Upload
winda-galuh-pertiwi
View
284
Download
23
Embed Size (px)
Citation preview
Identifikasi ilmu kedokteran gigi forensikDefinisiSemua aplikasi dari disiplin ilmu kedokteran gigi yang terkait dalam suatu
penyidikan dalam memperoleh data postmortem, berguna untuk
menentukan otentitas dan identitas korban maupun pelaku demi
kepentingan hukum dalam suatu proses peradilan dan menegakkan
kebenaran.
Macam1. Identifikasi ras korban maupun pelaku dari gigi geligi dan antropologi
ragawi
2. Identifikasi sex atau jenis kelamin korban melalui gigi geligi dan tulang
rahang serta antropologi ragawi
3. Identifikasi umur korban ( janin ) melalui benih gigi
4. Identifikasi umur korban melalui gigi deciduous
5. Identifikasi umur korban melalui gigi campuran
6. Identifikasi umur korban melalui gigi tetap
7. Identifikasi korban melalui kebiasaan menggunakan gigi
8. Identifikasi korban dari pekerjaan menggunakan gigi
9. Identifikasi golongan darah korban melalui air liur
10. Identifikasi golongan darah melalui pulpa gigi
11. Identifikasi DNA korban dari analisa air liur dan jaringan dari sel dalam
rongga mulut
12. Identifikasi korban melalui gigi palsu yang digunakannya
13. Identifikasi wajah korban dari rekonstruksi tulang rahang dan tulang
facial
14. Identifikasi wajah korban
15. Identifikasi korban melalui pola gigitan pelaku
16. Identifikasi korban melalui eksklusi pada korban massal
17.Radiologi ilmu kedokteran gigi forensik
18.Fotografi ilmu kedokteran gigi forensik
19.Victim identification form
TujuanMengumpulkan bukti/petunjuk mengenai identifikasi korban/ jenazah.
2.2.4 Cara mengidentifikasi dalam kedokteran gigi forensik
Identifikasi ras korban maupun pelaku dari gigi geligi dan antropologi ragawia) Dari ciri-ciri gigi
1) Ras Caucasoid, ciri:
- Permukaan lingual rata
- Sering gigi geligi crowded
- Gigi molar pertama bawah (3.6, 4.6), lebih panjang, tapered
- Dalberg (1956) : Buko palatal < (P2, 1.5, 2.5), mesio distal
- Lengkung rahang sempit
2) Ras mongoloid, ciri:
- Menurut Herdlica (1921) bahwa gigi incisive mempunyai
perkembangan penuh pada permukaan palatal bahkan lingual,
sehingga shovel shaped incicor cungulum jelas dominan ( pada
gigi 1.1, 1.2, 2.1, 2.2 )
- Fissure-fissure gigi molar- Bentuk gigi molar segiempat dominan
3) Ras negroid, ciri:- Menurut R. Biggerstaf bahwa premolar akar premolar (1.4, 1.5, 2.4,
2.5) cenderung membelah atau trdapat 3 akar (trifurkasi)- Bahwa cenderung bimaxilari protrusion (monyong)- Molar ke-4 sering ditemukan- Premolar pertama (1.4, 2.4) terdapat 2 atau 3 cusp- Gigi molar berbentuk segiempat membulat
4) Ras austroloid, ciri:
5) Ras khusus, ciri:
b) Dari lengkung gigi
c) Dari antropologi ragawi1) Identifikasi melalui foramen orbitalis
- Ras CaucasoidForamen orbitalisnya simetris seperti kaca mata, lengkung kemedial lebih sempit
- Ras mongoloidForamen orbitalisnya kiri dan kanan agak bulat
- Ras negroid Foramen orbitalisnya seperti kaca mata, lengkung distal lebih kecil
2) Identifikasi melalui os. Chonchae- Ras Caucasoid
os. Chonchae seperti biji mete dan agak kecil- Ras mongoloid
os. Chonchae sangat besar, bundar, dibagi 2 dengan septa- Ras negroid
os. Chonchae seperti buah jambu, dibagi 2 dengan septa3) Identifikasi melalui os. Mastoideus
