32
VISI (2008) 16 (3) 645 - 667 STUDI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK BOUNDARY LAYER TURBULEN DI SEKITAR ALUR BUJUR-SANGKAR TUNGGAL PADA PELAT DATAR Antoni R. Malau dan Sutardi ABSTRACT Boundary layer modification of turbulence flow through the horizon flat was carried out by using flash form of single square on smooth flat plate.. The aim of that modification is to measure the influence of single square flash on the boundary layer characteristics, profile of average velocity, skin friction cofficient (CF), and pressure coefficient (CP) in square flash. Experiment study has been conducted on subsonic wind tunnel in Reynolds Number 840 and 1195. Test position is fixed on the mid span of tested materials. The drag force of walls is measured base on the signal in the pressure tube. The signal of pressure showed the gradient of fluid velocity on walls. ---------------- Kata kunci: boundary layer,turbullence flow, square flash, skin friction coefficient, pressure coefficient. Nomenclature Re : Reynolds number terhadap momentum thickness Benda kerja: pelat akrilik transparan L : panjang pelat W : lebar pelat s : jarak pebble strip dengan sisi upstream alur t : tebal pelat b : lebar alur d : tinggi alur p : tekanan statis freestream p o : tekanan stagnasi p : tekanan statis ½ .U 2 : tekanan dinamis C p : koefisien tekanan C f : koefisien gesekan (skin friction) U : kecepatan freestream H : shape factor _____________ ISSN 0853 - 0203 645

IMPLEMENTASI KONTROLER PID PADA MODUL …akademik.uhn.ac.id/portal/public_html/MM/VISI-UHN/2008... · Web viewkarakteristik boundary layer turbulen di sekitar alur bujur-sangkar tunggal

Embed Size (px)

Citation preview

VISI (2008) 16 (3) 645 - 667

STUDI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK BOUNDARY LAYER TURBULEN DI SEKITAR

ALUR BUJUR-SANGKAR TUNGGAL PADA PELAT DATAR

Antoni R. Malau dan Sutardi

ABSTRACT

Boundary layer modification of turbulence flow through the horizon flat was carried out by using flash form of single square on smooth flat plate.. The aim of that modification is to measure the influence of single square flash on the boundary layer characteristics, profile of average velocity, skin friction cofficient (CF), and pressure coefficient (CP) in square flash. Experiment study has been conducted on subsonic wind tunnel in Reynolds Number 840 and 1195. Test position is fixed on the mid span of tested materials. The drag force of walls is measured base on the signal in the pressure tube. The signal of pressure showed the gradient of fluid velocity on walls.----------------Kata kunci: boundary layer,turbullence flow, square flash, skin friction coefficient,

pressure coefficient.

NomenclatureRe : Reynolds number terhadap momentum thicknessBenda kerja: pelat akrilik transparan

L : panjang pelat W : lebar pelat s : jarak pebble strip dengan sisi upstream alur t : tebal pelat b : lebar alur d : tinggi alur

p : tekanan statis freestreampo : tekanan stagnasip : tekanan statis½ .U2 : tekanan dinamisCp : koefisien tekananCf : koefisien gesekan (skin friction)U : kecepatan freestreamH : shape factorU : kecepatan lokal ke arah axial xu+ : dimensionless velocity, u/u*

u* : friction velocity, (w/)1/2

y : arah normal dari pelaty+ : dimensionless distance, y.u*/Greek symbolsw : tegangan geser (wall shear stress) : viskositas fluida

_____________ISSN 0853 - 0203

645

VISI (2008) 16 (3) 645 - 667

: viskositas kinematik, / : fluid density : boundary layer thickness* : displacement thickness : momentum thickness

1. PENDAHULUANModifikasi lapisan batas (boundary layer) aliran sangat menarik untuk

diteliti. Dalam mekanika fluida, hal ini dapat berarti peningkatan performa atau efisiensi mesin, kecepatan, pemakaian bahan bakar yang lebih irit, atau desain suatu sistem agar menghasilkan suatu nilai yang optimum.

Aliran yang melewati permukaan benda akan membentuk boundary layer. Hal ini disebabkan oleh efek viscous yang mengakibatkan timbulnya gaya geser pada kontur permukaan benda. Salah satu cara untuk memodifikasi lapisan batas (boundary layer) turbulen adalah dengan melewatkan fluida di atas permukaan pelat datar dengan kekasaran permukaan.

Kekasaran tipe d yaitu suatu permukaan yang dimodifikasi dengan alur bujursangkar yang tegak lurus arah aliran [Tani, 1987], memiliki kemungkinan bahwa boundary layer dalam kondisi “self preserving” [Rotta, 1962]. Jika alur bujursangkar secara optimal diletakkan, dapat mengakibatkan reduksi pada gesekan kulit turbulen secara keseluruhan [Tani et. al. 1988].

Boundary layer aliran turbulen yang terjadi pada pelat datar beralur akan berbeda jika dibandingkan dengan boundary layer pada pelat datar (smooth flat plate). Adanya alur menyebabkan berkurangnya energi yang dibutuhkan aliran untuk melewati permukaan akibat hilangnya gaya geser pada permukaan beralur. Hasilnya adalah suatu pengurangan gesekan dinding lokal. Di dalam alur bujursangkar akan timbul vortex stabil yang akan menyusun kembali struktur aliran turbulen di dekat permukaan alur. Hal inilah yang akan menyebabkan perubahan terhadap mean velocity dan koefisien drag disekitar alur dibandingkan dengan pelat datar tanpa alur.

