17
Islam Kiri Dan Kanan Save to Ebook Oleh : Name : Sanghyang Mughni Pancaniti Phone : 08986205074 Email : [email protected] Web : www.ngamumule-islam.blogspot.com

Islam Kiri Dan Kanan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Islam Kiri Dan Kanan

Islam Kiri Dan Kanan

Save to Ebook Oleh :

Name : Sanghyang Mughni Pancaniti

Phone : 08986205074

Email : [email protected]

Web : www.ngamumule-islam.blogspot.com

Page 2: Islam Kiri Dan Kanan

Islam Kiri Dan Kanan

ISLAM KANAN

Ketika untuk pertama kalinya berada dalam rasa ke-Islaman dalam perbawa Ketuhanan

(kapangeranan) dari sebelah kanan, lebih baik laksanakan atau jangan? Tapi kenyataannya sama saja,

yang melaksanakan tidak mendapat keuntungan, yang tidak melaksanakan pun tidak mendapat kerugian,

atau kecelakaan. Rasa hati berkata: Aaaah! Lebih baik dilaksanakan sebab menurut nasihat orang tua

dan kaum kerabat, jika mau melaksanakan Islam, jadi akrab (rempug) dengan sesama, serta mendapat

pujian sebagai orang baik, mau mendengarkan nasihat. Dan tidak ada salahnya orang yang suka

mengalah: salah-benar terserah pada yang menasihati saja, sebab tidak ada salahnya yang berbuat karena

mengikuti nasihat, tidak bisa disalahkan sebab mau menanggung kehinaan serta bersusah payah, dan

rugi harta. Tidak ada yang diharapkan, tak lebih hanya menjalankan nasihat. Dalam keadaan demikian

belum tahu tentang persoalan akhirat, belum merasa takut dengan siksa akhirat atau menginginkan

pahala akhirat. Inilah awal dari mempertukan rasa dengan rasa; tandanya ia telah mengikuti perkataan

yang memberi nasihat yang hanya sekedar menyampaikan perintah dari Gusti Allah yang ditulis dalam

Kitab, kata para ulama dari sabda Rasulullah, dari Quran, yang dibawa oleh Jibril. Ketika itu mulai

muncul rasa percaya, mungkin benar, tidak mjungkin orang tua asal bicara, seperti kata pribahasa

“kembang sok jadi buah” (bunga akan jadi buah). Aaaah, lebih baik percaya, adanya Allah, sebab

menurut cerita ada; adanya malaikat, sebab Quran juga dibawa oleh malaikat, katanya; adanya Kitab,

sebab Rasulullah membawa Quran; adanya hari akhir, sebab ada ceriteranya; adanya taqdir yang baik

dan yang buruk bagi badan bagi hati, sebab itu semua dari Gusti Allah Ta’ala. Apalagi ceriteranya hanya

itu-itu saja, meskipun perkataan orang tua, menceriterakan yang akan dijumpai kelak, atau ceritera apa-

apa yang tidak aku dijumpai, percayai saja, sebab tidak baik orang yang mendustakan perkataan orang

tua, yang banyak pengalamannya.

Sampailah pada martabat (martabat) Islam dengan badan iman dengan hati; sebentar lagi naik pada

martabat iman

Page 3: Islam Kiri Dan Kanan

ISLAM KIRI

Ketika berada dalam rasa keislaman, dalam perbawa Iblis dari kiri, wataknya bodoh dan selalu

menuntut pembuktian sektika itu juga: Bagaimana? Laksanakan atau jangan? Tapi kenyataannya sama

saja, yang melaksanakan tidak mendapat keuntungan, malah apa baiknya orang yang diperintah orang

lain, akibatnya badan tambah hina karena melaksanakan sesuatu yang tidak ada keuntungannya, malah

merugikan: badan dirusak kenikmatannya. Harta dikeluarkan tanpa guna. Kalau orang tua atau guru atau

ulama, wajar supaya aku tidak berani melawan, supaya punya kharisma. Akibatnya harta banyak

dikurangi, kemuliaan badan dihinakan, kesenangan rasa dibikin sengsara, padahal tidak ada untungnya.

Padahal yang kita cari keuntungan, kemuliaan. Lebih-lebih orang tua suka menceritakan hal yang tidak

ada buktinya, katanya perbuatan seperti itu dipuji oleh Gusti Allah, perintah Rasulullah, terdapat dalam

Quran, yang dibawa Malaikat Jibril. Kemudian menceritakan hari akhir, takdir baik dan buruk,

semuanya itu dari Allah Ta’ala. Padahal dipercaya atau pun tidak sama saja, apalagi ketika

menceriterakan hal yang kasat mata, tidak terdengar oleh telinga, tidak terasa oleh rasa, hal itu jelas-jelas

tidak perlunya; kalau pun terbukti atau terasa hal itu tidak perlu diceriterakan, sebab mereka pun hanya

menceriterakan cerita yang diceritakan lagi. Jika ada bukti yang percaya mendapat untung, dan yang

tidak percaya mendapat kerugian; wajar bila kita mempertimbangkan untuk memilih yang

menguntungkan?

Sampai di sini, alih-alih maju malah mundur pada kufur, dari mengabdi dengan badan, dari mengabdi

dengan hati. Jika tidak dituruti (perbawa Iblis), pasti nanti tak akan selalu merintangi pada martabat

(martabat) iman. Rasakan saja tidak kalau pun berhasil sekarang mungkin nanti di sana, karena keras

kepala, tidak mempan oleh nasihat yang menyenangkan. Rasakan saja sebab niscaya kembali lagi ke

sini, selama masih hidup.