- Ras CaucasoidTonjolan sudut hamper tegak lurus
- Ras mongoloidTonjolan sudut lebih kemedialis
- Ras negroidTonjolan sudut hamper sejajar dengan tulang tengkorak
4) Identifikasi melalui outline tulang tengkorakOutline masing-masing ras berbeda
Identifikasi sex atau jenis kelamin dari gigi geligi, tulang rahang, dan antropologi ragawia) Melalui gigi geligi
Gigi geligi Wanita Pria Outline bentuk gigi Relative lebih kecil Relative lebih
besarLapisan email dan dentin Relative lebih besar Relative lebih kecilBentuk lengkung gigi Cenderung oval TaperedUkuran cerviko incical mesio distal caninus bawah
Lebih kecil Lebih besar
Outline incicive pertama atas
Lebih bulat Lebih persegi
Lengkung gigi Relative lebih besar Relative lebih besar
b) Melalui tulang rahang1. Melalui lengkung rahang atas, pria lebih besar dari pada wanita2. Melalui lengkung rahang bawah, pria lebih besar daripada wanita
c) Melalui antropologi ragawi
Tulang facial dan tulang tengkorak
Pria Wanita
Ukuran keseluruhan Lebih besar Lebih kecilSupra orbital ridge Agak rata Menonjol < ke
sedangProc. Mastoideus Sedang ke besar Kecil ke sedangRegion dan foramen occipitalis
Kasar dan sedikit besar
Lebih halus dan kecil
Eminentia frontalis Lebih kecil Lebih besarEminentia parientalis Lebih kecil Lebih besarTulang orbita Segiempat dengan
tepi bulatBundar dengan tepi tajam
Tulang ubun-ubun Landai, sedikit bulat Bentuk verticalTulang pipi Tebal, lengkung
kelateralHalus, cekung
Identifikasi umur korban atau janin dari benih gigi Kemungkinan usia janin:
- Dalam arti janin pada umurnya
Sejak usia 2,3,4 – 40 minggu
- Dalam arti embrio murni
Sejak pembuahan sampai akhir minggu ke-8
- Dalam arti embrio lanjutan
Sejak 9-16 minggu
- Dalam arti fetus murni
Saat janin berusia 16 mingguIdentifikasi janin harus berdasar :
- Periode proliferasi
- Periode formasi
- Periode kalsifikasi
Identifikasi umur korban melalui gigi sementara(decidui)Identifikasi umur korban melalui gigi sementara dengan intepretasi
roentgenogram yang berdasarkan atas peride-periode pertumbuhan gigi
antara lain poliferasi, kalsifikasi, formasi, dan erupsi gigi.
Periode proliferasi sementara (decidui) dimulai dari formasi gigi janin yang
berakhir sampai dengan post natal, balita, anak anak hingga berumur 2,5-3
tahun. Begitupun dengan periode kalsifikasi dari gigi janin berakhir sampai
dengan umur 2,5/3,5 tahun oleh karena proses tersebut berakhir dengan
formasi gigi kaninus seorang anak yang berusia 3,5 tahun. Sedangkan
molar smentara berakhir sampai umur 3 tahun.
Identifikasi umur korban melalui geligi tetap
Dilakukan dengan identifikasi umur melalui gigi tetap menurut periode
erupsi, dengan penelusuran interpertasi roentgenogram mengenai formasi,
kalsifikasi, erupsi serta penutupan foramen apikal gigi.
Metode Gusstafson
Identifikasi umur ari gigi tetap terdapat kriteria yang disebut sebagai “Six
Changes if the Physiological Age Process in Teeth” (6 kriteria dari
perubahan jaringan gigi akibat penggunaan gigi sesuai dengan usia), yaitu
1. The Degrees of Attrition (derajat/ keparahan dari atrisi permukaan
kunyah gigi baik incisal maupun oklusal sesuai dengan penggunaannya.
