25
About DGI Contact Us Desain Grafis Indonesia Desain Grafis Indonesia Fostering understanding among Indonesian graphic designers and its juncture in art, design, culture and society Iklan Masa Kolonial 1930-1942 — Tinjauan Sosiohistoris June 21, 2014 | Academic Writing , DKV ISI (Institut Seni Indonesia), Yogyakarta , National , School & College | 2 IKLAN MASA KOLONIAL 1930-1942 TINJAUAN SOSIOHISTORIS Baskoro Suryo Banindro Dosen Disain Komunikasi Visual FSR ISI Yogyakarta Email: [email protected] ABSTRACT Dutch colonial culture that come to enrich the culture of Indonesia, it joined the growing culture of modern Indonesia, it can be observed through the lifestyles of people and uptake of aesthetic value. Graphic design style developed in the colonial Indies Dutch East Indies and had peaks in the artistic developments of the 1930s. The design style developed by Dutch graphic designer is a blend of modern design style that flourished in Europe early 20th-century art with a product of local culture. The combination has created a style of indie that became a source of inspiration for creativity designer graphic design of the future. Advertising colonial period in Indonesia, developed along with the progress of knowledge, especially in the fields of economy and industry, idiom – idioms unsure that are tailored to its target audience. In the context of social phenomena and the idea of ??modern advertising in Indonesia now, of course, inseparable from the history of the Dutch East Indies colonialism itself. Keyword: Advertising colonial period, westernization, a zeitgeist Pengoemoeman !!! Dag Inlander,….. Hajoo Oerang Melajoe,…. Kowe Mahoe Kerdja??? Governement Nederlandsch Indie Perloe Kowe Oentoek Djadi Boedak Ataoe Tjentenk Di Perkeboenan – Perkeboenan Onderneming Kepoenjaan Governement Nederlandsch Indie Djika Kowe Poenya Sjarat Dan Njali

Iklan Masa Kolonial 1930-1942 — Tinjauan Sosiohistoris

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Tentang iklan masa kolonial ditinjau dari kajian sosiohistoris.

Citation preview

Page 1: Iklan Masa Kolonial 1930-1942 — Tinjauan Sosiohistoris

About DGI

Contact Us

Desain Grafis Indonesia

Desain Grafis Indonesia

Fostering understanding among Indonesian graphic designers and its juncture in art, design, culture and

society

Iklan Masa Kolonial 1930-1942 — Tinjauan Sosiohistoris

June 21, 2014 | Academic Writing, DKV ISI (Institut Seni Indonesia), Yogyakarta, National, School &College | 2

IKLAN MASA KOLONIAL 1930-1942

TINJAUAN SOSIOHISTORIS

Baskoro Suryo BanindroDosen Disain Komunikasi Visual

FSR ISI Yogyakarta

Email: [email protected]

ABSTRACT

Dutch colonial culture that come to enrich the culture of Indonesia, it joined the growing culture of

modern Indonesia, it can be observed through the lifestyles of people and uptake of aesthetic value.

Graphic design style developed in the colonial Indies Dutch East Indies and had peaks in the artistic

developments of the 1930s. The design style developed by Dutch graphic designer is a blend ofmodern design style that flourished in Europe early 20th-century art with a product of local culture.The combination has created a style of indie that became a source of inspiration for creativity

designer graphic design of the future. Advertising colonial period in Indonesia, developed along withthe progress of knowledge, especially in the fields of economy and industry, idiom – idioms unsure

that are tailored to its target audience. In the context of social phenomena and the idea of ??modern

advertising in Indonesia now, of course, inseparable from the history of the Dutch East Indies

colonialism itself.

Keyword: Advertising colonial period, westernization, a zeitgeist

Pengoemoeman !!!

Dag Inlander,….. Hajoo Oerang Melajoe,….

Kowe Mahoe Kerdja???

Governement Nederlandsch Indie Perloe Kowe

Oentoek Djadi Boedak

Ataoe Tjentenk Di Perkeboenan – Perkeboenan

Onderneming

Kepoenjaan GovernementNederlandsch Indie

Djika Kowe Poenya Sjarat Dan Njali

Page 2: Iklan Masa Kolonial 1930-1942 — Tinjauan Sosiohistoris

(Batavia 31 Maart 1889 Niet Laat te Zijn Hoor. Onder de naam van Nederlandsch IndieGovernor Generaal H.M.S Van den Bergh S.J.J de Gooij)

PENDAHULUAN

Iklan mempunyai nilai kredibilitas yang tinggi sebagai data dalam suatu rekonstruksi sejarah (Garraghan,1957: 252). Sebagai sebuah medium, iklan adalah relik yang dapat digunakan sebagai bukti rujukan

infersential evidence bagi sejarawan (Sjamsuddin, 2007: 113). Oleh karena itu, melalui iklan dapat

dipelajari sejarah peradaban suatu masyarakat dalam suatu kurun waktu tertentu. Selain itu, melalui hasil

pengamatan terhadap iklan-iklan pada masa kolonial, jelas sekali mencerminkan suatu identitas, melalui

pendekatan bahasa visual, iklan berperan sebagai elemen yang mampu merekfleksikan zeitgeist pada

temponya.

