Internalisasi Nilai

Embed Size (px)

DESCRIPTION

INTERNALISASI NILAI SOFTSKILLS DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Citation preview

  • 1

    INTERNALISASI NILAI SOFTSKILLS DALAM PEMBELAJARAN

    PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

    (Model Alternatif Pengembangan Kurikulum PAI)

    Imam Mawardi

    Dosen Prodi PAI Fakultas Agama Islam

    Universitas Muhammadiyah Magelang

    Abstraksi

    Artikel ini memfokuskan pada model alternatif pembelajaran PAI yang

    menjelaskan bahwa penekanan akhir pembelajaran PAI lebih diutamakan pada

    segi softskills yang mengikat pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh

    peserta didik, sehingga akan memunculkan makna bagi pendewasaan peserta

    didik, meskipun kadarnya berbeda-beda sesuai atribut softskills yang melekat

    pada diri peserta didik. Hal ini dipengaruhi oleh kebiasaan berfikir, berkata,

    bertindak dan bersikap. Namun, atribut ini dapat berubah jika yang bersangkutan

    mau merubahnya dengan cara berlatih membiasakan diri dengan hal-hal yang

    baru. Penularan softskills dalam pembelajaran, yaitu melalui:1) Lecturer role

    model, 2) Message of the week, 3) Hidden curriculum. Hal ini lebih efektif karena

    selaras dengan misi kependidikan yang dibawah Nabi Muhammad saw yaitu

    menanamkan aqidah yang benar: yakni aqidah tauhid, memahami seluruh

    fenomena alam dan kemanusiaan sebagai suatu kesatuan yang holistic. Dalam

    kerangka tauhid maka kemanusiaan adalah manusia yang memiliki kualitas yang

    seimbang: beriman, berilmu (beriptek) dan beramal; cakap baik secaraa lahiriah

    maaupun batiniah; berkualitas secara emosional dan raasional, atau memiliki EQ

    dan IQ yang tinggi.

    Kata Kunci: Soft skills, Pembelajaran, PAI, Kurikulum

    LATAR BELAKANG

    Pendidikan Islam sebagai

    konsep yang lengkap dalam mengkaji

    struktur keilmuan secara universal

    tidak sekedar keilmuan yang

    berhubungan dengan akhirat belaka

    tetapi juga ilmu-ilmu yang

    berhubungan dengan persoalan

    keduniaan (profan). Kedua jenis

    keilmuan ini dalam transformasinya

    harus berjalan seimbang, karena pada

    hakekatnya ilmu dunia pun sebagai

    sarana atau bekal pada kehidupan

    akhirat kelak.

    Pendidikan Islam, dalam kajian

    yang lebih sempit, berhubungan

    dengan pembelajaran diistilahkan oleh

    banyak ahli sebagai pendidikan agama

  • 2

    Islam (PAI) yang mana pendidikan

    Islam sebagai bidang studi atau mata

    kuliah yang intinya lebih

    menitikberatkan pada dataran kajian

    studi Islam. Muatan materi PAI dalam

    struktur kurikulum Madrasah terdiri

    dari mata pelajaran Aqidah dan

    Akhlaq, Al-Quran Hadits, Fiqh, dan

    Sejarah Kebudayaan Islam sebagai

    mata pelajaran yang berdiri sendiri. Hal

    ini berbeda dengan pendidikan sekolah

    umum non madrasah dimana

    pembelajaran PAI sebagai satu

    kesatuan integral dari materi-materi

    Aqidah akhlak, Al-Quran hadits, Fiqh

    dan SKI yang dihimpun dalam satu

    mata pelajaran atau mata kuliah.

    Pendidikan agama Islam dalam

    kipranya dalam dunia belajar mengajar

    menghadapi dua tantangan, yaitu

    tantangan internal dan eksternal. Secara

    internal di samping seringkali

    dihadapkan pada budaya mengekor

    pendidikan umum dari segi

    metodologi, kurikulum, alat evalusi dan

    sebagainya, juga ketidakpercayaan diri

    yang menimbulkan sikap apatis seluruh

    komponen penyelenggara pendidikan

    Islam. Meskipun tidak ada salahnya

    untuk mengikuti konsep-konsep baru

    yang bisa menimbulkan kegairahan

    dalam pembelajaran asalkan tidak

    bertentangan dengan asas Islam.

    Secara ekternal, hingga saat ini

    pendididikan agama Islam menghadapi

    berbagai tantangan yang berat.

    Diantara tantangan yang dihadapi

    adalah globalisasi, baik di bidang

    capital, budaya, etika maupun moral.

    Era globalisasi adalah era pasar bebas

    dan sekaligus persaingan bebas dalam

    produk material dan jasa. Kalau dulu

    untuk membangun basis ekonomi

    masyarakat yang kuat sangat

    mengandalkan pada money capital

    (modal uang) selanjutnya berevolusi

    pada human capital, yakni SDM yang

    menguasai ipteks, dapat mengerjakan

    tugas secara professional, serta

    berperilaku dan berpribadi mandiri.

    Pada perkembangan selanjutnya, kedua

    capital tersebut dianggap kurang

    memadai. Justru masyarakat yang mau

    membangun basis ekonomi yang kuat

    sangat membutuhkan social-capital

    yang kokoh, yang inti didalamnya

    adalah adanya trust (sikap amanah),

    atau masyarakat yang saling percaya

    dan bisa dipercaya. Di samping itu,

    sebagai akibat kemajuan teknologi

    terutama di bidang informasi,

    menyebabkan peran pendidik

  • 3

    khususnya pendidik agama Islam

    dalam pendidikan mulai bergeser,

    terutama dalam pembinaan moralitas

    peserta didik. Peserta didik saat ini

    telah mengenal berbagai sumber pesan

    pembelajaran, ada yang bersifat

    pedagogis dan mudah dikontrol, dan

    banyak pula yang sulit dikontrol.

    (Muhaimin, 2006: 84-86).

    Kalau selama ini pendidikan

    secara umum terhadap pengembangan

    potensi peserta didik, mengikuti ranah

    kognitif, afektif dan psikomotor secara

    berurutan, tetapi dalam pendidikan

    Islam bahwa kognitif dan psikomotor

    harus secara langsung diikuti afektif.