Makin lanjut usia maka derajat atrisinya makin parah)
2. Altertion in the level of the gingival attachment (perubahan fisiologis
akibat penggunaan gigi dari epitel attachment ditandai dengan turunnya
atau dalamnya sulkus gingiva yang melebihi 2 milimeter bahkan makin
usia lanjut, gingival attachment turun ke arah akar gigi sehingga terlihat
seakan-akan mahkota lebih panjang)
3. The amount of Secondary Dentine (pembentukan sekunder dentin
karena penggunaan gigi atay atrisi dari permukaan oklusi biasanya
terbentuk di atas atap pulpa sehingga makin usia lanjut secara
roentgenografis terlihat seakan-akan pulpa jadi sempit karena sekunder
dentinya makin tebal)
4. The Thickness of Cementum Around the root (dengan bertambahnya
usia maka akan bertambah tebal jaringan sementum pada akar gigi)
5. Transluecency of The Root (bertambahnya usia terjadilah proses
kristalisasi dari bahan mineral akar gigi hingga jaringan dentin pada akar
gigi berangsur-angsur mulai dari akar ke arah cervical menjadi
transparan. Translusensi dentin ini dimulai pada dekade ketiga dari
tebal tubular dentin 5 milimikron)
6. Root resorption (menurut Gusstaffson, resopsi akar gigi tetap akibat
tekanan fisiologis dengan bertambahnya umur)
Metode Johanson
Johanson membuat diagram pada tahun 1971 yang disimpulkan sebagai
Triangle One yaitu empat landmark dari formasi gigi, stadium mineralisasi
gigi, tahap formasi akar dan penutupan foramen apikal gigi.
Penelusuran secara kronologis tumbuh dan perkembangan gigi tetap
Gigi Klasifikasi
Awal
Mahkota
Lengkap (tahun)
Erupsi
(tahun)
Akar Lengkap
(tahun)
I1 atas 3-4 bulan 4-5 7-8 10
I1 bawah 3-4 bulan 4-5 6-7 9
I2 atas 10-12 bulan 4-5 8-9 11
I2 bawah 3-4 bulan 4-5 7-8 10
C atas 4-5 bulan 6-7 11-12 13-15
C bawah 4-5 bulan 6-7 9-10 12-14
P1 atas 1,5-1,8
tahun
5-6 10-11 12-13
P1 bawah 1,75-2
tahun
5-6 10-12 12-13
P2 atas 2-2,5 tahun 6-7 10-12 12-14
P2 bawah 2,25-2,5 6-7 11-12 13-14
tahun
M1 atas Saat lahir/
sebelumnya
2,5-3 6-7 9-10
M1 bawah Saat lahir/
sebelumnya
2,5-3 6-7 9-10
M2 atas 2,5-3 tahun 7-8 12-13 14-16
M2 bawah 2,5-3 tahun 7-8 12-13 14-15
M3 atas 7-9 tahun 12-16 17-21 18-25
M3 bawah 8-10 tahun 12-16 17-21 18-25
Identifikasi korban melalui gigi berdasarkan kebiasaan menggunakan gigi
Bagi para perokok yang menggunakan pipa, maka akan mengakibatkan
ausnya gigi yang digunakan untuk menggigit pipa biasanya gigitan pipa ini
atau yang disebut cangklong letaknya di daerah caninus sampai dengan
premolar 2. dengan demikian bertahun-tahun kemudian akan terlihat suatu
open bite diantara gigi tersebut sesuai dengan pipa yang digunakan.
Bagi yang memiliki kebiasaan Brezim (menggerakan oklusi aktif pada waktu
tidur) maka akan terlihat atrisi di sekitar gigi atas dan bawah sesuai
interdigitasi antara gigi atas dan gigi bawah, juga terjadi pada gigi molar.
Bagi yang mempunyai gigitan open bite satu maupun beberapa gigi maka
gigi tersebut tidak akan terlihat adanya atrisi sedangkan gigi yang
mempunyai kontak oklusi gigi atas dengan gigi bawah makan akan terjadi
atrisi sesuai dengan derajat keparahannya.
Identifikasi korban melalui gigi berdasarkan pekerjaan menggunakan gigi
Misalnya tukang jahit akan menggigit jarum baik diameter kecil sampai
diameter besar, sehingga atrisi incisal berongga sesuai dengan diameter
jarum.
Penata rambut/capster akan terlihat pada gigi incisive central khusunya,
suatu atrisi pada gigi atas dan bawah yang berbentuk rongga sesuai
dengan jepit rambut karena sebelum menata rambut tamunya ia menggigit
jepit rambut beberapa buah pada gigi incisivenya.
Pekerja bengunan khususnya yang dianggap sebagai tukang kayu maka ia
dalam melakukan pekerjannya sebelum memaku kayu/papan ia menggigit
paku pada gigi depannya. Maka gigi depannya akan atrisi berbentuk bulat
sesuai dengan paku yang digunakan, derajat atrisi bisa kecil sampai
dengan besar sesuai diameter paku.
