Intoksikasi Pestisida

Embed Size (px)

DESCRIPTION

makalah

Citation preview

Keracunan Pestisida Akibat KerjaEverdina Ester Pelupessy - [email protected] KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA JAKARTA Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510 Telephone : (021) 5694-2061 Ext. 2217,2204,2205

PENDAHULUANPenyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Dalam ruangan atau ditempat kerja biasanya terdapat faktor-faktor yang menjadi penyebab penyakit akibat kerja berupa faktor fisis, faktor kimiawi, faktor biologis, faktor fisiologis/ergonomis, serta faktor mental-psikologis. Untuk mendiagnosis penyakit akibat kerja mempunyai kekhususan sendiri jika dibandingkan terhadap diagnosis penyakit pada umumnya. Untuk diagnosis penyakit akibat kerja, anamnesis dan pemeriksaan klinis serta laboratoris yang biasa digunakan bagi diagnosis penyakit pada umumnya belum cukup, melainkan harus pula dikumpulkan data dan dilakukan pemeriksaan terhadap tempat kerja, aktivitas pekerjaan dan lingkungan kerja guna memastikan bahwa pekerjaan atau lingkungan kerja adalah penyebab akibat kerja yang bersangkutan serta kemungkinan terhadap terjadinya paparan kepada faktor-faktornya. Pestisida adalah zat untuk membunuh atau mengendalikan hama. Beberapa jenis hama yang paling sering ditemukan adalah serangga dan beberapa di antaranya sebagai vektor penyakit. Penyakit-penyakit yang penularannya melalui vektor antara lain malaria, onkosersiasis. filariasis, demam kuning, riketsia, meningitis, tifus. dan pes. Insektisida membantu mengendalikan penularan penyakit-penyakit ini. Serangga juga dapat merusak berbagai tumbuhan dan hasil panen. Selain gangguan serangga, gangguan yang amat penting bagi petani adalah rumput liar. Herbisida dapat dipergunakan untuk mengatasi gangguan ini. Pestisida juga telah dikembangkan untuk mengendalikan hama lain misalnya jamur (fungisida) dan hewan pengerat (rodentisida). Penggunaan pestisida yang tidak tepat dapatr memberikan akibat samping keracunan. Ada bebera[pa faktor yang mempengaruhi ketyidaktepatan penggunaan pestisida antara lain tingkat pengetahuan sikap/perilaku pengguna pestisida, pengguna alat pelindung. Serta kurangnya informasi yang berkaitan dengan resiko penggunaan pestisida. Selain itu petani lebih banyak mendapat informasi mengenai pestisida dari petugas pabrik pembuat pestisida dibanding petugas kesehatan.

