22
II. KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS Perkembangan Moral Kognitif Akuntan Dan Permasalahan Akuntansinya Saat ini profesi akuntan menjadi sorotan tajam karena munculnya “malpraktik akuntansi” yang merugikan banyak pihak. Sehingga profesi akuntan baik itu auditor internal maupun auditor eksternal dituntut untuk bekerja secara profesional dengan mengutamakan etika. Namun seringkali dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, seorang akuntan diperhadapkan dalam situasi munculnya pertimbangan untuk melakukan sesuatu dan pertimbangan untuk tidak melakukan sesuatu. Situasi inilah yang disebut sebagai dilema etis. Dilema etis merupakan sebuah masalah yang muncul akibat pertimbangan untuk bertindak dengan cara tertentu dan diimbangi dengan pertimbangan untuk tidak melakukannya (Duska et al., 2011). Sebagai profesional, akuntan saat ini mengalami peningkatan peran dalam pengambilan keputusan (IFAC, 2004). Pengambilan keputusan yang etis dipengaruhi oleh perkembangan moral kognitif dari akuntan itu sendiri. Berdasarkan latar belakang tersebut maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah ada perbedaan level perkembangan moral kognitif dari auditor eksternal dan auditor internal dalam pengambilan keputusan

II. KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7099/2/T2... · munculnya “malpraktik akuntansi” yang merugikan banyak pihak ... peran dan tanggung

  • Upload
    vuthu

  • View
    226

  • Download
    3

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: II. KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7099/2/T2... · munculnya “malpraktik akuntansi” yang merugikan banyak pihak ... peran dan tanggung

II. KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS

Perkembangan Moral Kognitif Akuntan Dan

Permasalahan Akuntansinya

Saat ini profesi akuntan menjadi sorotan tajam karena

munculnya “malpraktik akuntansi” yang merugikan banyak

pihak. Sehingga profesi akuntan baik itu auditor internal

maupun auditor eksternal dituntut untuk bekerja secara

profesional dengan mengutamakan etika. Namun seringkali

dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, seorang

akuntan diperhadapkan dalam situasi munculnya

pertimbangan untuk melakukan sesuatu dan pertimbangan

untuk tidak melakukan sesuatu. Situasi inilah yang disebut

sebagai dilema etis. Dilema etis merupakan sebuah masalah

yang muncul akibat pertimbangan untuk bertindak dengan

cara tertentu dan diimbangi dengan pertimbangan untuk tidak

melakukannya (Duska et al., 2011).

Sebagai profesional, akuntan saat ini mengalami

peningkatan peran dalam pengambilan keputusan (IFAC,

2004). Pengambilan keputusan yang etis dipengaruhi oleh

perkembangan moral kognitif dari akuntan itu sendiri.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka yang menjadi

permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah ada

perbedaan level perkembangan moral kognitif dari auditor

eksternal dan auditor internal dalam pengambilan keputusan

Page 2: II. KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7099/2/T2... · munculnya “malpraktik akuntansi” yang merugikan banyak pihak ... peran dan tanggung

etis. Meskipun kedua profesi tersebut memiliki perbedaaan

karakteristik, peran dan tanggung jawab baik auditor internal

maupun auditor eksternal keduanya saling membutuhkan

untuk membantu menghasilkan laporan audit dan tata kelola

perusahaan yang baik.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan level

perkembangan moral kognitif akuntan yaitu auditor internal

dan auditor eksternal dalam pengambilan keputusan etis pada

saat menghadapi dilema etis pada saat mereka melakukan

penugasan dalam suatu perusahaan. Hasil penelitian ini

diharapkan memberikan kontribusi dalam fakta tentang

perkembangan moral akuntan di Indonesia, serta mendorong

upaya peningkatan kesadaran pentingnya perkembangan moral

akuntan dalam bidang bisnis saat ini. Kontribusi yang dapat

diberikan dalam penelitian ini adalah mendorong perusahaan

untuk lebih selektif dalam perekrutan karyawan sebagai

auditor supaya memiliki auditor dengan moral kognitif yang

tinggi. Sehingga dapat menjalankan tugas dan tanggung jawab

dengan menjunjung etika dan kode etik profesi yang berlaku,

serta dapat mengambil keputusan etis pada saat menghadapi

dilema etis. Selain itu, mendorong perusahaan untuk

menyadari pentingnya penerapan etika dan kode etik yang

ketat supaya perusahaan dapat menjalankan bisnis etis.