IMAN KANAN

Begitu sampai pada martabat iman, terbukalah hati yang lapang oleh dorongan rasa

Kapangeranan dari sebelah kanan, timbul perasaan hati bertambah teguh: Ya aku (aing) harus percaya

pada perkataan orang tua, segala perintahnya harus dilakukan dengan badan, badan harus menjauhi

Page 4: Islam Kiri Dan Kanan

segala larangannya, khawatir dibenci orang, dan diasingkan. Aku (aing) harus percaya pada perkataan

orang tua, (bahwa) Aku (aing) ciptaan Allah Ta’ala, yang mengutus Rasulullah, mengutus malaikat yang

membawa Quran, ditafsirkan (dijurubasaan) oleh para ulama. Orang tua tidak mungkin asal bicara. Aku

(aing) hanya menjalankan, mungkin pada akhirnya juga terbukti. Apa baiknya mendapatkan bukti dalam

keadaan tidak percayaan, mendapatkan perintah dalam keadaan tidak melakukan, lebih baik aku percaya

terlebih dulu terhadap perkataan sebelum dimengerti, daripada aku terkaget-kaget (geugeumeueun,

nervous). Kalu pun hanya cerita kalau panjang tidak mungkin semuanya bohong, sebab selama aku

menjalankan perintah Islam dengan badan, belum kehabisan daya dan upaya, tidak merugikanku atau

orang lain. Aku tidak akan menanyakan alasan kenama wajib atau kenapa dilarang, Takut orang tua

menjawab: “Jangan segala ditanyakan (ngorobokan), ingin diterang-jelaskan, tabu (pamali)! Lebih baik

percaya saja pada cerita, rugi-untung bagaimana nanti. Tapi sudah kurasakan, alih-alih rugi, malah

handai-taulan tidak membenci hanya karena Aku (aing) menjalankan Islam, bahkan banyak yang

menyayangiku. Orang tua mengatakan bahwa yang menciptakanku adalah Allah, percayai saja, sebab

tidak umum jadi dengan sendirinya. Bahwa Allah memerintah utusan-Nya yaitu malaikat Jibril, percayai

saja, sebab selayaknya Yang Maha Agung banyak utusan: kalu pun menitahkan penafsir (jurubasa) dan

pelaksana oleh sesama manusia bangsaku: laku Islam dengan jasad Rasulullah, laku Iman dengan hati

Rasulullah, supaya bisa ditiru. Kata orang tua: Gusti Allah menurunkan Kitab, yang dibawa para

Anbiya, percayai saja, untuk bacaan ummatnya, dibahasakan oleh bangsanya yang mendapat ilham

pengetahuan mengenai Kitab tersebut. Orang tua berkata: Ada hari akhir, percayai saja, sebab niscaya

setelah hari esok ada lusa, tidak umum tak ada akhirnya. Orang tua berkata: ketentuan baik dan buruk

dari Allah, percayai saja, sebab tidak bisa dipaksakan menginginkan kebaikan dan menolak keburukan.

Padahal hanya urusan dunia, apalagi aherat karena belum teralami.

Sekarang lebih baik melanjutkan untuk menjalankan semua rukun Islam yang diwajibkan

padaku, dan menjauhi yang dilarang. Aku tidak akan memikirkan akhirat, yang kulakukan sekedar untuk

mendapatkan pujian di dunia, serta meneguhkan kepercayaan terhadap ceritera tadi, supaya laku selaras

dengan hati, badan sedang melaksan. Sifat wajib bagi Allah harus lengkap, punya sifat dua puluh. Sifat

wajib bagi Rasul harus lengkap, sifat yang empat, sifat mungkin bagi Allah satu, sifat mungkin bagi

Rasul satu. Menurutku tidak mungkin sifat-sifat itu tidak memancar kepadaku. Gusti Allah Dzat yang

wajib disembah; Rasul Allah sebagai tauladan.

Sampai di sini akan naik pada martabat Soleh. Disebut orang soleh.

Page 5: Islam Kiri Dan Kanan

IMAN KIRI

Sa’at sampai pada martabat iman dalam cengkraman pengaruh iblis dari sebelah kiri : Buat apa?

bukankah sudah jelas. Apa untungnya orang yang menjalankan (Islam, perkataan orang tua)? orang yang

percaya?

Tidak pernah kutemukan orang yang membantah berakibat celaka. Yang tidak percaya dipaksa. Malah

bertambah susah, bertambah hina, bahkan rugi harta benda. Bila takut oleh orang tua atau famili, bisa

berpura-pura. Kalaupun aku sering melakukan, aku suka menghindar ketika di pertemuan, takut

ketahuan orang tua atau keluarga. Kalaupun suka mengiyakan perkataan orang tua ketika ditanya.

Cukuplah sudah. Jangan terlalu memaksakan diri menjalankan kewajiban karena mengikuti cerita,

selang-selang saja, karena masih banyak yang harus dilajukan, wajar karena di dunia harus mencari

kesenangan; mudah-mudahan orang tua dan keluarga akan memaklumi, tidak akan memaksa dan

menyengsarakan badan apalagi hati. Karena aku (aing), kalaupun memaksakan diri, berusaha keras

untuk mendapat pujian, tidak akan berhasil. Tidak ada bakat.

Orang tua berkata : Allah yang menciptakanku (aing). Karena itu aku berbakti, baik kepada

Allah maupun kepada orang tua sekedar supaya disebut orang baik.

Orang tua berkata : Allah mengutus malaikat Jibril membawa Quran kepada Rasulullah, biar

saja, dipercaya atau pun tidak, tidak ada bedanya. Apabila cerita itu terbukti, tidak perlu susah, kita

belajar seperlunya saja, melaksanakan Islam dengan badan percaya dengan hati, sebab yang nyata

kelihatan oleh mata terdengar oleh telingan terasa oleh hati, bahkan lebih utama daripada repot. Sebab

kalupun Aku (aing) menjalankan, hanya karena percaya pada cerita saja, supaya diketahui oleh yang

menceritakan. Orang tua berkata: Allah menurunkan kitab-kitab untuk dibaca oleh ummat-Nya, dibawa

oleh para Rasul, wajar saja, tapi kalau pun mau percaya tidak usah disurati; kalau pun itu merupakan

(anadene) sifat kesempurnaan Allah, kenapa mesti dijadikan kita merasa silau. Sebab adanya Allah pun

baru cerita, sifat kesempurnaan apa yang membuatnya menyilaukan? Demikian juga oleh Rasul,

kesempurnaannya, tidak perlu jadikan kita merasa silau. Sebab adanya Rasul pun baru cerita! Percaya

juga sudah cukup (bara-bara), niscaya disebut mu’min.

Ketika itu banjir keringat keringat, ingin naik tingkatan, jauh. Alih-alih naik malah mundur, jika

memang kukuh menuruti suara hati perbawa Ketuhanan, Iblis sesumbar: Silahkan saja kalau memang

tidak bisa diperingatkan! Rasakan saja tidak berhasil di sini, barangkali disana! Akan terus diusahakan,

Page 6: Islam Kiri Dan Kanan

salah sendiri selalu membantah, dimana pun akn kuusahakan, sebab niscaya datang lagi ke sini, selama

masih hidup.

