Upload
ngongoc
View
237
Download
9
Embed Size (px)
Citation preview
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Paving Block
Paving block merupakan perkerasan block beton yang merupakan versi
modern block granit. Paving block umumnya digunakan untuk jalan kecil atau
jalan kendaraan dan apabila kegunaannya untuk pelayanan yang banyak,
masalah pecahan atau pemulihan permukaan dapat diminimumkan
(Wignal,1999).
Paving block atau block beton terkunci menurut SK SNI 0819-88 adalah suatu
komposisi bahan bangunan yang terbuat dari semen portland atau bahan
perekat hidrolis lainnya, seperti air, dan agregat dengan atau tanpa bahan
tambahan lainnya yang tidak mengurangi mutu beton tersebut.
Sedangkan menurut SK SNI T-04 1990-F, Paving block merupakan bagian
dari segmen kecil yang terbuat dari beton dengan berbagai bentuk yang
dipasang dengan sedemikian rupa sehingga saling mengunci.
B. Klasifikasi Paving Block
Berdasarkan klasifikasinya paving block dibedakan menjadi beberapa
klasifikasi diantaranya yaitu :
6
1. Klasifikasi Paving Block Berdasarkan Cara Pembuatannya
Berdasarkan cara pembuatannya Paving block dapat digolongkan dalam
beberapa jenis yaitu :
a) Paving Block Press Manual / Tangan
Paving block Press Manual/ Tangan yang diproduksi secara manual
dengan tangan. Paving block jenis ini termasuk jenis beton kelas D (K
50-100). Sesuai dengan mutunya yang rendah, paving jenis ini
memiliki nilai jual rendah. Sedangkan untuk pemakaiannya, paving
block press manual umumnya digunakan untuk perkerasaan non
struktural, seperti halaman rumah, trotoar jalan, dan perkerasaan
lingkungan dengan daya beban rendah.
b) Paving Block Press Mesin Vibrasi / Getar
Paving block jenis ini diproduksi dengan mesin press sistem getar dan
umumnya memiliki mutu beton kelas C-B (K150-250). Dalam
pemakaiannya Paving Block Press Mesin Vibrasi ini banyak
digunakan sebagai alternatif perkerasan di pelataran garasi rumah dan
lahan parkiran.
c) Paving Block Press Mesin Hidrolik
Paving jenis ini diproduksi dengan cara dipress menggunakan mesin
press hidrolik dengan kuat tekan diatas 300 kg/cm². Paving block press
hidrolik dapat dikategorikan sebagai paving block dengan mutu beton
kelas B-A (K 300-450).
7
Pemakaian paving jenis ini dapat digunakan untuk keperluan non
struktural maupun untuk keperluan struktural yang berfungsi untuk
menahan beban yang berat yang dilalui diatasnya, seperti: areal jalan
lingkungan hingga sebagai perkerasan lahan pelataran terminal peti
kemas di pelabuhan (Wintoko, 2007).
2. Klasifikasi Paving Block Berdasarkan Penggunaan
Paving block memiliki beragam kekuatan dan klasifikasi penggunaan
bila diukur dengan standar SNI.
Tabel 2.1 Klasifikasi Paving Block Menurut Kuat Tekan SNI.
MUTU Kekuatan (Mpa*) Ketahanan Aus Penyerapan
air
(rata-rata
maksimal)
Rata–rata Minimal Rata-rata Minimal
A 40 35 0,090 0,103 3
B 20 17 0,130 0,149 6
C 15 12,5 0,160 0,184 8
D 10 8,5 0,219 0,251 10
Keterangan : *MPa = Mega Pascal (1 MPa = 10 kg/cm = K 10)
8
Berdasarkan SNI 03-0691-1996 klasifikasi paving block dibedakan
menurut kelas penggunaannya sebagai berikut :
1. Paving block mutu A digunakan untuk jalan.
2. Paving block mutu B digunakan untuk pelataran parkir
3. Paving block mutu C digunakan untuk pejalan kaki.
4. Paving block mutu D digunakan untuk taman dan kegunaan lain.
Paving block yang diproduksi secara manual biasanya termasuk dalam
mutu beton kelas D atau C yaitu untuk pemakaian non struktural seperti
untuk taman dan penggunaan lain yang tidak diperlukan untuk menahan
beban diatasnya. Mutu paving block yang pengerjaannya dengan
menggunakan mesin pres dapat dikategorikan ke dalam mutu beton kelas
C sampai A dengan kuat tekan diatas 125 Kg/cm2 bergantung pada
perbandingan campuran bahan yang digunakan.
C. Semen Portland
Semen portland adalah semen yang diperoleh dari hasil proses pabrik dan
tergolong sebagai bahan pengikat hidroulis, yatu bila dicampur dengan air,
maka akan terjadi proses pengerasan. Semen portland dicampur dengan pasir,
kerikil, dan air membentuk suatu adukan beton, yang merupakan bahan
bangunan penting dan banyak digunakan pada konstruksi bangunan besar
(Gunawan, 1994).
9
Semen portland adalah semen yang diperoleh dengan mencampurkan bahan-
bahan yang mengandung kapur dan lempung, kemudian dibakar pada
tempratur yang mengakibatkan terbentuknya klinker dan kemudian
menghaluskan klinker dengan gips sebagai bahan tambahan.