PEMBAHASANPembahasan Teori :Penyakit Akibat KerjaMerupakan penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit akibat kerja dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang berasal dari tempat kerja yaitu :1. Faktor fisis :a. Suara yang dapat mengakibatkan tuli akibat kerja;b. Radiasi sinar rontgen atau sinar radioaktif, yang menyebabkan antara lain penyakit susunan darah dna kelainan kulit. Radiasi sinar infra merah dapat mengakibatkan katarak (cataract) kepada lensa mata, sedangkan sinar ultra violet menjadi sebab konjungtivitis fotoelektrika.c. Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan heat stroke (pukulan panas), kejang panas (heat cramps) atau hiperpireksia. Sedangkan suhu terlaluu rendah dapat menyebabkan frostbite.d. Tekanan udara tinggi menyebabkan penyakit kaisone. Penerangan lampu yang buruk dapat menyebabkan kelainan kepada indra penglihatan atau kesilauan yang memudahkan terjadinya kecelakaan.2. Faktor kimiawi :a. Debu yang menyebabkan pnemokoniosis , di antaranya silikosis, abestosis dna lainnya.b. Uap yang di antaranya menyebabkan demam uap logam (metal fume fever), dermatosis (penyakit kulit) akibat kerja atau keracunan oleh zat toksis uap formaldehida.c. Gas, misalnya keracunan oleh CO, H2S dan lainnya.d. Larutan zat kimia yang misalnya menyebabkan iritasi kepada kulit.e. Awan atau kabut, misalnya racun serangga (insecticides), racun jamur dan lainnya yang menimbulkan keracunan.3. Faktor Biologis :Misalnya bibit penyakit antraks atau bbrusella (brucella) yang menyebabkan penyakit akibat kerja pada pekerja penyamak kulit.4. Faktor fisiologis/ergonomis, yaitu antara lain kesalahan konstruksi mesin, sikap badanyang tidak benar dalam melakukan pekerjaan dan lain-lain yang kesemuaannya menimbulkan kelelahan fisik dan gangguan kesehatan bahkan lambat laun dapat terjadi perubahan fisik tubuh pekerja atau kecacatan.5. Faktor mental-psikologis yang terlihat misalnya pada hubungan kerja atau hubungan industrial yang tidak baik, dengan akibat timbulnya misalnya depresi atau penyakit psikosomatis.Ada 7 langkah untuk mendiagnosis suatu penyakit akbita kerja, yang disebut dengan 7 langkah diagnosis okupasi. Diagnosis penyakit akibat kerja adalah landasan terpenting bagi manajemen penyakit tersebut promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Diagnosis penyakit akibat kerja juga merupakan penentu bagi dimiliki atau tidak dimilikinya hak atas manfaat jaminan penyakit akibat kerja yang tercakup dalam program jaminan kecelakaan kerja. Sebagaimana berlaku bagi smeua penyakit pada umumnya, hanya dokter yang kompeten membuat diagnosis penyakit akibat kerja. Hanya dokter yang berwenang menetapkan suatu penyakit adalah penyakit akibat kerja. Tegak tidaknya diagnosis penyakit akibat kerja sangat tergantung kepada sejauh mana metodologu diagnosis penyakit akibat kerja dilaksanakan oleh dokter yang bersangkutan.1Cara menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja mempunyai kekhususan apabila dibandingkan terhadap diagnosis penyakit pada umumnya. Untuk diagnosis penyakit akibat kerja, anamnesis dan pemeriksaan klinis serta laboratoris yang biasa digunakan bagi diagnosis penyakit pada umumnya belum cukup, melainkan harus pula dikumpulkan data dan dilakukan pemeriksaan terhadap tempat kerja, aktivitas pekerjaan dan lingkungan kerja guna memastikan bahwa pekerjaan atau lingkungan kerja adalah penyebab penyakit akibat kerja yang bersangkutan. Selain itu, anamnesis terhadap pekerjaan baik yang sekrang maupun pada masa sebelumnya harus dibuat secara lengkap termasuk kemungkinan terhadap terjadinya paparan kepada faktor mekanis, fisik, kimiawi, biologis, fisiologis/ergonomis, dan mental-psikologis.