Page 3: II. KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7099/2/T2... · munculnya “malpraktik akuntansi” yang merugikan banyak pihak ... peran dan tanggung

Dilema Etis, Keputusan Etis Dan Perkembangan Moral

Kognitif Akuntan

Dilema etis sering kali dihadapi oleh banyak profesi

pekerjaan. Dilema etis muncul ketika ketaatan terhadap prinsip

menimbulkan penyebab konflik dalam bertindak. Setiap

profesi diharapkan mampu mengambil keputusan yang etis

ketika menghadapi dilema etis dalam menjalankan tanggung

jawabnya. Keputusan etis (ethical decision) adalah keputusan

yang baik secara legal maupun moral yang dapat diterima oleh

masyarakat luas (Trevino, 1986). Kohlberg (1995) dalam

Wisesa (2011) mengatakan keputusan moral (etis) bukanlah

soal perasaan atau “nilai’, melainkan selalu mengandung

tafsiran kognitif terhadap dilema moral (etika). Pengambilan

keputusan etis melibatkan proses penalaran etis yang

didalamnya mengolaborasi kesadaran moral dan kemampuan

moral kognitif seseorang yang pada akhirnya diwujudkan di

dalam proses tindakan sebagai bentuk implementasi keputusan

yang diambil. Akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga

standar perilaku etis tertinggi mereka kepada organisasi di

mana mereka bernaung, profesi mereka, masyarakat dan diri

mereka sendiri.

Akuntan mempunyai tanggung jawab menjadi

kompeten dan untuk menjaga integritas dan obyektivitas

mereka (Husein, 2008). Akuntan dituntut untuk dapat

Page 4: II. KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7099/2/T2... · munculnya “malpraktik akuntansi” yang merugikan banyak pihak ... peran dan tanggung

mengambil keputusan yang etis pada saat diperhadapkan

dengan dilema etis. Perkembangan moral kognitif dapat

berpengaruh terhadap keputusan yang diambil oleh akuntan

ketika menghadapi dilema etis. Ketika seseorang

diperhadapkan pada sebuah dilema etika, maka individu

tersebut akan mempertimbangkan secara kognitif dalam

benaknya (Abdurrahman dan Yuliani, 2011).

Dilema Etis dan Perkembangan Moral Kognitif Auditor

Internal

Auditor internal sebagai salah satu pembuat keputusan

akan mempengaruhi kebijakan organisasi dalam mencapai

suatu tujuan yang telah ditetapkan sehingga peran auditor

internal menjadi penting (Abdurrahman dan Yuliani, 2011).

Tugas auditor internal adalah melakukan pemeriksaan intern.

Agoes dan Ardana (2009), tujuan pemeriksaan yang dilakukan

internal auditor adalah membantu semua pimpinan

perusahaan (manajemen) dalam melaksanakan tanggung

jawabnya dengan memberi analisa, penilaian, saran dan

komentar mengenai kegiatan yang diperiksanya.

Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) (2006)

menyatakan bahwa auditor internal bertanggungjawab untuk

menyediakan jasa analisis dan evaluasi, memberi keyakinan,

Page 5: II. KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7099/2/T2... · munculnya “malpraktik akuntansi” yang merugikan banyak pihak ... peran dan tanggung

rekomendasi dan informasi kepada manajemen entitas dan

dewan komisaris atau pihak lain yang setara wewenang dan

tanggung jawabnya tersebut. Auditor internal

mempertahankan objektivitasnya yang berkaitan dengan

aktivitas yang diauditnya dan sebagai katalisator (ACIIA,

2014) untuk mencapai tujuan perusahaan. Dalam hal ini

seorang auditor internal berperan dalam menemukan indikasi

kecurangan dan melakukan investigasi. Hasil dari temuan

tersebut harus diberitahukan kepada top manajemen.

Auditor internal mungkin menghadapi situasi yang

dilematis dalam menjalankan tugasnya. Selain harus patuh

terhadap pimpinan tempat ia bekerja, auditor internal juga

harus menghadapi tuntutan publik untuk memberikan laporan

yang jujur sesuai dengan etika profesi. Konflik audit muncul

ketika auditor internal menjalankan aktivitas audit internal.