Dengan adanya air, silikat dan alumunium membentuk produk hidrasi yang
berupa mikrokristal dan kapur mati (padam) yang kemudian membentuk
massa yang kuat dan keras. Kapur mati merupakan bagian yang lemah pada
beton/mortar setelah mengeras oleh sebab itu pada proses pembuatan semen
perlu ditambahkan gips sebagai bahan additive (Sebayang, 2005).
Reaksi Hidrasi :
Untuk C3S
2 C3S + 6 H C3S2H6 + 3Ca
Untuk C2S
2C2S + 4H C3S2H6 + Ca (OH)2
Untuk C3A
C3A + 6 H C3AH6
H = H2O
Semen portland adalah semen yang terbuat dari dari 60 % kapur, 25 % silika,
dan 10 % alumina. Pengikat campuran ini terdiri atas besi oksida dan gipsum.
Kapur, sebagai bahan campuran utama dapat berbentuk dari bahan lain seperti
batu kapur, kulit kerang, kapur tulis, dan tanah liat tertentu. Silika dan
alumina dapat ditemukan dalam kandungan batu tulis, tanah liat, pasir silika,
10
ataupun batu bara. Besi oksida berasal dari besi logam. Gipsum (yang berasal
dari deposit alami kalsium sulfat) menetukan waktu pembentukan atau
pengerasan semen.
Terdapat lima jenis atau tipe semen portland, perinciannya adalah sebagai
berikut :
Tipe 1 : Semen portland biasa (Ordinary Portland Cement) merupakan
jenis yang paling sering digunakan dalam konstruksi normal.
Tipe 2 : Semen portland modifikasi (Modified Sulfat Resistance)
merupakan jenis semen yang dirancang untuk digunakan pada
tempat dimana panas hidrasi atau penguapan harus dikontrol,
misalnya dalam tempat yang lebar dan luas (bendungan, dermaga,
dinding penahan besar, dll). Jenis ini digunakan dalam kondisi
dimana dibutuhkan ketahanan terhadap serangan sulfat, misalnya
dalam struktur pengairan atau jenis konstruksi yang langsung
berhubungan dengan tanah yang mengandung sulfat cukup tinggi.
Tipe 3 : Semen portland dengan kekuatan awal tinggi (High Early
Strength). Jenis semen ini memberikan kekuatan lebih cepat dan
lebih kuat untuk digunakan dalam semua proyek yang
membutuhkan penyelesaian segera atau dapat berfungsi lebih cepat
11
untuk menekan biaya pemeliharaan yang dibutuhkan dalam
konstruksi dengan udara dingin.
Tipe 4 : Semen portland dengan hidrasi panas rendah (Low Heat Of
Hydration). Jenis ini dapat mencapai kekuatan tinggi dengan
lambat dan membutuhkan pemeliharaan pengeringan lebih
panjang.
Tipe 5 : Semen portland penahan Sulfat (Sulfat Resistance Cement)
merupakan jenis semen yang dapat sangat kuat menahan serangan
basa. Jenis ini adalah yang paling sering digunakan untuk jenis-
jenis proyek yang berhubungan langsung dengan tanah dan air
berkandungan sulfat tinggi (Walker, 1996).
Ditinjau dari segi kekuatannya semen portland dibedakan menjadi empat
jenis antara lain :
a. Semen portland mutu S-400, yaitu semen portland dengan kuat tekan pada
umur 28 hari sebesar 400 kg/cm2.
b. Semen portland mutu S-475, yaitu semen portland dengan kuat tekan pada
umur 28 hari sebesar 475 kg/cm2.
c. Semen portland mutu S-550, yaitu semen portland dengan kuat tekan pada
umur 28 hari sebesar 550 kg/cm2.
12
d. Semen portland mutu S-S, yaitu semen portland dengan kuat tekan pada
umur 1 hari sebesar 225 kg/cm2, dan pada umur 7 hari sebesar 525 kg/cm
2
(Samekto, 2001).
D. Tanah
Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran)
mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu
sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel
padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di
antara partikel-partikel padat tersebut. Tanah berguna sebagai bahan
bangunan pada berbagai macam pekerjaan, disamping itu tanah berfungsi
juga sebagai pendukung pondasi bangunan (Das, 1998).
Tanah adalah kumpulan dari bagian-bagian padat yang tidak terekat satu
dengan yang lain (diantaranya mungkin material organik). Rongga-ronga di
antara bagian-bagian tersebut bersisi udara dan air. Tanah terjadi sebagai
produk pecahan dari batuan yang mengalami pelapukan kimiawi dan mekanis
(kecuali tanah organik/gambut). Terutama sekali batuan yang mengalami
pelapukan kimiawi.
Mineral yang peka terhadap pelapukan akan berubah menjadi mineral
lempung yang berbutir sangat halus. Pelapukan mekanis, misalnya “desakan
es” (frost wedging), atau kegiatan yang dilakukan oleh tumbuhan dan
binatang, membantu proses pemecahan tersebut. (Verhoef, 1994).
13
E. Klasifikasi Tanah
Sistem klasifikasi tanah digunakan untuk menentukan dan mengidentifikasi
tanah dengan cara yang sistematis guna menentukan kesesuaiannya terhadap
pemakaian tertentu yang didasarkan pada pengalaman terdahulu. Sistem
klasifikasi juga berfungsi untuk menyampaikan informasi mengenai keadaan
tanah dari suatu daerah kepada daerah geografis lainnya. Pemakaian sistem
klasifikasi tanah tidak menghilangkan keperluan untuk studi yang lebih
terinci mengenai tanah (Bowles, 1984).
