Upload
lykhuong
View
238
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. BOTANI TANAMAN KOPI
Tanaman kopi termasuk dalam famili Rubiaceae dan terdiri atas banyak jenis
antara Coffea arabica, Coffea robusta dan Coffea liberica. Negara asal tanaman kopi
adalah Abessinia yang tumbuh di dataran tinggi. Tanaman kopi Robusta tumbuh baik
di dataran rendah sampai ketinggian sekitar 1000 m diatas permukaan laut, daerah-
daerah dengan suhu sekitar 200oC. Tanaman kopi arabika menghendaki daerah-
daerah yang lebih tinggi sampai ketinggian sekitar 1700 m di atas permukaan laut,
daerah-daerah yang umumnya dengan suhu sekitar 10-16°C. Tanaman kopi liberika
dapat tumbuh di dataran rendah. Untuk tumbuh subur kopi diperlukan curah hujan
sekitar 2.000-3.000 mm tiap tahun serta memerlukan waktu musim kering sekurang-
kurangnya 1-2 bulan pada waktu berbunga dan pada waktu pemetikan buah.
Tanaman kopi mulai dapat menghasilkan setelah umur 4-5 tahun tergantung pada
pemeliharaan dan iklim setempat. Tanaman kopi dapat memberi hasil tinggi mulai
umur 8 tahun dan dapat berbuah baik selama 15-18 tahun, jika pemeliharaan tanaman
kopi baik, akan menghasilkan sampai umur sekitar 30 tahun (Ridwansyah, 2003).
Menurut Pusat Standarisasi dan Akreditasi Departemen Pertanian (2003),
tanaman kopi jenis robusta umumnya hidup didataran yang lebih rendah dibanding
jenis arabika. Selain kandungan kafein yang lebih tinggi dan aroma yang khas,
tanaman kopi jenis robusta juga lebih tahan terhadap hama penyakit dan lebih
banyak berproduksi dibanding kopi arabika. Namun untuk harga, kopi arabika masih
lebih tinggi hal ini mungkin disebabkan karena tingkat pemeliharaan tanaman yang
lebih sulit dan konon semakin tinggi dataran yang digunakan untuk
membudidayakannya maka aroma dan rasanya semakin “enak” (fine coffee).
B. KARAKTERISTIK BIJI KOPI
Menurut Ridwansyah (2003), buah kopi tediri atas tiga bagian, yaitu: lapisan
kulit luar (excocarp), lapisan daging (mesocarp), dan lapisan kulit tanduk
(endoscarp). Adapun susunan buah kopi disajikan pada Gambar 1.
4
Gambar 1. Penampang lintang buah kopi
Komposisi kimia dari biji kopi hijau berbeda-beda tergantung kepada tanah
tempat tumbuh, jenis kopi, derajat kematangan, cara pengolahan, dan kondisi
penyimpanan (Clarke dan Macrae, 1985). Secara alamiah biji kopi mengandung
lebih dari 500 senyawa kimia, tetapi hanya dua senyawa utama yang membuat kopi
memiliki citarasa dan aroma yang disukai masyarakat. Dua senyawa tersebut adalah
kafein yang berpengaruh terhadap rangsangan metabolisme tubuh, dan kafeol yang
menghasilkan aroma yang khas dari kopi (Sivetz, 1963 dalam Almada, 2009). Pada
proses penyangraian biji kopi (green coffee), bagian kafein berubah menjadi kafeol
dengan jalan sublimasi.
Kandungan kafein yang tinggi memiliki beberapa pengaruh negatif, antara
lain dapat menyebabkan jantung berdebar, pusing, dan mempertinggi tekanan darah.
Selain itu, kafein juga dapat menyebabkan susah tidur dengan jalan mempergiat kerja
otak (Sivetz, 1979 dalam Almada, 2009). Menurut Winarno (1992), senyawa ini
dapat meningkatkan sekresi asam lambung, memperbanyak produksi urin, dan
memperlebar pembuluh darah serta meningkatkan kerja otot. Namun pengaruh
negatif pada ibu hamil dapat menyebabkan kelahiran bayi yang cacat. Selain
senyawa kafein, kopi mengandung beberapa senyawa kimia lain dengan berbagai
macam tingkatan kadarnya.