Akhir tahun 1929 menandai berakhirnya satu periode sejarah Hindia Belanda, untuk masuk ke periode baru

yang lebih baik (Vlekke, 2008:433). Periode 1930-1942 merupakan awal perekonomian masa kolonial

Hindia Belanda pulih dari pengaruh depresi ekonomi dunia, biro reklame tumbuh dan kembali bergairah(Setiyono, 2004: 42). Dengan diberlakukannya kebijakan liberalisasi dan swastanisasi perekonomian masa

kolonial, secara umum telah mengakibatkan terjadinya peningkatan laju pertumbuhan ekonomi dan tingkatkesejahteraan penduduk di pulau Jawa, yang memasuki kemapanannya pada masa pemberlakuan politik etis

dan puncaknya pada tahun 1930an (Riyanto, 2000: 3). Politik Etis adalah suatu pemikiran yang dipeloporioleh Pieter Brooshooft (wartawan Koran De Locomotief) dan C.Th. van Deventer (politikus). Kalangan

industrialis Belanda yang berfikiran liberal, menyambut baik keputusan ini karena mengharapkan ekspansipasar mereka sebagai akibat dari meningkatnya kesejahteraan kaum sosialis dan konservatif di Belanda, yang

memandang ideologi liberal dengan ketidakpercayaan secara kritis (Wertheim, 1999:70).

Iklan masa kolonial di Indonesia, berkembang seiring dengan kemajuan pengetahuan terutama di bidangekonomi dan industri. Tahun 1893 Pemerintah Hindia Belanda mendirikan percetakan negara di Jakarta(Zoo, 1995: 165), yang mau tidak mau kedatangannya membawa pengetahuan cetak-mencetak dari daratan

Eropa. Beberapa produk cetak kuno, seperti etiket/label, sampul buku/majalah, iklan koran dan iklan yangdicetak pada enamel, beberapa artefaknya masih dapat dilihat sekarang ini, hal ini membuktikan bahwa sejak

lama di Nusantara telah mengenal produk grafis.

MASA KOLONIAL

Di Indonesia sendiri perjalanan dunia periklanan tentunya tidak lepas dari sejarah kolonialis Belanda, yaknisuatu masa ketika bangsa Indonesia berada di bawah kontrol penjajah Belanda. Masa penjajahan dihitung

sejak pertamakalinya Belanda membentuk pemerintahan di Nusantara yang pada waktu itu disebutNederland Indie, tepatnya pada tanggal 12 Maret 1619 di Batavia (Ricklefs, 2008: 78), setelah sebelumnya

sekelompok anggota garnisun kecil VOC menghancurkan “kota pribumi” di Jayakarta yang ada disekitar lojidan membangun sebuah benteng kecil (Lombard, 2007: 61), dan berakhir hingga Belanda menyerah tanpa

syarat kepada tentara pendudukan Jepang pada tanggal 12 Maret 1942 di Kalijati, Subang, Jawa Barat.

Era kolonialisme adalah masa pembaratan budaya feodal agraris tradisional, dengan agent of change parabangsawan kraton dan para priyayi profesional, pejabat birokrasi kolonial yang dididik sekolah-sekolahmodern Belanda, dan pribumisasi kebudayaan barat modern masyarakat elit kulit putih terutama di Jawa

(Riyanto, 2005: 134-143). Selanjutnya, penerapan sistem pendidikan Barat yang telah merebak di perkotaansemakin mempercepat lajunya proses modernisasi yang merubah secara struktural lapisan sosial tertentu di

masyarakat Jawa awal abad ke-20, tentu saja hal ini membawa implikasi secara tidak langsung pada gayahidup, termasuk perubahan perilaku seksualitas. Kenyataannya rangkaian proses perubahan-perubahan yang

berkembang telah mereduksi struktur masyarakat agraris, feodalisme, tradisional menuju masyarakat

Page 3: Iklan Masa Kolonial 1930-1942 — Tinjauan Sosiohistoris

perkotaan yang bersifat modern (kasuma, 2006). Hal ini tentu saja telah membawa dampak pada budayavisual jaman itu. Sosok wanita pada dekade ini juga banyak menghiasi tampilan visual iklan pada produk yang

tidak di konsumsi wanita sekalipun, misalnya rokok, minuman bir dan anggur.

Iklan rokok cap “Doro” tahun 1931, menampilkan sosok

wanita bercengkerama dengan pria di alam bebas sambilmenghisap rokok.

(Sumber: Buku Sejarah Periklanan Indonesia, PPPI)

Iklan rokok “Marikangen” Surakarta, menggunakan model

wanita pada etiketnya, pengaruh pembaratan mendobrak

kemapanan budaya timur.(Sumber: Katalog Pameran Grafis Etiket Rokok Tempo

Doeloe)

HINDIA BELANDA ERA 1930 AN

Secara sosiohistoris (Kartodirdjo, 1993:157) pada abad ke 17 dan 18, Kolonial Belanda telah

menumbuhkan sistem status sosial yang berkembang di Indonesia, khususnya di Jawa. Di Batavia, pegawaikompeni Belanda menempati lapisan sosial teratas, kemudian di bawahnya adalah warga merdeka (bebas),

yang terdiri dari Belanda, mestizo, dan budak-budak Kristen yang diberi hak suara. Setelah itu lapisan atas

orang Cina, penduduk Indonesia, sebagian besar adalah orang rendahan, menempati urutan paling bawah.

