13
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi masih merupakan masalah kesehatan bagi Negara maju dan berkembang termasuk di Indonesia. Meskipun berbagai intervensi terapi dan pencegahan terhadap  pengaruh bakteri pada host telah dilakukan tetapi infeksi karena bakte ri masih mendominasi  potensi terjadinya infeksi berat, sepsis, syok sepsis dan disfungsi multiorgan. Proses terjadinya penyakit infeksi akibat interaksi antara trias penyebab yaitu penjamu atau host, agen dan faktor lingkungan. Beberapa faktor host mempengaruhi kejadian penyakit infeksi yaitu: umur, imunisasi, penyakit yang diderita sebelumnya, status nutrisi, kehamilan, status emosional. Mekanisme pertahanan tubuh individu, baik spesifik maupun nonspesifik sangat menentukan dampak paparan mikroorganisme pathogen menimbulkan, menentukan  perjalanan penyakit infeksi. Beberapa tindakan medis juga dapat meningkatkan potensi terjadinya infeksi, termasuk pemberian obat-obatan imunosupresan. Infeksi bakteri dapat memicu terjadinya gradasi penyakit yang berat, bila tidak ditanggulangi secara serius maka morbiditas dan mortalitas tetap tinggi. Hal tersebut diakibatkan beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan: kerentanan individu, luasnya variasi manifestasi klinis, lambatnya menegakan diagnosis, terapi yang kurang adekuat, malnutrisi, serta akibat munculnya multidrug resistant (MDR) yang mempengaruhi derajat  berat penyakit, timbulnya komp likasi bahkan mendororng kearah kematian penderita. Oleh karena itu penulis tertarik untuk membahas mengenai infeksi bakteri. B. Tujuan Penulisan Memahami tentang infeksi bakteri

INFEKSI BAKTERI 2

Embed Size (px)

Citation preview

7/14/2019 INFEKSI BAKTERI 2

http://slidepdf.com/reader/full/infeksi-bakteri-2 1/13

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Penyakit infeksi masih merupakan masalah kesehatan bagi Negara maju dan berkembang

termasuk di Indonesia. Meskipun berbagai intervensi terapi dan pencegahan terhadap

 pengaruh bakteri pada host telah dilakukan tetapi infeksi karena bakteri masih mendominasi

 potensi terjadinya infeksi berat, sepsis, syok sepsis dan disfungsi multiorgan.

Proses terjadinya penyakit infeksi akibat interaksi antara trias penyebab yaitu penjamu

atau host, agen dan faktor lingkungan. Beberapa faktor host mempengaruhi kejadian penyakit

infeksi yaitu: umur, imunisasi, penyakit yang diderita sebelumnya, status nutrisi, kehamilan,

status emosional. Mekanisme pertahanan tubuh individu, baik spesifik maupun nonspesifik 

sangat menentukan dampak paparan mikroorganisme pathogen menimbulkan, menentukan

 perjalanan penyakit infeksi. Beberapa tindakan medis juga dapat meningkatkan potensi

terjadinya infeksi, termasuk pemberian obat-obatan imunosupresan.

Infeksi bakteri dapat memicu terjadinya gradasi penyakit yang berat, bila tidak 

ditanggulangi secara serius maka morbiditas dan mortalitas tetap tinggi. Hal tersebut

diakibatkan beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan: kerentanan individu, luasnya

variasi manifestasi klinis, lambatnya menegakan diagnosis, terapi yang kurang adekuat,

malnutrisi, serta akibat munculnya multidrug resistant  (MDR) yang mempengaruhi derajat

 berat penyakit, timbulnya komplikasi bahkan mendororng kearah kematian penderita.

Oleh karena itu penulis tertarik untuk membahas mengenai infeksi bakteri.

B.  Tujuan Penulisan

Memahami tentang infeksi bakteri

7/14/2019 INFEKSI BAKTERI 2

http://slidepdf.com/reader/full/infeksi-bakteri-2 2/13

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.  Pengertian

Infeksi adalah invasi dan pembiakan mikroorganisme di jaringan tubuh, secara klinis

mungkin tak tampak atau timbul cedera selular lokal akibat kompetisi metabolisme, toksin,

replikasi intrasel, atau respons antigen-antibodi.