    Karena afektif ini merupakan ruh atau

    inti yang menjadi muara tujuan

    pendidikan Islam. Sejauhmana

    pengetahuan ditarnsferkan dan seluas

    apakah ketrampilan dikuasai tak ada

    artinya kalau tidak diringai dengan

    sikap yang baik.

    Oleh karena itu, perlu kiranya

    membangun model baru, dalam hal ini

    adalah soft skills sebagai alternatif

    memberdayakan pembelajaran PAI,

    biar tidak terjebak rutinitas yang kaku

    dimana PAI hanya muatan kognitif

    belaka dan tidak bisa menjadi basis

    moralitas pada pelajaran-pelajaran

    yang lain. Mengingat, kesuksesan

    seseorang tidak ditentukan semata-

    mata oleh pengetahuan dan

    keterampilan teknis (hard skills), tetapi

    oleh keterampilan mengelola diri dan

    orang lain (soft skills).

    Untuk menjawab permasalahan

    tersebut, dalam makalah ini akan

    diuraikan tentang sofskills,

    pembelajaran PAI dan peranan soft

    skills sebagai alternatif model

    pembelajaran PAI.

    SOFT SKILLS: ORIENTASI

    KEPADA MAKNA

    PENDIDIKAN

    Peggy dalam bukunya berjudul

    The Hard Truth about Soft Skills yang

    dikutip Illah Sailah (2008), mengatakan

    bahwa soft skills encompass personal,

    social, communication, and self

    management behaviours, they cover a

    wide spectrum: self awareness,

    trustworthiness, conscientiousness,

    adaptability, critical thinking,

    organizational awareness, attitude,

    innitiative, emphathy, confidence,

    integrity, self-control, leadership,

    problem solving, risk taking and time

    management. Soft skills adalah

  • 4

    ketrampilan seseorang dalam

    berhubungan dengan orang lain

    (termasuk dengan dirinya sendiri),

    Dengan demikian atribut soft skills

    meliputi nilai yang dianut, motivasi,

    perilaku, kebiasaan, karakter dan sikap.

    Menurut Dr dr Abdurachman

    (2007) Soft skills diartikan sebagai

    sikap dan prilaku. Sikap dan prilaku

    yang dimaksud, antara lain, jujur,

    percaya diri (self confidence), motivasi

    yang tinggi, kemampuan beradaptasi

    dengan perubahan, kompetensi

    interpersonal, orientasi nilai yang

    menunjukkan kinerja yang efektif dan

    jiwa kewirausahaan

    (entrepreneurship). Dalam soft skills

    ini sikap jujur mampu membuat

    seseorang berani menyampaikan

    sesuatu sesuai dengan kenyataannya.

    Kejujuran memungkinkan seseorang

    untuk mengevaluasi diri dengan baik

    karena berani mengakui kekurangan

    dan siap untuk memperbaikinya. Di sisi

    lain, kejujuran akan menjadikan

    seseorang mampu menyatakan

    kelebihannya. Semua perilaku tersebut

    sangat mendukung seseorang untuk

    percaya diri. Yaitu, keyakinan

    seseorang pada kemampuannya untuk

    menyelesaikan tugas dan menghadapi

    tantangan. Untuk mampu menghadapi

    tantangan itu, seseorang harus

    mempunyai motivasi yang tinggi.

    Dengan motivasi tinggi tersebut,

    seseorang akan mudah untuk

    beradaptasi dengan segala perubahan.

    Bila semua sikap dan prilaku tersebut

    ada pada diri seseorang, sebenarnya dia

    telah mempunyai kompetensi

    interpersonal yang tinggi.

    Pengembangan soft skills dalam

    pendidikan bertumpu pada pembinaan

    mentalitas agar siswa dapat

    menyesuaikan diri dengan realitas

    kehidupan. Hasil penelitian

    mengungkapkan, kesuksesan seseorang

    hanya ditentukan sekitar 20 persen

    dengan hard skill dan sisanya 80 persen

    dengan soft skills. Proses pendidikan

    merupakan perubahan pengetahuan

    (kognitif), keterampilan (psikomotor)

    dan sikap (afektif) seseorang, maka

    pendidikan seharusnya menghasilkan

    output dengan kemampuan yang

    proporsional antara hard skills dan soft

    skills. Selain karena kurikulum yang

    memiliki muatan soft skills yang

    rendah dibanding muatan hard skills,

    ketidakseimbangan antara soft skills

    dengan hard skills juga dapat

    disebabkan oleh proses pembelajaran

  • 5

    yang menekankan pada perolehan nilai

    hasil ulangan maupun nilai hasil ujian.

    (Pramuji, 2008)

    Apabila sejak dini peserta didik

    dibekali dengan softskills yang cukup

    dan bahkan sudah terbiasa

    mempraktekkannya dalam kehidupan

    sehari-hari maka peluang mereka untuk

    menjadi orang sukses di masyarakat

    akan semakin besar. Hal ini harus

    dimulai dari pimpinan lembaga

    pendidikan, para guru/dosen dan para

    staf penunjang pendidikan yang

    berhubungan langsung dengan peserta

    didik. Dengan demikian apabila peserta

    didik terbiasa diperlakukan baik,

    terhormat dan dihargai pendapatnya,

    lambat atau cepat mereka akan menjadi

    pelayan yang baik di masyarakat. Inilah

    yang dimaksud dengan penularan yang

    paling sederhana.

    Menurut Sailah (2008), sesuatu

    yang akan ditularkan kepada orang lain

    menghendaki diri kita tertular terlebih

    dahulu. Layaknya seseorang yang

    menularkan penyakit flu, dapat

    dipastikan dirinya telah tertular terlebih

    dahulu, sebelum menular kepada orang

    lain. Hal ini bermakna, seorang

    pendidik apabila ingin menerapkan

    aturan disiplin untuk datang tidak

    terlambat kepada mahasiswa, maka

    seyogyanya pendidik harus datang

    tepat waktu di dalam kelas dan juga

    tidak terlalu cepat untuk mengakhiri

    tatap muka di kelas. Apabila pendidik

    ingin menularkan rasa tanggungjawab

    kepada peserta didiknya dengan

    memberi tugas dan tugas tersebut

    dikumpulkan dalam waktu dua minggu

    (misalnya), maka guru pun harus

    berupaya untuk mengembalikan tugas

    tersebut dengan umpan balik kepada

    peserta didik sesuai dengan waktu yang

    dijanjikan. Hal ini sebagai indikasi

    pentingnya suri tauladan (uswatun

    hasanah) yang dimulai pada diri

    pendidik, sehingga dapat dikatakan

    penularan melalui ibda bi nafsi

    (dimulai dari diri sendiri) akan mampu

    mentransformasikan nilai-nilai yang

    sangat berarti bagi kehidupan peserta

    didik.