Pemilihan tanah-tanah ke dalam kelompok ataupun sub kelompok yang
menunjukan sifat atau kekakuan yang sama akan sangat membantu.
Pemilihan tanah ini disebut sebagai klasifikasi.
Sistem klasifikasi tanah sendiri adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis
tanah yang berbeda-beda tapi mempunyai sifat yang sama kedalam
kelompok-kelompok dan sub-sub kelompok berdasarkan pemakaian (Das,
1998).
Tanah dapat diklasifikasikan menurut sistem-sistem sebagai berikut :
1. Klasifikasi Menurut Ukuran Butiran
Pada klasifikasi ini pemberian nama jenis tanah dapat diperluas dengan
jalan memperkirakan jumlah relatif kelas ukuran butiran. Pada klasifikasi
ini tanah dibagi menjadi tiga kelompok besar :
1. Tanah berbutir kasar (pasir dan kerikil).
2. Tanah berbutir halus (lanau dan lempung).
14
3. Tanah campuran.
Klasifikasi ukuran butiran tidak mencakup susunan mineralogis dari
tanah. Pada umumnya volume mineral pun tidak ditentukan. Pada tanah
yang sering menimbulkan masalah, sering kali perlu menentukan volume
mineralnya (Verhoef, 1994).
Gambar 2.1. Diagram Klasifikasi Tanah Berdasarkan Ukuran Butiran.
15
2. Klasifikasi Berdasarkan Pemakaian.
Sejumlah klasifikasi tanah banyak digunakan oleh berbagai kalangan.
Tetapi, sistem klasifikasi baku yang paling sering dipakai adalah sistem
klasifikasi tanah Unified Soil Classification (USC) dan sistem klasifikasi
American Association Of State Highway and Transportation Officials
(AASTHO).
1. Sistem Klasifikasi Tanah Unified
Sistem klasifikasi ini banyak digunakan secara internasional untuk
pekerjaan teknik pondasi seperti untuk bendungan, bangunan, dan
konstruksi yang sejenis. Selain itu sistem ini banyak digunakan juga
dalam pembuatan lapangan udara dan untuk spesifikasi pekerjaan
tanah untuk jalan. Sistem ini mulanya dikembangkan untuk
pembangunan lapangan terbang dan sudah terpakai sejak tahun 1942,
tetapi kemudian dimodifikasi sedikit pada tahun 1952 agar dapat
terpakai untuk bendungan dan konstruksi-konstruksi lainnya (Bowles,
1984).
Sistem klasifikasi unified mendefinisikan tanah sebagai berikut:
1. Berbutir kasar apabila lebih dari 50 persen tertahan pada saringan
nomor 200.
2. Berbutir halus apabila lebih dari 50 persen dapat lolos saringan
nomor 200.
16
Tabel 2.2 Sistem Klasifikasi Tanah Unified (USC).
Divisi Utama Simbol Nama Umum Kriteria Klasifikasi
Tan
ah b
erbu
tir
kas
ar≥
50
% b
uti
ran
tert
ahan
sar
ing
an N
o. 2
00
Ker
ikil
50
%≥
fra
ksi
kas
ar
tert
ahan
sar
ing
an N
o. 4 K
erik
il b
ersi
h
(han
ya
ker
ikil
)
GW
Kerikil bergradasi-baik dan
campuran kerikil-pasir, sedikit
atau sama sekali tidak
mengandung butiran halus
Kla
sifi
kas
i b
erd
asar
kan
pro
sen
tase
bu
tira
n h
alu
s ;
Ku
ran
g d
ari
5%
lo
los
sari
ng
an n
o.2
00
: G
M,
GP
, S
W, S
P.
Leb
ih d
ari
12
% l
olo
s sa
rin
gan
no
.20
0 :
GM
, G
C, S
M,
SC
. 5
% -
12
% l
olo
s
sari
ng
an N
o.2
00
: B
atas
an k
lasi
fik
asi
yan
g m
empu
ny
ai s
imb
ol
dob
el
Cu = D60> 4
D10
Cc = (D30)2 Antara 1 dan 3
D10 x D60
GP
Kerikil bergradasi-buruk dan
campuran kerikil-pasir, sedikit
atau sama sekali tidak
mengandung butiran halus
Tidak memenuhi kedua kriteria untuk
GW
Ker
ikil
den
gan
Bu
tira
n h
alu
s
GM Kerikil berlanau, campuran
kerikil-pasir-lanau
Batas-batas
Atterberg di
bawah garis A
atau PI < 4
Bila batas
Atterberg berada
didaerah arsir
dari diagram
plastisitas, maka
dipakai dobel
simbol
GC Kerikil berlempung, campuran
kerikil-pasir-lempung
Batas-batas
Atterberg di
bawah garis A
atau PI > 7
Pas
ir≥
50
% f
rak
si k
asar
lolo
s sa
rin
gan
No
. 4
Pas
ir b
ersi
h
(h
any
a p
asir
)
SW
Pasir bergradasi-baik , pasir
berkerikil, sedikit atau sama
sekali tidak mengandung butiran
halus
Cu = D60> 6
D10
Cc = (D30)2 Antara 1 dan 3
D10 x D60
SP
Pasir bergradasi-buruk, pasir
berkerikil, sedikit atau sama
sekali tidak mengandung butiran
halus
Tidak memenuhi kedua kriteria untuk
SW
Pas
ir
den
gan
bu
tira
n
hal
us
SM Pasir berlanau, campuran pasir-
lanau
Batas-batas
Atterberg di
bawah garis A
atau PI < 4
Bila batas
Atterberg berada
didaerah arsir
dari diagram
plastisitas, maka
dipakai dobel
simbol
SC Pasir berlempung, campuran
pasir-lempung
Batas-batas
Atterberg di
bawah garis A
atau PI > 7
Tan
ah b
erbu
tir
hal
us
50
% a
tau
leb
ih l
olo
s ay
akan
No
. 2
00
Lan
au d
an l
empu
ng
bat
as c
air
≤ 5
0%
ML
Lanau anorganik, pasir halus
sekali, serbuk batuan, pasir halus
berlanau atau berlempung
Diagram Plastisitas:
Untuk mengklasifikasi kadar butiran halus yang
terkandung dalam tanah berbutir halus dan kasar.