Infeksi yaitu ditemukannya organisme pada tempat yang normal steril, yang biasanya

disertai dengan respon inflamasi tubuh. ( Nasronudin, 2007)

Infeksinya dapat tetap terlokalisasi, subklinis, dan bersifat sementara jika mekanisme

 pertahanan tubuh efektif. Infeksi lokal dapat menetap dan menyebar menjadi infeksi klinis

atau kondisi penyakit yang bersifat akut, subakut, atau kronik. Infeksi lokal yang dapat

menjadi sistemik bila mikro-organisme mencapai sistem limfatik atau vaskular  

Bakteri, dari kata Latin bacterium (jamak, bacteria), adalah kelompok terbanyak dari

organisme hidup. Mereka sangatlah kecil (mikroskopik) dan kebanyakan uniselular (bersel

tunggal), dengan struktur sel yang relatif sederhana tanpa nukleus/ inti sel, cytoskeleton, danorganel lain seperti mitokondria dan kloroplas. Banyak patogen merupakan bakteri.

Kebanyakan dari mereka kecil, biasanya hanya berukuran 0,5-5 μm, meski ada jenis dapat

menjangkau 0,3 mm dalam diameter (Thiomargarita). Mereka umumnya memiliki dinding

sel, seperti sel tumbuhan dan jamur, tetapi dengan komposisi sangat berbeda (peptidoglikan).

Banyak yang bergerak menggunakan flagela, yang berbeda dalam strukturnya dari flagela

kelompok lain.

Terdapat 3 kelompok bakteri dipandang dari sisi kemampuan invasi ke dalam sel

eukariositik yaitu bakteri intraseluler fakultatif, bakteri intraseluler obligat, dan bakteri

ekstraseluler. Termasuk dalam kelompok intraseluler fakultatif adalah Salmonella spp,

Shigella spp, Legionella pneumophili, Invasive Escherichia coli, Neisseria spp,

 Mycobacterium spp, Listeria monocytogenes, Bordetella pertussis. Dalam kelompok 

intraseluler obligat termasuk  Rickettsia spp, Coxiella burnetti, Chlamydia spp. Sebagai

contoh bakteri ekstraseluler adalah  Mycoplasma spp, Pseudomonas aeruginosa,

 Enterotoxigenic Escherichia coli, Vibrio cholerae, Staphylococcus aureus, Streptococcus

 pyogenes, Haemophylus influenzae, Bacillus anthracis.

7/14/2019 INFEKSI BAKTERI 2

http://slidepdf.com/reader/full/infeksi-bakteri-2 3/13

3

B.  Faktor yang Mempengaruhi Infeksi Bakteri pada Manusia

Infeksi bakteri pada manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain:

1.  Fimbriae (pili) adalah struktur yang menyerupai rambut yang terdapat pada tubuh

 bakteri. Pili berfungsi membantu bakteri menempelkan tubuhnya pada lokasi

infeksi. Kondisi penempelan ini disebut sebagai adhesi.

Hal ini tidak terjadi secara kebetulan, reaksi tertentu membantu terjadinya adhesi.

Reseptor permukaan pada sel-sel epitel dan struktur perekat (adhesin) pada

 permukaan bakteri terlibat dalam reaksi adhesi ini. Struktur perekat (adhesin)

terdapat pada fimbriae/fibrillae/pili. Adhesin mengandung faktor virulensi yang

membuat rantai virulen bakteri. Bila adhesin hilang, bakteri menjadi avirulen.

Jadi, orang yang diimunisasi dengan adhesin tertentu akan membuat tubuh

membentuk kekebalan terhadap infeksi bakteri tertentu.

2.  Daya Serang

Bakteri yang menyerang jaringan tubuh inang bisa menimbulkan infeksi pada

skala luas atau hanya infeksi lokal. Misalnya, infeksi luka dapat menyebabkan

septikemia streptokokus yang merupakan jenis infeksi luas. Sedangkan infeksi

abses Staphylococcus lebih bersifat lokal.

3.  Jenis Toksin

Bakteri mampu menghasilkan toksin yang menyebabkan infeksi pada tubuh. Ada

dua jenis toksin yang dihasilkan oleh bakteri, yaitu eksotoksin dan endotoksin.