Auditor internal sebagai pekerja di dalam organisasi yang

diauditnya akan menjumpai masalah etika ketika melaporkan

temuan-temuan yang mungkin tidak menguntungkan dalam

penelitian kinerja manajemen atau obyek audit yang

dilakukannya, padahal imbalan yang diterima berasal dari

manajemen. Sehingga hal ini dapat membuat auditor internal

kehilangan independensinya ketika mengambil keputusan

yang etis (Abdurrahman dan Yuliani, 2011).

Page 6: II. KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7099/2/T2... · munculnya “malpraktik akuntansi” yang merugikan banyak pihak ... peran dan tanggung

Auditor internal seharusnya secara sosial juga

bertanggung jawab kepada masyarakat dan profesinya

daripada mengutamakan kepentingan dan pertimbangan

pragmatis pribadi atau kepentingan ekonomis semata,

sehingga auditor seringkali dihadapkan kepada masalah

dilema etika dalam pengambilan keputusannya. Auditor

internal harus memiliki sikap mental dan etika serta tanggung

jawab profesi yang tinggi, sehingga kualitas hasil kerjanya

dapat dipertanggungjawabkan dan dapat digunakan untuk

membantu terwujudnya perkembangan perusahaan yang wajar

dan sehat (Siswati, 2012).

Dilema Etis dan Perkembangan Moral Kognitif Auditor

Eksternal

Auditor eksternal melakukan fungsi pengauditan atas

laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan.

Pengauditan ini dilakukan pada perusahaan terbuka, yaitu

perusahaan yang go public, perusahaan-perusahaan besar dan

juga perusahaan kecil serta organisasi-organisasi yang tidak

bertujuan mencari laba (Hidayat dan Handayani, 2010). Dalam

menjalankan fungsinya mungkin saja auditor eksternal

diperhadapkan dengan konflik audit. Konflik audit

kemungkinan akan berkembang menjadi sebuah dilema etika

ketika akuntan publik diharuskan melakukan pilihan-pilihan

Page 7: II. KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7099/2/T2... · munculnya “malpraktik akuntansi” yang merugikan banyak pihak ... peran dan tanggung

pengambilan keputusan etis dan tidak etis (Abdurrahman dan

Yuliani, 2011).

Situasi dilematis dalam setting audit dapat terjadi ketika

akuntan dan klien tidak sepakat terhadap beberapa aspek

fungsi dan tujuan pemeriksaan. Dalam kondisi ini, klien dapat

mempengaruhi proses pemeriksaan yang dilakukan oleh

auditor eksternal. Klien bisa menekan auditor tersebut untuk

mengambil tindakan yang melanggar standar pemeriksaan.

Karena secara umum dianggap bahwa auditor termotivasi oleh

etika profesi dan standar pemeriksaan, maka akuntan tersebut

akan berada dalam situasi konflik. Memenuhi keinginan klien

berarti melanggar standar. Penolakan terhadap permintaan

klien dapat menghasilkan sanksi berupa kemungkinan

penghentian penugasan dan hal ini tentu saja sangat merugikan

auditor (Hidayat dan Handayani, 2010).

Etika profesi akuntan publik di Indonesia dikodifikasi

dalam bentuk kode etik, yang mana struktur kode etik ini

meliputi prinsip etika, aturan etika, dan interpretasi aturan

etika (IAI, 1998 dalam Ludigdo, 2007). Dalam menjalankan

tugasnya auditor eksternal harus bertindak objektif dan

independen berdasarkan kode etik profesi mereka pada saat

menghadapi dilematis dalam pengambilan keputusan. Hal ini

karena auditor eksternal tidak hanya bertanggung jawab pada

Page 8: II. KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7099/2/T2... · munculnya “malpraktik akuntansi” yang merugikan banyak pihak ... peran dan tanggung

klien yang membayarnya, namun bertanggung jawab juga

terhadap publik.

Zarkasyi (2009) menyatakan bahwa profesi akuntan

harus sangat berhati-hati pada saat melakukan tugasnya,

karena mempunyai tanggung jawab kepada masyarakat umum

tidak hanya kepada clientnya. Walaupun yang memberikan

audit fee adalah perusahaan, sebenarnya tanggung jawab yang

dipikul profesi akuntan adalah tanggung jawab kepada

“stakeholders”, termasuk didalamnya pemegang saham,

kreditor dan pihak-pihak lain yang menyandarkan kepentingan

bisnisnya berdasarkan laporan audit (auditor’s opinion).

