarum pada bagian otaknya (medula oblongata). Ikan ditempatkan pada nampan

dan selama masih akan diperiksa harus selalu basah dan terendam air atau

menggunakankan lap yang basah. Abnormalitas pada morfologi ikan diamati dan

dicatat. Kemudian dilakukan pemeriksaan ektoparasit menggunakan mikroskop.

Pemeriksaan ektoparasit dimulai dengan langkah seluruh permukaan tubuh

ikan diamati scara visual. Selanjutnya disiapkan gelas objek dan diberi 2 tetes

aquadest atau air kran. Permukaan tubuh ikan dikerik menggunakan pisau scalpel

dari arah kepala menuju pangkal ekor. Hasil kerikan berupa lendir atau beberapa

sisik yang terlepas diletakkan pada gelas objek dan diberi aquadest. Gelas objek

diberi penutup gelas, kemudian preparat diperiksa dengan mikroskop.

Pemeriksaan pada sirip ikan dilakukan dengan menggunting setiap sirip

(punggung, dada, perut dan ekor) dan diletakkan pada gelas objek yang diberi

tetesan air aquadest. Operkulum ikan dibuka dan seluruh bagian insang dilepas,

dipisahkan per lembar dan diletakkan pada gelas objek, kemudian diamati di

bawah mikroskop. Hasil dari pengamatan di mikroskop dicatat pada tabel

pengamatan.

Identifikasi Ektoparasit

Pengamatan ektoparasit dilakukan dengan menggunakan mikroskop dan

identifikasi ektoparasit dengan menggunakan buku identifikasi Kabata (1985),

dan buku identifikasi parasit protozoa Lom dan Dykova (1992).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 37: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

22

Pengambilan Data Kualitas Air

Pengambilan data kualitas air di Kolam Budidaya Desa Ladang Bambu

Medan Tuntungan dan OPG Pahala Ikan Pasar 1 Medan Marelan meliputi

pengukuran parameter fisika yaitu suhu dan parameter kimia yaitu DO, pH dan

amonia. Pengukuran parameter fisika dan kimia perairan dapat dilihat pada

Tabel 1.

Tabel 1. Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia Perairan

Parameter Satuan Alat / Metode Lokasi

Fisika

Suhu

Kimia

DO

pH

Amonia

°C

mg/l

-

mg/l

Thermometer

DO meter

pH Meter

-

In situ

In Situ

In Situ

Ex Situ

Analisis Data

Prevalensi

Data hasil penelitian disajikan dalam bentuk gambar dan tabel serta

dianalisis secara deskriptif berdasarkan hasil identifikasi pada benih ikan gurami

kemudian dihitung prevalensinya.

Prevalensi menggambarkan persentase ikan yang terinfeksi oleh parasit

tertentu dalam populasi ikan (Yuliartati, 2011). Menurut Fernando dkk (1973),

tingkat prevalensi parasit terhadap ikan dihitung dengan menggunakan rumus

sebagai berikut :

Prevalensi =

Keterangan :

Prevalensi = Prevalensi (%)

N = Jumlah ikan yang terinfeksi parasit (ekor)

n = Jumlah sampel yang diamati (ekor)

N n

X 100%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 38: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

23

Kategori infeksi berdasarkan prevalensi menurut Williams dan Williams

(1996) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kategori infeksi berdasarkan prevalensi

No Nilai Kategori

1 100-99% Selalu

2 98-90% Hampir selalu

3 89-70% Biasa

4 69-50% Sedang

5 49-30% Umumnya

6 29-10% Sering

7 9-1% Kadang-kadang

8 <1-0,1% Jarang

9 <0,1-0,01 Sangat jarang

10 <0,01 Hampir tidak pernah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 39: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

24

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Jenis Ektoparasit yang Ditemukan

Hasil identifikasi benih ikan gurami (Osphronemus goramy Lac. ) pada

kolam P2MKP Dian Aquatik Indonesia Desa Ladang Bambu Medan Tuntungan

ditemukan 3 jenis yang menginfeksi sampel dan OPG Pahala Ikan Pasar 1 Medan

Marelan ditemukan 7 jenis yang menginfeksi sampel.

1. Trichodina sp.

Trichodina sp. memiliki tiga cincin silia (kecil, rambut seperti proyeksi)

melingkari tubuhnya dan rongga mulut, yang digunakan untuk penggerak dan

makan. Pada lokasi Tuntungan ditemukan pada seluruh bagian tubuh sedangkan

di lokasi Marelan hanya ditemukan di sirip dan lendir. Klasifikasi Trichodina sp.

menurut Kabata (1985) adalah:

Phylum : Protozoa

Class : Ciliata

Ordo : Petrichida

Famili : Trichodinidae

Genus : Trichodina

Spesies : Trichodina sp.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 40: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

25

Gambar 6. Trichodina sp. yang Menginfeksi Benih Ikan Gurami.

2. Ichthyophthirius multifiliis

Ichthyophthirius multifiliis merupakan protozoa berbulu getar dan

memiliki nukleus berbentuk tapal kuda. Parasit ini lebih banyak ditemukan pada

bagian lendir ikan pada kedua lokasi penelitian. Klasifikasi dari jenis parasit

Ichthyophthirius multifiliis menurut Kabata (1985) adalah:

Phylum : Protozoa

Class : Ciliata

Ordo : Holotrichia

Famili : Ichthyophthidae

Genus : Ichthyophthirius

Spesies : Ichthyophthirius multifiliis

Silia

Border membran

Cincin perekat

Mikronukleus

Makronukleus

Lemak

Silia

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 41: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

26

Gambar 7. Ichthyophthirius multifiliis yang Menginfeksi Benih Ikan Gurami

3. Piscinoodinium sp.

Parasit berbentuk oval atau bulat dengan inti basofilik, penuh dengan

butiran akromik dan refraktil yang besar, dan dengan pegangan pendek dan

cakram perlekatannya. Ditemukan pada kedua lokasi penelitian dan hanya

menyerang bagian sirip dan lendir ikan. Klasifikasi dari jenis parasit

Piscinoodinium sp. menurut Lom dan Dykova (1982) adalah :

Phylum : Mastigophora

Class : Dinoflagellata

Ordo : Blastodinida

Famili : Oodiniae

Genus : Oodinium

Spesies : Piscinoodinium sp.

Gambar 8. Piscinoodinium sp. yang Menginfeksi Benih Ikan Gurami

4. Chilodonella sp.

Tubuh Chilodonella berukuran 40 sampai 70 µm. Makronukleus tunggal

berbentuk oval, ada mikronukleus tunggal, dan parasit tidak memiliki organella

Butiran

akromik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 42: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

27

perekat posterior. Parasit ini ditemukan pada lokasi kolam Marelan dan

hanya ditemukan pada bagian sirip dan lendir. Klasifikasi dari jenis parasit

Chilodonella sp. menurut Kabata (1985) adalah:

Phylum : Ciliophora

Class : Ciliatea

Ordo : Cyrtophorida

Famili : Chilododontidae

Genus : Chilodonella

Spesies : Chilodonella sp.