Sistem status ini membentuk titik awal bagi masyarakat kolonial di Jawa pada abad sembilan belas(Wertheim, 1999: 107). Sartono Kartodirdjo membagi stratifikasi masyarakat Hindia Belanda menjadi: elit

Page 4: Iklan Masa Kolonial 1930-1942 — Tinjauan Sosiohistoris

birokrasi yang tediri dari Pangreh Praja Eropa ( Europees Binnenland Bestuur) dan Pangreh Praja Pribumi.

Kemudian Priyayi Birokrasi termasuk priyayi ningrat, priyayi profesional (priyayi gedhe dan priyayi cilik).

Kemudian golongan Belanda dan Indo yang secara formal masuk status Eropa, dan yang terakhir ialah OrangKecil (Wong Cilik) yang tinggal di kampung (Kartodirdjo, 2005). Selo Sumardjan menambahkan satu

kelompok priyayi lagi yaitu mereka yang berasal dari kalangan swasta, Van Miert menyebut mereka sebagai

kaum muda yang tidak mau mengikuti jejak orang tuanya. Mereka memilih jabatan yang merdeka sebagaidokter praktek, guru sekolah, swasta, pengacara, atau wartawan (Miert, 2003: 3). Di samping struktur yang

tebentuk akibat posisi resmi dalam kepegawaian pemerintah terdapat kelompok masyarakat lain yang

terbentuk karena orientasi agamanya yaitu kaum Muslim. Sodagar Kauman, istilah ini ditujukan masyarakat

Jawa yang biasanya berprofesi sebagai pedagang yang taat menjalankan syariat Islam (Surjomohardjo,2008:40).

Sesudah tahun 1920 pertumbuhan penduduk di Hindia Belanda berlangsung dengan cepat. Antara tahun

1920 dan 1930 pertumbuhan penduduk pulau Jawa sekitar 17,6 per seribu jiwa. Ketika sensus tahun 1930diadakan, penduduk Indonesia telah berjumlah 60,7 juta jiwa. Dari jumlah itu 41,7 juta jiwa berdiam di Pulau

Jawa. Berdasarkan perhitungan pertumbuhan penduduk di Indonesia sekitar 79,4 juta jiwa. Di Jawa jumlah

penduduknya sekitar 48,4 juta jiwa, sedangkan di daerah luar Jawa jumlah penduduknya sekitar 22 juta Jiwa

(www.indonbiu.com). Penerimaan pajak cukup besar, menurut Lance Castles dalam bukunya berjudul“Tingkah Laku Agama, Politik dan Ekonomi di Jawa: Industri Rokok Kudus”, pajak tembakau saja, pada

tahun 1938 mencapai Rp 1.790.000, atau 6,2 persen dari total pemasukan pajak dan bea (Noertjahyo,

2009). Era dasawarsa ini merek pabrikan besar mulai membangun tempat perakitan di Hindia Belandasebagai contoh pabrik lampu Philips, bir dan limun, industri logam seperti Lindeteves - Stokvis yang

menghasilkan lampu petromaks, alat pertanian dan perkebunan, dan suku cadang untuk pabrik gula. Pada

tahun-tahun itu terjadi pergeseran dari industri pertanian ke arah industri dagang yang mengarah pada sistem

industri moderen (Sachari, 2007: 70).

IKLAN AWAL DI MASA KOLONIAL

Iklan pertama kali diperkenalkan di Hindia Belanda oleh Jan Pieterszoon Coen, Gubernur Hindia Belandatahun 1619 hingga 1629, Ia juga penerbit Bataviasche Nouvelle, isi iklan ialah informasi tentang teritorial

wilayah dagang VOC, semacam iklan korporat sekarang ini, dan pengumuman-pengumuman pemerintah

Hindia Belanda berkaitan dengan perpindahan pejabat terasnya di beberapa wilayah (Setiyono: 3). Iklan susu

bubuk sudah ada di Betawi lebih dari seabad silam. Importirnya adalah Firma L. Platon, perusahaan besarpenjual makanan dan minuman Belanda yang terkenal di Betawi. Salah satu iklannya dapat dilhat di koran

“Bintang Barat” tanggal 12 Januari 1887 dengan lingua franca bahasa Melayu sebagai pengantar: “Pastinja

soesoe jang toelen, dibikin boeboek dari paberik soesoe Switzerland, Si Gallen”. Selanjutnya terdapatpetunjuk cara pembuatan antara lain: “Soesoe dengen goela teboe, dalem tjamboel 160 gram, tjampoer 1

liter aer panas, dapet 1 liter soesoe toelen, Soeda dipereksa sama dokter”. Adapun yang dimaksud dengan

“tjamboel” ialah kaleng (Betawi Blogger).

Tahun dasawarsa tigapuluhan merupakan era keemasan dan kejayaan periklanan di Indonesia era penjajahan.