Eksotoksin dapat berdifusi pada media di sekitarnya dan sangat berbahaya

meskipun dalam jumlah yang sangat sedikit. Sedangkan endotoksin mudah hancur 

karena panas.

Terdapat beberapa eksotoksin yang terkenal sebagai zat paling beracun di dunia.Misalnya, toksin botullinum. Satu juta marmut dapat dibunuh dengan hanya 1 mg

toksin botullinum. Eksotoksin umumnya dihasilkan oleh bakteri gram positif dan

 beberapa bakteri gram negatif seperti E.coli, Cholera vibrio, dan lainnya.

Eksotoksin menunjukkan afinitas spesifik terhadap jaringan tertentu dan setiap

eksotoksin memiliki efek yang berbeda pada masing-masing inang. Endotoksin

merupakan bagian integral dari dinding sel bakteri gram negatif.

Endotoksin terbuat dari kompleks polisakarida-protein-lipid yang sangat stabil

terhadap panas. Lipid A merupakan komponen yang mempengaruhi toksisitas

7/14/2019 INFEKSI BAKTERI 2

http://slidepdf.com/reader/full/infeksi-bakteri-2 4/13

4

endotoksin. Komponen ini akan dilepaskan ke media sekitarnya hanya ketika

dinding sel bakteri hancur. Endotoksin akan berbahaya hanya ketika terdapat

dalam jumlah banyak. Endotoksin tidak memiliki aktivitas farmakologis tertentu

dan memiliki efek yang sama pada setiap inang.

4.  Faktor Lain

a.  Bakteriofag

Beberapa bakteri mengandung bakteriofag yang memberikan sifat virulensi

 pada bakteri tersebut. Misalnya, bakteri difteri mengandung bakteriofag yang

memiliki gen untuk memproduksi toksin.

 b.  Plasmid

Terdapat bakteri yang mengandung plasmid. Plasmid ini memberikan

kekebalan ganda terhadap pengobatan pada bakteri sehingga infeksi menjadi

sulit diobati.

c.  Bakteri berkapsul

Klebsiella pneumoniae dan Haemophilus influenzae adalah jenis bakteri yang

 berkapsul. Sel-sel bakteri dilindungi oleh sebuah kapsul yang membantu

mereka menghindari fagositosis. Bakteri tersebut membawa antigen pada

kapsul untuk melanjutkan aktivitas lisis (proses penghancuran) di dalam sel-

sel tubuh.

C.  Respon Imun Terhadap Infeksi Bakteri

Interaksi antara bacterial dan host dipengaruhi oleh: pertahanan tubuh bagian luar,

 pertahanan jaringan dan darah, virulensi bakteri yang mempromosi kolonisasi, virulensi yang

merusak sel host (eksotoksin, endotoksin, enzim hidrolitik, produk bakteri), regulasi gen.

Mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri dipengaruhi oleh struktur dan

 pathogenesis bakteri, tergantung pada struktur dinding sel, golongan bakteri gram positif dan

gram negative. Lapisan luar bakteri bakteri gram negative terdiri dari lipid A yang

merupakan komponen penting yang peka oleh pengaruh lisis komplemen dan sel sitotoksik.

Umumnya bakteri mempunyai sifat invasive yang disertai aktivitas toksin secara local dan

 produk enzim yang merusak jaringan sehingga bakteri dapat menyebar. Respon imun

terhadap bakteri ditentukan oleh: respon imun non spesifik maupun imunitas spesifik.

7/14/2019 INFEKSI BAKTERI 2

http://slidepdf.com/reader/full/infeksi-bakteri-2 5/13

5

Karena pola invasi dan kolonisasi dalam host yang berbeda-beda maka untuk mengeliminasi

 bakteri diperlukan system efektor yang berbeda-beda juga.