Kafein mempunyai rasa pahit, berwarna putih, dan merupakan senyawa
alkaloid yang berguna dalam bidang obat-obaan sebagai bahan aditif. Kandungan
kafein pada biji kopi Arabika berkisar antara 1-2% dan pada biji kopi Robusta sekitar
1.5%. Kafein sangat penting dalam aspek psikologis peminum kopi dan merupakan
5
faktor penting pemberi rasa pahit. Semakin kecil kandungan kafein dalam biji kopi,
semakin enak rasa kopi yang dihasilkan (Ciptadi dan Nasution, 1981).
Kafein yang terkandung di dalam kopi dapat menstimulasi kerja system saraf
pusat dan mempertinggi laju denyut jantung, karena itu setelah minum kopi akan
merasakan kesegaran psikis. Kopi bubuk murni mengandung 100 mg kafein. Kafein
baru mempunyai pengaruh stimulasi terhadap kerja otak pada jumlah 100-500 mg.
kafein mulai berbahaya bila konsumsinya mencapai 1000 mg/hari, yaitu kira-kira
lebih dari 5 cangkir per hari (Ismayadi, 1985). Selain itu, kafein juga dapat
meningkatkan daya aspirin dan obat-obatan penghilang rasa sakit lainnya, oleh
karena itu unsur kafein ditambahkan pada beberapa jenis obat. Akan tetapi, kafein
juga merupakan penyebab utama sakit kepala. Wanita yang meminum 2 cangkir atau
lebih perharinya dapat meningkatkan resiko terkena perapuhan tulang (osteoporosis).
Menurut Jacob (1958) dalam Sari (2001), rasa pahit pada ekstrak kopi
disebabkan oleh kandungan mineral bersama dengan pemecahan serat kasar, asam
khlorogenat, kafein, tannin, dan beberapa senyawa organik dan anorganik lainnya
(Varnam dan Sutherland, 1994). Jadi rasa pada kopi dipengaruhi oleh derajat
penyangraian dan jenis kopi serta cara pengolahannya. Kopi jenis Robusta memiliki
kandungan asam khlorogenat lebih tinggi dibandingkan kopi Arabika (Rouseff,
1990). Tiap jenis kopi mempunyai karakter komponen cita rasa yang berbeda-beda.
Hal ini yang menyebabkan masing-masing kopi tersebut bersifat unik (Wahyudi dan
Ismayadi, 1995).
Dalam pembentukan flavor, senyawa yang berperan penting adalah gula,
senyawa volatil, trigonellin, asam amino, dan peptide. Sementara itu, rasa dan
seduhannya dipengaruhi oleh asam karboksilat dan asam fenolat. Kandungan dan
sifat gula di dalam kopi sangat penting dalam pembentukan flavor dan pewarnaan
selama penyangraian.
Penurunan produk trigonellin sangat penting karena berkaitan dengan flavor
dan nutrisi yang akan dihasilkan. Kandungan trigonellin pada kopi Arabika adalah
1.0% basis kering dan pada kopi Robusta 0.7% basis kering. Trigonellin mempunyai
efek psikoogis pada system saraf pusat, pengeluaran air empedu dan system
pencernaan, tetapi hal ini tidak terlalu dipertimbangkan pada pengolahan kopi saat
ini (Varnam dan Sutherland, 1994). Trigonellin terdapat pada semua spesies
6
komersial. Akibat pengolahan kopi biji dapat memberikan sedikit pengaruh terhadap
kandungan trigonellin, tapi proses penyangraian dapat mengakibatkan trigonellin
terdegradasi. Produk hasil degradasi trigonellin antara lain vitamin asam nicotinil
(niacin), nicotinamida dan aroma volatil yang termasuk pyridine dan pyrol (Clifford
dan Wilson, 1985).
Pembentukan senyawaan volatil terjadi pada menit-menit terakhir proses
penyangraian, yaitu terjadinya pyrolisis gula, karbohidrat dan protein di dalam
struktur sel biji (Ukers dan Prescott, 1951 di dalam Ciptadi dan Nasution, 1981).
Selama proses pyrolisis terbentuk karamelisasi gula dan karbohidrat, asetat dan
berbagai jenis asam lainnya, aldehida dan keton, furfural, ester, asam lemak, CO2,
sulfide, dan lain-lain (Sivetz dan Foote, 1963).