Pearson et. al. [1995] meneliti pengaruh square groove terhadap boundary layer di dalam water tunnel. Penelitian Pearson menunjukkan bahwa persis setelah alur terjadi peningkatan (overshoot) Cf/Cfo (perbandingan koefisien skin friction dengan dan tanpa alur). Kemudian terjadi undershoot harga Cf /Cfo, dan selanjutnya harga Cf /Cfo relaksasi sepanjang jarak x/δo (perbandingan jarak dengan tinggi boundary layer pada jarak tertentu). Pearson et. al. hanya membahas karakteristik boundary layer setelah alur, tidak mengamati distribusi koefisien tekanan di dalam alur dan tidak mengamati kenaikan atau penurunan total skin friction

Choi dan Fujisawa [1993] melakukan penelitian kemungkinan pengurangan drag menggunakan d- type roughness di dalam wind tunnel dengan kecepatan rendah 7 m/s. Hasil menunjukkan bahwa Cf (koefisien skin friction) setelah alur yang menurun sepanjang jarak x/d (perbandingan jarak dengan kedalaman alur). Total reduksi skin friction yang dihasilkan sekitar satu persen, namun tidak mengamati overshoot dan undershoot sebesar yang terjadi pada penelitian Pearson

_____________ISSN 0853 - 0203

646

VISI (2008) 16 (3) 645 - 667

et. al. [1995]. Penelitian ini mengamati distribusi koefisien tekanan di dalam alur yang memperlihatkan adanya aliran vortex stabil di dalam alur.

Dari visualisasi, efek dari alur untuk sementara akan menunda produksi vortex ke arah streamwise [Pearson et. al., 1995]. Selanjutnya dalam proses ejection aliran terdapat quasi streamwise vortices yang merupakan gerakan melingkar yang mengalir searah dengan aliran [Elavarasan et. al., 1996]. Gerakan melingkar yang bergerak inilah yang berpotensi untuk terjadinya pertukaran momentum, dan hasilnya adalah suatu pengurangan gesekan dinding lokal dalam bentuk koefisien friksi di daerah setelah alur.

Kontradiksi mengenai harga skin friction yang terjadi antara penelitian Pearson et. al. [1995] dan penelitian Choi dan Fujisawa [1993], juga tidak dianalisanya distribusi tekanan di dalam alur oleh Pearson et. al. [1995] menjadi dasar penelitian ini.

Studi eksperimen pada paper ini menggunakan wind tunnel. Modifikasi pelat datar berupa pemberian alur bujur sangkar tunggal (single square groove) geometri tertentu dengan posisi yang melintang arah freestream fluida. Tujuan studi adalah untuk mengetahui secara kuantitatif dan kualitatif pengaruh alur bujur sangkar pada pelat datar dengan variasi harga Reynold number. Secara kuantitatif yaitu perubahan profil kecepatan, perubahan tegangan geser dinding, karakteristik boundary layer disekitar alur, dan distribusi tekanan di dalam alur. Sedangkan secara kualitatif adalah visualisasi aliran di sekitar pelat beralur termasuk struktur aliran di dalam alur. Variasi harga Reynold number yang diberikan terkait dengan harga kecepatan freestream yaitu 12 m/s dan 17 m/s.

2. DASAR TEORI

2.1. Konsep Lapis Batas (Boundary Layer)Boundary layer merupakan lapisan tipis yang terbentuk akibat fluida yang

mengalir di atas permukaan padat (gambar 2.1). Lapisan ini memiliki pengaruh viskositas yang relatif besar sehingga profil kecepatan di dalam boundary layer menjadi tidak uniform. Pengaruh viskositas di luar boundary layer sangat kecil sehingga dapat diasumsikan sebagai inviscid flow.

Gambar 2.1 Aliran fluida viscous di sepanjang pelat datar [Fox and McDonald, 1994].Distribusi kecepatan ke arah vertikal dalam boundary layer semakin besar

hingga akhirnya mencapai harga 0,99 kecepatan freestream U.. Daerah laminar dimulai pada leading edge dan terus berkembang ke arah kontur. Daerah transisi merupakan daerah dimana aliran berubah dari laminar hingga menjadi aliran turbulen sempurna.

_____________ISSN 0853 - 0203

647

VISI (2008) 16 (3) 645 - 667

2.2. Karakteristik Boundary LayerDisturbance thickness () disebut juga sebagai ketebalan lapis batas

(boundary layer thickness) didefinisikan sebagai jarak normal yang diukur dari permukaan benda padat hingga suatu titik dimana kecepatan aliran adalah 0.99 kali kecepatan freestream. Profil kecepatan berkembang monotonik naik secara halus dan asimptotik terhadap kecepatan freestream. Oleh karenanya, ketebalan lapis batas sukar diukur.

Gaya-gaya viscous dalam lapis batas mengakibatkan aliran terhambat sehingga laju alir massa akibat adanya lapis batas lebih sedikit daripada laju alir massa tanpa adanya lapis batas. Konsep displacement thickness adalah jarak dimana profil kecepatan pada aliran viscous harus dipindahkan secara imajiner sejauh * dalam aliran non viscous sehingga keduanya menghasilkan laju alir massa yang setara dan dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:

.......................... [1]

Sifat gaya-gaya viscous yang menghambat aliran dalam lapis batas juga mengakibatkan pengurangan fluks momentum jika dibandingkan dengan aliran inviscid. Momentum thickness () didefinisikan sebagai ketebalan dari suatu lapisan fluida dengan kecepatan U dimana fluks momentumnya sama dengan pengurangan fluks momentum melalui lapis batas dan dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:

.......................... [2]

Shape factor (H) adalah perbandingan antara displacement thickness (*) dengan momentum thickness () dan dinyatakan dengan persamaan berikut:

.......................... [3]

Aliran turbulen pada pelat datar memiliki profil kecepatan yang diasumsikan sebagai:

.......................... [4]

dengan harga exponen - n = 7. Pada gradien tekanan nol yaitu pelat datar, harga ketebalan lapis batas (Fox and McDonald, 1994) adalah:

= 0,382 ......................... [5]

2.3. Koefisien DragGaya hambat aliran yang melalui permukaan dapat berupa skin friction

drag, FDf, yaitu gaya hambat yang menyinggung permukaan secara tangensial sebagai akibat adanya viskositas dan berupa pressure drag, FDp, yaitu gaya hambat yang tegak lurus terhadap permukaan benda yang timbul karena adanya tekanan

_____________ISSN 0853 - 0203

648

VISI (2008) 16 (3) 645 - 667

fluida. Resultan gaya hambat ini disebut sebagai profile drag, FD. Gaya hambat sering diekspresikan dalam bilangan tak berdimensi yaitu koefisien drag (CD) yaitu:

CD = ......................... [6]

Distribusi tekanan yang terjadi pada kontur benda juga dinyatakan dalam bilangan tak berdimensi yang disebut koefisien tekanan, Cp.