Batas Atterberg yang termasuk dalam daerah yang
di arsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan
dua simbol.
60
50 CH
40 CL
30 Garis A CL-ML
20
4 ML ML atau OH
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Garis A : PI = 0.73 (LL-20)
CL
Lempung anorganik dengan
plastisitas rendah sampai dengan
sedang lempung berkerikil,
lempung berpasir, lempung
berlanau, lempung “kurus” (lean
clays)
OL
Lanau-organik dan lempung
berlanau organik dengan
plastisitas rendah
Lan
au d
an l
em
pu
ng
bat
as c
air
≥ 5
0%
MH
Lanau anorganik atau pasir halus
diatomae, atau lanau diatomae,
lanau yang elastis
CH
Lempung anorganik dengan
plastisitas tinggi, lempung
“gemuk” (fat clays)
OH
Lempung organik dengan
plastisitas sedang sampai dengan
tinggi
Tanah-tanah dengan
kandungan organik sangat
tinggi
PT
Peat (gambut), muck, dan tanah-
tanah lain dengan kandungan
organik tinggi
Manual untuk identifikasi secara visual dapat
dilihat di ASTM Designation D-2488
Bat
as P
last
is (
%)
Batas Cair (%)
17
2. Sistem Klasifikasi Tanah AASTHO
Sistem klasifikasi ini dahulu disebut juga Bureau of Public Roads,
sering dipakai secara ekslusif oleh beberapa departemen transportasi
negara bagian di Amerika Serikat dan Administrasi Jalan Raya
Federal (Federal Highway Administration) dalam spesifikasi
pekerjaan tanah untuk lintas transportasi (Bowles, 1984).
Sistem klasifikasi ini telah direvisi beberapa kali sejak 1920-an.
Sistem ini mengklasifikasikan tanah ke dalam delapan kelompok, A-1
sampai A-8, dan awalnya membutuhkan data-data sebagai berikut :
1. Analisis ukuran butiran.
2. Batas cair dan batas plastis dan Ip yang dihitung.
3. Batas susut.
4. Ekuivalen kelembaban lapangan, kadar lembab maksimum dimana
satu tetes air yang dijatuhkan pada suatu permukaan yang kecil
tidak segera diserap oleh permukaan tanah.
5. Ekuivalen kelembaban sentrifugal. Sebuah percobaan untuk
mengukur kapasitas tanah dalam menahan air.
18
Tabel 2.3 Sistem Klasifikasi Tanah AASTHO.
Klasifikasi umum Tanah berbutir
(35% atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200
Klasifikasi kelompok A-1
A-3 A-2
A-1-a A-1-b A-2-4 A-2-5 A-2-6 A-2-7
Analisis ayakan (%
lolos) No.10 No.40 No.200
Maks 50 Maks 30 Maks 15
Maks 50 Maks 25
Min 51 Maks 10
Maks 35 Maks 35
Maks 35
Maks 35
Sifat fraksi yang lolos ayakan No.40 Batas Cair (LL) Indeks Plastisitas (PI)
Maks 6
NP
Maks 40 Maks 10
Min 41 Maks 10
Maks 40 Min 11
Min 41 Min 41
Tipe material yang paling dominan
Batu pecah, kerikil dan pasir
Pasir halus
Kerikil dan pasir yang berlanau atau berlempung
Penilaian sebagai bahan tanah dasar
Baik sekali sampai baik
Klasifikasi umum Tanah berbutir
(Lebih dari 35% dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200
Klasifikasi kelompok A-4 A-5 A-6 A-7
Analisis ayakan (% lolos) No.10 No.40 No.200
Min 36
NNNNNN Min 36
Min 36
Min 36
Sifat fraksi yang lolos ayakan No.40 Batas Cair (LL)
Indeks Plastisitas (PI)
Maks 40 Maks 10
Maks 41 Maks 10
Maks 40 Maks 11
Min 41 Min 11
Tipe material yang paling dominan
Tanah berlanau Tanah Berlempung
Penilaian sebagai bahan tanah dasar
Biasa sampai jelek
F. Tanah Lempung
Tanah Lempung adalah tanah dengan ukuran mikrokonis sampai dengan sub
mikrokonis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun
batuan. Tanah lempung sangat keras dalam keadaan kering, dan tak mudah
terkelupas hanya dengan jari tangan. Permeabilitas lempung sangat rendah,
bersifat plastis pada kadar air sedang. Di Amerika bagian barat, untuk
19
lempung yang keadaan plastisnya ditandai dengan wujudnya yang bersabun
atau seperti terbuat dari lilin disebut “gumbo”. Sedangkan pada keadaan air
yang lebih tinggi tanah lempung akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat
lunak (Terzaghi, 1987).
