15
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Itik Cihateup (Anas platyrhyncos javanica) 2.1.1 Karakteristik Itik Cihateup Itik Cihateup merupakan itik lokal berasal dari Desa Cihateup, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik Cihateup sesuai untuk dipelihara di daerah pegunungan karena memiliki daya adaptasi terhadap lingkungan dingin yang baik dengan kemampuan hidup pada ketinggian 378 m di atas permukaan laut (dpl) (Wulandari, 2005). Itik Cihateup merupakan komoditas ternak unggas lokal yang sangat potensial sebagai penghasil telur. Perannya dalam menunjang perekonomian petani cukup besar, karena produktivitasnya sangat tinggi dengan rataan produksi telur 275 butir per ekor per tahun, tingkat kematian dewasa sekitar 2-5% dan berdaya adaptasi dengan kondisi lingkungan agraris cukup tinggi (Dudi, 2007). Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air yang mempunyai sifat fisiologis dengan kemampuan termoregulasi yang rendah dibandingkan dengan unggas lainnya. Menurut Saraswati (2011), klasifikasi itik Cihateup adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Aves Ordo : Anseriformes Famili : Anatidae Genus : Anas Spesies : Anas platyrhynchos javanica

II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Itik Cihateup (Anas platyrhyncos ...media.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130407_2_1263.pdf · Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air yang mempunyai

  • Upload
    dothuy

  • View
    224

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Itik Cihateup (Anas platyrhyncos ...media.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130407_2_1263.pdf · Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air yang mempunyai

9

II

KAJIAN KEPUSTAKAAN

2.1 Itik Cihateup (Anas platyrhyncos javanica)

2.1.1 Karakteristik Itik Cihateup

Itik Cihateup merupakan itik lokal berasal dari Desa Cihateup, Kecamatan

Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Itik Cihateup sesuai

untuk dipelihara di daerah pegunungan karena memiliki daya adaptasi terhadap

lingkungan dingin yang baik dengan kemampuan hidup pada ketinggian 378 m di

atas permukaan laut (dpl) (Wulandari, 2005). Itik Cihateup merupakan komoditas

ternak unggas lokal yang sangat potensial sebagai penghasil telur. Perannya

dalam menunjang perekonomian petani cukup besar, karena produktivitasnya

sangat tinggi dengan rataan produksi telur 275 butir per ekor per tahun, tingkat

kematian dewasa sekitar 2-5% dan berdaya adaptasi dengan kondisi lingkungan

agraris cukup tinggi (Dudi, 2007).

Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air yang mempunyai sifat

fisiologis dengan kemampuan termoregulasi yang rendah dibandingkan dengan

unggas lainnya. Menurut Saraswati (2011), klasifikasi itik Cihateup adalah

sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Aves

Ordo : Anseriformes

Famili : Anatidae

Genus : Anas

Spesies : Anas platyrhynchos javanica

Page 2: II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Itik Cihateup (Anas platyrhyncos ...media.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130407_2_1263.pdf · Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air yang mempunyai

10

Wulandari dkk., (2005) meneliti karakteristik itik Cihateup pada corak

bulu, warna paruh, dan shank, dijelaskan bahwa warna bulu bagian leher itik

Cihateup jantan didominasi warna penciled dan ekor warna polos, sedangkan

paruh dan shank didominasi warna hitam. Pada itik betina warna bulu bagian

leher, dada, shank dan ekor sedikit berbeda dengan jantan yakni warna laced dan

buttercup, sementara pada shank dan paruh tetap didominasi warna hitam. Warna

paruh dan shank yang hitam pada itik Cihateup mirip dengan itik lainnya yang ada

di Jawa seperti itik Tegal dan Mojosari. Itik Cihateup memiliki bentuk badan

langsing dengan lingkar dada yang lebih besar dibandingkan itik Cirebon dan itik

Mojosari. Rata-rata bobot badan itik Cihateup umur 15 minggu adalah 1,388 kg.

2.1.2 Kebutuhan Nutrisi Itik Cihateup

Nutrisi dalam pakan digunakan tubuh unggas untuk menjaga

keberlangsungan proses fisiologis yang secara umum berupa kebutuhan hidup

pokok, pertumbuhan, produksi telur dan deposit lemak (North dan Bell, 1990).