Cp = ......................... [7]

2.4. Besaran-besaran TurbulenBesaran-besaran turbulen seperti u+ dan y+ merupakan normalisasi dalam

bentuk bilangan tidak berdimensi. Profil kecepatan u+ merupakan bentuk normalisasi dari kecepatan u.

......................... [8]

Normalisasi dari ketinggian y dalam bentuk bilangan tanpa dimensi y+

dinyatakan dengan:

......................... [9]

2.5. Tegangan Geser pada DindingTegangan geser di dalam aliran boundary layer memiliki peranan besar

terhadap total drag force. Beberapa metode telah dikenalkan untuk pendekatan harga tegangan geser. Pendekatan harga tegangan geser (Fox and McDonald, 1994) dalam bentuk koefisien skin friction pada pelat datar (smooth flat plate) telah dihitung dari harga Reynolds number berdasarkan jarak pada pelat (Rex) yaitu:

......................... [10]

Metode Clauser ChartMetode Clauser Chart menggunakan pendekatan harga profil kecepatan

rata-rata pada over lap region grafik semi logaritmik u+ = f (y+). Daerah over lap akan memperlihatkan distribusi profil kecepatan rata-rata (mean velocity profile) yang linier. Bentuk tipikal dari Clauser Chart plot yaitu:

u+ = (1/k) . ln y+ + B ......................... [11]dimana k = 0,41 (konstanta Karman) dan B = 4,9 (Ari, 2005), sehingga diperoleh pendekatan harga kecepatan friksi, u*, yang akan digunakan untuk menentukan harga tegangan geser yang terjadi pada dinding. Dengan harga tegangan geser tersebut dapat ditentukan harga koefisien skin friction (Cf).

_____________ISSN 0853 - 0203

649

VISI (2008) 16 (3) 645 - 667

Metode Momentum Defficiency ThicknessMetode ini menggunakan power law untuk pendekatan profil kecepatan

pada over lap region. Profil kecepatan sepanjang pelat datar di plot ke dalam

bentuk grafik = f . Bentuk tipikal persamaan garis power law adalah:

= ......................... [12]

Harga n didekati pada over lap region, yang akan digunakan untuk mendapatkan momentum thickness yang terjadi. Distribusi momentum thickness digunakan untuk memperkirakan harga tegangan geser yang terjadi.

Metode Preston TubeMetode Preston tube (Ari, 2005) digunakan untuk mengestimasi harga

tegangan geser. Persamaan tanpa dimensi yang diberikan oleh Preston adalah:

2

2

2

2

wd

Fdp ......................... [13]

dimana Δp adalah perbedaan antara total pressure pada dinding dengan static pressure.

Bechert (1995) memberikan persamaan kalibrasi Preston tube secara umum yaitu:

τ+ = [28.44(Δp+)2 + 6.61.10-6(Δp+)3.5]1/4 .......... [14]

dimana τ+ = dan Δp+ = .

3. DETAIL EKSPERIMENStudi eksperimen telah dilakukan di laboratorium Mekanika Fluida Jurusan

Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)-Surabaya.Benda uji pada penelitian ini berupa pelat datar akrilik yang diberi

pengganggu berupa alur bujursangkar tunggal (single square groove). Pada leading edge pelat datar diberikan pebble strip yang berfungsi agar aliran yang diamati sepenuhnya turbulen. Spesifikasi benda uji seperti yang diperlihatkan pada gambar 3.1 adalah:

- Panjang pelat (L)- Lebar pelat (W)- Jarak pebble strip dengan sisi upstream alur (s)- Tebal pelat (t)- Lebar alur (b)- Kedalaman alur (d)

: 650 mm: 303 mm

: 215 mm: 20 mm: 10 mm: 10 mm

_____________ISSN 0853 - 0203

650

VISI (2008) 16 (3) 645 - 667

Gambar 3.1. Benda Uji PenelitianFokus penelitian adalah pada bagian tengah (mid span) benda uji.

Penempatan benda uji dan alat ukur total pressure beserta mikrometer (gambar 3.2) pada daerah pengujian (test section) terowongan angin diperlihatkan oleh gambar 3.3. Spesifikasi wind tunnel yang digunakan adalah jenis Subsonic Open Circuit Wind tunnel, memiliki dimensi total 2980 x 1830 x 800 mm, test section 305 mm (ortogonal) x 450 mm, kecepatan udara maksimum ~ 20 m/s, dan catu daya listrik yang digunakan 240 volt/single phase/50 Hz-1.5 KW. Untuk visualisasi aliran, wind tunnel digunakan dengan menambah smoke generator sebagai pembangkit asap.

Gambar 3.2. Total Pressure Tube

_____________ISSN 0853 - 0203

651

VISI (2008) 16 (3) 645 - 667

Gambar 3.3. Skema test section pada wind tunnel

Pengukuran kecepatan di atas pelat dilakukan dengan menghubungkan total pressure tube ke inclined manometer. Spesifikasi manometer adalah 30o

inclined angle, range scale level 1 mm hingga 150 mm, dan fluida pengisi red oil (SG = 0,887). Sedangkan, total pressure tube yang digunakan pada penelitian ini memiliki diameter luar tube sebesar 0,7 mm.

Data yang diperoleh berupa data tekanan stagnasi sehingga akan didapatkan profil kecepatan yang terjadi di atas pelat datar. Titik pengukuran yang diambil ke arah horizontal setiap jarak 2 mm adalah empat titik sebelum alur, empat titik di atas alur, dan lima titik setelah alur. Titik pengukuran ke arah vertikal alur dimulai pada 0,35 mm dari permukaan pelat (tube /2 = 0,35 mm) hingga mencapai kecepatan 0.99 freestream. Posisi pengukuran profil kecepatan seperti ditunjukkan pada gambar 3.4. Ditentukan titik x/d = 0 adalah pada downstream alur.