    Rasio kebutuhan soft skills dan

    hard skills di dunia kerja/usaha

    berbanding terbalik dengan

    pengembangannya di lembaga

    pendidikan, sebagaimana gambar yang

    dilustrasikan Ilah Sailah (2008) sebagai

    berikut:

  • 6

    Gambar 1 menunjukkan bahwa

    yang membawa atau mempertahankan

    orang di dalam sebuah kesuksesan di

    lapangan kerja yaitu 80% ditentukan

    oleh mind set yang dimilikinya dan

    20% ditentukan oleh technical skills.

    Namun, pada Gambar 2 dapat dilihat

    bahwa pada sistem pendidikan kita saat

    ini, soft skills hanya diberikan rata-rata

    10% saja dalam kurikulumnya. Jadi,

    bagaimana baiknya agar proses

    pendidikan kita dapat mensinergikan

    antara soft skills dan hard skills dengan

    baik, sementara jumlah satuan kredit

    mahasiswa sudah cukup banyak.

    Mengamati Gambar 1 dan 2,

    Ilah Sailah memberi jawaban

    argumentatif bahwa di dunia

    pendidikan perlu ada pergeseran

    paradigma berfikir dan bertindak dari

    fokus pada hard skills saja menjadi

    mensinergikan antara hard skills

    dengan soft skills. Salah satu caranya

    yaitu dengan melakukan penularan soft

    skills melalui Hidden Curriculum.

    Menurut Zamroni (2000:79),

    hidden curriculum adalah proses

    penanaman nilai-nilai dan sifat-sifat

    pada diri peserta didik. Proses ini

    dilaksanakan lewat perilaku guru

    selama melaksanakan proses belajar

    mengajar. Untuk menanamkan sikap

    disiplin, guru harus memberikan

    contoh bagaimana perilaku mengajar

    yang disiplin. Misalnya, memulai dan

    mengakhiri pelajaran tepat pada

    waktunya.

    PEMBELAJARAN PAI

    Pembelajaran PAI sebagai

    bagian dari pendidikan agama telah

    diamanatkan Undang-Undang Dasar

    COMPONENT OF SUCCESS

    20%

    80%

    Technical Mindset

    Gambar 1. Persentase soft skills sebagai komponen sukses

    OUR EDUCATION SYSTEM

    90

    10

    0 20 40 60 80 100

    Hardskills

    Softskills

    Gambar 2. Porsi soft skills yang diberikan dalam sistem pendidikan

  • 7

    Negara Republik Indonesia Tahun

    1945 Pasal 31 ayat (3) bahwa:

    "Pemerintah mengusahakan dan

    menyelenggarakan satu sistem

    pendidikan nasional yang

    meningkatkan keimanan dan

    ketakwaan serta akhlak mulia dalam

    rangka mencerdaskan kehidupan

    bangsa yang diatur dengan undang-

    undang". Atas dasar amanat ini, makat,

    UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang

    Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal

    3 menyatakan bahwa pendidikan

    nasional bertujuan untuk

    berkembangnya potensi peserta didik

    agar menjadi manusia yang beriman

    dan bertakwa kepada Tuhan Yang

    Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

    berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan

    menjadi warga negara yang demokratis

    serta bertanggung jawab. Dalam

    Penjelasan Umum UU Nomor 20

    Tahun 2003 ini ditegaskan bahwa

    strategi pertama dalam melaksanakan

    pembaruan sistem pendidikan nasional

    adalah "pelaksanaan pendidikan agama

    dan akhlak mulia".

    Selanjutnya, pada Pasal 37 ayat

    (1) UU Nomor 20 Tahun 2003,

    mewajibkan Pendidikan Agama dimuat

    dalam kurikulum pendidikan dasar,

    menengah dan tinggi. Pendidikan

    agama pada jenis pendidikan umum,

    kejuruan, akademik, profesi, vokasi,

    dan khusus disebut "Pendidikan

    Agama". Penyebutan pendidikan

    agama ini dimaksudkan agar agama

    dapat dibelajarkan secara lebih luas

    dari sekedar mata pelajaran/kuliah

    agama. Pendidikan Agama dengan

    demikian sekurang-kurangnya perlu

    berbentuk mata pelajaran/mata kuliah

    Pendidikan Agama untuk menghindari

    kemungkinan peniadaan pendidikan

    agama di suatu satuan pendidikan

    dengan alasan telah dibelajarkan secara

    terintegrasi. Ketentuan tersebut

    terutama pada penyelenggaraan

    pendidikan formal dan pendidikan

    kesetaraan.

    Selain itu, Pasal 12 ayat (1)

    huruf a mengamanatkan bahwa setiap

    peserta didik pada setiap satuan

    pendidikan berhak mendapatkan

    pendidikan agama sesuai agama yang

    dianutnya dan diajar oleh pendidik

    yang seagama. Ketentuan ini

    setidaknya mempunyai 3 (tiga) tujuan,

    yaitu pertama, untuk menjaga keutuhan

    dan kemurnian ajaran agama; kedua,

    dengan adanya guru agama yang

    seagama dan memenuhi syarat

  • 8

    kelayakan mengajar akan dapat

    menjaga kerukunan hidup beragama

    bagi peserta didik yang berbeda agama

    tapi belajar pada satuan pendidikan

    yang sama; ketiga, pendidikan agama

    yang diajarkan oleh pendidik yang

    seagama menunjukan profesionalitas

    dalam penyelenggaraan proses

    pembelajaran pendidikan agama.

    Pendidikan agama sebagaimana

    dijelaskan dalam PP RI Nomor 55

    Tahun 2007 Tentang Pendidikan

    Agama dan Pendidikan Keagamaan

    (Pasal 1), adalah pendidikan yang

    memberikan pengetahuan dan

    membentuk sikap, kepribadian, dan

    keterampilan peserta didik dalam

    mengamalkan ajaran agamanya, yang

    dilaksanakan sekurang-kurangnya

    melalui mata pelajaran/kuliah pada

    semua jalur, jenjang, dan jenis

    pendidikan.