1.  Respon imun terhadap bakteri ekstraselular

Bakteri ekstraselular dapat menimbulkan penyakit melalui beberapa mekanisme yaitu:

a.  Merangsang reaksi inflamasi yang menyebabkan destruksi jaringan di

tempat infeksi. Sebagai contoh misalnya kokus piogenik yang sering

menimbulkan infeksi supuratif yang hebat.

 b.  Produksi toksin yang menghasilkan berbagai efek patologik. Toksin dapat

 berupa endotoksin dan eksotoksin. Endotoksin yang merupakan komponen

dinding bakteri adalah suatu lipopolisakarida yang merupakan stimulator 

 produksi sitokin yang kuat, suatu ajuvan serta activator poliklonal sel

limfosit B. Sebagian besar eksotoksin mempunyai efek sitotoksik dengan

mekanisme yang belum jelas benar. Sebagai contoh toksin difteri

menghambat sintesis protein secara enzimatik serta menghambat faktor 

elongasi-2 yang diperlukan untuk sintesis semua peptida. Toksin kolera

merangsang sintesis AMP siklik (cAMP) oleh sel epitel usus yang

menyebabkan sekresi aktif klorida, kehilangan cairan serta diare yang

hebat. Toksin tetanus merupakan suatu neurotoksin yang terikat motor 

endplate  pada neuromuscular junction yang menyebabkan kontraksi otot

 persisten yang sangat fatal bila mengenai otot pernapasan. Toksin

klostridium dapat menyebabkan nekrosis jaringan yang dapat menghasilkan

gas gangren. Respons imun terhadap bakteri ekstraselular ditujukan untuk 

eliminasi bakteri serta netralisasi efek toksin. (Zakiudin, 2001)

1)  Imunitas Alamiah terhadap Bakteri Ekstraselular

Respons imun alamiah terhadap bakteri ekstraselular terutama melalui mekanisme

fagositosis oleh neutrofil, monosit serta makrofag jaringan. Resistensi bakteri

terhadap fagositosis dan penghancuran dalam makrofag menunjukkan virulensi

 bakteri. Aktivasi komplemen tanpa adanya antibodi juga memegang peranan penting

dalam eliminasi bakteri ekstraselular. Lipopolisakarida (LPS) dalam dinding bakteri

gram negatif dapat mengaktivasi komplemen jalur alternatif tanpa adanya antibodi.

Salah satu hasil aktivasi komplemen ini yaitu C3b mempunyai efek opsonisasi bakteri

serta meningkatkan fagositosis. Selain itu terjadi lisis bakteri melalui membrane

7/14/2019 INFEKSI BAKTERI 2

http://slidepdf.com/reader/full/infeksi-bakteri-2 6/13

6

attack complex (MAC) serta beberapa hasil sampingan aktivasi komplemen dapat

menimbulkan respons inflamasi melalui pengumpulan (recruitment) serta aktivasi

leukosit. Endotoksin yang merupakan LPS merangsang produksi sitokin oleh

makrofag serta sel lain seperti endotel vaskular. Beberapa jenis sitokin tersebut antara

lain tumour necrosis factor (TNF), IL-1, IL-6 serta beberapa sitokin inflamasi dengan

 berat molekul rendah yang termasuk golongan IL-8. Fungsi fisiologis yang utama dari

sitokin yang dihasilkan oleh makrofag adalah merangsang inflamasi non-spesifik serta

meningkatkan aktivasi limfosit spesifik oleh antigen bakteri. Sitokin akan

menginduksi adhesi neutrofil dan monosit pada endotel vaskular pada tempat infeksi

yang diikuti migrasi, akumulasi lokal serta aktivasi sel inflamasi. Kerusakan jaringan

yang terjadi adalah akibat efek samping mekanisme pertahanan untuk eliminasi

 bakteri tersebut. Sitokin juga merangsang demam dan sintesis protein fase akut.

Banyak fungsi sitokin yang sama yaitu sebagai ko-stimulator sel limfosit T dan B

yang menghasilkan mekanisme amplifikasi untuk imunitas spesifik. Sitokin dalam

 jumlah besar atau produknya yang tidak terkontrol dapat membahayakan tubuh serta

 berperan dalam menifestasi klinik infeksi bakteri ekstraselular. Yang paling berat

adalah gejala klinis oleh infeksi bakteri Gram-negatif yang menyebabkan

disseminated intravascular coagulation (DIC) yang progresif serta syok septik atau

syok endotoksin. Sitokin TNF adalah mediator yang paling berperan pada syok 

endotoksin ini. (Zakiudin, 2001)