SOLEH KANAN

Sa’at sampai pada martabat Soleh, semakin lupanglah hati oleh perbawa Kapangeranan dari

sebelah kanan, terbersit dalam hati: Oh! Bapa, Ibu dan para orang tua telah tiada, yang tinggal hanyalah

orang lain. Aku menjalankan Islam tidak akan terjadi apa-apa, ditinggalkan pun tidak akan terjadi apa-

apa. Percaya pada perkataan orang tua tidak akan terjadi apa-apa; tidak percaya tidak akan terjadi apa-

apa. Tapi ah, sudah kepalang tanggung, lebih baik diteruskan saja, sebab tidak akan rugi. Mudah-

mudahan kalupun dulu tidak mengerti, sekarang akan mengerti. Dulu melaksanakan supaya mendapat

pujian dari orang tua; mudah-mudahan sekarang bisa diterima oleh Gusti Allah. Kalau aku terus-

menerus melakukan kebaikan, barangkali akan mendapat ganjaran dari Gusti Allah. Sebab kata orang

Dia yang akan memberi ganjarannya. Jika aku terus menerus percaya, mudah-mudahan akan bertambah

penasaran, ingin tahu bagaimana hasilnya. Jika aku berhenti dan meninggalkan nasihat orang tua,

mentang-mentang sudah tiada, aku takut sekali disiksa Gusti Allah (seperti yang dikatakan orang tua,

tea), sebab kata orang tua: Jika meninggalkan Islam atau melanggar larangannya atau berhenti percaya,

akan disiksa Gusti Allah, tidak di dunia, tentu diakhirat. Jadi yang aku takuti, Siksa-Nya. Sedang yang

kuinginkan, kasih-sayang-Nya. Sebab Yang Maha Agung, memiliki sipat Maha Kuasa (Murba) untuk

menyiksa, punya sipat Maha Pengasih (Wisesa). Daripada mengurangi dalam menjalankan Islam dari

kebiasaan yang sudah-sudah, lebih baik dilanjutkan dengan meningkatkannya yang selaras dengan laku

Islam, ditambah sunat-sunatnya, dan oleh laku keutamaan: lebih baik meningkatkannya; yang dulu

dirasakan sebagai kemestian (kewajiban) sekarang menjadi kebaikan, ingin rasanya mendapat bekal

untuk melanjutkan dalam menjalankan laku Islam dan menjauhi pantangan. Ternyata obat penawarnya

untuk tidak ceroboh, adalah harus benar-benar berusaha keras untuk mewajibkan (mendisiplinkan) diri,

supaya ketika tidak melaksanakan (khilap) punya rasa berhutang, ada jalan untuk bertobatnya. Pribahasa

mengatakan: baik-buruk sudah ditentukan dari azali, pasti tidak akan salah. Bali aku ditakdirkan

beruntung, tak ada hambatan. Sudah dijalankan, ditambah lagi punya garis nasib yang baik: Sudah aku

percaya, tambah-tambah punya garis nasib baik. Dari pada sakarang tidak, tidak dijalankan sejak

sekarang, apalagi sekarang selaka, akhirnya semakin sengsara, tak mendapatkan apa pun. Kalau pun

tidak sekarang, ya nanti. Kalau beruntung, tentunya menyesal. Andai saja dari dulu percaya dan

Page 7: Islam Kiri Dan Kanan

melaksanakan, tentunya mulus; tidak akan beda nasib di dunia dan nasib di akhirat, percaya di dunia dan

buktinya.

Di sini, akan naik pada martabat Ihsan, orangnya disebut muhsinin.

SOLEH KIRI

Sa’at sampai pada martabat Soleh, gelap gulita karena perbawa Iblis dari kiri. Ah sudah lama

sekali aku rajin melaksanakan Islam mengikuti nasihat orang tua, percaya pada kata-katanya; tapi

sekarang aku sudah cukup umur, sudah dewasa. Apalagi orang tua sudah tiada, meskipun masih ada

tidak akan bisa memarahi. Sudah waktunya aku punya pikiran sendiri. Mau melaksanakan sekedar

supaya tidak menghalangi jalan kehidupanku, pada kedudukanku, pada pekerjaanku. Teruskan saja

percaya, mudah-mudahan ada baiknya sekali waktu bila aku kepepet dalam kesusahan, mudah-mudahan

punya dalih meminta keselamatan pada Gusti Allah Yang Maha Suci, sebab kata orang tua Gusti Allah

Maha Penolong, pemberi rizki; pada siapa lagi jika bukan pada Dia. Tapi sebab alamiah, segala sesuatu

pasti ada sebab dari sesama manusia. Meskipun taat pada Gusti Allah, bila orang lain tidak setuju

akibatnya akan menyulitkan diri sendiri, ya harus seimbang. Tapi jangan mencari lagi hal menambah

kerepotan, menambah kesusahan, sekedarnya saja yang sudah jadi kebiasaan yang sudah dilaksanakan

sebelumnya. Secukup saja jangan terlalu jauh, jangan sampai merugikan sanak saudara, meskipun aku

senang sendiri, karena kita hidup di dunia: daria pada memikirkan keuntungan akhirat, lebih baik

memikirkan keuntungan dunia, dari pada takut pada celaka di akhirat, mending takut pada celaka di

dunia.

Meskipun pandita yang sudah tidak cinta dunia, kalau tidak punya uang akan mengalami

sengsara. Tapi aku harus memikirkan mikir pebuatanh badan yang salah atau benar, ya pertimbangkan

saja! Sesuatu yang dibenci oleh sesama, itu tandanya kita melakukan kesalahan. Sesuatu yang dipuji

oleh sesama, tandanya kita melakukan hal benar. Berkenaan dengan dosa dan pengampunan,

bertobatlah, kalau memang terbukti telah melakukan dosa. Bila tidak ada padaku laku hina yang benci

oleh sesama, bersenang-senang dan teruskanlah. Tidak akan memikirkan yang lain-lain, sadar akan

danaya yang tidak dilakukan; dulu pun dilakukan hnaya karena ada yang menasihati saja, yaitu orang

yang memuji, yang membenci.