Hampir semua barang kebutuhan rumah tangga tersedia dan dipasarkan di kota-kota besar, iklan yang

beredar waktu itu : iklan rokok, minuman, susu, obat-obatan, tembakau, pasta gigi, sabun, radio, lampu,

sepeda sampai mobil dan perjalaan wisata (Hermanu, 2006: 15). Menjelang memasuki tahun empat puluhan,dua majalah mode masing-masing “de Mode Revue” 1939 dengan penerbit N.V. Boekhandel en Drukkerij

v/h H. Van Ingen-Soerabaia, memuat iklan yang berisi artikel-artikel berkaitan dengan mode dan juga foto-

foto serta sketsa aneka mode untuk wanita dewasa maupun anak-anak. Beberapa artikel umum lainnya,misalnya tentang makanan, perawatan tubuh, profil orang, dan lain-lain. Semua artikelnya ditulis dalam bahasa

Belanda. Kondisi ini menunjukan bahwa di Hindia Belanda pada waktu itu selain telah terjadi perubahan

Page 5: Iklan Masa Kolonial 1930-1942 — Tinjauan Sosiohistoris

sosial juga telah terjadi adanya perubahan estetis di masyarakat pribumi.

Promosi penerbangan Dutch Lines ke Hindia Belanda,menawarkan eksotika timur dengan latar belakang rumah

Dewa dan perempuan Bali.

(Sumber: Lavis Flicker Documentary)

Iklan susu Milk Maid, menawarkan suplemen Belanda

dengan pesan singkat dan efektif.

(Sumber: Iklan Enamel 1938)

Menurut data dari Handboek of the Netherlands East Indies 1930 jumlah makananmakanan kaleng yang

diimpor dari luar negeri memiliki nilai cukup besar. Selain makanan kaleng ada pula iklan peternakan sapi di

beberapa kota besar seperti Batavia, Bandung dan Semarang. Misalnya Melkerij “Petamboeran” yang

merupakan peternakan tertua dan terbesar serta terletak di Petamboeran, Paalmerah. Ada pula tokoFROSCHER’S di Batavia-Centrum yang menyediakan roti dan kue. Selain yang segar ada pula susu dalam

kaleng seperti iklan NESTLE’S MELK CO di Batavi a -Cent rum yang menyediakan susu kalengan seperti

yang kita nikmati sekarang (Sangkelana Blogg). Masuknya produk industri modern ke Hindia Belandasekaligus membawa iklan sebagai penunjang kegiatan promosi, oleh karenanya idiom yang dihadirkan sangat

terasa nuansa budaya Eropanya (Kompas, 2007).

Page 6: Iklan Masa Kolonial 1930-1942 — Tinjauan Sosiohistoris

Produk impor menandai peradaban baru hidup sehat kaum

inlander.(Sumber: Pikat, Katalog Pameran Iklan Cetak di

Bentara Budaya)

DESAINER DAN BIRO IKLAN MASA

KOLONIAL

Jejak “Politik Etis” sangat kuat mewarnai bahasa iklan, terutama di majalah Kadjawen periode 1930-1940.Sejumlah iklan tak hanya menginformasikan produk tertentu, tetapi juga berusaha “mendidik” dan mengubah

kebiasaan rakyat di tanah jajahan yang belum mengadopsi cara hidup modern. Pendirian industri yang

melibatkan pengusaha pribumi sebagai pemilik perusahaan bermunculan, bahkan beberapa diantaranya

mengiklankan produk mereka dengan iklan yang menggunakan idiom khas lokal.

Page 7: Iklan Masa Kolonial 1930-1942 — Tinjauan Sosiohistoris

Hidup sehat dengan merawat gigi, dijelaskan dengan panduan

lengkap,iklan memudahkan penduduk pribumi meningkatkan

kualitas hidup.

(Sumber: Koleksi Tempo Doeloe – mht)

Page 8: Iklan Masa Kolonial 1930-1942 — Tinjauan Sosiohistoris

Idiom visual khas lokal”Gareng-Petruk” , menjadi model

iklan minuman cokelat, strategi visual dengan pendekatanbudaya yang tepat.

(Sumber: Koleksi K. Atmojo: Iklan Lawas)

Iklan majalah Kadjawen tercatat sebagai salah satu majalah dengan pemuatan iklan paling besar dibanding

majalah lain. Antara lain mempromosikan teknologi modern, seperti listrik dan mobil-otomotif (Mrazek,

2006: 115). Teksteks iklan dalam majalah Kadjawen sebagian besar menggunakan bahasa Jawa (dengan

huruf Jawa dan Latin) dan bahasa Belanda. Teks berbahasa Melayu (Indonesia) digunakan pada produk

yang merupakan keperluan sehari-hari, seperti sabun mandi Lux, arloji Titus dan atau obat-obatan. MajalahKadjawen juga berisi berbagai informasi praktis, termasuk iklan produk yang mengkampanyekan cara-cara

hidup modern bagi rakyat jajahan atau “kaum bumiputra. (Pokok-Pokok Pikiran Budi Irwanto, disampaikan

dalam Diskusi bertajuk “Jejak Iklan dan Imaji Konsumsi” yang diselenggarakan oleh TeMBI Yogyakarta,

Jurusan Ilmu Komunikasi FISIPOL Universitas Gadjah Mada dan Pusat Studi Perempuan, Media dan Seni

“Anjani”, Universitas Sanata Dharma, Ruang Seminar FISIPOL UGM, Yogyakarta, 4 Juni 2007.” )

Untuk meningkatkan kualitas hidup lebih sehat, Inlander

mendapat tawaran menu bervitamin yang lebih murah dari

mentega.