Bahan makanan untuk ransum itik tidak berbeda dengan ransum ayam

(Wahju, 1992). Ransum dasar dianggap telah memenuhi standar kebutuhan

ternak apabila cukup energi, protein, serta imbangan asam amino yang tepat

(Rasyaf, 1995).

Standar kebutuhan dan energi dapat dihitung berdasarkan pola konsumsi

ransum per hari (Wahju, 1992). Ransum merupakan gabungan dua atau lebih

bahan pakan yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan nutrien selama 24 jam

meliputi lemak, protein, karbohidrat, vitamin dan mineral (Anggorodi, 1995).

Ransum yang diberikan dapat berupa bentuk pellet, crumble, dan mash. Ransum

yang diberikan itik adalah berbentuk mash karena ukuran paruh itik yang lebar

dan pipih. Kebutuhan nutrien dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu umur dan

Page 3: II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Itik Cihateup (Anas platyrhyncos ...media.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130407_2_1263.pdf · Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air yang mempunyai

11

fase, palatabilitas ransum, kesehatan ternak, jenis ternak, aktivitas ternak, energi

ransum dan tingkat produksi (Anggorodi, 1995).

Tabel 1. Kebutuhan Nutrien Itik Cihateup pada Berbagai Umur

Sumber : *) Sinurat (2000)

**) NRC (1984)

***) Chen (1996)

Tabel 2. Rata-Rata Kebutuhan Pakan Per Ekor Per Hari

Sumber : Supriadi (2011)

2.1.3 Respon Fisiologi Itik Cihateup terhadap Lingkungan

Lingkungan adalah semua keadaan, kondisi dan pengaruh-pengaruh

sekitarnya yang dapat memengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan produksi

ternak (Ensminger dkk., 1990). Ternak memerlukan lingkungan yang nyaman

untuk mempertahankan hidup, berproduksi, dan bereproduksi secara optimal.

Nutrien Starter

(0-8 Minggu) *

Grower

(9-20 Minggu)

Layer

(>20 Minggu)*

Energi Metabolis

(Kkal/Kg) 3.100 2.800** 2.700

Protein Kasar (%) 17,00-20,00 16,00** 17,00-19,00

Calsium (%) 0,60-1,00 0,60** 2,90-3,25

Phospor (%) 0,60 0,60** 0,60

Lisin (%) 1,05 0,90** 1,05

Metionin (%) 0,37 0,56*** 0,37

Umur (Minggu) Jumlah (gram) Umur (Minggu) Jumlah (gram)

1 15,00 12 76,00

2 30,00 13 76,00

3 40,00 14 70,00

4 60,00 15 70,00

5 65,00 16 80,00

6 70,00 17 80,00

7 70,00 18 95,00

8 72,00 19 90,00

9 74,00 20 90,00

10 74,00 21 100,00

11 75,00 22 110,00

Page 4: II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Itik Cihateup (Anas platyrhyncos ...media.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130407_2_1263.pdf · Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air yang mempunyai

12

Itik merupakan golongan unggas air yang secara alaminya tumbuh dengan

ketersediaan kolam untuk membasahi tubuhnya sehingga suhu itik tetap seimbang

dan tidak mengganggu metabolismenya.

Setiap makhluk hidup memiliki suatu zona nyaman yang disebut

Thermoneutral Zone (TNZ) (Noor dan Seminar 2009). Itik Cihateup memiliki

TNZ relatif rendah dibandingkan ternak unggas lainnya berkisar 18,3-25,5oC.

Itik yang dipelihara dalam kondisi minim air atau air hanya diberikan untuk

kebutuhan minum saja serta suhu lingkungan yang tinggi akan menyebabkan itik

mengalami stres atau cekaman panas. Namun, sebelum itik mengalami stres

maka tubuh akan berusaha mengembalikan ke kondisi sebelum terjadi stres. Stres

merupakan respons biologis yang dapat menimbulkan ancaman dan mengganggu

homeostatis ternak (Moberg dkk., 2000). Homeostatis adalah kemampuan ternak

untuk dapat mempertahankan suhu tubuh. Organ penting sebagai pusat

pengaturan suhu tubuh adalah hipotalamus. Ketidakmampuan itik Cihateup

melakukan homeostatis dan beradaptasi dalam kondisi minim air akan membuat

itik stres.