Gambar 9. Chilodonella sp. yang Menginfeksi Benih Ikan Gurami

5. Epistylis sp.

Epistylis merupakan protozoa bertangkai dan memiliki bulu getar yang

mempunyai bentuk seperti terompet yang bercabang dua yaitu makronukleus dan

kontraktil sel. Ditemukan di kolam Marelan pada bagian sirip dan lendir ikan dan

tidak ditemukan pada insang ikan . Klasifikasi dari jenis Epistylis sp. menurut

Kabata (1985) adalah:

Phylum : Protozoa

Class : Ciliata

Ordo : Peritricha

Nukleus

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 43: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

28

Famili : Epistylidae

Genus : Epistylis

Spesies : Epistylis sp.

Gambar 10. Epistylis sp. yang Menginfeksi Benih Ikan Gurami

6. Tetrahymena spp.

Tetrahymena berbentuk oval dan berbulu getar dengan bentuk tubuh

simetris radial ditutupi dengan baris siliaris, dan 1 macronukleus dan 1

mikronukleus. Parasit ini tidak ditemukan pada insang ikan dan hanya ditemukan

pada sirip dan lendir ikan saja di Kolam Marelan. Klasifikasi dari jenis

Tetrahymena spp. menurut Lom dan Dykova (1982) adalah :

Phylum : Ciliophora

Class : Oligohymenophora

Ordo : Hymenostomatida

Famili : Tetrahymenidae

Genus : Tetrahymena

Spesies : Tetrahymena spp.

Kontaktil sel

Makronukleus

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 44: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

29

Gambar 11. Tetrahymena sp yang Menginfeksi Benih Ikan Gurami

7. Dactylogyrus sp.

Parasit ini mempunyai bentuk tubuh pipih mempunyai sepasang kait pusat

dan 14 kait marginal, kepala Dactylogyrus sp. mengandung empat tonjolan cuping

dan dua pasang mata, mempunyai usus yang terbagi dalam dua cabang dan

mempunyai testis dan ovary yang membundar. Umumnya parasit ini hanya

ditemukan pada insang ikan, namun pada penelitian ini ditemukan di lokasi kolam

Marelan pada seluruh bagian tubuh ikan namun dengan prevalensi yang rendah.

Klasifikasi dari jenis Dactylogyrus sp. menurut Kabata (1985) adalah:

Phylum : Plathyhelminthes

Class : Trematoda

Ordo : Monogenea

Famili : Dactylogyridae

Genus : Dactylogyrus

Spesies : Dactylogyrus sp.

Silia

Makronukleus

Mikronukleus

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 45: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

30

Gambar 12. Dactylogyrus sp. yang Menyerang Benih Ikan Gurami

Tingkat Prevalensi Ektoparasit

Tingkat prevalensi ektoprasit pada sirip, lendir dan insang benih ikan

gurami (Osphronemus goramy Lac.) dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Tingkat Prevalensi Ektoparasit Pada Sirip, Lendir Dan Insang Benih Ikan

Gurami.

Lokasi Jenis parasit

Sirip

Prevalensi(%)

Lendir

Insang

Tuntungan Trichodina sp. 43.3 16.6 10 I.multifilis 0 36.6 10 Piscinoodinium sp. 33.3 6.67 0

Marelan Chilodonella sp. 13.3 20 0 Piscinoodinium sp. 86.6 90 10 I. multifilis 0 16.6 0 Trichodina sp. 30 26.6 0 Epistylis sp. 30 43.3 0 Tetrahymena spp. 6.6 10 0 Dactylogyrus sp. 3.3 16.6 16.6

Pada kolam yang berlokasi di Tuntungan, ditemukan 3 jenis parasit yaitu

Trichodina sp. dengan tingkat prevalensi tertinggi pada bagian sirip yaitu 43,3 %,

lendir hanya 16,6 % dan insang 10%, Ichthyophthirius multifiliis dengan tingkat

prevalensi pada sirip yaitu 0%, insang 10%, tertinggi didapat pada lendir yaitu

Posterior Haptor

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 46: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

31

36,6 % dan Piscinoodinium sp. dengan tingkat prevalensi tertinggi didapat pada

sirip yaitu 33,3 %, lendir 6,67 % dan pada insang 0 %.

Pada kolam yang berlokasi di Marelan memiliki jumlah jenis parasit lebih

banyak yaitu sebanyak 7 jenis dibandingkan kolam di lokasi Tuntungan. Jenis

Chilodonella sp. ditemukan pada lendir yaitu 20%, sirip 13,3 % dan insang 0%.

Piscinoodinium sp. ditemukan pada sirip sebanyak 86,6 %, lendir 90% dan insang

10%. Jenis Ichthyophthirius multifiliis hanya ditemukan pada lendir ikan dengan

tingkat prevalensi 16,6 %. Trichodina sp. pada sirip yaitu 30%, lendir 26,6% dan

tidak ditemukan pada insang (0%). Epistylis sp. sp. hanya ditemukan pada sirip

sebanyak 30% dan lendir sebanyak 43,3%. Jenis Tetrahymena spp. juga hanya

ditemukan pada sirip sebanyak 6,6 % dan lendir sebanyak 10%. Cacing parasitik

jenis Dactylogyrus sp. ditemukan pada sirip sebanyak 3,3 %, lendir 16,6 % dan

insang 16,6%.

Prevalensi yang didapat Jjka dilihat dari selutuh tubuhnya pada kedua

lokasi dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Tingkat Prevalensi pada tubuh benih ikan

Lokasi Jenis parasit Prevalensi

(%)

Kategori

Tuntungan Trichodina sp. 56 Sedang I.multifilis 43.3 Umumnya Piscinoodinium sp. 10 Sering

Marelan Chilodonella sp. 20 Sering Piscinoodinium sp. 96.6 Hampir I. multifilis 16.6 Sering Trichodina sp. 46.6 Umumnya Epistylis sp. 46.6 Umumnya Tetrahymena spp. 16.6 Sering Dactylogyrus sp. 23.3 Sering

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 47: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

32

Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan maka diketahui pada lokasi

kolam Tuntungan, jenis parasit Trichodina sp. sebanyak 56% dikategorikan

sedang, Ichthyophthirius multifiliis yaitu 43,3% dikategorikan umumnya, dan

jenis Piscinoodinium sp. hanya 10% dikategorikan sering, sedangkan pada lokasi

kolam Merelan, jenis Chilodonella sp. yaitu 20% dikategorikan sering, jenis

Piscinoodinium sp. memiliki nilai tertinggi mencapai 96,6 % dikategorikan

hampir selalu, jenis Ichthyophthirius multifiliis dan Tetrahymena spp. memiliki

nilai terendah yaitu 16,6 % dikategorikan sering, jenis Trichodina sp. dan

Epistylis sp. memiliki nilai yaitu 43,3% dan 46,6 % dikategorikan umumnya,

jenis Dactylogyrus sp. yaitu 23,3 % dikategorikan sering.