Pengukuran tekanan statis dilakukan dengan menempatkan pressure tap pada dinding alur, yang dihubungkan dengan inclined manometer. Ada sembilan pressure tap pada permukaan sisi upstream alur, lima pressure tap di dasar alur dan sembilan pressure tap pada permukaan sisi downstream alur, dengan posisi menyilang agar penyebaran data tekanan yang diperoleh lebih banyak (lihat gambar 3.1).

_____________ISSN 0853 - 0203

652

VISI (2008) 16 (3) 645 - 667

Gambar 3.4. Posisi pengukuran tekanan stagnasi

Visualisasi dilakukan dengan mengalirkan asap di atas pelat datar beralur. Agar diperoleh hasil visualisasi yang baik, asap dialirkan dari smoke generator melalui slot kecil pada sisi upstream alur dengan kecepatan rendah yang konstan (0,5 m/s). Pengamatan bentuk dan pola aliran yang terjadi akibat pengaruh alur, baik aliran berputar di dalam alur maupun aliran near-wall direkam dengan menggunakan high speed camera (gambar 3.5) yang mampu merekam gambar sebanyak 8000 gambar setiap detik.

Gambar 3.5. High Speed Camera

4. ANALISA HASIL EKSPERIMEN

4.1. Distribusi Harga Koefisien Skin Triction pada Pelat DasarVariasi Reynolds number berdasarkan momentum thickness, yaitu Reθ =

840 dan Reθ = 1195. Profil kecepatan rata-rata digunakan untuk memperoleh harga tegangan geser pada permukaan pelat datar. Pendekatan harga tegangan geser dilakukan berdasarkan distribusi harga koefisien skin friction (Cf) menggunakan metode Clauser chart, metode momentum deficiency thickness dan metode Preston tube. Metode dengan penyimpangan terkecil dari perbandingan dengan persamaan [10] dianggap memiliki keakuratan terbaik dalam menentukan harga tegangan geser.

Pendekatan hasil Cf total yang diperoleh dari pelat datar tanpa alur diringkas di dalam tabel 1 dan 2. Hasil Cftotal dengan metode Clauser chart mempunyai penyimpangan yang paling kecil dari metode lainnya. Penyimpangan tersebut yaitu sebesar 3,6 % pada Reθ = 840 dan 6,3 % pada Reθ = 1195. Hal ini menunjukkan bahwa alat ukur total pressure tube pada penelitian ini memiliki keakuratan

_____________ISSN 0853 - 0203

653

VISI (2008) 16 (3) 645 - 667

pendekatan harga koefisien skin friction terbaik dengan metode Clauser chart, sehingga analisa selanjutnya pada penelitian ini berdasarkan metode Clauser chart.

Tabel 1. Perbandingan Cf tot pada pelat datar tanpa alur bujursangkar

Metode yang digunakan

Reθ = 840 Reθ = 1195

Hasil Cf tot

Penyim-

pangan (%)

Hasil Cf tot

Penyim-

pangan (%)

Clauser chart

0,012079 3,60 0,0110

55 6,31

momentum defficiency thickness

0,036478 191,13 0,0236

95 100,80

Preston tube

0,013745 9,70 0,0130

25 10,38

Persamaan [10]

0,012529 0,00 0,0117

99 0,00

Tabel 2. Perbandingan Cf tot pada pelat datar dengan alur bujursangkar

Metode yang digunakan

Hasil Cf tot

Reθ = 840 Reθ = 1195

Clauser chart 0,003429 0,003097momentum defficiency thickness

0,067482 0,012363

Preston tube 0,003033 0,003249

0.0030

0.0035

0.0040

0.0045

0.0050

0.0055

0.0060

0.0065

0.0070

-2.0 -1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0

x/d

Cf

(a)

_____________ISSN 0853 - 0203

654

VISI (2008) 16 (3) 645 - 667

0.0030

0.0035

0.0040

0.0045

0.0050

0.0055

0.0060

0.0065

0.0070

-2.0 -1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0x/d

Cf

(b)

Gambar 4.1 Distribusi koefisen skin friction (Cf) pada pelat datar dengan metode Clauser chart. (a) Reθ = 840, (b) Reθ = 1195. ( = smooth wall, O = square groove).

Gambar 4.1 menunjukkan bahwa pada Reθ = 840 terjadi peningkatan harga Cf tepat pada sisi downstream alur (x/d = 0) sebesar 1,86 % dibandingkan harga Cfo

(pada pelat datar tanpa alur). Peningkatan ini diakibatkan terjadinya favourable pressure gradient yang terjadi pada dinding dowstream alur terutama daerah dekat bibir alur. Peningkatan harga Cf pada penelitian sekarang ini tidak sebesar peningkatan Cf pada penelitian Pearson dkk (1995) yaitu sekitar 200 % untuk Reθ = 1320.

Namun, pada Reθ = 1195 memperlihatkan fenomena yang berbeda yaitu terjadi penurunan harga Cf sebesar 4 % pada x/d = 0 dibandingkan harga Cfo. Penelitian Choi dan Fujisawa (1993) juga menunjukkan penurunan Cf dibanding Cfo. Perbedaan yang terjadi dalam pendekatan harga Cf di x/d = 0 pada kedua Reynolds number Reθ = 840 dan Reθ = 1195 disebabkan pengukuran menghasilkan ketidakpastian yang besar akibat kurang akuratnya pengukuran yang dihasilkan oleh alat ukur.

Penurunan harga Cf yang cukup besar terjadi tepat pada sisi upstream alur (x = -1), baik pada Reθ = 840 maupun pada Reθ = 1195 bila dibandingkan tepat pada sisi downstream alur (x = 0). Besar penurunan Cf tersebut adalah 6,2 % pada Reθ = 840 dan 6,4 % pada Reθ = 1195. Boundary layer yang terjadi pada pelat datar terganggu dengan adanya alur bujursangkar sehingga tidak berkembang menurut pertambahan jarak x/d, kemudian setelah alur boundary layer mulai berkembang kembali.