Suhu dan kelembaban lingkungan yang tinggi dapat menyebabkan stres

terhadap ternak sehingga konsumsi pakan menurun dan metabolisme terganggu,

sehingga produktivitasnya menurun. Pembuangan panas dari dalam tubuh ternak

unggas dilakukan melalui dua cara, yaitu secara sensible heat loss dan insensible

heat loss. Pada kisaran suhu lingkungan normal maka ternak akan melepaskan

panas dengan cara sensible heat loss, yaitu hilangnya panas tubuh melalui proses

radiasi, konduksi, dan konveksi. Pada saat suhu naik melebihi TNZ maka ternak

melepas panas secara insensible heat loss, yaitu hilangnya panas tubuh melalui

proses panting (Bird dkk., 2003). Ternak yang menderita stres akan mengalami

Page 5: II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Itik Cihateup (Anas platyrhyncos ...media.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130407_2_1263.pdf · Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air yang mempunyai

13

panting dengan frekuensi yang berbanding lurus dengan tingkat stres. Panting

merupakan tanda klinis yang khas pada golongan unggas yang menderita heat

stress secara bersamaan akan terjadi gangguan fungsi normal tubuhnya (Moares

dkk., 2003). Suhu rektal ternakpun akan meningkat yang diikuti dengan

peningkatan kadar hormon kortikosteron (Tamzil dkk., 2013). Kadar

kortikosteron yang terus meningkat sehingga memengaruhi kerja hipotalamus

dalam merangsang untuk menurunkan konsumsi pakannya. Ternak unggas yang

stres memiliki ciri-ciri gelisah, banyak minum, dan feed intake menurun (Tamzil.,

2014).

Ketika ternak menderita stres maka sistem neurogenik langsung diaktifkan

(Virden dan Kidd, 2009) ditandai dengan peningkatan tekanan darah, otot,

sensitivitas saraf, gula darah, dan respirasi. Bila upaya ini gagal untuk mengatasi

stres, maka tubuh akan mengaktifkan Hypothalamicpituitary-Adrenal Cortical

System. Ketika sistem ini diaktifkan maka hipotalamus menghasilkan

Corticotrophin Releasing Factor (CRF) yang akan merangsang pituitari untuk

pelepasan Adrenocorticotropic Hormone (ACTH). Sekresi ACTH menyebabkan

sel-sel jaringan korteks adrenal mengeluarkan kortikosteron. Hormon ini

berfungsi untuk membantu proses glukoneogenesis (Ewing dkk., 1999).

Tingginya kadar hormon ini menyebabkan konsumsi pakan menurun dan

metabolisme tubuh menjadi terganggu karena kortikosteron merupakan hormon

anti anabolisme. Adanya kortikosteron menyebabkan terganggunya produksi

sel-sel imun dalam tubuh, yaitu jumlah neutrofil meningkat dan produksi limfosit

menurun sehingga rasio neutrofil:limfosit meningkat (Aengwanich dan Chinrasri,

2003).

Page 6: II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Itik Cihateup (Anas platyrhyncos ...media.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130407_2_1263.pdf · Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air yang mempunyai

14

2.2 Feed Additive

2.2.1 Definisi Feed Additive

Feed additive adalah suatu bahan atau kombinasi bahan yang ditambahkan

biasanya dalam kuantitas yang kecil ke dalam campuran pakan untuk memenuhi

kebutuhan khusus (Hartadi dkk., 1991). Murwani dkk., (2002) menyatakan

bahwa feed additive adalah bahan pakan tambahan bukan zat makanan yang

diberikan pada ternak dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas ternak

maupun kualitas produksi.