Karakteristik Fisika Kimia Perairan

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan pada kedua lokasi maka

diperoleh nilai parameter fisika dan kimia pada masing-masing kolam dan

memiliki perbedaan. Hasil pengamatan dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Data kualitas air pada kolam sampel

Lokasi Kolam Suhu air pH DO Amonia

Tuntungan 27,7-29,5°C 7,2 - 8 6,3-6,9 mg/l 0,52 mg/l

Marelan 27,5- 28,2 °C 7,2-8,3 4,2-4,8 mg/l 1,15 mg/l

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa suhu air pada lokasi kolam

Tuntungan memiliki suhu lebih tinggi yaitu berkisar antara 27,7-29,5°C

sedangkan pada lokasi kolam Marelan berkisar antara 27,5- 28,2 °C. Nilai pH

tertinggi didapat pada lokasi kolam Marelan yaitu 8,3 dan terendah 7,2 sedangkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 48: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

33

lokasi kolam Tuntungan pH tertinggi hanya bernilai 8 dan terendah 7,2. Nilai DO

pada lokasi kolam Tuntungan lebih tinggi yang mencapai 6,3 mg/l -6,9 mg/l

dibandingkan nilai DO pada lokasi kolam Marelan hanya 4,2 mg/l-4,8 mg/l.

Pengukuran parameter amonia pada lokasi Tuntungan yaitu 0,52 mg/l dimana

nilai ini lenih rendah dibandingkan nilai parameter amonia lokasi kolam Marelan

yang mencapai 1,15 mg/l.

Pembahasan

Jenis Ektoparasit yang Ditemukan

1. Trichodina sp.

Parasit ini memiliki bentuk lingkaran dan memiliki cincin silia yang

melingkari tubuhnya serta memiliki cakram pada bagian tengah tubuhnya. Dapat

dilihat pada Gambar 6. Menurut Durborow (2003) Trichodina memiliki tiga

cincin silia (kecil, rambut seperti proyeksi) melingkari tubuhnya dan rongga

mulut, yang digunakan untuk penggerak dan makan. Tubuhnya didukung oleh

cincin kaku cakram yang saling berhubungan disebut chitinoid atau cincin

denticular.

Dari hasil penelitian yang dilakukan, di lokasi kolam Tuntungan

didapatkan pada organ sirip 43,4%, Lendir 16,6% dan insang hanya 10%

sedangakan di lokasi kolam Marelan pada sirip 30%, lendir 26,6% dan tidak

ditemukan pada insang ikan. Trichodina sp. lebih banyak menyerang permukaan

tubuh ikan namum tidak terlihat perubahan yang mencolok pada permukaan tubuh

ikan. Gejala klinis yang ditimbulkan pada ikan yang terserang jika melewati batas

toleransi akan menunjukkan perubahan warna tubuh ikan menjadi lebih pucat dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 49: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

34

pada permukaan tubuh tampak pendarahan yang disertai lendir. Djaelani (2002)

menyatakan bagian badan yang diserang menjadi pucat, terkadang disertai

pendarahan, bagian yang terinfeksi mengeluarkan lendir. Penyebaran parasit jenis

ini dapat terjadi akibat kontak langsung tubuh ikan yang sehat terhadap ikan yang

terserang dan juga melalui air yang sudah terkontaminasi. Irianto (2005)

menyatakan penularan trikhodinosis melalui kontak langsung dengan ikan atau air

yang terkontaminasi.

2. Ichthyophthirius multifiliis

Ichthyophthirius multifiliis terlihat berbentuk oval dan memiliki nukleus

pada bagian inti tubuhnya. Dapat dilihat pada Gambar 7. Irianto (2005)

menyatakan Ichthyophthirius multifiliis berbulu getar (cilia) dan memiliki nukleus

berbentuk tapal kuda. Jenis parasit ini memiliki bentuk yang mencolok pada

nukleus, sehingga dapat dibedakan secara langsung dengan parasit lain

(Martins dkk, 2015).

Ichthyophthirius multifiliis juga merupakan parasit yang menyerang

permukaan luar tubuh ikan terutama ditemukan di lendir ikan, dibuktikan dengan

prevalensi parasit ini di lokasi kolam Tuntungan mencapai 33,3% dan di lokasi

Marelan 16,6%. Tubuh ikan yang terinfeksi berat oleh parasit ini akan

menunjukkan mucus berwarna putih atau umunya dalam bidang budidaya lebih

dikenal dengan penyakit Ich. Menurut Irianto (2015) Ichthyophthirius multifiliis

dikenal sebagai penyebab penyakit bintik putih atau ich dan sangat umum terjadi

pada ikan-ikan peliharaan dalam akuarium atau tangka pembenihan (hatchery).

Perubahan tingkah laku ikan ikan juga dapat menunjukkan adanya serangan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 50: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

35

parasit ini pada ikan di kolam. Pengamatan secara langsung dapat dilihat dengan

kesulitan pernafasan, tingkah laku di kolam dan akuarium (Martins dkk, 2015).

3. Piscinoodinium sp.

Parasit ini berbentuk bulat biasanya disebut trophont dengan butiran-

butiran yang tampak didalam tubuhnya. Dapat dilihat pada Gambar 8. Menurut

Ferraz dan Sommerville (1998) trophont berbentuk oval atau bulat dengan inti

basofilik, penuh dengan butiran akromik dan refraktil yang besar, dan dengan

pegangan pendek dan cakram perlekatannya. Martins dkk (2015) juga menyatakan

dinoflagellate ini menunjukkan warna dan bentuk yang sama dengan I. Multifiliis,

tapi tidak berenang dan tidak memiliki silia di sekitar tubuh.

Umumnya ikan yang terinfeksi jenis parasit ini tidak menunjukkan gejala

klinis yang mencolok. Saat penelitian ektoparasit ini hanya ditemukan pada sirip

dan lendir tubuh benih ikan gurami Namun saat penelitian didapatkan prevalensi

di lokasi kolam tuntungan sebanyak 33,3% di sirip, dan 6,67% di lendir ikan.