    Selanjutnya pada pasal 2 ayat

    (1) PP RI Nomor 55 Tahun 2007

    dijelaskan bahwa Pendidikan agama

    berfungsi membentuk manusia

    Indonesia yang beriman dan bertakwa

    kepada Tuhan Yang Maha Esa serta

    berakhlak mulia dan mampu menjaga

    kedamaian dan kerukunan hubungan

    inter dan antarumat beragama. Pada

    ayat (2) Pendidikan agama bertujuan

    untuk berkembangnya kemampuan

    peserta didik dalam memahami,

    menghayati, dan mengamalkan nilai-

    nilai agama yang menyerasikan

    penguasaannya dalam ilmu

    pengetahuan, teknologi dan seni.

    Dan Islam sendiri sebagai salah

    satu agama yang dilekatkan kepada

    pendidikan dalam membina peserta

    didik mencapai tujuan yang

    diharapkan, Mengenai pengertian

    Pendidikan Agama Islam (PAI) Zakiah

    Daradjat (1995:86) menjelaskan

    sebagai berikut:

    1. PAI adalah usaha berupa bimbingan

    dan asuhan terhadap anak didik agar

    kelak setelah selesai pendidikannya

    dapat memahami dan mengamalkan

    ajaran agama Islam serta

    menjadikannya sebagai pandangan

    hidup (way of life).

    2. PAI ialah pendidikan yang

    dilaksanakan berdasarkan ajaran

    Islam

    3. PAI adalah pendidikan melalui

    ajaran-ajaran agama Islam, yaitu

    berupa bimbingan dan asuhan

    terhadap anak didik agar nantinya

  • 9

    setelah selesai dari pendidikan ia

    dapat memahami, menghayati dan

    mengamalkan ajaran-ajaran agama

    Islam yang telah diyakininya secara

    meyeluruh, serta menjadikannya

    ajaran agama Islam itu sebagai suatu

    pandangan hidupnya demi

    keselamatan hidup di dunia maupun

    di akhirat kelak,

    Adapun kebijaksanaan yang

    harus dijadikan arahan dalam

    pelaksanaan PAI sebagaimana kata

    pengantar yang dikemukakan oleh

    Direktur Madrasah dan Pendidikan

    Agama Drs. H. Firdaus Basuni, M.Pd

    dalam Shaleh (2005: x-xi) adalah

    sebagai berikut:

    Pertama, PAI harus mampu

    mengembangkan aqidah sebagai

    landasan keberagamaan siswa dalam

    meningkatkan iman, takwa dan akhlak

    mulia.

    Kedua, PAI harus mengembangkan

    konsep keterpaduan antara

    ketercapaian kemampuan yang bersifat

    kognitif, afektif, maupun psikomotorik.

    PAI bukan hanya bersifat hafalan,

    melainkan juga praktik dan amalan.

    Ketiga, PAI harus mampu mengajarkan

    agama sebagai landasan dasar dan

    inspirasi siswa untuk mengembangkan

    bidang keilmuan dari semua mata

    pelajaran dan bahan kajian yang

    diajarkan di sekolah.

    Keempat, PAI harus dapat

    menjadi landasan moral dan etika

    sosial dalam kehidupan sehari-hari

    siswa.

    PERANAN SOFT SKILLS

    SEBAGAI ALTERNATIF

    MODEL PEMBELAJARAN

    PAI

    UNESCO (Depdiknas, 2005)

    menjelaskan bahwa untuk

    melaksanakan perubahan besar di

    bidang pendidikan, dipakai empat pilar

    pendidikan sebagai landasan, yaitu: (i)

    learning to know, (ii) learning to do

    yang bermakna pada penguasaan

    kompetensi dari pada penguasaan

    ketrampilan menurut klasifikasi ISCE

    (International Standard Classification

    of Education) dan ISCO (International

    Standard Classification of

    Occupation), dematerialisasi pekerjaan

    dan kemampuan berperan untuk

    menanggapi bangkitnya sektor layanan

    jasa, dan bekerja di kegiatan ekonomi

    informal, (iii) learning to live together

  • 10

    (with others), dan (iv) learning to be,

    serta; belajar sepanjang hayat (learning

    throughout life).

    Empat pilar pendidikan tersebut

    sebagai satu kesatuan utuh, meskipun

    terdapat pengelompokan pilar, hal ini

    hanya untuk mencirikan pengutamaan

    substansi materi dan proses

    pembelajaran. Artinya bahwa

    kompetensi sebagai ciri utama dari

    penguasaan learning to do dari suatu

    materi pembelajaran tidak dapat

    dipisahkan dengan elemen kompetensi

    yang terkandung dalam learning to

    know, learning to live together, dan

    learning to be dari materi yang

    bersangkutan atau materi-materi

    pembelajaran lainnya. Oleh karenanya

    pemisahan antara materi

    pembelajaran atas hard skill dan soft

    skill dalam satu kurikulum tidak

    berlaku lagi. Makna arti hard skill dan

    soft skill diakomodasi dalam proses

    pembelajaran yang sesuai dengan

    dimensi proses kognitif, yaitu: (i)

    mengingat/menghafalkan, (ii)

    memahami, (iii) menerapkan, (iv)

    menganalisa, (v) mengevaluasi, dan

    (vi) mengkreasi; dari setiap dimensi

    pengetahuan yang berjenjang, mulai

    dari dimensi faktual, dimensi

    konsepsual, dimensi prosedural, dan

    dimensi pengetahuan metakognitif.

    Pada pembelajaran PAI,

    penekanan akhir lebih diutamakan pada

    segi soft skills yang mengikat

    pengetahuan dan ketrampilan yang

    diperoleh peserta didik, sehingga akan

    memunculkan makna bagi

    pendewasaan peserta didik, meskipun

    kadarnya berbeda-beda sesuai atribut

    soft skills yang melekat pada diri

    peserta didik. Hal ini dipengaruhi oleh

    kebiasaan berfikir, berkata, bertindak

    dan bersikap. Namun, atribut ini dapat

    berubah jika yang bersangkutan mau

    merubahnya dengan cara berlatih

    membiasakan diri dengan hal-hal yang

    baru. Kebiasaan baru ini paling tidak

    dilakukan selama 90 hari berturut-turut

    (Aribowo dalam Sailah, 2008).