Tanah Lempung adalah tanah yang sebagian besar penyusunnya terdiri dari
partikel mikroskopis dan sub-mikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas
bila hanya dengan mikroskopis biasa) yang berbentuk lempengan-lempengan
pipih dan merupakan partikel-partikel dari mika, mineral-mineral lempung
(clay mineral), dan mineral-mineral yang sangat halus lain. Tanah lempung
sangat keras dalam kondisi kering dan bersifat plastis pada kadar air sedang.
Namun pada kadar air yang lebih tinggi lempung akan bersifat lengket
(kohesif) dan sangat lunak. Kohesif menunjukan kenyataan bahwa partikel-
pertikel itu melekat satu sama lainnya sedangkan plastisitas merupakan sifat
yang memungkinkan bentuk bahan itu dirubah-rubah tanpa perubahan isi atau
tanpa kembali ke bentuk aslinya dan tanpa terjadi retakan-retakan atau
terpecah-pecah (Das, 1998).
Dalam terminologi ilmiah, lempung adalah mineral asli yang mempunyai
sifat plastis saat basah, dengan ukuran butir yang sangat halus dan
mempunyai komposisi berupa hydrous aluminium dan magnesium silikat
dalam jumlah yang besar. Batas atas ukuran butir untuk lempung umumnya
adalah kurang dari 2 μm (1μm = 0,000001m), meskipun ada klasifikasi yang
menyatakan bahwa batas atas lempung adalah 0,005 m (ASTM). Satuan
20
struktur dasar dari mineral lempung.terdiri dari silika tetrahedron dan
aluminium oktahedron. Satuan-satuan dasar tersebut bersatu membentuk
struktur lembaran. Jenis-jenis mineral lempung tergantung dari komposisi
susunan satuan struktur dasar atau tumpuan lembaran serta macam ikatan
antara masing-masing lembaran.
Umumnya partikel-partikel lempung mempunyai muatan negatif pada
permukaannya. Hal ini disebabkan oleh adanya substitusi isomorf dan oleh
karena pecahnya keping partikel pada tepi-tepinya. Muatan negatif yang lebih
besar dijumpai pada partikel-partikel yang mempunyai spesifik yang lebih
besar. Jika ditinjau dari mineraloginya, lempung terdiri dari berbagai mineral
penyusun, antara lain mineral lempung (kaolinite, montmorillonite dan illite
group) dan mineral-mineral lain yang mempunyai ukuran sesuai dengan
batasan yang ada (mika group, serpentinite group) (Das, 1998).
G. Agregat
Agregat merupakan material yang menempati 70-75% dari total volume
beton/block beton maka kualitas agregat sangat berpengaruh terhadap kualitas
block beton. Dengan agregat yang baik, beton dapat dikerjakan (workable),
kuat, tahan lama (durable) dan ekonomis. Mengingat agregat lebih murah
daripada semen maka akan ekonomis bila agregat dimasukkan sebanyak
mungkin selama secara teknis memungkinkan, dan kandungan semennya
minimum. Meskipun dulu agregat dianggap sebagai material pasif, berperan
sebagai pengisi saja, kini disadari adanya kontribusi positif agregat pada sifat
21
beton, seperti stabilitas volume, ketahanan abrasi, dan ketahanan umum
(durability) diakui. Bahkan beberapa sifat fisik beton secara langsung
tergantung pada sifat agregat, sepertu kepadatan, panas jenis, dan modulus
elastis (Nugraha, 2007).
Tabel 2.4 Pengaruh Sifat Agregat Pada Sifat Block Beton.
Sifat Agregat Pengaruh pada Sifat Beton
Bentuk, Tekstur,
Gradasi.
Block beton cair. Kelecakan.
Pengikat dan Pengerasan.
Sifat fisik, sifat kimia,
sifat mineral.
Block Beton keras. Kekuatan, kekerasan,
ketahanan (durability).
Agregat atau granular material adalah material berbutir yang keras dan
kompak. Istilah agregat mencakup antara lain batu bulat, batu pecah, abu
batu, dan pasir. Agregat mempunyai peranan yang sangat penting dalam
dalam perkerasan jalan. Daya dukung perkerasan jalan ditentukan sebagian
besar oleh karakteristik agregat yang digunakan. Pemilihan agregat yang tepat
dan memenuhi persyaratan akan sangat menentukan dalam keberhasilan
pembangunan atau pemeliharaan jalan.
Agregat yang diproses adalah batuan yang telah dipecah dan disaring sebelum
digunakan. Pemecah agregat dilakukan karena tiga alasan yaitu :
1. Untuk merubah tekstur permukaan partikel dari licin ke kasar.
2. Untuk merubah bentuk partikel dari bulat ke angular.
22
3. Untuk mengurangi serta meningkatkan distribusi dan rentang ukuran
partikel.
4. Khusus untuk batuan krakal yang besar, tujuan pemecahan batuan krakal
ini adalah mendapatkan ukuran batu yang dapat dipakai (Litbang, 2004).
Agregat adalah butiran mineral yang berfungsi sebagai pengisi dalam
campuran mortar atau beton. Agregat dapat juga didefinisikan sebagai bahan
yang digunakan sebagai pengisi yang dipakai bersama dengan bahan perekat,
dan membentuk suatu massa yang keras, padat bersatu, yang disebut adukan
beton/block beton. Di dalam beton, agregat halus dan kasar mengisi sebagian
besar volume beton, yaitu antara 50% sampai 80%, sehingga sifat-sifat dan
mutu agregat sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat dan mutu beton.