Identifikasi Golongan darah korban dan Pelaku Melalui Air Liur / Saliva
Identifikasi golongan darah korban melalui air liur haruslah dibuat sediaan
ulas pada TKP maupun pada korban yang masih terdapat air liur baik
masih basah maupun sudah kering. Lalu harus di cross check dengan
keluarga yang sedarah semenda. Identifikasi ini disebut pula sebagai
pembuktian dari tracing air liur / salivary trace evidence. Bila air liur
tersebut telah dikirim ke laboratorium serologis dan merupakan sekretor,
maka dapat diketahui golongan darah dari air liur tersebut. Perlu diingat
juga teori paternalis yaitu teori yang menentukan garis keturunan.
Bahan yang dibutuhkan untuk memperoleh saliva dalam membuat sediaan
ulas, menururt Michael Bower dan Gary Bell (1955) : kapas/papir, pinset,
botol kecil + 10cc, saline solution, kuas, sikat halus, sarung tangan,
masker, obat tetes mata, cairan pembersih alat kerja, freezer, cairan buffer,
cairan pembilas/aqua, fissure burs+ table engine, chisel, pipet, disk
plaat/cawan gelas.
Cara membuat sediaan ulas dari saliva
1. kapas steril kering dibasahi dengan aqua destilata
2. kapas yang telah basah dicelupkan dalam saline solution
3. saline solution yang digunakan NaCl 0,9% yang digunakan untuk infus
atau larutan isotonik
4. membuat sediaan ulas kapas tersebut diulas setengah rotasi bolak balik
di sekitar gigitan atau saliva yang terdapat di TKP setelah dilakukan
pembersihan dengan kuas halus dari debu yang melekat
5. sediaan ulas ini dibuat 2 kali sehingga terdapat 2 sediaan ulas yang
masing-masing 2-3 kali diputar di sekitar saliva
6. masukkan sediaan tersebut ke dalam test tube dengan di tengah
penutup tabung tanpa kontaminasi dengan dinding tabung
7. tangkai sediaan ulas tersebut dicekatkan pada penutup tabung
kemudian dimasukkan ke dalam kotak kardus kecil atau yang disebut
amplop khusus
8. lalu dikirim ke laboratorium serologis yang terdekat
9. kemudian pada kotak amplop tersebut dituliskan data-data berikut
a. tanggal pembuatan sediaan ulas
b. tempat pembuatan sediaan ulas atau TKP
c. kode sediaan ulas dengan urutan tim identifikasi
d. nama anggota tim identifikasi yang membuat sediaan ulas
10.komunikasi dengan lab serologis untuk memperoleh hasilnya
11.maka akan diketahui golongan darah dari analisa air liur tersebut.
Apabila hasil analisa air liur dalam identifikasi golongan darah diperoleh
hasil yang tidak diharapkan maka terdapat beberapa kemungkinan yaitu :
1. saliva dari pelaku bukan golongan sekretor
2. apabila saliva telah mengering mungkin sediaan ulas kurang
mengandung liur
3. saliva tervemar oleh cairan lain sebelum dibuat sediaan ulas
4. sediaan ulas atau cotton swab terkontaminasi sebelum dilakukan
analisa laboratoris
5. kegagalan dari proses serologis di lab kemungkinan reagennya sudah
rusak atau kadaluarsa atau konsentrasinya berubah
6. kemungkinan kegagalan semua prosedur laboratoris.
Menurut Michael Bowers dan Gary Bell tahun 1955, saliva mengandung
protein dan antibode dan bila proses pengambilan sediaan ulas dari seitar
bibir, lidah, mukosa mulut, maka kemungkinan sediaan ulas tersebut
mengandung sel epitel dari jaringan tersebut, leukosit bahkan cairan
gingiva.
Identifikasi golongan darah korban melalui pulpa
Analisa golongan darah dari pulpa gigi merupakan identifikasi golongan
darah untuk pelaku maupun korban adalah dengan cara Absorpsi-Ellusi
a. Sejarah Absorpsi – Ellusi dari jaringan pulpa gigi
Analisa laboratoris dengan metode absorpsi – ellusi dari jaringan pulpa
gigi dibuat sebagai berikut :
1. Gigi yang masih terdapat jaringan pulpa di ambil sebagai bahan
2. Gigi tersebut ditumbuk dalam lubang besi sehingga hancur
menjadi bubuk
3. Bubuk gigi tersebut dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang
terbagi menjadi 3 tabung.