7 langkah Diagnosis Okupasi1. Diagnosis Klinisa. Anamnesis Identitas, meliputi : nama, nomor induk pokok, umur, jenis kelamin, bagian kerja, lama bekerja, Riwayat penyakit : keluhan, RPS(riwayat penyakit sekarang), RPD(riwayat penyakit dahulu), RPK(riwayat penyakit keluarga) Riwayat pekerjaan : Sudah berapa lama bekerja sekarang Riwayat pekerjaan sebelumnya Alat kerja, bahan kerja, proses kerja Barang yang diproduksi/dihasilkan Waktu bekerja sehari Kemungkinan pajanan yang dialami APD(Alat pelindung diri) yang dipakai Hubungan gejala dan waktu kerja Pekerja lain ada yang menghalami hal samaAnamnesis tentang riwayat penyakit dan riwayat pekerjaan dimaksudkan untuk mngetahui kemungkinan salah satu faktor di tempat kerja, pada pekerjaan dan atau lingkungan kerja menjadi penyebab penyakit akibat kerja. Riwayat penyakit meliputi antara lain awal-mula timbul gejala atau tanda sakit pada tinggkat dini penyakit, perkembangan penyakit, dan terutama penting hubungan antara gejala serta tanda sakit dengan pekerjaan dan atau lingkungan kerja.1Riwayat pekerjaan harus ditanyakan kepada penderita dnegan seteliti-telitinya dari pemrulaan sekali smapai dengan waktu terakhir bekerja. Jangan sekali-kali hanya mencurahkan perhatian pada pekerjaan yangg dilakukan waktu sekarang, namun harus dikumpulkan informasi tentang pekerjaan sebelumnya, sebab selalu mungkin bahwa penyakit akibat kerja yang diderita waktu ini penyebabnya adalah pekerjaan atau lingkungan kerja dari pekerjaan terdahulu. Hal ini lebih penting lagi jika tenaga kerja gemar pindah kerja dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya. Buatlah tabel yang secara kronologis memuat wkatu , perusahaan, tempat bekerja, jenis pekerjaan, aktivitas pekerjaan, faktor dalam pekerjaan atau lingkungan kerja yang mungkin menyebabkan penyakit akibat kerja. Penggunaan kuestioner yang direncanakan dengan tepat sangat membantu.1Perhatian juga diberikan kepada hubungan antara bekerja dan tidak bekerja dengan gejala dan tanda penyakit. Pada umumnya gejala dna tanda penyakit akibat kerja berkurang, bahkan kadang-kadang hilang sama sekali, apabila penderita tidak masuk bekerja; gejala dan tanda itu timbul lagi atau menjaid lebih berat, apabila ia kembali bekerja. Fenomin seperti itu sangat jelas misalnya pada penyakit dermatosis akibat kerja atau pada penyakit bissinosis atau asma bronkhiale akibat kerja atau lainnya. Informasi dan dan data hasil pemeriksaan kesehata khusus sangat penting artinya bagi keperluan menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja. Akan lebih mudah lagi menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja, jika tersedia data kualitatif dan kuantitatif faktor-faktor dalam pekerjaan dan lingkungan kerja yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja.1b. Pemeriksaan Fisik :Pemeriksaan umum dan khususPemeriksaan fisik dimaksudkan untuk menemukan gejala dan tanda yang sesuai untuk suatu sindrom, yang sering-sering khas untuk suatu penyakit akibat kerja. Kesadaran TTV(tanda-tanda vital) berupa tekanan darah, suhu, denyut nadi, dan frekuensi napas. Tinggi dan berat badan Kepala dan muka : rambut, mata (strabismus, refleks pupil, kornea dan konjungtiva), hidung (mukosa, penciuman, epistaksis, tenggorokan, tonsil, suara), rongga mulut (mukosa, lidah, gigi), leher (kelenjar gondok), toraks (bentuk, pergerakan, paru, jantung), abdomen (hati, limpa), genetalia, tulang punggung, ekstremitas(refleks:fisiologis/patologis, koordinasi otot : tremor, tonus, paresis, paralisis dan lain-lain).c. Pemeriksaan penunjang : laboratorium, rontgem, spirometer, audiometer, dsb.Pemeriksaan laboratoris dimaksudkan untuk mencocokkan benar tidaknya penyebab penyakit akibat kerja yang bersangkutan ada dalam tubuh tenaga kerja yang menderita penyakit tersebut. Guna menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja, biasanya tidak cukup sekedar pembuktian secara kualitatif yaitu tentang adanya faktor penyebab penyakit, melainkan harus ditunjukkan juga banyaknya atau pembuktian secara kuantitatif. Pemeriksaan laboratoris berupa pemeriksaan darah, urin, tinja, serta pemeriksaan tambahan /monitoring biologis berupa pengukuran kadar bahan kimia penyebab sakit di dalam tubuh tenaga kerja misalnya kadar dalam urin, darah dna sebagainya,Pemeriksaan rontgen (sinar tembus) sering sangat membantu dalam menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja, terutama untuk penyakit yang disebabkan penimbunan debu dalam paru dan reaksi jaringan paru terhadapnya sinar tembus baru ada maknanya jika dinilai dengan riwayat penyakit dan pekerjaan serta hasil pemeriksaan lainnya dan juga data lingkungan kerja.d. Pemeriksaan tempat kerja : Pemeriksaan tempat dan ruang kerja yang dimaksudkan untuk memastikan adanya faktor penyebab penyakit di tempat atau ruang kerja serta mengukur kadarnya. Hasil pengukuran kuantitatif di tempat atau ruang kerja sangat perlu untuk melakukan penilaian dan mengambil kesimpulan, apakah kadar zat sebagai penyebab penyakit akibat kerja cukup dosisnya atau tidak untuk menyebab sakit. Meliputi faktor lingkungan kerja yang dapat berpengaruh terhadap skait penderita (faktor fisis, kimiawi, biologis, psikososial), faktor cara kerja yang dapat berpengaruh terhadap sakit penderita (peralatan kerja, proses produksi, ergonomi), waktu paparan nyata (per hari, perminggu) dan alat pelindung diri.2. Pajanan yang dialamiMeliputi pajanan saat ini dan sebelumnya. Informasi ini diperoleh terutama dari anamnesis yang teliti. Akan lebih baik lagi jika dilakukan pengukuran lingkungan kerja.3. Hubungan pajanan dengan penyakitUntuk mengetahui hubungan pajanan dengan penyakit dilakukan identifikasi pajanan yang ada. Evidence based berupa pajanan yang menyebabkan penyakit. Kemudian perlu diketahui hubungan gejala dan waktu kerja, pendapat pekerja (apakah keluhan/gejala ada hubungan dnegan pekerjaan).4. Jumlah pajananMencari tahu patofisiologis penyakitnya, bukti epidemiologis, kualitatif beurpa cara atau proses kerja, lama kerja, lingkungan kerja. Kemudian dilakukan observasi tempat dan lingkungan kerja, pemakaian APD, serta jumlah pajanan berupa data lingkungan, data ,monitoring biologis serta hasil surveilans.5. Peranan faktor individuBerupa status kesehatan fisik adakah alergi /atopi, riwayat penyakit dalam keluarga, status kesehatan mental, serta higine perorangan.6. Faktor lain di luar pekerjaanAdakah hobi, kebiasaan buruk, pajanan di rumah serta pekerjaan sambilan yang dapat menjadi faktor pemicu penyakit yang diderita.7. Diagnosis okupasiDiagnosis okupasi dilakukan dengan meneliti dari langkah 1-6, referinsi atau bukti ilmiah yang menujukkan hubungan kausal pajanan & penyakit.1,2