    Berdasarkan penelitian yang dilakukan

    oleh negara-negara Inggris, Amerika

    dan Kanada, ada 23 atribut softskills

    yang dominan di lapangan kerja. Ke 23

    atribut tersebut diurut berdasarkan

    prioritas kepentingan di dunia kerja,

    yaitu:

    Inisiatif

    Etika/integritas

    Berfikir kritis

    Kemauan

    belajar

    Manajemen diri

    Menyelesaikan

    persoalan

    Dapat

    meringkas

  • 11

    Komitmen

    Motivasi

    Bersemangat

    Dapat

    diandalkan

    Komunikasi

    lisan

    Kreatif

    Kemampuan

    analitis

    Dapat

    mengatasi stres

    Berkoperasi

    Fleksibel

    Kerja dalam tim

    Mandiri

    Mendengarkan

    Tangguh

    Berargumentasi

    logis

    Manajemen

    waktu

    Aribowo dalam Sailah (2008),

    membagi soft skills atau people skills

    menjadi dua bagian, yaitu

    intrapersonal skills dan interpersonal

    skills. Dua jenis keterampilan tersebut

    dirinci sebagai berikut:

    1. Intrapersonal Skill (Keterampilan

    seseorang dalam mengatur diri

    sendiri): Transforming Character,

    Transforming Beliefs, Change

    management, Stress management,

    Time management, Creative

    thinking processes, Goal setting &

    life purpose, Accelerated learning

    techniques.

    2. Interpersonal Skill (Keterampilan

    seseorang yang diperlukan dalam

    berhubungan dengan orang lain):

    Communication skills,

    Relationship building, Motivation

    skills, Leadership skills, Self-

    marketing skills, Negotiation

    skills, Presentation skills, Public

    speaking skills.

    Belakangan yaitu kira-kira tahun

    2006-an sedang dikembangkan atribut

    lain yang tergolong pada extra

    personal concern, yang mengandung

    makna kearifan/welas asih atau

    wisdom. Atribut ini penting karena

    kalaulah dia menjadi seorang

    pengusaha maka tidak menjadi

    pengusaha yang bengis, memiliki

    kebijakan yang berorientasi pada win-

    win solution.

    PENGEMBANGAN KURIKULUM

    SOFT SKILLS

    Pengembangan kurikulum

    menurut Sumantri (2005) dilakukan

    melalui beberapa tahapan, yaitu:

    analisis kebutuhan, merumuskan

    kebutuhan dan disain kurikulum,

    menyusun kurikulum, menentukan

    pihak-pihak yang terkait dalam

    pengembangan kurikulum, dan

    mempertimbangkan berbagai pengaruh

    terhadap pengembangan kurikulum.

    Analisis Kebutuhan

    Analisis kebutuhan meliputi

    tiga hal berikut ini. Pertama, analisis

  • 12

    kebutuhan masyarakat terhadap

    kurikulum diantaranya meliputi:

    (1) kebutuhan untuk

    menularkan lingkungan

    kebudayaan dan tatanan

    masyarakat;

    (2) kebutuhan untuk

    mempersiapkan anak sebelum

    memasuki kehidupan masyarakat;

    dan

    (3) kebutuhan untuk

    memperkenalkan nilai-nilai yang

    berlaku, harapan masyarakat,

    struktur kekuatan dan kekuasaan

    politik, masalah-masalah sosial,

    dan berbagai arah gejala yang

    mungkin timbul dalam kehidupan

    masyarakat.

    Kedua, analisis kebutuhan

    pengembangan ilmu dan nilai melalui

    kurikulum diantaranya meliputi:

    (1) kebutuhan jenis ilmu dan nilai

    yang begaimana yang seharusnya

    dipelajari oleh anak;

    (2) kebutuhan jenis ilmu dan nilai

    yang bermanfaat bagi kehidupan

    anak;

    (3) kebutuhan untuk

    mengorganisasikan ilmu dan nilai

    untuk kepentingan pendidikan;

    dan

    (4) kebutuhan kriteria untuk

    menentukan relevansi ilmu dan

    nilai dengan kebutuhan anak.

    Ketiga, analisis kebutuhan anak

    diantaranya meliputi: (1) kebutuhan

    tentang populasi anak (normal, luar

    biasa, dan sebagainya); (2) kebutuhan

    tentang pertumbuhan dan

    perkembangan anak; (3) kebutuhan

    tentang kondisi lingkungan anak; (4)

    kebutuhan tentang kesempatan anak

    dalam hubungannya dengan dunia

    kerja, pengembangan karir, dan

    proyeksi atau perkiraan pertumbuhan

    ekonomi; dan kebutuhan tentang

    kesempatan belajar yang sama

    berdasarkan minat dan kemampuan

    anak. (Sumantri, 2005)

    Dalam pembelajaran PAI

    analisis kebutuhan ditambah dengan

    hal-hal yang berhubungan dengan

    analisa terhadap pemahaman terhadap

    makna ibadah sebagai kebutuhan hidup

    yang harus dihayati sebagai bentuk

    keyakinan yang mendasari tata

    pergaulan dan aktifitas dalam

    kehidupan sebagai makhluk individu,

    makluk sosial dan sebagai makluk yang

    berketuhanan.

    Merumuskan Kebutuhan Kurikulum

  • 13

    dan Disain Kurikulum

    Kebutuhan kurikulum

    diantaranya meliputi dua hal sebagai

    berikut: (1) kondisi khusus dan

    kepentingan dari lembaga pendidikan.

    Kurikulum harus disesuaikan dengan

    misi lembaga pendidikan baik misi

    yang sifatnya pendidikan umum

    maupun misi yang sifatnya pendidikan

    khusus (kejuruan atau keterampilan);

    dan (2) kurikulum yang direncanakan

    harus berdasarkan efektivitas

    kurikulum yang dilaksanakan

    sebelumnya. Hasil-hasil penelitian dan

    penilaian akan memberikan informasi

    yang dibutuhkan untuk menentukan

    efektif atau tidaknya suatu kurikulum.

    (Sumantri, 2005)

    Desain dan isi kurikulum dipilih

    sesuai dengan tujuan dari mata

    pelajaran PAI di setiap program

    pendidikan. Sehingga penajaman

    makna soft skills benar-benar nampak

    dan berpengaruh di seluruh aktivitas

    siswa, bagaimana keyakinannya,

    bagaimana akhlak yang seharusnya,

    dan bagimana pengamalan ibadahnya.