4. Kemudian ke dalam masing-masing tabung dimasukkan Antisera α ke tabung I
β ke tabung II
γ ke tabung III
5. Ketiga tabung tersebut dimasukkan/disimpan dalam lemari
pendingin dengan suhu 5 derajat celcius selama 24 jam sehari –
semalam.
6. Kemudian dicuci dengan Saline Solution sebnyak 7 kali
7. Larutan Saline dibuang dari tabung tetapi endapan tidak terbuang
8. Ketiga tabung diteteskan aquades sebanyak 2 tetes dengan pipet
9. Kemudian ketiga tabung tersebut dipanaskan dengan suhu 56
derajat celcius selama 12 menit
10.Tabung-tabung tersebut kemudian diangkat daru tungku
pemanasan
11.Kamudian ke dalam ketiga tabung tersebut dimasukkan sel indicator A,B dam O dengan konsentrasi 3%-5%
12.Kemudian ketiga tabung tersebut disentrifuge dengan alat pemutar
agar terjadi pengumpulan (aglutinasi)
13.Dan akhirnya dilihat pada tabung mana yang menjadi
penggumpalan (aglutinasi)
Pada tabung yang terlihat penggumpalan merupakan identifikasi
golongan darah hasil analisa laboratories tersebut. Apabila hasil
tersebut sebagai berikut :
1. Dikatakan positif adalah jelas terlihat dengan visual terjadinya
aglutinasi
2. Apabila hasilnya meragukan maka penggumpalan tidak jelas
3. Hasilnya dikatakan negative bila tidak terjadi aglutinasi
b. Reaksi Negatif
Reaksi negatif atau tidak terjadi aglutinasi dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu :
1. Tidak cukupnya Antisera yang diberikan ke dalam tabung
dibandingkan dengan antigen yang adal dalam bubuk gigi pada
tabung
2. Pengaruh suhu atau pemanasan yang tidak tepat baik waktu
maupun derajat kepanasannya
3. Pengaruh kelembapan udara dalam reaksi Antigen dengan Antisera
selama penyimpanan
4. Pengenceran yang salah di dalam tiap tabung
5. Kurang tepat atau kurang teliti secara visual adanya aglutinasi
6. Apabila bubuk gigi terdapat anti H atau anti H-nya negative maka
gig tersebut tidak terdapat antigen dengan demikian tidak terjadi
reaksi antara antigen dengan antisera
7. Eritrosit dapat diperiksa atau diketahui dengan sediaan pulpa gigi
hanya 131 hari sejak kematian
Seseorang diakatakan secretor ialah mereka di dalam sediaan jaringan
tubuhnya terdapat antigen dan antibody maka dapat diketahui
identifikasi golongan darahnya
Apabila mereka atau orang tersebut non secretor (tidak terdapat
antigen pada pulpa gigi atau sediaan tubuhnya lainnya) maka dalam
analisa laberatorius sangat sulit ter-identifikasi golongan darahnya
karena tidak terdapat reksi antara antigen dan antisera. Kemungkinan
hasilnya sangat subyektif dan sangat banyak kemungkinannya
Identifikasi DNA korban dari analisa air liur
Analisa sediaan dalam identifikasi DNA yang berguna antara lain untuk :
1. Melakukan identifikasi korban
2. Melakukan identifikasi pelaku
3. Menentukan sebab + korban
4. Menjelaskan DNA sebagai bukti tindak pidana
DNAProfilling
Proses analisa sample
1. Isolasi
Mengeluarkan DNA dan memurnikan DNA dari dalam inti sel
2. Restriksi
Memotong DNA yang telah di murnikan
3. Elektroforesa
Mengelompokkan hasil potongan DNA menurut panjang potongan
tersebut
4. Pelacakan
Menandai area yang khas yang dicari
a. Pelacakan tunggal = single locus probe
Hanya untuk mencari lokasi inden pada suatu lokasi di seluruh DNA
sehingga pada akhir proses hanya diperoleh 2 pita
b. Pelacakan ganda = multi locus probe
Akan cari lokasi yang jumlahnya lebih dari satu untai DNA pada
setiap orang posisi lokasi berbeda sehingga dengan cari panjang
potongan dapat membedakan identitas seseorang