4.2. Profil Kecepatan Rata-rataProfil kecepatan rata-rata pada pelat datar diplot dalam bentuk semi

logaritmik, u+ = f (log y+). Profil kecepatan (gambar 4.2) untuk setiap harga Reynolds number mulai x/d = -1,6 hingga x/d = 0,8 cenderung memiliki pola yang sama dan tidak banyak perubahan pada pelat datar tanpa alur. Pada pelat datar dengan alur untuk Reθ = 840 terjadi pergeseran kecepatan pada x/d = -1,0 hingga jarak x/d sesudahnya, namun pada Reθ = 1195 terdapat pergeseran profil kecepatan

_____________ISSN 0853 - 0203

655

VISI (2008) 16 (3) 645 - 667

rata-rata yang sangat besar hanya pada jarak x/d = -1,0. Pergeseran tersebut untuk Reθ = 840 memperlihatkan bahwa alur sudah mulai mempengaruhi profil kecepatan rata-rata pada upstream alur, sedangkan pada Reθ = 1195 alur tidak banyak berpengaruh pada pergeseran profil kecepatan rata-rata sepanjang jarak x/d dikarenakan harga Reynolds number yang semakin besar.

Daerah di atas alur tidak memiliki dinding alur. Tidak adanya dinding alur ini menyebabkan tegangan geser yang terjadi pada dindingnya tidak diperoleh. Dari profil kecepatan yang terjadi di atas alur bujursangkar pada Reθ = 840 dapat diilustrasikan fenomena yang terjadi pada profil kecepatan di atas alur bujursangkar pada gambar 4.3. Namun, pada Reθ = 1195 penelitian ini diperoleh ketidak-stabilan kecepatan yang terjadi tepat di atas alur. Pada Reθ = 1195, kecepatan terukur tepat di atas alur (y = 0) lebih besar dan lebih kecil pada titik-titik pengukurannya dibandingkan dengan kecepatan di permukaan padatnya. Hal ini menghasilkan ketidakpastian pengukuran akibat kurang akuratnya pengukuran yang dihasilkan alat ukur dalam mengukur kecepatan tepat di atas alur pada Reynolds number yang lebih besar.

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

55

60

65

70

75

80

85

90

10 100 1000 10000y+

u+

SQGSW

x/d = 0,8

x/d = 0,6

x/d = 0,4

x/d = 0,2

x/d = 0,0

x/d = -0,2

x/d = -0,4

x/d = -0,6

x/d = -0,8

x/d = -1,0

x/d = -1,2

x/d = -1,4

x/d = -1,6

(a)

_____________ISSN 0853 - 0203

656

VISI (2008) 16 (3) 645 - 667

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

55

60

65

70

75

80

85

90

10 100 1000 10000y+

u+

SQG

SW

(b)

x/d = 0,8

x/d = 0,6

x/d = 0,4

x/d = 0,2

x/d = 0,0

x/d = -0,2

x/d = -0,4

x/d = -0,6

x/d = -0,8

x/d = -1,0

x/d = -1,2

x/d = -1,4

x/d = -1,6

Gambar 4.2 Distribusi kecepatan rata-rata pada jarak x/d.(a) Reθ = 840 (b) Reθ = 1195. (SW = smooth wall, SQG = square groove). Setiap kenaikan x/d, u+

ditambahkan dengan 5 agar terlihat perbedaannya.

Gambar 4.3 Ilustrasi fenomena profil kecepatan di sekitar alur bujursangkar.

4.3. Distribusi Momentum Thickness (θ)Distribusi momentum thickness (θ) pada pelat datar tanpa alur dan pelat

datar dengan alur pada Reθ = 840 dan Reθ = 1195 ditunjukkan gambar 4.4. Pada pelat datar tanpa alur θ memiliki kecenderungan berkembang seiring dengan pertambahan jarak x/d. Besar θ pada pelat datar tanpa alur cenderung sama untuk Reθ = 840 dan Reθ = 1195. Hal ini menunjukkan bahwa variasi Reynolds number tidak berpengaruh besar terhadap kecenderungan harga θ pada pelat datar tanpa alur. Namun, pada pelat datar dengan alur terlihat perbedaan antara daerah upstream alur dan downstream alur. Momentum thickness (θ) pada Reθ = 840 dan Reθ = 1195 sudah berkembang mulai dari ujung pelat datar dan berkembang terus

_____________ISSN 0853 - 0203

657

VISI (2008) 16 (3) 645 - 667

hingga kemudian terganggu oleh adanya alur. Setelah adanya alur, θ mengalami penurunan dibanding sisi upstream alur dan selanjutnya berkembang kembali. Hal ini disebabkan alur memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan disturbance thickness (δ).

Disturbance thickness (δ) yang terjadi akibat alur akan lebih berkembang dibanding pelat datar tanpa alur, dan setelah alur mengalami penurunan dan akan berkembang kembali. Hal ini terjadi karena terjadi perubahan profil kecepatan, dimana pada pelat datar tanpa alur boundary layer akan berkembang terus seiring pertambahan jarak x/d. Akibat δ yang mengalami penurunan dan mulai berkembang kembali setelah adanya alur menyebabkan harga θ yang terjadi akan menurun dan meningkat kembali setelah alur.

Pada daerah di atas alur tidak dapat ditentukan posisi titik dimana harga kecepatansnya sama dengan nol, posisi-nya tidak lagi pada y = 0 namun berada di bawah titik y = 0, sehingga harga disturbance thickness (δ) yang terjadi tidak dapat ditentukan. Hal ini menyebabkan harga momentum thickness (θ) yang terjadi tepat di atas alur tidak dapat ditentukan.