2)  Imunitas Spesifik terhadap Bakteri Ekstraselular

Kekebalan humoral mempunyai peran penting dalam respons kekebalan spesifik 

terhadap bakteri ekstraselular. Lipopolisakarida merupakan komponen yang paling

imunogenik dari dinding sel atau kapsul mikroorganisme serta merupakan antigen

yang thymus independent . Antigen ini dapat langsung merangsang sel limfosit B yang

menghasilkan imunoglobin (Ig)M spesifik yang kuat. Selain itu produksi IgG juga

dirangsang yang mungkin melalui mekanisme perangsangan isotype switching rantai

 berat oleh sitokin. Respons sel limfosit T yang utama terhadap bakteri ekstraselular 

melalui sel TCD4 yang berhubungan dengan molekul MHC kelas II yang

mekanismenya telah dijelaskan di atas. Sel TCD4 berfungsi sebagai sel penolong

untuk merangsang pembentukan antibodi, aktivasi fungsi fagosit dan mikrobisid

makrofag.

7/14/2019 INFEKSI BAKTERI 2

http://slidepdf.com/reader/full/infeksi-bakteri-2 7/13

7

Ada 3 mekanisme efektor yang dirangsang oleh IgG dan IgM serta antigen permukaan

 bakteri: 

a.  Opsonisasi bakteri oleh IgG serta peningkatan fagositosis dengan mengikat

reseptor Fc_ pada monosit, makrofag dan neutrofil. Antibodi IgG dan IgM

mengaktivasi komplemen jalur klasik yang menghasilkan C3b dan iC3b yang

mengikat reseptor komplemen spesifik tipe 1 dan tipe 3 dan selanjutnya terjadi

 peningkatan fagositosis. Pasien defisiensi C3 sangat rentan terhadap infeksi

 piogenik yang hebat.

 b.   Netralisasi toksin bakteri oleh IgM dan IgG untuk mencegah penempelan

terhadap sel target serta meningkatkan fagositosis untuk eliminasi toksin tersebut.

c.  Aktivasi komplemen oleh IgM dan IgG untuk menghasilkan mikrobisid MAC

serta pelepasan mediator inflamasi akut. (Zakiudin, 2001)

3)  Imunitas Alamiah terhadap Bakteri Intraselular

Sejumlah bakteri dan semua virus serta jamur dapat lolos dan mengadakan replikasi di

dalam sel pejamu. Yang paling patogen di antaranya adalah yang resisten terhadap

degradasi dalam makrofag. Sebagai contoh adalah mikrobakteria serta  Listeria

monocytogenes.

Mekanisme terpenting imunitas alamiah terhadap mikroorganisme intraselular adalah

fagositosis. Akan tetapi bakteri patogen intraselular relatif resisten terhadap degradasi

dalam sel fagosit mononuklear. Oleh karena itu mekanisme kekebalan alamiah ini

tidak efektif dalam mencegah penyebaran infeksi sehingga sering menjadi kronik dan

eksaserbasi yang sulit diberantas. (Zakiudin, 2001)

4)  Respons Imun Spesifik terhadap Bakteri Intraselular

Respons imun spesifik terhadap bakteri intraselular terutama diperankan oleh cell 

mediated immunity (CMI). Mekanisme imunitas ini diperankan oleh sel limfosit T

tetapi fungsi efektornya untuk eliminasi bakteri diperani oleh makrofag yang

diaktivasi oleh sitokin yang diproduksi oleh sel T terutama interferon a (IFN α).

Respons imun ini analog dengan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. (Zakiudin, 2001)

Antigen protein intraselular merupakan stimulus kuat sel limfosit T. Beberapa dinding

sel bakteri mengaktivasi makrofag secara langsung sehingga mempunyai fungsi

sebagai ajuvan. Misalnya muramil dipeptida pada dinding sel mikrobakteria. Telah

disebutkan di atas bahwa fungsi sel limfosit T pada CMI adalah produksi sitokin

7/14/2019 INFEKSI BAKTERI 2

http://slidepdf.com/reader/full/infeksi-bakteri-2 8/13

8

terutama IFN a. Sitokin INF a ini akan mengaktivasi makrofag termasuk makrofag

yang terinfeksi untuk membunuh bakteri. Beberapa bakteri ada yang resisten sehingga

menimbulkan stimulasi antigen yang kronik. Keadaan ini akan menimbulkan

 pengumpulan lokal makrofag yang teraktivasi yang membentuk granuloma sekeliling

mikroorganisme untuk mencegah penyebarannya. Reaksi inflamasi seperti ini

 berhubungan dengan nekrosis jaringan serta fibrosis yang luas yang menyebabkan

gangguan fungsi yang berat. Jadi kerusakan jaringan ini disebabkan terutama oleh

respons imun terhadap infeksi oleh beberapa bakteri intraselular. Contoh yang jelas