Sedangkan di lokasi Marelan didapat prevalensi yang sangat tinggi yaitu 86,6% di

sirip dan 90% di lendir ikan. Sehingga beberapa ikan yang memiliki perubahan

warna dan luka pada tubuh ikan. Hal ini dimungkinkan oleh infeksi jenis parasit

lainnya yang menimbulkan luka sehingga parasit ini berkembang sangat cepat

bertumbuh pada permukaan tubuh yang terluka. Saat penelitian ektoparasit ini

hanya ditemukan pada sirip dan lendir tubuh benih ikan gurami. Lom dan Dykova

(1982) menyatakan gejala klinis tidak spesifik dan ditemukan menempel pada

kulit, insang, dan sirip.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 51: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

36

Keberadaan parasit ini diakibatkan tingginya kandungan organik pada air

dan pengelolaan kualitas air yang kurang baik yang menyebabkan ketahanan

tubuh ikan menurun. Sifat Piscinoodinium sp. yang hanya dapat bertahan hidup

dengan bergantung pada inang. Irianto (2005) menyatakan adapun protozoa yang

bersifat parasit obligat adalah Ichthyopthirius dan Piscinoodinium. Kemudian

perkembangan protozoa yang terlalu tinggi pada ikan akan berrakibat kematian.

Spesies Protozoa tertentu dapat menyebabkan mortalitas tinggi yang berdampak

pada kerugian ekonomi budidaya (Gusrina, 2008).

4. Chilodonella sp

Chilodonella sp. memiliki bentuk oval dengan nukleus yang berada pada

intinya. Dapat dilihat pada Gambar 9. Saat penelitian hanya ditemukan di lokasi

kolam Marelan dengan prevalensi pada sirip yaitu 13,3% dan lendir ikan yaitu

20%. Umumnya parasit ini juga dapat ditemui pada bagian insang ikan.

Keberadaan parasit ini ditandai dengan lendir yang berlebihan pada tubuh ikan.

Bruno dkk (2006) menyatakan Chilodonella adalah ektoparasit kulit dan insang

ikan air tawar dan infeksi dapat menyebabkan ikan mengeluarkan lendir yang

berlebihan. Tubuh Chilodonella berukuran 40 sampai 70 µm. Makronukleus

tunggal berbentuk oval, ada mikronukleus tunggal, dan parasit tidak memiliki

organella perekat posterior.

Penyebaran parasit ini hampir sama dengan ektoparasit lainnya, yaitu

melalui air kolam dan infeksi dari ikan yang sudah terjangkit parasit. Menurut

Martins dkk (2015) penularan chilodonellosis terjadi terutama secara langsung

antara ikan yang terinfeksi dan sehat. Parasit menyebar dalam budidaya ikan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 52: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

37

melalui peralatan dan air dalam pengangkutan ikan, yang dapat dianggap sebagai

faktor penyebaran yang paling penting. Sehingga penyebaran parasit ini cukup

cepat melalui media air.

5. Epistylis sp

Parasit jenis protozoa ini berbentuk terompet serta memiliki tangkai pada

tubuhnya. Dapat dilihat pada Gambar 10. Epistylis sp. hidup secara berkoloni

sehingaa saat penelitian ditemukan jumlah yang cukup banyak. Menurut Bassleer

(1996) Epistylis sp. merupakan ciliata yang mempunyai bentuk seperti terompet

yang bercabang dua yaitu makronukleus dan kontraktil sel, makronukleus sangat

pendek yang mempunyai bentuk seperti sosis dan tangkainya tidak kontraktil.

Dalam konsisi akut keberadaan parasit ini dapat dilihat dari adanya borok

berwarna kemerahan pada permukaan tubuh ikan. Prevalensi parasit ini selama

penelitian di Lokasi kolam Marelan yaitu 30% pada sirip, 43,3% pada lendir ikan

dan tidak ditemukan pada insang ikan. Adanya borok pada tubuh ikan

menunjukkan perkembangan penyakit atau parasit pada permukaan tubuh ikan

yang cepat sehingga menyebabkan kerusakan pada kulit atau sisik ikan. Menurut

Irianto (2005) secara klinis, ikan yang sakit menunjukkan adanya borok atau

adanya massa seperti kapas yang tumbuh di kulit, sisik atau sirip sehingga

menimbulkan bercak-bercak merah atau borok yang memerah dan penyakit

tersebut sering disebut red sore disease.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 53: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

38

6. Tetrahymena spp.

Bentuk parasit ini cukup mudah dikenali yang berbentuk oval dengan silia

yang memenuhi seluruh tubuhnya. Pada bagian dalam tubuhnya terlihat

makronukleus dan mikronukleus. Dapat dilihat pada gambar 11. Tetrahymena

spp. bergerak dengan menggunakan silia yang terdapat pada seluruh seluruh

tubuhnya. Menurut Bruno dkk (2006) ukuran ciliate ini berkisar antara 30 sampai

50 µm, dengan bentuk tubuh simetris radial ditutupi dengan baris siliaris, dan 1

makronukleus dan 1 mikronukleus.

Dari hasil penelitian, jenis parasit ini hanya ditemukan pada sirip sebanyak

6,6% dan lendir 10% dan tidak ditemukan pada insang ikan. Dalam kondisi

terserang secara akut oleh parasit ini dapat menyebabkan kerusakan pada kulit

ikan dan lesi pada permukaan tubuh ikan. Menurut Irianto (2005) secara klinis

infeksi ditandai oleh nekrosis dan hemoragik pada kulit dan pada kasus infeksi

berat, maka jaringan otot dinding tubuh hancur dan isi perut bisa terburai.

7. Dactylogyrus sp.

Cacing parasitik Dactylogyrus sp. memiliki haptor yang digunakan untuk

menempel pada inangnya. Bentuk tubuhnya pipih dan memiliki dua pasang mata.

Dapat dilihat pada gambar 12. Kabata (1985) menyatakan parasit ini mempunyai

bentuk tubuh pipih dorso-ventral dan bilateral asimetris, mempunyai ospisthaptor

yang dilengkapi dengan sepasang kait pusat dan 14 kait marginal. Selain itu

kepala Dactylogyrus sp. mengandung empat tonjolan cuping dan dua pasang

mata, mempunyai usus yang terbagi dalam dua cabang dan mempunyai testis dan

ovari yang membundar.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 54: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

39

Saat penelitian Dactylogyrus sp. hanya ditemukan di lokasi kolam Marelan

dengan prevalensipada sirip sebanyak 3,3%, lendir 16,6% dan insang 16,6%.