0.0

0.3

0.5

0.8

1.0

1.3

1.5

1.8

2.0

2.3

2.5

-2.0 -1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0

x/d

mom

entu

m th

ickn

ess

(θ)

Gambar 4.4 Distribusi momentum thickness (θ) pada pelat datar. (O = smooth wall Reθ = 840, = square groove Reθ = 840, = smooth wall Reθ = 1195, = square groove Reθ = 1195)

4.4. Distribusi Displacement Thickness (δ*) Distribusi displacement thickness (δ*) diperlihatkan pada gambar 4.5.

Variasi dua harga Reynolds number pada pelat datar tanpa alur menghasilkan harga δ* yang cenderung mengalami kenaikan sepanjang jarak x/d. Kenaikan δ* sepanjang jarak x/d ini disebabkan disturbance thickness (δ) dari boundary layer sepanjang jarak x/d di atas pelat datar tanpa alur cenderung berkembang terus tanpa mengalami gangguan.

_____________ISSN 0853 - 0203

658

VISI (2008) 16 (3) 645 - 667

0.0

0.3

0.5

0.8

1.0

1.3

1.5

1.8

2.0

2.3

2.5

-2.0 -1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0

x/d

disp

lace

men

t thi

ckne

ss (δ

*)

Gambar 4.5 Distribusi displacement thickness (δ*) pada pelat datar. (O = smooth wall Reθ

= 840, = square groove Reθ = 840, = smooth wall Reθ = 1195, = square groove Reθ = 1195)

Pada pelat datar dengan alur bujursangkar menghasilkan harga δ* yang berkembang terus hingga kemudian terganggu oleh adanya alur bujursangkar. Harga δ* tiba-tiba menurun pada daerah setelah alur, kemudian berkembang kembali. Perbedaan harga δ* yang terjadi dibandingkan dengan pelat datar tanpa alur, disebabkan pada pelat datar tanpa alur disturbance thickness (δ)-nya sudah berkembang sejak dari ujung pelat datar. Namun pada pelat datar dengan alur, δ terganggu oleh adanya alur sehingga δ pada downstream alur terbentuk kembali dan memiliki harga yang lebih kecil dibandingkan pada sisi upstream.

4.5. Shape Factor (H)Intensitas turbulensi dapat diperkirakan dari harga shape factor (H) yang

terjadi. Harga H yang semakin kecil menunjukkan terjadi peningkatan intensitas turbulensi, dan sebaliknya harga H yang semakin besar menunjukkan terjadi penurunan intensitas turbulensi.

Distribusi H (lihat gambar 4.6) sepanjang jarak x/d pelat datar tanpa alur memiliki nilai yang relatif konstan pada setiap harga Reynolds number (Reθ = 840 dan Reθ = 1195). Indikasi harga H yang relatif konstan mulai dari x/d = -1,6 hingga x/d = 0,8 menunjukkan bahwa intensitas turbulensi sepanjang pelat datar juga relatif konstan. Nilai yang relatif konstan ini disebabkan oleh peningkatan displacement thickness (δ*) yang sebanding dengan peningkatan momentum thickness (θ).

Distribusi harga H untuk setiap harga Reynolds number sepanjang jarak x/d pelat datar dengan alur bujursangkar, baik pada daerah sebelum alur maupun pada daerah setelah alur juga memperlihatkan nilai yang relatif konstan. Nilai H yang relatif konstan memperlihatkan bahwa pemberian alur bujursangkar dengan dimensi yang digunakan pada penelitian ini tidak memberikan pengaruh yang relatif besar untuk perubahan intensitas turbulensi. Hal ini disebabkan peningkatan δ* yang sebanding dengan peningkatan θ.

_____________ISSN 0853 - 0203

659

VISI (2008) 16 (3) 645 - 667

Harga Reynolds number yang berbeda menghasilkan distribusi H relatif sama sepanjang jarak x/d baik pada pelat tanpa alur maupun pada pelat dengan alur. Hal ini menunjukkan bahwa variasi yang dilakukan terhadap harga Reynolds number tidak besar pengaruhnya terhadap distribusi H yang terjadi.

0.7

0.9

1.1

1.3

1.5

1.7

1.9

2.1

-2.0 -1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0x/d

H

Gambar 4.6 Distribusi Shape Factor (H) pada pelat datar. (O = smooth wall Reθ = 840, = square groove Reθ = 840, = smooth wall Reθ = 1195, = square groove Reθ = 1195)

4.6. Distribusi Koefisien Tekanan (Cp )Untuk kedua harga Reynolds number, terlihat pada gambar 4.7 harga Cp

yang besar bernilai positip pada daerah bibir alur downstream. Harga Cp pada titik ini yaitu sebesar 0,098 untuk Reθ = 840 dan 0,196 untuk Reθ = 1195, kemudian menurun di pertengahan permukaan downstream dan semakin mendekati dasar alur harga koefisien tekanan akan meningkat kembali.

Pada permukaan sisi upstream untuk kedua harga Reynolds number memiliki koefisien tekanan (Cp) terukur yang cenderung mendekati harga nol. Namun, pada Reθ = 840 terdapat peningkatan harga Cp antara y/d = -0,30 dan y/d = -0,475. Hasil ini diperkirakan memiliki nilai ketidakpastian yang dihasilkan dari alat ukur tekanan pada rentang x/d tersebut.

Pada dasar alur, distribusi Cp yang terukur sepanjang x/d terlihat pada gambar 4.7c. Koefisien tekanan (Cp) bernilai positip besar berharga 0,19 untuk Reθ

= 840 dan berharga 0,098 untuk Reθ = 1195 pada daerah mendekati permukaan upstream alur, kemudian berharga negatif pada pertengahan dasar alur, selanjutnya meningkat dan mendekati harga nol pada daerah dekat permukaan downstream.