Protein dan asam amino bebas tidak terlalu diperhitungkan. Perbedaan
kandungan antara jenis yang berbeda hanya sedikit, yaitu jenis Arabika 9.2% basis
kering dan jenis Robusta 9.5% basis kering. Asam amino bebas memberikan arti
tertentu dalam kualitas organoleptik pada hasil olahan terakhir (Varnam dan
Sutherland, 1994).
Karbohidrat terdapat pada biji kopi sebagai gula bebas dan polisakarida.
Sukrosa merupakan gula bebas utama dengan jumlah bervariasi tergantung kepada
cara penanaman, tingkat kematangan, proses pengolahan dan kondisi penyimpanan.
Kandungan karbohidrat pada Arabika adalah sekitar 6-8.3% basis kering dan
Robusta 3.1-4.1%. Selain sukrosa juga terdapat gula-gula tereduksi dalam jumlah
kecil. Total kandugan reduksi gula pada Arabika 0.1% basis kering dan 0.5% pada
Robusta. Kandungan dan sifat gula dalam biji kopi sangat penting dalam
pembentukan flavor dan warna saat penyangraian. Kandungan polisakarida di dalam
gula 40-50% dari berat kering (Varnam dan Sutherland, 1994).
Menurut Jacob (1958) dalam Sari (2001), rasa pahit pada ekstrak kopi
disebabkan oleh kandungan mineral bersama dengan pemecahan serat kasar, asam
khlorogenat, kafein, tannin, dan beberapa senyawa organik dan anorganik lainnya.
Kopi jenis Robusta memiliki kandungan asam khlorogenat lebih tinggi dibandingkan
kopi arabika (Rouseff, 1990). Tiap jenis kopi mempunyai karakter komponen cita
rasa yang berbeda-beda. Hal ini menyebabkan masing-masing kopi tersebut bersifat
unik (Wahyudi dan Ismayadi, 1995).
7
C. PENGOLAHAN KOPI BUBUK
Kopi beras berasal dari buah kopi basah yang telah mengalami beberapa
tingkat proses pengolahan. Secara garis besar dan berdasarkan cara kerjanya, maka
terdapat dua cara pengolahan buah kopi basah menjadi kopi beras, yaitu yang disebut
pengolahan buah kopi cara basah dan cara kering. Pengolahan buah kopi secara
basah bisa disebut West lndische Bereiding (W.I.B) , sedangkan pengolahan cara
kering bisa disebut Ost Indische Bereiding (O.I.B). Perbedaan pokok dari kedua cara
tersebut di atas adalah pada cara kering pengupasan daging buah, kulit tanduk dan
kulit ari dilakukan setelah kering (kopi gelondong), sedangkan cara basah
pengupasan daging buah dilakukan sewaktu masih basah (Ridwansyah, 2003).
Biji kopi (green coffee), menurut Clarke dan Macrae (1985) adalah biji kopi
yang berwarna hijau sudah terlepas dari daging buah, kulit tanduk, dan kulit arinya
serta telah mengalami pengeringan sehingga mengandung kadar air di bawah 12%.
Sebelum kopi dihancurkan untuk dijadikan kopi bubuk, biji kopi harus disangrai
terlebih dahulu. Suhu yang diperlukan untuk proses penyangraian adalah antara 149o-
213oC. Menurut Sivetz (1963) dalam Sari (2001), selama proses penyangraian terjadi
perubahan-perubahan warna yang dapat dibedakan secara visual. Perubahan warna
tersebut berturut-turut hijau, coklat kayu manis, dan hitam dengan permukaan
berminyak. Penyangraian dihentikan apabila kopi sudah mudah dipecahkan. Hal ini
menunjukkan bahwa kopi sangrai telah siap digiling untuk mendapatkan kopi bubuk.
Bubuk kopi yang baik adalah bubuk kopi yang memenuhi standar mutu .
syarat mutu kopi bubuk yang berlaku menurut Standar Nasional Indonesia (SNI)
adalah seperti yang tercantum pada Tabel 1.