Mengingat tanggung jawab profesinya yang mempunyai

dampak kepada masyarakat umum sudah selayaknya jika

auditor eksternal diharapkan mempunyai professional

commitment yang tinggi, sehingga dapat mengambil keputusan

yang etis ketika diperhadapkan dengan dilema etis.

Pada situasi dilematis auditor eksternal membutuhkan

pedoman dan dukungan dari pihak lain (misal pimpinan atau

rekan) untuk menentukan pilihannya. Penentuan pilihan pada

situasi dilematis yang dihadapi akuntan tersebut dalam banyak

hal tidak hanya menyangkut pertimbangan personal semata

tetapi lebih menyangkut pertimbangan organisasional. Oleh

karena menyangkut pertimbangan organisasional maka nilai-

Page 9: II. KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7099/2/T2... · munculnya “malpraktik akuntansi” yang merugikan banyak pihak ... peran dan tanggung

nilai yang dianut organisasi tersebut tentunya akan dijadikan

rujukan akuntan untuk menentukan sikapnya (Ludigdo, 2007).

Teori Perkembangan Moral Kognitif

Dalam praktek kerja, perkembangan kognitif individu

terjadi dalam interaksi dengan orang lain (Busch, 2007). Izzo

(2000) mengatakan, perkembangan moral meningkat secara

bertahap berdasarkan komponen perkembangan kognitif. Saat

ini penelitian-penelitian etika akuntansi berfokus pada konsep

perkembangan etika yang dipengaruhi oleh penelitian psikolog

Law Kohlberg dan James Rest (Loh dan Wong, 2009).

Teori Kohlberg terdiri dari 3 level dan masing-masing

level terdiri dari dua perkembangan moral yang berbeda

(Dellaportas et al., 2006), yaitu level pre-conventional, level

conventional dan level post-conventional (Tarigan dan

Satyanugraha, 2005). Hipotesis teori perkembangan moral

Kohlberg menyatakan bahwa individu bergerak secara

berurutan dari tahap ke tahap semakin maju dari tingkat

moralitas yang rendah ke tingkat yang lebih tinggi (Venezia et

al., 2011).

Pada level pre-conventional, keputusan etis individu

dibentuk oleh otoritas eksternal, minat diri, dan penghargaan

serta hukuman yang dikaitkan dengan hasil berbagai pilihan.

Kohlberg menganggap hal ini sebagai tingkat terendah dari

Page 10: II. KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7099/2/T2... · munculnya “malpraktik akuntansi” yang merugikan banyak pihak ... peran dan tanggung

perkembangan moral atau etika kognitif. Pada level

conventional, Kohlberg menyatakan bahwa keputusan etis

individu dibentuk oleh pertimbangan hukum dan norma sosial.

Level post-conventional disebut oleh Kohlberg sebagai rangka

tertinggi dari pengembangan etika dimana pengambilan

keputusan etika individu dipengaruhi oleh prinsip-prinsip

keadilan yang universal, hati nurani dan peradilan (Loh dan

Wong, 2009).

Tahap-tahap moral menurut Kolhberg adalah sebagai

berikut (Duska dan Whelan, 1982; Kohlberg, 1995; Bertens,

2011):

Level Pre-Conventional

Tahap 1. Orientasi hukuman dan kepatuhan. Akibat-

akibat fisik dari tindakan menentukan baik-buruknya tindakan

itu, entah apa pun arti atau nilai akibat-akibat itu bagi manusia.

Menghindari hukuman dan tunduk pada kekuasaan (tanpa

mempersoalkan) mempunyai nilai pada dirinya; bukan dasar

hormat pada peraturan moral yang mendasari, yang didukung

oleh hukuman dan otoritas.

Tahap 2. Orientasi relativis instrumental. Tindakan

benar adalah tindakan yang ibarat alat dapat memenuhi

kebutuhan sendiri atau kadang-kadang juga memenuhi

kebutuhan orang-orang lain. Hubungan antar manusia

dianggap sebagaimana hubungan orang di pasar. Unsur-unsur

Page 11: II. KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7099/2/T2... · munculnya “malpraktik akuntansi” yang merugikan banyak pihak ... peran dan tanggung

sikap fair, hubungan timbal balik, kesamaan dalam ambil

bagian sudah ada, tetapi semuanya dimengerti secara fisis dan

pragmatis. Hubungan timbal balik antar manusia adalah soal

“kalau kamu menggarukkan punggungku, saya akan garukkan

punggungmu”, bukan soal loyalitas (kesetiaan), rasa terima

kasih atau keadilan.