(Sumber: Volks Almanak Melajoe)

Buku dan majalah telah dicetak dengan sampul berwarna, beberapa diantaranya diterbitkan oleh percetakan

besar pada waktu itu antara lain Kolf dan Balai Pustaka. Adapun produknya meliputi buku bacaan anak,buku pelajaran, majalah budaya, dan majalah wanita. Selain itu muncul pula grafis untuk sampul majalah

“Penghidoepan” bertahun 1931, Kemudian majalah yang lain ialah “Kawroeh” pada tahun 1932.

Page 9: Iklan Masa Kolonial 1930-1942 — Tinjauan Sosiohistoris

Untuk memenuhi audien, majalah menggunakan pendekatan

berbeda sesuai target sasarnya, sehingga digunakan bahasa

Jawa dan Melayu.

(Sumber: Koleksi K. Atmojo – Iklan Lawas)

Page 10: Iklan Masa Kolonial 1930-1942 — Tinjauan Sosiohistoris

Tidak hanya produk kebutuhan rumah tangga, alat pertanian

menjadi komoditas jual yang diiklankan, salah satunya paculcap ”Maesa”

(Sumber: Koleksi Tempo Doeloe – mht)

Page 11: Iklan Masa Kolonial 1930-1942 — Tinjauan Sosiohistoris

Bacaan babad salah satu produk kolonial, bagian dari Politik Etis.

(Sumber: Koleksi Tempo Doeloe – mht)

Bahasa Jawa sebagai pengantar isi iklan agar mudah

dipahami.(Sumber: Almanak Djawi)

Page 12: Iklan Masa Kolonial 1930-1942 — Tinjauan Sosiohistoris

Budaya barat – timur berpadu dalam merek dan produkminuman bir.

(Sumber: www.baranglawas.com)

Iklan-iklan yang bermunculan dibarengi dengan mulai berdirinya biro iklan. Bentuk pribumisasi dalam desaingrafis iklan surat kabar dimulai sejak abad ke 20 yakni dengan tampilnya rancangan iklan yang mengangkat

khazanah visual kehidupan masyarakat lokal. Pengaruh perupaan barat, yakni gaya art noveau atau art decojuga mulai tampak (Setiyono, 2004: 8). Salah satu desainer advertensi yang terkenal ialah Jan Lavies (1902-

2005), pemuda Belanda yang datang ke Hindia Belanda setelah menyelesaikan studinya di Royal Academy,Belanda. Hampir semua perusahaan besar yang mengiklankan produknya di surat kabar Indonesia, mulai dari“Soerabaiaasch Handelsblad” sampai “D’Orient” , memakai jasa keahlian Lavies.

Art Deco adalah gayanya yang khas dalam menciptakan kreasinya. Art Deco sendiri adalah sebuah gerakandesain yang populer dari 1920 hingga 1939, Lavies tidak tanggung-tanggung, mulai dari poster pertunjukan

teater sampai iklan pelayaran mendapatkan sentuhan artistiknya. Ia bisa disebut raja promosi duniaperhotelan. Logo Hotel Des Indes Batavia, Oranje Hotel Soerabaia, Hotel Nongkodjadjar Lawang, Hotel

Homann, Grand Hotel Garoet, Hotel Toegoe Djokdja, Hotel Tjandi Semarang, Hotel De Burr di Deli danmasih banyak lagi.

Karya klasiknya, Fly to Java, menampilkan gambar sebuah pesawat melayang di atas Borobudur. Langit

kuning, sementara stupa-stupa Borobudur berwarna biru. Rancangan Lavies era 30an yang bergayanaturalisme mooi indie – Indonesia nan Indah sangat terasa mencolok pada desain rancangan Lavies,

sehingga dianggap sebagai The spirit of modern advertising (Kompas, 2002).

Page 13: Iklan Masa Kolonial 1930-1942 — Tinjauan Sosiohistoris

Eksotika pulau Jawa diwakili landmark Borobudur,untuk

menggambarkan kemegahan dan kebesaran candi,ditampilkan sosok kecil “de jonge inlander” dan “meneer

Belanda” di antara stup- stupa besar.(Sumber: Lavies Flicker Documentary)

Desainer advertensi yang lain ialah M. Van Meeteren Brouwer (1882-1974), Brouwer membuat seri promositembakau merk Van Nelle, dengan motto sama: Tembaco Van Nelle njang Paling Baik tapi dengan gambarbeda-beda (Tempo, 2002), dengan seting penduduk pribumi dengan warna iklannya yang khas bernuansa

sephia. Selain itu masih ada seniman reklame profesional seperti Besten Pieter den (1894-1972), dengankaryanya yang terkenal Van Nelle Koffie Thee dan Jongert Jac. (1883-1942) dengan visualisasi iklan

rokoknya yang berjudul Van Nelle’s lichte shag met de Jiffy sigarettenmachine.