Berbagai macam feed additive yang bersifat non nutritive menurut

Murwani dkk., (2002) antara lain :

1. Flavoring agent, yaitu zat pemberi bau enak yang dipergunakan untuk

meningkatkan palatabilitas pakan

2. Enzim-enzim yang memperbaiki daya cerna di bawah kondisi tertentu

3. Antibiotika dipergunakan pada tingkat rendah untuk melindungi pakan

dari serangan perusakan oleh mikroorganisme dan mencegah timbulnya

keracunan yang disebabkan oleh mikroflora dalam usus

4. Antioksidan untuk mencegah kerusakan asam-asam lemak yang tidak

jenuh dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak karena proses

peroksidasi

5. Hormon-hormon yang digunakan untuk memperbaiki metabolisme ternak

antara lain :

a. Estrogen untuk memperbaiki pertumbuhan

b. Senyawa-senyawa thyroaktif untuk memperbaiki produksi telur,

kualitas telur, kualitas kulit telur dan mencegah degenerasi lemak pada

kondisi tertentu

Page 7: II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Itik Cihateup (Anas platyrhyncos ...media.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130407_2_1263.pdf · Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air yang mempunyai

15

Feed additive yang digunakan dalam percobaan ini adalah kitosan iradiasi

yang memiliki sifat-sifat feed additive seperti antioksidan dan antibiotik.

2.2.2 Kitosan Iradiasi

Kitosan iradiasi adalah produk deasetilasi dari kitin yang merupakan

biopolimer alami kedua terbanyak di alam setelah selulosa. Kitin merupakan

konstituen organik yang sangat penting pada hewan golongan orthopoda,

annelida, mollusca, coelanterata dan nematoda. Kitin biasanya berkonyugasi

dengan protein dan tidak hanya terdapat pada kulit dan kerangkanya saja, tetapi

juga terdapat pada trachea, insang, dinding usus, dan pada bagian dalam kulit

pada cumi-cumi (Sepherd dkk., 1997). Menurut Cahyaningrum (2008), kitin

berbentuk kristal berwarna putih, tidak berasa, dan tidak berbau. Kitin tidak larut

dalam air, asam anorganik encer, alkali encer dan pekat, alkohol dan pelarut

oganik lainnya yang bersifat polikationik.

Kitin merupakan polimer (1-4)-2-asetamido-2-deoksi-β-D-glukosamin

yang dapat dicerna oleh manusia. Struktur kimia dari kitin mirip dengan struktur

kimia dari selulosa. Residu monosakarida pada selulosa adalah β-D-glukosa

sedangkan pada kitin adalah N-asetil-β-D-glukosa dimana gugus hidroksil (-OH)

pada posisi C-2 digantikan oleh gugus asetamido (-NHCOCH3), dimana

monosakaridanya dihubungkan melalui ikatan β(1,4) (Kumar, 2000). Struktur

kitin dan selulosa dapat dilihat pada Ilustrasi 1 dan Ilustrasi 2.

Page 8: II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Itik Cihateup (Anas platyrhyncos ...media.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130407_2_1263.pdf · Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air yang mempunyai

16

Ilustrasi 1. Struktur Kitin

Ilustrasi 2. Struktur Selulosa

Proses utama dalam pembuatan kitosan iradiasi dimulai dengan

deproteinasi, yaitu menghilangkan protein pada kulit udang. Tahap ini dilakukan

dengan menambahkan NaOH pada konsentrasi rendah sehingga terbentuk Na-

proteanat yang larut dalam air. Proses selanjutnya, yaitu tahap demineralisasi

untuk memurnikan kitin dari mineral-mineral yang terkandung dalam kulit udang.

Tahap ini dilakukan dengan menambahkan HCl encer. Proses terakhir adalah

deasetilasi (penghilangan gugus asetil) kitin menjadi kitosan iradiasi yang dapat

dilakukan secara kimiawi ataupun enzimatis. Secara kimiawi, deasetilasi kitin

dilakukan dengan penambahan NaOH, sedangkan secara enzimatis digunakan

enzim kitin deasetilasi (Kim, 2011). Deasetilasi adalah proses pemutusan gugus

asetil dari glukosamin, derajat deasetilasi menunjukkan banyaknya gugus asetil

yang putus dari glukosamin dan jumlah persentase dari gugus amino pada struktur

polimer. Semakin besar derajat deasetilasi maka semakin banyak pula kitosan

Page 9: II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Itik Cihateup (Anas platyrhyncos ...media.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130407_2_1263.pdf · Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air yang mempunyai

17

iradiasi yang terbentuk dari kitin, sehingga lebih mudah lamrut dalam asam encer.