Level Conventional

Tahap 3. Orientasi masuk ke kelompok “anak baik” dan

“anak manis”. Tingkah laku yang baik adalah tingkah laku

yang menyenangkan atau membantu orang-orang lain dan

yang mendapat persetujuan mereka. Ada banyak usaha

menyesuaikan diri dengan gambaran-gambaran stereotip yang

ada pada mayoritas atau dengan tingkah laku yang dianggap

lazim. Tingkah laku sering kali dinilai menurut intensinya.

“Dia bermaksud baik” untuk pertama kalinya menjadi penting.

Orang berusaha untuk diterima oleh lingkungan dan bersikap

“manis”.

Tahap 4. Orientasi hukum dan ketertiban. Ada orientasi

kepada otoritas, peraturan-peraturan yang sudah pasti, dan

usaha memelihara ketertiban sosial. Tingkah laku yang benar

berupa melakukan kewajiban, menunjukkan rasa hormat

kepada otoritas, dan memelihara ketertiban sosial yang sudah

ada demi ketertiban itu sendiri.

Page 12: II. KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7099/2/T2... · munculnya “malpraktik akuntansi” yang merugikan banyak pihak ... peran dan tanggung

Level Post-Conventional

Tahap 5. Orientasi kontrak-sosial legalitas. Biasanya

dengan tekanan utilitaritis (mementingkan kegunaannya).

Tindakan benar cenderung dimengerti dari segi hak-hak

individual yang umum dan dari segi patokan-patokan yang

sudah dikaji dengan kritis dan disetujui oleh seluruh

masyarakat. Ada kesadaran yang jelas bahwa nilai-nilai dan

opini pribadi itu relatif dan oleh karenanya perlu adanya

peraturan prosedural untuk mencapai konsensus.

Tahap 6. Orientasi asas etika universal. Benar diartikan

dengan keputusan suara hati, sesuai prinsip-prinsip etika yang

dipilih sendiri, dengan berpedoman pada kekomprehensifan

logis, universalitas dan konsisten. Prinsip-prinsip ini bersifat

abstrak dan etis dan bukan peraturan-peraturan moral konkret

seperti sepuluh perintah Allah. Pada intinya itulah prinsip-

prinsip universal mengenai keadilan, pertukaran hak dan

kesamaan hak asasi manusia dan penghormatan kepada

martabat manusia sebagai pribadi.

Implikasi dari teori Kohlberg adalah bahwa

pertimbangan moral dari orang pada tahapan lebih lanjut

perkembangan moralnya lebih baik dari pertimbangan moral

mereka yang baru pada tahap lebih awal. Orang pada tahapan

akhir memiliki kemampuan untuk melihat segala sesuatu dari

perspektif yang lebih luas dan dalam daripada mereka yang

Page 13: II. KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7099/2/T2... · munculnya “malpraktik akuntansi” yang merugikan banyak pihak ... peran dan tanggung

berada pada tahapan awal. Implikasi yang lain adalah bahwa

orang pada tahapan akhir mampu mempertahankan keputusan

mereka daripada orang pada tahapan awal (Tarigan dan

Satyanugraha, 2005).

Defining Issues Test (DIT)

Instrumen yang paling sering digunakan untuk

menerapkan pengembangan moral dan menempatkan individu

dalam tingkat Kohlberg adalah Defining Issues Test (DIT)

Rest (White Jr., 1999). DIT pertama kali dikembangkan di

awal tahun 1970-an (Thoma dan Dong, 2012). Walaupun DIT

didasarkan pada model perkembangan moral Kohlberg (1969),

akan tetapi tidak sama dengan ukuran yang dikembangkan

sendiri oleh Kohlberg untuk pengujian teorinya (Tarigan dan

Satyanugraha, 2005). Rest mempunyai pokok bahasan bahwa

individu dapat menggunakan kombinasi berbagai macam

kemampuan penalaran moral secara bersama-sama (Venezia et

al., 2011). Rest (1986), menegaskan bahwa ada empat

komponen proses yang terlibat dalam mengambil tindakan

moral: (1) mengenali masalah moral, (2) membuat penilaian

moral, (3) menetapkan tujuan moral, (4) mengeksekusi dan

melaksanakan rencana tindakan moral (Sheppard dan Young,

2007).