    Menyusun Kurikulum

    Dalam menyusun kurikulum

    sofst kills, sebagaimana yang dilakukan

    Tyler (1975) dengan merumuskan

    pertanyaan-pertanyaan dasar yang

    harus dijawab dalam pengembangan

    kurikulum:

    Pertama, "What educational purposes

    should the school seek to attain?"

    (tujuan-tujuan pendidikan apa yang

    seharusnya dicapai oleh sekolah?).

    Kedua, "How can learning experiences

    be selected which are likely to be useful

    in attaining these experiences?"

    (bagaimana pengalaman belajar dapat

    dipilih yang mungkin berguna dalam

    pencapaian pengalaman tersebut?).

    Ketiga, "How can learning experiences

    be organized for effective instruction?"

    (bagaimana pengalaman belajar dapat

    diorganisasikan untuk pengajaran yang

    efektif?).

    Terakhir, "How can the effectiveness

    of learning experiences be evaluated?"

    (bagaimana keefektifan pengalaman

    belajar dapat dinilai?).

    Rumusan tujuan kurikulum

    harus mencakup antara lain hal-hal

    sebagai berikut: (1) generalisasi bidang

    pelajaran; (2) pengembangan sikap,

    kepekaan, dan perasaan; (3) penguatan

  • 14

    cara berpikir; dan (4) penguasaan

    kebiasaan dan keterampilan.

    Unsur-unsur yang Terlibat dalam

    Pengembangan Kurikulum

    Unsur-unsur yang terlibat

    langsung dalam kegiatan

    pengembangan kurikulum ialah (1)

    para pengambil keputusan yang terkait

    dengan penetapan kurikulum (2) para

    ahli kurikulum, (3) para ahli disiplin

    keilmuan, (4) para ahli psikologi, dan

    (5) guru-guru. Sifat keterlibatan

    mereka dipilih dan ditentukan oleh

    latar belakang, keterampilan, dan

    kemampuannya dalam bidang masing-

    masing.

    Mempertimbangkan Berbagai

    Pengaruh terhadap Pengembangan

    Kurikulum

    Pengembangan suatu kurikulum

    akan dipengaruhi oleh faktor-faktor

    eksternal yang mempengaruhi baik

    secara langsung maupun tidak

    langsung. Pengaruh langsung biasanya

    datang dari lembaga-lembaga legislatif

    dan eksekutif yang mempunyai

    kepentingan dengan kurikulum sesuai

    dengan misi dan "trends" politik yang

    sedang populer dan berkembang pada

    waktu tertentu. Para pengembang

    kurikulum tidak dapat mengabaikan

    pengaruh langsung tersebut, sebab

    kurikulum yang akan diberlakukan

    harus sesuai dengan kriteria dan

    tuntutan zaman.

    Pengaruh tidak langsung datang

    dari pihak masyarakat dan

    cendekiawan yang merasa langsung

    atau tidak langsung merasa terlibat

    dan/atau mempunyai kepentingan

    dengan kurikulum. Masyarakat,

    misalnya, mengusulkan agar pelajaran

    agama di sekolah lebih ditingkatkan

    baik untuk mengurangi perkelahian

    para pelajar maupun untuk

    menanggulangi penyalahgunaan obat

    dan narkotika.

    Model Alternatif Penularan Soft

    Skills PAI Melalui Proses

    Pembelajaran

    Pengembangan soft skills dapat

    dilakukan melalui kegiatan proses

    pembelajaran dan juga kegiatan ekstra

    kurikuler atau ko-kurikuler. Yang

    terpenting, soft skills ini bukan bahan

    hafalan melainkan dipraktekkan oleh

    individu yang belajar atau yang ingin

    mengembangkannya. Pada saat peserta

    didik ingin mengembangkan minat dan

    bakatnya di dalam bidang seni tilawah

  • 15

    umpamanya, acapkali pembimbing

    kegiatan seni tilawah hanya berpusat

    pada teknik bagaimana memenangkan

    pertandingan yang akan dilakukan oleh

    anak didiknya. Tidak sedikit yang tidak

    mengindahkan, bahwa pada saat guru

    agama menjadi pembina tilawah, maka

    soft skills yang perlu dikembangkan

    adalah sportifitas, keberanian untuk

    kalah, keberanian untuk menang dan

    semangat juang yang membara.

    Seringkali, hard skills-nya yang selalu

    kita perhatikan. Namun, ketika

    menerima kekalahan, bukan introspeksi

    diri yang pertama dilakukan, tetapi

    mungkin malah menyalahkan cara

    kerja juri, atau kecurangan yang

    dilakukan oleh lawan. Hal-hal

    demikian akan banyak digali dalam

    kegiatan ektra kurikuler.

    Pengembangan soft skills dalam

    proses pembelajaran PAI dapat

    dilakukan melalui kegiatan belajar

    melalui tatap muka di dalam kelas

    maupun praktek di lapangan. Hal ini

    memerlukan keikhlasan, kesabaran,

    ikeistiqomahan dan kreatifitas pendidik

    yang mengampu mata pelajaran PAI

    dan kompetensi yang diharapkan dari

    pembelajaran mata pelajaran yang

    diampu tersebut.

    Menurut Illah Sailah (2008)

    terdapat sedikitnya tiga cara penularan

    soft skills dalam pembelajaran, yaitu

    melalui:1) Lecturer role model, 2)

    Message of the week, 3) Hidden

    curriculum

    Role model pendidik dapat

    diperlihatkan dengan saling edifikasi

    dengan teman sejawat di depan siswa.

    Edifikasi berasal dari kata to edify yaitu

    memberikan penghargaan sekaligus

    proposi bagi teman sejawat. Saling

    menjelekkan antar pendidik di depan

    siswa patut dihindari. Jangan sampai

    siswa menjadi tumpahan keluhan rasa

    kekesalan pendidik dengan

    menyalahkan orang lain. Sering-

    seringlah memberikan pujian kepada

    siswa di depan siswa lainnya jika

    mampu mencapai prestasi tertentu.