Tabel 1. Syarat Mutu Kopi Bubuk (SNI. 01-3542, 1994)
Karakteristik I II
Kadar Air (%) Maks.7 Maks.7
Kadar Abu (%) Maks.5.0 Maks.5.0
Kealkalian Abu (ml NaOH 1 N/100 g) 57-64 Min. 35
Kadar Sari (%) Dihitung dari Bahan
Kering 20-36 Maks. 60
Bahan-Bahan Lain Tidak Ada Boleh Ada
Logam (Pb, Cu, Hg, As) Negatif Negatif
Keadaan (rasa, bau, dan warna) Normal Normal
8
1. Roasting
Menurut Ridwansyah (2003) roasting merupakan proses penyangraian biji
kopi yang tergantung pada waktu dan suhu yang ditandai dengan perubahan
kimiawi yang signifikan. Terjadi kehilangan berat kering terutama gas CO2 dan
produk pirolisis volatil lainnya. Kebanyakan produk pirolisis ini sangat
menentukan cita rasa kopi. Kehilangan berat kering terkait erat dengan suhu
penyangraian. Berdasarkan suhu penyangraian yang digunakan kopi sangrai
dibedakan atas 3 golongan yaitu : ligh roast suhu yang digunakan 193°-199°C,
medium roast suhu yang digunakan 204°C dan dark roast suhu yang digunakan
213°-221°C. Menurut Varnam dan Sutherland (1994), ligh roast menghilangkan
3-5% kadar air, medium roast 5-8 % dan dark roast 8-14%. Penyangraian sangat
menentukan warna dan cita rasa pruduk kopi yang akan dikonsumsi, perubahan
warna biji dapat dijadikan dasar untuk sistem klasifikasi sederhana. Perubahan
fisik terjadi termasuk kehilangan densitas ketika pecah.
Perubahan sifat fisik dan kimia terjadi selama proses penyangraian,
menurut Ukers dan Prescott dalam Ciptadi dan Nasution (1985) terjadi seperti
swelling, penguapan air, tebentuknya senyawa volatil, karamelisasi karbohidrat,
pengurangan serat kasar, denaturasi protein, terbentuknya gas CO2 sebagai hasil
oksidasi dan terbentuknya aroma yang karakteristik pada kopi. Swelling selama
penyangraian disebabkan karena terbentuknya gas-gas yang sebagian besar
terdiri dari CO2 kemudian gas-gas ini mengisi ruang dalam sel atau pori-pori
kopi.
Senyawa yang membentuk aroma di dalam kopi menurut Mabrouk dan
Deatherage dalam Ciptadi dan Nasution (1985) adalah:
1. Golongan fenol dan asam tidak mudah menguap yaitu asam kofeat, asam
chlorogenat, asam ginat dan riboflavin.
2. Golongan senyawa karbonil yaitu asetaldehid, propanon, alkohol, vanilin
aldehid.
3. Golongan senyawa karbonil asam yaitu oksasuksinat, aseto asetat, hidroksi
pirufat, keton kaproat, oksalasetat, mekoksalat, merkaptopiruvat.
4. Golongan asam amino yaitu leusin, iso leusin, variline, hidroksiproline,
alanine, threonine, glysine dan asam aspartat.
9
5. Golongan asam mudah menguap yaitu asam asetat, propionat, butirat dan
volerat.
Di dalam proses penyangraian sebagian kecil dari kafein akan menguap
dan terbentuk komponen-komponen lain yaitu aseton, furfural, amonia,
trimethylamine, asam formiat dan asam asetat. Kafein di dalam kopi terdapat
baik sebagai senyawa bebas maupun dalam bentuk kombinasi dengan klorogenat
sebagai senyawa kalium kafein klorogenat.
Sedangkan berikut merupakan tabel komposisi asam amino pada asam
hidrolisat pada biji kopi Kolombia sebelum dan sesudah diroasting dapat dilihat
pada Tabel 2..
Tabel 2. Komposisi Asam Amino pada Asam Hidrolisat pada Biji Kopi
Kolombia Sebelum dan Sesudah Diroasting.
Asam Amino Green Coffee
(%)
Roasted Coffee
(%)*
Alanine 4.75 5.52
Arginine 3.61 0
Aspartic acid 10.63 7.13
Cystine 2.89 0.69
Glutamic acid 19.80 23.22
Glycine 6.40 6.78
Histidine 2.79 1.61
Iso leucine 4.64 4.60
Leucine 8.77 10.34
Lysine 6.81 2.76
Methionine 1.44 1.26
Phenylalanine 5.78 6.32
Proline 6.60 7.01
Serine 5.88 0.80
Threonine 3.82 1.38
Tyrosine 3.61 4.35
Valine 8.05 8.05
*Jumlah loss dari proses penyangraian mencapai 17.6%.
Sumber : Belitz (1999).