Pembahasan Khasus :Skenario 3Sekelompok petani datang membawa seorang laki-laki yang pingsan ke puskesmas di pinggiran kota. Ketika dokter akan memulai anamnesis, tiba-tiba datang lagi tiga orang dari komunitas yang sama, yang masing-masing mengalami muntah-muntah, pusing dan pandangan kabur. Para petani ini memakai pestisida jenis baru.Diagnosis klinisa. Anamnesis :i. Identitas : Tn. A, B, C dan D bekerja sebagai petani1. Keluhan utama : muntah-muntah, pusing, pandangan kabur dan pingsan.ii. Keluhan tambahan : -iii. Riwayat penyakit sekarang : pasien muntah-muntah, pusing dan pandangan kabur serta ada pula yang hingga tidak sadarkan diri.iv. Riwayat Penyakit dahulu : tidak diketahui v. Riwayat penyakit keluarga : tidak diketahuivi. Riwayat pekerjaan : bekerja sebagai petani

b. Pemeriksaan fisik i. Kesadaran : compos mentisii. TTV: TD: 80/palpasi; Frekuensi nadi: 120 kali/menit; frekuensi nafas: 28 kali/menitiii. Palpasi: akral dinginc. Pemeriksaan penunjang :i. Pemeriksaan darah rutin : Leukositosis ii. Pemeriksaan urin : Glukosuria, proteinuria iii. Pemeriksaan Aktivitas Enzim Kolinesterase Berdasarkan anamnesis dan data-data dari khasus maka diagnosis klinis dari pasien ini adalah Intoksikasi/keracunan pestisida.A. Diagnosis klinis: Keracunan pestisidaSecara umum pestisida didefenisikan sebagai senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh hama, termasuk serangga, hewan pengerat, jamur dan tanaman yang tidak diinginkan (gulma). Pestisida digunakan dalam kesehatan masyarakat untuk membunuh vektor penyakit, seperti nyamuk, dan dalam pertanian, untuk membunuh hama yang merusak tanaman.3Menurut Peraturan Pemerintah No 7 tahun 1973, Pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk: Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian; Memberantas rerumputan; Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan; Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman tidak termasuk pupuk; Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewanpiaraan dan ternak; Memberantas atau mencegah hama-hama air; Memberantas atau mencegah binatang binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan; Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau air.