dalam hal ini adalah infeksi mikobakterium. Mikobakterium tidak memproduksi

toksin atau enzim yang secara langsung merusak jaringan yang terinfeksi. Paparan

 pertama terhadap  Mycobacterium tuberculosis akan merangsang inflamasi selular 

lokal dan bakteri mengadakan proliferasi dalam sel fagosit. Sebagian ada yang mati

dan sebagian ada yang tinggal dormant . Pada saat yang sama, pada individu yang

terinfeksi terbentuk imunitas sel T yang spesifik. Setelah terbentuk imunitas, reaksi

granulomatosa dapat terjadi pada lokasi bakteri persisten atau pada paparan bakteri

 berikutnya. Jadi imunitas perlindungan dan reaksi hipersensitif yang menyebabkan

kerusakan jaringan adalah manifestasi dalam respons imun spesifik yang sama.

(Zakiudin, 2001) 

D.  Penyakit Infeksi Bakteri Dalam Kehamilan

1.  Streptokokus Grup B

Insidensi: dinegara maju, sepsis streptokokus grup B (SGB) neonatus muncul

sebagai komplikasi pada 1,8/1000 kelahiran hidup.

Tanda/ gejala pada ibu: 20% dari semua ibu hamil mengalami kolonisasi bakteri ini

di daerah vagina atau perineal tanpa menunjukan gejala.

Efek terhadap janin/ neonatus:

1)  Infeksi SGB neonates onset dini (80%) disebabkan oleh penularan selama

 persalinan atau kelahiran. Tanda-tanda infeksi serius (gawat napas, syok sepsis)

 biasanya berkembang dalam waktu 6-12 jam setelah kelahiran. Angka kematian

adalah 25% dan bayi yang bertahan hidup seringkali memperlihatkan gejala sisa

neurologis.

7/14/2019 INFEKSI BAKTERI 2

http://slidepdf.com/reader/full/infeksi-bakteri-2 9/13

9

2)  Infeksi SGB onset lanjut (20%) merupakan infeksi nosocomial atau infeksi yang

didapat di masyarakat. Infeksi ini terjadi lebih dari satu minggu setelah kelahiran

dan biasanya muncul dalam bentuk meningitis. Angka kematian lebih rendah

dibandingkan penyakit ini dengan onset dini, tetapi gejala sisa neurologis tetap

terjadi dalam frekuensi yang sama

Pencegahan: strategi untuk mencegah infeksi SGB neonates onset dini bervariasi. Di

Inggris digunakan suatu protocol berbasis faktor risiko. Pasien diterapi sejak 

 persalinan jika salah satu faktor risiko berikut ditemukan: bayi sebelumnya terinfeksi

(bukan SGB positif pada kehamilan sebelumnya), ISK SGB dalam indeks kehamilan,

 persalinan preterm, demam atau ketuban pecah ≥ 18 jam. Protocol ini menghasilkan

terapi pada 15-20% ibu hamil dan mencegah 65-70% sepsis SGB onset dini.

Amerika serikat lebih menyukai protocol skrining universal. Semua ibu diskrining

untuk mengetahui status karier SGB pada usai gestasi 35-37 minggu. Ibu yang

menjadi karier SGB menerima antibiotic intrapartum. Protocol yang berikutnya

menghasilkan terapi pada 25-30% ibu hamil dan mencegah 85-90% sepsis SGB onset

dini. Pasien dengan status karier SGB yang tidak diketahui pada saat persalinan harus

diterapi sesuai dengan protocol berbasis faktor risiko.

Pengobatan: penisilin intrapartum (sefalosporin generasi kedua, eritromisin atau

klindamisin jika pasien alergi terhadap penisilin). (Errol, 2006) 

2.  Korioamnionitis.

Insidensi: ditemukan dalam 1-10% kehamilan

Tanda/ gejala pada ibu: korioamnionitis adalah diagnosis klinis. Diagnosis defenitif 

memerlukan kultur cairan amnion positif. Komplikasi ibu dapat mencakup sepsis,

sindrom gawat napas dewasa, edema paru, dan kematian.