Media penyangraian kopi yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu
wajan stainless steel dan wajan tanah liat. Berdasarkan www.wikipedia.com, baja
tahan karat atau lebih dikenal dengan Stainless Steel adalah senyawa besi yang
10
mengandung setidaknya 10,5% Kromium untuk mencegah proses korosi
(pengkaratan logam). Kemampuan tahan karat diperoleh dari terbentuknya
lapisan film oksida Kromium, dimana lapisan oksida ini menghalangi proses
oksidasi besi (Ferum) sedangkan lempung atau tanah liat ialah kata umum untuk
partikel mineral berkerangka dasar silikat yang berdiameter kurang dari empat 4
mikrometer.
Terdapat dua jenis tanah liat menurut Budiyanto et al. (2009), antara lain;
tanah liat primer dan tanah liat sekunder. Tanah liat primer adalah jenis tanah liat
yang dihasilkan dari pelapukan batuan feldspatik oleh tenaga endogen yang tidak
berpindah dari batuan induk (batuan asalnya), karena tanah liat tidak berpindah
tempat sehingga sifatnya lebih murni dibandingkan dengan tanah liat sekunder.
Tanah liat primer memiliki ciri-ciri yaitu: berwarna putih sampai putih kusam,
cenderung berbutir kasar, tidak plastis, daya lebur tinggi, daya susut kecil, dan
bersifat tahan api. Sedangkan tanah liat sekunder atau sedimen (endapan) adalah
jenis tanah liat hasil pelapukan batuan feldspatik yang berpindah jauh dari batuan
induknya karena tenaga eksogen yang menyebabkan butiran-butiran tanah liat
lepas dan mengendap pada daerah rendah seperti lembah sungai, tanah rawa,
tanah marine, tanah danau. Tanah liat sekunder memiliki ciri-ciri yaitu: kurang
murni, cenderung berbutir halus, plastis, berwarna krem; abu-abu; coklat; merah
jambu; kuning; kuning muda; kuning kecoklatan; kemerahan; kehitaman, daya
susut tinggi, suhu bakar 12000oC-13000
oC; ada yang sampai 14000
oC (fireclay,
stoneware, ballclay), suhu bakar rendah 9000oC-11800
oC; ada yang sampai
12000oC (earthenware).
2. Penggilingan
Penampilan bubuk kopi yang menarik akan meningkatkan permintaan di
pasaran. Hasil penggilingan biji kopi dibedakan menjadi : coarse (bubuk kasar),
medium (bubuk sedang), fine (bubuk halus), very fine (bubuk amat halus). Pilihan
kasar halusnya bubuk kopi berkaitan dengan cara penyeduhan kopi yang
digemari oleh masyarakat. Penggilingan melepaskan sejumlah kandungan CO2
dari kopi. Sebagian besar dilepaskan selama proses dan setelah penggilingan.
Sejumlah besar mungkin masih tertahan terutama pada kopi giling kasar
(Ridwansyah, 2003).
11
D. PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN
Pengemasan atau yang biasa disebut juga dengan pembungkusan, pewadahan,
atau pengepakan mempunyai peranan penting dalam pengawetan bahan hasil
pertanian. Adanya wadah atau pembungkus dapat membantu mencegah atau
mengurangi kerusakan, melindungi bahan pangan yang ada di dalamnya, melindungi
dari bahaya pencemaran serta gangguan fisik (gesekan, benturan, dan getaran)
(Syarief et al., 1989).
Menurut Robertson (1993), pengemasan sebagai suatu teknik prindustrian
dan pemasaran untuk membungkus, melindungi, menghantarkan, dan memfasilitasi
distribusi dan penjualan produk pertanian dari produsen ke konsumen.
Menurut Syarief et al. (1989), bahan kemasan yang digunakan untuk
mengemas makanan syogyanya mempunyai enam fungsi utama berikut ini, yaitu:
1. Menjaga produk pangan agar tetap bersih dan melindungi produk pangan dari
kotoran dan kontaminasi lain.
2. Melindungi produk pangan dari kerusakan fisik, perubahan kadar air, dan
penyinaran (cahaya).
3. Memiliki fungsi yang baik, efisien, dan ekonomis, khususnya selama proses
penempatan makanan ke dalam kemasan.
4. Memiliki kemudahan dalam membuka atau menutup dan juga memudahkan
dalam tahap-tahap penanganan, pengangkutan, dan distribusi.