Pestisida telah secara luas digunakan untuk tujuan memberantas hama dan penyakit tanaman dalam bidang pertanian. Pestisida juga digunakan dirumah tangga untuk memberantas nyamuk, kepinding, kecoa dan berbagai serangga penganggu lainnya. Dilain pihak pestisida ini secara nyata banyak menimbulkan keracunan pada orang. Kematian yang disebabkan oleh keracunan pestisida banyak dilaporkan baik karena kecelakaan waktu menggunakannya, maupun karena disalah gunakan (unttuk bunuh diri). Dewasa ini bermacam-macam jenis pestisida telah diproduksi dengan usaha mengurangi efek samping yang dapat menyebabkan berkurangnya daya toksisitas pada manusia, tetapi sangat toksik pada serangga.Keracunan pestisida adalah masuknya bahan-bahan kimia kedalam tubuh manusia melalui kontak langsung, inhalasi, ingesti dan absorpsi sehingga menimbulkan dampak negatif bagi tubuh.Penggunaan pestisida dapat mengkontaminasi pengguna secara langsung sehingga mengakibatkan keracunan. Dalam hal ini keracunan dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu: a. Keracunan Akut ringan, menimbulkan pusing, sakit kepala, iritasi kulit ringan, badan terasa sakit dan diare.b. Keracunan akut berat, menimbulkan gejala mual, menggigil, kejang perut, sulit bernafas, keluar air liur, pupil mata mengecil dan denyut nadi meningkat, pingsan.c. Keracunan kronis, lebih sulit dideteksi karena tidak segera terasa dan menimbulkan gangguan kesehatan. Beberapa gangguan kesehatan yang sering dihubungkan dengan penggunaan pestisida diantaranya: iritasi mata dan kulit, kanker, keguguran, cacat pada bayi, serta gangguan saraf, hati, ginjal dan pernafasan.Ada 4 macam pekerjaan yang dapat menimbulkan kontaminasi dalam penggunaan pestisida yakni :a. Membawa, menyimpan dan memindahkan konsentrat pestisida (Produk pestisida yang belum di encerkan).b. Mencampur pestisida sebelum diaplikasikan atau disemprotkan.c. Mengaplikasikan atau menyemprotkan pestisida.d. Mencuci alat-alat aplikasi sesudah aplikasi selesai.Diantara keempat pekerjaan tersebut di atas yang paling sering menimbulkan kontaminasi adalah pekerjaan mengaplikasikan, terutama menyemprotkan pestisida. Namun yang paling berbahaya adalah pekerjaan mencampur pestisida. Saat mencampur, kita bekerja dengan konsentrat (pestisida dengan kadar tinggi), sedang saat menyemprot kita bekerja dengan pestisida yang sudah diencerkan.3Tabel 1. Klasifikasi PestisidaKlasifikasiBentuk KimiaBahan AktifKeterangan

1. InsektisidaBotani

Carbamat

Organophosphat

OrganochlorinNikotinePyrethrineRotenonCarbarylCarbofuranMethiocorb

ThiocarbDichlorovosDimethoat

PalathionMalathionDiazinonChlorpyrifosDDTLindaneDieldrinEldrinEndosulfangammaHCHTembakauPyrtrum-toksik kontaktoksik sistemikbekerja pada lambungjuga moluskisidatoksik kontaktoksik kontak, sistemik

toksik kontaktoksik kontakkontak dan ingesti

kontak, ingestipersistenpersistenkontak, ingestikontak, ingesti

HerbisidaAset anilidAmidaDiazinoneCarbamate

Triazine

TriazinoneAtachlorPropachlorBentazaoneChlorprophanAsulamAthrazinMetribuzineMetamitronSifat residu