Efek terhadap janin/ neonatus: sepsis neonatal, pneumonia, kematian 

Pencegahan: hindari ketuban peah > 18 jam

Pengobatan:  pemberian segera antibiotic spectrum luas dan persalinan.

Korioamnionitis bukan indikasi untuk persalinan dengan bedah sesar, tetapi angka

 bedah sesar meningkat akibat distosia dan hasil pemeriksaan janin yang kurang

meyakinkan. (Errol, 2006)

3.  Listerosis

7/14/2019 INFEKSI BAKTERI 2

http://slidepdf.com/reader/full/infeksi-bakteri-2 10/13

10

Merupakan penyebab sepsis neonatal yang tidak umum dijumpai dan mungkin

diperoleh secara transplasenta. Kultur serviks dan darah harus dilakukan pada ibu

yang memperlihatkan gejala-gejala mencurigakan. Listeriosis merupakan penyebab

umum meninggalnya janin di dalam uterus dan angka kematian neonatusnya juga

tinggi.

Pengobatan: ampisillin dan gentamisin (Errol, 2006)

4.  Tuberkolosis (TB)

Insidensi: TB pada ibu hamil sangat jarang terjadi di Negara maju. Kasus semacam

ini paling sering terjadi dikalangan imigran baru. 

Tanda/ gejala pada ibu: sebagian besar asimptomatik. Penyakit aktif jarang

ditemukan. 

Efek terhadap janin/ neonatus: TB kongenital atau neonates merupakan kondisi

yang sangat morbid dan dapat bersifat fatal jika terjadi kesalahan diagnosis

Pencegahan:  pemberian derivate protein yang telah dipurifikasi ( purified protein

derivate, PPD) secara intradermal merupakan cara yang akurat untuk skrining TB.

Interpretasi uji PPD bergantung pada status risiko pasien 

Pengobatan: hasil PPD  positif mengharuskan rontgen dada dilakukan. Jika rontgen

memperlihatkan hasil yang normal  maka isoniazid (INH) selama 6 bulan

direkomendasikan pada ibu yang berusia < 35 tahun (dapat ditunda setelah

melahirkan). Jika rontgen memperlihatkan hasil yang abnormal, maka pengobatan

segera dengan INH dan etambutol diindikasikan dan tiga kultur sputum pagi harus

dikirimkan ke laboratorium untuk menyingkirkan kemungkinan adanya TB paru aktif.

(Errol, 2006)

5.  Vaginosis bacterial

Vaginosis bacterial merupakan penyebab paling sering untuk keberadaan secret

vagina pada saat kehamilan. Kondisi ini berhubungan dengan persalinan preterm pada

ibu beresiko tinggi.  Vaginosis bakterial adalah sindrom klinik akibat pergantian

Lactobasillus Spp penghasil H2O2 yang merupakan flora normal vagina dengan bakteri

anaerob dalam konsentrasi tinggi (contoh: Bacteroides Spp, Mobiluncus Spp),

Gardnerella vaginalis, dan Mycoplasma hominis. (Errol, 2006) 

7/14/2019 INFEKSI BAKTERI 2

http://slidepdf.com/reader/full/infeksi-bakteri-2 11/13

11

6.  Klamidia

Insidensi: merupakan penyakit menular seksual yang sangat sering ditemukan 

Tanda/ gejala pada ibu: biasanya asimptomatik  

Efek terhadap janin/ neonatus: klamidia yang tidak diobati berkaitan dengan

 peningkatan morbiditas neonatus 

Pencegahan: kultur serviks pada awal kehamilan untuk ibu berisiko tinggi dapat

diandalkan untuk mendeteksi infeksi. 

Pengobatan: eritomisin atau azitromisin oral (Errol, 2006) 

7.  Gonorhea

Gonore adalah penyakit yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae, yang menginfeksi

lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum, tenggorokan dan bagian putih mata (konjungtiva).