Page 14: II. KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7099/2/T2... · munculnya “malpraktik akuntansi” yang merugikan banyak pihak ... peran dan tanggung

Awal pengembangan DIT, Rest mempertanyakan

penerimaan tahapan model perkembangan moral teori

Kohlberg yang mana individu akan bergerak dari tahap satu ke

tahap yang lain. Sehingga, DIT dibuat untuk mendukung

model pengembangan yang mendefinisikan pertumbuhan

sebagai tahap demi tahap dari moral yang rendah ke yang

lebih kompleks. Kemudian, para peneliti DIT mengasumsikan

bahwa pada waktu-waktu tertentu ada konsep multiple yang

tersedia untuk individu. Sehingga untuk menyediakan strategi

pengukuran harus menilai tidak hanya dengan konsep itu

tersedia, tetapi lebih pada sistemnya. Di tahun 1990-an, para

peneliti DIT mengadopsi pandangan skema dari

perkembangan moral judgement yang di dasarkan pada

hubungan pengetahuan yang diorganisir melalui peristiwa

hidup yang biasa terjadi dan keberadaannya untuk membantu

individu memahami informasi baru berdasarkan pengalaman

(Thoma dan Dong, 2012).

Dalam Thoma dan Dong (2012), DIT menyajikan

kepada partisipan dilema moral dan kemudian menanyakan

kepada mereka untuk memberi peringkat dan merangking 12

item untuk setiap dilema. Masing-masing item kasus khusus

tersebut meningkat yang mendefinisikan fitur-fitur utama dari

dilema berdasarkan perbedaan pertimbangan skema moral.

Item-item tersebut tidak menyajikan sebuah rasional yang

Page 15: II. KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7099/2/T2... · munculnya “malpraktik akuntansi” yang merugikan banyak pihak ... peran dan tanggung

lengkap dan menginterpretasikan dilema tersebut tetapi

menyediakan intisari dari penjelasan yang menggunakan

pendekatan penggalan-penggalan kalimat. Pendekatan

penggalan-penggalan kalimat tersebut diadopsi karena

awalnya dalam pengembangan DIT, hal tersebut dicatat bahwa

item-item pertanyaan yang mengandung interpretasi lebih

detail dari dilema yang menghasilkan sedikit indeks bagian

karena item-item tersebut mudah untuk diinterpretasikan

kembali dan ditanggapi secara istimewa (Rest, 1987).

Penggunaan kalimat penggalan-penggalan tersebut

dapat menyediakan informasi yang cukup memberi kesan

dalam sebuah interpretasi dan setiap partisipan dapat mengisi

informasi yang dibutuhkan dengan menggunakan pemikiran

dari setiap item-item pertanyaan dalam DIT dan kemudian

akan merangking setiap item-item pertanyaan tersebut.

Dengan kata lain, para peneliti DIT mengasumsikan bahwa

peringkat dan rangking dari item-item pertanyaan uraian kasus

dari DIT menyediakan indeks dari skema yang lebih disukai

oleh partisipan dan lebih umum, kembali menyajikan

bagaimana partisipan secara umum mendekati keputusan

moral melalui DIT (Thoma dan Dong, 2012).

Page 16: II. KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7099/2/T2... · munculnya “malpraktik akuntansi” yang merugikan banyak pihak ... peran dan tanggung

Penelitian Perkembangan Moral Kognitif dan

Pengembangan Hipotesis

Banyak penelitian-penelitian pengembangan moral yang

dikaitkan dengan pengambilan keputusan dalam konteks

akuntansi yang menggunakan teori perkembangan moral

Kohlberg dan instrumen DIT dari Rest.

Penelitian yang dilakukan oleh Throne et al. (2002),

bertujuan menginvestigasi apakah konteks institusional

kebangsaan berasosiasi dengan perbedaan dalam penalaran

moral auditor dengan menguji tiga komponen proses

keputusan moral auditor. Tiga komponen tersebut meliputi

perkembangan moral, penalaran preskriptif dan penalaran

deliberatif. Mereka membandingkan dua kebangsaan yang

dimiliki oleh auditor-auditor yang diteliti yaitu Canada dan

Amerika Serikat. Penelitian ini menemukan bahwa

institusional kebangsaan lebih berasosiasi dengan faktor

penalaran deliberatif daripada penalaran preskriptif.