Distribusi koefisien tekanan (Cp) sepanjang permukaan alur penelitian ini memberikan pengaruh yang cukup besar pada peningkatan harga koefisien drag (CD) di sekitar alur, terutama pada harga koefisien pressure drag yang terjadi di dalam alur bujursangkar. Pada setiap harga Reynolds number, menghasilkan harga koefisien pressure drag pada permukaan alur sisi downstream lebih besar dibandingkan pada permukaan alur sisi upstream. Koefisien pressure drag pada permukaan alur sisi downstream ini bernilai 0,0439 untuk Reθ = 840 dan 0,0575

_____________ISSN 0853 - 0203

660

VISI (2008) 16 (3) 645 - 667

untuk Reθ = 1195. Sedangkan koefisien pressure drag pada permukaan alur sisi upstream bernilai 0,0197 untuk Reθ = 840 dan 0,0110 untuk Reθ = 1195.

-0.4

-0.3

-0.2

-0.1

0.0

0.1

0.2

0.3

0.4

-1.0-0.9-0.8-0.7-0.6-0.5-0.4-0.3-0.2-0.10.0

y/d

Cp

upstream

dow nstream

(a)

-0.4

-0.3

-0.2

-0.1

0.0

0.1

0.2

0.3

0.4

-1.0-0.9-0.8-0.7-0.6-0.5-0.4-0.3-0.2-0.10.0

y/d

Cp

upstream

dow nstream

(b)

-0.4

-0.3

-0.2

-0.1

0.0

0.1

0.2

0.3

0.4

-1.0 -0.9 -0.8 -0.7 -0.6 -0.5 -0.4 -0.3 -0.2 -0.1 0.0

x/d

Cp

dasar Re = 840dasar Re = 1195

(c)

Gambar 4.7. Distribusi koefisien tekanan (Cp) di dalam alur. (a) Reθ = 840, (b) Reθ = 1195, (c) pada dasar alur.

_____________ISSN 0853 - 0203

661

VISI (2008) 16 (3) 645 - 667

4.7. Koefisien Drag (CD) pada Pelat DatarTabel 3 menunjukkan perbedaan harga-harga CD di sekitar posisi alur yang

terjadi pada pelat datar tanpa alur dan pelat datar dengan alur. Untuk Reθ yang kecil adanya alur menyebabkan kenaikan CD pada daerah sekitar alur sebesar ~130 %, sedangkan pada Reθ yang besar adanya alur menyebabkan kenaikan CD disekitar alur sebesar ~350 %.

Kontribusi peningkatan CD berasal dari besarnya harga pressure drag yang dihasilkan di dalam alur dibandingkan friction drag yang hilang akibat tidak adanya dinding permukaan. Pressure drag dari distribusi tekanan di dalam alur ini bernilai 0,0242 pada Reθ = 840 dan 0,0465 pada Reθ = 1195.Tabel 3. Koefisien drag total (CD)

No. Pelat datar Reynolds number (Reθ)

(CD)

1. tanpa alur 840 0,01202. dengan alur 840 0,02763. tanpa alur 1195 0,01104. dengan alur 1195 0,0496

4.8. Visualisasi AliranVisualisasi fenomena aliran di dalam alur direkam dengan kecepatan

pengambilan gambar 125 frame/detik dalam durasi sekitar 4 detik, dengan jumlah frame yang dihasilkan 511 frame (lihat gambar 4.8 dan 4.9). Dapat dilihat adanya siklus aliran yang terjadi secara terus-menerus. Siklus aliran yang terjadi memperlihatkan adanya aliran berputar yang quasi stabil di dalam alur. Siklus yang terjadi pada downstream edge alur ini secara berurutan adalah aliran masuk ke dalam alur (inflow), aliran tenang, aliran keluar dari dalam alur (ejection), aliran tenang, kemudian aliran masuk kembali ke dalam alur. Bentuk parameter tidak berdimensi dari waktu ejection rata-rata dinyatakan dengan perumusan:

t+ = .......................... [15]

dan frekuensi dalam bentuk parameter tidak berdimensi dinyatakan dengan:f+ = (t+) -1 .......................... [16]

Waktu rata-rata untuk satu siklus yang diperoleh dari hasil visualisasi adalah 0,201 detik dari 20 kali ejection dalam satu kali rekaman high speed camera. Bentuk parameter tidak berdimensinya memiliki harga t+ = 17,4 dan harga f+ = 0,057. Harga t+ penelitian Ari Susanto (2005) t+ = 12,32 lebih kecil dibandingkan dengan yang dihasilkan pada penelitian ini. Hal ini menunjukkan bahwa geometri alur bujursangkar memiliki kemampuan lebih lama untuk menahan fluida tetap berada di dalam alur dibandingkan dengan alur V.

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

_____________ISSN 0853 - 0203

662

VISI (2008) 16 (3) 645 - 667

Kesimpulan berdasarkan analisa dalam Tugas Akhir ini adalah:1. Alur bujursangkar dengan tinggi 10 mm dan lebar 10 mm pada pelat datar

mengakibatkan perkembangan karakteristik boundary layer turbulen terganggu. Karekteristik ini meliputi perubahan momentum thickness, disturbance thickness serta displacement thickness yang terjadi setelah alur.

2. Metode Clauser chart merupakan metode paling akurat untuk menghitung tegangan geser pada dinding yang digunakan dalam analisa penelitian ini. Pendekatan hasil Cf total memiliki penyimpangan terkecil sebesar 3,6 % pada Reθ = 840 dan 6,3 % pada Reθ = 1195 dibandingkan dengan persamaan [10].

3. Pressure drag memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap peningkatan koefisien drag (CD) di sekitar alur. Pressure drag yang diperkirakan dari distribusi tekanan di dalam alur ini bernilai 0,0242 pada Reθ = 840 dan 0,0465 pada Reθ = 1195. Peningkatan CD adalah sebesar ~130 % pada Reθ = 840 dan ~350 % pada Reθ = 1195.

4. Distribusi harga shape factor (H) sepanjang jarak x/d pada kedua harga Reynolds number yang relatif tetap menunjukkan harga turbulent intensity yang relatif tetap antara pelat datar dengan alur bujursangkar dan pelat datar tanpa alur.