Penggunaan agregat dalam pembuatan beton/block beton berfungsi untuk :
1. Menghemat penggunaan semen portland.
2. Menghasilkan kekuatan yang besar pada beton.
3. Mengurangi susut perkerasan beton.
4. Mencapai susunan yang padat pada beton. Dengan gradasi agregat yang
baik, maka akan didapatkan beton yang padat.
5. Mengontrol workability dalam adukan beton. Dengan gradasi agregat yang
baik, maka akan didapatkan beton yang mudah dikerjakan atau memiliki
workability yang baik.
Semakin banyak bahan batuan (agregat) yang digunakan dalam pembuatan
beton/block beton, maka akan semakin hemat dalam penggunaan semen
23
portland. Tetapi, dalam penggunaannya bahan batuan tersebut ada
batasannya, sebab pasta semen diperlukan untuk pelekat butir-butir dalam
pengisi rongga-rongga halus dalam adukan beton. Karena bahan batuan tidak
susut, maka susut pengerasan hanya disebabkan oleh adanya pengerasan
pasta semen.
Semakin banyak agregat, semakin berkurang susut pengerasan betonnya.
Gradasi yang baik pada agregat dapat menghasilkan beton yang padat,
sehingga volume rongga berkurang dan penggunaan semen portland
berkurang pula. Susunan beton yang padat dapat menghasilkan beton dengan
kekuatan besar (Samekto, 2001).
H. Pasir
Pasir merupakan agregat yang berasal dari penghancuran oleh alam dari
batuan induknya, dan terdapat dekat atau sering kali jauh dari asalnya karena
terbawa oleh arus air atau angin, dan mengendap di suatu tempat. Pasir yang
terbawa oleh arus air umumnya berbentuk bulat dan bentuk ini dianggap baik
sebagai agregat adukan. Dalam pemakaiannya untuk beton, agregat jenis ini
memerlukan perhatian khusus, karena perubahan susunan butir agregat sangat
berpengaruh terhadap sifat beton yang dibuat dari agregat itu
(Samekto,2001).
Pasir untuk paving block dapat berupa pasir alami hasil disintregasi alam dari
batuan atau berupa pasir buatan yang dihasilkan oleh alat pemecah batu.
Menurut SK-SNI-S-04-1989-F syarat untuk agregat halus, yaitu agregat halus
24
terdiri dari butir-butir tajam, keras, kekal dengan gradasi yang beraneka
ragam. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% dari
berat total agregat, bahan organik dan reaksi terhadap alkali harus negatif.
I. Air
Air merupakan bahan yang penting pada pembuatan beton/block beton. Air
berfungsi untuk membuat terjadinya reaksi kimia dengan semen. Pada
dasarnya air yang layak minum dapat dipakai untuk campuran beton.
Apaabila terjadi keraguan akan kualitas air untuk campuran beton, sebaiknya
dilakukan pengujian kualitas air atau diadakan trial mix untuk campuran
dengan menggunakan air tersebut (Sebayang, 2005).
Persyaratan air sebagai bahan bangunan untuk campuran beton harus
memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Air harus bersih.
2. Tidak mengandung lumpur, minyak dan benda-benda merusak lainnya
yang dapat dilihat secara visual.
3. Tidak mengandung benda-benda tersuspensi lebih dari 2 gr/liter.
4. Tidak mengandung garam-garam yang dapat larut dan dapat merusak
beton (zat asam, zat organik, dan sebagainya) lebih dari 15 gr/liter.
Kandungan khlorida (Cl) tidak lebih dari p.p.m dan senyawa sulfat tidak
lebih dari 1000 p.p.m.
25
5. Bila dibandingkan dengan kuat tekan beton yang memakai air suling,
maka penurunan kekuatan kuat tekan beton yang memakai air yang
diperiksa tidak boleh lebih dari 10 %.
6. Air yang mutunya diragukan dianalisa secara kimia dan dievaluasi
mutunya.
J. Bahan Tambahan (Admixtures)
Penggunaan bahan tambah dapat dilakukan dengan maksud :
1. Untuk kemudahan pekerjaan (workability) yang lebih tinggi
2. Pengikat beton/block beton yang lebih cepat, agar penyelesaian akhir
(finishing), pembukaan acuan dan pembukaan jalur lalu lintas dapat
dipercepat.
3. Pengikat yang lebih lambat, misalnya pada pembetonan yang lebih jauh.
Setiap bahan tambah yang digunakan harus memenuhi spesifikasi sebagai
berikut:
a. SNI 03-2495-1991 Bahan tambah untuk beton (block beton).
b. SNI 03-2496-1991 Spesifikasi bahan tambah pembentukan gelembung
udara.
c. ASTM C-618 Spesifikasi untuk fly ash atau Calcined Natural Pozzolan
yang digunakan dalam beton semen portland.
d. AASTHO M 144-78 Spesifikasi untuk Calcium Chloride.
Beberapa jenis tambahan dan kegunaannya seperti diperlihatkan pada tabel.
26
Tabel 2.5 Jenis dan Kegunaan Bahan Admixtures.
NO JENIS KEGUNAAN MAKSUD
1 Air Entrainment Kemudahan pengerjaan kedap
air dan keawetan.