Page 14: Iklan Masa Kolonial 1930-1942 — Tinjauan Sosiohistoris

Van Nelle “sahabat kerja yang baik”,pendekatan sosiokultural digunakan

sebagai daya tarik visual iklan rokok.(Sumber: Indonesian Cigars&Tobaco-Cowe Koleksi Rokok Indie)

Dekade itu muncul pula biro iklan Reclamebedrijt di Batavia, dan merupakan perusahaan iklan yang sangat

maju. Bukan hanya karena ditunjang peralatan memadai, namun juga tenaga-tenaga reklame dari Eropa.Tenaga-tenaga artisitk periklanan yang menonjol antara lain: F. Van Bemmel, Is. Van mens dan Cor vanDeutekom (Hannykardinata, 2009). Adapun klien mereka umumnya perusahaan besar seperti BPM

(Bataafche Petroleum Maatschappij) di Surabaya, serta General Motor dan KPM (Koninklijke PekevaartMaatschappi) di Batavia waktu itu. Iklan dari Reclamebedrijt menyebar di berbagai surat kabar di luar

Batavia, seperti Soerabaiasch Handelsblad di Surabaya dan Semarang (Maters, 2003: 198)..

Fenomena depresi ekonomi tahun 1930-an merupakan salah satu tonggak penting dalam perkembangan

ekonomi Indonesia di masa kolonial. Krisis keuangan dunia pada awalnya sangat memukul industri di wilayahHindia Belanda, terlebih akibat membanjirnya barangbarang impor yang harganya jauh lebih murah (Wahid,2009: 184). Segera saja industri reklame pada waktu itu menyambut dengan tangan terbuka, untuk

membantu penyebaran produk impor dengan serangkaian promosi iklannya. Di antaranya ialah produk sabunmandi bayi Aunty Mays, cerutu lisong buatan Holland bermerek Karel I, dan sepeda impor berbagai merek

dari Belanda untuk kaum pria dan wanita.

Page 15: Iklan Masa Kolonial 1930-1942 — Tinjauan Sosiohistoris

Contoh iklan produk impor, bedakomoditas beda penyajian dan media.

(Sumber: Iklan Lawas – mht)

Penggunaan permesinan dalam industri tekstil di Hindia Belanda waktu itu berkembang pesat sejak tahun1930an atau yang dikenal dengan era penggunaan mesin tenun. Gaya estetik modern di masa pemerintahan

Hindia Belanda secara umum merupakan serapan gaya estetik Eropa yang diimplementasikan melalui gayahidup, terutama pilihan benda. Meskipun masih terbatas di lingkungan kota-kota besar, fenomena tersebut

menunjukkan adanya keterbukaan budaya masyarakat di wilayah Nusantara untuk menyerap trenkebudayaan baru serta adanya kecenderungan menyerap citra moderen (Sachari, 2007: 70, 138).

Page 16: Iklan Masa Kolonial 1930-1942 — Tinjauan Sosiohistoris

Gaya hidup moderen ala barat telah

menjadi tren di tahun 1930an, pribumiwanita mendapat kesempatan memilih

modeste yang dikehendaki.(Sumber: Pikat: Pameran Iklan Cetak

BentaraBudaya)

KESIMPULAN

Iklan masa kolonial era tahun 1930an, telah memberi kesempatan kepada pribumi di Nusantara melihat duniabaru tentang produk barat dan budayanya. Penggambaran figur pribumi dan idiom visual budaya Indonesia,

dimanfaatkan sebagai obyek yang menjadi daya tarik eksotik pariwisata atau pendekatan visual dalammenawarkan produk. Dari visualisasi relik yang ada, secara ideologis kolonial Belanda menggunakan

parameter barat, sehingga visualisasi iklan tidak jarang menimbulkan kontradiksi terhadap budaya timur yangmemunculkan pergeseran baik etik maupun estetik. Hal ini berakibat pada penampilan masyarakat lokal yangmulai mengadopsi nilainilai barat ke dalam kehidupannya sehari-hari dalam berbudaya. Gaya desain atau style

yang ada, mensiratkan pada semangat jamannya, hal ini dapat dilihat dari tema, teknik dan medianya atauproduk dalam sajian iklan yang dibuat.