Deasetilasi kitin akan menghilangkan gugus asetil dan menyisakan gugus amino

yang bermuatan positif, sehingga kitosan iradiasi polikationik (Shahidi dkk.,

1999).

Kitosan iradiasi merupakan jenis polimer rantai yang tidak linier yang

mempunyai rumus umum (C6H11O4)n atau (1→4) 2-amino-2-deoxy-β-D

glucosamin, dimana strukturnya dapat dilihat pada Ilustrasi 3 sebagai berikut :

Ilustrasi 3. Struktur kitosan iradiasi

Kitosan iradiasi adalah kitosan yang diputuskan rantainya pada

1,4-β-glikosidik sehingga akan memperpendek rantai kitosan, menurunkan bobot

molekulnya, dan memperkecil efek sterik. Hal ini dikarenakan sifat kitosan yang

tidak di iradiasi seperti bobot molekul yang relatif besar dan viskositas yang tinggi

menyebabkan kendala dalam aplikasinya. Prabu (2013) menyatakan bahwa

kitosan dengan berat molekul yang berbeda memiliki efek hiperkolesterolemik

dan hipoglikemik yang berbeda sehingga dibutuhkan turunan kitosan tersebut

yang lebih mudah larut dalam air dan viskositas yang rendah.

Pemutusan rantai kitosan dapat dilakukan secara kimiawi menggunakan

asam kuat, enzimatis menggunakan enzim kitosanase, dan iradiasi. Pada

percobaan ini kitosan yang digunakan sebagai perlakuan diperoleh dari hasil

iradiasi. Proses iradiasi dilakukan dengan pemaparan sinar gamma pada bahan

Page 10: II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Itik Cihateup (Anas platyrhyncos ...media.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130407_2_1263.pdf · Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air yang mempunyai

18

pangan dalam jumlah dan waktu yang terkontrol untuk mencapai tujuan yang

diinginkan (Yao dkk., 2008). Kitosan ini akan mengalami depolimerisasi bila

terkena iradiasi ionisasi.

Daya tembus sinar gamma memiliki banyak aplikasi dalam kehidupan

manusia, dikarenakan sinar gamma dapat menembus beberapa bahan. Sejauh ini

ada tiga radionuklida pemancar gamma yang paling sering digunakan, yaitu

cobalt-60, cesium-137, dan technetium-99m. Salah satu radionuklida tersebut

adalah cobalt-60 yang bermanfaat untuk sterilisasi peralatan medis di rumah sakit,

pasterisasi beberapa makanan dan rempah, sebagai terapi kanker, dan mengukur

ketebalan logam dalam stell mills (Melia, 2014).

Kitosan iradiasi yang dihasilkan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN)

menggunakan penyinaran sinar gamma cobalt-60 pada dosis 75 kGy dan laju

dosis 5 kGy/jam. Sehingga kitosan iradiasi yang dihasilkan lebih mudah larut

dalam air dan mudah terinfiltrasi ke dalam sel tubuh karena memiliki berat

molekul rendah, yaitu 7-14 kD.

2.2.3 Sifat Kitosan Iradiasi

Menurut Kumar (2000), sifat fisika dari kitosan iradiasi, yaitu :

1. Pada umumnya polisakarida alami seperti selulosa, dekstrin, pektin,

alginat, agar-agar, karagenan bersifat netral atau sedikit asam, sedangkan

kitin dan kitosan iradisi bersifat basa

2. Kitosan yang belum dilakukan iradiasi merupakan molekul polimer yang

mempunyai berat molekul tinggi.