Tarigan dan Satyanugraha (2005) dalam studinya

menggunakan teori moral kognitif Kohlberg dan DIT untuk

mengetahui level perkembangan moral kognitif auditor

Indonesia sebanyak 100 auditor di KAP Jakarta. Hasilnya

menunjukkan bahwa tidak ada beda antara perkembangan

moral kognitif auditor dengan umur dan pendidikan. Penelitian

yang dilakukan Dellaportas et al. (2006) menemukan bahwa

Page 17: II. KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7099/2/T2... · munculnya “malpraktik akuntansi” yang merugikan banyak pihak ... peran dan tanggung

dalam konteks dilema yang dirancang khusus, melalui cerita,

keakraban, edukasi berpengaruh terhadap kedewasaan moral

mahasiswa. Peningkatan nilai DIT P-Scores mengindikasikan

bahwa mahasiswa akuntansi dapat bergerak menuju pada

penalaran moral level tertinggi tetapi juga dapat mengalami

rasional pengambilan keputusan moral pada tahap terendah.

Penelitian Loh dan Wong (2009) menguji hubungan

perkembangan etika dan sikap etis yang dikaitkan dengan

pengambilan keputusan etis. Dalam hipotesis mereka

menyatakan bahwa individu yang memiliki perkembangan

etika yang lebih tinggi menunjukkan sikap etis yang lebih

tinggi. Penelitian ini dilakukan terhadap mahasiswa akuntansi

yang rata-rata berumur 22 tahun. Penelitian ini menggunakan

teori perkembangan moral Kohlberg dan pengukuran moral

DIT dari Rest. Namun penelitian ini tidak dapat membuktikan

hubungan linier antara perkembangan etika dengan sikap etis.

Adapula Venesia et al. (2011), meneliti hubungan antara

pengalaman kerja, edukasi, umur, gender dan pengalaman

manajemen berhubungan dengan kedewasaan moral,

pengambilan keputusan etis dan etika bisnis.

Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab secara

etis memerlukan penentuan fakta-fakta di dalam situasi

dilematis. Sebuah penilaian etis yang dibuat berdasarkan

penentuan yang cermat atas fakta-fakta yang ada merupakan

Page 18: II. KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7099/2/T2... · munculnya “malpraktik akuntansi” yang merugikan banyak pihak ... peran dan tanggung

sebuah penilaian etis yang lebih masuk akal daripada penilaian

yang tidak berdasarkan fakta-fakta. Seseorang yang bertindak

sesuai dengan pertimbangan yang cermat akan fakta telah

bertindak dalam cara yang mendalam dengan pertimbangan

yang lebih bertanggung jawab secara etis daripada orang yang

bertindak tanpa pertimbangan mendalam (Hartman dan

DesJardins, 2011). Tindakan yang etis inilah yang akan

membantu seseorang untuk memecahkan dilema yang

dihadapi. Tindakan etis menyangkut tentang tindakan untuk

melakukan sesuatu atau tidak melakukannya.

Semua tindakan yang seharusnya dilakukan oleh

akuntan dalam hal pengambilan keputusan etis pada saat

menghadapi dilema etis, menyangkut tentang keputusan yang

berasal dalam diri akuntan tersebut. Keputusan yang berasal

dari dalam diri merupakan keputusan yang berasal dari suara

hati atau hati nurani pihak yang bersangkutan. Hati nurani

adalah “instansi” dalam diri kita yang menilai tentang

moralitas perbuatan-perbuatn kita, secara langsusng, kini dan

disini. Hati nurani itulah yang akan memerintahkan atau

melarang seseorang untuk melakukan sesuatu, sekaligus

menjadi saksi terhadap perbuatan yang dilakukan oleh

manusia (Bertens, 2011).

Menurut Rindjin (2004), hati nurani semacam cahaya

yang menerangi hati kita. Hati nurani memiliki dimensi

Page 19: II. KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7099/2/T2... · munculnya “malpraktik akuntansi” yang merugikan banyak pihak ... peran dan tanggung

subyektif mengenai rasa dan rasio, dimana pernyataan moral

dikaitkan dengan perasaan dan keputusan etis lahir dari

penalaran yang rasional. Dimensi inilah yang membuat

seseorang akan mengambil keputusan dengan pertimbangan

untuk mentolerir suatu tindakan yang benar menurut Tuhan,

subyektifitas individu, maupun solidaritas umum.