Disinilah jangankan meningkat, bila kadang menjalankan kadang tidak, kadang percaya kadang tidak,

malah akan jatuh kembali pada martabat iman.

Page 8: Islam Kiri Dan Kanan

IHSAN KANAN

Saat naik pada martabat ihsan, terang benderang karena perbawa Kapangeranan dari sebelah

kanan, Ah kukluhkan saja, aku sudah beranjak tua, kalau Aku (aing) meninggalkan laku Islam dengan

badan, percaya oleh hati, akan mubazir. Malah sekarang semakin terasa, alih-alih semakin berat malah

semakin ringan, alih-alih semakin banyak halangan, malah semakin leluasa saja. Ditinggal orang tua

ditinggal bapak, tambah terang tambah yakin, bukti dari benarnya cerita, untungnya menjalankan. Lebih

dari itu, tidak ada baiknya manusia yang setia, lebih baik menambah keyakinan. Bisa dimengerti bahwa

mengabdi harus kepada yang sebab Aku (aing) lahir ke dunia. Tidak umum ada yang mencipta tidak

ada ciptaannya. Makanya terjadi (ada) tidak mungkin tidak tanpa kekuasaan, dan ketika telah terjadi

(ada) tidak mungkin kalau tidak dipelihara. Aaah, malu sekali; niscaya perbuatanku diperhatikannya,

berubah mungkin karena diubahnya. Bukan untuk menjadikanku gegabah, kalau pun aku tidak tahu,

namun Dia mengetahui, sekecil apa pun niscaya diketahuinya. Benar-benar memalukan sekali kalau

perilakuku jelek, ber prasangka buruk. Kalau pun tidak ada peningkatan, paling tidak tetap, jangan

samapi mengurangi ketundukan, jangan sampai lupa. Lebih baik menerima bahwa gerak langkah, kata

hati pasti diketahuinya. Lah! Tidak layak Aku (aing) alfa mengabdi kepada Yang Maha Mengetahui,

tidak lebih harus ingat yang tujuh hasl, jangan sampai lapu karena sikap gegabah. Dulu takut secara

lahiriyah oleh orang lain, batininyah oleh Allah. Takut dibalas dengan kesengsaraan di dunia, kalau

tidak merasa takut oleh sengsara akhirat, tapi tidak ada buktinya: berlaku baik akan disenangkan,

berlaku tidak baik akan disengsarakan. Aaah, Aku (aing) tidak peduli, aku akan takut pada siksa,

meskipun tidak menyiksa; mengharap pahala, meski tidak memberi pahala. Yang penting tidak ada jalan

pada diriku bagi adanya siksanya: membantah pada Yang Maha mengetahui. Tidak mengapa kalau pun

tidak kelihatan, tidak mengapa kalau pun tidak terdengar, tidak mengapa kalau pun tidak tersiksa,

meskipun tidak ada bedanya antara yang tidak mengabdi dengan yang tidak mengabdi. Justru yang

membuatku malu, sebabnya tidak nampak siksanya. Tidak ada lain yang menjadi halangan untuk

membantah selain ingat pada yang diyakinkan tadi.

Eeeeeh! Benar-benar dosa kalau aku lupa. Benar-benar dosa bila aku berhenti mengabdi. Benar-

benar dosa selagi aku malu pada yang lain, lupa pada pengawasan Gusti Allah. Sekarang segala sesuatu

yang datang padaku yang pergi dariku, tiada lain datang dari Dia, kembali lagi pada Dia. Aku (aing)

akan hati-hati dengan hatiku, tidak akan gegabah meninggalkan perintah, melanggar larangan. Apa pun

yang akan menimbulkan hal itu (bantahan) akan dijauhi. Berserah diri saja! supaya merasa senang

dengan apa yang telah terjadi, merasakan secara sama baik yang menyenangkan ataupun yang tidak

Page 9: Islam Kiri Dan Kanan

menyenangkan, setulus-tulusnya. Tidak akan ada prilaku keliru dalam berbakti, karena sebab yang lain,

tidak akan salah kata, yang memberi dan mengambil, disangkakan pada yang lain. Prilaku buruk, dosa

dari menjalankan Islam, dosa dari prilaku hati, tidak akan pernah dilakukan sepanjang masih punya

kesadaran. Ketika lupa mudah-mudahan tidak akan dikenai hukuman, sejauh pantas. Tidak akan bosan

karena kini terasa menyenangkan. Aku belum pantas menemui Yang Agung, yang menciptakan badan,

Sebab buktinya suka dengan tanpa ada balasannya; dari dulu menerima kasih, menerima rahmat serta

nikmat, sudah waktunya menerima kasih memberi kasih, meskipun dengan pamrihnya, sebab suka

senang harus dengan sebab.

Disni akan naik pada martabat sahadah, orangnya disebut minasysyuhada. Berawal dari hasrat

hati adanya rasa rindu ingin mencari Dia, ingin mengenalnya, karena khawatir tertukar-tempat dengan

yang lain yang tidak pernah memberi anugrah.

IHSAN KIRI

Saat sampai pada martabat ihsan, hati gelap gulita, karena perbawa sifat iblis dari sebelah kiri. Ah!

Telah sekian lama menjalankan Islam, teguh hati pada apa yang dikatakan orang tua, sudah tanggung

karenanya tidak akan merasa bosan: kalau pun tidak ada hasil yang terasa tak mengapa. Namun untuk

apa aku menambah lagi kerepotan dan kesusahan. Gusti Allah pasti maklum, meskipun pada orang yang

sangat berdosa, bukankah Ia memiliki sifat Maha Pengampun. Demikian juga kepadaku, orang yang

hidup sejak dulu, tentusangat dimaklumi, sebab belum terlalu banyak dosa, belum terlalu banyak

melanggar larangan. Bukankah Allah Maha Mengetahui, tentu mengetahui kelemahanku, tiada daya

tidak pula kekuatan, hanya Gusti Allah yang memiliki. Yang diharapkan mendapat kebaikan, bukankah

aku tidak pernah melakukan keburukan, tidak pernah merasa bimbang. Tidak akan goyah oleh godaan

bila sedang merasa senang, bila sedang yakin. Kalupun mengalami hal yang menyebabkan Aku (aing)

meninggalkan perinta-Nya sekali-kali ada rasa was-was, tenatunya gusti Allah memaklumi. Kalu pun

datang padaku yang menjadi sebab aku meninggalkan perintah-Nya atau melanggar larangan-Nya,

sungguh Gusti Allah Yang Maha Kaya. Terjadi atau pun tidak padaku sangatlah mungkin. Karena Aku