5. Memiliki ukuran, bentuk, dan bobot yang sesuai dengan norma atau standar yang
ada,mudah dibuang, dan mudah dibentuk atau dicetak.
6. Menampakkan identitas, informasi, dan penampilan yang jelas agar dapat
membantu promosi atau penjualan.
Kemasan yang baik yaitu kemasan yang menjaga produk dari gangguan
lingkungan sekitar produk yang akan merusaknya. Jenis kemasan yang digunakan
disesuaikan dengan sifat produk yang akan dikems, tujuan penggunaan, dan lain
sebagainya (Syarief et al, 1989).
Bahan plastik mepunyai sifat yang berbeda-beda dalam daya tembusnya
terhadap gas seperti nitrogen, oksigen, belerang oksida, dan uap air. Karena fungsi
bahan pengemas dalam menurunkan tingkat pembusukan dari beberapa bahan
pangan sangat erat hubungannya dengan penembusan gas, baik ke dalam maupun ke
12
luar dari kemasan, keterangan mengenai daya tembus sangat penting dalam
penelitian pengawetan. Sifat-sifat daya tembus dipengaruhi oleh suhu, ketebalan
lapisan, orientasi dan komposisi, kondisi atmosfer (seperti RH, untuk pemndahan uap
air), dan faktor lainnya (Buckle et al, 1988). Daya tembus plastik terhadap N2, O2,
CO2, dan H2O dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Daya Tembus Plastik terhadap N2, O2, CO2, dan H2O
Plastik Tipis
Daya Tembus (cm3/cm
2/mm/det/cmHg)
x 1010
N2 O2
(suhu 30oC)
CO2
H2O
(25oC,
RH 90%)
Polyethylene (kerapatan rendah) 19 55 352 800
Polyethylene (kerapatan tinggi) 2,7 10,6 35 130
Polystyrene 2,9 11,0 88 12000
Polyamide (nylon 6) 0,1 0,38 1,6 7000
Polypropylene - 23,0 92 680
Polyvinyl chlorida (rigid) 0,4 1,2 10 1560
Polyester (mylar) 0,05 0,22 1,53 1300
Polyvinylidene chlorida 0,0094 0,053 0,29 14
Rubber hydrochloride (pliofilm NO) 0,08 0,3 1,7 240
Polyvinyl acetat - 0,5 - 100000
Ethyl cellulosa 84 265 2000 130000
Cellulose acetat 2,8 7,8 68 75000
Sumber : Buckle et al. (1988)
Nilai-nilai pada tabel di atas menunjukkan daya tembus gas N2, O2, CO2, dan
H2O terhadap berbagai jenis plastik. Semakin besar nilai yang ditunjukkan berarti
semakin besar pula daya tembus gas tersebut terhadap plastik. Daya tembus gas yang
besar pada suatu plastik menunjukkan bahwa plastik tersebut bukanlah barrier yang
terhadap gas yang dimaksud. Daya tembus gas dan uap air berbanding terbalik
dengan densitas plastik. Semakin besar densitas plastik, maka daya tembus gas dan
uap air terhadap plastik tersebut semakin kecil.
Polipropilen termasuk jenis plastik olefin dan merupakan polimer dari
propilen. Plastik jenis ini dikembangkan sejak tahun 1950 dengan berbagai nama
dagang seperti bexphane, dynafilm, luparen, scon, ole fane, dan profax (Syarief et
al., 1989). Polipropilen sangat mirip dengan polietilen dan sifat-sifat penggunaannya
juga serupa. Akan tetapi, polipropilen lebih kuat dan ringan dengan daya tembus uap
13
yang rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan
cukup mengkilap.
Menurut Syarief et al. (1989), sifat-sifat utama dari polipropilen, yaitu:
1. Ringan, mudah dibentuk, tembus pandang, dan jernih dalam bentuk film, tidak
transparan dalam bentuk kemasan kaku.
2. Mempunyai kekuatan tarik lebih besar dari Polyetilen (PE).
3. Lebih kaku dari PE dan tidak mudah sobek sehingga mudah dalam penanganan
dan distribusi.
4. Permeabilitas terhadap uap air rendah dan permeabilitas terhadap gas sedang,
sehingga tidak baik untuk makanan yang peka terhadap oksigen.
5. Tahan terhadap suhu tinggi sampai dengan 150oC.
6. Memiliki titik lebur yang tinggi.
7. Tahan terhadap asam kuat, basa, dan minyak.
8. Pada suhu tinggi PP akan bereaksi dengan benzene, silken, toluene, terpentin, dan
asam nitrat kuat.