Kebudayaan kolonial Belanda yang datang memperkaya kebudayaan Indonesia, hal itu ikut menumbuhkankebudayaan moderen di Indonesia, ini dapat dicermati melalui gaya hidup masyarakat dan serapan nilaiestetiknya (Soekiman, 2000: 73). Gaya desain grafis Indies berkembang di masa kolonial Hindia Belanda dan

mengalami puncak perkembangan artistiknya di tahun 1930-an. Gaya Desain yang dikembangkan paraperancang grafis Belanda merupakan perpaduan antara gaya desain modern yang berkembang di Eropa awal

abad ke- 20 dengan seni rupa yang merupakan produk budaya lokal. Perpaduan itu membentuk suatu gayaindies yang menjadi sumber inspirasi bagi kreativitas perancang desain grafis masa selanjutnya. Iklan masa

kolonial di Indonesia, berkembang seiring dengan kemajuan pengetahuan terutama di bidang perekonomiandan industri, berunsur idiom – idiom yang disesuaikan dengan target pasarnya. Dalam konteks fenomenasosial dan gagasan tentang kemoderenan iklan di Indonesia kini, tentunya tak bisa dilepaskan dari sejarah

Page 17: Iklan Masa Kolonial 1930-1942 — Tinjauan Sosiohistoris

kolonialisme Hindia Belanda itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahid, Bertahan di Tengah Krisis: Komunitas Tionghoa dan Ekonomi Kota Cirebon, Yogyakarta,Penerbit Ombak, 2009

Abdurrachman Surjomihardjo. Kota Yogyakarta Tempo Doeloe, Sejarah Sosial 1880-1930, Depok,Penerbit Komunitas Bambu, 2008

Agus Sachari, Budaya Visual Indonesia, Jakarta, Penerbit Erlangga, 2007

Bedjo Riyanto, Iklan Surat Kabar, dan Perubahan Masyarakat di Jawa Masa Kolonial 1870-1915,Yogyakarta, Penerbit Terawang,2000

Budi Setiyono (ed), Reka Reklame, Sejarah Periklanan Indonesia 1744-1984, Yogyakarta, Penerbit GalangPres, 2004

Budi Setiyono (ed), Cakap Kecap (1972-2003), Yogyakarta, Penerbit Galang Press, 2004

Djoko Soekiman, Kebudayaan Indis, dan Gaya Hidup Masyarakat Pendukungnya di Jawa Abad XVIII –Medio Abad X, Yogyakarta, Penerbit Bentang, 2000

Garraghan, Gilbert J., SJ, A Guide to Historical Method, New York, Fordham University Press, 1957

Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah, Yogyakarta, Penerbit Ombak, 2007

Hermanu, Pikat Pameran Iklan Cetak Generasi ke 2, Yogyakarta, Penerbit Bentara Budaya, 2006

Lombard, Denys, Nusa Jawa: Silang Budaya, Batas-Batas Pembaratan, Jakarta, Penerbit Gramedia, 2007

Miert, Hans van. Dengan Semangat Berkobar, Nasionalisme dan Gerakan Pemuda di Indonesia, 1918-

1930, Jakarta, Penerbit Hasta Mitra-Pustaka Utan Kayu, 2003

Mrazek, Rudolf, Engineers of Happy Land: Perkembangan Teknologi dan Nasionalisme di sebuah Koloni,

Alihbahasa Hermojo, Jakarta, Penerbit Yayasan Obor Indonesia, 2006

Maters, Mirjam, Dari Perintah Halus ke Tindakan kekerasan, Pers Zaman Kolonial antara kebebasan danPemberangusan 1906-1942, Jakarta, Penerbit Hasta Mitra-Pustaka Utan kayu, 2003

Ricklefs, M.C., Sejarah Indonesia Moderen 1200-2004, Jakarta, Penerbit Serambi, 2008

Sartono Kartodirdjo, Kategori Sejarah pada Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, Jakarta,

Penerbit Gramedia, 1993

Vlekke, Bernard H. M., Nusantara Sejarah Indonesia, Jakarta, Penerbit Gramedia, 2008

Wertheim, W.F, Masyarakat Indonesia Dalam Transisi, Studi Perubahan Sosial. Yogyakarta, Penerbit Tiara

Wacana, 1999

[Z]oo Produkties, “Nederland Indonesia, 1945-1995, Suatu Pertalian Budaya “, Den Haag, 1995

PENERBITAN KHUSUS

Page 18: Iklan Masa Kolonial 1930-1942 — Tinjauan Sosiohistoris

Bedjo Riyanto, Gaya Indies: Gaya Desain Grafis Indonesia Tempo Doeloe, Jurnal NIRMANA, UK Petra,

Vol.7, No. 2, Juli 2005

Gayung Kasuma, S.S, M.Hum, Dari Privacy ke Vulgar: Perilaku Seks di Jawa Awal Abad ke-20.

Makalah disampaikan pada Konferensi Nasional Sejarah VIII pada tanggal 14-17, November 2006 di HotelMillenium, Jakarta.

Sartono Kartodirdjo, Sejak Indische Sampai Indonesia. Jakarta, Kompas. 2005.

Noertjahyo, J.A Sigaret Kretek, Tonggak Bangsa, Kompas edisi Milenium, 18 June 2009

Nota Forum Betawi Blogger: “Cerite Soal Iklan Di Betawi Jaman Duluuu Banget”

Sangkelana, “Djongos Kassie Kartoe Makan!”: Kuliner dalam Pariwisata Kolonial di Jawa Disajikan dalamSeminar Hasil Penelitian Departemen Sejarah FIB UI, Desember 2006

Budi Irwanto, “Jejak Iklan dan Imaji Konsumsi” yang diselenggarakan oleh TeMBI Yogyakarta, Jurusan Ilmu

Komunikasi FISIPOL Universitas Gadjah Mada dan Pusat Studi Perempuan, Media dan Seni “Anjani” ,Universitas Sanata Dharma, Ruang Seminar FISIPOL UGM, Yogyakarta, 4 Juni 2007.