(aing) memiliki daya dan upaya, tidak mungkin Aku (aing) merasa lebih tahu, dan tidak pula merasa

berkuasa dan mampu untuk menjaga dan memilihara diri sendiri? Kalupun hati-hati bila harus celaka

maka celaka; kalapun tidak hati-hati bila harus selamat pasti selamat, siapa yang tahu? Bila tobat,

Page 10: Islam Kiri Dan Kanan

memang harus, tapi kulakukan jika aku merasa sangat berdosa. Sedangkan pasrah, itu memang harus,

bila Aku (aing) telah tidak merasakan yang menyennagkan maupun yang tidak menyenangkan.

Sedangkan percaya pada Gusti Allah, itu harus, tapi jika aku sudah kehabisan usaha. Sedangkan

menerima taqdir, itu harus, tapi jika aku sudah tidak punya rasa penasar. Bersih hati itu itu harus, tapi

jika aku sudah lupa pada sebab lahir, malu oleh mata manusia, takut pada cacian manusia. Sedangkan

rindu pada Yang Maha Penyayang, itu memang harus, jika aku belum yakin bahwa segala nikmat dan

susah pemberian Gusti Allah? Tapi bagaimana mungkin Gusti Allah tidak dibalas seperti itu juga. Tapi

aku tidak akan mengatakan bahwa nikmat datang dari yang lain, pada setiap hala yang berhasil

dilakukan yang tidak dikarenakan sebagai hasildari hubungan sesama manusia. Rasa takutku pada siksa

yang disebabkan Aku (aing) mengurangi ibadah dari waktu yang lalu, menyengajakan mengurang rasa

percaya dibanding di waktu dulu, sengaja takut disiksa di dunia, Aku (aing) mengharap akan kasih

Gusti Allah di dunia terlebih dahulu, baru kemudian akhirat.

Disini jangankan maju, malah mundur, sebab teguh tapi masih pilih-pilih. Ada perasaan rindu,

tapi masih punya pikiran: Buat apa? Jika tetap masih punya hasrat untuk mengenal-Nya oleh perbawa

kapangeranan dari sebelah kanan, iblis menghalangi: Wah celaka! Kalau kamu sudah mengenal akan

terasa semakin berat. Banyak sekali pantangannya. Tapi, kalau memaksa, silahkan saja! Kamu pasti

akan sering menemukan jalan buntu. Jika kamu tidak mengikutiku disini, mungkin disana sedikit demi

sedikit akan luntur. Daripada dimarahi dikala sudah kenal, mending dimarahi sekarang, tidak akan

disebut sebagai orang yang diputukan persaudaraan. Bukankan harus teliti dan pilih-pilih, tidak boleh

lancang tak memiliki pertimbangan. Penyesalan tidak pernah datang di awal.

SHAHADAH KANAN

Ketika baranyay martabat sahadah, cat naik, terbentanglah padang perbawa keilahian dari sebelah

kanan. Ah! Tadinya sih aku rindu karena kasih dibalas kasih, kalau sekarang biar saja, aku kasih bukan

karena olih, rinduku bukan karena nasi. Biarkan saja meskipun bertepuk sebelah tangan merindu tak

terbalaskan, sebab semakin lama semakin nyata ngirimnya tidak dengan pambrih, merasa khawatir tidak

mengharap balasan. Sekarang sih sudah waktunya mau mati poso di mana saja ketemunya tinggal

saheateun lagi, tidak akan dapat disisilihan nya hati. Sudah lama ya mengembalikan pemberian dengan

segala lalab rumbah, tapi biheung sampai biheung tidak. Kalau dari sana sih sudah tentu aku menerima

selama-lamanya. Ya mudah-mudahan sih kalau sudah kenal aku mampu menanyakan dia, bagaimana

Page 11: Islam Kiri Dan Kanan

datang atau tidak? Anu mawi utusanku kurang percaya, hanas aku cape, pantasnya busuk di jalan. Biar

aku disebut sumalandang sumantana, apa akibatnya. Yang pemurah dari kejauhan, apalagi kalau aku

mengenalnya! Dulu aku senang mendapat nasi, kalau sekarang senang mendapat nasi dan kenyangnya.

Dulu aku senang dapat sehat, kalau sekarang senang mendapat sehat dan baiknya. Dulu aku senang

dapat baju bagus, kalau sekarang senang dapat dengan mulusnya. Dulu aku senang dapat tikat bantal,

kalau sekarang senang dapat dengan kantuknya. Dulu senang dapat kehidupan, kalau sekarang senang

dapat dengan betahnya. Dulu aku senang dapat ilmunya, kalau sekarang senang dapat dengan

mengamalkannya. Inginnya sih ketemu sapajodogan. Tidak ingin pohon kenanga, hany ingin

kembangnya saja; tidak ingin kembang kenanga, hanya ingin harumnya saja; tidak ingin wangi kenanga,

hanya ingin sarinya saja. Aku tidak ingin pemberian, hanya ingin pemberinya saja, aku tidak rindu akan

nasi, kalau rasa catang bobo; aku tidak ingin air, kalau rasanya tuak bari; tidak tertarik oleh kemuliaan,

kalau mulia dengan sengsara; aku tidak takut sakit, kalau rasa di-aku-kan. Biar saja susah payah, kalau

selaras dengan hati. Biar saja tidak dipuji, kalau memuji sambil pambrih. Biar saja tidak dimanja, kalau

dimanja sekedar ngolo-ngolo. Biar saja tidak ditalengteng, kalau nalengteng neneh bonteng. Biar saja

kepanasan, kalau ingat kedinginan. Biar saja kehujanan, kalau ingat kepanasan. Biar saja merasa lapar,

kalau mikir kaya santri. Biar saja dengan darurat, kalau ingat akan akhirat. Loh kenapa aku begitu

lancang, dari dulu berani-berani menyaksi: tidak ada lagi sembahan selain Gusti Allah! Bagaimana kalau

ada yang nanya: dari mana ya tahu? Mungkin hanya bisa menjawab: sebab kata orang tua! Sebab kata

bapak! Bagaimana akan dipercaya! Ada kesaksian putus hanya karena kata warta saja! Nah makanya

aku senantiasa menasihati jangan sampai tidak, ingin sampai nyatanya. Seperti ditanya: kamu tahu

warna cabe? Menjawab: tentu saja tahu, sebab sudah ngerasain, pedes! Kamu tahu gula? Menjawab:

tentu saja tahu, sebab sudah ngerasai, manis! Kamu tahu garam? Menjawab: tentu saja tahu, sebab sudah

ngerasain, asin! Tidak akan menjawab: sebab kata bapak!