Page 11: II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Itik Cihateup (Anas platyrhyncos ...media.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130407_2_1263.pdf · Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air yang mempunyai

19

Menurut Rismana (2006) kitosan iradiasi memiliki sifat kimia dan sifat

biologi, yaitu :

a. Sifat kimia kitosan iradiasi, diantaranya:

1. Merupakan polimer poliamin berbentuk linear

2. Mempunyai gugus amino dan hidroksil aktif

3. Mempunyai kemampuan mengkelat beberapa logam

b. Sifat biologi kitosan iradisi, diantaranya:

1. Bersifat biokompatibel dengan jaringan tubuh dan biodegradable dengan

cairan tubuh

2. Dapat berikatan dengan sel mamalia dan mikroba secara agresif

3. Bersifat hemostatik, fungistatik, antitumor, antikolesterol, antimikroba,

dan immunoadjuvant

4. Bersifat sebagai depresan pada sistem saraf pusat

5. Tidak bersifat toksik

6. Mempunyai daya regeneratif jaringan tubuh

7. Daya ikat sangat tinggi sehingga mampu menghambat absorpsi lemak oleh

tubuh

2.2.4 Kegunaan Kitosan Iradiasi

Potensi kitosan iradiasi dalam kehidupan sangat besar peranannya.

Peranan kitosan iradiasi non-energi bagi kehidupan melingkup berbagai sektor,

diantaranya pertanian, peternakan, kesehatan, industri, lingkungan, dan sumber

daya air.

Page 12: II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Itik Cihateup (Anas platyrhyncos ...media.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130407_2_1263.pdf · Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air yang mempunyai

20

Berdasarkan Badan Tenaga Nuklir Nasional (2013), kegunaan kitosan

iradiasi dalam sektor peternakan salah satunya sebagai feed additive dalam pakan

ternak yang memiliki manfaat sebagai berikut :

1. Mempercepat pertumbuhan hewan

2. Anti bakteri atau jamur

3. Melindungi hewan dari berbagai penyakit (vaksin)

4. Immunostimulatory dan hypocholesterolemic

5. Mengikat ion logam berat sehingga hewan terhindar dari adanya cemaan yang

dimakan

6. Mempunyai aktifitas imunologik seperti mengaktivasi makrofag peritoneal

7. Antioksidatif

8. Meningkatkan produksi

9. Oligokitosan mempunyai khasiat untuk memperbaiki pencernaan hewan,

mengurangi absorpsi lemak dari saluran pencernaan dengan mengikat gugus

karboksil lemak

2.3 Sistem Pencernaan Itik

Sistem pencernaan merupakan sistem yang terdiri dari saluran pencernaan

dan organ-organ pelengkap yang berperan dalam proses perombakan bahan

makanan, baik secara fisik maupun kimia menjadi zat-zat makanan yang siap

diserap oleh dinding saluran pencernaan. Pada ternak unggas empunyai saluran

pencernaan yang sederhana, karena unggas merupakan hewan monogastrik

(berlambung tunggal). Saluran pencernaan terdiri dari mulut, esophagus,

provetrikulus, ventrikulus (gizzard), usus halus (duodenum, jejenum, ileum), usus

Page 13: II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Itik Cihateup (Anas platyrhyncos ...media.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130407_2_1263.pdf · Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air yang mempunyai

21

buntu (caeca), usus besar (colon dan rectum), dan kloaka. Sementara pankreas,

hati (lever) dan kantong empedu (gallblader) merupakan organ pencernaan

tambahan (Abun, 2008).

Kapasitas saluran pencernaan pada itik periode awal dalam memanfaatkan

nutrisi (asam amino dan gula) (Rovira dkk., 1994). Pemberian protein atau asam

amino dalam jumlah banyak dapat meningkatkan daya serap usus atau berakibat

sebaliknya dengan pembatasan ransum. Kemampuan usus dalam memanfaatkan

nutrisi ditentukan oleh perkembangan saluran percernaan secara fisiologis yang

dilihat dari segi aktivitas enzim.

2.3.1 Usus Halus

Suprijatna dkk., (2005) menyatakan usus halus merupakan organ utama

tempat berlangsungnya pencernaan dan absorpsi produk pencernaan. Berbagai

enzim yang masuk ke dalam saluran ini berfungsi mempercepat dan

mengefisiensikan pemecahan karbohidrat, protein, dan lemak untuk

mempermudah proses absorpsi. Sebagian besar pencernaan terjadi di dalam usus

halus, disini terjadi pemecahan zat-zat pakan menjadi bentuk yang sederhana dan

hasil pemecahannya disalurkan ke dalam aliran darah melalui gerakan peristaltik

di dalam usus halus.