Memasukkan gelembung
udara (0,03-0,08 mm)
secara merata ke dalam
beton.
2 Water Reducer Mempertahankan slump dan
kemudahan pengerjaan.
Mengurangi Penggunaan
air dan Semen.
3 Retarder Menyesuaikan waktu pada saat
pelaksanaan pembetonan.
Memperlambat waktu
pengikatan.
4 Accelerator - Kuat awal tinggi dalam waktu
relatif singkat.
- Tidak boleh digunakan
bersamaan dengan Air
Entrainment.
- Sering mengandung Calcium
Chloride yang menimbulkan
korosi.
Mempercepat waktu
pengikatan.
5 Platicizer Meningkatkan kemudahan dan
mutu pengerjaan (workability).
Bila proporsi campuran
dan bentuk agregat kurang
baik adukan kurang
workable.
6 Pozollan, Fly
ash, Abu batu
pecah, dll
Mengendalikan suhu dalam
beton dan mecegah reaksi
alkali-agregat.
Beton masif (mutu dan
cara uji semen pozzolan
sesuai dengan SII 0132-
75.
27
K. Serbuk Karang
Karang (Fosil Karang) merupakan salah satu bahan mineral tambahan
pembantu yang dapat digunakan sebagai campuran block beton. Mineral
pembantu ini mengandung komponen aktif yang disebut dengan pozzolanik
(disebut juga pozzolan) yaitu dapat bereaksi dengan kapur bebas (kalsium
hidroksida) yang dilepas semen saat proses hidrasi dan membentuk senyawa
yang bersifat mengikat pada temperatur normal dengan adanya air.
Reaksi Semen Portland
C3S + H cepat
C-S-H + CH
Reaksi dengan Tambahan Material Pozzolan
Pozzolan + CH + H lambat
C-S-H
Berbeda dengan reaksi hidrasi dari semen dengan air yang berlangsung cepat
dan kemudian membentuk gel kalsium silikat hidrat dan kalsium hidroksida,
reaksi pozzolanik ini berlangsung dengan lambat sehingga pengaruhnya lebih
kepada kekuatan akhir dari beton. Panas Hidrasi yang dihasilkan juga jauh
lebih kecil daripada semen portland sehingga efektif untuk pembuatan beton
pada cuaca panas.
Penambahan material pozzolan ini juga berpengaruh terhadap kelecakan
block beton. Dengan bertambahnya partikel halus ini kemungkinan
kemungkinan terjadinya bleeding pada beton segar akan berkurang karena
kelebihan air akan terserap oleh partikel halus (Nugraha, 2007).
28
Tabel 2.6 Klasifikasi Material Pozzolan.
Kategori Material Umum Komponen Aktif
Material Alami
Abu vulkanis murni Aluminosilicate glass
Abu vulkanis terkena cuaca
(tuff, trass, dll)
Aluminosilicate glass
zeolite
Batu apung
(pumice)
Aluminosilicate
Fosil Kerang
(diatomaceus earth)
Amorphous hydrated silica
Batu sedimen
(Opaline chert dan shales)
Hydrated silica gel
Material Sisa Industri
Fly Ash – Tipe F Aluminosilicate glass
Fly Ash – Tipe C Calcium aluminosilicate
glass
Silika Fume Amorphous silica
Abu sekam padi
(Rice husk ask)
Amorphous silica
Calcined clay Amorphous alumino
silicate (metakaolin)
29
L. Berat Jenis
Berat jenis didefinisikan sebagai rasio perbandingan dari berat isi
bahan/material terhadap berat isi air. Sebagian butiran tanah (butiran-butiran
individu yang terkumpul) mengandung banyak kuarsa dan felspar dan jumlah
yang lebih kecil mika dan mineral-mineral berdasarkan besi (Bowles, 1984).
Berat Spesifik atau berat jenis (spesifix gravity) tanah (Gs) adalah
perbandingan antara berat volume butiran padat dengan berat volume air pada
temperatur 4o.
Berat Jenis dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Gs = )23()14(
)12(
WWWW
WW
................................................................. (1)
Keterangan :
Gs : Berat Jenis.
W1 = Berat Picnometer (gram).
W2 = Berat Picnometer dan bahan kering (gram).
W3 = Berat Picnometer bahan dan air (gram).
W4 = Berat Picnometer dan air (gram).
M. Kebutuhan Campuran Mortar
Untuk membuat 1 m3 mortar dihitung berdasarkan volume absolut, yaitu
berat jenis semen dan agregat halus. Prinsip perhitungan ini adalah bahwa
volume mortar padat sama dengan berat bahan-bahan dasarnya.
30
Adapun kebutuhan campuran mortar dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan:
𝑆
𝛾𝑠 +
𝑆 . 𝑃
γρ +
𝑆 . w/c
𝛾𝛼. 1 + 𝑉𝑢 = 1 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (2)
S : Kebutuhan Semen (Kg).
P : Kebutuhan Pasir Terhadap Semen (Kg).
(w/c) : Perbandingan Berat Air Terhadap Berat Semen.
𝛾𝑠 : Berat Jenis Semen (Gram/Cm3).
𝛾𝑝 : Berat Jenis Pasir (Gram/Cm3).
𝛾𝑎 : Berat Jenis Air (Gram/Cm3).
Vu : Persentase Udara Dalam Mortar.