Ngeng katorekan: wah! Awas tertipu! Katanya tidak suka berharap balasan, kok panas dingin

semalaman, bayeungyang panas waktu siang sih mengejar-ngejar yang mengrimnya Jamaliyah tergila-

gila oleh cantikannya. Aeeh tobat, kalau begitu aku ketemunya juga, tentu bertanya kenapa: Siapa yang

suka menghalangi keinginanmu (ngahulag karep andika)? Mau ngirim Jamaliyah kok datangnya

Jalaliyah.

Kalau benar bukan itu yang ngirimnya, kalau paksakan saja; loh aku sehat datang sakit, ingin

hidup datang pati, selagi mendengar datang tuli, selagi awas datang kebutaan, selagi lancara bicara

datang pireu, selagi ingat datang lupa. Kalau begitu aku pengharap, rindu akan hejo lembo-nya saja,

Page 12: Islam Kiri Dan Kanan

kasih akan muktinya saja, mau akan pemberiannya saja, lucu akan untungnya saja, betah akan sehatnya

saja, pambrih akan manisnya saja. Kalau begitu menyembah kesenangan keenakan, tidak dengan

ketidakenakannya, memangnya itu dapat siapa? Sikap siapa? Tentu disebut cinta pada Jamaliyah tidak

suka pada jalaliyah. Padahal itu yang jadi dingding penghalang, hijab sabda halimunan. Tidak akan

ketemu tidak malah terpesona, menyembah pada jamaliyah, mengingkari akan jalaliyah, kenalnya juga

selang-seling(reureundahan), waktu malam, hilang waktu siang; waktu siang, hilang waktu malam; di

darat, hilang di air; di air, hilang di darat. Katanya sanggup setia (ka cai jadi saleuwi, ka darat jadi

salogak). Di sini windu kalau belum bumelang ka lara bagja, sapapait samamnis. Siang bagaimana

malamnya, malam bagaimana siangnya, sesudah panas bagaiman dingin, sesudah dingin bagaimana

panas, itu pergi datang ini, ini pergi datang itu; datang rindu pergi rindu, silih berganti begitu juga.

Di sini baru merindu: dikirain kupu-kupu hitam, ternyata si rama-rama: cai mulang cai malik, cai

ngocor ka astana; layung isuk samar beurang, kadeuleu sakolebatan.

Di sini remang-remang ngarenggenek gapura tepis wiring Sidikiyah babakan Suralaya

kajembaran Rahmaniyah. Termenung: Aduh-aduh! Apa ini? Diawasi kurang jelas, dikedipkan takut

hilang. Laaar lewat ke alun-alun, berteduh di aub-aub tanjung. Maju lagi bray sedikit, berdiri

memperhatikan pintunya. Tangganya lima tingkatan, keenam bangbarungna. Tiangnya tujuh, lawang

kori jendelanya tujuh. Lampu 99, ditambah damar baranang siang tak terhitung jumlahnya. Ya pasir-

pasir barentik, ya cadas-cadas berkilau. Dituliskan kurang tinta, disuratkan kurang papan. Namanya juga

Kamalatul Uluhiyah, bayngannya Kamalatul Insaniyah.

Berhenti sejenak lebah pintu. Retke atas ret ke bawah. Terus diraba. Bray terbuka sambil

berkata: Assalamu’alaikum! Tiga kali. Tidak ada yang menjawab. Kemudian membaca:

Assalamu’alaeka ayyuhan nabiyyu warahmatullahi wabarokatuh. Assalamu’alaena wa ala ibadihis

solihin; kemudian takbir: Allahu akbar! Wajjahtuwajhia lilladi fatorossamawati walardho hanifan

musliman wa ma ana minal musyrikin.

SHAHADAH KIRI

Saat menginjak martabat sahadah dalm perbawa iblis dari sebelah kiri: Ah! Aku kepalang! Sudah cape-

cape sejak lama melaksanakan perintah para tetua, Islam dengan badan, percaya oleh hati selamanya

pada cerita para tetua, serta sudah berdiru kukuh tidak ada kekurangan. Sedangkan aku sekarang ingin

tinggal ingin, rindu tinggal rindu, tidak ada rintangannya, sebab yang maha Pemurah harus disembah,

Page 13: Islam Kiri Dan Kanan

yang Maha Kasih untuk berbakti; tapi ya kalau sampai ingin kenal, bukan layak bukan pantasnya, sebab

aku sudah tentu menerimakan hina, amal sedikit, iman tipis; rasanya terlalu memaksakan, tentunya tidak

akan sepadan dengan kemampuan. Aku pintar oleh kebodohan, kaya oeh dosa. Ya persis sekali

kelancangan itu! Kalau diakui sih mungkin diakui, sebab abdinya. Tapi aku mau ngapain? Sekarangpun

aku tidak tenang karena menganggap enteng. Kalau sudah kenal tentu banyak sekali pantangannya.

Tentunya aku disebut orang plinplan, mencari sesuatu yang tidak tentu sambil melepaskan yang sudah

ada, keblinger, jadi susah sendiri. Kok nyata sapa menak sok matih kanu dalit, bukan pada cacah pada

somah, itu banyak menganggap enteng, ditimbang oleh kebodohan oleh kealfaan. Itulah aku harus

mengukur kemampuan diri. Kalaulah sudah mati diukur orang lain, kalau masih hidup tentu, harus

mengukur diri sendiri. Meskipun benar-benar rindu, mending kalau geureung, gimana kalau sondari?