Kontak

Toksin kontak

FungisidaInorganik

BenzimidazoleHydrocarbon-phenolikBordeaux mixtureCopper oxychloridMercurous chlorideSulfurThiabendazoleTar oilProtektanProteoktan

Protektan, sistemikProtektan, kuratif

OrganophosphatLebih dari 50.000 komponen organophosphate telah disynthesis dan diuji untuk aktivitas insektisidanya. Tetapi yang telah digunakan tidak lebih dari 500 jenis saja. Semua produk organophosphate tersebut berefek toksik bila tertelan, dimana hal ini sama dengan tujuan penggunaannya untuk membunuh serangga.Mekanisme toksisitas Organophosphat adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis pestisida lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada orang. Termakan hanya dalam jumlah sedikit saja dapat menyebabkan kematian, tetapi diperlukan lebih dari beberapa mg untuk dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa. Organofosfat menghambat aksi pseudokholinesterase dalam plasma dan kholinesterase dalam sel darah merah dan pada sinapsisnya.Gejala keracunan organofosfat sangat bervariasi. Setiap gejala yang timbul sangat bergantung pada adanya stimilasi asetilkholin persisten atau depresi yang diikuti oleh stimulasi.saraf pusat maupun perifer.4

CarbamateInsektisida karbamat telah berkembang setelah organofosfat. Insektisida ini biasanya daya toksisitasnya rendah terhadap mamalia dibandingkan dengan organofosfat, tetapi sangat efektif untuk membunuh insekta.Mekanisme toksisitas dari karbamate adalah sama dengan organofosfat, dimana enzim achE dihambat dan mengalam karbamilasi.

OrganochlorinOrganokhlorin atau disebut Chlorinated hydrocarbon terdiri dari beberapa kelompok yang diklasifikasi menurut bentuk kimianya. Yang paling popular dan pertama kali disinthesis adalah Dichloro-diphenyl-trichloroethan atau disebut DDT.

Pestisida dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui berbagai cara yakni melalui kontaminasi memalui kulit (dermal Contamination), terhisap masuk kedalam saluran pernafasan (inhalation) dan masuk melalui saluran pencernaan makanan lewat mulut (oral).Senyawa-senyawa OK (organokhlorin, chlorinated hydrocarbons) sebagian besar menyebabkan kerusakan pada komponen-komponen selubung sel syaraf (Schwanncells) sehingga fungsi syaraf terganggu. Keracunan dapat menyebabkan kematian atau pulih kembali. Kepulihan bukan disebabkan karena senyawa OK telah keluar dari tubuh tetapi karena disimpan dalam lemak tubuh. Semua insektisida OK sukar terurai oleh faktor-faktor lingkungan dan bersifat persisten, Mereka cenderung menempel pada lemak dan partikel tanah sehingga dalam tubuh jasad hidup dapat terjadi akumulasi, demikian pula di dalam tanah. Akibat keracunan biasanya terasa setelah waktu yang lama, terutama bila dosis kematian (lethal dose) telah tercapai. Hal inilah yang menyebabkan sehingga penggunaan OK pada saat ini semakin berkurang dan dibatasi. Efek lain adalah biomagnifikasi, yaitu peningkatan keracunan lingkungan yang terjadi karena efek biomagnifikasi (peningkatan biologis) yaitu peningkatan daya racun suatu zat terjadi dalam tubuh jasad hidup, karena reaksi hayati tertentu. Semua senyawa OF(organofosfat,o rganophospates) dan KB (karbamat,carbamate s) bersifat perintang ChE (ensimcho line esterase), ensim yang berperan dalam penerusan rangsangan syaraf. Keracunan dapat terjadi karena gangguan dalam fungsi susunan syaraf yang akan menyebabkan kematian atau dapat pulih kembali. waktu residu dari OF dan KB ini tidak berlangsung lama sehingga keracunan kronis terhadap lingkungan cenderung tidak terjadi karena faktor-faktor lingkungan mudah menguraikan senyawa-senyawa OF dan KB menjadi komponen yang tidak beracun. Walaupun demikian senyawa ini merupakan racun akut sehingga dalam penggunaannya faktor-faktor keamanan sangat perlu diperhatikan. Karena bahaya yang ditimbulkannya dalam lingkungan hidup tidak berlangsung lama, sebagian besar insektisida dan sebagian fungisida yang digunakan saat ini adalah dari golongan OF dan KB. Parameter yang digunakan untuk menilai efek keracunan pestisida terhadap mamalia dan manusia adalah nilai LD50 (lethal dose 50 %) yang menunjukkan banyaknya pestisida dalam miligram (mg) untuk tiap kilogram (kg) berat seekor binatang-uji, yang dapat membunuh 50 ekor binatang sejenis dari antara 100 ekor yang diberidose tersebut. Yang perlu diketahui dalam praktek adalah LD50 akut oral (termakan) dan LD50 akut dermal (terserap kulit). Nilai-nilai LD50 diperoleh dari percobaan-percobaan dengan tikus putih. Nilai LD50 yang tinggi (di atas 1000) menunjukkan bahwa pestisida yang bersangkutan tidak begitu berbahaya bagi manusia. LD50 yang rendah (di bawah 100) menunjukkan hal sebaliknya.4Jika seseorang terpapar secara teratur menggunakan pestisida karbamat dan organofosfat, penting untuk dilakukan pengujian kadar enzim Cholinesterase sebagai data awal. Cholinesterase adalah enzim yang penting dari sistem saraf. Dan terdapat kelompok-kelompok kimia yang mampu membunuh hama juga berpotensi berbahaya atau bahkan dapat membunuh manusia melalui mekanisme penghambat enzim cholinesterase, salah satunya adalah golongan pestisida. Jika seseorang telah memiliki tes awal dan kemudian tersangka keracunan, kita dapat mengidentifikasi tingkat masalah dengan perbandingan tingkat cholinesterase saat ini dengan kadar cholinesterase pada data awal. Hal ini sangat bermanfaat untuk mendiagnosis keracunan pestisida terkait kerja pada pekerja beresiko.Umumnya gejala keracunan organofosfat atau karbamat baru akan dilihat jika aktivitas kolinestrase darah menurun sampai 30%. Namun penurunan sampai 50% pada pengguna pstisida diambil sebagai batas, dan disarankan agar penderita menghentikan pekerjaan yang berhubungan dengan pestisida.