Di dalam Buckle et al. (1978), polipropilen mempunyai sifat lebih kaku, kuat,
dan ringan dibandingkan polietilen. Selain itu, polipropilen juga memiliki daya
tembus uap air yang rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap
suhu tinggi, dan cukup mengkilap. Plastik tipis yang tidak mengkilap mempunyai
daya tahan yang rendah terhadap suhu dan bukan penahan gas yang baik. Sifat Fisis-
mekanis Polypropylene (PP) dan Polyethylene (PE) dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Sifat Fisis-mekanis Plastik Polypropylene (PP) dan Polyethylene (PE)
Sifat PE PP
Tebal (mm) 0,0728 0,1026
Gramatur (g/m2) 68,79 82,78
Densitas (g/m3) 0,944918 0,806823
Sumber : Nugroho (2007)
Nilai gramatur plastik menunjukkan bobot plask per satuan luas, sedangkan
densitas menjukkan bobot plastik per satuan volume. Nilai densitas menunjukkan
tingkat kerapatan plastik tersebut. Nilai densitas yang besar menunjukkan bahwa
kerapatan plastik tersebut tinggi sehingga lebih sukar ditembus oleh uap air.
14
Kemasan kertas merupakan kemasan fleksibel yang pertama sebelum
ditemukannya plastik dan alumunium foil. Saat ini kemasan kertas masih banyak
digunakan dan mampu bersaing dengan kemasan lain seperti plastik dan logam
karena harganya yang murah, mudah diperoleh, dan penggunaannya yang luas.
Kelemahan kertas untuk mengemas bahan pangan adalah sifatnya yang sensitif
terhadap air dan mudah dipengaruhi oleh kelembaban udara lingkungan.
Beberapa jenis kertas yang dapat digunakan sebagai kemasan fleksibel adalah
kertas kraft, kertas tahan lemak (grease proof). Glassin dan kertas lilin (waxed
paper) atau kertas yang dibuat dari modifikasi kertas-kertas ini. Ada dua jenis kertas
utama yang digunakan, yaitu kertas kasar dan kertas lunak. Kertas yang digunakan
sebagai kemasan adalah jenis kertas kasar, sedangkan kertas halus digunkan untuk
buku dan kertas sampul. Kertas kemasan yang paling kuat adalah kertas kraft dengan
warna alami, yang dibuat dari kayu lunak dengan proses sulfitasi. Perbandingan sifat-
sifat utama bahan kemasan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Perbandingan Sifat-sifat Utama Bahan Kemasan.
Jenis
material
Densitas
(gm/cc)
Kekuatan
(1000
kg/cm2)
Kekakuan
(1000
kg/cm2)
UTL*
(oC)
Transmisi
Cahaya/warna)
Plastik 0.88-1.7 0.07-1.0 0.7-42 80-250 Transparan-Opaque
Steel 7.80 1.40-3.5 1800 400 Opaque
Alumunium 2.70 0.70-2.1 700 260 Opaque
Kertas 0.70-1.2 0.07-0.7 7.0-32 160 Translucent-Opaque
Gelas 2.50 0.14-1.4 700 400 Translucent-Opaque
*UTL=Upper use temperatur limit (limit suhu maksimal)
Sumber : Labuza dan Schmidl (1982).
Selama penyimpanan dan distribusi, produk pangan terbuka pada kondisi
lingkungan. Faktor-faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, kandungan oksigen,
dan cahaya dapat memicu beberapa reaksi yang dapat menyebabkan penurunan mutu
produk tersebut. Sebagai konsekuensi dari mekanisme tersebut, produk pangan dapat
ditolak oleh konsumen atau dapat membahayakan orang yang mengkonsumsinya
(Singh, 1994). Pengendalian suhu, kelembapan, dan penanganan fisik yang tidak
baik dapat dikategorikan sebagai kondisi distribusi pangan yang tidak normal.
Penentuan suhu pengujian umur simpan untuk jenis produk yang berbeda dapat
dilihat pada Tabel 6.
15
Tabel 6. Penentuan Suhu Pengujian Umur Simpan Produk.