Biar orang lain asal pemberiannya saja; biar tidak dengan banyaknya, asal nasinya saja, biar tidak

dengan rindunya, asal melihatnya saja; meskipun tidak dengan mulusnya, asal baiknya saja. Biar tidak

dengan betahnya, asal hidupnya saja; biar tidak dengan amalnya, asal ilmunya saja; meski tidak dengan

selamatnya, asal mulianya saja; biar merasa seperti ranting tua, asal nasinya saja; biar rasanya seperti

tuak bariasal airnya saja; biar tidak dengan sarinya, asal wanginya saja; biarpun tidak dengan

kembangnya, asal pohonnya saja. Padahal sudah lama ssekali aku teliti pada tugas kewajiban, melakoni

segala pepatah orang tua, menghindari larangannya, percaya pada cerita bapa, diabadikan ditetapkan,

tidak usah sambil ditambahi dengan memaksa papakelesa, untung kalau selamat, bagaimana kalau

celaka. Jika keberanianku bersaksi bahwa tidak ada lagi yang mesti disembah, yang menyilaukan, yang

menjadikanku meras takut, kecuali Gusti Allah, segitu juga cukup, sebab bukan hanya cara semata-mata

bersaksi. Belum ada yang menanyakan, dari mana kamu tahu? Datang dan dijawab; Kata bapak saja!

Kalau akan mengasihi pantas saja sebab pada sang pemberi atas rasa kasih. Tapi Gusti Allah kalau

dicintai mungkin cinta, tidakpun begitu juga. Tidak akan gembira sebab dirindu. Memang tidak ada

kekurangan. Mau mencari, pantas saja, tapi tidak usah dengan kentara. Yang diharapkan kasih

sayangnya, kan kataku juga nyata: semua pemberian dari Gusti Allah. Supaya tidak ingkar saja, Gusti

Allah setuju; seperti aku ada bukti pada pengirim, makanya ngirim juga pertanda dari rasa kasih, bukan

tanda kejijikan. Meskipun tidak dengan melaksanakannya, hanya supaya aku punya harapan saja.

Biarpun tidak dengan men-jadi-nya, namun supaya aku punya kuasanya. Biarpun selagi tidak ada

pemandangannya, hanya supaya mataku awas saja. Biarpun tidak ada yang didengarkan, hanya supaya

aku punya pendenganran saja. Biarpun selagi tidak ada yang perlu dikatakan, asal supaya pandai bicara

saja. Biarpun tidak buah tidak kembang, hanya supaya hejo lembok saja. Biarpun aku tidak ikut makan,

Page 14: Islam Kiri Dan Kanan

asal supaya dapat kekayaan saja. Niscaya Gusti Allah awas penglihatan, tahu akan apa yang tersirat

dalam hatiku, kenapa aku mesti rindu? Mengejar-ngejar ingin bertemu nyata, mau apa? Malah mandar

ditudung saja. Aku berabe dengan berbagai fitnah, yang mestinya diterima. Kapan ngaku bisa oge ku eta

mah kageuleuhna, kenapa aku merindu pakai lalakon? Dengan seperti itu juga nyata aku akan keliru.

Kalau begitu, ya biasa jika ada rasa suka ingin terlaksana. Turun gunung naik gunung, samar bisa

mukhalafah dengan yang baru, sebab kalau ini tidak begitu. Dan aku merindu mau mengharap apa? Mau

minta, kan suka ngirim sebelum dipinta. Mau nanya, supaya dijawab bagaimana? Tentunya malah

tertukar. Nafsu yang menyebabkan sesal, sesakl tidak pernah diawal: Aaah, mau maksa saja, lara

bahagia bagaimana jadinya saja. Hayoh geus sakieu nya bahagia, lebih dari biasanya, pake suka pake

rindu, pakurangan tidak sengaja, malah lebih keliru. Renggenek peteng ati: Aaaah! Tapi man tholaba

syaian jiddan wajajadahu, sebrut maju, terbukalah gapuranya di hadapan, tapi halimunan, remang-

remang.

Di sini, Iblis mengeluh: Aaaah! Sudah dari dulu bersama-sama, sekarang berpisah Ya kalau tidak

dapat dikasihi sih, biarin! Tidak dituruti di sini, barangkali di sana. Disangkanya aku tidak akan terus.

Rasanya sih tidak akan lewat lagi ke sini. Biar saja, rasakan tidak akan tega, sebab sobat dari dulu,

buruk-buruk papan jati, segalak-galaknya macan tidakakan memangsa anak. Masa sih tidak dituntut.

Aeh-aeh aku amit mundur, sampurasun! Niat berhenti menghadap ke Rahmaniyah.

SIDIKIYAH

Sa’at membukakan pintu rasa Rahmaniyah perbawa keilahian, tazaliyat, artinya perbawa ras,

sirnalah adegan gapura: Aeeeh! Kenapa salamku tidak ada yang menjawab? Ternyata gapura nyatanya

siloka, lampu yang bergantungan 99 nyatanya asmaul husna, sebagianjamaliyah sebagian jalaliyah,

sebagian kamaliyah, ditambahi dengan asma kesempurnaan yang tak ada hitungannya. Tujuh tiang

buktinya adegan ma’ani. Jendela dibuka dengan ma’nawiyah. Lawang kori timbangan khaof dan roja’

dibukanya dengan sosi qisthosi’l-mustaqim. Tangga lima nyatanya martabat yang sudah terlewat,

keenam bangbarung Sidikiyah. Keagungan Rahaniyah: pohon tanjung buktinya sidrati’l-muntaha,

kembang wangi kenyataan jamaliyah, kembang jatuh kenyataan jalaliyah;daun hijau kenyataan

Page 15: Islam Kiri Dan Kanan

jamaliyah, daun kalakay kenyataan jalaliyah; wanginya buah matang kenyataan jamaliyah, buah jatuh

kenyataan jalaliyah. Buah tidak akan jatuh kalau matang kembang; kembang tidak akan burung, jika

dahannya sehat; dahan tidak akan kalau pohonnya hidup; pohon tidak akan sakit kalau akarnya sehat.

Tidak akan kurbah kalau kurang sidikiyah; tidak akan sidikiyah kalau kurang sahadahnya; tidak

akan sahadah kalau kurang ihsannya; tidak akan ihsan kalau kurang solehnya; tidak akan soleh kalau

kurang imannya; tidak akan iman kalau kurang Islamnya.