Pencegahan Keracunan Pestisidaa. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary prevention)Setiap orang yang dalam pekerjaannya sering berhubungan dengan pestisida seperti petani penyemprot, harus mengenali dengan baik gejala dan tanda keracunan pestisida. Tindakan pencegahan lebih penting daripada pengobatan. Sebagai upaya pencegahan terjadinya keracunan pestisida sampai ke tingkat yang membahayakan kesehatan.b. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)Dalam penanggulangan keracunan pestisida penting dilakukan untuk kasus eracunan akut dengan tujuan menyelamatkan penderita dari kematian yang disebabkan oleh keracunan akut. Adapun penanggulangan keracunan pestisida adalah sebagai berikut:Organofosfat, bila penderita tak bernafas segara beri nafas buatan , bila racun terlelan lakukan pencucian lambung dengan air, bila kontaminasi dari kulit, cuci dengan sabun dan air selama 15 menit. Bila ada berikan antidot: pralidoxime(Contrathion). Pengobatan keracunan organofosfat harus cepat dilakukan. Bila dilakukan terlambat dalam beberapa menit akan dapat menyebabkan kematian. Diagnosis keracunan dilakukan berdasarkan terjadinya gejala penyakit dan sejarah kejadiannya yang saling berhubungan. Pada keracunan yang berat, pseudokholinesterase dan aktifits erytrocyt cholinesterase harus diukur dan bila kandungannya jauh dibawah normal, keracunan mesti terjadi dan gejala segera timbul. Beri atropine 2mg iv/sc tiap sepuluh menit sampai terlihat atropinisasi yaitu: muka kemerahan, pupil dilatasi, denyut nadi meningkat sampai 140 x/menit. Ulangi pemberian atropin bila gejala-gejala keracunan timbul kembali. Awasi penderita selama 48 jam dimana diharapkan sudah ada recovery yang komplit dan gejala tidak timbul kembali. Kejang dapat diatasi dengan pemberian diazepam 5 mg iv, jangan diberikan barbiturat atau sedativ yang lain.Carbamat, penderita yang gelisah harus ditenangkan, recoverery akan terjadi dengan cepat. Bila keracunan hebat, beri atropin 2 mg oral/sc dosis tunggal dan tak perlu diberikan obat-obat lain.c. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention) Upaya yang dilakukan pada pencegahan keracunan pestisida adalah:Hentikan paparan dengan memindahkan korban dari sumber paparan, lepaskan pakaian korban dan cuci/mandikan korban.Jika terjadi kesulitan pernafasan maka korban diberi pernafasan buatan. Korban diinstruksikan agar tetap tenang. Dampak serius tidak terjadi segera, ada waktu untuk menolong korban.Korban segera dibawa ke rumah sakit atau dokter terdekat. Berikan informasi tentang pestisida yang memepari korban dengan membawa label kemasan pestisida.Keluarga seharusnya diberi pengetahuan/penyuluhan tentang tentang pestisida sehingga jika terjadi keracunan maka keluarga dapat memberikan pertolongan pertama.3