Dactylogyrus sp. biasanya menyerang pada bagian insang yang ditandai dengan

perubahan warna insang menjadi lebih pucat dan jika pada kondisi akut akan

ditemukan bintik putih. Sehingga memudahkan mengetahui keberadaan

Dactylogyrus sp. Menurut Dogiel dkk., (1961) jika pada insang terlihat adanya

bintik putih, kemungkinan besar disebabkan oleh adanya cacing parasitik yang

menempel pada insang. Sehingga keberadaan parasit ini cukup mudah untuk

dideteksi lebih awal. Namun karena penyebaran melalui air maka tidak

memungkinkan Dactylogyrus sp. juga ditemukan pada organ tubuh lain.

Parameter Fisika Kimia Air

1. Suhu

Suhu air yang telah diukur saat penelitian di kedua lokasi penelitian

berkisar antara 27,7OC - 29,5OC di kolam Tuntungan dan 27,5OC - 28,2 OC di

lokasi kolam Marelan. Dari hasil pengukuran yang dilaksanakan suhu air kedua

lokasi masih pada batas toleransi untuk hidup benih ikan gurami. Menurut

Anonimous (1995) benih ikan gurami dapat hidup dengan baik pada suhu air

26,5-32,30

C.

Suhu tertinggi saat penelitian terdapat pada kolam Tuntungan yaitu 29,5

OC lebih tinggi dibandingkan suhu kolam marelan yang hanya 28,2 OC. Suhu

pada kedua lokasi masih tergolong optimal namun suhu yang tidak optimal baik

tinggi maupun rendah dapat mempengaruhi secara langsung pada ikan. Menurut

Irianto (2005) suhu tinggi tidak selalu berakibat mematikan tetapi dapat

menyebabkan gangguan status kesehatan untuk jangka panjang, misalnya stress

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 55: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

40

yang ditandai dengan tubuh lemah, kurus dan tingkah laku abnormal. Pada suhu

rendah, akibat yang ditimbulkan antara lain ikan menjadi lebih rentan terhadap

infeksi fungi dan bakteri patogen akibat melemahnya sistem imun.

Kenaikan dan penurunan suhu pada air kolam yang terlalu besar

berpengaruh terhadap metabolisme tubuh ikan. Menurut Hickling (1971) suhu

dapat mempengaruhi aktifitas kehidupan organisme seperti pertumbuhan dan

reproduksi. Dimana dengan naiknya suhu maka akan meningkatkan pengambilan

makanan oleh ikan dan turunnya suhu menyebabkan proses pencernaan dan

metabolisme akan berjalan lambat.

2. pH

Dari hasil pengukuran saat penelitian didapatkan pH pada lokasi kolam

Tuntungan berkisar 7,2 – 8 dan kolam Marelan berkisar 7,2 – 8,3. Nilai rata-rata

pH pada kedua kolam telah melewati batas kadar pH untuk budidaya benih

gurami. Sendjaja dan Riski (2002) keasaman (pH) air yang sesuai untuk benih

gurami berkisar pada angka 6,5-7,5. Tingginya nilai pH air kolam disebabkan

faktor kimia dan biologi didalamnya. Irianto (2015) menyatakan besaran pH ini

dpengaruhi komposisi kimiawi air juga aktivitas biologis yang berlangsung

didalamnya.

3. DO

Pengukuran DO (oksigen terlarut) saat penelitian didapatkan yaitu 6,3

mg/l-6,9 mg/l di lokasi kolam Tuntungan dan 4,2 mg/l-4,8 mg/l di lokasi kolam

Marelan. Oksigen terlarut pada lokasi kolam Marelan tergolong optimum namun

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 56: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

41

pada lokasi kolam Tuntungan masih memiliki kandungan oksigen yang

menunjang untuk budidaya ikan air tawar yaitu 6 mg/l sebaggai konsentrasi

minimum menurut Brown dan Gratzek (1980). Kisaran optimum bagi benih ikan

gurami yaitu 4,21-5,43 mg/L (Affiati dan Lim, 1986).

Ikan akan mengalami stress pada kandungan oksigen terlarut yang rendah

dan akan mengakibatkan kematian secara perlahan. Stress yang dialami ikan

menurunkan daya tahan tubuhnya sehingga lebih mudah diserang oleh penyakit

seperti parasit. Browm dan Gratzek (1980) menyatakan konsentrasi oksigen

rendah secara tidak langsung dapat mempengaruhi ikan dengan menurunkan

resistensi mereka terhadap penyakit, penurunan kesuburan, menghambat

pertumbuhan, dan meningkatkan kerentanan ikan untuk kondisi yang tidak

menguntungkan lain seperti fluktuasi suhu dan toksisitas dari berbagai ba

4. Amonia

Nilai parameter amonia pada lokasi kolam Marelan yaitu 1,15 mg/l lebih

tinggi dibandingkan lokasi kolam Tuntungan hanya 0,52 mg/l. Nilai amonia yang

didapat telah melampui batas kadar kandungan amonia yang dapat ditoleransi

benih ikan gurami. Menurut Affiati dan Lim (1986) kandungan amonia antara 0,0-

0,12 ppm masih menghasilkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup yang baik

bagi benih ikan gurami. Sementara Boyd (1990) menyatakan batas toleransi

maksimal kadar amonia bagi ikan yakni 1 ppm.

Amonia di kolam budidaya dihasilkan oleh sisa sisa pakan yang

mengendap di dasar kolam. Semakin tinggi kandungan amonia, maka akan

menurunkan daya tahan tubuh ikan. Tang (2003) menyatakan besar kecilnya

kandungan amonia diperairan berpengaruh terhadap organisme yang hidup

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 57: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

42

didalamnya, Tingginya nilai amonia pada air kolam menyebabkan benih ikan

semakin rentan terhadap serangan ekroparasit.

Tingkat Prevalensi Ektoparasit pada Benih ikan Gurami

Pada penelitian ini telah ditemukan beberapa jenis parasit yang meyerang

benih ikan gurami (Osphronemus goramy Lac.) di dua lokasi yang berbeda.

Tingginya tingkat prevalensi parasit pada benih dipengaruhi oleh sistem

kekebalan tubuh benih ikan masih lemah dibandingkan ikan dewasa. Oleh karena

itu, benih ikan lebih mudah terserang penyakit seperti parasit. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Nugraha (2008) pada fase benih lebih rentan terserang

penyakit terutama parasit. Hewan muda memiliki respon antibodi yang lebih

lambat daripada hewan yang memiliki umur dewasa.