Jenis produk Suhu pengujian (ºC) Suhu kontrol (ºC)
Makanan dalam kaleng 25, 30, 35, 40 4
Pangan kering 25, 30, 35, 40, 45 -18
Pangan dingin 5, 10, 15, 20 0
Pangan beku -5, -10, -15 <-40
Sumber : Labuza dan Schmidl (1982).
E. PENDUGAAN UMUR SIMPAN
Umur simpan merupakan waktu antara saat produk mulai dikemas sampai
dengan mutu produk masih memenuhi syarat untuk dikonsumsi. Labuza (1982)
menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan bahan pangan
yang dikemas adalah keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme
berlangsungnya perubahan, misalnya kepekaan terhadap air dan oksigen dan
kemungkinana terjadinya perubahan kimia internal dan fisik, ukuran kemasan dalam
hubungannya dengan volume, kondisi atmosfer, terutama suhu dan kelembaban
dimana kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum digunakan, serta
kemasan keseluruhan terhadap keluar masuknya air, gas, dan bau termasuk
perekatan, penutupan, dan bagian-bagian yang terlipat.
Umur simpan produk pangan dapat diduga dan kemudian ditetapkan waktu
kadaluarsanya dengan menggunakan dua konsep studi penyimpanan produk pangan,
yaitu dengan Extended Storage Studies (ESS) dan Accelerated Sorage Studies (ASS).
ESS yang juga sering disebut sebagai metoda konvensional adalah penentuan tanggal
kadaluarsa dengan jalan menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-
hari dan dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya hingga mencapai
tingkat mutu kadaluarsa. Pendugaan umur simpan produk dilakukan dengan
mengamati produk selama penyimpanan sampai terjadi perubahan yang tidak dapat
lagi diterima oleh konsumen (Floros dalam Arpah (2001)).
Metode Arrhenius merupakan pendugaan umur simpan dengan menggunakan
metode simulasi. Untuk menganalisa penurunan mutu dengan metode simulasi
diperlukan beberapa pengamatan, yaitu harus ada parameter yang diukur secara
kuantitatif dan parameter tersebut harus mencerminkan keadaan mutu yang akan
terjadi pada kondisi ini (Syarief dan Halid, 1997). Selanjutnya menurut Syarief dan
16
Halid (1997), dalam penentuan dan umur simpan, metode Arrhenius sangat baik
untuk diterapkan dalam penyimpanan produk pada suhu penyimpanan yang relatif
stabil dari waktu ke waktu. Selanjutnya, laju penurunan mutu ditentukan dengan
persamaan Arrhenius berdasarkan persamaan berikut:
k = k0. E-Ea/RT
keterangan:
k = Konstanta penurunan mutu
k0 = Konstanta (tidak tergantung suhu)
Ea = Energi aktivasi (kal/mol)
T = Suhu mutlak (K)
R = Konstanta gas (1,986 kal/mol K)
Interpretasi Ea (energi aktivasi) dapat memberikan gambaran mengenai
besarnya pengaruh temperatur terhadap reaksi. Nilai Ea diperoleh dari slope grafik
garis lurus hubungan ln K dengan (1/T). Dengan demikian, energi aktivasi yang
besar mempunyai arti bahwa nilai lnK berubah cukup besar dengan hanya perubahan
beberapa derajat dari temperatur. Dengan demikian, nilai slope akan besar (Arpah,
2001). Kemudian besarnya nilai energi aktivasi dapat digolongkan menjadi tiga,
yaitu:
1. Kecil (Ea 2-15 kkal/mol), kerusakan produk diakibatkan karena kerusakan
karatenoid, klorofil, atau oksidasi asam lemak.
2. Sedang (Ea 15-30 kkal/mol), kerusakan produk diakibatkan karena kerusakan
vitamin, kerusakan pigmen yang larut air dan reaksi Mailard.
3. Besar (Ea 50-100 kkal/mol), kerusakan produk diakibatkan karena denaturasi
enzyme, inaktivasi mikroba dan sporanya.
Semakin sederhana model yang digunakan untuk menduga umur simpan,
maka semakin banyak asumsi yang dipakai. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam
pendugaan metode Arrhenius adalah:
1. Perubahan faktor mutu hanya ditentukan oleh satu macam reaksi saja.
2. Tidak terjadi faktor lain yang mengakibatkan perubahan mutu.
3. Proses perubahan mutu dianggap bukan merupakan akibat proses-proses yang
terjadi sebelumnya.
4. Suhu selama penyimpanan tetap atau dianggap tetap.