5. Pada pelat datar tanpa alur untuk setiap harga Reynolds number, profil kecepatan yang terjadi mulai x/d = -1,6 hingga x/d = 0,8 cenderung memiliki pola yang sama. Pergeseran profil kecepatan terjadi pada Reθ = 840 di atas alur bujursangkar tunggal mulai x/d = -1,0 hingga jarak x/d sesudahnya. Sedangkan, pada Reθ = 1195 terjadi pergeseran profil kecepatan rata-rata hanya pada jarak x/d = -1,0.

6. Siklus pada downstream edge alur secara berurutan adalah aliran masuk ke dalam alur (inflow), aliran tenang, aliran keluar dari dalam alur (ejection), aliran tenang, kemudian inflow kembali. Geometri alur bujursangkar memiliki kemampuan lebih lama menahan fluida untuk tetap di dalam alur dibandingkan dengan geometri alur V.

5.2. DiskusiAlat ukur total pressure yang digunakan dalam penelitian ini masih

memiliki ketidak-pastian (uncertainty) dalam penentuan koefisien friksi. Adanya daerah laminar sublayer di dalam boundary layer turbulen yang memiliki ketebalan yang sangat tipis masih belum terdeteksi oleh total pressure, mengingat diameter total pressure sebesar 0,7 mm. Laminar sublayer ini masih lebih tipis dari jari-jari alat ukur total pressure. Sehingga, pendekatan harga tegangan geser yang digunakan dengan alat ukur total pressure ini masih belum menjangkau daerah laminar sublayer. Perbedaan tekanan stagnasi dan tekanan statis yang timbul pada daerah dinding alur ini tidak maximum. Hal ini menimbulkan kemungkinan harga kecepatan lebih rendah dari aktualnya. Sehingga, ketidak-pastian (uncertainty) dalam penentuan koefisien friksi sangat tinggi.

Kenaikan Reynolds number menyebabkan tegangan geser interface yang timbul di atas alur akan meningkat. Peningkatan tegangan geser interface ini

_____________ISSN 0853 - 0203

663

VISI (2008) 16 (3) 645 - 667

menimbulkan pertukaran momentum yang terjadi antara interface dan di dalam alur akan semakin besar. Hal ini mengakibatkan efek pada siklus aliran di dalam alur. Siklus aliran yang terjadi terus menerus ke dalam dan dari alur yaitu proses inflow dan proses ejection akan semakin cepat terjadi.

5.3. SaranBerdasarkan kesimpulan dan diskusi, hasil penelitian yang telah dilakukan

tentu saja belum dapat memberikan hasil yang optimal, seperti tidak diperoleh harga turbulent intensity dan time series dari signal kecepatan. Oleh karena itu beberapa saran yang dapat diberikan untuk kesempurnaan pengambilan data adalah penggunaan alat ukur yang lebih presisi yaitu anemometer hot-wire untuk mendapatkan profil kecepatan dan harga turbulent intensity.

Alat ukur lainnya yang lebih presisi adalah pressure tranducer untuk mengukur tekanan. Koefisien pressure pada dasar alur seharusnya relatif konstan pada harga nol. Namun, koefisien pressure yang terukur sangat tinggi pada dasar alur penelitian ini. Hal ini kemungkinan disebabkan uncertainty yang tinggi dari red oil sebagai fluida pengisi manometer. Sehingga, disarankan untuk penelitian lanjutan menggunakan fluida pengisi manometer yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKAChoi, K. S., and Fujisawa, N., Possibility of Drag Reduction Using d-type

Roughness, Applied Scientific Research, vol. 50, pp. 315-324, 1993.Elavarasan, R., Ching, C. Y., and Antonia, R. A., Turbulent Boundary Layer over a

Smooth Wall With Widely Separated Transverse Square Cavities, Applied Scientific Research, vol. 35, pp. 227 – 293, 1996.

Fox, R. W. and McDonald, Alan T, Introduction to Fluid Mechanics, 4th edition, John Wiley and Son, Inc, 1994.

Pearson, B. R., Elavarasan, R., and Antonia, R. A., The Effect of a Square Groove on a Boundary Layer, Proceeding of Twelfth Australasian Fluid Mechanics Conference, 1995.

Rotta, J. C., Turbulent Boundary Layer in Incompressible Flow, in Ferrie, A., Kucheman, D. and Stone, L. H. G. (eds.), Progress in Aeronautical Science, Pergamon Press, pp.1-220, 1962.

Susanto, A., Studi Eksperimental Karakteristik Turbulen Boundary Layer di Sekitar Alur Berbentuk ”V” Tunggal pada Plat Datar, Tugas Akhir, Jurusan Teknik Mesin, FTI, ITS, 2005.

Tani, L., Munakata, H., Matsumoto, A., Abe, K., Turbulence Management by Groove Roughness, in Liepman, H. W., Narasimha, R. (eds.), Turbulence Management and Relaminarisation, Springer-Verlag, 1988.

Tani, L., Turbulent Boundary Layer Development over Rough Surface, in Mejer, H. U., Bradshaw, P. (eds.), Perspectives in Turbulent Studies, Springer-Verlag, 1987.

_____________ISSN 0853 - 0203

664

VISI (2008) 16 (3) 645 - 667

_____________ISSN 0853 - 0203

665

Flow

t+ = 0

t+ = 0.69

t+ = 1.38

t+ = 2.07

t+ = 3.45

t+ = 4.14

t+ = 4.83

t+ = 5.52

inflow

VISI (2008) 16 (3) 645 - 667

Gambar 4.8 Proses inflow melalui pelat datar dengan alur bujursangkar

_____________ISSN 0853 - 0203

666

t+ = 2.76 t+ = 6.21

Flow

t+ = 0

t+ = 1.38

t+ = 2.07

t+ = 4.14

t+ = 4.83

t+ = 5.52

VISI (2008) 16 (3) 645 - 667

Gambar 4.9 Proses ejection melalui pelat datar dengan alur bujursangkar

_____________ISSN 0853 - 0203

667

t+ = 2.76

t+ = 3.45

t+ = 6.21

t+ = 6.90

ejection

VISI (2008) 16 (3) 645 - 667

_____________ISSN 0853 - 0203

668