Gonore bisa menyebar melalui aliran darah ke bagian tubuh lainnya, terutama kulit dan

 persendian. Pada wanita , gonore bisa menjalar ke saluran kelamin dan menginfeksi selaput

didalam pinggul sehingga timbul nyeri pinggul dan gangguan reproduksi. (Errol, 2006) 

Gejala penyakit kencing nanah mungkin tidak begitu nyata lagi, namun jika dilakukan

 pemeriksaan getah prostat, nanah akan keluar bersama lendir (lewat urut prostat). Gejala

kencing nanah yang masih baru sangat nyata. Dari liang penis pada pria atau di mulut vagina

 pada wanita, menetes nanah menyerupai susu kental manis yang biasanya meninggalkan flek 

di celana dalam. Nanah umumnya menetes waktu bangun tidur pagi hari (morning drip). Jika

 penyakit sudah berlangsung menahun (lebih dari 6 bulan), gejala itu mungkin tidak lagi nyata.

Penyakit biasanya sudah bersarang masuk jauh ke organ reproduksi yang lebih dalam. Pada

wanita bisa sampai ke saluran telur tuba.

Jika cairan yang terinfeksi mengenai mata, maka bisa menyebabkan terjadinya infeksi

mata luar (konjungtivitis gonore). Bayi yang baru lahir juga bisa terinfeksi gonore dari ibunya

selama proses persalinan sehingga terjadi pembengkakan pada kedua kelopak matanya dan

dari matanya keluar nanah. Jika infeksi itu tidak diobati, maka akan menimbulkan buta.

Diagnosis penyakit gonore didasarkan pada hasil pemeriksaan mikroskopik terhadap

nanah, dimana ditemukan bakteri penyebab gonore. Jika pada pemeriksaan mikroskopik tidak 

ditemukan bakteri, maka dilakukan pembiakan di laboratorium.

7/14/2019 INFEKSI BAKTERI 2

http://slidepdf.com/reader/full/infeksi-bakteri-2 12/13

12

BAB III

KESIMPULAN

Infeksi adalah invasi dan pembiakan mikroorganisme di jaringan tubuh, secara klinis

mungkin tak tampak atau timbul cedera selular lokal akibat kompetisi metabolisme, toksin,

replikasi intrasel, atau respons antigen-antibodi. Mekanisme pertahanan tubuh terhadap

infeksi bakteri dipengaruhi oleh struktur dan pathogenesis bakteri, tergantung pada struktur 

dinding sel, golongan bakteri gram positif dan gram negative.

Bakteri ekstraselular dapat menimbulkan penyakit melalui beberapa mekanisme yaitu:

Merangsang reaksi inflamasi yang menyebabkan destruksi jaringan di tempat infeksi dan

Produksi toksin yang menghasilkan berbagai efek patologik.

Respons imun spesifik terhadap bakteri intraselular terutama diperankan oleh cell 

mediated immunity (CMI). Mekanisme imunitas ini diperankan oleh sel limfosit T tetapi

fungsi efektornya untuk eliminasi bakteri diperani oleh makrofag yang diaktivasi oleh sitokin

yang diproduksi oleh sel T terutama interferon a (IFN α).

Infeksi bakteri pada manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain:

1.  Fimbriae (pili) adalah struktur yang menyerupai rambut yang terdapat pada tubuh

 bakteri.

2.  Daya Serang

3.  Jenis Toksin

4.  Faktor Lain

a.  Bakteriofag. Beberapa bakteri mengandung bakteriofag yang memberikan sifat

virulensi pada bakteri tersebut.

 b.  Plasmid. Plasmid ini memberikan kekebalan ganda terhadap pengobatan pada

 bakteri sehingga infeksi menjadi sulit diobati.

c.  Bakteri berkapsul

7/14/2019 INFEKSI BAKTERI 2

http://slidepdf.com/reader/full/infeksi-bakteri-2 13/13

13

DAFTAR PUSTAKA

Dorland, W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland . Jakarta: EGC.

Errol N, John S. 2006. At a Glance Obstetri & Ginekologi. Jakarta: Erlangga

 Nasronudin, dkk. 2007. Penyakit Infeksi di Indonesia. Surabaya: Airlangga university press

Peterson JW. Bacterial pathogenesis. Dalam: Baron S ed. Medical Microbiology 4th

edition.

Zakiudin Munasir, Respons Imun Terhadap Infeksi Bakteri, Sari Pediatri, Vol. 2, No. 4,

Maret 2001: 193 – 197

http//www.google.com/faktor yang mempengaruhi infeksi bakteri pada manusia