    Penularan cara kedua dapat

    dilakukan dengan memberi pesan

    moral di setiap waktu tatap muka baik

    pada saat awal membuka pelajaran atau

    menutup pelajaran. Cara ini disebut

    Message of the week (MOW). Pesan

    yang disampaikan dapat berupa kata-

    kata mutiara dan cerita yang

    membangun moral dari berbagai

    sumber dengan pemaknaannya dalam

  • 16

    berkehidupan, atau animasi yang

    mendukung dari web site internet.

    Selain cara kedua di atas yaitu

    melalui hidden curriculum. Hidden

    Curriculum is the broader concept of

    which the informal curriculum is a

    part Pelajaran dari kurikulum

    tersembunyi diajarkan secara implisit.

    Kurikulum tersembunyi lebih ampuh

    karena dapat membuat proses

    pembelajaran lebih menarik minat dan

    menyenangkan. Peran pendidik dalam

    hal ini adalah:

    Membangun proses dialog

    Menangani dinamika kelompok

    Terlibat dengan motivasi siswa

    Mengintroduksikan berpikir

    kritis

    Memberdayakan kurikulum

    tersembunyi (Empowering

    Hidden Curriculum)

    Ketiga cara penularan ini, kalau

    dikaji dari perspektif pendidikan Islam

    merupakan pengejawantahan dari misi

    profetik pendidikan Islam,

    sebagaimana misi kependidikan yang

    dibawah Nabi Muhammad saw adalah

    menanamkan aqidah yang benar: yakni

    aqidah tauhid, yang by extension,

    memahami seluruh fenomena alam dan

    kemanusiaan sebagai suatu kesatuan

    yang holistic. Dalam kerangka tauhid

    dalam pengertian terakhir ini, maka

    kemanusiaandan demikian SDM

    adalah manusia yang memiliki kualitas

    yang seimbang: beriman, berilmu

    (beriptek) dan beramal; cakap baik

    secaraa lahiriah maaupun batiniah;

    berkualitas secara emosional dan

    raasional, atau memiliki EQ dan IQ

    yang tinggi.(Azra, 1999). Sebagaimana

    firman Allah swt yang artinya; Dan

    Kami tidak mengutus, melainkan

    kepada umat manusia seluruhnya,

    sebagai pembawa berita gembira dan

    sebagai pemberi peringatan (Q.S.

    Saba/34:28). Dan tiadalah Kami

    mengutus kamu (Muhammad),

    melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi

    semesta alam (Q.S. al-

    Anbiya/21:107).

    Di sisi yang lain, akhlak

    mediasi antara pendidik dan anak didik

    secara timbal balik memberikan

    keteladanan (uswatun hasanah)

    sebagaimana yang dicontohkan Nabi

    Muhammaad saw sehingga ilmu yang

    ditransferkan syarat dengan muatan

    nilai.

  • 17

    Andrea Hirata dalam Laskar

    Pelanginya (2007), mengeluhkan

    tentang betapa mekanistiknya

    pendidikan saat ini sehingga siswa-

    siswa belajar sekeras-kerasnya bukan

    lantaran cinta dengan ilmu

    pengetahuan, tapi keinginan untuk

    menembus level sosial yang lebih

    tinggi. Sebagaimana juga pendidikan

    kita yang kian mekanistik secara

    sistemik telah mencetak generasi robot

    yang pintar menyelesaikan soal-soal

    UAN tetapi gagap untuk

    menyelesaikan persoalan hidup. Siswa

    dididik untuk menganggap bahwa bisa

    berhitung jauh lebih mulia

    dibandingkan bisa bernyanyi.. Dan

    dididik untuk senantiasa mengasah otak

    kiri kita hingga cerdas dan licik dalam

    berpikir tetapi disisi lain menumpulkan

    banyak potensi otak kanan siswa yang

    seharusnya sadar bahwa perbedaan

    individual begitu unik. Di sini Andrea

    menunjukkan tentang pendidikan yang

    mencerahkan visi peserta didik dari

    seorang guru dusun bernama bu

    Muslimah.

    Apa yang dilakukan bu

    Muslimah adalah sebuah praktek soft

    skills dimana nilai-nilai agama dapat

    diramu sedemikian rupa sehingga

    benar-benar membekas dalam dalam

    diri siswa. Bu Muslimah berusaha

    mendobrak paradigma-paradigma

    pendidikan tipikal dengan suatu dogma

    baru. Satu hal yang amat unik dari

    sosok ini adalah kemampuannya untuk

    membuat anak-anak dusun menjadi

    bocah-bocah maniak ilmu pengetahuan.

    Ia mampu menjadikan setiap orang

    istimewa dengan kekhasannya masing-

    masing, entah itu dengan

    kebandelannya, kemampuan

    matematikanya maupun kemampuan

    seninya. Beliau dapat membuat para

    bocah ini begitu merindukan sekolah

    sehingga hari minggu menjadi mimpi

    buruk yang harus cepat-cepat diakhiri

    dan hari senin menjadi hari yang paling

    ditunggu-tunggu.

    Rahasia dibalik itu semua

    menurut Andrea Hirata adalah jiwa

    guru yang ada dalam diri seorang bu

    Muslimah. Jiwa guru yang dimaksud

    adalah motivasi tanpa pamrih yang

    telah berhasil melampaui sekat-sekat

    batasan ekonomi, fasilitas, sosio-kultur

    dan bahkan kungkungan paradigma

    yang selama ini membelenggu masa

    depan para bocah laskar pelangi itu.

    Hal yang paling utama adalah, beliau

    mampu menumbuhkan rasa ingin tahu

  • 18

    yang tinggi terhadap ilmu pengetahuan,

    menjadikan mereka sosok-sosok yang

    cinta ilmu, sekaligus berhasil

    menancapkan mimpi-mimpi besar

    dibenak bocah-bocah kecil itu agar

    mereka mampu berbuat sesuatu

    dikemudian hari. Itulah sebuah senjata

    yang amat berharga yang mampu

    mengalahkan uang berjuta-juta atau

    fasilitas bergunung-gunung yang

    mampu diberikan sebuah sekolah

    paling favorit sekalipun. Sebuah

    perhiasan bagi kaum guru yang tidak

    mungkin ditukarkan dengan anggaran

    pendidikan sebesar apapun, kurikulum

    sedahsyat apapun, atau bahkan guru-

    guru setingkat profesor sekalipun.