Dari kedua lokasi penelitian ditemukan 7 jenis parasit yaitu Chilodonella

sp., Piscinoodinium sp., Ichthyophthirius multifiliis, Trichodina sp., Epistyilis sp,

Tetrahymena spp., dan Dactylogyrus sp. dengan tingkat prevalensi yang dapat

dilihat pada tabel 5. Banyaknya jenis parasit diakibatkan buruknya kualitas air dan

tingginya kandungan organik perairan. Berdasarkan pengamatan dan informasi

dari pembudidaya, diketahui bahwa tidak dilakukan pergantian air selama

pemeliharaan sehingga ditemukan berberapa jenis parasit pada kolam. Sarjito dkk

(2013) menyebutkan penyakit akan muncul jika lingkungan kurang optimal dan

keseimbangan terganggu. Semakin tinggi kandungan organik maka semakin

banyak jenis parasite yang ditemukan.

Berdasarkan Tabel 4. diketahui bahwa ektoparasit yang paling banyak

menyerang tubuh pada bagian sirip serta lendir ikan. Pada bagian insang di lokasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 58: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

43

Tuntungan hanya ditemukan beberapa jenis parasit seperti Trichodina sp.

sebanyak 10 %, dan Ichthyophthirius multifiliis sebanyak 10% sedangkan di

lokasi kolam Marelan jenis parasit Piscinoodinium sp. sebanyak 10 % dan

Dactylogyrus sp. sebanyak 16,6%. Menurut Rohde (1982) bahwa semakin luas

penampang tubuhnya maka memungkinkan parasit yang menempel semakin

banyak, begitu juga sebaliknya, menyediakan ruang, dan makanan yang

diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan parasit

Berdasarkan tabel 5. didapatkan bahwa jenis parsit dengan tingkat

prevalensi tertinggi di lokasi kolam Tuntungan adalah golongan protozoa yaitu

Trichodina sp sebanyak 56 % sedangkan di lokasi kolam Marelan adalah

golongan mastigophora yaitu Piscinoodinium sp. sebanyak 96,6 %. Kedua parasit

ini ditemukan pada bagian permukaan tubuh karena penyebarannya yang sangat

cepat melalui air yang kemudian menempel pada permukaan tubuh ikan (sirip dan

lendir) Dapat dilihat dari Tabel 4. Menurut Yuliartati (2011) tingginya tingkat

serangan disebabkan karena kualitas air yang jelek seperti tidak adanya sirkulasi

air, air yang keruh dan banyaknya bahan-bahan terlarut (sampah dan tanaman

enceng gondok yang tumbuh lebat), tingkat kepadatan yang tinggi dan nutrisi

yang kurang baik.

Perbedaan jumlah parasit yang ditemukan pada kedua lokasi dipengaruhi

oleh manajemen pengelolaan pada tiap-tiap kolam. Pada lokasi kolam Tuntungan

telah menggunakan sistem resirkulasi dengan melakukan perawatan kualitas air

dan menggunakan pakan dengan penambahan antibiotik sedangkan pada kolam

Marelan menggunakan pakan instan tanpa penambahan obat-obatan lainnya dan

kurang melakukan perawatan air kolam.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 59: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

44

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah:

1. Parasit paling banyak menyerang benih ikan gurami di lokasi kolam

Tuntungan adalah Trichodina sp. dan di Lokasi kolam Marelan adalah

Piscinoodinium sp. yang ditemukan pada seluruh organ (sirip, lendir dan

insang) sedangkan Parasit yang sedikit menyerang di lokasi kolam Tuntungan

adalah Piscinoodinium sp. dan di Lokasi kolam Marelan adalah Tetrahymena

spp. dan Ichthyophthirius multifiliis.

2. Prevalensi ekroparasit pada benih ikan gurami di lokasi kolam Tuntungan

yaitu Trichodina sp. sebesar 56%, Ichthyophthirius multifiliis. Sebesar 43,3 %

dan Piscinoodinium sp. 10% sedangkan di lokasi kolam Marelan yaitu

Chilodonella sp sebesar 20%, Piscinoodinium sp. sebesar 96,6 %,

Ichthyophthirius multifiliis. Sebesar 16,6%, Trichodina sp. sebesar 46,6%,

Epistyilis sp sebesar 46,6%, Tetrahymena spp. sebesar 16,6 % dan

Dactylogyrus sp. sebesar 23,3%.

Saran

Dalam usaha pemeliharaan benih ikan gurami, pembudidaya sebaiknya

memperhatikan kualitas air dengan melakukan pergantian atau sirkulasi air dan

menjaga kualitas air, sehingga penyakit seperti parasit dapat dicegah

penyebarannya terhadap benih ikan yang dibudidayakan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 60: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

45

DAFTAR PUSTAKA

Affiati N. A. dan Lim. 1986. Pengaruh saat awal pemberian pakan alami terhadap

pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan gurami Osphronemus

goramy. Buletin Penelitian Darat. 5(1) : hlm 66-69.

Afrianto, E. dan E. Liviawaty. 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan.

Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Anonimous. 1995. Pengenalan Jenis-jenis Ikan Perairan Umum Jambi : Bagian I

Ikan-ikan Sungai Utama Batang Hari-Jambi. Dinas Perikanan Propinsi Daerah

Tingkat I Jambi. Hal. 56.

Argiono, S. F. 2012. Inventarisasi Parasit pada Benih Ikan Gurame dalam Kolam

Terpal di Kecamatan Pengasih Kabupaten Kulon Progo Yogyakarta.

[Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Bassleer, G. 1996. Internal Worm Infections. Diseases in Marine Aquarium Fish.

Bassleer Biofish, Statiostr. Westmeerbeek, Belgium. Pp. 72 - 75.

Boyd, C. E. 1990. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Auburn University

Agricultural Experiment Station, Alabama. USA.

Boyd, C. E., 1979. Water Quality in Warm Water Fish Pounds. Auburn

University Agriculture Experimen Station, Alabama. 359 pp.

Brown, E. E. dan Gratzek. 1980. Fish Farming Handbook. The AVI Publishing

Company INC, United States.

Bruno, D. W., B. Nowak. dan D. G. Elliot. 2006. Guide to the Identification of

Fish Protozoan an Metazoan Parasites in Stained tissue Sections. Diseases

of Aquatic Organisms. 70 : 1-36.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2000. SNI Produksi Benih Ikan Gurami

(Osphronemus goramy Lac) Kelas Benih Sebar. 01-6485.3-2000.

Cameron, A. 2002. Survey toolbox for Aquatic Animal Diseases. A Practical

Manual and Software Package. ACIAR Monograph No.94, 375p.

Dasrono. 2004. Kelimpahan larva Cybister sp. di Kolam Pembenihan dan

Pemangsaan pada Benih Ikan Gurami (Osphronemous gourami Lac.).

[Tesis]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Djaelani, A. S. 2002. Agar Ikan Sehat. Penerbit Swadaya, Jakarta.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 61: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

46

Dogiel V. A., G. K. Petrushevski. dan Y. I. Polyanski. 1961. Parasitology of

Fishes. Oliver and Byod Ltd. London.