Usus halus dibagi menjadi 3 bagian yaitu duodenum (usus dua belas jari),

jejenum (usus kosong), dan ileum (usus penyerapan). Ileum yang merupakan

bagian usus halus yang paling tinggi melakukan penyerapan nutrisi dikarenakan

paling banyak ditemui vili dibandingkan di duodenum dan jejenum.

Morfometrik ileum adalah kajian tentang bentuk luar dan susunan ileum

yang berkaitan dengan ukuran-ukuran (Riznaya, 2015). Austic dan Nesheim

(1990) melaporkan bahwa kemampuan pencernaan dan penyerapan zat-zat

Page 14: II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Itik Cihateup (Anas platyrhyncos ...media.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130407_2_1263.pdf · Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air yang mempunyai

22

makanan dapat dipengaruhi oleh luas permukaan epithel usus, jumlah lipatan-

lipatannya, dan banyaknya vili serta mikrovili yang memperluas bidang

penyerapan. Selain itu, dipengaruhi juga oleh tinggi dan luas permukaan vili,

duodenum, jejunum, dan ileum (Sugito dkk., 2007).

Vili berfungsi untuk memperluas permukaan usus halus yang berpengaruh

terhadap proses penyerapan pakan. Semakin lebar vili semakin banyak zat-zat

pakan yang akan diserap pada akhirnya dapat berdampak pada pertumbuhan

organ-organ tubuh dan karkas yang meningkat. Awad dkk., (2008) melaporkan

bahwa peningkatan tinggi vili pada usus halus ayam pedaging berkaitan erat

dengan peningkatan fungsi pencernaan dan fungsi penyerapan.

Permukaan vili terdiri atas tiga sel, yaitu sel absorptif, sel paneth, dan sel

goblet. Sel absorptif atau sel toraks berfungsi untuk mengabsorpsi yang

dihasilkan pada proses pencernaan. Fungsi dari sel paneth, yaitu mengawasi

mengawasi flora yang ada di usus halus dan memliki aktivitas antimikroba. Sel

goblet berfungsi untuk melepaskan mucus untuk mengabsopsi nutrisi dan sebagai

alat pertahanan diri dari bakteri patogen. Sel goblet ini paling banyak terdapat di

ileum (Utama, 2014). Balqis dkk., (2004) menyatakan bahwa sel goblet

mensintesis dan mensekresikan mukus glikoprotein berbentuk gel untuk

melindungi sel-sel epitelium intestinal dari serangan inang, seperti bakteri non

patogen.

Stres dapat relatif cepat menyebabkan perubahan mukosa usus pada

permukaan dan isi usus. Perubahan morfologi usus seperti memendeknya vili dan

dampak lebihnya meningkatkan radikal bebas (Yason dkk., 1987). Ketika vili

usus memendek maka luas permukaan akan berkurang. Semakin banyak jumlah

ransum yang dikonsumsi maka akan semakin aktif kegiatan usus untuk mencerna

Page 15: II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Itik Cihateup (Anas platyrhyncos ...media.unpad.ac.id/thesis/200110/2013/200110130407_2_1263.pdf · Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air yang mempunyai

23

sehingga dapat meransang pertumbuhan organ pencernaan (Sirl dkk., 1992).

Panjang usus ternak tergantung pada jenis ransum yang dimakan dan panjang

badan.

Kitosan iradiasi merupakan polimer golongan karbohidrat yang panjang

berbentuk serat. Semakin banyak ransum yang mengandung kitosan iradiasi yang

diberikan pada ternak maka akan semakin intensif kerja saluran pencernaan

sehingga mampu memacu pertumbuhan organ pencernaan. Amrullah (2004),

menyatakan bahwa serat kasar pada unggas membantu gerak peristaltik usus dan

memacu pertumbuhan organ pencernaan. Serat ini menimbulkan perubahan

ukuran saluran pencernaan sehingga menjadi lebih berat, lebih panjang, dan lebih

tebal. Retnodiati (2001) juga menyatakan bahwa serat yang tinggi memerlukan

penyerapan secara instensif, hal ini mengakibatkan usus memperluas permukaan

dan mempertebal dinding usus atau memperpanjang usus sehingga banyak nutrisi

yang terserap.