N. Kuat Tekan
Bila sepasang gaya aksial menekan suatu batang dan akibatnya cenderung
untuk memperpendek atau menekan batang tersebut, gaya ini disebut gaya
tekan dan menghasilkan tegangan-tegangan tekan dalam aksial batang di
suatu bidang yang tegak lurus atau normal terhadap sumbunya (Jensen,
1991).
Kekuatan tekan adalah kemampuan block beton/beton untuk menerima gaya
tekan persatuan luas. Walaupun dalam block beton terdapat tegangan tarik
yang kecil, diasumsikan kekuatan tekan dapat dilakukan dengan
menggunakan alat uji tekan dan benda uji berbentuk silinder dengan prosedur
uji ATSM C-39 (Mulyono, 2004).
31
Tekan adalah kebalikan dari tarik. Apabila suatu bahan yang liner dengan
potongan primatis tertekan, maka partikel-partikel akan memendek ke arah
gaya tekan. Tetapi ke arah tegak lurus sumbu gaya, partikel akan
mengembang. Perpendekan dari bahan tadi tergantung besarnya gaya luar
yang menekan, luas potongan lntang bahan, panjang bahan dan modul
elastisitas terhadap tekan. Bahan yang umumnya tidak mempunyai daya tahan
terhadap gaya tarik pada umumnya dapat menerima gaya tekan yang besar,
seperti batu alam, bata keras dan beton (Sutrisno, 1984).
Kekuatan tekan paving block dapat dihitung dengan rumus :
ƒc = A
P .......................................................................................................(3)
Keterangan :
ƒc = Kuat Tekan (Mpa)
P = Beban Maksimum (N)
A = Luas Penampang Bidang Tampang (mm2)
O. Penyerapan Air
Penyerapan air merupakan faktor utama yang mempengaruhi kekuatan dari
material getas. Penyerapan air dipengaruhi oleh berbagai macam faktor
diantaranya sifat material, pemakaian ukuran material, bentuk pori dan
banyak hal lainnya (Nugraha, 2007).
32
Penyerapan air paving block dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
Penyerapan air = %100)(
xB
BA ....................................................(4)
Keterangan :
A : Berat Basah Paving Block
B : Berat Kering Paving Block
P. Analisa Data
Setelah seluruh pengujian paving selesai dilakukan seluruh data hasil
pengujian dimuat dalam bentuk tabel dan grafik secara keseluruhan.
Penganalisisan data dilakukan dengan menghitung kuat tekan rata-rata, nilai
kuat tekan karakteristik, dan hubungannya dengan standar deviasi.
1. Kuat Tekan Rata-Rata
Untuk menghitung kuat tekan rata-rata benda uji dapat dihitung dengan
rumus :
ƒcr = = ƒ c 𝑛=1
𝑖=1 .............................................................................. (5)
N
Keterangan :
ƒ'cr = Kuat tekan beton rata-rata (Mpa).
ƒc = Kuat tekan pada masing-masing benda uji (Mpa).
N = Jumlah benda uji yang diperiksa.
33
2. Standar Deviasi
Ukuran variasi yang paling banyak digunakan dalam analisis statistik ialah
yang biasa dinamakan simpangan baku/standar deviasi dan dinyatakan
dengan simbol (s). Dalam sebuah penelitian, biasanya dikenal dua kategori
ukuran sampel, yakni ukuran sampel kecil dan besar. Dapat dikatakan
suatu sampel berukuran kecil bila jumlah sampel berjumlah dibawah 30
buah sampel (n ≤ 30), dan berukuran besar untuk jumlah sampel diatas 30
buah sampel (n ≥ 30) (Sudjana, 1981).
Menurut SNI 03-2847-2002, nilai deviasi standar dapat diperoleh jika
fasilitas produksi beton mempunyai catatan hasil uji. Standar deviasi
dapat dihitung dengan rumus :
1
)crƒ'ƒc( 2
ns ....................................................................(6)
Keterangan :
S = Standar deviasi (simpangan baku).
ƒc = Kuat tekan pada masing-masing benda uji (Mpa).
n = Jumlah benda uji yang diperiksa.
ƒ'cr = Kuat tekan beton rata-rata (Mpa).
Jika jumlah benda uji yang dibuat kurang dari 30 buah masih dapat
diijinkan dengan memakai faktor pembesar untuk nilai standar deviasi :
34
Tabel 2.7 Faktor Modifikasi Untuk Standar Deviasi Jika Jumlah Pengujian
Kurang Dari 30 Sampel.
Jumlah Pengujian Faktor Untuk Modifikasi Untuk
Standar Deviasi
15 Contoh 1,16
20 Contoh 1,08
25 Contoh 1,03
30 Contoh Atau Lebih 1,00
Catatan :
Interpolasi untuk jumlah pengujian yang berada diantara nilai-nilai diatas
Evaluasi penerimaan Desain Mix dihitung dengan syarat penerimaan
desain mix dalam SNI adalah nilai ƒcr' dari seluruh data yang diuji harus
memenuhi nilai terbesar dari syarat di bawah ini :
ƒcr’ = ƒc’ + 1,34 Sd ................................................................................. (7)
ƒcr’ = ƒc’ + 2,33 Sd – 3,5 ........................................................................(8)
Keterangan :
fcr’ = Nilai kuat tekan rata-rata dari keseluruhan sample desain/trial mix
yang diuji.
fc’ = Nilai kuat tekan yang disyaratkan dari desain (Kuat Tekan Rencana).
Sd = Nilai deviasi standar, setelah dikalikan faktor sesuai tabel 2.7.