Mesin Waktu Itu Bernama Enamel, Kompas, Jumat, 19 Januari 2007.

Menengok Seni Poster Jan Lavies, Kompas 16 November 2002

Reklame-Reklame ‘Meneer’ Lavies, Tempo, 37/XXXI 11 November 2002

Hannykardinata, Desain grafis dalam sejarah, Napak Tilas Desain Grafis Indonesia, Bulletin Desain, Senin,19 Januari 2009

Perkembangan Ekonomi Dan Demografi Di Indonesia Pada Masa Kolonial – www.idonbiu.com

Page 20: Iklan Masa Kolonial 1930-1942 — Tinjauan Sosiohistoris

Add to Yahoo! Buzz

Tags:

Related Posts

COMMENTS

1. karna (June 24, 2014 )

Jadi, sejak awal desain grafis Indonesia ciri-cirinya telah pun mengikuti trend gaya grafis yang tengah

marak di dunia eropa dan amerika.Lalu, mengapa sekarang ramai yang sibuk meributkan desain grafis gaya ‘Indonesia’, sedangkan gaya

desain itu hanya menunjukkan ciri trend zamannya yang mendunia, bukan representasi dari sebuahlanggam bangsa tertentu ?

2. Gada Bina Usaha (July 3, 2014 )

Terimakasih …keren tulisannya

Add Your Comments

Your Message...

Name

Email

URL (optional)

Add Comments

Notify me of follow-up comments by email.

Notify me of new posts by email.

“DKV adalah salah satu upaya pemecahan masalah komunikasi visual untuk menghasilkan suatu desain yangpaling baru di antara desain yang terbaru” Sumbo Tinarbuko

Page 22: Iklan Masa Kolonial 1930-1942 — Tinjauan Sosiohistoris

Association & CommunityDesigner’s DiarySchool & College

About DGIBibliographyDGI Activities

DGI Bookstore

DGI PressDGI Store

MuseumNews & EventPartner's Profile

Portfolio & InspirationSocial Issue

UPDATES BY

NEWSLETTER

Untuk mendapatkan berita terbaru dari aktivitas DGI silakan memasukkan nama dan alamat emailanda di bawah ini. Jangan lupa untuk melakukan konfirmasi ulang lewat email yang kami kirimkan.

FACEBOOK GROUP

Login using Facebook:view more...

WRITE FOR US

Ingin menjadi kontributor tulisan kami?

Kirim tulisan anda mengenai desain grafis Indonesia, baik itu berupa wacana, pemikiran, ulasan,maupun liputan kegiatan.

Learn More...

SPONSORS

Page 23: Iklan Masa Kolonial 1930-1942 — Tinjauan Sosiohistoris

Advertise Here Advertise Here

COMMENTS

BUKAMATA #1: Apa itu Desain Grafis? Siapa itu Desainer Grafis? | Surianto Rustan: […]Oleh FDGI – Surianto Ruaveira smartoon: Salam, mohon gabung dengan kelir. tHanny Kardinata: Advismu dahsyat, Erie. Ini masih be

Erie Haryanto: Hanny yang memiliki perhatian besarHanny Kardinata: @Koskow: Terima kasih atas masukannVivi Octavia: Sayang acara Yogyakarta Contemporaradhikari: Betul.DGI: Halo Amalia, Buku dijual secara o

koskow: Terimakasih mas Slamet A. Sjukur. Kmarvhint: keren,,, tpi kok krang di update yaAdmin DGi Bookstore: Info per Juli 2014, Buku Nirmana stAmalia: Permisi, apakah bukunya dijual onli

SPONSORS

Advertise Here Advertise Here Advertise Here Advertise Here

ABOUT US

DESAIN GRAFIS INDONESIA or INDONESIAN GRAPHIC DESIGN is a collaborative sitefocused on the History of Graphic Design in Indonesia as an integral part of the international graphicdesign collective heritage.

IGDA adalah wujud penghargaan bermartabat bagi insan Desain Grafis Indonesia atas pencapaian

Page 24: Iklan Masa Kolonial 1930-1942 — Tinjauan Sosiohistoris

kualitas karyanya yang diselenggarakan setiap tahun di Indonesia.

MERCHANDISE

Buy Merchandise...

RECOMMENDED READING

1. Nirmana: Elemen-elemen Seni dan Desain | Sadjiman Ebdi Sanyoto

2. Desain Komunikasi Visual Terpadu | Yongky Safanayong

3. Hurufontipografi | Surianto Rustan

RECOMMENDED SITE

www.underconsideration.comApa kata Dunia Desain Grafis Internasional tentang DGI?

ASSOCIATION & FORUM

© DGI-Indonesia.com | Powered by Wordpress | DGI Logo, DGI's Elements & IGDA Logo by HenricusKusbiantoro | Web's Framing by Danu Widhyatmoko | Developed by Bloggingly

Page 25: Iklan Masa Kolonial 1930-1942 — Tinjauan Sosiohistoris

loading