Dalam kenal, jika abadi, jamaliyah; dalam kenal, kalau mentah, jalaliyah. Tidak akan layeut jika

kenalnya kurang. Tidak akan kenal kalau (sejana) niatnya. Tidak akan seja kalau kurang cucudnya.

Tidak akan cucud kalau kurang abadinya. Tidak akan abadi jika kurang percaynya. Tidak akan percaya

jika kurang pelaksanannya. Tidak akan mendapat wilayah jika ma’rifatnya kurang. Tidak akan ma’rifat

kalau tidak ada iradatnnya. Tidak akan dapat iradat kalau tidak ada istiqomahnya. Tidak akan dapat

istiqomah, jika tidak ada mudawamahnya. Tidak akan dawam kalau tidak ada tasdiqnya; tidak akan bisa

tasdiq kalau tidak ada lampah rasanya. Tidak akan hayat kalau tidak ada ilmunya; tidak akan ilmu jika

tidak ada iradatnya; tidak akan iradat jika tidak ada kudratnya; tidak akan kudrat kalau tidak ada

sama’nya; tidak akan sama’ kalau tidak da basarnya; tidak akan basar kalau tidak da kalamnya.

Pasebanna, penimbang harmoninya jamaliyah-jalaliyah. Ras ku rasa, sir ku sari, ya bibitku

ma’ani, benda asal ma’nawiyah, pusaka dari dulu, bibitku sejak kecil,ma’ani untuk berbakti,

ma’nawiyah yang mengabdi. Datang dari sana, pergi ke sana, semenjak masih Islam, tidak samar

wiwitaning rahmaniyah.

Datanglah yang baik jamaliyah, pada jasad pada nyawa, dunia atau akhirat

Datanglah yang tidak baik jalaliyah, pada jasad pada nyawa, dunia atau akhirat

Jamaliyah menyenangkan; jalaliyah mencelakakan. Dua-duanya ternyata Rahmaniyah, tidak

luhur handapan, dua-duanya kejadian dari ma’ani, kelahiran dari napsiahan ras ku rasa sir ku sari.

Aeh-aeh ! nyata sekali rupanya bibit ma’ani, nyatanya kalam oleh ucap, nyatanya basar oleh

mata, nyatanya sama’ oleh telinga, nyatanya kudrat oleh prilaku, nyatanya iradat oleh keinginan,

nyatanya ilmu oleh mengetahui, nyatanya hayat oleh hidup. Buktinya kalam dengan nyata, nyatanya

basar oleh tekad, nyatanya sama’ oleh layak, nyatanya kudrat oleh undak perintah, nyatanya iradat oleh

keinginan, nyatanya ilmu oleh kenal, nyatanya hayat dengan eling.

Page 16: Islam Kiri Dan Kanan

Tidak umum yang nyata tidak terlihat tidak terdengar; tidak umum yang terdengar tidak men-

jadi; tidak umum yang men-jadi tidak disengaja; tidak umum yang disengaja tidak dimengerti; tidak

umum pengertian bukan dari yang hidup; tiap yang hidup punya pengertian; meskipun kecil seperti bayi

bisa menyedot;tiap yang mengerti mempunyai keinginan, meskipun sedikit, seperti anak kecil ingin di

ganti pakaian; tiap keinginan harus terlaksana, seperti anak merasa gersang dimandiin.

Tiap-tiap yang mendengar selalu terlihat, meskipun renggang, sebab bukan mendengar kita.

Tiap-tiap yang mendengar akan lahir(terlahir), mengabdi pada pendengarannya, makanya bukti oleh

penglihatan. Makanya melihat juga oleh pendengaran, makanya mendengar juga oleh kabisa, makanya

bisa juga oleh keinginan, makanya ingin juga oleh pengetahuan, makanya mengerti juga oleh hidupnya,

perbuka itu rasa keilahian.

Dikiranya susah mencari rasa ke- Allah-an, mungkin saja rasa itu kan perbuka, kata rasa belum

teralami padahal sedang dijalani, ada rasa yang percaya namanya, makanya menanyakan. Mana

sifatnya?

Seperti anak kecit terpikat oleh rasa manis, bisa saja diganti oleh yang lain; seperti orang sakit

kesengsrem oleh sarikaya masih bisa diganti dengan jalabria. Rasa ingin perbuka oleh sifat ada, ketika

menemu yang ada juga dianggap tidak ada, sebab memang ada, tapi baru, yang dicari yang ada bukan

yang baru. Keinginan perbuka sifat oleh hidup, ada juga hidupnya dianggap lain, sebab memang hidup,

tapi baru, yang dicari yang hidup bukan yang baru. Ada keinginan perbuka sifat mengerti, ada juga

pengertian dianggap lain, memang benar itu pengertian, tapi baru, pengertian yang dicari bukan yang

baru. Kala ingin perbuka sipat hendak, menemu keinginan dianggap lain, memang ada kehendak, tapi

baru, yang di cari kehendak bukan yang baru. Kala ingin perbuka sipat mendengar, ketika menemu

dianggap lain, sebab memang ada pendengaran, tapi baru, yang dicari pendengaran bukan yang baru.

Kala ingin perbuka sipat melihat, ketika menemu penglihatan dianggap lain, sebab memang ia

penglihatan, tapi baru, yang dicari penglihatan bukan yang baru. Kala ingin perbuka sipat pangandika,

ketika menemu, meskipun memang benar dianggap lain, sebab memang benar pangandika, tapi baru,

pangandika yang di caari bukan yang baru.

Tidak tahu kejadian oleh ma’ani, sipatnya keilahian, yang dimaksud ingin kejadian oleh, sudah

nyata juga dianggap lain, mending sedikit menemu dat mana sifatnya? Mending sedikit menemu sifat

mana asmanya? Mending sedikit menemu orang apa kemampuannya? Mendingan sedikit menemu

Page 17: Islam Kiri Dan Kanan

kemampuan orang, siapa namanya? Adapaun ini tahu nama sebelum laku,menemu laku bertyanya mana

yang punyanya? Sudahlah keliru, lama lagi. Sudah harti nanya mana yang punyanya polah, makanya

nanjak terbalik buta ke sari. Kalau begitu kapan akan menemukan tapak ma’ani Tuhan?