Dalam kepentingan pelaksanaan tugas audit, auditor

internal harus memahami aturan perusahaan dan profesi yang

berlaku. Namun ketika diperhadapkan dengan dilema etis,

keputusan yang diambil tidak semata-mata berpedoman pada

aturan saja berbeda dengan auditor eksternal yang lebih

mengedepankan peraturan yang berlaku. Tentu saja karena

auditor internal merupakan bagian dalam dari perusahaan akan

lebih memahami situasi perusahaan dimana ia bekerja dan ia

terlibat langsung secara emosional dalam operasional

perusahaan. Sehingga auditor internal akan melibatkan hati

nuraninya sebagai pertimbangan kognitif dalam mengambil

keputusan daripada auditor eksternal. Hal ini dikarenakan

auditor eksternal berada di luar perusahaan dan lebih

berpedoman pada kebijakan-kebijakan profesinya daripada

keterlibatan hati nuraninya, sehingga kognitif yang dimiliki

oleh auditor eksternal tidaklah sebesar yang dimiliki oleh

auditor internal.

Page 20: II. KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7099/2/T2... · munculnya “malpraktik akuntansi” yang merugikan banyak pihak ... peran dan tanggung

Dalam teori perkembangan moral Kolhberg pada tahap

tertinggi, menempatkan suara hati atau hati nurani sebagai

pertimbangan dalam keputusan etis setelah prinsip-prinsip

peraturan. Kohlberg menegaskan hanya pikiran atau bahasa

tahap 6-lah yang sepenuhnya bersifat moral, bahwa setiap

tahap yang lebih tinggi semakin mendekati karakteristik

bahasa moral (Kohlberg, 1995). Sehingga hipotesis yang dapat

disusun dalam penelitian ini adalah:

H1: Auditor internal mencapai perkembangan moral kognitif

lebih tinggi daripada auditor eksternal dalam

pengambilan keputusan etis saat menghadapi dilema etis.

Telah banyak penelitian yang menggunakan faktor

demografi sebagai faktor yang menentukan level

perkembangan moral kognitif. Faktor-faktor demografi

tersebut meliputi umur, jenjang pendidikan, gender,

pengalaman kerja (Tarigan dan Satyanugraha, 2005; Venesia

et al., 2011). Penelitian Trevino (1986) mengungkapkan

variabel model interaksi pembuatan keputusan etis dalam

organisasi yaitu variabel individu (ego strength, field

dependence, locus of control) dan variabel situasional

(characteristics of work, organizational culture, immediate

job context).

Page 21: II. KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7099/2/T2... · munculnya “malpraktik akuntansi” yang merugikan banyak pihak ... peran dan tanggung

Penelitian ini juga akan menambahkan beberapa faktor-

faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan moral

kognitif seseorang yaitu gender, umur, pengalaman kerja dan

jenjang pendidikan (White Jr.,1999; Izzo, 2000; Tarigan dan

Satyanugraha, 2005; Venesia et al., 2011 dan Thoma dan

Dong, 2012). Teori perkembangan moral Kohlberg (1969)

mengasumsikan bahwa nilai moral seseorang meningkat

sejalan dengan umur (Tarigan dan Satyanugraha, 2005). Rest

(1986) melaporkan bahwa ada dua hal dominan yang

menentukan perkembangan moral seseorang adalah umur dan

pendidikan (White Jr., 1999).

Selain itu, gender juga memainkan peranan penting

dalam perkembangan moral seseorang (Eynon et al., 1997;

White Jr., 1999). Venesia et al. (2011), meneliti hubungan dan

menemukan korelasi antara pengalaman kerja, edukasi, umur,

gender dan pengalaman manajemen berhubungan dengan

kedewasaan moral, pengambilan keputusan etis dan etika

bisnis. Thoma dan Dong (2012) menyatakan umur,

pendidikan, gender memiliki korelasi yang tinggi terhadap

perkembangan moral yang diukur dengan DIT. Seseorang

yang mempunyai perasaan dan intuitif yang kuat memiliki

perkembangan moral yang lebih tinggi dari yang lain.

H2: Level perkembangan moral kognitif auditor dipengaruhi

secara signifikan oleh gender subyek.

Page 22: II. KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/7099/2/T2... · munculnya “malpraktik akuntansi” yang merugikan banyak pihak ... peran dan tanggung

H3: Level perkembangan moral kognitif auditor dipengaruhi

secara signifikan oleh tingkat umur subyek.

H4: Level perkembangan moral kognitif auditor dipengaruhi

secara signifikan oleh pengalaman kerja subyek.

H5: Level perkembangan moral kognitif auditor dipengaruhi

secara signifikan oleh tingkat pendidikan kerja subyek.