Durborow, R. M. 2003. Protozoan Parasites. SRAC Publication. No. 4701.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan

Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Fernando, C. H., J. I. Furtado., A. V. Gussev., G. Hanek dan S. A. Kakonge. 1973.

Methods for The Study of Freshwater Fish Parasites. 3rd Ed. University of

Waterloo Biology Series.

Ferraz, E. dan C. Sommervilee. 1998. Pathology of Piscinoodinium sp. (Protozoa

: Dinoflagellida), Parasites of The Ornamental Freshwater Catfishes

Corydoras Spp. and Brochis Splendens (Pisces : Cachlichtyidae). Diseases

of Aquatic Organisms. 33 : 43-39.

Hickling, C. F., 1971. Fish Culture. Faber and Faber. London. 371 p.

Irianto, A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta.

Kabata, Z. 1985. Parasites and Disease of Fish Culture In the Tropics. Taylor and

Francis. London and Philadelpia.

Khairuman dan K. Amri. 2003. Pembenihan dan Pembesaran Gurame secara

Intensif. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Lom, J. dan I. Dykova. 1992. Protozoan Parasites of Fishes. Amsterdam:

Elsevier.

Martins, M. L., L. Cardoso., N. Marchiori. dan S. Benites. 2015. Protozoan

Infections in Farmed Fish from Brazil: Diagnosis and Pathogenesis. Braz.

J. Vet. Parasitol, Jaboticabal. ISSN 1984-2961.

Nugraha, M. 2008. Derajat Infeksi Argulus sp. pada Ikan Mas Koi (Cyprinus

carrpio) di desa Bangoan, Tulungagung. [Tugas Akhir]. Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh

Nopember Surabaya, Surabaya.

Purwaningsih, I. 2013. Identifikasi Ektoparasit Protozoa pada Benih Ikan Mas

(Cyprinus carpio Linnaeus, 1978) di Unit Kerja Budidaya Air Tawar

(UKBAT) Cangkringan Sleman DIY. [Skripsi]. UIN Sunan Kalijaga,

Yogyakarta.

Ramayulis., N. Muhar dan L. Deswanti. 2014. Inventarisasi Ektoparasit pada

Beberapa Jenis Ikan di Unit Perikanan Rakyat (UPR) Kelurahan Bungus

Timur, Kota Padang. Universitas Bung Hatta, Padang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 62: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

47

Riwidiharso, E. 2015. Penyakit Parasit pada Ikan dan Cara Penanggulangan.

Unversitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

Rohde, K. 1982. Ecology of marine parasites. University of Queensland Press.

Australia.

Rosadi, D. 2012. Pola Keruangan Budidaya Kolam Ikan Gurami di Kecamatan

Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat. [Skripsi]. Universitas

Indonesia, Depok.

Rosita., A. Mangalik., M. Adriani. dan M. Mahmud. 2012. Identifikasi dan

Potensi Parasit pada Sumber Daya Ikan Hias di Danau Lais Kalimantan

Tengah. EnviroScientease 8. ISSN 1978-8096.

Rustikawati, I., R. Ristika., D. Iriana dan E. Herlina. 2004. Intensitas dan

Prevalensi Ektoparasit pada Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio L.) yang

Berasal dari Kolam Tradisional dan Longyam di Desa Sukamulya

Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya. Jurnal Akuakultur

Indonesia. 3 (3) : 33-39.

Sarjito., S. B. Prayitno. dan A. H. C. Haditomo. 2013. Buku Pengantar Parasit

dan Penyakit Ikan. UPT UNDIP PRESS. Semarang

Sendjaja, J. T. dan M. H. Riski. 2002. Usaha Pembenihan Gurami. Penebar

Swadaya, Jakarta.

Tang, M. U., 2003. Budidaya Air Tawar. UNRI Press. Pekanbaru.

Williams, E. H. J. dan L. B. Williams. 1996. Parasites of Offshore Big Game

Fishes of Puerto Rico and The Western Atlantic. Departement of Natural

and Environmental Resources. University of Puerto Rico, Puerto Rico.

Yuliartati, E. 2011. Tingkat Serangan Ektoparasit pada Ikan Patin (Pangasius

djambal) pada Beberapa Pembudidaya Ikan di Kota Makassar. [Skripsi].

Universitas Hasanuddin, Makassar.

Lampiran 1. Kegiatan kerja

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 63: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

48

Pengukuran pH Pengukuran suhu

Pengukuran DO Pengambilan sampel ikan

Pengukuran panjang tubuh Penusukan otak ikan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 64: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

49

Ikan yang sudah dibedah Preparat yang akan diidentifikasi

Lampiran 2. Alat dan Bahan yang Digunakan Saat Penelitian

pH meter Termomoter

Pinset Gunting

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 65: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

50

Jarum DO meter

Aquarium Sampel ikan

Object glass dan cover glass Aquadest

Milimeter blok Kamera digital

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 66: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

51

Mikroskop

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 67: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

52

Lampiran 3. Data Jumlah Parasit pada Lokasi Kolam Tuntungan

No Ukuran

(cm)

Jenis Parasit Organ tubuh

Lendir Sirip Insang

1 6,5 Trichodina sp. 2 - - I. multifilis 3 - -

2 6 Piscinoodinium sp. 4 - -

3 6,5 - - - -

4 5,5 Trichodina sp. - - 1

5 9,2 Piscinoodinium sp. - 1 - Trichodina sp. 1 - 2

6 5,3 - - - -

7 5,8 Trichodina sp. - 1 -

8 6,3 I. multifilis 1 - -

9 6,1 I. multifilis 1 - -

10 6,7 Trichodina sp. - 2 -

11 6,3 Trichodina sp. - 1 - I. multifilis 15 - -

12 7,2 - - - -

13 6,9 - - - -

14 7 Trichodina sp. 1 - - I. multifilis 2 - 1

15 7,4 I. multifilis 15 - -

16 7,2 Trichodina sp. 1 2 - I. multifilis 2 - -

17 6,5 Trichodina sp. - 1 -

18 7 - - - -

19 6,5 Piscinoodinium sp. 2 - - I. multifilis - - 4

20 7 Trichodina sp. - 2 -

21 7 Trichodina sp. - 2 - I. multifilis 16 - -

22 6,5 Trichodina sp. - 1 - 6,3 Trichodina sp. - 6 -

23

I. multifilis 2 - -

24 7 Trichodina sp. - 2 -

25 8 Trichodina sp. 2 2 - I. multifilis 4 - -

26 7,2 Trichodina sp. - 3 -

27 7 Trichodina sp. - 9 - I. multifilis 3 - -

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 68: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

53

28 6 I. multifilis 12 - -

29 5,6 - - - -

30 6,5 - - - -

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 69: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