Penanganan Keracunan PestisidaPengobatan keracunan pestisida ini harus cepat dilakukan terutama untuk toksisitas organophosphat.. Bila dilakukan terlambat dalam beberapa menit akan dapat menyebabkan kematian. Diagnosis keracunan dilakukan berdasarkan terjadinya gejala penyakit dan sejarah kejadiannya yang saling berhubungan. Pada keracunan yang berat , pseudokholinesterase dan aktifits erytrocyt kholinesterase harus diukur dan bila kandungannya jauh dibawah normal,kercaunan mesti terjadi dan gejala segera timbul. Pengobatan dengan pemberian atrophin sulfat dosis 1-2 mg i.v. dan biasanya diberikan setiap jam dari 25-50 mg. Atrophin akan memblok efek muskarinik dan beberapa pusat reseptor muskarinik. Pralidoxim (2-PAM) adalah obat spesifik untuk antidotum keracunan organofosfat. Obat tersebut dijual secara komersiil dan tersedia sebagai garam chlorin.5

KESIMPULANSecara umum pestisida didefenisikan sebagai senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh hama, termasuk serangga, hewan pengerat, jamur dan tanaman yang tidak diinginkan (gulma). Pestisida digunakan dalam kesehatan masyarakat untuk membunuh vektor penyakit, seperti nyamuk, dan dalam pertanian, untuk membunuh hama yang merusak tanaman. Keracunan pestisida adalah masuknya bahan-bahan kimia kedalam tubuh manusia melalui kontak langsung, inhalasi, ingesti dan absorpsi sehingga menimbulkan dampak negatif bagi tubuh. Jika seseorang terpapar secara teratur menggunakan pestisida karbamat dan organofosfat, penting untuk dilakukan pengujian kadar enzim Cholinesterase sebagai data awal. Cholinesterase adalah enzim yang penting dari sistem saraf. Dan terdapat kelompok-kelompok kimia yang mampu membunuh hama juga berpotensi berbahaya atau bahkan dapat membunuh manusia melalui mekanisme penghambat enzim cholinesterase, salah satunya adalah golongan pestisida.Perlu dilakukan pencegahan dengan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan pengguna pestisida tersebut dan mewajibkan untuk menggunakan alat pelindung diri.

DAFTAR PUSTAKA1. Sumamur DR. Higine perusahaan dan kesehatan kerja (hiperkes). Jakarta : CV Sagung Seto. 2009.2. Anies. 2005. Mewaspadai Penyakit Lingkungan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo3. Ladou J,editor. Current occupational and environmental medicine. 4th ed. New York : The McGraw Hill companies; 2007.p.719-24.4. J. Rout Reigart, et al. 1999. Recognition and Management of Pesticides Poisonings. EPA (United States Environmental Protection Agency). Available on www.epa.gov/pesticides5. Reigart, J.R. and Roberts, J.R. (1999).Recognition and Management of Pesticide Poisonings. Washtington, DC: Environmental Protection Agency. Available on www.davidsuzuki.org/publication

14