    Berkaca dari Laskar Pelangi ini

    dalam hubungannya dengan penularan

    soft skills dapat dikaji bahwa

    keberhasilan pembelajaran dalam

    tinjauan pendidikan Islam bukan

    sekedar transfer ilmu dan nilai secara

    terpisah, tapi merupakan core yang

    menyatu, sehingga ilmu adalah nilai,

    dan nilai adalah wujud ilmu. Dan

    keduanya ketika diaplikasikan dalam

    kehidupan merupakan ketrampilan

    yang bermanfat bagi diri peserta didik--

    bagaimana ia dapat menyadari dirinya

    seutuhnya dan mengetahui segala

    potensi yang ia miliki untuk kemudian

    dapat memanfaatkannya untuk

    menghadapi persoalan-persoalan yang

    mereka hadapi dalam kehidupan,

    masyarakat, kehidupan dan

    kemanusiaan.

    Demikianlah, sekilas kupasan tentang

    hakekat pengembangan soft skills

    pembelajaran PAI yang intinya adalah

    ketrampilan halus yang harus

    ditularkan kepada peserta didik.

    Ditularkan karena untuk menstansfer

    sebuah nilai yang menularkan

    seharusnya sudah terinfeksi terlebih

    dahulu. Wallahu alamu bi shawab.

    SIMPULAN

    1. Soft skills diartikan sebagai sikap

    dan prilaku, yaitu antara lain, jujur,

    percaya diri (self confidence),

    motivasi yang tinggi, kemampuan

    beradaptasi dengan perubahan,

    kompetensi interpersonal, orientasi

    nilai yang menunjukkan kinerja

    yang efektif dan jiwa kewirausahaan

    (entrepreneurship). Pengembangan

    soft skills dalam pendidikan

    bertumpu pada pembinaan

    mentalitas agar siswa dapat

    menyesuaikan diri dengan realitas

    kehidupan.

  • 19

    2. Pendidikan Agama Islam (PAI)

    ialah pendidikan yang dilaksanakan

    berdasarkan ajaran Islam yang

    berupa bimbingan dan asuhan

    terhadap anak didik agar nantinya

    setelah selesai dari pendidikan ia

    dapat memahami, menghayati dan

    mengamalkan ajaran-ajaran agama

    Islam yang telah diyakininya secara

    meyeluruh, serta menjadikannya

    ajaran agama Islam itu sebagai suatu

    pandangan hidupnya demi

    keselamatan hidup di dunia maupun

    di akhirat kelak,

    Penularan soft skills dalam

    pembelajaran, yaitu melalui:1) Lecturer

    role model, 2) Message of the week, 3)

    Hidden curriculum. Hal ini lebih

    efektif karena selaras dengan misi

    kependidikan yang dibawah Nabi

    Muhammad saw yaitu menanamkan

    aqidah yang benar: yakni aqidah

    tauhid, memahami seluruh fenomena

    alam dan kemanusiaan sebagai suatu

    kesatuan yang holistic. Dalam

    kerangka tauhid maka kemanusiaan

    adalah manusia yang memiliki kualitas

    yang seimbang: beriman, berilmu

    (beriptek) dan beramal; cakap baik

    secaraa lahiriah maaupun batiniah;

    berkualitas secara emosional dan

    raasional, atau memiliki EQ dan IQ

    yang tinggi.

    DAFTAR PUSTAKA

    Abdurachman, Jawa Post. Kualitas PT, Kualitas Soft Skills-nya Rabu, 04 Juli 2007.

    Azra, A. 1999, Pendidikan Islam: Tradisi

    dan Modernisasi Menuju

    Milenium Baru. Jakarta: Logos

    Wacana Ilmu.

    Daradjat, Z. et.al. 1995. Metodik

    Khusus Pengajaran Agama

    Islam. Edisi ke-2. Jakarta: Bumi

    Aksara.

    Hirata, A. 2007. Laskar Pelangi.

    Yogyakarta: Bentang

    Miller, J.P. dan Seller, W. 1985.

    Curriculu: Perspectives and

    practice. New York: Longmen

    Muhaimin, 2006. Nuansa Baru

    Pendidikan Islam (Mengenai

    Dunia Kusut Dunia

    Pendidikan). Jakarta: PT

    Grafindo Persada.

    PP RI Nomor 55 Tahun 2007 Tentang

    Pendidikan Agama dan

    Pendidikan Keagamaan

    Pramuji, L. 2008. Mengembangkan

    Soft Skills Siswa Melalui

    Pembelajaran Kontekstual.

    [Online]. Tersedia:

    http://alkhoirot.com/2008/07/06

    /mengembangkan-soft-skills-

    siswa/ [22 Oktober 2008]

    Sailah, I. 2008. Pengembangan Soft

    Skills di Perguruan Tinggi.

    Jakarta: Tim Kerja

    Pengembangan Soft Skills

    Direktorat Jenderal Pendidikan

  • 20

    Tinggi Departemen Pendidikan

    Nasional

    Shaleh, A.R. 2005. Pendidikan Agama

    & Pembangunan Watak

    Bangsa. Jakarta: PT

    RajaGrafindo Persada.

    Somantrie, H. 2005. Pengembangan dan

    Penilaian Kurikulum. Jakarta:

    Direktorat Pendidikan Lanjutan

    Pertama Direktorat Jenderal

    Manajemen Pendidikan Dasar dan

    Menengah Departemen Pendidikan

    Nasional

    Tyler, R.W. 1975. Basic Principles of

    Curriculum and Instruction.

    Chicago & London: The

    University of Chicago Press.

    Tim Kerja Direktorat Pembinaan

    Akademik dan Kemahasiswaan.

    2005. Kurikulum Berbasis

    Kompetensi Bidang-Bidang Ilmu

    (Ilmu-ilmu Dasar, Pertanian,

    Kesehatan, Sosial, Teknik).

    Jakarta: Direktorat Jenderal

    Pendidikan Tinggi Departemen

    Pendidikan Nasional

    Tim Kerja Direktorat Pembinaan

    Akademik dan Kemahasiswaan.

    2005. Tanya Jawab Seputar Unit

    Pengembangan Materi dan Proses

    Pembelajaran di Perguruan

    Tinggi. Jakarta: Direktorat

    Jenderal Pendidikan Tinggi

    Departemen Pendidikan Nasional

    Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945

    UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang

    Sistem Pendidikan Nasional

    Zamroni. 2000. Paradigma Pendidikan

    Masa Depan. Yogyakarta:

    Bigraf Publishing.