54

Lampiran 4. Data Jumlah Parasit pada Lokasi Kolam Marelan

No Ukuran

(cm)

Jenis Parasit Organ tubuh

Lendir Sirip Insang

1 5,7 Chilodonella sp. - 5 - Piscinoodinium sp. - 5 -

2 5,5 Piscinoodinium sp. 3 - -

3 5,7 Piscinoodinium sp. 3 - 2

4 6 Piscinoodinium sp. 3 3 -

5 6 Piscinoodinium sp. 1 3 -

6 6,1 Piscinoodinium sp. 1 5 -

7 6,2 Piscinoodinium sp. 7 3 1

8 6,3 Piscinoodinium sp. 17 3 - Trichodina sp. 2 - -

I. multifilis - 16 - Dactylogyrus sp. - 1 3

9 6,3 Piscinoodinium sp. 15 10 4 I. multifilis - 56 -

10 5,9 Piscinoodinium sp. 44 13 - Trichodina sp. 19 9 -

Dactylogyrus sp. - 5 - I. multifilis - 71 -

11 6,4 Dactylogyrus sp. 3 3 - Piscinoodinium sp. 22 36 -

Trichodina sp. 5 10 - I. multifilis - 20 - Epistylis sp. 2 - -

12 6,3 Epistylis sp. 8 14 - Trichodina sp. 1 - -

Piscinoodinium sp. 6 51 - Chilodonella sp. - 89 -

13 6,9 Piscinoodinium sp. 5 26 - Chilodonella sp. 5 30 - Trichodina sp. 2 - - Epistylis sp. 2 2 -

14 5,8 Chilodonella sp. 3 5 - Tetrahymena spp. 1 - -

Epistylis sp. - 7 - Piscinoodinium sp. - 13 -

15 8,8 Chilodonella sp. 5 5 - Piscinoodinium sp. 19 5 -

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 70: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

55

Epistylis sp. 16 73 -

Tetrahymena spp. - 1 -

16 8,3 Epistylis sp. 4 2 - Piscinoodinium sp. 2 5 - Dactylogyrus sp. - - 4

17 9,3 Trichodina sp. 1 1 - Piscinoodinium sp. 5 6 - Dactylogyrus sp. - 3 5

Epistylis sp. 2 2 - Tetrahymena spp. 1- - 1

18 9 Piscinoodinium sp. 18 28 - Epistylis sp. 9 20 -

Dactylogyrus sp. - 1 4 Chilodonella sp. - 25 -

Tetrahymena spp. - 15 -

19 9,3 Piscinoodinium sp. 13 33 - Epistylis sp. 1 17 -

Trichodina sp. - 1 -

20 9 Trichodina sp. 1 - - Piscinoodinium sp. 8 54 -

Epistylis sp. - 3 -

21 9 Piscinoodinium sp. 10 3 - Epistylis sp. - 6 -

22 9 Piscinoodinium sp. 18 8 - Epistylis sp. - 1 -

Trichodina sp. - 2 -

23 10 Piscinoodinium sp. 13 - - Trichodina sp. 1 - -

Dactylogyrus sp. - - 1

24 9,3 Piscinoodinium sp. 5 5 - Epistylis sp. - 1 -

25 9,8 Piscinoodinium sp. 9 - - Tetrahymena spp. 2 - -

Trichodina sp. - 2 -

26 9,3 - - - -

27 6,5 Trichodina sp. - 5 - I. multifilis - 10 -

Piscinoodinium sp. 5 7 -

28 8,1 Piscinoodinium sp. - 5 - Trichodina sp. 3 3 -

29 8,7 - - -

8 Piscinoodinium sp. 11 20 -

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 71: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

56

30 8,3 Epistylis sp. 4 2 - Piscinoodinium sp. 2 5 -

Lampiran 5. Perhitungan Nilai Prevalensi Ektoparasit yang Ditemukan dari

2 Lokasi Pengambilan Sampel

a. Lokasi Kolam Tuntungan

Sirip

I. multifilis =

Trichodina sp. =

= 43,3%

Piscinoodinium sp. = 1 / 30 x 100%

= 3,3%

Lendir

I. multifilis = 11 / 30 x 100%

= 36,6 %

Trichodina sp. = 5 / 30 x 100%

= 16,6%

Piscinoodinium sp. = 2 / 30 x 100%

= 6,67%

Insang

I. multifilis = 3 / 30 x 100%

= 10%

Trichodina sp. = 3 / 30 x 100%

= 10%

Piscinoodinium sp. = 0%

0%

13 / 30 x 100%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 72: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

57

Seluruh tubuh

I. multifilis = 17 / 30 x 100%

= 56,6%

Trichodina sp. = 13 / 30 x 100%

= 43,3 %

Piscinoodinium sp. = 3 / 30 x 100%

= 10 %

b. Lokasi Kolam Marelan

Sirip

Chilodonella sp. = 4 / 30 x 100%

= 13,3%

Piscinoodinium sp. = 26 / 30 x 100%

= 86,6%

I. multifilis = 0%

Trichodina sp. = 9 / 30 x 100%

= 30%

Epistylis sp. = 9 / 30 x 100%

= 30%

Tetrahymena spp. = 2 / 30 x 100%

= 6,6 %

Dactylogyrus sp. = 1 / 30 x 100%

= 3,3%

Lendir

Chilodonella sp. = 6 / 30 x 100%

= 20%

Piscinoodinium sp. = 27 / 30 x 100%

= 90 %

I. multifilis = 5 / 30 x 100%

= 16,6%

Trichodina sp. = 8 / 30 x 100%

= 26,6%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 73: IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI EKTOPARASIT PADA BENIH IKAN

58

Epistylis sp. = 13 / 30 x 100%

= 43,3%

Tetrahymena spp. = 3 / 30 x 100%

= 10%

Dactylogyrus sp. = 5 / 30 x 100%

= 16,6%

Insang

Chilodonella sp. = 0%

Piscinoodinium sp. = 3/ 30 x 100%

= 10 %

I. multifilis = 0%

Trichodina sp. = 0%

Epistylis sp. = 0%

Tetrahymena spp. = 0%

Dactylogyrus sp. = 5 / 30 x 100%

= 16,6%

Seluruh Tubuh

Chilodonella sp. = 5 / 30 x 100%

= 20,6%

Piscinoodinium sp. = 29 / 30 x 100%

= 96,6 %

I. multifilis = 5 / 30 x 100%

= 16,6%

Trichodina sp. = 13 / 30 x 100%

= 43,3%

Epistylis sp. = 14 / 30 x 100%

= 46,6%

Tetrahymena spp. = 5 / 30 x 100%

= 16,6%

Dactylogyrus sp. = 7 / 30 x 100%

= 23,3%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA